Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi
description
Transcript of Laporan Kasus Kelompok 1 Skenario Anemia Defisiensi Besi
LAPORAN
TUTORIAL SKENARIO A BLOK 22
Disusun oleh :
Kelompok B1
Anggota
1. Felicia Ivanty2. Ghea Duandiza3. Imam Arief Winarta4. Frandi Wirajaya5. Pierre Ramandha6. Keidya Twintananda7. Charisma Tiara Ramadhani8. Garina Rioska Savella9. David Wijaya10. Dhilla Juas Ainun11. Rahmatul Ikbal12. Deswan Capri Nugroho13. Rahnowi Pradesta14. Freddy Tandri
0411140100204111401008
04111401018041114010190411140102004111401022041114010230411140105004111401052041114010600411140100904111401062
04111401004111401086
Tutor :dr. Noprianti, SpKK
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
1
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Dosen pembimbing
tutorial skenario a blok 22, sehingga proses tutorial dapat berlangsung dengan baik.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, yang telah memberi
dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 22.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Palembang, 18 Desember 2013
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................... 2
Daftar Isi.............................................................................................................................. 3
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 4
BAB II Pembahasan
2.1. Data Tutorial......................................................................................... 5
2.2. Skenario Kasus...................................................................................... 6
2.3. Paparan
I.Klarifikasi Istilah................................................................................ 7
II.Identifikasi masalah ......................................................................... 9
III.Analisis Masalah.............................................................................. 10
IV.Learning Issues................................................................................ 39
V.Kerangka Konsep............................................................................ 40
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan........................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 42
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Hematologi dan Sistem Imun merupakan blok 22 pada semester 5 dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Adapun maksud dan
tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Noprianti, Sp.KK
Moderator : Dhilla Juas Ainun
Sekretaris Papan : David Wijaya
Sekretaris Meja : Charisma Tiara Ramadhani
Hari, Tanggal : Rabu, 18 Desember 2013
Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat
3. Dilarang makan dan minum
5
2.2 Skenario A blok 22 2013
Mrs.Zainab, a 50 years old woman, came to Moh. Hussein Hospital with chief complaint of
weakness. She also had palpitation and nausea sometimes. She had history of eight times
spontaneous labour. She had been suffering from hematoschezia frequently since 1 year ago
and her doctor said that she had haemorhoid. She seldom ate vegetables and fruits.
Physical Examination :
Weight: 50 kg, height: 155 cm
General appearance: pale, fatique
Vital sign : HR: 114 x/menit, RR: 30 x/menit, Temp: 36,6oC, BP: 100/70 mmHg
Head: cheilitis positive, tongue: papil atrophy
No lymphadenopathy
Abdomen : no episgatric pain, liver and spleen non palpable
Extremities: koilonychia negative
Laboratory:
Hb 4,8 g/dL, Ht 15 vol%, RBC 2.500.000/mm3, WBC 7000/mm3, Trombosit 480.000/mm3,
RDW 20%
Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis
Faeces: Hookworm’s egg negative
6
2.3 Paparan
I. Klarifikasi istilah
1. Lemas : Keadaan meningkatnya keadaan tidak nyaman dan
menurunnya efisiensi akibat kerja yang berkepanjangan atau
berlebihan, kehilangan tenaga ataukemampuan untuk
menjawab rangsangan.
2. Palpitasi : Perasaan berdebar – debar atau denyut jantung tidak teratur
yang sifatnya subjektif
3. Nausea` : Sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium
dan abdomen
4. Spontaneous labour : Proses bayi dikeluarkan dari vagina ke dunia luar tanpa
pengaruh eksternal
5. Haematoschezia : Defekasi feses berdarah
6. Haemorhoid : Prolaps bantalan anus, menyebabkan perdarahan dan
pembengkakan yang nyeri pada kanalis analis
7. Pucat :
8. Cheilitis : Peradangan pada bibir
9. Atrofi papil : Pengecilan ukuran papil (tonjolan yang menutupi permukaan
lidah)
10. Limfadenopati : Penyakit pada kelenjar limfe, biasanya ditandai dengan
pembengkakan
11. Koilonychia : Distrofi kuku jari dengan kuku menjadi tipis dan cekung
dengan tepi meninggi
7
12. Anisositosis : Adanya eritrosit yang menunjukkan berbagai macam ukuran
di dalam darah
13. Hipokrom : Penurunan abnormal kandungan hemoglobin dalam eritrosit
14. Mikrositer : Eritrosit yang kecil secara abnormal dengan diameter 5 μm
atau kurang
15. Poikilositosis : Adanya eritrosit yang menunjukkan berbagai macam bentuk
yang abnormal di dalam darah
16. MCH : Mean corpuscular hemoglobin, jumlah rata – rata hemoglobin
dalam eritrosit
17. MCV : Mean corpuscular volume, ukuran atau volume rata – rata
eritrosit
18. MCHC : Mean corpuscular hemoglobin concentration, perhitungan
rata – rata konsentrasi hemoglobin dalam eritrosit
19. RDW : Red cell distribution width, variasi ukuran eritrosit
8
II. Identifikasi masalah
1. Mrs.Zainab, a 50 years old woman, came to Moh. Hussein Hospital with chief
complaint of weakness.
