KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) PANDAWA …repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream ›...
Transcript of KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) PANDAWA …repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream ›...
KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) PANDAWA MANDIRI GROUP
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Hukum Islam (SH)
Oleh :
ACHMAD SANJAYA
NIM : 1112043100005
KONSENTRASI PERBANDINGAN FIKIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
ABSTRAK
Achmad Sanjaya, NIM 1112043100005, KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP)
PANDAWA MANDIRI GROUP, Strata Satu (S-1), Program Studi Perbandingan
Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M, 108 halaman.
Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan mengenai metodologi yang
dipakai oleh MUI Kota Depok dalam menetapkan suatu Fatwa Nomor :
01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 tentang Pengelolaan Dana Investasi oleh Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group dan tatacara yang dipakai oleh Pengadilan
Negeri Depok dalam memutuskan sebuah Putusan Nomor:
425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode yang digunakan MUI
Kota Depok sudah sesuai dengan prosedur dan tatacara penetapan fatwa yang telah
dibuat oleh MUI Pusat atau belum dan mengetahui apakah tatacara yang digunakan
oleh Pengadilan Negeri Depok dalam memutuskan putusan sudah sesuai dengan
hukum formil yang tercantum pada Hukum Acara Pidana atau belum.
Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif tertulis,
dengan melakukan teknik analisis data deskriptif kualitatif yaitu dengan melakukan
reduksi data terkait dengan Fatwa MUI Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 tentang
Pengelolaan Dana Investasi oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri
Group dan Putusan PN Depok Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk. Selanjutnya
dilakuan penyajian data secara sistematis, setelah itu langkah terakhir barulah ditarik
suatu kesimpulan untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah.
Hasil dari penelitian yang penulis lakukan, bahwa MUI Kota Depok telah
melakukan suatu metodologi penetapan fatwa yang sesuai dengan prosedur dan
tatacara penetapan fatwa yang dibuat oleh MUI Pusat. Begitu juga dengan penelitian
yang penulis lakukan pada putusan tersebut, bahwa PN Depok dalam memutuskan
Putusan tersebut telah berpedoman berdasarkan Hukum Acara Pidana/hukum formil
yang berlaku di Indonesia
Kata Kunci : KSP Pandawa Mandiri Group, Metodologi, Fatwa MUI Kota
Depok, Putusan PN Depok, Investasi.
Pembimbing : 1. Dra. Ipah Farihah, MH
2. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si
Daftar Pustaka : 1981 - 2017.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kita nikmat iman, nikmat
islam dan selalu memberikan rahmat kepada kita khususnya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “KOPERASI SIMPAN
PINJAM (KSP) PANDAWA MANDIRI GROUP”. Taklupa shalawat dan salam
selalu terucapkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad saw yang telah membimbing
kita kepada jalan yang lurus, yang diridhai Allah swt.
Selama penulisan skripsi ini berlangsung, penulis menyadari tidak sedikit
hambatan dan tantangan yang dilalui oleh penulis. Namun berkat kesungguhan hati,
niat dan izin dari Gusti Allah, pada akhirnya semua hal tersebut dapat penulis lalui
sampai akhir penulisan skripsi ini. Maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada yang terhormat dan tercinta:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., selaku Ketua dan Hidayatulloh, M.H.,
selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
vii
4. Dra. Afidah Wahyuni, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dra. Ipah Farihah, M.H. dan Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., selaku Dosen
Pembimbing Skripsi yang selalu dengan sabar dan ikhlas memberikan
pengarahan dan penjelasan dalam kegiatan bimbingan skripsi, dimanapun dan
kapanpun.
6. Khususnya kedua orang tua penulis yang sangat penulis cintai dan sayangi.
Ayahanda tercinta Agus Surya dan Ibunda tersayang Seli Suzana, S.Pdi yang
selalu turut serta mendoakan, memberikan semangat, kasih dan sayangnya
kepada penulis sampai saat ini. Seandainya ada kata diatas kata terimakasih,
maka kata itulah yang mungkin pantas untuk penulis katakan kepada beliau
berdua.
7. Para Kiyai dan Asatidz dari Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok yang
selalu setia memberikan doanya kepada penulis agar penulis dapat melewati
hambatan-hambatan yang ada.
8. Ketua MUI Kota Depok beserta para jajarannya yang terus mendukung
penelitian yang dilakukan penulis.
9. Ketua Pengadilan Negeri Depok beserta para jajarannya yang juga selalu
mendukung penelitian yang dilakukan penulis.
10. Jana Salsabila, S.Pd beserta keluarga yang selalu memberikan semangat,
motivasi, saran, dan komentar kepada penulis dalam proses penulisan skripsi
yang penulis lakukan.
viii
11. Sahabat-sahabat penulis dari Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok yang
bersedia memberikan doa dan nasihatnya kepada penulis, khususnya Bayu
Anda Pratama yang selalu mencaci maki dalam memberikan motivasi kepada
penulis, agar penulis selalu semangat dan bersegera menyelesaikan skripsi ini.
12. Para sahabat seperjuangan angkatan 2012 dari Program Studi Perbandingan
Mazhab yang selalu men-support satu sama lain demi mencapai kelulusan yang
husnul Khotimah.
13. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang mana penulis
tidak dapat sebutkan satu persatu. Semoga Allah swt selalu senantiasa
memberikan keberkahan kepada kalian semua dan memberikan balasan yang
berlipat ganda dari amal baik yang kalian lakukan kepada penulis
Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi
seluruh penuntut ilmu, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi para
pembaca sekalian. Amin amin ya rabbal alamin.
Jakarta, 5 Mei 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………
PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………..
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……………………………………...
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………….....
ABSTRAK …………………………………………………………................
KATA PENGANTAR ……………………………………………..................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………….......
B. Identifikasi Masalah …………………………………….
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………….......
D. Tujuan Penelitian ………………………………………..
E. Manfaat Penelitian ……………………………................
F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu …………................
G. Metode Penelitian ……………………………………….
H. Sistematika Penulisan …………………………...............
1
5
6
7
7
8
10
11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Metodologi Penetapan Fatwa Berdasarkan Pedoman
x
dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI …………………....
B. Metodologi Putusan Pengadilan Berdasarkan Hukum
Acara Pidana ……………………………….....................
14
26
BAB III SISTEM INVESTASI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP)
PANDAWA MANDIRI GROUP
A. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok
Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 Terhadap Sistem
Investasi KSP Pandawa Mandiri Group ………...............
B. Putusan Pengadilan Negeri Kota Depok Nomor:
425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk Terhadap Sistem Investasi
KSP Pandawa Mandiri Group ..........................................
47
67
BAB IV ANALISIS MASALAH
A. Analisis Metodologi Penetapan Fatwa MUI Kota
Depok Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 Tentang
Praktik Pengelolaan Dana Investasi oleh KSP
Pandawa Mandiri Group ………………………………...
B. Analisis Metodologi Putusan Pengadilan Negeri Kota
Depok Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk Tentang
Perkara Dana Investasi Oleh KSP Pandawa Mandiri
Group ……………………………………………………
76
83
xi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………...
B. Saran-saran ……………………………………………...
101
103
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 105
LAMPIRAN …………………………………………………………………. 108
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring berjalannya waktu dari masa ke masa, perubahan dunia semakin
mengalami kedrastisan khususnya di bumi pertiwi Indonesia, mulai dari
semakin canggihnya teknologi baik dari transportasi maupun komunikasi.
Begitu juga perubahan sosial yang dialami, semakin beraneka ragamnya
kegiatan sosial, mulai dari interaksi lewat media sosial hingga kegiatan sosial
lainnya seperti kegiatan usaha perekonomian.
Pada Tahun 2012 terdapat salah satu usaha investasi yang berada
diwilayah Depok dengan nama Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri
Group (KSP PMG).1 Pada awalnya koperasi ini hanya melakukan kegiatan
sebagaimana mestinya sebuah koperasi, sampai tiba masanya koperasi ini
beralih fungsi menjadi sebuah instansi yang membuat suatu badan usaha
berbentuk investasi yang bernama Pandawa Group. Pada dasarnya KSP PMG
dengan Pandawa Group adalah satu. Satu pendiri, satu kepemilikan dan satu
ketua yang bernama Dumeri alias Salman Nuryanto alias Nuryanto.
Nuryanto memulai kegiatan ini sekitar tahun 2009 diawali dengan
meminjamkan sejumlah dana kepada para pedagang Usaha Kecil Menengah
(UKM), seperti pengusaha bengkel, pedagang bubur, pedagang asongan dan
1 Putusan Pengadilan Negeri Kota Depok Nomor : 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk, h. 15
2
lain sebagainya. Lalu para pedagang itu dikenakan bunga sebesar 20% dari
dana yang dipinjam oleh para pedagang tersebut.2 Untuk memberikan pinjaman
kepara pedagang tersebut Nuryanto mengajak beberapa temannya untuk
menanamkan modal kepada Nuryanto dan menjanjikan imbal hasil sebesar 10%
kepada para pemodal tersebut.
Seiring berjalannya waktu kegiatan Nuryanto ini pun mendapatkan hasil
yang positif dan mendapatkan penilaian positif bagi para pemodal. Akhirnya
Nuryanto mengembangkan usahanya tersebut dengan cara mengajak lebih
banyak lagi pemodal. Kegiatan ini pun akhirnya terus, terus dan terus berjalan
sangat lancar. Namun di tengah-tengah kegiatannya ini, para peminjam mulai
mengalami kesulitan untuk membayar hutangnya kepada Nuryanto, alhasil
imbal hasil yang dijanjikan Nuryanto kepada para pemodal/investor pun juga
terhambat. Demi menanggulangi permasalahan ini maka Nuryanto berinisiatif
dengan memutar uang modal tersebut yaitu dengan cara dana dari investor baru
akan dibayarkan kepada investor lama. Perputaran uang semacam inilah yang
disebut dengan Skema Ponzi.
Skema Ponzi adalah investasi palsu yang selalu membutuhkan investor
baru, untuk terus menjalankan usahanya tersebut. Namum lama kelamaan
timbul lagi masalah yaitu adanya sebagian investor yang tidak mendapatkan
imbal hasil dari apa yang telah Nuryanto janjikan kepada mereka. Mulai dari
sinilah permasalahan yang besar tumbuh dan berkembang biak dimasyarakat
2 Ibid, h. 14
3
luas. Dari hal itu maka Kementerian Koperasi dan UKM serta Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) mendatangi Kantor KSP Pandawa Mandiri Group yang
beralamat di Jalan Raya Meruyung No. 8A, RT. 002/RW. 024, Meruyung,
Kecamatan Limo, Kota Depok. Kemenkop dan UKM serta OJK mendatangi
Kantor KSP PMG bertujuan untuk memberikan pembinaan secara langsung
agar KSP PMG dalam kegiatannya tersebut tetap pada jalurnya sebagaimana
sebuah Koperasi pada umumnya.3
Setelah kedatangan Kemenkop dan UKM serta OJK ke Kantor KSP PMG
beberapa kali untuk melakukan Pembinaan, Nuryanto tidak turut merespon
dengan baik, dia tetap menjalankan usahanya tersebut seperti biasa. Dengan
keegoisan yang dilakukan oleh Nuryanto tersebut maka pada selanjutnya KSP
PMG dilaporkan kepada pihak yang berwajib oleh masyarakat sekitar dan juga
tidak sedikit para investor yang ikut melaporkan.
Sebelum KSP PMG dilaporkan ke Pengadilan Negeri Depok, MUI Depok
lebih awal mengambil sikap karena beberapa kegiatan-kegiatan dari KSP PMG
selalu mengait-ngaitkan dengan Syariah Islam, diantaranya dengan pencatutan
nama sejumlah tokoh seperti ustad, kiyai, ulama dan lain-lain, mengatakan
bahwa investasi yang dilakukan Nuryanto Cs adalah investasi yang berbau
syariah. Penelitian yang dilakukan MUI dimulai sejak bulan Maret Tahun
3 Hans Henricus BS Aron, “Ini Profil Pandawa Group yang Dihentikan OJK”, artikel diakses
pada 15 Nopember 2016 dari https://finance.detik.com/moneter/d-3346084/ini-profil-pandawa-group-
yang-dihentikan-ojk.
4
2015.4 Atas perbuatan tersebut maka MUI Kota Depok menetapkan sebuah
Fatwa tentang praktik usaha investasi yang dilakukan oleh KSP PMG yang
tertuang dalam Fatwa Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 tentang Pengelolaan
Dana Investasi oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group
guna memberikan penjelasan dan meluruskan sebuah fakta kepada mayarakata
khususnya masyarakat Kota Depok.
Setelah MUI Depok mengambil keikutsertaannya dalam menilai kegiatan
KSP PMG, sekarang giliran Pengadilan Negeri Depok lah yang berperan, yaitu
salah satunya dengan surat Putusan Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk. pada
kasus dalam putusan ini para terdakwa yang terlibat adalah para Leader
Diamond, Leader bintang 8 dan Leader bintang 7. Mereka didakwa dengan
dakwaan ikut serta menghimpun dana dari masyarakat tanpa izin usaha dari
Pimpinan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan bersama-sama dengan
Nuryanto. Penulis mengambil Putusan Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk karna
Putusan Nomor: 424/Pid.Sus/2017/PN.Dpk belum inkrah yaitu adanya upaya
hukum dari terdakwa Dumeri alias Salman Nuryanto alias Nuryanto.
Maka dari itu semua atas Fatwa MUI Depok dan Putusan PN Depok,
maka penulis ingin mengambil fatwa dan putusan tersebut untuk selanjutnya
diteliti. fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Kota Depok sudah sesuai dengan
Tatacara Penetapan Fatwa yang dibuat oleh MUI Pusat dan Putusan PN Depok
4 Bambang Arifianto, “MUI Depok: KSP Pandawa Mandiri Haram!”, artikel diakses pada 25
juli 2016 dari http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2016/07/25/mui-depok-ksp-pandawa-
mandiri-haram-375700.
5
yang dikeluarkan apakah sudah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
dan KUHAP?
Mengingat belum ada yang membahas tema tersebut, maka penulis
memandang perlu mengangkat penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul
“Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group”.
B. Identifikasi Masalah
Agar pembahasan masalah ini tidak rancu, maka perlu adanya identifikasi
masalah. Masalah yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut:
1. Apa saja tugas-tugas atau kewenangan dari MUI ?
2. Apa saja tugas-tugas atau kewenangan dari Pengadilan Negeri ?
3. Apa saja ruang lingkup MUI ?
4. Apa saja ruang lingkup Pengadilan Negeri ?
5. Mengapa dibentuk suatu lembaga yang dinamakan Majelis Ulama
Indonesia ?
6. Mengapa dibentuk suatu lembaga yang dinamakan Pengadilan Negeri ?
7. Bagaimana cara masyarakat melakukan sebuah laporan atau pertanyaan
kepada MUI terkait dengan masalah yang ada di masyarakat ?
8. Bagaimana cara masyarakat melakukan sebuah tuntutan atau pengaduan di
Pengadilan Negeri ?
9. Bagaimana tata cara MUI dalam menetapkan sebuah fatwa ?
10. Bagaimana tata cara Pengadilan Negeri menetapkan sebuah putusan ?
11. Divisi-divisi apa saja yang ada didalam MUI ?
6
12. Divisi-divisi apa saja yang ada didalam Pengadilan Negeri ?
13. Dalam menetapkan sebuah fatwa, siapa saja yang dapat dihadirkan dalam
rapat tersebut ?
14. Dalam menetapkan sebuah putusan, siapa saja yang dapat dihadirkan dalam
sebuah pengadilan ?
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Peneliti akan membatasi tema penelitian ini yaitu hanya mengkaji fatwa
MUI Kota Depok Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 tentang Pengelolaan Dana
Investasi oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group dan
Putusan Pengadilan Negeri Kota Depok Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk
tentang Perkara Dana Investasi oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa
Mandiri Group. Pokok masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini ialah
membahas tentang metodologi penetapan fatwa yang digunakan oleh MUI Kota
Depok dalam menetapkan Fatwa tersebut dan membahas tentang metodologi
penyelesaian putusan yang digunakan oleh Pengadilan Negeri Kota Depok
terkait hukum acara pidana/hukum formilnya.
Rumusan masalah dapat dijabarkan ke dalam dua pertanyaan pokok,
yaitu:
1. Apakah Fatwa MUI Kota Depok Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 sudah
sesuai dengan metodologi penetapan fatwa yang telah ditentukan oleh MUI
Pusat ?
7
2. Apakah Putusan Pengadilan Negeri Kota Depok Nomor:
425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk sudah sesuai dengan ketentuan Hukum Acara
Pidana di Indonesia ?
D. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini
bertujuan:
1. Untuk mengetahui kesesuaian antara metodologi yang digunakan MUI Kota
Depok dalam menetapkan fatwa Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 dengan
ketentuan Pedoman Penetapan Fatwa yang telah dibuat oleh MUI Pusat.
2. Untuk mengetahui kesesuaian antara metodologi yang digunakan Pengadilan
Negeri Kota Depok dalam memutuskan putusan Nomor:
425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk dengan Hukum Acara Pidana/Hukum Formil di
Indonesia.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan bermanfaat bagi pihak
yang mempunyai kepentingan dengan penelitian hukum ini sebagai berikut:
1. Bagi penulis
Sebagai bahan untuk memenuhi tugas akademik guna memperoleh gelar
Sarjana Hukum Islam Strata 1 Fakultas Syariah dan Hukum Uninversitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk menambah informasi dan
pengetahuan serta pemahaman terhadap Fatwa MUI Kota Depok.
2. Bagi akademisi
8
Skripsi ini dapat menambah literatur penelitian pustaka dan referensi
bacaan dalam rangka memajukan keilmuan Hukum Islam dan Hukum
Konvensional
3. Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat menjadi literatur bacaan yang bermanfaat dalam hal
memberikan informasi, sumbangan pemikiran dan menambah khazanah
pengetahuan pembaca, khususnya dalam bidang Ilmu Hukum Islam dan Hukum
Positif di Indonesia
F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu telah ada penulisan yang terkesan mirip
dengan penulisan skripsi yang dipilih oleh penulis, yaitu skripsi yang ditulis
oleh Sumarna pada tahun 2009 yang berjudul “ Sistem Investasi Dana Asuransi
Syariah pada AJB Bumiputera 1912 Divisi Syariah.”. Penelitian ini membahas
tentang keseluruhan hal yang terkait tentang investasi di AJB Bumiputera 1912
Divisi Syariah, mulai dari pengelolaan dana investasi, sistem investasi, strategi
investasi dan tantangan perusahaan dalam berinvestasi. Perbedaannya dengan
penulis, penulis hanya berfokus mengkaji tentang Metodologi Penetapan Fatwa
yang dilakukan MUI Kota Depok.
Kemudian, skripsi yang ditulis oleh Prayudhi Arie Suseno pada tahun
2012 tentang Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Dana Investasi
Asuransi Syariah (Studi pada PT. Asuransi Bumida Syariah). Penelitian ini
membahas tentang kesyariahan pengelolaan dana investasi pada PT. Asuransi
9
Bumida Syariah. Hasil dari penelitian ini adalah walaupun dana investasinya
dikelola oleh divisi keuangan konvensional, namum pelaksanaannya
menggunakan prinsip investasi syariah. Hal itu dibenarkan dengan investasi
yang dilakukan oleh PT. Asuransi Bumida Syariah sudah sesuai dengan Fatwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Berbeda
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu membahas tentang
Tatacara Penetapan Fatwa MUI Kota Depok, apakah sudah sesuai dengan
Pedoman Penetapan Fatwa yang dibuat oleh MUI Pusat atau belum.
Lalu skripsi yang disusun oleh Nazia Tunisa Alham, Fakultas Syariah dan
Hukum Jurusan Hukum Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun
2014 tentang Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Pengawasan Pendaftaran
Jaminan Fidusia (Tinjauan Yuridis Peraturan Menteri keuangan Nomor
130/PMK.010/2012). Penelitian ini membahas peranan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) dalam pengawasannya terhadap pendaftaran jaminan fidusia, ditinjau
dari peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012. Berbeda hal
dengan penelitian yang akan penulis kaji, yaitu tentang peranan Pengadilan
Negeri Depok dalam memutuskan suatu putusan pidana atas suatu perkara
investasi.
Ada juga penelitian yang ditulis oleh Arief Hananny, Fakultas Syariah
dan Hukum jurusan Hukum Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang
Perlindungan Konsumen Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (Studi
Komparatif perlindungan oleh Bank Indonesia. Penelitian ini membahas
10
tentang perbedaan kewenangan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dalam melindungi konsumen perbankan dan peluang apa saja
serta tantangan dalam melindungi konsumen pasca lahirnya Undang-Undang
Otoritas Jasa Keuangan. Perbedaannya dengan penulis , yaitu penulis lebih
fokus menganalisis bagaimana Pengadilan Negeri Depok sebagai institusi
Negara dalam membuat sebuah putusan peradilan, dalam hal ini kasus Investasi
yang dilakukan oleh KSP Pandawa Mandiri Group, apakah cara yang
digunakan sudah sesuai dengan hukum formil yang berlaku di Indonesia atau
belum.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif tertulis.
Penelitian hukum normatif tertulis adalah metode penelitian hukum terhadap
aturan hukum yang tertulis5.
2. Sumber Data
Sumber primer, yaitu Fatwa MUI Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016
tentang Praktik Pengelolaan Dana Investasi oleh KSP Pandawa Mandiri Group
dan Putusan Pengadilan Negeri Kota Depok Nomor:
425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk.
5 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 38.
11
Sumber sekunder, diperoleh dari al-Qur’an, Hadits, doktrin-doktrin
Hukum Islam, buku-buku hukum, literatur Islam, jurnal-jurnal, skripsi, artikel.
3. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi, studi dokumen dan studi literatur.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknis
analisis data deskriptif kualitatif yaitu dengan reduksi data, penyajian data dan
terakhir penarikan kesimpulan.6
H. Sistematika Penulisan
Supaya pemahaman dalam naskah skripsi ini teratur dan berurutan dengan
baik, maka pembahasan skripsi ini dibangun secara sistematis, sehingga
diharapkan dapat diperoleh kejelasan yang semaksimal mungkin dari informasi
yang termuat dalam skripsi ini.
Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I : Merupakan Bab Pendahuluan yang terdiri dari: Latar Belakang
Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu, Metode
Penelitian dan Sistematika Penulisan.
6 Utsman Ali, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif, artikel diakses pada 18 Mei
2015 dari www.pengertianpakar.com/2015/05/teknik-pengumpulan-dan-analisis-data-kualitatif.html
12
BAB II : Landasan Teori yang meliputi: Metodologi Penetapan Fatwa
Berdasarkan Pedoman Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan
Metodologi Putusan Pengadilan Berdasarkan Hukum Acara Pidana.
BAB III : Membahas tentang Sistem Investasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
Pandawa Mandiri Group yang meliputi : Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Kota Depok Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 Terhadap Sistem Investasi KSP
Pandawa Mandiri Group dan Putusan Pengadilan Negeri Kota Depok Nomor:
425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk Terhadap Sistem Investasi KSP Pandawa Mandiri
Group.
BAB IV : Membahas tentang Analisis Penelitian yang meliputi : Analisis
Metodologi Penetapan Fatwa MUI Kota Depok Nomor:
01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 tentang Praktik Pengelolaan Dana Investasi oleh KSP
Pandawa Mandiri Group dan Analisis Metodologi Putusan Pengadilan Negeri
Kota Depok Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk
BAB V : Merupakan penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran-saran, serta
dilengkapi dengan Daftar Pustaka.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
Adapun pembahasan-pembahasan terkait fatwa tercakup dalam beberapa hal,
yaitu pengertian fatwa menurut epistimologi dan terminologi, tujuan dan manfaat
fatwa, bentuk-bentuk fatwa, dasar hukum diperbolehkannya melakukan fatwa, syarat-
syarat menjadi mufti, ruang lingkup pembahasan fatwa, metodologi penetapan fatwa
dan lain-lain. Namun pada pembahasan kali ini fokus untuk membahas hal-hal yang
berkaitan dengan metodologi penetapan fatwa sesuai dengan peraturan/ketetapan
yang telah dirancang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Sedangkan pembahasan-pembahasan terkait terbentuknya suatu putusan
memiliki rentetan-rentetan yang harus dilewati dalam suatu persidangan. Pada
umumnya suatu persidangan paling tidak memiliki minimal delapan kali persidangan,
mulai dari sidang pertama yaitu pemeriksaan identitas terdakwa dan pembacaan surat
dakwaan dari penuntut umum kepada terdakwa atau penasihat hukumnya, sampai
dengan sidang kedelapan yaitu sidang musyawarah majelis hakim dan pembacaan
putusan.
Penyusunan dan pengeluaran fatwa-fatwa dilakukan oleh Komisi Fatwa MUI.
Komisi itu diberi tugas untuk mengkaji suatu masalah yang menghasilkan sebuah
14
fatwa mengenai persoalan-persoalan hukum Islam yang dihadapi masyarakat.1
Adapun metodologi penetapan fatwa dapat dijelaskan sebagai berikut :
A. Metodologi Penetapan Fatwa Berdasarkan Pedoman dan Prosedur
Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
1. Fatwa Berdasarkan Bentuknya
a. Fatwa Fardly, ijtihad yang dilakukan oleh perseorangan. Fatwa model ini
tampaknya memang sulit dilakukan pada masa sekarang karena sulitnya
menemukan orang yang menguasai multidisiplin ilmu sehingga ia
dianggap layak menjadi mujtahid.
b. Fatwa Jama‟i, ijtihad yang dilakukan secara kolektif atau kelompok.
Fatwa model ini lebih banyak dilakukan pada masa sekarang karena
tuntutan permasalahan-permasalahan yang semakin kompleks sehingga
dibutuhkan ahli lain diluar bidang hukum islam.
2. Ruang Lingkup Pembahasan Fatwa.
MUI mempunyai sistem dan prosedur penetapan fatwa yang dikenal
dengan metode istinbath (pemahaman, penggalian, dan perumusan) hukum.
Metode penetapan fatwa ini berlaku dalam penetapan ketiga kategori, yaitu
fatwa-fatwa ekonomi syariah, produk halal dan keagamaan, kecuali apabila
disebutkan secara spesifik.2 Sistem dan prosedur yang diterapkan dalam
1 Muhammad Atho Mudzar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesi: Sebuah Studi tentang
Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988 (edisi dwibahasa), (Jakarta: INIS, 1993), h. 79. 2 Muhammad Asrorun Ni’am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa MUI: Penggunaan Prinsip
Pencegahan dalam Fatwa, (Jakarta:Emir, 2016), h. 116.
15
Penetapan Fatwa MUI merupakan bagian dari ijtihad, sebagaimana telah
diperkenalkan oleh para ahli ilmu ushul fiqh. Jalan ijtihad ditempuh untuk
mengetahui atau menjelaskan hukum Islam yang belum diketahui secara jelas.
Menurut Abu Zahroh, ruang lingkup fatwa lebih khusus dari ijtihad.
Ijtihad muncul karena adanya pertanyaan maupun tidak ada pertanyaan.
Sedangkan fatwa secara umum muncul apabila ada peristiwa atau pertanyaan
dari mustafti, baik perorangan maupun lembaga yang meminta fatwa.3 Contoh
materi fatwa didalam Al-Quran dapat dijumpai, antara lain dalam surah An-
Nisa/4, ayat 176:
ف ى فت للاه ه ل ستفت ذ س ه شإا ا ىالح ا ا
واتا اثت ذ فا ا ه ى ه آ ا شث اتشن ا صف اخت ف
سآء فز جاال ج س ا اخ وا ا ا تشن ه ثا ا اث دظ ف ث وش
)اساء: ء ػ ش تى للاه ا تض ا ى للاه ث ث (٦٧١األ
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah), katakanlah: Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang meninggal
dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan,
maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta
saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal, dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)
saudara-saudara laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki
sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum
ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat; dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”
3 Abu Zahroh, Ushul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 401.
16
Dari kata ه membuktikan bahwasanya secara umum fatwa memang ستفت
muncul karena adanya pertanyaan.
Selanjutnya pada zaman sekarang ini memang sangat sulit bagi seseorang
untuk menjadi mujtahid sebagaimana yang telah dirumuskan oleh para ulama-
ulama terdahulu, mengapa? karna masalah-masalah kontemporer sudah
sedemikian kompleks seiring berkembangnya zaman. Jadi sangat mustahil
dizaman sekarang ini ulama melakukan ijtihad fardly (ijtihad yang dilakukan
perorangan).4
Namun, masalah-masalah tersebut tidak menjadikan para ulama terkini
menjadi pesimis dalam mencari jawaban atas masalah-masalah kontemporer,
para ulama melakukan ijtihad secara bersama-sama atau kolektif (ijtihad
jama‟i). sehingga persyaratan-persyaratan yang telah dirumuskan oleh ulama
terdahulu dapat terpenuhi secara kolektif. Selain para ulama yang ikut serta
dalam proses ijtihad tersebut, para pakar ilmu pengetahuan pun dapat
dihadirkan agar para mujtahid dapat benar-benar paham duduk masalahnya.
Sehingga keputusan yang diambil nantinya memiliki argumentasi yang kuat dan
dapat dipertanggungjawabkan.
3. Dasar Penetapan Fatwa MUI
Fatwa-fatwa MUI, sebagaimana fatwa pada umumnya, ditetapkan
berdasarkan keterangan Al-Qur’an, hadis, ijma‟ dan qiyas. Keempatnya
merupakan sumber dan dalil hukum syariah yang disepakati oleh jumhur ulama.
4 Muhammad Asrorun Ni’am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa MUI, h. 121.
17
Sedangkan sumber lain, seperti istihsan, istishlah, sadd adz-dzariah
diperselisihkan oleh para ulama mengenai validitasnya sebagai dalil hukum.5
Jumhur ulama menyepakati validitas al-Quran, hadis, ijma‟, dan qiyas
sebagai sumber-sumber hukum syariah,6 berdasarkan firman Allah swt didalam
Al-Quran surah An-Nisa/4, ayat 59, sebagai berikut:
ى اال ا ي س ا اشه ؼ اط ا للاه ؼ ا اط أ ا اهز آا فا ى ش
تالله تئ ت و ي ا س اش اى للاه ء فشد ف ش تاصػت
ال تؤ ادس ش األخش ره خ ا (٩٥)اساء : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (al-Quran) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian;
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Kebolehan untuk berijtihad juga diperkuat keterangan hadis sebagai
berikut:7
جث ات ؼار ػ ا للا سسي ا تمضى وف: لاي ا اى تؼث
ف تجذ فا: لاي. للا تىتاب الضى: لاي ؟ لضاء ه ػشض ارا
سسي سح ف تجذ فا: لاي. للا سسي فثسح: لاي ؟ للا وتاب
: لاي( اجتادي ف الصش ال اي) آ ال سأ اجتذ: لاي ؟ للا
سسي فك ازي اذذلل: لاي صذس ػى للا سسي فضشب
(ادذ سا) للا سسي شضى ا للا سسي“dari Mu‟adz bin Jabal, bahwasanya Rasulullah tatkala mengutusnya ke
Yaman, beliau bertanya kepadanya: „Wahai Mu‟adz, jika muncul suatu
masalah yang harus kamu putuskan, bagaimana kamu memutuskannya?‟
Mu‟adz menjawab: „Saya putuskan berdasarkan Kitabullah (Al-Quran).‟
5 Ibid., h. 122.
6 Ibid., h. 123.
7 Imam Ahmad, Musnad Ahmad, Juz V, nomor 22153, (Mesir: Muassasah al-Qurthubah, t.th.),
h. 242.
18
Rasulullah bertanya (lagi), „Andainya (hukumnya) tidak terdapat didalam
Kitabullah?‟ Mu‟adz menjawab: „Maka saya akan menjawabnya berdasarkan
Sunnah Rasulullah.‟ Rasulullah bertanya lagi: „Seandainya (juga) tidak
terdapat dalam Sunnah Rasulullah?‟ Mu‟adz menjawab: „Saya akan berijtihad
dengan akal saya dan saya tidak akan tergesa-gesa (dalam melakukan
ijtihadku).‟ Maka Rasulullah menepuk-nepuk dada Mu‟adz, lalu berkata:
„Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki utusan Rasulullah sesuai dengan
apa yang diridhai Allah dan Rasul-Nya.‟” (HR. Ahmad)
Al-Quran, hadis dan ijma‟ dianggap sebagai sumber hukum yang berdiri
sendiri karena tidak membutuhkan pihak lain dalam menetapkan suatu hukum.
Sedangkan qiyas tidak dianggap sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri
karena membutuhkan analogi hukum yang terdapat di dalam al-Quran dan
hadis, dengan menggali dan mencocokkan „illah (sebab) pada hukum asal.
Dengan demikian, sebagai dalil qiyas tidak independent, namum terikat dengan
„illah yang terdapat dalam nash al-Quran maupun hadis.
4. Prosedur Penetapan Fatwa MUI
a. Secara Operasional
Fatwa-fatwa MUI ditetapkan dengan mengikuti pedoman penetapan fatwa
yang memuat empat ketentuan dasar,8 yaitu: pertama, setiap keputusan fatwa
harus mempunyai dasar didalam Al-Quran dan hadis yang mu‟tabar, serta tidak
bertentangan dengan kemaslahatan umat. Dengan demikian, seluruh fatwa MUI
bersandarkan kepada sumber utama hukum islam, yakni al-Quran dan hadis,
dan juga sejalan dengan kemaslahatan umat.
8 Pedoman Penetapan Fatwa yang ditetapkan berdasarkan SK Dewan Pimpinan MUI Nomor:
U-596/MUI/X/1997.
19
Kedua, jika fatwa yang akan ditetapkan hukumnya tidak terdapat di
dalam al-Quran maupun hadis, maka fatwa tersebut hendaknya tidak
bertentangan dengan ijma‟, qiyas yang mu‟tabar dan dalil-dalil hukum yang
lain seperti istihsan, mashlahah al-mursalah, dan sadd adz-dzariah. Dalam hal
ini dalil hukum yang berasal dari penalaran (ra‟yu) mendapatkan tempat dalam
proses penetapan hukum.
Ketiga, sebelum fatwa diputuskan, dilakukan penelusuran data dengan
merujuk pada pendapat-pendapat para imam mazhab terdahulu, baik yang
berhubungan dengan dalil-dalil hukum maupun yang berhubungan dengan dalil
yang dipergunakan oleh pihak yang berbeda pendapat dengannya. Dengan cara
ini, fatwa MUI sebisa mungkin menyesuaikan dengan pendapat para imam
mazhab. Jika material hukumnya berbeda, maka masih dapat ditempuh dengan
menganalogikan hukum material yang telah ditetapkan ulama mazhab, dengan
melihat pada kesamaan „illah. Jika dengan cara itu tidak ditemukan juga
kesamaannya, maka metodologi yang digunakan para imam mazhab diadopsi
agar dapat digunakan sebagai pisau analisis dalam memecahkan suatu masalah.
Keempat, fatwa-fatwa MUI selalu mempertimbangkan tenaga ahli dalam
bidang masalah yang akan diambil keputusan fatwanya. Hal ini nampak sekali
dalam proses penetapan fatwa terhadap masalah-masalah kontemporer,
terutama yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti dalam
penetapan hukum kloning, aborsi, khitan perempuan, transplantasi organ tubuh,
dan termasuk penetapan fatwa produk halal.
20
b. Secara Metodologis
Penetapan fatwa MUI ditempuh dalam lima tahap,9 yaitu: tahapan
pertama, sebelum fatwa ditetapkan akan ditinjau terlebih dahulu pendapat para
imam mazhab tentang suatu masalah yang akan difatwakan tersebut, secara
seksama berikut dalil-dalilnya.
Tahapan kedua, untuk masalah-masalah yang telah jelas hukumnya (al-
ahkam al-qath‟iyyat), maka disampaikan sebagaimana adanya. Hal ini sebagai
manifestasi dari penggunaan pendekatan nash qath‟i, di samping qauli dan
manhaji.
Tahapan ketiga, terkait dengan masalah-masalah yang diperselisihkan
(khilafiyah) dikalangan mazhab, maka akan ditempuh dalam dua acara:
1) Menemukan titik temu di antara pendapat berbagai mazhab melalui
metode al-jam‟u wa at-taufiq (menggabungkan dan menyesuaikan
persamaan); dan
2) Jika upaya al-jam‟u wa at-taufiq tidak berhasil dilakukan, maka
penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih (memilih pendapat yang
argumentasinya paling kuat di antara argumentasi-argumentasi yang
telah ada) melalui metode muqaranah al-mazahib (perbandingan
mazhab) menggunakan kaidah-kaidah ushul al-fiqh al-muqaran (ushul
fikih perbandingan).
9 Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI, (Jakarta: Sekretariat MUI, 2001).
21
Tahapan keempat, terkait dengan masalah-masalah yang tidak ditemukan
pendapat hukumnya di kalangan mazhab, maka penetapan fatwa MUI
didasarkan pada hasil ijtihad jama‟i melalui metode bayani dan ta‟lili (qiyasi,
istihsani, dan sadd adz-dzari‟ah).
Tahapan kelima, penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan
kemaslahatan umum (mashalih „ammah) dan maqashid asy-syariah (maksud-
maksud/intisari ajaran agama islam).
c. Pendekatan Fatwa MUI
Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam proses penetapan fatwa MUI,
yaitu pendekatan nash qath‟i, qauli, dan manhaji.10
Pendekatan nash qath‟i
dilakukan dengan cara menggali jawaban atas setiap persoalan hukum yang
muncul berdasarkan kajian terhadap al-Quran dan hadis.11
Namun, penetapan
fatwa berdasarkan keterangan nash al-Quran dan hadis jelas tidak memadai.
Pasalnya, nash bersifat sangat terbatas dan umum, sedangkan berbagai
persoalan yang terjadi terus menerus berkembang. Maka dari itu, jika persoalan
tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan nash qath‟i maka dilakukan
dengan pendekatan lain yaitu pendekatan qauli.
Pendekatan qauli adalah metode penetapan hukum islam dengan cara
merujuk pada pendapat-pendapat (aqwal) para ulama terdahulu di dalam kitab-
10
Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: Elsas, 2008), h. 268. 11
Muhammad Asrorun Ni’am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa MUI, h. 129.
22
kitab fiqih terkemuka (kutubu al-mu‟tabarah).12
Demikian pula tidak mungkin
hanya berpegang dengan aqwal ulama sebagaimana terdapat didalam kutub al-
mu‟tabarah, karena kitab-kitab tersebut umumnya telah ditulis sejak ratusan
tahun yang lampau, sehingga tidak menyentuh persoalan-persoalan baru yang
timbul belakangan secara terus menerus. Dengan kata lain, aqwal ulama dalam
kutubu al-mu‟tabarah kemungkinan besar kurang relevan jika diterapkan begitu
saja dengan permasalahan-permasalahan yg kompleks dizaman sekarang ini,
belum lagi dengan tolak ukur sebab yang lain seperti letak biografis, adat,
budaya, situasi dan kondisi di zaman sekarang ini. Oleh karena itu, Komisi
Fatwa MUI tidak hanya menggunakan pendekatan nash qath‟i dan qauli saja,
tetapi juga menggunakan pendekatan manhaji.
Pendekatan manhaji adalah pendekatan dalam proses penetapan fatwa
dengan mempergunakan kaidah-kaidah pokok (al-qawaid al-ushuliyah) dan
metodologi yang dikembangkan oleh imam mazhab dalam merumuskan hukum
suatu masalah. Pendekatan manhaji dilakukan melalui ijtihad jama‟i, dengan
menggunakan metode al-jam‟u wa at-taufiq, tarjihi, ilhaqi, dan istinbathi.13
Metode al-jam‟u wa al-taufiq adalah metode mempertemukan dua dalil
yang bertentangan dengan mengambil kedua dalil tersebut. Cara ini lebih baik
12
Ibid. 13
Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, h. 269.
23
dari pada meninggalkan kedua dalil tersebut, sesuai dengan kaidah ushul fiqh
yang berbunyi:14
ادذا اغاء اى اتؼاسض تاذ اؼArtinya: “Mengamalkan dua dalil yang bertentangan lebih baik daripada
meninggalkan atau mengabaikan dalil yang lain”.
Namun tidak hanya itu saja, selanjutnya dari dua dalil yang kontradiksi
ini terdapat dua cara penyelesaian,15
yaitu: 1) Mencari kesamaan dari kedua
dalil sehingga dua dalil tersebut tidak terlihat lagi adanya kontradiksi. 2)
Takhsis, yaitu dengan mengklasifikasikan kedua dalil, sekiranya dalil mana
yang berbentuk umum dan dalil mana yang berbentuk khusus. Dalil yang
khusus diterapkan sesuai dengan kekhususannya dan dalil yang umum
diterapkan sesuai dengan keumumannya dan dikurangi oleh hal yang khusus
dari dalil yang khusus tadi.
Jika usaha al-jam‟u wa al-taufiq tidak berhasil maka penetapan fatwa
dilakukan melalui metode tarjihi. Metode tarjihi adalah memilih argumentasi
dengan metode perbandingan mazhab (muqaranah al-mazahib) dan dengan
kaidah-kaidah ushul al-fiqh al-muqaran. Memilih pendapat yang paling rajih
merupakan satu keharusan sesuai dengan keterangan yang terdapat dalam kitab
I‟anah al-Thalibin yang berbunyi:16
اذى جص ال ا تث ػى االجاع اصالح ات اؼشالى م
اضغ فى تزه اسثىى صشح ازة فى اشاجخ تخالف
14 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h.
15 Ahmad Sanusi dan Sohari, Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 140.
16 Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, h. 269.
24
للا اضي ا تخالف اذى ره جؼ اطاي، فتا تؼاى للا أل
غش ػى اجة اشاجخ، تا ؤخزا ا اجتذ ػى اجة
.ت اؼ ػ جة فا تمذArtinya: “Peringatan: al-Iraqi dan Ibnu Shalah melansir sebuah konsensus
bahwa tidak boleh menetapkan suatu hukum berbeda dengan pendapat yang
rajih dalam mazhab. as-Subuki menjelaskan hal tersebut dengan panjang lebar
dalam beberapa tempat difatwanya, dan ia menyamakan hal tersebut dengan
penetapan hukum berlainan dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah.
Karena Allah mengharuskan para mujtahid dalam melakukan ijtihad-nya untuk
mengambil pendapat yang rajih, dan mewajibkan kepada yang lainnya untuk
mengikutinya dalam hal yang harus dilaksanakan”.
Ketika suatu masalah atau satu kasus belum ada pendapat (qaul) yang
menjelaskan secara persis dalam al-kutub al-mu‟tabarah namun terdapat
padanannya dari masalah tersebut, maka penjawabannya dilakukan melalui
metode ilhaqi, yaitu menyamakan suatu maslah yang terjadi dengan kasus yang
sepadan yang terdapat didalam al-kutub al-mu‟tabarah. Hal ini sesuai dengan
keterangan yang ada dalam syarhu al-faraidh al-bahiyyah yang berbunyi:17
اؼشالى اذ ص اشخ ػ مال صاد ت اشد ػثذ االا لاي
ا دى اختشاع اى تظاءسا اساءي اذاق للا سد
.ستمArtinya: “al-Imam Abdurrahman bin Ziyad melansir pendapat Syaikh
Zainuddin al-Iraqi bahwa menyamakan suatu masalah yang terjadi dengan
kasus yang sepadan yang terdapat didalam al-kutub al-mu‟tabarah dengan
memperhatikan argumentasinya adalah lebih baik daripada membuat-buat
hukum”
Metode istinbathi dilakukan ketika tidak bisa dilakukan dengan metode
ilhaqi karena tidak ada dalil yang sepadan kasusnya dengan kasus yang ada
17
Ibid., h. 270.
25
(mulhaq bih) dalam al-kutub al-mu‟tabarah. Metode istinbathi dilakukan
dengan memberlakukan metode qiyasi, istishlahi, istihsani dan sadd al-
dzari‟ah.
d. Ijtihad Intiqai dan Ijtihad Insyai
Ijtihad Intiqai adalah ijtihad yang dilakukan untuk memilih pendapat para
ahli fikih terdahulu mengenai masalah-masalah tertentu, sebagaimana tertulis
dalam berbagai buku fikih, kemudian menyeleksi mana yang lebih kuat dalilnya
dan lebih relevan dengan kondisi sekarang.18
Sedangkan Ijtihad Insyai adalah ijtihad yang dilakukan untuk mengambil
kesimpulan hukum mengenai peristiwa-peristiwa baru yang belum diselesaikan
oleh ahli fikih terdahulu.19
Pembahasan selanjutnya pada bab ini setelah membahas tentang
metodologi penetapan fatwa oleh MUI adalah metodologi penetapan suatu
putusan oleh Pengadilan Negeri, sebagai berikut.
B. Metodologi Putusan Pengadilan Berdasarkan Hukum Acara Pidana
1. Sistem Pemeriksaan
a. Sistem Inqusitoir
Sebelum berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), maka sistem pemeriksaan inqusitoir dalam HIR terhadap tersangka
18
Muhammad Asrorun Ni’am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa MUI, h. 93. 19
Ibid,.
26
pada tingkat penyidikan, Sistem Inqusitoir adalah suatu sistem pemeriksaan
dimana tersangka dianggap sebagai objek pemeriksaan, yaitu pemeriksaan
dilakukan dengan pintu tertutup, sehingga tersangka dalam sistem pemeriksaan
ini tidak mempunyai hak untuk membela diri.20
Setelah berlakunya KUHAP dengan Undang-undang RI No. 8 Tahun
1981, sistem ini ditinggalkan, karena hal ini telah diatur dalam KUHAP, bahwa
dalam pemeriksaan permulaan (vooronderzoek) dipakai “sistem inqusitoir yang
lunak dalam pemeriksaan penyidik, tersangka boleh didampingi penasihat
hukum yang mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif, yakni penasihat
hukum diperkenankan melihat dan mendengar pemeriksaan permulaan.
b. Sistem Accusatoir
Dalam sistem pemeriksaan accusatoir, yaitu pemeriksaan pada tingkat
pengadilan atau pemeriksaan di muka hakim (gerechtelijk onderzoek), di mana
tersangka/terdakwa diakui sebagai subjek pemeriksaan dan diberikan kebebasan
seluas-luasnya untuk melakukan pembelaan diri atas tuduhan atau dakwaan
yang dituduhkan atas dirinya.21
Pemeriksaan accusatoir dilakukan dengan pintu terbuka, artinya semua
orang (umum) dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan itu. Sistem
pemeriksaan accusatoir diterapkan dalam proses pemeriksaan terdakwa di
depan sidang pengadilan.
20
Andi Muhammad Sofyan dan Abdul Asis, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar) Edisi
Kedua, Cetakan Ketiga, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 295. 21
Ibid., h. 296.
27
2. Pemanggilan atau Surat Panggilan
KUHAP menganut prinsip, bahwa “hadirnya terdakwa dalam
pemeriksaan di sidang pengadilan, dan tanpa hadirnya terdakwa di depan
persidangan, maka pemeriksaan atas perkara yang didakwakan tidak dapat
dilakukan”. Dengan demikian, KUHAP tidak mengenal dan tidak
memperkenankan sidang peradilan tanpa hadirnya terdakwa “in absensi”,
kecuali seperti apa yang diperkenankan dalam acara pemeriksaan tindak pidana
subversi, tindak pidana korupsi dan ekonomi, ketiga tindak pidana tersebut
menurut ketentuan hukum acaranya, yang telah memperbolehkan dilakukan
pemeriksaan kepada terdakwa tanpa hadirnya dalam persidangan, termasuk
pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan.
Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang
dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi, atau ahli
disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang
ditentukan, di tempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka
terakhir.22
3. Acara Pemeriksaan Perkara
a. Acara Pemeriksaan Biasa
Dalam acara pemeriksaan biasa, undang-undang tidak memberikan
batasan tentang perkara-perkara yang mana termasuk pemeriksaan biasa kecuali
pada pemeriksaan acara singkat dan cepat. Acara pemeriksaan biasa disebut
22
Pasal 227 ayat (1) KUHAP.
28
juga dengan perkara tolakkan vordering, sebagaimana menurut A.Karim
Nasution, yaitu “perkara-perkara sulit dan besar yang diajukan oleh penuntut
umum dengan surat tolakan (dakwaan)”.23
Perkara jenis ini menurut istilah
KUHAP disebut acara pelaksanaan biasa.
Proses acara pemeriksaan dapat diuraikan secara singkat, sebagai
berikut:24
1) Proses pertama penyerahan berkas perkara dari penuntut umum kepada
pengadilan negeri cq hakim disertai surat dakwaan (vordering) supaya
perkara pidana diajukan dalam persidangan hakim (terechzitting) untuk
diperiksa dan diadili.
2) Proses kedua yaitu sidang I yang berisikan pemeriksaan identitas terdakwa
dan pembacaan surat dakwaan oleh Penuntut Umum. Dalam hal ini jika
terdakwa tidak mengerti isi surat dakwaan tersebut, maka penuntut umum
wajib memberi penjelasan yang diperlukan atas permintaan hakim ketua
sidang.
3) Proses ketiga yaitu sidang II yang berisikan pengajuan eksepsi atau
keberatan atas dakwaan penuntut umum dan/atau pengadilan tidak
berwenang mengadili perkara oleh terdakwa atau penasihat hukum.
23
A. Karim Nasution, Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana, (Jakarta: CV. Pantjuran
Tujuh, 1981), h. 58. 24
Andi Muhammad Sofyan dan Abdul Asis, Hukum Acara Pidana, h. 302-303
29
4) Proses keempat yaitu sidang III yang berisikan proses pembuktian yang
menghasilkan menerima atau menolak eksepsi atau keberatan terdakwa
oleh majelis hakim, biasa juga disebut sebagai putusan sela.
5) Proses kelima yaitu sidang IV yang berisikan pembacaan tuntutan penuntut
umum (requisitoir).
6) Proses keenam yaitu sidang V yang berisikan pembacaan pembelaan atas
tuntutan penuntut umum (Pleidoi).
7) Proses ketujuh yaitu sidang VI yang berisikan pembacaan tanggapan oleh
penuntut umum atas pleidoi yang dibacakan oleh terdakwa atau penasihat
hukumnya (nader requisitoir).
8) Proses kedelapan yaitu sidang VII yang berisikan pembacaan tanggapan
oleh terdakwa atau penasihat hukumnya atas nader requisitoir yang
dibacakan oleh penuntut umum (nader pleidoi).
9) Proses kesembilan yaitu sidang VIII yang berisikan musyawarah majelis
hakim dan pembacaan putusan.
b. Acara Pemeriksaan Singkat (Summier)
Acara pemeriksaan singkat (perkara summier), menurut A. Karim
Nasution, yaitu “perkara-perkara yang bersifat bersahaja, khususnya mengenai
soal pembuktian dan pemakaian undang-undang, dan yang dijatuhkan hukuman
30
pokoknya yang diperkirakan tidak lebih berat dari hukuman penjara selama satu
tahun”.25
Adapun perkara yang dapat diperiksa secara singkat (summier) ialah
perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205
dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya
mudah dan sifatnya sederhana.26
Ketentuan tentang acara pemeriksaan singkat sesuai dengan acara
pemeriksaan biasa kecuali jika ditentukan lain.
c. Acara Pemeriksaan Cepat
Menurut ketentuan KUHAP, bahwa pemeriksaan cepat dibagi atas dua
bagian, yaitu acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan acara pemeriksaan
perkara pelanggaran lalu lintas.
Tindak pidana ringan adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara
atau kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya tujuh
ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam
perkara pelanggaran lalu lintas.27
Sedangkan, proses pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas (rol
polisi/perkara novies) adalah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan
25
A. Karim Nasution, Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana, h. 58 26
Pasal 203 ayat (1) KUHAP. 27
Pasal 205 ayat (1) KUHAP.
31
perundang-undangan lalu lintas jalan.28
Perkara ini tidak menggunakan surat
dakwaan (acte van verwijzing).
4. Tata Tertib Persidangan
Untuk melengkapi pembahasan ini, maka perlu dikemukakan pula tentang
tata tertib persidangan dalam kaitannya dengan contempt of court, sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan Terbuka untuk Umum
Semua persidangan terbuka untuk umum, artinya pada saat hakim akan
memulai pemeriksaan perkara dalam sidang, maka ketua majelis hakim harus
menyatakan “sidang dibuka dan terbuka untuk umum”, kecuali perkara
mengenai kesusilaan dan terdakwanya anak-anak.29
b. Seluruh Hadirin Bersikap Hormat
Dalam ruang sidang siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada
pengadilan. Siapapun yang tidak menaati tata tertib setelah mendapat
peringatan dari hakim ketua sidang dapat dikeluarkan dari ruang sidang atas
permintaan hakim ketua sidang dan pelanggaran tata tertib tersebut adalah
bersifat suatu tindak pidana yang mana memungkinkan dilakukannya
penuntutan terhadap pelakunya.30
28
Pasal 211 KUHAP. 29
Pasal 153 KUHAP. 30
Pasal 218 KUHAP.
32
c. Larangan Membawa Senjata Tajam
Siapa pun yang ingin memasuki ruang sidang tidak diperkenankan
membawa senjata tajam, senjata api, bahan peledak atau alat maupun benda
yang dapat membahayakan keamanan sidang. Siapa yang membawanya dapat
menitipkan di tempat yang khusus di sediakan untuk itu, dan jika yang
bersangkutan meninggalkan ruang sidang maka petugas wajib mengembalikan
benda titipannya.31
d. Harus Hadir Sebelum Hakim Memasuki Ruang Sidang
Pengunjung sidang/penonton, penuntut umum, penasihat hukum, panitera
harus hadir sebelum hakim memasuki ruang sidang. Pada saat hakim memasuki
dan meninggalkan ruang sidang, semua yang hadir harus memberi hormat
dengan cara berdiri, begitu juga yang harus dilakukan setiap orang yang keluar
masuk ruang sidang saat sidang berlangsung.32
e. Hadirnya Terdakwa dalam Persidangan
KUHAP tidak membenarkan proses peradilan in absentia dalam acara
pemeriksaan biasa dan singkat, sehingga tanpa hadirnya terdakwa dalam
persidangan, maka pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan.33
5. Proses Pemeriksaan Identitas Terdakwa
Pada permulaan sidang pertama, hakim ketua sidang (ketua majelis
hakim) bertanya kepada terdakwa tentang : nama lengkap, tempat lahir, tanggal
31
Pasal 219 KUHAP. 32
Pasal 232 KUHAP. 33
Andi Muhammad Sofyan dan Abdul Asis, Hukum Acara Pidana, h. 310.
33
lahir, umur, jenis kelamin, kebangsaan, alamat tinggal, agama dan pekerjaan.
Hal ini bertujuan untuk mencocokkan dengan identitas terdakwa dalam surat
dakwaan dan berkas-berkas perkara lainnya, untuk memastikan dan
meyakinkan bahwa memang terdakwalah yang dimaksud dalam surat dakwaan
sebagai terdakwa atau pelaku tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Apabila terjadi kekeliruan atau kesalahan penguraian identitas terdakwa dalam
surat dakwaan maka tidak mengakibatkan dakwaan batal demi hukum tetapi
dapat dibatalkan oleh ketua majelis hakim.
Selanjutnya ketua majelis hakim memperingatkan terdakwa, berupa
nasihat dan anjuran, serta mengingatkan terdakwa agar memperhatikan segala
sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang. Selain itu sebaiknya ketua
majelis hakim memperingatkan kepada terdakwa agar bersikap tenang, jangan
takut dan jangan ragu-ragu untuk mengemukakan sesuatu yang dianggapnya
penting untuk pembelaan diri, juga memperingatkan terdakwa untuk mencatat
hal-hal yang dianggapnya perlu untuk kepentingan dirinya.
6. Proses Pembacaan Surat Dakwaan oleh Penuntut Umum
Setelah penuntut umum siap dengan surat dakwaannya, hakim ketua
sidang meminta kepada penuntut umum untuk membacakan surat
dakwaannya.34
Fungsi pembacaan surat dakwaan adalah sesuai dengan
kedudukan jaksa sebagai penuntut umum dan sebagai langkah awal taraf
34
Pasal 155 ayat (2) huruf a KUHAP.
34
penuntutan, tanpa mengurangi penuntutan yang sebenarnya pada waktu
membcakan penuntutan (requisitoir).
Setelah membacakan surat dakwaan oleh penuntut umum selesai, maka
ketua majelis hakim menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar-benar
mengerti?, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti surat dakwaan tersebut,
maka penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib segera
memberi penjelasan yang diperlukan.35
7. Proses Pembacaan Eksepsi atau Tangkisan oleh Terdakwa
Eksepsi atau tangkisan dapat diajukan oleh terdakwa atau penasihat
hukumnya pada saat selesai pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum.
Hal ini dimungkinkan karena pada saat penyampaian surat panggilan
dilampirkan surat dakwaan penuntut umum.36
Sehingga, hakim memberikan
kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk membuat dan
menyusun eksepsi atau tangkisan atas surat dakwaan penuntut umum yang akan
dibacakan di sidang berikutnya (sidang II).
Untuk mengajukan eksepsi, terdakwa atau penasihat hukum hendaknya
memperhitungkan untung ruginya, misalnya apakah dengan diajukan eksepsi
akan menguntungkan atau merugikan bagi terdakwa (klien). Dalam pengajuan
eksepsi atau tangkisan oleh terdakwa atau penasihat hukum atas dakwaan
penuntut umum dan/atau ketidak ada kewenangan pengadilan memeriksa
35
Ibid., huruf b. 36
Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
35
perkara ini, sehingga hakim akan memberikan keputusan sela atas eksepsi, yaitu
diterima atau tidak diterimanya eksepsi terdakwa atau penasihat hukum.
Jika eksepsi tidak diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya, maka
proses persidangan dilanjutkan dengan pembuktian, namun apabila eksepsi
diajukan terdakwa atau penasihat hukumnya, maka proses persidangan
dilanjutkan sebagaimana telah diatur dalam pasal 156 KUHAP, kemudian
diputus dengan putusan sela.
Berikut macam-macam dasar eksepsi:37
a. Masalah Kompetensi Pengadilan
Berdasarkan masalah kompetensi pengadilan, eksepsi dibagi menjadi dua
macam yaitu Eksepsi absolut dan kompetensi relatif. Eksepsi absolut adalah
menyangkut kewenangan dari jenis pengadilan yang berwenang untuk
mengadili perkara itu, misalnya apakah perkara tersebut merupakan
kewenangan peradilan umum (pengadilan negeri), peradilan agama, peradilan
tata usaha negara atau peradilan militer. Sedangkan kompetensi relatif adalah
menyangkut wewenang pengadilan mana yang berhak memeriksa perkara
tersebut, misalnya apakah perkara tersebut merupakan wewenang Pengadilan
Negeri Makassar atau wewenang Pengadilan Negeri Maros.
b. Masalah Surat Dakwaan Penuntut Umum
Berdasarkan masalah surat dakwaan penuntut umum, eksepsi dibagi
menjadi dua syarat yaitu syarat formil dan syarat materiil. Eksepsi yang
37
Andi Muhammad Sofyan dan Abdul Asis, Hukum Acara Pidana, h. 314-315.
36
diajukan berdasarkan syarat formilnya dikarenakan surat dakwaan penuntut
umum yang tidak memenuhi ketentuan, misalnya penuntut umum di dalam
membuat surat dakwaan yang tidak diberi tanggal dan ditandatangani serta
tidak memuat secara lengkap tentang; nama lengkap, tempat lahir, umur, atau
tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal/alamat, agama dan
pekerjaan tersangka. Dengan demikian, surat dakwaan penuntut umum
menimbulkan “error of subjectum”, sehingga dapat dibatalkan oleh hakim
dan/atau dinyatakan tidak dapat diterima.
Sedangkan eksepsi yang diajukan berdasarkan syarat materiilnya
dikarenakan surat dakwaan penuntut umum tidak memenuhi ketentuan,
misalnya: tidak memuat uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai
tindak pidana yang didakwakan, tidak memuat dengan menyebutkan kapan
waktu tindak pidana itu dilakukan (tempus delictie), dan di mana tempat tindak
pidana itu dilakukan (locus delictie). Sehingga surat dakwaan tersebut
dinyatakan batal demi hukum.
8. Proses Pembuktian
Untuk dapat membuktikan bersalah atau tidaknya seseorang terdakwa dan
dijatuhi hukuman, maka haruslah melalui proses pemeriksaan di depan sidang,
yaitu dengan memperhatikan dan mempertimbangkan tentang pembuktian.
Selain itu juga haruslah berpedoman pada asas-asas yang berlaku pada proses
peradilan pidana, seperti asas praduga tak bersalah (presumption of innocence),
asas persamaan di depan hukum (equality before the low), asas pemeriksaan
37
accusatoir, sebagai konsekuensi dari adanya asas praduga tidak bersalah
tersebut, terdakwa sebagai subjek dalam semua tingkat pemeriksaan tidak
dibebani dengan beban pembuktian.38
Jadi yang dimaksud dengan pembuktian
adalah pembuktian bahwa benar atau tidaknya peristiwa pidana telah terjadi dan
terdakwalah yang bersalah melakukannya dan terdakwalah sebagai pelaku
tindak pidana, sehingga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu.39
Untuk membuktikan kesalahan terdakwa, pengadilan (hakim) terikat oleh
cara-cara atau ketentuan pembuktian sebagaimana telah diatur oleh undang-
undang. Pembuktian yang sah harus dilakukan di sidang pengadilan yang
memeriksa dan mengadili terdakwa. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan alat-
alat bukti yang sah sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1)
KUHAP sebagai berikut.
a. Keterangan Saksi (Pemeriksaan Saksi)
Adapun yang dimaksud dengan keterangan saksi adalah salah satu alat
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu
peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri
dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.40
Apabila keterangan
38
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi II, Cetakan Ke-10, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008), h. 143 39
Andi Muhammad Sofyan dan Abdul Asis, Hukum Acara Pidana, h. 318. 40
Pasal 1 angka 27 KUHAP.
38
diperoleh dari orang lain (testimmonium de auditu), maka termasuk keterangan
saksi yang sah.41
Setelah saksi memberikan keterangan atau kesaksian, maka hakim ketua
sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang
keterangan tersebut. Hal ini terdakwa dapat mengajukan keberatan atau
menerima atau bahkan menambahkan serta memperjelas atas keterangan saksi
tersebut.
b. Keterangan Ahli
Adapun yang dimaksud dengan keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan.42
Jadi, keterangan ahli dapat merupakan alat bukti yang sah di
sidang pengadilan.
Tetapi apabila, keterangan ahli tersebut telah menimbulkan keberatan dari
terdakwa atau penasihat hukum, maka hakim memerintahkan ahli agar hal itu
dilakukan penelitian ulang.
c. Alat Bukti Surat
Adapun surat yang digunakan sebagai alat bukti surat yang sah dalam
persidangan adalah alat bukti surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau
41
Penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. 42
Pasal 1 angka 28 KUHAP.
39
dikuatkan dengan sumpah,43
antaralain: berita acara pemeriksaan (BAP) yang
dibuat oleh penyidik polisi, berita acara pemeriksaan pengadilan (BAPP), berita
acara penyitaan, surat perintah penangkapan, surat perintah penyitaan, surat
perintah penahanan, surat izin penggeledahan, surat izin penyitaan dan lain
sebagainya.
d. Alat Bukti Petunjuk
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak
pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan
siapa pelakunya.44
Petunjuk tersebut didapat dari keterangan saki, surat dan
keterangan terdakwa. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk
dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana setelah ia melakukan
pemeriksaan dengan seksama dan penuh kecermatan berdasarkan hati
nuraninya.
e. Keterangan Terdakwa
Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang
perbuatan yang ia lakukan, ketahui dan alami sendiri.45
Keterangan terdakwa
yang diberikan di luar persidanganpun dapat digunakan untuk membantu
menemukan bukti di sidang asalkan pembuktian itu didukung dengan alat bukti
yang sah yang berkaitan dengan apa yang didakwakan kepadanya.
43
Pasal 187 KUHAP. 44
Pasal 188 KUHAP. 45
Pasal 189 ayat (1) KUHAP
40
9. Requisitoir/Penuntutan
Adapun pembacaan requisitoir (sidang IV) atau penuntutan oleh penuntut
umum kepada terdakwa, yaitu setelah selesai proses acara pembuktian (sidang
III). Menurut Darwan Prints,46
requisitoir adalah surat yang dibuat oleh
penuntut umum setelah pemeriksaan selesai dan kemudian dibacakan dan
diserahkan kepada hakim dan terdakwa atau penasihat hukum”. Tuntutan
pidana yang dibuat penuntut umum pada hakikatnya merupakan kesimpulan
yang diambil dari fakta yang terungkap di persidangan menurut versi penuntut
umum, disertai dengan tuntutan sanksi pidana/atau tindakan yang akan
dijatuhkan pada terdakwa.47
Adapun isi requisitoir tidak diatur dalam undang-undang seperti surat
dakwaan, tetapi biasanya memuat suatu kesimpulan oleh penuntut umum yang
bersangkutan berdasarkan proses pembuktian, yaitu apakah ketentuan atau
pasal-pasal yang didakwakan kepada terdakwa terbukti atau tidak. Apabila
terbukti maka telah disebutkan berapa lama ancaman hukumannya yang dapat
dijatuhkan kepada terdakwa, namum apabila tidak terbukti maka penuntut
umum dapat segera dimintakan, bahwa “agar terdakwa dibebaskan” dari segala
hukuman.
46
Darwan Prints, Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar), (Jakarta: Djambatan, 1983), h. 118. 47
Al. Wisnubroto, Praktik Peradilan Pidana Proses Persidangan Perkara Pidana, (Bekasi:
Galaxy Pustaka Nusa, t.th.), h. 78
41
10. Pleidoi/Pembelaan
Setelah pembacaan tuntutan oleh penuntut umum, maka proses
selanjutnya (sidang V) yaitu pleidoi atau pembelaan dari terdakwa atau
penasihat hukum atas tuntutan dari penuntut umum (requisitoir). Menurut J.C.T
Simorangkir,48
pleidoi adalah pidato pembelaan yang diucapkan oleh terdakwa
atau penasihat hukumnya yang berisikan tangkisan terhadap tuntutan/tuduhan
penuntut umum dan mengemukakan hal-hal yang meringankan dan keberanian
dirinya.
Adapun isi pleidoi juga tidak diatur dalam undang-undang, tapi biasanya
memuat tentang permintaan terdakwa untuk dibebaskan dari segala dakwaan
(bebas murni/vrijspraak) karena tidak terbukti atau dilepaskan dari segala
tuntutan hukum (anslag van rechtsvervolging) karena dakwaan terbukti tetapi
bukan merupakan suatu tindak pidana atau terdakwa meminta dihukum yang
seringan-ringannya, karena telah terbukti melakukan suatu tindak pidana yang
didakwakan kepadanya.
11. Nader Requisitoir (Tambahan Penuntutan)
Setelah pembacaan pleidoi, maka proses selanjutnya (sidang VI)
diberikan kesempatan kepada penuntut umum untuk menanggapi pleidoi yaitu
dengan nader requisitoir. Istilah nader requisitoir dalam praktik sering juga
disebut repliek dengan mengikuti istilah dalam hukum acara perdata.
48
J.C.T. Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Aksara Baru, 1981), h. 132.
42
12. Nader Pleidoi (Tambahan Pembelaan)
Setelah pembacaan nader requisitoir, maka proses selanjutnya (sidang
VII) diberikan kembali kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya
untuk menanggapi atas nader requisitoir penuntut umum yaitu dengan nader
pleidoi. Istilah nadeer pleidoi dalam praktik sering disebut duplik dengan
mengikuti istilah hukum acara perdata.
13. Acara Pengambilan Keputusan (Musyawarah Majelis Hakim)
Setelah proses sidang pertama sampai sidang ketujuh sudah selesai,
hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan tertutup atau
dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang
karena jabatannya maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau
penasihat hukum dengan memberikan alasannya.49
Selanjutnya hakim majelis mengadakan musyawarah dengan tujuan untuk
mencapai kesepakatan tentang keputusan yang akan diambil atau dijatuhkan
pidana terhadap terdakwa. Dalam musyawarah majelis hakim tersebut
didasarkan atas surat dakwaan penuntut umum, pleidoi, nader requisitoir, serta
fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan atau segala sesuatu yang terbukti
dalam sidang pemeriksaan.50
49
Pasal 182 ayat (2) KUHAP. 50
Pasal 182 ayat (4) KUHAP.
43
Jadi, pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil
permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-
sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut : 51
a. Putusan diambil dengan suara terbanyak.
b. Jika tidak tercapai juga maka pendapat hakim yang paling
menguntungkan bagi terdakwalah yang dipilih.
14. Keputusan Pengadilan (Hakim)
Adapun yang dimaksud dengan putusan pengadilan adalah pernyataan
hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa
pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.52
Setelah majelis hakim selesai musyawarah, maka selanjutnya (sidang
VIII) majelis hakim segera membacakan putusannya, dengan memanggil
kembali terdakwa dan penasihat hukumnya serta penuntut umum. Apabila
terdakwa lebih dari satu orang maka putusan dapat dibacakan dengan hadirnya
terdakwa yang ada.53
Setelah hakim ketua sidang membacakan putusan, dengan
segera hakim ketua sidang membacakan kepada terdakwa hak-haknya (hal ini
wajib dilakukan hakim).
Hak-hak terdakwa antara lain: hak menerima atau menolak putusan, hak
mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan,
51
Pasal 182 ayat (6) KUHAP. 52
Pasal 1 angka 11 KUHAP. 53
Pasal 196 ayat (2) KUHAP.
44
hak meminta penangguhan pelaksanaan putusan (dalam hal ini terdakwa
menerima putusan), hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding
(dalam hal ini terdakwa menolak putusan), dan hak mencabut pernyataannya
sendiri terkait menerima atau menolak putusan.54
15. Pelaksanaan Putusan Pengadilan (Executie atau Eksekusi)
Setelah pembacaan putusan pengadilan, apabila terdakwa atau penasihat
hukum dan penuntut umum tidak mengajukan upaya hukum atas putusan
pengadilan tersebut, maka putusan pengadilan telah berkekuatan hukum yang
tetap dan harus segera dilaksanakan eksekusi, dengan pelaksanaan yang telah
diatur dalam undang-undang.55
Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara
pidana dilakukan oleh jaksa dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan
keadilan dan ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.56
16. Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Setelah putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, maka segera
dilaksanakan eksekusi, maka dilakukan pula pengawasan dan pengamatan
pelaksanaan putusan hakim itu sebagaimana menurut KUHAP. Pengawasan
dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan merupakan lembaga baru
54
Pasal 196 ayat (3) KUHAP. 55
Andi Muhammad Sofyan dan Abdul Asis, Hukum Acara Pidana, h. 338. 56
Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
45
dalam hukum acara pidana di Indonesia, yang semula hanya dicantumkan
dalam Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehamikan.
Pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan bertujuan
agar hakim dapat mengikuti perkembangan keadaan terpidana, sehingga dapat
aktif memberi pendapatnya dalam hal pelepasan bersyarat, sehingga tujuan
pemidanaan dapat tercapai.
Selain itu sesuai dengan Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun
2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun
1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan, telah menyatakan bahwa: Ayat (1) “Setiap narapidana dan
anak pidana berhak mendapatkan remisi”. Ayat (2) “Remisi sebagaimana
dimaksud ayat 1 dapat diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah
memenuhi syarat: (a) Berkelakuan baik, dan (b) Telah menjalani masa pidana
lebih dari 6 (enam) bulan”. Ayat (3) “Persyaratan berkelakuan baik
sebagaimana pada Ayat (2) huruf a dibuktikan dengan: (a) tidak sedang
menjalani hukuman disiplin dalam kurungan 6 (enam) bulan terakhir, terhitung
sebelum tanggal pemberian remisi, dan (b) Telah mengikuti program
pembinaan yang diselenggarakan LAPAS dengan predikat baik.57
57
Harrys Pratama Teguh dan Usep Saepullah, Teori dan Praktik Hukum Acara Pidana Khusus,
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2016), h. 85-86.
46
17. Biaya Perkara
Sebagai tambahan pembahasan dalam bab ini, maka pembahasan tentang
biaya perkara dirasa perlu dibahas, sebagaimana menurut KUHAP bahwa biaya
perkara hanya menyebutkan tentang biaya perkara tanpa merinci bagaimana
perhitungannya, yaitu dalam putusan bagaimana yang diharuskan terpidana
membayar biaya perkara dan bagaimana penagihannya. Adapun pasal-pasal
dalam KUHAP yang menyebutkan biaya perkara, yaitu :
a. Menurut Pasal 197 huruf i KUHAP: ketentuan kepada siapa biaya
perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan
ketentuan mengenai barang bukti.
b. Menurut Pasal 275 KUHAP: apabila lebih dari satu orang terpidana
dalam satu perkara, maka biaya perkara dan/atau ganti kerugian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274 dibebankan kepada mereka
bersama-sama secara berimbang.
Jadi, disamping KUHAP tidak secara terperinci menyebutkan biaya
perkara, juga tidak secara jelas dan tegas mengatur sanksi jika biaya perkara
tidak dibayar, jadi jelas akan menjadi piutang negara (perdata).58
58
Andi Muhammad Sofyan dan Abdul Asis, Hukum Acara Pidana, h. 343.
47
BAB III
SISTEM INVESTASI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP)
PANDAWA MANDIRI GROUP
Dalam bab ini yang akan dibahas adalah sistem investasi Koperasi Simpan
Pinjam Pandawa Mandiri Group perspektif Hukum Islam yang akan diwakili oleh
Majelis Ulama Indonesia Kota Depok yang merujuk pada fatwa Nomor:
01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 dan Hukum Positif yang akan diwakili oleh Pengadilan
Negeri Kota Depok yang merujuk pada Surat Putusan Nomor:
425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk, berikut ini adalah penjelasannya.
A. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok Nomor:
01/SK/MUI/Dpk/VI2016 Terhadap Sistem Investasi KSP Pandawa
Mandiri Group
Dalam Surat Keputusan Fatwa MUI Kota Depok No:
01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 tentang Praktik Pengelolaan Dana Investasi oleh
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group, setidaknya
memutuskan lima poin ketetapan yang mencakup kedalam beberapa poin
kesimpulan. Sehingga praktik pengelolaan dana investasi KSP Pandawa
Mandiri Group dinyatakan haram karena tidak sesuai dengan nilai-nilai ke-
Islaman.
48
1. Akad yang Rusak (Fasid)
Menurut Bahasa akad adalah Ar-Rabbth (ikatan), sedangkan menurut
istilah akad memiliki dua makna, yaitu : pertama, makna khusus akad adalah
ijab dan qabul yang melahirkan hak dan tanggungjawab terhadap objek akad
(ma‟qud „alaih).1 Makna ini yang dipilih oleh Hanafiyah. Pada umumnya,
setiap akad itu berarti ijab qabul (serah terima) kecuali ada dalil yang
menunjukkan makna lain. Kedua, makna umum akad adalah setiap perilaku
yang melahirkan hak, atau mengalihkan atau mengubah atau mengakhiri hak,
baik itu bersumber dari satu pihak ataupun dua pihak.2 Definisi ini adalah
definisi akad menurut Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah. Istilah akad ini
sinonim dengan istilah iltizam (kewajiban).3
Setiap akad harus memenuhi rukun dan syarat sah akad. Rukun akad yang
dimaksud adalah unsur yang harus ada dan merupakan esensi dalam setiap
kontrak, Sedangkan syarat sah akad yang dimaksud adalah suatu sifat yang
1 Oni Sahroni dan Muhammad Hasanuddin, Fikih Muamalah: Dinamika Teori Akad dan
Implementasinya dalam Ekonomi Syariah, ed.1, cet. 2, (Depok: Rajawali Pers,2017), h. 4 2 Izzudin Muhammad Khujah, Nazhariyyatu al-Aqd fi al-Fiqh al-Islami, (Jeddah: Dallah al-
Baraka, 1993), h. 13 3 Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa tasharruf adalah setiap aktifitas (perkataan
dan perbuatan) yang dilakukan oleh seseorang atas kehendaknya dan melahirkan hukum-hukum
syara‟. Maka ada banyak ucapan dan perilaku (tasharruf) yang tidak termasuk kategori akad
contohnya dakwa‟ dan iqrar. Keduanya melahirkan hukum tetapi bukan akad.
Jika diturunkan, perbedaan-perbedaan tersebut adalah:
1. Tasharruf bermakna umum mencakup iltizam dan akad.
2. Begitu juga iltizam bermakna lebih umum dari pada akad.
3. Setiap akad itu tasharruf, tetapi tidak setiap tasharruf itu akad.
Atau dapat disimpulkan akad itu adalah tasharruf qauli yang mencakup kesepakatan dua belah pihak.
49
mesti ada pada setiap rukun, tetapi bukan merupakan esensi akad.4 Adapun
Rukun akad menurut Jumhur Ulama terdiri dari tiga unsur, yaitu:5
a. Shigat ( غخ .(pernyataan ijab dan qabul , ص
b. 'Aqid ( ػبقذ, pelaku akad)
c. Ma‟qud „alaih ( ػه د (objek akad ,يؼق
Sedangkan syarat sah akad dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Syarat sah Shigat (Ijab dan Qabul), yaitu:6
1) Jelas dan dapat dipahami
2) Ada kesesuaian antara ijab dan qabul
3) Ijab dan qabul dilakukan berturut-turut
4) Keinginan untuk melakukan akad pada saat itu.
b. Syarat sah Aqid‟ (pelaku) (Jama‟: „Aqidan/dua pihak yang melakukan
kontrak) berdasarkan „awarid al-ahliyah (kondisi yang memengaruhi
kompetensi), yaitu:7
1) Tidak dalam kondisi yang memengaruhi akal, seperti: gila, tidur,
pingsan dan mabuk.
2) Tidak dalam kondisi yang tidak memengaruhi akal, seperti:
menghambur-hamburkan harta, lupa, utang dan sakaratul maut.
4 Oni Sahroni dan Muhammad Hasanuddin, Fikih Muamalah, h. 25
5 Ibid,.
6 Ibid, h. 29-31
7 Izzudin Muhammad Khujah, Nazhariyyatu al-Aqd fi al-Fiqh al-Islami, h. 38
50
c. Syarat sah Ma‟qud alaih (objek kontrak), yaitu:8
1) Barang yang masyru‟ (legal).
2) Dapat diserahterimakan saat akad.
3) Jelas diketahui oleh para pelaku akad.
4) Objek akad harus ada saat akad berlangsung (Ulama berbeda
pendapat).
Pada akad atau transaksi investasi yang dilakukan oleh KSP Pandawa
Mandiri Group (KSP-PMG) dengan nasabah/investor, terdapat beberapa
penyimpangan yang dilakukan, sehingga akad yang berlangsung dikatakan
tidak sah atau batal menurut syara‟ sehingga terciptanya akad yang rusak.
Perihal itu terdapat pada objek akad yang tidak sesuai dengan apa yang
dijanjikan oleh pihak KSP-PMG kepada investor. Objek akad pada Pandawa
awalnya berbentuk penawaran produk jasa peminjaman kepada para pedagang
usaha kecil-menengah (UKM) di pasar-pasar se-Jabodetabek, para pedagang ini
membayar bunga 20 persen per bulan dari dana yang dipinjamnya itu. Karena
kredit para pedagang mengalami kemacetan, diduga hal ini mengakibatkan
Nuryanto tidak dapat memberikan keuntungan serta modal seperti yang
dijanjikan kepada para nasabahnya.9 Akhirnya objek akad berganti menjadi
sesuatu objek yang tidak jelas. Hal ini dibuktikan dengan penjelasan oleh Ketua
8 Ibid, h. 42-44
9 Saiful Arif, “Investasi Bodong Pandawa Group”, artikel diakses pada 2 April 2017 dari
http://saifularif09.blogspot.com/2017/04/investasi-bodong-pandawa-group.html
51
Komisi Fatwa MUI Kota Depok yaitu KH. Encep saat di wawancara oleh
CNNIndonesia.com,10
“Tidak ada penjelasan uang itu dipakai ke mana, investor seharusnya
diberi tahu. Apa ada laporannya? Yang kami temukan enggak ada. Katanya
untuk usaha kecil, bentuknya seperti apa tidak ada penjelasan.”
MUI Kota Depok juga tidak menemukan warga yang menjadi debitur atau
peminjam di Koperasi Pandawa Mandiri Group. Kebanyakan yang ditemui
adalah para investor yang saat ini telah kehilangan uangnya karena Nuryanto
melarikan diri dan masuk daftar pencarian orang (DPO).
Hal ini menimbulkan kecacatan syarat sah akad pada objek akadnya.
Sudah tidak diketahui lagi apa objek akad pada ijab qabul yang disepakati.
Namun, karna profit yang besar membuat masyarakat terus berdatangan ke
Pandawa untuk menginvestasikan dananya disana. Maka dari itu MUI Kota
Depok menegaskan bahwa akad-akad yang terjadi pada Koperasi Simpan
Pinjam Pandawa Mandiri Group mengandung akad yang fasid (rusak), sehingga
investasi ini tidak dapat dilanjutkan lagi sebagaimana mestinya dengan kata lain
haram.
Selain karna terdapat kecacatan dari segi objek akadnya, akad yang fasid
(rusak) ini menurut MUI Kota Depok berkesinambungan dengan hal lain,
seperti kebohongan yang dilakukan Pandawa kepada MUI Kota Depok yaitu
10
Rosmiyati Dewi Kandi, CNN Indonesia, Koperasi Pandawa Pinjam Agama untuk Investasi
Illegal, artikel diakses pada 20 Pebruari 2017 dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170217210628-12-194359/koperasi-pandawa-pinjam-
agama-untuk-investasi-ilegal
52
ketidak jelasan seberapa banyak profit yang akan diterima oleh investor. Saat
dikonfirmasi mengenai praktik berinvestasi, pengurus Pandawa membantah
memberikan bunga 10 persen per bulan kepada nasabahnya. Mereka menyebut,
profit yang mereka berikan kepada para investor hanya sebesar 5-6 persen per
tahun sebagaimana yang dilakukan perbankan nasional.11
Tak percaya begitu
saja, MUI Depok langsung menginvestigasi ke lapangan. Hasilnya, KSP
Pandawa Mandiri Group menetapkan bagi hasil 10% per bulan atau 120% per
tahun. KH. Encep mengatakan, "Kami panggil lagi untuk kedua kalinya, tapi
mereka tidak hadir. Hingga akhirnya fatwa keluar”.12
Bahkan untuk Leader
dengan tingkatan Diamond mendapat tambahan 1% jika dapat menarik lebih
banyak investor.
2. Mengandung Unsur Riba
Dalam hal ini menurut MUI, unsur yang mengandung riba adalah
prosedur peminjaman kepada para pedagang usaha Unit Kecil Menengah
(UKM). Para pedagang yang meminjam modal kepada KSP Pandawa Mandiri
Group harus mengembalikan pinjaman nya tersebut dengan bunga sebesar 20%
per bulan dari dana yang dipinjam.13
Tentu saja ini sangatlah bertolak belakang
dengan ketentuan syariat islam. Ketetapan persentase dalam islam hanya
dikenal dalam praktik kerjasama mudharabah, musyarakah/syirkah, dan lain
11
Ibid,. 12
Sandy Baskoro, Kontan.co.id, MUI: Haram Investasi Pandawa Mandiri, artikel diakses pada
28 Juni 2016 dari https://investasi.kontan.co.id/news/mui-haram-investasi-pandawa-mandiri 13
Majelis Ulama Indonesia Kota Depok, Observasi Tentang Praktik Pengelolaan Dana
Investasi Pandawa Mandiri Group, (Depok: Komisi Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan MUI
Kota Depok, 2016), h. 4
53
sebagainya sesuai dengan kesepakatan para pihak, sedangkan dalam praktik
pinjaman hal ini tidak diperkenankan. Sebagaimana Firman Allah swt dalam
Q.S al-Baqarah (2) : 275:
ي طب بقوانزيتخجطانش ك إل ثبلقي انش ؤكه انز
س ان ثب غيثمانش بانج ىقبناإ نكثؤو ر حش غ انج للا أحم
ثب إنى انش أيش سهف يب فه ى ت فب سث ي ػظخ ي جبء ف
ئكأصحبةانبس للا ػبدفؤن ي بخبنذ .ىف“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya”.
Dan Firman Allah swt dalam Q.S al-Baqarah (2) : 278-279:
ي ثق يب رسا للا اتقا آيا انز ب أ تىب ك إ ثب انش
٨٧٢).يؤي سسن للا تفؼهافؤراثحشةي نى (فئ إ
لتظه انكىلتظه (٨٧٢).تجتىفهكىسءسأي“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (278).
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya
dan tidak (pula) dianiaya (279).”
Selain merujuk pada Quran Surat al-Baqarah ayat 275, 278 dan 279, MUI
Kota Depok juga merujuk pada hadits Nabi Muhammad saw, yaitu:
54
سهىػهللاصهىللاسسلنؼ:قبلػللاسضجبثشػ
(يسهىسا.)ساءى:قبلشبذكبتجانشثبآكم “Dari Jabir .RA berkata: „Rasulullah saw melaknat pemakan riba yang
memberinya, pencatatnya dan kedua orang saksinya. Jabir mengatakan mereka
sama (dalam dosanya)‟”. (HR. Muslim)
Setelah merujuk pada Hadits Nabi Muhammad saw, MUI Kota Depok menukil
pendapat Ijma‟ Ulama bahwasanya Para Ulama sepakat bahwa riba itu
diharamkan. Riba adalah salah satu usaha mencari rizki dengan cara yang tidak
benar dan dibenci Allah swt. Selanjutnya MUI Kota Depok menukil Fatwa
Syekh Ismail Zain dalam Kitab Qurratul „Ain, yaitu:
دائبانؼثبنشثحختصاانقشاضػقذفىنهبنكصحم
تذفغاػهكسثخآلفيبئخقبسضتك:"نهؼبيمقبلاراكبال
ل:"انجاة"يثال؟سثخآلفخسخششااسجعكمانى
.انشثبأاعيػبؼتجشألحشاوانزكسانؼقذثمرانكصح
.اـأػهىللا “Apakah Boleh bagi pemilik modal dalam akad kerjasama (qirodl) untuk
menentukan perolehan laba baikuntuk selamanya atau berbatas waktu seperti
ungkapan pemilik modal kepada „amil: „aku menanam invest kepadamu
Rp.100.000,- dan engkau wajib setor keuntungan kepadaku setiap minggu atau
setiap bulan sebesar Rp.5000,-?‟. Jawab: „tidak sah akad tersebut bahkan
hukumnya haram kerena termasuk dari praktik riba‟”.
Sebagai rujukan terakhir, MUI Kota Depok berpedoman kepada Fatwa
Dewan Syariah Nasional No: 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang al-Qardh.
Ketentuan yang dilanggar oleh KSP Pandawa Mandiri Group adalah pada
Bagian Pertama: Ketentuan Umum al-Qardh poin kelima yang berbunyi:
55
“nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan
sukarela kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) selama tidak diperjanjikan
dalam akad.”
yang harus di garis bawahi adalah pada kata “selama tidak diperjanjikan dalam
akad”, sedangkan ketentuan peminjam harus mengembalikan pinjamannya
dengan bunga 20% per bulan kepada KSP Pandawa Mandiri Group sudah tentu
tertera pada akad atau surat perjanjian antara kedua belah pihak. Praktik ini
didalam Islam disebut dengan praktik Riba dan diharamkan dalam Syariat
Islam.
3. Tidak Transparan (Gharar)
Skema Ponzi tidak membutuhkan bisnis real, karena membayar
keuntungan anggota berasal dari dana investasi yang lebih baru. Secara resmi
Pandawa Group tidak pernah menyatakan apa bisnis atau usaha yang dilakukan
untuk menghasilkan keuntungan yang dapat memberikan imbal hasil 10% dari
modal perbulan. Hanya dalam upaya promosi untuk menjaring anggota lain,
para anggota sering menampilkan produk-produk atau usaha yang dilakukan
Pandawa Group, yang seringkali dicampuradukkan dengan usaha KSP Pandawa
Mandiri Group.14
Selain ketidak transparanan/ketidak jelasan dalam bentuk usaha, menurut
MUI, Pandawa Group juga memiliki ketidakjelasan dalam bentuk badan
hukum. Dalam hal ini memang KSP Pandawa Mandiri Group sejak tahun 2015
14
Majelis Ulama Indonesia Kota Depok, Skema Ponzi di Pandawa Group: Kemungkinan,
Tingkat Bahaya dan Tindakan yang Diharapkan, (Depok: Komisi Penelitian, Pengkajian dan
Pengembangan MUI Kota Depok, 2016), h. 4
56
sudah berbadan hukum atau memiliki legalitas badan usaha. Namun disisi lain,
Pandawa Group sebagai sosok yang menunggangi KSP Pandawa Mandiri
Group dalam mengembangkan usahanya adalah badan usaha yang tidak
memiliki kejelasan legalitas badan usaha.
Legalitas badan usaha akan membuat badan usaha terikat pada suatu
regulasi tertentu. Terlebih bila mereka menginginkan legalitas usaha
penghimpunan dana, mereka akan menghadap aturan yang ketat agar dianggap
kredibel untuk menghimpun dana masyarakat. Hal ini tentu akan menjadi
hambatan bagi skema Ponzi atau khususnya Pandawa Group. Maka dari itu
kebanyakan skema Ponzi tidak berbadan hukum.15
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Pandawa Group tidak
memiliki legalitas sebagai badan apapun. KSP Pandawa Mandiri Group, yang
diklaim menjadi bagian dari Pandawa Group memang mempunyai izin
Kemenkop UKM sebagai badan usaha, tetapi perjanjian kerjasama yang terjadi
adalah antara masyarakat dengan Nuryanto sebagai pribadi, dengan kop surat
Pandawa Group. (lihat pada lampiran skripsi)
Perlu dicatat bahwa KSP Pandawa Mandiri Group pernah digunakan oleh
Pandawa Group sebagai pihak yang menghimpun dana masyarakat. Tetapi
dengan adanya sorotan dari berbagai pihak (MUI, Kemenkop UKM dan OJK),
mereka tidak lagi menggunakan KSP Pandawa Mandiri Group dalam
menghimpun dana.
15
Ibid,.
57
Meskipun begitu, masih sering digunakan KSP Pandawa Mandiri Group
untuk mengajak masyarakat menjadi anggota dan menitipkan modal ke
Pandawa Group. Hal ini tentu dapat dianggap sebagai penyesatan atau
manipulasi informasi. Karena kenyataannya, masyarakat hanya melakukan
perjanjian dengan Nuryanto atas nama pribadi.16
4. Sistem Pemasaran Produk Jasa atau Perekrutan Anggota Baru yang
Terindikasi Penipuan
Dalam merekrut anggota baru, KSP Pandawa Mandiri Group
menggunakan berbagai macam cara, antara lain: menggunakan sistem piramida
yang dimulai dari yang paling tinggi yaitu Leader Diamond (bintang delapan),
Leader Gold (bintang tujuh), Leader Silver (bintang enam) dan seterusnya.17
Para Leader bertugas mencari investor-investor guna menghimpun dana yang
lebih banyak lagi. Namun, ada beberapa kejanggalan yang menurut MUI Kota
Depok perlu dijadikan perhatian khusus. Dalam beberapa kegiatan, Dumeri
alias Salman Nuryanto selaku ketua KSP Pandawa Mandiri Group sering
mengadakan pengajian atau kegiatan keislaman dengan intensitas waktu yang
tidak diperkirakan, terkadang seminggu sekali, terkadang setiap bulan sekali,
bahkan jika diperlukan Nuryanto akan mengadakan kegiatan semacam itu
diwaktu yang bertepatan dengan momen-momen tertentu seperti Isra‟ Miraj,
Maulid Nabi Muhammad saw. dan lain sebagainya. Hal ini dibuktikan dengan
16
Ibid, h. 5 17
Putusan PN Depok Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk, h. 168
58
pengakuan dari salah satu tetangga Nuryanto, „Peminjaman‟ label agama oleh
Nuryanto dan Pandawa dibenarkan Felicia Gracias, penghuni Perumahan Palem
Ganda Asri, Cinere, Depok yang juga tetangga sebelah rumah Nuryanto.
Menurut Felicia, setiap Kamis malam ada pengajian yang digelar di kediaman
Nuryanto mulai setelah Isya, kadang hingga pukul 2 dini hari.18
Selain mengadakan kegiatan keislaman, Nuryanto juga merekrut beberapa
tokoh agama dalam hal ini ustadz atau sebutan lainnya untuk ikut serta
menanamkan modalnya di KSP Pandawa Mandiri Group. Sebagaimana dikutip
dari CNNIndonesia.com sebagai berikut:19
“Tapi memang yang menyakitkan bagi kami adalah, ada unsur-unsur ustadz
yang menjadi leader sehingga orang mengatakan, „itu ada ustadz jadi ini
memang baik‟.” (wawancara dengan KH. Encep selaku Ketua Komisi Fatwa
MUI Kota Depok.)
“Jadi kedok mereka adalah pengajian. Dia mendatangkan ulama ke 'pengajian'
untuk menyanggah fatwa MUI. Di acara itu, dia bilang ke anggota dan calon
anggotanya, 'mana mungkin MUI mengeluarkan fatwa haram, ini ulamanya
datang ke rumah saya',” (wawancara dengan Felicia selaku tetangga Nuryanto)
Hal ini jelas membuktikan bahwa memang ada indikasi penipuan yang
dilakukan Nuryanto untuk merekrut lebih banyak nasabah. Secara tidak
langsung, hal ini menggiring opini masyarakat bahwasanya ustadz sebagai
tokoh Agama Islam yang dinilai mengerti tentang Syariat Islam ikut
menanamkan modal di KSP Pandawa Mandiri Group sehingga tanpa pikir
18
Rosmiyati Dewi Kandi, CNN Indonesia, Koperasi Pandawa Pinjam Agama untuk Investasi
Illegal, artikel diakses pada 20 Pebruari 2017 dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170217210628-12-194359/koperasi-pandawa-pinjam-
agama-untuk-investasi-ilegal 19
Ibid,.
59
panjang masyarakat pun ikut menanamkan modalnya di KSP Pandawa Mandiri
Group.
Dalam menindak lanjuti perihal ini, maka MUI Kota Depok melandasinya
dengan hadits berikut:
فلغشاييجشسثغكمثذانشجمػمانكستاطت
(احذسا) .لخبخ“Pekerjaan yang terbaik adalah pekerjaan seseorang dengan keringatnya dan
jual beli yang baik, yakni yang tidak ada penipuan dan pengkhianatan.”
(HR. Imam Ahmad)
كبتسحتيجتنحىكمسحت،يجتنحىانجخذخمل
(انجقانذاسياحذ،سا.)ثأنىانبس“Tidak masuk Surga daging yang tumbuh dari makanan-minuman haram,
setiap daging yang tumbuh dari makanan-minuman haram, maka neraka lebih
pantas untuknya.” (HR. Imam Ahmad, al-Darimi dan al-Baihaqi)
Selain itu sekitar Juni 2016, perjanjian kerjasama usaha antara Pandawa
Group tidak lagi mengatasnamakan KSP Pandawa Mandiri Group, tapi
mengatasnamakan Nuryanto secara Pribadi. Hal ini diduga untuk memperbaiki
penyimpangan yang ditemukan oleh Kemenkop UKM. Meskipun begitu,
anggota-anggota, dalam upaya menjaring anggota lain, tetap menggunakan
nama KSP Pandawa Mandiri Group untuk mempropagandakan pola kerjasama
usaha dengan Pandawa Group.20
20
Majelis Ulama Indonesia Kota Depok, Skema Ponzi di Pandawa Group: Kemungkinan,
Tingkat Bahaya dan Tindakan yang Diharapkan, h. 3
60
5. Praktik Usaha yang Digunakan Tidak Sesuai dengan Ketentuan di dalam
Lembaga Keuangan Syariah yang Berpedoman pada Fatwa DSN-MUI
Jika memang Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri Group (KSP-
PMG) adalah benar merupakan suatu koperasi atau lembaga penghimpun dana
masyarakat yang berbasis syari‟ah atau sudah sesuai dengan persyaratan
sebagai Lembaga Keuangan Syariah menurut Dewan Syariah Nasional, maka
berikut akan dijelaskan beberapa hal yang dilanggar oleh KSP-PMG dalam
praktik usahanya. (Fatwa-fatwa DSN berikut terdapat pada bagian lampiran
dalam penelitian ini).
a. Fatwa DSN No: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan.
Praktik usaha yang dilanggar oleh KSP Pandawa Mandiri Group dalam
fatwa DSN ini adalah pada Ketetapan Kedua: Ketentuan Umum Tabungan
berdasarkan Mudharabah butir dua yang berbunyi:
“Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak
lain.”
Praktik yang dilakukan KSP-PMG hakikatnya sudah benar dengan
memberikan pinjaman kepada para pedagang dengan kata lain membantu
para pihak yang sedang kekurangan modal, tapi yang salah adalah dengan
memberi bunga pada pinjaman tersebut. Seharusnya bentuk pinjaman kepada
masyarakat adalah murni sebagai bentuk sosial, bukan untuk mencari
keuntungan. Maka dari itu hal ini tidak dibenarkan oleh Syariat Islam. Fatwa
61
DSN ini mengutip Firman Allah swt dalam Q.S an-Nisa (4) : 29 yang
berbunyi:
انز ب أ آ تك أ إل ثبنجبطم كى ث انكى أي ا تؤكه ل ا آي
كى.... تشاضي تجبسحػ“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu…”
Selain itu KSP-PMG juga melanggar Ketetapan Ketiga: Ketentuan
Umum Tabungan berdasarkan Wadi‟ah butir tiga yang berbunyi:
“Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
(„athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank”
Dalam hal ini KSP-PMG terbukti memberikan keuntungan 10% bagi pemilik
dana/Shahibul maal yang tertera dalam surat perjanjian/kontrak. Berarti imbalan
disyaratkan/dijanjikan dalam akad maka itu tidak diperbolehkan.
b. Fatwa DSN No: 03/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Deposito
Praktik usaha yang dilanggar oleh KSP Pandawa Mandiri Group dalam
fatwa DSN ini adalah pada Ketetapan Kedua: Ketentuan Umum Deposito
berdasarkan Mudharabah butir dua yang berbunyi:
“Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak
lain.”
Praktik yang dilakukan KSP-PMG hakikatnya sudah benar dengan
memberikan pinjaman kepada para pedagang dengan kata lain membantu
para pihak yang sedang kekurangan modal, tapi yang salah adalah dengan
62
memberi bunga pada pinjaman tersebut. Seharusnya bentuk pinjaman kepada
masyarakat adalah murni sebagai bentuk sosial, bukan untuk mencari
keuntungan. Maka dari itu hal ini tidak dibenarkan oleh Syariat Islam. Fatwa
DSN ini mengutip Firman Allah swt dalam Q.S an-Nisa (4) : 29 yang
berbunyi:
ث كى ث انكى أي ا تؤكه ل ا آي انز ب أ آ تك أ إل بنجبطم
كى.... تشاضي تجبسحػ“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…”
c. Fatwa DSN No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh)
Jika dikatakan bahwa KSP-PMG melakukan akad mudharabah dalam
membantu para pedagang kaki lima. Maka berdasarkan ketetapan-ketetapan
pada Fatwa DSN ini, sama sekali praktik yang dilakukan KSP-PMG tidak
mewujudkan akad mudharabah (Qiradh). Karena usaha yang dilakukan
KSP-PMG dalam membantu para pedagang kaki lima adalah dalam bentuk
peminjaman, bukan kerjasama dalam suatu usaha yang mana pihak pertama
selaku shahibul maal yang mengeluarkan modal dan pihak kedua selaku
mudharib yang mengelola dana.
d. Fatwa DSN No: 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah
Jika dikatakan bahwa KSP-PMG melakukan akad musyarakah dalam
membantu para pedagang kaki lima. Maka berdasarkan ketetapan-ketetapan
63
pada Fatwa DSN ini, sama sekali praktik yang dilakukan KSP-PMG tidak
mewujudkan akad musyarakah karena usaha yang dilakukan KSP-PMG
dalam membantu para pedagang kaki lima adalah dalam bentuk pinjaman,
bukan kerjasama dalam suatu usaha yang mana kedua belah pihak saling
mengeluarkan modal untuk usaha tersebut.
e. Fatwa DSN No: 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang al-Qardh
Secara umum fatwa ini sesuai dengan praktik yang dilakukan oleh
KSP-PMG, yaitu menjadi suatu lembaga yang memberikan pinjaman kepada
pihak lain sebagai suatu lembaga sosial yang dapat meningkatkan
perekonomian secara maksimal. Namun salah satu praktik yang dilakukan
KSP-PMG tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh DSN dalam
fatwa ini, yaitu terdapat pada Ketetapan Pertama: Ketentuan Umum al-
Qardh butir lima yang berbunyi:
“Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan
sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.”
Dalam praktiknya nasabah (muqtaridh) memang memberikan tambahan
dana sebesar 20% dari dana yang dipinjam dari KSP-PMG, namun tambahan
ini bukanlah sebagai bentuk sumbangan secara sukarela melainkan dalam
bentuk bunga (riba) dan hal ini tertuang dalam akad.
Sebagai contoh yaitu Ibu R, M dan H meminjam uang untuk modal
sebesar Rp.500.000,- kepada KSP-PMG dan KSP-PMG memberikan
Rp.450.000,- karena Rp.50.000,- nya sebagai biaya administrasi, lalu
64
muqtaridh membayar dengan cara mencicil setiap harinya kepada KSP-PMG
sebesar Rp. 20.000,-/hari selama 30 hari. Jika dikalkulasikan maka para
muqtaridh meminjam dana sebesar Rp.500.000,- dari KSP-PMG dan
mengembalikannya sebesar Rp.600.000,- kepada KSP-PMG, yang berarti
uang sebesar Rp.100.000,- adalah 20% dari Rp.500.000,- dan merupakan
sesuatu yang riba atau contoh lain Bapak S, M dan Ibu F meminjam
Rp.1.000.000,- dan mendapatkan Rp.950.000,- (Rp.50.000,- sebagai biaya
administrasi), lalu muqtaridh membayar dengan cara mencicil setiap harinya
sebesar Rp.40.000,-/hari selama 30 hari. Jika dikalkulasikan maka para
muqtaridh meminjam dana sebesar Rp.1.000.000,- dari KSP-PMG dan
mengembalikannya sebesar Rp.1.200.000,- kepada KSP-PMG, dengan kata
lain Rp.200.000,- adalah 20% dari Rp.1.000.000,- dan merupakan sesuatu
yang riba.21
f. Fatwa DSN No: 50/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah-
Musytarakah
Praktik usaha yang dilakukan oleh KSP-PMG sama sekali tidak
berbentuk akad mudharabah musytarakah seperti yang ditetapkan dalam
fatwa ini. Jika dilihat dari praktik kerjasama yang dilakukan antara pemilik
modal dengan KSP-PMG, maka lebih tepat dikatakan sebagai praktik
tabungan atau deposito dalam perspektif Fatwa DSN, karena investor
21
Majelis Ulama Indonesia Kota Depok, Observasi Tentang Praktik Pengelolaan Dana
Investasi Pandawa Mandiri Group, h. 4
65
menitipkan suatu barang (dalam hal ini uang tunai) kepada KSP-PMG untuk
dikelola.
lalu jika dilihat dari praktik yang dilakukan KSP-PMG dengan para
pedagang, maka lebih tepat dikatakan sebagai praktik al-Qardh (pinjaman),
karena KSP-PMG sebagai pemilik modal hanya meminjamkan uang kepada
nasabah/muqtaridh (dalam hal ini para pedagang).
Sedangkan dalam fatwa ini yang dimaksud dengan akad mudharabah
musytarakah adalah bentuk akad mudharabah di mana pengelola (mudharib)
menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi tersebut.22
g. Fatwa DSN No: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah
Mutanaqisah
Dalam fatwa ini dijelaskan bahwa Musyarakah Mutanaqisah adalah
Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah
satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh
pihak lainnya. Berdasarkan pengertian tersebut, praktik usaha yang
dilakukan oleh KSP-PMG dengan pihak lain sama sekali tidak mewujudkan
akad musyarakah mutanaqisah karena tidak adanya asset atau modal yang
diperjual belikan. Praktik usaha yang ada hanyalah pinjaman dan
penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan atau deposito.
22
Fatwa DSN-MUI No: 50/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah Musytarakah
66
h. Fatwa DSN No: 79/DSN-MUI/III/2011 tentang Qardh dengan
Menggunakan Dana Nasabah
Akad Qardh dalam ketetapan fatwa ini terbagi menjadi dua, yaitu akad
qardh yang berdiri sendiri dan akad qardh yang dilakukan sebagai sarana
atau kelengkapan bagi transaksi lain.23
Praktik yang dilakukan oleh KSP-
PMG dengan para pedagang termasuk kedalam akad qardh yang berdiri
sendiri/secara hakikat karena tidak ada transaksi lain yang harus ditunjang
oleh KSP-PMG.
Maka dari itu, praktik usaha yang dilakukan KSP-PMG tidak sesuai
dengan apa yang telah ditetapkan oleh fatwa ini, yang terdapat pada
Ketetapan Kedua: Ketentuan Penyaluran Dana Qardh dengan Dana Nasabah
butir satu huruf a yang berbunyi:
“Akad Qardh yang berdiri sendiri untuk tujuan sosial semata sebagaimana
dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-
Qardh, bukan sebagai sarana atau kelengkapan bagi transaksi lain dalam
produk yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.”
Sedangkan dalam praktiknya, dana nasabah yang dititipkan kepada KSP-
PMG dalam bentuk tabungan atau deposito digunakan oleh KSP-PMG untuk
dipinjamkan kepada para pedagang dengan menentukan suatu bunga sebesar
20% dengan pembagian persentase yaitu 10% diberikan kepada pemilik
modal, 1% diberikan kepada Nuryanto selaku ketua dan sisanya digunakan
23
Fatwa DSN No: 79/DSN-MUI/III/2011 tentang Qardh dengan Menggunakan Dana Nasabah
67
untuk kegiatan operasional dan promosi.24
Hal ini selain mengandung riba
juga bertujuan untuk mencari keuntungan baik secara pribadi oleh Nuryanto
ataupun perusahanaan.
Secara garis besar, praktik usaha yang dilakukan oleh KSP Pandawa
Mandiri Group tidak sesuai dengan ketetapan pada fatwa-fatwa DSN MUI yang
telah disebutkan karena merupakan akad yang fasid (rusak), mengandung unsur
riba, dan KSP Pandawa Mandiri Group juga bukan merupakan Lembaga
Keuangan Syariah karena banyak melakukan praktik-praktik usaha yang
bertentangan dengan ajaran Islam.
B. Putusan Pengadilan Negeri Kota Depok Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk
Terhadap Sistem Investasi KSP Pandawa Mandiri Group
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor:
425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk , setidaknya memutuskan lima poin ketetapan yang
mendasarkan bahwa para terdakwa dinyatakan bersalah atas praktik usaha yang
mereka lakukan dalam Investasi di KSP Pandawa Mandiri Group. Sehingga
majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada para terdakwa dengan
pidana penjara masing-masing delapan tahun dan denda Rp. 50.000.000.000
(lima puluh milyar rupiah).
24
Majelis Ulama Indonesia Kota Depok, Observasi Tentang Praktik Pengelolaan Dana
Investasi Pandawa Mandiri Group, h. 5
68
1. Unsur Barang Siapa
Menurut undang-undang, yang dimaksud dengan barang siapa adalah
orang sebagai subjek hukum yang kepadanya dapat dikenakan hak dan
kewajiban atas undang-undang yang dimaksud. Dalam perkara ini terdakwa
melanggar ketentuan Pasal 46 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan Jo Pasal 69 UU Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Menurut majelis hakim bahwa berdasarkan keterangan para saksi dan
juga pengakuan para terdakwa, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka
para terdakwa telah memenuhi unsur „barang siapa‟.25
2. Unsur Menghimpun Dana dari Masyarakat dalam Bentuk Simpanan
Menghimpun dana adalah kegiatan menerima dan mengumpulkan dana
baik secara aktif maupun pasif untuk diserahkan kepada pihak yang
menghimpun dana. Sedangkan, yang dimaksud masyarakat adalah orang
perseorangan dalam jumlah banyak, khalayak umum tidak terbatas hanya pada
kelompok-kelompok tertentu seperti anggota atau calon anggota pada
koperasi.26
Selanjutnya yang dimaksud dengan simpanan adalah dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian
25
Putusan PN Depok Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk, h. 154 26
Ibid, h. 154-155
69
penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, tabungan, sertifikat deposito
dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.27
Menurut majelis hakim, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama
persidangan dikaitkan dengan pengertian-pengertian sub unsur menghimpun
dana masyarakat dalam bentuk simpanan, maka rangkaian perbuatan yang
dilakukan para terdakwa telah memenuhi unsur tersebut. Dana tersebut yang
disetor kepada Dumeri alias Salman Nuryanto disimpan dalam bentuk investasi
yang memiliki/ciri-ciri layaknya tabungan/deposito dimana penarikannya dapat
dilakukan dengan syarat tertentu (jangka waktu, nominal dan cara penarikan),
tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro atau alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu serta adanya imbal hasil/bunga yang diperjanjikan dimana hal
tersebut merupakan manfaat dari nilai waktu yang diberikan.
Maka atas segala pertimbangan tersebut, majelis hakim memutuskan
bahwa para terdakwa telah memenuhi unsur „menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan‟.28
3. Unsur Tanpa Izin Usaha dari Pimpinan Bank Indonesia
Pada ketentuan Pasal 16 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
menyatakan bahwa setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin
27
Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 28
Putusan PN Depok Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk, h. 165
70
usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank
Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri. Dalam hal ini KSP Pandawa
Mandiri Group harus meminta izin kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
sesuai dengan Pasal 69 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.29
KSP Pandawa Mandiri Group memang sudah memiliki izin pada tahun
2015, namum kegiatan menghimpun dana dari masyarakat ini sudah dilakukan
sejak tahun 2009.30
Berdasarkan pertimbang tersebut maka majelis hakim menyatakan bahwa
para terdakwa memenuhi unsur „Tanpa Izin Usaha dari Pimpinan Bank
Indonesia‟.31
4. Unsur Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Tentang Penyertaan (Deelneming)
Penyertaan (deelneming) adalah pengertian yang meliputi semua bentuk
turut serta/terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun fisik
dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga mewujudkan suatu
tindak pidana, masing-masing perbuatan tersebut terjalin suatu hubungan yang
demikian erat dimana perbuatan satu mendukung perbuatan lainnya yang
semuanya mengarah pada terwujudnya tindak pidana.
Bahwa adanya suatu hubungan perbuatan yang demikian erat dimana
diantara para terdakwa ataupun dengan saksi-saksi yang mengarah pada
29
Ibid, h. 166 30
Ibid, h. 14 31
Ibid, h. 167
71
terwujudnya tindak pidana harus memenuhi dua unsur yakni: adanya persamaan
niat diantara para pelaku yang diwujudkan dengan adanya bentuk kerjasama
yang diinsyafi dimana para pelaku telah melaksanakan niat tersebut dengan
perbuatan secara bersama-sama.
Penyertaan dibagi menjadi dua, yaitu: Pembuat (Dader) dan Pembantu
(Mendeplichtige), sedangkan pembuat/dader dibagi menjadi empat yaitu:
a. Pelaku/yang melakukan (Pleger), adalah orang yang melakukan
sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik.
b. Yang menyuruhlakukan (Doenpleger), adalah orang yang melakukan
perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedang perantara ini hanya
diumpamakan sebagai alat.
c. Yang turut serta melakukan (Medepleger), adalah orang yang dengan
sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu.
d. Penganjur (Uitlokker), adalah orang yang menggerakkan orang lain
untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-
sarana yang ditentukan oleh undang-undang.
Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan, saksi Dumeri alias
Nuryanto alias Salman Nuryanto telah melakukan kegiatan penghimpunan dana
dari masyarakat dalam bentuk yang dapat dipersamakan dengan simpanan. Lalu
Nuryanto membuat sistem penyimpanan dana dengan imbal hasil yang menarik
bagi orang-orang yang menitipkan dana kepadanya sebagai produk usaha
72
kelompok Pandawa Group, maupun kepada orang (leader) yang dapat menarik
masyarakat menitipkan dana kepadanya.32
Nuryanto memberikan provit sebesar 10% per bulan dari uang yang
disimpan selama satu tahun/12 (dua belas) bulan, dengan ketentuan uang
tersebut dapat diambil atau diperpanjang kembali sesuai kesepakatan.
Dalam rangka merekrut nasabah, Nuryanto mengangkat leader-leader
yang selanjutnya dibentuk tingkatan sebagaimana bentuk piramida dengan
istilah Leader bintang 1 sampai dengan Leader bintang 8 dan Leader Diamond.
Sistem yang dibuat Nuryanto adalah sistem berjenjang layaknya piramida yang
terinspirasi dari kegiatan Multi Level Marketing yang pernah diikutinya:33
a. Diamond adalah seseorang yang bisa mencapai target investasi diatas
nilai investasi leader bintang 8.
b. Leader bintang 8 adalah seseorang yang bisa mencapai target
investasi minimal sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
atau yang membawahi minimal 5 (lima) leader bintang 7.
c. Leader bintang 7 adalah seseorang yang bisa mencapai target
investasi minimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Untuk menambah semangat para leader dalam menarik anggota/nasabah,
Nuryanto memberikan bonus berupa mobil atau motor kepada para leader dan
32
Ibid, h. 168 33
Ibid,.
73
memberikan tambahan provit sebesar 1% dari jumlah dana nasabah baru yang
didapatkan.
Para terdakwa bertindak selaku leader-leader baik sebagai leader bintang
atau pun leader diamond yang ikut melakukan kegiatan dalam sistem
penghimpunan dana yang dibuat oleh Nuryanto dan dana masyarakarat masuk
lewat para terdakwa tersebut dan disetorkan kepada Nuryanto
Selanjutnya para terdakwa dinyatakan benar melakukan kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan sebagaimana telah
diuraikan secara lengkap dalam penjelasan unsur „menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan‟. Lalu kegiatan para terdakwa tersebut
tidak mendapatkan izin terlebih dahulu sebagai Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia atau sekarang Otoritas Jasa
Keuangan. Maka dari itu bahwa Saksi Nuryanto dan para terdakwa (Madamin,
S.Pd., M.Pd, Muhammad Sholeh, Dedi Susanto, Ricky Muhammad Kurnia
Putra dan Yeni Selvi) masing-masing telah mempunyai persamaan niat
mengumpulkan dana dari para nasabah untuk mendapatkan keuntungan atau
referensi yang diwujudkan dengan adanya kerjasama yang diinsyafi, dimana
para pelaku telah melaksanakan niat tersebut dengan masing-masing
perbuatannya sehingga terwujud tindak pidana yang dimaksud yakni melanggar
ketentuan Pasal 46 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo
Pasal 69 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
74
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka unsur „pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP tentang penyertaan‟ telah terpenuhi oleh perbuatan para terdakwa.34
5. Unsur Pasal 64 Ayat (1) KUHP Tentang Perbuatan Berlanjut.
Pasal 64 ayat (1) KUHP menyebutkan, “Jika antara beberapa perbuatan,
meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada
hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; Jika berbeda-
beda yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”
Sebagai tolak ukur atau syarat-syarat untuk menentukan adanya beberapa
perbuatan yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut (voorgezette handeling),
yaitu:
a. Adanya satu putusan kehendak, artinya perbuatan-perbuatan yang terjadi
itu adalah sebagai perwujudan dari satu keputusan kehendak (One
Criminal Intention).
b. Perbuatan haruslah sama atau perbuatan-perbuatan yang sejenis
(gelijksoorting).
c. Waktu antara yang satu dengan dengan yang lain tidaklah terlalu lama.
Adapun penjelasan pada unsur ini sama halnya dengan unsur „penyertaan‟
yang telah di jelaskan sebelumnya. Maka dari itu, berdasarkan keterangan dari
34
Ibid, h. 167-170
75
saksi-saksi, pengakuan dari para terdakwa, maka unsur “Pasal 64 ayat (1)
KUHP tentang Perbuatan berlanjut” telah terpenuhi oleh para terdakwa.35
35
Ibid, h. 170-172
76
BAB IV
ANALISIS PENELITIAN
A. Analisis Metodologi Penetapan Fatwa MUI Kota Depok Nomor:
01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 Tentang Praktik Pengelolaan Dana Investasi oleh
KSP Pandawa Mandiri Group
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, bahwa MUI
Kota Depok sudah melakukan metodologi penetapan fatwa berdasarkan
pedoman dan prosedur penetapan fatwa yang disusun oleh MUI Pusat. Hal ini
terwujud dari langkah-langkah yang dilakukan oleh MUI Kota Depok dalam
menetapkan fatwa Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 Tentang Praktik
Pengelolaan Dana Investasi oleh Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri
Group mulai dari prosedur penetapan fatwa secara operasional sampai dengan
metode ijtihad yang digunakan. Hal ini akan dijelaskan pada BAB IV: Analisis
Penelitian, sebagai berikut.
1. Bentuk Fatwa
Fatwa yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia secara keseluruhan
adalah berbentuk Fatwa Jama‟i yaitu fatwa yang dihasilkan dari Ijtihad yang
dilakukan secara kolektif/bersama-sama.
2. Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup yang dibahas dalam fatwa ini adalah tentang ekonomi
syariah yaitu pada perihal investasi yang dilakukan oleh suatu koperasi simpan
77
pinjam yang berada di wilayah Meruyung, Depok, Jawa Barat yang bernama
Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri Group yang selanjutnya dibentuk
badan usaha sendiri yang dinamakan Pandawa Group namun tetap diketuai
dengan satu ketua yang sama yaitu Dumeri alias Nuryanto alias Salman
Nuryanto.
3. Dasar Hukum Penetapan Fatwa
a. Dalil al-Qur’an dan al-Hadits.1
Berikut ini peneliti akan menjabarkan dalil-dalil Qur‟an dan Hadits yang
digunakan oleh MUI Kota Depok dalam menetapkan fatwa Nomor:
01/SK/MUI/Dpk/VI/2016.
(1) Qur‟an Surat al-Baqarah (02) ayat 275
ب ق إل ك ثب ل قي انش أكه و انزي تخجط انز
س ان ي طب ثب انش غ يثم انش ب انج ى قبنا إ نك ثأ ر
ثب و انش حش غ انج أحم للا ى ت فب سث ػظة ي جبء ي ف
أيش إنى للا ئك أصحبة انبس فه يب سهف ػبد فأن ي
ب خبنذ .ى ف“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya”.
1 Fatwa MUI Kota Depok Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016, h. 1-3
78
(2) Qur‟an Surat al-Baqarah (02) ayat 278-279
تى ك ثب إ انش ي رسا يب ثق آيا اتقا للا ب انز ب أ
٨٧٢).يؤي سسن للا نى تفؼها فأرا ثحشة ي ( فئ
ل تظه انكى ل تظه تجتى فهكى سءس أي إ .(٨٧٢) “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman (278). Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (279).”
(3) Hadits Riwayat Muslim
ػه للا صهى للا سسل نؼ: قبل ػ للا سض جبثش ػ
(يسهى سا. )ساء ى: قبل شبذ كبتج انشثب آكم سهى“Dari Jabir .RA berkata: „Rasulullah saw melaknat pemakan riba yang
memberinya, pencatatnya dan kedua orang saksinya. Jabir mengatakan
mereka sama (dalam dosanya)‟”. (HR. Muslim)
(4) Hadits Riwayat Ahmad, al-Darimi dan al-Baihaqi
سحت ي جت نحى كم سحت، ي جت نحى انجة ذخم ل
(انجق انذاسي احذ، سا. )ث انى انبس كبت“Tidak masuk Surga daging yang tumbuh dari makanan-minuman
haram, setiap daging yang tumbuh dari makanan-minuman haram, maka
neraka lebih pantas untuknya.” (HR. Imam Ahmad, al-Darimi dan al-
Baihaqi)
(5) Hadits Riwayat Imam Ahmad
ف لغش اي يجشس ثغ كم ثذ انشجم ػم انكست اطت
(احذ سا) .لخبة“Pekerjaan yang terbaik adalah pekerjaan seseorang dengan keringatnya
dan jual beli yang baik, yakni yang tidak ada penipuan dan
pengkhianatan.” (HR. Imam Ahmad)
79
b. Dalil Hukum Lain2
Selain menggunakan dalil Qur‟an dan Hadits, MUI Kota Depok juga
mengambil ijtihad para Ulama dan salah satu Fatwa Ulama terkemuka.
(1) Ijma‟ Ulama
Para Ulama sepakat bahwa riba‟ itu hukumnya haram. Riba adalah
salah satu usaha mencari rizki dengan cara yang tidak dibenarkan dan
dibenci Allah swt.
(2) Fatwa Ulama
Fatwa Syekh Ismail Zain dalam Kitab Qurratul „Ain:
انؼ ثبنشثح ختص ا انقشاض ػقذ فى نهبنك صح م
سثة آلف يبئة قبسضتك:" نهؼبيم قبل ارا كب ال دائب
سثة آلف خسة شش ا اسجع كم انى تذفغ ا ػهك
أل حشاو انزكس انؼقذ ثم رانك صح ل: " انجاة" يثال؟
.اـ أػهى للا. انشثب أاع ي ػب ؼتجش
“Apakah Boleh bagi pemilik modal dalam akad kerjasama (qirodl) untuk
menentukan perolehan laba baikuntuk selamanya atau berbatas waktu
seperti ungkapan pemilik modal kepada „amil: „aku menanam invest
kepadamu Rp.100.000,- dan engkau wajib setor keuntungan kepadaku
setiap minggu atau setiap bulan sebesar Rp.5000,-?‟. Jawab: „tidak sah
akad tersebut bahkan hukumnya haram kerena termasuk dari praktik
riba‟”.
2 Ibid, h. 3
80
(3) Fatwa Dewan Syariah Nasional
Agar fatwa yang nantinya akan dikeluarkan oleh MUI Kota Depok
menghasilkan sebuah fatwa yang kuat dan tidak bertentangan dengan
kemaslahatan umat, maka MUI Kota Depok menukil fatwa DSN yang
terkait pada permasalahan yang dihadapi.
Fatwa DSN No: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan
Fatwa DSN No: 03/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Deposito
Fatwa DSN No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Mudharabah/Qiradh
Fatwa DSN No: 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Musyarakah
Fatwa DSN No: 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Qardh
Fatwa DSN No: 50/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah
Musytarakah
Fatwa DSN No: 73/DSN-MUI/XI/20008 Tentang Musyarakah
Mutanaqisah
Fatwa DSN No: 79/DSN-MUI/III/2011 Tentang Qardh dengan
Menggunakan Dana Nasabah
4. Prosedur Penetapan Fatwa
a. Secara operasional
Sebelum MUI Kota Depok melakukan proses penetapan fatwa secara
metodologi, hal yang dilakukan setelah mencari dalil- dalil terkait adalah
mengutus Komisi Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan MUI Kota
81
Depok guna mencari fakta-fakta di lapangan. Apakah hal-hal yang
dilaporkan oleh masyarakat, isu-isu yang beredar di masyarakat benar
adanya? hal ini dilakukan untuk mengetahui lebi jelas duduk
permasalahannya, menghindari adanya fitnah dan prasangka bahwa MUI
Kota Depok membuat fatwa karna adanya “fatwa pesanan” belaka.
Selanjutnya hasil penelusuran dari Komisi Penelitian, Pengkajian dan
Pengembangan MUI Kota Depok terdapat pada lampiran dalam penelitian
ini.
b. Secara metodologis
Dilihat secara metodologis, maka fatwa ini mengandung beberapa cara
penetapan. Pertama, pada bagian ketetapan fatwa butir pertama dan kedua
MUI Kota Depok merujuk kepada Fatwa-fatwa DSN. Sebagaimana yang
kita ketahui, fatwa tersebut menggunakan ijtihad jama‟i dengan metode
bayani dan ta‟lili karena al-quran dan hadis tidak menjelaskan hal-hal
mengenai perekonomian secara terperinci dan detail, selain itu pada fatwa-
fatwa DSN tersebut terdapat perihal permasalahan yang tidak ditemukan
dikalangan Imam Mazhab. Kedua, ketetapan fatwa butir ketiga, MUI Kota
Depok menggunakan metode qiyas pada hadis
ف لغش اي يجشس ثغ كم ثذ انشجم ػم انكست اطت
(احذ سا) .لخبة“Pekerjaan yang terbaik adalah pekerjaan seseorang dengan keringatnya
dan jual beli yang baik, yakni yang tidak ada penipuan dan pengkhianatan.”
(HR. Imam Ahmad)
82
bahwasanya penggunaan nama ustadz dan tokoh agama yang disebut-sebut
dalam rangka merekrut nasabah baru hanyalah suatu cara agar masyarakat
mengira bahwa berinvestasi di Pandawa Group aman karna sudah sesuai
syariah adalah suatu bentuk penipuan dan penghianatan kepada masyarakat
dan juga penghianatan yang dilakukan oleh seorang muslin kepada
Agamanya sendiri. Ketiga, ketetapan fatwa butir keempat MUI Kota Depok
menyampaikan hukum sebagaimana mestinya karena hal-hal yang dilanggar
oleh KSP Pandawa Mandiri Group seperti adanya riba, gharar dan akad yang
rusak (fasid) memiliki hukum yang sudah jelas (al-ahkam al-qath‟iyyat)
didalam al-Qur‟an dan Hadits.
5. Pendekatan yang Digunakan
Pendekatan yang dilakukan oleh MUI Kota Depok dalam menetapkan
Fatwa ini adalah pendekatan nash qath‟i, qauli (aqwal ulama) dan manhaji. Hal
tersebut berkaitan dengan prosedur penetapan fatwa yang dilakukan oleh MUI
Kota Depok yang telah dibahas sebelumnya.
Hasil dari pendekatan nash qath‟i menghasilkan keputusan fatwa butir
keempat, hasil dari pendekatan qauli menghasilkan keputusan fatwa butir
ketiga, dan hasil dari pendekatan manhaji menhasilkan keputusan fatwa butir
pertama dan kedua yang merujuk pada Fatwa DSN.
83
6. Metode Ijtihad
Setelah MUI Kota Depok melakukan segala bentuk proses penetapan
fatwa untuk menetapkan fatwa Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 Tentang
Praktik Pengelolaan Dana Investasi oleh Koperasi Simpan Pinjam Pandawa
Mandiri Group, maka secara umum metode ijtihad yang dipakai adalah
pertama, ijtihad intiqai karena MUI Kota Depok hanya tinggal menukil
pendapat ulama yang sudah ada didalam kitab-kitab beliau lalu memilih dalil
yang lebih kuat dan relevan dengan permasalahan yang ada. Kedua,
menggunakan ijtihad insyai karena terdapat masalah yang belum dibahas oleh
para ulama ahli fiqih secara detail dan jelas diakibatkan dizaman sekarang
sudah banyak permasalahan-permasalahan yang sudah semakin kompleks.
B. Analisis Metodologi Putusan Pengadilan Negeri Kota Depok Nomor:
425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk Tentang Perkara Dana Investasi Oleh KSP
Pandawa Mandiri Group
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, bahwa
Pengadilan Negeri Kota Depok sudah melakukan metodologi penetapan
putusan sesuai dengan prosedurnya berdasarkan hukum firmilnya yang salah
satunya mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hal ini terwujud dari langkah-langkah yang dilakukan oleh pengadilan Negeri
Kota Depok dalam memutuskan putusan Nomor: 425.Pid.Sus/2017/PN.Dpk
mulai dari pemeriksaan tersangka sampai dengan sidang terakhir yaitu putusan
84
Mejalis Hakim. Hal ini akan dijelaskan pada BAB IV: Analisis Penelitian,
sebagai berikut.
1. Sidang I: Pemeriksaan Tersangka dan Pembacaan Surat Dakwaan
Pengadilan Negeri Depok yang mengadili perkara-perkara pidana dengan
pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama dengan lima orang terdakwa, yaitu:
a. Terdakwa I:3
Nama Lengkap : Madamin, S.Pd, M.Pd
Tempat Lahir : Bogor
Umur/Tanggal lahir : 46 Tahun/17 Oktober 1970
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jalan Pemuda No. 57, Rt. 005/006, Kelurahan
Sawangan Baru, Kecamatan Sawangan, Kota Depok
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
b. Terdakwa II:4
Nama Lengkap : Moch. Soleh
Tempat Lahir : Jakarta
Umur/Tanggal lahir : 44 Tahun/19Juli 1972
Jenis Kelamin : Laki-laki
3 Putusan PN Depok Nomor: 425.Pid.Sus/2017/PN.Dpk, h. 1
4 Ibid,.
85
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Alamat KTP: Jalan Jati No. 52, Rt. 005/006,
Kel. Pondok Labu, Kec. Cilandak, Jakarta Selatan,
atau Perumahan Modern Hilir Cluster Magnolia
No.34/35, Pondok Cabe, Tangerang Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
c. Terdakwa III:5
Nama Lengkap : Dedi Susanto
Tempat Lahir : Brebes
Umur/Tanggal lahir : 33 tahun/22 Pebruari 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Lenteng Agung, Rt. 006/002, Kelurahan Lenteng
Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
d. Terdakwa IV:6
Nama Lengkap : Ricky Muhammad Kurnia Putra
Tempat Lahir : Tanjung Karang
5 Ibid,.
6 Ibid, h. 2
86
Umur/Tanggal lahir : 44 Tahun/25 Mei 1973
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jalan Bukit Cinere Kavling 93-C Rt. 041/006,
Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Kota Depok
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
e. Terdakwa V:7
Nama Lengkap : Yeni Selva
Tempat Lahir : Bandung
Umur/Tanggal lahir : 41 Tahun/17 Juni 1975
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Telaga Golf Sawangan Blok CIII No 11, Rt. 011/005,
Kel. Sawangan, Kec. Sawangan, Kota Depok
Agama : Islam
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Setelah proses pemeriksaan identitas terdakwa, maka selanjutnya Jaksa
Penuntut Umum membacakan Surat Dakwaan. Bahwa para terdakwa diajukan
kepersidangan oleh Penuntut Umum didakwa berdasarkan surat dakwaan
7 Ibid,.
87
Nomor Registrasi Perkara: PDM-228/Depok/Euh.2/07/2017 tertanggal 19 Juni
2017 yaitu sebagai berikut:
a. Bahwa perbuatan para terdakwa bersama saksi Dumeri alias Salman
Nuryanto alias Nuryanto adalah merupakan kegiatan yang termasuk
menghimpun dana dari masyarakat dan merupakan kegiatan bersifat
perbankan yang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Pihak Bank
Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan. Perbuatan tersebut diancam pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 46 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan Jo Pasal 69 UU RI No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.8
b. Bahwa para terdakwa bersama-sama dengan saksi Dumeri alias Salman
Nuryanto alias Nuryanto dalam menghimpun dana dari masyarakat dengan
mengatasnamakan KSP Pandawa Mandiri Group sebenarnya hanya
bertujuan untuk meyakinkan masyarakat bahwa kegiatan penyertaan modal
tersebut tidak ada izin dari pihak yang berwenang dan agar KSP Pandawa
Mandiri Group tetap dapat berjalan, segala biaya yang timbul menggunakan
dana yang terkumpul dari kegiatan Pandawa Group sehingga dengan tetap
berjalannya kegiatan KSP Pandawa Mandiri Group maka masyarakat akan
tetap percaya untuk menyimpan dananya di Pandawa Group. Selain itu
bahwa kegiatan Program Pedagang tidak berjalan dengan lancar, dan uang
8 Ibid, h. 27
88
yang digunakan untuk membayar keuntungan bagi anggota Pandawa Group
sebenarnya adalah uang para anggota Pandawa Group sendiri yang lama
kelamaan akan menjadi habis. Perbuatan tersebut diancam pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64
Ayat (1) KUHP.9
2. Sidang II: Pembacaan Eksepsi
Terhadap dakwaan yang telah disebutkan sebelumnya, maka Terdakwa II,
III, dan IV mengatakan mengertiatas isi dakwaan dan tidak mengajukan
eksepsi/keberatan, tapi Terdakwa I mengajukan eksepsi/keberatan, yang oleh
Majelis Hakim telah diputus dengan putusan sela Nomor
425/Pid.Sus/2017/Pn.Dpk tanggal 7 September 2017 dengan amar putusan
sebagai berikut:
Mengadili:
a. Menolak keberatan Penasihat Hukum Terdakwa I. Madamin, S.Pd, M.Pd.
b. Menyatakan menerima Surat Dakwaan Nomor Registrasi Perkara: PDM-
228/Depok/Euh.2/07/2017 tanggal 19 Juni 2017 atas nama Terdakwa I.
Madamin, S.Pd, M.Pd, Terdakwa II. Moch Soleh, Terdakwa III. Dedi
Susanto, Terdakwa IV. Ricky Muhammad Kurnia Putra dan Terdakwa V.
Yeni Selva sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan perkara pidana atas
diri Terdakwa tersebut diatas.
c. Menyatakan pemeriksaan perkara ini dilanjutkan.
9 Ibid, h. 40-41
89
d. Menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir.
3. Sidang III: Pembuktian
Pada sidang ketiga yaitu pembuktian, penuntut umum telah mengajukan
barang bukti berupa 111 barang bukti yang terdiri dari dokumen-dokumen
penting (seperti: surat perjanjian kontrak (SPK), surat simpanan berjangka,
buku panduan kerjasama, buku tabungan, laporan profit harian, data modal
anggota, dll) , bukti pembayaran (seperti; pembayaran angsuran rumah,
angsuran kendaraan bermotor, bukti setor tunai, transfer, rekening koran, dll),
kartu anggota, sertifikat tanah, sertifikat rumah, ruko, buku-buku pendataan,
uang tunai, dan lain sebagainya)10
Selain itu Penuntut Umum juga mengajukan saksi-saksi untuk
memperkuat dan memberikan keterangan yang lebih jelas didepan persidangan.
Ada 28 orang saksi yang dihadirkan, yaitu: Dheby Yunita Dewi, SE (Sekretaris
di KSP PMG), Dian Herdiana (Wakil Ketua KSP PMG), Dewi Sri Susamsiati
(Bendahara Utama), Muna Nabila (Customer Service), Muhammad Hasan
(Petugas Administrasi Terdakwa IV), Firma Yunita Utami (Petugas
Administrasi SPK Terdakwa II), Supriyadi (Nasabah Terdakwa I), Muhammad
Linggar Afriyadi (Nasabah Terdakwa V), Winarko (Nasabah Terdakwa I),
Indri Ustamar (Sekretaris sekaligus Bendahara Terdakwa V), Agus Mujiono
(Nasabah Terdakwa V), Liber Siboro (Nasabah Terdakwa IV), Rully
Dermawan (Nasabah Terdakwa II), Citra Ayu Riandari (Nasabah Terdakwa II),
10
Ibid, h. 41-47
90
Ronald Boenarto (Nasabah Terdakwa III), Hendry Agus Sutrisno (Nasabah
Terdakwa V), Harry August Marudut (Manager Finance PT. Megapolitan
Development), Nurhayadi (Nasabah Terdakwa II), Rini Susanti (Customer
Service BTN Cabang Harapan Indah, Bekasi), Epi Phana Endah Purbowati
(Nasabah Terdakwa V), Adi Wijaya (Karyawan Showroom Mobil), Sandy
Lukita, S.Si (Nasabah Terdakwa V), Uky Diano Nanda (Analisis Pembiayaan
KSP Sahabat Mitra Sejati), Iradat Rahadian (Pimpinan Cabang Bank Mega
Cabang Panglima Polim), Achmad H. Gopar (Asisten Deputi Pemeriksaan
Usaha Simpan Pinjam Koperasi di Kementerian Koperasi dan UKM), Asep
Kamaruddin (Asisten Deputi Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam di
Kementerian Koperasi dan UKM), Wahid Hakim Siregar bin Burhanuddin
Siregar (Analisis Direktorat Kebijakan dan Dukungan Penyidikan Departemen
Penyidikan Sektor Jasa Keuangan, Manajemen Strategis IC di OJK), dan
Dandy Bagus Ariyanto bin Amari (Kasubbid Pelaksanaan Sanksi Administratif
pada Asisten Deputi Bidang Penerapan Sanksi Deputi Bidang Pengawasan di
Kementerian Koperasi dan UKM).11
Selanjutnya tidak hanya barang bukti dan saksi-saksi yang dihadirkan,
Penuntut Umum juga mengajukan ahli dalam persidangan ini, adapun ahli yang
diajukan yaitu: Wiwit Puspasari, SH, CFE (Deputi Direktur Direktorat Hukum
Perbankan Departemen Hukum di OJK), Dr. Mompang Lycurgus Panggabean,
11
Ibid, h. 47-93
91
SH, MH. (Ahli Hukum Pidana) dan Erwansyah bin B.K. Yusuf (Kepala Sub
Direktoran Distribusi Tidak Langsung di Kementerian Perdagangan).12
Selain itu, penuntut umu juga menghadirkan saksi mahkota/terdakwa
dalam berkas terpisah yaitu pendiri KSP Pandawa Mandiri Group sekaligus
Ketua Pandawa Group, Dumeri alias Salman Nuryanto alias Nuryanto13
4. Sidang IV: Requisitoir
Menyatakan Terdakwa I. Madamin, S.Pd, M.Pd, Terdakwa II. Moch.
Soleh, Terdakwa III. Dedi Susanto, Terdakwa IV. Ricky Muhammad Kurnia
Putra dan Terdakwa V. Yeni Selva terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “turut serta melakukan, menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank
Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jika antara beberapa perbuatan,
meskipun masing-masing merupakan kejahatan atas pelanggaran, ada
hubungannya sedemikian rupa harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan kesatu,
Pasal 46 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 69 UU
RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Jo Pasal 55 ayat (1)
ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP14
12
Ibid, h. 97-104 13
Ibid, h. 122 14
Ibid, h. 6
92
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I. Madamin, S.Pd, M.Pd,
Terdakwa II. Moch. Soleh, Terdakwa III. Dedi Susanto, Terdakwa IV. Ricky
Muhammad Kurnia Putra dan Terdakwa V. Yeni Selva berupa pidana penjara
selama 11 (sebelas) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan
sementara dengan perintah tetap ditahan dan denda sebesar Rp.
100.000.000.000,- (serratus milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda
tersebut tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 6
(enam) bulan.15
Menetapkan barang bukti berupa 111 (seratus sebelas) barang bukti yang
terdiri dari dokumen-dokumen penting (seperti: surat perjanjian kontrak (SPK),
surat simpanan berjangka, buku panduan kerjasama, buku tabungan, laporan
profit harian, data modal anggota, dll) , bukti pembayaran (seperti; pembayaran
angsuran rumah, angsuran kendaraan bermotor, bukti setor tunai, transfer,
rekening koran, dll), kartu anggota, sertifikat tanah, sertifikat rumah, ruko,
buku-buku pendataan, uang tunai, dan lain sebagainya)
Tuntutan terakhir yang disebutkan oleh Penuntut Umum adalah
melimpahkan biaya perkara kepada para terdakwa.16
5. Sidang V: Pleidoi
Atas tuntutan pidana tersebut Para Terdakwa dan Penasihat Hukum Para
Terdakwa menyampaikan pembelaan secara tertulis pada tanggal 30 Nopember
15
Ibid, h. 6-7 16
Ibid, h. 13
93
2017 yang pada pokoknya memohon agar Majelis Hakim memeriksa dan
mengadili perkara a quo, berkenan kiranya mempertimbangkan Nota
Pembelaan/Pleidoi Penasihat Hukum Para Terdakwa ini dan memberikan
putusan sebagai berikut:17
a. Menyatakan para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam dakwaan kesatu
dan kedua.
b. Membebaskan para terdakwa dari dakwaan tersebut (virjspraak) atau
setidak-tidaknya melepaskan para terdakwa dari semua tuntutan (onslag van
rechtsvervolging).
c. Membebaskan para terdakwa dari tahanan.
d. Mengembalikan harkat dan martabat serta nama baik para terdakwa.
e. Membebankan biaya kepada negara.
f. Atau jika Majelis Hakim beranggapan lain, mohon putusan yang ringan dan
seadil-adilnya bagi terdakwa.
6. Sidang VI: Nader Requisitoir
Atas pembelaan para terdakwa dan penasihat hukumnya, Penuntut Umum
menyampaikan tanggapannya secara tertulis pada tanggal 4 Desember 2017.18
17
Ibid, h. 13-14 18
Ibid, h. 14
94
7. Sidang VII: Nader Pleidoi
Penasihat hukum para terdakwa menanggapi requisitoir dari penuntut
umum secara lisan yang pada pokoknya bahwa para terdakwa dan penasihat
hukumnya tetap pada pembelaannya/Pleidoi.19
8. Sidang VIII: Musyawarah Majelis Hakim dan Pembacaan Putusan
a. Musyawarah Majelis Hakim
Musyawarah Majelis Hakim diputuskan pada hari Selasa tanggal 5
Desember 2017, yang berisi sebagai berikut.20
Menimbang, bahwa para terdakwa telah didakwa oleh Penuntut
Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim
dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut akan mempertimbangkan
dakwaan yang lebih sesuai dengan fakta-fakta persidangan yakni dakwaan
pertama: Pasal 46 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Jo Pasal 69 UU RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan
unsur-unsur sebagai berikut:
(1) Unsur barang siapa
(2) Unsur mengimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
19
Ibid,. 20
Ibid, h. 154-181
95
(3) Unsur tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
(4) Unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 tentang Penyertaan (deelneming)
(5) Unsur Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Berlanjut
Menimbang, bahwa karena perbuatan para terdakwa telah memenuhi
semua unsur dalam Pasal 46 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Jo Pasal 69 UU RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, maka
berdasarkan undang-undang dan keyakinan Hakim, Majelis Hakim
berpendapat bahwa para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana “turut serta menghimpun dana dari masyarakat
tanpa izin usaha yang dilakukan secara berlanjut”, sebagaimana yang
didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu,
Menimbang bahwa Majelis Hakim tidak sependapat dengan
pembelaan/pleidoi dari para terdakwa maupun penasihat hukumnya yang
menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa tidak memenuhi ketentuan
Pasal 46 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo
Pasal 69 UU RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
dengan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan dalam pertimbangan
96
unsur-unsur pasal yang didakwakan tersebut. Bahwa mengenai argumen
para terdakwa hanya mengikuti sistem penghimpunan dana yang telah dibuat
oleh saksi Dumeri alias Salman Nuryanto alias Nuryanto dalam KSP
Pandawa Mandiri Group, Majelis Hakim sependapat namun hal tersebut
bukan berarti para terdakwa tidak dapat dipersalahkan dan melepaskan
tanggungjawab pidananya, karena sistem yang diikuti oleh para terdakwa
tersebut merupakan sistem penghimpunan dana yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ini undang-undang
perbankan. Bahwa perbuatan para terdakwa yang hanya mengikuti sistem
yang telah ada dan sekaligus sebagai korban karena para terdakwa juga
menginvestasikan dana pribadinya, akan dipergunakan oleh Majelis Hakim
dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan sesuai
dengan tingkat kesalahan para terdakwa dalam kegiatan penghimpunan dana
Pandawa Group tersebut.
Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak
menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana,
baik sebagai alasan pembenar dana tau alasan pemaaf, maka para terdakwa
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Menimbang, bahwa oleh karena para terdakwa mampu
bertanggungjawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap diri para terdakwa
telah dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa
97
penangkapan dan penahanan tersebut harus dikurangi seluruhnya dari pidana
yang dijatuhkan.
Menimbang, bahwa oleh karena para terdakwa ditahan dan penahanan
terhadap diri para terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu
ditetapkan agar para terdakwa tetap dalam tahanan.
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan
dipersidangan Majelis Hakim akan menyatakan bahwa barang-barang yang
disita dari para terdakwa yang bernilai ekonomi akan dinyatakan dirampas
untuk selanjutnya dilelang dan hasilnya dimasukkan dalam kas negara.
Sedangkan barang bukti berupa KTP, Kartu NPWP, Kartu SIM A, Kartu
SIM C, dan Satu bundle kartu kredit atas nama Yeni Selva dikembalikan
kepada terdakwa Yeni Selva.
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap para
terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang
memberatkan dan yang meringankan para terdakwa:
Keadaan yang memberatkan:
Perbuatan para terdakwa merugikan banyak orang
Perbuatan para terdakwa dapat merusak perekonomian negara
Keadaan yang meringankan:
Para terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan bersikap sopan
selama dipersidangan
98
Para terdakwa juga mengalami kerugian karena investasi dana pribadi
yang dilakukan
Para terdakwa belum pernah dihukum
Menimbang, bahwa oleh karena para terdakwa dijatuhi pidana dan
para terdakwa sebelumnya tidak mengajukan permohonan pembebasan dari
pembayaran biaya perkara, maka para terdakwa harus dibebankan untuk
membayar biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar
putusan.
Memperhatikan, ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya
Pasal 46 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo
Pasal 69 UU RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, serta peraturan
perundangan lain yang berkaitan dengan perkara ini
b. Putusan
Putusan Majelis Hakim dibacakan dalam persidangan terbuka untuk
umum pada hari Senin tanggal 11 Desember 2017 oleh Hakim Ketua
bersama-sama dengan Hakim-hakim anggota, yaitu YF. Tri Joko, GP, SH,
MH dan Sri Rejeki Marsinta, SH, M.Hum, serta didampingi oleh Ratih
Kusuma Dewi, SH selaku Panitera pengganti pada Pengadilan Negeri
Depok, dengan dihadiri oleh Putri Dwi Astrini, SH, MH., Mukhamad Tri
99
Setyobudi, SH., Tri Yulianto Satyadi, SH dan Kozar Kertyasa, SH. Selaku
Jaksa Penuntut Umum, dihadapan para terdakwa didampingi penasihat
hukumnya. Putusan tersebut ialah:
Mengadili:21
(1) Menyatakan Terdakwa I. Madamin, S.Pd, M.Pd, Terdakwa II. Moch.
Soleh, Terdakwa III. Dedi Susanto, Terdakwa IV. Ricky Muhammad
Kurnia Putra dan Terdakwa V. Yeni Selva, terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta menghimpun
dana dari masyarakat tanpa izin usaha yang dilakukan secara berlanjut”
(2) Menjatuhkanpidana kepada para terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara masing-masing selama 8 (delapan) tahun dan denda masing-
masing sebesaar Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah)
dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan
pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan
(3) Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani para
terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
(4) Menetapkan agar para terdakwa tetap berada di dalam tahanan
(5) Menetapkan barang bukti berupa 111 (seratus sebelas) barang bukti
yang terdiri dari dokumen-dokumen penting (seperti: surat perjanjian
kontrak (SPK), surat simpanan berjangka, buku panduan kerjasama,
buku tabungan, laporan profit harian, data modal anggota, dll) , bukti
21
Ibid, h. 181-187
100
pembayaran (seperti; pembayaran angsuran rumah, angsuran kendaraan
bermotor, bukti setor tunai, transfer, rekening koran, dll), kartu anggota,
sertifikat tanah, sertifikat rumah, ruko, buku-buku pendataan, uang
tunai, dan lain sebagainya)
(6) Membebankan kepada para terdakwa untuk membayar biaya perkara
masing-masing Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah)
101
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian yang penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya, maka
didapati hasil kesimpulan bahwa MUI Kota Depok selaku oraganisasi cabang
dari MUI Pusat telah melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik dan benar.
Salah satu hasilnya dengan salah satu fatwa yang penulis ambil untuk menjadi
bahan penelitian penulis, yaitu Fatwa MUI Kota Depok Nomor:
01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 Tentang Praktik Pengelolaan Dana Investasi oleh
Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri Group.
Setelah dijelaskan sedemikian rinci oleh penulis, dapat ditarik kesimpulan
bahwa MUI Kota Depok telah mengikuti aturan-aturan yang telah di rangkai
dan dibuat se-sistematis mungkin oleh MUI Pusat. Agar MUI-MUI se-
Indonesia dapat memiliki patokan atau tolak ukur dalam menetapkan sebuah
fatwa, sehingga fatwa yang nantinya akan diputuskan sesuai dengan ajaran
Agama Islam, tidak keluar dari kaidah-kaidah ushul dan kaidah-kaidah fiqih.
Maka dari itu semua, dapat ditarik kesimpulan bahwa MUI Kota Depok
telah melakukan sebuah penetapan fatwa yang sesuai dengan metodologi
penetapan fatwa yang dibuat oleh MUI Pusat yang tercantum pada Buku
Pedoman Tatacara Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Dari penjelasan
102
yang telah diuraikan penulis tidak didapati satu hal pun yang dilakukan oleh
MUI Kota Depok yang menyalahi tatacara penetapan fatwa.
Selanjutnya terkait dengan metodologi penyelesaian putusan yang
dilakukan oleh Pengadilan Negeri Depok pada surat putusan Nomor:
425.Pid.Sus/2017/PN.Dpk. dalam hal ini PN Depok dihadapai dengan sebuah
kasus investasi bodong yang tidak memiliki izin terlebih dahulu. Dari kegiatan
tersebut tentunya banyak masyarakat Depok yang dirugikan. Sehingga PN
Depok sebagai institusi yang mengadili sebuah perkara harus memutuskan
sebuah putusan yang sudah tentu dengan menjalankan sebuah sidang
pemeriksaan untuk membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh para terdakwa
adalah sebuah perilaku yang melanggar hukum.
Dari uraian yang telah dijelaskan oleh penulis pada penelitian ini didapati
sebuah kesimpulan bahwasanya PN Depok dalam memutuskan putusan Nomor:
425.Pid.Sus/2017/PN.Dpk telah sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang
tercantum dalam Peraturan Perundang-undangan dan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tidak satupun didapati hal-hal yang
melanggar metodologi penyelesaian putusan yang sudah dirancang, mulai dari
awal sidang pertama yaitu pemeriksaan identitas terdakwa dan pembacaan
tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum sampai dengan sidang terakhir yaitu
pembacaan putusan dan hukuman pidana yang dijatuhkan kepada para
terdakwa.
103
B. SARAN-SARAN
Pada akhir tulisan dari penelitian ini, penulis mempunyai beberapa saran,
diantaranya:
1. Kepada seluruh MUI di Indonesia dalam menetapkan sebuah fatwa
diharapkan selalu berpedoman pada Pedoman Penetapan Fatwa yang
telah dibuat oleh MUI Pusat.
2. Kepada seluruh MUI di Indonesia dalam melihat suatu perkara ditengah
masyarakat agar melihatnya dengan bijaksana dan tidak terindikasi dari
faktor-faktor yang akan menjatuhkan harkat dan martabat MUI sebagai
institusi yang rahmatan lil alamin.
3. Kepada MUI-MUI di Indonesia diharapkan selalu menjadi penyejuk bagi
seluruh Bangsa Indonesia apapun agama dan sukunya sampai kapanpun.
4. Kepada seluruh Pengadilan Negeri di Indonesia diharapkan selalu
berlomba-lomba dalam mencapai sebuah keadilan yang hakiki. Seperti
yang telah dilakukan oleh PN Depok dalam membuat sebuah putusan
yang telah dijelaskan dalam penelitian ini.
5. Kepada seluruh Pengadilan Negeri di Indonesia dapat mencontoh apa
yang telah diperbuat oleh PN Depok dalam mengadili sebuah perkara
pidana.
6. Kepada seluruh Pengadilan Negeri di Indonesia diharapakan selalu
menjadi institusi teradil untuk bangsa ini. Karena Pengadilan Negeri
104
adalah sebuah tempat untuk mengadili sebuah perkara maka harus
bertindak seadil-adilnya.
7. Kepada seluruh Bangsa Indonesia diharapkan untuk lebih cermat dalam
berinvestasi. Khususnya untuk Bangsa Indonesia yang ber-Agama Islam,
diharapkan lebih berperan aktif untuk bertanya kepada MUI di
wilayahnya masing-masing dalam melakukan suatu usaha perekonomian
atau apapun itu.
8. Kepada seluruh Bangsa Indonesia diharapkan selalu percaya kepada
Pengadilan Negeri di wilayahnya masing-masing. Karena tanggungjawab
yang diemban oleh setiap Pengadilan Negeri adalah sebuah
tanggungjawab yang besar yang akan dipertanggungjwabkan di yaumil
akhir sehingga kecil kemungkinan sebuah Pengadilan Negeri juga ikut
melanggar hukum.
105
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Imam. Musnad Ahmad, Juz V, nomor 22153. Mesir: Muassasah al-
Qurthubah, t.th.
Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin. Metode Penelitian Hukum. Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Ali, Utsman. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif. Artikel diakses pada
18 Mei 2015 dari www.pengertianpakar.com/2015/05/teknik-pengumpulan-
dan-analisis-data-kualitatif.html
Amin, Ma’ruf. Fatwa dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: Elsas, 2008.
Arif, Saiful. Investasi Bodong Pandawa Group. Artikel diakses pada 2 April 2017
dari http://saifularif09.blogspot.com/2017/04/investasi-bodong-pandawa-
group.html
Arifianto, Bambang. “MUI Depok: KSP Pandawa Mandiri Haram!”, artikel diakses
pada 25 juli 2016 dari http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-
barat/2016/07/25/mui-depok-ksp-pandawa-mandiri-haram-375700.
Baskoro, Sandy. Kontan.co.id. MUI: Haram Investasi Pandawa Mandiri. Artikel
diakses pada 28 Juni 2016 dari https://investasi.kontan.co.id/news/mui-haram-
investasi-pandawa-mandiri
Fatwa DSN-MUI Nomor: 50/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah
Musytarakah.
Fatwa DSN-MUI Nomor: 79/DSN-MUI/III/2011 Tentang Qardh dengan
Menggunakan Dana Nasabah.
Fatwa MUI Kota Depok Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016 Tentang Praktik
Pengelolaan Dana Investasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri
Group
Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali,
Edisi II, Cetakan Ke-10. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
106
Henricus BS Aron, Hans. “Ini Profil Pandawa Group yang Dihentikan OJK”, artikel
diakses pada 15 Nopember 2016 dari https://finance.detik.com/moneter/d-
3346084/ini-profil-pandawa-group-yang-dihentikan-ojk.
Kandi, Rosmiyati Dewi. CNN Indonesia, Koperasi Pandawa Pinjam Agama untuk
Investasi Illegal, artikel diakses pada 20 Pebruari 2017 dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170217210628-12-
194359/koperasi-pandawa-pinjam-agama-untuk-investasi-ilegal
Khallaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.
Khujah, Izzudin Muhammad. Nazhariyyatu al-Aqd fi al-Fiqh al-Islami. Jeddah:
Dallah al-Baraka, 1993.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Majelis Ulama Indonesia Kota Depok, Observasi Tentang Praktik Pengelolaan Dana
Investasi Pandawa Mandiri Group. Depok: Komisi Penelitian, Pengkajian
dan Pengembangan MUI Kota Depok, 2016.
----------, Skema Ponzi di Pandawa Group: Kemungkinan, Tingkat Bahaya dan
Tindakan yang Diharapkan. Depok: Komisi Penelitian, Pengkajian dan
Pengembangan MUI Kota Depok, 2016.
Mudzar, Muhammad Atho. Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesi: Sebuah Studi
tentangPemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988 (Edisi Dwibahasa).
Jakarta: INIS, 1993.
Nasution, A. Karim. Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana. Jakarta: CV.
Pantjuran Tujuh, 1981.
Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI. Jakarta: Sekretariat MUI, 2001.
Pedoman Penetapan Fatwa yang ditetapkan berdasarkan SK Dewan Pimpinan MUI
Nomor: U-596/MUI/X/1997.
Prints, Darwan. Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar). Jakarta: Djambatan, 1983.
Putusan Pengadilan Negeri Kota Depok Nomor : 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk
Sahroni, Oni dan Muhammad Hasanuddin. Fikih Muamalah: Dinamika Teori Akad
dan Implementasinya dalam Ekonomi Syariah, ed.1, cet. 2. Depok: Rajawali
Pers, 2017.
107
Sanusi, Ahmad dan Sohari. Ushul Fiqh. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Sholeh, Muhammad Asrorun Ni’am. Metodologi Penetapan Fatwa MUI:
Penggunaan Prinsip Pencegahan dalam Fatwa. Jakarta: Emir, 2016.
Simorangkir, J.C.T. dkk. Kamus Hukum. Jakarta: Aksara Baru, 1981.
Sofyan, Andi Muhammad dan Abdul Asis. Hukum Acara Pidana (Suatu Pengantar)
Edisi Kedua, Cetakan Ketiga. Jakarta: Kencana, 2017.
Teguh, Harrys Pratama dan Usep Saepullah. Teori dan Praktik Hukum Acara Pidana
Khusus,. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2016.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-undang Republik Indonesia
Zahroh, Abu. Ushul al-Fiqh. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
108
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Surat Permohonan Putusan
109
B. Surat Permohonan Fatwa
110
C. Fatwa MUI Depok Nomor: 01/SK/MUI/Dpk/VI/2016
111
112
113
114
D. Putusan PN Depok Nomor: 425/Pid.Sus/2017/PN.Dpk
115
116
117
118
119
120
121