Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

19
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis zaman terus berkembang melalui hierarkis perkembangan yang terus dibarengi pula dengan perubahan-perubahan sosial, dimana dua hal ini selalu berjalan beriringan. Keberadaan manusia yang dasar pertamanya bebas, menjadi hal yang problematik ketika ia hidup dalam komunitas sosial. Kemerdekaan dirinya mengalami benturan dengan kemerdekaan individu- individu lain atau bahkan dengan makhluk yang lain. Sehingga ia terus terikat dengan tata kosmik, bahwa bagaimana ia harus berhubungan dengan orang lain, dengan alam, dengan dirinya sendiri maupun dengan Tuhannya. Maka muncullah tata aturan, norma atau nilai-nilai yang menjadi kesepakatan universal yang harus ditaati. Semacam hal tersebut di ataslah peradaban manusia dimulai, dimana manusia harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. la harus memegangi nilai-nilai aturan yang berlaku mengatur hidup manusia. 1 Filsafat atau disebut juga ilmu filsafat, mempunyai beberapa cabang ilmu utama . Cabang Ilmu utama dari filsafat adalah ontologi, epistimologi, tentang nilai (aksiologi), dan moral (etika). Ontologi (metafisika) membahas tentang hakikat mendasar atas keberadaan sesuatu. Epistimologi membahas pengetahuan yang diperoleh manusia, misalnya mengenai asalnya (sumber) dari mana sajakah pengetahuan itu diperoleh manusia, apakah ukuran kebenaran pengetahuan yang telah diperaleh manusia itu dan bagaimanakah susunan pengetahuan yang sudah diperaleh manusia. I1mu tentang nilai atau aksiologi adalah bagian dari filsafat yang khusus membahas mengenai hakikat nilai berkaitan dengan sesuatu. Sedangkan filsafat moral membahas nilai 1 Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 1.

Transcript of Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

Page 1: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara historis zaman terus berkembang melalui hierarkis perkembangan

yang terus dibarengi pula dengan perubahan-perubahan sosial, dimana dua hal

ini selalu berjalan beriringan. Keberadaan manusia yang dasar pertamanya

bebas, menjadi hal yang problematik ketika ia hidup dalam komunitas sosial.

Kemerdekaan dirinya mengalami benturan dengan kemerdekaan individu-

individu lain atau bahkan dengan makhluk yang lain. Sehingga ia terus terikat

dengan tata kosmik, bahwa bagaimana ia harus berhubungan dengan orang

lain, dengan alam, dengan dirinya sendiri maupun dengan Tuhannya. Maka

muncullah tata aturan, norma atau nilai-nilai yang menjadi kesepakatan

universal yang harus ditaati. Semacam hal tersebut di ataslah peradaban

manusia dimulai, dimana manusia harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan. la harus memegangi nilai-nilai aturan yang berlaku mengatur

hidup manusia.1

Filsafat atau disebut juga ilmu filsafat, mempunyai beberapa cabang ilmu

utama . Cabang Ilmu utama dari filsafat adalah ontologi, epistimologi, tentang

nilai (aksiologi), dan moral (etika). Ontologi (metafisika) membahas tentang

hakikat mendasar atas keberadaan sesuatu. Epistimologi membahas

pengetahuan yang diperoleh manusia, misalnya mengenai asalnya (sumber)

dari mana sajakah pengetahuan itu diperoleh manusia, apakah ukuran

kebenaran pengetahuan yang telah diperaleh manusia itu dan bagaimanakah

susunan pengetahuan yang sudah diperaleh manusia. I1mu tentang nilai atau

aksiologi adalah bagian dari filsafat yang khusus membahas mengenai hakikat

nilai berkaitan dengan sesuatu. Sedangkan filsafat moral membahas nilai

1 Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 1.

Page 2: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

2

berkaitan dengan tingkah laku manusia dimana nilai disini meneakup baik dan

buruk serta benar dan salah.2

Kemajuan yang terjadi di dunia Islam, temyata memiliki daya tarik

tersendiri bagi mereka orang-orang Barat. Maka pada masa seperti inilah

banyak orang-orang Barat yang datang ke dunia Islam untuk mempelajari

filsafat dan ilmu pengetahuan. Kemudian hal ini menjadi jembatan informasi

antara Barat dan Islam. Dari pemikiran-pemikiran ilmiah, rasional dan

filosofis, atau bahkan sains Islam mulai ditransfer ke daratan Eropa. Kontak

antara dunia Barat dan Islam pada lima abad berikutnya temyata mampu

mengantarkan Eropa pada masa kebangkitannya kembali (renaisance) pada

bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Selanjutnya berkembang pada era baru

yaitu era modern.3

Pada zaman ini Empirisrne yang menekankan perlunya basis ernpiris

bagi semua pengertian berkernbang menjadi Positivisme yang menggunakan

metode pengolahan ilmiah. Dasar dari aliran ini digagas oleh August Cornte (

1789- I857), seorang filsuf Perancis, yang menyatakan bahwa sejarah

kebudayaan manusia dibagi dalarn tiga tahap: tahap pertama adalah tahap

teologis yaitu tahap dimana orang mencari kebenaran dalam agama, tahap

kedua adalah tahap metafisis yaitu tahap dimana orang mencari kebenaran

melalaui filsafat. Tahap ketiga adalah tahap positif yaitu tahap dimana

kebenaran dicari melaui ilmuilmu pengetahuan. Menurut Comte yang terakhir

inilah yang merupakan icon dari zaman modem (Comte, 1874: 2).4

Dipermulaan abad ke 19 berkembang “positivism”. Aliran ini mejalar

kesemua cabang ilmu sosial termasuk ilmu hukum. Kaum positivis

menganggap bahwa yang sebenarnya dinamakan hukum hanyalah norma

norma yang telah ditetapkan oleh negara.5 Bagi filsafat hukum, hukum di abad

pertengahan amat dipengaruhi oleh pertirnbangan-pertimbangan teologis.

2 Ibid. Hal. 2.

3 Ibid. Hal. 19.

4 Ibid. Hal. 24.

5 Erman Rajagukguk, Kaum Positivis, http://www.findtoyou.com/ebook/. 25-12-2009.

Hal. 1.

Page 3: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

3

Sedangkan rentang waktu dari renaissance hingga kira-kira pertengahan abad

ke-19 termasuk dalam tahap metafisis. Ajaran hukum alam klasik maupun

filsafat-filsafat hukum revolusioner yang didukung oleh Savigny, Hegel dan

Marx diwarnai oleh unsur-unsur metafisis tertentu. Teori-teori ini mencoba

menjelaskan sifat hukum dengan menunjuk kepada ide-ide tertentu atau

prinsip-prinsip tertinggi. Pada pertengahan abad ke-19 sebuah gerakan mulai

menentang tendensi-tendensi metafisika yang ada pada abad-abad sebelumnya.

Gerakan ini mungkin dijelaskan sebagai positivisme, yaitu sebuah sikap

ilrniah, menolak spekulasi-spekulasi apriori dan membatasi dirinya pada data

pengalaman (Muslehuddin, ]991: 27-28).6

Positivisme dalam pengertian modem adalah suatu sistem filsafat yang

mengakui hanya fakta-fakta positif dan fenomena-fenomena yang bisa

diobservasi. Dengan hubungan objektif fakta-fakta ini dan hukurn-hukum yang

menentukannya, meninggalkan semua penyelidikan menjadi sebab-sebab atau

asal-asul tertinggi (Muslehuddin, 1991: 27). Dengan kata lain, positivisme

merupakan sebuah sikap ilmiah, menolak spekulasi-spekulasi apriori dan

berusaha membangun dirinya pada data pengalaman. Teori ini dikembangkan

oleh August Comte, seorang sarjana Perancis yang hidup pada tahun 1798

hingga 1857.7

Dalam positivisme terdapat berbagai cabang pemahaman yang berlainan

pendapat satu sama lain. Namun demikian, pada prinsipnya mempunyai

kesamaan dasar fundamental yakni: (1) A positive law is binding even if it is

supremely immoral; (2) No principile of morality is legally binding until it has

been enacted into moral law; (3) That a statute is legally binding does not

settle the moral question of whether we ought (morally speaking) to obey or

disobey the law.8

6 Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 24. 7 Ibid. Hal. 92.

8 Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Civil Law, Common

Law, Hukum Islam, Cet. 2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Hal. 39.

Page 4: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

4

Pemahaman terhadap positivisme sangat dipengaruhi oleh dua ahli

hukum terkemuka, salah satunya adalah Hans Kelsen dengan teori konvensi

sosial (teori hukum murni). Hans Kelsen, pembela positivism mengakui bahwa

akhirnya hukum yang ditetapkan oleh alat alat kekuasaan negara saja tidak

cukup.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pokok masalah yang akan diangkat

dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pokok-pokok pemikiran teori hukum menurut Hans Kelsen?

2. Bagaimana kritikan terhadap pokok-pokok pemikiran teori hukum Hans

Kelsen?

Page 5: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Positivisme

Positivisme hukum ada 2 bentuk, yaitu positivisme yuridis dan

positivisme sosiologis:

1. Positivisme yuridis

Dalam perspektif positivisme yuridis, hukum dipandang sebagai suatu

gejala tersendiri yang perlu diolah secara ilmiah. Tujuan postivisme yuridis

adalah pembentukan struktur-struktur rasional system-sistem yuridis yang

berlaku. Dalam praksisnya konsep ini menurunkan suatu teori bahwa

pembentukan hukum bersifat professional yaitu hukum merupakan ciptaan

para ahli hukum.

Prinsip-prinsip positivisme yuridis adalah:

a. Hukum adalah sama dengan undang-undang

Hal ini didasarkan pemikiran bahwa hukum muncul berkaitan dengan

Negara, sehingga hukum yang benar adalah hukum yang berlaku dalam

suatu Negara.

b. Tidak ada hubungan mutlak' antara hukum dan moral

Hukum adalah ciptaan para ahli hukum belaka.

c. Hukum adalah suatu closed logical system

Untuk menafsirkan hukum tidak perlu bimbingan norma sosial, politik

dan moral melainkan cukup disimpulkan dari undang-undang. Tokohnya

adalah: R. von Jhering dan John Austin (analytical jurisprudence).

2. Positivisme sosiologis

Dalam perspektif positivisme sosiologis, hukum dipandang sebagai

bagian dari kehidupan masyarakat. Dengan demikian hukum bersifat

terbuka bagi kehidupan masyarakat. Keterbukaan tersebut menurut

Page 6: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

6

positivisme sosiologis harus diselidiki melalui metode ilmiah. Tokohnya

adalah Auguste Comte (1789-1857) yang menciptakan ilmu pengetahuan

baru, sosiologi.9

Adanya berbagai jenis hukum diterangkan oleh tokoh positivisme John

Austin (1970-1859). Menurut dia hukum dibedakan menjadi dua:

1. Hukum Allah, merupakan suatu moral hidup daripada hukum dalam arti

sejati.

2. Hukum manusia, yakni segala peraturan yang dibuat oleh manusia sendiri.

Hukum manusia dibedakan lagi menjadi:

a. Hukum yang sungguh-sungguh (properly so called).

Hukum ini adalah undang-undang yang berasal dari suatu kekuasaan

politik, atau peraturan-peraturan pribadi-pribadi swasta yang menurut

undang-undang yang berlaku.

b. Hukum yang sebenamya bukan hukum (improperly so called).

Seperti peraturan-peraturan yang berlaku bagi suatu klub olahraga,

pabrik, dan sebagainya. Peraturan-peraturan ini bukan hukum dalam arti

yang sesungguhnya, sebab tidak berkaitan dengan pemerintah sebagai

pembentuk hukum.10

Menurut Comte, kehidupan manusia itu sebagaimana peristiwa-peristiwa

yang berlangsung “seperti apa adanya” di kancah alam benda-benda anorganik

pun terjadi di bawah imperativa hukum sebab-akibat yang berlaku universal.

Dikatakan bahwa kehidupan manusia itu yang individual maupun (lebih-lebih

lagi) yang kolektif adalah selalu terlepas dari kehendak dan/atau rencana

sesiapapun yang subjektif. Imperativa hukum sebab-akibat yang berlaku

universal dan yang tak akan mungkin terbantah ini benar-benar telah

9 Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 92 - 93. 10

Ibid. Hal. 95

Page 7: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

7

dikonsepkan oleh Comte (dan penerusnya yang berpaham positivisme) sebagai

paradigma rule of law. Adapun law yang dimaksud di sini adalah law yang

berdayalaku universal serta berkedudukan tertinggi (having supremacy state of

law), lepas dari kehendak sesiapapun yang subjektif.11

B. Teori Hukum Hans Kelsen

Pembahasan utama Kelsen dalam teori hukum murni adalah

membebaskan ilmu hukum itu dari unsur ideologis; keadilan, misalnya oleh

Kelsen dipandang sebagai konsep ideologis. Kelsen melihat dalam keadilan

sebuah ide yang tidak rasional, dan teori hukum murni, ia mempertahankan,

tidak bisa menjawab pertanyaan tentang apa yang membentuk keadilan karena

pertanyaan ini sama sekali tidak bisa dijawab secara ilmiah. Jika keadilan harus

diidentikkan dengan legalitas. Dalam arti tempat keadilan berarti memelihara

sebuah tatanan (hukum) positif melalui aplikasi kesadaran atasnya.12

Teori hukum murni menenurut Kelsen adalah sebuah teori hukum positif.

Teori ini berusaha menjawab pertanyaan "apa hukum itu?" tetapi bukan

pertanyaan "apa hukum itu seharusnya?". Teori ini mengkonsentrasikan diri

pada hukum semata-mata dan berusaha melepaskan ilmu pengetahuan hukum

dari campur tangan ilrnu pengetahuan asing seperti psikologi dan etika. Kelsen

memisahkan pengertian hukum dari segala unsur yang berperan dalam

pembentukan hukum seperti unsur-unsur psikologi , sosiologi, sejarah, politik,

dan bahkan juga etika. Semua unsur ini termasuk 'ide hukum' atau ' isi hukum' .

Isi hukum tidak pernah lepas dari unsur politik, psikis, sosial budaya, dan lain-

lain. Bukan demikian halnya dengan pengertian hukum. Pengertian hukum

menyatakan hukum dalam arti formalnya, yaitu sebagai peraturan yang berIaku

11

Soetandyo Wignjosoebroto, Teori-Teori Sosial Untuk Kajian Hukum,

http://www.findtoyou.com/ebook/. 25-12-2009. Hal. 2. 12

Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 98.

Page 8: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

8

secara yuridis. Inilah hukum dalam arti yang benar, hukum yang murni (das

reine Recht).13

Positive jurisprudence – yang,di tangan Hans Kelsen diklaim sebagai

eine reine Rechtslehre, atau setepatnya (seperti yang harus dikatakan

berkenaan dengan mechanistic jurisprudence tersebut di muka) harus disebut

legalisme atau legisme*) – telah benar-benar mereduksi eksistensi manusia di

dalam seluruh proses kehidupan yang dikuasai oleh keniscayaan hukum

kausalitas. Bertolak dari paham seperti ini, manusia tidak terpikir untuk

dikonsepkan sebagai subjek-subjek yang mempunyai kehendak bebas.

Meminjam kata-kata Rousseau, positivisme sepertuinya hendak menyatakan

bahwa manusia-manusia itu memang dilahirkan sebagai makhluk bebas, akan

tetapi di dalam kehidupan yang nyata di masyarakat ini mereka itu akan

menemukan dirinya terikat di mana-mana. Kehidupan manusia dikuasai dan

dikontrol oleh seperangkat hukum positif yang “lengkap dan tuntas” serta

bersanksi, demikian rupa sehingga diyakinilah bahwa law is society. Hukum

dipositifkan dengan statusnya yang tertinggi di antara berbagai norma (the

supreme state of law), terdiri dari suatu rangkaian panjang pernyataan-

pernyataan tentang berbagai perbuatan yang didefinisikan sebagai „fakta

hukum‟ dengan konsekuensinya yang disebut „akibat hukum‟.14

13

Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 98 - 99. 14

Soetandyo Wignjosoebroto, Teori-Teori Sosial Untuk Kajian Hukum,

http://www.findtoyou.com/ebook/. 25-12-2009. Hal. 4.

Page 9: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

9

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pokok-Pokok Pemikiran Teori Hukum Hans Kelsen

Jika dilihat karya-karya yang dibuat oleh Hans Kelsen, pemikiran yang

dikemukakan meliputi tiga masalah utama, yaitu tentang teori hukum, negara,

dan hukum internasional. Ketiga masalah tersebut sesungguhnya tidak dapat

dipisahkan satu dengan lainnya karena saling terkait dan dikembangkan secara

konsisten berdasarkan logika hukum secara formal. Logika formal ini telah

lama dikembangkan dan menjadi karakteristik utama filsafat Neo-Kantian yang

kemudian berkembang menjadi aliran strukturalisme. Teori umum tentang

hukum yang dikembangkan oleh Kelsen meliputi dua aspek penting, yaitu

aspek statis (nomostatics) yang melihat perbuatan yang diatur oleh hukum, dan

aspek dinamis (nomodinamic) yang melihat hukum yang mengatur perbuatan

tertentu.

Friedmann mengungkapkan dasar-dasar esensial dari pemikiran Kelsen

sebagai berikut:

1. Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan, adalah untuk

mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan.

2. Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku,

bukan mengenai hukum yang seharusnya.

3. Hukum adalah ilmu pengetahuan normatif, bukan ilmu alam.

4. Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma, tidak ada hubungannya

dengan daya kerja norma-norma hukum.

5. Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi

dengan cara yang khusus. Hubungan antara teori hukum dan sistem yang

khas dari hukum positif ialah hubungan apa yang mungkin dengan hukum

yang nyata.

Page 10: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

10

Pendekatan yang dilakukan oleh Kelsen disebut The Pure Theory of Law,

mendapatkan tempat tersendiri karena berbeda dengan dua kutub pendekatan

yang berbeda antara mahzab hukum alam dengan positivisme empiris.

Beberapa ahli menyebut pemikiran Kelsen sebagai “jalan tengah” dari dua

aliran hukum yang telah ada sebelumnya.

Empirisme hukum melihat hukum dapat direduksi sebagai fakta sosial.

Sedangkan Kelsen berpendapat bahwa interpretasi hukum berhubungan dengan

norma yang non empiris. Norma tersebut memiliki struktur yang membatasi

interpretasi hukum. Di sisi lain, berbeda dengan mahzab hukum alam, Kelsen

berpendapat bahwa hukum tidak dibatasi oleh pertimbangan moral. Tesis yang

dikembangkan oleh kaum empiris disebut dengan the reductive thesis, dan

antitesisnya yang dikembangkan oleh mahzab hukum alam disebut dengan

normativity thesis.

Teori tertentu yang dikembangkan oleh Kelsen dihasilkan dari analisis

perbandingan sistem hukum positif yang berbeda-beda, membentuk konsep

dasar yang dapat menggambarkan suatu komunitas hukum. Masalah utama

(subject matter) dalam teori umum adalah norma hukum (legal norm),

elemenelemennya, hubungannya, tata hukum sebagai suatu kesatuan,

strukturnya, hubungan antara tata hukum yang berbeda, dan akhirnya, kesatuan

hukum di dalam tata hukum positif yang plural. The pure theory of law

menekankan pada pembedaan yang jelas antara hukum empiris dan keadilan

transcendental dengan mengeluarkannya dari lingkup kajian hukum. Hukum

bukan merupakan manifestasi dari otoritas super-human, tetapi merupakan

suatu teknik sosial yang spesifik berdasarkan pengalaman manusia.

The pure theory of law menolak menjadi kajian metafisis tentang hukum.

Teori ini mencari dasar-dasar hukum sebagai landasan validitas, tidak pada

prinsip-prinsip meta-juridis, tetapi melalui suatu hipotesis yuridis, yaitu suatu

norma dasar, yang dibangun dengan analisis logis berdasarkan cara berpikir

yuristik aktual. The pure theory of law berbeda dengan analytical

Page 11: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

11

jurisprudence dalam hal the pure theory of law lebih konsisten menggunakan

metodenya terkait dengan masalah konsep-konsep dasar, norma hukum, hak

hukum, kewajiban hukum, dan hubungan antara negara dan hukum.15

Mengapa kewajiban yang terletak dalam kaidah hukum adalah suatu

kewajiban yuridis? Menurut penganut positivisme, hal ini tersangkut dengan

suatu keharusan ekstem, yaitu karena ada paksaan/ancaman dari pihak luar jika

tidak menaati. Dasarnya adalah bahwa asal mula segala hukum adalah undang-

undang dasar negara. Dalam relasi negara ada penguasa dan ada rakyat, ada

yang memberi perintah dan ada yang harus menaati perintah.

Pandangan kedua menyatakan bahwa hal ini tersangkut dengan suatu

kewajiban intern, yaitu karena dorongan dari batin untuk menerimanya sebagai

suatu kewajiban yang harus ditaati. Kewajiban yuridis dianggap sebagai suatu

dorongan batin yang tidak dapat dielakkan. Lalu bagaimana hukum dapat

mewajibkan secara batin? Menurut Hans Kelsen (1881-1973) adalah karena

adanya kewajiban yuridis, sebab memang beginilah pengertian kita tentang

hukum. suatu peraturan yang a-normatiftidak masuk akal , dan tidak

merupakan hukum. Meminjam istilah Immanuel Kant, Kelsen menyatakan

bahwa kewajiban hukum tennasuk dalam pengertian transedental-logis, yaitu

"mewajibkan" harus diterima sebagi syarat yang tidak dapat dielakkan untuk

mengerti hukum sebagai hukum. Jika menurut Kant ada norma dasar

(grundnorm) bagi moral (yang berbunyi: berlakulah sesuai dengan suara

hatimu), maka menurut Hans Kelsen dalam hukum juga terdapat suatu norma

dasar yang harus dianggap sebagai sumber keharusan dibidang hukum. Norma

dasar (grundnorm) tersebut berbunyi: orang-orang harus menyesuaikan diriya

dengan apa yang telah ditentukan.16

15

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta:

Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI Jakarta, 2006. Hal. 8 – 12. 16

Abdul Ghofur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2006. Hal. 99 - 100.

Page 12: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

12

B. Kritikan Terhadap Pokok-Pokok Pemikiran Teori Hukum Hans Kelsen

Seperti halnya teori pada umumnya, teori hukum Hans Kelsen juga tidak

terlepas dari berbagai keberatan maupun kritik baik yang berasal dari aliran

hukum sebelumnya (khususnya hukum alam dan positivisme empiris), maupun

dari aliran hukum yang berkembang belakangan. Kritik terhadap teori hukum

yang dikemukakan Kelsen pada umumnya antara lain terkait dengan metode

formal yang digunakan dalam Pure Theory of Law, konsep hukum sebagai

perintah yang memaksa namun tidak secara psikologis, postulasi validitas

norma dasar, hubungan hukum dan negara, dan masalah konsep hukum

internasional sebagai suatu sistem.17

Kritik-kritik dikemukakan oleh banyak ahli hukum sesuai dengan pokok

masalah yang menjadi pusat perhatian, dan masing-masing menggunakan

perspektif tertentu yang berbeda-beda, salah satunya adalah Hari Chand dalam

buku Modern Jurisprudence.18

Hari Chand membahas secara khusus Pure Theory of Law dalam bab

kelima buku Modern Jurisprudence. Setelah menguraikan pokok-pokok

pikiran dari teori tersebut, Chand memberikan kritik terhadap teori yang

dikemukakan oleh Kelsen tersebut sebagai berikut.19

1. Tentang Norma Dasar

Menurut Chand, konsep norma dasar yang dikemukakan oleh Kelsen

tidak jelas. Yang disebut dengan norma dasar tersebut bukan merupakan

hukum positif tetapi suatu presuposisi pengetahuan yuridis, atau sesuatu

yang meta-legal tetapi memiliki suatu fungsi hukum. Sulit untuk melihat

konstribusi Pure Theory of Law terhadap suatu sistem dengan

17

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta:

Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI Jakarta, 2006. Hal. 8 – 12. 18

Ibid. Hal. 155 19

Ibid. Hal. 164

Page 13: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

13

mengasumsikan hukum berasal dari norma dasar yang tidak dapat

ditemukan.20

Norma dasar yang dikemukakan oleh Kelsen tidak lebih dari suatu

presuposisi moral yang memerintahkan kepatuhan. Julius Stone menduga

bahwa norma dasar tersebut hanya merupakan norma puncak (apex norm)

dan digunakan untuk tujuan seperti konstitusi menggantikan supremasi

parlemen. Penekanan bahwa kita harus mematuhi konstitusi harus didukung

oleh landasan fakta sosial, moralitas dan etika umum masyarakat. Tidak ada

realitas makna lain yang dapat diterapkan. Validitas suatu norma dasar pada

akhirnya adalah suatu prinsip moral atau tidak bermakna sama sekali.21

2. Metodologi

Suatu sistem hukum bukan merupakan koleksi abstrak dari kategori

yang mati, tetapi suatu susunan hidup yang bergerak secara konstan dan

terdapat bahaya yang besar jika hanya melihat potongan-potongan dan

menganalisis masingmasing bagian. Tidak akan didapatkan gambaran

menyeluruh yang menunjukkan bagaimana sistem tersebut beroperasi.

Pendekatan Kelsen hanya pada satu sisi ketertarikan, yaitu pada bentuk

hukum sembari meletakkan isinya sebagai hal yang sekunder.22

3. Kemurnian

Kelsen sangat menekankan pada analisis kemurnian sehingga

pendekatan lain terhadap penyelidikan yuridis diabaikan. Metodenya

menjadi tidak murni sepanjang mengenai norma dasar karena dia gagal

menjelaskan bagaimana norma tersebut dan eksis. Untuk menjelaskan

hakekat norma dasar membutuhkan pengetahuan lain dari bidang lain

seperti sejarah, ilmu politik, ekonomi, dan lain-lain yang ditolak oleh

Kelsen. Pendekatan tidak murni juga digunakan dalam pure theory. Pada

20

Ibid. Hal. 164 21

Ibid. Hal. 164 22

Ibid. Hal. 165

Page 14: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

14

level norma subordinat, dalam menentukan fakta di mana norma harus

diterapkan, fakta harus ditentukan, pembuktian dan penghakiman

mengambil peran. Penemuan hukum ada bersama penemuan fakta.23

Teori Kelsen mengasumsikan bahwa norma puncak adalah suatu data

yang kadang-kadang dapat ditemukan. Namun jelas bahwa norma puncak

ditentukan dan dipastikan dengan metode yang tidak murni. Penentuan

tingkatan norma sebagai bentuk kehendak hukum yang berbeda dengan

sendirinya mengimplikasikan adanya valuasi sosial tertentu.24

4. Keadilan

Salah satu dalil Pure Theory of Law adalah bahwa hukum tidak dapat

menjawab pertanyaan apakah suatu hukum itu adil atau tidak adil, atau

apakah keadilan itu. Keadilan adalah sesuatu yang di luar rasio. Keadilan

ditolak menjadi jiwa dari hukum atas nama kemurnian hukum. Apakah

dengan begitu Kelsen tidak kehilangan pusat dari permasalahan yang

dibahas? Zaman ini menangis karena masalah keadilan, baik sosial maupun

politik, namun Kelsen menolak dan menyatakannya sebagai sesuatu ide

yang irasional. Teori Kelsen tidak berbicara apapun tentang ketidakadilan

berupa penindasan kulit putih minoritas terhadap kulit hitam di Afrika

Selatan atau penindasan terhadan etnis asia di Inggris, demikian pula dengan

ketidakadilan ekonomi dan politik dalam hubungan internasional. Apa

artinya suatu studi jika substansinya diabaikan? Teori Kelsen hanyalah kulit

dari sistem hukum, meninggalkan kehidupan dan aktivitasnya pada sosiolog

dan ilmuwan sosial lain. Teorinya adalah bentuk lain dari kekaburan dan

penghindaran.25

23

Ibid. Hal. 165 24

Ibid. Hal. 165 - 166 25

Ibid. Hal. 166

Page 15: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

15

5. Keberlakuan

Kelsen tidak memberikan sesuatu yang dapat digunakan untuk

membedakan keberlakuan suatu norma tunggal dan keberlakuan sistem

hukum secara keseluruhan. Apa yang dimaksud dengan keberlakuan

minimum? Bagaimana hal itu dapat dibuktikan selain dengan suatu

penyelidikan terhadap fakta-fakta sosial dan politik? Jika Kelsen menerima

efektifitas sebagai suatu faktor validitas, mengapa tidak juga menerima

faktor yang lain seperti mralitas, ekonomi, dan politik.26

Menurut kelsen, keberlakuan adalah suatu kondisi bagi validitas.

Pertanyaan krusialnya adalah bagaimana menentukan keberlakuan tersebut?

Misalnya penguasa militer mengambil alih kekuasaan dan menahan perdana

menteri dan presiden negara tersebut dan kemudian mengumumkan bahwa

dialah kepala negara saat itu. Dia mengesampingkan konstitusi dan

menetapkan suatu keputusan yang ditandatanginya. Bagaimanakah dapat

menentukan eksistensi suatu norma dasar dalam kondisi seperti ini? Dengan

dasar apa suatu penilaian tentang keberlakuan atau ketidakberlakuan suatu

sistem hukum?27

6. Hirarki Norma

Terdapat sumber hukum seperti kebiasaan, undang-undang, dan

preseden, yang salah satunya tidak dapat dikatakan lebih tinggi dari yang

lain. Di samping norma, dalam sistem hukum juga terdapat standar, prinsip-

prinsip, kebijakan, asas (maxim), yang sama pentingnya dengan norma,

namun tidak diperhatikan oleh Kelsen. 167

26

Ibid 166 -167 27

Ibid 167

Page 16: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

16

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Friedmann mengungkapkan dasar-dasar esensial dari pemikiran Kelsen

sebagai berikut: (1) Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan,

adalah untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan;

(2) Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku,

bukan mengenai hukum yang seharusnya; (3) Hukum adalah ilmu

pengetahuan normatif, bukan ilmu alam; (4) Teori hukum sebagai teori

tentang norma-norma, tidak ada hubungannya dengan daya kerja norma-

norma hukum; (5) Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara

menata, mengubah isi dengan cara yang khusus. Hubungan antara teori

hukum dan sistem yang khas dari hukum positif ialah hubungan apa yang

mungkin dengan hukum yang nyata.

2. Seperti halnya teori pada umumnya, teori hukum Hans Kelsen juga tidak

terlepas dari berbagai keberatan maupun kritik baik yang berasal dari aliran

hukum sebelumnya (khususnya hukum alam dan positivisme empiris),

maupun dari aliran hukum yang berkembang belakangan. Kritik terhadap

teori hukum yang dikemukakan Kelsen pada umumnya antara lain terkait

dengan metode formal yang digunakan dalam Pure Theory of Law, konsep

hukum sebagai perintah yang memaksa namun tidak secara psikologis,

postulasi validitas norma dasar, hubungan hukum dan negara, dan masalah

konsep hukum internasional sebagai suatu sistem. Salah satunya adalah Hari

Chand dalam buku Modern Jurisprudence. Hari Chand memberikan kritik

terhadap teori yang dikemukakan oleh Kelsen tersebut dari segi (1) Tentang

Norma Dasar; (2) Metodologi; (3) kemurnian; (4) keadilan; dan (5)

keberlakuan serta (6) hirarki norma.

Page 17: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

17

B. Saran

1. Dalam menggunakan suatu teori hukum sebagai landasan dalam membuat

suatu hukum diperlukan suatu kejelasan yang sejelas-jelasnya terhadap teori

tersebut dengan harapan bahwa teori hukum tersebut tetap relevan untuk

beberapa tahun kedepan sehingga suatu teori hukum benar-benar sesuai

dengan makudnya yakni untuk mengetahui perbuatan-perbuatan hukum dan

untuk menilai perbuatan-perbuatan tersebut.

2. Suatu teori hukum tidaklah selalu sempurna dalam hal relevansinya

terhadap perkembangan zaman. Namun demikian, bukan berarti teori

tersebut tidak dapat lagi digunakan sesuai dengan maksud dari teori tersebut

karena walau bagaimanapun suatu teori yang dianggap tidak relevan lagi

dengan perkembangan zaman tetap dapat dipakai sebagai landasan untuk

membuat teori tersebut lebih sempurna.

Page 18: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

18

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Ansori. 2006. Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan.

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Ade Maman Suherman. 2006. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Civil Law,

Common Law, Hukum Islam. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Erman Rajagukguk, Kaum Positivis, http://www.findtoyou.com/ebook/. 25-12-

2009.

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at. 2006. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum.

Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,

Jakarta.

Soetandyo Wignjosoebroto. Teori-Teori Sosial Untuk Kajian Hukum,

http://www.findtoyou.com/ebook/. 25-12-2009.

Page 19: Kritikan Teori Hukum Hans Kelsen

19