LAMPIV Pergub KBU

30
1 LAMPIRAN IV : PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2009 TANGGAL : 21 APRIL 2009 TENTANG : PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan Cekungan Bandung yang merupakan salah satu kawasan andalan dan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Jawa Barat juga mempunyai arti penting bagi keutuhan ekosistem Jawa Barat dalam mendukung kehidupan, pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Kawasan Bandung Utara (KBU) sebagai kawasan konservasi air di Cekungan Bandung diharapkan dapat mendukung kualitas lingkungan Kawasan Cekungan Bandung. Dalam perkembangannya hingga saat ini, pertumbuhan dan perkembangan penggunaan lahan di Kawasan Bandung Utara (KBU) masih belum terkendali sehingga menimbulkan gangguan fungsi lindung baik di kawasan itu sendiri maupun kawasan di bawahnya. Dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang di KBU, pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang diantaranya berupa Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Bandung Utara. Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara disusun guna menyediakan pedoman dan arahan bagi upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Bandung Utara serta aturan teknisnya. Peraturan Gubernur ini juga diharapkan mampu sebagai rujukan bagi semua pihak dalam melakukan koordinasi, kerjasama, penyesuaian, dan komunikasi dalam rangka mewujudkan keterpaduan dan efektivitas upaya pengendalian pemanfaatan ruang di KBU yang melibatkan Pemerintah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, instansi terkait, masyarakat, serta para pelaku usaha.

Transcript of LAMPIV Pergub KBU

Page 1: LAMPIV Pergub KBU

1

LAMPIRAN IV : PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2009 TANGGAL : 21 APRIL 2009 TENTANG : PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN

DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawasan Cekungan Bandung yang merupakan salah satu kawasan

andalan dan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Jawa Barat juga

mempunyai arti penting bagi keutuhan ekosistem Jawa Barat dalam

mendukung kehidupan, pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan

menjamin pembangunan berkelanjutan. Kawasan Bandung Utara

(KBU) sebagai kawasan konservasi air di Cekungan Bandung

diharapkan dapat mendukung kualitas lingkungan Kawasan Cekungan

Bandung.

Dalam perkembangannya hingga saat ini, pertumbuhan dan

perkembangan penggunaan lahan di Kawasan Bandung Utara (KBU)

masih belum terkendali sehingga menimbulkan gangguan fungsi

lindung baik di kawasan itu sendiri maupun kawasan di bawahnya.

Dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang di KBU, pemerintah

Provinsi Jawa Barat telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang

diantaranya berupa Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Bandung Utara.

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor

1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan

Bandung Utara disusun guna menyediakan pedoman dan arahan bagi

upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Bandung Utara

serta aturan teknisnya. Peraturan Gubernur ini juga diharapkan

mampu sebagai rujukan bagi semua pihak dalam melakukan

koordinasi, kerjasama, penyesuaian, dan komunikasi dalam rangka

mewujudkan keterpaduan dan efektivitas upaya pengendalian

pemanfaatan ruang di KBU yang melibatkan Pemerintah, Pemerintah

Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung,

Kabupaten Bandung Barat, instansi terkait, masyarakat, serta para

pelaku usaha.

Page 2: LAMPIV Pergub KBU

2

Ketentuan teknis dalam Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah

Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian

Pemanfaatan Ruang di KBU meliputi ketentuan teknis pemanfaatan

ruang, penataan bangunan, rekayasa teknis dan vegetatif,

pengawasan, dan rekomendasi perizinan

II. KETENTUAN TEKNIS PEMANFAATAN RUANG

1. Ketentuan teknis pemanfaatan ruang Kawasan Lindung mengikuti

peraturan perundang – undangan yang berlaku.

2. Ketentuan teknis pemanfaatan ruang untuk budidaya tercantum dalam

Tabel Ketentuan Teknis Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya di

KBU.

III. KETENTUAN TEKNIS PENATAAN BANGUNAN

A. Penetapan KDB

1. Penetapan KDB Maks Berdasarkan Kemiringan Lereng Maksimum 30%

KDB Maksimum Berdasarkan kemiringan maksimum yang

boleh dibangun 30% Kemiringan Lereng

Rata-rata

Perkotaan Perdesaan

0% - 8% 40% 20%

8% - 15% 37% 12%

15% - 30% 32% 7%

30% - 40% 10% 2%

>40% (*) 2% 2% Catatan :

− KDB maksimum perkotaan = 40% − KDB maksimum non perkotaan = 20% − Disarankan untuk Kawasan Bandung Utara KDB maksimum yang

diperbolehkan yaitu berdasarkan kemiringan maksimum yang boleh dibangun sebesar 30%.

− (*) hanya diperbolehkan bagi pembangunan prasarana/sarana khusus/tertentu

2. Perhitungan luas bangunan ditentukan sebagai berikut:

a. Perhitungan luas lantai adalah jumlah luas lantai yang

diperhitungkan sampai batas dinding terluar.

b. Luas lantai ruangan beratap yang mempunyai dinding

lebih dari 1,20 m dihitung 100%.

c. Luas lantai beratap yang bersifat terbuka atau

mempunyai dinding tidak lebih dari 1,20 m, dihitung 50%

selama tidak melebihi 10% dari luas denah yang

diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan

Page 3: LAMPIV Pergub KBU

3

Tabel Ketentuan Teknis Pemanfaatan Ruang Budidaya non Permukiman dan Permukiman di KBU.

Lokasi Ketentuan Teknis Pemanfaatan Ruang Fungsi Utama/ Pemanfaatan Ruang Kabupaten/Kota Kecamatan Kelurahan/Desa Dilarang Boleh Bersyarat Boleh

Kota Bandung

Cibeunying Kaler Cibiru Cicendo Cidadap Coblong Sukajadi Sukasari Ujungberung

Cigadung Cisurupan, Palasari, Pasirbiru Husen Sastranegara, Sukaraja Ciumbuleuit, Hegarmanah, Ledeng Cipaganti, Dago, Lebakgede, Lebak Siliwangi, Sekeloa Cipedes, Pasteur, Sukabungah, Sukagalih, Sukawarna Gegerkalong, Isola, Sarijadi, Sukarasa, Pasirwangi

Kota Cimahi

Cimahi Tengah Cimahi Utara

Cimahi, karangmekar, Padasuka, Setiamanah Cibabat, Cipageran Citeureup, Pasirkaliki

Budidaya/ Permukiman

Kab. Bandung Barat

Parongpong Ngamprah Lembang

Sariwangi, Ciwaruga Tanimulya, Ngamprah Lembang, Kayuambon

• Industri besar dan sedang

• Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak.

• Pertambangan

• Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi kehutanan,pertanian, perkebunan

• Jasa perdagangan skala kecil sampai sedang

• Perumahan dan perkantoran dg KDB 40%,

• Pasar tradisional dan modern/supermarket

• Resort, hotel bernuansa lingkungan

• Industri kecil/ kerajinan

• Pengambilan air tanah untuk domestik pada zona yg ditentukan /dg izin

• Sarana umum (kampus,sekolah, masjid, lapangan olahraga, dsb)

• Kantor pelayanan masyarakat kecamatan, kelurahan, desa, puskesmas, dsb)

• Jalan umum

� Permukiman KDB maksimal

40% � KDH minimal 52% � RTH

Page 4: LAMPIV Pergub KBU

4

Kab. Bandung

Cileunyi Cimenyan Cilengkrang

Cibiru Wetan , Cinunuk, Cimekar, Cileunyi Kulon, Cileunyi Wetan Ciburial, Mekarsaluyu, Cibeunying, Padasuka, Cimenyan, Sindanglaya Girimekar, Malatiwangi, Jatiendah

Kab. Bandung Barat

Lembang Parongpong

Cibodas Cihanjuang, Cihanjuang Rahayu

• Industri besar dan sedang

• Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak.

• Pertambangan

• Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi kehutanan,pertanian, perkebunan

• Jasa perdagangan skala kecil sampai sedang

• Dibangun perumahan dengan persyaratan :

• kepadatan rendah

• menerapkan rekayasa teknis dan vegetasi sehingga kondisi fungsi hidroorologis lebih baik dari sebelum dibangun

• KDB maksimal 15 %, KLB maksimal 0,7 %, KDH minimal 82 %

• Untuk membangun lingkungan perumahan permukiman dibatasi luas total kavling perumahan maksimal 30 % dan sisanya digunakan untuk fasum, fasos, RTH, dan kegiatan komersial lainnya

• Pasar tradisional/minimarket

• Resort, hotel bernuansa lingkungan

• Industri kecil/kerajinan

• Pengambilan air tanah untuk domestik pada zona yg ditentukan /dg izin

• Sarana umum ( sekolah, masjid, lapangan olahraga, dsb)

• Dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian lahan kering, tanaman pangan, bunga-bungaan, hortikultura, perkebunan dengan tanaman yang berfungsi lindung dan tidak mengganggu fungsi hidroorologi, peternakan dan perikanan

• Membangun bangunan penunjang kegiatan pertanian (pertanian lahan basah dan kering, perkebunan dan peternakan)

• Dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata yang tidak mengganggu fungsi konservasi

• RTH

Page 5: LAMPIV Pergub KBU

5

• Kantor pelayanan masyarakat ( kecamatan, kelurahan, desa, puskesmas, dsb)

• Jalan umum

Kab. Bandung

Cileunyi Cimenyan Cilengkrang

Cibiru Wetan , Cinunuk, Cimekar, Cileunyi Kulon, Cileunyi Wetan Ciburial, Mekarsaluyu, Cibeunying, Padasuka, Cimenyan, Sindanglaya Girimekar, Malatiwangi, Jatiendah

Kab. Bandung Barat

Parongpong Lembang Cisarua

Cihanjuang, Cihanjuang Rahayu, Cigugur Girang, Cihideung Cibogo, Langensari, Cikidang, Cibodas, Mekarwangi, Sukajaya, Cikole, Gudang Kahuripan, Wangunsari Sadangmekar

• Industri besar dan sedang

• Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak.

• Pertambangan

• Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi kehutanan,pertanian, perkebunan

• Jasa perdagangan skala kecil sampai sedang

• Permukiman dan perumahan dg KDB 20%,

• Pasar tradisional/minimarket

• Resort, hotel bernuansa lingkungan

• Industri kecil/kerajinan

• Pengambilan air tanah untuk domestik pada zona yg ditentukan /dg izin

• Sarana umum ( sekolah, masjid, lapangan olahraga, dsb)

• Kantor pelayanan masyarakat ( kecamatan, kelurahan, desa, puskesmas, dsb)

• Jalan umum

� Permukiman KDB maksimal

20% � KDH minimum 76% � RTH

Budidaya/ Pertanian Lahan Basah

Kab. Bandung

Cimenyan

Ciburial Mekarsaluyu, Cimenyan, Mandalamekar, Mekarmanik Cipanjalu, Girimekar,

• Konversi budidaya (padi sawah sebagai komoditas utama) ke budidaya atau kegiatan lainnya.

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan

• Bangunan penunjang usaha pertanian lahan basah/sawah irigasi teknis

Page 6: LAMPIV Pergub KBU

6

Cilengkrang Cileunyi

Malatiwangi, Ciporeat, Cilengkrang Cimekar, Cibiru Wetan, Cileunyi Wetan, Cileunyi Kulon

Kab. Bandung Barat

Cikalong Wetan Cisarua Ngamprah Parongpong Lembang Padalarang

Cipada, Ganjarsari, Mekarjaya, Mandalamukti, Ciptagumanti, Cisomang Cipada, Sadangmekar, Campakamekar, Pasirlangu, Tugumukti, Pasirhalang, Jambudipa, Padaasih Bojongkoneng, Sukatani, Ngamprah, Mekarsari, Cilame, Pakuhaji Cihanjuang, Sariwangi, Cigugur Girang, Karyawangi Cikole, Cibogo, Cikidang, Wangunharja, Wangunsari, Cibodas, Suntenjaya, Pagerwangi, Tagogapu, Campakamekar

• Pertanian lahan kering.

• Perkebunan(perkebunan besar/rakyat).

• Pertambangan

• Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak.

• Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi pertanian

• Bangunan penunjang unit produksi perkebunan atau usaha tani

• Permukiman perdesaan dg KDB 20%,

• Agrowisata

• Peternakan, perikanan,

• Pariwisata, kawasan wisata dg KDB 20%, KDH 76%

• Jalan akses ke kawasan/tempat wisata

• Resort dg KDB 20%, pada wilayah KWT < KWT maks.

• Bangunan penyedia air bersih dr air permukaan/mata air

Budidaya/ Pertanian Lahan Kering

Kab. Bandung

Cimenyan Cilengkrang

Mekarmanik, Cimenyan, Cibeunying Cipanjalu, Ciporeat, Cilengkrang

• Konversi perkebunan atau hutan rakyat yang ada ke budidaya pertanian.

• Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak.

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan

• Perkebunan

• Hutan rakyat

Page 7: LAMPIV Pergub KBU

7

Cileunyi

CIleunyi Wetan, Cibiru Wetan

Kab. Bandung Barat

Cikalong Wetan Parongpong Cisarua Ngamprah Lembang

Ganjarsari, Mandalamukti, Mandalasari, Mekarjaya Karyawangi, Cihideung, Cihanjuang, Ciwaruga, Cihanjuang Rahayu, Sariwangi Kertawangi, Tugumukti, Pasirlangu, Pasirhalang, Padaasih, Jambudipa Cilame Cikahuripan, Jayagiri, Sukajaya, Cikidang, Wangunharja, Mekarwangi, Cibodas, Suntenjaya, Langensari

Kota Bandung

Sukasari Coblong Ujungberung Cibiru CIbeunying Kidul

Ledeng, Isola Dago Pasirjati, Pasirwangi, Pasanggrahan Cisurupan, Palasari, Pasirbiru Pasirlayung

• Perumahan skala besar

• Pertambangan

• Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi kehutanan,perkebunan

• Bangunan penunjang unit produksi pertanian, perkebunan atau hutan rakyat,

• Permukiman perdesaan dg KDB 20%,

• Agrowisata, agroforestry

• Peternakan

• Bangunan penyedia air bersih dr air permukaan/mata air

Page 8: LAMPIV Pergub KBU

8

Cidadap Cibeunying kaler

Ciumbuleuit Cigadung

Kota Cimahi

Cimahi Utara

Cipageran, Citeureup

Kab. Bandung

Cimenyan Cilengkrang Cileunyi

Mekarsaluyu, Cimenyan, Mandalamekar, Ciburial Mekarmanik, Cikadut Cipanjalu, Girimekar, Malatiwangi, CIporeat, Cilengkrang Cibiru Wetan, Cileunyi Wetan

Budidaya/ Perkebunan

Kab. Bandung Barat

Cikalong Wetan Cisarua Ngamprah Parongpong

Ganjarsari, Mandalamukti, Cipada, Mekarjaya, Cisomang Sadangmekar, Cipada, Pasirlangu, Tugumukti, Kertawangi, Jambudipa, Pasirhalang, Padaasih Bojongkoneng, Cimanggu, Cilame, Pakuhaji Karyawangi, Cihideung, Ngamprah Cihanjuang Rahayu, Cihanjuang Sukajaya, Cikahuripan,

• Konversi perkebunan atau hutan rakyat yang ada ke budidaya pertanian.

• Industri yang berpotensi mencemari lingkungan dan mengkonsumsi air banyak.

• Perumahan skala besar

• Pertambangan

• Kegiatan lain yang akan merusak lingkungan

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan seperti jaringan transmisi listrik, telekomunikasi, air bersih, irigasi, dan jalan lingkungan

• Sarana prasarana dan infrastruktur pelayanan berupa jalan akses ke pusat produksi kehutanan,perkebunan

• Bangunan penunjang unit produksi perkebunan atau hutan rakyat,pos pengamat

• Permukiman perdesaan dg KDB 20%,

• Agrowisata, agroforestry

• Peternakan

• Bangunan penyedia air bersih dr air permukaan/mata air

• Hutan Lindung.

• Taman Hutan Rakyat/Wisata Alam.

• Budidaya hutan.

• Berbagai jenis perkebunan besar/rakyat yang mendukung fungsi konservasi air dan tanah

Page 9: LAMPIV Pergub KBU

9

Padalarang Lembang

Tagogapu Jayagiri, Gudangkahuripan, Wangunsari, Pagerwangi, Mekarwangi, Langensari, Cikidang, Cibogo

Kota Bandung

Cibiru Mandalajati Cidadap Ujungberung Sukasari Coblong Cibeunying kaler

Cisurupan,Palasari, Pasirbiru SindangJaya, Jatihandap Ciumbuleuit, Hegarmanah Pasanggrahan, Pasirjati, Pasirwangi Isola Dago Cigadung

Kota Cimahi

Cimahi Utara

Cipageran, Citeureup

Page 10: LAMPIV Pergub KBU

10

d. Overstek atap yang melebih 1,50 m maka luas mendatar

kelebihannya dianggap sebagai lantai denah.

e. Teras tidak beratap yang mempunyai dinding tidak lebih

dari 1.20 m di atas lantai teras, tidak diperhitungkan.

f. Untuk perhitungan luas lantai di bawah tanah

diperhitungkan seperti luas lantai di atas tanah dengan

batasan Koefisien Tapak Besmen yang telah ditetapkan.

g. Luas ruang bawah tanah (besmen) yang melewati batas-

batas area perencanaan atau berada di bawah prasarana

kota atau di bawah ruang terbuka publik ditentukan lebih

lanjut dengan surat keputusan bupati

h. Luas lantai bangunan untuk parkir tidak diperhitungkan

dalam perhitungan KDB asal tidak melebihi dari 50% KDB

yang telah ditetapkan. Jika melebihi, maka

diperhitungkan 50% terhadap KDB.

i. Peningkatan intensitas ruang untuk sebuah area

perencanaan harus melalui surat keputusan bupati

B. Penetapan KLB

1. Rumus Perhitungan KLB adalah sebagai berikut :

2. Perhitungan ketinggian sebuah bangunan ditentukan sebagai

berikut:

a. Ketinggian bangunan dalam petunjuk operasional ini adalah

jumlah lantai penuh suatu bangunan dihitung dari lantai

dasar sampai dengan lantai tertinggi.

b. Tinggi bangunan adalah jarak dari lantai dasar sampai

dengan puncak atap bangunan yang dinyatakan dalam meter

c. Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi

dan bentuk arsitektural bangunannya.

Luas Lantai bangunan KLB = ------------------------------------- LK KLB = Koefisien Lantai Bangun JLB = Luas Lantai Bangunan LK = Luas Kavling/Petak/Persil

Page 11: LAMPIV Pergub KBU

11

d. Jarak vertikal lantai bangunan ke lantai berikutnya maksimal

5m disesuaikan dengan fungsi bangunannya (kecuali

bangunan ibadah, industri, gedung olah raga, bangunan

monumental, dan bangunan gedung serba guna)

e. Lantai mesanin dihitung dalam ketentuan intensitas ruang.

f. Penggunaan rongga atap diperhitungkan dalam ketentuan

intensitas ruang.

g. Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan harus

mendapatkan persetujuan bupati.

C. Penetapan KDH

1. Penetapan KDH Maksimum berdasarkan kemiringan lereng

Kemiringan Lereng Rata-rata

Perkotaan Perdesaan

0% - 8% 52% 76%

8% - 15% 55% 85%

15% - 30% 61% 91%

30% - 40% 88% 98%

>40% 96% 100%

2. Rumus perhitungan KDH :

dimana : KDH = Koefisien Dasar Hijau KDB = Koefisien Dasar Bangunan

3. Ruang Terbuka Hijau yang termasuk dalam KDH sebanyak mungkin

diperuntukkan bagi penghijauan/penanaman di atas tanah. Dengan

demikian area parkir dengan lantai perkerasan masih tergolong

RTH sejauh ditanami pohon peneduh yang ditanam di atas tanah,

tidak di dalam wadah kedap air.

4. KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan

dalam kawasan-kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa klas

bangunan dan kawasan campuran.

KDH = 100% - (KDB+(20% x KDB))

Page 12: LAMPIV Pergub KBU

12

A. Ketentuan Perencanaan Tata Letak Bangunan

1. Pelandaian Lereng

a. Semakin tinggi nilai kemiringan lereng, semakin sempit daerah

yang boleh dilandaikan.

b. Pelandaian lereng maksimum

Kawasan Perdesaan

Kemiringan Pelandaian Maksimum

0-8 % 18 % dari luas lahan

8-15 % 18 % dari luas lahan

15-30 % 10 % dari luas lahan

> 30 % 0 % dari luas lahan

Kawasan Perkotaan

Kemiringan Pelandaian Maksimum

0-15 % (Kawasan perkotaan berkepadatan tinggi)

15 % dari luas lahan

0-15 % (Kawasan perkotaan berkepadatan sedang)

15 % dari luas lahan

0-15 % (Kawasan perkotaan berkepadatan rendah)

15 % dari luas lahan

15-30 % 10 % dari luas lahan

> 30 % 0 % dari luas lahan

2. Jarak Bebas Minimum Samping dan Belakang

a. Ketentuan mengenai jarak bebas ditentukan sebagai berikut :

i. Pada bangunan renggang, jarak bebas samping maupun

belakang ditetapkan 4 m pada lantai dasar, dan pada setiap

penambahan lantai, jarak bebas di atasnya ditambah 0.5 m

dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak

bebas terjauh 15 m. Ketentuan ini berlaku untuk bangunan

selain bangunan rumah tinggal dan bangunan industri.

ii. Pada bangunan industri dan gudang renggang, ditetapkan

jarak bebasnya adalah 5 m pada lantai dasar, dan setiap

penambahan lantai, jarak bebas di atasnya ditambah 0.5 m

dari jarak bebas lantai dibawahnya.

iii. Jarak bebas bangunan renggang pada kawasan cagar

budaya atau kawasan khusus diatur dalam ketentuan

mengenai cagar budaya atau kawasan khusus.

iv. Untuk bangunan berderet/rapat, jarak bebas diperkenankan

tidak ada sampai dengan lantai ke delapan, setelah lantai

ke delapan, maka untuk lantai selanjutnya ditambah 0.5 m

Page 13: LAMPIV Pergub KBU

13

dari jarak bebas lantai dibawahnya. Ketentuan ini tidak

berlaku untuk bangunan rumah tinggal.

3. Garis Sempadan Bangunan

a. Garis sempadan bangunan yang selanjutnya disebut GSB

adalah garis yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan

ke arah Garis Sempadan Jalan (GSJ) yang ditetapkan dalam

rencana detail tata ruang dan rencana tata bangunan dan

lingkungan.

b. Garis Sempadan Jalan yang selanjutnya disebut GSJ adalah

garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana detail tata

ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

c. Untuk Kawasan Bandung Utara GSB dibuat relatif kecil yaitu

sekitar ½ rumija +1 meter.

d. Ketentuan mengenai GSB dan GSJ adalah sebagai berikut:

i) Ruang terbuka diantara GSJ dan GSB harus digunakan

sebagai unsur penghijauan atau daerah resapan air hujan

dan atau utilitas umum dan atau jalur pejalan.

ii) Untuk kawasan pusat kota, ruang tersebut dapat

dimanfaatkan sebagai fasilitas penunjang berupa

bangunan sementara. Atau bisa juga sebagai tempat

parkir dengan tetap menyediakan jalur pejalan minimal

50% dari keseluruhan ruang terbuka tersebut.

iii) Penggunaan-penggunaan tersebut harus memenuhi

ketentuan dan standar yang berlaku tanpa mengurangi

persyaratan unsur penghijuan dan atau daerah resapan air

hujan.

e. Perhitungan GSB menggunakan rumus :

i) Rumija ≥ 8m = 0.5 x lebar Rumija + 1m.

ii) Rumija < 8m = 0.5 x lebar Rumija

B. Desain Tata Letak Bangunan

1. Pertimbangan utama dalam perencanaan tapak adalah :

a. Menjaga fungsi resapan air

b. Mempertahankan kontur lahan alami

Page 14: LAMPIV Pergub KBU

14

c. Mempertahankan karakter fisik dan vegetasi alami

d. Memperkecil luas terbangun/penutupan lahan

2. Pemilihan desain tata letak bangunan, jalan dan sarana dan

prasarana yang memenuhi pertimbangan tersebut adalah:

a. Desain perataan tanah harus mempertahankan kondisi kontur

alami

Desain rencana tapak perlu memperhatikan bentukan yang

tidak terlalu mengubah kondisi eksisting alam.

b. Desain tapak harus mempertahankan karakter alami lahan

Rancangan tapak sebaiknya tidak menghilangkan karakter alami lahan

c. Desain tapak harus mempertahankan kontur alami

Page 15: LAMPIV Pergub KBU

15

Meminimalkan perubahan kontur lahan

d. Pembagian blok lahan dan desain jalan dengan tipe cluster

luas terbangun

Sesedikit mungkin

menggunakan bahan

perkerasan, jalan perlu dirancang seefisien

mungkin

e. Memperkecil GSB untuk meminimalkan luas lahan terolah

Page 16: LAMPIV Pergub KBU

16

Gunakan GSB yang kecil untuk meminimalkan luas tanah yang dibangun dan diperkeras

f. Desain lahan parkir disesuaikan dengan karakter dan kontur

alami

Rancangan parkir perlu mempertimbangkan karakter kontur lahan

C. Ketentuan Perancangan Bangunan

1. Bentuk dan Struktur Bangunan

a. Pemilihan bentuk dan struktur bangunan ditujukan untuk :

i) Memperkecil KDB per kawasan

ii) Memperkecil KDB per petak lahan/luas dasar bangunan

Page 17: LAMPIV Pergub KBU

17

iii) Memperkecil luas perataan tanah (cut and fill)

iv) Mempertahankan fungsi resapan air

b. Rekomendasi bentuk dan struktur bangunan di KBU :

i) Bangunan tingkat dan atau berderet, terutama pada

kawasan permukiman perkotaan, untuk memperkecil

luas dasar bangunan, luas perataan tanah dan KDB per

kawasan.

Koefisien Dasar Bangunan sebaiknya ditekan serendah mungkin. Lebih baik menggunakan bangunan bertingkat dari pada meluas di lantai

dasar.

ii) Bangunan dengan massa (tinggi dan besar bangunan)

yang seimbang dengan lingkungannya. Semakin curam

kelerengan semakin kecil massa bangunan. Dilarang

membuat bangunan dengan ukuran sangat besar

(memiliki luas lantai dasar di atas 2000 m2 untuk

sebuah bangunan) atau berlantai tinggi (di atas 6 lantai).

Bangunan dipecah dalam massa yang lebih kecil dan jangan membuat

massa bangunan yang besar dan lebar, sehingga tidak perlu melakukan cut and fill tanah yang terlalu besar.

Page 18: LAMPIV Pergub KBU

18

iii) Bentuk bangunan panggung yang tidak banyak menutup

permukaan tanah sehingga fungsi resapan air terjaga

dan merupakan struktur yang lebih tahan gempa.

Bangunan panggung relatif tidak banyak menutupi permukaan tanah sehingga resapan air tanah terjaga. Kolam resapan sangat membantu

proses penyerapan tersebut

iv) Bangunan dengan bentuk dan struktur yang sesuai

dengan kemiringan lereng atau tidak banyak merubah

kontur lahan alami.

Membangun bangunan di Bandung Utara yang berlereng curam

sebaiknya menggunakan jenis bangunan yang tidak banyak merubah kontur lahan

v) Bagian dari bangunan seperti teras dan garasi dirancang

agar dapat memanfaatkan perbedaaan kontur, misalnya

dengan membangun garasi sebagai lantai dasar atau

bagian teras rumah.

Page 19: LAMPIV Pergub KBU

19

vi) Menggunakan tipe pondasi dan struktur yang sesuai

dengan kondisi kemiringan lereng.

Jenis pondasi perlu diplih secara cermat untuk lahan yang berkontur

c. Untuk kawasan rawan bencana gerakan tanah maupun

gempa, bentuk dan struktur bangunan harus disesuaikan

dengan peraturan perundangan dan SNI yang berlaku.

2. Atap Bangunan

a. Sebaiknya menggunakan atap dengan desain tanpa talang

agar air dapat dialirkan langsung ke tanah.

b. Melengkapi jalur jatuhnya air dari atap di tanah dengan

lapisan kerikil dan pasir untuk mempercepat air meresap

serta mengurangi air larian dan mengurangi volume air pada

saluran permukaan.

c. Apabila menggunakan talang maka pada akhir pipa talang

harus dialirkan pada sumur resapan

d. Membangun ruang utilitas di atap, hanya apabila digunakan

sebagai ruangan untuk melindungi alat-alat, mekanikal,

Page 20: LAMPIV Pergub KBU

20

elektrikal, tanki air, cerobong (shaft) dan fungsi lain sebagai

ruang pelengkap bangunan, dengan ketinggian ruangan

tidak boleh melebihi 2,40 m diukur secara vertikal dari pelat

atap bangunan, kecuali untuk ruang mesin teknis lainnya

diperkenankan lebih, sesuai dengan keperluan. Apabila luas

lantai melebihi 50% dari luas lantai bawahnya maka ruang

utilitas tersebut diperhitungkan sebagai penambahan tingkat.

IV. KETENTUAN TEKNIS REKAYASA TEKNIS DAN VEGETATIF

Rekayasa teknis dan vegetasi dilakukan terhadap perubahan tata

guna lahan yang telah terjadi dan tidak dapat dikembalikan pada fungsi

lindung. Penerapan rekayasa teknis dan vegetasi pada kawasan yang

telah terbangun untuk memperbaiki kemampuan meresapkan air,

mengurangi erosi dan debit air larian.

Rekayasa teknik adalah melakukan rekayasa teknik sipil dalam

pembangunan bangunan gedung, prasarana lingkungan dan pertanian;

baik secara individual maupun komunal, misalnya sumur resapan dan

biopori. Setiap persil tanah atau kavling yang akan dibangun harus

melakukan rekayasa teknis yang mampu meresapkan air hujan sehingga

tidak ada air hujan yang keluar dari persil/kavling yang bersangkutan.

Rekayasa vegetasi adalah melakukan penanaman tanaman dalam

skala rumah tangga, lingkungan maupun kawasan untuk memperbaiki

atau mengembalikan fungsi konservasi serta iklim mikro.

Page 21: LAMPIV Pergub KBU

21

JENIS

REKAYASA URAIAN

1. REKAYASA

TEKNIS

1. SUMUR RESAPAN :

Teknis pembuatan sumur resapan mengacu kepada peraturan perundang–

undangan dan SNI 03-2459-1991, Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan

Perkarangan.

SNI 03-2453-2002, Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan Untuk

Lahan Perkarangan.

SNI 03-2459-2002, Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan

Perkarangan.

VOLUME AIR YANG HARUS DIRESAPKAN UNTUK TUTUPAN

BANGUNAN

Volume Air yang Harus Diresapkan untuk Tutupan Bangunan KDB

% T.70 T.80 T.90 T.100 T.120 T.150 T.200

10 - - - - - - -

15 0.16 0.18 0.20 0.23 0.27 0.34 0.45

20 0.38 0.43 0.49 0.55 0.65 0.81 1.08

25 0.51 0.58 0.65 0.73 0.88 1.10 1.44

30 0.60 0.68 0.76 0.85 1.02 1.29 1.69

JUMLAH SUMUR RESAPAN YANG DIPERLUKAN PADA SETIAP TIPE

BANGUNAN

Volume Air yang Harus Diresapkan untuk Tutupan Bangunan KDB

% T.70 T.80 T.90 T.100 T.120 T.150 T.200

10 - - - - - - -

15 1 1 1 1 1 1 1

20 1 1 1 1 1 2 2

25 1 1 1 1 2 2 2

30 1 1 2 2 2 2 2

Keterangan : - T. 100 berarti luas atap bangunan = 100 m2 - Sumur resapan dimensi : diameter 1 m, tinggi 1 m

Page 22: LAMPIV Pergub KBU

22

JENIS

REKAYASA URAIAN

BENTUK DAN DIMENSI SUMUR RESAPAN

3. BIOPORI (Sumber : www.biopori.com; Multimanfaat Lubang Resapan

Biopori Untuk Pelestarian Lingkungan Perkotaan, Kamir R.Brata) :

� Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara

vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 - 30 cm dan kedalaman

sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah

dangkal tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah (lihat gambar).

Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori.

� LRB adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk

meningkatkan daya resapan air, mengubah sampah organik menjadi

kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

� Cara pembuatan :

1. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter

10 cm atau tidak dengan diameter 10 cm. Kedalaman kurang lebih

100 cm atau tidak sampai melampaui muka air tanah bila tanahnya

dangkal. Jarak antara lubang 5 – 100 cm.

2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2 – 3 cm dengan

tebal 2 cm di sekeliling mulut lubang.

3. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur,

sisa tanaman, dedaunan, atau pangkasan rumput.

4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang

isinya sudah berkurang dan menyusut akibat proses pelapukan.

5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir

musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang resapan.

Page 23: LAMPIV Pergub KBU

23

� Biopori dapat dibuat di dasar saluran yang semula untuk membuang air

hujan, di dasar alur di sekeliling batang pohon atau pada batas tanaman.

� LRB dapat dibuat di dasar saluran yang semula untuk membuang air

hujan, di dasar alur yang dibuat di sekeliling pohon, atau pada batas

tanaman.

� Jumlah lubang yang perlu dibuat dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan :

Jumlah LRB = intensitas hujan (mm/jam) x luas bidang kedap (m2)

Peresapan air perlubang (liter/jam)

c. JARINGAN JALAN : Undang-Undang No.38 Tahun 2004 PP No.34

Tahun 2006 Tentang Jalan.

� Dalam pembangunan jaringan jalan, hindari topografi yang sulit dan

usahakan untuk tidak memotong sungai/lembah, kecuali disediakan

jembatan yang didesain lengkap dengan trotoar untuk pejalan kaki

� Rencana jaringan jalan disesuaikan dengan topografi dan diusahakan

mengikuti kontur dengan suatu sudut daki yang tidak terlalu terjal

� Pola drainase ditentukan secara alamiah dan aturlah letak jalan

sedemikian rupa sehingga pola drainase tersebut dapat dipelihara dengan

mudah

Jalan dalam lingkungan perumahan menggunakasn grass block agar tetap

dapat meresapkan air hujan

Page 24: LAMPIV Pergub KBU

24

JENIS

REKAYASA URAIAN

d. PRASARANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN:

� Prasarana limbah dapat menggunakan septic tank yang dilengkapi dengan

treatment tertutup, tidak memakai bidang resapan

� Pembangunan jaringan drainase dapat dilakukan dengan mengikuti

alternatif sistem drainase permukaan; sistem drainase bawah tanah

tertutup, sistem drainase bawah tanah tertutup dengan tempat

penampungan tapak atau dengan sistem kombinasi tertutup untuk daerah

yang diperkeras dan drainase terbuka untuk daerah yang tidak diperkeras

� Perencanaan sistem pembuangan air kotor harus memperhatikan kondisi

dan karakter tapak /topografi

� Sistem pembuangan air kotor yang baik dan aman untuk perumahan skala

besar adalah dengan menyalurkan melalui pipa tertutup/rool ke lokasi bak

penampungan/kolam oksidasi, setelah melaui proses treatment (pemisahan

antara limbah padat dan cair), kemudian dialirkan melalui bak resapan ke

perairan umum

2. REKAYASA

VEGETASI

a. VEGETASI PEKARANGAN :

a.1. Pekarangan Rumah Besar

- Kategori: rumah dengan luasan lahan di atas 500 m2;

- RTH min yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas

dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat;

- Jumlah pohon pelindung yang harus disediakan min.3 (tiga) pohon

pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan

atau rumput.

a.2. Pekarangan Rumah Sedang

- Kategori: rumah dengan luasan lahan antara 200 m2 – 500 m2;

- RTH min yang disarankan adlh luasan lahan kavling dikurangi luas dasar

bangunan sesuai peraturan daerah setempat;

- Jumlah pohon pelindung yang harus disediakan min. 2 (dua) pohon

pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup

tanah dan atau rumput.

a.3. Pekarangan Rumah Kecil

- Kategori: rumah dengan luasan lahan di bawah 200 m2;

- RTH min yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas

dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat;

- Jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon

pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan

atau rumput.

Page 25: LAMPIV Pergub KBU

25

JENIS

REKAYASA URAIAN

a.4. Pekarangan Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha

- Umumnya berupa jalur trotoar dan area parkir terbuka

- Beberapa lokasi dengan tingkat KDB 70%-90% perlu menambahkan

tanaman dalam pot.

- Perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB di atas 70%,

minimal memiliki 2 (dua) pohon kecil atau sedang, ditanam pada

lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm;

- Persyaratan penanaman pohon pada kawasan ini dengan KDB

dibawah 70%, berlaku seperti persyaratan pada RTH pekarangan

rumah, ditanam pada area diluar KDB yang telah ditentukan.

b. VEGETASI JALAN :

b.1. Vegetasi tepi Jalan

- tidak bergetah/beracun dan berbuah terlalu besar

- dahan tidak mudah patah, perakaran dalam dan tidak mengganggu

pondasi jalan

- cepat tumbuh dan pemeliharaan mudah

- peletakan tanaman seimbang, sehinggai tidak mengganggu kendaraan

- jenis tanaman berupa pohon, semak/perdu

b.2. Vegetasi pada median jalan

- dapat menahan silau lampu kendaraan

- jenis tanaman berupa semak/perdu

b.3. Vegetasi jalur pejalan kaki

- peletakan tanaman dapat melindungi pejalan kaki

- jenis tanaman berupa semak/perdu

c. VEGETASI RTH PERKOTAAN

- Pohon kecil (tinggi < 6 m) dengan diameter tajuk 2 – 6 meter ,

jarak tanam optimal antara 4 – 8 meter, liputan vegetasi yang

ditimbulkannya adalah sekitar 12 – 50 m2. ( rataan 30 m2 )

- Pohon sedang ( 6 – 12 m ) dengan diameter tajuk 6 - 9 meter ,

jarak tanam optimal 8 – 12 meter, liputan vegetasinya adalah sekitar

50 – 115 m2. ( rataan 80 m2 )

- Pohon besar (> 12 m) dengan diameter tajuk diatas 12 meter

jarak tanam optimal adalah 12 – 15 meter, liputan vegetasinya

adalah sekitar 115 – 175 m2 ( rataan 145 m2 ).

- Semak, perdu kecil dan ground cover memberikan liputan

vegetasi, seperti keteduhan, penurunan suhu pada area di bawahnya

saja. Peranan jenis vegetasi ini lebih banyak pada aspek estetika

serta mencegah pemantulan sinar matahari serta mengurangi panas

radiasi matahari yang sampai pada permukaan tanah dan atau

perkerasan serta peningkatan resapan air serta mencegah erosi.

Page 26: LAMPIV Pergub KBU

26

JENIS

REKAYASA URAIAN

VEGETASI POHON PELINDUNG BERDASARKAN UKURAN

NO NAMA SPECIES/FAMILI TINGGI DIAMETER

TAJUK

I POHON UKURAN BESAR

1 Kiara Payung/Filicium decipiens > 20 M > 12 M

2 Bungur/Lagerstroemia loudonii > 20 M > 12 M

3 Flamboyan/Delonix regia > 20 M > 20 M

4 Trenguli Batu/Cassia javanica > 20 M > 12 M

5 Seputih Janten/Sindora walichii > 20 M > 12 M

II POHON UKURAN SEDANG

1 Jakaranda/Jakaranda filicifolia 10 - 20 M 6-9 M

2 Cempaka/Micheila campaka 10 - 20 M > 12 M

3 Kasia/Cassia spectabilis 10 - 20 M 6-9 M

4 Cananga/ Cananga odurata 10 - 20 M 6-9 M

5 Ketapang/ Terminalia catappa 10 - 20 M 6-9 M

III POHON UKURAN KECIL

1 Bunga Kupu-kupu/ Bauhinia purpurea

< 6 M 2-6 M

2 Palem Putri/Veitchia merillii < 6 M 2-6 M

3 Jambu Batu/ Psidium guajava < 6 M 2-6 M

4 Dadap Merah/Erythrina crystagali < 6 M 2-6 M

5 Galinggem/ Bixa orellanan < 6 M 2-6 M

V. KETENTUAN TEKNIS PENGAWASAN

1. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk

pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

a. Bentuk pemantauan adalah usaha atau perbuatan mengamati,

mengawasi, dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata

ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

b. Bentuk evaluasi adalah usaha untuk menilai kegiatan pemanfaatan

ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang.

c. Bentuk pelaporan dalam ketentuan ini berupa kegiatan memberi

informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang

sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

2. Proses pengawasan terhadap pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang tercantum dalam bagan alir ppemanfaatan ruang

KBU.

3. Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 27: LAMPIV Pergub KBU

27

4. Bentuk sanksi adalah sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi

pidana.

5. Tindak lanjut atas penutupan lokasi, pencabutan atau pembatalan izin,

atau upaya pengenaan sanksi pembongkaran, pemulihan fungsi ruang dan

denda administratif dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan kajian untuk

penertiban oleh pemberi izin di kabupaten/kota dan/atau pertimbangan

hasil rekomendasi penertiban dari tim koordinasi penataan ruang daerah

provinsi.

6. Upaya paksaan pemulihan fungsi ruang atau denda administratif dapat

berbentuk kompensasi atau penalti penggantian lahan untuk fungsi

lindung di KBU.

Page 28: LAMPIV Pergub KBU

28

Bagan Alir Proses Pengawasan Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung

Utara

Pelaporan Berita Kondisi Eksisting

Peninjauan Lapangan

Evaluasi

Analisis : - Jenis Penyimpangan

- Tingkat Penyimpangan

- Dampak dan Resiko Lingkungan

- Hubungan fungsional lainnya dalam dan antar kawasan

Kesesuaian dengan Peraturan Tata ruang

Arsip dan basis data

Berita Acara Hasil Pemantauan

TKPRD Provinsi

Rekomendasi Penertiban

Ada Perubahan/ Penyimpangan

Tidak ada Perubahan/ Penyimpangan

PPNS,Satpol PP Prov dan Kab/Kota

Page 29: LAMPIV Pergub KBU

29

VI. KETENTUAN TEKNIS REKOMENDASI PERIZINAN

A. Proses rekomendasi perizinan tercantum pada bagan alir prosedur

rekomendasi Gubernur untuk pemanfaatan ruang Kawasan Bandung

Utara

B. Mekanisme rekomendasi perizinan meliputi tahap:

1. Pemohon mengajukan izin pemanfaatan ruang kepada bupati/walikota

dengan melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan.

2. Bupat/Walikota menyampaikan permohonan rekomendasi perizinan

kepada Gubernur, dilengkapi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai

ketentuan yang berlaku sebanyak 2 ( dua ) rangkap, 1 (satu) rangkap

sebagai tembusan disampaikan kepada Dinas.

3. Dinas memeriksa lampiran/kelengkapan teknis yang meliputi:

a. Berkas dan dokumen persyaratan sebagaimana butir B.2 di atas

b. Tambahan lampiran/kelengkapan pendukung lainnya, dan/atau

hasil uji publik yang diperlukan dalam hal rencana perijinan

terindikasi mempunyai dampak lingkungan penting.

4. Dinas melaksanakan kajian teknis sektoral dan survei lokasi rencana

kegiatan yang dimohon. Kajian teknis sektoral meliputi antara lain :

a. Luas, lokasi, jenis kegiatan

b. Kesesuaian peruntukan lahan, fungsi ruang, dan zona

c. Ikp, Ika, Ketinggian, Kelerengan

d. KWT, KWTa, KLB, KDH, Ketinggian bangunan, desain tata letak

bentuk, struktur bangunan, GSB, rencana pengelolaan pekarangan

e. Rona Awal Lingkungan

f. Indikasi resiko dan dampak lingkungan

g. Peraturan, kebijakan sektoral

5. Hasil kajian teknis sektoral merupakan bahan kajian untuk

pembahasan di Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD).

6. TKPRD melaksanakan pembahasan terpadu dari aspek teknis, non

teknis, dan lintas sektoral, serta melibatkan para pakar dan/atau

perwakilan masyarakat dalam rangka menetapkan usulan rekomendasi

bagi Gubernur.

7. Gubernur memberi rekomendasi perizinan berdasarkan penilaian yang

dilakukan oleh tim teknis Dinas dan Tim Koordinasi Penataan Ruang

Daerah Provinsi.

Page 30: LAMPIV Pergub KBU

30

8. Waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk proses rekomendasi

pemanfaatan ruang di KBU dihitung sejak diterimanya permohonan

yang telah dilengkapi dengan persyaratan rekomendasi diluar proses

surat menyurat dan perbaikan yang dilakukan oleh pemohon.