Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)
-
Upload
james-klemens-phieter-phie -
Category
Documents
-
view
35 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

TUGAS INDIVIDU
PUSKESMAS LAWANG
PENYAKIT AKIBAT KERJA : DERMATITIS KONTAK IRITAN
Oleh:
James Klemens Phieter Phie
0810710062
Pembimbing:
drg. Purwani, MPd
dr. Alidha Nur
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang
2013

DATA PASIEN DAN KELUARGA
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Naila
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelayan di sebuah rumah makan
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat Lengkap Kalirejo RT 01 RW 02, Kecamatan Lawang. Kabupaten Malang
DATA ANGGOTA KELUARGA
No. Nama Usia Pekerjaan Hub. Status Ket. Domisili di Rumah

Keluarga Kawin Ya Tidak Kadang
1. Ny. Supinah 52 th Ibu rumah
tangga
Ibu Kawin +
2. Tn. Amin 56 th Penjual Mie
Ayam
Ayah Kawin +
3. Tn. Ali 30 th Tukang parkir Kakak Kawin +
4. Tn.Husein 27 th Buruh
bangunan
Kakak Kawin +
5. Ny. Karimah 24 th Ibu rumah
tangga
Kakak Kawin +
6. Nn. Naila 21 th Pelayan RM Pasien - +
7. Tn. Wawan 15 th Pelajar MTS Adik - +
8. Ny. Esti 27 th Ibu rumah
tangga
Kakak ipar Kawin +
9. Ny. Fifi 27 th Ibu rumah
tangga
Kakak ipar Kawin +
10. Tn. Agus 23 th Buruh pabrik
tekstil
Kakak ipar Kawin +
11 An. Sekar 5 th - Keponakan - +
12 An. Bagus 3 th - Keponakan - +
13. An. Soleh 4 th - Keponakan - +
STATUS BIOMEDIS (KESEHATAN) ANGGOTA KELUARGA
No. Anggota keluarga Status present Riwayat sakit
yang penting
Faktor resiko
psikobiologi
Upaya kesehatan

1. Ny. Supinah - - - Bidan desa (Polindes)
2. Tn. Amin - - - Bidan desa (Polindes)
3. Tn. Ali - - - Bidan desa (Polindes)
4. Tn. Husein - - - Bidan desa (Polindes)
5. Ny. Karimah - - - Bidan desa (Polindes)
6. Nn. Naila KU: baik
TD: 120/80
Nadi: 80 x/m
RR: 20 x/m
TB: 150 cm
BB: 47 kg
K/L: an (-), ict (-)
Tho: c/p dbn
Abd: dbn
Extr: akral hangat,
edema - |-
- |-
CRT < 2detik
Pada telapak tangan
D/S tampak kulit
kering, merah, dan
terdapatfisur.
- Cara bekerja:
tidak ergonomis
PKM Lawang
7. Tn. Wawan - - - Bidan desa (Polindes)
8. Ny. Esti - - - Bidan desa (Polindes)
9. Ny. Fifi - - - Bidan desa (Polindes)
10. Tn. Agus - - - Bidan desa (Polindes)
11. An. Sekar - - - Bidan desa (Polindes)
12. An. Bagas - - - Bidan desa (Polindes)
13. An. Sholeh - - - Bidan desa (Polindes)
DATA KONDISI FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN FISIK, KIMIA, BIOLOGI, SOSIAL EKONOMI,
BUDAYA DAN ERGONOMI KELUARGA

