Kratonpedia E-Magazine Edisi Desember 2011
-
Upload
kratonpedia-nusantara -
Category
Documents
-
view
234 -
download
1
description
Transcript of Kratonpedia E-Magazine Edisi Desember 2011
Jl. Terogong Raya No. 17Jakarta Selatan 12430Ph. +62 21 7509077, 75911733Fax. +62 21 75911720www.inarts.co.id
Biro YogyakartaJl. Patehan Tengah No. 6Yogyakarta 55133Ph. +62 274 374786Email: [email protected]: www.facebook.com/kratonpediatwitter: @KratonPedia
Pemimpin Umum Hafiz Priyotomo
Pemimpin Redaksi Aan Prihandaya
Staf Redaksi Widi Asmara | Yudhi Sulistyo
Desain Grafis & Artistik Arif Wicaksono
Marketing/Promosi Indah Novita Sari
Iklan Hafiz Priyotomo
Penerbit PT Kratonpedia
kratonpedia.cominspirasi kaum muda tanpa batas
inspirasi kaum muda tanpa batas
vol. I no. 3 | Desember 2011
Pada tahun 2011 ini pertunjukan Sendratari Ramayana
Prambanan genap bertahan selama 50 tahun, dan itu merupakan
usia yang cukup lama untuk bisa bertahan dan tetap disukai
sebagai sebuah tontonan yang harus terus berproses dengan
adaptasi menyesuaikan jaman.
50 TahunSendratari Ramayana
Prambanan
Wayang KlithikDesa Wonosoco
desa ini merupakan satu-satunya
daerah yang masih melestarikan
kesenian wayang “Klithik.”
Malam Satu Surodi Bumi Reyogmenikmati suasana hiburan
pasar malam dan pertunjukan
reyog.
Apem Sewu...merupakan tradisi baru yang
diciptakan masyarakat Kampung
Sewu Kecamatan Jebres Solo
dengan swadaya.
Sate KerbauCara mengolah sate kerbau juga
tidak seperti lazimnya mengolah
sate kebanyakan.
4
10 14
20 24
Lawang SewuPada awalnya, gedung ini
dipakai sebagai kantor jawatan
kereta api Belanda...
Perjalanan Menuju Ranau
Danau yang dikelilingi oleh
gunung Seminung dan Bukit
Barisan...
Pasar Windu Jenar...merupakan pusat jual-beli
aneka barang-barang antik baik
asli maupun replika.
Mengenal Pembuatan KerisMaterial dasar dari sebilah keris
adalah 3 jenis logam...
SiwalanMembawa Berkah
Alat yang digunakan untuk
membuat goresan dinamakan
pengutik...
28
32
36
40
44
50 TahunSendratari RamayanaPrambanan
(teks dan foto : Wd Asmara/Kratonpedia)
4 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Candi Prambanan terletak di jalan raya Yogya-Solo Km 16 dan merupakan candi Hindu termegah dan terbesar di Indonesia sekaligus se-Asia Tenggara. Candi Hindu yang dibangun pada masa Wangsa Sanjaya pada sekitar tahun 850 Masehi ini sekarang lebih terkenal sebagai taman wisata yang dikunjungi turis lokal dan mancanegara.
Sebagai taman wisata, candi
Prambanan selalu dikaitkan oleh
beberapa pengunjung lokal dengan
legenda Bandung Bondowoso dan
Rara Jonggrang. Namun selain
legenda dan kemegahan candi yang
terdiri dari tiga candi utama, yaitu
candi Wisnu, candi Brahma, dan candi
Siwa, taman wisata ini mempunyai
sebuah panggung teater besar yang
juga megah dengan latar belakang
bangunan candi Prambanan.
Panggung megah tersebut
dipergunakan untuk pertunjukan
Sendratari Ramayana, atau wisatawan
asing mengenalnya dengan nama
Ramayana Ballet. Dengan ketinggian
1,8 m dari permukaan tanah, panjang
50 m dan lebar 16 m, dan tempat
duduk penonton berupa tribun
di depan dan samping kiri kanan
panggung, pertunjukan hanya
ideal bila dilihat dari arah depan.
Panggung yang di bangun permanen
dengan material batuan hitam
serta dilengkapi dengan tata lampu
yang moderen serta sound system
berkapasitas besar ini menjadi nilai
tambah keberadaan candi Hindu
yang sudah berumur ratusan tahun.
Desember 2011 | 5
Pagelaran Sendratari Ramayana di panggung teater moderen
ini didukung tujuh kelompok kesenian yang total melibatkan
200 lebih personel dari anak-anak hingga dewasa, dan setiap
kelompok mempunyai jadwal secara bergiliran untuk tampil.
Panggung yang biasa digunakan untuk pertunjukan adalah
panggung terbuka, dan bila dalam kondisi musim penghujan
dengan tingkat curah hujan yang tinggi, pertunjukan diadakan
di teater tertutup yang berada dalam satu komplek, yaitu di
gedung Tri Murti.
Jadwal pertunjukan Sendratari Ramayana digelar secara
rutin setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu pada malam bulan
purnama. Dan pagelaran biasa dimulai pada pukul 19:30
dengan durasi sekitar 120 menit, atau terkadang lebih. Harga
tiketpun bervariasi, mulai dari harga khusus untuk anak
sekolah yang dibandrol dengan harga Rp.20.000, sampai tiket
umum dari harga Rp.75.000 sampai dengan Rp.250.000 untuk
VIP.
Penari dalam Sendratari Ramayana Prambanan
dalam sebuah pagelaran berjumlah 47 orang yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan serta usia
mulai dari 6 tahun hingga 50 tahun, dan beberapa
penari mendapat tiga peran yang harus
dibawakan.
6 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Cerita Sendratari Ramayana Prambanan dimulai dengan kisah Dewi Shinta yang diculik oleh Rahwana, kemudian Rama yang dibantu pasukan yang dipimpin oleh Hanoman menyerang kerajaan Alengka dan berhasil membebaskan Dewi Shinta. Secara keseluruhan pagelaran ini diwarnai dengan seni tari dan akrobat yang cukup menarik menjadi tontonan, dan juga tata lampu menjadi bagian penting dalam pagelaran ini.
8 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Pada tahun 2011 ini pertunjukan Sendratari
Ramayana Prambanan genap bertahan selama
50 tahun, dan itu merupakan usia yang cukup
lama untuk bisa bertahan dan tetap disukai
sebagai sebuah tontonan yang harus terus
berproses dengan adaptasi menyesuaikan
jaman. Selain meningkatkan kunjungan wisata
ke wilayah Yogyakarta, adanya pagelaran
Sendratari Ramayana ini juga diharapkan bisa
berpengaruh pada durasi atau lama tinggal
wisatawan khususnya dari mancanegara.
Inovasi dengan makin mengembangkan
pemanfaatan tehnologi moderen secara terus
menerus dalam sajian seni pertunjukan, akan
memudahkan komunikasi sebuah seni dan
budaya yang penuh makna dengan generasi
berikutnya.
Setelah melewati 50 tahun Sendratari Ramayana
Prambanan, sebuah pagelaran kolaborasi seniman
dari India dan Indonesia dikemas menarik pada
tanggal 9 hingga 10 November 2011 lalu. Dan
bentuk kreatif kemasan serta inovasi yang harus
terus dilakukan, menjadikan pertunjukan Sendratari
Ramayana berjuang untuk tetap eksis , dan bisa
menjadi alternatif hiburan untuk ditonton oleh
berbagai suku bangsa dan segala usia. Sekaligus bisa
menjadi tempat untuk berekspresi dan mendapatkan
apresiasi yang layak untuk para seniman yang terlibat
dalam kemegahan pagelaran Sendratari Ramayana
Prambanan. Salam Kratonpedia.
Desember 2011 | 9
Wayang KlithikDesa Wonosoco
(teks dan foto : Aan Prihandaya/Kratonpedia)
10 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Desa Wonosoco berada di kecamatan Undaan, kabupaten Kudus, sekitar 20 km ke arah Purwodadi. Desa terpencil di lereng pegunungan Kendeng Utara ini menjadi istimewa karena konon desa ini merupakan satu-satunya daerah yang masih melestarikan kesenian wayang “Klithik.”
Wayang klithik semacam gabungan antara
wayang golek dan wayang kulit. Yaitu terbuat
dari kayu seperti wayang golek namun pipih
yang hampir mendekati bentuk wayang kulit.
Karena terbuat dari kayu, wayang klithik tidak
menggunakan cempurit (tiang penyangga
wayang kulit yang lazimnya terbuat dari tanduk
kerbau, bambu, atau kayu secang-KP). Debog
(batang pisang) sebagai landasan dalam
wayang kulit diganti dengan kayu panjang
berlubang. Tidak dipilihnya kulit sebagai bahan
dasar wayang, diyakini erat kaitannya dengan
dikeramatkannya sapi oleh pemeluk agama
Hindu saat itu.
Cara memainkan wayang klithik tidak jauh
berbeda dengan wayang kulit. Adanya
iringan gamelan, sinden, dan bahasa yang
dipergunakan pun sama. Yang membedakan
adalah ceritanya. Isi cerita wayang klitik berkisar
pada babad tanah Jawa atau cerita rakyat
mengenai legenda tanah Jawa, seperti cerita
Menak atau Panji Semirang.
Desember 2011 | 11
Kembali ke desa Wonosoco. Tersebutlah pak Sumarlan, atau biasa dipanggil
Mbah Marlan yang secara konsisten menjadi dalang wayang Klithik di
Wonosoco. Mbah Marlan menjadi dalang bukanlah karena keturunan atau
warisan. Mbah Marlan berkisah bahwa proses menjadi dalang dilaluinya
secara alami, tidak ada perlakuan atau persiapan secara khusus. Sewaktu
muda, Mbah Marlan hanya mengamati dan memperhatikan saat dalang
Prawoto dari desa sebelah memainkan wayang klithik. Dan wayang milik
dalang Prawoto itu pulalah yang dia mainkan setelah perangkat wayang
tersebut dibeli oleh pak lurah Wonosoco.
Menjadi dalang bukanlah pekerjaan pokok mbah Marlan. Saat itu kegiatan
sehari-harinya adalah bertani. Mendalang hanya dilakukan bila ada
tanggapan dari warga desa yang kebetulan punya hajat. Satu kebanggaan
yang dia miliki adalah saat diundang untuk mendalang di Taman Mini
Indonesia Indah, Jakarta. Namun saat ditanya kapan dan tahun berapa beliau
sudah lupa.
Mbah Marlan mulai men-dalang pada tahun 1969 dan setelah itu rutin mendalang pada acara ritual Sedekah
Sendang di desa Wonosoco. Prosesi adat resik-resik sendang digelar warga desa Wonosoco
setiap tahun dan diadakan selama dua hari berturut-turut,
yaitu setiap bulan Juli pada hari Sabtu Kliwon dan Min-
ggu Legi. Pada hari itu Mbah Marlan mendalang sehari di Sendang Dewot dilanjutkan
hari berikutnya di Sendang Ga-ding. Kedua sendang tersebut
tidak pernah habis airnya. Dari sendang inilah, warga meng-
gantungkan kebutuhan air untuk minum, memasak dan
mandi.
12 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Karena faktor usia, sejak tahun 2007 Mbah
Marlan digantikan oleh putranya yang bernama
Sutikno. Begitu pula yang dilakukan oleh
Sutikno. Dia tidak mempelajari secara khusus
ilmu pedalangan, namun hanya sekedar
mengamati dan proses belajar selebihnya lebih
banyak dilakukan sambil mempraktekkan apa
yang pernah dia lihat saat ayahnya mendalang
dulu.
Kini usia Mbah Marlan sudah tidak muda lagi.
Tenaganya juga sudah banyak berkurang.
Kegiatannya hanya berada di rumah, ditemani
anak cucu. Bahkan mendalang dalam ritual
adat desa pun sudah digantikan oleh anaknya.
Namun semangatnya untuk mencintai dan
merawat wayang klithik tidak pernah padam.
Sering sekali beliau datang ke balai desa,
mengamati dan membayangkan betapa
indahnya wayang dari kayu tersebut saat
dimainkan. Dia sadar, satu set wayang yang
ada di hadapannya adalah satu-satunya yang
tersisa, dan dia tidak rela bila wayang ini
dilupakan begitu saja. Salam Kratonpedia.
Desember 2011 | 13
(teks dan foto : Wd Asmara/Kratonpedia)
MenyambutMalam Satu Suro
di Bumi Reyog
14 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Malam satu Suro atau menjelang datangnya tahun baru Islam adalah momen yang selalu dikaitkan dengan aktifitas “melekan” atau “lek-lekan” yang dalam bahasa Indonesia artinya begadang. Tradisi tersebut umumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa pada jaman dulu dengan kenduri atau slametan, dan melewatkannya dengan pelesiran keluar rumah dengan berjalan kaki hingga dini hari. Seiring dengan perkembangan jaman, tradisi tersebut tetap berjalan meskipun dalam pelaksanaannya sudah banyak berubah, begadang di tepat keramaian menjadi pemandangan yang umum layaknya malam mingguan.
Dalam menyambut datangnya malam satu
Suro, masyarakat kota Ponorogo merayakannya
dengan mendatangi alun-alun kota untuk
menikmati suasana hiburan pasar malam dan
pertunjukan reyog. Pada hari biasapun alun-alun
kota Ponorogo termasuk tempat yang selalu
ramai didatangi warganya, apalagi saat menjelang
datangnya tahun baru Islam atau masyarakat
Ponorogo biasa menyebutnya dengan istilah
Suran, hampir aktifitas masyarakat yang mencari
hiburan dan berjalan-jalan dengan keluarga
memenuhi alun-alun kota dari siang hingga
malam hari.
Desember 2011 | 15
Selama sepekan masyarakat Ponorogo menikmati festival reyog yang digelar di alun-alun. Selain itu menjelang malam satu Suro, pada siang harinya kirab budaya menjadi suguhan gratis yang menarik perhatian hingga masyarakat memadati jalan-jalan utama kota. Belum lagi setiap sore hari hingga malam tradisi pasar malam menjadi alternatif hiburan yang murah, dengan pilihan berbagai permainan dan tontonan yang bisa diakses dengan harga tiket Rp.5000 membuat suasana kota Ponorogo menjadi meriah dalam menyambut datangnya bulan Suro atau memasuki tahun baru Islam.
16 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Jajanan dan aneka barang dagangan yang
menarik perhatian anak-anak ikut meramaikan
suasana malam di alun-alun kota Ponorogo.
Mulai dari penthol goreng yang hanya ada di
Ponorogo sampai pecel dan sate ayam, hingga
mainan anak sampai ke ikan hiaspun ada di
seputaran alun-alun. Yang menarik dari para
pedagang kaki lima ini adalah omzet yang
cukup besar yang bisa mereka dapatkan setiap
malam selama sepekan hingga malam satu
Suro.
Seperti kisah Hafid, seorang pemuda yang
hanya lulusan sekolah menengah atas ini,
dengan berjualan ikan hias yang dia beli dari
kota Blitar, setiap malam dia bisa mengantongi
Rp.400.000 hingga Rp.600.000, dibandingkan
hari biasa yang rata-rata besarnya penjualan
berkisar Rp.200.000, hal ini membuat
datangnya tahun baru Islam ini menjadi hari
spesial buat usahanya.
Demikian juga dengan pak Gombloh, yang
sudah sepuluh tahun berjualan penthol goreng
di alun-alun kota Ponorogo ini, juga merasakan
hal serupa. Penthol goreng merupakan jajanan
khas Ponorogo yang dikreasi pak Gombloh
sepuluh tahun silam. Bentuk dan rasanya
seperti baso daging, yang ditusuk dengan
batang bambu dan digoreng, dimakan
dalam keadaan hangat dengan saos sambal,
rasanya gurih. Uniknya, pak Gombloh ini
selalu mengatakan “Jangan bilang siapa-siapa”,
dengan nada bercanda sembari memberikan
ekstra penthol goreng cuma-cuma saat
konsumennya membayar. Penthol goreng yang
pertusuknya dijual Rp.500 ini cukup nikmat
untuk menemani begadang menunggu pagi di
alun-alun kota Ponorogo.
Desember 2011 | 17
Penthulan, atau Ganongan adalah tokoh patih dalam kesenian
reyog Ponorogo yang bertampang menyeramkan tapi selalu
memberikan unsur hiburan dengan akrobat dan dagelan melalui
tarian yang lucu dan dibawakan oleh dua orang pemeran.
18 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Banyak kesederhanaan yang mendatangkan kebahagiaan di arena pasar malam alun-alun pada malam
satu Suro, sebuah keramaian khas di kota Ponorogo. Tradisi “lek-lekan” ini memberikan begitu banyak
kebahagiaan bagi masyarakat Ponorogo, dan sayang kalau kebahagiaan ini tidak dibagi, meskipun setiap
kota mempunyai budaya yang berbeda dalam mengungkapkannya, tapi setidaknya kebahagiaan menjadi
keinginan yang sama dalam setiap kehidupan masyarakat dan budayanya. Salam Kratonpedia.
Desember 2011 | 19
Apem Sewu, Bukanlah Apem yang Berjumlah
1000
(teks dan foto : Wd Asmara/Kratonpedia)
20 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Kampung Sewu adalah nama sebuah Kelurahan di kota Solo yang terletak di bagian timur di Kecamatan Jebres, dan berjarak 1500 meter dari pasar Gede serta 1800 meter dari pusat grosir batik di daerah Gladag. Lokasi perkampungan ini termasuk wilayah pinggiran kota Solo, dan letaknya berdekatan dengan bantaran sungai legendaris Bengawan Solo. Konon menurut cerita beberapa sesepuh kampung, nama Kampung Sewu berkaitan dengan asal kata sewu yang diambil dari istilah Penewu, yang artinya abdi dalem yang bertanggung jawab mengawasi prajurit dan harta benda milik Kraton Kasunanan Surakarta. Dan mungkin dulunya daerah ini merupakan tempat tinggal para Penewu, yang akhirnya diabadikan menjadi sebuah nama daerah, yaitu Kampung Sewu.
Menurut cerita dari beberapa sumber, keterkaitan Kampung Sewu dengan
makanan tradisional apem, dimulai pada masa masuknya Ki Ageng Gribig
yang bernama asli Wasibagno Timur, putra dari Prabu Brawijaya V Raja
terakhir Kerajaan Majapahit. Dan Ki Ageng Gribig ini menurut cerita juga
mempunyai kedekatan dengan Sultan Agung, Raja Mataram pada masa itu.
Konon dulunya saat Ki Ageng Gribig dalam perjalanan syiarnya menyusuri
Bengawan Solo, dan sampai di daerah yang sekarang bernama Kampung
Sewu ini, memberikan amanah kepada masyarakat untuk berbagi makanan
yang disimbolkan dengan kue apem sebagai wujud syukur dan permohonan
Desember 2011 | 21
ampunan supaya diberi selamat oleh Tuhan.
Apem sendiri merupapan saduran dari
kata Affan dalam bahasa Arab yang berarti
ampunan. Dan dari sinilah keberadaan kue
apem ini sering muncul atau dikaitkan dengan
upacara adat dan slametan dalam tradisi Jawa
yang digunakan sebagai simbol, dan kurang
populer sebagai jajanan atau kue yang mudah
ditemukan sehari-hari.
Sebenarnya jenis jajanan ini mempunyai rasa
enak dengan kombinasi antara gurih asin
dan manis , apalagi kalau dikonsumsi selagi
masih hangat. Tapi karena kue apem ini lebih
dikenal sebagai kelengkapan dalam upacara
adat, dan bukan sebagai cemilan atau jajanan,
maka keberadaan atau inovasi bentuk dan cita
rasanya kurang berkembang di masyarakat.
Apem Sewu merupakan tradisi baru yang diciptakan masyarakat Kampung Sewu Kecamatan Jebres Solo dengan swadaya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan melestarikan apem sebagai kuliner khas mereka.
22 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Dari situlah muncul sebuah tradisi baru yang dikreasi dengan swadaya oleh
masyarakat Kampung Sewu yang berbentuk upacara kirab dan berbagi
apem, dan tradisi tersebut diberi nama Apem Sewu. Kirab berbagai karya
kreasi menata apem dengan hiasan ini diikuti oleh beberapa rukun warga
di Kampung Sewu, jarak yang harus ditempuh peserta kirab sejauh 3 Km
menyusuri jalan perkampungan. Dan dalam arak-arakan apem tersebut
juga dimeriahkan dengan berbagai kesenian tradisional yang bertujuan
menghibur warga dan menarik perhatian masyarakat untuk terlibat dalam
tradisi Apem Sewu tersebut.
Meskipun tujuan penciptaan tradisi ini berkaitan dengan upaya untuk
mejadikan apem sebagai kuliner khas dari Kampung Sewu dan bisa tetap
eksis, yang menurut cerita memang pada jaman dahulu masyarakat daerah
bantaran sungai ini dikenal sebagai sentra pembuat apem di daerah Solo,
namun memang dalam kenyataannya jenis kue ini tidak ditemukan di
warung atau angkringan kampung tersebut. Bahkan saat acara Apem Sewu
digelarpun, tidak tampak pedagang makanan yang menjajakan apem
sebagai salah satu menu pilihannya.
Setidaknya sebuah upaya sudah dilakukan, dan
itupun hasil dari semangat swadaya masyarakat
untuk terus maju menjadikan Apem Sewu
sebagai awal perjuangan meningkatkan
kehidupan mereka di kampung yang
dulunya ditinggali oleh para Penewu. Salam
Kratonpedia.
Desember 2011 | 23
Kota Kudus tidak hanya dikenal karena Masjid Menara atau sebagai daerah industri saja. Namun kabupaten terkecil di Jawa Tengah ini juga memiliki beragam kuliner unik dan menarik. Bahkan oleh pemerintah daerah setempat disediakan sebuah kawasan kuliner yang bernama Taman Bojana, yang terletak di sudut alun-alun Simpang Tujuh. Bagi pecinta kuliner unik, jalan-jalan ke Kudus tidak lengkap rasanya bila belum mencicipi sate kerbau. Makanan yang menarik perhatian, karena lazimnya sate yang dikenal kebanyakan orang adalah sate ayam, sate kambing atau sate daging sapi.
(teks dan foto : Aan Prihandaya/Kratonpedia)
Ada cerita yang mengawali kenapa di Kudus
banyak dijual sate kerbau. Konon, pada
jaman dahulu masyarakat di sekitar Kudus
banyak menganut agama Hindu, dan sapi
menjadi hewan yang keramat bagi penganut
agama tersebut. Ketika agama Islam masuk
dan disebarkan oleh Sunan Kudus, untuk
menghormati pemeluk agama Hindu beliau
melarang penyembelihan sapi saat idul qurban
dan menggantinya dengan daging kerbau.
Satu bentuk toleransi dalam kehidupan
bermasyarakat yang tinggi pada waktu itu. Dan
sejak saat itu olahan dari daging kerbau mulai
memasyarakat, termasuk salah satunya sate
kerbau ini.
Desember 2011 | 25
Sate kerbau rasanya tak kalah dengan sate dari daging
sapi, hanya seratnya sedikit lebih besar. Cara memotong
daging kerbau pun harus melawan arah serat agar
tidak alot. Cara mengolah sate kerbau juga tidak seperti
lazimnya mengolah sate kebanyakan. Bila pada umumnya
sate diolah dari daging mentah yang langsung dibumbui
sambil dibakar, tapi kalau sate kerbau dagingnya
dicincang terlebih dahulu. Sebelum dibakar, potongan
daging kerbau dimemarkan dengan cara dipukul-pukul,
kemudian dibumbui dan dimasak terlebih dahulu, persis
seperti membuat dendeng. Setelah itu daging olahan
tadi dibalutkan ke batang tusuk satenya, baru kemudian
dibakar. Proses membakarnyapun tidak terlalu lama agar
dagingnya tidak menjadi keras.
26 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Karena sudah dibumbui terlebih dahulu,
rasa manis rempah-rempahnya lebih
terasa. Ditambah lagi dengan saus sate
yang juga unik. Bentuknya seperti saus
kacang pada sate ayam, namun lebih
encer. Saus ini dibuat dari campuran
kacang tanah, serundeng, bawang
merah, bawang putih dan kentang yang
dihaluskan. Saus bumbu ini ditempatkan
dalam baskom besar. Disediakan sendok
besar untuk mengambil dan menuang
saus ke dalam piring. Namun biasanya
sebelum dimakan satenya langsung
dicelupkan ke dalam baskom tersebut.
Bagi yang suka pedas, disiapkan cabe
rawit rebus di dalam mangkok di atas
meja. Cabainya masih utuh sehingga mau
dilumatkan terlebih dahulu atau langsung
digigit tergantung selera masing-masing
penikmatnya. Saat sate kerbau disantap, yang
terasa adalah tekstur daging yang empuk,
bumbu yang gurih manis meresap, dan
menurut ahli gizi kandungan kolesterolnyapun
rendah.
Sate kerbau menjadi makanan yang umum dan
dijual tersebar di berbagai tempat di daerah
Kudus. Rata-rata per porsi dijual seharga Rp
15.000 hingga Rp 20.000,-. Menurut pendapat
dari beberapa masyarakat di kota Kudus, ada
dua tempat yang terkenal menjual sate kerbau
enak, yaitu di jalan Agus Salim dan di jalan
Tanjung. Namun bukankah enak dan tidak enak
itu relatif? Salam Kratonpedia.
Desember 2011 | 27
Lawang Sewu, Bangunan dengan
Seribu Misteri(teks dan foto : Aan Prihandaya/Kratonpedia)
28 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Sinar matahari pagi sudah terasa menyengat. Namun rasa gerah setelah berjalan kaki menyusuri kawasan kota lama Semarang, menjadi sirna setelah mencapai ujung jalan Pemuda, di kawasan Bundaran Tugu Muda. Di salah satu sudut, gedung tua bergaya art deco, penampilannya kokoh dan eksotis berdiri tegak gedung Lawang Sewu. Bangunan ini disebut Lawang Sewu yang berarti Pintu Seribu karena banyaknya jumlah pintu. Namun kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memang memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering keliru menganggapnya sebagai pintu.
Desember 2011 | 29
Lawang Sewu merupakan gedung dengan arsitektur perpaduan
gaya Eropa dalam keunikan lokal. Bagian depan gedung ini diapit dua
menara kembar menjulang. Di belakang kedua menara, tampak selasar
dengan puluhan jendela tinggi dan besar yang berjajar serta barisan
pintu-pintu. Sentuhan seni arsitektur yang unik membuat gedung
ini terlihat anggun. Kaca mozaik yang mengiasi interior bangunan
menampilkan keindahan yang membuat kagum. Karena kemegahan
dan keindahan bangunan ini, sangatlah pantas bila Lawang Sewu
dijuluki Mutiara dari Semarang.
Bangunan utama Lawang Sewu berupa tiga lantai bangunan yang
seakan memiliki dua sayap membentang ke bagian kanan dan
kiri. Masing masing ruangan terhubung oleh pintu yang berjajar
memanjang. bangunan paling atas adalah hall atau aula yang cukup
luas. Namun yang paling menarik dari bangunan ini adalah ruang
bawah tanahnya. Di mana terdapat lorong panjang berliku dan gelap
yang digenangi air sebatas mata kaki. Menurut pemandu, lorong ini
berfungsi sebagai pendingin ruangan di atasnya.
Lawang Sewu merupakan bangunan peninggalan Belanda yang
dibangun pada tahun 1904. Pada awalnya, gedung ini dipakai sebagai
kantor jawatan kereta api Belanda, Nederlands-Indische Spoorweg
Maatschappij atau NIS. Pada tahun 1942, gedung ini diambil alih oleh
Jepang. Ruang bawah tanah gedung yang sebelumnya berfungsi
sebagai saluran pembuangan air, sebagian dialih-fungsikan menjadi
penjara bawah tanah yang sarat dengan cerita penyiksaan. Tercatat
dalam sejarah, gedung ini menjadi saksi peristiwa “pertempuran lima
hari Semarang.” Pertempuran itu telah menggugurkan banyak pejuang
dan dikubur di halaman gedung ini. Namun pada tahun 1975 makam
mereka dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal.
Memasuki masa kemerdekaan bangunan ini beberapa kali berpindah
tangan. Mula-mula dimanfaatkan sebagai kantor Perusahaan Jawatan
kereta Api (PJKA), kemudian dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana
Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro). Kemudian menjadi
kantor wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah
hingga tahun 1994. Setelah itu, sempat ada rumor bahwa Lawang
Sewu akan dirubah menjadi hotel. Namun kenyataannya gedung ini
justru dibiarkan kosong tidak terawat.
30 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Setelah cukup lama dibiarkan kosong, akhirnya
gedung ini kembali diambil alih oleh PT Kereta
Api Indonesia dan dilakukan pemugaran
yang selesai pada akhir Juni 2011. Dengan
semua keindahan arsitektur dan perjalanan
sejarahnya yang panjang, kini Lawang Sewu
menjadi daya tarik wisatawan yang ingin
melihat dan mencari tahu serpihan perjalanan
yang mewarnai kota Semarang di gedung ini.
Bertandang ke Semarang, selain mencicipi
jajanan khas lumpia di jalan Pandanaran,
tak lengkap bila tidak merasakan nuansa
kemegahan Lawang Sewu, yang menyimpan
seribu misteri. Salam Kratonpedia.
Desember 2011 | 31
Propinsi Lampung di ujung timur pulau Sumatera memiliki topografi yang cukup unik. Di sisi timur merupakan dataran rendah berbatasan dengan laut Jawa, sedangkan di sisi barat terbentang rangkaian panjang pegunungan Bukit Barisan yang berhadapan langsung dengan samudera Indonesia. Propinsi Lampung dengan ibukota di Bandar Lampung, merupakan gabungan dari kota kembar Tanjungkarang dan Telukbetung.
(teks dan foto : Aan Prihandaya/Kratonpedia)
32 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Danau Ranau di Lampung Barat menjadi tujuan utama perjalanan kali ini.
Berbekal informasi yang minim dan selembar peta, tim Kratonpedia berangkat
dari Bandar Lampung sekitar pukul 08. 00 WIB. Jalan yang relatif sempit, hanya
cukup untuk berpapasan dua kendaraan pagi itu sudah terlihat ramai.
Menyusuri jalur trans Sumatera ke arah Palembang, kendaraan tidak bisa
melaju cepat karena kondisi jalan yang rata-rata bergelombang. Laju
kendaraan lebih dikurangi lagi saat memasuki perkampungan karena jalanan
yang relatif kecil dan dipenuhi dengan berbagai kendaraan yang menjadikan
ruas jalan makin terasa lebih sempit. Melewati
kabupaten Pesawaran dan Lampung Tengah
hingga sampai kota Terbanggi Besar kendaraan
berbelok arah ke kiri menuju Liwa, ibukota
Lampung Barat.
Di sini jalanan relatif lebih sepi, pemandanan
juga mulai lebih menarik. Perkampungan
dengan model rumah adat Lampung,
PerjalananMenuju Ranau
Desember 2011 | 33
perkebunan kelapa sawit, kopi dan hutan jati menjadi
pemandangan sepanjang perjalanan. Di daerah Kotabumi
Selatan ditemukan rumah adat yang masih asli dan kami
sempat berhenti. Sayang, meski pintunya terbuka namun
rumah tersebut sepi sehingga tidak memungkinkan bagi kami
untuk mengambil gambar bagian dalamnya.
Jalan mulai menanjak, pertanda sudah memasuki kawasan
pegunungan Bukit Barisan. Hawa juga mulai terasa dingin.
Namun rasa lelah di perjalanan terobati dengan pemandangan
yang sangat eksotis, apalagi bagi yang sehari-hari biasa berada
di jalanan yang macet di daerah perkotaan. Perkampungan
penduduk mulai jarang dan bila ada, yang ditemui adalah
bentuk-bentuk rumah tradisional meskipun telah direnovasi
di sana-sini. Bentuk rumah adat Lampung adalah berupa
rumah panggung yang memanjang. Namun rumah-rumah
tersebut sekarang hampir semuanya tidak berujud panggung
lagi karena ruang kosong di bawah sudah dimodifikasi atau
dibangun dengan tembok permanen. Dan saat
melintas di perkampungan ini, tidak ada
salahnya untuk berhenti sejenak dan
berfoto, yang lokasinya berada di
sekitar Way Tenong, Sekincau, Belalau
34 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
ataupun di Batu Brak. Seperti di kecamatan Batu Brak ini, disana
terdapat satu rumah adat besar yang disebut Gedung Dalom
Buay Pernong, dan konon rumah ini sudah berumur sekitar
lima abad, sebuah warisan budaya yang patut diabadikan.
Pukul 15.00 kami mencapai kota Liwa. Ibukota Lampung Barat
ini cukup bersih dan tenang. Berada di ketinggian 1000 meter
dpl membuat suhu di kota ini terasa dingin. Di sini tempat
yang tepat untuk beristirahat makan siang dan mengisi bahan
bakar kendaraan. Di kota ini, perjalanan berbelok ke kanan
menuju Sukau. Menurut pemilik warung tempat kami makan,
perjalanan menuju danau Ranau tinggal satu jam lagi.
Jalanan menanjak dan berkelok, dengan hutan di kiri kanan,
ditambah awan mendung yang menggantung membuat
perjalanan terasa mencekam. Namun sekali lagi keindahan
alam dan perkampungan yang dilewati membuat suasana di
perjalanan menjadi menyenangkan.
Setelah menempuh waktu hampir satu setengah jam,
sampailah di kampung Kotabatoe. Danau Ranau tinggal
5km lagi di depan. Namun kami berbelok ke kiri, menuju
pekon atau desa Lumbok dimana Pesta Budaya Ranau
diselenggarakan. Setelah menanjak tajam, akhirnya jalan mulai
menurun namun tetap berkelok. Sesekali, di kejauhan dalam
lebatnya hutan terdengar suara sejenis siamang.
Akhirnya hampir pukul 17.00 sampailah kami di tempat tujuan.
Danau Ranau, danau terbesar kedua di Sumatera berada di
depan mata. Rasa lelah setelah menempuh perjalanan hampir
delapan jam dari Bandar lampung segera sirna. Kecantikan
dan keasriannya seakan menjadi obat lelah yang manjur bagi
wisatawan yang datang ke sana. Danau yang dikelilingi oleh
gunung Seminung dan Bukit Barisan terbentang luas. Di ujung
barat tampak hamparan bukit di wilayah Sumatera Selatan.
Perjalanan dengan menempuh jarak 275 km dari kota Bandar
Lampung menuju danau Ranau sungguh melelahkan. Namun
terasa mengasyikkan bila hijaunya perkebunan, hutan, gunung
dan keunikan perkampungan yang alami dinikmati dalam
perjalanan sebagai sebuah kekayaan yang tidak bisa disia-
siakan begitu saja. Salam Kratonpedia.
Desember 2011 | 35
Barang antik, adalah barang-barang produksi zaman dahulu kala yang mempunyai keunikan tersendiri karena bentuk dan kelangkaannya di era sekarang ini. Radio kuno, gramophone, patung-patung kayu dan perunggu, keris, wayang, papan iklan enamel kuno, lukisan bergaya klasik dan aneka perabotan rumah tangga yang sudah langka, merupakan beberapa dari banyak benda-benda peninggalan masa lalu yang dicari oleh para kolektor-kolektor barang antik.
Pasar barang antik Triwindu Solo, bisa menjadi sebuah oase bagi para
pecinta dan kolektor barang antik. Pasar yang diberi nama Pasar Windu Jenar ini, merupakan pusat jual-beli aneka
barang-barang antik baik asli maupun replika.
(teks dan foto : Stefanus Ajie)
Desember 2011 | 37
Berburu barang antik
mempunyai keasyikan tersendiri.
Bagi para penggemarnya, hal
tersebut bukan hanya sebatas
jual beli saja, tapi merupakan
sebuah petualangan. Barang-
barang kuno dengan desain
vintage yang unik dan sudah
langka ditemukan di era
sekarang ini, dan akan benar-
benar diburu oleh para kolektor.
Nilai jual belinya bisa sangat
fantasis, karena yang dihargai
bukan hanya nilai asli dari benda
tersebut, tetapi nilai keunikan,
kelangkaan dan kepuasaan saat
memilikinya.
38 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Sebuah pasar di kawasan Triwindu Solo, bisa menjadi sebuah oase
bagi para pecinta dan kolektor barang antik. Pasar yang diberi nama
Pasar Windu Jenar ini, merupakan pusat jual-beli aneka barang-
barang antik baik asli maupun replika. Pasar ini pada awalnya adalah
sebagai hadiah ulang tahun yang kedua puluh emat dari GRAy.
Nurul Khamaril, puteri Mangkunegara VII. Dulu pasar tersebut hanya
berupa tanah lapang dengan aktivitas perdagangan yang memakai
sistem barter. Seiring dengan perkembangan zaman, para pedagang
yang menempati lapak-lapak di pasar tersebut mulai membangun
kios-kios.
Di masa sekarang, Pasar Windu Jenar tidak hanya berfungsi
menjadi pusat jual beli saja. Penataan ulang dan renovasi pasar
yang digabungkan dengan kawasan Ngarsopura serta Pura
Mangkunegaran, membuat kawasan ini mempunyai nilai tambah
sebagai tempat tujuan wisata di Kota Solo. Mau berburu barang
antik, atau hanya sekedar jalan-jalan santai, itu sebuah pilihan. Salam
Kratonpedia.
Desember 2011 | 39
Mengenal Pembuatan
Keris
(teks dan foto : Aan Prihandaya/Kratonpedia)
40 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Keris terbuat dari campuran logam pilihan yang menghasilkan kekuatan dan keindahan yang khas. Material dasar dari sebilah keris adalah 3 jenis logam, yaitu besi, baja, dan pamor. Pamor adalah logam yang terbuat dari nikel atau bahkan batu meteorit. Namun terlepas dari kualitas bahan, yang juga cukup mempengaruhi kualitas keris adalah proses pembuatan.
Alat yang dibutuhkan antara lain
Paron, yaitu alas menempa. Kemudian
Supit, yaitu alat untuk menjepit dan
memegangi besi saat dibakar maupun
ditempa. Berikutnya adalah Palu besar
yang dipegang oleh Panjak dan palu
kecil yang dipakai oleh sang Empu dalam
membentuk keris.
Pada dasarnya, tahapan pokok
dalam pembuatan keris adalah
pembakaran, penempaan dan
pelipatan. Proses pembuatan
keris dilakukan oleh seorang
ahli membuat keris yang
disebut Empu. Seorang empu
biasanya dibantu oleh dua orang
pembantu yang disebut Panjak.
Mereka bekerja memproduksi
keris di tempat yang biasa
disebut dengan nama Besalen.
Desember 2011 | 41
Prosesnya adalah material dasar berupa logam besi berujud
balok setebal 2-3 cm sebanyak dua buah. Di antara kedua
balok logam tersebut, diselipkan balok logam pamor berbahan
nikel atau terkadang batu meteorit. Kemudian logam
tersebut dibakar dalam panas yang suhunya mencapai 1000
derajat celcius lebih. Untuk membakar logam ini biasanya
menggunakan arang kayu jati karena panasnya lebih stabil.
Berikutnya adalah penempaan yang berfungsi untuk untuk
menyatukan ketiga balok logam tersebut. Logam ditempa
hingga menyatu, berbentuk pipih dan datar. Lalu bahan
tersebut dilipat dan dipotong menjadi dua bagian kemudian
dibakar lagi. Proses ini dilakukan berulang-ulang sebanyak
mungkin tergantung dari kualitas keris yang ingin diciptakan.
Semakin banyak jumlah lipatan akan semakin lembut pamor
yang dihasilkan. Pola menghitung lapisannya menggunakan
deret ukur. 1, 2, 4, 8, 16, 32, 62 dan seterusnya.
42 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Bila dianggap sudah cukup, lempengan logam tersebut
kemudian dibagi dua. Satu ujung dibuat kecil untuk dijadikan
sebagai ujung keris, sedangkan ujung satunya dibuat lebih
lebar yang akan bagian pangkal keris.
Keris mentah yang disebut Kedokan kemudian dikikir hingga
halus dan diberi warangan (arsenik) yang fungsinya untuk
memunculkan pamor atau ornamen hasil lapisan besi dalam
tubuh keris. Pamor keris merupakan daya tarik tersendiri. Ada
berbagai macam motif pamor yang diciptakan berdasarkan
pakem atau pola tradisional hingga kontemporer.
Setelah diberi gagang dan warangka, sarung serta
hiasan sesuai selera pembuat (atau pemesan) jadilah
keris yang indah dan gagah, juga disertai doa atau
harapan sang empu dalam setiap membuatnya.
Dalam setiap karya selalu ada makna dan harapan,
harapan untuk tetap bertahan dan makna yang tak
akan hilang ditelan jaman. Salam Kratonpedia.
Desember 2011 | 43
Sejak tahun 1960 seorang seniman pelopor di sebuah desa adat Tenganan daerah Kabupaten Karangasem Bali bernama I Made Mudita membuat karya kerajinan lukis dengan media daun lontar. Dan selama 51 tahun kerajinan lukis daun lontar ini bertahan dan tetap bisa menopang hidup bagi beberapa warga desa Tenganan sampai sekarang.
Daun lontar bagi masyarakat Jawa jaman dulu
dan juga beberapa masyarakat pedesaan di
masa sekarang menyebutnya dengan nama
rontal, ron dalam bahasa Jawa berarti daun,
sedangkan tal adalah pohon siwalan, jenis
pohon palma yang sekarang kurang populer,
dan biasanya buah siwalan sering digunakan
untuk campuran membuat jenang tradisional.
Jadi rontal adalah penyebutan daun dari pohon
siwalan oleh masyarakat Jawa yang sama
saja artinya dengan nama lontar. Beberapa
masyarakat Bali-pun sekarang juga masih
menyebutnya dengan nama daun rontal. Tapi
mungkin karena pengucapan yang sering
terbolak-balik, sehingga banyak juga yang lebih
fasih menyebutnya dengan nama lontar.
Desember 2011 | 45
Daun yang digunakan untuk bahan baku kerajinan lukis ini diambil dari
daun lontar yang sudah tua, dan kemudian dijemur di tempat terbuka
yang disinari matahari secara langsung, hingga warnanya berubah
menjadi kekuningan. Proses berikutnya adalah perendaman dengan air
yang mengalir selama beberapa hari kemudian dikeringkan dengan kain
kering. Setelah itu masih melalui tahap perebusan dan penjemuran, dan
baru masuk tahap akhir pengepresan dengan menggunakan alat pres dari
kayu berukuran besar yang disebut pamlakbagan, proses ini memakan
waktu selama enam bulan. Tujuan dari proses pres yang memakan waktu
lama ini untuk membentuk lembaran daun lontar menjadi lurus tidak
bergelombang, dan lembaran yang sudah jadi tersebut dinamakan lempir,
yaitu bahan daun lontar yang siap untuk dilukis.
Melukis dengan media dari daun lontar atau rontal dibutuhkan kesabaran dan ketelitian, alat yang
digunakan untuk membuat goresan dinamakan pengutik, dan untuk mewarnainya digunakan
arang dari kemiri bakar.
46 | kratonpedia.com | vol I-3 | 2011
Alat yang dipergunakan untuk melukis diatas lembaran
daun lontar sangat sederhana, untuk membuat goresan
pada lembar daun lontar digunakan sebuah pisau
khusus yang menyerupai pensil namanya pengutik. Dari
hasil goresan yang sudah dibuat di lembar daun lontar
tersebut kemudian digosokkan jelaga dari areng kemiri
yang sudah dibakar terlebih dahulu, atau terkadang
juga menggunakan arang dari kacang tanah. Kemudian
setelah digosok dengan jelaga dan celah goresan
berwarna hitam, barulah dihasilkan karya lukisan diatas
lembaran daun lontar tersebut. Untuk penyempurnaan
akhir setelah lukisan jadi, lempir atau lembar daun
lontar dilap dengan menggunakan kain dan dibersihkan
dengan cairan minyak sereh untuk hasil lebih bersih dan
awet dari serangan ngengat atau serangga.
Jenis lukisan daun lontar yang sering dibuat dan banyak
diminati wisatawan asing yang berkunjung ke desa
Tenganan ini adalah lukisan cerita Ramayana yang
menyerupai komik. Harganyapun relatif, tergantung
kepandaian tawar menawar dengan pengrajinnya, tapi
biasanya harga yang ditawarkan mulai dari Rp.150.000
hingga jutaan rupiah. Harga tersebut wajar, atau
terkadang justru cenderung murah jika mengingat
proses mempersiapkan bahan baku yang sangat
lama, dan untuk membuat satu lukisan komik kisah Ramayana
membutuhkan waktu hingga dua minggu. Setidaknya bisa
dihitung bagaimana para pengrajin ini bisa bertahan hidup dan
tetap berkarya dengan dua karya lukisan komik lontar dalam satu
bulan. Perjuangan untuk terus mempertahankan seni kerajinan
kuno yang patut mendapatkan apresisasi. Setidaknya seni kerajinan
lukis lontar ini masih akan terus eksis di tangan pengrajin desa
Tenganan yang sekarang banyak didominasi kalangan muda usia.
Dan jika itu masih menjadi sebuah karya yang disuka, seni lukis
lontar akan terus ada. Salam Kratonpedia.
Desember 2011 | 47