Laporan Kasus Fenny Ra
-
Upload
amare-est-gaudere-felicitate -
Category
Documents
-
view
78 -
download
10
description
Transcript of Laporan Kasus Fenny Ra
LAPORAN KASUS
ATRITIS REUMATOID
Disusun oleh:
Fenny Megawati
102011101065
Dokter Pembimbing:
dr. H. Sugeng Budi R., Sp.PD
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya
SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSD dr.Soebandi Jember
LAB/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
RSD DR SOEBANDI JEMBER
2014
0
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 2
BAB 2. STATUS PASIEN ..................................................................................... 3
BAB 3. PEMBAHASAN ........................................................................................ 24
DEFINISI ...................................................................................................... 24
ETIOLOGI...................................................................................................24
PATOGENESIS ........................................................................................... 25
MANIFESTASI KLINIS ............................................................................. 26
KRITERIA ................................................................................................... 27
EVALUASI DIAGNOSTIK ........................................................................ 29
PENATALAKSANAAN .............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 32
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan
peradangan pada sendi, misalnya: jari-jari tangan, pergelangan tangan, sendi bahu,
sendi lutut, dan panggul; umumnya selalu simetris, yang artinya mengenai sendi
kanan dan kiri secara bersamaan. Prevalensi penyakit RA di Indonesia saat ini
belum diketahui secara pasti. Dalam penelitiannya, Darmawan et al pada tahun
1993 menyebutkan prevalensi RA di Indonesia 0,2% untuk penduduk di daerah
pedesaan dan 0,3% untuk penduduk di daerah kota.
Kriteria penegakkan diagnosis RA berdasarkan: (i) pemeriksaan fisik
terhadap semua jari-jari, pergelangan tangan, siku, bahu, dan lutut dengan
seksama sesuai kriteria American College of Rheumatology (ACR), (ii)
pemeriksaan biomarker inflamasi, misalnya: Laju Endap Darah (LED), C-reactive
protein (CRP), dan (iii) pemeriksaan auto antibody, misalnya: rheumatoid factor
(RF) dan anti cyclic citrullinated peptide (Anti CCP).
Penegakan diagnosis dini sangatlah penting karena kerusakan sendi justru
terjadi pada tahun pertama perjalanan penyakit. Pemberian terapi yang lebih
intensif pada penyakit RA dini berguna untuk meminimalkan kerusakan struktural
sendi. Tujuan utama terapi RA yang lain adalah meniadakan atau mengurangi rasa
nyeri dan bengkak pada sendi. Beberapa golongan obat yang digunakan dalam
penatalaksanaan RA, antara lain: (i) Disease-Modifying Antirheumatic Drug
(DMARD), (ii) obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (AINS), dan (iii) kortikosteroid.
Obat golongan recombinant Human Interleukin-1 Receptor Antagonis merupakan
terapi terbaru dalam penatalaksanaan RA.
2
BAB 2
STATUS PASIEN
2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. Mislikah
Umur : 66 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Gebang Permai I/18 02/03 Patrang, Jember
Status Marital : Menikah
Pendidikan : SMP
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal MRS : 8 Mei 2014
Tanggal pemeriksaan : 11 Mei 2014 (H3-MRS)
Tanggal KRS : 16 Mei 2014
No. RM : 00.43.89
2.2 ANAMNESIS
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien dan anak
pasien pada tanggal 11 Mei 2014 di Ruang Alamanda RSD dr. Soebandi Jember.
2.2.1 Keluhan Utama
Pasien mengeluh badan terasa lemas, jari-jari tangan sakit
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
H1-MRS
Pasien merasa badan lemas sejak kemarin dan mengeluhkan sakit pada
perut bagian kiri atas. Perut terasa kembung, namun pasien tidak merasa mual
maupun muntah. Saat diperiksakan di Poli Penyakit Dalam RSD. dr. Soebandi
didapatkan kadar hemoglobin pasien rendah dan oleh karena itu pasien dianjurkan
dirawat di RS. Anak perempuan pasien mengatakan bahwa selama 1 bulan ini
3
pasien hampir tiap hari mengkonsumsi jamu yang menyebabkan lambung pasien
tidak kuat dan terasa sakit.
H3-MRS
Berdasarkan anamnesis lebih lanjut, pasien mengatakan bahwa jari-jari
tangan kanan dan kiri terasa sakit, kaku dan panas, rasa sakit dirasakan terutama
pada bagian tengah jari-jari tangan. Pasien tidak lagi dapat memegang suatu
benda. Rasa sakit itu juga terdapat pada jari-jari kaki kanan dan kiri, lutut kanan
dan kiri, siku, pergelangan tangan dan bahu kanan dan kiri. Nyeri di bagian jari-
jari tangan sudah dirasakan selama 7 tahun terakhir. Awalnya terasa tebal,
kadang-kadang kaku dan muncul rasa nyeri. Keluhan nyeri di jari tangan, jari
kaki, siku, lutut dan bahu pasien dirasakan semakin nyeri saat bangun tidur.
Pasien mengatakan bahwa beberapa persendian yang dikeluhkan nyeri tersebut
terasa semakin membengkak.
Pasien pernah menjalani operasi pada bagian tangan kanan kira-kira 5
tahun yang lalu di RSD dr. S atas saran dari dokter spesialis namun ternyata
keluhan nyeri dan kaku di tangan tersebut tidak berkurang. Bagian lutut dan jari-
jari kaki kanan dan kiri pasien juga terasa nyeri dan linu namun masih bisa
digerakkan. Pasien merasa kesusahan jika sujud saat sholat. Jika ditekuk terasa
sakit. Satu tahun terakhir nafsu makan pasien menurun, sehari 2x makan dengan
jumlah sedikit. BAK dan BAB lancar, tidak ada keluhan.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Diabetes Mellitus, Hipertensi, Hepatitis maupun Tifoid disangkal.
Alergi makanan maupun obat-obatan disangkal.
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa. Keluarga tidak ada
yang memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan Hipertensi. Alergi
makanan maupun obat-obatan disangkal.
4
2.2.5 Riwayat Pengobatan
Pasien minum obat Allopurinol setiap kali terasa nyeri. 1 bulan ini pasien
sering mengkonsumsi jamu.
2.2.6 Riwayat Sosial Lingkungan Ekonomi
• Sosial Ekonomi:
Pendidikan pasien adalah SMP, sehari-hari pasien hanya dirumah, tidak
bekerja.
• Lingkungan:
Pasien tinggal bersama anak, menantu dan cucunya. Pasien tinggal di sebuah
rumah yang terdiri dari 3 kamar dan 1 kamar mandi. Rumah beratapkan genteng,
beralaskan keramik dan tembok dari batu bata. Air minum sehari-hari yang
berasal dari sumur selalu dimasak hingga mendidih sebelum dikonsumsi. Pasien
mempunyai kamar mandi dan WC.Saat ini, biaya hidup pasien ditanggung oleh
anak-anaknya.
Kesan : keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan cukup
2.2.7 Riwayat Gizi
Pasien makan 2-3 kali dalam sehari. Menu yang sering dikonsumsi berupa
nasi, lauk pauk (tahu, tempe dan telur) dan sayur. Satu tahun terakhir nafsu
makan pasien menurun, sehari 2x makan dengan jumlah sedikit hanya sekitar 5-6
sendok.
Kesan : kebutuhan gizi kurang
2.2.8 Riwayat Kebiasaan
- Pasien bukan peminum alkohol
- Pasien tidak mengkonsumsi obat jangka panjang
2.3 ANAMNESIS SISTEM
- Sistem serebrospinal : pusing (-), demam (-), kejang (-),
penurunan kesadaran (-)
5
- Sistem kardiovaskular : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
- Sistem pernapasan : sesak napas (-) batuk (-), pilek (-)
- Sistem gastrointestinal : nyeri perut (+) bagian atas, kembung,
nafsu makan berkurang, mual (-), muntah (-), BAB normal
- Sistem urogenital : BAK lancar, tidak ada keluhan
- Sistem integumentum : edema (-) turgor kulit normal
- Sistem muskuloskeletal : nyeri pada sendi jari tangan, pergelangan
tangan, siku, bahu, jari kaki, lutut kanan dan kiri, tremor (-), edema (-)
Kesan : Pada anamnesis sistem ditemukan nyeri perut (+) bagian atas,
kembung, nafsu makan berkurang, nyeri pada sendi jari tangan,
pergelangan tangan, siku, bahu, jari kaki, lutut kanan dan kiri
2.4 PEMERIKSAAN FISIK
2.4.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign : TD : 110/70 mmHg
nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
suhu : 36.7oC
Status gizi : BB : 43 kg
TB : 155cm
IMT : 17,9
Kesan : Status gizi pasien kurang (Berat badan kurang)
2.4.2 Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
- Bentuk : normocephal
- Rambut : beruban, lurus, tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva anemis : +/+
sklera ikterus : -/-
6
edema palpebra : -/-
refleks cahaya : +/+, d=3/3mm, pupil isokor
- Hidung : sekret (-),pernapasan cuping hidung (-), darah (-)
- Telinga : sekret (-), perdarahan (-)
- Mulut : perdarahan gusi (-)
- Bibir : sianosis (-), pucat (-), mukosa bibir basah (-)
- Lidah : candidiasis (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-), hipertrofi tonsil (-)
Kesan: ditemukan konjungtiva anemis
b. Leher
- KGB : tidak ada pembesaran
- Tiroid : tidak ada pembesaran
- JVP : Tidak meningkat
- Massa : (+) di submandibula sinistra, diameter ± 4cm, lunak, fixed
Kesan ditemukan massa di submandibula sinistra, diameter ± 4cm, lunak,
fixed
c. Thorax
Gerak dada simetris, tidak ada ketinggalan gerak
1. Cor :
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : redup
- Batas kanan atas : sela iga II garis parasternal kanan.
- Batas kanan bawah : sela iga IV garis parasternal kanan.
- Batas kiri atas : sela iga II garis parasternal kiri.
- Batas kiri bawah : sela iga IV garis midklavikula kiri.
- Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)
7
2. Pulmo :
DEXTRA SINISTRA Inspeksi: Retraksi (-) Gerak nafas tertinggal (-)
Inspeksi: Retraksi (-) Gerak nafas tertinggal (-)
Palpasi: Fremitus raba (n) Deviasi trakea (-) Nyeri tekan (-)
Palpasi: Fremitus raba (n) Deviasi trakea (-) Nyeri tekan (-)
Perkusi: Sonor
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Vesikuler (+) Ronkhi (-) Wheezing (-)
Auskultasi: Vesikuler (+) Ronkhi (-) Wheezing(-)
Kesan : tidak ditemukan kelainan pada organ jantung dan paru-paru
d. Abdomen
- Inspeksi : cembung
- Auskultasi : bising usus (+) 20x/menit
- Perkusi : tympani
- Palpasi : soepel, nyeri tekan abdomen (-), hepatosplenomegali (-)
Kesan: tidak ditemukan kelainan
e. Anus dan Genitalia
- Anus : ada, dalam batas normal
- Genital : jenis kelamin perempuan
Kesan: tidak ditemukan kelainan
f. Ekstremitas
- Superior : akral hangat +/+, edema -/-, nyeri pada sendi MCP 1-5 dextra-
sinistra, bahu kanan kiri, siku kanan kiri
- Inferior : akral hangat +/+, edema -/-, nyeri pada MTP 1-5 dextra-
sinistra, lutut kanan kiri
8
Kesan: ditemukan nyeri pada sendi MCP 1-5 dextra-sinistra, bahu kanan
kiri, siku kanan kiri, MTP 1-5 dextra-sinistra, lutut kanan kiri
g. Kulit
Ptekiae (-), ikterik (-), purpura (-), area hipopigmentasi dan hiperpigmentasi (-)
Kesan: tidak ditemukan kelainan
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.4.1 Laboratorium
I. Tanggal 7 Mei 2014
Pemeriksaan 7/5/2014 Nilai Normal
Hematologi
Hb (mg/dl) 6,6 12,0-14,0 gr/dL
LED 55/76 0-25 mm/jam
Leukosit (/mm3) 6,9 4,5-11,0 x 109/L
Hct (%) 18,6 36-46%
Trombosit (/mm3) 216 150-450 x 109/L
Hitung Jenis -/-/-/45/39/16 Eos/Bas/Stab/Seg/Lim/Mono
0-4/0-1/3-5/54-62/25-32/2-6
Faal Hati
Bilirubin direk 0,27 0,2-0,4 mg/dL
Bilirubin total 0,51 < 1,2 mg/dL
SGOT (U/L) 41 10-31 U/L
SGPT (U/L) 30 9-36 U/L
Gamma GT 63 7-32 U/L
Protein Total 5,6 6,6-8,7 gr/dL
Albumin 3,7 3,4-4,8 gr/dL
Elektrolit
Natrium 134,4 135-155 mmol/L
Kalium 3,72 3,5-5,0 mmol/L
Chlorida 99,1 90-110 mmol/L
9
Calcium 2,39 2,15-2,57 mmol/L
Magnesium 1,06 0,77-1,03 mmol/L
Fosfor 1,39 0,85-1,60 mmol/L
Faal Ginjal
Kreatinin Serum 0,8 0,5-1,1 mg/dL
BUN 24 6-20 mg/dL
Urea 53 26-43 mg/dL
Asam Urat 6,3 2,0-5,7 mg/dL
Glukosa Darah
Gula Darah Sewaktu 88 < 200 mg/dL
II. Tanggal 9 Mei 2014
Pemeriksaan 9/5/2014 Nilai Normal
Hematologi
Hb (mg/dl) 10,1 12,0-16,0 gr/dL
Leukosit (/mm3) 5,4 4,5-11,0 x 109/L
Hct (%) 29,3 36-46%
Trombosit (/mm3) 201 150-450 x 109/L
Faal Hati
Bilirubin direk 0,26 0,2-0,4 mg/dL
Bilirubin total 0,56 < 1,2 mg/dL
SGOT (U/L) 42 10-31 U/L
SGPT (U/L) 23 9-36 U/L
Alkali Phosphat 180 180-1200 U/L
Protein Total 5,1 6,6-8,7 gr/dL
Albumin 3,6 3,4-4,8 gr/dL
Globulin 1,5 2,3-3,5 gr/dL
Profil Lipid
Trigliserida 155 <150 mg/dL
10
Kolestrol Total 154 <220 mg/dL
Kolestrol HDL 23 Low <40 mg/dL
High >60 mg/dL
Kolestrol LDL 96 <100 mg/dL
Faal Ginjal
Kreatinin Serum 1,0 0,5-1,1 mg/dL
BUN 24 6-20 mg/dL
Urea 52 26-43 mg/dL
Asam Urat 6,2 2,0-5,7 mg/dL
Serologi-Imunologi
RA Semikuantitatif Negatif
CRP Negatif
2.4.2 Pemeriksaan Radiologis
11
Gambar 2.1 Foto Rontgen Regio Manus
Kesan: Rheumathoid Athritis
Gambar 2.2: Foto Thorax
Kesan: Cardiomegali, efusi pleura (-)
2.4.3 USG Abdomen
12
Gambar 2.3: USG Abdomen
Kesan: Organ dalam abdomen dalam batas normal
2.5 RESUME
Anamnesis
Seorang wanita 66 tahun mengeluh badan lemas, sakit pada perut bagian
kiri atas, kembung. Jari-jari tangan, siku, bahu, jari kaki dan lutut kanan dan kiri
terasa sakit, kaku dan panas, terasa semakin membengkak. Pasien pernah
menjalani operasi pada bagian tangan kanan kira-kira 5 tahun yang lalu namun
nyeri dan kaku di tangan tersebut tidak berkurang. Pasien minum obat Allopurinol
setiap kali terasa nyeri. 1 bulan ini pasien sering mengkonsumsi jamu.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah, kesadaran compos mentis, vital sign dbn,
status gizi kurang, anemis, massa (+) di submandibula sinistra, diameter ± 4cm,
lunak, fixed. Thorak, abdomen dalam batas normal, nyeri pada MCP 1-5 dextra-
sinistra, brakioradialis dextra-sinistra, siku deksta-sinistra, MTP 1-5 dextra-
sinistra, patella dextra-sinistra.
Pemeriksaan Penunjang
Lab : Hb ↓, LED ↑, SGOT ↑, Gamma GT ↑, Natrium ↓,
Magnesium ↑, BUN ↑, Urea ↑, Asam Urat ↑
Foto thorax : Cardiomegali
Foto palmar : Rheumathoid Athritis
USG abdomen : dalam batas normal
2.6 DIAGNOSIS KERJA
Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia + Limfadenopati Submandibula
13
2.7 PENATALAKSANAAN
Planing monitoring
Kadar Hb, vital sign
Planing diagnostik
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Histo PA
Medikamentosa
Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1
Planing edukasi
Istirahat yang cukup
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada keluarga à
penyebab, perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi serta
usaha pencegahan komplikasi
Pemenuhan kebutuhan gizi
Menjaga kondisi lingkungan sekitar pasien agar mendukung
penyembuhan pasien
2.8 PROGNOSIS
Dubia ad malam
14
FOLLOW UP
Kondisi Pasien 9 Mei 2014 (H2-MRS)
S Keluhan Nyeri pada perut, kepala pusing
O Tekanan Darah 110/60 mmHg
Nadi 80 x/ menit
Respiratory Rate 18 x/menit
Suhu Tubuh 37,0°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : +/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Superior +/+
Inferior +/+
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Limfadenopati Submandibula
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1
Kondisi Pasien 10 Mei 2014 (H3-MRS)
S Keluhan Nyeri perut, pusing berkurang
O Tekanan Darah 110/70 mmHg
15
Edema
Superior -/-
Inferior -/-
Nadi 80 x/ menit
Respiratory Rate 18 x/menit
Suhu Tubuh 36,8°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Superior +/+
Inferior +/+
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Limfadenopati Submandibula
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1
Kondisi Pasien 11 Mei 2014 (H4-MRS)
S Keluhan Nyeri jari-jari tangan kanan-kiri, terasa kaku
O Tekanan Darah 160/100 mmHg
Nadi 82 x/ menit
Respiratory Rate 16 x/menit
Suhu Tubuh 36,8°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
16
Edema
Superior -/-
Inferior -/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Superior +/+
Inferior +/+
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Limfadenopati Submandibula
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1
Kondisi Pasien 12 Mei 2014 (H5-MRS)
S Keluhan Nyeri perut dan jari tangan kanan-kiri
O Tekanan Darah 140/90 mmHg
Nadi 88 x/ menit
Respiratory Rate 20 x/menit
Suhu Tubuh 36,5°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
17
Edema
Superior -/-
Inferior -/-
Edema
Superior -/-
Inferior -/-
Ekstermitas Akral Hangat
Superior +/+
Inferior +/+
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Sialadenitis kronis
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1
Kondisi Pasien 13 Mei 2014 (H6-MRS)
S Keluhan Nyeri perut, jari tangan kanan-kiri
O Tekanan Darah 130/90 mmHg
Nadi 86 x/ menit
Respiratory Rate 20 x/menit
Suhu Tubuh 36,8°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Superior +/+
Inferior +/+
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Sialadenitis kronis
18
Edema
Superior -/-
Inferior -/-
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1
Kondisi Pasien 14 Mei 2014 (H7-MRS)
S Keluhan Nyeri perut, jari tangan kanan-kiri
O Tekanan Darah 130/90 mmHg
Nadi 88 x/ menit
Respiratory Rate 20 x/menit
Suhu Tubuh 36,6°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Superior +/+
Inferior +/+
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Sialadenitis kronis
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
19
Edema
Superior -/-
Inferior -/-
p/o Dexanta syr 3xC1
Kondisi Pasien 15 Mei 2014 (H8-MRS)
S Keluhan Nyeri perut berkurang, jari tangan masih nyeri
O Tekanan Darah 140/80 mmHg
Nadi 84 x/ menit
Respiratory Rate 20 x/menit
Suhu Tubuh 36,8°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Superior +/+
Inferior +/+
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Sialadenitis kronis
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1
Kondisi Pasien 16 Mei 2014 (H9-MRS)
S Keluhan Nyeri pergelangan tangan kanan dan kaku pada ruas
jari tangan kiri
20
Edema
Superior -/-
Inferior -/-
O Tekanan Darah 130/70 mmHg
Nadi 84 x/ menit
Respiratory Rate 20 x/menit
Suhu Tubuh 36,8°C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Superior +/+
Inferior +/+
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Sialadenitis kronis
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1
21
Edema
Superior -/-
Inferior -/-
BAB 3
PEMBAHASAN
TEXTBOOK KLINIS PASIEN
Anamnesis
Kaku sendi saat bangun pagi paling sedikit selama 1 jam
Atritis pada 3 atau lebih area sendi.
Atritis sendi tangan dan sekitarnya
Atritis simetris pada area sendi yang sama kanan dan kiri
Berlangsung minimal 6 minggu
Epidemiologi: menyerang wanita 3x lebih banyak daripada pria
Anamnesis
Pasien mengeluh sendi-sendinya lebih kaku dan nyeri saat pagi hari
Atritis pada 12 area sendi
Atritis sendi tangan dan sekitarnya
Atritis simetris pada area sendi yang sama kanan dan kiri
Berlangsung 7 tahun
Pasien wanita dengan usia 66 tahun
Pemeriksaan Fisik
Atritis pada 3 atau lebih area sendi. Ada 14 area sendi yaitu: interfalang proksimal, metakarpofalangeal, pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki dan metatarsofalangeal kanan dan kiri
Atritis sendi tangan dan sekitarnya: interfalang proksimal, metakarpofalangeal, pergelangan tangan
Atritis simetris pada area sendi yang sama kanan dan kiri
Nodul rematoid: nodul subkutan diatas penonjolan tulang, daerah ekstensor, daerah juksta artrikuler
Pemeriksaan Fisik
Atritis pada 12 area sendi: interfalang proksimal, metakarpofalangeal, pergelangan tangan, siku, lutut dan metatarsofalangeal kanan dan kiri
Atritis sendi tangan dan sekitarnya: interfalang proksimal, metakarpofalangeal, pergelangan tangan
Atritis simetris pada area sendi yang sama kanan dan kiri
Nodul rematoid (-)
Pemeriksaan Penunjang
Lab: LED ↑, CRP ↑, anemia normokrom normositik,
Pemeriksaan Penunjang
LED ↑, CRP metode imunokromatografi (-), anemia,
22
trombositosis reaktif, alkali fosfatase ↑, gamma GT ↑, albumin ↓, proteinuria ringan, RF (+) 60-70%, ANA (+) 30% dengan RF (+), anti CCP untuk diagnosis dini, asam urat normal untuk eklusi gout, fungsi ginjal terganggu pada fase lanjut
Radiologis: normal pada fase awal, fase lanjut: khas pada tangan dan pergelangan tangan berupa erosi dan dekalsifikasi pada sendi atau di dekatnya
trombosit dbn, alkali fosfatase dbn, gamma GT ↑, albumin dbn, RF semikuantitatif metode aglutinasi direk (-), asam urat ↑, kreatinin serum dbn, BUN ↑, urea ↑
Radiologis: erosi dan dekalsifikasi pada sendi tangan dan pergelangan tangan
Penatalaksanaan
Edukasi Pengaturan makan/diet Intervensi farmakologis
Analgesik OAINS DMARDs
Intervensi bedah
Penatalaksanaan
Edukasi Pengaturan makan/diet Intervensi farmakologis :
Inf RL 14 tpm Inj lanzoprazole 2 x 1 Transfusi PRC 1 kof/hari p/o Methylprednisolon 8 mg
2x1 p/o Meloxycam 15 mg 1x1 p/o Dexanta syr 3xC1
23
ATRITIS REUMATOID
A. DEFINISI
Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik
adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti
anemia, fatique, dan osteoporosis. Pasien mengalami nyeri kronis serta
peningkatan disabilitas, yang bila tidak diobati, dapat menurunkan angka harapan
hidup. Prevalensi artritis reumatoid relatif konstan pada banyak populasi, sekitar
0,5 - 1%. Prevalensi tinggi artritis reumatoid dilaporkan pada suku Indian Pima
sebesar 5,3% dan Indian Chippewa sebesar 6,8%. Sebaliknya prevalensi rendah
dilaporkan pada populasi dari Cina dan Jepang. Di Jawa Tengah, Indonesia,
prevalensinya sebanyak 0,2% di desa dan 0,3% di kota.
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang
berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti
radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun
dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan
bahwa, rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan
kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi
diartroidial.
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,
namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi),
faktor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008),
faktor lingkungan, hormon esterogen, sosial ekonomi rendah dan merokok.
Beberapa gen yang terkait dengan AR antara lain:
MHC (major histocompability complex) kelas II: HLA-DR, HLA-DQ,
HLA-DP, HLA-DM
24
MHC kelas III: TNF-α, C4, heat-shock protein 70
Gen hormon: prolaktin, esterogen sintetase
Gen respon imun non MHC: T-cell receptor a, d, b, Ig G heavy chain, Ig K
light chain, chemokine receptor CCR 5
C. PATOGENESIS
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan
sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial
dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang
akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan
mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya elastisitas otot dan
kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh
dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian
kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus
menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).
Fase Inisiasi
Hipotesisnya adalah adanya antigen eksogen yang mirip HLA kelas II yang
mencetus AR. Antigen eksogen tersebut diproses dan dipresentasi oleh APC kepada
sel T CD4+ otoreaktif. Sel T CD4+ otoreaktif yang teraktivasi kemudian
memperngaruhi makrofag melalui IL-2 dan IFN-γ untuk memproduksi sitokin
proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-18, PG, TNF-α, molekul adhesi dan GM-CSF
(granulocyte macrophage colony stimulating factor). Berbagai sitokin proinflamasi
seperti TNF-α, IL-1b meningkatkan produksi NO, COX-2, MMP yang berperan pada
proses keradangan, resorpsi tulang dan destruksi sendi. Sel T CD4+ juga
mempegaruhi sel B menghasilkan berbagai autoantibodi termasuk RF. Pembentukan
kompleks imun oleh IgM RF atau IgG RF akan engaktivasi kaskade komplemen,
kemudian merekrut sel leukosit PMN, melepas molekul efektor untuk menimbulkan
inflamasi dan destruksi sendi.
25
Pada lapisan atas membrana sinovia, sinoviosit mengalami transformasi
menjadi sinoviosit tipe A (macrophage like) sedangkan di bagian bawah terdapat
sinoviosit tipe B. Hiperplasi jaringan sinovia terutama disebabkan karena proliferasi
sinoviosit tipe B yang hidup lebih lama karena berkurangnya apoptosis. Mutasi gen
p53 dan sentrin dapat menyebabkan penurunan apoptosis sel sinoviosit tipe B.
Fase Kronis
Terjadi karena epitop spreading oleh karena kontribusi sel T CD4 otoreaktif
dan sel B otoreaktif yaitu peningkatan jenis dan jumlah otoantigen sehingga
otoantigen yang mencetus AR tidak dikenali lagi. Juga terjadi perubahan jenis sel,
mediator inflamasi dan sitokin yang terlibat. Sel B otoreaktif dapat berfungsi sebagai
APC yang mempresentasi peptida terkurung (cyptic peptide) dan molekul
kostimulator.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum rheumatoid arthritis tergantung pada tingkat peradangan
jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti
meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan
pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi,
gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika penyakit
ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi,
kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan.
Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga
manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan
stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan
gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis
(Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah
capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996).
Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada
persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai
persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat
26
teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 1 jam.
Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum. Jika ditinjau dari stadium
penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak
dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang
dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut
pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah
digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melindungi sendi tersebut dengan
imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur
sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh
ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya
dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002).
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi
pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari,
bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan
kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba
akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan
dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.
E. KRITERIA ARTRITIS REUMATOID
Kriteria American College of Rheumatology (ACR)/European League
Against Rheumatism (EULAR) 2010 untuk artritis reumatoid mulai diperkenalkan
27
dengan menitikberatkan pada gambaran klinis tahap awal penyakit. Artritis reumatoid
ditegakkan berdasarkan adanya sinovitis pada paling sedikit 1 sendi, tidak adanya
diagnosis alternatif lain yang dapat menjelaskan penyebab sinovitis, serta skor total
individu dari 4 kriteria (keterlibatan sendi, pemeriksaan serologis, peningkatan acute-
phase reactant, dan durasi gejala) ≥ 6.
Keterlibatan sendi ditandai dengan adanya sendi nyeri atau bengkak pada saat
pemeriksaan, yang dapat dikonfirmasi dengan bukti gambaran sinovitis. Yang
termasuk sendi besar adalah sendi bahu, siku, panggul, lutut dan tumit, sedangkan
yang termasuk sendi kecil adalah sendi metacarpophalangeal, interphalangeal distal,
sendi metatarsophalangeal kedua sampai kelima, sendi interphalangeal ibu jari, dan
pergelangan tangan.17 Antibodi anti-CCP lebih spesifik dibandingkan rheumatoid
28
factor (RF) untuk penegakan diagnosis artritis reumatoid secara dini dan lebih baik
dalam memprediksi progresifitas penyakit secara radiologis serta prognosis penyakit.
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2) Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
4) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
F. EVALUASI DIAGNOSTIK
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan
diagnosis rheumatoid arthritis, yaitu nodul rheumatoid, inflamasi sendi yang
ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan
laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor rheumatoid yang
positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan
komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody
antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan
memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap
dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer &
Bare, 2002).
Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan
memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang
yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit
tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
G. PENATALAKSANAAN
Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan
penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien
29
dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa
hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap
berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001). Penanganan
medik pemberian salsilat atau NSAID (Non Steriodal Anti-Inflammatory Drug)
dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat
ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu
diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang
konsisten dalam darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi
tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).
Obat remitif (DMARD), misalnya klorokuin dengan dosis 1x250 mg/hari,
metroteksat dosis 7,5-20 mg sekali seminggu, salazopirin dosis 3-4 x 500 mg/hari,
garam emas per oral dosis 3-9 mg/hari, atau subkutan dosis awal 10 g, dilanjutkan
seminggu kemudian dengan dosis 15 mg/minggu, dan naikkan menjadi 50
mg/minggu selam 20 minggu, selanjutnya diturunkan selama 4 minggu samai
dosis kumulatif 2g. Glukokortikoid, dosis seminimal mungin dan sesingkat
mungkin, untuk mengatasi keadaan akut atau kekambuhan Bila terdapat
peradangan yang terbatas hanya pada 1-2 sendi dapat diberikan injeksi steroid
intraartikular seperti Triamcinolon acetonide 10 mg tau metilprednisolon 20-40
mg. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis. Operasi untuk
memperbaiki deformitas.
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis
menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih
dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit
terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya
digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi
menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya
penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat
badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa
menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat
yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur.
30