EKONOMI KELUARGA
1 Luas Bangunan/Luas Lahan;
Status Kepemilikan Rumah
6m x 7m, milik sendiri
2 Fasilitas dan Kepemilikan
Barang
Rumah : R. Tamu, Dapur, 4 Kamar, 1 Kamar mandi (WC
jongkok). Sumber air sumur
Peralatan : 4 tempat tidur, 2 set meja kursi, 1 sepeda motor, 1
gerobak mie ayam
3 Besar daya listrik 450 watt
4 Tingkat pendapatan keluarga ±Rp 1.000.000/bln
5 Pengeluaran rata-rata
keluarga perbulan
a. Bahan makanan :
- Beras
- Lauk
- Buah/jajanan
- Lain-lain :
b. Diluar bahan
makanan:
- rumah
- pakaian
- kesehatan
- pendidikan
- kegiatan sosial
- lain-lain
Pengeluaran keluarga per
bulan
Rp 400.000,-/bln
Menu sehari-hari : nasi, sayur
(kacang/bayam/sawi/kol/kangkung)
Tempe,tahu, telor, ayam, bakso
Buah-buahan: pepaya, pisang
Jajanan: gorengan, makanan ringan
Rp 80.000,- per tahun (PBB)
Rp 0,- sampai dengan Rp 200.000,-/bulan
Rp 50.000,-
Rp 50.000,-
Rp 10.000,-
Rp 75.000
Rp. 665.000,-
PERILAKU KESEHATAN
1.
2.
3.
Pemeliharaan kesehatan
anggota keluarga
Pelayanan pengobatan
Jaminan pemeliharaan
kesehatan
Ke bidan desa (Polindes) dan PKM Lawang
Ke bidan desa (Polindes) dan PKM Lawang
-
POLA MAKAN KELUARGA
1. Dewasa 2-3x sehari, kualitas cukup, kuantitas cukup
2. Anak-anak 2-3x sehari, kualitas cukup, kuantitas cukup

AKTIVITAS KELUARGA
1. Aktivitas fisik Pasien merupakan seorang pelayan di salah satu rumah makan di
Lawang. Pasien berangkat kerja sekitar pukul 07.00 dan pulang
sekitar pukul 14.00. Selama 7 jam tersebut pasien bertugas untuk
mencuci piring dan alat-alat masak dan sesekali diminta
membantu menyiapkan bahan-bahan makanan (mengupas
kentang, memotong daging). Setelah pulang kerja, pasien
biasanya membantu orang tuanya untuk mengasuh kedua anak
kakaknya yang masih kecil atau membantu pekerjaan rumah
(menyetrika).
2. Aktifitas mental Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, kakak lelakinya
beserta istri dan kedua anaknya, dan seorang adik laki-laki.
Hubungan pasien dan keluarganya baik. Pasien rutin beribadah
(sholat).
LINGKUNGAN
1. Sosial Pasien bersosialisasi dengan baik dengan tetangga sekitar
2. Fisik/biologi
- perumahan dan
fasilitas
- luas bangunan
- luas lantai
- jenis dinding
- jenis lantai
- sumber penerangan
utama
- ventilasi
- Sumber air minum
- Jarak sumur dan
kakus
- Pembuangan
sampah
Merupakan pemukiman padat penduduk
Atap rumah dari genteng, tembok kokoh
6m x 7m
6m x 7m
Tembok
Keramik (dapur: lantai tanah)
Listrik 900 watt
Di depan rumah terdapat jendela 2 buah, pintu depan, dan di $
kamar terdapat 2 jendela. Terdapat kamar mandi dengan WC
jongkok
Air cucian dibuang langsung mengalir ke selokan, septik tank (+)
Air sumur
-
Sampah dibuang ke tempat sampah di depan rumah
3. Lingkungan kerja (masing-
masing anggota keluarga):

- Ibu
- Ayah
- Kakak ke-1
- Kakak ke-2
- Kakak ke-3
- Pasien
- Adik
- Kakak ipar ke-1
- Kakak ipar ke-2
- Kakak ipar ke-3
Ibu rumah tangga
Penjual mie ayam keliling
Tukang parkir di pasar
Buruh bangunan
Ibu rumah tangga
Pelayang rumah makan
Pelajar MTS
Ibu rumah tangga
Ibu rumah tangga
Buruh pabrik tekstil
DATA UPAYA KESEHATAN YANG TELAH DILAKUKAN / SEDANG DILAKUKAN
Anggota keluarga Riwayat sakit yang
penting
Upaya kesehatan Keterangan

Pasien Kulit telapak nyeri,
tangan kering,
merah, dan kulit
retak.
Bidan desa
(Polindes)
Berobat 1 kali (sekitar seminggu
yang lalu).
Saat ini pasien berobat ke PKM
Lawang karena gejala tidak
membaik.
DATA PEMERIKSAAN PERTAMA
KELUHAN UTAMA
Telapak tangan kiri dan kanan terasa nyeri, kering, dan merah.
ANAMNESIS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan kedua telapak tangannya terasa nyeri, kulitnya kering, merah, dan
tampak seperti kulitnya retak. Keluhan dirasakan pasien sejak sebulan yang lalu. Awalnya tidak nyeri,
hanya kemerahan sehingga keluhan ini diabaikan oleh pasien. Namun semakin lama semakin merah,
kering, dan nyeri.
Pasien sudah berobat ke bidan desa (Polindes) sekitar 1 minggu yang lalu. Oleh Bu Bidan, pasien diberi
obat berupa tablet yang diminum 3x sehari selama 3 hari. Namun pasien tidak mengetahui apa nama
obat tersebut. Gejala pasien saat itu hanya sedikit berkurang tetapi sekarang bertambah parah.
Pasien merupakan seorang pelayan sebuah rumah makan di Lawang. Pasien baru bekerja sekitar 1
bulan. Pasien bertugas untuk mencuci piring dan peralatan memasak. Kadang-kadang pasien juga
diminta untuk membantu menyiapkan bahan makanan misalnya mengupas kentang dan memotong
sayur. Pasien bekerja selama sekitar 7 jam sehari (07.00 – 14.00). Selama itu tangan pasien selalu
terpapar air dan sabun pencuci piring (sabun colek).
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti saat ini. Pasien biasanya hanya sakit batuk,
pilek, atau demam dan sembuh sendiri atau setelah minum obat dari puskesmas.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama
PEMERIKSAAN FISIK
KU: baik
TD: 120/80
Nadi: 80 x/m
RR: 20 x/m
TB: 150 cm
BB: 47 kg
K/L: an (-), ict (-)
Tho: cor/ s1 s2 tunggal m(-) g(-) pulmo/ vesikuler, rhonki (-) wheezing (-)

Abd: soefl, BU(+)N
Extr: akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), kulit telapak tangan D/S tampak kering, merah, dan fisur.
Kesimpulan :
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kulit telapak tangan D/S tampak kering, merah, dan
fisur), kemungkinan pasien mengalami Dermatitis Kontak Iritan (DKI) tipe kumulatif [sabun pencuci
piring].
SOSIAL
Pasien cukup akrab dengan tetangga-tetangganya dan rekan-rekan di tempat kerja.
Pasien merupakan seorang pelayan di salah satu rumah makan di Lawang. Pasien berangkat kerja
sekitar pukul 07.00 dan pulang sekitar pukul 14.00. Selama 7 jam tersebut pasien bertugas untuk
mencuci piring dan alat-alat masak dan sesekali diminta membantu menyiapkan bahan-bahan makanan
(mengupas kentang, memotong daging). Setelah pulang kerja, pasien biasanya membantu orang tuanya
untuk mengasuh kedua anak kakaknya yang masih kecil atau membantu pekerjaan rumah (menyetrika).
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, kakak lelakinya beserta istri dan kedua anaknya, dan
seorang adik laki-laki. Hubungan pasien dan keluarganya baik. Pasien rutin beribadah (sholat).
EKONOMI
Pasien bekerja sebagai pelayan rumah makan dengan penghasilan 300.000/bulan
BUDAYA
Masyarakat di sekitar tempat tinggal pasien dan rekan-rekan kerja pasien menganggap bahwa mencuci
piring dengan menggunakan pelindung (misalnya sarung tangan karet) adalah hal yang penting.
PSIKOLOGI
Secara psikologis, pasien dalam kondisi mental yang sehat. Hubungan dengan keluarga baik. Hubungan
dengan para tetangga dan rekan kerja pun baik.
DIAGNOSIS HOLISTIK SEMENTARA
DIAGNOSIS BIOMEDIS
1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI) tipe kumulatif
DIAGNOSIS FAKTOR RESIKO
Fisik : kontak berulang-ulang dalam durasi yang cukup lama dengan sabun pencuci piring
dan air, kelembaban rendah, dan air yang dingin.
Kimia : sabun pencuci piring
Biologis : -
Sosial : Pasien bekerja sebagai pelayan sebuah rumah makan dan bertugas untuk mencuci
piring. Jam kerja pasien sekitar 7 jam sehari.
Budaya : Masyarakat di sekitar tempat tinggal pasien dan rekan-rekan kerja pasien
menganggap bahwa mencuci piring dengan menggunakan pelindung (misalnya sarung tangan karet)
adalah hal yang penting.
Psikologi : -
Ekonomi : Ekonomi menengah

