KTI puput revisi

98
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masih dijumpainya anak-anak yang menderita gizi kurang dan buruk serta meningkatnya jumlah anak yang mengalami gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang, kesehatan dan adanya daerah miskin gizi ( iodium ). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan ( Almatsier, 2001 ). Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 2005). Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan

description

d

Transcript of KTI puput revisi

60

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masih dijumpainya anak-anak yang menderita gizi kurang dan buruk serta meningkatnya jumlah anak yang mengalami gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang, kesehatan dan adanya daerah miskin gizi ( iodium ). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan ( Almatsier, 2001 ).Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 2005). Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi (Almatsier, 2001). Masalah gizi bisa terjadi pada semua kelompok umur seperti anak-anak khususnya anak sekolah. Anak sekolah merupakan aset negara yang sangat penting sebagai sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual dan bersikap aktif. Biasanya pertumbuhan putri lebih cepat daripada putra. Kebutuhan gizi anak sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan (Moehji, 2003).Hasil analisis data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2005) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan gizi kurang pada anak usia sekolah yaitu pada tahun 2004 dan tahun 2005. Tahun 2004, dari 17.835 anak usia sekolah ditemukan sebanyak 435 anak usia sekolah berstatus gizi buruk dan 7.400 anak usia sekolah lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar 10.000 orang anak. Dibandingkan dengan tahun 2004, angka anak usia sekolah gizi kurang mengalami peningkatan, tahun 2005 dari 16.076 anak usia sekolah yang mempunyai status gizi buruk yaitu 476 anak, 7.600 anak usia sekolah lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar 8.000 orang anak (Arisman, 2006).Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) nasional tahun 2007, prevalensi anak usia sekolah kurus (laki-laki) adalah 13,3 %, sedangkan prevalensi nasional anak usia sekolah kurus (perempuan) adalah 10,9%. Sebanyak 16 provinsi mempunyai prevalensi anak usia sekolah kurus (laki-laki) di atas prevalensi nasional dan sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi anak usia sekolah kurus (perempuan) di atas prevalensi nasional. Sedangkan untuk prevalensi nasional anak usia sekolah gemuk (laki-laki) adalah 9,5% dan prevalensi nasional anak usia sekolah gemuk (perempuan) adalah 6,4%. Sebanyak 16 provinsi mempunyai prevalensi anak usia sekolah gemuk (laki-laki) di atas prevalensi nasional termasuk diantaranya provinsi Bengkulu. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi anak usia sekolah gemuk (perempuan) di atas prevalensi nasional termasuk juga diantaranya provinsi Bengkulu.Penyebab terjadinya masalah gizi pada anak bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain dilihat dari rutinitas anak sehari-hari di rumah meliputi pola makan, pola tidur, dan aktivitas sehari-hari yang dilakukan anak. Pola makan yang baik akan mempengaruhi gizi anak, peran orang tua sangat penting dalam mengatur pola makan anak serta mengatur pola asuh. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga. Sekarang banyak dijumpai anak yang jarang makan bersama keluarga dikarenakan orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing sehingga waktu makan bersama keluarga tidak rutin dilaksanakan. Akibatnya status gizi anaknya tidak terkontrol dengan baik (Khomsan, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Anderson et al (2005) pada anak usia preschool menyatakan anak yang jarang makan malam bersama keluarga memiliki resiko lebih tinggi untuk mendapatkan kegemukan daripada anak yang makan bersama keluarga secara teratur yaitu 6 atau 7 kali seminggu.Di jaman sekarang, sebagian besar anak usia sekolah menggunakan waktunya sehari-hari untuk menonton televisi. Data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktivitas fisik seperti ke sekolah naik kendaraan dan kurangnya aktivitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain di luar rumah sehingga anak lebih sering bermain komputer, video games, dan menonton televisi dibandingkan melakukan aktivitas fisik. Penelitian di Amerika pada anak-anak menunjukkan bahwa anak dengan lama waktu menonton televisi 5 jam per hari, memiliki resiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar daripada anak dengan lama menonton 2 jam per hari (Hidayati, dkk, 2006). Selain aktivitas menonton televisi, jumlah waktu tidur juga berpengaruh terhadap perubahan status gizi anak. Menurut penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Lumeng et al (2007) pada anak usia 9-12 tahun didapatkan anak dengan waktu tidur yang tidak cukup pada malam hari sedikit beresiko lebih tinggi untuk mendapatkan berat badan lebih daripada anak yang memiliki waktu tidur yang cukup (9,5 sampai 10 jam).Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas maka penulis merasa perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara rutinitas anak sehari-hari meliputi makan malam bersama keluarga, tidur malam , dan kuantitas menonton televisi terhadap status gizi pada anak usia 7-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan tahun 2011.1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara rutinitas anak meliputi 3 aktivitas yakni makan malam bersama keluarga, tidur malam , dan kuantitas menonton televisi terhadap status gizi anak usia 7-12 tahun?

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan UmumTujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara rutinitas anak terhadap status gizi pada anak usia 7-12 tahun di SD Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan.

1.3.2 Tujuan Khusus1. Untuk mengetahui status gizi anak usia 7-12 tahun di SD Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan.2. Untuk mengetahui jumlah anak yang makan malam bersama keluarga secara rutin pada anak usia 7-12 tahun di SD Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan.3. Untuk mengetahui jumlah anak dengan waktu tidur malam yang cukup pada anak usia 7-12 tahun di SD Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan.4. Untuk mengetahui jumlah anak dengan waktu menonton televisi < 2 jam/hari pada anak usia 7-12 tahun di SD Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan.5. Untuk menganalisa hubungan rutinitas makan bersama keluarga terhadap status gizi pada anak usia 7-12 tahun di SD Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan.6. Untuk menganalisa hubungan tidur malam yang cukup pada malam hari terhadap status gizi pada anak usia 7-12 tahun di SD Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan.7. Untuk menganalisa hubungan kuantitas menonton televisi terhadap status gizi pada anak usia 7-12 tahun di SD Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan.1.4 Manfaat penelitian1. Memberikan informasi penting pada sekolah tempat penelitian tentang status gizi anak di sekolah tersebut dan memberikan informasi mengenai hubungan antara rutinitas anak di rumah terhadap status gizi.2. Dapat menjadi masukan bagi masyarakat khususnya orangtua agar senantiasa menjaga status gizi anaknya dengan baik melalui pengaturan rutinitas anak yang baik pula.3. Sebagai wahana untuk menambah wawasan dan menerapkan ilmu yang telah penulis peroleh selama perkuliahan di FK USU.4. Menjadi masukan bagi yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Usia Sekolah Dasar2.1.1 DefinisiAnak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun , sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang berusia 7-12 tahun. 2.1.2 Karakteristik Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan norma. Di sinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Yatim, 2005). Ada beberapa karakteristik lain anak usia ini adalah sebagai berikut : Anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah Aktivitas fisik anak semakin meningkat Pada usia ini anak akan mencari jati dirinyaAnak akan banyak berada di luar rumah untuk jangka waktu antara 4-5 jam. Aktivitas fisik anak semakin meningkat seperti pergi dan pulang sekolah, bermain dengan teman, akan meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak tidak memperoleh energi sesuai kebutuhannya maka akan terjadi pengambilan cadangan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi lebih kurus dari sebelumnya (Khomsan, 2010).Pada usia sekolah dasar anak akan mencari jati dirinya dan akan sangat mudah terpengaruh lingkungan sekitarnya, terutama teman sebaya, dimana pengaruhnya sangat kuat ; seperti anak akan merubah perilaku dan kebiasaannya seperti mengikuti perilaku dan kebiasaan temannya, termasuk perubahan kebiasaan makan. Peranan orangtua sangat penting dalam mengatur aktivitas anaknya sehari misalnya pola makan, waktu tidur, dan aktivitas bermain anak (Moehyi 1996). 2.2 Pola MakanPola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis , psikologis, sosial, dan budaya (Suhardjo, 2003).Kebiasaan makan dalam kelompok memberi dampak pada distribusi makanan bagi anggota kelompok. Mutu serta jumlah bagian tiap anggota hampir selalu didasarkan pada status hubungan antar anggota , bukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan gizi. Ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan, yaitu : faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri yang meliputi asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan serta penilaian yang lebih terhadap makanan. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar dari tubuh manusia yang meliputi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya, dan agama (Khumaidi, 1994).2.2.1 Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Usia Tumbuh Kembang Pada usia sekolah ini kebiasaan makan pada anak tergantung pada kehidupan sosial, kadang-kadang anak malas makan di rumah karena kondisi yang tidak disukai. Pada usia ini kemampuan makan dengan menggunakan sendok, piring, dan garpu sudah baik. Pada usia sekolah, tata cara dalam makan seperti makan dengan posisi duduk, mencuci tangan sebelum makan, tidak mengisi mulut secara penuh dan mengambil makanan secara bersamaan. Kadang-kadang anak usia sekolah juga malas untuk makan akibat stress atau sakit sehingga perlu pemantauan dan anak sekolah cenderung suka makan secara bersamaan dengan teman sekolahnya (Hidayat, 2005).2.2.2 Pemberian Makan pada Anak Umur 7-12 TahunGolongan umur ini sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. Mereka jarang terjangkit infeksi atau penyakit gizi. Tetapi kebutuhan nutrien justru bertambah, karena mereka sering melakukan berbagai aktivitas, seperti bermain di luar rumah, olahraga, pramuka, dan kegiatan sekolah lainnya. Kebutuhan energi pada golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan yang lebih pesat dan aktivitas yang lebih banyak. Sejak umur 10-12 tahun kebutuhan energi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Selain itu, anak perempuan yang sudah haid memerlukan tambahan protein dan mineral besi (Markum, dkk, 2002).Tujuan pemberian makan pada bayi dan anak adalah : 1) Memberikan nutrien yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yang dimanfaatkan untuk tumbuh kembang yang optimal, penunjang berbagai aktivitas, dan pemulihan kesehatan setelah sakit, dan 2) Mendidik kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan makan, belajar menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu (Markum, dkk, 2002).Makan bersama dengan anggota keluarga tetap dianjurkan untuk menjalin keakraban keluarga. Beberapa anak kurang menyukai makanan di rumah dan lebih banyak jajan di luar karena itu harus pandai-pandai memilih dan menghidangkan makanan di rumah. Namun sewaktu-waktu anak dapat makan di luar bersama keluarga (Markum, dkk , 2002).Cara pemberian makan pada anak yang tidak tepat dapat menjadikan anak sulit makan, contohnya memberikan makanan dengan kasar atau dengan marah-marah, suka memaksa anak untuk cepat-cepat menghabiskan makanan setiap kali makan, memberikan makan terlalu banyak, menetapkan banyak aturan yang harus dilakukan anak pada saat makan, dan waktu yang tidak tepat (Widodo, 2009).2.2.3 Pengaturan Makan pada Anak Usia Sekolah (7-12 Tahun)Jadwal pemberian makan merupakan kelanjutan dari jadwal masa bayi dengan sedikit penyesuaian, menjadi sebagai berikut : 3 kali makan utama (pagi, siang, dan malam/sore), diantaranya diberikan makanan kecil atau jajanan, dan bila mungkin tambahan susu (Markum, dkk, 2002). Secara lebih terinci jadwal yang dianjurkan adalah : Tabel 2.1 Pola Makanan Anak Usia 7-12 TahunUmur7-9 tahunBB 23kg(1900kkal) 9-12 tahun BB 30 kg(2100 kkal)

Jam pemberian makan g urt g urt

06.00 : susu + gula07.00 : nasi 1) telur10.00 : kue12.00 : nasi 1)hewani 2)nabati 3)sayuran buah16.00 : bubur kacang hijau 4)18.00 : nasihewaninabatisayuranbuah21.00 : susu gulabiskuit 5)200100 50 50150 50 25 50 50200150 50 25 50 50200 201 gelasgelas1 butir1potong1 gelas1potong1potong gelas1potong1 gelas1 gelas1potong1potong gelas1potong1 gelas2 buah 200 1 gelas 150 1 gelas 50 1 butir 50 1 potong 200 1 gelas 50 1 potong 25 1 potong 75 gelas 50 1 potong 200 1 gelas 150 1 gelas 50 1 potong 25 1 potong 75 gelas 50 1 potong 200 1 gelas 20 2 buah

Sumber : Subbagian Gizi anak FKUI/RSCMKeterangan :1) Dapat diganti dengan makanan penukarnya seperti roti, jagung, kentang, sagu.2) Di artikan sumber protein hewani : daging, telur, hati, ikan laut, ikan tawar.3) Diartikan sumber protein nabati : tahu, tempe, kacang-kacangan.4) Dapat diganti dengan makanan penukar sebanyak 25 gram.5) Berat biskuit Regal : 8-10 gr/buahBerat biskuit Farley : 15-16 gr/buahUrt : ukuran rumah tanggaG: gramJenis bahan makanan pokok untuk dihidangkan terdiri atas : 1) Serealia, yang merupakan makanan pokok dan sumber kalori. Misalnya tepung, beras, ubi, ketela, sagu, jagung. 2) Makanan asal hewan sebagai lauk-pauk dan sumber protein hewan, seperti telur, daging, jeroan, ikan tawar , ikan laut, dan daging unggas. 3) Sayuran sebagai lauk-pauk. Misalnya kacang-kacangan sebagai sumber protein nabati, seperti kacang hijau, kacang jogo, kacang panjang, daun-daunan seperti bayam, kangkung, daun ketela, kubis, dan umbi-umbian seperti wortel, bit (makanan yang telah di olah menjadi tahu dan tempe). 4) Buah-buahan merupakan sumber vitamin A dan vitamin C, seperti alpukat, nenas, pisang, jeruk, pepaya, dan mangga (Markum, dkk, 2002).2.2.4 Kecukupan Gizi yang DianjurkanAngka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan untuk mencukupi hampir semua orang sehat. Tujuan utama penyusunan AKG ini adalah untuk acuan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi makanan individu/masyarakat ( Almatsier, 2001). Hardiansyah dan Tambunan (2004) mengartikan Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Selanjutnya Angka Kecukupan Protein (AKP) dapat diartikan rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai hampir semua populasi sehat (97,5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat aktivitas sedang. Angka kecukupan energi dan protein pada anak usia sekolah dapat dilihat pada tabel 2.2Tabel 2.2 Angka Kecukupan Energi dan Protein pada Anak Usia SekolahUmur(tahun)BeratBadan (kg)Tinggi Badan (kg)Angka Kecukupan Energi (kkal/orang/hari)Angka Kecukupan Protein (gram/orang/hari)

7-925,0120180045

Pria 10-1235,0138,0205050

Wanita 10-1238145205050

Sumber : Hardiansyah dan Tambunan (2004) diacu dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004.2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intake Makan pada Anak Sekolah Dasar1. Peran KeluargaPeranan keluarga amat penting bagi anak sekolah, bahkan pada pemilihan bahanan makanan sekalipun. Makan bersama keluarga dengan suasana yang akrab akan dapat meningkatkan nafsu makan mereka (Widodo, 2009).

2. Peranan IbuSekalipun anak-anak sudah bermain dengan anak-anak lain di luar rumah, keluarga masih merupakan pengaruh sosialisasi yang terpenting. Tidak hanya lebih banyak kontak dengan anggota-anggota keluarga daripada dengan orang-orang lain tetapi hubungan itu lebih erat, lebih hangat, dan lebih bernada emosional. Hubungan keluarga yang erat ini pengaruhnya lebih besar pada anak daripada pengaruh-pengaruh sosial lainnya.Peranan ibu terhadap lingkungan anak-anak ini tidak terhenti dimasa anak-anak saja tetapi harus terus berlangsung dan kadang-kadang sampai seumur hidupnya, khususnya pengaruh yang berupa pengalaman yang menegangkan , menakutkan, menggoncangkan dan membahayakan. Secara khusus, ibu sebagai orang dekat dengan anak akan dapat menjaga kesehatan anak. Ibu dapat memberikan pengertian, memperbaiki pola asuh makan, meningkatan kegiatan aktivitas fisik, mengenalkan pendidikan gizi sedini mungkin , membatasi promosi makanan yang tidak sehat. Kesemuanya itu sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pola asuh yang tidak memadai dapat menyebabkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makanan seimbang, dan juga dapat memudahkan terjadinya infeksi (Soekirman, 2000).3. Teman Sebaya Tidak heran jika asupan makan akan banyak dipengaruhi oleh kebiasaan makan teman-teman atau sekelompoknya. Apa yang diterima oleh kelompok (berupa figur idola, makanan, minuman) juga dengan mudah akan diterimanya. Demikian pula halnya dengan pemilihan bahan makanan. Untuk itu, perlu diciptakan dalam sekelompok itu suatu kondisi dimana mereka mendapatkan informasi yang baik dan benar mengenai kebutuhan dan kecukupan gizinya sehingga mereka tidak perlu membenci makanan yang bergizi.

4. Media MassaMedia massa lebih banyak berperan disini adalah media televisi, koran, dan majalah. Di satu sisi banyak sekali iklan makanan yang kurang memperhatikan perilaku yang baik terhadap pola makan. Oleh sebab itu, informasi tersebut harus pula ditunjang dengan informasi ilmiah yang benar mengenai kesehatan dan gizi (Judiono, 2003).2.2.6 Pengaruh Makan Bersama Keluarga Terhadap Status Gizi Anak Usia Sekolah Dasar (7-12 Tahun)Suasana dalam keluarga yang menyenangkan berpengaruh pada pola kebiasaan makan anak. Hal ini dapat meningkatkan gairah makan dan membuat anak menyukai makanan yang disajikan. Suatu studi mengungkapkan, pola makan anak usia sekolah dasar dari keluarga bahagia cenderung lebih baik daripada mereka yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Hal ini dilandasi oleh tidak adanya kebiasaan makan bersama. Pola makan seorang anak pada dasarnya dapat dibentuk oleh keluarganya, kalau orangtua dapat memperhatikan pola konsumsi anak-anaknya, maka mereka bisa mengontrol dan menasihati makanan apa yang seharusnya dikonsumsi dan makanan apa yang seharusnya dihindari (Khomsan, 2010). Makan bersama keluarga dihubungkan dengan asupan makanan yang bergizi dan sehat bagi keluarga. Pada penelitian Gillman et al (2000) menemukan makan malam keluarga banyak mengkonsumsi buah dan sayur, sedikit makanan yang berminyak dan soda, sedikit saturated and trans fat, rendah gula, dan banyak serat. Neumark-Sztainer et al (2000) juga menemukan hubungan positif antara frekuensi makan keluarga dengan asupan buah, sayuran, makanan tinggi kalsium, dan hubungan negatif dengan konsumsi soft drink. Pada era kemajuan seperti saat ini, orangtua memang telah menjadi manusia sibuk karena urusan pekerjaan diluar rumah. Oleh karena itu kebiasaan makan bersama akhirnya luntur karena tiadanya waktu saling berkumpul, apalagi makan bersama. Orangtua yang terlalu sibuk tidak bisa menyajikan makanan yang bergizi untuk anak-anaknya sehingga memungkinkan anak untuk memilih makanan cepat saji yaitu makanan fast food yang umumnya mengandung kalori tinggi, kadar lemak, gula, dan sodium (Na), tetapi rendah serat kasar, vitamin A, asam askorbat, kalsium, dan folat. Kandungan gizi yang tidak seimbang ini bila terlanjur menjadi pola makan, akan berdampak negatif pada keadaan gizi anak (Khomsan, 2010).2.3 Pola Tidur AnakTidur merupakan suatu proses aktif yang memiliki variasi siklis normal dalam kesadaran mengenai keadaan sekitar (Sherwood, 2001). Berbeda dengan keadaan terjaga, orang yang sedang tidur tidak secara sadar waspada akan dunia luar, tetapi tetap memiliki pengalaman kesadaran dalam batin, misalnya mimpi. Selain itu, orang yang tidur dapat dibangunkan oleh rangsangan eksternal, misalnya bunyi alarm. Tidur merupakan aktivitas susunan saraf pusat yang berperan sebagai lonceng biologik (Mardjono, 2009).Karakter dan pola tidur anak mengalami suatu transisi normal dari masa bayi sampai masa dewasa, yang dipengaruhi tidak saja oleh faktor kematangan saraf, tetapi juga oleh temparamen anak dan lingkungan pengasuhan. Siklus tidur terdiri atas 2 keadaan berbeda :1) Tidur aktif (REM) yang ditandai oleh rapid eye movement ( gerakan mata cepat), gerakan motorik, vokalisasi, mimpi, dan mudah terbangun.2) Tidur tenang dalam atau non REM. Ada 4 tahap, yaitu : Tahap 1 : tahap paling pangkal dari tidur, tahap berakhir dalam beberapa menit, pengurangan aktivitas fisiologis, mudah terbangun dan jika terbangun merasa seperti melamun. Tahap 2 : merupakan proses tidur bersuara, kemajuan relaksasi, untuk terbangun masih relatif mudah, tahap berakhir 10-20 menit. Tahap 3 : tahap awal dari tidur yang dalam, tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak, otot-otot dalam keadaan relaksasi penuh, tanda-tanda vital menurun tapi tetap teratur, tahap berakhir dalam 15-30 menit. Tahap 4 : merupakan tahap tidur terdalam , sangat sulit membangunkan orang yang sedang tidur pada tahap ini , tanda-tanda vital menurun, tahap berakhir kurang lebih 15-30 menit.Pola tidur rutin pada orang normal dimulai dengan periode sebelum tidur yaitu periode mengantuk. Periode ini berkembang selama kurang lebih 10-30 menit. Ketika seseorang tertidur, biasanya akan melewati 4-6 siklus tidur penuh. Tiap siklus terdiri dari 1 periode tidur REM (Rapid Aye Movement) dan 4 tahap tidur NREM. 50% waktu tidur bayi berada dalam keadaan REM, dengan interval NREM selama 50 sampai 60 menit diantara fase aktif. Sedangkan pada anak dan orang dewasa, hanya 20% dari waktu tidurnya terdiri atas tidur REM yang diselingi oleh interval 90 sampai 100 menit tidur tenang atau NREM (Rudolph, 2006). Apabila seseorang mengalami periode REM yang kurang, maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya, nafsu makan bertambah dan nafsu birahinya juga akan lebih besar. Sedangkan jika NREM yang kurang, keadaan fisik menjadi kurang gesit. Dengan adanya tidur, maka manusia dapat memelihara kesegarannya, kebutuhan, dan metabolisme seluruh tubuhnya sepanjang masa (Mardjono, 2009).2.3.1Kebutuhan Tidur Menurut UsiaNeonatus tidur selama sekitar 18 jam sehari, dengan waktu tidur yang terdistribusi antara sepanjang siang dan malam hari. Namun, pola tidur-bangun yang cepat akan menyesuaikan diri dengan siklus siang-malam karena adanya irama sirkadian inheren dan jadwal pengasuhan oleh orangtua. Antara usia 6 dan 15 bulan, sebagian besar anak tidur sekitar 10 sampai 12 jam pada malam hari dan dua kali tidur siang, masing-masing berlangsung lebih dari 1 jam yaitu pada pagi hari dan siang hari. Setelah usia 15 bulan, anak biasanya tidur siang sekali sehari dan pada usia 4 tahun berhenti tidur siang sama sekali. Walaupun terdapat perbedaan individual yang signifikan, tetapi anak berusia 5 tahun memerlukan sekitar 11 jam tidur malam hari, dan anak usia 10 tahun memerlukan tidur malam sekitar 9,5 jam sampai 10 jam. Sebagian besar remaja memerlukan tidur 8 sampai 9 jam setiap malam, sedangkan pada usia dewasa memiliki waktu tidur malam hari rata-rata 6-8,5 jam perhari (Rudolph, 2006).2.3.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi TidurMenurut Alimul (2006), kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur tersebut adalah :1. PenyakitSakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur, misalnya : penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limfa) akan memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit yang menjadikan pasien kurang tidur bahkan sampai tidak bisa tidur.2. Latihan dan kelelahanKeletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal ini terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap gelombang lambat (NREM) diperpendek.3. Stress psikologisKondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut dapat terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan saat tidur.4. ObatObat juga dapat mempengaruhi proses tidur, beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur, beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah : obat diuretik bisa menyebabkan sesorang menjadi insomnia, anti depressan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta blocker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM.5. NutrisiTerpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya triftopan yang merupakan asam amino dari protein yangg dicerna. Demikian juga sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang juga dapat mempengaruhi proses tidur bahkan terkadang sulit tidur.6. LingkunganKeadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang juga dapat mempercepat terjadinya proses tidur.7. MotivasiMotivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menyebabkan gangguan proses tidur.

2.3.3 Fungsi Tidur1. Tidur bisa memulihkan fungsi fisiologis dan psikologis.2. Tidur yang lelap dapat bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung.3. Tidur untuk memperbaiki proses biologis secara rutin Selama NREM tahap 4, tubuh melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk meningkatkan perbaikan dan pertumbuhan sel. Tidur NREM menjadi sangat penting khususnya pada anak-anak yang lebih banyak mengalami tidur tahap 4.4. Tidur memiliki peran untuk mengurangi kelelahan Tubuh menyimpan energi selama tidur Otot skelet berelaksasi secara progresif dan tidak adanya kontraksi otot, menyimpan energi kimia untuk proses seluler. Penurunan laju metabolik basal lebih jauh menyimpan persediaan energi tubuh.5. Tidur untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan memori dan pembelajaran Tidur REM dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen, dan pelepasan epinefrin. Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran. Selama tidur, otak akan menyaring informasi yang disimpan tentang aktivitas pada hari tersebut.

2.3.4 Hubungan Tidur yang Cukup Terhadap Status Gizi Anak Usia Sekolah Dasar (Usia 7-12 Tahun)Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya menyatakan ada hubungan antara tidur yang cukup terhadap berat badan anak. Jumlah waktu tidur yang tidak cukup pada anak usia sekolah (< 9,5 sampai 10 jam pada malam hari) dapat meningkatkan resiko kegemukan. Mekanisme fisiologisnya jumlah waktu tidur yang tidak cukup pada malam hari pada anak dapat menyebabkan perubahan siklus kadar ghrelin dan leptin yang berperan pada pengaturan nafsu makan (Lumeng et al, 2007).Rasa lapar dan rasa kenyang diatur di bagian otak yaitu hipotalamus. Leptin dan ghrelin merupakan suatu hormon yang secara signifikan dapat menyebabkan pengaturan berat badan. Hormon leptin adalah salah satu hormon penting yang berperan dalam pembentukan berat badan setelah makan. Leptin bekerja di arcuate nucleus untuk menekan nafsu makan dan meningkatkan metabolic rate dengan menghambat NPY (Neuropeptida Y) dan menstimulasi melanocortin. Pada orang gemuk yang memiliki simpanan lemak yang besar lebih banyak produksi leptinnya daripada orang yang kurus. Kadar leptin di dalam darah yang tinggi (pada orang yang memiliki simpanan lemak yang tinggi) menginformasikan ke otak untuk mengurangi nafsu makan yang mana ditandai dengan pengurangan asupan makanan. Kadar leptin di dalam darah yang rendah (pada orang yang memiliki simpanan lemak sedikit) menginformasikan ke otak untuk meningkatkan nafsu makan. Selain berperan dalam mengendalikan asupan energi (nafsu makan), leptin juga berperan dalam mengendalikan pengeluaran energi. Peningkatan leptin akan meningkatkan aktivitas fisik, pembentukan panas, dan pengeluaran energi. Hormon ghrelin dilepaskan oleh mukosa lambung ketika hormon leptin diproduksi di sel lemak. Ghrelin bekerja di hipotalamus untuk meningkatkan asupan makan dengan menstimulasi NPY neuron ( Robbins, 2007).Terdapat hubungan antara hormon melatonin dan hormon leptin. Melatonin merupakan hormon yang diproduksi pada malam hari saat tidur, sehingga bila produksi melatonin maka akan mempengaruhi produksi leptin. Pelepasan leptin bisa menurunkan nafsu makan yang mana diatur oleh circadian pacemaker yang sebaiknya ditingkatkan pada saat tidur. Ritme sirkadian endogen (siklus bangun-tidur) mempengaruhi sirkulasi leptin, glukosa, dan kadar insulin. Penurunan jumlah waktu tidur pada malam hari dapat menurunkan sekresi leptin dan meningkatkan sekresi ghrelin selama 24 jam. Jumlah waktu tidur yang singkat ditunjukkan dengan perubahan metabolisme karbohidrat dan gangguan glucose intolerance yang bisa mempengaruhi berat badan anak. Sedangkan jumlah tidur yang lama dihubungkan dengan banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh anak sehingga memiliki resiko yang lebih sedikit untuk overweight. Penurunan kuantitas dan kualitas tidur dapat juga menyebabkan peningkatan agresi, gangguan tingkah laku, gangguan fungsi memory, dan prestasi akademik yang buruk pada anak dan dewasa muda (Lumeng et al, 2007). 2.4Waktu Menonton TelevisiMeskipun Childrens Television Act of 1990 telah membatasi program televisi untuk anak 10.5 menit/jam dalam satu minggu dan 12 menit/jam pada akhir minggu, namun banyak anak yang menonton televisi hampir 16 menit/jam. Setiap anak menghabiskan total 6 jam sehari untuk menonton televisi, bermain video game, mendengarkan musik atau membaca majalah, namun sebagian besar orangtua tidak menanggapi hal ini dengan serius (Committee on communications, 2006) .Masih dijumpai pertambahan waktu menonton televisi dari waktu yang telah direkomendasikan oleh AAP (American Academy of Pediatric) dan masih dijumpai anak kurang dari 2 tahun yang menonton televisi. Menonton televisi pada usia dini ini berhubungan dengan gangguan memusatkan perhatian pada usia 7 tahun. Sehingga tidak dianjurkan menonton televisi pada anak usia dini. Menonton televisi dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi kognitif, kebiasaan, dan aktivitas fisik anak termasuk juga prestasi di sekolah, perhatian, dan status gizi anak. Dalam hal ini diperlukan langkah preventif untuk menghindari pengaruh negatif televisi terhadap anak (Jordan et al, 2006).

2.4.1Rekomendasi AAP tentang Menonton TelevisiAmerican Academy of Pediatric telah merekomendasikan tentang panduan menonton televisi pada anak, antara lain: (Committee on public education)1. Dokter anak sebaiknya memberikan bimbingan tentang bahaya televisi dan membuat jadwal menonton televisi untuk pasiennya.2. Dokter anak sebaiknya mengajukan pertanyaan tentang program televisi yang ditonton oleh pasiennya secara rutin dan memberikan nasihat kepada orangtua, meliputi hal di bawah ini:a. Berhati-hati memilih program televisi yang akan ditonton anakb. Mendiskusikan tentang program televisi yang ditontonc. Mengajarkan kemampuan dari program yang ditontond. Membatasi waktu menonton televisie. Memilih peranan tokoh televisi dengan selektiff. Menyediakan aktivitas yang lain selain menonton televisig. Tidak menempatkan televisi di ruang tidur anakh. Menghindari penggunaan televisi oleh pengasuh anak.3. Dokter anak harus mendorong orangtua untuk menghindari anaknya yang berusia di bawah 2 tahun untuk tidak menonton televisi. Hal ini disebabkan usia di bawah 2 tahun merupakan masa awal pertumbuhan otak.4. Dokter anak sebaiknya menganjurkan tokoh televisi yang sesuai untuk anak dan membatasi waktu menonton televisi, video serta tidak meletakkan televisi di kamar tidur anak.5. Dokter anak sebaiknya waspada dan memberikan edukasi pada orangtua, anak, remaja, guru, tentang pengaruh negatif televisi. Namun perlu juga diberi tahu manfaat dari televisi terhadap pendidikan anak.6. Dokter anak harus bekerja sama dengan orangtua, guru, pihak sekolah dan masyarakat untuk mempromosikan televisi sebagai media edukasi7. Dokter anak sebaiknya melibatkan anak dengan kegiatan umum di lingkungannya serta mendorong stasiun televisi untuk menambah program pendidikan di televisi8. Dokter anak sebaiknya mendorong pemerintah untuk memerintahkan dan mendanai stasiun televisi dalam membuat program pendidikan dan mendemonstrasikan program televisi ini di sekolah9. Dokter anak sebaiknya mendorong pemerintah dan yayasan lainnya untuk melakukan penelitian terhadap media edukasi dan penelitian lainnya yang berkaitan dengan pengaruh negatif televisi

2.4.2 Keuntungan Media TelevisiDalam beberapa dekade, AAP telah merekomendasikan keunggulan media massa untuk anak dan remaja, salah satunya adalah televisi. Adapun keunggulan televisi adalah televisi dapat menyediakan program pendidikan untuk anak usia sekolah, menambah kreativitas dan pengetahuan anak. Namun selain televisi mempunyai keunggulan, televisi juga mempunyai pengaruh negatif bagi anak dan remaja. Tidak semua program televisi mengandung makna negatif bagi anak dan remaja. Program televisi berupa media pendidikan justru dapat mengurangi efek negatif televisi lainnya. Media ini mampu menguraikan tujuan dan pesan dari tayangan televisi sehingga anak dapat mengerti dan memahami pesan serta gambar yang dilihatnya di televisi dan memudahkan anak serta orangtua untuk memutuskan apakah mereka perlu menonton suatu tayangan televisi (Thakkar et al, 2006).Dengan adanya media edukasi orangtua dapat membuat keputusan yang tepat seperti memilih tayangan yang kreatif untuk anak, membangun pikiran yang kritis, menambah kemampuan dan memahami masalah politik, sosial, ekonomi. Program televisi edukasi juga berhasil menambah pengetahuan anak usia prasekolah, memperbaiki perilaku dan menambah imajinasi (Thakkar et al, 2006).2.4.3Pengaruh Televisi Terhadap Status Gizi AnakTelevisi berdampak cukup besar dalam mempengaruhi status gizi anak. Televisi bisa mempengaruhi kebiasaan makan anak dan menyebabkan anak menjadi kurang gerak (kurang aktivitas). Hal ini dikarenakan sangat intensifnya anak-anak berada di depan televisi. Lamanya waktu menonton televisi diperkirakan hanya dikalahkan oleh lamanya waktu tidur. Survei di Amerika Serikat menunjukkan anak-anak prasekolah rata-rata menonton televisi 26,3 jam/minggu, 3 jam diantaranya adalah acara iklan. Iklan-iklan makanan di televisi tidak jarang menonjolkan karakteristik fisik dari makanan seperti rasa yang renyah, rasa manis, dan rasa coklat. Hal ini membuat anak-anak berkeinginan kuat segera mencicipinya. Pengaruh televisi terhadap kebiasaan makan dapat terjadi melalui dua proses. Pertama, iklan televisi akan menyebabkan alokasi pembelian jenis makanan baru yang sebelumnya tidak pernah dikonsumsi. Anak-anak yang konsumsi makannya tergantung ketersediaan pangan di rumah akhirnya terkondisi dengan jenis-jenis makanan baru yang dibeli ibunya. Akhirnya terbentuklah kebiasaan makan dengan komoditi pilihan berdasarkan iklan televisi. Kedua, makanan dalam iklan-iklan televisi seringkali ditampilkan dalam rangka menunjang suatu aktivitas. Jadi tidak sekedar memenuhi rasa lapar. Karena banyaknya aktivitas dalam hidup seseorang, maka jenis-jenis makanan yang menyertai aktivitas itu pun akan semakin banyak. Dan bila makanan-makanan tersebut bersifat low density nutrients maka ada kemungkinan kasus obsesitas akan segera muncul (Khomsan, 2010).Dietz dan Gortmaker (1985) telah meneliti hubungan menonton televisi dengan obesitas pada anak. Dikemukakan bahwa ada hubungan positif antara jumlah waktu menonton televisi dengan frekuensi makan panganan (cemilan). Pada saat seorang anak menonton televisi, dia tidak hanya menikmati program intinya tetapi juga terkondisi untuk menerima iklan makanan. Ada kenikmatan tersendiri bila seorang anak yang sedang nonton televisi makan panganan yang sama dengan bintang film iklan. Apapun yang dikonsumsi selama menonton televisi, selama makanan tersebut berupa panganan yang hanya padat kalori, maka dampaknya adalah kelebihan bobot badan. Survei dari kedua peneliti tersebut juga menunjukkan semakin lama seorang anak menonton televisi, maka konsumsi makanan seperti yang diiklankan dalam televisi juga meningkat. Ini membuktikan kebiasaan makan ini dapat berubah karena intervensi iklan di televisi. Penemuan lainnya adalah meningkatnya waktu menonton televisi akan membuat anak mempengaruhi pola belanja makanan orangtuanya di pasar swalayan. Pada saat orangtua akan berbelanja, anak langsung menyampaikan daftar pesanan panganan yang harus dibeli ibunya. Meningkatnya kebiasaan mengkonsumsi panganan padat kalori dan banyaknya waktu yang digunakan untuk menonton televisi membuat anak-anak rawan terhadap obesitas (Khomsan, 2010). Menonton televisi tergolong ke dalam aktivitas ringan. Ini berarti tidak banyak energi yang terpakai, sementara itu konsumsi energi panganan meningkat terus sehingga terjadilah keseimbangan energi positif. Aktivitas anak sebelum dan sesudah era televisi tampak berbeda, dulunya anak sering bermain bersama teman-temannya di luar rumah tetapi sekarang anak lebih memilih untuk menonton televisi seharian di rumah. Oleh karena itu, orangtua harus pandai-pandai mengatur jadwal menonton televisi bagi anak-anaknya supaya energi tubuh dapat tersalurkan keluar melalui aktivitas fisik lainnya. Hari minggu/libur sebaiknya dimanfaatkan untuk rekreasi keluarga di luar rumah. Acara televisi pada hari Minggu biasanya penuh dengan hiburan yang menarik, seperti film kartun, oleh karena itu orangtua yang bijaksana harus mengajak putra-putrinya untuk beraktivitas fisik sehabis menonton acara TV di pagi hari (Khomsan, 2010).2.5 Penilaian Status Gizi Anak2.5.1Status GiziStatus gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat mengkonsumsi makanan dan menggunakan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2004).Sedangkan menurut Soekirman (2000), status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia, dan lingkungan hidup manusia.Status gizi seorang anak pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : (Soekirman, 2000)1. Penyebab langsung , yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu juga sebaliknya anak yang makannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya akan lemah dan pada akhirnya mempengaruhi status gizinya.2. Penyebab tidak langsung, terdiri dari :a. Ketahanan pangan di keluarga, terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan, dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. b. Pola pengasuhan anak, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan kesehatan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak. c. Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan yang baik seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, dan rumah sakit. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan , ditambah dengan pengalaman ibu tentang kesehatan, makin kecil risiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi.Selain itu, ada beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi terjadinya status gizi lebih (kegemukan) antara lain : (Salam 1989, dalam Nelly, 2008). 1. Jenis kelaminStatus gizi lebih dijumpai pada wanita terutama pada saat remaja, hal ini disebabkan faktor endokrin dan perubahan hormonal (Arisman, 2004).2. UmurAnak yang status gizi lebih cenderung pada saat remaja dan dewasa serta dapat berlanjut ke masa lansia (Arisman, 2004).3. Tingkat sosial ekonomiStatus gizi lebih terjadi pada kelompok masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah disebabkan karena tingginya makanan sumber karbohidrat, sementara konsumsi protein rendah. Menurut Hidayati, dkk (2006) peningkatan pendapatan juga mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Peningkatan kemakmuran di masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendidikan dapat mengubah gaya hidup dan pola makan dari pola makan tradisional ke pola makan makanan praktis dan siap saji yang dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang. Pola makan praktis dan siap saji terutama terlihat di kota-kota besar di Indonesia, dan jika dikonsumsi secara tidak rasional akan menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan menimbulkan status gizi berlebih. 4. Faktor lingkunganAnak sekolah sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan. Kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar, atau menyantap jajanan. Lebih jauh lagi kebiasaan ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan terutama iklan di televisi. Teman sebaya berpengaruh besar pada anak sekolah atau remaja dalam hal memilih jenis makanan.5. Aktivitas fisikSebagian besar energi masuk melalui makanan pada anak remaja dan orang dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan banyak energi tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-orang yang kurang melakukan aktivitas cenderung menjadi gemuk. Aktivitas fisik berkonstribusi terhadap kejadian obesitas terutama kebiasaan duduk terus-menerus, menonton televisi, penggunaan komputer, dan alat-alat berteknologi tinggi lainnya.6. Kebiasaan makanOrang yang banyak makan akan memiliki gejala cenderung untuk menderita kegemukan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang serat merupakan faktor penunjang timbulnya masalah kegemukan (Salam, 1989).7. Faktor psikologisMenurut Dariyo (2004), keadaan psikologis yang dapat menyebabkan status gizi berlebih adalah ketidakstabilan emosional yang menyebabkan individu cenderung untuk melakukan pelarian diri dengan cara banyak makan makanan yang mengandung kalori atau kolesterol tinggi.

8. Faktor budayaKebiasaan makan keluarga dan susunan hidangan merupakan salah satu manifestasi kebudayaan keluarga yang disebut life style (gaya hidup). Faktor-faktor yang merupakan asupan (input) bagi terbentuknya suatu life style keluarga ialah : penghasilan, pendidikan, lingkungan kota atau desa, susunan keluarga, pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan, pendapat tentang kesehatan, pengetahuan gizi, produksi pangan. Tingkat obesitas (status gizi lebih) sangat erat hubungan nya dengan proses modernisasi (akulturasi) dan meningkatnya kemakmuran bagi sekelompok masyarakat. Pola hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) dan pola makan yang mengkonsumsi makanan siap saji (fast food)telah menjadi secular trend bagi masyarakat kita terutama di kota-kota besar.9. Faktor genetikMenurut Whitney dkk, (1990) dan Hegarthy (1996) genetik memegang peranan penting dalam mempengaruhi berat dan komposisi tubuh seseorang.2.5.2 Cara Penilaian Status GiziPenilaian status gizi merupakan cara yang dilakukan untuk menilai status gizi seseorang. Pada anak, untuk mengetahui pertumbuhannya secara praktis bisa dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak secara teratur. Cara penilaian status gizi dapat ditentukan dengan cara penilaian langsung, meliputi : antropometri, biokimia, klinis dan biofisik atau secara tidak langsung meliputi survey konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi (Yuniastuti, 2008).Penilaian status gizi (Yuniastuti, 2008)1. Analisis dietUntuk menilai kualitatif dan kuantitatif makanan dengan metode wawancara atau pencatatan makanan sehari-hari. Dari analisis diet dapat diketahui masalah-masalah yang timbul seperti kesulitan makan, kebiasaan makan, alergi makanan. Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah metode recall 24 jam, food records, dan weighting method. Secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan maupun cara memperoleh pangan. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah food frequency questionaire dan dietary history.

2. Pemeriksaan klinisa. Gizi kurang : Kelainan fisik tidak jelas, anak hanya tampak kurusb. Gizi buruk : Marasmus, KwashiorkorMarasmus : Tampak sangat kurus, wajah seperti orangtua, cengeng, perut umumnya cekung, dan kulit keriput seperti baggy pants (pakai celana longgar).Kwashiorkor : Edema, wajah nampak membulat, pandangan mata sayu, rambut tipis serta kemerahan seperti warna rambut jagung, pembesaran hati, otot mengecil, dan perubahan status mental.

3. AntropometriAntropometri adalah pengukuran berbagai dimensi fisik tubuh manusia pada berbagai usia. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Di Indonesia pengukuran antropometri banyak digunakan dalam kegiatan program maupun dalam penelitian salah satu adalah berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).Secara umum pengukuran antropometri memiliki kelebihan sebagai berikut :1. Penggunaannya sederhana, aman, dan tidak mencederai, dan dapat untuk ukuran sampel yang besar.2. Peralatan yang digunakan tidak mahal, portable, tahan lama, dan dapat dibuat atau dibeli secara lokal.3. Dapat dilakukan oleh petugas yang relatif tidak ahli sehingga petugas lapangan yang dilatih dengan baik dapat melaksanakan dengan teliti.4. Dapat diperoleh informasi tentang riwayat gizi masa lampau, sesuatu yang tidak dapat dilakukan dengan cara lain.5. Dapat digunakan untuk melakukan pemantauan status gizi dari waktu ke waktu, atau dari satu generasi ke generasi ke generasi berikutnya.6. Dapat digunakan untuk melakukan screening test dalam rangka mengidentifikasi individu yang beresiko terhadap malnutrisi.Pengukuran antropometri juga memiliki kelemahan, antara lain :1. Kurang sensitif apabila dibandingkan dengan cara lain.2. Dapat mendeteksi gangguan status gizi yang terjadi dalam periode waktu singkat, tetapi tidak dapat mengidentifikasi defisiensi zat gizi khusus.3. Tidak dapat membedakan gangguan pertumbuhan atau komposisi tubuh yang disebabkan oleh defisiensi tertentu (misanya Zn) dengan defisiensi yang disebabkan oleh gangguan intake energi dan protein.4. Faktor-faktor non gizi (penyakit genetik) dapat mengurangi spesifisitas dan sensitivitas pengukuran antropometri, tetapi efek ini dapat dihilangkan atau dipertimbangkan melalui desain percobaan dan sampling yang lebih baik.Pengukuran status gizi pada balita dan anak dapat dilakukan menggunakan indeks antropometri sebagai berikut:1. Indeks berat badan menurut umur (BB/U)2. Indeks berat badan menurut panjang atau tinggi badan ( BB/TB)3. Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)4. Indeks gabungan (BB/U ; TB/U ; BB/TB)5. Indeks lingkar lengan atas (LILA)6. Indeks lingkar kepala menurut umur (LK/U)7. Tebal lipatan lemak dibawah kulit (TLBK)Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri menurut NCHS-WHO dalam skor simpangan baku (standart deviation score = Z score) dengan rumus : Z-score = NIS NMBR NSBRKeterangan :NIS = Nilai Individu Subjek ( hasil pengukuran ) NMBR = Nilai Median Baku Rujukan NSBR = Nilai Simpangan Baku Rujukan

Tabel 2.3 Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standar Baku Antropometeri WHO-NCHSNoIndeks yang dipakaiBatas PengelompokanSebutan Status Gizi

1BB/U < -3 SDGizi buruk

- 3 s/d +2 SDGizi lebih

< -3 SDSangat Pendek

- 3 s/d +2 SDTinggi

3BB/TB < -3 SDSangat Kurus (gizi buruk)

- 3 s/d +2 SDGemuk

Sumber : Depkes RI 2004.Tabel 2.4 Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB Standar Baku Antropometeri WHO-NCHS)NoIndeks yang digunakan Interpretasi

BB/U TB/UBB/TB

1RendahRendahNormal Normal, dulu kurang gizi

RendahTinggiRendah Sekarang kurang ++

RendahNormalRendah Sekarang kurang +

2NormalNormalNormal Normal

NormalTinggiRendah Sekarang kurang

NormalRendahTinggi Sekarang lebih, dulu kurang

3TinggiTinggiNormal Tinggi, normal

TinggiRendahTinggi Obesitas

TinggiNormalTinggi Sekarang lebih, belum obesitas

Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI 2004.Dalam penilaian status gizi melalui pengukuran antropometri bisa juga menggunakan persen (%) untuk menilai status gizi kurang, baik, atau lebih.Kategori status gizi beradasarkan antropometri :a. Berat badanBB/U dibandingkan pada buku yang diacu , dalam % :

80-120%: gizi baik 60-80%: gizi kurang (tanpa edema), buruk (ada edema) 120%: obesitas

BAB 3KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Status gizi anak usia 7-12 tahunMalnutrisi beratMalnutrisi sedangMalnutrisi ringanNormalOverweightObesitasBerdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Makan malam bersama keluarga m

Tidur malam

Kuantitas menonton televisi

3.2 Variabel dan definisi operasional Pendidikan orangtua adalah tingkat pendidikan formal terakhir ayah maupun ibu yang pernah diikuti dan diselesaikan sampai memperoleh ijazah.Cara ukur: wawancaraAlat ukur: kuesionerSkala pengukuran: ordinalKategori: Dasar: SD SMP Lanjut: SMA Perguruan Tinggi Pekerjaan orangtua adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari ayah maupun ibuCara ukur: wawancaraAlat ukur: kuesionerSkala pengukuran: ordinalKategori: 1. Bekerja: diberi nilai 1 2. Tidak bekerja: diberi nilai 2 Pendapatan orangtua adalah jumlah pendapatan total keluarga selama satu bulan dalam satuan rupiah berdasarkan pendapatan regional wilayah Bengkulu Selatan .Cara ukur: wawancaraAlat ukur: kuesionerSkala pengukuran: ordinalKategori: < 1.000.000: diberi nilai 1 > 1.000.000 : diberi nilai 2 Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun Makan adalah memasukkan makanan pokok (nasi) ke dalam mulut serta mengunyah dan menelannya. Makan bersama keluarga adalah makan bersama satu atau dua anggota keluarga (ayah, ibu, kakak, abang, atau adik). Makan malam bersama keluarga rutin bila dilakukan 6 kali atau 7 kali perminggu.Cara ukur : wawancaraAlat ukur : kuesionerSkala pengukuran : ordinalKategori : rutin: 6 atau 7 kali tidak rutin: < 6 kali Makan pagi bersama keluarga adalah makan pada pagi hari bersama anggota keluarga meliputi ayah, ibu, adik, kakak. Kategori: Selalu: diberi nilai 3 Kadang-kadang: diberi nilai 2 Jarang: diberi nilai 1 Makan malam bersama keluarga adalah makan pada malam hari bersama anggota keluarga meliputi ayah, ibu, adik, kakak. Kategori: Selalu: diberi nilai 3 Kadang-kadang: diberi nilai 2 Jarang: diberi nilai 1 Tidur adalah periode alamiah kesadaran yang terjadi ketika tubuh direstorasi (diperbaiki) yang dicirikan oleh rendahnya kesadaran dan keadaan metabolisme tubuh yang minimal. Pola tidur adalah kuantitas dan kualitas tidur seseorang. Kualitas tidur dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Untuk melihat pola tidur anak digunakan CSHQ (Childrens Sleep Habits Questionnaire) Kategori: Selalu: diberikan nilai 3 Kadang-kadang: diberikan nilai 2 Jarang: diberikan nilai 1 Tidur yang cukup adalah jumlah atau kuantitas tidur pada malam hari yang normal menurut usia. Cara ukur: wawancaraAlat ukur: kuesionerSkala pengukurannya: ordinalKategori: 9,5 sampai 10 jam : cukup < 9,5 jam : tidak cukup Menonton televisi adalah melihat sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar. Cara Ukur: wawancaraAlat ukur: kuesionerSkala pengukuran: ordinalKategori: Selalu: diberi nilai 1 Kadang-kadang: diberi nilai 2 Jarang: diberi nilai 3 Kuantitas menonton televisi adalah waktu yang digunakan oleh anak untuk menonton televisi.Cara ukur: wawancaraAlat ukur: kuesionerSkala pengukurannya: ordinalKategori: < 2 jam perhari: baik > 2 jam perhari: buruk Status gizi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tentang gizi seseorang. Dapat diukur dengan alat timbangan badan untuk berat badan dan meteran untuk tinggi badan kemudian disesuaikan dengan indeks antropometri (BB/TB) berdasarkan standar WHO-NCHS 2000.Berat badan : berat badan yang diukur dengan timbangan dalam kilogram(kg)Tinggi badan : tinggi badan yang diukur dengan meteran dalam sentimeter(cm)BB menurut TB (BB/TB) : lebih akurat mencerminkan proporsi tubuh (CDC-NCHS 2000)BB/TB% = BB terukur saat itu dibagi BB baku dari pengukuran TB saat itu x100%Kategori : 1. 120%: obesitas

3.3 HipotesaHo: tidak adanya hubungan antara rutinitas anak meliputi makan malam bersama keluarga, tidur malam, dan kuantitas menonton televisi terhadap status gizi pada anak usia 7-12 tahun.Ha: ada hubungan antara rutinitas anak meliputi makan malam bersama keluarga, tidur malam, dan kuantitas menonton televisi terhadap status gizi pada anak usia 7-12 tahun.

BAB 4METODE PENELITIAN

4.1Jenis PenelitianDalam penelitian ini digunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian analitik ini diharapkan dapat mencari hubungan antar variabel yaitu untuk menilai hubungan antara rutinititas anak yaitu makan malam bersama keluarga, tidur yang cukup, dan kuantitas menonton televisi terhadap status gizi pada anak usia Sekolah Dasar. Pengambilan data dengan pendekatan cross sectional yaitu pengambilan data dilakukan pada suatu saat (point time approach). Pengukuran pada subjek penelitian hanya sekali saja (Notoatmodjo, 2005). 4.2 Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan dengan pertimbangan bahwa di sekolah tersebut masih banyak dijumpai masalah gizi pada anak baik itu status gizi kurang maupun gizi lebih dan belum ada dilakukan penelitian sebelumnya.Penelitian ini akan dilakukan selama 2 minggu, yaitu dimulai pada awal agustus sampai pertengahan agustus.

4.3 Populasi dan SampelPopulasi target adalah semua anak dengan usia 7 sampai 12 tahun. Populasi terjangkau adalah populasi target yang berusia 7 12 tahun SDN 20 Manna Bengkulu Selatan.Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Responden adalah orangtua murid yang akan dijadikan sampel.Pengambilan sampel dengan populasi terbatas dilakukan dengan menggunakan rumus (Wahyuni, 2008):

N= besar sampelZ1-/2= nilai distribusi normal baku pada tertentu.Sesuai derajat kemaknaan 95%, yaitu 1,96p= harga proporsi di populasiBila proporsi sebelumnya tidak diketahui, maka dipergunakan p=0,5 (Sastroasmoro, 2008)d= kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir, yaitu 0,1N= jumlah populasiSetelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus di atas dengan perkiraan jumlah populasi 352 didapatkan hasilnya 76 , maka jumlah sampel sebesar 76 anak. Kemudian ditambah sampel sebanyak 10%, sehingga sampel seluruhnya menjadi 84 sampel.Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling yaitu semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2008).Kriteria inklusi: Anak yang berusia 7-12 tahun dalam keadaan sehat Anak yang mendapat persetujuan dari orangtua Anak yang tinggal satu rumah dengan orangtuanyaKriteria ekslusi: Anak yang menolak diteliti Anak yang sedang mengalami sakit

4.4 Teknik Pengumpulan DataDalam penelitian ini cara pengumpulan data menggunakan cara wawancara yaitu melakukan pengumpulan data 1. Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Data primer yang diperoleh yaitu :a. Penilaian status gizi anak melalui pemeriksaan antropometri meliputi penimbangan berat badan (kg) dan pengukuran tinggi badan (cm) kemudian disesuaikan berdasarkan grafik indeks BB/TB standar CDC-NCHS 2000 .b. Informasi rutinitas anak dirumah yang di peroleh dengan memberikan kuesioner kepada responden dimana yang menjadi respondennya adalah orangtuanya. Pengisian kuesioner dilakukan saat itu juga ketika peneliti melakukan kunjungan, agar didapat respons rate yang tinggi. Kuesioner akan dijelaskan secara menyeluruh sampai benar-benar dimengerti dan dapat diisi secara benar oleh responden.2. Data sekunder Data diperoleh dari Sekolah Dasar Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan antara lain data jumlah siswa, nama-nama siswa,umur siswa, dan alamat orangtua.

4.5 Teknik Pelaksanaan Penelitian Setelah mendapat izin dari Komite Etik Penelitian FK USU serta kepala sekolah SD Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan dikumpulkan anak usia 7 sampai 12 tahun. Semua peserta dicatat identitasnya yaitu nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi, dan nama orangtua/wali.. Diberikan lembar penjelasan dan lembar persetujuan penelitian untuk diisi oleh orangtua masing-masing murid. Setelah lembar persetujuan diisi oleh orangtua, anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan ke dalam sampel penelitian. Dilakukan pemeriksaan antropometri, anak yang menjadi sampel akan diukur berat badan dan tinggi badannya. Setelah mendapat hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan anak, kemudian dilakukan penilaian status gizinya berdasarkan grafik indeks BB/TB standar CDC-NCHS 2000 . Diberikan kuesioner yang akan diisi oleh orangtua yang sebelumnya telah dijelaskan oleh peneliti cara pengisian kuesioner, dilihat rutinitas anak sehari-hari di rumah meliputi frekuensi makan malam bersama keluarga, lama tidur malam, dan lamanya menonton televisi.

4.6 Pengolahan dan Analisa DataData dari setiap responden akan dimasukkan ke dalam komputer oleh peneliti. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas yaitu makan bersama keluarga, tidur yang cukup, kuantitas menonton televisi terhadap status gizi dipakai analisis Chi Square atau uji Kai-Kuadrat (Uji x2). Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 17,0.

BAB 5HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1Hasil Penelitian5.1.1Deskripsi lokasi penelitian Sekolah Dasar Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan merupakan salah satu Sekolah Dasar Negeri yang berdiri sejak tahun 1983 dan berlokasi di Jalan Kapten Saleh, Kelurahan Padang Kapuk, Kecamatan Kota Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu, Indonesia. Saat ini telah melakukan banyak pembenahan dari seluruh komponen yang ada, baik peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaksana seluruh kegiatan yang ada di SDN 20, maupun pembangunan sarana dan prasarana dalam upaya mendukung proses belajar mengajar yang dilakukan secara berkesinambungan.SDN 20 Manna Bengkulu Selatan memiliki ruang belajar sebanyak 13 lokal, 1 ruang guru, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang laboratorium komputer ,dan 3 kantin. SDN 20 Manna Bengkulu Selatan dipegang oleh Takril, S.Pd sebagai kepala sekolah serta dibantu 25 orang guru ( 4 pria dan 21 wanita).5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden 5.1.2.1 Jenis kelamin Responden Gambaran penyebaran responden penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin RespondenJenis KelaminFrekuensiPersentase (%)

Laki-laki Perempuan9811090

Total90100

Dari tabel yang disajikan di atas terlihat perempuan lebih banyak daripada laki-laki yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Jenis kelamin perempuan mencapai 81 orang (90%) dan laki-laki hanya 9 orang (10%).5.1.2.2 Umur RespondenGambaran penyebaran responden penelitian berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.2 Distribusi Umur RespondenUmur (tahun)FrekuensiPersentase (%)

28-3088,9

31-3536-4041-4546-50272227630,024,430,06,7

Total90100

Dari tabel yang disajikan di atas dapat diketahui bahwa kelompok umur responden (orang tua) terbanyak adalah pada usia antara 31-35 tahun dan 41-45 tahun yaitu masing-masing sebanyak 27 orang (30 %), sedangkan yang paling sedikit terdapat pada usia 46-50 tahun yaitu sebanyak 6 orang (6,7 %).5.1.2.3 Pendidikan RespondenGambaran penyebaran responden penelitian berdasarkan pendidikan responden (orangtua) dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5.3 Distribusi Pendidikan RespondenPendidikanFrekuensiPersentase (%)

Dasar (SD-SMP)3437,8

Lanjut (SMA-PT)5662,2

Total90100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kelompok pendidikan responden (orang tua) mayoritas adalah pendidikan lanjut ( SMA sampai Perguruan Tinggi) yaitu sebanyak 56 orang (62,2 %), dan minoritas adalah pendidikan dasar (SD sampai SMP) yaitu sebanyak 34 orang (37,8 %).5.1.2.4 Pekerjaan Responden Gambaran penyebaran responden penelitian berdasarkan pekerjaan orang tua (responden) dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 5.4 Distribusi Pekerjaan RespondenPekerjaanFrekuensiPersentase (%)

Tidak bekerja/IRT5460

Bekerja3640

Total90100

*IRT: Ibu Rumah TanggaBerdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerjaan responden (orang tua) mayoritas adalah ibu rumah tangga (tidak bekerja) yaitu sebanyak 54 orang (60 %) dan minoritas adalah sebagai pekerja sebanyak 36 orang (40 %).5.1.2.5 Pendapatan RespondenGambaran penyebaran responden penelitian berdasarkan pendapatan orang tua per bulan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 5.5 Distribusi Pendapatan RespondenPendapatan per bulanFrekuensiPersentase (%)

< 1.000.0004651,1

> 1000.0004448,9

Total90100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas pendapatan responden (orang tua) per bulan adalah < 1.000.000 yaitu sebanyak 46 orang ( 51,1 %).

5.1.3Gambaran Umum Anak SDGambaran penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 5.6 Distribusi murid berdasarkan jenis kelaminJenis KelaminFrekuensiPersentase (%)

Laki-lakiPerempuan444648,951,1

Total90100

Dari tabel yang disajikan di atas terlihat mayoritas jenis kelamin subjek penelitian yaitu perempuan sebanyak 46 orang ( 51,1 %), dan laki-laki yaitu sebanyak 44 orang ( 48,9 %).Gambaran penyebaran subjek penelitian berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini :Tabel 5.7 Distribusi Murid Berdasarkan UmurUmur (tahun)FrekuensiPersentase (%)

89101112425361964,427,840,021,26,7

Total90100

Dari tabel yang disajikan di atas dapat diketahui bahwa subjek penelitian terbanyak pada murid usia 10 tahun yaitu sebanyak 36 anak (40 %) dan yang paling sedikit pada murid usia 8 tahun yaitu sebanyak 4 anak (4,4 %).5.1.4Distribusi Gambaran rutinitas sehari-hari anak SDGambaran rutinitas anak sehari-hari di rumah dapat di lihat pada tabel di bawah ini :Tabel 5.8 Gambaran Rutinitas Anak Sehari-hari Rutinitas Frekuensi Persentase (%)

1. Makan malam bersama keluargaa. Rutinb. Tidak rutin2. Tidur malama. Cukupb. Tidak cukup3. Kuantitas menonton TVa. < 2 jam/harib. > 2 jam/hari873

7119

612996,73,3

78,921,1

67,832,2

Dari tabel yang disajikan di atas dapat diketahui ada 87 anak (96,7 %) .yang makan malam bersama keluarga secara rutin setiap malam. Untuk jumlah tidur pada malam hari, mayoritas anak jumlah tidur malamnya cukup yaitu sebanyak 71 anak (78,9%). Sedangkan dalam kuantitas menonton TV, mayoritas dalam sehari mereka menghabiskan waktu < 2 jam perhari yaitu sebanyak 61 anak (67,8%).5.1.5 Gambaran Status giziGambaran status gizi anak dapat dilihat pada tabel di bawah ini :Tabel 5.9 Gambaran Status Gizi AnakStatus GiziFrekuensiPersentase (%)

Malnutrisi beratMalnutrisi sedangMalnutrisi ringanNormalOverweightObesitas--126486--13,371,18,96,7

Total90100

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata anak SD mayoritas berstatus gizi normal yaitu sebanyak 64 orang (71,1 %) dan tidak di jumpai anak yang berstatus gizi malnutrisi sedang dan malnutrisi ringan.5.1.6 Tabulasi Silang Status Gizi dengan Pendidikan RespondenTabulasi silang status gizi dengan pendidikan responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini :Tabel 5.10 Tabulasi Silang Status Gizi dengan Pendidikan RespondenStatus giziPendidikan RespondenTotal

DasarLanjut

n%n%N%

Malnutrisi ringan55,677,81213,3

Normal27303741,16471,1

Overweight11,177,888,9

Obesitas11,155,666,7

Total3437,85662,290100

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan dari 56 responden/orangtua (62,2%) yang berpendidikan lanjut terdapat 37 anak (41,1%) yang berstatus gizi normal, masing-masing 7 anak (7,8%) yang berstatus gizi malnutrisi ringan dan overweight, dan 5 anak (5,6%) yang berstatus gizi obesitas. Sedangkan untuk responden/orangtua yang berpendidikan dasar sebanyak 34 orang (37,8%) terdapat 27 anak (30%) yang berstatus gizi normal, 5 anak (5,6%) yang berstatus gizi manutrisi ringan, dan masing-masing ada 1 anak ( 1,1%) yang berstatus gizi overweight dan obesitas Hal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan yang mencolok antara orangtua yang berpendidikan dasar maupun berpendidikan lanjut yang mempengaruhi status gizi anak.5.1.7 Tabulasi silang Status Gizi dengan Pekerjaan RespondenTabulasi silang status gizi dengan pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini :Tabel 5.11 Tabulasi Silang Status Gizi dengan Pekerjaan respondenStatus giziPekerjaan RespondenTotal

Tidak Bekerja/IRTBekerja

n%N%n%

Malnutrisi ringan91033,31213,3

Normal3538,92932,26471,1

Overweight77,811,188,9

Obesitas33,333,366,7

Total5460364090100

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan dari 36 responden (orangtua) yang bekerja terdapat 29 anak (32,2%) yang berstatus gizi normal, masing-masing 3 anak (3,3%) yang berstatus gizi malnutrisi ringan dan obesitas, dan 1 anak (1,1%) yang berstatus gizi overweight. Sedangkan untuk responden (orangtua) yang tidak bekerja sebanyak 54 orang (60%) terdapat 35 anak (60%) yang berstatus gizi normal, 9 anak (10%) yang berstatus gizi malnutrisi ringan, 7 anak (7,8%) yang berstatus gizi overweight, dan 3 anak (3,3%) yang berstatus gizi obesitas. Hal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan yang mencolok antara orangtua (responden) yang bekerja maupun tidak bekerja yang mempengaruhi status gizi anak.5.1.8 Tabulasi Silang Status Gizi dengan Pendapatan KeluargaTabulasi silang status gizi dengan pendapatan keluarga dapat dilihat pada tabel di bawah ini :Tabel 5.12 Tabulasi Silang Status Gizi dengan Pendapatan keluargaStatus giziPendapatan KeluargaTotal

< 1.000.000> 1.000.000

N%N%n%

Malnutrisi ringan77,855,61213,3

Normal3336,73134,46471,1

Overweight44,444,488,9

Obesitas22,244,466,7

Total4651,14448,990100

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan dari 44 orang (48,9%) responden yang memiliki pendapatan keluarga > 1.000.000 terdapat 31 anak (34,4%) yang berstatus gizi normal, 5 anak (5,6%) yang berstatus gizi malnutrisi ringan, dan masing-masing 4 anak (4,4%) yang berstatus gizi overweight dan obesitas. Sedangkan untuk responden yang memiliki pendapatan keluarga < 1.000.000 sebanyak 46 orang (51,1%) terdapat 33 anak (36,7%) yang berstatus gizi normal, 7 anak (7,8%) yang berstatus gizi malnutrisi ringan, 4 anak (4,4%) yang berstatus gizi overweight dan 2 anak (2,2%) yang berstatus gizi obesitas. Hal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan yang mencolok antara pendapatan keluarga > 1.000.000 maupun < 1.000.000 yang mempengaruhi status gizi anak.5.1.9 Hubungan Status Gizi dengan Rutinitas Makan Malam BersamaKeluargaHubungan status gizi dengan frekuensi makan malam bersama keluarga dapat dilihat pada tabel di bawah ini :Tabel 5.13 Hubungan Status Gizi dengan Rutinitas Makan Malam Bersama KeluargaStatus giziMakan malam bersama keluarga TotalP

RutinTidak rutinChi squareUji Fisher

n%n%n%

0,738

1

Malnutrisi ringan1213,3--123,3

Normal6167,833,36471,1

Overweight88,9--88,9

Obesitas66,7--66,7

Total8796,733,390100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 87 anak yang makan malam bersama keluarga secara rutin terdapat 61 anak (67,8%) yang berstatus gizi normal, 12 anak (13,3%) yang berstatus gizi malnutrisi ringan, 8 anak (8,9%) yang berstatus gizi overweight, dan 6 anak (6,7%) yang berstatus gizi obesitas. Sedangkan yang makan malam bersama keluarga secara tidak rutin yaitu terdapat 3 anak (3,3%) yang berstatus gizi normal.Untuk menilai ada tidaknya hubungan dipakai uji Chi-Square, nilai yang dipakai adalah nilai pada Pearson Chi-Square. Nilai significancy yang didapat adalah 0,738. Tetapi dari hasil analisis Chi- Square ternyata data tidak memenuhi syarat yaitu didapatkan jumlah subjek antara 20-40 dengan nilai expected ada yang < 5, sehingga perlu dilakukan uji mutlak Fisher. Dari uji mutlak Fisher didapat nilai P adalah 1, berarti > 0,05 yang menunjukkan tidak ada hubungan antara makan malam bersama keluarga terhadap status gizi anak.5.1.10Hubungan Status Gizi dengan Tidur Malam Hubungan status gizi dengan tidur malam dapat dilihat pada tabel di bawah ini :Tabel 5.14 Hubungan Status Gizi dengan Tidur MalamStatus giziTidur malamTotalP

CukupTidak cukupChi SquareUji Fisher

N%n%n% 0,001

0,001

Malnutrisi ringan1112,211,1123,3

Normal5864,466,76471,1

Overweight22,266,788,9

Obesitas--66,766,7

Total7178,91921,190100

*P : Nilai Significancy Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 71 anak yang dikategorikan tidur malam cukup terdapat 58 anak (64,4%) yang berstatus gizi normal , 11 anak (12,2%) yang berstatus gizi malnutrisi ringan, dan ada 2 anak (2,2%) yang berstatus gizi obesitas. Sedangkan 19 anak yang dikategorikan tidur malam yang tidak cukup masing-masing ada 6 anak (6,7%) berstatus gizi normal, overweight, dan obesitas serta ada 1 anak (1,1%) yang berstatus gizi malnutrisi ringan.Untuk menilai ada tidaknya hubungan dipakai uji Chi-Square dengan menggunakan nilai Pearson Chi-Square. Nilai significancy yang didapat adalah 0,001. Tetapi dari hasil analisis Chi- Square ternyata data tidak memenuhi syarat yaitu didapatkan jumlah subjek antara 20-40 dengan nilai expected ada yang < 5, sehingga perlu dilakukan uji mutlak Fisher. Dari uji mutlak Fisher didapat nilai P adalah 0,001 , berarti P < 0,05 yang menunjukkan adanya hubungan antara tidur malam terhadap status gizi anak.5.1.11 Hubungan Status Gizi dengan Kuantitas Menonton TelevisiHubungan status gizi dengan kuantitas menonton televisi dapat di lihat pada tabel di bawah ini :Tabel 5.15 Hubungan Status Gizi dengan Kuantitas Menonton televisiStatus giziKuantitas menonton televisiTotalP

< 2 jam/hari> 2 jam/hariChi SquareUji Fisher

N%n%n%

Malnutrisi ringan1213,3--123,3

0,001

0,001

Normal4752,21718,96471,1

Overweight22,266,788,9

Obesitas--66,766,7

Total6167,82932,290100

*P: Nilai SignificancyBerdasarkan tabel di atas dapat diketahui ada 61 anak menonton televisi < 2 jam/hari yang terdiri dari 47 anak (52,2%) yang berstatus gizi normal, 12 anak (13,3%) yang berstatus gizi malnutrisi ringan, dan 2 anak (2,2%) yang berstatus gizi overweight. Sedangkan 29 anak yang menonton televisi > 2jam/hari terdapat 17 anak (18,9%) berstatus gizi normal dan terdapat masing-masing 6 anak (6,7%) yang berstatus gizi overweight dan obesitas.Untuk menilai ada tidaknya hubungan dipakai uji Chi-Square, nilai yang dipakai adalah nilai pada Pearson Chi-Square. Nilai significancy yang didapat adalah 0,001. Tetapi dari hasil analisis Chi- Square ternyata data tidak memenuhi syarat yaitu didapatkan jumlah subjek antara 20-40 dengan nilai expected ada yang < 5, sehingga perlu dilakukan uji mutlak Fisher. Dari uji mutlak Fisher didapat nilai P adalah 0,001 , berarti P < 0,05 yang menunjukkan adanya hubungan antara kuantitas menonton televisi terhadap status gizi anak.5.2 Pembahasan5.2.1 Karakteristik Responden Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi anak yaitu kebiasaan makan, aktivitas fisik, tingkat sosial ekonomi keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan orangtua, faktor lingkungan, faktor genetik, dan faktor budaya. Menurut Hidayati, dkk (2006) peningkatan pendapatan keluarga mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Peningkatan kemakmuran di masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendidikan orangtua dapat mengubah gaya hidup dan pola makan tradisional ke pola makan makanan cepat saji dan pratis yang bisa menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang. Pola makan praktis dan siap saji terutama terlihat di kota-kota besar di Indonesia. Dari hasil penelitian, didapatkan dari 64 anak (71,1%) yang berstatus gizi normal terdapat 37 anak (41,1%) yang memiliki orangtua yang berpendidikan terakhir pendidikan lanjut dan 27 anak (30%) yang memiliki orangtua yang berpendidikan terakhir pendidikan dasar. Hal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan yang mencolok antara pendidikan orangtua yang memiliki pendidikan dasar maupun pendidikan lanjut yang mempengaruhi status gizi anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nelly (2008) di Medan yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan orangtua terhadap status gizi anak. Dari penelitian yang dilakukan, ibu yang memiliki pendidikan dasar maupun pendidikan lanjut tidak terlalu memperhatikan status gizi anak nya, mereka beranggapan kalau anaknya sehat berarti anaknya memiliki status gizi yang baik. Pendapatan keluarga juga tidak memiliki perbedaan yang mencolok antara pendapatan keluarga > 1.000.000 maupun < 1.000.000 yang mempengaruhi status gizi anak. Sejalan dengan hasil penelitian Nelly (2008) di Medan yang menunjukkan tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga terhadap status gizi anak. Pada penelitin ini terlihat bahwa anak yang memiliki orangtua dengan pendapatan > 1.000.000 terbanyak pada anak yang bergizi normal sebanyak 31 anak (34,4%) tetapi tidak memiliki perbedaan persentase yang bermakna terhadap anak yang memiliki pendapatan orangtua < 1.000.000 yaitu sebanyak 33 anak (36,7%). Menurut penelititan yang dilakukan jerome di Amerika Utara disimpulkan bahwa pendapatan keluarga bukan faktor penentu terhadap perilaku makan, tetapi merupakan faktor gabungan antara pendapatan dan gaya hidup yang bisa memberikan andil terhadap perubahan perilaku makan suatu kelompok yang kebudayaannya cenderung berubah. Dari hasil penelitian, didapatkan dari 64 anak yang berstatus gizi normal terdapat 35 anak (38,9%) yang memiliki orangtua yang tidak bekerja di luar rumah atau sebagai ibu rumah tangga dan ada 29 anak (32,2%) yang memiliki orangtua atau ibu yang bekerja di luar rumah. Hal tersebut menunjukkan tidak ditemukan perbedaan antara orangtua yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga maupun orangtua yang tidak bekerja mempengaruhi status gizi anak. Dari penelitian, hal ini terjadi karena ibu yang tidak bekerja dan hanya di rumah bisa memperhatikan keadaan status gizi anak melalui lebih memperhatikan pola makan dan rutinitas anak yang lain. Sedangkan untuk orangtua atau ibu yang bekerja di luar rumah lebih sibuk sehingga kurang memperhatikan status gizi anak.

5.2.2 Rutinitas AnakSubjek penelitian ini adalah anak Sekolah Dasar Negeri 20 Manna Bengkulu Selatan usia 7-12 tahun sebanyak 90 anak. Dari hasil penelitian dapat diketahui rutinitas anak usia 7-12 tahun meliputi makan malam bersama keluarga, tidur, dan menonton televisi dilakukan setiap hari di rumah. Didapatkan bahwa dari 90 orang yang menjadi subjek penelitian ada 87 anak (96,7%) yang makan malam bersama keluarga secara rutin dan hanya 3 anak (3,3%) yang tidak secara rutin makan malam bersama keluarga. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan sebagian besar responden (orangtua) pada saat makan malam bisa berkumpul bersama anggota keluarga. Saat makan malam bisa terjadi saling berbagi cerita dan pengalaman serta bisa interaksi antar anggota keluarga. Sedangkan untuk tidur pada malam hari, umumnya anak tidur pada jam 08.30 atau jam 09.00 sampai jam 06.00 pagi (sekitar 9 sampai 9,5 jam setiap malam). Dari 90 anak yang menjadi subjek penelitian, ada 71 anak (78,9 %) yang tidur malam selama 9-10 jam dan ada 19 anak (21,1%) yang tidur malam nya di kategorikan tidak cukup. Biasanya pada malam hari, anak-anak belajar selama 1 jam, ada beberapa anak yang menonton televisi, setelah itu mereka tidur. Berdasarkan teori bahwa tidur malam yang cukup untuk anak usia 10 tahun adalah sekitar 9,5 sampai 10 jam tiap malamnya (Rudolph, 2006). Tidur malam yang cukup dibutuhkan anak untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dari penelitian yang dilakukan, anak yang tidur malamnya tidak cukup terjadi pada anak yang suka menghabiskan waktu untuk menonton televisi sampai larut malam sehingga waktu tidur malamnya berkurang. Oleh karena itu, peran orangtua sangat penting untuk memperhatikan aktivitas yang dilakukan anak seperti membatasi waktu menonton televisi pada anak. Sedangkan untuk aktivitas menonton TV dalam sehari,dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar anak menghabiskan waktu 2 jam/hari. Itu dikarenakan kebanyakan anak-anak setelah pulang sekolah, mereka banyak bermain di luar rumah dengan teman sebayanya, ada yang melakukan kegiatan ekstrakulikuler sekolah, tetapi ada juga beberapa anak yang hanya di rumah menonton televisi atau bermain game.5.2.3 Hubungan Antara Status Gizi dengan Rutinitas AnakDari hasil analisis data penelitian menggunakan analisis Chi square dan Uji mutlak Fisher bahwa terdapat hubungan antara tidur malam, dan kuantitas menonton televisi terhadap status gizi anak dengan nilai P < 0,05. Sedangkan untuk makan malam bersama keluarga dan status gizi tidak ditemukan hubungan yang signifikan (P > 0,05) . Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa dari 87 anak yang makan malam bersama keluarga secara rutin terdapat 61 anak (67,8%) yang berstatus gizi normal dan 6 anak (6,7%) yang berstatus gizi obesitas. Sedangkan 3 anak (3,3%) lainnya yang makan malam bersama keluarga secara tidak rutin terdapat pada anak yang berstatus gizi normal. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya setiap malam anak makan malam rutin bersama kedua orangtua ataupun anggota keluarga lain. Tidak ada hubungan antara makan malam bersama keluarga secara rutin pada anak yang berstatus gizi normal, malnutrisi, overweight, maupun obesitas. Makan malam bersama keluarga merupakan suatu rutinitas yang selalu dilakukan setiap malam. Pada banyak keluarga, makan malam bersama keluarga tidak secara langsung mempengaruhi keadaan status gizi anak seperti juga didapat dari penelitian Sarah et al (2005) di Amerika yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara makan malam bersama keluarga dengan status gizi anak. Walaupun ada juga penelitian yang mendapatkan hasil yang berbeda seperti penelitian yang dilakukan oleh Gillman et al (2000) menemukan pada makan malam keluarga banyak mengkonsumsi buah dan sayur, sedikit makanan yang berminyak dan soda, sedikit saturated and trans fat, rendah gula, dan banyak serat. Selain itu, pada penelitian Neumark-Sztainer et al (2000) juga menemukan hubungan positif antara frekuensi makan keluarga dengan asupan buah, sayuran, makanan tinggi kalsium, dan hubungan negatif dengan konsumsi soft drink. Perbedaan hasil penelitian tersebut dikarenakan pada penelitian yang saya lakukan tidak menilai makanan yang di konsumsi atau disajikan setiap makan malam sehingga tidak bisa menilai konsumsi gizi anak. Selain itu, makan malam bersama keluarga yang tidak rutin berhubungan dengan dengan makanan yang tinggi kalori dan sedikit gizi tersebut berhubungan dengan life style (gaya hidup) di kota-kota besar yang mengikuti modernisasi untuk memilih makanan cepat saji (fast food) sedangkan di tempat penelitian yang saya lakukan yaitu di daerah pedesaan tidak memiliki tempat yang menyajikan makanan cepat saji.Dari hasil penelitian, terdapat hubungan antara tidur malam yang cukup terhadap status gizi anak (P < 0,05). Dapat diketahui bahwa dari 71 orang yang dikategorikan tidur malam cukup terdapat 58 anak (64,4%) yang berstatus gizi normal dan 2 anak (2,2%) yang berstatus gizi obesitas. Sedangkan 19 anak yang dikategorikan tidur malam yang tidak cukup berstatus gizi normal, overweight, dan obesitas yaitu masing-masing ada 6 anak (6,7%) dan 1 anak (1,1%) yang berstatus gizi malnutrisi ringan. Anak yang memiliki waktu tidur malam yang tidak cukup, kebanyakan mereka menonton televisi sampai larut malam sehingga waktu tidurnya berkurang pada malam hari. Hasil tersebut sejalan dengan hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Touchette et al (2008) dan penelitian yang dilakukan oleh Sarah et al (2005) yang menunjukkan ada hubungan antara kejadian overweight/obesitas dengan tidur malam yang tidak cukup.Mekanisme fisiologisnya jumlah waktu tidur yang tidak cukup pada malam hari pada anak dapat menyebabkan perubahan siklus kadar ghrelin dan leptin yang berperan pada pengaturan nafsu makan (Lumeng et al, 2007). Penurunan jumlah waktu tidur pada malam hari dapat menurunkan sekresi leptin dan meningkatkan sekresi ghrelin selama 24 jam. Jumlah waktu tidur yang singkat ditunjukkan dengan perubahan metabolisme karbohidrat dan gangguan glucose intolerance yang bisa mempengaruhi berat badan anak.Dari hasil penelitian, terdapat hubungan antara kuantitas menonton televisi terhadap status gizi anak (P < 0,05). Dapat diketahui bahwa dari 61 anak yang menonton televisi < 2jam/hari terdapat 47 anak (52,2%) yang berstatus gizi normal dan 2 anak (2,2%) yang berstatus gizi overweight. Sedangkan 29 anak yang menonton televisi > 2 jam/hari terdapat 17 anak (18,9%) berstatus gizi normal dan terdapat masing-masing 6 anak (6,7%) yang berstatus gizi overweight dan obesitas. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Epstein et al (2008) dan penelitian yang dilakukan oleh Sarah et al (2005) yang menunjukkan efek mengurangi atau pembatasan menonton televisi pada anak kecil bisa mempengaruhi berat badan anak. Televisi bisa mempengaruhi kebiasaan makan anak dan menyebabkan anak menjadi kurang gerak (kurang aktivitas). Hal ini dikarenakan sangat intensifnya anak-anak berada di depan televisi. Menonton televisi tergolong ke dalam aktivitas ringan. Ini berarti tidak banyak energi yang terpakai, sementara itu konsumsi energi panganan meningkat terus sehingga terjadilah peningkatan berat badan.

BAB 6KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 90 sampel anak usia 7-12 tahun di SDN 20 Manna Bengkulu Selatan, didapatkan 64 anak (71,1%) yang berstatus gizi normal, 12 anak (13,3%) berstatus gizi malnutrisi ringan, 8 orang (8,9%) berstatus gizi overweight, 6 orang (6,7 %) berstatus gizi obesitas, dan tidak dijumpai anak yang berstatus gizi malnutrisi sedang maupun malnutrisi berat.2. Pada penelitian ini, didapatkan dari 90 sampel ada 87 anak (96,7%) yang makan malam bersama keluarga secara rutin setiap malam dan 3 anak (3,3%) yang makan malam bersama keluarga secara tidak rutin.3. Pada penelitian ini, didapatkan dari 90 sampel ada 71 anak (78,9%) yang tidur malamnya cukup ( 9,5 sampai 10 jam tiap malam) dan 19 anak (21,1%) yang tidur malamnya tidak cukup (< 9 jam tiap malam).4. Pada penelitian ini, didapatkan dari 90 sampel ada 61 anak (67,8%) yang kuantitas menonton televisi < 2jam/hari dan 29 anak (32,2%) yang kuantitas menonton televisi > 2jam/hari.5. Dari hasil analisis data, dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara rutinitas makan malam bersama keluarga terhadap status gizi, dengan nilai Pearson Chi Square adalah 0,738 dan nilai Pearson uji Fisher adalah 1 (P > 0,05).6. Dari hasil analisis data, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara tidur malam yang cukup terhadap status gizi , dengan nilai Pearson Chi Square adalah 0,001 dan nilai Pearson uji Fisher adalah 0,001 (P < 0,05). Pada anak yang bestatus gizi baik atau normal terdapat pada anak yang tidur malam cukup (9,5 sampai 10 jam tiap malam) 7. Dari hasil analisis data, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara kuantitas menonton televisi terhadap status gizi anak, dengan nilai Pearson Chi Square adalah 0,001 dan nilai Pearson uji Fisher adalah 0,001 (P < 0,05). Pada anak yang berstatus gizi baik atau normal terdapat pada anak yang menonton televisi < 2 jam/hari.

1.2. Saran1. Kepada orang tua anak hendaknya memperhatikan aktivitas yang dilakukan anak sehari-hari di rumah yaitu tentang jadwal dan pola makan anak, mengatur jadwal tidur dan bangun anak, serta membatasi waktu anak untuk menonton televisi.2. Kepada orang tua anak hendaknya memperhatikan keadaan status gizi anak dijaga agar tetap seimbang.3. Kepada pihak sekolah hendaknya berkoordinasi dengan orang tua anak untuk memberi pengetahuan kepada anak tentang pentingnya memperhatikan status gizi dan rutinitas anak di rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Altmatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.Arisman, 2004. Gizi dalam Daur kehidupan, Jakarta : Buku Kedoteran EGC Committee on public education. 2001. Children, Adolescent and Television.Pediatrics.Dariyo, A., 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta : Ghalia Indonesia.Depkes, R.I. , 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta.Gibson, R.S., 2005. Principle of Nutritional and Assessment. Newyork : OxfordUniversity Press. Gillman M.W., Rifas-Shiman S.L., Frazier A.L., et al. 2000. Family Dinner andDiet Quality Among Older children and adolescents. Arch Family Med. Hardinsyah, Tambunan V, 2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan SeratMakanan, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta:Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hidayati, dkk, 2006. Obesitas pada Anak [terhubung berkala]. www.pediatric.comDiakses pada 05 Juni 2011.Hidayat, A.A., 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : SalembaMedika.Jordan A.B., Hersey J.C., Mc Divitt J.A., Heitzler D.C., 2006. ReducingChildren's Television-Viewing Time: A Qualitative Study of Parents and Their Children. Pediatrics.

Khomsan, Ali, 2010. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Kompas, Jakarta :Rajawali Sport.Khumaidi, M, 1994. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan KebudayaanDirektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan danGizi, PAU . Bogor : IPB Lumeng C. Julie, Deepak Somashekar, Danielle Appugliese, 2007. Shorter SleepDuration is Associated With Increased Risk for Being Overweigh at Ages 9to 12 years. Pediatrics.Mardjono M, dan Sidharta , 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.Markum, dkk, 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK UI.Moehyi, 1996. Ilmu Gizi. Bandung : P.T. Bratara.Neumark D, Hannan P.J., Story M, Croll