KRISIS TIROID-fix2

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis tiroid merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan endokrin. Pengenalan dan manajemen yang tepat diperlukan untuk mencegah mortalitas dan morbiditas akibat penyakit ini. Di Amerika Serikat rentang usia kejadian tirotoksikosis pada neonatal terjadi 1-2% dari neonatus yang dilahirkan pada ibu dengan penyakit Graves. Bayi yang masih di bawah 1 tahun kasusnya hanya sekitar 1%. Lebih dari dua per tiga kasus tirotoksikosis yang terjadi pada anak-anak berada pada rentang usia 10-15 tahun. Secara keseluruhan, tirotoksikosis terjadi pada rentang usia 30-40 tahun, hal ini menunjukkan krisis tiroid paling banyak terjadi pada rentang usia ini (Misra, 2012). Menurut Jameson L & Weetman A (2001) insidensi dari krisis tiroid ini sendiri kurang dari 10%. Namun demikian, rerata mortalitas dari krisis tiroid ini sendiri mencapai 20-30%. Misra et al (2012) mengungkapkan bahwa rata-rata kematian pada orang dewasa sangat tinggi mencapai 90%, jika pada awal pasien tidak terdiagnosa dan jika pasien tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Di jepang kasus definitif untuk krisis tiroid berjumlah 282 kasus dan suspected case berjumlah 72 kasus. Rerata kematian dari kasus definitive sejumlah 11%, sedangkan jumlah kasus yang suspected sejumlah 9.5% (Akamizu, 2012) . Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa insidensi mortalitas pada krisis tiroid masih cukup tinggi. Insidensi mortalitas yang cukup tinggi di atas semata-mata terjadi tidak hanya karena penanganan yang lambat dan tidak adekuat. Hal ini juga cukup dipersulit dengan penegakkan diagnosis klinis yang tidak bisa berdasarkan hasil biokimiawi semata karena diagnosis klinis krisis tiroid hanya bisa ditegakkan berdasarkan gambaran Page | 1

description

krisisi tiroid

Transcript of KRISIS TIROID-fix2

KRISIS TIROID

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKrisis tiroid merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan endokrin. Pengenalan dan manajemen yang tepat diperlukan untuk mencegah mortalitas dan morbiditas akibat penyakit ini. Di Amerika Serikat rentang usia kejadian tirotoksikosis pada neonatal terjadi 1-2% dari neonatus yang dilahirkan pada ibu dengan penyakit Graves. Bayi yang masih di bawah 1 tahun kasusnya hanya sekitar 1%. Lebih dari dua per tiga kasus tirotoksikosis yang terjadi pada anak-anak berada pada rentang usia 10-15 tahun. Secara keseluruhan, tirotoksikosis terjadi pada rentang usia 30-40 tahun, hal ini menunjukkan krisis tiroid paling banyak terjadi pada rentang usia ini (Misra, 2012). Menurut Jameson L & Weetman A (2001) insidensi dari krisis tiroid ini sendiri kurang dari 10%. Namun demikian, rerata mortalitas dari krisis tiroid ini sendiri mencapai 20-30%. Misra et al (2012) mengungkapkan bahwa rata-rata kematian pada orang dewasa sangat tinggi mencapai 90%, jika pada awal pasien tidak terdiagnosa dan jika pasien tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Di jepang kasus definitif untuk krisis tiroid berjumlah 282 kasus dan suspected case berjumlah 72 kasus. Rerata kematian dari kasus definitive sejumlah 11%, sedangkan jumlah kasus yang suspected sejumlah 9.5% (Akamizu, 2012) . Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa insidensi mortalitas pada krisis tiroid masih cukup tinggi.

Insidensi mortalitas yang cukup tinggi di atas semata-mata terjadi tidak hanya karena penanganan yang lambat dan tidak adekuat. Hal ini juga cukup dipersulit dengan penegakkan diagnosis klinis yang tidak bisa berdasarkan hasil biokimiawi semata karena diagnosis klinis krisis tiroid hanya bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pasien. Sehingga, ketika melihat tanda dan gejala yang mengarah ke kejadian krisis tiroid perlu sesegera mungkin untuk mengambil tindakan. Rebecca (2011) menyatakan bahwa kecurigaan terhadap terjadinya krisis tiroid sudah cukup untuk menjadi dasar tindakan agresif. 1.2 Tujuan

Makalah tentang krisis tiroid ini disusun dengan tujuan :1. Memahami definisi, etiologi, dan manifestasi klinis dari krisis tiroid

2. Memahami diagnosis dan patofisiologi dari krisis tiroid3. Memahami manajemen farmakologis krisis tiroid4. Memahami rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan krisis tiroid1.3 Sistematika PenulisanMakalah ini disusun dengan menggunakan berbagai sumber seperi textbook, hasil-hasil penelitian, dan tulisan-tulisan menganai krisis tiroid baik dari dalam maupun luar negeri. Makalah ini disusun dengan mekanisme penulisan sebagai berikut :BAB I, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang dari penyusunan makalah ini. BAB II merupakan konsep dasar krisis tiroid yang meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, manajemen keperawatan, dan rencana asuhan keperawatan berdasarkan hasil literature review. BAB III berisi rencana asuhan keperawatan, dan BAB IV berisikan penutupBAB IIKONSEP KRISIS TIROID2.1 Anatomi dan Fisiologis Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah kedua sisi laring dan terletak disebelah anterior trakea. Kelenjar tiroid mensekresi dua macam hormon yaitu hormon tiroid dan kalsitonin. Setiap menitnya jumlah aliran darah di dalam kelenjar tiroid kira-kira lima kali lebih besar daripada berat kelenjar tiroid itu sendiri (Guyton, 1997). Kira-kira 93 persen hormon-hormon aktif metabolisme yang disekresikan oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin (t4) dan triiodotironin (T3). Namun, hampir semua tiroksin akhirmya akan diubah menjadi triioditironin di dalam jaringan, sehingga secara fungsional keduanya penting (Guyton, 1997) .

Sekitar 75% dari T4 dan 70% dari T3 berikatan dengan tiroid binding globulin (TBG). hanya sejumlah kecil dari hormon T3 (0.3%) dan T4 (0.03%) yang tidak berikatan dan berdifusi ke jaringan perifer. Hormon T3 dan T4 yang tidak terikat inilah yang akhirnya akan menjadi hormon yang aktif di dalam tubuh.

Hormon tiroid memiliki efek terhadap mayoritas organ dan jaringan di dalam tubuh, kecuali organ otak pada orang dewasa, limpa, testis, uterus, dan kelenjar tiroid itu sendiri. Hormon tiroid berperan besar. dalam pertumbuhan dan metabolisme yang terjadi di dalam tubuh.2.2 Definisi

Migneco et al (2005) menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan suatu keadaan eksaserbasi lanjut dari kondisi hipertiroid dengan karakteristik kegagalan organ pada satu atau lebih sistem organ. Senada dengan pernyataan di atas, Hudak & Galo (2010) menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani.Dari pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa krisis tiroid merupakan suatu bentuk kegawatdaruratan yang merupakan suatu keadaan eksaserbasi lanjut dari tirotoksikosis dengan karakteristik dekompensasi organ yang dapat dengan segera menimbulkan kematian jika pasien tidak mendapatkan penangan segera dan adekuat.2.3 EtiologiPenyebab paling sering terjadinya krisis tiroid adalah penyakit grave. Penyakit grave merupakan penyakit autoimun yang dimediasi oleh antibodi reseptor tirotropin yang menstimulasi sintesis hormon tiroid menjadi berlebihan dan tidak terkendali (Nayak, 2010). Selain itu penyebab lainnya yang terjadi berupa hipertiroidisme eksogen, tiroiditis, goiter nodular toksik, dan kanker tiroid. Obat-obat tertentu seperti prosedur radiografi atau amiodaron (obat antidisritmia) juga dapat mencetuskan terjadinya status tirotoksik karena mengandung iodin yang tinggi (Hudak & Galo, 2010).Krisis tiroid juga dapat dicetuskan oleh suatu kondisi tertentu. Menurut Hudak & Galo (2010) faktor pencetus terjadinya kritis tiroid seperti infeksi, penyakit medical yang bersamaan (infark miokard, penyakit paru), kehamilan, dan pengobatan (terapi steroid, -blocker, narkotik, alkohohol, terapi glukokortikoid, terapi insulin, diuretik tiasin, fenitoin, agen-agen kemoterapi, dan agen-agen inflamasi nonsteroid), tumor pituitary, terapi radiasi pada leher dan kepala, penyakit autoimun, prosedur pembahasan neurologi, metastasis malignasi, pembedahan, penyakit yang berkepanjangan, syok, postpartum, dan trauma.Kritis tiroid dilaporkan terjadi pada pasien dengan trauma. Seorang pria berusia 40 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas. Pria tersebut mengalami kontusio multiple dan abrasi pada semua ekstremitas. Gcs pasien= 15. Kondisi hemodinamik pasien stabil dan hasil laboratorium darah lengkap, glukosa darah, fungsi renal dan elektrolit dalam batas normal. Namun, setelah beberapa jam kondisi sensoris pasien semakin menurun dan pasien mengalami bingung dan stupor. Suhu tubuh meningkat mencapai 38.4o C dan nadi mencapai 140/menit. T3 pasien 7pg/ml (1.4-4.4), T4 = 2.2 (0.8-2) dan TSH 45

25-44

< 25Thyroid storm

Impending Storm

Storm Unlikely

Sumber : (Burch and Wartofsky, 1993 (21) dalam ATA & AACE, 2011)

Adapun kesimpulan dari scoring ini adalah jika skor pasien > 45 maka pasien didiagnosis mengalami krisis tiroid. Skor 25-44 menunjukkan kondisi ini segera terjadi krisis tiroid dan jika skor < 25 menunjukkan tidak terjadi krisis tiroid. Selain Burch and Wartofsky (BW) scoring sebagai alat untuk menilai kriteria diagnosis krisis tiroid, Japan Thyroid Association dan Japan Endocrine Society (JTA/JCE) juga memiliki kriteria diagnosis krisis tiroid. Kriteria diagnosis yang dirumuskan oleh JTA/JCE ini jauh lebih mudah dan sederhana jika dibandingkan dengan BW scoring. Dibawah ini merupakan kriteria diagnostic krisis tiroid menurut JTA/JCE :Tabel 1.2

Diagnostic Criteria For Thyroid Storm of Japan Thyroid Association and Japan Endocrine Society

Essential criterion symptoms :Symptoms :

Presenece of thyrotoxicosis (elevation of free T3 and/or T4)1. Symptoms involving the central nervous system

2. Fever ( 38oC)

3. Tachycardia ( 130/min)4. Symptoms of heart failure5. Gastrointestinal system

Cases definitely diagnosed as having thyroid storm :Satisfaction of the essential criterion and at least one of the following criteriaa. Central nervous system symptoms + one more of the symptoms, orb. 3 or more symptoms other than those of central nervous systemCases suspected of having thyroid storm :

a. Satisfaction of essential criterion + 2 symptoms other than those of central nervous system, orb. Satisfaction of essential criterion is not confirmed, but positive history of thyroid disease + exopthalmos + goiter are present and criterion a or b for definite case is satified

Sumber : Journal Thyroid Research (2011)2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Seperti yang telah dijelaskan di atas penegakkan diagnosa krisis tiroid berdasarkan temuan-temuan klinis, bukan berdasarkan hasil laboratorium. Hasil laboratorium dapat berguna untuk mengidentifikasi faktor pencetus.

Pemeriksaan laboratorium yang ditemukan seperti peningkatan kadar serum total dan konsentrasi T3 bebas, peningkatan T4, dan penekan level TSH. Gambaran laboratorium lain berupa leukositosis, abnormalitas enzim liver, hiperglikemia, hiperkalsemia, dan peningkatan glikogenolisis. Hiperkalsemia dapat ditemukan karena hormon tiroid dapat menstimulasi resorpsi tulang (misra; 2012, nayak; 2010) 2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan ultratiroid scan. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan keadaan dari hipertiroidisme yang ditunjukkan dengan gambaran khas dari basedows disease atau nodular goiter dengan karakteristik warna-pola Doppler dari hiperaktivitas kelenjar tiroid. Sehingga, hal ini dapat membedakan kelenjar normal dengan mudah (Migneco et al, 2005).

Studi pencitraan lain yang dapat dilakukan adalah radiografi dada. Radiografi dada berguna untuk menunjukkan adanya pembesaran jantung dan menunjukkan adanya oedema paru yang disebabkan karna adanya pembesaran jatung ataupun infeksi paru. Selain itu, dapat dilakukan CT scan untuk menilai fungsi neurologis pasien (Misra, 2010).

3. Pemeriksaan LainnyaPemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah ECG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memonitor cardiac aritmia, dimana kasus atrial fibrilasi paling banyak ditemukan pada pasien dengan krisis tiroid. Aritmia yang lain seperti halnya flutter, ventrikular takikardi juga dapat terjadi pada kasus ini (Misra, 2010).

2.8 Manajemen FarmakologisMenurut Urden (2010), pada dasarnya manajemen farmakologis pada krisis tiroid terbagi menjadi tiga, yaitu memblok sintesis dan pengeluaran hormon tiroid, memblok dan menghambat konversi dari T4 menjadi T3, dan Menurunkan sensiitivitas seluler peripheral terhadap katekolamin

Pengobatan yang pertama menggunakan Prophyltiouracil (PTU) atau methimazole yang akan memblok sintesis dari hormone tiroid dan menghambat konversi dari T4 menjadi T3. Dosis PTU 200-250 mg setiap 4 jam secara oral atau melalui NGT. Perawat harus memonitor tanda dari perdarahan dan penurunan jumlah platelet (Dahlen, 2002; Dulak, Kaplow & Hardin, 2007)

Satu sampai dua jam kemudian diberikan iodine solution (lugol) yang bertujuan untuk mencegah pengeluaran dari penyimpanan hormon tiroid ke seluruh tubuh. Dosis ini diberikan 8 tetes setiap 6 jam secara oral atau melalui ngt (Dahlen, 2002; Dulak, Kaplow & Hardin, 2007 dalam Bray, 2010).

Untuk melawan efek beta adrenergic dari krisis tiroid seperti takikardi, tremor, dan gelisah dapat diberikan beta blocker. Perawat dapat memberikan propanolol 60-120 mg IV setiap 6 jam. Fungsi cardiac pasien harus senantiasa dimonitor. Propanolol merupkan drug of choice karena tidak hanya sebagai beta blocking tetapi juga dapat mengurangi HR, dan memblok konversi dari T4 menjadi T3. Propanolol sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan PPOK karena berpotensi terjadi bronkospasme. Pada kasus ini beta 1 selective blocker dapat menjadi pilihan (Dahlen, 2002; Dulak, Kaplow & Hardin, 2007 dalam Bray, 2010)

Menurut Urden (2010), beberapa pasien dengan krisis tiroid mengalami insufisiensi adrenal. Sehingga perlu diberikan deksametason ataupun hidrokortison. Hidrokortison berguna untuk menekan kortisol dari kelenjar adrenal. Perawat dapat memberikan 100 mg iv setiap 8 jam dan memonitor glukosa dan elektrolit (Dahlen, 2002; Dulak, Kaplow & Hardin, 2007 dalam Bray, 2010)

Dibawah ini merupakan manajemen farmakologis yang direkomendasikan oleh American Thyroid Associaton (ATA)/American Associations of Clinical Endocrinologists (2011) pada pasien dengan krisis tiroid :Tabel 1.3Thyroid Storm : Drugs & DosesDrugDosingComment

Prophyltiouracil500-1000 mg load,then 250 mg setiap 4 jamBlock new hormone synthesis

Blocks T4-to-T3 conversion

Methimazole60-80 mg/dayBlocks new hormone synthesis

Propanolol60-80 mg every 4 hourConsider invasive monitoring in congestive heart failure

Blocks T4 to T3 conversion in high doses

Alternate drugs : esmolol infusion

Iodine (Saturated solution of potassium iodide)5 drops (0.25mL or 250 mg) orally every 6 hoursDo not start until 1 hour after antithyroid drugsBlocks new hormone synthesis

Blocks thyroid hormone release

Hidrokortison300 mg iv load, then 100 mg setiap 8 jamBlock T4 to T3 conversion

Prophylaxis against relative adrenal insufficiency

Alternative drug : dexamethasone

Sumber : Bahn et al (2011)

Esmolol merupakan salah satu alternatif obat beta blocker yang direkomendasikan oleh ATA/AACE untuk mengatasi takikardi sebagai respon dari hiperaktivtias adrenergik pada pasien dengan krisis tiroid. Namun, terdapat sebuah studi yang mengungkapkan kegagalan esmolol dalam menangani takikardi pada pasien dengan krisis tiroid pasca sub-tiroidektomi. Kasus ini dialami seorang wanita berusia 33 tahun dengan berat 56 kg di China. Wanita ini mengalami pembengkakkan di lehernya`secara progresif dalm kurun waktu 7 tahun. Sebelumnya, 4 tahun yang lalu wanita ini pernah didiagnosa mengalmi hipertiroidisme. Dikarenakan kegagalan dari pengobatan, akhirnya dilakukan operasi subtotal tiroidektomi dengan menggunakan propofol dan infuse sufentanil sebagai anestesi umum. Setelah 30 menit, wanita ini sadar dan kemampuan nafas dinyatakan adekuat. Namun demikian, wanita ini mengalami febris (38.6C), gelisah, dan keringat berlebihan. Selain itu, arterial pressure 156/107 mm Hg dan ECG menunjukkan terjadi sinus takikardi (154x/m). pasien ini diduga mengalami krisis tiroid sehingga diberikan esmolol 30 mg melalui intravena dan midazolam 5 mg. ice packs dan alcohol sponging digunakan untuk menurunkan suhu tubuh, methimazole 20 mg diberikan melalui ngt, dan hydrocortisone 100 mg dan nicardipine 0.25 mg diberikan melalui i.v. setelah 20 menit suhu tubuh pasien menurun. Namun masih terrdapat takikardi dan hipertensi. Selanjutnya esmolol kembali diberikan namun ternyata hipertensi dan takikardi masih menetap. Tes fungsi tiroid terjadi kenaikan T3 dan T4 serta penurunan TSH. Akhirnya pasien dbawa ke ICU dan pemberian esmolol dihentikan dan pemberian diltiazem dilanjutkan. Pasien juga diberikan perngobatan yang sama seperti sebelumnya yaitu hidrokortison, PTU, dan iodine, setelah 10 jam pengobatan, kondisi pasien stabil dan nadi pasien menurun menjadi 92x/m.

Zhong, HJ dan Yang, T.D (2012) mengungkapkan bahwa pada pasien ini kemungkinan besar mengalami insensitivitas terhadap beta-blocker. Hal ini mungkin disebabkan oleh abnormalitas sifat dan jumlah beta adrenergic reseptor di jantung. Peningkatan dosis pemberian beta blocker mungkin diperlukan untuk mengatasinya.Pada kasus di atas ditemukan buruknya respon terhadap obat beta bloker yang diberikan. Respon yang cepat dibutuhkan terhadap pengobatan yang tidak sesuai agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk.Apabila dengan pengobatan konvensional seperti di atas tidak berhasil, maka untuk menurunkan kadar hormon secara langsung dapat menggunakan plasmaferesis, tukar plasma, dialysis peritoneal, tranfusi tukar, dan charcoal plasma perfusion (Bakta, M, Suastika K,1999).Penelitian yang dilakukan oleh Muller et al (2011) bertujuan untuk mengetahui peran pertukaran plasma pada krisis tiroid. Penelitian ini merupakan sebuah laporan kasus dimana theurapetic plasma exchange (TPE) diberikan kepada 3 pasien lansia yang dirawat karena mengalami krisis tiroid. Hasil menunjukkan setelah pemberian TPE terdapat peningkatan kondisi klinis dan biologis pasien. TPE memberikan efek membuang sitokin, putatives antibodies, hormon tiroid dan ikatannya terhadap protein. 2.9 Manajemen Perioperatif

Riwayat pembedahan tiroid ataupun pembedahan tiroid dalam keadaan tiroksikosis memiliki mortalitas yang tinggi pada akhir abad ke 19. Hal ini disebabkan oleh krisis tiroid yang terjadi pasca operasi. Pada tahun 1923, penggunaan iodine inorganik dapat menurunkan mortalitas sampai kurang dari 1%. Kemudian, pada awal tahun 1940 thionamide mulai digunakan untuk persiapan pre-operasi.

Manajemen pre-operasi dari pasien tirotoksikosis dapat dibagi menjadi 2 : persiapan elektif atau prosedur non urgen dan persiapan prosedur emergensi. Pada keadaan non-urgen, terapi thionamide sangat direkomendasikan dan akan menyebabkan keadaan eutiroidime dalam beberapa minggu. Penggunaan iodine sebelum pre-operasi dapat menurunkan vaskularitas kelenjar tiroid dan menurunkan aliran darah. Namun, penggunaan iodine diindikasikan hanya jika penggunaan thionamide tidak dapat ditoleransi.Pada persiapan preoperasi dari pasien tirotoksikosis untuk prosedur emergensi, waktu merupakan hal yang paling penting, Penurunan secara cepat level hormone tiroid, kontrol pengeluaran hormon tiroid, dan kontrol dari manifestasi perifer. Pada kondisi ini, regimen pengobatan sama dengan krisis tiroidSebuah studi yang dilakukan Erbil et al (2007) tentang efek lugol terhadap aliran darah pada kelenjar tiroid dan kepadatan pembuluh darah mikro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lugol dalam menurunkan vaskularitas pada kelenjar tiroid, karena selama ini keefektivititasan dari pemberian lugol masih menjadi perdebatan. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis prospektif. 36 pasien dipilih secara acak untuk diberikan cairan lugol sebagai preoperative treatement. Pada penelitian ini 17 pasien mendapatkan cairan lugol dan sisanya 19 pasien sebagai kelompok kontrol. Penilaian dilakukan menggunakan USG pewarnaan Dopler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cairan lugol pre operasi dapat menurunkan aliran darah, vaskularitas tiroid, dan kehilangan darah pada saat proses tiroidektomi.

Setelah dilakukan tiroidektomi, tionamide dapat dihentikan 1 sampai 3 hari setelah operasi. Namun, terapi dengan reseptor -adrenegik masih dibutuhkan dalam jangka waktu pendek, sekitar 7-8 hari dikarena waktu paruh dari T4.

2.10 Manajemen Keperawatan

Menurut Urden (2010), pada kasus emergensi krisis tiroid ini perawat berperan dalam pemberian obat secara aman dan mengawasi timbulnya efek samping obat, normalisasi suhu tubuh, rehidrasi dan koreksi metabolik, serta dalam memberikan pendidikan kesehatan terhadap klien.1. Medication Adminstration

Pemberian obat harus dilakukan secara aman dan sesuai dengan prosedur. Perawat juga harus memahami efek yang ditimbulkan dari obat-obatan yang diberikan. Seperti penggunaan beta blocker, perhatikan efek samping apakah setelah diberikan obat terjadi penurunan nadi dan tekanan darah secara cepat, bahkan timbul cardiac arrest.2. Normalisasi suhu tubuh

Pada pasien dengan krisis tiroid memiliki suhu tubuh yang sangat tinggi (hiperpiretik) berkaitan dengan kondisi hipermetabolik yang dialami pasien. Perawat dapat mengurangi demam dengan penggunaan ice packs. Selain itu, perawat dapat memberikan kompres pada aksila, kepala, dan lipatan paha pasien. Asetaminopen (antipiretik) dapat diberikan. Namun untuk aspirin dan salisilat tidak dapat diberikan karena dapat meningkatkan level sirkulasi hormon tiroid (Dahlen, 2002: Dulak, 2005 dalam Bray, 2010).

Selain dengan pemberian asetaminofen, Carrol dan Matflin (2011) mengungkapkan bahwa chlorpromazin 50-100 mg setiap 6 jam sekali dapat diberikan baik secara oral ataupun melalui intramuscular (IM). CPZ dapat mengurangi hipertermi , karena efeknya langsung pada termoregulasi sentral.3. Rehidrasi dan Koreksi Perubahan Metabolik

Hipertermi, takipnea, diaphoresis, muntah, diare menyebabkan pasien mengalami kekurangan cairan. Penggantian cairan dan elektrolit perlu dilakukan secara cepat. Glukosa dapat diberikan untuk menggantikan cadangan glikogen yang menurun, pemberian insulin dapat dilakukan apabila terdapat kondisi hipeglikemi yang dapat disebabkan oleh mobilisasi dari nutrisi maupun glukokortikoid. Pengukuran kadar glukosa perlu diperlukan secara berkala untuk mengetahui dosis insulin yang perlu diberikan, Hiponatremia yang bisa disebabkan oleh muntah dapat dipantau melalui hasil laboratorium serum. Pemberian cairan isotonis diperlukan dalam kondisi ini. selain itu pemantaun kelembaban mukosa, berat badan, dan intake output cairan perlu dipantau secara berkala.

4. Pendidikan Kesehatan

Pasien maupun keluarga pasien perlu mendapatkan penjelasan yang adekuat terkait kondisi krisis yang dialami pasien. Penjelesan yang diberikan merujuk pada kondisi emosional dan tingkat kognitif pasien. Penyebab dari demam tinggi, ansietas, dan disritmia cardiac perlu dijelaskan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh keluarga pasien maupun pasien itu sendiri. Sehingga, pasien maupun keluarga memahami bahwa kondisi-kondisi tersebut merupakan hasil sirkulasi kimia dalam tubuh dan untuk penangan awal dapat diatasi segera dengan pengobatan secara konservatif.BAB III

Rencana Asuhan Keperawatan

1. Pengkajiana. Pemeriksaan Fisik

Penegakkan diagnosa krisis tiroid berdasarkan temuan-temuan klinis. Seperti yang telah dijelaskan di atas penegakkan diagnosis dapat menggunakan penilaian skor Burch & Wartofsky. Hasil pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut hipertemi, ,palpitasi, nyeri dada, agitasi, delirium, dispnea, oedema, diare, peningkatan produksi keringat, nyeri abdominal, takikardi, dehidrasi, atrial fibrilasi, gagal jantung kongestif, tremor, dan koma.

b. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan T3 dan T4

Hematologi : leukositosis

Fungsi hati : peningkatan ALT, AST, LDH, CK, alkalin pospatase, dan bilirubin serum

asidosis metabolic

Hiperkalsemia

Hiperglikemia

c. Pemeriksaan Radiologis ECG : atrial fibrilasi, artimia Ultrascan tiroid : gambaran klinis basedows disease atau nodular goiter dengan karakteristik warna tertentu.2. Rencana KeperawatanDiagnosa KeperawatanKriteria HasilIntervensi Keperawatan

Penurunan curah jantung b.d gagal jantung dan status hipermetabolikPasien akan tetap stabil secara haemodinamik TTV dalam rentang normal

Nadi perifer teraba

Disritmia (-)

Pengisian kapiler (+) Berikan cairan iv sesuai Berikan pengobatan i beta blocker Berikan oksigen sesuai indikasi

Lakukan pemeriksaan ECG secara teratur

Monitor tekanan darah, cvp

Dengarkan suara jantung, perhatikan apakah ada suara jantung abnormal seperti gallops ataupun murmur

Awasi apakah pasien mengeluhkan nyeri pada dada Kaji nadi pasien

Auskultasi suara nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan

Defisit volume cairan b.d status hipermetabolikPasien akan normovolemik Balance input dan output cairan

Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi

(mucus lembab, crt < 2. Nadi dalam rentang normal (N=60-100 x/m) Kaji status volume cairan setap 1 jam Berikan cairan IV sesuai indikasi (dapat diberikan dekstrose) Observasi tanda/gejala seperti membran mucus kering, nadi lemah, kapiler, pengisian kapiler, penurunan urin output, dan hipotensi. Monitor input dan output cairan Berikan obat dan elektrolit sesuai indikasi Kaji semua data laboratorium. Laporkan nilai elektrolit yang abnormal

Hipertermi b.d status hipermetabolikSuhu tubuh kembali sesuai rentang suhu tubuh normal pasien Suhu normal 36.5-37.5 Nadi dan pernapasan dalam rentanng norma

(N = 60-100x/m, RR = 16-20 x/m)

Keletihan tidak nampak Pantau suhu tubuh setiap 1 jam

Lakukan tindakan yang dapat menurunkan status tubuh pasien (cooling pad, ice pack. Kompres dengan air biasa pada aksila, kening. Leher, dan lipatan paha) Turunkan suhu tubuh pasien (berikan asetaminofen) Pantau hidrasi secara teratur (turgor kulit, dan kelembaban membrane mukosa)

BAB IV

PENUTUP

Krisis tiroid merupakan salah satu kegawatdaruratan endokrin yang merupakan eksaserbasi lanjut dari keadaan tirotoksikosis. Penegakkan diagnosis krisis tiroid berdasarkan gambaran klinis. Untuk memudahkan penegakkan krisis tirod Butcher & Watorfski menyusun sebuah skoring. Skoring tersebut merupakan penilaian terhadap termoregulasi, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan sistem syaraf.Penanganan dari krisis tiroid sendiri memerlukan penaganan yang cepat, karena meskipun krisis tiroid jarang terjadi, namun morbiditas krisis tiroid cukup tinggi yaitu 20-30% jika tidak mendapat penanganan secara cepat. Adapun tujuan utama dari penanganan krisis tiroid yaitu Memblok sintesis dan pengeluaran hormone tiroid, memblok dan menghambat konversi dari T4 menjadi T3, serta menurunkan sensiitivitas seluler peripheral terhadap katekolamin. Peran perawat sangat dibutuhkan khususnya dalam pemberian dan pengawasan efek samping obat, penanganan supprtif seperti penurunan suhu tubuh pasien, dan koreksi cairan dan elektrolit pasien.DAFTAR PUSTAKAAkamizu, et al. 2012. Novel Diagnostic Criteria and Clinico-Epidemiological Features of Thyroid Storm Based on a Japanese Nationwide Survey. Jurnal of Endocrine. Vol.33. Abstract. Diakses melalui http://edrv.endojournals.org/cgi/content/meeting_abstract/33/03_MeetingAbstracts/SUN-407 pada tanggal 2 Oktober 2013.

Bahn et al. 2011. Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis : Management Guidelines of The American Thyroid Association and American Association of Clinical Endocrinologists. Diakses melalui https://www.aace.com/files/hyper-guidelines-2011.pdf pada tanggal 3 September 2013.

Bakta M, Suastika, K. 1999. Gawat Darurat di Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Bray, D. L. 2010. Thyroid Storm and The AACN Synergy Model In The Eye of The Storm. Journal of Nursing. Retrieved September 3, 2013 from http://rnjournal.com/journal-of-nursing/thyroid-strom-and-the-aacn-synergy -modelDahlen, R. 2002. Managing Patients with Acute Thyrotoxicosis. Critical Care Nurse, 22, 62-69.

Dulak, S.B. 2005. Thyroid Storm : a medical emergency. Modern Medicine. Retrieved November 7, 2009 from http://rn.modernmedicine.com/rnweb/article/articleDetail.jsp?id=153278Erbil et al. 2007. Effect of Lugol Solution on Thyroid Gland Blood Flow and Microvessel Density in the Patients with Graves Disease. The Jorunal of Endocrinology & Metabolism Vol 92 (6) : 2182-2189Fink et al. 2005 Textbook of Critical Care 5th Edition. USA : ElsevierFrost L et al. 2004. Hyperthiroidism and risk of atrial fibrillation or flutter : a population based study. Arch Intern Med 164(15) : 1675-1678

Guyton A, J., Hall J, E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGCHudak & Galo.2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Vol.2 Ed. 6. Jakarta : EGC

Kobal et al. 2010. Treatement of Thyrotoxic Crisis With Plasmapheresis and Single Pass Albumin Dialysiis : A Case Report. Journal Artificial Organ Vol.34 (2) pp : 55-58Maafin, carrol. 2010. ENdocrin and Metabolic Emergencies : Thyroid Storm. Theraupetic advance in endocrinology and Metabolism. 113, pp : 139-145Migneco et al. 2005. Management of Thyrotoxic Crisis. European Review for Medical and Pharmaloical Sciences.Vol . 69-74Misra et al. 2012. Thyroid Storm. Diakses melalui emedicine.medscape.com/article/925147 pada tanggal 18 September 2013Mistovich et al. 2007. Beyond the basics :Endocrine Emergencies Part 1 : Hyperthyroidism and Thyroid Storm. EMG Magazines.

Muller et al. 2011. Review Article : Role of Plasma Exchange in The Thyroid Storm. Journal of Theraupetic Apheresis and Dialysis Vol 15 (6) : 522-531

Nadkarni PJ et al. 2008. Thyrotoxicosis-induced ventricular arythmias. Thyroid. 18(10) :1111-1114.Nayak Bindu MD, Burman Kenneth MD. 2006. Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Elsevier Journal. Available from : Endocrionlogy and Metabolism Clinics of North America 663-686.Swee Du Soon et al. (2013). Neurological Manifestations Predict Mortality In Thyroid Storm. Vol.34.Diakses melalui http://edrv.endojournals.org/cgi/content/meeting_abstract/34/03_MeetingAbstracts/MON-451 pada tanggal 18 September 2013.Urden, et al. 2010. Critcal Care Nursing : Diagnosis and Management. Canada : Mosby

Young, J.1999. Actionstat. Thyroid Storm. Endocr Rev. Vol 29 (8) : 33. Diakses melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10504975?report=abstract pada tanggal 18 September 2013Zhong, H.J, Yong, T.D.2012. Failure of esmolol to control tachycardia associated with thyroid storm after subtotal thyroidectomy. Oxford Journals, Vol.19, 466-467. Diakses melalui http://bja.oxfordjournals.org/content/109/3/466.2.full pada tanggal 3 Oktober 2013.

Gambar 1

Penyakit Graves : transverse sonogram dari lobus kiri menunjukkan pembesaran secara difusi, heterogen, dan hypoechoic parenkim. Gambaran power Doppler menunjukkan pola hipervaskuler

Gambar 2

Toxic Nodular Goiter : transverse sonogram dari lobus kanan menunjukkan adanya massa yang berisi darah

Gambar 3

Normal Thyroid

Takikardi

CO

Meningkat

Peningkatan TD

Ansetas, gelisah

S.saraf

Peningkatan Jumlah Panas dalam tubuh

Berbagai Faktor Pencetus

Peningkatan

Kontraktilitas

Peningkatan Pemakaian O2 Seluler dan produk akhir sisa metabolisme (Co2)

Hipermetabolik

Peningkatan kadar T3 dan T4

Penurunan CO

Diare

Peningkatan

Motilitas

Usus

Peningkatan transpor natrium dan kalium di menbran sel

lipolisis

Meningkatkan Na, K-ATP ase

Vasodilatasi

Peningkatan aliran darah

Hiperaktivitas

Adrenergik

Respon kardiovaskuler

(takikardi, aritmia)

Asidosis

Diare

asam lemak bebas dalam plasma

Asidosis

Page | 9

Page | 14