LAPORAN AKHIR PUPT PA YAYATedit
Transcript of LAPORAN AKHIR PUPT PA YAYATedit
i
Kode/Nama Rumpun Ilmu : 181/ Sosial Ekonomi Pertanian
Bidang Unggulan : Pangan
LAPORAN AKHIR
PENELITIANUNGGULANPERGURUANTINGGI
PENGEMBANGAN STEVIAHASILMUTASI IN VITRO
DI SENTRA PRODUKSI JAWABARAT
Dibiayai oleh:
Direktorat Riset, PengabdianMasyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset,
Teknologi dan Perguruan Tinggi
Sesuai dengan Kontrak PenelitianUnggulan Perguruan Tinggi
Nomor: 718/UN6.3.1/PL/ 2017, Tanggal 17 April 2017
Tahun Ke 1 (Satu) Dari Rencana 2 (Dua) Tahun
Oleh :
Yayat Sukayat, Ir., MSi NIDN. 0028095805 (Ketua)
Dr. Hepi Hapsari, Ir., MS. NIDN. 0010046307 (Anggota)
Dr.rer.nat Ir. SusenoAmien NIDN. 0051065003 (Anggota)
Pandi Pardian, ST.,MBA. NIDN.0002057607 (Anggota)
UNIVERSITAS PADJADJARAN
OKTOBER 2017
i
ii
IDENTITAS DANURAIANUMUM
1. Judul Penelitian : Pengembangan Stevia Hasil Mutasi in Vitro di Sentra Produksi
Jawa Barat
2. Tim Peneliti :
No. Nama Jabatan BidangKeahlian Instansi AsalAlokasi
Waktu
(jam/ming1 Dr. Hepi Hapsari,
Ir.MS.Ketua
SosialEkonomi
Pertanian
Fakultas Pertanian
UNPAD10
2 Ir. Yayat Sukayat,
MSi.Anggota 1
SosialEkonomi
Pertanian
Fakultas Pertanian
UNPAD10
3 Dr.rer.nat., Ir. Suseno
AmienAnggota 2
Pemuliaan
Tanaman
Fakultas Pertanian
UNPAD10
4 Pandi Pardian,
ST.,MBA.Anggota 3 Agribisns
Fakultas Pertanian
UNPAD10
3. Objek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian). Jenis
material: tanaman stevia hasil mutasi in vitro dengan nomor B5A2, BEA3, G3.5B2,
G5.BA2, G7.5A2, T3.5B2, TED1. Segi penelitian : preferensi petani terhadap
kultivar stevia hasil mutasi in vitro, kearifan lokal petani dalam usahatani stevia,
analisis usahatani, dan sistem agribisnis stevia.
4. Masa Pelaksanaan
Mulai : bulan April, tahun : 2017
Berakhir : bulan Nopember, tahun : 2017
5. Usulan Biaya DRPM Ditjen Penguatan Risbang
Tahun ke-1: Rp. 95.370.000,-
Tahun ke-2: Rp. 305.000.000,-
6. Lokasi Penelitian (lapangan) : lahan Petani Desa Cibodas, Kecamatan Ciwidey,
Kabupaten Bandung.
7. Instansi lain yang terlibat : Petani Desa Cibodas menjadi mitra penelitian,
melakukan ujicoba budidaya stevia hasil mutasi in vitro dengan bantuan sarana
produksi dari peneliti. Selain itu juga Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)
Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.
iii
8. Temuan yang ditargetkan : menentukan kultivar stevia hasil mutasi in vitro yang
disukai petani, disukai industri gula kesehatan, menguntungkan secara ekonomis
dan teknis, cocok dengan agroklimat setempat, cocok dengan kearifan lokal
petani sehingga mudah diadopsi seterusnya. Penelitian ini merupakan kaji tindak
(action research) dengan paradigma participatory plant breeding, yang intinya
melibatkan pengguna (user) dalam proses pengembangan teknologi. Metode
penelitian adalah kombinasi kuantitatif dan kualitatif (mix method).
9. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu : melibatkan petani sebagai pelaku
utama agribisnis, dalam rekayasa genetika stevia (participatory plant breeding)
yang berorientasi pasar.
10. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran : Jurnal internasional Agrivita-Universitas
Brawijaya dan jurnal nasional terakreditasi Sosiohumaniora–Universitas
Padjadjaran. Jurnal nasional direncanakan masuk tahun 2017, dan terbit tahun 2018.
Jurnal internasional direncanakan draft dan submitted tahun 2018.
11. Rencana luaran : Rekayasa sosial, yakni meningkatkan kompetensi petani dalam
budidaya dan pengolahan stevia, penguatan kelembagaan petani, inisiasi
kemitraan dengan pedagang dan industri gula kesehatan. Draft rekayasa sosial
direncanakan tahun 2017, dan penerapannya direncanakan tahun 2018
v
DAFTAR ISI
JUDUL Hal
HALAMANPENGESAHAN…………………………………………………… i
IDENTITASDANURAIANUMUM…………………………………………… ii
PRAKATA……………………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… v
RINGKASAN…………………………………………………………………… vii
BAB1. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang…………………………………………………………… 1
1.2.Permasalahan yang akan diteliti ………………………………………… 6
1.3. Tujuan dan Urgensi Penelitian………………………………………… 6
1.4. Temuan dan Target Luaran……………………………………………... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………. 8
2.1.Tanaman Stevia………………………………………………………… 8
2.2. Pemuliaan Tanaman Stevia…………………………………………….. 8
2.3.Limatisasi dan Budidaya Stevia ………………………………………… 9
BAB 3METODE PENELITIAN
3.1.Tahapan Riset…………………………………………………………… 14
3.2. Penelitian Tahap 1……………………………………………………… 16
3.3. Penelitian Tahap 2……………………………………………………… 17
3.4. Penelitian Tahap 3………………………………………………………. 18
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Gambaran Umum Tempat Penelitian……………………………………. 20
4.2.Produksi dan Sistem Kelembagaan Petani Petani …………………….. 23
4.3.Sistem Agribisnis pada Komoditas Stevia……………………………….. 25
4.4. Percobaan Stevia Hasil Mutasi In Vitro…………………………………. 36
4.5. Pengusahaan Komoditas Stevia…………………………………………. 37
4.6. Preferensi Stevia hasil mutasi in vitro…………………………………… 42
vi
4.7. Analisis Usahatani Stevia……………………………………………….. 44
4.8. Pengembangan Stevia di Produksi Jawa Barat …………………………... 48
BAB 5. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA
5.1.Kegiatan yang Telah Dilakukan ………………………………………. 51
5.2.Rencana Tahapan Berikutnya ……………………………………………. 53
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
5.3. Kesimpulan ………………………………………………………………. 55
5.4. Saran ……………………………………………………………………... 56
REFERENSI……………………………………………………………………. 57
LAMPIRAN…………………………………………………………………….. 59
vii
RINGKASAN
PENGEMBANGANUSAHATANI STEVIAHASILMUTASI IN VITRO
DI SENTRA PRODUKSI JAWABARAT
(Tahun Pertama)
Hepi Hapsari, Suseno Amien, Yayat Sukayat, Pandi Pardian
Rekayasa genetika tanaman seharusnya berbasis kebutuhan pengguna, yakni petani
sebagai konsumen benih/bibit level on farm; rumahtangga dan industri sebagai
konsumen produk di hilir (off farm) sistem agribisnis. Suseno Amien, dkk (2015) dalam
penelitian Strategis Nasional menghasilkan kultivar unggul stevia melalui induksi mutasi
sinar gamma 3,5 Gy; 5 Gy dan 7,5 Gy dan 0,5 % Ethyl Methane Sulfonat (EMS), yang
dipalikasikan pada kasus stevia aksesi Bogor, Garut dan Tawangmangu telah
menghasilkan 54 buah. Varietas tersebut telah teruji di laboratorium dan kebun
percobaan, namun belum diuji di tingkat petani on farm dan konsumen industri pemanis
di hilir (off farm). Daya terima (tingkat adopsi) petani terhadap kultivar stevia, serta respon
konsumen rumahtangga dan industri terhadap karakter stevia hasil mutasi in vitro, akan
menjadi umpan balik untuk memperbaiki pemuliaan varietas sesuai kebutuhan pengguna.
Penelitian tahun I : (1) mengetahui preferensi petani terhadap karakter fisiologis dan
ekonomis stevia hasil mutasi in vitro; (2) simulasi usahatani stevia berorientasi
keuntungan, (3) rekayasa sosial untuk meningkatkan adopsi petani terhadap tanaman
stevia hasil mutasi in vitro. Demplot dilakukan di lahan petani untuk melihat
produktivitas, ketahanan hama penyakit, daya adaptasi agroklimat, kebutuhan pupuk dan
pestisida, bentuk, warna, tekstur, rasa manis, masa simpan dan harga jual. Penelitian
tahun ke II : mengeksplorasi respon konsumen industri gula kesehatan terhadap
tanaman stevia hasil mutasi in vitro. Performa stevia yang akan dievaluasi meliputi :
bentuk, warna, tekstur, rasa manis, rendemen, masa simpan dan nilai ekonomis.
Penelitian ini merupakan kaji tindak (action research) dengan paradigma participatory
plant breeding, yang intinya melibatkan pengguna (user) dalam proses pengembangan
teknologi. Metode penelitian adalah kombinasi kuantitatif dan kualitatif (mix method).
Penelitian ini merupakan bagian dari roap map stevia yakni sosialisasi, desiminasi
melalui rekayasa sosial, evaluasi dan simulasi teknologi. Mitra penelitian tahun I adalah
Petani Stevia di sentra produksi Jawa Barat. Mitra penelitian tahun ke II adalah konsumen
industri pemanis di wilayah Jabotabek.
Kata kunci : pengembangan, usahatani, stevia in vitro
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia gula pasir merupakan komoditas pangan strategis kedua setelah beras
(Maria, 2009). Masyarakat mengkonsumsi gula sebagai sumber kalori atau lebih
utamanya sebagai bahan pemanis alami makanan dan minuman serta sebagai bahan
pengawet. Salah satu sumber bahan pemanis alami yang banyak digunakan adalah gula
yang berasal dari tanaman tebu (Sacharum officinarum L.). Setiap tahun tingkat
kebutuhan konsumsi gula di Indonesia mencapai 5,01 juta ton, sedangkan, produksi gula
nasional pada tahun 2011 hanya mencapai 2,3 juta ton (Muttaqin, 2011). Jumlah produksi
gula pada tahun 2011 tersebut turun drastis dari target produksi sebesar 2,7 juta ton
(Zuhri, 2011). Ketersediaan sumber gula alami sampai saat ini belum mampu mencukupi
kebutuhan konsumsi masyarakat yang semakin meningkat.
Industri makanan dan minuman banyak menggunakan pemanis sintetik untuk
menekan biaya produksi. Contoh pemanis sintetik yang sering digunakan adalah siklamat
dan sakarin yang diguga bersifat karsionogenik (Mubiyanto, 1990). Disisi lain
konsumsi gula yang berlebihan terjadi pada masyarakat golongan menengah ke atas
menyebabkan terjadinya masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes dan penyakit lainnya
yang ditimbulkan oleh komplikasi kedua penyakit tersebut. Kekhawatiran masyarakat
akibat penggunaan pemanis sintetik dan terjadinya penyakit-penyakit yang disebabkan
kelebihan mengkonsumsi gula, mengakibatkan masyarakat mencari pemanis alami
berkalori rendah (Budiarso, 2008).
Tanaman stevia sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku gula
(pemanis) alami, pendamping gula tebu dan pengganti gula sintetik dan aman untuk
dikonsumsi. Keunggulan stevia sebagai bahan pemanis non tebu adalah tingkat
kemanisannya mencapai 200 – 300 kali dari gula tebu dengan tingkat tingkat kalori
yang sangat rendah (Maudy, dkk., 1992).
Ketersediaan dan kualitas benih atau bibit Stevia menjadi faktor yang
menentukan dalam budidaya tanaman Stevia. Perbanyakan stevia dapat dilakukan secara
generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif adalah dengan
2
mengecambahkan biji namun stevia memiliki sifat self incompatible, sehingga menjadi
kendala untuk mendapatkan galur murni dan tanaman hasil silangan yang stabil jika
diperbanyak secara generatif. Selain itu benih stevia yang terbentuk memiliki
persentase daya berkecambah yang rendah (Felippe et al., 1977). Lee et al. (1979) juga
melaporkan bahwa taaman berasal dari benih produktifitasnya lebih rendah
dibandingkan dari stek. Namun dari jumlah bibit yang dihasilkan, perbanyakan vegetatif
konvensional seperti stek juga terbatas oleh rendahnya jumlah individu yang tersedia
secara terus-menerus dari satu tanaman (Sakaguchi and Kan, 1982). Selain itu
perbanyakan secara stek juga rentan terhadap kegagalan ketika dilakukan pindah tanam.
Saat ini teknologi kultur jaringan telah menjadi metode alternatif untuk
menghasilkan varietas baru melalui pemanfaatan fenomena variasi somaklonal dan
mutagenesis.
Metoda pemuliaan tanaman dengan mutasi induksi telah banyak
dilaporkan dapat memperbesar keragaman genetik tanaman dalam program pemuliaan
tanaman seperti padi, kedelai, kacang hijau, gandum dan lain-lain (IAEA, 1984).
Metode pemuliaan mutasi secara in vitro meningkatkan peluang untuk terjadinya mutasi
jika menggunakan eksplan kalus. Kalus yang terdiri dari sejumlah sel yang tidak
berdiferensiasi berpeluang untuk menghasilkan mutanmutan dari sel tunggal.
Peningkatan keragaman genetik yang diperoleh dari mutasi in vitro akan
meningkatkan peluang dihasilkannnya varietas baru. Keterbatasan jumlah varietas
unggul Stevia akan menyebabkan keterbatasan dalam wilayah budidaya tanaman
Stevia. Keragaman wilayah yang ada di Indonesia perlu didiukung dengan
ketersediaan varietas unggul Stevia yang spesifik wilayah.
Di Indonesia sendiri, penelitian untuk pengembangan tanaman stevia telah dilakukan
sejak tahun 1984 oleh Balai Penelitian Perkebunan (BPP) sekarang diubah namanya
menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan telah menghasilkan antara
lain bibit unggul klon BPP (Ditjenbun, 2013). Jumlah kultivar Stevia yang dibudidayakan
di Indonesia masih terbatas. Dari seluruh klon, yang diunggulkan saat ini adalah BPP 72
karena kandungan steviosida-nya sekitar 16%.
3
Bahan pemanis merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang
dimanfaatkan dalam makanan maupun minuman. Kendala dalam penyediaan bahan
pemanis di Indonesia adalah terjadinya penurunan hasil produksi gula tebu dan
berkurangna areal budidaya tebu. Pemanis sintetis seperti sakarin dan siklamat telah
banyak digunakan secara luas di Indonesia terutama untuk memenuhi industry tetapi
pemanis sintetik ini berdampak terhadap kesehatan dan pemanis tersebut dapat
menyebabkan kanker, sehingga pemakaiannya dibatasi dan diatur sangat ketat
(Budiarso, 2008).
Untuk mengatasi penurunan produksi gula tebu dan kekhawatiran
masyarakat terhadap pemanis sintetik, tanaman stevia sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai bahan baku gula (pemanis) sebagai pendamping gula tebu dan
pengganti gula sintetik dan aman untuk dikonsumsi. Keunggulan stevia sebagai bahan
pemanis non tebu adalah kelebihan tingkat kemanisan 200 – 300 kali dari gula tebu
yang diperoleh dengan mengekstrak daun stevia yang mengandung suatu senyawa
glikosida diterpen dan selain itu stevia juga memiliki tingkat kalori yang sangat rendah
(Maudy, dkk., 1992). Penggunaan gula stevia tidak dimaksudkan untuk menggantikan
gula tebu, melainkan untuk melengkapi kekurangan produksi gula tebu tersebut dan
menggantikan penggunaan gula sintetis yang berbahaya bagi kesehatan manusia,
seperti dapat memicu pertumbuhan sel kanker, kegemukan, diabetes, dan karies gigi.
