LAPORAN JADI

44
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa sekarang kecendrungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif lain bahan yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi. Penggunaan bioethanol sebagai bahan bakar merupakan salah satu jalan pemecahan masalah energi pada saat ini. Saat ini sedang diusahakan secara intensif pemanfaatan bahan-bahan yang mengandung serat kasar dengan karbohidrat yang tinggi, dimana semua bahan yang mengandung karbohidrat dapat diolah menjadi bioethanol. Misalnya umbi kayu, ubi jalar, pisang, kulit pisang, dan lain-lain. Bioethanol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung senyawa selulosa dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba. Pisang (Musa paradisiacal) merupakan jenis buah-buahan tropis yang sangat banyak dihasilkan di indonesia. Pulau Jawa dan Madura mempunyai kapasitas produksi kira-kira 180.153 ton pertahun (Anonymous). Dari 1

Transcript of LAPORAN JADI

Page 1: LAPORAN JADI

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada masa sekarang kecendrungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi

sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin

menipis. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif lain bahan yang dapat digunakan

sebagai pengganti minyak bumi. Penggunaan bioethanol sebagai bahan bakar

merupakan salah satu jalan pemecahan masalah energi pada saat ini.

Saat ini sedang diusahakan secara intensif pemanfaatan bahan-bahan yang

mengandung serat kasar dengan karbohidrat yang tinggi, dimana semua bahan

yang mengandung karbohidrat dapat diolah menjadi bioethanol. Misalnya umbi

kayu, ubi jalar, pisang, kulit pisang, dan lain-lain. Bioethanol dapat dihasilkan dari

tanaman yang banyak mengandung senyawa selulosa dengan menggunakan

bantuan dari aktivitas mikroba.

Pisang (Musa paradisiacal) merupakan jenis buah-buahan tropis yang

sangat banyak dihasilkan di indonesia. Pulau Jawa dan Madura mempunyai

kapasitas produksi kira-kira 180.153 ton pertahun (Anonymous). Dari keseluruhan

jumlah tersebut terdapat jenis buah pisang yang sering diolah dalam bentuk

gorengan, salah satunya pisang kepok. Kulit dari buah pisang kepok biasanya oleh

masyarakat hanya dibuang dan hal itu menjadi permasalahan limbah di alam

karena akan meningkatkan keasaman tanah dan mencemarkan lingkungan.

Berdasarkan permasalahan itulah penelitian tentang pengolahan limbah kulit

pisang kepok ini dilakukan agar nilai gunanya lebih tinggi untuk masyarakat.

Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007).

Produksi bioetanol dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat,

dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) dengan

beberapa metode diantaranya dengan hidrolisis asam dan secara enzimatis.

1

Page 2: LAPORAN JADI

Metode hidrolisis secara enzimatis lebih sering digunakan karena lebih ramah

lingkungan dibandingkan dengan katalis asam. Glukosa yang diperoleh

selanjutnya dilakukan proses fermentasi atau peragian dengan menambahkan

yeast atau ragi sehingga diperoleh bioetanol.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk membuat bioethanol (alkohol) dari limbah

kulit pisang dengan variasi waktu fermentasi dan penambahan berat ragi, serta

mencari kondisi optimumnya.

C. TINJAUAN PUSTAKA

1. Bahan Baku

Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat dalam

berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang disimpan dalam akar, batang buah, kulit,

dan biji sebagai cadangan makanan. Pati adalah polimer D-glukosa dan ditemukan

sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuh-tumbuhan, misalnya ketela pohon,

pisang, jagung,dan lain-lain (Anna Poedjiadi, 1994).

Kulit pisang kepok digunakan karena mengandung karbohidrat.

Karbohidrat tersebut diurai terlebih dahulu melalui proses hidrolisis kemudian di

fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviseae menjadi alkohol.

Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Bioetanol diartikan

juga sebagai bahan kimia yang diproduksi dari bahan pangan yang mengandung pati,

seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Bioetanol merupakan bahan bakar dari

minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium (Khairani, 2007).

2

Page 3: LAPORAN JADI

Kandungan kulit pisang ditunjukan pada tabel 1.

Tabel 1: Kandungan Kulit Pisang

Unsur Komposisi

Air

Karbohidrat

Lemak

Protein

Kalsium

Pospor

Besi

Vitamin B

Vitamin C

69,80 %

18,50%

2,11%

0,32%

715mg/100gr

117mg/100gr

0,6mg/100gr

0,12mg/100gr

17,5mg/100gr

Sumber : Data Bahan Pusat Statistik,2000

Berdasarkan tabel 1, komposisi terbanyak kedua pada kulit pisang adalah

karbohidrat. Mengingat akan hal tersebut dan prospek yang baik di masa yang

akan datang, maka penyusun mencoba mencari peluang untuk memanfaatkan kulit

pisang sebagai bahan baku dalam pembuatan bioethanol (Prescott and Dunn,

1959).

2. Mikroorganisme untuk fermentasi

Alkohol dapat diproduksi dari beberapa bahan secara fermentasi dengan

bantuan mikroorganisme, sebagai penghasil enzim zimosa yang mengkatalis

reaksi biokimia pada perubahan substrat organic. Mikroorganisme yang dapat

digunakan untuk fermentasi terdiri dari yeast (ragi), khamir,jamur, dan bakteri.

Mikroorganisme tersebut tidak mempunyai klorofil, tidak mampu

memproduksi makanannya dengan cara fermentasi, dan menggunakan substrat

organic untuk sebagai makanan.

Saccharomyces cereviseae lebih banyak digunakanuntuk memproduksi

alkohol secara komersial dibandingkan dengan bakteri dan jamur. Hal ini

disebabkan karena Saccharomyces cereviseae dapat memproduksi alkohol dalam 3

Page 4: LAPORAN JADI

jumlah besar dan mempunyai toleransi pada kadar alcohol yang tinggi. Kadar

alcohol yang dihasilkan sebesar 8-20% pada kondisi optimum. Saccharomyces

cereviseae yang bersifat stabil, tidak berbahaya atau menimbulkan racun, mudah

di dapat dan malah mudah dalam pemeliharaan. Bakteri tidak banyak digunakan

untuk memproduksi alkohol secara komersial, karena kebanyakan bakteri tidak

dapat tahan pada kadar alkohol yang tinggi (Sudarmadji Kasmidjo, 1989).

3. Hidrolisis

Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang

menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan dengan

menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun peruraian

senyawa yang lain (Pudjaatmaka dan Qodratillah, 2002).

Hidrolisis diterapkan pada reaksi kimia yang berupa organic atau

anorganik dimana air mempengaruhi dekomposisi ganda dengan campuran yang

lain, hydrogen akan membentuk satu komponen dan hidroksil ke komponen yang

lain.

XY + H2O HY + XOH (1)

KCN + H2O HCN + KOH (2)

C5H11Cl + H2O HCl + C5H11OH (3)

(Groggins, 1958)

Reaksi hidrolisis pati berlangsung menurut persamaan reaksi sebagai

berikut :

(C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6) (4)

Pati air glukosa

Karena reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat lambat, maka

untuk memperbesar kecepatan reaksinya diperlukan penambahan katalisator.

Penambahan katalisator ini berfungsi untuk memperbesar keaktifan air, sehingga

reaksi hidrolisis tersebut berjalan lebih cepat. Katalisator yang sering digunakan

adalah asam sulfat, asam nitrat, dan asam klorida.

4

Page 5: LAPORAN JADI

Dalam reaksi ini menggunakan katalis asam klorida sehingga persamaan

reaksi yang terbentuk sebagai berikut :

(C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6) (5)

Pati air glukosa

(Agra dkk, 1973)

4. Fermentasi

Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob jenih atau

anaerob sebagian. Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti natrium

klorida bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan organisme pembusuk dan

mencegah pertumbuhan sebagian besar organisme yang lain. Suatu fermentasi

yang busuk biasanya adalah fermentasi yang mengalami kontaminasi, sedangkan

fermentasi yang normal adalah perubahan karbohidrat menjadi alkohol.

Mikroba yang digunakan untuk fermentasi dapat berasal dari makanan

tersebut dan dibuat pemupukan terhadapnya. Tetapi cara tersebut biasanya

berlangsung agak lambat dan banyak menanggung resiko pertumbuhan mikroba

yang tidak dikehendaki lebuh cepat. Maka untuk mempercepat perkembangbiakan

biasanya ditambahkan mikroba dari luar dalam bentuk kultur murni ataupun

starter (bahan yang telah mengalami fermentasi serupa).

Manusia memanfaatkan Saccharomyces cereviseae untuk melangsungkan

fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang mengandung

alcohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula

menjadi alcohol dan gas CO2 secara cepat dan efisien (Sudarmadji Kasmidjo,

1989).

Peoses metabolisme pada Saccharomyces cereviseae merupakan rangkaian

reaksi yang terarah yang berlangsung pada sel. Pada proses ini terjadi serangkaian

reaksi yang bersifat merombak suatu bahan tertentu dan menghasilkan energy

serta serangkaian reaksi lain yang bersifat mensintesis senyawa-senyawa tertentu

dengan membutuhkan energi. Saccharomyces cereviseae sebenarnya tidak mampu

langsung melakukan fermentasi terhadap makromolekul seperti karbohidrat, tetapi

5

Page 6: LAPORAN JADI

karena mikroba tersebut memiliki enzim yang disekresikan mampu memutuskan

ikatan glikosida sehingga dapat difermentasi menjadi alcohol atau asam.

Fermentasi bioethanol dapat didefenisikan sebagai proses penguraian gula

menjadi bioethanol dan karbondioksida yang disebabkan enzim yang dihasilkan

oleh massa sel mikroba.

Perubahan yang terjadi selama proses fermentasi adalah:

Perubahan glukosa menjadi bioethanol oleh sel-sel Saccharomyces

cereviseae.

C6H12O6 Saccharomyces cereviseae 2C2H5OH + 2CO2 (6)

Glukosa enzim zimosa etanol karbondioksida.

