Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

28
TUGAS INDIVIDU PUSKESMAS LAWANG PENYAKIT AKIBAT KERJA : DERMATITIS KONTAK IRITAN Oleh: James Klemens Phieter Phie 0810710062 Pembimbing: drg. Purwani, MPd dr. Alidha Nur

description

Dermatitis Kontak Iritan

Transcript of Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

Page 1: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

TUGAS INDIVIDU

PUSKESMAS LAWANG

PENYAKIT AKIBAT KERJA : DERMATITIS KONTAK IRITAN

Oleh:

James Klemens Phieter Phie

0810710062

Pembimbing:

drg. Purwani, MPd

dr. Alidha Nur

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Malang

2013

Page 2: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

DATA PASIEN DAN KELUARGA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. Naila

Usia : 21 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Belum menikah

Pekerjaan : Pelayan di sebuah rumah makan

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Alamat Lengkap Kalirejo RT 01 RW 02, Kecamatan Lawang. Kabupaten Malang

DATA ANGGOTA KELUARGA

No. Nama Usia Pekerjaan Hub. Status Ket. Domisili di Rumah

Page 3: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

Keluarga Kawin Ya Tidak Kadang

1. Ny. Supinah 52 th Ibu rumah

tangga

Ibu Kawin +

2. Tn. Amin 56 th Penjual Mie

Ayam

Ayah Kawin +

3. Tn. Ali 30 th Tukang parkir Kakak Kawin +

4. Tn.Husein 27 th Buruh

bangunan

Kakak Kawin +

5. Ny. Karimah 24 th Ibu rumah

tangga

Kakak Kawin +

6. Nn. Naila 21 th Pelayan RM Pasien - +

7. Tn. Wawan 15 th Pelajar MTS Adik - +

8. Ny. Esti 27 th Ibu rumah

tangga

Kakak ipar Kawin +

9. Ny. Fifi 27 th Ibu rumah

tangga

Kakak ipar Kawin +

10. Tn. Agus 23 th Buruh pabrik

tekstil

Kakak ipar Kawin +

11 An. Sekar 5 th - Keponakan - +

12 An. Bagus 3 th - Keponakan - +

13. An. Soleh 4 th - Keponakan - +

STATUS BIOMEDIS (KESEHATAN) ANGGOTA KELUARGA

No. Anggota keluarga Status present Riwayat sakit

yang penting

Faktor resiko

psikobiologi

Upaya kesehatan

Page 4: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

1. Ny. Supinah - - - Bidan desa (Polindes)

2. Tn. Amin - - - Bidan desa (Polindes)

3. Tn. Ali - - - Bidan desa (Polindes)

4. Tn. Husein - - - Bidan desa (Polindes)

5. Ny. Karimah - - - Bidan desa (Polindes)

6. Nn. Naila KU: baik

TD: 120/80

Nadi: 80 x/m

RR: 20 x/m

TB: 150 cm

BB: 47 kg

K/L: an (-), ict (-)

Tho: c/p dbn

Abd: dbn

Extr: akral hangat,

edema - |-

- |-

CRT < 2detik

Pada telapak tangan

D/S tampak kulit

kering, merah, dan

terdapatfisur.

- Cara bekerja:

tidak ergonomis

PKM Lawang

7. Tn. Wawan - - - Bidan desa (Polindes)

8. Ny. Esti - - - Bidan desa (Polindes)

9. Ny. Fifi - - - Bidan desa (Polindes)

10. Tn. Agus - - - Bidan desa (Polindes)

11. An. Sekar - - - Bidan desa (Polindes)

12. An. Bagas - - - Bidan desa (Polindes)

13. An. Sholeh - - - Bidan desa (Polindes)

DATA KONDISI FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN FISIK, KIMIA, BIOLOGI, SOSIAL EKONOMI,

BUDAYA DAN ERGONOMI KELUARGA

Page 5: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

EKONOMI KELUARGA

1 Luas Bangunan/Luas Lahan;

Status Kepemilikan Rumah

6m x 7m, milik sendiri

2 Fasilitas dan Kepemilikan

Barang

Rumah : R. Tamu, Dapur, 4 Kamar, 1 Kamar mandi (WC

jongkok). Sumber air sumur

Peralatan : 4 tempat tidur, 2 set meja kursi, 1 sepeda motor, 1

gerobak mie ayam

3 Besar daya listrik 450 watt

4 Tingkat pendapatan keluarga ±Rp 1.000.000/bln

5 Pengeluaran rata-rata

keluarga perbulan

a. Bahan makanan :

- Beras

- Lauk

- Buah/jajanan

- Lain-lain :

b. Diluar bahan

makanan:

- rumah

- pakaian

- kesehatan

- pendidikan

- kegiatan sosial

- lain-lain

Pengeluaran keluarga per

bulan

Rp 400.000,-/bln

Menu sehari-hari : nasi, sayur

(kacang/bayam/sawi/kol/kangkung)

Tempe,tahu, telor, ayam, bakso

Buah-buahan: pepaya, pisang

Jajanan: gorengan, makanan ringan

Rp 80.000,- per tahun (PBB)

Rp 0,- sampai dengan Rp 200.000,-/bulan

Rp 50.000,-

Rp 50.000,-

Rp 10.000,-

Rp 75.000

Rp. 665.000,-

PERILAKU KESEHATAN

1.

2.

3.

Pemeliharaan kesehatan

anggota keluarga

Pelayanan pengobatan

Jaminan pemeliharaan

kesehatan

Ke bidan desa (Polindes) dan PKM Lawang

Ke bidan desa (Polindes) dan PKM Lawang

-

POLA MAKAN KELUARGA

1. Dewasa 2-3x sehari, kualitas cukup, kuantitas cukup

2. Anak-anak 2-3x sehari, kualitas cukup, kuantitas cukup

Page 6: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

AKTIVITAS KELUARGA

1. Aktivitas fisik Pasien merupakan seorang pelayan di salah satu rumah makan di

Lawang. Pasien berangkat kerja sekitar pukul 07.00 dan pulang

sekitar pukul 14.00. Selama 7 jam tersebut pasien bertugas untuk

mencuci piring dan alat-alat masak dan sesekali diminta

membantu menyiapkan bahan-bahan makanan (mengupas

kentang, memotong daging). Setelah pulang kerja, pasien

biasanya membantu orang tuanya untuk mengasuh kedua anak

kakaknya yang masih kecil atau membantu pekerjaan rumah

(menyetrika).

2. Aktifitas mental Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, kakak lelakinya

beserta istri dan kedua anaknya, dan seorang adik laki-laki.

Hubungan pasien dan keluarganya baik. Pasien rutin beribadah

(sholat).

LINGKUNGAN

1. Sosial Pasien bersosialisasi dengan baik dengan tetangga sekitar

2. Fisik/biologi

- perumahan dan

fasilitas

- luas bangunan

- luas lantai

- jenis dinding

- jenis lantai

- sumber penerangan

utama

- ventilasi

- Sumber air minum

- Jarak sumur dan

kakus

- Pembuangan

sampah

Merupakan pemukiman padat penduduk

Atap rumah dari genteng, tembok kokoh

6m x 7m

6m x 7m

Tembok

Keramik (dapur: lantai tanah)

Listrik 900 watt

Di depan rumah terdapat jendela 2 buah, pintu depan, dan di $

kamar terdapat 2 jendela. Terdapat kamar mandi dengan WC

jongkok

Air cucian dibuang langsung mengalir ke selokan, septik tank (+)

Air sumur

-

Sampah dibuang ke tempat sampah di depan rumah

3. Lingkungan kerja (masing-

masing anggota keluarga):

Page 7: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

- Ibu

- Ayah

- Kakak ke-1

- Kakak ke-2

- Kakak ke-3

- Pasien

- Adik

- Kakak ipar ke-1

- Kakak ipar ke-2

- Kakak ipar ke-3

Ibu rumah tangga

Penjual mie ayam keliling

Tukang parkir di pasar

Buruh bangunan

Ibu rumah tangga

Pelayang rumah makan

Pelajar MTS

Ibu rumah tangga

Ibu rumah tangga

Buruh pabrik tekstil

DATA UPAYA KESEHATAN YANG TELAH DILAKUKAN / SEDANG DILAKUKAN

Anggota keluarga Riwayat sakit yang

penting

Upaya kesehatan Keterangan

Page 8: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

Pasien Kulit telapak nyeri,

tangan kering,

merah, dan kulit

retak.

Bidan desa

(Polindes)

Berobat 1 kali (sekitar seminggu

yang lalu).

