Laporan Budidaya Tanaman Tahunan Acara 1
-
Upload
irman-nurwanto -
Category
Documents
-
view
233 -
download
4
description
Transcript of Laporan Budidaya Tanaman Tahunan Acara 1
LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN (AGT 312)
ACARA IPENGOLAHAN TANAH
Disusun oleh:Kelompok D
Ratna Annisah N A1L011158Dwi Astuti A1L011159Michael Maruao A1L011160Wahyu meylandari A1L011161Irman Nurwanto A1L011162
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2013
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) merupakan salah satu komoditi
pertanian (khususnya perkebunan) yang penting, baik untuk lingkup internasional
maupun bagi Indonesia. Selain sebagai sumber devisa negara non-migas, karet juga
menjadi sumber penghasilan hidup bagi banyak petani. Sumber devisa ini
dikembangkan melalui peningkatan efisiensi pengolahan dan optimalisasi
pemanfaatan sumber daya alam, tenaga kerja, modal, dan teknlogi yang tersedia.
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea, dan
sering disebut dengan nama lain, seperti rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea.
Supaya tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan dapat menghasilkan lateks yang
maksimal maka perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang
dibutuhkan oleh tanaman ini. Produksi tanaman karet yang ditanam pada lahan yang
tidak sesuai dengan syarat tumbuhnya maka akan terhambat dan tidak maksimal.
Lingkungan yang kurang baik juga sering mengakibatkan pertumbuhan tanaman dan
produksi lateks menjadi rendah.
Dalam budidaya karet banyak sekali hal yang perlu diperhatikan seperti dalam
pengolahan tanah, penanaman, pembibitan, panen, dan pengelolaan pasca panennya.
Pengolahan tanah merupakan kegiatan awal yang dilakukan dalam budidaya karet.
Pengolahan tanah untuk tanaman karet juga harus diperhatikan agar tanaman dapat
2
tumbuh dan produksi lateksnya maksimal. Mulai dari pembukaan lahan untuk
penanaman, pengolahan tanah, saluran irigasi dan drainase, serta pengelolaan gulma
yang ada pada lahan tersebut.
B. Tujuan
1. Mengetahui teknik pengolahan lahan yang baik bagi pertanaman karet
2. Mengetahui kondisi lahan yang baik bagi pertanaman karet
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klassifikasi
Menurut Strasburgers (2004) taksonomi karet, yaitu:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Sub class : Tricoccae
Familli : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasilliensis Muell Arg.
B. Morfologi
Tanaman karet merupakan pohon dengan ke tinggiannya dapat mencapai 30-40
m. Sistem perakarannya padat/kompak akar tunggangnya dapat menghujam tanah
hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m.
Batangya bulat/silindris, kulit kayunya halus, rata, berwarna pucat hingga kecoklatan,
sedikit bergabus (Syamsulbahri,1996)
Daun karet berwarna hijau dan ditopang oleh tangkai daun utama dan tangkai
anak daun. Panjang tangkai daun utama antara 3-20 cm, sedangkan tangkai anak
daunnya antara 3-10 cm. Pada setiap helai daun karet biasanya terdapat tiga helai
anak daun. Pada musim kemarau daun menjadi kuning atau merah (setiawan,2000).
4
Pada satu karangan bunga (inflorensia) pada umumnya terdapat 3-15 malai.
Bunga betina dalam satu malai bervariasi antara 0-30 bunga, umumnya 4-6 bunga
betina terbentuk di ujung sumbu-sumbu malai. Jumlah bunga dalan satu pohon
bervariasi pada keaadan pembungaan yang cukup baik, jumlah bunga betina dapat
mencapai 6000-8000 bunga per pohon. Bunga jantan terdapat pada bagian bawah
malai dan ukurannya lebih kecil, sedangkan bunga betina ukurannya lebih besar dari
pada bunga jantan dan berbentuk bulat (bundar). Jumlah bunga jantan dalam satu
pohon dapat mencapai 60-70 kali lebih banyak dari bunga betina (Siagian, 2006).
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya tiga,
kadang enam, sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras.
Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak- bercak berpola yang khas (Pathamus,
1982).
C. Syarat Tumbuh
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim
untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya.
1. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan
150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai
produksinya juga terlambat.
5
2. Curah hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000
mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian,
jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang.
3. Tinggi tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan
ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak
cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal diperlukan berkisar antara 25ºC
sampai 35ºC.
4. Angin
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk
penanaman karet, karena dapat menyebabkan bibit tanaman karet dapat roboh atau
terbang terbawa oleh angin.
5. Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih
mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini
disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet
dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat
fisiknya.
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik
tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis
mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman
6
air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik
karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat
fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara
pH 3,0 ‐ pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0.
D. Pengolahan Tanah
Dalam penyiapan lahan karet dikenal dua jenis penyiapan lahan tanaman yaitu;
penanaman ulang (replanting) dan penanaman bukaan baru (new planting).
Penyiapan lahan bertujuan untuk memberikan kondisi pertumbuhan yang baik bagi
tanaman dan mengurangi infeksi Jamur Akar Putih, JAP, Rigidophorus liginosa
(Dirjen Perkebunan, 2006).
Saat persiapan penanaman tanaman karet, kecuali penyediaan bibit perlu juga
melaksanakan berbagai pekerjaan lainnya, yaitu pembukaan hutan atau
pembongkaran tanaman tua, pembersihan sisa – sisa tanaman, pembersihan gulma,
pengolahan tanah, pembuatan teras, pembuatan jalan dan sebagainya (Soetedjo,
1979).
Dewasa ini dalam budidaya karet dikenal beberapa istilah teknis yang
berhubungan dengan pembukaan lahan yang perlu diketahui, yakni :
1. New Planting (bukaan baru), yaitu penanaman karet yang dilaksanakan pada
lahan yang sebelumnya tidak ada tanaman karet yang diusahakan pada areal
tersebut. Bukan baru dilaksanakan pada tanah hutan, tanah peladangan, dan
sebagainya.
7
2. Replanting (bukaan ulangan), yaitu penanaman karet pada lahan yang
sebelumnya telah ditanami tanaman karet.
3. Konversi, yaitu penanaman karet pada lahan yang sebelumnya ditanami jenis
tanaman keras/perkebunan lain. Misalnya senula ditanami kopi, kemudian
diganti karet (Setyamidjaja, 2000).
Penyiapan lahan dapat dilakukan secara mekanis maupun khemis. Penyiapan
lahan secara mekanis dilakukan dengan tahapan, sebagai berikut : Penebangan Pohon.
Penebangan dilaksanakan dengan gergaji (chain saw) dan penumbangan dilakukan
secara teratur agar tidak terganggu kegiatan selanjutnya. Tunggul yang tersisa
dibongkar dengan buldozer dan dikumpul pada tempat yang banyak sinar matahari
dengan jarak yang teratur agar tidak mengganggu kegiatan pegolahan tanah
(Sunarwidi, 1982).
Tahapan pengolahan tanah, adalah:
1. Ripper. Ripper dimaksudkan untuk mengangkat tunggul dan sisa-sisa tanaman
yang tetinggal menggunakan traktor rantai dengan kedalaman garpu sekitar 45
cm.
2. Luku. Meluku dilakukan dua kali dengan arah menyilang saling tegak lurus
sedalam 40 cm menggunakan taktor luku. Interval waktu luku I dan luku II
adalah 21 hari.
3. Ayap Akar. Semua sisa akar dan potongan karet yang masih tertinggal diayap
secara manual dan dikumpulkan ditempat tertentu untuk memudahkan
pemusnahannya.
8
4. Rajang. Rajang dilakukan untuk meratakan bongkahan – bongkahan tanah
sebagai akibat luku (Tirtoboma, 1981).
Penyiapan lahan secara khemis dilakukan dengan tahapan, sebagai berikut:
Penumbangan dan Pengumpulan pohon. Penumbangan pohon dilakukan dengan arah
teratur menggunakan kapak atau chain saw pada ketinggian 50 cm. Peracunan
tanggul. Peracunan dilakukan dengan menggunakan 2,4,5 T yang dilarutkan dalam
minyak solar dengan dosis 5 % dengan atau garlon.Larutan 2,4,5 T dalam minyak
solar dioleskan pada pangkal tunggul dengan ketinggian 20 cm dengan lebar 20 cm.
Bila menggunakan garlon, terlebih dahulu kulit dikupas pada ketinggian 10 cm dari
permukaan tanah lalu diracuni dengan garlon yang telah dilarutkan dalam solar dngan
dosis 10 % (Sunarwidi, 1982).
Pembangunan penutup tanah: Penutupan lahan karet siap olah dengan kacang-
kacangan (LCC) sangat diperlukan dan memberi keuntungan. Keutungannya antara
lain : meningkatkan kesuburan tanah, melindungi permukaan tanah dari erosi,
memperbaiki sifat-sifat tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman karet, menekan
jamur akar putih dan menekan biaya pengendalian gulma (Williams, 1982).
Ada beberapa macam komposisi benih kacangan yang sudah diketahui. Macam-
macam komposisi ini berkembang sesuai dengan penelitian dan pengalaman
bertahun-tahu di lapangan. Beberapa jenis kacangan yang dapat digunakan sebagai
penutup tanah di perkebunan karet diantaranya :
1. Kacangan campuran konvensional
9
Kacangan campuran konvensional terdiri dari Pueraria phaseoloides,
Calopogonium mucunoides, dan Centrosena pubescens merupakan penutup tanah
yang ideal di perkebunan karet. Campuran konvensional memberikan bahan organik
dan unsur hara ke dalam tanah lebih banyak dibandingkan dengan rumput alami,
melindungi tanah dengan sempurna dari erosi, dan memberikan efek penekanan
terhadap serangan JAP.
Dapat dibangun dengan teknik yang sederhana baik secara manual bila tenaga
kerja cukup tersedia maupun secara kimiawi. Kelemahannya yakni kurang toleran
terhadap suasana ternaung sehingga pertumbuhannya berangsur-angsur tertekan bila
tajuk tanaman karet menutup permukaan tanah.
2. Serelum (Calopogonium caeruleum)
Serelium memberikan bahan organik lebih banyak dari yang dihasilkan
kacangan konvensional dan melindungio permukaan tanah dari erosi setaraf atau
lebih baik dari kacangan campuran konvensional.
Secara kumulatif serelium mendorong pertumbuhan tanaman karet setaraf atau
ada kalanya lebih baik dibandingkan campuran kacangan konvensional. Juga
berperan menekan secara efektif serangan JAP. Dibanding dengan kacangan lainnya,
serelium lebih toleran terhadap suasana ternaung dan kekeringan, kurang disukai
hama; selama masa TM serelium dapat bertahan tumbuh dalam gawangan karet.
Pertumbuhan awalnya lebih lambat menutup permukaan tanah deibanding dengan
kacangan konvensional.
3. Mucuna bracteata
10
Mucuna bracteata merupakan jenis kacangan baru yang diintroduksi dari
negara India. Penggunaannya di perkebunan karet baru dilakukan selama 3 tahun
terakhir. Meskipun demikian jenis kacangan ini banyak diminati pekebun karet
karena dapat secara efektif menutup permukaan tanah pada masa TBM. Secara visual
penggunaan Mucuna bracteata pada areal TBM karet dapat mendorong pertumbuhan
tanaman karet setaraf dengan kacangan campuran konvensional maupun serelium.
Jenis kacangan ini menghasilkan bahan organik cukup besar dan
pertumbuhannya sangat cepat. Pengamatan di lapangan pertumbuhan sulur kacangan
yang sehat dapat mencapai >10 cm setiap 24 jam dan dengan penanaman sama
banyak dengan jumlah tegakan karet per hektar, ternyata dalam waktu 6 bulan dapat
menutup pemukaan tanah dengan sempurna. Dari kenyataan tersebut dapat dikatakan
mukana sangat efektif melindungi permukaan tanah dari erosi terutama pada masa
TBM.
Dibanding dengan kacangan lainnya, Mucuna bracteata lebih toleran terhadap
suasana ternaung dan kekeringan, kurang disukai hama dan tidak disukai ternak,
sehingga jenis kacangan ini sangat cocok untuk dipergunakan pada areal TBM yang
potensial mendapat gangguan ternak lembu maupun kambing. Selama masa TM
Mucuna bracteata masih dapat bertahan tumbuh dalam gawangan karet.
