Laporan Kasus Diare

32
BAB I KASUS IDENTITAS PASIEN Nama pasien : An. Z Usia : 9 bulan 28 hari Jenis kelamin : Perempuan Nama orangtua : Ny. M Alamat : Cipedah Datang ke Puskesmas : 19 Maret 2012 ANAMNESIS/ALLOANAMNESIS Keluhan Utama BAB cair sejak 5 hari Riwayat Penyakit Sekarang 5 hari Os BAB konsistensi cair, ampas tidak ada, lendir tidak ada, berbusa tidak ada, darah tidak ada dan tidak berbau busuk, frekuensi 5 x. Keluhan disertai muntah 1x berisi makanan dan cairan, darah tidak ada. Mual ada, perut tidak kembung. Demam tidak ada. Batuk tidak ada. 3 hari BAB cair frekuensi 4x/hari, muntah tidak ada, demam tidak ada. Ibu Os membawa Os berobat ke klinik dokter, setelah mendapatkan pengobatan keluhan tidak ada perbaikan. Os datang dengan keluhan BAB cair, tidak ada ampas lendir tidak ada, darah tidak ada, tidak berbau busuk keluhan disertai demam muncul perlahan meningkat, naik turun. Batuk tidak ada. Keluhan tidak disertai muntah,

description

diare merupakan penyakit tersering terjadi di kota-kota besar terutama anak-anak

Transcript of Laporan Kasus Diare

Page 1: Laporan Kasus Diare

BAB I

KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : An. Z

Usia : 9 bulan 28 hari

Jenis kelamin : Perempuan

Nama orangtua : Ny. M

Alamat : Cipedah

Datang ke Puskesmas : 19 Maret 2012

ANAMNESIS/ALLOANAMNESIS

Keluhan Utama

BAB cair sejak 5 hari

Riwayat Penyakit Sekarang

5 hari Os BAB konsistensi cair, ampas tidak ada, lendir tidak ada, berbusa tidak ada, darah tidak ada dan tidak berbau busuk, frekuensi 5 x. Keluhan disertai muntah 1x berisi makanan dan cairan, darah tidak ada. Mual ada, perut tidak kembung. Demam tidak ada. Batuk tidak ada.

3 hari BAB cair frekuensi 4x/hari, muntah tidak ada, demam tidak ada. Ibu Os membawa Os berobat ke klinik dokter, setelah mendapatkan pengobatan keluhan tidak ada perbaikan.

Os datang dengan keluhan BAB cair, tidak ada ampas lendir tidak ada, darah tidak ada, tidak berbau busuk keluhan disertai demam muncul perlahan meningkat, naik turun. Batuk tidak ada. Keluhan tidak disertai muntah, sesak napas, dan BAK sering dan tidak ada kelainan. Os tampak lemas, rewel, nafsu makan menurun, banyak minum.

Riwayat penyakit dahulu

– Riwayat campak 2 minggu yang lalu

– Kejang demam ada, 1 x sejak 1 bulan yang lalu, kejang diawali kaku dan kemudian

kelojotan dengan mata melihat ke atas lamanya 5 menit, setelah kejang anak

terbangun dan kemudian menangis

Page 2: Laporan Kasus Diare

– TB paru disangkal

– Bronkopneumonia disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

– Diare disangkal

– Campak disangkal

– Kejang demam disangkal

– TB paru disangkal

Riwayat Pengobatan

Berobat ke dokter klinik, diberi obat anti diare, ibu Os lupa nama obatnya pemberiannya 3 x 1, keluhan diare tidak ada perbaikan

Pengobatan TB paru disangkal

Rawat Inap di RS dengan diagnosa campak diberikan pengobatan sesuai diagnosa

Riwayat kelahiran

ANC teratur di bidan. Ibu tidak mengkonsumsi obat – obatan selama kehamilan, penyulit saat hamil disangkal.

Lahir spontan cukup bulan, lahir tunggal langsung menangis, cacat kongenital tidak ada, BBL : 3300 gram, PBL : 49 cm, LK : ( ibu Os tidak tahu ).