(Sudarmadji Kasmidjo, 1989)

Fermentasi bioethanol dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain:

a) Media

Pada umumnya bahan dasar yang mengandung senyawa organik terutama

glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi

bioethanol (Prescott and Dunn, 1959)

b) Suhu

Suhu optimum bagi pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dan

aktivitasinya adalah 25-35oC. suhu memegang peranan penting, karena secara

langsung dapat mempengaruhi aktivitas Saccharomyces cereviseae dan secra

tidak langsung akan mempengaruhi kadar bioethanol yang dihasilkan (Prescott

and Dunn, 1959)

Pada penelitian ini pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dijaga pada

suhu 27 oC (Laporan penelitian Rhonny.A dan Danang Jati.W, 2003).

c) Nutrisi

Selain sumber karbon, Saccharomyces cereviseae juga memerlukan

sumber nitrogen (N), vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Pada

umumnya sebagian besar Saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin seperti

6

Page 7: LAPORAN JADI

biotin dan thiamin yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Beberapa mineral

juga harus ada untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviseae seperti phospat,

kalium, sulfur, dan sejumlah kecil senyawa besi dan tembaga (Prescott and

Dunn,1959).

Pada penelitian ini menggunakan 6 gr Za dan 6 gr urea sebagai nutrisinya

dan selanjutnya dipasteurisasa pada suhu 121oC (Laporan penelitian Rhonny.A

dan Danang Jati.W, 2003)

d) pH

pH substrat atau media fermentasi merupakan salah satu faktor yang

menentukan kehidupan Saccharomyces cereviseae. Salah satu sifat

Saccharomyces cereviseae adalah bahwa pertumbuhan dapat berlangsung dengan

baik pada kondisi pH 4 – 6 (Prescott and Dunn, 1959).

Pada penelitian ini pH media fermentasi ( filtrat ) dijaga pada kondisi

pH 5 (Laporan penelitian Rhonny.A dan Danang Jati.W, 2003).

e) Volume starter

Volume starter yang ditambahkan 3-7% dari volume media fermentasi.

Jumlah volume starter tersebut sangat baik dan efektif untuk fermentasi serta

dapat menghasilkan kadar alcohol yang relative tinggi (Monick. John A, 1968).

Penambahan volume starter yang sesuai pada proses fermentasi adalah 5%

dari volume fermentasi (Prescott and Dunn, 1959).

Volume starter yang terlalu sedikit akan mengakibatkan produktivitas

menurun karena menjadi lelah dan keadaan ini memperbesar terjadinya

kontaminasi. Peningkatan volume starter akan mempercepat terjadinya fermentasi

terutama bila digunakan substrat berkadar tinggi. Tetapi jika volume starter

berlebihan akan mengakibatkan hilangnya kemampuan bakteri untuk hidup

sehingga tingkat kematian bakteri sangat tinggi (Norman W. Desrosier, 1988).

f) Waktu fermentasi

7

Page 8: LAPORAN JADI

Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya terlalu

cepat Saccharomyces cereviseae masi dalam masa pertumbuhan sehingga alcohol

yang dihasilkan dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama Saccharomyces

cereviseae akan mati maka alcohol yang dihasilkan tidak maksimal (Prescott and

Dunn, 1959).

g) Konsentrasi gula

Konsentrasi gula akan berpengaruh terhadap aktifitas Saccharomyces

cereviseae. Konsentrasi gula yang sesuai kira-kira 10-18%. Konsentrasi gula yang

terlalu tinggi akan menghambat aktivitas Saccharomyces cereviseae, sebaliknya

jika konsentrasinya rendah akan menyebabkan fermentasi tidak optimal..(Prescott

and Dunn, 1959)

5. Alkohol

Alkohol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung pati

dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba. Bioethanol merupakan

senyawa organik yang mengandung gugus hidroksida dan mempunyai rumus

umum CnHn+1OH. Istilah bioethanol dalam industri digunakan untuk senyawa

etanol atau etil bioethanol dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol termasuk

bioethanol primer yaitu bioethanol yanh gugus hidroksinya terikat pada atom

karbon primer.

Sifat-sifat bioethanol yang mudah menguap, udah terbakar, berbau

spesifik, cairannya tidak berwarna, dan mudah larut dalam : air, eter, chloroform,

dan aseton (Laporan penelitian Rhonny.A dan Danang Jati.W, 2003).

D. BATASAN MASALAH

1. pH yang digunakan 4,5

2. Berat ragi dalam penelitian 1 ose dianggap sama yaitu 0,0312 gr.

3. Dianggap semua hasil fermentasi adalah alkohol

4. Suhu kamar dianggap tetap (±27ºC).

8

Page 9: LAPORAN JADI

E. LANDASAN TEORI

Berdasarkan prinsip di atas, maka pati kulit pisang yang mengandung

karbohidrat dapat diproses kembali menjadi bioethanol. Tahapan yang dilakukan

dalam proses pengolahan bioethanol adalah proses hidrolisa pati kulit pisang

dengan menggunakan larutan asam klorida encer menurut persamaan reaksi :

(C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6) (7)

Pati air glukosa

Setelah pemecahan ikatan rantai karbohidrat menjadi glukosa maka dilakukan

proses fermentasi oleh bakteri Saccharomyces cereviseae yang mempunyai

kemampuan mengurai glukosa menjadi bioethanol.

C6H12O6 Saccharomyces cereviseae 2C2H5OH + 2CO2 (8)

Glukosa enzim zimosa etanol karbondioksida

Apabila proses di atas dapat dilakukan pada kondisi yang optimum maka

akan di peroleh hasil bioethanol yang optimal (Laporan penelitian Rhonny.A dan

Danang Jati.W, 2003).

G. HIPOTESIS

1. Semakin lama fermentasi maka kadar etanol yang dihasilkan semakin

tinggi sampai waktu tertentu.

2. Semakin banyak penambahan ragi maka kadar etanol yang dihasilkan

semakin rendah.

9

Page 10: LAPORAN JADI

BAB II

PELAKSANAAN PENELITIAN

A. BAHAN-BAHAN

1. Bahan utama

a. Kulit pisang kepok

b. Bakteri Saccharomyces cereviseae

c. Larutan H2SO4 0,5 N

2. Bahan pembantu

a. Aquadest

b. Za

c. Urea

B. ALAT-ALAT

1. Timbangan elektrik 12. Pengaduk

2. Kertas pH 13. Pengaduk merkuri

3. Pipet tetes 14. Gelas ukur

4. Gelas piala 15. Pendingin balik

5. Blender 16. Piknometer

6. Kertas saring 17. Tabung reaksi

7. Oven 18. Gelas arloji

8. Jarum ose

9. Kompor listrik

10. Labu Erlenmeyer

11. Labu leher tiga

10

Page 11: LAPORAN JADI

C. CARA PENELITIAN

Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses,

yaitu: Persiapan Bahan , hidrolis, fermentasi, dan pengambilan cuplikan.

1. Persiapan Bahan

Kulit pisang di potong-potong menjadi kecil, kemudian diblender dan di

saring dan diambil filtratnya serta diendapkan. Kemudian hasil endapan disaring

dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai kering. Jika cuaca tidak

memungkinkan maka pengeringan dapat dilakukan dalam oven dengan suhu 45-

50˚C. Setelah kering, pati kulit pisang tersebut dianalisis kadar air dan kadar

patinya.

2. Tahap hidrolisis

Pati kulit pisang dengan berat tertentu di hidrolisis di dalam labu leher tiga

dengan menambahkan larutan H2SO4 0,5 N. Menutup dengan pendingin balik dan

dipanaskan sampai 100˚C selama 2,5 jam. Setelah itu didinginkan sampai dengan

suhu ruangan. Hasil hidrolisis disaring, sehingga didapatkan filtratnya. Filtrat

hasil hasil hidrolisis pati kulit pisang diatur pH nya antara 4 – 6, kemudian

difermentasi.

3. Tahap Fermentasi

Filtrat sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan

ditambahkan 6 gr Za dan 6 gr urea sebagai nutrisi. Selanjutnya di pasteurisasi

pada suhu 120˚C selama 15 menit lalu didinginkan. Memasukkan starter

( inokulum awal ) dengan volume tertentu dengan berbagai variasi ke dalam

11

Page 12: LAPORAN JADI

medium fermentasi. Kemudian diinkubasi pada suhu kamar yang berkisar antara

27-30 oC selama waktu tertentu dengan menutup rapat labu Erlenmeyer.

Kemudian percobaan ini diulangi untuk waktu fermentasi dan banyaknya

pati dengan berat yang berbeda-beda. Pertama dilakukan percobaan untuk

menentukan waktu opitimum fermentasi. Setelah dapat waktu optimum

fermentasi dengan berat tertentu, maka dilakukan lagi cara kerja tersebut tetapi

dengan variasi berat dan di fermentasi dengan waktu optimum yang sudah

diketahui dari percobaan sebelumnya.

4. Pengambilan cuplikan

Pengambilan cuplikan dilakukan pada hari yang telah ditentukan setelah

pemberian inokulum. Kemudian cuplikan di analisis kadar bioethanolnya dalam

setiap variasi.

12

Page 13: LAPORAN JADI

D. DIAGRAM ALIR PELAKSANAAN PENELITIAN

1. Tahap penbuatan pati kulit pisang

Sortir Kulit pisang

Kulit pisang tersortir

Air

Analisis II

Pati kulit pisang

Analisis I dan II: Analisis kadar air, kadar pati

13

Analisis I

Pengkerokan

diblender

pengendapan

Pengeringan dengan matahari atau oven

Analisis II

Page 14: LAPORAN JADI

2. Tahap Hidrolisis

Pati kulit pisang

Aquadest

Larutan H2SO4 0,5 N

Analisis III

Filtrat

Analisis III : Analisis kadar glukosa

14

Hidrolisis pada T = 100oC dengan waktu 2,5 jam

Analisis III

Page 15: LAPORAN JADI

3. Tahap Fermentasi

Filtrat

Za

Urea

starter

Alkohol yang sudah dianalisa

Analisis IV : Analisis kadar bioetanol

15

Analisis IV

Inkubasi

Fermentasi

Pasteurisasi 121oC selama 15 menit

Pemberian nutrisi

Page 16: LAPORAN JADI

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Bahan Baku

Analisis bahan baku ada dua macam, yaitu analisis terhadap kulit pisang dan

analisis pati kulit pisang.

Analisis kulit pisang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Kulit Pisang

Jenis Analisis Kadar (%)

Kadar air

Kadar pati

91,4374

2,30

Analisis pati kulit pisang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Pati Kulit Pisang

Jenis Analisis Kadar (%)

Kadar air

Kadar pati

93,8610

3,68

B. Analisa Hasil Hidrolisis

Dari hidrolisa kulit pisang didapat :

Volume hidrolisa = 1000 ml

Kadar glukosa = 3.13 %

16

Page 17: LAPORAN JADI

C. Analisa Hasil Fermentasi

1. Variabel Waktu Fermentasi

Suhu = +27 oC

Banyak yeast = 0,0624 gr = 2 ose

Tabel 4. Hasil Penelitian dengan Variabel Waktu Fermentasi

Waktu

fermentasi (jam)

Berat alkohol +

berat pikno (gr)

Berat

alkohol (gr)

Densitas

(gr/ml)

Kadar

alkohol (%)

48

96

144

192

16,9545

16,9248

16,8839

16,8837

4,7502

4,7205

4,6796

4,6794

0,9894

0,9832

0,9747

0,9746

3,8737

7,7828

13,5406

13,4416

Dari data variasi waktu fermentasi diperoleh kadar alkohol optimum sebesar

13,5406 % pada waktu fermentasi selama 144 jam. Adapun grafik hubungan

waktu fermentasi terhadap kadar alkohol dapat dilihat pada Gambar 3.

40 60 80 100 120 140 160 180 2000

2

4

6

8

10

12

14

16

Y data

Waktu Fermentasi (Jam)

Kada

r A

lkoh

ol (%

)

Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap Kadar Alkohol

17

Page 18: LAPORAN JADI

Hubungan antara waktu fermentasi terhadap kadar alkohol dinyatakan

dalam persamaan 1, sebagai berikut :

y = 7,568ln(x) – 25,65 (9)

Pada Gambar 3, fermentasi selama 48 jam menghasilkan kadar alkohol

sebanyak 3,8738 %. Grafik naik pada waktu fermentasi 96 dan 144 jam.

Menghasilkan kadar alkohol masing-masing 7,7828 % dan 13,5406 %. Grafik

menurun pada waktu 192 jam dengan kadar alkohol 13,4416 %. Sehingga dapat

terlihat waktu optimum pada fermentasi ini adalah 144 jam dengan kadar alkohol

13,5406 %. Pada waktu fermentasi selama 48 dan 96 jam kadar alkohol yang

diperoleh lebih kecil, hal ini disebabkan bakteri belum mengadakan pembiakan

secara maksimal, sehingga kadar alkohol yang dihasilkan belum optimal. Kadar

alkohol tertinggi terjadi pada waktu fermentasi 144 jam, hal ini disebabkan

pembiakan bakteri sudah berkembang secara maksimal. Sedangkan pada waktu

fermentasi selama 192 jam kadar etanol turun, hal ini disebabkan adanya

pembentukan asam asetat. Dapat terlihat adanya gelembung - gelembung udara

dan banyaknya bakteri yang tidak beraktivitas karena nutrisi yang dibutuhkan

untuk pembiakan sudah habis.

2. Variabel Banyak Ragi

Suhu = +27oC

Lama fermentasi = 144 jam

Tabel 5. Hasil Penelitian dengan Variabel Berat Ragi

Banyak ragi

(gr)

Berat alkohol +

berat pikno (gr)

Berat

alkohol (gr)

Densitas

(g/ml)

Kadar

alkohol(%)

0,0624

0,0936

16,8921

16,9167

4,6640

4,6886

0,9745

0,9796

13,5353

12,4325

18

Page 19: LAPORAN JADI

0,1248

0,1560

16,8998

16,9187

4,6717

4,6906

0,9761

0,9801

10,0759

9,8266

Dari data variasi berat ragi, diperoleh kadar alkohol optimum sebesar

13,5353% dengan berat ragi 0,0624 gr. Grafik hubungan berat ragi terhadap kadar

alkohol ditunjukan pada gambar 2.

Gambar 4. Grafik Hubungan Berat Ragi terhadap Kadar Alkohol

Hubungan antara berat ragi terhadap kadar alkohol dinyatakan dalam

persamaan 2, sebagai berikut :

y = -4,42ln(x) + 1,423 (10)

Pada gambar 4, penambahan berat ragi sebanyak 0,0624 gr menghasilkan

kadar alkohol sebanyak 13,5353 %. Grafik menurun pada penambahan berat ragi

sebanyak 0,0936 gr dengan kadar alkohol 12,4325 %. Grafik terus menurun pada

penambahan ragi sebanyak 0,1248 gr dengan kadar alkohol 10,0759 % dan

terlihat konstan pada penambahan berat ragi sebanyak 0,1560 gr dengan kadar

alkohol 9,8266 %. Penambahan berat ragi sebanyak 0,0624 gr dengan kadar

alkohol 13,5353% merupakan titik tertinggi. Hal ini disebabkan perbandingan

19

0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 0.180.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

Y data

Berat Ragi (gr)

Kada

r A

lkoh

ol (%

)

Page 20: LAPORAN JADI

nutrisi yang tersedia sebanding dengan banyaknya Saccharomyces cereviseae

yang ada. Sedangkan pada penambahan ragi sebanyak 0,0936 gr; 0,1248 gr dan

0,1560 gr, kadar etanol yang dihasilkan semakin turun. Hal ini disebabkan

Saccharomyces cereviseae yang ada lebih banyak dibanding nutrisi yang tersedia,

sehingga Saccharomyces cereviseae lebih banyak menggunakan nutrisi tersebut

untuk bertahan hidup dari pada merombak gula manjadi alkohol.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Semakin lama waktu fermentasi maka kadar etanol yang dihasilkan

semakin tinggi sampai waktu tertentu.

2. Waktu optimum fermentasi yang diperoleh yaitu selama 144 jam dengan

kadar etanol 13,5406 %.

3. Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka kadar etanol yang

dihasilkan semakin rendah.

4. Penambahan berat ragi yang relatif baik yaitu sebanyak 0,0624gr dengan

kadar alkohol 13,5353 %.

5. Grafik hubungan antara waktu fermentasi terhadap kadar etanol, diperoleh

persamaan y = 7,568ln(x) – 25,65.

6. Grafik hubungan antara berat ragi terhadap kadar etanol, diperoleh

persamaan y = -4,42ln(x) + 1,423.

20

Page 21: LAPORAN JADI

LAMPIRAN

A. Perhitungan Kadar Air

1. Kulit Pisang

Berat sebelum dikeringkan = 50 gr

Berat setelah dikerinkan = 4,2813 gr

Menghitung kadar air = W awal−W ak h ir

W awal

x100 %

¿ 50 gr−4,2813 gr50 gr

x100 %

= 91,4374 %

2. Pati Kulit Pisang

Berat sebelum dikeringkan = 50 gr

Berat setelah dikeringkan = 3,0695 gr

Menghitung kadar air = W awal−W ak h ir

W awal

x100 %

¿ 50 gr−3,0695 gr50 gr

x100 %

= 93.8610 %

B. Perhitungan Kadar Pati

1. Kulit Pisang

21

Page 22: LAPORAN JADI

Penentuan kadar pati dengan metode anthrone. Contoh ditimbang sebanyak 5

mg, Kemudian ditambah 2 ml aquades dan dimasukkan kedalam tabung

sentrifuge. Setelah itu contoh dipanaskan dalam air mendidih selama 15

menit kemudian ditambah 2 ml asam perklorat 9,2 N. Sambil diaduk atau

digoyang hingga volume 10 ml, selanjutnya disentrifuge selama 30 menit

dengan kecepatan 500 rpm. Supernatannya ditampung dalam labu ukur 50

ml. Residu yang ada pada tabung sentrifuge ditambahkan 2 ml asam per klorat

4,6 N dan digoyang selama 15 menit. Volumenya dijadikan 50 ml dengan

menambahkan aquadest dan kemudian disentrifuge lagi selama 30 menit pada

kecepatan 500 rpm. Supernatannya disatukan dengan supernatan yang tadi

dan diencerkan sampai volume 50 ml. Supernatan yang telah siap, diambil 5 ml

dan diencerkan lagi sampai 100 ml, diambil lagi dan ditambahkan antrone 10 ml,

sambil direndam dalam air dingin. Dipanaskan pada air mendidih selama 7,5

menit, didinginkan kembali pada air dingin dan diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 630 nm.

Perhitungan :

|.|conto h|.1|ppm

× 0,9

Berat conto h× pengenceran×

100100−Ka

C. Variabel Waktu Fermentasi

1. Standarisasi Asam Sulfat (H2SO4) 0,5 N

a) Ambil 5 mL larutan boraks Na2B4O7 0,004 N ke dalam labu

erlenmeyer, tambahkan 2 sampai 3 tetes indikator SM.

b) Titrasi dengan larutan asam sulfat, H2SO4 0,004 N sampai

tepat terjadi perubahan warna larutan menjadi merah kekuningan.

Catat volum H2SO4 yang digunakan

c) Lakukan pengujian blanko dengan menggunakan air suling

sesuai butir a dan b. Catat volum H2SO4 yang digunakan

d) Hitung konsentrasi H2SO4 setelah standardisasi sesuai rumus sebagai

22

Page 23: LAPORAN JADI

berikut:

Na=V b × Nb

V a

2. Menghitung Kadar Etanol

Suhu = ± 27 ºC

Berat ragi = 0,0624 gr

Berat pikno kosong = 12,2043 gr

Volume pikno = 4,8011 ml

Menghitung densitas :

ρ=mV

Berat etanol = ( berat etanol + pikno ) – berat pikno kosong

Untuk data 1 :

Berat etanol + pikno = 16,9545 gr

Berat etanol = 4,75020 gr

ρ=mV

= 4,7502 gr4,8022 ml

= 0,9894 gr/ml

Menggunakan cara yang sama, diperoleh densitas etanol yang ditunjukkan

pada tabel di bawah ini :

Tabel 6. Perhitungan Densitas untuk Variasi Waktu Fermentasi

23

Page 24: LAPORAN JADI

Waktu fermentasi

(jam)

Berat alkohol +

berat pikno (gr)

Berat

alkohol

(gr)

Densitas

(gr/ml)

48

96

144

192

16,9545

16,9248

16,8839

16,8837

4,7502

4,7205

4,6796

4,6794

0,9894

0,9832

0,9747

0,9746

Menghitung kadar etanol:

Untuk data 1:

Menggunakan tabel 2-110 ( perry’s chemical engineering handbook ) maka

diperoleh data sebagai berikut :

Pada kadar 0 %, T = 25 ºC ρ = 0,99708 gr/ml

Pada kadar 0 %, T = 27 ºC ρ = x gr/ml

ada kadar 0 %, T = 30 ºC ρ = 0,99568 gr/ml

30

27

25

0,99568 x0,9970

8

30−2730−25

= 0,99568−x0,99568−0,99708

x = 0, 99652 gr/ml

Pada kadar 3%, T = 25 ºC ρ = 0,99157 gr/ml

24

Page 25: LAPORAN JADI

Pada kadar 3%, T = 27 ºC ρ = x gr/ml

Pada kadar 3%, T = 30 ºC ρ = 0,99014 gr/ml

30

27

25

0,99014 x

0,99157

30−2730−25

= 0,99014−x0,99014−0,99157

X = 0,990998 gr/ml

Pada T= 27 ºC, ρ = 0, 99652 gr/ml kadar etanol = 0%

Pada T = 27 ºC, ρ = 0,98939 gr/ml kadar etanol = X

Pada T = 27 ºC, ρ = 0,990998 gr/ml kadar etanol = 3%

0 %

3 %

x

0,99652 0,990998

0,98939

0−30−x

=0,99652−0,9909980,99652−0,98939

x = 3,87376 %

Menggunakan cara yang sama, maka diperoleh kadar etanol yang ditunjukkan

pada tabel berikut :

Tabel 7. Perhitungan kadar etanol terhadap waktu fermentasi

25

Page 26: LAPORAN JADI

Waktu fermentasi

(jam)

Densitas

(gr/ml)

Kadar alkohol

(%)

48

96

144

192

0,9894

0,9832

0,9747

0,9746

3,8737

7,7828

13,5406

13,4416

Dari data variasi waktu fermentasi diperoleh kadar alkohol optimum

sebesar 13,5406 % pada waktu fermentasi selama 144 jam. Adapun grafik

hubungan waktu fermentasi terhadap kadar alkohol dapat dilihat pada

Gambar 3.

40 60 80 100 120 140 160 180 2000

2

4

6

8

10

12

14

16

Y data

Waktu Fermentasi (Jam)

Kada

r Alk

ohol

(%)

Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu Fermentasi terhadap Kadar

Alkohol

Hubungan antara waktu fermentasi terhadap kadar alkohol dinyatakan

dalam persamaan y = 7,568ln(x) – 25,65.

Pada Gambar 3, fermentasi selama 48 jam menghasilkan kadar

alkohol sebanyak 3,8738 %. Grafik naik pada waktu fermentasi 96 dan 144

jam. Menghasilkan kadar alkohol masing-masing 7,7828 % dan 13,5406 %.

26

Page 27: LAPORAN JADI

Grafik menurun pada waktu 192 jam dengan kadar alkohol 13,4416 %.

Sehingga dapat terlihat waktu optimum pada fermentasi ini adalah 144 jam

dengan kadar alkohol 13,5406 %. Pada waktu fermentasi selama 48 dan 96

jam kadar alkohol yang diperoleh lebih kecil, hal ini disebabkan ragi belum

mengadakan pembiakan secara maksimal, sehingga fermentasi belum

optimal. Kadar alkohol tertinggi terjadi pada waktu fermentasi 144 jam, hal

ini disebabkan pembiakan bakteri sudah berkembang secara maksimal.

Sedangkan pada waktu fermentasi selama 192 jam kadar etanol menurun, hal

ini disebabkan adanya pembentukan asam asetat. Dapat terlihat adanya

gelembung - gelembung udara dan banyaknya Saccharomyces cereviseae

yang tidak beraktivitas karena nutrisi yang dibutuhkan untuk pembiakan

sudah habis.

D. Variasi berat ragi

Suhu = ± 27 ºC

Waktu fermentasi = 144 Jam

Berat pikno kosong = 12,2281 gr

Volume pikno = 4,7861 ml

Menghitung densitas :

ρ=mV

Berat etanol = ( berat etanol + pikno ) – berat pikno kosong

Untuk data 1 :

Berat etanol + pikno = 16,8921 gr

Berat etanol = 4,6640 gr

ρ=mV

27

Page 28: LAPORAN JADI

= 4,6640 gr4,7861 ml

= 0,97449 gr/ml

Menggunakan cara yang sama, diperoleh densitas etanol yang

ditunjukkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 7. Perhitungan Densitas untuk Variasi Waktu Fermentasi

Banyak ragi

(gr)

Berat alkohol +

berat pikno (gr)

Berat alkohol

(gr)

Densitas

(g/ml)

Kadar

alkohol(%)

0,0624

0,0936

0,1248

0,1560

16,8921

16,9167

16,8998

16,9187

4,6640

4,6886

4,6717

4,6906

0,9745

0,9796

0,9761

0,9801

13,5353

12,4325

10,0759

9,8266

Menghitung kadar etanol:

Untuk data 1:

Menggunakan tabel 2-110 ( perry’s chemical engineering handbook )

maka diperoleh data sebagai berikut :

Pada kadar 0 %, T = 25 ºC ρ = 0,99708 gr/ml

Pada kadar 0 %, T = 27 ºC ρ = x gr/ml

ada kadar 0 %, T = 30 ºC ρ = 0,99568 gr/ml

28

30

27

25

0,99568 x0,99708

Page 29: LAPORAN JADI

30−2730−25

= 0,99568−x0,99568−0,99708

X = 0, 99652 gr/ml

Pada kadar 13%, T = 25 ºC ρ = 0,97611 gr/ml

Pada kadar 13%, T = 27 ºC ρ = x gr/ml

Pada kadar 13%, T = 30 ºC ρ = 0,97424 gr/ml

302

7

25

0,97424 x

0,97611

30−2730−25

= 0,97424−x0,97424−0,97611

x = 0,97536 gr/ml

Pada T= 27 ºC, ρ = 0, 99652 gr/ml kadar etanol = 0%

Pada T = 27 ºC, ρ = 0,98939 gr/ml kadar etanol = x %

Pada T = 27 ºC, ρ = 0,990998 gr/ml kadar etanol = 13%

0 %

13 %

x %

0,99652 0,97536 0,97449

0−30−x

=0,99652−0,975360,99652−0,97449

29

Page 30: LAPORAN JADI

x = 13,5353%

Menggunakan cara yang sama, maka diperoleh kadar etanol yang

ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 7. Perhitungan kadar etanol terhadap waktu fermentasi

Dari data variasi berat ragi, diperoleh kadar alkohol optimum sebesar

13,5353% dengan berat ragi 0,0624 gr. Grafik hubungan berat ragi terhadap

kadar alkohol ditunjukan pada gambar 2.

Gambar 4. Grafik Hubungan Berat Ragi terhadap Kadar Alkohol

Hubungan antara berat ragi terhadap kadar alkohol dinyatakan dalam

persamaan y = -4,42ln(x) + 1,423

30

0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 0.180.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

Y data

Berat Ragi (gr)

Kada

r Alk

ohol

(%)

Banyak ragi (gr) Densitas

(g/ml)

Kadar

alkohol(%)

0,0624

0,0936

0,1248

0,1560

0,9745

0,9796

0,9761

0,9801

13,5353

12,4325

10,0759

9,8266

Page 31: LAPORAN JADI

Pada gambar 4, penambahan berat ragi sebanyak 0,0624 gr

menghasilkan kadar alkohol sebanyak 13,5353 %. Grafik menurun pada

penambahan berat ragi sebanyak 0,0936 gr denan kadar alkohol 12,4325 %.

Grafik terus menurun pada penambahan ragi sebanyak 0,1248 gr dengan

kadar alkohol 10,0759 % dan terlihat konstan pada penambahan berat ragi

sebanyak 0,1560 gr dengan kadar alkohol 9,8266 %. Penambahan berat ragi

sebanyak 0,0624 gr dengan kadar alkohol 13,5353% merupakan titik

tertinggi. Hal ini disebabkan perbandingan nutrisi yang tersedia sebanding

dengan banyaknya Saccharomyces cereviseae yang ada. Sedangkan pada

penambahan ragi sebanyak 0,0936 gr; 0,1248 gr dan 0,1560 gr, kadar etanol

yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini disebabkan Saccharomyces cereviseae

yang ada lebih banyak dibanding nutrisi yang tersedia, sehingga

Saccharomyces cereviseae lebih banyak menggunakan nutrisi tersebut untuk

bertahan hidup dari pada merombak gula manjadi alkohol.

DAFTAR PUSTAKA

Anna Poedjiadi, 1994, “Dasar-dasar Biokimia”, Universitas Indonesia, Jakarta.

Anynomous, 1978, “Statistika Indonesia”, Biro Pusat Statistika, Jakarta.

Atlas, R. M, 1984, “Teknoligi Pengawetan Pangan”, edisi 3, Universitas Indonesia, Jakarta.

Desroir, Norman., 1988, “ Unit Processing Organic Synthesis”, ed 5, McGraw-Hill Book Company, New York.

Groggin, P. H., 1968, “Alcohols Their Chemistry Properties and Manufacture”, Reinhold Book Corporation, New York.

Prescott, S. G and C. G. Said, 1959, “Industrial Microbiology”, ed 3, McGraw-Hill Book Company, New York.

Pudjatmaka, A. H., dan Qodratillah, M.T., 2002, “Kamus Kimia”, Balai Pustaka, Jakarta.

31

Page 32: LAPORAN JADI

Perry,J.H.,1949,”Chemical Engineers Hand Book”,3 th edition,mc.Grow Hill Book Company.inc.New York,Toronto and London

Rhonny dan Danang, 2003, “Laporan Penelitian Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang”, Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta.

Sudarmadji. S., Haryono. B., dan Suhardi, 1989, “Mikrobiologi Pangan”, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gaja Mada, Yogyakarta.

Sudarmadji. S., Haryono. B., dan Suhardi, 1997, “Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian”, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gaja Mada, Yogyakarta.

www.plurk.com

http://justiyus.blog.frienster.com

www.bpldjabar.go.id

32