Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
description
Transcript of Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
KATA PENGANTAR
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanan RPJMN 2004-2009 di daerah. Bappenas dalam melakukan evaluasi berkerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia untuk melaksanakan kegiatan evaluasi di daerah masing-masing.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) tahun 2010 di Provinsi Sulawesi Tenggara secara umum bertujuan; untuk mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan menganalisis kontribusi pada pembangunan di daerah; dan untuk menganalisis keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi dengan menggunakan pendekatan diskripsi kuantitatif dengan memperhatikan kaidah-kaidah SMART (Specific, Measurable, Attainable, Relevant, dan Timely).
Pencapaian hasil yang optimal hanya dapat dilakukan jika kegiatan evaluasi ini didukung oleh tim yang multidisipliner. Tim EKPD Sulawesi Tenggara tahun 2010 didukung oleh tim yang berlatar belakang ilmu ekonomi sumberdaya alam, menajemen sumberdaya pesisir, ilmu penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat, ilmu adminitrasi pemerintah, ilmu sosial dan pendidikan, ilmu ekonomi pembangunan dan Kesehatan Masyarakat.
Laparan ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi tim evaluasi dalam melakukan kegaiatn evaluasi dan sebagai bahan Tim sekretariat Nasional untuk melakukan Berkoordinasi dengan tim evaluasi provinsi untuk mengetahui perkembangan pekerjaan dan memastikan perkembangan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan masukan dalam rangka memperlancar kegiatan EKPD ini. Secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada semua stakeholders daerah dan pusat yang telah memberikan kontribusi pemikiran, informasi dan data sebagai bahan penyusunan laporan akhir EKPD 2010.
Kendari, Desember 2010 Rektor Universitas Haluoleo,
Prof. Dr. H. Usman Rianse NIP. 19620204 198703 1 004
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………….…..….…………………………………….…...…. i
DAFTAR ISI ………………………………………………..…………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ...................………………………………………………. 1
1.2 Tujuan dan Keluaran Evalusi ….…………………………………………. 2
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009 …….......……… 3
A. Agenda Pembangunan Indonesia Yang Aman dan Damai ……….….. 3
1. Indikator ....................................................................................... 4
1.1. Indeks Kriminal ...................................................................... 4
1.2. Indikator Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan
Konvensional ........................................................................ 5
1.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional .. 6
2. Analisis Pencapaian Indikator ……………………………………….. 6
3. Rekomendasi Kebijakan ……………………………………………… 9
B. Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis .............................. 10
1. Indikator ......................................................................................... 10
1.1. Pelayanan Publik ................................................................... 10
1.2. Indikator Demokrasi Publik .................................................... 10
2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………… 13
2.1 Indikator Pelayanan Publik ..................................................... 13
2.2 Persentase Kab/Kota Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap... 20
2.3 Persentase SKPD Provinsi Memiliki Pelaporan Keuangan WTP 22
2. Analisis Pencapaian Indikator Demokrasi Publik ............................ 24
3. Rekomendasi Kebijakan ................................................................. 38
C. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat ..................................... 41
1. Indikator ............................................................................................ 41
1.1. Indikator Pendidikan .................................................................. 41
1.2. Indikator Kesehatan ................................................................... 43
1.3. Indikator Keluarga Berencana .................................................. 48
1.4. Indikator Makro Ekonomi dan Investasi..................................... 50
1.5. Infrastruktur ………………………………………………………. 52
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
1.6 Indikator Pertanian …………………………………………………. 53
1.7. Indikator Kehutanan ................................................................... 55
1.8. Indikator Kelautan …………………………………………………… 56
1.9. Indikator Kesejahteraan Sosial ……………………………………. 57
2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………….. 59
3. Rekomendasi Kebijakan ..................................................................... 85
3.1. Indikator Pendidikan ................................................................... 85
3.2. Indikator Kesehatan dan Keluarga Berencana ............................ 85
3.3. Indikator Makro Ekonomi ............................................................. 86
3.4. Indikator Pertanian, Kehutanan dan Kelautan.............................. 87
3.5. Indikator Kesejahteraan Sosial .................................................... 88
BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI SULAWESI TENGGARA ...............................................................…… 89
1. Pengantar ....................................................................................... 89
2. Tabel Relevansi RPJM Nasional dan RPJMD Sulawesi Tenggara.. 89
3. Rekomendasi .................................................................................. 105
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................ 109
1. Kesimpulan ..................................................................................... 109
2. Rekomendasi .................................................................................. 110
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2 Persentase Umur Harapan Hidup Penduduk di Sulawesi Tenggara .......................................................................................
45
Tabel 3 Persentase Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara 46
Tabel 4 Persentase Prevalensi Gizi Buruk di Sulawesi Tenggara 46
Tabel 5 Persentase Prevalensi Gizi Kurang di Sulawesi Tenggara 47
Tabel 6 Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di Provinsi Sulawesi Tenggara
48
Tabel 7. Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara 49
Tabel 8. Kinerja Makro Ekonomi Sulawesi Tenggara (2004-2009) 50
Tabel 9. Perkembangan Investasi Domestik dan Investasi Asing di Sulawesi Tenggara
51
Tabel 10. Perkembangan Kondisi Jalan di Sulawesi Tenggara 52
Tabel 11. Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2009 54
Tabel 12. PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Rp. Juta) 55
Tabel 13. Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2008
55
Tabel 14. Capaian indicator keluaran (output) jumlah tindak pidana perikanan di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2009
56
Tabel 15. Luas Kawasan Konservasi Laut di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2009
57
Tabel 16. Persentase Penduduk Miskin Di Sulawesi Tenggara 2004-2009 57
Tabel 17. Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009
58
Tabel 18. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Perusahaan (Sedang dan Besar) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009
58
Tabel 19. Evaluasi Relevansi RPJMN 2010-2014 dengan RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara 2008-2013 dari Aspek Prioritas Pembangunan dan Program Aksi
90
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 Persentase Kasus Konvensional yang terselesaikan dibandingkan yang dilaporkan di Polda Sultra ……………………..
6
Gambar 2 Persentase Kasus Kejahatan Transnasional yang terselesaikan selama tahun 2004-2009 ...............................................................
7
Gambar 3 Persentase kasus korupsi terselesaikan di Polda Sultra, tahun 2005-2009 ……………………………………………………………...
16
Gambar 4 Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara yang ditangani dibanding dengan yang dilaporkan dalam kurun waktu 2004-2009 …………………...
17
Gambar 5 Persentase jumlah SKPD di Sultra yang laporan keuangannya WTP ...............................................................................................
20
Gambar 6 Perkembangan Capaian Angka Usia Harapan Hidup Penduduk Sulawesi Tenggara dalam kurun Waktu 2005 sampai dengan 2009 ...............................................................................................
23
Gambar 7. Angka Kematian Bayi/1000 Kelahiran Hidup di Sulawesi Tenggara Selama Lima Tahun Terakhir (Tahun 2005-2009) ........
23
Gambar 8. Angka kematian ibu melahirkan/100.000 kelahiran hidup (KH) ..... 24
Gambar 10. Persentase angka melek huruf perempuan berusia di atas 15 tahun, Sultra tahun 2004-2009 ......................................
25
Gambar 11. Grafik Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja .................. 26
Gambar 12 .
Persentase Jumlah Perempuan di DPRD se Sultra, periode tahun 2004-2009 dan 2009-2014 ...................................................
27
Gambar 13 Persentase APK dan AMH ............................................................. 58
Gambar 14. Persentase APS dan AMH …………………………………………... 59
Gambar 15. Persentase APS dan AMH …………………………………………... 60
Gambar 16 Trend Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara ......... 61
Gambar 17 Trend penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di Provinsi Sulawesi Tenggara ..........................................................
63
Gambar 18 Trend Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara .......................................................................................
65
Gambar 19. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara ...................... 66
Gambar 20. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara ...................... 68
Gambar 21 Laju Inflasi di Sulawesi Tenggara ................................................. 69
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
Gambar 22. Nilai Realisasi Investasi PMA di Sulawesi Tenggara ................... 71
Gambar 23. Nilai Realisasi Investasi PMDN di Sulawesi Tenggara ................ 72
Gambar 24. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Baik di Sultra ............. 74
Gambar 25. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Sedang di Sultra ........ 75
Gambar 26. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Rusak di Sultra .......... 76
Gambar 27. Kondisi Jalan Nasional di Sulawesi Tenggara Tahun 2007 .......... 76
Gambar 28. Kondisi Jalan Nasional Tahun 2009 di Sulawesi Tenggara .......... 77
Gambar 29 Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tenggara................... 78
Gambar 30 Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap Lahan Kritis ...................................................................................
79
Gambar 31 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Tenggara 2004-2009 ..............................................................................................
80
Gambar 32 Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sulawesi Tenggara 2004-2009 .....................................................................................
81
Gambar 32 Daya serap tenaga kerja menurut perusahaan di Provinsi Sulwesi Tenggara 2004-2009 .....................................................................
82
Gambar 34 Analisis dengan indikator pendukung ............................................ 82
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah
satu dari empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan,
penetapan, pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan.
Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan
secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi
untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan dilaksanakan.
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah
(Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi pelaksanan RPJMN 2004-2009.
Di dalam pelaksanaan evaluasi dilakukan dua bentuk yang berkaitan
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pertama
adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian
keterkaitan antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014. Metode yang digunakan
evaluasi adalah Evaluasi ex-post. Evaluasi ex-post bertujuan untuk melihat
efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu pada 3 (tiga)
agenda RPJMN 2004 - 2009 (agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat). Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai
dalam pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis
indikator pencapaian.
Metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD Provinsi dengan
RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11 prioritas nasional dan 3
prioritas lainnya dengan prioritas daerah serta mengidentifikasi potensi lokal dan
prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-2014. Prioritas nasional dalam
RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3)
Kesehatan, 4) Penanggulangan Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur,
7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan
Bencana, 10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11)
Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1)
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
2
Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3)
Perekonomian lainnya.
Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada
perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di
daerah. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah
dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah.
Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan
yang lebih independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal
tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan
kegiatan EKPD yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi selaku evaluator
eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah.
1.2. Tujuan dan Keluaran Evaluasi
Tujuan kegiatan evaluasi adalah:
1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan menganalisis
kontribusi pada pembangunan di daerah;
2. Untuk menganalisis keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010-
2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan
evaluasi meliputi: Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan
RPJMN 2004-2009 untuk setiap provinsi dan tersedianya dokumen evaluasi
keterkaitan RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
3
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
Dua dari tiga visi utama pembangunan Indonesia tahun 2004 – 2009
adalah terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman,
bersatu, rukun dan damai; serta terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara
yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Untuk
mewujudkan visi dimaksud telah dijabarkan sasaran target dan program
pembangunan nasional sebagaimana dicanangkan dalam RPJMN 2004-2009.
Dalam upaya membangunan Indonesia yang aman dan damai misalnya
telah digariskan berbagai rancangan kebijakan seperti peningkatan kemampuan
pertahanan Negara dengan maksud untuk meningkatkan profesionalisme aparat
keamanan baik dalam hal modernisasi peralatan pertahanan negara dan
teknologi pendukungnya, dan mereposisi peran TNI dalam kehidupan sosial-
politik, mengembangkan secara bertahap dukungan pertahanan, serta
meningkatkan kesejahteraan prajurit dalam upama memaksimalkan kinerja
aparat keamanan dalam menjalankan tugas pokok dan funsinya.
Pemerintah secara nasional telah menelorkan berbagai bentuk program
terkait dalam rangka mewujudkan visi di atas terutama dalam kaitannya dengan
peningkatan rasa aman dan damai diantaranya peningkatan keamanan,
ketertiban dan penanggulangan kriminalitas mulai dari perkotaan sampai di
pelosok tanah air, yang diwujudkan melalui penegakkan hukum dengan tegas,
adil, dan tidak diskriminatif; meningkatkan kemampuan lembaga keamanan
negara; meningkatkan peran serta masyarakat untuk mencegah kriminalitas dan
gangguan keamanan dan ketertiban di lingkungannya masing-masing,
menanggulangi dan mencegah tumbuhnya permasalahan yang berkaitan dengan
penggunaan dan penyebaran dan konsumsi narkoba, baik dalam negeri maupun
transnasional, meningkatkan kesadaran akan hak-hak dan kewajiban hukum
masyarakat, serta memperkuat kerjasama internasional untuk memerangi
kriminalitas dan kejahatan lintas Negara secara umum.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
4
1. Indikator
1.1. Indeks Kriminal
Dalam banyak fakta, upaya membangun dan mewujudkan rasa aman dan
damai di kalangan masyarakat terus dilakukan dan telah menunjukkan kemajuan.
Pada level nasional terutama di daerah tempat persembunyian kelompok
terorisme telah berhasil diungkap dan diawasi secara ketat oleh aparat
keamanan terutama kepolisian. Hanya saja, dalam fakta lainnya, di berbagai
daerah termasuk di Sulawesi Tenggara sampai tahun 2009 ini, masih saja terjadi
berbabagi kejahatan bagi kejahatan konvensional maupun dan perompakan
sumber daya alam seperti ilegal loging dan ilegal fishing yang sampai saat ini
masih menjadi permasalahan yang belum dituntaskan.
Berbagai kejahatan konvensional seperti tindakan kriminalitas (pencurian
dan perampokan) masih terus terjadi. Kasus seperti itu tentu saja sangat
menghawatirkan karena menggangu rasa aman dan ketentraman hidup dalam
masyarakat di daerah. Praktek ilegal loging hasil hutan terus terjadi selama tahun
2004 hingga 2009, terutama pencurian kayu jati di Kabupaten Muna, Sulawesi
Tenggara yang telah merugikan Negara, merusak lingkungan hidup dan
ekosistem penyangka kelestarian sumber mata air bagi masyarakat. Selain itu,
kejahatan transnasional juga terus terjadi sampai di daerah yang tidak
berbatasan langsung dengan Negara lain seperti Sulawesi Tenggara, berupa
penyelundupan barang bekas, antar negara dari Singapura ke Indonesia, dan
penjualan hasil hutan seperti rotan ke Singapur dan malaysia masih terjadi.
Beberapa penyebab adanya berbagai kejahatan itu antara lain perilaku
hidup masyarakat yang tidak patuh aturan, dorongan untuk memperkaya diri
sendiri, termasuk karena desakan ekonomi sebagai alasan klasik yang menjadi
penyebab lahirnya berbagai kajahatan dalam masyarakat. Luas wilayah
dibandingkan jumlah aparat keamanan masih terbatas, anggaran operasional
dan peralatan teknologi terbatas masih menjadi alasan (pada level pusat maupun
daerah), mengapa praktek kejahatan baik konvensional maupu transnasional
terus terjadi. Namun hal itu bukanlah satu-satunya penyebab yang membuat
kejahatan terus berlangsung. Hal yang paling utama adalah komitmen dan
profesionalisme aparat keamanan (TNI, Polisi dan Bantuan Polisi) dalam
menjalankan tupoksi dalam memberikan perlindungan terhadap asset Negara
dan kehidupan masyarakat belum maksimal.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
5
Kasus illegal loging yakni penebangan secara liar kayu jati yang terjadi di
Pulau Muna Sulawei Tenggara, terkesan lebih disebabkan oleh kurang
profesionalnya aparat keamanan, termasuk penguasa setempat dalam
mengawal potensi hasil hutan. Bahkan ada fenomena bahwa ada sejumlah
oknum aparat yang seharusnya mengamankan hasil hutan, justru tutup mata
dengan praktek penebangan kayu jati secara liar yang terjadi di wilayah itu.
Khusus kasus terorisme yang menjadi kekhawatiran nasional tidak terjadi
di Sulawesi Tenggara. Fenomena yang terjadi adalah isu-isu provokasi yang
menjurus pada konflik horizontal antar kelompok yang terjadi selama periode
tahun 2004-2009. Kasus ini sering terkait dengan pelaksanaan Pilkada langsung,
yang seringkali mencuat di permukaan ketika pertarungan politik dalam pilkada
melahirkan ketidakpuasan diantara para pendukung calon kepala daerah, baik
dalam proses pemilihan Walikota, Bupati maupun pemilihan Gubernur. Bentuk
kerawanan yang lain adalah konflik antar kelompok pemuda di kota Kendari yang
sering mengarah pada konflik antar etnik di kota Kendari. Peluang terjadinya
konflik horizontal antar etnik sangat terbuka di Kota ini karena watak kesukuan
masih dominan dan dipegang teguh oleh masing-masing kelompok-kelompok
etnik dalam masyarakat Kota Kendari seperti (Tolaki, Muna, Bugis, Makassar,
Buton, Mekongga), dan nilai-nilai pluralisme dalam masyarakat belum
terkonsolidasi secara baik.
1.2. Indikator Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional
Persentase jumlah penyelesaian kasus kejahatan konvensional
berfluktuasi. Jumlah kasus terselesaikan pada tahun 2005 sebanyak 55,54%,
tahun 2006 sebesar 56,04%, dari jumlah kasus dilaporkan sebanyak 4675 kasus.
Pada tahun 2007 terjadi penurunan persentase jumlah kasus kejahatan
konvesnional yang terselesaikan yakni menjadi 53,52% dari jumlah kasus
dilaporkan sebanyak 6.359 kasus yang dilaporkan. Pada tahun 2008 kembali
mengalami peningkatan menjadi 59,74% kasus yang terselesaikan, dan terus
naik menjadi 64,70% dari jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009.
Beberapa kritik masyarakat atas proses penyelesaian kasus-kasus kejahatan
konvesional di daerah ini adalah masih lambannya aparat kepolisian dalam
merespon laporan masyarakat selain proses penyelesaian kasus yang tidak
tranparan, yang disertai dengan adanya biaya-biaya ekstra yang dibebankan
kepada masyarakat.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
6
1.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional
Persentase penyelesaian hukum atas kasus kejahatan transnasional juga
menunjukkan perubahan angka yang tidak linier. Salah satu persoalan hukum
yang menjadi perhatian pemerintah di daerah ini adalah praktek kejahatan
transnasional yang melibatkan warga dari berbagai Negara seperti kasus migran
gelap dari Filipina sempat menarik perhatian publik di daerah ini. Penyelesaian
kasus-kasus yang melibatkan warga Negara dari berbagai Negara seringkali
mengalami hambatan dalam penyelesaiannya karena belum ada perjanjian
ekstradisi antar pemerintah RI dengan Negara asal warga yang mempunyai
masalah pelanggaran hokum.
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang
tingkat kejahatan transnasionalnya relative rendah, dengan kasus-kasus utama
hanya pada masalah pelanggaran keimigrasian, narkotika dan perdagangan
antar negara. Pada tahun 2005, jumlah kasus tindak kejahatan transnasional
yang terselesaikan dibandingkan dengan yang dilaporkan sebesar 90,00%, tahun
2006 sebesar 65,79 %, tahun 2007 sebesar 57,53%, tahun 2008 sebesar
52,08%, dan tahun 2009 sebesar 87,88% dari 66 kasus yang dilaporkan.
Perubahan angka persentase yang berfluktuasi itu disebabkan oleh jumlah
laporan kejahatan konvesional yang berfluktuasi pula serta tingkat
penyelesaiannya tidak didasarkan pada tahun kalender melainkan
mengutamakan tingkat kemudahan dalam penyelesaiannya.
2. Analisis Pencapaian Indikator
Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembangunan aman dan damai dalam kaitannya dengan indeks kriminalitas
adalah persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional dan persentase
penyelesaian kasus kejahatan transnasional yang terjadi diberbagai wilayah di
tanah air. Di Sulawesi Tenggara, selama tahun 2004 sampai dengan 2009,
kinerja aparat kemanan dalam menyelesaikan kasus kejahatan konvesional dan
kejahatan transnasional berfluktuasi.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
7
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepolisian Daerah (Polda)
Sulawesi Tenggara tahun 2010, tingkat penyelesaian kasus kejahatan
konvensional disajikan dan dianalisis dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Sumber: diolah dari data sekunder Polda Sultra, 2010. Gambar 1. Persentase Kasus Konvensional yang terselesaikan dibandingkan
yang dilaporkan di Polda Sultra
Berdasarkan grafik pada Gambar 1 terlihat bahwa penyelesaian kasus
tindak kejahatan konvensional masih relative rendah dan berfluktuasi atau tidak
terjadi peningkatan yang linier selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan
2009. Kondisi itu terkait dengan naik turunnya jumlah kasus yang dilaporkan.
Pada tahun 2007 terjadi penurunan kinerja penyelesaian kasus yakni 53,52%
dari jumlah dilaporkan. Penyebabnya oleh antara lain karena naiknya jumlah
kasus yang dilaporkan sementara jumlah aparat tidak bertambah secara dramatis
seiring peningkatan jumlah kasus dilaporkan. Dengan kata lain, jumlah kasus
yang dilaporkan meningkat, sementara jumlah aparat kepolisian di daerah ini
tidak meningkat secara drastis. Sebagai catatan, bahwa peningkatan jumlah
anggota polisi dan alokasi anggaran setiap tahun yang terus meningkat belum
menunjukkan perubahan dan dampak yang signifikan terhadap perkembangan
jumlah kejahatan yang terjadi. Alokasi anggaran terus meningkat, namun
kejahatan juga semakin bertambah. Pada hal idealnya, semakin banyak jumlah
aparat polisi, semakin tinggi alokasi anggaran operasional seharusnya semakin
rendah pula jumlah kasus kejahatan konvesional yang terjadi dalam masyarakat.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
8
Tingkat penyelesaian kasus kejahatan konvesional menggambarkan
hal yang serupa. Terjadi fluktuasi presentase tingkat penyelesaian kasus
kejahatan transnasional yang dilakukan oleh aparat khususnya aparat
kepolisisan daerah Sulawesi Tenggara. Secara jelas digambarkan dalam
grafik pada gambar 2 berikut.
Sumber: Diolah dari data sekunder Polda Sultra (2010) Gambar 2. Persentase Kasus Kejahatan Transnasional yang terselesaikan
selama tahun 2004-2009
Berdasarkan grafik pada Gambar 2 terlihat adanya penurunan tingkat
penyelesaian kasus transnasional yang terjadi di wilayah Kepolisian Daerah
Sulawesi Tenggara. Dalam grafik terlihat bahwa jumlah kasus yang
terselesaikan pada tahun 2007 (57,58%) dan tahun 2008 (52,08%). Penurunan
persentase jumlah kasus yang diselesaikan dibandingkan yang dilaporkan terus
meningkat. Hal itu tidak sejalan dengan target kinerja yang ditetapkan kepolisian
yakni memaksimalkan pelayanan masyarakat. Lambannya penyelesaian kasus
transnasional disebabkan oleh keterlibatan warga Negara dan jumlah aparat
yang masih terbatas. Selain itu target penyelesaikan kasus tidak didasarkan
pada tahun kalender, melainkan tergantung pada skala prioritas dikaitkan
dengan tingkat kerumitan atau kemudahan dalam penyelesaian setiap kasus
yang dilaporkan oleh masyarakat.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
9
3. Rekomendasi Kebijakan
Berbadasarkan hasil evaluasi kinerja pemerintahan daerah di Sulawesi
Tenggara khususnya mengenai pelaksanaan agenda pembangunan Indonesia
yang aman dan damai menunjukkan kinerjanya masih relative rendah. Untuk itu
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian untuk memaksimalkan kinerjanya
ke depan adalah sebagai berikut:
1. Perlu keseriusan aparat kepolisian dalam penanganan kasus-kasus
kejahatan konvensional termasuk perlu melakukan tindakan prefentif agar
kasus kejahatan dapat berkurang. Karena frekwensi tindak kejahatan
konvesional terus meningkat di daerah ini, maka peran aparat keamanan
untuk meningatkan pengamanan termasuk penyelesaian kasus-kasus
kejahatan perlu terus ditingkatkan, selain penanganan masalah kemiskinan
dan pengangguran yang seringkali dianggap menjadi pemicu lahirnya
tindakan kriminalitas seperti pencurian dan perampokan.
2. Penanganan kasus transnasional, termasuk penyelesaian kasus yang
melibatkan WNI di luar negeri seperti pelanggaran keimigrasian perlu
ditangani secara serius. Upaya yang perlu dilakukan adalah memberikan
berbagai penyuluhan terkait dengan aturan-aturan keimigrasian, penyuluhan
perdagangan lintas Negara kepada para pemilik kapal di daerah yang sering
menyelundupkan barang dari dan ke Singapura agar mereka mengetahui
dalam mematuhi aturan keimigrasian dan ekspor-inpor barang sehingga tidak
merugikan Negara atau daerah
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
10
B. MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
1. Indikator
1.1. Pelayanan Publik
Beberapa faktor penyebab rendahnya kualitas pelayanan umum kepada
masyarakat antara lain karena penyalahgunaan kewenangan dan atau karena
adanya berbagai penyimpangan atau korupsi, rendahnya kinerja aparatur, belum
memadainya sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan
pemerintahan, rendahnya kesejahteraan PNS, serta banyaknya peraturan
perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan
dan tuntutan pembangunan.
Rendahnya kualitas pelayanan publik terlihat dari antara lain
pembangunan prasarana umum seperti jalan raya (jalan provinsi dan jalan
kabupaten) yang belum memadai (banyak yang rusak), fasilitas air bersih dan
listrik yang masih terbatas. Ketiga hal itu, sampai saat ini masih menjadi
permasalahan utama dan belum terselesaikan di Sulawesi Tenggara sejak awal
pelaksanaan otonomi daerah, terutama pada tahun 1999 hingga tahun 2009.
Pada hal salah satu esensi dari otonomi daerah adalah dalam rangka mendorong
percepatan pembangunan dan pelayanan publik. Namun demikian diakui pula
bahwa beberapa aspek layanan publik yang lain mulai dibenahi dan
menunjukkan kinerja yang baik, seperti pelayanan kesehatan, penyelenggaran
pendidikan, pelayanan administrasi dan pelayanan perizinan.
1.2. Indikator Demokrasi Publik
Beberapa isu utama yang menjadi perhatian dan sekalgus permasalahan
dalam pembangunan demokrasi adalah masih lemahnya kelembagaan politik
lembaga penyelenggara Negara, lembaga-lembaga kemasyarakatan belum
tertata, masih rendahnya internalisasi nilai-nilai demokratis dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara seperti tingginya tindakan kekerasan atau konflik
horizontal antar kelompok-kelompok politik, politik uang, persoalan-persoalan
masa lalu yang belum tuntas seperti pelanggaran HAM berat, tindakan-tindakan
kejahatan politik, adanya ancaman terhadap komitmen persatuan dan kesatuan
dan adanya kecenderungan unilateralisme dalam hubungan internasional.
Disamping masalah-masalah pokok tersebut di atas, berbagai permasalahan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
11
mendasar yang menuntut perhatian khusus pembangunan ke depan adalah: (1)
masih lemahnya karakter bangsa; (2) belum terbangunnya sistem pembangunan,
pemerintahan, dan pembangunan yang berkelanjutan; (3) belum berkembangnya
nasionalisme, rendahnya keberpihakan pada rakyat kecil, demokrasi dan
kekerasan dalam politik, dan ketidak adilan distribsi ekonomi antar struktur dalam
masyarakat; (4) belum terejawantahnya nilai-nilai utama kebangsaan; 5) belum
berkembangnya sistem yang memungkinkan masyarakat untuk mengadopsi dan
memaknai nilai-nilai kontemporer secara bijaksana; (6) kegamangan dalam
menghadapi masa depan; serta (7) rentannya sistem pembangunan,
pemerintahan, dan kenegaraan dalam menghadapi perubahan.
Sistem demokrasi yang dianut Indonesia haruslah selaras dengan nilai-
nilai demokrasi Pancasila, bukan demokrasi liberal seperti banyak dianut oleh
Negara demokrasi liberal lainnya. Penerapan demokrasi pancasila lebih condong
pada system demokrasi sosialis, yang memberikan peluang bagi intervensi
Negara dalam mendorong percepatan pembangunan yang terkait dengan
kepentingan strategis masyarakat atau dalam hal terjadi ketimpangan struktural.
Hal itu berbeda dengan sistem demokrasi liberal yang secara esensil, segala
sesuatunya, termasuk layanan publik yang menguasai hajat hidup orang banyak,
termasuk menyangkut kepentingan kelompok minoritas diserahkan pada
mekanisme pasar. Konsep mekanisme pasar secara absolute hanya
menguntungkan pemilik modal, sementara yang lemah atau kelompok
masyarakat marginal akan semakin tertinggal dan terpinggirkan.
Konsep pembangunan berwawasan gender merupakan bagian dari upaya
mengatasi ketimpangan struktural antara laki-laki dan perempuan dalam
hubungan sosial dan pelayanan publik dalam kerangka membangun demokrasi
yang partisipatif secara luas dan perwujudan nilai-nilai HAM. Salah satu tujuan
dan sasaran penting dari pembangunan berwawasan gender adalah peningkatan
kualitas hidup yang setara antara perempuan dan laki-laki. Hal itu hanya bisa
dicapai dengan cara melakukan peningkatan kapabilitas dasar secara seimbang
antara laki-laki dan perempuan. Hal itu dapat dilakukan dalam berbagai aspek
seperti peningkatan akses yang setara dalam pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan secara baik dan kegiatan ekonomi. Karena itu, indikator yang
digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan demokrasi adalah
semakin tingginya aksebilitas dan keterlibatan perempuan dalam layanan publik
(pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi) dan keterlibatan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
12
perempuan dalam proses-proses politik, kebijakan pemerintahan dan kegiatan
yang terkait dengan upaya mewujudkan kesetaraan perempuan dan laki-laki.
Pemerintah Sulawesi Tenggara menetapkan suatu kerangka kebijakan
pembangunan gender dengan tujuan antara lain meningkatkan kesetaraan
perempuan dan laki-laki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui
kebijakan yang ada, berbagai lembaga yang terkait secara struktural maupun
fungsional mempunyai tugas dan peran untuk memperjuangkan terwujudnya
kesetaraan dan keadilan gender. Dalam Renstrada pembangunan gender
ditetapkan beberapa target dan sasaran yang hendak dicapai dalam kurun waktu
20004-2009. Sasaran dimaksud adalah: (a) mewujudkan kemitrasejajaran antara
perempuan dan laki-laki melalui jalinan pola sikap dan perilaku yang saling
peduli, saling menghargai, saling menghormati dan saling mengisi, baik di tingkat
keluarga, masyarakat, maupun dalam proses pembangunan; (b) meningkatkan
stabilitas dan kontrol yang memungkinkan perempuan sebagai mitra sejajar laki-
laki untuk bersama-sama berperan dalam pembangunan sesuai dengan kodrat
dan martabatnya, tanpa melupakan peran bersama dalam mewujudkan keluarga
sejahtera yang beriman sehat dan bahagia; (c) memberdayakan lembaga-
lembaga pengelola kemajuan perempuan agar lebih berperan, berkualitas dan
mandiri yang diwujudkan melalui program-program GDI (Gender Development
Indeks) seperti perbaikan layanan kesehatan, pendidikan dan pemberdayaan
ekonomi, dan program GEM (Gender Empowerment Meassurement) seperti
pemberdayaan politik perempuan dan aksebiitas dalam jabatan professional dan
pengambilan keputusan; (d) meningkatkan perlindungan terhadap perempuan
untuk mencegah terjadinya diskriminasi dan tindakan pelecehan atau kekerasan
terhadap perempuan dan anak; (e) terjaminnya keadilan gender dalam berbagai
peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik; (f) menurunnya
kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang
diukur dengan angka GDI dan GEM.
Pencapaian kinerja dalam GDI dan GEM diukur menggunakan beberapa
indikator seperti aksebilitas terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan,
keberdayaan ekonomi, partisipasi dan peran politik perempuan, posisi
perempuan dalam pengambilan kebijakan dalam pemerintahan. Dalam
peningkatan kesetaraan gender, upaya pembangunan di Sulawesi Tenggara
diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan kesehatan, pendidikan
gratis, pemberdayaan ekonomi dan mendorong partisipasi politik warga dalam
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
13
proses-proses pengambilan keputusan dalam pembangunan guna menghasilkan
pembangunan yang mampu mengatasi permasalahan sesuai kebutuhan riil
seluruh lapisan masyarakat. Dalam bidang kesehatan, upaya itu dilakukan
melalui berbagai kebijakan seperti pengobatan gratis di Puskesmas serta
pemberian obat secara cuma-cuma untuk jenis obat tertentu. Sementara dalam
bidang pendidikan dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama antara
anak laki-laki dan perempuan untuk mengenyam pendidikan mulai dari SD
sampai dengan perguruan tinggi. Sementara dalam pemberdayaan ekonomi,
memberikan kesempatan luas kapada kelompok usaha kecil rumah tangga dan
usaha menengah untuk mendapatkan permodalan guna meningkatkan kapasitas
usahanya.
Dalam bidang politik, upaya peningkatan peran perempuan dalam politik
juga menjadi perhatian organisasi politik dengan memberikan akses kepada
perempuan untuk ikut dalam partai politik atau menjadi calon legislatif termasuk
menduduki posisi penting dalam organisasi birokrasi. Dalam kebijakan yang
disebutkan terakhir ini seringkali dihambat oleh penguasa lokal yang tidak
menempatkan perempuan dalam posisi penting di birokrasi karena sistem
promosi dalam birokrasi seringkali lebih didominasi oleh pertimbangan dukungan
politik, selain persayaratan yang harus dipenuhi dalam jabatan karir di birorkrasi.
2. Analisis Pencapaian Indikator
2.1. Indikator Pelayanan Publik
Salah satu problem dalam pemberdayaan pegawai di Sulawesi Tenggara
dalam kaitannya dengan pemberdayaan perempuan adalah proses rekruitmen
yang tidak mengutamakan perempuan. Proses penerimaan CPNS misalnya lebih
diwarnai oleh adanya pungutan liar kepada para CPNS, sehingga yang diterima
hanya mereka yang memiliki kemampuan untuk membayar sejumlah uang
kepada pihak penentu, sementara dalam lingkungan masyarakat sendiri, kaum
laki-laki selalu lebih diutamakan dibandingkan dengan perempuan. Selain itu
proses pembinaan, pengembangan dan promosi pegawai selalu lebih
mengutamakan kepentingan politik, pendekatan primordial dan pendekatan KKN.
Politisasi birokrasi dan sistem promosi yang KKN telah merusak tatanan birokrasi
dan menjadikan kinerja aparat birokrasi menjadi lemah dan berdampak pada
rendahnya kualitas pelayanan publik.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
14
Berkembangnya permasalahan seperti di atas setidaknya disebabkan
oleh dua faktor utama. Pertama, praktek korupsi dan KKN para aparat yang terus
berlanjut. Kedua, penyalahgunaan kekuasaan termasuk karena adanya politisasi
birokrasi oleh penguasa demi merebut atau mempertahankan kekuasaan.
Praktek korupsi yang terus berlanjut dalam berbagai lini di pemerintahan daerah
(yang penyelesaiannya selalu tidak tuntas dan sanksi bagi koruptor lemah) telah
menelantarkan pembangunan. Berbagai sarana dan prasarana dasar seperti
jalan raya, air bersih dan pangan yang menjadi kebutuhan utama masyarakat
kurang diperhatikan.
Praktek seperti itu diperparah oleh adanya penyalahgunaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau korupsi demi memenuhi
kebutuhan pribadi dan kelompok tertentu sehingga alokasi anggaran tidak
mencapai tujuannya. Proses pengelolaan keuangan daerah yang buruk, dan
terjadinya berbagai penyimpangan, memiliki keterkaitan dengan mentalitas dan
moralitas pejabat publik yang rendah. Selain itu kapasitas SDM aparat yang
rendah juga menjadi penyebab utama adanya penyimpangan. Pada saat yang
sama, masih ada keengganan dari penguasa lokal untuk merumuskan kebijakan
yang memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Pada sisi lain, pelayanan publik seringkali tidak berjalan baik karena
anggaran yang salah kelola atau memang sengaja dikorupsi oleh pengelola dan
penguasa lokal. Penyimpangan anggaran di daerah masih banyak dilakukan.
Penyalahgunnaan APBD di daerah dilakukan melalui berbagai cara seperti
penyimpangan dari aturan, tidak konsisten dalam perencanaan, pemborosan
anggaran, dan alokasi anggaran yang tidak pro rakyat serta pelaksanaan
anggaran fiktif yakni sebuah proyek pembangunan hanya ada dalam
perencnanaan dan dilaporkan dalam dokumen, tetapi tidak dilaksanakan.
Beberapa indikator keberhasilan pelayanan public adalah; 1)
meningkatnya rasa keadilan dan tidak adanya diskriminasi dalam penegakkan
hukum terutama terhadap kasus-kasus korupsi keuangan Negara/daerah yang
diperuntukan bagi masyarakat dan pelayanan publik; 2) adanya pengelolaan
keuangan daerah yang baik dan benar guna mendorong terselengarakannya
pembangunan secara maksimal; 3) adanya peraturan daerah (Perda) untuk
menjamin terselenggaranya pelayanan secara baik seperti Perda pelayanan satu
atap atau pelayanan satu pintu; serta 4) kualitas kinerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam pengelolaan keuangan di daerah.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
15
Sasaran yang hendak dicapai pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara
dalam bidang pelayanan publik dalam periode tahun 2004-2009 mencakup:
(a) berkurangnya secara nyata praktek korupsi pada birokrasi dan dimulai pada
tataran pejabat yang paling atas; (b) terciptanya sistem kelembagaan dan
ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, effisien, efektif, transparan,
profesional dan akuntabel; (c) terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang
sifatnya diskriminatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan
masyarakat; (d) terwujudnya peningkatan kapasistas aparatur pemerintah
daerah melalui peningkatan dan pengembangan pendidikan formal dan
pendidikan informal; (e) tercitanya mekanisme pelayanan birokrasi
pemerintahan daerah yang lebih efektif, efisien, partisipatif, transparan dan
akuntabel melalui sistem pelayanan satu atap atau satu pintu yang mempunyai
kekuatan hukum dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
Komitmen pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara untuk memberantas
tindak pidana korupsi, sebagaimana ditetapkan dalam Renstrada 2004-2009,
ternyata belum dapat diwujudkan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah ini antara lain : (a) Masih
kurangnya dukungan masyarakat dalam memberi keterangan atau kesaksian
dalam upaya mengungkap kasus tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan oleh
perlindungan saksi yang belum dijamin oleh pemerintah. (b) Masyarakat
cenderung menghindar untuk menjadi saksi karena tidak dinilai merepotkan
dimulai sejak mencari keterangan oleh petugas sampai pada persidangan yang
dinilai tidak memberikan manfaat atau buang-buang waktu saja; (c) Kemampuan
petugas penyidik yang masih terbatas sehingga pembuktian secara hukum atas
suatu kasus, kadang-kadang memakan waktu lama, bahkan ada yang di SP3-
kan karena dianggap tidak cukup bukti; (d) Belum transparannya penanganan
kasus korupsi yang melibatkan para pejabat lokal, dan rasa percaya masyarakat
terhadap penegak hukum masih rendah; (e) Para penguasa lokal belum
memperlihatkan sistem keteladanan dalam menjalankan tugasnya sebagai
aparat pemerintah; (f) undang-undang yang mengharuskan alat bukti suatu
kasus tindak pidana korupsi, harus lebih dari satu menjadi kendala, sebab
meskipun pembuktian cukup kuat tetapi kalau hanya satu alat bukti, belum
memenuhi syarat hukum dilanjutkan ke penuntutan/peradilan.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
16
1. Persentase Jumlah Kasus Korupsi Tertangani
Keberhasilan capaian indikator pemberantasan tindak pidana korupsi,
ditentukan oleh antara lain: (a) Kemandirian lembaga-lembaga peradilan dalam
penanganan kasus-kasus korupsi seperti kepolisian, kejaksanaan dan
pengadilan; (b) Tidak ada pilih kasih dalam penyelesaian kasus korupsi;
(c) Transparansi dalam proses penanganan kasus; (d) Komitmen aparat hukum
dalam menjalankan tugas yang menjamin rasa keadilan masyarakat.
Upaya peningkatan penegakan hukum kasus tindak pidana korupsi di
Kejaksanaan Tinggi dan Polda Sultra terus dibenahi. Peningkatan penegakan
hukum itu terlihat dari beberapa indikator yang sejalan dengan sasaran
pemerintah daerah. Namun pencapaian indikator itu secara umum belum sesuai
dengan target yang ditetapkan. Faktor menentu keberhasilan pemberantasan
tindak pidana korupsi di Sulawesi Tenggara terlihat dari: a) Kemandirian
lembaga peradilan dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi sangat
positif. Protes masyarakat kepada lembaga peradilan atas sinyalemen intervensi
pihak penguasa dalam penanganan kasus korupsi semakin berkurang dalam
kurun waktu 2004-2009; b) Diskriminasi penanganan kasus tindak pidana
korupsi pada tahap penyelidikan (Polisi) dan Penyidikan (Jaksa) masih tetap
mewarnai mas media di daerah ini.
Penanganan kasus korupsi dengan modus gratifikasi yang melibatkan
mantan Walikota Kendari dan Wakil Walikota Kendari yang diproses sejak tahun
2008 terkesan diskriminatif. Kasus gratifikasi mantan walikota yang nilainya
lebih besar, tersendat-sendat, sangat lamban dan mengundang keterlibatan
massa melakukan demonstrasi, menekan pihak kejaksaan agar serius
menangani kasus. Kasus gratifikasi mantan Wakil Walikota Kendari yang
nilainya lebih kecil, berjalan lebih cepat sampai pemutusan kasus dan
penahanan di rumah tahanan Kelas II Kendari (Kendari Pos, 30/20/2009).
Kasus lain, dugaan kasus korupsi Bupati Bombana yang melibatkan Haikal
Atikurrahman (anak Bupati) telah dilaporkan oleh masyarakat Bombana disertai
bukti-bukti awal terkait dugaan korupsi APBD (Rp 7,6 milyar). Ternyata belum
ada kejelasan penanganannya oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara. Pada
hal tekanan publik berupa unjuk rasa dari komponen masyarakat Bombana
(Komite untuk Demokrasi, Keadilan dan Transparansi Anggaran sudah
dilakukan (Kendari Pos, 27 Okt.2009); c) Transparansi penanganan kasus
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
17
tindak pidana korupsi oleh penegak hukum di Kejaksaan Tinggi Sultra,
memperlihatkan indikasi tidak transparan. Laporan yang diterima pihak
Kejaksaan Tinggi Sultra dari berbagai komponen masyarakat tentang dugaan
tindak pidana korupsi beberapa Bupati Kepala Daerah selama kurun waktu 2004
- 2009, antara lain Bupati Muna, Bupati Konawe, Bupati Konawe Selatan, Bupati
Bombana dan Bupati Buton Utara, belum ada kejelasan status penanganannya
hingga kini (Antara lain Kendari Pos, 27 Oktober 2009); d) Profesionalisme
aparat dalam mewujudkan rasa keadilan masyarakat dalam keputusannya
masih menjadi sorotan masyarakat di daerah ini. Kasus dugaan korupsi APBD
Bombana tahun 2007-2008 sebesar Rp. 7,6 milyar melibatkan anak kandung
Bupati Bombana (Haikal Atikurrahman), telah di SP3 kan oleh pihak Kejaksaan
Tinggi Sualwesi Tenggara. Keputusan tersebut dinilai tidak adil oleh masyarakat
Bombana karena pelakunya memperkaya diri sendiri, proses penangannya tidak
transparan (Kendari Pos, 27 Oktober 2009).
Keberhasilan pemberantasan tidak pidana korupsi di Sulawesi Tenggara
selama tahun 2004 s/d 2009 dapat dilihat dari kinerja Kepolisian Daerah dan
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dalam menangani kasus-kasus korupsi di
daerah ini. Dari beberapa data/informasi diperoleh keterangan sebagai berikut:
1. Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan yang dilaporkan di
Polda Sultra. Data dari Polda Sultra tahun 2010 diketahui bahwa sejak
tahun 2005 hingga tahun 2009 persentase penyelesaian kasus korupsi
yang masuk di Polda Sultra bervariasi. Tahun 2005, jumlah kasus
terselesaikan 100%. Tahun 2006 kasus yang masuk 5 kasus tidak satupun
terselesaikan (0,00%). Tahun 2007 kasus korupsi terselesaikan 33,33%
dari 6 (enam) kasus dilaporkan. Tahun 2008 jumlah terselesaikan sebesar
200% dari jumlah kasus masuk tahun yang sama, dan berhasil
menyelesaikan kasus tahun sebelumnya. Tahun 2009 sebanyak 100,00%
terselesaikan dari 12 kasus dugaan korupsi yang masuk. Secara jelas
terlihat dalam grafik (gambar 3).
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
18
Sumber : Polda Sultra 2010 Gambar 3 Persentase kasus korupsi terselesaikan di Polda Sultra, tahun
2005-2009
Dari grafik pada gambar 3 terlihat adanya fluktuasi persentase
penyelesaian kasus kosupsi yang masuk di Polda Sulawesi Tenggara
dalam waktu 2005-2009. Tahun 2006, 2007 dan 2008 terjadi peningkatan,
sementara pada tahun 2009 terjadi penurunan drastis. Hal itu disebabkan
oleh antara lain: 1) proses penyelesaian kasus yang sengaja diulur-ulur
karena adanya intervensi atau karena ada kepentingan tertentu sekaligus
menandakan lemahnya kinerja aparat; 2) karena memang kasusnya rumit
sehingga tidak cukup waktu untuk diselesaikan dalam waktu 1 tahun,
karenanya nanti pada tahun berikut baru dapat terselesaikan. Tahun 2008
mengalami kenaikan 200% karena ternyata kasus yang masuk pada
tahun 2006 baru dapat diselesaikan pada tahun 2008, sehingga
persentase kasus yang terselesaikan lebih besar dari pada jumlah kasus
korupsi yang masuk do Polda pada tahun yang sama.
2. Persentase penyelesaian kasus dibanding dilaporkan di Kejaksanaan
Tinggi Sultra. Tingkat penyelesaian kasus di Kejati Sultra tahun 2004-2008
berfluktuasi. Sayangnya, sampai laporan ini dibuat, belum diperoleh data
kinerja penyelesaian kasus korupsi di Kejati Sultra pada tahun 2009. Ada
kesan bahwa aparat kejaksanaan menutup diri untuk tidak memberikan
informasi tentang kinerjanya dalam penangan masalah korupsi di daerah
ini. Hal itu setidaknya terlihat, ketika tim evaluasi berulang kali berhubungan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
19
dengan pemegang data, dimana pemegang data tidak memberikan
informasi dan kepastian tentang penyelesaian kasus korupsi pada tahun
2009. Gambar 4 menyajikan kinerja Kejati Sultra dibandingkan dengan
kinerja nasional dalam hal penyelesaian kasus dugaan tindak pidana
korupsi antara tahun 2004 sampai tahun 2009.
Ket: warna merah prestasi nasional, dan biru prestasi Sulawesi Tenggara Sumber: diolah dari data sekunder Kejaksanaan Tinggi Sultra, 2009. Gambar 4 Persentase Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Tenggara yang ditangani dibanding dengan yang dilaporkan dalam kurun waktu 2004-2009
Berdasarkan grafik pada Gambar 4 terlihat persentase tingkat
penyelesaikan kasus korupsi di Kejadi Sultra masih berada di bawah
prestasi nasional dan pada tahun 2006 terjadi penurunan (hanya 44,44). Hal
itu dapat disebabkan oleh antara lain : 1) Kemampuan petugas penyidik
yang masih terbatas sehingga pembuktian secara hukum atas suatu kasus,
kadang-kadang memakan waktu lama, bahkan ada yang di SP3-kan karena
dianggap tidak cukup bukti; 2) Belum adanya transparansi penanganan
kasus korupsi yang melibatkan para pejabat local dan tidak jelas target
penyelesaian suatu kasus korupsi oleh aparat kejaksanaan; 3) Lambannya
tingkat penyelesaikan kasus yang disebabkan oleh adanya intervensi demi
kepentingan materi atau kekuasaan;4) undang-undang atau peraturan yang
tidak mengharuskan target waktu dalam penyelesaikan sebuat kasus, dan
mengharuskan alat bukti suatu kasus tindak pidana korupsi, harus lebih dari
satu menjadi kendala , sebab meskipun pembuktian cukup kuat tetapi kalau
hanya satu alat bukti, belum memenuhi syarat hukum dilanjutkan ke
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
20
penuntutan pengadilan, dan ini memperlambat proses penyelesaian kasus.
Empat hal itu juga yang menyebabkan lambannya kinerja penyelesaian
kasus-kasus dugaan korupsi di Sulawesi Tenggara terutama kasus dugaan
korupsi yang melibatkan bupati dan keluarga (kasus di Kabupaten
Bombana), dan mantan Wali Kota dan Wakil Walikota Kendari (2001-2007).
Lambannya penyelesaian kasus-kasus dugaan korupsi di lembaga
hukum, dan tidak transparannya proses penanganan kasus dugaan korupsi
oleh para aparat penegak hukum telah memberikan dampak pada antara
lain semakin merosotnya kepercayaan publik terhadap eksistensi lembaga
hukum yang ada di daerah dan rasa pesimistik selalu muncul dari kalangan
masyarakat atas penyelesaian kasus-kasus korupsi di daerah.
2. Persentase Kab/Kota Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap.
Isu utama terkait dengan perlunya pengaturan pelayanan satu atap
atau proses perizinan satu pintu adalah untuk memberikan jaminan
kepastian berusaha bagi para investor atau penguasa kecil di daerah.
Gagasan untuk melahirkan sistem pelayanan cepat satu atap muncul ketika
di banyak daerah ditemukan adanya peraturan perundang-undangan yang
belum mencerminkan keadilan, keberpihakan pada rakyat, kesetaraan,
penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam
pemberian pelayanan. Selain itu masih banyak peraturan yang tumpang
tindih serta belum adanya konsistensi pemerintah daerah dalam
mengimplementasikan kebijakan nasional terkait dengan kepastian
pemberian pelayanan public di daerah. Hal itu berdampak pada tidak
kondunsifnya iklim usaha yang pada gilirannya dapat menghambat proses
peningkatan investasi, kurangnya penciptaan lapangan kerja baru dan
lambannya peningkatan pendapatapan dan kejahteraan masyarakat daerah.
Pemerintah daerah di Sulawesi Tenggara masih berupaya
memperbaiki kualitas pelayanan publik melalui kebijakan pelayanan terpadu
satu atap atau satu pintu. Hal ini ditandai dengan mulai adanya pemerintah
kota yang menetapkan kebijakan sistem pelayanan satu atap atau sistem
pelayanan terpadu satu pintu melalui penetapan peraturan daerah (Perda)
selama kurun waktu 2004-2009. Jumlah kabupaten kota yang menerapkan
sistem pelayanan satu atap yang dituangkan dalam peraturan daerah masih
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
21
terbatas (16,67%) dari 12 kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Tenggara
sampai tahun 2009.
Kedua kota dimaksud adalah: 1) Pemerintah Kota Kendari melalui
Perda No 14 2008 tentang Prosedur/Mekanisme dan Standar Waktu
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Secara konsep, pemkot
Kendari mulai memperkenalkan sistem pelayanan satu atap sejak tahun
2002 dengan melibatkan 12 jenis perizinan yang dikelola oleh berbagai
dinas/instansi. Tahun 2008 dalam Perda yang ada menjadi 40 jenis
perizinan dan sampai tahun 2009 menjadi 67 jenis perizinan yang dikelola
dengan sitem pelayanan satu atap; 2) Pemerintah kota Bau-Bau melalui
Perda No 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Tata Kerja Pelayanan Perizinan
Terpadu Kota Bau-Bau menerapkan sistem pelayanan satu atap, mencakup
12 jenis perizinan.
Masalah yang dihadapi pemerinatah daerah kabupaten/kota dalam
mewujudkan pelayanan satu atap, adalah keterbatasan sumber daya
manusia/aparatur yang memiliki kemampuan teknis serta dukungan
perangkat informasi teknologi baik perangkat keras maupun perangkat lunak
yang belum tersedia secara baik, dan yang ada pun belum dikelola secara
profesional serta belum berkesinambungan.
Kebijakan pemerintah Sulawesi Tenggara melalui Renstra 2004-2009
yang menggariskan pentingnya iklim kondunsif bagi berkembangan investasi
di daerah melalui kemudahan perizinan, mengalami hambatan dalam
implementasinya karena tidak semua kewenangan perizinan berada di
provinsi, melainkan diserahkan pada pemerintah kabupatan/kota. Sementara
masing-masing pimpinan atau kepala daerah memiliki orientasi kebijakan,
permasalahan, karakter dan kebijakan yang berbeda-beda. Pelaksanaan
pelayan satu atap tergantung dari ada tidaknya kemauan atau komitmen
para Bupati/Walikota untuk mengefektifkan sistem pelayanan kepada
masyarakat atau dunia usaha. Selain itu, tarik menarik kepentingan dan ego
sektoral para pimpinan SKPD juga menjadi salah satu penyebab masih
kurangnya inisiatif pemerintah kabupaten/kota yang dimotori oleh para
pimpinan SKPD untuk menetapkan Perda sistem pelayanan satu atap.
Belum adanya Perda tentang pelayanan satu atap membuat
pelayanan publik khususnya dalam administrasi perizinan menjadi lebih
lama, memerlukan biaya lebih besar, seringkali menyulitkan dan bahkan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
22
menghambat bertumbuhkembangnya investasi dan dunia usaha di daerah.
Hal itu disebabkan oleh karena sistem pelayanan melewati banyak SKPD
atau dinas yang masing-masing memiliki SOP yang berbeda-beda dengan
ego sektoralnya masing-masing.
3. Persentase SKPD Provinsi Memiliki Laporan Keuangan Tanpa
Penyimpangan (WTP)
Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur baik tidaknya kinerja
penyelenggaraan pemerintahan termasuk di daerah adalah dengan melihat
kinerja pengelolaan di setiap daerah. Pemerintahan terus mendorong upaya
perbaikan kinerja pengelolaan keuangan daerah guna mendorong efektivitas
dan efisiensi penggunaan anggaran negara, serta menghindari penyalahgunaan
anggaran Negara/daerah demi tercapainya tujuan pembanguan dan
memaksimalkan pelayanan masyarakat. Hal itu sangat beralasan karena dalam
banyak fakta, sejak pelaksanaan otonomi daerah, praktek korupsi dan
penyimpangan keuangan Negara/daerah juga ikut bergeser dari pusat ke
daerah dan terus berlanjut hingga saat ini.
Secara konseptual/redaksional dalam Renstra Sultra tahun 2004-2009
menjelaskan perlunya penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun
selama kurum waktu ini, komitmen para aparat pemerintah setempat dalam
mewujudkan pengelolaan anggaran daerah yang baik sesuai dengan prinsip-
prinsip good governance dan sesuai konsep anggaran kinerja masih lemah.
Jumlah SKPD Provinsi yang memiliki Pelaporan keuangan Tanpa
penyimpangan masih terbatas. Pada level pemerintah provinsi sendiri selama
tahun 2005 hingga tahun 2009 selalu mendapatkan predikat disklaimer (tanpa
komentar) atas laporan pengelolaan keuangan pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara (BPK RI Perwakilan Sulawesi Tenggara Tahun 2009).
Pada tahun 2004 jumlah SKPD provinsi yang memiliki pelaporan
pengelolaan keuangan tanpa penyimpangan tidak diketahui karena data tidak
tersedia. Demikian pula pada tahun 2005 dan tahun 2006. Tahun 2007
persentase jumlah SKPD yang tidak melakukan penyimpangan dalam
pengelolaan keuangan sebanyak 82%, dari 41 SKPD. Namun pada tahun 2008
dan 2009 sangat menghawatirkan, karena tidak satupun SKPD yang memiliki
kinerja pengelolaan tanpa penyimpangan. Dengan kata lain, seluruh SKPD pada
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
23
tahun tersebut melakukan penyimpangan atau melakukan kesalahan dalam
pengelolaan keuangan terutama dalam pengelolaan anggaran dana hibah,
termasuk dalam hal pengelolaan penganggaran belanja lainnya.
Tipikal kesalahan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan daerah
disebabkan oleh ketidaktahuan, sengaja mengalihkan pos anggaran pada
kegiatan lain, penempatan anggaran daerah pada rekening pribadi, proses
utang piutang yang tidak terkontrol, pembukuan yang tumpang tindih,
pengeluaran uang dari kas daerah yang tidak sesuai SOP dan SAP sehingga
sulit dipertanggungjawabkan. Selain itu, kemampuan pengelola yang minim
setelah adanya perubahan SAP baru, serta lemahnya komitmen aparat
mengelola anggaran secara transparan, akuntabel, bertanggungjawab, efektif
dan efisien sesuai peruntukannya.
Berbagai akibat yang ditimbulkan karena kesalahan pengelolaan
keuangan daerah di berbagai SKPD di daerah ini adalah: 1) penggunaan
anggaran belanja yang tidak tepat sasaran; 2) merugikan keuangan daerah;
3) hasil kegiatan tidak dapat dimanfaatkan secara tepat waktu; 4) pemborosan
anggaran daerah; 5) keterlambatan dalam penerimaan kas Negara/daerah;
6) tidak sesuai peruntukannya, tidak tepat sasaran sehingga rawan
disalahgunakan; 7) kesalahan dalam pembukuan; 8) operasionalisasi
pemerintahan terhambat; 9) daerah kehilangan penerimaan; 10) penggunaan
anggaran tidak realistis antara jumlah anggaran yang dikelola dengan waktu
yang tersedia; 11) keterlambatan dalam pelaporan; 12) laporan keuangan
kurang akurat; 13) penyajian anggaran tidak menggambarkan kondisi yang
sebenarnya; 14) realisasi anggaran tidak sesuai dengan perencanaan;
15) kesulitan mengetahui jumlah realisasi anggaran perjenis kegiatan (tumpang
tindih pembukuan; 16) pengelolaan utang-piutang sulit dipantau;
17) pembatalan kegiatan karena pengalihan anggaran ke tempat/pos lain;
18) pimpinan sulit mengontrol kas dan tempat menyimpan keuangan daerah.
Kesalahan pengelolaan daerah tersebut dalam jangka panjang
berdampak pada kegagalan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik.
Hal itu sekaligus menggambarkan kegagalan pemerintah provinsi dalam
mewujudkan visi dan misi pembangunan yang telah ditetapkannya selama lima
tahun kepemimpinan, sebagaimana dijanjikan pada saat kampanye dalam
proses seleksi pemilihan kepala daerah setiap lima tahun.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
24
2. Analisis Pencapaian indicator Demokrasi Publik
Tiga indikator utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembangunan demokrasi publik di tingkat lokal antara lain membaiknya angka
GDI (Gender-related Development Index) dan angka GEM (Gender
Empowerment Measurement), dan partisipasi politik perempuan dalam
pelaksanaan pemilihan umum di daerah.
1. Indikator Gender Development Index (GDI).
Untuk mengukur pencapaian indeks pembangunan gender (Gender
Development Index/GDI),menggunakan kriteria sebagai berikut: a) akses
perempuan terhadap pelayanan kesehatan yang baik, diamati dari aspek: 1)
angka harapan hidup; 2) angka kematian ibu melahirkan; dan 3) angka kematian
bayi. b) akses perempuan terhadap pelayanan pendidikan yang indikatornya
dilihat dari: 1) tingkat melek huruf; 2) rata-rata lama sekolah. c) akses perempuan
terhadap kegiatan ekonomi yakni perempuan dalam angkatan kerja.
Data dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 diketahui sebagai berikut:
1. Angka usia harapan hidup. Angka Harapan Hidup penduduk perempuan di
Sulawesi Tenggara pada tahun 2005 adalah 66,8 dan tahun 2006 rata-rata
67,0. Tahun 2007 tetap 69,0 tahun (Indonesia 70,5 tahun). Tahun 2008
mencapai 70,1 dan tahun 2009 mengalami perubahan menjadi 71,64 di atas
rata-rata nasional yakni 71,04 tahun.
Sumber: Diolah dari data sekunder Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPP dan KB) Prov. Sultra, 2010
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
25
Gambar 5. Perkembangan Capaian Angka Usia Harapan Hidup Penduduk Sulawesi Tenggara dalam kurun Waktu 2005 sampai dengan 2009
Pencapaian Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk di Sulawesi
Tenggara, menunjukkan peningkatan yang konsisten selama lima tahun
terakhir (tahun 2005 sampai dengan 2009) dan bahkan sempat melampui
pencapaian nasional. Pencapaian ini tidak lepas dari upaya dinas (SKPD)
terkait dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah. Alokasi
anggaran yang proporsional dan pemberian pelayanan kesehatan gratis serta
penyuluhan mengenai pola hidup sehat yang dilakukan secara terus menerus
merupakan faktor-faktor yang mendorong dan menentukan dalam
mewujudkan pencapain peningkatan usia harapan hidup penduduk setempat.
2. Angka kematian bayi/1000 kelahiran hidup (kh). Angka kematian bayi
selama tahun 2004 sampai dengan 2009 mengalami fluktuasi. Tahun 2004
angka kematian bayi sebanyak 33 jiwa/1000kh, tahun 2005 sebanyak 34
jiwa/1000kh, tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 32 jiwa/kh. Pada
tahun 2007 kembali mengalami kenaikan menjadi 41 jiwa/1000kh, dan tahun
2008 kembali menurun menjadi 35 jiwa/1000kh sedangkan tahun 2009 tetap
sebanyak 35 jiwa/1000kh.
Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010 Gambar 6. Angka Kematian Bayi/1000 Kelahiran Hidup di Sulawesi
Tenggara Selama Lima Tahun Terakhir (Tahun 2005-2009
Berdasarkan grafik pada Gambar 6 terlihat bahwa tahun 2007 terjadi
kenaikan angka kematian bayi. Hal itu terkait dengan naik turunnya tingkat
kepedulian orang tua dalam memperhatikan derajat kesehatan anak,
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
26
memeriksakan anak di Puskesmas secara gratis, serta kurang konsistennya
pembinaan kesehatan yang dilakukan oleh para aparat di lapangan. Pada hal
anggaran perbaikan untuk pelayanan kesehatan terus meningkat dari tahun
ke tahun, dan perubahan jumlah anggaran selalu meningkat secara linier.
Kebijakan pemerintah daerah konsisen dalam mengalokasikan
anggaran kesehatan, namun para aparat di lapangan belum maksimal
menunjukkan kinerjanya. Hal itu juga terkait dengan banyaknya kasus-kasus
penyimpangan dalam pengelolaan anggaran kesehatan sesuai temuan BPK
di daerah. Alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran atau karena korupsi di
tingkat pengelola juga menjadi penyebab lemahnya kinerja aparat fungsional
kesehatan yang ada di lapangan. Sebab dana operasional seringkali
mengalami pengurangan sebelum sampai di tangan aparat pengelola. Di
tingkat aparatur sendiri, faktor rendahnya pendapatan aparat pegawai
seringkali menjadi alasan yang menjadi penyebab rendahnya kualitas
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Alasannya, mereka harus
mencari sumber pendapatan lain di luar pekerjaan sesungguhnya.
3. Angka kematian ibu melahirkan. Angka kematian ibu melahirkan/100.000
kelahiran hidup (kh) selama tahun 2004 sampai dengan 2009 juga
berfluktuasi. Tahun 2005 angka kematian ibu melahirkan sebanyak 302
jiwa/1000.000kh, tahun 2006 menjadi 304/100.00kh, pada tahun 2007
menjadi 302/100.000kh, dan tahun 2008 menjadi 228/100.000 kh, serta tahun
2009 menjadi 302/100.000kh.
Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010 Gambar 7. Angka kematian ibu melahirkan/100.000 kelahiran hidup (KH)
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
27
Berdasarkan grafik pada gambar 7 terlihat bahwa tahun 2009 terjadi
kenaikan angka kematian ibu melahirkan. Hal itu antara lain disebabkan oleh
rendahnya kesadaran para ibu hamil untuk memeriksakan diri di Puskesmas
secara gratis. Pola pelayanan Puskesmas secara gratis kurang dimanfaatkan
oleh masyarakat setempat, terutama di daerah yang kurang memahami
pentingnya pemeriksaan kesehatan ibu yang sedang hamil. Di Kabupaten
Muna termasuk daerah yang rendah kesadarannya memeriksakan diri di
Puskesmas, hanya mengandalkan dukun. Dan ternyata, kasus kematian ibu
melahirkan juga yang paling banyak terjadi di Kabupaten Muna dari seluruh
kasus kematian ibu hamil pada tahun 2009.
4. Tingkat melek huruf. Tingkat melek huruf penduduk perempuan yang
berusia di atas 15 tahun dibandingkan dengan penduduk dalam usia yang
sama. Tahun 2005 sebanyak 87,2%, tahun 2006 tetap pada angka 87,2%,
tahun 2007 menjadi 87, 5%, meningkat menjadi menjadi 87,98% pada tahun
2008, serta tahun 2009 menjadi 87,90% (BPP dan KB Sultra 2010). Secara
rinci digambarkan dalam grafik berikut:
Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010 Gambar 8. Persentase angka melek huruf perempuan berusia di atas 15
tahun, Sultra tahun 2004-2009
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
28
Berdasarkan grafik pada Gambar 8 terlihat bahwa angka melek huruf
penduduk perempuan yang berusia di atas 15 tahun menunjukkan
peningkatan, seiring terus meningkatkan perbaikan sistem penyelenggaraan
pendidikan, alokasi anggaran yang memadai serta pemberantasan buta
aksara yang terus dilakukan dari tahun ke tahun. Kenaikan itu dipicu oleh
membaiknya kinerja penyelenggaraan pendidikan dan pelaksanaan program-
program pendataan yang baik sehingga data yang sebelumnya tidak
terjangkau dalam laporan mulai dapat disajikan dalam laporan capaian
kinerja penyelenggaraan pendidikan baik pendidikan formal maupun
pendidikan non formal seperti kejar paket.
5. Akses perempuan terhadap peluang kerja atau perempuan dalam
angkatan kerja. Data yang ada tahun 2005 menunjukkan bahwa akses
perempuan terhadap peluang kerja sebanyak 37,3% dan laki-laki sebanyak
62,7% dari total angkatan kerja. Pada tahun 2006 menurun menjadi 35,5%.
Pada tahun 2007 tetap pada angka 35,5%, dan menurun menjadi 31,5%
pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009 tetap pada angka 31,5% dari
total angkatan kerja di Sulawesi Tenggara sebanyak 243.068 orang (BPP dan
KB Sultra, 2009). Lebih jelasnya digambarkan dalam grafik berikut:
Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Provinsi Sultra, 2009
Gambar 9. Grafik Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
29
Dibandingkan dengan kaum laki-laki, jumlah perempuan dalam
angkatan kerja selama lima tahun terakhir (tahun 2005 sampai dengan 2009)
menunjukkan angka yang terus menurun. Salah satu penyebab menurunnya
angka-angka yang tersajikan dalam laporan ini (menurut informan) adalah
sistem pendataan yang tidak berkesinambungan serta kurang tersedianya
data-data di setiap SKPD terkait, yang memiliki kewenangan dalam
pembinaan dan pengembangan ketenagakerjaan. Penyajian data resmi
mengenai capain kinerja dalam pembinaan, pengembanngan dan
penempatan tenaga kerja di daerah terbatas. Penurunan jumlah angkatan
kerja perempuan juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja
laki-laki, dimana kuantitas peserta laki-laki dalam kegiatan pelatihan selalu
dominan dibandingkan dengan perempuan. Karena itulah maka rasio jumlah
angkatan kerja laki-laki terus meningkat sementara rasio jumlah angkatan
kerja perempuan terus menurun setiap tahunnya.
2. Indikator GEM.
Lembaga yang bertanggung jawab dalam bidang pemberdayaan
perempuan di daerah ini, baru terbentuk secara formal pada tahun 2006.
Dengan demikian data yang disajikan dalam laporan evaluasi ini terkait
pelaksanaan program GEM, hanya meliputi data tahun 2006-2009. Data
untuk tahun sebelumnya tidak ditemukan dalam kegiatan pengumpulan data
evaluasi ini.
Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan pemberdayaan
perempuan Gender Empowerment Measurement (GEM) digunakan beberapa
indikator seperti persentase keterlibatan perempuan di parlemen, keterlibatan
perempuan dalam dunia kerja profesional serta besaran upah kerja minimum
yang diterima perempuan pada sektor non pertanian. Data pada Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Sultra Tahun 2010
diketahui sebagai berikut:
a. Indeks Keterlibatan Perempuan di Parlemen
Keterlibatan perempuan di parlemen (DPRD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tenggara. Jumlah perempuan di DPRD
seSulawesi pada pada periode masa kerja (tahun 2004 - 2009) sebanyak
12,7% dari total anggota legislatif sebanyak 220 orang. Pada periode masa
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
30
kerja (tahun 2009 – 2014) sebanyak 14,73%, dari total anggota legislatif 224
orang (BPP dan KB, Sultra, 2010). Secara grafik digambarkan sebagai
berikut:
Sumber: diolah dari data sekunder BPP dan KB Sultra, 2010. Gambar 10 . Persentase Jumlah Perempuan di DPRD se Sultra, periode
tahun 2004-2009 dan 2009-2014
Berdasarkan grafik pada Gambar 10 menunjukan bahwa jumlah
anggota legislatif perempuan meningkat dari periode masa kerja 2004-2009
ke periode masa kerja 2009, namun perubahan yang terjadi belum signifikan
dibandingkan dengan target kuota perempuan di parlemen sebesar 30% dari
jumlah anggota legislatif di masing-masing daerah. Target kuota perempuan
yang harapkan dapat menjadi anggota legislatif minimal sebanyak 30%.
Salah satu pertimbangan, mengapa perlu jumlah anggota DPRD perempuan
lebih besar di legislatif, karena DPRD merupakan lembaga yang merumuskan
kebijakan sehingga dengan banyaknya anggota DPRD perempuan, maka
keputusan di DPRD berkaitan dengan kebijakan pembangunan daerah lebih
pro perempuan dan anak atau minimal bisa netral atau tidak diskriminatif.
b. Perempuan dalam dunia kerja professional;
Indikator lain menggambarkan keberhasilan implementasi kebijakan
pemberdayaan perempuan adalah jumlah perempuan dalam dunia kerja
profesional. Karena katerbatasan data yang menjelaskan posisi perempuan
dalam sebagai kerja professional menjadikan sulit untuk menjadikan informasi
ini secara tuntas.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
31
Data jumlah perempuan sebagai pekerja professional baik di birokrasi
maupun dalam bidang lainnya belum lengkap. Selama tahun 2004-2009
hanya data dua tahun yang ada yaitu data tahun 2005 sebesar 38,8% dan
tahun 2006 sebesar 40,76%. Dalam jabatan eksekutif mulai dari gubernur,
bupati, walikota, eselon II, eselon III, eselon IV, camat, lurah dan kepala desa
perbandingan laki-laki dan perempuan masih didominasi oleh kaum laki-laki.
Data tahun 2009 diketahui bahwa jabatan eksekutif, jumlah perempuan masih
rendah yakni baru sekitar 10,76% sementara laki-laki 89,24% dari total posisi
jabatan eksekutif di Sulawesi Tenggara sebanyak 3.130 jabatan. Demikian
pula posisi dalam jabatan professional di lembaga peradilan seperti jaksa dan
hakim masih didominasi oleh laki-laki. jumlah perempuan sebanyak 21,81%
dan laki-laki 78,19% (BPP dan KB Provinsi Sultra, 2010).
Masih rendahnya jumlah perempuan yang menempati jabatan
struktural di pemerintahan disebabkan oleh antara lain: 1) masih kurangnya
kepedulian penguasa wilayah untuk memanfaatkan tenaga perempuan
selaku pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan; 2) kalaupun
penguasanya peduli, masih sedikit perempuan yang mampu melanjutkan di
pendidikan lebih tinggi sehingga posisi mereka selalu dikesampingkan dalam
birokrasi pemerintahan.
c. Upah Pekerja Perempuan Sektor NonPertanian.
Ketersediaan data, menjadi penyebab sulitnya mengangkat
perkembangan besaran upah kerja minimal perempuan selama tahun 2005
sampai 2009 sesuai kebutuhan laporan evaluasi ini. Data yang tersedia pada
BPP dan KB Sultra tahun 2010 menggambarkan jumlah upah minimal yang
diterima perempuan dalam lapangan usaha sektor non pertanian mengalami
perubahan selama kurun waktu tahun 2005 dan 2006. Tahun 2005 sebesar
621,9 sedangkan tahun 2006 menjadi 932,4 atau meningkat sebesar 49,93%.
Upah kerja minimal yang diterima perempuan sektor non pertanian
menggambarkan besarnya gaji yang diterima perempuan dalam berbagai
lapangan pekerjaan dimana mereka bekerja, dan dapat didata secara jelas.
Seiring dengan semakin ketatnya pemberlakuan Upah Minimum Regional
(UMR) menjadikan gaji perempuan yang bekerja di sektor non pertanian juga
semakin membaik selain semakin baiknya posisi-posisi yang ditempati
perempuan dalam dunia kerja professional.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
32
Keberhasilan pembangunan gender di daerah dicirikan oleh semakin
mengecilnya kesenjangan antara indek pembangunan manusia (IPM) atau
Human Develoment Index (HDI) secara keseluruhan dengan Indeks
Pembangunan Gender atau Gender Development Index (GDI) dan Indeks
Pemberdayaan Gender atau Gender Empowerment Measurement (GEM).
Sebagai gambaran, indek pembangunan manusia (IPM) Sulawesi
Tenggara tahun 2005 mencapai 67,5 (Nasional 69,6) dan tahun 2006 IPM
naik menjadi 67,8 masih di bawah Nasional (70,1) pada tahun yang sama.
Secara umum, angka perolehan GDI dan GEM Sulawesi Tenggara
dibandingkan dengan Nasional masih rendah, dan masih jauh dibawah IPM.
Tahun 2006, angka Gender Develoment Index (GDI) Sulawesi Tenggara
sebesar 61,4 sementara Nasional sebesar 65,3. Sedangkan angka Gender
Empowerment Measurement (GEM) tahun 2005 sebesar 53,4 sementara
(nasional 61,3) dan tahun 2006, menjadi 55,3 (Nasional 61,8) (BPP dan KB
Provinsi Sultra, 2010). Perolehan posisi Sultra dibandingkan dengan provinsi
lain masih berada pada urutan 26 dari 33 provinsi dan GDI berada pada
posisi 17 dari 33 provinsi tahun 2008 sementara tahun 2006 berada pada
posisi 16 dari 32 provinsi.
Untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunan gender, perlu
terus didukung oleh kebijakan yang dijalankan secara terus menerus dan
konsisten, sumber daya aparat yang memadai baik kuantitas mapun kualitas,
pengembangan system pembinaan dan penguatan kelembagaan dalam
bidang pemberdayaan gender, dukungan anggaran yang memadai, system
koordinasi lintas SKPD terkait, basis data online dan selalu terbarukan, serta
komitmen pada pelaksana dan para pemangku kepentingan untuk terus
menjalankan tugas, peran, dan fungsinya secara maksimal dan
berkelanjutan. Hal itu akan mudah terwujud jika diikuti pula dengan
pemberian reward yang memadai serta punishment yang setimpal atas
prestasi atau kegagalan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab oleh
masing-masing pihak.
Faktor atau kendala utama yang menjadi penyebab ketertinggalan
Sulawesi Tenggara dalam pembangunan gender adalah dukungan anggaran
yang terbatas, yang hanya menggantungkan diri pada dari pemerintah pusat.
Hal itu disebabkan karena PAD (pendapata asli daerah) yang terbatas. Selain
itu penempatan skala prioritas pembangunan dan alokasi anggaran juga
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
33
belum menempatkan pembangunan gender sebagai perhatian utama.
Program gender hanya secara implisit berada di setiap SKPD yang terkait
dan seringkali kurang menjadi perhatian pokok dari SKPD bersangkutan,
terutama terkait dengan penyediaan basis data yang lengkap sesuai
kebutuhan dana terus menerus. Praktek aparat pengelolaan anggaran yang
masih saja menyimpang juga menjadi akar permasalahan yang
menyebabkan tidak maksimalnya pengelolaan program dan anggaran
berbasis gender seperti dalam pembangunan kesehatan, pendidikan dan
pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
3. Indikator Partisipasi dalam Pemilu di Daerah
Indikator partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum di
daerah baik dalam pemilihan kepala daerah, pemilihan anggota legislatif
maupun pemilihan presiden menjadi ukuran keberhasilan pembangunan
demokrasi lokal. Pemerintah provinsi menunjukan komitmennya untuk
mendorong tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah,
pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di daerah khususnya dalam kurun
waktu 2004-2009.
Kebijakan pembangunan politik dan demokrasi Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2004-2009, dijabarkan dalam rencana strategis daerah
(Renstrada) yang mempunyai sejumlah target dan sasaran sebagai berikut:
Pertama, mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis dengan
mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan
keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan
masyarakat; Kedua, meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik
masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat
menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan
masyarakat dan pembangunan; Ketiga, meningkatkan kemandirian partai-
partai politik agar dapat melaksanakan fungsinya dalam meningkatkan
kesadaran dan partisipasi politik masyarakat; Keempat, meningkatkan dan
memantapkan pemahaman warga negara mengenai wawasan kebangsaan,
jati diri bangsa, pembauran bangsa dengan mengaktualisasikan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi ketahanan bangsa yang kuat,
bermuara dan berfokus pada kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta
utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
34
Target dan sasaran pembangunan bidang politik yang ditetapkan oleh
pihak pemerintah di daerah ini, sejalan dengan terget dan sasaran nasional
yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2004-2009, yang sasarannya meliputi: (a) terlaksananya peran dan
fungsi lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan sesuai
dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan berlaku; (b)
meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
politik; (c) terlaksananya pemilihan umum yang demokratis, jujur, dan adil
tahun 2009.
Sesuai dengan Renstrada (2004-2009) kebijakan pembangunan politik
Sulawesi Tenggara meliputi: (a) mengembangkan iklim dan budaya politik
yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan,
kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam
kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi
politik masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih
sehat menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan
masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai
politik agar dapat melaksanakan fungsinya dalam meningkatkan kesadaran
dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan
pemahaman warga negara mengenai wawasan kebangsaan, jati diri bangsa,
pembauran bangsa dilandasi ketahanan yang kuat, bermuara pada kokohnya
persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya NKRI. Kebijakan tersebut
sesuai dengan kebijakan pemerintah yang dijawantahkan dalam bentuk
penyelenggaraan pemilihan umum di daerah seperti Pemilu legislatif, Pilpres
secara langsung dan Pilkada langsung.
a. Indikator Partisipasi Dalam Pemilu Legislatif.
Indikator ini diarahkan pada upaya pencapaian target dan sasaran
pembangunan di bidang politik sebagai tertuang dalam Renstrada (2004-
2009) yakni: (a) mengembangkan iklim dan budaya politik yang demokratis
dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan, kesetaraan, kebebasan dan
keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi dalam kehidupan
masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik
masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik yang lebih sehat
menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap kehidupan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
35
masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian partai-partai
politik agar dapat melaksanakan funmgsinya dalam meningkatkan kesadaran
dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan memantapkan
pemahaman politik warga Negara. Kebijakan ini sesuai dengan kebijakan
pemerintah pusat yang selanjutnya dioperasionalisasikan dalam bentuk
program dan kegiatan dalam bentuk penyelenggaraan Pilkada Provinsi,
Pilkada Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Tingkat partisipasi wajib pilih bervariasi antara pemilu legislatif tahun
2004 dengan pemilu legislatif tahun 2009. Data pada Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) Provinsi Sulawesi Tenggara memperlihatkan bahwa
jumlah wajib pilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Pemilu
2004 sebanyak 1.320.562 orang. Sedangkan jumlah wajib pilih yang
menggunakan hak pilihnya sebanyak 1.263.426 orang, menunjukkan bahwa
partisipasi wajib pilih dalam Pemilu legislatif 2004 sebesar 96% dan yang
golput hanya sebesar 4%. Rendahnya angka golput tersebut menunjukkan
meningkatnya kesadaran warga dalam menggunakan hak pilihnya serta
membaiknya kinerja KPUD dan dukungan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemilu legislatif. Dalam Pemilu legislative tahun 2009,
jumlah wajib pilih terdaftar dalam Daftar Pemili Tetap (DPT) sebanyak
1.901.060 orang dan yang menggunakan haknya sebanyak 1.484.636 orang,
dengan angka partisipasi pemilih sebesar 78%, atau golput sebanyak 22%.
Peningkatan jumlah wajib pilih terdaftar yang golput atau tidak
menggunakan hak pilihnya pada Pemilu legislatif 2004 ke Pemilu Legislatif
2009 sebesar 18%. Kesadaran warga menggunakan hak pilih menurun
antara lain karena adanya kampanye golput untuk tidak memilih akibat
berkurangnya kepercayaan warga terhadap kinerja anggota DPRD di daerah
ini. Penurunan itu juga disebabkan oleh antara lain lemahnya kinerja KPUD
Provinsi dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mendorong partisipasi
warga dalam Pemilu legislatif, selain semakin kurangnya dukungan
pemerintah daerah dalam mensosialisasikan pelaksanaan Pemilu legislatif
2009.
Fenomena menunjukkan bahwa di setiap TPS di wilayah Provinsi
Sulawesi Tenggara, banyak wajib pilih yang hadir dan berkeinginan untuk
menyalurkan hak suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak
memiliki kartu suara. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kesadaran
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
36
dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu di Sulawesi
Tenggara cukup tinggi, tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan kerja
penyelenggara pemilu, baik KPU Daerah maupun pemerintah daerah dalam
mempersiapkan penyelenggaraan pemilu. Kelemahan yang paling menonjol
adalah pada tahapan pemutakhiran data yang tidak dilakukan secara optimal
dan profesional. Fenomena menunjukkan, banyak pemilih yang terdaftar dan
mendapat kartu undangan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif 2004
yang lalu, ternyata tidak terdaftar lagi dan tidak mendapat kartu undagan
pemilu dalam penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2009.
b. Indikator Partisipasi Pilpres Langsung
Capaian indikator penyelenggaraan Pilpres langsung oleh KPUD,
tingkat partisipasi wajib pilih dan kualitas pelaksanaan Pilpres tahun 2004 dan
tahun 2009 berbeda. Data pada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukan bahwa jumlah wajib pilih dalam
Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada tahun 2004 sebanyak 1.329.652 orang dan
yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 1.313.823 orang dengan tingkat
partisipasi sebesar 98% dan wajib pilih yang golput sebesar 2%. Pada Pilpres
tahun 2009, jumlah wajib pilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap
(DPT) sebanyak 1.908.679 orang, yang menggunakan haknya sebanyak
1.565.918 orang dengan tingkat partisipasi sebesar 82%, atau jumlah golput
sebanyak 18%. Terdapat penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam
Pilpres tahun 2009 dibandingkan tahun 2004 dengan angka golput naik
sebesar 16%. Tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilpres tahun 2004
tergolong sangat tinggi dan hanya kategori tinggi pada tahun 2009. Kondisi
itu sekaligus menunjukkan berkurang kualitas kinerja KPUD Provinsi
Sulawesi Tenggara dalam penyelenggaraan Pilpres 2009 meskipun masih
relative baik dan berjalan sukses.
Indikator partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Presiden Secara
langsung (Pilpres langsung) diarahkan pada upaya pencapaian target dan
sasaran pembangunan bidang politik sesuai Renstrada (2004-2009) yang
target dan sasarannya mencakup: (a) mengembangkan iklim dan budaya
politik yang demokratis dengan mengaktualisasikan prinsip persamaan,
kesetaraan, kebebasan dan keterbukaan yang berbasis pada pada konstitusi
dalam kehidupan masyarakat; (b) meningkatkan pendidikan politik dan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
37
partisipasi politik masyarakat dengan mengembangkan komunikasi politik
yang lebih sehat menuju terwujudnya budaya politik yang kondusif terhadap
kehidupan masyarakat dan pembangunan; (c) meningkatkan kemandirian
partai-partai politik agar dapat melaksanakan fungsinya dalam meningkatkan
kesadaran dan partisipasi politik masyarakat; (d) meningkatkan dan
memantapkan pemahaman warga negara Republik Indonesia mengenai
wawasan kebangsaan, jati diri bangsa, pembauran bangsa dengan
mengaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilandasi
ketahanan bangsa yang kuat, bermuara dan berfokus pada kokohnya
persatuan dan kesatuan bangsa serta utuhnya NKRI. Ini sesuai dengan
kebijakan pemerintah yang dioperasionalisasikan dalam bentuk
penyelenggaraan Pimilihan Umum Legislatif Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden dan Pilkada Langsung.
Salah satu penyebab tingginya jumlah wajib pilih yang tidak memilih
atau golput adalah kurang optimalnya kinerja KPUD dalam melakukan
pemutakhiran daftar pemilu tetap (DPT). Fakta menunjukkan bahwa di
banyak TPS di wilayah Sulawesi Tenggara, wajib pilih hadir dan berkeinginan
untuk menyalurkan hak suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena
tidak terdaftar dalam DPT.
c. Indikator Partisipasi Pilkada Langsung
Indikator partisipasi dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
secara langsung (Pilkada langsung) yakni dalam pemilihan gubernur dan
wakil gubernur Sulawesi Tenggara menunjukkan tingkat partisipasi wajib pilih
positif. Jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan wajib pilih
yang menggunakan hak pilihnya dalam Pilgub tahun 2007 yang lalu tidak jauh
berbeda. Data dari KPUD Provinsi Sulawesi Tenggara terlihat bahwa jumlah
wajib pilih terdaftar dalam DPT sebanyak 1.565.918 orang dan yang
menggunakan hak pilihnya sebanyak 1.390.489 orang dengan tingkat
partisipasi sebesar 88% dan yang tidak menggunakan hak pilih atau golput
sebanyak 12% dari total wajib pilih. Angka goput ini tergolong rendah jika
dibandingkan dengan wajib pilih yang golput dalam Pilgub dan Wagub di
daerah lain seperti Sulawesi Selatan mencapai 38% dan beberapa daerah di
pulau Jawa berkisar 38% sampai 40% dari total wajib pilih.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
38
Rendahnya angka golput dalam penyelenggaraan pemilu selalu terkait
dengan belum maksimalnya kinerja KPUD dalam penyelenggaraan Pemilu,
dukungan pemerintah yang lemah serta kesadaran masyarakat berpartisipasi
yang rendah. Golput merupakan bagian hak politik warga, yang seringkali
dilakukan karena mereka merasa tidak puas dengan kinerja wakil mereka
diparlemen. Golput dalam konteks ini merupakan bagian dari protes warga
atau kinerja pemerintahan dan politisi yang tidak memihak dan
menguntungkan rakyat.
Lemahnya kinerja KPUD dalam Pilgub terlihat dari antara lain di banyak
TPS terdapat wajib pilih yang hadir dan berkeinginan menyalurkan hak
suaranya tetapi ditolak oleh petugas KPPS karena tidak memiliki kartu suara.
Dalam kasus ini, terlihat bahwa tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat
dalam Pilgub tinggi namun tidak dibarengi dengan kemampuan kerja KPUD
dan pemerintah daerah dalam mempersiapkan penyelenggaraan pemilu.
Tahap pemutahiran data peserta pemilu yang tidak optimal dan professional
menjadi salah satu penyebab. Banyak pemilih yang terdaftar dan mendapat
kartu undangan dalam Pilpres dan Wakil Presiden tahun 2004, ternyata tidak
terdaftar dan tidak mendapat kartu undagan dalam Pilgub dan Wagub tahun
2007. Sebaliknya ada sejumlah kartu undangan pemilih bagi warga
masyarakat yang telah meninggal dunia Penomena ini menunjukkan
buruknya kinerja KPU Daerah dan pemerintah daerah dalam mempersiapkan
penyelenggaraan pemilu.
3. Rekomendasi Kebijakan
Berbadasarkan hasil evaluasi kinerja pemerintahan daerah di Sulawesi
Tenggara dengan sejumlah indikator yang digunakan, khususnya mengenai
pelaksanaan agenda pembangunan Indonesia yang aman dan damai serta
pelaksanaan pembangunan yang adil dan demokratis maka terlihat masih ada
sejumlah indikator pembangunan yang kinerjanya masih sangat minim
pencapaiannya.
Terkait dengan agenda pembangunan Indonesia yang aman dan damai,
beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian untuk memmaksimalkan kinerja
pengelolaan pemerintahan daerah ke depan adalah sebagai berikut:
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
39
1. Perlu keseriusan dalam penanganan kasus-kasus kejahatan konvensional
termasuk perlu melakukan tindakan prefentif agar kasus kejahatan dapat
berkurang. Frekwensi tindak kejahatan konvesional terus meningkat di
daerah ini, sehingga peran aparat keamanan untuk meningkatkan
pengamanan termasuk penyelesaian kasus-kasus kejahatan perlu terus
ditingkatkan.
2. Penanganan kasus transnasional, termasuk penyelesaian kasus yang
melibatkan WNI di luar negeri seperti pelanggaran keimigrasian perlu
ditangani secara serius. Upaya yang perlu dilakukan adalah memberikan
berbagai penyuluhan terkait dengan aturan-aturan keimigrasian, termasuk
masalah-masalah perdagangan lintas Negara yang sering terjadi antar
daerah dengan Singapura maupun Malaysia yang seringkali merugikan
Indonesia.
Terkait dengan pelaksanaan agenda pembangunan yang adil dan
demokratis, beberapa indikator yang perlu mendapatkan perhatian adalah
sebagai berikut:
1. Penanganan kasus-kasus korupsi perlu terus dilakukan tanpa pandang bulu,
tanpa diskriminasi, terutama korupsi-korupsi besar yang merugikan negara
dan daerah.
2. Perlu peningkatkan kinerja aparat dalam pengelolaan keuangan daerah agar
penggunaan anggaran APBD tepat sasaran, sesuai aturan, memberikan
manfaat bagi masyarakat, dengan menerapkan prinsip-prinsip tatakelola
pemerintahan yang baik dalam pengelolaan keuangan daerah, disertai
peningkatkan kualitas pengawasan baik pengawasan internal (melekat)
maupun pengawasan fungsional dan pengawasan oleh pemerintah pusat.
3. Semakin banyaknya masalah dalam proses pengelolaan SDM aparat
terutama dalam proses rekruitmen yang penuh KKN, pembinaan dan promosi
yang sarat kepentingan politik, maka sudah saatnya proses pengelolaan
SDM aparat di pemerintah daerah ditangani oleh pemerintah pusat, atau tidak
didesentralisasikan.
4. Perlu peningkatan profesionalisme dan komitmen aparat penegak hukum
dalam menyelesaikan kasus korupsi agar pelaku dapat memperoleh shock
therapy, memberikan efek jera dan menciptakan rasa keadilan masyarakat
dalam penanganan kasus korupsi yang sangat merugikan rakyat;
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
40
3. Perlu adanya komitmen pemerintah daerah untuk menaikkan jumlah
anggaran pembangunan dan pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan, pendidikan dan pemberdayaan ekonomi rakyat
terutama bagi kaum perempuan yang selama ini masih relatif rendah;
4. Perlu meningkatkan pengembangan sistem pelayanan satu atap di setiap
kabupaten/kota diiringi dengan kebijakan penguatan kapasitas aparat dan
pengadaan peralatan penunjang seperti IT dan metode kerja efektif;
5. Perlu pembenahan kelembagaan terkait pembangunan gender dan
Pemberdayaan gender seperti pembenahan struktur organisasi, peraturan,
rekruitmen aparat yang profesional, sistem koordinasi lintas SKPD yang
menjamin tercapainya target Gender Development Indeks (GDI) dan Gender
Empowerment Meassurement (GEM) sesuai target nasional.
6. Perlu perbaikan sistem rekruitmen dan pembenahan kinerja KPUD dalam
proses penyelenggaraan Pemilu di daerah untuk menghindari adanya
intervensi kekuasaan dalam proses-proses pemilihan di daerah terutama
dalam pelaksanaan Pilkada secara langsung.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
41
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Indikator
1.1. Indikator Pendidikan
Untuk mengukur keberhasilan dan kemajuan pembangunan di bidang
pendidikan ada beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain indikator
Angka Partisipasi Murni Tingkat SD (APM SD/MI), Angka Partisipasi Kasar
Tingkat SD (APK SD/MI), rata-rata nilai akhir tingkat SMP, rata-rata nilai akhir
tingkat sekolah menengah, angka putus sekolah tingkat SD, angka putus sekolah
tingkat SMP, angka putus sekolah tingkat sekolah menengah, angka melek
huruf, persentase guru yang layak mengajar terhadap duru seluruhnya tingkat
SMP, dan persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya tingkat
sekolah menengah. Kesepuluh indikator tersebut merupakan indikator yang
terukur yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemerintah untuk
merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan, baik di tingkat pusat
maupun daerah.
Berdasarkan data profil pendidikan Sulawesi Tenggara ditemukan data
dari ke sepuluh indikator sebagai berikut :
1. Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SD. Angka Partisipasi Murni (APM)
SD/MI mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004, APM
SD/MI sebesar 90,18 persen, tahun 2005 APM SD/MI sebesar 90, 57 persen,
tahun 2006 APM SD/MI sebesar 92,26 persen, tahun 2007 APM SD/MI
sebesar 93,64 persen, tahun 2008 APM SD/MI sebesar 94,24 persen, dan
tahun 2009 APM SD/MI sebesar 95,52 persen.
2. Angka Partisipasi Kasar (APK) Tingkat SD. Angka Partisipasi Murni (APM)
SD/MI mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004, APM
SD/MI sebesar 90,18 persen, tahun 2005 APM SD/MI sebesar 90, 57 persen,
tahun 2006 APM SD/MI sebesar 92,26 persen, tahun 2007 APM SD/MI
sebesar 93,64 persen, tahun 2008 APM SD/MI sebesar 94,24 persen, dan
tahun 2009 APM SD/MI sebesar 95,52 persen.
3. Rata-rata nilai akhir tingkat SMP. Rata-rata nilai akhir tingkat SMP di Provinsi
Sulawesi Tenggara 5 tahun terakhir mengalami peningkatan dan perbaikan
dari waktu ke waktu. Rata-rata nilai akhir tingkat SMP pada tahun 2004
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
42
mencapai 4,09, tahun 2005 meningkat menjadi 5,67, tahun 2005 dan tahun
2006 serta tahun 2007 tidak mengalami perubahan masih pada rata-rata
pada angka 5,67. Baru tahun 2008 mengalami peningkatan menjadi 6,35,
dan pada tahun 2009 meningkat lagi menjadi 6,50.
4. Rata-rata nilai akhir tingkat sekolah menengah (SMA/SMK/MA). Rata-rata nilai
akhir tingkat sekolah menengah di Provinsi Sulawesi Tenggara 5 tahun
terakhir terus meningkat. Rata-rata nilai akhir tingkat sekolah menengah
tahun 2004 mencapai sebesar 4,30, tahun 2005 meningkat menjadi 5,55,
tahun 2006 meningkat lagi menjadi 5,74, tahun 2007 meningkat lagi menjadi
6,32, tahun 2008 meningkat lagi meskipun tidak besar menjadi 6,33, dan
tahun 2009 meningkat menjadi 6, 70.
5. Persentase angka putus sekolah tingkat SD. Jumlah angka putus sekolah
tingkat SD di Provinsi Sulawesi Tenggara dari waktu ke waktu terus
mengalami penurunan, tetapi pada tahun 2005 angka putus sekolah tingkat
SD jumlahnya relatif besar dibandingkan dengan tahun 2004, 2005, 2006,
2007, 2008, dan 2009. Jumlah angka putus sekolah tingkat SD tahun 2004
sebesar 1,29 persen, tahun 2005 meningkat jumlahnya menjadi 8,18 persen,
tahun 2006 menurun menjadi 1,57 persen, tahun 2007 menurun lagi menjadi
1,35 persen, tahun 2008 menurn lagi menjadi 0,55 persen, dan tahun 2009
menurun lagi menjadi 0,36 persen.
6. Persentase angka putus sekolah tingkat SMP. Jumlah angka putus sekolah
tingkat SMP di provinsi Sulawesi Tenggara 5 tahun terakhir mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2004, jumlah angka putus
sekolah tingkat SMP di daerah ini mencapai sebesar 8,46 persen dan
menurun pada tahun 2005 menjadi 3,71 persen. Tahun 2006 jumlahnya
meningkat tetapi tidak terlalu besar menjadi4,35 persen, tahun 2007 menurun
lagi menjadi 3,46 persen, tahun 2008 menurun lagi menjadi 0,88 persen serta
tahun 2009 menurun menjadi 0,61 persen.
7. Persentase angka putus sekolah tingkat sekolah menengah (SMA/SMK/MA).
Jumlah angka putus sekolah tingkat sekolah menengah di Provinsi Sulawesi
Tenggara 5 tahun terakhir mengami fluktuasi naik turun. Tahun 2005, jumlah
angka putus sekolah tingkat sekolah menengah di daerah ini mencapai 6,39
persen, menurun cukup signifikan pada tahun 2005 menjadi 2,20 persen,
tahun 2006 jumlahnya naik menjadi 3,19 persen, tahun 2007 naik lagi
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
43
menjadi 5,66 persen, tetapi pada tahun 2008 menurun cukup signifikan
menjadi 0, 40 persen, dan tahun 2009 menurun lagi menjadi 0,32 persen.
8. Persentase angka melek huruf. Jumlah angka melek huruf di Provinsi Sulawesi
Tenggara berdasarkan data berbasis profil pendidikan Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2004-2009, menunjukkan bahwa Angka Melek Aksara 15
tahun keatas mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004,
Angka Melek Aksara sebesar 90,70 persen, tahun 2005 sebesar 90, 30
persen, tahun 2006 sebesar 91,30 persen, tahun 2007 sebesar 91,30 persen,
tahun 2008 sebesar 90,78 persen, dan tahun 2009 sebesar 93,80 persen.
9. Persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya tingkat SMP.
Jumlah guru layak mengajar sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen bahwa guru SD, SMP, dan SMA minimal
berkualifikasi pendidikan sarjana (S1) di Provinsi Sulawesi Tenggara
mengalami perbaikan dan peningkatan. Jumlah guru layak mengajar tingkat
SMP pada tahun 2004 di daerah ini mencapai 81,64 persen, tahun 2005
mencapai 81,54 persen, tahun 2006 me4ncapai 80,92 persen, tahun 2007
naik menjadi 91,30 persen, tahun 2008 menjadi 67, 43 persen, dan tahun
2009 menjadi 88,31 persen.
10. Persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya tingkat sekolah
menengah (SMA/SMK/MA). Jumlah guru yang layak mengajar tingkat
sekolah menengah di Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan
dari waktu ke waktu. Pada tahun 2004 jumlah guru yang layak mengajar di
tingkat sekolah menengah mencapai 81,64 persen, tahun 2005 meningkat
menjadi 84, 82 persen, tahun 2006 meningkat lagi menjadi 86, 81 persen,
tahun 2007 meningkat lagi menjadi 90, 15 persen, tahun 2008 relatif sama
dengan tahun sebelumnya yakni mencapai 90, 29 persen, dan tahun 2009
meningkat menjadi 93,46 persen.
1.1. Indikator Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu komponen yang sangat mendasar
dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah berkaitan
dengan kondisi existing kesehatan masyarakat. Seperti halnya Pemerintah
Daerah yang memiliki komitmen untuk terus meninkatkan kualitas pendidikan di
daerah ini, Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara juga memiliki komitmen
untuk meningkatkan kualitas derajat kesehatan masyarakat di daerah ini.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
44
Komitmen tersebut dapat dilihat dari ditetapkannya rencana strategis daerah
(Renstrada) di bidang kesehatan yang memuat beberapa kebijakan di bidang
kesehatan antara lain; (i) meningkatkan jumlah, jaringan, dan kualitas pusat-
pusat pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk pemerataan pelayanan
kesehatan masyarakat, terutama di daerah terpencil serta pengembangan dan
relokasi fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Sulawesi
Tenggara sebagai pusat kesehatan rujukan yang memadai sesuai tuntutan
perkembangan Iptek kesehatan, (ii) mengembangkan sistem jaminan kesehatan
masyarakat yang berprinsip keadilan sebagai pengejawantahan cara pandang
dari paradigma sakit ke paradigma sehat sejalan dengan visi Indonesia Sehat
2010. sejalan dengan komitmen tersebut akan ditingkatkan mutu pelayanan
kesehatan perorangan lanjutan dengan prioritas pembebasan biaya pelayanan
kesehatan kelas III pada RSUD Kabupaten/Kota dan RSUD Provinsi Sulawesi
Tenggara, (iii) meningkatkan pemahaman akan pentingnya kesehatan dan
menerapkan pola hidup sehat guna terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat
mulai dari tatanan individu, keluarga, dan masyarakat serta pemberdayaan
masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Kebijakan tersebut kemudian
dijabarkan kepada beberapa progam dan kegiatan.
Meskipun Pemerintah Daerah memiliki komitmen sebagaimana yang
tertuang di dalam rencana strategis daerah (Renstrada), tetapi secara umum
masalah utama yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara di bidang kesehatan adalah berkaitan dengan masih rendahnya
kualitas kesehatan penduduk. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya angka
kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi. Selain itu, proporsi balita
yang menderita gizi kurang masih tinggi dan masih seringnya terjadi kasus gizi
buruk. Usia harapan hidup masih belum begitu baik. Angka kematian akibat
penyakit menular masih cukup tinggi serta kecenderungan semakin
meningkatnya penyakit tidak menular. Masalah lainnya yang masih dihadapi
oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara adalah berkaitan dengan
terjadinya kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan
kesehatan yang bermutu dan kinerja pelayanan kesehatan yang rendah (LAKIP
Dinas Kesehatan 2008). Untuk melihat kondisi existing kesehatan masyarakat
dapat diukur dan dilihat dari beberapa indikator, antara lain; umur harapan hidup
(UHH), angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI), prevalensi gizi
buruk, prevalensi gizi kurang, dan persentase tenaga kesehatan perpenduduk.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
45
Adapun pencapaian indikator output dan outcomes Provinsi Sulawesi
secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Umur Harapan Hidup (tahun)
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara, umur harapan hidup penduduk Tahun 2004-2009 dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Umur Harapan Hidup Penduduk di Sulawesi Tenggara
Tahun Persentase Umur Harapan Hidup Penduduk
2004 66
2005 66,8
2006 67
2007 69,1
2008 70
2009 70,4
Sumber : Kantor Dinas Kesehatan Sultra dan Bappenas
Indikator umur harapan hidup penduduk yang dicapai oleh Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan capaian masih lebih
rendah/di bawah dari capaian nasional. Umur harapan hidup penduduk di
Sulawesi Tenggara pada tahun 2004 mencapai 66 tahun, dan mengalami
kenaikan relatif sedikit menjadi 66,8 tahun 2005, tahun 2006 naik 67 tahun,
tahun 2007 naik 69,1 tahun dan pada tahun 2008 naik menjadi 70 tahun. tahun
2009 mengalami peningkatan dengan tahun sebelumnya yakni 70,4 tahun.
b. Angka Kematian Bayi (per 1.000 kelahiran hidup)
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara, Persentase Angka Kematian Bayi Tahun 2004-2009 dapat dilihat
pada Tabel 3
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
46
Tabel 3.Persentase Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun Angka Kematian Bayi (AKB)
2004 34
2005 38
2006 31
2007 41
2008 29,1
2009 11,6
Sumber : Dinkes Prov.Sultra, Bappenas
Angka kematian bayi digambarkan sebagai salah satu indikator
pembangunan bidang kesehatan, sehinggga jika di suatu daerah terdapat
kematian bayi tinggi maka daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah
rawan. Sulawesi tenggara merupakan daerah yang telah memberikan perhatian
yang sangat besar terhadap kasus ini.
c. Gizi Buruk (%)
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara, prevalensi gizi buruk Tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Persentase Prevalensi Gizi Buruk di Sulawesi Tenggara
Tahun Persentase Prevalensi Gizi Buruk
2004
2005 10,04
2006 2,65
2007 3,50
2008 3,50
2009 3,50
Sumber : Kantor Dinas Kesehatan Sultra dan Bappenas
Penentuan status gizi masyarakat dapat dilihat dengan prevalensi gizi
buruk. terjadinya gizi buruk dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya
adanya penyakit infeksi yang menyebabkan gangguan kesehatan secara
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
47
individual. disamping itu dapat juga disebabkan karena adanya faktor
predisposisi yang mempercepat terjadinya berbagai gangguan kesehatan.
d. Gizi Kurang (%)
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara, prevalensi gizi kurang Tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase Prevalensi Gizi Kurang di Sulawesi Tenggara
Tahun Persentase Prevalensi Gizi Kurang
2004
2005 19,34
2006 13,64
2007 18,20
2008 18,20
2009 18,20
Sumber : Kantor Dinas Kesehatan Sultra dan Bappenas
Prevalensi gizi kurang masyarakat Sulawesi Tenggara memperlihatkan adanya
penurunan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. penurunan ini
disebabkan karena telah munculnya berbagai program kesehatan yang
langsung mengarah pada masyarakat. program tersebut berasal dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga masalah gizi kurang dapat
diatasi. Disamping itu masalah gizi juga merupakan masalah Nasional yang
sangat mempengaruhi suatu bangsa. Provinsi Sulawesi Tenggara dari tahun ke
tahun telah berhasil menangani terjadinya kasus gizi kurang.
e. Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk (%)
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara, tenaga kesehatan per penduduk Tahun 2004-2009 tidak tersedia.
Indikator persentase tenaga kesehatan per penduduk satu tahun terakhir di
Provinsi Sulawesi Tenggara masih sangat kurang. Data yang ada pada Kantor
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa tenaga
kesehatan yang ada pada tahun 2008 masih kurang dan belum sesuai dengan
target yang ditetapkan. Selengkapnya mengenai persentase tenaga kesehatan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
48
per penduduk tahun 2008 dapat dirinci sebagai berikut : (i) tenaga dokter
spesialis baru mencapai 3,5/100.000 penduduk dari target 6/100.000 penduduk,
tenaga dokter umum baru mencapai 14,63/100.000 penduduk dari target
40/100.000 penduduk, dokter gigi baru mencapai 2,26/100.000 penduduk,
tenaga apoteker baru mencapai 5,13/100.000 penduduk dari target 10/100.000
penduduk, Sarjana Kesehatan Masyarakat baru mencapai 23,76/100.000
penduduk dari target 107/100.000 penduduk, tenaga paramedis keperawatan
sudah mencapai 118/100.000 penduduk dari target 117/100.000 penduduk, dan
tenaga kebidanan baru mencapai 55,06/100.000 penduduk dari target
100/100.000 penduduk.
1.2. Indikator Keluarga Berencana
a. Contraceptive Prevalence Rate (%)
Berdasarkan data pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara, Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) Tahun
2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun Penduduk ber-KB (contraceptive prevalence
rate)
2004 60,1
2005 65,31
2006 68,02
2007 70,68
2008 63,83
2009 69,69
Sumber : Dinkes Prov.Sultra, Bappenas
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan program Nasional yang
bertujuan untuk menekan angka kelahiran penduduk, provinsi Sulawesi
Tenggara dalam menjalankan program ini secara tehnis bekerjasama dengan
pihak Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Prov.Sultra yang secara
kelembagaan merupakan lembaga pemerintah pusat yang ditempatkan di setiap
provinsi di Indonesia.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
49
b. Pertumbuhan Penduduk (%)
Berdasarkan data pada kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara, laju pertumbuhan penduduk tahun 2004-2009 dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun Laju Pertumbuhan Penduduk
2004 0,8
2005 2,72
2006 1,99
2007 1,47
2008 2,14
2009 2,09
Sumber : Dinkes Prov.Sultra, Bappenas
Laju pertumbuhan penduduk erat kaitannya dengan keluarga berencana, oleh
karena itu salah satu cara untuk menekan laju pertumbuhan penduduk maka
program keluarga berencana haruslah dilaksanakan secara komprehensif.
c. Total Fertility Rate (%)
Indikator angka kematian bayi 6 tahun terakhir di Provinsi Sulawesi
Tenggara mengalami penurunan. Angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2004
mencapai 67 per seribu kelahiran hidup, kemudian menurun pada tahun 2005
menjadi 41 per seribu kelahiran hidup, menurun lagi pada tahun 2006 menjadi
32 per seribu kelahiran hidup, tetapi pada tahun 2007 naik kembali menjadi 41
per seribu kelahiran hidup, dan pada tahun 2008 mencapai 39 per seribu
kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan bidang kesehatan di
Provinsi Sulawesi Tenggara memberikan hasil yang baik dan berdampak pada
peningkatan derajat kesehatan di daerah ini. Begitu pula indikator umur harapan
hidup (UHH) penduduk yang dicapai oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
50
1.4. Indikator Makro Ekonomi
Untuk mengetahui kinerja ekonomi suatu negara, maka dapat diketahui
melalui beberapa indikator makro ekonomi. Indikator makro ekonomi ini dapat
dilihat perkembangannya untuk jangka waktu tertentu, demikian halnya pada
tingkat daerah (provinsi) dapat dilakukan penilaian terhadap kinerja
pembangunan ekonomi di daerah dengan melihat indikator makro ekonomi di
daerah. Provinsi Sulawesi Tenggara salah satu yang menjadi objek dalam
peniliain kinerja pembangunan ekonominya. Penilaian kinerja ini dapat dilihat
kinerja pembangunan ekonomi melalui indikator makro ekonomi dari tahun 2004
– 2009 pada Tabel 8.
Tabel 8. Kinerja Makro Ekonomi Sulawesi Tenggara (2004-2009)
Ekonomi
Makro 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Laju
Pertumbuhan
Ekonomi (%)
7,51 7,31 7,68 7,96 7,27 7,57
Persentase
Ekspor
terhadap
PDRB (%)
17,92 16,62 28,70 27,47 24,66 22,98
Pendapatan
Perkapita
(Rupiah)
5.340.428 6.612.777 7.628.241 8.837.210 10.686.343 12.364.463
Laju Inflasi
(%) 7,72 21,45 10,57 7,53 15,28 4,60
Sumber : BPS Sultra, 2010
1.3. Indikator Investasi
Investasi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan
ekonomi suatu wilayah. Meningkatnya investasi dapat memberikan dampak atau
stimulus ekonomi suatu daerah karena dengan adanya investasi maka lapangan
pekerjaan akan terbuka, dengan demikian banyak tenaga kerja akan terserap,
peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkat pada akhirnya daya beli
juga meningkat. Meningkatnya daya beli masyarakat akan sangat membantu
peningkatan ekonomi lebih lanjut sebab para pengusaha akan terdorong untuk
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
51
melakukan ekspansi usaha karena pertimbangan jika mereka meningkatkan
produksinya maka akan dapat terserap oleh pasar atau ada pembeli.
Banyak aspek pertimbangan dalam melakukan investasi seperti aspek
sumber daya yang tepat dikembangkan di suatu daerah, infrastruktur,
keamanan, kenyamanan, kemudahan perizinanan aspek-aspek tersebut akan
menjadi pertimbangan pengusaha dalam menghitung profit yang mungkin
diperoleh. Oleh karena itu perkembangan investasi disuatu daerah sangat
penting untuk mempertimbangan aspek kebutuhan dalam penilaian untuk
berinvestasi di suatu daerah. Lebih jelasnya perkembangan investasi domestik
dan investasi asing di Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel 9 berikut :
Tabel 9. Perkembangan Investasi Domestik dan Investasi Asing di Sulawesi
Tenggara
Investasi 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Nilai Realisasi
Investasi PMDN (Rp.
Milyar)
0,00 0,00 0,00 2.768,90 3.600,61 26,48
Nilai Persetujuan
Rencana Investasi
PMDN (Rp.Milyar)
393,00 0,00 2.040,00 3.673,80 na na
Nilai Realisasi
Investasi PMA (US$
Juta)
0,10 0,00 0,40 0,00 3,80 0,40
Nilai Persetujuan
Rencana Investasi
PMA (US$ Juta)
1,00 9,00 1,50 10,90 na na
Realisasi
penyerapan tenaga
kerja PMA
6,00 0,00 60,00 0,00 51,00 na
Sumber: BPMD Sultra 2010.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
52
1.4. Infrastruktur
Dalam rangka menunjang pembangunan ekonomi di Sulawesi
Tenggara, maka ketersedian sarana infrastruktur sangat penting, sebab dengan
ketersediaan infratsruktur jalan yang baik akan memberikan efek positif
terhadap perkembangan investasi disuatu daerah. Ketersedian jalan yang baik
akan memperlancar distribusi baik untuk kebutuhan konsumsi masyarakat
maupun untuk kelancaran pergerakan supply input dari suatu daerah ke daerah
lain. Di Sulawesi Tenggara penyedian perbaikan infrastrutur jalan juga menjadi
perhatian pemerintah dalam pembangunannya terutama jalan–jalan
penghubung dengan provinsi lain dan jalan penghubungan antar kabupaten.
Baiknya jalan yang menghubungkan antara provinsi Sulawesi Tenggara dengan
provinsi Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Tengah, akan sangat membantu
dalam pertukaran barang dan jasa di daerah ini. Perkembangan perbaikan jalan
di Sulawesi Tenggara disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Perkembangan Kondisi Jalan di Sulawesi Tenggara
Infrastruktur 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Persentase Jalan Nasional dalam Kondisi Baik (%)
69,47 66,75 37,26 26,89 18,69 56,12
Persentase Jalan Nasional dalam Kondisi Sedang (%)
17,23 24,17 38,55 41,30 47,83 21,07
Persentase Jalan Nasional dalam Kondisi Rusak (%)
13,29 9,08 24,19 31,82 33,48 22,81
Persentase Jalan Provinsi dalam Kondisi Baik (%)
55,12 31,99 16,36 11,70 15,95 25,03
Persentase Jalan Provinsi dalam Kondisi Sedang (%)
31,76 24,21 46,63 29,91 28,75 24,41
Persentase Jalan Provinsi dalam Kondisi Rusak (%)
13,11 44,86 37,01 57,75 55,30 50,56
Sumber: Dinas PU Sultra, 2010
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
53
1.6. Indikator Pertanian
a. Nilai Tukar Petani (NTP)
Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat
kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks
harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB)
yang dinyatakan dalam persentase. Indeks harga yang diterima petani (IT)
adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas
hasil produksi petani. Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks
harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga
petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk
proses produksi pertanian. Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian ;
1. NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan
dengan NTP pada tahun dasar.
2. NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada
tahun dasar.
3. NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan
NTP pada tahun dasar.
Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-
barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang
diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi
produk pertanian atau Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator
untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Nilai Tukar
Petani (NTP) juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian
dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Semakin tinggi nilai tukar petani secara relatif semakin kuat pula tingkat
kemampuan/daya beli petani.
Pemantau atau perhitungan Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi
Tenggara secara efektif dilakukan mulai tahun 2008. Perhitungan Nilai Tukar
Petani (NTP) dilakukan per bulan, sehingga secara rinci Nilai Tukar Petani di
Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel 11 berikut;
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
54
Tabel 11. Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2009
Bulan Tahun
2008 2009 Januari 99.3 102.63 Febuari 98.77 105.23 Maret 104.19 105.75 April 108.19 106.52
Mei 108.15 106.45 Juni 108.38 106.54 Juli 105.37 107.36 Agustus 105.27 108.96 September 103.88 109.59 Oktober 104.04 109.74 November 102.71 109.69 Desember 102.63 109.93
Rata-rata 104.24 107.37 Sumber : BPS Sulawesi Tenggara 2010
b. Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian
Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) adalah sebagai jumlah nilai
tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu,
atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang
dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun,
sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang
dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai
dasar, dalam perhitungan ini digunakan tahun 2000. PDRB atas dasar harga
berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan
harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke
tahun., PDRB merupakan indikator untuk mengatur sampai sejauh mana
keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dan dapat
digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan.
Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian adalah
sebagai jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh sektor pertanian dalam
wilayah tertentu, atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
sektor pertanian. Produk PDRB sektor pertanian atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa sektor pertanian yang dihitung
dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
55
harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa sektor pertanian yang
dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai dasar, dimana
dalam perhitungan ini digunakan tahun 2000 PDRB sektor pertanian atas
dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi
pada sektor pertanian, sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian dari tahun ke tahun. Berdasarkan
data yang diperoleh di BPS Provinsi Sulawesi Tenggara PDRB sektor pertanian
atas dasar harga berlaku dapat dilihat pada tabel 12 berikut ;
Tabel 12 PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Rp. Juta)
Tahun PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Rp. Juta) 2004 4,2 2005 5,5 2006 6,2 2007 6,8 2008 8,1 2009 9,0
Sumber : Diolah dari BPS Sulawesi Tenggara
1.7. Indikator Kehutanan
Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap Lahan Kritis
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam penanganan lahan kritis
telah menunjukan seriusan yang berarti. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara persentase luas lahan rehabilitasi
dalam hutan terhadap lahan kritis terjadi peningkatan yang sangat siginifikan dari
tahun 2004 sebesar 0,48 persen meningkat menjadi 0,89 persen pada tahun
2008. Jika dibandingkan dengan persentase kenaikan secara nasional maka
penanganan lahan kritis di Provinsi Sulawesi Tenggara jauh di atas persentasi
Nasional. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ;
Tabel 13. Persentase Luas Lahan Rehabilitasi Dalam Hutan Terhadap Lahan Kritis di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2008
Tahun Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan
kritis Prov. Sultra Nasional
2004 0.48 1.03 2005 0.99 0.93 2006 0.84 0.83 2007 1.29 0.26 2008 0.89 0.26 2009 0.89 0.26
Sumber : Dishut Provinsi Sulawesi Tenggara dan Bappenas 2009
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
56
1.8. Indikator Kelautan
a. Jumlah Tindak Pidana Perikanan
Arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi
Sulawesi Tenggara diarahkan pada upaya Peningkatan pengawasan dan
keamanan wilayah pesisir dan perairan laut dari ancaman perusakan dan
pencurian hasil-hasil laut. Hasil pemantauan dan pengawasan Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara dalam kurun waktu tahun 2004
sampai 2009 telah ditemukan beberapa pelanggaran yang dilakukan masyarakat
yang tergolong tindak pidana. Jumlah tindak pidana perikanan di Provinsi
Sulawesi Tenggara terus meningkat. Pada Tahun 2004 jumlah tindak pidana
perikanan berjumlah 55 kasus meningkat tajam pada tahun 2008 sebanyak 100
kasus. Jika dibandingkan dengan jumlah kasus secara nasional pada tahun
2004 sebanyak 200 kasus dan tahun 2007 sebanyak 154, artinya pada tingkat
nasional menunjukan penurunan jumlah tindak pidana perikanan. Secara rinci
capaian indikator keluaran (output) jumlah tindak pidana perikanan di Provinsi
Sulawesi Tenggara dan Nasional dapat dilihat pada tabel 14 berikut ;
Tabel 14. Capaian indikator keluaran (output) jumlah tindak pidana perikanan di Sulawesi Tenggara dan Nasional Tahun 2004-2009
Tahun Jumlah Tindak Pidana Perikanan
Prov. Sultra Nasional 2004 55 200 2005 60 174 2006 78 139 2007 91 116 2008 100 62 2009* - -
Sumber : Dishut Provinsi Sultra dan Bappenas 2009, 2009* data belum tersediah
b. Luas kawasan konservasi laut
Capaian indikator keluaran (output) Luas kawasan konservasi laut
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Dinas Kelautan dan
Perikanan sejak tahun 2004 sampai 2008 tidak ada perubahan luasan yaitu,
1.507.800. Pada tingkat Nasional terjadi penurunan dari 2006 seluas
5.556.999,44 turun menjadi 5.423.216,70 pada tahun 2007. Secara rinci
Capaian indikator keluaran (output) luas kawasan konservasi laut di Provinsi
Sulawesi Tenggara dan Nasional dapat dilihat pada Table 15 berikut ;
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
57
Tabel 15.Luas Kawasan Konservasi Laut di Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009
Tahun Di Sulawesi Tenggara (ha) 2004 1.507.800 2005 1.507.800 2006 1.507.800 2007 1.507.800 2008 1.507.800 2009 1.507.800
Sumber : Dishut Provinsi Sulawesi Tenggara 2010
1.9. Indikator Kesejahteraan Sosial
a. Persentase penduduk miskin
Berdasarkan data BPS Provinsi Sulwesi Tenggara, bahwa persentase
penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel 16
berikut:
Tabel 16. Persentase Penduduk Miskin di Sulawesi Tenggara 2004-2009
Tahun Jumlah Penduduk
(Orang) Penduduk Miskin
(Orang)
Persentase Penduduk Miskin
(%) 2004 1.911.103 418.532 21,90 2005 1.960.697 420.570 21,45 2006 2.001.818 467.825 23,37 2007 2.031.532 433.325 21,33 2008 2.075.000 405.248 19,53 2009 2.118.300 400.994 18,93
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Tenggara 2010 (diolah)
Berdasarkan Tabel 16 tampak bahwa dalam kurun waktu 2004-2009
persentase penduduk miskin mengalami perkembangan yang semakin menurun
setiap tahunnya, kecuali pada periode 2005-2006 mengalami peningkatan
sebesar 1.92 %, di mana pada tahun 2005 persentase penduduk miskin sebesar
21.45% dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 23.37%.
b. Tingkat Pengangguran Terbuka
Yang dimaksud dengan pengangguran terbuka adalah seluruh
angkatan kerja yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan
pertama kali maupun yang pernah bekerja sebelumnya. Berdasarkan data
Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010, tingkat
pengangguran terbuka di Provinsi Sulawesi Tenggara, kurun waktu 2004–
2009 terlihat pada tabel 17 di bawah ini.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
58
Tabel 17. Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2004-2009
Tahun Angkatan
Kerja (orang)
Pengangguran Terbuka (orang)
Tingkat Pengangguran
terbuka (%) 2004 914.229 85.455 9,35 2005 886.546 79.081 8,92 2006 924.763 89.441 9,67 2007 955.763 61.162 6,40 2008 963.338 58.253 6,05 2009 986.096 53.067 5,38
Sumber : BPS Sultra 2010 (diolah)
Berdasarkan Tabel 17 , tampak bahwa dalam kurun waktu 2004-2009
tingkat pengangguran terbuka mengalami perkembangan yang semakin
menurun setiap tahunnya, kecuali pada periode 2005-2006 mengalami
peningkatan sebesar 0.75 %, di mana pada tahun 2005 persentase penduduk
miskin sebesar 8.92% dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 9.67%.
c. Analisis indikator Pendukung
Oleh karena alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan
tidak tersedia datanya, maka indikator pendukung yang digunakan adalah
daya serap tenaga kerja pada perusahaan skala sedang/besar. Berdasarkan
data Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010,
jumlah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan (sedang dan besar) di
Provinsi Sulawesi Tenggara kurun waktu 2004 – 2009 terlihat pada Tabel 18
di bawah ini.
Tabel 18 Jumlah Tenaga Kerja Menurut Perusahaan (Sedang dan Besar) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009
Tahun Angkatan Kerja
(orang) Jumlah Tenaga Kerja (orang)
Daya Serap Tenaga Kerja (%)
2004 914.229 6712 0,73 2005 886.546 5121 0,58 2006 924.763 3039 0,33 2007 955.763 5210 0,55 2008 963.338 5473 0,57 2009 986.096 6263 0,64
Sumber : BPS Sultra 2010 (diolah)
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
59
2. Analisis Pencapaian Indikator
a. Indikator Pendidikan
Analisis pencapaian indikator pendidikan akan dilakukan pada 3
indikator pendidikan yang menjadi fokus perhatian dari agenda pembangunan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, yakni persentase Angka
Partisipasi Murni (APM) tingkat SD, Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat
SD, dan Angka Melek Huruf (AMH) dapat dijelaskan melalui diagram sebagai
berikut.
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 11. Persentase APK dan AMH
Berdasarkan data pada Gambar 11 menunjukan bahwa pada tahun
2004 dan 2005 APK SD mengalami stagnasi pada kisaran 105 persen,.
Kondisi ini tersebar pada 12 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Masih stagnasi APK pada tahun 2004 dan 2005 tesebut disebabkan
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan masih rendah serta
perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan pendidikan masih
kurang. Tahun 2008 persentase Angka Partisipasi Kasar (APK) SD
mengalami peningkatan sebesar 4 persen karena dukungan alokasi dana
APBD untuk pendidikan mengalami peningkatan, melalui program dan
kegiatan pendidikan. Tahun 2009 menunjukkan perkembangan yang
GRAFIK APK dan AMH
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
110.00
120.00
130.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
APK
AMH
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
60
menggembirakan Angka Partispasi Kasar (APK) SD mencapai 115 persen.
Hal ini disebabkan selain kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan
anaknya tinggi, juga banyak anak usia sekolah yang seharusnya duduk di
bangku SD (7-12 tahun), tetapi sebagian dari usia tersebut sudah ada yang
duduk di bangku SMP. Kondisi ini berimplikasi terhadap peningkatan jumlah
murid usia 7-12 tahun dibangku SMP. Kondisi ini pula berdampak pada
meningkatnya angka melek huruf di daerah ini sebagaimana grafik di atas.
GRAFIK APS dan AMH
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
110.00
120.00
130.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
APS
AMH
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 12. Persentase APS dan AMH
Berdasarkan data pada Gambar 12 menunjukan bahwa pada tahun
2004, 2005, dan 2006 APS SD mengalami stagnasi pada kisaran 90 persen,.
Kondisi ini tersebar pada 12 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Masih stagnasi APS pada tahun 2004, 2005, dan 2006 tersebut disebabkan
partisipasi masyarakat terhadap pendidikan masih kurang, terutama di daerah-
daerah terpencil di wilayah kepulauan Sulawesi Tenggara. Tahun 2008
persentase Angka Partisipasi Sekolah (APS) SD mengalami peningkatan
sebesar 5 persen dari tahun 2006 karena program wajib belajar 9 tahun
mendapatkan perhatian dan dukungan dana dari pemerintah. Program wajib
belajar 9 tahun mulai direspon oleh masyarakat, termasuk masyarakat
kepulauan di 4 kabupaten. Tahun 2009 menunjukkan perkembangan, Angka
Partispasi Sekolah (APS) SD mencapai 98,30 persen. Hal ini disebabkan
Pemerintah Daerah telah meningkatkan dana APBD sektor pendidikan melalui
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
61
program peningkatan Biaya Operasional Pendidikan (BOP). Melalui kebijakan
pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) dalam RPJMD Sulawesi
Tenggara, maka diharapkan secara bertahap penduduk usia sekolah jenjang
pendidikan dasar dan menengah terus meningkat tanpa dibebani dengan
berbagai macam pungutan di sekolah.
GRAFIK APM dan AMH
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
110.00
120.00
130.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
APM
AMH
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 13. Persentase APS dan AMH
Berdasarkan data pada Gambar 13 menunjukan bahwa, pada tahun
2004, 2005, 2006 APM SD cenderung tetap pada angka 92 persen. Kondisi
ini tersebar pada 12 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Masih
stagnasi APM SD pada tahun 2004, 2005, dan 2006 tersebut disebabkan
jumlah usia SD 7-12 tahun di daerah-daerah terpencil mengalami kesulitan
untuk mengakses pendidikan dasar, terutama di Kabupaten Wakatobi.
Tahun 2008 persentase Angka Partisipasi Murni (APM) SD mengalami
peningkatan karena dukungan alokasi dana APBD untuk pendidikan
mengalami peningkatan. Mulai RPJMD bidang pendidikan, tahun 2008
ditetapkan sebagai awal pelaksanaan pendidikan gratis di daerah ini sesuai
dengan visi dan misi Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Tenggra terpilih
Nur Alam, SE. Tahun 2009 menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan Angka Partispasi Murni (APM) SD mencapai 98 persen. Hal
ini disebabkan mulai dilaksanakannya program pendidikan gratis melalui
pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) di 12 kabupaten/kota di
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
62
Provinsi Sulawesi Tenggara. Ada 9 komponen Biaya Operasional Pendidikan
yang dibebaskan dari tanggung jawab orang tua murid meliputi:
(1) pendaftaran siswa baru, (2) pengadaan buku teks, bahan ajar, dan lembar
kerja siswa, (3) pemberian insentif guru, (4) pengembangan profesi guru,
(5) pembiayaan perpustakaan dan administrasi sekolah, (6) pembiayaan
kegiatan ekstra kurikuler, (7) pengadaan alat peraga dan bahan praktikum
laboratorium, (8) pembiayaan ujian sekolah dan ulangan, dan (9) perawatan,
langganan daya, dan jasa. Selain itu, mulai tahun 2009 Pemerintah Daerah
mencanangkan wajib belajar pendidikan 12 tahun.
b. Kesehatan
Analisis pencapaian indikator kesehatan dalam agenda meningkatkan
kesejahteraan rakyat pada evaluasi kenerja pembangunan tahun 2010 ini di
fakuskan pada 3 (tiga) indikator yaitu indikator angka kematian bayi (ABK),
Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate), dan Laju
pertumbuhan penduduk Angka kematian bayi digambarkan sebagai salah
satu indikator pembangunan khususnya pembangunan bidang kesehatan,
sehinggga jika di suatu daerah terdapat kematian bayi tinggi maka daerah
tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah rawan. Sulawesi Tenggara
merupakan daerah yang telah memberikan perhatian yang sangat besar
terhadap kasus ini. lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 16 berikut ini :
Gambar 14 Trend Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
63
Berdasarkan data tersebut, jumlah kematian bayi di Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2004-2009 berfluktuasi. Tahun 2004 terdapat Angka
Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 persen per seribu kelahiran hidup. Tahun
2005 sebesar 38 persen per seribu kelahiran hidup, tahun 2006 sebesar 31
persen per seribu kelahiran hidup, tahun 2007 sebesar 41 persen per seribu
kelahiran hidup. Ini disebabkan karena masyarakat di Provinsi Sulawesi
Tenggara masih sangat percaya dengan keberadaan dukun beranak dalam
melakukan pertolongan persalinan, sehingga banyak ibu melahirkan
mengalami berbagai macam persoalan persalinan. Kegagalan ini diawali dari
program nasional Health Mother Health Baby (HMBH) yang melatih dukun
beranak untuk melakukan pertolongan persalinan, dalam program ini dukun
beranak diberikan alat kesehatan untuk melakukan pertolongan persalinan,
sehingga tugas dari bidan desa diambil alih oleh dukun beranak.
Kecenderungan kematian bayi yang berfluktuasi tidak berarti AKB di Provinsi
Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan jumlah
kematian bayi yang dapat dipantau tenaga kesehatan. Disamping itu, jumlah
kematian yang dilaporkan sangat dipengaruhi oleh kelengkapan laporan dan
pencatatan kematian program dinas kesehatan kabupaten/kota.
Tahun 2008 terdapat jumlah kematian bayi sebesar 29,1 persen per
seribu kelahiran hidup. Pada tahun ini jumlah kematian bayi mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya, penurunan ini disebabkan karena
program pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara telah melakukan pelayanan
kesehatan gratis. Ini sangat membantu bagi ibu-ibu hamil dalam mengakses
pusat pelayanan kesehatan.
Tahun 2009 kembali mengalami penurunan sebesar 11,6 persen per
seribu kelahiran hidup, ini merupakan dampak positif dari program
pemerintah yang terus digalakkan dengan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Berdasarkan indikator pelayanan kesehatan
terutama pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan bayi di Provinsi Sulawesi Tenggara, pada umumnya menunjukkan
peningkatan, yaitu meluasnya jangkauan pelayanan kesehatan pada
masyarakat khususunya upaya KIA/KB, promosi kesehatan, pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, upaya perbaikan gizi keluarga, lingkungan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
64
sehat, dan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang didukung dengan
penempatan bidan di desa.
c. Indikator Keluarga Berencana
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan program nasional
yang bertujuan untuk menekan angka kelahiran penduduk, provinsi Sulawesi
Tenggara dalam menjalankan program ini secara tehnis bekerjasama dengan
pihak Badan koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi Sulawesi
Tenggara yang secara kelembagaan merupakan lembaga pemerintah pusat
yang ditempatkan di setiap provinsi di Indonesia. Pada indikator Keluarga
Berencana yang menjadi fakus analisis adalah Persentase penduduk ber-KB
(contraceptive prevalence rate) dan laju pertumbuhan penduduk.
Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di
provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Gambar 15 berikut ini :
Gambar 17 Trend penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di Provinsi Sulawesi Tenggara
Berdasarkan data tersebut persentase penduduk ber-KB di Provinsi
Sulawesi Tenggara terjadi secara fluktuatif dan berada pada kisaran 60,1
persen – 70,68 persen. Tahun 2004 berjumlah 60,1 persen, tahun 2005
sebesar 65,31 persen, tahun 2006 sebesar 68,02 persen. ini disebabkan
karena kabupaten/kota yang ada diprovinsi Sulawesi Tenggara telah
melaksanakan program KB yang bekerjasama dengan BKKBN provinsi dan
kabupaten/kota.
Tahun 2007 mengalami peningkatan yang sangat tinggi yakni sebesar
70,68 persen. peningkatan ini disebabkan karena cakupan pelayanan peserta
KB aktif yang terdapat dibeberapa kabupaten/kota khusunya penggunaan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
65
metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan non metode kontrasepsi
jangka panjang telah dipahami penggunaannya oleh masyarakat.
Tahun 2008 kembali mengalami penurunan sebesar 63,83 persen.
Penurunan ini disebabkan karena program KB kembali mengalami hambatan
oleh karena tanggung jawab pelaksanaan program KB diserahkan
sepenuhnya kepada BKKBN kabupaten/kota yang dulunya masuk dalam
bagian integral dari BKKBN Pusat, sehingga banyak kegiatan BKKBN
kabupaten/kota yang tidak berjalan karena terhambat pada alokasi dana yang
sangat terbatas dengan wilayah kerja yang luas maka program KB
mengalami penurunan.
Tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar 69,69 persen dari tahun
sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan karena program nasional tentang
KB kembali digalakkan oleh pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara. Di
provinsi Sulawesi Tenggara kebijakan program keluarga berencana
diarahkan pada upaya pemberdayaan pemerintah daerah kabupaten/kota
dalam pelaksanaan program tersebut berdasarkan semangat otonomi
daerah. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri dalam kenyataannya pasca
otonomi daerah pelaksanaan program KB masih banyak mengalami kendala
hampir di semua kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara. Sumber kendala
pada dasarnya bermuara dari lemahnya keberadaan lembaga pengelola KB
tingkat kabupaten/kota dan berkurangnya tenaga lini lapangan. Selain itu,
komitmen pemda kabupaten/kota masih dirasa sangat lemah dalam
mendukung pelaksanaan program KB di daerahnya masing-masing.
Trend penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) di Provinsi
Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan pada tahun 2009. Peningkatan
kesadaran penduduk dalam menggunakan KB akan memberikan konstribusi
yang besar dalam pembangunan kesehatan. Misalnya dengan ber KB dapat
menurunkan angka kematian bayi dan kematian ibu saat persalinan. Dari
kasus kematian ibu dan bayi yang ada di provinsi Sulawesi Tenggara
ditemukan penyebabnya terlalu sering melahirkan. Pencapaian pendududuk
ber KB juga merupakan perhatian dunia melalui program millennium
development goals (MDGs).
Pada Laju pertumbuhan penduduk erat kaitannya dengan keluarga
berencana, oleh karena itu salah satu cara untuk menekan laju pertumbuhan
penduduk maka program keluarga berencana haruslah dilaksanakan secara
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
66
komprehensif. Lebih jelas laju pertumbuhan penduduk Di provinsi Sulawesi
tenggara dapat dilihat pada Gambar 16 berikut ini :
Gambar 16 Trend Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara
Berdasarkan Gambar 18 laju pertumbuhan penduduk di Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2004 sebesar 0,8 persen. Hal ini memberikan
gambaran bahwa pertambahan penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara
sangat lambat, gambaran ini dapat bermakna bahwa di Provinsi Sulawesi
Tenggara program KB telah berhasil dengan baik, ataukah adanya masalah
yang muncul akibat tingkat mortalitas seperti : 1) Semakin bertambahnya
Angka Harapan Hidup itu berarti perlu adanya peran pemerintah di dalam
menyediakan fasilitas penampungan. 2) Perlunya perhatian keluarga dan
pemerintah didalam penyediaan gizi yang memadai bagi anak-anak (Balita).
Tahun 2005 meningkat menjadi 2,72 persen, ini disebabkan karena
munculnya masalah lain yang lebih spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka
mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini dianggap tidak menguntungkan dari
sisi pembangunan ekonomi. Selanjutnya tahun 2006 kembali mengalami
penurunan sebesar 1,99 persen dan tahun 2007 mengalami hal yang sama
yakni terjadi penurunan sebesar 1,47 persen. penurunan ini disebabkan
karena terjadinya penurunan fertilitas yang terkait dengan (keberhasilan)
pembangunan sosial dan ekonomi, yang juga sering diklaim sebagai salah
satu bentuk keberhasilan kependudukan, khususnya di bidang keluarga
berencana di provinsi Sulawesi Tenggara.
Tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 2,14 persen dan tahun
2009 kembali menurun dari tahun sebelumnya menjadi 2,09 persen. Dalam
perspektif yang lebih luas, persoalan fertilitas tidak hanya berhubungan
dengan jumlah anak sebab aspek yang terkait di dalamnya sebenarnya
sangat kompleks dan variatif, misalnya menyangkut perilaku seksual,
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
67
kehamilan tak dikehendaki, aborsi, PMS, kekerasan seksual, dan lain
sebagainya yang tercakup di dalam isu kesehatan reproduksi. Masalah lainya
adalah jumlah penduduk yang besar dan distribusi yang tidak merata. Hal itu
diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah
sehingga penduduk lebih diposisikan sebagai beban daripada modal
pembangunan. Logika seperti itu secara makro digunakan sebagai landasan
kebijakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk secara mikro hal
itu juga digunakan untuk memberikan justifikasi mengenai pentingnya suatu
keluarga melakukan pengaturan pembatasan jumlah anak.
Laju pertumbuhan penduduk yang terjadi di Provinsi Sulawesi
Tenggara mengalami penurunan. Dalam pembangunan laju pertumbuhan
penduduk memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perencanaan
pembangunan kesehatan. Laju pertumbuhan penduduk juga memiliki
keterkaitan dengan penduduk ber KB. Jika kesadaran penduduk
menggunakan KB meningkat maka dampak positifnya laju pertumbuhan
penduduk bisa ditekan. Dampak positif dari laju pertumbuhan penduduk yakni
pencegahan berbagai penyakit dapat dicegah dengan menggunakan
pendekatan pencegahan berbasis wilayah. Misalnya penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD), penyakit menular ( TBC, Hepatitis, PMS)
d. Indikator Makro Ekonomi
Pada Indikator Makro Ekonomi ada 3 (tiga) Indikator yang menjadi
fokus analisis yaitu indikator laju pertumbuhan ekonomi, pendapatan per
kapita (dalam juta rupiah) dan laju inflasi. Analisis dari tiga indikator tersebut
masing-masing dijelaskan sebagai berikut ;
1. Lajut pertumbuhan ekonomi. Kinerja pertumbuhan ekonomi di Sulawesi
Tenggara sejak tahun 2004 hingga tahun 2009 sangat berfluktuatif,
namun hal tersebut masih memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang
relatif cukup tinggi dibandingkan dengan beberapa daerah provinsi di
Indonesia lainnya. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas
7% merupakan indikator yang cukup baik bagi kinerja pembangunan
ekonomi di Sulawesi Tenggara. Lebih Jelasnya laju pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara dalam kurun waktu 2004-2009 dapat dilihat
paga Gambar 17 berikut ;
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
68
Sumber: BPS Sultra, 2010
Gambar 17. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara
Tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut yang memberikan
kontribusi terbesar bersumber dari sektor pertanian pada tahun 2007
sebesar 36%. Hal tersebut dimungkinkan mengingat sektor ini didukung
dengan kondisi alam yang kaya akan sumberdaya kehutanan, perikanan dan
kondisi alam yang cocok untuk dikembangkannya tanaman perkebunan
maupun areal persawahan. Sektor penyumbang terbesar lainnya adalah
sektor perdagangan, perhotelan dan restoran pada tahun 2007 sebesar
15%. Tinggginya kontribusi sektor perdagangan, perhotelan dan restoran di
Sulawesi Tenggara karena meningkatnya permintaan terhadap sektor
tersebut hal ini sebagai dampak adanya peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang diindikasikan dengan semakin meningkatnya tingkat
pendapatan per kapita masyarakat di Sulawesi Tenggara.
Adanya fluktuasi tingkat pertumbuhan ekonomi meskipun tidak
besar fluktuasi tersebut, namun perlu untuk dicermati pada tahun 2005 hal
ini disebabkan karena saat tersebut dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak
dunia yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di Sulawesi
Tenggara. Kenaikan harga minyak dunia tersebut membawa dampak
ekonomi yaitu terjadinya penurunan produksi karena kenaikan harga-harga.
Kenaikan harga ini tentunya memberikan dampak terhadap permintaan
barang dan jasa menurun dan pada akhirnya juga kembali pada penurunan
pendapatan domestik regional bruto (PDRB). Sedang pada tahun 2008 juga
terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara. Penurunan
pertumbuhan tersebut sebagai dampak adanya krisis global yang
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
69
berdampak langsung terhadap penurunan ekspor Sulawesi Tenggara,
terutama ekspor yang bersumber dari sektor pertambangan dan perikanan.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 terjadi penurunan, namun
tidak cukup berarti dalam mempengaruhi secara keseluruhan kinerja
ekonomi di Sulawesi Tenggara. Pada sektor pertanian relatih stabil sebagai
pemberi kontribusi terbesar bagi perekonomian Sulawesi Tenggara,
sehingga pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara dapat dengan cepat
menyesuaikan ketika krisis ekonomi global mulai pulih pada tahun 2009.
2. Pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita merupakan salah satu ukuran
tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Pendapatan per kapita di
provinsi Sulawesi Tenggara sejak tahun 2004 hingga tahun 2009,
menunjukkan perkembangan yang cukup baik, hal tersebut ditandai dengan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat dari tahun ke tahun. Geliat
ekonomi yang terjadi di provinsi Sulawesi Tenggara telah menunjukkan hasil
yang cukup signifikan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas
7% sejak tahun 2004 hingga tahun 2009, telah membawa konsekwesi
pendapatan perkapita yang meningkat dan ditandai denga menurunnya
tingkat penduduk miskin di Sulawesi Tenggara dalam beberapa tahun
terakhir. Data penurunan kemiskinan pada tahun 2006 sebanyak 466.700
menjadi 435.900 pada tahun 2009. Disamping hal tersebut juga ditandai
dengan menurunya tingkat pengangguran di Sulawesi Tenggara pada tahun
2006 masih sebesar 9,67% menjadi 4,74% pada tahun 2009. Lebih jelasnya
pendapatan per kapita di Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Gambar 19 ;
Sumber: BPS Sultra, 2010
Gambar 18. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Tenggara
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
70
Berdasarkan Grafik pada Gambar 18 menunjukan bahwa sejak tahun
2008 pendapatan perkapita di Sulawesi Tenggara sudah berada di atas
10.000.000 per jiwa per tahun. Implikasi peningkatan pendapatan per kapita
tersebut akan memberikan dampak positif terhadap iklim investasi karena
kemampuan atau daya beli masyarakat akan lebih baik, jika didukung dengan
tingkat inflasi yang stabil.
Tingkat pendapatan per kapita di Sulawesi Tenggara yang terus
meningkat akan memberikan dampak yang lebih baik pada tingkat
kesejahteraan yang riil dimasyarakat. Makna yang diberikan dengan adanya
kenaikan pendapatan per kapita tersebut bahwa tingkat kesejahteraan
penduduk secara rata-rata lebih baik dari tahun sebelumnya, karena adanya
kenaikan produk domestik regional bruto (PDRB) yang tinggi. Jika
pendapatan per kapita penduduk terus mengalami peningkatan, maka akan
memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi di Sulawesi
Tenggara, sebab pada akhirnya sektor-sektor ekonomi akan bergerak karena
peningkatan daya beli (purchasing power) penduduk. Peningkatan daya beli
ini akan mendorong para pengusaha untuk meningkatkan investasinya
karena adanya jaminan permintaan masyarakat yang tercermin dengan
semakin meningkatnya pendapatan masyarakat di Sulawesi Tenggara.
3. Laju Inflasi
Tingkat Inflasi di Sulawesi Tenggara relatif berpluktusi seperti yang
ditunjukan pada gambar 19 berikut ;
Sumber: BPS Sultra, 2010.
Gambar 19. Laju Inflasi di Sulawesi Tenggara
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
71
Pada tahun 2005 tingkat inflasi sebesar 21,45% dan tingkat inflasi ini
berada di atas rata-rata Nasional sebesar 17,11%. Tingginya angka inflasi
tersebut tidak terlepas dari dampak adanya peningkatan harga minyak di
pasar internasional. Peningkatan harga minyak tersebut mendorong
peningkatan harga-harga karena secara umum karena harga minyak di
dalam negeri juga meningkat sebagai dampak peningkatan harga minyak
dunia. Demikian halnya pada tahun 2008 inflasi di provinsi Sulawesi
Tenggara juga mengalami peningkatan, meskipun sejak tahun 2005 telah
mengalami penurunan hingga 2007, namun karena adanya pengaruh krisis
global telah memberikan dampak terhadap laju inflasi di Sulawesi Tenggara.
Kemudian pada tahun 2009 dimana laju inlasi di Sulawesi Tenggara telah
menurun hingga mencapai 4,6%. Penurunan inflasi dipicu dengan adanya
perbaikan kondisi perekonomian global yang mulai membaik. Penurunan laju
Inflasi tersebut akan sangat membantu meningkatkan daya beli masyarakat
dan pada khirnya akan dapat mendorong iklim Investasi karena daya beli
masyarakat yang baik.
e. Indikator Investasi
Pada Indikator Investasi yang menjadi fokus analisis adalah indicator
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN). Penjelasan masing-masing indikator yang menjadi
fokus analisis adalah sebagai berikut ;
1. Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA). Jika dilihat dari aspek
investasi asing yang masuk di Sulawesi Tenggara, dari total rencana
investasi sebesar 1060113137 US$, ternyata realisasi investasi pada
tahun 2008 dan 2009 masing-masing hanya 3,8 juta US$ dan 0,40 juta
US$. Investasi tersebut dilakukan di beberapa kabupaten dan kota yaitu
kabupaten Muna, Konawe Selatan, Kota Kendari, dan Kota Bau-Bau.
Meskipun terdapat beberapa rencana investasi yang potensil untuk
dilakukan di Kabupaten Kolaka, namun data menunjukkan bahwa
investasi tersebut belum terealisasi pada tahun 2008 dan 2009 dengan
total rencana investasi 10,8 juta US$.
Investasi yang dilakukan umumnya berada pada kabupaten induk
sebelum pemekaran. Dan di wilayah pemekaran kabupaten dan kota
umumnya investasi asing belum ada realisasi hingga tahun 2009,
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
72
meskipun dari data rencana investasi di wilayah daerah pemekaran
sudah ada, namun sampai sejauh ini belum ada realisasi. Beberapa hal
yang mungkin menjadi pertimbangan utama bagi investor ada
keterbatasan infrastruktur pendukung seperti: sarana transportasi darat
dan kesiapan pelabuhan yang belum memadai, disamping hal tersebut
juga kebutuhan listrik masih sangat terbatas khususnya di daerah
pemekaran.
Sumber: BPMD Sultra, 2010 Gambar 20. Nilai Realisasi Investasi PMA di Sulawesi Tenggara
Berdasarkan gambar 20 terilihat bahwa tahun 2008 peningkatan
realisasi investasi asing mengalami peningkatan yang berarti hal tersebut
tidak terlepas dari besarnya kontribusi investasi asing budidaya mutiara
dan industri pembekuan ikan laut dengan masing masing realisasi
sebesar 11,4 juta US$ dan 1,6 juta US$. Pada tahun 2009 realisasi
investasi asing mengalami penurunan dimana investasi asing tersebut
hanya dilakukan pada investasi budidaya mutiara di kabuapten Konawe
Selatan dan di kabupaten Muna, sedang di kota Kendari terdapat
investasi asing khususnya dalam industri pembekuan ikan laut.
2. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Salah satu faktor
yang memberikan dampak yang signifikatan terhadap peningkatan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sulawesi Tenggara yaitu
besarnya investasi yang dilakukan oleh PT Aneka Tambang sebesar lebih
dari 2 triliun pada tahun 2008 di Kabupaten Kolaka, Hal lain yang
menyebabkan peningkatan investasi dalam negeri di Sulawesi Tenggara
adalah adanya investasi yang dilakukan di Kabupaten Konawe Utara
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
73
pada usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh beberapa
pengusaha. Namun jika dilihat dari jumlah usaha yang diinvestasikan
masih banyak terfokus di Kota Kendari. Banyaknya investasi yang
dilakukan di Kota Kendari tidak terlepas Kota Kendari sebagai pusat
Pemerintahan di Provinsi Sulawesi Tenggara sehingga fasilitas
pendukung untuk beberapa jenis usaha yang dinvestasikan sangat
mendukung jika dibandingkan jika usaha tersebut diinvestasikan didaerah
lain di Sulawesi Tenggara. Investor ketika akan melakukan investasi
disuatu daerah hal yang sangat penting manjadi pertimbangannya adalah
dengan melihat ketersedian infrastruktur pendukung usahanya, sebab
dengan ketersedian infrastruktur pendukung usahanya akan mengurangi
biaya operasional perusahaan. Sehingga para pengusaha lebih tertarik
untuk berinvestasi di kota kendari dibandingkan didaerah lain di wilayah
Sulawesi Tenggara.
Selain sektor pertambangan dan perkebunan, di sektor perikanan juga
menjadi perhatian para investor di daerah ini dalam menanamkan
modalnya, mengingat wilayah Sulawesi Tenggara sebagian besar berada
di wilayah pesisir sehingga sangat potensil untuk dikembangkan oleh para
investor. Beberapa investor telah menanamkan modalnya yang bergerak
disektor pertanian di Kabupaten Muna, Kota Kendari, dan di kabupaten
Buton. Khusus untuk investasi dalam pengolahan kayu dan investasi
perkebunan kakao terdapat di Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka
Utara. Sedangkan Investasi Perkebunan tebu dan pengolahannya
dilakukan di Kabupaten Konawe Selatan.
Sumber : BPMD Sultra, 2010
Gambar 21. Nilai Realisasi Investasi PMDN di Sulawesi Tenggara
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
74
Perkembangan data Penanaman Modal Dalam Negeri di Sulawesi
Tenggara seperti yang terlihat pada gambar 21 menunjukkan bahwa
tahun 2008 PMDN mengalami peningkatan yang cukup tinggi hal tersebut
disebabkan adanya realisasi investasi yang dilakukan pada
pertambangan dan sektor perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit
di Kabupaten Konawe Utara maupun di kabupaten Kolaka. Namun pada
tahun 2009 terjadi penurunan realisasi investasi meskipun terdapat
rencana investasi namun belum sampai pada realisasi investasi pada
tahun 2009. Meskipun terdapat investasi yang dilakukan pada tahun 2009
namun hal itu tidak memberikan dampak signifikan dibandingkan dengan
besarnya realisasi investasi yang dilakukan pada tahun 2008 yang
mengalami peningkatan yang cukup besar.
a. Infrastruktur
Pada Indikator Infrastruktur yang menjadi fokus analisis adalah
panjang jalan nasional dalam kondisi baik, sedang dan buruk. Penjelasan
masing-masing kondisi jalan nasional di Provinsi Sulawesi Tenggara
adalah sebagai berikut :
1. Jalan nasional dalam kondisi baik. Untuk menjamin distribusi barang
dari daerah provinsi Sulawesi Tenggara ke daerah lain dan dari
daerah lain ke provinsi Sulawesi Tenggara, maka perlu ada
peningkatan fasilitas infrastruktur, baik pelabuhan laut , pelabuhan
udara, jembatan dan jalan yang menghubungkan antara satu provinsi
dengan provinsi lainnya. Terkait dengan program pemerintah untuk
menjamin ketersedian infrastruktur, maka pihak pemerintah
menyadari hal tersebut sehingga salah satu program pemerintah yang
menjadi fokus pembangunannya adalah dengan meningkatkan
kualitas jalan nasional, sebab dengan perbaikan dan peningkatan
jalan nasional, disamping akan meningkatkan distribusi barang, juga
akan memberikan motivasi kepada para investor untuk melakukan
investasi di daerah ini.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
75
Sumber: Dinas PU Sultra, 2010
Gambar 22. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Baik di Sultra
Pada Gambar 22 menunjukkan adanya peningkatan persentase jalan
nasional yang baik pada tahun 2008 hanya sebesar 18,69% menjadi 56,12
% pada tahun 2009. Dari data tersebut dapat dikemukakan bahwa
peningkatan perbaikan jalan tersebut terutama pada jalan yang
menghubungkan antara provinsi Sulawesi Tenggara dengan provinsi
Sulawesi Selatan. Perbaikan tersebut menjadi fokus pemerintah daerah
mengingat jalur tersebut sangat berarti bagi kepentingan pembangunan
ekonomi di Sulawesi Tenggara. Implikasi yang ditimbulkan dengan adanya
perbaikan jalan tersebut pergerakan arus barang dari Provinsi Sulawesi
Tenggara ke Provinsi Sulawesi Selatan dan sebaliknya cukup lancar saat
ini. Pergerakan arus barang tersebut terutama barang atau produk hasil
pertanian yang berasal dari provinsi Sulawesi Tenggara, sebaliknya
barang jadi umumnya berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
76
2. Jalan Nasional Dalam Kondisi Sedang. Jalan nasional di Sulawesi
Tenggara dalam kondisi sedang dapat dilihat pada gambar berikut :
Sumber: Dinas PU Sultra, 2010
Gambar 23. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Sedang di Sultra
Pada Gambar 23 menunjukkan bahwa jalan Nasional dalam kondisi
sedang terjadi penurunan pada tahun 2009 yaitu hanya sebesar 21,07%,
dibandingkan dengan jalan nasional pada tahun 2008 masih cukup tinggi
yaitu sebesar 47,83% untuk ukuran kondisi jalan sedang. Penurunan
kondisi jalan sedang tentunya sejalan dengan meningkatnya persentase
jalan yang baik di provinsi Sulawesi Tenggara. Jalan yang
menghubungkan antara provinsi Sulawesi Tenggara dengan provinsi
Sulawesi Selatan relatif baik, dibandingkan jalan yang menghubungkan
antara provinsi Sulawesi Tenggara dengan provinsi Sulawesi Tengah.
Umumnya jalan antara Sulawesi Tenggara dengan Sulawesi Tengah
dalam kondisi yang memprihatinkan.
3. Jalan Nasional Dalam Kondisi Rusak. Kondisi jalan rusak nasional di
provinsi sulawesi tenggara persentasenya lebih kecil dibandingkan dengan
kondisi jalan yang baik dan kondisi jalan sedang, Namun jalan tersebut
masih dapat dilalui kendaraan. Jika dilihat jalan nasional yang ada di
sulawesi tenggara maka dapat dikemukakan bahwa terdapat dua jalur
yang menghubungkan di dua provinsi, yaitu yang menhubungkan dengan
provinsi sulawesi selatan dan provinsi sulawesi tengah. Jalan rusak
umumnya terjadi di jalur jalan nasional yang menghubungkan dengan
sulawesi tengah.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
77
Sumber: Dinas PU Sultra, 2010
Gambar 24. Persentase Jalan Nasional Dalam Kondisi Rusak di Sultra
Pada Gambar 24 menunjukan bahwa persentase kondisi jalan rusak sejak
tahun 2006 hingga tahun 2008 cenderung mengalami kenaikan persentase
jalan rusak, dari data menunjukkan bahwa pada tahun 2006 persentase
jalan rusak sebesar 24,19% menjadi 33,48%. Akan tetapi pada tahun 2009
persentase kondisi jalan yang rusak telah mengalami penurunan yang
cukup signifikan menjadi 22,81%. Hal tersebut sejalan dengan program
pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur jalan dalam rangka menarik
para investor ke daerah provinsi Sulawesi Tenggara. Secara umum dapat
kita bandingkan prosentase kondisi jalan nasional di Provinsi Sulawesi
Tenggara dari Tahun 2007 dan tahun 2009 seperti yang diperlihat pada
Gambar 25 dan Gambar 26.
Sumber: Dinas PU, 2010
Gambar 25. Kondisi Jalan Nasional di Sulawesi Tenggara Tahun 2007
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
78
Sumber: Dinas PU, 2010
Gambar 26. Kondisi Jalan Nasional Tahun 2009 di Sulawesi Tenggara
Pada Gambar 25, dikemukakan bahwa persentase kondisi jalan
nasional pada tahun 2007, menunjukkan bahwa persentase jalan nasional yang
baik hanya 26%, kondisi jalan sedang sebesar 41%, dan persentase kondisi
jalan yang rusak sebesar 31%. Hal yang berbeda pada tahun 2009 (lihat
Gambar 26) dimana persentase jalan nasional yang baik sebesar 56 %,
sementara jalan nasional kondisi sedang sebesar 21%, dan kondisi jalan
nasional yang rusak hanya sebesar 22%. Jadi terdapat perbaikan yang
signifikan terhadap kondisi jalan nasional di sulawesi tenggara.
b. Indikator Pertanian
Pada indikator pertanian yang menjadi fokus analisis adalah Nilai Tukar
Petani (NPT). Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk
mengukur tingkat kesejahteraan petani. Berdasarkan data dari BPS Provinsi
Sulawesi Tenggara data perkembangan NTP seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 27.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
79
Sumber: Diolah dari data BPS Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 27 Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tenggara.
Nilai Tukar Petani di Provinsi Sulawesi Tenggara efektif dilakukan
perhitungan sejak pertengahan Tahun 207. Pada Gambar 29 menunjukan
bahwa NTP dari bulan ke bulan mengalami kenaikan yang relatif kecil. Nilai
Tukar Petani di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2008 adalah 99,3
pada bulan Januari dan 102.63 dengan nilai rata-rata NTP dalam tahun
2008 adalah 104.24. Pada Tahun 2009 berkisar dari 102.63 pada bulan
Januari dan 109.93 pada bulan Desember dengan nilai rata-rata NTP
dalam tahun 2009 adalah 107.37. Rata-Rata NTP di Provinsi Sulawesi
Tenggara dari Tahun 2008 ke Tahun 2009 mengalami peningkatan sekitar
3.00 %. Peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan harga dan permintaan
produk pertanian yang berakibat pada peningkatan pendapatan petani.
c. Indikator Kehutanan
Pada indikator kehutanan yang menjadi fokus analisis adalah
persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam penanganan lahan kritis
telah menunjukan keseriusan yang berarti. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara persentase
luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis terjadi peningkatan
yang sangat siginifikan dari tahun 2004 sebesar 0,48 persen meningkat
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
80
menjadi 0,89 persen pada tahun 2008, sedangkan data tahun 2009 belum
tersedia. Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan
kritis di provinsi Sulawesi Tenggara dapat digambarkan dalam bentuk
grafik, seperti yang nampak pada gambar 29:
Sumber : Dishut Provinsi Sulawesi Tenggara 2010
Gambar 29. Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap Lahan Kritis
Berdasarkan data pada gambar 29 menunjukan bahwa pada tahun 2005
dan tahun 2007 menunjukan peningkatan luas lahan rehabilitasi dalam
hutan terhadap lahan kritis di Sulawesi Tenggara. Kondisi tersebut antara
lain disebabkan oleh semakin gencarnya pemerintah melaksanakan
Program Nasional Gerarakan Rehabilitasi Lahan di Sulawesi Tenggara.
Pada tahun 2008 dan sampai sekarang terjadi penurunan karena program
Gerhan sudah berakhir atau tidak diprogramkan lagi dan lahan-lahan yang
dulunya merupakan lokasi gerhan oleh masyarakat diolah kembali sebagai
lahan pertanian tanaman semusim.
d. Indikator Kesejahteraan Sosial
1. Analisis Persentase Penduduk Miskin
Pada Indikator kesejahteraan sosial adalah indikator persentase
penduduk miskin dan indikator tingkat pengangguran terbuka. Penjelasan
masing-masing indikator kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut :
1. Indikator persentase penduduk miskin berdasarkan data BPS Provinsi
Sulwesi Tenggara, bahwa indikator output persentase penduduk miskin
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
81
di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat grafik, persentase penduduk
miskin dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 30. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Tenggara 2004-2009
Berdasarkan gambar 30, tampak bahwa dalam kurun waktu 2004-
2009 persentase penduduk miskin mengalami perkembangan yang
semakin menurun setiap tahunnya, kecuali pada periode 2005-2006
mengalami peningkatan sebesar 1.92 %, di mana pada tahun 2005
persentase penduduk miskin sebesar 21.45% dan pada tahun 2006
meningkat menjadi 23.37%.
2. Indikator tingkat pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka
yang dimaksud adalah seluruh angkatan kerja yang mencari pekerjaan,
baik yang mencari pekerjaan pertama kali maupun yang pernah bekerja
sebelumnya. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2010, tingkat pengangguran terbuka di Provinsi
Sulawesi Tenggara, kurun waktu 2004–2009 terlihat pada grafik, tingkat
pengangguran terbuka di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2004-2009
dapat digambarkan sebagai berikut:
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
82
Gambar 31. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sulawesi Tenggara
2004-2009
Berdasarkan gambar 31, tampak bahwa dalam kurun waktu 2004-
2009 tingkat pengangguran terbuka mengalami perkembangan yang semakin
menurun setiap tahunnya, kecuali pada periode 2005-2006 mengalami
peningkatan sebesar 0.75 %, di mana pada tahun 2005 persentase penduduk
miskin sebesar 8.92% dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 9.67%.
Oleh karena alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan
tidak tersedia datanya, maka indikator pendukung yang digunakan adalah
daya serap tenaga kerja pada perusahaan skala sedang/besar. Berdasarkan
data Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010,
jumlah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan (sedang dan besar) di
Provinsi Sulawesi Tenggara kurun waktu 2004 – 2009 terlihat pada grafik
daya serap tenaga kerja menurut perusahaan besar/sedang di Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2004-2009 dapat digambarkan sebagai berikut:
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
83
Gambar 32. Daya serap tenaga kerja menurut perusahaan di Provinsi Sulwesi Tenggara 2004-2009
Berdasarkan data tingkat penduduk miskin, tingkat pengangguran
terbuka dan jumlah tenaga kerja menurut perusahaan besar/sedang, dapat
ditentukan persentase penduduk miskin, tingkat pengangguran terbuka dan
daya serap tenaga kerja menurut perusahaan besar/sedang yang disajikan
pada Gambar berikut :
Gambar 34. Analisis dengan indikator pendukung
Gambar 34 tampak bahwa persentase penduduk miskin dan tingkat
pengangguran terbuka dalam periode 2004-2009 secara keseluruhan
mengalami perkembangan yang semakin menurun, kecuali dalam periode
2005-2006 mengalami peningkatan yaitu, untuk penduduk miskin sebesar
1.92% dan untuk tingkat pengangguran terbuka sebesar 1.75%. Hal ini
mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembangunan di Provinsi Sulawesi
Tenggara dalam kurun waktu 2005-2006 berjalan tidak efektif. Kondisi
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
84
tersebut dibarengi dengan menurunnya daya serap tenaga kerja menurut
perusahaan skala sedang/besar yang dalam periode yang sama mengalami
penurunan sebesar 0.25%. Hal ini terjadi sebagai akibat terjadi peningkatan
harga BBM pada tahun 2005. Dengan peningkatan harga BBM tersebut telah
menyebabkan harga bahan baku yang digunakan perusahaan meningkat
pula yang pada gilirannya berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK)
atau berhentinya perusahaan menjalankan aktivitasnya. Akibat selanjutnya
adalah meningkatnya tingkat pengangguran terbuka dan jumlah penduduk
miskin di Sulawesi Tenggara. Dan guna memenuhi kebutuhan hari-hari dari
para penganggur tersebut maka satu-satunya jalan adalah dengan memasuki
sektor informal.
Tahun 2008 persentase penduduk miskin mengalami penurunan
dibanding tahun sebelumnya yakni dari 21,33% pada tahun 2007 menjadi
19,53% pada tahun 2008. Kecuali itu, pada kurun waktu yang sama angka
pengangguran terbuka menurun pula sebesar 0,35 % atau dari 6,40% pada
tahun 2007 menjadi 6,05% pada tahun 2008. Penurunan persentase
penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka ini dibarengi pula dengan
meningkatnya daya serap tenaga kerja pada perusahaan besar/sedang
sebesar 0,02% pada kurun waktu yang sama. Kondisi ini menunjukkan
bahwa pembangunan yang berlangsung di Sulawesi Tenggara telah mulai
efektif kembali. Artinya, dengan pergantian kepemimpinan pada tahun 2008
telah membawa daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan
modalnya di daerah ini.
Selanjutnya, pada tahun 2009 angka penduduk miskin dan tingkat
pengangguran terbuka semakin menurun, yakni masing-masing 18,93% dan
5,38%. Hal ini merupakan salah satu keberhasilan pemerintah Sulawesi
Tenggara melalui penyelenggaraan program penanggulangan kemiskinan
yang dikenal dengan nama Bangun Kesejahteraan Masyarakat (Bahteramas).
Selain itu, ditunjang pula oleh semakin kondusifnya iklim berusaha di daerah
ini. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya daya serap tenaga kerja pada
perusahaan besar/sedang sebesar 0,07%.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
85
3. Rekomendasi Kebijakan
3.1. Indikator Pendidikan
Berdasarkan data capaian indikator pendidikan di daerah ini, maka ada
beberapa indikator capaian yang perlu ditingkatkan, yakni berkaitan dengan
Angka Partisipasi Murni (APM) tingkat SD. Oleh karena itu, ada beberapa saran
sebagai berikut.
1. Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara perlu terus meningkatkan
pemerataan dan perluasan akses pendidikan dasar dan menengah pada 12
kabupaten/kota, khususnya diprioritaskan pada Kabupaten Buton Utara,
Wakatobi, Konawe Selatan, dan Bombana serta Konawe Utara.
2. Pemerintah Daerah perlu memiliki komitmen yang tinggi untuk menurunkan
angka buta aksara dan meningkatkan program wajib belajar (wajar) 9 tahun
dan program peningkatan keaksaraan fungsional. Apabila program-program
tersebut berjalan dengan baik, maka Angka Partisipasi Murni (APM) SD akan
meningkat.
3. Pemerintah Daerah perlu konsisten untuk menetapkan pembiayaan
pendidikan melalui APBD Sultra sebesar 20 persen sebagaimana amanat
Pasal 31 UUD 1945. Selain itu, bagi Pemerintah Pusat perlu meningkatkan
alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana dekonsentrasi, dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) melalui APBN. Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang tersebar pada 12 kabupaten/kota perlu menetapkan
secara konsisten untuk merealisasikannya 20 persen dari APBD untuk
pembangunan pendidikan.
4. Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang tersebar di Provinsi Sulawesi Tenggara perlu
menghentikan perpindahan tugas jabatan dari tenaga fungsional guru
menjadi pejabat struktural. Pemerintah Pusat melalui Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kementerian Pendidikan Nasional
perlu menetapkan regulasi kepegawaian bagi tenaga pendidik (guru).
3.2. Indikator Kesehatan dan Keluarga Berencana
Berdasarkan data angka kematian bayi, penduduk ber-KB (contraceptive
prevalence rate) dan laju pertumbuhan penduduk di daerah ini, maka ada
beberapa indikator capaian yang perlu ditingkatkan, yakni sebagai berikut :
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
86
1. Pemerintah daerah perlu meningkatkan pelatihan kemitraan dukun beranak
dengan bidan desa. Dan meningkatkan jumlah tenaga bidan yang disebar di
desa-desa, terutama di daerah terpencil dan pulau-pulau kecil, meningkatkan
pembangunan prasarana kesehatan, terutama Polides yang tersebar di desa-
desa se Sulawesi Tenggara dan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan,
terutama bagi dokter spesialis dan tenaga bidan yang bertugas di daerah-
daerah terpencil.
2. Pemerintah daerah perlu meningkatkan peran BKKBN kabupaten/kota dalam
melakukan pelayanan penduduk ber-KB. Dan memberikan dukungan dana
APBD untuk pelaksanaan program KB pada setiap kabupaten/kota, Serta
meningkatkan jumlah tenaga Petugas Lapangan Keluarga Berencana
(PLKB) dan memperkuat kader-kader KB di desa-desa melalui pelatihan-
pelatihan, dan pendidikan yang memadai sehingga pengetahuan dan
wawasan kader-kader KB di desa-desa semakin luas dan memadai.
3.3. Indikator Makro Ekonomi
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber tentang indikator
makro ekonomi selajutnya dianalisis maka pemerintah perlu;
1. Untuk menjamin tingkat pertumbuhan ekonomi di provinsi Sulawesi
Tenggara, maka pemerintah sebaiknya fokus pada pengembangan ekonomi
yang berbasis kerakyatan, mengingat potensi ekonomi disektor pertanian dan
perikanan cukup besar dan merupakan pemberi kontribusi terbesar terhadap
PDRB Sulawesi Tenggara. Dengan meningkatkan produktivitas produksi
disektor pertanian, perkebunan dan perikanan dan dikembangkannya industri
pengolahan untuk menambah nilai tambah hasil produksi pertanian,
perikanan dan perkebunan. Hal tersebut akan dapat menyerap tenaga kerja
yang lebih banyak dan pendapatan masyarakat akan lebih baik sehingga
kemiskinan bisa berkurang.
2. Sektor pertambangan perlu dikembangkan guna meningkatkan pendapatan
asli daerah dan juga guna membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di
daerah ini. Di provinsi sulawesi tenggara memiliki potensi sumber daya
pertambangan yang cukup untuk pengolahan tambang nikel, emas, dan aspal
buton. Namun pengembangan tersebut perlu untuk memperhatikan aspek
penataan ruang sehingga pengembangan pertambangan tersebut tidak
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
87
menimbulkan dampak lingkungan atau dampak lain dalam wilayah Sulawesi
Tenggara.
3. Guna mendorong para investor masuk menanamkan investasinya di provinsi
Sulawesi Tenggara, maka hal yang urgen saat ini adalah meningkatkan
fasilitas infrastruktur seperti jalan yang baik, penyedian pelabuhan kontainer,
jembatan, listrik yang memadai bagi kebutuhan pendirian pabrik. Disamping
itu dari aspek perizinan perlu dipermudah sehingga para investor terdorong
untuk melanjutkan investasinya di daerah ini. Khusus untuk ketersediaan
jalan pemerintah tidak hanya memperhatikan jalan nasional akan tetapi
memberi keseimbangan perbaikan pada jalan provinsi sehingga
keseimbangan pembangunan dapat terpelihara.
4. Kepastian hukum terhadap izin yang telah dikeluarkan perlu mendapat
perhatian pemerintah, sehingga ada jaminan hukum bagi investor jika masuk
ke daerah ini. Jika pemerintah telah menyetujui perizinan investasi yang
tentunya mempertimbangkan aspek pengelolaan lingkungan untuk menjamin
jika ada pihak yang berkeinginan menggagalkan setiap kegiatan investor.
3.4. Indikator Pertanian, Kehutanan dan Kelautan.
Pemerintah dalam meningkatkan peran sektor pertanian, kehutanan dan
kelautan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menjaga kelestarian
lingkungan, maka pemerintah perlu:
1. Meningkatan pengawasan atau proteksi terhadap produk-produk pertanian
yang masuk ke wilayah atau keluar wilayah Sulawesi Tenggara secara
ilegal.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan akibat dari kerusakan
lingkungan dan mengefektifkan Undang-Undang Agraria tentang lahan
yang tidak dikelola.
3. Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana
disektor pertanian, kehutanan dan kelautan yang humanis dan secara
berkelanjutan.
4. Tetap memprogram gerakan rehabilitasi lahan kritis dengan manajemen
yang lebih baik dari sebelumnya, serta menindak masyarakat pelaksana
Gerhan yang melanggar aturan, terutama pelaksana proyek.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
88
3.5. Indikator Kesejahteraan Sosial
Kesejahtraan masyarakat merupakan cita-cita mulia bangsa yang perlu
didukung oleh semua stakeholders pembangunan. Salah satu indikator tingkat
kesejahteraan adalah jumlah masyarakat yang hidup dibawah garis
kemiskinan, dan oleh karena itu pemerintah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial maka perlu ;
1. Penanggulangan kemiskinan yang lebih serius dan menjadi
tanggungjawab semua pihak. Semua pihak harus bahu membahu untuk
mengatasi masalah kemiskinan. Pemerintah, swasta, dan kelompok
masyarakat lainnya harus membangun sinergitas dan secara
terkoordinasi.
2. Upaya penyediaan data yang lengkap mengenai keluarga miskin sampai
tingkat desa/kelurahan. Berapa anaknya, berapa yang sekolah, berapa
penghasilannya, kondisi kesehatannya, dan pendidikannya. Di samping
itu perlu pemisahan data antara keluarga hampir miskin, miskin, dan
sangat miskin. Ini dimaksudkan agar dalam pemberian bantuan benar-
benar tepat sasaran dan sesuai dengan porsinya masing-masing.
3. Meningkatkan kesempatan kerja formal yang sifatnya sangat terbatas
menjadikan sektor informal sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka
yang belum terserap pada lapangan kerja di sektor formal. Ini berarti
sektor informal merupakan tempat tertampungnya banyak tenaga kerja.
Maka dari itu, di samping pemerintah daerah tetap mengusahakan agar
selalu tersedia lapangan kerja secara memadai, juga harus melihat
bahwa sektor informal perlu dibenahi melalui intervensi kebijakan yang
mampu memberikan kelestarian dan pengembangan usaha mereka.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
89
BAB III RELEVASI RPJMN 2020-2014 DENGAN
RPJMD PROVINSI SULAWESI TENGGARA
1. Pengantar
Keberhasilan pembangunan di segala bidang secara nasional dapat
tercapai jika semua pemangku kepentingan (stake-holder) merasa bertanggung
jawab dan memiliki (sense of belonging). Begitu pula berkaitan dengan program-
program pembangunan di bidang pendidikan secara nasional dapat diwujudkan
jika semua pemangku kepentingan (stake-holder), baik di tingkat pusat maupun
di daerah bertekad dan bertanggung jawab untuk melaksanakan program
tersebut. Prioritas dan program aksi pembangunan nasional pada tiga agenda
nasional yaitu Indonesia Aman dan Damai, Indonesia Adil dan demokrasi dan
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat dapat tercapai sasarannya jika didukung
oleh program aksi pembangunan di tingkat daerah, baik provinsi maupun
kabupaten/kota. Program-program aksi pembangunan di tingkat provinsi
Sulawesi Tenggara dan kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Tenggara perlu
menyesuaikan dan mendukung prioritas dan program aksi pembangunan
nasional yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dengan demikian, program aksi
pembangunan di Provinsi Sulawesi Tenggara akan relevan dengan prioritas dan
program aksi pembangunan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dengan demikian akan terjadi sinergisitas antara program dan aksi
pembangunan nasional antara pemerintah pusat dan daerah.
2. Tabel Relevasi RPJM Nasioanl dan RPJMD Sulawesi tenggara
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis relevasi/keterkaitan prioritas
pembangunan dan program aksi antara RPJMN 2010-2014 dengan RPJMD
Sulawesi Tenggara, maka dapat dibuat Tabel berikut :
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
90
Tabel 19. Evaluasi Relevansi RPJMN 2010-2014 dengan RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara 2008-2013 dari Aspek Prioritas Pembangunan dan Program Aksi
No
RPJMN 2010 – 2014 RPJMD 2008 – 2013 Analisis
Kuali tatif
Penjelasan Terhadap Analisis Kualitatif
Prioritas Pem-
bangunan
Program Aksi Prioritas Pem-
bangunan
Program Aksi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Prioritas 1 : Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Otonomi Daerah:
Penataan Otoda melalui:
Revitali-sasi Pemerin-tahan Daerah
Otonomi daerah, keuangan daerah dan reformasi birokrasi:
Penghentian/Pem-batasan pemekaran wilayah
Penataan daerah otonom baru
Program Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Tidak Ada
‐ Pemerintahan Sultra mendukung rencana pemekaran provinsi provinsi Buton Raya
Peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah
Program Peningkatan dan pengembangan pengelolaan keuangan daerah Program pembinaan dan
fasilitasi pengelolaan keuangan kabupaten & kota Program peningkatan
koordinasi penyusunan APBD, Dana Dekon dan juga pembantuan di pusat Peningkatan pengembangan
sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan
Peningkatan kapasitas sumber daya aparatur
Peningkatan akuntabilitas dalam proses pemerintahan dan pembangunan
Ada Kinerja pengelolaan keuangan daerah disclaimer menurut hasil pemeriksaan BPK RI, terjadi inefisiensi, salah sasaran, penyimpangan alokasi & irasional. Peningkatan pengelo-laan keuangan melalui koordinasi dan konsultasi di pusat, perbaikan manajemen, transparansi dan akuntabilitas merupakan upaya mewujudkan perbaikan kinerja pengelolaan keuangan daerah.
Penyempurnaan pelaksanaan pemilihan kepada daerah
‐ Program pembinaan Pilkada
‐ Program pendidikan politik masyarakat
‐ Program perbaikan proses politik
‐ Penyempurnaan dan penguatan kelembagaan demokrasi
Ada Pembinaan pilkada, pendidikan politik masyarakat, perbaikan proses politik dan penguatan kelembagaan demokrasi juga mengarah pada penyempurnaan pelaksanaan pilkada
Regulasi: Percepatan
harmonisasi dan sinkronisasi peraturan per-UU-an di tingkatpusat dan peraturan daerah selamabat-
Program peningkatan jaringan system hukum daerah Program peningkatan
kualitas dan kuantitas produk hukum daerah Program peningkatan
bantuan hukum dalam penyelesaian sengketa baik di dalam maupun di
Ada Peningkatan kualitas dan kuantitas produk mengarah pada perbaikan isi Perda atau aturan agar singkron dengan Per- UU- an yang ada dan mampu mewujudkan Perda/raturan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
91
lambatnya th 2011
luar negeri pelaksanaan otonomi daerah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Penegakkan
hukum Hukum Daerah
Peningkatan integrasi dan integritas penerapan dan penegakan hukum oleh seluruh lembaga dan aparat hukum
Peningkatan kapasitas dan kualitas SDM biro hukum Setda provinsi Program peningkatan
penyelenggaraan akuntabilitas kinerja Peningkatan
penyelenggaraan koordinasi penyidikan pegawai negeri sipil (PPNS) Sistem informasi yang
transparan dan akuntabel Program peningkatan
disiplin aparatur Peningkatan
profesionalisme tenaga pemeriksa dan aparatur pengawasan
Tidak Ada
Peningkatan profe-sionalisme aparat, disiplin, koordinasi, akuntabilitas dan transparansi merupa-kan program pening-katan integritas untuk tindakan prefentif agar tidak tidak terjadi penyimpangan hukum Penegakan hukum oleh lembaga dan aparat hukum seperti jaksa, hakim dan kepolisian diluar kewenangan pemerintah daerah
Data Kependudukan Penetapan
Nomor Induk Kependudukan dan Pengem-bangan Sistem Informasi dan Administrasi Ke-pendudukan dgn aplikasi pertama pd kartu Tanda Penduduk Selam- bat-lambatnya pada 2011.
Program pengembangan kemitraan bidang kependudukan Program bimtek
kependudukan Program penataan data
kependudukan
Ada Penataan data kependudukan bimbingan tekni kependudukan dan pengembangan kemitraan akan menunjang pelaksanaan pengembangan SIAK dan penetapan NIK yang menjadi program nasional.
2 PRIORITAS 2. PENDIDIKAN
Peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Dasar
Peningkatan APM SMP/sederajat
Peningakatan APM SMA/sederajat
Pemantapan/ rasionalisasi implementasi BOS
Penurunan harga
Pendidikan
Peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Dasar, APK, dan APS Peningkatan APM, APK,
dan APS SMP/sederajat Peningakatan APM, APK,
APS SMA/sederajat Peningkatan dana BOP
melalui pengadaan buku teks, bahan ajar, dan lembar kerja siswa dan insentif guru Pengembangan dan pe-
manfaatan ICT untuk sistem informasi persekolahan dan
Ada Secara spesifik menunjukkan bahwa di dalam dokumen RPJMD Sultra termuat program aksi pembangunan pendidikan sebagai tindak lanjut program aksi pembangunan nasional. Ada beberapa program aksi pembangunan pendidikan di daerah ini yang ditonjolkan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
92
buku standar di tingkat sekolah dasar dan mene-ngah sebesar 30-50 % selambat-lambatnya 2012
Penyediaan sambungan inter-net bercontent pendidikan ke se-kolah tingkat menengah selambat-lambatnya 2012 dan terus diperluas ke tingkat SD
Peningkatan APK pendidikan tinggi
Penerapan metodologi pendi-dikan tidak berupa pengajaran demi kelulusan ujian
Pemberdayaan kepala sekolah sebagai manajer sistem pendidikan yang unggul
Revitalisasi peran pengawas sekolah sebagai entitas quality assurance
Mendorong aktiva-si peran Komite Sekolah untuk menjamin keterli-batan stakeholder dalam proses pembelajaran
Penataan ulang kurikulum sekolah
Peningkatan kualitas guru, pengelolaan, dan layanan sekolah
pembelajaran, pengem-bangan e-learning TV-Edukasi dan E-dukasi net Peningkatan APK
pendidi-kan tinggi (PT) dan mendu-kung pembukaan PT Pemberian beasiswa
unggulan bagi mahasiswa S1, S2, dan S3 di Unhalu dan Perguruan tinggi lain Memberikan dukungan
dana bagi pendirian prodi kedokteran di Unhalu Memberikan dukungan
dana bagi pendirian prodi farmasi di Unhalu dan prodi lainnya Penerapan model
pembela-jaran yang bersifat induktif, kesetaraan unggulan serta penerapan sistem ujian kompetensi (bukan academic test) dan test penempatan Pembinaan musyawarah
Kerja Kepala Sekolah (KKS) dan Kelompok Kengawas Sekolah (KPS) Pengembangan
Penelitian Tindakan Kepala Sekolah (PTS) oleh KPS Meningkatkan peranserta
masyarakat dalam pembangunan pendidikan Mengefektifkan LPMP,
Dewan Pendidikan Provinsi, kabupaten/kota se Sultra Pelatihan penyusunan
kurikulum (KTSP) Peningkatan kualifikasi
dan kompetensi pendidik dan pengelolaan sekolah. Penyelenggaraan
sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan Diklat model
pembelajaran yang berbasis ICT Diklat PTK bagi tenaga
pendidik (guru)
(menjadi perhatian khusus Pemda Sultra), yakni Pembe-basan Biaya Opera-sional Pendidikan (BOP) untuk mendu-kung keberadaan dana BOS dari Peme-rintahPusat.Kebijakan dan / atau program aksi ini dituangkan di dalam Peraturan Gubernur Sultra No. 24 Tahun 2008. Program Bahteramas, dukungan terhadap peningkatan APK Pendidikan Tinggi menjadi komitmen Pemda Sultra antara pemberian beasiswa unggulan bagi maha-siswa yang beprestasi untuk S1,S2,dan S3. Selain itu membantu pembukaan Prodi Kedokteran dan Farmasi serta mem-programkan satu doktor satu desa. Pembebasan BOP mendukung program aksi yang termuat di dalam RPJMD Sultra, sekaligus dapat meningkatkan APM, APK, dan APS SD dan SMP, mening-katkan persentase kelulusan, persentase melek huruf, dan mengurangi angka putus sekolah pada jenjang SD dan SMP.Ada beberapa program aksi di dalam RPJMN dijabarkan lebih rinci oleh program aksi pada RPJMD Sultra, sepertiPeningkatan kualitas guru, pengelolaan, dan layanan sekolah
(1)
(2) (3) (4) (5) (6) (7)
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
93
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 3. PRIORITAS 3 : KESEHATAN
Kesehatan Masyarakat
Pelaksanaan Program Kesehatan Preventif Terpadu
Sumber Daya Manusia : Fungsi Keseha-tan
Program Pencegahan penyakit menular;
Program Penyehatan lingkungan;
Program Promosi kesehatan;
Program Akselerasi Penyelenggaraan kesehatan ibu dan anak;
Program Perbaikan Gizi Masyarakat;
Ada Program kesehatan masyarakat menjadi prioritas pembangu-nan kesehatan prov. Sultra. program ini merupakan program dasar dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Keluarga Berencana
Peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui
- Tidak ada
Program ini secara kuantitatif tidak masuk dalam program pemerin-tah provinsi sultra, namun program ini telah dijalankan oleh pemerintah pusat melalui BKKBN Provinsi Sultra,
Obat :
Pemberlakuan Daftar Obat Esensial Nasional sebagai dasar pengadaan obat di Indonesia dan pembatasan harga obat generik bermerek pd 2010;
SDM : Fungsi Kesehatan
- Program Pengobatan bebas biaya;
- Program Penyediaan obat dan perbekalan kesehtan serta pengawasan obat dan makanan;
Ada Program tersebut dilaksanakan mela-lui program unggu-lan pemerintah prov.sultra, yakni pengobatan gratis masyarakat kurang mampu. ini berlaku diseluruh kabupaten /kota se sultra.
Asuransi Kesehatan Nasional :
Penerapan Asuransi Kesehatan Nasional untuk seluruh keluarga miskin dengan cakupan 100% pada 2011 dan diperluas secara bertahap untuk keluarga Indonesia lainnya antara 2012-2014
SDM : Fungsi Keseha-tan
- Pengembangan Sistem Jaminan Kesehatan;
Ada Secara nasional asuransi kesehatan bagi masyarakat telah dilaksanakan, di provinsi sultra program ini telah masuk dalam program unggulan pemerintah provinsi sultra melalui program “bahteramas”
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
94
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 4. PRIORITAS 4: PENANGGU-LANGAN KEMISKINAN Bantuan Sosial
Terpadu Bahte-ramas
Kesejahteraan Sosial
Integrasi perlindungan sosial berbasis keluarga yang mencakup program Bantuan Langsung Tunai Bantuan pangan,
jaminan sosial bidang kesehatan, beasiswa bagi anak keluarga berpendapatan rendah, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Parenting Education mulai 2010 dan program keluarga harapan diperluas menjadi program nasional mulai 2011 – 2012
Mencakup program penyuluhan dan pendataan, Pemberdayaan fakir
miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah kessos (PMKS), Pemberdayaan
kelembaga-an kessos, bantuan dan jaminan kessos, Peningkatan pelayanan
kesehatan terutama bagi penduduk miskin Program pengobatan
bebas biaya Program sekolah gratis Program pendidikan
anak usia dini (PAUD) Perluasan dan
pengembangan kesempatan kerja Program penyelesaian
konflik pertanahan
Ada Merupakan program prioritas Pemprov Sulawesi Tenggara .Tujuannya untuk membantu masyarakat dan keluarga kurang mampu dalam menjangkau akses pelayanan dasar guna memenuhi kebutuhan dasarnya.
PNPM Mandiri : Peningkatan Pember-dayaan Masyarakat
Penambahan anggaran PNPM Mandiri
Peningkatan pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna berwawasan lingkungan Peningkatan koordinasi
dan pembinaan block grant desa Bantuan langsung
masyarakat melalui P2KP-PNPM Peningkatan keberdaya-
an masyarakat pedesaan dan PNPM perdesaan atau kelurahan Program penataan
lingkungan permukiman Program pemberdayaan
komunitas perumahan
Ada Program yang secara nasional diluncurkan sejak tahun 2007 ini, di Sulawesi Tenggara juga telah dilaksanakan dan pada daerah-daerah yang mendapatkan program tersebut ada penambahan dana dari APBD. Contoh, misalnya Kabupaten Konawese Selatan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
95
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kredit Usaha Rak-
yat (KUR) Pengembangan
KUMKM
Pelaksanaan penyempurnaan mekanisme penyaluran KUR mulani 2010 dan perluasan cakupan KUR mulai 2011
Program pengembangan kewirausahaan, Peningkatan koordinasi
instansi terkait dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM Pengembangan fasilitasi
pembiayaan dan usaha simpan pinjam Program peningkatan
kualitas kelembagaan koperasi dan UMKM Penyediaan dana
bergulir termasuk KUR bagi penguatan permodalan KMUKM
Ada Program tersebut untuk mendukung peningkatan akses UMKM dan koperasi ini, di Sultra juga telah menjadikannya sebagai program unggulan. Dalam pelaksanaannya, program ini telah dilakukan melalui kegiatan pelatihan, penyaluran kredit, usaha peningkatan jangkaun nasabah, dan lain-lain.
Tim Penanggulan Kemiskinan
Lembaga Penanggulangan Kemiskinan Daerah
Revitalisasi Komite Nasional penanggulangan Kemiskinan di bawah koordinasi Wakil Presiden
Pembentukan lembaga penanggulangan kemiskinan daerah (LPKD) Program kemitraan
dalam pelayanan kesehatan masyarakat Program pemberdayaan
kelembagaan kessos Program pemberdayaan
zakat, Program peningkatan
kualitas penanggulangan kemiskinan
Ada Di Prov. Sultra penunggalan kemiskinan secara intensif melalui peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan, diskusi, seminar dan pengefektifan kerjasama antara pemerintah dengan kelompok masyarakat lainnya serta melakukan monev secara berkelanjutan.
5 PRIORITAS 5 :PROGRAM AKSI DIBIDANG PANGAN Lahan,
Pengembangan Kawasan dan Tata Ruang Pertanian
SDA Dan LH
Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
Penataan Regulasi untuk menjamin kepastian atas lahan pertanian
Pengembangan areal pertanian barus seluas 2 juta hektar, penertiban serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar
Fasilitas Kepemilikan Lahan Pertanian dalam bentuan program Sertifikasi lahan Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan melalui intensifikasi,ekstensifikasidan diversifikasi Fasiliatas Pemanfaatan
Ada Sertifikasi lahan pertanian merupakan hal penting bagi masyarakat & bagi pemerintah dapat meningkatkan PAD.Selain itu Pemerintah berusa-ha meningkatkan produksi dan produktivitas melalui diversifikasi serta
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
96
lahan pertanian melalui program; Sosialisasi tentang ketahanan pangan Konservasi &Optimasi Lahan
menyediakan regu-lasi tentang sapro-di, KUT, pemasaran, harga dasar dan ketahanan pangan.
Inftrastruktur Pembangunan dan
pemeliharaan sarana transportasi dan angkutan, pengairan, jaringan listrik, serta teknologi komunikasi dan system informasi nasional yang melayani daerah-daerah sentral produksi pertanian demi peningkatan kualitas produksi serta kemampuan pemasarannya;
Peningkatan pemanfaa-tan air irigasi secara efisien, efektif dan berkelanjutan Pengembangan/Rehabili-
tasi Jaringan Irigasi Tanah Dangkal dan Dalam,Irigasi Tetes dan Springkler.
Pembuatan Embung, Sumur Resapan dan Dam Parit
Program Pembinaan dan Pengembangan Ketenagalistrikan Koordinasi pengadaan &
Pengembangan fasilitas Ketenagalistrikan
Peningkatan kelancaran arus Transportasi Pembangunan Jalan
Usa-ha Tani & Jalan Produksi
Program Pembangu-nan Sarana, Prasarana dan Fasilitas Angkutan Laut, darat & udara
Program Peningkatan dan Pengembangan Pos dan Telematika, yang melalui kegiatan : Penga-wasan dan Pengendalian Pos dan Telekomunikasi; Program Pengembang-an, pemerataan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pos dan telematika, yang meliputi kegiatan : Pengawasan Izin Amatir
Radio; Pengadaan
peralatan/perlengkapan operasional Postel dan Telematika;
Sosialisasi dan Koor-dinasi penggunaan frekuensi dan perangkat radio serta jasa titipan.
ada Pemerintah Sulawesi Tenggara memiliki komitmen yang kuat untuk pembuatan, rehabilitasi dan mengembangakan pemanfaatan air irigasi secara efisien, efektif dan berkelanjutan, membuka keterisolasian sentra produksi yang selama ini sulit diakses, misalnya pembangan jalan tani dan jalan produksi. Pembangunan pelabuhan kapal rakyat, feri penyebrang-an antar daerah, pembukaan dan pemeliharaan jalan antar daerah. Pada Bidang komunikasi dan kelistrikan pemerintah telah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka menyediakan system informasi yang dapat memperlancar komunikas antar daerah yang dukung dengan program penyediaan energy listrik yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
97
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Penelitian dan
Pengembangan
Peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil penelitian lainnya menuju kualitas dan produktifitas hasil pertanian nasional yang tinggi
Peningkatan penyebar-luasan Informasi dan rekayasa teknologi Tanaman Pangan Penyebarluasan
informasi teknologi tanaman pangan
Pelatihan & pengem-bangan teknologi tanaman pangan
Kajian teknologi spesifik lokasi
Fasilitasi penanganan teknologi Peternakan melalui kegiatan ; Pengadaan fasilitas
Teknologi Peternakan Tepat Guna.
Pelatihan dan Bimbing-an pengoperasian teknologi peternakan tepat guna.
Ada Kegiatan pengkajian, penelitian dan pengembangan bidang pertanian terus dilakukan untuk mendung ketersedian pangan dan penggunaan lahan secara berkelanjutan.
Investasi, Pembiayaan dan Subsidi
Dorongan untuk investasi pangan, pertanian dan industry perdesaan berbasisi produk local oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan terjangkau
Penciptaan iklim investasi yang Kondusif melalui kegiatan; Survey ketersediaan
lahan petani Survey lands Potensi
lahan untuk PBN/PBS Melayani perizinan
usaha perkebunan Pengembangan industri penglolaan hasil pertanian skala kecil dan rumah tangga Fasilitasi
Pengembangan Kelembagaan Petani Kelompok Tani.
Penyusunan Data Base Statistik Sarana dan Prasarana Pengolahan Hasil Pertanian.
Penyusunan Road Map Pengolahan Hasil pertanian.
Penguatan Modal Usaha Pengolahan Hasil Pertanian.
Ada Pemerintah Provinsi Sultra memberikan pelayanan kepada investor dibidang pertanian secara optimal. Keterse-diaan pangan bagi masyarakat meru-pakan salah satu perhatian utama pemerintah melalui peningkatan penyediaan dan penyauluran sara-na dan prsarana pertanian dalam arti luas. Kegiatan pengkajian dan penelitian juga terus dilakukan untuk mendung ketersedian pangan dan penggunaan lahan secara berkelanjutan.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
98
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Pangan dan Gizi Peningkatan
kualitas gizi dan keanekaragaman pangan melalui peningkatan pola pangan harapan
Fasilitas pengembangan diversifikasi komoditas dilahan pertanian melalui kegiatan; Pengembangan
tanaman sela perkebu-nan dgn tananan pangan
Peningkatan Indeks pertanaman padi-palawija-padi
Pengembangan pertain-an terpadu tanaman dengan ternak
Sosialisasi kegiatan Peningkatan penyuluhan diversifikasi
Peningkatan produksi beragam sesuai pola konsumsi yang bergizi dan berimbang melalui kegiatan ; Pembinaan dan
Pengembangan Konsumsi dan Keamanan Pangan.
Gerakan Percepatan Penganekaragaman Pangan Masyarakat.
Mengembangkan Teknologi Pengolahan dan Produk Pangan
Kajian analisis konsumsi pangan melalui kegiatan ; Kajian Pengembangan
Makanan Tradisional Kerjasama dengan
Perguruan Tinggi. Kajian Analisis
Keamanan Konsumsi Pangan.
Peningkatan Nilai Tambah Pangan Lokal
Kuantitas dan kualitas produk pertanian merupakan perhatian yang serius oleh Dinas Pertanian, terutama tamanan pangan. Demikian juga program Penganekaraga-man pangan terus digalakan dengan memafaatkan bahan pangan local.
Adaptasi Perubahan Iklim.
Pengambilan langkah-langkah kongkrit terkait adaptasi dan antisipasi system pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim
Tidak ada
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
99
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 6 PRIORITAS 6 : INFRASTRUKTUR
Tanah dan Tata Ruang
Tata Ruang
Konsolidasi Kebijakan Pananganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum secara menyeluruh di bawah satu atap dan pengelolaan tata ruang secara terpadu
Program Pendayagunaan Tata Ruang, yang meliputi kegiatan : Pelaksanaan sosialisasi
penataan ruang dan pelayanan informasi pada masyarakat;
Peningkatan kapasitas aparat legislatif dan eksekutif terutama dalam pengendalian pemanfaatan ruang;
Pemantapan koordinasi dan konsultasi antara pusat dan daerah, antar daerah, antar lembaga eksekutif dan legislatif, serta dengan lembaga dan organisasi masyara-kat yang terkait dalam kegiatan penataan ruang;
Program Pengembangan Wilayah, yang meliputi kegiatan : Fasilitasi kepada pelaku
usaha untuk memper-oleh informasi pasar;
Fasilitasi pengembang-an SDM yang produktif dan berdaya saing, melalui pendampingan dan pelatihan;
Pemberian dorongan terhadap peningkatan koordinasi, sinkronisasi, dan kerjasama baik secara vertikal maupun horizontal.
Program Pengembangan Perkotaan dan Perdesa-an, yang meliputi kegiatan Pembinaan pengelolaan
kota-kota besar; Fasilitasi pengembangan
kota-kota menengah dan kecil;
Pembinaan peningkatan fungsi kawasan perkotaan dan perdesaan.
Ada Dalam rangka penetaan ruang, saat ini sedang dilakukan revisi RTRW guna menyesuaikan penataan ruang yang sudah perlu untuk penyesuain dalam pembangun, terutama terkait dengan pengembangan pertambangan agar tidak terjadi dampak negatif terhadap lingkungan di wilayah Sultra
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
100
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Perhubungan: Pembangunan
jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau yang terintergrasi sesuai dengan system transportasi Nasio-nal dan Cetak Biru Transportasi Multi-moda dan penuru-nan tingkat kecela-kaan transportasi pada 2014 lebih kecil dari 50% keadaan saat ini.
Progran Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur,
Program Pengembangan Prasarana dan Fasilitas Transportasi laut darat dan udara dan Penyusu-nan Kebijakan, norma, standard dan prosedur bidang perhubungan serta Raperda;
Program Rehabilitas dan Pemeliharaan Prasarana dan fasilitas LLAJ,.
Program penelitian dan pengembangan perhu-bungan laut darat & udara.
Ada Untuk mendukung kinerja pemerintah dalam pelayanan perhubungan tidak hanya melihat dari aspek fisik perhubungan akan tetapi juga dari aspek pelayanan, pengembangan SDM dan pening-katan kualitas fasilitas perhu-bungan, seperti peningkatan kualitas pelabuhan laut, darat & udara.
Pengendalian Banjir Penyelesaian
pembangunan prasarana pengendalian banjir
Program Pengendalian banjir melalui Kegiatan Perkuatan tebing dan pengamanan Daerah Aliran sungai (DAS);
Ada Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkung-an agar terhindar dari banjir peme-rintah memprog-ramkan perbaik-an daerah aliran sungai yang rawan banjir.
Transpotasi Perkotaan Tidak
ada Pemerintah saat ini pembangunan transpotasi diarahkan pada pembangunan transportasi antar daerah
7 PRIORITAS 7: IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA Kepastian Hukum Reformasi regulasi
secara bertahap ditingkat nasional dan daerah
Peningkatan kapasitas kelembagaan untuk implementasi penyederhanaan prosedur perizinan serta menjamin kepastian usaha
Ada
Melalui konsis-tensi terhadap upaya untuk memastikan produk pemerintah terhadap izin yang dikeluarkan pemerintah menjamin atas apa yang dikeluarkan tersebut.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
101
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kebijakan
Ketenagakerjaan
Sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha dalam rangka memperluas penciptaan lapangan kerja
Kebija-kan Ketenagakerjaan
Program Perluasan dan pengembangan kesempatan kerja; Program Peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja; Program Perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja; Program Peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja; Program Peningkatan kesempatan kerja; Program Perlindungan dan pengem bangan lembaga ketenagakerjaan
Ada Program pening-katan jumlah penyerapan tena-ga kerja melalui program bantuan keuangan desa/ kelurahan dan peningkatan pro-duktivitas perta-nian merupakan fokus pemerintah dan pemerintah juga konsisten terhadap kebija-kan yang terkait dengan hak-hak tenaga kerja
8 PRIORITAS 8 : ENERGI
Energi Alternatif Peningkatan
pemanfaatan energy terbarukan termasuk energy alternative geothermal sehingga mencapai 2.000 MW pada tahun 2012 dan 5.000 MW pada 2014
Program Pembinaan dan Pengembangan Ketenagalistrikan Koordinasi
Pengembangan Ketenagalistrikan
Sosialisasi Pengembangan Energi Alternatif
Pembinaan dan pengawasan usaha Ketenagalistrikan Kab./Kota
Ada Pemerintah provisi Sultra sudah mulai memperhatikan ke-tercukupan kebu-tuhan listrik dengan mengadakan mesin-mesin genset dan sosialisasi pengembangan dan penggunaan Energi alternatif
Hasil ikutan dan turunan minyak bumi/gas Revitalisasi Industri
Pengolahan hasil ikutan minyak bumi dan gas sebagai bahan baku industry tekstil, pupuk dan industry hilir lainnya
Tidak ada
Di Sulawesi Tenggara belum ada industry pengelahan minyak bumi.
Konservasi Menuju penggunaan gas Perluasan program
konversi minyak tanah ke gas sehingga mencakup 42 juta Kepala Keluarga pada 2010
Tidak ada
Di Sultra masih menggunakan kompor minyak tanah & kampor gas tabung 12 kg & program konvesi minyak tanah & penggunaan bahan gas alam belum diprogramkan..
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
102
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Penggunaan gas
alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan di Palembang, Surabaya dan Denpasar
9 PRIORITAS 9 : LINGKUNGAN HIDUP DAN PENGELOLAAN BENCANA
Perubahan Iklim - ........................................... Peningkatan
pengelolaan lahan gambut
- ........................................... Tidak ada
Di Sulawesi Tenggara tidak ada lahan gambut
Peningkatan hasil rehabilitasi seluas 500.000 ha pertahun
- ...........................................
Penekanan laju deforestasi secara sungguh-sungguh
- ...........................................
Pengendalian Kerusakan Lingkungan
Penurunan beban pencemaran melalui pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran air limbah emisi di 680 kegiatan industry dan jasa pada 2010 dan terus berlanjut
Pengendalian Pencemaran & Perusakan LH
Perlindungan & Konservasi Sumberdaya Alam
Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumberdaya Alam dan LH
Pengembangan Kapasitas Pengelolaan SDA dan LH
Penataan Hukum dan Instrumen Pengendalian Dampak Lingkungan
Peningkatan Ketaatan Masyarakat dan Pelaku Usaha/Kegiatan terhadap Peraturan Perundang undangan LH
Peningkatan Koordinasi & Kemitraan dalam Pengelolaan LH
Pengembangan Pendidikan Etika dan Moral Lingkungan
Pembinaan Masyarakat pada Kawasan Rawan Dampak Lingkungan
Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi SDA dan LH
ada Secara spesifik pemerintah tidak memprogramkan Penurunan beban pencemaran melalui pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran air limbah emisi di 680 kegiatan industry dan jasa pada 2010 dan terus berlanjut. Pemerintah Prov. Sultra sangat konsen terhadap pengelolaan LH secara berkelajutan
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
103
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Sistem peringatan
Dini - ...........................................
Penjaminan fungsi System Peringatan Dini Tsunami dan System Peringatan Dini Cuaca mulai 2010 & seterusnya, serta system System Peringatan Dini Iklim
- ........................................... Tidak ada
Penanggulangan Bencana:
- ...........................................
Peningkatan kemampuan penanggulangan becana
- ...........................................
10 PRIORITAS 10 DAERAH TERDEPAN TERLUAR, TERTINGGAL DAN PASCA KONFLIK
Keijakan : - .......................................... Pelaksanaan Kebi-
jakan khusus dalam bidang infrastruktur &pendukung kesejah-teraan lainnya
- .......................................... Tidak ada
Prov. Sultra tidak berbatasan langsung dengan Negara lain
Keutuhan Wilayah - .......................................... Penyelesaian
pemetaan wilayah perbatasan RI dengan Malaysia, Papua Nugini, Timur Leste dan Filipinan pada 2010
- .......................................... Tidak ada
Provinsi Sulawesi Tenggara tidak berbatasan langsung dengan Negara lain
Daerah Tertinggal - .......................................... Pengetasan paling
lambat 2010 - ..........................................
11.
PRIORITAS 11 KEBUDAYAAN, KREATIFITAS DAN INOVASI TEKNOLOGI
Perawatan : Penetapan dan
pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya
Revitalisasi
museum dan perpustakaan di seluruh Indonesia sebelum Oktober 2014
Kebu-dayaan dan Pariwi-sata
Program pengembangan nilai budaya Program pengelolaan
kekayaan budaya Program pengelolaan
keragaman budaya Program pengembangan
kerjasama pengelolaan kekayaan budaya
Ada Pengelolaan ke-kayaan budaya merupakan bagian dari cagar budaya yang perlu dikembangkan Pengelolaan ke-kayaan & kera-gaman budaya belum optimal, serta kegiatan pelestarian nilai budaya belum maksimal.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
104
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Sarana : - .......................................... Penyediaan sarana
yang memadai bagi pengembangan, pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota Kabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012
Peningkatan sarana dan prasarana aparatur Pengembangan destinasi
pariwisata Pengembangan kemitraan Pengembangan kerajinan
khas daerah
Ada Pengembangan kemitraan, dukungan sarana dan prasarana serta pengem-bangan kerajinan khas daerah pendukung pengembangan, pendalaman dan pagelaran seni budaya nasional
Kebijakan : - .......................................... Peningkatan
perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangannya apresiasi terhadap kemajemukan budaya
Menciptakan kondisi yang dapat mendorong partisipasi masyarakat di bidang pariwisata Meningkatkan promosi
dan sarana pariwisata sehingga tercipta iklim kondunsif bagi pengem-bangan Obyek Daerah Tujuan Wisata Sultra Meningkatkan
pengembangan daerah tujuan wisata untuk menarik kunjungan wisatawan Menciptakan kondisi yang
dapat mendorong partisipasi masyarakat di bidang pariwisata
Ada
Pemerintah provinsi mendorong lahirnya inisiatif dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan seni dan pariwisata daerah selaras dengan kebijakan nasional yang memberi perhatian dan kesertaan dalam program seni budaya yang diinisasi masyarakat
Inovasi Teknologi - .......................................... Peningkatan
penanggulangan komparatif yang mencakup pengelo-laan sumber daya maritime menuju ketahanan energy, pangan dan antisi-pasi peruahan iklim ; dan pengembangan penguasaan tekno-logi dan kreativitas pemuda
Mengembangkan kerajinan khas daerah sehingga dapat menjadi daya tarik wisata
Program pengembangan wisata maritime
Tidak ada
Belum ada program yang bernuansa inovasi dalam pengembangan teknologi, program pengembangan wisata maritime di daerah baru mengandalkan keunggulan komparatif semata.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
105
3. Rekomendasi
a. Rekomendasi Terhadap RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara
Rencana Pembanguna Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan
pedoman pemerintah daerah dalam melaksanakan proses pembangunan yang
terarah dan berkelanjutan. RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara
menggambarkan arah kebijakan umum pembangunan Sulawesi Tenggara
dalam jangka waktu tertentu yang harus di pedomani oleh seluruh pemerintah
Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun Rencana
Pembanguna sebaiknya mengikuti arah kebijakan recana pembangunan
daerah provinsi. Oleh karena itu, RPJMD Provinsi harus disusun dengan
memperhatikan potensi dan karakteristik daerak kabupaten/Kota dalam arti
yang luas. RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara sekarang ini terkesan belum
memperhatikan potensi dan skala prioritas/kebutuhan kabupaten, terutama
kabupaten-kabupaten yang hasil pemekaran. Sebagai bahan masukan dalam
pelaksanaan dan penyusunan RPJMD selanjutnya perlu diperhatikan hal
sebagai berikut ;
1. Pemerintah provinsi tetap memelihara kesinambungan setiap kebijakan dan
program pembangunan yang telah ditetapkan dari RPJMD yang lalu,
sekarang dan yang akan datang terutama program-program jangka panjang
yang belum terselesaikan sesuai visi, misi, tujuan dan sasaran yang
ditetapkan dalam RPJP Provinsi
2. Dalam menjaga kesinambungan setiap kebijakan dan program
pembangunan yang telah ditetapkan dari RPJMD, maka Pemerintah provinsi
sebaiknya dalam penyusunan RPJMD selalu memperhatikan dengan
sungguh-sungguh potensi dan karakteristik serta skala kebutuhan prioritas
pemerintah provinsi, Kota dan Kabupaten dengan menggunakan
pendekatan partisipatif serta memperhatikan katerkaitan/relevansinya
dengan visi jangka menengah dan panjang pembangunan nasional agar
tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan di daerah secara
berkelajutan;
3. Pemerintah provinsi dalam menyusunan RPJMD perlu menetapkan skala
prioritas pembangunan yang dimungkinkan dapat dicapai dalam jangka
waktu tertentu, terutama pada bidang pengembangan sumberdaya manusia
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
106
(agama, pendidikan dan kesehatan), pembangunan infrastruktur,
pengelolaan sumberdaya alam, penciptaan lapangan kerja, pelayanan prima
dan pengelolaan keuangan yang trasnparan dan akuntabel yang
berlandaskan pada kepentingan masyarakat secara umum dan bukan
dilandasi oleh kepentingan politik segelintir orang atau kelompok tertentu,
sehingga program-program tersebut mencirikan prinsip dari, oleh dan untuk
rakyat
4. Pemerintah provinsi dalam menyusunan RPJMD perlu mengoptimal
keterlibat para stakeholders diluar birokrasi, terutama pemuka agama dan
masyarakat, pelaku ekonomi, Lembaga Swadya Masyarakat dalam
penyusunan rumusan akhir RPJMD, dengan demikian akan meminimalkan
rumusan RPJMD yang menuasan politik.
5. Pemerintah Daerah perlu mendorong lebih giat lagi peran swasta, dunia
usaha, masyarakat dan industri untuk berpartisipasi dalam perencanaan,
pelaksanaan, pembiayaan dan pemelihrahan pembangunan secara
berkelanjutan.
6. Dalam perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan RPJMD perlu koordinasi
antar Sekretarian Daerah Provinsi dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(SKPD) dan antar SKPD se-provinsi, SKPD Provinsi dengan SKPD daerah
Kabupaten/kota serta membangun jalur konsultasi yang efektif, efisien,
produktif dan berkelanjutan antara pemerintah provinsi dengan Pemerintah
Pusat, sehingga tidak terjadi kesalahfahaman dan tumpang tindis kegiatan
dan pembiayaan terhadap satu kegiatan pada lokasi yang sama.
b. Rekomendasi Terhadap RPJMN
Rencana Pembanguna Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai acuan
semua pemerintah provinsi dalam menyusun dan melaksanakan proses
pembangunan serta memanfaatkan dan memelihara hasil pembangunan yang
terarah dan berkelanjutan. RPJMN disusun berdasarkan potensi dan
karakteristik masyarakat secara nasional yang dapat mengakomodir
keanekaragaman yang dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia dari
berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, dalam menyusun RPJMN perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut ;
1. Pemerintah pusat dalam penyusunan RPJMN harus memperhatikan
dengan sungguh-sungguh potensi nasional dan karakteristik bangsa serta
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
107
keanekaragaman suku, agama dan budaya serta kekayaan alam yang
tersebar diseluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
tetap memperhatikan cita-cita bangsa Indonesia yang telah dicantumkan
dalam UUD 1945.
2. Pemerintah Pusat tetap memelihara kesinambungan setiap kebijakan dan
program pembangunan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan dulu,
sekarang dan yang akan dilaksanakan ke depan terutama program jangka
panjang yanga belum terselesaikan sesuai visi, misi, tujuan dan sasaran
yang ditetapkan dalam RPJP Nasional dan UUD 1945 .
3. Pemerintah pusat dalam menyusunan RPJMN perlu menetapkan skala
prioritas pembangunan yang dimungkinkan dapat dicapai dalam jangka
waktu tertentu, terutama pada bidang pengembangan sumberdaya
manusia (agama, pendidikan dan kesehatan), pembangunan infrastruktur,
pengelolaan sumberdaya alam, penciptaan lapangan kerja, pelayanan
prima dan pengelolaan keuangan yang trasnparan dan akuntabel yang
berlandaskan pada kepentingan masyarakat secara umum dan bukan
dilandasi oleh kepentingan politik segelintir orang atau kelompok tertentu,
sehingga program-program tersebut mencirikan prinsip dari, oleh dan
untuk rakyat..
4. Pemerintah Pusat dalam menyusunan RPJMN perlu mengoptimal
keterlibat para stakeholders diluar birokrasi, terutama pemuka agama dan
masyarakat, pelaku ekonomi, Lembaga Swadya Masyarakat, terutama
dalam menyusun rumusan akhir RPJMN, sehingga RPJMN yang
dilahirkan dapat dilaksanakan dan diawasi oleh seluruh stakeholders
pembangunan.
5. Pemerintah pusat terus mendorong lebih giat lagi peran swasta, dunia
usaha, masyarakat dan industri untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan,
pembiayaan dan pemelihrahan pembangunan secara berkelanjutan.
6. RPJMN harus mampu menerjemahkan keragaman permasalahan dan
potensi daerah. Karena itu referensi utama dalam perumusan RPJMN
seyogyanya merujuk pada informasi dari daerah melalui Musrenbang
yang dipadukan dengan hasil-hasil kajian mendalam secara akademik oleh
lembaga riset perguruan tinggi maupun badan-badan pemerintah yang
ada di setiap kementrian dan tentu saja harus dapat menerjemahkan visi
jangka panjang pembangunan nasional.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
108
7. Dalam perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan RPJMN perlu
membangun koordinasi dan kerjasama yang kuat antar kementerian
sehingga tidak terjadi kesalahfahaman dan tumpang tindis kegiatan dan
pembiayaan terhadap satu kegiatan pada lokasi yang sama. .
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
109
BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
1. Secara umum Rencana Jangkah Menengah Nasional dengan Rencana
Jangkah Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki
keterkaitan/relevansi, artinya bahwa pemerintah daerah provinsi Sulawesi
Tenggara dalam menyusun Jangkah Menengah Daerah telah memperhatikan
Rencana Jangkah Menengah Nasional.
2. Secara umum kebijakan, kegiatan dan program yang tertuang didalam
Jangkah Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Rencana
Jangkah Menengah Nasional belum dapat memberikan dampak yang
signifikan terhadap perbaikan kehidupan masyarakat dalm arti luas.
3. Secara umum kendala dan sekaligus tantang yang dihadapi pemerintah
daerah dalam menjalankan Rencana Jangkah Menengah Daerah Nasional di
Provinsi Sulawesi Tenggara adalah terletak pada implementasi kegiatan yang
tidak sesuai perencanaan, professional, efektik, efisien, transparan dan
akuntabel serta kebanyakan salah sasaran dan sarah dengan pratek Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme (KKN).
4. Kebijakan pemerintah pusat tentang Pendendalian dan Pengawasan
lingkungan hidup, pemanfaatan bahan enegi alternative, pengembangan
industry pada karya, penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan
pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien, transpara dan akuntabel
belum membumi di daerah Sulawesi Tenggara.
5. Program Evaluasi Kinerja Pembanguna Daerah yang dilaksanakan oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ini sangat bermanfaat sebagai
bahan masukan terhadap pemerintah pusat dan pemerintah Daerah dalam
rangka perbaikan dan penyempurnaan rencana pembangunan selajutnya. .
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
110
2. Rekomendasi
1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi terus mempertahan dan
meningkatkan singkronisasi antara Rencana Jangka Menengah Nasional
dengan Rencana Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara,
agar visi, misi, tujuan dan sasaran Rencana Jangka Menengah Nasional dan
Rencana Jangka panjang Nasional membumi ke daerah-daerah provinsi.
2. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi terus meningkatkan
koordinasi dan konsultasi dalam penyusunan, pelaksanaan dan pengawasan
pelaksanaan pembangunan secara efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel secara berkelanjutan sehingga tidak terjadi timpang tidis kegiatan
dan pembiayaan pada lokasi tertentu..
3. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi terus meningkatkan
kualiatas sumberdaya aparatur untuk melaksanakan tugas dan
tanggungjawab secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel secara
berkelanjutan sehingga dalam implementasi pelaksanaan kegiatan tidak
salah proses/urus dan salah sasaran.
4. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi perlu meningkatkan
kerjasama yang solid dalam hal penegakan hukum, pemberatasan pratek
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dan pengendalian dampak
lingkungan.
5. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi perlu meningkatkan
kerjasama yang solid dan trasnparan dalam hal pengelolaan keuangan
Negara dan daerah agar dalam penggunaan keuangan menjadi efektif,
efisien, transpara dan akuntabel.
6. Program Evaluasi Kinerja Pembanguna Daerah yang dilaksanakan oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ini perlu dilakukan secara
berkelanjutan dengan memperhatikan tingkat kewajaran pembiayaan
berdasarkan kondisi geografi dan social masyarakat di setiap daerah.
7. Pemerintah pusat dalam menyusun rencana Evaluasi Kinerja Pembangunan
Daerah perlu melakukan koordinasi yang memadai dengan pemerintah
daerah sehingga tidak menyulitkan Tim EKPD dalam pengumpulan data
yang diperlukan.
Laporan Akhir EKPD Provinsi Sultra 2010
111
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2005. Sulawesi Tengara Dalam Angka. BPS. 2006. Sulawesi Tengara Dalam Angka. BPS. 2007. Sulawesi Tengara Dalam Angka. BPS. 2008. Sulawesi Tengara Dalam Angka BPS. 2009. Sulawesi Tengara Dalam Angka Bappeda, 2008. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari BKKBN, 2008. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional Sulawesi Tenggara.Kendari Dwiyanto, Agus (Editor).2006. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Diknas, 2008. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Dinas Pendidikan Nasional
Sulawesi Tenggara. Kendari Dinkes, 2008. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Dinas Kesehatan Sulawesi
Tenggara Kendari . Dinkes, 2009. Profil Kesehatan. Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara. Kendari Kuncoro. M. 2000. Ekonomi Pembangunan; Teori, Masalah dan Kebijakan. Mardiasmo.2002. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah: Good Governance,
Democratization, Tranparancy, Public Policy. Yogyakarta: Andi. Perpres.RI. No. 5 Tahun 2010. Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010-2014 Siagian, S.P. 1998. Administrasi Pembangunan. Jakarta: CV. Haji Masagung. T. Bintoro. 2000. Good Governance: Paradigma Baru Manajemen Pembangunan.
Jakarta: U.I. Press. T. Bintoro & Mustopadidjaja. 1998. Teori dan Strategi Pembangunan Nasional.
Jakarta: Gunung Agung. T. Moeljiarto. 1993. Politik Pembangunan Sebuah Analisis, Konsep, Arah dan
Strategi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Local Governance Assessment: A Case Study at Kabupaten Klaten. Yogyakarta:
Master in Public Policy and Administration Program UGM. 2006.