Riwayat Imunisasi

BCG, hepatitis B, DPT, Polio sudah lengkap, campak belum

Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat perkembangan

Merangkak Usia 6 bulan

Duduk usia 8 bulan

Berdiri dengan bantuan usia 9 bulan

Tidak ada kelainan emosi dan tingkah laku

Kesan : perkembangan sesuai usia

Riwayat makanan

Page 3: Laporan Kasus Diare

ASI sejak usia 0 – 4 bulan

Susu formula sejak usia 4 bulan - sekarang

Makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan

Kesan : ASI tidak eksklusif

Riwayat alergi

Alergi makan dan obat tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK

• KU : tampak sakit sedang

• Kesadaran : Compos Mentis

• TTV

– Suhu : 37,80 C

– nadi : 110 x/menit, irama teratur, kualitas baik, isi cukup

– RR : 24 x/menit

• Antropometri

– BB : 7,2 kg

– TB : 71 cm

• BB/U : 7,2/8,6 x 100 % = 83,7 % ( gizi baik )

• TB/U : 71/70 x 100 % = 101 % ( baik )

• BB/TB : 7,2/,88 x 100 % = 81,8 % ( gizi kurang )

– Status Gizi : kesan gizi kurang

• status generalis

– Kepala : tulang tengkorak normosefalik ( LK : 44 cm ), ubun – ubun masih terbuka, diameter ± 2 cm, tidak membonjol, cekung (+)

– Rambut : hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut

– Alis : tidak mudah rontok

Page 4: Laporan Kasus Diare

– Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+). Pupil isokor, mata cekung (+/+)

– Hidung : normotia, serumen (+/+), nyeri (-/-)

– mulut : bibir pucat (-), bibir kering (+), sianosis (-), stomatitis (+), lidah kotor (+), tonsil = T1 – T1, faring hiperemis (-)

– Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

• Pemeriksaan Toraks

– Paru :

• Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, retraksi interkosta (-), bagian

dada yang tertinggal (-)

• Palpasi : vokal fremitas normal

• Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru, batas paru hepar ICS 5

• Auskultasi : vesikular (+/+), Ronki (-/-), wheezing (-/-), lendir (-/-)

– Jantung :

• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

• Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavivularis sinistra

• Perkusi : Batas jantung   kiri di ICS IV, 4 jari lateral linea

midklavikula sinistra dan batas jantung kanan 1 jari lateral linea

parasternalis dekstra

• Auskultasi : BJ I & II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

• Pemeriksaan Abdomen

• Inspeksi : perut tampak membuncit (-)

• Palpasi : abdomen supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit

kembali cepat

• Perkusi : timpani pada 4 kuadran abdomen

Page 5: Laporan Kasus Diare

• Auskultasi : Bising Usus (+) meningkat

• Ekstremitas :

– atas : edema (-/-), turgor kulit kembali cepat, sianosis (-), RCT < 2 detik

– Bawah : edema (-/-), turgor kulit kembali cepat, sianosis (-), RCT < 2 detik

• Inguinal : pembesaran kelenjar inguinal (-)

• Genitalia : perempuan dan tidak ada kelainan

RESUME

Anamnesis

5 hari Sebelumnya

Os BAB konsistensi cair, frekuensi 5x/hari

muntah 1x berisi makanan dan cairan

Mual ada

3 hari Sebelumnya

BAB cair frekuensi 4x/hari

Datang dengan keluhan

Os dengan keluhan BAB cair

demam muncul perlahan meningkat, naik turun

Os tampak lemas, rewel, nafsu makan menurun, banyak minum

Pemeriksaan Fisik

– Kepala : ubun – ubun cekung (+)

– Mata : mata cekung (+/+)

– mulut : bibir kering (+), stomatitis (+), lidah kotor (+), faring hiperemis (-)

– Pemeriksaan Abdomen

• Palpasi : turgor kulit kembali cepat

• Auskultasi : Bising Usus (+) meningkat

Page 6: Laporan Kasus Diare

Working Diagnosis

Diare Akut dengan Dehidrasi ringan – sedang

PROBLEM

1. Diare Akut dengan Dehidrasi ringan – sedang Assesment :Anamnesis

BAB cair dengan frekuensi 13x, dari 5 hari sebelumnya sampai datang ke

puskesmas, disertai muntah 1x, demam muncul perlahan – lahan, OS terlihat lemas,

rewel, nafsu makan menurun, banyak minum.