Saat ini pasien berobat ke PKM

Lawang karena gejala tidak

membaik.

DATA PEMERIKSAAN PERTAMA

KELUHAN UTAMA

Telapak tangan kiri dan kanan terasa nyeri, kering, dan merah.

ANAMNESIS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan kedua telapak tangannya terasa nyeri, kulitnya kering, merah, dan

tampak seperti kulitnya retak. Keluhan dirasakan pasien sejak sebulan yang lalu. Awalnya tidak nyeri,

hanya kemerahan sehingga keluhan ini diabaikan oleh pasien. Namun semakin lama semakin merah,

kering, dan nyeri.

Pasien sudah berobat ke bidan desa (Polindes) sekitar 1 minggu yang lalu. Oleh Bu Bidan, pasien diberi

obat berupa tablet yang diminum 3x sehari selama 3 hari. Namun pasien tidak mengetahui apa nama

obat tersebut. Gejala pasien saat itu hanya sedikit berkurang tetapi sekarang bertambah parah.

Pasien merupakan seorang pelayan sebuah rumah makan di Lawang. Pasien baru bekerja sekitar 1

bulan. Pasien bertugas untuk mencuci piring dan peralatan memasak. Kadang-kadang pasien juga

diminta untuk membantu menyiapkan bahan makanan misalnya mengupas kentang dan memotong

sayur. Pasien bekerja selama sekitar 7 jam sehari (07.00 – 14.00). Selama itu tangan pasien selalu

terpapar air dan sabun pencuci piring (sabun colek).

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti saat ini. Pasien biasanya hanya sakit batuk,

pilek, atau demam dan sembuh sendiri atau setelah minum obat dari puskesmas.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama

PEMERIKSAAN FISIK

KU: baik

TD: 120/80

Nadi: 80 x/m

RR: 20 x/m

TB: 150 cm

BB: 47 kg

K/L: an (-), ict (-)

Tho: cor/ s1 s2 tunggal m(-) g(-) pulmo/ vesikuler, rhonki (-) wheezing (-)

Page 9: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

Abd: soefl, BU(+)N

Extr: akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), kulit telapak tangan D/S tampak kering, merah, dan fisur.

Kesimpulan :

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kulit telapak tangan D/S tampak kering, merah, dan

fisur), kemungkinan pasien mengalami Dermatitis Kontak Iritan (DKI) tipe kumulatif [sabun pencuci

piring].

SOSIAL

Pasien cukup akrab dengan tetangga-tetangganya dan rekan-rekan di tempat kerja.

Pasien merupakan seorang pelayan di salah satu rumah makan di Lawang. Pasien berangkat kerja

sekitar pukul 07.00 dan pulang sekitar pukul 14.00. Selama 7 jam tersebut pasien bertugas untuk

mencuci piring dan alat-alat masak dan sesekali diminta membantu menyiapkan bahan-bahan makanan

(mengupas kentang, memotong daging). Setelah pulang kerja, pasien biasanya membantu orang tuanya

untuk mengasuh kedua anak kakaknya yang masih kecil atau membantu pekerjaan rumah (menyetrika).

Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, kakak lelakinya beserta istri dan kedua anaknya, dan

seorang adik laki-laki. Hubungan pasien dan keluarganya baik. Pasien rutin beribadah (sholat).

EKONOMI

Pasien bekerja sebagai pelayan rumah makan dengan penghasilan 300.000/bulan

BUDAYA

Masyarakat di sekitar tempat tinggal pasien dan rekan-rekan kerja pasien menganggap bahwa mencuci

piring dengan menggunakan pelindung (misalnya sarung tangan karet) adalah hal yang penting.

PSIKOLOGI

Secara psikologis, pasien dalam kondisi mental yang sehat. Hubungan dengan keluarga baik. Hubungan

dengan para tetangga dan rekan kerja pun baik.

DIAGNOSIS HOLISTIK SEMENTARA

DIAGNOSIS BIOMEDIS

1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI) tipe kumulatif

DIAGNOSIS FAKTOR RESIKO

Fisik : kontak berulang-ulang dalam durasi yang cukup lama dengan sabun pencuci piring

dan air, kelembaban rendah, dan air yang dingin.

