Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

334
PEKERJAAN : FS DERMAGA VI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK DAN BAKAUHENI SATUAN KERJA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI SDP TA. 2009 Jl. Sidoluhur No. 18 - 20 Bandung - 40123 Telp./Fax. (022) 250-4960 SPEKTR A DEPARTEMENPERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN MERAK - BAKAUHENI

description

ponton

Transcript of Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

Page 1: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PEKERJAAN : FS DERMAGA VI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK DAN BAKAUHENI

SATUAN KERJA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI SDP TA. 2009

Jl. Sidoluhur No. 18 - 20 Bandung - 40123 T e l p . / F a x . ( 0 2 2 ) 2 5 0 - 4 9 6 0

SPEKTRA

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E R H U B U N G A N D A R A T DIREKTORAT LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN

MERAK - BAKAUHENI

Page 2: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

FS Dermaga VI – Merak dan Bakauheni

i

KATA PENGANTAR

Berdasarkan Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran tentang Penunjukan Pemenang Pelelangan yang selanjutnya dikukuhkan dengan Surat Perjanjian Pemborongan no 01/PTSDP-KTR/SPV-M-B/VI/2009 tanggal antara Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Pengembangan Transportasi SDP dengan PT. Spektra Adhya Prasarana untuk pekerjaan FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat yang ditentukan dalam kerangka acuan kerja (KAK) pekerjaan ini. Pada intinya laporan ini berisi mengenai latar belakang pekerjaan, gambaran singkat wilayah studi, tahapan kegiatan, metoda pelaksanaan dan dasar-dasar teori yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan perencanaan serta hasil perhitungan detil lainnya. Demikian laporan ini disusun sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan kegiatan selanjutnya. Bandung, September 2009 PT. Spektra Adhya Prasarana

Page 3: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Maksud dan Tujuan Pekerjaan FS Dermaga VI Pelabuhan

Penyeberangan Merak dan Bakauheni 2

1.2.1 Maksud 2

1.2.2 Tujuan 2

1.3 Kegiatan yang Dilaksanakan 3

1.3.1 Uraian Kegiatan 3

1.3.2 Batasan Studi 3

1.4 Indikator Keluaran dan Keluaran 5

1.4.1 Indikator Keluaran 5

1.4.2 Keluaran 6

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

2.1 Umum 8

2.2 Provinsi Banten 10

2.2.1 Kondisi Geografis dan Iklim – Provinsi Banten 10

2.2.2 Sistem Administrasi dan Pemerintahan – Provinsi Banten 13

2.2.3 Topografi dan Demografi – Provinsi Banten 14

2.2.4 Ekonomi – Provinsi Banten 18

2.2.5 Sarana dan Prasarana Transportasi – Provinsi Banten 20

Page 4: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

iii

2.3 Provinsi Lampung 21

2.3.1 Kondisi Geografis dan Iklim – Provinsi Lampung 21

2.3.2 Sistem Administrasi dan Pemerintahan – Provinsi Lampung 22

2.3.3 Topografi dan Demografi – Provinsi Lampung 24

2.3.4 Ekonomi – Provinsi Lampung 25

2.3.5 Sarana dan Prasarana Transportasi – Provinsi Lampung 27

2.4 Pelaksanaan Pekerjaan Survey 28

2.4.1 Latar Belakang 28

2.4.2 Maksud dan Tujuan Pekerjaan Survey 28

2.4.2.1 Survey Topografi 28

2.4.2.2 Survey Bathymetri 32

2.4.2.3 Survey Hidrografi 36

2.4.2.4 Penyelidikan Tanah 37

2.4.2.4.1 Standard Penetration Test – SPT 40

2.4.2.4.2 Cone Penetration Test – CPT 43

BAB 3 DEMAND FORECASTING

3.1 Metoda Analisis 46

3.1.1 Metoda Proyeksi (Forecasting Method) 46

3.1.1.1 Regression Approach 46

3.1.1.2 Network Approach 48

3.1.2 Bagan Alir Forecasting 52

3.2 Hinterland Pelabuhan 53

3.2.1 Definisi Hinterland 53

Page 5: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

iv

3.2.2 Cakupan Hinterland Pelabuhan 54

3.2.2.1 Pertimbangan Penentuan Hinterland 55

3.2.2.2 Hinterland Pelabuhan 57

3.3 Penyajian Data-data 58

3.3.1 Lalu-lintas Penyeberangan Eksisting 58

3.3.2 Kapal Penyeberangan 69

3.3.3 Pola Operasi Eksisting 69

3.3.4 Karakteristik Hinterland 73

3.3.4.1 Kondisi Transportasi Darat 73

3.3.4.2 Kondisi Sosial Ekonomi 81

3.3.4.3 Kondisi Tata Ruang Wilayah 82

3.3.5 Pola Pergerakan Orang dan Barang 87

3.3.6 Jaringan Transportasi Lalu-lintas 88

3.3.6.1 Jalan Lintas Utara dan Selatan Jawa 88

3.3.6.2 Jalan Lintas Sumatera 90

3.3.7 Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda 91

3.3.7.1 Rencana Lintasan Jembatan Selat Sunda 91

3.3.7.2 Kapasitas Lintas Jembatan Selat Sunda 92

3.4 Proyeksi Pergerakan Lintas Merak-Bakauheni 93

3.4.1 Proyeksi dengan Metoda Time Series 93

3.4.2 Proyeksi dengan Metoda Regresi Linier Berganda 96

3.4.3 Proyeksi dengan Pemodelan Transportasi Empat Tahap 97

3.4.3.1 Pendefinisian Sistem Zona 98

3.4.3.2 Pendefinisian Model Jaringan Jalan 100

Page 6: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

v

3.4.3.3 Prediksi Bangkitan dan Tarikan Perjalanan 102

3.4.3.4 Kalibrasi MAT Tahun 2006 111

3.4.3.5 Prediksi Matriks Asal Tujuan Perjalanan 114

3.4.3.6 Pembebanan MAT ke Model Jaringan Jalan 116

3.4.3.7 Prediksi Volume Penyeberangan Merak – Bakauheni 118

3.4.3.8 Fluktuasi Jam-jaman Pada Hari Normal 119

3.4.3.9 Fluktuasi Jam-jaman Pada Hari Liburan 120

3.5 Kajian Pengaruh Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) 120

3.5.1 Konsep Dasar 120

3.5.2 Pendekatan Teknis 122

3.5.2.1 Teknik Stated Preference 122

3.5.2.2 Memahami Perilaku Perjalanan 122

3.5.2.3 Teori Dasar Perilaku Pilihan 124

3.5.2.4 Pengumpulan Data 130

3.5.2.5 Desain Kuesioner 131

3.5.3 Karakteristik Responden 135

3.5.4 Model Kompetisi Ferry vs Jembatan Selat Sunda 136

3.5.5 Probabilitas Pengguna Jembatan Selat Sunda 137

3.5.6 Proyeksi Jumlah Pengguna Jembatan Selat Sunda 141

3.6 Kajian Pengaruh Rencana Pembangunan Pelabuhan

Penyeberangan Ketapang-Margagiri 150

3.6.1 Konsep Pikir Relevansi Operasional Penyeberangan Ketapang-Margagiri 150

3.6.2 Metoda Analisis 151

3.6.3 Distribusi Lalu-lintas Antara Merak-Bakauheni & Ketapang-Margagiri 152

Page 7: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

vi

3.7 Alternatif Manajemen Operasional Penyeberangan Merak-Bakauheni 153

3.7.1 Time Horizon 153

3.7.2 Skenario Manajemen 155

3.7.2.1 Do – Nothing 155

3.7.2.2 Do – Something 156

3.7.3 Kebutuhan Pola Operasional Skenario Do-Nothing 156

3.7.3.1 Manajemen Internal Pelabuhan 156

3.7.3.2 Manajemen Eksternal Pelabuhan 183

3.7.4 Kebutuhan Pola Operasional Skenario Do-Something: Pengoperasian

Penyeberangan Ketapang-Margagiri (2015) 185

3.7.4.1 Manajemen Internal Pelabuhan 185

3.7.4.2 Manajemen Eksternal Pelabuhan 187

3.7.5 Kebutuhan Pola Operasional Skenario Do-Something 2: Pembukaan

Jembatan Selat Sunda (2025) 188

3.7.5.1 Manajemen Internal Pelabuhan 188

3.7.5.2 Manajemen Eksternal Pelabuhan 191

BAB 4 KONDISI HYDRO – OCEANOGRAFI

4.1 Umum 192

4.1.1 Pasang Surut (Tides) 192

4.1.1.1 Pembangkit Pasang Surut 194

4.1.1.2 Komponen Pasang Surut 195

4.1.1.3 Metode Peramalan Pasang Surut 196

4.1.1.4 Tipe Pasang Surut 198

Page 8: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

vii

4.1.1.5 Elevasi Muka Air Rencana 198

4.1.2 Arus 199

4.1.3 Angin 200

4.1.4 Gelombang 202

4.1.4.1 Umum 202

4.1.4.2 Klasifikasi Gelombang 204

4.1.4.3 Karakteristik Gelombang 204

4.1.4.4 Analisis Data Gelombang 205

4.1.4.4.1 Hindcasting 205

4.1.4.4.1.1 Penentuan Wind Stress Factor (UA) 205

4.1.4.4.1.2 Daerah Pembentukan Gelombang (Fetch Effektif) 209

4.1.4.4.2 Peramalan Tinggi dan Periode Gelombang 211

4.1.4.4.3 Analisa Frekuensi Gelombang 212

4.1.4.4.3.1 Metode Distribusi Normal 212

4.1.4.4.3.2 Metode Distribusi Log Normal 2 Parameter 213

4.1.4.4.3.3 Metode Distribusi Log Normal 3 Parameter 214

4.1.4.4.3.4 Metode Distribusi Gumbell 214

4.1.4.4.3.5 Metode Distribusi Pearson III 215

4.1.4.4.3.6 Metode Distribusi Log Pearson Type III 215

4.1.4.4.4 Transformasi Gelombang 216

4.1.4.4.4.1 Refraksi 216

4.1.4.4.4.2 Shoaling 218

4.1.4.4.4.3 Breaking 219

4.1.4.4.4.4 Wave Set-up dan Wave Set-down 220

Page 9: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

viii

4.1.4.4.4.5 Kehilangan Energi Akibat Friksi 220

4.1.4.4.4.6 Pengaruh Arus Terhadap Gelombang 220

4.1.4.4.4.7 Analisa Transformasi Gelombang 221

4.1.4.4.5 Difraksi Gelombang 221

4.1.4.4.5.1 Difraksi Gelombang Melewati Celah Tunggal 222

4.1.4.4.5.2 Difraksi Gelombang Melewati Dua Celah 223

4.1.5 Transpor Sedimentasi 224

4.2 Analisa Data Pasang Surut 224

4.2.1 Pengolahan Data Pasang Surut Merak 228

4.2.2 Pengolahan Data Pasang Surut Bakauheni 229

4.3 Daerah Pembentukan Gelombang 230

4.3.1 Distribusi Arah dan Kecepatan Angin 232

4.3.2 Distribusi Arah dan Tinggi Gelombang 258

4.3.3 Pemodelan Hidrodinamika (Simulasi Gelombang) 284

4.3.3.1 Dasar Teori 287

4.3.3.2 Domain Pemodelan 288

4.3.3.3 Simulasi Menggunakan Modul CGWAVE 290

BAB 5 EVALUASI KELAYAKAN EKONOMI DAN FINANSIAL

5.1 Konsep Analisis Kelayakan Ekonomi & Finansial 303

5.1.1 Skema Umum 305

5.1.2 Indikator Analisis Kelayakan 306

5.1.2.1 Net Present Value 307

5.1.2.2 Internal Rate of Return (IRR) 308

Page 10: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

ix

5.1.2.3 Benefit Cost Ratio (BCR) 308

5.2 Estimasi Biaya 309

5.2.1 Biaya Investasi 309

5.2.2 Biaya Pemeliharaan 310

5.2.3 Biaya Operasional 312

5.2.4 Biaya Sumber Daya Manusia 313

5.2.5 Biaya Lain-lain 313

5.3 Estimasi Penerimaan Manfaat 314

5.3.1 Estimasi Penerimaan 314

5.3.2 Estimasi Manfaat 320

5.4 Arus Keluar – Masuk Dana (Cash Flow) 320

5.5 Evaluasi Kelayakan Finansial 321

5.6 Analisis Sensitivitas 321

5.7 Evaluasi Kelayakan Ekonomi 323

LAMPIRAN

Page 11: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan pelabuhan penyeberangan secara prinsip dapat memperlancar mobilisasi

dan distribusi kebutuhan pokok, kendaraan maupun orang serta memperlancar

pelaksanaan program pemerintah di kawasan wilayah yang bersangkutan. Dampak

peningkatan aksesibilitas transportasi peningkatan kinerja ekonomi di kawasan yang

terhubungkan oleh transportasi tersebut. Namun demikian, peningkatan aksesibilitas

transportasi memerlukan pengembangan sarana dan prasarana pendukungnya.

Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni merupakan

pelabuhan penyeberangan yang berfungsi sebagai jembatan utama yang menghubungkan

Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Kapasitas pelayanan pelabuhan mengalami peningkatan

dan penambahan seiring dengan perkembangan jumlah penumpang dan kendaraan yang

melintas di jalur utama ini. Saat ini pelabuhan penyeberangan Merak dan Bakauheni telah

beroperasi hingga masing-masing pelabuhan memiliki 4 (empat) dermaga dan mulai

tahun 2009 direncanakan akan dibangun dermaga V, baik di Merak maupun Bakauheni.

Dalam rangka pengembangan sarana dan prasarana angkutan penyeberangan untuk

menghubungkan wilayah di atas, perlu dilakukan studi yang mendalam, baik secara mikro

maupun makro.

Studi yang dilakukan secara makro, adalah menyangkut kondisi sosial ekonomi pada masa

kini serta kecenderungannya di masa mendatang yang meliputi potensi-potensi dan

permasalahan yang ada, yakni pengaruhnya terhadap daerah belakang (hinterland), seperti

perdagangan, kemungkinan-kemungkinan sistem perhubungan darat yang berpengaruh

terhadap angkutan penyeberangan, kebijaksanaan (policy) dan kebijakan (wisdom) yang

diterapkan, baik yang berasal dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Studi-

studi makro dilaksanakan dalam berbagai kegiatan seperti studi pendukung, studi pra

kelayakan, studi kelayakan, studi masterplan, studi lingkungan, dan lain-lain. Studi makro

yang diakomodir dalam kegiatan ini adalah studi kelayakan (FS) dermaga VI Pelabuhan

Penyeberangan Merak dan Bakauheni. Studi mikro (detil) yang dilakukan adalah dengan

Page 12: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 2

menentukan lokasi pelabuhan sungai yang aman dari pengaruh dan sifat-sifat perairan

(angin, gelombang, arus pasang surut dan lain-lain), kedalaman kolam pelabuhan, alur

pelayaran, kriteria-kriteria navigasi serta pemenuhan terhadap standar-standar

keselamatan yang berlaku, termasuk didalamnya perumusan dokumen-dokumen pra

konstruksi, penilaian konstruksi dan kegiatan sipil pelabuhan lainnya. Studi mikro

diakomodir dalam kegiatan saat ini adalah penyusunan Detail Engineering Design (DED)

Dermaga VI baik di Pelabuhan Penyeberangan Merak maupun di Pelabuhan

Penyeberangan Bakauheni.

1.2 Maksud dan Tujuan Pekerjaan FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni

1.2.1 Maksud

Pekerjaan FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni dimaksudkan

agar Direktorat LLASDP mendapatkan panduan dan acuan mengenai rencana/ jadwal

dimulainya kegiatan pembangunan dermaga VI dengan memperhatikan potensi demand

dan rencana pola operasi dan rencana konstruksi dermaga VI yang cukup rinci, terukur

dan memiliki ketelitian detil yang tinggi di simpul pelabuhan penyeberangan yang

dimaksud.

1.2.2 Tujuan

Sedangkan tujuan pekerjaan ini adalah menyusun dokumen FS (Studi Kelayakan) dan

rencana konstruksi fisik dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak Bakauheni secara

rapi dan rinci. Penyusunan dilakukan dengan mengkaji dokumen perencanaan

sebelumnya yang dilanjutkan dengan tanggung jawab terhadap hasil konstruksi dan

bantuan teknis konsultansi pada saat konstruksi maupun pasca konstruksi.

Adapun dasar hukum yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.

2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

3. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

5. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional

Page 13: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 3

6. Keputusan Menteri Perhubungan no. KM. 53 Tahun 2004 Tentang Tatanan

Kepelabuhanan Nasional

7. Keputusan Menteri Perhubungan no. KM. 52 Tahun 2004 Tentang

Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan

8. Keputusan Menteri Perhubungan no. KM. 31/2006 tentang Pedoman

Perencanaan Perhubungan

9. Kepmen LH No. 17/2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang

Wajib Dilengkapi dengan AMDAL

10. Kepmen LH No. 86/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan UKL-UPL

11. Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan Peraturan Pemerintah lainnya yang

khusus mengatur wilayah studi tertentu.

1.3 Kegiatan yang Dilaksanakan

1.3.1 Uraian Kegiatan

Kegiatan yang dilakukan dalam studi ini sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan

Nomor KM. 31 Tahun 2006 adalah :

Studi Kelayakan Pembangunan Dermaga VI di Pelabuhan Penyeberangan Merak

dan Bakauheni;

Review masterplan pelabuhan;

Survey fisik pelabuhan;

Penyusunan Rancangan Dasar;

Penyusunan Rancangan Detil;

Penyusunan dokumen tender konstruksi;

1.3.2 Batasan Studi

Batasan-batasan pada kegiatan ini diantaranya adalah :

1. Studi Kelayakan Pembangunan Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak

dan Bakauheni

Demand aktual dan estimasi demand di masa akan datang, baik penumpang,

kendaraan R-2 maupun R-4 atau lebih untuk tahunan, bulanan, mingguan,

harian maupun jam-jaman;

Page 14: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 4

Alternatif skenario penanganan permasalahan transportasi penyeberangan

Jawa-Sumatera terkait penambahan fasilitas Dermaga VI Pelabuhan

Penyeberangan Merak dan Bakauheni (rencana pola operasi);

Kelayakan teknis, kelayakan ekonomi, kelayakan finansial dan kelayakan

operasional;

Optimalisasi lahan terkait peningkatan fasilitas pelabuhan penyeberangan;

Indikasi biaya pembangunan dermaga VI;

Estimasi pengaruh pembangunan terhadap lingkungan fisik dan non fisik;

Skenario pembangunan fasilitas pelabuhan penyeberangan.

2. Review terhadap rencana induk pelabuhan penyeberangan yang sekurangnya

merinci :

Pola dan arah pembangunan;

Besaran fisik, zonasi, dan kebutuhan ruang;

Implementasi dan tahapan pembangunan;

Peta Rencana Induk Pelabuhan penyeberangan.

3. Penyusunan rancangan dasar peningkatan fasilitas pelabuhan penyeberangan

sekurangnya menghasilkan dokumen berupa :

Hasil identifikasi lokasi dermaga VI;

Identifikasi fasilitas yang perlu ditingkatkan kapasitasnya;

Layout kawasan pelabuhan;

Hasil tes tanah, arus, batimetri dan lainnya;

Desain umum fasilitas pokok.

4. Penyusunan rancangan detil sekurangnya menghasilkan dokumen berupa :

Spesifikasi teknis;

Acuan konstruksi fisik;

Berisi penyajian yang terukur dan berskala;

Berorientasi fisik dan 3 dimensi;

Page 15: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 5

Sangat teknis.

5. Penyusunan dokumen tender konstruksi menghasilkan dokumen yang berupa :

Spesifikasi teknis;

Acuan konstruksi dan metode konstruksi;

Jadwal pelaksanaan;

Mekanisme pelaksanaan;

Mekanisme pengawasan;

Berskala dan merujuk lokasi;

Berorientasi fisik.

1.4 Indikator Keluaran dan Keluaran

1.4.1 Indikator Keluaran

Penyusunan Dokumen Survey Fisik Terinci Pelabuhan Penyeberangan, meliputi :

Review tingkat kelayakan teknis, kelayakan ekonomi, kelayakan finansial dan

kelayakan operasional pembangunan dermaga VI.

Review dan memperkirakan potensi demand, kebutuhan pengembangan, indikasi

lokasi pengembangan dan pola implementasi pengembangan transportasi

penyeberangan di lintas Merak – Bakauheni berdasarkan review studi sebelumnya,

hasil survey maupun analisis.

Penentuan rencana pola operasi yang cocok untuk diterapkan pada lintas

penyeberangan Merak – Bakauheni.

Mengevaluasi dan mereview studi rencana induk, DLKR/DLKP dan indikasi

lingkungan di lokasi terpilih berdasarkan studi sebelumnya, survey maupun analisis.

Identifikasi dan pemetaan teknis terinci topografi daratan dan batimetri perairan;

Penelitian terhadap permasalahan struktur dan kondisi tanah;

Penelitian terhadap faktor oseanografi, cuaca dan iklim terhadap konstruksi

pelabuhan;

Survey terhadap kemudahan mobilisasi bahan, personil dan peralatan.

Penyusunan Rancangan Dasar, meliputi :

Page 16: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 6

Merancang detail konstruksi pelabuhan dan prasarana pendukungnya;

Penyusunan peta dan layout pelabuhan;

Pembuatan tipikal dan konsep bangunan darat serta bangunan air.

Penyusunan Rancangan Detil, meliputi :

Perhitungan struktur;

Pembuatan gambar detil konstruksi pada bangunan yang memiliki kompleksitas

dan ketelitian pembangunan yang tinggi serta tidak lazim;

Estimasi volume pekerjaan dan biaya;

Estimasi pentahapan pembangunan;

Pembuatan dokumen tender konstruksi.

1.4.2 Keluaran

Keluaran yang diharapkan dalam studi ini yaitu :

Peramalan trafic

Rencana pola operasi

Kelayakan teknis, ekonomi dan finansial

Rencana pengembangan pelabuhan penyeberangan

Perencanaan fasilitas utama pelabuhan;

Perencanaan fasilitas penunjang pelabuhan;

Perencanaan material konstruksi;

Perhitungan konstruksi;

Perencanaan metodologi konstruksi;

Manajemen dan pentahapan konstruksi.

Dokumen Lelang yang terdiri dari:

Pembuatan Gambar Desain Konstruksi;

Pembuatan Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS);

Pembuatan Bill of Quantity;

Page 17: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 7

Pembuatan Rencana Anggaran Biaya (Engineering Estimate).

Laporan Desain yang terdiri dari:

Laporan Pendahuluan;

Laporan Interim;

Draft Laporan Akhir;

Laporan Akhir;

Laporan FS (Studi Kelayakan)

Laporan DED Dermaga VI Merak

Laporan DED Dermaga VI Bakauheni

Album Gambar;

Nota Desain;

Executive Summary.

Page 18: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 8

BAB 2

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

2.1 Umum

Bab ini berisi penjelasan secara umum mengenai wilayah dimana kedua pelabuhan

(Pelabuhan Penyeberangan Merak – Bakauheni) berada.

Gambar 2. 1 Lintas Penyeberangan Merak – Bakauheni

Jarak lintasan antara Pelabuhan Merak dan Bakauheni adalah sebesar 23 mil dengan

lamanya waktu tempuh lintasan tersebut antara 2 – 2.5 jam tergantung dari kecepatan

kapal yang digunakan. Gambar di bawah ini merupakan citra satelit dari Pelabuhan Merak

dan Bakauheni.

Page 19: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 9

Gambar 2. 2 Pelabuhan Merak

Gambar 2. 3 Pelabuhan Bakauheni

Page 20: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 10

2.2 Provinsi Banten

Banten adalah sebuah provinsi di pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini dulunya merupakan

bagian dari provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, melalui keputusan

Undang-undang No.23 tahun 2000. Wilayahnya mencakup sisi barat dari Provinsi Jawa

Barat, yaitu Serang, Lebak, Pandeglang, Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, Kota

Tangerang, Kota Tangerang Selatan. Ibukotanya kota Serang.

2.2.1 Kondisi Geografis dan Iklim – Provinsi Banten

Melalui Undang-undang no. 23 tahun 2000, status Karesidenan Banten Provinsi Jawa

Barat berubah menjadi Provinsi Banten. Wilayah Provinsi Banten mempunyai luas

9.018,64 km2, terdiri empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang,

Tangerang dan dua Kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon.

Wilayah Provinsi Banten berada pada batas astronomis 1050 1’ 11” – 1060 7’ 12” BT dan

50 7 ’50” – 70 1’ 1” LS, mempunyai posisi strategis pada lintas perdagangan internasional

dan nasional.

Provinsi Banten mempunyai batas wilayah:

Sebelah utara dengan Laut Jawa

Sebelah timur dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Sebelah selatan dengan Samudra Hindia

Sebelah barat dengan Selat Sunda

Peta Provinsi Banten diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Page 21: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 11

Gambar 2. 4 Provinsi Banten

Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan

salah satu jalur lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang

menghubungkan Australia, Selandia Baru,dengan kawasan Asia Tenggara misalnya

Thailand, Malaysia dan Singapura. Disamping itu Banten merupakan jalur penghubung

antara Jawa dan Sumatra. Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan maka wilayah

Banten terutama Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang merupakan wilayah

penyangga bagi Jakarta. Secara ekonomi wilayah Banten mempunyai banyak industri.

Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan

sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta

dan ditujukan untuk menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura.

Sedangkan ekosistem wilayah Provinsi Banten pada dasarnya terdiri dari:

a. Lingkungan Pantai Utara yang merupakan ekosistem sawah irigasi teknis dan

setengah teknis, kawasan pemukiman dan industri.

b. Kawasan Banten Bagian Tengah berupa irigasi terbatas dan kebun campur, sebagian

berupa pemukiman pedesaan. Ketersediaan air cukup dengan kuantitas yang stabil.

Page 22: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 12

c. Kawasan Banten sekitar Gunung Halimun-Kendeng hingga Malingping,

Leuwidamar, Bayah berupa pegunungan yang relatif sulit untuk di akses, namun

menyimpan potensi sumber daya alam.

d. Banten Bagian Barat (Saketi, DAS (Daerah Atas Sungai) Cidano dan lereng

kompleks Gunung Karang – Aseupan dan Pulosari sampai Pantai DAS Ciliman –

Pandeglang dan Serang bagian Barat) yang kaya akan potensi air, merupakan

kawasan pertanian yang masih perlu ditingkatkan (intensifikasikan)

e. Ujung kulon sebagai Taman Nasional Konservasi Badak Jawa (Rhini Sondaicus).

f. DAS Cibaliung – Malingping, merupakan cekungan yang kaya air tetapi belum

dimanfaatkan secara efektif dan produktif. Sekelilingnya berupa bukit-bukit

bergelombang dengan rona lingkungan kebun campur dan talun, hutan rakyat yang

tidak terlalu produktif.

Iklim wilayah Banten sangat dipengaruhi oleh Angin Monson (Monson Trade) dan

Gelombang La Nina atau El Nino. Saat musim penghujan (Nopember - Maret ) cuaca

didominasi oleh angin barat (dari Sumatera ,Samudera Hindia sebelah selatan India) yang

bergabung dengan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan.

Pada musim kemarau (Juni – Agustus), cuaca didominasi oleh angin timur yang

menyebabkan wilayah Banten mengalami kekeringan yang keras terutama di wilayah

bagian pantai utara, terlabih lagi bila berlangsung El Nino.

Temperatur di daerah pantai dan perbukitan berkisar antara 220 C dan 320 C, sedangkan

suhu di pegunungan dengan ketinggian antara 400 – 1.350 m dpl mencapai antara 180 C –

290 C.

Banyaknya pulau-pulau yang berpotensi bagi masyarakat Banten sekitar 55 pulau, yang

tersebar di wilayah Banten maupun di perbatasan wilayah Banten. Sedangkan sungai-

sungai yang melewati wilayah Banten sekitar 91 sungai.

Kondisi topografi Banten adalah sebagai berikut:

Wilayah datar (kemiringan 0 - 2 %) seluas 574.090 Ha

Wilayah bergelombang (kemiringan 2 - 15%) seluas 186.320 Ha

Wilayah curam (kemiringan 15 - 40%) seluas 118.470,50 Ha

Kondisi penggunaan lahan yang perlu dicermati adalah menurunnya wilayah hutan dari

233.629,77 Ha pada tahun 2004 menjadi 213.629,77 Ha.

Page 23: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 13

2.2.2 Sistem Administrasi dan Pemerintahan – Provinsi Banten

Provinsi Banten sebagai salah satu Provinsi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,

mempunyai sistem pemerintahan yang sama dengan provinsi lainnya. Unit pemerintahan

di bawah provinsi adalah kabupaten/ kota. Masing-masing kabupaten/ kota terdiri dari

beberapa kecamatan. Sedangkan kecamatan terbagi habis dalam beberapa desa/

kelurahan.

Provinsi Banten terbagi kedalam 4 kabupaten (Pandeglang, Lebak, Tangerang dan

Serang) dan 2 kota (Tangerang dan Cilegon). Jumlah kecamatan di seluruh Banten

sebanyak 152. Sedangkan jumlah desa/kelurahan pada tahun 2006 adalah 1504 desa.

Tabel 2. 1 Wilayah Administratif Provinsi Banten

No. Kabupaten/Kota Ibu kota

1 Kabupaten Lebak Rangkasbitung

2 Kabupaten Pandeglang Pandeglang

3 Kabupaten Serang Ciruas

4 Kabupaten Tangerang Tigaraksa

5 Kota Cilegon -

6 Kota Tangerang -

Catatan :

Kabupaten Tangerang sebelumnya beribukota di Kota Tangerang.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) merekomendasikan Kecamatan Ciruas sebagai lokasi Puspemkab Kabupaten Serang.

Cilegon dibentuk sebagai kota otonom pada tanggal 10 April 1999 dari wilayah Kabupaten Serang. Cilegon sebelumnya adalah kota administratif.

Tangerang dibentuk sebagai kota otonom pada tanggal 27 Februari 1993 dari wilayah Kabupaten Tangerang. Tangerang sebelumnya adalah kota administratif.

Tangerang Selatan dibentuk sebagai kota otonom pada tanggal 29 Oktober 2008 dari wilayah Kabupaten Tangerang. Sebelumnya adalah Kota Cipasera.

Page 24: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 14

Gambar 2. 5 Peta Administratif Provinsi Banten

2.2.3 Topografi dan Demografi – Provinsi Banten

Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0 – 1.000 m dpl. Secara

umum kondisi topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran rendah yang

berkisar antara 0 – 200 m dpl yang terletak di daerah Kota Cilegon, Kota Tangerang,

Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar Kabupaten Serang. Adapun daerah Lebak

Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201 –

2.000 m dpl dan daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501 – 2.000 m dpl yang

terdapat di Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun.

Page 25: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 15

Kondisi topografi suatu wilayah berkaitan dengan bentuk raut permukaan wilayah atau

morfologi. Morfologi wilayah Banten secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu

morfologi dataran, perbukitan landai-sedang (bergelombang rendah-sedang) dan

perbukitan terjal. Morfologi Dataran Rendah umumnya terdapat di daerah bagian utara

dan sebagian selatan. Wilayah dataran merupakan wilayah yang mempunyai ketinggian

kurang dari 50 meter dpl (di atas permukaan laut) sampai wilayah pantai yang mempunyai

ketinggian 0 – 1 m dpl. Morfologi Perbukitan Bergelombang Rendah - Sedang sebagian

besar menempati daerah bagian tengah wilayah studi. Wilayah perbukitan terletak pada

wilayah yang mempunyai ketinggian minimum 50 m dpl. Di bagian utara Kota Cilegon

terdapat wilayah puncak Gunung Gede yang memiliki ketingian maksimum 553 m dpl,

sedangkan perbukitan di Kabupaten Serang terdapat wilayah selatan Kecamatan Mancak

dan Waringin Kurung dan di Kabupaten Pandeglang wilayah perbukitan berada di

selatan. Di Kabupaten Lebak terdapat perbukitan di timur berbatasan dengan Bogor dan

Sukabumi dengan karakteristik litologi ditempati oleh satuan litologi sedimen tua yang

terintrusi oleh batuan beku dalam seperti batuan beku granit, granodiorit, diorit dan

andesit. Biasanya pada daerah sekitar terobosaan batuan beku tersebut terjadi suatu

proses remineralisasi yang mengandung nilai sangat ekonomis seperti cebakan bijih timah

dan tembaga.

Secara umum, kondisi topografi Provinsi Banten terdiri dari:

Kemiringan 0 – 8% (sebagian besar pantai utara, sepanjang pantai barat selat Sunda

dan sebagian pantai selatan.

Kemiringan 9 – 15% (Kabupaten Tangerang bagian Selatan, Kabupaten Lebak

bagian Utara, Kabupaten Serang bagian Tengah, Kabupaten Pandeglang bagian Utara

sebagian kota Cilegon bagian Tengah).

Kemiringan 15% - 25% (tersebar di Kabupaten Lebak bagian Tengah, sebagian

Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang bagian Selatan).

Kemiringan > 40% (sebagian besar Kabupaten Lebak, sebagian wilayah Bojonegoro

dan sebagian wilayah ujung kulon).

Seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Page 26: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 16

Gambar 2. 6 Topografi Provinsi Banten

Pada tahun 2006, penduduk Banten berjumlah 9.351.470 jiwa, dengan perbandingan

3.370.182 jiwa (36,04%) anak-anak, 240.742 jiwa (2,57%) lanjut usia, sisanya 5.740.546

jiwa berusia diantara 15 sampai 64 tahun.

Gambar 2. 7 Jumlah Penduduk Provinsi Banten 1961 – 2007

Page 27: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 17

Penduduk Banten berdasarkan data hasil Sensus Penduduk yang disajikan pada gambar di

atas, menunjukkan jumlah yang terusbertambah. Pada tahun 1961 tercatat sebanyak

2.438.574 jiwa dan tahun 1971 sebanyak 3.045.154 jiwa, meningkat menjadi 4.015.837

jiwa pada tahun 1980 dan 5.967.907 jiwa pada tahun 1990. Pada tahun 2000, jumlah

penduduk tersebut berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 (SP2000) telah bertambah

menjadi sebanyak 8.096.809 jiwa dan tahun 2007 meningkat kembali menjadi 9.423.367

jiwa. Kecenderungan penduduk yang terus bertambah dari periode sensus yang satu ke

sensus atau survei berikutnya tentunya bukan hanya disebabkan pertambahan penduduk

secara alamiah, tetapi tidak terlepas dari kecenderungan migran baru yang masuk

disebabkan daya tarik Provinsi Banten, baik dilihat dari potensi daerah seperti banyaknya

perusahaan industri besar/sedang di daerah Cilegon, Tangerang dan Serang serta potensi

pariwisata di Pandeglang, Serang dan daerah lainnya, sehingga ketersediaan lapangan

kerja dan makin kondusifnya kesempatan berusaha akan menarik pendatang dari luar

Banten. Laju Pertumbuhan penduduk Banten seperti yang disajikan pada gambar di

bawah, selama kurun waktu 2000-2007 rata-rata tumbuh sebesar 2,19 persen. Angka ini

menunjukkan penurunan dibanding kan pertumbuhan antara tahun 1990-2000 yang rata-

rata tumbuh sebesar 3,21 persen. Apabila dilihat menurut kabupaten/kota pada kurun

waktu 2000-2007, rata-rata pertumbuhan penduduk kabupaten/kota menunjukkan

penurunan.

Gambar 2. 8 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Banten 1961 – 2007

Page 28: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 18

Laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi masih terlihat di Kabupaten Tangerang

dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,22 persen. Tingginya pertumbuhan

penduduk di daerah tersebut tidak terlepas dari potensi daerah bersangkutan yang telah

tumbuh menjadi pusat kawasan pertumbuhan ekonomi sehingga menjadi daerah tujuan

para pendatang (migran), serta karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Ibu kota

Negara (Jakarta) – wilayah Jabotabek, yang mau tidak mau harus menampung pula

penduduk yang aktivitas ekonomi kesehariannya di wilayah DKI Jakarta. Selanjutnya, bila

dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk pada periode sebelumnya (1990-2000)

semua kabupaten/kota kecuali Kabupaten Lebak menunjukkan penurunan laju

pertumbuhan penduduk.

2.2.4 Ekonomi – Provinsi Banten

Penggerak perekonomian biasanya adalah konsumsi dan investasi. Konsumsi akan

memicu sektor produksi untuk menciptakan output. Peningkatan konsumsi yang tinggi

akan menyebabkan peningkatan output yang tinggi pula. Selanjutnya, investasi juga

menjadi faktor yang pemicu yang tak kalah penting. Bahkan investasi memiliki pengganda

ekonomi lebih besar dibanding konsumsi, karena daya guna investasi lebih lama. Dengan

fungsi seperti itu, investasi sangat dibutuhkan bagi pembangunan ekonomi. Setiap

daerah/negara berlomba untuk menarik investor, baik asing maupun domestik,agar mau

berinvestasi di wilayahnya. Berbagai sarana dan kemudahan diberikan dalam rangka

menarik investor tersebut. Banyaknya proyek PMA dan PMDN yang disetujui oleh

pemerintah di Banten pada tahun 2007 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Jumlah proyek PMA 73 proyek menjadi 114 proyek, sedangkan PMDN naik

menjadi 21 proyek dari 13 proyek tahun 2006.

Level perekonomian provinsi Banten tergambar dari besaran nilai PDRB yang mampu

dicapai oleh provinsi ini. Perkembangan memperlihatkan dari tahun ke tahun level

perekonomian Banten terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, untuk pertama

kalinya level perekonomian Banten mencapai di atas 100 triliun rupiah. Hal ini terlihat

dari nilai PDRB Banten atas dasar harga berlaku yang besarnya 107,43 triliun rupiah.

Nilai tersebut tercapai setelah adanya penambahan nilai tambah sebanyak 9,56 triliun

rupiah atau 9,77 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan atas dasar harga konstan,

PDRB Banten baru mencapai 65,05 triliun rupiah.

Page 29: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 19

Sama halnya dengan perekonomian yang menembus level baru, pertumbuhan ekonomi

Banten pada tahun 2007 juga menembus nilai baru. Sejak tahun 2000 hingga 2006,

pertumbuhan ekonomi Banten selalu berada di bawah angka 6 persen, akan tetapi pada

tahun 2007 untuk pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Banten melewati angka 6

persen meskipun tidak begitu jauh yaitu hanya 6,04 persen.

Gambar 2. 9 Peranan Sektor Dalam PDRB Banten Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2001

dan 2007 (persen)

Page 30: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 20

2.2.5 Sarana dan Prasarana Transportasi – Provinsi Banten

Gambar di bawah ini memperlihatkan kondisi sarana dan prasarana transportasi yang

berada di Provinsi Banten.

Gambar 2. 10 Peta sarana dan Prasarana Transportasi Provinsi Banten

Panjang jalan Provinsi dan jalan negara di Provinsi Banten pada akhir tahun 2007 adalah

1.379,410 km. Berdasarkan pengelolaannya, 35,55 persen jalan negara dan 64,45 persen

jalan provinsi. Jalan negara seluruhnya sudah diaspal, demikian pula dengan jalan provinsi

seluruhnya sudah diaspal. Dari seluruh jalan yang dikelola baik jalan Provinsi maupun

negara, hanya 623,520 km (54,80 persen) dalam kondisi baik, sepanjang 429.890 km

(35,73 persen) dalam kondisi sedang dan sisanya 326 km jalan negara dan Provinsi atau

9,47 persen dalam kondisi rusak. Jalan negara kelas II sebesar 23,15 persen, kelas IIIA

sebesar 13,08 persen, kelas IIIB sebesar 56,67 persen dan tidak dirinci sebesar 7,10

persen. Sedangkan jalan Provinsi kelas IIIA sebesar 8,41 persen, kelas IIIB sebesar 22,09

persen dan sisanya 69,49 persen kelas yang tidak dirinci. Jumlah kendaraan bermotor

yang terdaftar di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Provinsi Banten pada

akhir tahun 2007 sebanyak 1.518.676 unit. Terdiri dari kendaraan sedan sebanyak 43.352,

Page 31: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 21

jeep sebanyak 13.304, minibus sebanyak 138.367, mikro bus sebanyak 4.173, truk

sebanyak 51.975, kendaraan alat berat sebanyak 68 dan kendaraan roda dua sebanyak

1.267.437. Jenis-jenis kendaraan terbagi dalam kategori umum (sebanyak 31.617 unit),

non umum (sebanyak 206.250 unit), objek (sebanyak 1.267.437 unit terdiri dari roda dua).

2.3 Provinsi Lampung

Lampung merupakan salah satu provinsi paling selatan di Pulau Sumatra, Indonesia. Di

sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatra Selatan.

2.3.1 Kondisi Geografis dan Iklim – Provinsi Lampung

Provinsi Lampung memiliki luas 35.376,50 km² dan terletak di antara 105°45'-103°48' BT

dan 3°45'-6°45' LS. Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan di

sebelah timur dengan Laut Jawa. Beberapa pulau termasuk dalam wilayah Provinsi

Lampung, yang sebagian besar terletak di Teluk Lampung, di antaranya: Pulau Darot,

Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau

Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau Putus, dan Pulau Tabuan. Ada juga Pulau Tampang

dan Pulau Pisang di yang masuk ke wilayah Kabupaten Lampung Barat.

Keadaan alam Lampung, di sebelah barat dan selatan, di sepanjang pantai merupakan

daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur Bukit

Barisan di Pulau Sumatera. Di tengah-tengah merupakan dataran rendah. Sedangkan ke

dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus ke utara, merupakan

perairan yang luas.

Page 32: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 22

Gambar 2. 11 Provinsi Lampung

Pada tahun 2006, suhu udara rata-rata siang hari berkisar antara 31.0°C sampai 35.4°C

sedangkan suhu udara pada malam hari berkisar antara 20.8°C sampai 24.0°C. Sedangkan

rata-rata curah hujan lebih rendah (141.29 mm) dibandingkan dengan tahun 2005 (141.92

mm). Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu mencapai 326.6 mm dan

terendah pada bulan September (0.0 mm).

2.3.2 Sistem Administrasi dan Pemerintahan – Provinsi Lampung

Administrasi pemerintah Provinsi Lampung pada tahun 2005/2006 terdiri atas 8

kabupaten dan 2 kota. Secara keseluruhan Provinsi Lampung mempunyai 204 kecamatan

dan 2.279 desa/kelurahan, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2. 2 Wilayah Administratif Provinsi Lampung

No. Kabupaten/Kota Ibu kota

1 Kabupaten Lampung Barat Liwa

2 Kabupaten Lampung Selatan Kalianda

3 Kabupaten Lampung Tengah Gunungsugih

4 Kabupaten Lampung Timur Sukadana

Page 33: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 23

No. Kabupaten/Kota Ibu kota

5 Kabupaten Lampung Utara Kotabumi

6 Kabupaten Mesuji -

7 Kabupaten Pesawaran Gedong Tataan

8 Kabupaten Pringsewu Pringsewu

9 Kabupaten Tanggamus Kotaagung

10 Kabupaten Tulang Bawang Menggala

11 Kabupaten Tulang Bawang Barat Tulang Bawang Tengah

12 Kabupaten Way Kanan Blambangan Umpu

13 Kota Bandar Lampung -

14 Kota Metro -

Gambar 2. 12 Peta Administrasi Provinsi Lampung

Sedangkan jumlah kecamatan dan desa masing-masing kabupaten atau kota pada Provinsi

Lampung tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Page 34: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 24

Tabel 2. 3 Jumlah kecamatan/ desa

No. Kabupaten/ Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa

1 Kab. Lampung Barat 17 Kecamatan 181 Desa

2 Kab. Tanggamus 28 Kecamatan 379 Desa

3 Kab. Lampung Selatan 24 Kecamatan 384 Desa

4 Kab. Lampung Timur 24 Kecamatan 246 Desa

5 Kab. Lampung Tengah 28 Kecamatan 293 Desa

6 Kab. Lampung Utara 23 Kecamatan 231 Desa

7 Kab. Way Kanan 14 Kecamatan 205 Desa

8 Kab. Tulang bawang 28 Kecamatan 240 Desa

9 Kota Bandar Lampung 13 Kecamatan 98 Kelurahan

10 Kota Metro 5 Kecamatan 22 Kelurahan

2.3.3 Topografi dan Demografi – Provinsi Lampung

Secara Topografi Daerah Lampung dapat dibagi dalam 5 (lima) unit topografi yaitu

sebagai berikut :

Daerah topografis berbukit sampai bergunung : Lereng-lereng yang curam atau

terjal dengan kemiringan rata-rata 300 M diatas permukaan laut. Daerah ini

meliputi Bukit Barisan dengan puncak tonjolan-tonjolannya berada pada Gunung

Tanggamus, Gunung Pasawaran, dan Gunung Rajabasa. Yang terakhir ini

berlokasi di Kalianda dengan ketinggian, rata-rata 1.500 M. Puncak-puncak

lainnya adalah Bukit Pugung, Bukit Pesagi, Sekincau yang terdapat di bagian

utara. Daerah tersebut umumnya ditutupi oleh vegetasi hutan primer dan

sekunder.

Daerah topografis berombak sampai bergelombang, dengan kemiringan antara 8

% - 15 % , dan ketinggian antara 300 meter sampai dengan 500 meter diatas

permukaan laut.

Daerah daratan Alluvial, daerah ini sangat luas meliputi Lampung Tengah sampai

mendekati pantai sebelah timur. Kemiringannya berkisar antara 0 % - 3 %,

dengan ketinggian dari permukaan 0,5 meter sampai 75 meter.

Daerah daratan Rawa Pasang Surut. Disepanjang pantai timur merupakan daerah

rawa pasang surut dengan ketinggian 0,5 meter sampai 1 meter, penggenangan air

menurut naiknya pasang surut.

Page 35: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 25

Daerah River Basin. Daerah Lampung terdapat 5 (lima) River Basin Sekampung,

River Basin Semangka, River Basin Way Jepara dan River Basin sungai-sungai

lainnya.

Pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung pada periode 1971-1980 adalah sebesar 5,77

% pertahun dan mengalami penurunan pada periode 1980-1990 menjadi sebesar 2,67 %

pertahun. Pada periode tersebut laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung

merupakan yang tertinggi dibandingkan periode lainnya.

Menurut hasil sensus penduduk tahun 2000 jumlah penduduk Provinsi Lampung

sebanyak 6.649.181 jiwa, tahun 2001 sebanyak 6.780.260 jiwa, tahun 2002 sebanyak

6.787.655 jiwa, tahun 2003 sebanyak 6.852.998 jiwa dan pada tahun 2004 menjadi

6.983.700 jiwa. Pertumbuhan penduduk pada periode 2000-2004 rata-rata sebesar 0,99

%. Pada tahun 2007 penduduk Provinsi Lampung diprediksi menjadi 6.996.700 jiwa.

2.3.4 Ekonomi – Provinsi Lampung

Karakteristik perekonomian Provinsi Lampung dapat disimpulkan sebagai berikut:

Triwulan II 2009 perekonomian Lampung tumbuh 4,99 persen dari triwulan sebelumnya.

Dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2008, perekonomian Lampung tumbuh

sebesar 5,96 persen. Secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Lampung sampai dengan

triwulan II 2009 tumbuh 5,13 persen.

Pertumbuhan sektoral tercatat bahwa dari sembilan sektor, delapan sektor mengalami

pertumbuhan positif dan satu sektor lainnya yaitu sektor Pertambangan/Penggalian

tumbuh negatif . Pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor Jasa-jasa (9,44 persen) dan

pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor Angkutan/Komunikasi (12,35 persen). Secara,

tercatat tujuh sektor tumbuh positif dan dua sektor lainnya tumbuh negatif dimana

pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor Angkutan/Komunikasi (13,08 persen).

Struktur ekonomi Lampung triwulan II 2009 mengalami perubahan komposisi dan

urutan. Sektor Jasa-jasa yang sebelumnya memberikan kontribusi terbesar kelima, pada

triwulan ini menempati urutan keempat menggeser sektor Angkutan/Komunikasi. Sektor

Pertanian masih merupakan sektor yang

memberikan kontribusi terbesar (41,75 persen).

Page 36: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 26

Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan triwulan II 2009 sebesar 4,99 persen (q to q)

utamanya disebabkan komponen Net Ekspor yang tumbuh 25,22 persen. Komponen

pengeluaran yang mengalami pertumbuhan besar berikutnya adalah konsumsi Pemerintah

(19,78 persen).

Pertumbuhan triwulan II 2009 sebesar 5,96 persen dipengaruhi oleh komponen Net

Ekspor yang tumbuh 23,28 persen, konsumsi Lembaga Swasata Nirlaba tumbuh 17,12

persen dan konsumsi Rumah Tangga tumbuh 10,09 persen.

Pertumbuhan kumulatif sampai dengan triwulan II 2009 (c to c) sebesar 5,13 persen

ditopang oleh komponen yang mengalami pertumbuhan cukup berarti pada komponen

konsumsi Rumahtangga (10,82 persen) dan konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba (14,13

persen).

Struktur PDRB menurut Pengeluaran triwulan II 2009 didominasi komponen konsumsi

Rumah Tangga (50,33 persen), PMTB (18,14 persen) dan konsumsi Pemerintah (11,35

persen).

Page 37: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 27

2.3.5 Sarana dan Prasarana Transportasi – Provinsi Lampung

Gambar di bawah ini memperlihatkan kondisi sarana dan prasarana transportasi yang

berada di Provinsi Lampung.

Gambar 2. 13 Peta sarana dan Prasarana Transportasi Provinsi Lampung

Mobilitas masyarakat di Provinsi Lampung ditunjang dengan sarana perhubungan darat,

laut, dan udara. Sarana perhubungan darat pada tahun 2006 terdiri dari 1.004,16 km jalan

negara dan 2.369,97 km jalan provinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,26

km, 37,16 persen dalam kondisi baik, 27,99 persen kondisi sedang, dan 23,82 persen

kondisi rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 88,00 persen merupakan jalan

beraspal, 8,77 persen jalan agregat, dan 2,69 persen jalan tanah. Selain menggunakan

kendaraan, perhubungan darat di Provinsi Lampung juga ditunjang dengan sarana

angkutan kereta api. Muatan barang yang diangkut melalui stasiun kereta api tahun 2006

sebanyak 6.890.632 ton, atau terjadi penurunan dibandingkan tahun 2005. Namun jumlah

Page 38: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 28

penumpang yang menggunakan sarana angkutan kereta api mengalami kenaikan

dibanding tahun 2005 (7,24 persen).

Provinsi Lampung memiliki 3 pelabuhan laut, yaitu Panjang, Srengsem, dan Bakauheni.

Pelabuhan Panjang digunakan sebagai sarana angkutan barang, dimana barang yang

dimuat pada tahun 2006 sebanyak 857.320 ton dan yang dibongkar sebanyak 1.410.453

ton. Pelabuhan Srengsem digunakan khusus untuk kegiatan ekspor gula tetes, sementara

Pelabuhan Bakauheni untuk angkutan penumpang, barang, dan kendaraan. Tahun 2006

jumlah penumpang yang naik dari pelabuhan Bakauheni sebanyak 3.765.744 orang.

2.4 Pelaksanaan Pekerjaan Survey

2.4.1 Latar Belakang

Pekerjaan FS untuk rencana dermaga VI di Pelabuhan Penyeberangan Merak dan

Bakauheni ini merupakan kajian kelayakan dermaga VI di Pelabuhan Penyeberangan

Merak dan Bakauheni.

2.4.2 Maksud dan Tujuan Pekerjaan Survey

Pelaksanaan pekerjaan survey ini adalah melakukan survey teknis dan detail untuk data

pendukung rencana disain nantinya. Survey teknis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Survey Topografi.

Survey Bathimetri.

Survey Hidrografi.

Penyelidikan Tanah.

2.4.2.1 Survey Topografi

Maksud dilaksanakannya pekerjaan survey topografi ini adalah guna mendapatkan

gambaran bentuk permukaan tanah daratan berupa situasi dan ketinggian serta posisi

kenampakan yang ada di areal rencana dermaga beserta areal disekitarnya.

Pada pelaksanaan pekerjaan survey topografi ini, beberapa peralatan yang digunakan

meliputi :

1 unit Electronic Theodolite DT-6

1 unit Theodolite T-0

1 unit Automatic Level B-2

Page 39: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 29

1 unit EDM (Electronic Distance Metre)

1 unit GPS (Global Positioning System)

2 unit Baak Ukur

3 unit Handy Talky

Alat bantu

Kegiatan yang dilaksanakan dalam survey topografi ini meliputi 4 macam kegiatan, yaitu :

a. Pembuatan Titik Acuan (Bench Mark/BM)

Titik acuan atau bench mark (BM) berfungsi sebagi titik ikat dalam pengukuran.

Dengan demikian sebelum pelaksanaan pengukuran dimulai, terlebih dahulu

dibuat titik BM. Selanjutnya titik BM tersebut ditentukan koordinatnya terhadap

koordinat global. Penentuan koordinat global ini menggunakan alat GPS (global

positioning system).

Gambar 2. 14 Titik Acuan Bench Mark

Titik acuan (bench mark) dibuat sebanyak 3 buah dan dibuat pada tempat yang

aman dan terlindung dari kemungkinan kerusakan ataupun bergeser serta mudah

terlihat. Titik ini berupa patok/tugu terbuat dari beton bertulang dengan ukuran

20x20 cm2 dengan pondasi sedalam 1 m, kemudian dicat. Pada bagian atas diberi

tanda berupa Control Point dan nomor urut.

b. Penentuan Kerangka Dasar Vertikal

Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran beda tinggi

metoda sipat datar dari titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan

tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang sama.

Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang.

Page 40: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 30

Seluruh ketinggian di traverse net telah diikatkan terhadap kedudukan air

terendah (low water spring), yang diperoleh dari hasil pengamatan pasang surut

selama 15 hari dengan interval waktu pengamatan 30 menit.

Gambar 2. 15 Penentuan Kerangka Dasar Vertikal

c. Penentuan Kerangka Dasar Horisontal

Koordinat horisontal ditentukan dengan mengikat pengukuran pada titik acuan

atau benchmark dengan terlebih dahulu mentransformasi koordinat titik BM

tersebut dari koordinat global ke sistem proyeksi UTM (universal transverse

mercator). Selanjutnya koordinat UTM ini digunakan sebagai koordinat awal

perhitungan.

Titik-titik kerangka pengukuran (traverse nets) ditentukan dengan metoda poligon

tertutup (loop). Pada pengukuran ini yang dilakukan berupa pengukuran sudut

dan jarak pada rangkaian/jalur poligon. Oleh karena bentuk rangkaian berupa

poligon tertutup, maka titik akhir pengukuran berada pada titik awal pengukuran.

Page 41: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 31

Gambar 2. 16 Penentuan Kerangka Dasar Horisontal

d. Pengukuran Situasi

Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data detail lapangan, baik obyek

alam maupun bangunan-bangunan, jembatan, jalan dan sebagainya. Obyek-obyek

yang diukur kemudian dihitung harga koordinatnya (x,y,z). Untuk selanjutnya

garis kontur untuk masing-masing ketinggian dapat ditentukan dengan cara

interpolasi.

Pengukuran dilakukan dengan metoda Tachimetri dan selalu terikat pada titik

kerangka dasar. Pada metoda Tachimetri ini didapatkan hasil ukuran jarak dan

beda tinggi antara stasion alat dan target yang diamati.

Dimana :

D = Jarak antara stasion alat dan target

h = Beda tinggi antara stasion alat dan target

BA = Bacaan benang atas

BT = Bacaan benang tengah

BB = Bacaan benang bawah

TA = Tinggi alat

= Sudut elevasi (kemiringan)

Besarnya koordinat BM pada masing-masin lokasi pelabuhan adalah sebagai

berikut:

Page 42: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 32

Lokasi : Pelabuhan Merak

Point X Y Z

AS-BD.5 (Der. IV) +609956.777 +9344702.171 +3.300

BM-02 +610101.129 +9344611.798 +3.350

Lokasi : Pelabuhan Bakauheni

Point X Y Z

BM-1 +583245.468 +9351060.440 +3.186

BM-2 +583211.894 +9350795.103 +2.805

BM-3 +583767.141 +9351674.349 +1.875

CP-1 +583738.534 +9351680.956 +1.783

CP-2 +583158.603 +9350762.678 +3.183

2.4.2.2 Survey Bathymetri

Survey bathymetri merupakan survey yang dilakukan untuk mengukukur dan mengamati

kedalaman laut dengan menggunakan alat ukur kedalaman, sehingga dapat diperoleh

gambaran mengenai bentuk permukaan dasar laut, posisi-posisi karang ataupun posisi

benda-benda yang dapat mengganggu alur pelayaran.

Areal yang disurvey meliputi radius 0.5 mil dan atau sampai mendapatkan kedalaman laut

minimum 6.0 m (LWS). Hasil dari survey ini selanjutnya digambarkan dalam bentuk peta

dengan garis kedalaman (kontur) dasar laut dibuat dalam interval 0.5 m.

Pada pelaksanaan pekerjaan survey topografi ini, beberapa peralatan yang digunakan

meliputi:

1 unit Echosounder

1 unit Theodolite T-0

1 unit Electronic Theodolite DT-6

1 unit GPS

unit Handy Talky

1 unit Perahu Motor/Speed Boat

Alat bantu

Langkah-langkah dan metoda pelaksanaan pengukuran kedalaman laut ini, dapat

dijelaskan sebagai berikut.

a. Pemasangan Transducer

Page 43: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 33

Transducer dari Echosounder dipasang disamping perahu motor dan harus tetap

berada di bawah permukaan air. Posisi transducer dari permukaan air ini

kemudian diukur dan dicatat (h1).

b. Kalibrasi Alat Ukur Kedalaman (Echosounder)

Kalibrasi echosounder dilakukan dengan bar check berupa lempengan pelat baja

yang digantung dengan seutas tali berada tepat di bawah transducer. Sementara

echosounder melakukan pencatatan, piringan diturunkan dan berhenti pada

kedalaman tertentu yang telah diketahui. Proses ini dilakukan pada beberapa

kedalaman hingga diperoleh nilai kalibrasi yang dapat mewakili.

c. Pengamatan Pasang Surut

Untuk mengetahui kedudukan muka air pada saat pemeruman, maka sebelumnya

dipasang rambu pasut dan diamati perubahan muka airnya. Hasil pengukuran

kedalaman ini kemudian dikoreksi terhadap suatu datum (bidang referensi

ketinggian) yaitu muka surutan yang diperoleh dari hasil pengamatan pasut selama

15 hari piantan. Dari hasil pengukuran pasang surut didapat besarnya beda tinggi

pasang surut sebesar 1.3 m. Setelah dilakukan dilakukan perhitungan-perhitungan

dengan menggunakan metoda Admiralty terhadap data pasang surut yang telah

diperoleh, maka kedudukan air surut terendah, dan air pasang tertinggi adalah

sebagai berikut:

Lokasi : Pelabuhan Merak

HWS = 1.30 m

LWS = 0.00 m

Page 44: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 34

Lokasi : Pelabuhan Bakauheni

HWS = 1.30 m

LWS = 0.00 m

Hasil pengamatan arus dan kecepatan untuk pelabuhan Merak.

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Kec. Max 0.828 0.799 0.510

Arah 1060 1470 3430

Hasil pengamatan arus dan kecepatan untuk pelabuhan Bakauheni.

DMG5-1 DMG5-2 PLS-1 PLS-2

Kec. Max 0.750 0.600 0.711 0.75

Arah 650 650 2100 2000

d. Pengambilan Data Pemeruman

System pengambilan data pemeruman ini menggunakan cara cutting yaitu

perpotongan dua theodolite dengan perahu sounding. Setiap 1-2 menit sekali

diambil fix position, agar laju perahu di line-line yang telah ditentukan tidak

terlalu panjang. Setiap pengambilan data diberi nomor urut agar data yang diambil

tersebut tidak tertukar dengan data yang lainnya.

Page 45: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 35

Koordinat P dari titik A :

Dap = M * sin

ap = ab -

Xp = Xa + Dap * sin ap

Yp = Ya + Dap * cos ap

Koordinat P dari titik B :

Dbp = M * sin

bp = ba -

Xp = Xb + Dbp * sin bp

Yp = Yb + Dbp * cos bp

Page 46: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 36

Pengukuran Situasi

Pengukuran situasi dalam pengukuran kedalaman laut ini dilaksanakan pada

tempat-tempat di pinggir pantai yang tidak dapat dijangkau perahu sounding

dikarenakan dangkalnya dasar laut.

2.4.2.3 Survey Hidrografi

Survey hidrografi dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi perairan

setempat yang meliputi sifat pasang surut, kecepatan dan arah arus, sedimentasi perairan

serta gelombang.

Sehubungan hal tersebut maka pekerjaan yang dilakukan dalam survey hidrografi ini

meliputi:

a. Pengamatan beda tinggi pasang surut

Pengamatan beda tinggi pasang surut dilakukan untuk mengetahui gambaran

ataupun karakteristik pasang surut pada parairan setempat.

Pengamatan ini dilakukan selama 15 (lima belas) hari piantan yaitu pengamatan

secara terus menerus dengan interval waktu pembacaan setiap 30 menit. Dari

hasil ini akan didapatkan konstanta-konstanta yang dapat menentukan kedudukan

air pada saat air surut terendah (LLWS), air pasang tertinggi (HHWS) maupun

kedudukan air rata-rata (MSL).

Alat yang dipakai untuk melakukan pengamatan pasang surut ini adalah peil

schaal sepanjang 5 m.

b. Pengamatan arus

Pengamatan arus dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran ataupun perilaku

arus di perairan setempat, sehingga dapat diketahui kecepatan dan arah arus yang

dominan.

Pengamatan dilakukan pada 3 (tiga) lapisan kedalaman, masing-masing pada

posisi kedalaman 0.2 d; 0.6 d dan 0.8 d dimana d adalah kedalaman air pada saat

observasi.

Alat yang digunakan untuk melakukan pengamatan ini adalah current meter CM-2

Toho Dentan.

Page 47: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 37

c. Pengambilan sample sedimen

Pengambilan sample sedimen dilakukan di areal lokasi dermaga. Pengambilan

sample ini diperlukan kaitannya untuk mengetahui adanya sedimentasi atau tidak

di areal dermaga dan sejauh mana tingkat sedimentasi yang terjadi.

Sample sedimen yang diambil berupa suspended load dan bed load dengan

menggunakan grab sampler dan water sampler. Suspended load diambil 2 sample

yaitu pada permukaan laut dan ditengah-tengah kedalaman. Sedangkan bed load

diambil 1 sample yaitu di dasar laut. Untuk selanjutnya sample sedimen ini

diperiksa di laboratorium untuk mengetahui jenis, ukuran (grain size) dan

konsentrasinya.

d. Pengumpulan data angin dari BMG

Data ini didapat dari BMG yang terdekat dengan lokasi studi, sedangkan

kebutuhan minimum jumlah data adalah data pengamatan selama 10 tahun

berturut-turut.

2.4.2.4 Penyelidikan Tanah

Profil tanah dapat memberikan kita perkiraan mengenai jenis pondasi dan panjang tiang

yang akan digunakan. Kapasitas daya dukung ultimit tiang pancang (Qult) adalah jumlah

dari kapasitas daya dukung ujung ultimit tiang (Pult) dan kapasitas daya dukung friksi

ultimit (Fult). Kapasitas daya dukung yang diijinkan (Qall) diperoleh dengan membagi

kapasitas ultimit dengan faktor keamanan.

Qult = Pult + Fult atau Qall = f

ult

p

ult

SF

F

SF

P

Besarnya nilai faktor keamanan tergantung pada derajat ketidakpastian, keakuratan

penentuan parameter tanah yang digunakan dalam analisis; juga tergantung metoda yang

digunakan dalam analisis, dan tipe pondasi yang digunakan. Secara umum, faktor

keamanan diambil antara 2 dan 4.

a. Kapasitas Daya Dukung Ujung Ultimit Pondasi Tiang Pancang Tunggal

Berdasarkan teori mekanika tanah, kapasitas daya dukung ujung ultimit pondasi tiang

pancang tunggal adalah :

)(''

qcpult qNcNAP

Page 48: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 38

dimana :

c = kohesi tanah pada ujung tiang,

q = effective overburden pressure pada ujung tiang,

A = luas penampang tiang,

cN and qN = faktor kapasitas daya dukung untuk pondasi tiang pancang dan tiang

bor dari fungsi sudut geser dalam ( ).

Kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang dapat ditentukan menggunakan data

SPT dengan formula berikut :

NAB

LNAP p

Bpult ..40...4 metric, meter dan ton,

NAB

LNAP p

Bpult ..400...40 Unit SI, dalam meter dan kN.

(Untuk pondasi tiang bor, persamaan di atas harus dibagi 3).

Dimana Ap adalah luas penampang tiang dalam m2; N adalah nilai N rata-rata telah

dikoreksi pada ujung tiang yang. Rata-rata N pada ujung tiang diambil dari interval 3

x diameter tiang di bawah dan 8 x diameter tiang di atas ujung tiang. LB adalah

panjang tiang yang terpenetrasi pada lapisan tanah pendukung.

Kapasitas daya dukung ujung tiang pancang pada tanah kohesif dapat ditentukan

menggunakan data SPT secara tidak langsung. Diasumsikan bahwa tanah kohesif

memiliki nilai kohesi yang cukup dan tidak memiliki sudut geser dalam ( = 0), maka

formula diatas menjadi '

cpult cNAP , dan Nc’ = 9. C adalah shear strength atau

the undrained cohesion dimana sama dengan qu/2, dimana dapat ditentukan

menggunakan korelasi nilai N-SPT dengan Unconfined Compressive Strength qu

tanah kohesif dengan variasi plastisitas (Navfac 1971). Salah satu korelasi adalah dari

Terzaghi dan Peck untuk lempung dengan plastisitas sedang, adalah qu = 0.13 N

(tsf), maka undrained cohesion c = 0.065 tsf = 0.65 N t/m2 .

Kapasitas daya dukung ujung tiang pancang dalam tanah kohesif berdasarkan nilai

N-SPT adalah :

965.0 NAP pult dalam ton.

Page 49: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 39

pult NAP 85.5 dalam ton.

Persamaan di atas hanya terbatas untuk nilai N kurang dari 30 pukulan per 30 cm;

untuk tanah kohesif yang tersementasi (padat) dimana kemungkinan memiliki nilai N

lebih tinggi dari 50 pukulan per 30 cm, maka akan dilakukan kebijaksanaan teknis.

Pengaruh kedalaman dalam nilai N terhadap overburden pressures telah dilakukan

study oleh beberapa investigator; faktor koreksi CN telah diusulkan untuk

memperoleh nilai N’ desain:

NCN N . (Nilai N yang dikoreksi)

5.0

'

''

o

o

Np

pC (Liao & Whitman 1986)

dimana p’ = effective overburden pressure, dan p” = a reference pressure of 10

t/m2 . Jika CN telah dihitung dan > 1.00, maka diambil nilai 1.00.

Faktor koreksi kedalaman yang lain adalah :

)/20(log77.0 10 pCN untuk p >0.25 tsf;

p dalam tsf dan 20 adalah reference pressure = 20 tsf.

b. Kapasitas Daya Dukung Friksi Ultimit

Kapasitas daya dukung friksi ultimit tiang tunggal adalah :

iultult FF ,

dimana Fult,i adalah kapasitas friksi ultimit pada lapisan-i.

Dengan meggunakan parameter tanah dari hasil tes laboratorium, kapasitas friksi

ultimit tiang pada lapisan-i ditentukan sebagai berikut :

fiiihiiAiult AKqcF )tan( ,,,

dimana iAc , adalah adhesi antara pondasi tiang dan tanah pada lapisan-i, dimana sama

dengan .ci , dimana ci adalah kohesi pada lapisan-i. Afi adalah area friksi pada

lapisan-i, dan K adalah koefisien tekanan tanah lateral dan adalah sudut geser

antara pondasi tiang dan tanah.

Page 50: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 40

Kapasitas friksi tiang dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Meyehof

berikut (1976, 1983) :

NAF siult .2.0 ton

(Untuk tiang bor, persamaan di atas harus dibagi 2 )

Dimana N adalah N yang telah dikoreksi pada lapisan-i.

Kapasitas friksi tiang pada tanah kohesif berdasarkan nilai N-SPT dapat ditentukan

dengan menggunakan persamaan umum untuk kapasitas friksi ultimit tiang pada

lapisan-i, dengan nilai sudut geser dalam = 0, fiAiult AcF

Dimana cAi = ci = (0.65 ) dalam t/m2.

fifiiult ANAcF 65.0

(Untuk tiang bor, persamaan di atas harus dibagi 2)

Nilai dapat diperoleh dari persamaan antara soil strength dan faktor adhesi ,

seperti yang dikembangkan oleh API (1984).

Perhitungan kapasitas daya dukung tiang berdasarkan nilai N (SPT) terlampir.

2.4.2.4.1 Standard Penetration Test – SPT

Terlebih dahulu perlu diketahui definisi dari nilai N dari SPT, yaitu jumlah tumbukkan

yang diperlukan untuk memasukkan tabung Split Spoon baku kedalam tanah sedalam 12”

( atau 1 foot, atau 30 cm.) setelah masuk 6” pertama, disebut nilai N atau lebih lengkap

lagi disebut nilai N(SPT).

Uji Penetrasi Baku atau SPT ini telah diatur menurut ASTM Standard D1586. (ASTM =

American Standard for Testing and Materials). Uji Penetrasi Baku, SPT, harus selalu

dikerjakan bersama – sama dengan pemboran.

Yang disebut tabung Split Spoon adalah sebuah tabung yang berdiameter luar 2” (5,08

cm), dan diameter dalam 1,5” ( 3,81 cm), panjang 18” sampai 30” (45,7 – 76,2 cm), yang

dibelah menjadi 2 bagian kearah memanjangnya, untuk memudahkan mengeluarkan

contoh tanah dari dalamnya; pada ujung bawahnya disekrupkan sepatu pipa (shoe), dari

Page 51: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 41

logam keras, yang mengikat kedua bagian pipa yang terbelah diatas, dan bagian atasnya

disekrupkan pipa penghubung Split Spoon dengan pipa bor.

Peralatan lainnya yang juga baku adalah Hammer (Palu Pancang), yang beratnya 140 lbs.

(63,5 kg) dan tinggi jatuhnya selama menumbuk adalah 30” (76 cm). Demikian juga

selama mengukur SPT, pipa bor yang dipakai untuk menyambung penumbuk (di

permukaan tanah) ke Split Spoon (didalam tanah) adalah pipa berukuran A yaitu yang

berdiameter luar 1-5/8” (4,12 cm) dan diameter dalam 1-1/8” (2,85 cm) atau yang lebih

besar.

Cara kerja dari SPT adalah sebagai berikut:

Lakukan pemboran sampai kedalam dimana akan diuji SPT. Kemudian

bersihkan lubang bor dari tanah yang lepas.

Pasangkan Split Spoon pada pipa bor, dan masukkan kedalam tanah ke

kedalaman hasil pemboran diatas.

Pada bagian atas dari pipa bor, pasangkan hammer beserta bagian2 pelengkapnya,

yang terdiri dari hammer fall guide, hammer lifter rope (tali pengangkat hammer)

dll.

Lakukan penumbukkan, sehingga Split Spoon masuk (ter-penetrasi) sedalam 3x6”

(3x15 cm) dan hitung jumlah tumbukkan untuk penetrasi 15 cm pertama, kedua

dan ketiga. Perhatikan, selama penumbukkan, tinggi jatuh hammer harus selalu

30”, dan tali pengangkat hammer harus kendor selama hammer jatuh.

Jumlah tumbukkan untuk penetrasi 2x15 cm kedua dan ketiga disebut nilai

N(SPT). Tumbukkan untuk 15 cm pertama dianggap penetrasi Split Spoon

masih dalam tanah yang rusak akibat pemboran, jadi diabaikan, kecuali kalau

tumbukkan 15 cm ketiga tidak bisa dilakukan.

Angkat Split Spoon ke permukaan, dan tanah dari dalam Split Spoon dengan

mudah dapat dikeluarkan dengan membuka sekrup sepatu pipa, dan membuka

kedua belahan pipa Split Spoon. Setelah tanah diidentifikasi seperlunya, simpan

tanah tersebut didalam core box.

Untuk menguji SPT dikedalaman berikutnya, lubang bor harus diperdalam dulu,

sampai kedalam berikutnya yang akan diuji SPT.

Page 52: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 42

Dari hasil SPT diberbagai kedalaman dari satu lubang bor, dapar digambarkan grafik SPT

terhadap kedalaman, yang biasanya menjadi satu dengan bore – log.

Para peneliti geoteknik telah banyak membuat studi tentang hasil SPT untuk membuat

korelasi dengan hasil uji lapangan yang lain, dengan berbagai sifat tanah, seperti dengan

jenis-jenis tanah dan konsistensinya, dengan nilai kekuatan gesernya, dengan parameter

konsolidasi, dengan relative density dari pasir, dengan daya dukung fondasi dangkal, daya

dukung fondasi tiang pancang, tiang bor dll.

Hasil SPT dapat dipakai untuk analisis pendahuluan sambil menunggu dan untuk

bandingan dengan analisis yang didasarkan atas hasil uji Laboratorium terhadap contoh-

contoh tanah asli. Hasil SPT juga dapat dipakai untuk memperkirakan parameter-

parameter tanah kalau contoh tanah asli tidak dapat diambil, misalnya dari lapisan pasir

lepas, sangat sukar diambil contoh tanah aslinya, sehingga tidak dapat diperoleh

parameternya, dan satu-satunya nya jalan untuk memperoleh parameternya adalah dari

korelasinya dengan nilai SPT. Lapisan yang keras kadang-kadang juga tidak dapat diambil

contoh tanah aslinya, atau kalaupun dapat diambil ketergangguannya cukup besar, dalam

hal seperti inipun, hasil SPT adalah yang paling diandalkan untuk analisis berikutnya.

Untuk 1 set mesin bor yang dipakai dalam penyelidikan tanah, peralatan dan

perlengkapannya adalah sebagai berikut:

Tabel 2. 4 Peralatan Pengeboran

NO Nama Alat Banyaknya

1 Boring machine 1 set

2 Water Pump 1 set

3 Spare Engine 1 set

4 Tripod 1 set

5 Snatch block 1 set

6 Hoisting plug 1 set

7 Delivery hose 1 set

8 Drill rod @ 3,00 m 18 pcs

9 Casing @ 3,00 m 15 pcs

10 Casing drive shoe 1 pcs

11 Casing head 1 pcs

12 Casing bit 1 pcs

13 Core barrel 2 pcs

14 Water swivel 1 pcs

15 Steel hoisting cable 1 set

16 Bit (widia / Diamond) 1 pcs

17 Hammer 1 set

18 Split barrel 4 sets

19 SPT shoe 4 pcs

20 Casing pipe clamp 1 pcs

21 Rod clamp 1 pcs

Page 53: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 43

22 Boring Platform 2 sets

Gambar 2. 17 Peralatan pengeboran

Data penyelidikan tanah dengan uji SPT terlampir.

2.4.2.4.2 Cone Penetration Test – CPT

Dalam uji Sondir (CPT), konus (bikonus) yang diletakkan paling bawah dari serangkaian

pipa sondir yang terpasang, ditekan kedalam tanah dengan kecepatan tetap, dan pada

interval – interval kedalaman 20 cm diakukan pengukuran dari reaksi penetrasi konus

tersebut.

Komponen utama dari alat sondir adalah konus, yang terdiri dari 2 bagian, yaitu ujung

konus dan dinding konus atau selimut geser. Tekanan pada ujung konus dan gesekan

pada selimut geser waktu konus ditekan edalam tanah dibaca pada alat baca dipermukaan

tanah.

Hasil dari uji sondir biasanya dipakai untuk maksud – maksud dibawah ini:

Mengevaluasi kondisi tanah bawah permukaan, stratifikasi lapisan tanah,

klasifikasi tanah, dan kedalaman lapisan tanah keras.

Mengamati dan mengontrol pemadatan tanah.

Perencanaan fundasi, fundasi dangkal dan fundasi dalam, dan memprediksi

settlement dari fundasi dangkal.

Page 54: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 44

Dibandingkan dengan penyelidikan tanah lain, mengevaluasi kondisi tanah bawah

permukaan, stratifikasi lapisan tanah, klasifikasi tanah menduga kekuatan tanah

dan menduga kedalaman lapisan tanah keras, uji sondir mempunyai kelebihan,

yaitu dalam kecepatan mendapatkan hasil. Kekurangannya adalah bahwa uji

sondir tidak dapat memperoleh contoh tanah (sample), dan tidak dapat

menembus lapisan keras.

ASTM yang mengatur uji sondir adalah ASTM D-3441-79, Standard Method for Deep,

Quasi-Static, Cone and Friction-Cone Penetration Test of Soil.

Hasil uji sondir ditampilkan dalam bentuk kurva/ grafik sondir, yang terdiri dari kurva

Tahanan Konus qc, Geser Lokal LF, Geser Total (Jumlah Hambatan Lekat) JHL, dan

Rasio Geser (Friction Ratio) FR.

Dalam uji sondir ada 2 bacaan, yaitu:

Bacaan pertama, adalah tahanan konus C (dalam tahap bacaan pertama ini, hanya

ujung konus yang bergerak kedalam tanah).

Bacaan kedua, adalah jumlah dari tahanan konus dan reaksi geser pada dinding

geser C+F, (dalam tahap ini, ujung konus dan selimut geser kedua- duanya

bergerak).

Perbedaan dari kedua bacaan tersebut, (C+F) – C = F

Tekanan pada ujung konus waktu ujung konus ditekan adalah sama dengan bacaan

pertama C, sehingga tahanan konus qc = C.

Geser Lokal adalah LF = (10.F/As)

JHL atau Geser total untuk setiap 20 cm interval kedalaman adalah JHL = 20.

LF = 200.F/As.

Rasio Geser (Friction Ratio )

FR = ((10. F/As)/C )x100% = (1000. F)/(As.C )

Dimana As = Luas Geser dari konus.

Page 55: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 45

Gambar 2. 18 Peralatan uji CPT (sondir)

Data penyelidikan tanah dengan uji sodir (CPT) terlampir.

Page 56: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 46

BAB 3

DEMAND FORECASTING

3.1 Metoda Analisis

3.1.1 Metoda Proyeksi (Forecasting Method)

Pergerakan lalu-lintas (penumpang, kendaraan dan barang) pada lintasan Merak-

Bakauheni dapat diperkirakan dengan 2 pendekatan. Pendekatan tersebut adalah pertama,

regression method dan kedua, network method. Pada gambar di bawah ini disampaikan

bagan alir kegiatan-kegiatan utama pada masing-masing metoda tersebut.

Gambar 3.1 Metoda Proyeksi Pergerakan Lintas Merak-Bakauheni

3.1.1.1 Regression Approach

Pada pendekatan ini pergerakan pada lintas Merak-Bakauheni di masa mendatang

diperkirakan dengan mengikuti trend pertumbuhan tertentu. Trend tersebut dapat

Page 57: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 47

mengikuti data-data historikal (time series) dan dapat juga mengikuti pola pertumbuhan

tertentu dengan memodelkan hubungan antara volume pergerakan dengan faktor-faktor

yang mempengaruhi pergerakan tersebut. Terdapat beberapa tahapan yang perlu

dilakukan hingga mendapatkan prediksi volume pergerakan. Salah satu tahap yang

penting disini adalah mendenifisikan cakupan daerah pengaruh (hinterland) pelabuhan

baik di sisi Merak maupun Bakauheni. Melihat kondisi eksisting bahwa penyeberangan ini

dilalui pergerakan penumpang & barang dari seluruh bagian Pulau Jawa menuju daerah-

daerah di Pulau Sumatera maka jaringan transportasi perlu didefinisikan terlebih dahulu.

Dari informasi jaringan transportasi dan pola pergerakan maka dapat ditentukan cakupan

hinterland pelabuhan tersebut.

Kajian pola pergerakan selanjutnya dapat diturunkan pada data-data karakteristik

perjalanan, tujuan perjalanan dan sebagainya. Dari tujuan perjalanan tersebut maka dapat

ditentukan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya bangkitan dan tarikan perjalanan.

Faktor-faktor tersebut dapat digunakan bersamaan dengan data pergerakan eksisting

(melalui analisis regresi) untuk membuat model pertumbuhan. Model inilah yang

diaplikasikan untuk memperkirakan volume penyeberangan di lintasan Merak-Bakauheni.

Pada dasarnya formulasi dengan metoda pertama ini dapat diilustrasikan dengan grafik di

bawah ini.

Gambar 3.2 Ilustrasi Proyeksi dengan Regression Approach

Page 58: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 48

3.1.1.2 Network Approach

Pada pendekatan kedua ini volume lalu-lintas penyeberangan Merak-Bakauheni

diperkirakan dengan melakukan pemodelan transportasi. Pada model ini diperlukan

informasi kondisi jaringan transportasi dan juga matriks asal tujuan perjalanan

(berdasarkan zona terkecil yang memungkinkan). Pemodelan yang lebih dikenal dengan

pemodelan transportasi empat tahap ini akan dimulai dengan pendefinisian cakupan

jaringan transportasi yang akan dimodelkan, kajian prediksi bangkitan dan tarikan

perjalanan, prediksi matriks asal tujuan yang akan datang dan pembebanan matriks asal

tujuan ke model jaringan. Pada akhir pemodelan akan dihasilkan prediksi volume

pergerakan di penyeberangan Merak-Bakauheni.

Salah satu keuntungan yang dapat diperoleh dengan pemodelan ini adalah juga dapat

menilai kinerja jaringan jalan, baik jalan akses pelabuhan maupun jalan-jalan lain di sekitar

wilayah hinterland. Keuntungan yang lain adalah dapat memperkirakan adanya diverted

traffic jika ada rencana pembangunan jembatan pada lokasi yang dikaji. Diverted traffic

ini adalah fenomena berpindahnya penggunaan jalur/rute perjalanan akibat dibangunnya

infrastruktur baru, dalam hal ini berpindahnya pergerakan kendaraan & orang dari

menggunakan kapal ke jembatan yang direncanakan.

Untuk kasus penambahan dermaga baru pada pekerjaan ini, maka umumnya prediksi

kebutuhan pergerakan (lalu lintas) dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu

pendekatan makro dan pendekatan mikro. Pendekatan makro bertujuan untuk

memperoleh arus secara umum yang masuk ke pelabuhan tinjauan serta pengaruhnya

terhadap bagian jaringan lainnya, sedangkan pendekatan mikro bertujuan untuk

memperoleh masukan pada operasional bukaan pintu loket pembayaran penyeberangan

Ferry.

Dalam studi ini akan digunakan model perencanaan transportasi empat tahap bagi

pendekatan makro, karena selain kemudahannya juga kemampuannya dalam

menggambarkan berbagai interaksi antara sistem transportasi jalan dan tata ruang di

wilayah studi. Secara umum model ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel

yang masing-masing harus dilakukan secara berurutan, yakni: bangkitan perjalanan,

sebaran perjalanan, pemilihan moda, pemilihan rute perjalanan. Struktur umum konsep

model perencanaan transportasi jalan empat tahap ini disajikan pada Gambar 3.3.

Page 59: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 49

Gambar 3.3 Alir Pemodelan Transportasi Empat Tahap untuk Prediksi Lalu Lintas Makro

Data jaringan transportasi dan data sistem zona merupakan masukan utama dalam

model transportasi empat tahap. Data jaringan transportasi merepresentasikan suplai dan

kinerja jaringan transportasi di wilayah studi, sedangkan data sistem zona

merepresentasikan karakteristik tata ruang di wilayah studi dan karakteristik sosio-

ekonomi populasi yang ada di dalam tata ruang tersebut. Interaksi antara kedua sistem

tersebut akan menjadi bagian utama yang dianalisis dalam model transportasi empat

tahap.

Model bangkitan perjalanan (orang dan barang) merupakan suatu bentukan

persamaan matematis yang merepresentasikan korelasi antara variabel sosio-ekonomi

wilayah studi dengan realitas transportasi atau lalu lintas (orang/barang) saat ini, yang

dapat diperoleh dari data OD Nasional. Atas dasar korelasi hubungan tersebut dan

prediksi perkembangan wilayah yang diperkirakan akan terjadi maka kebutuhan

perjalanan di masa yang akan datang dapat diramalkan.

Page 60: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 50

Model bangkitan perjalanan yang paling sering digunakan dalam kajian transportasi

regional adalah model analisis regresi multi linier, dimana kebutuhan perjalanan (trip

generation/attraction) sebagai variabel terikat akan dikorelasikan dengan sejumlah data

sosio-ekonomi sebagai variabel bebasnya, misalnya: jumlah penduduk per zona, jumlah

luas lantai perkantoran/perdagangan/industri, dan lain sebagainya. Bagan alir proses

pemodelan bangkitan perjalanan disampaikan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Proses Pemodelan Bangkitan Perjalanan

Model sebaran perjalanan dilakukan untuk memperoleh MAT (Matriks Asal Tujuan)

perjalanan dari tata ruang/zona di wilayah studi, di mana data bangkitan perjalanan setiap

zona (trip ends) sudah diperoleh dari tahap model bangkitan perjalanan (trip generation)

sebelumnya. Data awal asal tujuan untuk wilayah studi dapat diprediksi berdasarkan data

penduduk dan ketenagakerjaanyang kemudian digunakan sebagai matriks dasar (prior

matrix) dan diasumsikan mencerminkan pola perjalanan di wilayah studi.

Untuk mendapatkan MAT Tahun tinjauan, maka dilakukan prediksi sesuai dengan data

lalu lintas terakhir yang dikumpulkan dari survei primer untuk moda transportasi jalan.

Selanjutnya, dengan data MAT Tahun tinjauan ini dibentuk model prediksi MAT di

tahun yang akan datang dengan pendekatan model Gravity ataupun Furness yang

kemungkinan besar cocok untuk kondisi wilayah studi.

Proses pemodelan untuk sebaran perjalanan guna mendapatkan MAT dasar dan

prediksinya di masa datang disampaikan pada Gambar 3.5.

Variabel sosio-

ekonomi

Trip ends Tahun

Dasar

Model Regresi

Linear

Perubahan Variabel

sosio-ekonomi y.a.d

MODEL BANGKITAN

PERJALANAN

Prediksi Permintaan

Perjalanan y.a.d

Page 61: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 51

Gambar 3.5 Model Sebaran Perjalanan untuk Prediksi MAT Wilayah Studi

Model pemilihan moda secara umum tidak dibentuk dalam studi ini, mengingat

tinjauannya yang dalam lingkup kota dan pengaruh moda lain selain jalan dapat diabaikan.

Dalam proses analisis selanjutnya, moda lain selain jalan akan dilihat keterpaduannya

secara kualitatif dan kuantitaf melalui besaran kinerja yang ditetapkan.

Pemodelan pemilihan rute atau sering juga disebut dengan pembebanan jaringan jalan

akan dilakukan dengan software SATURN di mana MAT moda jalan akan

didistribusikan ke ruas jalan. Struktur model pembebanan dalam SATURN disampaikan

pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Struktur Umum Model Pemilihan Rute

Hasil pemodelan jaringan berupa indikator lalu lintas (arus lalu lintas, kecepatan, waktu

perjalanan, V/C) dianalisis lebih lanjut dengan model biaya dan model nilai waktu untuk

mendapatkan besaran ekonomi berupa biaya perjalanan, penggunaan nilai waktu, dan

biaya operasi kendaraan.

Prior Matrix ( MAT awal)

Data lalu lintas Tahun Dasar

MAT Tahun Dasar

Karakteristik jaringan transportasi jalan

Model Gravity/ Furness

MAT Prediksi

Model Ba ngkitan Perjalanan

Prediksi bangkitan perjalanan ( trip ends )

Masa Depan

Kalibrasi Model Sebaran Perjalanan Proses Prediksi MAT

MAT perjalanan Data Jaringan

Pemilihan Rute

Arus, kecepatan, waktu

Analisis

I

I N P U T

O U T P U T

Page 62: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 52

3.1.2 Bagan Alir Forecasting

Proses prediksi volume pergerakan di penyeberangan Merak-Bakauheni secara lengkap

dapat dilihat pada Gambar 3.7. Sesuai dengan rencana pendekatan yang sudah

disampaikan di depan, maka proses proyeksi akan dilakukan dengan “regression

approach” dan “network approach”. Proses pada metoda yang pertama proses analisis

lebih bersifat statik dimana data-data produksi perjalanan dikorelasikan dengan faktor-

faktor sosial ekonomi untuk mendapatkan model pertumbuhan. Pada metoda ini juga

cakupan hinterland lebih bersifat mikro berada di sekitar pelabuhan yang dikaji, dalam hal

ini adalah daerah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat serta Lampung.

Gambar 3.7 Proses Proyeksi Volume Penyeberangan Merak-Bakauheni

Berbeda dengan metoda pertama, pada pendekatan kedua (network approach), proyeksi

volume penyeberangan lebih bersifat dinamis dimana penambahan kapasitas lintas pada

jaringan transportasi di sekitarnya dampaknya langsung dapat dirasakan pada

penyeberangan Merak-Bakauheni. Pada pendekatan kedua ini juga dapat dihasilkan

proyeksi yang lebih realistis, selain memperhatikan faktor sosial ekonomi pada daerah

Page 63: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 53

hinterland pelabuhan juga memperhatikan kondisi jaringan transportasi lainnya. Seperti

diketahui bahwa penyeberangan ini pada prinsipnya dapat berperilaku seperti sebuah

jembatan dengan batasan kapasitas lintas yang lebih rendah.

3.2 Hinterland Pelabuhan

3.2.1 Definisi Hinterland

Hinterland merupakan konsep penting dalam transportasi terkait dengan sistem geografi,

namun seringkali diartikan berbeda oleh berbagai orang. Pada dasarnya hinterland berarti

daerah di belakang sebuah kota/pelabuhan. Hinterland pelabuhan berarti wilayah

darimana konsumen pelabuhan berasal. Berikut ini adalah beberapa definisi umum dari

hinterland pelabuhan. Hinterland adalah:

Daerah dimana pelabuhan memiliki peran monopoli (Fageda, 2005)

Asal dan tujuan pelabuhan (Fageda, 2005)

Daerah dimana pelabuhan memberikan layanan dan berinteraksi dengan klien

Daerah cakupan pasar pelabuhan, daerah darimana asal dan tujuan kargo.

Beberapa pelabuhan dapat saja memiliki hinterland yang mencakup beberapa

kabupaten, sementara yang lain dapat saja pada daerah sempit di sekitarnya

(Strauss-Wieder Inc., online)

Pada Gambar 3.8 ditunjukkan konsep hinterland pelabuhan. Hinterland pelabuhan

terbentuk dari 2 macam hinterland, hinterland utama dan hinterland persaingan pasar.

Hinterland utama adalah daerah eksklusif dimana pelabuhan memiliki posisi monopoli

dalam mengatur barang/kargo. Daerah di luarnya adalah daerah kompetisi dimana

beberapa pelabuhan dapat bersaing untuk pengangkutan.

Page 64: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 54

Gambar 3.8 Konsep Hinterland Pelabuhan (Rodrigue, 2005)

3.2.2 Cakupan Hinterland Pelabuhan

Cakupan hinterland dalam kajian studi kelayakan ini menjadi hal yang cukup kompleks

mengingat posisi pelabuhan penyeberangan Merak-Bakauheni yang berada di tengah-

tengah jalur pergerakan lintas pulau Jawa dan Sumatera. Pergerakan yang terjadi di lintas

penyeberangan Merak-Bakauheni pun tidak hanya untuk barang/kargo, namun juga

penumpang untuk pergerakan Jawa-Sumatera. Dengan demikian, cakupan hinterland

pelabuhan semestinya minimal adalah dua pulau besar tersebut, Jawa dan Sumatera.

Konsep hinterland seperti disuguhkan pada Gambar 3.8 lebih sesuai diterapkan untuk

pelabuhan-pelabuhan khusus kargo/barang. Akan tetapi, konsep hinterland dapat lebih

dikembangkan untuk menentukan hinterland pada analisis penyeberangan Merak-

Bakauheni ini. Pada Gambar 3.9 disampaikan peta lokasi kajian pelabuhan Merak-

Bakauheni sebagai bagian dari pergerakan dari P.Jawa ke P.Sumatera dan sebaliknya.

Berdasarkan informasi dari Survey Asal Tujuan Perjalanan Tahun 2006 diketahui bahwa

pergerakan menggunakan moda jalan (dan menyeberang menggunakan Ferry) untuk

lintas Jawa-Sumatera dapat diketahui bahwa pergerakan akan menuju/dari hampir

keseluruhan wilayah di Jawa dan Sumatera bahkan sedikit ke arah Bali. Untuk itu cakupan

hinterland dalam analisis ini ditetapkan adalah seluruh Pulau Jawa dan Sumatera.

Page 65: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 55

Gambar 3.9 Posisi Penyeberangan Merak-Bakauheni pada Pergerakan Jawa-Sumatera

3.2.2.1 Pertimbangan Penentuan Hinterland

Dalam menentukan hinterland pada analisis penyeberangan Merak-Bakauheni ini diambil

beberapa pertimbangan meliputi informasi pola pergerakan eksisting dan kondisi jaringan

transportasi Jawa dan Sumatera.

a. Pola Pergerakan Eksisting

Pola pergerakan penumpang dan barang eksisting menurut survey Asal Tujuan

Transportasi Nasional 2006 dapat diilustrasikan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.10.

Total pergerakan antar Pulau Jawa dan Sumatera yang menggunakan jalur darat cukup

besar dan mencapai 33.210.719 pnp di tahun 2006. Jalur darat dimaksud adalah melalui

jalan-jalan utama di Pulau Jawa dan Sumatera seperti Jalur Pantura, Jalur Lintas Timur,

Barat dan Tengah Sumatera. Pergerakan menggunakan jalur darat ini diperkirakan

sebagian akan menggunakan Penyeberangan Merak-Bakauheni.

Page 66: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 56

Gambar 3.10 Estimasi Total Pergerakan Pulau Jawa –Sumatera Tahun 2006

(Sumber: Diolah dari data ATTN 2006)

b. Kondisi Jaringan Transportasi

Jaringan transportasi suatu wilayah sangat mempengaruhi cakupan/luasan hinterland

suatu pelabuhan. Jaringan transportasi dimaksud meliputi jaringan jalan yang

menghubungkan dengan pelabuhan penyeberangan, dalam hal ini Merak dan Bakauheni.

Semakin baik jaringan transportasi maka fungsi penyeberangan Merak-Bakauheni akan

lebih besar dalam mengakomodasi pergerakan antar Jawa ke Sumatera dan sebaliknya.

Gambar 3.11 di bawah ini menampilkan jaringan jalan di Pulau Jawa dan Sumatera yang

menjadi lintasan jalur darat hingga ke lokasi penyeberangan Merak-Bakauheni.

Pergerakan utama di Pulau Jawa akan bertumpu sebagian besar di Jalan Pantai Utara Jawa

(Pantura). Pergerakan dari daerah-daerah di Pulau Jawa dapat melalui jalur utara atau

selatan. Untuk Jalur Utara akan melalui kota-kota Banyuwangi-Surabaya-Gresik-

Semarang-Tegal-Cirebon-Cikampek-Jakarta-Merak sedangkan untuk jalur selatan dapat

melalui Banyuwangi-Jember-Blitar-Kediri-Madiun-Solo-Bantul-Gombong-Banjar-

Tasikmalaya-Padalarang-Sukabumi-Bogor-Merak.

Adapun di Pulau Sumatera sendiri, jalur pergerakan darat dapat melalui jalur lintas timur

dari Bakauheni-Bandar Lampung-Palembang-Jambi-Pekanbaru-Medan-Banda Aceh. Di

sisi barat pulau perjalanan akan melalui kota-kota Bandar Lampung-Bengkulu-Padang-

Banda Aceh. Melihat kondisi jaringan jalan pada kedua pulau tersebut maka hinterland

Page 67: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 57

pada analisis transportasi ini mencakup keseluruhan pulau Jawa dan Sumatera. Kondisi

jaringan jalan yang cukup baik dan menghubungkan hamper seluruh kota yang ada di

kedua pulau tersebut akan menarik minat masyarakat menggunakan jalur darat yang

relative lebih murah dibandingkan moda transportasi lain seperti udara.

Gambar 3.11 Jaringan Transportasi Jalan

3.2.2.2 Hinterland Pelabuhan

Mempertimbangkan pola pergerakan hasil survey Asal Tujuan Transportasi Nasional

tahun 2006, maka dapat diketahui bahwa penyeberangan Merak-Bakauheni akan melayani

pergerakan nasional antar provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera dan tidak terbatas pada

Provinsi Banten dan Provinsi Lampung saja. Namun demikian, jika melihat intensitas

pergerakan yang ada maka wilayah hinterland dapat dikembangkan menjadi beberapa

daerah pengaruh seperti ditampilkan pada Gambar 3.12.

Page 68: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 58

Gambar 3.12 Hinterland Pelabuhan Merak & Bakauheni

3.3 Penyajian Data-data

3.3.1 Lalu-lintas Penyeberangan Eksisting

Lalu-lintas penyeberangan dari tahun 2004 s.d 2008 terlihat mengalami peningkatan.

Setelah berlakunya tarif penyeberangan termasuk isi di dalam kendaraan (pnp dan

barang), jumlah penumpang teridentifikasi semakin menurun. Di sisi lain jumlah

kendaraannya menjadi makin tinggi. Data-data volume penyeberangan dari tahun 2004

hingga 2008 disampaikan pada tabel-tabel di bawah ini.

Daerah Hinterland : Jawa Timur, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara & Nanggroe Aceh Darussalam

Daerah Hinterland Utama: Banten, DKI, Jawa Barat, Lampung

Daerah Hinterland : Jawa Tengah, DI.Yogyakarta, Sumatera Selatan, Bengkulu & Jambi

Page 69: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 59

Tabel 3. 1 Lalu-lintas Penyeberangan Merak-Bakauheni Tahun 2004

PRODUKSI TAHUN 2004

NO. JENIS KARCIS Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

1. JUMLAH TRIP

a. Kapal Cepat 642 479 552 616 554 564 579 590 534 523 737 594 6,964

b. Kapal Ro-Ro 1,827 1,440 1,740 1,667 1,724 1,702 1,710 1,651 1,631 1,774 1,972 1,915 20,753

2. PENUMPANG

a. Kapal Cepat

(a) Eksekutif Dewasa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(b) Eksekutif Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(c) Bisnis Dewasa 33,346 22,878 21,733 25,162 26,854 27,721 35,740 29,454 26,067 23,709 51,937 25,830 350,431

(d) Bisnis Anak 1,574 633 495 595 656 839 1,906 511 531 564 1,670 694 10,668

Sub Jumlah 34,920 23,511 22,228 25,757 27,510 28,560 37,646 29,965 26,598 24,273 53,607 26,524 361,099

b. Kapal Ro-Ro

PENUMPANG

a. Bisnis Dewasa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Bisnis Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Ekonomi A Dewasa 62,727 56,169 49,638 43,396 62,284 77,612 113,255 111,731 75,704 68,227 123,652 92,483 936,878

d. Ekonomi A Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

e. Ekonomi B Dewasa 250,428 228,622 198,555 212,907 215,080 225,080 312,518 202,537 201,334 181,051 511,679 252,517 2,992,308

f. Ekonomi B Anak 16,951 9,624 6,713 6,651 7,973 10,575 27,520 7,269 8,532 5,816 30,974 9,354 147,952

Sub Jumlah 330,106 294,415 254,906 262,954 285,337 313,267 453,293 321,537 285,570 255,094 666,305 354,354 4,077,138

Jumlah ( a + b ) 365,026 317,926 277,134 288,711 312,847 341,827 490,939 351,502 312,168 279,367 719,912 380,878 4,438,237

3. KENDARAAN

a. Golongan II.a 4,331 4,064 3,362 3,802 5,443 4,374 5,816 5,179 4,947 4,563 21,706 6,363 73,950

Page 70: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 60

PRODUKSI TAHUN 2004

NO. JENIS KARCIS Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

b. Golongan III ksg 41,042 34,224 31,185 29,417 32,199 33,093 43,019 35,303 35,051 34,912 73,031 42,560 465,036

c. Golongan III isi 1,212 736 920 1,219 1,321 1,470 1,418 1,372 1,588 1,488 1,077 1,245 15,066

d. Golongan IV ksg 1,961 1,774 1,490 1,354 1,653 1,755 2,175 1,842 1,719 1,855 4,462 2,215 24,255

e. Golongan IV isi 24,545 19,991 23,242 23,523 22,779 21,577 22,416 22,344 22,480 24,553 17,289 25,912 270,651

f. Golongan V ksg 6,276 5,352 4,695 4,250 4,573 4,950 6,290 5,003 4,821 5,224 8,085 6,258 65,777

g. Golongan V isi 22,513 20,215 23,471 21,740 23,468 24,710 25,504 25,386 25,057 27,681 15,123 24,825 279,693

h. Golongan VI.a 5,249 5,013 6,088 6,189 6,635 6,799 7,063 7,163 6,997 8,110 4,588 7,796 77,690

i. Golongan VI.b 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sub Jumlah 107,129 91,369 94,453 91,494 98,071 98,728 113,701 103,592 102,660 108,386 145,361 117,174 1,272,118

4. BARANG (Ton) 272,533 237,806 275,187 276,614 370,845 368,841 379,241 364,119 368,312 416,602 243,376 439,152 4,012,628

b. Kend. sbg. Muatan (Unit)

1) Golongan II.a 54,967 61,152 68,379 71,088 68,256 76,173 72,081 68,992 70,788 77,199 43,352 56,016 788,443

2) Golongan III 1 2 2 7 17 7 3 14 9 25 3 6 96

3) Golongan IV 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3

4) Golongan V 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 4

5) Golongan VI.a 31 30 32 29 42 47 41 45 34 32 24 37 424

6) Golongan VI.b 75 53 92 82 96 121 135 168 188 154 74 155 1,393

c. Gayor ( Meter ) 720.0

693.5

780.0

840.0

800.0

799.5 809

721.5

668.0

814.5

445.0 650 8,741

30 30

Page 71: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 61

Tabel 3. 2 Lalu-lintas Penyeberangan Merak-Bakauheni Tahun 2005

PRODUKSI TAHUN 2005

NO. JENIS KARCIS Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

1. JUMLAH TRIP

a. Kapal Cepat 625 570 602 581 629 593 584 559 539 313 382 258 6,235

b. Kapal Ro-Ro 1,775 1,548 1,677 1,657 1,792 1,642 1,822 1,789 1,770 1,871 1,836 1,761 20,940

2. PENUMPANG

a. Kapal Cepat

(a) Eksekutif Dewasa

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(b) Eksekutif Anak

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(c) Bisnis Dewasa

28,989 25,105 26,147 23,475 26,728 26,565 34,231 26,862 26,979 29,372 25,320 16,621 316,394

(d) Bisnis Anak

1,208 523 482 632 716 1,016 2,655 695 792 1,200 1,764 581 12,264

Sub Jumlah 30,197 25,628 26,629 24,107 27,444 27,581 36,886 27,557 27,771 30,572 27,084 17,202 328,658

b. Kapal Ro-Ro

PENUMPANG

a. Bisnis Dewasa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Bisnis Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Ekonomi A Dewasa 113,350 49,298 53,203 49,658 68,323 80,507 90,583 63,364 71,204 72,758 67,943 53,760 833,951

d. Ekonomi A Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

e. Ekonomi B Dewasa 246,345 89,161 82,176 76,703 66,851 45,783 80,168 78,329 64,650 131,560 99,516 63,521 1,124,763

f. Ekonomi B Anak 17,058 5,573 4,708 4,982 4,506 5,822 15,886 4,242 4,919 7,313 11,255 4,307 90,571

Sub Jumlah 376,753 144,032 140,087 131,343 139,680 132,112 186,637 145,935 140,773 211,631 178,714 121,588 2,049,285

Jumlah ( a + b ) 406,950 169,660 166,716 155,450 167,124 159,693 223,523 173,492 168,544 242,203 205,798 138,790 2,377,943

3. KENDARAAN

a. Golongan I 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Page 72: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 62

PRODUKSI TAHUN 2005

NO. JENIS KARCIS Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

b. Golongan II 7,109 6,431 6,822 6,905 7,584 7,276 9,508 8,117 9,209 23,483 18,895 8,757 120,096

c. Golongan III 0 3 8 20 1 12 22 57 44 5 34 5 211

d. Golongan IV Pnp 44,170 31,442 30,616 28,525 28,800 28,589 41,855 31,313 33,831 39,744 46,638 29,612 415,135

e. Golongan IV Brg 1,471 8,438 9,853 7,496 6,676 6,814 7,337 7,296 7,462 6,696 4,994 5,894 80,427

f. Golongan V Pnp 2,189 1,515 1,538 1,436 1,533 1,504 2,116 1,761 1,723 2,309 2,607 1,496 21,727

g. Golongan V Brg 24,138 23,413 29,080 22,206 21,032 21,514 22,134 22,157 21,902 20,970 15,414 20,896 264,856

h. Golongan VI Pnp 5,660 4,799 4,694 4,402 4,560 4,692 6,479 5,228 4,968 5,407 6,125 4,740 61,754

i. Golongan VI Brg 21,857 20,860 23,796 22,159 22,216 22,243 24,352 25,002 27,096 23,714 16,943 24,446 274,684

j. Golongan VII 6,953 5,984 6,610 6,242 5,886 6,110 6,933 7,380 7,286 7,046 4,683 7,094 78,207

k. Golongan VIII 0 360 376 780 1,054 1,050 1,055 1,147 1,196 1,311 953 1,048 10,330

Sub Jumlah 113,547 103,245 113,393 100,171 99,342 99,804 121,791 109,458 114,717 130,685 117,286 103,988 1,327,427

4. BARANG (Ton) 382,027 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 382,027

b. Kend. sbg. Muatan (Unit)

1) Golongan II.a 62,225 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 62,225

2) Golongan III 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5

3) Golongan IV 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4) Golongan V 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5) Golongan VI.a 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30

6) Golongan VI.b 170 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 170

c. Gayor ( Meter ) 619.5

-

-

-

-

-

- - - - - - 620

0 0

Page 73: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 63

Tabel 3. 3 Lalu-lintas Penyeberangan Merak-Bakauheni Tahun 2006

PRODUKSI TAHUN 2006

NO. JENIS KARCIS Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

1. JUMLAH TRIP

a. Kapal Cepat 289 248 250 270 284 293 296 271 260 405 319 316 3,501

b. Kapal Ro-Ro 1,819 1,643 1,724 1,777 1,798 1,712 1,803 1,754 1,689 1,970 1,837 1,778 21,304

2. PENUMPANG

a. Kapal Cepat

(a) Eksekutif Dewasa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(b) Eksekutif Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(c) Bisnis Dewasa 21,979 14,030 15,710 17,397 18,120 18,082 22,430 18,668 16,215 33,554 17,986 20,668 234,839

(d) Bisnis Anak 1,319 362 457 650 676 950 2,033 692 639 2,691 765 887 12,121

Sub Jumlah 23,298 14,392 16,167 18,047 18,796 19,032 24,463 19,360 16,854 36,245 18,751 21,555 246,960

b. Kapal Ro-Ro

PENUMPANG

a. Bisnis Dewasa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Bisnis Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Ekonomi A Dewasa 89,007 52,499 66,379 71,461 62,226 57,618 85,094 63,872 42,561 29,731 0 0 620,448

d. Ekonomi A Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

e. Ekonomi B Dewasa 73,075 52,780 60,028 55,248 64,224 66,354 73,308 54,138 58,509 191,107 111,529 119,946 980,246

f. Ekonomi B Anak 10,190 3,609 3,994 4,649 4,706 6,251 15,847 4,848 4,154 14,156 6,218 5,408 84,030

Sub Jumlah 172,272 108,888 130,401 131,358 131,156 130,223 174,249 122,858 105,224 234,994 117,747 125,354 1,684,724

Jumlah ( a + b ) 195,570 123,280 146,568 149,405 149,952 149,255 198,712 142,218 122,078 271,239 136,498 146,909 1,931,684

3. KENDARAAN

a. Golongan I 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Page 74: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 64

PRODUKSI TAHUN 2006

NO. JENIS KARCIS Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

b. Golongan II 12,492 7,897 10,097 11,792 11,622 11,010 12,992 12,719 10,439 43,105 11,259 15,215 170,639

c. Golongan III 5 3 1 19 59 1 7 63 36 3 7 22 226

d. Golongan IV Pnp 34,647 22,432 25,499 26,304 25,556 25,526 34,016 27,389 25,451 58,698 33,043 31,420 369,981

e. Golongan IV Brg 6,534 6,595 6,641 6,151 5,797 6,116 7,158 7,067 6,473 5,700 5,656 7,269 77,157

f. Golongan V Pnp 1,678 1,341 1,420 1,428 1,505 1,635 2,021 1,552 1,518 3,174 2,085 1,565 20,922

g. Golongan V Brg 18,493 19,847 20,107 19,114 19,457 18,938 20,249 20,764 20,683 16,476 20,564 20,289 234,981

h. Golongan VI Pnp 4,673 3,664 3,827 3,767 3,871 4,204 5,268 3,963 4,075 6,349 6,006 4,514 54,181

i. Golongan VI Brg 20,936 22,592 24,365 22,255 23,139 24,041 24,977 25,643 27,310 17,296 25,395 23,819 281,768

j. Golongan VII 5,791 5,635 6,159 5,720 5,723 6,292 6,640 7,115 7,300 4,829 6,335 6,392 73,931

k. Golongan VIII 917 1,044 1,028 919 1,069 1,173 1,263 1,251 1,300 824 1,294 1,227 13,309

Sub Jumlah 106,166 91,050 99,144 97,469 97,798 98,936 114,591 107,526 104,585 156,454 111,644 111,732 1,297,095

Tabel 3. 4 Lalu-lintas Penyeberangan Merak-Bakauheni Tahun 2007

PRODUKSI TAHUN 2007

NO. JENIS KARCIS Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

1. JUMLAH TRIP

a. Kapal Cepat 187 114 81 177 243 277 305 270 164 368 126 178 2,490

b. Kapal Ro-Ro 1,675 1,427 1,701 1,548 1,755 1,690 1,756 1,808 1,908 2,135 1,934 1,934 21,271

2. PENUMPANG

a. Kapal Cepat

(a) Eksekutif Dewasa

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(b) Eksekutif Anak

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(c) Bisnis Dewasa

9,212 5,841 4,297 11,262 13,782 16,467 20,976 15,785 9,056 30,321 6,181 11,933 155,113

(d) Bisnis Anak

379 163 162 436 566 1,042 2,018 644 358 2,712 211 732 9,423

Page 75: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 65

PRODUKSI TAHUN 2007

NO. JENIS KARCIS Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

Sub Jumlah 9,591 6,004 4,459 11,698 14,348 17,509 22,994 16,429 9,414 33,033 6,392 12,665 164,536

b. Kapal Ro-Ro

PENUMPANG

a. Bisnis Dewasa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Bisnis Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

c. Ekonomi A Dewasa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

d. Ekonomi A Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

e. Ekonomi B Dewasa 124,113 92,703 107,122 108,063 107,192 104,820 122,436 104,260 79,584 222,529 88,051 124,412 1,385,285

f. Ekonomi B Anak 9,252 3,320 4,282 5,164 5,308 7,785 14,772 4,752 3,843 18,282 3,860 7,975 88,595

Sub Jumlah 133,365 96,023 111,404 113,227 112,500 112,605 137,208 109,012 83,427 240,811 91,911 132,387 1,473,880

Jumlah ( a + b ) 142,956 102,027 115,863 124,925 126,848 130,114 160,202 125,441 92,841 273,844 98,303 145,052 1,638,416

3. KENDARAAN

a. Golongan I 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Golongan II 12,172 9,147 12,466 11,874 13,212 13,198 14,919 15,450 12,849 52,246 11,324 16,956 195,813

c. Golongan III 3 5 17 15 12 9 29 5 10 21 3 5 134

d. Golongan IV Pnp 30,305 20,167 24,601 25,592 27,000 27,308 35,877 28,251 25,317 68,642 28,304 40,461 381,825

e. Golongan IV Brg 8,212 8,555 10,904 8,660 8,137 8,539 11,128 10,427 9,297 8,473 9,279 6,156 107,767

f. Golongan V Pnp 1,629 1,147 1,412 1,417 1,482 1,564 2,023 1,686 1,493 3,417 1,476 1,659 20,405

g. Golongan V Brg 19,978 20,033 26,097 24,255 20,468 19,945 23,579 23,267 22,903 17,326 23,388 22,370 263,609

h. Golongan VI Pnp 4,520 3,403 3,667 3,824 4,020 4,410 5,737 4,480 4,389 7,462 5,062 5,154 56,128

i. Golongan VI Brg 23,130 21,460 24,007 24,181 25,822 25,476 27,356 27,023 31,630 18,581 29,909 29,093 307,668

j. Golongan VII 6,097 5,385 5,907 5,820 6,347 6,540 6,846 7,051 7,956 4,572 6,861 6,779 76,161

k. Golongan VIII 985 931 979 1,026 1,277 1,284 1,242 1,438 1,592 1,007 1,510 1,298 14,569

Sub Jumlah 107,031 90,233 110,057 106,664 107,777 108,273 128,736 119,078 117,436 181,747 117,116 129,931 1,424,079

Page 76: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 66

Tabel 3. 5 Lalu-lintas Penyeberangan Merak-Bakauheni Tahun 2008

NO. JENIS KARCIS PRODUKSI TAHUN 2008

Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

1. JUMLAH TRIP

a. Kapal Cepat 140 32 90 73 92 77 148 132 139 271 108 0 1,302

b. Kapal Ro-Ro 1,965 1,720 1,959 1,985 1,986 1,986 2,156 2,225 2,272 2,553 2,221 2,250 25,278

2. PENUMPANG

a. Kapal Cepat

(c) Bisnis Dewasa 7,103 1,875 5,873 4,485 6,506 6,396 13,085 11,230 15,220 16,296 5,620 0 93,689

(d) Bisnis Anak 390 57 252 189 381 625 1,386 456 1,295 1,449 216 0 6,696

Sub Jumlah 7,493 1,932 6,125 4,674 6,887 7,021 14,471 11,686 16,515 17,745 5,836 0 100,385

b. Kapal Ro-Ro

PENUMPANG

e. Ekonomi B Dewasa 107,378 95,295 119,233 96,972 110,770 124,424 129,068 109,041 189,711 150,794 98,731 176,238 1,507,655

f. Ekonomi B Anak 8,072 3,560 5,627 4,960 5,925 9,358 14,063 5,297 11,678 13,154 3,639 11,324 96,657

Sub Jumlah 115,450 98,855 124,860 101,932 116,695 133,782 143,131 114,338 201,389 163,948 102,370 187,562 1,604,312

Jumlah ( a + b ) 122,943 100,787 130,985 106,606 123,582 140,803 157,602 126,024 217,904 181,693 108,206 187,562 1,704,697

3. KENDARAAN

a. Golongan I 0 0 0 0 2 0 1 0 0 7 3 0 13

b. Golongan II 12,479 10,932 17,929 12,785 15,928 17,181 19,153 18,399 51,122 25,993 12,656 24,753 239,310

c. Golongan III 2 12 15 16 7 7 8 38 2 13 1 2 123

d. Golongan IV Pnp 34,586 27,943 35,393 29,572 28,321 32,331 45,847 36,475 56,533 62,630 30,982 48,569 469,182

Page 77: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 67

NO. JENIS KARCIS PRODUKSI TAHUN 2008

Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

e. Golongan IV Brg 8,458 8,465 9,952 9,778 13,392 14,422 12,042 14,177 9,991 6,476 6,060 6,865 120,078

f. Golongan V Pnp 1,548 1,199 1,543 1,511 1,674 1,843 2,266 2,013 2,503 2,719 1,490 1,909 22,218

g. Golongan V Brg 22,768 21,756 23,401 22,797 24,253 24,099 25,458 25,374 23,672 20,721 24,085 22,296 280,680

h. Golongan VI Pnp 5,193 4,254 4,860 4,645 4,966 5,682 7,113 6,055 6,928 8,539 5,065 5,936 69,236

i. Golongan VI Brg 28,635 26,970 29,723 30,618 31,484 30,461 32,290 33,066 27,414 23,417 26,771 25,289 346,138

j. Golongan VII 7,456 7,023 7,432 7,391 8,031 8,080 8,913 9,258 8,227 7,400 7,784 7,105 94,100

k. Golongan VIII 1,332 1,248 1,540 1,764 1,703 1,561 1,593 1,672 1,686 1,390 1,271 919 17,679

Sub Jumlah 122,457 109,802 131,788 120,877 129,761 135,667 154,684 146,527 188,078 159,305 116,168 143,643 1,658,757

Tabel 3. 6 Lalu-lintas Penyeberangan Merak-Bakauheni Tahun 2009

NO. JENIS KARCIS PRODUKSI TAHUN 2009

Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

1. JUMLAH TRIP

a. Kapal Cepat 34 33 104 119 125 153 182 117 134 106 1,107

b. Kapal Ro-Ro 2,454 2,182 2,194 2,000 2,083 2,011 2,171 2,162 2,369 2,264 21,890

2. PENUMPANG

a. Kapal Cepat

(a) Bisnis Dewasa

2,071 1,704 5,400 6,802 6,921 9,046 11,926 6,601 12,735 4,999 68,205

(b) Bisnis Anak

102 60 208 324 378 873 1,191 282 1,252 256 4,926

Sub Jumlah 2,173 1,764 5,608 7,126 7,299 9,919 13,117 6,883 13,987 5,255 73,131

Page 78: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 68

NO. JENIS KARCIS PRODUKSI TAHUN 2009

Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH

b. Kapal Ro-Ro

PENUMPANG

(a) Ekonomi B Dewasa 121,259 88,588 105,565 108,937 105,930 108,691 128,241 95,358 207,007 105,218 1,174,794

(b) Ekonomi B Anak 9,250 3,900 5,338 5,567 7,100 11,850 16,030 6,003 20,546 6,811 92,395

Sub Jumlah 130,509 92,488 110,903 114,504 113,030 120,541 144,271 101,361 227,553 112,029 1,267,189

Jumlah ( a + b ) 132,682 94,252 116,511 121,630 120,329 130,460 157,388 108,244 241,540 117,284 1,340,320

3. KENDARAAN

a. Golongan I 1 0 0 0 0 0 0 21 2 0 24

b. Golongan II 16,784 12,211 17,602 18,492 18,635 18,498 20,646 15,792 60,474 15,772 214,906

c. Golongan III 93 2 26 1 24 12 31 12 8 19 228

d. Golongan IV Pnp 39,935 27,413 34,010 30,079 32,274 38,718 45,959 34,527 82,270 40,294 405,479

e. Golongan IV Brg 7,299 5,777 6,273 5,703 5,661 6,213 6,419 6,893 6,699 6,936 63,873

f. Golongan V Pnp 1,689 1,289 1,518 1,458 1,628 1,892 2,109 1,639 2,922 2,000 18,144

g. Golongan V Brg 24,747 19,968 22,119 21,249 21,992 22,150 23,026 24,213 17,767 24,357 221,588

h. Golongan VI Pnp 5,433 4,366 4,729 4,549 4,857 5,732 6,465 5,401 7,618 7,090 56,240

i. Golongan VI Brg 26,560 26,473 27,387 26,853 30,088 31,066 31,843 32,718 19,218 31,347 283,553

j. Golongan VII 7,477 7,917 8,389 7,996 8,811 8,888 9,341 9,878 6,445 9,937 85,079

k. Golongan VIII 1,076 1,054 929 1,012 1,315 1,140 1,324 1,301 895 1,386 11,432

Sub Jumlah 131,094 106,470 122,982 117,392 125,285 134,309 147,163 132,395 204,318 139,138 0 0 1,360,546

Page 79: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 69

3.3.2 Kapal Penyeberangan

Kapal-kapal yang beroperasi di penyeberangan Merak-Bakauheni dapat dilihat pada

Tabel 3.7 dan Tabel 3.8 masing-masing secara berurutan untuk Kapal Ferry dan Kapal

Cepat.

3.3.3 Pola Operasi Eksisting

Pola operasi eksisting meliputi jumlah trip dan kapasitas lintasan Merak-Bakauheni, baik

untuk kondisi padat dan sangat padat dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Page 80: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 70

Tabel 3. 7 Data Kapal Ferry yang Beroperasi di Lintasan Merak-Bakauheni

NO NAMA KAPAL CALL TAHUN PANJANG LEBAR DALAM ISI ISI MESIN TENAGA KECEPT PENUM KEND. JUMLAH SIGN PEMBUATAN (Meter) (Meter) (Meter) BERSIH KOTOR UTAMA (PK) (Knot) PANG (Camp) ABK

1 JATRA I YCPO 1980 90,79 15,6 5,22 1.689 3.932 Niigata 2x1600 12 493 80 29 2 JATRA II YCPP 1980 90,79 15,6 5,22 1.689 3.902 Niigata 2x1600 12 498 75 30 3 JATRA III YGJV 1985 89,95 16,6 5,5 937 3.123 Daihatsu 4x1800 17.5 525 100 32 4 NUSA DHARMA YDPW 1973 105,34 15,02 4,65 985 3.282 Normo 2x1835 9 344 100 26 6 NUSA BAHAGIA YEUN 1979 98,53 15,7 4,6 1.066 3.555 MWM 2x2700 10 250 110 43

8 NUSA SETIA YFNY 1986 111,08 16 5 1.828 6.095 Warsila 2x4500 10 250 100 29 7 NUSA MULIA YEZL 1979 114,75 17,4 10,8 1.752 5.837 MAN 2x3400 10 246 110 38 5 NUSA JAYA YEFN 1989 105 18,03 4,5 1.370 4.564 Yanmar 2x1800 8 334 150 32 9 NUSA AGUNG YFPX 1986 111,08 17,4 5,7 1.719 5.730 MAK 2x4500 12 212 110 29

10 HM. BARUNA I YDYP 1983 91,5 17,6 5 1.361 4.535 Yanmar 2x1600 13 733 153 28

11 BAHUGA PRATAMA YHZJ 1993 86,99 15 4,01 1.425 3.351 Daihatsu 4x1600 12 520 65 28

12 BSP I YFDW 1973 93,5 18 4,62 1.998 5.057 Daihatsu 4x2000 12 580 115 40

13 ONTOSENO I BSP II YFLW 1983 100 20,4 5,2 1.590 5.227 Blystyc Man H 2x5884 8 580 120 29

Page 81: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 71

NO NAMA KAPAL CALL TAHUN PANJANG LEBAR DALAM ISI ISI MESIN TENAGA KECEPT PENUM KEND. JUMLAH SIGN PEMBUATAN (Meter) (Meter) (Meter) BERSIH KOTOR UTAMA (PK) (Knot) PANG (Camp) ABK

14 BSP III YGVP 1973 139,4 22 11,33 3.750 12.498 Work Spoor 2x4650 13 556 210 35

15 WINDU KARSA. P YGIO 1985 89,96 16,6 5,5 937 3.123 Daihatsu 4x1800 17 318 75 26

16 RAJABASA I YEDC 1985 91,5 17,52 5,2 1.430 4.764 Mirles 2x1571 13 550 95 35

17 MENGGALA YEDA 1987 93,44 17 3,75 1.289 4.330 Yanmar 2x1500 13 437 110 24

18 MUFIDAH YECP 1973 93,5 18 4,62 1.956 5.584 Daihatsu 4x2000 12 530 110 25

19 DUTA BANTEN YHCJ 1979 120,58 17,8 5,15 3.853 8.011 Pielsti 2x7000 19 502 129 40

20 TITIAN MURNI YFAB 1982 93 11 5,11 1.085 1.085 BMW 2x2310 13.5 669 90 34

21 PRIMA NUSANTARA YFLN 1990 76 16,1 5,1 832 2.773 Fuji Semp Pielsti 2x3400 10 844 45 44

22 TRIBUANA I YFOI 1984 107 21 4,51 2.658 6.186 UBE Kosan MAK 2x4500 15.5 395 175 32

23 MITRA NUSANTARA YHEW 1994 101,55 19,2 6,15 1.744 5.813 Niigata 4x2000 15 893 140 40

24 SMS.KARTANEGARA I YHGW 1975 96,08 18 6,4 1.828 4.449 MAN 4x868 12 355 60 30

25 ROYAL NUSANTARA YHIU 1992 114,62 16 5 4.123 6.034 Normo Diesel 4x1260 12 598 163 40

26 BAHUGA JAYA YEBA 1992 85,44 16,20 6,30 1.593 3.972 Strok Werkspoor 2 X 4400 15 551 73 27

27 PANORAMA NUSANTARA YHKU 1995 125,60 19,60 6,15 2.675 8.915 Akasaka 2 X 6500 14 1028 150 52

28 WINDU KARSA DWITYA PMFJ 1997 87,00 14,50 5,70 766 2.553 DAIHATSU 2 X 4,000 18 200 85 30

Page 82: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 72

NO NAMA KAPAL CALL TAHUN PANJANG LEBAR DALAM ISI ISI MESIN TENAGA KECEPT PENUM KEND. JUMLAH SIGN PEMBUATAN (Meter) (Meter) (Meter) BERSIH KOTOR UTAMA (PK) (Knot) PANG (Camp) ABK

29 MUSTHIKA KENCANA YHPR 1992 97,69 16,20 9,20 2.092 4.183 Niigata 2X4200 16 588 60 31

30 LAUT TEDUH 2 PKSL 1990 95,8 16 4922 1.576 4.216 Cummins 4X550 12 316 60 37

31 TITIAN NUSANTARA YGDS 1990 101,101 19,2 615 1.659 5.532 Nigata Tekko 4X2000 19.12 607 140 41

32 VICTORIUS 5 PKSI 1990 8966 15,019 3,6 1.576 4.280 Cummins 4X550 10 493 40 34

33 JAGANTARA PMRC 1994 119,49 20 11,55 2.997 9.956 NKK Semt Peilstick 2X6290 18,50 325 183 31

Tabel 3. 8 Data Kapal Cepat yang Beroperasi di Lintasan Merak-Bakauheni

NO NAMA KAPAL PEMILIK TAHUN PANJANG LEBAR DALAM ISI ISI MESIN TENAGA KECEPT PENUM BAHAN

PEMBUATAN (Meter) (Meter) (Meter) BERSIH KOTOR UTAMA (PK) (Knot) PANG BAKAR

1 PASCA DANA 2 Dana Pensiun Sundari 2001 26.3 5.2 2.8 33 108 MTU 3 x 830 18 181 HSD

2 ALLE EXSPRES PT.Timas Selaras Line 1993 25.34 4.3 2.1 22 75 M A N 2 x 1000 28 140 HSD

3 CITRA JET 02 PT.Bahtera Mutiara Sejati 1997 33.05 4 2.08 25 81 M T U 2 x 910 12 156 HSD

4 CITRA JET 03 PT.Bahtera Mutiara Sejati 1998 34.2 6.4 2.85 55 181 M T U 3 x 830 12 212 HSD

Page 83: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 73

Tabel 3. 9 Pola Operasi Eksisting

No Uraian Kapal di Dermaga

Jumlah I II III IV

A. DERMAGA I, II, III

JADWAL (PADAT) 24 24 24 72 Trip

1. Armada

a. Jumlah Kapal 11 11 11 33 Kapal

b. Kapal Beroperasi 6 6 6 18 Kapal

c. Kapal Engker 5 5 5 15 Kapal

2. Lama Layar (Sailling Time) 120 menit 120 menit 120 menit

3. Bongkar Muat (Port Time) 60 menit 60 menit 60 menit

B DERMAGA I, II, III

JADWAL SANGAT PADAT 32 32 32 96 Trip

1. Armada

a. Jumlah Kapal 11 11 11 33 Kapal

b. Kapal Beroperasi 8 8 8 24 Kapal

c. Kapal Engker 3 3 3 9 Kapal

2. Lama Layar (Sailling Time) 135 menit 135 menit 135 menit

3. Bongkar Muat (Port Time) 45 menit 45 menit 45 menit

* Kapasitas Angkut Perhari Saat Padat:

- Penumpang 36,144 Orang

- Kendaraan 7,848 Unit CAMPURAN

* Kapasitas Angkut Perhari Saat Sangat Padat:

- Penumpang 48,192 Orang

- Kendaraan 10,464 Unit CAMPURAN

3.3.4 Karakteristik Hinterland

Kondisi hinterland sangat mempengaruhi besarnya bangkitan dan tarikan perjalanan di

suatu pelabuhan. Pada studi kelayakan Dermaga VI Pelabuhan Merak dan Bakauheni ini,

kondisi hinterland yang meliputi Pulau Jawa, Pulau Sumatera dan Pulau Bali akan

direview dari aspek jaringan transportasi, aspek kondisi sosial dan ekonomi dan aspek tata

ruang wilayah.

3.3.4.1 Kondisi Transportasi Darat

Kondisi transportasi darat di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dapat dilihat dari beberapa

hal dari sisi penyediaan prasarana dan juga dari produktivitas angkutannya. Informasi

yang perlu diketahui adalah data panjang jalan dan juga produktivitas angkutan serta data

pelabuhan penyeberangan yang diperkirakan akan mempengaruhi besarnya volume

penyeberangan di Merak-Bakauheni. Pada Tabel 3.10 disajikan data panjang jalan,

Page 84: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 74

terminal, pelabuhan penyeberangan dan juga lintas penyeberangan di provinsi-provinsi di

wilayah studi.

Page 85: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 75

Tabel 3. 10 Kondisi Prasarana Jalan dan Pelabuhan di Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera

No Parameter Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat

1 Total Panjang Jalan 1.a Jalan Nasional : 1.782 km

1.b Jalan Provinsi :1.701 km

1.c Jalan Kabupaten : 10.336 km

1.a Jalan Nasional : 2.098 km

1.b Jalan Provinsi :2.919 km

1.c Jalan Kabupaten : 22.273 km

1.a Jalan Nasional : 1.200 km

1.b Jalan Provinsi :1.104 km

1.c Jalan Kabupaten : 12.137 km

1.d Jalan Kota : 1.729 km

2 Jumlah Terminal yang Beroperasi 2.a Terminal Tipe A : 3 unit

2.b Terminal Tipe B : 4 unit

2.c Terminal Tipe C : 4 unit

2.a Terminal Tipe A : 6 unit

2.b Terminal Tipe B : 15 unit

2.c Terminal Tipe C : 3 unit

2.a Terminal Tipe A : 6 unit

2.b Terminal Tipe B : 5 unit

2.c Terminal Tipe C : 4 unit

3 Produksi Perjalanan Jalur Darat 3.a Pergerakan penumpang : 3.512.485 pnp

3.b Pergerakan Barang : 8.249.968 ton

3.a Pergerakan penumpang : 127.197.490 pnp

3.b Pergerakan Barang : 102.554.336 ton

3.a Pergerakan penumpang : 67.826.122 pnp

3.b Pergerakan Barang : 25.807.556 ton

4 Pelabuhan Penyeberangan Lamteng, Sinabang, Pulau Banyak, Labuhan

Haji, Meulaboh, Malahayati, Pulau Nasi, Ulee

Lheue, Balohan

Gunung Sitoli, Sibolga, Tomok, Ajibata,

Belawan

Sikakap, Tua Pejat, Muara Siberut, Bahatmoga,

Telukbungus

5 Lintas Penyeberangan & Produksi

Perjalanan penumpang

5.a Sinabang-Labuhan Haji : 85.026 org

5.b Balohan-Malahayati: 60.286 org

5.c Meulaboh-Sinabang: -- org

5.d Balohan-Ulee Lheue: 228.705 org

5.e Singkil-Pulau Banyak: 4.049 org

5.a Belawan-Batam : --

5.b Belawan-Penang : --

5.c Ajibata-Tomok : --

5.d Sibolga-Gn.Sitoli : 108.379 org

5.a Padang-P.Mentawai : 7.697 org

5.b Padang-Tua Pejat : 20.788 org

5.c Padang –Siberut : 1.285 org

6 Lintas Penyeberangan & Produksi

Perjalanan Barang

6.a Sinabang-Labuhan Haji : 16.793 ton

6.b Balohan-Malahayati: 17.707 ton

6.c Meulaboh-Sinabang: -- ton

6.d Balohan-Ulee Lheue: 66.457 ton

6.e Singkil-Pulau Banyak: -- ton

6.a Belawan-Batam : --

6.b Belawan-Penang : --

6.c Ajibata-Tomok : --

6.d Sibolga-Gn.Sitoli : --

6.a Padang-P.Mentawai : --

6.b Padang-Tua Pejat : --

6.c Padang –Siberut : --

Sumber: www.hubdat.web.id

Page 86: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 76

Tabel 3. 10 Kondisi Prasarana Jalan dan Pelabuhan di Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera (lanjutan)

No Parameter Provinsi

Riau Jambi Bengkulu

1 Total Panjang Jalan 1.a Jalan Nasional : 1.126 km

1.b Jalan Provinsi :2.162 km

1.c Jalan Kabupaten : 9.558 km

1.a Jalan Nasional : 820 km

1.b Jalan Provinsi :1.556 km

1.c Jalan Kabupaten : 7.139 km

1.a Jalan Nasional : 736 km

1.b Jalan Provinsi :1500 km

1.c Jalan Kabupaten : 3.761 km

2 Jumlah Terminal yang Beroperasi 2.a Terminal Tipe A : 3 unit

2.b Terminal Tipe B : 0 unit

2.c Terminal Tipe C : 8 unit

2.a Terminal Tipe A : 3 unit

2.b Terminal Tipe B : 7 unit

2.c Terminal Tipe C : 4 unit

2.a Terminal Tipe A : 2 unit

2.b Terminal Tipe B : 2 unit

2.c Terminal Tipe C : 3 unit

3 Produksi Perjalanan Jalur Darat 3.a Pergerakan penumpang : 12.606.176 pnp

3.b Pergerakan Barang : 4.763.397 ton

3.a Pergerakan penumpang : 4.266.559 pnp

3.b Pergerakan Barang : 3.056.132 ton

3.a Pergerakan penumpang : 11.157.117 pnp

3.b Pergerakan Barang : 1.234.474 ton

4 Pelabuhan Penyeberangan Tembilahan, Mumpa, Mengkapan, Sei Selari,

Bengkalis, Sei Panjang, Senayang, Tj.Pinang,

Tj.Balai, Letung, Serasan, Subi, Rumbai Raya,

Telaga Punggur

Kuala Tungkal Kahyapu, P.Baai

5 Lintas Penyeberangan & Produksi

Perjalanan penumpang

5.a Sei Pakning-Bengkalis: --

5.b Bengkalis-Selat Panjang :--

5.c Sungai Pakning-Bengkalis : --

5.d Bengkalis-Tj.Balai : --

5.e Rumbai Raya-Mumpa : --

5.f Bengkalis-Mengkapan : --

5.a Betung Bedarah-Pintas Tuo : --

5.b Kuamang Kuning-Muara Tebo : --

5.c Kuala Tungkal-Tj.Uban : --

5.a P.Baai-P.Enggano: 400 org

6 Lintas Penyeberangan & Produksi

Perjalanan Barang

6.a Sei Pakning-Bengkalis: --

6.b Bengkalis-Selat Panjang :--

6.c Sungai Pakning-Bengkalis : --

6.d Bengkalis-Tj.Balai : --

6.e Rumbai Raya-Mumpa : --

6.f Bengkalis-Mengkapan : --

6.a Betung Bedarah-Pintas Tuo : --

6.b Kuamang Kuning-Muara Tebo : --

6.c Kuala Tungkal-Tj.Uban : --

5.a P.Baai-P.Enggano: --

Sumber: www.hubdat.web.id

Page 87: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 77

Tabel 3. 10 Kondisi Prasarana Jalan dan Pelabuhan di Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera (lanjutan)

No Parameter Provinsi

Sumatera Selatan Lampung Banten

1 Total Panjang Jalan 1.a Jalan Nasional : 1.290 km

1.b Jalan Provinsi :1.625 km

1.c Jalan Kabupaten : 7.030 km

1.a Jalan Nasional : 1.004 km

1.b Jalan Provinsi :2.370 km

1.c Jalan Kabupaten : 9.782 km

1.a Jalan Nasional : 490 km

1.b Jalan Provinsi : 456 km

1.c Jalan Kabupaten : 3.284 km

2 Jumlah Terminal yang Beroperasi 2.a Terminal Tipe A : 4 unit

2.b Terminal Tipe B : 5 unit

2.c Terminal Tipe C : 3 unit

2.a Terminal Tipe A : 1 unit

2.b Terminal Tipe B : 2 unit

2.c Terminal Tipe C : 5 unit

2.a Terminal Tipe A : 4 unit

2.b Terminal Tipe B : 6 unit

2.c Terminal Tipe C : 3 unit

3 Produksi Perjalanan Jalur Darat 3.a Pergerakan penumpang : 46.679.332 pnp

3.b Pergerakan Barang :8.311.530 ton

3.a Pergerakan penumpang : 36.109.400 pnp

3.b Pergerakan Barang :6.143.614 ton

3.a Pergerakan penumpang : -- pnp

3.b Pergerakan Barang : -- ton

4 Pelabuhan Penyeberangan 35 Ilir, 36 Ilir, Ilir Ketapang, Bakauheni, Labuhan Maringgai,

Panjang, Srengsem

Cilegon/Banten, Merak

5 Lintas Penyeberangan & Produksi

Perjalanan penumpang

5.a Palembang-Kayu Arang : --

5.b Ilir-Muntok : --

5.a Lampung-Timur-Jawa: --

5.b Merak-Bakauheni : 14.585.873 org

5.c Merak-Panjang : --

5.d Merak-Srengsem : --

5.a Lampung Timur-Jawa : --

5.b Jawa-Bangka : --

5.c Merak-Bakauheni : 14.585.873 org

5.d Merak-Panjang : --

5.e Merak-Srengsem : --

6 Lintas Penyeberangan & Produksi

Perjalanan Barang

6.a Palembang-Kayu Arang : --

6.b Ilir-Muntok : --

6.a Lampung-Timur-Jawa: --

6.b Merak-Bakauheni : 18.058.364 ton

6.c Merak-Panjang : --

6.d Merak-Srengsem : --

6.a Lampung Timur-Jawa : --

6.b Jawa-Bangka : --

6.c Merak-Bakauheni : 14.585.873 org

6.d Merak-Panjang : --

6.e Merak-Srengsem : --

Sumber: www.hubdat.web.id

Page 88: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 78

Tabel 3. 10 Kondisi Prasarana Jalan dan Pelabuhan di Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera (lanjutan)

No Parameter Provinsi

DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah

1 Total Panjang Jalan 1.a Jalan Nasional : 163 km

1.b Jalan Provinsi : 1.325 km

1.c Jalan Kotamadya : 4.936 km

1.a Jalan Nasional : 601 km

1.b Jalan Provinsi :1.763 km

1.c Jalan Kabupaten : 4.840 km

1.a Jalan Nasional : 1.297 km

1.b Jalan Provinsi : 2.525 km

1.c Jalan Kabupaten : 19.707 km

2 Jumlah Terminal yang Beroperasi 2.a Terminal Tipe A : 5 unit

2.b Terminal Tipe B : 6 unit

2.c Terminal Tipe C : 0 unit

2.a Terminal Tipe A : 14 unit

2.b Terminal Tipe B : 22 unit

2.c Terminal Tipe C : 15 unit

2.a Terminal Tipe A : 15 unit

2.b Terminal Tipe B : 20 unit

2.c Terminal Tipe C : 4 unit

3 Produksi Perjalanan Jalur Darat 3.a Pergerakan penumpang : -- pnp

3.b Pergerakan Barang : -- ton

3.a Pergerakan penumpang : -- pnp

3.b Pergerakan Barang : -- ton

3.a Pergerakan penumpang : -- pnp

3.b Pergerakan Barang : -- ton

4 Pelabuhan Penyeberangan Pulau Kelapa, Pulau Tidung, Jakarta, Pulau

Untung Jawa, Pulau Pramuka

Kalipucang, Majingklak Kendal, Cilacap, Jepara, Karimunjawa,

Semarang

5 Lintas Penyeberangan & Produksi

Perjalanan penumpang

5.a Tj.Priok-Pontianak : --

5.b Jakarta-P.Kelapa :--

5.c Jakarta-P.Tidung :--

5.d Marina-P.Pramuka : --

5.e P.Pramuka-P.Kelapa : --

5.f P.Pramuka-P.Tidung : --

5.g Marina-P.Untung Jawa : --

5.h P.Untung Jawa-P.Tidung : --

5.a Kalipucang-Cilacap : --

5.b Cilacap-Majingklak : 6.895 org

5.a Majingklak-Cilacap : --

5.b Kalipucang-Cilacap : --

5.c Jepara-Karimunjawa : 31.552 org

5.d Cilacap-Majingklak : 6.895 org

5.e Semarang-Kumai : --

6 Lintas Penyeberangan & Produksi

Perjalanan Barang

6.a Tj.Priok-Pontianak : --

6.b Jakarta-P.Kelapa :--

6.c Jakarta-P.Tidung :--

6.d Marina-P.Pramuka : --

6.e P.Pramuka-P.Kelapa : --

6.f P.Pramuka-P.Tidung : --

6.g Marina-P.Untung Jawa : --

6.h P.Untung Jawa-P.Tidung : --

6.a Kalipucang-Cilacap : --

6.b Cilacap-Majingklak : --

6.a Majingklak-Cilacap : --

6.b Kalipucang-Cilacap : --

6.c Jepara-Karimunjawa : 1.145 org

6.d Cilacap-Majingklak : --

6.e Semarang-Kumai : --

Sumber: www.hubdat.web.id

Page 89: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 79

Tabel 3. 10 Kondisi Prasarana Jalan dan Pelabuhan di Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera (lanjutan)

No Parameter Provinsi

DI.Yogyakarta Jawa Timur Bali

1 Total Panjang Jalan 1.a Jalan Nasional : 168 km

1.b Jalan Provinsi : 690 km

1.c Jalan Kotamadya : 3.739 km

1.a Jalan Nasional : 1.899 km

1.b Jalan Provinsi :1.439 km

1.c Jalan Kabupaten : 22.864 km

1.a Jalan Nasional : 501 km

1.b Jalan Provinsi : 673 km

1.c Jalan Kabupaten : 5.047 km

2 Jumlah Terminal yang Beroperasi 2.a Terminal Tipe A : 1 unit

2.b Terminal Tipe B : 3 unit

2.c Terminal Tipe C : 1 unit

2.a Terminal Tipe A : 18 unit

2.b Terminal Tipe B : 22 unit

2.c Terminal Tipe C : 8 unit

2.a Terminal Tipe A : 5 unit

2.b Terminal Tipe B : 7 unit

2.c Terminal Tipe C : 6 unit

3 Produksi Perjalanan Jalur Darat 3.a Pergerakan penumpang : -- pnp

3.b Pergerakan Barang : -- ton

3.a Pergerakan penumpang : -- pnp

3.b Pergerakan Barang : -- ton

3.a Pergerakan penumpang : 74.041.138 pnp

3.b Pergerakan Barang : 157.082. ton

4 Pelabuhan Penyeberangan - Kendal, Cilacap, Jepara, Karmunjawa,

Semarang

Gilimanuk, Benoa, Klungkung, Nusa Penida,

Padang Bai

5 Lintas Penyeberangan & Produksi

Perjalanan penumpang

- 5.a Surabaya-Makassar : --

5.b Sapudi-Kalianget : --

5.c Tuban-Banjarmasin : --

5.d Ujung-Kamal : 9.875.436 org

5.e Ketapang-Gilimanuk : 7.907.383 org

5.f Gresik-Bawean : --

5.g Kalianget-Pulau Kangean : --

5.h Teluk Batang-Ketapang : --

5.a Klungkung-Nusa Penida : --

5.b Ketapang-Gilimanuk : 7.907.383 org

5.c Padangbai-Lembar : 1.099.128 org

5.d Benoa-Senggigi : --

6 Lintas Penyeberangan & Produksi

Perjalanan Barang

- 6.a Surabaya-Makassar : --

6.b Sapudi-Kalianget : --

6.c Tuban-Banjarmasin : --

6.d Ujung-Kamal : 2.059.249 ton

6.e Ketapang-Gilimanuk : 9.442.039 ton

6.f Gresik-Bawean : --

6.g Kalianget-Pulau Kangean : --

6.a Klungkung-Nusa Penida : --

6.b Ketapang-Gilimanuk : --

6.c Padangbai-Lembar : --

6.d Benoa-Senggigi : --

Page 90: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 80

6.h Teluk Batang-Ketapang : --

Sumber: www.hubdat.web.id

Page 91: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 81

3.3.4.2 Kondisi Sosial Ekonomi

Kondisi sosial dan ekonomi hinterland pelabuhan menjadi bahan pertimbangan dalam

memprediksi pertumbuhan pergerakan lintas Merak-Bakauheni. Lazimnya, suatu wilayah

dengan jumlah penduduk dan ekonomi yang lebih besar memproduksi perjalanan yang

lebih besar juga. Pada Tabel 3.11 disampaikan jumlah penduduk menurut provinsi yang

diperkirakan mempengaruhi pergerakan di wilayah studi.

Tabel 3. 11 Jumlah Penduduk di Hinterland Pelabuhan Merak & Bakauheni

No Provinsi Jumlah Penduduk 2005 2006 2007 2008

1 NAD 4.084 4.154 4.224 4.294 2 Sumut 12.418 12.626 12.834 13.042 3 Sumbar 4.567 4.633 4.698 4.828 4 Riau 4.836 4.953 5.071 5.189 5 Jambi 2.651 2.696 2.742 2.788 6 Sumsel 6.816 6.918 7.020 7.122 7 Bengkulu 1.566 1.591 1.617 1.642 8 Lampung 7.087 7.188 7.290 7.391 9 DKI Jakarta 8.892 8.980 9.065 9.146 10 Jawa Barat 39.151 39.739 40.329 40.918 11 Banten 9.071 9.246 9.423 9.602 12 Jawa Tengah 31.874 32.129 32.380 32.626 13 DIY 3.366 3.400 3.435 3.469 14 Bali 3.405 3.443 3.480 3.516 15 Jawa Timur 36.482 36.691 36.896 37.095

Sumber: www.datastatitik-indonesia.com

Selain jumlah penduduk, kondisi ekonomi, yang diwakili dengan angka Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) juga menambah produksi perjalanan suatu wilayah. Data PDRB

per provinsi disampaikan pada Tabel 3.12.

Tabel 3. 12 PDRB Provinsi di Hinterland Pelabuhan Merak & Bakauheni

No Provinsi PDRB Harga Berlaku (1.000.000 Rp)

2005 2006 2007 2008

1 NAD 65.877.512 70.478.676 75.079.840 79.681.004 2 Sumut 177.153.626 193.233.165 209.312.703 225.392.242 3 Sumbar 54.396.970 59.363.058 64.329.145 69.295.233 4 Riau 173.141.193 188.239.764 203.338.336 218.436.908 5 Jambi 26.989.759 29.827.742 32.665.724 35.503.706 6 Sumsel 85.689.685 92.607.692 99.525.700 106.443.707 7 Bengkulu 12.721.744 13.882.267 15.042.791 16.203.314

Page 92: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 82

No Provinsi PDRB Harga Berlaku (1.000.000 Rp)

2005 2006 2007 2008

8 Lampung 57.898.192 62.260.243 66.622.294 70.984.344 9 DKI 421.486.330 458.955.513 496.424.697 533.893.880 10 Jawa Barat 403.071.676 435.316.176 467.560.675 499.805.175 11 Banten 106.446.468 115.200.921 123.955.373 132.709.825 12 Jawa Tengah 280.162.543 304.774.066 329.385.589 353.997.113 13 DIY 29.791.812 32.320.333 34.848.854 37.377.375 14 Bali 39.405.762 42.919.400 46.433.038 49.946.676 15 Jawa Timur 465.185.170 506.663.975 548.142.779 589.621.583

Sumber: www.bps.go.id

3.3.4.3 Kondisi Tata Ruang Wilayah

Tata ruang wilayah menunjukkan pola penyebaran distribusi penduduk dan

fasilitas/prasarana umum seperti jalan raya. Hal ini secara tidak langsung memberikan

pengaruh pada potensi besarnya bangkitan/tarikan perjalanan di suatu wilayah terkait

tingkat kemudahan wilayah tersebut dicapai (aksesibilitas). Pola pemanfaatan ruang Pulau

Jawa dan Pulau Sumatera disampaikan pada Gambar 3.13 dan Gambar 3.14.

Pada gambar-gambar tersebut dapat dilihat pola pemanfaatan ruang yang dipertegas

dengan adanya rencana pengembangan kawasan andalan di kota-kota atau wilayah

tertentu seperti Kawasan Andalan Bojonegara-Merak-Cilegon, Kawasan Andalan Bandar

Lampung-Metro dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar-gambar

tersebut.

Adapun pusat-pusat kegiatan PKN dan PKW untuk wilayah Pulau Jawa+Bali dan Pulau

Sumatera dapat dilihat pada Gambar 3.15 dan Gambar 3.16. Selain lokasi PKN dan

PKW pada peta di gambar-gambar tersebut juga disampaikan lokasi bandar udara dan

pelabuhan. Bandara-bandara dikelompokkan menjadi bandara pusat penyebaran skala

pelayanan primer, sekunder, tersier dan bukan pusat penyeberan. Sedangkan untuk

pelabuhan laut dikelompokkan untuk pelabuhan utama primer, sekunde, tersier dan

pelabuhan regional.

Page 93: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 83

Gambar 3.13 Pola Pemanfaatan Ruang Pulau Jawa dan Bali (Sumber: www.penataanruang.net)

Page 94: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 84

Gambar 3.14 Pola Pemanfaatan Ruang Pulau Sumatera (Sumber: www.penataanruang.net)

Page 95: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 85

Gambar 3.15 Struktur Ruang Pulau Jawa dan Bali (Sumber: www.penataanruang.net)

Page 96: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 86

Gambar 3.16 Struktur Ruang Pulau Sumatera (Sumber: www.penataanruang.net)

Page 97: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 87

3.3.5 Pola Pergerakan Orang dan Barang

Pergerakan orang dan barang di dalam wilayah kajian (P.Sumatera, P.Jawa dan P.Bali)

memperlihatkan intensitas yang besar di sekitar daerah DKI Jakarta dan sekitarnya.

Gambar 3.17 Bangkitan dan Tarikan Perjalanan Penumpang Wilayah Studi Tahun 2006

Gambar 3.18 Desire Line Perjalanan Penumpang di Wilayah Studi Tahun 2006

Prov.NAD Prov.Sumatera Utara

Prov.Sumatera Barat

Prov.Riau

Prov.Jambi

Prov.Sumatera Selatan

Prov.Bengkulu

Prov.Lampung

Prov.Bali

Prov.Banten Prov.Jawa

Barat Prov.DIY Prov.Jawa

Timur

Prov.DKI Jakarta

400 juta pnp/th

200 juta pnp/th

0 juta pnp/th

Bangkitan perjalanan

Tarikan perjalanan

Prov.Jawa Tengah

Prov.NAD

Prov.Sumatera Utara

Prov.Sumatera Barat

Prov.Riau

Prov.Jambi

Prov.Sumatera Selatan

Prov.Bengkulu

Prov.Lampung Prov.Bali

Prov.Banten Prov.Jawa

Barat Prov.DIY Prov.Jawa

Timur

Prov.DKI Jakarta

Prov.Jawa Tengah

200 100 Juta pnp/thn

Lokasi Kajian

Penyeberangan

Merak-Bakauheni

Page 98: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 88

Gambar 3.19 Bangkitan dan Tarikan Perjalanan Barang Wilayah Studi Tahun 2006

Gambar 3.20 Desire Line Perjalanan Barang di Wilayah Studi Tahun 2006

3.3.6 Jaringan Transportasi Lalu-lintas

3.3.6.1 Jalan Lintas Utara dan Selatan Jawa

Jaringan transportasi lain yang juga mempengaruhi operasional penyeberangan Merak-

Bakauheni adalah jaringan jalan yang dikenal sebagai jalur pantai utara Pulau Jawa

(Pantura) dan jalur selatan Pulau Jawa.

Prov.Jawa Tengah

Prov.NAD Prov.Sumatera Utara

Prov.Sumatera Barat

Prov.Riau

Prov.Jambi

Prov.Sumatera Selatan

Prov.Bengkulu

Prov.Lampung

Prov.Bali

Prov.Banten Prov.Jawa

Barat Prov.DIY Prov.Jawa

Timur

Prov.DKI Jakarta

5.000 juta ton/th

2.500 juta ton/th

0 juta ton/th

Bangkitan perjalanan

Tarikan perjalanan

Lokasi Kajian

Penyeberangan

Merak-Bakauheni

Prov.NAD

Prov.Sumatera Utara

Prov.Sumatera Barat

Prov.Riau

Prov.Jambi

Prov.Sumatera Selatan

Prov.Bengkulu

Prov.Lampung Prov.Bali

Prov.Banten Prov.Jawa

Barat Prov.DIY Prov.Jawa

Timur

Prov.DKI Jakarta

Prov.Jawa Tengah

2.000 1.000 Juta ton/thn

Page 99: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 89

Jalur Pantura (Jalur Pantai Utara) adalah istilah yang digunakan untuk menyebut jalan

nasional sepanjang 1.316 km antara Merak hingga Banyuwangi di sepanjang pesisir utara

Pulau Jawa, khususnya antara Jakarta dan Surabaya. Jalur ini sebagian besar pertama kali

dibuat oleh Daendels yang membangun Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) dari Anyer

ke Panarukan pada tahun 1808-an. Tujuan pembangunan Jalan Raya Pos adalah untuk

mempertahankan pulau Jawa dari serbuan Inggris. Pada era perang Napoleon, Belanda

ditaklukkan oleh Perancis dan dalam keadaan perang dengan Inggris.

Jalur Pantura melintasi 5 provinsi: Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan

Jawa Timur. Ujung paling barat terdapat Pelabuhan Merak, yang menghubungkannya

dengan Pelabuhan Bakauheni di Pulau Sumatra, ujung paling selatan dari Jalan Trans

Sumatra. Ujung paling timur terdapat Pelabuhan Ketapang yang menghubungkannya

dengan Pelabuhan Gilimanuk di Pulau Bali. Jalur Pantura merupakan jalan yang

menghubungkan bagian barat Pulau Jawa dan bagian timurnya.

Jalur Pantura melintasi sejumlah kota-kota besar dan sedang di Jawa, selain Jakarta, antara

lain Cilegon, Tangerang, Bekasi, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Rembang,

Tuban, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, dan Banyuwangi. Selain jalan arteri, terdapat

jalan tol di Pantura, yaitu:

Jalan tol Jakarta-Merak (Banten)

Jalan tol Jakarta-Cikampek (Karawang)

Jalan tol Palimanan-Kanci (Cirebon)

Jalan tol Dalam Kota Semarang

Jalan tol Surabaya-Gresik

Jalan tol Surabaya-Gempol (Pasuruan)

Jalur ini memiliki signifikansi yang sangat tinggi dan menjadi urat nadi utama transportasi

darat, karena setiap hari dilalui 20.000-70.000 kendaraan. Jalur Pantura menjadi perhatian

utama saat menjelang Lebaran, di mana arus mudik melimpah dari barat ke timur. Arus

paling padat tedapat di ruas Jakarta-Cikampek-Cirebon-Tegal-Semarang. Di Cikampek,

terdapat percabangan menuju ke Bandung (dan kota-kota di Jawa Barat bagian selatan).

Di Tegal, terdapat percabangan menuju ke Purwokerto (dan kota-kota di Jawa Tengah

bagian selatan). Di Semarang, terdapat percabangan menuju ke timur (Surabaya-

Banyuwangi) dan menuju ke selatan (Solo-Madiun).

Page 100: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 90

Gambar 3.21 Jalur Pantura Pulau Jawa

3.3.6.2 Jalan Lintas Sumatera

Jalan Raya Lintas Sumatera adalah sebuah jalan raya yang membentang dari Utara

sampai Selatan Pulau Sumatera. Berawal dari Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam

sampai ke Pelabuhan Bakauheni, Provinsi Lampung dengan total panjang jalan 2.508,5

km.

Jalan Raya Lintas Sumatera ini sering disebut sebagai Jalan Lintas Sumatera. Dahulu

Jalan Raya Lintas Sumatera sebenarnya hanya menunjuk kepada jalan raya yang berada di

pesisir timur Pulau Sumatera yang berarti minus bagian jalan raya di pesisir barat yang

melintasi Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Bengkulu. Saat ini terdapat 4 jalan utama di

Pulau Sumatera, yaitu Jalan Raya Lintas Barat (Jalinbar), Jalan Raya Lintas Tengah

(Jalinteng), Jalan Raya Lintas Timur (Jalintim), dan Jalan Raya Lintas Pantai Timur.

Page 101: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 91

Gambar 3.22 Peta Jalur Lintas Sumatera

3.3.7 Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda

3.3.7.1 Rencana Lintasan Jembatan Selat Sunda

Jembatan Selat Sunda direncanakan akan melalui Pulau Sangiangi di tengah-tengah

rutenya serta beberapa pulau kecil di dekat P. Jawa dan P.Sumatera. Trase jembatan

sendiri dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Page 102: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 92

Gambar 3.23 Rencana Long Section Jembatan Selat Sunda (Sumber: www.jembatanselatsunda.com)

3.3.7.2 Kapasitas Lintas Jembatan Selat Sunda

Jembatan Selat Sunda ini direncanakan terdiri dari jalur kendaraan dan jalur kerata api

pada masing-masing arah. Pada Gambar 3.24 ditampilkan rencana potongan melintang

jembatan tersebut.

P

.San

gian

g

P.J

awa

P.S

um

ater

a

Page 103: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 93

1. Lebar Jembatan 60 m2.

2. 2x3 Jalur Lalu Lintas Raya

3. 2x1 Jalur Darurat

4. Lintasan Ganda (Double Track) Kereta Rel

5. Pipa Gas, Pipa Minyak, Kabel Fiber Optik Cable, Kabel Listrik, dll

Gambar 3.24 Rencana Penampang Lintang Jembatan (Sumber: www.jembatanselatsunda.com)

3.4 Proyeksi Pergerakan Lintas Merak-Bakauheni

3.4.1 Proyeksi dengan Metoda Time Series

Proyeksi dilakukan baik untuk penumpang maupun kendaraan. Pada metoda ini, jumlah

pergerakan kendaraan diperkirakan mengikuti pola pertumbuhan beberapa tahun

terakhir. Dengan demikian, pengaruh perubahan eksternal baik pertumbuhan penduduk

maupun ekonomi tidak dipertimbangkan dalam analisis. Dari trend pertumbuhan yang

ada maka perkiraan volume penyeberangan dapat direpresentasikan pada gambar di

bawah ini.

Jalur Darurat (Energency)

Jalur Darurat (Energency) Jalan 3-lajur Jalan 3-lajur Double-track

Kereta Api

Page 104: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 94

Gambar 3.25 Proyeksi Volume Penyeberangan Merak-Bakauheni dengan Metoda Time Series

Pada proyeksi dengan metoda time series di atas, terdapat beberapa asumsi yang

digunakan disini meliputi: data tahun 2009 tidak dipergunakan dengan pertimbangan

datanya belum lengkap (hanya sampe bulan Oktober) dan pertumbuhan sama setiap

tahun mengikuti persamaan regresi antara jumlah kendaraan (Y) terhadap tahun (X)

dengan trend yang sama.

Untuk mendapatkan jumlah penyeberangan menurut jenis kendaraan maka pendekatan

yang digunakan disini adalah bahwa komposisi kendaraan diambil rerata terhadap

komposisi kendaraan dari tahun 2004 hingga tahun 2006 seperti disajikan pada tabel

berikut.

Tabel 3. 13 Komposisi Kendaraan di Penyeberangan Merak-Bakauheni

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

4,500,000

5,000,000

2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

Ju

mla

h K

en

da

raa

n

Tahun

1,7 jt

2,6 jt

3,5 jt

4,4 jt Model Pendekatan Time series: Y = -1,7.108+86.993 [X], R2=0,76 Y= Jumlah Kendaraan X = tahun (2010, 2011 ...dst)

Gol Prosentase Gol Prosentase Golongan I 0,0005% Golongan V Brg 17,9079% Golongan II 13,3104% Golongan VI Pnp 4,2097% Golongan III 0,0130% Golongan VI Brg 21,1351% Golongan IV Pnp 28,8855% Golongan VII 5,7652% Golongan IV Brg 6,3569% Golongan VIII 0,9525% Golongan V Pnp 1,4632%

Page 105: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 95

Tabel 3. 14 Prediksi Jumlah Kendaraan di Penyeberangan Merak-Bakauheni Metoda Time Series

Tahun Gol. I Gol. II Gol. III Gol. IV Pnp Gol. IV Brg Gol. V Pnp Gol. V Brg Gol. VI Pnp Gol. VI Brg Gol. VII Gol. VIII Jumlah

2010 9 232.115 227 503.725 110.856 25.516 312.290 73.412 368.569 100.537 16.610 1.743.867

2011 10 243.694 239 528.854 116.387 26.789 327.869 77.074 386.955 105.553 17.438 1.830.860

2012 10 255.273 250 553.982 121.917 28.062 343.447 80.736 405.341 110.568 18.267 1.917.853

2013 10 266.852 262 579.111 127.447 29.334 359.026 84.398 423.727 115.583 19.095 2.004.846

2014 11 278.431 273 604.239 132.977 30.607 374.605 88.061 442.113 120.598 19.924 2.091.839

2015 11 290.011 284 629.367 138.507 31.880 390.183 91.723 460.499 125.614 20.753 2.178.832

2020 14 347.906 341 755.009 166.157 38.244 468.076 110.034 552.430 150.690 24.895 2.613.797

2025 16 405.801 398 880.651 193.808 44.609 545.970 128.344 644.360 175.767 29.038 3.048.762

2030 18 463.697 454 1.006.293 221.458 50.973 623.863 146.655 736.290 200.843 33.181 3.483.727

2035 21 521.592 511 1.131.935 249.109 57.337 701.756 164.966 828.221 225.920 37.324 3.918.692

2040 23 579.488 568 1.257.577 276.759 63.702 779.649 183.277 920.151 250.997 41.467 4.353.657

2045 25 637.383 625 1.383.219 304.410 70.066 857.542 201.588 1.012.082 276.073 45.610 4.788.622

Page 106: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 96

Kendaraan jenis Golongan IV-Penumpang merupakan kelompok terbesar dengan

28,88% terhadap total kendaraan yang melalui penyeberangan Merak-Bakauheni.

Kendaraan paling sedikit jumlahnya adalah dari jenis Golongan I, yakni semacam sepeda.

Jumlah nya pun jika ada sangat sedikit. Selain itu, jenis Golongan III dengan jenis

kendaraan berupa sepeda motor dengan mesin >500 cc dan kendaraan beroda tiga.

Dari prediksi menggunakan teknis time series dapat dihasilkan perkiraaan jumlah

kendaraan di penyeberangan Merak-Bakauheni sebanyak 1,7 juta di tahun 2010 dan

meningkat hingga 4,8 juta di tahun 2045, atau terjadi pertumbuhan rata-rata sebesar

4,99%/tahun.

Berbeda dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang memiliki trend positif (+), jumlah

penumpang memiliki trend negatif (-). Dari tahun ke tahun terlihat pola kecenderungan

menurun. Hanya dari tahun 2007 ke 2008 terlihat kenaikan jumlah penumpang

(±4%/thn). Menggunakan metoda time series maka diperoleh perkiraan jumlah

penumpang yang negatif. Dengan demikian jumlah kendaraan menjadi variabel kritis

yang perlu dipertimbangkan dibanding jumlah penumpang.

3.4.2 Proyeksi dengan Metoda Regresi Linier Berganda

Pada metoda ini, jumlah kendaraan maupun jumlah penumpang dipertimbangkan sebagai

fungsi dari faktor-faktor ekonomi dan sosial di hinterland suatu pelabuhan. Pada kasus

Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Bakauheni ini maka hinterland yang

mempengaruhi/dipengaruhi secara langsung adalah Provinsi Banten dan Provinsi

Lampung. Namun dengan mempertimbangkan bahwa pergerakan yang berada di lintasan

ini juga berasal dari daerah lain di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera maka hinterlandnya

ditetapkan adalah kedua wilayah tersebut.

Pada analisis regresi ini data yang dipergunakan adalah data pergerakan Merak-Bakauheni

[Y] dan data jumlah penduduk [X1] dan data PDRB [X2]. Tabel di bawah ini

menampilkan data-data yang dimaksud.

Tabel 3. 15 Data Pergerakan [Y], Jumlah Penduduk [X1] dan PDRB [X2]

Tahun Jumlah Penumpang Jumlah Kendaraan Jumlah Penduduk PDRB

[Y1] [Y2] [X1] [X2]

2004 4.438.237 1.272.118 174.143.000 1.822.590.190 2005 2.377.943 1.327.427 176.265.000 2.399.418.443 2006 1.931.684 1.297.095 178.386.000 2.606.042.990 2007 1.638.416 1.424.079 180.503.000 2.812.667.538 2008 1.704.697 1.658.757 182.669.000 3.019.292.085

Page 107: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 97

Berdasarkan data tersebut maka dapat diprediksi model matematika hubungan antara

jumlah penumpang dan jumlah kendaraan terhadap jumlah penduduk dan kendaraan.

Pada tabel di bawah ini ditunjukkan beberapa alternatif model Tij baik untuk penumpang

dan barang. Melihat isi tabel tersebut maka nilai koefisien model cenderung negatif untuk

model penumpang. Hal ini memberikan indikasi bahwa jumlah penumpang akan terus

menurun walaupun jumlah penduduk ataupun perekonomian daerah meningkat. Sesuatu

hal yang kurang lazim dan oleh karena itu model pergerakan penumpang tidak dapat

dikembangkan dengan cara ini.

Tabel 3. 16 Alternatif Model Tij untuk Penumpang & Barang

Adapun untuk model pergerakan barang, koefisien positif (+) sudah dimiliki model untuk

alternatif 1 dan alternatif 2, masing-masing sebagai fungsi X1 dan X2, akan tetapi melihat

nilai intersept-nya juga terlalu besar. Untuk alternatif 2, formula pada tabel di atas dapat

difahami sebagai: suatu daerah yang tidak memiliki penduduk maka jumlah

pergerakannya negatif (-). Demikian juga dengan alternatif 3 dapat diterjemahkan: daerah

yang tidak memiliki PDRB maka memiliki potensi pergerakan sebanyak 718 ribu/tahun.

Kedua kondisi ini juga tidak lazim dijumpai di Indonesia, terkhusus lagi di kajian

penyeberangan Merak-Bakauheni ini.

Metoda forecasting dengan cara analisis regresi ini pun tidak selamanya memberikan hasil

yang lebih baik dibanding metoda time series yang cenderung lebih konvensional. Pada

kasus Penyeberangan Merak-Bakauheni ini dengan batasan data yang ada maka

pengembangan model yang baik sangat susah dilakukan. Untuk itu forecasting dengan

metoda ini akan memberikan deviasi yang besar dan kurang dapat dipertanggung-

jawabkan secara ilmiah.

3.4.3 Proyeksi dengan Pemodelan Transportasi Empat Tahap

Pergerakan lintas Merak-Bakauheni merupakan pergerakan lintas pulau yang merupakan

kumulasi dari pergerakan total per kabupaten di kedua pulau tersebut. Berdasarkan

Model Tij - Penumpang

Intersept X1 X2 R2

Alternatif 1 -55.799.216 0,4009 -0,0053 0,9884 Alternatif 2 54.337.596 -0,2910

0,7063

Alternatif 3 8.519.473

-0,0024 0,9000

Model Tij - Barang Alternatif 1 -13.060.621 0,0859 -0,0003 0,8274

Alternatif 2 -5.908.560 0,0409

0,7625 Alternatif 3 718.015

0,0003 0,6060

(+) (+)

Page 108: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 98

informasi dari data Asal Tujuan Transportasi Nasional (ATTN) 2010, dapat diketahui

bahwa volume pergerakan disana cukup besar. Hal ini mendorong peneliti untuk

melakukan kajian macro-analysis dengan pemodelan transportasi.

3.4.3.1 Pendefinisian Sistem Zona

Sistem zona dimaksud disini pada dasarnya analog dengan istilah hinterland dalam

konsep pengembangan pelabuhan. Zona diartikan sebagai titik awal dan berakhirnya

suatu pergerakan, senada dengan istilah hinterland sebagai daerah yang mendapat

pengaruh langsung dari keberadaan suatu pelabuhan. Jadi dalam hal kasus lintasan Merak-

Bakauheni, hinterland nya adalah daerah di belakang pelabuhan meliputi daerah Banten,

Jakarta, Jawa Barat dan Lampung. Demikian juga dalam hal zona yang didenifisikan lebih

mikro hingga level administrasi kabupaten. Untuk sistem transportasi Pulau Sumatera dan

Pulau Jawa+P. Bali, dari data ATTN yang ada terdapat 240 zona kabupaten + kota yang

ada di sana.

Beberapa pertimbangan dalam mendefinisikan sistem zona, antara lain:

Sistem zona dibuat hingga level sekecil mungkin dengan melihat ketersediaan

data.

Atas dasar ini zona dibuat hingga level kabupaten/kota dengan

mempertimbangkan data ATTN yang ada hingga pada level tersebut;

Zona didefinisikan sebagai “internal zone”, jadi dalam hal ini tidak ada zona

eksternal dengan pertimbangan bahwa zona-zona luar seperti kalimantan,

sulawesi, papua dan lainnya memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap

pergerakan di penyeberangan Merak-Bakauheni;

Pusat zona ditempatkan di sekitar jalan-jalan utama zona yang besangkutan atau

umumnya berada di posisi ibukota kabupaten/kota yang bersangkutan;

Pada Tabel 3.17 di bawah ini disampaikan daftar zona yang dimaksud.

Tabel 3. 17 Daftar Zona Kajian Pergerakan Lintas Merak-Bakauheni

No Zona No Zona No Cakupan

1001 Simeulue 1081 Tanjung Jabung Timur 1161 Magelang

1002 Aceh Singkil 1082 Tanjung Jabung Barat 1162 Boyolali

1003 Aceh Selatan 1083 Tebo 1163 Klaten

1004 Aceh Tenggara 1084 Bungo 1164 Sukoharjo

1005 Aceh Timur 1085 Kota Jambi 1165 Wonogiri

1006 Aceh Tengah 1086 Ogan Komering Ulu 1166 Karanganyar

Page 109: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 99

No Zona No Zona No Cakupan

1007 Aceh Barat 1087 Ogan Komering Ilr 1167 Sragen

1008 Aceh Besar 1088 Muara Enim 1168 Grobogan

1009 Pidie 1089 Lahat 1169 Blora

1010 Bireuen 1090 MusiRawas 1170 Rembang

1011 Aceh Utara 1091 MusiBanyuasin 1171 Pati

1012 Aceh Barat Daya 1092 Ogan Komering Ulu Selatan 1172 Kudus

1013 Aceh Tamiang 1093 Ogan Ilir 1173 Jepara

1014 Nagan Raya 1094 Paembang 1174 Demak

1015 Aceh Jaya 1095 Prabumulih 1175 Semarang

1016 Bener Meriah 1096 Pagar Alam 1176 Temanggung

1017 Kota Banda Aceh 1097 Lubuk Linggau 1177 Kendal

1018 Kota Sabang 1098 Bengkulu Selatan 1178 Batang

1019 Kota Langsa 1099 Rejang Lebong 1179 Pekalongan

1020 Kota Lhokseumawe 1100 Bengkulu Utara 1180 Pemalang

1021 Nias 1101 Kaur 1181 Tegal

1022 Mailing Natal 1102 Seluma 1182 Brebes

1023 Tapanuli Selatan 1103 Mukomuko 1183 Kota Magelang

1024 Tapanuli Tengah 1104 Lebong 1184 Kota Surakarta

1025 Tapanuli Utara 1105 Kapahiang 1185 Kota Salatiga

1026 Toba Samosir 1106 Kota Bengkulu 1186 Kota Semarang

1027 Labuhan Batu 1107 Lampung Barat 1187 Kota Pekalongan

1028 Asahan 1108 Tanggamus 1188 KotaTegal

1029 Simalungun 1109 Lampung Selatan 1189 Kulon Progo

1030 Dairi 1110 Lampung Timur 1190 Bantul

1031 Karo 1111 Lampung Tengah 1191 Gunung Kidul

1032 Deli Serdang 1112 Lampung Utara 1192 Sleman

1033 Langkat 1113 Way Kanan 1193 Kota Yogyakarta

1034 Nias Seatan 1114 Tulang Bawang 1194 Pacitan

1035 Humbang Hasundutan 1115 Kota Bandar Lampung 1195 Ponorogo

1036 Pakpak Bharat 1116 Kota Metro 1196 Trenggalek

1037 Samosir 1117 Pandeglang 1197 Tulungagung

1038 Serdang Bedagi 1118 Lebak 1198 Blitar

1039 Kota Sibolga 1119 Tangerang 1199 Kediri

1040 Kota Tanjung Balai 1120 Serang 1200 Malang

1041 Kota Pematang Siantar 1121 Kota Tangerang 1201 Lumajang

1042 Kota Tebing Tinggi 1122 Kota Cilegon 1202 Jember

1043 Kota Medan 1123 Adm. Kepulauan Seribu 1203 Banyuwangi

1044 Kota Binjai 1124 Kota Jakarta Selatan 1204 Bondowoso

1045 Kota Padang Sidempuan 1125 Kota Jakarta Timur 1205 Situbondo

1046 Kepulauan Mentawai 1126 Kota Jakarta Pusat 1206 Probolinggo

1047 Pesisir Selatan 1127 Kota Jakarta Barat 1207 Pasuruan

1048 Solok 1128 Kota Jakarta Utara 1208 Sidoarjo

1049 Sawahlunto 1129 Bogor 1209 Mojokerto

Page 110: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 100

No Zona No Zona No Cakupan

1050 Tanah Datar 1130 Sukabumi 1210 Jombang

1051 Padang Pariaman 1131 Cianjur 1211 Nganjuk

1052 Agam 1132 Bandung 1212 Madiun

1053 Lima Puluh Koto 1133 Garut 1213 Magetan

1054 Pasaman 1134 Tasikmalaya 1214 Ngawi

1055 Solok Selatan 1135 Ciamis 1215 Bojonegoro

1056 Dharmas Raya 1136 Kuningan 1216 Tuban

1057 Pasaman Barat 1137 Cirebon 1217 Lamongan

1058 Kota Padang 1138 Majalengka 1218 Gresik

1059 Kota Solok 1139 Sumedang 1219 Bangkalan

1060 Kota Sawah Lunto 1140 Indramayu 1220 Sampang

1061 Kota Padang Panjang 1141 Subang 1221 Pamekasan

1062 Kota Bukittinggi 1142 Purwakarta 1222 Sumenep

1063 Kota Payakumbuh 1143 Karawang 1223 Kota Kediri

1064 Kota Pariaman 1144 Bekasi 1224 Kota Blitar

1065 Kuantan Singingi 1145 Kota Bogor 1225 Kota Malang

1066 Indragiri Hulu 1146 Kota Sukabumi 1226 Kota Probolinggo

1067 Indragiri Hilir 1147 Kota Bandung 1227 Kota Pasuruan

1068 Pelalawan 1148 Kota Cirebon 1228 Kota Mojokerto

1069 Siak 1149 Kota Bekasi 1229 Kota Madiun

1070 Kampar 1150 Kota Depok 1230 Kota Surabaya

1071 Rokan Hulu 1151 Kota Cimahi 1231 Kota Batu

1072 Bengkalis 1152 Kota Tasikmalaya 1232 Jembrana

1073 Rokan Hilir 1153 Kota Banjar 1233 Tabanan

1074 Kota Pekanbaru 1154 Cilacap 1234 Badung

1075 Kota Dumai 1155 Banyumas 1235 Gianyar

1076 Kerinci 1156 Purbalingga 1236 Klungkung

1077 Merangin 1157 Banjarnegara 1237 Bangli

1078 Sarolangun 1158 Kebumen 1238 Karangasem

1079 Batanghari 1159 Purworejo 1239 Buleleng

1080 Muaro Jambi 1160 Wonosobo 1240 Kota Denpasar

3.4.3.2 Pendefinisian Model Jaringan Jalan

Dalam mendefinisikan model jaringan jalan, prinsip yang dipegang disini adalah bahwa

penyeberangan Merak-Bakauheni menggunakan Ferry adalah analog dengan

penyeberangan lazimnya di atas jalan raya dengan menjustifikasi kapasitas sesuai dengan

kapasitas lintas yang ada. Jaringan jalan di zona-zona diambil untuk kelas jalan tol dan

jalan utama/raya yang menjadi lintasan pergerakan primer antar kota. Jalan-jalan internal

perkotaan yang melayani pergerakan lokal di dalam zona tidak dimodelkan

mempertimbangkan definisi zona seperti tersebut di atas. Model jaringan jalan yang

merepresentasikan ruas dan titik ditampilkan pada Gambar 3.26.

Page 111: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 101

Gambar 3.26 Model Jaringan Jalan Sumatera, Jawa dan Bali

LokasiPenyeberangan Merak - Bakauheni

Page 112: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 102

3.4.3.3 Prediksi Bangkitan dan Tarikan Perjalanan

Bangkitan dan tarikan perjalanan di tahun 2009 diprediksi dari data bangkitan & tarikan

perjalanan di tahun 2006 hasil survey ATTN. Prediksi produksi perjalanan menurut

survey tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. 18 Bangkitan & Tarikan Perjalanan Penumpang Tahun 2006, pnp/th

