Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

20
Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia Dalam Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Di Indonesia Yudisaputra Betaubun, Yunus Husein, dan Aad Rusyad Nurdin Program Kekhususan Hukum tentang Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Skripsi ini membahas tentang kedudukan dari Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia. Penataan kembali struktur pengorganisasian yang lebih terintegrasi diperlukan terhadap lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan pada industri perbankan maupun industri keuangan bukan bank sehingga dapat tercapai mekanisme koordinasi yang efektif dan dengan demikian dapat tercapai stabilitas sistem keuangan. Lembaga yang terintegrasi ini oleh pemerintah dilahirkan dalam bentuk Otoritas Jasa Keuangan. Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kedudukan dan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga Pengatur dan Pengawas Perbankan di Indonesia serta mekanisme koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia dalam hal pengaturan dan pengawasan bank. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen dan menggunakan metode analisis data secara kualitatif. Penelitian menunjukan bahwa didasarkan pada Pasal 1 ayat (1) UU OJK yang menyebutkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan serta memiliki kedudukan diluar pemerintah. Koordinasi antara OJK dengan BI telah diatur dalam Pasal 39 UU OJK, yaitu dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan meliputi: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya dan penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank serta data lain yang dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan informasi. Abstract This thesis discusses the position of the Otoritas Jasa Keuangan pursuant to Act No. 21 of 2011 on the Otoritas Jasa Keuangan in terms of regulation and supervision of banking in Indonesia. Restructuring required a more integrated organization of institutions that perform the function of oversight in the banking industry as well as non-bank financial industry so as to achieve effective coordination mechanism and thus can achieve the stability of the financial system. This integrated institution born by the government in the form of the Otoritas Jasa Keuangan. The main problems discussed in this study is the status and whereabouts of the Otoritas Jasa Keuangan as a Regulatory and Supervisory Institute of Banking in Indonesia as well as the coordination mechanism between the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia in terms of regulation and supervision of banks. This research is a form of normative documents and by conducting studies using qualitative methods of data analysis. Research shows that based on Article 1 paragraph (1) of the Otoritas Jasa Keuangan Act which states that the Otoritas Jasa Keuangan is an independent body and free from interference by other parties, which have the functions, duties, and powers of regulation, supervision, inspection, and investigation and have a position outside the government. Coordination between the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia has Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Transcript of Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

Page 1: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia Dalam Pengaturan dan Pengawasan Perbankan

Di Indonesia

Yudisaputra Betaubun, Yunus Husein, dan Aad Rusyad Nurdin

Program Kekhususan Hukum tentang Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Skripsi ini membahas tentang kedudukan dari Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia. Penataan kembali struktur pengorganisasian yang lebih terintegrasi diperlukan terhadap lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan pada industri perbankan maupun industri keuangan bukan bank sehingga dapat tercapai mekanisme koordinasi yang efektif dan dengan demikian dapat tercapai stabilitas sistem keuangan. Lembaga yang terintegrasi ini oleh pemerintah dilahirkan dalam bentuk Otoritas Jasa Keuangan. Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kedudukan dan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga Pengatur dan Pengawas Perbankan di Indonesia serta mekanisme koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia dalam hal pengaturan dan pengawasan bank. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen dan menggunakan metode analisis data secara kualitatif. Penelitian menunjukan bahwa didasarkan pada Pasal 1 ayat (1) UU OJK yang menyebutkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan serta memiliki kedudukan diluar pemerintah. Koordinasi antara OJK dengan BI telah diatur dalam Pasal 39 UU OJK, yaitu dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan meliputi: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya dan penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank serta data lain yang dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan informasi.

Abstract

This thesis discusses the position of the Otoritas Jasa Keuangan pursuant to Act No. 21 of 2011 on the Otoritas Jasa Keuangan in terms of regulation and supervision of banking in Indonesia. Restructuring required a more integrated organization of institutions that perform the function of oversight in the banking industry as well as non-bank financial industry so as to achieve effective coordination mechanism and thus can achieve the stability of the financial system. This integrated institution born by the government in the form of the Otoritas Jasa Keuangan. The main problems discussed in this study is the status and whereabouts of the Otoritas Jasa Keuangan as a Regulatory and Supervisory Institute of Banking in Indonesia as well as the coordination mechanism between the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia in terms of regulation and supervision of banks. This research is a form of normative documents and by conducting studies using qualitative methods of data analysis. Research shows that based on Article 1 paragraph (1) of the Otoritas Jasa Keuangan Act which states that the Otoritas Jasa Keuangan is an independent body and free from interference by other parties, which have the functions, duties, and powers of regulation, supervision, inspection, and investigation and have a position outside the government. Coordination between the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia has

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 2: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

been provided for in Article 39 of Otoritas Jasa Keuangan Act, namely in making banking supervision regulations include: minimum capital obligations of banks, banking information system that is unified, policy receipt of funds from abroad, receipt of foreign currency funds and external commercial borrowing country, banking products, derivative transactions, banking activities and the determination of other banking institutions are categorized as systemically important banks as well as other data are excluded from the provisions of the confidentiality of the information. Keywords: Bank Indonesia, Banking Regulation, Banking Regulation and Supervision, Banking Supervision, Coordination, Otoritas Jasa Keuangan.

Pendahuluan

Industri perbankan memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Stabilitas ekonomi suatu negara juga dipengaruhi oleh stabilitas perbankannya. Oleh karena

itu, fungsi perbankan yang berjalan dengan baik diharapkan dapat mendorong peningkatan

pemerataan pembangunan, perekonomian yang terus berkembang dan bertumbuh, serta

akhirnya menciptakan stabilitas ekonomi secara nasional sebagaimana diamanatkan dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai tujuan Negara Indonesia, yaitu

kesejahteraan rakyat.

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit / pembiayaan dan

atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 1

Sedangkan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya

secara konvensional dan syariah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai

perbankan dan undang-undang mengenai perbankan syariah.2

Bank, sebagai lembaga intermediari, dalam mengelola dana masyarakat harus dilakukan

dengan keahlian yang memadai, agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga dan tidak terjadi

penarikan dana masyarakat yang disimpan di bank yang dapat berakibat pada kegiatan

ekonomi.3 Kehadiran lembaga yang berfungsi mengawasi lembaga perbankan dibutuhkan

untuk menjamin kepercayaan masyarakat sehingga pengelolaan perbankan dapat tetap

dilakukan sesuai dengan aturan pengelolaan perbankan yang baik dan benar. Keberadaan dari

suatu otoritas independen menjadi faktor penentu berjalannya pengawasan sektor jasa

keuangan dengan baik.                                                                                                                          1 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182 Tahun 1998, TLN. No. 3790, Pasal 1 angka 2. 2 Indonesia, Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU No. 21 Tahun 2011, LN. No. 111 Tahun 2011, TLN. No. 5253, Pasal 1 angka 5. 3 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Jakarta: Mandar Maju, 2001), hal.8.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 3: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

Pada awalnya, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang melaksanakan fungsi

pengaturan dan pengawasan perbankan.4 Pada Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Bank

Indonesia dinyatakan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan

jasa sektor keuangan yang independen dan dibentuk berdasarkan undang-undang.5

Perlu dilakukan penataan kembali terhadap struktur organisasi yang terintegrasi terhadap

lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan pada industri perbankan serta

industri keuangan bukan bank agar tercapai stabilitas sistem keuangan. Otoritas Jasa

Keuangan sebagai lembaga pengawasan sektor keuangan yang terintegrasi, didirikan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas

Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,

yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan

penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang OJK.6 OJK melalui fungsi yang

diamanatkan dalam UU OJK, diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang

timbul dari dinamika sistem keuangan di Indonesia.

Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan ikut mengalihkan Peran Bank Indonesia sebagai

pengawas perbankan, namun Bank Indonesia akan tetap menjalankan fungsinya dalam

pembentukan regulasi dibidang moneter. Pengalihan tugas ini juga tidak sepenuhnya

melepaskan pengawasan Bank Indonesia terhadap industri perbankan di Indonesia.

Koordinasi antara OJK dan Bank Indonesia tetap dibangun guna menjamin tercapainya tujuan

masing-masing lembaga serta tercapainya stabilitas sistem keuangan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan merumuskan pokok permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan dan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga

Pengatur dan Pengawas Perbankan di Indonesia?

2. Bagaimana mekanisme koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank

Indonesia dalam hal pengaturan dan pengawasan bank?

                                                                                                                         4 Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang, LN. No. 142 Tahun 2008, TLN. No. 4901, Pasal 8 huruf c. 5 Ibid. Pasal 34 ayat 2. 6 Indonesia, Op.Cit., UU No. 21 Tahun 2011, Pasal 1 ayat 1

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 4: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

Tinjauan Umum

Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan didefinisikan sebagai lembaga yang independen dan

bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang 7. Pada pasal 2 ayat 2 UU OJK kembali ditegaskan bahwa OJK merupakan

lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur

tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang OJK.

Dalam Penjelasan Umum UU OJK dinyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas dan

wewenangnya berlandaskan antara lain asas independensi, yaitu independen dalam

pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, dengan tetap

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 8.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

menyebutkan bahwa OJK berfungsi sebagai penyelenggara sistem pengaturan dan

pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan 9.

Sedangkan, tugas Otoritas Jasa Keuangan didasarkan pada pasal 6 UU OJK, yaitu

melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap 10:

1. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;

2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal;

3. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan

lembaga jasa keuangan lainnya.

Wewenang Otoritas Jasa Keuangan diatur dalam pasal 7, 8, dan 9 Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan tugas pengaturan

dan pengawasan, yaitu11: Tugas Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank;

Tugas Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank); dan Tugas Pengawasan

Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank).

Pada Penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

                                                                                                                         7 Ibid, Pasal 1 angka 1 8 Ibid, Pasal 2 ayat 2. 9 Ibid., Pasal 5. 10 Ibid., Pasal 6. 11 Ibid., Pasal 7,8,dan 9.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 5: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

Keuangan, maka dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan

sepatutnya berlandaskan atas asas independensi, kepastian hukum, kepentingan umum,

keterbukaan, profesionalitas, integritas, dan akuntabilitas.12

Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dan bebas dari campur

tangan pemerintah dan/ atau pihak-pihak lain. Bank Indonesia memiliki kuasa penuh dalam

menjalankan tugas dan wewenangnya, serta menjamin independensi Bank Indonesia yang

bebas campur tangan pemerintah. Bank Indonesia bertujuan untuk mencapai dan memelihara

kestabilan nilai rupiah.13 Bank Indonesia diharapkan dapat melaksanakan kebijakan moneter

secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum

pemerintah di bidang perekonomian.14

Pendekatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan Bank Indonesia sebagai Bank

Sentral adalah dengan menerapkan:15

1. Kebijakan memberikan keleluasaan untuk berusaha (deregulasi);

2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking);

3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk secara konsisten melaksanakan

ketentuan internal yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan

kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian.

Bank Indonesia bertugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur

dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank.16 Sebagai

otoritas moneter, Bank Indonesia tidak hanya menjaga stabilitas moneter, namun juga

stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Kebijakan moneter memiliki

dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya karena stabilitas

keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Bila terjadi

ketidakstabilan sistem keuangan, maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan                                                                                                                          12 Indonesia, Op.Cit., UU No.21 Tahun 2011, Penjelasan Umum. 13 Indonesia, Op.Cit., UU No.23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 serta PerPPUU No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah ditetapkan menjadi UU No. 6 Tahun 2009, Pasal 7 ayat 1. 14 Ibid., Pasal 7 ayat 2. 15 Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank; diperoleh dari http://www.bi.go.id/id/perbankan/ikhtisar/pengaturan/tujuan-dan-kewenangan/Contents/Default.aspx; internet; diakses pada 22 April 2014. 16 Indonesia, Op.Cit., UU No.23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 serta PerPPUU No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah ditetapkan menjadi UU No. 6 Tahun 2009, Pasal 8 huruf a.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 6: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara mendasar akan berpengaruh pada

stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang

menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan

tanggung jawab Bank Indonesia.

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan, maka kewenangan yang beralih dari bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan

diantaranya; Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank; Pengaturan dan

pengawasan mengenai kesehatan bank; Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-

hatian bank; dan Pemeriksaan Bank. Segera setelah Otoritas Jasa Keuangan terbentuk, maka

bank Indonesia berfokus pada wewenangnya dalam hal kebijakan moneter, yaitu untuk

mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan,

Bank Indonesia memiliki lima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam

menjaga stabilitas sistem keuangan, diantaranya17:

1. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui

instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka.

2. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang

sehat, khususnya perbankan.

3. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran.

4. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses

informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan.

5. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistem keuangan melalui fungsi

bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR).

Selain itu, tindakan campur tangan yang dilakukan oleh pihak lain diluar bank

Indonesia untuk mempengaruhi Bank Indonesia dalam melakukan tugasnya, maka dapat

dikenakan pidana dan sanksi administratif. Pasal 67 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999

tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999

tentang Bank Indonesia serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008                                                                                                                          17 Peran Bank Indonesia dalam Stabilitas Keuangan; diperoleh dari http://www.ojk.go.id/peran-bi#; internet; diakses pada Kamis, 24 April 2014.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 7: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia menjadi Undang-Undang menyatakan bahwa barangsiapa yang melakukan campur

tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, yaitu melakukan tindakan yang tertulis

pada Pasal 9 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang ini, maka dapat dikenakan pdana

penjara sekurang-kurangnya dua tahun dan paling lama lima tahun, serta denda sekurang-

kurangnya Rp 2,000,000,000.00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5,000,000,000.00

(lima miliar rupiah).

Metode Penelitian

Bentuk penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian hukum normatif

dengan melakukan studi dokumen. Penelitian ini akan mendeskripsikan tentang kedudukan

dan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatur dan mengawasi bank di Indonesia

serta bentuk koordinasinya dengan Bank Indonesia selaku Bank Sentral dalam hal pengaturan

dan pengawasan perbankan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder atau bahan

pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini yang diperoleh dari studi kepustakaan.18 Bahan

hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, yang meliputi

peraturan perundang-undangan di bidang perbankan dan pengawasan perbankan seperti UU

Perbankan, UU OJK, UU Bank Indonesia, serta bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan

informatif mengenai isi sumber primer dan implementasinya, misalnya artikel ilmiah, jurnal,

buku, dan penelitian lainnya. Sedangkan, alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

studi dokumen, studi pustaka, dan wawancara dengan narasumber. Wawancara diperlukan

untuk melengkapi informasi serta sebagai informasi pendukung terhadap bahan pustaka.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif berfokus pada prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar perwujudan

satuan-satuan gejala yang terdapat dalam kehidupan manusia, atau gejala-gejala sosial budaya

yang dianalisis dengan didasarkan pada budaya dari masyarakat yang bersangkutan untuk

memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.19 Pada akhirnya, laporan penelitian

akan berbentuk hasil analisis, yang didasarkan pada hasil analisis peneliti terhadap buku-buku,

                                                                                                                         18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hal. 132. 19 Burhan Ashshofa, Metode Peneltian Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hal. 20-22.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 8: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

maupun ketentuan-ketentuan pada UU Perbankan, UU Bank Indonesia, serta UU OJK di

Indonesia.

Pembahasan

Bank Indonesia sebagai Bank Sentral memiliki tugas yang utama untuk mengatur,

menjaga, serta memelihara kestabilan nilai rupiah, sebagaimana diatur pada Pasal 7 Undang-

Undang Bank Indonesia.20 Pada Pasal 8 Undang-Undang Bank Indonesia, 21 mengatur tentang

tiga tugas Bank Indonesia untuk mencapai tujuannya, yakni menetapkan dan melaksanakan

kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi sistem pembayaran, serta mengatur dan

mengawasi bank. Setelah dibentuknya OJK, tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia

menjadi berkurang. Tugas pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan menjadi

tanggung jawab OJK, sedangkan kebijakan moneter dan sistem pembayaran tetap

dilaksanakan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Fungsi pengawasan perbankan yang

dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan diharapkan dapat meningkatkan fokus Bank

Indonesia dalam menjalankan wewenangnya sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran

dengan menggunakan instrumen-instrumen yang dimilikinya.22

Otoritas Jasa Keuangan lahir sebagai amanat Pasal 34 Undang-undang Bank Indonesia

yang berdasarkan atas prinsip-prinsip reformasi keuangan yaitu Independensi, terintegrasi,

serta menghindari benturan kepentingan.23 Pasal 1 ayat (1) UU OJK disebutkan bahwa

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak

lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan,

dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang OJK ini. OJK menjalankan

tugasnya memiliki kedudukan diluar pemerintah dan memiliki kewajiban untuk

menyampaikan laporan kepada DPR RI dan BPK RI. Kelembagaan OJK yang berada diluar

Pemerintah menunjukan bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah.

                                                                                                                         20  Indonesia, Op.Cit., UU No.23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 serta PerPPUU No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah ditetapkan menjadi UU No. 6 Tahun 2009, Pasal 7 21 Ibid., Pasal 8 22 Anwar Nasution, Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia,http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/M asalah%20sistem%20keuangan%20dan%20perbanka n%20%20anwar%20nasution.pdf, diakses tanggal 03 Mei 2014 23 Nurhaida, Reformasi Pengawasan Sektor Jasa Keuangan melalui Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Upaya Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional, http://www.iaitbjakarta.com/files/makalah_Ibu_Nurhaid a_OJK.pdf, diakses tanggal 03 Mei 2014

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 9: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

Tujuan OJK seperti tercantum di dalam UU OJK adalah agar keseluruhan kegiatan di

dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; serta

mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya

sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam

sektor jasa keuangan. OJK, dalam mencapai tujuannya tersebut, melaksanakan fungsinya

dengan menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap

seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Fungsi pengaturan dan pengawasan tersebut

dilakukan di sektor perbankan, pasar modal, dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang

meliputi perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan

lainnya. Dalam bertugas dan melaksanakan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan

berlandaskan tata kelola dan asas, yang meliputi independensi, kepastian hukum, kepentingan

umum, keterbukaan, profesionalitas, dan integritas.

Peralihan keseluruhan tugas, fungsi, dan wewenang pengaturan dan pengawasan

Perbankan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan tercermin dalam Pasal 7

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Bank Indonesia, dalam hal ini, masih

tetap memiliki wewenang dalam mengatur dan mengawasi sektor perbankan, yaitu dalam

rangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter dan sistem pembayaran 24 Bank

Indonesia menjalankan wewenangnya dalam kebijakan moneter dengan menetapkan jumlah

uang beredar atau tingkat suku bunga, dengan tujuan menjaga sasaran laju inflasi yang

ditetapkan oleh pemerintah menggunakan sejumlah instrumen, antara lain operasi pasar

terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan

cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.25 Selain itu, BI juga

berperan dalam menciptakan efisiensi sistem pembayaran, kesetaraan akses, dan perlindungan

konsumen.26

Pasal 39 UU OJK mengatur bahwa OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam

membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan meliputi: kewajiban pemenuhan modal

                                                                                                                         24 Prof. Dr. Anwar Nasution, Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Impllkasi Hukum, dan Agenda Kedepan, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan tema Masalah-Masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional - Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Rl, Denpasar, 2003. http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/ Masalah%20sistem%20keuangan%20dan%20 perbankan%20-%20anwar%20nasution.pdf. (diakses tanggal 28 Mei 2014) 25 Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia, Tujuan Kebijakan Moneter (http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Tujuan+Kebijakan+Moneter/, (diakses tanggal 28 Mei 2014) 26 Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia, Sistem Pembayaran di Indonesia (http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Sistem+Pembayaran+di+ Indonesia/Sekilas (diakses tanggal 28 Mei 2014)

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 10: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari

luar negeri, penerimaan dana valuta asing dan pinjaman komersial luar negeri, produk

perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya dan penentuan institusi bank yang

masuk kategori systemically important bank serta data lain yang dikecualikan dari ketentuan

kerahasiaan informasi.27

Dalam Pasal 40 dan Pasal 41 UU OJK disebutkan bahwa BI dapat melakukan

pemeriksaan langsung terhadap bank dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis

terlebih dahulu kepada OJK, tetapi dalam pemeriksaan tersebut BI tidak dapat memberikan

penilaian terhadap tingkat kesehatan bank. Laporan hasil pemeriksaan bank yang dilakukan

oleh BI tersebut disampaikan kepada OJK, kemudian OJK menginformasikan kepada

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya

penyehatan oleh OJK. Apabila bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi

kesehatannya semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke BI untuk melakukan

langkah-langkah sesuai dengan kewenangan BI sebagai bank sentral.

Dinamika perkembangan sektor keuangan menuntut OJK untuk melakukan

pengawasan secara terintegrasi dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan

atas lembaga jasa keuangan secara terintegrasi antar subsektor jasa keuangan. Pelaksanaan

pengawasan terintegrasi diharapkan dapat menurunkan potensi risiko sistemik kelompok jasa

keuangan, mengurangi potensi moral hazard, mengoptimalkan perlindungan konsumen jasa

keuangan, serta mewujudkan stabilitas sistem keuangan.28

Pasal 2 UU OJK menyebutkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk

hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang- undang. Independensi OJK tercermin dari

kepemimpinan OJK, dimana secara perseorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa

jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang diatur dalam Undang-

undang. Namun demikian, OJK harus memberikan laporan kepada DPR dan Presiden, serta

harus memperoleh persetujuan dari DPR terkait anggaran dalam melaksanakan kegiatannya.

Undang-undang mengatur bahwa tidak ditutup kemungkinan adanya unsur-unsur

perwakilan Pemerintah / Bank Indonesia di OJK karena pada hakikatnya OJK memiliki relasi

dan keterkaitan kuat dengan otoritas lain terutama otoritas fiskal dan moneter.29 Oleh karena

                                                                                                                         27 Indonesia, Op.Cit., UU No.21 Tahun 2011, Pasal 39. 28 Otoritas Jasa Keuangan. Booklet Perbankan Indonesia 2014 Edisi 1 Maret 2014. (Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2014), hlm.20 29 Wawancara Narasumber: Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Nelson Tampubolon Pada Rabu, 4 Juni 2014.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 11: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

itu, dalam melaksanakan tugasnya OJK melakukan koordinasi dengan Pemerintah, Bank

Indonesia, maupun LPS. Protokol koordinasi ini diatur dalam bentuk Forum Koordinasi

Stabilitas Sistem Keuangan yang keanggotaannya terdiri dari Kementrian Keuangan, Bank

Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan LPS.30

Dalam kondisi stabilitas keuangan yang normal, FKSSK wajib melakukan

pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan. Pertemuan FKSSK paling sedikit

dilakukan 1 kali dalam 3 bulan dan disusun rekomendasi kepada setiap anggota untuk

melakukan tindakan dan / atau membuat kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem

keuangan. Selain itu dalam pertemuan juga dilakukan pertukaran informasi antar lembaga.31

Dalam kondisi stabilitas keuangan yang tidak normal, maka untuk pencegahan dan

penanganan krisis, Menteri keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK dan/atau

ketua Dewan Komisioner LPS yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah terjadi

krisis pada sistem keuangan dapat mengajukan ke FKSSK agar segera dilakukan rapat untuk

memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis tersebut. Dalam kondisi ini,

FKSSK melakukan penetapan dan pelaksanaan kebijakan yang diperlukan bagi masing-

masing institusi sesuai kewenangan yang diberikan bagi masing- masing institusi tersebut.

Dalam konteks pengawasan FKSSK, sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU OJK,

kebijakan FKSSK yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapat

persetujuan DPR. Saat ini, dasar yang digunakan mengenai Forum Koordinasi Stabilitas

Sistem Keuangan (FKSSK) adalah Nota Kesepahaman (MoU) antara Kemenkeu, BI, OJK

dan LPS yang ditandatangani tanggal 1 Oktober 2012 untuk menjaga koordinasi antar

lembaga dalam mengantisipasi krisis.32

Salah satu sektor jasa keuangan yang diatur dan diawasi oleh OJK adalah sektor

perbankan. Pengawasan perbankan terbagi menjadi dua, yaitu macro-prudential supervision

dan micro-prudential supervision. Kedua jenis pengawasan tersebut harus dijalankan secara

selaras agar sasarannya dapat tercapai dengan baik.

Melalui pengawasan macro-prudential, bank diharapkan dapat mengambil peran dalam

pencapaian sasaran ekonomi makro melalui instrumen yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,

meliputi kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, neraca

pembayaran yang mencapai kemantapan, lapangan pekerjaan yang semakin luas, kestabilan

sistem moneter, serta pemerataan pendapatan dan kesempatan kerja. Sedangkan, pengawasan

                                                                                                                         30 Indonesia, Op.Cit., UU No.21 Tahun 2011, Pasal 44 ayat 1 dan Pasal 45. 31 Ibid. 32 Wawancara dengan Narasumber: Direktur Komunikasi Bank Indonesia, Peter Jacobs, Rabu, 11 Juni 2014.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 12: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

micro-prudential, bank diharapkan dapat menjaga kinerja dan tingkat kesehatan secara

individual menurut ukuran dan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, yang

pada akhirnya dapat menjaga sehatnya industri perbankan secara keseluruhan dan melindungi

kepentingan konsumen. Dengan diberlakukannya UU OJK, maka konteks macro-prudential

merupakan ranah Bank Indonesia, sedangkan konteks micro-prudential menjadi tugas dan

wewenang OJK. 33 Dalam melaksanakan fungsinya, kedua lembaga ini bersifat independen,

namun koordinasi antar keduanya tetap dijalin karena pengawasan secara mikro ikut

mempengaruhi kinerja perekonomian secara makro, khususnya bank-bank besar yang

memiliki dampak sistemik terhadap perekonomian. OJK perlu melakukan pengawasan

langsung terhadap bank untuk memastikan adanya mitigasi risiko yang matang dilakukan oleh

setiap bank, khususnya bank yang memiliki dampak sistemik dan dengan demikian dapat

mencegah kegagalan bank yang dapat mengakibatkan gagalnya sistem perekonomian.

Sebelum dibentuknya OJK, pengaturan dan pengawasan perbankan merupakan tugas

dan tanggung jawab Bank Indonesia. Peran dan tugas dari Bank Indonesia menurut UU BI

yaitu mencakup tiga sub sistem: moneter, perbankan, dan pembayaran. Pelaksanaan dan

penentuan kebijakan pada ketiga sub-sistem tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan BI,

yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah, yaitu stabilnya nilai rupiah terhadap barang dan jasa

serta terhadap mata uang negara lain, dan hal ini penting dalam mendukung pembangunan

ekonomi yang berkelanjutan serta dalam mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat.34

Setelah tugas pengawasan perbankan beralih dari BI kepada OJK, maka kewenangan

yang dimiliki oleh BI terhadap bank juga ikut beralih kepada OJK. Otoritas Jasa Keuangan

kemudian memiliki wewenang dalam pengaturan dan pengawasan bank dalam hal memberi

dan mencabut izin kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, menetapkan peraturan-

peraturan, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap bank dengan

tujuan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia demi terciptanya sistem perbankan

yang sehat secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan

masyarakat dengan baik, berkembang dengan wajar serta bermanfaat bagi perekonomian

nasional.35

Kewenangan pengaturan dan pengawasan bank yang dimiliki oleh Otoritas Jasa

Keuangan, adalah Kewenangan memberikan izin (right to license); Kewenangan untuk

                                                                                                                         33 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank : Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hlm. 220 34 Abdul Kadir Muhammad & Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 38. 35 Otoritas Jasa Keuangan. Booklet Perbankan Indonesia 2014 . Op Cit. Hal.25

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 13: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

mengatur (right to regulate); Kewenangan untuk mengawasi (right to control); Kewenangan

untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction); serta Kewenangan untuk melakukan

penyidikan (right to investigate).36 Dalam pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan,

OJK memiliki sejumlah kewajiban, terutama terkait pemberian informasi dan pelaporan

pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya yang diuraikan sebagai berikut:37

1. OJK harus memberikan informasi yang lengkap dan terbaru keuangan kepada Bank

Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan tugas dan kebutuhan masing-

masing lembaga tersebut guna mendukung penyelenggaraan fungsi kedua lembaga

tersebut dengan baik.

2. Dalam melakukan analisis mengenai stabilitas keuangan, OJK wajib melakukan

pertukaran informasi dengan Bank Indonesia yang melaksanakan pengawasan macro-

prudential;

3. Dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan tingkat kesehatan bank, OJK

harus selalu bekerjasama dengan BI;

4. OJK wajib melaporkan tingkat kesehatan dan efisiensi bank kepada Menteri Keuangan

dalam bentuk laporan berkala;

5. OJK menyusun mekanisme yang mengatur kerjasama antara OJK, BI, LPS, dan

Kementerian Keuangan sebagai bentuk pencegahan akan terjadinya gangguan pada

stabilitas perekonomian secara nasional yang diakibatkan oleh buruknya kinerja suatu

bank tertentu.

Adapun koordinasi antara OJK dengan BI telah diatur dalam Pasal 39 UU OJK,

dimana bentuk koordinasinya adalah dalam penentuan peraturan untuk pelaksanaan

pengawasan atas bank, yang meliputi:

1. Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum Bank (KPMM)

KPMM merupakan indikator pengukuran dalam pengawasan bank secara

individual atau masuk dalam bentuk micro-prudential, namun penyediaan modal

minimum ini juga terkait dengan pengaturan Basel Core Principles dan BI merupakan

salah satu anggota dari BIS (Bank for International Settlement), oleh sebab itu, OJK

tetap harus berkoordinasi dengan BI dalam penetapan KPMM.38

2. Sistem Informasi Perbankan (SIP) yang Terpadu

                                                                                                                         36 Ibid. 37 Zulkarnain Sitompul, Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pilars No.02/Th.VII/12-18, (Januari 2004). 38 Arsip Dokumen Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Risalah Sidang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta , 2010), hlm. 592

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 14: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

SIP menyajikan berbagai informasi, baik yang bersifat makro dan individual

bank, maupun informasi lain terkait lingkungan bisnis bank, serta informasi dari media

massa, institusi pemerintah, dan lembaga-lembaga lainnya. SIP mengintegrasikan data

yang tersebar pada sistem yang berbeda-beda.39

3. Kebijakan Penerimaan Dana dari Luar Negeri, Penerimaan Dana Valuta Asing, dan

Pinjaman Komersial Luar Negeri.

Koordinasi antara OJK dan BI dilakukan penyusunan peraturan tentang

penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman

komersial luar negeri, serta membuat tata cara pelaksanaannya. Penerimaan dana ini

adalah pelengkap pembiayaan APBN dan pembangunan, selain sumber pembiayaan

dalam negeri berupa hasil perdagangan luar negeri dan penerimaan pajak, serta

tabungan, baik tabungan masyarakat maupun sektor swasta.

4. Produk Perbankan, Transaksi Derivatif, Kegiatan Usaha Bank Lainnya

Pada umumnya, produk perbankan meliputi simpanan di bank, pemberian kredit,

pemberian jasa pembayaran dan peredaran uang, dan lain-lain. Sedangkan, transaksi

derivatif merupakan suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan

turunan dari instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti,

dan indeks.40 Kemudian, kegiatan usaha lainnya dari bank meliputi usaha kartu kredit,

kartu debit, dan internet banking. Dalam menentukan kebijakan terkait dengan hal-hal

ini, OJK perlu melakukan koordinasi dan bekerjasama dengan BI.

5. Penentuan Institusi Bank yang Masuk Kategori Systemically Important Bank

Systemically Important Bank adalah suatu bank yang ukuran aset, modal, dan

kewajiban, luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan serta

keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau

keseluruhan bank-bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun

finansial, apabila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.41 Kegagalan bank ini

dapat berdampak secara makro, maka diperlukan koordinasi BI dan OJK untuk

mengelompokkan bank mana yang masuk kategori ini dan bank yang memerlukan

perhatian lebih.                                                                                                                          39 Zaidatul Amina, “Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia: Melihat dari Pengalaman di Negara Lain”,http://www.google.com/search?q=Kajian+Pembe ntukan+Otoritas+Jasa+Keuangan+di+Indonesia%3A+ Melihat+dari+Pengalaman+di+Negara+Lain&ie=utf- 8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en- US:official&client=firefox-a, terakhir diakses 03 Mei 2014 40 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, cet. v, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 445. 41 Indonesia, Op.Cit., UU No. 21 Tahun 2011, Pasal 39 huruf e.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 15: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

6. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi

Data-data yang bersifat rahasia dan diatur dalam undang-undang terkait

kerahasiaannya tidak termasuk dalam data yang dapat disampaikan oleh OJK, kecuali

pengecualiannya diatur dalam undang-undang. Untuk itu, data-data di luar data yang

rahasia dapat disampaikan oleh OJK kepada BI dalam tujuan mencapai kestabilan

perekonomian.

Apabila dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya BI membutuhkan

informasi dan perlu melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, maka BI dapat

melakukan kegiatan pemeriksaan bank secara langsung terhadap bank tersebut dengan

terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada OJK yang memuat

tujuan, ruang lingkup, jangka waktu, dan mekanisme pemeriksaan.42 Selain itu, dalam

melaksanakan tugas mengawasi sistem pembayaran, BI memerlukan informasi dari OJK

terkait kondisi bank, maka apabila terdapat indikasi kesulitan likuiditas suatu bank, kondisi

kesehatan yang memburuk, dan kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan memiliki

potensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, OJK wajib

menginformasikan ke BI untuk selanjutnya melakukan langkah-langkah penanganan.

Langkah-langkah penanganan yang dimaksud adalah penanganan yang dapat dilakukan oleh

BI dalam menjalankan fungsinya sebagai lender of the last resort dengan memberikan

fasilitas pembiayaan jangka pendek dan pembiayaan darurat.

Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia telah menandatangani Surat Keputusan

Bersama (SKB) yang menjadi landasan kerjasama dan koordinasi antara kedua lembaga

tersebut. Tujuan Surat Keputusan Bersama tersebut adalah untuk memperlancar dan

mengoptimalkan kerjasama dan koordinasi antara OJK dan BI dalam rangka melaksanakan

fungsi, tugas, dan wewenang kedua lembaga tersebut. Bentuk kerjasama yang diatur dalam

Surat Keputusan Bersama tersebut mencakup 4 hal:43

1. OJK dan BI melakukan kerjasama dan koordinasi dalam pelaksanaan tugas sesuai

kewenangan masing-masing;

2. OJK dan BI melakukan pertukaran informasi mengenai Lembaga Jasa Keuangan serta

melakukan pengelolaan sistem pelaporan bank dan perusahaan pembiayaan;

3. OJK dan BI menetapkan penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau

digunakan oleh kedua lembaga tersebut; dan

4. OJK dan BI melakukan kerjasama dan koordinasi dalam hal pengelolaan pejabat dan                                                                                                                          42 Indonesia, Op.Cit., UU No. 21 Tahun 2011, Pasal 40 43 Wawancara Narasumber: Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Nelson Tampubolon. Op.Cit.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 16: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

pegawai Bank Indonesia yang dialihkan atau dipekerjakan pada Otoritas Jasa

Keuangan.

Dalam konteks pelaksanaan dan koordinasi pelaksanaan tugas sesuai kewenangan Bank

Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, kedua lembaga ini akan saling berkoordinasi dalam

hal Bank Indonesia akan menyusun peraturan pengawasan di bidang macroprudential

maupun Otoritas Jasa Keuangan yang akan menyusun peraturan pengawasan di bidang

microprudential. Disamping itu, koordinasi dan kerjasama dalam konteks pemeriksaan bank

akan dilakukan, khususnya terhadap bank-bank yang dikategorikan sebagai systemically

important bank. Kerjasama dalam bentuk pertukaran informasi hasil pengawasan dari masing-

masing institusi, penetapan stance dalam fora-fora internasional, maupun penelitian dan

penyusunan kajian bersama, akan dilakukan juga oleh BI dan OJK.

Selain SKB yang dijelaskan sebelumnya, mekanisme koordinasi juga terjadi dalam

bentuk komposisi keanggotaan Dewan Komisioner di OJK. Sebagaimana diketahui terapat 2

anggota Dewan Komisioner yang merupakan pejabat ex-officio dari Kementrian Keuangan

(Wakil Menteri Keuangan) dan Bank Indonesia (Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia).

Susunan komposisi ini diharapkan dapat memperlancar dan mempermulus koordinasi yang

dilakukan oleh BI dan OJK. Disamping itu, terdapat pula forum- forum koordinasi rutin di

high-level antar institusi-insitusi tersebut.44

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka pokok permasalahan yang

dikemukakan pada Bab 1 dapat dijawab dalam kesimpulan peneliti sebagai berikut:

1. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga Pengatur dan Pengawas Perbankan

di Indonesia didasarkan pada Pasal 1 ayat (1) UU OJK yang menyebutkan bahwa

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan

pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang OJK ini.

OJK dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya, memiliki kedudukan diluar

pemerintah dan sebagai lembaga, tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah,

                                                                                                                         44 Ibid.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 17: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

walaupun OJK tetap memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan kepada DPR RI

dan BPK RI.

Sedangkan, Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga Pengatur dan

Pengawas Perbankan di Indonesia didasarkan pada amanat Pasal 34 Undang-undang

Bank Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan fungsi menyelenggarakan

sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap seluruh kegiatan sektor

jasa keuangan. Tugas pelaksanaan pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan

pada lembaga keuangan bank, serta lembaga keuangan non bank (Pasar Modal,

Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya)

menjadi ranah kerja Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan melakukan

pengawasan dalam rangka perlindungan konsumen pada sektor Perbankan, Pasar Modal,

dan lembaga keuangan non bank lainnya, memberikan dan/ mencabut izin usaha,

menyetujui atau menetapkan pembubaran, memberikan perintah tertulis kepada Lembaga

Jasa Keuangan dan menunjuk pengelola Statuter, serta OJK berwenang menetapkan

sanksi administrasif.

2. Mekanisme koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam

pengaturan dan pengawasan bank dilakukan dalam hal pembuatan peraturan dan

pengawasan perbankan, diantaranya mengenai kewajiban pemenuhan modal minimum

bank (KPMM), sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana

dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri,

produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, dan dalam

menentukan institusi bank yang termasuk dalam kategori systemically important bank,

serta data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.

Selain itu, pemeriksaan secara langsung terhadap bank dapat dilakukan oleh Bank

Indonesia dengan menyampaikan terlebih dahulu pemberitahuan tertulis kepada Otoritas

Jasa keuangan. Dalam hal suatu bank terindikasi mengalami kesulitan likuiditas dan /

atau bahkan kondisi kesehatan bank tersebut semakin memburuk, maka Otoritas Jasa

Keuangan menyampaikan informasi terkait hal tersebut kepada Bank Indonesia. Bank

Indonesia sebagai Bank Sentral kemudian dapat menentukan langkah-langkah

penanganan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, yaitu dengan memberikan

fasilitas pembiayaan jangka pendek dan pembiayaan darurat dalam fungsinya sebagai

lender of the last resort (LoLR).

Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 18: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

Otoritas Jasa Keuangan diharapkan dapat mendorong fungsi pengaturan dan pengawasan

perbankan yang lebih baik yang terintegrasi dalam Otoritas Jasa Keuangan. Pengaturan dan

pengawasan yang baik tentunya dapat mendorong stabilitas sistem keuangan yang semakin

baik. Koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan diharapkan

dapat berjalan dengan baik, oleh sebab itu, peneliti memberi saran sebagai berikut:

1. OJK bersama DPR perlu mengamandemen Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan dengan menambahkan pasal untuk menguatkan

Independensi Otoritas Jasa Keuangan terkait political intervention, serta campur tangan

dari pihak lain yang berkepentingan. Undang-Undang Bank Indonesia mengatur tentang

sanksi pidana atas campur tangan terhadap Bank Indonesia, namun pada Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan ternyata tidak diatur tentang

larangan intervensi dan sanksinya. Pada undang-undang ini hanya diatur tentang Otoritas

Jasa Keuangan yang independen.

2. Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin

Simpanan, bersama DPR perlu merumuskan peraturan perundang-undangan terkait

koordinasi antara dua lembaga, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, serta

koordinasi 4 lembaga yang tergabung dalam FKSSK. Rumusan peraturan perundang-

undangan dalam bentuk mekanisme pengaman sistem keuangan dari krisis yang

mencakup pencegahan dan penanganan krisis. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka

menghadapi ancaman krisis keuangan. Diperlukan landasan hukum yang kuat untuk

mengoptimalkan dan melancarkan kerjasama dan koordinasi antara Otoritas Jasa

Keuangan, Bank Indonesia, LPS, dan Kementerian Keuangan.

Daftar Referensi

BUKU

Ashshofa, Burhan. Metode Peneltian Hukum. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996. Djumhana, Muhamad. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Cet.

V, 2006. Muhammad, Abdul Kadir dan Murniati, Rilda. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan

Pembiayaan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004. Otoritas Jasa Keuangan. Booklet Perbankan Indonesia 2014 Edisi 1 Maret 2014, Jakarta:

Otoritas Jasa Keuangan, 2014.

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 19: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

Sembiring, Sentosa. Hukum Perbankan. Jakarta: Mandar Maju, 2001. Sitompul, Zukarnain. Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pilars

No.02/Th.VII/12-18, 2004. Sitompul, Zulkarnain. Perlindungan Dana Nasabah Bank : Suatu Gagasan Tentang

Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2010. INTERNET

Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia, Tujuan Kebijakan Moneter, diperoleh dari: http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Tujuan+Kebijakan+Moneter/, diakses tanggal 28 Mei 2014.

Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia, Sistem Pembayaran di Indonesia,

diperoleh dari: http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Sistem+Pembayaran+di+ Indonesia/Sekilas, diakses tanggal 28 Mei 2014.

Nasution, Anwar, Prof. Dr. Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Impllkasi Hukum, dan

Agenda Kedepan, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan tema Masalah-Masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional - Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Rl, Denpasar, 2003. Diperoleh dari http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/ Masalah%20sistem%20keuangan%20dan%20perbankan%20%20anwar%20nasution.pdf, diakses tanggal 28 Mei 2014.

Nasution, Anwar, Prof. Dr. Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia;

diperoleh dari http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/M asalah%20sistem%20keuangan%20dan%20perbanka n%20%20anwar%20nasution.pdf, diakses tanggal 03 Mei 2014.

Nurhaida, Reformasi Pengawasan Sektor Jasa Keuangan melalui Pembentukan Otoritas Jasa

Keuangan sebagai Upaya Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional, diperoleh dari http://www.iaitbjakarta.com/files/makalah_Ibu_Nurhaida_OJK.pdf, diakses tanggal 03 Mei 2014.

Peran Bank Indonesia dalam Stabilitas Keuangan; diperoleh dari http://www.ojk.go.id/peran-

bi#; diakses tanggal 24 April 2014. Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank; diperoleh dari

http://www.bi.go.id/id/perbankan/ikhtisar/pengaturan/tujuan-dan-kewenangan/Contents/Default.aspx; diakses pada 22 April 2014.

Zaidatul Amina, “Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia: Melihat dari

Pengalaman di Negara Lain”, diperoleh dari:

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014

Page 20: Koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank ...

http://www.google.com/search?q=Kajian+Pembentukan+Otoritas+Jasa+Keuangan+di+Indonesia%3A+Melihat+dari+Pengalaman+di+Negara+Lain&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a, diakses tanggal 03 Mei 2014.

WAWANCARA

Bapak Nelson Tampubolon, S.E., MSM., yang menjabat sebagai Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan. Rabu, 4 Juni 2014.

Bapak Peter Jacobs., yang menjabat sebagai Direktur Departemen Komunikasi Bank

Indonesia. Rabu, 11 Juni 2014. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182 Tahun 1998, TLN. No. 3790.

Indonesia, Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU No. 21 Tahun 2011, LN.

No. 111 Tahun 2011, TLN. No. 5253. Indonesia, Undang-Undang tentang Bank Indonesia, UU No. 23 Tahun 1999, LN. No. 66

Tahun 1999, TLN. No. 3843. Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU No. 3 Tahun 2004, LN. No. 7 Tahun 2004, TLN. No. 4357.

Indonesia, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, PerPPUU No. 2 Tahun 2008, LN. 142 Tahun 2008, TLN. No. 4901.

Indonesia, Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang, UU No. 6 Tahun 2009, LN. No. 7 Tahun 2009, TLN. No. 4901.

Arsip Dokumen Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Risalah Sidang Pembentukan

Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta , 2010).

 

Koordinasi antara…, Yudisaputra Betaubun, FH UI, 2014