KPS KBK

54
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA DALAM PEMBELAJARAN Pembelajaran sebagai suatu rangkaian kegiatan terpadu dalam pendidikan, tersusun dari aktivitas belajar dan mengajar. Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman (Sofyatiningrum, 2003: 10). Belajar menurut Syah (2003:89) adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Cronbach dalam Suryabrata (2002: 231) menyatakan: “Learning is shown by cange in behavior as a result of experience” . Belajar yang lebih efektif adalah dengan mengalami dan melakukan sesuatu secara langsung dengan menggunakan panca indera dan anggota tubuh lainnya. Kegiatan belajar menggunakan panca indera dan anggota tubuh lainnya bisa dilakukan dengan cara yang beragam diantaranya, menulis, membaca, dan mendengar. Menurut Vernon A magnesen dalam De Porter (1999: 57) menyatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar dengan cara membaca hanya sebesar 10%; dengan cara mendengar sebesar 20%; dengan cara melihat sebesar 30%; 50% dengan cara melihat dan mendengar; 70% dengan cara dikatakan; dan dengan cara dikatakan dan dilakukan oleh siswa mencapai 90%. Oleh

Transcript of KPS KBK

Page 1: KPS KBK

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA DALAM

PEMBELAJARAN

Pembelajaran sebagai suatu rangkaian kegiatan terpadu dalam pendidikan, tersusun dari

aktivitas belajar dan mengajar. Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun

makna atau pemahaman (Sofyatiningrum, 2003: 10). Belajar menurut Syah (2003:89) adalah

kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap

penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan.

Cronbach dalam Suryabrata (2002: 231) menyatakan: “Learning is shown by cange in

behavior as a result of experience”. Belajar yang lebih efektif adalah dengan mengalami dan

melakukan sesuatu secara langsung dengan menggunakan panca indera dan anggota tubuh

lainnya. Kegiatan belajar menggunakan panca indera dan anggota tubuh lainnya bisa dilakukan

dengan cara yang beragam diantaranya, menulis, membaca, dan mendengar. Menurut Vernon A

magnesen dalam De Porter (1999: 57) menyatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar

dengan cara membaca hanya sebesar 10%; dengan cara mendengar sebesar 20%; dengan cara

melihat sebesar 30%; 50% dengan cara melihat dan mendengar; 70% dengan cara dikatakan; dan

dengan cara dikatakan dan dilakukan oleh siswa mencapai 90%. Oleh karena itu, tugas guru

tidak hanya memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan sesuatu yang menggiring anak

untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen atau menemukan fakta, dan konsep sendiri

(Semiawan, 1987: 15). Sehingga setelah pembelajaran, seluruh potensi siswa dapat tereksploitasi

secara maksimal.

Dalam kurikulum 2004, sarana untuk mencapai pembelajaran efektif diantaranya dengan

mengacu pada empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO yang terdiri atas belajar

untuk melakukan (lerning to do), belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk

Page 2: KPS KBK

menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar untuk kebersamaan (learning to live together).

Melalui hal ini diharapkan siswa memperoleh pengalaman belajar dari hasil interaksi aktif

dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lainnya.

Upaya untuk mewujudkan hal tersebut, maka dalam pembelajaran perlu dikembangkan

keterampilan proses sains. Melalui Keterampilan Proses Sains (KPS), siswa dapat

mengembangkan konsep-konsep dan proses sains sekaligus (Rustaman, 1992: 6). Selain itu

melatihkan KPS pada siswa akan menumbuhkan sikap positif dan berkembangnya kemampuan

dasar bekerja ilmiah. Latihan ini memberikan gambaran bahwa materi pengetahuan berupa fakta,

konsep, prinsif, hukum-hukum dan teori-teori IPA diperoleh melalui proses. Pembelajaran

dengan mengembangan keterampilan proses bukan saja mengharuskan para siswa berperan aktif

dalam proses pembelajarannya, melainkan juga dapat menumbuhkan sikap positif serta

mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam bekerja secara ilmiah (Wahyudi, 1996:

1). Dengan demikian, melatih KPS pada siswa adalah memberi kesempatan pada siswa untuk

melakukan proses sains, dan tidak hanya memberikan produk sains.

Keterampilan Proses Sains (KPS) menurut Semiawan (1987: 18) merupakan

keterampilan ilmiah yang dimiliki siswa, yang dapat mendorong siswa agar mampu menemukan

dan mengembangkan sendiri fakta-fakta, konsep-konsep, sikap-sikap serta nilai ilmiah dalam

suatu proses pembelajaran sehingga akan menciptakan kondisi belajar siswa aktif. Adapun

keterampilan proses sains menurut Commission on Science Education, adalah komponen inquiri

ilmiah, prosedur yang menjalankan pada perolehan pengetahuan dan memberikan definisi

maknanya (Rustaman, 1992: 6). Keterampilan proses merupakan keterampilan intelektual yang

membekali siswa dengan suatu kemampuan berpikir logis, dan sistematis dalam menghadapi

sesuatu masalah di bidang manapun juga.

Page 3: KPS KBK

Dengan demikian keterampilan proses sains merupakan suatu keterampilan terpadu yang

melibatkan tiga keterampilan yaitu: (1) keterampilan kognitif, karena dengan melakukan

keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya; (2) keterampilan manual karena akan

melibatkan penggunaan alat dan bahan; dan (3) keterampilan sosial maksudnya siswa

berinteraksi dengan sesamanya, misalnya mendiskusikan prosedur percobaan, atau

mendiskusikan hasil pengamatan (Rustaman, 1995: 3).

Adapun alasan siswa harus memiliki keterampilan proses sains adalah sebagai berikut:

(1) keterampilan proses merupakan suatu cara yang relevan untuk memecahkan masalah yang

dihadapi siswa dalam kehidupannya; (2) keterampilan proses mengembangkan potensi siswa

untuk membentuk konsep sendiri, dan membantu belajar bagaiamana mempelajari sesuatu; (3)

membantu siswa untuk mengembangkan dirinya sendiri; dan (4) dapat mengembangkan

kreativitas siswa (Karso, 1993: 189).

B. Indikator-Indikator Keterampilan Proses Sains (KPS)

Adapun indikator-indikator KPS yang perlu dilatihkan pada siswa, terbagi menjadi dua,

yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu Muhamad (1996: 10).

Keterampilan proses dasar meliputi pengamatan, pengukuran, klasifikasi, komunikasi, prediksi

dan inferensi. Sedangkan keterampilan proses terpadu meliputi identifikasi variabel,

pengontrolan variabel, interpretasi data, perumusan hipotesis, perumusan definisi operasional

variabel, serta perencanaan dan pelaksanaan eksperimen. Menurut Rustaman (1995: 10),

indikator-indikator KPS yang perlu dilatihkan pada siswa terdiri dari sebelas indikator, yaitu:

1. Mengamati

Observasi atau mengamati tidak sama dengan melihat (Semiawan, 1987: 19). Pengamatan

terhadap objek yang diamati melibatkan semua alat indera yaitu penglihatan, pembau, peraba,

Page 4: KPS KBK

pengecap, dan pendengar. Misalnya, siswa diminta untuk mengamati beberapa macam bakso

yang mengandung boraks dengan bakso yang tidak mengandung boraks dengan cara dilihat,

dicium, ditekan, dan dipantulkan. Sehingga siswa dapat membedakan karakteristik masing-

masing bakso dengan betul, karena semua alat indera digunakan disini. Pembelajaran seperti ini

dapat melatih siswa menggunakan semua alat inderanya dan diharapkan siswa dapat memiliki

keterampilan mengamati dengan baik. Para siswa mungkin saja terbiasa melihat berbagai jenis

bakso namun mereka tidak mengamatinya sehingga semuanya dapat dilihat tetapi berlalu begitu

saja tanpa memperoleh suatu makna.

2. Mengelompokkan (Klasifikasi)

Klasifikasi adalah proses yang digunakan untuk mengidentifikasi objek-objek atau

kejadian-kejadian untuk mengukur kesamaan, perbedaan, dan hubungan timbal balik (Muhamad,

1996: 12). Misalnya, setelah mengamati macam-macam tahu, siswa diminta untuk

mengelompokkan tahu tersebut berdasarkan kesamaan ciri-ciri fisiknya ke dalam jenis tahu yang

berformalin dengan tidak mengandung formalin. Dalam mengelompokkan, dituntut kecermatan

siswa dalam mengamati.

3. Menafsirkan Pengamatan (Interpretasi)

Keterampilan interpretasi melibatkan keterampilan untuk mencari hubungan antara hasil

pengamatan dengan pernyataan (Rustaman, 1992: 6). Dalam hal ini Karso (1993: 191)

menambahkan bahwa dari hasil pengamatan mungkin saja ditemukan pola-pola atau kejadian-

kejadian, dan penemuan pola tersebut adalah dasar untuk menarik kesimpulan. Misalnya, siswa

diminta untuk mencatat waktu yang diperlukan untuk mereaksikan HCl 1 M, 2 M, dan 3 M

dengan pita magnesium sampai pita magnesium tersebut habis bereaksi. Data tersebut dicatat

dalam sebuah tabel hasil pengamatan. Setelah data diperoleh, siswa dapat membaca atau

Page 5: KPS KBK

menginterpretasikan data tersebut, misalnya di antara ketiga reaksi tersebut, reaksi manakah

yang memerlukan waktu paling lama.

4. Merencanakan Percobaan

Dalam melakukan percobaan, guru perlu melatih siswa dalam merencanakan percobaan,

karena tanpa rencana yang matang dapat mengakibatkan pemborosan waktu, tenaga, serta

hasilnya mungkin tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam merencanakan

percobaan, siswa perlu dilatih menentukan alat dan bahan yang akan digunakan, objek yang akan

diteliti, prosedur kerja, serta bagaimana mencatat atau mengolah data (Semiawan, 1987: 27).

Sehingga keterampilan merencanakan percobaan merupakan keterampilan proses yang

kompleks, karena melibatkan keterampilan penentuan alat, bahan yang akan digunakan, dan hal-

hal yang akan dilaksanakan dalam langkah kerja, serta penentuan variabel atau faktor penentu.

Misalnya, sebelum praktrikum identifikasi formalin dalam tahu, siswa berdiskusi mengenai

prosedur kerja, alat dan bahan yang diperlukan, dan ciri-ciri tahu yang mengandung formalin.

Sehingga pada saat praktikum siswa tahu apa yang harus dilakukan dan tidak banyak waktu yang

terbuang akibat tidak ada alat dan bahan atau bingung apa yang harus dilakukan.

5. Menggunakan Alat dan Bahan

Keterampilan menggunakan alat dan bahan adalah keterampilan mengetahui cara

menggunakan alat dan bahan, keterampilan mengetahui alasan penggunaan alat dan bahan, serta

memakai alat dan bahan. Misalnya, pada saat siswa melakukan praktikum titrasi asam dan basa,

maka siswa akan memiliki keterampilan menggunakan buret, mengukur larutan, meneteskan

larutan, menggoyang erlenmeyer, membuat larutan, serta mengetahui alasan penggunaan alat dan

bahan. Selain itu juga, dapat melatih siswa untuk lebih bersabar dan teliti.

6. Melakukan Komunikasi

Page 6: KPS KBK

Para guru perlu melatih siswa untuk memiliki keterampilan mnelakukan komunikasi.

Keterampilan mengkomunikasikan apa yang ditemukan adalah salah satu keterampilan yang

mendasar yang dituntut dari para ilmuwan (Semiawan, 1987: 33). Keterampilan

melakukan komunikasi dapat dilatih dengan memberikan pengalaman belajar pada siswa berupa

mencatat hasil pengamatan yang relevan dengan penyelidikan, mentransfer suatu bentuk

penyajian ke bentuk penyajian lain. Misalnya, siswa diminta untuk menuliskan data hasil

pengamatan dari praktikum pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi dalam bentuk tabel

pengamatan. Kemudian data dalam bentuk tabel pengamatan diubah menjadi bentuk lain,

misalnya dalam bentuk grafik. Sehingga siswa dapat terampil mengkomunikasikan data dalam

berbagai bentuk.

7. Meramalkan (prediksi)

Membuat prediksi berkaitan erat dengan observasi dan interpretasi, namun ketiga hal

tersebut berbeda (Muhammad, 1996: 22). Untuk membedakan ketiga keterampilan tersebut dapat

dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: (1) informasi yang diperoleh melalui indera:

observasi; (2) mengapa hal itu terjadi: interpretasi; (3) apa yang saya harapkan akan dapat

diobservasi: prediksi. Keterampilan meramalkan dapat dilatih dengan cara memberikan

pengalaman belajar pada siswa untuk memprediksi apa yang mungkin terjadi sebelum

melakukan percobaan atau berdasarkan data hasil pengamatan. Misalnya, ketika akan praktikum

larutan elektrolit dan non elektrolit guru memberikan apresepsi mengenai pengertian larutan

elektrolit, asam, dan basa. Siswa diminta untuk meramalkan diantara larutan NaOH dan

CH3COOH larutan manakah yang akan menyalakan lampu dengan terang. Sehingga

pembelajaran tersebut dapat melatih siswa memiliki keterampilan meramalkan.

8. Mengajukan pertanyaan

Page 7: KPS KBK

Keterampilan mengajukan pertanyaan adalah keterampilan bertanya untuk meminta

penjelasan terhadap suatu hal yang berhubungan dengan percobaan atau kejadian. Contoh:

memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan beberapa pertanyaan berkaiatan dengan

praktikum yang telah dilakukan.

9. Mengajukan hipotesis

Keterampilan mengajukan hipotesis adalah keterampilan mengetahui lebih dari satu

kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian dan menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji

kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah

(Rustaman, 1995: 11). Dalam bekerja ilmiah, seorang ilmuwan biasanya membuat hipotesis yang

kemudian diuji melalui eksperimen. Para guru dapat melatih siswa dalam membuat hipotesis

sederhana. Misalnya dalam melakukan percobaan dengan lilin, jika lilin ditutup gelas akan

padam mereka dapat membuat hipotesis mengapa terjadi demikian.

10. Menerapkan konsep

Keterampilan menerapkan konsep dapat dilatih dengan cara memberikan pengalaman

belajar pada siswa untuk menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi terbaru untuk

menjelaskan apa yang sedang terjadi. Para guru dapat melatih siswa dalam menerapkan konsep.

Misalnya, setelah mengetahui konsep bahwa jumlah oksigen dalam air bergerak lebih banyak

daripada dalam air yang tenang, para siswa dapat menyarankan pada orang yang memiliki

tambak ikan untuk tidak membiarkan air dalam kolam ikannya tetap tergenang dalam waktu

yang lama, tetapi mengatur aliran air dalam kolam sedemikian rupa sehingga selalu bergerak.

11. Melakukan percobaan atau penelitian

Indikator melakukan percobaan atau penelitian merupakan indikator KPS terpadu dimana

semua aspek dalam keterampilan proses sains tercakup disini. Kegiatan melakukan percobaan

Page 8: KPS KBK

atau penelitian adalah kegiatan kerja ilmiah yang sesungguhnya, sehingga kegiatan ini dapat

dilakukan pada siswa menengah atas. Misalnya pada pembelajaran praktikum elektrolisis CuSO4

dengan elektroda besi dan grafit tujuannya elektroplating yaitu melapisi besi.

Kegiatan pertama yang dilakukan yaitu siswa dilatih untuk mengajukan pertanyaan

mengenai posisi elektroda, lalu meramalkan posisi elektroda apakah di katoda atau anoda,

dengan menerapkan konsep yang dimiliki siswa maka siswa dapat berhipotesis mengenai jika

besi ingin dilapisi berarti besi akan mengalami reduksi dan posisinya di katoda. Dari kegiatan ini,

berarti siswa dilatih untuk memiliki keterampilan mengajukan pertanyaan, meramalkan,

menerapkan konsep, dan berhipotesis.

Kegiatan selanjutnya, yaitu merencanakan percobaan. Disini siswa dilatih untuk

menentukan alat dan bahan yang akan digunakan, objek yang akan diteliti, prosedur kerja, serta

bagaimana mencatat atau mengolah data. Kemudian siswa melakukan percobaan dengan

menggunakan alat dan bahan serta prosedur kerja yang telah ditentukan. Siswa mengamati setiap

peristiwa yang terjadi dan menuliskannya dalam bentuk tabel pengamatan. Hasil berupa data

pengamatan didiskusikan kemudian dikelompokkan ke dalam zat yang mengalami reaksi

oksidasi atau reduksi. Tahap terakhir siswa menarik kesimpulan yaitu, di katoda terjadi reduksi

besi dan di anoda terjadi oksidasi larutan CuSO4, dalam hal ini Cu yang mengalami oksidasi.

Page 9: KPS KBK

A. Keterampilan Berpikir Kritis

Secara umum, berpikir diasumsikan sebagai proses kognitif yang merupakan aktivitas

mental untuk memperoleh pengetahuan. (Preseissen dalam Costa, 1985:43). Aktivitas mental

yang dimaksud di sini berupa manipulasi input sensori untuk merumuskan pemikiran, penalaran,

atau pertimbangan sesuatu.

Menurut Muhibbin (1995:101), dalam perspektif agama, berpikir merupakan proses

memberdayakan akal. Akal merupakan alat fisio-psikis dengan sistem psikis yang sangat

kompleks dalam menyerap, menyimpan dan memproduksi item-item informasi. Adapun secara

fungsional, akal berhubungan dengan indra visual (penglihatan) dan audio (pendengaran). Ketiga

potensi tersebut merupakan anugerah dari Allah SWT yang harus disyukuri. Ayat Al-Qur`an

berkenaan dengan hal tersebut adalah Surat An-Nahl:78, sebagai berikut:

“Dan Allah mengeluarKan Kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidaK mngetahui apa-apa, dan Dia memberi Kamu pendengaran, penglihatan, dan af`idah (daya nalar) agar

Kamu bersyuKur ”.

Quraish Shihab (dalam Muhibbin, 1995:101) menafsirkan “af`idah” pada ayat di atas

sebagai daya nalar.

Adapun menurut Ruch (1967 dalam Jalaludin, 1994), secara garis besar, berpikir terbagi

dua macam yaitu berpikir autistik dan realistik. Berpikir austistik bersifat menghayal (wishful

thinKing), sedangkan berpikir realistik (reasoning) adalah berpikir dalam rangka beradaptasi

dengan dunia nyata. Berpikir realistik terdiri dari: berpikir deduktif, indukatif, dan evaluatif.

Page 10: KPS KBK

Jalaludin (1994) menjelaskan bahwa: berpikir deduktif adalah berpikir dalam rangka

mengambil keputusan dengan cara silogisme, berpikir induktif adalah berpikir dengan cara

mengeneralisasi hal yang khusus, dan berpikir evaluatif adalah berpikir kritis untuk menilai baik-

buruk atau tepat-tidaknya suatu gagasan.

Jones (2005) menjelaskan lebih lanjut mengenai berpikir kritis. Menurutnya, berpikir

kritis tidak hanya mengakumulasikan informasi yang ada, sehingga seseorang dengan ingatan

yang baik (good memory) dan mengetahui banyak fakta, belum tentu dapat berpikir kritis dengan

baik.

Pada kutipan yang sama, Jones menyatakan bahwa orang yang berpikir kritis akan dapat

menarik kesimpulan dari apa yang ia tahu, dan dia tahu bagaimana menggunakan informasi yang

dimiliki untuk menyelesaikan masalah, serta mencari data yang relevan dari informasi yang ada

sebagai informasi untuk dirinya. Dengan demikian, berpikir kritis sangat erat hubungannya

dengan pemrosesan data berdasarkan informasi yang didapat (input sensory), sehingga

menghasilkan struktur informasi baru yang relevan (output).

Pemrosesan informasi sebagai wujud aktivitas berpikir sesuai dengan model dari fungsi

intelektual manusia menurut Toward (dalam Costa, 1985:64), seperti terlihat pada bagan berikut:

Bagan 2.1 Model Fungsi Intelektual Manusia

Page 11: KPS KBK

Keterangan:

STM (Short Term Memory) = Ingatan jangka pendek

LTM (Long Term Memory) = Ingatan jangka panjang

Metakognisi = Kemampuan melihat diri sehingga tindakan terkontrol secara maksimal.

Costa (1985:62) menyebutkan bahwa model fungsi intelektual manusia pada bagan 2.1,

menunjukan terjadinya proses berpikir kompleks karena: (1) Melibatkan penggambaran sejumlah

data dari stimulus eksternal (input data), (2) Mengembangkan struktur data yang sudah ada, (3)

Terbentuk struktur baru.

Struktur baru sebagai hasil pemrosesan data melalui aktivitas tertentu yaitu berupa

pengetahuan. Menurut Piaget (dalam Costa, 1985:62), pengetahuan selalu didapat melalui

aktivitas tertentu sehingga mengubah struktur mental melalui proses asimilasi dan akomodasi.

Proses asimilasi digunakan untuk merespon lingkungan dan menghadapi masalah, sedangkan

proses akomodasi melibatkan interaksi antara prinsip dengan pengalaman yang dimiliki .

Menurut Jones (2005), berpikir kritis dengan baik dapat menjadi dasar dalam

memperoleh pengetahuan. Pendapat Jones tersebut sesuai dengan pendapat Schafersman (1991),

sistem pendidikan yang sesuai saat ini bukan lagi merupakan pola “berpikir apa” (what to thinK),

tetapi “bagaimana berpikir” (how to thinK).

Adapun cara ‘berpikir bagaimana’ disebut juga berpikir kritis. Schaferman juga

menyebutkan bahwa berpikir kritis sama dengan berpikir ilmiah (scientific thinKing), karena

seluruh tahapan pada metode ilmiah memiliki kesesuaian dengan berpikir kritis. Pembuktian

terhadap suatu hal melalui metode ilmiah, diantaranya meliputi: mengidentifikasi pertanyaan,

Page 12: KPS KBK

menyusun hipotesis, menemukan dan mengumpulkan data yang relavan, dan mengemukakan

kesimpulan hasil pembuktian ilmiah.

Mengingat perkembangan informasi saat ini terjadi dengan begitu pesat, maka cara

berpikir pada pemrosesan informasi harus berlangsung dengan efektif. Jones (2005) mengatakan

bahwa cara berpikir yang sesuai dengan sistem pendidikan modern adalah cara berpikir tingkat

tinggi.

Keterampilan berpikir kritis termasuk salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi atau

keterampilan berpikir kompleks (Preseissen dalam Costa, 1985).

Berdasarkan penjelasan mengenai berpikir kritis di atas, maka dapat menjadi catatan

penting bahwa berpikir kritis merupakan proses berpikir yang berlangsung pada diri seseorang

dengan daya nalar yang dimiliki. Selain itu, berpikir kritis juga mempunyai peranan penting

dalam berbagai pembuktian ilmiah. Maka dari itu, berpikir kritis sangat tepat apabila digunakan

dalam menguasai Ilmu Pengetahuan Alam (Science) termasuk Ilmu Kimia.

Berikut adalah perkembangan definisi Keterampilan Berpikir Kritis yang dikemukakan

oleh beberapa orang ahli:

1) Keterampilan Berpikir Kritis merupakan keterampilan untuk menganalisis fakta,

menyusun dan mengorganisasikan gagasan, memberi penjelasan, membandingkan,

menggambarkan kesimpulan, mengevaluasi argumen, dan menyelesaikan masalah

(Chance, 1986).

2) Keterampilan Berpikir Kritis adalah kemampuan membuat kesimpulan berdasarkan

pencarian secara kritis terhadap sesuatu yang dapat mempengaruhi hidupnya

(Schafersman, 1991).

Page 13: KPS KBK

3) Keterampilan Berpikir Kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif untuk

memutuskan hal-hal yang diyakini dan akan dilakukan (Ennis, 1992).

Berdasarkan beberapa definisi Keterampilan Berpikir Kritis di atas, maka dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa Keterampilan Berpikir Kritis adalah kemampuan daya nalar seseorang

yang berperan dalam menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh sesuai dengan apa yang

diyakininya.

Keterampilan Berpikir Kritis menurut Ennis, et all (1991,1992) memiliki model berpikir

yang terdiri dari aspek afektif, konatif, dan aspek tingkah laku dari kebiasaan berpikir kritis.

Aspek-aspek tersebut didapat dari stimulus eksternal (input) yang dievaluasi melalui

Keterampilan Berpikir Kritis. Hal ini, mengakibatkan terjadinya berpikir kritis yang dapat

menegaskan keyakinan sebelumnya dan menetapkan keyakinan baru. Keyakinan tersebut,

sebaliknya juga dapat mengakibatkan proses berpikir kritis .

Pada proses selanjutnya, Keterampilan Berpikir Kritis menimbulkan kemampuan untuk

bertindak yang menghubungkan rencana dan implementasi (konasi). Hasilnya, berupa tindakan

dan visualisasi pengetahuan deklaratif yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keyakinan baru

yang terbentuk. Konasi dan kemampuan bertindak, dipengaruhi oleh pengembangan

pengetahuan prosedural dari lingkungan.

Model dan modifikasi proses berpikir kritis menurut Ennis, et all (1991,1992), lebih

jelasnya digambarkan pada bagan 2.2.

Page 14: KPS KBK

Bagan 2.2 Model dan Modifikasi Berpikir Kritis

Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Ennis (dalam Costa, 1985: 54-56) dibagi menjadi

lima kelompok yaitu: (1) Memberikan penjelasan sederhana (Elementary Clarification), (2)

Membangun keterampilan sederhana (Basic Support), (3) Membuat kesimpulan (Inference), (4)

Membuat penjelasan lebih lanjut (Advanced Clarification), dan (5) Mengatur strategi dan taktik

(Strategies and Tactics).

Adapun kelima indikator menurut Ennis (Costa, 1985) tersebut, diuraikan lebih lanjut

dalam tabel 2.1.

el 2.1 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Ennis

Keterampilan Berpikir Kritis

Sub Keterampilan Berpikir Kritis

Penjelasan

Memberi penjelasan sederhana (Elementary

clarification)

Memfokuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan

Mengidentifikasi kriteria-kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin

Menjaga kondisi pikiran

Menganalisis argumen Mengidentifikasi kesimpulan Mengidentifikasi alasan yang

Page 15: KPS KBK

dinyatakan Mengidentifikasi alasan yang tidak

dinyatakan Mengidentifikasi kerelevanan dan

ketidakrelevanan Mencari persamaan dan perbedaan Mencari struktur dari suatu

argumen Merangkum

Bertanya, menjawab pertanyaan yang bersifat

klarifikasi, dan menjawab pertanyaan yang menantang

Menjawab pertanyaan mengapa Bertanya:- Apa intinya?- Apa contohnya?- Bagaimana penerapannya dalam

kasus tersebut?

Membangun keterampilan dasar (Basic Support)

Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber

Ahli Tidak adanya konflik interes Kesepakatan antar sumber Menggunakan prosedur yang ada Mengetahui resiko Kemampuan memberi alasan Kebiasaan berhati-hati

Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil

observasi

Ikut terlibat dalam menyimpulkan Dilaporkan oleh pengamat sendiri Penguatan dan kemungkinannya Penggunaan teknologi yang kompeten Kepuasan observer atas kredibilitas

kriteria Kondisi akses yang baik

Inferensi Membuat dan mempertimbangkan hasil deduksi

Kelompok logis Kondisi logis

Membuat dan mempertimbangkan induksi

Membuat generalisasi Membuat kesimpulan dan hipotesis

Membuat dan mempertimbangkan nilai

keputusan

Latar belakang fakta Konsekuensi Menerapkan prinsip Memikirkan alternatif Menyeimbangkan, memutuskan

Membuat penjelasan labih lanjut (Advanced

Clarification)

Mendefinisikan istilah, mempertimbangkan definisi

Meliputi tiga dimensi, yaitu: Bentuk Strategi definisi Konten (isi)

Mengidentifikasi asumsi Penalaran implisit Asumsi yang diperlukan, rekonstruksi

argumen Strategi dan taktik (Strategies Memutuskan suatu tindakan Mendefinisikan masalah

Page 16: KPS KBK

and tactics) Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi

Merumuskan alternatif yang memungkinkan

Memutuskan hal-hal yang dilakukan secara tentatif

Mewawancara dan memonitor implementasi

Berinteraksi dengan orang lain Memberi reaksi terhadap pemikiran yang salah

Strategi logis dan retoris Menyajikan argumen secara lisan

maupun tulisan

Tes pilihan ganda pada materi kelarutan dan hasilkali kelarutan dapat diukur dengan

mengacu pada indikator Keterampilan Berpikir Kritis Ennis. Menurut Schrafersman (1991),

apabila tes berbentuk pilihan ganda didesain secara benar, maka hal tersebut dapat mengukur dan

meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis.

Soal pilihan ganda sifatnya lebih repesentatif dalam menggali seluruh materi kelarutan

dan hasilkali kelarutan. Pilihan jawaban disusun secara khusus untuk mengukur dan melatih

Keterampilan Berpikir Kritis siswa.

Untuk mempermudah pembuatan soal Keterampilan Berpikir Kritis, maka ketentuan

umum soal untuk keenam indikator Keterampilan Berpikir Kritis disusun sebagai berikut:

1. Soal pada indikator keterampilan mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan,

ketentuannya:

a Fakta dipaparkan pada redaksi soal

b Soal menginstruksikan siswa mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan yang

paling sesuai dengan fakta yang dipaparkan.

c Pilihan jawaban berupa pertanyaan

d Pertanyaan sebagai jawaban soal merupakan pertanyaan paling esensi yang

mencakup seluruh paparan fakta.

Page 17: KPS KBK

Ketentuan soal untuk mengukur indikator keterampilan mengidentifikasi atau

merumuskan pertanyaan dibuat berdasarkan contoh-contoh soal berikut:

Manakah pertanyaan yang paling penting ditanyakan dalam menentukan apakah seseorang

bersalah?

a. Apa latar belakang kebudayaan hakim?

b. Apakah terdakwa bersalah?

c. Apakah hakim seorang perempuan atau lelaki?

d. Apakah terdakwa diwakili oleh seorang pengacara?

(Kneedler dalam Costa, 1985: 277)

Contoh soal lainnya diperoleh dari soal pada salah satu penelitian materi kimia tentang

radioisotop berikut:

Analisis bacaan di bawah ini:

Pembuatan isotop radioaktif yang sangat berguna dalam berbagai bidang dilakukan dalam reaktor melalui penembakan dengan neutron. Produksi radioisotop dilakukan dalam beberapa tahap yang dilakukan dengan pengawasan kualitas yang cukup ketat sebelum distribusi dan pemakaian.Indonesia saat ini telah memiliki tiga reaktor nuklir untuk penelitian dan produksi radioisotop, yaitu Triga Mark II di Bandung, Reaktor Kartini di Yogyakarta dan reaktor G. A. Siwabessy di Serpong Jawa Barat.

Pertanyaan yang kemungkinan besar muncul setelah menganalisis bacaan di atas adalah....a. Apa yang dimaksud dengan radioisotop?b. Bagaimana proses produksi radioisotop?c. Dimana bisa memperoleh radioisotop?d. Bagaimana wujud radioisotop?e. Apa kegunaan radioisotop?

(Neneng, 2002: 65-66)

Soal dengan ketentuan di atas, dapat ditemukan pada soal instrumen nomor tiga.

2. Soal pada indikator keterampilan mencari persamaan dan perbedaan, ketentuannya:

a. Dua atau lebih contoh disajikan untuk diamati.

Page 18: KPS KBK

b. Contoh memuat beragam kondisi yang dapat diklasifikasikan antara contoh dengan

kondisi (data) sama dibanding contoh dengan kondisi berbeda.

c. Persaman dan perbedaan dari contoh disesuaikan dengan keinginan pertanyaan.

Ketentuan soal untuk mengukur indikator keterampilan mencari persamaan dan

perbedaan dibuat berdasarkan contoh soal berikut:

Di antara larutan-larutan berikut, mana yang penurunan tekanan uapnya paling besar, diukur pada temperatur yang sama?

a. 34,2 gram sukrosa (Mr=342) dalam 180 gram airb. 12,0 gram urea (Mr=60) dalam90 gram airc. 6,20 gram glikol (Mr=62) dalam 180 gram aird. 18,0 gram glukosa (Mr=180) dalam 90gram aire. 18,4 gram gliserol (Mr=92) dalam 180 gram air

(Poppy, 2001: 109)

Soal dengan ketentuan di atas, dapat ditemukan pada soal instrumen nomor dua dan sembilan.

3. Soal pada indikator keterampilan menerapkan prinsip yang diterima, ketentuannya:

a. Soal menyajikan beberapa data.

b. Data dimasukkan pada rumus yang tepat (prinsip yang dapat diterima).

c. Jawaban berupa hasil perhitungan.

Ketentuan soal untuk mengukur indikator keterampilan menerapkan prinsip yang

diterima dibuat berdasarkan contoh soal berikut:

Garam NH4Cl sebanyak 5,35 gram dilarutkan dalam air sehingga volumenya 500 mL. jika Kb NH4Cl =2x105 dan Mr NH4Cl =53,5, maka pH larutan garam tersebut adalah...

a. 5b. 6c. 7d. 8e. 9

(Ratih, 2002: 95)

Soal dengan ketentuan di atas, dapat ditemukan pada soal instrumen nomor delapan,

sebelas, dan tiga belas.

Page 19: KPS KBK

4. Soal pada indikator keterampilan menjawab pertanyaan mengapa, ketentuannya:

a Fakta dipaparkan pada bagian informasi soal

b Soal menanyakan suatu alasan dari kondisi yang berhubungan dengan paparan

fakta.

c Alasan yang paling tepat merupakan pilihan jawaban

Ketentuan soal untuk mengukur indikator keterampilan menjawab pertanyaan mengapa

dibuat berdasarkan contoh-contoh soal berikut:

Altough 95% of the crust of the Earth is composed of either igneous or methamorfic rock, 75% of the exposed surface of the continental crust is sedimentary rock. This is because...

a. Erosion of surface soil and rock has produced a veneer of sediments over most of the Earth, and lihitification of these sediments has produced sedimentary rock strata.

b. The temperature of the Earth increases downward, leading to the creation of vast amount of igneous and methamorfic rocks.

c. Oceanic crust, which covers about 70% of the Earth surface, is largely composed of igneous rock, such as basalt, which forms at oceanic ridges.

d. Constitute such a small percentage of the surface of the Earth that they contribute much less material to the surface than do phsycal and chemical presipitation of sediment.

(Schafersman, 1991)

Contoh soal indikator keterampilan menjawab pertanyaan mengapa di atas, merupakan

bentuk pertanyaan yang menyajikan paparan fakta pada bagian informasi soal. Bentuk soal

seperti ini dapat ditemukan pada soal-soal instrumen nomor 1, 10, dan 12.

Adapun bentuk soal indikator menjawab pertanyaan mengapa yang tidak memaparkan

fakta pada bagian informasi soal dapat dibuat seperti soal berikut:

Mengapa untuk mengetahui proses penyerapan fosfor dalam tanaman dapat menggunakan P-32?a. Karena P-32 merupakan isotop fosfor yang stabilb. Karena P-32 merupakan isotop fosfor yang stabilc. Karena P-32 dapat memancarkan sinar radiasi yang dapat dideteksi oleh alat

pencacah.d. Karena P-32 dibutuhkan tanaman dalam proses penyerapan fosfor.e. Karena P-32 sangat praktis untuk digunakan.

Page 20: KPS KBK

(Neneng, 2002: 70)

5. Soal pada indikator keterampilan mengidentifikasi kesimpulan, ketentuannya:

a. Soal memuat data

b. Data dimasukkan pada rumus yang sesuai.

c. Hasil perhitungan berupa data berbentuk angka

d. Hasil akhir perhitungan diinterpresentasikan dari suatu keadaan

Bentuk soal mengidentifikasi kesimpulan dapat dibuat dengan beberapa variasi soal.

Variasi soal tersebut terletak pada penempatan data yang disajikan dalam soal, meliputi data

yang disimpan pada bagian pilihan soal dan data yang disimpan pada bagian informasi soal.

Berikut adalah contoh soal mengidentifikasi kesimpulan yang menyajikan data pada

bagian pilihan soal:

Pilihlah jumlah zat terlarut dan jumlah pelarut yang dapat menunjukkan harga penurunan titik beku molal pelarut!

a. 1 mol terlarut, 1000 gram pelarutb. 1 mol terlarut, 100 gram pelarutc. 1 mol terlarut, 1000 mL pelarutd. 100 gram terlarut, 1000 gram pelarute. 1 mol terlarut, 1000 mL pelarut

(Poppy, 2001: 114)

Adapun contoh soal indikator menyimpulkan yang menyajikan data pada bagian

informasi soal adalah sebagai berikut:

Larutan garam Asam Pembentuk Garam Basa Pembentuk GaramNaCl(NH4)SO4

CH3COONaCH3COONH4

NH4Cl

HClH2SO4

CH3COOHCH3COOHHCl

NaOHNaOHNH4OHNH4OHNaOH

Larutan garam yang mempunyai pH>7 adalah...

a. NaClb. (NH4)SO4

c. CH3COONa

Page 21: KPS KBK

d. CH3COONH4

e. NH4Cl

(Ratih, 2002: 93)

Kedua variasi soal pada indikator mengidentifikasi kesimpulan tersebut dipakai sebagai

dasar ketentuan umum soal yang dibuat pada instrumen penelitian nomor empat, empat belas,

dan lima belas.

6. Soal pada indikator keterampilan mengidentifikasi kerelevanan, ketentuannya:

a. Beberapa data yang disajikan pada informasi soal.

b. Data lain yang berhubungan dengan data sebelumnya disajikan baik pada bagian

informasi soal ataupun pada pilihan jawaban.

c. Soal mengintruksikan siswa untuk mengidentifikasi kerelevanan dan

ketidakrelevanan antara data satu dan lainnya

Ketentuan soal untuk mengukur indikator keterampilan mengidentifikasi kerelevanan

dibuat berdasarkan contoh-contoh soal berikut:

Di antara garam yang terionisasi sempurna berikut ini, kelompok mana yang mempunyai harga I berturut-turut semakin besar (1)MgCl2, (2)MgSO4, (3)KCl (4)KNO3 , (5)Al2(SO4)3?

a. 1, 2, 3b. 4, 1, 5c. 3, 2, 1d. 3, 4, 5e. 2, 3, 4

(Poppy, 2001: 116)

Soal untuk mengidentifikasi ketidakrelevanan adalah seperti contoh berikut:

Pernyataan berikut ini menunjukkan beberapa penggunaan radioisotop:1. Pemeriksaan cacat pada logam2. Mengontrol ketebalan bahan3. Mengukur kecepatan gerak lumpur4. Mengetahui laju aus komponen mesin5. Mempelajari cara pemupukan yang baik

Yang tidak termasuk penggunaan radioisotop untuk bidang industri adalah...

Page 22: KPS KBK

a. 1 dan 2b. 3 dan 4c. 2 dan 4d. 3 dan 5e. 1 dan 5

Berdasarkan dua contoh untuk indikator mengidentifikasi kerelevanan (Poppy, 2001:

116) dan indikator mengidentifikasi ketidakrelevanan (Neneng,2002: 67), maka untuk lebih

efektif, soal yang dibuat pada materi kelarutan dan hasilkali kelarutan kedua indikator di atas

dirangkum menjadi satu indikator yaitu mengidentifikasi kerelevanan dan ketidakrelevanan.

Adapun bentuk soalnya adalah menggabungkan data antara yang relevan dan tidak relevan untuk

diidentifikasi.

Soal dengan ketentuan di atas, dapat ditemukan pada soal instrumen nomor lima, enam,

dan tujuh.

Ketentuan umum pembuatan soal disesuaikan dengan masing-masing indikator

Keterampilan Berpikir Kritis yang hendak diukur. Dengan demikian, maka tiap soal memiliki

ciri khas tersendiri yang menjadi dasar pembeda antara indikator Keterampilan Berpikir Kritis

satu dengan indikator lainnya.

Semua soal Keterampilan Berpikir Kritis tidak merupakan soal yang mengukur ingatan

sederhana siswa, termasuk bentuk soal pilihan ganda. Berikut adalah contoh soal pilihan ganda

yang tidak termasuk soal yang dapat mengukur dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis:

Inti atom tersusun dari

a. Proton dan ion

b. Neutron dan elektron

c. Proton dan elektron

d. Isotop dan ion

Page 23: KPS KBK

e. Neutron dan proton

(Schafersman, 1991)

Dengan demikian soal-soal pilihan ganda yang dirancang harus memenuhi ketentuan

umum yang mengacu pada indikator Keterampilan Berpikir Kritis yang hendak diukur. Adapun

menurut (Schafersman, 1991), soal pilihan ganda Keterampilan Berpikir Kritis selain dapat

melatih siswa berpikir kritis, juga memiliki keunggulan yaitu: dapat digunakan pada kelas

berukuran besar (kelas dengan banyak siswa) dan dinilai lebik objektif dalam mengevaluasi

siswa.

2. Kecerdasan Logika-MatematikaKecerdasan logika-matematika merupakan kecerdasan parsial dari kecerdasan berganda

yang dikemukakan oleh Howard Gardner. Teori kecerdasan berganda, yaitu multiple inteligent yang diperkenalkan oleh Gardner ini, dalam beberapa sumber disebut dengan istilah teori intelegensi ganda, kecerdasan ganda, kecerdasan jamak, kecerdasan majemuk, kecerdasan pelbagai, kecerdasan beragam dan sebagainya. Meskipun demikian, istilah tersebut menunjuk pada definisi yang dikemukaan oleh Gardner sebagai berikut:

"An intelligences entails the ability to solve problems or fashion product that are of consequence in a particular cultural setting. The problem-solving skill allows one approach a situation in which a goal is to be obtained and to locate the appropriate route to that goal. The creation of a cultural project is crucial to capturing transmitting knowledge or expressing one's, view or feelings.

(Kompas Cyber Media:1992)

Dengan demikian, makna kecerdasan adalah berbagai kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan produk yang merupakan konsekuensi penyelesaian pada situasi nyata dalam berbagai keadaan. Keterampilan pemecahan masalah memperkenalkan suatu pendekatan situasi yang bertujuan mendapatkan dan menempatkan jalan yang tepat untuk mencapai tujuan. Hal ini sangat penting untuk mentransmisikan pengetahuan atau pengalaman seseorang, pandangan atau perasaan-perasaannya.

Kecerdasan seseorang tidak terpaku pada satu kemampuan, melainkan berbagai kemampuan dalam berbagai situasi. Oleh karena itu kecerdasan bukan kemampuan menyelesaikan tes IQ dalam ruang tetutup, melainkan kemampuan memecahkan persoalan dalam dunia nyata pada situasi yang beragam (Suparno, 2004:18).

Pada awalnya, Gardner mengemukakan bahwa manusia memiliki tujuh kecerdasan. Namun berdasarkan hasil penelitiannya yang baru, ternyata dapat diketahui bahwa kecerdasan

Page 24: KPS KBK

yang dimiliki manusia ada sembilan atau mungkin lebih. Sembilan kecerdasan tersebut meliputi: kecerdasan linguistik, kecerdasan logika matematika, kecerdasan ruang/ visual, kecerdasan badan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan lingkungan/ naturalis dan kecerdasan eksistensial (Suparno, 2004:19). Akan tetapi menurut DePorter (2001:96), teori kecerdasan berganda Gardner hanya ada delapan. Karena kecerdasan eksistensi disatukan dengan interpersonal. Untuk memudahkan mengingat kecerdasan berganda Gardner, digunakan akronim SLIM-n-BIL sebagai berikut:

a. S = Spasial-Visual. Kecerdasan spasial-visual yaitu kecerdasan berfikir dalam citra dan gambar, melibatkan

kemampuan untuk memahami hubungan ruang dan citra mental serta menguasai dunia visual. Dengan kecerdasan ini memungkinkan manusia untuk dapat memvisualisasikan bentuk dan wujud sesuatu secara nyata dalam mata pemikirannya kemudian dituangkan melalui media gambar (Rose, 2003:12). Tokoh yang sangat menonjol dalam kecerdasan ini diantaranya Leonardo Da Vinci, Picasso, dan Afandi.

b. L = Linguistik-Verbal. Kecerdasan linguistik-verbal yaitu kemampuan untuk menggunakan inti operasional

bahasa dengan jelas (English, Evelyn Williams, 2005:24). Kecerdasan linguistik verbal menyebabkan seseorang dapat bekomunikasi, berkata-kata, mahir berbahasa, berbicara, menulis, membaca, menghubungkan dan menafsirkan.

c. I = Interpersonal. Kecerdasan interpersonal. yaitu kemampuan berfikir lewat interaksi dengan orang lain.

Indikatornya: memimpin, berinteraksi, berorganisasi, berbagi, menyayangi berbicara, sosialisasi, manipulasi, menjadi pendamai (penengah), permainan kelompok, club, dan kerjasama.

d. M= Musikal-Ritmik. Kecerdasan musikal-ritmik adalah kecerdasan dalam berirama dan melodi. Menurut Plato

(dalam Merritt, 2003:1), musik adalah esensi keteraturan yang akan membawa pada semua hal yang baik, adil dan indah. Kecerdasan musikal-ritmik terkait dengan bahasa yang diukur dengan sensitivitas yang dimiliki seseorang terhadap susunan suara dan kemampuan merespon pola-pola suara secara emosional.

Setiap manusia memiliki kecerdasan musikal dasar. Hasil penelitian para ilmuwan saraf menemukan bahwa musik dapat mengaktifkan aliran impuls saraf ke jaringan srabut otak yang menghubungkan kedua belahan otak kiri dan kanan secara harmonis (Merritt, 2003:150). Tokoh dengan kecerdasan musikal-ritmik yang sangat menonjol diantaranya Carlos Santana, Alanis Moricete, Addie MS dan Hadad Alwi.

e. n = Naturalis. Kecerdasan naturalis yaitu kecerdasan berfikir secara alamiah. Dalam hal ini kecerdasan

naturalis berperan sebagai kemampuan menggunakan input sensorik dari alam untuk menafsirkan makna-makna yang terdapat dalam alam tersebut, mengenali unsur-unsur didalamnya, hidup selaras dengan alam dan memanfaatkannya secara produktif. Tokoh dalam kecerdasan ini biasanya berpropesi sebagai petani dan pemerhati lingkungan.

f. B = Badan-Kinestetik. Kecerdasan badan kinestetik adalah kemampuan berfikir melalui sensasi/ gerak fisik.

Dengan kecerdasan ini memungkinkan manusia untuk mengontrol, merancang dan menafsirkan aneka gerak tubuh menjadi gerakan ungkapan yang memiliki maksud dan makna khusus. Tokoh yang menonjol dengan kecerdasan ini diantaranya adalah David Becham, Susi Susanti, Ari Tulang, dan Bruce Lee.

Page 25: KPS KBK

g. I = Intrapersonal. Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan berfikir secara reflektif yang mengacu

pada perasaan dan proses pemikiran diri sendiri. Dengan kecerdasan ini manusia dapat membuat rekan di sekelilingnya nyaman berada didekatnya, dapat memahami dan mengerti orang lain, dan memiliki dedikasi serta bersimpati terhadap orang lain. Tokoh yang menonjol dengan kecerdasan ini adalah Bunda Theresa dan RA. Kartini.

h. L = Logika-MatematikaKecerdasan logika-matematika yaitu kecerdasan dan kemampuan menggunakan logika

dalam penalaran, menangani angka dalam perhitungan dan berfikir sistematis pada suatu sistem kerja ilmiah (DePorter, 2001:96). Tokoh dengan kecerdasan ini diantaranya adalah Albert Einsten, Ibnu Sina, dan BJ Habibie.

Definisi kecerdasan yang diungkapkan Gardner sejalan dengan definisi kecerdasan Colin Rose. Menurut Rose (2003:76), kecerdasan adalah serangkaian kemampuan dan keterampilan yang terlihat dari perbuatan dan prestasi seseorang. Kecerdasan mewakili cara berbeda dalam menjelajahi suatu topik, yakni kemampuan yang dapat dimanfaatkan saat diperlukan dalam menangani barbagi masalah.

Sementara itu, Najati mendefinisikan kecerdasan yang mendukung kecerdasan Gardner. Menurut Najati (2002:37) kecerdasan seseorang pada akhirnya akan ditentukan oleh kemampuannya untuk mengambil keputusan dengan tepat, cepat, dan akurat dalam memecahkan masalah. Hal ini secara emosional berarti suatu kemampuan untuk memaknai tindakan yang akan, sedang, dan yang telah diambil.

Mengenai definisi kecerdasan logika-matematika seperti telah diungkapkan sebelumnya, menurut DePorter (2001:96) yaitu kecerdasan dan kemampuan menggunakan logika dalam penalaran, menangani angka dalam perhitungan dan berfikir sistematis pada suatu sistem kerja ilmiah. Menurut Gardner, dalam kecerdasan logika-matematika tersebut terdapat kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, termasuk kepekaan pada pola logika, abstraksi reflektif, kategorisasi dan perhitungan. (Suparno, 2004:29)

Pola logika yang dimaksud adalah logika deduktif dan logika induktif. Sementara yang dimaksud abstraksi reflektif erat kaitannya dengan pengalaman logika-matematika dalam bereksperimen, membuat skenario, bertanya dan teka-teki seperti pada teori Piaget. Sedangkan kategorisasi meliputi pengorganisasian.

Berdasarkan definisi di atas, indikator kecerdasan logika matematika menurut DePorter meliputi delapan yaitu: bereksperimen, menghitung, bertanya, mengorganisasikan, logika deduktif, logika induktif, skenario, dan teka-teki.

1) Pola LogikaLogika didefinisikan sebagai suatu yang berhubungan dengan kegiatan berfikir

rasional berdasarkan acuan tertentu yang mengarahkan seseorang untuk menghindari kemungkinan kesalahan berfikir dan mengambil keputusan. Logika memiliki pola penarikan keputusan yaitu logika deduktif dan logika induktif.

a). Logika DeduktifLogika deduktif yaitu pola penalaran hasil pemikiran rasional yang bertolak dari hal

yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus, jelas dan konkrit dalam memprediksi. Dalam hal ini logika deduktif diidentikkan dengan kemampuan mempredikasi atau meramalkan sesuatu di awal sebelum berlangsungnya sesuatu tersebut berdasarkan data dan konsep, menuju

Page 26: KPS KBK

kepada penentuan gejala yang mungkin dan akan terjadi. Sedangkan prediksi itu sendiri menurut Mohamad Nur (1996:22), adalah ramalan tentang kejadian yang dapat diamati di waktu yang akan datang dalam arti belum terjadi. Misalnya pada saat melakukan elektroplating terhadap logam besi oleh tembaga, siswa/ mahasiswa harus menggunakan logika deduktif untuk mempredikasi kemungkinan reaksi yang akan terjadi berdasarkan data potensial reduksi standar. Apabila siswa/ mahasiswa dapat meramalkan reaksi yang akan terjadi sesuai dengan konsep elektrolisis, maka penentuan posisi besi dan tembaga sebagai elektroda positif dan negatif dapat dilakukan agar elektroplating bisa berlangsung baik. Dengan demikian, logam tembaga bisa melapisi besi.

b). Logika InduktifLogika induktif yaitu pola penalaran hasil berfikir rasional dalam penarikan keputusan

yang bertolak dari hal yang khusus kepada sesuatu yang bersifat general dan merupakan kesimpulan dari sesuatu yang telah dilakukan secara sistematis. Misalnya seperti pada saat melakukan identifikasi zat yang dihasilkan di anode pada praktikum elektrolisis larutan KI. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa ketika ditetesi indikator phenolptahalein tidak menunjukan perubahan apa-apa. Tapi pada saat di tetesi larutan amilum, terjadi perubahan warna menjadi ungu ke merah-merahan. Ini berarti dari pengamatan tersebut menunjukan dan dapat disimpulkan bahwa yang terelektrolisis atau teroksidasi di anode adalah I2 bukan OH-.

Kedua pola logika ini merupakan indikator dari kecerdasan logika-matematika. Jika seseorang mengembangkan kecerdasan logika-matematikanya dengan baik maka akan dapat menarik logika deduktif dan indutif dengan tepat.

2) Abstraksi ReflektifAbstraksi reflektif erat kaitannya dengan pengalaman logika-matematika (logicha-

mathematical experience). Dalam teori Piaget, pengalaman logika-matematika merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan

intelektual seseorang disamping pengalaman fisik dan pengalaman sosial. Pengalaman fisik diperoleh dari pengamatan fisik, pengalaman logika-matematika diperoleh dari hasil kontruksi tindakan-tindakan pengalaman fisik terhadap generalisasi kesimpulan, sedangkan pengalaman sosial diperoleh dari hasil interaksi dengan orang lain (Dahar, 1996:158).

Menurut Piaget (dalam Dahar, 1996:157), pengalaman logika-matematika sebagai suatu pengalaman dari hasil konstruksi fikiran secara sungguh-sungguh. Pengalaman logika-matematika ini diperoleh ketika seseorang mengamati benda-benda. Setelah melakukan pengamatan, selain mendapatkan pengalaman fisik dari pengamatannya, maka pengalaman membangun atau mengkonstruksi hubungan-hubungan antar satu objek dengan objek lainnya atau dari satu faktor dengan faktor lainnya dapat diperoleh secara terperinci hingga mendapat suatu kejelasan konsep yang dapat ditarik suatu kesimpulan. Misalnya ketika seorang mahasiswa menghitung banyaknya gelas ukur yang digunakan untuk praktikum ternyata ada “lima”. Lima ini sebetulnya bukan sifat fisik dari gelas ukur, melainkan hasil konstruksi fikiran rasional mahasiswa tersebut dari pengalaman fisik menghitungnya ditranspormasikan menjadi pengalaman logika-matematika hingga mendapat kepastian kesimpulan yang tepat yaitu “lima”. Proses konstruksi tersebut merupakan proses abstraksi reflektif.

Pengalaman fisik dan pengalaman sosial merupakan pengetahuan tentang isi (content). Baik pengetahuan fisik maupun pengetahuan sosial pengkonstruksiannya tidak secara langsung, melainkan melalui kerangka logika- matematika (Kamii dalam Dahar, 1996:156). Oleh karena itu pengembangan kecerdasan logika-matematika yang memiliki indikator eksperimen, membuat

Page 27: KPS KBK

skenario eksperimen, bertanya dan memecahkan teka-teki, dapat mengembangkan pengalaman fisik, sosial dan terutama pengalaman logika-matematika, karena dalam proses pencapaian indikator-indikator tersebut pengalaman fisik, sosial dan terutama pengalaman logika-matematika diperoleh dan digunakan secara sistematis, proporsional, dan continue.

Eksperimen dalam pendidikan adalah salah satu cara melakukan percobaan tentang sesuatu, diamati prosesnya, dicatat gejalanya, dikomunikasikan hasilnya, dan dievaluasi kesimpulannya (Roestiyah, 1991:80). Adapun bereksperimen yang dimaksud sebagai indikator kecerdasan logika-matematika adalah kemampuan dan keterampilan melakukan percobaan secara mandiri.

Indikator skenario, yang dimaksud adalah kemampuan untuk membuat skenario eksperimen. Dalam membuat membuat skenario eksperimen mahasiswa dituntut untuk menentukan prosedural yang akan dilakukan dalam praktikum secara tertulis. Komponen skenario eksperimen meliputi penentuan judul dan waktu praktium, tujuan percobaan, prosedur kerja, alat-bahan dan sketsa rangkaian alat, menuliskan data hasil pengamatan dan analisis data, interpretasi dan hitungan, serta membuat kesimpulan.

Indikator bertanya (to ask a question), mengajukan pertanyaan merupakan indikator kecerdasan logika-matematika yang menunjukkan seorang pembelajar telah atau sedang atau mau melakukan pembelajaran. Trik berfikir tentang pertanyaan ada tujuh, yaitu recall (mengingat), cause and effect (sebab akibat), similarities (kesamaan), difference (perbedaan), idea to examples (ide ke contoh-contoh), example to idea (contoh ke ide), dan evaluation (English, Evelyn Williams 2005:37)

Indikator teka-teki yang dimaksud adalah kemampuan untuk mendapatkan solusi dari pesoalan/ permasalahan yang berkaitan erat dengan konsep ilmiah, tetapi disajikan dalam format tebakan. Dalam memecahkan teka-teki diperlukan penalaran deduktif dan induktif terhadap kemungkinan/ alternatif untuk mendapatkan solusi.

3) KategorisasiKategorisasi yang dimaksud adalah kemampuan untuk mengorganisasikan fakta, gejala,

ciri dan sifat dari objek yang diamati melalui konstruksi pengalaman fisik dan sosial oleh pencitraan logika matematika. Contohnya berdasarkan fakta dari data

potensial reduksi standar dapat diorganisasikan, zat apa yang dapat mereduksi seng (Zn) dan zat mana yang tidak dapat mereduksinya.

4) PerhitunganMenghitung (calculation), adalah kemampuan melakukan perhitungan dalam

mengendalikan dan menangani angka-angka. Pada suatu proses kenyataan menghitung dilakukan dengan cara menginterpretasi data-data yang akan dihitung melalui proses abstraksi reflektif kemudian menghubungkannya dengan aturan berupa rumus untuk mengetahui berapa hasil perhitungannya. Adapun data-data yang diinterpretasikan berupa data-data simbol kuantitatif dengan makna tertentu. Oleh karena itu kemampuan menginterpretasi dan abstraksi reflektif sangat diperlukan secara dominan dalam kegiatan menghitung. Contohnya ketika menentuan berapa massa zat yang diendapan di katode. Siswa/ mahasiswa terlebih dahulu harus mengidentifikasi rumus, kemudian komponen data kuantitatif yang diperlukan dalam perhitungan yaitu besar arus yang diperoleh dari hasil bagi tegangan dengan hambatan, waktu berlangsungnya proses, banyaknya elektron yang dialirkan dan konstanta faraday. Setelah diketahui baru dihitung secara matematis sesuai rumusnya.

A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Page 28: KPS KBK

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu pendekatan pedagogis 

berdasarkan kemajuan terbaru dalam penelitian ilmu kognitif pada pembelajaran siswa. Dalam

pembelajaran berbasis masalah, siswa belajar dalam konteks masalah yang akan dipecahkan.

Tanggung jawab untuk belajar adalah dengan siswa bukan dengan fasilitator. Ada lima tahap

yang jelas dalam pembelajaran berbasis masalah (PBL) yaitu: pengenalan, penyelidikan, self-

directed studi, meninjau kembali hipotesis, dan evaluasi. (Preetha Ram, 1999:1122).

Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan

pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu

konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan

pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep

yang esensi dari materi pelajaran (Moffit dalam Rusman, 2010:241).

Menurut Tan (dalam Rusman 2010:229) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan

inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul

dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat

memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara

berkesinambungan.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan

yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan

untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada (Tan dalam Rusman,

2010:232).

2. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Page 29: KPS KBK

Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut :a) Permasalahan

menjadi starting point dalam belajar, b) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang

ada di dunia nyata yang tidak terstruktur, c) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda

(multiple perspective), d) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,

dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru

dalam belajar, d) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama, e) Pemanfaatan sumber

pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses

yang esensial dalam PBM, f) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif, g)

Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan

penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan, h) Keterbukaan

proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan i) PBM

melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Alur proses Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dilihat pada flowchart berikut ini:

Menentukan Masalah

Analisis Masalah dan Isu Belajar

Pertemuan dan Laporan

Penyajian Solusi dan Refleksi

Belajar Pengarahan Diri

Belajar Pengarahan Diri

Belajar Pengarahan Diri

Belajar Pengarahan Diri

Page 30: KPS KBK

Gambar 2.2 Bagan Keberagaman Pendekatan PBM (Rusman, 2010:233)

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) digunakan tergantung dari tujuan yang ingin

dicapai apakah berkaitan dengan: 1) penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multidisipliner; 2)

penguasaan keterampilan proses dan disiplin heuristic; 3) belajar keterampilan pemecahan

masalah; 4) belajar keterampilan kolaboratif; 5) belajar keterampilan kehidupan yang lebih luas

(Rusman, 2010:233).

Kemungkinan keberhasilan pedagogi (PBL) ini adalah : jika kita memberikan siswa

tugas menantang yang melibatkan mereka, mereka akan belajar untuk memecahkan masalah dan

mereka akan memperoleh pengetahuan yang terkait untuk menyelesaikan masalah yang mereka

hadapi. Mereka akan belajar lebih dalam dan lebih bermakna, sehingga pengetahuan mereka

lebih lama tersimpan dalam memori mereka. Dengan itu, mereka telah membangun diri dalam

konteks pembelajaran dan sebagai tanggapan terhadap kebutuhan. Pendukung PBL, Barrows dan

Kelson, telah mengembangkan strategi untuk menjamin keberhasilan proses PBL. Masalah PBL

harus didasarkan pada pembelajaran menarik, situasi dunia nyata, menghasilkan beberapa

hipotesis, latihan keterampilan untuk memecahkan masalah berpikir kreatif, pengetahuan dan

keterampilan yang memenuhi tujuan kurikuler, dan diintegrasikan dengan mengandung

komponen lebih dari satu (Preetha Ram, 1999:1122).

Secara singkat kelima tahapan pembelajaran PBL adalah sebagaimana berikut:

1. Pengenalan atau pendahuluan. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

yang dipilihnya.

Kesimpulan, integras, dan

Evaluasi

Page 31: KPS KBK

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan

penjelasan dan pemecahan masalah.

4. Meninjau kembali hipotesis. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu mereka untuk

berbagi tugas dengan temannya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk

melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang

mereka gunakan.

B. Keterampilan Berpikir Kritis

Berpikir secara umum dianggap sebagai proses kognitif, tindakan mental untuk

memperoleh pengetahuan. Penekanan dalam keterampilan berpikir menegaskan penalaran

(reasoning) sebagai fokus utama kognitif. Berpikir merupakan pokok pangkal untuk memperoleh

pengetahuan.

Menurut Reber (dalam Muhibbin Syah, 2000:119) keterampilan adalah kemampuan

melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai

dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Selanjutnya, Muhibbin Syah (2000:119),

berpendapat bahwa keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik, melainkan juga fungsi

mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai pada mempengaruhi orang

lain secara tepat juga dianggap sebagai terampil.

Page 32: KPS KBK

Menurut Norris dan Ennis (dalam Fisher, 2002:4) berpikir kritis ialah pemikiran yang

masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau

dilakukan. Berpikir kritis didefinisikan sebagai suatu proses kompleks yang melibatkan

penerimaan dan penguasaan data, analisis data, dan evaluasi data dengan mempertimbangkan

aspek kualitatif serta melakukan seleksi atau membuat keputusan berdasarkan hasil evaluasi

(Henik 2005:29).

Tyler (Redhana 2003:30) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam

pemecahan masalah dapat merangsang keterampilan berpikir kritis siswa. Reber (dalam

Muhibbin Syah, 2000:120) berpendapat bahwa dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut

menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan

masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.

Keterampilan berpikir kritis menggunakan dasar berpikir menganalisis

argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap interpretasi untuk

mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, kemampuan

memahami asumsi, memformulasi masalah, melakukan deduksi dan induksi

serta mengambil keputusan yang tepat. Ketrampilan berpikir kritis adalah

potensi intelektual yang dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran.

Setiap manusia memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang menjadi

pemikir yang kritis karena sesungguhnya kegiatan berpikir memiliki

hubungan dengan pola pengelolaan diri ( self organization ) yang ada pada

setiap mahluk di alam termasuk manusia sendiri (Liliasari 2001:4)

Page 33: KPS KBK

Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari keterampilan tingkat

tinggi yang sangat relevan dikembangkan ditingkat SMA/MA. Menurut Ennis (1985) indikator

keterampilan berpikir kritis siswa dikelompokan ke dalam lima bagian yaitu:

1. Memberikan penjelasan sederhana (Elementary Clarification)

a) Memfokuskan pertanyaan, meliputi : Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan,

merumuskan kriteria-kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin, dan

menjaga kondisi pikiran.

b) Menganalisis argumen, meliputi : Mengidentifikasi kesimpulan, mengidentifikasi

alasan yang dinyatakan, mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan,

mengidentifikasi kerelevanan dan ketidakrelevanan, mencari persamaan dan

perbedaan, mencari struktur dari suatu argumen, dan merangkum.

c) Bertanya, menjawab pertanyaan yang bersifat klarifikasi dan menjawab pertanyaan

yang menantang, meliputi : Menjawab pertanyaan mengapa? , Bertanya: Apa intinya?

Apa contohnya? Bagaimana penerapannya dalam kasus tersebut?

2. Membangun pengetahuan dasar ( Basic Support)

a) Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber, meliputi : Ahli, tidak adanya konflik

interest, kesepakatan antar sumber, menggunakan prosedur yang ada, mengetahui

resiko, kemampuan memberi alasan, dan kebiasaan berhati-hati.

b) Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, meliputi : Ikut terlibat dalam

menyimpulkan, dilaporkan oleh pengamat sendiri, penguatan dan kemungkinannya,

penggunaan teknologi yang kompeten, kepuasan observer atas kredibilitas kriteria, dan

kondisi akses yang baik.

3. Menyimpulkan (Inference)

Page 34: KPS KBK

a) Membuat dan mempertimbangkan hasil produksi, meliputi : Kelompok logis dan

kondisi logis.

b) Membuat dan mempertimbangkan induksi, meliputi : membuat generalisasi, dan

membuat kesimpulan dan hipotesis.

c) Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan, meliputi : Latar belakang fakta,

konsekuensi, menerapkan prinsip, memutuskan memikirkan alternatif, dan

menyeimbangkan.

4. Memberikan penjelasan lebih lanjut (Advanced Clarification)

a) Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, meliputi : Meliputi 3 dimensi,

yaitu : bentuk, strategi definisi, dan konten (isi).

b) Mengidentifikasi asumsi, meliputi : Rekonstruksi argumen, penalaran implisit dan

Asumsi yang diperlukan.

5. Mengatur strategi dan taktik (Strategy and Tacties)

a) Memutuskan suatu tindakan, meliputi : Mendefinisikan masalah, menyeleksi kriteria

untuk membuat solusi, merumuskan alternatif yang memungkinkan, memutuskan hal-

hal yang dilakukan secara tentatif, dan mewawancara dan memonitor implementasi.

b) Berinteraksi dengan orang lain, meliputi : Memberikan reaksi terhadap pemikiran yang

salah, strategi logis dan retoris.

Dalam penelitian ini, keterampilan berpikir kritis yang akan dikembangkan adalah

menyebutkan contoh, merumuskan masalah, mengemukan penjelasan sederhana, menganalisis

data, dan mengidentifikasi pernyataan.

Salah satu upaya guru untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa yaitu

dengan menyusun dan mengembangkan strategi dan metode mengajar yang tepat dan sesuai

Page 35: KPS KBK

dengan konsep yang akan diajarkan. Dalam hal ini, guru memiliki peranan penting untuk

menentukan keberhasilan metode peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa.

Pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dapat pendidik lakukan melalui

pendekatan pemecahan masalah (problem solving). Model pendekatan ini dapat dirumuskan

dalam beberapa  variabel berikut: (a) Tujuan; (b) Kata Kunci Permasalahan; (c) Menyikapi

Masalah; (d) Sudut Pandang; (e) Informasi; (f) Konsep (g) Asumsi; (h) Alternatif pemecahan

masalah; (i) Interpretasi; (j) Implikasi.