Kunjungan Pra Anestesi

10
Kunjungan Pra Anestesi ANAMNESIS Anamnesis dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui keluarga pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis : 1. Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan, dll. 2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anesthesia, antara lain : Penyakit alergi. Diabetes mellitus Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia, bronchitis. Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris, dekompensasi kordis) Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll) Penyakit hati. Penyakit ginjal. Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang) 3. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan intereaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya, , obat

description

gghg

Transcript of Kunjungan Pra Anestesi

Page 1: Kunjungan Pra Anestesi

Kunjungan Pra Anestesi

ANAMNESIS

Anamnesis dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui

keluarga pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :

1. Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan, dll.

2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit

dalam anesthesia, antara lain :

Penyakit alergi.

Diabetes mellitus

Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia, bronchitis.

Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,

dekompensasi kordis)

Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)

Penyakit hati.

Penyakit ginjal.

Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)

3. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan

intereaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya, , obat

anti hipertensi , obat-obat antidiabetik, antibiotik golongan aminoglikosida ,obat penyakit

jantung (seperti digitalis, diuretika), monoamino oxidase inhibitor, bronkodilator.

Keputusan untuk melanjutkan medikasi selama periode sebelum anestesi tergantung dari

beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan yang dipakai pasien tetap diteruskan tetapi

mengalami perubahan dosis, diubah menjadi preparat dengan masa kerja lebih singkat atau

dihentikan untuk sementara waktu. Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi

dapat dilanjutkan sampai waktu untuk dilakukan pembedahan.

4. Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan

kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai. Beratnya

berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam kehidupan, akan tetapi

seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi obat-obatan, . Pada evaluasi pre operatif

Page 2: Kunjungan Pra Anestesi

dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan tentang kemungkinan terjadinya respon alergi

yang serius., termasuk reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi

terlihat, obat penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal

dengan antihistamin, atau kortikosteroid.

5. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu , berapa kali dan

selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar,

perawatan intensif pasca bedah.

6. Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada keluarga yang

lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya ditanyakan tentang

kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan , pemeriksaan kehamilan

preoperative merupakan suatu indikasi.

7. Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :

Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi karena

merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis dan

pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam sebelumnya

untuk menghindari adanya CO dalam darah.

Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya golongan

barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis hepatic.

Meminum obat-obat penenang atau narkotik.

8. Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergensi)

PEMERIKSAAN FISIK

Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan

pemeriksaan neurologik . Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu

dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung.

Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :

1 Keadaan umum : gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi, obesitas.

2 Tanda-tanda vital

Page 3: Kunjungan Pra Anestesi

Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan pengeluaran

urine yang adekuat selama operasi .

Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan bermakna

mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic atau cabang-

cabang besarnya).

Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah

denyutnya. Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta blok

dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien yang

cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut nadi yang cepat tetapi lemah.

Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya , dalamnya dan pola

pernapasannya selama istirahat.

Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).

Visual Aanalog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri

3 Kepala dan leher

Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)

Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan

Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi, kelainan

ortodontik lainnya

Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut … jari), Pergerakan (baik/kurang

baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil

Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan

Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher (mobilitas

sendi servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea (deviasi), karotik bruit,

kelenjar getah bening.

Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : Teet, Tongue, Temporo

mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor, Trakea.

4. Thoraks

a. Prekordium. Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama

gallop atau perikardial rub.

b. Paru-paru.

Page 4: Kunjungan Pra Anestesi

Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum, kifosis,

skoliosis) Frekwensi (bradipnue/takipnue) Sifat pernafasan ( torakal, torako

abdominal/abdominal torako), irama pernafasan (reguler/ireguler, cheyne stokes,

biot), Sputum (purulen, pink frothy), Kelainan lain (stridor, hoarseness/serak,

sindroma pancoas)

Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)

Auskulatasi : Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial, bronkovesikuler, amporik),

bunyi nafas tambahan (ronchi kering/ wheezing, ronchi basah/rales, bunyi gesekan

pleura, hippocrates succussion)

Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup

5. Abdomen.

Pristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), Hati dan limpa (teraba/tidak, batas,

ukuran, per-mukaan), distensi, massa atau asites (dapat menjadi predisposisi untuk

regurgitasi).

6. Urogenitalia.

Kateter (terpasang/tidak), urin [volume : cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (< 20 cc/24

jam), oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500 cc/24 jam)], kwalitas (BJ,

sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih (seperti kolik renal).

7. Muskulo Skletal - Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik /kelemahan

otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot), perfusi ke distal (perabaan

hangat/dingin, cafilay refil time, keringat) , Clubbing fingger, sianosis, anemia, dan

deformitas, infeksi kutaneus (terutama rencana canulasi vaskuler atau blok saraf regional)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN UJI LAIN

Pemeriksaanlaboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus

1. Pemeriksaan laboratorium rutin :

Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa

perdarahan.

Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, atau sesuai klinis.

EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai klinis.

Page 5: Kunjungan Pra Anestesi

2. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :

EKG pada anak.

Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru.

Fungsi hati pada pasien ikterus.

Fungsi ginjal pada pasien hipertensi.

Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah mayor.

Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau

kateterisasi jantung diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga

persiapan dan penilaian pasien dapat dilakukan lebih baik.

PERENCANAAN ANESTESI.

Rencana anestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan anestesi

secara umum. Secara garis besar komponen dari rencana anestesi adalah :

1. Ringkasan tentang anamnesis pasien , dan dan hasil-hasil pemeriksaan fisik

sehubungan dengan penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah, satukan

bersamaan dengan beberapa daftar masalah yang digunakan oleh dokter yang

merawat.

2. Perencanaan teknik anestesi yang akan digunakan termasuk tehnik-tehnik khusus

(seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif ).

3. Perencanaan penanganan nyeri post operasi bila perlu.

4. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di ICU).

5. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.

6. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan bahwa

semua pertanyaan telah dijawab.

7. Klasifikasi status fisik dan penilaian singkat.

Pada kesimpulan evaluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status fisik

menurut American Society of Anestesiologist (ASA). Hal ini merupakan ukuran umum

keadaan pasien. Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :

Page 6: Kunjungan Pra Anestesi

ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit

yang akan dioperasi.

ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain

penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau

hipertensi ringan

ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,

tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma

bronkial, hipertensi tak terkontrol

ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain

penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum

ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin

saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya

operasi pada pasien koma berat

ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan

diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.

Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency) atau D (darurat), mis:

operasi apendiks diberi kode ASA 1 E

Tambahan .....................

Pemeriksaan Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini harus dilakukan

secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin membaik atau memburuk.

GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang tertinggi

adalah 15 (sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik merupakan komponen

yang paling objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu penderita senantiasa dilakukan

oleh orang yang sama. Untuk penderita dengan hematoma periorbita yang besar, penilaian

komponen mata harus disesuaikan dengan respon motorik. Demikian pula untuk penderita

yang afasia, atau terintubasi, konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon motorik.

Dan untuk itu perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.

Page 7: Kunjungan Pra Anestesi

Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan

terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif

memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses patologis akibat

penekanan atau cedera pada batangotak.