No Zona Bangkitan (Oi), pnp/th

Tarikan (Dd), pnp/th No Zona Bangkitan (Oi),

pnp/th Tarikan

(Dd), pnp/th

1001 Simeulue 4.583 31.593 1121 Kota Tangerang 19.726.133 12.478.126

1002 Aceh Singkil 44.694 138.867 1122 Kota Cilegon 1.977.589 4.925.342

1003 Aceh Selatan 59.560 127.000 1123 Adm. Kepulauan Seribu 397.655 314.333

1004 Aceh Tenggara 57.829 228.213 1124 Kota Jakarta Selatan 67.109.165 39.757.293

1005 Aceh Timur 98.248 226.323 1125 Kota Jakarta Timur 78.257.419 53.279.424

1006 Aceh Tengah 90.271 293.963 1126 Kota Jakarta Pusat 48.102.017 37.960.906

1007 Aceh Barat 80.556 246.711 1127 Kota Jakarta Barat 51.841.057 37.066.359

1008 Aceh Besar 124.194 74.570 1128 Kota Jakarta Utara 55.396.864 44.416.378

1009 Pidie 139.824 313.174 1129 Bogor 31.511.323 45.832.829

1010 Bireuen 77.540 269.909 1130 Sukabumi 21.391.002 21.017.354

1011 Aceh Utara 98.015 371.217 1131 Cianjur 22.101.183 22.440.935

1012 Aceh Barat Daya 62.241 107.461 1132 Bandung 39.171.419 41.991.081

1013 Aceh Tamiang 9.847 27.772 1133 Garut 21.026.919 21.847.987

1014 Nagan Raya 37.111 105.015 1134 Tasikmalaya 15.595.875 15.894.192

1015 Aceh Jaya 27.548 69.120 1135 Ciamis 14.195.723 13.092.292

1016 Bener Meriah 27.100 62.690 1136 Kuningan 11.578.915 11.130.777

1017 Kota Banda Aceh 136.273 563.081 1137 Cirebon 2.957.337 19.207.932

1018 Kota Sabang 29.310 25.984 1138 Majalengka 13.225.374 11.654.993

1019 Kota Langsa 63.197 98.999 1139 Sumedang 11.674.377 11.936.518

1020 Kota Lhokseumawe 78.901 171.856 1140 Indramayu 14.054.087 13.959.859

1021 Nias 60.579 384.335 1141 Subang 15.353.144 14.601.106

1022 Mailing Natal 42.426 7.975 1142 Purwakarta 7.754.997 9.272.153

1023 Tapanuli Selatan 80.722 584.450 1143 Karawang 17.693.710 20.803.689

1024 Tapanuli Tengah 32.483 257.264 1144 Bekasi 19.623.524 24.495.152

1025 Tapanuli Utara 25.820 243.184 1145 Kota Bogor 9.486.951 16.405.896

1026 Toba Samosir 17.818 149.102 1146 Kota Sukabumi 3.138.139 4.461.368

1027 Labuhan Batu 75.957 942.348 1147 Kota Bandung 30.226.656 40.858.979

1028 Asahan 100.722 972.889 1148 Kota Cirebon 2.957.337 4.195.970

1029 Simalungun 98.229 604.525 1149 Kota Bekasi 20.217.792 27.394.017

1030 Dairi 24.020 220.242 1150 Kota Depok 16.561.037 27.438.602

1031 Karo 38.510 290.110 1151 Kota Cimahi 7.113.053 8.861.728

1032 Deli Serdang 202.575 839.574 1152 Kota Tasikmalaya 6.117.692 6.060.752

1033 Langkat 129.180 654.846 1153 Kota Banjar 1.487.116 2.323.496

1034 Nias Seatan 25.093 4.805 1154 Cilacap 12.490.655 14.744.436

1035 Humbang Hasundutan 21.472 103.156 1155 Banyumas 12.513.094 14.106.034

1036 Pakpak Bharat 13.326 23.397 1156 Purbalingga 7.321.549 8.243.727

Page 113: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 103

No Zona Bangkitan (Oi), pnp/th

Tarikan (Dd), pnp/th No Zona Bangkitan (Oi),

pnp/th Tarikan

(Dd), pnp/th

1037 Samosir 15.525 70.680 1157 Banjarnegara 7.851.563 7.905.035

1038 Serdang Bedagi 92.196 1.450 1158 Kebumen 9.963.717 10.792.672

1039 Kota Sibolga 15.176 61.411 1159 Purworejo 6.429.917 8.478.609

1040 Kota Tanjung Balai 18.919 104.598 1160 Wonosobo 6.732.616 7.194.462

1041 Kota Pematang Siantar 49.520 117.293 1161 Magelang 11.371.657 12.348.896

1042 Kota Tebing Tinggi 19.666 230.085 1162 Boyolali 8.733.367 8.573.501

1043 Kota Medan 247.775 4.044.755 1163 Klaten 10.517.038 12.532.204

1044 Kota Binjai 44.332 159.053 1164 Sukoharjo 8.103.023 8.244.784

1045 Kota Padang Sidempuan 31.958 131.884 1165 Wonogiri 9.631.033 9.875.362

1046 Kepulauan Mentawai 0 28.428 1166 Karanganyar 8.126.554 18.298.324

1047 Pesisir Selatan 29.969 472.792 1167 Sragen 8.337.496 7.991.123

1048 Solok 16.293 564.536 1168 Grobogan 12.320.101 10.977.900

1049 Sawahlunto 18.028 566.617 1169 Blora 8.041.190 6.677.499

1050 Tanah Datar 23.981 473.666 1170 Rembang 5.675.345 5.063.776

1051 Padang Pariaman 46.857 405.458 1171 Pati 10.783.628 9.622.119

1052 Agam 45.097 657.254 1172 Kudus 7.243.143 6.830.511

1053 Lima Puluh Koto 48.351 577.493 1173 Jepara 8.871.957 8.197.711

1054 Pasaman 58.181 908.633 1174 Demak 9.971.321 9.634.811

1055 Solok Selatan 21.337 121.464 1175 Semarang 8.888.614 8.647.004

1056 Dharmas Raya 17.237 172.555 1176 Temanggung 6.437.063 6.330.747

1057 Pasaman Barat 51.036 431.067 1177 Kendal 7.864.418 7.465.746

1058 Kota Padang 172.519 4.688.319 1178 Batang 5.996.601 5.959.662

1059 Kota Solok 21.252 155.055 1179 Pekalongan 8.038.257 8.135.294

1060 Kota Sawah Lunto 30.103 122.650 1180 Pemalang 11.554.570 11.733.347

1061 Kota Padang Panjang 28.407 96.721 1181 Tegal 14.208.589 15.402.680

1062 Kota Bukittinggi 41.799 369.874 1182 Brebes 14.251.094 14.354.866

1063 Kota Payakumbuh 46.705 162.458 1183 Kota Magelang 1.700.394 2.177.712

1064 Kota Pariaman 24.766 108.675 1184 Kota Surakarta 5.162.552 4.945.584

1065 Kuantan Singingi 587.899 173.394 1185 Kota Salatiga 1.724.697 1.755.687

1066 Indragiri Hulu 560.357 274.685 1186 Kota Semarang 14.296.957 17.012.616

1067 Indragiri Hilir 1.395.329 373.202 1187 Kota Pekalongan 2.676.968 2.573.147

1068 Pelalawan 352.697 180.832 1188 KotaTegal 2.572.004 2.514.873

1069 Siak 631.568 267.250 1189 Kulon Progo 18.861.431 3.986.976

1070 Kampar 1.480.867 395.344 1190 Bantul 11.132.541 9.073.694

1071 Rokan Hulu 922.422 176.433 1191 Gunung Kidul 10.000.486 7.672.375

1072 Bengkalis 1.473.958 490.938 1192 Sleman 12.790.535 8.744.969

1073 Rokan Hilir 1.349.475 252.898 1193 Kota Yogyakarta 11.074.242 8.850.335

1074 Kota Pekanbaru 2.409.612 996.237 1194 Pacitan 3.593.579 4.655.871

1075 Kota Dumai 397.825 286.070 1195 Ponorogo 5.795.524 7.139.553

1076 Kerinci 120.417 118.445 1196 Trenggalek 4.444.188 5.366.641

1077 Merangin 103.050 154.325 1197 Tulungagung 6.572.508 7.781.575

1078 Sarolangun 90.439 61.188 1198 Blitar 8.137.735 9.660.200

1079 Batanghari 85.477 158.545 1199 Kediri 11.011.697 13.142.561

Page 114: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 104

No Zona Bangkitan (Oi), pnp/th

Tarikan (Dd), pnp/th No Zona Bangkitan (Oi),

pnp/th Tarikan

(Dd), pnp/th

1080 Muaro Jambi 207.431 240.853 1200 Malang 15.998.669 17.618.064

1081 Tanjung Jabung Timur 65.842 108.627 1201 Lumajang 5.583.211 6.692.260

1082 Tanjung Jabung Barat 71.671 161.916 1202 Jember 10.571.801 11.433.686

1083 Tebo 87.856 145.955 1203 Banyuwangi 6.589.014 6.990.160

1084 Bungo 140.207 220.679 1204 Bondowoso 3.670.881 4.178.260

1085 Kota Jambi 2.441.870 2.034.523 1205 Situbondo 3.155.175 3.445.297

1086 Ogan Komering Ulu 543.570 670.792 1206 Probolinggo 7.759.740 8.385.377

1087 Ogan Komering Ilr 935.963 152.211 1207 Pasuruan 11.639.936 12.635.976

1088 Muara Enim 1.132.934 1.225.238 1208 Sidoarjo 12.235.184 13.505.208

1089 Lahat 1.297.486 1.078.506 1209 Mojokerto 8.672.633 9.362.098

1090 MusiRawas 1.206.119 544.386 1210 Jombang 7.531.096 9.133.225

1091 MusiBanyuasin 2.871.822 404.111 1211 Nganjuk 7.292.243 8.581.346

1092 Ogan Komering Ulu Selatan 2.224.851 636.807 1212 Madiun 5.559.839 6.647.255

1093 Ogan Ilir 1.727.007 1.749.194 1213 Magetan 4.484.159 5.732.506

1094 Paembang 10.593.725 1.227.392 1214 Ngawi 5.908.189 7.493.885

1095 Prabumulih 271.862 540.106 1215 Bojonegoro 6.938.759 9.063.817

1096 Pagar Alam 356.056 343.325 1216 Tuban 6.370.494 7.655.625

1097 Lubuk Linggau 444.534 361.317 1217 Lamongan 7.877.086 8.954.562

1098 Bengkulu Selatan 364.858 719.599 1218 Gresik 7.155.911 8.337.092

1099 Rejang Lebong 233.543 884.569 1219 Bangkalan 5.368.415 6.142.592

1100 Bengkulu Utara 287.158 684.254 1220 Sampang 4.178.002 4.780.853

1101 Kaur 206.238 236.852 1221 Pamekasan 3.559.483 3.853.039

1102 Seluma 148.714 233.336 1222 Sumenep 3.853.176 4.220.633

1103 Mukomuko 156.185 243.717 1223 Kota Kediri 1.994.587 2.278.957

1104 Lebong 146.751 193.040 1224 Kota Blitar 975.165 1.252.422

1105 Kapahiang 161.366 208.237 1225 Kota Malang 5.464.301 5.706.346

1106 Kota Bengkulu 1.308.104 1.059.640 1226 Kota Probolinggo 1.480.907 1.439.765

1107 Lampung Barat 1.252.933 704.551 1227 Kota Pasuruan 1.394.874 1.329.873

1108 Tanggamus 2.573.840 1.197.816 1228 Kota Mojokerto 1.002.418 914.870

1109 Lampung Selatan 3.786.690 1.650.133 1229 Kota Madiun 1.517.936 2.150.489

1110 Lampung Timur 2.910.163 1.498.325 1230 Kota Surabaya 29.505.808 21.929.270

1111 Lampung Tengah 3.612.208 1.883.487 1231 Kota Batu 1.655.835 2.065.654

1112 Lampung Utara 1.837.235 923.826 1232 Jembrana 400.577 669.401

1113 Way Kanan 1.199.567 770.213 1233 Tabanan 1.396.926 1.746.347

1114 Tulang Bawang 2.357.893 1.087.513 1234 Badung 1.390.488 1.702.561

1115 Kota Bandar Lampung 2.606.459 3.419.783 1235 Gianyar 1.502.804 1.793.207

1116 Kota Metro 500.797 431.821 1236 Klungkung 724.283 867.610

1117 Pandeglang 6.303.430 3.198.052 1237 Bangli 859.609 1.052.073

1118 Lebak 7.391.672 6.372.362 1238 Karangasem 868.133 1.256.682

1119 Tangerang 19.725.423 16.096.624 1239 Buleleng 1.156.590 1.765.728

1120 Serang 9.524.672 12.519.497 1240 Kota Denpasar 1.433.626 4.485.892

Sumber: ATTN 2006

Page 115: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 105

Tabel 3. 19 Bangkitan & Tarikan Perjalanan Barang Tahun 2006, pnp/th

No Zona Bangkitan (Oi), ton/th

Tarikan (Dd), ton/th No Zona Bangkitan

(Oi), ton/th Tarikan (Dd),

ton/th

1001 Simeulue 2.997.622 4.874.932 1121 Kota Tangerang 134.013.919 104.659.776

1002 Aceh Singkil 5.830.206 9.191.195 1122 Kota Cilegon 18.894.696 18.007.198

1003 Aceh Selatan 7.811.241 11.769.837 1123 Adm. Kepulauan Seribu 1.524.916 2.857.036

1004 Aceh Tenggara 7.065.251 10.976.916 1124 Kota Jakarta Selatan 140.383.854 131.200.375

1005 Aceh Timur 13.297.999 17.269.322 1125 Kota Jakarta Timur 172.869.423 159.703.328

1006 Aceh Tengah 12.232.169 15.635.170 1126 Kota Jakarta Pusat 100.976.983 102.226.544

1007 Aceh Barat 10.958.764 14.879.058 1127 Kota Jakarta Barat 126.835.978 111.712.674

1008 Aceh Besar 14.188.249 24.261.187 1128 Kota Jakarta Utara 120.019.110 123.679.489

1009 Pidie 12.507.307 24.661.917 1129 Bogor 221.586.399 215.622.376

1010 Bireuen 10.550.922 19.541.700 1130 Sukabumi 135.096.938 121.765.041

1011 Aceh Utara 9.978.614 30.443.886 1131 Cianjur 130.994.327 130.692.148

1012 Aceh Barat Daya 8.294.059 7.613.963 1132 Bandung 279.345.127 240.744.285

1013 Aceh Tamiang 1.350.152 2.708.490 1133 Garut 142.581.792 127.526.721

1014 Nagan Raya 4.640.929 7.269.700 1134 Tasikmalaya 106.913.165 97.882.189

1015 Aceh Jaya 3.610.401 5.342.921 1135 Ciamis 94.630.481 94.370.755

1016 Bener Meriah 3.238.655 4.546.049 1136 Kuningan 65.946.473 66.039.675

1017 Kota Banda Aceh 9.650.448 12.498.048 1137 Cirebon 129.371.125 123.322.368

1018 Kota Sabang 1.124.488 4.094.812 1138 Majalengka 79.927.769 70.319.389

1019 Kota Langsa 5.929.936 9.478.892 1139 Sumedang 70.206.194 64.980.417

1020 Kota Lhokseumawe 3.991.861 7.753.240 1140 Indramayu 100.438.597 92.878.748

1021 Nias 17.148.124 16.052.066 1141 Subang 97.787.956 87.417.018

1022 Mailing Natal 14.915.963 512.510 1142 Purwakarta 50.958.234 53.690.347

1023 Tapanuli Selatan 24.527.289 22.485.585 1143 Karawang 120.191.368 129.069.912

1024 Tapanuli Tengah 11.275.774 11.538.047 1144 Bekasi 138.883.691 132.848.425

1025 Tapanuli Utara 10.408.140 9.630.717 1145 Kota Bogor 65.733.057 74.310.240

1026 Toba Samosir 6.744.224 6.972.073 1146 Kota Sukabumi 18.769.094 25.820.013

1027 Labuhan Batu 37.019.609 34.188.353 1147 Kota Bandung 187.160.299 198.209.886

1028 Asahan 42.164.693 39.285.429 1148 Kota Cirebon 18.800.814 23.227.491

1029 Simalungun 34.673.949 33.340.488 1149 Kota Bekasi 137.738.167 132.922.514

1030 Dairi 10.577.034 10.314.052 1150 Kota Depok 109.765.950 115.319.672

1031 Karo 13.019.598 12.464.717 1151 Kota Cimahi 45.113.552 42.945.821

1032 Deli Serdang 60.944.964 59.622.751 1152 Kota Tasikmalaya 41.601.081 41.819.662

1033 Langkat 41.402.601 36.520.841 1153 Kota Banjar 10.034.066 14.103.680

1034 Nias Seatan 11.141.934 249.339 1154 Cilacap 105.827.642 101.616.683

1035 Humbang Hasundutan 6.391.714 6.195.207 1155 Banyumas 99.868.314 101.660.571

1036 Pakpak Bharat 1.497.328 1.608.717 1156 Purbalingga 61.128.553 57.176.203

1037 Samosir 5.271.516 5.289.913 1157 Banjarnegara 60.586.432 64.476.100

1038 Serdang Bedagi 27.213.994 18.635 1158 Kebumen 81.622.874 67.724.371

1039 Kota Sibolga 3.715.576 4.058.185 1159 Purworejo 51.626.099 50.872.695

1040 Kota Tanjung Balai 6.448.264 6.088.356 1160 Wonosobo 52.332.509 56.351.669

1041 Kota Pematang Siantar 10.803.399 11.854.672 1161 Magelang 92.164.454 83.773.982

1042 Kota Tebing Tinggi 5.441.469 6.608.802 1162 Boyolali 68.408.584 68.366.549

Page 116: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 106

No Zona Bangkitan (Oi), ton/th

Tarikan (Dd), ton/th No Zona Bangkitan

(Oi), ton/th Tarikan (Dd),

ton/th

1043 Kota Medan 82.756.197 78.152.363 1163 Klaten 84.725.979 77.979.122

1044 Kota Binjai 13.036.395 11.672.364 1164 Sukoharjo 61.667.240 61.716.652

1045 Kota Padang Sidempuan 7.405.979 8.098.527 1165 Wonogiri 72.637.679 72.224.405

1046 Kepulauan Mentawai 1.985.741 3.278.842 1166 Karanganyar 62.027.371 140.440.141

1047 Pesisir Selatan 12.531.884 17.693.936 1167 Sragen 64.143.649 59.465.468

1048 Solok 14.366.176 20.068.157 1168 Grobogan 96.908.015 90.300.352

1049 Sawahlunto 10.565.584 15.320.294 1169 Blora 58.099.785 55.703.141

1050 Tanah Datar 11.259.468 14.693.989 1170 Rembang 44.551.213 38.465.827

1051 Padang Pariaman 11.783.179 16.386.645 1171 Pati 80.362.520 78.972.679

1052 Agam 13.122.250 18.427.670 1172 Kudus 55.908.278 53.529.523

1053 Lima Puluh Koto 10.230.537 14.443.549 1173 Jepara 70.596.343 66.071.498

1054 Pasaman 16.436.511 23.274.263 1174 Demak 78.929.519 75.082.180

1055 Solok Selatan 3.950.207 5.771.747 1175 Semarang 73.637.525 65.702.370

1056 Dharmas Raya 4.630.160 7.020.432 1176 Temanggung 51.525.256 50.283.354

1057 Pasaman Barat 10.055.205 14.481.725 1177 Kendal 63.695.317 57.660.060

1058 Kota Padang 24.325.142 32.092.079 1178 Batang 48.814.361 47.678.152

1059 Kota Solok 1.728.161 3.061.925 1179 Pekalongan 66.143.421 60.790.800

1060 Kota Sawah Lunto 1.749.923 2.623.916 1180 Pemalang 90.851.109 89.641.465

1061 Kota Padang Panjang 1.487.235 2.171.856 1181 Tegal 113.211.390 108.999.810

1062 Kota Bukittinggi 3.291.566 4.609.434 1182 Brebes 119.360.324 106.079.906

1063 Kota Payakumbuh 3.340.894 4.826.627 1183 Kota Magelang 11.648.066 12.756.579

1064 Kota Pariaman 2.522.773 3.451.900 1184 Kota Surakarta 40.964.275 39.542.446

1065 Kuantan Singingi 6.723.683 6.204.262 1185 Kota Salatiga 14.077.728 14.384.751

1066 Indragiri Hulu 7.225.542 6.857.440 1186 Kota Semarang 105.716.760 98.065.914

1067 Indragiri Hilir 15.326.645 13.708.051 1187 Kota Pekalongan 19.861.424 18.547.109

1068 Pelalawan 5.503.014 5.262.972 1188 KotaTegal 20.482.619 20.407.405

1069 Siak 7.180.656 6.877.650 1189 Kulon Progo 20.360.367 32.530.992

1070 Kampar 15.105.260 12.935.412 1190 Bantul 45.141.342 68.449.204

1071 Rokan Hulu 9.250.901 8.744.975 1191 Gunung Kidul 36.787.064 56.568.965

1072 Bengkalis 16.015.540 14.815.642 1192 Sleman 53.607.005 77.888.776

1073 Rokan Hilir 11.485.179 10.735.073 1193 Kota Yogyakarta 30.841.339 41.762.284

1074 Kota Pekanbaru 19.411.292 16.414.965 1194 Pacitan 35.598.924 33.439.369

1075 Kota Dumai 5.713.230 5.417.630 1195 Ponorogo 55.560.979 54.495.281

1076 Kerinci 5.333.968 7.946.545 1196 Trenggalek 43.407.856 39.763.569

1077 Merangin 4.969.113 7.166.888 1197 Tulungagung 62.894.997 59.879.134

1078 Sarolangun 3.372.347 5.247.981 1198 Blitar 76.599.042 77.088.659

1079 Batanghari 3.548.658 5.382.901 1199 Kediri 105.968.418 105.522.974

1080 Muaro Jambi 4.761.901 6.970.471 1200 Malang 151.975.978 137.050.308

1081 Tanjung Jabung Timur 3.433.216 5.295.228 1201 Lumajang 53.519.066 57.221.038

1082 Tanjung Jabung Barat 3.842.856 5.846.715 1202 Jember 103.935.503 92.826.834

1083 Tebo 4.241.204 6.252.419 1203 Banyuwangi 67.531.596 55.907.728

1084 Bungo 4.388.036 6.664.996 1204 Bondowoso 35.896.654 33.003.839

1085 Kota Jambi 7.855.891 11.333.694 1205 Situbondo 30.769.728 27.421.219

Page 117: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 107

No Zona Bangkitan (Oi), ton/th

Tarikan (Dd), ton/th No Zona Bangkitan

(Oi), ton/th Tarikan (Dd),

ton/th

1086 Ogan Komering Ulu 6.135.848 10.075.656 1206 Probolinggo 70.946.529 69.816.037

1087 Ogan Komering Ilr 8.777.331 85.998 1207 Pasuruan 111.244.862 98.971.391

1088 Muara Enim 14.582.818 21.797.508 1208 Sidoarjo 117.738.625 102.708.815

1089 Lahat 12.744.427 19.432.576 1209 Mojokerto 81.928.568 77.912.816

1090 MusiRawas 10.763.385 143.815 1210 Jombang 72.563.548 83.260.985

1091 MusiBanyuasin 26.720.045 191.477 1211 Nganjuk 67.895.640 66.023.634

1092 Ogan Komering Ulu Selatan 20.872.533 11.832.810 1212 Madiun 51.228.827 49.298.547

1093 Ogan Ilir 12.457.874 23.179.249 1213 Magetan 42.957.299 40.206.426

1094 Paembang 28.620.243 130.694 1214 Ngawi 58.217.749 55.685.421

1095 Prabumulih 2.897.940 4.965.190 1215 Bojonegoro 72.768.687 68.689.057

1096 Pagar Alam 2.712.334 4.438.885 1216 Tuban 60.608.550 58.580.614

1097 Lubuk Linggau 3.861.004 6.409.020 1217 Lamongan 71.903.336 74.122.915

1098 Bengkulu Selatan 2.342.937 8.720.282 1218 Gresik 70.412.220 67.218.704

1099 Rejang Lebong 3.618.808 10.760.742 1219 Bangkalan 52.131.807 49.874.581

1100 Bengkulu Utara 2.793.469 8.914.882 1220 Sampang 39.605.450 38.573.228

1101 Kaur 852.877 2.990.791 1221 Pamekasan 34.851.181 31.155.000

1102 Seluma 2.770.163 4.262.357 1222 Sumenep 39.189.097 35.578.358

1103 Mukomuko 1.584.910 3.751.041 1223 Kota Kediri 19.439.253 16.811.164

1104 Lebong 775.220 2.418.631 1224 Kota Blitar 9.006.438 8.962.411

1105 Kapahiang 856.649 2.597.306 1225 Kota Malang 48.593.360 45.029.959

1106 Kota Bengkulu 1.869.516 6.458.213 1226 Kota Probolinggo 13.270.247 12.257.531

1107 Lampung Barat 3.355.416 8.863.389 1227 Kota Pasuruan 13.315.541 11.160.418

1108 Tanggamus 7.096.609 18.596.688 1228 Kota Mojokerto 8.740.403 8.068.646

1109 Lampung Selatan 8.187.213 28.857.022 1229 Kota Madiun 13.419.012 14.995.321

1110 Lampung Timur 10.986.168 20.746.371 1230 Kota Surabaya 165.418.970 161.754.538

1111 Lampung Tengah 26.804.729 24.475.245 1231 Kota Batu 17.117.884 15.847.896

1112 Lampung Utara 6.247.820 12.792.830 1232 Jembrana 2.527.710 8.150.744

1113 Way Kanan 3.334.874 9.079.503 1233 Tabanan 6.691.360 13.886.605

1114 Tulang Bawang 7.006.917 16.824.569 1234 Badung 6.547.602 13.096.997

1115 Kota Bandar Lampung 7.250.059 18.416.524 1235 Gianyar 6.647.640 13.063.360

1116 Kota Metro 1.498.086 3.310.857 1236 Klungkung 3.051.793 6.211.110

1117 Pandeglang 64.428.129 56.615.180 1237 Bangli 4.030.807 7.979.849

1118 Lebak 69.928.272 68.533.385 1238 Karangasem 4.317.683 12.131.103

1119 Tangerang 193.942.432 184.127.406 1239 Buleleng 6.355.354 17.890.334

1120 Serang 98.281.829 89.476.578 1240 Kota Denpasar 6.398.602 15.001.983

Sumber: ATTN 2006

Bangkitan dan tarikan perjalanan tahun-tahun berikutnya diprediksi dengan tingkat

pertumbuhan ekonomi dan sosial pada masing-masing zona. Parameter ekonomi yang

digunakan disini adalah pertumbuhan PDRB. Berikut ini adalah angka pertumbuhan yang

digunakan untuk memprediksi pertumbuhan PDRB tersebut.

Page 118: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 108

Tabel 3. 20 Pertumbuhan PDRB pada Zona Kajian

No Wilayah PDRB Harga Berlaku (jutaan rupiah)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 NAD 35.883.111,11 34.733.404,33 42.157.468,59 46.656.532,98 47.923.448,84 65.877.512,44 70.478.676,21 75.079.839,98 79.681.003,75 2 Sumut 69.154.112,38 79.331.335,14 89.670.147,52 103.401.370,47 118.100.511,44 177.153.625,66 193.233.164,51 209.312.703,37 225.392.242,22 3 Sumbar 22.889.614,05 26.154.134,81 29.899.129,81 33.130.682,95 37.161.017,21 54.396.970,33 59.363.057,81 64.329.145,29 69.295.232,78 4 Riau 94.757.902,18 107.293.094,44 110.398.461,60 123.155.184,25 149.775.263,98 173.141.192,60 188.239.764,34 203.338.336,08 218.436.907,83 5 Jambi 9.569.242,41 11.531.784,41 13.829.910,29 15.818.277,01 18.199.936,00 26.989.759,07 29.827.741,51 32.665.723,95 35.503.706,39 6 Sumsel 41.317.799,00 47.100.349,00 49.297.459,00 55.248.758,00 64.077.474,00 85.689.685,34 92.607.692,47 99.525.699,59 106.443.706,72 7 Bengkulu 4.868.099,00 5.508.255,29 6.276.077,18 7.245.486,96 8.093.394,14 12.721.743,57 13.882.267,20 15.042.790,83 16.203.314,46 8 Lampung 23.265.292,27 25.693.709,82 29.039.746,10 32.339.919,03 36.195.211,15 57.898.192,27 62.260.242,99 66.622.293,70 70.984.344,41 9 DKI 227.924.124,00 263.720.106,71 299.991.943,14 334.364.794,66 377.159.109,72 421.486.330,11 458.955.513,44 496.424.696,77 533.893.880,10

10 Jawa Barat 195.753.027,58 219.186.969,08 241.407.388,21 270.695.000,49 305.305.606,17 403.071.676,28 435.316.175,71 467.560.675,14 499.805.174,58 11 Banten 45.311.834,81 51.970.381,42 60.347.158,85 66.874.433,76 74.562.753,51 106.446.468,31 115.200.920,69 123.955.373,08 132.709.825,47 12 Jawa Tengah 114.701.304,81 133.227.558,11 151.968.825,74 171.881.877,04 193.435.263,05 280.162.542,76 304.774.066,02 329.385.589,29 353.997.112,56 13 DIY 13.480.598,95 15.229.910,15 17.524.441,09 19.609.910,70 21.848.682,06 29.791.811,76 32.320.332,85 34.848.853,94 37.377.375,03 14 Bali 17.268.228,46 20.190.206,38 23.856.437,95 26.167.941,92 28.986.595,66 39.405.761,86 42.919.399,80 46.433.037,73 49.946.675,67 15 Jawa Timur 202.830.063,01 234.192.714,67 267.461.780,99 300.992.100,18 341.765.923,07 465.185.170,21 506.663.974,50 548.142.778,79 589.621.583,08

No Wilayah Tingkat Pertumbuhan PDRB (%)

Rata-rata 2000/2001 2001/2002 2002/2003 2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008

1 NAD 11,08% -3,20% 21,37% 10,67% 2,72% 37,46% 6,98% 6,53% 6,13% 2 Sumut 16,55% 14,72% 13,03% 15,31% 14,22% 50,00% 9,08% 8,32% 7,68% 3 Sumbar 15,39% 14,26% 14,32% 10,81% 12,16% 46,38% 9,13% 8,37% 7,72% 4 Riau 11,13% 13,23% 2,89% 11,56% 21,62% 15,60% 8,72% 8,02% 7,43% 5 Jambi 18,36% 20,51% 19,93% 14,38% 15,06% 48,30% 10,52% 9,51% 8,69% 6 Sumsel 12,87% 14,00% 4,66% 12,07% 15,98% 33,73% 8,07% 7,47% 6,95% 7 Bengkulu 17,08% 13,15% 13,94% 15,45% 11,70% 57,19% 9,12% 8,36% 7,71% 8 Lampung 15,97% 10,44% 13,02% 11,36% 11,92% 59,96% 7,53% 7,01% 6,55% 9 DKI 11,26% 15,71% 13,75% 11,46% 12,80% 11,75% 8,89% 8,16% 7,55%

10 Jawa Barat 12,67% 11,97% 10,14% 12,13% 12,79% 32,02% 8,00% 7,41% 6,90% 11 Banten 14,85% 14,69% 16,12% 10,82% 11,50% 42,76% 8,22% 7,60% 7,06% 12 Jawa Tengah 15,63% 16,15% 14,07% 13,10% 12,54% 44,84% 8,78% 8,08% 7,47% 13 DIY 13,91% 12,98% 15,07% 11,90% 11,42% 36,36% 8,49% 7,82% 7,26% 14 Bali 14,52% 16,92% 18,16% 9,69% 10,77% 35,94% 8,92% 8,19% 7,57%

Page 119: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 109

15 Jawa Timur 14,57% 15,46% 14,21% 12,54% 13,55% 36,11% 8,92% 8,19% 7,57%

Page 120: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 110

Pada tabel berikut disampaikan perkembangan jumlah penduduk pada masing-masing

wilayah kajian di atas.

Tabel 3. 21 Pertumbuhan PDRB pada Zona Kajian

Penumpang (pnp/th) Barang (ton/th)

No Wilayah PDRB (jutaan)

Penduduk (jiwa) Oi Dd Oi Dd

[X1] [X2] [Y11] [Y12] [Y21] [Y22]

1 NAD 70.478.676 4.031.589 1.346.842 3.553.518 149.249.273 244.811.235 2 Sumut 193.233.165 12.450.911 1.523.999 11.203.411 505.945.727 432.822.709 3 Sumbar 59.363.058 4.566.126 741.918 11.083.715 159.362.596 223.698.986 4 Riau 188.239.764 4.579.219 11.562.009 3.867.283 118.940.942 107.974.072 5 Jambi 29.827.742 2.635.968 3.414.260 3.405.056 45.747.190 68.107.838 6 Sumsel 92.607.692 6.782.339 23.605.929 8.933.385 151.145.782 102.682.878 7 Bengkulu 13.882.267 1.549.273 3.012.917 4.463.244 17.464.549 50.874.245 8 Lampung 62.260.243 7.116.177 22.637.785 13.567.468 81.767.891 161.962.998 9 DKI 458.955.513 8.860.381 64.648.919 55.590.003 579.489.277 521.419.523

10 Jawa Barat 435.316.176 38.965.440 376.214.682 457.179.658 2.599.575.716 2.517.848.793 11 Banten 115.200.921 9.028.816 301.104.177 212.794.693 662.610.264 631.379.446 12 Jawa Tengah 304.774.066 31.977.968 296.402.742 315.342.461 2.344.112.627 2.312.509.932 13 DIY 32.320.333 3.343.651 63.859.235 38.328.349 186.737.117 277.200.221 14 Bali 42.919.400 3.383.572 5.042.241 9.427.985 24.154.239 2.243.596.450 15 Jawa Timur 506.663.975 36.294.280 251.190.953 277.568.379 2.270.586.136 2.184.382.071

Tingkat pertumbuhan di perkirakan mengikuti atau selaras dengan perkembangan

penduduk dan ekonomi di Pulau Sumatera, P.Jawa dan P.Bali. Dengan demikian perlu

disiapkan model pertumbuhan yang merepresentasikan hubungan antara bangkitan (Oi)

dan tarikan (Dd) perjalanan terhadap parameter PDRB [X1] dan Penduduk [X2].

Tabel 3. 22 Alternatif Model Pertumbuhan Bangkitan (Oi) dan Tarikan (Dd) Perjalanan

Penumpang & Barang

No Model Pergerakan Penumpang Keterangan 1 Bangkitan (Oi-Pnp) Intersep Koefisien X1 Koefisien X2 R2

Alternatif 1 -3,773,971 -0.111 10.094 0.716 Failed

Alternatif 2 7,112,053 0.506

0.407 Ok

Alternatif 3 -8,997,302

8.893 0.709 Ok

2 Tarikan (Dd-Pnp)

Alternatif 1 -22,170,365 -0.125 11.869 0.856 Failed

Alternatif 2 -9,371,047 0.601

0.491 Ok

Alternatif 3 -28,035,283

10.519 0.849 Ok

No Model Pergerakan Barang 3 Tarikan (Oi-Brg)

Alternatif 1 -177,888,807 0.042 70.940 0.976 Ok

Alternatif 2 -101,385,920 4.381

0.650 Ok

Alternatif 3 -175,892,925

71.399 0.976 Ok

4 Tarikan (Dd-Brg)

Alternatif 1 141,473,095 -0.865 69.571 0.658 Failed

Alternatif 2 216,499,891 3.390

0.364 Ok

Alternatif 3 100,759,271

60.205 0.650 Ok

Page 121: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 111

Tanda yang Diharapkan (+) (+)

3.4.3.4 Kalibrasi MAT Tahun 2006

MAT hasil survey ATTN tahun 2006 perlu dikalibrasi atau diupdate dengan data lain

sebagai pembanding. Tujuan kalibrasi ini selain untuk mendapatkan pola pergerakan baru

juga untuk melihat apakah pola pergerakan MAT sudah sesuai atau mendekati lapangan.

Indikator yang lazim digunaan dalam proses ini adalah kesesuaian antara actual flow dan

estimated flow, dinyatakan dalam nilai R2. Data-data yang digunakan untuk mengkalibrasi

MAT adalah data lalu-lintas yang bersumber dari IRMS Departemen Pekerjaan Umum

tahun 2006. Hasil dari kalibrasi menunjukkan bahwa MAT hasil survey ATTN cukup

sesuai dengan data lapangan dari IRMS. Nilai R2 yang diperoleh sebesar 0,79

menunjukkan bahwa perkiraan MAT cukup mirip dengan kondisi lapangan. Gambar

dibawah ini menampilkan regresi kesesuaian antara data model (estimated flow) dan data

lapangan (actual flow). Pada tabel di bawahnya ditampilkan secara detail rincian ruas jalan

yang digunakan dalam proses kalibrasi tersebut.

Gambar 3.27 Goodness of Fit antara MAT ATTN 2006 dan Data IRMS 2006

Tabel 3. 23 Hasil Kalibrasi MAT ATTN 2006 dengan Data Traffic Counting IRMS 2006

Anode Bnode Nama Ruas Jalan Actual Flow (smp/jam)

Estimated Flow

(smp/jam) 22 35 BOGOR - CIAWI (JL. RAYA TAJUR) 2548 2542 23 24 PANDEGLANG - SAKETI 568 568

R² = 0,793

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

0 1000 2000 3000 4000 5000

Esti

mate

d F

low

(p

cu

/hr)

Actual Flow (pcu/hr)

Page 122: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 112

Anode Bnode Nama Ruas Jalan Actual Flow (smp/jam)

Estimated Flow

(smp/jam) 26 27 PANDEGLANG - RANGKASBITUNG 232 1411 40 51 JL. RAYA MERAK (CILEGON) 1289 1606 41 42 CILEGON - M E R A K 1089 1103 44 45 SERDANG - BOJONEGARA - MERAK 1099 1284 64 65 TANGERANG - S E R A N G 1289 1310

77 78 JL. DAAN MOGOT (TANGERANG - BTS. DKI) 4299 4315

232 234 SADANG - PURWAKARTA 3568 3601 242 243 CIKAMPEK - BTS. SUBANG/KARAWANG 3262 2567 281 283 INDRAMAYU - LOHBENER 667 671 282 350 JATIBARANG - LOHBENER 1713 2869 305 306 BANDUNG - CILEUNYI 3182 3211 333 334 SUMEDANG - CIJELAG 1745 1762 342 370 CIJELAG - KADIPATEN 1762 1783 362 474 CIREBON - PALIMANAN 4039 2375 382 383 CILEUNYI - NAGREG 3566 3575 403 404 NAGREG - BTS. TASIKMALAYA/GARUT 1266 1292 414 415 RAJAPOLAH - TASIKMALAYA 595 1038 443 444 CIAMIS - BANJAR 972 2216

492 493 BTS.CIREBON/INDRAMAYU (SINGAKERTA) - KAR 997 952

506 507 CIREBON - LOSARI 2804 2803 518 519 BANJAR - BTS. JATENG 625 981 524 525 KARANGPUCUNG - BTS JABAR 340 981 552 553 AJIBARANG - WANGON 703 647 555 556 BTS KAB TEGAL - AJIBARANG (BTE) 458 642 572 573 TEGAL - BREBES 2184 2184 573 579 T E G A L - S L A W I 902 909 582 583 SLAWI - PRUPUK 700 781 588 589 GUMILIR - CILACAP 2536 2530 598 599 SAMPANG - RAWALO 1175 576 604 606 WANGON - KARANGPUCUNG 355 564 611 612 BANYUMAS - BUNTU 705 706 635 636 PEMALANG - TEGAL (PKL BARAT) 1529 1637 667 671 KLAMPOK - BANJARNEGARA 624 1420 685 686 KEBUMEN - BTS BANYUMAS TENGAH 940 976 695 696 PEKALONGAN - PEMALANG 1860 1845 728 729 BATANG - WELERI (PKL TIMUR) 1770 2267 735 736 WONOSOBO - SELOKROMO 661 681 737 738 KRETEK - WONOSOBO 1118 1128 743 744 PREMBUN - KEBUMEN 1119 1111 799 800 KENDAL - WELERI 963 1077 802 803 SEMARANG - KENDAL 1105 1116 826 827 MAGELANG - SECANG 1678 1700 858 859 KLATEN - PRAMBANAN 3281 3281 862 863 BAWEN - SALATIGA 2255 2267 863 864 SALATIGA- BOYOLALI (SMG BRT) 1775 1251 878 879 SEMARANG - DEMAK 1019 1485 890 891 KARTASURA - KLATEN 2032 2047 891 894 SURAKARTA - KARTASURA 2948 2939 892 893 KARTASURA - BOYOLALI 1704 1710 972 973 MADIUN - MAOSPATI 1102 1111 985 986 TULUNGAGUNG - TRENGGALEK 839 848

Page 123: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 113

Anode Bnode Nama Ruas Jalan Actual Flow (smp/jam)

Estimated Flow

(smp/jam) 1000 1001 K U D U S - BTS PATI BARAT 1168 1175 1016 1017 PATI - REMBANG 766 1062 1027 1028 SRAGEN - MANTINGAN 1515 1522 1030 1031 NGAWI - MANTINGAN 1032 2080 1068 1069 NGANJUK - BTS. KAB. MADIUN 1306 1080 1087 1088 TUBAN - BULU 832 1589 1106 1107 KEDIRI - BTS. KAB. TULUNGAGUNG 974 982 1111 1112 KERTOSONO - KEDIRI 817 837 1114 1115 KERTOSONO - NGANJUK 1119 1162 1119 1120 JOMBANG - BTS. KAB. KEDIRI 1932 1923 1153 1154 BTS. KAB. MOJOKERTO - JOMBANG 2824 1284 1161 1162 GRESIK - BTS. KAB. LAMONGAN 1643 1672

1171 1172 SURABAYA - GRESIK /JLN. VETERAN (GRESIK) 3092 3115

1195 1239 PURWODADI - BTS. KAB. MALANG 4307 4325 1227 1228 WARU - SIDOARJO 4362 4371 1275 1276 PASURUAN - BTS. KAB. PROBOLINGGO 2950 2950 1343 1344 KETAPANG - BANYUWANGI 753 620

1348 1349 SITUBONDO - BAJULMATI (BTS. KAB. BANYUWA 740 1018

1363 1364 PANARUKAN - SITUBONDO 595 595 1445 1446 SP.KALIANDA - BAKAUHENI 654 1418 1447 1448 BAKAUHENI - BUNUT (KETAPANG) 279 1720 1450 1451 SUKAMAJU - SP.KALIANDA 1784 1817 1491 1492 SP.TJ. KARANG - TEGINENENG 2194 883 1492 1553 TEGINENENG - GUNUNG SUGIH 1359 1485 1497 1498 KOTA AGUNG - WONOSOBO 394 395 1543 1547 KOTABUMI - BUKIT KEMUNING 719 718 1549 1550 TERBANGGI BESAR - KOTABUMI 997 2849 1555 1556 TEGINENENG - METRO 644 735 1619 1650 BATURAJA - MARTAPURA 481 587 1678 1730 SP.INDRALAYA - PRABUMULIH 702 357 1726 1727 MUARA ENIM - LAHAT 689 694 1733 1734 PALEMBANG - SIMPANG INDRALAYA 1226 1252 1760 1761 TEBINGTINGGI - MUARA BELITI 771 1126 1808 1809 LUBUK LINGGAU - BTS. BENGKULU 183 183 1810 1816 LUBUK LINGGAU - TERAWAS 249 356 1850 1851 MENDALO DARAT - SP.TUAN 192 583 1882 1883 MUARA BULIAN - MUARA TEMBESI 302 359 1995 2100 MERLUNG - BTS.RIAU 103 330 2060 2061 MUARA TEBO - MUARA BUNGO 388 388 2237 2238 JL. KE BANGKINANG (PEKANBARU) 571 532 2367 2368 DURI - DUMAI 990 1381 2458 2459 SIBOLGA - BTS.TAPANULI SEL.I 253 432 2484 2485 SIBORONG BORONG - TARUTUNG 352 935 2575 2587 KABANJAHE - MEREK 131 849 2584 2585 KABANJAHE - KUTA BULUH 237 239

2586 2609 BTS. DELI SERDANG - PEMATANG SIANTAR 726 724

2596 2597 SEI RAMPAH - TEBING TINGGI 1245 1257 2606 2607 MEDAN - LUBUK PAKAM 2356 2373 2619 2620 MEDAN - BINJAI 2554 2545 2635 2661 LAWEUNAN - KOTACANE 843 897 2637 2638 KUTA CANE - BTS.SUMUT 911 1373

Page 124: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 114

Anode Bnode Nama Ruas Jalan Actual Flow (smp/jam)

Estimated Flow

(smp/jam) 2644 2645 BTS. KOTA BINJAI - TJG. PURA 2078 2096 2704 2705 PEUREULAK - LANGSA 982 997 2724 2725 BIREUEN - LHOK SUMAWE 896 898 2796 1797 KM.77 (BTS ACEH BESAR) - SIGLI 796 820

3.4.3.5 Prediksi Matriks Asal Tujuan Perjalanan

MAT merupakan gambaran pola pergerakan baik penumpang maupun barang di wilayah

studi. MAT ini juga mengacu pada hasil studi ATTN 2006 sbg matriks dasar untuk

dikembangkan menjadi MAT di masa-masa yang akan datang. Dari hasil analisis diketahui

total produksi perjalanan di Pulau Sumatera, P.Jawa dan P.Bali di tahun 2006 mencapai

1.426 juta pnp/thn. Total penumpang sebanyak itu terdistribusi di seluruh jaringan jalan

yang ada di pulau-pulau tersebut dan penyeberangan Merak-Bakauheni, Surabaya-Madura

dan Ketapang-Gilimanuk. Gambaran pola perjalanan baik untuk penumpang dan barang

disampaikan pada gambar desire line perjalanan di bawah ini.

Gambar 3.28 Desire Line Perjalanan Penumpang di Wilayah Studi Tahun 2006

Prov.NAD

Prov.Sumatera Utara

Prov.Sumatera Barat

Prov.Riau

Prov.Jambi

Prov.Sumatera Selatan

Prov.Bengkulu

Prov.Lampung Prov.Bali

Prov.Banten Prov.Jawa

Barat Prov.DIY Prov.Jawa

Timur

Prov.DKI Jakarta

Prov.Jawa Tengah

200 100 Juta pnp/thn

Lokasi Kajian

Penyeberangan

Merak-Bakauheni

Page 125: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 115

Gambar 3.29 Desire Line Perjalanan Barang di Wilayah Studi Tahun 2006

MAT yang akan datang, yakni MAT tahun 2010, 2011,..., dst diperkirakan dengan Metoda

Furness. Furness (1965) mengembangkan metode yang pada saat sekarang sangat sering

digunakan dalam perencanaan transportasi. Metodenya sangat sederhana dan mudah

digunakan. Pada metode ini, sebaran pergerakan pada masa mendatang didapatkan

dengan mengalikan sebaran pergerakan pada saat sekarang dengan tingkat pertumbuhan

zona asal atau zona tujuan yang dilakukan secara bergantian. Secara matematis, metode

Furness dapat dinyatakan sebagai berikut:

Tid = tid.Ei

Pada metode ini, pergerakan awal (masa sekarang) pertama kali dikalikan dengan tingkat

pertumbuhan zona asal. Hasilnya kemudian dikalikan dengan tingkat pertumbuhan zona

tujuan dan zona asal secara bergantian (modifikasi harus dilakukan setelah setiap

perkalian) sampai total sel MAT untuk setiap arah (baris atau kolom) kira-kira sama

dengan total sel MAT yang diinginkan.

Evans (1970) menunjukkan bahwa metode Furness selalu mempunyai satu solusi akhir

dan terbukti lebih efisien dibandingkan dengan metode analogi lainnya. Solusi akhir pasti

selalu sama, tidak tergantung dari mana pengulangan dimulai (baris atau kolom).

Beberapa peneliti berusaha mempercepat proses pengulangan metode Furness (lihat

Robillard and Stewart, 1974; Mekky, 1983; Maher, 1983b).

Penurunan teori metode Furness dapat dihasilkan dengan meminimumkan statistik

informasi yang diharapkan (Morphet, 1975) atau memaksimumkan ukuran entropi

(Evans, 1970). Dibuktikan bahwa metode Furness menghasilkan sebaran pergerakan

Lokasi Kajian

Penyeberangan

Merak-Bakauheni

Prov.NAD

Prov.Sumatera Utara

Prov.Sumatera Barat

Prov.Riau

Prov.Jambi

Prov.Sumatera Selatan

Prov.Bengkulu

Prov.Lampung Prov.Bali

Prov.Banten Prov.Jawa

Barat Prov.DIY Prov.Jawa

Timur

Prov.DKI Jakarta

Prov.Jawa Tengah

2.000 1.000 Juta ton/thn

Page 126: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 116

yang memaksimumkan entropi dan meminimumkan informasi yang diharapkan,

tergantung pada batasan asal tujuan. Lamond and Stewart (1981) memperlihatkan

bahwa proses keseimbangan metode Furness sebenarnya merupakan kasus khusus yang

dapat dihasilkan oleh metode keseimbangan Bregman. Penjelasan rinci mengenai hal

tersebut dapat dilihat pada Bregman (1967). Dengan dasar prediksi bangkitan (Oi) dan

tarikan (Dd) seperti disebutkan di atas maka MAT di tahun-tahun mendatang dapat

dihitung dengan Metoda Furness.

3.4.3.6 Pembebanan MAT ke Model Jaringan Jalan

MAT yang sudah dianalisis di atas dibebankan ke model jaringan jalan sedemikian rupa

sehingga pada masing-masing ruas jalan diketahui volume pergerakannya, termasuk di

dalamnya penyeberangan Merak-Bakauheni. Pada pembebanan ini diambil beberapa

asumsi sebagai berikut:

1) MAT dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam (smp/jam). Alasan

diambilnya asumsi ini adalah, pertama, pembebanan MAT ke model jaringan jalan

dapat dilakukan untuk sekaligus untuk semua jenis kendaraan, sehingga tidak

perlu dilakukan satu per satu, kedua, database jaringan jalan yang diperoleh dari

IRMS (Inter-Urban Road Management System) juga dinyatakan dalam satuan

smp/jam dan ketiga, satuan ini dapat dikembalikan ke jumlah kendaraan menurut

jenisnya dengan mengetahui komposisi kendaraannya (reverseable).

2) MAT dinyatakan dalam pergerakan smp/jam dengan membagi isi sel matriks

dengan 365 * 0,1. Angka 365 adalah untuk mendapatkan matriks dalam pnp/hari,

sedangkan angka 0,1 sebagai faktor k untuk jalan antar kota untuk mendapatkan

nilai pnp/jam.

3) Untuk MAT penumpang, dalam mendapatkan satuan smp/jam diasumsikan

penumpang tersebut naik bus dengan kapasitas rata-rata 50 orang dengan load

factor 0,7. Dengan demikian, dalam satu bus terdapat penumpang sebanyak 50 x

0,7 = 35 orang pnp.

4) Isi sel selanjutnya diperoleh dengan persamaan:

5) Tij-p‟ = [Tij-p/365] x 0,1 x [1/35] x 1,5 smp/jam, Tij-p = pergerakan dari zona i

ke zona j awal (dalam pnp/thn) dan Tij-p‟ = pergeraan dari zona i ke zona j

(dalam smp/jam).

Page 127: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 117

6) Angka 1,5 adalah faktor konversi dari satuan kend menjadi smp untuk jenis

kendaraan bus.

7) Untuk MAT barang, diasumsikan barang diangkut dengan truk kapasitas angkut

rata-rata 10 ton/truk. Isi sel MAT barang dapat dinyatakan selanjutnya dengan

persamaan:

8) Tij-b‟ = [Tij-b/365] x 0,1 x [1/10] x 2,5 smp/jam, Tij-b = pergerakan dari zona i

ke zona i awal (dalam ton/thn) dan Tij-b‟ = pergerakan dari zona i ke zona j

(dalam smp/jam).

9) Angka 2,5 adalah faktor konversi dari satuan kendaraan menjadi smp untuk jenis

kendaraan truk.

10) Pada kondisi lapangan, pergerakan penumpang dapat saja menggunakan

kendaraan pribadi baik jenis sedan, jeep dan sejenisnya sehingga pada penerapan

untuk penyeberangan ini dapat diprediksi ulang karena diketahui komposisi

kendaraan menurut jenis/klasifikasi pentarifan yang berlaku di ASDP.

11) Faktor emp (ekivalensi mobil penumpang) untuk berbagai jenis kendaraan

menurut penggolongan tarif di ASDP dapat dituliskan sebagai berikut:

Golongan I = sepeda

Golongan II = sepeda motor < 500 cc, faktor emp = 0,3

Golongan III = sepeda motor ≥ 500 cc & kendaraan roda 3; faktor emp =

0,4

Golongan IV = kendaraan bermotor berupa sedan, jeep, station wagon;

faktor emp = 1,0

Golongan V = kendaraan bermotor berupa mobil bus, mobil barang, dan

tanki sedang dengan panjang sampai dengan 7 meter; faktor emp = 1,3

Golongan VI = kendaraan bermotor berupa mobil bus, mobil barang, dan

tanki dengan panjang lebih dari 7 meter hingga 10 meter; faktor emp = 1,5

Golongan VII = kendaraan bermotor mobil barang dengan panjang 10

hingga 12 meter; faktor emp = 2,5

Golongan VIII = kendaraan bermotor mobil barang dengan panjang lebih

dari 12 meter; faktor emp = 3,0

Page 128: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 118

3.4.3.7 Prediksi Volume Penyeberangan Merak – Bakauheni

Dari hasil pembebanan MAT tahun 2010 ke dalam model jaringan jalan yang ada maka

dapat diperoleh prediksi pergerakan di lintas Merak-Bakauheni sebagai berikut.

Tabel 3. 24 Prediksi Volume Penyeberangan Lintas Merak-Bakauheni

Tahun Golongan Kendaraan

Total I II III IV-Pnp IV-Brg V-Pnp V-Brg VI-Pnp VI-Brg VII VIII

2010 9 234.713 230 509.363 112.097 25.801 315.785 74.234 372.694 101.662 16.796 1.763.384 2011 10 244.493 240 530.588 116.768 26.877 328.944 77.327 388.223 105.899 17.495 1.836.863 2012 10 254.273 249 551.812 121.439 27.952 342.102 80.420 403.753 110.135 18.195 1.910.341 2013 10 264.056 259 573.041 126.111 29.027 355.263 83.514 419.286 114.372 18.895 1.983.833 2014 11 273.829 268 594.251 130.779 30.101 368.412 86.605 434.805 118.605 19.595 2.057.260 2015 11 283.612 278 615.481 135.451 31.177 381.574 89.699 450.338 122.842 20.295 2.130.757 2020 13 322.727 316 700.367 154.132 35.477 434.200 102.070 512.449 139.784 23.094 2.424.629 2025 14 352.069 345 764.044 168.146 38.702 473.678 111.350 559.040 152.494 25.193 2.645.075 2030 15 371.625 364 806.483 177.485 40.852 499.988 117.535 590.092 160.964 26.593 2.791.995 2035 15 385.324 378 836.212 184.028 42.358 518.419 121.868 611.845 166.897 27.573 2.894.917 2040 17 430.311 422 933.842 205.514 47.303 578.946 136.096 683.279 186.383 30.792 3.232.904 2045 17 434.223 426 942.330 207.382 47.733 584.208 137.333 689.489 188.077 31.072 3.262.290

Gambar 3.30 Prediksi Volume Penyeberangan Lintas Merak-Bakauheni

Contoh hasil pembebanan MAT di tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 3.31 di bawah

ini.

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

900000

1000000

2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045

Ju

mla

h K

en

da

raa

n

Tahun

Gol.I

Gol.II

Gol.III

Gol.IV-Pnp

Gol.IV-Brg

Gol.V-Pnp

Gol.V-Brg

Gol.VI-Pnp

Gol.VI-Brg

Gol.VII

Gol.VIII

I0.00%

II13.31%

III0.01%

IV-Pnp28.89%

IV-Brg6.36%

V-Pnp1.46%

V-Brg17.91%

VI-Pnp4.21%

VI-Brg21.14%

VII5.77%

VIII0.95%

Page 129: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 119

3.4.3.8 Fluktuasi Jam-jaman Pada Hari Normal

Fluktuasi jam-jam an pada prinsipnya diperlukan untuk pengaturan pintu loket

pembayaran bagi kendaraan yang hendak masuk. Pada kondisi hari normal, fluktuasi

kendaraan disampaikan pada gambar di bawah ini. Beban puncak akan terjadi di sekitar

jam 08.00-09.00 dengan beban sekitar 12,26%.

Gambar 3.31 Hasil Pembebanan MAT di Tahun 2010

4831 kend/hari

20.000 10.000

0 kend/hari

Page 130: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 120

Gambar 3.32 Fluktuasi Kedatangan di Pelabuhan Merak

3.4.3.9 Fluktuasi Jam-jaman Pada Hari Liburan

Pada hari liburan, tingkat kedatangan kendaraan penyeberang di Pelabuhan Merak-

Bakauheni memiliki pola yang tidak dapat diduga. Fenomena antrian panjang di

pelabuhan merupakan pemandangan biasa yang terjadi di setiap tahunnya. Pertanyaannya

adalah apakah ASDP harus menyediakan kapasitas prasarana hanya untuk melayani

kondisi-kondisi tersebut dan jika “YA” berapa jumlah prasarana yang paling optimal

diberikan?

Pada Gambar 3.32 di atas dapat dilihat pada jam puncak kedatangan kendaraan total

mencapai 283 kend/jam. Dari 283 tersebut terdapat 256 kendaraan roda 4 dan sisanya

adalah kendaraan roda 2.

3.5 Kajian Pengaruh Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS)

3.5.1 Konsep Dasar

Jembatan Selat Sunda (JSS) yang direncanakan menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau

Sumatera akan mempengaruhi volume penyeberangan Merak Bakauheni. Selain dapat

ditempuh dengan lebih cepat, jembatan ini, pun jika di-tol-kan masih mungkin untuk

0

50

100

150

200

250

300

Jum

lah

ke

nd

araa

n

Waktu

Gol.II

Gol.III

Gol.IV-Pnp

Gol.IV-Brg

Gol.V-Pnp

Gol.V-Brg

Gol.VI-Pnp

Gol.VI.Brg

Gol.VII

Gol.VIII

Total

05.0

0-06

.00

06.0

0-07

.00

07.0

0-08

.00

08.0

0-09

.00

09.0

0-10

.00

10.0

0-11

.00

11.0

0-12

.00

12.0

0-13

.00

13.0

0-14

.00

14.0

0-15

.00

15.0

0-16

.00

16.0

0-17

.00

17.0

0-18

.00

12,26%

8,32%

6,02%

9,35%

Page 131: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 121

dioperasikan dengan biaya penyeberangan yang lebih rendah dibanding menggunakan

Ferry. Berbeda dengan kajian transportasi jalan lainnya, seperti penambahan jalan lingkar

luar, pembangunan jembatan ini akan selain mengubah rute perjalanan juga mengubah

moda perjalanan. Semula masyarakat kenggunakan jasa Ferry dengan rute tertentu maka

dengan adanya jembatan yang direncanaan ini masyarakat dapat memilih berbagai moda

dari sepeda motor hingga bus atau dari truk ringan hingga truk besar masing-masing

untuk angkutan penumpang dan barang.

Kajian pengaruh JSS ini lebih difokuskan untuk mengetahui berapa perpindahan

pengguna Ferry ke JSS sehingga pihak ASDP dapat mempersiapkan pola operasi yang

sesuai dengan manajemen ASDP lebih baik, dari sisi kepengusahaan maupun dari sisi

layanan masyarakat. Gambar dibawah ini memberikan ilustrasi parameter pembanding

antara penyeberangan dengan Ferry dan dengan JSS.

Gambar 3.33 Konsep Kajian Jembatan Selat Sunda dan pengaruhnya Terhadap Operasional

Penyeberangan Merak-Bakauheni

Page 132: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 122

3.5.2 Pendekatan Teknis

3.5.2.1 Teknik Stated Preference

Untuk mengetahui seberapa banyak potensi pengguna JSS maka dilakukan survey

persepsi. Teknik yang mendukung dalam analisis ini adalah teknik stated preference.

Teknik menawarkan sebuah teknik untuk menyediakan informasi tentang permintaan dan

perilaku perjalanan dengan baik untuk suatu pengeluaran tertentu dengan alasan tertentu.

Teknik stated preference mengacu pada suatu pendekatan yang menggunakan pernyataan

mengenai bagaimana responden memberikan respon terhadap situasi yang berbeda atau

berubah.

Stated preference berbeda dengan revealed preference yang datanya diperoleh dari

pengamatan terhadap perilaku aktual atau laporan-laporan perilaku pada masa lampau.

Revealed preference mencatat keputusan pilihan perjalanan yang aktual termasuk

indikator-indikator dari semua komponen yang mendasari keputusan yang diambil.

Teknik stated preference berasal dari ilmu psikologi matematika dan mulai diperkenalkan

pada akhir tahun 70-an.

Metode ini telah secara luas dipergunakan dalam bidang transportasi karena metode dapat

mengukur/memperkirakan bagaimana masyarakat memilih moda perjalanan yang belum

ada atau melihat bagaimana reaksi mereka bereaksi terhadap suatu peraturan baru.

Menurut definisinya Stated Preference berarti pernyataan preferensi tentang suatu

alternatif dibanding alternatif-alternatif yang lain. Teknik ini menggunakan pernyataan

preferensi dari para responden untuk menentukan alternatif rancangan yang terbaik dari

beberapa macam pilihan rancangan. Teknik stated preference mendasarkan estimasi

permintaan pada sebuah analisis respon terhadap pilihan yang sifatnya hipotetikal

misalnya sarana yang masih dalam perencanaan. Hal ini, tentu saja, dapat mencakup

atribut-atribut dan kondisi-kondisi dalam lingkup yang lebih luas daripada sistem yang

sifatnya nyata.

3.5.2.2 Memahami Perilaku Perjalanan

Teknik stated preference menyediakan informasi tentang bobot pengaruh atribut-atribut

yang menentukan perilaku seseorang dalam membuat keputusan. Proses yang mendasari

perilaku perjalanan ditampilkan pada Gambar 3.34.

Page 133: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 123

Diagram ini membedakan antara elemen-elemen yang berasal dari luar (eksternal,

misalnya: atribut-atribut alternatif perjalanan, batasan situasi) dan yang berasal dari dalam

(internal, misalnya: persepsi atau preferensi). Elemen yang berasal dari luar memberikan

batasan-batasan terhadap perilaku pasar, sedangkan yang berasal dari dalam

menggambarkan pengertian konsumen terhadap pilihan mereka dan mempengaruhi

keputusan-keputusan mereka mengikuti strategi-strategi tertentu. Elemen eksternal

merupakan elemen yang dapat diamati, kalaupun ada, masalah yang muncul adalah

menetapkan ukuran yang pantas. Elemen internal merupakan elemen yang tidak teramati.

Keberadaan dan pengaruh mereka dapat diprediksi melalui aplikasi dari suatu teknik

pengamatan secara kuantitatif, seperti teknik stated preference, terhadap kondisi pilihan

(suka atau tidak suka terhadap masing-masing pilihan) dan perilaku.

sumber: PEARMAIN et al (1991)1

Gambar 3.34 Komponen-komponen Perilaku Konsumen

Akhirnya, penting untuk mencatat tahapan dari perilaku seseorang menjadi perilaku pasar

yang sebenarnya. Perilaku pasar yang sebenarnya mengacu pada batasan terhadap

tindakan secara individu terhadap pilihan yang tersedia. Sebagai hasilnya, terdapat potensi

perbedaan antara pernyataan (atau pilihan) yang diperoleh dari teknik stated preference

1 PEARMAIN, D., SWANSON, J., KROES, E. and BRADLEY, M. (1991), Stated Preference Technique, A Guide to Practice, 2-nd edition, Steer Davies Gleave and Hague Consulting Group.

Karakteristik Sosial-ekonomi dan Pengalaman Individu

Informasi tentang Alternatif Perjalanan

Atribut dari Alternatif Perjalanan

Keterbatasan Individu

Keterbatasan pada Alternatif yang Tersedia

Perilaku Perjalanan

Persepsi

Sikap

Preferensi

Perilaku

Elemen yang Teramati

Elemen yang Tidak Teramati

Page 134: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 124

dengan perilaku yang sebenarnya. Berkaitan dengan hal ini, McFADDEN

mengidentifikasi tantangan utama dari teknik SP ini. Tantangan tersebut adalah:

“(1) teknik perancangan untuk memperoleh respon yang mengandung informasi tentang

perilaku pasar yang dapat diandalkan, (2) pengembangan metoda untuk menerjemahan

data eksperimental menjadi ramalan pasar (market forecasts) dan (3) meyakinkan validasi

hasil ramalan tersebut”.

(McFADDEN, 1987)2

Isu tersebut merupakan dasar dalam memperoleh manfaat dari teknik stated preference.

Sebuah teknik yang menggunakan data yang dikumpulkan untuk melakukan prediksi

terhadap perubahan permintaan di masa depan secara akurat. Hasilnya menjadikan teknik

stated preference menjadi sebuah alat penelitian yang layak digunakan.

3.5.2.3 Teori Dasar Perilaku Pilihan

Teori dasar perilaku pilihan didasarkan pada konsep ekonomi klasik dari seseorang untuk

memperoleh “utilitas” dari konsumsi suatu produk. Utilitas menggambarkan tingkat

kepuasan dari suatu manfaat yang dinikmati seseorang ketika menghabiskan potensi

sumbernya pada produk yang lain. Utilitas yang diukur dengan teknik stated preference

tersebut digambarkan sebagai nilai utilitas tidak langsung, sebab individu-individu

memilih antara pilihan yang berbeda, dengan tetap mengacu pada keterbatasan potensi

sumber yang mereka miliki.

Utilitas menyatakan secara tidak langsung suatu nilai yang dilekatkan pada suatu produk

secara menyeluruh oleh seseorang. Individu-individu diasumsikan memilih produk

dengan utilitas maksimum. Hal ini berarti, bahwa mereka akan berusaha untuk

memaksimumkan manfaat yang diperoleh dalam keterbatasan potensi sumber yang

dimiliki – biasanya waktu dan uang. Utilitas adalah tingkat ukuran kepuasan yang akan

diperoleh para pengguna. Misalnya, utilitas untuk sebuah rute dapat berupa faktor yang

dipertimbangkan oleh pengguna seperti jarak, waktu perjalanan, ketersediaan,

kenyamanan, keamanan, dan lain-lain yang juga dikonversikan dalam bentuk biaya umum

(generalised cost). Individu-individu akan memberikan pilihannya pada pilihan yang

mampu menyediakan utilitas tertinggi: memaksimalkan utilitas.

A. Teori Pilihan Kemungkinan

2 McFADDEN, D. (1987), The Choice Theory Approach to Marketing Research, Marketing Science, Vol

5, pp 275-297.

Page 135: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 125

Pendekatan nilai perilaku dilakukan dengan menyediakan kondisi pilihan hipotetikal

kepada responden, dan melalui jawabannya, kemudian diturunkan model matematika.

Model yang pantas diindikasikan dengan ukuran statistik yang baik dan ukuran berapa

baik model tersebut menerangkan respon dari masing-masing individu, dimana perilaku

perjalanan digambarkan.

Perkembangan teori pilihan diawali dari pendekatan ilmu psikologi yang, pada tahap awal

perkembangannya, tinjauannya secara luas diberikan oleh LUCE dan SUPPES (1965)3.

Perkembangan teori ini muncul dari kebutuhan untuk menerangkan suatu pengamatan

eksperimental terhadap perilaku yang tidak konsisten. Salah satu argumen menunjukkan

bahwa perilaku manusia identik dengan kemungkinan. Sesuatu yang tidak konsisten

muncul dalam aplikasi secara empiris saat pengamatan pilihan dibuat dengan sampel

perorangan.

Pada kasus ini, dua atau lebih individu diamati dengan satu kumpulan pilihan yang sama,

serta atribut dan karakteristik sosial ekonomi yang juga sama, ternyata mereka memilih

alternative yang tidak sama, (BEN AKIVA dan LERMAN, 1985)4. Sebuah contoh lain

menampilkan kasus dari dua pelaku perjalanan yang identik yang ternyata memilih moda

yang berbeda untuk suatu perjalanan yang sama ke tempat kerja.

Mekanisme sebuah kemungkinan dapat digunakan untuk menerangkan efek-efek dari

variasi-variasi yang tidak teramati yang terdapat di antara para pengambil keputusan dan

atribut-atribut alternatif yang tidak teramati. Hal ini dapat juga mengambil ke dalam teori

perilaku random murni atau kesalahan disebabkan oleh persepsi yang salah terhadap

atribut dan alternatif-alternatif pilihan. Dengan demikian teori pilihan kemungkinan dapat

digunakan untuk mengatasi salah satu kelemahan dari teori konsumen ini. Teori ini,

kemudian, membawa pada konsep “utilitas random” untuk merefleksikan elemen yang

tidak teramati dari perilaku pilihan.

B. Teori Utilitas Random

Pendekatan utilitas random, diperkenalkan oleh MANSKI (1977)5, untuk lebih mendekati

teori konsumen. Individu selalu diasumsikan memilih alternatif dengan utilitas tertinggi.

Namun demikian, nilai utilitas tersebut tidak diketahui dengan pasti dan karenanya

3LUCE, R. and SUPPES, P. (1965), Preference, Utility and Subjective Probability, Handbook of

Mathematical Psychology, Vol. 3, New York. 4 BEN-AKIVA, M.E. and LERMAN, S.R. (1985), Discrete Choice Analysis: Theory and Application to Travel Demand, MIT Press, Cambridge. 5 MANSKI, C. (1977), The Structure of Random Utility Models, Theory and Decision 8: 229-254.

Page 136: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 126

diberlakukan sebagai variabel yang random. Dari sudut pandang ini, kemungkinan bahwa

utilitas dari alternatif i untuk individu n, Uin, adalah lebih besar atau sama dengan utilitas

dari semua alternatif yang lain dalam suatu kumpulan pilihan C dapat ditulis sebagai

berikut:

P(i|Cn) = Pr[Uin > Ujn, all j Cn] (3.1)

Dalam pendekatan ini, kemungkinan pilihan diturunkan dengan mengasumsikan sebuah

probabilitas gabungan untuk suatu kumpulan dari utilitas yang random.

Uin, i Cn.

Dasar untuk asumsi distribusi ini adalah sebuah argumen yang logis tentang ke-random-

an utilitas tersebut. MANSKI (1973)6 mengidentifikasi empat sumber ke-random-an yang

berbeda:

1. atribut-atribut yang tidak teramati,

2. variasi-variasi preferensi yang tidak teramati,

3. ukuran kesalahan dan informasi yang tidak sempurna,

4. variabel-variabel tambahan.

Secara umum, utilitas random dari sebuah alternatif merupakan sebuah hasil penjumlahan

dari komponen yang teramati (sistematik), Vin, dan komponen yang tidak teramati

(random), in, dari total utilitas yang dapat dinyatakan sebagai berikut:

Uin = Vin + in (3.2)

dan persamaan (6.1) dapat ditulis sebagai:

P(i|Cn) = Pr[Vin + in > Vjn + jn, all j Cn] (3.3)

Bla ditinjau sebuah pilihan di antara dua alternatif, Cn sebagai i,j, dan ditulis kembali

peluang bahwa n memilih alternatif I, maka persamaan (3.3) menjadi,

Pn(i) = Pr(Uin > Ujn)

= Pr(Vin + in > Vjn + jn)

= Pr(Vin - Vjn > jn - in) (3.4)

6 MANSKI, C. (1973), The Analysis of Qualitative Choice, PhD Dissertation, Department of Economics, MIT, Cambridge, Mass.

Page 137: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 127

Dengan kata lain, peluang bahwa seorang individu, n, akan memilih i, secara random dari

populasi sampel, dari suatu kumpulan pilihan Cn adalah sama dengan peluang bahwa

selisih antara komponen random dari alternatif j dan alternatif i adalah lebih kecil

daripada selisih antara komponen sistematik dari alternatif i dan alternatif j dari semua

alternatif pada suatu kumpulan pilihan (HENSHER dan JOHNSON, 1981)7.

Dalam kondisi seperti ini, dapat dilihat bahwa untuk sebuah situasi pilihan biner, nilai

absolut dari V dan ternyata tidak menjadi masalah; yang menjadi masalah adalah apakah

perbedaan pada nilai V lebih kecil dari perbedaan pada nilai .

Isu pertama dalam menentukan spesifikasi model utilitas yang pantas adalah menentukan

jenis-jenis variabel yang dapat masuk dalam fungsi dari komponen sistematik (Vin),

seperti yang dinyatakan pada persamaan (3.2). Untuk individu n, alternatif i dapat diberi

ciri dengan sebuah vektor dengan atribut zin, dimana waktu, biaya, kenyamanan,

ketersediaan dan keamaan perjalanan dapat termasuk di dalamnya. Juga berguna untuk

mencirikan pembuat keputusan n dengan vektor atribut yang lain, misalnya dengan notasi

Sn. Terdapat variabel-variabel yang sering digunakan seperti pendapatan, kepemilikan

kendaraan pribadi, ukuran rumah tangga, umur, jenis kelamin. Utilitas dari masing-masing

alternatif merupakan sebuah fungsi dari atribut-atribut alternatif tersebut dan juga dari

individu pengambil keputusan. Karenanya, pada komponen sistematik dari utilitas,

individu n berasosiasi dengan alternatif i, sebagai berikut,

Vin = V(xin) (3.5)

dimana xin adalah sebuah vektor yang mengandung semua atribut-atribut, baik untuk

individu n maupun alternatif i, didefinisikan sebagai xin = h(zin,Sn).

Isu berikutnya berkaitan dengan bentuk fungsi yang masuk akal untuk V, di persamaan

(3.5). BEN AKIVA dan LERMAN (1985)4 memperhatikan dua kriteria dalam pemilihan

bentuk sebuah fungsi. Pertama, fungsi harus menggambarkan teori tentang bagaimana

elemen yang beragam dalam x mempengaruhi utilitas; kedua, fungsi harus mempunyai

proses perhitungan yang relatif mudah/sederhana sehingga mudah dalam mengestimasi

parameter-parameter yang tidak diketahui. Pada kebanyakan kasus, fungsi berbentuk

linier seringkali menjadi pilihan.

V(xin) = 1xin1 + 2xin2 + 3xin3 + ... + KxinK (3.6)

7 Hensher, D.A. and Johnson, L.W. (1981), Applied Discrete-Choice Modeling, Croom Helm, London and Wiley, New York.

Page 138: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 128

dimana 1, 2, 3, ..., K adalah parameter-parameter yang diestimasi.

Akhirnya, secara implisit telah diasumsikan bahwa parameter-parameter adalah sama

untuk semua anggota dari populasi. Jika terdapat kelompok sosial ekonomi yang berbeda,

maka dipercaya bahwa nilai parameter -nya akan berbeda, maka sangat dimungkinkan

untuk mengembangkan model yang berbeda untuk masing-masing sub group dalam

konteks segmen pasar.

Seperti sudah disepakati sebelumnya bahwa tidak relevan untuk melihat nilai komponen

random secara individu, justru selisihnya yang menjadi masalah. Sama dengan pada

komponen sistematik, isu utama dalam menentukan komponen random adalah

menentukan bentuk fungsi distribusi yang tepat untuk in dan jn atau untuk jn - in.

Pada dasarnya perubahan asumsi dari in dan jn (atau sama juga dengan asumsi tentang

selisihnya) membawa kepada model pilihan yang berbeda. Bagaimanapun juga hal itu

memberikan sedikit perbedaan pada cara berpikir tentang spesifikasi dari distribusi „s

secara independen dari spesifikasi V‟s. Pada aplikasinya, komponen random merupakan

sebuah gabungan/kombinasi dari sejumlah efek yang tidak teramati, dimana masing-

masing memberikan kontribusi pada distribusi komponen random tersebut.

