Laksatife Dan Antidiare
-
Upload
viena-che-bolu-gultom -
Category
Documents
-
view
173 -
download
0
Transcript of Laksatife Dan Antidiare
1.Konsep Dasar1.1 PengertianCairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
Proportion Of Body FluidProsentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan tergantung beberapa hal antara lain :a.Umurb.Kondisi lemak tubuhc.SexPerhatikan Uraian berikut ini :No. Umur Prosentase1. Bayi (baru lahir) 75 %2. Dewasa :a.Pria (20-40 tahun) 60 %b.Wanita (20-40 tahun) 50 %3. Usia Lanjut 45-50 %
Pada orang dewasa kira-kira 40 % baerat badannya atau 2/3 dari TBW-nya berada di dalam sel (cairan intraseluler/ICF), sisanya atau 1/3 dari TBW atau 20 % dari berat badannya berada di luar sel (ekstraseluler) yaig terbagi dalam 15 % cairan interstitial, 5 % cairan intavaskuler dan 1-2 % transeluler.
1.3 Elektrolit Utama Tubuh Manusia Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti : protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-).
Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif.
Komposisi dari elektrolit-elektrolit tubuh baik pada intarseluler maupun pada plasma terinci dalam tabel di bawah ini :
No. Elektrolit Ekstraseluler IntraselulerPlasma Interstitial 1. Kation :• Natrium (Na+) 144,0 mEq 137,0 mEq 10 mEq• Kalium (K+) 5,0 mEq 4,7 mEq 141 mEq• Kalsium (Ca++) 2,5 mEq 2,4 mEq 0• Magnesium (Mg ++) 1,5 mEq 1,4 mEq 31 mEq
2. Anion :• Klorida (Cl-) 107,0 mEq 112,7 mEq 4 mEq• Bikarbonat (HCO3-) 27,0 mEq 28,3 mEq 10 mEq• Fosfat (HPO42-) 2,0 mEq 2,0 mEq 11 mEq• Sulfat (SO42-) 0,5 mEq 0,5 mEq 1 mEq• Protein 1,2 mEq 0,2 mEq 4 mEq
a. Kation :• Sodium (Na+) :- Kation berlebih di ruang ekstraseluler- Sodium penyeimbang cairan di ruang eesktraseluler- Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus - Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion hidrigen pada ion sodiumdi tubulus ginjal : ion hidrogen di ekresikan- Sumber : snack, kue, rempah-rempah, daging panggang.
• Potassium (K+) :- Kation berlebih di ruang intraseluler
- Menjaga keseimbangan kalium di ruang intrasel- Mengatur kontrasi (polarissasi dan repolarisasi) dari muscle dan nerves.- Sumber : Pisang, alpokad, jeruk, tomat, dan kismis.
• Calcium (Ca++) :- Membentuk garam bersama dengan fosfat, carbonat, flouride di dalam tulang dan gigi untuk membuatnya keras dan kuat- Meningkatkan fungsi syaraf dan muscle- Meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses pengaktifan protrombin dan trombin- Sumber : susu dengan kalsium tinggi, ikan dengan tulang, sayuran, dll.
b.Anion :• Chloride (Cl -) :- Kadar berlebih di ruang ekstrasel- Membantu proses keseimbangan natrium- Komponen utama dari sekresi kelenjar gaster- Sumber : garam dapur
• Bicarbonat (HCO3 -) :Bagian dari bicarbonat buffer sistem- Bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam karbonat dan suasana garam untuk menurunkan PH.
• Fosfat ( H2PO4- dan HPO42-) :- Bagian dari fosfat buffer system- Berfungsi untuk menjadi energi pad metabolisme sel- Bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang- Masuk dalam struktur genetik yaitu : DNA dan RNA.
1.4 Perpindahan Cairan dan Elektrolit TubuhPerpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu :a.Fase I :Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
b.Fase II :Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
c.Fase III :Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial
masuk ke dalam sel.Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan membran semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah. Metode perpindahan dari cairan dan elektrolit tubuh dengan cara :• Diffusi• Filtrasi• Osmosis• Aktiv Transport
Diffusi dan osmosis adalah mekanisme transportasi pasif. Hampir semua zat berpindah dengan mekanisme transportasi pasif. Diffusi sederhana adalah perpindahan partikel-partikel dalam segala arah melalui larutan atau gas. Beberapa faktor yang mempengaruhi mudah tidaknya difusi zat terlarut menembus membran kapiler dan sel yaitu :• Permebelitas membran kapiler dan sel• Konsenterasi• Potensial listrik• Perbedaan tekanan.Osmosis adalah proses difusi dari air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi. Difusi air terjadi pada daerah dengan konsenterasi zat terlarut yang rendah ke daerah dengan konsenterasi zat terlarut yang tinggi.
Perpindahan zat terlarut melalui sebuah membrane sel yang melawan perbedaan konsentrasi dan atau muatan listrik disebut transportasi aktif. Transportasi aktif berbeda dengan transportasi pasif karena memerlukan energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP). Salah satu contonya adalah transportasi pompa kalium dan natrium.
Natrium tidak berperan penting dalam perpindahan air di dalam bagian plasma dan bagian cairan interstisial karena konsentrasi natrium hampir sama pada kedua bagian itu. Distribusi air dalam kedua bagian itu diatur oleh tekanan hidrostatik yang dihasilkan oleh darah kapiler, terutama akibat oleh pemompaan oleh jantung dan tekanan osmotik koloid yang terutama disebabkan oleh albumin serum. Proses perpindahan cairan dari kapiler ke ruang interstisial disebut ultrafilterisasi. Contoh lain proses filterisasi adalah pada glomerolus ginjal.
Meskipun keadaan di atas merupakan proses pertukaran dan pergantian yang terus menerus namun komposisi dan volume cairan relatif stabil, suatu keadaan yang disebut keseimbangan dinamis atau homeostatis.
1.5 Regulating Body Fluid VolumesDi dalam tubuh seorang yang sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia dari cairan tubuh selalu berada dalam kondisi dan batas yang nyaman. Dalam kondisi
normal intake cairan sesuai dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi. Kondisi sakit dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh akan kehilanagn caiaran antara lain melalui proses penguapan ekspirasi, penguapan kulit, ginjal (urine), ekresi pada proses metabolisme.
a. Intake Cairan :Selama aktifitas dan temperatur yang sedang seorang dewasa minum kira-lira 1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari sehingga kekurangan sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi selama proses metabolisme.Berikut adalah kebutuhan intake cairan yang diperlukan berdasarkan umur dan berat badan, perhatikan tabel di bawah ini :
No. Umur Berat Badan (kg) Kebutuhan Cairan (mL/24 Jam).1. 3 hari 3,0 250-3002 1 tahun 9,5 1150-13003. 2 tahun 11,8 1350-15004. 6 tahun 20,0 1800-20005. 10 tahun 28,7 2000-2500 6. 14 tahun 45,0 2200-2700 7. 18 tahun(adult) 54,0 2200-2700
Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus dikendalikan berada di otak Sedangakan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal.
b.Output Cairan :Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :a.Urine :Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam. Pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.
b.IWL (Insesible Water Loss) :IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat
maka IWL dapat meningkat.
c.Keringat : Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.d.Feces :Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
1.6 Faktor yang Berpengaruh pada Keseimbangan Cairan dan ElektrolitFaktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh antara lain :a.Umur :Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
b.Iklim :Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.c.Diet :Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
d.Stress :Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
e.Kondisi Sakit :Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh Misalnya : - Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.- Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
f.Tindakan Medis :Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
g.Pengobatan :Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.h.Pembedahan :Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.
1.7 Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit TubuhTiga kategori umum yang menjelaskan abnormalitas cairan tibuh adalah :• Volume• Osmolalitas• KomposisiKetidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler (ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama, sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan volume ekstraseluler (ECF).
Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi cairan intraseluler (ICF) dan menyangkut bertambahnya atau kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif tidak seimbang. Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremia dan hipernatremia sehingga nilai natrium serum penting untuk mengenali keadaan ini.
Kadar dari kebanyakan ion di dalam ruang ekstraseluler dapat berubah tanpa disertai perubahan yang jelas dari jumlah total dari partikel-partikel yang aktif secara osmotik sehingga mengakibatkan perubahan komposisional.
a. Ketidakseimbangan Volume • kurangan Volume Cairan Ekstraseluler (ECF)Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume isotonik sering kali diistilahkan dehidrasi yang seharusnya dipakai untuk kondisi kehilangan air murni yang relatif mengakibatkan hipernatremia. - airan Isotonis adalah cairan yang konsentrasi/kepekatannya sama dengan cairan tubuh, contohnya : larutan NaCl 0,9 %, Larutan Ringer Lactate (RL).
- Cairan hipertonis adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekatannya melebihi cairan tubuh, contohnya Larutan dextrose 5 % dalam NaCl normal, Dextrose 5% dalam RL, Dextrose 5 % dalam NaCl 0,45%.- Cairan Hipotonis adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekataannya kurang dari cairan tubuh, contohnya : larutan Glukosa 2,5 %., NaCl.0,45 %, NaCl 0,33 %.
• Kelebihan Volume ECF :Kelebihan cairan ekstraseluler dapat terjadi bila natrium dan air kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang kira- kira sama.Dengan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolumia) maka cairan akan berpindah ke kompartement cairan interstitial sehingga mnyebabkan edema. Edema adalah penunpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema dapat terlokalisir atau generalisata.
b.Ketidakseimbangan Osmolalitas dan perubahan komposisional Ketidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam cairan-cairan tubuh. Karena natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara osmotik dalam ECF maka kebanyakan kasus hipoosmolalitas (overhidrasi) adalah hiponatremia yaitu rendahnya kadar natrium di dalam plasma dan hipernatremia yaitu tingginya kadar natrium di dalam plasma. Pahami juga perubahan komposisional di bawah ini :• Hipokalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L.• Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih dari atau sama dengan 5,5 mEq/L.• Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu segera dikenali, dan ditangani untuk menghindari disritmia dan gagal jantung yang fatal.
2. Proses Keperawatan 2.1 Pengkajian Pengkajian keperawatan secara umum pada pasien dengan gangguan atau resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi :• Kaji riwayat kesehatan dan kepearawatan untuk identifikasi penyebab gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit• Kaji manifestasi klinik melalui :- Timbang berat badan klien setiap hari- Monitor vital sign- Kaji intake output• Lakukan pemeriksaan fisik meliputi :- Kaji turgor kulit, hydration, temperatur tubuh dan neuromuskuler irritability.- Auskultasi bunyi /suara nafas
- Kaji prilaku, tingkat energi, dan tingkat kesadaran• Review nilai pemeriksaan laboratorium : Berat jenis urine, PH serum, Analisa Gas Darah, Elektrolit serum, Hematokrit, BUN, Kreatinin Urine.
2.2 Diagnosis KeperawatanDiagnosis keperawatan yang umum terjadi pada klien dengan resiko atau gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah :• Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ansietas, gangguan mekanisme pernafasan, abnormalitas nilai darah arteri• Penurunan kardiak output berhubungan dengan dysritmia kardio, ketidakseimbangan elektrolit• Gangguan keseimbangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare, kehilangan cairan lambung, diaphoresis, polyuria.• Gangguan keseimbangan cairan tubuh : berlebih bwerhubungan dengan anuria, penurunan kardiak output, gangguan proses keseimbangan, Penumpukan cairan di ekstraseluler.• Kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan kekurangan volume cairan• Gangguan integritas kulit berhubungan dengan dehidrasi dan atau edema• Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan edema
2.3 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan yang umum dilakukan pada pasien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah :a. Atur intake cairan dan elektrolit b. Berikan therapi intravena (IVFD) sesuai kondisi pasien dan intruksi dokter dengan memperhatikan : jenis cairan, jumlah/dosis pemberian, komplikasi dari tindakan c. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti :deuretik, kayexalate.d. Provide care seperti : perawatan kulit, safe environment.
2.4 Evaluasi/Kreteria hasil :Kreteria hasil meliputi :• Intake dan output dalam batas keseimbangan• Elektrolit serum dalam batas normal• Vital sign dalam batas normal.http://sisroom.blogspot.com/2006/05/kebutuhan-cairan-dan-elektrolit.html
Definisi Diare
Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi normal (lebih dari tiga kali sehari) dengan konsistensi feses yang menurun (lembek atau cenderung cair). peningkatan frekuensi defekasi terjadi karena menurunnya waktu transit chymus dalam saluran cerna akibat meningkatnya pergerakan (motilitas) saluran cerna. Meningkatnya waktu transit chymus dalam saluran cerna juga menyebabkan tidak cukupnya waktu untuk absorpsi air. Hal ini menyebabkan feses yang dikeluarkan menjadi lebih lembek atau cair.
Diare sebenarnya adalah proses fisiologis tubuh untuk mempertahankan diri dari serangan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit dan sebagainya) atau bahan-bahan makanan yang dapat merusak usus agar tidak menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna. Diare dikatakan meningkat ketika frekuensi meningkat dengan konsentrasi feses lebih lembek atau cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu 7-14 hari.
1.2 Mekanisme DiareDiare dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1) Peningkatan osmolaritas intraluminer, disebut diare osmotik. Diare osmotik timbul pada pasien yang saluran ususnya terpapar dan tak mampu menahan beban hiperosmolar, yang biasanya terdiri dari karbohidrat atau ion divalen. Contohnya : intoleransi laktosa, malabsorpsi asam empedu.
2) Adanya peningkatan sekresi cairan usus. Organisme yang menimbulkan diare sekresi melepaskan toksin atau senyawa lain yang menyebabkan usus halus aktif mensekresikan cairan dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan terjadinya diare sekretorik.
3) Malabsorpsi asam empedu dan malabsorpsi lemak akibat gangguan pembentukan micelle empedu.
4) Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit menyebabkan gangguan absorpsi Na+ dan air.
5) Motilitas dan waktu transit usus abdonimal. Terjadi motilitas yang lebih cepat dan tidak teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorpsi. Mekanismenya ditandai dengan disfungsi motilitas yang berbeda tetapi dengan kapasitas pencernaan yang normal. Diare hasilnya bersifat multifaktor dan lazim melibatkan unsur salah cerna dengan diikuti komponen osmotik dan sekresi.
6) Gangguan permeabilitas usus. Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus dan usus besar terhadap air dan garam atau elektrolit terganggu.
7) Eksudasi cairan, elektrolit, dan mukus berlebihan. Sehingga terjadi peradangan dan kerusakan mukosa usus.
1.3 Klasifikasi DiareBeberapa klasifikasi diare antara lain adalah:
1. Klasifikasi berdasarkan pada jenis infeksi gastroenteritis (diare danmuntah), diklasifikasikan menurut dua golongan:
a. Diare infeksi spesifik : titis abdomen dan poratitus, disentri bani (Shigella).b. Diare non spesifik.
2. Klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena infeksi :a. Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus, parasit).b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis,media, infeksi saluran
pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya).
3. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare :a. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, dan bisa berlangsung terus
selama beberapa hari. Diare ini disebabkan oleh karena infeksi usus sehingga dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang umumnya disebut gastroenteritis infantile.
b. Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua minggu, sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare akutdan diare kronik disebut diare sub akut (Andrianto, 1995).
Patogenesis terjadinya proses diare kronik sangat kompleks dan multipel. Patogenesis utama pada diare kronik adalah kerusakan mukosa usus yang menyebabkan gangguan digesti dan transportasi nutrien melalui mukosa. Faktor penting lainnya adalah faktor intraluminal yang menyebabkan gangguan proses digesti saja misalnya akibatgangguan pankreas, hati, dan membranbrushbord er enterosit. Biasanya kedua faktor tersebut terjadi bersamaan sebagai penyebab diare kronik (Suraatmaja, 2005).
1.4 LoperamidLoperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga
kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali.
Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Waktu paruh 7-14 jam. Kurang dari 2% dieliminasi renal tanpa diubah, 30% dieliminasi fekal tanpa diubah dan sisanya dieliminasi setelah mengalami metabolisme dalam hati sebagai glukoroid ke dalam empedu.
1.5 Oleum Ricini Oleumricini (minyakjarak) merupakantrigliserida yang berkhasiatsebagailaksansia.Di
dalamusushalus, minyakinimengalamihidrolisisdanmenghasilkanasamrisinoleat yang merangsangmukosausus, sehinggamempercepatgerakperistaltiknyadanmengakibatkanpengeluaranisiususdengancepat.Dosisoleumriciniadalah 2 sampai 3 sendokmakan (15 sampai 30 ml), diberikansewaktuperutkosong.Efeknyatimbul 1 sampai 6 jam setelahpemberian, berupapengeluaranbuang air besarberbentukencer.
Adapunmetodepengujianantidiaredenganpenggunaanparafincair.Parafincairobatadalah mineral putih yang sangathalusminyak yang sangatdigunakandalamkosmetikdanuntuktujuanmedis, danistilahmungkinmemilikikegunaan yang berbeda di negara lain. Parafincair, dianggapmemilikikegunaan yang terbatassebagaipencaharsesekali, tetapitidakcocokuntukdigunakanrutinkarenabisamerembesdari anus danmenyebabkaniritasi, dapatmengganggupenyerapanvitamin yang larutdalamlemak,
bisadiserapkedalamdindingususdandapatmenyebabkantubuhgranulamatousreaksi-asing, jikamemasukiparu-parubisamenyebabkan lipoid, pneumonia.
2. TUJUAN PERCOBAANSetelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa :
a. Mempunyaiketerampilandalammelakukanantidiare.b. Mengetahuisejauhmana anti diaredapatmenghambatdiare yang ditimbulkanolehsuatupencahar.3. BAHAN, ALAT, dan HEWAN PERCOBAANa. Bahan - Oleumricini / parafincair- loperamid- NaClfisiologis- CMC- Kertassaring yang telahditimbangb. Alat- Alat suntik 1 ml sonde oral- Gelaskimiauntukpengamatan- Timbangan mencit- Timbanganelektrik- stopwatchc. Hewan uji- Mencit putih sekelELAMIN
4.
MENCIT DIBAGI 4 KELOMPOKPROSEDUR
KEL 1 : KONTROL (-) DIBERI CMCDIBERI AIR SETELAH 30 MENITMASING MASING KELOMPOK 3 MENCIT
DIBERI OLEUM RICINI SETELAH 30 MENITKEL 3 : DIBERI LOPERAMID DOSIS 1KEL 4 : DIBERI LOPERAMID DOSIS 2FREKUENSI FESES : BERAPA KALI MENCIT MENGALAMI DEFEKASIPENGAMATAN FREKUENSI DEFEKASI, KONSISTENSI FESES, BERAT FESESMENCIT DIMASUKAN KE DALAM GELAS KIMIADIBERI KERTAS SARING YANG TELAH DITIMBANG SEBELUMNYASETIAP 15 MENIT SEKALI SELAMA 120 MENITDIBERI OLEUM RICINI SETELAH 30 MENITSEMUA MENCIT DIBERIKAN DENGAN RUTE ORALDIBERI OLEUM RICINI SETELAH 30 MENITKEL 2 : KONTROL (+) DIBERI CMC
Konsistensifesesdinyatakandalamskor :simbol konsistensi skor
N Normal 0
LN Lembek normal 1
L Lembek 2
LC Lembekcair 3
C cair 4
DATA PENGAMATAN DALAM BENTUK TABELBERAT FESES : SELISIH BERAT KERTAS SARING TIAP 15 MENIT
6. PERHITUNGAN7. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, diamati obat-obatan yang mempengaruhi saluran cerna. Pada percobaan ini digunakan mencit sebagai hewan percobaan, mencit tersebut di bagi menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama merupakan mencit kontrol negatif dimana mencit diberikan CMC dan air, sedangkan kelompok kedua adalah kontrol positif dimana mencit diberikan CMC kemudian diberikan oleum ricini, pada kelompok ketiga mencit diberikan loperamid dosis 1 kemudian
diberi oleum ricini, dan kelompok ke empat mencit diberikan loperamid dosis 2 kemudian diberi oleum ricini. Adapun hasil percobaannya dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 1Grafik Pengaruh Pemberian Oleum Ricini (Minyak Jarak) dan Loperamid Terhadap
Frekuensi Defekasi Mencit
Gambar 1Grafik Pengaruh Pemberian Oleum Ricini (Minyak Jarak) dan Loperamid Terhadap
Konsistensi Feses MencitPada mencit kontrol negatif, mencit diberi CMC kemudian diberi air. Kontrol negatif ini
berfungsi untuk melihat proses defekasi pada mencit yang normal. Dilihat dari grafik diatas mencit kontrol negatif, mengalami defekasi normal dengan frekuensi defekasi yang jarang, dan konsistensinya juga normal.
Pada mencit kontrol negatif, mencit diberikan CMC kemudian diberi Oleum ricini. Kontrol negatif ini bertujuan untuk melihat proses defekasi pada mencit yang diinduksi dengan pencahar. Oleumricini (minyakjarak) merupakantrigliserida yang berkhasiatsebagailaksatif.Di dalamusushalus, minyakinimengalamihidrolisisdanmenghasilkanasamrisinoleat yang merangsangmukosausus, sehinggamempercepatgerakperistaltiknyadanmengakibatkanproses defekasiberlangsung dengan cepatsehinggafrekuensidefekasiakanmeningkat. Karena proses defekasi yang berlangsung cepat, maka waktu absorbsi air juga akan berkurang, sehingga air yang seharusnya diabsorbsi tubuh akan ikut terbuang dalam feses, yang mengakibatkan konsistensi feses yang lembek. Pada grafik diatas pada mencit dengan kontrol positif seharusnya mengalami peningkatan frekuensi defekasi dan konsistensi feses seiring dengan peningkatan waktu, tetapi pada hasil percobaan, mencit yang harusnya frekuensi defekasinya meningkat namun tidak mengalami proses defekasi, hal tersebut terjadi karena pengaruh beberapa faktor, misalnya oleum ricini berdasarkan teori onsetnya adalah sekitar 1 sampai 6 jam, sedangkan pengamatan dilakukan dari 0 menit sampai 60 menit, sehingga oleum ricini tidak menimbulkan efek. Selain itu juga, oleum ricini merupakan senyawa yang mudah teroksidasi, akibatnya ketika disimpan di ruang terbuka oleum ricini tersebut akan rusak karena oksidasi sehingga tidak berefek lagi.
Pada kelompok mencit ke tiga, mencit diberikan loperamid dosis 1 kemudian diberikan oleum ricini. Loperamid meruapakan obat antidiare yang cara kerjanya memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Pada mencit yang diberikan loperamid dosis 1 seharusnya pada awal pemberian oleum ricini frekuensi defekasi meningkat karena oleum ricini merupakan induktor diare (laksatif), kemudian seiring dengan peningkatan waktu frekuensi defekasi dan konsistensi defekasi akan menurun karena pengaruh dari loperamid yang akan menurunkan motilitas usus yang meningkat karena oleum ricini, akan tetapi pada grafik diatas grafik yang dihasilkan tidak beraturan karena mencit tidak mengalami defekasi, hal tersebut mungkin pengaruh dari oleum ricini yang belum mencapai onset dan sifatnya yang mudah teroksidasi.
Pada kelompok 4, mencit diberikan loperamid dosis 2 kemudian diberikan oleum ricini. Loperamid meruapakan obat antidiare yang cara kerjanya memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Pada mencit yang diberikan loperamid dosis 2 seharusnya pada awal pemberian oleum
ricini frekuensi defekasi meningkat karena oleum ricini merupakan induktor diare (laksatif), kemudian seiring dengan peningkatan waktu frekuensi defekasi dan konsistensi defekasi akan menurun karena pengaruh dari loperamid yang akan menurunkan motilitas usus yang meningkat karena oleum ricini, dan dibandingkan dengan loperamid dosis 1 seharusnya frekuensi dan konsistensi feses lebih rendah ketika mencit diberikan loperamid dosis 2, karena semakin tingginya dosis maka motilitas usus akan semakin memperlambat motilitas usus. Akan tetapi pada grafik diatas grafik yang dihasilkan tidak beraturan karena mencit tidak mengalami defekasi, hal tersebut mungkin pengaruh dari oleum ricini yang belum mencapai onset dan sifatnya yang mudah teroksidasi.
8. KESIMPULAN
http://ogygoose.blogspot.com/2012/10/laporan-mukolitik.html
9. DAFTAR PUSTAKA- Suraatmaja, S. 2005.GastroenterologiAnak. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RS
Sanglah : Denpasar.- Andrianto, P. 1995. Penataaksanaan dan PencegahanDiare Akut. Penerbit Buku EGC :
Jakarta.-
http://andiscientist.blogspot.com/pengujian-aktivitas-antidiare.html . Diaksestanggal 4 November 2011
Langsung ke: navigasi , cari
Obat pencahar (laksansi) adalah obat-obat untuk pengobatan sembelit.
Konstipasi ( sembelit , konstipasi ) adalah suatu kondisi di mana seseorang memiliki buang air besar tidak nyaman atau jarang. Orang seperti itu memiliki kursi yang keras yang melewati sulit, dan perasaan bahwa rektum tidak sepenuhnya dikosongkan. Ada sembelit akut dan kronis. Yang terakhir dapat mengambil bulan dan tahun. Sembelit bisa menyebabkan penyakit usus besar karena konsentrasi racun dari kotoran.
Alasan untuk sembelit terjadinya dapat:
perubahan dalam diet, nutrisi yang tidak memadai (industri makanan modern, makanan olahan tidak
mengandung serat yang sulit dicerna alam) aktivitas fisik, obat-obatan ( antasida , garam bismuth, besi, antihipertensi , narkotika , obat
penenang ...)
gangguan tiroid, hiperkalsemia , alasan lain.
Kadang-kadang pengobatan untuk kondisi seperti ini hanya perlu menyesuaikan diet. Dan sering sembelit merupakan gejala dari beberapa penyakit lain. Salah satu bentuk dari sembelit kronis disebut. "Lansia usus kelesuan" menderita sejumlah besar orang tua dan penyebab sifat degeneratif - usus mulai menjadi kurang responsif terhadap rangsangan. Mengambil obat pencahar dalam hal ini hanya dapat memperburuk kondisi. Untuk mengobati sembelit (akut) menggunakan obat pencahar. Kami juga menggunakan obat pencahar dan dalam mempersiapkan pasien untuk prosedur diagnostik atau bedah, dan dalam kasus keracunan ketika Anda perlu sesegera mungkin untuk mengosongkan saluran pencernaan. Membedakan kelompok tergantung pada mekanisme kerja.
Gliserol digunakan sebagai pencahar, dan efek osmotik, sehingga menarik air ke dalam lumen usus dari jaringan sekitarnya. Isi usus sehingga menjadi lebih lembut dan fungsi usus akan lebih mudah. Ini tersedia sebagai cairan atau supositoria, untuk pemberian rektal. Pencahar tersebut dapat membantu dalam banyak situasi: jika diperlukan untuk mengembangkan fungsi usus normal setelah periode gizi buruk dan kurangnya aktivitas fisik, maka dalam persiapan untuk pemeriksaan atau operasi sebelum kelahiran , masa beberapa hari setelah lahir dan dapat membantu dengan sembelit sering disebabkan oleh lainnya obat (narkoanalgetici, antidepresan, antikonvulsan, calcium channel blockers). Beberapa efek samping dari penggunaannya mungkin ketidaknyamanan perut, kram, angin. Satu harus mempertimbangkan kemungkinan reaksi alergi . Aplikasi lokal akan kontraindikasi untuk masalah medis seperti usus buntu dan rektum perdarahan tidak diketahui penyebabnya.
Bisakodil
Bisakodil secara kimiawi dan farmakologi terkait dengan fenolftalein, tapi tindakannya 10-20 kali lebih kuat. Usus kecil diserap kembali setelah biotransformasi disekresi ke dalam usus kecil melalui empedu. Tentu saja, diekskresikan sebagai glucuronides dan tidak dapat diserap kembali, dan dengan demikian masuk ke dalam usus besar di mana flora bakteri dipengaruhi oleh melepaskan bisakodil tersebut. Ini bekerja pada selaput lendir merangsang peristaltik usus. Dengan perjalanan panjang ke tempat aksi tindakan yang tidak dimulai selama 6-12 jam, namun bila digunakan dalam bentuk supositoria, maka tindakan dimulai jauh lebih cepat - selama setengah jam sampai satu jam. Selama aplikasi mungkin muncul gejala perut, termasuk kram dan nyeri perut. Telah dicatat, dan diare.
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI Pengujian Efek Antidiare
I. TUJUAN
Mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat menghambat diare dengan metode uji
antidiare yaitu metode transit intestinal.
II. PRINSIP
Metode Transit Instestinal
Aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus dengan mengukur rasio normal jarak yang
ditempuh marker terhadap panjang usus sepenuhnya.
Parameter – Parameter Obat Antidiare
Waktu muncul diare, jangka waktu berlangsung diare, bobot feses di evaluasi setelah pemberian obat
dengan metode ANAVA dan Student’s t test.
III. TEORI
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak
untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal (Daldiyono, 1990).
Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang terus menerus disertai
keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan, atau memiliki kandungan air yang berlebih dari
keadaan normal. Umumnya diare menyerang balita dan anak-anak. Namun tidak jarang orang dewasa
juga bisa terjangkit diare. Jenis penyakit diare bergantung pada jenis klinik penyakitnya (Anne, 2011).
Klinis tersebut dapat diketahui saat pertama kali mengalami sakit perut. Ada lima jenis klinis
penyakit diare, antara lain:
1. Diare akut, bercampur dengan air. Diare memiliki gejala yang datang tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan
penurunan berat badan jika tidak diberika makan dam minum.
2. Diare kronik. Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang disebabkan oleh virus,
Bakteri dan parasit, maupun non infeksi.
3. Diare akut bercampur darah. Selain intensitas buang air besar meningkat, diare ini dapat
menyebabkan kerusakan usus halus,spesis yaitu infeksi bakteri dalam darah, malnutrisi atau
kurang gizi dan dehidrasi.
4. Diare persisten . Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari. Dengan bahaya utama adalah
kekurangan gizi. Infeksi serius tidak hanya dalam usus tetapi menyebar hingga keluar usus.
5. Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare yang lainnya, karena
mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau menyeluruh yang berat, dehidrasi,
kekurangan vitamin dan mineral. Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain (National Digestive Diseases
Information Clearinghouse, 2007) :
infeksi bakteri
beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan atau minuman, contohnya Campylobacter,
Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli (E. coli).
infeksi virus
beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, Norwalk virus, cytomegalovirus, herpes simplex
virus, and virus hepatitis.
intoleransi makanan
beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan, misalnya pemanis buatan dan laktosa.
parasit
parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman dan menetap di dalam system
pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare misalnya Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, and
Cryptosporidium.
reaksi atau efek samping pengobatan
antibiotik, penurun tekanan darah, obat kanker dan antasida mengandung magnesium yang mampu
memicu diare.
gangguan intestinal
kelainan fungsi usus besar
Pada anak anak dan orang tua diatas 65 tahun diare sangat berbahaya. Bila penanganan
terlambat dan mereka jatuh ke dalam dehidrasi berat maka bisa berakibat fatal. Dehidrasi adalah suatu
keadaan kekurangan cairan, kekurangan kalium (hipokalemia) dan adakalanya acidosis (darah menjadi
asam), yang tidak jarang berakhir dengan shock dan kematian. Keadaan ini sangat berbahaya terutama
bagi bayi dan anak-anak kecil, karena mereka memiliki cadangan cairan intrasel yang lebih sedikit
sedangkan cairan ekstra-selnya lebih mudah lepas daripada orang dewasa (Adnyana, 2008).
Mekanisme timbulnya diare.
Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa menyebabkan diare dan muntah.
Keracunan pangan yang menyebabkan diare dan muntah, disebabkan oleh pangan dan air yang
terkontaminasi oleh mikroba. Pada tulisan ini akan dijelaskan mekanisme diare dan muntah yang
disebabkan oleh mikroba melalui pangan terkontaminasi. Secara klinis, istilah diare digunakan untuk
menjelaskan terjadinya peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan peningkatan berat atau
volume tinja dan frekuensinya. Seseorang dikatakan diare jika secara kuantitatif berat tinja per-24 jam
lebih dari 200 gram atau lebih dari 200 ml dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari (Putri, 2010).
Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa mekanisme. Beberapa
patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit, seringkali dengan melibatkan enterotoksin yang
akan menurunkan absorpsi garam dan air dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare
ini tidak terjadi gap osmotic dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga tidak bisa
dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory. Contoh dari diare sekretori
adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic E coli (Putri, 2010).
Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong pada kontraksi otot,
sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan
daya dorong ini mungkin secara langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang diaktivasi oleh
patogen, atau oleh peningkatan tekanan luminal karena adanya akumulasi fluida. Pada umumnya,
peningkatan daya dorong tidak dianggap sebagai penyebab utama diare tetapi lebih kepada faktor
tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh
patogen (Putri, 2010).
Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan mukosa dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran, karakteristik dan daerah yang terinfeksi akan bervariasi
antar organisme. Kerusakan mukosa yang terjadi bisa berupa difusi nanah oleh pseudomembran sampai
dengan luka halus yang hanya bisa dideteksi secara mikroskopik. Kerusakan mukosa atau peningkatan
permeabilitas tidak hanya menyebabkan pengeluaran cairan seperti plasma, tetapi juga mengganggu
kemampuan mukosa usus untuk melakukan proses absorbsi yang efisien karena terjadinya difusi balik
dari fluida dan elektrolit yang diserap. Diare jenis ini dikenal sebagai diare eksudatif. Penyebabnya
adalah bakteri patogen penyebab infeksi yang bersifat invasive (Shigella, Salmonella) (Putri, 2010).
Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai kerusakan mucosal yang
diinduksi oleh patogen. Kegagalan pencernaan dan penyerapan karbohidrat (CHO) akan meningkat
dengan hilangnya hidrolase pada permukaan membrane mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-
isomaltase) atau kerusakan membran microvillus dari enterosit. Peningkatan solut didalam luminal
karena malabsorbsi CHO menyebabkan osmolalitas luminal meningkat dan terjadi difusi air ke luminal.
Diare jenis ini dikenal sebagai diare osmotik dan bisa dihambat dengan berpuasa (Putri, 2010).
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan
bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin
atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat
mengatasi pertahanan mukosa usus (Putri, 2010).
Adhesi.
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili
dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis,
disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen
seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC).
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang
melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler
dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat
pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC (Putri, 2010).
Invasi.
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel
terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi
intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat
dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga
memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan
gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif
misalnya Salmonella.
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang
bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC)
serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman
EPEC serta V. Parahemolyticus (Putri, 2010).
Enterotoksin.
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis
sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5
subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP
intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi
klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta
heatStabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi
protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida (Putri, 2010).
Penggolongan obat diare :
A. Kemoterapeutika
Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada beberapa pengecualian dimana
obat antimikroba diperlukan pada diare yag disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri dan protozoa.
Pemberian antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya diare dan mungkin mempercepat
pengeluaran toksin. Kemoterapi digunakan untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab
diare dengan antibiotika (tetrasiklin, kloramfenikol, dan amoksisilin, sulfonamida, furazolidin, dan
kuinolon) (Schanack, 1980).
B. Zat penekan peristaltik usus
Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot
sirkuler dan longitudinal usus. Contoh: Candu dan alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan
loperamin), dan antikolinergik (atropin dan ekstrak beladona) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI,
2007).
C. Adsorbensia
Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini adalah mengikat atau menyerap
toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta melapisi permukaan mukosa usus sehingga toksin dan
mikroorganisme tidak dapat merusak serta menembus mukosa usus. Obat-obat yang termasuk kedalam
golongan ini adalah karbon, musilage, kaolin, pektin, garam-garam bismut, dan garam-garam
alumunium ) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan antara adsorben
dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben mengikat bakteri dan toksin sehingga dapat dibawa
melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben yang digunakan dalam sediaan diare antara lain
attapulgit aktif, karbon aktif, garam bismuth, kaolin dan pektin (Harkness, 1984).
Loperamida
Pemerian: serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada suhu lebih kurang 225oC disertai peruraian.
Kelarutan: sukar larut dalam air dan asam encer, mudah larut dalam metanol dan kloroform.
(Farmakope Indonesia IV, 1995).
Obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan
longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya
diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Obat ini sama efektifnya dengan
difenoksilat untuk pengobatan diare kronik. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen,
sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi. Pada sukarelawan yang mendapatkan
dosis besar loperamid, kadar puncak pada plasma dicapai dalam waktu empat jamsesudah makan obat.
Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat
mengalami sirkulasi enterohepatik. Waktu paruhnya adalah 7-14jam. Loperamid tidak diserap dengan
baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik; sifat-sifat ini menunjang
selektifitas kerja loperamid. Sebagian besar obat diekskresikan bersama tinja. Kemungkinan
disalahgunakannya obat ini lebih kecil dari difenoksilat karena tidak menimbulkan euphoria seperti
morfin dan kelarutannya rendah (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).
Contoh Uraian obat Diare
1. Racecordil
Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik
yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak
menyebabkan ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993
memenuhi semua syarat ideal tersebut. Berdasarkan uji klinis didapatkan bahwa anti diare ini
memberikan hasil klinis yang baik dan dapat ditoleransi oleh tubuh. Produk ini juga merupakan anti
diare pertama yang cara kerjanya mengembalikan keseimbangan sistem tubuh dalam mengatur
penyebaran air dan elektrolit ke usus. Selain itu, Hidrasec pun mampu menghambat enkephalinase
dengan baik. Dengan demikian, efek samping yang ditimbulkannya sangat minimal.
2. Loperamide
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat motilitas saluran
cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan
reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor
tersebut. Efek samping yang sering dijumpai ialah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek
konstipasi jarang sekali terjadi.
3. Nifuroxazide
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella
dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal
pada saluran pencernaan.
o Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari obat anti infeksi intestinal biasa
seperti kloroyodokuin.
o Pada konsentrasi encer (1 : 25.000) Nifuroxazide masih memiliki daya bakterisidal.
Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus,
kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.
4. Dioctahedral smectite
Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro telah
terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite
mengubah sifat fisik mukus lambung dan melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga
dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulose-manitol
urin pada anak dengan diare akut (Putri, 2010).
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Alas bedah
Alat bedah
Penggaris
Sonde ral
2. Bahan
Loperamide HCl
(0,24 dan 0,48 mg/ml)
Suspensi PGA 2%
(diwarnai hitam dengan tinta cina/norit 0,1/10 gram sebagai marker)
Tinta cina
3. Hewan
Mencit putih, dipuasakan 18 jam sebelum percobaan dan minum tetap di berikan.
V. PROSEDUR
Pertama yang harus dilakukan adalah bobot mencit ditimbang kemudian dikelompokkan secara
acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol diberi PGA 2%, kelompok uji Loperamid dosis I dan
dosis II di berikan secara per oral. Pada waktu ke- 45 menit, semua kelompok hewan diberikan tinta cina
0,1 ml/10 g mencit secara per oral dan pada waktu ke- 65 menit semua hewan dikorbankan dengan cara
dislokasi tulang leher.
Kemudian setelah semua hewan dikorbankan, usus dikeluarkan secara hati-hati sampai usus
teregang. Setelah usus teregang, di ukur panjang usus yang dilalui norit mulai dari pilorus sampai ujung
akhir (berwarna hitam) dan panjang seluruh usus dari pilorus sampai rektum.
Setelah itu, dihitung rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya
dan hasil-hasil pengamatan disajikan dalam tabel beserta grafiknya. Kemudian, evaluasi hasil
pengamatan pada ketiga kelompok hewan untuk waktu muncul diare, jangka waktu berlangsung diare,
bobot feses dievaluasi masing-masing secara statistik dengan metode ANAVA dan Student’s test.
VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
1. Dosis Pemberian Obat
a. PGA 2% (mencit ke-1)
26/20 x 0,5 = 0,65 mL
b. Loperamid Dosis I (0,24 mg/20g BB) (mencit ke-2)
26/20x 0,5 = 0,65 mL
c. Loper2amid Dosis II (0,48 mg/20g BB) (mencit ke-3)
29,2/20x 0,5 = 0,73 mL
2. Dosis Pemberian Tinta Cina
a. Mencit ke-1
26/10 x 0,1 = 0,26 mL
b. Mencit ke-2
26/10 x 0,1 = 0,26 mL
c. Mencit ke-3
29,2/10 x 0,1 = 0,23 mL
HASIL PENGAMATAN
KEL.JARAK TINTA
CINA (X-Z) cm
JARAK USUS
SELURUHNYA (X-Y)
cm
RASIO
(X-Z/X-Y)
KONTROL (PGA
2%)
1 13,6 65,6 0,207
2 25 57 0,44
3 25 60 0,417
4 14 57,6 0,246
LOPERAMID
DOSIS I (0,24
mg/20g BB)
1 13,5 61 0,221
2 14 58 0,240
3 14,6 60 0,242
4 - - -
LOPERAMID
DOSIS II (0,48
mg/20g BB)
1 6,5 60 0,108
2 23 61 0,377
3 7,5 69 0,1
4 8 62 0,574
OBATRASIO
JUMLAH RATA-RATA1 2 3 4
KONTROL
(PGA2%)0,207 0,44 0,417 0,246 1,31 0,3275
LOPERAMID
DOSIS I
(0,12mg/20g
BB)
0,221 0,240 0,242 - 0,703 0,243
LOPERAMID
DOSIS II
(0,24mg/20g
BB)
0,108 0,377 0,1 0,574 1,132 0,283
JUMLAH 0,536 1,057 0,759 0,82 3,145
Perhitungan dengan tabel ANAVA
Ho : 2P = 0 ; rata-rata setiap perlakuan memberikan efek anti diare yang relatif sama terhadap mencit
H1 : rata-rata setiap perlakuan memberikan efek anti diare yang berbeda
Statistik uji : = 5 % = 0,05
Ry = (1,31+0,703+1,132) 2 = 0,824
4 x 3
Ay = (1, 31) 2 + (0,703) 2 + 1,132) 2 - 0,824
4
= 0,8729 – 0,824
= 0,0489
y2 = 0,2072 + 0,442 + ..... + 0,12 + 0,5742
= 1,1283
Dy = y2 – Ry – Ay
= 1,1283 – 0,824– 0,0489
= 0,2554
Untuk tabel ANAVA :
k = 3
ni = 12
(ni – 1) = 9
Tabel Anava
Sv dk JK KT Fhit
Rata-rata 1 0,824 0,824
0,857Antar
kelompok
2 0,0489 0,024
Dalam kelompok 9 0,2554 0,028
Jumlah 12 1,1283
Untuk perlakuan:
F0,05 (2,9) = 4,26
4,26 > 0,857
F tabel F hitung, maka Ho diterima.
Artinya, rata-rata setiap perlakuan (PGA, Loperamida dosis I, maupun Loperamida dosis II) memberikan
efek anti diare yang relatif sama terhadap mencit.
VII . PEMBAHASAN
Tujuan percobaan pada praktikum kali ini adalah mengetahui sejauh mana aktivitas obat
antidiare yaitu loperamid HCl dapat menghambat diare dengan metode transit intestinal.
Diare merupakan keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan merupakan
gejala dari penyakit-penyakit tertentu. Diare disebabkan oleh adanya rangsangan pada saraf otonom di
dinding usus sehingga dapat menimbulkan reflek yang mempercepat peristaltik sehingga timbul diare.
Diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh melebihi frekuensi normal, serta konsistensi
feses yang encer. Penyebab diare pun bermacam-macam. Pada dasarnya diare merupakan mekanisme
alamiah tubuh untuk mengeluarkan zat-zat racun yang tidak dikehendaki dari dalam usus. Bila usus
sudah bersih maka diare akan berhenti dengan sendirinya.
Diare pada dasarnya tidak perlu pemberian obat, hanya apabila terjadi diare hebat dapat
digunakan obat untuk menguranginya. Obat antidiare yang banyak digunakan diantaranya adalah
Loperamid yang daya kerjanya dapat menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa,
yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi pada keadaan resorpsi normal
kembali. Loperamid merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan
khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak mengakibatkan
ketergantungan.
Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit. Selain karena
anatomi fisiologinya sama dengan anatomi fisiologi manusia,juga karena mencit mudah ditangani,
ukuran tubuhnya kecil sehingga waktu penelitian dapat berlangsung lebih cepat. Sebelum digunakan
untuk percobaan, mencit dipuasakan selama 18 jam sebelum percobaan tetapi minum tetap diberikan.
Hal tersebut dikarenaka makanan dalam usus akan berpengaruh terhadap kecepatan peristaltik.
Tiap kelompok diberi 3 ekor mencit. Prosedur pertama yang dilakukan adalah menimbang
masing-masing mencit untuk menentukan banyaknya dosis sediaan uji yang akan diberikan pada tiap
mencit. Mencit pertama memiliki bobot 26 gram dan setelah dikonversi dengan 0,5 mL/20 gram maka
banyaknya dosis untuk mencit pertama adalah 0,65 mL (kontrol negatif). Sedangkan untuk mencit kedua
bobotnya adalah 26 gram maka dosisnya 0,65 mL (loperamid HCl 0,24 mg/mL) dan untuk mencit ketiga
dengan bobot 29,2 gram dosisnya adalah 0,73 mL (loperamid HCl 0,48 mg/mL).
Mencit pertama merupakan mencit kontrol negatif karena akan diberikan PGA 2% , mencit
kedua akan diberikan loperamid HCl 0,24 mg/mL, dan mencit ketiga akan diberikan loperamid HCl 0,48
mg/mL. Pemberian ketiga zat tersebut dilakukan secara peroral karena yang akan diamati adalah
kecepatan peristaltik usus, kemudian mencit-mencit tersebut didiamkan selama 45 menit agar obat-
obat tersebut dapat terabsorpsi secara sempurna di dalam tubuh mencit, sehingga didapat efek yang
diharapkan.
Setelah itu, tiap-tiap mencit diberikan tinta cina 0,01mL per gram dari berat mencit secara
peroral. Tinta cina ini berguna sebagai indikator untuk megetahui kecepatan motilitas usus. Karena obat
antidiare yang digunakan adalah loperamid HCl. Loperamid HCl merupakan obat antidiare golongan
opioid yang mekanisme kerjanya adalah menekan kecepatan gerak peristaltik. Secara in vitro pada
binatang Loperamide menghambat motilitas / perilstaltik usus dengan mempengaruhi langsung otot
sirkular dan longitudinal dinding usus serta mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar.
Pada manusia, Loperamide memperpanjang waktu transit isi saluran cerna. Loperamide menurunkan
volum feses, meningkatkan viskositas dan kepadatan feses dan menghentikan kehilangan cairan dan
elektrolit.
Sehingga pemberian loperamid HCl berdasarkan literatur seharusnya dapat menurunkan
kecepatan peristaltik usus. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari rasio panjang usus yang dilalui oleh
tinta cina terhadap panjang usus keseluruhan. Setelah 20 menit pemberian tinta cina masing-masing
mencit didislokasi dan dibedah untuk melihat kecepatan peristaltik antara mencit kontrol dan mencit
yang telah diberikan loperamid HCl dengan dosis yang berbeda. Karena panjang usus yang dilewati tinta
cina dapat dijadikan sebagai indikator kecepatan peristaltik usus.
Berdasarkan teori rasio antara jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada
mencit uji kontrol seharusnya lebih besar daripada rasio jarak usus yang dilalui tinta cina dan total
panjang usus pada mencit uji I dan uji II karena mencit uji kontrol tidak mendapatkan loperamid sebagai
penghambat gerak peristaltik usus sehingga gerak peristaltik ususnya lebih cepat dan jarak usus yang
dilalui tinta cina lebih panjang. Rasio antara jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada
mencit uji I seharusnya lebih besar daripada rasio jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang
usus pada mencit uji II karena mencit uji I mendapatkan loperamid dengan dosis yang lebih kecil
dibandingkan mencit uji II sehingga penghambatan gerak peristaltik usus pada mencit uji I lebih kecil
daripada penghambatan gerak peristaltik usus pada mencit uji II.
Dari hasil percobaan, urutan nilai rasio antara jarak tinta dan panjang usus mulai dari yang
terbesar adalah: mencit uji kontrol (0,3275cm), mencit uji I (0,243cm), mencit uji II (0,283cm). Hal ini
tidak sepenuhnya sesuai dengan teori karena adanya mencit yang mati saat percobaan sehingga tidak
dapat memberikan data yang sesuai.
Loperamid dengan dosis yang lebih tinggi memberikan persen inhibisi atau keefektifan yang lebih
baik daripada loperamid dengan dosis yang lebih kecil.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil percobaan, pengamatan dan perhitungan dapat disimpulkan bahwa
aktivitas obat anti diare yaitu Loperamid HCl dapat menghambat diare dengan metode uji antidiare yaitu
metode transit intestinal. Makin besar dosis Loperamid HCl yang diberikan, makin besar pengurangan
gerak peristaltik usus mencit dan makin pendek ukuran usus yang dilewati marker.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, Ketut. 2004. Sekilas Tentang Diare. http://www.blogdokter.net/2008/10/30/sekilas-tentang-diare/.
[Diakses tanggal 10 April 2011]
Anne, Ahira. 2011. Penyakit Diare Akut. http://www.anneahira.com/diare-akut.htm. [Diakses tanggal 10 April
2011]
Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Infomedika. Hal : 14-4.
Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta : Penerbit UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung : Penerbit ITB.
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007. Diarrhea. Available online at
www.digestive.niddk.nih.gov . [Diakses tanggal 10 April 2011]
Putri, Titian.2010.Diare. http://titianputri.blogspot.com/2010/02/diare-adalah.html . [Diakses tanggal 10
April 2011]
Schanack, W., et al. 1980. Senyawa Obat, Edisi kedua. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/LAPORAN-PRAKTIKUM-PENGUJIAN-EFEK-ANTIDIARE-FARMAKOLOGI.html#ixzz2ptFz0fjH