Laporan IUFD
-
Upload
ayumi-agung -
Category
Documents
-
view
59 -
download
2
description
Transcript of Laporan IUFD
BAB I
PENDAHULUAN
Kematian janin dalam rahim (KJDR) atau IUFD (Intrauterine Fetal Death)
masih menjadi masalah yang serius terutama dampak psikologis bagi ibu dan
keluarga. Kematian janin dalam kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda
kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam rahim sering dijumpai, baik
pada kehamilan dibawah 20 minggu maupun sesudah kehamilan 20 minggu. Definisi
menurut WHO, kematian janin (fetal death) adalah kematian yang lebih dulu terjadi
sebelum ekspulsi komplit atau ekstensi dari ibu, dengan tanpa melihat umur
kehamilan.
Di negara-negara bagian Amerika Serikat, dilaporkan bahwa kematian janin
banyak terjadi 20 minggu setelah gestasi dengan atau tanpa kelainan perubahan berat
badan. Pada negara lain terutama negara berkembang, kematian janin dalam rahim
banyak terjadi setelah umur kehamilan 28 minggu gestasi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
IUFD atau kematian janin dalam rahim (KJDR) adalah kematian janin tanpa alasan
yang jelas pada kehamilan normal tanpa komplikasi yang terjadi saat umur kehamilan
lebih dari 20 minggu. Definisi menurut WHO, kematian janin (fetal death) adalah
kematian yang lebih dulu terjadi sebelum ekspulsi komplit atau ekstensi dari ibu,
dengan tanpa melihat umur kehamilan.1,2
Kematian janin dalam rahim sering dijumpai, baik pada kehamilan dibawah 20
minggu maupun sesudah kehamilan 20 minggu. Sebelum 20 minggu: kematian janin
dapat terjadi dan biasa berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati
tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut missed abortion. Sesudah 20
minggu biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu dan
seterusnya. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi
kematian janin dalam rahim.1-3
2.2 Etiologi
Penyebab kematian janin dalam kandungan masih belum jelas dan sebagian besar
memiliki faktor predisposisi pada kehamilan multipel. Menurut Zalud terdapat
beberapa etiologi yang patut dipertimbangkan yaitu:2-4
1. Genetik : terjadi abnormalitas kromosom sekitar 5-6% dari IUFD dan
diketahui lewat pemeriksaan sitogenetika memakai spesimen darah atau kulit
janin, fascia lata, tendon patella, cairan amnion.
2. Infeksi : dapat ditelusuri lewat foto Rontgen, kultur virus dan bakteri.
3. Perdarahan fetomaternal : menyumbang sekitar 3-5 % kejadian IUFD,
biasanya diketahui lewat uji Rhesus dan tes Kleinhauer-Betke.
4. Proses patologis plasenta : autopsy mayat bayi, pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik plasenta perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab
kematian janin dalam kandungan berkaitan dengan plasenta.
2
5. Antibodi fosfolipid : diduga terkait dengan IUFD dan abortus spontan.
Memiliki kecenderungan kuat meningkatkan risiko koagulopati dan dari
pemeriksaan penunjang ditemukan titer Lupus Anticoagulant (LAC) dan
antibodi anticardiolipin (IgG, IgM) yang tinggi dalam darah.
2.3 Epidemiologi
Insiden kematian janin dalam kandungan berkisar 1% tiap kehamilan. Menurut
National Vital Statistics Report, rata-rata kematian janin di AS adalah 6,2 tiap 1000
kelahiran.2 Pada penduduk Caucasian sekitar 6% sedangkan pada Negara lainnya rata-
rata insiden kematian janin dalam kandungan sekitar 11%. Dari berbagai penelitian
didapatkan kematian janin dalam kandungan lebih banyak terjadi pada:
Umur ibu yang terlalu tua
Ibu yang tidak menikah
Janin laki-laki
Gestasi multipel
Penyakit ibu (HTN, preeklamsi, eklamsi, diabetes mellitus yang tidak
terkontrol, TORCH)
Kompikasi plasenta dan tali pusat (prolaps tali pusat, previa, abruption)
Malformasi congenital (> 35% dari semua IUFD)
2.4 Etiopatogenesis
Fetal demise pada trimester II dan III bisa disebabkan oleh suatu keadaan akut
(gangguan atau komplikasi tali pusat), subakut (infeksi, insufisiensi uteroplasental)
dan kronik (insufiensi plasental lama, DM, reaksi imunologis).2,3
Menurut Naeye, sebagian besar kematian janin umur kehamilan 14-20 minggu adalah
karena korioamnionitis akut, rendahnya aliran darah uteroplasental yang kronis, atau
gangguan perkembangan. Berikut akan diterangkan satu persatu penyebab fetal
demise yang telah diketahui:2,3
1. Infeksi
Meupakan faktor risiko signifikan. Ramero et al. selama 15 tahun lebih telah
menunjukkan reperkusi berat infeksi bakteri intrauteri. Mereka
mengemukakan postulat bahwa infeksi bakteri ascenden (dimana bakteri
3
bermigrasi dari vagina lewat cervik ke dalam ruang amnion) memicu jalur
sitokin yang berakibat gangguan janin dalam kandungan (IUFD). Mayo et al
memeriksa stillbirth di Zimbabwe memberikan penegasan terhadap akibat
infeksi ascenden dengan penemuan strain E coli berbeda di dalam organ
stillborn. Diantara studi terhadap 104 stillborn, pertumbuhan bakteri yang
sedang, ditemukan pada 17-33% specimen dari paru, hati, cairan jantung,
sedangkan yang lebih signifikan terdapat pada kultur tenggorokan, tali pusat
dan plasenta. Tidak semua infeksi intrauterine disebabkan oleh bakteri.
Misalnya studi terbaru di Swedia menunjukkan bahwa Paravirus B19 yang
ditemukan pada 50-70% dewasa yang asimtomatis ternyata terkait dengan
anemia janin, hydrops fetalis, abortus spontan dan IUFD.
2. Diabetes Mellitus
Sering menimbulkan komplikasi selama kehamilan baik untuk ibu maupun
janinnya Cundy et al menemukan bahwa dibandingkan populasi non diabetik,
tingkat kematian janin pada umur kehamilan 20-28 minggu meningkat dua kali
lipat pada wanita dengan DM tipe 2.
3. Berat badan sebelum hamil
BMI sebelum hamil telah diteliti kaitannya dengan hasil persalinan yang
buruk. Dalam penelitian tahun 1998, ditemukan bahwa wanita nulipara dengan
BMI > 25,0 memiliki risiko empat kali lipat kematian janin dibaningkan
dengan wanita ber-BMI < 20. Penelitian ini juga menyatakan bahwa wanita
nulipara dengan BMI tinggi berisiko lebih besar terhadap hipertensi.
4. Komplikasi tali pusat
Komplikasi tali pusat merupakan penyebab paling umum IUFD trimester III.
Carey dan Rayburn melaporkan bahwa selama 5 tahun lembaga mereka telah
mengobservasi adanya kejadian nuchal cord tunggal pada 23,6% persalinan,
baik hidup maupun stillborn, dan nuchal cord multipel pada 3,7% stillborn.
Pada penelitian lain, Sarnes menyatakan insiden simpul tali pusat sekitar 1%,
dan simpul tersebut menyebabkan angka kematian 2,7%. Hal yang terjadi
justru sebaliknya sekitar 0,48% pada populasi tanpa kejadian simpul tersebut.
Namun adanya simpul tidak menjadi tanda pasti akan terjadi kematian janin.
Jika simpulnya longgar dan sirkulasi janin dipertahankan, janin akan selamat,
tetapi bila ketat, dapat terjadi kontriksi pembuluh darah dan sirkulasi janin
tidak dapat dipertahankan. Lebih jauh, penurunan Wharton Jelly pada
4
beberapa bagian tali pusat, khususnya pada insersi plasenta dan janin, dapat
menyebabkan sumbatan aliran darah ke janin jika pembuluh darahnya
terpuntir cukup keras.
5. Abnormalitas insersi tali pusat
Insersi marginal dan velamentosa dapat pula menyebabkan kematian janin.
Insersi marginal hanya terjadi 5-7%, tapi dapat rentan terhadap ruptur
pembuluh darah atau penekanan sehingga terjadi kematian janin. Insersi
velamentosa, yang terjadi sekitar 1% kehamilan tunggal adalah insersi
pembuluh darah tali pusat pada membran eksternal sebelum masuk ke
plasenta. Pembuluh darah ini tidak dilapisi Wharton sehingga rentan tertekut,
ruptur terpuntir dan meradang jika masuk ke ostium uteri internum. Penemuan
terbaru teknologi USG dapat membantu mengidentifikasi masalah tali pusat
termasuk insersi velamentosa, vasa previa, tali pusat pendek, tali pusat
panjang, dua pembuluh darah tali pusat, simpul sejati dan nuchal cord
sehingga membuat ahli kebidanan mengintervensi saat diperlukan.
6. Proses patologis plasenta
Penyebab kematian janin dapat ditentukan lewat pemeriksaan patologis pada
plasenta. Proses patologis utama dilihat pada plasenta dapat mempengaruhi
hasil persalinan termasuk infeksi bakteri intrauterine, penurunan aliran darah
ke plasenta, dan reaksi imunologis pada plasenta oleh sistem imun ibu.
7. Tidak diketahui
Meski sudah ada kemajuan di zaman sekarang, diperkirakan masih sekitar 12-
50% stillbirth dengan penyebab tidak diketahui
2.5 Diagnosis
Untuk menegakkan suatu diagnosa kematian janin dalam kandungan dapat dilihat
dari:2-5
1. Anamesis: ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau
gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah
besar, bahkan bertambah kecil, atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau
wanita belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan
sakit seperti mau melahirkan.
5
2. inspeksi: tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat
terutama ibu yang kurus.
3. palpasi
a. tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba
gerakan-gerakan janin
b. dengan palpasi yang lebih teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada
tulang kepala janin.
4. Auskultasi: baik memakai stetoskop monoral maupun dengan deptone akan
terdengar denyut jantung janin.
5. reaksi kehamilan: reaksi kehamilan: reaksi kehamilan baru negatif setelah
beberapa minggu janin mati dalam kandungan
6. Rontgen foto abdomen:
a. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
b. Tanda Nojosk: adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin
c. Tanda Gehard: adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
d. Tanda Spalding: operlapping tulang-tulang kepala (sutura) janin
e. Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
f. Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat
7. Ultrasonografi: tidak terlihat denyut jantung janin dan gerakan-gerakan janin
8. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk menunjang diagnosis IUFD
adalah :
Golongan darah dan Rhesus
Hematokrit
Fibrinogen
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan
Hitung trombosit
2.6 Penatalaksanaan
Sesuai Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RS Sanglah
Denpasar 2004, maka penatalaksanaan terhadap pasien IUFD atau KJDK adalah:1
1. Yang perlu diperhatikan :
6
KJDR ini bisa terjadi saat hamil (prematur atau aterm), saat inpartu
(partus lama/partus kasep, belitan tali pusat, dll) dengan sebab yang
jelas dan bisa juga tidak diketahui sebabnya
Kecuali terjadi saat inpartu maka penundaan evakuasi diperlukan untuk
mempersiapkan fisik dan mental penderita dan keluarganya serta
persiapan untuk terminasi (sebaiknya jangan lebih dari 2 minggu
setelah kematian janin).
Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama
pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, bila
kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu, walaupun koagulopati
ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah KJDR.
2. KJDR saat inpartu :
Pada KJDR yang disebabkan oleh partus kasep biasanya pasien berada
dalam keadaan kelelahan, dehidrasi dan kemungkinan infeksi.
Prinsipnya melahirkan anak dengan sesedikit mungkin trauma pada ibu
dan kalau bisa lahirkan anak dengan utuh
Pada KJDR kala I dapat dilakukan drip oksitosin dan menunggu lahir
spontan biasa.
Kalau tidak bisa spontan lakukan embriotomi dengan cara perforasi
dan kranioklasi, dekapitasi, eviserasi, bisection.
Setelah kelahiran anak baru dicari penyebab kematiannya dan
dilakukan evaluasi untuk kepentingan kehamilan berikutnya.
3. Penanganan :
1. Konservatif/pasif :
a. Rawat jalan
b. Menunggu persalinan spontan 1-2 minggu
c. Pematangan serviks : misoprostol, estrogen
d. Pemeriksaan kadar hematokrit, trombosit, dan fibrinogen tiap
minggu
2. Aktif :
a. Dilatasi serviks dengan :
Laminaria stiff
Balon kateter (Foley catheter)
b. Induksi :
7
Misoprostol
Prostaglandin tablet vagina
Oksitosin
3. Perawatan Rumah Sakit :
a. Bila harus segera ditangani
b. Bila ada gangguan pembekuan darah (Koagulopati)
c. Bila ada penyulit infeksi berat
Pembedahan seksio caesarea dapat dijadikan pilihan bila janin didapatkan dalam letak
lintang, dimana persalinan normal pervaginam sulit untuk dilakukan1. Bilamana
pengeluaran janin tetap ingin dilakukan melalui vagina, maka tindakan embriotomi
perlu dipertimbangkan. Embriotomi adalah suatu persalinan buatan dengan cara
merusak atau memotong bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam tanpa
melukai ibu. Embriotomi meliputi:6
1. Kraniotomi, yaitu suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin
dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak,
sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervaginam.
2. Dekapitasi, yaitu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari tubuhnya
dengan cara memotong leher janin
3. Kleidotomi, yaitu memotong atau mematahkan satu atau dua klavikula, guna
mengecilkan lingkaran bahu
4. Eviserasi / eksenterasi, yaitu tindakan merusak dinding abdomen/toraks, untuk
mengeluarkan organ-organ visera
5. Spondilotomi, yaitu memotong ruas-ruas tulang belakang
6. Pungsi, yaitu mengeluarkan cairan dari tubuh janin.
Indikasi embriotomi antara lain:6
1. Janin mati, dan ibu dalam keadaan bahaya (maternal distress)
2. Janin mati, yang tidak mungkin lahir spontan pervaginam.
Syarat-syarat dilakukannya embriotomi, antara lain:6
1. janin mati, kecuali pada hidrosefalus, hidrops fetalis, atau bila hendak
melakukan kleidotomi janin tak perlu mati
2. konjugata vera lebih dari 6 cm
3. Pembukaan serviks lebih dari 7 cm
4. Selaput ketuban sudah pecah atau dipecahkan
8
5. Tidak ada tumor jalan lahir yang mengganggu persalinan pervaginam.
2.7 Komplikasi
Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipo-
fibrinogenemia) akan lebih besar, karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus
dilakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi
hipofibrinogenemia, bahayanya adalah perdarahan postpartum. Terapinya adalah
dengan pemberian darah segar atau pemberian fibrinogen.1-3
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain :
1. Koagulopati
2. Infeksi
3. Perforasi
9
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas penderita
Nama : NY
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : -
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Dusun Asembagus RT 012 RW 003 Ponorogo, Jawa Timur
Tanggal MRS : 5 Mei 2012
3.2 Anamnesis
Keluhan utama: sakit perut mau melahirkan
Pasien datang dengan keluhan sakit perut seperti mau melahirkan sejak pukul
23.00 wita (4 Mei 2012). Pasien mengatakan telah keluar air dari kemaluannya
sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengatakan tidak merasakan
gerakan janin sejak pukul 23.00 (4 Mei 2012). Riwayat trauma disangkal oleh
pasien.
Riwayat menstruasi
Menarche umur 13 tahun, dengan siklus teratur setiap 28-30 hari, lamanya 3-5
hari tiap kali menstruasi
Hari pertama haid terakhir 5 Agustus 2011
Taksiran partus 12 Mei 2012
Nyeri saat menstruasi kadang-kadang dirasakan oleh penderita
Riwayat perkawinan
Penderita menikah satu kali dengan suami yang sekarang. Usia perkawinan 1
tahun.
Riwayat persalinan
1. ini
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
10
Ini untuk pertama kalinya
Riwayat KB
Penderita tidak memakai KB
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat penyakit asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus disangkal
oleh penderita. Penderita mengaku sempat mengalami panas badan (30 Maret
2012) dengan suhu badan saat itu mencapai 39,5C. Penderita datang berobat ke
dokter dan mendapat pengobatan antibiotik dan obat penurun panas.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : baik Kesadaran : E4V5M5
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit Suhu tubuh : 36oC
Tinggi badan : 158 cm Berat badan : 66 kg
Status Generalis
Kepala : Normosefali
Mata : anemia -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+ isokor
Toraks : Simetris, retraksi (-)
Mammae : simetris (+), discharge (-), kebersihan cukup.
Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : sesuai status obstetrik
Ekstrimitas: hangat pada keempat ekstremitas (+), edema (-)
Status Obstetrik
Abdomen:
Inspeksi : Luka bekas operasi (-), arah pembesaran (+) memanjang dan melebar.
Palpasi :
- Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus xiphoideus
- Kontraksi uterus (+), sebanyak 3-4 x/10 menit, lama: 30-35 detik
Auskultasi :
- Bising usus (+) normal
- Denyut jantung janin (-)
Anogenital
11
Inspeksi :
- Pengeluaran pervaginam (+) air ketuban
- Lochea (-)
- Perineum utuh
Vaginal Toucher (5 Mei 2012)
- Pembukaan Ø 4 cm, effacement 50%, ketuban (-)
- Teraba tangan
- Teraba tali pusat, pulsasi (-)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (5 Mei 2012)
Darah Lengkap:
WBC : 12,0 x103/μL
HGB : 11,8 g/dL
Eritrosit: 3,8 x 106/mm3
HCT : 35 %
PLT : 288 x 103/μL
LED : 35 mm/jam
BT : 2 menit
CT : 8 menit 30 detik
Hitung jenis:
Segmen : 80%
Lymphosit: 16%
Monosit: 4%
Tes fungsi ginjal:
Ureum: 31,2 mg/dL
Creatinin: 0,91 mg/dL
Tes fungsi hati:
Bil. Direct: 0,18 mg/dL
Bil. Total: 0,42 mg/dL
SGOT: 15 U/L
SGPT: 13 U/L
Alk.Fosfatase: 160 U/L
Total Potein: 6,6 g/dL
12
Alb: 4,2 g/dL
Glob: 2,4 g/dL
3.5 Diagnosis Kerja
G1P0000 39 minggu, tunggal, IUFD (intrauterine fetal death), letak lintang, PK I
(pecah ketuban)
3.6 Penatalaksanaan
Rencana terapi :
- ekspektatif pervaginam dengan tindakan embriotomi (dekapitasi).
- Monitoring: pembukaan serviks
- KIE pasien dan keluarga, bahwa janin akan dikeluarkan melalui jalan lahir
normal dengan cara dekapitasi
Keluarga pasien menolak tindakan dekapitasi, dan mengusulkan pembedahan
seksio caesarea agar janin dapat lahir utuh.
Tanggal 5 Mei 2012, pukul 16.30 wita, lahir bayi dengan berat lahir 2400 gram,
anus (+), kelainan (-)
13
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Seorang pasien 21 tahun, Islam, suku Jawa, datang dengan keluhan sakit perut seperti
mau melahirkan sejak sehari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan telah
keluar air dari kemaluannya sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengatakan tidak merasakan gerakan janin sejak sehari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat trauma disangkal oleh pasien.
Hari pertama haid terakhir tanggal 5 Agustus 2011. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan status present dan generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus xiphoideus, his (+)
3-4 kali/10 menit, durasi 30-35 detik, DJJ (-). Pada vaginal toucher didapatkan
pembukaan Ø 4 cm, effacement 50%, ketuban (-), teraba tangan, teraba tali pusat,
pulsasi (-). Berdasarkan data diatas pasien ini didiagnosa sebagai G1P0000 39 minggu
dengan Intra uterine fetal death (IUFD), letak lintang, PK I (pecah ketuban).
4.2 Faktor Predisposisi atau Etiologi
Yang menjadi faktor predisposisi pada pasien ini belum jelas mengingat pada pasien
ini primigravida, tidak ada riwayat obstetri buruk, tidak ada riwayat penyakit sistemik.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya kematian janin dalam rahim, sangat
diperlukan autopsi bayi dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
darah lengkap bayi, sitologi genetik, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik
plasenta, cairan amnion, pemeriksaan golongan darah rhesus dan imunologis.
Dari pemeriksaan bayi didapat berat lahir 2400 gram tidak terdapat kelainan
serta terdapat anus. Riwayat demam tinggi yang diderita oleh ibu sekitar sebulan
sebelum masuk rumah sakit dapat berkaitan dengan kematian janin, namun
pemeriksaan penunjang untuk mendukung dugaan penyebab terjadinya kematian janin
dalam rahim tidak dilaksanakan.
3.3 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaannya adalah segera terminasi kehamilan bila sudah ada
kepastian diagnosis dan masih bisa menunggu 3 minggu sambil menunggu kepastian
14
diagnosis dan bila belum inpatu dilakukan induksi partus. Serta melahirkan anak
dengan sesedikit mungkin menyebabkan trauma pada ibunya. Pada kasus ini penderita
telah dalam keadaan impartu, dimana terjadi pecah ketuban dengan his dan
pembukaan porsio 4 cm, namun tidak didapatkan denyut jantung janin maupun
pergerakan janin.
Dari pemeriksaan dalam didapatkan janin letak lintang, dengan demikian
menyulitkan untuk dilakukan persalinan pervaginam dengan sendirinya. Embriotomi
merupakan prosedur yang dapat diterapkan bila janin didapatkan dalam letak lintang,
dan dekapitasi merupakan pilihan prosedur yang ditawarkan kepada pasien dan
keluarga. Namun keluarga pasien menolak tindakan dekapitasi dan mengusulkan agar
janin dikeluarkan secara utuh melalui seksio caesarea.
3.4 Prognosis
Prognosis pasien ini baik karena terminasi dilakukan sebelum lewat 3 minggu yaitu
setelah 2 hari gerak janin tidak dirasakan dan tidak terjadi komplikasi lanjut.
Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipo-
fibrinogenemia) akan lebih besar, karena itu pemeriksaan pembekuan darah harus
dilakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila terjadi
hipofibrinogenemia, bahayanya adalah perdarahan postpartum
15
BAB 5
KESIMPULAN
Kematian janin dalam rahim (KJDR) adalah kematian janin tanpa alasan yang
jelas pada kehamilan normal tanpa komplikasi yang terjadi saat umur kehamilan lebih
dari 20 minggu.
Menegakkan diagnosis kematian janin dalam rahim pada pasien ini dilihat dari
anamnesis pasien berupa pergerakan bayi tidak ada, perut ibu tidak membesar sesuai
umur kehamilan, dari pemeriksaan fisik tidak terdapat denyut jantung janin dan dari
pemeriksaan diagnosis pasti USG.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya kematian janin dalam rahim, sangat
diperlukan autopsi bayi dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
darah lengkap bayi, sitologi genetik, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik
plasenta, cairan amnion, pemeriksaan golongan darah rhesus dan imunologis. Pada
pasien ini diduga terjadi gangguan pertumbuhan janin akibat insufisiensi plasenta
karena solusio plasenta sentralis derajat ringan.
Prinsip penatalaksanaannya adalah segera terminasi kehamilan bila sudah ada
kepastian diagnosis dan masih bisa menunggu 3 minggu sambil menunggu kepastian
diagnosis dan bila belum inpartu dilakukan induksi partus. Pada kasus ini kepastian
diagnosis sudah ada dari USG maka dilakukan terminasi.
Prognosis pasien ini baik karena terminasi dilakukan sebelum lewat 3 minggu
dan tidak terjadi komplikasi lanjut.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RS Sanglah Denpasar.
Kematian Janin Dalam Rahim. Dalam: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK UNUD/RS Sanglah Denpasar. 2004. Hal: 32-35.
2. Lindsey JL, Smith CV. Evaluation of Fetal Death. 2011. Tersedia di:
http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview#aw2aab6b9 (Akses: 15
Mei 2012)
3. Dashe JS, dkk. Diseases and Injuries of the Fetus and Newborn. Dalam:
Williams Obstetrics. Edisi ke-23. McGraw & Hill. 2010. Hal: 605-639
4. National Center for Health Statistics. Evaluation of the Stillbirth. 2007.
Tersedia di: http://www.obfocus.com/high-risk/Demise/IUFD.htm (Akses: 15 Mei
2012)
5. Moondragon’s Pregnancy Information. Fetal Death Syndrome: Intrauterine
Fetal Demise (IUFD). 2007. Tersedia di:
http://www.moondragon.org/obgyn/pregnancy/iufd.htm. (Akses: 15 Mei 2012)
6. Angsar MD, Setjalilakusuma L. Embriotomi. Dalam: Ilmu Bedah Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2000. Hal: 146-157
17