Kimia : sabun pencuci piring

Biologis : -

Sosial : Pasien bekerja sebagai pelayan sebuah rumah makan dan bertugas untuk mencuci

piring. Jam kerja pasien sekitar 7 jam sehari.

Budaya : Masyarakat di sekitar tempat tinggal pasien dan rekan-rekan kerja pasien

menganggap bahwa mencuci piring dengan menggunakan pelindung (misalnya sarung tangan karet)

adalah hal yang penting.

Psikologi : -

Ekonomi : Ekonomi menengah

Page 10: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

Ergonomis : cara bekerja (mencuci piring dan peralatan masak) tanpa menggunakan alat

pelindung.

DIAGNOSIS UPAYA KESEHATAN

Keluarga tersebut selalu berobat ke bidan desa (Polindes) dan PKM Lawang bila mengalami keluhan.

HASIL PEMERIKSAAN PHYSIC DIAGNOSTIC TAMBAHAN

-

DIAGNOSIS KERJA

DIAGNOSIS PERMASALAHAN KESEHATAN (STATUS BIOMEDIS)

Pasien : Dermatitis Kontak Iritan (DKI) tipe kumulatif

DIAGNOSIS PERMASALAHAN LINGKUNGAN (FAKTOR RESIKO)

Cara bekerja yang tidak ergonomis

DIAGNOSIS UPAYA KESEHATAN RIWAYAT PENGOBATAN / PENCEGAHAN)

Memeriksakan diri ke bidan desa (Polindes) dan PKM Lawang.

ANALISIS MASALAH DAN FAKTOR RESIKO

MASALAH PADA PASIEN

Nn. Naila (21 tahun) mengeluhkan kedua

telapak tangannya nyeri, kering, merah,

dan kulitnya tampak retak-retak sejak

sekitar 1 bulan yang lalu.

FAKTOR RESIKO

Cara bekerja (mencuci piring dan peralatan masak)

tanpa menggunakan pelindung.

INTERVENSI : DOKTER KELUARGA

STATUS BIOMEDIS

Nn. Naila (Pasien)

MEDIKA MENTOSA DAN PROSEDUR Tx

Pemberian obat:

Salep Hydrocortison 3x sehari

STATUS LINGKUNGAN

Fisik : kontak berulang-ulang dalam durasi

yang cukup lama dengan sabun pencuci

piring dan air, kelembaban rendah, dan air

yang dingin.

Kimia : sabun pencuci piring.

Sosial : Pasien bekerja sebagai pelayan

sebuah rumah makan dan bertugas untuk

mencuci piring. Jam kerja pasien sekitar 7

Health Education

Menjelaskan bahwa penyebab keluhan pada pasien

adalah akibat paparan sabun pencuci piring dan air yang

terlalu lama dan berulang-ulang.

Menjelaskan bahwa keluhan pasien juga dapat

disebabkan oleh bahan kimia dalam sabun pencuci

piring.

Menjelaskan bahwa penyebab keluhan pada pasien

adalah akibat paparan yang terlalu lama (7jam).

Page 11: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

jam sehari.

Budaya : Masyarakat di sekitar tempat

tinggal pasien dan rekan-rekan kerja

pasien menganggap bahwa mencuci piring

dengan menggunakan pelindung (misalnya

sarung tangan karet) adalah hal yang

penting.

Ekonomi : Ekonomi menengah

Ergonomis : cara bekerja (mencuci piring

dan peralatan masak) tanpa menggunakan

alat pelindung.

Menjelaskan bahwa penggunaan alat pelindung saat

mencuci piring adalah penting.

Menjelaskan bahwa salah satu faktor risiko DKI adalah

ekonomi menengah, terkait dengan pekerjaan.

Menganjurkan pasien untuk mengenakan sarung tangan

karet saat mencuci piring dan peralatan masak.

Untuk pencegahan, menganjurkan pemberian lotion

setelah pasien sembuh agar kulit tidak bertambah kering

sehingga mengurangi risiko DKI.

STATUS UPAYA KESEHATAN

Pasien hanya berobat ke PKM Lawang

pada saat gejala muncul

Health Education & Advokasi

Penggunaan obat sesuai aturan pakai.

Tidak mengkonsumsi obat-obatan bebas tanpa anjuran

dari tenaga kesehatan

Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti

mengenai proses pengobatan serta efek samping obat

Menyarankan kepada pasien agar kontrol kembali jika

keluhan masih menetap atau tidak berkurang

Advokasi kepada atasan pasien untuk menyediakan

pekerjanya untuk mengenakan alat pelindung (sarung

tangan karet) saat bekerja mencuci piring.

