Laporan Fito Mangostin

53
BAB I PENDAHULUAN Sampai saat ini, telah banyak pemanfaatan tanaman obat tradisional oleh masyarakat Indonesia untuk menanggulangi beberapa penyakit. Manfaat penggunaan obat tradisional tersebut secara luas telah dirasakan oleh masyarakat. Hal ini juga tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan obat tradisional, atau meningkatnya produksi obat dari industri-industri obat tradisional. Seiring dengan ada slogan “back to nature”, maupun krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga mengakibatkan daya beli masyarakat terutama masyarakat golongan menengah ke bawah, penggunaan obat tradisional menjadi alternatif pengobatan disamping obat modern. Pemanfaatan tanaman obat tersebut meliputi pencegahan, pengobatan maupun pemeliharaan kesehatan. Banyak tanaman obat tradisional yang telah dipasarkan antara lain sebagai pencegahan ataupun pengobatan suatu penyakit. Meskipun demikian, bukti ilmiah keberkhasiatan berbagai tanaman obat terkait, belum dilaporkan. Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia setelah Brazil yang mempunyai biodiversitas 1

Transcript of Laporan Fito Mangostin

Page 1: Laporan Fito Mangostin

BAB I

PENDAHULUAN

Sampai saat ini, telah banyak pemanfaatan tanaman obat tradisional oleh

masyarakat Indonesia untuk menanggulangi beberapa penyakit. Manfaat penggunaan

obat tradisional tersebut secara luas telah dirasakan oleh masyarakat. Hal ini juga

tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan obat tradisional, atau

meningkatnya produksi obat dari industri-industri obat tradisional.

Seiring dengan ada slogan “back to nature”, maupun krisis ekonomi yang

berkepanjangan sehingga mengakibatkan daya beli masyarakat terutama masyarakat

golongan menengah ke bawah, penggunaan obat tradisional menjadi alternatif

pengobatan disamping obat modern. Pemanfaatan tanaman obat tersebut meliputi

pencegahan, pengobatan maupun pemeliharaan kesehatan. Banyak tanaman obat

tradisional yang telah dipasarkan antara lain sebagai pencegahan ataupun pengobatan

suatu penyakit. Meskipun demikian, bukti ilmiah keberkhasiatan berbagai tanaman

obat terkait, belum dilaporkan.

Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia setelah Brazil yang

mempunyai biodiversitas (keanekaragaman hayati). Biodiversitas tersebut meliputi :

ekosistem, jenis maupun genetik. Hal ini jelas merupakan suatu anugerah besar bagi

masyarakat Indonesia apabila dimanfaatkan secara optimal. Termasuk dalam

biodiversitas jenis adalah keanekaragaman tanaman di Indonesia yang sangat besar,

termasuk tanaman yang berpotensi sebagai obat. Mengingat fakta tersebut mestinya

upaya pemanfaatan tanaman sebagai sumber suatu obat menjadi pilihan utama saat ini

bagi para peneliti obat di Indonesia.

Proses penemuan suatu obat dari suatu tanaman merupakan sesuatu yang

tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Proses tersebut meliputi : studi

etnofarmakologi, kemotaksonomi, skrining senyawa bioaktif, kemungkinan upaya

sintesis senyawa tunggal, studi pre-klinik maupun klinik, hingga produksi skala besar

untuk tujuan medik.

1

Page 2: Laporan Fito Mangostin

Salah satu tanaman Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan tersebut

adalah buah manggis (G. mangostana L.), terutama pemanfaatan kulit buahnya.

Manggis merupakan buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Kulit buah

manggis yang dibuang, ternyata dapat dikembangkan sebagai kandidat obat. Pada

penelitian ini akan disajikan mengenai pemanfaatan kulit buah manggis

(G.mangostana L.) dalam upaya penemuan suatu obat baru.

2

Page 3: Laporan Fito Mangostin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TANAMAN MANGGIS

1. Klasifikasi tanaman

Klasifikasi botani pohon manggis adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)

Ordo : Guttiferanales

Famili : Guttiferae

Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L

(Anastasia dalam Rukmana,2010)

2. Deskripsi tanaman

Perawakan; pohon, selalu hijau, tinggi 6-20 m, Batang; tegak, batang pokok

jelas, kulit batang coklat, memiliki getah kuning. Daun; tunggal, duduk daun

berhadapan atau bersilang, berhadapan. Helaian; mengkilap dipermukaan,

permukaan atas hijau gelap, permukaan bawah hijau terang,bentuk elips

memanjang12-23 x 4,5-10cm. Tangkai; 5-2cm. Bunga-bunga betina 1-3 di

ujung batang,susunan mengarpu,garis tengah 5-6cm. Kelopak; 4 daun

kelopak, 2 daun kelopak yang berluar hijau kuning, 2 yang terdapat lebih

kecil, bertepi merah, melengkung kuat, tumpul. Mahkota; 4 daun mahkota,

berbentuk telur terbalik, berdaging tebal, hijau kuning, tepi merah atau hampir

semua merah. Benang sari; mandul (staminodia) biasanya dalam tukal atau

kelompok. Putik; bakal daun beruang 4-8, kepala putih berjari-jari 4-6. Buah;

3

Page 4: Laporan Fito Mangostin

bentuk bola tertekan, garis tengah 3,5-7 cm, ungu tua, dengan kepala putik

duduk (tetap), kelopak tetap, diding buah tebal, berdaging, ungu, dengan

getah kuning. Biji; 1-3 diselimuti oleh selaput biji yang tebal berair, putih,

dapat dimakan atau (termasuk biji yang gagal tumbuh atau sempurna).

(Sudarsono, dkk., 2002).

3. Ekologi dan Penyebaran

Manggis merupakan tanaman asli daerah tropis kawasan Asia Tenggara.

Sebagian literatur memastikan daerah asal tanaman manggis adalah

Kepulauan Sunda Besar dan Semenanjung Malaya. Selain itu juga disebutkan

terdapat di hutan-hutan belantara di Kalimamtan Timur dan Kalimantan

Tengah (Rukmana,1995).

Tumbuhan ini dapat tumbuh di Jawa pada ketinggian 1-1000 dari

permukaan laut, pada berbagai tipe tanah (pada tanah liat dan lempung yang

kaya bahan organik) (Sudarsono, dkk., 2002).

4. Syarat tumbuh

a. Iklim

1) Dalam budidaya manggis, angin berperan dalam penyerbukan bunga

untuk tumbuhnya buah. Angin yang baik tidak terlalu kencang.

2) Daerah yang cocok untuk budidaya manggis adalah daerah yang

memiliki curah hujan tahunan 1.500–2.500 mm/tahun dan merata

sepanjang tahun.

3) Temperatur udara yang ideal berada pada kisaran 22-32 derajat C.

b. Media Tanam

1) Tanah yang paling baik untuk budidaya manggis adalah tanah yang

subur, gembur, mengandung bahan organik.

2) Derajat keasaman tanah (pH tanah) ideal untuk budidaya manggis

adalah 5–7.

4

Page 5: Laporan Fito Mangostin

3) Untuk pertumbuhan tanaman manggis memerlukan daerah dengan

drainase baik dan tidak tergenang serta air tanah berada pada kedalaman

50–200 m.

c. Ketinggian Tempat

Pohon manggis dapat tumbuh Pohon manggis dapat tumbuh di daerah

dataran rendah sampai di ketinggian di bawah 1.000 m dpl. Pertumbuhan

terbaik dicapai pada daerah dengan ketinggian di bawah 500-600 m dpl

(Prihatman,kemal 2000).

5. Pemanfaatan kulit manggis

Kulit manggis yang dahulu hanya dibuang saja ternyata menyimpan

sebuah harapan untuk dikembangkan sebagai kandidat obat. Kulit buah

manggis setelah diteliti ternyata mengandung beberapa senyawa dengan

aktivitas farmakologi misalnya antiinflamasi, antihistamin, pengobatan

penyakit jantung, antibakteri, antijamur bahkan untuk pengobatan atau terapi

penyakit HIV. Beberapa senyawa utama kandungan kulit buah manggis yang

dilaporkan bertanggungjawab atas beberapa aktivitas farmakologi adalah

golongan xanton. Senyawa xanton yang telah teridentifikasi, diantaranya

adalah 1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis(3- metil-2-butenil)- 9H-xanten-9-

on and 1,3,6,7- tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)- 9Hxanten- 9-on.

Keduanya lebih dikenal dengan nama alfa mangostin dan gamma-mangostin.

Dilaporkan senyawa xanton yang diisolasi dari kulit buah manggis, ternyata

juga menunjukkan aktivitas farmakologi yaitu garcinon E. Lebih lanjut,

mengidentifikasi kandungan xanton dari ekstrak larut dalam diklorometana,

yaitu 2 xanton terprenilasi teroksigenasi dan 12 xanton lainnya. Dua senyawa

xanton terprenilasi teroksigenasi adalah 8-hidroksikudraksanton G, dan

mangostingon[7-metoksi- 2 - (3-metil-2-butenil) – 8 - (3-metil-2-okso-3-

butenil) - 1,3,6 - trihidroksiksanton. Sedangkan keduabelas xanton lainnya

adalah : kudraksanton G, 8- deoksigartanin, garsimangoson B, garsinon D,

5

Page 6: Laporan Fito Mangostin

garsinon E, gartanin, 1-isomangostin, alfamangostin, gamma-mangostin,

mangostinon, smeathxanthon A, dan tovofillin A. Struktur kimia senyawa

mangostin disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1.1 Mangostin

3,6,8-trihidroksi-2-metoksi-1, 7 - 

bis (3-methylbut-2-enil) xanthen-9-satu

Properti

Molekul rumus C 24 H 26 O 6

Massa molar 410,45 g / mol

Tepat massa 410.172939

Penampilan Kuning kristal padat

Titik lebur 182 ° C, 455 K, 360 ° F

Tabel 1.1 Properti Mangostin

6. Kajian farmakologi kulit buah manggis

Pemanfaatan kulit buah manggis sebenarnya sudah dilakukan sejak

dahulu. Kulit buah manggis secara tradisional digunakan pada berbagai

pengobatan di Negara India, Myanmar Sri langka, dan Thailand. Secara luas,

masyarakat Thailand memanfaatkan kulit buah manggis untuk pengobatan

penyakit sariawan, disentri, cystitis, diare, gonorea, dan eksim. Di era modern,

6

Page 7: Laporan Fito Mangostin

pemanfaatan kulit buah manggis secara luas di Negara tersebut memicu minat

para ilmuwan untuk menyelidi dan mengembangkan lembih lanjut aspek

ilmiah keberkhasiatan kulit buah manggis tersebut. Banyak penelitian telah

membuktikan khasiat kulit buah manggis, dan diantaranya bahkan

menemukan senyawasenyawa yang bertanggungjawab terhadap efek-efek

tersebut. Berikut ini akan disajikan pembahasan mengenai efek farmakologi

dari kulit buah manggis.

a. Aktivitas antihistamin

Dalam reaksi alergi, komponen utama yang mengambil peran penting

adalah sel mast, beserta mediator-mediator yang dilepaskannya yaitu histamin

dan serotonin. Allergi disebabkan oleh respon imunitas terhadap suatu antigen

ataupun alergen yang berinteraksi dengan limfosit B yang dapat memproduksi

imunoglobulin E (IgE). Imunoglubulin E yang diproduksi kemudian

menempel pada reseptor FcεRI pada permukaan membran sel mast. Setelah

adanya interaksi kembali antara antigen-antibodi, akan merangsang sel mast

untuk melepaskan histamin. Berhubungan dengan reaksi alergi atau pelepasan

histamin tersebut, dilakukan pengujian ekstrak metanol kulit buah manggis

terhadap kontraksi aorta dada kelinci terisolasi yang diinduksi oleh histamine

maupun serotonin. Dari analisa komponenkomponen aktif dari fraksi lanjutan

hasil dari kromatografi gel silika, mengindikasikan bahwa senyawa aktifnya

adalah alfa dan gamma mangostin. Alfa mangostin sendiri mampu

menunjukkan aktivitas penghambatan kontraksi trakea marmut terisolasi dan

aorta torak kelinci terisolasi, yang diinduksi simetidin, antagonis reseptor

histamin H2. Namun, senyawa tersebut tidak menunjukkan aktivitas pada

kontraksi yang diinduksi karbakol, fenilefrin dan KCl. Alfa mangostin juga

mampu menghambat ikatan [3H]mepiramin terhadap sel otot polos arta tikus.

Senyawa terakhir tersebut merupakan antagonis spesifik bagi reseptor

histamin H1. Dari analisa kinetika ikatan [3H] mepiramin megnindikasikan

bahwa alfa mangostin menghambat secara kompetitif. Dari penelitian ini

7

Page 8: Laporan Fito Mangostin

disimpulkan bahwa alfa mangostin tersebut dikategorikan sebagai pengeblok

reseptor histaminergik khususnya H1, sedangkan gamma mangostin sebagai

pengeblok reseptor serotonergik khususnya 5-hidroksitriptamin 2A atau

5HT2A. Lebih lanjut, dilakukan penelitian ke arah mekanisme ekstrak kulit

buah manggis tersebut. Pada penelitian tersebut ekstrak kulit manggis yaitu :

etanol 100%, 70 %, 40% dan air, diuji terhadap sintesa prostaglandin E2 dan

pelepasan histamin. Ekstrak etanol 40% menunjukkan efek paling poten

dalam menghambat pelepasan histamin dari sel 2H3- RBL yang diperantarai

IgE. Semua ekstrak kulit buah manggis mampu menghambat sintesa PGE2

dari sel glioma tikus yang diinduksi Ca2+ ionophore A23187. Pada reaksi

anafilaksis kutaneus pasif, semua ekstrak kulit manggis juga menunjukkan

aktivitas penghambatan reaksi tersebut. Dari penelitian ini, ekstrak etanol 40

% buah manggis adalah paling poten dalam menghambat sintesa PGE2 dan

pelepasan histamin.

b. Antiinflamasi

Penelitian mengenai aktivitas antiinflamasi dari kulit buah manggis

sampai saat ini baru dilakukan pada tahapan in vitro dan untuk tahap in vivo

baru pada penelitian dengan metode tikus terinduksi karagenen. Dari hasil

penelitian diduga bahwa senyawa yang mempunyai aktivitas anti-inflamasi

adalah gamma-mangostin. Gamma-mangostin merupakan xanton bentuk

diprenilasi tetraoksigenasi.

c. Anti oksidan

Dilaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai

antioksidan. Selanjutnya, ditindak-lanjuti hasil penelitian tersebut dengan

melakukan penelitian aktivitas antioksidan beberapa ekstrak kulit buah

manggis yaitu ekstrak air, etanol 50 dan 95%, serta etil asetat. Metode yang

digunakan adalah penangkatapan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ekstrak mempunyai potensi

sebagai penangkal radikal bebas, dan ekstrak air dan etanol mempunyai

8

Page 9: Laporan Fito Mangostin

potensi lebih besar. Berkaitan dengan aktivitas antioksidan tersebut, kedua

ekstrak tersebut juga mampu menunjukkan aktivitas neuroprotektif pada sel

NG108-15. Penelitian aktivitas antioksidan dari semua senyawa kandungan

kulit buah manggis yang disajikan pada Gambar 1-2, minus mangostingon.

Dari hasil skrining aktivitas antioksidan dari senyawasenyawa tersebut, yang

menunjukkan aktivitas poten adalah : 8-hidroksikudraxanton, gartanin, alpha-

mangostin, gamma-mangostin dan smeathxanton A.

d. Antikanker

Hingga saat ini, pengobatan kanker masih tidak memuaskan. Oleh karena

itu, penelitian penemuan obat kanker masih gencar dilakukan. Salah satu

tanaman obat yang menjadi objek kajian adalah kulit buah manggis.

Berdasarkan penelitian tersebut, senyawa garsinon E menunjukkan aktivitas

sitotoksisitas paling poten. Sementra itu, dilaporkan bahwa ekstrak metanol

kulit buah manggis menunjukka aktivitas sangat poten dalam menghambat

proliferasi sel kanker payudara SKBR3, dan menunjukkan aktivitas apoptosis.

e. Antimikroorganisme

Selain memiliki beberapa aktivitas farmakologi seperti di atas, kulit buah

manggis juga menunjukkan aktivitas antimikroorganisme. Seperti pada hasil

penelitian sebelumnya, alfa mangostin, gamma-mangostin dan garsinon B

juga menunjukkan aktivitas paling poten pada percobaan ini. Ketiga senyawa

tersebut menghambat kuat terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Hasil temuan tersebut ditindaklanjuti peneliti asal Osaka Jepang, Alfa

mangostin aktif terhadap bakteri Enterococci dan Staphylococcus aureus yang

masingmasing resisten terhadap vancomisin dan metisilin. Ini diperkuat

dengan aktivitas sinergisme dengan beberapa antibiotika (gentamisin dan

vancomisin) terhadap kedua bakteri tersebut.Hasil menunjukkan bahwa

mangostin mempunyai efek antiplasmodial level menengah, sedangkan

xanton terprenilasi yang mempunyai gugus alkilamino menghambat sangat

poten.

9

Page 10: Laporan Fito Mangostin

f. Aktivitas lainnya

Telah disebutkan sebelumnya bahwa alfa-mangostin memiliki aktivitas

antioksidan dan penangkal radikal bebas. Berkaitan dengan fakta tersebut,

alfa-mangostin mampu menghambat proses oksidasi lipoprotein densitas

rendah (LDL) yang sangat berperan dalam aterosklerosis. Penelitian lainnnya,

mangostin dilaporkan menghambat poten terhadap HIV-1 protease,

dilaporkan juga bahwa senyawa xanton mangostin dari kuliat buah manggis

mampu penghambat pertumbuhan jamur patogenik : Fusarium oxysporum

vasinfectum, Alternaria tenuis, dan Dreschlera oryzae.

g. Kajian toksisitas kulit buah manggis

Telah disebutkan bahwa kulit buah manggis mampu menunjukkan

berbagai aktivitas farmakologi, dan diantaranya adalah sangat poten.

Senyawa-senyawa utama yang dominan menunjukkan aktivitas

farmakologi adalah alfa-mangostin, gamma-mangostin dan garsinon-E. Di

lain pihak, perlu juga dilakukan penelitian mengenai kemungkinan efek

toksik dari penggunaan kulit buah manggis tersebut. Jujun et al. (2006)

melakukan uji toksisitas aku maupun subkronis terhadap ekstrak etanol

kulit buah manggis yang mengandung senyawa-senyawa aktif pentingnya.

Pada percobaan toksistas akut, ekstrak (10-25 %) tersebut tidak

menunjukkan efek toksis (kematian dan perubahan fisik ataupun aktivitas)

pada tikus. Secara histopatologi, juga tidak ditemukan perubahan yang

berarti pada organ-organ vital tikus (hati, jantung, paru-paru, adrenal,

ovarium, ginjal, testis). Pada percobaan toksisitas sub-kronis, pemakaian

ekstrak etanol kulit buah manggis (dosis 50-1000 mg/kg BB) selama 28

hari juga tidak menunjukkan efek toksik yang berarti, yang meiputi

pengamatan gejala efek toksis, perubahan pertumbuhan, bobot organ-

organ vital, analisa hematologi, kimia darah maupun gross

histopatologinya (Nugroho, Agung 2007).

10

Page 11: Laporan Fito Mangostin

B. SIMPLISIA

Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata

simple yang berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk

menyebutkan bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau

mengalami perubahan bentuk. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan

sebagai bahan obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali

dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Gunawan & Mulyani,

2004).

Simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu :

1. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman, eksudat tanaman atau gabungan ketiganya. Eksudat tanaman adalah

isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu

sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau

bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan atau diisolasi

dari tanamannya.

2. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang

dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.

3. Simplisia pelikan atau mineral

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan

atau mineral yang belum diolah atau setelah diolah dengan cara sederhana dan

belum berupa bahan kimia murni (Gunawan & Mulyani, 2004).

Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut

dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-

lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan

ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur

kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa

tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, derajat keasaman. Dengan

11

Page 12: Laporan Fito Mangostin

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi (Anonim, 2000).

Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diserap oleh

pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus.

Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu, kulit akar yang susah diserap oleh

pelarut perlu diserbuk sampai halus (Anonim, 2000)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas simplisia :

1. Bahan baku simplisia

Berdasarkan bahan bakunya simplisia bisa diperoleh dari tanaman liar atau

tanaman yang dibudidayakan. Jika simplisia diambil dari tanaman budidaya

maka keseragaman umur, masa panen dan asal usul tanaman dapat dipantau.

Sementara jika diambil dari tanaman liar banyak kendala dan variabilitas yang

tidak bisa dikendalikan, seperti asal tanaman, umur dan tempat tumbuh.

2. Proses pembuatan simplisia

Dasar pembuatan simplisia ada beberapa tahapan yaitu :

a. Pengumpulan bahan baku

Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan

baku. Pengambilan bahan baku tanaman dapat dilakukan sebagai berikut.

1) Biji

Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah

atau sebelum semuanya pecah.

2) Buah

Pengambilan buah tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan

aktifnya. Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak, setelah

benar-benar masak atau dengan melihat perubahan warna atau bentuk

dari buah.

3) Bunga

Panen dapat dilakukan pada saat menjelang penyerbukan, saat bunga

masih kuncup atau pada saat bunga sudah mulai mekar.

12

Page 13: Laporan Fito Mangostin

4) Daun atau herba

Panen dapat dilakukan saat proses fotosintesis berlangsung maksimal,

yaitu ditandai dengan saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai

masak. Untuk pengambilan pucuk daun, dianjurkan pada saat warna

pucuk daun berubah menjadi daun tua.

5) Kulit batang

Pemanenan hanya dapat dilakukan pada tanaman yang sudah cukup

umur. Panen yang paling baik adalah awal musim kemarau.

6) Rimpang

Panen dilakukan saat awal musim kemarau.

7) Umbi lapis

Panen dilakukan pada saat akhir pertumbuhan.

8) Akar

Panen dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman

sudah cukup umur.

b. Sortasi basah

Sotasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar.

Sortasi dilakukan terhadap tanah atau kerikil, rumput-rumputan, tanaman

yang tidak digunakan dan bagian tanaman yang rusak.

c. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama

bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang

tercemar pestisida.

d. Pengubahan bentuk

Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk

memperluas permukaan bahan baku. Proses pengubahan bentuk meliputi :

1) Perajangan untuk rimpang, daun dan herba

13

Page 14: Laporan Fito Mangostin

2) Pengupasan untuk buah, kayu, kulit kayu, dan biji-bijian yang

ukurannya besar

3) Pemotongan untuk akar, batang kayu, kulit kayu dan ranting.

4) Penyerutan untuk kayu

e. Pengeringan

Proses pengeringan bertujuan untuk :

1) Menurunkan kadar air sehingga bahan tidak mudah ditumbuhi kapang

dan bakteri

2) Menghilangkan aktifitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut

kandungan zat aktif

3) Memudahkan pengelolaan proses selanjutnya

Cara pengeringan bahan-bahan yaitu sebagai berikut.

1) Untuk tanaman rendah, seperti lumut, jamur, agar-agar dikeringkan

dengan cara dijemur dibawah sinar matahari.

2) Untuk bahan berupa akar, pengeringan dilakukan dengan cara dirajang

kemudian dijemur langsung di bawah sinar matahari.

3) Untuk bahan berupa buah bisa dibelah terlebih dahulu baru dijemur. Jika

menggunakan oven panasnya tidak boleh lebih dari 60˚ C.

4) Untuk bahan berupa bunga hanya diangin-anginkan di tempat yang

teduh atau dengan menggunakan oven pada suhu sekitar 25-35˚C.

5) Untuk daun atau bunga yang ingin diambil minyak atsirinya maka cara

pengeringan yang dianjurkan adalah menghindari penguapan terlalu

cepat dan proses oksidasi udara.

f. Sortasi kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses

pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu

gosong, bahan yang yang rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya

dikeringkan di tepi jalan raya) atau dibersihkan dari kotoran hewan.

14

Page 15: Laporan Fito Mangostin

g. Pengepakan dan penyimpanan

Setelah proses pengeringan telah selesai, maka simplisia perlu ditempatkan

dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia

yang satu dengan yang lain (Gunawan & Mulyani, 2004).

C. Parameter mutu simplisia

Suatu simplisia harus memenuhi persyaratan pemerian makroskopik dan

mikroskopik, penetapan kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar abu larut air,

penetapan kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, penetapan kadar air dan susut

pengeringan

D. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Anonim,

2000). Ekstraksi juga merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan

mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang

diinginkan larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau

hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan.

Bahan-bahan dalam tanaman terdiri dari campuran zat yang heterogen, beberapa

mempunyai efek farmakologi dan oleh karena itu dianggap sebagai zat yang

dibutuhkan dan zat lain yang tidak aktif secara farmakologi dianggap sebagai zat

inert (Ansel, 2005).

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang

terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa

komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada

lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Anonim, 2009).

Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi :

1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme.

Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat

15

Page 16: Laporan Fito Mangostin

modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan

dengan kebutuhan pemakai.

2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya

alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari

senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui.

3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan

biasanya dibuat dengan cara, misalnya Traditional Chinese Medicine (TCM)

seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air

untuk diberikan sebagai obat (Anonim, 2009).

Suatu tahap ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut:

a) Mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling

berkontak. Dalam hal ini terjadi pemindahan massa dengan cara difusi pada

bidang antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi

ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarutan ekstrak

b) Memisahkan larutan ekstrak dari rafinat, kebanyakan dengan cara penjernihan

atau filtrasi

c) Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut,

umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal-hal tertentu,

larutan ekstrak dapat langsung diolah lebih lanjut atau diolah setelah

dipekatkan (Bernasconi et al., 1995).

Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari

bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi

dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati

sempurna. Sifat dari bahan mentah obat merupakan faktor utama yang harus

dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi (Ansel, 2005).

Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut terbagi menjadi 2 yaitu dengan

cara dingin dan dengan cara panas (Anonim, 2000).

1.Cara dingin

a) Maserasi

16

Page 17: Laporan Fito Mangostin

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan.

b) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

2.Cara panas

a) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses

pada residu pertama sampai 3- 5 kali sehingga termasuk proses ekstraksi

sempurna.

b) Soxlet

Soxlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada

temperatur yang lebih tinggi dari ruangan kamar yaitu 40- 50 ˚ C.

d) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air,

temperatur terukur 96-98˚ C selama waktu tertentu (15-20 menit).

e) Dekok

Dekok adalah infus pada waktu lebih lama ( ≥ 30 menit) dan temperatur

sampai titik didih air (Anonim, 2000).

Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya

“merendam” merupakan proses paling cepat dimana obat yang sudah halus

memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan

17

Page 18: Laporan Fito Mangostin

susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut. Maserasi digunakan

untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam

cairan penyari dan tidak mudah mengembang dalam cairan penyari. Simplisia

yang akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar

bersama larutan penyari yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat kemudian

dikocok berulang- ulang lamanya biasa sekitar 2-14 hari sehingga memungkinkan

pelarut masuk ke seluruh permukaan simplisia.

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif

yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah

mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-

lain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air, etanol atau

pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya

kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian

(Anonim, 1986).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah di usahakan. Kerugian maserasi

adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.

Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara : 10 bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi

dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung

dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas.

Ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai sehingga

diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat

sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, kemudian endapan dipisahkan.

Pada penyarian dengan cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan.

Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan diluar butir serbuk

simplisia sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat

perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan

larutan di luar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama

18

Page 19: Laporan Fito Mangostin

waktu tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak

diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut

dalam cairan penyari (Anonim, 1986).

Lamanya waktu maserasi berbeda-beda tergantung pada sifat atau ciri

campuran obat dan pelarut. Lamanya harus cukup supaya dapat memasuki semua

rongga dari struktur obat dan melarutkan semua zat yang mudah larut. Lamanya

maserasi bisa memerlukan waktu beberapa jam atau beberapa hari untuk ekstraksi

yang optimum. Waktu maserasi pada umumnya dilakukan pada temperatur 15°C -

20°C dalam waktu selama 3 hari, setelah waktu tersebut keseimbangan antara

bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar sel telah tercapai.

Dengan pengocokan dijamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi lebih

cepat dalam cairan (Ansel, 2005).

E. Ekstrak

Menurut Farmakope edisi III, ekstrak adalah sediaan kering, kental atau

cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok

di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak juga merupakan sediaan pekat

yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).

Ekstrak merupakan sediaan poten, biasanya potensinya 2 sampai 6 kali

berat bahan mentah obat yang dipakai sebagai bahan pada permulaan pembuatan.

Kandungannya terutama dari bahan mentah obat, dengan bagian terbesar adalah

zat yang tidak aktif dan zat inert dihilangkan (Ansel, 2005). Proses awal

pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering. Dari

simplisia itu dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat

halus.

19

Page 20: Laporan Fito Mangostin

Proses yang dapat mempengaruhi mutu ekstrak adalah :

1. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efesien,

tetapi makin halus serbuk maka kehalusan tertentu akan menbuat semakin

rumit teknologi peralatan yang digunakan untuk filtrasi.

2. Selama penggunaan peralatan penyerbukkan dimana ada gerakan dan

interaksi dengan benda keras ( logam dll ) maka akan timbul panas yang dapat

mempengaruhi senyawa kandungan. Namun hal ini dapat dikompensasi

dengan penggunaan nitrogen cair (Anomim, 2000).

Ditinjau dari asalnya senyawa kimia dalam ekstrak dapat dibedakan menjadi

empat kelompok yaitu :

1. Senyawa kandungan asli dari tumbuhan asal

Senyawa asli sebenarnya berarti senyawa yang memang sudah ada sejak masa

tumbuhan itu hidup. Jika proses preparasi simplisia dan ekstraksi dijamin

tidak menyebabkan perubahan kimia, maka hasil analisis kimia terhadap

ekstrak mencerminkan komposisi senyawa kandungan asli.

2. Senyawa asli perubahan dari senyawa asli

Dari kajian dan riset memang sudah dapat diprediksi terjadi perubahan kimia

senyawa asli karena memang sifat fisikokimia senyawa asli dan proses

penstabilan yang sulit.

3. Senyawa kontaminasi

Senyawa kontaminasi merupakan senyawa eksogen yang tercampur pada

ekstrak, baik polusi yang tidak terhindari atau sebagai sisa (residu) proses.

Senyawa hasil interaksi kontaminasi dengan senyawa asli atau senyawa

perubahan (Anonim, 2000)

F. Cairan Pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstraksi adalah pelarut yang baik

untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang akif, dengan demikian

senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan atau senyawa kandungan lainnya,

20

Page 21: Laporan Fito Mangostin

serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang

diinginkan (Anonim, 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut yaitu sebagai berikut :

1. Selektifitas

Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-

komponen lain dari bahan ekstraksi. Misalnya pada ekstraksi bahan-bahan

alami sering juga bahan lain ( lemak, resin ) ikut dibebaskan bersama-sama

dengan ekstrak yang diinginkan.

2. Kelarutan

Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan ekstrak yang besar (kebutuhan

pelarut lebih sedikit).

3. Kemampuan tidak saling bercampur

Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh atau hanya secara terbatas larut

dalam bahan ekstraksi.

4. Kerapatan

Terutama pada ekstrak cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan

kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan

agar kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah

pencampuran.

5. Reaktivitas

Pada umumnya perlarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia

pada komponen bahan ekstraksi.

6. Titik didih

Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan

atau destilasi maka titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat.

7. Kriteria yang lain

Pelarut sedapat mungkin harus:

a) Murah

b) Tersedia dalam jumlah besar

21

Page 22: Laporan Fito Mangostin

c) Tidak beracun

d) Tidak dapat terbakar

e) Tidak korosif

f) Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi

g) Memiliki viskositas yang rendah ( Bernasconi et al., 1995)

G. Pemisahan

Menurut Rony, pemisahan adalah kondisi hipotetik dimana setiap komponen

kimia terisolasi sempurna dalam daerah makroskopik yang terpisah. Sedangkan

menurut Karger, pemisahan adalah cara kerja yang membagi suatu campuran

menjadi sekurang-kurangnya dua fraksi yang berbeda susunannya. Pemilahan

teknik kromatografi pada pemisahan sebagian besar tergantung dari sifat kelarutan

dari sifat keatsirian senyawa yang akan dipisahkan. Teknik pemisahan yang sering

dilakukan adalah ekstraksi cair-cair, kromatografi cair vakum, kromatografi

kolom, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi kertas

Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi adalah metode fisika untuk pemisahan dalam mana

komponen-komponen yang akan dipisahkan didistribusikan antara dua fase, salah

satunya merupakan lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, dan fase yang

lain berupa zat alir (fluid) yang mengalir lambat (perkolasi) menembus atau

sepanjang lapisan stasioner itu. Dalam semua teknik kromatografi, zat terlarut

yang akan dipisahkan bermigrasi sepanjang suatu kolom (atau seperti dalam

kromatografi kertas atau lapisan tipis, padanan fisika dari suatu kolom)

(Day danUnderwood, 1999).

Pada dasarnya kromatografi lapis tipis sama dengan kromatografi kertas,

terutama pada cara melakukannya, perbedaan nyata terlihat pada media

pemisahnya, yakni digunakannya lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada

papan kaca, aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis

adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam (Soebagio,2005).

22

Page 23: Laporan Fito Mangostin

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan tipis

yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada

penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang

akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal), kemudian

pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang

yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan lapiler

(pengembang) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan

Deteksi noda KLT terkadang lebih mudah dibandingkan kromatografi kertas

karena dapat digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Noda yang tidak

berwarna atau tidak berpendar jika dikenai sinar ultra violet dapat ditampakkan

dengan cara mendedahkan papan pengembang pada uap iod. Pada tahap

identifikasi atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat langsung

diperiksa dan ditentukan harga Rf-nya. Besaran Rf ini menyatakan derajat retensi

suatu komponen dalam fasa diam. Rf juga disebut faktor retardasi atau faktor

retensi. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi

dengan jarak yang ditempuh eluen (fasa gerak)

(Soebagio, dkk,2005):

Rf = Jarak yang ditempuh eluen

Jarak yang ditempuh komponen

23

Page 24: Laporan Fito Mangostin

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Praktikum dilaksanakan pada bulan april 2012 di Laboratorium Fitokimia

STFB (Sekolah Farmasi Bandung). Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis

(Garcinia mangostana L).

Tahap-tahap yang dilakukan meliputi penyiapan simplisia, karakterisasi

simplisia, penapisan fitokimia, ekstraksi, pemantauan ekstrak, fraksinasi, pemantauan

fraksi, dan pemurnian.

ALAT DAN BAHAN

1. Alat-alat yang digunakan :

Alumunium foil, Kromatografi colom vacum, Kromatografi lapis tipis, Pisau, Rotary

evaporator, Seperangkat peralat maserasi, Spektrofotometri UV, Timbangan

analitik

2. Bahan yang digunakan :

Amoniak, Aquadest, Asam klorida 2N, Asam klorida pekat, Asam sulfat pekat,

Asam Sulfat 1%, Kulit buah manggis (sampel), Pereaksi Dragendorff, Pereaksi

besi (III) klorida 1%, Pereaksi Mayer, Pelarut n-heksan, Serbuk magnesium

24

Page 25: Laporan Fito Mangostin

BAB IV

RANCANGAN KERJA

A. Penyiapan simplisia meliputi :

1. Pengumpulan bahan tanaman

2. Determinasi tanaman

3. Pembuatan simplisia

Buah yang digunakan saat menjelang masak, benar-benar masak atau dengan

melihat perubahan warna atau bentuk dari buah lalu kulit buah dicuci dengan

air mengalir, dipotong kecil-kecil lalu diblender hingga berbentuk serbuk, lalu

dikeringan pada suhu kamar. Jika menggunakan oven panasnya tidak boleh

lebih dari 60˚ C selama 3 hari.

