Laporan Case VI Tuberculosis

103
LAPORAN CASE 6 KELOMPOK D TUBERCULOSIS Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas tutorial respiratory system pada Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung Disusun oleh: KELOMPOK D Rani Megawati. R 1010010401 1 Saptaningtyas Widowati 1010010403 7 Ilham Rizky Ernawan 1010010500 8 Ananda Dinta Humaira 1010010501 1 Moch. F. Afif Mocyadin 1010010501 2 Resta Yuniar 1010010501 5 M. Rizki Purwanto 1010010502 0 Nyanyu Sania Dwi Putri. C 1010010503 3 Jessie Arini 1010010504 1 Rd. Fualam mustafa 1010010504 8

description

tuberkulosis

Transcript of Laporan Case VI Tuberculosis

Page 1: Laporan Case VI Tuberculosis

LAPORAN CASE 6 KELOMPOK DTUBERCULOSIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas tutorial respiratory system pada Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung

Disusun oleh:KELOMPOK D

Rani Megawati. R 10100104011Saptaningtyas Widowati 10100104037Ilham Rizky Ernawan 10100105008Ananda Dinta Humaira 10100105011Moch. F. Afif Mocyadin 10100105012Resta Yuniar 10100105015M. Rizki Purwanto 10100105020Nyanyu Sania Dwi Putri. C 10100105033Jessie Arini 10100105041Rd. Fualam mustafa 10100105048

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNGFAKULTAS KEDOKTERAN

BANDUNG2008

Page 2: Laporan Case VI Tuberculosis

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah SWT karena atas

rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulisan laporan ini dapat diselesaikan. Laporan ini

disusun sebagai laporan tugas tutorial kasus keenam.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak baik berupa bimbingan, hasil diskusi kelompok, buku-buku referensi

serta hal lainnya. Oleh karena itu penulis berdo’a mudah-mudahan segala bantuan yang

telah diberikan selama ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat Yani Triyani,dr.,SpPK.,M.Kes sebagai tutor di

kelompok D yang telah banyak memberikan bimbingan pada saat berlangsungnya

aktivitas tutorial.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-

teman Kelompok D yang telah bekerjasama dalam melaksanakan tutorial kasus keenam.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun agar dapat memberikan yang

lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak yang memerlukan.

Bandung, November 2008

Penulis

Page 3: Laporan Case VI Tuberculosis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alur Kasus

Yanto, 2 tahun datang dengan keluhan

2 hari yang lalu noisy breathing, barking cough,

sulit bernapas, mild fever

3 hari yang laluCommon cold

Pemeriksaan LaboratoriumLeucopenia, trombositopeni,

neutropenia, limfositosis.

Soft tissue neck radiographGambaran “steeple sign”

Pemeriksaan FisikTachypnea, mild fever, barking cough, inspiratory

dan expiratory stridor, suprasternal retraction

Diagnosis: Laryngotracheitis (Acute LTB/Croup)Treatment: Nebulized epinephrine & oral cortticosteroid

Page 4: Laporan Case VI Tuberculosis

BAB II

PEMBAHASAN

ANATOMI PARU

1. Paru-paru

Paru-paru merupakan organ vital dalam system respirasi.

o Paru-paru yang sehat akan terlihat ringan, lembut dan spongy.

o Bersifat elastic dan recoil, ± 1/3 ukuran thoracic cavity.

o Setiap paru-paru dipisahkan oleh mediastinum dan ditempelkan oleh root of

the lung.

o Jika root of the lung dipotong, maka akan terlihat susunannya :

- Bronchi (disertai bronchial vessel)

- Pulmonary artery

- Superior dan inferior pulmonary veins

- Pulmonary plexus of nerves (sympathetic, parasympathetic dan visceral

afferent fibers)

- Lymphatic vessels

Tabel 1.1 Perbedaan paru-paru kanan dan kiri (1)

Paru Kanan Paru Kiri

- terdiri dari 3 lobus (lobus

superior, middle dan inferior)

- terdiri dari 2 lobus (superior dan

inferio)

- memiliki oblique fissure dan

oblique fissure

- memiliki oblique fissure

Page 5: Laporan Case VI Tuberculosis

- lebih besar, dan berat, lebih

pendek dan lebar

- lebih kecil dan ringan

- anterior margin lurus - anterior margin ada cardiac

notch

o Setiap paru mempunyai :

- Apex ujung superior yang tumpul pada paru-paru yang naik (ascending)

ke atas setingkat 1st rib ke dalam root of the neck yang dilapisi oleh

cervical pleura.

- Three surface :

1. Costal surface of the lung

Large, smooth and convex

Behubungan dengan costal pleura yang memisahkan costal surface

dengan ribs, costal cartilage dan intercostals muscle paling dalam.

Bagian paling posteriornya berhubungan dengan bodies of thoracic

vertebrae dan kadang ditunjukan sebagai vertebral part of the

costal surface.

2. Mediastinal surface of the lung

Concave, karena berhubungan dengan middle mediastinum, yang

terdiri dari jantung dan pericardium.

Mediastinal surface meliputi hilum dan menerima root of the lung,

dikeliling pleura pleural sleeve.

Pulmonary ligament menggantung secara inferior dari pleural

sleeve disekitar lung root.

3. Diaphragmatic surface of the lung

Concave, membentuk base of the lung yang berpijak pada

disphragma.

Cekungan yang lebih dalam disisi kanan karena posisi tertinggi

pada right diaphragmatic dome yang membebani large liver.

Page 6: Laporan Case VI Tuberculosis

Secara lateral dan posterior, diaphragmatic surface dibatasi oleh

thin, sharp margin (inferior border) yang masuk kedalam

costodiaphragmatic recess pada pleura.

- Three borders :

1. Anterior border of the lung

Dimana costal dan mediastinal surface bertemu secara anterior dan

overlap pada jantung, cardiac notch melekukan batasnya pada paru

kiri.

2. Inferior border of the lung

Membatasi diaphragmatic surface pada paru-paru dan memisahkan permukaan

ini dari costal dan mediastinal surface.

3. Posterior border of the lung

Dimana costal dan mediastinal surface bertemu secara posterior. Menyebar,

mengelilingi dan terletak dalam rongga pada sisi thoracic region pada vertebral

column.

Page 7: Laporan Case VI Tuberculosis

Gambar 1.1: Divisions of thoracic cavity and lining of pulmonary cavity

(dikutip dari Anatomi Moore)

2. Aliran Limpatik pada Paru-paru

Superficial (subpleural) lymphatic plexus terletak dalam pada visceral pleura.

Lymphatic vessels dari superficial plexus berdrainase kedalam bronchopulmonary

lymph nodes (hilar lymph nodes) dalam hilum of the lung.

Deep lymphatic plexus terletak dalam submukosa bronchi dan dalam peribronchial

connective tissue.

Lymphatic vessels dari deep plexuses awalnya berdrainase kedalam pulmonary

lymphnodes, terletak sepanjang lobar bronchi. Kemudian berlanjut mengikuti

Page 8: Laporan Case VI Tuberculosis

bronchi dan pulmonary vessels ke hilum dimana mereka berdrainase juga kedalam

bronchopulmonary (hilar) lymph nodes.

Lymph nodes dari superficial dan deep lymphatic plexuses berdrainase ke superior

dan inferior tracheobronchial lymphnodes, superior dan inferior ke percabangan

trachea dan main bronchi.

Paru kanan terutama berdrsinase pada nodes di sisi kanan dan lobus superior pada

paru kiri terutama berdrainase melalui respective node di sisi kiri.

Lymph dari tracheobronchial lymphnodes masuk ke right dan left

bronchomediastinal lymph trunks. Trunk ini biasanya berakhir di setiap sisi venous

angle (junction of the subclavian dan internal jugular veins), meskipun right

bronchomediastinal trunk pertama muncul dengan lymphatic trunk lain, berkumpul

disini kemudian membentuk short right lymphatic duct.

Left bronchomediastinal trunk berakhir di thoracic duct.

Lymph dari parietal pleura berdrainase ke lymph nodes pada thoracic wall

(intercostals, parasternal, mediastinal dan phrenic).

Sedikit lymphatic vessels dari cervical parietal pleura berdrainasi ke axillary

lymphnodes.

Page 9: Laporan Case VI Tuberculosis

Gambar 1.2 : lymphatic lung

(dikutip dari Moore Anatomy)

Page 10: Laporan Case VI Tuberculosis

Skema 1.1 lymphatic drainage of lung (dikutip dari Anatomi Moore)

Vasculature of the lungs and pleurae

Masing-masing paru-paru mempunya keunikan, mempunyai double: arterial blood

supply(pulmonary and bronchial arteries) dan venous drainage (pulmonary and azygos

veins).

Truncus pulmonalis

Arteri pulmonalis dextra dan sinistra

Arteri lobar dan segmental

Page 11: Laporan Case VI Tuberculosis

Aorta

Left and righ bronchial artery

Small bronchial artery

Mensupply main bronchus

Ke cabang distal bronchiolus sampai bronchiolus respiratorius

Artery bronchiolus beranastomose dengan cabang artery pulmonalis pada dinding

bronchiolus dan pleura visceral

Kapiler pulmonal

Bersatu menjadi vein besar

Vein pulmonal

Atrium kiri

Right bronchial vein

Azygos vein

Vena cava superior

Page 12: Laporan Case VI Tuberculosis

Left bronchial vein

Hemiazgos vein

Vena cava superior

Innervation of lung and pleura

Saraf paru dan pleura berasal dari pulmonary plexuses anterior dan terutama dari

posterior root of the lungs

Nerve network mengandung parasympathetic fiber dari nerve vagus dan

symphatetic fiber dari sympathetic trunks

Parasympathetic ganglion cells terdapat di dalam pulmonary plexuses dan

sepanjang bronchial tree

Sypathetic ganglion sel terdapat dalam paravertebal sympathetic ganglia pada

sympathetic trunks

Para sympathetic fiber dari nerve vagus merupakan :

Motor ke smooth muscle pada bronchial tree ((bronchoconstrictor)

Inhibitory untuk pulmonary vessels (vasodilator))

Secretory untuk glands pada bronchial tree (secretomotor)

Reflexive viseral afferent fiber dari nerve vagus menyebar ke :

o Bronchial mukosa, berhubungan dengan tactile sensation untuk reflek

batul

o Bronchial muscle, untuk stretch recepton

o Interalveolar connective tissue

o Pulmonary artery, pressor receptors

Page 13: Laporan Case VI Tuberculosis

o Pulmonary veins , chemoreceptors

Viceral affrent fiber memediasi nociceptive impuls (untuk respon nyeri)

Sympathetic fiber

Inhibitory ke smooth muscle pada bronchial tree ((bronchodilator)

Motor untuk pulmonary vessels (vasoconstrictor))

Inhibitory untuk alveolar glands pada bronchial tree dan type II

secretory epithelial cell pada alveoli

Page 14: Laporan Case VI Tuberculosis

TUBERKULOSIS

Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis complex(2)

Epidemiologi

Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru

tuberkulosis pada tahun 2002. 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)

posisitf.

33 % dari seluruh kasus TB didunia, terjadi di asia tenggara.

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3

juta setiap tahun.

Di Indonesia :

Menempati urutan ke-3 didunia untuk jumlah kasus TB.

Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000

kematian akibat TB(2)

Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosae, sejenis kuman

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 μm dan tebal 0,3-0,6 μm. Yang

tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah :

M. tuberculosae

Varian asian

Varian african I

Varian african II

M. bovis

Kelompok bakteri atypical tuberkulosis adalah :

M. kansasii

M. avium

Page 15: Laporan Case VI Tuberculosis

M. intracellulare

M. scrofulaceum

M. malmacerse

M. Xenopi(3)

Tipe Pasien

1) Kasus Baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

2) Kasus Kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak

BTA positif atau biakan positif.

3) Kasus Defaulted Atau Drop Out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak

mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatannya selesai.

4) Kasus Gagal Pengobatan

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali positif

pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir

pengobatan.

5) Kasus Kronik

Adalah pasien dengan hasil pemerksaan BTA positif setelah selesai

pengobatan ulang dengan kategori 2 dengan pengawasan yang baik(2)

Sistem Kategori

Kategori I

New smear-positive pulmonary TB.

New smear-negative PTB with extensive parenchyma

involvement.

Page 16: Laporan Case VI Tuberculosis

New cases of severe forms of extra pulmonary TB.

Kategori II

Sputum smear-positive : relapse, failure of treatment, after

interruption of treatment (Drop Out).

Kategori III

New smear-negative PTB (other than category I), new less severe

forms of extrapulmonary TB(4)

Gejala Klinis

Gejala Sistemik

Demam

Penurunan berat badan

fatigue

Keringat malam

anorexia

Gejala Lokal Pulmonal :

Batuk produktif awalnya kering kemudian sputum

mukopurulen produktif

Hemoptysis(6)

Diagnosis

Radiograph Dada

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior

lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular.

Bayangan bercak milier.

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :

Fibrotik

Kalsifikasi

Page 17: Laporan Case VI Tuberculosis

Schwarte atau penebalan pleura

S-P-S Sputum :

Pewarnaan menggunakan Ziehl-Neelson.

Kultur Egg base media : Lowenstein-Jensen (dianjurkan

oleh WHO)

Ogawa (paling sering digunakan di indonesia),

Kudoh.

Agar base media : Middle Brook

Pemeriksaan Mikroskopis

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD

(rekomendasi WHO).

» Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis And

Lung Disease) :

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut

negatif.

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis

jumlah kuman yang ditemukan.

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut

+ (1+).

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++

(2+).

Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++

+ (3+).

Tuberkulin Test(2)

Patogenesis Tuberkulosis Primer (Primary Infection)

Page 18: Laporan Case VI Tuberculosis
Page 19: Laporan Case VI Tuberculosis

Skema 1.2 Patogenesis tuberculosis

(di kutip dari buku ilmu penyakit dalam UI edisi ketiga tahun 2001 hal.821-822)

Tuberkulosis Sekunder (Post-Primer)

» Reaktivasi dari kuman dorman.

» Mayoritas reinfeksi mencapai 90 %.

» TB sekunder dapat terjadi karena :

imunitas

Malnutrisi

Page 20: Laporan Case VI Tuberculosis

Alkohol

Gagl gijal

Diabetes

AIDS

Patomekanisme

Page 21: Laporan Case VI Tuberculosis

skema 1.3 patomekanisme

TUBERCULOSIS IN CHILDREN

Page 22: Laporan Case VI Tuberculosis

Insidensi:

1,3 juta kasus/tahun di USA

450.000 kematian/tahun di USA

Epidemiologi:

Infeksi tertinggi di asia tenggara, India, China, Afrika, Amerika latin

Tuberkulosis menonjol pada populasi dengan nutrisi buruk, penuh sesak,

perawatan kesehatan tidak cukup

Pada kasus dewwasa 2/3 kasus terjadi pada laki-laki

Pada kasus anak sedikit didominasi wanita

Etiologi:

Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium bovis

Mycobacterium africanum

Penularan:

Droplet yang dibawa udara

Kontak langsung

Barang-barang yang terkontaminasi

Sirkulasi udara yang buruk memperbesar penularan

Sign & symptomps

Failure to Weight gain

Fever

Night sweat

Cough > 3 weeks

Erythema Nodosum

Conjungtiva Phlyctenularis

Loss apetite

Diagnostic

Page 23: Laporan Case VI Tuberculosis

Diagnostic paling tepat bila ditemukan kuman TBC dari sputum, atau bilasan

lambung

Bila Mantoux positif kemungkinan anak TBC aktif

Rontgen dada sulit diinterpretasikan,paling mungkin jika ditemukan infiltrate

dengan pembesaran hillus atau para tracheal

Seorang anak harus dicurigai TBC jika:

o Tinggal dengan penderita TBC

o Terdapat reaksi kemerahan setelah suntuk BCG

o Terdapat gejala TBC

Pathogenesis

Droplet nukleus yang infektif (diameter ≤ 5µm) terinhalasi dapat menghindari kerja

mukus dan ciliary system sehingga masuk ke bronkhiolus dan alveolus

Ke midlung zone, pada bagian distal dan subpleural respiratory bronchioles dan alveoli

Mycobacterium tuberculosis (MTB) masuk ke makrofag dengan endositosis yang

dimediasi oleh reseptor manosa (mengikat lipoarabinomanan)

MTB mencegah fusi fagosom dan lisosom

Bereplikasi di alveolar makrofag

Tahap awal TB primer ( ˂ 3minggu ) pada individu yang belum tersensitisasi

Sekitar 3 minggu setelah infeksi:

Page 24: Laporan Case VI Tuberculosis

Alveolar macrophages

MHC class II

IL-2 ↓

MTB antigen

TH1 cells

Memproduksi IFN-ɣ

Pembentukan fagolisosom stimulasi activated macrophage

pada makrofag ekspresi iNOS ↓

yang terinfeksi ↓ memproduksi TNF

↓ destruksi oksidatif ↓

Membuat bakteri dari beberapa menarik monosit

berada pada keadaan konstituen mikrobial ↓

asam yang tidak nyaman berdiferensiasi jadi

“epitheloid histiocytes”

Karakteristik respon granulomatous

(dengan nekrosis sentral)

Skema 1.4 Patogenesis

Mycobacterium tuberculosis

Page 25: Laporan Case VI Tuberculosis

Penyakit tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, dimana

bakteri ini mempunyai karakteristik :

a. Berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung

b. Tdak berspora dan tidak berkapsul

c. Berukuran, lebar 0,3 – 0,6 mikrometer dan 1-4 mikrometer

d. Dindingnya sangat komplek terdiri dari lapisan lemak (60%)

e. Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis yaitu asam mikolat, lilin

kompleks (complex wax), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor dan

Mycobacterial sulfolopids yang berperan dalam virulensi.

f. Terdapat juga unsur polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan.

Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri ini memiliki

sifat tahan asam

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,

polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. Tuberculosis dapat di identifikasikan

dengan menggunakan antibodi monoklonal.

Gambar 1.3 : Mycobacterium tuberculosis

(dikutip dari www.google.com)

Page 26: Laporan Case VI Tuberculosis

Gambar 1.4 : Mycobacterium tuberculosis

(dikutip dari www.google.com)

Pemeriksaan bakteriologi

a. bahan pemeriksaan

bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,

liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar,

urin, fecec, dan jaringan biopsy

b. cara pengumpulan dan pengiriman bahan

cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) :

- sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

- pagi (keesokan harinya)

- sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)

atau setiap pagi 3 hari berturut-turut

c. cara pemeriksaan dahak dan bahan lain

1. mikroskopis

- mikroskopis biasa : pewarnaan Ziehl Nielsen

Page 27: Laporan Case VI Tuberculosis

- mikroskopis fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin

interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah :

- 3 kali positif atau 2 kali positif , 1 kali negatif ----BTA positif

- 1 kali positif, 2 kali negatif-----ulang BTA 3 kali , kemudian :

bila 1 kali positif, 2 kali negatif-----BTA positif

bila 3 kali negatif -----BTA negatif

interpretasi pemeriksaan mikroskopis di baca dengan skala IUATLD

(International Union Against Tuberculosis and Lung disease) rekomendasi

WHO :

- tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

- ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman

yang ditemukan

- ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, di sebut + (1+)

- di temukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

- di temukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

2. pemeriksaan biakan kuman

- pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis dengan metode

konvensional ialah dengan cara :

1. Egg base media : Lowenstein- Jensen (dianjurkan), ogawa,

kudoh

2. agar base media : middle brook (2)

Page 28: Laporan Case VI Tuberculosis

LUNG CANCER

Definisi

Penyakit ganas yang makin meningkat di dunia dan biasanya timbul pada usia 60

tahun.

Epidemiologi

± 174.000 kasus terjadi pada tahun 2004 di US.

31% kematian terjadi pada pria dan 25%nya terjadi pada wanita (♂>♀).

Lebih sering terjadi pada African American, Hispanic.

Klebih sering terjadi pada perokok 20 batang per hari.

Insidensi pada usia 40-70 tahun.

Etiologi

Faktor genetic mutasi pada gen p53.

Faktor merokok bahan-bahan yang terkandung dalam rokok sebagai

carcinogen.

Faktor lingkungan dan pekerjaan benzopyrene, radon partikel (uranium

mining, radiasi, bom nuklir), asbestos, diesel exhaust.

Klasifikasi

Page 29: Laporan Case VI Tuberculosis

Patogenesis

Page 30: Laporan Case VI Tuberculosis

Skema 1. 5 Patogenesis kanker paru

Manifestasi klinis

Page 31: Laporan Case VI Tuberculosis

Tahap awal nonspesifik.

Batuk, nyeri dada, produksi sputum, hemoptysis, pneumonia, obstruksi jalan

nafas, pleural effusion.

TUBERCULOSIS EXTRAPULMONAR

Page 32: Laporan Case VI Tuberculosis

Dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Ringan limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang, sendi, kelenjar adrenal.

2. Berat meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex,

tulang belakang, usus, saluran kencing, alat kelamin.

Gambar 1.5 : Lymphadenitis

Definisi

Infeksi tuberculosis kulit yang terjadi pada leher.

Epidemiologi

Bentuk yang sering terjadi pada pada tuberculosis extrapulmonari (40%).

Sering terjadi pada dewasa muda dan anak-anak.

♀>♂.

Page 33: Laporan Case VI Tuberculosis

Etiologi

Pada dewasa sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan pada anak-

anak biasanya disebabkan oleh Mycobacterium scrofulaceum atau

Mycobacterium avium.

Manifestasi klinis

Pembengkakan yang sedikit nyeri pada limf node leher, rubbery, non tender.

Gejala sistemik demam, berkeringat, penurunan berat badan, malaise,

menggigil.

Diagnosis

Dilakukan dengan needle aspiration biopsy.

Kultur dan pewarnaan ziehl-nelson pada bakteri penyebabnya.

Terapi

Bergantung pada tipe infeksi.

Jika penyebab M. tuberculosis, pengobatan dengan antibiotic selama 9-12 bulan

(INH, rifampin, pyrazinamide, ethambutol).

Surgery biasanya tidak diperlukan, dan dilakukan jika pengobatan dengan

antibiotic tidak berhasil.

Prognosis

Dengan pengobatan yang complete, biasanya pasien membaik.

Komplikasi

Scarring.

Pembentukan drainase fistula pada leher.

Page 34: Laporan Case VI Tuberculosis

DIAGNOSTIK

1. TUBERKULIN TEST

Alat diagnosis yang paling umum digunakan.

Prinsip : Protein derivate dari tubercle bacillus ( Purified Protein Derivative/ PPD )

diinjeksikan intradermal individu yang terekspose bakteri Mycrobacterium

tuberculosis dan memiliki imunitas selular terhadap mikroorganisme tersebut

dapat menyebabkan timbulnya indurasi atau pembengkakan pada tempat injeksi

tersebut setelah 48 – 72 jam Menunjukan reaksi test (+)

Prosedur :

- Dilakukan dengan injeksi intradermal / intrakutan dengan semprit tuberculin 1 cc

jarum nomor 26.

- Digunakan tuberculin PPD RT 23 kekuatan 2 TU.

- Pembacaan dilakukan setelah 48 – 72 jam setelah penyuntikan.

- Ukur diameter transversal dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam

millimeter ( mm )

- Interpretasi hasil : dikatakan positif bila indurasi > 10 mm ( pada gizi baik ) , dan >

5 mm ( pada gizi baik ).

Bila uji tuberculin positif, maka menunjukan adanya infeksi TB dan kemungkinan

ada TB aktif pada anak.

Uji tuberculin dapat negative pada keadaan berikut : kondisi immunosupresif,

malnutrisi, dan pada pasien dengan kondisi sakit berat.

2. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)

Page 35: Laporan Case VI Tuberculosis

Pendahuluan

Disebut juga:

o FNA-biopsy

o Biopsi jarum halus

o Aspirasi biopsi

o Sitologi biopsi

Biopsi sampel massa diagnostik

Guna dan tujuan:

o Diagnosis (neoplasma, dsb)

o Evaluasi peyakit

o Kultur dan resistensi tes

Target:

o Massa/benjolan, supefisial dan palpable (tiroid, kelenjar getah bening,

kelenjar liur, mammae)

o Organ dalam dengan bantuan imaging (paru, liver, ginjal, lien,

retroperitoneum)

Masksud dan tujuan teknik untuk diagnostik

Bukan untuk terapeutik (kecuali beberapa jenis kista), bila akan dilakukan untuk

terapeutik sebaiknya atas korelasi / permintaan klinis.

FNA, sebaiknya tidak dilakukan pada massa (minor abnormality/insignificant)

yang tidak jelas.

Teknik FNAB / Sitologi Biopsi Aspirasi

Digunakan jarum halus ukuran 22 gauge atau yang lebih kecil 23,25 atau 27

gauge, sesuai prosedur dan pertimbangan kemungkinan resiko terjadinya

komplikasi.

Pada dasarnya dengan teknik biopsi aspirasi ini mempunyai kelebihan yaitu tidak

pernah terjadi traumatik, walaupun dengan cara yang cukup atraktif, tentu bila

dilakukan dengan teknik dan prosedur rutin yang baik dan benar.

1. Tahapan awal untuk tindakan FNA-biopsy:

Page 36: Laporan Case VI Tuberculosis

o Relevan dgn riwayat dan hasil pemeriksaan klinis

o Menerangkan prosedur biopsi terhadap pasien termasuk manfaat dan

resikonya

o Informed consent

o Persiapan tindakan / alat-alat yang diperlukan

o Anastesi lokal biasanya tidak diperlukan

2. Tahap-tahap melakukan tindakan biopsi aspirasi:

o Palpasi target lesi dan perkirakan kedalaman dan arah lesi dari titik

permukaan kulit.

o Sterilisasi permukaan kulit dan cuci tangan secukupnya

o Menggunakan sarung tangan tidak dianjurkan, karena dapat mengurangi

sensasi ujung-ujung jari yang diperlukan sensitivitasnya

o Syringe telah disiapkan dengan benar pada syringe holder ( cameco syrine

pistol ). Bagian pengisapnya harus berada didasar pada posisi nol ( resting

position )

o Tangan yang satu menahan target lesi dengan diantara 2 jari

o Pilih bagian kulit yang paling dekat dengan lesi yang akan ditusuk untuk

pengambilan bahan sampel, dan setelah ditusuk dapat dirasakan

perubahan konsistensi jaringan sekitarnya dengan lesi yang dituju

o Setelah ujung jarum mengenai target lesi, ujung jarum sedikit di gerak-

gerakkan untuk mendapatkan sel-sel yang terlepas dari target lesi

o Bahan aspirat dengan tekanan negatif akan ditarik oleh piston dari syringe

o Tanpa melepaskan tekanan negatif dari syringe, sasaran ujung jarum dapat

dialihkan setelah sedikit diangkat dan ditusuk kembali dengan sudut

berbeda.

o Lakukan minimal tiga sasaran untuk pengambilan sampel.

o Jangan mengangkat ujung jarum melebihi target lesi, sewaktu

mengalihkan sasaran

Page 37: Laporan Case VI Tuberculosis

o Sebelum mencabut jarum suntik keluar penting harus dilakukan

terlebih dahulu pelepasan tekanan negatif / pengisap syringe harus pada

resting position

o Buat preparat apus ( smears )

Gambar 1.6 : Alat FNAB

Page 38: Laporan Case VI Tuberculosis

Gambar 1.7 : Tahap-tahap melakukan tindakan biopsi aspirasi

Gambar 1.8 : Tahap-tahap melakukan tindakan biopsi aspirasi

Page 39: Laporan Case VI Tuberculosis

Gambar 1.9 : Membuat preparat apus

Page 40: Laporan Case VI Tuberculosis

Gambar 1.10 : Membuat preparat apus

Teknik FNAB / Tanpa Aspirasi

Pilihan jarum 23 G atau lebih kecil, daya kapiler (diameter £ 0,6 mm)

Tumor fibrosis/sklerosis (sangat keras), kurang berhasil

Penusukan jarum dengan kejutan ringan (menambah terhisapnya sel)

Bila Biopsi jarum gagal, dilanjutkan dengan Aspirasi

FNAB : Disposibel 3 ml – 5 ml, memudahkan manuver

Jaringan fibrotik, kaya jaringan ikat, pasca radioterapi, sikatrik tebal, perlu pistol

pengisap

Gambar 1.11 : Tehnik FNTA / tanpa aspirasi

Page 41: Laporan Case VI Tuberculosis

Gambar 1.12 : Tehnik FNTA / tanpa aspirasi

FNAB Guiding / Image-Guided Fine Needle Aspiration Biopsy

Jenis imaging modalities yang dapat digunkan: CT, fluoroscopy, ultrasound

(USG), dan MRI.

Menempatkan jarum halus atau jarum ke dalam target tempat yang dicurigai

abnormal untuk tujuan memperoleh jaringan atau sel untuk didiagnosis.

10 % dari needle biopsies memberikan hasil false negative memerlukan

second procedure.

Fluoroscopy untuk biopsi paru.

USG atau CT untuk lesi intra-abdominal.

CT lebih digunakan untuk biopsi paru, tulang, dan lesi dasar tengkorak.

MRI lebih digunakan untuk dome-of-liver dan massa adrenal.

Page 42: Laporan Case VI Tuberculosis

Gambar 1.13 : FNAB Guiding / Image-Guided Fine Needle Aspiration Biopsy

Keuntungan Teknik FNA Biopsy

FNA Biopsy dapat dilakukan pasien-pasien berobat jalan, diklinik ataupun yang

dirawat.

FNA Biopsy sangat sensitif dan spesifik serta jarang terjadi false positif

FNA Biopsy juga dapat membantu evaluasi.

FNA Biopsy dapat digunakan untuk diagnosis metastase.

FNA Biopsy is SAFE

S imple F ast

A ccurate E conomic

FNA Biopsy tidak hanya menurunkan costs dan risk dibandingkan excisional

biopsy, tapi pasien juga mendapatkan informasi diagnosis penyakitnya.

Pada keadaan tertentu penderita dapat memilih teknik diagnostik dan rencana

pengobatan.

Page 43: Laporan Case VI Tuberculosis

Aspirasi dapat dilakukan pada lesi2 yang sangat kecil (diameter 2-3mm dgn

bantuan mammografi: Bolmgren et al.,1977 – Karolinska Hospital)

Dapat digunakan untuk analysis kwantitatip immunostaining, proliferasi antigen

dan DNA analysis.

Akurasi Diagnosis FNA Biopsy

False-positive diagnoses jarang terjadi, biasanya false positives/false”suspicious”

diagnoses sebagian besar terjadi pada atypical features in inflammatory lesions,

epithelial proliferations dan radiation changes.

False-negative diagnoses 5-25%. Sebagian besar false-negatives ok sampling

problem.

Dengan Teknik FNA Biopsy yg baik angka false negative dapat diperkecil.

Diagnosis terhadap organ tertentu dengan FNA Biopsy : Untuk hasil false-

negative tidak selalu berarti negative-malignancy, tapi diperlukan korelasi

diagnosis yangg didapatkan dari pemeriksaan klinis dan radiologis.

Misalnya pada breast lesions dan bone tumor, untuk hasil yang akurat diperlukan

Triple-Test.

Komplikasi

Komplikasi serius dari FNA Biopsy superfisial jarang terjadi.

Insidensi komplikasi resikonya meningkat dengan penggunaan ukuran jarum yang

lebih besar.

Komplikasi cenderung menurun dengan teknik yang benar dan pengalaman.

Meningkat berhubungan dengan lokasi atau tipe lesi.

Organ-organ dalam dan infected tissues resikonya lebih tinggi.

Komplikasi-komplikasi yang berat seperti perdarahan, pneumothorak, emboli

udara, vasovagal reaction, local anaphylaxis jarang sekali dilaporkan.

Kontraindikasi

Massa superfisial jarang terdapat KI.

Page 44: Laporan Case VI Tuberculosis

Coagulation Parameters perlu menjadi pertimbangan, terutama untuk organ

dalam.

Lesi vascular, seperti : arteriovenous malformation atau angiosarcoma resiko

Haemorhage dan nondiagnostic bloody aspirate.

Emphysema, hipertensi pulmonal dan hypoxemia yang berat pertimbangan

untuk transthoracic needle biopsy.

Interpretasi

Tidak ada masalah bagi seorang ahli patologi untuk interpretasi hasil FNA

Biopsy.

Bila slide uninterpretable total prosedur FNA Biopsy tersebut tidak bernilai.

Hasil yang dilaporkan ke klinisi harus dengan format yang dapat dimengerti

sesuai dengan terminologi histopatologi.

Bila diagnosis kurang pasti / suspicious rekomendasi untuk FNA ulang / tissue

biopsy.

Kriteria Diagnosis FNA Biopsy

Seperti halnya kriteria klasik sitodiagnostik, yaitu: Plemorfisme sel, khromatin

inti, nuleoli juga berlaku dan dapat dilihat pada FNA Biopsy.

Kelebihan FNA Biopsy adalah :

Dengan teknik yang baik susunan arsitektur sel seperti formasi kelenjar,

papilari, rossete yang sangat penting sekali untuk diagnostik.

Gambaran kohesi sel dapat pula sebagai clue diagnosis.

Untuk memperoleh hasil yang baik, diperlukan :

Spesial minat yang tinggi untuk pelaksanaan teknik FNA biopsy.

Komunikasi sitopatologist dan klinisi.

Perlu diingat pula bahwa :

Sebagian besar untuk keputusan teurapeutik tidak hanya berdasarkan gambaran

sitologi. Tetapi diperlukan; gambaran klinis, radiologi dan data patologi.

Page 45: Laporan Case VI Tuberculosis

PENGOBATAN TB

Page 46: Laporan Case VI Tuberculosis

Tujuan Pengobatan

Pengobatan Tb bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah

kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi bakrteri

terhadap OAT.

Jenis, Sifat, dan Dosis OAT

Jenis OAT Sifat

Dosis yang direkomendasikan

(mg/kg)

Harian 3x seminggu

Isoniazid (I) Bakterisid 5(4-6) 10 (8-12)

Rimfampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)

Pyrazinamide

(Z)

Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)

Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15(15-20) 30 (20-35)

Tabel . Jenis, sifat, dan dosis OAT

Prinsip Pengobatan

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalambentuk kombinasi berupa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT

tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)

lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjaga kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat

(PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Page 47: Laporan Case VI Tuberculosis

Tahap Awal (Intensif)

Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2

bulan.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan ini pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama.

Tahap lanjutan penting untuk membunuh bakteri persisten sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan.

Panduan OAT Yang Digunakan di Indonesia

Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di

Indonesia, yaitu:

o Kategori-1: 2(HRZE)/4(HR)3

o Kategori-2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Disamping kedua kategori ini, disediakan panduan obat sisipan (HRZE)

o Kategori anak: 2HRZ/4HR

Panduan OAT kategoti-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa

obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini

disediakan dalam betuk OAT kombipak.

Tablet OAT-KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis oabat dalam satu tablet.

Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu

paket untuk satu pasien.

Paket Kombipak

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan

Etambutol yang dikemas dalam benuk blister. Panduan OAT ini disediakan

Page 48: Laporan Case VI Tuberculosis

program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek

samping OAT-KDT.

Panduan Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk

memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan

sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:

1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas

obat dan mengurangi efek samping.

2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya

resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.

3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian orat menjadi

sederhana dan meningkat kepatuhan pasien.

Panduan OAT dan Peruntukannya

1. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

o Pasien baru TB paru BTA positif

o Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

o Pasien TB ekstra paru

Berat Badan

Tahap Intensif

tiap hari selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan

3 x seminggu selam 16 minggu

RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2. Dosis untuk panduan OAT-KDT untuk Kategori-1

Page 49: Laporan Case VI Tuberculosis

Tahap

Pengobatan

Lama

Pengobatan

Dosis perhari/kaliJumlah

hari/kali

menelan

obat

Tablet

Isoniazid

@ 300

mg

Kaplet

Rifampisin

@ 450mg

Tablet

Pirazinamid

@ 500 mg

Tablet

Etambutol

@ 250

mg

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

Tabel 3. Dosis untuk panduan OAT-Kombipak untuk Kategori-1

2. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

o Pasien kambuh

o Pasien gagal

o Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Berat Badan

Tahap Intensif tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan

3 x seminggu

RH (150/150) + E (400)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30-37 kg2 tab 4KDT

+ 500 mg Streptomycin inj.2 tab 4KDT

2 tab 4KDT

+ 2 tab Etambutol

38-54 kg3 tab 4KDT

+ 750 mg Streptomycin inj.3 tab 4KDT

3 tab 4KDT

+ 2 tab Etambutol

55-70 kg4 tab 4KDT

+ 1000 mg Streptomycin inj.4 tab 4KDT

4 tab 4KDT

+ 2 tab Etambutol

≥ 71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT

Page 50: Laporan Case VI Tuberculosis

+ 1000 mg Streptomycin inj.

+ 2 tab Etambutol

Tabel 4. Dosis untuk panduan OAT-KDT untuk Kategori-2

Tahap PengobatanTahap Intensif

(dosis harian)

Tahap Lanjutan

(dosis 3 x seminggu)

Lama Pengobatan 2 bulan 1 bulan 4 bulan

Tablet Isoniazid

@ 300 mg1 1 2

Kaplet Rifampisin

@ 450 mg1 1 1

Tablet Pirazinamid

@ 500 mg3 3 -

Etambutol

Tablet

@ 250 mg3 3 1

Tablet

@ 400 mg- - 2

Streptomisin inj. 0,75 gr - -

Jumlah hari/kali menelan obat 56 28 60

Tabel 5. Dosis untuk panduan OAT-Kombipak untuk Kategori-2

Catatan:

o Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.

o Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

o Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

aquabidest sebanyak 3,7 mL sehingga menjadi 4 mL. (1 mL = 250 mg)

Page 51: Laporan Case VI Tuberculosis

3. OAT sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif

kategori-1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Berat Badan

Tahap Intensif

tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30-37 kg 2 tablet 4KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 6. Dosis KDT untuk Sisipan

Tahap

Pengobatan

Lama

Pengobatan

Tablet

Isoniazid

@ 300

mg

Kaplet

Rifampisin

@ 450 mg

Tablet

Pirazinamid

@ 500 mg

Tablet

Etambutol

@ 250 mg

Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tahap

Intensif

(dosis

harian)

1 bulan 1 1 3 3 28

Tabel 7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida ( misalnya kanamisin)

dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang

jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama.

Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya resistensi pada OAT lapis kedua.

TATALAKSANA TB ANAK

Page 52: Laporan Case VI Tuberculosis

Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis

maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama.

Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain

dengan menggunakan sistem skor .

Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional

Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan

terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi

digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.

Lihat tabel ....... tentang sistem pembobotan (scoring system) gejala dan pemeriksaan

penunjang.

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih

atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat

anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat

maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan

lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,

funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.

Catatan :

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya

seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.

Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung

didiagnosis tuberkulosis.

Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel

badan badan.

Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak

Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah

penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

Page 53: Laporan Case VI Tuberculosis

Parameter 0 1 2 3 Jumlah

Kontak TB Tidak jelas Laporan

keluarga,

BTA

negatif

atau tidak

tahu,

BTA

tidak

jelas

BTA positif

Uji tuberkulin Negatif Positif (≥ 10

mm, atau ≥ 5

mm pada

keadaan

imunosupresi)

Berat badan/

kedaan gizi

Bawah garis

merah (KMS)

atau BB/U <

80 %

Demam tanpa

sebab jelas

≥ 2 minggu

Batuk ≥ 3 minggu

Pembesarn

kelenjar limfe

koli, aksila,

inguinal

≥ 1 cm, jumlah

> 1, tidak nyeri

Pembengkakan

tulang/sendi

panggul, lutut,

Ada

pembengkakan

Page 54: Laporan Case VI Tuberculosis

falang

Foto toraks Normal/tidak

jelas

Kesan TB

Jumlah

Tabel 8: Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemriksaan penunjang TB

Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:

1. Tanda bahaya:

o kejang, kaku kuduk

o penurunan kesadaran

o kegawatan lain, misalnya sesak napas

2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura

3. Gibbus, koksitis

Respons (+) Respons (-)

Terapi TB diteruskan Teruskan terapi Tb sambil

mencari penyebabnya

Gambar : Alur tatalaksana pasien TB anak pada unit pelayanan kesehatan dasar

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah

pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.

Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan

Beri OATselama 2 bulan dan

Skor ≥

Page 55: Laporan Case VI Tuberculosis

pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik

tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.

Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6

bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap

lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Jenis Obat BB < 10 kg BB 10-20 kg BB 20-33 kg

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel : Dosis OAT Kombipak pada anak

Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari

RHZ (75/50/150)

4 bulan tiap hari

RH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-19 2 tablet 2 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Tabel : Dosis OAT KDT pada anak

Keterangan:

• Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit

• Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.

• Anak dengan BB ≥33 kg , dirujuk ke rumah sakit.

• Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

• OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat

sebelum diminum.

Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita

TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila

hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan

Page 56: Laporan Case VI Tuberculosis

Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut

belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan

pencegahan selesai.

PENGAWASAN MENELAN OBAT

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan jangka pendek dengan

pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang

PMO:

a. Persyaratan PMO

o Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui baik oleh petugas

kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati pasien.

o Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

o Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

o Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

pasien

b. Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,

pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan

yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota

PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

c. Tugas seorang PMO

o Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan.

o Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat.

o Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan.

o Memberi oenyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai

gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit

Pelayanan Kesehatan.

Page 57: Laporan Case VI Tuberculosis

Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambul

obat dari Unit Pelayanan Kesehatan.

d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien

mengambil obat dari Unit Pelayanan Kesehatan

o TB disebabkan bakteri, bukan penyakit keturunan atau kutukan.

o TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

o Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya.

o Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

o Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

o Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta

pertolongan ke UPK.

PEMANTAUAN DAN HASIL PENGOBATAN TB

a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakn degan

pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara

mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi dalam

memantau kemajuan pengobatan. Laju endap darah (LED) tidak digunakan untuk

memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemerisaan spesimen sebanyak

dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2

spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif,

hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

Tindak lanjut pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di

bawah ini

Page 58: Laporan Case VI Tuberculosis

TIPE PASIEN TB URAIANHASIL

BTABTA TINDAK LANJUT

Pasien baru BTA

positif dengan

pengobatan

Kategori-1

Akhir tahap

intensif

Negatif Tahap lanjutaN dimulai

Positif

Dilanjutkan dengan OAT

sisipan selama 1 bulan. Jika

setelah sisipan masih tetap

positif, tahap lanjutan tetap

diberikan

Sebulan sebelum

akhir pengobatan

atau akhir

pengobatan (AP)

Negatif

keduanyaSembuh

PositifGagal, ganti dengan OAT

Kategori-2 mulai dari awal

Pasien baru BTA

negatif dan rontgen

positif dengan

pengobatan

Kategori-1

Akhir intensif

Negatif

Berikan pengobatan tahap

lanjutan sampai selesai,

kemudian pasien dinyatakan

Pengobatan Lengkap

PositifGanti dengan Kategori-2 mulai

dari awal

Penderita baru BTA

positif dengan

pengobatan ulang

Kategori-2Akhir intensif

NegatifTeruskan pengobatan dengan

tahap lanjutan

Positif

Beri sisipan 1 bulan. Jika

setelah sisipan masih tetap

positif, teruskan pengobatan

tahap lanjutan. Jika ada

fasilitas, rujuk untuk uji

kepekaan obat

Sebulan sebelum

akhir pengobatan

Negatif

keduanya

Sembuh

Page 59: Laporan Case VI Tuberculosis

atau akhir

pengobatan (AP)Positif

Belum ada pengobatan, disebut

Kasus Kronik, jiak mungkin,

rujuk kepada UPK

Tabel 11. Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak

Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1bulan

Lacak pasien

Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur

Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai

Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan

Tindakan-1 Tindakan-2

Lacak pasien

Didiskusikan dan cari

masalah

Periksa 3 x dahak

(SPS) dan lanjutkan

pengobatan sementara

sambil menunggu

hasil

Bila hasil

BTA

negatif

atau TB

ekstra paru

Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis

selesai

Bila satu

atau lebih

hasil BTA

positif

Lama pengobatan

sebelumnya

kurang dari 5

bulan *)

Lanjutkan pengobatan

sampai seluruh dosis

selesai

Lama pengobatan

sebelumnya lebih

dari 5 bulan

Kategori-1:

mulai

Kategori-2

Kategori-2:

rujuk, mungkin

kasus kronik

Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih dari 2 bulan (default)

Tindakan-1 Tindakan-2

Periksa 3 x dahak

SPS

Bila hasil

BTA

Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi

bila gejalanya semakin parah perlu

Page 60: Laporan Case VI Tuberculosis

Didiskusikan dan cari

masalah

Hentikan pengobatan

sambil menunggu

hasil pemeriksaan

dahak

negatif

atau TB

ekstra paru

dilakukan pemeriksaan kembali (SPS dan

atau biakan)

Bila satu

atau lebih

hasil BTA

positif

Kategori-2 Mulai Kategori-2

Kategori-2 Rujuk, mungkin kasus

kronik

Tabel 12. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Keterangan:

*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan

sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai

dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak.

b. Hasil pengobatan pasienTB BTA positif

Sembuh

Pasein telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang

dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan folow-up

asebelumnya.

Pengobatan lengkap

Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi

tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

Meninggal

Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

Pindah

Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan

hasil pengobatannya tidak diketahui.

Page 61: Laporan Case VI Tuberculosis

Default (putus berobat)

Adalah pasien yang tidak beroat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatannya selesai.

Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahanya tetap positif atau kembali menjadi positif

pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS

a. Kehamilan

Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan

pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk

kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan

karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta.

Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan

keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan

kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya

supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan

terhindar dari kemungkinan tertular TB.

b. Ibu menyusui dan bayinya

Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan

pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.

Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara

adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah

penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan

bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan

kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

c. Pasien TB pengguna kontrasepsi

Page 62: Laporan Case VI Tuberculosis

Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,

susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang

pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi

yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS

Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama

seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya

dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.

Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.

Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai

dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan

Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal)

Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu

UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.

Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan

VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).

e. Pasien TB dengan hepatitis akut

Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik,

ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana

pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol

(E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan

Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.

f. Pasien TB dengan kelainan hati kronik

Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum

pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak

diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau

peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan

dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak

Page 63: Laporan Case VI Tuberculosis

boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau

2HES/10HE.

g. Pasien TB dengan gagal ginjal

Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui

empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT

jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan

gangguan ginjal.

Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari

penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas

pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan

dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien

dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

h. Pasien TB dengan Diabetes Melitus

Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas

obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu

ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah

selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien

Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu

hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan

tersebut.

i. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa

pasien seperti:

o Meningitis TB

o TB milier dengan atau tanpa meningitis

o TB dengan Pleuritis eksudativa

o TB dengan Perikarditis konstriktiva.

Page 64: Laporan Case VI Tuberculosis

Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian

diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit

dan kemajuan pengobatan.

j. Indikasi operasi

Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:

1. Untuk TB paru:

Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara

konservatif.

Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat

diatasi secara konservatif.

Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.

2. Untuk TB ekstra paru:

Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang

disertai kelainan neurologik.

EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA

Tabel berikut , menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan

gejala.

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak nafsu maka, mualm

sakit perut

Rifampisin Semua OAT diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin

Kesemutan s/d rasa

terbakar di kaki

INH Beri vit. B6 (piridoxin) 100 mg perhari

Warna kemerahan pada

urine

Rifanpisin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu

penjelasankepada pasien

Tabel 13. Efek samping ringan OAT

Page 65: Laporan Case VI Tuberculosis

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Gatal dam kemerahan kulit Semua jenis

OAT

Ikuti petunjuk penatalaksanaan

di bawah

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti

etambutol

Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti

etambutol

Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua

OAT

Hentikan semua OAT sampai

ikterus menghilang

Bingung dan muntah-muntah

(permulaan ikterus karena obat)

Hampir semua

OAT

Hentkan semua OAT, segera

lakukan tes fungsi hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan rifampisin

Tabel 14. Efek samping ringan OAT

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”:

Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu

kemungkinan penyebab lain. Berika dulu antihistamin sambil meneruskan OAT dengan

pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada

sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini,

hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek

samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.

Pada UPK Rujukan penangan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian kembali

OAT harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan obat lepas. Hal ini

Page 66: Laporan Case VI Tuberculosis

dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan penyebab dari efek samping

tersebut.

Efek samping hepatotoksik bisa terjadi karena hipersensitivitas atau karena

kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu kemudian

diberi kembali sesuai dengan prinsip dechallenge rechallenge. Bila dalam proses

rechallenge yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti

hepatotoksik karena reaksi hipersensitivitas.

Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya

piraziamid atau etambutol, maka pengobatan TB dapat diberika lasi dengan tanpa

obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat dengan obat lain. Lamanya pengobatan

mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risiko terjadinya

kekambuhan.

Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap

isoniazid atau rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling

ampuh sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan

jangka pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap isoniazid atau

rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun,

jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab menpunyai

risiko besar terjadi keracunan yang berat.

OBAT-OBAT ANTITUBERCULOSIS

Reference : Katzung, pharmacology

Lippincott, pharmacology

Isoniazid

Hidrazid dari asam isonikotionat. Obat paling aktif untuk mengobati tuberculosis.

Merupakan obat yang molekulnya kecil (137MW) dan secara bebas larut dalam air.

Memiliki struktur yang mirip dengan pyridoxine. Bekerja secara intraselular dan

ektraselular untuk menghambat tubercle bacilli, spectrum bakterinya luas dan bersifat

bakterisidal. Mampu masuk kedalam sel fagosit.

Page 67: Laporan Case VI Tuberculosis

Mechanism of action

Menghambat sintesis asam mikolat yang merupakan komponen penting untuk dinding sel

mycobacterial. Isoniazid merupakan prodrugs, dan diaktifkan oleh KatG (mycobacterial

catalase peroxidase)

INH aktif memiliki efek letal dengan membentuk compleks dengan AcpM (acyl carrier

protein) dan KaSA (β-ketoacyl carrier protein-synhtase)

Memblok sintesis asam mikolat

Farmakokinetik

Absorpsi : melalui GI tract, adm 300 mg oral dose atau 5-15 mg/kg/day. Meningkat

dalam knsentrasi plasma sekitar 3-5μg/mL dalam 1-2 jam. Lalu terdistribusi ke seluruh

cairan tubuh dan jaringan. Konsentrasi mencapai CSF adalah 20-100 % dari konsentrasi

serum.

Metabolisme : melalui asetilasi enzim N-acetyltransferase yang ada di liver. Half life nya

sekitar kurang dari 1 sampai 3 jam. Dieksresikan utamanya melalui urine.

Basis of resistance

Berhubungan dengan overexpression dari inhA (yang mengkode NADH-dependenteacyl

carrier protein reductase), mutasi atau delesi dari KatG, mutasi KaSA, mutasi yang

menyebabkan overexpression Ahpc (gen virulensi yang terlibat dalam proteksi sel dari

oxidative stress)

Resistensi mutan terjadi pada susceptible mycobacterial population dalam frekuensi 1

bacillus dalam 106 karena lesi tuberculosis memiliki >108 tubercle bacilli, oleh karena itu

resistensi mudah muncul jika INH diberikan sebagai obat tunggal. Untuk refampin

Resistensi mutan terjadi pada susceptible mycobacterial population dalam frekuensi 1

bacillus dalam 106. Sedangkan untuk pemberian obat kombinasi INH dengan rifampin

maka frekuensi resistensi adalah 106 x 106 adalah 1012. jadi dengan pemberian kombinasi

menurunkan resistensi.

Page 68: Laporan Case VI Tuberculosis

Efek samping

Insidensi serta severity efek samping tergantung dosis dan durasi pemberian obat.

Biasanya adalah reaksi alergi seperti skin rashes dan fever.

Efek toksik langsung misalnya hepatitis, peripheral neurophaty, kejang, abnormalitas

mental, neuritis optikus.

Rifampin

Berasal dari jamur streptomyces yang memiliki aktivitas mikroba yang lebih luas dari

isoniazid dan tidak pernah digunakan sebagai obat tunggal dalam penggunaan terapi

tuberculosis.

Mekanisme kerja

Menghambat transkripsi dengan cara berinteraksi dengan β-subunit RNA polymerase

bacterial untuk membentuk DNA sehingga dihambat sintesisnya. Obat ini spesifik untuk

bakteri prokariot.

Spectrum antimikroba

Bersifat bakterisidal terhadap bacterial intraseluar dan ekstraselular termasuk M.

tuberculosis, M. atypic, M. leprae, efektif juga terhadap banyak organisme gram negative

dan positif, sering digunakan secara profilaksis untuk seluruh anggota kelurga yan

terpapar tuberculosis .

Farmakokinetik

Absorpsi adekuat peroral. Distribusi terjadi seluruh cairan tubuh dan dengan kadar yang

cukup mencapai CSF. Dimetabolisme di hati dan dieliminasi melalui empedu serta

eksresi lainya berwarna kemerah ke cairan tubuh sehingga pendrita harus diberitahukan

sebelumnya. Rifampin memiliki efek terhadap kerja enzim P450 sehingga mennyebabkan

metabolisme pada obat lainya → mengurangi efektivitas obat lainya.

