laporan 2
-
Upload
aditya-sahid -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of laporan 2
1
SKENARIO
OBESITAS
Seorang laki-laki berusia 15 tahun dibawa oleh ibunya ke klinik gizi karena
mengalami obesitas. ia senang sekali makan junk food dan gorengan. Aktivitasnya
setelah pulang sekolah, bermain video games selama berjam-jam. Ibu khawatir
dengan kesehatan anaknya. Karena akhir-akhir ini sering mengeluh sakit kepala
juga. Anak ini mengaku sudah pernah mencoba diet, tetapi gagal terus. Hasil
laboratorium menunjukan kadar kolesterol total 300mg/dl. Dokter mengatakan
bahwa anak ini mengalami dislipidemia. Dokter meyarankan untuk merubah gaya
hidup dahulu, jika masih gagal, maka dokter akan memberikan obat golongan
HMG-CoA reduktase inhibitor.
STEP 1
1. Obesitas: Kelebihan lemak pada tubuh, biasanya pada jaringan subkutan dan
sekitar organ.
2. Junk food: Makanan cepat saji.
3. LDL: Low Density Lipoprotein, yang mengangkut kolesterol paling banyak
dalam darah (Normalnya < 100mg/dl)
4. Dislipidemia: peningkatan trigliserid dan kolesterol, serta penurunan HDL.
5. HDL: High Density Lipoprotein, yang berfungsi mengangkut kolesterol ke
dalam hati
6. HMG-CoA reduktase inhibitor: obat pencegah kerja enzim HMG-CoA
reduktase
STEP 2
1. Berapakah nilai normal LDL, HDL, dan trigliserid?
2. Bagaimana penentuan obesitas dan apa saja tipe-tipe obesitas?
3. Apa saja faktor resiko obesitas?
4. Apakah hubungan obesitas dengan dislipidemia?
5. Apakah hubungan aktivitas dengan keluhan pasien?
6. Mengapa pasien mengeluhkan sering sakit kepala?
2
7. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?
9. Bagaimana cara kerja obat HMG-CoA reduktase inhibitor?
STEP 3
1. Nilai Normal
A. LDL : ≤ 100mg/dl
B. HDL: 40-59 mg/dl
C. Trigliserid: < 150mg/dl
2. Tipe obesitas
A. Obesitas Hiperplastik
B. Obesitas Hipertropik
C. Obesitas Campuran
Berdasarkan penyebaran dalam tubuh: Android dan Genoid
3. Faktor Resiko
A. Genetik
B. Gaya hidup tidak sehat
C. Usia
D. Jenis kelamin
E. Faktor kegemukan
4. Hubungan obesitas dengan dislipidemia
A. Karena adanya akumulasi lemak sehingga dapat menyebabkan
aterosklerosis
B. Berhubungan juga dengan penyakit diabetes mellitus tipe 2, batu
ginjal, batu empedu, dan hipertensi
5. Hubungan aktivitas dengan keluhan pasien
A. Makan junk food dan aktivitas yang jarang dapat menyebabkan
penumpukan lemak, sehingga terjadi obesitas
B. Harus di perbaiki dengan mengubah gaya hidup
3
6. Penyebab sakit kepala pada kasus
A. Peningkatan trigliserid dan kolesterol menyebabkan aterosklerosis
sehingga dapat menyebabkan kurangnya oksigenasi otak, maka akan
sakit kepala.
B. Hipertensi dapat menyebabkan sakit kepala
7. Penegakan diagnosis
A. Anamnesis
1) Pola hidup/pola makan
2) Aktivitas fisik
3) Riwayat penyakit keluarga
4) Gejala
5) Usia
6) Lingkungan
B. Pemeriksaan fisik
1) Berat badan
2) Tinggi badan
C. Pemeriksaan penunjang
1) LDL
2) HDL
3) Trigliserid
4) Kolesterol total
8. Penatalaksanaan
A. Farmako
B. Non-farmako
9. Cara kerja obat
A. Metabolik primer: Menghambat sintesis kolesterol
B. Metabolisme lipoprotein: Meningkatkan pembersihan LDL
4
STEP 4
1. Nilai normal
A. Trigliserid dihasilkan diusus lalu masuk ke aliran limfe lalu ke dalam
darah. Bila dipakai, trigliserid akan pecah menjadi gliserol dan asam
lemak. Trigliserid tetap disimpan bila aktivitas hanya ringan
B. LDL akan meningkat bila asupan kolesterol meningkat
C. HDL akan menurun karena hati masih memiliki persediaan dari hasil
gluconeogenesis
Mekanisme Lipoprotein
A. Jalur Eksogen
B. Jalur Endogen
2. Tipe obesitas :
A. Hiperplastik: Jumlah sel lebih banyak dari normal
B. Hipertropik: Ukuran sel lebih besar dari normal
C. Campuran: Keadaan hiperplastik dan hipertropik
D. Android: Penumpukan lemak pada tubuh bagian atas
E. Genoid: Penumpukan lemak pada tubuh bagian bawah
Menurut WHO :
A. Pradiabetes: IMT 25-29,9
B. Diabetes tipe I: IMT 30-34,9
C. Diabetes tipe II: IMT 35-39,9
D. Diabetes tipe III IMT >40
3. Faktor resiko dislipidemia, antara lain :
A. Jenis kelamin: Berhubungan dengan hormone estrogen dan progesterone
B. Umur: Pria ≥ 45 dan wanita ≥ 55
C. Penurunan aktivitas
5
8. Penatalaksanaan
A. Non-farmako
1) Terapi Nutrisi
a) Karbohidrat 60%
b) Lemak 20-25%
c) Protein 15%
2) Aktivitas fisik
Jalan kaki, bersepeda, berenang, dll
B. Farmako
1) Bile Acid Sequestrants
2) HMG-CoA reduktase inhibitor
3) Asam Nikotinik
4) Ezitimib
STEP 5
1. Mekanisme homeostatic kebutuhan energi
2. Dislipidemia (Klasifikasi, etiologi, penegakan diagnosis, dan penatalaksanaan)
OBESITAS
S
Hipertensi
Dislipidemia
Metabolisme Lipoprotein
Penegakan Diagnosis
Faktor
Resiko
Aterosklerosis
Komplikasi
Penatalaksanaan
6
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
1. Mekanisme homeostatic kebutuhan energi
A. Keseimbangan asupan dan pengeluaran energi
Asupan dan pengeluaran energi diseimbangkan dalam keadaan siap.
Asupan karbohidrat, lemak, dan protein menyediakan energi yang dapat di
gunakan untuk menjalankan berbagai fungsi tubuh atau disimpan untuk
penggunaan selanjutnya. Kestabilan berat badan dan komposisinya selama
waktu yang lama membutuhkan keseimbangan masukan energi dan
pengeluarannya. Bila seseorang makan berlebihan dan dan masukan energi
melebihi pengeluarannya, kebanyakan energi berlebih tersebut akan disimpan
sebagai lemak, dan berat badan akan meningkat; sebaliknya, kehilangan
massa tubuh dan kelaparan terjadi bila masukan energi tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.(Guyton.2012).
