LAPORAN KASUS INDIVIDU

43
LAPORAN KASUS INDIVIDU Multiple Trauma ( Hemotoraks Sinistra + multiple fraktur costae sinistra + open fraktur mandibula + degloving elbow sinistra + close fraktur scapula dextra ) Oleh Gesti Ratna Indradiwati 201110401011046 Pembimbing: dr. Barmadi Satrio Sp.BA KEPANITERAAN KLINIK BEDAH 1

description

MULTIPLE TRAUMA

Transcript of LAPORAN KASUS INDIVIDU

Page 1: LAPORAN KASUS INDIVIDU

LAPORAN KASUS INDIVIDU

Multiple Trauma

( Hemotoraks Sinistra + multiple fraktur costae sinistra + open fraktur mandibula

+ degloving elbow sinistra + close fraktur scapula dextra )

Oleh

Gesti Ratna Indradiwati 201110401011046

Pembimbing:

dr. Barmadi Satrio Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2012

1

Page 2: LAPORAN KASUS INDIVIDU

BAB 1

PENDAHULUAN

Trauma toraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan

kondisi sosial ekonomi masyarakat. Data yang akurat mengenai trauma toraks di

Indonesia belum pernah diteliti. Ancaman kematian oleh karena trauma toraks sangat

tinggi. Di Amerika didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma. 25%

diantaranya karena trauma toraks langsung. Di Australia, 45% dari trauma tumpul

mengenai rongga toraks. Pada trauma toraks, bila didapatkan kelainan pada rongga

pleura seperti pneumotoraks, hematotoraks dan hematopneumotoraks, diperlukan

tindakan torakostomi pemasangan chest tube. Pada pemasangan chest tube dapat

timbul komplikasi. Komplikasi yang tersering berupa perdarahan, perforasi organ

viseral, infeksi luka insisi, pneumonia dan empiema. Bailey dkk (2006), mendapatkan

komplikasi mayor berupa empiema post torakostomi sebesar 2% (Bailey, 2006;

Kukuh, 2002).

Pada kecelakaan lalu lintas, tujuh dari sepuluh penderita mengalami cedera

wajah yang kebanyakan berupa luka tajam dan memar. Pada kasus cedera wajah,

pernafasan, peredaran darah dan kesadaran harus diperhatikan terlebih dahulu. Jalan

nafas bagian atas mudah tersumbat akibat fraktur dan dislokasi tulang tulang wajah,

edema atau perdarahan ( Sjamsuhidajat, 2010)

2

Page 3: LAPORAN KASUS INDIVIDU

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas :

Nama : Tn. R

Nomor RM : 06.60.68

Tanggal MRS : 27 Oktober 2012

Tanggal KRS : 11 November 2012

Umur : 56 tahun

Alamat : Jln Masjid RT 1 RW 4 Keyongan Babat Lamongan

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Pedagang

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Keluhan Utama :

Sesak nafas + nyeri pada tangan kiri

Riwayat Penyakit Sekarang : pasien post KLL jam 10.00 pagi (1 jam sebelum MRS).

Sepeda motor vs truk tronton. Ditabrak dari belakang kemudian terseret 2 m dari TKP

kemudian berguling dan masuk ke dalam sawah. Pasien tidak memakai helm. Pingsan

(+), muntah (-), pusing (+).

A. PEMERIKSAAN FISIK

1. Primary Survey

a. Airway :

3

Page 4: LAPORAN KASUS INDIVIDU

Look : perdarahan dari mulut dan hidung (-)

Listen : snoring (-), gurgling (-).

Feel : terasa pergerakan udara.

b. Breathing

Look : pergerakan dada asimetris ( kiri tertinggal ),

Listen : vesikuler (+ / ), ronkhi ( - /- ), wheezing (-/-)

Feel : Perkusi (sonor/redup )

c. Circulation :

Look : sianosis (-), konjuntiva pucat(-),

Listen : pusing (+)

Feel : perabaan akral hangat, T : 92/65 mmHg, nadi 98x kuat reguler.

d. Disabality :

Look : kejang (-), pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya (+/+)

Listen : GCS : 456

Feel : -

e. Exposure :

1. Terpasang collar brace

2. Open fraktur mandibula

3. Degloving elbow sinistra

4. Fraktur comminutif pada aurikula dextra dan sinistra

2. Adjuncts to primary survey :

A : terpasang collar brace

B : dilakukan foto thorax

pasang chest tube.

4

Page 5: LAPORAN KASUS INDIVIDU

terpasang O2 NRM 10 lpm

C : IVFD Asering loading 30cc/KgBB 75 x 30 : 2250 cc

Terpasang kateter

3. Assasment : multiple fraktur + hematothorax dextra.

4. Secondary Survey

a. Kepala : Bentuk mesosefal

b. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

(3mm), reflek cahaya (+/+),

c. Mulut : Nyeri tekan mandibula (+), Krepitasi (+), maloklusi (+)

d. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), jejas (-/-),

fraktur comminutif pada aurikula dextra dan sinistra.

e. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah

(-/-)

f. Mulut : gusi berdarah(-), lidah kotor(-), jejas(-), gigi tanggal(-)

g. Leher : pembesaran tiroid(-), pembesaran limfonodi(-), nyeri tekan(-),

JVP tidak meningkat

h. Thorax : bentuk normochest, ketertinggalan gerak(+), nyeri tekan (+)

pada hemithorax kiri,

i. Jantung :

inspeksi : Ictus cordis tidak nampak

palpasi : ictus cordis tak kuat angkat

perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

auskultasi : Bunyi Jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

j. Pulmo :

5

Page 6: LAPORAN KASUS INDIVIDU

Inspeksi : pengembangan dada kanan>kiri

Palpasi : fremitus raba kanan>kiri

Perkusi: (sonor / menurun)

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+ /menurun), suara tambahan (-/-)

k. Abdomen

Inspeksi : distended (-), jejas (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan(-), defance muscular (-)

Ekstremitas

Akral dingin Edema

5. Status Lokalis

Regio mandibula

Inspeksi : vulnus apertum (+) dasar tulang dan otot terlihat, kontaminan (+)

pasir,

Palpasi : nyeri tekan sekitar luka (+), diskontinuitas di regio Mandibula

Regio Aurikula Dextra Sinistra

Inspeksi : terdapat fraktur comminutif dextra dan sinistra

Palpasi : nyeri tekan sekitar luka (+)

Regio Thoraks Anterior Dextra

Look : jejas (+)

6

_ _

_ _

_ _

_ _

Page 7: LAPORAN KASUS INDIVIDU

Feel : nyeri tekan (+) di hemithoraks anterior dextra, krepitasi (+) di

hemithoraks dextra bagian atas.

Regio Elbow sinistra:

Look : degloving elbow, kontaminan pasir (+)

6. Planning Diagnosa : DL, foto thorax, foto skull AP Lateral, foto cervical

AP/Lateral, foto antebrachii Sinistra AP/Lateral.

7. Hasil Laboratorium

- Diff : 0/7/76/9/8

- HCT : 41,2

- Hb : 13,5

- LED : 6/11

- Leukosit : 15.300

- Trombosit : 174.000

- GDA : 131

- BT : 2’00’

- CT : 8’00’

Hasil Radiologi tanggal 27 Oktober 2012

7

Page 8: LAPORAN KASUS INDIVIDU

Terapi :

- IVFD Asering 1500 cc / 24 jam

8

Page 9: LAPORAN KASUS INDIVIDU

- 02 NRM 10 lpm

- Inj metamizole 3 x 1000mg

- Inj Ketorolac 3 x 30 mg

- Inj ranitidine 2 x 50 mg

- Inj piracetam 4 x 3g

- Debridement luka

SOAP

Tang

galS O A P

28 –

10-

2012

Sesak Pergerakan dada

kanan tertinggal

Albumin : 2,2

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

- Hipoalbumin

-Pasang chest tube

kanan.

-Tx Lanjutkan

-Extra putih telur +

infuse albumin

29 –

10 –

2012

Sesak T : 154/87

mmHg

N : 98 x / menit

RR : 30

Hb : 8,7

Trombosit :

129.000

Albumin : 2,3

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

Hipoalbumin

Trombositopeni

Terapi lanjutkan

Transfusi 2 bag WB

9

Page 10: LAPORAN KASUS INDIVIDU

30 –

10 –

2012

Sesak T : 162/87

mmHg

N: 93 x /menit

RR: 28

Hb : 8,2

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

Terapi Lanjut

Transfusi 2 bag WB

31 –

10 –

2012

Sesak +

demam

T 161/94

mmHg

N : 97 x / menit

RR : 30

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

IVFD RD5 1000/24

jam

Inj metamizole 3 x

1000mg

Inj ketorolac 2 x 30

mg

Inj ranitidine

2x50mg

Inj piracetam 4 x 3 g

1 –

11 –

2012

Sesak

berkura

ng

T : 147/76

mmHg

N : 89 x / menit

RR 26 x /menit

Hb : 11,4

Trombosit :

154.000

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

Terapi tetap

2 –

11 –

Sesak

berkura

T : 145/79

mmHg

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

Terapi tetap

10

Page 11: LAPORAN KASUS INDIVIDU

2012 ng N : 88 x / menit

RR 26 x /menit

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

3 –

11 –

2012

Sesak

berkura

ng

T : 137/71

mmHg

N : 76 x / menit

RR 24 x /menit

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

Terapi tetap

4 –

11 –

2012

Sesak

berkura

ng

T : 135/74

mmHg

N : 73 x / menit

RR 24 x /menit

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

Terapi tetap

Evaluasi Foto thorax

5 –

11 –

2012

T : 137/69

mmHg

N : 71 x / menit

RR 24 x /menit

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

Terapi Tetap

6 -

11-

Sesak

berkura

T : 138/76

mmHg

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

Terapi tetap

11

Page 12: LAPORAN KASUS INDIVIDU

2012 ng N : 73 x / menit

RR 24 x /menit

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

7-

11-

2012

Sesak

berkura

ng

T : 143/70

mmHg

N : 76 x / menit

RR 24 x /menit

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

Terapi tetap

Klem selang WSD

8-

11-

2012

Sesak

berkura

ng

T : 133/76

mmHg

N : 78 x / menit

RR 24 x /menit

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

Terapi tetap

Klem selang WSD

9-

11-

2012

Sesak

berkura

ng

T : 136/72

mmHg

N : 72 x / menit

RR 22 x /menit

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

Terapi tetap

Aff WSD

10-

11-

Sesak

berkura

T : 141/74

mmHg

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

Terapi Tetap

12

Page 13: LAPORAN KASUS INDIVIDU

2012 ng N : 81 x / menit

RR 22 x /menit

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

11-

11-

2012

Sesak

berkura

ng

T : 139/76

mmHg

N : 76 x / menit

RR 22 x /menit

- Hemathotorax

Sinistra + dextra

- Open fraktur

mandibula

- Multiple fraktur

costae sinistra

KRS

13

Page 14: LAPORAN KASUS INDIVIDU

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Multiple Trauma

Trauma yang terjadi pada kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak bentuk,

tergantung dari organ apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut

sebagai trauma benda tumpul ( trauma multiple). Ada tiga trauma yang paling sering

terjadi dalam peristiwa ini, yaitu cedera kepala, trauma thorax ( dada) dan fraktur

( patah tulang).

Trauma pertama yaitu trauma kepala, terutama jenis berat, merupakan trauma

yang memiliki prognosis (harapan hidup) yang buruk. Trauma kedua yang paling

sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang). Fraktur atau

patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu

jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan

fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.

Trauma yang ketiga, yang sering terjadi pada kecelakaan adalah trauma dada

atau toraks. Tercatat, seperempat kematian akibat trauma disebabkan oleh trauma

toraks. Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia,

yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai

alat pemompa darah. Jika terjadi benturan alias trauma pada dada, kedua organ

tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.

3.2 Hemotoraks

Hemothoraks adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan

14

Page 15: LAPORAN KASUS INDIVIDU

paru-paru (rongga pleura). Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma

dada. (Adam, 2010)

Trauma misalnya ( Marry C, 2012) :

·     Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada

·     Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemothorax

oleh pembuluh internal.

Penyebab dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh

darah intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam

atau cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal juga dapat menyebabkan

hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi

operasi.

Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada. Dapat juga

terjadi pada pasien yang memiliki (Robert, 2010) :

a. Kelainan pembekuan darah

b. Trauma tumpul dada

c. Kematian jaringan paru-paru  (paru-paru infark )

d. Kanker paru-paru atau pleura

e. Menusuk dada ( ketika senjata seperti pisau atau memotong peluru paru-paru )

f. Penempatan dari kateter vena sentral

g. Operasi jantung

h. Tuberkulosis

Hematoraks masif adalah terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc

dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah luka tembus yang merusak pembuluh

darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Selain itu juga dapat disebabkan

15

Page 16: LAPORAN KASUS INDIVIDU

cedera benda tumpul. Kehilangan darah dapat menyebabkan hipoksia (Robert, 2010).

3.1.1    PATOFISIOLOGI

Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru

atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti pisau

atau peluru menembus paru-paru. mengakibatkan pecahnya membran serosa yang

melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini memungkinkan

masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40%

dari volume darah seseorang (Misthos, 2004).

3.1.2   DIAGNOSIS

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (Light, 2010) :

Inspeksi      : ketinggalan gerak

Perkusi       : redup di bagian basal karena darah mencapai tempat yang paling rendah

Auskultasi  : vesikuler

 Sumber lain menyebutkan tanda pemariksaan yang bisa ditemukan adalah:

a. Tachypnea

b. Pada perkusi redup

c. Jika kehilangan darah sistemik substansial akan terjadi hipotensi dan

takikardia.

d. Gangguan pernafasan dan tanda awal syok hemoragic

Selain dari pemeriksaan fisik hemotoraks dapat ditegakkan dengan rontgen

toraks akan didapatkan gambaran sudut costophrenicus menghilang, bahkan pada

hemotoraks masif akan didapatkan gambaran pulmo hilang.

Dari keterangan di atas, pada pasien ini terdapat sesak nafas, pergerakan dada

kiri yang tertiggal. Sesuai dengan diagnose hemothorax dan saat dilakukan pasang

16

Page 17: LAPORAN KASUS INDIVIDU

chest tube sesuai dengan klinisnya.

3.1.3        PENANGANAN

Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan

pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan

pada hemotoraks adalah

1.        Resusitasi cairan.

Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan

bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid

secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan golongan

spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam

penampungan yang cocok untuk autotranfusi.bersamaan dengan pemberian infus

dipasang pula chest tube ( WSD )

2.        Pemasangan chest tube ( WSD ) ukuran besar agar darah pada toraks tersebut

dapat cepat keluar sehingga tidak membeku didalam pleura. Hemotoraks akut yang

cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube

kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura

mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat

dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah / cairan juga

memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur

diafragma traumatik. WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air.

Fungsi WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural /

cavum pleura.

Macam WSD adalah :

WSD aktif  : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem.

17

Page 18: LAPORAN KASUS INDIVIDU

WSD pasif  : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien.

Pemasangan WSD :

Setinggi SIC 5 – 6 sejajar dengan linea axillaris anterior pada sisi yang sakit .

1.         Persiapkan kulit dengan antiseptik

2.         Lakukan infiltratif kulit, otot  dan pleura dengan lidokain 1 % diruang sela iga

yang sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6 pada garis mid axillaris.

3.         Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura

4.         Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis

5.         Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk menghindari

melukai pembuluh darah di bagian bawah iga

6.         Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan penetrasi pleura

dan perlebar lubangnya

7.         Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan dimasukkan ke

dalam kulit

8.         Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di fiksasi dengan

satu jahitan.

9.         Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut tanpa

dijahit, yang berguna untuk menutup luka setelah selang dicabut nanti. Tutup dengan

selembar kasa hubungkan selang tersebut dengan sistem drainage tertutup air

10.     Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage.

3.        Thoracotomy

Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan:

1.      Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar

penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.

18

Page 19: LAPORAN KASUS INDIVIDU

2.      Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi

perdarahan tetap berlangsung terus.

3.      Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam

waktu 2 – 4 jam.

4.      Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau luka di

daerah posterior, medial dari scapula harus dipertimbangkan kemungkinan

diperlukannya torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar,

struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.

Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama

penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest

tube dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti

yang akan diberikan. Warna darah ( artery / vena ) bukan merupakan indikator yang

baik untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi.

Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di samping, di bawah lengan

(aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata sternotomy); miring

dari belakang ke samping (posterolateral torakotomi); atau di bawah payudara

(anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan

antara tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong

tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25

cm.

3.1.4       KOMPLIKASI

Komplikasi dapat berupa :

1.        Kegagalan pernafasan

2.        Kematian

19

Page 20: LAPORAN KASUS INDIVIDU

3.        Fibrosis atau parut dari membran pleura

4.        S yo k

3.2 Patah Tulang Iga

Diagnosis patah tulang ditentukan berdasarkan gejala dan tanda nyeri lokal,

nyeri lokal yang timbul berupa nyeri kompresi kiri kanan atau muka-belakang dan

nyeri pada gerak nafas. Patah tulang iga dapat berupa patah tunggal ataupun multiple.

Jika multiple, bentuk dan gerakan dada mungkin masih memadai, tetapi mungkin

pula tidak, contohnya pernafasan paradox pada dada gail. Pada patah tulang iga

multiple, dinding dada masih stabil. Pemasangan bidai rekat (adhesive strapping)

tidak bermanfaat walaupun member rasa aman kepada penderita. Bidai rekat ini

mengganggu pengembangan rongga dada, mengganggu gerakan nafas, dan dapat

menyebabkan dermatitis, efek mengurangi nyerinya tidak lebih baik daripada

analgesic.

Pneumotoraks dan hemotoraks terjadi karena tususkan patahan tulang pada

pleura parietalis dan atau pleura viseralis. Luka pleura parietalis dapat menyebabkan

hemotoraks, sedangkan cedera pleura viseralis menyebabkan hemotoraks dan atau

pneumotoraks.

Iga I dan II jarang patah karena selain merupakan tulang yang pendek, lebar,

dan kuat, iga ini letaknya agak terlindung.

Pada foto thorax yang ddapatkan terdapat multiple fraktur costae kiri. Hal ini

juga yang menyebabkan hemothorax pada pasien ini.

3.3 Mandibula

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula1. Hilangnya

kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak ditangani

20

Page 21: LAPORAN KASUS INDIVIDU

dengan benar2. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi

sebagai tempat menempelnya gigi geligi3. faktor etiologi utama terjadinya fraktur

mandibula bervariasi berdasarkan lokasi geografis, namun kecelakaan kendaraan

bermotor menjadi penyebab paling umum. Beberapa penyebab lain berupa kelainan

patologis seperti keganasan pada mandibula, kecelakaan saat kerja dan kecelakaan akibat

olahraga. Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar inferior, pleksus dental

inferior dan nervus mentalis. Sistem vaskularisasi pada mandibula dilakukan oleh arteri

maksilari interna, arteri alveolar inferior, dan arteri mentalis.

Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah, hal

ini disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari kranium. Diagnosis fraktur

mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit, pembengkaan, nyeri tekan, dan

maloklusi5. Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus

dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang longgar dan krepitasi menunujukkan

kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu mungkin juga terjadi trismus

(nyeri waktu rahang digerakkan)4. Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto

polos, bila perlu dilakukan foto waters.

3.3.1 Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya

1. Fraktur simple/tertutup, disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di sekeliling

fraktur sehat dan tidak sobek.

2. Fraktur terbuka, kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang berhubungan

dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi infeksi. Fraktur terbuka

dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak steril seperti rongga mulut.

3. Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau

struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.

3.3.2 Menurut Bentuk Fraktur

21

Page 22: LAPORAN KASUS INDIVIDU

1. Fraktur komplit, Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau lebih. Garis

fraktur bisa transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat menggambarkan arah trauma

dan menentukan fraktur stabil atau unstabile.

2. Fraktur inkomplit, Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih saling

tertancap.

3. Fraktur komunitif, Fraktu yang menimbulkan lebih dari dua fragmen.

4. Fraktur kompresi, Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus.

Pada pasien ini di dapatka open fraktur mandibula komlit pada corpus mandibula.

3.3.3 Gejala Klinis

Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi rahang

yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas5.

Jika penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa yang sakit jika

menggerakkan rahang, Pembangkakan pada posisi fraktur juga dapat menetukan lokasi

fraktur pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran

dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan, laserasi yang terjadi pada daerah

gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur, discolorisasi perubahan warna pada

daerah fraktur akibat pembengkaan, terjadi pula gangguan fungsional berupa

penyempitan pembukaan mulut, hipersalifasi dan halitosis, akibat berkurangnya

pergerakan normal mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self

cleansing karena gangguan fungsi pengunyahan

Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat kerusakan

hebat pada mandibula menyebabkan perubahan posisi, trismus, hematom, edema pada

jaringan lunak. Jika terjadi obtruksi hebat saluran nafas harus segera dilakukan

trakeostomi, selain itu juga dapat terjadi anasthesi pada satu sisi bibir bawah, pada gusi

22

Page 23: LAPORAN KASUS INDIVIDU

atau pada gigi dimana terjadi kerusakan pada nervus alveolaris inferior

3.3.4 Diagnosis

Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit,

pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi,

tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang longgar dan

krepitasi menunujukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu mungkin

juga terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan). Evaluasi radiografis pada

mandibula mencakup foto polos, scan dan pemeriksaan panoramiks. Tapi pemeriksaan

yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta luas fraktur adalah dengan CT Scan

Pemeriksaan panoramix juga dapat dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama antara

pasien dan fasilitas pemeriksaan yang memadai.

3.3.5 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan

seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan

syok (circulaation), penaganan luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta

evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur

secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction)

dan secara terbuka (open reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga

fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan

penyembuhan tulang selesai

Pasien dengan fraktur non-displaced atau minimal displace fraktur condilar dapat

diobati dengan analgesik, diet lunak, dan observasi . Pasien dengan fraktur coronoideus

sebaiknya diperlakukan sama. Selain itu, pasien-pasien ini mungkin memerlukan latihan

mandibula untuk mencegah trismus. Jika fraktur mandibula membatasi gerak, terapi

medis merupakan kontraindikasi8.

23

Page 24: LAPORAN KASUS INDIVIDU

Luka pada dentoalveolar harus dievaluasi dan diobati bersamaan dengan

pengobatan fraktur mandibula. Gigi di garis fraktur harus dievaluasi dan jika perlu

diektraksi. Penggunaan antibiotik preoperatif dan postoperative dalam pengobatan fraktur

mandibula dapat mengurangi resiko infeksi.

Sesuai dengan teori di atas, pada pasien ini sementara di lakukan terapi definitive

untuk fraktur mandibula.

3.3.6 Terapi bedah

Gunakan cara paling sederhana yang paling mungkin untuk mengurangi

komplikasi dan menangani fraktur mandibula. Karena reduksi secara terbuka (open

reduction) meningkatkan resiko morbiditas, reduksi secara tertutup digunakan pada

kondisi kondisi sebagai berikut:

o fraktur non displace

o fraktur kommunitive yang sangat nyata (gambar 4).

o Edentulous fraktur (menggunakan prostesis mandibula)

o fraktur pada anak dalam masa pertumbuhan gigi.

o Fraktur coronoid dan fraktur condilar

Indikasi untuk reduksi secara terbuka:

o Displace yang tidak baik pada angle, body, atau fraktur parasimfisis.

o fraktur multiple pada wajah.

o Fraktur Condylar Bilateral.

o Fraktur pada edentulous mandibula

imobilisasi fraktur mandibula secara interdental :

1. Menggunakan kawat

24

Page 25: LAPORAN KASUS INDIVIDU

kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang disekitar dua buah gigi atau

geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang bawah yang patah difiksasi pada

rahang atas melalui mata di kawat atas dan bawah, Jika perlu ikatan kawat ini

dipasang di berbagai tempat untuk memperoleh fiksasi yang kuat (gambar 4)4.

2. Imobilisasi fraktur mandibula dengan batang lengkung karet

Menggunakan batang lengkung dan karet : batang lengkung dipasang pada gigi

maxilla dan juga pada semua gigi mandibula yang patah. Mandibula ditambatkan

seluruhnya pada maxilla dengan karet pada kait di batang lengkungan atas dan bawah

Prosedur penanganan fraktur mandibula

1. Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup dan

fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih disukai paada

kebanyakan fraktur.

2. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup dan

arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla.

3. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan fraktur

4. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan selama

4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.

5. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila dilakukan reduksi

terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.

Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar yang penting bagi seorang

Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial dalam penatalaksanan kasus patah rahang

atau fraktur maksilofasial2. Dengan prinsip ini diharapkan penyembuhan atau

penyambungan fragmen fraktur dapat kembali ke hubungan awal yang normal dan

telah beradaptasi dengan jaringan lunak termasuk otot dan pembuluh saraf disekitar

25

Page 26: LAPORAN KASUS INDIVIDU

rahang dan wajah

1. Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup dan

fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih disukai paada

kebanyakan fraktur.

2. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup dan

arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla.

3. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan fraktur

4. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan selama

4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.

5. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila dilakukan reduksi

terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.

Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar yang penting bagi seorang Spesialis

Bedah Mulut dan Maksilofasial dalam penatalaksanan kasus patah rahang atau fraktur

maksilofasial2. Dengan prinsip ini diharapkan penyembuhan atau penyambungan

fragmen fraktur dapat kembali ke hubungan awal yang normal dan telah beradaptasi

dengan jaringan lunak termasuk otot dan pembuluh saraf disekitar rahang dan wajah

26

Page 27: LAPORAN KASUS INDIVIDU

BAB IV

KESIMPULAN

Pada pasien ini mengalami hemothorax sinistra ec multiple fraktur costae

akubat trauma tumpul pada saat kecelakaan sepeda motor. Dan setelah pemasangan

chest tube sesuai dengan klinis yang di dapat pada pasien ini.

Pasien ini juga mengalami open fraktur mandibula komplit pada corpus

mandibula. Dilakukan fixasi yaitu wiring.

27

Page 28: LAPORAN KASUS INDIVIDU

DAFTAR PUSTAKA

1. Ajmal S, Khan M. A, Jadoon H, Malik S. A. (2007). Management protocol of mandibular ractures at Pakistan Institute of Medical sciences, Islamabad, Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad. Volume 19, issue 3. Available at http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/19-3/13%20Samira%20Ajmal.pdf last update 12 November 2012

2. Adams G. L, Boies L. R, Higler P. A, (1997) Boies Buku Ajar penyakit THT. Edisi 6. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

3. American College of Surgeons Committe on Trauma. 1997. ATLS, edisi 7.

4. Bresler, Michael Jay dan George L. Sternbach. 2006. Manual Kedokteran Darurat, edisi 6. Jakarta : EGC, 2006

5. Barrera J. E, Batuello T. G. (2010). Mandibular Angle Fractures: Treatment. Available at http://emedicine.medscape.com/article/868517-treatment. last update 12 November 2012

6. Bartlett, Robert L. "Resuscitative Thoracotomy." (Chapter 17). In Clinical Procedures in Emergency Medicine. Philadelphia: W. B. Saunders Company, 1998.

7. De Jong W, Sjamsuhidajat R 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

8. Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview last update 12 November 2012

9. Rasjad C.R 2003. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Penerbit Bintang Lamumpatue. Makasar

10. Snell R. S. (2006) Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

11. Soepardi E A, Iskandar N. (2006). Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Bab VII, hal 132-156. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta

28

Page 29: LAPORAN KASUS INDIVIDU

12. Townsend, Courtney M., et al. "Thoracic Incisions." (Chapter 55). In Sabiston Textbook of Surgery. Philadelphia: W. B. Saunders Company, 2001.

13. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007). Management of Mandibular Fractures. Available at http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf. last update 12 November 2012.

14. Wood R. J,  Jurkiewicz M.J. Plastic and Reconstructive Surgery. In: Schwart S.I, Shires G.T, Spencer F.C, Daly J.M, Fischer J.E, Galloway A.C. Schwartz Principles of Surgery 7th ed. United States of America:McGraw-Hill Compa-nies Inc. 1999

29