EFEK PADA KOMUNITAS

Dermatitis kontak iritan yang dialami pasien bisa mengganggu kegiatan pasien dalam melaksanakan

pekerjaannya sehari-hari. Diharapkan pasien bisa melakukan pencegahan Dermatitis Kontak Iritan

sehingga dengan cara bekerja yang ergonomis (menggunakan sarung tangan karet) sehingga keluhan

serupa tidak terjadi lagi. Pasien juga diharapkan dapat menyampaikan cara bekerja (mencuci piring dan

peralatan masak) yang benar kepada rekan kerja, keluarga, maupun masyarakat yang mengalami gejala

serupa.

Page 12: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

ANALISIS (Untuk bisa menjelaskan keterkaitan antara pemeriksaan, faktor

resiko dan diagnosis)

Definisi

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan

baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan

respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup (Health

and Safety Executive, 2004).

Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup

banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun

dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh

banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan

tidak mengeluh (Djuanda, 2003).

Di Amerika, DKI sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan kegiatan

mencuci tangan atau paparan berulang pada kulit terhadap air, bahan makanan

atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi pembatu rumah tangga,

pelayan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Prevalensi dermatitis

tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di intensive care unit dan

69,7% pada pekerja yang sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi mencuci

tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci

tangan >35 kali setiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis

tangan karena pekerjaan (odds ratio 4,13) (Hogan, 2009).

Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana

insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja

setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak (Hogan, 2009).

Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada

perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita

dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Hogan, 2009).

Etiologi

Page 13: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan

pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim,

minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia

higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi

faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita (Strait,

2001; Djuanda, 2003).

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang

jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien

dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang

berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan

dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis.

Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari

stratum korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama)

dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan

concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak

(Safeguards, 2000).

Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang

bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali,

dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul,

daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga

mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan

frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan

dermatitis tangan karena pekerjaan (odds ratio 4,13) (Hogan, 2009).

Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana

insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja

setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak (Hogan, 2009).

Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada

perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita

dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Hogan, 2009).

Etiologi

Page 14: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan

pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim,

minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia

higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi

faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita (Strait,

2001; Djuanda, 2003).

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang

jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien

dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang

berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan

dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis.

Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari

stratum korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama)

dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan

concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak

(Safeguards, 2000).

Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang

bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali,

dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul,

daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga

dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan

(terus-menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih

permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban

lingkungan juga berperan (Fregert, 1998).

Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya

perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan

permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit

hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak

alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami

(ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik

(Beltrani et al., 2006).

Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada

orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang

Page 15: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih

mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009).

Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan

melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi

keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.

Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi

sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau

komplemen inti (Streit, 2001).

Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam

arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3).

AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT

menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga

mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak

sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast

melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan

vaskuler (Beltrani et al., 2006; Djuanda, 2003).

DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis

protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony

stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2

dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan

proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-

DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga

melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T,

makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan

sitokin (Beltrani et al., 2006).

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat

terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan

iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit

pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa

eritema, edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka

yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan

kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi

Page 16: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya

oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan

oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut (Djuanda, 2003).

Gejala Klinis

Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan atas dermatitis kontak iritan akut dan

dermatitis iritan kronik.

a) Dermatitis kontak iritan akut

Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi) hingga keadaan

yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan

reaksi tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri

kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak

(Fregret, 1998).

Satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-

kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya

disebabkan oleh zat alkali atau asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu

alkali dapat menimbulkan rekasi iritan pada wajah. Jika lemah maka

reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar

kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan

zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi

(Fregret, 1998).

Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan

menimbulkan fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu berupa kekeringan

dan kemerahan pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah

pengobatan dengan suatu pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai

keadaan ini, tetapi yang lebih sering dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri

pada bagian yang mengalami fissura. Meskipun efek kumulatif diperlukan

untuk menimbulkan reaksi iritan, namun hilnganya dapat terjadi spontan kalau

penyebabnya ditiadakan (Fregret, 1998).

b) Dermatitis kontak iritan kronis

DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-

ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam

faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan

Page 17: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu.

Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan,

bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak

merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2003).

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit

tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus

berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura.

Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema,

sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu,

baru mendapat perhatian (Djuanda, 2003).

Histopatologis

Gambaran histopatologis DKI tidak mempunyai karakteristik. Pada DKI akut

(oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear

di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti

spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis epidermal. Pada

keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di

dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil. Pada DKI kronis dijumpai

hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges

(Hogan, 2009).

Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan

gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat

sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.

Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang

luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel

dengan bahan yang dicurigai (Djuanda, 2003).

Pengobatan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan

iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor

yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi,

Page 18: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk

memperbaiki kulit yang kering (Djuanda, 2003).

Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan

kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi

mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan (Djuanda,

2003; Kampf, 2007).

Komplikasi

Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:

a. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal

b. lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus

aureus

c. neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutama

pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres

psikologik

d. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena

DKI

e. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.

Prognosis

Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati

dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI (Hogan, 2009).

Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik,

dimana kondisi ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor

(Djuanda, 2003).

Analisis Pasien

Analisis pada pasien didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari

anamnesis didapatkan bahwa terdapat keluhan kedua telapak tangannya terasa

nyeri, kulitnya kering, merah, dan tampak seperti kulitnya retak. Keluhan dirasakan

pasien sejak sebulan yang lalu. Awalnya tidak nyeri, hanya kemerahan sehingga

keluhan ini diabaikan oleh pasien. Namun semakin lama semakin merah, kering, dan

nyeri.

Page 19: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

Pasien sudah berobat ke bidan desa (Polindes) sekitar 1 minggu yang lalu. Oleh Bu

Bidan, pasien diberi obat berupa tablet yang diminum 3x sehari selama 3 hari.

Namun pasien tidak mengetahui apa nama obat tersebut. Gejala pasien saat itu

hanya sedikit berkurang tetapi sekarang bertambah parah. Dari pemeriksaan fisik

tampak kulit telapak tangan D/S tampak kering, merah, dan fisur.

Pasien merupakan seorang pelayan sebuah rumah makan di Lawang. Pasien

baru bekerja sekitar 1 bulan. Pasien bertugas untuk mencuci piring dan peralatan

memasak. Kadang-kadang pasien juga diminta untuk membantu menyiapkan bahan

makanan misalnya mengupas kentang dan memotong sayur. Pasien bekerja selama

sekitar 7 jam sehari (07.00 – 14.00). Selama itu tangan pasien selalu terpapar air

dan sabun pencuci piring (sabun colek). Pasien sebelumnya tidak pernah

mengalami keluhan seperti saat ini. Pasien biasanya hanya sakit batuk, pilek, atau

demam dan sembuh sendiri atau setelah minum obat dari puskesmas. Tidak

anggota keluarga lain yang mengalami gejala serupa. Pada pemeriksaan fisik, kulit

telapak tangan pasien kiri dan kanan tampak kering, eritema, dan fisur.

Faktor resiko pada pasien ini a). fisik : komtak berulang-ulang dalam durasi

yang cukup lama dengan sabun pencuci piring dan air, kelembaban rendah, dam air

yang dingin; b). kimia : sabun pencuci piring; c). ekonomi : Ekonomi menengah; d)

ergonomis : cara bekerja (mencuci piring dan peralatan masak) yang tidak

ergonomis.

Penanganan pada Dermatitis Kontak Iritan yang utama adalah menghindari

pajanan bahan iritan. Sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dengan

penggunaan sarung tangan karet saat mencuci piring dan peralatan masak. Untuk

pengobatan dapat diberikan kortikosteroid topical misalnya hidrocortison, atau untuk

kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.

Selanjutnya dapat diteruskan dengan penggunaan pelembab untuk memperbaiki

kulit yang kering.

Page 20: Laporan Kasus - DKI (Occupational related disease)

LAMPIRAN

SOSIOGRAM/GENOGRAM

Keterangan:

Pasien

Perempuan normal

Laki-laki normal

Laki-laki yang sudah meninggal

Perempuan yang sudah meninggal

Status Fungsi Keluarga Negatif Kurang Sedang Berat Penjelasan

Genetik +

Sosial +

Role +

Psikologis +

Ekonomi +

Stres +