LAPORAN HASIL PENELITIAN -...
Transcript of LAPORAN HASIL PENELITIAN -...
LAPORAN HASIL PENELITIAN
D-LPPN Nomor 039
“EVALUASI IMPLEMENTASI PERMENLU NO. 05 TAHUN 2015
TENTANG PETA JALAN VISI 4.000 PERSONEL PEMELIHARA
PERDAMAIAN 2015-2019 UNTUK MEWUJUDKAN VISI 4.000
PEACEKEEPERS PERIODE TAHUN 2015-2016”
PENELITI:
DR. I GEDE SUMERTHA KY, PSC, M.SC
DR. ICHSAN MALIK, M.SC
AULIA ASSIDIK, M.SI (HAN)
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS PERTAHANAN
BOGOR,
NOVEMBER 2016
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 ii
HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYRAKAT
UNIVERSITAS PERTAHANAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN
1. Judul : Evaluasi Implementasi Permenlu No. 05 Tahun 2015 Tentang Peta Jalan Visi 4.000 Personel Pemelihara Perdamaian 2015-2019 Untuk Mewujudkan Visi 4.000 Peacekeepers Periode 2015-2016.
2. Bidang Keilmuan : Pertahanan
3. Peneliti : 1. Dr. I Gede Sumertha KY, PSC., M.Sc
2. Dr. Ichsan Malik
3. Aulia Assidik., M.Si (Han)
4. Jumlah Peneliti : 3 (tiga) orang
5. Lokasi Penelitian : Sentul - Bogor
Bogor, November 2016
Kapuslit Strahan,
Ir. Sapto Ongko Putro,AH., M.MSI
Kolonel Laut (KH) Nrp. 2823/P
Mengetahui:
Ketua LPPM Unhan,
Dr. Drs. Sutrimo., M.M., M.Si
Pembina Utama Madya IV/d
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur tim peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas Karunia-Nya tim peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
Penelitian ini kami lakukan dalam rangaka menjalankan program penelitian
dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) dalam bidang
ilmu Pertahanan dari Universitas Pertahanan. Tim Peneliti menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidak mudah bagi Tim
Peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.
Akhir kata, Tim Peneliti berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
masyarakat, serta mewujudkan perdamaian dunia.
Bogor, November 2016
Tim Peneliti,
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 iv
ABSTRAK
Nama : I Gede Sumertha, Ichsan Malik, Aulia Assidik
Penelitian : Pusat Strategi Pertahanan/ Damai dan Resolusi Konflik
Judul : Evaluasi Implementasi Permenlu Nomor 05 Tahun 2015
Tentang Peta Jalan Visi 4.000 Personel Pemelihara
Perdamaian 2015-2019 Untuk Mewujudkan Visi 4.000
Peacekeepers Periode Tahun 2015-2016
Setiap Kebijakan Publik termasuk Permenlu Nomor 05 Tahun 2015 perlu
dilakukan evaluasi. Bukan bermaksud untuk menyalah-nyalahkan tetapi untuk
mengetahui kinerja implementasi apakah sesuai dengan harapan dari
kenyataan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan sample
narasumber purposive sampling dari stakeholder yang terlibat dalam
pengerahan personel misi pemelihara perdamaian. Meskpun hasil dari
roadmap periode tahun 2015-2016 banyak yang tercapai tetapi permasalahan
yang ada sebelum ditetapkan Permenlu ini masih ada. Prediksi tim peneliti,
Jika kondisi seperti ini terus terjadi maka Indonesia Vision 4.000
Peacekeepers pada tahun 2019 tidak akan tercapai.
Kata Kunci:
Permenlu Nomor 05 Tahun 2015, Vision 4.000 Peacekeepers, UNPKO,
UNSAS, UNPCRS
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 v
ABSTRACT
Name : I Gede Sumertha, Ichsan Malik, Aulia Assidik
Research : Defense Strategy Center/ Peace and Conflict Resolution
Judul : Evaluasi Implementasi Permenlu Nomor 05 Tahun 2015
Tentang Peta Jalan Visi 4.000 Personel Pemelihara
Perdamaian 2015-2019 Untuk Mewujudkan Visi 4.000
Peacekeepers Periode Tahun 2015-2016
Every Public Policy including MoFA Regulation Number 05 Year 2015 need to
evaluate. The goal is not for blaming someone but how to know its
performance of the implementation between the fact and the hope. This
research uses a qualitative methodology. The samples of this research the
stakeholders who involve in UNPKO deployment and selected by purposive
sampling. Even though many implementation from roadmap year 2015-2016
were succeeded but there are still have some problem which still same
happened before this regulation stated. Our prediction is If this condition still
continue happen, Indonesian Vision 4.000 Peacekeepers in 2019 will not
success.
Keywords: MoFA Regulation Number 05 Year 2015, Vision 4.000
Peacekeepers, UNPKO, UNSAS, UNPCRS.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
ABSTRAK .......................................................................................... iv
ABSTRACT ........................................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ....................................................... 1
1.2 Fokus Penelitian ….........................…………………………….. 6
1.3 Rumusan Masalah ………………….…………..........…………… 6
1.4 Tujuan Penelitian ………………………………………………… 6
1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………………… 7
1.5.1 Manfaat Teoritis ……………………………………………….. 7
1.5.2 Manfaat Praktis …………………………………………………. 7
BAB 2 KERANGKA TEORI 8
2.1 Evaluasi Implementasi Kebijakan ………………………………. 8
2.2 Konsep UNSAS/ UNPCRS ……………………..………………. 13
2.3 Konsep Peacekeeping Operations (Robust PKO) ………………. 17
BAB 3 METODE PENELITIAN 19
3.1 Jenis Penelitian ………………………………………………… 19
3.2 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ………………………. 19
3.3 Analisis Data ……………………………….………………………. 20
BAB 4 DATA PENELITIAN & ANALISIS DATA 21
4.1 Gambaran Subyek Penelitian ………………………………….. 21
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 vii
4.1.1 Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 05 Tahun 2015 ………. 22
4.1.2 Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2015 Tentang Pengiriman Misi Pemeliharaan Perdamaian ……………….………………. 29
4.2 Analisis Data dan Interpretasi Hasil Penelitian ......................... 32
4.2.1 Periode 2015 ……………………………………..................….. 32
4.2.1.1 Menuntaskan Penyusunan Landasan Hukum Nasional Mengenai Penggelaran Misi Pemeliharaan Perdamaian ....………………………………………...……... 32
4.2.1.2 Menyusun Prosedur dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Politis Pemerintah RI ..………………..……….... 33
4.2.1.3 Mengidentifikasi Potensial Theatres Tahun 2015-2019 …… 36
4.2.1.4 Mengidentifikasi Potensi Penambahan Pasukan Pada Misi UNPKOs Yang Ada ………………………………. 37
4.2.1.5 Mempertahankakn Jumlah Kontribusi Personel …………. 38
4.2.1.6 Mempertahankan Kualitas Contingent-Owned Equipment (COE) Dengan Menyusun Manajemen Logistik yang Efektif dan Efisien …………………………………….………. 39
4.2.1.7 Melaksanakan Kegiatan Kajian Mengenai Mekanisme Nasional Pengaturan Civilian Capacities ……..……………. 41
4.2.1.8 Melaksanakan Finalisasi Pembentukan Pasukan Siaga Operasi Standby Force TNI …………………………. 43
4.2.1.9 Melaksanakan Kajian Pembentukan Standing Police Capacity (SPC) Polri …………………………..……………. 44
4.2.1.10 Melaksanakan Kegiatan Kajian Keikutsertaan Dalam United Nations Standby Arrangement System
(UNSAS)…………………………………………………………. 44
4.2.1.11 Mengintensifkan Konsultasi dan Lobi Dengan UNDPKO ..………………………………………………………. 45
4.2.1.12 Menjajaki Peluang Berbagai Jabatan Strategis Baik Di Markas Besar PBB di New York Dan Di UNPKOs ..……. 45
4.2.1.13 Memanfaatkan Peran Special Committee On Peacekeeping Operations (C34) Untuk Menyuarakan Kepentingan
Indonesia ……………………………………………………….. 46
4.2.1.14 Melaksanakan Kegiatan Outreach Kepada Para
Pemangku Kepentingan Nasional ……………………………. 47
4.2.1.15 Mengintensifkan Penyelenggaraaan Rapat TKMPP Tingkat Menteri dan Pelaksanaan Harian …………………. 47
4.2.1.16 Memanfaatkan Partisipasi dan Kontribusi Indonesia pada UNPKOs Dalam Rangka Mendukung Pencalonan RI sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB Periode 2019-20120……………………………………………. 48
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 viii
4.2.1.17 Mengidentifikasi Potensi Penambahan Pasukan Pada Misi UNPKOs Yang Ada ……………………………………… 49
4.2.1.18 Mengidentifikasi Potensi Penambahan Pasukan Pada Misi UNPKOs Yang Ada ……………………………………. 49
4.2.1.19 Mengidentifikasi Potensi Penambahan Pasukan Pada Misi UNPKOs Yang Ada ……………………………………. 50
4.2.2 Periode 2016 ....................................................................... 50
4.2.2.1 Menyusun Peraturan Pelaksanaan Mekanisme Ketertiban Civilian Capacities …………………………………….…….... 50
4.2.2.2 Melengkapi Organisasi Pasukan Siap Operasi/ Standby Force ……………………………………….………… 50
4.2.2.3 Melaksanakan Kajian Pembentukan Standing Police Capacity (SPC) Polri …………………………………….…… 51
4.2.2.4 Menyiapkan Pembentukan Fasilitas Pelatihan SPC ….…… 51
4.2.2.5 Mendaftarkan Kesiapan Keikutsertaan Indonesia Dalam United Nations Standby Arrangement System (UNSAS) … 51
4.2.2.6 Mempertahankan Jumlah Kontribusi Personel …………… 51
4.2.2.7 Mempertahankan Kualitas Contingent-Owned Equipment (COE) Dengan Menyusun Manajemen Logiktik Yang Efektif dan Efisien ……………………………………….…… 52
4.2.2.8 Meningintensifkan Konsultasi Dan Lobi Dengan UNDPKO ………………………………………………….…… 53
4.2.2.9 Menjajaki Peluang Berbagai Jabatan Strategis Baik DI Markas Besar PBB di New York Dan DI Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB ……………………….…… 53
4.2.2.10 Memanfaatkan Peran Special Committee on Peacekeeping Operations (C34) Untuk Menyuarakan
Kepentingan Indonesia ………………………………….…… 54
4.2.2.11 Melaksanakan Kegiatan Outreach Kepada Para Pemangku Kepentingan Nasional …………………….…… 54
4.2.2.12 Mengintensifkan Penyelenggaraan Rapat TKMPP Tingkat Menteri Dan Pelaksana Harian ……………….…… 55
4.2.2.13 Memanfaatkan Partisipasi Dan Kontribusi Indonesia Di Misi Pemeliharaan Perdamaian Dalam Rangka Mendukung Pencalonan RI Sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB Periode 2019-2020 …………………………….…… 55
4.2.2.14 Membuka Peluang Bagi Kontribusi Baru Sebanyak 350 Personel ……………………………………………….…….... 56
4.2.2.15 Mengintensifkan Kunjungan Pejabat Tinggi Ke UNPKOs ………………………………………………….…… 56
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 ix
4.2.2.16 Melakukan Kunjungan Studi Banding Ke Pusat Pelatihan Dan Logistik UNDPKOs Dan Negara Lain .……. 56
4.2.2.17 Menyiapkan Working Papers Tentang Kebutuhan COE Indonesia ………………………………………….…… . 56
4.3 Pembahasan ............................................................................. 57
4.3.1 Evaluasi Implementasi Model Van Meter & Van Horn terhadap Permenlu No. 05 Tahun 2015 Periode 2015-2016 .... 58
4.3.1.1 Standard (Ukuran Dasar) Dan Tujuan Kebijakan ………. 58
4.3.1.1.1 Standard (Ukuran Dasar) …………………………………. 58
4.3.1.1.2 Tujuan Kebijakan …………………………………….……. 59
4.3.2 Implementasi Permenlu Nomor 05 Tahun 2015 Terhadap UNSAS/UNPCRS ..................................................... 72
4.3.3 Implementasi Permenlu Nomor 05 Tahun 2015 Terhadap United Nations Peacekeeping Operations (Robust PKO) ........ 74
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN........................................................ 76
5.1 SIMPULAN …………………………..…………….……………… 76
5.2 SARAN …………………………………….…….……………… 77
5.2.1 Saran Teoritis ………………………………….……………… 77
5.2.2 Saran Praktis ………………………………….……………… 77
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 79
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Implementasi Donald Van Meter dan Carl Van Horn ………………………………………………….…… 11
Gambar 2.2 Tahapan Implementasi ............................................... 12
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Surat Perintah Peneliti ............................................. 81
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Pertahanan dibangun dengan visi untuk menjadi institusi
pendidikan tinggi pertahanan terdepan yang berstandar kelas dunia dengan
tetap melestarikan nilai-nilai kebangsaan diemban dalam kegiatan pendidikan
dan penelitian yang dilakukan. Fakultas Strategi Pertahanan melalui Program
studi Damai dan Resolusi Konflik (Peace and Conflict Resolution) pun
berupaya mengembangkan Ilmu Pertahanan khususnya dalam
pengembangan strategi pertahanan negara sekaligus menjawab tantangan
damai dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air. Terkait tujuan tersebut
maka penelitian terhadap kondisi sosial bangsa terutama yang berkenaan
dengan pemetaan konflik di Indonesia dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini
dilakukan sesuai dengan tujuan program studi Damai dan Resolusi Konflik
sendiri yang salah satunya adalah mengembangkan kemampuan penelitian
yang inovatif dan implementatif di bidang damai dan resolusi konflik serta
turut berperans erta aktif dalam mengembangkan ilmu damai dan resolusi
konflik serta menyebarluaskan pengetahuan ini kepada masyarakat melalui
penelitian dan pengabdian masyarakat.
1.1. Latar Belakang Penelitian
The United Nations Peacekeeping Operations (UNPKO) atau Misi
Perdamaian PBB sangat penting bagi Indonesia karena merupakan bentuk
pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia berdasarkan amanah
konstitusi untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Indonesia telah ikut
terlibat dalam United Nations Peacekeeping Operations (UNPKO) atau Misi
Pemeliharaan Perdamaian PBB sejak tahun 1957 berdasarkan Surat Perintah
KASAD SPRIN-726/II/1956 tanggal 27/11/56 ketika terjadi konflik di Sinai,
Mesir. Indonesia memberangkatkan Kontingen Militer yang diberi nama
Kontingen Garuda (KONGA) dengan kekuatan 559 personel yang
dikomandani oleh Letnan Kolonel Hartoyo. Keterlibatan Indonesia dalam
UNPKO terus dilaksanakan hingga kini. KONGA yang dikirimkan terakhir kali
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 2
adalah KONGA XXXVIII-A MINUSMA (Multidimensional Integrated
Stabilization Mission in Mali) berupa Satuan Tugas Helikopter MI-17 TNI
dengan kekuatan 140 Prajurit (121 Prajurit TNI AD dan 19 Prajurit TNI AU)
untuk memperkuat pasukan penjagaan perdamaian PBB berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2014.
Dalam UNPKO, selain Indonesia berkontribusi sebagai Money
Contributing Country (MCC) atau Negara Kontribusi Dana, Indonesia juga
berkontribusi sebagai Troops Contributing Country (TCC) atau Negara
Kontribusi Pasukan menduduki peringkat 10 dengan jumlah 2.809 personel,
2.843 personel pria dan 34 personel wanita. Sementara, Misi-Misi PBB yang
Indonesia ikuti saat ini adalah MINURSO dengan mengirimkan 6 personel
pria sebagai Expert on Mission; MINUSCA dengan mengirimkan 6 personel
pria sebagai Expert on Mission dan 209 personel pria sebagai Contingent
Troop; MINUSMA dengan mengirimkan 143 personel pria dan 2 personel
wanita sebagai Contingent Troop; MINUSTAH dengan mengirimkan 6
personel pria dan 1 personel wanita sebagai Individual Police; MONUSCO
dengan mengirimkan 15 personel pria sebagai Expert on Mission dan 176
personel pria sebagai Contingent Troop; UNAMID dengan mengirimkan 5
personel pria dan 2 personel wanita sebagai Individual Police, 140 personel
pria sebagai Formed Police Units, 6 personel pria sebagai Expert on Mission
dan 811 personel pria 2 personel wanita sebagai Contingent Troop; UNIFIL
dengan mengirimkan 1.272 personel pria dan 24 personel wanita sebagai
Contingent Troop; UNISFA dengan mengirimkan 1 personel pria sebagai
Expert on Mission dan 2 personel pria sebagai Contingent Troop; UNMIL
dengan mengirimkan 1 personel pria sebagai Expert on Mission; serta
UNMISS dengan mengirimkan 6 personel pria sebagai Individual Police, 3
personel pria sebagai Experts on Mission dan 1 personel pria sebagai
Contingent Troop. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
keterlibatan Indonesia pada UNIFIL merupakan yang terbesar dibandingkan
pada misi-misi PBB lainnya. Meskipun demikian, Indonesia adalah Negara
ketiga terbanyak mengirimkan jumlah pasukannya ke UNIFIL.
Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai Komandan PMPP TNI,
meskipun pengalaman Indonesia terlibat dalam UNPKO sudah 58 tahun
tetapi untuk setiap misi baru yang diminta oleh PBB, Pemerintah Republik
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 3
Indonesia kerap kali terlambat mengerahkan pesonelnya untuk memenuhi
permintaan PBB pada United Nations Peacekeeping Operations (UNPKO)
atau Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB. Idealnya, Pengerahan personel
militer dalam UNPKO memiliki waktu paling lambat 90 hari setelah diminta
PBB sebagaimana direkomendasikan dalam Brahimi Report (2000:20),
“Member States should be encouraged, where appropriate, to enter into partnerships with one another, within the context of the United Nations Standby Arrangements System (UNSAS), to form several coherent brigade-size forces, with necessary enabling forces, ready for effective deployment within 30 days of the adoption of a Security Council resolution establishing a traditional peacekeeping operation and within 90 days for complex peacekeeping operations.”
(Negara-negara Anggota harus didorong, dimana tepatnya, untuk masuk ke dalam kemitraan dengan satu sama lain, dalam konteks Sistem Pengerahan Siaga PBB (SPSPBB), untuk membentuk beberapa seukuran pasukan brigade koheren, dengan kemungkinkan diperlukan Pasukan, siap untuk dikerahkan dalam waktu 30 hari sejak penerapan Resolusi Dewan Keamanan didirikan Misi Pemeliharaan Perdamaian Tradisional dan dalam waktu 90 hari untuk Misi Pemeliharaan Perdamaian Kompleks).
Akibat kerap kali terlambat dalam menjawab permintaan United Nations
Department Peacekeeping Operations (UNDPKO) berdampak pada
penurunan citra Indonesia khususnya Kontingen Garuda. Diantaranya, Pada
Tahun 2008, Indonesia gagal mengirimkan KONGA TNI Satuan Tugas
Company Supply Logistic ke Lebanon; Pada Tahun 2007 Indonesia juga
gagal mengirimkan KONGA TNI Satuan Tugas Batolyon Kesehatan Haiti dan
Batalyon Special Force ke Kongo dengan alasan tidak siap. Selain itu,
dampak lainnya adalah Peran Kontingen Indonesia diganti oleh Kontingen
dari Troops Contributing Country (TCC) lain.
Dengan segala keunggulan dan permasalahan pada Peran Indonesia
dalam UNPKO. Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono kemudian
membuat Visi 4.000 Peacekeepers. Yudhoyono mengatakan bahwa:
“With long history of contribution to the UN peacekeeping missions, and with the presence of this center, now we have a higher goal. We wish to become one of the world’s top-ten troop contributing countries. We aspire to increase the number of our peacekeepers up to 4.000 personnel.”
Untuk mendukung pelaksanaan UNPKO, Indonesia telah mendirikan Pusat
Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI (PMPP TNI) yang bertempat dalam
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 4
komplek Indonesian Peace and Security (IPSC) Sentul dan Pusat Pelatihan
Misi Internasional Polri di Cikeas. Akan tetapi, Indonesia belum memiliki
Pusat Misi Perdamaian bagi ahli-ahli sipil. Subekti mengatakan bahwa
“Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono dalam sebuah rapat kabinet
pernah mengutarakan berniat membentuk Peacekeeping Center yang
terintegrasi yang dapat melatih 3 pilar UNPKO (militer, polisi, dan ahli-ahli
sipil) tetapi pelaksaannya tidak berhasil diwujudkan.” Subekti menambahkan
bahwa “harusnya ada Pusat Misi Damai Indonesia punya anak, Misi Damai
Militer dan Misi Damai Non-Militer. Idealnya Begitu, sehingga kalau orang sipil
mau ke Darfur misalnya kelompok sipil mahasiswa, orang-orang sipil relawan,
ini yang bina kelompok non-militer ini.” Senada dengan Subekti, Rakimin
Djoeri menuturkan, bahwa:
“pada tahun 2010 itu, SBY sudah menyampaikan dalam rapat kabinet tentang hal itu, bahwa pak sby menginginkan setiap pengiriman pasukan perdamaian diharapkan sudah siap. Tidak ada yang dipulangkan dan sebagainya. … Ternyata dalam perjalanan tidak ada yang jadi, karena kemlu inginnya sama-sama semua ada miter ada polisi, tapi ga jadi-jadi juga. Minta aksinya kemlu tidak ada sehingga kemhan bentuklah aksinya di sentul itu. … SBY maunya bgitu. Mau terintegrasi. Beliau mengharapkan yang sekarang itu terintegrasi makanya ketika terbentuk itu, lahan itu masuk jugalah instansi-instansi yang lain.”
Sementara, Andy Rachmianto membenarkan keterangan Subekti dan
Rakimin Djoeri tentang rencana pembentukan Peacekeeping Center tersebut.
Akan tetapi, Kemlu RI berdalih, gagalnya terbentuk Peacekeeping Center
Nasional karena turunan Undang-Undang antara Polri dan TNI.
Untuk mendukung Pelaksanaan Visi 4.000 Peacekeepers,
Pemerintahan Presiden RI ke-7 Joko Widodo melalui Menteri Luar Negerinya
menerbitkan Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 5 tahun 2015 tentang
Peta Jalan Visi 4.000 Personel Pemelihara Perdamaian 2015 – 2019
(Roadmap Vision 4.000 Peacekeepers 2015-2019). Permenlu ini merupakan
sebuah acuan strategis yang disusun oleh Menteri selaku Ketua Tim
Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian bagi Kementerian, lembaga, dan
instansi anggota Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian yang;
a. Memuat gambaran umum dan perkembangan partisipasi Indonesia pada
misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa;
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 5
b. Menjabarkan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam periode 2015-
2019 guna mencapai Vision 4.000 Peacekeepers pada tahun 2019, dan
c. Mengidentifikasi peluang dan tantangan dalam upaya pencapaian Vision
4.000 Peacekeepers, termasuk potensi penggelaran personel Indonesia
pada berbagai misi pemliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
Kemudian Presiden Joko Widodo pada 23 Juli 2015 menetapkan
Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2015 tentang Pengiriman Misi
Pemeliharaan Perdamaian dengan mempertimbangkan (huruf b) untuk
meningkatkan partisipasi Pemerintah Republik Indonesia dalam misi
pemeliharaan perdamaian, diperlukan kesiapan personel, materiil, peralatan,
dan dana guna memenuhi permintaan partisipasi tersebut secara cepat dan
tepat.
Dalam Pasal 1–nya ayat (1) dikatakan bahwa Pengiriman misi
pemeliharaan perdamaian merupakan penugasan warga Negara Indonesia
ke suatu misi pemeliharaan perdamaian di luar wilayah Republik Indonesia;
dan ayat (2) dikatakan bahwa Warga negera Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi personel yang secara keseluruhan atau
sebagaian berasal dari unsur Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, atau sipil yang tergabung dalam suatu pasukan atau
perorangan. Artinya untuk mendukung pencapaian jumlah 4.000
Peacekeepers Pemerintah RI tidak lagi hanya mengirimkan unsur TNI dan
Polri saja seperti yang selama ini dilakukan tetapi sudah mengikat dan akan
melibatkan unsur sipil dimasa mendatang untuk pengiriman misi
pemeliharaan perdamaian.
Satu Tahun telah berlalu. Meskipun jumlah kontribusi pasukan sudah
bertambah dan menjadi Peringkat 11 Negara Kontributor Pasukan dengan
jumlah 2.866 personel, menurut peneliti Implementasi Visi 4.000
Peacekeepers dalam United Nations Peacekeeping Operation (UNPKO) yang
telah dijalankan atau akan dijalankan tidak terlepas dengan apa yang akan
dinamakan pengawasan. Salah satu mekanisme yang sering dijalankan
dalam melakukan pengawasan program adalah dengan cara evaluasi. Fort,
Martinez, Mukhopadhyay (2001) dalam Donna M. Mertens mendefenisikan
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 6
evaluasi sebagai penilaian berkala terhadap relevansi, kinerja, efesiensi, dan
dampak yang diharapkan serta dampak yang tak terduga dari proyek sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan. Selain itu, Riant Nugroho mengatakan
bahwa, “evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan” dan
“kenyataan”. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian lebih
dalam lagi terhadap Implementasi Visi 4.000 Peacekeepers dalam United
Nations Peacekeeping Operation (UNPKO) dengan melakukan evaluasi
dengan judul penelitian, “Evaluasi Implementasi Permenlu No. 05 Tahun
2015 Tentang Peta Jalan Visi 4.000 Personel Pemelihara Perdamaian
2015-2019 Untuk Mewujudkan Visi 4.000 Peacekeepers Periode Tahun
2015-2016”
1.2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah peneliti ingin melihat, mendalami dan
menelaah capaian hasil Implementasi Permenlu No. 05 Tahun 2015 Tentang
Peta Jalan Visi 4.000 Personel Pemelihara Perdamaian 2015-2019 Untuk
Mewujudkan Visi 4.000 Peacekeepers Periode Tahun 2015-2016.
1.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1) Bagaimana Implementasi Permenlu No. 05 Tahun 2015 Tentang Peta
Jalan Visi 4.000 Personel Pemelihara Perdamaian 2015-2019 Untuk
Mewujudkan Visi 4.000 Peacekeepers Periode Tahun 2015-2016.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan Capaian hasil
Implementasi Permenlu No. 05 Tahun 2015 Tentang Peta Jalan Visi 4.000
Personel Pemelihara Perdamaian 2015-2019 Untuk Mewujudkan Visi 4.000
Peacekeepers Periode Tahun 2015-2016.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 7
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memperkaya referensi
bagi para akademisi yang mendalami masalah Damai dan Resolusi Konflik
pada UNPKO.
1.5.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam
pembuatan kebijakan Pengerahan Personel Misi Pemeliharaan Perdamaian
untuk mencapai Visi 4.000 Peacekeepers dan menjadi rujukan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 8
BAB 2
KERANGKA TEORI
2.1 Evaluasi Implementasi Kebijakan
Riant Nugroho mengatakan bahwa Sebuah kebijakan publik tidak bisa
dilepas begitu saja. Kebijakan harus diawasi, dan salah satu mekanismen
pengawasan tersebut disebut “evaluasi kebijakan”. Evaluasi biasanya
ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna
dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan dicapai.
Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan” dan
“kenyataan”.
Tujuan pokok evaluasi bukanlah untuk menyalah-nyalahkan,
melainkan untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian dan
harapan suatu kebijakan publik. Tugas selanjutnya adalah bagaimana
mengurangi atau menutup kesenjangan tersebut. Jadi, evaluasi kebijakan
publik harus dipahami sebagai sesuatu yang bersifat positif.
Permasalahan kesenjangan antara kebijakan dan implementasi
kebijakan sebenarnya bukan monopoli bangsa Indonesia. Kesenjangan
antara teori dari kebijakan cultuur stelsesl dengan implementasinya, dalam
bentuk kebijakan tanam paksa, memberi sebuah tafsiran baru, bahwa
ketidakmampuan aligning antara rumusan kebijakan dan implementasi
kebijakan adalah warisan Belanda. Bahkan, dapat dikatakan sebagai Dutch-
Colonializer-Diseases. Penyakit Penjajah Belanda.
Nugroho menambahkan, bahwa pada masa lalu, kebijakan Swasemba
Pangan melalui introduksi Revolusi Hijau memang membuat Indonesia
mencapai Swasembada di tahun 1984. Akan tetapi, kebijakan ini hancur
ketikan Indonesia menjadi salah satu Negara importir beras terbesar di dunia
pada tahun 1990-an. Nugroho juga mengemukakan, bahwa ada banyak
peneliti yang menemukan bahwa dari konsep-konsep perencanaan, rata-rata
konsisten implementasi antara 10-20% saja. Dari sini kita melihat,
implementasi kebijakan itu memang krusial.
Oleh karena itu, Nugroho menekankan harus memberikan perhatian
pada implementasi kebijakan karena admisintrasi publik kita sering
mengalami myopia, yaitu matanya besar, membelalak. Tetapi tidak melihat
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 9
kesalahan besar didepan hidungnya. Nugroho kemudian membagi myopia
implementasi kebijakan kedalam tiga, yaitu:
1. Selama ini sebagaian besar risorsis kita habiskan untuk membuat
PERENCANAAN, namun tidak cukup untuk BAGAIMANA
MELAKSANAKANNYA.
2. Selama ini kita anggap kalau kebijakan sudah diputuskan,
diundangkan, lantas rakyat dianggap tahu, dan kalau salah langsung
dihukum. ..
3. Selama ini kita anggap kalau kebijakan sudah dibuat, implementasi
akan “jalan dengan sendirinya”.
Dari sembilan Model-Model Implementasi yang dikemukakan oleh Riant
Nugroho dalam bukunya, peneliti memilih Model Van Meter dan Van Horn
yang diperkenalkan pada tahun 1975 sebagai pisau analisa karena
kesesuaian implementasi dengan kebijakan Visi 4.000 Peacekeepers dalam
United Nations Peacekeeping Operation (UNPKO) itu sendiri.
Model Model Van Meter dan Van Horn mengungkapkan bahwa
implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik,
implementor, dan kinerja kebijakan publik. Model ini memasukkan beberapa
variable yang mempengaruhi kebijakan publik yaitu:
1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antarorganisasi.
2. Karakteristik agen pelaksana/implementator.
3. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik.
4. Kecenderungan (disposition) pelaksana/implementor
Variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variable berikut:
1. Standard (ukuran dasar) dan tujuan kebijakan. Hal ini berkaitan
dengan sejauh mana standar direalisasikan, sebab biasanya sering
terlalu luas dan kabur, sehingga susah diukur.
2. Sumber-Sumber Kebijakan, berupa Dana, SDM, dan Fasilitas.
3. Komunikasi antar organisasi & Kegiatan pelaksanaan, khususnya
mengkomunikasikan standar aturan, sehingga diperoleh ketepatan dan
konsistensi sekaligus sebagai alat ukur dalam pengawasan.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 10
4. Karakteristik badan pelaksana, yang menyangkut karakteristik, norma
dan pola hubungan yang ada. Selain itu, harus pula dicermati, (a)
kompetensi dan jumlah staf, (b) rentang kendali/ hierarki, (c) dukungan
politik yang dimiliki, (d) kekuatan organisasi, (e) derajat keterbukaan
dan kebebasan komunikasi, (f) keterkaitan dengan pembuat kebijakan.
5. Kondisi sosial ekonomi dan politik
6. Sikap pelaksana, yang meliputi persepsi pelaksana atas masalah,
standard dan tujuan serta sejauh mana bertentangan dengan
kepentingan pelaksana.
Sebagaimana dijelaskan dalam gambar 2.1. pada halaman berikut:
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 11
Gambar 2.1. Model Implementasi Donald Van Meter dan Carl Van Horn
Economic, social, and
Political conditions
PO
LIC
Y
RESOURCES
STANDARD AND
OBJECTIVES
Characteristics of the
implementating agencies
Interorganizational
Communication and
enforcement activities
The disposition of
implementers
PE
RF
OR
MA
NC
E
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 12
Nugroho mengatakan bahwa tidak ada model terbaik. Setiap jenis
kebijakan publik memerlukan model implementasi kebijakan yang berlainan.
Gambar 2.2. Tahapan Implementasi
Oleh karena itu, Teori Evaluasi Implementasi menurut Tim Peneliti
sangatlah tepat digunakan untuk menganalisa capaian hasil Implementasi Visi
4.000 Peacekeepers dalam United Nations Peacekeeping Operations (UNPKO)
Tahun 2015-2016 karena untuk menilai sejauh mana keefektifannya guna
Ya Tidak
Apakah kebijakan publik dapat langsung
diimplementasikan?
Buat prosedur
implementasi
Buat Kebijakan
pelaksana
Alokasikan
sumberdaya
Sesuaikan prosedur
implementasi dengan
sumberdaya yang
dipergunakan
Kendalikan
pelaksanaannya
Evaluasi Implementasi
Implemetasi basic good
governance:
1. Transparansi 2. Akuntabilitas 3. Adil-wajar (fairness) 4. Responsivitas
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 13
dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan dicapai
dan apakah ada kesenjangan antara “harapan” dan “kenyataan”. Selain itu,
harapan dari Teori Evaluasi Implementasi adalah untuk mencapai Good
Governance yang transparansi, akuntabilitas, Adil-wajar (fairness) dan
responsivitas.
2.2. Konsep UNSAS/UNPCRS
The United Nations Standby Arrangements System (UNSAS) pertama
kali digunakan pada PBB Brahimi Report tahun 2000 yang merupakan hasi
penelitian Lhakdar Brahimi bersama 9 anggota panel lainnya yang ditunjuk oleh
Sekjen PBB Kofi A. Annan untuk mengevaluasi kegagalan UN Traditional
Peacekeeping. Faktor-faktor penyebab kegagalan tersebut kemudian
disampaikan oleh Brahimi Report (2000), yaitu
“The United Nations does not have a standing army, and it does not have a standing police force designed for field operations. There is no reserve corps of mission leadership: special representatives of the Secretary-General and heads of mission, force commanders, police commissioners, directors of administration and other leadership components are not sought until urgently needed. The Standby Arrangements System (UNSAS) currently in place for potential government-provided military, police and civilian expertise has yet to become a dependable supply of resources. ... The need for standby arrangements for the recruitment of civilian personnel in substantive and support areas has long been recognized but not yet implemented. And finally, the Secretary-General lacks most of the authority to acquire, hire and preposition the goods and people needed to deploy an operation rapidly before the Security Council adopts the resolution to establish it, however likely such an operation may seem.”. (Paragragh 84)
Sebagaimana disebutkan dalam Brahimi Report tersebut, PBB tidak memiliki
satuan tentara dan polisi yang dirancang untuk operasi-operasi lapangan. tidak
ada korps kepemimpinan misi cadangan: wakil khusus Sekjen dan kepala misi,
komandan pasukan, komisioner polisi, direktur-direktur administrasi dan
komponen kepemimpinan PBB lainnya yang terlihat hingga mereka benar-
benar dibutuhkan.
Sistem Pengerahan Siaga PBB (UNSAS) saat ini peruntukkan untuk
militer potensial sedangkan, polisi, dan ahli-ahli sipil yang disediakan-
pemerintah belum menjadi persediaan sumber daya yang dihandalkan.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 14
Keperluan perekrutan untuk pengerahan siaga personel sipil dalam substansi
dan mendukung area dikenali tapi tidak diimplementasikan. Akhirnya, Sekjen
PBB kekurangan kewenangan untuk mendapatkan, memperkerjakan, dan
menyiapkan barang peralatan dan orang-orang yang diperlukan untuk
dikerahkan pada operasi secara cepat sebelum DK PBB mengadopsi resolusi
untuk mendirikan sebuah misi.
Rekomendasi lainnya sebagaimana dalam Executive Summary Brahimi
Report terdapat beberapa rekomendasi yang disampaikan kepada Sekjen PBB
Kofi A. Annan, yaitu:
1) Peningkatan Bimbingan Misi Dan Kepemimpinan (para 92-101)
Panel merekomendasikan bahwa kompilasi Sekjen PBB, secara sistematis
dan dengan masukan dari Negara-Negara Anggota PBB, sebuah daftar
lengkap potensial Special Representatives of the Secretary-General
(SRSGs) atau Wakil Khusus Sekretaris Jenderal, Komandan Pasukan,
Komisaris Polisi Sipil, Potensial Deputi mereka dan Potensial Kepala
komponen lain dari misi, yang mewakili geografis luas dan distribusi gender
yang adil.
2) Standar Pengerahan Cepat dan Keahlian "on-call" (para 86-91 dan 102-
169)
6 (enam) sampai 12 (dua belas) minggu pertama setelah gencatan
senjata atau perjanjian damai sering menjadi yang paling kritis untuk
membangun perdamaian yang stabil dan kredibilitas operasi baru.
Kehilangan kesempatan selama periode ini sulit untuk didapatkan
kembali.
PBB kemudian mendefinisikan “rapid and effective deployment capacity”
atau “kapasitas pengerahan yang efektif dan cepat” sebagai kemampuan
untuk mengerahkan secara penuh misi traditional peacekeeping dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari dari penerapan pendirian resolusi DK PBB
seperti sebuah operasi, dan dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari dalam
kasus Operasi Pemeliharaan Perdamaian yang Kompleks.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 15
Kemudian Panel merekomendasi UN Standy Arrangements System
(UNSAS) atau Sistem Pengaturan Siaga PBB dikembangkan lagi untuk
melengkapi beberapa jumlah brigade pasukan, multinasional dan yang
terkait serta pentingnya penggunaan pasukan yang diciptakan dalam
kerjasama dengan negara-negara anggota dalam memenuhi kebutuhan
yang lebih baik untuk robust peacekeeping forces yang telah diberi
wewenang. Sekretariat direkomendasi untuk mengirimkan timnya untuk
mengecek kesiapan setiap kontribusi pasukan potensial sesuai standar
pelatihan dan peralatan yang diperlukan untuk pengerahan utama PKO.
Unit yang tidak memenuhi standar tidak akan dikerahkan.
untuk mendukung pengerahan cepat dan efektif, panel
merekomendasikan revolusi “on-call list” sekitar 100 petugas-petugas
militer yang berkualitas dan pengalaman, diperiksa dengan teliti dan
diterima oleh DPKO yang terbentuk bersama UNSAS. Sejalan dengan
itu, on-call list polisi sipil, ahli-ahli hukum internasional, ahli-ahli hukum
pidana dan spesialis HAM harus tersedia dalam jumlah yang cukup
untuk menguatkan institusi peraturan perundang-undangan
sebagaimana diperlukan dalam bagian UNSAS. Tim yang telah terlatih
sebelumnya dapat dimasukkan ke dalam daftar ini mendahului untuk
memfasilitasi pengerahan cepat dan efektif komponen peraturan
perundangan, tim polisi sipil dan ahli-ahli terkait sebelum ke daerah misi
baru.
Selain untuk menyiapkan personel militer dan polisi sipil, Sekretariat
seharusnya juga bertujuan pada hal dasar yang mendesak, yaitu
kebutuhan-kebutuhan: mekanisme perekrutan, penempatan dan personil
sipil lapangan terdesentralisasi yang transparan; untuk meningkatkan
retensi spesialis sipil yang diperlukan dalam setiap operasi perdamaian
yang kompleks; dan untuk menciptakan pengaturan siaga untuk
pengerahan cepat mereka.
Brahimi Report memiliki persamaan pada penelitian yang akan dilakukan
peneliti yaitu mengevaluasi dan menerapkan tentang Peran kontribusi,
signifikansi dan daya menentukan Civilian Peacekeepers dalam UN PKO mulai
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 16
dari Markas Besar hingga misi dilapangan. Akan tetapi, beda Brahimi Report
dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada bagaimana Peran
kontribusi, signifikansi dan daya menentukan dari Indonesian Civilian
Pecekeepers dalam UN PKO. Selain itu, penelitian yang peneliti lakukan juga
untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana Kebijakan-Kebijakan
Pemerintah RI dalam mendukung penguatan Peran Indonesian Civilian
Peacekeepers dalam UN PKO. Sementara, penelitian yang peneliti lakukan
merupakan penelitian lanjutan dari implementasi Brahimi Report.
Kemudian dalam presentasi UNDPKO (2015) mengemukakan tentang
New Readiness System and Rapid Deployement yang berfokus pada
implement a redesigned system for managing commitments from the Members
States (PCRS), dan Liaison and coordination with ongoing initiative like
Standing Capabilities and rapidly deployable headquarters. UNDPKO juga
membahas tentang UNSAS: Issues and Challenges, Level Commitment,
Overview of the UN PCRS, PCRS: Level of Commitment.
Secara singkat hasil presentasi UNDPKO adalah sebagai berikut:
1) UNSAS: Issues and Challenges atau Permasalahan dan Tantangan.
UNSAS didirikan pada tahun 1994 dan berfungsi dengan berdasarkan-
Jaraingan (Web-Based) UNSAS sejak September 2010. Pada tahun 2015
terdapat 100 Negara Anggota PBB yang berpartisipasi (hanya bertambah 13
Negara pada akhir 2016) dengan 13 TCC (Negara Penyumbang Pasukan)
yang aktif sampai dengan akhir Kuartal ke-2 2015 (hanya 10 yang “berjanji”
atau pledges). UNSAS keefektifannya terbatas karena kekurangan
perjanjian oleh UN HQ & MS, dan Tingkat persiapan kontingen-kontingen
khususnya pada tingkatan detil tidak memadai.
2) UNSAS: Levels of Commitment atau Tingkatan Komitmen. Pada Level 1,
Menyediakan daftar kemampuan (termasuk besar, kekuatan, dan respon
waktu) dari janji yang dibuat kepada PBB. Pada level 2, Menyediakan detil-
detil daftar inventory janji-janji termasuk pengorganisasian unit-unit, sebuah
daftar major equipment, tingkatan self-sufficiency, dan data-data individu.
Rapid Deployment Level (RDL) atau Tingkat Pengembangan Cepat yang
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 17
berupa pengembangan sumber-sumber daya dalam waktu 90 hari dari
Mandat DK PBB.
Overview of the UN PCRS atau Gambaran Umum UN PCRS adalah “A
more dynamic process of interaction between the UNHQ and Member States
for ensuring readiness and timely deployment of quality peacekeeping
capabilities”. UN PCRS merupakan sebuah proses interaksi yang lebih dinamis
antara Markas PBB dan Negara-Negara Anggota untuk memastikan kesiapan
dan pengembangan waktu singkat dari kemampuan kualitas pemelihara
perdamaian. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efesiensi dalam
manajemen komitmen, tercapainya tingkat yang lebih tinggi dan prediktabilitas
melalui pendekatan berkesinambungan dan kolaboratif antara Markas PBB dan
Negara-Negara Anggota, serta Menyediakan sebuah jalur untuk penyeleksian
pengembangan Negara TCC.
Sama halnya dengan UNSAS, PCRS: Level of Commitment atau Tingkat
Komitmen PCRS juga terbagi 4 termasuk RDL. Pada level 1, Negara TCC
membuat janji formal bersama dengan (a) tabel organisasi, (b) daftar Major and
Self Sustainment equipment, dan (c) sertifikat telah menyelesaikan Pelatihan
Dasar; Pada level 2, berdasarkan permintaan-permintaan PBB, memilih Negara
TCC diangkat ke Level 2 setelah penandatanganan draft MoU dan penilaian
perilaku memuaskan dan Kunjuangan-kunjungan Penasehat (AAV). Pada Level
3, menindaklanjuti kepuasaan AAV, Negara TCC diangkat ke Level 3 setelah
MoU ditandatangani dan Negara TCC menyediakan daftar beban atau “load
list” seperti yang dipersyaratkan oleh DFS/MovCon. Dan terakhir Rapid
Deployment Level (RDL) atau Tingkat Pengembangan Cepat berupa janji-janji
Negara TCC untuk RDL jika layak mengerahkan dalam waktu 30/60/90 hari
setelah Mandat DK PBB. Fasilitas Premium yang disediakan untuk pengerahan
cepat jika terpenuhi, yang akan disetujui oleh Sekjen PBB.
2.3. Konsep Peacekeeping Operations (Robust PKO)
Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB (UNPKO) bukan merupakan alat
penegakan (enforcement tool). Meskipun, UNPKO diperbolehkan
menggunakan kekuatan pada level taktik, dengan wewenang dari Dewan
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 18
Keamanan (DK) PBB, jika dalam aksi membela diri dan membela mandate.
Dalam beberapa situasi yang sedang bergejolak, DK PBB telah memberikan
UNPKO mandat “robust” yang berwenang untuk “menggunakan segala cara
yang diperlukan” atau “use all necessary means” untuk mencegah segala cara
yang mengganggu proses politik, melindungi warga sipil dibawah ancaman
serangan fisik, dan / atau membantu otoritas nasional dalam menjaga
ketertiban dan hukum.
Meskipun di lapangan mereka kadang-kadang tampak serupa, robust
peacekeeping tidak seharusnya dikelirukan dengan peace enforcement, seperti
yang disebutkan dalam Chapter VII Piagam PBB. Robust Peacekeeping
melibatkan penggunaan kekuatan pada level taktik dengan wewenang DK dan
persetujuan dari Negara tuan rumah dan / atau pihak-pihak utama yang terlibat
konflik. Sedangkan, peace enforcement tidak memerlukan persetujuan dari
kedua pihak yang terlibat konflik dan mungkin melibatkan penggunaan
kekuatan militer pada level strategi atau internasional, yang biasanya dilarang
untuk Negara-Negara Anggota dalam Pasal 2 (4) Piagam, kecuali diizinkan oleh
DK PBB.
Sebuah UNPKO seharusnya hanya menggunakan kekuatan sebagai
upaya terakhir. Hal ini harus selalu dikalibrasi dengan cara yang tepat,
proporsional dan layak dalam prinsip kekuatan minimum yang diperlukan untuk
mencapai efek yang diinginkan, sekaligus menjaga kesepakatan untuk misi dan
mandate PBB. Penggunaan kekuatan oleh UNPKO selalu memiliki implikasi
politik dan sering dapat menimbulkan keadaan yang tak terduga.
Penilaian mengenai penggunaan kekuatan dilakukan pada level yang
sesuai dengan misinya, berdasarkan kombinasi factor-faktor termasuk
kemampuan misi, persepsi publik, dampak kemanusiaan, perlindungan
kekuatan, keamanan dan keselamtan personel, dan yang paling penting,
dampak bahwa tindakan tersebut akan memiliki lokal dan nasional untuk misi.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 19
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif dengan pemilihan informan penelitian yang dianggap
dapat mewakili permalasahan penelitian. Penelitian ini juga didukung dengan
data sekunder yang diolah berdasarkan variabel-variabel yang ditentukan.
3.2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, para peneliti memilih metode pengumpulan data
berupa, observasi, dan wawancara mendalam dengan para stake holders’
berdasarkan informan yang ditentukan. Data sekunder diperoleh dari
Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Pertahanan RI, Mabes TNI dan
Pusat Misi Pemelihara serta Mantan Force Commander MINURSO, Western
Sahara. Lokasi Penelitian dilakukan di Jakarta, Bogor dan di Batam. Selain itu,
peneliti juga studi kepustakaan untuk melengkapi penelitian ini. Pengumpulan
data sekunder dilakukan sebelum melakukan penelitian primer, untuk
mendapatkan gambaran serta pemetaan yang jelas mengenai kondisi hasil
capaian implementasi Program Kerja TNI tahun 2014.
Dari tujuh Metode Penelitian yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto
(2013), yaitu: (1) tertulis, (2) tes lisan, (3) Angket, (4) Wawancara, (5)
Pengamatan, (6) Dokumentasi, (7) Inventori. Peneliti memilih tiga metode yaitu,
Wawancara, Pengamatan atau Observasi dan Dokumentasi.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara kepada
stakeholder yang terlibat dalam Implementasi Visi 4.000 Peacekeepers dalam
United Nations Peacekeeping Operation (UNPKO) di UNIFIL Tahun 2015-2016,
yaitu (a) tataran Menteri atau Direktur Direktorat yang mewakili dari
Kementerian RI; (b) tataran Panglima TNI atau yang mewakili; dan (c) tataran
Pelaksana Program yaitu Komandan PMPP TNI dan Ketua Harian TKMPP;
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 20
serta (d) tataran pendukung seperti Pejabat atau Personel dan Director of
United Nations Information Center di Jakarta.
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan semi terstruktur dengan
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Selain itu, peneliti juga menggunakan
pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan dan berkaitan dengan tujuan penelitian.
Tujuan wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengamati perilaku stakeholder dalam
berbagai aktivitas mereka selama Implementasi Visi 4.000 Peacekeepers
dalam United Nations Peacekeeping Operation (UNPKO) di UNIFIL Tahun
2015-2016.
3.3. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam mengevaluasi program
Program TNI dalam United Peacekeeping Operations (UNPKO) di di UNIFIL
adalah analisis data dengan statistika deskriptif. Menurut Suharsimi Arikunto
dan Cepi Safruddin mengatakan bahwa statistik deskriptif adalah sutu teknik
pengolahan data yang tujuannya untuk melukiskan dan mengolahan data yang
tujuannya untuk melukiskan dan menganalisis kelompok data tanpa membuat
atau menarik kesimpulan atas populasi yang diamati. Lebih lanjut Suharsimi
Arikunto dan Cepi Safruddin menjelaskan bahhwa statistik jenis ini memberikan
cara untuk mengurangii jumlah data kedalam bentuk yang dapat diolah dan
mengggambarkannya dengan tepat mengenai rata-rata, perbedaan, hubungan
dan sebagainya.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 21
BAB 4
DATA PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Gambaran Subyek Penelitian
Subyek Penelitian ini adalah Implementasi Kebijakan-Kebijakan
Pemerintah RI terkait dukungan atau tidak mendukung Visi 4.000
Peacekeepers. Kebijakan-kebijakan yang peneliti maksudkan adalah Peraturan
Menteri Luar Negeri Nomor 8 Tahun 2015 yang ditetapkan oleh Menteri Luar
Negeri RI pada tanggal 13 Februari 2015 dan Peraturan Presiden Nomor 86
Tahun 2015 tentang Pengiriman Misi Pemeliharaan Perdamaian yang
ditetapkan Presiden RI pada tanggal 23 Juli 2015.
4.1.1. Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 05 Tahun 2015
Peraturan Menteri Luar Negeri No. 05 Tahun 2015 tentang Peta Jalan
Visi 4.000 Personel Pemelihara Perdamaian 2015-2019 (Roadmap Vision 4.000
Peacekeepers 2015-2019) hanya terdiri dari 4 Pasal. Pasal 1 berisi lampiran
tentang Roadmap Vision 4.000 Peacekeepers merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri. Pasal 2 Roadmap Vision 4.000
Peacekeepers merupaakn acuan strategis yang memuat 3 hal. Pasal 3
menyebutkan tentang historis pencanangan Visi 4.000 Peacekeepers. Dan
Pasal 4 berisikan tanggal diundangkannya.
Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa “Vision 4.000 Peacekeepers
merupakan visi yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada 20
Maret 2012 unttuk menempatkan Indonesia sebagai sepuluh Negara terbesar
penyumbang pasukan pada misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan
Bangsa-Bangsa.”
Roadmap ini merupakan sebuah acuan strategis yang disusun oleh
Menteri (Luar Negeri) selaku Ketua Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan
Perdamaian bagi kementerian, lembaga, dan instansi anggota Tim Koordinasi
Misi Pemeliharaan Perdamaian yang;
a. Memuat gambaran umum dan perkembangan partisipasi Indonesia pada
misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa;
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 22
b. Menjabarkan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam periode 2015-
2019 guna mencapai Vision 4.000 Peacekeepers pada tahun 2019;
c. Mengidentifikasi peluang dan tantangan dalam upaya pencapaian Vision
4.000 Peacekeepers, termasuk potensi penggelaran personel Indonesia
pada berbagai misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 2.
Dikarenakan Lampiran Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 05 Tahun
2015 terdiri dari 31 halaman, tanpa mengurangi isi utamanya peneliti akan
meringkas Peraturan tersebut. Komitmen Indonesia untuk ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial sesuai dengan alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya diwujudkan melalui
keterlibatan (partisipasi dan kontribusi) Indonesia dalam UNPKOs.
Pelaksanaannya senantiasa dilaksanakan dengan menghormati prinsip-prinsip
dasar operasai pemeliharaan perdamaian PBB yang meliputi ketidakberpihakan
(impartiality), persetujuan para pihak yang bertikai (consent of the parties), dan
tanpa penggunaan kekerasan kecuali untuk membela diri dan mempertahankan
mandate (non-use of force, except in self-defense and defence of the mandate).
Selain merupakan indikator penting dari peran konkret Indonesia dalam
pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, keterlibatan Indonesia
merupakan sarana peningkatan profesionalisme individu, standarisasi peralatan
utama yang digunakan, dan efektiftas organisasi yang terlibat secara langsung
dalam penggeleran UNPKOs. Partisipasi Indonesia dalam UNPKOs juga dapat
dimanfaatkan untuk mendorong pengembangan industry strategis nasional di
bidang pertahanan. Berdasarkan hal tersebut dicanangkanlah Visi 4.000
Peacekeepers.
Pencapaian Vision 4,000 Peacekeepers akan memberikan dampak
positif dalam memperkuat peran strategis Indonesia di berbagai for a
multilateral, khususnya PBB, antara lain menciptakan peluang yang lebih besar
bagi Indonesia untuk mengisi jabatan strategis, baik di Misi maupun di United
Nations Department of Peacekeeping Operations (UN DPKOs). Lebih dari itu,
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 23
diharapkan hal ini juga akan memperkuat pencalonan Indonesia sebagai
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB (periode 2019-2020) dan
Peacebuilding Commission (PBC).
Dokumen Roadmap ini dibuat dengan harapan agar dapat dijadikan
rujukan bagi kementerian, lembaga, atau instansi terkait guna mengkaji status
dan tahapan yang dilakukan menuju pencapaian Vision 4,000 Peacekeepers.
UN DPKO masih terus menyampaikan permintaan kontribusi
pasukan dan kesempatan untuk mengisi posisi-posisi baik di tingkat staf
maupun di tingkat strategis kepada Indonesia. Hal ini belum secara penuh
dimanfaatkan oleh Indonesia mengingat Indonesia masih menghadapi
sejumlah tantangan dan kendala. Sejauh ini, konstribusi Indonesia dalam
UNPKOs lebih banyak melibatkan personel militer dan polisi. Sesuai
dengan karakter UNPKOs yang multidimensi, diperlukan pula pelibatan
personel sipil. Kondisi tersebut memungkinkan Indonesia untuk
mengirinmkan pakar-pakar sipilnya bergabung dalam UNPKOs.
Dalam Roadmap juga tertuang tentang tantangan-tantangan yang
dihadapi baik dari internal maupun eksternal. Tantangan-tantangan internal
tertuang dalam Butir A.3.1 yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
saat ini merupakan instrument hukum utama yang mengatur secara
umum mengenai kontribusi Indonesia dalam UNPKOs. Namun,
pengaturan tersebut masih memerlukan suatu peraturan pelaksana yang
mengatur partisipasi dan kontribusi Indonesia pada UNPKOs.
2. Dari sisi legalitas, salah satu kendala utama yang dapat diidentifikasi
dalam pengiriman personel dan / atau pasukan Indonesia ke
berbagai UNPKO adalah lambatnya penyiapan Peraturan Presiden
(Perpres) sebagai jaminan tertib hukum dan tertib administrasi.
Secara tertulis, Menteri Hukum dan HAM RI serta Menteri Keuangan
RI telah memberikan pendapatnya bahwa suatu misi harus
dilengkapi dengan satu Perpres terpisah, sesuai dengan amanat
pasal 10 dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan
Luar Negeri. Perpres dalam hal ini dibutuhkan sebagai landasan hukum
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 24
bagi pertanggungjawaban keuangan selain juga pertanggungjawaban
politik.
3. Dengan demikian, mengamati bahwa salah satu kendala yang terjadi
selama ini adalah terkait dengan perlu/ tidaknya pembuatan suatu
Perpres, maka sudah terdapat kesepahaman diantara seluruh
Kementerian/Lembaga terkait di forum TKMPP bahwa pembuatan
Perpres wajib adanya sebagai dasar pengiriman personel dan / atau
pasukan Indonesia pada misi perdamaian. Saat ini, yang perlu dilakukan
adalah dukungan dari semua pihak yang terlibat agar pembuatan
Perpres untuk pengiriman peacekeepers Indonesia ke suatu misi
pemeliharaan perdamaian dapat disiapkan dalam waktu sesingkat
mungkin.
4. Pelaksanaan pengiriman dalam berbagai UNPKOs seringkali menemui
kendala khususnya terkait masalah keuangan, mengingat permintaan
PBB kepada Pemerintah RI untuk melakukan kontribusi personel dalam
UNPKOs selalu disampaikan sewaktu-waktu dan seringkali dibutuhkan
pengiriman yang cepat (rapid deployment) guna memenuhi [permintaan
tersebut secara tepat wakut (timely) dan cepat (swiftly). Disisi lain,
pembentukan sebuah UNPKO berdasarkan otorisasi Dewan Keamanan
PBB, tidak serta merta dapat diprediksi di tahun sebelumnya oleh
Kementerian / Lembaga terkait. Hal ini berakibat pada tidak dapat
diantisipasinya keperluan penyiapan dana bagi pengiriman tersebut.
5. Ketentuan pengadaan barang dan jasa nasional sejalan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, seringkali menjadi
tantangan tersendiri dalam memenuhi permintaan kontribusi personel
dan/ atau pasukan Indonesia oleh PBB secara timely dan swiftly. Hal ini
mengingat berdasarkan ketentuan tersebut proses pengadaan dan
penghapusan peralatan personel dan / atau pasukan membutuhkan
proses dan waktu yang cukup panjang.
6. Pemajuan agenda civilian capacity pada tingkat nasional masih berjalan
lamban, khususnya karena belum ditetapkannya mekanisme nasional
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 25
untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan terkait dengan agenda
civilian capacity.
Sementara pada Butir A.3.2. Ekternalnya terdapat 4 faktor. Faktor
pertama, Menlu RI mengkhawatirkan akan dampak bagi keselamatan para
personel peacekeepers di MONUSCO karena bergesernya mandate UNPKOs
ke arah peace enforcement. Faktor kedua, masih terkait factor pertama tetapi
fokus pada MINUSMA (Mali). Mandatnya dinilai sejumlah Negara T/PCCs
dimaknai sebagai mandate yang bersifat robust dan berpotensi menggeser
mandate MINUSMA ke arah peace enforcement. Faktor ketiga, Prinsip adanya
persetujuan dari pihak-pihak terkait khususnya Negara penerima UNPKOs
sangat berpengaruh. Kontribusi Satgas Helikopter Mi-17 Indonesia tidak
mengeluarkan security clearance bagi pengiriman Satgas Helikopter. Faktor
terakhir adalah perkembangan dan situasi dilapangan yang dapat menghambat
dan membahayakan keselamatan personel termasuk epidemi penyakit
mematikan (Ebola) khususnya di kawasan Afrika Barat.
Kemudian, pada butir B. Peluang mengemukakan tentang
perkembangan situasi keamanan internasional menunjukkan masih terdapat
sejumlah wilayah konflik yang masih memerlukan kehadiran pasukan UNPKOs
baru. Beberapa misi PBB maupun rencana misi PBB yang berpotensi
melibatkan personel peacekeepers Indonesia adalah sebagai berikut Lebanon
(UNIFIL), Mali (MINUSMA), Republik Demokratik Kongo (MONUSCO), Sudan
Selatan (UNMISS), Republik Afrika Tengah (MINUSCA), Abyei, Sudan
(UNISFA), Sahara Barat (MINURSO), Darfur, Sudan (UNAMID), Liberia
(UNMIL), dan Suriah, serta Palestina. Namun, karena fokus penelitian ini pada
Lebanon (UNIFIL) maka tim peneliti membatasi uraian tentang peluang-peluang
misi lain.
United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) dibentuk berdasarkan
resolusi 425 dan 426 (1978) dan diberikan mandate, antara lain untuk
memastikan penarikan mundur tentara Israel dari wilayah Selatan Lebanon,
serta memberikan bantuan kepada Pemerintah Lebanon dalam mengembalikan
kekuasaan efektifnya atas wilayah tersebut. Dalam perkembangannya,
mandate UNIFIL diperkuat melalui Resolusi 1701 (2006) dan antara lain
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 26
mencakup memonitor penghentian kekerasan, memfasilitasi akses bantuan
kemanusiaan kepada warga sipil, memberikan bantuan kepada Pemerintah
Lebanon dalam mengamankan wilayah perbatasannya, khususnya guna
mencegah masuknya persenjataan ke Negara tersebut. Berdasarkan data PBB
per 31 November 2014 terdapat 1.286 personel militer Indonesia pada UNIFIL.
Indonesia berada posisi Negara Penyumbang Pasukan terbesar kedua bagi
UNIFIL setelah Italia. Sedangkan berdasarkan data PBB per 31 Agustus 2016,
Indonesia menduduki posisi pertama sebagai Negara Penyumbang Pasukan
terbesar dengan jumlah 1.296 personel, dilanjutkan Italia dengan jumlah 1.112
personel, Ghana dengan jumlah 870 personel, Nepal dengan jumlah 867
personel, dan Perancis dengan jumlah 779 personel.
Pada butir B.1.1. tentang Peluang UNIFIL disebutkan bahwa
berdasarkan Resolusi 1701 (2006) kekuatan maksimum UNIFIL adalah sebesar
15.000 personel militer. Namun, berdasarkan dara PBB per 30 November 2014,
UNIFIL saat ini hanya berkekuatan 10.284 personel militer. Dengan demikian,
masih terdapat peluang bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan
kontribusinya pada UNIFIL; Terbukanya berbagai posisi jabatan strategis pada
UNIFIL, termasuk Chief Branch/ Staff Officer; dan Terdapat peluang untuk
meningkatkan kontribusi Indonesia dalam kegiatan Civil-Military Cooperation
(CIMIC) dengan memberikan dana untuk kegiatan-kegiatan CIMIC.
Akan tetapi, selain terdapat peluang, juga disebutkan tantangan pada
butir B.1.2. yaitu Proses rotasi personel Maritime Task Force (MTF) dan Staff
Officer yang seringkali tidak tepat waktu dapat mempengaruhi jumlah dan
komposisi personel Indonesia pada UNIFIL; Minimnya anggaran yang dapat
digunakan untuk kegiatan CIMIC; dan Pemotongan anggaran UNIFIL dan
military drawdown personel UNIFIL dapat mempengaruhi jumlah personel
Indonesia pada UNIFIL; serta Alutsista yang sudah digunakan berusia lebih dari
lima tahun dan memerlukan pemeliharaan yang intensif untuk mempertahankan
kondisinya.
Kemudian, Menteri Luar Negeri sebagai Ketua Tim Koordinasi
Pemelihara Perdamaian (TKMPP) menindaklanjuti dengan melakukan
penambahan personel Indonesia pada misi UNIFIL harus berdasarkan
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 27
permintaan resmi dari UNDPKO; TKMPP melakukan kajian terhadap mandate,
keperluan dan kesiapan keterlibatan Indonesia dengan mempertimbangkan
dokumen pendukung, antara lain rules of engagement dan force requirements;
TKMPP memberikan rekomendasi terkait permintaan izin prinsip kepada
Presiden RI melalui Menhan/ Kapolri. Pemerintah Indonesia menjawab
permintaan resmi UN DPKO dengan catatan pending hasil Recce Visit. Serta
Recce Visit ke lokasi penugasa.
Selanjutnya, Butir terakhir C tentang Roadmap Vision 4.000
Peacekeepers berisi sususan untuk menentukan langkah-langkah yang perlu
dilakukan dalam periode 5 (lima) tahun ke depan (2015-2019) guna mencapai
jumlah kontribusi sebesar 4.000 personel. Dikarenakan fokus penelitian hanya
pada 2015-2016, maka tim peneliti hanya menjabarkan roadmap sesuai fokus
penelitian saja, yaitu sebagai berikut:
1) Periode Tahun 2015
Menuntaskan penyusunan landasan hukum nasional mengenai
penggelaran Misi Pemeliharaan Perdamaian.
Menyusun prosedur dan mekanisme pengambilan keputusan politis
Pemerintah RI.
Mengidentifikasi potential theatres tahun 2015-2019.
Mengidentifikasi potensi penambahan pasukan pada misi UN Pkos yang
ada.
Mempertahankan jumlah kontribusi personel.
Mempertahankan kualiatas Contingent-Owned Equipment (COE) dengan
menyusun manajemen logistik yang efektif dan efisien.
Melaksanakan kegiatan kajian mengenai mekanisme nasional
pengaturan Civilian Capacities.
Melaksanakan finalisasi pembentukan pasukan siaga operasi/ Standby
Force TNI.
Melaksanakan kajian pembentukan Standing Police Capacity (SPC)
Polri.
Melaksanakan kegiatan kajian keikutsertaan dalam United Nations
Standby Arrangement System (UNSAS).
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 28
Mengintensifkan konsultasi dan lobi dengan UN DPKO.
Menjajaki peluang berbagai jabatan strategis baik di markas besar PBB
di New York dan di UNPKOs.
Memanfaatkan peran Special Committee on Peacekeeping Operations
(C-34) untuk menyuarakan kepentingan Indonesia.
Melaksanakan kegiatan Outreach kepada para pemangku kepentingan
nasional.
Mengintensifkan penyelenggaraan rapat TKMPP Tingkat Menteri dan
Pelaksana Harian.
Memanfaatkan partisipasi dan kontribusi Indonesia pada UN PKOs
dalam rangka mendukung pecalonan RI sebagai anggota tidak tetap DK
PBB periode 2019-2020.
Membuka peluang bagi kontribusi baru sebanyak 250 personel.
Mengintesifkan kunjungan pejabat tinggi ke UN PKOs.
Melakukan kunjungan studi banding ke pusat pelatihan dan logistic UN
PKOs dan Negara lain.
2) Periode Tahun 2016.
Menyusun peraturan pelaksanaan mekanisme keterlibatan Civilian
Capacities.
Melengkapi organisasi pasukan siapa operasi/ Standby Force TNI.
Melaksanakan kajian pembentukan Standing Police Capacity (SPC)
Polri.
Menyiapkan pembentukan fasilitas pelatihan SPC.
Mendaftarkan kesiapan keikutsertaan Indonesia dalam United Nations
Standby Arrangement System (UNSAS).
Mempertahankan jumlah kontribusi personel.
Mempertahankan kualiatas Contingent-Owned Equipment (COE) dengan
menyusun manajemen logistic yang efektif dan efisien.
Mengintesifkan konsultasi dan lobi dengan UNDPKO.
Menjajaki peluang berbagai jabatan strategis baik di markas besar PBB
di New York dan di misi pemeliharaan perdamaian PBB.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 29
Memanfaatkan peran Special Committee on Peacekeeping Operation
(C-34) untuk menyuarakan kepentingan Indonesia.
Melaksanakan kegiatan Outreach kepada para pemangku kepentingan
nasional mengintensifkan penyelenggaraan rapat TKMPP Tingkat
Menteri dan Pelaksana Harian.
Memanfaatkan partisipasi dan kontribusi Indonesia di misi pemeliharaan
perdamaian dalam rangka mendukung pencalonan RI sebagai anggota
tidak tetap DK PBB periode 2019-2020.
Membuka peluang bagi kontribusi baru sebanyak 350 personel.
Mengintensifkan kunjungan pejabt tinggi ke UN PKOs.
Melakukan kunjungan studi banding ke Pusat pelatihan dan logistic UN
PKOs dan Negara lain.
Menyiapkan working papers tentang kebutuhan COE Indonesia.
4.1.2. Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2015 tentang Pengiriman Misi
Pemeliharaan Perdamaian
Peraturan Presiden RI Nomor 86 Tahun 2015 tentang Pengiriman Misi
Pemeliharaan Perdamaian terdiri dari 12 Pasal ditetapkan pada tanggal 23 Juli
2015. Pasal 1 terdiri dari dua ayat; ayat (1) menyebutkan pengiriman misi
pemeliharaan perdamaian merupakan penugasan warga Negara Indonesia ke
suatu misi pemeliharaan perdamaian di luar wilayah Republik Indonesia, dan
ayat (2) menguraikan tentang yang dimaksud Warga Negara Indonesia meliputi
personel yang secara keseluruhan atau sebagian berasal dari unsur TNI, Polri,
atau sipil yang tergabung dalam suatu pasukan atau perorangan.
Pada Pasal 2 disebutkan bahwa dasar Pemerintah RI mengirim misi
pemeliharaan perdamaian atas permintaan
a. Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Resolusi DK PBB;
b. Organisasi internasional; dan / atau
c. Organisasi regional.
Tentunya, Pengiriman misi pemeliharaan perdamaian dilaksanakan sesuai
dengan kualifikasi dan standar PBB, organisasi internasional atau organisasi
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 30
regional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3. Sementara Pasal 4-nya
menyebutkan pengiriman personel pasukan dilakukan dengan memperhatikan
rekomendasi dan TKMPP dan pendapat DPR RI serta ditetapkan dengan
Keputusan Presiden. TKMPP juga memberikan rekomendasi bagi pengiriman
personel secara perseorangan pada misi pemeliharaan perdamaian, termasuk
untuk menduduki posisi staf, pakar militer, pejabat polisi perorangan, penasehat
polisi, dan pakar sipil sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5. Berbeda dengan
pengiriman pasukan, pada pengiriman personel perorangan cukup ditetapkan
dengan keputusan menteri atau pimpinan lembaga terkait saja tidak perlu oleh
Presiden RI.
Sementara Pasal 6 menyebutkan, pengiriman misi pemeliharaan
perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan dengan
memperhatikan:
a. Kepentingan nasional;
b. Pertimbangan politis;
c. Prinsip dasar operasi pemeliharaan perdamaian PBB yang meliputi
persetujuan para pihak yang bertikai, ketidakberpihakan, dan tanpa
penggunaan kekuatan bersenjata kecuali untuk membela diri dan untuk
mempertahankan mandate;
d. Keamanan dan keselamtan personel; dan
e. Ketersediaan dukungan personel, materiil, peralatan, dan pendanaan.
Jika terjadi pengubahan mandate dari PBB, organisasi internasional,
atau organisasi regional yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6; terjadi perubahan situasi politik dan keamanan di
daerah misil; ataun adanya kebutuhan dalam negeri, sebagaimana disebutkan
dalam Ayat (1) Pasal 7 maka Pemerintah RI dapat menarik personel dari misi
pemeliharaan perdamaian. Jika kondisi tersebut terjadi pada pasukan maka
penarikannya ditetapkan oleh Kepres dan dilaksanakan oleh menteri atau
pimpinan lembaga terkait. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Ayat (3)
Pasal 7. Jika kondisi tersebut terjadi pada perorangan maka penarikannya
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 31
ditetapkan dan dilaksanakan oleh menteri atau pimpinan lembaga terkait. Hal
ini sebagaimana disebutkan dalam Ayat (3) Pasal 7.
Pendanaan untuk misi pemeliharaan perdamaian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a disebutkan pada Pasal 8 dibebankan pada:
a. APBN; dan
b. PBB
Pasal 9 kemudian menyebutkan Pendanaan yang menggunakan APBN
selanjutnya dibebankan pada anggaran kementerian atau lembaga terkait untuk
membiayai:
a. Penyiapan personel;
b. Pengadaan dan / atau pembelian peralatan dan perlengkapan personel;
c. Peningkatan kapasitas dan peningkatan spesifikasi teknis peralatan
perlengkapan personel; dan
d. Penarikan personel dari misi pemeliharaan perdamaian PBB
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 7.
Sementara pendanaan yang dibebankan pada PBB dilakukan untuk
membiayai:
a. Pengiriman personel dan peralatan;
b. Operasional;
c. Perawatan personel;
d. Pemeliharaan peralatan;
e. Pemulangan personel dan peralatan; dan
f. Penambahan atau penguatan personel dan peralatan pada misi yang
sedang berjalan.
Sebagaimana disebutkan dalam Ayat (1) Pasal 10. Kemudian Ayat (2)-nya
menyebutkan dalam hal pendanaan yang dibebankan pada PBB sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1) belum tersedia, dapat dipenuhi terlebih dahulu dari
APBN. Sedangkan pengembalian dana APBN sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disetorkan ke kas negara paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
pembayaran dilakukan oleh PBB pada akhir misi pemeliharaan perdamaian
sebagaimana disebutkan dalam Ayat (3), dan Ayat (4) nya menyebutkan
mekanisme pengembalian dan APBN ke kas Negara sebagaimana dimaksud
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 32
pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam Pasal 11 disebutkan bahwa pendanaan untuk misi pemeliharaan
perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hurud b dan huruf c
dibebankan pada organisasi internasional, organisasi regional, dan / atau
APBN. Terakhir, Pasal 12 berisi tentang pemberlakuan tanggal diundangkan
yaitu 24 Juli 2015.
4.2. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Penelitian
4.2.1. Periode 2015
4.2.1.1. Menuntaskan Penyusunan Landasan Hukum Nasional
Mengenai Penggelaran Misi Pemeliharaan Perdamaian
Penyusunan landasan hukum nasional mengenai penggelaran
misi pemeliharaan perdamaian sudah tuntas. Landasan hukum tersebut
berupa Peraturan Presiden Nomor 86 2015 tentang Pengiriman Misi
Pemeliharaan Perdamaian yang ditetapkan pada tanggal 23 Juli 2015.
Diana Sutikno ikut menegaskan bahwa “ini kita sudah selesai. Menjadi
landasan hukum payung Nomor 86 Tahun 2015 tentang Pengiriman Misi
Pemeliharaan Perdamaian PBB yang menjadi landasan hukum pengiriman
persona Indonesia ke berbagai misi pemeliharaan perdamaian. Sutikno
menambahkan, dalam kaitan ini bahwa penyusunan Peraturan Presiden yang
dimaksud merupakan prakarsa Kementerian Luar Negeri. Jadi pemrakarsanya
kita, zero draft-nya kita yang susun dalam kapasitas kita sebagai Ketua
TKMPP, kemudian kita interdepth-kan melalui pembahasan hamper satu tahun
lebih ya, kita berhasil menuntaskan dan dibawa dibawah Pemerintahan Kabinet
Bapak Jokowi – JK akhirnya kita bisa tuntaskan Perpres tersebut dan ini
merupakan salah satu quick win cabinet kerja untuk tahun 2015.”
Senada dengan Diana Sutikno, Subagio produknya adalah Perpres
Nomor 86 Tahun 2015. Perpres ini dimaksudkan untuk memperpendek
mekanisme keputusan Pemerintah RI agar kita bisa lebih cepat karena
permasalahannya selama ini belum adanya Perpres itu menjadikan
pembahasan di kita sendiriW apabila ada permintaan dari PBB maka itu
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 33
membutuhkan waktu dari permintaan sampai pengiriman itu bisa sampai satu
setengah tahun. Padahal PBB sangat percaya Misi Pemeliharaan Perdamaian
Indonesai tetapi respon kita selalu lambat. Nah, itu yang menjadi catatan PBB.
Itulah diterbitkannya Perpres itu agar mekanisme dapat berjalan dengan baik.
Begitu pula Alex Willem juga menyatakan bahwa “Perpres Nomor 86 Tahun
2015 adalah bentuk produknya”.
4.2.1.2. Menyusun Prosedur dan Mekanisme Pengambilan Keputusan
Politis Pemerintah RI
Penyusunan prosedur dan mekanisme pengambilan keputusan
politis Pemerintah RI belum dilakukan. Diana Sutikno mengatakan bahwa
untuk menyusun prosedur dan mekanisme dasar adalah Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri Pasal 10. Dimana
memandatkan dalam konteks pengiriman pasukan pemeliharaan perdamaian
PBB diputuskan oleh Presiden RI dengan mendengarkan pendapat dari DPR.
Akan tetapi, Sutikno menerangkan dalam protap sih tidak ya tapi kami
menyusun berbagai Peraturan Presiden untuk penggelaran pasukan personel
kita yang baru yaitu Perpres Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pasukan Heli dan
Nomor 86 Tahun 2015 tentang Pengiriman Misi Pemeliharaan Perdamaian.
Menurut Sutikno, Prosedur dan Mekanisme Pengambilan Keputusan
Politis Pemerintah RI sudah jelas dan menjadi ketentuan Perundang-Undangan
dan akan melihat turunannya misalnya Perpres 86 ada beberapa landasan
kenapa pertimbangan kenapa kita bisa masuk dalam suatu theatres lokasi,
salah satunya misalnya harus memenuhi 3 kriteria basic prinsples jadi
datangnya kita ke suatu misi itu harus memenuhi 3 kriteria itu harus sejalan
dengan itu, sejalan dengan mandate DK PBB. Dari Pasal 6 Perpres yang
dimaksud konsideran yang harus diperhatikan adalah (1) kepentingan nasional,
kepentingan nasional tentunya dalam hal alut, kesediaan personel dan situasi
dalam negeri tentunya apakah masih dibutuhkan atau tidak. Dalam konteks
kepentingan nasionalnya tidak bisa overrule dengan kepentingan nasional kita
tentunya it will be one consideration; (2) pertimbangan politis, mungkin
kaitannya dengan pertimbangan dengan Negara tersebut tapi ini tidak pernah
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 34
jadi hambatan. Sebagai contoh, kita masuk ke MINUSCA, Central Africa
Republik (CAR) menjadi Troops Contributing Country (TCC) pertama, pasukan
pertama PBB yang masuk. Sementara kita tidak punya hubungan diplomatic
dengan CAR, baru kemarin diresmikan oleh Ibu Menlu dan Menlu CAR. So
basicly, secara politis kan kita tidak punya hubungan diplomatis tapi it doesn’t
hamper. Basicly kita tidak punya hubungan diplomatic tapi tidak jadi kendala
yang penting mereka friendly country. Kita membantu Negara-negara yang
sedang berkonflik sesuai dengan UUD kita. Akan tetapi, Sutikno menegaskan
bahwa TKMPP sebagai tim kerjanya pada saat rapat koordinasi itu adalah
mekanisme penyusunan kebijakannya memang disitu sejalan dengan
mandatnya. Proses penyusunan dan mekanisme berasal dari rekomendasi 14
anggota dan hasil rekomendasi tim dilaporkan oleh Menlu RI kepada Presiden.
Nanti dari situ aka nada arahan dari Presiden RI terkait dengan beberapa hal
visa vis kontribusi kita dalam Pemeliharaan Perdamaian Dunia di PBB.
Sementara, Alex Willem menyatakan bahwa penyusunan tersebut
merupakan tugas Kemlu RI, bukan tupoksi Polri. Sementara menurut Subagio,
untuk mengambil keputusan Politis apakah Indonesia akan mengirim atau tidak
maka itu ada dalam wadah forum Tim Koordinasi Misi Pemelihara Perdamaian
(TKMPP). TKMPP anggoatanya dari kementerian terkait, antara lain, Kemlu,
Kemhan, Kemkeu, hukum dan melibatkan TNI dengan Polri untuk mekanisme
itu. Nah, disitu sejak ada permintaan PBB maka respon Kemlu adalah
mengumpulkan tim koordinasi ini, sebetulnya tim ini Menteri tp pelaksana
hariannya adalah pada tingkat eselon 1 (satu) dan 2 (dua) tapi untuk
keputusannya, hasilnya diajukan oleh Ketua TKMPP, Menlu kepada Presiden di
rekomendasikan, apakah kita direkomendasikan untuk menyetujui atau tidak
dengan mempertimbangkan Politik Luar Negeri, Keamanan Daerah Misi,
Kesiapan TNI, Alutsista, tugas mandate yang harus diemban, karena jangan
sampai kita tidak mempelajari mandate bisa saja permintaan PBB itu
mandatnya bukan Peacekeeping tapi Peace Enforcement. Nah itu yang kita
hindari. Karena tugas kita adalah menjaga bukan menindak. Itu yang harus
dipelajari hati-hati.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 35
Disamping itu juga, kesiapan TNI apakah membutuhkan alutsista yang
kita tidak miliki untuk misi, kalau sudah itu, maka selanjutnya Presiden akan
memberikan persetujuan. Kalau Presiden sudah memberikan persetujuan maka
langkah selanjutnya adalah menyusun Kepres karena di Perpres itu
diamanatkan untuk setiap pemberangkatan dibuat Kepres untuk Misi Baru.
Kalau untuk misi yang berulang sudah tidak masalah. Nah, Kepres itu disusun
dengan mengajukan juga pendapat dari DPR RI bukan persetujuan tapi
pendapat, di UUnya pendapat. Dari pendapat DPR itu untuk menjadikan
referensi juga di Kepres itu yang selanjutnya diajukan ke Presiden.
Permasalahan yang menonjol adalah tentang anggaran karena setiap
pengiriman pasukan perdamaian itu ditentukan bahwa untuk penyiapan
pasukan itu menjadi tanggung jawab contributing country tetapi kalau sudah
berangkat, sampe disana itu pendanaannya menjadi tanggung jawab UNDPKO.
Nah anggaran penyiapan anggaran itu kita mengalami kesulitan dari sisi waktu,
karena Politik Anggaran kita itu dibuat, baru tahun depan dikeluarkan jadi tidak
sekonyong-konyong. Misalnya, permintaannya bulan maret terus kita sudah
rapat cepat lah, mungkin 2 (dua) – 3 (tiga) hari rapat. Setuju Presiden seminggu
kemudian setuju, terus disusun Kepres DPR setuju, tapi anggaran itu tidak bisa
sekoyong-konyong langsung minta karena harus dianggarkan untuk tahun
depan. Karena kan tahun ini tidak dianggarkan itu yang berbeda dengan kalau
itu bencana alam. Untuk bencana alam itu ada anggaran BA 99 artinya bisa
digunakan setiap saat ketika dibutuhkan, tapi kalau untuk mengirim pasukan
tidak, karena tidak bisa dianggarkan sekarang jaga-jaga ketika diminta PBB
terus nanti dianggarkan itu yang menjadi kesulitan kita sehingga waktu kita
akan panjang. Nanti itu, akan berkaitan dengan United Nations Standby
Arrangement Systems (UNSAS). Padahal sekarang PBB bukan UNSAS lagi.
Kalau UNSAS 3 (tiga) bulan rapid deployment itu dalam waktu mingguan
kecuali kalau nanti kita mampu menganggarkan belum diminta tapi kita sudah
menyiapkan pasukan dan standby force. Nah itu baru kita mendaftarkan ke
PBB. Saya setiap saat diminta, pasukan siap dalam waktu berapa lama dikirim
tapi yang harus diwaspadai juga tidak semudah itu. Kenapa? Karena
permintaan PBB disetiap misi itu tidak sama, kalau kita menyiapkan misalkan
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 36
Batalyon Komposit, yang diminta Zeni, ya lain lagi. Berarti kita harus
menyiapkan Batalyon Komposit, ya Zeni ya termasuk Polisi, itu membutuhkan
biaya yang tidak sedikit.
4.2.1.3. Mengidentifikasi Potensial Theatres Tahun 2015-2019
Potensial Theatres Tahun 2015-2019 sudah berhasil
diidentifikasi. Potensial Theatres Tahun 2015-2019. Diana Sutikno menegaskan
bahwa tentunya sudah dan dapat dilihat pada Permenlu Nomor 05 Tahun 2015.
Kita sudah mengidentifikasi sejumlah theatres, (1) basisnya adalah theatres
dimana kita telah beroperasi secara tradisional selama ini dan beberapa
theatres yang potensinya akan dibuka misalnya tentu kita memasukkan selalu
kemungkinan adanya perdamaian di Palestina. Biasanya bila perdamaian yang
fragile, kesepakatan damainya fragile, biasanya DK PBB akan memberikan
dulu masa transisi dimana ada UN present disitu. Seandainya ada perdamaian
antara Palestina dan Israel dan ada internasional protection untuk Palestine,
Indonesia sudah mengidentifikasi itu, untuk potensi theatre kita untuk masuk ke
dalam sebagai salah satu Negara yang juga cukup memiliki credential bagus di
Misi Pemeliharaan Perdamaian. (2) Kemudian di Suriah, kita juga sudah
identifikasi karena Suriah itu sudah lama diidentifikasi aka nada Misi
Pemeliharaan Perdamaian meskipun sampai sekarang situasi konfliknya masih
belum membaik ya, jadi semakin memburuk tapi kita tetap menempatkan
Suriah sebagai salah satu potensi theatre yang baru.
Nah dengan perkembangan-perkembangan yang ada DK PBB akhir-
akhir ini juga melihat ada beberapa misi yang juga perlu di bentuk Misi
Pemelharaan Perdamaian apa yang terjadi di Burundi, itu juga sudah
menimbulkan keresahan, keprihatinan makanya di Burundi perlu dibentuk Misi.
Sebetulnya misinya light masih 250 Police Officer tapi ini juga kita identifikasi
juga. Jadi theatres tersebut sudah teridentifikasi dalam roadmap kita 2015-
2019.
Subagio menyatakan hal yang sama bahwa Indonesia sudah
mengidentifikasi Potensial theatres tahun 2015-2019 yang dapat dilihat pada isi
Permenlu Nomor 05 Tahun 2015. Begitu pula Alex Willem menyatakan pada
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 37
periode 2015, Polri sudah potensial theatres sebagaimana tertuang dalam
Permenlu Nomor 05 Tahun 2015. Potential Theatres untuk Personel Polisi
terdapat pada Mali (MINUSMA); pada Sudan Selatan (UNMISS); pada CAR
(MINUSCA); pada Abyei, Sudan (UNISFA); pada Sahara Barat (MONUSCO)
Darfur, Sudan (UNAMID); Liberia (UNMIL); Suriah (akan dibuka) Indonesia
pernah diminta kesiapannya oleh UN Police Division dan Police Advisers.
4.2.1.4. Mengidentifikasi Potensi Penambahan Pasukan Pada Misi
UNPKOs Yang Ada.
Potensi penambahan pasukan pada misi UNPKOs sudah
berhasil diindentifikasi. Potensi Penambahan Pasukan sangat erat dengan
identifikasi potensial theatres. Potensi penambahan pasukannya disesuaikan
dengan established or existing UN Peacekeeping Mission where we are actualy
operating right now. Kenapa potensi penambahannya tetap dibutuhkan
dimungkinkan karena seluruh Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB tidak
beroperasi dengan top shieling yang ditentukan oleh PBB. Authorized thank –
nya itu belum terpenuhi jadi tetap masih ada peluang buat ktia untuk mengisi
Misi-Misi yang ada.
Edwin Habel mengatakan bahwa Potensi Penambahan Pasukan untuk
TNI erat kaitannya dengan potential theatres, yaitu di Lebanon (UNIFIL) yang
masih membutuhkan hamper 5.000 personel militer; di Mali (MINUSMA) masih
membutuhkan sekitas 2.500 personel militer; Republik Demokratik Kongo
(MONUSCO) masih membutuhkan sekitar 600 personel militer dan 300 milobs;
Sudan Selatan (UNMISS) masih membutuhkan 2.200 personel militer, dan
komponen sipil yang layak; Republik Afrika Tengah (MINUSCA) masih
membutuhkan sekitar 3.500 personel militer; di Abyei, Sudan (UNISFA) masih
membutuhkan sekitar 1.400 personel militer; di Sahara Barat (MINURSO)
masih membutuhkan sekitar 210 personel militer; di Darfur, Sudan (UNAMID)
membutuhkan sekitar 3.200 personel militer; di Palestina (akan dibuka misi
baru) membutuhkan pasukan dan personelnya apabila dibuka misi baru.
Sama halnya ini diakui oleh Alex Willem, Potensi-potensi penambahan
pasukan untuk Polisi terdapat pada Mali (MINUSMA) yang membutuhkan 421
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 38
personel polisi; pada Sudan Selatan (UNMISS) yang butuhkan sekitar 400
personel polisi; pada CAR (MINUSCA) yang membutuhkan sekitar 700
personel polisi; pada Abyei, Sudan (UNISFA) yang membutuhkan 26 personel
polisi; pada Sahara Barat (MINURSO) yang membutuhkan satu orang polisi;
Darfur, Sudan (UNAMID) yang membutuhkan sekitar 1.700 personel polisi;
Liberia (UNMIL) yang membutuhkan sekitar 300 personel polisi; Suriah (akan
dibuka) Indonesia pernah diminta kesiapannya oleh UN Police Division sebagai
personel kunci sekitar 1000 personel dan 50 police advisers.
4.2.1.5. Mempertahankan Jumlah Kontribusi Personel.
Indonesia tidak hanya mempertahankan jumlah tetapi sudah
menigkatkan jumlah kontribusi personelnya. Begitu pula pendapat Diana
Sutikno, bahwa “I think 2015 tidak mempertahankan malah terjadi peningkatan,
I think that’s an easy answer.”
Data Jumlah Kontribusi Personel tim peneliti ambil sejak Permenlu 05
Tahun 2015 ditetapkan yaitu bulan Juli 2015, hasilnya meskipun Indonesia
mengalami penurunan pada bulan Agustus tetapi pada bulan-bulan selanjutnya
jumlah kontribusi personel meningkat. Berdasarkan data PBB per 31 Juli 2015,
kontribusi Indonesia berjumlah 2.730. Berdasarkan data PBB per 31 Agustus
2015, kontribusi Indonesia berjumlah 2.727. Berdasarkan data PBB per 30
September 2015, kontribusi Indonesia berjumlah 2.817. Berdasarkan data PBB
per 31 Oktober 2015, kontribusi Indonesia berjumlah 2.840. Berdasarkan data
PBB per 30 November 2015, kontribusi Indonesia berjumlah 2.840.
Berdasarkan data PBB per 31 Desember 2015, kontribusi Indonesia berjumlah
2.854.
Subagio mengatakan bahwa seingatnya sampai September ini web, kita
ada 2.854 kalau tidak salah itu terdiri dari 3 (tiga). Pertama, troops contingen,
yang kedua Polisi, yang ketiga military experts (pengamat militer, atau staf
militer), itu artinya bahwa artinya itu jumlah tertinggi yang pernah kita capai.
Karena di tahun 2011 itu jumlah tertingginya 1.981 artinya sudah 900 (Sembilan
ratus) bertambah.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 39
Sedangkan Alex Willem mengatakan sejak tahun 2011 hingga tahun
2015 jumlah personel polisi khususnya FPU memang bertahan jumlahnya
sebanyak 140 personel sementara jumlah IPO jumlahnya bervariasi. Pada
tahun 2011 IPO berjumlah 3 personel, tahun 2012 IPO berjumlah 5 personel,
tahun 2013 IPO berjumlah 20 personel, tahun 2014 IPO menurun menjadi
berjumlah 8 personel, tahun 2015 IPO naik kembali menjadi berjumlah 18
personel.
4.2.1.6. Mempertahankan Kualitas Contingent-Owned Equipment
(COE) Dengan Menyusun Manajemen Logisitik Yang Efektif
Dan Efesien.
Pemerintah RI belum sepenuhnya menyusun manajemen logistik
yang efektif dan efisien secara menyeluruh untuk memepertahankan Kualitas
Contingent-Owned Equipment (COE). Diana Sutikno menyarankan untuk lebih
detil tentang teknisnya dapat ditanyakan kepada teman-teman yang mengurusi
hal Logistik. Dalam konteks Kemlu, dari perkembangan manual COE yang kita
pedomani dan yang harus kita pahami secara seksama adalah bahwa kualitas
COE akan mempengaruhi tingkat reimbursement dan troop cost. Jadi kinerja
TCC akan dilihat dari juga standard atau kualitas dari COE-nya. Kalau dilihat
dari catatan umum, dari hasil reimbursement yang masuk, rata-rata hasil COE
kita semakin meningkat kualitasnya. Di beberapa misi ada yang turun dan ada
dikurangi ininya, itunya sifatnya mission context tapi secara umum semakin
membaik karena deduction-nya semakin kurang. Tentunya ini bisa dijadikan
capaian juga, ini bukan karena Kemlu tapi dari teman-teman yang dilapangan,
teman-teman TNI dan Polri yang memiliki kompetensi untuk dalam konteks
manajemen logistik yang akan bisa memberikan informasi lebih baik.
Hal ini terbukti penanganan manajemen logistik di Mabes TNI yang
dikerjakan oleh Pabandya OPP sementara di PMPP memiliki bagian tersendiri
yang mengurusi logistik. Sebagaimana dikatakan Edwin Habel (2016) bahwa
“saya waktu di PMPP itu menangani operasional, memang menyinggung sedikit
masalah kerjasama internasional, menyinggung sedikit masalah latihan,
menyinggung sedikit ke administrasi logistik tetapi ditempat saya mengolah
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 40
operasionalnya mereka. Pada saat menyentuh masalah logistik saya serahkan
ke Direktorat Minlog. … ternyata setelah saya pindah ke Mabes TNI, Fungsi
PMPP yang sedemikian besar pipa penyalurnya hanya di Pabandya OPP saja.
Jadi saya juga termasuk kaget, tadinya saya tidak menguasai bidang logistik
tetapi ternyata setelah masuk ke Mabes TNI saya harus mengurusi semuanya
karena semuanya memang lewat situ. Pada saat judulnya Operasi Luar Negeri
dibawah bendera PBB langsung itu, Pabandya OPP kerjakan, awasi,
laksanakan.
Engkus Kuswara mengatakan bahwa PMPP TNI selalu mendapat
laporan per triwulan untuk mempertahankan COE karena semakin lama usia
dari logistic itu semakin turun sehingga nanti banyak permasalahan di dalam
penilaian. Akan tetapi, ada kejadian beberapa kali, mungkin salah satu contoh
di UNIFIL tidak terlalu besar pengurangan reimbursement-nya tapi di Kongo
adalah salah satu misi kita yang reimbursement-paling besar di potong. Untuk
di daerah misi belum ada tentang assessment atau penilaian untuk
memperbaiki dukungan logistic sehingga ketika rusak mereka baru lapor.
Akibatnya untuk pengadaan untuk menggantikan itu menjadi lambat sehingga
ketika diperiksa menjadi berkurang lagi. PMPP TNI sudah berbicara beberapa
kali dengan Asrenum mungkin sudah mulai akan dibenahi. Jadi 6 bulan ke
depan itu apa yang akan kita butuhkan untuk mencapai performa dari alat itu
sehingga tidak ada pengurangan-pengurangan.
Sedangkan di Polri kata Alex Willem, “hal ini ditangani oleh Biro Misi
Internasional, Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri dengan nama
‘Ranbut’ atau Rencana Kebutuhan.
Subagio berpendapat bahwa penyusunan COE yang efektif dan efisien
sudah dilaksanakan. Penyusunan dilakukan setiap 3 (tiga) bulan untuk
melakukan reimburse penggantian pemeliharaan maka sebelumnya COE ini
akan mengecek, kondisi yang sebenarnya dari kita (Satgas). Setelah di cek dan
memang kondisinya baik maka dia (UNDPKO) maka dia akan menurunkan
reimbursement penggantian alutsista. Penggantian alutsista ini kewenangan
dari Mabes TNI tapi secara spek yang tahu persis PINDAD dan yang memakai
disana (di daerah misi).
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 41
Jadi harus kita pahami sejak awal, misalnya begini, ANOA itu buatan
PINDAD, tentu yang tahu persis tentang sparepart kebutuhan alat lain atau ban
atau apa yang diperlukan untuk daerah misi tidak sama. Karena sparepart yang
dipersiapkan untuk ANOA itu untuk Indonesia iklim tropis, disana iklimnya
berbeda, panas. Tentu, katakanlah ban atau sparepart yang lain yang telah
dipersiapkan disini belum tentu menjawab untuk kebutuhan disana. Nah, kalau
diadakan pemeliharaan itu disana maka mencarinya akan sulit dengan
spesifikasi alat tersebut, kalau dikirim maka tidak sesuai dengan cuaca. Itu
permasalahannya. Nah, beberapa waktu yang lalu kita (Kemhan) sudah
koordinasi adalah bagaimana kalau setiap kontingen dengan mengikutsertakan
teknisi dari PINDAD agar cepat sehingga setiap pengadaan atau penggantian
alat itu sesuai dengan kebutuhan spesifikasi dan kebutuhan cuaca atau kondisi
medan yang sebenarnya. Hasilnya usulan tersebut bisa disetujui, Mabes TNI
juga bisa, misalnya berangkat 800 orang mengikutsertakan kalau disitu ada
ANOA mengikutsertakan teknisi PINDAD yang setiap tahun akan diganti itu
untuk menghindari penggantian sparepart yang bisa lebih tepat tetapi
pelaksanaannya belum berangkat karena mereka termasuk kedalam 800 yang
belum berangkat itu terbentur masalah anggaran.
4.2.1.7. Melaksanakan Kegiatan Kajian Mengenai Mekanisme
Nasional Pengaturan Civilian Capacities
Kegiatan kajian mengenani mekanisme nasional pengaturan
Civilian Capacities belum dilaksanakan. Namun demikian, Diana Sutikno
menjelaskan bahwa pengaturan Civilian Capacities nanti arahkan untuk 2 (dua)
sampai 3 (tiga) tahun kedepan tapi proses intercamp untuk brainstorm untuk
melihat potensi-potensi sudah kita lakukan kalau hambatan artinya kita begini,
konteks Civilian Capacities dan Peacebuilding, Peacekeeping ini bukan
sesuatu, belum sesuatu bagi banyak stakeholder itu belum jadi konsep yang
mainstream karena orang masih melihat apa bedanya dengan represntasi atau
menaruh orang-orang Indonesia di organisasi internasional misalnya, it’s goes
beyond that. Kalau dengan Visi 4.000-nya Pak SBY, artinyakan Civilian
Capacities ini nantinya dalam konteks Multidimensional Peacekeepeing mission
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 42
dimana ada unsur-unsur, aktor-aktor yang multi. Kita masih mencoba get a
break trough, kita sudah bicara dengan beberapa mitra yang memiliki
pengalaman dalam deployment civilian capacities di beberapa Misi
Pemeliharaan Perdamaian PBB, misalnya kita bicara dengan Norway, bicara
dengan Negara mitra lain yang kita jajaki khususnya kaitanya dengan pelatihan
karena concern dari pimpinan adalah bagaimana dengan pelatihannya trus
nanti dengan pola karirnya. Ini sesuatu yang akan terus kita develop sepanjang
kita melaksanakan Roadmap Visi 4.000. Akan tetapi, Sutikno beralasan, intinya
kegiatan di tahun 2015 banyak tersita untuk agenda-agenda yang lain yang
basicly kita sudah melakukan kajiannya step a head di tahun 2014 dan di
January 2016. Hal ini dikarenakan pas semester terakhir waktunya terlalu
pendek.
Selain itu, pada tahun 2015 Kemlu sudah membuat jejaring dan working
group Whats App untuk CivCap. Jadi kita punya forum silahturrahmi informal
yang dimana Kemlu bisa bergaung bersama-sama teman-teman yang sedang
berada di Misi-Misi PBB statusnya baik sebagai dalam konteks UN Volunteers
maupun Civilian Capacities yang memang bertugas sebagai International Civil
Servant di beberapa Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB. Jadi pada tahun
2015 kita tahu apa yang menjadi concerns mereka dan untuk mengatasi
concerns tersebut.
Kalau tataran kewenangan itu, menurut Subagio, ada di Kemlu, tapi
Kemlu sudah menyampaikan pada tahun 2014 apabila PBB minta sipil untuk
terlibat Misi Perdamaian maka dia (Kemlu) bekerjasama dengan PMPP untuk
dilatih. Pertanyaannya adalah, apakah sekarang ada sipil di Misi PBB? Ada
tetapi yang lalu belum melalui proses, seyogyanya itu diatur oleh Kemlu dan
kalau ada permintaan dari PBB maka personel ini semacam di brief dulu di
PMPP.
Sementara Subagio menambahkan, sepengetahuannya untuk periode
2015 PBB tidak meminta personel sipil karena apa? Sipil lebih rumit sehingga
mereka (UNDPKO) kan mintanya person to person lalu ahli apa. Kalau kita
menyiapkan semua kita siapkan, ya bukan mubadzir tapi artinyakan akan
membutuhkan anggaran dan mencari orang siapa apakah sejak sekarang.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 43
Sedangkan, menurut Alex Willem, kegiatan kajian tentang CivCap, ia tidak
mengetahui dan menurutnya Kemlulah yang lebih mengetahuinya.
4.2.1.8. Melaksanakan Finalisasi Pembentukan Pasukan Siaga
Operasi/ Standby Force TNI.
Finalisasi pembentukan pasukan siaga operasi/ Standby Force
TNI belum dilaksanakan karena masih terbentur ketersediaan dana.
Permasalahan pelaksanaan finalisasi pembentukan Pasukan Siaga
Operasi/Standby Force TNI menurut Diana Sutikno adalah concern TNI.
Sementara, Engkus Kuswara mengatakan bahwa Stand By Force (SBF) kita
masih belum difungsikan dengan baik. Karena ketika masuk ke UNSAS harus
difungsikan dengan baik. Namun ketika UNPCRS itu juga diberlakukan kita
tetap juga masih berkendala, karena SBF kita ini hubungannya nanti dengan
anggaran, karena setelah kita latih dia, kemudian kita recruit dia, kita latih, kan
harus SBF juga, persiapan untuk memulai. Nah, disitu juga yang paling besar
adalah anggaran.
Berbeda dengan TNI, Alex Willem mengatakan bahwa “Pasukan Siaga
Operasi Polri dimulai sejak tahun 2011 dengan hasil yang tidak maksimal.
Kemudian pada 2012 mulai berubah lebih baik dengan adanya pelatihan untuk
mempersiapkan pemberangkatan tahun 2013. Pada Tahun 2013 United
Nations Assement Team (UNSAT) datang ke Pusat Misi Internasional Polri di
Cikeas dan hasilnya melatih 50 personel. Selanjutnya pada tahun 2014,
mengirim 50 personel yang sudah dilatih di tahun 2013 dan mengadakan
pelatihan untuk tahun 2015. Kemudian pada tahun 2015 UNSAT datang
kembali dan tidak ada kegiatan pelatihan baru tetapi masih melanjutkan
pelatihan tahun 2014 untuk pengiriman pasukan polisi pada tahun 2016.
Standby Force TNI sudah dibahas tapi itu kewenangan di Mabes TNI,
tempatnya sudah disiapkan tapi untuk melegalkan itu karena pembentukan
organisasi tidak sulit tapi organisasi akan berdampak pada anggaran tapi ketika
struktur organisasi tidak ada, dan kita memerlukan anggaran kita akan
kesulitan, yang bisa menjawab lebih tepat ya Mabes TNI.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 44
Namun demikian, Alex Willem mengatakan bahwa kewenangan ini
dimiliki oleh Mabes TNI, pihaknya (Polri) tidak mengetahui hal ini.
4.2.1.9. Melaksanakan Kajian Pembentukan Standing Police Capacity
(SPC) Polri
Kajian Pembentukan Standing Police Capacity (SPC) Polri belum
dilaksanakan. Permasalahan pelaksanaan finalisasi pembentukan Pasukan
Siaga Operasi/Standby Force TNI menurut Diana Sutikno merupakan ranah
Polri dan belum dilaksanakan. Untuk lebih detil yang menjawab hal ini, menurut
Subagio sebaiknya dari rekan di Polri tapi cara penyiapannya saya kira sama.
Jadi mereka juga menyiapkan itu, sebelum diminta juga berusaha disiapkan.
Sementara, Alex Willem menyatakan, bahwa pada tahun 2015, Polri tidak
memiliki kegiatan Kajian pembentukan SPC Polri.
4.2.1.10. Melaksanakan Kegiatan Kajian Keikutsertaan Dalam United
Nations Standby Arrangement System (UNSAS)
Kegiatan kajian keikutsertaan dalam United Nations Standby
Arrangement System (UNSAS) belum dilaksanakan. Namun demikian, Diana
Sutikno mengatakan bahwa UNSAS sudah kita daftarkan dan sudah ada
kegiatan kajian mengenai UNSAS yang dilaksanakan pada Desember 2015
dengan mengundang pembicara dari UNDPKO pas juga tentang UNPCRS
karena Permenlu Nomor 05 Tahun 2015 dibuat sebelum UNPCRS. Jadi kita
sudah ganti menjadi UNPCRS, so we already done this dan intercamp dengan
teman-teman TKMPP untuk memahami apa itu sistem UNPCRS sudah kita
lakukan di Desember 2015 karena kita juga mengundang UNDPKO.
Menurut Subagio, Indonesia sudah melakukan pengkajian. Di Direktorat
Pengerahan Strahan Kemhan RI sudah dan selalu mengkaji. Bahkan, kita
sudah tahun 2014 itu saya sudah menulis Visi 4.000 diantaranya langkah-
langkahnya, menyiapkan UNSAS, tapi nanti kita kembali lagi ke pokok
permasalahan lagi. Apakah kita akan bisa minta anggaran ketika PBB baru
minta? Jadi politik anggaran akan sangat mempengaruhi persiapan. Politik
anggaran artinya, proses politik anggaran di Indonesia itu apakah kita mudah
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 45
ketika mengajukan anggaran ke DPR padahal PBB saja belum minta? Padahal
yang untuk UNSAS yang rapid itu membutuhkan anggaran sebelum ada
permintaan. Kalau dari TNI-nya sih tidak ada masalah, kapan saja siap, ya
merekrut melatih saya kira tidak masalah. Masalahnya akan kembali lagi ke
anggaran. Sistem anggaran kita. Sementara itu, menurut Alex Willem,
pihaknya (Polri) juga tidak mengetahui hal ini.
4.2.1.11. Mengintensifkan Konsultasi Dan Lobi Dengan UNDPKO
Pemerintah RI sudah menintensifkan konsultasi dan lobi dengan
UNDPKO. Menurut Diana Sutikno, hal ini sudah dilakukan dengan multiple
melalui PTRI New York juga dengan arahan-arahan dari Jakarta, so we are
doing this regularl. Sementara dari sisi Polri, pengintensifan konsultasi dan lobi
dengan UNDPKO diakui ada, Alex Willem mengatakan yaitu “dilakukan oleh
Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) New York”. Begitu halnya
Subagio, mengatakan hal yang sama, “tugas ini diemban oleh PTRI, di New
York, yang disana ada Dubes sendiri dan ada Penasihat Militer itu yang dijabat
bintang satu yang setiap saat melobi. Bahkan, mereka ada organisasi selalu
membahas tentang misi-misi bukan hanya kita memanfaatkan dimana yang
bisa kita kirim tetapi juga evaluasi tentang bagaimana alutsista bagaimana
kesejahteraan prajurit di dalam misi itu dibahas disana. Disamping itu, ketika
Pak Purnomo menjadi menteri pada tahun 2013, itu juga mengirim utusan
khusus untuk menghadap Sekjen PBB. Sedangkan tahun 2015 sepengetahuan
Subagio tidak ada karena tidak mungkin dilakukan setiap tahun artinya pernah
dilakukan dan itu berjalan terus. Kebetulan tahun 2015 tidak tetapi bukan berarti
tidak melakukan sama sekali dan dari PTRI setiap bulan laporan apa yang
dilakukan ada bukti laporannya.
4.2.1.12. Menjajaki Peluang Berbagai Jabatan Strategis Baik Di Markas
Besar PBB Di New York Dan Di UNPKOs
Pemerintah RI sudah menjajaki peluang berbagai jabatan
strategis baik di Markas Besar PBB di New York dan di UN PKOs. Diana
Sutikno mengatakan hal ini ini juga kita lakukan dengan menyampaikan dengan
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 46
kandidat Indonesia dengan rata-rata pada posisi Planning dan Force
Generation, nanti bisa dicek dengan teman-teman di TNI dan Polri.
Sebagaimana sudah dikatakan oleh Subagio sebelumnya tentang
pengintensifan konsultasi dan lobi dengan UNPKOs, dalam laporan pertemuan-
pertemuan PTRI tiap bulannya melaporkan mencari misi yang dimana
peluangnya, dan PTRI membahas tentang apa, diantara Negara-negara
pengirim ini, itu selalu ada pertemuan-pertemuan makanya PTRI itu hanya
untuk PBB, bukan untuk pemerintah Amerika beda, dengan Kedutaan di
Washington. Ada setiap bulan dari PTRI yang dikirim ke Kemlu, ke Mabes TNI,
dikirim ke Kemhan lalu ke Dirjen Strahan, lalu ke Direktorat Pengerahan.
Sementara, peluang untuk polisi juga diakui ada oleh Alex Willem.
Willem mengatakan bahwa pada tahun 2015 ada jabatan strategis di Markas
Besar PBB yang disampaikan ke Divhubinter Mabes Polri dan sudah di apply
yaitu Level P3 – Police Recruitment Officer UNDPKO, Level P4 – Police
Recruitment Officer UNDPKO tapi hasilnya gagal semua. Sedangkan peluang
jabatan strategis di UNPKOs adalah posisi Sector Commander of Sector East
UNAMID di Darfur – Sudan dari 6 perwira yang diusulkan dan di uji hanya satu
orang yang lolos seleksi dan pemberangkatannya pada tahun 2016 dan Level
P5 – Police Comisioner – Haiti tapi hasilnya tidak memenuhi syarat.
4.2.1.13. Memanfaatkan Peran Special Committee On Peacekeeping
Operations (C-34) Untuk Menyuarakan Kepentingan
Indonesia.
Pemerintah RI sudah memanfaatkan peran Special Committee
on Peacekeeping Operations (C-34) untuk menyuarakan kepentingan
Indonesia. Hal ini dikarenakan menurut Diana Sutikno bahwa Indonesia
merupakan negosiator untuk C34 melalui PTRI New York. Kita merupakan
salah satu negosiator kunci dari Komite C34. Jadi kita pastikan bahwa
Policymaking di C34 itu sejalan dengan kepentingan dengan Negara-Negara
Penyumbang Pasukan. Goal-nya Bapak Imam Edy Mulyono sebagai Force
Commander (FC) di MONUSCO, Sahara Barat kan berkat itu dan salah satu
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 47
syarat resmi kita mendapatkan informasi untuk perwira-perwira kita juga ada
staf disana. Ya itu dibahas di C34 itu.
Dari sisi Polri, berdasarkan hasil Informal Briefing Peran C34 kepada
PCCs tentang UN Police Review, yaitu:
1) Panel review telah menerima masukan dari 6 misi perdamaian PBB dan
3 misi politik PBB terkait UN Police melalui Video Teleconference (VTC)
dengan para Head of Police Components di masing-masing misi. Dari
masukan tersebut terindentifikasi bahwa komponen UN Police di misi
belum mendapatkan dukungan yang memadai untuk melaksanakan
tugas UN Police di daerah misi.
2) Melaksanakan konsultasi ketat dengan 6 host country misi perdamaian
PBB guna mendalami pandangan, program dan bantuan apa yang
dibutuhkan oleh host country terkait UN Police. Pihak host country
menyampaikan bahwa bantuan yang paling dibutuhkan saat ini tenaga
ahli/police speacialist yang dapat membantu pengembangan kepolisian
nasional host country namun memahami kondisi dan kultur budaya
setempat serta lingkungan operasi (kearifan lokal) dari host country…
4.2.1.14. Melaksanakan Kegiatan Outreach Kepada Para Pemangku
Kepentingan Nasional
Menteri Luar Negeri selaku Ketua TKMPP sudah melaksanakan
kegiatan Outreach kepada para pemangku kepentingan nasional. Diana
Sutikno mengatakan bahwa hal ini sudah kita lakukan dengan mengundang
teman-teman media pada acara UN Day.
Subagio mengatakan, bahwa pada tahun 2015 itu ada forum-forum
UNDPKO yang kita ikuti. Sedangkan Polri mengikuti kegiatan yang sama yang
dilakukan oleh Kemlu pada UN Day.
4.2.1.15. Mengintensifkan Penyelenggaraan Rapat TKMPP Tingkat
Menteri dan Pelaksana Harian.
Penyelenggaraan rapat TKMPP tingkat Menteri hingga
sekarang belum terlaksana tapi rapat TKMPP tingkat Pelasana Harian
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 48
sudah intensif. Menurut Diana Sutikno, penyelenggaraan Rapat TKMPP
tingkat Menteri belum terlaksana hanya karena conflicting schedule saja tapi
kalau pelaksana harian regular setiap bulan karena kalau tidak Kemlu tidak bisa
lapor kepada Presiden. Minimal sebulan sekali, maksimal dua bulan sekali.
Subagio berpendapat, Penyelenggaraan Rapat TKMPP tingkat Menteri
belum dapat dilaksanakan. Hal ini memang tidak mudah karena agenda dari
masing-masing tidak bisa persis bahwa hari itu pas tidak ada semua, tetapi
ketika itu dibahas di Presiden, beliau tahu. Beliau juga tahu dari laporan Menlu
sudah diketahui juga oleh Menteri-Menteri lain sebelum naik ke Presiden. Akan
tetapi, Subagio menyakinkan rapat TKMPP tingkat Menteri pernah dilakukan
meskipun bukan dilakukan pada tahun 2015. Sementara, yang menanganinya
juga berganti-ganti sehingga belum tentu yang menanganinya itu ketika ada
proses yang lalu dia tahu.
4.2.1.16. Memanfaatkan Partisipasi dan Kontribusi Indonesia pada
UNPKOs Dalam Rangka Mendukung Pencalonan RI sebagai
Anggota Tidak Tetap DK PBB Periode 2019-2020
Pemerintah RI sudah memanfaatkan partisipasi dan kontribusi Indonesia
pada UNPKOs dalam rangka mendukung pencalonan RI sebagai anggota tidak
tetap DK PBB Periode 2019-2020. Menurut Diana Sutikno, sejauh ini Indonesia
sudah dari waktu ke waktu credential Indonesia di Misi Pemeliharaaan PBB kita
selalu masukkan dalam talking points pimpinan kita untuk meminta dukungan
kepada Negara-Negara anggota PBB.
Menurut Subagio, sepengetahuannya dalam laporan PTRI yang
disampaikan ke Kemhan, setiap rapat itu selalu ada upaya untuk
memanfaatkan partisipasi dan kontribusi Indonesia pada UNPKOs untuk
mendukung pencalonan RI sebagai anggota tidak tetap DK PBB.
4.2.1.17. Membuka Peluang Bagi Kontribusi Pejabat Tinggi ke
UNPKOs.
Pemerintah RI sudah membuka peluang bagi kontribusi pejabat tinggi ke
UNPKOs.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 49
4.2.1.18. Mengintensifkan Kunjungan Pejabat Tinggi Ke UNPKOs
Pemerintah RI sudah mengintensifkan kunjungan pejabat tinggi ke
UNPKOs. Sepanjang Tahun 2015, menurut Diana Sutikno, ada kunjungan
Komisi I DPR RI ke UNIFIL, kunjungan Ketua Pelaksana Harian TKMPP ke
UNIFIL, Kunjungan Tim Verifikasi Polri dan Komisi III DPR RI ke UNAMID,
kunjungan kerja Pejabat Kemhan dan Mabes TNI biasanya rutin (kalau tahun
2015 itu biasanya ke UNIFIL, ke MINUSCO), kunjungan Komandan PMPP ke
MONUSCO dan MINUSMA. Sementara dari kata mengintensifkan, menurut
Sutikno dapat mengandung arti jumlahnya kalau dilihat dari kacamata Politik
kunjungan-kunjungan pejabat dari Negara TCC secara keseluruhan meningkat,
tapi the problems dalam konteks meningkatkan jumlah kita harus juga pahami
untuk masuk ke suatu wilayah operasi bukan kayak orag turis jalan-jalan ya,
jadi harus minta clearance. Kadang kalau kita minta pas jalurnya tidak pas tidak
terlaksana, tapi jumlah is one thing, dan Frekuensi tapi juga added value dari
kunjungan itu. Tentunya dalam kaitannya untuk meningkatkan visi militansi dari
pemangku kepentingan domestic ke misi-misi tahu bahwa memang dengan
mengundang media juga biasanya memahami situasi di lapangan dan
bagaimana kinerja di lapangan dan pada saat yang bersamaan tentunya
melalui intensifying ini kita bisa mengambil manfaat pada saat mengambil
kebijakan agar lebih intensif .
Subaigo mengingatkan, selain berupaya mengintensifkan kunjungan
agar jangan lupa bahwa tidak semudah itu untuk menambah jumlah peserta
kunjungan karena ada aturannya. Kalau kita sembarangan hanya mengejar
impian terlalu besar bisa berbahaya.
Sementara itu, dari Polri, Alex Willem mengatakan bahwa pada tahun
2015 masih tidak berubah dari tahun 2014 yaitu ada 2 kali kunjungan yaitu
Supervisi yang terdiri dari 8 personel dan Verifikasi yang terdiri dari 14
personel.
4.2.1.19. Melakukan Kunjungan Studi Banding Ke Pusat Pelatihan Dan
Logistik UNPKOs dan Negara Lain.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 50
Pemerintah RI sudah melakukan Kunjungan Studi Banding ke Pusat
Pelatihan dan Logistik UNPKOs dan Negara lain. Menurut Subagio, Indonesia
sudah melakukan studi banding ke Pusat Pelatihan dan Logistik UNPKOs dan
Negara lain. Subagio mengatakan bahwa Ada. Pada saat itu, Indonesia
melakukan kunjungan ke 3 (tiga) negara. Sebagai contoh salah satu hasil
kunjungannya adalah kalau di Malaysia itu bisa menggunakan anggaran lain
dari Yayasan dari TNI nya sendiri untuk men-supply dia berangkat nanti ada
penggantian atau apa.
4.2.2. Periode 2016
4.2.2.1. Menyusun Peraturan Pelaksanaan Mekanisme Ketertiban
Civilian Capacities
Pemerintah RI sudah menyusun Peraturan Pelaksana mekanisme
ketertiban Civilian Capacities. Diana Sutikno menjelaskan, bahwa pada Januari
2016, Kemlu masih mengundang beberapa PNS dari beberapa
Kementerian/Instansi Negara untuk melakukan kajian yang seharusnya
dilakukan di tahun 2015. Menurut Subagio, Penyusunan Peraturan
Pelaksanaan Mekanisme Ketertiban Civilian Capacities dilakukan oleh Kemlu
RI.
4.2.2.2. Melengkapi Organisasi Pasukan Siap Operasi/ Standby Force
TNI
Pemerintah RI belum melengkapi organisasi Pasukan Siap Operasi/
Standby Force TNI. Menurut Subagio, tupoksi yang melengkapi Organisasi
Pasukan Siap Operasi/ Standby Force TNI dilakukan oleh Mabes TNI dan
sudah dilakukan. Bahkan hasil diskusi adalah apakah Standby Force itu
dibawah PMPP atau berdiri sendiri.
4.2.2.3. Melaksanakan Kajian Pembentukan Standing Police Capacity
(SPC) Polri
Pemerintah RI sudah melaksanakan kajian pembentukan Standing
Police Capacity (SPC) Polri yang baru saja dilakukan pada bulan Oktober 2016.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 51
Kajian tersebut dilakukan internal Polri sekaligus membahas lokasi
pendiriannya tahun depan di Setu Bekasi dari sebelumnya di Cikeas Bogor.
4.2.2.4. Menyiapkan Pembentukan Fasilitas Pelatihan SPC
Pemerintah RI sudah menyiapkan pembentukan fasilitas pelatihan
SPC. Alex Willem mengatakan bahwa fasilitas yang ada pada Pusat Misi
Internasional Polri di Cikeas masih pinjam pakai kepada Lembaga Pendidikan
Polri (Lemdikpol). Namun tahun depan (2017) sudah direncanakan akan
dibangun khusus di daerah Setu Bekasi, Jawa Barat.
4.2.2.5. Mendaftarkan Kesiapan Keikutsertaan Indonesia Dalam United
Nations Standy Arrangement System (UNSAS)
Pemerintah RI sudah mendaftarkan kesiapan keikutsertaan
Indonesia dalam United Nations Standby Arrangement System (UNSAS). Hal
ini dapat dibuktikan pada saat pendaftaran UNPCARS Satgas Yon Komposit
MINUSMA CAR dengan surat dari Mabes TNI kepada Dubes LBB/Watapri
untuk PBB bernomor R/205/V/2016 tanggal 28 Mei 2016.
4.2.2.6. Mempertahankan Jumlah Kontribusi Personel
Data Jumlah Kontribusi Personel tim peneliti ambil sejak Januari
2016 hingga data terakhir yang ada pada PBB yaitu bulan Agustus 2016.
Hasilnya jumlah personel terus bertambah dari Desember 2015 meskipun
Indonesia mengalami penurunan pada bulan Juli tetapi pada bulan selanjutnya
Agustus jumlah kontribusi personel meningkat kembali. Berdasarkan data PBB
per 31 Januari 2016, kontribusi Indonesia berjumlah 2.831. Berdasarkan data
PBB per 29 Februari 2016, kontribusi Indonesia berjumlah 2.843. Berdasarkan
data PBB per 31 Maret 2016, kontribusi Indonesia berjumlah 2.843.
Berdasarkan data PBB per 30 April 2016, kontribusi Indonesia berjumlah 2.850.
Berdasarkan data PBB per 31 Mei 2016, kontribusi Indonesia berjumlah 2.863.
Berdasarkan data PBB per 30 Juni 2016, kontribusi Indonesia berjumlah 2.866.
Berdasarkan data PBB per 31 Juli 2016, kontribusi Indonesia berjumlah 2.864.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 52
Berdasarkan data PBB per 31 Agustus 2016, kontribusi Indonesia berjumlah
2.867.
Subagio mengatakan bahwa kalau Afrika Tengah yang sudah disetujui
itu dapat didukung angggaran, maka 2.867 ditambah 800 personel sudah 3.600
lebih sudah mendekati 4.000. Sayangnya gagal, belum diberangkatkan.
Alex Willem menambahkan bahwa meskipun jumlah FPU polisi tidak
berubah dari tahun ke tahun yaitu berjumlah 140 personel tetapi pada tahun
2016 jumlah IPO bertambah 3 kali lipat menjadi berjumlah 61 personel dari 18
personel.
4.2.2.7. Mempertahankan Kualitas Contingent-Owned Equipment (COE)
Dengan Menyusun Manajemen Logistic Yang Efektif Dan Efisien
Meskipun Indonesia sudah dapat menyusun Manajemen loistik
yang efektif dan efisien untuk Misi baru sehingga Satgas Baru dapat disetujui
dan diberangkatkan tetapi sampai dengan sekarang Indonesia masih belum
dapat memprediksi lifetime dari major equipment. Harjo Susmoro
mengatakan bahwa PBB bayar sesuai dengan ketentuan. Kemudian biaya
sewanya itu kalau kita tidak bisa merawat dengan baik. Namanya barang rusak
kan kita tidak pernah tahu. Kalau kita bisa rawat dengan baik maka cost ini nya
paling kita hanya mengeluarkan untuk maintenance-nya saja. Tapi kalau terjadi
kerusakan-kerusakan yang diluar maintenance. Yang diluar diperhitungan,
kalau bahan bakar kita bisa hitung, life time juga bisa kita hitung, sehingga
bahwa PBB hanya akan menghitung penggunaan untuk bahan bakar,
penggunaan untuk life time sehingga diperkirakan ini harus diganti atau tidak.
Persis sudah dihitung tapi kerusakan-kerusakan yang karena kecelakaan
karena keteledoran kita kecelakaan ini karena ini tidak dihitung.
Susmoro menambahkan bahwa kalau kita bisa memperkirakan misalkan
lifetime nya itu misalkan 5.000 jam kita bisa gunakan lebih misalkan 7.000. Nah
5.000 jam kita mesti kita adakan perbaikan kan keluar cost tapi dengan 5.000
jam missal anggap saja satu bulan 5.000 jam putar berarti harus ada keluar
cost tapi kalau kita bisa sampai 7.500 dan kondisinya masih bagus. Tidak ini
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 53
hitungan bodoh bodohan aja maka kita kan punya keuntungan setengah bulan.
Intinya kan disitu. Kalau seandainya ditengah jalan, ditengah bulan tiba-tiba
terjadi ban meledak. Kalau ANOA pakai ban, misalkan kemudian itu harus
diganti. Ya memang harus ada tambahan dari situ bisa Cuma kan ini berarti
sudah biaya yang boleh dikatakan tidak bisa diprediksi. Ibarat mesin ada
gangguan, meledak. Itu kan tidak bisa diprediksi. Untuk hal ini juga sudah
diperhitungkan oleh Subagio. Ia mengatakan bahwa, yang pertama dengan
segera melengkapi kekurangan yang masih ada, yang kedua mengikutsertakan
teknisi alutsista tertentu.
4.2.2.8. Mengintensifkan Konsultasi Dan Lobi Dengan UNDPKO
Pemerintah RI sudah menintensifkan konsultasi dan lobi dengan
UNDPKO. Menurut Subagio, yang melakukan intensif konsultasi dan lobi
dengan UNDPKO dilakukan oleh PTRI New York. Sebagai contoh,
keikutsertaan Indonesia pada pelaksanaan konferensi “UN Peace Operations
Review; Taking Stock,lLeveraging opportunity and charting the way forward”,
tanggal 11 April 2016.
4.2.2.9. Menjajaki Peluang Berbagai Jabatan Strategis Baik Di Markas
Besar PBB di New York Dan Di Misi Pemeliharaan Perdamaian
PBB
Pemerintah RI sudah menjajaki peluang berbagai jabatan strategis
baik di Markas Besar PBB di New York dan di UNDPKOs. Subagio
mengatakan, bahwa Kemlu RI lah yang menjajaki Peluang berbagai Jabatan
Strategis baik di Markas Besar PBB di New York dan di Misi Pemeliharaan
Perdamaian PBB berdasarkan laporan PTRI. PTRI sebenar berada dibawah
kendali kepentingan Kemlu RI tapi didalamnya (PTRI) ada penasihat militer
setingkat bintang satu. Edwin Habel menambahkan Subagio bahwa sebagai
contoh adalah pencalonan Brigjen Karmin sebagai peserta seleksi Deputy
Force Commander misi UNAMID di Darfur dalam rangka menjawab permintaan
dari PBB yang disampaikan melalui PTRI New York tertanggal surat 19 Agustus
2016.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 54
Alex Willem mengatakan bahwa pada tahun 2016 Polri mendapat 8
(delapan) peluang jabatan strategis dan sudah di apply semuanya. Akan tetapi,
hasilnya kedelapan-delapannya gagal karena tidak memenuhi syarat.
4.2.2.10. Memanfaatkan Peran Special Committee on Peacekeeping
Operations (C-34) Untuk Menyuarakan Kepentingan Indonesia
Pemerintah RI sudah memanfaatkan peran Special Committee on
Peacekeeping Operations (C-34) untuk menyuarakan kepentingan Indonesia.
Subagio mengatakan bahwa Indonesia masih memanfaatkan peran C34 untuk
menyuarakan kepentingan Indonesia melalui PTRI. Edwin Habel pun
mengiyakan pernyataan Subagio dan menambahkan sebagai contoh Kegiatan
tersebut adalah Konferensi “UN Peace Operations Review: Taking Stock,
Leveraging opportunities and charting the way forward” pada tanggal 11 April
2016 dan Indonesia telah menjadi moderator dalam salah satu sesi mengenai
sinergi ketiga UN Peace and Security Reviews.
4.2.2.11. Melaksanakan Kegiatan Outreach Kepada Para Pemangku
Kepentingan Nasional
Menteri Luar Negeri selaku Ketua TKMPP sudah melaksanakan
kegiatan Outreach kepada para pemangku kepentingan nasional. Menurut
Subagio, kegiatan Outreach yang saya tahu sampai bulan April saja karena
selanjutnya saya sudah pindah ke Unhan tapi yang jelas ketika itu, Kemlu
pernah jadi host tentang Misi Pemeliharaan Perdamaian ini dengan
mengundang Negara-negara Kontributor. Berdasarkan Hasil Rapat Pelaksana
Harian TKMPP Tanggal 04 Oktober 2016, poin 8 (delapan) Kemlu mewakili
Pemri akan menyelenggarakan Challenges Forum Workshop di Bali pada
tanggal 10-11 November 2016. Sekitar 60 orang dari 22 Negara anggota akan
hadir. Tema yang akan diusung adalah “Entering 2017: Strengthening
Collective Preparedness for Future UN Peacekeeping Operation”.
4.2.2.12. Mengintensifkan Penyelengaraan Rapat TKMPP Tingkat Menteri
Dan Pelaksana Harian
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 55
Menteri Luar Negeri selaku Ketua TKMPP masih belum
mengintesifkan penyelenggaraan rapat TKMPP tingkat menteri pada
periode tahun 2016 seperti halnya tahun 2015 tetapi penyelenggaraan rapat
TKMPP ditingkat pelaksanaan harian masih rutin dilakukan minimal sekali
sebulan. Edwin Habel mengatakan bahwa khususnya Menteri Keuangan sulit
sekali untuk dating dalam tiap rapat TKMPP, Menkeu selalu saja diwakili staf
yang bukan dalam kapasitas pengambil keputusan. Hal ini mengakibatkan
setiap perihal yang menyangkut anggaran selalu tidak bisa dicarikan solusinya.
Selain itu, orang yang mewakili Menteri Keuangan atau Kementerian Keuangan
tidak pernah selalu orang yang sama atau berbeda-beda sehingga dalam setiap
rapat harus berulang kali menyamakan persepsi dan akhirnya menyita waktu.
Sementara, Subagio mengatakan, tidak ada yang berbeda dari
penyelnggaraan rapat TKMPP baik di tingkat Menteri dan Pelaksana Harian. Di
tingkat Menteri masih belum dapat dilaksanakan karena masih ada konflik
jadwal antara Menteri yang terlibat dalam TKMPP sedangkan Rapat di tingkat
Pelaksana Harian masih rutin dilaksanakan minimal sebulan sekali.
4.2.2.13. Memanfaatkan Partisipasi Dan Kontribusi Indonesia Di Misi
Pemeliharaan Perdamaian Dalam Rangka Mendukung
Pencalonan RI Sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB Periode
2019-2020
Pemerintah RI sudah memanfaatkan partisipasi dan kontribusi
Indonesia pada UNPKOs dalam rangka mendukung pencalonan RI sebagai
anggota tidak tetap DK PBB Periode 2019-2020. Subagio berpendapat bahwa
Indonesia baik melalui Kemlu dan Kemhan masih terus memanfaatkan
Partisipasi dan Kontribusi Indonesia di Misi Pemeliharaan Perdamaian Dalam
Rangka Mendukung Pencalonan RI sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB
Periode 2019-201 terutama Negara-Negara ASEAN, ADMM Plus.
4.2.2.14. Membuka Peluang Bagi Kontribusi Baru Sebanyak 350 Personel
Pemerintah RI belum membuka peluang bagi kontribusi kontribusi
baru sebanyak 350 personel. Berdasarkan keterangan Subagio sebelumnya
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 56
pada periode 2015 Indonesia masih terhambat dalam Pembentukan Satgas
YonKomposit baru berjumlah 800 personel dan Kepresnya belum selesai dan
disetujui Presiden yang berdampak pada anggaran pengerahan personel
sehingga Indonesia belum dapat membuka peluang kontribusi baru.
4.2.2.15. Mengintesifkan Kunjungan Pejabat Tinggi Ke UNPKOs
Pemerintah RI belum mengintensifkan kunjungan pejabat tinggi ke
UNPKOs.
Subagio mengatakan bahwa Indonesia sudah mengintensifkan
kunjungan Pejabat Tinggi ke UNPKOs. Indikasinya adalah Menhan RI,
Panglima TNI, KSAL sudah melakukan kunjungan ke UNPKOs. Selain itu,
kunjungan ke UNPKOs juga dilakukan oleh Anggota DPRI Komisi I yang
mengajak tim dari Dirstrahan Kemhan RI. Sedangkan dari Polri kunjungan
Pejabat Tinggi ke UNPKOs tidak intensif karena menurut Alex Willem,
anggaran mereka dipotong sehingga hanya dapat melakukan kunjungan satu
kali dengan menggabungkan kegiatan supervise dan verifikasi sekaligus. Itupun
dilakukan hanya dengan satu tim yang terdiri dari 3 personel.
4.2.2.16. Melakukan Kunjungan Studi Banding Ke Pusat Pelatihan Dan
Logistik UNPKOs Dan Negara Lain
Pemerintah RI belum melakukan Kunjungan Studi Banding ke
Pusat Pelatihan dan Logistik UNPKOs dan Negara lain. Menurut Subagio,
pelaksanaan kunjungan tidak dilakukan setiap tahun dan tahun 2006 memang
tidak diprogramkan karena sudah dilakukan pada tahun 2015.
4.2.2.17. Menyiapkan Working Papers Tentang Kebutuhan COE Indonesia
Pemerintah RI belum menyiapkan working papers tentang
kebutuhan COE Indonesia. Menurut Subagio, seharusnya penyiapan working
papers TNI tentang kebutuhan COE Indonesia sudah dilakukan pada tingkat
Mabes TNI. Jadi misalnya, MoU, tentang reimbursement, tentang COE, itu
Mabes TNI karena sudah bicara teknis di lapangan, misalnya alat apa,
sparepart apa, spke-nya bagaimana segala macam itu dikeluarkan dalam MoU
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 57
dan sudah dalam tataran teknis tentang pengkajiannya segala macam itu
kewenangannya Mabes TNI.
Edwin Habel menerangkan bahwa kalau COE Indonesia itu asalnya dari
COE manual yang dibuat PBB, itu dijadikan dasar menyusun MoU antara
Indonesia dengan PBB. Apa yang disetujui jadi punya Indonesia karena apa
yang disebutkan COE Manual itu standar. Tidak semua Negara bisa memenuhi
standar itu, sehingga untuk modifikasinya apa yang bisa dipenuhi itu tercantum
dalam MoU antara PBB dengan Negara tersebut. Kalau ini Indonesia berarti dia
Satgas Indonesia dia (PBB) MoU dengan Pemeritah Indonesia yang berisi COE
apa saja yang Indonesia siap untuk kirimkan ke Misi itu dan disetujui PBB,
modifikasi ok, no problems, no problems, maka disetujuilah. Sehingga MoU itu
menjadi dasar Indonesia harus mengirimkan personelnya berapa COEnya apa-
apa saja berapa saja jumlahnya dan self sustainment apa aja dan berapa
jumlahnya. Sementara working paper menurut Habel bisa dibuat hanya sebagai
panduan awal Indonesia dengan melihat kemampuan kita budget untuk
mempersiapkan satgas yang kita rencanakan ke tempat yang akan datang, kita
buat dulu working papers-nya bersama kita susun sesuai dengan kemampuan
Indonesia, rencana Indonesia, jadi draftnya untuk kita pada saat itu
kesepakatan dari PBB kita koordinasikan, kita negosiasikan dengan PBB.
Artinya sampai sekarang belum ada atau belum dibuat draft-nya.
4.3. Pembahasan
Subagio mengatakan bahwa Visi 4.000 itu kan sebetulnya, bukan
muncul angka 4.000 tiba-tiba. Awalnya kan kita ingin masuk 10 besar dunia
(TCC). Nah, kalau 10 besar dunia, dilihatlah sebetulnya berapa sih jumlah yang
bisa terpenuhi kalau kita masuk 10 besar dunia maka ketika itu paling tidak
4.000. 4.000 itu kita bisa di nomor 7 (tujuh) atau 8 (delapan) bukan lagi nomor
10 (sepuluh) sehingga visi 4.000 itu untuk menuju ke 10 (sepuluh) besar.
Andaikata dengan 3.700 sudah masuk 10 (sepuluh) besar, sebenarnya tujuan
pokoknya sudah tercapai, tidak harus 4.000. Nah, apakah kedepan bisa
tercapai? Sangat bisa. Permasalahannya tinggal, apakah kita siap mendukung
anggarannya? Iya kan? Karena permintaannya PBB bertubi-tubi untuk itu.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 58
Diana Sutikno mengatakan, Kami dari Kemlu sebagai leading sector
yang membuat Permenlu ini dari Zero kami harus optimis bahwa
Implementasinya pada tahun 2019 dapat dicapai karena capaian dari roadmap
baik di periode tahun 2015 hingga 2016 banyak yang sudah dilakukan. Akan
tetapi, betulkah demikian?
4.3.1. Evaluasi Implementasi Model Van Meter & Van Horn terhadap
Permenlu No. 05 Tahun 2015 Periode 2015-2016
Berdasarkan teori Evaluasi Implementasi Kebijakan Model Van Meter &
Van Horn dalam Riant Nugroho (2009:503) bahwa implementasi kebijakan
berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan
publik. Variabel yang mempengaruhi kebijakan publik sebagaimana sudah
disebutkan dalam halaman 12 adalah variable berikut:
4.3.1.1. Standard (Ukuran Dasar) dan Tujuan Kebijakan.
4.3.1.1.1. Standard
Standard yang digunakan pada Permenlu Nomor 05 Tahun 2015
sudah jelas. Standar tersebut sebagaimana tercantum dalam isi Roadmap
Vision 4.000 Peacekeepers dalam halam 25-26. Selain itu, Pemerintah melalui
Kemlu RI sebagai Ketua TKMPP telah membuat Perpres RI Nomor 86 Tahun
2015 yang merupakan produk implementasi Permenlu Nomor 05 Tahun 2015
Periode 2015 yang berisi Prosedur dan mekanisme pengambilan keputusan
politis Pemerintah RI untuk men- deploy- pasukan, perseorangan baik militer,
polisi dan civilian capacity. Sementara itu, pelaksanaan identifikasi Potensial
Theatres Tahun 2015-2019 yang dimaksud Kemlu sudah terikut dalam isi
roadmap pada Permenlu Nomor 05 Tahun 2015. Akan tetapi, Kemlu RI tidak
membuat Landasan Hukum berupa Undang-Undang untuk penggunaan
Anggaran terkait perisiapan dan pengerahan Misi Baru, Stand By Force TNI
(SBF) dan Standing Police Capacity (SPC) Polri.
