lapak farkol antidiare

33
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI “PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE” Disusun Oleh : Lala Latifah W 260110110066 Teori Dasar M. Hilka P. I 260110110068 Grafik, Pembahahan Grafik Floriza Michelia 260110110069 Tujuan, Prinsip, Pembahasan Widra Kristian 260110110070 Data Pengamatan, Perhitungan Deden Kurniadi 260110110071 Pembahasan Novi Anggraeni K 260110110072 Alat & Bahan, Prosedur Nadhira Handayani 260110110073 Editor Nurfidini Azmi 260110110074 Pembahasan

description

lapak farkol antidiare

Transcript of lapak farkol antidiare

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE”

Disusun Oleh :

Lala Latifah W 260110110066 Teori Dasar

M. Hilka P. I 260110110068 Grafik, Pembahahan Grafik

Floriza Michelia 260110110069 Tujuan, Prinsip, Pembahasan

Widra Kristian 260110110070 Data Pengamatan, Perhitungan

Deden Kurniadi 260110110071 Pembahasan

Novi Anggraeni K 260110110072 Alat & Bahan, Prosedur

Nadhira Handayani 260110110073 Editor

Nurfidini Azmi 260110110074 Pembahasan

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

PERCOBAAN V

PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE

I. TUJUAN

Mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat menghambat diare

yang disebabkan oleh oleum ricini pada hewan percobaan dan metode transit

intestinal

II. PRINSIP PERCOBAAN

Efek obat antidiare dalam menghambat gerak peristaltik usus dapat

ditandai dengan terhambatnya aliran tinta cina yang melewati usus.

III. TEORI DASAR

Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret)

dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain, seperti

diuraikan di bawah ini (Yun diarrea = mengalir melalui). Kasus ini banyak

terdapat di negara-negara berkembang dengan standar hidup yang rendah, dimana

dehidrasi akibat diare merupakan salah satu penyebab kematian penting pada

anak-anak (Tjay, 2007).

Menurut teori klasik, diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus,

hingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air

pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penelitian pada tahun-tahun terakhir

menunjukkan bahwa penyebab utamanya adalah bertumpuknya cairan di usus

akibat terganggunya resorpsi air atau/dan terjadinya hiposekresi. Pada keadaan

normal proses resorpsi dan sekresi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung

pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa

hormon, yaitu resorpsi oleh enfekalin sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin

dan neurohormon V.I.P. (Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya resorpsi

melebihi sekresi, tetapi karena suatu sebab sekresi menjadi lebih besar daripada

resorpsi dan terjadilah diare. Keadaan ini sering kali terjadi pada gastroenteritis

(radang lambung-usus) yang disebabkan oleh virus, kuman dan toksinnya (Tjay,

2007).

Berikut adalah macam-macam diare yang dikelompokkan berdasarkan

penyebab penyakit tersebut.

1. Diare karena virus

Penyebab diare yang cukup umum adalah karena adanya gangguan

virus dalam tubuh. Virus penyebab diare adalah Rotavirus, Echovirus,

atau Astrovirus. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus yang menjadi

rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air dan

elektrolit memegang peranan.

2. Diare karena bakteri

Salah satu dari jenis-jenis diare adalah diare yang disebabkan oleh

serangan bakteri. Misalnya bakteri E. coli, Salmonella, Vibrio cholera

atau Shigella. Kuman pada keadaan tertentu menjadi invasif dan

menyerbu ke dalam mukosa, dimana terjadi perbanyakan diri sambil

membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah

dan menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala,

dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak

mengakibatkan mencret berdarah dan berlendir.

3. Diare karena jamur

Candida albican adalah salah satu jamur yang bisa menyebabkan

diare. Jamur lain yang dapat membuat diare adalah jamur yang biasa

tumbuh pada makanan basi.

4. Diare karena parasiter

Entamoeba histolytica adalah salah satu jenis protozoa yang bisa

menyebabkan diare. Gejala diare ini berupa mencret cairan yang

intermiten dan bertahan lebih lama dari satu minggu, nyeri perut,

demam, anoreksia, muntah-muntah, dan malaise.

5. Akibat obat

Terdapat beberapa obat yang dapat menimbulkan diare, misalnya,

digoksin, kinidin, garam-Mg dan litium sorbitol, betablockers,

perintang-ACE, reserpin, sitostatika, dan antibiotika berspektrum luas

(ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin).

6. Akibat keracunan makanan

Keracunan makanan didefinisikan sebagai penyakit yang bersifat

infeksi atau toksis dan diperkirakan atau disebabkan oleh

mengonsumsi makanan atau minuman (Ahira, 2010).

Diare akut umumnya disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, atau dapat

pula akibat efek samping obat atau gejala dari gangguan saluran cerna. Umumnya

gangguan ini bersifat self limiting dan bila tanpa komplikasi tidak perlu ditangani

dengan obat. Hanya pada diare bakterial yang serius perlu dilakukan terapi dengan

antibiotika. Diare kronis merupakan diare yang bertahan lebih dari 2 minggu

umumnya disebut kronis dan harus selalu diselidiki penyebabnya antara lain

melalui sigmoidoscopy dan biopsi rektal karena kemungkinan adanya tumor di

usus besar atau penyakit usus beradang kronis (Crohn, colitis ulcerosa) (Tri,

2010).

Pencegahan diare pada dasarnya adalah hygine, khususnya cuci tangan

dengan baik sebelum makan atau mengolah makanan. Begitu pula dengan alat-alat

dapur dan bahan makanan supaya dicuci dengan baik. Selain itu adapun

pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah:

1. Diare wisatawan pada dasarnya dapat dicegah dengan tindakan-

tindakan prevensi yang sama. Segala sesuatu yang tidak dimasak atau

dikupas janganlah dimakan.

2. Profilaksis. Pencegahan dengan antibiotika pada prinsipnya tidak

dianjurkan berhubung resiko terjadi resistensi. Obat yang layak

digunakan adalah doksiklin 100 mg.

3. Vaksinasi dapat dilakukan untuk tifus dengan oral (Vivotif, yang

mengandung basil hidup yang tidak patogen lagi, dan memberikan

imunitas selama minimal 3 tahun) atau parenteral (Mutschler, 1991).

Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:

1. Kemoterapeutika, untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri

penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan

furazolidon.

2. Obstipansia, untuk terapi smomatis, yang dapat menghentikan diare

dengan beberapa caya, yakni:

a. Zat-zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak

waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus.

b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam

samak (tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan aluminium.

c. Adsorbensia, misalnya carbo absorbens yang pada permukaannya

dapat menyerap (adsorpsi) zat toksin yang dihasilkan oleh bakteri atau

makanan.

3. Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot

yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain

papaverin dan oksifenonium (Tjay, 2007).

Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat

sebagai laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan

menghasilkan asam risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga

mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan pengeluaran isi usus

dengan cepat. Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3 sendok makan (15 sampai 30

ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah

pemberian, berupa pengeluaran buang air besar berbentuk encer (Katzung, 2002).

Adapun metode pengujian antidiare dengan penggunaan paraffin

cair. Parafin cair obat adalah mineral putih yang sangat halus minyak yang sangat

digunakan dalam kosmetik dan untuk tujuan medis dan istilah mungkin memiliki

kegunaan yang berbeda di negara lain. Parafin cair, dianggap memiliki kegunaan

yang terbatas sebagai pencahar sesekali, tetapi tidak cocok untuk digunakan rutin

karena bisa merembes dari anus dan menyebabkan iritasi, dapat mengganggu

penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, bisa diserap ke dalam dinding usus

dan dapat menyebabkan tubuh granulamatous reaksi-asing, jika memasuki paru-

paru bisa menyebabkan lipoid, pneumonia (Ansel, 2005).

Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang

dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat

sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan

keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang

berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali.

Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke

dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerjanya. Kadar

puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah minum obat. Masa laten

yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena

obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Loperamid memperlambat motilitas

saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini

berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan

oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Waktu paruh 7-14 jam (Ansel,

2005).

Cara kerja obat: Loperamid merupakan antispasmodik, dimana mekanisme

kerjanya yang pasti belum dapat dijelaskan. Secara in vitro pada binatang

Loperamide menghambat motilitas/perilstaltik usus dengan mempengaruhi

langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus. Secara in vitro dan pada

hewan percobaan, Loperamide memperlambat motilitas saluran cerna dan

mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar. Pada manusia,

Loperamide memperpanjang waktu transit isi saluran cerna. loperamid

menurunkan volum feses, meningkatkan viskositas dan kepadatan feses dan

menghentikan kehilangan cairan dan elektrolit (Ansel, 2005).

IV. ALAT DAN BAHAN

4.1 Alat

a. Alas bedah

b. Alat bedah

c. Koran

d. Penggaris

e. Sarung Tangan

f. Sonde

g. Timbangan

4.2 Bahan

a. Loperamide HCl (0,24 dan 0,48 mg/ml)

b. Suspensi PGA 2%

c. Tinta cina

4.3 Hewan uji

Tiga ekor mencit putih yang dipuasakan sebelum percobaan

4.4 Gambar Alat

V. PROSEDUR

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah bobot mencit ditimbang

kemudian dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok

kontrol, kelompok uji Loperamid dosis I dan dosis II. Untuk kelompok kontrol

diberi suspensi PGA 2%, kelompok uji Loperamid dosis I dan dosis II di berikan

Loperamid 0,24 dan 0,48 mg/ml secara per oral. Pada menit ke-45, semua

kelompok hewan diberikan tinta cina 0,1 ml/10 g mencit secara per oral. Pada

menit ke-60 semua hewan dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher.

Kemudian setelah semua hewan dikorbankan, usus dikeluarkan secara

hati-hati sampai usus teregang. Setelah usus teregang, panjang usus diukur yang

dilalui norit mulai dari pilorus sampai ujung akhir (berwarna hitam) serta panjang

seluruh usus dari pilorus sampai rektum. Setelah itu, rasio normal jarak yang

ditempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya dihitung dan hasil

pengamatan disajikan dalam tabel beserta grafiknya.

VI. DATA PENGAMATAN

Perlakuan BB

mencit

(gram)

Panjang

Usus (cm)

Usus

Termarker

(cm)

Rasio Rata-

rata

Kontrol Negatif

(PGA 2%)

16.3 38 11 0.289

0.373215.3 43 8.5 0.198

17.7 45 28.5 0.633

Loperamid HCl

Dosis Kecil

10.8 39 12 0.308

0.312316.4 41 11 0.268

14.3 41.3 15 0.361

Loperamid HCl

Dosis Besar

13.3 39 7 0.179

0.249519.8 39 12.5 0.32

- - - -

VII. PERHITUNGAN

Data perhitungan volume pemberian gom arab (dosis = 0,5 ml/20g BB

mencit)

1. Mencit I = 16.3 gram20 gram

x 0.5 ml = 0.4075 ml

2. Volume tinta cina I = 16.3 gram10 gram

x 0.5 ml = 0.20375 ml

3. Mencit II = 15.3 gram20 gram

x 0.5 ml = 0.3875 ml

4. Volume tinta cina II = 15.3 gram10 gram

x 0.5 ml = 0.19375 ml

5. Mencit III = 17.7 gram20 gram

x 0.5 ml = 0.4425 ml

6. Volume tinta cina III= 17.7 gram10 gram

x 0.5 ml = 0.22125 ml

Data perhitungan dosis rendah Loperamid HCl (dosis= 0,5 ml/20g BB

mencit)

1. Mencit I = 10.8 gram20 gram

x 0.5 ml = 0.27 ml

2. Volume tinta cina I = 10.8 gram10 gram

x 0.5 ml = 0.135 ml

3. Mencit II = 16.4 gram20 gram

x 0.5 ml = 0.41 ml

4. Volume tinta cina II = 16.4 gram10 gram

x 0.5 ml = 0.205 ml

5. Mencit III = 14.3 gram20 gram

x 0.5 ml = 0.3575 ml

6. Volume tinta cina III = 14.3 gram10 gram

x 0.5 ml = 0.17875 ml

Data perhitungan dosis tinggi Loperamid HCl (dosis = 0,5 ml/20g BB

mencit)

1. Mencit I = 13.3 gram20 gram

x 0.5 ml = 0.3325 ml

2. Volume tinta cina I = 13.3 gram10 gram

x 0.5 ml = 0.16625 ml

3. Mencit II = 19.8 gram20 gram

x 0.5 ml = 0.495 ml

4. Volume tinta cina II = 19.8 gram10 gram

x 0.5 ml = 0.2475 ml

Data perhitungan Persen Inhibisi

% inhibisi = rasio kelompok loperamid

rasio kelompok kontrol negatif x 100 %

a. Dosis tinggi

% inhibisi rasio kelompok I = 0.1790.289

x 100 % = 61.937716 %

% inhibisi rasio kelompok II = 0.32

0.198 x 100 % = 161.616161 %

% inhibisi rasio rata-rata dosis tinggi = 0.24950.3732

x 100 % = 66.854233%

b. Dosis rendah

% inhibisi rasio kelompok I = 0.3080.289

x 100 % = 106.57%

% inhibisi rasio kelompok II = 0.2680.198

x 100 % = 135.627 %

% inhibisi rasio kelompok III = 0.3610.198

x 100 % = 57.03 %

% inhibisi rasio rata-rata dosis rendah = 0.31230.3732

x 100 % = 83.68%

Data jumlah rasio mencit kumulatif

Kelompok

Rasio Usus Termarker dan Panjang Usus

Kontrolnegatif

Loperamid dosis kecil

Loperamid dosis besar

1 0.289 0.308 0.1792 0.198 0.268 0.323 0.633 0.361 -

Σ n 3 3 2 N total 8Σ x 1.1196 0.937 0.499 Σ x total 2.5556

Σ x2 1.253504 0.877969 0.249001 Σx2 2.380474

Jumlah Kuadrat Total

¿ Ʃx T2−¿¿

¿2.380474−2.55562

8

¿1.564008

Jumlah Kuadrat Perlakuan

¿(Ʃx 1)2

n1+(Ʃx 2)2

n 2+(Ʃx 3)2

n 3+(Ʃx 4)2

n 4−

(ƩxT )2

ntotal

¿(1.1196 )2

3+(0.937)2

3+

(0.499)2

2−

(2.5556 )2

8

¿0.0018605

Jumlah Kuadrat Galat

= Jumlah Kuadrat Total – Jumlah Kuadrat Perlakuan

= 1.564008−0.0018605

= 1.545482

Tabel ANAVA

Sumber Variasi Jumlah Kuadrat dK Kuadrat rata2

F hitung

Perlakuan 0.0018605 2 0.0093030.030097Galat 1.545482 5 0.309096

Total 1.564008 7 0.223441

F kritis

F Kritis = (α; dk dosis; dk galat) = (0.05; 2; 5)

= 5.79

F hitung < F kritis

5.79 < 0.030097

F hitung lebih kecil dibanding F tabel maka Ho diterima.

Kesimpulan: Dalam praktikum ini semua obat memberikan efek yang sama

terhadap mencit percobaan.

VIII. GRAFIK

I.

Kontrol Loperamid HCl Dosis Rendah

Loperamid HCl Dosis Tinggi

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

RASIO RATA-RATA

Perlakuan

Rat

a-R

ata

Ras

io

II

IX. PEMBAHASAN

Praktikum farmakologi kali ini mempelajari tentang pengujian efek obat

anti diare yang diberikan terhadap hewan uji. Setelah melakukan percobaan ini,

praktikan diharapkan mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare sehingga

dapat menghambat diare yang disebabkan oleh oleum ricini melalui metode

pengujian transit intestinal. Pemilihan metode transit intestinal ini dikarenakan

pengerjaan prosedur dengan metode ini membutuhkan waktu yang lebih singkat

dibandingkan dengan pengerjaan prosedur pengujian antidiare dengan metode

induksi oleh Oleum Ricini. Metode induksi dengan menggunakan Oleum Ricini

membutuhkan waktu kira-kira kurang lebih 2-8 jam. Hal ini dikarenakan oleh efek

yang ditimbulkan dari Oleum Ricini pada mencit berupa diare dalam jangka

waktu yang sangat lama. Oleum Ricini mengandung trigliserida asam risinoleat

Loperamid HCl dosis rendah Loperamid HCl dosis tinggi0.00%

10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%

% INHIBISI LOPERAMID HCl

Perlakuan

% In

hibi

si

yang akan dihidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin

dan asam risinoleat sehingga bekerja merangsang mukosa usus yang akan

meningkatkan gerakan peristaltik usus mencit dan mengakibatkan pengeluaran isi

usus dengan cepat. Karena alasan inilah pengujian efek antidiare menggunakan

metode transit intestinal.

Metode transit intestinal yang dilakukan ditujukan terbatas pada aktivitas

obat yang dapat memperlambat peristaltik usus, sehingga mengurangi frekuensi

defekasi dan memperbaiki konsistensi feses. Prinsip metode transit intestinal

adalah jarak yang ditempuh oleh tinta cina akibat diberikannya obat antidiare

dibandingkan dengan jarak yang ditempuh tinta cina dengan tidak diberi obat

antidiare. Uji pada praktikum ini menggunakan mencit sebagai hewan uji,

loperamid HCl sebagai bahan obat uji, suspensi PGA 2% sebagai bahan untuk

hewan percobaan kontrol, tinta cina sebagai bahan yang akan diamati dimana

berfungsi sebagai marker dan rute pemberian obat dan bahan diberikan secara

oral.

Loperamid HCl sebagai anti diare, bekerja dalam memperlambat gerakan

peristaltik usus, yang bekerja pada reseptor opiat sehingga loperamid digunakan

untuk diare akibat gangguan motilitas. Dimana motilitas adalah kemampuan usus

dalam bergerak atau berkontraksi. Loperamid HCl merupakan derivat difenoksilat

(dan haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali

lebih kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak mengakibatkan ketergantungan. Pada

percobaan ini tinta cina digunakan sebagai marker yang berfungsi sebagai

parameter yang akan diamati dari gerakan peristaltik usus. Digunakan tinta cina

dan bukan norit karena tinta cina tidak mempunyai efek anti diare, sedangkan

norit mempunyai efek anti diare sehingga apabila digunakan dapat menggaburkan

hasil dari percobaan dan tinta cina juga tidak dapat absorpsi sehingga tidak

mempengaruhi pengamatan.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan mencit sebagai hewan uji.

Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses terjadinya metabolisme dalam

tubuh mencit tergolong cepat sehingga cocok untuk dijadikan objek dan mencit

mempunyai struktur anatomi fisiologinya yang hampir sama dengan struktur

anatomi fisiologi manusia. Mencit juga mempunyai kelebihan dari hewan

percobaan yang lain karena mencit mudah ditangani. Sebelum digunakan untuk

percobaan, mencit terlebih dahulu dipuasakan selama 18 jam sebelum percobaan

tetapi minum tetap diberikan. Hal tersebut bertujuan agar usus mencit kosong,

dimana apabila makanan terdapat dalam usus akan berpengaruh terhadap

kecepatan peristaltik usus.

Hewan uji yang digunakan berupa 3 mencit dibagi menjadi beberapa

kelompok yaitu kelompok kontrol , kelompok uji loperamid dengan dosis I dan

kelompok uji loperamid dengan dosis II. Dosis I loperamid yaitu 0,24 mg/ml dan

dosis II loperamid yaitu 0,48 mg/ml. pemberian loperamid dua dosis bertujuan

untuk mengamati efek anti diare pada dosis tinggi dan dosis rendah dari loperamid

sehingga dapat dibandingkan efektivitas dari loperamid. Kemudian Pembagian

kelompok dilakukan bertujuan agar praktikan dapat memberikan obat dengan

variasi dosis terhadap hewan uji dengan mudah dan dapat mengontrol hewan uji

dengan baik. Setelah mencit dibagi menjadi 3 kelompok, setiap mencit diberi

tanda agar mudah dikenali. Tanda diberikan pada ekor mencit menggunakan

spidol. Tanda dituliskan pada ekor bertujuan agar memudahkan praktikan untuk

melihat atau membedakan masing-masing mencit dan spidol digunakan karena

sukar hilang apabila hanya terjadi kontak yang biasa.

Sebelum pemberian obat dilakukan, terlebih dahulu mencit ditimbang

menggunakan neraca ohauss . Hal ini bertujuan untuk mengetahui berat badan

mencit yang digunakan dalam pendataan sehingga dapat dilakukan perhitungan

dosis beserta volume obat yang akan diberikan terhadap mencit. Dalam proses

penimbangan digunakan neraca ohauss karena neraca ohauss mempunyai

ketelitian yang cukup tinggi untuk benda yang berukuran cukup besar yaitu 0,01gr

dan penggunaannya mudah, cukup dengan menggeserkan anak timbangan yang

telah tersedia. Volume zatcairan yang dapat diberikan secara oral terhadap berat

badan mencit dapat dirumuskan sebagai berikut :

VolumeCairan= BB mencitBB standar mencit

× 0,5 ml

Volume cairan merupakan sejumlah volume larutan loperamid HCl dan

PGA 2%. BB hewan adalah berat badan mencit yang ditunjukkan oleh neraca

ohauss saat penimbangan dilakukan, BB standar hewan adalah berat rata-rata

mencit normal sesuai dengan tabel konversi dosis yaitu 20 gram. 0,5 ml adalah

batas maksimal volume cairan yang dapat diberikan melalui rute oral. Perhitungan

ini dilakukan untuk menghindari volume cairan yang diberikan melebihi volume

maksimal yang dapat ditampung oleh mencit.

Volume obat yang telah sesuai dengan perhitungan volume kemudiaan

diberikan kepada mencit secara oral dengan menggunakan bantuan sonde.

Pemberian obat secara oral pada mencit diberikan dengan menggunakan sonde

oral yang ditempelkan pada langit-langit atas mulut mencit kemudian dimasukkan

pelan-pelan sampai ke oesopagus. Pemberian obat secara oral harus dilakukan

secara hati-hati jangan sampai sonde masuk ke lokasi yang lain yaitu saluran

pernapasan mencit dan penberian cairannya harus perlahan-lahan tidak boleh

dilakukan sekaligus karena dapat menyebabkan obat yang dimasukkan akan

keluar kembali. Penggunaan sonde oral bertujuan untuk membantu dan

memudahkan pemberian obat secara oral. Pada percobaan pengujian anti diare ini

bahan dan obat diberi melalui rute oral karena dengan rute ini dibutuhkan waktu

yang relatif cepat untuk sampai pada organ yang diamati yaitu usus, dimana

setelah obat masuk melalui mulut, obat langsung masuk ke saluran intestinal

lambung dan kemudian masuk ke usus. Dengan kata lain rute oral sangat efektif

dibandingkan rute pemberiaan yang lain.

Kekurangan pada rute pemberian oral yaitu pada aksinya yang lambat

untuk memperoleh efek sistemik sehingga cara ini tidak dapat digunakan dalam

keadaan yang darurat dan absorspsi obatnya juga akan dipengaruhi oleh asam

lambung, jadi obat yang digunakan harus tahan terhadap asam lambung. Mencit

kelompok 1 diberikan PGA 2% sebagai kontrol negatif, mencit kelompok 2

diberikan loperamid dengan dosis 0,24 mg/BB dan mencit kelompok 3 diberikan

loperamid dengan dosis 0,48 mg/BB. Kemudian ditunggu hingga 45 menit dimana

obat uji sudah menimbulkan kerja terhadap peristaltik usus dengan maksimal.

Setelah 45 menit pemberian secara oral obat, semua mencit pada setiap

kelompok diberikan tinta cina 0,1 ml/10g mencit secara per oral yang bertujuan

sebagai marker yang akan diamati. Setelah 55 menit semua mencit dikorbankan

dengan dilakukan dislokasi leher. Dislokasi leher dilakukan dengan cara

memegang ekor mencitkemudian ditempatkan pada permukaan yang bias

jangkauannya. Dengan demikian mencit tersebut akan berusaha meregangkan

badannya. Kemudian pada tengkuknya ditempatkan suatu penahan, misalnya

pulpen yang dipegang dengan satu tangan. Tangan lainnya menarik ekor mencit

dengan keras, sehingga leher akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh.

Setelah mencit benar-benar mati, mencit dibedah dan usus mencit

dikeluarkan untuk diamati. Mencit diletakkan diatas papan bedah. Tujuannya agar

memudahkan menelentangkan mencit dengan posisi lurus lalu dengan

menusukkan jarum pentul ke bagian kaki dan tangan mencit sehingga tubuh

mencit benar-benar teregang. Hal ini akan mempermudah dalam membedah

bagian perut mencit.

Mencit dibedah dengan menggunakan pisau yang sesuai. Setelah lapisan

kulit pada bagian perut digunting, usus mencit dikeluarkan secara perlahan-lahan

dan hati-hati. Tujuannya agar usus mencit tidak terpotong. Jika terpotong maka

hal ini akan mempersulit dalam pengukuran usus mencit yang dilewati oleh tinta

cina. Oleh karena itu, perlu ketelitian dalam proses pengeluaran usus. Kemudian

adapun panjang usus yang diukur adalah dari batas lambung-usus kecil (pilorus)

sampai batas usus kecil-usus besar. Untuk mempermudah pengukuran, batas

tersebut dipotong lalu usus dikeluarkan dari tubuh mencit. Lalu usus mencit

direntangkan diatas koran kemudian diukur panjang usus keseluruhan dan panjang

usus yang ditempuh oleh tinta cina diukur lalu dihitung rasionya. Penghitungan

rasio berfungsi untuk mengetahui adanya penurunan gerak peristaltik pada usus

mencit dan untuk membandingkan kecepatan gerak peristaltik pada ketiga

kelompok mencit.

Mencit tanpa obat uji sebagai penghambat gerak peristaltik usus

seharusnya memiliki gerakan peristaltik yang lebih cepat yang dapat diketahui

dengan panjangnya jarak yang ditempuh oleh marker tinta cina dan besarnya nilai

rasio dari panjang usus termarker terhadap panjang usus keseluruhan. Jarak

marker dapat dijadikan acuan kecepatan gerak peristaltik usus karena dengan

waktu yang sama pada ketiga kelompok mencit, marker dapat dipindahkan hingga

jarak tertentu. Semakin besar jarak tempuh marker dibandingkan panjang usus

keseluruhan, atau yang disebut rasio, menandakan semakin cepat pula gerak

peristaltik dari usus tersebut. Atau dengan kata lain, rasio berbanding lurus

dengan kecepatan gerak peristaltik usus. Namun dari hasil pengukuran kelompok

2 diketahui bahwa panjang usus yang dilalui marker pada mencit kontrol negatif

adalah 9,5 cm dan pada mencit pemberian dosis I dan dosis II masing-masing 11

cm dan 12,5 cm. Kemudian rasio kontrol negatif, kelompok loperamid dosis I dan

II masing-masing, 0,2209; 0,1976; dan 0,3205. Hasil pengukuran ini

memperlihatkan ketidaksesuaian dengan teori dimana pada mencit kontrol negatif

justru memberikan rasio yang lebih kecil (kecepatan peristaltik yang lebih rendah)

daripada rasio kelompok mencit yang diberikan loperamid.

Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain faktor

individual mencit, kesalahan dalam pemotongan usus dan kesalahan dalam

pengukuran. Faktor individual mencit dimaksudkan dimana tiap mencit mungkin

tidak memiliki kondisi lambung dan usus yang persis sama walaupun telah diberi

perlakuan yang sama yaitu dipuasakan. Dimana kondisi seperti adanya dan

banyak sedikitnya makanan atau sisa makanan khususnya dalam usus, dapat

mempengaruhi gerak peristaltik dari usus. Selain itu faktor psikologis dari mencit

juga mempengaruhi. Dimana stress dapat mengakibatkan konstipasi.

Mekanismenya diperkirakan dengan penghambat gerak peristaltik usus melalui

kerja dari epinefrin dan sistem saraf simpatis.

Kemudian kesalahan dalam pemotongan usus dapat menyebabkan

salahnya hasil pengukuran panjang usus total. Kesalahan pemotongan ini dapat

terjadi akibat kesalahan dalam menentukan pangkal usus yaitu setelah pilorus dan

menyebabkan sebagaian dari usus justru tidak terpotong dan tidak terhitung.

Selain itu, kesalahan dalam pengukuran, yaitu pembacaan skala dari penggaris

juga mungkin terjadi dan menyebabkan ketidaksesuaian hasil pengamatan dan

teori.

Dari perhitungan rata-rata rasio kontrol negatif, kelompok loperamid dosis

I dan II masing-masing memiliki rasio rata-rata sebesar 0,37; 0,3097; dan 0,243.

Untuk rasio rata-rata ini sesuai dengan teori yang ada. Dapat dilihat pada grafik I,

bahwa kelompok kontrol negatif memiliki rata-rata rasio paling besar

dibandingkan dengan kelompok Loperamid HCl dosis rendah maupun dosis

tinggi. Dan kelompok Loperamid HCl dosis tinggi memiliki rata-rata rasio yang

lebih kecil daripada kelompok dosis rendah Hasil ini menandakan bahwa benar

adanya penurunan gerak peristaltik usus akibat pemberian obat uji antidiare.

Penghambatan terlihat cukup signifikan dan besarnya dosis obat anti diare juga

terbukti memberikan efek penghambatan peristaltik yang lebih tinggi.

Selanjutnya dilakukan perhitungan persen inhibisi dari masing-masing

dosis loperamid. Dari grafik II, dapat diketahui bahwa daya hambat antidiare

Loperamid HCl dosis rendah lebih besar daripada Loperamid HCl dosis tinggi.

Hal ini dikarenakan rasio rata-rata dari Loperamid HCl dosis rendah lebih besar

dibandingkan Loperamid HCl dosis tinggi. Persen inhibisi dapat dihitung dengan

persamaan berikut

Persentase inhibisi peristaltik usus= rasio obatrasio kontrol negatif

x100 %

Perhitungan ini berfungsi untuk menyatakan besarnya efek penghambatan

yang diberikan dari dosis tertentu obat uji. Dari perhitungan berdasarkan data

kelompok 2 diketahui loperamid HCl dengan dosis 0,24 mg/ml memberikan efek

penghambatan peristaltik sebesar 135,63% dan dosis 0,48 mg/ml memberikan

efek penghambatan sebesar 161,61%. Sedangkan perhitungan persentase

penghambatan berdasarkan data rata-rata rasio pada loperamid HCl dosis 0,24

mg/mL adalah 83,68% dan pada loperamid HCl dosis 0,48 mg/mL adalah

66,854%. Persentase data rasio kelompok 2 memperlihatkan secara jelas bahwa

peningkatan dosis obat memberikan efek yang lebih besar terhadap penghambatan

gerak peristaltik usus. Namun pada persentase dosis rata-rata menunjukkan hal

yang sebaliknya. Dosis rata-rata berbanding terbalik dengan penghambatan gerak

peristaltik usus. Dari data didapatkan, semakin besar dosis obat yang diberikan

terhadap hewan uji menghasilkan efek penghambatan terhadap peristaltik usus

yang mengecil. Teori menyatakan bahwa semakin tinggi dosis loperamid yang

diberikan, semakin tinggi pula persen inhibisi yang diperoleh berdasarkan

perhitungan. Loperamid HCl yang merupakan anti diare bekerja dalam

memperlambat gerakan peristaltik usus, sehingga semakin tinggi dosis yang

diberikan maka gerakan peristaltik usus akan diperlambat yang dengan kata lain

memiliki persen inhibisi yang besar. Faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian

hubungan dosis loperamid HCl dengan rata-rata persen inhibisi antara lain karena

praktikan yang tidak akurat dalam mengukur panjang tempuh marker pada usus

dan panjang usus keseluruhan. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah saat

pemberian obat loperamid HCl secara peroral menggunakan sonde kurang apik,

ada sejumlah kecil volume yang tidak masuk dengan baik ke dalam mencit.

Kondisi psikologis mencit juga berpengaruh terhadap efektivitas kinerja obat

dalam menghambat anti-diare.

X. KESIMPULAN

1. Obat anti diare dapat menghambat diare yang disebabkan oleh oleum

ricini melalui metode transit intestinal yang ditunjukkan dari hubungan

linier antara dosis Loperamid HCl yang diberikan terhadap hewan uji

dengan nilai persentase inhibisi gerak peristaltik usus.

2. Persentase inhibisi Loperamid HCl diperoleh dari besarnya rasio antara

kelompok dosis tinggi ataupun rendah dengan kelompok kontrol

negatif. Persentase inhibisi dosis tinggi mencit kelompok II lebih besar

daripada dosis rendah, ini menunjukkan bahwa daya hambat Loperamid

HCl pada dosis tinggi lebih besar daripada Loperamid dosis rendah.

Namun setelah rasio dirata-ratakan, persentase inhibisi dosis rendah

(83.68%) menjadi lebih besar daripada persentase inhibisi dosis tinggi

(66.85%).

DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne. 2010. Jenis-jenis Diare. Available online at

http://www.anneahira.com/jenis-jenis-diare.htm [7 April 2013]

Ansel, Howard C.2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat.

Jakarta : University of Indonesia Press.

Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 2, Edisi VIII.

Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Muscthler, E. terj M. B. Widianto dan A. S. Ranti, P. 1991. Dinamika Obat.

Bandung: Penerbit ITB

Tjay, H.T dan Kirana R. 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan

Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo

Tri, Agusti. 2010. Diare. Available online at http://triagusti .staff.uns. ac.id /files/

2010/ 07/diare-mencret.ppt [7 April 2013]