Karena jenis makanan yang berbeda mengandung proporsi protein,
karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin yang berbeda-beda, maka
keseimbangan yang wajar juga harus dipertahankan diantar semua jenis
makanan ini sehingga semua segmen sistem metabolisme tubuh dapat
dipasok dengan bahan yang di butuhkan.(Guyton.2012).
B. Pengaturan asupan makanan dan penyimpanan energi
Stabilitas komposisi dan massa total tubuh dalam jangka waktu yang lama
membutuhkan kesesuaian masukan energi dengan pengeluaran energi. Hanya
sekitar 27 perseen energi yang diperoleh mencapai sistem fungsional sel pada
keadaan normal. Banyak dari energi tersebut yang akhirnya diubah menjadi
panas, yang dihasilkan dari metabolisme protein, aktivitas otot, dan aktivitas
berbagai Organ dan jaringan tubuh. Kelebihan masukan energi disimpan
terutama sebagai lemak, sedangkan defisit masukan energi menyebabkan
berkurangnya massa total tubuh sampai pengeluaran energi akhirnya
7
sebanding dengan masukan energi atau sampai terjadi kematian.
(Guyton.2012).
Walaupun terdapat variasi yang bermakna dalam jumlah simpanan energi
(yaitu, massa lemak) pada berbagai individu, mempertahankan suplai energi
yang adekuat sangat penting untuk ketahanan hidup. Oleh karena itu, tubuh
dilengkapi dengan sistem kontrol fisiologis yang luar biasa untuk
membantu mempertahankan masukan energi yang adekuat.contohnya, defisit
simpanan energi, dengan cepat akan mengaktifasi berbagai mekanisme yang
menimbulkan rasa lapar dan mendorong seseorang untuk mencari makanan.
Pada atlet dan buruh, pengeluaran energi untuk aktivitas otot yang tinggi
dapat mencapai 6000 sampai 7000 kalori per hari pada orang dengan aktivitas
sangat ringan. Jadi, sejumlah besar pengeluaran energi yang disebabkan kerja
fisik biasanya akan merangsang sejumlah besar peningkatan asupan kalori
yangsebanding.(Guyton.2012).
C. Jenis lipoprotein
1. Kilomikron
Lipoprotein dengan komponen 80% trigliserida dan 5% kolesterol
ester. Kilomikron membawa makanan ke jaringan lemak dan otot rangka
serta membawa kolesterol kembali ke hepar. Kilomikron yang
dihidrolisis akan mengecil membentuk kilomikron remnan yang
kemudian masuk ke hepatosit. Kilomikronemia post pandrial mereda
setelah 8 – 10 jam (Sudoyo, 2009).
2. VLDL
Lipoprotein terdiri dari 60% trigliserida dan 10 – 15 % kolesterol.
VLDL digunakan untuk mengangkut trigliserida ke jaringan. VLDL
reman sebagian akan diubah menjadi LDLyang mengikuti penurunan
hipertrigliserida sedangkan sintesis karbohidrat yang berasal dari asam
lemak bebas dan gliserol akan meningkatkan VLDL (Sudoyo, 2009).
8
3. IDL
Lipoprotein yang mengandung 30% trigliserida, dan 20%
kolesterol. IDL merupakan zat perantara sewaktu VLDL dikatabolisme
menjadi IDL (Sudoyo, 2009).
4. LDL
Lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar (70%). Katabolisme
LDL melalui receptor-mediated endocytosis di hepar. Hidrolisis LDL
menghasilkan kolesterol bebas yang berfungsi untuk sintesis sel
membran dan hormone steroid. Kolesterol juga dapat disintesis dari
enzim HMG-CoA reduktase berdasarkan tinggi rendahnya kolesterol di
dalam sel (Sudoyo, 2009).
5. HDL
HDL diklasifikasikan lagi berdasarkan Apoprotein yang
dikandungnya. Apo A-I merupakan apoprotein utama HDL yang
merupakan inverse predictor untuk resiko penyakit jantung koroner.
Kadar HDL menurun pada kegemukan, perokok, pasien diabetes yang
tidak terkontrol dan pemakai kombinasi estrogen-progestin. HDL
memiliki efek protektif yaitu mengangkut kolesterol dari perifer untuk di
metabolisme di hepar dan menghambat modifikasi oksidatif LDL melalui
paraoksonase (protein antioksidan yang bersosiasi dengan HDL)
(Sudoyo, 2009).
6. Lipoprotein
Terdiri atas partikel LDL dan apoprotein sekunder selain apoB-
100. Lipoprotein jenis ini menghambat fibrinolisis atau bersifat
aterogenik (Sudoyo, 2009).
1. Metabolisme Lipoprotein dan Patofisiologi
Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas tiga jalur utama yaitu:
A. Jalur metabolisme eksogen
B. Jalur metabolisme endogen
C. Jalur reverse cholesterol transport.
9
Kedua jalur pertama berhubungan dengan metabolisme kolesterol-
LDL dan trigliserid, sedang jalur yang ketiga khusus mengenai
metabolisme kolesterol-HDL.
A. Jalur metabolisme eksogen
Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserid dan
kolesterol. Selain kolesterol yang berasal dari makanan, dalam usus
juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresi bersama empedu ke
usus halus. Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan
maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen. Trigliserid dan
kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa
usus halus. Trigliserid akan diserap sebagai asam lemak bebas sedang
kolesterol sebagai kolesterol. Di dalam usus halus asam lemak bebas
akan dirubah lagi menjadi trigliserid, sedang kolesterol akan mengalami
esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya bersama dengan
fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenal
dengan kilomikron. (Sudoyo, 2009)
Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui
duktus torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserid dalam
kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase
yang berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas (free fatty acid ).
Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserid kembali di
jaringan lemak, tetapi bila terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian
akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan trigliserid
hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan
menjadi kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan
akan dibawa ke hati.
10
Gambar 1.1. Jalur Metabolisme Eksogen( Sudoyo,2009)
B. Jalur metabolisme endogen.
Trigliserid dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresi ke
dalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apoliproprotein yang
terkandung dalam VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi,
trigliserid di VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein
lipase (LPL), dan VLDL berubah menjadi IDL yang juga akan
mengalami hidrolisis dan berubah menjadi LDL. Sebagian dari VLDL,
IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati. LDL
adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol.
Sebagian kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan
steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang
mempunyai reseptor untuk kolesterol-LDL. Sebagian lain dari
kolesterol-LDL akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor
scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam
cell). Makin banyak kadar kolesterol-LDL dalam plasma makin banyak
yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag.
Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar
kolesterol yang terkandung di LDL. Beberapa keadaaan mempengaruhi
tingkat oksidasi seperti:
a) Meningkatnya jumlah LDL kecil padat seperti pada diabetes
melitus dan sindroma metabolik.
11
b) Kadar kolesterol-HDL, makin tinggi kadar kolesterol-HDL akan
bersifat protektif terhadap oksidasi LDL.
(Sudoyo, 2009)
C. Jalur reverse cholesterol transport
HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang
mengandung apolipoprotein (apo ) A,C,E dan disebut HDL nascent.
HDL nascent berasal dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk
gepeng dan mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent akan
mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di
makrofag. Setelah mengambil kolesterol dari makrofag, HDL nascent
berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat
diambil oleh HDL nascent, kolesterol ( kolesterol bebas ) di bagian
dalam dari makrofag harus dibawa ke permukaan membran sel
makrofag oleh suatu tranporter yang disebut adenosin triphosphate-
binding cassate tranporter-1 atau disingkat ABC-1 (Sudoyo, 2009).
Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol
bebas akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lechitin
cholesterol acyotranferase (LCAT ). Selanjutnya sebagian kolesterol
ester yang dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama
ialah ke hati dan ditangkap oleh scavenger reseptor class B type 1
dikenal dengan SR-B1. Jalur kedua adalah kolesterol ester dalam HDL
akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL dan IDL dengan
bantuan kolesterol ester transfer protein ( CETP ). Dengan demikian
fungsi HDL sebagai “ penyerap “ kolesterol dari makrofag mempunyai
dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL
dan IDL untuk membawa kolesterol kembali ke hati. (Sudoyo, 2009)
12
Gambar 1.2. Jalur metabolisme lipoprotein ( Sudoyo,2009)
Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid,
dan asam lemak bebas. Normalnya lemak ditranspor dalam darah
berikatan dengan lipid yang berbentuk globuler. Ikatan protein dan lipid
tersebut menghasilkan 4 kelas utama lipoprotein : kilomikron, VLDL,
LDL, dan HDL. Terganggunya jalur metabolisme lipoprotein dapat
meningkatkan lipid dalam darah yang akan mempengaruhi jumlah
kolesterol, trigliserida, LDL, dan HDL sehingga dapat menyebabkan
terjadinya dislipidemia. (Sudoyo, 2009)
Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 – 220 mg/dl serum)
merupakan gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan
kelebihan berat badan dan diet. Makanan berlemak meningkatkan
sintesis kolesterol di hepar yang menyebabkan penurunan densitas
reseptor LDL di serum (> 135 mg/dl). Ikatan LDL mudah melepaskan
lemak dan kemudian membentuk plak pada dinding pembuluh darah
yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya arterosklerosis dan
penyakit jantung koroner. (Sudoyo, 2009)
13
2. Dislipidemia (Klasifikasi, etiologi, penegakan diagnosis, dan
penatalaksanaan)
A. Etiologi dan Faktor Resiko
Kadar lipoprotein, terutama LDL meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Pada keadaan normal pria memiliki kadar LDL yang lebih tinggi, tetapi
setelah menopause kadarnya pada wanita lebih banyak. Faktor lain yang
menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (VLDL dan LDL) adalah
(Davey,2002):
1. Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia
2. Obesitas
3. Diet kaya lemak
4. Kurang melakukan olah raga
5. Penyalahgunaan alkohol
6. Merokok sigaret
7. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
8. Hipotiroidisme
9. Sirosis
B. Klasifikasi
1) Klasifikasi Fenotipik
a) Klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society) (Anwar, 2004).
Tabel 1.1 Klasifikasi Berdasarkan EAS (European Atheroselerosis
Society) (Anwar, 2004).
14
b) Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program) (Anwar,
2004).
Tabel 2.2 Klasifikasi Berdasarkan NECP (National Cholesterol
Education Program) (Anwar, 2004).
c. Klasifikasi WHO (World Health Organization) (Anwar, 2004).
Tabel 2.3 Klasifikasi Berdasarkan WHO (World Health
Organization) (Anwar, 2004).
2) Klasifikasi Patogenik
Klasifikasi dislipidemia berdasarkan atas ada atau tidaknya
penyakit dasar yaitu primer dan sekunder. Dislipidmia primer memiliki
penyebab yang tidak jelas sedangkan dislipidemia sekunder memiliki
penyakit dasar seperti sindroma nefrotik, diabetes melitus, hipotiroidisme
(Sudoyo, 2006). Contoh dari dislipidemia primer adalah
hiperkolesterolemia poligenik, hiperkolesterolemia familial,
hiperlipidemia kombinasi familial, dan lain-lain (Anwar, 2004).
15
1) Dislipidemia primer
Dislipidemia ini dapat disebabkan oleh banyak kelainan genetik,
dislipidemia ini menjadi beberapa keadaan, yakni :
a. Hiperkolesterolemia Poligenik
Keadaan ini merupakan penyebab hiperkolesterolemia tersering
(>90%). Merupakan interaksi antara kelainan gen yang multipel,
nutrisi, dan faktor lingkungan lainnya serta lebih mempunyai lebih dari
satu dasar metabolik. Hiperkolesterolemia biasanya ringan atau sedang
dan tidak ada xantoma (penumpukan lemak di bawah lapisan kulit)
(Sudoyo, 2009).
b. Hiperkolesterolemia Familial
Kelainan ini bersifat autosomal dominan dan terdapat bentuk
homozigot maupun heterozigot. Hiperkolesterolemia familial
homozigot memiliki kadar kol-total antara 600-1000 mg/dl, tidak dapat
diobati, menyebabkan PJK dan stenosis aorta pada masa kanak-kanan
dan dewasa muda. Hiperkolesterolemia timbul karena peningkatan
kadar kol-LDL yang disebabkan oleh kelainan fungsi atau jumlah
reseptor LDL (Sudoyo, 2009).
Pada hiperkolesterolemia familial heterozigot biasanya kadar kol-
total bervariasi antara 350-460 mg/dl, tetapi adanya nilai >300 mg/dl
pada dewasa atau >260 mg/dl untuk usia <16 tahun perlu dicurigai
diagnosis hiperkolesterolemia familial. Diagnosisnya dapat dibuat
pada saat kelahiran dengan menggunakan darah yang berasal dari
umbilikus. Kadar TG normal atau sedikit meningkat (Sudoyo, 2009).
c. Dislipidemia Remnan
Kelainan ini ditandai dengan peningkatan kolesterol dan TG
(dislipidemia kombinasi) dan berat-ringannya kelainan ini bervariasi.
Pada orang muda atau pasien yang kurus satu-satunya manifestasi
mungkin hanya hipertrigliseridemia sedang. Meskipun jarang terjadi,
namun merupakan penyebab PJK serius dan penyebab kelainan
pembuluh darah perifer yang dini. Manifestasi kardiovaskuler sering
muncul pasda dekade kehidupan ke-4 atau ke-5 (Sudoyo, 2009).
16
d. Hiperlipidemia Kombinasi Familial
Kelainan ini merupakan kelainan genetik metabolisme lipoprotein
yang sering ditemukan berhubungan dengan PJK, dengan angka
kejadian 1% dari jumlah penduduk. Diagnosis bergantung pada hasil
pemeriksaan pada anggota keluarga lain. Biasanya terjadi pada
keluarga dengan riwayat PJK yang kuat. Mayoritas pasien
menunjukkan peningkatan Apo B plasma. Pada pasien dengan
peningkatan kadar kolesterol dan TG, diagnosis banding, meliputi
dislipidemia remnan, hiperlipidemia kombinasi familial,
hiperkolesterolemia familial, dan dislipidemia sekunder (Sudoyo,
2009).
e. Sindrom Kilomikron
Kelainan ini merupakan penyebab hipertrigliseridemia berat yang
jarang ditemukan. Disebabkan oleh kelainan enzim lipoprotein lipase
atau apo C-II. Terdapat banyak xantoma eruptif. Padakeadaan ini
adanya hipertrigliseridemia berat dan kadar kolesterol HDL yang
sangat rendah tidak mengakibatkan peningkatan resiko PJK (Sudoyo,
2009).
f. Hipertrigliseridemia Familial
Keadaan ini merupakan keadaan klinis yang sama dengan sindrom
kilomikron. Hipertrigliserida yang ada bisa berat atau ringan.
Peningkatan TG yang ringan menunjukkan kenaikan kadar VLDL,
sedangkan bentuk yang lebih berat biasanya disertai kilomikronemia.
Tidak berpengaruh terhadap resiko PJK (Sudoyo, 2009).
g. Peningkatan kolesterol HDL
Kadar kol-HDL yang tinggi mengakibatkan hiperkolesterolemia
ringan. Keadaan ini merupakan abnormalitas yang ‘banal’, dan tidak
memerlukan terapi, serta disebut sebagai longevity syndrome. Kadar
lipoprotein lainnya normal (Sudoyo, 2009).
h. Peningkatan Apolipoprotein B
17
Pada beberapa penelitian ditemukan peningkatan kadar Apo B
pada banyak pasien PJK. Pengetehuan kita tentang hal ini belum
mencukupi (Sudoyo, 2009).
2) Dislipidemia sekunder
Dislipidemia ini disebabkan oleh penyakit/keadaan lain.
Penatalaksanaan penyakit primer akan memperbaiki dislipidemia yang
ada. Risiko PJK mungkin berkurang pada dislipidemia
sekunderdibandingkan dislipidemia primer karena masa berlangsung yang
lebih pendek (Sudoyo, 2009).
Ada pula yang disebut dislipidemia autoimun, yakni dislipidemia
yang terjadi karena mekanisme autoimun seperti pada penyakit-penyakit
mieloma multiple, SLE (Systemic Lupus Erythrematosus), penyakit
Graves, dan purpura trombositopenik serta idiopatik. Di sini terjadi
pembentukan antibodi yang mengikat dan mengubah fungsi enzim lipolitik
(seperti LDL, Hepatic Triglyceride Lipase-HTGL), apoprotein, dan
reseptor. 9 (Sudoyo, 2009).
Dislipidemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi
lipoprotein. Lipoprotein disini diperiksa dengan cara ultrasentrifugasi,
kemudian klasifikasi dibuat berdasarkan kandungan lipid dan apoprotein
yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density
lipoprotein (ILD), low density lipoprotein (LDL), dan high density
lipoprotein (HDL) (Sudoyo, 2009).
C. Patofisiologi
Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan
asam lemak bebas. Normalnya lemak ditranspor dalam darah berikatan
dengan lipid yang berbentuk globuler. Ikatan protein dan lipid tersebut
menghasilkan 4 kelas utama lipoprotein : kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL.
Peningkatan lipid dalam darah akan mempengaruhi kolesterol, trigliserida dan
keduanya (hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia atau kombinasinya yaitu
18
hiperlipidemia). Hiperlipoproteinemia biasanya juga terganggu (Silbernagl,
2000).
Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 – 220 mg/dl serum)
merupakan gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan kelebihan
berat badan dan diet. Makanan berlemak meningkatkan sintesis kolesterol di
hepar yang menyebabkan penurunan densitas reseptor LDL di serum (> 135
mg/dl). Ikatan LDL mudah melepaskan lemak dan kemudian membentuk
plak pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya akan menyebabkan
terjadinya arterosklerosis dan penyakit jantung koroner (Silbernagl, 2000).
19
Gambar 2.1 Lipoprotein Metabolisme (Silbernagl, 2000)
Gambar 2.2 Metabolisme Lipoprotein Lanjutan (Silbernagl, 2000)
D. Penegakan diagnosis
1. Hasil Anamnesis (Subjective)
Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor risiko seperti
konsumsi tinggi lemak, merokok, riwayat keluarga dengan dislipidemia dan
DM, kurang beraktivitas fisik, konsumsi alkohol, riwayat diabetes
20
sebelumnya. Pada umumnya dislipidemia tidak bergejala dan biasanya
ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan rutin kesehatan
(medical check-up).
2. Faktor Risiko
1. Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.
2. Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah usia < 55
tahun dan ibu < 65 tahun.
3. Kebiasaan merokok.
4. Hipertensi ( ≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat antihipertensi ).
5. Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol HDL ≥60
mg/dl maka mengurangi satu faktor risiko dari jumlah total.
(Mansjoer, 2009)
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan antropometri (lingkar perut dan IMT/Indeks Massa Tubuh) dan tekanan darah. Cara pengukuran dengan rumus : IMT(kg/m2)= BB(kg)/TB2(m) (Mansjoer, 2009).
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan
diagnosa.
2. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolesterol total,
kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida plasma.
(Mansjoer, 2009)
Gambaran Laboratorium.
Untuk menilai apakah kadar kolesterol seseorang tinggi atau rendah,
semuanya harus mengacu pada pedoman umum yang telah disepakati dan
digunakan di seluruh dunia yaitupedoman dari NCEP ATP III (National
cholesterol Education Program, Adult Panel Treatment III), yang antara lain
menetapkan bahwa :
1. Total Kolesterol :
Nilai Normal : < 200 mg/dl
Perbatasan tinggi : 200 – 239 mg/dl
21
Tinggi : > 240 mg/dll
2. LDL Kolesterol :
Optimal : < 100 mg/dl
Mendekati optimal : 100 – 129 mg/dl
Perbatasan tinggi : 130 – 159 mg/dl
Tinggi : 160 – 189 mg/dl
Sangat tinggi : > 190 mg/dl
3. HDL Kolesterol :
Rendah : < 40 mg/dl
Tinggi : 60 mg/dl
4. Trigliserida
Normal : < 150 mg/dl
Perbatasan tinggi : 150 -199 mg/dl
Tinggi : 200 – 499 mg/dl
Sangat tinggi : > 499 mg/dl
(Mansjoer, 2009)
Pada pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam
menegakkan diagnosa. Parameter yang diperiksa yaitu kadar kolesterol total,
kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserid.
a. Persiapan
Sebaiknya pasien dalam keadaan metabolik yang stabil, tidak ada
perubahan berat badan, pola makan, kebiasaan merokok, olahraga, minum
kopi/alcohol dalam 2 minggu terakhir sebelum dilakukan pemeriksaan, tidak
ada sakit berat atau operasi dalam 2 bulan terakhir
Tidak mendapat obat yang mempengaruhikadar lipid dalam 2 minggu
terakhir. Bila haltersebut tidak memungkinkan, pemeriksaantetap dilakukan
tetapi, dengan disertai catatan
22
b. Pengambilan bahan pemeriksaan
Pengambilan bahan dilakukan setelah puasa makanan 12-16 jam. Sebelum
bahan diambil pasien duduk selama 5 menit. Pengambilan bahan dilakukan
dengan melakukan bendungan vena seminimal mungkin. Bahan yang diambil
adalah serum.
c. Analis
Analis kolesterol total dan trigliserida dilakukan dengan metode ensimatik.
Analis kolesterol HDL dan Kol-LDL dilakukan dengan metode presipitasi
dan ensimatik. Kadar kolesterol LDL sebaiknya diukur secara langsung, atau
dapat juga dihitung menggunakan rumus Friedewaid kalau kadar trigliserida
<400 mg/d, sebagai berikut: Kadar kolesterol LDL = Kolesterol Total –
kolesterol HDL – 1/5 trigliserid.
(Mansjoer, 2009)
E. Penatalaksanaan
a. Non farmakologi
Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan penilaian
jumlah faktor resiko koroner pada pasien untuk menentukan kolesterol-LDL
yang harus dicapai. Berikut ini adalah tabel faktor resiko (selain kolesterol LDL)
yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai berdasarkan
NCEP-ATP III :
Tabel 2.4 Faktor Risiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran
Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai (Sudoyo, 2009)
Faktor Resiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran
Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai
23
- Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.
- Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah
usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.
- Kebiasaan merokok
- Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat
atihipertensi)
- Kolesterol HDL rendah ( <40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol
HDL ≥60mg/dl maka mengurangi satu faktor resiko
Setelah menemukan banyaknya faktor resiko pada seorang pasien, maka
pasien dibagi kedalam tiga kelompok resiko penyakit arteri koroner yaitu
resiko tinggi, resiko sedang dan resiko tinggi. Hal ini digambarkan pada tabel
berikut ini
Tabel 2.5 Tiga Kategori Risiko yang Menentukan Sasaran Kolesterol
LDL yang Ingin Dicapai berdasarkan NCEP (Sudoyo, 2009)
Kategori Resiko Sasaran Kolesterol
LDL (mg/dl)
1. Resiko Tinggi
a. Mempunyai Riwayat PAK dan
b. Mereka yang disamakan dengan PAK
- Diabetes Melitus
- Bentuk lain penyakit arterosklerotik yaitu
strok, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta
abdominalis
- Faktor resiko multipel (> resiko) yang
diperkirakan dalam kurun waktu 10 tahun
mempunyai resiko PAK > 20 %
<100
24
2. Resiko Multipel (≥2 faktor resiko)
3. Resiko Rendah (0-1 faktor resiko)
<130
<160
Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ditentukan berdasarkan
kategori resiko pada tabel diatas. Berikut ini adalah bagan penatalaksanaan
untuk masing-masing katagori resiko :
Gambar 2.3 Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko
tinggi ( Sudoyo,2009)
25
Gambar 2.4 Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko
sedang ( Sudoyo,2009)
Gambar 2.5 Bagan Penatalaksanaan Dislipidemia dengan faktor resiko 0-1
( Sudoyo,2009)
26
Penatalaksanaan dislipidemia diabetik ditentukan atas dasar derajat risiko
yang ditunjukkan oleh tingginya kadar masing-masing lipoprotein seperti
diperlihatkan pada tabel 1. Sasaran kadar lipid bagi pasien DM dewasa adalah
kadar lipid yang termasuk kategori risiko rendah. Bagi semua pasien yang
termasuk kategori risiko tinggi dan sedang, direkomendasikan untuk mendapat
terapi obat-obat penurun lipid disamping perubahan gaya hidup dan obat-obat
penurun kadar glukosa darah ( Sudoyo,2009).
Tabel 2.6 Kategori risiko berdasarkan kadar lipoprotein pada pasien
diabetes (Sudoyo, 2009)
Walaupun kelainan lipid pada dislipidemia diabetik ditandai oleh
hipertrigliseridemi, dan kadar kolesterol-HDL rendah sedang kolesterol-LDL
umumnya normal, sasaran yang harus dicapai pada dislipidemia diabetik
adalah kolesterol-LDL. Dari berbagai penelitian seperti misalya UKPDS,
didapatkan bahwa penentu utama keberhasilan pengelolaan lipid dalam
mencegah kelainan kardiovaskular adalah kadar kolesterol-LDL karena
mempunyai peran yang sangat nyata dan kuat dalam proses aterosklerosis,
melebihi peran fraksi lipid yang lain ( Trigliserida dan HDL-kolesterol )
( Sudoyo,2009).
Meliputi modifikasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan.
Terapi diet memiliki tujuan untuk menurunkan resiko PKV dengan mengurangi
asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan kesimbangan kalori,
sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya
memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta
pembatasan asupan kalori. (Katzung, 2004)
27
Meliputi terapi nutrisi medik, aktivitas fisik serta beberapa upaya lain
seperti berhenti merokok, menurunkan berat badan bagi yang gemuk dan
mengurangi asupan alkohol. Penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas
fisik dapat menurunkan kadar trigliserida dan meningkatkan kadar HDL
kolesterol serta sedikit menurunkan kadar LDL kolesterol. (Katzung, 2004)
a. Terapi nutrisi medik
Selalu merupakan tahap awal penatalaksanaan dislipidemi, oleh karena itu
disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi. Pada dasarnya adalah
pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak. Pasien dengan kadar kolesterol LDL
atau kolesterol total yang tinggi dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak jenuh
dan meningkatkan asupan lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda ( mono
unsaturated fatty acid = MUFA dan poly unsaturated fatty acid = PUFA). Pada
pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi perlu dikurangi asupan karbohidrat,
alkohol dan lemak. (Katzung, 2004)
Tabel 2.7: Komposisi makanan untuk hiperkolesterolemia (Katzung, 2004)
b. Aktivitas fisik
Pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai
dengan kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik bermanfaat,
seperti jalan kaki, naik sepeda, berenang dll. Penting sekali diperhatikan agar jenis
olahraga disesuaikan dengan kemampuan dan kesenangan pasien, selain itu agar
dilakukan secara terus menerus. Pasien DM yang mempunyai BB berlebih
28
sebaiknya mendapat Terapi Nutrisi Medik dan meningkatkan aktivitas fisik. The
American Heart Association merekomendasikan untuk pasien DM dengan
Penyakit Kardiovaskular bahwa Terapi Nutrisi Medik maksimal dapat
menurunkan kadar LDL kolesterol sebesar 15 sampai 25 mg/dl. Jadi, bila kadar
LDL kolesterol mengalami peningkatan lebih dari 25 mg/dl diatas kadar sasaran
terapi, hendaklah diputuskan untuk menambahkan terapi farmakologik terutama
terhadap pasien-pasien dengan risiko tinggi (pasien DM dgn riwayat infark
miokard sebelumnya atau dengan kadar LDL kolesterol tinggi (diatas 130 mg/dl).
(Katzung, 2004)
c. Farmakologi
Berbagai studi klinis menunjukkan bahwa terapi farmakologik dengan obat-
obat penurun lipid memberi manfaat perbaikan profil lipid dan menurunkan
komplikasi Kardiovaskular pada pasien-pasien diabetes. Pada saat ini dikenal
sedikitnya 6 jenis obat yang dapat memperbaiki propil lipid serum yaitu:
1) HMG-CoA reduktase inhibitor
Dalam 10 tahun terakhir ini di seluruh dunia, HMG-CoA reduktase inhibitor
yang biasa disebut sebagai statin menjadi obat yang paling banyak diresepkan
sebagai obat penurun kadar lipid. Obat golongan ini bekerja dengan cara
menghambat kerja enzim HMG-CoA reduktase yaitu suatu enzim di hati yang
berperan dalam pembentukan kolesterol. Dengan menurunnya sintesis kolesterol
maka hati akan mengkompensasi dengan meningkatkan reseptor LDL pada
permukaan hati. Dengan demikian kadar kolesterol LDL di dalam darah akan
ditarik ke hati, sehingga akan menurunkan kadar kolesterol LDL dan juga VLDL.
(Katzung, 2014).
29
Gambar 2.6: Mekanisme kerja HMG-CoA reductase
inhibitor (Sudoyo, 2009).
Mengenai dosis obat sangat individual sekali, tergantung pada karakteristik
pasien seperti target terapi dan respon terhadap terapi yang diberikan. Dibawah ini
dapat dilihat dosis beberapa obat golongan statin (Sudoyo, 2009).
Tabel 2.7: Dosis-dosis obat golongan statin (Sudoyo, 2009).
Popularitas statin dipengaruhi oleh banyaknya data uji klinik yang
mengkonfirmasi bahwa penurunan kadar lipid pada pasien yang diterapi akan
berakibat juga pada turunnya risiko penyakit kardiovaskuler terutama pada
penyakit jantung, infark miokard, prosedur revaskularisasi dan menurunnya angka
kematian. Heart Protection Study melakukan penelitian yang berskala besar
melibatkan 5963 pasien penderita diabetes berusia > 40 tahun dengan kadar total
kolesterol > 135 mg/dl. Pada penelitian ini, pasien diabetes yang diberikan
30
simvastatin mengalami penurunan risiko hingga 22% terhadap terjadinya
penyakit CVD (Cardio Vascular Disease). Penurunan resiko ini terjadi pada
semua subkategori LDL yang diperiksa, termasuk pasien dengan kadar kolesterol
LDL yang lebih rendah sebelum terapi (<116 mg/dl) (Sudoyo, 2009).
Collaborative Atorvastatin Diabetes Study (CARDS) meneliti sebanyak
2838 penderita diabetes melitus yang tidak menderita penyakit kardiovaskular
atau revaskularisasi koroner sebelumnya. Secara acak diberikan atorvastatin 10
mg/hari dan plasebo selama 4 tahun. Kadar kolesterol LDL pada awal penelitian
adalah sekitar 116 mg/dl. Pada akhir penelitian, sebanyak 75 % dari penderita
kadar kolesterol LDL menurun mencapai 96 mg/dl dan 25 % menurun sampai <
64 mg/dl. Seiring dengan penurunan kadar kolesterol LDL, terdapat penurunan
risiko kejadian penyakit kardiovaskular sebesar 37% (Sudoyo, 2009).
Sedangkan Anglo Scandinavian Cardiac Outcomes Trials-lipid Lowering
Arm (ASCOTT-LLA) melakukan penelitian dengan mengikutsertakan 10.305
penderita hipertensi tanpa riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya tetapi
sedikitnya mempunyai tiga faktor risiko kardiovaskular, yang secara acak
diberikan atorvastatin 10 mg dan plasebo. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2532
orang adalah penderita diabetes. Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat
manfaat penurunan kolesterol pada penderita diabetes dimana tekanan darah
terkendali baik sedang kadar kolesterol sedikit tinggi atau normal yaitu total
kolesterol < 250 mg/dl. Setelah 3,3 tahun kadar kolesterol pada penderita diabetes
mellitus yang mendapat atorvastain 38,6 mg/dl lebih rendah dibandingkan
penderita yang mendapat plasebo. Jumlah penderita yang mengalami penyakit
kardiovaskuler jauh lebih sedikit pada mereka yang mendapat atorvastain
dibandingkan plasebo masing masing 9,2 % dan 11,9 % (Sudoyo, 2009).
Efek samping pemakaian statin biasanya terjadi peningkatan yang sifatnya
minor pada kadar enzim hati sering dijumpai pada 5 bulan pertama terapi statin
yang biasanya akan normal kembali dengan sendirinya. Peningkatan yang
bermakna terjadi pada 2% pasien pada awal terapi tergantung pada dosis statin
yang digunakan, dan akan normal kembali jika dosis statin diturunkan atau
dihentikan. Pemantauan enzim hati secara teratur selama penggunaan statin, yaitu
pada 1‐bulan, 3 bulan dan 6 bulan setelah terapi statin dimulai, dan kemudian
31
sekali setiap tahun. Walaupun ada pembatasan penggunaan statin, hanya ada
sedikit bukti yang menunjukkan bahwa statin berbahaya untuk pasien dengan
penyakit hati kronik seperti hepattis B dan C atau kholestasis (Sudoyo, 2009).
Efek samping lain yang dijumpai pada 5% pasien adalah miopati, muncul
sebagai gejala nyeri pada otot dan persendian tanpa adanya perubahan kadar
kreatin kinase (CK). Miopati yang parah (rhaddomiolisis fatal) dialami oleh 0,2%
pasien, disertai dengan peningkatan CK (10 kali batas atas kadar normal, CK
normal adalah 10‐150 IU/L), dan dalam hal ini penggunaan statin harus segera
dihentikan. Jika CK berkisar antara 3‐10 kali batas atas normal, statin tetap
dilanjutkan tetapi CK harus terus dipantau sampai diketahui apakah keadaan
membaik atau memburuk (sehingga memerlukan penghentian statin). Jika perlu
dosis statin diturunkan untuk meredakan efek samping tersebut. Gejala efek
samping pada otot ini bisanya lebih banyak terjadi pada pasien yang
menggunakan kombinasi obat penurun kadar lipid, misalnya kombinasi statin dan
fibrat atau asam nikotinat (Sudoyo, 2009).
2) Derivat asam fibrat
Obat antihiperlipidemik yang termasuk golongan asam fibrat adalah:
Gemfibrozil, Fenofibrate, Ciprofibrate dan Bezafibrate. Obat ini bekerja dengan
cara meningkatkan oksidasi asam lemak bebas di hati ataupun otot dan
mengurangi lipogenesis dihati sehingga sekresi dari VLDL dan trigliserid hati
menjadi menurun. Fibrat juga mempunyai efek merubah struktur lipid melalui
aktivasi dari Peroxisome Proliferator Activated receptor Type Alpha (PPARα).
Aktivasi dari PPARα meningkatkan lipolisis dan eliminasi aterogenik yang
banyak mengandung partikel trigliserida dari plasma dengan mengaktifkan
Lipoprotein lipase dan mengurangi produksi apoprotein CIII (suatu inhibitor dari
aktivitas lipoprotein lipase). Aktivasi PPARα juga memicu peningkatan sintesa
apoprotein AI and AII, yang dapat menimbulkan berkurangnya kolesterol VLDL
dan kolesterol LDL yang berisi apoprotein B dan peningkatan kolesterol HDL
yang mengandung apoprotein AI dan AII. Mengenai mekanisme kerja obat fibrat
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Sudoyo, 2009).
32
Gambar 2.7: Mekanisme kerja fibrat (Sudoyo, 2009)
Fibrat di absorpsi dengan baik di saluran cerna, kadar puncaknya di plasma
dapat ditemukan 6 sampai 8 jam setelah di konsumsi. Setelah diabsorpsi fibrat
dieksresikan melalui urine dalam bentuk metabolitnya, asam fibrat terkonjugasi.
Rata-rata 60% dosis di eksresikan melalui urine dan 25 % nya di eksresikan
melalui feses. Asam fibrat di eliminasi dengan waktu paruh sekitar 20 jam,
sehingga di berikan dengan dosis sekali sehari . Fibrat meningkatkan kadar statin.
Karena itu dosis statin seharusnya lebih rendah jika di berikan bersamaan dengan
fibrat. Dosis fibrat harusnya juga di kurangi pada pasien dengan gagal ginjal
sedang dan berat. Para ahli merekomendasikan pemberian di pagi hari,
sedangkan statin di malam hari (Sudoyo, 2009).
Efek samping yang paling sering dijumpai adalah gangguan saluran cerna
pada 5% pasien. Seperti juga pada statin, peningkatan enzim hati juga terjadi pada
awal terapi tapi tidak berlanjut. Miopati jarang dilaporkan jika fibrat digunakan
sebagai terapi tunggal. Harus dipertimbangkan risiko dan manfaatnya sebelum
memberikan fibrat sebagai terapi kombinasi. Fibrat di kontraindikaskan pada
pasien – pasien yang hipersensitif terhadap fibrat, pasien dengan kerusakan ginjal
yang berat, sirhosis bilier, dan pasien dengan kerusakan fungsi hepar yang
persisten, serta penyakit kandung empedu (Sudoyo, 2009).
Fenofibrate Intervention and Event Lowering in Diabetes (FIELD study)
tahun 2009 dalam suatu penelitiannya mendapatkan bahwa fenofibrat 200 mg/hari
33
secara signifikan mengurangi kejadian penyakit kardiovaskuler pada pasien-
pasien dengan kolesterol LDL yang rendah dan hipertensi. Efek terbesar dari
fenofibrat adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskular yang diobservasi
pada pasien dengan dislipidemia (trigliserida yang tinggi yaitu diatas 2,3 mmol/L
dan kolesterol LDL yang rendah) sebanyak 27 % (Sudoyo, 2009).
Veterans Affairs High-Density Lipoprotein Cholesterol InterventionTrial
(VA-HIT) mendapatkan bahwa gemfibrozil 1200 mg/hari dihubungkan dengan
penurunan cardiovascular events sebesar 24% pada penderita diabetes yang
sebelumnya telah menderita penyakit kardiovaskuler dengan HDL rendah (<40
mg/dl) dan peningkatan trigliserida (Sudoyo, 2009).
3) Sekuestran asam empedu (Penangkap asam empedu)
Terdapat tiga jenis Sekuestran asam empedu yaitu cholestyramin, colestipol
dan Colesevelam dengan dosis masing-masing adalah 8-16 g/hari, 10-20 g/hari
dan 6,5 g/hari. Mekanisme kerjanya ada dua yaitu meningkatkan bersihan
(klirens) kolesterol dan menurunkan resirkulasi asam empedu. Mula‐mula obat ini
mengikat asam empedu pada usus halus sehingga mencegah resirkulasinya ke
dalam sistem entrohepatik. Dengan demikian ekskresi asam empedu meningkat
hingga 10 kali lipat, dan karena asam empedu berkurang, hati berespon
meningkatkan produksi asam empedu dengan cara memecah kolesterol. Selain itu
reseptor LDL juga meningkat untuk mengikat kolesterol, sehingga kadar
kolesterol yang ada dalam sirkulasi darah makin menurun (Sudoyo, 2009).
34
Gambar 2.8: Mekanisme kerja sekuestran asam empedu (Sudoyo, 2009)
Sekuestran asam empedu menurunkan kolesterol LDL 15‐30%, dan
meningkatkan HDL sampai 5%. Pada beberapa pasien sekuestran asam empedu
meningkatkan kadar trigliserida, sehingga penggunaannya dihindari untuk pasien
hipertrigliseridemia atau hiperlipidemia campuran dengan peningkatan kadar
trigliserida yang signifikan. Sekuestran asam empedu dapat menurunkan kejadian
gangguan fungsi jantung dan progresi aterosklerosis. Obat ini terutama berguna
untuk mengobati pasien yang mengalami peningkatan kolesterol LDL saja atau
sebagai obat tambahan jika monoterapi gagal mencai target terapi (Sudoyo, 2009).
Masalah utama pada terapi sekuestran asam empedu ini adalah penerimaan
pasien karena rasa obat yang tidak enak. Biasanya obat diminum 4 kali sehari,
dalam bentuk serbuk yang dicampurkan ke dalam sejumlah besar air. Pada dosis
maksimum, golongan obat ini sering menimbulkan rasa tidak nyaman pada
abdomen, refluks esofagus dan konstipasi. Obat ini juga dapat mengikat obat lain,
misalnya digoksin, levotiroksin, atau warfarin, sehingga harus diperhatikan agar
penggunaan antar obat‐obat tersebut dengan sekuestran asam empedu ini terpisah
paling sedikit 4‐6 jam (Sudoyo, 2009).
35
4) Asam nikotinik
Asam nikotinik merupakan obat penurun lipid yang pertama kali
diperkenalkan. Oleh karena bentuk yang lama yaitu asam nikotinik serap cepat
mempunyai efek samping cukup banyak, maka obat ini tidak banyak dipakai.
Dengan diperkenalkannya asam nikotinik yang lepas lambat (niaspan) sehingga
absorpsi di usus berjalan lambat, maka efek samping menjadi lebih kurang
(Sudoyo, 2009).
Obat ini diduga menghambat enzim hormone sensitive lipase di jaringan
adiposa, dengan demikian akan mengurangai asam lemak bebas. Diketahui bahwa
asam lemak bebas yang ada dalam darah sebagian akan ditangkap oleh hati dan
akan menjadi sumber pembentukan VLDL. Dengan menurunnya sintesis VLDL
dihati, akan mengakibatkan penurunan kadar trigliserida dan juga kolesterol LDL
plasma. Pemberian asam nikotinik ternyata juga meningkatkan kadar kolesterol
HDL bahkan merupakan obat yang terbaik untuk meningkatkan kolesterol HDL.
Oleh karena menurunkan trigliserida, menurunkan LDL dan meningkatkan
kolesterol HDL maka disebut juga sebagai broad spectrum lipid lowering agent
(Sudoyo, 2009).
Gambar 2.9: Mekanisme kerja asam nikotinik (Sudoyo, 2009)
Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing yaitu perasaan
panas pada muka bahkan di badan. Untuk mencegah hal tersebut, pada
penggunaan asam nikotinik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah kemudian
36
ditingkatkan, misalnya selama satu minggu 375 mg/hari kemudian ditingkatkan
secara bertahap sampai dosis maksimal sekitar 1500- 2000 mg/hari. Dengan asam
nikotinik yang baru yaitu lepas lambat, efek samping sangat berkurang. Hasil
yang sangat baik didapatkan bila dikombinasikan dengan golongan HMG-CoA
reductase inhibitor (Sudoyo, 2009).
5) Ezetimibe
Ezetimibe tergolong obat penurun lipid yang baru, diperkenalkan di pasaran
sejak tahun 2003. Obat ini bekerja sebagai Karena jumlah kolesterol yang masuk
melalui usus halus turun, maka hati meningkatkan asupan kolesterolnya dari
sirkulasi darah, sehingga kadar kolesterol serum akan turun. Ezetimibe 10 mg/hari
digunakan untuk hiperkolesterolemia primer (Sudoyo, 2009).
Sebagai terapi tunggal, efek utama ezetimibe adalah menurunkan kadar
kolesterol LDL sampai 18%,dengan sedikit efek pada trigliserida dan HDL.Jika
dikombinasi dengan statin, bisa menghasilkan penurunan kadar LDL serum 20%
lagi dibanding statin saja, penurunan kadar trigliserida 9%, dan peningkatan
kolesterol HDL 3%.Saat ini ezetimibe digunakan jika terapi tunggal statin gagal
mencapai target terapi,atau sebagai alternatif monoterapi jika pasien tidak tahan
statin. Efek samping yang yang sering muncul pada pemakaian ezetimibe adalah
gangguan intestinal,sakit kepala dan mialgia (Sudoyo, 2009).
6) Asam lemak omega-3.
Bukti epidemiologi sejak lama menunjukkan bahwa diet kaya asam lemak
omega‐3 yang diperoleh dari minyak ikan menurunkan resiko kardiovaskuler.
Asam lemak omega‐3,terutama asam eikosapentanoat (EPA) dan asam
dokosaheksanoat (DHA) mempunyai beberapa efek pada lipid dan metabolism
lipid (Sudoyo, 2009).
Asam lemak omega‐3 menurunkan kadar lipid dengan cara menekan
produksi trigliserida dan VLDL di hati dan meningkatkan konversi VLDL
menjadi LDL. Kadar trigliserida menurun hingga 30% disertai sedikit peningkatan
37
HDL.Suplemetasi asam lemak omega‐3 4‐6g/hari digunakan untuk
hiperkolestrolemia. Juga dapat ditambahkan pada terapi statin atau fibrat untuk
meningkatkan efektivitas penurunan lipidnya. Dosis rendah 1g/hari digunakan
untuk menurunkan risiko kardiovaskular dengan hasil penurunan mortalitas infark
miokard dan stroke 10%, dan kematian jantung mendadak 44%. Efek samping
utama adalah pada saluran cerna, berupa diare (Sudoyo, 2009).
Tabel 2.9: Obat Penurun Lipid, Jenis, Cara Kerja, Dosis dan Efek samping
(Sudoyo, 2009)
Jenis Cara Kerja Lipoprotein Dosis Efek
Samping
Bile Acid-
sequestran
HMG-CoA
reductase
inhibitor
Derivat asam
Menghambat
sirkulasi
enterohepatik asam
empedu, menurunkan
sintesis asam empedu
dan reseptor LDL
Penurunan sintesis
kolestrol,
peningkatan reseptor
LDL
Peningkatan LPL dan
↓ LDL-C 20-
30%,
↓ HDL-C
dan TG
↓ LDL-C 25-
40%,
↓ VLDV
Kolestramin 8-12
g
(2/3 kali
pemberian)
Kolestipol 10-15 g
(2/3 kali
pemberian)
Lovastatin 10-80
mg/dl
Pravastatin 10-40
mg/dl
Simvastatin 5-40
mg/dl
Fluvastatin 20-40
mg/dl
Atorvastatin 10-80
mg/dl
Rosuvastatin 10-
20 mg/dl
Gemfibrozil 600-
Obstipasi,
mual, perut
tidak enak
Gangguan
fungsi hati,
miosis
Mual,
38
fibrat
Asam nikotin
Ezetimibe
Asam lemak
omega 3
peningkatan
hidrolisis TG,
Penurunan sintesis
VLDL,
Peningkatan
katabolisme LDL
Penurunan sintesis
VLDL dan LDL
Penurunan absorpsi
kolestrol di usus
halus
Penurunan sintesis
VLDL
↓ TG 25-
40%,
↑ or ↓ LDL-
C
↑ HDL
↓
Trigliserida
25-85 %,
↓ VLDL-C
25-35%,
↓ LDL-C 25-
40% dan ↓
HDL
mungkin ↑
↓ LDL-C 16-
18%
↓ 50-60%
pada hiper
TG berat
1200 mg
Fenofibrat 160 mg
Niasin 50-100 mg
3 kali pemberian,
kemudian
tingkatkan 1.0-2.5
g 3 kali pemberian
10 mg/hari
gangguan
fungsi hati,
miosis
Flushing,
takikardia,
gatal, mual,
diare,
hiperurisemi
a, ulkus
peptik,
intoleransi
glukosa,
gangguan
fungsi hati
Sakit
kepala,
nyeri perut,
dan diare
Mual
39
d. Terapi kombinasi untuk pasien dislipidemia
Pengobatan kombinasi untuk dislipidemia diabetik adalah satu cara
penatalaksanaan lipid yang optimal dengan menggunakan dua macam obat lipid
yang mekanisme kerjanya berbeda, bersifat efektif dan ditoleransi baik dan aman
terhadap pasien. Kombinasi yang digunakan sebaiknya menggunakan kombinasi
jalur endogen dengan eksogen sintesa kolesterol, kombinasi tersebut adalah statin-
niacin, statin-fibrat, statin-bile acid sequestrant, statin-ezetimibe, dan niacin-bile
acid sequestrant. Penggunaan kombinasi dua obat juga terbukti efektif untuk yang
gagal dengan monoterapi, karena kombinasi dengan dosis kecil mempunyai efek
penurun lipid lebih besar dibandingkan terapi dosis yang ditingkatkan. Secara
umum menurunkan dosis dari tiap obat yang digunakan akan memperkecil risiko
efek samping (Sudoyo, 2009).
Studi-studi membuktikan bahwa terapi kombinasi antara statin dan
berbagai obat lain seperti bile acid resin, fibrat dan niacin memberikan manfaat
yang lebih baik dalam hal penurunan kadar LDL kolesterol. Kombinasi ezetimibe
dengan statin merupakan strategi baru dalam memperbaiki profil lipid pada pasien
DM tipe 2. Studi terbaru menunjukkan bahwa kombinasi ezetimibe dengan
simvastatin pada dosis 10/10, 10/20, 10/40 dan 10/80 mg menghasilkan
penurunan kadar LDL kolesterol, total kolesterol, trigliserida, non HDL
cholesterol dan apolipoprotein (Apo) B yang lebih besar dibandingkan simvastatin
monoterapi serta ditoleransi dengan baik. Berikut ini adalah daftar prioritas
pilihan obat- obatan dalam penatalaksanaan dislipidemia diabetik menurut
American Diabetes Association (Sudoyo, 2009)
40
.
Tabel 2. 10: Prioritas pilihan penatalaksanaan dislipidemia diabetic
( Sudoyo, 2009).
41
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Bahri. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung
Koroner. Medan : FK USU.
Darey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
Ganiswarna, Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru.
Guyton, dan Hall. 2011. Fisiologi Kedokteran edis 12. EGC. Jakarta
Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
PDT. 2009. Standar Pelayanan Medis RSUD AW Sjahrannie SMF IPD.
Samarinda : RSUD AW Sjahrannie SMF IPD.
Silbernagl, Stefan, Florian, Lang. 2000. Color Atlas of Patophysiology. New York
: Thieme.
Sudoyo, Ary, Setyohadi, Bambang, Alwi, Idrus. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : FK UI.
Sukandar, Elind., et al. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI