LAPORAN FISOLOGI

download LAPORAN FISOLOGI

of 25

Transcript of LAPORAN FISOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI FUNGSI PENGELIHATAN

Asisten: Tia Nuryani G1A007053 Kelompok : Ahmad zaki Nisa Hermina P. Yonifa Anna Wiasri Dyah Isnani Fitriana Medio Yoga Pratama Rina Riyatul M. G1A008009 G1A008043 G1A008045 G1A008046 G1A008060 G1A008066

BLOK NEUROLOGY & SPECIFIC SENSE SYSTEMS (NSS) KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2011

LEMBAR PENGESAHAN Oleh : Kelompok Ahmad zaki Nisa Hermina P. Yonifa Anna Wiasri Dyah Isnani Fitriana Medio Yoga Pratama Rina Riyatul M. G1A008009 G1A008043 G1A008045 G1A008046 G1A008060 G1A008066

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian Praktikum Fisiologi Blok Neurology & Specific Sense Systems Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

diterima dan disahkan Purwokerto, Mei 2011 Asisten,

Tia Nuryani NIM G1A007053

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Praktikum Praktikum Fisiologi : Fungsi Penglihatan 1.2 Waktu Praktikum Kamis, 24 Maret 2011 1.3 Alat & Bahan a. Pemeriksaan reflex pupil 1. Senter reflex b. Pemeriksaan lapang pandang 1. Kampimetri 2. Objek (kapur tulis) 3. Mistar c. Pemeriksaan visus optotype Snellen 1. Optotype Snellen 2. Sejumlah lensa sferis dan silindris dengan berbagai kemampuan daya bias 1.4 Cara Kerja a. Pemeriksaan reflex pupil Secara langsung :1. 2.

Probandus menutup 1 mata yang tidak akan diperiksa Probandus diminta melihat jauh agar tidak ada akomodasi dan otot sphincter relaksasi Pemeriksa melewatkan sinar dari samping sampai ke depan pupil mata yang akan diperiksa Pemeriksa mengamati ada/tidaknya konstriksi pada pupil saat cahaya disorotkan Pemeriksaan yang sama dilakukan pada kedua mata secara bergantian

3.

4.

5.

Secara tidak langsung : 1. Probandus meletakkan tangannya secara vertikal pada hidung (untuk memisahkan mata bagian kanan dan kiri 2. Probandus diminta melihat jauh agar tidak ada akomodasi dan otot sphincter relaksasi 3. Pemeriksa melewatkan sinar dari samping sampai ke depan pupil salah satu mata (misalnya kiri) 4. Pemeriksa mengamati ada/tidaknya konstriksi pupil mata kontralateral (pada mata kanan) saat cahaya disorotkan (pada mata kiri) 5. Pemeriksaan yang sama dilakukan pada kedua mata secara bergantian b. Pemeriksaan lapang pandang 1. Probandus meletakkan dagunya pada papan penyangga kampimetri 2. Pemeriksa menanyakan apakah probandus melihat objek pada saat objek diletakkan di ujung salah satu gari pada kampimetri 3. Jika sudah terlihat maka titik tersebut deber tanda, jika belum pemeriksan mulai menggerakan objek mengikuti arah garis (menuju ke sentral kampimetri) sampai probandus dapat melihat objek tersebut, lalu beri tanda 4. Lakukan pada semua garis (seharusnya, tapi pada praktikum kali ini, hanya pada setiap dua garis) 5. Sambungkan setiap titik yang ada 6. Lakukan perhitungan dengan menggunakan rumus tan -1 (seperti yang diuraikan pada bagian pembahasan) 7. Menentukan lapang pandang probandus dalam bentuk derajat c. Pemeriksaan visus optotype Snellen 1. Probandus berdiri/duduk 6 meter di depan optotype Snellen 2. Tinggi mata horizontal dengan optotype Snellen 3. Mata diperiksa satu persatu dengan memasang bingkai kaca mata khusus dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus yang tersedia dalam kotak lensa

4. Periksa visus mata kanan dengan menyuruh probandus membaca huruf yang ditunjuk oleh pemeriksa (dimulai dari baris huruf yang terbesar sampai baris huruf terkecil yang masih terbaca oleh probandus tanpa kesalahan seluruh huruf- ) 5. Catat visus mata kanan probandus 6. Ulangi pemeriksaan pada mata kiri 7. Catat hasil pemeriksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Penglihatan Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang terbungkus oleh tiga lapisan khusus yakni sclera-cornea, choroid-corpos siliaris-iris, dan retina. Sklera merupakan jaringan ikat yang bersifat protektif (membentuk bagian putih mata). Kelanjutan sclera di anterior mencembung dan transparan sehingga bisa dilewati berkas-berkas cahaya. Struktur ini disebut cornea. Lapisan tengah di bahah sclera disebut choroid yang mengandung banyak pigmen dan pembuluh darah-pembuluh darah untuk member makan retina. Lapisan choroid di anterior mengalami modifikasi membentuk struktur corpus siliaris (penghasil aquous humor) dan iris (pengatur diameter pupil). Lapisan setelah choroid adalah retina, yang mengandung sel-sel fotoreseptor berupa sel batang (untuk penglihatan hitam putih) dan sel kerucut (untuk penglihatan warna). Sel-sel inilah yang bertugas mengubah impuls cahaya menjadi impuls listrik untuk kemudian diteruskan ke N.opticus. Bola mata terdiri dari 2 ruangan yang dibatasi lensa. Ruangan yang ada di depan lensa (cavum anterior) berisi cairan aquous humor, sedangkan cavum posterior berisi vitreus humor yang berbentuk seperti gel dan berfungsi untuk mempertahankan bentuk bola mata. Cornea, aquous humor, lensa dan vitreus humor merupakan media refraktan, sehingga harus dalam kondisi yang jernih agar bisa meneruskan cahaya yang masuk sampai ke retina (Sherwood, 2001).

Gambar 1. Struktur bola mata. Sel-sel fotoreseptor akan mendeteksi foton dari cahaya yang masuk dan sampai ke retina. Energi cahaya adalah bentuk dari energy radiasi yang berjalan sebagai gelombang. Mata manusia sensitive terhadap cahaya dengan panjang gelombang 700 400 nm. Sel batang hanya mampu mendeteksi ada/tidaknya foton, sedangkan sel kerucut memberikan informasi panjang gelombang cahaya yang dilihat sehingga berperan dalam penglihatan warna. Setiap fotoreseptor memiliki pigmen visual yang berfungsi untuk absorbs foton. Sel batang memiliki pigmen rhodopsin yang tersusun atas protein opsin dan berikatan pada pigmen retinal yang disintesis dari vitamin A. Sel kerucut memiliki 3 kemungkinan pigmen (merah, hijau, biru) yang juga berikatan dengan retinal (Martini, 2009).

Gambar 2. Sel batang dan kerucut. Membran plasma segmen luar fotoreseptor chemically gate sodium channels. Pada saat gelap, kanal ini terbuka akibat adanya cyclic guanosine monophosphate (cGMP), akibatnya potensial membrane bernilai -40 mV. Potensial yang lebih positif dari nilai potensial istirahat ini menyebabkan pengeluaran neurotransmitter (glutamate) melewati sinap di segmen dalam yang pada akhirnya dikeluarkan dari sel dan menimbulkan sensasi gelap (Tortora, 2009).

Ketika foton mengenai retinal pada rhodopsin, maka akan terjadi rangkaian proses berurutan sebagai berikut. Perubahan ikatan retinal dari 11-cis menjadi 11-trans Aktivasi Opsin Aktivasi transdusin Aktivasi fosfodiesterase Pemecahan cGMP Penurunan kadar cGMP Penutupan kanal Na+ Penurunan potensial membrane menjadi -70 mV Hiperpolarisasi Penurunan neurotransmitter Mengindikasikan kepada sel bipolar bahwa fotoreseptor telah menerima foton Penurunan sensasi gelap (Tortora, 2009) Bagan 1. Fisiologi penglihatan.

Gambar 3. Fisiologi penglihatan. Setelah mengabsorbsi foton, retinal tidak secara spontan berubah kembali menjadi 11-cis. Molekul rhodopsin harus mengalami proses bleaching (perombakan ulang untuk membentuk fotoreseptor yangsama persis seperti semula) melalui reaksi enzimatik yang membutuhkan energi (Martini, 2009). 2.2 Visus Visus atau ketajaman penglihatan adalah kemampuan mata utuk melihat dengan jelas dan tegas. Secara fisiologis hal ini ditentukan oleh daya pembiasan mata. Mata normal dapat melihat secara jelas dan tegas dua garis atau titik sebagai 2 garis atau titik dengan sudut penglihatan 1 menit. Secara praktis sangat sulit untuk mengukur sudut penglihatan suatu mata. Tahun 1876 van snellen menciptakan cara sederhana untuk membandingkan visus seseorang dengan visus orang normal berdasarkan sudut penglihatan 1 menit (Hamzah, 2003).

Kelainan pembiasan adalah suatu keadaan dimana pada mata yang melihat jauh tak terhingga,m berkas cahata sejajar masuk ke mata, dibiaskan tidak tepat jatuh di retina, sehingga tidak dapat melihat secara jelas. Hal ini dapat disebabkan oleh Karena indeks bias system lensa mata atau sumbu mata dari lensa (Hamzah, 2003). Visus sangat dipengaruhi sifat fisis mata (aberasi mata = kegagalan sinar untuk berkonvergensi/bertemu titik identik), besarnya pupil, komposisi cahaya, mekanisme akomodasi, elastisitas otot, faktor stimulus (warna yg kontras, besar kecilnya stimulus, durasi, intensitas cahaya, serta faktor retina (semakin kecil dan rapat sel kerucut maka semakin kecil minimum separabel (separable minimum) (Ellyzar, 2006). Visus dapat diklasifikasikan berdasarkan jarak baca, yaitu visus jauh dengan jarak minimal 20 feet (5 meter), visus jarak sedang/intermediate dan visus dekat : jarak baca (1/3 meter) (Hamzah, 2003). Fungsi utama mata adalah untuk penglihatan Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajat persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi dua yaitu: I. Visus sentralis. Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. a. Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi b. Visus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina (Sutrisna, dkk, 2007). II. Visus perifer Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk

mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus