Kosmetologi Lipstik

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang akan sependapat bahwa dasar kecantikan adalah kesehatan. Orang sakit tentunya tidak akan terlihat cantik. Sehat dalam arti luas adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial. Kulit sehat berarti kulit yang tidak menderita suatu penyakit, baik penyakit yang mengenai kulit secara langsung ataupun penyakit dalam tubuh yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan kulitnya. Penampilan kulit sehat dapat dilihat dari struktur fisik kulit berupa warna, kelenturan, tebal dan tekstur kulit (Wasitaatmadja, 2003). Berbagai faktor yang mempengaruhi penampilan kulit sehat, misalnya umur, ras, iklim, sinar matahari serta kehamilan. Untuk mempertahankan kesehatan kulit, sejak jaman dahulu dibuat ramuan dari bahan alami. Itulah tujuan semula kosmetika tradisional yang dibuat oleh pakar kesehatan jaman dahulu. Seiring adanya perkembangan, kemudian tujuan pemakaian kosmetika bertambah yaitu untuk mempercantik diri, mengubah rupa, menutupi kekurangan dan menambah daya tarik dengan keharuman kulit (Wasitaatmadja, 2003). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 445/Menkes/Per/V/1998 yang dimaksud dengan kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidemis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi kulit supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. Kosmetika merupakan suatu komponen sandang yang sangat penting peranannya dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Masyarakat tertentu sangat bergantung pada sediaan kosmetika pada setiap kesempatan. (Anonim, 1997)

description

Kosmetologi Lipstik

Transcript of Kosmetologi Lipstik

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Setiap orang akan sependapat bahwa dasar kecantikan adalah

    kesehatan. Orang sakit tentunya tidak akan terlihat cantik. Sehat dalam arti

    luas adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial. Kulit sehat berarti

    kulit yang tidak menderita suatu penyakit, baik penyakit yang mengenai

    kulit secara langsung ataupun penyakit dalam tubuh yang secara tidak

    langsung mempengaruhi kesehatan kulitnya. Penampilan kulit sehat dapat

    dilihat dari struktur fisik kulit berupa warna, kelenturan, tebal dan tekstur

    kulit (Wasitaatmadja, 2003).

    Berbagai faktor yang mempengaruhi penampilan kulit sehat, misalnya

    umur, ras, iklim, sinar matahari serta kehamilan. Untuk mempertahankan

    kesehatan kulit, sejak jaman dahulu dibuat ramuan dari bahan alami. Itulah

    tujuan semula kosmetika tradisional yang dibuat oleh pakar kesehatan jaman

    dahulu. Seiring adanya perkembangan, kemudian tujuan pemakaian

    kosmetika bertambah yaitu untuk mempercantik diri, mengubah rupa,

    menutupi kekurangan dan menambah daya tarik dengan keharuman kulit

    (Wasitaatmadja, 2003).

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    445/Menkes/Per/V/1998 yang dimaksud dengan kosmetika adalah sediaan

    atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidemis,

    rambut, kuku, bibir dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk

    membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi

    kulit supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak

    dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.

    Kosmetika merupakan suatu komponen sandang yang sangat penting

    peranannya dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.

    Masyarakat tertentu sangat bergantung pada sediaan kosmetika pada

    setiap kesempatan. (Anonim, 1997)

  • 2

    1.2. Tujuan

    Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :

    1. Mengetahui Pengertian dan jenis-jenis Kosmetik

    2. Mengetahui Syarat-syarat Kosmetik

    3. Mengetahui Kosmetik dan komposisi Lipstik

  • 3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Kosmetik

    2.1.1. Pengertian Kosmetik

    Menurut Wall dan Jellinek (1970), kosmetik dikenal

    manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,

    pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain

    untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu

    kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada

    abad ke-20 (Tranggono dan Latifah, 2007).

    Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti

    berhias. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri

    ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitar.

    Sekarang kosmetik dibuat tidak hanya dari bahan alami tetapi juga

    bahan sintetis untuk maksud meningkatkan kecantikan

    (Wasitaatmadja, 1997).

    Sejak semula kosmetologi merupakan salah satu ilmu

    pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik

    dahulu adalah juga pakar kesehatan; seperti para tabib, dukun,

    bahkan penasehat keluarga istana. Dalam perkembangannya

    kemudian, terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik

    dalam hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya (Wasitaatmadja,

    1997).

    Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap

    untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis,

    rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain untuk

    membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan,

    melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau

    badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau

    menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).

  • 4

    2.2. Kosmetik Dekoratif

    Kekhasan kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan

    sematamata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik

    dan noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif

    tidak perlu menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai

    jika tidak merusak kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

    2.2.1. Persyaratan Kosmetik Dekoratif

    Persyaratat untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah (Tranggono

    dan Latifah, 2007) :

    1) Warna yang menarik.

    2) Bau harum yang menyenangkan.

    3) Tidak lengket.

    4) Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau.

    5) Tidak merusak atau mengganggu kulit

    2.2.2. Pembagian Kosmetik Dekoratif

    Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu

    (Tranggono dan Latifah, 2007) :

    1) Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada

    permukaan dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak,

    lipstik, pemerah pipi, eye shadow, dan lain-lain.

    2) Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam

    waktu lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit,

    cat rambut, dan pengeriting rambut.

    2.2.3. Peranan Zat Pewarna dalam Kosmetik Dekoratif

    Dalam kosmetik dekoratif, zat pewarna memegang peranan sangat

    besar. Zat warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai

    kelompok:

    1. Zat warna alam yang larut.

    Zat ini sekarang sudah jarang dipakai dalam kosmetik.

    Sebetulnya dampak zat alam ini pada kulit lebih baik dari pada

    zat warna sintetis, tetapi kekuatan pewarnaannya relatif lemah,

  • 5

    tak tahan cahaya, dan relatif mahal. Misalnya carmine zat

    warna merah yang diperoleh dari tubuh serangga Coccus

    cacti yang dikeringkan, klorofil daun-daun hijau, henna yang

    diekstraksi dari daun Lawsonia inermis, carotene zat warna

    kuning.

    2. Zat warna sintetis yang larut.

    Zat warna sintetis pertama kali disintetis dari anilin, yang

    berfungsi sebagai produk awal bagi kebanyakan zat warna. Sifat-

    sifat zat warna sintetis yang perlu diperhatikan antara lain:

    a. Intensitas harus kuat sehingga jumlah sedikit pun sudah

    memberi warna.

    b. Harus bisa larut dalam air, alkohol, minyak, atau salah

    satunya. Bahan larut air untuk emulsi O/W dan larut minyak

    untuk emulsi W/O. Bahan larut air hampir selalu juga larut

    dalam alkohol encer dan gliserol. Bahan larut minyak juga

    larut dalam benzena, karbon tetraklorida, dan pelarut

    organik lainnya, kadang-kadang juga dalam alkohol

    tinggi. Tidak pernah ada zat warna yang sekaligus larut

    dalam air dan minyak.

    c. Sifat yang berhubungan dengan pH. Beberapa zat warna

    hanya larut dalam pH asam, lainnya hanya dalam pH alkalis.

    d. Kelekatan pada kulit atau rambut. Daya lekat berbagai zat

    warna pada kulit dan rambut berbeda-beda. Terkadang kita

    memerlukan daya lekat besar seperti cat rambut, namun

    terkadang kita menghindarinya misalnya untuk pemerah

    pipi.

    e. Toksisitas. Bahan toksis harus dihindari, tapi ada derajat

    keamanannya.

    3. Pigmen alam.

    Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang

    memang terdapat secara alamiah, misalnya aluminium silikat,

  • 6

    yang warnanya tergantung pada kandungan besi oksida atau

    mangan oksidanya (misalnya kuning, coklat, merah bata, coklat

    tua). Zat warna ini murni, sama sekali tidak berbahaya,

    penting untuk mewarnai bedak-krim dan make-up sticks.

    Warnanya tidak seragam, tergantung asalnya, dan pada

    pemanasan kuat menghasilkan pigmen warna baru.

    4. Pigmen sintetis.

    Dewasa ini besi oksida sintetis sering menggantikan zat

    warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan

    warnanya antara lain kuning, coklat sampai merah, dan violet.

    Pigmen sintetis putih seperti zinc oxida dan titanium oxida

    termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang

    terpenting. Zinc oxida tidak hanya memainkan satu peran

    dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam

    preparat kosmetik dan farmasi lainnya. Banyak pigmen

    sintetis yang tidak boleh dipakai dalam preparat kosmetik

    karena toksis, misalnya kadmiun sulfat dan cupri sulfat.

    2.3. Lipstik

    Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang

    terbuat dari campuran lilin dan minyak dalam komposisi yang sedemikian

    rupa sehingga dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang

    dikendaki. Suhu lebur lipstik yang ideal sesungguhnya diatur hingga

    suhu yang mendekati suhu bibir, bervariasi antara 36-38o C. Tetapi

    karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap suhu cuaca

    sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat lebih

    tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang 62oC,

    biasanya berkisar antara 55-75oC (Ditjen POM, 1985).

    Dari segi kualitas, lipstik harus memenuhi beberapa persyaratan

    berikut (Mitsui, 1977) :

  • 7

    1. Tidak menyebabkan iritasi atau kerusakan pada bibir

    2. Tidak memiliki rasa dan bau yang tidak menyenangkan

    3. Polesan lembut dan tetap terlihat baik selama jangka waktu tertentu

    4. Selama masa penyimpanan bentuk harus tetap utuh, tanpa kepatahan dan

    perubahan wujud.

    5. Tidak lengket

    6. Penampilan tetap menarik dan tidak ada perubahan warna

    2.3.1. Komponen utama dalam sediaan lipstik

    Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari minyak,

    lilin, lemak dan zat warna.

    1. Minyak

    Minyak adalah salah satu komponen dalam basis lipstik

    yang berfungsi untuk melarutkan atau mendispersikan zat

    warna. Minyak yang sering digunakan antara lain minyak

    jarak, minyak mineral dan minyak nabati lain. Minyak jarak

    merupakan minyak nabati yang unik karena memiliki viskositas

    yang tinggi dan memiliki kemampuan melarutkan staining-dye

    dengan baik. Minyak jarak merupakan salah satu komponen

    penting dalam banyak lipstik modern. Viskositasnya yang

    tinggi adalah salah satu keuntungan dalam menunda

    pengendapan dari pigmen yang tidak larut pada saat

    pencetakan, sehingga dispersi pigmen benar benar merata

    (Balsam, 1972).

    2. Lilin

    Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada

    lipstik dan menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat.

    Campuran lilin yang ideal akan menjaga lipstik tetap padat

    setidaknya pada suhu 50C dan mampu mengikat fase minyak

    agar tidak ke luar atau berkeringat, tetapi juga harus tetap

    lembut dan mudah dioleskan pada bibir dengan tekanan serendah

    mungkin. Lilin yang digunakan antara lain carnauba wax,

  • 8

    candelilla wax, beeswax, ozokerites, spermaceti dan setil

    alkohol. Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami yang

    yang sangat keras karena memiliki titik lebur yang tinggi yaitu

    85C. Biasa digunakan dalam jumlah kecil untuk

    meningkatkan titik lebur dan kekerasan lipstik (Balsam,

    1972).

    3. Lemak

    Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat

    yang berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir,

    memberi tekstur yang lembut, meningkatkan kekuatan lipstik

    dan dapat mengurangi efek berkeringat dan pecah pada

    lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses pembuatan lipstik

    adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak dan fase

    lilin dan sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat

    yang biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak

    coklat, lanolin, lesitin, minyak nabati terhidrogenasi dan lain-

    lain.

    4. Zat warna

    Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu

    staining dye dan pigmen. Staining dye merupakan zat warna

    yang larut atau terdispersi dalam basisnya, sedangkan pigmen

    merupakan zat warna yang tidak larut tetapi tersuspensi dalam

    basisnya. Kedua macam zat warna ini masing-masing

    memiliki arti tersendiri, tetapi dalam lipstik keduanya

    dicampur dengan komposisi sedemikian rupa untuk

    memperoleh warna yang diinginkan. Pigmen-pigmen yang

    diigunakan dalam lipstik dapat berupa lake dari barium atau

    kalsium, akan tetapi lake dari stronsium juga sering digunakan

    karena menghasilkan warna yang tahan lama dan jernih. Untuk

    menghasilkan warna yang agak pudar (muda), pigmen putih

  • 9

    seperti titanium dioksida dan zink oksida harus ditambahkan

    (Balsam, 1972).

    2.3.2. Zat tambahan dalam sediaan lipstik

    Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam

    formula lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik, yaitu

    dengan cara menutupi kekurangan yang ada tetapi dengan syarat

    zat tersebut harus inert, tidak toksik, tidak menimbulkan alergi,

    stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain dalam

    formula lipstik. Zat tambah yang digunakan yaitu antioksidan,

    pengawet dan parfum.

    1. Antioksidan

    Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak

    jenuh lain yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHT, BHA

    dan vitamin E adalah antioksidan yang paling sering digunakan

    (Butler, 2000).

    2. Pengawet

    Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam

    sediaan lipstik sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak

    mengandung air. Akan tetapi ketika lipstik diaplikasikan pada

    bibir kemungkinan terjadi kontaminasi pada permukaan

    lipstik sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme.

    Oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet di dalam

    formula lipstik. Pengawet yang sering digunakan yaitu metil

    paraben dan propil paraben (Butler, 2000).

    3. Parfum

    Parfum perlu ditambahkan dalam formula lipstik untuk menutupi

    bau dari minyak dan lilin yang terdapat dalam basis dan bau lain

    yang tidak enak yang timbul setelah lipstik digunakan atau

    disimpan. Parfum yang berasal dari minyak tumbuhan (bunga)

    adalah yang paling banyak digunakan (Balsam, 1972).

  • 10

    2.4. Formulasi Lipstik

    Contoh Formulasi Lipstik :

    Cera alba 10,86 g

    Lanolin 2,286 g

    Vaselin 9,716 g

    Setil alkohol 1,714 g

    Carnauba wax 1,428 g

    Oleum ricini 2,286 g

    Pewarna 6 g

    Oleum rosae 0,15 g

    Propilen glikol 1,5 g

    Butil hidroksitoluen 0,03 g

    Metil paraben (nipagin) 0,03 g

  • 11

    BAB IV

    PENUTUP

    4.1. Kesimpulan

    4.2. Saran

  • 12

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 1997. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Kosmetika,

    Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta:

    Departemen Kesehatan.

    Balsam, M.S. (1972). Cosmetic Science and Technology Second Edition. London:

    Jhon Willy and Son, Inc.

    Butler, H. (2000). Pouchers Perfumes, Cosmetics and Soaps Tenth Edition.

    Netherlands: Kluwer Academic Publishers. .

    Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen

    Kesehatan RI.

    Tranggono, R.I. dan Fatma Latifah. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan

    Kosmetik, Editor: Joshita Djajadisastra. Jakarta: Penerbit Pustaka Utama.

    Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas

    Indonesia