Penyebaran stevia di Indonesia masih terbatas di daerah pegunungan, karena
stevia masih bersaing dengan tanaman lain, seperti teh, kentang, dan tanaman sayuran
lainnya yang sentral penanamannya juga memerlukan ketinggiaan diatas 500 meter
diatas permukaan laut, selain itu kondisi iklim tropis di Indonesia menjadi salah satu
kendala dalam pengembangan tanaman stevia. Usaha yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan bibit stevia yang dapat beradaptasi pada kondisi iklim tropis di
Indonesia dan memiliki masa vegetatif yang panjang adalah dengan teknik kultur
jaringan sebagai salah satu metode dalam pemuliaan tanaman Stevia.
Kultur jaringan tanaman adalah suatu teknik isolasi bagian-bagian tanaman,
seperti jaringan, organ, ataupun embrio, lalu dikultur pada medium
4
buatan yang steril sehingga bagian-bagian tanaman tersebut mampu beregenerasi dan
berdifferensiasi menjadi tanaman lengkap (Winata, 1987). kultur jaringan adalah salah
satu cara alternatif untuk mempercepat perbanyakan dari tanaman stevia dalam waktu
yang singkat dan melibatkan pemisahan komponen-komponen biologis dan tingkat
pengendalian yang tinggi dalam memacu proses regenerasi dan perkembangan jaringan.
Tanaman stevia yang dikembangkan di Indonesia berasal dari varietas lokal
dan introduksi. Meskipun demikian, penggunaan varietas lokal kurang berkembang bila
dibandingkan dengan varietas introduksi yang memiliki bentuk dan warna lebih
beragam Oleh karena itu, diperlukan upaya perakitan varietas baru yang memiliki
bentuk serta warna yang beraneka ragam. Peningkatan keragaman genetik tanaman
Stevia dapat dilakukan melalui persilangan dan mutasi serta transfer gen.
Preferensi petani terhadap karakteristik varietas juga berubah seiring dengan
perubahan preferensi konsumen di hilir yakni rumahtangga dan industri. Preferensi petani
terhadap suatu varietas juga dipengaruhi harga pasar dan biaya usahatani. Beberapa varietas
menunjukkan penurunan kualitas dan produktivitas setelah beberapa kali ditanam.
Resistensi hama penyakit dan perubahan iklim menyebabkan kebutuhan pestisida dan
fungisida meningkat sehingga biaya usahatani semakin besar. Rekayasa genetika
seharusnya mempertimbangkan berbagai aspek fisilogis dan ekonomis sesuai kebutuhan
pengguna, yakni petani sebagai pelaku usahatani; rumahtangga dan industri sebagai
konsumen produk agar hasil penelitian tepat guna dalam jangka panjang, seimbang dengan
investasi biaya penelitian yang besar (Direktorat Perbenihan Hortikultura, 2014).
Penelitian Suseno Amien dkk. (2015) yang dibiayai Kemenristek-Dikti melalui
skema Penelitian Strategis Nasional (STRANAS), menghasilkan beberapa nomor stevia
yang berpotensi menjadi varietas unggul, yaitu :
1. Kode tanaman B5A2 aksesi Bogor yang diradiasi sinar Gamma 5 Gy
2. Kode tanaman BEA3 aksesi Bogor diberi perlakuakn EMS 0,5 %.
3. Kode tanaman G3.5B2 aksesi Garut yang diradiasi sinar Gamma 3,5 Gy
4. Kode tanaman G5.BA2 aksesi Garut yang diradiasi sinar Gamma 5 Gy
5
5. Kode tanaman G7.5A2 aksesi Garut yang diradiasi sinar Gamma 7,5 Gy
5. Kode tanaman T3,5B2 aksesi Tawangmangu diradiasi sinar Gamma 3,5 Gy
6. Kode tanaman TED1 aksesi Tawangmangu yang diberi perlakuan EMS 0,5 % Kultivar
tersebut telah teruji di laboratorium, rumah kaca dan kebun percobaan, namun belum
teruji di tingkat petani dan konsumen industri. Respon petani terhadap performa bibit,
pertumbuhan tanaman dan nilai usahatani, serta respon konsumen industri pemanis (gula)
diabet terhadap kualitas stevia hasil mutasi in vitro akan menjadi umpan balik untuk
menyempurnakan pemuliaan varietas stevia unggul sesuai kebutuhan pengguna.
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian STRANAS 2015-2016 sesuai
road map yakni pengembangan stevia di tingkat petani on farm meliputi sosialisasi,
evaluasi dan verifikasi benih cabai yang disukai atau tidak disukai petani beserta semua
aspek karakter fisiologis dan ekonomis yang dipentingkan oleh petani di sentra produksi
stevia di Jawa Barat yakni Ciwidey, Kabupaten Bandung. Stevia hasil mutasi in vitro
akan diujicoba ditanam dilahan petani, sesuai panduan (SOP) dari Tim Peneliti dan juga
mempertimbangkan budaya (kebiasaan) petani dalam berusahatani stevia. Petani akan
mengamati dan menilai mulai dari proses pengeluaran plantlet dari botol, persemaian,
pertumbuhan, panen, penanganan pasca panen, kebutuhan sarana produksi dan
pemasaran. Petani menilai kekurangan dan kelebihan stevia hasil mutasi in vitro menurut
kaca pandang mereka sebagai produsen dan pedagang stevia yang berpengalaman.
Petani mempunyai kearifannya tersendiri dalam memanfaatkan teknologi yang
sesuai dengan lingkungan hidupnya. Kearifan itu boleh jadi berbeda dengan kajian di
laboratorium atau kebun percobaan di perguruan tinggi. Penilaian dan saran-saran
mereka akan menjadi masukan bagi Tim Peneliti untuk menyempurnakan
pemuliaan stevia hasil mutasi in vitro. Penelitian ini bersifat kaji tindak dan partisipatif
karena pada dasarnya semua penelitian pengembangan diperuntukkan bagi masyarakat
pengguna, maka mereka harus dilibatkan dalam merakitnya agar sesuai dengan
kebutuhannya, budayanya dan lingkungan hidupnya.
6
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana preferensi petani terhadap stevia hasil mutasi in vitro dilihat dari aspek
teknis, sosial, dan ekonomis ?
2. Berapa pendapatan usahatani stevia hasil mutasi in vitro ?
3. Bagaimana sistem kelembagaan petani dan jaringan agribisnis stevia yang
mendukung rekayasa sosial pengembangan stevia hasil mutasi in vitro di sentra
produksi di Jawa Barat
1.3. Tujuan dan Urgensi Penelitian
1. Mengetahui preferensi petani terhadap stevia hasil mutasi in vitro dilihat dari aspek
teknis, sosial, dan ekonomis.
2. Mengetahui pendapatan usahatani stevia hasilmutasi in vitro melalui ujicoba tanam di
lahan petani oleh petani.
3.Mengetahui sistem kelembagaan petani dan jaringan agribisnis stevia yang mendukung
rekayasa sosial pengembangan stevia hasil mutasi in vitro di sentra produksi Jawa Barat.
Urgensi Penelitian
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian pemuliaan stevia dengan teknik kultur
jaringan, radiasi sinar gamma dan perlakuan ethyl methane sulfonat (EMS). Hasilnya ada
tujuh nomor stevia yang potensial menjadi varietas unggul. Tujuh nomor tersebut akan
diujicoba di lahan petani oleh petani sendiri, untuk mengetahui stevia nomor berapa yang
disukai petani, potensial keuntungan tinggi, tahan terhadap hama penyakit. Petani sebagai
pengguna inovasi, selayaknya dilibatkan dalam rekayasa genetika karena mereka
pelaku utama agribinis, memahami karakter daerahnya, dan mempunyai kearifan
lokal tersendiri. Rekayasa sosial dimaksudkan untuk membentuk budaya usahatani baru
karena adanya inovasi.
7
1.4. Temuan dan Target Luaran Penelitian
Temuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan menemukan nomor stevia yang disukai petani
berdasarkan kelebihan aspek teknis, sosial, dan ekonomis. Kelemahan stevia pada nomor
yang lain akan disampaikan kepada peneliti pemulia (breeder) untuk disempurnakan.
Diharapkan ada tiga nomor yang disukai petani berdasarkan asal aksesi, radiasi sinar
gamma dan perlakuan ethyl methane sulfonat (EMS). Penelitian ini juga diharapkan
menemukan pola kelembagaan petani dan sistem agribisnis stevia berorientasi pasar
industri, sehingga pengembangan stevia dapat menyeluruh dari hulu sampai hilir.
Tabel 1. Rencana Target Capaian Tahunan
No Jenis luaranIndikator Capaian
2017 2018
1 Publikasi Ilmiah2)Internasional belum submitted
Nasional Terakreditasi submitted published
2
Pemakalah
dalam
pertemuan
Ilmiah3)
Internasional draft terdaftar
Nasional Sdh
dilaksanakan
Sdh
dilaksanaka
n
3
Keynote Speaker
dalam pertemuan
Ilmiah4)
Internasional Tidak ada Tidak ada
Nasional Tidak ada Tidak ada
4 Visiting Lecture5)
Internasional Tidak ada Tidak ada
5Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HKI)6)
Peten Tidak ada Tidak ada
Paten Sederhana Tidak ada Tidak ada
Hak Cipta Tidak ada Tidak ada
Merek dagang Tidak ada Tidak ada
Rahasia dagang Tidak ada Tidak ada
Desain Produk Industri Tidak ada Tidak ada
Indikasi Geografis Tidak ada Tidak ada
Perlindungan Varietas
TanamanTidak ada Tidak ada
Perlindungan Topografi
Sirkuit Terpadu
Tidak ada Tidak ada
6 Teknologi Tepat Guna7)
Tidak ada Tidak ada
7Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/Rekayasa
Sosial8) draft penerapan
8 BukuAjar (ISBN)9)
Tidak ada Tidak ada
9 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)0))
2 5
8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Stevia
Stevia rebaudiana Bertoni M merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai
bahan pemanis alami yang pertama kali diteliti oleh peneliti berkebangsaan
Amerika pada tahun 1887 yang bernama Antonio Bertoni. Tanaman Stevia
merupakan salah satu dari 950 genus dari keluarga Asteraceae. Genus ini terdiri dari
lebih dari 200 spesies. Tumbuh mencapai lebih dari satu meter dengan sistem
perakaran yang menyebar, daun kecil berbentuk elips. Tanaman ini umumnya
berbentuk herba, namun juga ditemukan dalam bentuk semak, dan pohon. Asal usul
tanaman stevia berasal dari Amerika Selatan (Paraguay dan Brazil) (Soejarto et al.,
1982). Pada perkembangannya tanaman ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai bahan pemanis alami, karena memiliki beberapa keunggulan. Pada penelitian
Buchori (2007) dikatakan, tanaman stevia sebagai pemanis alami dirasa lebih aman
karena non karsinogenik dan non kalori. Keunggulan lainnya yaitu bahan pemanis ini
tidak menyebabkan carries gigi, rendah kalori, cocok bagi penderita diabetes, dan aman
dikonsumsi dalamwaktu j angka panj ang.
Di Indonesia sendiri tanaman ini mulai diperkenalkan pada tahun 1977 atas
kerjasama pengusaha Jepang dan Indonesia (Rukmana, 2003). Pada waktu itu tanaman
stevia merupakan komoditas yang mempunyai peluang besar untuk dibudidayakan.
Namun, dalam perkembangannya stevia mulai kehilangan daya tarik dikarenakan para
pengusaha dalam negeri hanya bergantung pada pasar ekspor ke Jepang serta adanya
serangan penyakit langau yang menyebabkan daun stevia berbau.
2.2. Pemuliaan Tanaman Stevia
Pada dasarnya, pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan 1) Introduksi dengan
mendatangkan tanaman baru, 2) seleksi, melakukan seleksi terhadap suatu populasi
tanaman yang sudah ada, 3) persilangan untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan
secara generatif, 3) melakukan penggandaan kromosom dan/atau
9
mutasi sebelum melakukan seleksi, 4) melalui rekayasa genetika (Mangoendidjojo,
2003).
Pembentukan varietas unggul stevia dapat dilakukan melalui program
pemuliaan, yaitu pemasukan (introduksi), seleksi, dan persilangan atau hibridisasi. Secara in
vitro program pemuliaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan fenome variasi somaklonal
(Larkin and Scowcroft, 1981) dan mutagenesis in vitro. Sistim kultur dan metode kultur
merupakan dasar untuk mengembangkan metode pemuliaan in vitro Introgresi gen pada
sistem embryogenesis akan memungkinkan meningkatkan variabilitas genetik dan
seleksi in vitro dapat dilakukan untuk memperoleh galur sel untuk pembentukan
varietas baru. Keberhasilan teknik kultur jaringan antara lain ditentukan oleh
penggunaan jenis eksplan, ukuran dan kebersihan eksplan (George dan Sherrington
(1984), media kultur (Gunawan, 1992), dan zat pengatur tumbuh. Sistem yang stabil
perlu diupayakan sebelum menerapkan mutagen. Faktor yang harus diperhatikan dalam
penggunaan mutagen baik fisik maupun kimia adalah besarnya dosis radiasi dan
konsentrasi, serta jenis eksplan yang menjadi target mutagen (Soertini, 2003).
2.3. Limatisasi dan Budidaya Tanaman Stevia
Evaluasi terhadap tanaman hasil mutasi merupakan tahap penting yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan pemuliaan tanaman Stevia. Beberapa sifat penting
telah berhasil diperoleh melalui induksi mutasi secara in vitro menggunakan
EMS antara lain toleran salinitas pada krisantemum (Hosain et al., 2006) dan ubi jalar
(Luan et al. 2007) serta ketahanan terhadap Fusarium pada abaka (Purwati, 2006).
EMS juga telah digunakan secara in vitro untuk menginduksi keragaman pada
tanaman apukat (Yenisbar 2005) dan perbaikan sifat agronomi pada tanaman anggur
(Khawale et al. 2007).
Aklimatisasi ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca,
rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangat berbeda dengan kondisi iklim mikro
dalam botol. Kondisi di luar botol berkelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik
dan tingkat intensitas cahayanya lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Menurut
Yusnita (2003), aklimatisasi adalah pengkondisian plantlet atau tunas mikro hasil
10
perbanyakan melalui kutur in vitro ke lingkungan in vivo yang septik, dengan media
tanah sehingga plantlet dapat bertahan dan terus tumbuh menjadi bibit yang siap
ditanam di lapang.
Budidaya tanaman Stevia memerlukan persyarakatan umum yang diperlukan agar
tanaman dapat tumbuh dengan baik. Menurut Rismunandar dan Farry B.Paimin
(2001) persyaratan umum untuk budidaya Stevia memerlukan tanah yang datar, sistim
irigasi/drainase yang baik, kelembapan sekitar 43-47,6%, lubang tanam disiapkan
dengan jarak 25 x 25 cm sampai dengan 40 x 40 cm, waktu yang tepat untuk
pelaksanaan penanaman adalah saat musim hujan mengingat stevia beberapa bulan
setelah penanaman masih memerlukan naungan dan jumlah air yang cukup Budidaya
tanaman Stevia di Pangalengan dan Ciwidey Kabupaten Bandung, Jawa Barat,
menunjukkan bahwa tanam Stevia dapat tumbuh baik pada ketinggian 400- 800 meter
di atas permukaan laut pada tanah andosol, dan jarak tanam 30 cm x 30 cm (data
belum dipublikasikan). Tanah yang ditumbuhi Stevia harus gembur dengan pengairan
secukupnya, tidak boleh sampai menggenang. Pemupukan organik untuk tanaman Stevia
sangat dianjurkan menjaga keamanan produk hasil panen berupa daun dan batang muda.
Pemanenan tanaman Stevia dapat dilakukan setiap enam minggu dengan cara memotong
daun dan batang bagian atas tanaman. Hama yang terutama menyerang tanaman stevia
adalah ulat grayak (Heliothis sp) dan kutu daun (Aphis sp). Ulat Heliothis sp. Terutama
menyerang bunga dan daun muda. Tanaman yang terserang hama ini daun-daun
mudanya berlubang-lubang, sedangkan kutu daun Aphis sp, merusak pucuk daun.
Penyakit yang sering menyerang tanaman Stevia adalah cendawan Poria hypolateria
yang mengakibatkan warna merah pada bagian batang kemudian tanaman menjadi
layu. Penyakit lain yang sering merusak tanaman Stevia adalah busuk batang dan
bercak daun, yang disebabkan jamur Colletotrichum sp. , Sclerotium rolfsii, Rizoctonia
solani, dan Fusarium sp. Pengendalian penyakit dengan pestisida dan fungsisida organik
diperlukan untukmenjaga kualitas panen Stevia.
11
2.4. PETA JALAN RISET DAN TEKNOLOGI
Short term
(2015 - 2016)
Mid term
(2017 - 2018)
Long term
(2019 - 2020)
Advanced phase Pemuliaan stevia in Vitro
1. Permohonan BAKI
Permohonan HAK PVT
Perbanyakan dan komersialisasi stevia
inVitro Permohonan HAKI untuk
stevia in Vitro
1. PermohonanBAKI
SOP Budidaya Stevia organik
Pengawetan / penyimpanan stevia
Perbanyakan planlet dalam botol
Development phase
Analisis biofisk tanah yang sesuai untuk
budidaya stevia unggul
2. Seleksi hasil persilanganuntukmendapatkan
kultivar dengan kadar gula (manis) tinggi
3. Desiminasi dan Evaluasi stevia unggul
berbasis partisipasi petani dan kearifan lokal
Studi agroklimatologi yang sesuai untuk
budidaya stevia unggul
2. Budidaya Stevia semi Organik
3. Pengujian daya hasil untuk persilangan baru
Análisis kadar manis dan pemanfaatannya
3. Pengembangan Klaster Agribisnis Stevia
Pemetaan rantai pasokdanmulti stakeholder
Pembentukan Pokja Klaster Stevia
Pengembangan kemitraan Stevia
Studi Pengendalian PVTRamah
Lingkungan yang sesuai untuk Stevia
2. Pengembangan Stevia Basil Mutasi in
Vitro diSentra Produksi
3. PengembanganKelembagaanPetanidan
Pembiayaan Usahatani Stevia
2. Studi Tingkat Adopsi Petani terhadap
Stevia inVitro Evaluasi karakter
fisiologis dan ekonomis menurut
preferensi dan budaya petani
3. Analisis pendapatan petani
4. Pemberdayaankelompokwanita tanimelalui
pengembangan rumah semai di Pekarangan
(techno-preneurship)
Initiation phase 1. Eksplorasi sumber genetic 2. Studi pengolahan pasca panen, 8. Studi preferensi industri gula diabet
12
Short term
(2015 - 2016)
Mid term
(2017 - 2018)
Long term
(2019 - 2020)
pengeringan/ pengawetan, penyimpanan
stevia skala rumahtangga dan industri
(pemanis buatan) terhadap karakteristik
bahan baku stevia
Mekanisme/strategi
mencapai outcome
- Kerjasama dengan Balitsa melalui
KKP3T Deptan, melakukan
pemuliaan untuk mendapartkan
varietas unggul
- Penelitian perguruan tinggi melalui
skema desentralisasi dan nasional Dikti
- Penelitian kerjasama dengan
industri
- PermohonanHAKI yang difasilitasi oleh
UPTHAKIUNPAD
-KerjasamaUNPAD dengan semua
stakeholder agribisnis stevia dari hulu
hingga hilir
-Kerjasama denganGapoktan danAPSANBA
di Sentra Produksi untuk pengembangan
stevia
- Kerjasama dengan Dinas
Perdagangan dan Perindustrian
untuk pengolahan dan pemasaran
- Bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan
Gapoktan
untuk sosialisasi, desiminasi, dan evaluasi
kultivar
- Permohonan HAKI yang difasilitasi oleh
UPTHAKIUNPAD
- Kerjasama dgn Dinas Pertanian, Gapoktan,
dan APSANBA untuk produksi masal stevia -
Kerjasama dengan Dinas Perdagangan dan
Perindustrian untuk pengolahan dan
pemasaran stevia
- Kerjasama Lembaga PembiayaanMikro,
lokal, nasional dan Internasional
- Bekerjasama dengan Asosiasi industri gula
diabet, pengguna produk stevia kering
13
IDENTITASDIRI SENDIRI PERSEPSI YANG DIMILIKI
Rasa aman/ rasa khawatir
Modal sosial - Status sosial
Tingkat Kosmopolitan
Sikap mental
Keterampilan
Keterikatan pada opinion leader
Norma sistem sosial thd inovasi
Kendala sosial ekonomi
Karakteristik sumber daya yang
dimiliki petani
Menerima
seterusnya
Menerima Sementara
kemudian berhenti
Menolak sementara
kemudianmenerima
Menolak
seterusnya
Gambar 1. Paradigma Adopsi Inovasi / Teknologi oleh Petani (Rogers,
1971 dalam Totok Mardikanto, 2012)
Menolak
INOVASI / teknologi baru
Menerima
INOVASI / teknologi baru
Sumber Fasilitas Sumber Inovasi
Sadar
Minat
Evaluasi
Mencoba
Adopsi
14
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Tahapan Riset
Penelitian bersifat kaji tindak (action research) berdasarkan filosofi
participatory plant breeding. Metode penelitian kombinasi kuantitatif dan kualitatif
(mix method). Jenis material penelitian adalah tanaman stevia hasil mutasi in vitro
dengan nomor B5A2, BEA3, G3.5B2, G5.BA2, G7.5A2, T3.5B2, TED 1. Obyek
penelitian adalah preferensi petani terhadap tanaman stevia hasil mutasi in vitro, kearifan
lokal petani dalam usahatani stevia, analisis usahatani, kelembagaan petani, sistem
agribisnis stevia, dan rekayasa sosial untuk adopsi inovasi stevia in vitro. Teknik
pengambilan data : (1) observasi partisipatif, (2) wawancara mendalam dengan
pertanyaan terstruktur dan tidak terstruktur, (3) focus group discussion dengan para
stakeholder untuk konfirmasi dan verifikasi data, (4) dokumentasi dan penulusuran
data sekunder. Informan adalah petani “calon” pengguna stevia in vitro, pedagang
pengumpul, pengusaha industri gula kesehatan dan pihak-pihak yang terkait dengan
agribisnis stevia di tingkat lokal. Tahapan riset dibagi tiga, yaitu :
(1) Desiminasi inovasi dengan demonstrasi plot di lahan petani oleh petani sendiri,
untuk menunjukkan bahwa secara teknis stevia in vitro bagus, produksi tinggi, harga
tinggi, tahan hama penyakit.
(2) Eksplorasi respon petani dengan focus group discussion (FGD) untuk menggali
kekurangan dan kelebihan stevia in vitro berdasarkan preferensi petani, agroklimat,
kebiasaan (budaya) usahatani, dan kearifan lokal yang spesifik.
(3) Simulasi analisis usahatani stevia in vitro berdasarkan sistem usahatani yang biasa
dilakukan petani setempat, untuk menunjukkan bahwa secara ekonomis stevia in vitro
lebih menguntungkan dari varietas lain.
15
Tabel 1. Tahap, kegiatan, keluaran, dan lokasi
TahapKegiatan Keluaran Lokasi Keterangan
1 Desiminasi
stevia in vitro
dgn
Demonstrasi plot
di lahan petani
Adopsi Petani thd
stevia in vitro di
thn I desiminasi
minimal 20%
Lahan Petani Desa
Cibodas, Kec. Ciwidey,
Kab. Bandung
PenangungjawabHepi
Hapsari dan Suseno
Amien
Harus dibuktikan bhw
stevia in vitro produksi
tinggi,
kadarmanis tinggi,
tahan hama
penyakit
2 Evaluasi stevia in
vitro dgn Focus
Group
Discussion
Dihasilkan
umpan balik
petani utk
perbaikan stevia
in vitro
Saung petaniDesa
Cibodas
PenangungjawabHepi
Hapsari dan Yayat
Sukayat
Umpan balik berupa
kelebihan
dankekurangan stevia
in vitro sesuai lokasi
3 Analisis
Usahatani stevia
in vitro dgn
simulasi
Pendapatan
usaha tani stevia in
vitro lebih
tinggi
Saung petaniDesa
Cibodas
Penanggungjawab :
Hepi Hapsari dan
Pandi Pardian
Harus dibuktikan bhw
stevia in vitro
menguntungkan scr
ekonomis
16
3.2. Penelitian Tahap 1 (Desiminasi Inovasi Stevia HasilMutasi in vitro)
Tempat dan waktu
Kegiatan ini akan dilaksanakan di lahan petani seluas 1500 m2, di tiga lokasi sentra
produksi stevia di Ciwidey, Kab. Bandung, pada bulanMaret sampai Agustus 2017.
Alat dan bahan
Alat yang akan digunakan antara lain, cangkul, kored, tugal, patok, ajir, gunting, tali
rafia, kantung benih, meteran, penggaris, spidol, pensil, buku catatan, plastik obat, jangka
sorong, timbangan analitik dan kertas label.
Bahan yang akan diguanakan adalah tujuh nomor stevia hasil mutasi in vitro (B5A2,
BEA3, G3.5B2, G5.BA2, G7.5A2, T3.5B2, TED1). Bahan penunjang adalah Pupuk
(Urea, SP-36, KCl, dan pupuk kandang), dan untuk pengendalian hama dan penyakit
digunakan insektisida dan fungisida organik untuk menjaga kualitas stevia.
Metode
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan empat perlakuan berupa
empat varietas diulang enam kali. Pengamatan deskripsi seperti yang tercantum pada
Lampiran 6. Kegiatan ini melibatkan seluruh anggota petani (partisipatif) mulai dari
pengeluaran planlet dari botol, persemaian, budidaya, panen, penanganan pasca panen dan
penyimpanan, sehingga mereka dapat menilai karakter fisik stevia in vitro secara
menyeluruh.
Analisis
Karakter kuantitatif dianalisis menggunakan uji-F dan uji lanjut Duncan pada taraf uji 5%
(Gomez dan Gomez, 1995). Data respon petani diukur dengan skala Likert dan
dianalisis dengan statistik deskriptif. Skala Likert 1 = lebih jelek dari variatas lainnya; 2 =
sama dengan varietas lainnya; 3 = lebih baik dari varietas lainnya, dan disertai
penjelasan alasannya. Penjelasan petani penting untuk menggali dan mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangan stevia in vitromenurut persepsi petani.
17
3.3. Penelitian Tahap 2 (Evaluasi Inovasi Stevia HasilMutasi in Vitro)
Tempat danWaktu
Kegiatan ini akan dilaksanakan di saungmeeting petani, pada bulan JuliAgustus 2017
setelah demontrasi plot dilakukan atau setelah panen.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pertemuan FGD adalah laptop, proyektor, layar, printer,
alat tulis, papan tulis, kuesioner, sound sistem. Bahan yang digunakan untuk pertemuan
FGD adalah tujuh nomor stevia hasil mutasi in vitro (B5A2, BEA3, G3.5B2, G5.BA2,
G7.5A2, T3.5B2, TED1) dalam polibag, contoh hama dan penyakit stevia, contoh pupuk
dan pestisida yang biasa digunakan petani.
Metode
Eskplorasi partisipatif berupa diskusi fokus dan terarah. Nara sumber adalah
stakeholder stevia di wilayah setempat, meliputi petani konsumsi, petani
penangkar, kontak tani, pedagang pengumpul, PPL, pelaku industri gula kesehatan.
Bertindak sebagai moderator adalah Tim Peneliti.
Analisis
Analisi data secara deskriftif kualitatif dan dikonfirmasikan kepada petani. Petani
adalah subyek penelitian yang ikut mengkonstruksi hasil penelitian. Tanggapan, penilaian,
respon petani digali sebanyak-banyaknya. Kemudian data direduksi untuk
memfokuskan hasil penelitian. Data reduksi, diklasifikasi dan disajikan dalam bentuk
data display yang dipahami petani. Data display selanjutnya dikonfirmasi ke petani
untuk kesimpulan final. Hasil FDG adalah penilaian atau respon petani terhadap stevia in
vitro, bersifat subyektif yang terkontrol karena dibandingkan varietas lain yang pernah
ditanam. Penilaian subyektif, akan menjadi obyektif jika digabungkan seluruh petani.
Data FGD akan menjadi masukan atau umpan balik untuk menyempurnakan
pemuliaan stevia in vitro sesuai kebutuhan petani dan pasar industri gula kesehatan.
18
3.4. Penelitian Tahap 3 (Analisis Usahatani Stevia HasilMutasi in vitro)
Tempat danWaktu
Kegiatan ini akan dilaksanakan di saung meeting petani, pada bulan April-Oktober
2017 bersamaan dengan kegiatan Penelitian Tahap 2.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah alat tulis, papan tulis, kertas koran, kalkulator sebanyak
peserta, sound sistem. Bahan yang digunakan adalah bibit stevia in vitro (B5A2,
BEA3, G3.5B2, G5.BA2, G7.5A2, T3.5B2, TED1, alat-alat usahatani dan
penanganan pasca panen, contoh pupuk dan pestisida yang biasa digunakan petani beserta
daftar harga terbaru.
Metode
Analisis usahatani stevia menggunakan metode simulasi partisipatif. Petani
menghitung sendiri usahataninya sesuai luas tanam masing-masing. Peneliti bertindak
sebagai fasilitator. Hasil simulasi merupakan data ekonomi dan berguna untuk
meyakinkan petani akan keuntungan menanam stevia in vitro. Analisis usahatani juga
dilakukan terhadap varietas lain yang biasa ditanam petani.
Analisis
Ada beberapa konsep penerimaan (revenue) yang digunakan untuk menganalisa perilaku
produsen (petani) yaitu :
a.Total Revenue
Total revenue adalah peneneriamaan total yang diperoleh oleh produsen penghasil produk.
Penerimaan total ini didapat dari perkalian dari produk yang dijual dikalikan dengan
harga jual produk per unit.
b.Average Revenue
Average revenue adalah penerimaan per unit produsen penghasil produk atas penjualan
produk yang berhasil yang terjual dipasaran. Average revenue didapat dari hasil bagi
penerimaan total dibagi dengan unit yang terjual.
c.Marginal Revenue
19
Marginal revenue merupakan kenaikan dari peneriman total yang disebabkan karena
terjadi pertambahan penjualan satu unit hasil produk. Marginal revenue diperoleh dari
pembagian keseluruhan total produk dibagi dengan keseluruhan produk yang terjual.
Konsep Analisis Usahatani
Menurut Soekartawi (1995), R/C adalah singkatan dari return cost ratio atau dikenal sebagai
perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan
sbb:
Keterangan : a = return cost ratio
R = penerimaan,
C = Biaya total.
Pendapatan menurut Soeharjo dan Patong (1973) merupakan balas jasa dari kerjasama
faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan. Sedangkan secara harfiah pendapatan
dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya
yang dikeluarkan. Secara matematis dapat diuraikan sebagai berikut:
= TR – TC
Keterangan : = Pendapatan
TR = Total penerimaan
TC = Biaya total
Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan
kotor mengukur pendapatan petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai
komponen biaya (misalnya biaya tenaga kerja dalam keluarga). Pendapatan kotor diperoleh dari
selisih penerimaan dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan bersih mengukur
pendapatan dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan, baik yang dikeluarkan sebagai biaya
tunai atau biaya diperhitungkan
a = R/C
20
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian.
4.1.1. Sejarah Desa Cibodas Kecamatan PasirjambuKabupatenBandung Barat
Desa Cibodas adalah salah satu desa yang berada wilayah Bandung Selatan,
Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung + 28, 1 Km dari Kota Bandung.
Kondisi Geografis
Desa Cibodas merupakan Desa yang letaknya di kaki Gunung Tilu
dengan ketinggian 1000 s/d 1500 m diatas permukaan laut. Desa Cibodas juga
merupakan Desa yang sebagian besar wilayahnya adalah daerah Perbukitan dan
sebagian pesawahan serta hutan lindung. Topografi Desa Cibodas Kebanyakan
berbukit-bukit / tidak merata. Luas Wilayah Desa Cibodas ± 1.926,3 Ha itu
mencaku perkampungan, pesawahan, hutan lindung dan hutan produksi.
Batas Wilavah
Secara Geografis Desa Cibodas berbatasan denganbebe apa desa, baik
yang termasuk ke dalam wilayah satu kecamatan maupun termasuk ke dalam
wilayah k camatan lain. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara Berbatasan dengan Desa. Cukanggenteng Kecamatan
Pasirjambu
Sebelah Timur Berbatasan dengan Desa Mekarsari Kecamatan
Pasirjambu
Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Cisondari Kecamatan
Pasirjambu
Sebelah Barat Berbatasan dengan Desa Cisondari Kecamatan
Pasirjambu
21
Data Wilavah Administrasi Desa Gibodas
Jumlah RT : 61 Rukun Tetangga
Jumlah RW : 17 Rukun Warga
Jumlah Dusun : 4 Dusun
POTENSI SUMBER DAYA ALAM
Tabel 4.1 Pertanian
No Kepemilikan Tanah Pertanian Keterangan
1 Jumlah Keluarga memiliki tanah Pertanian 419 Keluarga
2 Jumlah Keluarga tidak memiliki tanah pertanian 2.192 Keluarga
3 Jumlah Total Keluarga Petani 419keluarga
Tabel 4.2. Perkebunan
No Kepemilikan Tanah Perkebunan Keterangan
1 Jumlah Keluarga memiliki tanah Perkebunan 193 keluarga
2 Jumlah Keluarga tidak memiliki tanah 2.418 keluarga
3 Jumlah Total Keluarga Perkebunan 193luarga
Tabel 4.3 Peternakan
No Kepemilikan Tanah Peternakan Keterangan
1 Jumlah Keluarga memiliki Peternakan 281 keluarga
2 Jumlah Keluarga tidak memiliki Peternakan 2.330 keluarga
3 Jumlah Total Keluarga Peternak 281 keluarga
22
Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Desa Cibodas berdasarkan Mata Pencaharian Pokok
No Mata Pencaharian Pokok Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Ahli Pengobatan Alternatif 2 - 2
2 Belum Bekerja 120 57 177
3 Buruh Harian Lepas 4 53 81 534
4 Buruh Migran 2 11 13
5 Buruh Tani 58 57 515
6 Dokter swasta - 0
7 Dosen swasta - 0
8 Guru swasta 17 19 36
9 Ibu Rumah Tangga 2461 2461
10 Karyawan Honorer 14 16 30
11 Karyawan Perusahaan Pemerintah 14 1 15
12 Karyawan Perusahaan Swasta 308 94 402
13 Kepala Daerah - - 0
14 Montir 14 14
15 Nelayan - 0
16 POLRI 2 - 2
17 Pedagang Keliling 39 49 88
18 Pedagang barang kelontong 20 92 112
19 Pegawai Negeri Sipil 8 33 41
20 Pelajar 879 595 1474
21 Pengusaha kecil, menengah dan besar 108 103 211
22 Perangkat Desa 20 3 23
23 Perawat swasta - 2 2
24 Petani 278 81 359
25 Peternak 281 281
26 Purnawirawan/Pensiunan 62 29 91
27 Senimaniartis 0 31 41
28 Sopir 50
29 TNI 10 - 10
30 Tidak Mempunyai Pekerjaan 539 86 625
31 Tukang Jahit 111 68 179
32 Tukang Kayu 63 - 63
33 Usaha Jasa Pengerah Tenaga Kerja - - 0
34 Wiraswasta 334 4 338
Jumlah 4216 3973 8189
23
4.1.2. Desa Mekarsari Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut
Desa ini merupakan sebuah desa yang berada di ketinggian ±1200 di atas
permukaan laut, maka dapat segera dipahami keadaan suhu rata-rata harian di
kawasan ini adalah 37 derajat celcius dan dapat lebih rendah lagi pada musim
kemarau, dengan jumlah bulan hujan selama delapan bulan setiap tahunnya. Untuk
lebih jelasnya berikut profil singkat desa mekarsari. Jarak Desa Mekarsari ke ibu
kota kecamatan terdekat: 1 km, sedangkan jarak ke ibu kota kabupaten: 28 km dan
jarak dari ibu kota propinsi: 88 km
Kondisi Geografis
Desa Mekarsari merupakan desa yang terletak di Ketinggian 1200 Mdpl.
Topografi wilayah merupakan dataran dan sebagian berbukit dengan curah
hujan. Luas Wilayah Desa Mekarsari adalah 210 Ha
Batas Wilavah
Secara Geografis Desa Mekarsari berbatasan dengan beberapa desa, baik
yang termasuk ke dalam wilayah satu kecamatan maupun termasuk ke dalam
wilayah kcamatan lain. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cidatar Kec. Cisurupan dan Desa
Cigedug Kec. Cigedug
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Padasuka Kec. Cikajang
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukatani Kec. Cisurupan dan Desa
Suka Wargi Kec. Cisurupan
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Barusuda Kec. Cigedug
Data Wilavah Administrasi Desa Gibodas
Desa Mekarsari, terdapat tiga dusun yaitu :
1. Dusun 1
2. Dusun 2
3. Dusun 3
Setiap dusun dikepalai oleh satu orang Kadus (kepala dusun), didalamnya terdiri
dari 9 RW, dan 34 RT. Dusun 1 terdiri dari 2 RW dan 7 RT. Dusun 2 terdiri dari 4
RW dan 16 RT. Dusun 3 terdiri dari 3 RW dan 11 RT. Pembagian administrasi di
Desa Mekarsari terbagi menjadi 3 unsur, diantaranya adalah struktur pemerintahan
desa, BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan LPM (Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat).
24
POTENSI SUMBER DAYA ALAM
Luas wilayah perkebunan : 3200 Ha
Luas wilayah pemukiman : 160 Ha
Luas desa Mekarsari adalah 210 Ha dengan penggunaan lahan adalah:
a) Tanah Darat : 102 Ha
b) Tanah Perkebunan Rakyat : 141, 66 Ha/m2
c) Tanah Perkebunan Negara : 32 Ha/m2
d) Tanah Pemukiman : 160 Ha/m2
e) Tanah Pekarangan : 1 Ha/m2
f) Tanah Pekarangan : 2 Ha/m2
g) Tanah Fasilitas Umum : Lapangan Olahraga (1 Ha) ,
h) Kelurahan : 0,8 (Ha)
Karena Desa Mekarsari merupakan Desa Pertanian, maka sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Namun secukup banyak juga
yang memiliki mata pencaharian lain, berikut tabel rincian:
Tabel. 4.5. Jumlah Penduduk Desa Mekarsari
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1 PNS 27 orang
2 TNI 6 orang
3 Polri 1 orang
4 Petani 315 orang
5 Buruh Tani 1205 orang
6 Pengrajin industri rumah tangga 9 orang
7 Pedagang keliling 17 orang
8 Peternak 1203 orang
9 Montir 25 orang
10 Dokter swasta 4 orang
11 Bidan swasta 3 orang
12 Perawat swasta 2 orang
13 TNI 7 orang
14 POLRI 2 orang
15 Pensiunan PNS/TNI/polri 46 orang
16Usaha jasa keterampilan (tukang kayu, batu,
besi, gali sumur, penjahit, cukut, sevice
elektronik, tukang pijat/pengobatan) 2 orang
25
4.2. Produksi dan Sistem Kelembagaan Petani Stevia
Sentra pengembangan stevia Jawa barat yang pertama adalah di Kabupaten Bandung
dan Kabupaten Garut. Perkembangnan stevia di kedua kabupaten yang dikelola oleh petani
sifatnya berbeda. Stevia di Kabupaten Garut yang dikelola oleh petani bermitra dengan
Perusahaan yang menampung hasil panen dan PTPN (PT. Perkebunan Nusantara), pada
proses budidaya stevia yang dilakukan oleh kelompok input produksi berupa bibit didapatkan
dari membeli dan bukan dari hasil kerjasama perusahaaan dengan petani. Dukungan dari
perusahaan mitra berupa penggunaan alat produksi dari bekas pabrik teh. Sedangkan
perkembangan stevia di Kabupaten Bandung yang dikelola oleh petani yang memanfaatkan
lahan hutan yang ditanami kopi atau LMDH yang bermitra dengan peneliti dari Universitas
Padjadjaran dengan pengembangan stevia hasil mutasi in vitro dimana sebelumnya
kelompok sendiri telah mempunyai varietas stevia yang unggul dengan rangkaian percobaan
sehingga menghasilkan stevia dengan varietas CM 3 (Cibodas Manis3). Terkait dengan
penelitian terkait dengan pengembangan stevia hasil mutasi in vitro di sentra produksi Jawa
Barat dari survey yang dilakukan didapatkan bahwa hanya petani di Desa Cibodas Kecamatan
Pasirjambu Kabupaten Bandung yang fokus pada pengembangan dan pengolahan lebih lanjut
yang bermitra denganKoperasi Nusantara Kiat Lestari (NUKITA).
Usaha stevia yang dilakukan oleh petani di Desa Cibodas awalnya merupakan usaha
percobaan dengan bibit yang berasal dari Vietnam di LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan)
pada tahun 2002. Pada tahun 2005 ketua LMDH membentuk kelompok Petani yang selain
mengusahakan kopi,teh, kayu, hanjeli juga khusus melakukan penanaman komoditas stevia. Petani
Petani beranggotakan 25 orang anggota. Khusus untuk komoditas stevia petani Petani mulai
dusahakan dan dikembangkan pada tahun 2014 oleh bapak Rayi sebagai ketua LMDH dan ketua
Petani Petani dan telah mampu menghasilkan benih dan bibit sendiri dengan cara melakukan
perbanyakan melalui stek batang. Kerjasama Petani Petani dan Koperasi Nusantara Kiat Lestari
(NUKITA) saat ini menggunakan jenis bibit unggulan lokal dari jenis CM3 (Cibodas Manis 3)
yang merupakan hasil pengembangan yang digagas oleh kelompok dan koperasi dan telah
mempunyai sertifikat SKMB (dari BP2MB Jawa Barat.
Pada pelaksanaan kegiatan usahatani yang difokuskan pada komoditas stevia
kegiatan penguatan kelembagaan di internal kelompok dilakukan bersamaan dengan
kegiatan penguatan kelembagaan LMDH seperti dengan diadakannya kegiatan pelatihan,
kegiatan Studi banding, dan kegiatan pertemuan rutin. Kegiatan pelatihan yang dilakukan
berupa pelatihan kopi dari mulai budidaya hingga pengolahan pascapanen oleh Dinas
26
Pertanian Provinsi Bandung, serta pelatihan budidaya Stevia hingga pengolahan pasca
panen oleh PT.BDA, PT.Kimia Farma, Faperta UNPAD, LIPI dan BPPT. Untuk kegiatan
Studi Banding, LMDH Petani Cibodas pernah melakukan Studi Banding komoditas kopi
kedaerah Cianjur, Garut, Sumedang, Pangalengan dan Jawa Timur. Sedangkan untuk
kegiatan pertemuan rutin di LMDH Petani yang pernah dilakukan berupa penyusunan SOP
penanaman kopi.
Petani merupakan salah satu dari 8 Petani Hutan yang tergabung kedalam LMDH
Petani cibodas. Petani Petani memiliki beberapa komoditas unggulan pada awal
pembentukannya diantaranya kopi, teh, kayu-kayuan, dan hanjeli. Luas lahan yang
dimiliki oleh LMDH Petani total 401,34 Ha dengan pembagian 6 petak hutan produksi dan
6 petak hutan lindung. Serta komoditas Stevia yang baru mulai ditanam pada tahun 2014.
1. Koordinasi dengan Ketua LMDH selaku
Ketua Kelompok Mulya Sari dan Kodim
2. Diskusi dan wawancara Mendalam dengan
Koperasi NUKITA
Gambar 4.1.Koordinasi dengan Ketua LMDH, Kodim dan Koperasi Nukita
4.3. Sistem Agribisnis Pada Komoditas Stevia Di Petani
Agribisnis sebagai suatu sistem merupakan seperangkat unsur yang secara teratur
saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas jaringan. Sebagai sebuah sistem
agribisnis terdiri dari dari berbagai sub sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi
dan interpedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas. Pada sistem
27
agribisnis secara umum terdiri lima subsistem yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.2. Sistem Agribisnis
4.3.1. Subsistem agribisnis Hulu (up-stream agribusiness)
Sub sistem agribisnis hulu atau sering disebut penyediaan sarana produksi
menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi atau input produksi
yang dilakukan pada kegiatan usaha tani sehingga bisa tepat waktu, tepat jumlah, tepat
jenis, tepat mutu dan tepat produk sehingga bisa mendatangkan output yang baik.
Secara umum sarana dan prasarana produksi pertanian, dikelompokkan menjadi
industri pembenihan, industri agrokimia dan industri agro otomotif. Petani dalam
memperoleh sarana dan prasarana produksi melakukan kerjasama dengan perusahaan
penyedia input produksi kecuali dalam hal pengadaan bibit, bibit stevia yang
diusahakan oleh kelompok awalnya berasal dari Vietnam kemudian dilakukan
perbanyakan melalui metode stek batang dan lebih banyak menggunakan perbanyakan
dari biji tanaman stevia. Saat peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
yang melakukan penelitian terhadap stevia dan pengembangan bibit dengan metode in
Vitro yang nanti diharapkan bisa diteriama oleh kelompok dan masyarakat umumnya.
28
Untuk penyedia sarana produksi lainya seperti pupuk didapat dari membeli ke PT.
Alba, yang menyediakan pupuk dari urine untuk pemupukan stevia pada saat
dipindahkan ke lahan. Untuk alat pertanian seperti mulsa, selang dan ember petani
mendapatkannya dari toko petnaian ORBIT yang terdapat di daerah Ciwidey. Untuk
alat pertanian umumnya digunakan seperti sepatu boots, cangkul, koret, keranjang
kayu, gunting dan lainnya merupakan peralatan standar yang sudah dimiliki oleh
anggota kelompok dibeli sendiri oleh anggota. Sedangkan peralatan perontok
merupakan bantuan dari dinas pertanian.
4.3.2. Subsistem Usahatani (on-farm agribusiness)
Sub sistem usahatani merupakan kegiatan menggunakan barang barang modal dan
sumberdaya alam untuk menghasilkan komoditas pertanian primer pertanian, seperti
perencanaan, pemilihan lokasi usaha, jenis komoditas, teknologi dan pola tanam. Unsur
subsistem usahatani diantaranya terdiri dari :
1. Lahan Usaha (Land)
Petani di Desa Cibodas merupakan juga anggota LMDH (Lembaga Masyarakat Desa
Hutan) menggunakan lahan PERHUTANI sehingga rata-rata kepemilikan lahan yang
digunakan minimal 1 Ha. Untuk komoditas stevia dalam pengembangan bibit sendiri
menggunakan lahan seluas 5 Ha yang merupakan milik pribadi dari masing-masing
anggota yang dikelola oleh ketua kelompok sebagai ahli dalam kegiatan budidaya stevia.
Keadaaan lahan merupakan kawasan hutan sehingga karakter tanahnya hampir
keseluruhan bersifat lempung berpasir. Dikarenakan sifat tanahnya lempung berpasir
Petani selain di tanam Kopi juga sangat cocok ditanami stevia karena kondisi tanah yang
cocok karena memiliki derajat keasaman (pH) 5,5 hingga 6, menyebabkan tanaman Stevia
bisa tumbuh dengan baik. Sedangkan Petani di Mekarsari menggunakan lahan milik
sendiri dengan bantuan bibit dari perusahaan mita dan memperbanyak dari hasil budidaya
dan stek batang yang dilakukan di lokasi perushaan dan lahan yang diusahaan oleh petani
2. Tenaga Kerja (Labour)
Tenaga kerja merupakan subsistem produksi, apabila faktor tenaga kerja tidak ada,
maka produksi suatu tanaman tidak akan terjadi atau bahkan suatu sistem tersebut
tidak akan berjalan. Pada kegiatan budidaya Stevia yang dilakukan oleh Petani Desa
Cibodas pada lahan seluas 5 Ha yang ditanami kopi dengan anggota kelompok sebanyak
25 orang. Tenaga kerja yang digunakankan adalah tenaga kerja pria dan tenaga kerja
29
wanita. Pekerjaan yang melibatkan kegiatan fisik berat seperti pembersihan lahan,
persiapan lahan dan pemasanngan mulsa dilakukan oleh tenaga kerja prisa sedangkan
perawatan tanaman sampai panen dan penjemuran dilakukan oleh tenaga kerja wanita.
Besaran biaya tenaga kerja dengan jumlah jam kerja dari jam 8 pagi sampai 12 siang
sebesar Rp. 45.000, sedangkan tenaga kerja wanita sebesar Rp. 30.000,-, sedangkan untuk
kegiatan usahatani yang dilakukan selam 1 hari (8 jam kerja) bisanya besaran biaya tenaga
kerja pria adalah Rp 75.000 dan tenaga kerja wanita Rp 50.000.
Tenaga kerja di Desa Mekarsari Kecamatan Cikajang diupah untuk tenaga kerja laki-laki
sebesar Rp.30.000,-/hari sedangkan permapuan sebesar Rp. 20.000,- / hari. Selain harian
ada juga upah borongan yang dilakukan terutama untuk pengolahan lahan. Upah borongan
untuk pengolahan lahan per 25 tumbak sebesar Rp. 500.000,-
3. Modal (Capital)
Modal usahatani petani Desa Cibodas pada awal usaha stevia yang digunakan adalah
modal pribadi namun dengan berkembangnya kegiatan yang dilakukan maka pada tahun
2012 petani mendapat bantuan modal dari pemerintah Kabupaten Bandung berupa modal
uang sebesar Rp 175.000.000 dan juga modal alat perontok daun Stevia, yang berfungsi
untuk memisahkan daun Stevia dari batangnya. Sedangkan untuk pengembangan stevia di
petani, petani memberikan potongan harga kepada anggota (subsidi) dari harga dasar bibit
sebesar Rp. 2.500 menjadi hanya Rp 1000,- per pohon. Harag jual bibit di kelompok
relative lebih murah dibandingkan dengan di luar dimana harag di pasaran minimal Rp.
4000 per pohon. Bibit yang berasal dari petani akan diurus dan pindah tanamkan ke lahan
masing-masing anggota dengan batas minimal bibit yang harus diambil anggota adalah
sebanyak 1000 bibit.
Moadl usahatani petani Desa Mekarsari keseluruhan merupakan modal pribadi di lahan
kecil namun dari keuntungan usahatani stevia bisa menambah luas lahan garapan dan
membeli lahan menjadi 1 hektar, dukungan pemasaran dari perusahaan mitra menjadi
motivasi dari petani.
4. Manajemen (Management)
Manajemen usahatani merupakan penggunaan secara efisien sumber-sumber daya
yang terdapat dan sifatnya terbatas untuk mencapai tujuan usahatani melalui proses
perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengawasan.
Manajemen pengelolaan usaha yang dilakukan petani di petani sendiri
menggunakan keluarga dan manajemen tradisional dimana:
30
- Pada kegiatan budidaya masih mengadalkan tenaga kerja dalam keluarga namun juga
pada saat tertentu menggunakan tenaga kerja yang dibayar. Untuk penggunaan tenga
kerja dalam keluarga tidak ada pembagian tugas yang jelas namun masing-masing
sudah mengetahui apa yang harus dilakukan sedangkan pda penggunaan tenagar kerja
di luar keluarga pembagaina tugas yang harus dilakukan di jelaskan termasuk waktu
kerjanya yang umumnya dilakukan di Desa tersebut.
5. Proses Budidaya Stevia di Petani
1) Perbanyakan Tanaman (Pembibitan)
Bibit yang digunakan oleh Petani di Desa Ciboads jenis bibit unggul hasil
pengembangan dan serangkaian ujicoba yang merupakan bibit Stevia unggul
lokal dari jenis CM3 (Cibodasa Manis 3) yang telah memiliki sertifikat SKMB
dari BP2MB Jawa Barat. Bibit yang digunakan oleh petani di lahan seluas 5
Ha sebanyak 500.000 bibit. Sedangkan petani di Desa Mekarsari
menggunakan bibit stevia umum yang didapat dari perusahaan.
Pada proses perbanyakan tanaman Stevia, Petani melakukan dengan 2 cara
yaitu vegetatif dan generatif.
1. Vegetative
Teknik perbanyakan vegetative dapat dilakukan dengan setek yang
dipasang sungkup plastik yang kedap udara, sehingga suhu dan kelembapan
dalam sungkup terjaga. Selanjutnya, setelah tanaman berusia 3-4 minggu,
mata tunas dan akar setek tumbuh mencapa 1-2 cm maka setek telah dapat
dipindahtanamkan ke lahan yang telah tersedia.
2. Generative
Untuk teknik perbanyakan generative dapat dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
Benih dapat diperoleh dari bunga yang telah mekar sempurna
Jemur benih siap sebar pada tempat yang teduh
Buang pappus dengan tangan secara halus dan lembut
Campur benih dengan sekam bakar secukupnya, untuk menghindari
serangan jamur
Simpan benih sebelum dipakai pada tempat yang teduh dan kedap
udara.
31
2) Persiapan Lahan
Pada persiapan lahan stevia di petani untuk penanaman monokultur stevia
dilakukan dengan cara penggunaan mulsa atau hanya guludan biasa saja agar
tanaman dapat terlindungi dari genangan air dengan proses pengolahan lahan
melalui pencangkulan dan dibajak sebanyak 2 kali, sehingga diperoleh tekstur
tanah yang gembur. Selanjutnya dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran
panjang kira-kira 5 m atau disesuaikan dengan keadaan lahan, dan lebar antara
100-125 cm. bedengan dapat dibuat dengan atau tanpa mulsa. Namun, pada
Petani Petani bedengan disertai dengan pemasangan mulsa. Kegunaan mulsa
yaitu untuk meminimalisir pertumbuhan gulma. Ketinggian masin-masing
bedengan cukup sekitar 20-40 cm (tergantung pada jenis lahan dan tanah).
Apabila penanaman dilakukan pada lahan berkontur miring, sebaiknya dibuat
teras terlebih dahulu.
3) Persemaian Bibit
Tahapan dalam persemaian bibit yang dilakukan oleh petani adalah:
Persiapan bedengan
Persiapan bedengan dengan cara membuatnya dekat dengan sumber air dan
tanah yang subur dengan arah timur barat. Bedengan dibuat dengan
ketinggian 10cm, lebar 1,2-1,5 cm dan panjang 15-20 m. Bedenan yang
telah siap diberi pupuk yang berasal dari kotoran sapi sebanyak 400 kg atau
pupuk kandang ayam 100 kg pupuk mineral 3-5kg. Pupuk mineral
digunakan untuk sterilisasi benih yang didalamnya harus mengandung
mikroelemen yang dibutuhkan untuk perkecambahan benih. Setelah dibuat
bedeng, tanah harus diolah setinggi 15 cm dan campur tanah dengan pupuk
kandang.
Penyemaian dan Penyungkupan
Pada tahap ini, dilakukan penyiraman tanahagar lembab untuk ditanam bibit
Stevia hasil setek batang. Sedangkan benih dari biji dilakukan dengan
ditaburkan sebanyak 25-50 kg benih pada tiap bedengan yang ditutup tipis
dengan tanah. Diperlukan juga penutupan dengan sungkup menggunakan
palstik UV, dengan ketinggian 40-50cm, dan lebar 1,8-2m. Setelah 50-60
32
hari benih menjadi bibit siap tanam. Pada saat musim panas, benih dapat
menjadi bibit siap tanam dalam kurun waktu 40-50 hari.
Perawatan Bedengan
Setelah bibit setek ditanam atau benih disebar, bedeng tanam harus dijaga
agar tetap lembab hingga benih berkecambah dalam waktu 3-5 hari, setelah
itu buka tungkup. Bedengan dijaga supaya tetap lembab sampai benih
memiliki 3 daun. Suhu yang ideal untuk perkecambahan benih adalah 20-
250c. jika suhu terlalu rendah, maka yang harus dilakukan adalah
menambahkan potongan rumput agar suhu tetap hangat. Namun jika suhu
mencapai 300c, harus diberikan naungan untuk menjaga agar tidak terlalu
panas.
Saat benih telah memiliki kurang lebih 3 daun, sungkup dibuka sampai
tanah agak mengering, kemudian ditutup kembali agar menjaga
kelembapan. Pada saat benih memiliki 4 daun, sungkup dapat dibuka pada
pagi hari dan ditutup kembali pada sore hari. Jika tanah masih dalam
keadaan lembab, maka tidak perlu dilakukan penyiraman kembali. Pada
saat benih telah memiliki 5 daun, sungkup dibuka total. Semprotkan pupuk
setiap 5-10 hari sekali. Pada saat benih mempunyai 6 daun, maka siap
dilakukan transplanting di areal pertanaman. Lima hari pertama tidak
dilakukan penyiraman.
Benih yang sehat memiliki 5-6 daun, tinggi tanaman 12-15cm, batang
sedikit berkayu, daun lebar, hijau, daun pucuk berbentuk konkaf (cekung),
mempunyai 5-7 akar sekunder, 2-3 daun telah memiliki cabang.
33
Gambar 4.3. Penyemaian stevia di bedengan dari Biji
4) Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman
Terdapat beberapa langkah yang dilakukan Petani dalam melakukan
penanaman dan pemeliharaan tanaman, diantaranya :
Penanaman
Kebutuhan benih untuk satu hectare lahan diperlukan 95.000 sampai
100.000 Benih yang ditanam dengan jarak 25x25 cm atau 30x30 cm,
sehingga setiap bedengan berisi 4-5 baris tanaman. Sebaiknya pada setiap
lubang tanam diberi sekitar 250 kg pupuk organic (pupuk kandang atau
pupuk kompos). Penanaman Stevia sebaiknya dilakukan pada saat musim
hujan agar persediaan air mencukupi dan tanaman cepat segar kembali
(biasanya 1-2 hari setelah tanam).
Pemupukan
Pemupukan dasar diberikan pada saat persiapan lahan dengan menggunakan
pupuk organic dengan dosis 5-10 per Ha. Pemupukan susulan menggunakan
pupuk urea dengan dosis 135kg per Ha atau 1,35 gram per lubang tanam
yang diaplikasikan pada 30 hari setelah tanam setengah dosis dan 60 hari
setelah tanam.
Pemeliharaan tanaman
34
Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu bagian terpenting dalam
penanaman Stevia. Pemeliharaan tanaman mencakup kegiatan
pemupukan, pemangkasan, dan pengendalian hama serta penyakit.
Pemberian pupuk yang berasal dari urine sapi dilakukan setiap kali tanaman
Stevia baru dipanen. Pada saat tanaman Stevia berumur 2 minggu,
sebaiknya setiap ujung tanaman dipangkas untuk membantu proses
pembentukan cabang, sehingga tanaman yang dihasilkan lebih rimbun dan
produksi daun akan lebih banyak.
Pengairan
Stevia membutuhkan banyak pasokan air yang baik sepanjang tahun agar
mendapatkan produksi yang stabil. Oleh karena itu, disekitar kebun Stevia
diperlukan sumber air yang memadai. Pada Petani Petani sistem irigasi
yang dilakukan yaitu menggunakan selang. Sistem irigasi tersebut
dieseuaikan dengan kontur dataran pada lahan petani tersebut yaitu datar.
Secara umum keberhasilan untuk penanaman Stevia adalah : kelembapan
70%, bahan organic 5%, dan suhu tanah 350c.
Pengendalian OPT
Dalam penanaman Stevia oleh Petani, terdapat beberapa OPT. OPT tersebut
akan sangat merugikan dan akan berpengaruh terhadap hasil produksi
Stevia. OPT tersebut diantaranya Kutu Aphid, Ulat Tanah, dan Anjing
Tanah. Selama penanaman Stevia, terdapat beberapa OPT namun tidak
berpengaruh besar terhadap produksi Stevia.
Gambar 4.4. Penanaman stevia di bedengan
35
5) Pemanenan
Petani melakukan proses panen daun stevia pada umur antara 40-60 hari
setelah tanam dan untuk pemanenan berikutnya dapat dilakukan setiap 45-60
hari sekali. Proses panen harus dilakukan pawa waktu yang tepat karena dapat
berpengaruh pada hasil panen, panen yang dilakukan lebih cepat akan
menghasilkan kandungan gula daun stevia tidak maskimal sedangkan jika
dipanen terlambat kandungan gulanya akan turun. Proses panen yang
dilakukan selain berpatokan pada umur tanaman, Petani Petani juga melihat
tinggi tanaman. Jika tanaman mempunyai tinggi antara 40-60 cm dengan
pertumbuhan daun yang rimbun maka sudah bisa dipanen. Pada ketinggian
seperti ini menurut petani tanaman sudah memasuki masa berbunga dan pada
saat ini pula kandungan gula (stevioside dan kandungan lainnya) tanaman
sedang dalam konsentrasi tingkat tertinggi.
Untuk waktu panen stevia yang baik dilakukan paad pagi hari dengan caara
memotong batang atau tangkai kira-kira 10-15 cm dari permukaan tanah
dengan menggunakan gunting. Ketika pemanenan berlangsung, sisakan
sebanyak 1-2 tangkai pada setiap tanaman (daun terbawah) supaya tanaman
yang baru dipanen dapat tumbuh kembali. Selanjutnya batang atau ranting
tersebut dirompes atau dipipil sehingga diperoleh daunnya saja.
4.3.3. Subsistem Hilir (down-stream agribusiness)
Subsistem hilir merupakan kegiatan pengolahan lebih lanjut dan dilakukan
setelah proses pemanenan. Pada Petani Petani pengolahan hasil panen produk Stevia
hanya sampai kepada produk mentah atau penjemuran yang selanjutnya akan kemas
atau diolah menjadi produk setengah jadi atau jadi oleh mitra petani. Ada beberapa
tahapan dalam subsistem hilir yang dilakukan oleh Petani Petani, diantaranya :
1. Perontokan Daun dari Batang
Pada tahap pasca panen, daun hasil panen, harus segera dipipil atau
dirontokkan dari batang atau tangkai. Proses perontokan oleh Petani Petani
dengan menggunakan mesin perontok yang didapat melalui bantuan
pemerintah Kabupaten Bandung. Jika perontokan tidak segera dilakukan akan
mengurangi kadar bahan pemanis yang terdapat di daun. Hal tersebut
36
dikarenakan, jika daun masih melekat pada batang atau tangkai maka proses
perombakan bahan pemanis yang terdapat didalamnya akan terjadi. Jadi
semakin cepat kegiatan perontokan, maka kualitas daun yang dihasilkan akan
lebih baik.