Ergonomis : cara bekerja (mencuci piring dan peralatan masak) tanpa menggunakan alat
pelindung.
DIAGNOSIS UPAYA KESEHATAN
Keluarga tersebut selalu berobat ke bidan desa (Polindes) dan PKM Lawang bila mengalami keluhan.
HASIL PEMERIKSAAN PHYSIC DIAGNOSTIC TAMBAHAN
-
DIAGNOSIS KERJA
DIAGNOSIS PERMASALAHAN KESEHATAN (STATUS BIOMEDIS)
Pasien : Dermatitis Kontak Iritan (DKI) tipe kumulatif
DIAGNOSIS PERMASALAHAN LINGKUNGAN (FAKTOR RESIKO)
Cara bekerja yang tidak ergonomis
DIAGNOSIS UPAYA KESEHATAN RIWAYAT PENGOBATAN / PENCEGAHAN)
Memeriksakan diri ke bidan desa (Polindes) dan PKM Lawang.
ANALISIS MASALAH DAN FAKTOR RESIKO
MASALAH PADA PASIEN
Nn. Naila (21 tahun) mengeluhkan kedua
telapak tangannya nyeri, kering, merah,
dan kulitnya tampak retak-retak sejak
sekitar 1 bulan yang lalu.
FAKTOR RESIKO
Cara bekerja (mencuci piring dan peralatan masak)
tanpa menggunakan pelindung.
INTERVENSI : DOKTER KELUARGA
STATUS BIOMEDIS
Nn. Naila (Pasien)
MEDIKA MENTOSA DAN PROSEDUR Tx
Pemberian obat:
Salep Hydrocortison 3x sehari
STATUS LINGKUNGAN
Fisik : kontak berulang-ulang dalam durasi
yang cukup lama dengan sabun pencuci
piring dan air, kelembaban rendah, dan air
yang dingin.
Kimia : sabun pencuci piring.
Sosial : Pasien bekerja sebagai pelayan
sebuah rumah makan dan bertugas untuk
mencuci piring. Jam kerja pasien sekitar 7
Health Education
Menjelaskan bahwa penyebab keluhan pada pasien
adalah akibat paparan sabun pencuci piring dan air yang
terlalu lama dan berulang-ulang.
Menjelaskan bahwa keluhan pasien juga dapat
disebabkan oleh bahan kimia dalam sabun pencuci
piring.
Menjelaskan bahwa penyebab keluhan pada pasien
adalah akibat paparan yang terlalu lama (7jam).

jam sehari.
Budaya : Masyarakat di sekitar tempat
tinggal pasien dan rekan-rekan kerja
pasien menganggap bahwa mencuci piring
dengan menggunakan pelindung (misalnya
sarung tangan karet) adalah hal yang
penting.
Ekonomi : Ekonomi menengah
Ergonomis : cara bekerja (mencuci piring
dan peralatan masak) tanpa menggunakan
alat pelindung.
Menjelaskan bahwa penggunaan alat pelindung saat
mencuci piring adalah penting.
Menjelaskan bahwa salah satu faktor risiko DKI adalah
ekonomi menengah, terkait dengan pekerjaan.
Menganjurkan pasien untuk mengenakan sarung tangan
karet saat mencuci piring dan peralatan masak.
Untuk pencegahan, menganjurkan pemberian lotion
setelah pasien sembuh agar kulit tidak bertambah kering
sehingga mengurangi risiko DKI.
STATUS UPAYA KESEHATAN
Pasien hanya berobat ke PKM Lawang
pada saat gejala muncul
Health Education & Advokasi
Penggunaan obat sesuai aturan pakai.
Tidak mengkonsumsi obat-obatan bebas tanpa anjuran
dari tenaga kesehatan
Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti
mengenai proses pengobatan serta efek samping obat
Menyarankan kepada pasien agar kontrol kembali jika
keluhan masih menetap atau tidak berkurang
Advokasi kepada atasan pasien untuk menyediakan
pekerjanya untuk mengenakan alat pelindung (sarung
tangan karet) saat bekerja mencuci piring.
EFEK PADA KOMUNITAS
Dermatitis kontak iritan yang dialami pasien bisa mengganggu kegiatan pasien dalam melaksanakan
pekerjaannya sehari-hari. Diharapkan pasien bisa melakukan pencegahan Dermatitis Kontak Iritan
sehingga dengan cara bekerja yang ergonomis (menggunakan sarung tangan karet) sehingga keluhan
serupa tidak terjadi lagi. Pasien juga diharapkan dapat menyampaikan cara bekerja (mencuci piring dan
peralatan masak) yang benar kepada rekan kerja, keluarga, maupun masyarakat yang mengalami gejala
serupa.

ANALISIS (Untuk bisa menjelaskan keterkaitan antara pemeriksaan, faktor
resiko dan diagnosis)
Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan
baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan
respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup (Health
and Safety Executive, 2004).
Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup
banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun
dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh
banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan
tidak mengeluh (Djuanda, 2003).
Di Amerika, DKI sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan kegiatan
mencuci tangan atau paparan berulang pada kulit terhadap air, bahan makanan
atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi pembatu rumah tangga,
pelayan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Prevalensi dermatitis
tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di intensive care unit dan
69,7% pada pekerja yang sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi mencuci
tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci
tangan >35 kali setiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis
tangan karena pekerjaan (odds ratio 4,13) (Hogan, 2009).
Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana
insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja
setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak (Hogan, 2009).
Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada
perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita
dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Hogan, 2009).
Etiologi

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim,
minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia
higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi
faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita (Strait,
2001; Djuanda, 2003).
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang
jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien
dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang
berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan
dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis.
Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari
stratum korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama)
dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan
concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak
(Safeguards, 2000).
Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang
bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali,
dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul,
daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga
mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan
frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan
dermatitis tangan karena pekerjaan (odds ratio 4,13) (Hogan, 2009).
Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana
insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja
setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak (Hogan, 2009).
Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada
perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita
dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Hogan, 2009).
Etiologi

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim,
minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia
higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi
faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita (Strait,
2001; Djuanda, 2003).
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang
jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien
dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang
berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan
dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis.
Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari
stratum korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama)
dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan
concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak
(Safeguards, 2000).
Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang
bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali,
dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul,
daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga
dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan
(terus-menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih
permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban
lingkungan juga berperan (Fregert, 1998).
Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit
hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak
alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami
(ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik
(Beltrani et al., 2006).
Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada
orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang

sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih
mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009).
Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi
sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau
komplemen inti (Streit, 2001).
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3).
AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak
sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast
melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan
vaskuler (Beltrani et al., 2006; Djuanda, 2003).
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony
stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2
dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-
DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga
melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T,
makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan
sitokin (Beltrani et al., 2006).
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan
iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit
pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa
eritema, edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka
yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan
kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi

dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya
oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan
oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut (Djuanda, 2003).
Gejala Klinis
Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan atas dermatitis kontak iritan akut dan
dermatitis iritan kronik.
a) Dermatitis kontak iritan akut
Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi) hingga keadaan
yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan
reaksi tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri
kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak
(Fregret, 1998).
Satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-
kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya
disebabkan oleh zat alkali atau asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu
alkali dapat menimbulkan rekasi iritan pada wajah. Jika lemah maka
reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar
kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan
zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi
(Fregret, 1998).
Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan
menimbulkan fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu berupa kekeringan
dan kemerahan pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah
pengobatan dengan suatu pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai
keadaan ini, tetapi yang lebih sering dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri
pada bagian yang mengalami fissura. Meskipun efek kumulatif diperlukan
untuk menimbulkan reaksi iritan, namun hilnganya dapat terjadi spontan kalau
penyebabnya ditiadakan (Fregret, 1998).
b) Dermatitis kontak iritan kronis
DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-
ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam
faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan

dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu.
Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan,
bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak
merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2003).
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit
tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus
berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura.
Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema,
sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu,
baru mendapat perhatian (Djuanda, 2003).
Histopatologis
Gambaran histopatologis DKI tidak mempunyai karakteristik. Pada DKI akut
(oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear
di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti
spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis epidermal. Pada
keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di
dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil. Pada DKI kronis dijumpai
hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges
(Hogan, 2009).
Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan
gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat
sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang
luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel
dengan bahan yang dicurigai (Djuanda, 2003).
Pengobatan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan
iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor
yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi,

maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk
memperbaiki kulit yang kering (Djuanda, 2003).
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi
mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan (Djuanda,
2003; Kampf, 2007).
Komplikasi
Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:
a. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal
b. lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus
aureus
c. neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutama
pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres
psikologik
d. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena
DKI
e. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.
Prognosis
Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati
dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI (Hogan, 2009).
Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik,
dimana kondisi ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor
(Djuanda, 2003).
Analisis Pasien
Analisis pada pasien didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis didapatkan bahwa terdapat keluhan kedua telapak tangannya terasa
nyeri, kulitnya kering, merah, dan tampak seperti kulitnya retak. Keluhan dirasakan
pasien sejak sebulan yang lalu. Awalnya tidak nyeri, hanya kemerahan sehingga
keluhan ini diabaikan oleh pasien. Namun semakin lama semakin merah, kering, dan
nyeri.

Pasien sudah berobat ke bidan desa (Polindes) sekitar 1 minggu yang lalu. Oleh Bu
Bidan, pasien diberi obat berupa tablet yang diminum 3x sehari selama 3 hari.
Namun pasien tidak mengetahui apa nama obat tersebut. Gejala pasien saat itu
hanya sedikit berkurang tetapi sekarang bertambah parah. Dari pemeriksaan fisik
tampak kulit telapak tangan D/S tampak kering, merah, dan fisur.
Pasien merupakan seorang pelayan sebuah rumah makan di Lawang. Pasien
baru bekerja sekitar 1 bulan. Pasien bertugas untuk mencuci piring dan peralatan
memasak. Kadang-kadang pasien juga diminta untuk membantu menyiapkan bahan
makanan misalnya mengupas kentang dan memotong sayur. Pasien bekerja selama
sekitar 7 jam sehari (07.00 – 14.00). Selama itu tangan pasien selalu terpapar air
dan sabun pencuci piring (sabun colek). Pasien sebelumnya tidak pernah
mengalami keluhan seperti saat ini. Pasien biasanya hanya sakit batuk, pilek, atau
demam dan sembuh sendiri atau setelah minum obat dari puskesmas. Tidak
anggota keluarga lain yang mengalami gejala serupa. Pada pemeriksaan fisik, kulit
telapak tangan pasien kiri dan kanan tampak kering, eritema, dan fisur.
Faktor resiko pada pasien ini a). fisik : komtak berulang-ulang dalam durasi
yang cukup lama dengan sabun pencuci piring dan air, kelembaban rendah, dam air
yang dingin; b). kimia : sabun pencuci piring; c). ekonomi : Ekonomi menengah; d)
ergonomis : cara bekerja (mencuci piring dan peralatan masak) yang tidak
ergonomis.
Penanganan pada Dermatitis Kontak Iritan yang utama adalah menghindari
pajanan bahan iritan. Sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dengan
penggunaan sarung tangan karet saat mencuci piring dan peralatan masak. Untuk
pengobatan dapat diberikan kortikosteroid topical misalnya hidrocortison, atau untuk
kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.
Selanjutnya dapat diteruskan dengan penggunaan pelembab untuk memperbaiki
kulit yang kering.

LAMPIRAN
SOSIOGRAM/GENOGRAM
Keterangan:
Pasien
Perempuan normal
Laki-laki normal
Laki-laki yang sudah meninggal
Perempuan yang sudah meninggal
Status Fungsi Keluarga Negatif Kurang Sedang Berat Penjelasan
Genetik +
Sosial +
Role +
Psikologis +
Ekonomi +
Stres +