2. She also had palpitation and nausea sometimes.
3. She had history of eight times spontaneous labour.
4. She had been suffering from hematoschezia frequently since 1 year ago and her
doctor said that she had haemorhoid.
5. She seldom ate vegetables and fruits.
6. Pemeriksaan Fisik
7. Pemeriksaan Laboratorium
8. Additional information
Serum Iron is 16 μg/dL
Total iron binding capacity is 420 μg/dL
Ferritin is 8 ng/mL
9
III. Analisis Masalah:
1. Mrs.Zainab, a 50 years old woman, came to Moh. Hussein Hospital with chief
complaint of weakness.
Bagaimana etiologi dan mekanisme lemah pada kasus?
Etiologi lemas secara umum sangat luas. Kelemahan secara general dapat
merupakan penanda atau gejala dari berbagai macam penyakit atau kelainan.
Keadaan yang mungkin membuat seseorang merasa lemas antara lain:
- Dysrythmia cordis
- Hipotensi
- Anemia
- Dehidrasi
- Hipoglikemi
- Diabetes Melitus
- Hipertiroidisme
- Hipotiroidisme
- Penyakit infeksi, seperti influenza, hepatitis, tuberkulosis
- Keracunan
- Kurang tidur
- Syndroma malabsorbsi
- Malnutrisi
- Gejala depresi
Bila dilihat dari hasil anamnesis dan didukung oleh hasil pemeriksaan fisik dan
laboratorium, etiologi dari lemas pada kasus ini adalah anemia karena defisiensi
besi. Anemia defisiensi besi dapat terjadi karena :
10
a. Kebutuhan meningkat:
bayi dan anak: untuk pertumbuhan,
wanita hamil
menyusui: kehilangan besi saat laktasi.
b. Intake besi kurang:
diet rendah besi:
absorbsi terganggu
aklorhidria / pasca gastrektomi : asam membantu penyerapan besi (sebagai
reduktor).,
malabsorbsi : karena adanya kerusakan pada epitel usus terutama di
duodenum.
c. Kehilangan besi:
menstruasi,
perdarahan sal.cerna (hemoroid, ulkus peptikum, hernia, keganasan, kolitis
ulserativa)
Oksigen merupakan molekul yang berperan penting dalam proses metabolisme
aerobik tubuh kita. Oksigen merupakan receptor elektron terakhir dalam proses
tersebut. Untuk menghancurkan satu molekul glukosa, diperlukan 6 molekul
oksigen. Hal ini setara sekitar 200-250 ml oksigen per menit dan dapat meningkat
sampai 2-3 L per menit saat beraktivitas berat. Dari proses aerobik, akan dihasilkan
ATP sebanyak 36 molekul.
Pada Mrs. Zainab yang mengalami anemia, terjadi penurunan kadar hemoglobin di
dalam eritrosit. Hemoglobin merupakan transporter oksigen yang utama dari paru –
paru ke semua jaringan tubuh. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan oksigenasi
11
jaringan sehingga beberapa jaringan akan mengalami kekurangan oksigen. Pada
saat kekurangan oksigen, sebagian jaringan tubuh akan melakukan metabolisme
secara anaerob. Dari proses ini, hanya dihasilkan ATP sebanyak 2 molekul dari
setiap molekul glukosa. Akibatnya, jaringan akan kekurangan ATP yang
merupakan sumber energi. Hal inilah yang menyebabkan Mrs. Zainab merasa
lemas.
Selain itu, besi diperlukan untuk pembentukan heme dan hemoglobin, yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru ke jarungan. Defisiensi besi menimbulkan penurunan fungsi myoglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis yang berakibat pada penurunan produksi ATP (metabolism aerob menurun) dan penumpukan asam laktat sehingga mempercepat kelelahan otot. Defisiensi besi terbukti menurunkan kesegaran jasmani dan penurunan produktivitas kerja.
2. She also had palpitation and nausea sometimes.
Bagaimana mekanisme palpitasi pada kasus?
Fungsi transportasi oksigen dalam tubuh manusia dilakukan oleh hemoglobin di
dalam eritrosit. Setiap hemoglobin normal terdiri dari 4 gugus globin dengan inti
besi pada masing – masing gugusnya. 1 buah hemoglobin dapat mengikat 4
molekul oksigen. Pada pasien dengan anemia, kemampuan hemoglobin untuk
mengikat oksigen akan menurun. Hal ini menyebabkan jaringan tubuh akan
mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen ini akan semakin meningkat
pada saat beraktivitas. Tubuh akan berusaha mengkompensasi kekurangan oksigen
pada jaringan ini dengan meningkatkan frekuensi detak jantung sehingga laju
sirkulasi darah dan oksigenasi jaringan meningkat. Hal ini akan dirasakan pasien
sebagai detak jantung yang cepat dan tidak beraturan (palpitasi).
Bagaimana mekanisme nausea pada kasus?
Kurangnya kemampuan hemoglobin dalam mengangkut oksigen akan berdampak
pada kurangnya asupan oksigen pada jaringan perifer. Hal ini dapat menyebabkan
penimbunan asam laktat pada jaringan tubuh, baik pada otot rangka, gaster,
12
intestinal dan jaringan lainnya. Penumpukkan asam laktat akan mengakibatkan
terjadinya asidosis dan dapat mencetuskan mual dan sensasi tidak nyaman pada
abdomen. Selain kekurangan oksigen, keadaan kekurangan besi juga dapat
menyebabkan disritmia dan gangguan kontraksi otot karena penurunan fungsi
mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase. Keadaan ini akan
menyebabkan mual dan rasa penuh pada perut.
Bagaimana hubungan palpitasi dan nausea dengan keluhan utama?
Pada pasien anemia, lemas terjadi karena kebutuhan oksigen jaringan tidak dapat
dipenuhi. Ini terjadi karena tubuh cenderung melakukan metabolisme secara
anaerob sehingga produksi ATP menurun. Palpitasi merupakan usaha tubuh untuk
meningkatkan laju sirkulasi dan oksigenansi jaringan pada keadaan anemia guna
mengkompensasi kekurangan oksigen pada jaringan tubuh.
3. She had history of eight times spontaneous labour.
Apa makna klinis riwayat melahirkan spontan 8 kali?
Riwayat grandemultipara pada kasus ini menjadi faktor resiko terjadinya anemia
defisiensi besi.
Bagaimana hubungan riwayat melahirkan dengan keluhan utama?
Pada perempuan yang melahirkan, kebutuhan besi akan meningkat sampai 50
persen. Peningkatan kebutuhan besi ini terjadi karena adanya peningkatan produksi
sel – sel darah pada saat masa kehamilan guna mencukupi oksigenasi ibu dan janin,
serta karena adanya kebutuhan besi untuk pertumbuhan dan hematopoiesis bayi.
Kebutuhan besi juga meningkat pada masa laktasi karena besi keluar bersama ASI.
Apabila asupan besi tidak mencukupi, maka cadangan besi dalam bentuk feritin
yang akan digunakan. Hal ini cadangan besi dalam tubuh berkurang. Saat proses
melahirkan, tubuh ibu dapat kekurangan lebih banyak besi melalui proses
pendarahan. Hal ini menyebabkan ibu dengan riwayat multipara (2 kelahiran hidup
13
atau lebih) atau grandemultipara (5 kelahiran hidup atau lebih) yang tidak
diimbangi dengan asupan nutrisi yang cukup (dalam kasus ini besi) lebih beresiko
untuk mengalami anemia akibat defisiensi besi.
4. She had been suffering from hematoschezia frequently since 1 year ago and her
doctor said that she had haemorhoid.
Bagaimana hubungan riwayat hematoschezia dan haemorrhoid dengan keluhan
utama?
Dalam keadaan normal, tubuh manusia dewasa mengandung 4 – 5 gr zat besi dan
terutama terdapat dalam bentuk hemoglobin, mioglobin, dan enzim – enzim heme
yang jumlahnya sangat sedikit atau disimpan di hati, limpa, sum – sum tulang
dalam bentuk feritin dan hemosiderin. Tiap mililliter darah mengandung sekitar 0,5
mg besi.
Pada orang normal, kehilangan zat besi umumnya sangat sedikit sekali sekitar 1 – 2
mg / hari. Pada Ny. Zainab, terjadi haemorhoid yang mengakibatkan terjadinya
haematoschezia sehingga lebih banyak besi hilang dari tubuh akibat pendarahan
tersebut.
Kehilangan banyak besi tanpa diimbangi dengan asupan yang memadai dapat
mengakibatkan tubuh kekurangan zat besi sehingga terjadi anemia akibat defisiensi
besi. Hal ini lah yang menyebabkan keluhan lemas pada pasien.
5. She seldom ate vegetables and fruits.
Bagaimana hubungan kebiasaan jarang makan sayur dan buah dengan keluhan
utama?
Buah dan sayur merupakan sumber mineral yang baik bagi tubuh, termasuk besi
sehingga tubuh beresiko mengalami defisiensi besi. Beberapa jenis buah dan sayur
seperti tomat, jeruk, pepaya dan lain – lain juga mengandung vitamin C. Vitamin C
dapat membantu mereduksi ferri menjadi ferro sehingga dapat membantu
meningkatkaan proses absorbsi besi di duodenum.
Buah dan sayur juga kaya akan serat. Kekurangan serat membuat feses menjadi
lebih lama tersimpan di dalam usus dan lebih keras. Hal ini beresiko untuk
14
menyebabkan konstipasi. Konstipasi dan proses mengejan yang berlebihan karena
feses keras dapat menyebabkan terjadinya hemorhoid serta hematoschezia yang
merupakan penyebab anemia defisiensi besi pada kasus ini.
6. Pemeriksaan Fisik
Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik?
BB 50 kg, TB 155 cm
IMT = 20,81
Interpretasi : normal
General appearance : pale, fatique
Pucat atau tidaknya seseorang dinilai pada konjungtiva, mukosa mulut, bantalan
kuku dan telapak tangan. Keadaan pucat biasanya menandakan keadaan anemia
dimana tubuh kekurangan RBC atau hemoglobin sehingga bagian tersebut nampak
kurang merah (pucat). Selain itu, pada kasus anemia kronik, tubuh juga melakukan
suatu kompensasi dengan mengkontriksikan pembuluh darah perifer sehingga
suplai darah ke daerah perifer berkurang dan tampak menjadi lebih pucat. Pucat
atau tidaknya kulit ini sulit terlihat pada bagian kulit yang lain sebab dipengaruhi
pigmen kulit.
Fatigue menandakan kurangnya kemampuan suplai oksigen darah ke jaringan di
dalam tubuh sehingga tubuh menjadi lemas, terutama bila beraktivitas berat.
HR : 114x/ minute (tachycardia, normal 60 – 100x/menit)
Meningkatnya heart rate ini merupakan suatu mekanisme kompensasi tubuh pada
kasus anemia kronik. Pada pasien anemia, kemampuan suplai oksigen darah akan
menurun. Untuk menjamin kebutuhan oksigen jaringan tubuh terpenuhi, maka
tubuh harus meningkatkan peredaran darah, yaitu dengan meningkatkan detak
jantung sehingga darah dialirkan lebih banyak per satuan waktunya (cardiac output
meningkat) sehingga suplai oksigen ke jaringan lebih terjamin.
RR : 30x/ minute (tachypneu, normal 16-24 x/menit)
Peningkatan laju pernapasan dapat terjadi karena adanya usaha tubuh untuk
mencukupi kekurangan oksigen pada jaringan akibat anemia.
Temperature : 36,6C (normal)
BP : 100/70 mmHg (normal)
15
Cheilitis positive (abnormal, normalnya negative)
Cheilitis pada kasus menandakan anemia defisiensi Fe. Dalam buku Textbook of
Oral Medicine Ghom hal. 500 disebutkan bahwa pada pasien dengan defisiensi Fe,
bibir menjadi lebih kering dan proliferasi sel – sel epitelnya terhambat. Akibatnya,
pada sudut bibir, kemungkinan untuk terbentuknya suatu fissura dan perlukaan
menjadi lebih besar. Fissura yang terbentuk kemudian mengalami maserasi oleh air
liur kita sendiri secara terus menerus sehingga terbentuk suatu perlukaan yang
lebih luas lagi dan biasanya menimbulkan nyeri. Hal inilah yang dikenal sebagai
angular cheilitis. Pada kasus defisiensi Fe, cheilitis bisa diatasi dengan memberikan
suplemen Fe.
Tongue : papil atrophy (abnormal)
Atrofi papil lidah pada kasus menandakan anemia defisiensi Fe. Dalam buku
Textbook of Oral Medicine Ghom hal. 479, disebutkan bahwa defisiensi Fe akan
menghambat pertumbuhan sel – sel epitel pada lidah. Akibatnya, laju sel – sel
epitel yang mati dan lepas dari permukaan lidah menjadi lebih tinggi daripada laju
pembentukan sel epitel yang baru. Lama kelamaan, lidah menjadi licin dan
mengkilat karena papila lidah mengecil atau menghilang. Hal ini dimulai dari
ujung dan tepi lidah, dan pada keadaan yang lebih parah dapat mengenai seluruh
bagian dorsum lidah.
Liver and spleen non palpable (normal)
No lymphadenopathy (normal)
No epigastric pain (normal)
Koilonychia negatif (normal)
.
7. Pemeriksan Laboratorium
Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan laboratorium?
Hb 4,8 g/dL
Nilai normal :
Pria : 13 - 18 g/dL
Wanita : 12 - 15 g/dL
Interpretasi : Kadar Hb rendah, menunjukkan keadaan anemia.
16
Ht 15 vol%
Nilai normal :
Pria : 40 - 48 %
Wanita : 37 - 43 %
Interpretasi : Hematokrit rendah menunjukkan volume eritrosit dalam darah
rendah. Keadaan ini terjadi karena pasien mengalami anemia.
RBC 2.500.000/mm3
Nilai normal :
Pria : 4,5 - 5,5 juta/ L darah
Wanita : 4 - 5 juta/ L darah
Interpretasi : Kadar RBC rendah, menunjukkan pasien mengalami anemia.
WBC 7000/mm3
Nilai normal : 5000 - 10.000/mm3
Interpretasi : Normal
Trombosit 480.000/mm3
Nilai normal : 150.000 - 450.000/mm3
Interpretasi : Normal
RDW 20%
Nilai normal : <14,5%
Interpretasi : RDW meningkat. RDW meningkat menunjukkan adanya
variasi ukuran pada sel darah merah. Dalam kasus anemia defisiensi besi,
anisositosis terjadi karena adanya sel – sel darah merah yang berukuran lebih kecil
(mikrositer) akibat kekurangan hemoglobin.
Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis
17
Interpretasi : abnormal, pada kasus anemia defisiensi besi, RBC menjadi kecil dan
kurang merah karena hemoglobin berkurang. Karena ada RBC yang berukuran
lebih kecil daripada RBC normal, ukuran RBC menjadi bervariasi (tidak sama).
Variasi bentuk RBC terjadi karena adanya kelemahan sitoskeleton pada RBC yang
mengalami kekurangan Hb akibat defisiensi besi sehingga RBC akan berubah
bentuk saat melalui kapiler – kapiler yang berukuran kecil dan tidak kembali ke
bentuk normal.
Faeces: Hookworm’s egg negative
Interpretasi : normal
Hitung indeks eritrosit pada pasien!
MCV (Mean corpuscle volume) = (hematokrit x 10) : hitung eritrosit
MCV = (15 x 10) : 2,5 = 60 fL
Nilai normal : 82-92 fL
Interpretasi : Volume rata-rata sebuah eritrosit rendah, menunjukkan
anemia mikrositer
MCH (Mean corpuscle hemoglobin) = (hemoglobin x 10) : hitung eritrosit
MCH = (4,8 x 10) : 2,5 = 19,2 pg
Nilai normal : 27-31 pg
Interpretasi : Banyaknya Hb per eritrosit rendah, menunjukkan anemia hipokrom.
MCHC (Mean corpuscle hemoglobin concentration) = ( MCH : MCV ) x 100 %
atau MCHC = ( Hb : Ht ) x 100 %
MCHC = (19,2 : 60) x 100% = 32%
Nilai normal : 32-37 %
18
Interpretasi : normal
Bagaimana gambaran darah tepi (anisositosis, hipokrom mikrositer, poikilositosis)?
Normal RBC
Anisositosis
19
Poikilositosis RBC
Microcytic Hipochromic RBC
8. Additional information
Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan tambahan?
Serum Iron is 16 μg/dL
20
Normal : 65 – 150 μg/dL
Interpretasi : Defisiensi Fe
Total iron binding capacity is 420 μg/dL
Normal : 250 – 400 μg/dL
Interpretasi : TIBC meningkat
Ferritin is 8 ng/mL
Normal : 20 – 200 ng/dL
Interpretasi : kadar ferritin menurun
Defisiensi Fe pada pasien ini dapat terjadi akibat pendarahn (hematoschezia) akibat
hemorhoid yang dialami pasien. Perdarahan yang sudah berlangsung sejak 1 tahun
yang lalu membuat tubuh kehilangan besi setiap kali terjadi perdarahan.
Kehilangan besi diperberat dengan riwayat grandemultipara pasien dan pola makan
pasien yang tidak seimbang. Akibatnya cadangan besi dalam tubuh akan terpakai
untuk memenuhi kekurangan tersebut. Hal ini terlihat pada rendahnya kadar besi
dalam darah.
Peningkatan kemampuan mengikat besi (TIBC) dan penurunan kadar ferritin
berkaitan dengan fungsi regulasi sebuah molekul yang disebut sebagai Iron
Responsive Element – Binding Protein (IRE-BP). Ikatan IRE-BP pada sekuens
mRNA yang mengkode feritin akan mengakibatkan mRNA tidak dapat mengkode
feritin. Pada saat kadar besi tinggi, besi akan berikatan dengan IRE-BP dan
mengubah bentuk IRE-BP sehingga IRE-BP tidak dapat berikatan dengan
receptornya pada mRNA yang mengkode feritin. Akan tetapi, pada saat kadar besi
darah rendah, IRE-BP akan berikatan dengan reseptornya sehingga sintesis feritin
terhambat dan kadar feritin menurun.
21
Sebaliknya, ikatan IRE-BP pada sekuens mRNA yang mengkode receptor
transferin akan mengakibatkan laju translasi mRNA meningkat sehingga jumlah
receptor transferin yang diproduksi meningkat. Pada saat kadar besi tinggi, besi
akan berikatan dengan IRE-BP dan mengubah bentuk IRE-BP sehingga IRE-BP
tidak dapat berikatan dengan receptornya. Sebaliknya pada saat kadar besi dalam
darah rendah, IRE-BP akan berikatan dengan receptornya dan akan meningkatkan
sintesis transferin dan receptornya sehingga kapasitas transportasi besi akan
meningkat sehingga ambilan besi dari transferin oleh sel dapat ditingkatkan.
9. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Berdasarkan hasil survei NSS-HKI (Nutrition and Health Surveilance System – Helen
Keller International) tahun 1999 dan tahun 2000 prevalensi anemia pada balita berkisar
40-70% dan pada wnita usia subur (WUS) berkisar 20-40%.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,
menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada balita usia < 6 bulan 61,3%, bayi usia 6-11
bulan 64,8%, anak usia 12-23 bulan 58%, wanita hamil 40%, wanita usia subur 27,9%,
prevalensi anemia pada anak sekolah dan remaja 26,55%. Menurut SKRT tahun 2004
prevalensi anemia semakin tinggi pada kelompok umur 5-11 tahun sebesar 39%, pada
balita 40,5%, ibu hamil 50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar
57,1% dan usia 19-45 tahun 39,5%. Dari semua kelompok umur di atas, balita dan wanita
mempunyai resiko anemia paling tinggi, termasuk remaja putri.