Page 69: Laporan Case VI Tuberculosis

Efek samping

Mual, muntah, ruam, demam.

Ethambutol

Ethambutol adalah suatu senyawa sintesis. Larut dalam air, tahan panas. Isomer

dekstro dari struktur diberikan sebagai garam dihydrochloride.

Strain rentan dari Mycobacterium tuberculosis dan mikrobakteri lainnya dihambat

secara invitro oleh ethambutol 1 – 5 μg/mL.

Mekanisme kerja : Menghambat kerja arabinosyl transferase mikrobakteri, yang

dikodekan oleh embCAB operon. Arabinosyl transferase terlibat dalam reaksi

polimerasi dari arabinoglycan, suatu komponen esensial dari dinding sel mikrobakeri.

Gangguan sintesis arabinoglycan menganggu pertahanan sel, meningkatkan aktivitas

obat-oabt lipofilik seperti rifampin dan ofloxacin yang menembus dinding sel

terutama pada domain – domain lipid dari struktur ini.

Resistensi terhadap ethambutol diakibatkan oleh mutasi – mutasi yang menghasilkan

overekspresi produk – produk gen emb atau dalam gen struktur embB.

Farmakokinetik :

Administrasi peroral. Diabsorpsi dengan baik di GI tract. Distribusi hamper ke

seluruh jaringan tubuh, termasuk dapat menembus sawar darah otak. Setelah

meminum dosis sebanyak 25 mg/kg, kadar darah puncak 2 – 5 μg/mL akan dicapai

Page 70: Laporan Case VI Tuberculosis

dalam 2 – 4 jam. Ekskresi melalui urine dan feces. Konsentrasi pada CSF bervariasi

sekitar 4 % - 64 % dari kadar serum. Waktu paruh sekitar 3 – 4 jam. Metabolisme di

hati.

Resistensi terhadap ethambutol timbul cepat saat obat tersebut digunakan secara

tunggal.

Dosis yang diberikan 15 – 25 mg/kg.

Efek Samping :

- Neuritis retrobulber, yang menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan dan

buta warna merah hijau. ( paling sering terjadi )

- Reduksi ekskresi uric acid

- Gangguan gastrointestinal

- Hypersensitivitas.

Kontraindikasi :

- Pada anak – anak usia muda

- Pasien dengan optic neuritis

Pyrazinamide

Page 71: Laporan Case VI Tuberculosis

Pyrazinamide sejenis dengan nicotinamide, stabil, sedikit larut dalam air. Pada pH

netral, pyrazinamide tidak aktif invitro, tetapi pada pH basa ( 5,5 ) dapat menghambat

basil tuberkel dan beberapa jenis mikrobakteri lainnya dalam konsentrasi sekitar 20

μg/mL.

Mekanisme kerja :

Pyrazinamide diubah menjadi pyrazinoic acid ( bentuk aktif pada obat tersebut ) oleh

pyrazinamide mikrobakteri, yang dikodekan oleh pncA. Mekanisme secara pasti

masih belum diketahui.

Resistensi disebabkan oleh mutasi – mutasi pada pncA yang merusak pengubahan

pyrazinamide menjadi bentuk aktifnya. Gangguan ambilan pyrazinamide mungkin

berkontribusi dalam menimbulkan resistensi.

Farmakokinetik :

Absorpsi peroral. Diabsorpsi cepat di GI tract. Konsentrasi serum 30 – 50 μg/mL

pada 1- 2 jam setelah pemberian peroral dengan dosis 25 mg/kg/hari. Distribusi

secara luas ke seluruh jaringan tubuh termasuk ke selaput otak. Waktu paruh sekitar 8

– 11 jam. Ekskresi melalui urine.

Dalam pengobatan TB pyrazinamide sebagai suatu agen “ sterilizator “ aktif untuk

melawan sisa-sisa organisme intraselular yang dapat mengakibatkan kekambuhan.

Basil – basil tuberculosis mengembangkan resistensi terhadap pyrazinamide dengan

cukup cepat, tetapi tidak terdapat resistensi silang dengan isoniazid atau dengan obat

antimikrobakteri lainnya.

Efek Samping :

- Hepatotoksisitas ( dalam 1 – 5 % jumlah pasien )

- Mual

Page 72: Laporan Case VI Tuberculosis

- Muntah

- Demam obat

- Hyperurisemia.

Kontraindikasi :

- Pada pasien dengan gangguan fungsi hati

Streptomycin

Page 73: Laporan Case VI Tuberculosis

Merupakan antibiotika golongan aminoglikosida, golongan antibiotik bakteriosid

yang asalnya didapat dari berbagai spesies streptomyces.

Streptomycin mempunyai cincin hexose yaitu streptidine dimana berbagai gula amino

dikaitkan oleh ikatan glikosidik.

Agen – agen ini larut air, stabil dalam larutan, lebih aktif pada pH basa dibandingkan

pH asam.

Mekanisme Kerja :

Menghambat sintesis protein irreversible, mekanisme pasti aktivitas bakteriosidnya

masih belum jelas. Begitu streptomycin memasuki sel, ia mengikat protein ribosom

subunit- 30S yang spesifik. Streptomycin menghambat sintesis protein melalui 3 cara,

yaitu :

1. Mengganggu kompleks awal pembentukan peptide

2. Menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan asam

amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan

non-fungsi atau toksik protein.

3. Menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom non-

fungsional.

Sebagian besar basil – basil tuberkel dihambat oleh streptomycin, 1 – 10 μg/mL, secara

invitro. Streptomycin sulit menembus ke dalam sel – sel dan konsekuensi obat ini hanya

aktif utamanya untuk melawan basil – basil tuberkel ekstraselular.

Farmakokinetik :

Administrasi parenteral Intra muscular ( I.M ) atau intra vena ( I.V ). Dosis yang

digunakan adalah 15 mg/kg/hari. Konsentrasi serum mendekati 40mg/mL dapat dicapai

dalam 30 – 60 menit setelah penyuntikan. Half life sekitar 2,5 jam.

Efek Samping :

- Ototoksik

- Nephrotocsic

- Vertigo dan kehilangan pendengaran merupakan efek samping utama dan

kemungkinan menjadi permanen.

Page 74: Laporan Case VI Tuberculosis

REFERENCES

1. T. W. Sadle: Langman’s Medical Embriology. 6th ed, 1990

2. Junquiera LC., Carneiro J., O Kelley R. Basic Histology. 10th ed. Appleton and

Lange, 2004.

3. Guyton AC. Textbook of Medical Physiology. WB Saunders Co. London, 1991.

4. Moore, Dalley. Clinical Oriented Anatomy. 4th ed. Loppincot Williams and Wilkins.

5. Juzar Ali, Warren S, Michael Levitzky.Pulmonary Pathophysiology. 2nded. McGraw

Hill. USA, 2005

6. . Tortora, Derricson. Principle of Anatomy and Physiology. 11th ed. Wiley, 2006

7. www.tuberose.com/cigarette smoking.html.

8. Harrison,T.R. Principle of internal medicine. 16thed, McGraw-Hill,USA,2005.

9. www.wikipedia/chronic bronchitis.

10. Mccance, Kathryn l, Sue E. Hueter. Pathophysiology.5thed. Mosby.

Philadelphia,2006.

Page 75: Laporan Case VI Tuberculosis

11. GOLD.Global Strategy for diagnosis, management, and prevention of chronic

pulmonary disease.USA,2007.

12. Sndden, david.Macleod's Clinical Examination.11thed.elsevier. USA,2007

13. Harmening,Denise. Clinical Hematology and fundamental of hemostasis 4ed..Fa

davis company. Phliadelphia,1997.

14. Jawetz, Melnick, Adelberg. Medical Microbiology 20ed. Appelton and

lange.USA,1995.

Page 76: Laporan Case VI Tuberculosis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR BAGAN

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA