KTI Tira Setiawati-Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes 2012

74
i Hubungan Higiene dan Sanitasi dengan Total Mikroba pada Jamu Gendong Beras Kencur di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur Tahun 2012 KARYA TULIS ILMIAH “Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya Kesehatan bidang Farmasi” Disusun Oleh : Tira Setiawati P2.31.39.0.09.056 Jurusan Farmasi POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012

Transcript of KTI Tira Setiawati-Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes 2012

i

Hubungan Higiene dan Sanitasi dengan Total Mikroba pada

Jamu Gendong Beras Kencur di RW 006

Ciracas-Jakarta Timur Tahun 2012

KARYA TULIS ILMIAH

“Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Ahli Madya Kesehatan bidang Farmasi”

Disusun Oleh :

Tira Setiawati

P2.31.39.0.09.056

Jurusan Farmasi

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

2012

ii

Pengesahan Karya Tulis Ilmiah

Berjudul

Hubungan Higiene dan Sanitasi dengan Total Mikroba

pada Jamu Gendong Beras Kencur di RW 006

Ciracas-Jakarta Timur Tahun 2012

Oleh:

Tira Setiawati

P2.31.39.0.09.056

Diujikan di hadapan Panitia Penguji KTI

Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Jakarta II

Pada tanggal: 12 Juli 2012

Jakarta, 12 Juli 2012

Mengetahui:

Pembimbing I Ketua Jurusan Farmasi

Khairun Nida, S.Si., M.Biomed., Apt. Dra. Yusmaniar, M. Biomed., Apt.

NIP. 19661203.199303.2.002

Pembimbing II

Adin Hakim Kurniawan, S.Si.,Apt.

Penguji:

Dra. Yusmaniar, M. Biomed., Apt. : .........................................................

Adin Hakim Kurniawan, S.Si.,Apt. : .........................................................

Dra. Tati Suprapti, Apt. : .........................................................

iii

Abstrak

Poltekkes Kemenkes Jakarta II Jurusan Farmasi

Karya Tulis Ilmiah 2012

Tira Setiawati (NIM : P2.31.39.0.09.056)

Hubungan Higiene dan Sanitasi dengan Total Mikroba pada Jamu Gendong Beras

Kencur di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur Tahun 2012

x, V Bab, 37 halaman, 2012, 12 tabel, 10 lampiran.

Jamu gendong merupakan salah satu obat tradisional tidak wajib daftar

sehingga pembuatannya tidak dikontrol oleh dinas kesehatan setempat oleh karena

itu kualitas dan higiene jamu gendong masih sering diragukan. Kualitas jamu

gendong tergantung pada higiene dan sanitasi penjual jamu gendong. Higiene dan

sanitasi merupakan tingkat kebersihan individu atau pribadi dan lingkungan

penjual jamu gendong selama proses pembuatan. Higiene dan sanitasi serta

kelayakan suatu produk untuk dikonsumsi dapat dilihat dari nilai Angka Lempeng

Total (ALT) produk tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui higiene dan

sanitasi penjual jamu gendong, nilai ALT jamu gendong di RW 006 Ciracas-

Jakarta Timur dan mengetahui hubungan higiene dan sanitasi dengan nilai ALT

yang diperoleh. Jenis penelitian ini adalah eksplanatory research dengan metode

survei dan pemeriksaan ALT. Sampel penelitian adalah total populasi sebanyak 11

penjual dan subyek penelitian adalah jamu gendong jenis beras kencur dari

masing-masing penjual jamu gendong. Penelitian dilakukan di lingkungan RW

006 Ciracas-Jakarta Timur dan Laboratorium Mikrobiologi Poltekkes Kemenkes

Jakarta II. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah higiene dan sanitasi penjual

jamu gendong, sedangkan variabel terikat nilai ALT. Higiene dan sanitasi seluruh

penjual jamu gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur 54.55% berkatagori

cukup dan 45.45% berkatagori kurang. Nilai ALT berkisar antara 6.4 x 104-1.5 x

107. Berdasarkan hasil uji statistik korelasi Spearman rank didapat nilai p sebesar

0,017 < 0,05. Disimpulkan bahwa ada hubungan (korelasi) yang signifikan antara

higiene dan sanitasi dengan nilai ALT.

Kata Kunci : higiene dan sanitasi, jamu gendong, Angka Lempeng Total (ALT)

Daftar acuan : 18 (1991-2010)

iv

Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, karunia

dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah berjudul

“Hubungan Higiene dan Sanitasi dengan Total Mikroba pada Jamu Gendong

Beras Kencur di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur Tahun 2012”. Terselesaikannya

penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh

karena itu pada kesempatan ini izinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Yusmaniar, M.Biomed, Apt selaku Ketua Jurusan Farmasi Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II dan Kepala Laboratorium

Mikrobiologi.

2. Bapak Adin Hakim Kurniawan, S.Si., Apt., selaku pembimbing I yang sudah

membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

ini.

3. Ibu Khairun Nida, S.Si, M.Biomed, Apt., selaku pembimbing II yang selalu

membimbing dan meluangkan waktunya untuk penulis.

4. Bapak Benbasyar Eliyanoor, S. Farm, Apt., selaku evaluator yang selalu

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, memberi masukkan dan

mendengarkan keluh kesah penulis hingga Karya Tulis Ilmiah ini selesai.

5. Bapak Surahman, S. Pd, M. Kes., yang telah membantu penulis dalam

menggunakan program SPSS dan mengolah data.

v

6. Kedua orang tuaku tercinta atas dukungan waktu, tenaga, biaya dan segalanya

yang telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini.

7. Adik-adikku tersayang, Femianita Sardi dan Erlitta Trinika Sardi yang telah

memberi dukungan, bantuan dan semangat yang luar biasa.

8. Sahabat terbaik yang selalu menemani dan mengisi hari-hari di Politeknik

Kesehatan Jakarta II, Yusuf Satrio Nugroho.

9. Teman seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi Septi Aisah yang selalu

bersama dari awal hingga akhir penelitian.

10. Teman-teman satu angkatan yang selalu bersemangat untuk lulus bersama.

11. Seluruh dosen di Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II Jurusan Farmasi

atas segala ilmu yang telah diberikan dengan tulus selama ini.

12. Seluruh staf dan karyawan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II

Jurusan Farmasi.

13. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini tidaklah

sempurna, namun penulis berharap agar Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat

bagi pembaca.

Jakarta, Juli 2012

Penulis

vi

Daftar Isi

Halaman Judul ..................................................................................................... i

Lembar Pengesahan ............................................................................................ ii

Kata Pengantar .................................................................................................... iii

Abstrak ................................................................................................................ v

Daftar Isi.............................................................................................................. vi

Daftar Tabel ........................................................................................................ ix

Daftar Lampiran .................................................................................................. x

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

1.3.1 Tujuan umum .................................................................................... 3

1.3.2 Tujuan khusus ................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

1.4.1 Untuk penulis .................................................................................... 3

1.4.2 Untuk akademik ................................................................................ 3

1.4.3 Untuk masyarakat ............................................................................. 4

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Jamu .......................................................................................................... 5

2.2 Jamu Gendong .......................................................................................... 5

2.3 Kualitas Jamu Gendong ............................................................................ 6

2.4 Jamu Beras Kencur ................................................................................... 9

vii

2.5 Mikroba Pada Jamu Gendong .................................................................. 10

2.6 Angka Lempeng Total (ALT) .................................................................. 11

2.7 Kerangka Konsep ..................................................................................... 15

2.8 Definisi Operasional ................................................................................. 15

2.9 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 16

Bab III Metodologi Penelitian

3.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 17

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 17

3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................ 17

3.4 Teknik Pengambilan Data ........................................................................ 18

3.5 Teknik Pengambilan Sampel .................................................................... 18

3.6 Instrumen Penelitian ................................................................................. 18

3.7 Prosedur Kerja Penelitian ......................................................................... 19

3.7.1 Persiapan alat dan bahan ................................................................... 19

3.7.2 Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) .......................................... 20

3.8 Pengolahan dan Analisis Data .................................................................. 21

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil .......................................................................................................... 22

4.1.1 Higiene dan sanitasi penjual jamu gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta

Timur ................................................................................................ 22

4.1.2 Nilai Angka Lempeng Total (ALT) jamu gendong yang beredar di RW

006 Ciracas-Jakarta Timur ................................................................ 26

4.1.3 Hubungan antara higiene dan sanitasi dengan nilai Angka Lempeng

Total (ALT) ...................................................................................... 27

viii

4.2 Pembahasan .............................................................................................. 28

4.2.1 Higiene dan sanitasi penjual jamu gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta

Timur ................................................................................................ 28

4.2.2 Nilai Angka Lempeng Total (ALT) jamu gendong yang beredar di RW

006 Ciracas-Jakarta Timur ................................................................ 31

4.2.3 Hubungan antara higiene dan sanitasi dengan nilai Angka Lempeng

Total (ALT) ...................................................................................... 33

Bab V Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 35

5.2 Saran ......................................................................................................... 35

Daftar Pustaka ................................................................................................... 36

ix

Daftar Tabel

Tabel 4.1 Hasil penilaian higiene dan sanitasi ................................................. 22

Tabel 4.2 Higiene mencuci tangan dengan sabun ............................................ 23

Tabel 4.3 Higiene mencuci bahan baku jamu dan mengikat rambut ............... 23

Tabel 4.4 Higiene menggunakan sarung tangan, celemek dan masker ............ 24

Tabel 4.5 Higiene kondisi kesehatan saat mengolah jamu ............................... 24

Tabel 4.6 Higiene dalam hal mengerjakan kegiatan lain saat membuat jamu . 25

Tabel 4.7 Higiene dalam hal langsung mencuci peralatan yang digunakan

setelah membuat jamu ...................................................................... 25

Tabel 4.8 Higiene mencuci dan menyeterilkan botol ....................................... 25

Tabel 4.9 Sanitasi menggunakan air mengalir untuk membuat jamu dan mencuci

peralatan ........................................................................................... 26

Tabel 4.10 Sanitasi menyediakan tempat sampah di tempat pengolahan jamu . 26

Tabel 4.11 Hasil uji Angka Lempeng Total (ALT)............................................ 27

Tabel 4.12 Hubungan antara higiene dan sanitasi dengan nilai ALT ................ 28

x

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Persentase jamu yang palng banyak disukai ............................. 38

Lampiran 2 Skema prosedur kerja pemeriksaan ALT .................................. 39

Lampiran 3 Lembar kuisioner higiene dan sanitasi pada penjual jamu gendong

di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur tahun 2012 .......................... 40

Lampiran 4 Hasil uji ALT dengan pengulangan tiga kali ............................ 43

Lampiran 5 Sampel jamu gendong dalam botol coklat ................................ 44

Lampiran 6 Kontrol penelitian...................................................................... 44

Lampiran 7 Hasil pengamatan Angka Lempeng Total (ALT) ..................... 44

Lampiran 8 Hasil uji statistik Spearman rank .............................................. 62

Lampiran 9 Hasil kuisioner masing-masing responden................................ 63

Lampiran 10 Perhitungan pemakaian bahan...................................................64

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 1

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Jamu sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu.

Ramuan bahan alam ini merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang

sudah mempunyai pengetahuan bagaimana memanfaatkan bahan alam untuk

memelihara kesehatan dan kebugaran. Penggunaan bahan alam dilakukan dengan

mencoba tumbuhan yang ada di sekitar kemudian dikembangkan dengan

mencampur berbagai jenis tumbuhan untuk memberi khasiat yang lebih baik.

Pengetahuan tentang ramuan tersebut pada awalnya dirahasiakan, digunakan oleh

keluarga dan diwariskan hanya pada keturunan (1)

.

Seiring berjalannya waktu, kebiasaan minum jamu kemudian berkembang dan

menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari–hari seperti yang dapat dilihat

hingga saat ini yaitu adanya jamu gendong. Jamu gendong dikenal tidak hanya

oleh masyarakat dari suku Jawa tetapi juga hampir seluruh masyarakat Indonesia.

Jamu gendong dimanfaatkan untuk menjaga dan mengatasi masalah kesehatan

secara mandiri. Masyarakat masih menyukai jamu gendong di era modern ini

karena khasiat yang dirasakan dan mudah didapat. Cara pembuatan yang mudah

dengan bahan yang tersedia di pasar tradisional atau pun dari kebun sendiri

membuat jamu gendong menjadi jamu yang bisa dibuat oleh siapa saja (2)

.

Bahan jamu gendong berasal dari tanaman berkhasiat yang hidup di tanah.

Tanah banyak mengandung bakteri enterik yang umumnya mengandung toksin

dan bila dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit sehingga dalam proses

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 2

pengolahannya harus benar-benar memperhatikan kebersihan. Pembuatan jamu

gendong dilakukan secara tradisional. Bagian tanaman yang digunakan direndam

dengan air, ditumbuk, ditambah air secukupnya dan disaring lalu dimasukkan ke

dalam botol. Dalam setiap tahapan proses tersebut tidak menutup kemungkinan

apabila jamu gendong tercemar oleh mikroorganisme (3)

.

Perilaku penjual jamu gendong dalam mengolah jamu gendong masih kurang

memperhatikan faktor higiene, sebagai indikatornya adalah adanya cemaran

mikroba pada jamu gendong berdasarkan temuan Karinda D.H (2004) tentang

“Deteksi Eschericihia coli Dalam Jamu Gendong di 10 Pasar Kota Semarang”

dinyatakan bahwa dari 40 sampel jamu gendong yang diperiksa 22 sampel

terkontaminasi bakteri Eschericihia coli, 4 sampel tidak terkontaminasi dan 14

sampel terkontaminasi bakteri lain. Dari 14 sampel tersebut 12 sampel diketahui

terkontaminasi Salmonella dan 2 sampel terkontaminasi Pseudomonas aeroginosa

(4). Jamu gendong merupakan produk obat tradisional yang tidak wajib daftar

sehingga pembuatannya tidak dikontrol oleh dinas kesehatan setempat oleh karena

itu kualitas dan higiene jamu gendong masih sering diragukan (3)

.

RW 006 Ciracas-Jakarta Timur merupakan wilayah yang cukup luas terdiri

dari 19 RT. Wilayah tersebut memiliki jumlah penjual jamu gendong yang cukup

banyak yaitu 11 orang. Jumlah penjual jamu yang ada dapat menggambarkan

bahwa warga RW 006 masih mempercayai jamu gendong sebagai minuman sehat

yang baik untuk dikonsumsi sehari-hari. Penelitian mengenai jamu gendong

khususnya di wilayah RW 006 Ciracas-Jakarta Timur belum pernah dilakukan

sehingga dirasa perlu dilakukan penelitian untuk melihat bagaimana higiene dan

sanitasi penjual jamu gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 3

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana higiene dan sanitasi

penjual jamu gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui gambaran higiene dan sanitasi penjual jamu gendong di RW 006

Ciracas-Jakarta Timur.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui higiene dan sanitasi penjual jamu gendong di RW 006 Ciracas-

Jakarta Timur.

2. Mengetahui nilai Angka Lempeng Total (ALT) jamu gendong yang beredar di

RW 006 Ciracas-Jakarta Timur.

3. Mengetahui hubungan antara higiene dan sanitasi dengan nilai ALT yang

diperoleh.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Untuk penulis

1. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.

2. Menambah pengetahuan penulis dalam hal higiene dan sanitasi penjual jamu

gendong.

1.4.2 Untuk akademik

1. Sebagai bahan tambahan kepustakaan, khususnya dalam bidang survei

penelitian.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 4

2. Sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

1.4.3 Untuk masyarakat

Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengolah dan mengkonsumsi

jamu yang sehat, bersih dan aman.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 5

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Jamu

Berdasarkan pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan

Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan

Fitofarmaka bahwa yang dimaksud dengan jamu adalah obat tradisional

Indonesia. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman (5)

.

2.2 Jamu Gendong

Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor

246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional yang

dimaksud dengan jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran,

pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel, atau

parem, tanpa penandaan dan atau merek dagang serta dijajakan untuk langsung

digunakan (6)

.

Dalam buku berjudul “Menguak Tabir dan Potensi Jamu Gendong” yang

ditulis oleh Suharmiati (2003), dinyatakan bahwa pada dasarnya jamu gendong

adalah obat tradisional yang didasarkan pada pengalaman secara turun temurun,

baik secara lisan maupun tertulis. Resep yang digunakan tidak secara khusus

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 6

dipelajari tetapi hanya berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang

diwariskan nenek moyang. Sebagian masyarakat menganggap jamu gendong

sebagai jamu sehat, sehingga pemanfaatannya tidak terbatas dalam arti tidak

mengenal usia, jenis kelamin dan kondisi kesehatan. Berdasarkan kenyataan

tersebut, sampai saat ini jamu gendong oleh masyarakat digunakan untuk menjaga

kesehatan, penyegar badan dan perawatan tubuh (7)

.

Jamu gendong tidak memerlukan izin produksi namun tetap harus memenuhi

standar yang dibutuhkan yaitu jenis tanaman, kebersihan bahan baku, peralatan

yang digunakan, pengemas dan personalia yang terlibat dalam pembuatan obat

tradisional (8)

.

2.3 Kualitas Jamu Gendong

Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam mengolah jamu gendong mulai dari

memilih bahan baku, membersihkan, menakar, melumatkan, menyaring dan

memasukkan ke wadah setelah jamu gendong siap. Setiap tahapan proses tersebut

berisiko terhadap terjadinya pencemaran mikrobiologi. Dalam buku Suharmiati

(2003) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan, pengolahan dan

penggunaan yaitu (7)

:

1. Bahan baku

Bahan baku yang digunakan adalah bahan yang masih segar (tidak rusak,

tidak busuk atau tidak berjamur) dan dicuci sebelum digunakan. Dapat pula

menggunakan bahan yang sudah dikeringkan dengan memilih bahan yang

tidak berjamur, tidak dimakan serangga dan sebelum digunakan dicuci

dahulu. Pembuat jamu gendong harus dapat mengidentifikasi bahan baku agar

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 7

tidak tertukar dengan bahan yang mirip atau tercampur dengan bahan lain.

Penanganan bahan baku meliputi pemilihan bahan baku (sortasi), pencucian

dan penyimpanan jika diperlukan. Sortasi dilakukan untuk membuang bahan

lain yang tidak berguna seperti rumput, kotoran binatang dan bahan-bahan

yang telah membusuk yang dapat mempengaruhi mutu jamu gendong. Bahan

baku sebelum digunakan harus dicuci dengan air dari sumber yang bersih

agar terbebas dari tanah dan kotoran.

2. Air

Kualitas air yang digunakan untuk mencuci dan membuat jamu gendong

harus diperhatikan karena air merupakan bahan baku utama selain tanaman

berkhasiat. Air yang digunakan untuk membuat ramuan adalah air bersih,

matang dan masak. Sesuai dengan ketentuan badan dunia (WHO) maupun

badan setempat (Departemen Kesehatan) serta ketentuan/ peraturan laun yang

berlaku seperti APHA (American Public Health Association atau Asosiassi

Kesehatan Masyarakat AS), layak tidaknya air untuk kehidupan manusia

ditentukan berdasarkan persyaratan kualitas secara fisik, secara kimia dan

secara biologis. Parameter fisik yang harus dipenuhi pada air minum yaitu

harus jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. Suhunya

sebaiknya sejuk dan tidak panas. Dari aspek kimiawi, bahan air minum tidak

boleh mengandung partikel terlarut dalam jumlah tinggi serta logam berat

(Hg, Ni, Pb, Zn dan Ag) atau zat beracun seperti senyawa hidrokarbon dan

detergen. Dari parameter mikrobiologi tidak boleh ditemui adanya bakteri

patogen (Escherichia colli, Clostridium perfringens dan Salmonella).

Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) air minum golongan B

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 8

maksimum adalah 12 mg/l. COD adalah suatu uji yang menentukan jumlah

oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi bahan-

bahan organik yang terdapat dalam air. Kandungan Biochemical Oxygen

Demand (BOD) dalam air bersih maksimum adalah 6 mg/l. BOD adalah

jumlah zat terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah

bahan-bahan buangan di dalam air (9)

.

3. Peralatan

Alat yang digunakan untuk merebus obat tradisional sebaiknya panci yang

dilapisi email atau periuk (kuali) dari tanah liat. Hal yang perlu diperhatikan

mengenai wadah dan peralatan untuk pembuatan jamu gendong adalah

peralatan harus dibersihkan dahulu sebelum digunakan, peralatan yang

terbuat dari kayu (misalnya telenan, sendok/pengaduk dan lain-lain) atau

yang terbuat dari tanah liat atau batu (misalnya ulek-ulek dan lumpang) harus

dicuci dengan sabun. Botol yang digunakan untuk tempat jamu yang siap

dipasarkan, sebelum diisi dengan jamu harus disterilkan terlebih dahulu

dengan direndam dan dicuci menggunakan sabun baik bagian dalam maupun

luarnya. Setelah dibilas sampai bersih dan tidak berbau, botol ditiriskan

sampai kering, selanjutnya botol direbus dengan air mendidih selama kurang

lebih 20 menit.

4. Pengolahan

Sebelum mengolah jamu harus mencuci tangan terlebih dahulu, menyiapkan

bahan baku yang telah dipilih dan meletakkan ramuan di tempat yang bersih.

Cara pembuatan ramuan tradisional dapat digunakan dengan beberapa cara

yaitu bahan direbus dengan air, bahan ditumbuk dalam bentuk segar dan

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 9

diperas airnya, bahan ditumbuk dalam bentuk kering, bahan diparut kemudian

diperas dan bahan diekstrak dibuat serbuk kemudian diseduh dengan air.

Untuk daya tahan ramuan yang dibuat dengan cara direbus harus segera

digunakan. Ramuan tersebut dapat disimpan selama 24 jam dan setelah

melewati waktu tersebut sebaiknya dibuang karena dapat tercampur kuman

atau kotoran dari udara atau lingkungan sekitar. Ramuan yang dibuat dengan

perasan tanpa direbus hanya dapat disimpan selama 12 jam.

5. Higiene perorangan

Pengetahuan higiene perorangan penjual jamu gendong terkait dengan

perilaku pengolahan jamu gendong yang terdiri dari beberapa aspek antara

lain pemeliharaan rambut, pemeliharaan kulit, pemeliharaan tangan

(kebiasaan mencuci tangan dan pemeliharaan kuku) dan pemeliharaan kulit

muka.

2.4 Jamu Beras Kencur

Jamu beras kencur mempunyai khasiat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh

dan meningkatkan nafsu makan. Bahan pokok yang digunakan adalah beras dan

kencur. Untuk rasa dan aroma yang berbeda dapat ditambahkan bahan lain seperti

biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulaga, buah asam, kunci, kayu manis, kunir,

jeruk nipis, kayu keningar dan buah pala. Untuk pemanis dapat digunakan gula

merah dicampur gula putih atau gula batu. Cara pengolahannya yaitu mula-mula

beras disangrai kemudian ditumbuk sampai halus. Kencur dan bahan lain yang

ingin ditambahkan diparut atau diblender. Sementara itu asam jawa dan gula

merah direbus sampai mendidih kemudian disaring dan dinginkan. Beras dan

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 10

kencur yang sudah halus lalu dicampur, diperas, disaring dan ditambahkan air

matang sedikit demi sedikit. Terakhir ditambahkan air asam jawa dan gula sambil

diaduk-aduk (10)

.

2.5 Mikroba Pada Jamu Gendong

Cemaran mikroba pada jamu dapat berupa bakteri dan jamur. Pencemaran

tersebut dapat berasal dari bahan baku yang digunakan, proses pembuatan dan

cara penyajian. Mikroba pada obat tradisional (jamu) meliputi mikroorganisme

indikator (ketinggian Angka Lempeng Total bakteri aerob mesofilik), bakteri

golongan Coliform dan Escherichia coli, bakteri patogen (Salmonella,

Staphylococcus aureus dan Clostridium) dan golongan jamur penghasil toksin

seperti Aspergillus flavus (8)

. Jumlah bakteri aerob mesofil dapat menjadi indikator

bagi mutu mikrobiologi makanan. Jumlah yang tinggi dari bakteri tersebut

seringkali sebagai petunjuk bahan baku yang tercemar, sanitasi yang tidak

memadai, kondisi (waktu dan atau suhu) yang tidak terkontrol selama proses

produksi atau selama penyimpanan ataupun kombinasi dari berbagai kondisi

tersebut (11)

.

Keberadaan mikroorganisme yang pada umumnya mikroorganisme pencemar

dapat menimbulkan kerugian. Kelompok mikroba seperti bakteri, jamur dan ragi

(yang masih termasuk jamur) merupakan penyebab kerugian pada bahan makanan

atau minuman oleh karena itu diusahakan tidak dikenai atau ditumbuhi mikroba

tersebut mulai dari bahan baku, selama proses, pengolahan dan penyimpanan (8)

.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 11

2.6 Angka Lempeng Total (ALT)

Uji Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode kuantitatif yang

digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba pada suatu sampel. ALT aerob

mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir

berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, intepretasi hasil

berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/g. Cara yang digunakan antara lain

dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (11)

. Prinsip metode ini adalah jika sel

mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel mikroba

tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat

langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop (8)

.

Sampel dari bahan atau produk yang sudah dihomogenisasikan diinokulasi ke

dalam atau permukaan media agar. Setelah diinkubasi, koloni mikroba yang

tumbuh dihitung sebagai jumlah mikoba. Proses inokulasi sampel ke media agar

dapat dilakukan dengan cara penuangan, penyebaran dan penetesan. Cara yang

digunakan dalam penelitian ini adalah cara penuangan, 1 ml sampel dipindahkan

ke dasar cawan petri dan 15-20 ml media agar cair dituangkan di atasnya. Untuk

mencegah kematian mikroba sampel, suhu media agar cair yang dituangkan

berkisar 45-50oC. Bila suhunya terlalu rendah akan menyulitkan karena sudah

mulai mengental. Selanjutnya cawan digeserkan di permukaan meja dengan

membentuk pola angka delapan agar sampel tersebar merata di seluruh media

agar. Inkubasikan cawan di dalam inkubator. Metode ini paling peka karena

mampu menghitung mikroba sampai kepadatan 20 sel/ml namun metode ini

kurang praktis digunakan di lapangan karena membutuhkan peralatan untuk

mencairkan media agar (12)

.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 12

Metode ini merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah

kuman dengan alasan sebagai berikut (12)

:

1. Hanya sel yang masih hidup yang dapat dihitung.

2. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus.

3. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang

terbentuk mungkin berasal dari satu sel dengan penampakan pertumbuhan

yang spesifik.

Selain keuntungan tersebut metode ini juga mempunyai kelemahan antara lain

(12):

1. Hasil hitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya karena

beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni.

2. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang

berbeda.

3. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan

membentuk koloni kompak dan jelas, tidak menyebar.

4. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga

pertumbuhan koloni dapat dihitung.

Untuk melaporkan hasil, digunakan standar yang disebut “Standart Plate

Count” yang menjelaskan mengenai cara menghitung koloni. Cara menghitung

koloni pada tiap-tiap cawan petri sebagai berikut (13)

:

1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah cawan yang mengandung jumlah

koloni antara 30-300.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 13

2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan

koloni yang besar dimana jumlah koloni diragukan, dapat dihitung sebagai

satu koloni.

3. Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung

sebagai satu koloni.

Hasil pengamatan dan perhitungan yang diperoleh dinyatakan sesuai

persyaratan berikut (14)

:

1. Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni

antara 30-300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu

dikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai Angka

Lempeng Total (ALT) dari tiap gram atau tiap ml sampel.

2. Bila salah satu dari cawan petri yang menunjukkan jumlah koloni kurang dari

30 atau lebih dari 300, dihitung jumlah rata-rata koloni, kemudian dikalikan

faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai Angka Lempeng Total

(ALT) dari tiap gram atau tiap ml sampel.

3. Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang berurutan

menunjukkan jumlah koloni antara 30-300, maka dihitung jumlah koloni dari

masing-masing tingkat pengenceran, kemudian dikalikan dengan faktor

pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang lebih tinggi

diperoleh jumlah koloni rata-rata lebih besar dari dua kali jumlah koloni rata-

rata pengenceran dibawahnya, maka ALT dipilih dari tingkat pengenceran

yang lebih rendah. Bila hasil perhitungan pada tingkat pengenceran lebih

tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata kurang dari dua kali jumlah rata-rata

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 14

pada penenceran dibawahnya maka ALT dihitung dari rata-rata jumlah koloni

kedua tingkat pengenceran tersebut.

4. Bila tidak ada satupun koloni dari cawan maka ALT dinyatakan sebagai < 1

dikalikan faktor pengenceran terendah.

5. Jika seluruh cawan menunjukkan jumlah koloni lebih dari 300, dipilih cawan

dari tingkat pengenceran tertinggi kemudian dibagi menjadi beberapa sektor

(2, 4 dan 8) dan dihitung jumlah koloni dari satu sektor. ALT adalah jumlah

koloni dikalikan dengan jumlah sektor, kemudian dihitung rata-rata dari

kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengencerannya.

6. Jumlah koloni rata-rata dari 1/8 bagian cawan lebih dari 200, maka ALT

dinyatakan lebih besar dari 200 x 8 dikalikan faktor pengenceran.

7. Perhitungan dan pencatatan hasil ALT hanya ditulis dalam dua angka. Angka

berikutnya dibulatkan ke bawah bila kurang dari 5 dan dibulatkan ke atas

apabila lebih dari 5.

8. Jika dijumpai koloni spreader meliputi seperempat sampai setengah bagian

cawan , maka dihitung koloni yang tumbuh di luar daerah spreader. Jika 75

% dari seluruh cawan mempunyai koloni spreader seperti diatas, maka dicatat

sebagai “spr”. Untuk keadaan ini harus dicari penyebabnya dan diperbaiki

cara kerjanya (pengujian diulang).

Jika dijumpai koloni spreader tipe rantai maka tiap 1 deret koloni yang terpisah

dihitung sebagai 1 koloni dan bila dalam kelompok spreader terdiri dari beberapa

rantai, maka tiap rantai dihitung sebagai 1 koloni.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 15

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Dependen

Variabel Independen

2.8 Definisi Operasional

No Variabel

Definisi

Operasional Cara ukur Hasil ukur

Skala

ukur

Variabel Independen

1.

Higiene dan

sanitasi penjual

jamu gendong

Tingkat

kebersihan

individu/pribadi

dan lingkungan

penjual jamu

gendong selama

proses

pembuatan

Kuisioner

1. Baik bila

nilai

kuisioner

36-32

2. Cukup bila

nilai

kuisioner

31-25

3. Kurang

bila nilai

kuisioner

24-18

Ordinal

Variabel Dependen

2. Nilai ALT

Angka yang

menunjukkan

banyaknya total

bakteri yang

terdapat pada

sampel jamu

gendong

Uji ALT koloni (cfu)/ml Ratio

Higiene dan sanitasi

penjual jamu gendong:

1. Baik

2. Cukup

3. Kurang

Nilai ALT

Jamu beras

kencur

1. Survei

(kuisioner)

2. Pengujian

mikroba (ALT)

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 16

2.9 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan (korelasi) antara higiene dan sanitasi dengan nilai Angka

Lempeng Total (ALT).

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 17

Bab III

Metodologi Penelitian

3.1 Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian bersifat eksplanatory

research yaitu menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

melalui pengujian hipotesis. Metode yang digunakan adalah survei dan

pemeriksaan laboratorium Angka Lempeng Total (ALT).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian survei dilakukan di wilayah RW 006 Ciracas-Jakarta Timur dan

penelitian Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

Politeknik Kesehatan Jakarta II Jurusan Farmasi tanggal 7 sampai 16 Mei 2012.

3.3 Populasi dan Sampel

Jumlah keseluruhan penjual jamu gendong di RW 006 sebanyak 11 orang.

Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi (total sampling) penjual jamu

gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur. Diambil sebanyak 1 sampel jamu dari

masing-masing penjual, dipilih jamu yang paling banyak disukai berdasarkan

survei yaitu jenis beras kencur. Sampel diambil pada pagi hari pukul 05.00 W.I.B

saat jamu sudah dibawa berkeliling. Kriteria sampel adalah jamu gendong jenis

beras kencur cair, tanpa nomor registrasi, racikan sendiri, menggunakan kemasan

botol plastik atau kaca dan dibawa berkeliling dengan digendong, menggunakan

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 18

sepeda, sepeda motor atau gerobak dorong. Wilayah tempat pengambilan sampel

yaitu wilayah RW 006 Ciracas-Jakarta Timur.

3.4 Teknik Pengambilan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer. Data ini didapat

dari hasil survei dan pemeriksaan laboratorium berupa total mikroba dari masing-

masing sampel. Adapun penelitian ini dilakukan sebanyak triplo. Untuk data

survei diperoleh dari hasil kuisioner.

3.5 Teknik Pengambilan Sampel

1. Menyiapkan wadah/tempat botol kaca coklat yang sudah disterilisasi untuk

membawa sampel.

2. Sampel diambil secukupnya (± 50 ml) dan dimasukkan ke dalam botol kaca

steril berwarna cokelat. Pada hari pertama diambil sebanyak 6 sampel dari 6

penjual jamu gendong dan pada hari kedua 5 sampel dari 5 penjual jamu

gendong. Hal yang sama juga dilakukan pada saat pengulangan.

3.6 Instrumen Penelitian

Dalam pengumpulan data maka instrumen yang dipakai yaitu:

1. Kuisioner dengan format check list.

2. Peralatan untuk pengambilan sampel terdiri dari botol kaca steril berwarna

coklat yang masih disumbat kapas (sudah disterilisasi) dan tutup botol yang

sudah disterilisasi.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 19

3. Peralatan, bahan dan media untuk pemeriksaan di Laboratorium Mikrobiologi

yaitu:

1. Alat

Tabung reaksi, rak tabung reaksi, petri dish, inkubator, oven (Memmert),

autoklaf (Tomy), pipet, pinset, batang pengaduk, timbangan digital

(Sartorius), gelas ukur, beaker glass, erlenmeyer, lampu spirtus, kompor

listrik, botol kaca coklat kedap cahaya ukuran 100 ml dan wadah plastik.

2. Bahan dan media

Pepton Dilution Fluid (PDF) Merck, Plate Count Agar (PCA) Merck,

sampel jamu beras kencur, aqua destillata, alkohol 70 %, kapas steril,

spirtus bakar, korek api dan tissue.

3.7 Prosedur Kerja Penelitian

3.7.1 Persiapan alat dan bahan

Tempat kerja dan alat–alat yang digunakan didesinfeksi sesuai prosedur

masing-masing, kemudian wadah tempat sampel (alat-alat gelas) disterilisasi

dalam oven pada suhu 150o-170

oC selama 1 jam. Sampel yang diambil diletakkan

pada wadah steril dan tertutup rapat, diusahakan kontaminasi seminimal mungkin.

Persiapkan media yang akan digunakan dengan cara ditimbang seksama media

PDF dan PCA sesuai dengan perhitungan yang telah direncanakan kemudian

dilarutkan dengan aquadest dan disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu

121oC selama 15 menit.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 20

3.7.2 Pengujian Angka Lempeng Total (ALT)

Sampel cair dikocok terlebih dahulu kemudian sebanyak 10 ml dimasukkan ke

dalam labu erlenmeyer steril. Dituangkan 90 ml PDF yang sudah disterilisasi ke

dalam wadah lalu dikocok sebanyak kurang lebih 25 kali hingga homogen.

Sampel dengan pengenceran 10-1

siap untuk digunakan.

Disiapkan 5 tabung reaksi steril untuk pengenceran sampel dan 1 tabung

reaksi untuk kontrol, diberi tanda lalu disusun pada rak tabung kemudian masing-

masing tabung diisi dengan 9 ml PDF steril. Sampel dengan pengenceran 10-1

dikocok kembali hingga homogen. Dipindahkan 1 ml sampel dari pengenceran

10-1

ke dalam tabung pertama, dikocok hingga homogen sehingga didapat sampel

dengan pengenceran 10-2

. Dari pengenceran 10-2

diambil 1 ml dan dimasukkan ke

dalam tabung ke dua, dikocok hingga homogen sehingga didapat pengenceran

10-3

. Demikian seterusnya hingga pengenceran 10

-6. Untuk blanko tidak diberi

perlakuan apa-apa. Tabung reaksi hanya berisi 9 ml PDF steril.

Disiapkan 12 petri dish untuk pengujian dan 1 petri dish untuk kontrol

kemudian tiap petri dish diberi tanda. Diambil 1 ml sampel dimulai dari tabung

reaksi dengan pengenceran 10-6

kemudian dimasukkan ke dalam petri dish yang

sesuai dengan kode pengencerannya dan dibuat duplo. Masing-masing petri dish

dituang PCA cair (suhu ± 45oC) sebanyak 15-20 ml, digoyang-goyangkan

perlahan hingga tercampur merata, dibiarkan hingga dingin dan membeku.

Dilakukan hal yang sama hingga pengenceran 10-1

. Untuk kontrol dipipet 1 ml

PDF dari tabung reaksi kontrol dan dimasukkan ke dalam petri dish untuk kontrol

kemudian dituang PCA cair (suhu ± 45oC) sebanyak 15-20 ml, digoyang-

goyangkan perlahan hingga tercampur merata, dibiarkan hingga dingin dan

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 21

membeku. Setelah itu semua petri dish diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24-

48 jam. Pembacaan dilakukan setelah 24-48 jam dengan cara menghitung jumlah

koloni yang tumbuh pada tiap petri dish.

Perhitungan dilakukan dengan cara dipilih petri dish dari satu pengenceran

yang menunjukkan jumlah koloni 30-300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua petri

dish dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengenceran. Hasil dinyatakan sebagai

Angka Lempeng Total (ALT) dalam tiap 1 ml sampel (15)

.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis dengan menggunakan

program komputer (SPSS software for windows version 17.0 ).

1. Analisis univariat: memberikan gambaran atau deskripsi terhadap higiene dan

sanitasi pada jamu gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur.

Analisis bivariat: melihat ada tidaknya hubungan antara variabel bebas (higiene

dan sanitasi) dengan variabel terikat (hasil ALT). Analisis bivariat menggunakan

uji Spearman rank dengan α=0.05.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 22

Bab IV

Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil

Penelitian telah dilakukan di lapangan yaitu lingkungan RW 006 Ciracas-

Jakarta Timur dengan menggunakan metode survei dan di Laboratorium

Mikrobiologi Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II dengan metode Angka

Lempeng Total (ALT) terhadap jamu gendong jenis beras kencur. Hasil dari

penelitian yang dilakukan sebagai berikut.

4.1.1 Higiene dan sanitasi penjual jamu gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta

Timur

Penilaian higiene dan sanitasi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan

kuisioner berisi 12 pertanyaan dengan format check list yang terdiri atas 10

pertanyaan mengenai higiene dan 2 pertanyaan mengenai sanitasi. Selain itu

disiapkan pula 12 pertanyaan terbuka dan 6 hal yang diobservasi sebagai data

pendukung dari 12 pertanyaan check list. Adapun gambaran higiene dan sanitasi

penjual jamu gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur dapat dilihat pada tabel

4.1.

Tabel 4.1 Hasil penilaian higiene dan sanitasi

Katagori Jumlah responden %tase

Baik 0 0%

Cukup 6 54,55%

Kurang 5 45,45%

Total 11 100%

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 23

Higiene dan sanitasi dinilai berdasarkan pengkatagorian dengan skor 36-32

katagori baik, skor 31-25 katagori cukup dan skor 24-18 katagori kurang. Dari

tabel tersebut dapat dilihat bahwa 54.55% (6 responden) menunjukkan higiene

dan sanitasi berkatagori cukup dalam pembuatan jamu gendong sedangkan

45.45% (5 responden) menunjukkan higiene dan sanitasi berkatagori kurang.

Hasil persentase dari masing-masing pertanyaan yang diajukan pada lembar

check list sebagai berikut:

1. Higiene dalam hal mencuci tangan menggunakan sabun diperoleh gambaran

bahwa responden sebanyak 1 orang yaitu 9,09% menjawab selalu, 6 orang

54,54% menjawab kadang-kadang dan sebanyak 4 orang yaitu 36,36%

menjawab tidak pernah mencuci tangan dengan sabun. Selengkapnya dapat

dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Higiene mencuci tangan dengan sabun

Jenis jawaban Selalu Kadang-

kadang

Tidak

pernah Total

Responden yang

menjawab 1 6 4 11

Persentase 9,09% 54,54% 36,36% 100%

2. Higiene dalam hal mencuci bahan baku jamu dan mengikat rambut pada saat

mengolah jamu 100% responden menjawab selalu melakukan hal tersebut,

seperti yang ditampilkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Higiene mencuci bahan baku jamu dan mengikat rambut saat

mengolah jamu

Jenis jawaban Selalu Kadang-

kadang

Tidak

pernah Total

Responden yang

menjawab 11 0 0 11

Persentase 100% 0% 0% 100%

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 24

3. Higiene dalam hal menggunakan sarung tangan, celemek dan masker pada

saat mengolah jamu 100% responden menjawab tidak pernah menggunakan

perlengkapan tersebut. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah

ini.

Tabel 4.4 Higiene menggunakan sarung tangan, celemek dan masker

Jenis jawaban Selalu Kadang-

kadang

Tidak

pernah Total

Responden yang

menjawab 0 0 11 11

Persentase 0% 0% 100% 100%

4. Higiene dalam hal kondisi kesehatan saat mengolah jamu seperti batuk, pilek

dan diare 3 responden 27,27% menjawab selalu yang berarti responden tetep

mengolah jamu saat menderita penyakit tersebut, 7 responden 63,63%

menjawab kadang-kadang dan 1 responden 9,09% menjawab tidak pernah

mengolah jamu saat menderita penyakit tersebut, seperti yang tersaji pada

tabel 4.5.

Tabel 4.5 Higiene kondisi kesehatan saat mengolah jamu

Jenis jawaban Selalu Kadang-

kadang

Tidak

pernah Total

Responden yang

menjawab 3 7 1 11

Persentase 27,27% 63,63% 9,09% 100%

5. Higiene dalam hal mengerjakan kegiatan lain saat membuat jamu seluruh

responden 100% menjawab kadang-kadang, terdapat pada tabel 4.6.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 25

Tabel 4.6 Higiene dalam hal mengerjakan kegiatan lain saat membuat jamu

Jenis jawaban Selalu Kadang-

kadang Tidak pernah Total

Responden yang

menjawab 0 11 0 11

Persentase 0% 100% 0% 100%

6. Higiene dalam hal langsung mencuci peralatan yang digunakan setelah

membuat jamu 2 responden yaitu 18,18% menjawab selalu, 6 responden

54,54% menjawab kadang-kadang dan 3 responden 27,27% menjawab tidak

pernah langsung mencuci peralatan setelah membuat jamu, dapat dilihat di

tabel 4.7.

Tabel 4.7 Higiene dalam hal langsung mencuci peralatan yang digunakan

setelah membuat jamu

Jenis jawaban Selalu Kadang-

kadang Tidak pernah Total

Responden yang

menjawab 2 6 3 11

Persentase 18,18% 54,54% 27,27% 100%

7. Higiene dalam hal mencuci dan menyeterilkan botol untuk menyimpan jamu

7 responden 63,63% menjawab selalu dan 4 responden 36,36% menjawab

kadang-kadang, seperti yang tersaji dalam tabel 4.8.

Tabel 4.8 Higiene mencuci dan menyeterilkan botol

Jenis jawaban Selalu Kadang-

kadang

Tidak

pernah Total

Responden yang

menjawab 7 4 0 11

Persentase 63,63% 36,36% 0% 100%

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 26

8. Sanitasi dalam hal menggunakan air mengalir untuk membuat jamu dan

mencuci peralatan 9 responden 81,81% menjawab selalu dan 2 responden

18,18% menjawab kadang-kadang, selanjutnya dapat dilihat di tabel 4.9.

Tabel 4.9 Sanitasi menggunakan air mengalir untuk membuat jamu dan

mencuci peralatan

Jenis jawaban Selalu Kadang-

kadang

Tidak

pernah Total

Responden yang

menjawab 9 2 0 11

Persentase 81,81% 18,18% 0% 100%

9. Sanitasi dalam hal menyediakan tempat sampah di tempat pengolahan jamu

sebanyak 10 responden 90,90% menjawab selalu dan 1 responden 9,09%

menjawab kadang-kadang, seperti yang tersaji pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Sanitasi menyediakan tempat sampah di tempat pengolahan jamu

Jenis jawaban Selalu Kadang-

kadang

Tidak

pernah Total

Responden yang

menjawab 10 1 0 11

Persentase 90,90% 9,09% 0% 100%

4.1.2 Nilai Angka Lempeng Total (ALT) jamu gendong yang beredar di RW

006 Ciracas-Jakarta Timur

Penelitian terhadap Angka Lempeng Total (ALT) pada jamu gendong jenis

beras kencur dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil pengamatan terhadap Angka

Lempeng Total (ALT) jamu gendong jenis beras kencur di RW 006 Ciracas-

Jakarta Timur disajikan pada tabel 4.11 di bawah ini.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 27

Tabel 4.11 Hasil uji Angka Lempeng Total (ALT)

Sampel Nilai ALT rata-rata Katagori

1 1.8 x 105 tidak memenuhi

2 7.5 x 105 tidak memenuhi

3 1.5 x 107 tidak memenuhi

4 8.4 x 106 tidak memenuhi

5 6.3 x 106 tidak memenuhi

6 6.2 x 104 tidak memenuhi

7 1.3 x 105 tidak memenuhi

8 1.3 x 105 tidak memenuhi

9 7.7 x 105 tidak memenuhi

10 1.1 x 107 tidak memenuhi

11 9.8 x 105 tidak memenuhi

Berdasarkan data yang tersaji dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata

Angka Lempeng Total (ALT) pada jamu gendong jenis beras kencur yang beredar

di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur berkisar antara 6.2 x 104

sampai 1.5 x 107

koloni/ ml. Dalam hal ini memang tidak ada standar khusus mengenai jumlah

maksimal bakteri yang terdapat dalam minuman jamu gendong, akan tetapi hasil

Angka Lempeng Total (ALT) yang diperoleh dapat dihubungkan dengan standar

MA PPOM 13/MIK/00 tentang ALT jamu cairan yaitu 104

(14). Hal tersebut

dilakukan dengan tujuan untuk melihat bagaimana kualitas minuman yang

dikonsumsi. Tabel 4.11 menunjukkan bahwa nilai Angka Lempeng Total (ALT)

jamu gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur ternyata tidak ada yang

memenuhi standar MA PPOM.

4.1.3 Hubungan antara higiene dan sanitasi dengan nilai Angka Lempeng

Total (ALT)

Hubungan antara higiene dan sanitasi dengan nilai Angka Lempeng Total

(ALT) tersaji dalam tabel di bawah ini:

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 28

Tabel 4.12 Hubungan antara higiene dan sanitasi dengan nilai ALT

Nilai ALT

Higiene dan

sanitasi

Correlation

coefficient -.700

Sig. (2-tailed) .017

N 11

Hasil uji statistik menunjukkan besaran korelasi -0.700, artinya semakin tinggi

higiene dan sanitasi maka nilai ALT semakin rendah. Selain itu, higiene dan

sanitasi berkorelasi kuat dengan nilai ALT.

Signifikansi hasil korelasi menunjukkan angka probabilitas (0.017) yang <

0.05. Dengan demikian Ho ditolak dan ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan

(korelasi) yang signifikan antara higiene dan sanitasi dengan nilai Angka

Lempeng Total (ALT).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Higiene dan sanitasi penjual jamu gendong di RW 006 Ciracas-Jakarta

Timur

Higiene dan sanitasi merupakan kebersihan individu atau pribadi dan

lingkungan penjual jamu gendong. Hal tersebut perlu diperhatikan mengingat

jamu gendong merupakan obat tradisional yang tidak wajib daftar sehingga

kebersihannya tidak dipantau oleh dinas kesehatan setempat. Pembuat jamu

gendong yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kebersihan jamu mereka.

Hasil kuisioner menunjukkan beberapa hal yaitu:

1. Dalam hal mencuci tangan menggunakan sabun dapat dilihat bahwa hanya 1

responden yang menjawab selalu sementara responden lain menjawab

kadang-kadang. Hal tersebut menunjukkan minimnya pengetahuan pembuat

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 29

jamu gendong akan kebersihan tangan yang akan digunakan untuk mengolah

jamu. Dalam buku “Pedoman Perilaku Hygienis” disebutkan bahwa salah

satu hal yang harus dilakukan sebelum memasak adalah mencuci tangan

dengan sabun dan air bersih (16)

.

2. Higiene dalam hal mencuci bahan baku dan mengikat rambut seluruh

responden menjawab selalu. Hal tersebut sudah baik mengingat bahan baku

dan rambut juga merupakan sumber kontaminan. Bakteri banyak terdapat di

tanah. Mereka dapat diterbangkan angin, dibawa oleh burung atau binatang

lain atau terambil oleh tanaman dalam pertumbuhan mereka sehingga apapun

yang dipanen atau diambil dari tanah harus dicuci dengan baik sebelum

dibawa ke tempat pengolahan . Rambut dapat menjadi sumber kontaminan

karena fungsinya sebagai pelindung kepala dari sengatan matahari dan debu

sehingga debu akan mengendap di permukaan rambut dan akan membentuk

kotoran rambut (ketombe) (17)

.

3. Higiene dalam hal penggunaan sarung tangan, celemek dan masker tidak satu

responden pun yang menggunakannya. Setelah ditanyakan alasannya

kebanyakan responden menjawab bahwa penggunaan alat tersebut tidak perlu

karena hanya akan memperlambat kerja mereka. Alasan lain yaitu mereka

tidak mempunyai perlengkapan terebut dan tidak biasa memakai

perlengkapan tersebut. Padahal sumber cemaran berasal dari hidung, mulut,

kulit serta pakaian yang digunakan (17)

.

4. Higiene dalam hal kondisi kesehatan saat mengolah jamu sebagian besar

responen (7 orang) menjawab kadang-kadang masih melakukan pengolahan

jamu ketika menderita penyakit batuk, pilek dan diare. Alasan mereka adalah

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 30

masalah ekonomi yaitu jika mereka tidak mengolah jamu dan berjualan maka

mereka tidak akan mendapatkan uang. Orang yang menderita sakit atau

carrier dari berbagai penyakit merupakan sumber kuman patogen yang dapat

pindah ke makanan atau minuman jika mereka mengolah makanan atau

menjamah makanan (17)

.

5. Higiene dalam hal mengerjakan kegiatan lain saat mengolah jamu seluruh

responden menjawab kadang-kadang melakukan hal tersebut. Adanya

selingan kegiatan lain saat mengolah makanan atau minuman akan lebih

menambah kontaminasi pada produk tersebut.

6. Higiene dalam hal langsung mencuci peralatan setelah mengolah jamu

sebagian besar responden (6 orang) menjawab kadang-kadang. Alasan

mereka karena jamu yang dibuat harus segera dipasarkan sehingga kegiatan

pencucian dilakukan setelah pulang berjualan.

7. Higiene dalam hal mencuci dan menyeterilkan botol sebagian besar

responden (7 orang) menjawab selalu. Alasan mereka agar botol yang akan

digunakan bersih kembali dan bebas kuman.

8. Sanitasi dalam hal mengunakan air mengalir untuk membuat jamu dan

mencuci peralatan hampir seluruh responden (9 orang) menjawab selalu.

Jumlah tersebut menunjukkan responden sudah cukup memahami mengenai

pentingnya penggunaan air mengalir. Bahan yang akan diolah harus dicuci

dengan bersih pada air bersih yang mengalir (17)

. Air yang sudah ditampung

apalagi dalam keadaan terbuka akan cenderung mengandung lebih banyak

bakteri yang berasal dari udara atau lingkungan dibandingkan dengan air

yang mengalir.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 31

9. Sanitasi dalam hal menyedikan tempat sampah di tempat pengolahan hampir

seluruh responden (10 orang) menjawab selalu. Hal tersebut berarti responden

sudah memahami mengenai kebersihan di tempat pengolahan mereka.

Dari hasil penilaian kuisioner tidak ada satu responden pun yang memiliki

tingkat higiene dan sanitasi baik. Berdasarkan analisis dari pertanyaan yang ada,

hal tersebut dapat disebabkan oleh:

1. Masih minimnya kesadaran responden untuk mencuci tangan dengan sabun

sebelum memulai proses pengolahan jamu.

2. Kurangnya perhatian responden terhadap perlengkapan yang dikenakan

ketika mengolah jamu. Dalam hal pakaian, responden menggunakan pakaian

seadanya tanpa memperhatikan kebersihannya padahal pakaian yang tidak

bersih dapat menjadi sumber kontaminan.

3. Kurangnya ketertiban dalam mengolah jamu. Kegiatan selingan yang

dilakukan dapat menambah kontaminan karena terjadinya pertukaran udara.

4. Kurangnya kesadaran mengenai penyakit bawaan makanan karena sebagian

besar penjual jamu masih tetap mengolah jamu saat sedang sakit. Jamu yang

dibuat tentunya akan terkontaminasi oleh bakteri dari penjual jamu yang

sakit.

4.2.2 Nilai Angka Lempeng Total (ALT) jamu gendong yang beredar di RW

006 Ciracas-Jakarta Timur

Dilihat dari hasil penelitian Angka Lempeng Total (ALT) yang telah

dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi sebanyak tiga kali pengulangan

diperoleh hasil rata-rata yang berkisar antara 6.2 x 104 sampai 1.5 x 10

7 koloni/ml.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 32

Apabila dilihat dari rata-rata jumlah total bakteri pada jamu yang diuji cenderung

menunjukkan jumlah yang cukup tinggi dan tidak memenuhi MA PPOM.

Berdasarkan pengamatan penulis hal tersebut dapat berasal dari tangan pembuat

jamu karena sebagian besar responden dalam hal mencuci tangan dengan sabun

hanya kadang-kadang. Dalam penelitian Zulaikhah, S.T disebutkan bahwa bakteri

yang terdapat dalam makanan atau minuman dapat berasal dari (8)

:

1. Bahan awal yang ditanam pada tanah yang terkontaminasi.

2. Bahan awal dicuci dengan air yang kotor.

3. Dapur dan alat masak kotor.

4. Menggunakan lap kotor untuk membersihkan alat yang digunakan untuk

memasak bahan.

5. Mengolah makanan dengan tangan kotor.

6. Pengolah makanan yang sakit atau carrier penyakit.

7. Produk terkontaminasi oleh kotoran hewan seperti lalat, tikus dan

sebagainya.

Nilai ALT mencerminkan higiene dan sanitasi suatu produk serta kelayakan

suatu produk untuk dikonsumsi. Nilai ALT yang tinggi menunjukkan banyaknya

bakteri yang terkandung dalam suatu sampel makanan atau minuman. Nilai Angka

Lempeng Total (ALT) yang diperoleh menunjukan nilai yang lebih besar dari

standar MA PPOM yaitu 104. Jika konsumen terus mengonsumsi jamu yang

mengandung bakteri > 104 setiap harinya dikhawatirkan bagi yang daya tahan

tubuhnya tidak baik maka akan dengan mudah terserang penyakit.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 33

4.2.3 Hubungan antara higiene dan sanitasi dengan nilai Angka Lempeng

Total (ALT)

Data diperoleh dari hasil survei menggunakan kuisioner dan penelitian Angka

Lempeng Total (ALT) di Laboratorium Mikrobiologi. Data yang terkumpul

kemudian diolah dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS 17.0 dan

dianalisis menggunakan pengujian statistik korelasi bivariat Spearman rank. Hasil

uji statistik Spearman rank menunjukkan hubungan (korelasi) yang kuat (-0.700)

> 0.5 dengan arah korelasi negatif artinya semakin tinggi higiene dan sanitasi

penjual jamu gendong maka nilai ALT pada jamu gendong semakin rendah. Nilai

p (0.017) < nilai α (0.05) artinya ada hubungan (korelasi) yang signifikan antara

higiene dan sanitasi dengan nilai Angka Lempeng Total (ALT).

Secara umum adanya mikroba dalam produk pangan tidak selalu merugikan

atau membahayakan. Produk pangan seperti jamu gendong yang selalu dibuka dan

ditutup botolnya tentu saja mengandung mikroba yang berasal dari udara (17)

.

Mikroba dalam produk jamu gendong secara alamiah memang ada. Proses

produksi jamu gendong dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang dimulai dari

memilih bahan baku, membersihkan, menakar, melumatkan, menyaring dan

memasukkan ke wadah setelah jamu gendong siap. Setiap tahapan proses tersebut

berisiko terhadap terjadinya pencemaran mikrobiologi (7)

. Mikroba tersebut dapat

berasal dari sumber kontaminasi antara lain tanaman, hewan, tanah, air, udara di

sekitar, pekerja yang melaksanakan pengolahan, peralatan dan sarana fisik lainnya

yang digunakan untuk mengolah bahan (18)

. Adanya mikroba dalam produk

pangan dapat berpotensi menjadikan produk tersebut rusak atau turun mutunya

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 34

namun jika mikroba tersebut patogen maka berpotensi membahayakan kesehatan

konsumennya.

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ada hubungan antara higiene dan

sanitasi dengan nilai Angka Lempeng Total (ALT), hal tersebut menunjukkan

higiene dan sanitasi dalam proses pengolahan jamu adalah penentu baik buruknya

mutu jamu gendong. Hingga saat ini memang masih belum ada laporan mengenai

kasus diare atau keracunan di RW 006 Ciracas-Jakarta Timur namun sebaiknya

mutu jamu gendong juga tetap harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya

kasus tersebut.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 35

Bab V

Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

1. Higiene dan sanitasi dari seluruh penjual jamu gendong di RW 006 Ciracas-

Jakarta Timur 54.55% berkatagori cukup dan 45.45% berkatagori kurang.

2. Nilai rata-rata Angka Lempeng Total (ALT) sampel jamu gendong di RW

006 Ciracas-Jakarta Timur berkisar antara 6.4 x 104 sampai 1.5 x 10

7

koloni/ml dan seluruhnya tidak memenuhi standar MA PPOM 13/MIK/00

tentang ALT jamu cairan.

3. Ada hubungan (korelasi) yang signifikan (p = 0.017) antara higiene dan

sanitasi dengan nilai ALT pada jamu gendong.

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya diusahakan pengambilan kuisioner dilakukan

pada saat proses pengolahan jamu sehingga dapat melihat secara langsung

kegiatan pengolahan jamu di lapangan.

2. Dapat dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang

dapat mempengaruhi higiene dan sanitasi penjual jamu gendong.

3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya pengambilan sampel jamu gendong

dilakukan pada saat jamu baru masak dan sebelum dijual keliling agar data

yang diperoleh lebih akurat dan tidak bias.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 36

Daftar Pustaka

1. Bermawi, N., Pribadi, E.R., Wahyuno, D., Rahardjo, M., 2008, Jamu, Brand

Indonesia, Depkes, Jakarta.

2. Suharmiati dan Lestari, H., 2007, Hidup sehat dengan ramuan tradisonal jamu

gendong, Puslitbang SKK Balitbangkes, Surabaya.

3. Sayuti,W., Wulandari, S., dan Fatimah, S., 2005, Bakteri Enterik Dalam

Minuman Jamu Gendong di Kota Pekanbaru, Jurnal Biogenesis Vol.2

Universitas Riau, Pekanbaru.

4. Karinda, D.H., 2004, Deteksi Bakteri Escherichia coli dalam Jamu Gendong

pada 10 Pasar di Kota Semarang, Skripsi: Universitas Diponegoro, Semarang.

5. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005, Peraturan

Perundang-undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar

dan Fitofarmaka, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,

Jakarta.

6. Departemen Kesehatan, 1991, Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia,

Departemen Kesehatan, Jakarta.

7. Suharmiati, 2003, Menguak Tabir dan Potensi Jamu Gendong, cet.1,

Agromedia Pustaka, Jakarta.

8. Zulaikhah, S.T., 2005, Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Pencemaran Mikroba Pada Jamu Gendong di Kota Semarang, Skripsi:

Universitas Diponegoro, Semarang.

9. Suriawiria, U., 1996, Air Dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat,

Alumni, Jakarta.

10. Epochtimes, 2010, Khasiat Kencur, http://erabaru.net/kesehatan/34-

kesehatan/11592-khasiat-kencur, Diakses 15 Juli 2012.

11. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008, Info POM:

Pengujian Mikrobiologi Pangan, Badan POM RI, Jakarta.

12. Afrianto, Eddy, 2008, Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid 2 Untuk

SMK, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta.

13. Fardiaz, S., 1993, Analisis Mikrobiologi Pangan, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 37

14. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2001, Metode

Analisis PPOM 2000 Mikrobiologi, PPOM, Jakarta.

15. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2001, Metode

Analisis Mikrobiologi, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia, Jakarta.

16. Depkes RI, 1998, Pedoman Perilaku Hygienis, Depkes RI, Jakarta.

17. Depkes RI, 2004, Kumpulan Modul Kursus Hygiene Sanitasi Makanan dan

Minuman, Depkes RI, Jakarta.

18. Nurrahman, Mifhakhuddin, dan Purnamasari, D., 2010, Hubungan Sanitasi

Dengan Total Mikroba dan Total Koliform Pada Jamu Gendong di RT 1 RW 2

Kelurahan Kedung Mundu Kecamatan Tembalang Kota Semarang, Jurnal

Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah

Semarang, Semarang.

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 38

Lampiran 1 Persentase jamu yang paling banyak disukai

54.55%

45.45%

Persentase jamu yang paling banyak

disukai

Beras kencur

Kunyit asam

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 39

Lampiran 2 Skema prosedur kerja pemeriksaan ALT

10 ml sampel

90 ml PDF, kocok

10-1

1 ml 1 ml 1 ml

9 ml PDF, kocok

10-2

10-3

10-4

10-5

10-6

1 ml 1 ml Duplo

1 ml 1 ml 1 ml 1 ml

10-1

10-2

10-3

10-4

10-5

10-6

PCA 15-20 ml

Inkubasi 24-48 jam

1 ml

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 40

Lampiran 3 Lembar kuisioner higiene sanitasi pada penjual jamu gendong di RW

006 Ciracas-Jakarta Timur Tahun 2012

Nama : No sampel:

Lokasi :

Umur :

Lama berjualan:

No Pertanyaan

Katagori

Ket S

(3)

K

(2)

TP

(1)

Higiene

1. Apakah Anda mencuci tangan dengan sabun sebelum

membuat jamu?

2. Apakah Anda mencuci bahan jamu yang akan

digunakan?

3. Apakah pada saat membuat jamu Anda menggunakan

alat bantu (sarung tangan)?

4. Apakah saat membuat jamu Anda memakai celemek?

5. Apakah Anda menggunakan tutup kepala/mengikat

rambut pada saat membuat jamu?

6. Apakah Anda menggunakan masker saat membuat

jamu?

7. Apakah saat menderita batuk, pilek dan diare Anda

membuat jamu?

8. Apakah ketika Anda membuat jamu diselingi

kegiatan lain seperti makan?

9. Apakah peralatan yang digunakan untuk membuat

jamu langsung dicuci setelah digunakan?

10. Apakah botol tempat menyimpan jamu dicuci dan

disterilkan setiap akan dipakai?

Sanitasi

11. Apakah Anda menggunakan air mengalir sebagai

sumber air bersih untuk membuat jamu/mencuci

peralatan?

12. Apakah Anda menyediakan tempat sampah di tempat

pengolahan jamu?

Jumlah

Ket: S: selalu K: kadang-kadang TP: tidak pernah

• Pertanyaan nomor 7 dan 8 poinnya S (1), K (2), TP (3)

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 41

Lembar pertanyaan terbuka

1. Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan atau penyuluhan mengenai

pembuatan jamu gendong? Darimana Anda memperoleh keahlian dalam

membuat jamu?

2. Jamu apa yang paling banyak disukai (paling cepat habis)?

3. Di wilayah mana saja Anda berjualan jamu?

4. Apakah jamu yang Anda jual pasti habis? Jika tidak, apa yang Anda lakukan

terhadap jamu tersebut?

5. Bagaimana cara Anda mencuci tangan?

6. Bagaimana cara Anda mencuci bahan baku jamu?

7. Bagaimana proses pembuatan jamu dari awal hingga akan dimasukkan ke

dalam botol?

8. Bagaimana cara Anda membersihkan botol jamu yang telah selesai

digunakan?

9. Apakah sumber air yang Anda gunakan?

10. Apa sarana yang digunakan untuk menampung sampah pada saat proses

pembuatan?

11. Apakah sampah-sampah tersebut langsung dibuang? Kemanakah sampah

tersebut dibuang?

12. Apakah bahan baku jamu yang digunakan distok atau digunakan habis untuk

1 kali pembuatan?

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 42

Lembar observasi

1. Jelaskan keadaan fisik bangunan (jumlah ruangan, jumlah penghuni, keadaan

lantai, keadaan dinding rumah, keadaan atap rumah)!

2. Apakah tempat produksi dan tempat istirahat berada dalam 1 ruangan?

3. Bagaimana kebersihan kuku dan kulit penjual jamu?

4. Jelaskan keadaan pada saat pembuatan jamu!

5. Bagaimana tempat penyimpanan bahan baku jamu?

6. Bagaimana keadaan lingkungan rumah penjual jamu gendong

(kebersihannya, keadaan selokan, ada tidaknya lalat/serangga lain maupun

tikus)?

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 43

Lampiran 4 Hasil uji ALT dengan pengulangan tiga kali

Sampel Hasil Penelitian (koloni/ml)

Rata-rata 1 2 3

1 2.4 x 105 2.7 x 10

5 2.6 x 10

4 1.8 x 10

5

2 2.5 x 104 2.8 x 10

4 2.2 x 10

6 7.5 x 10

5

3 1.4 x 107 2.1 x 10

7 1.1 x 10

7 1.5 x 10

7

4 2.3 x 107 2.0 x 10

6 1.6 x 10

5 8.4 x 10

6

5 2.9 x 106 1.6 x 10

7 2.0 x 10

4 6.3 x 10

6

6 1.6 x 105 1.1 x 10

3 2.6 x 10

4 6.2 x 10

4

7 3.0 x 105 8.8 x 10

4 3.6 x 10

2 1.3 x 10

5

8 1.1 x 105 2.2 x 10

5 5.0 x 10

4 1.3 x 10

5

9 2.3 x 106 1.2 x 10

4 3.8 x 10

3 7.7 x 10

5

10 3.0 x 106 3.0 x 10

5 3.0 x 10

7 1.1 x 10

7

11 2.9 x 106 2.4 x 10

4 2.7 x 10

3 9.8 x 10

5

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 44

Lampiran 5 Sampel jamu gendong dalam botol coklat

Lampiran 6 Kontrol penelitian

Kontrol penelitian 1 2 3

Lampiran7 Hasil pengamatan Angka Lempeng Total (ALT)

Sampel 1 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 45

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 46

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

Sampel 2 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 47

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

Sampel 3 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 48

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 49

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

Sampel 4 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 50

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

Sampel 5 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 51

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 52

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

Sampel 6 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 53

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

Sampel 7 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 54

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 55

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

Sampel 8 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 56

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

Sampel 9 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 57

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 58

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

Sampel 10 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 59

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

Sampel 11 Pengenceran 10-1

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 60

Pengenceran 10-2

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-3

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-4

Penelitian 1 2 3

Pengenceran 10-5

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 61

Pengenceran 10-6

Penelitian 1 2 3

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 62

Lampiran 8 Hasil uji statistik Spearman rank

Correlations

Higiene dan

sanitasi

Angka

lempeng total

Spearman's rho Higiene dan sanitasi Correlation

Coefficient

1.000 -.700*

Sig. (2-tailed) . .017

N 11 11

Angka lempeng

total

Correlation

Coefficient

-.700* 1.000

Sig. (2-tailed) .017 .

N 11 11

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 63

Lampiran 9 Hasil kuisioner masing-masing responden

Sampel Nilai

kuisioner

Katagori

penilaian

1 26 Cukup

2 25 Cukup

3 23 Kurang

4 23 Kurang

5 23 Kurang

6 25 Cukup

7 27 Cukup

8 28 Cukup

9 27 Cukup

10 24 Kurang

11 22 Kurang

JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II 2012 64

Lampiran10 Perhitungan pemakaian bahan

1. PDF

Untuk 1 kali penelitian:

1. Pengenceran 10-1

= 90 ml x 11 sampel = 990 ml

2. Pengenceran 10-2

– 10-6

= 9 ml x 5 tabung x 11 sampel = 495 ml

3. Kontrol = 9 ml

Total PDF yang dibutuhkan = 990 ml + 495 ml + 9 ml = 1.494 ml

Sediaan PDF 25.5 g/l, maka ��.� �

���� � 1.494 �� � 38.097 �

Untuk 3 kali penelitian = 38.097 g x 3 = 114.291 g

2. PCA

Untuk 1 kali penelitian:

1. Penenceran 10-1

– 10-6

= 15 ml x 12 petri x 11 sampel = 1.980 ml

2. Kontrol = 15 ml

Total PCA yang dibutuhkan = 1.980 ml + 15 ml = 1.995 ml

Sediaan PCA 22.5 g/l, maka ��.� �

���� � 1.995 �� � 44.89 �

Untuk 3 kali penelitian = 44.89 g x 3 = 134.67 g