C. Analisis Logit

Teknik analisis yang, diperkirakan, paling banyak digunakan dalam praktek adalah model

Unit Probabilitas Logistik (Logistic Probability Unit), atau Logit. Untuk membangun model

probabilitas ini, perlu dibuat asumsi-asumsi yang berkaitan dengan komponen random

dari utilitas random. Model logit tergantung dari asumsi-asumsi bahwa komponen

random (1) berdistribusi secara independen, (2) berdistribusi secara identik dan (3)

mengikuti distribusi Gumbell. Dengan mengasumsikan bahwa „s berdistribusi Gumbell

secara independen dan identik maka hal tersebut sama dengan mengasumsikan bahwa n

= j - i berdistribusi secara logistik,

F

n =

1

1 + e- n

( ), > 0, - < n < (3.7)

dimana adalah parameter dengan skala positif. Di samping pendekatan dengan

distribusi normal cukup baik, dstribusi logistik lebih mudah dalam analisisnya.

Dengan asumsi bahwa n berdistribusi secara logistik, probabilitas pilihan untuk alternatif

i diberikan oleh,

Page 139: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 129

Pn(i) = Pr(Uin > Ujn)

=1

1 + e- V Vin jn

=

e

e + e

in

in jn

V

V V

(3.8)

Ini adalah model logit biner. Catatan bahwa jika Vin dan Vjn diasumsikan linier pada

parameternya, maka

Pn(i) jnin

in

e+e

e=

xx

x

)( jnine+1

1=

xx (3.9)

Dalam kasus utilitas dengan parameter yang linier, parameter tidak dapat dibedakan

dari keseluruhan skala dari „s. Untuk lebih mudahnya, secara umum, dibuat asumsi

bahwa nilai = 1.

Lebih lanjut, dengan menetapkan j = KA dan i = mobil atau moda eksisting lainnya,

maka didapat persamaan :

)(

)(

exp1

exp

expexp

expmobilKA

mobilKA

mobilKA

KA

UU

UU

UU

U

KAP (3.10)

dengan demikian berlaku juga :

)(

exp1

11

mobilKA UUKAmobil PP (3.11)

dengan:

PKA = Probabilitas pemilihan kereta api

Pmobil = Probabilitas pemilihan mobil pribadi (atau moda eksisting lainnya)

UKA = Utilitas yang moda kereta api

Umobil = Utilitas yang moda mobil pribadi

Persamaan ini menyatakan bahwa probabilitatas seseorang memilih kereta api atau bus

adalah fungsi dari selisih utilitas kedua moda tersebut. Secara sederhana fungsi dari

utilitas itu sendiri dapat dianggap bergerak secara linear yang terdiri dari berbagai macam

Page 140: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 130

atribut-atribut. Oleh karena itu perbedaan utilitas dari kedua moda dapat dinyatakan

dalam bentuk selisih atribut-atribut. Tentunya selisih yang dimaksud adalah selisih dari

masing-masing atribut yang sejenis yang terdapat pada kedua moda. Persamaannya adalah

sebagai berikut :

)()()( 2221110 mobilKAmobilKAmobilKA nnnmobilKA XXaXXaXXaaUU (3.12)

Dalam persamaan ini a1, a2, hingga an adalah koefisien dari atribut-atribut (X1, X2, hingga

Xn) yang sama-sama terdapat pada kedua moda. Nilai dari koefisien-koefisien ini

ditentukan kemudian dengan konsep least square dengan metode multiple linear

regression. Sedangkan a0 adalah konstanta yang menampung semua kesalahan dan

atribut-atribut yang tidak diperhitungkan.

Nilai utilitas sebagai respon dari individu dapat juga dinyatakan dalam bentuk probabilitas

pemilihan moda tertentu. Ini dinyatakan dalam persamaan berikut ini :

)()()(1

2221110 mobilKAmobilKAmobilKA nnn

KA

KA XXaXXaXXaaP

PLn (3.13)

Sehingga dari persamaan (3.12) dan (3.13) ini dapat dihasilkan persamaan baru sebagai

berikut :

mobilKA

KA

KA UUP

PLn

1 (3.14)

Dalam menentukan sifat penting untuk memahami dan meramalkan perilaku, digunakan

ukuran statistik. Yaitu konsep significance test yang memberikan ukuran tingkat

keberartian dari faktor yang mempengaruhi atau tidak dan ukuran kesesuaian model atau

goodness-of-fit (R-square). Persamaan-persamaan di atas juga berlaku dalam hal

pemodelan Jembatan-Kend.Golongan IV, V hingga Gol.VIII.

Mengacu kepada program kerja, individu-individu diminta untuk memilih moda antara

jembatan dan moda eksisting dengan Ferry ketika berhadapan dengan kombinasi level

atribut yang berbeda. Model logit digunakan untuk analisis data stated preference.

3.5.2.4 Pengumpulan Data

Mengacu pada tujuan penelitian, data akan dikumpulkan dengan survei wawancara

menggunakan formulir survei stated preference. Sebelum survei utama dilaksanakan, survei

pendahuluan telah dilakukan untuk menguji efisiensi dari desain stated preference dan juga

kecukupannya.

Page 141: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 131

A. Sampel wawancara

Sampel untuk survei SP merupakan isu yang kompleks, meskipun masalah yang muncul

banyak berkaitan dengan aplikasi ke penelitian survei pasar. Pokok masalahnya mungkin

dapat disimpulkan dalam dua pertanyaan: siapa yang diwawancara, dan berapa banyak

responden yang diwawancara?

Wawancara dilakukan kepada pengemudi moda eksisting untuk semua jenis kendaraan

kecuali Golongan I, II dan III, yakni dari Golongan IV hingga Golongan VIII, baik

untuk jenis angkutan penumpang maupun barang. Golongan I, II dan III tidak disurvey

dengan pertimbangan bahwa jenis sepeda motor tidak dikenakan tol jika menggunakan

Jembatan Selat Sunda.

Menjawab pertanyaan ukuran jumlah sampel, sebagai kesepakatan awal tampaknya sekitar

30 responden per segmen perjalanan merupakan jumlah yang cukup, sejauh ini, tidak ada

teori yang mendasari hal ini (PEARMAIN et al. 1991)1. Kenyataannya dari studi-studi

yang pernah dilakukan mengindikasikan bahwa dibutuhkan jumlah sampel yang lebih

besar; pekerjaan simulasi yang dilakukan secara internal oleh PEARMAIN et al. (1991)1

menyarankan sekitar 75 to 100, dan BRADLEY dan KROES (1990)8 secara independen

melaporkan kesimpulan yang sama. BEATON et al. (1996)9 menemukan bahwa sampel

sebesar 100 sampai 200 responden sudah mampu untuk menghasilkan estimasi parameter

yang stabil. Namun demikian, jumlah responden ditentukan juga oleh faktor dana dan

waktu yang tersedia. Untuk kebutuhan survei pendahuluan, Paling tidak 15 sampai 20

wawancara diperkirakan cukup untuk menyediakan informasi statistik yang cukup untuk

menemukan masalah potensial dalam analisis (PEARMAIN et al. 1991)1.

B. Lokasi Survey

Mengacu pada maksud dan tujuan studi maka lokasi survey dipilih untuk mendapatkan

potensi pengguna jembatan yakni di sekitar kawasan pelabuhan Merak/Bakauheni. Untuk

menangkap potensi demand tersebut, ditetapkan melakukan survey di dalam Ferry

maupun di sekitar areal parkir sementara.

3.5.2.5 Desain Kuesioner

A. Mendefinisikan Respons

8 KROES, EP. and SHELDON, RJ. (1988), Stated Preference Methods: An Introduction, Journal of Transport Economics and Policy, Vol. 22 No. 7, pp 11-25 9 BEATON, P., CHEN, Q. and MEGHDIR, H. (1996), Stated Choice : A New Tool for Transportation Demand Forecasting, ITE Journal, UK.

Page 142: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 132

Hal yang sama penting dengan memahami utilitas adalah bagaimana memahami isu

tentang bagaimana utilitas tersebut dapat diukur lewat respon yang diperoleh. Respon

terhadap perilaku perjalanan dapat dibagi dalam dua kategori utama: (i) Seorang individu

ditanya/diminta untuk mengindikasikan pilihannya di antara atribut-atribut dari

kombinasi yang tersedia. Tugas ini, biasanya dilakukan dengan mencari sebuah respon

pada satu atau dua skala ukuran (atau dengan cara ranking atau rating). (ii) Seorang

individu diminta untuk memilih satu di antara kombinasi atribut-atribut. Informasi dari

kombinasi atribut yang tidak terpilih tidak dapat diamati. Jenis ini sering disebut sebagai

pilihan preferensi utama (first-preference choice task).

Masing-masing cara respon tersebut memiliki kelebihannya masing-masing dan tidak ada

konsesus dalam literatur terhadap satu metoda dibanding lainnya. Metoda ranking dan

rating menawarkan bentuk data yang paling kaya tetapi pilihan yang ditawarkannya

kurang realistik. Pendekatan dengan cara pilihan, menawarkan bentuk yang lebih

sederhana dan realistik, tetapi informasi yang diperoleh lebih terbatas.

Pada studi ini metoda pilihan diskrit dan rating dipertimbangkan sebagai metoda yang

tepat untuk mencari respon individu-individu tersebut. Respon jenis rating meminta

responden untuk mengekspresikan kekuatan dari pilihan mereka dalam bentuk skala

angka maupun „semantik‟. Responden mungkin diminta untuk mengekspresikan pilihan

relatif untuk setiap pilihan dengan memberikan indikasi dengan nilai tertentu. Sebagai

contoh, responden diminta memilih antara pasti memilih jembatan, ragu-ragu atau pasti

tidak memilih jembatan. Pendekatan ini berpotensi menyediakan jenis respon yang paling

kaya, jika dapat diasumsikan bahwa nilai skor yang diperoleh merupakan ukuran yang

utama.

Kekuatan dari respon rating ini dapat ditingkatkan dengan menghaluskan skala yang

digunakan. Jika keandalan nilai skor yang diperoleh dari respon jenis ini menjadi sebuah

bagian yang diperhatikan, para responden mempunyai pilihan “menjatuhkan” nilai skor

pada pilihan biner yang sederhana, sehingga semua nilai yang di bawah nilai tengah dapat

dengan sederhana dinyatakan sebagai satu pilihan, sedangkan semua yang di atas menjadi

satu pilihan yang lain. Hal ini memperkenalkan satu bentuk jenis respon yang dikenal

sebagai: pilihan diskrit. Dalam desain pilihan diskrit, individu memilih dengan mudah

pilihan yang paling disukainya dari sebuah pasangan atau suatu kelompok pilihan,

semakin mendekati tujuan ini.

B. Struktur Pemilihan Moda

Page 143: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 133

Seperti telah disebutkan sebelumnya, responden dikelompokkan, pertama, Golongan IV,

Golongan V, Golongan VI, Golongan VII dan Golongan VIII dan, kedua, menurut jenis

angkutannya, yakni angkutan penumpang dan angkutan barang. Adapun struktur

pemilihan moda menurut kelompok/segmentasi responden tersebut ditampilkan pada

Gambar 3.35.

Gambar 3.35 Struktur Pemilihan Moda

C. Desain Kuesioner Stated Preference

Melihat pada struktur pemilihan moda tersebut, maka terdapat kuesioner SP yang

dikembangkan, yaitu untuk masing-masing golongan kendaraan. Golongan-golongan

tersebut adalah Golongan IV, V, VI untuk penumpang dan barang dan Golongan VII

dan VIII untuk angkutan barang.

Atribut-atribut yang digunakan dalam kuesioner dipilih sedemikian rupa agar sedapat

mungkin mencakup seluruh faktor-faktor yang berpengaruh besar terhadap pemilihan

moda. Demikian juga dengan level dari masing-masing atribut, dipilih sedemikian rupa

agar dapat membuat responden kritis dalam melihat perbedaan utilitas yang ditawarkan

kedua moda. Tujuan perancangan atribut dan level dari kuesioner ini adalah

mendapatakan kondisi transisi, yang diekspresikan dengan level atribut tertentu, dimana

responden mulai beralih dari moda eksisting ke jembatan yang direncanakan.

Dari beberapa pilot survey yang dan pertimbangan-pertimbangan praktis, maka atribut

yang ditawarkan pada responden, untuk semua jenis golongan kendaraan adalah sebagai

berikut:

1. Tarif Tol

Page 144: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 134

Tarif tol didefinisikan sebagai jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh pengguna atas

pelayanan yang disediakan oleh operator jembatan selat sunda. Tarif merupakan nilai

yang paling nyata dan terukur dalam perhitungan biaya perjalanan secara keseluruhan.

2. Waktu Tempuh

Dalam hal ini waktu perjalanan didefinisikan sebagai waktu bersih yang dibutuhkan moda

untuk menempuh perjalanan dari titik asal di daratan Pulau Jawa hingga sampai di Pulau

Sumatera, terhitung sejak kendaraan yang dikendarai mulai masuk JSS.

3. Keterlambatan

Atribut pertama yang ditampilkan pada kuesioner survey adalah karakteristik

keterlambatan atau ketepatan waktu. Atribut ini diperkirakan memberikan pengaruh yang

cukup signifikan terhadap pilihan responden. Hal ini mengacu pada kondisi dimana

masyarakat melihat kinerja penyeberangan yang seringkali tergantung pada kondisi cuaca

sehingga keterlambatan tidak bisa dihindari pada saat kondisi cuaca buruk.

Pada kuesioner, atribut ini diekspresikan sebagai “Maksimum Keterlambatan”. Atribut ini

didefinisikan sebagai waktu terlama yang harus dihabiskan pengguna seandainya terjadi

keterlambatan.

Sehubungan dengan perbedaan yang mencolok dari tarif atau biaya yang harus

dikeluarkan untuk menggunakan berbagai moda ini, maka penentuan level atribut tarif

dibedakan untuk pengguna masing-masing golongan berdasarkan perbandingan tarif yang

berlaku saat ini jika menggunakan Ferry.

Hal penting selanjutnya adalah menentukan level dari masing-masing atribut tersebut,

masing-masing untuk kesioner pada berbagai golongan kendaraan. Pada Tabel 3.25

ditampilkan level dari masing-masing atribut yang ditampilkan pada kuesioner SP.

Tabel 3. 25 Level Atribut-Atribut pada Kuesioner SP

No. Golongan Kendaraan

Besaran Atribut

Tarif Tol Waktu

Tempuh (menit)

Maksimum Keterlambatan

(menit)

1 Golongan IV-Penumpang 200.000-300.000 30-60 15-30

2 Golongan IV-Barang 200.000-300.000 30-60 15-30

3 Golongan V-Penumpang 400.000-600.000 30-60 15-30

4 Golongan V-Barang 300.000-450.000 30-60 15-30

5 Golongan VI-Penumpang 650.000-850.000 30-60 15-30

6 Golongan VI-Barang 450.000-650.000 30-60 15-30

Page 145: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 135

No. Golongan Kendaraan

Besaran Atribut

Tarif Tol Waktu

Tempuh (menit)

Maksimum Keterlambatan

(menit)

7 Golongan VII 650.000-850.000 30-60 15-30

8 Golongan VIII 1.000.000-1.300.000 30-60 15-30

4. Kuesioner yang Ditawarkan

Dengan demikian, atribut-atribut yang terpilih beserta levelnya berjumlah 3 buah, masing-

masing terdiri dari 2 level. Dengan demikian bila dikombinasikan semua atribut beserta

levelnya ini, akan diperoleh 12 x 23 = 8 alternatif kombinasi.

Pilihan sebanyak ini tentu saja tidak terlalu menyulitkan responden dalam menentukan

pilihannya dalam memilih moda. Pada kasus dimana pilihan mencapai 32. Biasanya

dilakukan pembuatan seperempat replikasi desain melalui proses pembauran

(confounding). Dengan mengikuti desain yang disarankan oleh COCHRAN dan COX

(1957)10, pada Plan 6A.2 dalam bukunya “Experimental Designs”, maka desain kuesioner

direncanakan terdiri dari 8 skenario, seperti ditampilkan pada Tabel 3.26.

Tabel 3. 26 Kombinasi Perlakuan

Skenario Kombinasi Level Atribut Perlakuan Tarif Tol Waktu Tempuh Keterlambatan

1 - - - - 2 ab - - + 3 cd - + - 4 ace - + + 5 bce + - - 6 ade + - + 7 bde + + - 8 abcd + + +

Pada akhirnya, kuesioner yang ditawarkan pada responden mengacu pada kombinasi

tersebut ditampilkan pada Lampiran laporan ini.

3.5.3 Karakteristik Responden

Model kompetisi yang baik dapat diperoleh dengan data yang cukup (sufficient) dan juga

berkualitas. Pengertian cukup disini diarahkan pada kuantitas responden yang banyak

sedangan berkualitas berarti datanya baik dan diisi sesuai dengan prosedur yang

diarahkan. Beberapa peneliti yakni bahwa data sejumlah 50 sudah mencukupi untuk

10 COCHRAN and COX (1996) Experimental Design, A Wiley Publication in Applied Statistics, Editied By: John Wiley and Sons, Inc. NY.

Page 146: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 136

membentuk model yang baik. Pada kasus prediksi pengguna JSS ini jumlah responden

yang dapat dikumpulkan adalah sejumlah 395 orang yang terdistribusi ke 8 (delapan) tipe

formulir SP (Stated Preference). Kedelapan tipe ini disesuaikan dengan jenis golongan

kendaraan yang melakukan penyeberangan Merak-Bakauheni.

Pada Tabel 3.27 disampaikan resume karakteristik responden-responden tersebut. Pada

umumnya usia responden berkisar antara 30-40 tahun dengan mayoritas berjenis kelamin

pria, hanya ada 3 responden wanita yang menggunakan jenis mobil pribadi (Gol.IV-Pnp).

Dari sisi frekuensi menggunakan penyeberangan Merak-Bakauheni dapat diketahui

bahwa umumnya responden cukup sering menggunakan penyeberangan ini, beberapa

responden melakukan per hari. Golongan terakhir ini berasal dari responden Gol.V-Pnp

dan Gol.VI-Pnp yang merupakan angkutan penumpang umum (bus). Hasil selengkapnya

dapat dilihat pada tabel tersebut.

Tabel 3. 27 Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden

Tipe Formulir

SP-1 SP-2 SP-3 SP-4 SP-5 SP-6 SP-7

SP-8

IV-Pnp

IV-Brg

V-Pnp

V-Brg

VI-Pnp

VI-Brg

VII VIII

1 Jumlah Responden 50 50 50 50 50 49 47 49

2 Usia

1.a <20 thn 0 0 0 0 0 1 0 0

1.b 20-30 15 19 5 9 3 18 11 10

1.c 30-40 17 19 28 30 24 11 13 17

1.d 40-50 14 11 15 7 21 12 18 15

1.e >50 4 1 1 3 2 6 6 7

3 Jenis Kelamin

2.a Pria 47 50 50 50 50 49 47 49

2.b Wanita 3 0 0 0 0 0 0 0

4 Frekuensi Menggunakan Penyeberangan Merak-Bakauheni

3.a 1-6 kali 27 0 0 0 0 0 0 1

3.b 7-12 kali 11 10 0 0 0 6 0 2

3.c 12-24 kali 2 13 0 4 0 5 5 14

3.d 24-48 kali 9 17 1 29 4 28 33 25

3.e setiap hari 1 9 48 15 43 8 9 6

e.f Responden tidak mengisi - 1 1 2 3 2 - 1

3.5.4 Model Kompetisi Ferry vs Jembatan Selat Sunda

Sesuai dengan struktur pilihan moda, terdapat 8 (delapan) model kompetisi untuk lintasan

penyeberangan Selat Sunda, yaitu:

Jembatan Selat Sunda vs Golongan IV-Penumpang

Page 147: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 137

Jembatan Selat Sunda vs Golongan IV-Barang

Jembatan Selat Sunda vs Golongan V-Penumpang

Jembatan Selat Sunda vs Golongan V-Barang

Jembatan Selat Sunda vs Golongan VI-Penumpang

Jembatan Selat Sunda vs Golongan VI-Barang

Jembatan Selat Sunda vs Golongan VII

Jembatan Selat Sunda vs Golongan VIII

Semua model tersebut masing-masing dikembangkan dengan metode penaksiran regresi

linear (Multiple Linear Regression). Desain kuesioner SP yang optimal ditinjau dari

indikator kesesuaian (goodness of fit) antara model yang dihasilkan dengan pola

penyebaran datanya. Dalam hal ini digunakan dua buah indikator kesesuaian, yaitu R2

untuk metoda regresi linier. Pada Tabel 3.28 ditampilkan model kompetisi pilihan untuk

masing-masing moda beserta dengan indikator kesesuaiannya.

Tabel 3. 28 Model Kompetisi Pilihan Moda dan Indikator Kesesuaian Data

No. Pilihan Moda Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan R2

Intersep 1 JSS vs Gol.IV-Pnp -0,44113 -0,02546 -0,02218 -0,01648 0,59168 2 JSS vs Gol.IV-Brg 0,628593 -0,02826 -0,01753 -0,01228 0,588375 3 JSS vs Gol.V-Pnp 1,103372 -0,01835 -0,00912 -0,01261 0,837398 4 JSS vs Gol.V-Brg 0,709945 -0,01845 -0,00809 -0,00479 0,449644 5 JSS vs Gol.VI-Pnp -0,17231 -0,01468 -0,02279 -0,01025 0,666113 6 JSS vs Gol.VI-Brg -1,05323 -0,01438 -0,02383 -0,02029 0,621731 7 JSS vs Gol.VII -0,56931 -0,01218 -0,01828 -0,00929 0,397133 8 JSS vs Gol.VIII -0,08084 -0,0058 -0,01183 -0,00867 0,226076

Secara umum, desain kuesioner yang ditawarkan tersebut telah cukup optimal untuk

digunakan pada kegiatan analisis data selanjutnya. Nilai R2 yang cenderung rendah

memang seringkali dijumpai untuk jenis-jenis survey seperti ini dimana persepsi

responden yang susah ditebak sebelumnya. Namun demikian, untuk memperkirakan

perpindahan volume ke jembatan dalam rangka mempersiapkan manajemen

penyeberangan Merak-Bakauheni yang sesuai, model-model di atas dirasa cukup.

3.5.5 Probabilitas Pengguna Jembatan Selat Sunda

Potensi pengguna Jembatan Selat Sunda ini dapat diperkirakan dari hasil survey stated

preference di atas. Model kompetisi antara Jembatan dengan berbagai golongan

kendaraan selanjutnya menghasilkan kurva kemungkinan peralihan dari Ferry sebagai

Page 148: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 138

fungsi dari selisih utilitas antara jembatan dengan golongan kendaraan tertentu yang saat

ini menggunakan Kapal Ferry. Gambar-gambar di bawah ini menampilkan kurva

hubungan pemilihan moda untuk berbagai jenis golongan kendaraan.

Gambar 3.36 Grafik pemilihan antara Jembatan Selat Sunda atau Kapal Ferry untuk Kendaran

Golongan IV-Penumpang

Gambar 3.37 Grafik pemilihan antara Jembatan Selat Sunda atau Kapal Ferry untuk Kendaran

Golongan IV-Barang

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-1.5 -1.3 -1.0 -0.8 -0.5 -0.3 0.0 0.3 0.5 0.8 1.0 1.3 1.5 1.8 2.0 2.3 2.5

Pro

bab

ilit

as P

em

ilih

an

Utilitas(Jembatan-Ferry)

P-JSS P-Kapal Ferry

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-1.8 -1.5 -1.3 -1.0 -0.8 -0.5 -0.3 0.0 0.3 0.5 0.8 1.0 1.3 1.5 1.8 2.0 2.3

Pro

bab

ilit

as P

em

ilih

an

Utilitas(Jembatan-Ferry)

P-JSS P-Kapal Ferry

Page 149: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 139

Gambar 3.38 Grafik pemilihan antara Jembatan Selat Sunda atau Kapal Ferry untuk Kendaran Golongan V-Penumpang

Gambar 3.39 Grafik pemilihan antara Jembatan Selat Sunda atau Kapal Ferry untuk Kendaran

Golongan V-Barang

Gambar 3.40 Grafik pemilihan antara Jembatan Selat Sunda atau Kapal Ferry untuk Kendaran

Golongan VI-Penumpang

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-2.5 -2.3 -2.0 -1.8 -1.5 -1.3 -1.0 -0.8 -0.5 -0.3 0.0 0.3 0.5 0.8 1.0 1.3 1.5 1.8 2.0 2.3

Pro

bab

ilit

as P

em

ilih

an

Utilitas(Jembatan-Ferry)

P-JSS P-Kapal Ferry

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-1.5 -1.3 -1.0 -0.8 -0.5 -0.3 0.0 0.3 0.5 0.8 1.0 1.3 1.5 1.8 2.0

Pro

bab

ilit

as P

em

ilih

an

Utilitas(Jembatan-Ferry)

P-JSS P-Kapal Ferry

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-2.3 -2.0 -1.8 -1.5 -1.3 -1.0 -0.8 -0.5 -0.3 0.0 0.3 0.5 0.8 1.0 1.3 1.5 1.8 2.0 2.3

Pro

bab

ilit

as P

em

ilih

an

Utilitas(Jembatan-Ferry)

P-JSS P-Kapal Ferry

Page 150: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 140

Gambar 3.41 Grafik pemilihan antara Jembatan Selat Sunda atau Kapal Ferry untuk Kendaran

Golongan VI-Barang

Gambar 3.42 Grafik pemilihan antara Jembatan Selat Sunda atau Kapal Ferry untuk Kendaran

Golongan VII

Gambar 3.43 Grafik pemilihan antara Jembatan Selat Sunda atau Kapal Ferry untuk Kendaran

Golongan VIII

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-2.3 -2.0 -1.8 -1.5 -1.3 -1.0 -0.8 -0.5 -0.3 0.0 0.3 0.5 0.8 1.0 1.3 1.5 1.8 2.0 2.3

Pro

bab

ilit

as P

em

ilih

an

Utilitas(Jembatan-Ferry)

P-JSS P-Kapal Ferry

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-2.0 -1.8 -1.5 -1.3 -1.0 -0.8 -0.5 -0.3 0.0 0.3 0.5 0.8 1.0 1.3 1.5 1.8 2.0

Pro

bab

ilit

as P

em

ilih

an

Utilitas(Jembatan-Ferry)

P-JSS P-Kapal Ferry

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

-1.5 -1.3 -1.0 -0.8 -0.5 -0.3 0.0 0.3 0.5 0.8 1.0 1.3 1.5

Pro

bab

ilit

as P

em

ilih

an

Utilitas(Jembatan-Ferry)

P-JSS P-Kapal Ferry

Page 151: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 141

3.5.6 Proyeksi Jumlah Pengguna Jembatan Selat Sunda

Perkiraan jumlah pengguna Jembatan Selat Sunda dihitung dari hasil proyeksi pengguna

Ferry hasil analisis sebelumnya dikalikan dengan probabilitas pengguna jembatan hasil

analisis stated preference. Probabilitas pengguna JSS ini sangat ditentukan oleh nilai

utilitas antara jembatan dan kapal Ferry. Pada bentang jembatan sepanjang ± 30 km,

dengan kecepatan rata-rata 60 km perjam (untuk kendaraan ringan) dan 45 km/jam

(untuk kendaraan berat) maka waktu tempuh dari ujung ke ujung adalah 30 menit - 45

menit. Sementara itu dari sisi keterlambatan diasumsikan berkisar antara 15 – 30 menit.

Faktor yang paling sensitif disini adalah tarif tol. Tarif tol semestinya dihitung dengan

aturan tertentu yang lazim diterapkan di Indonesia. Namun pada analisis ini, tarif tol yang

dimaksud lebih ditujukan untuk membuat simulasi berbagai kemungkinan probabilitas

perpindahan dari Kapal Ferry ke JSS. Tabel 3.29 di bawah ini menampilkan probabilitas

jumlah kendaraan yang akan pindah ke JSS jika tarif tol yang diterapkan sebesar 1,1

hingga 2,0 kali tariff Kapal Ferry.

Untuk mengevaluasi serta mempersiapkan pola operasi yang perlu dilakukan ASDP maka

perlu diketahui jumlah yang tetap akan menggunakan Kapal Ferry. Pada Tabel 3.30 s.d

Tabel 3.32 ditampilkan proyeksi jumlah pengguna Kapal Ferry per tahun serta pada jam

sibuk. Data kedatangan kendaraan pada jam sibuk diperoleh dari data proyeksi tahunan

dibagi 365 dan dikalikan dengan faktor beban jam sibuk sebesar 12,26%. Proyeksi jumlah

pengguna Jembatan Selat Sunda dan Pengguna Kapal Ferry disesuaikan hanya untuk 3

(tiga) skenario sebagai berikut:

Skenario 1: Tarif Tol di Jembatan Selat Sunda = 1,1x Tarif Ferry

Skenario 2: Tarif Tol di Jembatan Selat Sunda = 1,5x Tarif Ferry

Skenario 3: Tarif Tol di Jembatan Selat Sunda = 2,0x Tarif Ferry

Pertimbangan mengapa hanya 3 skenario ini adalah bahwa pada kisaran tarif tol sebesar

2,0 X tarif Kapal Ferry hampir tidak ada kendaraan yang beralih ke Jembatan Selat Sunda

serta pada kondisi tarif toll 1,5X tarif Kapal Ferry akan terjadi perpindahan sekitar 23%

ke Jembatan Selat Sunda, selebihnya tetap bertahan menggunakan Kapal Ferry.

Page 152: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 142

Tabel 3. 29 Probabilitas Pengguna JSS dengan Berbagai Skenario Tarif Tol

Tarif Tol = 1,1 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,IV-Pnp 218 198 30 120 15 60 -0,4411 -0,0255 -0,0222 -0,0165 1,7927 0,8573 0,1427 Gol,IV-Brg 190 173 45 120 20 60 0,6286 -0,0283 -0,0175 -0,0123 1,9454 0,8749 0,1251 Gol,V-Pnp 411 374 45 120 15 60 1,1034 -0,0184 -0,0091 -0,0126 1,6681 0,8413 0,1587 Gol,V-Brg 339 308 45 120 20 60 0,7099 -0,0185 -0,0081 -0,0048 0,9399 0,7191 0,2809 Gol,VI-Pnp 685 623 45 120 15 60 -0,1723 -0,0147 -0,0228 -0,0102 1,0840 0,7473 0,2527 Gol,VI-Brg 490 446 45 120 20 60 -1,0532 -0,0144 -0,0238 -0,0203 0,9050 0,7120 0,2880 Gol,VII 750 682 45 120 20 60 -0,5693 -0,0122 -0,0183 -0,0093 0,3424 0,5848 0,4152 Gol,VIII 1107 1006 45 120 20 60 -0,0808 -0,0058 -0,0118 -0,0087 0,5701 0,6388 0,3612

Tarif Tol = 1,2 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,IV-Pnp 238 198 30 120 15 60 -0,4411 -0,0255 -0,0222 -0,0165 1,2887 0,7839 0,2161 Gol,IV-Brg 208 173 45 120 20 60 0,6286 -0,0283 -0,0175 -0,0123 1,4564 0,8110 0,1890 Gol,V-Pnp 449 374 45 120 15 60 1,1034 -0,0184 -0,0091 -0,0126 0,9818 0,7275 0,2725 Gol,V-Brg 370 308 45 120 20 60 0,7099 -0,0185 -0,0081 -0,0048 0,3715 0,5918 0,4082 Gol,VI-Pnp 748 623 45 120 15 60 -0,1723 -0,0147 -0,0228 -0,0102 0,1697 0,5423 0,4577 Gol,VI-Brg 535 446 45 120 20 60 -1,0532 -0,0144 -0,0238 -0,0203 0,2645 0,5657 0,4343 Gol,VII 818 682 45 120 20 60 -0,5693 -0,0122 -0,0183 -0,0093 -0,4885 0,3802 0,6198 Gol,VIII 1207 1006 45 120 20 60 -0,0808 -0,0058 -0,0118 -0,0087 -0,0131 0,4967 0,5033

Tarif Tol = 1,3 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,IV-Pnp 257 198 30 120 15 60 -0,4411 -0,0255 -0,0222 -0,0165 0,7847 0,6867 0,3133 Gol,IV-Brg 225 173 45 120 20 60 0,6286 -0,0283 -0,0175 -0,0123 0,9675 0,7246 0,2754 Gol,V-Pnp 486 374 45 120 15 60 1,1034 -0,0184 -0,0091 -0,0126 0,2955 0,5733 0,4267 Gol,V-Brg 400 308 45 120 20 60 0,7099 -0,0185 -0,0081 -0,0048 -0,1968 0,4510 0,5490

Page 153: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 143

Tarif Tol = 1,1 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,VI-Pnp 810 623 45 120 15 60 -0,1723 -0,0147 -0,0228 -0,0102 -0,7446 0,3220 0,6780 Gol,VI-Brg 579 446 45 120 20 60 -1,0532 -0,0144 -0,0238 -0,0203 -0,3760 0,4071 0,5929 Gol,VII 887 682 45 120 20 60 -0,5693 -0,0122 -0,0183 -0,0093 -1,3195 0,2109 0,7891 Gol,VIII 1308 1006 45 120 20 60 -0,0808 -0,0058 -0,0118 -0,0087 -0,5963 0,3552 0,6448

Tarif Tol = 1,4 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,IV-Pnp 277 198 30 120 15 60 -0,4411 -0,0255 -0,0222 -0,0165 0,2806 0,5697 0,4303 Gol,IV-Brg 242 173 45 120 20 60 0,6286 -0,0283 -0,0175 -0,0123 0,4786 0,6174 0,3826 Gol,V-Pnp 524 374 45 120 15 60 1,1034 -0,0184 -0,0091 -0,0126 -0,3909 0,4035 0,5965 Gol,V-Brg 431 308 45 120 20 60 0,7099 -0,0185 -0,0081 -0,0048 -0,7651 0,3175 0,6825 Gol,VI-Pnp 872 623 45 120 15 60 -0,1723 -0,0147 -0,0228 -0,0102 -1,6589 0,1599 0,8401 Gol,VI-Brg 624 446 45 120 20 60 -1,0532 -0,0144 -0,0238 -0,0203 -1,0165 0,2657 0,7343 Gol,VII 955 682 45 120 20 60 -0,5693 -0,0122 -0,0183 -0,0093 -2,1504 0,1043 0,8957 Gol,VIII 1408 1006 45 120 20 60 -0,0808 -0,0058 -0,0118 -0,0087 -1,1795 0,2352 0,7648

Tarif Tol = 1,5 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,IV-Pnp 297 198 30 120 15 60 -0,4411 -0,0255 -0,0222 -0,0165 -0,2234 0,4444 0,5556 Gol,IV-Brg 260 173 45 120 20 60 0,6286 -0,0283 -0,0175 -0,0123 -0,0104 0,4974 0,5026 Gol,V-Pnp 561 374 45 120 15 60 1,1034 -0,0184 -0,0091 -0,0126 -1,0772 0,2540 0,7460 Gol,V-Brg 462 308 45 120 20 60 0,7099 -0,0185 -0,0081 -0,0048 -1,3335 0,2086 0,7914 Gol,VI-Pnp 935 623 45 120 15 60 -0,1723 -0,0147 -0,0228 -0,0102 -2,5732 0,0709 0,9291 Gol,VI-Brg 668 446 45 120 20 60 -1,0532 -0,0144 -0,0238 -0,0203 -1,6569 0,1602 0,8398 Gol,VII 1023 682 45 120 20 60 -0,5693 -0,0122 -0,0183 -0,0093 -2,9813 0,0483 0,9517 Gol,VIII 1509 1006 45 120 20 60 -0,0808 -0,0058 -0,0118 -0,0087 -1,7626 0,1465 0,8535

Tarif Tol = 1,6 X tarif Kapal Ferry

Page 154: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 144

Tarif Tol = 1,1 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,IV-Pnp 317 198 30 120 15 60 -0,4411 -0,0255 -0,0222 -0,0165 -0,7275 0,3258 0,6742 Gol,IV-Brg 277 173 45 120 20 60 0,6286 -0,0283 -0,0175 -0,0123 -0,4993 0,3777 0,6223 Gol,V-Pnp 598 374 45 120 15 60 1,1034 -0,0184 -0,0091 -0,0126 -1,7635 0,1463 0,8537 Gol,V-Brg 493 308 45 120 20 60 0,7099 -0,0185 -0,0081 -0,0048 -1,9018 0,1299 0,8701 Gol,VI-Pnp 997 623 45 120 15 60 -0,1723 -0,0147 -0,0228 -0,0102 -3,4875 0,0297 0,9703 Gol,VI-Brg 713 446 45 120 20 60 -1,0532 -0,0144 -0,0238 -0,0203 -2,2974 0,0913 0,9087 Gol,VII 1091 682 45 120 20 60 -0,5693 -0,0122 -0,0183 -0,0093 -3,8122 0,0216 0,9784 Gol,VIII 1610 1006 45 120 20 60 -0,0808 -0,0058 -0,0118 -0,0087 -2,3458 0,0874 0,9126

Tarif Tol = 1,7 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,IV-Pnp 337 198 30 120 15 60 -0,4411 -0,0255 -0,0222 -0,0165 -1,2315 0,2259 0,7741 Gol,IV-Brg 294 173 45 120 20 60 0,6286 -0,0283 -0,0175 -0,0123 -0,9883 0,2713 0,7287 Gol,V-Pnp 636 374 45 120 15 60 1,1034 -0,0184 -0,0091 -0,0126 -2,4499 0,0794 0,9206 Gol,V-Brg 524 308 45 120 20 60 0,7099 -0,0185 -0,0081 -0,0048 -2,4701 0,0780 0,9220 Gol,VI-Pnp 1059 623 45 120 15 60 -0,1723 -0,0147 -0,0228 -0,0102 -4,4019 0,0121 0,9879 Gol,VI-Brg 757 446 45 120 20 60 -1,0532 -0,0144 -0,0238 -0,0203 -2,9379 0,0503 0,9497 Gol,VII 1159 682 45 120 20 60 -0,5693 -0,0122 -0,0183 -0,0093 -4,6431 0,0095 0,9905 Gol,VIII 1710 1006 45 120 20 60 -0,0808 -0,0058 -0,0118 -0,0087 -2,9290 0,0507 0,9493

Tarif Tol = 1,8 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,IV-Pnp 356 198 30 120 15 60 -0,4411 -0,0255 -0,0222 -0,0165 -1,7355 0,1499 0,8501 Gol,IV-Brg 311 173 45 120 20 60 0,6286 -0,0283 -0,0175 -0,0123 -1,4772 0,1859 0,8141 Gol,V-Pnp 673 374 45 120 15 60 1,1034 -0,0184 -0,0091 -0,0126 -3,1362 0,0416 0,9584 Gol,V-Brg 554 308 45 120 20 60 0,7099 -0,0185 -0,0081 -0,0048 -3,0385 0,0457 0,9543

Page 155: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 145

Tarif Tol = 1,1 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,VI-Pnp 1121 623 45 120 15 60 -0,1723 -0,0147 -0,0228 -0,0102 -5,3162 0,0049 0,9951 Gol,VI-Brg 802 446 45 120 20 60 -1,0532 -0,0144 -0,0238 -0,0203 -3,5784 0,0272 0,9728 Gol,VII 1228 682 45 120 20 60 -0,5693 -0,0122 -0,0183 -0,0093 -5,4740 0,0042 0,9958 Gol,VIII 1811 1006 45 120 20 60 -0,0808 -0,0058 -0,0118 -0,0087 -3,5122 0,0290 0,9710

Tarif Tol = 1,9 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,IV-Pnp 376 198 30 120 15 60 -0,4411 -0,0255 -0,0222 -0,0165 -2,2396 0,0963 0,9037 Gol,IV-Brg 329 173 45 120 20 60 0,6286 -0,0283 -0,0175 -0,0123 -1,9661 0,1228 0,8772 Gol,V-Pnp 711 374 45 120 15 60 1,1034 -0,0184 -0,0091 -0,0126 -3,8225 0,0214 0,9786 Gol,V-Brg 585 308 45 120 20 60 0,7099 -0,0185 -0,0081 -0,0048 -3,6068 0,0264 0,9736 Gol,VI-Pnp 1184 623 45 120 15 60 -0,1723 -0,0147 -0,0228 -0,0102 -6,2305 0,0020 0,9980 Gol,VI-Brg 846 446 45 120 20 60 -1,0532 -0,0144 -0,0238 -0,0203 -4,2189 0,0145 0,9855 Gol,VII 1296 682 45 120 20 60 -0,5693 -0,0122 -0,0183 -0,0093 -6,3049 0,0018 0,9982 Gol,VIII 1911 1006 45 120 20 60 -0,0808 -0,0058 -0,0118 -0,0087 -4,0954 0,0164 0,9836

Tarif Tol = 2,0 X tarif Kapal Ferry

Tarif (Ribuan) Waktu Tempuh (menit) Keterlambatan Intercept Tarif Waktu Tempuh Keterlambatan U(JSS-Ferry) P-JSS P-Ferry

JSS Ferry JSS Ferry JSS Ferry

Gol,IV-Pnp 396 198 30 120 15 60 -0,4411 -0,0255 -0,0222 -0,0165 -2,7436 0,0604 0,9396 Gol,IV-Brg 346 173 45 120 20 60 0,6286 -0,0283 -0,0175 -0,0123 -2,4551 0,0791 0,9209 Gol,V-Pnp 748 374 45 120 15 60 1,1034 -0,0184 -0,0091 -0,0126 -4,5089 0,0109 0,9891 Gol,V-Brg 616 308 45 120 20 60 0,7099 -0,0185 -0,0081 -0,0048 -4,1751 0,0151 0,9849 Gol,VI-Pnp 1246 623 45 120 15 60 -0,1723 -0,0147 -0,0228 -0,0102 -7,1448 0,0008 0,9992 Gol,VI-Brg 891 446 45 120 20 60 -1,0532 -0,0144 -0,0238 -0,0203 -4,8594 0,0077 0,9923 Gol,VII 1364 682 45 120 20 60 -0,5693 -0,0122 -0,0183 -0,0093 -7,1358 0,0008 0,9992 Gol,VIII 2012 1006 45 120 20 60 -0,0808 -0,0058 -0,0118 -0,0087 -4,6785 0,0092 0,9908

Page 156: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 146

Tabel 3. 30 Proyeksi Pengguna Jembatan Selat Sunda

Skenario 1: Tarif Tol di Jembatan Selat Sunda = 1,1x Tarif Ferry

Tahun Jumlah Pengguna Jembatan Selat Sunda

Jumlah Gol.Kend I II III IV-Pnp IV-Brg V-Pnp V-Brg VI-Pnp VI-Brg VII VIII P-JSS 100% 100% 100% 85,73% 87,49% 84,13% 71,91% 74,73% 71,20% 58,48% 63,88%

2010

kend

araa

n/ta

hun

9 234.713 230 436.658 98.078 21.707 227.072 55.471 265.348 59.449 10.729 1.409.465 2011 10 244.493 240 454.853 102.165 22.612 236.534 57.782 276.405 61.926 11.176 1.468.196 2012 10 254.273 249 473.048 106.252 23.517 245.995 60.094 287.462 64.403 11.623 1.526.927 2013 10 264.056 259 491.247 110.340 24.421 255.459 62.406 298.521 66.881 12.070 1.585.669 2014 11 273.829 268 509.429 114.424 25.325 264.914 64.716 309.570 69.356 12.517 1.644.359 2015 11 283.612 278 527.629 118.512 26.230 274.378 67.028 320.629 71.834 12.964 1.703.104 2020 13 322.727 316 600.399 134.857 29.848 312.220 76.272 364.850 81.741 14.752 1.937.995 2025 14 352.069 345 654.987 147.118 32.561 340.607 83.207 398.022 89.173 16.093 2.114.196 2030 15 371.625 364 691.368 155.289 34.370 359.526 87.828 420.130 94.126 16.987 2.231.629 2035 15 385.324 378 716.854 161.014 35.637 372.780 91.066 435.618 97.596 17.613 2.313.894 2040 17 430.311 422 800.548 179.812 39.797 416.302 101.698 486.477 108.990 19.670 2.584.045 2045 17 434.223 426 807.825 181.447 40.159 420.086 102.622 490.899 109.981 19.848 2.607.533

2010

kend

araa

n/ja

m

0 79 0 147 33 7 76 19 89 20 4 473 2011 0 82 0 153 34 8 79 19 93 21 4 493 2012 0 85 0 159 36 8 83 20 97 22 4 513 2013 0 89 0 165 37 8 86 21 100 22 4 532 2014 0 92 0 171 38 9 89 22 104 23 4 552 2015 0 95 0 177 40 9 92 23 108 24 4 572 2020 0 108 0 202 45 10 105 26 123 27 5 651 2025 0 118 0 220 49 11 114 28 134 30 5 710 2030 0 125 0 232 52 12 121 29 141 32 6 749 2035 0 129 0 241 54 12 125 31 146 33 6 777 2040 0 144 0 269 60 13 140 34 163 37 7 868

Page 157: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 147

2045 0 146 0 271 61 13 141 34 165 37 7 876 * kendaraan per jam = kendaraan per tahun x 1/365 x 12,26%

Tabel 3. 31 Proyeksi Pengguna Jembatan Selat Sunda Skenario 2: Tarif Tol di Jembatan Selat Sunda = 1,5x Tarif Ferry

Tahun Jumlah Pengguna Jembatan Selat Sunda

Jumlah Gol.Kend I II III IV-Pnp IV-Brg V-Pnp V-Brg VI-Pnp VI-Brg VII VIII P-JSS 100% 100% 100% 44,44% 49,74% 25,40% 20,86% 7,09% 16,02% 4,83% 14,65%

2010

kend

araa

n/ta

hun

9 234.713 230 226.349 55.758 6.555 65.868 5.262 59.695 4.908 2.460 661.807 2011 10 244.493 240 235.781 58.081 6.828 68.612 5.481 62.183 5.113 2.562 689.384 2012 10 254.273 249 245.213 60.404 7.101 71.357 5.700 64.670 5.317 2.665 716.960 2013 10 264.056 259 254.646 62.728 7.374 74.102 5.920 67.158 5.522 2.767 744.543 2014 11 273.829 268 264.072 65.050 7.647 76.845 6.139 69.644 5.726 2.870 772.100 2015 11 283.612 278 273.506 67.374 7.920 79.590 6.358 72.132 5.931 2.972 799.684 2020 13 322.727 316 311.227 76.666 9.012 90.567 7.235 82.080 6.749 3.382 909.975 2025 14 352.069 345 339.524 83.637 9.832 98.802 7.893 89.543 7.362 3.690 992.710 2030 15 371.625 364 358.383 88.282 10.378 104.290 8.331 94.517 7.771 3.895 1.047.849 2035 15 385.324 378 371.594 91.537 10.760 108.134 8.638 98.001 8.058 4.038 1.086.477 2040 17 430.311 422 414.978 102.224 12.017 120.759 9.647 109.443 8.998 4.510 1.213.325 2045 17 434.223 426 418.750 103.153 12.126 121.857 9.734 110.437 9.080 4.551 1.224.354

2010

kend

araa

n/ja

m

0 79 0 76 19 2 22 2 20 2 1 222 2011 0 82 0 79 20 2 23 2 21 2 1 231 2012 0 85 0 82 20 2 24 2 22 2 1 241 2013 0 89 0 86 21 2 25 2 23 2 1 250 2014 0 92 0 89 22 3 26 2 23 2 1 259 2015 0 95 0 92 23 3 27 2 24 2 1 269 2020 0 108 0 105 26 3 30 2 28 2 1 306 2025 0 118 0 114 28 3 33 3 30 2 1 333 2030 0 125 0 120 30 3 35 3 32 3 1 352

Page 158: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 148

2035 0 129 0 125 31 4 36 3 33 3 1 365 2040 0 144 0 139 34 4 41 3 37 3 2 407 2045 0 146 0 141 35 4 41 3 37 3 2 411

* kendaraan per jam = kendaraan per tahun x 1/365 x 12,26%

Tabel 3. 32 Proyeksi Pengguna Jembatan Selat Sunda Skenario 3: Tarif Tol di Jembatan Selat Sunda = 2,0x Tarif Ferry

Tahun Jumlah Pengguna Jembatan Selat Sunda

Jumlah Gol.Kend I II III IV-Pnp IV-Brg V-Pnp V-Brg VI-Pnp VI-Brg VII VIII P-JSS 100% 100% 100% 6,04% 7,91% 1,09% 1,51% 0,08% 0,77% 0,08% 0,92%

2010

kend

araa

n/ta

hun

9 234.713 230 30.790 8.863 281 4.781 59 2.868 81 155 282.830 2011 10 244.493 240 32.073 9.233 293 4.980 61 2.988 84 161 294.615 2012 10 254.273 249 33.356 9.602 304 5.179 63 3.107 88 168 306.400 2013 10 264.056 259 34.639 9.971 316 5.379 66 3.227 91 174 318.188 2014 11 273.829 268 35.921 10.340 328 5.578 68 3.346 94 180 329.965 2015 11 283.612 278 37.205 10.710 340 5.777 71 3.466 98 187 341.753 2020 13 322.727 316 42.336 12.187 386 6.574 80 3.944 111 213 388.887 2025 14 352.069 345 46.185 13.295 422 7.172 88 4.302 121 232 424.245 2030 15 371.625 364 48.750 14.033 445 7.570 93 4.541 128 245 447.809 2035 15 385.324 378 50.548 14.551 461 7.849 96 4.709 133 254 464.317 2040 17 430.311 422 56.449 16.250 515 8.765 107 5.258 148 284 518.527 2045 17 434.223 426 56.962 16.397 520 8.845 108 5.306 150 286 523.240

2010

kend

araa

n/ja

m 0 79 0 10 3 0 2 0 1 0 0 95

2011 0 82 0 11 3 0 2 0 1 0 0 99 2012 0 85 0 11 3 0 2 0 1 0 0 103 2013 0 89 0 12 3 0 2 0 1 0 0 107 2014 0 92 0 12 3 0 2 0 1 0 0 111 2015 0 95 0 12 4 0 2 0 1 0 0 115 2020 0 108 0 14 4 0 2 0 1 0 0 131

Page 159: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 149

2025 0 118 0 16 4 0 2 0 1 0 0 142 2030 0 125 0 16 5 0 3 0 2 0 0 150 2035 0 129 0 17 5 0 3 0 2 0 0 156 2040 0 144 0 19 5 0 3 0 2 0 0 174 2045 0 146 0 19 6 0 3 0 2 0 0 176

* kendaraan per jam = kendaraan per tahun x 1/365 x 12,26%

Page 160: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 150

3.6 Kajian Pengaruh Rencana Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Ketapang-Margagiri

3.6.1 Konsep Pikir Relevansi Operasional Penyeberangan Ketapang-Margagiri

Rencana pengoperasian penyeberangan lintas Ketapang-Margagiri secara teori akan

memindahkan sebagian volume penyeberangan pada Lintasan Merak-Bakauheni ke sana.

Pada tahun 2008 diketahui lalu-lintas penyeberangan di lintasan Merak-Bakauheni

sebanyak 1,7 juta penumpang dan 1,6 juta kendaraan. Mengikuti pertumbuhan ekonomi

di wilayah P.Sumatera dan P.Jawa maka di tahun-tahun mendatang akan terjadi

peningkatan volume penyeberangan disana. Bagaimana jika ada ada alternatif

penyeberangan lain? Tentunya masyarakat akan memiliki 2 alternatif dan mereka akan

memilih diantaranya dengan berbagai pertimbangan seperti waktu tempuh, kemudahan

akses ke lokasi penyeberangan dan tarif yang dikenakan.

Secara teori perpindahan lalu-lintas ini dapat diestimasi dengan pemodelan transportasi

dengan memberikan masukan berupa paremeter kapasitas lintas disana sedemikian

sehingga secara model lalu-lintas akan memilih lokasi penyeberangan dengan waktu

tercepat, biaya termurah dan jalur terpendek. Dalam hal ini diasumsikan bahwa rencana

penyeberangan Lintas Ketapang-Margagiri akan memberikan layanan yang sama dengan

layanan Lintas Merak Bakauheni. Secara umum konsep pikir relevasni operasional

penyeberangan Ketapang-Margagiri disampaikan pada Gambar 3.44.

Perubahan Pola Operasional Pelabuhan Merak-Bakauheni

Page 161: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 151

Gambar 3.44 Pengaruh Rencana Penyeberangan Ketapang-Margagiri terhadap Operasional Merak-

Bakauheni

3.6.2 Metoda Analisis

Kajian singkat penyeberangan Ketapang-Margagiri ini akan difokuskan pada seberapa

besar keberadannya akan mempengaruhi volume penyeberangan Merak-Bakauheni.

Dengan mengetahui jumlah lalu-lintas yang akan berpindah maka dapat disiapkan pola

operasi yang efisien di Merak-Bakauheni. Pada gambar di bawah ini disajikan ilustrasi

posisi rencana penyeberangan Ketapang-Margagiri pada model jaringan jalan Sumatera-

Jawa yang akan digunaan dalam pemodelan.

Gambar 3.45 Posisi Rencana Penyeberangan Ketapang-Margagiri

Pendekatan teknis yang digunakan disini pada dasarnya sama dengan analisis sebelumnya,

yakni dengan pemodelan transportasi empat tahap. Dengan menambahkan satu ruas

(link), dalam hal ini penyeberangan Ketapang-Margagiri, maka Matriks Asal Tujuan dapat

dibebankan kembali untuk melihat seberapa besar perubahan lalu-lintas di Selat Sunda

ini.

Asumsi mendasar yang diambil disini adalah bahwa kapasitas lintas di set setidaknya akan

sama dengan kapasitas lintas Merak-Bakauheni yang ada saat ini. Pada kondisi padat

direncanakan mampu menampung lalu-lintas orang dan kendaraan masing-masing

sebanyak 36.144 org dan 7.848 kend/hari. Sedangkan pada kondisi sangat padat dapat

ditingkatkan mencapai 48.192 org/hari dan 10.464 kend/hari.

Page 162: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 152

3.6.3 Distribusi Lalu-lintas Antara Merak-Bakauheni & Ketapang-Margagiri

Berdasarkan data-data pada analisis sebelumnya maka MAT tahun-tahun rencana dapat

dibebankan ke jaringan jalan Sumatera-Jawa. Contoh hasil pembebanan di tahun 2010

dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika

tahun 2010 sudah dioperasikan penyeberangan Ketapang-Margagiri maka akan ada

“split” lalu-lintas dengan “share” ke lintasan Ketapang-Margagiri sebanyak 46% dari total

keberangkatan dari Merak ke Bakauheni (atau sebanyak 54% tetap menggunakan

penyeberangan Merak-Bakauheni).

Gambar 3.46 Hasil Pembebanan pada Rencana Penyeberangan Ketapang-Margagiri (contoh kasus di tahun 2010)

Hasil prediksi di tahun-tahun mendatang pada penyeberangan Ketapang-Margagiri dapat

dilihat pada tabel di bawah ini. Pada tabel tersebut ditampilkan prediksi mulai dari tahun

2010 hingga 2045. Perlu diketahui disini bahwa data yang disampaikan ini tentunya

berasumsi bahwa penyeberangan sudah akan beroperasi di tahun 2010, meskipun dalam

kenyataannya belum akan bisa. Hal yang ingin dicari disini adalah seberapa besar

distribusi lalu-lintas terhadap volume eksisting. Jadi, terkait dengan usulan atau

rekomendasi pola operasi yang perlu dilakukan di Penyeberangan Merak-Bakauheni dapat

menyesuaikan dengan tahun dimana Ketapang-Margagiri sudah beroperasi. Jika

penyeberangan ini beroperasi di tahun 2015 maka data yang digunakan mengacu pada

prediksi di tahun tersebut dan seterusnya.

Tabel 3. 33 Proyeksi Volume Penyeberangan Ketapang-Margagiri

Tahun Jumlah Kendaraan Menurut Golongan

Jumlah I II III IV-Pnp IV-Brg V-Pnp V-Brg VI-Pnp VI-Brg VII VIII

Merak-Bakauheni

zoom

2.213 kend/hari (46%)

2.618 kend/hari (54%)

Catatan:

Volume Penyeberangan

Merak-Bakauheni tanpa

Ketapang-Margagiri = 4831

kend/hari

Ketapang-Margagiri

Page 163: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 153

2010 4 107.481 105 233.250 51.332 11.815 144.606 33.993 170.666 46.554 7.691 807.497 2011 4 111.960 110 242.970 53.471 12.307 150.632 35.410 177.777 48.494 8.012 841.146 2012 5 116.438 114 252.689 55.610 12.800 156.657 36.826 184.889 50.433 8.332 874.793

2013 5 120.918 119 262.410 57.749 13.292 162.684 38.243 192.002 52.374 8.653 908.448 2014 5 125.393 123 272.122 59.887 13.784 168.705 39.659 199.108 54.312 8.973 942.072 2015 5 129.873 127 281.844 62.026 14.277 174.732 41.075 206.221 56.253 9.293 975.728 2020 6 147.785 145 320.716 70.581 16.246 198.831 46.740 234.663 64.011 10.575 1.110.299 2025 6 161.221 158 349.875 76.998 17.723 216.909 50.990 255.999 69.831 11.537 1.211.247 2030 7 170.176 167 369.309 81.275 18.707 228.957 53.822 270.218 73.709 12.177 1.278.525 2035 7 176.450 173 382.923 84.271 19.397 237.397 55.806 280.179 76.427 12.626 1.325.656 2040 8 197.050 193 427.630 94.110 21.661 265.114 62.322 312.891 85.350 14.100 1.480.429 2045 8 198.842 195 431.517 94.965 21.858 267.524 62.888 315.735 86.125 14.229 1.493.885

3.7 Alternatif Manajemen Operasional Penyeberangan Merak-Bakauheni

3.7.1 Time Horizon

Manajemen penyeberangan Merak-Bakauheni yang dikaji pada studi kelayakan ini perlu

didefinisikan hingga sampai tahun berapa. Hal ini perlu dilakukan mengingat terdapat 2

(dua) rencana yang akan berdampak langsung pada volume pergerakan di penyeberangan

ini, yakni Rencana Jembatan Selat Sunda dan Rencana Penyeberangan Ketapang-

Margagiri.

Analisis manajemen operasional penyeberangan Merak-Bakauheni dipertimbangkan

mengikuti rencana pengembangan dua rencana di atas. Oleh karena itu time-frame

analisis perlu membedakan kondisi volume penyeberangan akibat rencana-rencana tadi.

Pada Gambar 3.47 menampilkan time horizon analisis dengan asumsi penyeberangan

Ketapang-Margagiri sudah bisa beroperasi di tahun 2015. Pada saat beroperasi tersebut,

dengan asumsi bahwa tingkat layanan kapasitas penyeberangan baru ini sepadan dengan

Merak-Bakauheni maka dari analisis sebelumnya akan ada pengalihan volume lalu-lintas

kendaraan sebesar 54% ke Merak-Bakauheni dan 46% ke Ketapang-Margagiri.

Page 164: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 154

Gambar 3.47 Time Horizon Analisis FS Dermaga VI Merak-Bakauheni, Asumsi Penyeberangan

Kepatang-Margagiri Beroperasi di Tahun 2015

Selain rencana penyeberangan Ketapang-Margagiri, rencana besar yang sudah mulai ramai

diperbincangkan adalah Jembatan Selat Sunda. Pada Gambar 3.48 disampaikan time

horizon dengan pertimbangan pengoperasian jembatan tersebut. Jembatan diasumsikan

sudah dapat dioperasikan di tahun 2025. Pada saat beroperasi, melalui analsis stated

preference diperkirakan akan ada pengalihan sebanyak 22,88% (~23%) ke jembatan

dengan kondisi tarif sebesar 1,5x tarif Kapal Ferry.

Berdasarkan hasil analisis di atas maka dapat dilakukan kajian awal tentang manajemen

operasional Penyeberangan Merak-Bakauheni. Pada bagian selanjutnya disampaikan

alternatif manajemen tersebut dengan lebih lengkap.

Page 165: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 155

Gambar 3.48 Time Horizon Analisis FS Dermaga VI Merak-Bakauheni, Asumsi JSS Beroperasi

di tahun 2025

3.7.2 Skenario Manajemen

Pola operasional penyeberangan Merak-Bakauheni sangat dipengaruhi oleh jumlah lalu-

lintas yang akan dilayani. Oleh karena itu maka skenario manajemen perlu mengantisipasi

rencana-rencana eksternal yang berdampak pada pengurangan/ penambahan volume

lalu-lintas penyeberangan. Analisis selanjutnya dikembangkan menjadi 2 (dua) skenario,

yakni Do-Nothing dan Do-Something. Penjelasan mengenai skenario ini dapat dilihat pada

bagian di bawah ini.

3.7.2.1 Do – Nothing

Penggunaan kata Do-Nothing disini dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa

rencana-rencana eksternal berupa penyeberangan Ketapang-Margagiri dan Jembatan Selat

Sunda tidak beroperasi sesuai asumsi waktu operasional seperti disampaikan di bagian

time horizon. Jadi pada kasus ini, alternatif penyeberangan antara Pulau Jawa dan Pulau

Sumatera melalui daerah Serang hanya satu yakni menggunakan Kapal Ferry. Komponen

yang berpengaruh disini adalah jumlah volume lalu-lintas adalah sebesar angka prediksi

yang sudah disampaikan sebelumnya tanpa ada pengalihan/ perpindahan ke moda lain

atau rute lain.

Page 166: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 156

3.7.2.2 Do – Something

Penggunaan kata Do-Nothing disini adalah untuk memberikan informasi bahwa

“something” yang dimaksud adalah pertama, penyeberangan Ketapang-Margagiri

beroperasi di tahun 2015 dan kedua, Jembatan Selat Sunda dibuka ditahun 2025. Untuk

kasus do-something ini cukup berbeda dengan lazimnya modal split antara 2 kompetitor,

misalnya kereta vs bus atau kereta vs mobil pribadi. Hal ini terkait dengan 3 pilihan

penyeberangan, yakni:

1) Via Merak-Bakauheni dengan Kapal Ferry

2) Via Ketapang-Margagiri dengan Kapal Ferry

3) Via Jembatan Selat Sunda

Masing-masing pemisahan (split) antara Kapal Ferry dengan Jembatan Selat Sunda sudah

dianalisis sebelumnya. Demikian juga dengan pemisahan antara Merak-Bakauheni dan

Ketapang-Margagiri. Untuk itu terkait dengan pola operasional yang perlu disiapkan oleh

penyeberangan eksisting, data prediksi volume penyeberangan mengikuti trend sesuai

hasil di atas.

3.7.3 Kebutuhan Pola Operasional Skenario Do-Nothing

Seperti dijelaskan di atas terkait pengertian skenario Do-Nothing maka bahasan

selanjutnya di bawah ini adalah terkait dengan: manajemen internal pelabuhan dan

manajemen eksternal pelabuhan. Pada manajemen internal pelabuhan akan dikaji:

kebutuhan jumlah pintu tiket yang perlu dibuka, kebutuhan jumlah dermaga, pola

operasional dan kebutuhan jumlah kapal yang perlu disediakan untuk mengakomodasi

lalu-lintas penyeberangan Merak-Bakauheni. Sedangkan pada manajemen eksternal

pelabuhan lebih diarahkan pada penataan lalu-lintas menjelang masuk atau setelah keluar

areal pelabuhan.

3.7.3.1 Manajemen Internal Pelabuhan

Manajemen lalu-lintas internal akan difokuskan pada pengaturan gerbang pembayaran

tiket dan kebutuhan jumlah dermaga yang optimal. Pengaturan gerbang pembayaran

ditujukan untuk mengurangi atau membatasi panjang antrian yang berlebihan, sedangkan

kajian kebutuhan jumlah dermaga ini untuk memberikan masukan bagi ASDP terkait

dengan berapa dan kapan diperlukan tambahan dermaga lintas Merak-Bakauheni.

A. Jumlah Bukaan Gerbang Pembayaran Tiket

Page 167: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 157

Jumlah bukaan gerbang disini adalah jumlah minimum gerbang tiket (sekarang berupa

electronic ticketing) yang perlu dibuka terkait dengan tingkat kedatangan kendaraan

masuk ke Pelabuhan Merak. Kriteria yang diambil disini adalah panjang antrian tidak

sampai memotong ke jalan lokal yang ada di depan areal masuk gerbang. Kebutuhan

jumlah gerbang yang dibuka didekati dengan teori antrian.

Teori antrian sangat perlu dipelajari dalam usaha mengenal perilaku pergerakan arus

lalulintas baik manusia maupun kendaraan. Hal ini disebabkan karena sangat banyak

kejadian serta permasalahan yang ditimbulkan dapat dijelaskan dan dipecahkan dengan

bantuan teori antrian, seperti misalnya:

antrian kendaraan yang terjadi di depan gerbang tol atau pada persimpangan

berlampu lalulintas;

antrian manusia pada loket pembelian karcis;

sangat banyak kejadian-kejadian lainnya yang dapat dijelaskan dengan bantuan

teori antrian.

Antrian tersebut terjadi karena proses pergerakan arus lalulintas (manusia dan/atau

kendaraan) terganggu oleh adanya suatu kegiatan pelayanan yang harus dilalui, seperti

misalnya: antrian kendaraan yang terjadi di depan gerbang tol disebabkan karena

pergerakan arus kendaraan terpaksa harus terganggu oleh adanya kegiatan pengambilan

dan/atau pengembalian (pembayaran) karcis tol. Kegiatan tersebut akan menyebabkan

terjadinya antrian kendaraan dimana pada suatu kondisi, antrian kendaraan tersebut akan

mengakibatkan permasalahan baik buat pengguna (waktu antrian) maupun pengelola

(panjang antrian).

Bagi pengguna biasanya hal yang selalu dipermasalahkan adalah waktu menunggu selama

proses mengantri; sedangkan bagi pengelola, hal yang selalu dipermasalahkan biasanya

adalah panjang antrian yang terjadi. Sebagi contoh: antrian kendaraan yang terlalu panjang

akan menyebabkan tambahan permasalahan berupa terganggunya sistem pergerakan arus

lalulintas lainnya akibat terhambat oleh antrian yang panjang tersebut.

Untuk dapat menjelaskan proses antrian dengan baik, dikenal 3 (tiga) komponen utama

yang harus diketahui, yaitu:

a. Tingkat kedatangan, dinyatakan dengan notasi adalah jumlah kendaraan atau

manusia yang bergerak menuju satu atau beberapa tempat pelayanan dalam satu

Page 168: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 158

satuan waktu tertentu; biasa dinyatakan dalam satuan kendaraan/jam atau

orang/menit.

b. Tingkat pelayanan, dinyatakan dengan notasi adalah jumlah kendaraan atau

manusia yang dapat dilayani oleh satu tempat pelayanan dalam satu satuan waktu

tertentu; biasa dinyatakan dalam satuan kendaraan/jam atau orang/menit.

Selain tingkat pelayanan, juga dikenal Waktu Pelayanan (WP) yang dapat

didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh satu tempat pelayanan untuk

melayani satu kendaraan atau satu orang; biasa dinyatakan dalam satuan

menit/kendaraan atau menit/orang. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa:

μ

1WP

Selain itu, dikenal juga notasi yang didefinisikan sebagai nisbah antara tingkat

kedatangan dengan tingkat pelayanan dengan persyaratan nilai selalu harus lebih

kecil dari 1 ( 1μ

λρ ).

c. Disiplin antrian, yang dapat diartikan bagaimana tata cara kendaraan atau

manusia mengantri. Disiplin antrian yang digunakan dalam studi ini adalah First

In First Out (FIFO) atau First Come First Served (FCFS).

Disiplin antrian FIFO sangat sering digunakan di bidang transportasi dimana orang

dan/atau kendaraan yang pertama tiba akan dilayani pertama. Sebagai contoh disiplin

FIFO adalah: antrian kendaraan pada pintu gerbang tol, atau antrian manusia pada loket

pembayaran, dan banyak contoh lainnya.

Terdapat beberapa parameter yang selalu digunakan dalam antrian yaitu: n , q , d , w ,

dan .

n = jumlah kendaraan atau orang dalam sistem (kendaraan atau orang per satuan

waktu)

q = jumlah kendaraan atau orang dalam antrian (kendaraan atau orang per satuan

waktu)

d = waktu kendaraan atau orang dalam sistem (satuan waktu)

w = waktu kendaraan atau orang dalam antrian (satuan waktu)

Page 169: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 159

ρ1

ρ

λμ

λn

ρ1

ρ

λμμ

λq

22

λμ

1d

μ

1d

λμμ

λw

B. Prediksi Volume Kendaraan

Prediksi volume kendaraan akan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kondisi, yakni pertama

kondisi Do-Nothing dimana rencana pembangunan JSS dan Penyeberangan Ketapang-

Margagiri tidak jadi dilaksanakan. Kedua adalah Kondisi With JSS, yakni dengan asumsi

JSS jadi dibangun. JSS diasumsikan baru dapat dioperasikan dalam jangka waktu 15 tahun

mendatang atau di tahun 2025. Ketiga adalah With Ketapang-Margagiri, yakni kondisi

dimana lalu-lintas akan terbagi ke dua penyeberangan. Untuk yang satu ini diasumsikan

penyeberangan baru tersebut akan dapat dioperasikan di tahun 2015. Tabel 3.34 di

bawah ini menyajikan resume hasil perhitungan prediksi volume yang sudah dilakukan

pada bagian sebelumnya.

Pada tabel tersebut volume Ketapang-Margagiri diambil sebesar 46% dari volume Merak-

Bakauheni sesuai dengan analisis sebelumnya dan berlaku dari tahun 2015 hingga 2025.

Adapun untuk perpindahan ke Jembatan Selat Sunda ditahun 2025, volume yang

berpindah diasumsikan dengan dasar tarif tol di jembatan tersebut sebesar 1,5x tarif

Kapal Ferry. Asumsi yang sama diberlakukan untuk pengalihan dari Ketapang-Margagiri

ke Jembatan Selat Sunda.

Volume normal day diperoleh dari volume harian dikali dengan faktor jam puncak

sebesar 12,26% sesuai dengan beban lalu-lintas terbesar menurut hasil survey lapangan.

Tabel 3. 34 Prediksi Volume Kendaraan (kend/jam)

Tahun Do-Nothing Normal Day Peak Day

2010 271 542 2011 282 565 2012 294 587 2013 305 610 2014 316 633

Page 170: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 160

Tahun Do-Nothing Normal Day Peak Day

2015 328 655 2020 373 746 2025 407 813 2030 429 859 2035 445 890 2040 497 994 2045 502 1003

C. Analisis Antrian

Untuk melakukan analisis antrian maka diambil beberapa asumsi dasar terhadap

parameter terkait dengan antrian. Dengan mempertimbangkan bahwa layanan tiket di

pelabuhan ini merupakan ekstensi dari Jalan Tol Jakarta-Merak maka standar waktu layan

semestinya sama dengan Standar Pelayanan Minimum untuk jalan tol. Namun dengan

mempertimbangkan bahwa jumlah uang yang harus dibayarkan jauh lebih besar maka

dalam hal ini standar waktu layan ditentukan maksimal 3x SPM jalan tol tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 392/PRT/M/2005 tentang

Standar Pelayanan Minimal jalan Tol, kecepatan transaksi maksimal untuk gerbang tol

dengan adalah 7 detik setiap kendaraan. Terkait dengan antrian di pintu masuk ini, maka

analisis antrian ini dilakukan dengan asumsi waktu pelayanan yang dapat disediakan oleh

gardu masuk adalah 25 detik.

Antrian di Pelabuhan Merak, atau di pelabuhan lain pada umumnya, adalah antrian ganda.

Maksudnya disini adalah bahwa kendaraan akan mengalami 2 kali antrian, pertama,

antrian pada gardu pembayaran tiket Ferry dan kedua, antrian masuk ke kapal Ferry.

Antrian pertama dipengaruhi oleh jumlah gardu yang dibuka dan waktu pelayanan disana,

sedangkan antrian kedua dipengaruhi oleh waktu pelayanan per Kapal Ferry dan jumlah

dermaga yang ada. Jumlah dermaga ini menentukan jumlah trip yang dapat dicapai oleh

pelabuhan yang bersangkutan. Pada kasus analisis Merak-Bakauheni ini, dari informasi

pola operasi dapat diketahui bahwa saat ini dengan jumlah dermaga yang ada jumlah trip

maksimum yang dapat dicapai adalah sebanyak 96 trip dengan kapasitas lintas 10.464

kend/hari atau jika dibagi merata menjadi 436 kend/jam. Angka ini menjadi batasan

maksimum tingkat kedatangan yang dapat ditampung di penyeberangan Merak-

Bakauheni. Batasan lain adalah ruang yang tersedia untuk antrian dari titik gerbang ke

belakang hingga perpotongan dengan jalan lokal. Panjang ruang untuk ini diperkirakan

hanya sepanjang 408 meter. Untuk itu telah dilakukan analisis antrian dengan data

prediksi arus kendaraan dan disampaikan pada Tabel 3.35.

Page 171: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 161

Gambar 3.49 Ilustrasi Model Antrian di Pelabuhan Merak

Electronic Ticketing

1 2 3 4 5 6 7 8

Titik Masuk Antrian

Titik Keluar Antrian

Q1

Q2

Ruang maksimum tersedia untuk antrian sepanjang 408 meter diukur dari posisi gerbang tiket ke belakang hingga perpotongan dengan jalan lokal

Page 172: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 162

Tabel 3. 35 Perhitungan Kebutuhan Jumlah Gerbang Tiket yang Harus Dibuka

Tahun analisis 2010 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 271 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ 17.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ 170 20 10 10 10 10 10 q kend ~ 16.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ 427.31 67.14 47.24 40.10 36.43 34.20 32.70 w menit ~ 402.31 42.14 22.24 15.10 11.43 9.20 7.70

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 542 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ 17.00 4.00 2.00 2.00 1.00 n meter ~ ~ ~ 170 40 20 20 10 q kend ~ ~ ~ 16.00 3.00 2.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ 427.31 101.29 67.14 54.11 47.24 w menit ~ ~ ~ 402.31 76.29 42.14 29.11 22.24

Tahun analisis 2011 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 282 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ 51.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ 510 20 10 10 10 10 10 d detik ~ 1297.21 72.22 49.05 41.14 37.14 34.73 33.12 w menit ~ 1272.21 47.22 24.05 16.14 12.14 9.73 8.12

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 565 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8

Page 173: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 163

wp 25 detik myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ 51.00 4.00 2.00 2.00 1.00 n meter ~ ~ ~ 510 40 20 20 10 q kend ~ ~ ~ 50.00 3.00 2.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ 1297.21 116.05 72.22 56.87 49.05 w menit ~ ~ ~ 1272.21 91.05 47.22 31.87 24.05

Tahun analisis 2012 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 294 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 30 20 10 10 10 10 q kend ~ ~ 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 78.12 51.02 42.23 37.88 35.28 33.56 w menit ~ ~ 53.12 26.02 17.23 12.88 10.28 8.56

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 587 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ ~ 5.00 3.00 2.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ 50 30 20 20 q kend ~ ~ ~ ~ 4.00 2.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ 135.85 78.12 59.93 51.02 w menit ~ ~ ~ ~ 110.85 53.12 34.93 26.02

Tahun analisis 2013 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 305 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144

Page 174: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 164

n kend ~ ~ 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 30 20 10 10 10 10 q kend ~ ~ 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 85.07 53.15 43.38 38.64 35.85 34.00 w menit ~ ~ 60.07 28.15 18.38 13.64 10.85 9.00

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 610 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ ~ 6.00 3.00 2.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ 60 30 20 20 q kend ~ ~ ~ ~ 5.00 2.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ 163.78 85.07 63.33 53.15 w menit ~ ~ ~ ~ 138.78 60.07 38.33 28.15

Tahun analisis 2014 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 316 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 30 20 10 10 10 10 q kend ~ ~ 3.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 93.38 55.46 44.59 39.44 36.43 34.46 w menit ~ ~ 68.38 30.46 19.59 14.44 11.43 9.46

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 633 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ ~ 8.00 3.00 2.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ 80 30 20 20 q kend ~ ~ ~ ~ 7.00 3.00 2.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ 206.14 93.38 67.14 55.46 w menit ~ ~ ~ ~ 181.14 68.38 42.14 30.46

Page 175: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 165

Tahun analisis 2015 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 328 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ 4.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 40 20 10 10 10 10 q kend ~ ~ 3.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 103.49 57.98 45.88 40.27 37.04 34.94 w menit ~ ~ 78.49 32.98 20.88 15.27 12.04 9.94

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 655 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ ~ 11.00 4.00 2.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ 110 40 20 20 q kend ~ ~ ~ ~ 10.00 3.00 2.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ 278.13 103.49 71.45 57.98 w menit ~ ~ ~ ~ 253.13 78.49 46.45 32.98

Tahun analisis 2020 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 373 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ 7.00 2.00 2.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 70 20 20 10 10 10 q kend ~ ~ 6.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 182.52 70.88 51.85 43.98 39.67 36.96 w menit ~ ~ 157.52 45.88 26.85 18.98 14.67 11.96

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 746 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8

Page 176: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 166

wp 25 detik myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ ~ ~ 7.00 3.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ 70 30 20 q kend ~ ~ ~ ~ ~ 6.00 3.00 2.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ 182.52 96.06 70.88 w menit ~ ~ ~ ~ ~ 157.52 71.06 45.88

Tahun analisis 2025 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 407 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ 17.00 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 170 30 20 10 10 10 q kend ~ ~ 16.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 427.32 85.07 57.46 47.24 41.91 38.64 w menit ~ ~ 402.32 60.07 32.46 22.24 16.91 13.64

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 813 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ ~ ~ 17.00 5.00 3.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ 170 50 30 q kend ~ ~ ~ ~ ~ 16.00 4.00 2.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ 427.32 129.53 85.07 w menit ~ ~ ~ ~ ~ 402.32 104.53 60.07

Tahun analisis 2030 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 429 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144

Page 177: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 167

n kend ~ ~ 161.00 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 1610 30 20 10 10 10 q kend ~ ~ 160.00 3.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 4026.59 98.17 61.92 49.69 43.55 39.85 w menit ~ ~ 4001.59 73.17 36.92 24.69 18.55 14.85

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 859 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ ~ ~ 161.00 6.00 3.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ 1610 60 30 q kend ~ ~ ~ ~ ~ 160.00 5.00 3.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ 4026.59 168.71 98.17 w menit ~ ~ ~ ~ ~ 4001.59 143.71 73.17

Tahun analisis 2035 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 445 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ 4.00 2.00 2.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ ~ 40 20 20 10 10 q kend ~ ~ ~ 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ 110.04 65.49 51.57 44.77 40.74 w menit ~ ~ ~ 85.04 40.49 26.57 19.77 15.74

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 890 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ 8.00 4.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ ~ 80 40 q kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ 7.00 3.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ ~ 214.08 110.04 w menit ~ ~ ~ ~ ~ ~ 189.08 85.04

Page 178: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 168

Tahun analisis 2040 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 497 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ 7.00 3.00 2.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ ~ 70 30 20 10 10 q kend ~ ~ ~ 6.00 2.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ 182.54 80.76 58.87 49.33 43.98 w menit ~ ~ ~ 157.54 55.76 33.87 24.33 18.98

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 994 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ 73.00 7.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ ~ 730 70 q kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ 72.00 6.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1830.14 182.54 w menit ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1805.14 157.54

Tahun analisis 2045 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 502 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 25 detik

myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ 7.00 3.00 2.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ ~ 70 30 20 10 10 q kend ~ ~ ~ 6.00 2.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ 193.64 82.43 59.61 49.77 44.28 w menit ~ ~ ~ 168.64 57.43 34.61 24.77 19.28

Peak-day Jumlah Gardu yang Dibuka Lamda 1,003 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8

Page 179: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 169

wp 25 detik myu kend/jam 144 144 144 144 144 144 144 144 n kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ 213.00 7.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ ~ 2130 70 q kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ 212.00 6.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ ~ 5325.25 193.64 w menit ~ ~ ~ ~ ~ ~ 5300.25 168.64

Keterangan notasi:

λ Tingkat kedatangan kendaraan wp Waktu pelayanan µ Jumlah kendaraan yg dapat dilayani gardu per jam

Jumlah kendaraan total yang mengantri dalam sistem antrian Jumlah kendaraan total yang belum dilayani Waktu total dalam sistem antrian Lamanya waktu mengantri per kendaraan

Page 180: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 170

Jumlah gerbang yang harus dibuka serta perkiraan panjang antrian yang terjadi dapat

diringkas sebagai berikut.

Tabel 3. 36 Kebutuhan Jumlah Gerbang yang Harus Dibuka

Tahun Normal-day Peak-day

Jumlah Gerbang Minimal*

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Gerbang

Jumlah Gerbang Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Gerbang 2010 2 170 3 4 170 4 2011 2 510 3 4 510 5 2012 3 30 3 5 50 5 2013 3 30 3 5 60 5 2014 3 30 3 5 80 5 2015 3 40 3 5 110 5 2020 3 70 4 6 70 6 2025 3 170 4 6 170 6 2030 3 1610 5 6 1610 7 2035 4 40 5 7 80 7 2040 4 70 5 7 730 8 2045 4 70 5 7 2130 8

Tabel 3.36 dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:

Jumlah gerbang yang harus dibuka di tahun 2010-2011 minimal adalah 2 pintu.

Namun dengan 2 pintu tersebut, pada hari normal dapat menimbulkan antrian

sepanjang 510 meter (>408 meter), dan oleh karena nya direkomendasikan

membuka minimal 3 pintu.

Pada tahun yang sama, jika kondisi sedang padat (peak-day) maka jumlah pintu

yang perlu dibuka minimal sebanyak 5 buah.

Pada tahun 2012-2015, untuk kondisi normal jumlah pintu yang perlu dibuka

sebanyak 3 buah dengan potensi panjang antrian sepanjang 30 meter (<408

meter).

Pada tahun tersebut, untuk mengamokodasi kondisi peak-day maka pintu yang

harus dibuka sebanyak 5 buah.

Untuk tahun-tahun yang lain dapat dilihat pada tabel di atas, namun terdapat

indikasi bahwa setelah tahun 2045 diperlukan lebih banyak dari 8 pintu. Indikasi

ini memberikan gambaran bahwa setelah tahun 2045 pelabuhan sudah

memerlukan penanganan berupa penambahan alternatif penyeberangan di tempat

lain.

D. Kebutuhan Jumlah Dermaga

Page 181: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 171

Kebutuhan jumlah dermaga optimal sebenarnya sangat tergantung pada seberapa tinggi

level layanan yang hendak diberikan oleh pelabuhan Merak. Parameter yang dapat

digunakan adalah waktu menunggu (mengantri) maksimum yang dapat ditolerir atau total

panjang antrian. Total panjang antrian dibatasi oleh ruang yang ada di sekitar kawasan

pelabuhan mengingat jalan akses menuju pelabuhan digunakan juga untuk perjalanan

lokal.

Gambar 3.50 Batasan Panjang Antrian Maksimum

Parameter panjang antrian maksimum menjadi batasan yang perlu diperhatikan untuk

menjaga arus lalu-lintas lokal tetap dapat berjalan tanpa terhambat oleh arus yang menuju

pelabuhan. Dari hasil analisis, panjang antrian maksimum yang masih memungkinkan

tanpa mengganggu arus lalu-lintas lokal adalah sepanjang ± 712 meter atau (712-408) m

= 304 meter dihitung dari posisi rata-rata dermaga ke belakang hingga areal gerbang tiket.

Dengan batasan tersebut maka dari hitungan antrian di gardu tiket dan di kapal Ferry

maka terdapat 2 (dua) kondisi yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Pada kondisi hari normal (normal day) untuk menjaga panjang antrian tidak >304

meter diperlukan 3 (tiga) buah dermaga yang beroperasi penuh. Dengan 3

dermaga beroperasi penuh maka dapat dipertahankan hingga tahun 2014.

A

B

Panjang antrian maksimum hingga perpotongan jalan ± 712 m (A ke B)

Q2

Q1

Perpotongan jalan lokal dengan arus menuju pelabuhan

Page 182: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 172

2) Masih pada kondisi hari normal, mulai tahun 2015 s/d 2025 diperlukan 4 (empat)

buah dermaga yang beroperasi penuh.

3) Pada tahun 2025-2045 diperlukan 5 (lima) buah dermaga yang beroperasi penuh

pada hari normal.

4) Pada kondisi hari sibuk (peak day), seperti liburan, jumlah dermaga minimum di

tahun 2010 s/d 2013 adalah 6 (buah). Jika jumlahnya kurang dari itu maka pada

kondisi peak day akan timbul antrian akibat perpotongan arus menuju pelabuhan

dan arus lalu-lintas lokal.

5) Pada tahun 2014-2015 diperlukan minimum 7 (tujuh) buah dermaga yang

beroperasi penuh. Dengan 7 buah dermaga ini maka antrian yang timbul hanya 70

meter.

6) Pada tahun 2020-2025 diperlukan minimum 8 (delapan) buah dermaga yang

beroperasi. Panjang antrian yang terjadi adalah 200 meter.

7) Pada tahun 2030-2035 dan 2040-2045 masing-masing diperlukan sebanyak 9 dan

10 dermaga yang beroperasi. Jumlah dermaga sebanyak hingga 10 ini tentunya

menjadi tidak efisien lagi mengingat jumlah gardu tiket yang ada 8 (delapan) buah

saja.

Pada Tabel 3.37 disampaikan resume kebutuhan dermaga dan pada Tabel 3.38

disampaikan perhitungan yang lebih detail. di bawah ini disampaikan secara detail hasil

perhitungan panjang antrian (meter) untuk mendukung uraian di atas.

Tabel 3. 37 Kebutuhan Jumlah Dermaga yang Harus Dioperasikan

Tahun

Normal-day Peak-day Jumlah

Dermaga Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Dermaga

Jumlah Dermaga Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Dermaga 2010 3 60 3 6 60 6 2011 3 80 3 6 80 6 2012 3 110 3 6 110 6 2013 3 200 3 6 200 6 2014 3 680 4 6 680 7 2015 4 40 4 7 70 7 2020 4 70 4 7 2270 8 2025 4 200 4 8 200 8 2030 5 50 5 9 10 9 2035 5 50 5 9 10 9 2040 5 140 5 10 10 10 2045 5 160 5 10 10 10

Page 183: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 173

Tabel 3. 38 Perhitungan Kebutuhan Jumlah Dermaga

Tahun analisis 2010 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 271 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8

wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ 6.00 2.00 2.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 60 20 20 10 10 10 q kend ~ ~ 5.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 216.65 91.81 68.22 58.24 52.74 49.24 w menit ~ ~ 183.01 58.16 34.58 24.60 19.09 15.60 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 542 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ ~ 6.00 3.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ 60 30 20 q kend ~ ~ ~ ~ ~ 5.00 2.00 2.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ 216.65 121.92 91.81 w menit ~ ~ ~ ~ ~ 183.01 88.27 58.16

Tahun analisis 2011 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 282 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ 8.00 2.00 2.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 80 20 20 10 10 10 d detik ~ ~ 280.15 98.93 71.27 60.08 54.01 50.21 w menit ~ ~ 246.51 65.29 37.63 26.43 20.37 16.57 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 565 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8

Page 184: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 174

wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ ~ 8.00 4.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ 80 40 20 q kend ~ ~ ~ ~ ~ 7.00 3.00 2.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ 280.15 136.88 98.93 w menit ~ ~ ~ ~ ~ 246.51 103.24 65.29

Tahun analisis 2012 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 294 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ 11.00 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 110 30 20 10 10 10 q kend ~ ~ 10.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 396.30 107.26 74.61 62.02 55.35 51.22 w menit ~ ~ 362.66 73.62 40.97 28.38 21.71 17.58 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 587 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ ~ 11.00 4.00 3.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ 110 40 30 q kend ~ ~ ~ ~ ~ 10.00 3.00 2.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ 396.30 156.03 107.26 w menit ~ ~ ~ ~ ~ 362.66 122.39 73.62

Tahun analisis 2013 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 305 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107

Page 185: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 175

n kend ~ ~ 20.00 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 200 30 20 10 10 10 q kend ~ ~ 19.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 677.07 117.12 78.28 64.10 56.76 52.27 w menit ~ ~ 643.43 83.47 44.63 30.46 23.12 18.63 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 610 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ ~ 20.00 5.00 3.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ 200 50 30 q kend ~ ~ ~ ~ ~ 19.00 4.00 2.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ 677.07 181.42 117.12 w menit ~ ~ ~ ~ ~ 643.43 147.78 83.47

Tahun analisis 2014 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 316 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ 68.00 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ 680 30 20 10 10 10 q kend ~ ~ 67.00 3.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ 2317.43 128.96 82.32 66.33 58.24 53.37 w menit ~ ~ 2283.78 95.32 48.67 32.68 24.60 19.72 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 633 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ ~ 68.00 6.00 3.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ 680 60 30 q kend ~ ~ ~ ~ ~ 67.00 5.00 3.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ 2317.43 216.64 128.96 w menit ~ ~ ~ ~ ~ 2283.78 183.00 95.32

Page 186: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 176

Tahun analisis 2015 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 328 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ 4.00 2.00 2.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ ~ 40 20 20 10 10 q kend ~ ~ ~ 3.00 1.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ 143.48 86.81 68.71 59.81 54.51 w menit ~ ~ ~ 109.84 53.16 35.07 26.16 20.86 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 655 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ 7.00 4.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ ~ 70 40 q kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ 7.00 3.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ ~ 268.89 143.48 w menit ~ ~ ~ ~ ~ ~ 235.25 109.84

Tahun analisis 2020 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 373 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ 7.00 3.00 2.00 1.00 1.00 n meter ~ ~ ~ 70 30 20 10 10 q kend ~ ~ ~ 6.00 2.00 1.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ 261.01 110.99 80.25 66.99 59.61 w menit ~ ~ ~ 227.36 77.35 46.60 33.35 25.96 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 746 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8

Page 187: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 177

wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ 224.00 7.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ ~ 2240 70 q kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ 223.00 6.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ ~ 7540.50 261.01 w menit ~ ~ ~ ~ ~ ~ 7506.86 227.36

Tahun analisis 2025 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 407 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ 20.00 4.00 2.00 2.00 1.00 n meter ~ ~ ~ 200 40 20 20 10 q kend ~ ~ ~ 19.00 3.00 2.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ 676.89 140.32 91.81 73.63 64.10 w menit ~ ~ ~ 643.25 106.68 58.16 39.98 30.46 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 813 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 20.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 200 q kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 19.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 676.89 w menit ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 643.25

Tahun analisis 2030 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 429 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107

Page 188: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 178

n kend ~ ~ ~ ~ 5.00 3.00 2.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ 50 30 20 20 q kend ~ ~ ~ ~ 4.00 2.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ 170.32 101.56 78.83 67.50 w menit ~ ~ ~ ~ 136.68 67.92 45.18 33.85 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 859 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9

wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 10 q kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 310.45 w menit ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 276.81

Tahun analisis 2035 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 445 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ 5.00 3.00 2.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ 50 30 20 20 q kend ~ ~ ~ ~ 5.00 2.00 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ 200.32 109.72 82.93 70.10 w menit ~ ~ ~ ~ 166.68 76.08 49.29 36.45 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 890 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 107 107

n kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1.00 1.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 10 10 q kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 445.59 200.32 w menit ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 411.95 166.68

Page 189: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 179

Tahun analisis 2040 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 497 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ 14.00 4.00 2.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ 140 40 20 20 q kend ~ ~ ~ ~ 13.00 3.00 2.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ 475.13 149.08 100.05 80.25 w menit ~ ~ ~ ~ 441.48 115.44 66.40 46.60 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 994 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 107 107 107

n kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1.00 1.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 10 10 q kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 475.13 216.67 w menit ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 441.48 183.02

Tahun analisis 2045 Do-Nothing

Normal-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 502 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 n kend ~ ~ ~ ~ 16.00 4.00 3.00 2.00 n meter ~ ~ ~ ~ 160 40 30 20 q kend ~ ~ ~ ~ 15.00 3.00 2.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ 539.47 153.88 101.87 81.27 w menit ~ ~ ~ ~ 505.83 120.24 68.23 47.63 Peak-day Jumlah Dermaga yang Beroperasi Lamda 1,003 kend/jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Page 190: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 180

wp 34 detik myu kend/jam 107 107 107 107 107 107 107 107 107 107 107

n kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1.00 1.00 n meter ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 10 10 q kend ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1.00 1.00 d detik ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 539.47 227.94 w menit ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ 505.83 194.29

Keterangan notasi:

λ Tingkat kedatangan kendaraan wp Waktu pelayanan

µ Jumlah kendaraan yg dapat dilayani gardu per jam Jumlah kendaraan total yang mengantri dalam sistem antrian Jumlah kendaraan total yang belum dilayani Waktu total dalam sistem antrian Lamanya waktu mengantri per kendaraan

Page 191: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 181

E. Kebutuhan Jumlah Kapal yang Beroperasi

Jumlah kapal yang beroperasi dapat diperhitungkan dengan dasar pola operasi yang

berlaku saat ini dan atau pola operasi yang akan datang yang mungkin untuk dilakukan

dengan batasan lapangan. Pada saat ini waktu pelayanan di pelabuhan untuk

bongkar+muat adalah 60 menit dan waktu perjalanan di selat sunda adalah 120 menit.

Atas dasar ini maka jumlah kapal optimum yang diperlukan menurut jumlah dermaga

dapat diilustrasikan sebagai berikut (lihat Gambar 3.51).

Dengan pola operasi tersebut maka jumlah kapal Ferry yang perlu dioperasikan per-

dermaga adalah 6 unit kapal. Jumlah kapal pada tahun-tahun mendatang disesuaikan

dengan jumlah kebutuhan dermaga dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. 39 Kebutuhan Jumlah Kapal di Masa Mendatang

Tahun

Normal Day Peak Day

Jumlah Dermaga

Jumlah Kapal

Beroperasi

Jumlah Kapal

Cadangan

Total Jumlah Kapal

Jumlah Dermaga

Jumlah Kapal

Beroperasi

Jumlah Kapal

Cadangan

Total Jumlah Kapal

2010 3 18 6 24 6 36 12 48 2011 3 18 6 24 6 36 12 48 2012 3 18 6 24 6 36 12 48 2013 3 18 6 24 6 36 12 48 2014 4 24 8 32 7 42 14 56 2015 4 24 8 32 7 42 14 56 2020 4 24 8 32 8 48 16 64 2025 4 24 8 32 8 48 16 64 2030 5 30 10 40 9 54 18 72 2035 5 30 10 40 9 54 18 72 2040 5 30 10 40 10 60 20 80 2045 5 30 10 40 10 60 20 80

Page 192: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 182

Gambar 3.51 Tipikal Grafik Perjalanan Kapal Ferry per Dermaga di Pelabuhan Merak

Page 193: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 183

3.7.3.2 Manajemen Eksternal Pelabuhan

Manajemen lalu-lintas eksternal perlu dilakukan untuk mengoptimalkan operasional

pelabuhan. Melalui pengamatan lapangan dapat diketahui setidaknya terdapat 2 (dua) titik

konflik pergerakan baik menuju maupun meninggalkan pelabuhan Merak. Konflik

pertama adalah di sekitar titik pertemuan arus kendaraan yang akan keluar dari pelabuhan

dengan kendaraan yang akan masuk. Konflik kedua adalah di sekitar pintu masuk ke

pelabuhan antara arus yang hendak masuk pelabuhan dengan lalu-lintas lokal. Pada

kondisi puncak akses menuju pelabuhan yang cukup sempit dapat menghalangi arus lalu-

lintas lokal.

Gambar 3.52 Titik-titik Konflik Arus Lalu-lintas

A. Manajemen dan Rekayasa Lalu-lintas

Manajemen lalu-lintas eksternal dapat dilakukan dengan:

menertibkan aktivitas angkutan umum yang seringkali memperlambat lajunya

sambil mencari penumpang di sekitar mulut pintu masuk ke lokel pembayaran

tiket.

membangun jalan alternatif lain untuk melayani pergerakan lalu-lintas lokal

sehingga arus ke arah pelabuhan yang ada saat ini dapat dibuat satu arah sehingga

akan mengurangi konflik lalu-lintas.

Persimpangan antara arus masuk ke pelabuhan dan arus lalu-lintas lokal.

Persimpangan antara arus masuk dan keluar pelabuhan.

zoom

Jalan akses pelabuhan konfigurasi 2/2UD

1

2

Jalur menuju pintu pembayaran tiket penyeberangan

Page 194: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 184

menyediakan lahan parkir yang berlokasi cukup jauh dari areal pelabuhan.

Penyiapan lahan parkir ini perlu didukung dengan operasional pelabuhan yang

mana memperbolehkan kendaraan untuk membeli/mambayar tiket secara online

dan pengemudi kendaraan dapat menyesuaikan waktunya untuk menyeberang.

Pada kondisi puncak mereka bisa menunggu di areal parkir tersebut sehingga

tidak menimbulkan antrian di jalan akses. Terlebih lagi lokasi pelabuhan yang

dekat dengan Terminal Terpadu Merak dengan intensitas cukup tinggi di musim-

musim liburan.

B. Pembangunan Dedicated Access ke Pelabuhan Merak

Membuat “dedicated lane” menuju pelabuhan, hal ini dapat dilakukan dengan membuat

flyover dengan lokasi tidak jauh dari exit-ramp tol Jakarta-Merak sehingga kendaraan

yang hendak menuju pelabuhan dapat langsung mengambil jalur ini. Sedangkan

kendaraan lain dapat menggunakan jalur di bawahnya.

Gambar 3.53 Alternatif Pembangunan Direct Acces ke Pelabuhan Merak

Page 195: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 185

3.7.4 Kebutuhan Pola Operasional Skenario Do-Something: Pengoperasian Penyeberangan Ketapang-Margagiri (2015)

3.7.4.1 Manajemen Internal Pelabuhan

Manajemen internal pelabuhan di tahun 2015, tahun ini diasumsikan Penyeberangan

Ketapang-Margagiri sudah beroperasi, pada dasarnya konsepnya sama dengan bahasan

sebelumnya. Analisis difokuskan pada kebutuhan gerbang buka, kebutuhan jumlah

dermaga beroperasi dan kebutuhan sarana kapal Ferry yang harus beroperasi.

A. Jumlah Bukaan Gerbang Pembayaran Tiket

Untuk menghitung kebutuhan bukaan gerbang tiket, informasi yang diperlukan adalah

jumlah tingkat kedatangan dan tingkat layan pada gerbang tiket yang bersangkutan.

Analog dengan perhitungan di atas maka pada Tabel 3.40 disampaikan estimasi volume

penyeberangan Merak-Bakauheni. Pada tabel tersebut terlihat bahwa di tahun 2015

volume pergerakan menurun dari 316 kend/jam di tahun 2014 menjadi 177 kend/jam di

tahun 2015. Hal ini disebabkan karena pengoperasian penyeberangan Ketapang-Margagiri

akan menyedot sebesar 46% dari total estimasi volume penyeberangan Merak-Bakauheni.

Tabel 3. 40 Prediksi Volume Kendaraan (kend/jam)

Do-Something 1

Tahun With Ketapang-Margagiri Normal Day Peak Day

2010 271 542 2011 282 565 2012 294 587 2013 305 610 2014 316 633 2015 177 354 2020 201 403 2025 220 439 2030 232 464 2035 240 481 2040 268 537 2045 271 542

Kebutuhan gerbang tiket minimum yang harus dibuka dapat dihitung dengan tingkat

kedatangan kendaraan seperti pada tabel di atas maka dan hasilnya disampaikan pada

Tabel 3.41. Dari tahun 2015 hingga tahun 2045, pengoperasian penyeberangan

Ketapang-Margagiri memberikan dampak baik pada Merak-Bakauheni. Jumlah pintu

gerbang minimum yang perlu dibuka hanya 2 buah pada hari normal dan 4 buah pada

hari sibuk. Jumlah gerbang tiket sebanyak itu diperkirakan hanya akan memberikan

antrian sepanjang 160 meter dan masih di bawah toleransi (ruang masih mencukupi).

Tabel 3. 41 Kebutuhan Jumlah Gerbang yang Harus Dibuka

Page 196: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 186

Tahun Normal-day Peak-day

Jumlah Gerbang Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Gerbang

Jumlah Gerbang Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Gerbang 2010 2 170 3 4 170 4 2011 2 510 3 4 510 5 2012 3 30 3 5 50 5 2013 3 30 3 5 60 5 2014 3 30 3 5 80 5 2015 2 20 2 4 20 4 2020 2 30 2 4 30 4 2025 2 40 2 4 40 4 2030 2 50 2 4 50 4 2035 2 60 2 4 60 4 2040 2 140 2 4 140 4 2045 2 160 2 4 160 4

B. Kebutuhan Jumlah Dermaga

Jumlah kebutuhan dermaga seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya dipengaruhi oleh

kebutuhan pergerakan dan juga oleh batasan ruang parkir/ areal antrian yang dihitung

dari lepasnya kendaraan dari gerbang tiket menuju dermaga/kapal Ferry. Metoda yang

digunakan juga sama dengan analisis sebelumnya yakni dengan teori antrian. Berdasarkan

data tingkat kedatangan dan tingkat layanan per dermaga maka dapat dihitung kebutuhan

jumlah dermaga. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.42.

Menurut hasil hitungan, setelah beroperasinya penyeberangan Ketapang-Margagiri di

tahun 2015, sampai tahun 2045 hanya diperlukan sebanyak 3 buah dermaga untuk

kondisi hari normal. Jumlah dermaga maksimum yang perlu disediakan untuk melayani

lalu-lintas di hari sibuk sebanyak 6 buah dermaga.

Melihat kondisi ini maka rencana pembangunan dermaga VI di Merak dan Bakauheni ini

semestinya sudah dapat menutup kebutuhan layanan dermaga hingga tahun 2045 dengan

catatan di tahun 2015 peyeberangan Ketapang-Margagiri sudah beroperasi. Namun

demikian sebagai antisipasi dengan melihat perkembangan pembangunan penyeberangan

Ketapang-Margagiri yang belum jelas maka pola operasi semestinya tetap mengacu pada

kondisi do-nothing, dimana penyeberangan Merak-Bakauheni adalah pilihan tunggal

penyeberangan Jawa-Sumatera melalui Selat Sunda. Kebutuhan dermaga per tahun secara

detail dapat dilihat pada Tabel 3.42.

Tabel 3. 42 Kebutuhan Jumlah Dermaga yang Harus Dioperasikan

Tahun

Normal-day Peak-day Jumlah

Dermaga Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Dermaga

Jumlah Dermaga Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Dermaga 2010 3 60 3 6 60 6

Page 197: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 187

2011 3 80 3 6 80 6 2012 3 110 3 6 110 6 2013 3 200 3 6 200 6 2014 3 680 4 6 680 7 2015 2 50 2 4 50 4 2020 2 160 2 4 160 4 2025 3 30 3 5 50 5 2030 3 30 3 5 70 5 2035 3 30 3 5 90 5 2040 3 60 3 6 60 6 2045 3 60 3 6 60 6

Dari sisi jumlah kapal, dengan berasumsi bahwa waktu layan yang mungkin diberikan di

pelabuhan adalah 60 menit dan waktu pelayaran 120 menit maka kapal pertama yang

berangkat akan mendapat trip kedua pada keberangkatan ke-7 atau dalam hal ini jumlah

kapal yang harus beroperasi adalah 6 buah/dermaga. Berdasarkan estimasi kebutuhan

jumah dermaga di atas maka jumlah kapal beroperasi dapat dihitung dan hasilnya dapat

dilihat pada Tabel 3.43. Pada tabel tersebut, jumlah kapal cadangan diasumsikan

sebanyak 30% dari jumlah kapal yang beroperasi.

Tabel 3. 43 Kebutuhan Jumlah Kapal di Masa Mendatang

Tahun

Normal Day Peak Day

Jumlah Dermaga

Jumlah Kapal

Beroperasi

Jumlah Kapal

Cadangan

Total Jumlah Kapal

Jumlah Dermaga

Jumlah Kapal

Beroperasi

Jumlah Kapal

Cadangan

Total Jumlah Kapal

2010 3 18 6 24 6 36 12 48 2011 3 18 6 24 6 36 12 48 2012 3 18 6 24 6 36 12 48 2013 3 18 6 24 6 36 12 48 2014 4 24 8 32 7 42 14 56 2015 2 12 4 16 4 24 8 32 2020 2 12 4 16 4 24 8 32 2025 3 18 6 24 5 30 10 40 2030 3 18 6 24 5 30 10 40 2035 3 18 6 24 5 30 10 40 2040 3 18 6 24 6 36 12 48 2045 3 18 6 24 6 36 12 48

3.7.4.2 Manajemen Eksternal Pelabuhan

Meskipun sebagian volume lalu-lintas akan berpindah menggunakan penyeberangan

Ketapang-Margagiri, manajemen eksternal perlu dilakukan. Hal ini mengingat akses

menuju Margagiri di sisi Pulau Jawa ini sepertinya tetap akan bertumpu di Jalan Tol

Jakarta-Merak. Terkecuali ada off-ramp tol menuju pelabuhan baru tersebut, lalu-lintas

akan tetap menggunakan jalur akses eksisting.

Page 198: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 188

Untuk mempersiapkan itu maka perlu dilakukan manajemen lalu-lintas di jalan akses

menuju Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Margagiri di sisi Pulau Jawa. Untuk jalan akses

di sisi Pulau Sumatera juga perlu dikaji ulang kapasitas jalan akses menuju Pelabuhan

Bakauheni dan Pelabuhan Ketapang.

3.7.5 Kebutuhan Pola Operasional Skenario Do-Something 2: Pembukaan Jembatan Selat Sunda (2025)

Pada tahun 2025 diasumsikan Jembatan Selat Sunda sudah beroperasi. Pada tahun

tersebut sebagian pengguna penyeberangan Merak-Bakauheni maupun Ketapang-

Margagiri akan berpindah ke jembatan. Untuk itu volume penyeberangan pada

penyeberangan akan menurun dan berakibat pada menurunnya kebutuhan kapasitas

lintas. Pada bagian ini dibahas kembali apa-apa saja yang harus dilakukan oleh pengelola

penyeberangan Merak-Bakauheni di tahun 2025 ke depan.

3.7.5.1 Manajemen Internal Pelabuhan

Di sisi internal pelabuhan, konsentrasi kita adalah pada kebutuhan dermaga dan kapal

yang perlu dioperasikan di tahun 2025 kedepan dengan asumsi jembatan sudah

beroperasi. Untuk itu teori antrian digunakan kembali untuk menghitung hal-hal tersebut.

A. Jumlah Bukaan Gerbang Pembayaran Tiket

Jumlah gerbang tiket yang harus dibuka disesuaikan dengan tingkat kedatangan

kendaraan yang akan menyeberang. Pada tahun 2025 dengan beroperasinya

penyeberangan Ketapang-Margagiri dan Jembatan Selat Sunda maka akan terjadi

distribusi volume lalu-lintas ke tiga alternative penyeberangan seperti disebutkan

sebelumnya. Untuk itu telah dilakukan analisis estimasi distribusi volume lalu-lintas

seperti disampaikan pada Gambar 3.54. Gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut, dari tahun 2010 s.d tahun 2015 volume penyeberangan di Merak-Bakauheni

adalah sejumlah total seperti diprediksi pada kondisi do-nothing. Di tahun 2015, dengan

beroperasinya penyeberangan Ketapang-Margagiri maka diperkirakan aka nada

split/pemisahan sebanyak 46% dari total lalu-lintas ke penyeberangan baru tersebut.

Distribusi ini akan bertahan hingga 10 tahun kedepan (tahun 2025). Pada tahun 2025

kedepan, dengan beroperasinya Jembatan Selat Sunda maka pengguna penyeberangan

Merak-Bakauheni diperkirakan hanya tinggal 42% dari total yang diprediksi pada kondisi

do-nothing. Volume 42% ini pun masih berasumsi dengan tingkat tariff tol di Jembatan

Selat Sunda sebesar 1,5X tarif Kapal Ferry. Jika tarif tol diturunkan kembali maka volume

penyeberangan Merak-Bakauheni akan turun lagi.

Page 199: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 189

Gambar 3.54 Estimasi Modal Split Setelah Pembukaan Jembatan Selat Sunda

di Tahun 2025

Prediksi volume lalu-lintas yang menyeberang menggunakan penyeberangan Merak-

Bakauheni sebanyak 42% di tahun 2025 dapat dilihat pada Tabel 3.44. Pada tabel

tersebut terlihat bahwa volume lalu-lintas menurun sebanyak 2 kali, yakni di tahun 2015

dan di tahun 2025. Ini sesuai dengan asumsi di atas bahwa pada tahun-tahun tersebut

terdapat competitor baru yakni penyeberangan Ketapang-Margagiri dan Jembatan Selat

Sunda.

Jumlah volume lalu-lintas sebanyak itu tentu akan mempengaruhi kebutuhan bukaan

gerbang tiket. Hasil perhitungan dengan teori antrian disajikan pada Tabel 3.45.

Berdasarkan hasil hitungan, hingga tahun 2045 jumlah gerbang tiket minimum yang perlu

dibuka agar tidak menimbulkan antrian panjang sebanyak 2 dan 4 masing-masing untuk

kondisi hari normal dan kondisi hari sibuk secara berurutan.

Tabel 3. 44 Prediksi Volume Kendaraan (kend/jam)

Do-Something 2

Tahun With Jembatan Selat Sunda Normal Day Peak Day

2010 271 542 2011 282 565 2012 294 587 2013 305 610 2014 316 633 2015 177 354 2020 201 403 2025 171 342 2030 180 361 2035 187 374 2040 209 418 2045 211 421

Page 200: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 190

Tabel 3. 45 Kebutuhan Jumlah Gerbang yang Harus Dibuka

Tahun Normal-day Peak-day

Jumlah Gerbang Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Gerbang

Jumlah Gerbang Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Gerbang 2010 2 170 3 4 170 4 2011 2 510 3 4 510 5 2012 3 30 3 5 50 5 2013 3 30 3 5 60 5 2014 3 30 3 5 80 5 2015 2 20 2 4 20 4 2020 2 30 2 4 30 4 2025 2 30 2 3 40 3 2030 2 30 2 3 60 3 2035 2 30 2 3 70 3 2040 2 30 2 3 290 3 2045 2 30 2 3 400 4

B. Kebutuhan Jumlah Dermaga

Jumlah dermaga yang diperlukan dari tahun 2025 hingga tahun 2035 adalah sebanyak 2

dan 4 buah masing-masing untuk kondisi hari normal dan hari sibuk. Dari tahun 2035

hingga tahun 2045 diperlukan maksimum sebanyak 5 buah dermaga untuk mengantisipasi

hari sibuk. Pada saat ini keberadaan dermaga sebanyak 4 buah dan 1 buah yang belum

beroperasi maka tambahan rencana dermaga VI dapat dijadikan dermaga cadangan/

emergency jika di dermaga lain terdapat gangguan. Kebutuhan dermaga per tahun

tinjauan dapat dilihat pada Tabel 3.46.

Tabel 3. 46 Kebutuhan Jumlah Dermaga yang Harus Dioperasikan

Tahun

Normal-day Peak-day Jumlah

Dermaga Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Dermaga

Jumlah Dermaga Minimal

Panjang antrian

Rekomendasi Jumlah

Dermaga 2010 3 60 3 6 60 6 2011 3 80 3 6 80 6 2012 3 110 3 6 110 6 2013 3 200 3 6 200 6 2014 3 680 4 6 680 7 2015 2 50 2 4 50 4 2020 2 160 2 4 160 4 2025 2 40 2 4 40 4 2030 2 60 2 4 60 4 2035 2 70 2 4 70 4 2040 2 410 3 4 410 5 2045 2 640 3 4 640 5

Jumlah kapal yang perlu dioperasikan perlu disesuaikan kembali dengan

mempertimbangkan tingkat kedatangan dan jumlah dermaga di atas. Pola operasi

diasumsikan masih sama yakni waktu pelayanan di pelabuhan 60 menit dan waktu

Page 201: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 191

pelayaran 120 menit. Hasil perhitungan kebutuhan jumlah armada kapal Ferry dapat

dilihat pada Tabel 3.47.

Tabel 3. 47 Kebutuhan Jumlah Kapal di Masa Mendatang

Tahun

Normal Day Peak Day

Jumlah Dermaga

Jumlah Kapal

Beroperasi

Jumlah Kapal

Cadangan

Total Jumlah Kapal

Jumlah Dermaga

Jumlah Kapal

Beroperasi

Jumlah Kapal

Cadangan

Total Jumlah Kapal

2010 3 18 6 24 6 36 12 48 2011 3 18 6 24 6 36 12 48 2012 3 18 6 24 6 36 12 48 2013 3 18 6 24 6 36 12 48 2014 4 24 8 32 7 42 14 56 2015 2 12 4 16 4 24 8 32 2020 2 12 4 16 4 24 8 32 2025 2 12 4 16 4 24 8 32 2030 2 12 4 16 4 24 8 32 2035 2 12 4 16 4 24 8 32 2040 3 18 6 24 5 30 10 40 2045 3 18 6 24 5 30 10 40

3.7.5.2 Manajemen Eksternal Pelabuhan

Setelah beroperasinya Jembatan Selat Sunda maka akan terjadi penurunan volume lalu-

lintas yang menggunakan penyeberangan Merak-Bakauheni maupun Ketapang-Margagiri.

Hal ini secara logika akan menurunkan beban lalu-lintas di jalan eksisting karena untuk

kapasitas jalan yang sama akan dilalui dengan volume lalu-lintas yang lebih rendah.

Namun demikian, manajemen eksternal masih tetap diperlukan pada titik-titik

perpotongan jalan akses ke pelabuhan dan jalan lokal.

Page 202: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 192

BAB 4

KONDISI HYDRO - OCEANOGRAFI

4.1 Umum

4.1.1 Pasang Surut (Tides)

Analisa pasang surut dilakukan untuk menentukan elevasi muka air rencana bagi

perencanaan fasilitas laut (dermaga, jaringan pipa, revetment, dan breakwater),

mengetahui tipe pasang surut yang terjadi dan meramalkan fluktuasi muka air. Data

masukan untuk analisa pasang surut ini adalah data hasil pengamatan pasang surut di

lapangan. Urutan analisa pasang surut adalah sebagai berikut:

Menguraikan komponen-komponen pasang surut.

Penentuan tipe pasang surut yang terjadi.

Meramalkan fluktuasi muka air akibat pasang surut.

Menghitung elevasi muka air penting.

Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan fluktuasi muka air

akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang

diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Metode yang biasa digunakan

untuk menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah metode admiralty dan

least square. Bagan alir analisa data pasang surut dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Pengamatan pasang surut dilakukan pada lokasi yang representatif dengan lama

pengamatan 15 x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara memasang alat duga muka

air yang dibaca setiap jam. Elevasi hasil pengamatan muka air selanjutnya diikatkan pada

titik tetap yang ada (Bench Mark).

Page 203: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 193

Gambar 4. 1 Bagan Alir Analisa Data Pasang Surut

Mulai

Data pengamatan pasang surut 15 x 24 jam

Komponen pasang surut

Amplitudo dan Beda Fase

Tipe pasang surut (Bil. Formzall)

Peramalan fluktuasi muka air

Klasifikasi pasang surut Grafik fluktuasi muka air

Elevasi muka air

HHWL (Highest High Water Level) MHWS (Mean High Water Spring) MHWL(Mean High Water Level)

MSL (Mean Sea Level) MLWL (Mean Low Water Level) MLWS (Mean Low Water Spring) LLWS (Lowest Low Water Level)

Elevasi muka air rencana

Hasil Tipe pasang surut

Grafik fluktuasi muka air Elevasi muka air rencana

Selesai

Page 204: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 194

4.1.1.1 Pembangkit Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di

langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Bumi berotasi sendiri

dalam mengelilingi matahari dalam waktu 24 jam, sedangkan bulan berotasi sendiri dalam

mengelilingi bumi pada saat yang bersamaan dalam waktu 24 jam 50 menit. Selisih 50

menit ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser terlambat 50 menit dari tinggi air

yang ditimbulkan oleh gaya tarik matahari.

Gerak rotasi bumi mengelilingi matahari melalui suatu lintasan yang mempunyai bentuk

elliptis yang disebut bidang elliptis. Sudut inklinasi bumi terhadap bidang elliptis sebesar

66.50, sedangkan sudut inklinasi bulan terhadap bidang rotasi bumi adalah 50 9’. Jarak

terdekat antara posisi bulan dan bumi disebut perigee dan jarak terjauh disebut apogee

(Gambar 4.2). Keadaan pasang pada saat perigee dan keadaan surut pada saat apogee.

Gambar 4. 2 Pergerakan Bumi – Bulan - Matahari

Besar pengaruh bulan dan matahari terhadap permukaan air laut di bumi disesuaikan

dengan gaya-gaya yang bekerja satu sama lainnya. Adanya gaya tarik bulan dan matahari

menyebabkan lapisan air yang semula berbentuk bola menjadi ellips. Peredaran bumi dan

bulan pada orbitnya menyebabkan posisi bumi-bulan-matahari selalu berubah setiap saat.

Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh dalam waktu 29.5 hari (jumlah hari dalam satu

bulan menurut kalender tahun kamariah, yaitu tahun yang didasarkan pada peredaran

bulan). Pada sekitar tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan purnama) posisi bumi-bulan-

matahari kira-kira berada pada satu garis lurus (Gambar 4.3) sehingga gaya tarik bulan

dan matahari terhadap bumi saling memperkuat. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut

Bm M

Bm

Bm

Bl

Bl Apogee

Perigee

Bm

orbit bumi

Page 205: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 195

purnama (pasang besar, spring tide), di mana tinggi pasang surut sangat besar

dibandingkan pada hari-hari yang lain. Sedangkan sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat

dan tiga perempat revolusi bulan terhadap bumi) di mana bulan dan matahari

membentuk sudut siku-siku terhadap bumi (Gambar 4.4) maka gaya tarik bulan terhadap

bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut perbani (pasang kecil,

neap tide) di mana tinggi pasang surut adalah lebih kecil dibandingkan dengan hari-hari

yang lain.

Gambar 4. 3 Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Purnama

Gambar 4. 4 Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Perbani

4.1.1.2 Komponen Pasang Surut

Guna memperkirakan keadaan pasang surut, maka terdapat banyak komponen-

komponen yang mempengaruhi pasang surut. Komponen utama adalah akibat gaya tarik

MBm

a

b

c

d

Bulan Purnama Bulan Mati

Bl Bl

a : tanpa pengaruh bulan dan

matahari

b : pengaruh matahari

c : pengaruh bulan

d : pengaruh bulan dan matahari

MBm

a

b

c

d

Seperempat

Pertama

Seperempat

Akhir

Bl

Bl

a : tanpa pengaruh bulan dan

matahari

b : pengaruh matahari

c : pengaruh bulan

d : pengaruh bulan dan matahari

Page 206: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 196

bulan dan matahari (lunar dan solar komponen). Komponen lainnya adalah komponen

non astronomis.

Komponen pasang surut yang ada sebanyak 9 (sembilan). Penjabaran kedelapan

komponen pasang surut tersebut seperti pada Tabel 4.1. Hasil penguraian pasang surut

adalah parameter amplitudo dan beda fase masing-masing komponen pasang surut.

Tabel 4.1 Komponen pasang surut

4.1.1.3 Metode Peramalan Pasang Surut

Ada beberapa metoda yang biasa digunakan dalam peramalan pasang surut diantaranya

adalah metoda admiralty, metoda harmonik, dan metoda least square. Dalam

penyelesaian tugas akhir ini metoda peramalan pasang surut yang digunakan adalah

metoda perataan kuadrat terkecil (least square). Metoda ini menggunakan prinsip bahwa

kesalahan peramalan harus sekecil-kecilnya, sehingga jumlah selisih kuadrat antara

peramalan dengan data pengamatan harus minimum. Kita misalkan jumlah konstituen

adalah satu, sehingga persamaan modelnya menjadi:

0 1 1

1 1

cos sink k

t i i

i i

Z Z A t B t

(4.1)

Misalkan data pengamatan kita adalah D, maka persamaan errornya akan menjadi:

2 2( )tZ D

2 2

0 1 1

1 1

( cos sin )k k

i i

i i

Z A t B t D

(4.2)

berhubung jumlah konstituen, k=1, maka persamaan di atas menjadi:

2 2

0 1 1 1 1( cos sin )Z A t B t D

Komponen SimbolPeriode

(jam)Keterangan

Utama bulan M2 12.4106

Utama matahari S2 12.0000

Bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan N2 12.6592

Matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan K2 11.9673

Matahari-bulan K1 23.9346

Utama bulan O1 25.8194

Utama matahari P1 24.0658

Utama bulan M4 6.2103

Matahari-bulan MS4 6.1033

Pasang Surut Semi Diurnal

Pasang Surut Diurnal

Perairan Dangkal

Page 207: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 197

Untuk mendapatkan harga minimum, maka persamaan di atas diturunkan secara parsial

untuk setiap variabelnya.

2

0 1 1 1 1

0

0 cos sinZ A t B t DZ

2

0 1 1 1 1 1 1

1

0 ( cos sin )cos cosZ A t B t t D tA

2

0 1 1 1 1 1 1

1

0 ( cos sin )sin sinZ A t B t t D tB

Misalkan q adalah jumlah pengamatan dan p adalah nomor pengamatan, maka ketiga

persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut:

0 1 1 1 1

1 1

( cos sin )q q

p p p

p p

Z A t B t D

(4.3)

0 1 1 1 1 1 1

1 1

( cos sin )cos cosq q

p p p p p

p p

Z A t B t t D t

(4.4)

0 1 1 1 1 1 1

1 1

( cos sin )sin sinq q

p p p p p

p p

Z A t B t t D t

(4.5)

Ketiga persamaan di atas bila ditampilkan dalam bentuk matriks akan seperti di bawah

ini:

1 1

1 1 1

0

1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1

1

1 1 1 1 1 1

1 1 1 1

cos sin

cos cos cos sin cos cos

sin cos sin sin sin sin

q q q

p p p

p p p

q q q q

p p p p p p p

p p p p

q q q q

p p p p p p p

p p p p

q t t D

Z

t t t t t A D t

B

t t t t t D t

(4.6)

Matriks di atas dapat diselesaikan dengan bantuan Eliminasi Gauss sehingga nila Z0, A1,

dan B1 dapat ditemukan.

Penyelesaian di atas dapat pula diterapkan pada persamaan gerak harmonik dengan 9

buah konstanta. Untuk mempermudah, penyelesaian di atas dapat dilakukan dengan

bantuan komputer.

Page 208: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 198

4.1.1.4 Tipe Pasang Surut

Dengan didapatkannya nilai amplitudo dari komponen pasang surut, dapat ditentukan

tipe pasang surut yang terjadi pada lokasi, yaitu dengan melakukan perhitungan Formzall

(F) dengan persamaan sebagai berikut:

F =

1 1

2 2

AO AK

AM AS

7

di mana:

AO = amplitudo komponen O1

AK1 = amplitudo komponen K1

AM2 = amplitudo komponen M2

AS2 = amplitudo komponen S2

Macam tipe pasang surut berdasarkan angka formzall dapat dilihat pada Tabel 4.2

berikut.

Tabel 4.2 Komponen pasang surut

4.1.1.5 Elevasi Muka Air Rencana

Penentuan muka air dilakukan dengan menggunakan komponen pasang surut yang telah

dihasilkan. Dari penentuan tersebut dapat ditentukan beberapa elevasi muka air penting

seperti pada Tabel 4.3. Dari beberapa elevasi muka air tersebut, dipilih salah satu muka

air yang akan digunakan sebagai acuan dalam perencanaan yang disebut elevasi muka air

rencana.

Bilangan Formzall

(F)Tipe Pasang Surut Keterangan

F < 0.25 Pasang harian ganda (semidiurnal)

Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan

ketinggian yang hampir sama dan terjadi berurutan secara teratur.

Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.

0.25 < F < 1.5 Campuran, condong ke semi diurnalDalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan

ketinggian dan periode yang berbeda.

1.5<F<3.0 Campuran, condong ke diurnal

Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan

ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang

dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.

F < 3.0 Pasang harian tunggal (diurnal)Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode

pasang surut adalah 24 jam 50 menit

Page 209: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 199

Tabel 4.3 Elevasi muka air

4.1.2 Arus

Arus pantai di dekat pantai berkaitan erat proses penjalaran gelombang menuju pantai.

Gelombang yang menjalar ke pantai membawa massa air dan momentum dalam arah

penjalaran sehingga menimbulkan arus di dekat pantai. Arus yang timbul akan membawa

material ke pantai sehingga menimbulkan pengendapan sepanjang pantai (sedimentasi)

atau sebaliknya membawa material pembentuk pantai ke tempat lain (erosi). Pada

umumnya profil gelombang pantai seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Gambar 4. 5 Profil gelombang pantai

Pada gambar di atas, daerah pantai dibagi menjadi backshore dan foreshore. Batas antara

kedua zona adalah puncak berm, yaitu titik dari runup maksimum pada kondisi

gelombang normal. Surf zone terbentang dari titik di mana gelombang pertama kali

Elevasi Muka Air Keterangan

HHWL (Highest High Water Level) Air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

MHWS (Mean High Water Spring) Rata-rata muka air tinggi saat purnama.

MHWL (Mean High Water Level) Rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.

MSL (Mean Sea Level) Muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata.

MLWL (Mean Low Water Level) Rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.

MLWS (Mean Low Water Spring) Rata-rata muka air rendah saat purnama.

LLWL (Lowest Low Water Level) Air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

BackshoreForeshoreInshoreOffshore

Breaker Zone Surf Zone Swash Zone

Breaker

BermsDune

Beach Face

Longshore Bar

Nearshore Zone

LLWL

Page 210: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 200

pecah sampai titik runup di sekitar lokasi gelombang pecah. Di lokasi gelombang pecah

terdapat longshore bar, yaitu gundukan pasir dasar yang memanjang sepanjang pantai.

Perilaku arus dan gelombang kaitannya dengan proses pergerakan material di daerah

pantai dapat dilihat sebagai berikut:

a. Offshore Zone. Offshore zone adalah daerah yang terbentang dari lokasi

gelombang pecah ke arah laut. Pada daerah ini gelombang dan arus menimbulkan

gerak orbit partikel air dengan orbit lintasan partikel tidak tertutup sehingga

menimbulkan transpor massa air yang disertai dengan terangkatnya sedimen dasar

dalam arah menuju pantai dan meninggalkan pantai.

b. Surf Zone. Daerah surf zone adalah daerah antara gelombang pecah dan garis

pantai yang ditandai dengan penjalaran gelombang setelah pecah ke arah pantai.

Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat tinggi yang

dapat menggerakkan sedimen dasar. Kecepatan partikel air hanya bergerak dalam

arah penjalaran gelombang saja.

c. Swash Zone. Daerah swarf zone adalah daerah pantai di mana gelombang dan

arus yang sampai di garis pantai menyebabkan massa air bergerak ke atas dan

kemudian turun kembali pada permukaan pantai. Gerak massa air tersebut

disertai dengan terangkutnya sedimen.

Dari ketiga daerah tersebut, karakteristik gelombang dan arus pada daerah surf zone dan

swash zone adalah yang paling penting. Arus yang terjadi di ke dua daerah tersebut sangat

tergantung dengan arah datang gelombang.

4.1.3 Angin

Posisi bumi terhadap matahari yang berbeda-beda dan berubah-ubah sepanjang tahun

akan menyebabkan perbedaan temperatur pada beberapa bagian bumi. Hal ini akan

menjadikan perbedaan tekanan udara pada bagian-bagian bumi tersebut. Gerakan udara

dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah disebut dengan angin.

Angin merupakan pembangkit gelombang laut. Oleh karena itu data angin dapat

digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi. Data angin yang

diperlukan adalah data angin maksimum harian tiap jam berikut informasi mengenai

arahnya yang diperoleh dari Badan Geofisika dan Meteorologi setempat. Data angin

diklasifikasikan berdasarkan kecepatan dan arah yang kemudian dihitung besarnya

persentase kejadiannya. Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah mata

Page 211: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 201

angin (Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut).

Kecepatan angin disajikan dalam satuan knot, di mana:

1 knot = 1 mil laut / jam

1 mil laut = 6080 kaki (feet) = 1853,18 meter

1 knot = 0,515 meter / detik

Pengolahan data angin yang dilakukan mengikuti pola sebagai diberikan pada Gambar

4.6.

Gambar 4. 6 Bagan alir analisis data angin

Pengelompokan Menurut

Bulan

Mulai

Selesai

Persentase Kejadian Harian

Maksimum Bulanan

DataAngin Harian Maksimum

( n tahun)

Pengelompokan Menurut

Interval Kecepatan

HasilGambar Wind Rose T iap Bulan

Page 212: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 202

4.1.4 Gelombang

4.1.4.1 Umum

Gelombang merupakan salah satu fenomena proses fisik yang terjadi di pantai.

Gelombang pada perairan dapat didefinisikan sebagai perubahan elevasi perairan secara

harmonik yang ditimbulkan oleh beberapa gaya, yaitu gaya angin, gaya gempa di laut,

kapal yang bergerak, dan lain-lain. Sketsa definisi gelombang dapat dilihat pada Gambar

4.7.

Gambar 4. 7 Sketsa definisi gelombang

Dari gambar di atas, dapat dilihat beberapa hal:

x = koordinat horizontal

z = koordinat vertikal

atau h = kedalaman dihitung dari SWL

SWL = Still Water Level (muka air rata-rata)

( , )n x t = a cos (kx-t) = elevasi muka air terhadap muka air rerata

a = amplitudo gelombang = (H/2)

H = tinggi gelombang = 2 a

L = panjang gelombang

Page 213: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 203

T = periode gelombang, interval waktu yang diperlukan oleh partikel kembali

pada kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya.

C = kecepatan rambat gelombang = L/T

k = angka gelombang = jumlah gelombang = (2/L)

= frekuensi gelombang = (2/T)

Beberapa karakteristik gelombang yang sering digunakan dalam berbagai analisa

gelombang adalah perioda gelombang (T), tinggi gelombang (H), kecepatan gelombang

(C), kecepatan sudut gelombang (), bilangan gelombang (k), dan arah gelombang.

Perioda gelombang selalu merupakan besaran yang diketahui dan selalu tetap besarnya

pada seluruh medan gelombang. Tinggi gelombang dapat diketahui pada suatu posisi dan

pada posisi lain adalah merupakan suatu besaran yang dicari melalui analisa transformasi

gelombang. Dengan diketahuinya perioda gelombang (T) dan kedalaman perairan (h),

dapat dicari karakteristik gelombang yang lainnya. Persamaan yang menghubungkan

antara T dan k dinyatakan dalam suatu persamaan implisit yang disebut dengan

persamaan dispersi seperti di bawah ini:

2 tanhgk kh (4.8)

di mana:

g = percepatan gravitasi

h = kedalaman perairan

Dengan diketahuinya T dan h, maka k dapat dicari melalui persamaan dispersi di atas

dengan bantuan metoda iterasi. Selanjutnya panjang gelombang dapat dicari sebagai

berikut:

2k

L

dan

2

T

, maka persamaan dispersi di atas menjadi:

22 2 2

tanhgT L L

(4.9)

Bila panjang gelombang di laut dalam diketahui, maka panjang gelombang di kedalaman

perairan tertentu dapat ditentukan dengan bantuan tabel panjang gelombang yang dapat

dilihat pada SPM Volume 1, 1984.

Page 214: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 204

Dengan substitusi L = C x T ke persamaan panjang gelombang di atas, maka akan

diperoleh:

2tanh

2

gT hC

CT

(4.10)

Sementara itu kecepatan grup gelombang, Cg, dapat dicari dengan persamaan di bawah

ini:

1 21

2 sinh(2 )g

khC C

kh

(4.11)

Di antara beberapa bentuk gelombang tersebut, yang paling dominan adalah gelombang

angin (gelombang yang dibangkitkan oleh gaya angin). Gelombang merupakan faktor

penting di dalam perencanaan pelabuhan. Gelombang mempunyai energi, maka semua

bangunan dalam perencanaan pelabuhan harus dapat memikul gaya gelombang tersebut.

Fasilitas pelabuhan direncanakan dengan menggunakan gaya perencanaan tersebut. Selain

itu, gelombang juga bisa menimbulkan arus dan transpor sedimen di sekitar daerah

pantai. Layout pelabuhan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga sedimentasi di

pelabuhan dapat dihindarkan.

4.1.4.2 Klasifikasi Gelombang

Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d dan panjang

gelombang L, gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam seperti pada Tabel

4.4. Klasifikasi ini dilakukan untuk menyederhanakan rumus-rumus yang

merepresentasikan karakteristik gelombang.

Tabel 4.4 Klasifikasi gelombang menurut kedalaman air

Klasifikasi d/L 2d/L Tanh (2d/L)

Laut dalam D/L > ½ > 1

Laut transisi 1/25 < d/L < ½ 1/4 sampai Tanh (2d/L)

Laut dangkal d/L < 1/25 < ¼ 2d/L

4.1.4.3 Karakteristik Gelombang

Seperti pasang surut, angin, dan fenomena proses fisik lainnya gelombang juga memiliki

beberapa karakteristik, seperti cepat rambat gelombang, panjang gelombang, kecepatan

gelombang, percepatan gelombang, dan lain-lain. Setiap karakteristik ini diwakili masing-

masing oleh sebuah persamaan matematik tertentu. Persamaan-persamaan tersebut

didapat dari penurunan persamaan dispersi. Adapun persamaan karakteristik gelombang

Page 215: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 205

yang akan umum digunakan dalam perencanaan pelabuhan studi kasus secara lengkap

berdasarkan kedalaman relatifnya dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Klasifikasi gelombang menurut kedalaman air

Laut Dalam (d/L > ½)

Laut Transisi (1/25 < d/L < ½)

Laut Dangkal (d/L < 1/25)

Cepat rambat gelombang π2

gTC0

L

πd2tanh

π2

gTC gdC

Panjang gelombang π2

gTL

2

0

L

πd2tanh

π2

gTL

2

gdTL

4.1.4.4 Analisis Data Gelombang

4.1.4.4.1 Hindcasting

Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data angin.

Prediksi gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi

yang telah lampau dan forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi hasil

prediksi. Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data

meteorologinya.

Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam suatu perairan yang

dibangkitkan oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan

mendangkalnya perairan di dekat pantai. Hasil peramalan gelombang berupa tinggi dan

perioda gelombang signifikan untuk setiap data angin. Data-data yang dibutuhkan untuk

meramal gelombang terdiri dari:

a. Data angin yang telah dikonversi menjadi wind stress factor (UA).

b. Panjang fetch efektif.

4.1.4.4.1.1 Penentuan Wind Stress Factor (UA)

Data angin yang berupa kecepatan perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind stress factor

(UA). Adapun koreksi tersebut meliputi:

a. Koreksi elevasi

Data angin yang digunakan adalah data angin yang diukur pada elevasi 10 m dari

permukaan tanah. Apabila angin tidak diukur pada elevasi tersebut, maka harus

dikoreksi dengan persamaan:

7

1

10

10

zuu z

(4.12)

Page 216: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 206

di mana:

u10 = kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/s)

uz = kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggian 10 m (m/s)

z = elevasi alat ukur (m)

b. Koreksi Durasi

Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan

data hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah selalu

berubah-ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan hindcasting,

diperlukan juga durasi atau lama angin bertiup, di mana selama dalam durasi

tersebut dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu, koreksi durasi

ini dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama durasi angin

bertiup yang diinginkan.

Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung kecepatan angin

rata-rata untuk suatu durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai berikut:

Diketahui kecepatan angin sesaat adalah uf. Akan ditentukan kecepatan angin

dengan durasi t detik (ut).

det1609

1

fut

(4.13)

Menghitung u3600.

cu

u f

3600

c

uu

f3600

(4.14)

dengan:

tc

45log9.0tanh296.0277.1

untuk 1 < t1 < 3600 detik

5334.1log15.0 1 tc untuk 3600 < t1 < 36000 detik

Menghitung ut, t = durasi yang ditentukan.

Page 217: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 207

cu

ut 3600

c

uu t3600

(4.15)

dengan:

tc

45log9.0tanh296.0277.1 untuk 1 < t1 < 3600 detik

5334.1log15.0 1 tc untuk 3600 < t1 < 36000 detik

di mana

uf = kecepatan angin maksimum hasil koreksi elevasi (m/s)

ut = kecepatan angin rata-rata untuk durasi angin yang diinginkan (m/s)

t = durasi waktu yang diinginkan (detik)

c. Koreksi Stabilitas

Apabila terdapat perbedaan temperatur antara udara dan laut, maka kecepatan

angin efektif dapat diperoleh dengan melakukan koreksi stabilitas sebagai berikut:

tt Ruu . (4.16)

di mana:

RT = rasio amplifikasi, diperoleh dari grafik pada Gambar 8.

ut = kecepatan angin hasil koreksi durasi (m/s)

Apabila data perbedaan temperatur tidak diketahui, maka SPM 1984

menyarankan penggunaan RT = 1,1.

Page 218: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 208

Gambar 4. 8 Grafik rasio amplifikasi

d. Koreksi Lokasi Pengamatan

Apabila pengukuran data angin dilakukan di atas daratan, maka perlu ada koreksi

lokasi untuk menjadikan data angin di atas daratan menjadi data angin hasil

pengukuran di laut. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan:

Lt Ruu . (4.17)

di mana:

RL = rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan, diperoleh

dari grafik pada Gambar 4.9.

ut = kecepatan angin hasil koreksi stabilitas (m/s)

Untuk pengukuran angin yang dilakukan di pantai atau di laut, koreksi ini tidak

perlu dilakukan (RL =1).

Page 219: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 209

Gambar 4. 9 Grafik rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan

e. Koreksi koefisien seret

Setelah data kecepatan angin melalui koreksi-koreksi di atas, maka data tersebut

dikonversi menjadi wind stress factor (UA) dengan menggunakan persamaan di

bawah ini:

23.1

A 71.0U U (4.18)

di mana:

U = kecepatan angin hasil koreksi-koreksi sebelumnya (m/s)

UA = wind stress factor (m/s)

4.1.4.4.1.2 Daerah Pembentukan Gelombang (Fetch Effektif)

Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki arah dan

kecepatan angin yang relatif konstan. Karakteristik gelombang yang ditimbulkan oleh

angin ditentukan juga oleh panjang fetch.

Fetch efektif di titik tertentu adalah area dalam radius perairan yang melingkupi titik

tersebut di mana dalam area tersebut angin bertiup dengan kecepatan konstan dari arah

manapun menuju titik tersebut.

Page 220: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 210

Penghitungan panjang fetch efektif ini dilakukan dengan menggunakan bantuan peta

topografi lokasi dengan skala yang cukup besar, sehingga dapat terlihat pulau-pulau atau

daratan yang mempengaruhi pembentukan gelombang di suatu lokasi. Penentuan titik

fetch diambil pada posisi laut dalam dari lokasi perairan yang ditinjau. Ini karena

gelombang yang dibangkitkan oleh angin terbentuk di laut dalam suatu perairan,

kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya dasar

perairan di dekat pantai.

Pada peramalan gelombang, data yang digunakan adalah data-data besar kecepatan angin

maksimum harian berikut arahnya yang kemudian diproyeksi ke delapan arah mata angin

utama. Selain itu juga dibutuhkan informasi tentang panjang fetch efektif untuk delapan

arah mata angin utama.

Untuk menghitung panjang fetch digunakan prosedur sebagai berikut:

a. Tarik garis fetch untuk suatu arah.

b. Tarik garis fetch dengan penyimpangan sebesar 50 dan –50 dari suatu arah

sampai pada batas areal yang lain. Pengambilan nilai 50 ini dilakukan mengingat

adanya keadaan bahwa angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang,

maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 50. Tiap garis

pada akhirnya memiliki 9 garis fetch.

c. Ukur panjang fetch tersebut sampai menyentuh daratan terdekat, kalikan dengan

skala peta.

d. Panjang fetch efektif adalah:

k

i

i

k

i

iiF

Feff

1

1

cos

cos

(4.19)

di mana:

Fi = panjang fetch ke-i

i = sudut pengukuran fetch ke-i

i = nomor pengukuran fetch

k = jumlah pengukuran fetch

Page 221: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 211

4.1.4.4.2 Peramalan Tinggi dan Periode Gelombang

Untuk menentukan tinggi gelombang dan perioda gelombang, digunakan data hasil

hindcasting yang berupa Feff dan UA. Kedua parameter tersebut digunakan ke dalam tiga

persamaan berikut sesuai dengan prosedur peramalan gelombang dari SPM 1984:

2

1

2

20016.0

A

effAmo

U

gxF

g

xUH (4.20)

3

1

2

2857.0

A

effAp

U

gxF

g

xUT (4.21)

43

2

21015.78.68 x

U

gxFx

U

gxt

A

eff

A

(4.22)

di mana:

Hmo = tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral (m)

TP = perioda puncak spektrum (detik)

g = percepatan gravitasi bumi = 9.81 (m/s2)

UA = wind stress factor (m/s)

Feff = panjang fetch efektif (m)

T = durasi angin yang bertiup (detik)

Adapun prosedur peramalan gelombang adalah sebagai berikut:

a. Analisa perbandingan pada persamaan 22 di atas. Jika tidak memenuhi persamaan

tersebut, maka gelombang yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang

sempurna. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya menggunakan

persamaan-persamaan berikut:

g

xUH A

mo

22433.0

(4.23)

g

xUT A

p

134.8

(4.24)

Page 222: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 212

Jika hasil analisa perbandingan memenuhi persamaan 22 di atas, maka gelombang

yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang tidak sempurna.

Pembentukan gelombang tidak sempurna ini ada 2 (dua) jenis, yaitu pembentukan

gelombang terbatas fetch dan terbatas durasi. Untuk membedakannya perlu

diketahui terlebih dahulu durasi kritis (tc), sebagai berikut:

3

2

2

8.68

A

effAc

U

gxF

g

xUt

(4.25)

b. Periksa durasi data yang ditentukan (t), lalu bandingkan terhadap durasi kritis (tc).

Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil

pembentukan terbatas fetch. Pada pembentukan jenis ini, durasi angin yang

bertiup cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya dilakukan

dengan menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16.

Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil

pembentukan terbatas durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang bertiup

tidak cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya dilakukan

dengan menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16 dengan terlebih dahulu mengganti

panjang Feff dengan Fmin berikut ini:

2

32

min6.68

A

A

xU

gxt

g

UF (4.26)

4.1.4.4.3 Analisa Frekuensi Gelombang

Penentuan tinggi gelombang rencana dengan periode ulang tertentu dapat dihitung

menggunakan metode analisa frekuensi. Beberapa metoda yang sangat dikenal antara lain

adalah Metoda Normal, Log Normal, Gumbell, Pearson Type III dan , Log Pearson

Type III. Metoda yang dipakai nantinya harus ditentukan dengan melihat karakteristik

distribusi gelombang daerah setempat. Periode ulang yang akan dihitung pada masing-

masing metode adalah untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 serta 100 tahun.

4.1.4.4.3.1 Metode Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal dikenal pula dengan nama distribusi Gauss yang

mempunyai rumus sebagai berikut:

Xt = X + K. SX (4.27)

Page 223: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 213

di mana:

Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

X = gelombang maksimum rata-rata

SX = standar deviasi

K = faktor variabel reduksi Gauss untuk Distribusi Normal

4.1.4.4.3.2 Metode Distribusi Log Normal 2 Parameter

Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan

mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X. Untuk distribusi log normal

dua parameter mempunyai persamaan transformasi:

Log Xt = LogX + K. SlogX (4.28)

di mana:

Log Xt = nilai logaritmik tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

LogX = nilai logaritmik tinggi gelombang maksimum rata-rata

SlogX = standar deviasi logaritmik nilai X

k = faktor variabel reduksi Gauss untuk distribusi Log Normal 2 Parameter

Apabila perhitungan tanpa nilai logaritmik, dapat digunakan persamaan berikut:

Xt = X + k. SX (4.29)

di mana:

Xt = nilai tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

X = nilai tinggi gelombang maksimum rata-rata

SX = standar deviasi nilai X

k = nilai karakteristik distribusi Log Normal 2 Parameter yang nilainya

bergantung dari koefisien variasi (CV)

CV = X

SX (4.30)

Page 224: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 214

4.1.4.4.3.3 Metode Distribusi Log Normal 3 Parameter

Distribusi Log Normal 3 Parameter dapat dituliskan sebagai:

Xt = X + K.SX (4.31)

di mana:

Xt = nilai tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

X = nilai tinggi gelombang maksimum rata-rata

SX = standar deviasi nilai X

k = nilai karakteristik distibusi Log Normal 3 Parameter yang nilainya

bergantung dari koefisien kemencengan (CS)

4.1.4.4.3.4 Metode Distribusi Gumbell

Metoda distribusi Gumbell yang banyak digunakan dalam analisa frekuensi mempunyai

rumus:

Xt = X + K. Sx (4.32)

K = (Yt - Yn)/Sn. (4.33)

Yt =

1-T

T log 2.303 0.834 -

(4.34)

di mana:

Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

X = tinggi gelombang maksimum rata-rata

Sx = standar deviasi

K = faktor frekuensi

Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah data

Sn = deviasi standar dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah data

Page 225: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 215

4.1.4.4.3.5 Metode Distribusi Pearson III

Distribusi Pearson III mempunyai bentuk kurva seperti bel. Mode terletak pada titik nol

dan nilai X terletak Xa . Persamaan distribusi Pearson III dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Xt = X + K.SX (4.35)

di mana:

Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

X = tinggi gelombang maksimum rata-rata

SX = standar deviasi

K = faktor sifat distribusi Pearson III yang merupakan fungsi dari CS

(koefisien skewness)

Nilai Cs yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan nilai KT dari tabel. Persamaan

distribusi Pearson III akan merupakan garis lengkung apabila digambarkan pada kertas

peluang normal.

4.1.4.4.3.6 Metode Distribusi Log Pearson Type III

Metoda ini mempunyai persamaan sebagai berikut:

Log Xt = logX + K.S (4.36)

di mana:

Log Xt = logaritmik tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun

logX = logaritmik tinggi gelombang maksimum rata-rata.

= n

Xlog

(4.37)

S logX = standar deviasi = 1n

)logX(logX 2

(4.38)

K = karakteristik dari distribusi Log Pearson III yang nilainya bergantung pada

harga CS

Page 226: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 216

CS = koefisien skewness =3

2

Si2)1).(n(n

logX)(logX

(4.39)

Apabila nilai CS = 0, maka distribusi Log Pearson III identik dengan distribusi Log

Normal sehingga distribusi kumulatifnya akan tergambar sebagai garis lurus pada kertas

grafik log normal.

Perioda gelombang rencana bisa didapatkan dengan cara memetakan tinggi gelombang

yang didapat dari analisa frekuensi di atas ke scatter diagram perioda gelombang terhadap

tinggi gelombang.

4.1.4.4.4 Transformasi Gelombang

Gelombang yang merambat dari perairan dalam menuju perairan dangkal akan

mengalami 3 peristiwa utama, yaitu refraksi, shoaling, dan breaking, di mana ketiga

peristiwa tersebut mengakibatkan perubahan pada arah perambatan dan tinggi

gelombang. Selain itu pada perairan dangkal, pengaruh friksi cukup besar sehingga akan

mengurangi energi gelombang dan berakibat pada berkurangnya tinggi gelombang.

4.1.4.4.4.1 Refraksi

Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju laut dangkal akan mengalami

transformasi yang diakibatkan oleh adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di laut

dalam, gelombang menjalar tanpa dipengaruhi oleh dasar laut. Namun di laut transisi dan

laut dangkal, dasar laut mempengaruhi pergerakan gelombang.

Refraksi adalah pembelokan arah gelombang akibat perubahan kedalaman. Seperti

diketahui bahwa C adalah fungsi dari T dan h, yaitu C = f(T,h). Makin dangkal atau

makin kecil h, akan makin kecil kecepatan. Kondisi ini menyebabkan gelombang yang

datang dengan membentuk sudut terhadap batimetri berubah arah dan front gelombang

cenderung berevolusi sejajar pantai atau ray akan tegak lurus pantai. Di daerah perairan

dangkal, apabila ditinjau suatu garis puncak gelombang, bagian puncak gelombang yang

berada di air yang lebih dangkal akan menjalar dengan kecepatan yang lebih kecil

daripada bagian dari puncak gelombang yang berada di air yang lebih dalam. Akibatnya

garis puncak gelombang akan membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis

kedalaman laut. Garis orthogonal gelombang, garis yang tegak lurus dengan garis puncak

gelombang dan menunjukkan arah penjalaran gelombang, juga akan membelok dan

berusaha untuk menuju tegak lurus garis kontur dasar laut. Efek pembelokan ini disebut

Page 227: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 217

sebagai refraksi. Sketsa deskripsi refraksi gelombang pada kontur lurus dan sejajar dapat

dilihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4. 10 Refraksi gelombang pada kontur lurus dan sejajar

Fenomena refraksi ini sangat penting untuk dipelajari dalam teknik pantai dan pelabuhan

karena:

1. Transpor sedimen pantai sangat bergantung pada arah gelombang, sehingga

dalam melakukan analisa transpor sedimen pantai harus benar-benar diketahui

sudut datang gelombang. Demikian juga halnya dengan analisa gelombang, perlu

diketahui sudut datang gelombang.

2. Peristiwa refraksi juga dapat mengakibatkan perubahan tinggi gelombang. Untuk

kondisi suatu kontur dapat mengakibatkan pengkonsentrasian energi gelombang

(konvergen), dan pada kondisi kontur lain dapat mengakibatkan penyebaran

energi gelombang (divergen). Kondisi konvergen dapat menyebabkan tinggi

gelombang makin besar, sedangkan pada kondisi divergen terjadi pengecilan

tinggi gelombang.

Hal yang penting dari analisa refraksi adalah pengaruh refraksi terhadap tinggi, arah dan

distribusi energi gelombang yang terjadi di perairan dangkal. Analisa penghitungan

refraksi dimulai dengan menentukan tinggi gelombang terbesar beserta perioda dan arah

gelombang tersebut. Dilatarbelakangi oleh hukum konservasi energi, di mana energi

gelombang di perairan dalam sama dengan energi gelombang di perairan dangkal, dapat

ditentukan tinggi gelombang yang terjadi di perairan dangkal. Analisa refraksi ini dapat

Kontur kedalaman

x

0

Ortogonal gelombang

0b

b

L

0L

x

Pantai

Page 228: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 218

dilakukan dengan menggunakan ketentuan yang terdapat di dalam SPM 1984. Untuk

garis kontur yang sederhana dan sejajar pantai, parameter-parameter yang penting dalam

analisa refraksi ini adalah:

1. Persamaan Hukum Snellius.

1

1

22 sinsin

C

C

(4.40)

2. Koefisien Refraksi.

cos

cos 00 b

bK r

(4.41)

3. Tinggi gelombang akibat refraksi.

12 HKH r (4.42)

di mana:

1 = sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar di

mana gelombang melintas.

2 = sudut yang sama diukur saat garis puncak gelombang melintas

dasar kontur berikutnya.

C1 = kecepatan gelombang pada kedalaman kontur pertama.

C 2 = kecepatan gelombang pada kedalaman kontur kedua.

b0 = jarak antara garis orthogonal di laut dalam.

b 1 = jarak antara garis orthogonal di titik 1.

4.1.4.4.4.2 Shoaling

Dalam perjalanan gelombang dari perairan dalam menuju perairan dangkal terjadi

perubahan kecepatan, yaitu menjadi lebih lambat. Perubahan ini selain mengakibatkan

perubahan arah, juga mengakibatkan pembesaran tinggi gelombang, di mana peristiwa

tersebut dikenal sebagai shoaling.

Penghitungan koefisien tinggi gelombang akibat shoaling ini dinyatakan dengan

persamaan berikut:

Page 229: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 219

2

1

)2tanh()2sinh(

21

1

khkh

khK s (4.43)

atau dapat juga dihitung dengan:

2

1

g

g

SC

CK

(4.44)

Tinggi gelombang akibat refraksi dan shoaling adalah:

12 HKKH Sr (4.45)

4.1.4.4.4.3 Breaking

Gelombang memasuki perairan yang lebih dangkal akan megalami shoaling dan pada

akhirnya akan pecah. Peristiwa pecah ini akan terjadi terus menerus sampai mencapai

tinggi gelombang stabil, yaitu pada tinggi gelombang HS = 0.4 h. Jarak mulai pecah

sampai dengan menjadi stabil pada umumnya adalah 0.5 L. Hal ini terjadi terus menerus

sampai gelombang mencapai pantai.

Gelombang pecah terjadi di laut dalam dan laut dangkal. Kapan gelombang mulai pecah

di laut dalam dinyatakan oleh Michell (1893) dengan persamaan berikut:

L

h

L

H 2tanh142.0

0

0

(4.46)

Hal ini dapat terjadi bila sudut yang dibentuk oleh puncak gelombang sebesar 1200. Pada

sudut batas ini, kecepatan partikel di puncak gelombang hampir sama dengan kecepatan

rambat gelombang. Penambahan kecuraman sudut puncak gelombang akan

mengakibatkan kecepatan partikel di puncak gelombang lebih besar daripada cepat

rambat gelombang, sehingga terjadilah ketidakstabilan yang menyebabkan gelombang

pecah. Persamaan ini juga menyatakan tinggi gelombang maksimum yang dapat terjadi

pada suatu kedalaman untuk suatu perioda gelombang.

Sementara itu, kriteria gelombang pecah di laut dangkal secara umum adalah sebagai

berikut:

78.0h

H

(4.47)

Page 230: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 220

4.1.4.4.4.4 Wave Set-up dan Wave Set-down

Akibat adanya gelombang, maka akan terjadi perubahan elevasi muka air rata-rata atau

kedalaman rata-rata. Perubahan tersebut dengan wave set-up atau wave set-down.

Wave set-up atau wave set-down ini dapat dicari dengan menggunakan persamaan

berikut:

x

H

hx

2

21)(

1

16

3

(4.48)

4.1.4.4.4.5 Kehilangan Energi Akibat Friksi

Pada perairan pantai, friksi dengan dasar perairan cukup berpengaruh dalam mereduksi

tinggi gelombang. Kehilangan energi akibat friksi ini dapat dihitung dengan persamaan:

)'(sinh3

)(43

3

khgh

xHfEloss

(4.49)

Tinggi gelombang yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

lossf EHH 2

1 (4.50)

di mana:

f = koefisien gesek yang berkisar antara 0.010-0.015

h’ = h + (4.51)

4.1.4.4.4.6 Pengaruh Arus Terhadap Gelombang

Bila gelombang bertemu arus, misalnya pada muara sungai, maka dapat mengakibatkan

tinggi gelombang membesar dalam arah gelombang berlawanan dengan arah arus.

Sedangkan bila gelombang searah dengan arus, maka tinggi gelombang dapat mengecil.

Perubahan tinggi gelombang akibat arus dinyatakan dengan persamaan berikut:

2

1

0

0

0

000

0

0 2

2sinh

21

21

2sinh

21

c

u

hk

hk

c

u

k

k

ck

uk

hk

hk

H

H

cc

c

S

(4.52)

Indeks 0 menunjukkan kondisi tanpa arus, sedangkan indeks c menunjukkan kondisi

dengan arus. U adalah kecepatan arus, positif bila searah dan negatif bila berlawanan arah

dengan gelombang.

Page 231: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 221

Hubungan antara bilangan gelombang tanpa dan dengan adanya arus adalah:

ukhkgkhkgk ccc 2

1

2

1

00 tanh(tanh( (4.53)

Dari persamaan di atas dapat dihitung dengan kc dengan bantuan metoda iterasi dan

selanjutnya dapat dihitung Hc.

4.1.4.4.4.7 Analisa Transformasi Gelombang

Permasalahan pada perencanaan bangunan pantai dan pelabuhan yang berkaitan dengan

gelombang adalah mencari tahu kondisi gelombang di perairan dalam (H0,T). Selanjutnya

perlu dicari kondisi gelombang di perairan pantai, untuk itu perlu dilakukan analisa

transformasi gelombang.

Analisa transformasi gelombang terbagi ke dalam 2 (dua) tahap, yakni:

1. Analisa transformasi gelombang dari perairan dalam menuju perairan dangkal.

2. Analisa transformasi gelombang pada perairan dangkal.

Transformasi gelombang dari perairan dalam menuju perairan dangkal meliputi analisa

refraksi dan shoaling. Yang menjadi permasalahan di sini adalah menentukan pada

kedalaman berapa analisa ini akan dimulai. Sebaiknya analisa ini dimulai pada kedalaman

pada waktu sesaat sebelum gelombang pecah, yakni pada 4.0

0Hh . Namun pada

umumnya peta batimetri yang tersedia sangat terbatas, sehingga kedalaman tersebut tidak

tercapai. Dalam hal ini, maka analisa dimulai dari bagian terdalam pada peta yang ada.

Selanjutnya analisa transformasi gelombang di perairan dangkal menuju pantai. Pada

perairan ini gelombang mengalami transformasi karena beberapa hal. Salah satu yang

paling penting adalah peristiwa breaking yang mempengaruhi proses selanjutnya.

4.1.4.4.5 Difraksi Gelombang

Difraksi adalah fenomena di mana energi dialihkan secara lateral sepanjang puncak

gelombang apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah

gelombang atau pulau. Pada Gambar 4.11.a ditunjukkan apabila tidak terjadi difraksi

gelombang maka daerah di belakang rintangan akan tenang. Bila terjadi difraksi (Gambar

4.11.b), maka daerah di belakang rintangan akan terpengaruh oleh gelombang datang.

Garis puncak gelombang di belakang rintangan akan membelok dan mempunyai busur

lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan. Pada daerah ini, tinggi gelombang akan

Page 232: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 222

berkurang, semakin jauh dari ujung rintangan maka berkurangnya tinggi gelombang akan

semakin besar. Sedangkan untuk daerah di depan rintangan akan terjadi superposisi

antara gelombang datang dan gelombang balik yang dikenal dengan short crested waves

(gelombang hasil superposisi beberapa gelombang yang sudut datang/perginya tidak

sama).

Gambar 4. 11 Pola gelombang di belakang rintangan

Untuk mendapatkan model difraksi, maka perlu digunakan beberapa asumsi sebagai

berikut:

1. Fluida adalah ideal (tidak mempunyai kekentalan dan tidak mampu mampat).

2. Gelombang amplitudo kecil (Teori Gelombang Linier).

3. Aliran tidak berputar.

4. Kedalaman di belakang rintangan adalah konstan.

5. Gelombang dipantulkan sempurna oleh rintangan.

Berdasarkan asumsi di atas, penghitungan difraksi gelombang berdasarkan jenis rintangan

yang dilalui dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu difraksi gelombang melewati

celah tunggal dan melewati dua celah.

4.1.4.4.5.1 Difraksi Gelombang Melewati Celah Tunggal

Contoh difraksi gelombang melewati celah tunggal dapat dilihat pada Gambar 11.a.

Tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung kepada:

Jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r.

Puncak gelombang

P

L

Arah Gelombang

Rintangan

Titik tinjau

K'

r

Perairan tenang

Arah Gelombang

Puncak gelombang

P

L

Rintangan

a. Tidak Terjadi Difraksi b. Terjadi Difraksi

Page 233: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 223

Sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan

ujung rintangan .

Sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan .

Dengan demikian koefisien difraksi dapat didefinisi sebagai:

iHK'.H (4.54)

di mana:

H = tinggi gelombang setelah difraksi

HI = tinggi gelombang datang

K’ = koefisien difraksi = f’(,,r/L)

Nilai K’ untuk ,,r/L tertentu dapat dicari dengan menggunakan diagram difraksi.

Langkah-langkah untuk menggunakan diagram difraksi adalah:

Hitung panjang gelombang (L).

Hitung jarak lokasi dari ujung rintangan (r).

Hitung r/L.

Tentukan arah gelombang.

Gunakan diagram difraksi untuk arah gelombang yang sesuai.

Bila arah gelombang tidak sama dengan yang ada pada diagram, lakukan

interpolasi.

4.1.4.4.5.2 Difraksi Gelombang Melewati Dua Celah

Untuk menentukan koefisien difraksi gelombang yang melewati dua celah digunakan

grafik yang dikembangkan oleh Johnson (1952, 1953; dalam Wiegel 1964) yang

menunjukkan kurva difraksi yang sama untuk arah gelombang datang tegak lurus sisi

celah dan untuk berbagai perbandingan antara lebar celah B dan panjang gelombang L

(B/L). Apabila lebar celah sama dengan lima kali panjang gelombang atau lebih, maka

difraksi oleh kedua ujung celah tidak saling mempengaruhi sehingga teori difraksi untuk

gelombang melewati celah tunggal dapat digunakan untuk kedua sisi.

Page 234: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 224

4.1.5 Transpor Sedimentasi

Transpor sedimen pantai adalah gerak sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh

gelombang dan arus yang terjadi di daerah antar gelombang pecah dan garis pantai.

Gelombang yang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai akan

menimbulkan arus sepanjang pantai (longshore current) sehingga daerah transpor

sedimen pantai terbentang dari garis pantai sampai tepat di luar daerah gelombang pecah.

Transpor sedimen banyak menyebabkan permasalahan dalam pencegahan sedimentasi

serta erosi pantai. Oleh sebab itu prediksi transpor sedimen sepanjang pantai untuk

berbagai kondisi adalah sangat penting dilakukan. Transpor sedimen pantai dapat

diklasifikasikan menjadi:

1. Onshore – Offshore Transport

Transpor sedimen yang menuju dan meninggalkan pantai serta mempunyai arah rata-rata

tegak lurus garis pantai.

2. Longshore Transport

Transpor sedimen sepanjang pantai dan mempunyai arah rata-rata sejajar garis pantai.

Di daerah lepas pantai biasanya hanya terjadi transpor menuju dan meninggalkan pantai,

sedangkan di daerah dekat pantai terjadi kedua jenis transpor sedimen di atas.

4.2 Analisa Data Pasang Surut

Pengamatan pasang surut dilakukan selama 15 hari pengamatan. Untuk stasiun

pengamatan Merak pasang surut pengamatan dilakukan dari tanggal 28 November 2010 –

12 Desember 2010, dan pengamatan pasang surut Bakauheni pengamatan dilakukan dari

tanggal 30 November 2010 – 14 Desember 2010. Hasil pengamatan diperlihatkan pada

tabel di bawah ini.

Page 235: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 225

Tabel 4.6 Data Pasang Surut Merak (cm)

Tanggal Jam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

28-Nov-10 50 57 62 80 88 92 97 90 86 81 77 81 85 88 91 93 86 78 66 58 49 43 38 33

29-Nov-10 39 48 54 59 66 75 80 83 74 68 63 67 71 75 76 77 81 78 67 54 48 36 27 23

30-Nov-10 18 32 39 46 59 67 71 78 81 74 67 62 66 70 72 74 75 83 79 62 51 42 31 22

1-Dec-10 15 29 35 49 66 75 82 89 90 88 74 68 53 56 61 73 76 82 74 65 58 49 33 24

2-Dec-10 13 27 33 38 45 62 81 93 104 97 88 74 65 57 59 62 71 78 75 66 63 59 43 23

3-Dec-10 17 25 28 31 38 52 59 79 108 103 95 88 74 61 54 49 57 66 74 83 84 69 49 33

4-Dec-10 19 13 11 22 35 43 69 83 103 109 98 88 75 62 55 51 49 57 65 74 95 86 77 53

5-Dec-10 31 22 13 15 27 34 54 69 95 106 114 103 92 79 63 51 54 58 63 65 85 88 79 69

6-Dec-10 41 32 21 17 22 33 51 68 73 89 102 106 91 82 68 59 51 55 58 62 71 84 87 74

7-Dec-10 61 42 23 15 12 26 35 41 58 81 96 101 92 83 71 63 48 41 44 52 79 74 69 61

8-Dec-10 57 53 44 29 21 25 31 38 47 65 75 88 93 82 78 68 54 47 44 39 49 53 61 64

9-Dec-10 72 59 51 47 37 33 38 44 49 54 66 75 83 79 76 69 61 48 34 38 39 41 45 48

10-Dec-10 51 58 54 52 49 45 48 52 58 61 64 71 78 81 83 74 65 54 51 48 45 38 33 41

11-Dec-10 49 55 62 68 71 67 64 56 53 34 51 64 71 75 72 69 66 55 44 38 36 34 30 28

12-Dec-10 39 46 58 63 66 77 72 67 61 57 62 65 69 73 71 68 65 63 54 49 37 28 25 21

Tabel 4.7 Data Pasang Surut Bakauheni (cm)

Tanggal Jam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

30-Nov-10 39 48 64 81 98 110 115 118 107 96 82 75 70 78 85 102 111 116 120 100 90 76 50 45

1-Dec-10 40 42 50 66 80 100 111 114 116 110 99 86 78 74 80 86 104 111 119 117 98 80 61 52

2-Dec-10 41 38 45 58 73 86 98 112 119 107 102 93 81 76 68 79 90 99 118 119 100 82 63 54

Page 236: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 226

Tanggal Jam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

3-Dec-10 42 36 44 50 63 85 99 115 120 122 104 86 78 65 62 70 81 98 111 113 111 97 78 69

4-Dec-10 45 38 41 52 60 69 83 99 111 122 112 99 85 70 58 55 68 77 99 119 120 116 94 82

5-Dec-10 56 45 39 41 46 59 68 89 106 120 118 110 97 82 62 58 61 70 82 104 118 114 104 93

6-Dec-10 78 57 41 37 39 48 59 76 94 112 120 117 109 95 79 66 60 63 71 88 109 118 112 100

7-Dec-10 89 70 58 41 38 40 52 66 84 101 113 119 114 103 90 73 61 58 64 70 80 98 108 102

8-Dec-10 96 72 64 56 47 41 50 60 69 80 96 110 116 110 100 87 76 65 64 63 72 80 94 102

9-Dec-10 92 84 79 70 58 54 58 62 67 73 87 102 109 108 105 95 81 71 61 59 60 66 72 80

10-Dec-10 99 88 82 78 71 68 62 64 67 70 81 90 102 106 106 104 90 78 66 60 56 58 59 68

11-Dec-10 72 80 89 82 80 76 64 67 69 72 74 76 85 97 100 98 92 83 72 64 55 50 49 52

12-Dec-10 64 76 81 89 82 80 78 76 70 67 64 69 76 85 96 100 97 90 84 70 65 56 49 48

13-Dec-10 50 58 69 76 80 85 92 83 76 66 56 63 66 75 81 94 97 95 88 82 68 62 54 47

14-Dec-10 45 47 56 68 75 80 84 91 82 75 65 54 62 65 75 80 92 96 93 86 81 67 62 50

Page 237: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 227

Grafik dari data pengamatan pasang surut di atas diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. 12 Data pasang surut Merak

Gambar 4. 13 Data pasang surut Bakauheni

Selanjutnya dari hasil prediksi pasang surut yang didapatkan parameter-parameter penting

untuk elevasi muka air.

0

20

40

60

80

100

120

Nov/28 Nov/30 Dec/02 Dec/04 Dec/06 Dec/08 Dec/10 Dec/12

Pasang surut Merak (cm)

0

20

40

60

80

100

120

140

Nov/30 Dec/02 Dec/04 Dec/06 Dec/08 Dec/10 Dec/12 Dec/14

Pasang surut Bakauheni (cm)

Page 238: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 228

4.2.1 Pengolahan Data Pasang Surut Merak

Gambar 4. 14 Prediksi pasang surut Merak

Besarnya amplitudo dan beda fase dari konstituen pasang surut hasi prediksi pasang surut

untuk hasil survey pasang surut di Merak diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.8 Konstituen pasang surut hasil prediksi – Merak

No Konstituen Pasut Dishidros Survey (Merak)

Amplitudo (m) Beda Phase (0) Amplitudo (m) Beda Phase (0)

1 M2 0.12 161 0.19 224

2 S2 0.10 78 0.14 140

3 N2 0.02 155 0.04 4

4 K2 0.03 78 0.13 337

5 K1 0.12 201 0.09 170

6 O1 0.06 214 0.08 293

Besarnya bilangan formzhall untuk hasil survey di Merak diperlihatkan sebagai berikut:

Tipe pasang surut yang terjadi adalah tipe mixed (semi diurnal dominant).

Dengan elevasi penting muka air (m) adalah seperti diperlihatkan di bawah ini.

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

Nov/28 Nov/30 Dec/02 Dec/04 Dec/06 Dec/08 Dec/10 Dec/12

Pasang surut Merak (m)

Data Prediksi

NF

H4

H5

H0

H1

0.528:

Page 239: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 229

4.2.2 Pengolahan Data Pasang Surut Bakauheni

Gambar 4. 15 Prediksi pasang surut Bakauheni

Besarnya amplitudo dan beda fase dari konstituen pasang surut hasi prediksi pasang surut

untuk hasil survey pasang surut di Bakauheni diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.9 Konstituen pasang surut hasil prediksi – Bakauheni

No Konstituen Pasut Dishidros Survey (Bakauheni)

Amplitudo (m) Beda Phase (0) Amplitudo (m) Beda Phase (0)

1 M2 0.20 138 0.224 178

2 S2 0.11 86 0.238 73

3 N2 0.04 143 0.046 287

4 K2 0.03 86 0.158 236

5 K1 0.08 171 0.079 252

6 O1 0.07 159 0.044 225

Besarnya bilangan formzhall untuk hasil survey di Bakauheni diperlihatkan sebagai

berikut:

MSL Zo 0.598:

MHWL MSL H0

H1

H4

H5

1.091:

HHWL MSL H0

H1

H2

H3

H4

H5

H6

H7

H8

1.379:

MLWL MSL H0

H1

H4

H5

0.106:

LLWL MSL H0

H1

H2

H3

H4

H5

H6

H7

H8

0.183:

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

Nov/30 Dec/02 Dec/04 Dec/06 Dec/08 Dec/10 Dec/12 Dec/14

Pasang surut Bakauheni (m)

Data Prediksi

Page 240: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 230

Tipe pasang surut yang terjadi adalah tipe mixed (semi diurnal dominant).

Dengan elevasi penting muka air (m) adalah seperti diperlihatkan di bawah ini.

4.3 Daerah Pembentukan Gelombang

Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data angin.

Prediksi gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi

yang telah lampau dan forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi hasil

prediksi. Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data

meteorologinya.

Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam. Gelombang perairan

dibangkitkan oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan

mendangkalnya perairan di dekat pantai. Hasil peramalan gelombang adalah berupa tinggi

dan perioda gelombang signifikan untuk setiap data angin. Pada pekerjaan ini, peramalan

gelombang akan dilakukan dengan menggunakan metoda SPM 1984, yang dikembangkan

oleh Coastal Engineering Research Center, US Army Corps of Engineers.

Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan

arah angin yang relatif konstan. Penghitungan panjang fetch efektif ini dilakukan dengan

menggunakan bantuan peta topografi lokasi dengan skala yang cukup besar sehingga

dapat terlihat pulau-pulau/daratan yang mempengaruhi pembentukan gelombang di

suatu lokasi.

Penentuan titik fetch diambil pada posisi laut dalam, dari perairan yang diamati. Ini

karena gelombang laut yang dibangkitkan oleh angin terbentuk di laut dalam suatu

perairan, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya

NF

H4

H5

H0

H1

0.266:

MSL Zo 0.807:

MHWL MSL H0

H1

H4

H5

1.391:

HHWL MSL H0

H1

H2

H3

H4

H5

H6

H7

H8

1.783:

MLWL MSL H0

H1

H4

H5

0.222:

LLWL MSL H0

H1

H2

H3

H4

H5

H6

H7

H8

0.169:

Page 241: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 231

perairan dekat pantai. Panjang fetch dihitung untuk 8 arah mata angin dan ditentukan

berdasarkan rumus berikut:

Panjang daerah pembentukan gelombang atau fetch ditentukan sebagai berikut:

Pertama ditarik garis-garis fetch setiap selang sudut lima derajat.

Tiap penjuru angin (arah utama) mempunyai daerah pengaruh selebar 22,5 derajat

ke sebelah kiri dan kanannya.

Panjang garis fetch dihitung dari wilayah kajian sampai ke daratan di ujung

lainnya. Jika sampai dengan 200 km ke arah yang diukur tidak terdapat daratan

yang membatasi maka panjang fetch untuk arah tersebut ditentukan sebesar 200

km.

Masing-masing garis fetch dalam daerah pengaruh suatu penjuru angin (arah

utama) diproyeksikan ke arah penjuru tersebut.

Panjang garis fetch diperoleh dengan membagi jumlah panjang proyeksi garis-

garis fetch dengan jumlah cosinus sudutnya.

Fetch angin perairan masing-masing lokasi studi dibuat dengan titik pusat yang dianggap

mewakili koordinat zona perairan laut dalam. Penggambaran fetch angin untuk perairan

masing-masing lokasi studi dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah ini.

Gambar 4. 16 Pembentukan fetch effektif daerah Merak

Page 242: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 232

Gambar 4. 17 Pembentukan fetch effektif daerah Bakauheni

Hasil perhitungan fetch efektif dari masing-masing daerah yang ditinjau dengan

menggunakan gambar di atas diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.10 Fetch efektif untuk daerah Merak

Arah Mata Angin Feff (km)

Utara 41.631

Timur Laut 200.000

Timur 0.000

Tenggara 0.000

Selatan 7.324

Barat Daya 127.359

Barat 83.393

Barat Laut 42.688

Tabel 4.11 Fetch efektif untuk daerah Bakauheni

Arah Mata Angin Feff (km)

Utara 0.000

Timur Laut 200.000

Timur 160.327

Tenggara 23.166

Selatan 18.454

Barat Daya 56.871

Barat 0.000

Barat Laut 0.000

4.3.1 Distribusi Arah dan Kecepatan Angin

Posisi bumi terhadap matahari yang berbeda-beda dan berubah-ubah sepanjang tahun

akan menyebabkan perbedaan temperatur pada beberapa bagian bumi. Hal ini akan

menjadikan perbedaan tekanan udara pada bagian-bagian bumi tersebut. Gerakan udara

dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah disebut dengan angin.

Page 243: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 233

Angin merupakan pembangkit gelombang laut. Oleh karena itu data angin dapat

digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi. Data angin yang

diperlukan adalah data angin maksimum harian tiap jam berikut informasi mengenai

arahnya yang diperoleh dari Badan Geofisika dan Meteorologi setempat. Data angin

diklasifikasikan berdasarkan kecepatan dan arah yang kemudian dihitung besarnya

persentase kejadiannya. Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah mata

angin (Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut).

Kecepatan angin disajikan dalam satuan knot, di mana:

1 knot = 1 mil laut / jam

1 mil laut = 6080 kaki (feet) = 1853,18 meter

1 knot = 0,515 meter / detik

Pengolahan data angin yang dilakukan mengikuti pola sebagai diberikan pada gambar di

bawah ini.

Gambar 4. 18 Bagan alir analisis data angin

Data yang digunakan adalah data angin harian maksimum tahun 1983 – 2002 dari Stasiun

Meteorologi Serang dan data angin harian maksimum tahun 1992 – 2007 dari stasiun

Meteorologi Teluk Betung.

Pengelompokan Menurut

Bulan

Mulai

Selesai

Persentase Kejadian Harian

Maksimum Bulanan

DataAngin Harian Maksimum

( n tahun)

Pengelompokan Menurut

Interval Kecepatan

HasilGambar Wind Rose T iap Bulan

Page 244: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 234

Hasil analisa data angin juga disajikan dalam bentuk harga angin maksimun dan

persentase kejadian statistik total (semua tahun data yang berhasil dikumpulkan)

sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.12 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan Januari (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 99.573 0.427 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Januari (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 245: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 235

Tabel 4.13 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan Februari (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 99.556 0.444 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 92.857 7.143 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 95.402 4.215 0.383 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Februari (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 246: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 236

Tabel 4.14 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan Maret (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 97.368 2.632 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 96.774 3.226 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 97.321 2.679 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Maret (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 247: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 237

Tabel 4.15 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan April (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 96.667 3.333 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 98.907 1.093 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin April (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 248: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 238

Tabel 4.16 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan Mei (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 99.638 0.000 0.000 0.000 0.362 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 98.374 1.626 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Mei (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 249: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 239

Tabel 4.17 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan Juni (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Juni (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 250: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 240

Tabel 4.18 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan Juli (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Juli (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 251: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 241

Tabel 4.19 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan Agustus (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 99.757 0.000 0.000 0.000 0.243 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Agustus (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 252: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 242

Tabel 4.20 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan September (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 98.214 1.786 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin September (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 253: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 243

Tabel 4.21 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan Oktober (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 99.704 0.296 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 98.621 1.379 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Oktober (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 254: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 244

Tabel 4.22 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan Nopember (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 96.552 0.000 3.448 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 98.859 1.141 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Nopember (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 255: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 245

Tabel 4.23 Distribusi arah dan kecepatan angin Merak bulan Desember (1983 – 2002)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 99.471 0.529 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 95.918 4.082 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 98.171 1.829 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 95.238 4.762 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Desember (1983 - 2002)

Merak

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 256: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 246

Tabel 4.24 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan Januari (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Januari (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 257: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 247

Tabel 4.25 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan Februari (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Februari (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 258: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 248

Tabel 4.26 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan Maret (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Maret (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 259: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 249

Tabel 4.27 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan April (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin April (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 260: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 250

Tabel 4.28 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan Mei (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Mei (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 261: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 251

Tabel 4.29 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan Juni (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Juni (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 262: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 252

Tabel 4.30 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan Juli (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Juli (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 263: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 253

Tabel 4.31 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan Agustus (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Agustus (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 264: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 254

Tabel 4.32 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan September (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin September (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 265: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 255

Tabel 4.33 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan Oktober (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Oktober (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 266: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 256

Tabel 4.34 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan Nopember (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Nopember (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 267: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 257

Tabel 4.35 Distribusi arah dan kecepatan angin Bakauheni bulan Desember (1992 – 2007)

< 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 > 50

1 Utara U 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWind Speed (Knot)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Desember (1992 - 2007)

Bakauheni

< 20 20 - 30

30 - 40 40 - 50

> 50

Page 268: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 258

4.3.2 Distribusi Arah dan Tinggi Gelombang

Perhitungan atau peramalan gelombang rencana dilakukan dengan menggunakan data

angin harian maksimum yang diperoleh dari Stasiun Teluk Betung (Bakauheni) dan

Serang (Merak).

Tabel 4.36 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan Januari (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 76.923 23.077 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 0.000 77.778 22.222 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 0.000 83.333 10.000 6.667 0.000 100.000

7 Barat B 22.222 67.094 10.684 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 84.615 15.385 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangJanuari (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 269: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 259

Tabel 4.37 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan Februari (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 68.889 30.667 0.444 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 0.000 100.000 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 0.000 57.143 7.143 35.714 0.000 100.000

7 Barat B 19.540 64.751 13.793 1.533 0.383 100.000

8 Barat Laut BL 72.222 27.778 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangFebruari (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 270: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 260

Tabel 4.38 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan Maret (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 71.937 28.063 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 0.000 66.667 33.333 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 3.226 93.548 0.000 3.226 0.000 100.000

7 Barat B 22.768 60.714 16.518 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 77.273 22.727 0.000 0.000 0.000 100.000

TotalNo DirectionWave Height (m)

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangMaret (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 271: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 261

Tabel 4.39 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan April (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 83.516 16.484 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 0.000 73.333 26.667 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 0.000 92.857 0.000 7.143 0.000 100.000

7 Barat B 20.219 65.027 14.754 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 86.667 13.333 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangApril (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 272: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 262

Tabel 4.40 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan Mei (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 88.406 11.232 0.000 0.000 0.362 100.000

2 Timur Laut TL 2.703 86.486 10.811 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 25.000 75.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 40.650 56.098 2.439 0.813 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangMei (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 273: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 263

Tabel 4.41 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan Juni (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 86.505 13.495 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 0.000 86.364 13.636 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 0.000 100.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 44.444 54.321 1.235 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 85.714 14.286 0.000 0.000 0.000 100.000

TotalNo DirectionWave Height (m)

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangJuni (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 274: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 264

Tabel 4.42 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan Juli (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 83.621 16.379 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 0.000 83.333 16.667 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 0.000 100.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 33.766 54.545 11.688 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 81.250 18.750 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangJuli (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 275: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 265

Tabel 4.43 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan Agustus (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 80.825 18.932 0.000 0.000 0.243 100.000

2 Timur Laut TL 4.762 19.048 71.429 4.762 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 0.000 100.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 44.898 51.020 4.082 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangAgustus (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 276: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 266

Tabel 4.44 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan September (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 74.390 25.610 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 0.000 61.111 33.333 5.556 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 16.667 66.667 16.667 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 22.222 75.556 2.222 0.000 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 86.667 13.333 0.000 0.000 0.000 100.000

TotalNo DirectionWave Height (m)

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangSeptember (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 277: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 267

Tabel 4.45 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan Oktober (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 66.568 33.136 0.296 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 0.000 31.818 59.091 9.091 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 0.000 93.333 6.667 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 30.345 58.621 10.345 0.690 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 88.889 11.111 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangOktober (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 278: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 268

Tabel 4.46 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan Nopember (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 68.372 31.628 0.000 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 0.000 70.588 29.412 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 0.000 95.455 0.000 4.545 0.000 100.000

7 Barat B 20.532 61.597 17.490 0.380 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 50.000 50.000 0.000 0.000 0.000 100.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangNopember (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 279: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 269

Tabel 4.47 Distribusi arah dan tinggi gelombang Merak bulan Desember (1983 – 2002)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 80.952 18.519 0.529 0.000 0.000 100.000

2 Timur Laut TL 0.000 57.143 28.571 14.286 0.000 100.000

3 Timur T 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

4 Tenggara Tg 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 4.082 71.429 10.204 14.286 0.000 100.000

7 Barat B 11.280 69.817 17.988 0.915 0.000 100.000

8 Barat Laut BL 71.429 23.810 4.762 0.000 0.000 100.000

TotalNo DirectionWave Height (m)

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangDesember (1983 - 2002)

Merak

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 280: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 270

Tabel 4.48 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan Januari (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 94.444 5.556 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 85.714 14.286 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangJanuari (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 281: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 271

Tabel 4.49 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan Februari (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 96.296 3.704 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 90.909 0.000 9.091 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangFebruari (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 282: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 272

Tabel 4.50 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan Maret (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 82.051 17.949 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 96.000 4.000 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangMaret (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 283: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 273

Tabel 4.51 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan April (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 97.500 2.500 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 91.667 7.143 1.190 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 97.059 2.941 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangApril (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 284: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 274

Tabel 4.52 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan Mei (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 89.474 10.526 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 88.889 11.111 0.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangMei (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 285: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 275

Tabel 4.53 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan Juni (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 89.474 10.526 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 78.947 20.000 1.053 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 99.259 0.741 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 92.000 8.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangJuni (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 286: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 276

Tabel 4.54 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan Juli (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 76.190 23.810 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 75.385 23.077 1.538 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangJuli (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 287: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 277

Tabel 4.55 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan Agustus (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 77.273 18.182 4.545 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 63.551 35.514 0.935 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangAgustus (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 288: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 278

Tabel 4.56 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan September (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 77.778 16.667 0.000 5.556 0.000 100.000

3 Timur T 63.218 34.483 2.299 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 94.118 5.882 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangSeptember (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 289: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 279

Tabel 4.57 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan Oktober (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 71.429 28.571 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 72.059 23.529 4.412 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 96.875 3.125 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangOktober (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 290: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 280

Tabel 4.58 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan Nopember (1992 – 2007)

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 81.818 18.182 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 82.609 15.217 2.174 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 96.000 4.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangNopember (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 291: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 281

Tabel 4.59 Distribusi arah dan tinggi gelombang Bakauheni bulan Desember (1992 – 2007)

Peramalan besaran gelombang ekstrem rencana adalah hasil peramalan gelombang

dengan menggunakan periode ulang 100 tahun. Perhitungan besaran gelombang tersebut

diperlihatkan pada tabel-tabel di bawah ini.

Tabel 4.60 Distribusi fitting gelombang maksimum tahunan Merak

No Tahun Max Height

(m) Dist. Normal

Dist. 2 Parameter Log

Normal

Dist. 3 Parameter Log

Normal

Dist. Pearson III

Dist. Log Pearson III

Dist. Gumbell

1 1983 1.609 0.44 1.06 1.20 1.84 1.23 0.72

2 1984 1.609 0.91 1.26 1.36 1.87 1.39 1.02

3 1985 2.262 1.22 1.41 1.48 1.87 1.52 1.24

4 1986 2.081 1.47 1.55 1.59 1.87 1.63 1.42

5 1987 5.799 1.68 1.67 1.70 1.88 1.74 1.59

6 1988 2.081 1.87 1.79 1.80 1.89 1.84 1.75

7 1989 1.609 2.05 1.91 1.91 1.92 1.94 1.90

8 1990 2.439 2.22 2.03 2.01 1.95 2.04 2.05

9 1991 2.031 2.38 2.15 2.12 1.99 2.15 2.20

10 1992 2.571 2.53 2.27 2.24 2.05 2.26 2.35

11 1993 2.081 2.69 2.40 2.36 2.12 2.37 2.51

< 0.7 0.7 - 1.4 1.4 - 2.1 2.1 - 2.8 > 2.8

1 Utara U 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

2 Timur Laut TL 90.476 9.524 0.000 0.000 0.000 100.000

3 Timur T 95.000 0.000 5.000 0.000 0.000 100.000

4 Tenggara Tg 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

5 Selatan S 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

6 Barat Daya BD 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 100.000

7 Barat B 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

8 Barat Laut BL 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

No DirectionWave Height (m)

Total

0

20

40

60

80

100N

NE

E

SE

S

SW

W

NW

Distribusi Arah dan Tinggi GelombangDesember (1992 - 2007)

Bakauheni

< 0.7 0.7 - 1.4

1.4 - 2.1 2.1 - 2.8

> 2.8

Page 292: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 282

No Tahun Max Height

(m) Dist. Normal

Dist. 2 Parameter Log

Normal

Dist. 3 Parameter Log

Normal

Dist. Pearson III

Dist. Log Pearson III

Dist. Gumbell

12 1994 6.632 2.84 2.54 2.49 2.20 2.50 2.68

13 1995 1.801 3.00 2.69 2.63 2.30 2.63 2.85

14 1996 1.801 3.17 2.86 2.79 2.43 2.79 3.05

15 1997 2.571 3.35 3.05 2.97 2.59 2.96 3.26

16 1998 2.342 3.54 3.27 3.19 2.79 3.16 3.51

17 1999 2.781 3.75 3.53 3.45 3.06 3.41 3.80

18 2000 2.526 4.00 3.86 3.79 3.44 3.74 4.16

19 2001 2.947 4.32 4.33 4.28 4.01 4.20 4.66

20 2002 2.641 4.78 5.13 5.13 5.11 5.03 5.49

Korelasi (R2) 0.0167 0.0087 0.0076 0.0019 0.0080 0.0107

Dengan memperhatikan bahwa nilai korelasi maksimum yang terjadi adalah dengan

menggunakan fungsi distribusi Normal, maka prediksi untuk memperkirakan besarnya

gelombang dengan periode ulang 100 tahun tersebut dilakukan dengan menggunakan

fungsi distribusi Normal. Hasil prediksi diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.61 Peramalan gelombang 100 tahunan – Merak (Distribusi Normal)

Periode Ulang (th) Prediksi Hmax (m) Std. Dev

200 5.96 0.8045

100 5.64 0.7373

50 5.28 0.6651

25 4.89 0.5871

10 4.28 0.4733

5 3.71 0.3805

3 3.17 0.3170

2 2.61 0.2911

Didapatkan besarnya tinggi gelombang 100 tahun adalah sebesar 5.64 m dengan periode

gelombang adalah sebesar 9.05 det.

Tabel 4.62 Distribusi fitting gelombang maksimum tahunan Bakauheni

No Tahun Max Height

(m) Dist. Normal

Dist. 2 Parameter Log

Normal

Dist. 3 Parameter Log

Normal

Dist. Pearson III

Dist. Log Pearson III

Dist. Gumbell

1 1992 1.534 0.79 0.87 0.79 0.79 0.78 0.82

2 1993 1.018 0.93 0.96 0.93 0.93 0.91 0.92

3 1994 1.591 1.02 1.03 1.02 1.02 1.00 0.99

4 1995 1.534 1.10 1.09 1.10 1.10 1.08 1.06

5 1996 1.534 1.16 1.14 1.16 1.16 1.14 1.11

6 1997 1.449 1.22 1.19 1.22 1.22 1.21 1.17

7 1998 0.819 1.28 1.24 1.28 1.28 1.27 1.22

8 1999 1.818 1.33 1.29 1.33 1.33 1.33 1.28

Page 293: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 283

No Tahun Max Height

(m) Dist. Normal

Dist. 2 Parameter Log

Normal

Dist. 3 Parameter Log

Normal

Dist. Pearson III

Dist. Log Pearson III

Dist. Gumbell

9 2000 1.242 1.39 1.34 1.39 1.39 1.39 1.34

10 2001 1.534 1.44 1.39 1.44 1.44 1.45 1.40

11 2002 2.102 1.50 1.45 1.50 1.50 1.51 1.47

12 2003 1.556 1.56 1.52 1.56 1.56 1.58 1.55

13 2004 1.305 1.63 1.59 1.63 1.63 1.66 1.64

14 2005 0.889 1.70 1.68 1.70 1.70 1.74 1.75

15 2006 1.082 1.80 1.80 1.80 1.80 1.85 1.90

16 2007 0.788 1.94 1.99 1.94 1.94 2.00 2.15

Korelasi (R2) 0.1033 0.1350 0.1033 0.1033 0.1082 0.1456

Dengan memperhatikan bahwa nilai korelasi maksimum yang terjadi adalah dengan

menggunakan fungsi distribusi Gumbel, maka prediksi untuk memperkirakan besarnya

gelombang dengan periode ulang 100 tahun tersebut dilakukan dengan menggunakan

fungsi distribusi Gumbel. Hasil prediksi diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.63 Peramalan gelombang 100 tahunan – Bakauheni (Distribusi Gumbel)

Periode Ulang (th) Prediksi Hmax (m) Std. Dev

200 3.02 0.4717

100 2.77 0.4125

50 2.53 0.3533

25 2.29 0.2942

10 1.96 0.2160

5 1.70 0.1568

3 1.50 0.1144

2 1.31 0.0852

Didapatkan besarnya tinggi gelombang 100 tahun adalah sebesar 2.77 m dengan periode

gelombang adalah sebesar 9.23 det.

Karakteristik kondisi perairan dapat dibedakan berdasarkan kondisi ketinggian

gelombang dan periodenya seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.64 Karakteristik perairan

Sea Height (m) Length (m)

Smooth sea 0 -

Calm sea 0.5 10

Gentle sea 0.75 12

Light Sea 1.25 22

Moderate Sea 2.0 37

Rough sea 3.5 60

Very rough sea 6.0 105

Page 294: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 284

Sea Height (m) Length (m)

High sea > 6.0 >105

Sumber : http://www.worldwideflood.com

Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, setiap kapal memiliki nilai batas toleransi

terhadap tinggi gelombang yang terjadi di sekitar dermaga. Hal ini berkaitan dengan

keamanan dan kenyamanan dalam proses kegiatan operasional kapal yang bersangkutan.

Beberapa faktor yang menentukan dalam tingkat keamanan dan kenyamanan tersebut

adalah:

Dimensi kapal.

Jenis barang atau muatan dari kapal.

Tabel di bawah ini memberikan acuan dalam menentukan besarnya kriteria tinggi

gelombang di daerah perairan sekitar dermaga dalam menjamin kelancaran kegiatan

operasional berdasarkan jenis kapal yang digunakan.

Tabel 4.65 Maksimum tinggi gelombang signifikan (m)

Ship at berth Hs

Marinas

Fishing Boats

General Cargo (< 30000 DWT)

Bulk Cargo (<30000 DWT)

Bulk Cargo (30000 – 100000 DWT)

Oil Tankers (< 30000 DWT)

Oil Tankers (30000 – 150000 DWT)

Passenger Ship

0.15

0.40

0.70

0.80

0.80 – 1.50

1.00

1.00 – 1.70

0.70

4.3.3 Pemodelan Hidrodinamika (Simulasi Gelombang)

Iklim gelombang memainkan peranan penting dalam proyek di daerah pantai.

Bagaimanapun juga pada banyak kasus terdapat minimnya data yang tersedia untuk

perencanaan dan kostruksi teknik. Observasi lapangan dan pemodelan fisik gelombang

sulit dilakukan, membutuhkan banyak biaya dan waktu. Hal tersebut menyebabkan

informasi mengenai hal tersebut diperoleh dan dievaluasi dengan teknik-teknik

pemodelan matematika.

Sangatlah penting untuk memiliki informasi yang memadai tentang kondisi gelombang

pada banyak masalah-masalah teknik kelautan. Kondisi gelombang yang paling penting

untuk desain dan pengkajian pada studi banding dari proyek yang dimaksud meliputi

tinggi gelombang, periode gelombang dan arah perambatan gelombang dominan. Secara

umum, parameter gelombang tersebut diperoleh dari model transformasi gelombang

Page 295: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 285

yang mentrasfer data gelombang yang diambil pada laut dalam menuju pada lokasi

perairan di pantai. Parameter dasar gelombang ini akan berubah sebagai perubahan

kecepatan dan energi gelombang yang didistribusikan sepanjang muka gelombang

berdasar pada variasi kedalaman, latar arus, jenis struktur perlindungan pantai dan

keberadaan pulau-pulau dari lokasi perambatan. Gelombang akan melalui perubahan

besar pada daerah surf zone (dimana gelombang pecah terjadi) dan pada daerah dimana

refleksi gelombang oleh garis pantai dan struktur pembatas akan berinteraksi dengan

gelombang datang.

Sampai saat sekarang ini, teori sinar gelombang linier digunakan untuk mengkaji

transformai gelombang yang dimaksud dengan metode ray-tracing dari laut dalam

menuju laut daerah pantai. Karena teori ini didasarkan pada asumsi bahwa energi

gelombang hanya merambat pada sebuah sinar gelombang (sehingga fluk energi antar

sinar gelombang tidak berubah) maka efek dari perambatan gelombang yaitu arah dan

tinggi gelombang sepanjang muka gelombang dihindari. Asumsi ini mempunyai

konsekuensi bahwa metode ray-tracing tidak berlaku ketika secara kausalitas sinar

gelombang merambat saling berpotongan.

Pada awal tahun 1981 para perencana dan periset teknik pantai telah mengenali

pentingnya efek kombinasi refraksi-difraksi dan memulai membangun teori yang lebih

baik yang dikaitkan dengan model numerik. Telah tersedia beberapa teori gelombang

yang tersedia yang cukup menjelaskan kombinasi refraksi-difraksi gelombang dari

perairan dalam menuju perairan dangkal. Salah satunya dikenal sebagai Mild Slope

Equation (MSE) atau Persamaan Lereng Landai. Persamaan ini digunakan untuk

kedalaman yang hampir seragam diasumsikan bahwa perubahan kedalaman dan arus

sepanjang gelombang adalah kecil.

Beberapa model numerik berbasis MSE telah dikembangkan untuk memprediksikan gaya

gelombang pada struktur lepas pantai dan mempelajari medan gelombang di sekitar pulau

di lepas pantai. Secara numerik pengujian laboratorium dan juga pengujian di atas kertas

dari model MSE telah menunjukkan bahwa MSE dapat menjadi solusi yang akurat untuk

masalah lereng landai sejauh lereng dasar yang dimaksud mempunyai perbandingan 1:3.

Berdasarkan pada sebuah tinjauan praktis, persyaratan komputasional untuk

menyelesaiakan MSE akan lebih besar daripada menggunakan metode raytracing.

Penyebabnya adalah MSE merupakan persamaan dua dimensi (2D) dan harus

Page 296: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 286

diselesaiakan sebagai sebuah permasalahan nilai batas atau boundary value problem

(BVP) dengan syarat batas yang tepat.

Keseluruhan domain yang dimaksud harus dipecah dan diselesaikan secara bersamaan

sebagai ilustrasi adalah ukuran dari elemen harus sedemikian kecil dimana 10 sampai 15

node untuk setiap panjang gelombang. Persyaratan ini menempatkan permintaan akan

kemampuan komputer yang besar ketika mengaplikasikan model MSE pada domain

pantai yang lebih besar.

Persamaan gelombang lereng landai (juga dikenal sebagai persamaan kombinasi refraksi-

difraksi) pertama kali disarankan oleh Eckart dan kemudian diturunan oleh Bierkhoff. Ini

sekarang diterima sebagai metode untuk memperkirakan kondisi gelombang di dekat

pantai.

Ini dapat digunakan untuk memodelkan spektrum lebar dari sebuah gelombang, karena

hal tersebut telah memenuhi batas persamaan untuk perairan dalam dan dangkal.

Meskipun persamaan ini dikembangkan pada pertengahan tahun 70-an, kesulitan

komputasional masih melengkapi pengembangan model pada persamaan lereng landai

yang lengkap (kecuali untuk domain yang kecil). Secara umum, masalah perambatan

gelombang di daerah pantai melibatkan domain yang sangat luas. Kesulitan yang

berhubungan dengan penyelesaian masalah yang luas seperti hal di atas membenihkan

pengembanagn beberapa model sederhana (sebagai contoh model “parabolic

aproximation” , model RCPWAVE, model EVP). Bagaimanapun juga model-model

sederhana tersebut mengkompromikan fisik dari persamaan lereng landai yang mana

mereka memodelkan pada satu atau dua dimensi dari perambatan gelombang dengan

penyebaran berdampingan yang lemah. Model-model di atas dapat digunakan hanya pada

domain perairan yang berbentuk segi empat atau pada rentang arah dan frekuensi

gelombang yang sangat terbatas. Oleh sebab itu domain pantai yang lebih realistik dengan

penyebaran gelombang yang tidak teratur tidak dapat dimodelkan dengan model yang

sederhana tersebut.

Oleh sebab itu, diperkenalkan model CGWAVE yang merupakan hasil terkini dari

model peramalan gelombang. Model ini dapat diaplikasikan untuk memperkirakan medan

gelombang di suatu pelabuhan, daerah pantai terbuka, selat di pantai, kepulauan, dan

sekitar struktur tetap atau terapung. Ketika CGWAVE mensimulasikan kombinasi

refraksi dan difraksi yang terdapat dalam persamaan lereng landai, model ini juga

melibatkan efek disipasi gelombang karena gesekan, gelombang pecah, dan dispersi

Page 297: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 287

amplitudo gelombang non linear. CGWAVE adalah sebuah model elemen batas yang

dihubungkan dengan Surface Water Modeling System (model SMS) untuk visuasisasi

gambar dan keefisienan implementasi dari pra dan post proses.

4.3.3.1 Dasar Teori

Persamaan pengatur yang digunakan dalam iterasi perhitungan pada CGWAVE adalah

Persamaan Lereng Landai yang secara matematis ditulis sebagai berikut:

g

g

C(CC )

C

2 0 (4.55)

Persamaan Lereng Landai di atas digunakan secara dua dimensi sehingga parameter

C dan merupakan fungsi dalam bidang x y dan .

Kondisi batas dari CGWAVE dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:

1. Kondisi Batas untuk Coastline atau Struktur yang Permeable

n (4.56)

r

r

Kk

Ki

1

1

Bila lapisan ini sangat reflektif sehingga nilai rK .1 0 maka nilai dari 0

sehingga nilai dari

n0

yang mana hal ini mempunyai arti fisik bahwa tidak ada

vektor kecepatan yang menembus arah normal dari lapisan ini.

2. Kondisi Batas untuk Perairan Terbuka

Pada batas ini, gelombang yang melaluinya akan merambat tak terbatas sehingga

berlaku formula radiasi Sommerfeld sebagai berikut:

s

krlim kr k

ri 0

(4.57)

dimana s (scatterd wave)adalah potensial gelombang tersebar (elevasi muka air

tersebar). Mei (1983) menerangkan bahwa s adalah sebuah solusi untuk

persamaan lereng landai dan memenuhi kondisi radiasi pada persamaan

Sommerfeld di atas. Elevasi muka air tersebar secara matematis tertulis pada

persamaan 3.4:

Page 298: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 288

s n n nn

H (kr )( n n )0

cos + sin (4.58)

Adapun Iklim gelombang yang digunakan sebagai input dalam pemodelan

CGWAVE adalah sudut, amplitudo dan periode gelombang datang dominan yang

berada pada perairan dalam dari kondisi daerah yang dimodelkan.

Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemodelan dengan CGWAVE

adalah nilai sudut ini harus di-set sedemikian rupa sehingga nilainya untuk

gelombang yang merambat ke arah sumbu x positif adalah nol.

Elevasi muka air karena iklim gelombang tersebut pada pemodelan CGWAVE

secara matematis seperti persamaan di bawah ini:

ikr ( ) n

i n n in

Ae A J (kr ) n( )i i cos

0

cos (4.59)

dimana A adalah amplitudo gelombang datang, i adalah sudut gelombang

datang, nJ adalah Persamaan Bessel orde ke-n jenis pertama dan n 1untuk

n=0 dan n 2 untuk n 0 .

4.3.3.2 Domain Pemodelan

Pada CGWAVE, domain perhitungan dibagi menjadi dua jenis seperti yang terlihat pada

gambar di bawah ini.

Page 299: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 289

Gambar 4. 19 Pembagian Domain Pemodelan pada Cgwave (sumber: Manual

Cgwave)

1. Domain Eksterior Ω0

Domain ini mempunyai batas luar yang tak terhingga dan batas dalam adalah

open ocean boundary

yang membatasinya dengan domain interior Ω yang

akan dijelaskan kemudian.

Elevasi muka air yang terjadi pada domain eksterior adalah penjumlahan dari

elevasi muka air yang disebabkan oleh gelombang datang dengan elevasi muka air

tersebar yang secara matematis dapat ditulis:

ext i s (4.60)

Nilai elevasi muka air pada persamaan (4.60) di atas kemudian akan dijadikan

input elevasi muka air yang memasuki batas.

2. Domain Interior Ω

Domain ini juga disebut sebagai domain model numerik, karena pada domain ini

perhitungan refraksi-difraksi mulai dilakukan. Bagian luar dari domain ini dibatasi

oleh open ocean boundary

dan bagian dalamnya dibatasi oleh coastline yang

membatasinya dengan daratan yang mana pada Gambar 4.19 dinotasikan dengan

huruf B. Visualisasi kedua domain ini pada cgwave terlihat seperti Gambar 4.20.

Page 300: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 290

Gambar 4. 20 Visulaisasi Domain pada CGWAVE

Sistem koordinat yang digunakan pada CGWAVE adalah dengan menggunakan

sistem koordinat kartesius yang mana titik origin terletak pada pojok kiri bawah

dari domain eksterior (lihat Gambar 4.20). Sumbu z positif mempunyai arah

keluar bidang kertas.

Pada saat CGWAVE melakukan simulasi, maka pada domain interior akan

dilakukan perhitungan numerik dengan menggunakan prinsip Boundary Value

Problem (BVP). Pada saat mesh grid pada domain interior dibangun, maka

domain interior akan dipecah menjadi beberapa elemen segitiga yang merangkai

menjadi suatu jaringan. Sebuah elemen segitiga terdiri dari 3 buah node yang

saling dihubungkan dengan segmen-segmen. Ukuran dari elemen ini harus lebih

kecil dari panjang gelombang dan variasi bathimetri lokal. Pada masing-masing

elemen tersebut nilai elevasi muka air akan di aproksimasi.

4.3.3.3 Simulasi Menggunakan Modul CGWAVE

Proses simulasi dilakukan dengan langkah-langkah deperti diuraikan dibawah ini:

1. Membuat grid mesh dari peta lokasi pemodelan dan kontur kedalaman dengan

menggunakan modul CGWAVE. Batas Pemodelan, Grid Mesh, dan Kontur

bathimetri hasil pemodelan CGWAVE dapat dilihat pada gambar-gambar di

bawah ini.

Page 301: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 291

2. Run simulasi dengan input data besar dan arah gelombang hasil peramalan

dengan menggunakan hindcasting.

3. Untuk pemodelan ini digunakan tinggi gelombang dengan perioda ulang 100

tahun.

4. Melihat hasil pola arah dan tinggi gelombang modul CGWAVE, dan melihat

gelombang dari arah mana yang menyebabkan ketinggian di daerah dermaga

mencapai > 0.6 m

Gambar 4. 21 Batas Pemodelan Tinggi Gelombang Modul CGWAVE – Merak

Page 302: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 292

Gambar 4. 22 Kontur kedalaman untuk Simulasi Tinggi Gelombang modul CGWAVE – Merak

Page 303: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 293

Gambar 4. 23 Kontur Tinggi Gelombang – Barat Daya

Page 304: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 294

Gambar 4. 24 Kontur Tinggi Gelombang – Barat Daya (Angka)

Page 305: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 295

Gambar 4. 25 Kontur Tinggi Gelombang – Barat Laut

Page 306: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 296

Gambar 4. 26 Kontur Tinggi Gelombang – Barat Laut (Angka)

Page 307: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 297

Gambar 4. 27 Batas Pemodelan Tinggi Gelombang Modul CGWAVE – Bakauheni

Gambar 4. 28 Kontur kedalaman untuk Simulasi Tinggi Gelombang modul CGWAVE –

Bakauheni

Page 308: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 298

Gambar 4. 29 Kontur Tinggi Gelombang – Tenggara

Gambar 4. 30 Kontur Tinggi Gelombang – Tenggara (Angka)

Page 309: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 299

Gambar 4. 31 Kontur Tinggi Gelombang – Barat Daya

Gambar 4. 32 Kontur Tinggi Gelombang – Barat Daya (Angka)

Page 310: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 300

Dari simulasi menggunakan model numerik di atas didapatkan hasil prediksi ketinggian

gelombang seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.66 Tinggi gelombang di daerah dermaga

Lokasi Pelabuhan Arah Gelombang Tinggi Gelombang (m)

Merak Barat Daya 1.0

Barat Laut 0.5

Bakauheni Tenggara 0.8

Barat Daya 0.7

Dari tabel di atas terlihat bahwa tinggi gelombang untuk perairan di Merak yang terjadi di

sekitar dermaga masih memiliki nilai lebih besar daripada yang disyaratkan untuk kegiatan

operasional kapal penumpang (passenger ships) – Tabel 4.65, yaitu sebesar 0.70 m.

Gelombang dengan ketinggian 1 meter tersebut disebabkan oleh gelombang yang berasal

dari Barat Daya, sedangkan gelombang yang berasal dari Barat Laut akan memberikan

gelombang dengan ketinggian sebesar 0.5 meter (hal ini disebabkan adanya Pulau Merak

yang dapat berfungsi sebagai breakwater alami). Sedangkan di Bakauheni, besarnya

gelombang yang terjadi masih berada dalam kisaran antara 0.70 – 0.80 m, dengan

demikian pada taraf normal kegiatan operasional kapal di Bakauheni masih dapat

dilakukan tanpa perlu adanya breakwater.

Model simulasi numerik dengan breakwater di Merak dilakukan di bawah ini.

Page 311: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 301

Gambar 4. 33 Kontur Tinggi Gelombang – Barat Daya (Breakwater)

Page 312: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 302

Gambar 4. 34 Kontur Tinggi Gelombang – Barat Daya (Breakwater) - Angka

Dari hasil simulasi model numerik di atas terlihat bahwa dengan adanya breakwater, maka

tinggi gelombang di perairan sekitar dermaga akan memiliki ketinggian sebesar 0.50 m,

dimana nilai ini masih berada dalam batas keamanan kegiatan operasional untuk kapal

penumpang.

Page 313: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 303

BAB 5

EVALUASI KELAYAKAN

EKONOMI & FINANSIAL

Rencana pembangunan Dermaga VI di Pelabuhan Merak dan Bakauheni akan

menambah kapasitas lintas harian pada penyeberangan lintas Pulau Jawa dan Pulau

Sumatera. Penambahan kapasitas ini tentu akan diikuti dengan peningkatan biaya

operasional pelabuhan dan di sisi lain penerimaan pelabuhan dari jasa penyeberangan

juga akan meningkat. Akibat dari perubahan biaya maupun penerimaan tersebut maka

perlu dianalisis lebih mendalam dari sisi kelayakan baik ekonomi maupun finansial. Agar

analisis tersebut dapat mudah difahami maka pada bagian awal bab ini akan disampaikan

konsep analisis kelayakan ekonomi & finansial dan dilanjutkan dengan estimasi biaya dan

manfaat dan pada akhir bab ini disampaikan indikator kelayakan ekonomi & finansial.

5.1 Konsep Analisis Kelayakan Ekonomi & Finansial

Analisis kelayakan ekonomi dan finansial dalam studi ini dilakukan untuk mengetahui

seberapa besar manfaat atau keuntungan yang diperoleh jika dibangun dan dioperasikan

Dermaga VI di Pelabuhan Merak & Bakauheni. Hasil analisis kelayakan ini akan sangat

menentukan dalam pengambilan keputusan apakah rencara pembangunan dermaga

tersebut akan dilaksanakan atau tidak.

Terdapat dua pertanyaan dasar yang perlu dijawab terlebih dahulu sebelum menyusun

daftar komponen biaya dan manfaat setiap alternatif perencanaan yang diajukan dan

melakukan analisis kelayakan, yakni:

1. Apa tujuan dari setiap alternatif perencanaan yang diajukan?

2. Bagaimana status pembiayaan dari alternatif perencanaan tersebut?

Pertanyaan pertama, digunakan untuk menyeleksi komponen utama dari manfaat setiap

alternatif perencanaan yang diajukan. Sebagai contoh, pada kasus pembangunan jalan,

jika evaluasi dilakukan terhadap alternatif untuk membangun ruas jalan baru di suatu

jaringan jalan perkotaan yang ditujukan untuk mengurangi tingkat kemacetan jaringan

Page 314: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 304

jalan, maka komponen utama manfaat dari investasi tersebut adalah pengurangan waktu

tempuh dan pengurangan biaya operasi kendaraan. Sedangkan jika ruas jalan tersebut

dibangun sebagai jalur perintis di daerah terpencil, maka komponen manfaat yang paling

besar adalah pengurangan tingkat harga dan naiknya produksi barang dan jasa di daerah

tersebut.

Pertanyaan kedua, digunakan untuk menyeleksi sumber-sumber pembiayaan dan ukuran

tingkat pengembalian yang dihasilkan dari penerapan suatu alternatif perencanaan. Pihak

pemerintah atau swasta, selaku investor, akan memiliki cara pandang yang berbeda di

dalam mengkuantifikasi biaya dan manfaat. Pada Tabel 5.1 ditampilkan secara tabelaris

ringkasan perbedaan aspek-aspek pada pendekatan ekonomi dan finansial.

Tabel 5. 1 Perbedaan Komponen-komponen Pada Pendekatan Ekonomi dan Finansial

No. Aspek Kajian Ekonomi Kajian Finansial

a. Sudut Pandang Masyarakat luas Private atau lembaga tertentu

b. Tujuan Efisiensi ekonomi efisiensi modal yang sudah ditanam (investasi)

c. Kriteria NPV, BCR, EIRR NPV, FIRR, BEP

d. Aplikasi Proyek untuk masyarakat, dilakukan oleh Pemerintah

Proyek swasta untuk kepentingan swasta (profit oriented)

e. Komponen Biaya dan Manfaat

langsung dan tidak langsung langsung kepada proyek (return)

f. Penetapan Harga shadow prices transfer prices tingkat bunga

mekanisme pasar pajak subsidi tingkat bunga (dalam dan

luar negeri)

Pemerintah cenderung menilai suatu investasi dalam kerangka ekonomi di mana tujuan

utama kebijakan investasi dipakai sebagai alat untuk menyediakan jasa pelayanan bagi

masyarakat. Dalam hal ini komponen biaya dikaji dalam kerangka jumlah sumber daya

(resource) yang harus dikeluarkan oleh pemerintah termasuk subsidi, penggunaan lahan

milik pemerintah, dan kemudahan biaya lainnya. Sedangkan komponen pengembalian

biaya dipakai pendekatan manfaat baik bagi pengguna sistem transportasi (pengurangan

waktu, biaya operasi kendaraan, dan lain-lain), masyarakat (pengurangan tingkat

kecelakaan, bertambahnya aksesibilitas, naiknya kualitas lingkungan, dan lain-lain) dan

pemerintah sendiri (naiknya pendapatan dari pajak, pengurangan biaya pemeliharaan

sistem, dan lain-lain).

Page 315: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 305

Sedangkan, investor swasta memandang bahwa biaya yang dikeluarkannya harus kembali

dalam bentuk nilai uang (dan berbagai kompensasinya). Dalam hal ini komponen biaya

dianggap sebagai jumlah nilai uang yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk biaya

konstruksi (capital), operasi, dan pemeliharaan sistem yang dikelolanya. Sedangkan

komponen pengembalian biaya diperoleh dari jumlah nilai uang yang mereka peroleh dari

pengguna fasilitas (tol, angkutan umum, dan lain-lain) serta kompensasi lainnya (hak

penggunaan lahan, hak pengusahaan di area layanan, dan lain-lain).

Sesuai dengan sifatnya, maka Dermaga VI di Pelabuhan Merak dan Bakauheni yang

direncanakan harus ditinjau kelayakannya dari sisi potensi pengusahaannya atau dikenal

dari sisi finansial (financial feasibility), serta perlu juga ditinjau dari sisi manfaatnya

kepada masyarakat atau lebih dikenal sebagai analisis ekonomi (economic feasibility).

5.1.1 Skema Umum

Perbandingan biaya (cost) dan manfaat/pengembalian (benefit/revenue) merupakan

basis dalam menentukan kelayakan ekonomi dan finansial dari pembangunan dan

pengoperasian fasilitas transportasi, termasuk Dermaga VI Pelabuhan Merak &

Bakauheni ini. Perbandingan biaya dan manfaat/pengembalian dilakukan antara dua

kondisi, yakni untuk skenario tanpa adanya pembangunan dermaga (base case atau

without project) dan dengan adanya pengoperasian dermaga yang melayani

penyeberangan Merak-Bakauheni (with project). Skema secara umum pelaksanaan

analisis kelayakan ini dilakukan sebagaimana disampaikan pada Gambar 5.1.

Page 316: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 306

Gambar 5. 1 Skema Umum Proses Analisis Kelayakan

Dari Gambar 5.1 terlihat bahwa proses analisis kelayakan dilakukan dalam 3 tahapan,

yakni (1) proses estimasi biaya ekonomi/finansial (biaya konstruksi, operasi, dan

pemeliharaan). Proses (2) adalah melakukan estimasi manfaat ekonomi dan pendapatan

dari tarif Ferry yang dihasilkan dari analisis dengan dan tanpa proyek selama waktu

tinjauan (time horison). Setelah kedua proses tersebut dilakukan, maka selanjutnya dalam

proses (3) dilakukan analisis kelayakan untuk mengeluarkan sejumlah indikator kelayakan.

Analisis kelayakan Dermaga VI Pelabuhan Merak & Bakauheni ini akan ditinjau dengan

asumsi bahwa dermaga ini merupakan satu kesatuan dengan dermaga lain di pelabuhan.

Pada skenario ini, manfaat diperoleh sebagai akibat dari beroperasinya seluruh dermaga

yang ada.

5.1.2 Indikator Analisis Kelayakan

Pada umumnya setiap keputusan investasi didasarkan atas cepat atau lambatnya tingkat

pengembalian modal/biaya investasi dari jumlah manfaat yang diperhitungkan sepanjang

masa perencanaan. Pengukuran besaran biaya dan manfaat ekonomi perlu dilakukan

untuk setiap alternatif skenario perbaikan (do-something) yang diusulkan maupun

skenario minimum (do-minimum). Selanjutnya perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk

memperkirakan pengaruh perubahan tingkat bunga, tingkat harga, dan faktor

without project

Ps. Koja – Soreang)

with project

Estimasi biaya

ekonomi

Analisis Sistem Transportasi Estimasi

biaya finansial

Sistem Transportasi Penyeberangan

Merak-Bakauheni (With And Without)

Perbaikan kinerja sistem transportasi

Arus lalulintas pengguna Kapal

Ferry

Pendapatan tarif Ferry

Analisis kelayakan ekonomi Manfaat

Analisis kelayakan finansial

Page 317: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 307

ekonomi/non-ekonomi lainnya yang kemungkinan akan berpengaruh terhadap kinerja

setiap alternatif perencanaan di wilayah studi.

Indikator ekonomi baku yang biasa digunakan dalam evaluasi ekonomi antara lain adalah:

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit Cost Ratio (BCR).

Secara umum semua indikator tersebut akan memberikan suatu besaran yang

membandingkan nilai manfaat dan biaya dari setiap alternatif yang diusulkan, namun

secara spesifik setiap indikator tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada

umumnya semua indikator tersebut perlu diperiksa untuk menggambarkan secara lebih

jelas kejadian-kejadian ekonomi selama masa perencanaan.

5.1.2.1 Net Present Value

Pendekatan NPV ini mencoba menilai kinerja ekonomi dari suatu alternatif perencanaan

dengan memperhitungkan besaranya selisih nilai manfaat dan nilai biaya dari setiap

alternatif, sepanjang masa perencanaan. Selisih nilai tersebut kemudian diestimasi nilai

sekarangnya (tahun dasar proyek) dengan menurunkan nilainya akibat adanya tingkat

bunga (discount rate) yang diperkirakan akan terjadi sepanjang waktu perencanaan.

Indikator NPV ini mampu menyediakan informasi besarnya selisih (manfaat-biaya) di

setiap tahun tinjauan serta besaran nilai uangnya pada saat sekarang.

Formulasi umum dari pendekatan NPV adalah sebagai berikut:

n

tt

tt

i

CBNPV

1 1

(5.1)

dimana :

Bt : manfaat kotor dari proyek pada tahun t

Ct : biaya kotor dari proyek pada tahun t

n : umur ekonomis proyek

i : discount rate

Dalam hal ini selisih nilai manfaat dengan nilai biaya harus “positif” dalam artian bahwa

jumlah manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biayanya. Dengan kata lain, bila nilai

NPV > 0 maka alternatif perencanaan tersebut layak secara ekonomis untuk dikerjakan.

Dengan demikian, alternatif yang terbaik adalah alternatif yang memberikan nilai NPV

yang paling besar.

Page 318: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 308

5.1.2.2 Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah suatu nilai dari tingkat bunga (discount rate) pada saat nilai sekarang (present

value) dari manfaat invetasi sama dengan nilai sekarang (present value) dari biaya

investasi, atau besarnya tingkat bunga pada saat di mana nilai NPV = 0.

Nilai ini tidak menunjukkan berapa besar tingkat keuntungan dari investasi tersebut,

tetapi jika nilai IRR > discount rate aktual yang diperkirakan akan terjadi sepanjang masa

perencanaan, maka alternatif tersebut layak untuk dilaksanakan. Dengan demikian, secara

ekonomi alternatif terbaiknya adalah yang memberikan nilai IRR yang paling besar.

Indikator IRR ini sangat penting utamanya jika fluktuasi tingkat bunga, tingkat harga, dan

faktor ekonomi/non-ekonomi lainnya cukup signifikan mempengaruhi operasi sistem

transportasi di wilayah studi.

5.1.2.3 Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR adalah perbandingan total biaya terhadap total manfaat di setiap tahun tinjauan,

yang dilakukan dengan mengkonversikan nilai tersebut ke tahun dasar dengan

mempertimbangkan besarnya tingkat bunga (discount rate) yang diprediksi akan terjadi.

Sesuai dengan definisinya BCR ini berupa indikator tanpa satuan yang menyatakan

proporsi atau signifikansi manfaat terhadap biaya pada suatu skema investasi.

Secara matematis bentuk fungsional dari indikator BCR ini adalah sebagai berikut:

biaya totalsekarang

manfaat

nilai

totalsekarangnilaiBCR (5.2)

Jika suatu alternatif menunjukkan nilai BCR > 1, maka alternatif tersebut secara

ekonomis layak untuk dilaksanakan, dan alternatif terbaik adalah yang memberikan nilai

BCR yang paling besar.

Indikator BCR ini mirip dengan NPV dalam merepresetasikan manfaat suatu alternatif

perencanaan, di mana NPV memberikan besaran nilai uang sedangkan BCR memberikan

besaran proporsi. Kadangkala nilai NPV yang besar belum tentu memberikan nilai BCR

yang juga besar, hal ini tergantung dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Indikator

BCR ini secara langsung memberikan ukuran efektifitas biaya (cost efectiveness) dari

usulan rencana yang diajukan.

Page 319: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 309

5.2 Estimasi Biaya

Biaya-biaya untuk pengembangan pelabuhan di Merak dan Bakauheni dihitung menurut

pengelompokkan menjadi biaya investasi, biaya pemeliharaan, biaya jasa kepelabuhanan,

dan biaya operasional. Berikut ini adalah penjelasan tentang biaya-biaya tersebut.

5.2.1 Biaya Investasi

Biaya investasi dimaksud disini adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan

Dermaga VI di sisi Merak dan Bakauheni. Biaya ini dihitung dengan harga satuan tahun

2010.

Tabel 5. 2 Estimasi Biaya Investasi di Pelabuhan Merak

No Komponen Unit Volume Harga Satuan Jumlah 1 Pek. Persiapan, Mob./Dem. ls 1 900.000.000 900.000.000

2 Timbunan tanah m3 1912 160.000 305.920.000

3 Talud m3 448 285.000 127.680.000

4 Perkerasan jalan m2 315 550.000 173.250.000

5 Konstruksi trestle m2 1286 10.000.000 12.860.000.000

6 Konstruksi abutment bh 1 575.000.000 575.000.000

7 Konstruksi Dudukan MB bh 1 2.050.000.000 2.050.000.000

8 Konstr. Dudukan Hidrolik bh 2 1.225.000.000 2.450.000.000

9 Konstr. Pelindung MB bh 2 950.000.000 1.900.000.000

10 Konstr. MB berikut kelengkapannya unit 1 8.500.000.000 8.500.000.000

11 Konst Dudukan & Ruang Kontrol m2 14 18.150.000 254.100.000

12 Konstruksi mooring dolphin bh 3 1.250.000.000 3.750.000.000

13 Konstruksi breasting dolphin bh 5 2.500.000.000 12.500.000.000

14 Konstruksi catwalk m2 155 12.600.000 1.953.000.000

15 Fasilitas penerangan titik 20 10.000.000 200.000.000

48.498.950.000

Tabel 5. 3 Estimasi Biaya Investasi di Pelabuhan Bakauheni

No Komponen Unit Volume Harga Satuan Jumlah 1 Pek. Persiapan, Mob./Dem. ls 1 900,000,000 900,000,000

2 Timbunan tanah m3 14322 180,000 2,577,960,000

3 Talud m3 3220 375,000 1,207,500,000

4 Perkerasan jalan rigid pavement m2 5210 1,700,000 8,857,000,000

5 Konstruksi trestle m2 1585 11,200,000 17,752,000,000

6 Konstruksi abutment bh 1 625,000,000 625,000,000

7 Konstruksi Dudukan MB bh 1 2,400,000,000 2,400,000,000

8 Konstr. Dudukan Hidrolik bh 2 1,580,000,000 3,160,000,000

9 Konstr. Pelindung MB bh 1 1,100,000,000 1,100,000,000

10 Konstr. MB berikut kelengkapannya unit 1 8,500,000,000 8,500,000,000

11 Konst Dudukan & Ruang Kontrol m2 14 20,000,000 280,000,000

12 Konstruksi mooring dolphin bh 3 1,550,000,000 4,650,000,000

13 Konstruksi breasting dolphin bh 5 2,850,000,000 14,250,000,000

14 Konstruksi catwalk m2 155 13,000,000 2,015,000,000

15 Fasilitas penerangan titik 20 10,000,000 200,000,000

68,474,460,000

Page 320: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 310

5.2.2 Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan pada analisis ini diasumsikan merupakan prosentase dari biaya

investasi. Perhitungan biaya pemeliharaan sangat ditentukan oleh volume/jumlah sarana

& prasarana yang ada dan juga ditentukan oleh faktor-faktor tak terduga di lapangan,

seperti faktor lingkungan. Dari beberapa “best practice” di tempat lain di Indonesia dan

juga setelah melalui diskusi dengan ahli ekonomi dan ahli terkait lainnya, pada analisis

kelayakan lazim dipakai angka 5-10% dari biaya investasi sebagai semacam “rule of

thumb”. Untuk itu pada analisis ini diambil angka tersebut sebagai komponen biaya

pemeliharaan. Berdasar estimasi biaya investasi di atas maka biaya pemeliharaan

diestimasi sebesar 2,5% x 116.973 = 2.924 Milyar/tahun.

Biaya pemeliharaan tersebut adalah hanya untuk Dermaga VI yang direncanakan.

Selanjutnya untuk pemeliharaan biaya dermaga-dermaga lainnya dapat melihat pada hasil

pencatatan di Pelabuhan Merak dan Bakauheni. Pada tabel di bawah ini disampaikan

biaya-biaya yang dikeluarkan oleh ASDP Merak dan Bakauheni di tahun 2009.

Tabel 5. 4 Biaya-biaya di Pelabuhan Merak & Bakauheni di Tahun 2009

Merak Terminal

Expenses, 2009 Milyar Rupiah - Human Resources 14.843 - Port Operation 106.278 - Maintenance 12.293 Berths 6.335 Vessels* 5.958 - Depreciation 4.200 Berths 3.170 Vessels* 1.030 - Administration 1.730 - Tax 1.224

Bakauheni Terminal

Expenses, 2009 Milyar Rupiah - Human Resources 12.269 - Port Operation 11.660 - Maintenance 2.621 - Depreciation 4.421 Berths 4.192 Vessels* 229 - Administration 0.850 - Tax 0.881

Sumber: ASDP Merak & Bakauhen

Dari data besaran pengeluaran di atas dapat diambil beberapa informasi bahwa komposisi

biaya operasi dan pemeliharaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Komponen biaya

Page 321: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 311

yang cukup besar berasal dari biaya operasi pelabuhan dan biaya sumber daya manusia.

Besarnya biaya operasi dan sumber daya manusia rata-rata di kedua pelabuhan tersebut

masing-masing sebesar 25,09% dan 56,63% terhadap total pengeluaran.

Gambar 5. 2 Komposisi Biaya-biaya di Pelabuhan Merak & Bakauheni tahun 2009

Khusus untuk biaya pemeliharaan, pada tahun 2009 Pelabuhan Merak dengan biaya yang

lebih besar dibanding Pelabuhan Bakauheni memerlukan biaya sebesar Rp. 12,293 Milyar.

Biaya tersebut sebagian untuk menutup pemeliharaan pelabuhan termasuk di dalamnya 4

(empat) buah dermaga yang beroperasi saat ini atau rata-rata per dermaga memerlukan

biaya pemeliharaan sekitar 3,073 Milyar. Melihat besaran angka ini, dapat dlihat bahwa

asumsi prosentase biaya pemeliharaan sebesar 2,5% di atas cukup mendekati kondisi

lapangan.

Selanjutnya, biaya pemeliharaan rutin akan dikeluarkan mulai tahun 2010 dengan

pertimbangan untuk pemeliharaan dermaga eksisting saja. Kemudian mulai tahun 2014,

dermaga VI diasumsikan sudah mulai bisa dioperasikan sehingga biaya pemeliharaan akan

bertambah. Biaya pemeliharaan diasumsian akan bertambah setiap tahun sebesar 10%

dengan asumsi adanya peningkatan harga bahan-bahan dasar akibat inflasi. Perkiraan

biaya pemeliharaan per tahun dapat digambarkan sebagai berikut.

0% 20% 40% 60% 80%

Human Resources

Port Operation

Maintenance

Depreciation

Administration

Tax

Bakauheni

Merak

Biaya pemeliharaan Merak: 12,293 M Bakauheni: 2,621 M

Prosentase biaya terhadap total pengeluaran

Page 322: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 312

Gambar 5. 3 Estimasi Biaya Pemeliharaan (C2)

5.2.3 Biaya Operasional

Biaya operasi pelabuhan dapat didekati dengan perbandingan terhadap biaya

pemeliharaan yang telah berjalan di tahun sebelumnya. Melihat data-data di tahun 2009,

dengan merata-rata kan prosentase per komponen biaya antara Pelabuhan Merak dan

Pelabuhan Bakauheni dapat diperoleh perbandingan biaya operasional terhadap biaya

pemeliharaan sebagai berikut:

biaya operasional : biaya Pemeliharaan = 56,63% : 8,60% ~ 6,58 : 1,00

atau dengan kata lain biaya operasional pelabuhan akan berada pada kisaran 6,58 kali

biaya pemeliharaan. Pendekatan ini sebenarnya cukup riskan mengingat komponen ini

yang paling besar porosentase nya terhadap total pengeluaran pelabuhan. Namun

demikian, dengan melihat perkembangan dan data-data historis di maka diharapkan tidak

terlalu jauh selisihnya dengan kondisi aktual. Biaya operasional juga diasumsikan akan

naik sebesar 10%/tahun dengan pertimbangan inflasi. Gambaran arus biaya operasional

dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. 4 Estimasi Biaya Operasional (C3)

‘10 ‘11 ‘12 ‘13 ‘14 ‘15 ‘16 ‘17 ‘43 ‘44 ‘45 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

C210 = 16,778 M, meningkat 12,5% hingga tahun 2013 pemeliharaan dermaga eksisting C214 = 29,800 M, meningkat 5% hingga tahun 2045 pemeliharaan dermaga eksisting +

Dermaga V dan Dermaga VI

‘10 ‘11 ‘12 ‘13 ‘14 ‘15 ‘16 ‘17 ‘43 ‘44 ‘45 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

C310 = 132,680 M, meningkat 12,5%/tahun hingga tahun 2013, pemeliharaan dermaga eksisting

C314 = 231,770 M, meningkat 5%/tahun hingga tahun 2045, pemeliharaan dermaga eksisting + Dermaga V dan Dermaga VI

Page 323: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 313

5.2.4 Biaya Sumber Daya Manusia

Untuk sumber daya manusia, Pelabuhan Merak & Bakauheni rata-rata memerlukan

setidaknya 13,556 Milyar/tahun di tahun 2009. Nilai ini pada kisaran 2,92 kali biaya

pemeliharaan. Biaya SDM untuk menjalankan pelabuhan di Merak & Bakauheni di tahun-

tahun mendatang diperkirakan juga akan mengikuti trend ini dengan asumsi ada kenaikan

sebesar 10% untuk kesejahteraan karyawan per tahunnya. Diagram arus dana untuk biaya

ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. 5 Estimasi Biaya Sumber Daya Manusia (C4)

5.2.5 Biaya Lain-lain

Biaya lain-lain dimaksud disini meliputi biaya administrasi, biaya depresiasi dan biaya

pajak yang besarnya diasumsikan sebesar 0,62 kali biaya pemeliharaan. Pada tahun 2010

diperkirakan biaya lain-lain ini sebesar 14,637 M. Adapuns secara lengkap diagram arus

dana dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. 6 Estimasi Biaya Lain-lain (C5)

‘10 ‘11 ‘12 ‘13 ‘14 ‘15 ‘16 ‘17 ‘43 ‘44 ‘45 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

C410 = 30,501 M, meningkat 12,5%/tahun hingga tahun 2013, pemeliharaan dermaga eksisting

C414 = 57,396 M, meningkat 5%/tahun hingga tahun 2045, pemeliharaan dermaga eksisting + Dermaga V dan Dermaga VI

‘10 ‘11 ‘12 ‘13 ‘14 ‘15 ‘16 ‘17 ‘43 ‘44 ‘45 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

C510 = 14,969 M, meningkat 12,5%/tahun hingga tahun 2013, pemeliharaan dermaga eksisting

C514 = 25,791 M, meningkat 5%/tahun hingga tahun 2045, pemeliharaan dermaga eksisting + Dermaga V dan Dermaga VI

Page 324: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 314

5.3 Estimasi Penerimaan Manfaat

Perhitungan penerimaan (revenue) merupakan pendekatan yang digunakan dalam

evaluasi kelayakan finansial, sedangkan untuk sisi ekonomi umumnya diambil terminologi

manfaat (benefit). Sumber penerimaan yang cukup besar dari operasional pelabuhan

adalah dari pembayaran tiket penyeberangan yang saat ini dikenakan untuk penumpang

(pejalan kaki) dan kendaraan. Berikut ini adalah estimasi penerimaan/manfaat tersebut.

5.3.1 Estimasi Penerimaan

Penerimaan pelabuhan diambil dari pembayaran tiket penumpang dan kendaraan yang

menggunakan jasa penyeberangan Merak-Bakauheni. Tiket penyeberangan diasumsikan

sama dengan sekarang dan mengalami peningkatan per 5 tahun sebesar 10%.

Berdasarkan prediksi pergerakan orang dan kendaraan pada bab sebelumnya maka dapat

diestimasi penerimaan seperti disampaikan pada Tabel 5.5.

Dasar dalam perhitungan penerimaan adalah tarif/kendaraan x jumlah kendaraan yang

menyeberang Merak-Bakauheni. Tarif dasar yang digunakan adalah tarif eksisting 2009

yang diperhitungkan mengalami kenaikan seperti disebutkan di atas.

Tabel 5. 5 Tarif Dasar Perhitungan Penerimaan

No Golongan Kendaraan Tarif (Rp)

1 I 17.000 2 II 28.000 3 III 67.000 4 IV-Penumpang 198.000 5 IV-Barang 173.000 6 V-Penumpang 374.000 7 V-Barang 308.000 8 VI-Penumpang 623.000 9 VI-Barang 445.500 10 VII 682.000 11 VIII 1.006.500

Untuk pergerakan penumpang, mengingat volume nya yang relatif memerlukan ruang

lebih sedikit dibanding dengan kendaraan, pada bab sebelumnya tidak dibahas secara

rinci. Namun sebagai salah satu komponen pemasukan, seberapa pun jumlahnya perlu

dihitung untuk menambah nilai kelayakan.

Pada Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa pergerakan penumpang menggunakan

penyeberangan Merak-Bakauheni cenderung menurun dari tahun ke tahun. Dari tahun

2004 ke 2009 hanya terjadi sekali kenaikan yakni dari tahun 2007 ke 2008 sebesar 4,05%.

Page 325: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 315

Melihat kondisi yang demikian, dapat diperkirakan bahwa pergerakan penumpang pejalan

kaki sebagian besar berasal dari luar daerah Banten dan Lampung yang cenderung

memilih menggunakan moda bus langsung dari daerahnya ketimbang turun dahulu di

pelabuhan untuk berganti moda menggunakan Ferry. Atau dengan kata lain, secara

ekonomi transportasi, biaya yang diperlukan untuk melakukan perjalanan dari daerah-

daerah di Pulau Jawa ke Pulau Sumatera dan sebaliknya akan lebih kecil jika

menggunakan moda bus lintas pulau daripada hanya sampai ke pelabuhan saja. Faktor

penggerak yang masih memungkinkan untuk terjadinya pertumbuhan penumpang adalah

dari pertumbuhan penduduk.

Mempertimbangkan cakupan hinterland pada analisis penyeberangan Merak-Bakauheni

yang meliputi Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, maka pertumbuhan jumlah penduduk

diambil dari pertumbuhan total di wilayah hinterland tersebut. Dari hasil hitungan

diperoleh pertumbuhan rata-rata selama 5 tahun terakhir sebesar 1,20%. Angka ini

dipandang cukup masuk akal digunakan dalam prediksi jumlah penumpang di

penyeberangan Merak-Bakauheni. Hasil prediksi jumlah penumpang dapat dilihat pada

Tabel 5.6.

Gambar 5. 7 Estimasi Biaya Lain-lain (C5)

Tabel 5. 6 Prediksi Jumlah Penumpang Penyeberangan Merak-Bakauheni

Tahun Jumlah Penumpang (org)

Total Dewasa Anak-anak 2010 1,745,855 1,631,250 114,605 2011 1,766,805 1,650,825 115,980 2012 1,788,007 1,670,635 117,372

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

4,500,000

5,000,000

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

Jum

lah

Pe

nu

mp

ang

(org

)

Tahun

Page 326: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 316

Tahun Jumlah Penumpang (org)

Total Dewasa Anak-anak 2013 1,809,463 1,690,683 118,781 1014 1,831,177 1,710,971 120,206 2015 1,853,151 1,731,502 121,649 2020 1,967,041 1,837,916 129,125 2025 2,087,930 1,950,870 137,060 2030 2,216,249 2,070,765 145,484 2035 2,352,453 2,198,029 154,425 2040 2,497,029 2,333,114 163,915 2045 2,650,490 2,476,501 173,989

Page 327: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 317

Tabel 5. 7 Estimasi Penerimaan dari Tiket Penyeberangan Kendaraan (Milyar)

Tahun Golongan Kendaraan & Asumsi Tarif Dasar

Total I II III IV-Pnp IV-Brg V-Pnp V-Brg VI-Pnp VI-Brg VII VIII 17.000 28.000 67.000 198.000 173.000 374.000 308.000 623.000 445.500 682.000 1.006.500

2010 0,00 6,57 15,41 100,85 19,39 9,65 97,26 46,25 166,04 69,33 16,90 547,66 2011 0,00 6,85 16,05 105,06 20,20 10,05 101,31 48,17 172,95 72,22 17,61 570,48 2012 0,00 7,12 16,70 109,26 21,01 10,45 105,37 50,10 179,87 75,11 18,31 593,30 2013 0,00 7,39 17,34 113,46 21,82 10,86 109,42 52,03 186,79 78,00 19,02 616,13 2014 0,00 7,67 17,98 117,66 22,62 11,26 113,47 53,95 193,71 80,89 19,72 638,93 2015 0,00 7,94 18,62 121,87 23,43 11,66 117,52 55,88 200,63 83,78 20,43 661.76 2016 0,00 8,16 19,14 125,23 24,08 11,98 120,77 57,42 206,16 86,09 20,99 680.01 2017 0,00 8,38 19,65 128,59 24,73 12,30 124,01 58,97 211,69 88,40 21,55 698.27 2018 0,00 8,60 20,16 131,95 25,37 12,63 127,25 60,51 217,23 90,71 22,12 716.52 2019 0,00 8,82 20,68 135,31 26,02 12,95 130,49 62,05 222,76 93,02 22,68 734.78 2020 0,00 9,04 21,19 138,67 26,66 13,27 133,73 63,59 228,30 95,33 23,24 753.03 2021 0,00 9,20 21,58 141,19 27,15 13,51 136,17 64,75 232,45 97,07 23,67 766.72 2022 0,00 9,36 21,96 143,72 27,63 13,75 138,60 65,90 236,60 98,80 24,09 780.42 2023 0,00 9,53 22,35 146,24 28,12 13,99 141,03 67,06 240,75 100,53 24,51 794.11 2024 0,00 9,69 22,73 148,76 28,60 14,23 143,46 68,21 244,90 102,27 24,93 807.80 2025 0,00 9,86 23,12 151,28 29,09 14,47 145,89 69,37 249,05 104,00 25,36 821.49 2026 0,00 9,97 23,37 152,96 29,41 14,64 147,51 70,14 251,82 105,16 25,64 830.62 2027 0,00 10,08 23,63 154,64 29,74 14,80 149,13 70,91 254,59 106,31 25,92 839.75 2028 0,00 10,19 23,89 156,32 30,06 14,96 150,75 71,68 257,35 107,47 26,20 848.87 2029 0,00 10,30 24,15 158,00 30,38 15,12 152,38 72,45 260,12 108,62 26,48 858.00 2030 0,00 10,41 24,40 159,68 30,70 15,28 154,00 73,22 262,89 109,78 26,77 867.12 2031 0,00 10,48 24,58 160,86 30,93 15,39 155,13 73,76 264,82 110,59 26,96 873.52 2032 0,00 10,56 24,76 162,04 31,16 15,50 156,27 74,30 266,76 111,40 27,16 879.91 2033 0,00 10,64 24,94 163,22 31,38 15,62 157,40 74,84 268,70 112,21 27,36 886.30 2034 0,00 10,71 25,12 164,39 31,61 15,73 158,54 75,38 270,64 113,01 27,55 892.70 2035 0,00 10,79 25,30 165,57 31,84 15,84 159,67 75,92 272,58 113,82 27,75 899.09 2036 0,00 11,04 25,89 169,44 32,58 16,21 163,40 77,70 278,94 116,48 28,40 920.08

Page 328: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 318

Tahun Golongan Kendaraan & Asumsi Tarif Dasar

Total I II III IV-Pnp IV-Brg V-Pnp V-Brg VI-Pnp VI-Brg VII VIII 17.000 28.000 67.000 198.000 173.000 374.000 308.000 623.000 445.500 682.000 1.006.500

2037 0,00 11,29 26,48 173,30 33,32 16,58 167,13 79,47 285,31 119,14 29,05 941.08 2038 0,00 11,54 27,07 177,17 34,07 16,95 170,86 81,24 291,67 121,80 29,70 962.07 2039 0,00 11,80 27,67 181,03 34,81 17,32 174,59 83,02 298,04 124,46 30,34 983.07 2040 0,00 12,05 28,26 184,90 35,55 17,69 178,32 84,79 304,40 127,11 30,99 1.004,06 2041 0,00 12,07 28,31 185,24 35,62 17,72 178,64 84,94 304,95 127,34 31,05 1.005,89 2042 0,00 12,09 28,36 185,57 35,68 17,76 178,96 85,10 305,51 127,58 31,10 1.007,71 2043 0,00 12,11 28,41 185,91 35,75 17,79 179,29 85,25 306,06 127,81 31,16 1.009,54 2044 0,00 12,14 28,46 186,25 35,81 17,82 179,61 85,40 306,61 128,04 31,22 1.011,36 2045 0,00 12,16 28,51 186,58 35,88 17,85 179,94 85,56 307,17 128,27 31,27 1.013,19

Sumber: hasil analisis

Page 329: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 319

Data prediksi jumlah penumpang di atas selanjutnya dikalikan dengan tarif

penyeberangan penumpang yang berlaku eksisting. Untuk dewasa dan anak-anak

dikenakan tarif penyeberangan sebesar 10.000 dan 6.000 secara berurutan. Estimasi

penerimaan dari pergerakan penumpang dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Tabel 5. 8 Estimasi Penerimaan dari Tiket Penyeberangan Orang (Milyar)

Tahun Jumlah Penumpang Penerimaan

Dewasa Anak-anak Total

2009 1.725.153 16,12 0,57 16,69 2010 1.745.855 16,31 0,57 16,89 2011 1.766.805 16,51 0,58 17,09 2012 1.788.007 16,71 0,59 17,29 2013 1.809.463 16,91 0,59 17,50 2014 1.831.177 17,11 0,60 17,71 2015 1.853.151 17,32 0,61 17,92 2016 1.875.389 17,52 0,62 18,14 2017 1.897.893 17,73 0,62 18,36 2018 1.920.668 17,95 0,63 18,58 2019 1.943.716 18,16 0,64 18,80 2020 1.967.041 18,38 0,65 19,03 2021 1.990.645 18,60 0,65 19,25 2022 2.014.533 18,82 0,66 19,48 2023 2.038.707 19,05 0,67 19,72 2024 2.063.172 19,28 0,68 19,95 2025 2.087.930 19,51 0,68 20,19 2026 2.112.985 19,74 0,69 20,44 2027 2.138.341 19,98 0,70 20,68 2028 2.164.001 20,22 0,71 20,93 2029 2.189.969 20,46 0,72 21,18 2030 2.216.249 20,71 0,73 21,44 2031 2.242.844 20,96 0,74 21,69 2032 2.269.758 21,21 0,74 21,95 2033 2.296.995 21,46 0,75 22,22 2034 2.324.559 21,72 0,76 22,48 2035 2.352.453 21,98 0,77 22,75 2036 2.380.683 22,25 0,78 23,03 2037 2.409.251 22,51 0,79 23,30 2038 2.438.162 22,78 0,80 23,58 2039 2.467.420 23,06 0,81 23,86 2040 2.497.029 23,33 0,82 24,15 2041 2.526.993 23,61 0,83 24,44 2042 2.557.317 23,90 0,84 24,73 2043 2.588.005 24,18 0,85 25,03 2044 2.619.061 24,47 0,86 25,33 2045 2.650.490 24,77 0,87 25,64

Sumber: Hasil analisis

Page 330: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 320

5.3.2 Estimasi Manfaat

Terminologi manfaat umumnya digunakan pada pendekatan kelayakan ekonomi. Pada

kelayakan ini manfaat pengembangan Dermaga VI Pelabuhan Merak dan Bakauheni

diasumsikan tidak hanya diterima oleh pengguna jasa penyeberangan, namun juga oleh

masyarakat di wilayah hinterland, yakni di sekitar Banten dan Lampung pada khususnya

dan wilayah Pulau Jawa dan Pulau Sumatera pada umumnya.

Berbeda dengan kajian finansial, pada kajian ekonomi komponen manfaat tidak dapat

dirasakan langsung sebagai suatu “uang” atau secara moneter terlihat bentuk fisiknya.

Akan tetapi, kajian manfaat ekonomi merupakan kajian global dengan

mempertimbangkan aspek yang lebih luas mencakup tataran hidup masyarakat luas.

Analisis kelayakan ekonomi beserta atribut manfaatnya dibahas secara lebih rinci pada

sub bab Evaluasi Kelayakan Ekonomi.

5.4 Arus Keluar – Masuk Dana (Cash Flow)

Estimasi biaya yang sudah dihitung diatas dapat ditulis kembali pada diagram arus dana

seperti disajikan pada Gambar 6.8. Pada gambar tersebut, untuk semua komponen biaya

dan penerimaan sudah termasuk untuk dua sisi Pelabuhan Merak dan Pelabuhan

Bakauheni. Notasi-notasi pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

C1 = biaya investasi, investasi dilakukan mulai tahun 2010 hingga 2013

C2 = biaya pemeliharaan (maintenance)

C3 = biaya operasi (operation)

C4 = biaya sumber daya manusia (human resource)

C5 = biaya lain-lain (others)

R = penerimaan (revenue, R) dari jasa penyeberangan (tiket penumpang & kendaraan)

Page 331: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 321

Gambar 5. 8 Diagram Arus Dana untuk Evaluasi Kelayakan Finansial

5.5 Evaluasi Kelayakan Finansial

Sesuai dengan estimasi biaya dan manfaat yang disampaikan di atas maka dapat

diturunkan indikator kelayakan finansial sebagai berikut.

Tabel 5. 9 Indikator Kelayakan Finansial

Parameter Tingkat Suku Bunga

10% 15% 20% NPV (juta) 413,83 84,10 -146,18

BCR 1,08 1,03 0,94 IRR (%) 16,53

Untuk berbagai tingkat suku bunga, pengembangan Dermaga VI di Pelabuhan Merak

dan Bakauheni akan memberikan nilai IRR di angka 16,53%. Angka ini masih relatif lebih

tinggi dari suku bunga Bank Indonesia atau Bank Dunia di kisaran 12%. Indikator ini

menunjukkan bahwa secara finansial pengembangan Dermaga VI mulai tahun 2011

hingga tahun 2013 memberikan kinerja yang baik. Hal ini disebabkan karena pada tahun

ini saja pada saat–saat jam puncak liburan sudah panjang antrian di jalan akses.

Nilai IRR yang cukup baik ini memberikan ilustrasi bahwa penyeberangan Merak-

Bakauheni memegang peranan yang penting sebagai alternatif penghubung Pulau

Sumatera ke Pulau Jawa dan sebaliknya. Untuk mengetahui bagaimana perubahannya jika

terjadi perubahan di komponen biaya atau manfaat maka dilakukan analisis sensitivitas

seperti dijelaskan pada bagian selanjutnya.

5.6 Analisis Sensitivitas

Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan estimasi perubahan indikator kelayakan akibat

adanya perubahan-perubahan di sekitar lingkungan pelabuhan, seperti perubahan estimasi

Catatan: tidak berskala

‘10 ‘11 ‘12 ‘13 ‘14 ‘15 ‘43 ‘44 ‘45 Tahun

C2

C3 C3 C4

C1

R

Page 332: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 322

volume pergerakan kendaraan dan penumpang (sisi penerimaan) dan perubahan

komponen harga-harga konstruksi dermaga (sisi pengeluaran). Untuk itu analisis

dilakukan untuk beberapa kondisi sebagai berikut.

Kondisi 1 = komponen biaya +120%

Kondisi 2 = komponen biaya +110%

Kondisi 3 = komponen biaya +100%

Kondisi 4 = komponen biaya +90%

Kondisi 5 = komponen biaya +80%

Atas dasar asumsi kondisi-kondisi di atas maka dapat dihitung nilai IRR untuk masing-

masing kondisi sebagai berikut.

Tabel 5. 10 Sensitivitas Nilai IRR (Finansial-Sektor Swasta/Operator)

Perubahan Biaya IRR

Biaya +120% 15,26 Biaya +110% 15,94 Biaya +100% 16,53 Biaya + 90% 17,23 Biaya +80% 17,85

Gambar 5. 9 Sensivitas Nilai IRR Terhadap Perubahan Biaya Konstruksi

Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa jika terjadi pembengkakan biaya konstruksi

hingga 20% lebih besar dari yang diperkirakan, nilai IRR masih cukup bagus berada pada

level 15,26%. Sekali lagi ini menunjukkan bahwa keberadaan penyeberangan Merak-

15.00

15.50

16.00

16.50

17.00

17.50

18.00

80 85 90 95 100 105 110 115 120

I R

R

Perubahan Biaya (%)

Kondisi Dasar, IRR

= 16,53%

Page 333: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 323

Bakauheni sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan perekonomian Pulau Jawa dan

Pulau Sumatera. Hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya permintaan pergerakan,

terutama pergerakan kendaraan, melalui penyeberangan ini.

Secara finansial, bagi operator sarana (kapal Ferry) maupun operator prasarana

(pelabuhan) dapat mengembangkan pelabuhan mengikuti trend permintaan perjalalanan

yang sudah disampaikan pada bab sebelumnya.

5.7 Evaluasi Kelayakan Ekonomi

Multiplier Effect adalah suatu angka yang memberikan indikasi besarnya perubahan

output bila terjadi perubahan permintaan (demand). Apabila angka multipier effect lebih

besar dari satu, maka satu satuan perubahan permintaan akan menghasilkan lebih besar

perubahan pada output. Misalnya apabila besarnya multipier effect adalah 3, maka

peningkatan investasi sebesar Rp. 100,- akan menghasilkan peningkatan keuntungan

sebesar Rp.300,-

Multiplier Effect lebih besar dari 1 karena perubahan investasi memicu perubahan yang

lebih besar pada tingkat konsumsi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa besarnya

Multiplier Effect memiliki ketergantungan terhadap besarnya Marginal Propensity to

Consume (MPC). Jika MPC besar, peningkatan investasi akan menyebabkan perubahan

yang lebih besar terhadap tingkat konsumsi, demikian juga nilai Multiplier Effect akan

menjadi besar.

Formula untuk menghitung besarnya Multiplier Effect adalah :

Multiplier Effect = 1/( 1 – MPC)

Di mana :

MPC = Marginal Propensity to Consume

Marginal Propensity to Consume (MPC) atau kecenderungan marginal untuk

mengkonsumsi didefinisikan sebagai kecenderungan kenaikan konsumsi yang timbul

sebagai aibat dari adanya kenaikan pendapatan sebesar satu unit. Dengan kata lain adalah

besarnya porsi kenaikan pendapatan yang digunakan untuk menambah konsumsi, yang

secara matematis adpat dirumuskan sebagai berikut :

MPC = ΔC/ΔY

Di mana :

ΔC = perubahan konsumsi disuatu daerah dalam satu periode

Page 334: Laporan Final Fs Merak Bakau Vi

PT. SPEKTRA ADHYA PRASARANA

FS Dermaga VI Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni Page 324

ΔY = perubahan jumlah pendapatan regional suatu daerah dalam satu periode

Berdasarkan data PDRB dan konsumsi (BPS) dan perkiraan biaya konstruksi pelabuhan

yang akan menjadi tambahan bagi nilai konsumsi yang sudah ada, maka dapat

diproyeksikan angka MPC dan Multiplier Effect bagi Pulau Jawa dan Pulau Sumatera

seperti yang tersaji pada Tabel 5.10.

Tabel 5. 11 Hasil Perhitungan dan Proyeksi Angka Multiplier Effect

Pulau Jawa dan Sumatera

NO TAHUN PDRB KONSUMSI Y C MPC MULTIPLIER

EFFECT

1 2007 2.812.667.538 763.473.330 - - - -

2 2008 3.019.292.085 862.322.756 206.624.547 98.849.426 0,48 1,92

3 2009 3.241.095.711 973.970.546 221.803.626 111.647.790 0,50 2,01

4 2010 3.479.193.504 1.100.073.746 238.097.793 126.103.200 0,53 2,13

5 2011 3.734.782.468 1.242.503.945 255.588.964 142.430.200 0,56 2,26

6 2012 4.009.147.541 1.403.375.056 274.365.073 160.871.110 0,59 2,42

7 2013 4.303.668.057 1.585.074.683 294.520.516 181.699.627 0,62 2,61

8 2014 4.619.824.678 1.790.299.564 316.156.620 205.224.881 0,65 2,85

9 2015 4.959.206.837 2.022.095.591 339.382.159 231.796.027 0,68 3,15

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa nilai multiplier effect setelah dilakukan

pengembangan dermaga di Pelabuhan Merak dan Bakauheni ini cukup besar, di mana

pada tahun 2015 angka ini telah mencapai 3,15 (dampak investasi terhadap masyarakat

sekitar 3 kali). Angka multiplier effect yang tinggi ini akan merangsang perkembangan

investasi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, sehingga pertumbuhan ekonomi secara

langsung akan meningkat. Apabila perkembangan investasi diasumsikan berbanding lurus

dengan angka multiplier effect ini, maka percepatan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa

dan Pulau Sumatera berada pada kisaran 3 kali lipat dari angka percepatan pertumbuhan

ekonomi saat ini khususnya sektor-sektor yang terkait langsung dengan adanya

pengembangan Pelabuhan Merak dan Bakauheni ini.