Pemeriksaan Fisik

– Suhu : 37,80 C

– Kepala : ubun – ubun cekung (+)

– Mata : mata cekung (+/+)

– mulut : bibir kering (+)

– Pemeriksaan Abdomen

• Palpasi : turgor kulit kembali cepat

• Auskultasi : Bising Usus (+) meningkat

Planning Pemeriksaan Penunjang

– Pemeriksaan darah rutin (HHTL)

– Analisa Feses

Terapi

– Infus KN3B

Cairan maintenence 7,2 x 100 = 720 ml

720 x 60/ 24 x 60 = 30 TPM mikro

– Dialac ® 2 dd 1

– Sanmol drop ® ( 1 ml : 120 mg ) 3 dd 0,8 mg

– Zink pro ® 1 dd 1

Page 7: Laporan Kasus Diare

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DIARE

DEFINISI

• Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat lebih dari 3x/hari

dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak, dan berlangsung dalam waktu

kurang dari satu minggu (Mansjoer dkk, 1999).

• Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,

disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah

yang berlangsung kurang dari satu minggu

• Bayi yang minum ASI, BAB ≥ 3-4 x/hari fisiologis

• BAB < 3 x/hari, konsistensi cair diare

(Buku ajar GEH UKK-GEH-IDAI, 2011)

Page 8: Laporan Kasus Diare

EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per

tahun (Depkes, 2003).

Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2002-2003, prevalensi diare

pada anak – anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah : laki-laki

10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada

usia 6-11 bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0) (Biro pusat

statistik,2003).

Page 9: Laporan Kasus Diare

PATOFISIOLOGI

Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,

sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus (IDAI, 2010).

Diare osmotik

Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan

intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan

menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen

usu dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan

mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam

lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian

akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang

normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya

akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg,

Glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan

absorpsi kolon sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus

buah atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan

memberikan dampak yang sama.

Diare sekretorik

Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan

bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk

dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.

Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan

konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan

protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran

protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di

kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk

ke dalam lumen usus bersama Cl-.

Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.

Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler,

meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel

mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabropsi

Page 10: Laporan Kasus Diare

seperti reseksi ileum, penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti

menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.

Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umumnya disebabkan

enterotoksin E.Coli atau Cholera. Berbdeda dengan negara berkembang di negara

maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan

obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan

hormon seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan

neoplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas,

hormon sekretorik lainnya. Diare yang disebabkan tumor ini sangat jarang.

Diare karena gangguan motilitas usus

Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi perubahan

motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun

penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat

mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan

transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas

usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi

garam empedu dan malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang

terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon

irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada

tirotoksikosis, malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga terjadi

akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi,

post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.

MANIFESTASI KLINIS

Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian

timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Daerah anus dan sekitarnya timbul

luka lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi

usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat

disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam

basa dan elektrolit.

Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai maka gejala

dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-

Page 11: Laporan Kasus Diare

ubun cekung (bayi), selaput lendir bibir, mulut, dan kulit kering. Bila keadaan ini terus

berlanjut maka akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung

menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan darah turun, pasien tampak lemah

dan kesadaran menurun, diuresis berkurang.

Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai

dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa, bila hal ini terjadi maka pasien akan

tampak pucat, napas cepat dan dalam (Kusmaul). Dehidrasi dapat diklasifikasikan

berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Pada dehidrasi ringan terjadi

kehilangan cairan kurang dari 5%, Pada dehidrasi sedang terjadi kehilangan cairan antara

5%-10% dan pada dehidrasi berat terjadi kehilangan cairan lebih dari 10%.

Derajat Dehidrasi

Gejala &

Tanda

Keadaan

UmumMata

Mulut/

LidahRasa Haus Kulit

%

Penurunan

BB

Estimasi

def.

Cairan

Tanpa

DehidrasiBaik, Sadar Normal Basah

Minum

Normal,

Tidak Haus

Dicubit

kembali

cepat

< 5 50 cc

Dehidrasi

Ringan –

Sedang

Gelisah

RewelCekung Kering

Tampak

Kehausan

Kembali

lambat5 – 10 50–100

Dehidrasi

Berat

Letargik,

Kesadaran

Menurun

Sangat

cekung

dan kering

Sangat

kering

Sulit, tidak

bisa minum

Kembali

sangat

lambat

>10 100 cc

Sumber : Sandhu 200116

Simptom Minimal/tanpa Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat

Page 12: Laporan Kasus Diare

dehidrasi

Kehilangan BB <

3%

sedang

Kehilangan BB 3-

9%

Kehilangan BB >

9%

Kesadaran Baik Normal,

lelah,gelisah,

irritable

Apatis, letargis,

tidak sadar

Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardi,

bradikardi pada

kasus berat

Kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tidak

teraba

Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik

Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,

minimal

Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,

sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Sumber : adaptasi dari Duggan C, Santosham M, glasso RI, MMWR 1992 dan WHO

1995

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan tinja

Makroskopik

Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin

virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal.

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang

menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa

atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah

biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah

sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis

Page 13: Laporan Kasus Diare

darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan

Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Mikroskopik

Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang

mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya

kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin seperti Shigella, Salmonella, C.

jejuni, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan

Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan umumnya adalah PMN

kecuali pada S. typhii mononuklear.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic

Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan

pada penderita immunocompromised.

2. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama

Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kultur dan tes kepekaan

terhadap antibiotik.

3. Duodenal intubation (biopsi duodenum), untuk mengetahui kuman penyebab secara

kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik yang disebabkan Giardiasis,

Strongyloides, dan protozoa yang membentuk spora.

TATA LAKSANA

Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif

diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang

sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya

sebagai baku emas.

Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara oral

dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik,

walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja

yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita

tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga

upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral

walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan

gangguan sirkulasi. Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-

Page 14: Laporan Kasus Diare

mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar

natrium berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan

natrium antara 40-60mEq/L.11 Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan

segera pemberian makanannya sesuai umur. Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan

anak di rumah sakit, WHO tahun 2005, penatalaksanaan diare dibagi menjadi 3 rencana

terapi yakni rencana terapi A untuk penanganan diare di rumah, rencana terapi B untuk

dehidrasi ringan/sedang, terapi C untuk dehidrasi berat.

Rencana Terapi A

Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-

hari :

< 2 tahun : 50-100 ml tiapkali BAB

>2 tahun : 100-200ml tiap BAB

Beri tablet Zink

Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis

Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari

Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari

Rencana Terapi B

(Dehidrasi Ringan – Sedang)

Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral

sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena

sebanyak : 75 ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat

minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan

1-2 jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan

sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah. Beri tablet zink selama 10 hari dengan

dosis yang sama seperti pada rencana terapi A.

Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum

oralit mislanya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan intravena

secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia,

gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :

Bayi (dibawah 12 bulan) : 70 ml/kgBB/5 jam

Anak (12 bulan sampai 5 tahun) : 70 ml/kgBB/2,5 jam

(Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO, 2009)

Page 15: Laporan Kasus Diare

Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu

diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu :

 

1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )

2. Cairan hipotonik

3. Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam

4. Realiminasi cepat dengan makanan normal

5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus

6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan

7. ASI diteruskan

8. Suplemen dengan CRO ( CRO rumatan )

9. Anti diare tidak diperlukan

Rencana Terapi C

Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak

dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan

Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit

parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai

berikut :

Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam

Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2½ jam

 

Pada keadaan dehidrasi berat dan syok maka dilakukan rehidrasi parenteral 20 -30 ml/kg

BB, kemudian evaluasi 30 - 60 menit, bila hemodinamik stabil maka rehidrasi sesuai

dehidrasi berat. (Depkes RI)

Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita

akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut

waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana

biasanya. Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera

dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar

penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya

Page 16: Laporan Kasus Diare

bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral

makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.

 

Rencana Terapi C (Dehidrasi berat)

Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain (WHO, 2006)

Page 17: Laporan Kasus Diare

Kolera :

Tetrasiklin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)

Eritromisin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari) 

Shigella :

Ciprofloxasin 15 mg/ kgBB (2 x sehari selama 3 hari) 

Amebiasis:

Metronidasol 10mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari / 10 hari pada kasus berat)

Giardiasis :

Metronidasol 5mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari) 

Seng (Zinc)

Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan

dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian infeksi

yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh,

yang penting untuk sintesis DNA. Pada sistematik review dari 10 RCT, seng dapat

menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%. Sejak

tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak

dengan diare dengan dosis 20 mg/hari selama 10-14 hari dan pada bayi< 6 bulan

dengan dosis 10 mg perhari selama 10-14 hari.

Probiotik

Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada

host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna

sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor

dalam sel epitel usus. Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai

dengan cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus

maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh

Page 18: Laporan Kasus Diare

karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional rasional (antibiotic associated diarrhea) dan

travellers’s diarrhea.

 

Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare akut

pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk menyatakan lactobacillus aman dan efektif dalam

pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya

diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1 – 2 kali.

Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam pengobatan diare adalah : Perubahan

lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen,

kompetisi nutrien, mencegah adhesi patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor

toksin, efektrofik pada mukosa usus dan imunno modulasi.

Prebiotik

Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya

kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinak

yang menguntungkan kesehatan.

Oligosakarida yang ada dalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena

dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di dalamkolon bayi yang

minum ASI. Data menunjukkan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang

minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi-bayi dikomunitas yang

diberi cereal yang disuplementasi dengan fruktooligosakabrida (FOS) tidak menunjukkan

penurunan angka kejadian diare. Penemmuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun

1998, suatu penelitian RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat

perbedaan penyebabnya menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana

pada penderita yang mendapat FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo.

Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu penelitian-

penelitian selanjutnya.

Komplikasi

Dehidrasi

Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)

Asidosis metabolik terjadi karena beberapa hal, yakni :

Page 19: Laporan Kasus Diare

Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses

Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga benda

keton tertimbun dalam tubuh.

Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan

Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh

ginjal

Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. (Suraatmaja,

2005)

Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan yakni

pernapasan cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan Kusmaul. Pernapasan ini

merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH

darah. (Suraatmaja, 2005)

Gangguan elektrolit

Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala

yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.

Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat

menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastik meenggunakan oralitadalah

cara terbaik dan paling aman.

Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline

– 55 dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa

koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normallanjutkan dengan

rumatan, bila sebaliknya lanjtukan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma

setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline – 5% dextrose, perhitungkan untuk

24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat

kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan

pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.

Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung

sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130 mol/L). hiponatremia sering terjadi

pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan edema. Oralit

aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremia. Bila tidak

berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu

Page 20: Laporan Kasus Diare

memakai Ringer Laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar

Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan

dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh

melebihi 2 mEq/L/jam.

Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium

glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak

jantung.

Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K : jika

kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Bila <

2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4

jam.

Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4

jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2

mEq x BB)

Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi

ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat

dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium

selama diare dan sesudah diare berhenti.

Kejang

Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang

sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebutdapat disebabkan oleh

karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,

hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia.

Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan

sirkulasi darah berupa renjatan/syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan

berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat

Page 21: Laporan Kasus Diare

mengakibatkan perdarahan di otak yang menimbulkan penurunan kesadaran dan bila

tidak diatasi dengan segera maka pasien dapat meninggal. (Suraatmaja, 2005)

PENCEGAHAN

Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak, kebanyakan

meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan

perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan

imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu :

1. Pemberian ASI

2. Perbaikan makanan pendamping ASI

3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum

4. Cuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.

5. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis

6. Pembuangan tinja yang aman

7. Imunisasi campak

Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enteric, termasuk

cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas panjang bila ada

kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan yang terinfeksi.

Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan enteropatogen dan cara-

cara mengurangi penularan. (Behrman, 2000)

Page 22: Laporan Kasus Diare

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliagman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Vol.2. EGC : Jakarta.

2000, Hal.1355

2. Boediarso, Aswitha dkk. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare Buku Ajar Diare

Pegangan Mahasiswa. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I DITJEN PPM dan

PLP.1999. Hal.10

3. Suraatmaja, Sudaryat. Diare Akut. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Sagung

Seto. Jakarta.2005, hlm 15

4. Hegar B, Kadim M. Tatalaksana diare akut pada anak dalam Majalah kesehatan

Kedokteran indonsia Vol 1 No 06, 2003.

5. Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen diare pada bayi dan

anak. Dikutip dari URL : http://www.pediatrik.com/

6. Armon K. Stephenson T, Macfaul R, Eccleston P, Warneke U. An evidence and

consensus based guideline for acute diarrhea management Arch Dis Child

2001;85:132-42.

7. Keputusan MENKES RI No : 1216/MENKES/SK/XI/2001 tentang Pedoman

Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ke 5. Departemen Kesehatan RI, Direktorat

Jendral PP dan PL. 2007. Hal. 10

8. Santoso, N. Budi, Diare Pada Bayi Dan Anak, Lab/SMF. Ilmu Kesehatan Anak FK.

Unibraw/RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 2001

Page 23: Laporan Kasus Diare

LAPORAN KASUS

DIARE AKUT DENGAN

RINGAN – SEDANG

DISUSUN OLEH :

Insan Aqid Pakardian

2007730068

PEMBIMBING : dr. M. Khotib

Stase IKAKOM 1 Puskesmas Jagakarsa

Page 24: Laporan Kasus Diare

PROGRAM STUDI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2012