Standard lain yang dibuat dalam mengimplementasikan Permenlu
Nomor 05 Tahun 2015 adalah Contigent–Owned Equipment (COE) yang
diminta oleh PBB untuk didaftarkan pada United Nations Peacekeeping
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 59
Capability Readiness System (UNPCRS) pengganti United Nations Standby
Arrangement Systems (UNSAS) yang nanti akan berdampak pada jumlah
reimbursement yang akan diberikan PBB. Tak hanya itu, dalam rangka
UNPCRS tadi, Indonesia juga harus memiliki SBF TNI maupun SPC Polri.
4.3.1.1.2. Tujuan Kebijakan
Tujuan Kebijakan dari Permenlu Nomor 05 Tahun 2015 adalah
Mencapai Peringkat 10 Besar Dunia Troops Contributing Country (TCC).
Berdasarkan data PBB per 29 Februari 2016 Indonesia sebenarnya sudah
pernah menduduki peringkat 10 TCC yaitu pada bulan Februari 2016 dengan
jumlah 2.843 personel. Sebelumnya pada bulan Januari 2016, Indonesia
menduduki Peringkat 12 dengan jumlah 2.831 personel tetapi pada bulan Maret
2016 posisi Indonesia turun kembali menjadi 11 dengan jumlah 2.843 personel.
Pada bulan April 2016 posisi Indonesia turun 1 peringkat lagi menjadi 12
meskipun jumlah personel bertambah menjadi 2.850 personel dan pada bulan
Mei 2016 dengan jumlah personel yang terus meningkat menjadi 2.863
personel. Oleh karena itu, Visi 4.000 Peacekeepers tetap harus terus dijalankan
untuk mengamankan posisi Indonesia pada 10 besar TCC.
Selain itu, Tujuan lain kebijakan ini adalah agar Indonesia memiliki
peluang berbagai jabatan strategis baik di Markas Besar PBB di New York dan
UNPKOs, dan Indonesia dapat menjadi Anggota Tidak Tetap DK PBB Periode
2019-2010.
A. Sumber-Sumber Kebijakan
Sumber Dana Kebijakan Permenlu Nomor 05 Tahun 2015 sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2015 Pasal 8
dibebankan pada APBN dan PBB. Dana APBN digunakan untuk
mempersiapkan personel dan pengerahan personel rotasi bukan untuk Misi
Baru. Sementara Dana dari PBB akan digunakan pada saat Personel sudah
berada di Daerah Misi. Sedangkan untuk permintaan Misi-Misi Baru dari PBB,
Indonesia tidak bisa menggunakan dana cadangan APBN selayaknya dana
Bencana Alam sehingga setiap permintaan dari PBB Indonesia harus
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 60
mengganggarkannya terlebih dahulu (RAPBN) untuk dapat digunakan pada
tahun selanjutnya (APBN).
Sumber Daya Manusia untuk dapat mewujudkan Visi 4.000
Peacekepers terbagi kedalam 5 tataran. Menurut pengalaman pribadi Anggota
Tim Peneliti, I Gede Sumertha ketika menjabat sebagai Komandan PMPP TNI
Periode 2010-2012 bahwa hingga kini, tataran yang terlibat tidak berubah.
Kelima tataran tersebut adalah, (1) tataran Grand Strategy terdiri dari Presiden
RI, Komisi 1 DPR RI; (2) tataran Strategy terdiri dari Menteri Luar Negeri dan,
Menteri Pertahanan RI dan Menteri Keuangan RI, Panglima TNI dan As Ops
TNI; (3) tataran Operational yang terdiri dari Komandan PMPP TNI dan Kepala
Harian TKMPP; (4) tataran Supporting Operational yang terdiri dari PTRI New
York; dan Duta Besar Negara Tuan Rumah untuk Indonesia, dan yang terakhir
(5) tataran Tactical yang terdiri dari Dansatgas, Kasi Intel, Kasi Ops, Kasi Pers,
Kasi Log, Dan ton, Dan Ru. Untuk SDM yang terlibat pada kontingen diambil
dari mereka yang juara lomba-lomba. Pemenangnya atau juara satu akan
diberangkatkan, Juara Dua Cadangan dan sebagainya.
Selain itu, sumber kebijakan lain yang dimaksudkan adalah Fasilitas.
Fasilitas PMPP TNI digunakan untuk melatih personel Militer/TNI; Pusat Misi
Internasional Polri digunakan untuk melatih personel Polri. Sedangkan,
Indonesia hingga saat ini tidak memiliki wadah untuk melatih dan mendidik
personel ahli-ahli sipil. Menurut Andy Rachmianto bahwa “Menlu Marty pernah
memerintahkan agar Badiklat Kemlu dapat digunakan untuk melatih Personel
Ahli-Ahli Sipil.” Akan tetapi, kebijakan ini juga tidak jalan.
B. Komunikasi Antar Organisasi & Kegiatan Pelaksanaan.
B.1. Komunikasi Antar Organisasi
Komunikasi yang dilakukan antar organisasi dilakukan dalam TKMPP
dengan bentuk rapat rutin Pelaksana Harian minimal setiap bulan sekali. Akan
tetapi, komunikasi setingkat Menteri pada periode Tahun 2015-2016 belum
dapat dilakukan karena masih ada konflik jadwal pada masing-masing Menteri
Anggota TKMPP.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 61
Namun demikian, komunikasi antar organisasi berjalan baik kecuali yang
dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Dalam setiap undangan rapat yang
disampaikan oleh TKMPP, orang yang hadir mewakili Menteri tidak pernah
sama dan selalu berganti. Selain itu, masalah komunnikasi lain yang
disebabkan oleh Kementerian Keuangan adalah tidak pernah ada penyampaian
kepada delegasi yang hadir tentang hasil rapat-rapat sebelumnya dan ia
bukanlah seorang yang pengambil keputusan. Seringkali hasilnya hanya akan
dilaporkan ke Menteri tanpa ada keputusan yang jelas.
B.2. Kegiatan Pelaksanaan
B.2.1. Periode 2015
1) Penyusunan Landasan Hukum menurut kelima tataran pelaksana sudah
tuntas dilakukan dengan Produk Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2015
tentang Pengiriman Misi Pemeliharaan Perdamaian. Akan tetapi, hasil
analisa tim peneliti bahwa Perpres tersebut masih menyisakan masalah
ketika ada permintaan Misi-Misi Baru dari PBB seperti halnya belum ada
Perpres. Hal ini dikarenakan di dalam Pasal 8 Perpres hanya dicantumkan
sumber dana dari APBN dan PBB. Dalam sistem Politik Anggaran
Indonesia, penggunaan dana APBN berdasarkan RAPBN. Meskipun dapat
menggunakan Dana Cadangan dengan kode BA 99 tetapi syaratnya
berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia
harus berdasar pada Undang-Undang. Oleh karena itu, Perpres Nomor 86
Tahun 2015 tim peneliti nilai tidak kuat dan TKMPP harus membuat draft
dan mengusulkan Undang-Undang baru tentang Pengiriman Misi
Pemeliharaan Perdamaian termasuk didalamnya berisi tentang Penyiapan
SBF dan SPC.
2) Penyusunan prosedur dan mekanisme pengambilan keputusan politis
Pemerintah RI belum dilakukan secara khusus. Kemlu masih
mengggunakan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan
Luar Negeri sebagai dasar prosedur dan mekanisme pengambilan
keputusan politis pemerintah RI yang jelas dan sudah menjadi ketentuan
Perundang-Undangan. Akan tetapi, dengan Perundangan-Undangan yang
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 62
dimaksud justru hingga sekarang masih menimbulkan masalah dalam hal
pengiriman personel yang tidak sesuai dengan persyaratan pengiriman
personel baik dari UNSAS ataupun UNPCRS selambat-lambatnya 30, 60
dan 90 hari dari dibentuknya Misi baru oleh UNDPKO.
3) Pengidentifikasi potential theatres tahun 2015-2019 sudah berhasil
dilakukan dan telah dituang kedalam Permenlu Nomor 05 Tahun 2015
dengan jelas.
4) Pengidentifikasi potensi penambahan pasukan pada misi UNPKOs yang
ada sudah dilakukan dan telah dituang kedalam Permenlu Nomor 05 Tahun
2015 dengan jelas.
5) Berdasarkan data PBB tentang ranking of military and police contribution,
Indonesia dari tahun ke tahun jumlah kontribusi tidak hanya bertahan tetapi
justru meningkat.
6) Pemerintah RI belum sepenuhnya menyusun manajemen logistik yang
efektif dan efisien secara menyeluruh untuk mempertahankan kualitas COE
berdasarkan COE Manual yang dipersyaratkan oleh PBB untuk misi baru.
Hasilnya reimbursement-nya pun meningkat. Akan tetapi, untuk major
equipment dari misi-misi terdahulu, semakin lama kualitas menurun dan ini
dapat mempengaruhi jumlah reimbursement yang akan diterima setiap
tahunnya.
7) Kegiatan kajian mengenani mekanisme nasional pengaturan Civilian
Capacities belum dilaksanakan.
8) Finalisasi pembentukan pasukan siaga operasi/ Standby Force TNI belum
dilaksanakan karena masih terbentur ketersediaan dana.
9) Kajian Pembentukan Standing Police Capacity (SPC) Polri belum
dilaksanakan.
10) Kegiatan kajian keikutsertaan dalam United Nations Standby Arrangement
System (UNSAS) belum dilaksanakan.
11) Pemerintah RI sudah menintensifkan konsultasi dan lobi dengan UNDPKO.
12) Pemerintah RI sudah menjajaki peluang berbagai jabatan strategis baik di
Markas Besar PBB di New York dan di UN PKOs.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 63
13) Pemerintah RI sudah memanfaatkan peran Special Committee on
Peacekeeping Operations (C-34) untuk menyuarakan kepentingan
Indonesia.
14) Menteri Luar Negeri selaku Ketua TKMPP sudah melaksanakan kegiatan
Outreach kepada para pemangku kepentingan nasional.
15) Penyelenggaraan rapat TKMPP tingkat Menteri hingga sekarang belum
terlaksana tapi rapat TKMPP tingkat Pelasana Harian sudah intensif.
16) Pemerintah RI sudah memanfaatkan partisipasi dan kontribusi Indonesia
pada UNPKOs dalam rangka mendukung pencalonan RI sebagai anggota
tidak tetap DK PBB Periode 2019-2020.
17) Pemerintah RI sudah membuka peluang bagi kontribusi pejabat tinggi ke
UNPKOs tapi tidak semuanya peluang tersebut berhasil dicapai.
18) Pemerintah RI belum mengintensifkan kunjungan pejabat tinggi ke
UNPKOs.
19) Pemerintah RI sudah melakukan Kunjungan Studi Banding ke Pusat
Pelatihan dan Logistik UNPKOs dan Negara lain.
B.2.2. Periode 2016
1) Pemerintah RI sudah menyusun Peraturan Pelaksana mekanisme
ketertiban Civilian Capacities.
2) Pemerintah RI belum melengkapi organisasi Pasukan Siap Operasi/
Standby Force TNI.
3) Pemerintah RI sudah melaksanakan kajian pembentukan Standing Police
Capacity (SPC) Polri yang baru saja dilakukan pada bulan Oktober 2016.
4) Pemerintah RI sudah menyiapkan pembentukan fasilitas pelatihan SPC di
Setu Bekasi untuk menggantikan lokasi di Cikeas yang masih berstatus
Pinjam Pakai fasilitas Lemdikpol.
5) Pada Periode tahun 2016, Pemerintah RI sudah mendaftarkan kesiapan
keikutsertaan Indonesia tapi tidak lagi pada United Nations Standby
Arrangement System (UNSAS) karena sudah sistemnya sudah berubah
menjadi United Nations Peacekeeping Capabilities Readiness System
(UNPCRS) lengkap dengan COE-nya. Akan tetapi Edwin Habel (2016)
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 64
mengatakan bahwa Penting diketahui, di Indonesia konsep standby
mengandung 2 konsep. Habel menambahkan, Pada saat kita sebutkan ke
Indonesia Stand By Forces, menjadi dualah konsep ini. Jadi 2 konsepnya.
Berarti kita harus menyiapkan, pasukan Stand By Forces pada level
pertama di PBB, yang penting kita daftar dulu, kemudian masuk level 2
setelah PBB cek, personelnya oya ada, kemudian perlengkapannya bener-
bener ada, kemudian dimasukkan ke level 2, level 3 itu sudah mulai
dibuatkan draft MoU-nya dan sudah diarahkan ke Misi mana. Lebih
meningkat lagi kesiapannya. Level 4 itu bener-bener dalam 30 hari atau
berapa hari itu sudah dikirimkan. Check Lists, Passenger Lists-nya,
teknisnya dia diberangkatkan ke daerah misi melalui mana, dijemputnya
pakai apa, kontainernya apa harus berapa itu sudah harus jadi di level 4 itu.
Sudah Stand By Forces, siap dikirim. Pada saat masuk ke Indonesia,
apakah bener pemerintah kita memang tadi kalau kita melihat ke konsep itu,
ada kekurangan dengan melihat konsep PBB ini kan. Pada saat disebutkan
Stand By Forces di PBB, itu misinya masih bisa kemana-mana. Kemudian
waktunya masih bisa berubah, Stand By Forces di PBB waktunya tidak
pasti. Bisa jadi kita tidak pernah dikirim, pemerintah sudah menyiapkan,
sudah menggunakan sumber daya di Indonesia tenaga keuangan, sudah
didanai semuanya, sudah disiapkan dipanggil dari mana-mana, sudah
dikelompokkan, dibiayai standby-nya tapi PBB tidak pernah mengirim, tahun
berganti tahun, apakah dana itu bisa terus dikeluarkan pemerintah dengan
posisi standby seperti itu. Dengan posisi standby kita yang misi yang sudah
pasti bisa direncanakan dari APBN.
6) Jumlah Kontribusi Personel terus bertambah, artinya Indonesia tidak hanya
mempertahankan jumlahnya tetapi sudah meningkatkan jumlahnya. Bahkan,
dari jumlah personel yang pernah dikirim, Indonesia sempat menduduki
peringkat 10 TCC pada bulan Februari 2016 meskipun bulan-bulan
selanjutnya menurun kembali. Sebenarnya jumlah ini dapat bertambah 800
personel dari pembentukan Satgas Yon Komposit MINUSMA CAR tetapi
masih belum dapat diberangkatkan karena terhambat masalah anggaran
sejak didaftarkan ke UNPCRS Mei 2016 lalu. Dengan bertambahnya 800
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 65
personel jumlah personel keseluruhan menjadi sekitar 3600 lebih maka
peringkat Indonesia dapat mencapai posisi 10 besar dengan peringkat 6
atau 7 TCC,
7) Meskipun Indonesia sudah dapat menyusun Manajemen loistik yang efektif
dan efisien untuk Misi baru sehingga Satgas Baru dapat disetujui dan
diberangkatkan tetapi sampai dengan sekarang Indonesia masih belum
dapat memprediksi lifetime dari major equipment. PBB hanya menghitung
normal maintenance saja tetapi namanya mesin ada hal-hal yang diluar
perhitungan yang dapat terjadi seperti mesin meledak atau tabrakan. Untuk
itu diperlukan teknisi dari PINDAD yang mengetahui spesifikasi dari masing-
masing major equipment yang disertakan pada Satgas tertentu untuk ikut
dilibatkan dalam Satgas agar mudah melaporkan dan memprediksi hal ini.
8) Pengintensifan konsultasi dan lobi dengan UNDPKO sudah jelas dilakukan
oleh PTRI New York dalam setiap kesempatan.
9) Pemerintah RI sudah menjajaki peluang berbagai jabatan strategis baik di
Markas Besar PBB di New York dan di UNDPKOs. Sebagai contoh adalah
adalah pencalonan Brigjen Karmin sebagai peserta seleksi Deputy Force
Commander misi UNAMID di Darfur dalam rangka menjawab permintaan
dari PBB yang disampaikan melalui PTRI New York tertanggal surat 19
Agustus 2016.
10) Pemerintah RI sudah memanfaatkan peran Special Committee on
Peacekeeping Operations (C-34) untuk menyuarakan kepentingan
Indonesia. Sebagai contoh Kegiatan tersebut adalah Konferensi “UN Peace
Operations Review: Taking Stock, Leveraging opportunities and charting the
way forward” pada tanggal 11 April 2016 dan Indonesia telah menjadi
moderator dalam salah satu sesi mengenai sinergi ketiga UN Peace and
Security Reviews.
11) Menteri Luar Negeri selaku Ketua TKMPP sudah melaksanakan kegiatan
Outreach kepada para pemangku kepentingan nasional. Sebagai contoh
Kemlu mewakili Pemri akan menyelenggarakan Challenges Forum
Workshop di Bali pada tanggal 10-11 November 2016. Sekitar 60 orang dari
22 Negara anggota akan hadir. Tema yang akan diusung adalah “Entering
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 66
2017: Strengthening Collective Preparedness for Future UN Peacekeeping
Operation”.
12) Menteri Luar Negeri selaku Ketua TKMPP masih belum mengintesifkan
penyelenggaraan rapat TKMPP tingkat menteri pada periode tahun 2016
seperti halnya tahun 2015 tetapi penyelenggaraan rapat TKMPP ditingkat
pelaksanaan harian masih rutin dilakukan minimal sekali sebulan.
13) Pemerintah RI sudah memanfaatkan partisipasi dan kontribusi Indonesia
pada UNPKOs dalam rangka mendukung pencalonan RI sebagai anggota
tidak tetap DK PBB Periode 2019-2020 dan selalu menyampaikannya pada
pertemuan-pertemuan di PBB, tingkat ASEAN, dan ADMM Plus.
14) Jangankan membuka peluang baru sebanyak 350 personel, Satgas Yon
Komposit MINUSMA CAR saja hingga saat ini belum berangkat karena
terkendala Perpres sehingga anggarannya belum turun, bagaimana
Indonesia mau menambah peluang baru lagi.
15) Pemerintah RI belum mengintensifkan kunjungan pejabat tinggi ke UNPKOs
karena meskipun sudah dilakukan oleh Menhan RI, Panglima TNI, KSAL
dan DPR RI Komisi I tetapi kontras dengan kunjungan Pejabat Polri yang
anggarannya dipotong sehingga yang rutinnya setahun dua kali kunjungan
menjadi satu kali kunjungan itu pun dengan jumlah personel yang dikurangi.
16) Pemerintah RI belum melakukan Kunjungan Studi Banding ke Pusat
Pelatihan dan Logistik UNPKOs dan Negara lain karena tidak ada jadwal
periode 2016 dan tahun sudah dilakukan pada tahun 2015.
17) Pemerintah RI belum menyiapkan working papers tentang kebutuhan COE
Indonesia tetapi setiap ada permintaan baru dari PBB Indonesia selalu
langsung membuat draft MoU berdasarkan COE Manual yang disyaratkan
oleh PBB.
C. Karakteristik Badan Pelaksana
C.1. Kompetensi Dan Jumlah Staf.
Untuk mengimplementasikan Tugas Misi Pemeliharaan Perdamaian
(TMPP), Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono telah menetapkan
implementator-implementator Kebijakan-Kebijakan Pemerintah RI/Peraturan
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 67
Perundang-Undangan di Indonesia sesuai dengan Peraturan Presiden RI
Nomor 85 Tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian
(TKMPP). TKMPP
1) Dalam Pasal 4 Perpres ini menyebutkan bahwa,
“Susunan keanggotaan TKMPP terdiri atas: a. Pengarah : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan; b. Ketua : Menteri Luar Negeri; c. Anggota : 1. Menteri Pertahanan;
2. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; 3. Menteri Keuangan; 4. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; 5. Sekretaris Kabinet; 6. Panglima Tentara Nasional Indonesia; 7. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; 8. Kepala Badan Intelijen Negara;
d. Sekretaris : Ketua Pelaksana Harian”.
2) Tugas implementator TKMPP sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2
Perpres ini disebutkan, bahwa
“TKMPP mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan mengoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan partisipasi Indonesia pada misi-misi pemeliharaan perdamaian dunia berdasarkan kepentingan nasional”.
Jika melihat dari susunan anggota tersebut maka kompetensinya
seharusnya tidak lagi diragukan untuk menjalankan tupoksi pada partisipasi
Indonesia pada mis-misi pemeliharaan perdamaian dunia berdasarkan
kepentingan nasional. Akan tetapi, sejak didirikannya pada tahun 2011,
TKMPP tidak berhasil membuat ketetapan atau landasan hokum
sebagaimana dimaksud pada target pertama visi 4.000 Peacekeepers
dibuat yaitu 2014 tetapi baru ditetapkan pada tahun 2015. Selain itu, rapat
TKMPP setingkat Menteri baru sekali dilakukan yaitu pada 2014 bukan pada
periode evaluasi yaitu 2015 dan 2016. Sedangkan pada rapat pelaksana
harian, komitmen Kemkeu selalu dipertanyakan oleh anggota yang hadir
karena selalu menghadirkan peserta rapat yang berbeda dan tidak
konsisten dengan tanpa pengetahuan dari hasil rapat-rapat sebelumnya.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 68
Sementara itu, jumlah staff diambil dari masing-masing anggota TKMPP
yang hadir. TKMPP tidak memiliki Kantor Khusus dan Staff khusus.
C.2. Rentang Kendali/ Hierarki,
Berdasarkan tataran yang terlibat dalam pengerahan misi pemeliharaan
perdamaian, dapat diketahui terdapat rentang kendali/hirarki yang berbeda
antara PMPP dan Mabes TNI. Edwin Habel yang sebelumnya pernah bertugas
di Kabag Ops PMPP TNI membandingkan dengan pekerjaannya saat ini di
Pabandya OPP Mabes TNI. Habel mengatakan bahwa, Saat saya diminta ke
level yang lebih tinggi lagi, di Mabes TNI. Memang analisa, saat sekarang ini
ada ketidaksesuaian, ada hal yang tidak pas, di dalam organisasi Pemelihara
Perdamaian di level Mabes TNI. Karena di level Mabes TNI itu yang menangani
bidang Operasi Luar Negeri, dulu sebelum PMPP ada itu ditangani oleh Staf
Operasi. Oleh satu bagian kepabanan kita bilang, jadi ditangani oleh Paban 7
OPP. Yaitu dulu pada tahun 2007 kebawah, 2006, 2005. Paban 7 OPP dipimpin
oleh seorang Kolonel, Pabandianya berpangkat Letkol itu ada 2, stafnya Mayor
ada beberapa orang, dibawahnya ada Kapten, ada ini lagi. Jadi fungsi itu
berjalan. Tapi pada saat PMPP ada, fungsinya semua dilaksanakan oleh
PMPP. Tetapi sebenarnya, ada hal yang tidak bisa digeser.
Fungsi staf yang ada di Mabes TNI itu, itu sebenarnya pembantu
Panglima TNI dan Stafnya Asisten Operasi, untuk melaksanakan Operasi Luar
Negeri ini. Kewenangan Panglima TNI dan Asisten Operasi untuk mengolah
bidang Peacekeeping Operations ini, itu tidak bisa dikecilkan karena adanya
PMPP. Fungsi dan tugas mereka ini tetap di level strategis Mabes TNI sehingga
fungsi Paban 7 OPP itu di likuidasi kemudian dijadikan hanya menjadi satu
orang Pabandya. Waktu dulu pada 2007 itu dulu ada satu Pabanda juga
dengan satu Sersan yang membantu Panglima dan Asisten Operasi untuk
melaksanakan pengawasan dan pengendalian operasi luar negeri.
Semakin kesini ternyata dilikuidasi lagi, Pabandanya yang berpangkat Mayor
dihilangkan lagi akhirnya yang mengurusi dilevel strategis untuk bidang operasi
luar negeri hanya ada satu Pabandia Letkol dengan satu sersan. Dibawahi oleh
seorang Kolonel di Paban IV Ops Operasi tetapi Paban IV Ops Operasi itu dia
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 69
menangani seluruh operasi yang dilaksanakan TNI baik di dalam Negeri
maupun di luar Negeri.
Untuk bidang operasi di dalam negeri ditangani oleh 2 Pabandya, (1
Pabandya Perencanaan, 2 Pabandya untuk Penggunaan Operasi Dalam
Negeri) dan 1 Pabandya OPP Luar Negeri. Dan mereka diperlengkapi dengan
staf yang lengkap, ada Mayornya, ada Kaptennya, ada Sersannya yang
membantu mereka. Jadi untuk Paban Ops sendiri dia tidak fokus untuk
mengurusi masalah luar negeri. Akhirnya yang harus fokus kesana untuk
menguasai mendalam adalah Pabandya OPP pangkat Letkol dengan Sersan
itu yang bantu saya, Staf saya.
Nah, pada saat saya bandingkan, saya waktu di PMPP itu menangani
masalah operasional, memang menyinggung sedikit masalah kerjasama
internasional, menyinggung sedikit masalah latihan, menyinggung sedikit ke
administrasi logistik tetapi ditempat saya mengolah operasionalnya mereka.
Pada saat menyentuh masalah logistik saya serahkan ke Direktorat Minlog. Ada
masalah Kerjasama Intenasional saya tidak mengurusi terlalu banyak, saya
cuma sampaikan ada rencana gini, masukkan ke penjadwalan mereka sudah
berkoordinasi sendiri untuk melaksanakan Kerjasama Internasional itu. Jadi
saya hanya menangani Operasional, Operasional Rekruitmen,
Operasional Gerakan Pasukan semuanya di tanah air, bagaimana
disiapkan, bagaimana kita rekrut, bagaimana kita panggil mereka masuk kita
serahkan ke Bidang Latihan. Kita siapkan mereka sebelum pemberangkatan,
kapan bagian perlengkapan, kapan mereka diatur Protokoler Pemberangkatan.
Jadi sudah ada struktur organisasi lain yang menangani bagian-bagian tertentu,
latihan sudah ada yang mengurusi. Ternyata setelah saya pindah ke Mabes
TNI itu, Fungsi PMPP yang sedemikian besar pipa penyalurnya hanya di
Pabandya OPP saja.
Jadi saya juga termasuk kaget, tadinya saya tidak menguasai bidang
logistik tetapi ternyata setelah masuk ke Mabes TNI saya harus mengurusi
semuanya karena semuanya memang lewat situ. Pada saat judulnya Operasi
Luar Negeri dibawah bendera PBB langsung itu, Pabandya OPP kerjakan,
awasi, laksanakan, termasuk ASEAN Monitoring Team (AMT) yang difilipin.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 70
Dikerjakan secara teknis oleh PMPP pada saat sudah mau diajukan semuanya
lewatnya kami di SOP, melaksanakan fungsi pengendalian dari Asisten Operasi
dan Panglima TNI, administrasi berkoordinasi. Ditambah lagi pada saat di level
Mabes TNI kita harus melaksanakan salah satu posisi dari Asisten Operasi atau
Panglima TNI di dalam Pemerintahan. Bagaimana menghubungkan operasi
tugas luar negeri OPP, fungsi kita mengikuti Operasinya PBB mendudukkannya
dalam kebijakan pemerintah yang sekarang. Itu dia berada di level strategis
karena sudah terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah melalui
kementerian dan lembaga yang ada di pemerintahan. Sehingga ada kedudukan
Asisten Operasi ada Kedudukan Panglima di dalam kelompok Tim di
Pemerintahan yang khusus menangani tentang Operasi Pemelihara
Perdamaian atau yang kita kenal sekarang TKMPP (Tim Koordinasi Pemelihara
Perdamaian.
C.3. Dukungan Politik Yang Dimiliki
Meskipun Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menyatakan dalam Sidang
PBB akan berkomitmen dan menambah jumlah personelnya tetapi hingga
sekarang belum dapat dibuktikan karena terhambat pada pembuatan Kepres
dan anggarannya sehingga 800 personel Satgas Yon Komposit belum
diberangkatkan ke MINUSMA CAR.
C.4. Kekuatan Organisasi
Kekuatan organisasi masing-masing anggota TKMPP tidak sama dan
mempunyai porsinya masin-masing, tetapi Kemkeu merasa lebih tinggi dari
Kementerian/ instansi Negara lainnya dengan tidak mendatangkan pejabat
pembuat keputusan dalam setiap rapat TKMPP.
C.5. Derajat Keterbukaan Dan Kebebasan Komunikasi
Para Narasumber terbuka untuk diwawancara dalam konteks akademis
tetapi mayoritas dokumen yang tim peneliti peroleh data dan informasinya
bersifat rahasia. Begitu pula laporan bulanan TKMPP tidak pernah
dipublikasikan hanya diberikan kepada terbatas anggota TKMPP saja.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 71
C.6 Keterkaitan Dengan Pembuat Kebijakan
Dari anggota TKMPP yang berkaitan dengan Pembuat Kebijakan adalah
Kemlu dan Kemkeu RI. Kemlu berkaitan dengan membuat Landasan Hukum
dengan hasil Permenlu Nomor 05 Tahun 2015 dan Perpres Nomor 86 Tahun
2015. Akan tetapi, Kemlu belum membuat Undang-Undang agar Dana
Cadangan APBN dapat digunakan untuk permintaan misi-misi baru dari PBB
yang sifatnya terdadak dan belum dianggarkan dalam RAPBN. Sementara
Kemkeu sebagai pelaksana Peraturan Perundangan-Undangan yang berlaku di
Indonesia tidak dapat mengabulkan permohonan penggunaan Dana Cadangan
untuk permintaan Misi-Misi Baru PBB.
D. Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik
Kondisi Ekonomi Indonesia saat ini sedang dalam proses pembangunan
infrastruktur. Oleh karena itu, anggaran untuk Misi Pemelhara Perdamaian pun
ikut terkena imbasnya dipotong. Salah satu contohnya adalah yang disebutkan
oleh Alex Willem tentang Anggaran Kunjungan Kerja Pejabat Tinggi. Contoh
lain, Pembentukan Satgas Yonkomposit
E. Sikap pelaksana
Imam Edy Mulyono mengatakan bahwa antara Staffing dan Leadership,
Observer, Milstaf, UN Staff penyiapannya masih sama dan perlu dipersiapkan
secara berbeda. Selain itu, harus ada kerelaan dari Angkatan dan atau Mabes
TNI untuk melepas seseorang. Sebagai contoh, peristiwa yang menimpa
Kolonel Tedja dilepas untuk Level P5 atau Kolonel itu dilepas untuk Misi di
Sentral Afrika. Kemudian yang bersangkutan diminta sangat dengan sangat
tinggi untuk bagian pengadaan untuk tugas perorangan tapi pada waktu diminta
diperpanjang UN setahun lagi ternyata dia tidak di approved oleh Mabes TNI
karena pemahamannya berbeda. Pandangan Mabes, tugas perorangan
setahun, padahal tidak. Jabatan Kolonel Tedja adalah berdasarkan special
kontrak bukan waktu dari Negara tapi berdasarkan skill-nya, dia itu test
perorangan. Akan tetapi, perintah Mabes TNI, Kolonel Tedja pulang nanti
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 72
gantian. Ini tidak bisa demikian, makanya kan tidak ada penggantinya yang
disetujui PBB.
Sikap Kemkeu tegas atas permintaan Misi-Misi Baru PBB tidak dapat
menggunakan dana APBN karena tidak masuk dalam RAPBN dan harus di
rencanakan ke dalam RAPB agar dapat digunakan pada APBN tahun
selanjutnya. Sementara, untuk penggunaan Dana Cadangan APBN, Sikap
Kemkeu juga demikian, karena berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku penggunaan Dana Cadangan harus berdasarkan Undang-Undang
sebagaimana contoh Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam.
4.3.2. Implementasi Permenlu Nomor 05 Tahun 2015 Terhadap
UNSAS/UNPCRS
Permasalahan lain terkait mewujudkan Visi 4.000 Peacekeepers dalam
implementasi Permenlu Nomor 05 tahun 2015 terhadap UNSAS/UNPCRS
adalah masalah anggaran. Menurut Engkus Kuswara bahwa pelibatan 4.000
peacekeepers belum diawali dengan proses penilaian yang tepat. Padahal
SBF-nya sudah duluan. Karena kita sudah beberapa kali melaksanakan
kelompok kerja tentang bagaimana menilai berapa anggaran yang akan kita
keluarkan, di dalam menyiapkan 1 Batalyon, kita sudah dapat hasil nilainya,
ketika kita sounding-kan dengan TKMPP dengan Kementerian Keuangan.
Kementerian Keuangan yang agak keberatan karena terlalu besar. Dan kendala
lainnya adalah anggaran kita masih tergantung APBN yang tidak
mengalokasikannya. Namun demikian pada saat penyiapan pasukan tidak
bermasalah karena pasukan kita banyak dari matra-matra sudah kita siap kan.
Sekarang saja kita sudah, sebelum Kepres yang baru untuk mencapai 4.000
saja kita sudah melakukan kelompok kerja, pasukan dari mana kita sudah siap
kan, tinggal menuggu keputusan Kepres aja. Baru kita jalan.
Kuswara menambahkan bahwa sebenarnya Kementerian Luar Negeri
juga sudah tahu semuanya seperti itu bahwa untuk mencapai 2019, 4.000
Peacekeepers itu apa yang akan dilakukan oleh TNI yang sudah mempunyai
roadmap sendiri. Namun di dalam perjalanannya, tidak sesuai, karena misalnya
untuk menyiapkan tahun ke Tiga ini aja, harus ada di SBF, harus ada misal nya
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 73
450 pasukan sesuai Permenlu itu. Namun kan sekarang belum bisa seperti itu.
Balik lagi nanti ke anggaran nya.
Subagio juga mengatakan bahwa Apakah sistem anggaran kita bisa
memenuhi dengan cepat. Kalau mau mencapai itu dengan mudah maka kita
harus bisa menganggarkan sebelum ada permintaan. Contohnya, tahun depan
kita harus menganggarkan untuk latihan dan alutsista, untuk setingkat Batalyon
Hybrid sehingga kalau diminta setiap saat kita sudah bisa berangkat, tidak
mengurus-urus anggaran lagi tapi anggaran sudah siap. Nah, karena anggaran
ini berkaitan dengan legislative, berkaitan dengan kementerian keuangan
apakah itu mudah, Nah, kalau setuju semua ya mudah. Kalau setuju semua
bahwa kita sebaiknya tidak usah menunggu dari PBB kita siapkan saja pasukan
jenis ini dilengkapi dengan ini, jenis ini dilengkapi dengan ini kita siapkan maka
setiap saat diminta kita mampu dalam waktu 2 (dua) - 3 (tiga) minggu kita kirim.
Akan tetapi, itu butuh anggaran yang tidak sedikit yang harus disetujui oleh
pengatur anggaran dengan legislative, kata kuncinya disitu. Kalau semua
sudah setuju dengan itu ya mudah. Kalau belum setuju? Nah, itu yang
masalahnya berarti kita kita tidak akan mampu menyiapkan standby force.
Selain itu bedanya bencana alam meskipun jika menggunakan dana
cadangan dengan kode BA 99 menurut Subagio adalah jika bencana alam
Undang-Undangnya sudah mengatakan seperti itu. Kalau kita ingin menyiapkan
seperti, harus membuat Undang-Undang yang baru karena anggaran itu tidak
serta merta disetujui harus membuat Undang-Undang yang mengalokasikan
seperti itu. BA 99 itu harus diatur Undang-Undang bukan Keputusan Presiden,
kalau Undang-Undangnya tidak ada ketika ditanya oleh DPR dasarnya apa?
Artinya hasil penelitian Tesis Aulia Assidik (2015) masih berlaku bahwa
diperlukan paying hukum khusus bukan Perpres dan Permenlu yang sudah
ada? Subagio menegaskan bahwa Iya, kalau Perpres hanya menyebutkan
bahwa anggaran ada disana pengiriman misi perdamaian itu menggunakan
APBN. Sudah jelas tapi tahukah kalau APBN itu artinya bahwa anggaran itu
harus direncanakan satu tahun sebelumnya. Sementara kalau BA 99 seperti itu
maka harus ada Undang-Undang yang mengamanatkan itu. Hasil Tesis
tersebut berarti masih relevan dengan kondisi saat ini? Subagio kembali
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 74
menegaskan bahwa sepanjang Undang-Undang itu belum ada. Meskipun
Kemlu berdalih ada Perpres Nomor 86 Tahun 2015 dan Permenlu Nomor 05
Tahun 2015 adalah payung hukum tetap tidak bisa digunakan untuk BA 99.
Alasannya hari ini (28 Oktober 2016) kita sudah menyetujui, DPR RI sudah
menyetujui pengiriman di Afrika dengan 850 personel dan Wakil Presiden RI
sudah pidato di depan Sidang Umum PBB tapi sampai hari ini anggaran itu
belum, itu bukti belum siap. Saya 6 (enam) bulan yang lalu, sudah menyusun
Kepres, Kepres itu akhirnya ditanyakan oleh Setkab bagaimana Kemkeu?
Karena sebelum ditandatangani Presiden jangan sampai tidak bisa terlaksana.
Kemkeu ya kalau anggaran itu ya harus diajukan dahulu.
4.3.3. Implementasi Permenlu 05 Tahun 2015 terhadap United Nations
Peacekeeping Operations (Robust PKO)
Permasalahan lain dalam implementasi Permenlu 05 Tahun 2015
terhadap Robust PKO adalah trend pergeseran Mandat dari Peacekeeping
menjadi Peace Enforcement. Hal ini yang menjadi pertimbangan serius
Pemerintah RI yaitu tentang misi, tugas pokok. Subagio mengatakan bahwa
Kalau sekedar untuk mencapai 4.000 tetapi kita tidak mempelajari misi maka
sangat lebih mudah. Kenapa? Banyak misi-misi yang sekarang, dia misi-misi
yang force enforment, contoh ketika kita diminta misalnya pesawat tapi ketika
pesawat itu diminta mendukung force intervention maka kita harus hati-hati
sehingga kita menolak. Walaupun pesawat logistic tapi logistic ini didalam
misinya tugasnya ternyata juga digunakan untuk mendukung men-supply force
intervention brigade maka kita menjadi oh jangan nanti dulu. Jadi banyak misi
kalau sekedar mengirim, itu mudah tetapi ada dua pertimbangan yang menjadi
krusial yaitu yang pertama tugas apa yang kita setujui. Jangan sampai kita
terjebak pada tugas penindakan, padahal tugas kita sesuai UUD itu
pemeliharaan perdamaian, penjaga. Itu yang harus kita sadari.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 75
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1) Meskipun sudah banyak implementasi Permenlu Nomor 05 Tahun 2015
baik dari Periode 2015 dan 2016 yang dicapai tetapi permasalahan yang
yang ada pada saat sebelum adanya Permenlu tersebut masih ada dan
belum dapat diselesaikan. Permasalah tersebut adalah Indonesia akan
selalu terlambat dalam pengiriman misi-misi baru yang diminta PBB dari
waktu 30, 60, dan 90 hari sejak misi baru tersebut di setujui oleh DK PBB
(waktu permintaan baik dalam UNSAS maupun UNPCRS). Selain itu,
faktor penyebab utama keterlambatan pengiriman personel ke Misi-Misi
Baru masih sama yaitu tidak tersedianya Dana Khusus untuk Misi
Pemeliharaan Perdamaian dan tidak dapat menggunakan Dana
Cadangan APBN dengan kode BA 99 karena dibutuhkan Undang-
Undang sebagai dasar Menteri atau Kementerian Keuangan dapat
mencairkan Dana Cadangan APBN tersebut. Sementara, Landasan
Hukum yang sudah dibuat oleh Kemlu berupa Perpres yang tidak kuat
dasar hukumnya untuk mencair Dana Cadangan APBN. Jika
Permasalahan-Permasalahan ini terus berlangsung, sesiap apapun
perekrutan personel tapi tidak didukung anggaran implementasi Visi
4.000 Peacekeepers pada tahun 2019 tidak akan tercapai.
2) Implementasi Permenlu Nomor 05 Tahun 2015 terhadap UNSAS/
UNPCRS hanya bisa dilakukan untuk mendaftar saja ke PBB tetapi jika
masalah anggaran yang sama masih belum ada solusinya maka jika ada
tim dari UNDPKO mengecek kesiapan dan dibutuhkan kecepatan
pengerahan (rapid deployment) dalam 30, 60, 90 hari sejak misi baru
disetujui oleh DK PBB maka Indonesia akan kembali bermasalah dalam
keterlambatan pengiriman personel. Hal ini akan berdampak buruk bagi
Indonesia karena dalam UNPCRS, Indonesia akan dikenakan sanksi
berbeda pada saat UNSAS yang “mungkin” hanya akan menerima malu
karena sering telat.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 76
3) Implementasi Permenlu Nomor 05 Tahun 2015 terhadap United Nations
Peacekeeping Operation (Robust PKO) yang menjadi trend dilakukan
oleh UNPKO adalah pergeseran halus dari robust peacekeeping menjadi
peace enforcement. Indoensia akan sangat hati-hati dalam memilih misi-
misi yang diminta oleh PBB. Hal ini dikarenakan dalam alinea ke-4
Pembukaan UU Jangan sampai kita terjebak pada tugas penindakan,
padahal tugas kita sesuai UUD itu pemeliharaan perdamaian, penjaga.
Itu yang harus kita sadari.
5.2. Saran
5.2.1. Saran Teoritis
1) Hasil penelitian ini dapat diterapkan ke dalam Mata Kuliah Prodi Damai dan
Resolusi Konflik, Fakultas Strategi Pertahanan, Universitas Pertahanan.
2) Penelitian-Penelitan di Armed Conflict and Peace Mission lebih diperbanyak.
MIsalnya Penelitian tentang Civil Military Police Coordination/Relation in
UNPKOs.
5.2.2. Saran Praktis
1) Kemlu RI agar disarankan membuat kajian pembuatan Rancangan Undang-
Undang tentang Misi Pemeliharaan Perdamaian agar permasalahan
anggaran dapat teratasi. Hal ini akan mengingkatkan rapid deployment
personel dan persiapan dan keberangkatan dari SBF dan SPC.
2) TNI harus sudah mengkader prajuritnya agar memiliki pengalaman di Misi
PBB tidak hanya di Indonesia saja. Penyiapan sebaiknya dimulai pada
pangkat Kapten atau Mayor dari Milobs terus naik jadi Mayor dia
dipromosikan untuk Milstaf Misi, kemudian dia jadi Letkol jadi Komandan
Kontingen. Saat dia naik jabatan menjadi Kolonel di promosikan untuk tugas
Dan Sektor dan seterusnya. Persoalannya kadang-kadang di Mabes sendiri
sering kali ada anggapan, “kok kamu lagi, kamu lagi yang berangkat?
Gantian dong!” Nah, kalau gantian tidak bisa. Prednignog biografinya dilihat
UNPDKO. Karena pada saat di interview ada pertanyaan, “bagaimana
pengalamanmu waktu menghadapi ini? Nah, ini tidak bisa. Itu harus
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 77
pengalaman kita, kalau pertanyaan teori bisa baca buku. Pada waktu terjadi
konflik, begini begini apa tindakanmu? Lalu kita jawab teori, tetapi apa
pengalamanmu pada waktu di misi. Ini yang tidak bisa dibeli, itu memang
harusnya orangnya yang ada pengalaman on the ground.
3) Kemlu RI agar disarankan menyegerakan menyelesaikan pembuatan Roster
kompetensi Civilian Capacities sehingga segera ke tahap persiapan
selanjutnya.
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 78
DAFTAR PUSTAKA
Assidik, Aulia. Penguatan Peran Indonesian Civilian Peacekeepers dalam
United Nations Peacekeeping Operations (UNPKO). (Bogor: Unhan. 2015) h. 157-158
Mertens, Donna M. Research and Evaluation in Education and Psychology: Integrating Diversity with Quantittative, Quantitative and Mixed Methods, Second Edition. Thousand Oaks: Sage Publikations, Inc: 2005.
Nugroho, Riant. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004. Nugroho, Riant. Publik Policy: Teori Kebijakan; Analisis Kebijakan; Proses
Kebijakan; Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi; Risk Management Dalam Kebijakan Publik; Kebijakan Sebagai The Fifth Estate; Metode Penelitian Kebijakan”. 2009. Jakarta: Elex Media Komputindo.
United Nations. Brahimi Report. UN Secretariat. New York: 2000 UN Mission’s Summary detailed by Country: Month of Report: 30-Nov-15.
New York: 2015. Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara,
2008. Online: http://slideplayer.com/slide/7676062/ https://www.tniad.mil.id/index.php/2015/09/satgas-heli-tni-perkuat-pasukan-perdamaian-pbb-di-mali-afrika/ https://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2015/nov15_3.pdf https://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2015/ nov15_5.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/jan16_1.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/feb16_1.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/mar16_1.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/apr16_1.pdf
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 79
http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/may16_1.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/jun16_1.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/jul16_1.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/aug16_1.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/feb16_2.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/jan16_2.pdf
http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/mar16_2.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/apr16_2.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/may16_2.pdf http://www.un.org/en/peacekeeping/contributors/2016/aug16_3.pdf Sumber Lain: Surat Nomor R-0335/PTRI-NEWYORK ke Anggota TKMPP Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 05 tahun 2015 tentang Peta Jalan Visi
4.000 Personel Pemelihara Perdamaian 2015-2019 (Roadmap Vision 4.000 Peacekeepers 2015-2019)
Transcript of Opening Remarks by H.E. Dr. Susilo Bambang Yuhoyono
President of the Republik of Indonesia at the Indonesian Peace and Security Center. Sentul Bogor 20-03-2012.
UN Mission’s Contribution by Country: Month of Resort 30-Nov-15. New
York: 2015 PMPP TNI. Data Rekap Misi TNI dari Tahun 1957 sampai dengan sekarang.
Bogor, PMPP TNI: 2015
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 80
LAMPIRAN SPRIN PENELITI
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 81
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 82
Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 83