2. Pengeringan
Pengeringan daun Stevia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan sinar
matahari dan alat pengering buatan. Apabila pengeringannya dilakukan dengan
sinar matahari, maka daun diletakkan diatas alas plastik, tampi, atau jenis alas
lain. Proses pengeringan pada Petani Petani masih menggunakan matahari.
Bila keadaan cuaca baik, proses pengeringan dapat berlangsung sekitar 8 jam.
Namun ketika cuaca sedang tidak baik, daun-daun Stevia dimasukkan kedalam
green house buatan. Daun Stevia yang telah kering akan berwarna hijau
kekuningan. Daun stevia yang bermutu baik akan memiliki kadar air
maksimum 10%, kadar Stevioside minimum 10% dan kadar kotoran sekitar
3%. Suhu pada proses pengeringan akan berpengaruh terhadap kadar
stevioside. Jika suhu yang digunakan mencapai diatas 700c akan terjadi
penurunan kadar stevioside, dan jika sampai 800c maka akan menyebabkan
daun berwarna hitam kecoklatan. Daun Stevia yang mengalami keterlambatan
pengeringan akan berwarna hitam karena telah terjadi proses fermentasi oleh
mikroorganisme dan telah terjadi perombakkan kandungan stevioside.
Fermentasi juga akan terjadi apabila daun Stevia terkena air.
3. Pengepakkan
Proses pengemasan yang dilakukan oleh Petani Petani dengan menggunakan
karung dengan berat 20 kg per bal. proses pengepakan yang baik akan
membuat daya simpan daun stevia lebih lama
37
1. Stevia Hasil Pengeringan 2. Bubuk Stevia
Gambar 4.5.Stevia Hasil Produksi Petani
4.3.4. Sub sistem Pemasaran
Komoditas utama yang diusahakan oleh petani Desa Cibodas yang diantaranya:
kopi, teh, hanjeli, kayu-kayuan dan stevia.untuk komoditas Stevia permintaan pasar
sebanyak 100 ton per hari dari PT. Sosro belum bisa dipenuhi. Sedangnkan untuk saaat ini
hasil produksi stevia masih di beli oleh Koperasi NUKITA yang merupakan pendamping
dan juga pasar bahan mentah dari produk stevia. Permintaan produk stevia kepada Petani
Petani diantaranya daun kering dan daun segar dengan batang. Untuk daun segar dengan
Petani Petani menjual seharga Rp 30.000. Sementara itu, untuk daun kering petani Petani
menjualnya dengan harga Rp 100.000. Sedangkan dalam kerjasamanya kepada Koperasi
Nukita, harga yang diberikan sebesar Rp 40.000 untuk daun kering.
Petani Desa Mekarsari komoditas utama yang diusahakan sebelumnya adalah
berbagai macam sayuran, namun setelah mengusahakan stevia maka stevia menjadi
komdoitas utama karena jaminan pasar dan juga waktu produksi yang relative lama sampai
5 tahun dengan sekali investasi. Hasil produksi dipasarkan dan ditampung oleh peruhaan
mitra yang selanjutnya di ekspor ke berbagai Negara diantaranya Jepang.
Gambar 4.6. Produk Stevia hasil produksi Desa Mekarsari di Gudang Perusahaan
38
Gambar 4.7 Macam produk olahan dengan menggunakan stevia di Desa Cibodas
4.3.5. Subsistem Penunjang Atau Pendukung (Supporting System)
Untuk sub sitsem pendukung yang berperan selama ini di petani diantaranya
berupa pelatihan yang dilakukan oleh beberapa instansi baik swata maupun negeri
diantaranya: Pemerintah Kabupaten dengan studi banding, PT.BDA, PT.Kimia Farma,
Faperta Universitas Padjadjaran (UNPAD), LIPI dan BPPT. Pendukung lainnya adalah
koperasi dan Perusahaan mitra bagi petani Petani merupakan lembaga swasta yang paling
penting dalam menunjang keberlangsungan usahatani Stevia karena merupakan mitra
pendamping dan juga penampungan hasil produksi Stevia yang selanjutnya akan diolah
menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi. Walaupun kerjasama yang berlangsung
antara keduanya tidak tertulis secara sah, namun hingga saat ini tidak pernah terjadi
masalah yang serius terhadap kedua belah pihak.
39
Gambar 4.8 Berbagai Pihak dalam Penunjang di Petani Desa Cibodas
Gambar 4.9 Berbagai Pihak dalam Penunjang di Petani Desa Mekarsari
4.4. Percobaan Stevia Hasil Mutasi In Vitro
Stevia hasil In Vitro yang dikembangan oleh peneliti pfakultas pertanian
Universitas Padjadjaran (Dr. rer.nat., Ir. Suseno Amien) saat in masih pada tahap uji coba
di lahan bekerjasama dengan petani Muyasari. Pada tahap awal inikelompok petani
beranggapan bahawa ada beberapa kelemahan produk in vitro yang harus di kembangkan
lebih lanjut. Dilihat dari sifat fisik produk stevia hasil in vitro mempunyai fisik tanaman
yang bagus, daun yang masih sedikit, sehingga perlu pengembangan lebih. Saat ini
belum di pakai oleh petani karena masih tahap proses pengenalan dan ujicoba lapangan.
Hasil tanam sementara, sangat digemari oleh cacing dan binatang tanah lainnya sehingga
perlu proses budidaya yang mampu membikin tanaman terhidar dari binatang tanah.
Pendampingan:
Koperasi Nukita
Petani PetaniPenyedia Input dan
PelatihanPT.BDA,
PT Kimia Farma
Pasar dan Pemasar:
Koperasi NUKITA
Peneliti & Pelatihan:
UNPAD, LIPI, BPPT
40
1. Bibit siap semai di lahan 2. persiapan lahan dan proses penanaman
Gambar 4.8. Proses Penanaman bibit Stevia di Bedengan
Kegiatan pembibitan yang dilakukan masih pada tahap awal hanya dalam skala kecil. Saat
ini peneliti mencoba bekerjasama dengan ketua kelompok untuk membuat demplot
penelitian sesuai dengan proposal peneliitian.
4.5. Pengusahaan Komoditas Stevia
Usaha tani setevia membutuhkan dana yang cukup besar, data terbesar
digunakan untuk kebutuhan pembelian bibit. Kebutuhan bibit untuk setiap hektar
lahan antara 95.000 sampai 100.000 bibit dengan harga bibit bervariasi. Bibit hasil in
vitro dijual dengan harga rp. 4000,- pe pohon bibit sedangkan bibit yang digunakan
petani CM3 (Cibodasa Manis 3) sebesar Rp. 2.500,- dengan subsidi dari kelompok
jika anggota melakukan penanaman sebesar Rp. 1.500,- sehingga harga lebih murah
menjadi Rp.1000,- . jika diasumsikan penggunan bibit dengan harga Rp.1000,- dengan
jumlah kebutuhan bibit 95000 maka biaya bibit menjadi Rp. 95.000.000,- sampai Rp.
100.000.000,- belum untuk membeli mulsa dan kebutuhan operasional pengolahan
lahan dan pemeliharaan tanaman dengan kisaran total kebutuhan biaya per hectare
untuk usahatani stevia sebesar Rp. 315.000.000,-. Umur ekonomis tanaman stevia
antara 5-8 tahun bahkan bisa sampai 12 tahun jika pemeliharaan dilakukan dengan
baik.
Perhitungan biaya produksi dari penanaman Stevia, dari survey dan identifikasi
lapangan diketahui beberapa asumsi:
Jumlah tanaman: 95.000 – 100.000 pohon/hektar (dengan tingkat kegagalan produksi
41
sebesar 5%)
Produksi mulai bulan ke-6: 30 gram/pohon
Umur <1 tahun tanaman yg dipanen 70%
Umur ≥1 tahun tanaman yg dipanen 100%
Harga jual Daun Stevia kering: Rp.40.000/kg (kepada Koperasi Nukita)
Umur ekonomis stevia minimal 5-8 tahun sedangkan unit pengolahan 10 tahun
Biaya Usaha 20% dari biaya langsung (listrik, air, penyusutan mesin produksi).
Produktivitas tanaman stevia setiap tahunnya meningkat sesuai dengan
kerimbunan dan pemeliharaaan yang dilakukan. Tanaman perdu stevia sifat
perakarannya menyebar sehingga cocok untuk ditanam selain di lahan tegalan dan
sawah juga di kemiringan lahan seperti di Desa Cibodas karena bisa berguna untuk
pengikat tanah sehingga mengurangi dan mencegah longsor.
42
4.6. Preferensi Stevia hasil mutasi in vitro
Pada bibit stevia hasil mutasi in vitro yang dikembangan menghasilkan dua varian
bibit stevia, varian varietas hasil bibit stevia in vitro pada panen pertana pada panen
pertam akana menghasilkan jumlah produksi sebagai berikut:
Varietas I menghasilkan 0,096 gram per pohon atau 8,7 ton per hektar dengan jumlah
pohon 90.000 pohon, sedangkan Variatas II menghasilkan 10,8 ton per hektar. Dari
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi bibit stevia hasil mutasi in vitro
lebih besar daripada bibit yang saat ini digunakan oleh petani baik di Desa Mekarsari
maupun Desa Cibodas. Beberapa hal yang menyebabkan produksi bibit hasil in vitro
lebih tinggi di bandingkan bibit yang digunakn oleh petani diantaranya:
- Peneliti melalukan pengawasan /kontrol terhadap tanaman baik nutrisi, hama penyakit
sangat tinggi dan ketat.
- Masih dalam tahap luasan yang sangat sedikit (demplot)
- Harga lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang saat ini digunakan.
Dari hasil penelitian terhadap persepsi petani secara umum terhadap
pengembangan stevia sebagai tanaman utama diantaranya:
- Lebih memilih menanam sayuran sebagai sumber pendapatan utama dan masih susah
untuk beralih ke tanaman lainnya.
- Panen sayuran bisa dilakukan dalam jangkan 2-3 bulan dan kemungkinan untung juga
balik modal saat panen sedangkan stevia membutuhkan biaya cukup besar dan bisa
menikmati hasil pada panen ke 3 dan seterusnya artinya mulai bulan ke 6 baru bisa
menikmati hasil.
- Stevia masih merupakan tanaman ke dua dan belum diusahakan dalam luasan skala
yang besar dan hanya dilakukan hanya oleh beberapa petani individu.
- Produk bibit hasil mutasi in vitro yang dicoba di petani mitra peneliti memiliki
kelemahan prose panen jika panen dipotong terlalu bawah (sama dengan bibit yang
saat ini digunakan) maka akan mengalami kemungkinan tidak tumbuh lagi atau mati.
Sedangkan Seadangkan persepsi petani pelaku penanaman stevia di dua sentra
pengembangan stevia di Jawa Barat terhadap pengembangan stevia hasil mutasi in
vitro diantaranya:
- Daun relatif tipis dan batang yang besar
- Batang belum begitu kuat sehingga mudah roboh
43
- Perlakuan harus hati-hati dan membutuhkan waktu yang lebih pengawasan.
- Harga lebih mahal, saat ini petaniyang menanam tidak membeli bibit tapi dari hasil
perbanyakan stek maupun biji dan juga bantuan mitra petani baik koperasi maupun
perusahaan mitra.
Secara umum persepsi petani masih dipengaruhi oleh pola penerimaan petani yang
dikenal dengan istilah 4T (Terdengar, Terlihat, Terusahakan dan Terasa
Manfaatnya). Pada tahapan ini untuk masyarakat umum masih pada tahap
terdengat dan terlihat sedangkan di petani pelaku masih dalam tahap terusahkan
karena jika dilihat stevia mulai diusahakan dan baru memasuki panen ke 4 untuk
luasan 1 hektar dan hanya dirasakan manfaat oleh petani yang mengusahakan
secara baik. Untuk daerah Cikajang petani inovator terlihat oleh masyarakat umum
petani sayuran di sekitarnya belum memperlihatkan memiliki kendaraan maupun
rumah yang besar dari hasil memanam stevia karena petani justru petani stevia
mengembangkan hasil stevia menajadi modal memperluas lahan garapan stevia
dengan membeli lahan sekitarnya dan tidak memperlihatkan ke masyarakat sekitar
sebagai asset komersial sehingga masyarakat masih beranggapan usahatani stevia
masih belum menguntungkan.
Masyarakat umum belum mau beralih ke tanaman stevia dikarenakan belum
melihat hasil berupa asset komersial yang dimiliki oleh pelaku, petani biasanya
akan mengikuti jika melihat hasil usahatani stevia berdapat langsung kepada
peningkatan taraf hidup dan asset komersial dari pelaku meskipun mereka tidak
diminta. Saat ini meskipun diminta dan di sosialisasikan namun masyarakat masih
enggan untuk mengikuti karena berbagai hal diatas.
44
4.7. Analisis Usahatani Stevia
Usahatani merupakan suatu kegiatan manusia khususnya petani dan keluarga petani
dan keluarga petani pada sebidang tanah untuk memperoleh hasil berupa tanaman dan
ternak. Hasil tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan petani dan keluarganya
secara berkelanjutan. Dalam usaha tani melibatkan input produksi untuk melaksanakan
kegiatan produksi yang tentunya menghasilkan output baik berupa tanaman ataupun
ternak. Usahatani erat kaitannya dengan proses produksi komoditas pertanian dalam hal ini
stevia yang tentunya melibatkan banyak faktor produksi.
Faktor produksi dalam kegiatan usahatani adalah seluruh sumberdaya yang
digunakan dalam proses produksi barang/jasa pertanian berupa tanaman dan hewan.
Secara umum faktor produksi dalam usahatani terdiri dari berberapa diantaranya, yaitu:
1) Iklim
Iklim sangat menentukan komoditas yang akan diusahakan, baik
tanaman maupun ternak. Iklim berpengnaruh pada jenis komoditas dan pola pengelolaan
budidaya tanaman agar memberikan hasil yang tinggi dan memberikan manfaat bagi
manusia
2) Lahan atau Tanah
Lahan atau tanah merupakan faktor yang merupakan tempat tumbuhnya tanaman,
ternak, dan usahatani keseluruhannya. Sistem kepemilikan lahan (milik, sewa dan
sakap/bagi hasil), luas lahan, t ingkat kesuburan, lokasi dan fasilitas – fasilitas
(pengairan, drainase dll) sangat mennetukan hasil ushatani.
3) Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor prosuksi bagi usahatani. Tenaga kerja
dalan ushatani memiliki karakteristik diantaranya:
- Kebutuhan tidak kontinyu/merata
- Penyerapan terbatas
- Tidak mudah distandarisasi, dirasionalkan dan dispesialisasi.
- Corak beragam dan kadang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
- Sistem Upah (Borongan Waktu dan Premi)
- Lamanya waktu bekerja (kondisi orang dan cuaca)
- Kehidupan sehari-hari, Keterampilan dan usia.
45
4) Modal dan Peralatan
Mubyarto menyatakan bahwa modal dalam pengertian ekonomi adalah barang atau
uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan
barang-barang baru yaitu hasil pertanian. Rodjak (2002) membedakan modal bagi
menjadi dua menurut sifatnya yaitu modal tetap (investasi) dan modal tidak tetap (modal
kerja).