10. Apa saja faktor resiko pada kasus?
Diet rendah Fe Sering pada vegan, gangguan makan, food insecurity
Pertumbuhan yang cepat Remaja / masa pertumbuhan Kehamilan: karena turunnya volume darah, pertumbuhan fetal dan plasental Kehamilan berulang
Kehilangan darah Pada menstruasi, gangguan saluran pencernaan, pembedahan, dan donor darah
Kondisi sosial ekonomi yang tidak memadai Rasial Perdarahan setelah melahirkan
22
11. Apa diagnosis banding pada kasus?
Anemia
defisiensi
Besi
Anemia
Karena
penyakit
kronik
Trait
Thalasemia
Anemia
Sideroblastik
Anemia Ringan-berat Ringan Ringan Ringan-berat
MCV menurun Menurun/
Normal
menurun Menurun/normal
MCH menurun Menurun/
Normal
menurun Menurun/normal
23
Elektroforesi
s Hb
Normal Normal Peningkatan Hb
A2 dan Hb.F
normal
Besi Serum menurun Menurun Normal/
meningkat
Normal/
meningkat
TIBC meningkat Menurun Normal/
meningkat
Normal/
menurun
Saturasi
transferin
menurun Menurun Meningkat meningkat
Besi Sumsum
tulang
- - + kuat + dan cincin
sideroblast
Protoporfirin
eritrosit
Meningkat Meningkat normal normal
Serum feritin menurun Normal meningkat meningkat
12. Bagaimana cara menegakan diagnosis pada kasus?
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat.
Terdapat 3 Tahap terhadap diagnosis ADB
Mengukur Hemoglobin dan Hematokrit
Secara Laboratorium
Anemia Hipokromik Mikrositer
MCV <80 fl
MCH <30 fl
Dua dari 3 Parameter dibawah ini :
Besi Serum <50 mg/dl
TIBC >350 mg/dl
SaturasiTransferin<15%
24
Feritin Serum <20 mg/l
Pengecatan sumsum tulang dengan birupr usia (Perl’s Stain) menunjukkan cadangan besi besi (butir – Butir Hemosiderin) negatif
Dengan pemberian Sulfas ferosus 3x 200 mg/hari (atau preparat besi setara yang lain) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar Hemoglobin lebih dari 2g/dl.
Mencari Penyebab Anemia defisiensi Besi
GEJALA KLINIK
Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh gejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).
Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama adalah sel dari sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyak tanda dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:
o Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara sporadis.
o Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di susut mulut.
o Atrofi lambung dengan aklorhidria ; jarang
o Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi jangka panjang.
o Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.
o Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.
Satu gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica, dimana pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap bahan seperti tepung (amilofagia), es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia). Beberapa dari bahan ini, misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran makanan, sehingga memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah meningkatnya absorpsi timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas timbal disebabkan paling sedikit sebagian karena gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh defisiensi zat besi.
25
Symptoms Associated With Iron Deficiency Anemia
Fatigue
Lethargy
Dizziness
Headaches
Shortness of breath
Ringing in ears
Taste disturbance
Restless leg syndrome
Pallor
Flattened, brittle nails (spoon nail)
Angular stomatitis (crack at mouth corners)
Glossitis
Blue sclera (whites of eyes)
Pale conjungtiva
Pica
DIAGNOSIS LAB
Penurunan cadangan zat besi Pada stadium ini, aspirasi sum-sum tulang dengan pewarnaan prusian blue jelas menunjukkan penurunan atau tidak adanya simpanan zat besi dalam makrofag. Kondisi ini diikuti oleh penurunan kadar feritin serum.
Eritropoisis kekurangan zat besi Kapasitas ikat besi total (TIBC) serum pertama-tama meningkat, lalu diikuti penurunan mendadak zat besi serum. Akibatnya saturasi fungsional transferin turun secara mencolok. Kadar saturasi transferin yang penting untuk mendukung eritropoisis adalah sekitar 15%. Dibawah nilai ini, eritropoisis kekurangan zat besi tidak dapat dihindarkan. Sel darah merah dalam sirkulasi menjadi lebih mikrositik dan hipokromik. Hal ini diikuti oleh peningkatan FEP (Free Erytrocyte Protoporphyrin).
Anemia defisiensi besi yang mencolok (stadium akhir).
Sel darah merah menjadi sangat hipokromik dan mikrositik
26
Sering hanya kerangka tipis sitoplasma yang muncul di tepi sel darah merah. Fragmen kecil dan poikilositosis yang aneh juga dapat terlihat. Membran eritrosit kaku, kelangsungan hidup sel darah merah ini lebih pendek dalam sirkulasi.
Retikulosit ↓ (N: 50.000/ml³)
Leukosit N
Trombosit N/↑
Sum-sum tulang menunjukkan hiperplasia eritrosit sedang. Reseptor transferin dilepaskan dari membran plasma sel dan dapat dideteksi dalam plasma. Sumber utama transferin adalah sel hematopoitik di sum-sum tulang.
Jumblah reseptor transferin dalam plasma meningkat pada pasien dengan defisiensi besi, sehingga memberikan kemungkinan tes diagnostik lain untuk kondisi ini.
Kadar serum ferritin yang rendah (<15 µg/L), disertai kadar yang rendah dari hemoglobin atau hematocrit, menguatkan diagnosa dari anemia defisiensi besi
Peningkatan serum transferrin receptor concentration (TfR) (>8.5 mg/L) merupakan indikator paling awal dan paling sensitif dari defisiensi besi. Akan tetapi peningkatan TfR juga dapat terjadi pada Talasemia dan anemia hemolitik
13. Apa working diagnosis pada kasus?
Anemia defisiensi besi e.c pendarahan kronik karena hematoschezia akibat
hemorroid internal.
14. Bagaimana patogenesis pada kasus?
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi
yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin
menurun (Bakta, 2006).
27
Gambar 2.5. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa (sumber: Andrews, N. C.,
1999. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang
negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh
penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi
berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi
untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk
eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai
iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai
adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron
binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin
dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya
28
timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi
(iron deficiency anemia).
15. Bagaimana tata laksana (farmakologis dan non farmakologis) pada kasus?
1) Terapi kausal : terapi terhadap penyebab perdarahan,pada kasus ini dilakukan
pengobatan hemoroid
Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari pelaksanaan medis dan pelaksanaan
bedah. Penatalaksanaan medis terdiri dari non
farmakologis,farmakologis,tindakan minimal invasive . Penatalaksanaan medis
hemoroid ditunjukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua
derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien menolak operasi.
Penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan
eksterna,atau semua derajat hemoroid yang tidak respon terhadap pengobatan
medis.
Penatalaksanaan medis non farmakologis
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup,perbaikan pola makan dan
minum,perbaiki pola/cara defekasi.
Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam
setiap bentuk dan derajat hemoroid.Perbaikan defekasi disebut bowel
management program (BMP) yang terdiri dari diet,cairan,serat
tambahan,pelicin feces,dan perubahan perilaku buang air. Untuk memperbaiki
defekasi ternyata dianjurkan menggunakan posisi jongkok karena pada posisi
jongkok sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya
diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau ke
luar rectum.
Pasien diusahakan tidak banyak duduk atau tidur,banyak bergerak,dan banyak
jalan. Dengan banyak bergerak pola defekasi menjadi membaik. Pasien
diharuskan banyak minum 30-40 ml/kgBB/hari untuk melembekkan
tinja.Pasien harus banyak makan serat antara lain buah-buahan,sayur-
sayuran,cereal,dan suplementasi serat komersial bila kurang serat dalam
makanannya.
Penatalaksanaan medis farmakologis
29
Dibagi atas 4 yaitu : (1) memperbaiki defekasi (2) meredakan keluhan
subyektif (3) menghentikan perdarahan (4) menekan atau mencegah
timbulnya keluhan dan gejala
1) Obat memperbaiki defekasi
Yang pertama adalah suplemen serat dan pelicin tinja (stool softener).
Suplemen serat yang banyak dipakai antara lain psyllium atau isphagula
Husk (mis: vegeta,mulax,metamucil,mucofalk).
Obat kedua adalah obat laksan atau pencahar yaitu natrium dioktil
sulfosuksinat,dulcolax,microlax,dll.Dosis 300 mg/hari.
2) Obat simtomatik
Untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan gatal,nyeri,atau karena
kerusakan kulit di daerah anus.
Untuk menghilangkan nyeri tersedia sediaan yang mengandung anastesi
local. Bila perlu dapat digunakan sediaan yang mengandung KS untuk
mengurangi radang daerah hemoroid atau anus yaitu Ultraproct,Anusol
HC,Scheriproct.
3) Obat menghentikan perdarahan
4) Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid
Pemberian radium 500mg diberikan 3 x 2 tablet dalam 4 hari dilanjutkan
2 x 2 tablet dalam 3 hari menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala
yang cepat.
Penatalaksanaan minimal invasive
Dilakukan bila pengobatan non farmakologis,farmakologis tidak
berhasil.Penatalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi hemoroid,ligasi
hemoroid,pengobatan hemoroid dengan terapi leser.
2) Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy)
Terapi besi oral : terapi pilihan pertama oleh karena efektif,murah dan aman.
Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat
pilihan pertama oleh karena murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200mg.
Preparat lain adalah ferrous gluconate,ferrous fumarat,ferrous lactate dan ferrous
succinate.
30
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong,tetapi efek samping
lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan.Pada pasien yang
mengalami intoleransi,sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah
makan
Pengobatan besi diberikan 3-6 bulan,ada juga yang menganjurkan sampai 12
bulan,setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh.Dosis
pemeliharaan yang diberikan adalah 100-200mg.Jika tidak diberikan dosis
pemeliharaan,anemia sering kambuh kembali.
Terapi besi parenteral : terapi ini sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih
besar dan harganya lebih mahal. Indikasi pemberian besi parenteral adalah : (1)
intoleransi terhadap pemberian besi oral (2) kepatuhan terhadap obat yang rendah
(3) gangguan pencernaan (4) penyerapan besi yang terganggu (5) keadaan di mana
kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh
pemberian besi oral (6) kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek (7)
defisiensi besi fungsional relative
Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex (mengandung 50mg besi/ml) ,
iron sorbitol citric acid complex dan iron ferric gluconate , serta iron sucrose.
Besi parenteral dapat diberikan secara intramuscular dalam atau intravena pelan.
Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus berikut :
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000mg
= (15-4,8) x 50 + (500 atau 1000)mg
= 1010 mg/ 1510 mg
3) Pengobatan lain
Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani
Vitamin C : diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi
16. Bagaimana cara pencegahan pada kasus?
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka
diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut
dapat berupa
31
a. Pendidikan kesehatan:
1. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah
penyaki cacing tambang
2. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu
absorpsi besi.
b. pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik
paling yang sering dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing
tambang dapat dilakukan dengan pengobatan massal dengan anthelmentik dan
perbaikan sanitasi .
c. suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk
yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di indonesia diberikan pada
perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.
d. fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan
makan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau
bubuk susu dengan besi.
e. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hr untuk meningkatkan penyerapan besi
f. Cegah perdarahan
g. Konsumsi makanan berserat untuk pencegahan konstipasi
h. Hati-hati penggunaan NSAID untuk mencegah perdarahan GI
17. Apa komplikasi pada kasus?
Infeksi. Penelitian menunjukkan bahwa ADB mempengaruhi sistem imun
yang berakibat untuk mudah terjadinya infeksi.
32
Restless legs syndrome (RLS) / Sindrom kaki gelisah. Kondisi umum
yang biasanya disebabkan karena ADB, yang biasanya mengacu pada
secondary RLS. Keadaan ini mempengaruhi sistem saraf, yang menyebabkan
dorongan yang luar biasa dan tidak tertahankan untuk menggerakkan kaki
dan menyebabkan perasaan tidak menyenangkan pada kaki, terutama pada
betis dan paha. Dapat diatasi oleh suplemen besi
Gangguan Jantung. ADB dapat membuat detak jantung menjadi cepat dan
ireguler karena jantung harus memompa darah lebih keras dalam
mengkompensasi kekurangan oksigen yang dibawa darah yang anemia. Hal
ini akan membuat jantung membesar dan terjadilah gagal jantung.
Koilonikia. Defek struktur dan fungsi jaringan epitel karena defisiensi besi.
Intoleransi dingin. Ditemukan pada 1 dari 5 pasien dengan ADB kronik dan
bermanifestasi dengan gangguan vasomotor, nyeri neurologik, atau mati rasa
dan kesemutan
Gangguan Neurologis. Dapat tampak sebagai gangguan perilaku maupun
atensi karena berkurangnya pasokan oksigen di otak sebagai bahan
metabolisme energi
Letargi/Kelelahan. ADB akan menyebabkan metabolisme energi tubuh
terganggu karena gangguan transportasi oksigen. Hal ini mengakibatkan
kurangnya energi untuk melakukan aktivitas regular yang normal Bagaimana
prognosis pada kasus?
18. SKDI
Anemia defisiensi Fe : Tingkat Kemampuan 4ATingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. 4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
Hipotesis: Ny. Zainab, 50 tahun, mengalami anemia defisiensi Fe e.c pendarahan
karena haemorhoid interna
33
IV. Learning Issue
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006).
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai
oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang
rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib,
2009).
Gambar 2.1. Diagram Hubungan Antara Defisiensi Besi, Anemia Defisiensi Besi,
dan Anemia (sumber: Adaptasi dari Yip R. Iron Nutritional Status Defined. In: Filer
IJ, ed. Dietary Iron: Birth To Two Years. New York, Raven Press, 1989:19-36; World
Health Organization, 2001).
34
Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin
Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme.
Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya
tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan
bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari
ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi
reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
b. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali.
Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada
brush border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical
cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2),
mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor
melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1). Setelah besi
masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan
melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi
dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian besi
bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin
membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel
mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan
kembali ke dalam lumen usus (Zulaicha, 2009).
35
Gambar 2.2. Absorbsi Besi di Usus Halus (sumber: Andrews, N.C., 2005. Understanding Heme Transport. N Engl J Med; 23: 2508-9).
Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral
diatur oleh “set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta
(Gambar 2.3). Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak
vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari
absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator
eritropoetik (Bakta, 2006).
36
Gambar 2.3. Regulasi Absorbsi Besi (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders of Iron
Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).
a. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus.
Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul
transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada
transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor =
Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas (Gambar 2.4).
Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin
(clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk
endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi
pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke
sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor
transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan
kembali.
37
Gambar 2.4. Siklus Transferin (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism.
N Engl J Med; 26: 1986-95).
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan
sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk
pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol
ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat
dari enam posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme
sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan
protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya (Murray, 2003).
Pembentukan Hemoglobin
2 suksinil ko-A + 2 asam amino glisin → Pirol
4 Pirol → protoporfirin IX
Protoporfirin IX + Fe2+ → Porfirin/ Heme
Heme + Polipeptida/Globin α β γ δ → Rantai Hb α/β/ γ/δ
2 Rantai α + 2 Rantai β → HbA1
Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit
dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan
masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit hemoglobin
selama beberapa hari berikutnya. (Guyton,1997).
38
Mrs. Zainab 50 tahun
jarang makan buah dan sayur
absorbsi besi menurun
Konstipasi
kurang asupan serat
terlalu kuat mengejan saat BAB
hemorrhoid
kurang asupan vitamin
Fe menurun
kehilangan darah
riwayat melahirkan spontan 8 kali
penurunan sintesis Heme
anemia defisiensi besi
penurunan oksigenasi ke
jaringan
metabolisme anaerob aktif
timbunan asam laktat meningkat
mudah lelah
V. Kerangka Konsep
39
penurunan ATP
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Ny. Zainab, 50 tahun, mengalami anemia defisiensi Fe e.c pendarahan karena
haemorhoid interna
40
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta:EGC.
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Price and Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
41