Kelemahannya karena pertumbuhan Mucuna bracteata sangat cepat, konsekuensinya
frekuensi rotasi pengendalian sulur menjadi lebih sering. Dalam dua minggu, apabila
pertumbuhan sulur tidak dikendalikan maka akan melilit batang tanaman karet.
(Anonim, 2013)
11
Pengimasan dan penyemprotan gulma. Pengimasan dan penyemprotan
menggunakan herbisida sistemik atau kontak diperlukan pada areal yang gulmanya
cukup tinggi atau pada areal vegetasi alang-alang. Untuk mencapai efectivitas terbaik,
pada areal yang gulma atau alang-alang sudah berdaun tua sebaiknya diadakan
pembabatan terlebih dahulu (Tjitrosoedirdjo, 1984).
12
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan meliputi perkebunan karet PTPN IX Krumput,
Banyumas, kertas folio, dan kantong plastik.
Alat yang digunakan yaitu pensil, bolpoint, penggaris, penghapus, spidol,dan
kamera.
B. Prosedur Kerja
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil sesuai dengan pembagian dalam setiap
rombongan,
2. Alat dan bahan dipersiapkan,
3. Mahasiswa ditugaskan ke lapangan untuk mengamati keadaan perkebunan dan
mendengarkan materi yang disampaikan pemateri,
4. Hasil pengamatan dituliskan pada kertas folio dengan alat tulis
5. Hasil pengamatan dikumpulkan untuk dinilai oleh asisten sebagai accan.
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Terlampir.
B. Pembahasan
Syarat tumbuh tanaman karet memerlukan kondisi-kondisi tertentu yang
merupakan syarat hidupnya. Lebih rinci syarat tumbuh diuraikan sebagai berikut:
1. Iklim
Daerah yang cocok adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU, dengan
suhu harian 25 – 30oC.
2. Curah hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.000 - 2.500
mm/tahun dengan hari hujan berkisar 100 s/d 150 HH/tahun. Lebih baik lagi
jika curah hujan merata sepanjang tahun. Sebagai tanaman tropis, karet
membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, minimum 5 – 7 jam/hari.
3. Tinggi tempat
Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian
200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan
suhu harian lebih dari 30oC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa
tumbuh dengan baik.
14
4. Angin
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk
penanaman karet. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan
berbatang besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 - 25 m. Batang tanaman
biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas.
5. Tanah
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet
baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat
fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah,
aerasi dan drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena
kandungan haranya rendah.
Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya
kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Tanah-tanah kurang
subur seperti podsolik merah kuning yang ada di negeri ini dengan bantuan
pemupukan dan pengelolaan yang baik bisa dikembangkan menjadi perkebunan
karet dengan hasil yang cukup baik.
Pada pada lapisan olah tanah tidak disukai tanaman karet karena
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan akar, sehingga proses
pengambilan hara dari dalam tanah terganggu. Derajat keasaman mendekati
normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5-6. Batas
toleransi pH tanah adalah 4-8.
15
Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara lain; aerasi dan
drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan
30% tanah pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air tanah < 100 cm
(Damanik, 2010).
Stecking merupakan kegiatan pembuatan patok yang dilakukan dalam budidaya
karet ketika akan dilakukan peremajaan. Patok yang dibuat difungsikan sebagai
penunjuk lokasi lahan yang akan ditebang. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah
petugas perkebuanan dalam menentukan lokasi lahan mana yang nantinya dilakukan
upaya peremajaan (RiauPos, 2013).
Teras adalah bangunan konservasi tanah dan air yang dibuat dengan penggalian
dan pengurugan tanah, membentuk bangunan utama berupa bidang olah, guludan, dan
saluran air yang mengikuti kontur serta dapat pula dilengkapi dengan bangunan
pelengkapnya seperti saluran pembuangan air (SPA) dan terjunan air yang tegak lurus
kontur. (Yuliarta et al., 2002).
Sedangkan menurut Sukartaatmadja (2004), teras adalah bangunan konservasi
tanah dan air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan
atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan pengurugan tanah
melintang lereng. Tujuan pembuatan teras adalah untuk mengurangi kecepatan aliran
permukaan (run off) dan memperbesar peresapan air, sehingga kehilangan tanah
berkurang.
Terassering adalah suatu konsep yang digunakan untuk meletakkan tanaman
dengan system yang bertingkat-tingkat. Lahan yang paling cocok dan pas digunakan
16
untuk terassering adalah lahan yang bentuknya miring. Lahan seperti ini biasanya
ditemukan didaerah perbukitan. Bentuk tanah atau lahan yang miring akan
memudahkan kita untuk membuat konsep penataan , karewna tinggal menyusaikan
derajat kemiringan tersebut, namun demikian bukan berarti lahan yang bentuknya
datar tidak bisa digunakan untuk membuat terassering . Ada banyak keutungan jika
menggunakan konsep seperti ini (Arsyad, S. 1986).
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga
mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan penyerapan
air oleh tanah. Dengan demikian erosi berkurang. (Arsyad, 1989).
Terdapat 8 macam terasering yang sering digunakan dalam suatu budidaya,
dengan menyesuaikan kemiringan lahan, diantaranya adalah :
1. Teras Datar (level terrace)
Teras datar dibuat pada tanah dengan kemiringan kurang dari 3 %
dengan tujuan memperbaiki pengaliran air dan pembasahan tanah. Teras
datar dibuat dengan jalan menggali tanah menurut garis tinggi dan tanah
galiannnya ditimbunkan ke tepi luar, sehingga air dapat tertahan dan terkumpul.
Pematang yang ada ditanami dengan rumput.
17
2. Teras Kridit (ridge terrace)
Teras kridit dibuat pada tanah yang landai dengan kemiringan 3 - 10
%, bertujuan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Pembuatan teras kridit di
mulai dengan membuat jalur penguat teras sejajar garis tinggi dan
ditanami dengan tanaman seperti caliandra.
3. Teras Guludan (cotour terrace)
Teras guludan dibuat pada tanah yang mempunyai kemiringan 10 - 50 % dan
bertujuan untuk mencegah hilangnya lapisan tanah.
4. Teras Bangku (bench terrace)
18
Teras bangku dibuat pada lahan dengan kelerengan 10 - 30 % dan
bertujuan untuk mencegah erosi pada lereng yang ditanami palawija.
5. Teras Individu
Teras individu dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 %
yang direncanakan untuk areal penanaman tanaman perkebunan di daerah yang
19
curah hujannya terbatas dan penutupan tanahnya cukup baik sehingga
memungkinkan pembuatan teras individu.
6. Teras Kebun
Teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50
% yang direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan.
Pembuatan teras hanya dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada areal
tersebut terdapat lahan yang tidak diteras dan biasanya ditutup oleh vegetasi
penutup tanah. Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar jalur teras disesuaikan
dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang terletak di
antara dua teras yang berdampingan dibiarkan tidak diolah.
20
7. Teras Saluran
Teras saluran atau lebih dikenal dengan rorak atau parit buntu adalah teknik
konservasi tanah dan air berupa pembuatan lubang-lubang buntu yang dibuat
untuk meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen-sedimen dari
bidang olah.
8. Teras Batu
Teras batu adalah penggunaan batu untuk membuat dinding dengan jarak yang
sesuai di sepanjang garis kontur pada lahan miring (Indahpermata, 2009).
Dari hasil survey praktikum yang telah dilakukan ke lokasi dapat diketahui
bahwa di perkebunan PTPN IX Krumput, pengolahan lahan yang dilakukan berupa
21
replanting yaitu penanaman ulang tanaman karet setelah tanaman yang lama
dianggap tidak ekonomis lagi.
Pengolahan tanah dimulai dari pembukaan lahan dengan pembabatan pohon –
pohon yang tumbuh. Pembabatan dilakukan dengan cara mekanik karena cakupan
lahan cukup luas. Alat yang digunakan yaitu traktor dan gergaji mesin karena lebih
ekonomis dibandingkan dedngan tenaga manusia. Pohon karet yang sudah ditebang
dimanfaatkan kembali dengan digunakan untuk kayu bakar dirumah pengasapan.
Setelah penebangan pohon tersebut, tanah kemudian dibongkar dengan cangkul
atau alat mesin semisal traktor hingga tidak ada lagi akar dari sisa penebangan
tersebut. Gunanya adalah agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman karet yang
akan ditanam dilahan tersebut. setelah itu penyiangan dilakukan untuk membersihkan
gulma, biasanya digunakan herbisida. Aplikasi pemberian herbisida dilakukan 4 – 5
kali hingga gulma benar – benar mati. Setiap kali diberikan herbisida yang dipakai
sebanyak 2.000 liter per ha.
Selesai dibersihkan, tanah dibiarkan hingga gulma benar – benar tidak tumbuh
lagi. Tanah dengan kemiringan lebih dari 10o langsung dibuat teras dengan lebar
minimal 1,5 m dan jarak antar teras yaitu 7 m. Pembuatan teras ini dimaksudkan
untuk mengurangi erosi. Pada tanah yang landai biasanya hanya dibuatkan rorak.
Rorak ini berguna sebagai pencegah erosi dan sebagai saluran air. Setelah semua
persiapan telah dilakukan maka tinggal langsung ke proses penanaman.
22
Pada kebun PTPN IX Krumput usaha konservasi telah dilakukan yaitu dengan
pembuatan teras dan penanaman LCC, sehingga tidak perlu lagi adanya usaha
konservasi lain.
23
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penyiapan lahan dapat dilakukan secara mekanis maupun khemis. Penyiapan
lahan secara mekanis dilakukan dengan mesin seperti traktor dan gergaji mesin.
Sedangkan secara khemis yaitu dengan penumbangan pohon dan peracunan tanggul.
Pengolahan tanah yang dilakukan dimulai dari ripper, luku, ayapakar, dan rajang.
Kondisi lahan yang baik bagi pertumbuhan tanaman karet ialah kondisi iklim
memadai atau dengan suhu antara 25 – 30o, curah hujan tinggi antara 100 – 150
HH/tahun, angin yang tidak terlalu kencang, tinggi tempat antar 200 – 400 dpl, dan
tanah yang subur.
B. Saran
Waktu praktikum kurang lama dan tidak secara keseluruhan membahas semua
budidaya tanaman karet yang dilakaukan. Sebaiknya dalam praktikum lapang ini kita
dijelaskan semua hal secara terperinci agar praktikan dapat memahami semua aspek
budidaya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013 http://onodirabatog27.blogspot.com/2013/05/land-clearing-dan-
penanaman-karet-dalam.html
Arsyad S, 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Damanik, S., M. Syakir, Made Tasma, Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen
Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. 86 hlm.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia. Ditjen
Perkebunan, Jakarta.
Moraes, V.H.F. 1977. Rubber In Ecophysiology of Tropical Crops. Academic Press,
New York.
Riau Pos. 2013. Lebih dari 400 Hektar Dibabat Pemilik Modal.
http://m.riaupos.co/30436-berita--lebih-400-hektare-dibabat-pemilik-
modal.html#.UqmP1tIW2Np. (diakses 22 Desember 2013)
Setyamidjaya, D. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahannya. Kanisius, Yogyakarta.
Soetedjo, R. 1979. Karet. PT. Soeroengan, Jakarta.
Sukartaatmadja, S. 2001. Penggunaan Bahan organik untuk Konservasi Tanah.
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 25 hal.
Sunarwidi. 1987. Penyiapan/Pemukaan Lahan dan Penanaman Karet. Warta
Perkaretan.
Sutardi 1981. Faktor Ekologi daerah budidaya karet di Jawa dan beberapa
pengembangan di luar Jawa. Pertemuan Teknis Perkebunan II. Research
Centre Getas.
Tirtoboma. 1981. Teknik Bercocok Tanam Karet. Balai Penelitian Pertanian, Bogor.
Tjitrosoedirjo, S. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Gramedia, Jakarta.
Vijayakumar, K.R. Chandrasehkar, T.R. and Varghese Philip. 2000. Agroclimate In
Natural Rubber. Rubber Research of Indi, Australia.
25
Williams, C. W. 1982. The Agronomy of Major Tropical Crops. Oxford University
Press, Kuala Lumpur.
Yuliarta et al. 2002. Teknologi Budidaya pada Sistem Usahatani Konservasi.
Grafindo. Jakarta.
26