Laporan Kasus Edit

27
LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. AT Umur : 57 Tahun Jenis Kelamin : Laki – Laki Alamat : Jl. Sajadewi Bone Tanggal Masuk : 10 Juli 2014 No. RM : 27 92 86 ANAMNESIS Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, nyeri dirasakan sudah lama dan hilang timbul tetapi nyerinya menetap sejak sejak 4 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun disertai mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri menjalar saat ditekan. Riwayat penyakit asma (-), Riwayat Hipertensi disangkal (-) dan alergi obat obatan (-). PEMERIKSAAN FISIS : - TD : 130 / 70 mmHg - HR : 74 x / menit - PR : 24 x / menit - S : 36,7 0 C 1

description

laporan kasus

Transcript of Laporan Kasus Edit

Page 1: Laporan Kasus Edit

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AT

Umur : 57 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – Laki

Alamat : Jl. Sajadewi Bone

Tanggal Masuk : 10 Juli 2014

No. RM : 27 92 86

ANAMNESIS

Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah,

nyeri dirasakan sudah lama dan hilang timbul tetapi nyerinya menetap sejak sejak

4 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun disertai mual dan

muntah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri menjalar saat ditekan. Riwayat

penyakit asma (-), Riwayat Hipertensi disangkal (-) dan alergi obat obatan (-).

PEMERIKSAAN FISIS :

- TD : 130 / 70 mmHg

- HR : 74 x / menit

- PR : 24 x / menit

- S : 36,7 0C

TERAPI YANG DIBERIKAN :

- IVFD RL 18 tpm

- Pemeriksaan BNO 3 posisi dengan kesan sebagai berikut ;

1

Page 2: Laporan Kasus Edit

- Pemeriksaan USG Abdomen sebagai berikut :

USG Abdomen;

Mc.Burney, tampak lesi tubular hipoechoic, non palpable ukuran 4x2 mm

Tidak tampak cairan bebas di cavum peritoneum.

Hepar, GB, pankreas, lien, kedua ginjal dan buli-buli dalam batas normal.

Kesan : sesuai gambaran appendicitis akut

2

Page 3: Laporan Kasus Edit

DIAGNOS

Appendicitis acute

PENATALAKSANAAN :

Laparotomy

RENCANA PEMERIKSAAN :

- Lab. Cito : DR, CT, BT, GDS

PRE OPERASI :

- Lapor OK

- Konsul Anestesi

- Puasa 24 Jam

- AB pre operasi : cefotaxim inj. 1 gr / 12 jam (skin test)

HASIL LABORATORIUM :

- RBC = 5,43 106 / mm3

- HGB = 15,5 g / dl

- PLT = 294 103 / mm3

- CT / BT = 8’ 15” / 1’ 45”

- GDS = 76 mg / dl

KONSUL ANESTESI :

Pasien dengan ASA PS II

Tanggal 12 September 2014, pukul 07.40 pasien di tiba di OK untuk dilakukan

operasi.

Anestesi di OK :

Mulai pukul 08.00

Prosedur ETT (Endotrakheal Tube)

3

Page 4: Laporan Kasus Edit

- Persiapan Pasien :

Pasien posisi supine, terpasang IVFD 18 dengan aliran RL 24 tpm, pasang

monitor (SpO2, tensimeter, precordial stetoskop, dan EKG)

- Premedikasi :

Ranitidin 50 mg

Dexametason 2 mL

Fentanyl 100 mcg

Midazolam 2 ml

Ondancetron

- Pre-emptire analgesic dengan menggunakan 30 mg ketorolac 3%

- Induksi :

Propofol 100 mg

- Prosedur intubasi ETT :

Pemasangan laringoskop

Identifikasi plica vokalis (+)

Insersi ETT

Kembangkan cuff (+)

Cek bunyi napas bronchovesiculer simetris kiri dan kanan

Bunyi tambahan : Rh (-/-), Wh (-/-)

Fiksasi ETT pada sudut mulut kanan

- Maintenance

Isofluren 1,5 vol%

Atracurium 2,5 ml

4

Page 5: Laporan Kasus Edit

Gambaran hemodinamik dan resusitasi cairan yang terjadi selama tindakan

operasi adalah seperti pada tabel berikut:

Jam Tekanan darah (TD), mmHg

Frekwensi nadi (N), /menit

Pemberian cairan

08.30

130/70 82 500 mL RL

08.45

80/60 147 500 mL RL

09.00

82/65 168 500 mL RL, aminofluid 1 bag

09.15

100/80 132 500 mL RL

09.30

100/70 101

09.45

100/70 90 500 mL RL 28 tetes/menit

Operasi selesai 09.45

Ekstubasi sadar pukul 09.50

5

Page 6: Laporan Kasus Edit

DISKUSI

Pada kasus diatas merupakan apendicitis akut disertai peritonitis, sehingga

dilakukan rencana operasi laparotomy. Prosedur anastesi yang digunakan adalah

general (GETA). Dalam prosedur anestesi ini meliputi persiapan pasien,

premedikasi dengan ranitidin 2-3 mg/kgBB, dexametasone 0,1-0,2 mg/kgBB,

fentanyl 1-2 mcg/kgBB serta midazolam 0,01-0,1 mg/kgBB. Pre-emptire

analgesik dengan menggunakan ketorolac dengan dosis 0,5 mg/kgBB. Induksi

menggunakan propofol 1-2,5 mg/kgBB dengan pemberian oksigenasi O2 6-8

liter/menit dengan intubasi endotrakheal tube (ETT).

Pada saat laparotomy berlangsung, pasien memperlihatkan gejala syok,

ditandai dengan penurunan tekanan darah diatas 20% dari tekanan darah awal.

Selain itu, terjadi perubahan awal dari tekanan darah dimana pengurangan selisih

antara tekanan sistole dan diastole <20 mmHg. Pada keadaan ini pula ditemukan

takikardi serta akral dingin yang merupakan tanda dari syok.

Pada kasus syok terutama kausa hemoragik yang terpenting setelah

mengamankan jalan nafas dan memastikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat,

prioritas tertinggi berikutnya adalah mengendalikan perdarahan. Karena pasien

mungkin saja mengalami perdarahan pada beberapa tempat sekaligus, mungkin

perlu beberapa tindakan secara bersamaan. Metode pengendalian terhadap

perdarahan bisa sangat sederhana seperti dengan melakukan penekanan dengan

tangan (sesuai anjuran ATLS), atau bahkan dengan cara lebih kompleks seperti

dengan embolisasi.1

Meskipun pada kasus ini perdarahan saat laparotomy dapat diminimalkan

dan dikendalikan dengan baik namun pasien tetap mengalami gejala syok yang

ditandai dengan penurunan tekanan darah secara drastis disertai dengan

peningkatan frekuensi nadi serta suhu akral dingin. Penyebab gejala syok saat

operasi pada pasien kemungkinan disebabkan oleh karena keadaan hemodinamik

pasien belum mencapai normovolemik sebelum dilakukan laparotomy. Penyebab

6

Page 7: Laporan Kasus Edit

utama dari terganggunya cairan tubuh serta elektrolit adalah selain karena

muntah-muntah yang sering dikeluhkan pasien juga dapat diakibatkan karena

penurunan cairan plasma akibat peritonitis yang terjadi. Sebagaimana dalam teori

disebutkan bahwa kehilangan plasma merupakan akibat umum yang sering terjadi

pada luka bakar, cedera berat, serta inflamasi peritoneal3.

Pada keadaan ileus obstruktif dan peritonitis , walaupun tak nampak

adanya cairan elektrolit yang keluar dari tubuh, namun dehidrasi berat dapat

terjadi akibat banyak cairan dan elektrolit yang mengalami perpindahan tempat

(translokasi). Pada peritonitis, translokasi cairan dan elektrolit terjadi dalam

peritoneum. Seperti diketahui bahwa luas peritoneum sekitar 1-1,5 m 2 sehingga

setiap penebalan peritoneum 2-3 mm saja dapat mengandung cairan dan elektrolit

sebanyak 3-5 liter. Sehingga dengan adanya gangguan cairan dan elektrolit dapat

membawa penderita dalam kegawatan syok yang jika tidak dikelola dengan cepat

dan tepat dapat menimbulkan kematian. Resusitasi cairan dan elektrolit

merupakan usaha pemulihan kembali volume serta komposisi cairan dan elektrolit

tubuh dalam kondisi yang normal.4

Resusitasi cairan pada kasus dalam rangka mengatasi syok hipovolemik

(hemoragik) telah dilakukan dengan pemberian cairan berupa ringer laktat

sebanyak 2000 mL pada 60 menit pertama. Penatalaksanaan syok berdasarkan

kepustakaan lain juga disebutkan bahwa untuk keadaan syok hipovolemik

diberikan cairan kristaloid Ringer Laktat 20-40 mg/kgBB pada 60 menit pertama

dan dilanjutkan dengan evaluasi tanda vital. Dengan pemberian cairan maka risiko

iskemia jaringan dapat dikurangi yaitu melakukan penggantian plasma yang

hilang dengan cairan infus aminofluid. Bila perdarahan sudah terkendali, harus

dikembalikan ke kondisi normovolemia dan pemberian cairan disesuaikan dengan

tujuan konvensional, defisit basa, dan kadar laktat dalam plasma.2,3

.

7

Page 8: Laporan Kasus Edit

I. PENDAHULUAN

Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi

jaringan lokal atau sistemik yang mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi

multipel organ. Sehingga syok merupakan kegawatan yang memerlukan

penanganan intensif dan agresif karena sangat erat kaitannya dengan terjadinya

hipoksia sel dan jaringan baik dengan penyebab primer maupun sekunder.3,4

Secara patofisiologi syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan

sebagai kondisi tidak adekuatnya transport oksigen ke jaringan atau perfusi yang

diakibatkan oleh gangguan hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat

berupa penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama di arteri, berkurangnya darah

balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung. Dengan

demikian syok dapat terjadi oleh berbagai macam sebab dan dengan melalui

berbagai proses. Secara umum dapat dikelompokkan kepada empat komponen

yaitu masalah penurunan volume plasma intravaskuler, masalah pompa jantung,

masalah pada pembuluh baik arteri, vena, arteriol, venule atupun kapiler, serta

sumbatan potensi aliran baik pada jantung, sirkulasi pulmonal dan sitemik.1,2,5

Penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan faktor utama

yang menyebabkan gterjadinya syok. Dengan terjadinya penurunan hebat volume

intravaskuler apakah akibat perdarahan atau dehidrasi akibat sebab lain maka

darah yang balik ke jantung (venous return) juga berkurang dengan hebat,

sehingga curah jantung pun menurun. Pada akhirnya ambilan oksigen di paru juga

menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau sel (perfusi) juga tidak dapat

dipenuhi. Begitu juga halnya bila terjadi gangguan primer di jantung, bila otot-

otot jantung melemah yang menyebabkan kontraktilitasnya tidak sempurna,

sehingga tidak dapat memompa darah dengan baik dan curah jantungpun

menurun. Pada kondisi ini meskipun volume sirkulasi cukup tetapi tidak ada

8

Page 9: Laporan Kasus Edit

tekanan yang optimal untuk memompakan darah yang dapat memenuhi kebutuhan

oksigen jaringan, akibatnya perfusi juga tidak terpenuhi.3,6

Langkah awal penatalaksanaan syok adalah mengenal diagnosis klinis

secara dini, oleh karenanya manajemen syok harus memperhatikan “The Golden

Period”, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan

“Cummulative Oxygen Deficit” melebihi 100-125 ml/kg atau kadar arterial laktat

mencapai 100 mg/dl. Secara empiris, satu jam pertama sejak onset dari syok

adalah batas waktu maksimal untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat

kembali.3

Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok adalah hipotensi dan

asidosis metabolik, tetapi penurunan tekanan sistolik bukanlah indikator utama

syok, sebab patokan tersebut akan menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah

dapat menguasai life support measure yang meliputi Airway-Breathing-

Circulation dan Brain Support, langkah penting selanjutnya adalah mengatasi

kausal syok dengan terapi definitif yang tepat.3

II. PEMBAHASAN

A. Definisi dan Klasifikasi Syok3,4,6

Syok adalah suatu keadaan klinis akibat perfusi jaringan yang tidak adekuat.

Ada beberapa jenis syok berdasarkan kausalnya, antara lain ;

9

Page 10: Laporan Kasus Edit

1) Syok hipovolemik, merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya

volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan

hebat (hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan

(ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh

berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.

2) Syok kardiogenik disebabkan oleh gagalnya fungsi jantung sebagai

pompa.

3) Syok sepsis disebabkan oleh vasodilatasi, meningkatnya permeabilitas

kapiler, depresi miokardium yang berhubungan dengan infeksi sistemik

atau endotoksomia.

4) Syok anafilaktik, berhubungan dengan vasodilatasi dan kebocoran kapiler

yang disebabkan oleh pelepasan zat-zat vasoaktif akibat reaksi imunologis.

5) Syok spinal, berhubungan dengan vasodilatasi sekunder akibat

penghentian mendadak dari kontrol saraf.

6) Syok obstruktif, dapat timbul sekunder akibat obstruksi mekanis dari

aliran balik vena ke jantung seperti pada tamponade jantung dan tension

pneumotoraks. Aliran darah dari jantung dapat tersumbat akibat diseksi

dari aneurisma aorta.

B. Syok Hipovolemik

1. Etiologi Syok Hipovolemik3,5,6

a. Kehilangan darah

Dapat akibat eksternal seperti melalui luka bakar

Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hipovolemik jika

perdarahan ini di dalam toraks, abdomen, retroperitoneal atau

tungkai atas.

b. Kehilangan plasma merupakan akibat yang umum dari luka bakar,

cedera berat atau inflamasi peritoneal.

c. Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh hilangnya cairan secara

berlebihan melalui jalur gastrointestinal, urinarius atau kehilangan

lainnya tanpa adanya penggantian yang adekuat.

2. Patofisiologi Syok6,7,8

10

Page 11: Laporan Kasus Edit

a. Gangguan hemodinamik

- Autoregulasi, protective redistribusi

- Perubahan sympatoadrenal

b. Pelepasan zat-zat vasoaktif

- Histamin

- Plasmakinin

- Prostaglandin

c. Gangguan metabolisme selluler

d. Pengaruh terhadap jantung

e. Pengaruh pada paru

f. Pengaruh pada ginjal

3. Tanda-tanda Klinis

Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika

kekurangan darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada

11

Page 12: Laporan Kasus Edit

saat ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan

tahanan pembuluh dan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung. Bila

perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi

mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum

syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan

nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor

yang jelek, ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang

lambat.3,6

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya

syok hipovolemik tersebut pemeriksaan pengisian dan frekuesnsi nadi,

tekanan darah, pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung-uung jari

(refiling kapiler), suhu dan turgor kulit. Berdasarkan persentase volume

kehilangan darah, syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi empat

tingkatan atau stadium. Stadium syok dibagi berdasarkan persentase

kehilangan darah sama halnya dengan perhitungan skor tenis lapangan,

yaitu 15, 15-30, 30-40, dan >40%. Setiap stadium syok hipovolemik ini

dapat dibedakan dengan pemeriksaan klinis tersebut.3,4,6

` 1) Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah

hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh

mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi

penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas

atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi

nadi dan nafas masih dalam kedaan normal.

2) Syok hipovolemik stadium-II adalah jika terjadi perdarahan sekitar

15-30%. Pada stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu

menkompensasi fungsi kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi,

penurunan tekanan darah terutama sistolik dan tekanan nadi, refiling

kapiler yang melambat, peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi

lebih cemas.

3) Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-

40%. Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat.

12

Page 13: Laporan Kasus Edit

Frekuensi nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit,

peningkatan frekuensi nafas hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi

dan tekanan darah sistolik sangat menurun, refiling kapiler yang sangat

lambat.

4) Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari

40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian

lemah sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III

terus memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40%

menyebabkan terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan

disertai dengan penurunan kesadaran atau letargik.

Selengkapnya tanda-tanda klinis pada syok dibedakan berdasarkan

pada ;3,4,5,6

a. Status mental

Perubahan dalam sensorium merupakan tanda khas dari stadium syok.

Ansietas, delirium, apati, stupor atau koma.dapat ditemukan. Kelainan-

kelainan ini menunjukkan adanya perfusi cerebral yang menurun.

b. Tanda-tanda vital

Tekanan darah

Perubahan awal dari tekanan darah akibat hipovolemia adalah

adanya pengurangan selisih antara tekanan sistolik dan diastolik. Ini

merupakan akibat adanya peningkatan tekanan diastolik yang

disebabkan oleh vasokonstriksi atas rangsangan simpatis. Tekanan

sistolik dipertahankan pada batas normal sampai terjadinya

kehilangan darah 15-25%. Hipotensi postural dan hipotensi pada

keadaan berbaring akan timbul. Perbedaan postural lebih besar dari

15 mmHg adalah bermakna.

Denyut nadi

Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring adalah

karakteristik untuk syok. Perubahan postural lebih dari 15 denyutan

permenit adalah bermakna. Dapat ditemukan adanya penurunan dari

13

Page 14: Laporan Kasus Edit

amplitudo denyutan. Takikardi dapat tidak ditemukan pada pasien

yang diobati dengan obat golongan beta bloker

Pernapasan

Takipnea adalah karakteristik, dan alkalosis respiratorius sering

ditemukan pada tahap awal dari syok.

c. Kulit

Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik. Secara

keseluruhan mudah berubah menjadi pucat.

Vena-vena extremitas menunjukkan tekanan yang rendah, ini yang

dinamakan vena perifer yang kolaps. Tidak ditemukan adanya

distensi vena jugularis.

d. Gejala sistemik lainnya dapat berupa mual, lemah atau lelah serta rasa

haus.

C. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik

1. Pemantauan3,4,6

Parameter dibawah ini harus di pantau selama stabilisasi dan pengobatan :

Denyut jantung, frekuensi, pernapasan, tekanan darah, tekanan vena

sentral (CVP) dan pengaturan urin. Pengeluaran urin kurang dari 30

ml/jam (atau 0,5 ml/kg/jam) menunjukkan perfusi ginjal yang tidak

adekuat.

2. Monitoring Pernapasan3,4

Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker atau

kanula. Jalan napas yang bersih harus dipertahankan dengan posisi kepala

dan mandibulayang tepat dan aliran pengisapan darah dan sekret yang

sempurna. Penentuan gas dara arterial harus dilakukan untuk mengamati

ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan secara klinis dan laboratorium

analisis gas darah, pasien harus diintubasi dan ventilasi dengan ventilator

yang volumenya terukur. Volume tidal harus di atur sebesar 12 sampai 15

ml/kg, frekuensi pernapasan sebesar 12 – 16 permenit. Oksigen harus

diberikan untuk mempertahankan PO2 sekitar 100 mmHg. Jika pasien

14

Page 15: Laporan Kasus Edit

“melawan” terhadap ventilator, maka obat sedatif atau pelumpuh otot

harus diberikan. Jika cara pemberian ini gagal untuk menghasilkan

oksigenasi yang adekuat, atau jika fungsi paru-paru menurun harus

ditambahkan 3-10 cm tekanan ekspirasi akhir positif.

3. Pemberian Cairan3,4,6

a. Penggantian cairan harus dimulai dngan memamsukkan larutan ringer

laktat atau larutan garam fisiologis secara cepat. Kecepatan pemberian

dan aliran intravena yang diperlukan bervariasi tergantung beratnya

syok. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl

0,9% atau Ringer Laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat

20 ml/kgBB pada anak atau pada umumnya paling 1 sampai 2 liter

larutan cairan harus diberikan dalam 45-60 menit pertama atau bisa

lebih cepat lagi apabila dibutuhkan. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan

tekanan darah tetap stabil, ini indikasi bahwa kehilangan darah sudah

minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung, harus dilakukan transfusi

darah pada pasien-pasien ini secepat mungkin, dan kecepatan serta

jumlah yang diberikan disesuaikan dengan respons dari parameter

yang dipantau.

1. Darah yang belum diberikan rekasi silang atau yang bergolonga O-

negatif dapat diberikan terlebih dahulu, apabila syok menetap dan

tidak ada cukup waktu (kurang lebih 45 menit) untuk menunggu

hasil reaksi silang dikerjakan

2. Segera setelah hasil reaksi silang di peroleh, jenis golongan darah

yang sesuai harus diberikan

3. Koagulowati dilusional dapat timbul pada pasien yang mendapat

transfusi darah yang masih. Darah yang disimpan tidak

mengandung trombosit hidup dan faktor pembekuan V dan VI.

Satu unit plasma segar beku harus diberikan utnuk setiap 5 unit

whole blood yang diberikan. Hitung jumlah trombosit pasien yang

mendapat terapi transfusi masih.

15

Page 16: Laporan Kasus Edit

4. Hipotermia juga merupakan konsekuensi dari transfusi masif.

Darah yang akan diberikan harus dihangatkan dengan koil

penghangat dan suhu tubuh pasien dipantau.

b. Celana militer anti syok (MAST = Military Antishock Trousers).

Tekanan berlawanan eksternal dengan pakaian MAST bermanfaat

sebagai terapi tambahan pada terapi penggantian cairan. pakaian

MAST ini dikenakan pada kedua tungkai atau abdomen dari pasien

dan masing-masing ketiga kompartemen individual ini (kedua tungkai

dan abdomen) dapat dikembungkan. Pakaian ini dapat

mendistribusikan dari ekstremitas bawah ke sirkulasi sentral.dan dapat

mengurangi aliran darah arterial ketungkai dengan memperkecil

diameter pembuluh darah.

1. Kontra indikasi untuk memakainya.

2. Hal yang perlu diperhatikan

4. Pemberian obat golongan vasoaktif4,7

Obat-obat golongan vasoaktif

Digitalis

Dopamin : 3-10 mikrogram/KgBB/menit

Dobutamin : 5-10 mikrogram/KgBB/menit

5. Pemberian Vasopresor3,4,8

Pemberian vasopresor pada penanganan syok belakangan ini menjadi

kontroversial. Alasannya karena dengan pemberian vasopresor akan lebih

mengurangi perfusi jaringan. Pada kebanyakan kasus, vasopresor tidak

boleh digunakan, tetapi vasopresor mungkin bermanfaat pada beberapa

keadaan. Vasopresor dapat diberikan sebagai tindakan sementara untuk

meningkatkan tekanan darah sampai didapatkannya cairan pengganti yang

adekuat. Hal ini terutama bermanfaat bagi pasien yang lebih tua dengan

penyakit koroner atau penyakit pembuluh darah otak yang berat. Zat yang

digunakan adalah norepinefrin 4 sampai 8 mg yang dilarutkan dalam 500

16

Page 17: Laporan Kasus Edit

ml 5% dekstrose dalam air (D5W), atau metaraminol 5-10 mg yang

dilarutkan dalam 500 ml D5W, yang bersifat vasokontriktor predominan

dengan efek yang minimal pada jantung. Dosis harus disesuaikandengan

tekanan darah.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: Laporan Kasus Edit

1. Plaisier BR. Surgical Perspectives to Control Bleeding in Trauma. The

International Trauma Anesthesia and Critical Society Seminar Panels,

January 2003 (1)

2. Nolan J. Fluid resuscitation for the trauma patient. Resuscitation, Jan

2001; 48(1): 57 – 69 (2)

3. Eliastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Buku Saku Penuntun Kedaruratan

Medis Edisi 5. Jakarta: EGC; 1998.

4. Catatan Anestesi. Bagian Anestesiologi RS.Wahidin Sudirohusodo. FK

Unhas. Makassar.

5. Dutton RP. Pathophysiology of Traumatic Shock. International Trauma

Care (ITACCS) Vol. 18, No. 1, 2008.

6. Hardisman. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik:

Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3).

7. Bougle A, Harrois A, Duranteau J. Resuscitative Strategies in Traumatic

Hemorrhagic Shock. Annals of Intensive Care. 2013; 3(1).

8. Vincent JL, Backer D. Circulatory Shock. The New England Journal of

Medicine. 2013; 369:1726-34.

18