Pada usahatani stevia biaya terbesar diakibatkan oleh pengadaan bibit, diaman dalam 1
hektar membutuhkan bibit 90.000 – 100.000 bibit dengan harga bibit perpohon Rp.1000-
Rp 2000,-. Sehingga membutuhkan biaya untuk bibit sebesar Rp. 180.000 – Rp. 200.000,-
Karena usahatani yang dijalankan oleh petani merupakan kemitraan dengan perusahaan
dan hasil panen langsung ditampung oleh perusahaan maka bibit ditanggung oleh
perusahaan. Hasil penelitian usahatani stevia untuk satu hektar dengan tidak
memperhitungkan biaya bibit kebutuhan operasional usahatani biaya sebagai berikut:
Tabel 4.6 Tabel. Rincian Biaya Usahatani Stevia per Hektar
No Komponen BiayaJumlah
KebutuhanSatuan
Harga Satuan
(Rp)Jumlah
A Biaya Tetap
1 Sewa Lahan Ha -
Penyusutan Alat -
a. Cangkul -
b. Kored -
c. Sprayer -
d. Mulsa 10 roll 600,000 6,000,000
B
Biaya Tidak
Tetap/Operasional -
1 Bibit 100000 2,000 Gratis
2 Pupuk -
a Pupuk Kandang 2500 Karung 16,000 40,000,000
b. Pupuk NPK Mutiara 2 600,000 1,200,000
3 Pestisida -
a. -
4 Input Lain -
a. -
5 Tenaga Kerja -
a. Pembukaan Lahan -
b. Pengolahan Lahan 28.6 Patok 500,000 14,300,000
46
No Komponen BiayaJumlah
KebutuhanSatuan
Harga Satuan
(Rp)Jumlah
(Paket)
c. Pembuatan Guludan -
d. Pemupukan Dasar -
e.
Pemasangan Mulsa
dan Lobang -
f. Pemeliharaan 5 @15 hari
HK/Ha
(bulan) 30,000 2,250,000
g. Panen 5 @3 hari
HK/Ha
(bulan) 30,000 450,000
TOTAL BIAYA 64,200,000
Selain biaya awal untuk usaha tani 1 hektar juga membutuhkan biaya pemeliharaan
dan perawatan serta panen. Biaya biaya tersebut untuk 12 bulan adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.7 Total Biaya Usahatani selama 12 bulan (1 tahun)
Biaya Jumlah
Bulan 1 63,750,000
Bulan 2 3,900,000
Bulan 3 2,250,000
Bulan 4 3,900,000
Bulan 5 2,250,000
Bulan 6 3,900,000
Bulan 7 2,250,000
Bulan 8 3,900,000
Bulan 9 2,250,000
Bulan 10 3,900,000
Bulan 11 2,250,000
Bulan 12 3,900,000
TOTAL BIAYA 98,400,000
Tanaman stevia akan menghasilkan hasil sampai dengan minimal 5 tahun dan bisa
lebih dimana penghasilan tertinggi biasanya didapat pada periode tahun ke 3.
Sehingga investasi yang paling besar diperuntukkan pada saat pertama kali tanam
selanjutnya hanya membutuhkan biaya perawatan dan panen hasil.
Hasil usahatani stevia berupa daun stevia, batang daun dan bibit stevia. Bibit stevia
dihasilkan dari semakin bertambahnya batang dan anakan stevia setiap kali panen
disebabkan semakin bertambahnya rumpun batang stevia bawah. Rumpun batang
stevia bisa dipisah-pisah dan dijadikan anakan bibit ketika sudah tidak muat di lubang
47
mulsa atau bisa mulai dilakukan pada penen ke 4 atau setelahnya. Untuk lahan
sebanyak satu hektar akan menghasilkan bibin minimal untuk 3 hektar berikutnya.
Hasil usahatani stevia yang dilakukan petani dalam waktu satu tahun di daerah
produksi saat ini adalah:
Tabel 4.8. Pendapatan Usahatani Stevia di tahun 1
No Komponen BiayaJumlah
KebutuhanSatuan
Harga Satuan
(Rp)Jumlah
C Hasil Penjualan
1 Panen 1 1600 Kg 2000 3,200,000
Panen 2 2600 Kg 2000 5,200,000
Panen 3 5700 Kg 2000 11,400,000
Panen 4 9690 Kg 2000 19,380,000
Panen 5 14535 Kg 2000 29,070,000
Panen 6 20349 Kg 2000 40,698,000
TOTAL PENERIMAAN 108.948.000
4.7.1. Analisis R/C
Analisis R/C adalah singkatan dari return cost ratio atau dikenal sebagai perbandingan
(nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sbb:
Keterangan : a = return cost ratio
R = penerimaan,
C = Biaya total.
R/C rasio untuk tahun pertama sebesar = 1,107, dari peramalan perhitungan, R/C
rasio akan meningkat di tahun ke 2 dan seterusnya. Dikarenakan R/C rasio lebih dari 1
maka usahatani kedelai panen tua menguntungkan bagi petani.Hal tersebut berhubungan
dengan penuturan menurut Rodjak (2006) yang menyebutkan apabila penerimaan
usahatani (R) lebih besar daripada biaya usahatani ( R > C), maka usahatani tersebut
untung.
4.7.2. Pendapatan Usaha Tani
Dari Hasil perhitungan analisis usahatani selama periode 1 tahun dengan mengabaikan
tahun berikutnya yang tentunya menghasilkan hasil lebih besar memebrikan
a = R/C
48
pendapatan bersih ke petani untuk tiap hektarnya pada tahun ke -1 dengan rumus
berikut:
TCR
Keterangan : = Pendapatan
R = penerimaan
TC = Biaya total
Menghasilkan Rp.108.948.000 – Rp. 98.400.000,- = Rp. 10.548.000,- sehingga
penghasilan bersih petani selama periode 1 tahun tanam adalah sebesar Rp. 879.000,-
Untuk tahun ke 2 dan ke-3 dengan asumsi hasil panen sama dengan tahun pertama
akan menghasilkan pendapatan (minimal) sebesar Rp. 5.937.333,- per bulan
dikarenakan hanya dan biaya pupuk, perawatan dan panen.
4.8. Pengembangan Stevia di Sentra Produksi Jawa Barat
Pengembangan stevia di sentra produksi Jawa barat di Desa Cibodas
Kecapatan Pasirjambu Kabupaten Bandung dan Desa Mekarsari Kecamatan Cikajang
Kabupaten Garut mempunyai perbedaan pola. Hasil penelitian menujukkan bahwa
pola pengembangan masing-masing daerah dipengaruhi oleh lingkuan dan lokasi
tanam serta pola usahatani yang dilakukan.
Tabel 4.9. Perbedaan pengembangan stevia di sentra Jawa Barat
Unsur Desa Cibodas Desa Mekarsari
Kemitraan Dengan koperasi yang
mengolah stevia menjadi
produk akhir
Dengan Perusahaan mitra
yang memasarakan stevia
dalam bentuk bahan baku
Lahan Milik perhutani dan sebagai
tanaman penyela diantara
tanaman Kopi
Milik sendiri dan ditanam
pada hamparan lahan.
Pengembangan Fokus kepada pengembangan
dan riset bibit serta produk
akhir
Fokus ke usahatani stevia dan
pengembangan lahan serta
pemasaran
Pengelolaan Bukan Kelompok
(Petani/ketua LMDH)
Bukan Kelompok
(Petani/Kepala Desa)
49
Jika dilihat model sistem produksi usahatani stevia di dua sentra pengembagan stevia
di Jawa Barat. Secara umum petani pelaku memiliki pola yang hampir sama namun
sifat pengelolaan dimana di Desa Cibodas tanaman utama adalah kopi dan stevia
masih sebagai tanaman penyelia atau kedua namun di Desa Mekarsari tanaman utama
adalah stevia sehingga diusahakan dalam sekala yang luas.
Desa Cibodas Kecamatan Pasir jambu Kabupaten Bandung meskipun sudah
lama dikenal sebagai salah satu pusat pengembangan stevia namun hasil produksi dan
petani yang mengushakan masih sedikit dan ketermanfaatan tanaman stevia terhadap
pendapatan petani belum dirasakan oleh karena belum diusahakan dalam skala besar
dan sebagai tanaman utama baik oleh petani pelopor maupun petani lainnya.
Gambar 4.9. Pola pengembangan Stevia Desa Cibodas
Pengembangan stevia di Desa Cibodas oleh individu ketua LMDH kolaborasi dengan
koperasi selama ini yang dilakukan petani sifatnya terbatas karena hanya untuk
memenuhi kebutuhan stevia untuk produk teh sebagai produk akhir dari koperasi.
Pada tataran penggunaan lahan, masih belum di produksi secara luas dan hanya
sebagai pilihan ke -2 setelah tanaman kopi. Pola pengembangan yang dilakukan tidak
dengan pengembangan lahan dan produksi dalam jumlah besar tapi lebih ke
pengolahan dan penanganan hasil (pasca panen) yang berupa produk akhir.
Desa Mekarsari Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut saat ini meskipun
merupakan salah satu sentra pengembangan stevia namun pelaku yang
mengusahakannya tidak banyak hanya beberapa orang karena sayuran masih
50
merupakan komoditas utama. Namun petani yang mengusahkan stevia mencoba
beralih dari sayuran ke stevia karena manfaatnya sudah dirasakan dengan bisa
membeli lahan sekitar meskipun manfaat komersil belum bisa tapi masih mempunyai
keyakinan dari hasil usaha stevia akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik dan
investasi awal meskipun besar tapi bisa memberikan manfaat jangka panjang.
Gambar 4.10 Pola Pengembangan Stevia di Desa Mekarsari
Pengembangan stevia di Desa Mekarsari oleh individu dan bisa dikategorikan sebagai
petani inovator karena mengembangkan produksi stevia dari lahan 350 m2menjadi 1
hektar, saat ini juga melakukan kerjasama dengan ekprotir dan juga mengembangkan
jaringan dengan beberapa pihak yang mengusahakan stevia hasil kerjasama untuk
memenuhi kebutuhan eksportir/perusahaan. Selain itu dilakukan sosialisasi dan
kunjungan dari berbagai pihak yang tertarik mengembangkan stevia tidak hanya dari
jawa barat tapi juga dari Jawa Tengah dan Sulawesi.
Pola pengembangan yang dilakukan seperti pengembangan luas lahan stevia,
pengembangan teknik budidaya, pengembangan jaringan kerjasama pasokan bahan
baku stevia untuk perusahaan eksportir, memasyarakatkan stevia.
51
BAB V. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA
5.1. Kegiatan yang Telah Dilakukan
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan pada penelitian ini, berikut adalah
tahapan aktivitas penelitian yang telah dilaksanakan adalah:
Tabel 5.1 Kegiatan yang Telah Dilakukan
No. Jenis Kegiatan UraianWaktu
Pelaksanaan
1 Menyusun proposal
Pertemuan untuk mendiskusikan rumusan
dan pengembangan dan merevisi proposal
penelitian dan disesuaikan dengan tujuan
dan luaran yang diharapkan
April 2017
2
Pertemuan persiapan
administrasi dan survey
lapangan
Pertemuan untuk mempersiapkan
kebutuhan administrasi dansuvey lapangan
keDesa Cibodas KabupatenBandung dan
CikajangKabupatenGarut
25 -27 April
2017
3
Pertemuan dan
diskusi persiapan
penelitian
Mempersiapkan dan menyusun tahapan
kegiatan penelitian yang akan dilakukan,
mengatur waktu pelaksanaan tahapan
kegiatan sampai dengan pencapaian setiap
tahapan kegiatan penelitian dari awal
sampai akhir
5 Mei 2017
4 Menyusun metode
dan diskusi
penyusunanmetode dan
instrumen penelitian
Identifikasi penelitian dan sasaran serta
koordinasi dengan berbagai pihak
untuk integrasi kegiatan sebelum
dilakukan survey Lapangan.
10 Mei
2017
5
Survei awal dan
wawancara dengan key
-informan produsen
Melakukan kunjungan lapangan ke
kelompok tani stevia di Ciwidey dan
Cikajang untuk mengetahui dan
26Mei 2017
52
No. Jenis Kegiatan UraianWaktu
Pelaksanaan
stevia mitra peneliti mengidentifikasi komoditas stevia
6
Diskusi hasil survei
awal dan rencana
survey ke penampung
stevia hasil produksi
Kelompok
Melakukan pertemuan untuk
mendiskusikan hasil survei awal dan untuk
identifikasi aliran produk stevia.29 Mei 2017
7
Pertemuan tim
penelitin untuk
mendiskusikan
panduan wawancara
Melakukan diskusi dengan seluruh tim
peneliti untuk membuat panduan
wawancar dan disesuaikan dengan kondisi
lapangan yang diperoleh saat survei
awal dan perkembangan instrument
penelitian
8 Juni 2017
8
Survei awal dan
wawancara dengan
key- informan pasar
stevia
Diskusi dan wawancara dengan
Koperasi Nukita sebagai penampung
stevia hasil produksi kelompok tani dan
membuat rencana gelar produkdi acara
seminar departemen
25 Juli 2017
8
Pertemuan tim peneliti
dan identifikasi
kegiatan lapangan
berdasarkan luaran
penelitian
Melakukan pertemuan dan diskusi lanjutan
untuk mengidentifikasi kegiatan lanjutan
dan kebutuhan data serta informasi
berdasrkan luaran penelitian
27 Juli 2017
9
Pertemuan tim
peneliti dan
pengarahan
untuk tim lapangan
pengumpul data
lanjutan
Melakukan pertemuan dengan seluruh tim
penelit dan persiapan pengarahan untuk
tim lapangan yang ditempatkan di
kelompok maupun di Koperasi Nukita
guna keperluan penelitian
31 Juli 2017
10 Pelatihan dan Melakukan pelatihan untuk tim lapangan 1 Agustus
53
No. Jenis Kegiatan UraianWaktu
Pelaksanaan
pengarahan untuk
tim lapangan
yang akan mengumpulkan data berserta
pembagian tugas dan jadwal pekerjaan
selama di lapangan
2017
11 Publikasi awal di
Seminar Nsional di
UNPAD dan
Internasional Di
Universitas
Lampung
Mengikuti Seminar Internasional dengan
sebagianmateri hasil survey pendahuluan
pada komoditas Stevia keuangan
27 Juli dan 11
Agustus 2017
12 Pertemuan tim
peneliti
Melakukan pertemuan dan disuksi dengan
seluruh tim untuk persiapan penyusunan
laporan kemajuan
15 Agustus
2017
5.2. Rencana Tahapan Berikutnya
Saat ini, hasil penelitian ini sedang dibuatkan draft yang akan dipublikasikan di
jurnal nasional. Kemudian untuk laporan akhir, akan dikaji tentang beberapa perilaku
data yang sudah didapatkan dan dirasa harus dilakukan observasi lanjut ke lapangan
untuk mencari alasan nyatanya mengapa data-tersebut menunjukkan gej ala demikian.
Berikut ini adalah tahapan kegiatan penelitian selanjutnya akan dilakukan oleh tim
peneliti dalam penyelesaian kegiatan penelitian:
Tabel 5.2. Rencana Tahapan Berikutnya
No. Waktu RencanaKegiatan
1
Agustus-
September
2017
- Pengamatan dan penelusuran rantai pasok komoditas stevia
- Melajutkan ke Penelitian
- Pengolahan data hasil lapangan dan kompilasi serta finalisasi
keseluruhan data pendukung lainnya untuk digunakan
membuat laporan akhir.
