kritis yuni

10
rumah sakit (MRS) akan mengalami perasaan cemas atau yang sering disebut ansietas. Perasaan cemas atau ansietas ini akan lebih jelas ditemukan pada pasien dan keluarga yang MRS dalam Critical Care Unit. Penelitian menunjukkan bahwa keluarga akan mengalami ansietas dan disorganisasi perasaan ketika anggota keluarganya MRS dengan penyakit kritis Latar Belakang Praktik keperawatan profesional perawat memegang tanggung jawab yang sangat besar, dimana perawat dituntut untuk melaksanakan perannya selama 24 jam berada disamping pasien dan keluarganya. Pasien bersama keluarganya yang masuk 1 2 3 RR Sri Arini Rinawati , Maryana , Atik Badi'ah ABSTRACT Background: The practice of professional nursing nurse holding a very big responsibility, where nurses are required to carry out his role for 24-hour stand over the patient and his family. Patients with a family who entered the hospital (MRS) will experience feelings of anxiety or anxiety are often called. Feeling anxious or anxiety will be more clearly found in patients and families in MRS in the Critical Care Unit. It so happens because the implementation of the communications are not effective or less well among nurses with patients and their families. Objective: To determine the influence of structured guidance on therapeutic communication nurse on the patient's family anxiety in the critical care unit (IGD, IRI, IRJAN and stroke unit) Sardjito Hospital Yogyakarta Method: The study was conducted in the critical care unit (IGD, IRI, IRJAN and stroke unit) Sardjito Hospital Yogyakarta. The study was quasi experiment, in which the treatment given was the implementation of structured therapeutic communication with the guide, which will be observed and measured anxiety with the families of patients hospitalized during the Pre and Post Test without control design. Results: Our results indicated the significance level p (0.00) < (0.05), which mean H0 rejected it means there is the influence of structured guidance on therapeutic communication nurse on the patient's family anxiety in the critical care unit (IGD, IRI, IRJAN and stroke unit) Sardjito Hospital Yogyakarta. Conclusion: There is the influence of therapeutic communication nurse with a structured guide to family anxiety patients hospitalized patients in critical care units (IGD, IRI, IRJAN and stroke unit) Sardjito Hospital Yogyakarta Key words: guide structured, therapeutic communication, anxiety, critical care Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kecemasan Keluarga Pasien Di Unit Perawatan Kritis RSUP Dr Sardjito Yogyakarta 1. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Keperawatan 2. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Keperawatan 3. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Keperawatan 54 CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)

description

kritis

Transcript of kritis yuni

Page 1: kritis yuni

rumah sakit (MRS) akan mengalami perasaan cemas atau yang sering disebut ansietas. Perasaan cemas atau ansietas ini akan lebih jelas ditemukan pada pasien dan keluarga yang MRS dalam Critical Care Unit.

Penelitian menunjukkan bahwa keluarga akan mengalami ansietas dan disorganisasi perasaan ketika anggota keluarganya MRS dengan penyakit kritis

Latar Belakang

Praktik keperawatan profesional perawat memegang tanggung jawab yang sangat besar, dimana perawat dituntut untuk melaksanakan perannya selama 24 jam berada disamping pasien dan keluarganya. Pasien bersama keluarganya yang masuk

1 2 3RR Sri Arini Rinawati , Maryana , Atik Badi'ah

ABSTRACT

Background: The practice of professional nursing nurse holding a very big responsibility, where nurses are required to carry out his role for 24-hour stand over the patient and his family. Patients with a family who entered the hospital (MRS) will experience feelings of anxiety or anxiety are often called. Feeling anxious or anxiety will be more clearly found in patients and families in MRS in the Critical Care Unit. It so happens because the implementation of the communications are not effective or less well among nurses with patients and their families.

Objective: To determine the influence of structured guidance on therapeutic communication nurse on the patient's family anxiety in the critical care unit (IGD, IRI, IRJAN and stroke unit) Sardjito Hospital Yogyakarta

Method: The study was conducted in the critical care unit (IGD, IRI, IRJAN and stroke unit) Sardjito Hospital Yogyakarta. The study was quasi experiment, in which the treatment given was the implementation of structured therapeutic communication with the guide, which will be observed and measured anxiety with the families of patients hospitalized during the Pre and Post Test without control design.

Results: Our results indicated the significance level p (0.00) < (0.05), which mean H0 rejected it means there is the influence of structured guidance on therapeutic communication nurse on the patient's family anxiety in the critical care unit (IGD, IRI, IRJAN and stroke unit) Sardjito Hospital Yogyakarta.

Conclusion: There is the influence of therapeutic communication nurse with a structured guide to family anxiety patients hospitalized patients in critical care units (IGD, IRI, IRJAN and stroke unit) Sardjito Hospital Yogyakarta

Key words: guide structured, therapeutic communication, anxiety, critical care

Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kecemasan Keluarga Pasien

Di Unit Perawatan Kritis RSUP Dr Sardjito Yogyakarta

1. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Keperawatan2. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Keperawatan3. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Keperawatan

54 CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)

Page 2: kritis yuni

komunikasi terapeutik dalam pemberian asuhan keperawatan. Dari hasil penelitian Saelan tersebut, tidak menutup kemungkinan kondisi yang sama terjadi pula di rumah sakit lain.

M e n u r u t S K M e n k e s N o . 6 6 0 / M e n k e s / S K / I X / 1 9 8 7 y a n g dilengkapi Surat Edaran Dirjen Pelayanan Medik Nomor 105/yan.med /RS.Umdik /Raw/I/88 tentang Standar Praktek Keperawatan Kesehatan di Rumah Sakit memenuhi kebutuhan dari komunikasi pasien adalah merupakan salah satu standar intervensi keperawatan.

Dari hasil pengamatan penulis di R S U P D R S a r d j i t o Yo g y a k a r t a kecenderungan yang terjadi yaitu nampak pada hubungan interpersonal perawat dengan pasien dan keluarganya ditunjukkan dengan komunikasi antara perawat yang sering tidak terapeutik saat berinteraksi dengan pasien dan keluarganya, ada beberapa keluhan pasien dan keluarganya terhadap pelayanan yang diberikan yang seharusnya bisa diatasi dengan komunikasi terapeutik dari perawat.

Banyak faktor penyebab terjadinya kecemasan atau ansietas dalam diri pasien dan keluarganya selama pasien di rumah sakit, salah satunya adalah faktor komunikasi terapeutik perawat. Keluarga akan mengalami ansietas dan disorganisasi perasaan ketika anggota keluarganya mengalami sakit yang harus dirawat di rumah sakit dan ini akan lebih jelas ditemukan di unit perawatan kritis. Pasien yang dirawat dalam Critical Care Unit tidak hanya membutuhkan tehnologi dan terapi tapi juga memerlukan perawatan humanistik dari keluarganya.

Pada umumnya pasien yang datang di unit perawatan kritis ini adalah dalam keadaan mendadak dan tidak direncanakan, hal ini yang menyebabkan keluarga dari

atau terminal, ini disebabkan mereka tidak mampu untuk membangun dukungan bagi klien dan mereka sering terlihat kesulitan bekerja sama dengan perawat. Perasaan frustasi dan permusuhan dengan staf perawatan pada prinsipnya akan selalu berada bersama pasien dan keluarganya selama 24 jam. Hal ini menimbulkan kebingungan dan meningkatkan stress dan kemarahan dalam diri keluarga terhadap staf perawat.

Sebenarnya hal demikian tidak akan terjadi apabila sejak dari pertama kali pasien MRS, perawat mampu memberikan pengertian dan pendekatan yang terapeutik kepada pasien dan keluarganya yang diwujudkan dengan pelaksanaan komunikasi yang efektif antara perawat dengan pasien dan keluarganya berupa komunikasi terapeutik. Beberapa riset menyatakan bahwa komunikasi terapeutik perawat masih kurang baik (Bart Smet, 1994; Saelan, 1998).

Sebuah studi pembahasan tentang tiga puluh lima tipe tipe pasien yang berbeda menunjukkan 8 82 % pasien yang tidak puas (Bart Smet, 1994). Menurut Ley yang dikutip oleh Bart Smet sbb : 1) Pasien tidak puas dengan aspek komunikasi dari pertemuan klinis, 2) Nampaknya memberi informasi saja tidaklah cukup. Mereka harus diberitahu dalam cara sehingga dapat mengerti dan mengingatnya. Karena kurangnya umpan balik dalam bentuk pertanyaan dan komentar dari pasien, sehingga sukar bagi para tenaga kesehatan untuk memperbaiki komunikasi.

Hasil penelitian Saelan (1998), menyatakan bahwa dalam hal komunikasi dengan pasien, pendekatan komunikasi terapeutik, dari semua perawat yang diteliti sebanyak 38 orang mendapatkan nilai kurang. Hal ini disebabkan karena kurang disadari pentingnya komunikasi oleh perawat dan rendahnya pengalaman perawat akan teori, konsep dan arti penting

Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat......... (RR Sri Arini, dkk)

55CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)

Page 3: kritis yuni

sikap dan ketrampilan yang diperlukan (Sullivan, et all, 1995). Selain itu, faktor-faktor penghambat komunikasi merupakan faktor yang dapat mengganggu atau sama sekali bisa membuat perawat tidak mampu be rkomun ikas i s eca ra t e r apeu t ik . Solusisolusi ini dapat dijadikan pilihan karena bertujuan membantu tenaga kesehatan profesional (termasuk perawat) memperbaiki penampilan kerja guna memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas.

Dari pemikiran dan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh panduan terstruktur pada komunikasi terapeutik perawat terhadap kecemasan keluarga pasien di unit perawatan kritis RSUP DR Sardjito Yogyakarta.

Metodologi.

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen, dimana perlakuan yang diberikan adalah pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur sebelum dan setelah diberikan komunikasi terapeutik, yang akan diamati dan diukur kecemasan keluarga pasien selama dirawat di ruang perawatan kritis dengan desain penelitian one group pre test dan post test without control desain.

Penelitian dilaksanakan di Unit Perawatan Kritis (Instalasi Gawat Darurat /IGD, Istalasi Rawat Intensif /IRI, Instalasi Rawat Jantung/ IRJAN dan Unit Stroke) RSUP DR Sardjito Yogyakarta selama 12 minggu atau tiga bulan (bulan Agustus s.d Oktober 2010).

Populasi adalah semua keluarga pasien yang salah satu anggota keluarganya di rawat di Unit Perawatan Kritis (Instalasi Gawat Darurat /IGD , Istalasi Rawat Intensif

pasien datang dengan wajah yang sarat dengan bermacam-macam stressor yaitu ketakutan akan kematian, ketidakpastian hasil, perubahan pola, kekhawatiran akan biaya perawatan, situasi dan keputusan antara hidup dan mati, rutinitas yang tidak beraturan, ketidakberdayaan untuk tetap atau selalu berada disamping orang yang disayangi sehubungan dengan peraturan kunjungan yang ketat, tidak terbiasa dengan perlengkapan atau lingkungan di unit perawatan kritis, personel atau staf di ruang perawatan, dan rutinitas ruangan.

Semua stressor ini menyebabkan keluarga jatuh pada kondisi krisis dimana koping mekanisme yang digunakan menjadi tidak efektif dan perasaan menyerah atau apatis dan kecemasan akan mendominasi perilaku keluarga. Dan pada saat demikian perawat kurang a tau t idak dapa t melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif sehingga keluarga akan terus terpuruk dalam situasi yang demikian dan pada akhirnya asuhan keperawatan yang kita berikan secara komperhensif dan holistik tidak akan tercapai dengan baik.

Dalam kaitan antara komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan keluarga pasien maka sangat diperlukan solusisolusi yang dapat meningkatkan ketrampilan berkomunikasi perawat dan juga yang dapat menghilangkan berbagai hambatanhambatan terhadap komunikasi terapeutik yang dilaksanakan perawat. Ketrampilan berkomunikasi bukan merupakan kemampuan yang kita bawa sejak lahir dan juga tidak akan muncul secara tiba tiba saat kita memerlukannya.

Ketrampilan tersebut harus dipelajari dan dilatih secara terus menerus melalui kemampuan belajar mandiri, penyegaran dan pelatihan terutama berhubungan dengan upaya untuk mendapatkan pengetahuan,

Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat......... (RR Sri Arini, dkk)

56 CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)

Page 4: kritis yuni

terapeutik juga melihat sejauh mana produk (buku panduan terstruktur komunikasi terapeutik) yang dibuat dapat mencapai sasaran dan tujuan.

Data dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon rank test dengan derajat kemaknaan p < 0,05 artinya ada pengaruh yang bermakna antara dua variabel, maka H1 diterima. Uji statistik yang akan digunakan adalah dengan program.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Karakteristik Responden

Pada Tabel 1. Ditunjukkan sebagian besar (68,6 %) responden berjenis kelamin perempuan sedangkan sisanya (31,4 %) adalah pria. Umur responden penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar umur responden 41 - 50 tahun (41,4 %) dan sebagian kecil umur 20 - 30 (18,6 %). Sebagian besar (37,1 %) responden memiliki pendidikan terakhir lulus SMP sedangkan sebagian kecil (2,9 %) tidak tamat SD. Sebagian besar (40,0 %) responden tidak bekerja, sedangkan sebagian kecil (4,3 %) r e s p o n d e n a d a l a h p e n s i u n a n (PNS/Purnawirawan). Hubungan dengan pasien sebagian besar (35,7%) adalah isteri, sedangkan sebagian kecil (1,4 %) adalah ibu dari pasien.

/IRI, Instalasi Rawat Jantung/ IRJAN dan Unit Stroke) RSUP DR Sardjito Yogyakarta. Subyek penelitian ini diambil dari keluarga dari pasien yang sakit dan dirawat di unit pelayanan keperawatan kritis RSUP DR Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan Purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang dikenal sebelumnya (Nursalam, 2000). Ukuran besar sampel dengan menggunakan program komputer didapatkan 70 sampel.

Variabel penelitian ini adalah variabel bebas pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan menggunakan panduan terstruktur dan variabel terikat kecemasan keluarga pasien di ruang perawatan kritis. Instrumen penelitian menggunakan HRS-A (Hamilton Anxiety Rating Scale) : Perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala sensorik, gejala cardiovasculer, gejala pernafasan, gejala gastrointestinal, gejala urogenetalia, gejala vegetatif atau otonom, perilaku yang ditunjukkan saat wawancara kepada keluarga pasien.

Uji validitas dalam penelitian ini dengan uji coba produk (buku panduan terstruktur komunikasi terapeutik perawat di ruang perawatan kritis) merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian pengembangan, yang dilakukan setelah rancangan panduan terstruktur komunikasi terapeutik perawat selesai. Uji coba buku panduan terstruktur komunikasi terapeutik perawat di ruang perawat kritis bertujuan untuk mengetahui apakah buku panduan terstruktur komunikasi terapeutik perawat yang dibuat layak digunakan atau tidak. Uji coba buku panduan terstruktur komunikasi

Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat......... (RR Sri Arini, dkk)

57CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)

Page 5: kritis yuni

58

Sebagian besar (68,6 %) responden berjenis kelamin perempuan sedangkan sisanya (31,4 %) adalah pria. Umur responden penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar umur responden 41 - 50 tahun (41,4 %) dan sebagian kecil umur 20 - 30 (18,6 %). Sebagian besar (37,1 %) responden memiliki pendidikan terakhir lulus SMP sedangkan sebagian kecil (2,9 %) tidak tamat SD. Sebagian besar (40,0 %) responden tidak bekerja, sedangkan sebagian kecil (4,3 %) r e s p o n d e n a d a l a h p e n s i u n a n (PNS/Purnawirawan). Hubungan dengan pasien sebagian besar (35,7 %) adalah isteri, sedangkan sebagian kecil (1,4 %) adalah ibu dari pasien.

Tingkat kecemasan keluarga pasien

Pre test (sebelum dilakukan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur)

Tabel 2. Tingkat kecemasan responden pre test (n=70)

No. Tingkat kecemasan HRS-A

f %

1. Tidak cemas 5 7,2

2. Ringan 47 67,1

3. Sedang 18 25,74. Berat 0 0

Total 70 100

Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat......... (RR Sri Arini, dkk)

CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)

Tabel 1. Karakteristi Responden (n=70)

No. Karakteristik Frekuensi (f) Prosentase(%)

1. Jenis kelamin :

a. Laki - laki 22 31,4 b. Perempuan 48 68,6

2. Kelompok umur :

a. 20 - 30 tahun 13 18,6

b. 31 - 40 tahun 28 40,0

c. 41 - 50 tahun 29 41,4

d. 51 – 60 tahun 0 0

3. Tingkat Pendidikan :

a. Tidak tamat SD 2 2,9

b. Lulus SD 18 25,7

c. Lulus SMP 26 37,1

d. Lulus SMA 24 34,3

e. Lulus Akademi/PT 0 0

4. Pekerjaan :

a. Tidak bekerja 28 40,0

b. Swasta 25 35,7

c. Wiraswasta 6 8,6

d. PNS/ABRI 8 11,4

e. Pensiunan PNS/Purnawirawan 3 4,3

5. Hubungan dengan pasien

a. Anak 22 31,4

b. Isteri 2 5 35 ,7

c. suami 9 12,9

d. Ayah 2 2,9

e. Ibu 1 1,4f. Saudara kandung 5 7,1g. Saudara dekat 6 8,6

Sebelum memberikan perlakuan (intervensi) komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur pada keluarga pasien di ruang perawatan kri t is , di lakukan pengambilan data kecemasan pre test (sebelum diberikan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur) dengan menggunakan alat ukur HRS-A (Hamilton Anxiety Rating Scale).

Page 6: kritis yuni

59

Tabel 4. Uji Perbedaan kriteria kecemasan sebelum (pre test) dan setelah (post test) komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur pada keluarga pasien

Tingkatan cemas Kriteria cemas post

intervensi

Total

Kriteria

cemas pre

intervensi

Tidak

Cemas

Cemas

Ringan

Tidak cemasf

%

4

80,0%

1

20,0%

5

100,0 %

Cemas ringanf

%

16

34,0%

31

66,0%

47

100,0 %

Cemas sedangf

%

4

22,2%

14

77,8%

18

100,0 %

Total f

%

24

34,3%

46

65,7%

70

100,0 %

Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat......... (RR Sri Arini, dkk)

CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)

Hasil pre test (sebelum diberikan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur) menunjukkan bahwa responden (keluarga pasien) yang dirawat di unit perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menurut alat ukur HRS-A berada pada tingkat kecemasan ringan sebanyak 47 responden (67,1 %).

Post test (setelah dilakukan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur)

Setelah memberikan perlakuan (intervensi) komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur pada keluarga pasien di ruang perawatan kri t is , di lakukan pengambilan data kecemasan post test dengan menggunakan alat ukur HRS-A (Hamilton Anxiety Rating Scale).

Tabel 3. Tingkat kecemasan responden post test (n=70)

No. Tingkat kecemasanHRS-A

f %

1. Tidak cemas 24 34,32. Ringan 46 65,73. Sedang 0 04. Berat 0 0

Total 70 100

Hasil post test (setelah diberikan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur) menunjukkan bahwa responden (keluarga pasien) yang dirawat di unit perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menurut alat ukur HRS-A komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur berada pada tingkat kecemasan ringan 46 responden (65,7 %) dan tidak cemas sebanyak 24 responden (34,3%).

Pengaruh panduan terstruktur komunikasi terapeutik perawat terhadap kecemasan keluarga pasien di unit perawatan kritis RSUP DR Sardjito Yogyakarta.

Hasil uji perbedaan kriteria kecemasan keluarga pasien di ruang perawatan kritis sebelum (pre test) diberikan komunikasi terapeutik oleh perawat dengan panduan terstruktur dan setelah (post test) diberikan komunikasi terapeutik oleh perawat dengan panduan terstruktur dengan alat ukur HRS-A (Hamilton Anxiety Rating Scale) menggunakan uji t-test.

Page 7: kritis yuni

60

Sardjito Yogyakarta yang masuk dalam penelitian ini ketika diukur dengan alat ukur HRS-A (Hamilton Anxiety Rating Scale) tergolong kecemasan ringan (67,1%) dan cemas sedang (25,7 %). Sedangkan tingkat kecemasan post test (setelah) dilakukan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur di unit perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP Dr Sardjito Yogyakarta yang masuk dalam penelitian ini ketika diukur dengan alat ukur HRS-A (Hamilton Anxiety Rating Scale) tergolong kecemasan ringan (65,7 %) dan tidak cemas (34,3 %).

Hal ini ada penurunan dari cemas berat ke cemas ringan dan tidak cemas. Mahoney (2007) mengatakan bahwa depresi dan kecemasan berhubungan dengan belum pernah mengalami penanganan psikologis sebelumnya, sedangkan kecemasan lainnya diakibatkan karena pengalaman hidup dan hal ini berbeda untuk setiap individu. Sebelum diberi perlakuan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur, banyak keluarga pasien di unit perawatan kritis mengalami pikiran yang tidak menentu, rasa takut dan cemas.

Hasil uji perbedaan rerata kecemasan keluarga pasien sebelum (pre test) diberikan komunikasi terapeutik oleh perawat dengan panduan terstruktur dan setelah (post test) diberikan komunikasi terapeutik oleh perawat dengan panduan terstruktur di unit perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa terdapat berbedaan yang bermakna secara statistik atau ada pengaruh yang bermakna secara statistik yaitu, p = 0,00 (p<0,05). Rerata score pre test sebesar 11,00 (SD=4,212), sedangkan rerata post test 6,67 (SD=1,947).

Kecemasan merupakan suatu respon pertahanan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh seseorang sehingga orang tersebut akan lebih waspada atau memberikan perhatian yang lebih terhadap permasalahan yang dihadapi dan ini penting sebagai motivasi untuk penyelesaian masalah.

Tingkat kecemasan pre test (sebelum) dilakukan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur di unit perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP Dr

Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat......... (RR Sri Arini, dkk)

CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)

Sedangkan uji perbedaan rerata kecemasan keluarga pasien sebelum (pre test) diberikan komunikasi terapeutik oleh perawat dengan panduan terstruktur dan setelah (post test) diberikan komunikasi terapeutik oleh perawat dengan panduan terstruktur di unit perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP Dr Sardjito Yogyakarta sebagai berikut.

Hasi l u j i perbedaan kri ter ia kecemasan keluarga pasien sebelum (pre test) diberikan komunikasi terapeutik oleh perawat dengan panduan terstruktur dan setelah (post test) diberikan komunikasi terapeutik oleh perawat dengan panduan terstruktur di unit perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menunjukkan tingkatan cemas ringan (65,7 %).

Tabel 5. Uji Perbedaan rerata kecemasan keluarga pasien sebelum (pre test) dan setelah (post test) diberikan komunikasi terapeutik oleh perawat dengan panduan terstruktur di unit perawatan kritis

Kecemasan Mean SD n Z p

Pre test 11,00 4,212 70 1,527 0,000

Post test 6,67 1,947 70 1,607

Page 8: kritis yuni

61

adalah dengan pemberian komunikasi terapeutik (Hudak & Gallo, 1997).

Pemberian komunikasi terapeutik ini dapat dilakukan dengan baik apabila didukung oleh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan panduan terstruktur di ruang perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP Dr Sardj i to Yogyakarta yai tu untuk menyampaikan segala sesuatu tentang k e a d a a n p a s i e n s e s u a i d e n g a n wewenangnya.

Waktu perawat untuk keluarga pasien di ruang perawatan kritis seringkali terbatas karena pekerjaan yang ada, sehingga menjadi penting untuk membuat setiap interaksi berguna bagi keluarga pasien (Hudak & Gallo, 1997). sehingga diharapkan dengan waktu yang sedikit tersebut perawat dapat menampilkan bentuk komunikasi terapeutik dengan baik yang ditampilkan dalam bentuk sikap dan tingkah laku yang menyenangkan dan menentramkan hati. Sehingga walaupun waktu pertemuan antara perawat dan keluarga relatif sedikit akan tetapi bermakna yaitu menentramkan hati keluarga. Hal ini didukung dengan hasil penelitian oleh peneliti yaitu pemberian komunikasi terapeutik perawat dengan panduan terstruktur sangat mempengaruhi penurunan kecemasan keluarga pasien di ruang perawatan kritis.

Menurut Sugiyono (2002) dijelaskan bahwa Ansietas pada klien dan keluarga yang menjalani perawatan di unit perawatan kritis terjadi karena adanya ancaman ketidak berdayaan kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi dan harga diri, kegagalan membentuk pertahanan, perasaaan terisolasi dan takut mat i . Untuk membantu meningkatkan perasaan pengendalian diri pada klien dan keluarga dapat salah satunya dapat melalui pemberian komunikasi terapeutik (Hudak & Gallo, 1997).

Setelah mendapatkan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur, keluarga pasien di unit perawatan kritis lebih memiliki pemahaman sehingga dapat mengurangi perasaan gelisah, takut dan cemas. Berdasarkan hasil analisis perbedaan penurunan rerata kecemasan keluarga pasien di unit perawatan kritis pre test (sebelum) dan post test (setelah) diberikan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur menggunakan alat ukur kecemasan HARS-A (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang di uji menggunakan Wilcoxon rank tes t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna yaitu p = 0,00 (p<0,05). Hal tersebut disampaikan oleh responden kepada peneliti bahwa mereka sangat senang saat dilakukan komunikasi terapeutik, keluarga pasien merasa dihargai sebagai manusia.

Komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur mempengaruhi tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di unit perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, hal ini disebabkan karena keluarga sangat membutuhkan adanya penjelasan tentang keadaan anggota keluarganya yang sedang terbaring dan dirawat di unit perawatan kritis.

Selama pasien dirawat di ruang perawatan kritis keluarga tidak boleh menunggu dan hanya boleh melihat dari jauh (kaca) pada jam-jam tertentu sehingga disini keluarga sangat membutuhkan informasi yang jelas dan bantuan dari perawat untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan pasien.

Ansietas pada klien dan keluarga yang menjalani perawatan di unit perawatan kritis terjadi karena adanya ancaman ketidak berdayaan kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi dan harga diri, kegagalan membentuk pertahanan, perasaaan terisolasi dan takut mat i . Untuk membantu meningkatakan perasaan pengendalian diri pada klien dan keluarga dapat salah satunya

Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat......... (RR Sri Arini, dkk)

CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)

Page 9: kritis yuni

62

Sardjito Yogyakarta terbanyak cemas ringan (65,7 %) dan tidak cemas (34,3 %).

4. Ada pengaruh panduan terstruktur pada komunikasi terapeutik perawat terhadap kecemasan keluarga pasien di unit perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP DR Sardjito Yogyakarta, yaitu p = 0,00 (p<0,05).

Saran

1. Bagi perawat di ruang perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP DR Sardjito Yogyakarta. Perawat melakukan komunikasi terapeutik dengan keluarga pasien yang dirawat di ruang perawatan kritis menggunakan panduan terstruktur yang telah disusun oleh peneliti .

2. Bagi keluarga pasien yang dirawat di ruang perawatan kritis (IGD, IRI, IRJAN dan Unit stroke) RSUP DR Sardjito Yogyakarta. Keluarga pasien di ruang perawatan kritis selalu mengingatkan perawat agar dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan keluarga p a s i e n m e n g g u n a k a n p a n d u a n terstruktur.

Korespondensi

RR. Sri Arini Rinawati, SKM. M.Kes

Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi No. 3 Banyuraden Gamping, Sleman Yogyakarta Telp. 0274.617885.

Pemberian komunikasi terapeutik ini dapat dilakukan dengan baik apabila didukung oleh pelaksanaan komunikasi yang efektif dan dengan panduan yang terstruktur. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti kemungkinan ada sebab lain dari kecemasan keluarga yang tetap tidak dapat terselesaikan hanya dengan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat. Masalah biaya perawatan yang memang tidak dikaji oleh peneliti dan juga disebabkan oleh kematangan mental dari masing-masing responden yang berbeda-beda sehingga koping mekanisme yang digunakanpun berbeda-beda dan hal ini juga sangat mempengaruhi kecemasan keluarga pasien.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Karakteristik keluarga pasien yang dirawat di unit perawatan kritis RSUP DR Sardjito Yogyakarta terbanyak jenis kelamin perempuan (68,6%), usia terbanyak 41-50 tahun (41,4%), tingkat pendidikan terbanyak lulus SMP (37,1%), pekerjaan terbanyak tidak bekerja (40 %) dan hubungan dengan pasien terbanyak adalah isteri pasien (35,7 %).

2. Tingkat kecemasan keluarga sebelum (pre test) diberikan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur oleh perawat di unit perawatan kritis RSUP DR Sardjito Yogyakarta terbanyak adalah kecemasan ringan (67,1%) dan sedang (25,7%).

3. Tingkat kecemasan keluarga setelah (post test) diberikan komunikasi terapeutik dengan panduan terstruktur oleh perawat di unit perawatan kritis RSUP DR

Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat......... (RR Sri Arini, dkk)

CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)

Page 10: kritis yuni

63

Mulyana, D. (2000). Ilmu Komunikasi ; Suatu Pengantar. Editor : Muchlis. PT Rermaja Rosdakarya. Bandung.

Nurjannah,I. (2001). Hubungan Terapeutik Perawat Dan Klien. Program Studi I l m u K e p e r a w a t a n F a k u l t a s Kedokteran UGM. Yogyakarta.Scott,

Nursalam & Siti Pariani. (2000). Metodologi Riset Keperawatan. CV Sagung Seto. Jakarta.

Pratiknya. (2000). Dasar-Dasar Metodologi P e n e l i t i a n K e d o k t e r a n d a n Kesehatan. PT. Raja Gravindo Persada. Jakarta.

Purwanto, H. (2004). Komunikasi untuk Perawat. Editor : Ni Luh Gede Yasmin Asih. EGC Jakarta.

Rahmat, J. (2000). Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sarlito, W.S., (1999), Pengantar Umum Psikologi, PT. Bulan Bintang, Jakarta.

Smith, S.F. (1996). Clinical Nursing Skill : thBasic to Advanced Skill. 4 .ed.

Stanford conecticut.

Stuart and Sunden. (1998). Buku saku keperawatan jiwa. edisi 3 (alih bahasa). Jakarta : EGC.

Stuart and Sunden .(1999). Principles and th

Practice of Nursing Psychiatric. 5 edition. Mosby Year Book. St. Louis Philadelphia.

Sugiono, (2002). Statistika Untuk Penelitan. CV. Alfabeta. Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

Aswar. S. (2000). Skala Psikologi. Penerbit Pustaka Pelajar Yogayakarta.

Atkinson, R.L. at all. (2000). Pengantar Psikologi. Alih bahasa : Wijaja Kusuma. Interaksara. Batam.

B a r t S m e t . ( 2 0 0 4 ) . P s i k o l o g i KesehatanI.Penerbit PT Grasindo, Jakarta.

Craven R dan Himle C. (2000). Fundamental rd

of nursing, 3 edition, Philadelphia : Lippincott.

Depkes RI (2000). Pedoman perawatan psikiatri, Depkes RI, Jakarta

Ellis, R.B. et al. (2000), Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan Teori dan Praktik, Alih bahasa : Susi Purwoko, Editor : Setiawan, EGC, Jakarta.

Furukawa, M.M., Meeting the Needs of the Dying Patient's Family, Journal of Critical Care Nurse, (vol 16, No 1, Feb 1996,: 51-57).

Hudak dan Gallo. (2000). Keperawatan kritis pendekatan holistik. Volume I Edisi VI, Jakarta : EGC.

Keliat. B.A. (2000), Hubungan Terapeutik Perawat Klien, EGC, Jakarta.

Mahoney. (2007). Winning Hypnotherapy P r o g r a m , http:www.healthyaudio.co.uk

Pengaruh Panduan Terstruktur Komunikasi Terapeutik Perawat......... (RR Sri Arini, dkk)

CARING; 2012 - 01 (01) : (54-63)