B. Karakterisasi simplisia meliputi:

1. Pemeriksaan Makroskopik meliputi bentuk buah, permukaan buah, warna

buah, diameter buah, bentuk biji, warna dan ukuran biji, serta ciri

simplisia.

2. Pemeriksaan Mikroskopik dilakukan terhadap penampang melintang kulit

buah manggis.

3. Parameter mutu simplisia

1.) Penetapan kadar abu total

Timbang seksama 2 gram sampel yang telah diserbuk, masukkan

dalam krus silica yang telah dipijar dan ditara, ratakan

Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, ditimbang

Jika arang tidak dapat dihilangkan tambahkan air panas, saring

melalui kertas saring bebas abu

Pijarkan sisa dan kertas dalam krus yang sama

Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot

tetap, timbang

Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara

25

Page 26: Laporan Fito Mangostin

2.) Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, dididihkan

dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit

Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui

kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,

pijarkan hingga bobot tetap, timbang

Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan

yang telah dikeringkan diudara

3.) Penetapan kadar abu yang larut dalam air

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, dididihkan

dengan 25 ml air selama 5 menit

Kumpulkan bagian yang tidak larut, saring dengan kertas saring

yang bebas abu, cuci dengan air panas dan pijarkan selama 5

menit pada suhu tidak lebih dari 450°C hingga bobot tetap,

timbang

Hitung kadar abu yang larut dlam air terhadap bahan yang

dikeringkan di udara.

4.) Penetapan kadar sari larut air

Sejumlah 5,0 g serbuk (4/18) yang telah dikeringkan di udara,

dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform

menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6

jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring. Filtrat

sebanyak 20 mL diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal

berdasar rata yang telah ditara kemudian sisanya dipanaskan pada

26

Page 27: Laporan Fito Mangostin

suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut air dihitung

terhadap bobot bahan yang telah dikeringkan diudara.

5.) Penetapan kadar sari larut etanol

Sejumlah 5,0 g serbuk (4/18) yang telah dikeringkan di udara,

dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL etanol 95 %menggunakan

labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama enam jam

pertama kemudian didiamkan selama 18 jam lalu disaring dengan

cepat untuk menghindarkan penguapan etanol 95 % dan 20 mL.

Filtrat diuapkan hingga kering kedalam cawan dangkal yang berdasar

rata yang telah ditara kemudian sisanya dipanaskan pada suhu 105oC

hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut etanol 95 % dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan.

6.) Penetapan susut pengeringan

Sejumlah 1-2 g simplisia ditimbang dalam bobot timbang

dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu

penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika zat berupa hablur

besar, sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga ukuran

butiran lebih kurang 2 mm. Zat dalam botol timbang diratakan

hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm,

dimasukan kedalam ruang pengering, tutup botol dibuka dikeringkan

pada suhu pengeringan hingga bobot tetap. Sebelum setiap

penimbangan, bobot dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin

dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika suhu lebur zat dibawah

suhu leburnya selama satu jam sampai dua jam, kemudian pada suhu

penetapan selam waktu yang telah ditentukan atau hingga bobot yang

tetap.

27

Page 28: Laporan Fito Mangostin

7.) Penetapan Kadar Air

Tabung penerima dan kondensor dibersihkan seksama dan

dibilas dengan air lalu dikeringkan. Sejumlah 200 ml toluene dan 2

ml air dimasukkan ke dalam labu destilasi. Labu dipanaskan hingga

larutan mendidih selama dua jam, kemudian didinginkan selama 30

menit dan volume air dibaca pada skala dengan ketelitian 0,05 mL.

Hasil yang diperoleh disebut volume destilasi pertama.

Sejumlah zat uji yang diperkirakan mengandung 2-4 mL air

ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam labu destilasi,

dimasukkan juga beberapa potongan batu didih. Labu dipanaskan

perlahan selama 15 menit. Saat larutan mulai mendidih, penyulingan

dimulai dengan kecepatan dua tetes per detik hingga sebagian besar

air tersuling, kemudian kecepatan dinaikkan menjadi empat tetes per

detik. Setelah air tersuling seluruhnya, bagian dalam kondensor

dibilas dengan toluene. Destilasi dilanjutkan selama kurang lebih

lima menit lalu pemanasan dihentikan. Tabung penerima didinginkan

pada suhu kamar. Air yang masih menempel pada dinding tabung

penerima dilepaskan dengan mengetuk-mengetuk tabung. Lapisan air

dan toluene dibiarkan memisah dan volume yang terbaca disebut

volume destilasi kedua.

Kadar air dinyatakan dalam % menurut rumus :

Kadar air = 100 (n1-n)

W

Dengan W= berat zat uji (gram), n = volume destilasi pertama (mL),

dan n1= volume destilasi kedua (mL).

28

Page 29: Laporan Fito Mangostin

C. Penapisan fitokimia

a. Uji Senyawa Alkaloid

1. Sampel ditambah 10ml kloroform-amoniak, lalu disaring dengan

menggunakan tabung reaksi.

2. Filtrat ditambahkan dengan beberapa tetes asam sulfat 2N dan dikocok

sehingga terbentuk dua lapisan, lapisan asam (lapisan bagian atas) dipipet

kedalam tabung reaksi lain

3. Ditambahkan pereaksi mayer terbentuknya endapan putih memberi

indikasi adanya alkaloid

4. Ditambahkan pereaksi dragendorff terbentuknya endapan jingga sampai

merah cokelat memberi indikasi adanya alkaloid

b. Uji Senyawa Fenolik

1. Sempel dimasukan kedalam tabung reaksi

2. Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1% dalam air

3. Bila terbentuk warna hijau,merah,ungu, biru atau hitam pekat memberi

indikasi adanya senyawa fenolik

c. Uji Senyawa Flavonoid

1. Sempel dimasukkan kedalam tabung reaksi

2. Ditambahkan 2 mg serbuk Magnesium

3. Ditambahkan HCl pekat 3 tetes lalu dipanaskan

4. Disaring dan ditambahkan amil alkohol

29

Page 30: Laporan Fito Mangostin

5. Dikocok, bila terbentuk warna kuning-coklat memberi indikasi adanya

flavonoid

d. Uji Senyawa Saponin

1. Sempel dimasukan kedalam tabung reaksi

2. Ditambahkan 10 ml air panas, kemudian didinginkan

3. Dikocok kuat-kuat selama 10 detik

4. Jika terbentuk buih mantap kurang lebih 10 menit dengan tinggi buih 1

cm sampai 10 cm dan tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2N

memberikan indikasi adanya saponin

e. Uji Senyawa Kuinon

1. Sempel dimasukkan dalam tabung reaksi

2. Ditambahkan 3 tetes KOH5%

3. Bila terbentuk warna kuning memberikan indikasi adanya kuinon

f. Uji Senyawa Tanin

1. Sempel dimasukkan kedalam tabung reaksi

2. Ditambahkan dua tetes larutan ferri klorida 1 %

3. Bila terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman memberikan indikasi

adanya tannin (Harborne,1987)

D. Ekstraksi

Dengan cara maserasi yakni Sebanyak 3 kg serbuk halus kulit Garcinia

mangostana dimaserasi dengan n-heksan selama 7 hari pada suhu kamar.

Maserasi pertama direndam dengan n–heksana. Setelah itu, keseluruhan ekstrak

30

Page 31: Laporan Fito Mangostin

n-heksana diuapkan pelarutnya dengan Rotary Evaporator sehingga diperoleh

ekstrak padat n-heksana.

E. Pemantauan ekstrak

Ekstrak yang diperoleh dipantau secara KLT menggunakan sillika gel GF 254

sebagai adsorban dengan berbagai pengembang.

Keseluruhan ekstrak padat yang diperoleh dimonitoring KLT menggunakan

eluen kloroform: metanol (9,8 : 0,2), noda dideteksi dengan lampu UV kemudian

disemprot penampak noda 1,5% serium sulfat dalam H2SO4 2 N dan

dipanaskan dalam oven.

F. Fraksinasi dan pemantauan fraksi

Fraksi n-heksana yang diperoleh difraksinasi menggunakan kromatografi cair

vakum menggunakan eluen n-heksana : diklorometana yang ditingkatkan

kepolarannya. Pengelompokan fraksi dilakukan pada fraksi – fraksi yang

memiliki kemiripan Rf dan pola noda pada KLT. Fraksi gabungan dari fraksinasi

I menghasilkan beberapa fraksi.

Fraksi gabungan tersebut dimonitoring KLT dengan menggunakan eluen

kloroform: metanol (9,9 : 0,1), noda dideteksi dengan lampu UV kemudian

disemprot menggunakan penampak noda 1,5 % serium sulfat dalam H2SO4 2 N

dan dipanaskan dalam oven

G. Pemurnian

Dengan rekristalisasi yaitu dilarutkan dalam metanol hangat dan

direkristalisasi dengan menambahkan aquades dengan perbandingan 20:1 dari

metanol dan dilanjutkan dengan pendinginan hingga terbentuk padatan berupa

kristal

31

Page 32: Laporan Fito Mangostin

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,1986.Sediaan Galenik.Jakarta;Departemen Kesehatan RI

Anonim,1979.Farmakope Indonesia.Edisi III.Jakarta;Departemen Kesehatan RI

Anonim,1995.Farmakope Indonesia.Edisi IV.Jakarta;Departemen Kesehatan RI

Anonim,2000.Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.Cetakan Pertama;Jakarta;Departemen Kesehatan RI

Ansel,C.Howard.2005.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Edisi IV.Jakarta;Universitas Indonesia

Anastasia,novia.2010. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA ALFA MANGOSTIN KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN.skripsi,jurusan farmasi universitas muhammadiah surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/10089/1/K100060121.pdf

Bernasconi.G.et al.1995.Teknologi Kimia.Edisi II.Jakarta;PT.Pradnya Paramita

Day,R. A., dan Underwood, A. L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif (Penerjemah Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Ph. D.), Penerbit Erlangga, Jakarta,hal: 491

Gunawan,Didik &Mulyani. 2002.Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jakarta:Swadaya

Harborne,J.B.1978.Metode Fitokimia.Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.Terbitan Kedua.Penerbit ITB;Bandung

Nugroho agung 2007. Skripsi. Manggis (Garcinia mangostana L.) : DARI KULIT BUAH YANG TERBUANG HINGGA MENJADI KANDIDAT SUATU OBAT. Jurusan Farmasi, UNIVERSITAS GADJAH MADA; Yogyakarta

Prihatman, kemal 2000. Budidaya Pertanian Manggis. Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS : Jakartahttp://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/manggis.pdf

Rahmat Rukmana, Ir. 1995. Budidaya Manggis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rahmawati, Winasih, 2004. Telaah Fitokimia dan Uji aktivitas antibakteri terhadap

bakteri staphylococcus aureus dan escherchia coli dan ekstrak etanol, Fraksi

N-heksan, Fraksi etil asetat dan fraksi air dari buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa scheff) Boerl). Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, Bandung.

32

Page 33: Laporan Fito Mangostin

Soebagio, Budiasih, E., Ibnu, M.S., Widarti, H.R., dan Munzil, 2005, KimiaAnalitik II, Penerbit Universitas Negeri Malang, Malang, Hal: 88-91.

Sudarsono, Phil Nat. dkk, 2002. Tumbuhan Obat II. Pusat Studi Obat Tradisional. Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta.

33

Page 34: Laporan Fito Mangostin

LAMPIRAN

BAGAN ALIR ISOLASI

Karakterisasi simplisiaSkrining simplisia

Ekstraksi

Fraksinasi

Isolasi

34

Simplisia

Ekstrak

Fraksi

Isolat