Laporan 9_ Kelompok 9 Pagi

31
FIELDTRIP TO PERSEMAIAN PERMANEN DRAMAGA Kelompok 9 : 1. Desi Hermawati E14110061 2. Muhammad Rifaldy H. E14120013 3. Ade Wibowo P. E14120021 4. Alif Rizki Agung S. E14120037 5. Recha Hajiah S. E14120042 6. Annisa Budi Utami E14120063 Asisten: 1. M. Yanuar P. E14100043 2. Desiva Riana Putri E14110029 3. Risma Yoga P. E14110048 4. Faris Ranggawardana E14110087 5. Bernard Juliando E14110091 6. Meirliena Rose A. E14110099 7. Sisah Man E14118001 Dosen Pengajar : Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si

description

tf

Transcript of Laporan 9_ Kelompok 9 Pagi

FIELDTRIP TO PERSEMAIAN PERMANEN DRAMAGA

Kelompok 9 :1. Desi Hermawati E141100612. Muhammad Rifaldy H. E141200133. Ade Wibowo P. E141200214. Alif Rizki Agung S. E141200375. Recha Hajiah S. E141200426. Annisa Budi Utami E14120063

Asisten:1. M. Yanuar P. E141000432. Desiva Riana Putri E141100293. Risma Yoga P. E141100484. Faris RanggawardanaE141100875. Bernard Juliando E141100916. Meirliena Rose A. E141100997. Sisah Man E14118001

Dosen Pengajar : Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si

Laboratorium Hidrologi Hutan dan Pengelolaan DASDepartemen Manajemen Hutan Fakultas KehutananInstitut Pertanian Bogor2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Petani hutan atau pengusaha hutan sangatlah membutuhkan bibit yang bermutu tinggi dalam jumlah yang memadai dan tepat waktu untuk ditanam dilapangan, karena kegiatan penanaman dilapangan membutuhkan biaya yang cukup besar. Sehingga diperlukan bibit yang bermutu tinggi untuk memberikan keuntungan yang optimum bagi petani atau pengusaha. Bibit yang bermutu tinggi dapat diperoleh petani dari persemaian atau kebun bibit. Persemaian adalah suatu areal pemeliharaan bibit yang lokasinya bisa tetap atau sementara dan dibangun dengan peralatan yang rapi dan teratur yang berkaitan dengan penghutanan kembali areal tanah kosong yang rusak ataupun peruntukan lainnya.Selain berfungsi dalam menghasilkan bibit yang berkualitas, persemaian juga berfungsi dalam konservasi tanah dan air. Sumber daya alam utama yaitu tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Hilangnya fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dapat terus menerus diperbaharui dengan pemupukan. Sedangkan kerusakan air berupa hilangnya atau mengeringnya sumber air dan menurunnya kualitas air. Hilang atau mengeringnya sumber air berkaitan erat dengan erosi, sedangkan menurunnya kualitas air dapat dikarenakan kandungan sedimen yang bersumber dari erosi atau kandungan bahan-bahan dari limbah industri/pertanian. Dengan demikian kedua sumber daya tersebut (tanah dan air) harus dijaga kelestarian fungsinya dengan upaya-upaya konservasi tanah dan air. Hilangnya sumberdaya air akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas persemaian, karena persemaian membutuhkan air yang banyak untuk pertumbuhan bibit. Namun kebutuhan air dapat terpenuhi dengan salah satu cara yaitu membangun sumur resapan, dan kolam retensi.

1.2 Tujuan PraktikumTujuan pratikum Fieldtrip ke Persemaian IPB adalah untuk mengetahui peran persemaian dalam proses konservasi tanah dan air.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bioretensi Bioretensi merupakan suatu cara untuk mengelola (dengan penyaringan dan menyimpan) limpasan air hujan berupa lahan bervegetasi dengan komposisi media tanam berupa tanah dan material tertentu sehingga membentuk kantong-kantong air dangkal. Kedalaman rain garden didesain antara 4 inch 8 inch (0,1016 m 0,2032 m), hindari kedalaman melebihi 8 inch karena akan nampak seperti lubang dan menahan lebih banyak air. Apabila kondisi tanah setempat berupa lempung/tanah liat (clay) atau memiliki laju perkolasi lambat maka diperlukan tambahan galian tanah dan perubahan/rekayasa tanah, dengan ketentuan sebagai berikut (Axinn, 1985) : Gali sedalam 1,5-2 kaki dari lubang asli (4 inc- 8inc + 1,5-2 kaki), Pada lapisan bawah galian, tambahkan kerikil setebal 3-6 inch untuk membantu infiltrasi bawah permukaan, Tutup galian dengan media tanam yang terdiri dari campuran pasir 50-60%, lapisan atas tanah 20-30%, dan kompos 20-30%. Idealnya, komposisi tanah liat harus kurang dari 10%. Pada umumnya campuran pasir 30%, kompos 30%, dan 30% material tanah eksisting akan memberikan pertumbuhan tanaman yang baik dan drainase yang memadai. Fungsi dari komposisi tersebut untuk membuat tanah lebih berpori dan lebih subur bagi tanaman.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Air Limpasan Faktor yang mempengaruhi air limpasan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor meteorologi dan karakteristik daerah tangkapan air (DTA) atau daerah aliran sungai (DAS) (Suripin, 2003) Faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1. Faktor Meteorologi, terutama adalah karakteristik hujan, yang meliputi : a. Intensitas Hujan, pengaruh intensitas hujan terhadap limpasan permukaan tergantung pada laju infiltrasi. Semakin tinggi intensitas hujan melebihi laju infiltrasi maka berpotensi meningkatkan limpasan permukaan. b. Durasi Hujan, total limpasan dari suatu hujan berkaitan dengan durasi hujan dengan intensitas tertentu. c. Distribusi Curah Hujan, laju dan volume limpasan dipengaruhi oleh distribusi dan intensitas hujan di seluruh wilayah DAS. Laju dan volume limpasan maksimum terjadi jika seluruh DAS memberi kontribusi aliran. 2. Karakteristik DAS, seperti : a. Luas dan bentuk DAS, semakin luas DAS maka laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar. Apabila aliran permukaan dinyatakan sebagai laju dan volume per satuan luas, besarnya akan semakin berkurang dengan penambahan luas DAS. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menghasilkan aliran permukaan yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar atau melingkar. b. Topografi, DAS dengan kemiringan curam disertai dengan parit/saluran yang rapat akan menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan DAS yang landai dengan parit yang jarang. c. Tata Guna Lahan, pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan (C) yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C=0 menunjukkan bahwa seluruh air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sedangkan nilai C=1 berarti bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Dari faktor-faktor tersebut, tata guna lahan merupakan faktor yang dipengaruhi oleh manusia. Perubahan tata guna lahan dari lahan hutan (undeveloped area) menjadi area terbangun memberikan kontribusi dalam peningkatan aliran permukaan. Perubahan tata guna lahan ini merupakan penyebab utama terjadinya banjir, debit puncak dapat meningkat 5 sampai 35 kali karena pada wilayah DAS tidak dapat lagi menahan aliran permukaan (Kodoatie dan Syarief, 2010). 2.3. Sumur ResapanPenurunan aliran permukaan akan menyebabkan laju erosi menurun. Bilaaliran permukaan menurun, tanah-tanah yang tergerus dan terhanyut juga akan berkurang. Dampaknya, aliran permukaan air hujan kecil dan erosi akan kecil.Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air hujan kedalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan tanahlebih lama, sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap ke dalam tanah (Sunjoto, 1991). Tujuan utama dari sumur resapan ini adalah memperbesar masuknya air ke dalam tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan lebih banyak masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran permukaan (run off). Untuk menentukan dimensi sumur resapan agar mampu menampung air hujan sebelum diserapkan ke dalam tanah harus diperhitungkan terhadap beberapa hal,1. Lama hujan dominan, data lama hujan yang diperhitungkan sangat mempengaruhi kapasitas sumur resapan. 2. Intensitas hujan, untuk daerah yang belum tersedia grafik hubungan antara lama hujan, intensitas serta frekuensi kejadian, dapat dilakukan dengan analisis rekuensi.3. Selang waktu hujan, agar dimensi sumur resapan mampu untuk menampung air hujan yang terjadi berurutan, maka selang waktu hujan harus diperhitungkan.4. Kondisi air tanah, pada kondisi permukaan air tanahyang dalam, sumur resapan perlu dibuat secara besar-besaran karena tanah benarbenar memerlukan suplai air melalui sumur resapan. Sebaliknya pada lahan yang memiliki muka air tanah yang dangkal, sumur resapan kurang efektif dan tidak akan berfungsi dengan baik. Terlebih pada daerah rawa dan pasang surut, sumur respapan kurang efektif.5. Koefisien permeabilitas tanah,angka koefisien permeabilitas tanah akan mempengaruhi kecepatan peresapan. Tanah yang mempunyai angka koefisien permeabilitas tinggi akan mempunyai kapasitas peresapan yang besar, sehingga waktu yang diperlukan untuk mengosongkan sumur resapan menjadi pendek.6. Tata guna lahan (land use), tata guna lahan akan berpengaruh terhadap prosentase air yang meresap ke dalam tanah dengan aliran permukaan. Pada lahan yang banyak tertutup beton bangunan, air hujan yang mengalir di permukaan tanah akan lebih besar dibandingkan dengan air yang meresap ke dalam tanah.7. Kondisi sosial ekonomi masyarakat, perencanaan sumur resapan harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Misalnya, pada kondisi perekonomian yang baik, biaya untuk sumur resapan dapat dibebankan pada masyarakat dan konstruksinya dapat dibuat dari bahan yang benar-benar kuat. Sebaliknya pada kondisi sosial ekonomi masyarakat rendah, sumur resapan harus dibuat dari bahan-bahan yang murah dan mudah didapat serta konstruksinya sederhana.8. Ketersediaan bahan, perencanaan sumur resapan harus mempertimbangkan ketersediaan bahan-bahan yang ada di lokasi. Untuk daerah perkotaan, sumur resapan dapat dibuat dari bata, beton, tangki fiberglass atau cetakan beton sedangkan untuk daerah pedesaan, sumur resapan yang cocok dikembangkan adalah dari bambu atau kayu yang tahan lapuk atau bahan yang murah dan mudah didapat dilokasi.Prinsip dari sumur resapan adalah direncanakan agar mampu menampung dan meresapkan debit air hujan yang diperhitungkan. Oleh sebab itu, sekeliling dinding sumur dapat diberi pelindung yang berupa pasangan batu bata, batu kosong atau tanpa diberi pelindung. Untuk penutup sumur diberi plastik atau plat beton agar aman. Peresapan ini perlu dilengkapi dengan peluap untuk melewatkan air hujan yang tidak diperhitungkan (Subarkah, 1980).

2.4. Konservasi Tanah dan AirKonservasi tanah dapat diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah dengan penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah, sedangkan konservasi air pada prinsipnya penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau (Arsyad, 2000). Metoda konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu metoda vegetatif, metoda mekanik dan metoda kimia. Pada penelitian ini digunakan metoda mekanik dan metoda vegetatif, yaitu dengan membuat guludan bersaluran dan rorak yang dilengkapi lubang resapan dengan diberi serasah (mulsa vertikal). Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotang arah lereng. Serupa halnya dengan guludan, rorak merupakan sejenis embung yang dibuat searah kontur. Didasar rorak dan guludan dibuat lubang resapan yang selanjutnya diisi dengan mulsa vertikal yang berfungsi mengefektifkan peresapan air ke dalam tanah. Jarak antar guludan dan antar rorak tergantung pada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah dan erosivitas hujan. Mulsa mengurangi erosi dengan cara meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta mengurangi daya gerus aliran permukaan (Brata et.all, 1992)

BAB IIIMETODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum Pengelolaan Ekosistem Hutan dan Daerah Aliran Sungai dengan materi praktikum Konservasi Tanah dan Air berupa kegiatan Fieldtrip di Persemaian Permanen Dramaga dengan kerjasama antara Fakultas Kehutanan IPB dan Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung yang bertempat di Persemaian Permanen Dramaga IPB pada hari Kamis, 30 April 2015 pukul 09.00-12.00 WIB untuk langkah praktikum selanjutnya.

3.2. Alat dan Bahan 1. Kamera HP2. Alat tulis 3. Recorder

3.3. Langkah Kerja1. Berkumpul di persemaian permanen Dramaga IPB2. Mendengarkan penjelasan dari dosen dan pengelola persemaian permanen3. Kemudian membagi 2 kelompok , dengan rute penjelasan yang berbeda4. Tempat pertama yang kita datangi yaitu sumur yang dibuat untuk menampung aliran air dari sumur resapan5. Kemudian beranjak ke tempat sumur resapan air6. Setelah itu berlanjut ke lahan yang terkena erosi yang sekarang ditumbuhi oleh tumbuhan merambat dan tempat diletakkannya water tang7. Kemudian turun kebawah ketempat ground tank8. Setelah itu melihat system pengatruan aliran air ke shaded dank dan open area di control panel9. Setelah itu menuju open area untuk melihat fungsi dari kran air yang telah diaktifkan di control panel tadi10. Kemudian melihat jenis tumbuhan ini sedang disapih yang saat di open area11. Melihat tumbuhan di miniature pulau-pulau di Indonesia dengan ciri khas tiap pulau tersebut.12. Setelah itu menuju ke shaded area untuk melihat kerja sistem pengairan berupa kran air yang telah di aktifkan di control panel13. Tempat terakhir yang kita datangi yaitu kolam retensi yang memiliki mata air 14. Setelah itu penjelan sedikit tentang jenis-jenis tumbuhan yang ada di persemaian permanen dramaga IPB

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HasilGambarKeterangan

Sumur yang menampung air dari sumur resapan

Sumur resapan yang menampung air ketika hujan turun

Lahan yang terkena erosi daan di tumbuhi oleh tumbuhan merambut yang berfungsi untuk merekatkan struktur tanah

Water tank, tempat penampungan air dari sumber air yang berada di dalam hutan belakan persemaian permanen dramaga IPB

Ground tank, tempat penampungan air yang untuk dijalankan ke shaded dan open area dengan pengontrolan di control panel

Pipa pengaturan untuk menyalurkan air yang ada di control panel

Aktivasi listrik yang ada di control panel

Pipa penyaluran air dari ground tank ke pipa yang ada di dalam control panel

Kran air yang berada di open area yang mendapat saluran air yang di aktifkan di control panel

Open area untuk memproduksi bibit

Rak open area untuk meletakkan bibit

Kran air yang ada di shaded area

Miniature gambaran pulau-pulau di indonesa dengan beragam jenis tumbuhan khas yang berada disetiap pulau

Kolam retensi untuk menampung air dari sumber mata air

4.2. PembahasanSecara sederhana,erosi dapat diartikan sebagai proses pelepasan dan pemindahan massa batuan dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam erosi percik, erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, erosi internal dan tanah longsor (Suripin 2001). Erosi Percik (Splash erosion)adalah proses terkelupasnya patikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos. Arah dan jarak terkelupasnya partikel-partikel tanah ditentukan oleh kemiringan lereng, kecepatan dan arah angin, keadaan kekasaran permukaan tanah, dan penutupan tanah. Erosi Lembar (Sheet erosion)adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff). Erosi Internal (Internal or subsurface erosion)adalah terangkutnya butir-butir primer kebawah ke dalam celah-celah atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal menyebabkan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah dengan cepat sehingga aliran permukaan meningkat yang menyebabkan terjadinya erosi lembar atau erosi alur. Tanah Longsor (Landslide)adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar. Erosi Alur (Rill erosion)adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air. Alur-alur yang terjadi masih dangkal dan dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah. Erosi Parit (Gully erosion)proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi saluran yang terbentuk sudah sedemikian dalamnya sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi Tebing Sungai (Streambank erosion)adalah pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan pengerusan dasar sungai oleh aliran air sungai. Erosi tebing akan lebih hebat jika vegetasi penutup tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan tanah terlalu dekat tebing (Suripin 2001). Jenis erosi yang teridentifikasi pada area sekitar kampus pada saat praktikum dilakukan adalah erosi alur dan erosi tebing sungai. Sarief (1985) lebih lanjut mengungkapkan bahwa tidak mungkin atau sangat sulit untuk mencegah atau menghilangkan erosi sampai pada tingkat tidak terjadi erosi sama sekali atau nol pada tanah-tanah yang diusahakan. Akan tetapi usaha konservasi dilakukan tidak untuk menghentikan erosi, tetapi mengendalikan laju erosi ke suatu nilai tertentu yang menguntungkan yaitu nilai erosi yang diperbolehkan. Thorne et al. (1980) dikutip oleh Rahim (2000), berpendapat bahwa sedikitnya ada empat faktor utama yang mempengaruhi laju erosi yang dapat ditoleransi tanpa kehilangan produktivitas tanah secara permanen. Keempat faktor tersebut adalah kedalaman tanah, tipe bahan induk, produktivitas relatif dari topsoil dan subsoil, dan jumlah erosi terdahulu. Sedangkan Hakim et al (1986) berpendapat bahwa penetapan besarnya erosi yang diperbolehkan semata-mata merupakan suatu kompromi dari pertimbangan sifat-sifat tanah dan ekonomi dengan berpatokan pada besarnya erosi yang terjadi dan besarnya erosi yang diperbolehkan/dibiarkan dengan proses pengolahan tertentu, maka ditetapkan alternatif-alternatif perbaikan pengolahan tanah agar erosi yang terjadi dapat diteruskan sampai batas yang masih dapat diperbolehkan.Ada 3 metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan-bahan kimia untuk mengaawetkan tanah (Sarief 1985). Konservasi Tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi air adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air (Sarief 1985).Sitorus (1985) mengungkapkan pentingnya Konservasi Tanah dan Air di lahan kering. Menurutnya, dengan dilakukan konservasi tanah dan air di lahan kering diharapkan mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air sepanjang tahun yang akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah di daerah lahan kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering biasanya mempunyai curah hujan yg rendah dan intensitas yang rendah pula, dengan kondisi seperti itu menyebabkan susahnya tanaman-tanaman tumbuh dan berkembang, padahal tanaman merupakan media penghambat agar butiran hujan tidak berbentur langsung dengan tanah. Benturan seperti inilah yg menyebabkan tanah mudah terurai sehingga gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi erosi. Pemanfaatan vegetasi pada system konservasi tanah dan air selain sebagai penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran permukaan, memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah.Teknik Konservasi tanah yang dikenal selama ini adalah usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani sesuai dengan kemampuannya dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Teknik konservasi tanah juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan, meningkatkan dan mengembalikan daya dukung lahan melalui pengendalian erosi (on site) dan perlindungan daerah bawahanya (off site) (Sitorus 1985). Metode konservasi teknis yang mudah dan dapat menggunakan bahan yang tersedia ditempat misalnya bambu, batang dan rantingkayu adalah dengan menggunakan bronjong batu (gabion) (Sarief 1985). Pembahasan selanjutnya akan dijelaskan secara singkat metode KTA dengan bronjong batu yakni salah satu metode mekanik yang diidentifikasi dalam salah satu bentuk KTA yang ada pada area/daerah yang diamati dalam praktikum.Mengacu kepada penjelasan yang diungkapkan Sarief (1985), secara singkat dapat dikatakan bahwa bronjongbatu ditujukan untuk menampung erosi, aliran permukaan, dan material longsor yang berasaldari lahan bagian atas, Penahan material longsordengan volume yang kecil. Untukmenanggulangi longsor dengan volume besar, bronjong dibuat dari susunan batu dalam anyaman kawat. Sistem ini juga cocok kalaubatu yang ada tidak terlalu besar (diameterantara 30-40 cm) untuk membangun sistem dari batuan lepas. Dalamkonservasi tanah dan air, maka perlu dilakukanperbaikan kondisi lahan dengan menata kembal ibentuk lerenga agar lebih stabil, yaitu denganmembuat lereng lebih datar atau memperkecilketinggian lereng dan dengan memperhatikanserta memperbaiki saluran air. Hal ini dilakukan untuk mengurangi besarnyalimpasan,meningkatkan tegangan air pori danerosi yang umumnya merupakan pendorong terjadinya longsor.Bronjong dibuat di lapangan dengan membentuk bak darijala-jala kawatyang diisidengan batukali yangsesuai ukurannya. Matras jala-jala kawat diperkuat dengan kawat-kawat besar atau bajatulangan padaujung-ujungnya.Persemaian Permanen BPDAS Citarum-Ciliwung yang dibangun atas kerjasama Kementerian Kehutanan dengan Fakultas Kehutanan IPB ini merupakan salah satu prioritas kita dalam meningkatkan keberhasilan program penanaman dan pelihara pohon. Program pembangunan Persemaian Permanen dimulai pada tahun 2013 melalui kegiatan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial termasuk di BPDAS Citarum-Ciliwung, Bogor, Jawa Barat. Persemaian permanen dibangun dengan tujuan untuk memproduksi bibit dalam rangka mendukung kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No: SK.707/Menhut-II/2013 tentang penetapan jenis tanaman yang benihnya wajib diambil dari sumber benih bersertifikat yaitu Jati, Mahoni, Sengon, Gmelina dan Jabon. Hal ini menjadi signifikan mengingat penggunaan bibit yang baik mampu meningkatkan keberhasilan penanaman sekaligus produktivitas tanaman. Artinya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tidak semata-mata mengejar luasan tetapi juga menghasilkan tegakan yang sesuai dengan keinginan pasar.Persemaian permanen adalah kegiatan produksi bibit, baik melalui cara vegetatif maupun generatif, yang dilaksanakan secara menetap dengan memanfaatkan teknologi modern. Karena menggunakan teknologi tinggi, kapasitas produksi bibit Persemaian Permanen ini mampu menghasilkan 500.000 batang per tahun dengan jenis tanaman yang beragam, antara lain: Albazia, Jabon, Gmelina, Akasia mangium, Suren, Mahoni, Kenari, Tanjung serta buah-buahan. Disini, pemanfaatan materi genetik unggul hasil penelitian sebagai suatu keharusan, agar nilai tegakan semakin baik dan berkualitas.Sebagai contoh, pohon Sengon yang berasal dari benih bersertifikat dapat dipanen setelah berumur 5 tahun dimana satu hektar Sengon mampu menghasilkan Rp. 300 juta. Begitu juga dengan pohon Jati dengan umur 10 tahun menjadi yang paling laku di pasaran dengan harga Rp. 7 juta per m3. Tentu ini menjadi bukti nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Saat ini terdapat luasan lahan yang dapat dihijaukan kembali seluas 20 juta hektar yang tersebar di Kalimantan dan Sumatera. Apabila masyarakat dapat mengembangkan tanaman tersebut di luar Pulau Jawa, maka tekanan terhadap tegakan Jati maupun Sengon dari Pulau Jawa dapat berkurang.Pembangunan Persemaian Permanen dan Kebun Bibit Rakyat yang dilaksanakan di seluruh Indonesia menjadi elemen penting dalam mendukung program pro rakyat, yaitu sebagai tulang punggung rehabilitasi hutan dan lahan, serta kegiatan HTR, HKm dan HD yang menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi rakyat di pedesaan atau di dalam/sekitar hutan. Adanya Persemaian Permanen BPDAS Citarum-Ciliwung ini dapat dijadikan contoh untuk persemaian permanen BPDAS yang lain, terutama untuk yang di luar Pulau Jawa. Semoga ke depan, tempat persemaian seperti ini akan terus bertambah di seluruh provinsi di Indonesia dan dapat meningkat hingga ke tingkat kabupaten. Distribusi bibit produksi dari persemaian permanen diutamakan untuk masyarakat, kelompok dan atau instansi pemerintah yang membutuhkan bibit berkualitas. Pemberian bibit harus disertai jaminan dari penerima bahwa bibit akan ditanam lapangan. Dengan demikian, maka secara langsung produksi bibit persemaian permanen dapat mendukung upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan.Pengelolaan persemaian permanen ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bibit tanaman rehabilitasi hutan dan lahan, serta membantu masyarakat (pribadi maupun kelompok tani), serta instansi dan kelompok masyarakat lainnya yang ingin menanam tanaman kayu-kayuan di tempat-tempat yang membutuhkan penanaman pohon. Persemaian permanen membutuhkan sumber daya manusia sebagai penggerak kegiatan pengelolaan di dalamnya. Struktur organisasi pengelola persemaian permanen di BPDAS Citarum-Ciliwung terdiri dari manajer, pelaksana teknis persemaian, pelaksana administrasi dan keuangan, kepala mandor, mandor penanaman, mandor pemeliharaan tanaman, dan mandor sarana dan prasarana.Kegiatan yang paling banyak menggunakan tenaga kerja dan hari kerja adalah: pemindahan media (tanah, gambut, sekam), pencampuran media, serta pengisian media ke dalam polybag. Setelah kegiatan-kegiatan tersebut selesai dilaksanakan, maka pekerjaan berikutnya adalah penaburan benih-benih tanaman ke media tabur yang telah disiapkan di germination house, serta seleksi bibit atau penyapihan bibit yang baru tumbuh untuk ditanam di polybag di rooting house. Apabila bibit sudah mempunyai daun dan perakaran yang mantap, maka selanjutnya dipindahkan ke bedengan yang telah ditentukan. Setelah itu kegiatan yang dilakukan adalah penyiangan dari rumput dan gulma pengganggu, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit serta pembersihan lahan persemaian.Selain itu terdapat banyak permintaan bibit dari kelompok tani, organisasi masyarakat, lembaga dan individu yang telah berhasil dipenuhi dari persemaian BPDAS untuk ditanam di lahan mereka. BPDAS Citarum-Ciliwung memberikan bibit tersebut gratis, tidak dipungut biaya, tetapi harus ada jaminan bahwa bibit tersebut ditanam.

BAB VKESIMPULANJenis erosi yang ada pada wilayah sekitar kampus adalah erosi alur dan erosi tebing. Kegiatan untuk mengurangi erosi di wilayah sekitar kampus juga telah dilakukan, yakni dengan menerapkan metode Konservasi Tanah dan Air secara mekanik dengan bronjong dan metode Konservasi Tanah dan Air metode vegetasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor (ID). Brata, K. R., Sudarmo, dan D. Waluyo. 1992. Pemanfatan Sisa Tanaman sebagai Mulsa Vertikal dalam Usaha Konservasi Tanah dan Air pada Pertanian Lahan Kering di Tanah Latosol Dramaga. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor (ID).Axinn, G. H. 1985. System og Agriculture Extension dalam Educion for Agriculture International Rice Research Institute. Manila (PH) . Philippines.Hakim N et al. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung(ID) : Universitas Lampung PressKodoatie, R dan Syarief, R. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta (ID) : Penerbit AndiRahim SE. 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta(ID) : Bumi AksaraSarief ES. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Bandung (ID): PT. Pustaka BuanaSitorus SRP. (1985) Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung(ID): Tarsito Press Subarkah, Iman. 1980, Hidrolika Untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung (ID): Idea Dharma.

Sunjoto. 1991. Hidrolika Sumur Resapan. Yogyakarta(ID) : Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta(ID) : Andi PressSuripin, 2003. Sistem Drainase Kota Yang Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi.