LAPORAN EKOLOGI BARU
-
Upload
hijaz-jalil -
Category
Documents
-
view
590 -
download
0
Transcript of LAPORAN EKOLOGI BARU
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 1/73
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terumbu karang memiliki nilai yang sangat penting bagi ekosistem
dan lingkungan di wilayah pesisir Kabupaten Pangkep. Data menunjukkan
bahwa kawasan kab. Pangkep memiliki keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi bila dibandingkan dengan beberapa kawasan lain di dunia. Bahkan
beberapa ahli karang dan ikan karang dunia menyatakan bahwa kawasan
perairan Pangkep termasuk kawasan karang dunia yang memiliki
keanekaragaman hayati karang sangat besar, kekayaan kerumbu karang
yang besar di Kabupaten Pangkep merupakan modal yang sangat besar
untuk membangun daerah serta untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat khususnya yang kehidupannya sangat tergantung dari ekosistem
pesisir. Sektor perikanan dan parawisata bahari diharapkan akan menjadi
penggerak utama roda perekonomian Kabupaten Pangkep.
Akan tetapi kegiatan eksploitasi sumberdaya terumbu karang yang
tidak ramah lingkungan telah terjadi seperti penggunaan bahan peledak,
sianida, serta pengambilan batu karang untuk bahan bangunan. Akibat dari
adanya kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan yang
diindikasikan dengan menurunnya keragaman jenis-jenis ikan karang.
Apabila dilihat dari akar permasalahan, maka sebenarnya kerusakan
ekosistem terumbu karang pada dasarnya disebabkab oleh dua faktor
utama, yaitu kerusakan akibat kegiatan manusia dan kerusakan akibat
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 2/73
peristiwa alam. Melihat kondisi tersebut, diperlukan suatu upaya peningkatan
pemahaman dan kesadaran masyarakat serta pengelola program yang
nantinya akan banyak terlibat dalam upaya pengelolaan sumberdaya
tersebut bersama-sama serta sesui dengan kondisi daerah.
Kerusakan terumbu karang akibat kegiatan manusia antara lain
seperti pembiusan ikan, penagkapan ikan dengan bom, dan penambangan
karang. Kegiatan penangkapan ikan dengan bahan dan alat yang merusak
seperti tersebut diatas dilakukan karena beberapa alasan antara lain
kemiskinan nelayan sehuingga mereka mencari uang dengan menghalalkan
segala cara, ketidakmampuan dalam penguasaan dalam teknologi
penagkapan ikan, serta yang paling berbahaya adalah karena sifat manusia
yang rakus sehingga menggunakan jalan pintas untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan kelestarian
sumberdaya.
Kepulauan Spermonde memiliki tingkat keragaman karang yang
cukup tinggi karena terdapat 78 genera dan sub genera, dengan total
spesies 262, seperti yang pernah dicatat oleh Moll (1983). Dilihat dari tingkat
penyebaran karang, sekitar 80 - 87% terdapat di daerah terumbu terluar.
Namun demikian, Jompa (1996) mencatat adanya pengurangan tingkat
penutupan karang hidup dan keragaman jenis (diversity) sebanyak 20%
dalam kurun waktu 12 tahun dibandingkan dengan yang dicatat oleh Moll
(1983), untuk beberapa lokasi yang sama.
Terumbu Karang menjadi sumber bagi kehidupan biota lain
didalamnya sekaligus merupakan sumber kekayaan alam hayati yang tidak
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 3/73
ternilai. Terumbu karang sebagai ekosistem khas perairan tropik, merupakan
habitat berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak dalam
kehidupan yang seimbang. Sifat yang menonjol dari terumbu karang adalah
produktivitas dan keanekaragamannya yang tinggi, jumlah spesies yang
banyak dan bentuk morfologi yang sangat bervariasi.
Tapi pada kenyataannya, keberadaan terumbu karang saat ini sudah
banyak yang mengalami degradasi. Salah satu faktor penyebab kerusakan
dari terumbu karang ini adalah karena ulah manusia. Hasil kegiatan manusia
seperti pengeboman, sianida, jangkar kapal, tumpahan minyak dan limbah
domestik, serta eksploitasi yang berlebihan akan menimbulkan kerusakan
habitat pada system terumbu karang dan mempengaruhi keseimbangan
komunitas (Suharsono 1998).
Kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan hasil penelitian P3O-
LIPI dari 416 lokasi yang tersebar di perairan Indonesia menunjukan bahwa
6,49 % dalam kondisi sangat baik; 24,28 % dalam kondisi baik; 28,61 %
dalam kondisi sedang; dan 40,67 % dalam kondisi rusak. Sementara
Kepulauan Spermonde umumnya dalam kondisi ‟sedang‟. Tidak diketahui
dengan jelas potensi terumbu karang masing-masing desa sekitar
Kepulauan Spermonde Pangkep. Menurut Pusat Penelitian Terumbu Karang
Unhas (2002) bahwa terumbu karang di Kabupaten Pangkep sudah
mengalami eksploitasi yang berlebihan.
Untuk itu, diperlukan suatu penelitian dan monitoring mengenai
kondisi ekosistem terumbu karang berbasis desa Coremap Kabupaten
Pangkep.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 4/73
1.2. Dasar Pelaksanaan
Kegiatan penelitian dan monitoring lokal aspek ekologi pada unit
rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang Kabupaten Pangkep Tahun
anggaran 2006 berdasarkan kontrak perjanjian kerjasama No.223/Coremap-
PMLAE/KPA/VIII/06 Tanggal 14 Agustus 2006 dan Surat Perintah Kerja
(SPK) No.227/Coremap-PML-AE/KPA/VIII/06 Tanggal 15 Agustus 2006.
1.3. Tujuan Kegiatan
Tujuan Kegiatan adalah : Terdapatnya informasi mengenai kondisi
terumbu karang di tingkat kabupaten sehingga data yang ada dapat
dimasukkan ke CRMIS dan dapat di analisa hasilnya, sambil melatih tim
kesehatan terumbu karang di Kabupaten dalam hal memasukkan dan
menganalisa data.
1.4. Sasaran Kegiatan
Kawasan terumbu karang di lokasi Coremap di Kabupaten Pangkep.
1.5. Keluaran (Output)
Ditemukan beberapa data terbaru mengenai kondisi terumbu karang
di Kabupaten Pangkep.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 5/73
1.6. Dampak (Outcome)
Tersedianya arahan hasil kajian ilmiah yang berkaitan dengan
pengolaan terumbu karang yang ramah lingkungan di Kabupaten Pangkep,
serta penentuan Daerah Perlindungan Laut (DPL) masing-masing desa.
1.7. Indikator Keberhasilan
Tersedianya data base mengenai kondisi terumbu karang.
1.8. Penyelenggara Kegiatan
Kegiatan Penelitian dan Monitoring Lokal Aspek Ekologi
dilaksanakan oleh CV. Pesisir Lestari Sejahtera dengan susunan tim
pelaksana sebagai berikut :
1. Dr. Ir. H. Najamuddin, Msc. (Tenaga Ahli Bio-ekologi Terumbu
karang)
2. Ir. Hj. Andi Asni, MP. (Ketua Tim Peneliti)
3. Syafyudin Yusuf, ST. MSi. (Tim Peneliti/ Surveyor)
4. Asep Suparman S.Pi (Tim peneliti/ Surveyor)
5. A. Musafir, Spi (Tim Peneliti/ Surveyor)
6. Cawa (Tim peneliti/ Surveyor)
7. Sulfikar Affandi (Tim Peneliti/ Surveyor)
8. Gurdhi, Spi (Staf Administrasi)
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 6/73
BAB II
RUANG LINGKUP DAN METODOLOGI
2.1. Waktu Pelaksanaan
Penelitian dan Monitoring lokal aspek ekologi dilaksanakan selama
kurun waktu 2 bulan yaitu bulan Agustus sampai Oktober 2006.
2.2. Lokasi
Lokasi pelaksanaan program ini dilaksanakan di pulau-pulau kecil
dalam lingkungan Kecamatan Liukang Tuppabiring lokasi COREMAP II
Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan.
2.3. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah
survey monitoring kondisi terumbu karang dan interpretasi data.
2.4. Ruang Lingkup
a. Survey dan Monitoring langsung di lokasi terumbu karang yang
berbasis lokasi Desa/pulau.
b. Informasi langsung pada masyarakat dan instansi pemerintah
terkait melalui seminar hasil penelitian.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 7/73
2.5. Metodologi Penelitian
Overview Survey, dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian
pengambilan data.
Pengumpulan data primer, dilakukan dengan cara pengamatan
langsung dilokasi penelitian yang telah di tentukan dengan metode
RRA (Rapid Reef Resources Assesment) dan LST (Line Segment
Transect) untuk mengetahui kondisi terumbu karang pada lokasi
penelitian. Data yang didapatkan dari penelitian dan monitoring di
analisis secara deskriptif, kuantitatif dan kualitatif.
2.5.1 Teknik RRA
Tehnik RRA digunakan untuk mengetahui luasan, jenis dan
bentuk habitat (habitat karang, pasir, pecahan karang dan berbagai
organisme perairan yang ada). Mengingat kawasan yang sangat luas,
maka metode ini dianggap cukup baik untuk mengestimasi persentase
masing-masing habitat tersebut dalam jangka waktu yang singkat.
Teknik ini juga menjadi acuan penempatan lokasi pemasangan line
Segmen transek (LIT).
Tehnik ini dilengkapi dengan peneliti (surveyor) yang dilengkapi
dengan alat tulis bawah air, setelah tiba dilokasi yang diinginkan posisi
diambil dengan menggunakan GPS sebagai titik pertama. Kemudian
surveyor biasanya terdiri dari 2-3 orang tergantung jenis data yang
diinginkan (tiap orang dengan spesialisasi masing-masing),
melakukan pegamatan (dengan snorkeling) dititik tersebut sekitar 10-
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 8/73
15 menit. Setelah pengamatan pertama selesai dilanjutkan dengan
pengamatan berikutnya dengan melihat kondisi pulau untuk
menentukan jarak dan jumlah titik yang akan diambil. Penentuan titik
dilakukan berdasarkan keterwakilan masing masing wilayah secara
acak yaitu 3 pulau untuk zona terluar, 3 pulau untuk zona tengah dan
3 pulau unutk zona terdalam Karena ukuran pulau yang relative kecil
maka pengambilan titik disesuaikan dengan kebutuhan yaitu berkisar
antara 4- 6 titik per pulau.
2.5.2 Transek Garis Segmen
Metode Line Segment Transect (LST) digunakan untuk
mengestimasi penutupan karang dan penutupan komunitas benthos
hidup bersama karang, dan dilakukan setelah survey RRA. Posisi
transek ditentukan dengan GPS. Garis transek dibuat dengan
membentangkan meteran sejajar dengan garis pantai sepanjang 50
m. Pengamatan komponen substrat terumbu karang dilakukan pada
setiap titik 0,5 m sehingga jumlah data yang tercatat sebanyak 100
data pada masing-masing transek. Frekuensi kehadiran jenis substrat
dikonversi ke prosentase tutupan komponen. Besar persentase
tutupan karang dengan metode transek garis segmen dapat dihitung
dengan menggunakan rumus (English et al.,1994):
C = a/A x 100%
dimana : C = besar penutupan (%)
a = frekuensi
A = jumlah total data
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 9/73
Tabel 1. Kategori kondisi terumbu karang berdasarkan tutupan karang
No Kategori Kondisi Tutupan karang
1 Sangat Bagus 75 – 100 %
2 Bagus 50 – 74,9 %
3 Sedang 25 – 49,9 %
4 Rusak 0 - 24,9 %
2.5.3 Pengamatan Biota Asosiasi
Biota asosiasi diamati secara bebas baik dalam transek maupun di luar
transek, disamping itu juga menggunbakan tehnik wawancara dengan
masyarakat pemanfaat.
2.5.4 Pengamatan Penyebab Kerusakan Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang diakibatkan oleh alam dan manusia.
Indikasi akibat perbuatan manusia dapat dilihat dari hancuran karang
karena bahan peledak, atau jangkar, atau jaring ikan, atau injakan kaki,
dsb. Sedangkan akibat alam misalnya pemangsaan oleh Acanthaster
planci, suhu tinggi, algae, dsb.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 10/73
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. KEPULAUAN SPERMONDE
Kepulauan Spermonde (Spermonde shelf) terdapat di bagian selatan
Selat Makassar, tepatnya di pesisir Barat Daya Pulau Sulawesi. Sebaran
pulau karang yang terdapat di Kepulauan Spermonde terbentang dari utara
ke selatan sejajar pantai daratan Pulau Sulawesi (Van Vuuren, 1920a,b.
dalam de Klerk, 1983).
Kepulauan Spermonde memiliki tingkat keragaman karang yang
cukup tinggi karena terdapat 78 genera dan sub genera, dengan total
spesies 262, seperti yang pernah dicatat oleh Moll (1983). Dilihat dari tingkat
penyebaran karang, sekitar 80 - 87% terdapat di daerah terumbu terluar.
Namun demikian, Jompa (1996) mencatat adanya pengurangan tingkat
penutupan karang hidup dan keragaman jenis (diversity) sebanyak 20%
dalam kurun waktu 12 tahun dibandingkan dengan yang dicatat oleh Moll
(1983), untuk beberapa lokasi yang sama.
Salah satu lokasi target pengambilan biota ornamen akuarium
terumbu karang adalah Kepulauan Spermonde, Makassar (Gambar 2).
Paparan terumbu karang dan perairan Spermonde lebarnya sekitar 40 km
dari daratan Makassar yang terbagi menjadi empat zona berdasarkan jarak
dan pengaruh daratan, yakni : Zona Satu atau “Zona Pinggir” dari pantai
kearah laut lepas sejauh kira-kira 5 km atau hingga kedalaman 20 m. Untuk
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 11/73
Zona Dua atau “Zona Dalam” , mulai dari jarak 5 km kearah laut hingga 12,5
km, sedangkan Zona Tiga atau “Zona Tengah” dari jarak 12,5 km ke arah
laut lepas hingga 30 km dengan kedalaman yang bervariasi antara 30 – 50
m. Sementara Zona Empat atau “Zona Terluar” atau barrier reef zone
mulai dari jarak 30 km hingga 40 km batas terluar dari paparan Spermonde
(Hutchinson, 1945 dalam Hoeksema, 1990). Zona ini juga digunakan
dalam penelitian-penelitian selanjutnya di wilayah kepulauan ini (de Klerk,
1983; Moll, 1983; Hoeksema dan Moka, 1989).
Gambar 1. Kawasan Kepulauan Spermonde, Pangkep
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 12/73
Zona pertama atau zona bagian dalam merupakan zona terdekat dari
pantai daratan utama Pulau Sulawesi, dengan kedalaman laut rata-rata 10 m
dan substrat dasar yang didominasi oleh pasir berlumpur. Zona kedua,
berjarak kurang lebih 5 km dari daratan Sulawesi, mempunyai kedalaman
laut rata-rata 30 m dan banyak dijumpai pulau karang. Zona ketiga dimulai
pada jarak 12,5 km dari pantai Sulawesi dengan kedalaman laut antara 20 –
50 m. Pada zona ini banyak dijumpai wilayah terumbu karang yang masih
tenggelam. Zona keempat atau zona terluar merupakan zona terumbu
penghalang (barrier reef zone) berjarak 30 km dari daratan utama Sulawesi.
Di sisi timur pulau-pulau karang ini kedalaman lautnya berkisar 40 – 50 m;
sedangkan pada sisi barat dapat mencapai kedalaman lebih dari 100 m.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 13/73
3.2. Pulau Saugi 3.2.1 Kondisi Lokasi
Pulau Saugi merupakan pulau
yang terdekat dengan daratan utama
Pulau Sulawesi. Dalam stratifikasi zonasi
Kepulauan Spermonde, Pulau Saugi
termasuk dalam Zona pinggir / zona I dimana substrat dasar pulau Saugi
yang didominasi oleh pasir berlumpur. Hal ini memyebabkan kondisi
perairannya sangat keruh dengan jarak pandang (visibility) perairan hanya
10 -30 cm.
Dari kondisi substrat yang didominasi pasir berlumpur, beberapa
pulau sekitar Pulau Saugi ditumbuhi oleh tumbuhan bakau sepanjang pantai
membentuk ekosistem mangrove. Di sisi lain substrat berlumpur merupakan
habitat bagi udang-udangan dan kepiting di sekitar perairan ini sehingga
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.
3.2.2 Kondisi Terumbu Karang
Sesuai dengan letaknya yang dekat dengan daratan utama dan
muara sungai, maka terumbu karang di Pulau Saugi kurang berkembang.
Kedalaman rata-rata terumbu karang di sekitar pulau ini sekitar 2 - 3 m pada
saat pasang. Artinya sebaran vertikal karang sangat dibatasi oleh kecerahan
perairan.
Tipe terumbu pada Pulau Saugi adalah fringing reef, pada daerah ini
hidup berbagai jenis karang dan algae. Beberapa algae yang hidup pada
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 14/73
Tutupan habitat sta 1 P. Saugi
Kr.keras
50%
Rubble
5%
Pasir/ lumpur
10%
Kr.mati
5%
Kr.mati algae
20%
Others
2%
Algae
3%
Kr.lunak
5%
Tutupan Habitat Sta.2 P. Saugi
Rubble
60%
Pasir/lumpu
r
20%
Kr.mati
algae
10%
Algae
5%Others
5%
habitat ini diantaranya Padina, Turbinaria, Gracillaria dan Gelidium. Jenis-
jenis karang yang tercatat pada Pulau saugi adalah :Galaxea, Porites lutea,
Acropora spp. Beberapa koloni karang membentuk microatoll seperti dari
jenis Porites lobata.
Kondisi tutupan karang di Pulau saugi dapat digambarkam pada
Tabel 2 berikut .
Tabel 2 . Prosentase tutupan habitat dan kategori kondisi terumbu karang Pulau Saugi
Lokasi
Station
Tutupan Karang (%)
Kondisi
HC SC
A OT R
S
DC DCA
P. Saugi 1 50 5
3 2 5
10
5 20
Baik
2 0 0 5 5 20 60 0 10 rusak
3 74 2 0 0 4 6 4 10 Baik
Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang mati tertutup algae
Gambar 2. Kondisi Tutupan Karang Pulau Saugi (stasiun 1 dan 2)
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 15/73
Tutupan Habitat St.3 P.Saugi
Kr.keras
74%
Kr.mati
algae
10%
Kr.mati
4%
Pasir/lumpu
r
6%
Rubble
4%
Kr.lunak
2%
Gambar 2.. .......Lanjutan (Stasiun 3)
Di Pulau Saugi, karang keras mendominasi tutupan karang sekitar 50
%, sementara algae dan biota jenis lainnya sangat sedikit yaitu sekitar 2 -3
persen dari tutupan karang seluruhnya. Pecahan karang mati atau rubble
sekitar 20 % dan tutupan karang akibat pasir lumpur sekitar 60 persen.
Kerusakan karang terbesar di Pulau Saugi umumnya disebabkan oleh
sedimentasi. Pada zona ini banyak koloni karang yang mati terbungkus
akibat pasir lumpu dan algae. Hal ini karena Pulau Saugi adalah pulau yang
terdekat dengan daratan utama pulau Sulawesi. Secara fisiologi, karang
yang stress akibat tekanan lingkungan cenderung mengeluarkan lendir,
selanjutnya lendir tersebut menjadi biang pelekatan partikel sedimen.
Sementara indikasi kerusakan karang berupa pecahan karang mati /rubble
disebabkan oleh adanya penggunaan bahan peledak untuk mendapatkan
ikan dari terumbu karang.
Tutupan karang yang disebabkan oleh adanya pecahan karang mati
dan karang mati tertutup algae menunjukkan adanya proses perusakan
karang akibat perbuatan manusia dan kematian alami (Tabel 3)
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 16/73
Tabel 3. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Saugi
No Penyebab Kerusakan Tingkat kerusakan pada Tiap Stasiun
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1 Bahan Peledak 2 3 1
2 Alami 2 0 1
3 Sedimentasi 3 4 4
Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah
Dari hasil identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau
Saugi, nampak bahwa kerusakan terbesar disebabkan oleh sedimentasi
sebesar 60 persen (Stasiun 2), kemudian disebabkan oleh penggunaan
bahan peledak 20 persen dan kematian alami sebesar 4-5 persen. Kecilnya
kematian alami akibat serangan makro algae seperti Halimeda yang tumbuh
di antara karang bercabang.
3.2.3 Ikan Karang
Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 5 genera,
dengan total 300 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal dari
family Pomacentridae yaitu Amblyglyphidodon (4 ekor), Neoglyphidon (28
ekor) dan Neopomacentrus (152 ekor). Kesemuanya ini masuk dalam
kategori Mayor spesies Sementara untuk spesies indikator hanya ditemukan
Chaetodon
Pengamatan pada daerah reef top, terdiri atas 240 ekor kelompok
ikan mayor yang didominasi oleh ikan betok biru Pomacentrus pavo, 4 ekor
kelompok ikan indikator
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 17/73
Beberapa jenis makro alga yang dikenali antara lain Padina dan
Valonia dijumpai selama pengamatan. Jenis tali arus Cirripathes dan
junceella cukup melimpah, selain akar bahar Antipathes. Jenis spons
penting seperti Callyspongia, Leucetta, Plakinalopha dan xetospongia juga
dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna yang berukuran sedang dan kecil
serta teripang hijau Stichopus variegatus.
3.2.4 Kondisi Perairan
Kondisi perairan Pulau Saugi dipengaruhi oleh aktivitas didaratan
utama. Tingkat sedimentasi yang tinggi menyebabkan tingginya sedimentasi
dan kekeruhan perairan. Karakteristik inilah yang menjadi ciri dari perairan
sekitar zona pinggir Kepulauan Spermonde. Zona pinggir sepanjang
Kabupaten Pangkep merupakan hamparan kawasan pertambakan.
Kekeruhan yang tinggi ditandai dengan visibility perairan sekitar 2 m dan
jarak pandang sekitar 30-40 cm, sementara kandungan total suspended
solid (TSS) sekitar 370 ppm.
Suhu perairan terukur sekitar 28o C. Suhu perairan di Pulau Saugi
masih lebih rendah 2oC dibanding yang diukur oleh PPTK (2002) sekitar 30
oC. Selain itu, salinitas diperairan Pulau Saugi tercatat 35 ‰. Tingginya
salinitas ini disebabkan karena suplai air tawar dari Sungai Pangkep ke
daerah perairan pantai sekitarnya saat musim kemarau seperti saat ini terlalu
kecil. Namun bila musim penghujan, daerah ini akan mengalami kekeruhan
yang tinggi dan salinitas yang rendah. Walau demikian tingkat kekeruhan
tetap tinggi karena dasar perairan yang berlumpur.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 18/73
3.3. Pulau Satando
3.3.1. Kondisi Lokasi
Pulau Satando merupakan
pulau yang cukup dekat dengan daratan
utama Pulau Sulawesi. Dalam stratifikasi
zonasi Kepulauan Spermonde, PulauSatndo
termasuk dalam Zona pinggir sama dengan pulau saugi dimana substrat
dasar pulau satando didominasi oleh pasir berlumpur. Hal ini
memyebabkan kondisi perairannya sangat keruh dengan jarak pandang
(visibility) perairan hanya 10 -30 cm.
3.3.2 Kondisi Terumbu Karang
Secara umum, kondisi terumbu karang Pulau Satando tergolong
rusak. hingga kondisi baik Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tutupan
karang hidupnya sekitar 10 sampai 30 persen dan hanya 1 stasiun yang
mempunyai tutupan karang hidup sekitar 59 persen atau berkondisi baik.
Karang mati yang ditutupi algae mencapai 25-32 persen mendominasi
kerusakan karang didaerah ini. Karang lunak, walaupun dalam jumlah yang
relatif sedikit, 5-10 persen ditemukan pula di zona ini. Algae ditemukan
menutupi karang sekitar 2 sampai 50 persen.
Jenis substrat dasar yang paling dominan adalah DCA (karang mati
tertutupi algae) sebesar 32 %, pasir 15 % dan rubble sekitar 5 %. Terumbu
karang di sini tidak berkembang dengan baik, kemungkinan disebabkan oleh
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 19/73
Tutupan Habitat St.1 P.Satando
Algae
50%
Pasir/lumpu
r
5%
Others
5%
Kr.mati
algae
25%
Kr.keras
10%
Kr.lunak
5%
Tutupan Habitat St.2 P.Satando
Algae
35%
Kr.mati
algae
25%
Kr.keras
10% Kr.lunak
10%
Pasir/lumpur
10%
Rubble
5% Others
5%
Tutupan Habitat Sta.4 P.Satando
Kr.keras
59%
Others
2%Algae
2%
Pasir/lumpur
5%
Kr.mati
algae
32%
Tutupan Habitat Sta.3 P.Satando
Kr.lunak 10%
Algae 10%
Others 10%
Pasir/lumpur 15%
Kr.mati algae 25%
Kr.keras 30%
tingginya aktivitas nelayan yang bersentuhan langsung dengan kawasan
terumbu karang, misalnya penggunaan alat tangkap bubu. Disamping itu,
kondisi kualitas air yang masih banyak dipengaruhi oleh suplay sedimen
yang tinggi dari daratan utama.
Tabel 4. Prosentase tutupan terumbu karang Pulau Satando
Lokasi
Station
Tutupan Karang (%)
HC SC
A OT R
S
DC DCA
P. Satando
1 10 5 50 5 0 5 0 25
2 10 10 35 5 5 10 0 25
3 30 10 10 10 0 15 0 25
4 59 0 2 2 0 5 0 32
Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang
mati tertutup algae
Gambar 3. Kondisi Tutupan Komponen Terumbu Karang Pulau Satando
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 20/73
Kerusakan karang terbesar di Pulau Satando umumnya disebabkan
oleh sedimentasi (Tabel 5). Dari ke-empat stasiun pengamatan, sedimentasi
menempati nilai relatif kerusakan karang terbesar. Pada zona ini banyak
koloni karang yang mati akibat sedimentasi yang tinggi. Hal ini disebabkan
karena Pulau Satando adalah pulau yang termasuk dekat dengan daratan
utama sehingga tingkat sedimentasinya sangat tinggi. Umumnya nelayan
mencari ikan cara memancing atau memasang bubu, tanpa kegiatan
pemboman disekitar pulau Satando. Berikut disajikan identifikasi penyebab
kerusakan di Pulau Satando.
Tabel 5. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Satando
No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang pada Tiap Stasiun
1 2 3
1 Bahan Peledak 0 0 0
2 Cyanida 0 0 0
3 Keterbukaan udara 0 0 0
4 Sedimentasi 4 4 4
Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah
3.3.3 Ikan Karang
Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 4 genera,
dengan total 288 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal dari
family Pomacentridae yaitu Abudelduf (16 ekor), Neoglyphidon (87 ekor) dan
Neopomacentrus (43 ekor), Chromis (128 ekor). Kesemuanya ini masuk
dalam kategori Mayor spesies Sementara untuk spesies indikator hanya
ditemukan Chaetodon
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 21/73
Pengamatan pada daerah reef top, terdiri atas 240 ekor kelompok
ikan mayor yang didominasi oleh ikan betok biru Pomacentrus pavo, 10 ekor
kelompok ikan indikator
Beberapa jenis makro alga yang dikenali seperti Padina dijumpai
selama pengamatan. Jenis junceella cukup melimpah, selain akar bahar
Antipathes. Jenis spons penting seperti Callyspongia, Leucetta,
Plakinalopha dan xetospongia juga dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna
yang berukuran sedang dan kecil serta teripang hijau Stichopus variegatus.
3.3.4 Kondisi Perairan
Suhu permukaan perairan Pulau Satando berkisar antara 28 -29o C
dengan salinitas sebesar 35 ‰. Walaupun Pulau Satando dekat dengan
muara sungai, namun salinitas tetap tinggi, hal ini diakibatkan oleh suplai air
tawar di musim kemarau yang rendah dan tingkat penguapan yang tinggi.
pH perairan berkisar antara 8,2 -8,4 dan kandunggan TSS perairan 210 ppm.
Nilai kecerahan perairan masih rendah yakni sekitar 2 meter jarak pandang
horizontal dan vertikal. Kecepatan arus rata-rata 0.21 ± 0.05 m/det dengan
arah angin umumnya ke utara.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 22/73
3.4. Pulau Pamanggangang
3.4.1 Kondisi Lokasi
Pulau Pamanggangan terletak
di zona luar Kepulauan Spermonde.
Kini pulau tersebut termasuk dalam
kawasan pengelolaan TWL Kepulauan
Kapoposang. Lokasi pulau terletak sebelah utara dari Pulau Kondong Bali,
sebelah timur dari Pulau Suranti. Pulau Pamanggangan dan Pulau Suranti
sama-sama tidak berpenghuni kecuali hanya nelayan-nelayan musiman
yang beristrahat. Rataan terumbu yang memanjang dari arah utara ke
selatan yang didominasi oleh pasir.
3.4.2 Kondisi Terumbu karang
Tipe terumbu karang pada daerah ini adalah karang tepi (fringing
reef), pada daerah ini hidup juga jenis biota lain seperti sponge, starfish,
giant clam dan berbagai jenis ikan karang. Jenis-jenis karang yang tercatat
pada Pulau Pamanggangang adalah : Porites cylindrica, Porites lobata,
Echynopora spp, dan Montipora.
Kondisi terumbu karang di Pulau Pamanggangang dapat
digambarkam pada Tabel 6. berikut ini. Kondisi terumbu karang di pulau ini
tergolong kurang bagus. Hal ini tergambar dari tutupan karang mati (DC)
mencapai 40 % lebih mendominasi di beberapa wilayah rataan terumbu.
Secara keseluruhan karang mati tertutup alga (DCA) mencapai 57 % dan
pecahan karang mati sebesar 6 - 20%. Sebaliknya karang hidup yang
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 23/73
TutupanHabitat Sta.2 P. Pamanggangan
Kr.mati
7%
Rubble
6%
Kr.lunak
10%
Kr.keras
18%
Pasir/lumpur
2%
Kr.mati
algae
57%
hanya 15-25% menunjukkan kondisi terumbu karang termasuk dalam
kategori rusak.
Tabel 6. Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau
Pamanggangang
Lokasi Station Tutupan Karang (%)
HC SC A OT R S DC DCA
Pulau
Mapanggangang
1 15 5 0 25 10 0 40 5
2 18 10 0 0 6 2 7 57
3 25 5 0 0 20 15 30 5
4 15 5 0 0 15 5 35 25
Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang
mati tertutup algae
Tutupan Habitat Sta.1 P.Pamanggangan
Kr.lunak
5%
Kr.mati
40%
Rubble
10%
Others
25%
Kr.keras
15%
Kr.mati
algae
5%
Tutupan Habitat Sta.3 P. Pamanggangan
Kr.mati
35%
Kr.mati algae
25%
Kr.lunak
5%
Kr.keras
15%
Rubble
15%
Pasir/lumpur
5%
Gambar 4. Kondisi Tutupan Karang Pulau Pamanggangang
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan terumbu
karang di Pulau Pamanggangang terdiri atas faktor alam dan faktor manusia.
Habitat Tutupan karang Sta 4 P.
Pamanggangang
Kr.mati
algae
25%
Kr.keras
15%
Pasir/lump
ur
5%
Rubble
15%
Kr.lunak
5%
Kr.mati
35%
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 24/73
Faktor alam dapat berupa keterbukaan di udara. Sementara kerusakan oleh
ulah manusia berupa kegiatan pembomanan dan pemasangan bubu maupun
pembuangan jangkar perahu.
Tabel 7. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Pamanggangang
No Penyebab Kerusakan
Nilai Relatif kerusakan Karang (%) pada Tiap Stasiun
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1 Bahan Peledak 2 3 4
2 Cyanida 4 4 4
3 Keterbukaan udara 1 0 0
Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah
Dari hasil identifikasi penyebab kerusakan karang di Pulau
Pamanggangang (Tabel 7) nampak bahwa kerusakan terbesar disebabkan
oleh racun cyanida kemudian disebabkan oleh bahan peledak dan kematian
alami karena keterbukaan udara. Kerusakan akibat sianida dapat ditandai
oleh adanya karang yang mati secara utuh di beberapa titik secara meluas.
Pulau ini tanpa pengawasan dari masyarakat sehingga proses pengrusakan
akan tetap berlangsung.
3.4.3 Ikan Karang
Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 10
genera, dengan total 41 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal
dari family Pomacentridae yaitu Abudelduf (19 ekor), Plotosidae (2 ekor) dan
Labridae (6 ekor),. Kesemuanya ini masuk dalam kategori Mayor spesies
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 25/73
Sementara untuk spesies indikator hanya ditemukan Chaetodon dan
Pomacanthidae. Untuk Spesies target ditemukan jenis Acanthuridae,
Lutjanidae, Scaridae dan Siganidae.
Beberapa jenis makro alga yang dikenali seperti Padina dijumpai
selama pengamatan. Jenis junceella cukup melimpah, selain akar bahar
Antipathes. Jenis spons penting seperti Callyspongia, Leucetta,
Plakinalopha dan xetospongia juga dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna
yang berukuran sedang dan kecil serta teripang hijau Stichopus variegatus.
3.4.4 Kondisi Perairan
Suhu permukaan perairan Pulau Pamanggangang sekitar 29o C
dengan salinitas sebesar 35 ‰. Salinitas yang tinggi mencerminkan musim
kemarau yang panjang dan terjadi penguapan air laut. pH perairan berkisar
antara 8,2 -8,4 dan kandungan TSS perairan 210 ppm termasuk rendah
dibanding dengan yang tercatat di Pulau Saugi dan Pulau satando. Nilai
kecerahan perairan umumnya 2.5-3 m. Sementara kecepatan arus rata-rata
0.21 ± 0.05 m/det dengan arah angin umumnya ke utara.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 26/73
3.5. Pulau Sanane
3.5.1 Keadaan Umum
Pulau sanane terletak di sebelah timur
Pulau Pajenekang dengan lahan daratan
padat dengan pemukiman. Nelayan di
Pulau Sanane umumnya sebagai nelayan
ikan-ikan pelagis menggunakan alat tangkap „Gae” (purse seine).
3.5.2 Kondisi Terumbu Karang
Terumbu karang bertipe fringing reef dengan kondisi keseluruhan
relatif rusak, kecuali pada stasiun 2 dimana persentase karang hidupnya
mencapai 30 %. Artinya hanya stasiun 2 yang memeliki terumbu karang
yang sedang, selain itu telah rusak parah. Tutupan makrobentik didominasi
oleh pasir sebanyak 7-20 persen dan algae sebanyak 2-5 persen. Karang
mati yang telah ditutupi algae cukup tinggi mencapai maksimum 56 persen
sedangkan pecahan karang sekitar 21 -30 persen, namun demikian
pertumbuhan biota lain seperti karang lunak juga turut meningkatkan jumlah
tutupan karang sebanyak 5 persen.
Genera karang yang dominan pada zona ini adalah Porites,
Montipora, Mellipora dan Platygyra. Biota lain yang bisa ditemukan didaerah
ini adalah starfish dan kerang-kerangan seperti kima, lola, dll. Kerang
bivalvia kebanyakan membor kedalam karang masif, baik karang yang masih
hidup maupun karang yang sudah mati.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 27/73
Habitat Tutupan Karang Sta.3. P. Sanane
Kr.keras
20%
Kr.lunak
5%
Algae
3%
Others
2%
Rubble
30%
Kr.mati algae
10%
Kr.mati
10%
Pasir/lumpur
20%
Habitat Tutupan Karang Sta.4 P. Sanane
Kr.keras
5%
Algae
2%
Rubble
21%
Kr.mati algae
56% Kr.mati
8%
Pasir/lumpur
8%
Habaitat Tutupan Karang Sta. 2. P. Sanane
Kr.mati algae
20%
Kr.mati
30%
Algae
4%Others
1%
Pasir/lumpur
10%
Kr.lunak
5%
Kr.keras
30%
Kondisi tutupan karang di Pulau Sanane dapat digambarkam pada
Tabel 8 berikut. Tutupan karang yang disebabkan oleh adanya pecahan
karang dan karang mati tertutup algae menunjukkan adanya proses
perusakan karang akibat perbuatan manusia. Karang mati secara alami
mencapai 8 – 30 persen.
Tabel 8. Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Sanane
Lokasi
Station
Tutupan Karang (%)
HC SC
A OT R
S
DC DCA
P. Sanane
1 10 5 3 0 30 7 15 25
2 30 5 4 1 0 10 30 20
3 20 5 3 2 30 20 10 10
4 5 0 2 0 21 8 8 56
Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang
mati tertutup algae
Habitat tutupan karang Sta 1. P. Sanane
Kr.keras
11%
Kr.mati
16%
Pasir/lumpur
7%
Rubble
32%
Kr.lunak
5%
Algae
3%
Kr.mati algae
26%
Gambar 5. Kondisi Tutupan Karang Pulau Sanane
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 28/73
Meskipun daerah ini mempunyai karang hidup sampai 30 persen,
namun secara umum kondisinya termasuk kategori rusak. Keadaan ini
disebabkan selain karena faktor alam, faktor kegiatan manusiapun turut
berperan terutama kegiatan pemboman. Hal ini dapat dilihat dari tingginya
persentase karang mati berupa rubble dan DCA yang ada.
Kerusakan karang pada Pulau Sanane umumnya disebabkan oleh
aktifitas pemboman/peledakan, sedangkan faktor lain walaupun ada tapi
tidak terdeteksi saat survei berlangsung. Tabel 9. berikut memaparkan
penyebab kerusakan karang di Pulau Sanane.
Tabel 9. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Sanane
No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif (1-4) kerusakan terumbu karang
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1 Bahan Peledak 4 4 4
2 Cyanida 0 0 0
3 Keterbukaan udara 0 0 0
4 Sedimentasi 0 0 0
Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah
Nampak jelas dari tabel 9 tersebut diatas bahwa kegiatan pemboman
sangat mendominasi penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Sanane.
Hampir tidak ditemukan kerusakan karang sebagai akibat sedimentasi
maupun oleh kondisi alam lainnya.
3.5.3 Ikan Karang
Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 7 genera,
dengan total 118 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal dari
family Pomacentridae yaitu Neopomacentrus (68 ekor), Abudedus (4 ekor),.
Kesemuanya ini masuk dalam kategori Mayor spesies Sementara untuk
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 29/73
spesies indikator hanya ditemukan Chaetodon . Untuk Spesies target
ditemukan jenis Acanthuridae, Lutjanidae, Scaridae.
3.5.4. Kondisi Perairan
Suhu permukaan air laut di Pulau Sanane pada saat pengamatan
berkisar 290 C, dengan salinitas sekitar 29-30 %o. pH perairan 8,5 - 8,7,
kandungan rata-rata TSS perairan cukup rendah ±38 ppm, kecerahan
perairan rata-rata 8-9 %. Kecepatan arus rata-rata 0,21 ± 0,05 m/det
dengan arah umumnya ke utara, arus kuat terjadi di daerah selatan dan
barat pulau. Kondisi perairan tersebut sebenarnya sangat mendukung
pertumbuhan terumbu karang, akan tetapi keutuhan ekosistem telah pudar.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 30/73
3.6. Pulau Kulambing
3.6.1 Kondisi Lokasi
Pulau Kulambing
merupakan pulau yang berada
tidakjauh dari pulau satando dan
pulau saugi olehnya itu kondisi
perairannya pun tidak beda jauh
dengan pulau satando dan saugi, yaitu kondisinya keruh. Ini dikarenakan
letaknya yang dekat dengan daratan utama pulau Sulawesi.
3.6.2 Kondisi Terumbu Karang
Terumbu karang umumnya di pulau-pulau kecil bertipe fringing reef ,
namun ada pula yang patch reef. Tapi pada Pulau Kulambing tipe terumbu
fringing reef ini menunjukkan kelandaian yang sama dengan beberapa pulau
lainnya di sekitar zona 2 dari Kepul;auan Spermonde.
Data hasil pengamatan karang di Pulau Kullambing dijumpai terumbu
karang yang baik, hampir mencapai kondisi yang sangat baik dengan kondisi
tutupan karang hidup mencapai 74 persen (Sta. 1). Namun demikian pada
stasiun lain justru tutupan karang hidupnya sangat rendah yakni sekitar 10-
15 %. Rataan terumbu didominasi oleh rubble (sta.2) mencapai 60 persen,
karang mati ditutupi algae (Sta. 3) mencapai 40 persen serta pasir dan
karang mati (sta.2) sekitar 10 – 15 persen.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 31/73
Secara umum komposisi substrat terdiri atas rubble,alga, sponge,
karang hidup dan karang mati serta biota lainnya. Dengan tipe terumbu
fringing reef (karang tepi), jenis karang yang terdapat pada pulau ini terdiri
atas coral massive, coral foliosa dan coral branching dengan beberapa
genera dominan berturut turut adalah : Acropora, Montipora, Echinopora dan
Porites. Komposisi biota asosiasi yang ditemukan dikawasan ini terdiri atas
algae, sponge dan lamun. Selain biota tersebut, ditemukan pula beberapa
jenis teripang dan kima sebagai biota konsumsi dan ekonomis. Kima
dieksploitasi oleh penduduk setempat, baik dijual maupun untuk konsumsi
sendiri.
Walaupun kondisi terumbu umumnya relatif baik di Pulau Kulambing,
namun persentase karang mati akibat alga maupun rubble yang tinggi
dipulau ini mengindikasikan bahwa proses perusakan karang masih terus
berlangsung sebagai akibat kegiatan pemboman maupun aktivitas destructif
lainnya. Tabel 10 berikut disajikan kondisi habitat tutupan karang selama
pengamatan berlangsung.
Tabel 10. Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Kulambing
Lokasi
Station
Tutupan Karang (%)
HC SC
A OT R
S
DC DCA
P.
Kulambing
1 74 0 1 1 13 0 4 7
2 15 0 7 0 60 3 5 10
3 10 5 5 0 5 25 10 40
Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang
mati tertutup algae
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 32/73
Habitat tutupan Karang Sta1. P. Kullombing
Kr.mati
4%
Kr.mati algae
7%Rubble
13%
Algae
1%
Others
1%
Kr.keras
74%
Habitat tutupan Karang Sta.2 P. Kullombing
Kr.keras
15%
Algae
7%Rubble
60%
Pasir/lump
ur
3%
Kr.mati
5%
Kr.mati
algae
10%
Habitat Tutupan Karang Sta.3 P. Kullombimg
Kr.mati
10%
Kr.mati algae
40%
Pasir/lumpur
25%
Algae
5%
Kr.lunak
5%
Rubble
5%
Kr.keras
10%
Gambar 6. Kondisi Tutupan Habitat Terumbu Karang Pulau Kulambing
Meskipun daerah ini mempunyai karang hidup sampai 74 persen,
namun kematian karang dari hari ke hari pun tinggi akibat kegiatan
pemboman yang terus berlangsung dan sedimentasi. Kerusakan akibat
sedimentasi lebih besar dibanding dengan kegiatan pemboman. Hal ini
disebabkan karena Pulau Kullombing berdekatan dengan daratan utama.
Tabel 11. berikut memaparkan penyebab kerusakan karang di Pulau
Kullombing.
Tabel 11 . Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Kulambing
No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang (%) pada Tiap Stasiun
1 2 3
1 Bahan Peledak 2 2 2
2 Cyanida 0 0 0
3 Keterbukaan udara 0 0 0
4 Sedimentasi 4 4 4
Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 33/73
Dari table11 di atas, nampak bahwa sedimentasi merupakan
penyebab utama kerusakan karang dan selanjutnya disebabkan oleh bahan
peledak. Tingginya persentase sedimentasi di Pulau Kullombing ini diduga
diakibatkan oleh banyaknya muara karena pulau Kullombing berdekatan
dengan daratan utama pulau Sulawesi.
3.6.3 Ikan Karang
Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 5 genera,
dengan total 280 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal dari
family Pomacentridae yaitu Ambyglyhidodon (76 ekor), Neopomacentrus
(47ekor) dan Pomacentrus (55 ekor) dan Neoglyphidon(13 ekor).
Kesemuanya ini masuk dalam kategori Mayor spesies Sementara untuk
Spesies target ditemukan jenis , Lutjanidae, dan Siganidae.
Beberapa jenis makro alga yang dikenali seperti Padina dijumpai
selama pengamatan. Jenis junceella cukup melimpah, selain akar bahar
Antipathes. Jenis spons penting seperti Callyspongia, Leucetta,
Plakinalopha dan xetospongia juga dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna
yang berukuran sedang dan kecil serta teripang hijau Stichopus variegatus.
3.6.4 Kondisi Perairan
Suhu permukaan air laut di Pulau Kullombing pada saat pengamatan
berkisar 290 C, dengan salinitas sekitar 35 %o. pH perairan 8,5 - 8,7,
kandungan rata-rata TSS perairan ±38 ppm, kecerahan perairan rata-rata 2,5
m. Kecepatan arus rata-rata 0,21 ± 0,05 m/det dengan arah umumnya ke
utara, arus kuat terjadi di daerah selatan dan barat pulau.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 34/73
3.7. Pulau Samatellu Lompo
3.7.1 Kondisi Lokasi
Pulau Samatellu berada pada
bagian tengah pada kepulauan
Spermonde. Pulau ini dihuni oleh
penduduk yang sebagian besar
berprofesi sebagai nelayan.
Kebanyakan nelayan didaerah ini memiliki bagan perahu. Pulau Samatellu
merupakan salah satu pulau yang berpenghuni yang cukup padat
penduduknya, dengan banyak pepohonan. Terdapat 2 buah dermaga kayu
yang berdekatan terletak di sisi timur laut pulau dimana banyak ditemui
beberapa bongkah karang massive yang terpisah.
Daerah karang di pulau ini tidak terlalu luas, dimana hal ini memberi
sedikit kesulitan saat menentukan posisi untuk pemasangan transek. Hampir
sebagian besar pantainya didahului oleh substrat pasir berlumpur yang
ditumbuhi oleh lamun dan alga dan sebagian berupa rubble (pecahan
karang). Hanya beberapa titik di sisi barat laut dimana masih bisa ditemukan
tubir yang cukup bagus dengan kedalamam karang hingga 10 m. Sedangkan
di sisi tenggara masih terdapat slope yang agak landai hingga kedalaman 12
m.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 35/73
3.7.2 Kondisi Karang
Kondisi karang hidup di Pulau Samatellu Lompo bervariasi, ada yang
sangat bagus, ada pula yang rusak parah. Kondisi yang bagus mencapai 50
- 70 % keutuhan karang hidupnya, akan tetapi di stasiun lain justru tidak
ditemukan karang hidup melainkan karang mati dan pecahan karang yang
cukup tinggi. Rubble (pecahan karang) mendominasi tutupan karang di
pulau Samatellu, terutama pada stasiun 1 sebesar 75 persen dan pada
stasiun 4 sebesar 44 persen. Persentase karang mati tertutup algae juga
relatif tinggi yakni mencapai 21 persen (Sta. 3). Karang mati ini merupakan
indikasi bahwa kerusakan terumbu karang sudah berlangsung cukup lama.
Biota lain yang ditemukan pada daerah ini adalah kima (Tridacnidae).
Masyarakat pulau ini aktif mencari kima (Tridacnidae) sebagai bahan
konsumsi harian, terbukti dari diskusi dengan nelayan yang sedang
mengambil kima dengan menggunakan linggis. Namun demikian masih
dijumpai sejumlah kima yang berukuran kecil (~5-10 cm). Jenis-jenis
avertebrata lainnya seperti teripang dan kerang-kerangan sangat kurang
dijumpai baik di reef top maupun di reef edge. Hal ini kemungkinan akibat
pengambilan biota yang sangat intensif oleh nelayan. Genera karang yang
dominan terdapat pada pulau Samatellu adalah jenis Echinopora kemudian
disusul jenis Acropora, Goniastrea, Favia, Hydnopora, dan Montipora.
Secara umum, habitat tutupan karang di pulau Samatellu dapat dilihat
pada Tabel 12. Tingginya tutupan karang oleh rubble mengindikasikan
banyaknya karang yang hancur sebagai akibat faktor manusia. Sedangkan
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 36/73
Habitat tutupan karang Sta.1 P. Samatellu
Kr.mati
15%
Pasir/lump
ur
5% Rubble
75%
Kr.mati
algae
3% Algae
2%
Habitat tutupan karang Sta. 4 P Samatellu
Kr.mati
algae
10%Rubble
10%
Pasir/lumpur
2%
Kr.lunak
6%
Algae
2%Kr.keras
70%
Habitat tutupan karang Sta.1 P. Samatellu
Kr.mati
15%
Pasir/lump
ur
5% Rubble
75%
Kr.mati
algae
3% Algae
2%
karang mati (DC) dan karang mati tertutup algae (DCA) masih dalam
kewajaran.
Tabel 12 . Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Samatellu
Lokasi
Station
Tutupan Karang (%)
HC SC
A OT R
S
DC DCA
P. Samatellu
1 0 0 2 0 75 5 15 3
2 54 0 2 0 30 3 5 6
3 7 3 6 0 44 18 9 21
4 70 6 2 0 10 2 0 10
Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang
mati tertutup algae
Habitat tutupan karang Sta 3. P. Samatellu
Kr.mati
algae
19%
Kr.mati
8%
Pasir/lump
ur
17%
Kr.keras
6%Kr.lunak
3%
Algae
6%
Rubble
41%
Gambar 7. Kondisi Tutupan Habitat Terumbu Karang Pulau Samatellu
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 37/73
Jumlah pecahan karang (rubble) yang mendominasi substrat tutupan
karang semakin membuktikan bahwa kegiatan pemboman merupakan hal
yang biasa dilakukan oleh penduduk di pulau Samatellu. Tabel 13 berikut
memaparkan penyebab kerusakan karang di Pulau Samatellu.
Tabel 13. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Samatellu
No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang (%) pada Tiap Stasiun
1 2 3 4
1 Bahan Peledak 4 3 5 1
2 Cyanida 2 2 2 2
3 Jangkar 2 2 3 2
4 Sedimentasi 0 0 0 0
Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah
Dari table 13 diatas, nampak bahwa pemboman merupakan
penyebab utama kerusakan karang dan selanjutnya disebabkan oleh
cyanida. Sementara sedimentasi tidak mempengaruhi kondisi tutupan
karang di Pulau Samatellu, karena Pulau Samatellu berada jauh dari daratan
utama Pulau Sulawesi.
3.7.3 Ikan Karang
Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 47
genera, dengan total 856 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal
dari family Pomacentridae yaitu Amblyglyphidodon (120 ekor), Pomacentrus
(105 ekor) dan Chromis (104 ekor). Untuk ikan ekonomis, sejumlah ikan
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 38/73
lencam (Lutjanus dsn Monotaxis) memberi konstribusi kelimpahan yang
besar.
Walapun kondisi terumbu karang disini tidak terlalu bagus, jumlah
genera ikan ekonomis cukup banyak. Termasuk pula masih dijumpai 2 ekor
ikan Napoleon Cheilinus undulatus yang berukuran cukup besar dan 1 ekor
yang masih muda. Ikan spesifik Oxycheilinus celebicus didapatkan dalam
jumlah yang lebih banyak (13 ekor).
Pengamatan pada daerah reef top dilakukan sebanyak 9 titik dan
sejumlah 220 ekor dari 11 spesies rata-rata didapatkan pada setiap titik
pengamatan, terdiri atas 136 ekor kelompok ikan mayor yang didominasi
oleh ikan betok biru Pomacentrus pavo, 21 ekor kelompok ikan indikator
dimana jenis ikan Tangkur Aeoliscus strigatus terlihat agak banyak, serta 62
ekor kelompok ikan target yang diwakili oleh jenis ikan pedang
Hermirhamphus archipelagicus.
Pengamatan pada reef edge dilakukan sebanyak 6 titik, dan rata-rata
jumlah setiap titik pengamatan adalah 222 ekor dengan 44 spesies. Jumlah
ini terbagi atas 146 ekor untuk kelompok ikan mayor yang didominasi oleh
ikan sersan Abudefduf sordidus dan ikan serinding Apogon sp., 26 ekor
kelompok ikan indikator yang didominasi oleh ikan kakatua Scarus frenatus
dan S. dimidiatus, sedangkan 50 ekor lainnya merupakan ikan target yang
didominasi oleh ikan ekor kuning dan pisang-pisang Caesio cuning,
C.lunaris, dan C. Teres.
Berdasarkan hasil pengamatan free sampling pada 3 titik, ditemukan
sedikitnya 49 spesies, dimana kelimpahan mencolok ditemukan untuk jenis
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 39/73
ikan ekor kuning Caesio cuning, ikan betok cagak Chromis ternatensis dan
betok srindit C.viridis. Beberapa spesies yang juga melimpah adalah ikan
betok kepala ungu Chrysiptera rollandi, ikan lencam Lutjanus guttatus, dan
ikan khas Oxycheilinus celebicus. Adapun jenis ikan yang hanya sesekali
melintas temasuk diantaranya adalah ikan papakul Balistoides viridescens
yang berukuran besar.
Beberapa jenis makro alga yang dikenali antara lain Padina dan
Valonia dijumpai selama pengamatan. Jenis tali arus Cirripathes dan
junceella cukup melimpah, selain akar bahar Antipathes. Jenis spons
penting seperti Callyspongia, Leucetta, Plakinalopha dan xetospongia juga
dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna yang berukuran sedang dan kecil
serta teripang hijau Stichopus variegatus.
3.7.4 Kondisi Perairan
Suhu permukaan air laut di Pulau Samatellu berkisar 290 C, dengan
salinitas sekitar 35 %o. pH perairan 8,5 - 8,7, kecerahan perairan rata-rata
2.5 persen. Kecepatan arus rata-rata 0,06 ± 0,017 m/det dengan arah
umumnya ke utara, arus kuat terjadi di daerah selatan mengarah ke timur.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 40/73
3.8. Pulau Bonto Sua
3.8.1. Kondisi Lokasi
Pulau bontosua merupakan
pulau yang terdekat dengan pulau
badi dimana kondisi perairannya
cukup landai yang terlihat di arah barat
daya hingga utara sangat dangkal
dimana terumbu karangnya nampak dari permukaan . Demikian halnya
dengan arah timur hingga utara nampak sekali gusung gusungnya apalagi
bila kondisi air lagi surut. Penduduk Pulau Bontosua mayoritas nelayan.
3.8.2. Kondisi Terumbu Karang Karang
Kondisi terumbu karang di Pulau Bonto Sua secara umum termasuk
rusak hingga baik. Tutupan karang hidup sebagai indikator antara 18 – 60
%. Kondisi yang baik tutupan karang hidup yang mencapai 60 persen
tercatat pada Stasiun.2. Namun keadaan ini tidak seperti halnya pada
statiun pengamatan yang lain, dimana banyak ditemukan karang mati
tertutup alga yang mencapai 52 persen (Stasiun1) dan pecahan karang
(rubble) yang mencapai 10 persen disetiap stasiun pengamatan.
Substrat utama yang terdapat pada pulau ini terdiri atas pasir, rubble,
karang hidup dan karang mati serta biota lainnya. Dengan tipe terumbu reef
slope, jenis karang yang terdapat pada pulau ini bervariasi yang terdiri atas
coral massive dan coral branching dengan beberapa genera dominan
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 41/73
berturut turut adalah : Acropora dan Fungia. Komposisi biota asosiasi yang
ditemukan dikawasan ini terdiri atas algae, sponge dan jumlah ikan yang
melimpah.
Meskipun kondisi terumbu umumnya relatif baik di Pulau Bontosua,
namun persentase karang mati tertutup alga maupun rubble yang tinggi
dipulau ini mengindikasikan bahwa proses perusakan karang masih terus
berlangsung sebagai akibat kegiatan pemboman maupun aktivitas destruksi
lainnya. Tabel 14 berikut menggambarkan kondisi habitat tutupan karang
selama pengamatan di pulau Bontosua.
Tabel 14 . Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Bontosua
Lokasi
Station
Tutupan Karang (%)
HC SC
A OT R
S
DC DCA
P. Bontosua
1 18 13 0 8 4 5 0 52
2 60 0 0 0 10 15 5 10
3 40 0 0 0 10 15 5 30
4 30 0 0 0 0 20 10 40
Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang
mati tertutup algae
Habitat Tutupan Karang Sta.1. P. BontoSua
Kr.keras
18%
Kr.mati
algae
52%
Rubble
4%Pasir/lumpur
5%
Others
8%
Kr.lunak
13%
Habitat Tutupan Karang Sta.2. P Bontosua
Rubble
10%
Pasir/lumpur
15%
Kr.mati
5%
Kr.mati
algae
10%
Kr.keras
60%
Gambar 8. Kondisi Tutupan Karang Pulau Bontosua (stasiun 1 dan 2)
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 42/73
Habitat tutupan karang Sta. 3 P. BontoSua
Kr.mati
5%
Kr.mati
algae
30%
Pasir/lumpur
15%
Rubble
10%
Kr.keras
40%
Habitat Tutupan Karang Sta.4 P. BontoSua
Kr.mati
algae
40%
Kr.mati
10%
Pasir/lumpur
20%
Kr.keras
30%
Gambar 8. .............Lanjutan (stasiun 3 dan 4)
Kerusakan karang pada Pulau Bontosua umumnya disebabkan
Pemboman/peledakan, cyanida, pengaruh suhu/keterbukaan udara. Tabel
15 berikut memaparkan penyebab kerusakan karang di Pulau Bontosua.
Tabel 15. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Bontosua
No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang (%) pada Tiap Stasiun
1 2 3
1 Bahan Peledak 3 3 3
2 Cyanida 3 3 3
3 Keterbukaan udara 2 2 2
4 Sedimentasi 0 0 0
Dari table 15 di atas, nampak bahwa peledakan dan racun cyanide
merupakan penyebab utama kerusakan karang dan selanjutnya disebabkan
oleh pengaruh suhu yang terlalu ekstrim. Selain kegiatan pemboman yang
dilakukan oleh para nelayan, kerusakan karang juga sebagai akibat kegiatan
masyarakat diatas rataan terumbu karang. Hal ini dapat dilihat ketika air laut
sedang surut terendah, umumnya anak-anak dan ibu rumah tangga beramai-
ramai membongkar balik karang batu untuk mencari biota yang bernilai
ekonomis seperti teripang, gurita dan kerang yang dapat dijadikan bahan
konsumsi.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 43/73
3.8.3. Ikan karang
Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 7 genera,
dengan total 303 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal dari
family Pomacentridae yaitu , Neopomacentrus (148ekor) dan Abudeduf (16
ekor) . Kesemuanya ini masuk dalam kategori Mayor spesies Sementara
untuk Spesies target ditemukan jenis , Lutjanidae, dan Caesio, Scaridae.
Beberapa jenis makro alga yang dikenali seperti Padina dijumpai
selama pengamatan. Jenis junceella cukup melimpah, selain akar bahar
Antipathes. Jenis spons penting seperti Callyspongia, Leucetta,
Plakinalopha dan xetospongia juga dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna
yang berukuran sedang dan kecil serta teripang hijau Stichopus variegatus.
3.8.4. Kondisi Perairan
Suhu permukaan air laut di Pulau Bontosua pada saat pengamatan
berkisar 290 C, dengan salinitas sekitar 30-31 %o. pH perairan 8,5 - 8,7,
kecerahan perairan rata-rata 8-9 %. Kecepatan arus rata-rata 0,06 ± 0,017
m/det dengan arah umumnya ke utara, arus kuat terjadi di daerah selatan
mengarah ke timur.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 44/73
3.9. Pulau Pajenekkang
3.9.1. Kondisi Lokasi
Pulau Pajenekang merupakan
pulau yang penduduknya mayoritas
sebagai nelayan. Pulau Pajenekang
merupakan pulau yang letaknyadekat
dengan pulau badi dimana kondisi
perairannya cukup landai yang terlihat di arah barat hingga utara sangat
dangkal dimana terumbu karangnya nampak dari permukaan .
3.9.2. Kondisi Terumbu Karang
Pertumbuhan karang hidup di Pulau Pajenekkang relatif bagus,
namun karena tutupan karang mati tertutup alganya (45 %) lebih tinggi, maka
karang diwilayah ini termasuk kategori jelek. Luas tutupan karang hidup (20
%) lebih rendah dari pada karang mati yang ditutupi alga (45 %). Substrat
yang mendominasi pulau ini adalah rubble 20-35 persen, pasir 3 persen dan
karang mati 20-25 persen. Hampir tidak ditemukan karang lunak didaerah
ini, populasi alga rendah (2%) dan biota lainnya (3%). Biota lain yang
ditemukan diantaranya adalah : starfish dan Crown ot thorn yang merupakan
pemangsa polip karang.
Persentase tutupan rubble (pecahan karang) dan karang mati yang
tinggi kemungkinan disebabkan penggunaan bahan peledak dan
penambangan karang oleh nelayan. Sebagian penduduk pulau ini diketahui
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 45/73
Habitat Tutupan Karang Sta 2 P. Pajenekkang
Kr.mati
algae
20%
Kr.mati
20%
Pasir/lumpur
3%
Rubble
35%
Algae
2%
Kr.keras
20%
sebagai pengguna bahan peledak dalam aktivitas mereka sebagai nelayan.
Hasil pengamatan terhadap persentase penutupan karang di Pulau
Pajenekkang, dapat dilihat tabel 16 berikut ini.
Tabel 16. Persentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Pajenekkang
Lokasi
Station
Tutupan Karang (%)
HC SC
A OT R
S
DC DCA
P.
Pajenekkang
1 20 0 2 3 30 0 0 45
2 20 0 2 0 35 3 20 20
3 20 0 0 0 20 5 25 30
Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang
mati tertutup algae
Habitat tutupan karang Sta 1. P. Pajenekkang
Kr.mati
algae
45%
Rubble
30%
Algae
2%
Others
3%
Kr.keras
20%
Habitat tutupan Karang Sta.3 P. Pajenekkang
Kr.mati
algae
30%
Kr.mati
25%
Pasir/lumpur
5%
Rubble
20%
Kr.keras
20%
Gambar 9. Kondisi Tutupan Karang Pulau Pajenekkang
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 46/73
Kerusakan karang pada Pulau Pajenekkang umumnya disebabkan
Pemboman/peledakan dan cyanida. Tabel 17 berikut memaparkan penyebab
kerusakan karang di Pulau Pajenekkang.
Tabel 17. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Pajenekkang
No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang (%) pada Tiap Stasiun
1 2 3
1 Bahan Peledak 3 3 3
2 Cyanida 3 3 3
3 Keterbukaan udara 0 0 0
4 Sedimentasi 0 0 0
Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah
Dari tabel diatas, nampak bahwa peledakan dan racun cyanide
merupakan penyebab utama kerusakan. Selain kegiatan pemboman yang
dilakukan oleh para nelayan, kerusakan karang juga sebagai akibat kegiatan
masyarakat diatas rataan terumbu karang pada saat air laut sedang surut
dimana masyarakat sering membongkar balik karang batu untuk mencari
ikan dan kerang yang dapat dijadikan bahan konsumsi.
3.9.3. Ikan Karang
Beberapa genera yang mendominasi berasal dari family
Pomacentridae yaitu , Neopomacentrus dan Abudeduf. Kesemuanya ini
masuk dalam kategori Mayor spesies Sementara untuk Spesies target
ditemukan jenis , Lutjanidae, dan Caesio, Scaridae.
Beberapa jenis makro alga yang dikenali seperti Padina
dijumpai selama pengamatan. Jenis junceella cukup melimpah, selain akar
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 47/73
bahar Antipathes. Jenis spons penting seperti Callyspongia, Leucetta,
Plakinalopha dan xetospongia juga dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna
yang berukuran sedang dan kecil serta teripang hijau Stichopus variegatus
3.9.4. Kondisi Perairan
Suhu permukaan air laut di Pulau Pajenekkang berkisar 290 C,
dengan salinitas sekitar 30-31 %o. pH perairan 8,5 - 8,7, kecerahan perairan
rata-rata 8-9 %. Kecepatan arus rata-rata 0,06 ± 0,017 m/det dengan arah
umumnya ke utara, arus kuat terjadi di daerah selatan mengarah ke timur.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 48/73
3.10. Pulau Badi
3.10.1. Kondisi Lokasi
Pulau Badi dihuni oleh 407
Kepala Keluarga (KK) atau sebanyak
1.803 jiwa. Mata pencaharian
penduduk sebagian besar adalah
sebagai nelayan, sekitar 10 persen
berprofesi sebagai pedagang hasil laut dan pengusaha sarana transportasi
untuk mendistribusikan hasil tangkapan nelayan. Umumnya sektor
perdagangan hasil laut ini dilakukan oleh pedagang pengumpul (pabalolang).
Aktivitas penjualan karang dan perahu juga dapat dimasukkan ke dalam
kategori pedagang. Pemanfaatan terumbu karang sebagai daerah
tangkapan menggunakan pancing, terutama ikan-ikan karang target.
3.10.2. Kondisi Terumbu Karang
Pulau Badi dikelilingi oleh terumbu karang bertipe fringing reef
(terumbu tepi), tetapi pada sisi timurnya keberadaan terumbu makin
berkurang. Hal ini diakibatkan oleh laju sedimentasi pasir karang yang lebih
dominan di daerah ini. Pada tiga sisi utara, barat dan selatannya,
pertumbuhan terumbu karang cukup bagus. Faktor pendukung utama
pertumbuhan terumbu pulau ini adalah adanya penetrasi cahaya matahari
(kecerahan) perairan yang tinggi, dan sirkulasi air yang cukup baik. Karang
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 49/73
keras didominasi oleh genera Acropora baik pada daerah tubir maupun
daerah slope
Dari hasil pemantauan dan pengukuran kondisi terumbu karang
tercatat bahwa terumbu karang pada sisi selatan Pulau Badi relatif bagus,
dimana tutupan karang hidup mencapai 43 persen. Secara rinci, kondisi
tutupan karang di Pulau Badi dapat dilihat pada tabel 18 berikut ini.
Tabel 18. Persentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Badi
Lokasi
Station
Habitat Tutupan Karang (%)
HC SC
A OT R
S
DC DCA
P. Badi
1 43 9 0 0 19 6 4 38
2 30 0 0 0 10 0 20 40
3 40 0 0 0 10 20 10 20
4 20 0 0 0 20 20 10 30
Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Dead Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang
mati tertutup algae
Dari hasil pengukuran transek dan pemantauan dengan metode
RRA, kondisi terumbu karang tergolong „sedang hingga baik‟, dengan nilai
tutupan antara 20 – 43 persen karang hidup. Namun demikian, pertumbuhan
biota lain seperti alga turut meningkatkan jumlah tutupan substrat yang diikuti
oleh karang mati tertutup algae (DCA) sebanyak 20-40 persen dan pecahan
karang mati (Rubble) sebanyak 10-20 persen. Pada stasiun pengamatan
didaerah ini tidak ditemukan karang lunak sebagai komponen penyusun
substrat.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 50/73
Habitat Tutupan Karang Sta.2 P.Badi
Kr.mati algae
40%
Kr.keras
30%
Rubble
10%Kr.mati
20%
Habitat Tutupan Karang Sta.1 P.Badi
Kr.mati algae
32%
Kr.keras
36%
Kr.lunak
8%Rubble
16%
Kr.mati
3%Pasir/lumpur
5%
Habitat Tutupan Karang Sta.4 P. Badi
Kr.keras
20%
Rubble
20%
Pasir/lumpur
20%
Kr.mati
10%
Kr.mati algae
30%
Gambar 10. Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Badi
Meskipun masyarakat nelayan pulau Badi bukanlah pembom, namun
kerusakan karang yang dominan di pulau ini terjadi akibat keracunan cyanida
dan pembuangan jangkar. Tabel 19 berikut adalah identifikasi perusakan
karang di Pulau Badi.
Tabel 19. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Badi
No Penyebab Kerusakan Tingkat kerusakan (%) pada Tiap Stasiun
1 2 3
1 Cyanida 2 2 2
2 Jaring 2 2 2
3 Jangkar 2 2 2
Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah
Habitat Tutupan Karang Sta. 3 P. Badi
Kr.keras
40%
Pasir/lumpur
20%
Kr.mati
10%
Kr.mati algae
20%
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 51/73
3.10.3. Ikan Karang
Hasil pengamatan daerah reef top diperoleh 75 ekor kelompok ikan
mayor yang didominasi oleh Halichoeres chloropterus, 5 ekor kelompok ikan
indikator berupa ikan papakul Rhinechanthus verrucosus dan 40 ekor ikan
target yang didominasi oleh ikan lencam bidadari Pentapodus sp.
Adapun hasil pengamatan pada daerah reef edge diperoleh 305 ekor
kelompok ikan mayor terutama dari jenis ikan betok cagak Chromis
ternatensis dan sersan mayor Abudefduf vaigiensis, 34 ekor kelompok ikan
indikator yang didominasi ikan kakatua Scarus capistratoides dan 195 ekor
kelompok ikan target yakni ikan pisang-pisang Caesio teres.
3.10.4. Kondisi Perairan
Suhu permukaan air laut di Pulau Pajenekkang berkisar 300 C,
dengan salinitas sekitar 31 %o. pH perairan 8,5 - 8,7, kecerahan perairan
rata-rata 8 %. Kecepatan arus rata-rata 0,06 ± 0,017 m/det dengan arah
umumnya ke utara, arus kuat terjadi di daerah selatan mengarah ke timur.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 52/73
3.11. Pulau Kondongbali
3.11.1. Keadaan Lokasi
Pulau kondongbali merupakan
pulau berpenduduk besar yang
ditumbuhi oleh banyak pepohonan
rindang. Sebuah dermaga kayu yang
panjang berada di sisi timur pulau
melintasi daerah lamun yang agak sempit. Agak ke selatan hingga ke arah
barat merupakan hamparan pasir dan karang (reef flat) yang amat luas dan
dangkal dengan beberapa mini patch reef, menjadi daerah perangkap bagi
perahu bermesin pada keadaan air laut sedang surut. Menuju daerah tubir,
terdapat beberapa alur berkelok diantara karang-karang massive menyerupai
aluran sungai di darat. Hamparan yang sama juga terdapat di sisi utara
pulau, walau tidak seluas di selatan. Disisi ini lebih cenderung ditumbuhi oleh
lamun.
Pada umumnya, penduduk di Pulau KondongBali berprofesi sebagai
nelayan dan pedagang pengumpul. Beberapa kelompok nelayan
mempunyai kegiatan melakukan pembesaran teripang (Holothuridae) dan
ikan baronang (Siganus) dalam jaring.
3.11.2. Kondisi Terumbu Karang
Tipe terumbu karang pada daerah ini adalah karang tepi (fringing
reef), pada daerah ini hidup berbagai jenis ikan karang dan algae.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 53/73
Beberapa algae yang hidup pada habitat ini diantaranya Padina, Turbinaria,
Gracillaria dan Gelidium. Jenis-jenis karang yang tercatat pada Pulau
Kondong Bali adalah : Favia, Goniastrea, Lobophyllia corymbosa dan Porites
(massive).
Kondisi terumbu karang di pulau ini sangat memprihatinkan hingga
kategori sedang. Tutupan karang hidup terendah mencapai 5 % hingga 47
%. Karang mati dan pecahan karang mati lebih mendominasi di beberapa
titik terumbu karang yaitu sekitar 55 %. Secara keseluruhan tutupan karang
mati tertutupi alga relatif sedikit mencapai 4-10 % dan rubble 20-24%.
Bentuk-bentuk karang keras yang dominan ditemukan di sisi baratnya adalah
bentuk foliosa dari genus Montipora, kemudian branching dari jenis
Acropora dan Porites cylindrica.
Tabel 20. Persentase tutupan habitat terumbu karang Pulau KondongBali
Lokasi
Station
Tutupan Karang (%)
HC SC
A OT R
S
DC DCA
P.
KondongBali
1 5 10 10 0 20 0 55 10
2 15 10 0 0 20 0 50 5
3 47 2 0 0 24 0 23 4
Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang
mati tertutup algae
Kondisi tutupan karang di Pulau KondongBali dapat dijelaskan pada
Gambar 20. Tutupan karang yang disebabkan oleh adanya pecahan karang
mati dan karang mati tertutup algae menunjukkan adanya proses perusakan
karang akibat perbuatan manusia dan kematian alami.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 54/73
Tutupan Habitat Sta. 1 P.Kondongbali
Kr.mati
50%
Kr.mati algae
9%Kr.keras
5%Kr.lunak
9%
Algae
9%
Rubble
18%
Tutupan Habitat Sta. 2 P.Kondongbali
Kr.mati
50%
Rubble
20%
Kr.lunak
10%
Kr.keras
15%
Kr.mati
algae
5%
Tutupan Habitat Sta.3 P. Kondobali
Kr.mati
23%
Rubble
24%Kr.lunak
2%
Kr.keras
47%
Kr.mati algae
4%
Gambar 11. Kondisi Tutupan Habitat Terumbu Karang Pulau Kondongbali
Kerusakan karang pada Pulau KondongBali umumnya disebabkan
oleh cyanida, aktifitas pemboman/peledakan dan kerusakan karang akibat
keterbukaan keterbukaan udara . Secara lengkap, penyebab kerusakan
karang di Pulau KondongBali dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau
KondongBali
No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang pada Tiap Stasiun
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1 Bahan Peledak 4 4 3
2 Cyanida 3 3 3
3 Keterbukaan udara 0 0 4
Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah
Nampak jelas dari table 21 tersebut diatas bahwa kegiatan
pemboman masih mendominasi penyebab kerusakan terumbu karang di
Pulau Kondongbali, kemudian akibat penggunaan bahan beracun cyanide.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 55/73
Keterbukaan udara khusus terjadi pada sisi utara pulau, diama bila terjadi
surut terendah pada bulan purnama dan bulan baru / akhir bulan.
3.11.3. Ikan Karang
Pengamatan untuk daerah fringing reef yang dilakukan pada 3 stasiun
memberikan indikasi kelimpahan ikan karang pada zona ini. Berdasarkan
pembagian kelompok ikan, kelompok ikan mayor mendominasi 3 stasiun
pengamatan, kemudian disusul ikan indikator dan terakhir adalah kelompok
ikan target.
Pada stasiun 1, terlihat sejumlah ikan mayor sebanyak 56 ekor
termasuk jenis ikan lele laut (Plotolus sp). Selanjutnya ikan kakatua
(Scarus sordisus ) sebanyak 18 ekor sebagai kelomp[ok ikan indikator dan
12 ekor berikutnya adalah ikan target jenis ikan ikan pakol (Acanthurus sp).
Pada Stasiun kedua daerah fringing reef ini menyimpan makro-alga
Caulerpa yang sangat berlimpah, bercampur dengan Halimeda dalam areal
yang cukup luas. Pengamatan ikan karang pada zona ini terdapat ikan
sejumlah 241 ekor masuk dalam kelompok ikan mayor dimana cenderung
didominasi oleh ikan betok Chromis lepidolepis, 31 ekor merupakan
kelompok ikan indikator dimana Scarus frenatus lebih banyak jumlahnya,
sedangkan 67 ekor dari kelompok ikan target didominasi oleh ikan ekor
kuning Caesio cuning beserta C. Lunaris. Disamping itu beberapa ekor ikan
target lainnya yang dijumpai dalam jumlah besar adalah ikan lencam bergaris
Lutjannus kasmira dan ikam barakuda Sphyraena barracuda.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 56/73
Pengamatan pada stasiun 3 terhitung sekitar 62 spesies ikan yang
dijumpai. Spesies ikan yang didapatkan melimpah seperti biasa adalah ikan
betok cagak Chromis ternatensis dan betok srindit C. Viridis , disamping jenis
ikan yang masih satu family dengan ikan kerapu yaitu Anthias sp dan
Pseudanthias sp. Ikan Zebrasoma scopas cukup banyak pula ditemukan,
selain ikan pakol garis Acanthurus lineatus yang bergerombol disisi barat
dekat dari keramba tancap. Pengamatan disebelah barat kedalaman karang
hanya sampai 5 m saja dan kedalaman ini cenderung tetap hingga menjauh
dari pantai sampai didapatkan pasir.
Pada bagian timur, kedalaman karang mencapai 10 – 12 m, dimana
hampir sebagian besar penutupan bentiknya didominasi oleh karang lunak
Xenia dan Caulerpa. Biota lainnya seperti spons Aplysinella, akar bahar
Antipathes, tali arus Cirripathes, gorgonian Melithaea, dan kima Tridacna
sempat pula teramati selama pengamatan di pulau ini.
3.11.4. Kondisi Perairan
Suhu permukaan air laut di pulau Kondongbali pada saat pengamatan
berkisar 290 C, dengan salinitas sekitar 35%o. pH perairan 8,5 - 8,7,
kandungan rata-rata TSS perairan ±38 ppm jauh lebih rendah dibanding
Pulau Saugi dan P. Satando, demikian pula kecerahan perairan rata-rata 20
m kedalaman vertikalnya . Kecepatan arus rata-rata 0,05 ± 0,007 m/det
dengan arah umumnya ke timur, arus kuat terjadi di daerah selatan
mengarah ke timur.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 57/73
3.12. Rangkuman Kondisi Terumbu Karang
Dari 35 titik penyelaman di beberapa lokasi pulau, 20 titik ( 57 %)
dalam kondisi rusak parah, hanya 6 titik (20%) dalam kondisi sedang dan 7
titik (20 %) dalam kondisi baik, sebaliknya tidak terdapat terumbu karang
dalam kondisi sangat baik (Gambar 14). Faktor penyebab kerusakan
terumbu karang terutama karena sedimentasi dan percampuran massa air
tawar dari sungai untuk daerah terdekat dengan daratan utama. Sedangkan
pemboman dan pembiusan merupakan penyebab utama kerusakan terumbu
karang pada daerah yang jauh dari daratan uatam terutama pada zona 2
(zona dalam), zona 3 (zona tengah) dan zona 4 (zona luar)
0
25
50
75
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
Gambar 12. Prosentase tutupan karang hidup dari semua titik penyelaman
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 58/73
BAB IV.
KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI
4.1. KESIMPULAN
1. Kondisi terumbu Pulau-Pulau Pangkep (Spermonde) tergolong „rusak,
sedang hingga baik‟. Lebih dari 50 % terumbu karang dalam kondisi
rusak, sementara hanya 20 % terumbu karang dalam kondisi baik.
Kondisi terumbu karang yang baik menyebar pada masing-masing
pulau dibarengi dengan tutupan karang bervariasi.
2. Penyebab kerusakan terumbu karang pada daerah pulau yang
berdekatan dengan daratan utama adalah sedimentasi, sementara
hampir semua pulau telah mengalami kerusakan akibat
penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) berupa
pemboman, pembiusan, trawl dan pengambilan abalone.
3. Tingkat kualitas air (kecerahan) untuk kehidupan binatang karang
cukup rendah pada daerah pulau terdekat dengan daratan utama
(zona 1 = pinggir), sementara semakin ke arah laut lepas (zona 2,3,
dan 4) kondisi kualitas perairan cukup baik untuk pertumbuhan biota-
biota terumbu karang.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 59/73
4.2. SARAN
1. Perlu dilakukan pengelolaan secara komprehensif terhadap terumbu
karang di gugusan pulau-pulau Kecamatan Liukang Tuppabiring
dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama, sehingga
kerusakan terumbu karang dapat diatasi dan sumberdaya hayati
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
2. Perhatian pemerintah dan semua pihak yang terkait sangat
dibutuhkan dalam mengatasi ancaman pengrusakan terumbu karang
terutama penegakan hukum terhadap pelaku pengrusak lingkungan
akibat penggunaan alat tangkap ikan illegal (bom, pembiusan, trawl,
pengambilan abalone).
3. Perlu diantisipasi dan dipikirkan pekerjaan alternatif bagi masyarakat,
terutama alat penangkap ikan yang legal, produktif dan ramah
lingkungan, sebab keluhan utama masyarakat belum ada alat tangkap
yang seproduktif bom dan trawl.
4. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya yang sifatnya
berkesinambungan untuk mengkaji berbagai aspek yang berkaitan
dengan pelestarian ekonomi terumbu karang, sehingga secara dini
dapat mengatasi kerusakan yang akan terjadi.
5. Perlu ada upaya pendekatan penyadaran masyarakat terhadap
keberlanjutan sumberdaya ikan karang dan lingkungannya.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 60/73
4.3. REKOMENDASI
1. Kondisi terumbu karang saat penelitian masih terdapat beberapa yang
masih dalam kondisi baik, sementara aktivitas pengrusakan (bom,
bius, trawl, pengambilan abalone) berjalan terus, sehingga pemda
perlu segeramengambil langkah cepat dalam penyelematan terumbu
karang melalui pembentukan daerah perlindungan laut.
2. Pembentukan daerah perlindungan laut harus dilakukan dengan basis
masyarakat, untuk mengantisipasi kegagalan seperti yang sudah
terjadi di berbagai lokasi lain.
3. Rekomendasi prioritas lokasi dpl (daerah perlindungan laut) di Pulau
Badi (barat-utara), Bontosua (barat daya – utara), Satando (Utara
dekat menara) dan Samatello (utara) serta masyarakat sudah
berpastisipasi aktif dalam menjaganya.
4. Masyarakat menyadari akibat jangkar terhadap karang sehingga
mereka meminta perhatian pemerintah untuk membuatkan pelampung
tambat sehingga tidak perlu lagi membuang jangkar.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 61/73
REFERENSI
COREMAP – PSTK, 2002. Laporan Akhir Penilaian Ekosistem Kepulauan
Spermonde, Kabupaten Pangkep Propinsi Sulawesi Selatan. 191 hal. Dan lamp. PSTK-Unhas, SulSel, Indonesia
English, S., Wilkinson, C., and Baker, V. 1994. Survey Manual for Tropical
Marine Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsville. Hutabarat, S. dan Stewart, M.E., 1986. Pengantar Oseanografi.
Universitas Indonesia Press. Jakarta. Jompa, J., Husain, A. A., Moka, W. dan Yliantri, A.R. , 2004. Potensi
Ekosistem Terumbu Karang di Sulawesi Selatan. Makalah dalam Seminar Perhimpunan Biologi Indonesia. Makassar.
Klerk, L. G. de., 1983. Zeespigel Riffen en Kustflakten in Zuiwest Sulawesi,
Indonesia, PhD Thesis Utrecht Netherland. Mannual – CRITC, 2001. Project Management Office (PMO). Coremap.
Jakarta. Moll, H,. 1983. Zonation and Diversity of Reefs off S.W. Sulawesi, Indonesia.
Thesis Univ. Leiden. Nybakken, J. W., 1988. Marine Biologi, an Ecological Approach. Harper and
Row Publisher, New York. 514 pages. Rauf, A., Yusuf, K. dan Ihsan, 2003. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh
Dalam Pemantauan Tingkat Kerusakan Terumbu Karang Di Kepulauan Sangkarang, Sulawesi Selatan. Laporan Akhir Penelitian Dasar. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Soedharma, D. , dan Kawaroe, M., 2005. Strategi Pengelolaan Ekosistem
Terumbu Karang dan Mangrove untuk Menunjang Kestabilan Ekosistem Bahari Di Perairan Sulwesi Selatan dan Barat. Makalah dalam Seminar Nasional Makassar Maritime Meeting. Makassar.
Suharsono. Siswandono., Adrim, M., 1995. Identifikasi Sumberdaya Alam
Pulau Kapoposang, Sulawesi Selatan. Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Kepulauan Spermonde Yang Berkelanjutan Kerjasama LIPI – UNHAS dan YASINDO. Makassar.
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 62/73
Lampiran 1. Jadwal kegiatan penelitian
No Jenis Kegiatan Bulan I Bulan II
1 Persiapan X
2 Survey pendahuluan X
3 Pengambilan data di P. Satando & sekitarnya
XX
4. Pengambilan data di P. Pajenekang & sekitarnya
X
5. Pengambilan data di P. Kondongbali & sekitarnya
X
6 Analisis Data XX
7. Penyusunan Laporan awal X
8. Seminar X
9. Penyusunan laporan akhir XXX
10 Perbaikan laporan X
11. Penggandaan Laporan X
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 63/73
Lampiran 2. Data hasil survei lapangan
LOKASI
ULANGAN
KOORDINAT
Kerusakan Terumbu Karang
Kr. hidup Rubble Kr.mati DCA
SISI Penyebab Nilai
relatif
Pulau Saugi 1 04 46 80.5 // 119 27 31.8 sedimentasi 4 50 5 5 20
2 sedimentasi 4 0 60 0 10
3 04 46 15.6 // 119 24 33.6 sedimentasi 4 74 4 4 10
Pulau Satando 1 04 46 17.5 // 119 25 20.8 sedimentasi 4 10 0 0 25
2 04 46 36.4 // 119 25 40.11 sedimentasi 4 10 5 0 25
3 04 47 08.5 // 119 25 22.6 sedimentasi 4 30 0 0 15
4 04 47 17.9 // 119 26 39.4 sedimentasi 4 59 0 0 20
Pulau Kullombing 1 04 47 36.4 // 119 25 50.6 sedimentasi 4 74 13 4 7
2 04 47 25.2 // 119 25 32.5 sedimentasi 4 15 60 5 10
10 5 10 40
3 04 47 05.2 // 119 25 28.3 sedimentasi 4 40 10 30 15
Pulau Pamanggangang 1 04 41 21.2 // 119 07 13.7 cyanida 4 15 10 40 5
peledakan 2
2 04 41 04.4 // 119 07 18.3 cyanida 4 18 6 7 57
peledakan 3 25 20 30 5
keterbukaan udara 1
3 04 01 08.9 // 119 07 06.5 cyanida 4 15 15 45 25
peledakan 3
Pulau Kondongbali 1 04 42 58.2 // 119 03 54.5 cyanida 3 5 20 55 10
peledakan 4
2 04 42 23.5 // 119 04 12.4 cyanida 3 15 20 50 5
peledakan 4
3 04 42 36.3 // 119 03 35.0 cyanida 3 47 24 23 4
peledakan 3
sinar matahari 4
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 64/73
Lampiran 2. ………. lanjutan Pulau Sanane 1 04 57 03.1 // 119 20 25.4 peledakan 4 10 30 15 25
30 0 30 20
2 04 56 54.2 // 119 20 13.8 peledakan 4 20 30 10 10
3 04 56 34.0 // 119 20 22.4 peledakan 4 5 21 8 56
20 15 10 30
Pulau Sonatellu 1 04 42 06.2 // 119 19 37.9 peledakan 4 0 75 15 3
cyanida 2
jangkar 2
2 04 42 09.8 // 119 19 47.5 peledakan 3 54 30 5 6
jangkar 2
3 04 42 03.4 // 119 19 40.3 peledakan 4 7 44 9 21
4 04 42 04.1 // 119 19 42.8 peledakan 1 70 10 0 10
Pulau Bonto sua 1 04 55 23.2 // 119 18 58.3 peledakan 2 18 4 0 52
cyanida 3 60 10 5 10
2 04 55 23.0 // 119 18 58.0 peledakan 2 40 10 5 30
cyanida 2
3 04 55 16.2 // 119 19 02.0 cyanida 2 30 0 10 40
keterbukaan udara 2
Pulau Pajenekkang 1 04 57 52.6 // 119 19 24.8 peledakan 3 20 30 0 45
cyanida 3
2 04 58 08.2 // 119 19 20.1 peledakan 2 20 35 20 20
cyanida 2 11 9 26 38
3 04 58 12.4 // 119 19 19.5 peledakan 2 20 20 25 30
cyanida 2
Pulau Badi 1 04 58 01.3 // 119 16 54.3 cyanida 2 43 19 4 38
30 10 20 40
2 04 58 02.1 // 119 16 55.4 cyanida 2 40 10 10 20
jaring 2
3 04 58 02.1 // 119 16 55.4 cyanida 2 20 20 10 30
jangkar 2
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 65/73
Lampiran 3. Kondisi oseanografi perairan Kep. Spermonde 2006
LOKASI ULANGAN
KOORDINAT Tipe terumbu Suhu Salinitas Kecerahan SISI
Pulau Saugi 1 04 46 80.5 // 119 27 31.8 fringing reef 28 35 2
2 fringing reef 28 35 2
3 04 46 15.6 // 119 24 33.6 fringing reef 28 35 2
Pulau Satando 1 04 46 17.5 // 119 25 20.8 fringing reef 29 35 2
2 04 46 36.4 // 119 25 40.11 fringing reef 29 35 2
3 04 47 08.5 // 119 25 22.6 fringing reef 29 35 2
4 04 47 17.9 // 119 26 39.4 fringing reef 28 35 2
Pulau Pamanggangang 1 04 41 21.2 // 119 07 13.7 fringing reef 29 35 4
2 04 41 04.4 // 119 07 18.3 fringing reef 29 35 7
3 04 01 08.9 // 119 07 06.5 fringing reef 29 35 7
Pulau Kondongbali 1 04 42 58.2 // 119 03 54.5 fringing reef 29 35 12
2 04 42 23.5 // 119 04 12.4 fringing reef 29 35 12
3 04 42 36.3 // 119 03 35.0 fringing reef 29 35 10
Pulau Sanane 1 04 57 03.1 // 119 20 25.4 reef crest 29 30 8
reef slope
2 04 56 54.2 // 119 20 13.8 reef crest 29 29 8
3 04 56 34.0 // 119 20 22.4 reef crest 29 30 9
Pulau Kullombing 1 04 47 36.4 // 119 25 50.6 fringing reef 29 35 7
2 04 47 25.2 // 119 25 32.5 fringing reef 29 35 9
3 04 47 05.2 // 119 25 28.3 fringing reef 29 35 9
Pulau Samatellu 1 04 42 06.2 // 119 19 37.9 fringing reef 29 35 9
2 04 42 09.8 // 119 19 47.5 fringing reef 29 35 10
3 04 42 03.4 // 119 19 40.3 fringing reef 29 35 8
4 04 42 04.1 // 119 19 42.8 fringing reef 29 35 7
Pulau Bonto sua 1 04 55 23.2 // 119 18 58.3 reef crest 29 31 8
reef slope 29
2 04 55 23.0 // 119 18 58.0 reef slope 29 30 9
3 04 55 16.2 // 119 19 02.0 reef crest 29
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 66/73
Lampiran 3. ……………lanjutan
LOKASI ULANGAN
KOORDINAT Tipe terumbu Suhu Salinitas Kecerahan SISI
Pulau Pajenekkang 1 04 57 52.6 // 119 19 24.8 reef crest 29 30 7
2 04 58 08.2 // 119 19 20.1 reef crest 29 30 8
reef slope 29
3 04 58 12.4 // 119 19 19.5 reef crest 29 30 8
reef slope
Pulau Badi 1 04 58 01.3 // 119 16 54.3 reef crest 30 31 8
2 04 58 02.1 // 119 16 55.4 reef slope 30 31 8
3 04 58 02.1 // 119 16 55.4 reef crest 30 31 8
reef slope
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 67/73
Lampiran 4. Kelimpahan organisme lain (asosiasi terumbu karang)
LOKASI
ULANGAN
KOORDINAT Taxa dominan
Kelimpahan Biota asosiasi
SISI Biota Nilai relatif
Pulau Saugi 1 04 46 80.5 // 119 27 31.8 Porites, Acropora algae 2
hydroid 2
2 no coral' algae 2
hydroid 2
3 04 46 15.6 // 119 24 33.6 coral encrusting algae 1
coral massive hydroid 1
Pulau Satando 1 04 46 17.5 // 119 25 20.8 coral branching algae 3
sponge 2
2 04 46 36.4 // 119 25 40.11 coral branching algae 2
sponge 3
3 04 47 08.5 // 119 25 22.6 coral branching
4 04 47 17.9 // 119 26 39.4 algae, OT, ikan 1
Pulau Pamanggangang 1 04 41 21.2 // 119 07 13.7 coral massive algae 1
coral branching sponge 1
kima 2
2 04 41 04.4 // 119 07 18.3 coral massive algae 1
coral branching sponge 1
kima 2
3 04 01 08.9 // 119 07 06.5 coral massive algae 1
coral branching sponge 1
coral berlendir kima 2
Pulau Kondobali 1 04 42 58.2 // 119 03 54.5 coral massive algae 3
coral branching
2 04 42 23.5 // 119 04 12.4 coral branching kelimpahan ikan 2
3 04 42 36.3 // 119 03 35.0 coral branching kelimpahan ikan 2
coral foliose
Pulau Sanane 1 04 57 03.1 // 119 20 25.4 coral massive algae 3
coral branching kelimpahan ikan 2
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 68/73
Lampiran 4. ……….Lanjutan
LOKASI
ULANGAN
KOORDINAT Taxa dominan
Kelimpahan Biota asosiasi
SISI Biota Nilai relatif
2 04 56 54.2 // 119 20 13.8 coral branching algae 3
sponge 2
kelimpahan ikan 2
3 04 56 34.0 // 119 20 22.4 coral branching algae 3
brain coral sponge 3
kelimpahan ikan 2
Pulau Kullombing 1 04 47 36.4 // 119 25 50.6 coral massive algae 1
sponge 1
lamun 1
2 04 47 25.2 // 119 25 32.5 coral massive algae 1
coral branching sponge 1
lamun 1
3 04 47 05.2 // 119 25 28.3 coral massive algae 1
coral branching sponge 1
lamun 1
Pulau Sonatellu 1 04 42 06.2 // 119 19 37.9 coral branching algae 1
2 04 42 09.8 // 119 19 47.5 coral massive algae 1
coral branching
3 04 42 03.4 // 119 19 40.3 coral branching algae 2
coral massive
4 04 42 04.1 // 119 19 42.8 coral massive algae 1
coral tabulate
coral foliose
coral fungia
Pulau Bonto sua 1 04 55 23.2 // 119 18 58.3 coral branching algae 4
coral fungia kelimpahan ikan 3
2 04 55 23.0 // 119 18 58.0 acropora kelimpahan ikan 3
3 04 55 16.2 // 119 19 02.0 coral incrusting kelimpahan ikan 2
acropora
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 69/73
Lampiran 4. ………… lanjutan
LOKASI
ULANGAN
KOORDINAT Taxa dominan
Kelimpahan Biota asosiasi
SISI Biota Nilai relatif
Pulau Pajenekkang 1 04 57 52.6 // 119 19 24.8 coral branching algae 2
coral incrusting sponge 2
coral tabulate kelimpahan ikan 2
2 04 58 08.2 // 119 19 20.1 coral branching algae 2
coral incrusting kelimpahan ikan 1
coral foliose
3 04 58 12.4 // 119 19 19.5 coral branching algae 1
coral incrusting sponge 1
coral foliose kelimpahan ikan 2
Pulau Badi 1 04 58 01.3 // 119 16 54.3 coral branching kelimpahan ikan 4
coral incrusting
coral foliose
coral pavites
2 04 58 02.1 // 119 16 55.4 coral incrusting kelimpahan ikan 4
coral foliose
coral fungia
3 04 58 02.1 // 119 16 55.4 coral branching kelimpahan ikan 4
coral incrusting
coral foliose
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 70/73
Lampiran 5. Foto Kegiatan di lapangan
Pengukuran parameter air Peralatan kualitas air
Penyelaman buddy dive Penyelaman menuju transek
Transek Garis Pencatatan data transek
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 71/73
Lampiran 6. Foto karang pada zona pinggir dipengaruhi oleh sedimentasi
Karang api Millepora sp Karang lunak Sinularia sp
Karang bercabang Acropora sp Karang jari Acropora humilis
Karang keras Galaxea sp Karang keras Goniopora sp
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 72/73
Lapiran 7. Foto karang pada zona 2 dan 3 (zona dalam dan tengah)
Karang jamur Fungia spp Karang lunak Dendronepthea sp
Karang lunak Alcyonacea Karang keras Lobophyllia sp
Kima sisik Tridacna squamosa Algae berkapur Halimeda sp
CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 73/73
Lapiran 8. Foto karang pada zona 4 (zona luar)
Karang tanduk Acropora sp Karang meja Acropora sp
Batu karang mati Karang bleching Lobophyllia
Karang lunak Sarcophyton Akar bahar Gorgonacea