54
2 Oktober 2017 - Penulisan laporan akhir
3 November 2017
- Pembuatan Draft untuk di publikasikan ke Jurnal Nasional serta
- melakukan wawancara mendalam dengan untuk menggali
program pengembangan dari stevia in vitro dari peneliti ke
kelompok serta respon kelompok
55
BAB 6. KESIMPULANDAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai proses agribisnis komoditas stevia di
sentra pengembangan bibit dan produk stevia di Desa Cibodas Kecamatan Pasir
Jambu Kabupaten Bandung Barat diketahui bahwa :
1. Preferensi petani pelaku usahatani stevia di dua sentra pengebangan stevia Jawa
Barat masih belum mau menggunakan stevia bibit hasil mutasi in vitro
dikarenakan
- Harga mahal
- Daun tidak banyak dan relatif tipis
- Batang Besar dan Batang belum begitu kuat sehingga mudah roboh
- Perlakuan harus hati-hati dan membutuhkan waktu yang lebih
pengawasan.
- Proses panen bibit in vitro berbeda dengan bibit yang sekarang digunakan,
jika pemotongan terlalu bawah atau sama dengan bibit yang saat ini
digunakan maka bibit hasil in vitro sekali panen kemungkinan akan mati.
Selain itu petani belum mau mengambil resiko dari bibit baru sebelum
diperlihatkan (demplot) penggunaan bibit di lokasi petani.
2. Perbandingan pendapatan petani antara menggunakan bibit yang saat ini dan bibit hasil
mutasi in vitro terdapat perbedaan. Perbandingan ini mengabaikan biaya yang
diakibatkan pengadaaan bibit menghasilkan perbedaan yang cukup signifikan, untuk
periode penanaman 1 tahun dengan panen 6 kali setahun pendapatan dengan bibit yang
saat ini menghasilkan nilai bersih tahun petama sebesar Rp. 879.000,- sedangkan
dengnan bibit hasil mutasi in vitro dengan proses full control dan pengawasan yang
ketat dan proses panen yangberbedamenghasilkan pendapatanRp. 2.987.333,-.
3. Sistem kelembagaan petani pelaku pengembangan stevia baik diDesaCibodasmaupun
DesaMekarsari masih dilakukan oleh individu dan bukan kelompokmeskipun di Desa
Cibodas mengatasnamakan kelompok tapi legal formal kelompok belum ada. Di Desa
Cibodas pengebangan lebih kepada ujicoba bibit dan produk hasil sedangkan di Desa
Mekarsari pengebangan dilakukan lebih kepadamemperbanyak danmemperluas usaha
56
dan pengembangan pasar dengan bekerjasama dengan perusahaan eksportir. Namun
kedua Desa sentra penghasil stevia memerlukan pendampingan lebih lanjut dalan
membuat dan mengatur manajemen kelembagaan.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan analisis usahatani secara kompresensif terhadap komoditas
stevia yang dikelola oleh petani sehingga luaran kebutuhan biaya dan
keuntungan usahatani semakin jelas.
2. Perlunya penguatan kelembagaan baik di Desa CIbodas maupun di Desa
Mekarsari sebagai sentra pengebangan stevia Jawa Barat.
3. Perlunya membangun sinergi antar sentra produksi terutama di Jawa Barat seperti
Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur. Saat ini petani stevia
di Cianjur mendistribusikan produk hasil ke Kabupaten Garut karena perusahaan
eksportirmempunyai gudang danmesin di daerahCikajang.
4. Stevia merupakan komoditas baru sehingga memaasyarakatkan stevia sebagai
komoditas ustam mengalami kesulitan sehingga perlu di perhatikan kontinyuitas
produk dari petani ke perusahaanmitra.
5. Belum adanya kebijakan produksi dan pengolahan lebih lanjut hasil stevia di
tingkat petani yang tentunya membutuhkan bantuan dan kerjasama dari
pemerintah pusat maupun daerah.
57
REFERENSI
Almekinders, C.J.M., Thiele, G., Danial, D.I. 2007 . Can cultivars from
participatory plant breeding improve seed provision to small scale farmers ?
Euphytica Journal, No. 153 : 363-372
Abdul Rodjak. 2005. Manajemen Usahatani. Bandung : CV. Giratuna.
Bishaw, Z. & Turner, M. 2008. Linking participatory plant breeding to the seed suppley
system. Euphytica Journal, No. 163 : 31-44
Budiarso, Irwan T.2008. KarsinogenKimiawi danMikokarsinogen. Departemen
Kesehatan R.I. Jakarta.
Buchori, 2007. Pembuatan Gula Non Karsinogenik Non Kalori dari Daun stevia, 11
(2). Pp. 57-66. ISSN 0852-0798. http://stevia-steviacide.com. Di akses tanggal 27
Januari 2014.
Ditjenbun,. 2013.Mengenal Stevia (sweat Honey Leaf) Sebagai Sumber Pemanis.
http://ditjenbun.pertanian.go.id/tansim/berita-160-mengenal-stevia-sweathoney-
leaf-sebagai-sumber-pemanis-.html. Diakses pada tanggal 30 April 2014.
IAEA. 1984. Selection in mutation breeding. Proceedings of a Consultants Meeting
Joint FAO/IAEA, Vienna, 21-25 June 1992. ISBN 92-0- 111284- X.
Ken Suratiyah. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya.
Maudy E., Paimin, dan Fendy R. 1992. Budidaya Stevia. Trubus, No. 274 Tahun XXIII,
hal. 22-23.
Maria. 2009. Analisis Kebijakan Tataniaga Gula terhadap ketersediaan dan Harga
Domestik Gula Pasir di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian.
Muttaqin Zaenal, 2011. Produksi Gula Nasional Masih Defisit.
58
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/2897/Produksi-Gula-NasionalMasih-
defisit-. (diakses 17 January 2012). 5 iAP XQDQdDr dDQ ) Dru yo3DIP IQ,
“ . D X P DQiA-EXJ D D dDQ 3eQgR0DKDQ” Penebar Swadaya 2001.
Totok Mardikanto. 2012. Metoda Penelitian dan Evaluasi Pemberdayaan
Masyarakat, untuk Akademisi dan Praktisi. Program Studi Penyuluhan
Pembangunan / PemberdayaanMasyarakat, ProgramPascasarjana, UNS.
Suseno Amien, Sarifah Nurjanah, dan Hepi Hapsari. 2015. Seleksi Hasil dan
Kompenen Tanaman Stevia Hasil Mutasi in Vitro untuk Memenuhi
Kebutuhan Gula Rendah Kalori Nasional. Laporan Penelitian Strategis
Nasional, UNPAD. Belum dipublikasi.
Suseno Amien. 2015. The Seeds Study from Two Accessions Crossing Ability of Stevia
rebaudiana bertoni. International Confference on Tropical Natural Resources.
Mataram University, Lombok, Indonesia. Tgl. 10-13 Juni 2015.
Witcombe, J.R., Petre, R., Jones, S. & Joshi, A. 1999. Farmer participatory crop
improvment. Experimental Agriculture, No. 35 : 471-487l
Zuhri Sepudin, 2010. Tahun Depan RI Impor Gula 269.618 Ton.
http://www.bisnis.com/articles/tahun-depan-ri-impor-gula-269-dot-618-ton.
(diakses: 17 Januari 2012).
Lampiran 1. Kontra Perjan
59
Perjanjian Penelitian
60
Lampiran 2. Deskripsi Stev
dan EMS.
Jumlah tanaman Aksesi B
Sinar Gamma dan EMS sete
hasil aklimatisasi di Lapanga
tanaman, Luas Daun dan B
menghasilkan planlet terbaik
mempunyai jumlah daun seb
cm2.
Tabel 1 . Penampilan Tan
61
si Stevia Hasil Induksi Mutagen Radiasi Sinar
ksesi Bogor yang dihasilkan dari perlakuan induksi
S setelah diaklimatisasi adalah 1 9 tanaman. Pe
pangan, Aksesi Bogor menunjukkan bahwa jumla
dan Berat Panen bervariasi. Radiasi Sinar Gam
erbaik diantara tanaman Stevia aksesi Bogor lainn
un sebanyak 36 buah, tinggi tanaman 21 cm, Lu
n Tanaman Stevia Hasil Aklimatisasi Lapangan A
Sinar Gammma
induksi mutasi Radiasi
Penampilan Stevia
jumlah daun, Tinggi
r Gamma 5 Gy telah
r lainnya, yaitu B5A2
cm, Luas Daun 12,66
gan Aksesi Bogor
Berat panen 1,67 g. Induksi mu
terbaik diantara tanaman Stev
daun sebanyak 65 buah, tingg
g. Tanaman Stevia aksesi Bo
Tabel 2. Penampilan Tanaman
62
ksi mutasi menggunakan EMS 0,5% telah menghas
n Stevia aksesi Bogor lainnya, yaitu BEA3 memp
, tinggi tanaman 10,7 cm, luas daun 23,00 cm2, be
esi Bogor tanpa perlakuan menunjukkan hasil
naman Stevia Hasil Aklimatisasi Lapangan Aksesi
enghasilkan planlet
mempunyai jumlah
m2, berat Panen1,1
Aksesi Garut
lebih rendah dalam jumlah dau
yang dihasilkan perlakuan in
Tabel 3. Penampilan Tanaman
Tawangmangu
setelah diaklimatisasi adalah 2
mempunyai jumlah daun 26 b
5,31 cm2 dan berat panen 0,5
63
lah daun, tinggi tanaman, Luas Daun, Berat Panen. J
uan induksi mutasi Radiasi Sinar Gamma dan EM
aman Stevia Hasil Aklimatisasi LapanganAksesi
dalah 24 tanaman. Tanaman aksesi Garut tanpa pe
un 26 buah, tinggi tanaman mencapai 10,2 cm, Lu
en 0,56 g. Induksi mutasi radiasi sinar gamma seb
anen. Jumlah tanaman
EMS.
npa perlakuan
m, Luas daun
a sebesar 3,5 Gray
64
telah menghasilkan tanaman Stevia dengan penampilan terbaik diantara tanaman yang
dihasilkan dan mempunyai jumlah daun 120 buah, tinggi, 30,6 cm, luas daun 2 1,88 cm 2,
dan berat panen 11,15 g. Pada radiasi sinar gamma sebesar 5 Gray telah menghasilkan
tanaman Stevia dengan penampilan terbaik diantara tanaman lainnya, yaitu G5A2 yang
mempunyai jumlah daun 118 buah, tinggi 27,1 cm, luas daun 13,5 cm 2, dan berat panen
6,41 g. Tanaman aksesi Garut yang diinduksi dengan EMS 0,5% (GE) telah
menghasilkan tanaman GEA3 dengan karakeristik jumlah daun 17, tinggi tanaman 15,2
cm, Luas daun 8,99 cm2 dan berat panen 0,79 g. Sementara Tanaman Stevia aksesi Garut
yang tidak diberi perlkaukan umumnya lebih rendah dalam karakter jumlah daun, tinggi
tanaman, luas daun dan berat panen.
Jumlah tanaman yang dihasilkan perlakuan induksi mutasi Radiasi Sinar Gamma
dan EMS setelah diaklimatisasi adalah 12 tanaman. Pada Tabel 3. Radiasi Sinar Gamma
3,5 Gray telah menghasilkan planlet terbaik diantara tanaman Stevia aksesi
Tawangmangu lainnya, yaitu T3.5B2 mempunyai jumlah Daun sebanyak 44 buah,
tinggi tanaman 27,3 cm, Luas Daun 12,88 cm2, Berat Panen1 ,28 g. Induksi Mutasi
menggunakan EMS 0,5% telah menghasilkan planlet terbaik diantara tanaman Stevia
aksesi Tawangmangu lainnya, yaitu TED1 mempunyai jumlah Daun sebanyak 45 buah,
tinggi tanaman 21,2 cm, Luas Daun 10,25 cm2, Berat Panen1,48 g. Tanaman Stevia
aksesi Tawangmangu tanpa perlakuan menunjukkan hasil lebih rendah dalam jumlah
Daun sebanyak, tinggi tanaman, Luas Daun, Berat Panen berturut-turut 42 daun, tinggi
tanaman 19,2 cm, luas daun 10,3 9 cm2 . dan berat panen 4,25.
Tanaman yang mewakali hasil aklimatisasi dianalisis kandungan gula totalnya dengan
menggunakan metode Analisis Gula Total Metode Luff Schoorl. Pada Tabel 4. dapat
dilihat hasil Analisis Gula Total dari Tanaman Stevia Hasil Aklimatisasi di lapangan.
TankanKontrol aksesi Bogor mengandung belum dapat terdeteksi kandungan gula
totalnya, namun satu tanaman hasil induksi mutasi TED menghasilkan kandungan gula
total sebesar 9,18%. Pada tanaman Stevia aksesi Garut yang tidak diberi perlakuan
mutagen mengandung gula total sebesar 7,49%, sedangkan hasil radiasi sinar Gamma
berturut-turut G3.5A dan G5A
adalah 6,12% dan 10,13%. P
gula total sebesar 6,56%, seda
gamma dan EMS menunjukk
aksesi Garut dan Tawangmang
Variasi jumlah gula tot
fisik dan kimia adalah rando
duplikasi, aberasi, inversi m
perlu memastikan apakah pe
epigenetik atau genetik. Ana
membuktikan hipotesis ini.
Tabel 4. Hasil Analisis G
Analisis morfologi Da
perlakukan mutagen radiasi si
Stevia terbaik dari penelitia
Stevia Aksesi Bogor, Garut da
Aksesi Bogor yang diradiasi
0,5%, Gambar 2D Aksesi
Gamma 3,5 Gy, 2F. Aksesi
Aksesi Tawangmangu (Kon
diradiasi Sinar Gamma 3,5
Sinar Gamma 5 Gy.
65
13%. Pada aksesi Tawangmangu Kontriol diper
, sedangkan hasil mutasi EMS sebesar 8,76%. Ha
unjukkan hasil gula total lebih tinggi dibandingkan
gmangu.
ula total tersebut di atas dapat terjadi karena sifa
random. Perubahan yang terjadi dalam kromosom
ersi maupun translokas. Pengujian yang dilaku
kah perubahan penampilan komponen hasil gula
k. Analisis berdasarkan marka molekuler menjadi
alisis Gula Total dari Tanaman Stevia Aksesi Bogor,
Tawangmangu di lapangan
gi Daun Stevia menunjukkan adanya variasi
diasi sinar gamma maupun EMS. Penampilan Mor
nelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Penam
arut dan Tawangmangu. Gambar 2A Aksesi Bogo
adiasi Sinar Gamma 3,5 Gy, 2C. Aksesi Bogor ya
ksesi Garut (Kontrol), 2E. Aksesi Garut yang
Aksesi Garut yang diradiasi Sinar Gamma 5 G
(Kontrol), sedangkan Gambar 2H. Aksesi Tawa
a 3,5 Gy, dan Gambar 2I. Aksesi Tawangmangu
diperoleh kandungan
Hasil mutasi sinar
ingkan dengan kontrol
na sifat dari mutagen
mosom dapat berupa
dilakukan selanjutnya
il gula total bersifat
enjadi alternatif untuk
Bogor, Garut,
variasi setelah diberi
n Morfologi tanaman
Penampilan Tanaman
Bogor (Kontrol), 2B.
gor yang diberi EMS
yang diradiasi Sinar
a 5 Gy. Gambar 2G
i Tawangmangu yang
mangu yang diradiasi
66
Gambar 2. PenampilanTanaman SteviaAksesi Bogor,Garut dan
Tawangmangu
A. Aksesi Bogor (Kontrol), B. Aksesi Bogor yang diradiasi Sinar amma 3,5
Gy, C. Aksesi Bogor yang diberi EMS 0,5%, D. Aksesi Garut (Kontrol), E.
Aksesi Garut yang diradiasi Sinar Gamma 3,5 Gy, F. Aksesi Garut yang
diradiasi Sinar Gamma 5 Gy G. Aksesi Tawangmangu (Kontrol), E. Aksesi
Tawangmangu yang diradiasi Sinar Gamma 3,5 Gy, F. Aksesi Tawangmangu
yang diradiasi Sinar Gamma 5 Gy