KONTRIBUSI SAHABAT PEREMPUAN DALAM...
Transcript of KONTRIBUSI SAHABAT PEREMPUAN DALAM...
KONTRIBUSI SAHABAT PEREMPUAN DALAM TAFSIR
(Telaah atas Tafsir al-Qur’an al-‘Adzīm Karya Ibn Katsīr)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir (S. Ag)
Oleh:
Nurul Iffatiz Zahroh
11140340000236
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H /2018 M
iv
ABSTRAK
Nurul Iffatiz Zahroh. Kontribusi Sahabat Perempuan dalam Tafsir: Telaah
atas Tafsir al-Qur’an al-‘Adzīm Karya Ibn Katsir.
Tulisan ini bertujuan untuk memperkenalkan kontribusi sahabat
perempuan terhadap tafsir al-Qur‟an. Dalam buku- buku ilmu al-Qur‟an atau kitab
ulumul qur’an yang telah ada, pada pembahasan perkembangan tafsir fase
sahabat, hanya disebutkan tafsir sahabat laki- laki saja seperti Ibn „Abbās,
Abdullah ibn Mas‟ūd, Ali ibn Abī Ṭālib dan lain sebagainya. penyebutan sahabat
perempuan dalam tafsīr generasi sahabat memang telah ada, yaitu sahabat Aisyah
binti Abū Bakar, namun beberapa penulis ilmu al-Qur‟an terkadang tidak
mencantumkan nama Aisyah dan hanya fokus pada sahabat laki- laki saja. padahal
perawi pada masa sahabat tidak hanya laki- laki, namun sahabat perempuan juga
turut andil dalam meriwayatkan hadis, sehingga terdapat kemungkinan bahwa
mereka para sahabat perempuan juga meriwayatkan hadis tentang pemahaman al-
Qur‟an. Disamping itu ada sebuah pernyataan dari Amina wadud yang
menyatakan bahwa tafsir pada masa klasik didominasi oleh pemikiran laki- laki,
padahal mufassir masa klasik seperti al-Ṭabarī juga banyak mengutip riwayat dari
sahabat perempuan. pernyataan Amina wadud ini membuktikan bahwa sejak
berakhirnya masa sahabat, kiprah perempuan menurun, sehingga tidak ditemukan
tafsir yang ditulis oleh kaum perempuan pada masa itu. dengan demikian tulisan
ini bertujuan untuk mengungkap kembali kontribusi- kontribusi sahabat
perempuan yang telah lama tenggelam dan untuk melihat masa kejayaan bagi
perempuan, yaitu pada masa generasi sahabat.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode kajian pustaka, yaitu melihat
riwayat- riwayat sahabat perempuan yang terdapat dalam kitab ibn Katsīr. adapun
metode pengumpulan data nya penulis menggunakan alat bantu Maktabah
Syamilah untuk mempermudah penelitian ini.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa sahabat perempuan juga memiliki
banyak kontribusi dalam penafsiran, diantaranya adalah Ummu Salamah, Hafsoh
binti Umar, Asmā‟ binti Yazīd dan lain sebagainya. adapun kontribusi
periwayatan sahabat perempuan dalam tafsir adalah periwayatan tentang
pemahaman makna garib dalam al-Qur‟an, periwayatan tentang qira’ah atau cara
membaca lafadz al-Qur‟an, periwayatan tentang keutamaan ayat, sebab nuzul, dan
periwayatan tentang pemahaman makna dalam al-Qur‟an. sedangkan kontribusi
yang telah dilakukan oleh sahabat perempuan selain menjadi perawi adalah
sebagai penanya kepada Rasulullah dan sebagai penjelas atau guru bagi sahabat
lainnya atau bagi generasi setelahnya. dengan banyaknya periwayatan sahabat
perempuan yang dikutip oleh Ibn Katsīr ataupun al-Ṭabarī maka penulis
menyimpulkan ketidaksetujuan terhadap pernyataan Amina Wadud di atas. setelah
melakukan penelitian penulis juga berkesimpulan bahwa beberapa riwayat laki-
laki memiliki perbedaan ketika riwayat tersebut diriwayatkan oleh perempuan.
Kata Kunci: Sahabat Perempuan, Tafsir, Tafsir ibn Katsīr.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji bagi Allah SWT, atas berkah dan
limpahnya yang telah mencukupi setiap kebutuhan manusia, yang maha penolong,
maha berkehendak dan maha segalanya. Salawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW yang telah mengajarkan Islam
kepada umat manusia, sehingga kami dapat mengambil hikmah dan pelajaran di
setiap sabdanya dalam kehidupan dunia.
Alhamdulillah berkat kehendak dan pertolonganNYA penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang disertai dengan usaha yang maksimal.
Disamping itu rampungnya penulisan skripsi ini tidak luput dari bantuan dan
dukungan dari civitas akademik, karenanya penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Jurusan Program Studi
Ilmu al-Qur‟an & Tafsir dan kepada Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd.,
selaku Sekretaris Program Studi Ilmu al-Qur‟an& Tafsir.
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag selaku pembimbing yang telah
mengerahkan segenap ide dan waktunya, serta telah bersabar membimbing
dan membantu penulis sampai pada titik final.
4. Bapak Maulana, M. Ag, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu kesulitan penulis sebagai mahasiswa sejak awal semester.
vi
5. Bapak Dr. Abdul Hakim Wahid, M.A selaku ketua sidang yang telah
memandu jalannya proses sidang dan dari beliau penulis mendapat banyak
masukan.
6. Bapak Dr. Ahmad Fudhaili, M.A, selaku penguji I yang telah
menyempatkan waktunya untuk hadir menguji dan menkritisi tulisan
penulis, demi terwujudnya tulisan yang sesuai dengan standarisasi
akademik.
7. Ibu Ala‟I Najib, M.A, selaku penguji II, dari beliau penulis mendapat
banyak masukan terkait penambahan konten skripsi yang dibutuhkan.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua yang tidak dapat
penulis sebutkan semua jasa dan kasih sayangnya. berkat usaha dan jerih
payah keduanya penulis dapat melanjutkan pendidikan sampai tingkat strata
S1 bahkan merampungkannya. semua ini tak luput dari usaha, doa, dan
dukungan dari keduanya.
Ucapan terima kasih jjuga penulis sampaikan kepada teman- teman
ihanawan dan ihnawati, yaitu ulfa fauziyah, via, afaf, afni, amimah, caca, ayu,
fera, nung, ila, dina, may, muti, neli, nina, nunun, tyas, ulfa maria, rufaidah, fadlil,
hamdi, kenang, umam, abdul hamid, amin, arif, asep, yudistira, diki, fadli
warman, fadli wijaya, fahmi, fajrin, faruq, fikri, husein, joni, faiz, fauzi, rohis,
syahrul, ucef, panji dan zaki. yang telah mendukung dan menemani penulis
menjalani proses perbaikan diri selama kurang lebih tiga tahun. tak lupa pula
teman- teman darus sunnah yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
vii
Ucapan terimakasih yang terakhir kalinya penulis sampaikan kepada
teman- teman TH- F serta seluruh teman- teman Tafsir Hadis angkatan 2014.
karna kalian telah menjadi penyemangat, saling membantu satu sama lain, dan
saling berbagi suka duka dalam pembuatan tugas akhir atau skripsi.
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................................... i
LEMBAR PERAETUJUAN ............................................................................................ ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. x
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................................... xi
BAB I: PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ............................................................................................... 5
D. Manfaat dan Tujuan ................................................................................................ 6
E. Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 6
F. Metode Penelitian.................................................................................................... 9
G. Sistematika Pembahasan ......................................................................................... 11
BAB II: GAMBARAN UMUM TENTANG PEREMPUAN ........................................ 13
A. Perempuan Pada Masa Sebelum Islam ................................................................... 13
B. Perempuan setelah Datangnya Islam ...................................................................... 19
C. Aktifitas Perempuan Pada Masa Rasulullah ........................................................... 29
1. Aktifitas Perempuan dalam Pendidikan ............................................................ 30
2. Aktifitas Perempuan dalam Ekonomi ............................................................... 33
3. Aktifitas Perempuan dalam Politik ................................................................... 35
BAB III: PERAWI PEREMPUAN DALAM TAFSIR IBN KATSIR ......................... 42
A. Gambaran Umum Kitab ibn Katsīr dan Pengarangnya ........................................... 42
1. Biografi Singkat Ibn Katsir ............................................................................... 42
2. Sekilas tentang Tafsir al-Qur‟an al-„Adzīm ...................................................... 44
B. Biografi Sahabat Perempuan ................................................................................... 45
ix
BAB IV: KONSTRUKSI PENAFSIRAN SAHABAT PEREMPUAN ........................ 66
A. Peran Perempuan dalam Tafsir ............................................................................... 66
1. Sahabat Perempuan sebagai Khiṭāb ayat........................................................... 70
2. Sahabat Perempuan sebagai Penanya................................................................ 75
3. Sahabat Perempuan sebagai Penjelas (Guru) .................................................... 78
4. Sahabat Perempuan sebagai Perawi .................................................................. 82
B. Tema dalam Riwayat Tafsir .................................................................................... 88
1. Aqidah ............................................................................................................... 89
2. Ibadah ................................................................................................................ 91
3. Akhlak ............................................................................................................... 93
4. Munakahah ........................................................................................................ 94
5. Cerita ................................................................................................................. 96
C. Tafsir Sahabat Perenpuan ........................................................................................ 99
1. Tafsir Makna Ayat ............................................................................................ 100
2. Tafsir Kata Garīb .............................................................................................. 117
3. Qira‟ah............................................................................................................... 121
4. Keutamaan Ayat ................................................................................................ 123
5. Peristiwa pasca turun ayat dan setelahnya ........................................................ 125
6. Penafsiran Perempuan pada Sebuah Ayat ......................................................... 129
a. Iddah ........................................................................................................... 130
b. Kisah Baiat .................................................................................................. 132
7. Perempuan di balik Penafsiran .......................................................................... 140
a. Hulu‟ ........................................................................................................... 141
b. Perempuan dalam Hijrah ............................................................................. 142
c. Perang dan Warisan bagi Perempuan .......................................................... 143
d. Perempuan sebagai Warisan ....................................................................... 144
e. Pakaian Perempuan ..................................................................................... 144
f. Etika Masuk Rumah .................................................................................... 145
g. Perempuan dalam al-Qur‟an ....................................................................... 146
h. Dhihar .......................................................................................................... 147
i. Meminta Perlindungan Pada Rasulullah ..................................................... 149
j. Klarifikasi iddah Hamil............................................................................... 150
BAB V: PENUTUP ........................................................................................................... 152
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 152
B. Saran ........................................................................................................................ 153
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 154
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1: Nama dan Jumlah Riwayat Sahabat Perempuan .............................................. 46
Tabel 4. 1: Peran Sahabat Perempuan .................................. .............................................. 67
Tabel 4.2: Perempuan Sebagai Khiṭāb Ayat ........................ .............................................. 73
Tabel 4.3: Perempuan Sebagai Penanya .............................. .............................................. 77
Tabel 4.4: Perempuan Sebagai Guru .................................... .............................................. 80
Tabel 4.5: Perempuan Sebagai Perawi ................................. .............................................. 85
Tabel 4.6: Tema Aqidah dalam Tafsir ................................. .............................................. 89
Tabel 4.7: Tema Ibadah dalam Tafsir .................................. .............................................. 91
Tabel 4.8: Tema Akhlak dalam Tafsir ................................. .............................................. 93
Tabel 4.9: Tema Nikah dalam Tafsir ................................... .............................................. 95
Tabel 4.10: Tema Cerita dalam Tafsir ................................. .............................................. 96
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Dalam skripsi, tesis, dan disertasi bidang keagamaan (baca: Islam), alih
aksara atau transliterasi, adalah keniscayaan. Oleh karena itu, untuk menjaga
konsistensi, aturan yang berkaitan dengan alih aksara ini penting diberikan.
Pengetahuan tentang ketentuan ini harus diketahui dan dipahami, tidak saja oleh
mahasiswa yang akan menulis tugas akhir, melainkan juga oleh dosen, khususnya
dosen pembimbing dan dosen penguji, agar terjadi saling kontrol dalam penerapan
dan konsistensinya. Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih
aksara, antara lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementian
Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta versi
Paramadina.Umumnya, kecuali versi Paramadina, pedoman alih aksara tersebut
meniscayakan digunakannya jenis huruf (font) tertentu, seperti font Transliterasi,
Times New Roman, atau Times New Arabic. Untuk memudahkan penerapan alih
aksara dalam penulisan tugas akhir, pedoman alih aksara ini disusun dengan tidak
mengikuti ketentuan salah satu versi di atas, melainkan dengan
mengkombinasikan dan memodifikasi beberapa ciri hurufnya. Kendati demikian,
alih aksara versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini disusun dengan logika yang
sama.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ث
ts te dan es ث
j Je ج
ḥ h dengan titik bawah ح
kh ka dan ha ر
xii
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
Ṣ es dengan titik bawah ص
ḍ de dengan titik bawah ض
ṭ te dengan titik bawah ط
ẓ zet dengan titik bawah ظ
koma terbalik di atas hadap kanan „ ع
G Ge غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ى
w We و
h Ha ه
Apostrof ’ ء
y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
xiii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatḥah ـــ
I Kasrah ـــ
__ U ḍammah
Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i __ ي
__ و Au a dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal pajang (madd) yang dalam bahsa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ā a dengan garis di atas ىا
ī i dengan garis di atas ىي
ū u dengan garis di atas ىو
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun
huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-dīwān.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda (ـــ (dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
xiv
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis ad-
darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbūtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika tamarbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na„t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/
(lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Ṭarīqah طريقت 1
اإلسالهيت الجاهعت 2 al-jāmī’ah al-islāmiyyah
الوجود وددة 3 waḥdat al-wujūd
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan 35
permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf
kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya. Contoh: Abū Hāmid al-Ghazālī bukan Abū Hāmid Al-Ghazālī, al-
Kindi bukan Al-Kindi. Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring
(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan
cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari
dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya
berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak „Abd
al- Samad al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
xv
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-
kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di
atas:
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustādzu ذھة األستاذ
Tsabata al- ajru ثبج األجر
al- ẖarakah al-‘ asriyyah الذرمت العصريت
Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أشھد أى ال إلھ إال هللا
الخ Maulānā Malik al- Ṣālih هوالنا هلل الص
Yu’ atstsirukum Allah يؤثرمن هللا
al- maẓāhir al-‘ aqliyyah الوظاھر العقليت
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu perkembangan Tafsir dan Ilmu al-Qur‟an terus
meningkat. Peningkatan ini tidak hanya terjadi pada negara yang telah lama
menjadikan al-Qur‟an sebagai pedoman negara, seperti Arab Saudi dan Iran. Dan
tidak pula hanya terjadi pada negara yang memiliki lembaga akademisi Islam
yang terkenal seperti Mesir, Turki, dan Maroko. Di Indonesia telah banyak karya
anak bangsa yang membahas tafsir dan Ilmu al-Qur‟an, dalam bidang Tafsir di
antaranya seperti tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab1 dan tafsir al-Azhar
karya Hamka.2 Adapun dalam bidang ilmu al-Qur‟an, seperti buku Ulumul Qur‟an
karya M. Amin Suma3 atau karya M. Abdul Djalal yang memiliki judul yang
sama yaitu Ulumul Qur‟an,4 serta Ulumul Qur‟an (Sebuah Pengantar) karya Abu
Anwar.5 Dan masih banyak karya anak bangsa lainnya. Namun baik karya anak
bangsa ataupun karya orang luar, ketika membahas “Perkembangan Tafsir”, pada
fase sahabat mereka hanya menyebutkan nama sahabat laki- laki yang memiliki
peran dan kontribusi dalam tafsir, seperti Abdullah ibn „Abbās, „Alī ibn Abī Ṭālib,
Abdullah ibn Mas‟ūd, dan sahabat laki- laki lainnya. Padahal pada masa
Rasulullah sahabat perempuan juga aktif meriwayatkan hadis sebagaimana
sahabat laki- laki, baik riwayatnya berkaitan dengan tafsir ataupun riwayat-
riwayat lainnya.6
1 Tafsir ini merupakan tafsir lengkap yang terdiri dari 15 Jilid, menggunakan bahasa
Indonesia dan terbit pertama kali pada tahun 2001 (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:Pesan,
Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001) 2 Tafsir ini terdiri dari 9 jilid, menggunakan bahasa melayu dan terbit pertama kali pada
tahun 1965. adapun pengarang buku ini adalah Hamka seorang cendekiawan asal padang yang
wafat pada tahun 1981 (Abdul Malik Karim (Hamka), Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1965) 3 Muhammad Amin Suma, Ulum al-Qur‟an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013)
4 Abdul Djalal, Ulumul Qur‟an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2010)
5 Abu Anwar, Ulumul Qur‟an: Sebuah pengantar, (Jakarta: Amzah, 2012)
6 Nur Mahmudah, Mendengar Suara Perempuan atas Kitab Suci: Tafsir Ummu Salamah
Ra, (Jakarta: Kementrian Agama RI, Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Direktorat Pendidikan
Tinggi Islam, 2012), h. 1
2
Salah satu bukti bahwa sahabat perempuan juga memberikan perhatian
terhadap al-Qur‟an sebagaimana sahabat laki-laki adalah „Aisyah ra, ia selalu
bertanya kepada nabi, tentang ayat al-Qur‟an yang tidak ia pahami, misalkan
dalam hadis yang diriwayatkan oleh „Aisyah r.a “Bahwasannya nabi Muhammad
SAW bersabda, „barang siapa yang diḥisāb, maka ia tersiksa‟ „Aisyah bertanya:
bukankah Allah telah berfirman “maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan
yang mudah” (al-Insyiqāq [84]: 8), Rasul menjawab „bukan itu yang dimaksud
ḥisāb, tetapi yang demikian itu hanyalah penyajian (amal perbuatan), karena
barangsiapa yang diḥisāb secara detail, pasti dia akan disiksa‟”7.
Hadis di atas memotret perhatian „Aisyah terhadap al-Qur‟an, ia menanyakan
maksud „ḥisāb‟ dalam ayat tersebut kepada Rasulullah. Apa yang dilakukan
Aisyah ini tidak jauh berbeda dengan kandungan tafsir Tanwīr al-Miqbās8 yang
dinisbahkan sebagai Tafsir ibn Abbas karya Muhammad ibn Ya‟qub al-Fairūz.
Disamping itu pada masa Rasulullah sahabat perempuan juga memiliki waktu
khusus untuk belajar dan meriwayatkan hadis bersama Rasulullah, hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh sahabat Abū Sa„īd al-Khudry, “Nabi Muhammad
SAW menentukan hari-hari khusus untuk mengajar perempuan, setelah mereka
mengadu kepada beliau karena mereka selama ini dikalahkan oleh kaum pria.
Kata mereka “kami selalu dikalahkan oleh kaum pria, sehingga kami tidak dapat
mengikuti pengajian engkau, karenanya berilah kami waktu tertentu untuk belajar
dengan engkau” akhirnya nabi Muhammad SAW mengabulkan permintaan
mereka”.9
Amina Wadud, seorang feminis muslim dari Amerika menyatakan bahwa
“karya-karya tafsir tradisional semuanya ditulis oleh laki-laki. Hal ini berarti
bahwa laki-laki dan pengalaman laki-laki dilibatkan dalam penafsiran. Sementara,
perempuan dan pengalaman perempuan ditiadakan atau ditafsirkan menurut visi,
7 Muhammad ibn Ismāīl ibn Ibrāhīm ibn al Mughīrah al-Ja„fī al- Bukhārī, al-Jāmi„al-
Ṣaḥīḥ al-Musnad min Hadītsi ḥRasūlillah Ṣalla Allahu Alaīhi wa Sallam wa Sunanihi wa
Ayyāmihi, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006), h. 79 8 Kitab ini merupakan kitab tafsīr bi al-Ma‟tsūr karya Muhammad ibn Ya‟qūb al-Fairūz,
beliau mengumpulkan riwayat ibn „Abbās yang berkaitan dengan tafsir, baik riwayat tersebut
bersumber dari Rasulullah, maupun bersumber dari ijtihad ibn „Abbās sendiri. al-Fairūz memberi
nama kitab ini dengan Tanwīr al-Miqbās Fī Tafsīri ibn Abbās. 9 Ali Musthafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2014), h.150
3
prespektif, kehendak, atau kebutuhan laki-laki. Analisis akhir saya pun
menunjukkan bahwa bentuk paradigma dasar yang kita gunakan untuk menelaah
dan membahas al-Qur‟an dan Tafsirnya dilakukan tanpa partisipasi dan
representasi langsung dari kaum perempuan”10
.
Apa yang dinyatakan oleh Amina Wadud tidak sepenuhnya benar, sebab
dalam kitab-kitab klasik seperti Tafīir al-Ṭabarī, Tafsīr ibn Hātim, Tafsir Dūr al-
Mantsūr dan lain sebagainya juga mengutip periwayatan hadis perempuan,
sehingga tidak sepenuhnya tafsir- tafsir masa klasik didominasi oleh pemikiran
laki-laki.11
Ali Mustafa Yaqub menyebutkan bahwa imam al-Tabarī adalah seorang
ulama‟ tafsir yang pro terhadap kesetaraan gender. Hal ini sebagaimana yang ia
ceritakan dalam bukunya saat mengikuti kajian Bahijah al-Syaddadi di Maroko.
Dalam kajiannya Bahijah menguraikan tafsir QS. al-Baqarah[02]: 22812
yang
artinya “Dan kau laki- laki memiliki derajat di atas kaum perempuan”. Menurut
imam al-Ṭabarī sekalipun ayat ini merupakan kalimat berita, tetap maksudnya
adalah perintah. Jadi kaum laki- laki harus memainkan perannya agar memperoleh
keunggulan di atas kaum wanita. Apabila tidak, maka kaum laki- laki tidak
mempunyai keunggulan apa- apa dibanding wanita.13
Pada masa tabi‟in, produktifitas perempuan dalam beraktifitas menurun. Hal
ini ditunjukkan oleh jumlah riwayat perempuan pada masa tabi‟in lebih sedikit
dibanding jumlah riwayat pada masa sahabat. Dengan kata lain jalur periwayatan
terhadap perempuan tabi‟in sebagian besar dihentikan.14
Menurut Haifa menurunnya produktifitas perempuan dimulai sejak masa
pertengahan Islam. Menurutnya pada masa pertengahan kedudukan perempuan
mengalami pergeseran. Perubahan ini ditandai dengan adanya larangan
10
Amina Wadud, Qur‟an Menurut Perempuan: Membaca Kembali Kitab Suci dengan
Semangat Keadilan, Terj. Abdullah Ali (Jakarta: Serambi, 2006), h. 17 11
Bisa cek langsung dalam kitab Jāmi‟ al-Bayān Fī Ta‟wīl al-Qur‟an, karya Muhammad
ibn Jarīr ibn Yazid, Abū Ja‟far al-Tabarī, dan kitab Dūr al-Mantsūr, karya al-Suyuṭī. وللرجال عليهن درجة 12
13 Ali Mustafa Yaqub, Cerita dari Maroko, (Jakarta: Maktabah Darus Sunnah, 2012), h.
65 14
Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h.
229
4
pendidikan bagi perempuan. Perempuan terdidik dikhawatirkan dan dicurigai bisa
berpotensi memunculkan pemikiran dan ide-ide yang merusak dan bid‟ah.15
Disamping itu pada masa pertengahan dimana Islam telah menyebar luas, ada
berbagai macam tradisi dan budaya dari orang- orang yang ditaklukkan oleh
penguasa Islam, telah bercampur dengan Islam yang kemudian diterima dan
diidentikkan dengan Islam.16
Sehingga tidak lama kemudian Islam terpengaruhi
dan mempraktikkan tradisi yang kerap mengesampingkan perempuan.
Dari pernyataan Haifa di atas penulis berkesimpulan bahwa tidak
mengherankan apabila tidak ditemukan literatur tentang tafsir maupun ilmu al-
Qur‟an yang ditulis oleh perempuan pada masa berkembangnya ilmu pengetahuan
Islam di abad ke- 2 sehingga semua literatur tafsir dan ilmu al-Qur‟an didominasi
oleh karya laki- laki, akibatnya kontribusi sahabat perempuan seakan
ditenggelamkan, meskipun penulis mengakui bahwa ada laki- laki seperti Ibn
Hajar yang menulis biografi tentang sahabat perempuan, namun dalam tulisan ini
penulis ingin memunculkan kembali sekumpulan riwayat sahabat perempuan
dalam tafsir yang sampai saat ini belum ada yang membahasnya. Kumpulan
riwayat tafsir ini juga akan memotret kehidupan perempuan pada masa
Rasulullah. Penulis menyebut masa ini dengan masa keemasan bagi perempuan
dalam sisi perbandingan antara masa Rasulullah dengan masa sebelumnya.
Demikianlah latar belakang penulisan skrispsi ini. Tulisan ini bermaksud
untuk mengkaji riwayat- riwayat sahabat perempuan yang terdapat dalam tafsir
ibn Katsīr. Pembahasan ini penting dikaji untuk melihat seberapa besar kontribusi
sahabat perempuan dalam tafsir serta untuk mengembalikan nama- nama sahabat
perempuan yang terkenal pada masanya namun tidak dikenal pada masa sekarang.
Oleh karena itu penulis mengangkat judul skripsi dengan “Kontribusi Sahabat
Perempuan dalam Tafsir: Telaah atas Tafsir al-Qur’an al-‘Adzīm Karya Ibn
Katsīr”
15
Haifa A. Jawad, otentisitas hak hak perempuan: prespektif islam dan kesetaraan
jender, Terj. Anni Hidayatun Noor, dkk (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), h. 80 16
Haifa A. Jawad, otentisitas hak hak perempuan: prespektif islam dan kesetaraan
jender, h. 78
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana kontribusi dan bentuk kontribusi sahabat perempuan dalam
tafsir ?
2. Siapa sahabat perempuan yang berkontribusi dalam tafsir ?
C. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah penulisan, maka penulis membatasi pembahasan yang
akan dikaji sebagai berikut:
1. Riwayat Aisyah ra yang terdapat dalam ibn Katsīr hanya dibahas
sebanyak 15 riwayat, karena riwayat Aisyah sangat banyak dan telah
ada yang membukukannya sebagai tafsir. Pengkajian tentang riwayat
Aisyah hanya bermaksud agar tulisan ini tidak tampak menafikan
Aisyah sebagai sahabat perempuan yang turut berkontribusi dalam
tafsir.
2. Riwayat sahabat perempuan yang dikaji hanyalah yang bersandar
langsung pada Rasulullah SAW, artinya penulis tidak membahas
periwayatan sahabat perempuan dari Umar ibn Khattab, Abi dzar,
Aisyah dan sahabat lainnya.
3. Yang dimaksud kontribusi sahabat perempuan dalam tafsir adalah
kontribusi riwayat yang berkaitan dengan tafsir, seperti pemahaman
makna garīb, qira‟ah dan lain sebagainya.
4. Riwayat sahabat perempuan yang dimaksud adalah murni sebuah
periwayatan, artinya penulis tidak mengkaji perempuan yang menjadi
sebab turunnya ayat al-Qur‟an namun kisahnya diriwayatkan oleh
sahabat lain, kecuali jika dalam kisah tersebut terdapat peran husus,
seperti bertanya Pada Rasulullah SAW.
6
5. penelitian terhadap tafsir yang dimaksud hanyalah tafsir ibn katsir,
mengingat bahwa tafsir tersebut termasuk tafsir pada abad pertengahan
namun masih tetap mempertahankan penafsiran bi al-Riwayah.
D. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan skripsi dengan judul “Kontribusi Sahabat Perempuan
dalam Tafsir: Telaah atas Tafsir al-Qur‟an al-„Adzīm Karya ibn Katsīr” adalah
untuk mengetahui nama- nama sahabat perempuan yang memiliki peran dalam
penafsiran al-Qur‟an, serta untuk melihat bagaimana bentuk- bentuk kontribusinya
dalam tafsir, melalui riwayat- riwayat sahabat perempuan yang terdapat dalam
tafsir ibn Katsīr.
Setelah mengetahui kontribusi sahabat perempuan dalam tafsir, kemudian
penulis mengumpulkannya menjadi satu. Kumpulan riwayat perempuan tentang
tafsir dapat diambil manfaat sebagai metode baru dalam memahami al-Qur‟an,
yaitu pemahaman suatu ayat berdasarkan riwayat yang disampaikan oleh sahabat
perempuan atau memahami ayat menggunakan periwayatan salah seorang sahabat
perempuan saja. Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi
kontribusi keilmuan dalam hal dokumentasi riwayat perempuan tentang tafsir atau
dengan kata lain dapat disebut sebagai tafsir sahabat perempuan.
E. Tinjauan Pustaka
Untuk mendukung kajian ini, penulis menelusuri beberapa literatur yang
sejalan dengan pembahasan, diantaranya adalah sebagai berikut.
Fathi Fawzi Abdul Mu‟thi, Perempuan- Perempuan al-Qur‟an, (Jakarta:
Zaman, 2015), Buku ini membahas tentang perempuan- perempuan yang terdapat
dalam al-Qur‟an, bedanya dengan penelitian penulis adalah penulis hanya
membahas perempuan yang ada dalam al-Qur‟an yang kemudian meriwayatkan
kisahnya.
Abu Abdur Rahman, 70 Tokoh Wanita dalam Kehidupan Rasulullah, buku ini
membahas tentang perempuan-perempuan yang memiliki peran penting dalam
7
kehidupan sehari-hari nabi Muhammad, bedanya dengan pembahasan penulis
adalah penulis hanya mengkaji perempuan yang memiliki peran yang
berhubungan dengan al-Qur‟an
Hepi Andi Bastoni, 101 Wanita Teladan di Masa Rasulullah, buku ini
membahas tentang biografi dan keutamaan perempuan secara umum pada masa
rasulullah, sedangkan penulis hanya membahas tentang keutamaan perempuan
yang berkaitan dengan al-Qur‟an.
Nur Mahmudah, Mendengar Suara Perempuan atas Kitab Suci: Tafsir Ummu
Salamah Ra, (Jakarta: Kementrian Agama RI, Direktorat Jendral Pendidikan Islam,
Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, 2012. Buku ini secara spesifik membahas tentang
Riwayat Ummu Salamah yang terdapat dalam tafsir. Bedanya dengan pembahasan
penulis adalah penulis tidak hanya membahas sahabat Ummu Salamah, namun Sahabat
lainnya seperti Asma‟ binti Abu Bakar, Asma‟ binti Yazid dan lain sebagainya.
Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2013) Buku ini membahas tentang seluruh riwayat perempuan yang terdapat
dalam kutub tis‟ah, sedangkan penulis melanjutkan penelitiannya dengan
mengkategorisasikan tema dalam riwayat perempuan, lalu mengkaji tema yang
hanya berkaitan denga al-Qur‟an.
Abdullah Abu al-Su‟ud, Tafsir Ummu al-Mu‟minin Aisyah ra, buku ini
membahas tentang riwayat Aisyah, lalu disatukan menjadi sebuah buku berbentuk
tafsir. Sedangkan penulis membahas riwayat perempuan dan menjadikan sebuah
tafsir kepada selain sahabat Aisyah.
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju Kesetaraan Gender
dalam Penafsiran, (Jakarta: Kencana, 2015). Buku ini membahas tentang
perempuan pada masa jahiliyah dan membahas seluruh hak- hak perempuan serta
permasalahannya dalam dunia kontemporer. Sedangkan penulis hanya membahas
keadaan perempuan pada masa jahiliyah sampai masa datangnya Islam, dimana
pembahasan yang diambil hanyalah yang ada dalilnya dalam al-Qur‟an.
8
Selain buku- buku teks, terdapat semacam jurnal atau artikel yang
pembahasannya hampir berdekatan dengan pembahasan penulis, diantaranya
adalah;
Nur Mahmudah, “Perempuan dalam Relasi Kuasa Tafsir al-Qur‟an: Telaah
atas Corak Tafsir Ummu Salamah r.a,” Palastren 6, No. 2, (Desember 2013).
Artikel ini membahas tentang posisi ummu salamah dalam tafsir, sedangkan
penulis hanya menyoroti Ummu Salamah yang berperan aktif, misalkan bertanya
tentang tafsir pada Rasulullah SAW.
Nafriandi, “Perempuan dan Rasionalitas Penafsiran : Studi terhadap
Penafsiran „Aisyah r.a,” Ilmiyah Kajian GenderV, No.2, (2015). Jurnal ini
membahas tentang penafsiran Aisyah ra, sedangkan penulis membahas penafsiran
sahabat perempuan selain Aisyah ra.
Nur Mahmudah, dengan Judul “Menulis Ulang Partisipasi Perempuan dalam
Sejarah Penafsiran Teks Suci, (Mufassir Perempuan Masa Modern dan
Kontemporer),” Palasteran 4, No.2, (Desember 2011). Dari judul artikel ini sudah
cukup jelas tentang isi pembahasannya, perbedaan dengan pembahasan penulis
adalah, penulis meneliti partisipasi perempuan dalam tafsir pada masa klasik.
Nur Mahmudah, Mendengar Bacaan Perempuan atas Kitab Suci, (Palastren
Vol 2, No. 2 Juni 2012) Jurnal ini membahas tentang sanad yang terdapat pada
riwayat Ummu Salamah, sedangkan penulis mengkategorisasikan matan dari
riwayat Ummu Salamah.
Abbas, Perempuan dalam Agama, (Muwazah Vol. 4, No. 2 Desember 2012),
Jurnal ini membahas tentang perempuan dalam pandangan Agama, sedangkan
penulis hanya menghususkan pada pandangan agama Islam terhadap perempuan.
9
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian literatur (library
Research) atau disebut juga dengan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah uraian
atau deskripsi tentang literatur yang relevan dengan bidang atau topik tertentu,
literatur memberikan informasi tentang apa yang telah dibahas atau dibicarakan
oleh peneliti, teori-teori dan hipotesis yang mendukung.17
Menurut Ibnu, kajian pustaka adalah segala upaya yang dilakukan oleh
peneliti untuk memperoleh dan menghimpun segala informasi tertulis yang
relevan dengan masalah yang diteliti.18
Ada beberapa alasan yang mengharuskan seorang peneliti meneliti
menggunakan metode kajian pustaka. Yang pertama karena persoalan penelitian
tersebut hanya bisa dijawab lewat pustaka dan sebaliknya tidak mungkin
mengharapkan datanya dari riset lapangan. Yang kedua studi pustaka diperlukan
sebagai salah satu tahap tersendiri, yaitu studi pendahuluan untuk memahami
lebih dalam gejala baru yang tengah berkembang dilapangan. Yang ketiga, data
pustaka tetap handal untuk menjawab persoalan penelitian.19
Adapun jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif Kuantitatif,
karena masalah yang diangkat masih remang-remang, kompleks, dinamis, dan
akan berujung pada pemetaan kuantitaf.20
1. Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data untuk penelitian kualitatif terdapat
berbagai metode. Metode yang digunakan oleh penulis dalam hal ini
menggunakan metode Dokumentasi. Yaitu mengumpulkan data melalui tulisan,
gambar, atau karya-karya monumeltal. Yang dimaksud dengan bentuk tulisan
berupa catatan, naskah, buku, kitab, dan dokumen lain. Adapun gambar seperti
17 Punaji Setyosari, Metode Penelitian dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010 ), h. 72 18
S Ibnu, dkk, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, (Malang: UM Press, 2003), h. 23 19
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), h. 2 20
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2016), h. 287
10
foto, gambar hidup, dan sketsa. Sedangkan karya monumental seperti karya seni,
berupa patung, film, dan lain-lain.21
Dokumentasi dalam penelitian ini berbentuk tulisan. Yaitu terdiri dari
kitab induk tafsir, kitab induk hadis, buku tentang biografi dan buku tentang
kajian perempuan.
Adapun Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua bagain, yaitu
sumber primer dan sumber sekunder. Diantara sumber primer adalah kitab tafsir
Tafsīr al-Qur‟an al-„Adzīm Karya imam Ibn Katsir. Adapun sumber sekunder adalah
Kutub Tis‟ah, Yaitu Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu daud, Sunan al-Tirmidzi,
Sunan al-Nasa‟I, Sunan ibn Majah, Muwatta‟ Malik, al-Darimy, dan Musnad ahmad Ibn
Hanbal. Kesembilan kitab tersebut penulis gunakan untuk mengecek kembali kebenaran
sumber riwayat yang terdapat dalam tafsir ibn Katsir dan al-Ṭabarī. Selain itu yang
menjadi sumber primer adalah kitab- kitab biografi seperti tahdzib al-Kamal karya al-
Mizy, Siyār „Alam al-Nubala‟ karya al-Dzahabi dan kitab- kitab tarajum lainnya. Dan
yang terakhir adalah buku yang berkaitan dengan perempuan seperti karya Charis
Waddy yang berjudul, Wanita dalam Sejarah Islam, Nasaruddin Umar, Argumen
Kesetaraan Jender Prespektif al-Qur‟an, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010) dan lain
sebagainya.
Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan alat bantu maktabah
syamilah, yaitu dengan menggunakan kata بنت yang terdapat dalam tafsir ibn
Katsir.
2. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, penulis memindai setiap nama yang telah
ditemukan Tafsir ibn Katsir. Memisahkan nama- nama yang bukan sahabat,
memisahkan nama- nama yang hanya sebagai keterangan, memisahkan nama-
nama perempuan non muslim yang terdapat dalam tafsir, memisahkan nama-
nama yang meriwayatkan hadis tidak secara langsung kepada Rasulullah, serta
memisahkan nama- nama perempuan yang hanya menjadi objek tafsir namun
tidak meriwayatkan hadis tentang kisahnya.
21
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 240
11
Setelah data terkumpul dan hanya tersisa periwayat sahabat perempuan
tentang tafsir atau sahabat perempuan yang memiliki peran dalam tafsir, maka
penulis mengolah data dengan metode diskriptif- analisis.
Diskriptif
Data riwayat sahabat perempuan yang terdapat dalam tafsir
dikategorisasikan kemudian dipilih yang sangat berkaitan dengan ayat yang
sedang ditafsirkan lalu penulis mendeskripsikannya. adapun data riwayat yang
menjadi pendukung dalam tafsir, penulis rangkum dalam bentuk tabel.
Analisis
Menganalisis konten riwayat dan ayat yang sedang ditafsirkan, lalu
mencari hubungan antara keduanya, penulis juga mengecek ulang kebenaran
riwayat dengan merujuk kepada kitab induk hadis, yaitu kutub tis‟ah, setelah itu
penulis memetakan kontribusi dari sahabat perempuan tersebut. Selain itu penulis
juga menguraikan hubungan Perempuan tersebut dengan riwayat yang
disampaikannya.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pemahaman dan terwujudnya sebuah karya yang
sistematis, maka penulis membagi pembahasan ini kepada lima bagian.
Bagian pertama, membahas tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat, serta beberapa literatur yang senada dengan pembahasan ini.
Dalam latar belakang, penulis mencoba mengemukakan bukti- bukti terkait
semangat perempuan dalam belajar pada masa Rasulullah.
Bagian kedua, membahas tentang sejarah perempuan sebelum dan sesudah
Islam datang, aktifitas perempuan pada masa Rasulullah, meliputi aktifitas dalam
bidang ekonomi, aktifitas dalam bidang pendidikan, dan aktifitas dalam bidang
politik.
Bagian ketiga, penulis menguraikan gambaran umum tentang tafsir ibn
katsīr dan penulisnya serta menguraikan nama- nama perempuan yang
12
berkontribusi dalam penafsiran serta hal yang melatarbelakangi adanya kontribusi
tersebut.
Bagian keempat, penulis memetakan peran perempuan dalam
berkontribusi meriwayatkan hadis yang berhubungan dengan ilmu al-Qur‟an dan
tafsir, dalam hal ini terdapat empat macam, yaitu sebagai khiṭāb ayat, sebagai
penanya, sebagai penjelas, dan sebagai perawi, disamping itu pada bagian ini
penulis mengemukakan tema periwayatan yaitu Aqidah, Ibadah, Muamalah,
Munakahah dan Cerita. Akhir pembahasan dari bab ini adalah tentang tafsir
sahabat perempuan, yang meliputi takhrij hadis riwayat sahabat perempuan, posisi
riwayat yang dikutip sebagai tafsir oleh ibn Katsīr serta relevansi penafsiran di
masa sekarang.
Bagian kelima merupakan bagian akhir dari pembahasan ini. Yaitu berisi
tentang penutup, kesimpulan dari hasil penelitian, serta saran-saran yang dapat
digunakan oleh penelitian selanjutnya.
13
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG PEREMPUAN
A. Perempuan Pada Masa Sebelum Islam
Islam pertama kali didakwahkan oleh Nabi Muhammad SAW di Jazirah
Arab.1 Pada saat itu mayoritas bangsa arab memiliki keyakinan menyembah
berhala yang diletakkan disekitar ka‟bah. Pada awalnya Nenek moyang mereka
mengikuti agama Nabi Ibrahim, namun belakangan ajaran tersebut mulai pudar,
mereka lebih menyukai kehidupan bebas, hal ini disebabkan oleh kekosongan
utusan yang begitu lama, sehingga membuat mereka berkelakuan amoral, masa
ini disebut juga dengan masa jahiliyah. Philip K. Hitti sebagaimana dikutip oleh
Sulhani Hermawan dalam International Multidisciplanary Journal,
mendefinisikan masa jahiliyah adalah masa di mana masyarakat yang tidak
memiliki takdir istimewa, tidak memiliki nabi tertentu yang terutus dan
memimpin, serta tidak memiliki kitab suci husus yang terwahyukan dan menjadi
pedoman hidup.2
Salah satu sikap kejahiliyahan bangsa arab adalah cenderung membangga-
banggakan nasab (Keturunan)3. Setiap keluarga memiliki kepala tertua yang
dihimpun dalam qabilah, masing-masing qabilah selalu ingin mengunggulkan diri
diantara qabilah lainnya, mereka berlomba-lomba agar dapat dipandang sebagai
suku yang paling baik. Oleh sebab itu masing-masing suku terus menjaga
kehormatannya. Suku terpandang adalah suku yang memiliki status sosial yang
baik, seperti banyaknya harta, keseimbangan pola hidup seluruh anggota qabilah,
1 Jazirah Arab memiliki luas 2500 x 2000 Km. batas wilayahnya diantara Laut
Mediterania dan Palestina di bagian utara, dan padang syam disebelah timur agak ke utara. lebih
ke utara lagi berbatasan dengan Hira, Sungai Tigris, Euphrates, dan teluk Persia agak ke timur
berbatasan dengan padang pasir yang sekaligus menghubungkannya dengan Asia. agak ke timur
berhadapan dengan teluk Persia. disebelah timur berhadapan dengan samudra Hindia, dan agak
keselatan berhadapan dengan Laut Merah yang memanjang ke barat. wilayah ini merupakan
tempat Rasulullah berdomisili dan menerima wahyu. (Nasarudin Umar, Argumen kesetaraan
jender, 2010: 89) 2 Sulhani Hermawan, Hukum Islam dan Transformasi Sosial Masyarakat Jahiliyah (Studi
Historis Tentang Karakter Egaliter Hukum Islam), PEURADEUN, Vol. 2, No. 3, September 2014.
h. 84 3 Rasulullah bersabda: ada empat perkara jahiliyah yang masih melekat pada umatku
„berbangga dengan keturunan, mencela nasab (garis keturunan), meminta hujan pada bintang, dan
meratapi mayit‟ (HR. Ahmad, No 21837)
14
serta pertahanan dalam segi perang. Kehadiran perempuan tidak menguntungkan
bagi mereka, sebab mereka menganggap bahwa perempuan tidak memiliki potensi
dan tidak diberi kesempatan untuk menggali potensinya, sehingga perempuan
hanya menjadi beban bagi keluarga dan menjadikan stabilitas ekonomi menurun.
Disamping itu mereka memperlakukan perempuan sebagai barang yang bisa
ditawan. Bagi perempuan yang ditawan akan menjadi aib bagi keluarga dan
membuat qabilahnya menanggung rasa malu. Dari beberapa alasan di atas, maka
mengubur bayi perempuan merupakan solusi utama. Menurut Ruben Levy
sebagaimana dikutip oleh Ummu Sumbulah menyebutkan bahwa penguburan bayi
perempuan disebabkan oleh tiga hal. Pertama, kehawatiran akan kemiskinan, dan
dalam hal ini perempuan menjadi alternatif utama untuk dikorbankan, mengingat
posisinya dalam suku tidak dianggap sebagai mahluk produktif, yang tidak dapat
berperang dan hanya menambah beban ekonomi. Kedua, sebagai persembahan
atas nama Tuhan, dan yang ketiga, untuk mempertahankan status sosial dan
mencegah terjadinya aib dalam keluarga atau qabilah.4
Kejadian penguburan bayi perempuan oleh bangsa arab jahiliyah ini
terekam dalam firman Allah, Yaitu:
ر أحدهم بالن ثى ظل وجهه مسودا وهو كظيم ر به .وإذا بش ي ت وارى من القوم من سوء ما بشراب ه ف الت أيسكه على هون أم يدس
“dan tatkala diberitakan kabar gembira dengan kelahiran bayi perempuan,
menjadi merah padam mukanya dan sangat dia sangat marah. Dia
bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang
disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan
(menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya kedalam tanah
(hidup-hidup). (QS. al-Naḥl [16]: 59-58).
Ayat tersebut dengan jelas menyebutkan, bahwa mereka bersedih dan
marah dengan kelahiran bayi perempuan. Perempuan dianggap beban dan aib
keluarga, mereka takut kalau-kalau pertambahan anak perempuan akan
4 Ummu Sumbulah, Agama dan Keadilan Gender, Jurnal UIN Malang. h. 6
15
menimbulkan beban ekonomi, tak mampu diajak perang dan perasaan terhina jika
anak perempuan kelak menjadi tawanan perang.5
Sebelum Islam datang Jazirah Arab juga telah menganut ajaran Yahudi
dan Nasrani. Dalam ajaran Yahudi disebutkan bahwa hawa (perempuan)
merupakan penyebab utama diturunkannya Adam dari Surga6. Pandangan ini
senada dengan pandangan Nasrani terhadap perempuan dalam kisah
diturunkannya Adam dan Hawa ke bumi. Menurut agama Nasrani atau Kristen
setelah Adam dan Hawa diusir dari surga dan tinggal di dunia, kedurhakaan anak
keturunan mereka kepada Tuhan semakin merajalela, dosa-dosa di dunia hanya
disebabkan oleh kesalahan hawa7, mereka juga berpendapat jika Adam dan
istrinya tidak diusir dari surga, niscaya manusia akan tinggal damai di surga.8
Disamping itu mereka juga meyakini bahwa Isa (yesus) yang terbunuh dalam
keadaan tersalib diutus ke bumi untuk menebus dosa-dosa Adam yang disebabkan
oleh hawa.9
Pada masa jahiliyah perempuan tidak dianggap hak kemanusiaannya,
mereka diperlakukan layaknya budak (pembantu-pembantu) yang dapat
dimanfaatkan dengan cara dijadikan pelacur10
. Terkadang seorang laki-laki
berlaku semena-mena terhadap perempuan, dengan cara melakukan poligami
tanpa batas, laki-laki bebas menikahi perempuan sebanyak apapun jumlahnya
dengan tanpa mahar.11
Disamping memiliki banyak istri, mereka juga memiliki
banyak budak, mulai dari amat, jariyah, sariyah, atau malak yamin, kesemuanya
5Zaituna Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju Kesetaraan Gender dalam
Penafsiran, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 8 6 Abbas, Perempuan dalam Pandangan Agama (Studi Gender dalam Perspektif Islam),
MUWAZAH, Vol. 4, No. 2 Desember 2012. h. 192 7 Dalam buku Zaituna Subhan, h.5 disebutkan bahwa Agama Yahudi juga menyandarkan
segala kesalahan dan perbuatan amoral yang dilakukan laki- laki menjadi tanggung jawab
perempuan. 8 Warsito, Perempuan dalam Ajaran Kristen, Artikel The Smartest, Jumat, 27 April 2012,
h. 1-2 9 Zainal Abidin, Kesetaraan Gender dan Emansipasi Perempuan dalam Pendidikan
Islam. Tarbawiyah, Vol.12, No.01 Januari- Juni 2015, h. 5 10
Dalam Skripsi BAB II, Pandangan tentang Keberadaan Kaum Perempuan. h. 20 11
Zainal Abidin, Kesetaraan Gender dan Emansipasi Perempuan dalam Pendidikan
Islam, h. 9
16
berkonotasi budak yang bisa multi fungsi yang menjadi objek penyaluran seksual
tanpa pernikahan.12
Pendapat lain menyatakan bahwa pernikahan pada masa jahiliyah juga
disertai dengan mahar, namun mahar tersebut dianggap sebagai alat pembayaran
dan laki-laki (sebagai pembeli) kepada orang tua perempuan (sebagai pemilik atau
penjual). Perkawinan dikategorikan sebagai transaksi jual beli antara calon suami
dengan bapak calon istri. Perempuan dalam hal ini diperlakukan sebagai objek
transaksi yang tidak memiliki hak apapun terhadap dirinya sendiri. Ketika terjadi
talak, maka berarti putus hubungan perkawinan tanpa syarat. Mereka tidak
mengenal iddah atau masa menunggu, begitu talak jatuh maka perempuan
diperbolehkan untuk dinikahi oleh laki-laki lain.13
Talak dalam ajaran Yahudi
sepenuhnya menjadi hak bagi suami, sementara perempuan tidak memiliki hak
untuk menceraikan sekalipun telah diketahui dengan jelas bahwa suami
melakukan tindakan amoral.14
Adapun dalam pandangan Nasrani atau Kristen
melarang adanya perceraian, meskipun dalam keluarga sudah tidak ada
keharmonisan antara pasangan suami istri, sebab mereka beranggapan bahwa
pernikahan adalah ikatan suci.15
Orang-orang Jahiliyah menganggap menstruasi sebagai sumber polusi,
berbahaya, sekaligus terkutuk. Mereka berkeyakinan jika perempuan menstruasi
masuk ke rumah, maka dagangan suami atau keluarganya tidak laris, oleh sebab
itu perempuan jahiliyah bila sedang menstruasi harus mengucilkan diri dari suami,
tidak boleh makan maupun minum bersama. Perempuan untuk sementara waktu
berdiam diri dibelakang rumah, biasanya di kandang unta.16
Pada masa jahiliyah perempuan juga tidak mendapatkan hak warisan dari
orang tua. Bahkan perempuan menjadi barang warisan itu sendiri. Menurut
Husayn Muhammad Yusuf sebagaimana yang dikutip oleh Zaitunah Subhan
12
Ali Sodiqin, Antropologi al-Qur‟an: Model Dialektika Wahyu dan Budaya, Jurnal (Fak.
Syari‟ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga), h. 5 13
Ali Sodiqin, Antropologi al-Qur‟an: Model Dialektika Wahyu dan Budaya, h. 5 14
Zaituna Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju Kesetaraan Gender dalam
Penafsiran, h. 5 15
Warsito, Perempuan dalam Ajaran Kristen, h. 3 16
Merry Balango, Perubahan Sikap Perempuan terhadap Masalah Menstruasi, Jurnal
Pelangi Baru, Forum Mahasiswa Pascasarjana Gorontalo, Yogyakarta, h. 128
17
menyebutkan apabila suaminya meninggal dunia, maka anak suaminya (anak tiri)
dapat mewarisi ibu tirinya menjadi istrinya, bahkan boleh juga keluarga dekatnya
yang mewarisi ibu tersebut sebagai istrinya tanpa mahar atau menikahkan
perempuan tersebut dengan orang lain, namun mahar nya diambil oleh keluarga
dekat suami. Apabila anak tiri laki-laki ataupun kerabat dekat suaminya tidak mau
mengurusnya, maka perempuan tersebut dibiarkan dalam keadaan janda dan tidak
boleh menikah sampai perempuan tersebut dapat menebus dirinya sebagai harta
warisan suami atau perempuan tersebut dibiarkan begitu saja sampai meninggal,
lalu keluarga dekat suami dari kalangan laki-laki dapat mewarisi harta perempuan
tersebut.17
Perbuatan yang mendiskriminasikan perempuan selain di atas juga
terekam dalam sebuah hadis yang diceritakan oleh Aisyah ra, yaitu tentang
macam-macam pernikahan masa jahiliyah.
أن النكاح ف الاهلية كان على أرب عة أناء ه عليه وسلم أخب رته أن عائشة زوج النب صلى الل ها نكاح الناس الي وم يطب الرجل إل الرجل وليته أو اب نته ف يصدق ها ث ها ونكاح فنكاح من ي نك
أته إذا طهرت من طمثها أرسلي إل فلن فاستبضعي منه وي عتزلا زوجها آخر كان الرجل ي قول لمر ح حلها من ذلك الرجل الذي تستبضع منه فإذا ت ب ي ها أبدا حت ي تب ي جها لها أصاب ها زو ول يس
ا ي فعل ذلك رغبة ف نابة الولد فكان هذا النكاح نكاح الستبضاع و نكاح آخر إذا أحب وإنها يتمع الرهط ما دون العشرة ف يدخلون على المرأة كلهم يصيب ها فإذا حلت ووضعت ومر علي
هم أن يتنع حت يتمع وا عندها ت قول ليال ب عد أن تضع حلها أرسلت إليهم ف لم يستطع رجل من ق لم قد عرف تم الذي كان من أمركم وقد ولدت ف هو اب ه ف ي ل ي من أحبت باس نك يا فلن تسم
ن على المرأة ل به ولدها ل يستطيع أن يتنع به الرجل ونكاح الرابع يتمع الناس الكثري ف يدخلو ايا كن ي نصب على أب وابن رايات تكون علما فمن أرادهن دخل عليهن تتنع من جاءها وهن الب غ
عوا لا ودعوا لم القافة ث ألقوا ولدها بال ذي ي رون فالتا فإذا حلت إحداهن ووضعت حلها ج
17
Husyan Muhammad Yusuf dalam Ahdzaf al-Usrah fi al-Islam, sebagaimana dikutip
oleh Zaitunah, al-Qur‟an dan Perempuan (Menuju Kesetaraan Gender dalam Penafsiran), h.7
18
د صلى الله عليه وسلم بالق هدم ا بعث مم نكاح الاهلية به ودعي اب نه ل يتنع من ذلك ف لم 18كله إل نكاح الناس الي وم
“Pernikahan model jahiliyah terdapat empat macam. Yang pertama adalah
pernikahan sebagaimana yang ada pada masa sekarang, yaitu seorang laki-
laki meminang kepada wali sang perempuan, kemudian memberikan
mahar lalu menikahinya. Yang kedua adalah seorang suami
memerintahkan istrinya yang telah suci dari haidh untuk mendatangi
seorang laki-laki (baik) untuk bersetebuh dengannya, sedangkan sang
suami menjauhinya sementara waktu (tidak menjima‟) hingga istri benar-
benar positif hamil dari hasil persetubuhan dengan laki-laki tersebut. Dan
jika telah dinyatakan positif hamil, barulah sang suami menggaulinya bila
ia menginginkan. Istilah nikah semacam ini disebut dengan nikah istib‟ad.
Adapun macam pernikahan ketiga adalah sekelompok laki-laki (kurang
dari sepuluh) menggauli satu orang perempuan. Dan jika ternyata wanita
itu hamil dan melahirkan, maka beberapa hari setelah masa persalinanya,
wanita tersebut mengirimkan surat kepada seluruh laki-laki yang telah
menggaulinya, dan tidak boleh seorang pun menolak hadir hingga mereka
semua berkumpul ditempat wanita tersebut. Lalu perempuan itupun
berkata “kalian telah tau apa urusan kalian dahulu, dan aku telah
melahirkannya, maka anak ini adalah anakmu wahai fulan”. Wanita itu
memilih salah satu dari laki-laki yang ia sukai, dan laki-laki tersebut tidak
boleh menolaknya. Dan yang terakhir adalah bentuk pernikahan yang ke
empat yaitu para laki-laki berkumpul lalu mereka menggauli wanita, yang
mana wanita tersebut tidak akan menolak siapa pun yang datang padanya,
para wanita itu adalah pelacur, mereka memasang bendera-bendera
didepan rumahnya sebagai tanda, siapapun yang menginginkan maka
mereka boleh masuk dan bergaul dengan para pelacur tersebut. Dan
apabila salah seorang dari wanita ada yang hamil dan melahirkan,
perempuan tersebut mengumpulkan laki-laki yang telah menjimaknya lalu
memanggil seseorang yang ahli dalam seluk beluk nasab yang
menggunakan firasatnya, kemudian orang ahli itu menyerahkan anak
tersebut kepada seorang laki-laki yang menurutnya adalah bapaknya, dan
laki-laki tersebut tidak dapat menolak. Ketika Rasulullah diutus dengan
membawa kebenaran, beliau menghapuskan segala bentuk pernikahan
jahiliyah, kecuali model nikah yang serupa dengan sekarang. (HR.
Bukhari:4732)”
18
Muhammad ibn Ismāīl ibn Ibrāhīm ibn al Mughīrah al-Ja„fī al- Bukhārī, al-Jāmi„al-
Ṣaḥīḥ al-Musnad min Hadītsi ḥRasūlillah Ṣalla Allahu Alaīhi wa Sallam wa Sunanihi wa
Ayyāmihi, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006), Jilid 16, h. 86
19
Demikianlah kondisi perempuan pada masa jahiliyah, mereka tidak diakui
hak-hak sipilnya sebagai manusia, mereka dianggap seperti budak, bahkan seperti
barang yang dapat diperjualbelikan, mereka diperlakukan semena-mena oleh
kaum laki-laki dan sangat terhinakan. Islam datang untuk menghapus segala
bentuk diskrimanisi terhadap perempuan, dengan syari‟at yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW, Islam mengakui hak-hak kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan, baik dari segi ibadah maupun prestasi. Adapun penjelasan mengenai
hal ini sebagaimana berikut.
B. Perempuan Setelah Datangnya Islam
Islam datang ke Jazirah Arab membawa ajaran-ajaran baru yang menolak
dan memperbarui budaya yang berkembang kala itu.19
Islam datang
memerdekakan perempuan dan orang lemah dari dominasi kultur Jahiliyah yang
dikenal sangat dzalim dan biadab20
dengan cara mengangkat harkat dan martabat
kaum perempuan. Secara perlahan tetapi pasti perempuan disetarakan dengan
kaum laki-laki.21
Kedatangan Islam telah mengubah cara pandang dunia terhadap
perempuan, yang awalnya memperbudak, menghinakan, menuduh sebagai
pendosa, menjadi pandangan yang ramah terhadap perempuan. Menurut
Muhammad Abu Suqqah sebagaimana dikutip oleh Zaitunah Subhan
menyebutkan bahwa kedatangan Islam telah menyebabkan terjadinya revolusi
gender pada abad ke-7 Masehi, tidak ada agama samawi sebelum Islam yang
memuliakan perempuan seperti halnya ajaran Islam.22
Sedangkan imam al-Gazali
menyatakan “di seantero dunia, kita tidak akan pernah menemukan perempuan
menikmati keistimewaan dalam hal materi dan sosial, lebih baik di banding
19
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 9 20
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 10 21
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 69- 70 22
Muhammad Abu ṣuqqah dalam Tahrir al-Mar‟ah Fī „Asr al-Risālah, sebagaimana
dikutip oleh Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 10.
20
perempuan pada masa Nabi.” Sejak Islam datang perempuan mulai diakui haknya
sebagai manusia dan bukan sebagai komoditas.23
Islam menentang ajaran sebelumnya yang mendiskriminasi terhadap
perempuan, misalnya dalam pandangan yang menyatakan bahwa hawa
(perempuan) sebagai penyebab diturunkannya Adam ke bumi, Islam menjawab
bahwa peristiwa keluarnya Adam dan Hawa dari surga adalah atas tipu daya yang
dilakukan oleh iblis semata.24
Hal ini dapat dilihat dalam beberapa ayat al-Qur‟an
-yang diyakini kebenarannya sebagai pedoman ajaran Islam- pada QS. al-„Araf
[07]: 20-21 dan Pada QS. al-Baqarah [02]: 36
ها فأخرجهما ما كانا فيه يطان عن ما الش فأزل
Lalu setan memperdayakan keduanya (Adam dan Hawa) dari Surga
sehingga keduanya (Adam dan Hawa) dikeluarkan dari (segala
kenikmatan). (QS. al-Baqarah [02]: 36)
Islam telah membersihkan nama perempuan yang selama ini dianggap
sebagai pangkal kesalahan.25
Dalam beberapa ayat juga dijelaskan bahwa tidak
hanya Hawa semata yang bersalah, namun keduanya sama-sama melakukan
segalanya secara bersamaan. Seperti Adam dan Hawa sama-sama memanfaatkan
fasilitas surga, hal ini terdapat pada QS. al-Baqarah[02]: 35, keduanya sama-sama
meminta ampun dan sama-sama di ampuni oleh Allah QS. al-„Araf [07]: 23, dan
yang terakhir keduanya sama-sama diperdaya oleh setan sebagaimana telah
disebutkan di atas.26
Salah satu kultur jahiliyah yang di hapus secara murni oleh Islam adalah
tradisi mengubur bayi perempuan hidup-hidup. Penguburan bayi ini terekam
dalam al-Qur‟an dan dikecam secara langsung sebagai ketentuan yang buruk dan
bertentangan dengan Islam. Sebagaimana dalam QS. al-Naḥl [16]: 58-59
23
al-Ghazali dalam al-Islām wa al-Ṭaqah al-Mu‟aṭalah, sebagaimana dikutip oleh
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam penafsiran, h. 52 24
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Prespektif al-Qur‟an, h. 241 25
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 30
26
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Prespektif al-Qur‟an, h. 242
21
ر أحدهم بالن ثى ظل وجهه مسودا وهو كظيم ر به .وإذا بش ي ت وارى من القوم من سوء ما بشراب أل ساء ما يكمون ه ف الت .أيسكه على هون أم يدس
“Apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak
perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat
marah. 58. dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk
yang disampaikan padanya, apakah dia akan memeliharanya dengan
(menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah
(hidup-hidup) ingatlah, alangkah buruknya (putusan) yang mereka
tetapkan.”
kedatangan Islam mengubah cara hidup dan cara pandang masyarakat
jahiliyah terhadap perempuan. Islam mengajarkan agar berbahagia dengan
kelahiran bayi perempuan. Tidak hanya itu Islam mensyari‟atkan untuk berpesta
dengan kelahiran bayi, baik bayi perempuan maupun bayi laki-laki dengan cara
melakukan tasayakuran atau yang dikenal dengan sebutan aqiqah.27
Bahkan Islam
menganjurkan agar mendidik anak perempuan dengan baik, dan sebagai imbalan
orang tua dijanjikan akan terhalang dari siksa neraka. Sebagai mana hadis
Rasulullah
أو أختان قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كن له ثلث ب نات أو ثلث أخوات أو بنتان ت كن له حجابا من النارات قى الله فيهن وأحسن إليهن حت يب أو ي
28
“siapa yang memiliki tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan,
atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, ia mengajarkan
mereka takwa kepada Allah dan berbuat baik hingga mereka menikah atau
meninggal dunia, maka mereka (anak perempuan) menjadi penghalang
dari neraka”
Agama Islam mengajarkan konsep keadilan dan menghapus segala
tindakan yang merugikan bagi kaum perempuan. Misalkan pada masa sebelum
Islam perempuan dijadikan sebagai harta warisan. hal ini dihapus oleh ajaran
Islam, sebagaimana yang terdapat dalam QS. al-Nisā‟ [04]: 19;
ل لكم أن ترثوا النساء كرها يا أي ها الذين آمنوا ل ي
27 Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 30 28
Aḥmad bin Ḥanbal Abū „Abdillah al Syaībānī, Musnad al Imām Aḥmad bin Ḥanbal
(Kairo: Muassasatul al-Risālah, 1999), jilid 39, h. 419
22
“wahai orang-orang beriman, tidak halal bagimu mewarisi perempuan
dengan jalan paksa”
Ayat di atas merupakan larangan memperlakukan perempuan seperti
halnya harta warisan yang telah mentradisi dikalangan bangsa arab Jahiliyah.29
Ayat tersebut mengkritisi budaya jahiliyah yang suka menangguhkah
mantan istri yang ditinggal mati kepada keluarga suami. Dalam Islam perempuan
yang ditinggal mati suaminya tidak terikat secara kepemilikan atas dirinya dengan
keluarga suami, perempuan bebas melakukan apapun setelah menyelesaikan masa
iddahnya. Perempuan dalam Islam memiliki hak atas dirinya apakah ia akan
menikah ataupun akan bekerja dan hasil kerjanya menjadi milik sendiri dan
perempuan setelah Islam terlepas dari perbudakan sebagai harta warisan.
Pada masa sebelum Islam perempuan juga tidak mendapatkan hak waris
sama sekali. Sebab garis keturunan yang berhak mendapat warisan hanyalah laki-
laki dewasa. Kemudian Islam membuat peraturan baru dengan memberikan jatah
warisan juga kepada perempuan. Hal ini sebagaimana yang terdapat QS. al-
Nisā‟[04]: 730
أو ق ربون وللنساء نصيب ما ت رك الوالدان والق ربون ما قل منه للرجال نصيب ما ت رك الوالدان وال .كث ر نصيبا مفروضا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak atau
kerabat dekatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu bapa atau kerabat dekatnya. Baik sedikit ataupun banyak
dari bagian yang ditetapkan”
Ayat ini turun untuk merespon sistem jahiliyah yang tidak memberikan
harta warisan kepada kaum perempuan dan anak laki-laki yang belum baligh.31
Sepanjang sejarah sebelum datangnya Islam tidak ditemukan ajaran
Agama terdahulu dan tidak pula ditemukan pada ajaran masyarakat manapun yang
29
Lajnah Pentashih al-Qur‟an, Kedudukan dan Peran Perempuan: Tafsir al-Qur‟an
Tematik.(Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2012 ), h. 179 30
Imād al-Din Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Qursyī al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-
„Adzīm, juz II, h. 171 31
Jalāl al-Dīn Abī Abd al-Rahman al-Suyuti, Lubāb al-Nuqūl Fī Asbāb al-Nuzūl,(Beirut:
Muassasah al-Kutub al-Tsaqāfiyah, 2002) h. 71
23
menegakkan konsep egaliter antara perempuan dan laki-laki sebagaimana yang
diterapkan dalam Islam.32
Islam datang mengusungkan konsep kesetaraan tidak
hanya dalam kaitannya antara sesama manusia, namun konsep kesetaraan yang
dibawa oleh Islam juga menyangkut hubungan antara manusia dengan Allah.33
Misalkan antara laki-laki dan perempuan dihadapan Allah adalah sama-sama
sebagai hamba QS. al-Dzariyāt [51]: 56. baik laki-laki maupun perempuan yang
menjadi tolak ukur di hadapan Allah adalah pada tingkat ketakwaan QS. al-
Hujurāt[49]: 13, laki-laki dan perempuan sama-sama bisa masuk ke surga dan
neraka QS. al-Taubah[9]:72, QS. al-Fatḥ[48]: keduanya sama-sama diberi
kewajiban menjalankan syari‟at Islam seperti Salat, Puasa QS. al-Aḥzāb[33]: 35,
QS. al-Taubah[09]: 71, keduanya sama-sama mendapatkan sangsi yang tidak
dibedakan QS. al-Mā‟idah [5]:38, QS. al-Nūr [24]: 2 keduanya berkesempatan
mendapatkan ampunan atas kesalahan QS. al-Aḥzāb [33]: 73 serta keduanya
sama-sama menerima perjanian primordial34
Dalam hubungannya dengan Alam semesta laki-laki dan perempuan
memliki kesempatan yang sama tanpa dibedakan oleh jenis kelamin, suku,
kedudukan, dan sebagainya. Hal ini sebagaimana firman Allah yang menyatakan
bahwa selain sebagai hamba tugas manusia adalah untuk mengelola bumi baik
laki-laki maupun perempuan.35
فة إن جاعل ف الرض خلي
“Aku hendak menjadikan (manusia) khalifah di bumi”
Cukup banyak ayat yang membicarakan bahwa laki-laki dan perempuan
sama-sama berpotensi meraih prestasi. Segala sesuatu tergantung pada usaha
masing-masing, hal ini misalkan terdapat pada ayat yang artinya “Bagi laki-laki
ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada bagian dari
32
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 11 33
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 30- 31 34
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Prespektif al- Qur‟an, h. 229 35
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Prespektif al- Qur‟an, h. 233
24
apa yang mereka usahakan”36
, ayat lainnya misalkan berbunyi “Manusia hanya
memperoleh apa yang telah mereka usahakan37
” dan ayat yang lebih spesifik lagi
ditegaskan dalam firmannya “Masing-masing orang ada tingkatannya sesuai
dengan apa yang mereka kerjakan38
”. Seluruh ayat ini menegaskan bahwa
kerendahan seseorang dibanding lainnya disebabkan oleh tingkat usahanya
(Ikhtiyar), bukan semata-mata karena pemberian dari Allah, tidak seperti
pandangan orang Jahiliyah yang menganggap bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
unggul dari pada jenis kelamin perempuan.
Dalam al-Qur‟an juga dijelaskan bahwa Allah mengapresiasi atau
memberikan hadiah terhadap segala hal yang telah diusahakan, baik laki-laki
maupun perempuan tidak ada perbuatannya yang sia sia di hadapan Allah, hal ini
misalnya terdapat pada QS. al-Naḥl [16]: 97 dan QS. „Alī Imrān [03]: 195. Pada
masa Rasulullah diantara perempuan juga ada yang turut andil dalam peperangan,
baik sebagai perawat maupun terjun langsung dalam medan perang. Hal ini sangat
bertolak belakang dengan ajaran sebelumnya yang mengaggap perempuan lemah,
tidak dapat berperang, bahkan sesekali perempuan pada masa Rasulullah juga
mendapat kepercayaan untuk membantu suami dalam bidang ekonomi seperti
bertani dan berdagang. Meski demikian Islam tetap menjaga dan melindungi
perempuan dengan menjadikan nafkah sebagai kewajiban suami (laki-laki).
Begitu juga dalam bidang sosial dan politik tidak ada larangan bagi perempuan
untuk turut andil dalam publik, selama aktifitas tersebut sesuai dengan perempuan
dan tidak menganggu kewajiban lainnya.39
Adapun dalam bidang pendidikan, dalam Islam bahkan diwajibkan untuk
setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan. Pada masa awal Islam tak jarang
seorang perempuan menjadi guru bagi laki-laki.. Adapun ajaran yang
mengharuskan mencari ilmu, sebagaimana hadis berikut;
طلب العلم فريضة على كل مسلم
36
QS. al-Nisā‟[04]: 32 37
QS. al-Najm [53]:39 38
QS. al-An‟ām[06]:132 39
Aṣ‟ad al-Ṣamrani, al-Mar‟ah al-Tārikh wa al-Ṣari‟ah, h. 72
25
Setelah datangnya Islam kehidupan perempuan di dunia hususnya di
Jazirah Arab mengalami perubahan yang jauh lebih baik. Misalkan yang tadinya
perempuan di anggap tidak memiliki potensi dan hanya menambah beban
ekonomi, tiba-tiba perempuan diberi kesempatan yang setara untuk turut andil
beraktifitas sebagaimana laki-laki. Dalam kehidupan keluarga seorang istri
(perempuan) pada masa sebelum Islam hanya dijadikan pelengkap sebagai
pelayan rumah dan pemuas nafsu laki-laki atau alat penerus generasi yang tidak
dihargai kehidupannya sama sekali. Tiba-tiba Islam menyiarkan bahwa antara
suami dan istri keduanya sama-sama mendapatkan hak dan kewajiban,
mengatakan istri adalah sebagai mitra bagi suami, keduanya harus bekerja sama
untuk menggapai keluarga yang tentram dan damai.40
Dalam Islam tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan ketenangan
dalam hati.41
Antara suami dan istri harus saling peduli, saling menghormati,
menghargai, membantu dan mengisi dengan dilandasi rasa saling asih, asah, dan
asuh satu sama lain.42
Tidak jarang Rasulullah memerintahkan pada suami untuk
berperilaku yang baik terhadap istrinya, seperti “sampaikanlah oleh kalian
nasihat kepada kaum perempuan secara baik” atau dalam sabdanya nabi juga
menjelaskan bahwa “orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang paling
baik akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling terhadap istrinya”.
Bahkan Rasulullah pernah memuliakan perempuan dengan mengucapkan “istri
yang salehah laksana perhiasan yang paling indah yang pernah tercipta dimuka
bumi.”43
Sebelum melaksanakan pernikahan seorang gadis harus dimintai
persetujuan terlebih dahulu. Hal ini sebagaimana pembelaan yang dilakukan oleh
Rasulullah kepada sahabat Khuntsa binti Khudzam. Ia pernah dijodohkan oleh
orang tuanya dengan lak-laki yang tidak ia sukai, lalu Khunsta datang mengadu
40
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 9 41
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 56 42
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 36 43
Muslim ibn Hajjāj Abū al-Hasan al-Qusyairy. al-Naisābūry, al-Jāmi‟ al-ṣahīh al-
Musamma ṣahīh Muslim, ( Beirut: Muasasah al-Risālah, 1980), Jilid 7, h. 397
26
kepada Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah bersabda “janganlah kamu (wahai
bapak) menikahkan anak perempuanmu sementara dia tidak menyukainya”.44
Praktek seperti ini merupakan sisa peninggalan dari masa jahiliyah dimana
pernikahan sama seperti transaksi jual beli yang menjadikan mahar sebagai alat
transaksi antara bapak dan suami, maka perempuan sebagai barangnya tidak perlu
dimintai persetujuan untuk menikah. Ketika Islam datang, praktek ini diperbarui
dengan mewajibkan mahar bagi calon suami dan mahar tersebut menjadi hak
penuh seorang istri. Hal ini sebagaimana yang terdapat pada ayat al-Qur‟an
berikut penjelasannya.
وآتوا النساء صدقاتن نلة
Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang akan kamu
nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan
Al-Suyuthi menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan dulu
seorang laki-laki apabila hendak menikah, maka maharnya diambil orang lain
(orang tua), kemudian Allah melarangnya dan menurunkan ayat ini supaya
maskawin diberikan langsung kepada perempuan.45
Dalam tafsirnya al-Suyuthi
juga mengutip hadis riwayat Aisyah yang menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan kata nihlah adalah kewajiban.46
Oleh sebab itu mahar adalah suatu
kewajiban bagi laki-laki ketika hendak menikahi perempuan.
Disamping mengatur tentang mahar dalam pernikahan Islam juga
mengatur masalah Talak. Tidak seperti ajaran Yahudi yang menjadikan talak
sebagai hak penuh suami, atau tidak seperti Kristen yang melarang talak sama
sekali, dan tidak pula seperti bangsa arab jahiliyah yang mengizinkan talak bagi
suami meski tanpa ada permasalahan. Dalam Islam perempuan juga
diperbolehkan mengajukan gugatan cerai, dalam hal ini disebut dengan khulu‟.
Hukum perceraian dalam Islam adalah diperbolehkan, sebab tujuan dari
pernikahan adalah untuk mencari ketenangan, ketika terjadi permasalahan yang
44
Ahmad ibn Syu‟aib Abū Abd al-Rahman al-Nasā‟ī, Sunan al-Nasā‟ī al-Kubra, (Beirut:
Dār al-Kutub al-„Ilmiyah, 1991), Jilid 3, h.282 45
Jalāl al-Dīn al-Suyūṭy, al-Durru al-Mantsūr fī al-Tafsīrī bi-al-Ma‟tsūr,Tahqiq Abd al-
Sanad Yamāmah,(Kairo, Markaz Buhūts al-Islamiyah, 2003), Jilid 4. h. 225 46
Jalāl al-Dīn al-Suyūṭy, al-Durru al-Mantsūr fī al-Tafsīrī bi-al-Ma‟tsūr, Jilid 4. h.226
27
tidak dapat dikompromikan antara suami dan istri , maka talak menjadi solusi
terakhir. Dengan demikian perceraian tanpa adanya permasalahan dalam Islam
tidak dibenarkan.
Poligami dalam ajaran Islam juga diperbolehkan, namun dengan batasan-
batasan wajar yang telah ditetapkan. Selain itu diperbolehkannya poligami juga
melalui persyaratan yang tidak mudah dilakukan. Sebagaimana yang tertera dalam
al-Qur‟an.
وا ما طاب لكم من النساء مث ن وثلث ورباع ف إن خفتم وإن خفتم أل ت قسطوا ف اليتامى فانك أل ت عدلوا ف واحدة أو ما ملكت أيانكم ذلك أدن أل ت عولوا
“Dan jika kamu takut tidak akan berbuat adil terhadap hak-hak yang yatim
(bila kamu mengawininya), maka kawinilah perempuan-perempuan (lain)
yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya”
Imam al-Thabari menjelaskan tentang ayat ini, bahwa Urwah pernah
bertanya kepada Aisyah tentang asal mula diperbolehkannya seseorang beristri
lebih dari satu sampai empat. Aisyah berkata: “wahai kemenakanku, ayat ini
mengenai anak perempuan yatim yang dalam penjagaan wali. Hartanya telah
bercampur antara wali dan anak yatim tersebut. Wali tersebut tertarik pada harta
dan kecantikannya, kemudian ia bermaksud untuk menikahinya tanpa mas kawin
sebagaimana yang diberikan kepada perempuan lain, oleh karena niat tidak adil
ini, maka ia dilarang menikah dengan anak yatim kecuali dengan membayar
maskawin yang layak seperti pada perempuan lainnya. Daripada melangsungkan
niat yang tidak benar tersebut, ia dianjurkan lebih baik menikah dengan
perempuan lain, walaupun sampai empat orang”.47
Imam al-Ṭabary memahami ayat di atas sebagai ketentuan untuk berlaku
adil kepada anak yatim, apabila tidak dapat berlaku adil maka diperbolehkan
untuk menikahi perempuan biasa sebanyak dua, tiga, atau empat dengan
membayar mahar sebagaimana mestinya. Namun menikahi perempuan lebih dari
47
Muhammad ibn Jarīr ibn Yazid, Abū Ja‟far al-Tabarī, Jāmi‟ al-Bayān Fī Ta‟wīl al-
Qur‟an, Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, jilid. 7, h. 533
28
satu harus memenuhi sikap adil yang tidak mudah untuk dilakukan, menurut al-
Ṭabarī apabila tidak mampu berlaku adil maka hendaklah menikahi satu
perempuan, dan apabila masih tidak dapat berlaku adil, maka jangan menikah dan
bersenang- senag dengan budak yang dimiliki.48
Selain itu Islam juga memberikan perlindungan pada perempuan yang
tertalak, yaitu dengan adanya masa menunggu, atau disebut juga dengan iddah.
Hal ini sebagaimana yang di terdapat dalam al-Qur‟an.
.والمطلقات ي ت ربصن بأن فسهن ثلثة ق روء
“Dan bagi istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu)
tiga kali quru‟”
Al-Suyuthī menjelaskan sebab turun ayat ini adalah pada masa Rasulullah
SAW perempuan ditalak dan tidak mengenal iddah (masa menunggu). Kemudian
turunlah ayat ini.49
Al-Qur‟an adalah otoritas tertinggi dalam Islam yang diyakini
kebenarannya. Dalam al-Qur‟an sendiri terdapat pengakuan bahwa ia akan terus
terjaga hingga hari akhir, hal ini sebagai jaminan dari keotentikkannya.50
Dalam
pandangan Agama, tidak ada satupun kitab suci yan memuliakan dan menghargai
perempuan sebagaimana kitab sucinya umat Islam.51
Dalam al-Qur‟an dijelaskan
bahwa perempuan mendapatkan kesetaraan hak dalam berbagai hal, seperti
kesetaraan hak untuk menikah atau memutuskannya, kesetaraan hak untuk
mengatur harta miliknya tanpa campur tangan orang lain, dan kesetaraan hak
dalam menjalani kehidupan.52
Hukum Islam dibentuk dalam kerangka yang satu,
karenanya perempuan juga memiliki tanggung jawab sebagaimana laki-laki, jika
kaum lelaki dapat menjual, membeli, melanggar, dihukum, dituntut dan
48
Muhammad ibn Jarīr ibn Yazid, Abū Ja‟far al-Tabarī, Jāmi‟ al-Bayān Fī Ta‟wīl al-
Qur‟an, Tahqiq Abdullah ibn Abdul Muhsin al-Turky, (Kairo: Markaz Buhūts wa al-Dirāsāt al-
„Arabiyah al-Islāmiyah, 2001) jilid. 6, h. 373-374 49
al-suyuti, Lubāb al-Nuqul, h. 231 50
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 30 51
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 69 52
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 13- 14
29
menyaksikan maka perempuan juga dapat menjual, membeli, melanggar,
dihukum, dituntut dan menyaksikan.53
Kedatangan Islam pada abad ke VII
Masehi telah mengubah pandangan dunia terhadap perempuan, Islam telah
menghapus segala tindakan diskriminasi yang terjadi pada masa sebelum Islam
datang.
C. Aktifitas Sahabat Perempuan Pada Masa Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah perempuan aktif dalam berbagai bidang. Mereka
beraktifitas di dalam rumah dan di luar rumah. Tentu saja keaktifan sahabat
perempuan ini tetap menjaga norma agama dan kehormatannya.54
Dalam sebuah
riwayat yang disampaikan oleh ibn „Abbās menceritakan tentang pernyataan
sahabat Umar ibn al-Khaṭṭāb dalam merespon keadaan sahabat perempuan ketika
Islam datang. Umar berkata:
“Dulu, kami pada masa jahiliyah tidak memperhitungkan perempuan
sama sekali, ketika Islam datang dan Allah mengakui mereka, kemudian
kami memandang bahwa mereka pun memiliki ha katas kami yang
otonom dan tidak bisa kami intervensi”55
Pernyataan ini menunjukkan adanya sebuah transformasi budaya dan cara
pandang manusia. Pada masa sebelum Islam, perempuan tidak memiliki hak sama
sekali, perempuan tidak memiliki hak dan kewajiban dalam hubungannya dengan
Tuhan, juga tidak memiliki hak sebagai manusia dalam hubungannya dengan
sesama. Kedatangan Islam mengubah cara pandang tersebut, Islam menyetarakan
antara laki- laki dan perempuan baik sebagai hamba maupun sebagai manusia
yang memiliki kesempatan yang sama.
Pada masa awal Islam kaum perempuan dalam pekerjaannya dapat
dikatakan mereka aktif dalam berbagai aktifitas. Dalam hal ini penulis membagi
menjadi tiga bidang, yaitu aktifitas dalam hal pendidikan, aktifitas dalam ekonomi
dan aktifitas dalam politik.
53
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, h. 37 54
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju Kesetaraan Gender dalam
Penafsiran, h. 54 55
AD Eridani, Sketsa perjuangan Ulama Perempuan dalam Menegakkan Kemanusiaan,
(Jakarta: Rahima, 2014), h. 208
30
1. Aktifitas Perempuan dalam Pendidikan
Pada masa Rasulullah pendidikan terbuka untuk umum, yaitu untuk laki-
laki, untuk perempuan yang muda maupun tua. Yang dimaksud dengan
pendidikan disini adalah pembelajaran tentang keislaman bersama Rasulullah,
Rasulullah menyampaikan pembelajarannya dalam sebuah majlis, seperti dalam
khutbah, setelah melakukan salat jama‟ah ataupun dalam sebuah kegiatan besar
(hari id dan waktu Haji). Selain itu pembelajaran bersama Rasulullah dapat
dilakukan secara privat, yaitu dengan cara mendatangi beliau dan menanyakan
perkara yang tidak dipahami.
Terdapat banyak riwayat yang merekam tentang pembelajaran model
privat ini, misalkan seperti ketika ada seorang perempuan muda bertanya pada
Rasulullah prihal ibunya: “Seorang perempuan datang menemui Rasulullah dan
menanyakan perihal ibunya yang telah meninggal dunia, ia berkata :
sesungguhnya aku telah menyedekahkan seorang budak perempuan untuk ibuku,
dan kini ibuku telah wafat, lalu Rasulullah berkata: kamu berhak mendapat pahala
dan ambil kembali budak perempuan itu sebagai warisan. Kemudian perempuan
itu kembali bertanya: wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku itu masih
mempunyai tanggungan hutang puasa sebulan. Apakah aku boleh berpuasa
menggantikannya ? Rasulullah menjawab: ya, berpuasalah kamu
menggantikannya! perempuan itu bertanya lagi: sesungguhnya ibuku itu belum
pernah melaksanakan ibadah Haji, apa aku boleh menggantikannya ? Rasulullah
berkata: ya, laksanakanlah ibadah haji untuk menggantikannya”.56
Rasulullah SAW sebagai utusan dalam agama Islam selalu bersikap ramah
terhadap seluruh umatnya, tidak terkecuali pada perempuan yang tua. Hal ini
ditunjukkan oleh sikap Rasulullah terhadap perempuan tua yang memohon kepada
Nabi untuk didoakan agar masuk surga. Kemudian Nabi menjawab tidak ada
orang tua seperti ini di dalam surga. Lalu orang tua tersebut menangis. Kemudian
Rasulullah meminta Aisyah untuk menjelaskan bahwa yang di maksud adalah
56
Muslim ibn Hajjāj Abū al-Hasan al-Qusyairy al-Naisābūry, al-Jāmi‟ al-Ṣahīh al-
Musamma Ṣahīh Muslim, (Beirut: Muassasah al-Risālah, 1980) jilid. 3, h. 216
31
tidak ada orang tua seperti ini di surga, sebab di surga semua orang akan kembali
menjadi muda.57
Untuk membuktikan bahwa perempuan pada masa Rasulullah juga turut
aktif dalam dunia pendidikan adalah dengan adanya sebuah hasil yang nyata, yaitu
sebagai pendidik. Pada masa Rasulullah tidak jarang sahabat laki- laki belajar
kepada sahabat perempuan, misalkan dalam sebuah riwayat yang menjelaskan
keraguan Abu Musa tentang batasan mandi junub, orang-orang anṣār berpendapat
bahwa diwajibkan mandi apabila keluar mani, sedangkan orang-orang muhājirīn
wajib mandi jika seseorang menggauli istrinya. Kemudian Abu Musa mendatangi
Aisyah ra, ia bertanya “wahai ibu, aku hendak bertanya kepadamu tentang suatu
masalah. Namun aku malu untuk menanyakannya. Beliau pun menjawab:
janganlah segan bertanya suatu hal kepadaku, apabila engkau bertanya kepada ibu
yang melahirkanmu. Aku itu ibarat ibumu” Abu Musa lalu bertanya: sebatas
apakah kewajiban mandi junub itu ?, Aisyah menjawab, Rasulullah SAW pernah
bersabda, “apabila duduk diantara empat cabang perempuan (dua tangan dan dua
paha atau dua pasang kaki dan dua pasang kemaluan) dan yang terkhitan itu saling
menyentuh (kelamin), maka wajib mandi baginya”.58
Menurut Haifa A. Jawad Aisyah berperan sebagai seorang hakim59
selama
tiga masa kekhalifahan dan sangat sering memberikan petunjuk dalam urusan-
urusan keagamaan ketika Nabi SAW tidak ada.60
Aisyah tidak hanya mengajar
kaum perempuan saja, namun juga mengajar kaum laki- laki, dan banyak di antara
kalangan sahabat dan tabi‟in yang belajar al-Qur‟an, Hadis, serta hukum Islam
dari Aisyah.61
Disamping itu Aisyah telah mendapat wewenang dari Nabi sebagai
pendidik dalam urusan keagamaan, sebagaimana sabda Nabi yang berbunyi
57
Muhammad ibn Isa ibn Saurah ibn Musa ibn al-Dlahak al-Tirmidzi, Sunan al-
Tirmidzi,(Beirut: Muassasah al-Risālah, 1999) Jilid 4, h. 312 58
Muslim ibn Hajjāj Abū al-Hasan al-Qusyairy al-Naisābūry, al-Jāmi‟ al-Ṣahīh al-
Musamma Ṣahīh Muslim, jilid. 7, h. 468 59
Imam al-Ṭabary, seorang mufassir klasik berpendapat bahwa seorang perempuan dapat
diangkat sebagai hakim (sebagaimana dikutip oleh Charis Waddy, Women in the Muslim History,
h. 3) 60
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,Terj. Anni Hidayatun Noor, dkk (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), h. 33 61
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 70
32
“Ambillah separuh agamamu dari Aisyah”. Pengakuan yang disampaikan oleh
Nabi ini menjadikan Aisyah sebagai pemegang otoritas keagamaan selama masa
kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Ustman.62
Dalam kesempatan lain Aisyah
juga mendapat pujian sebagaimana yang dikutip oleh Haifa A. Jawad “Saya telah
mendengar bicaranya para khalifah, Abu Bakar, Utsman, dan Ali. Akan tetapi
kata- kata yang datang dari Aisyah memiliki kualitas dan keunggulan yang tidak
dijumpai dalam kata- kata orang selain darinya.”63
Aisyah ra dipercaya memiliki ribuan hadis yang diterima secara langsung
dari Nabi SAW dan sampai hari ini tetap dinilai memiliki otoritas yang tinggi
dalam yurisprudensi Islam.64
Aisyah memainkan peran penting dalam penyusunan
(kodifikasi) atas tradisi atau kebiasaan Nabi SAW (sunnah), yang dianggap
sebagai salah satu sumber utama yurisprudensi Islam.65
Selain Aisyah, menurut
Ibrahim Salim, terdapat beberapa sahabat perempuan yang ahli dalam keilmuan
dan sebagai perawi hadis, di antaranya adalah Ummu Salamah, Ummu Humaid,
Ummu Anas, Fatimah binti Asad, Ummu Ma‟bad, dan Ummu Sulaim binti
Milhan.66
Setelah Islam datang, Rasulullah mulai mengajarkan sendiri prinsip-
prinsip Islam kepada para sahabatnya.67
Rasulullah mengambil posisi sebagai
pendidik yang biasa mengajari kaum perempuan bersama dengan laki-laki,
bahkan Rasulullah memerintahkan agar tidak mendidik keluarga perempuannya
saja, namun juga mendidik para budak perempuan mereka.68
Ketika hijrah ke
Madinah Rasulullah melakukan proses penghapusan buta huruf dengan cara
memerintahkan setiap tawanan Mekkah yang melek huruf untuk mengajari
62
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h. 273 63
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h. 274 64
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender, h. 72 65
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 26 66 Muhammad Ibrāhīm Salīm, al-Nisā‟ ḥaula Rasūlullah Saw: al-Qudwatul Hasanah wa
al-Uswah al-ṭayyibah li Nisā‟il Usrah al-Muslimah. h. 169 67
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 64 68
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 70
33
sepuluh orang muslim cara membaca dan menulis, sebagai tebusan bagi
kebebasan mereka. Dikemudian hari, Rasulullah membangun beberapa masjid di
wilayah Islam dan menjadikan masjid sebagai pusat aktifitas pendidikan umat
Islam. Adapun sistem pendidikan didirikan di atas pondasi kualitas moral dan
spiritual, sisitem ini tidak mengakui adanya pemisahan antara pendidikan agama
dan pendidikan sekuler, apa saja dipelajari dan pendidikannya itu berkaitan
dengan seluruh aktifitas manusia.69
Karenanya tidak mengherankan apabila telah
ditemukan seorang perempuan yang ahli dalam bidang kedokteran, seperti Zainab
dari Bani Awd, beliau terkenal sebagai dokter ahli mata, selain Zainab terdapat
pula seorang sahabat perempuan yang bernama Ummu al-Hasan binti Abī Ja‟far,
beliau juga terkenal sebagai dokter.70
Selain dalam bidang kedokteran, terdapat
pula seorang sahabat yang pandai bersyair, seperti al-Khansa dan Qatilah,
keduanya pernah mendapat pujian dari Rasulullah bahwa karya puisinya tidak ada
bandingannya.71
Demikianlah aktifitas pendidikan di masa Rasulullah, mereka
tidak hanya mempelajari keagamaan, namun juga memperlajari ilmu lain yang
dibutuhkan.
2. Aktifitas Perempuan dalam Ekonomi
Islam mengajarkan konsep kesetaraan antara laki- laki dan perempuan.
Prestasi dan kesempatan tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin, hal ini
misalkan sebagaimana yang terdapat dalam QS. al-Naḥl [16]: 97
هم أجره يي نه حياة طيبة ولنجزي ن بأحسن ما م من عمل صالا من ذكر أو أن ثى وهو مؤمن ف لن كانوا ي عملون
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami
69
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 64- 66
70 Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 74 71
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 73
34
beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa segala sesuatu tergantung pada
usahanya, baik bagi laki- laki maupun perempuan. Pada masa Rasulullah banyak
sahabat perempuan yang aktif dalam bidang sosial dan ekonomi. Islam
memberikan hak kepada perempuan untuk memegang profesi dan melibatkan diri
secara aktif dalam perniagaan dan perdagangan. Perempuan berhak bekerja di luar
rumah dan memperoleh penghasilan. Pada masa awal Islam, kaum perempuan
sering membantu laki- laki mengerjakan beberapa pekerjaan diluar ruangan dan
mereka diperbolehkan bergerak secara bebas bersama laki- laki. Misalkan seperti
sahabat Asmā‟ binti Abū Bakar, biasa membantu suaminya mengerjakan
pekerjaan lapangan.72
Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam riwayat yang
diceritakan langsung oleh Asmā‟ “Saya biasa memberikan makanan kuda suami
saya, mengambilkan air untuk suami saya, menambal kulit arinya, dan
mengadoni tepung. Saya tidak pandai membuat roti, tetapi saya memiliki tetangga
anṣār yang akrab dan biasa membantu saya membuat roti. Saya biasa membawa
di atas kepala saya, biji- biji buah dari ladang yang diberikan Nabi kepada
Zubair. Ladang tersebut jaraknya sekitar 3 fasakh (10 mil)”.73
Selain dalam kisah Asmā‟, Islam juga telah memberikan kesempatan
kepada perempuan untuk mengembangkan potensinya, misalkan Saudah binti
Zam‟ah –Istri Nabi- mengembangkan kemampuannya dalam membuat kerajinan
kulit yang halus dan dari sana beliau memperoleh penghasilan yang bagus.74
Selain Saudah ada juga Zainab binti Jahsy –Istri Nabi- ia bekerja menyamak dan
menjahit kulit dan hasilnya untuk disedekahkan.75
Istri Nabi yang juga terkenal
72
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 77 73
sebagaimana dikutip oleh Haifa, h. 97 dalam Turabi, women in Islam and Muslim
Society. 74
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 33 75
Abu Syuqqah, Jati diri Wanita Menurut al-Qur‟an dan Hadis, h. 180
35
sukses dalam bidang ekonomi adalah Khadijah binti Khuwailid, beliau adalah
seorang saudagar perempuan yang sukses.76
Sahabat perempuan yang bukan dari keluarga Nabi juga ada yang
mendalami bidang ini, seperti Qilat Ummi Bani Ammar, dalam sebuah riwayat
disebutkan bahwa ia pernah meminta petunjuk kepada Nabi dalam hal jual beli.77
Selain berprofesi sebagai pedagang, para sahabat perempuan juga ada yang
berprofesi sebagai perias pengantin, di antaranya adalah Ummu Sulaim binti
Milhan, Safiyah binti Huyay –Istri Nabi- dan Asmā‟ binti Yazīd. Disamping itu,
sahabat perempuan juga ada yang bekerja sebagai perawat, di antaranya adalah
Rubayyi‟ binti Mu‟awwidz, Ummu Sinān al-„Aslamiyah, Ummu Ziyād al-
Asyja‟iyah, Ka‟biyah binti Sa‟ad, Umayyah binti Qais al-Gifariyyah dan Rufaidah
al-Anṣāriyah.78
3. Aktifitas Perempuan dalam Politik
Ayat al-Qur‟an yang sering kali ditemukan oleh pemikir Islam dalam
kaitan dengan hak- hak politik perempuan yaitu QS. al-Taubah [09]: 71
هون عن المنكر وي قيمون الصلة والمؤمنون والمؤمنات ب عضهم أولياء ب عض يأمرون بالمعروف وي ن وي ؤتون الزكاة ويطيعون الله ورسوله أولئك سي رحهم الله إن الله عزيز حكيم
dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Kata auliya‟ pada ayat di atas, mempunyai pengertian mencakup kerja
sama, bantuan dan penguasaan. Sementara yang dikandung oleh kata amar ma‟ruf
yaitu menyuruh atau mengajak untuk berbuat kebaikan, mencakup segala hal
misalnya perbaikan hidup, termasuk memberi nasihat atau masukan secara kritik
76
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 08 77
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, (Jakarta: Mizan Pustaka, 2007), h. 275 78
Muhammad Ibrāhīm Salīm, al-Nisā‟ ḥaula Rasūlulla…, h.153
36
kepada penguasa (pemerintah). Artinya laki- laki dan perempuan hendaknya
mampu mengikuti perkembangan masyarakat masing- masing (laki- laki atau
perempuan) mampu dan dapat melihat kemudian memberi saran dan masukan
dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.79
Pada masa Rasulullah SAW perempuan terlibat dalam masalah politik,
pandangan mereka dalam urusan politik sangat dihargai, mereka sering
mengambil bagian dalam proses pemilihan khalifah. Kaum perempuan juga dapat
menikmati kebebasan penuh untuk mengekspresikan pemikiran- pemikiran
mereka dan mendapat dukungan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial
masyarakat. Kehidupan masyarakat adalah laksana sebuah pentas tempat laki- laki
dan perempuan terlibat secara aktif didalamnya.80
Hususnya istri- istri Nabi
seperti Aisyah, Ummu Salamah, dan Hafsoh, mereka tidak ragu-ragu untuk
menanyakan beberapa pertanyaan dan mengatakan pikiran- pikiran mereka ketika
mereka rasa itu penting, dan Nabi memuji sikap tersebut.81
Aisyah ra merupakan
istri Nabi yang cerdas, dia pernah mengajukan kritik- kritik yang mengecam
kebijaksanaan pemerintah dan memimpin oposisi.82
Bahkan Aisyah juga pernah
memberikan putusan untuk kepentingan salah seorang sahabat yang bermasalah
dengan sahabat lain serta pada kesempatan tertentu beliau mengoreksi dan
mengkritisi mereka.83
Ummu Salamah adalah istri Nabi yang dipercaya sebagai penasehat politik
(Masywarah). Dengan kebijakan, kebijaksanaan dan keputusannya yang tepat,
Ummu Salamah membantu Nabi untuk memecahkan sebuah keadaan yang sulit,
79
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju Kesetaraan Gender dalam
penafsiran h. 60 80
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 75 81
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 273 82
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 26 83
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 274
37
ia pernah memberikan sebuah solusi dalam persoalan yang membingungkan kaum
Muslimin pada saat- saat penting dalam sejarah.84
Hafsoh binti Umar adalah istri Nabi yang biasa diajak bermusyawarah
oleh khalifah umar mengenai sebuah keputusan. Ia merupakan perempuan yang
aktif dalam urusan publik, pandangan dan pendapatnya sering dicari oleh para
sahabat. Seperti contoh, suatu ketika khalifah Umar pernah berdiskusi dengan
Hafsoh mengenai batasan suami yang pergi jauh dari istrinya, sebelum Umar
mengambil keputusan. Musyawarah yang terjadi antara Umar dan Hafsoh atau
dengan perempuan- perempuan lain dapat berimplikasi untuk merubah atau
membatalkan keputusan yang dikira berjalan bertentangan dengan kepentingan-
kepentingan perempuan. Disamping itu Hafsoh juga pernah mendesak
saudaranya ketika ayahnya akan wafat, untuk membicarakan persoalan yang
terjadi dengan ayahnya dan menjamin transisi kekuasaan yang halus dan damai.
Hafsoh juga memainkan peran penting untuk mendorong saudaranya, saat tidak
mau terlibat dalam konflik antara Ali dan Mu‟awiyah. Hafsoh mendorong
saudaranya supaya mengikuti arbitrase yang diadakan untuk membicarakan
konflik yang terjadi dan untuk memecahkan persoalan secara aman dan damai.85
Sahabat perempuan selain istri Nabi juga ada yang memperhatikan
terhadap kebijakan politik. Misalkan pada masa khalifah Umar ada seorang
perempuan yang menentang Umar secara terang- terangan karena membuat aturan
yang membatasi mahar bagi kaum perempuan. Setelah mengakui kesalahannya,
Umar terpaksa mencabut keputusannya.86
Perempuan dalam sejarah Islam masa awal juga dipercaya memegang
jabatan- jabatan yang memiliki kewenangan formal dalam masyarakat, seperti
84
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 273 85
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 274- 275
86 Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 276
38
pada masa khalifah Umar, beliau mengangkat al-Syafā‟ binti Abdullah beberapa
kali sebagai pengawas pasar- pasar yang ada di Madinah.87
Pada masa awal Islam kaum perempuan sudah memainkan peran- peran
politis dalam rangka menegakkan kalimat-kalimat Allah, seperti melakukan
dakwah Islam, ikut berhijrah bersama Nabi, berbai‟at kepada Nabi dan melakukan
jihad atau ikut serta dalam peperangan bersama-sama kaum laki-laki. Semua
hijrah yang dilakukan Nabi mengikutsertakan perempuan di dalamnya. Dalam
berbagai peristiwa hijrah, perempuan memainkan peran yang cukup penting.
Mereka terlibat aktif dalam kegiatan dakwah Islam sehingga banyak perempuan
kafir Quraisy yang kemudian menjadi Muslimah karena ajakan mereka.88
Kisah
hijrah yang dilakukan oleh kaum muslim baik laki- laki dan perempuan juga
memiliki unsur pengorbanan, dimana mereka membela agama yang baru dengan
menghadapi perlawanan yang sengit dari keluarga- keluarga mereka sendiri dan
dari masyarakat luas, mereka menanggung pelecehan serta perlakuan yang
menyakitkan dan pada waktu tekanan meningkat, mereka justru memutuskan
untuk meninggalkan rumah daripada meninggalkan keyakinan dan keimanan.
Semua perilaku ini dinilai sebagai aktifitas politik dalam term kontemporer,
karena itu meliputi tantangan terhadap sistem politik yang lama, protes terhadap
pelecehan dan penganiayaan serta penolakan terhadap penekanan dan penindasan
kebebasan untuk memiliki keyakinan dan berekspresi.89
Di antara sahabat
perempuan yang ikut hijrah adalah Ummu Salamah, Ummu Habibah binti Abī
Sufyān, Asmā‟ binti Umais, Laila binti Ḥatsmah ibn Ḥudzaifah, al-Sayā‟ binti
Abdullah al-Quraisyiyah, dan Fatimah binti Qais.90
Kaum perempuan juga melakukan bai‟at bersama kaum laki-laki di
hadapan Nabi. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan setara dengan laki- laki
dalam mendukung dan mentaati sistem politik yang telah dibuat dibawah
pimpinan Nabi Muhammad SAW bai‟at dalam Islam adalah lembaga politik yang
penting, digunakan oleh rakyat atau umat untuk memberikan atau menjamin
87
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 77 88
Marzuki, Keterlibatan Perempuan dalam Bidang Politik pada Masa Nabi, h.11 89
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 268- 269 90
Muhammad Ibrāhīm Salīm, al-Nisā‟ ḥaula Rasūlulla…, h.111
39
adanya legitimasi atas sistem politik. Bai‟at mencakup janji rakyat untuk loyal
kepada sistem dan pemimpinnya sepanjang pemimpin tersebut memegangi
prinsip- prinsip Islam. Oleh karenanya, bai‟at adalah sebuah perjanjian yang
memiliki tiga unsur, yaitu: pemimpin, rakyat atau umat, dan syari‟ah (unsur yang
harus dihargai dan dipegangi oleh pemimpin dan rakyat).91
Di antara sahabat
perempuan yang turut berbai‟at adalah Umaimah binti Ruqaiqah, Mu‟ādzah
budak dari Abdullah ibn Ubai ibn Salūl, Hindun binti Utbah, Asmā‟ binti Yazīd
ibn al-Sakan, Hawā‟ binti Yazīd al-Sakan, dan Ummu Ra‟lah al-Quraisyiyah.92
Kaum perempuan pada masa Nabi, juga turut andil dalam peperangan,
mereka membuktikan diri untuk menjadi pejuang tangguh dan mereka bertempur
bersama- sama berdampingan dengan laki- laki. Mereka memperoleh puncak
kesuksesan yang dapat diperhitungkan dan dalam beberapa kesempatan, mereka
memainkan peran yang sangat penting dalam militer. Seperti contoh Nusaibah
binti Ka‟ab, ia adalah seorang mujahidah yang berkontribusi pada perang uhud,
pada saat itu Rasulullah ditinggal sendirian dan Nusaibah dengan penuh semangat
memainkan pedangnya untuk melindungi Rasulullah, ia berhasil melukai 11 orang
dari kalangan musuh. Pada saat kritis tersebut, Nusaibah berhasil memperkecil
kekalahan pasukan muslim. Selain Nusaibah dalam perang yarmuk terdapat
sahabat Hindun binti Utbah dan Hindun binti al-Ḥārits, keduanya berpartisipasi
secara aktif dan memiliki ketangkasan yang sebanding dengan laki- laki dalam
menggunakan pedang.93
Dalam perang ini juga terdapat sahabat Asmā‟ binti
Yazīd, ia berhasil membunuh 9 tentara pasukan Romawi.94
Perempuan lain yang
tercatat sebagai mujahidah di antaranya adalah Ummu Habīb binti al-„Āṣ, Ummu
Ḥaram binti Milḥān, Ḥamnah binti Jahsy, Hindun binti Umar, dan Samiyah
Ummu „Ammār.95
91
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 269-270 92
Muhammad Ibrāhīm Salīm, al-Nisā‟ ḥaula Rasūlulla…, h.93
93 Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 74- 75 94
Marzuki, Keterlibatan Perempuan dalam Bidang Politik pada Masa Nabi, h.11 95
Muhammad Ibrāhīm Salīm, al-Nisā‟ ḥaula Rasūlulla…, h.131
40
Dalam kesempatan lain, sahabat perempuan juga turut andil dalam
mengatur strategi perang. Misalkan Safiyyah, bibi Nabi yang telah
mempertahankan benteng di Madinah pada waktu perang Khandak. Ia
memperhatikan seorang penyusup yang telah menekan pertahanan benteng, lalu
mengatur strategi untuk membunuh dan mendesak penyusup tersebut sebelum
mereka melakukan hal- hal yang berbahaya bagi kaum perempuan dan anak-
anak.96
Selain itu sebagian kaum perempuan yang ikut dalam medan perang
bertugas untuk membalut orang yang terluka, mengambilkan air, mengirimkan
korban kembali ke Madinah, dan membangkitkan semangat juang pasukan yang
mulai mengendur. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ketika para tentara
muslim bersiap- siap menyerang Khaibar, Umayyah binti Qais al-Gifariyyah
bersama sekelompok perempuan meminta izin untuk menyertai mereka, kemudian
Nabi memberikan izin kepada mereka dan merekapun melaksanakan tugas dengan
baik.97
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pada dasarnya Rasulullah tidak
menginginkan perempuan turut andil dalam perang, pernah seorang perempuan
meminta Nabi agar mengizinkan untuk ikut berjihad di medan perang. Akan tetapi
Nabi tidak mengizinkannya dan memberikan solusi yang lebih tepat untuk
perempuan dalam berjihad, seperti mengurus rumah tangga atau menjalani ibadah
umrah. Mengurus rumah tangga dalam Islam dinilai sebagai ibadah, tidak seperti
masa sebelumnya yang memperlakukan perempuan sebagai pelayan semata. Hal
ini menunjukkan bahwa Nabi ingin melindungi dan menjaga kelembutan
perempuan, namun tatkala ada seorang sahabat yang terjun dalam medan perang
membela Rasulullah, maka Rasulullah tidak melarangnya, bahkan memujinya
akan berdampingan dengan Rasulullah di surga. Hal ini sebagaimana yang terjadi
pada kisah Nusaibah binti Ka‟ab98
.
96
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 275 97
Haifa A. Jawad, Otentisitas Hak-hak Perempuan: Perspektif Islam atas Kesetaraan
Jender,h. 73- 74 98
Izzuddin ibn al-Atsīr Abī al-Hasan „alī libn Muhammad al-Jazary, Usud al-Gābah fī
Ma‟rifati al-ṣahābah, (Kairo: al-Maktabah al-Taufīqiyyah, 2003), Jilid 1, h. 235
41
Demikianlah aktifitas perempuan dalam politik, keterlibatan perempuan
dalam politik merupakan wujud kewaspadaan terhadap para penguasa yang
menyeleweng dari pelaksanaan prinsip- prinsip Islam dalam rangka memelihara
sebuah masyarakat yang adil baik terhadap laki- laki maupun perempuan,
sehingga para perempuan dapat menentang secara aktif terhadap ketidakadilan
yang dilakukan penguasa. Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan oleh perempuan
pada masa Nabi cukup beraneka ragam, sampai- sampai mereka terlibat secara
langsung dalam peperangan- peperangan, bahu-membahu dengan kaum lelaki.
Nama-nama seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila Al-Ghaffaiyah,
Ummu Sinam Al-Aslamiyah, dan lain-lain. Ahli hadits, Imam Bukhari,
membukukan bab-bab dalam kitab Shahih-nya, yang menginformasikan kegiatan-
kegiatan kaum wanita, seperti Bab Keterlibatan Perempuan dalam Jihad, Bab
Peperangan Perempuan di Lautan, Bab Keterlibata Perempuan Merawat Korban,
dan lain-lain.
Demikianlah gambaran umum tentang sahabat perempuan, pada saat
sebelum Islam datang sampai ketika Islam datang dan menjadi sahabat Nabi.
Makna sahabat menurut Ibnu Hajar al-„Atsqalani adalah orang yang bertemu dan
berkumpul dengan Nabi dalam keadaan beriman sampai ia meninggal dunia tetap
dalam keimanannya. Pada bab selanjutnya penulis akan memfokuskan aktifitas
perempuan yang menjadi sebuah kontribusi terhadap penafsiran, yaitu dalam
bidang pendidikan ketika mereka belajar dan meriwayatkan hadis dari Rasulullah
SAW.
42
BAB III
PERAWI PEREMPUAN DALAM TAFSIR
A. Gambaran Umum Kitab ibn Katsīr dan Pengarangnya
1. Biografi Singkat Ibn Katsīr
Nama lengkap ibn Katsir adalah Imād al-Dīn Abū al-Fidā‟ Ismāīl Ibn „Amar
Ibn Katsīr Ibn Zara‟ al-Buṣra al-Dimasyqy. Beliau lahir di Basrah tepatnay di desa
Majdil pada tahun 700 H/ 1301 M.1
Pada usia 11 tahun ibn Katsīr telah menyelesaikan hafalan al-Qur‟an, lalu
dilanjutkan dengan mempelajari ilmu Qira‟ah. Di balik sosok ibn Katsir yang kita
kenal sebagai ulama‟ yang banyak ilmunya, pasti ada hal yang
melatarbelakanginya. Salah satu pertanyaan mendasar tentang hal ini meliputi
pengetahuan tentang guru, perjalanan hidup, dan materi yang ia pelajari selama
hidupnya.
Ibnu Katsir dibesarkan di kota Damaskus. Di sana beliau banyak menimba
Ilmu dari para ulama kota tersebut, salah satunya adalah Burhan al-Din al-Fazari
(660-729 H) yang merupakan guru utama Ibnu Katsir, seorang ulama terkemuka
dan penganut mazhab Syafi‟i. Kemudian yang menjadi gurunya adalah Kamal al-
Din Ibnu Qadhi Syuhbah, ibn Katsir berguru padanya dalam masalah Ushul Fiqh.2
Dalam bidang Hadits, beliau belajar dari Ulama Hijaz dan mendapat ijazah dari
Alwani serta meriwayatkannya secara langsung dari Huffadz terkemuka di
masanya, seperti Syeikh Najm al-Din ibn al- „Asqalani dan Syhihab al-Din al-
Hajjar yang lebih terkenal dengan sebutan Ibnu al-Syahnah.
Dalam bidang Sejarah, peranan al-Hafizh al-Birzali (w. 730 H), sejarawan dari
kota Syam, cukup besar. Dalam mengupas peristiwa– peristiwa Ibnu Katsir
mendasarkan pada kitab Tarikh karya gurunya tersebut Berkat al-Birzali dan
Tarikh nya, Ibnu Katsir menjadi sejarawan besar yang karyanya sering dijadikan
rujukan utama dalam dalam penulisan sejarah Islam.
1 Muhammad Husein al-Dzahaby, al-Tafsīr wa al-Mufassirīn, (Mesir: Maktabah Wahbah,
1985), jilid 2, h. 242 2 Muhammad Ramdhani, Metodologi Tafsir al-Qur‟an al-Karim (ibn Katsir), h. 4
43
Disamping itu ia juga sempat bermulazamah kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf
bin Zaki al-Mizi (w.742), sampai ia mendapatkan pendamping hidupnya. Ia
menikah dengan salah seorang putri Syaikh al-Mizi. al-Mizi, adalah pengarang
kitab “Tahdzīb al-kamāl” dan “Aṭrāf al-kutub al-sittah“.3
Selain guru- guru yang di atas, ibn Katsīr juga pernah berguru kepada „Isa
ibn Muṭ‟im, Ahmad ibn Abī ṭālib al-Muammari (w.730), Ibnu Asākir (w.723), Ibn
Syayrazi, Syaikh Syamsuddin al-Dzhabī (w.748), Syaikh Abu Musa al-Qurafi,
Abu al-Fatah al-Dabusi, Syaikh Ishaq ibn al-Amadi (w.725), Syaikh Muhamad
ibn Zurad dan Nazmuddin bin al-Asqalani.4
Ibn katsir memiliki beberapa gelar yang dinisbahkan kepadanya diantaranya
adalah al-Ḥāfidz, yaitu orang yang mempunyai kapasitas hafalan 100. 000 hadis
secara matan dan sanad, yang kedua al-Muḥaddits,5 yaitu orang yang ahli
mengenai hadits riwayah dan dirayah, dapat membedakan cacat atau sehat,
mengambil hadis dari sohihain, serta dapat menshahihkan dalam mempelajari dan
mengambil faedahnya. Yang ketiga adalah al-faqih, yaitu gelar bagi ulama yang
ahli dalam Ilmu Hukum Islam namun tidak sampai pada mujtahid, selanjutnya
adalah al-Mu‟arrikh, seorang yang ahli dalam bidang sejarah atau sejarawan. Lalu
al-Mufassir, seorang yang ahli dalam bidang Tafsir yang menguasai beberapa
perangkat Ulum al-Qur‟an dan memenuhi syarat- syarat mufassir.6
Diantara lima predikat tersebut, al-Ḥāfidzh merupakan gelar yang paling
sering disandangkan pada Ibnu Katsir. Ini terlihat pada penyebutan namanya pada
karya- karyanya atau ketika menyebut pemikiranya.
Setelah menjalani kehidupan yang panjang, pada tanggal 26 Sya‟ban 774 H
bertepatan dengan bulan Februari 1373 M pada hari kamis, Ibn Katsir meninggal
dunia.
3 Muhammad Ramdhani, Metodologi Tafsir al-Qur‟an al-Karim (ibn Katsir), h. 4
4 Muhammad Ramdhani, Metodologi Tafsir al-Qur‟an al-Karim (ibn Katsir), h. 5
5 Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu- ilmu Qur‟an, Terj. Mudzakir (Jakarta: Litera
AntarNusa, 2010), h. 527
6 M. Musdalifah, Tafsir al-Nisa‟ 34 Perspektif ibn Katsir dan Asgar Ali Engineer,
(Thesis, Uin Maulana Malik Ibrahim, 2011), h. 17
44
1. Sekilas Tafsir al-Qur’an al-‘Adzīm
Kitab tafsir ini muncul pada abad ke 8 H/14 M. kitab ini pertama kali
diterbitkan di Kairo pada tahun 1342 H/ 1923 M, yang terdiri dari empat jilid.
Berbagai percetakan dan penerbitan lainnya, pada umumnya format penulisannya
hampir sama, hanya saja, dengan berkembang nya tekhnologi, naskah cetakan
kitab tafsir ini menjadi lebih bagus. Bahakan sudah banyak kitab ini beredar
dalam bentuk CD, sehingga kajian kitab pada masa sekarang ini relative lebih
cepat dan akurat.7
Tafsir ini disusun oleh ibnu katsir berdasarkan pada tertib susunan baik ayat
maupun surah sesuai dengan mushaf al-qur‟an, yang lazim disebut tartib mushafi,
adapun urutan ke empat jilid kitab ini sebagai berikut: jilid 1 berisi tafsir surah al-
Fātihah sampai surah al-Nisā‟, jilid 2 berisi tafsir surah al-Mā‟idah sampai surah
al-Nahl, jilid 3 berisi tafsir surah al-Isrā‟ sampai surah Yasīn, dan jilid 4
mencakup tafsir surah al-Ṣaffāt sampai surah al-Nās.8
Dalam hal ini Rasyid Ridha berkomentar, “tafsir ini merupakan tafsir
paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap riwayat-riwayat dari
pada mufassir salaf , menjelaskan makna ayat dan hukumnya, menjauhi
pembahasan masalah I‟rab dan cabang-cabang balaghah yang pada umumnya
dibicarakan secara panjang dan lebar oleh kebanyakan para mufassir, menghindar
dari pembicaraan yang lebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam
memahami al-qur‟an secara umum atau hukum dan nasihat-nasihatnya secara
khusus.9
Diantara ciri khusus tafsirnya ialah perhatiannya yang besar kepada
masalah tafsir al-Qur‟an bi al-Qur‟an (menafsirkan ayat dengan ayat). Tafsir ini
merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat
mutasyabihat, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadits-hadits
marfu‟ yang relevan dengan ayat yang sedang ditafsirkan, menjelaskan apa yang
7 Abdul Haris Nasution, Studi Kitab Tafsīr al-Qur‟an al-„Adzīm Karya Ibn Katsīr, (Jurnal
Ushuluddin Adab dan Dakwah,Vol 1 (1): 1- 14, 2018), h. 4 8 Abdul Haris Nasution, Studi Kitab Tafsīr al-Qur‟an al-„Adzīm Karya Ibn Katsīr, h. 5
9 Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu- ilmu Qur‟an, Terj. Mudzakir, h. 528
45
menjadi dalil dari ayat tersebut. Selanjutnya diikuti dengan atsar para sahabat,
pendapat tabi‟in dalam ulama salaf sesudahnya.10
Keistimewaan lain dari tafsir ini adalah daya kritisnya yang tingggi
terhadap cerita-cerita isrāiliyāt yang banyak tersebar dalam kitab-kitab tafsir bil-
ma‟tsur, baik secara global maupun mendetail, keistimewaannya juga terletak
pada seringnya memberikan peringatan akan riwayat yang berbau israiliyat yang
banyak terdapat pada kitab tafsir bil-ma‟tsur, selain itu beliau juga sering
memaparkan masalah-masalah hukum yang ada dalam berbagai madzhab,
kemudian mendiskusikannya secara komprehensif11
Adapun metode dan corak12
penafsirannya adalah menafsirkan dengan al-
Qur‟an atau ayat- ayat yang lain, yang kedua menafsirkan dengan Hadis, yang
ketiga menafsirkan dengan pendapat sahabat dan tabi‟in, selanjutnya menafsirkan
dengan pendapat para ulama‟ dan yang terakhir menafsirkan dengan pendapatnya
sendiri.
B. Biografi Sahabat Perempuan
Pembahasan tentang biografi sahabat perempuan bertujuan untuk melihat
latar belakang dari kehidupannya dan hal apa yang membuat sahabat tersebut
istimewa telah meriwayatkan hadis yang berkaitan dengan al-Qur‟an dan Tafsir
langsung dari Rasulullah. Artinya, pembahasan ini tidak mencakup biografi
sahabat perempuan secara rinci dan lengkap. Di antara sahabat perempuan
sebagaimana yang telah penulis temukan riwayat tafsirnya terdapat sebanyak 25
sahabat perempuan, baik dari kerabat dekat Nabi atau selainnya. Berikut ini nama-
nama sahabat perempuan periwayat tafsir:
10
Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu- ilmu Qur‟an, Terj. Mudzakir, h. 528 11
Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu- ilmu Qur‟an, Terj. Mudzakir, h. 528 12
Penulis menyebut corak dan metode secara bersamaan, karena penjelasan tentang
metode penafsirannya juga menampilkan corak atau keuinikan dari tafsir, yaitu menafsirkannya
dengan berbagai pendekatan
46
Tabel 3. 1: Nama dan Jumlah Riwayat Sahabat Perempuan dalam
Tafsir Ibn Katsir
No Nama Jumlah Riwayat dalam Tafsir
1 Aisyah binti Abu Bakar 15
2 Ummu Salamah 24
3 Asmā‟ binti Yazid 8
4 Asmā‟ binti Abu Bakar 8
5 Ḥafsoh binti Umar 4
6 Ummu Hani' 3
7 Fatimah binti Qais 3
8 Zainab binti Abi Salamah 2
9 Asmā‟ binti Mursyidah 2
10 Ummu Kultsum binti Uqbah 2
11 Ummu Ḥabibah 1
12 Saudah binti Zam'ah 1
13 Kubaisyah binti Ma'nun 1
14 Ḥabibah binti Sahal 1
15 Khaulah binti Tsa'labah 1
16 Subai'ah binti Harits 1
17 Furai'ah binti Malik 1
18 Ummu Faḍl 1
19 Asmā‟ binti Umais 1
20 Ummu Sa'ad binti Rabi' 1
21 Aisyah binti Qudamah 1
22 Hindun binti Utbah 1
23 Umaimah binti Ruqaiqah 1
24 Ummu Atiyah 1
25 Ummu Hisyam binti
Haritsah 1
47
1. Aisyah Ra (w. 58 H)
Aisyah binti Abu Bakar adalah satu- satunya istri Nabi yang
dinikahi dalam keadaan masih gadis. Aisyah adalah salah seorang istri
Nabi yang paling dicintai oleh Rasulullah. Aisyah lahir di Mekkah pada
tahun keenam dari kenabian, kemudian Rasulullah melamarnya di
Mekkah ketika berumur enam tahun atau pada saat dua tahun setelah
wafat Khadijah. Rasulullah membangun rumah tangga dengan Aisyah
setelah ia berumur Sembilan tahun, dan saat Rasulullah meninggal Aisyah
berumur delapan belas tahun.13
Diantara sahabat perempuan Aisyah paling banyak dalam
meriwayatkan hadis. Dalam penelitian Agung Danarta terhadap kutub
tis‟ah menyebutkan bahwa riwayat Aisyah sebanyak 5.965 Hadis.14
Ada beberapa faktor yang menjadikan Aisyah meriwayatkan
hadis lebih banyak diantara sahabat lainnya, yang pertama, Aisyah
memiliki jiwa yang cerdas dan cakap, sehingga ia selalu menanyakan hal-
hal yang tidak ia pahami kepada Rasulullah. Yang kedua, Aisyah
memiliki waktu lebih banyak bersama Nabi dibandingkan dengan istri-
istri lainnya, karena Saudah binti Zam‟ah, salah satu istri Nabi
menghibahkan harinya untuk Aisyah.15
Yang ketiga, Aisyah memiliki
waktu lebih lama tinggal bersama Nabi diabanding istri- istri lainnya,
sebab Aisyah mulai hidup serumah dengan Nabi pada tahun ke ketiga
Hijriyah dan Rasulullah wafat pada tahun sebelas Hijriyah, dalam artian,
Aisyah memiliki waktu sebanyak 8 tahun dalam mengambil pelajaran dari
Nabi. Yang ke empat, Aisyah wafat pada tahun 58 H atau beliau memiliki
waktu sebanyak 47 tahun dalam meriwayatkan Hadis kepada sahabat lain
13
Abdullah Abū al-Su‟ud Badr, Tafsir Ummu al-Mukminin Aisyah Ra, Terj. Gazi
Saloom, (Jakarta: Serambi, 2000), h. 15 14
Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h.
123 رسول اللو صلى اللو عليو وسلم إذا أراد سفرا أق رع ب ي نسائو كان و عليو وسلم قالت أن عائشة زوج النب صلى الل 15
لت ها غي هن ي ومها ولي )أبو وىبت ي ومها لعائشة ر أن سودة بنت زمعة فأي ت هن خرج سهمها خرج با معو وكان ي قسم لكل امرأة من (21داود
48
atau generasi setelahnya.16
Dan yang terakhir adalah Aisyah masih belia,
sehingga ia tidak malu dalam menyampaikan segala hal yang
dilakukannya bersama Rasulullah SAW.
2. Ummu Salamah (w. 62 H)
Nama aslinya adalah Hindun bintu Abī Umayyah ibn al-Mugīrah
ibn Abdillah ibn Amr al-Makhzūmiyyah. Beliau adalah sepupu dari
Khalid ibn Walid dan Abu Jahal ibn Hisyām. Ummu Salamah termasuk
sahabat perempuan yang masuk Islam dimasa awal, ia juga ikut dalam
Hijrah pertama orang muslim, yaitu Hijrah ke Habasyah. Sebelum
menikah dengan Nabi Ummu Salamah merupakan istri dari saudara
radla‟ nabi yang disapih oleh Suaibah, yaitu Abī Salamah ibn Abdi al-
Asad.17
Ummu Salamah menikah dengan Nabi pada tahun ke tiga atau
empat Hijriyah, dengan kata lain Ummu Salamah memiliki waktu selama
kurang lebih 6 tahun tinggal bersama Nabi. Ummu Salamah adalah istri
Nabi yang wafat terakhir kali, yaitu pada tahun 62 H. sehingga ia
memiliki waktu sebanyak 51 tahun dalam meriwayatkan hadis, sehingga
tidak mengherankan jika riwayat Ummu Salamah menduduki posisi
kedua setelah Aisyah dalam segi kuantitas18
. Riwayat Ummu Salamah
yang terdapat dalam kutub tis‟ah sebanyak 667 Hadis19
.
16
Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, h. 125 17
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Dzahabi, Siyar A‟lam al-
Nubala‟, (Kairo: Muasasah al-Risālah), Jilid 3, h. 178 18
Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, h. 125 19
Penulis telah melakukan penelitian terhadap riwayat Ummu Salamah dalam kutub
tis‟ah. hasil penelitian penulis berbeda dengan hasil penelitian Agung Danarta, ia menyebutkan
riwayat Ummu Salamah dalam kutub tis‟ah sebanyak 622 Hadis, sedangkan penulis menemukan
sebanyak 667 hadis, dengan perincian: 62 hadis dalam sahīh Bukhari, 46 hadis dalam ṣahīh
muslim, 48 hadis dalam sunan abī dāud, 40 hadis dalam sunan al-Tirmidzi, 54 hadis dalam riwayat
al-Nasa‟I, 50 hadis dalam riwayat ibn Mājah, 16 hadis dalam muwatta‟ mālik, 20 hadis dalam al-
Darimy, dan 211 hadis dalam riwayat musnad ahmad ibn hanbal. dan masih ada 105 hadis yang
belum diidentifikasi. adapun tema hadis Ummu Salamah sebanyak 110 tema. perbedaan penelitian
penulis dengan Agung Danarta disebabkan karena dua hal. yang pertama penulis melakukan
penelitian dengan menggunakan alat digital maktabah syamilah, sedangkan Agung Danarta
melakukan penghitungan riwayat secara manual. yang kedua karena penulis memasukkan semua
riwayat yang semakna, namun memiliki jalur periwayatan yang berbeda.
49
Disamping itu Ummu Salamah juga memiliki jiwa yang kritis,
sebagaimana Aisyah ia sering bertanya kepada Rasulullah, bahkan tiga
pertanyaan Ummu Salamah menjadi sebab turunnya ayat al-Qur‟an.20
3. Asmā’ binti Yazid (w. 30 H)
Nama lengkapnya adalah Asmā‟ binti Yazid ibn al-Sakan ibn
Rāfi‟ ibn Imri‟ī al-Qais ibn Abd al-Asyhal al-Anṣāriyah al-Asyhaliyah.
Dia merupakan sepupu dari Muazd ibn Jabal, Asmā‟ dikenal dengan
sebutan Ummu Salamah atau Ummu Amir, dia masuk Islam pada tahun
pertama hijriyah, yaitu dengan cara berbaiat kepada Rasulullah. Asmā‟
juga ikut serta dalam perang Yarmuk dan berhasil membunuh 9 orang
tentara Romawi. Selain itu Asmā‟ dikenal sebagai juru bicara para wanita,
ia wafat pada tahun 30 H. dalam kutub tis‟ah riwayat Asmā‟ tercatat
sebanyak 76 hadis.21
Dalam penelitian Abdul Hamid al-Suhaibani disebutkam bahwa
Asmā‟ binti Yazid adalah sosok sahabat yang mengagumkan, ia selalu
bertanya kepada Nabi tentang perkara- perkara agama yang tidak
dipahaminya, karena itu dia dikenal sebagai wanita pemilik akal dan
agama serta orataor bagi kaum wanita. Abdul Hamid juga mengutip
pernyataan langsung dari Asmā‟, yaitu “Aku adalah wanita yang paling
berani bertanya, maka aku bertanya: wahai Rasulullah, apa
maksudnya?”.22
20 ada tiga ayat yang turun karna pertanyaan Ummu Salamah, yang pertama QS. Ali
Imrān [03]: 195, ia bertanya قالت أم سلمة: يا رسول اهلل، ال نسمع اهلل ذكر النساء يف اهلجرة بشيء؟ فأنزل اهلل (ibn
Katsir, J. 2, h. 190), yang kedua QS. al-Nisā'[04]: 32, ia bertanya قالت أم سلمة: يا رسول اهلل، يغزو الرجال :dan yang terakhir adalah QS. al-Ahzāb [33] ,(Ibn Katsir J. h. 286) وال نغزو، ولنا نصف املرياث. فأنزل اهلل
35, bunyi pertanyaannya: ت للنب: يا نب اهلل، ما يل أمسع الرجال يذكرون يف القرآن، والنساء ال عن أم سلمة أهنا قال (Ibn Katsir j. 6, h. 417) يذكرن؟ فأنزل اهلل
21 Syamsuddin Abū Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Dzahabi, Siyar A‟lam al-
Nubala‟, (Kairo: Muasasah al-Risālah, T.ti), Jilid 3, h. 264 22
Abdul Hamid al-Suhaibani, Para Shahabiyat Nabi SAW, (Jakarta: Darul Haq, 2018), h.
74
50
Faktor lain yang menjadikan Asmā‟ memiliki riwayat hadis lebih
banyak diantara sahabat lain yang bukan kerabat Nabi adalah disebabkan
karena Asmā‟ banyak menyaksikan peristiwa- peristiwa penting dalam
Islam dan ikut serta di dalamnya, dia ikut dalam perang khandak, ikut
bersama Nabi ke Hudaibiyah, ikut dalam Bai‟at Ridwan dan ikut perang
Khaibar.23
4. Asmā’ binti Abū Bakar (w. 73 H)
Asmā‟ Binti Abū Bakar adalah sahabat perempuan paling banyak ke-3
dalam meriwayatkan hadis, yaitu setelah Aisyah, Ummu Salamah, lalu Asmā‟
binti Abū Bakar, ia meriwayatkan hadis dalam kutub tis‟ah sebanyak 209 hadis.
Asmā‟ merupakan istri Zubair ibn Awwām, ia masuk Islam ketika masih di
Mekah dan merupakan orang ke-18 yang mengimani risalah Nabi Muhammad
SAW Asmā‟ adalah saudara Aisyah istri Nabi, ia terpaut lebih tua belasan tahun
dari Aisyah, Rasulullah menjulukinya dengan dzat al-Niṭaqayn (pemilik dua ikat
pinggang) karena ia pernah membelah ikat pinggangnya menjadi dua untuk
mempermudah baginya membawa dan menyembunyikan bekal makanan dan
minuman yang akan ia kirim untuk Rasullah dan Abū Bakar di gua tsur. Asmā‟
binti Abū Bakar wafat pada tahun 73 H dalam usia 100 tahun.24
Asmā‟ tinggal bersama Abū Bakar menyaksikan fajar dakwah dan
awal kemunculannya. Saat Islam datang lalu Abū Bakar mengimaninya,
kala itu Asmā‟ telah beranjak dewasa sehingga ia mampu memahami
kejadian yang ia saksikan. Selain itu Asmā‟ hidup ditengah- tengah orang
mulia, ia sering mendatangi rumah adiknya, Aisyah binti Abū Bakar,
pergaulan dekat antara keduanya menjadikan Asmā‟ memiliki
perbendaharaan ilmu dari Rasulullah, baik disampaikan langsung oleh
Rasulullah ataupun melalui Aisyah.
23
Abdul Hamid al-Suhaibani, Para Shahabiyat Nabi SAW, h. 76 24
Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, h. 146
51
Asmā‟ diberi umur panjang, dia hidup lebih dari seratus tahun,
namun tidak satupun giginya yang tanggal, akalnya juga masih baik,
namun penglihatannya berkurang saat memasuki usia senja.25
5. Ḥafsoh binti Umar (w. 45 H)
Ḥafsoh adalah putri dari khalifah Umar ibn Khaṭṭāb dan Zainab
binti Madz‟ūn. Sebelum menikah dengan Rasulullah awalnya Asmā‟
adalah istri dari Khunais ibn Khudzāfah. Khunais wafat dalam perang
uhud pada tahun 3 Hijriyah dan ia dinikahi oleh Rasulullah di tahun yang
sama. Ḥafsoh merupakan istri ketiga yang dinikahi oleh Rasulullah
setelah wafatnya Khadijah, yaitu mulai dari Saudah binti Zam‟ah, Aisyah
binti Abu Bakar, lalu Ḥafsoh binti Umar. Ḥafsoh dilahirkan 5 tahun
sebelum Nabi diutus menjadi Rasulullah, lalu Ḥafsoh wafat pada tahun 45
Hijriyah tepatnya pada masa khilafah Muawiyah ibn Khadīj.26
Salah satu keistimewaannya adalah Ḥafsoh yang menyimpan
Mushaf Abu Bakar yang tertulis. Mushaf itu dipinjam oleh Utsman untuk
merumuskan rasm utsmānī, setelah urusannya selesai Utsmān
mengembalikan mushaf tersebut dan berada padanya sampai beliau
wafat.27
Jumlah riwayat Ḥafsoh yang tersebar dalam kitab ummahāt
sebanyak 147 hadis. Agung Danarta memberikan beberapa alasan
mengapa riwayat Ḥafsoh terdapat banyak. Yang pertama, Ḥafsoh
memiliki waktu hidup bersama Nabi selama 7 tahun, yang kedua, Ḥafsoh
termasuk al-sābiqūn al-Awwalūn yang ikut hijrah dua kali yaitu ke
Habasyah dan ke Madinah, serta ikut perang badar dan perang uhud
bersama suaminya, di sana ia mendapat pendidikan dan pengajaran Islam.
Yang ketiga, Ḥafsoh adalah putri dari Umar ibn al-Khaṭṭāb, kiprah Ḥafsoh
25
Abdul Hamid al-Suhaibani, Para Shahabiyat Nabi SAW, h. 64 26
Ahmad ibn Alī ibn Hajar al-Atsqalānī, al-Isābah fī Tamyīz al-ṣaḥābah, Tahqiq Khairu
Sa‟īd, (Kairo: al-Maktabah al-Taufīqiyah), Jilid 8, h. 94- 96 27
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, (Riyadh: Dār Ṭībah linnasyri wa al-Tauzī‟, 1999) jilid 1, h. 25
52
mendapat dukungan dari ayahnya, dan yang terakhir Ḥafsoh memiliki
waktu selama 35 tahun untuk mengajarkan pengetahuannya.28
6. Ummu Hāni’ binti Abi Ṭālib (w. 60 H)
Nama aslinya adalah fākhitah binti Abī Ṭalib, ia adalah satu-
satunya anak perempuan dari Abi Ṭalib. Ummi Hāni‟ masuk islam pada
masa fath mekkah, ia merupakan istri dari Hubairah ibn Abī Wahab dan
terkenal dengan sebutan Ummu Hāni‟ al-Hasyimiyah, sebab salah satu
anaknya bernama Hāni‟ binti Hubairah.29
Jumlah riwayat Ummu Hāni‟ sebanyak 87 hadis, jumlah ini masuk
dalam kategori banyak dibanding sahabat- sahabat lain. Ummu Hāni‟
adalah sepupu dari Nabi, ia memiliki akses langsung kepada Nabi,
sehingga berbagai informasi dan pengajaran dapat ia peroleh langsung
dari Nabi. Selain itu Ummu Hāni‟ memiliki waktu cukup lama dalam
meriwayatkan hadis, ia menjadi narasumber di kalangan perempuan.
Ummu Hani‟ wafat pada tahun 60 hijriyah.30
Pada saat Rasulullah diangkat kelangit (Isra‟ Mi‟raj), beliau menginap
dirumah Ummu Hani‟, kemudian Ummu Hāni‟ menceritakan kisah isra‟ mi‟raj
Nabi yang kemudian menjadi penafsiran pada QS. al-Isrā‟[17]: 01.31
7. Fatimah binti Qais
Nama lengkapnya adalah Fatimah binti Qais ibn Khālid al-Akbar ibn
Wahab ibn Tsa‟labah ibn Wā‟ilah ibn Amr ibn Syaibān al-Qursyiah al-Fihriyah.
Ia adalah saudara dari al-Ḍahāk ibn Qais. Fatimah binti Qais adalah seorang
28
Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, h. 137 29
Ahmad ibn Muhammad ibn Husain ibn Hasan, al-Hidāyah wa al- Irsyād fī ma‟rifati
ahli Tsiqāt wa al-Sadād, (Beirut: Dār al-Ma‟rifah, 1407), Jilid 2, h. 852 30
Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, h. 157 31
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 5, h. 41
53
sahabat yang terkenal, ia dari kalangan muhājirīn dan wafat pada masa khalifah
Mu‟awiyah. Fatimah adalah istri dari Hafṣ ibn Mugīrah32
Jumlah riwayat Fatimah sebanyak 86 hadis. Faktor yang membuat
periwayatan Fatimah binti Qais banyak adalah karena ia termasuk salah seorang
yang ikut hijrah pertama bersama Nabi, sehingga ia memiliki waktu cukup lama
berada disekitar Nabi.
Pada masa hidupnya, Fatimah diceraikan oleh suaminya sebanyak tiga
kali. Pengalaman ini membuatnya mengerti tentang hukum talak setelah
menanyakannya kepada Nabi33
. Lalu ia menafsirkan sebuah ayat dan diajarkan
pada muridnya. Kemudian riwayat ini sampai pada mufassir dan dikutip sebagai
pemahaman dalam tafsirnya.34
Setelah cerai dari Ḥafs, Fatimah kemudian menikah dengan Usāmah ibn
Zaid, hal ini menyebabkan pengetahuannya tentang hadis semakin banyak, sebab
Usāmah adalah salah seorang sahabat Nabi yang utama. Pada akhir hayatnya, ia
menetap di Kufah, suatu negri yang tidak banyak orang dapat menjadi narasumber
dalam hadis. Keadaan ini menjadikan Fatimah binti Qais sebagai narasumber
dalam pengajaran hadis, sehingga ia dapat meriwayatkan hadis dalam jumlah yang
cukup banyak.35
Ibn Ḥajar dalam kitabnya menuliskan bahwa Fatimah adalah
seorang perempuan yang cantik dan cerdas, dari kecerdasannya ini juga
32
Muhammad ibn Sa‟d ibn Manī‟ Abū Abd illah al-Baṣry al-Zuhry, al-ṭabaqāt al-Kubra,
(Beirut: Dār ṣādir, ), jilid 8, h. 273 33 Fatimah binti Qais bercerita pada Amir tentang suaminya yang menceraikannya pada
masa Rasulullah. sesungguhnya suamiku telah mengirimkan utusan padaku untuk menyampaikan
pesan talak nya. lalu saudara suamiku berkata padaku: keluarlah kamu dari rumah saudaraku ini!.
lalu aku menjawab: sesungguhnya aku berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal hingga
iddahku habis. saudara suamiku mengatakan: “Tidak !” lalu aku datang pada Rasulullah dan
mengadukan hal tersebut. lalu Rasulullah bertanya pada saudara suamiku: mengapa kamu dan
anakmu berlaku demikian pada binti Qais? dia menjawab: sesungguhnya saudaraku telah
menceraikannya sebanyak tiga kali talak. lalu Rasulullah bersabda: wahai putri keluarga Qais,
sesungguhnya nafkah dan tempat tinggal diperuntukkan bagi suami yang masih memilki hak untuk
rujuk. dan apabila suami tidak punya hak untuk merujuknya, maka tidak ada nafkah dan tempat
tinggal baginya, sekarang keluarlah engkau dan tinggallah di rumah ummu syarik, kemudian rasul
bersabda lagi, tinggallah engkau dirumah ibn Ummi Maktum, karna ia adalah buta dan tidak dapat
melihatmu (Ibn Katsir, j. 8, h. 144)
34 (Ibn Katsir,J. 8, h. 144)الرجعة عن فاطمة بنت قيس يف قولو: } ال تدري لعل اللو يدث ب عد ذلك أمرا { قال: ىي
35 Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, h. 157
54
mendukung semangatnya untuk bertanya kepada Nabi tentang masalah yang tidak
ia ketahui.36
8. Asmā’ binti Mursyidah
Nama lengkapnya adalah Asmā‟ ibn Jabir ibn Mālik ibn Huwairitsah ibn
Hārits. beliau adalah istri dari al-Dlahāk ibn Khalīfah. Asmā‟ merupakan
keturunan dari bani Harits yang masuk Islam pada saat baiat ridwan. Ia terkenal
sebagai perempuan dari kalangan anṣar yang cerdas dan selalu bertanya kepada
Rasulullah. Misalkan ia pernah bertanya secara langsung kepada Rasulullah ketika
bingung untuk menetapkan masa sucinya dari haid37
.
Asmā‟ dan suaminya yang merupakan kalangan ansār memiliki sebuah
warung. Suatu ketika orang- orang bani haritsah keluar masuk dalam warungnya
tanpa meminta izin dan tidak menutup perhiasannya. Dalam hal ini Asmā‟ tidak
menyukainya, lalu ia menceritakan kejengkelannya kepada Rasulullah sampai
turun ayat hijab. Ungkapan Asmā‟ kepada Rasulullah menurut ibn katsir menjadi
dua sebab turuunnya ayat al-Qur‟an, yang pertama QS. al-Nūr [24]: 3138
dan QS.
al-Nūr [24]: 5839
9. Zainab binti Abī Salamah (w. 73 H)
Zainab adalah putri Ummu Salamah dan Abi Salamah. Dari jalur ibu,
hubungannya dengan Rasulullah adalah sebagai anak tiri, sedangkan dari jalur
ayah, Zainab adalah kemenakan Nabi, sebab Abi Salamah dan Rasulullah
36
Ahmad ibn Alī ibn Hajar al-Atsqalānī, al-Isābah fī Tamyīz al-ṣaḥābah, Tahqiq Khairu
Sa‟īd, Jilid 8, h. 306 37
Izzuddin ibn al-Atsīr Abī al-Hasan „alī libn Muhammad al-Jazary, Usud al-Gābah fī
Ma‟rifati al-ṣahābah, Jilid 3, h. 312
أن "أمساء بنت مرشدة" كانت يف حمل هلا يف بين حارثة، فجعل النساء يدخلن عليها غري متأزرات فيبدو ما يف أرجلهن 38 (ibn Katsir. j. 6, h. 44) من اخلالخل، وتبدو صدورىن وذوائبهن، فقالت أمساء: ما أقبح ىذا. فأنزل اهلل
أن رجال من األنصار وامرأتو أمساء بنت مرشدة صنعا للنب صلى اهلل عليو وسلم طعاما، فجعل الناس يدخلون بغري 39إذن، فقالت أمساء: يا رسول اهلل، ما أقبح ىذا! إنو ليدخل على املرأة وزوجها ومها يف ثوب واحد، غالمهما بغري إذن! فأنزل اهلل يف
(ibn Katsir j. 6, h. 83) ذلك
55
merupakan saudara satu susuan. Zainab lahir di Habasyah saat Ummu Salamah
dan suaminya sedang hijrah.40
Nama lengkap dari Zainab adalah Zainab binti Abi Salamah ibn „Abd al-
Asad ibn Hilal ibn Abdullah ibn Umar ibn Mahzum. Jumlah periwayatan hadis
dari Zainab sebanyak 177 hadis. Hal ini disebabkan karena Zainab hidup
dilingkungan Nabi sejak kecil, pendidikan keluarga menjadi satu hal yang
membuat pengetahuannya banyak akan hadis. Disamping itu Zainab juga masih
belia, dia memiliki waktu sebanyak 60 tahun dalam mengajarkan hadis setelah
wafatnya Rasulullah41
. Ibn Abi ḥātim memberikan komentar kepada Zainab binti
Abi Salamah, menurut ibn Abbās, Zainab adalah orang yang paling Faqih pada
masa hidupnya di kota Madinah.
10. Ummu Kultsum binti Uqbah
Nama lengkapnya adalah Ummu Kultsum binti Uqbah ibn Abī Mu‟īṭ Abān
ibn Dzakwān ibn Umayah ibn Abd Syam ibn Abdi Manāf ibn Qaṣay al-Amawy.
Ummu Kultsum memeluk Islam di Mekah, ia adalah satu-satunya perempuan
yang pertama kali hijrah ke Madinah menyusul Rasulullah, ia melarikan diri dari
penjagaan dua saudaranya, yaitu walid dan umarah.42
Keberaniannya ini menjadi
sebab turunnya QS. al-Mumtahanah[60]: 10- 1143
. Dalam kisah ini disebutkan
bahwa Ummu Kultsum telah sukses dari ujian untuk tetap berpegang teguh pada
ajaran Nabi.
Dalam hidupnya, Ummu Kultsmu pernah menikah sebanyak empat kali,
suami yang pertama adalah Zaid, kemudian Zubair, lalu Abdur Rahman ibn Auf,
40
Ahmad ibn Alī ibn Hajar al-Atsqalānī, al-Isābah fī Tamyīz al-ṣaḥābah, Tahqiq Khairu
Sa‟īd, Jilid 8, h. 176 41
Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, h. 150 42
Syamsuddin Abū Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Dzahabi, Siyar „Alam al-
Nubalā‟, Jilid 3, h. 248 43 “Ummu Kultsum melarikan diri pada masa perdamaian hudaibiah menyusul nabi Ke
Madinah, kemudian kedua saudaranya yaitu Walid dan Umārah mengetahuinya dan menyusulnya.
ketika keduanya sampai di Madinah, mereka berkata pada Rasulullah: hei Muhammad ! Ummu
Kaltsum adalah tanggungan kami!. lalu Ummu Kultsum berkata: Wahai Rasulullah apakah engkau
ingin mengembalikan aku ke kaum kafir, yang memalingkanku dari agama dan aku tidak sabar
dengan hal itu, dan engkau mengetahui keadaan perempuan lemah. kemudian Allah menurunkan
ayat yang berbunyi: wahai orang-orang yang beriman, apabila perempuan-perempuan mukmin
datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji keimanan mereka” (Ibn Katsir, j.8, h. 92)
56
dan yang terakhir adalah Amr ibn al-„Āṣ. Ummu Kultsum wafat saat menjadi istri
Amr ibn al-„Āṣ. Ummu Kultsum meriwayatkan sebanyak 14 hadis yang tersebar
dalam kitab sahihain dan kitab sunan.44
11. Ummu Ḥabibah (w. 42 H)
Ummu Ḥabibah memiliki nama asli Ramlah binti Abī Sufyān
ṣakhr ibn Harb ibn Umayyah al-Umawiyah. Ummu Ḥabibah lahir 17
tahun sebelum kenabian45
. Ia adalah salah seorang sahabat Nabi yang rela
meninggalkan ayah, ibu dan saudara- saudaranya untuk ikut berdakwah
bersama suaminya ke negri Habasyah. Suaminya bernama Ubaidullah ibn
Jahsy dan ayahnya, Abū Sufyān adalah seorang pemuka Quraisy. Setelah
suaminya wafat dan hendak menikah dengan Rasulullah Ummu Ḥabibah
meminta raja Najasy untuk menjadi wali nikahnya. Kemudian pada masa
fatḥ mekkah ayahnya menyatakan keislamannya pada Nabi.46
Ummu Ḥabibah menikah dengan Rasulullah pada tahun ke 6
hijriyah dalam usia 40 tahun. Dan beliau wafat pada tahun 42 hijriyah.
Ummu Ḥabibah meriwayatkan hadis sebanyak 144 buah. Hal ini
disebabkan karena Ummu Ḥabibah termasuk perempuan yang masuk
islam pada masa awal, disamping itu setelah Rasulullah wafat Ummu
Ḥabibah memiliki waktu 32 tahun untuk meriwayatkan hadis.47
Suatu hari Ummu Ḥabibah meminta Rasulullah agar menikahi
saudara kandungnya, yaitu Izzah binti Abī Sufyan. Lalu Rasulullah
menjelaskan bahwa hal tersebut terlarang dalam agama Islam,
sebagaimana yang terdapat pada QS. al-Nisā‟ [04]: 23.48
44
Muhammad Ibrāhīm Salīm, al-Nisā‟ ḥaula Rasūlullah SawI: al-Qudwatul Hasanah wa
al-Uswah al-ṭayyibah li Nisā‟il Usrah al-Muslimah, h. 69 45
Yūsuf ibn al-Zaky Abdur Rahman Abū al- ḥajjāj al-Mizy, Tahdzīb al-Kamāl, (Beirut:
Muasasah al-Risālah, 1980), J. 35, h. 175 46
Muhammad Ibrāhīm Salīm, al-Nisā‟ ḥaula Rasūlullah SawI: al-Qudwatul Hasanah wa
al-Uswah al-ṭayyibah li Nisā‟il Usrah al-Muslimah, h. 120- 121 47
Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis, h. 139 48
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 2, h. 251
57
12. Saudah binti Zam’ah (w. 23 H)
Nama lengkapnya adalah Saudah binti Zam‟ah ibn Qays ibn „Abd
Syam. Ia adalah istri pertama Rasulullah setelah wafatnya Khadijah.
Saudah pernah menjadi istri satu- satunya bagi Nabi selama kurang lebih
tiga tahun. Kemudian Nabi menikah dan menjalani rumah tangga bersama
Aisyah. Saudah termasuk dari sahabat perempuan yang ikut hijrah ke
Habasyah, dan dinikahi oleh Rasulullah di Mekkah sebelum hijrah ke
Madinah. Sebelumnya Saudah telah menikah dengan al-Sukran ibn „Amr
al-„āmiriy yang meninggal ketika hijrah ke Habasyah.49
Saudah meriwayatkan hadis dari Nabi sebanyak 9, hal ini
disebabkan karena pergaulannya dengan Rasulullah tidak sepadat istri-
istri lainnya. Saudah menghibahkan waktunya bersama Nabi kepada
Aisyah ra, untuk mengharap ridla Allah. Selain itu Saudah tidak memiliki
waktu lama dalam meriwayatkan hadis, ia wafat pada tahun 23 H atau 12
tahun setelah wafatnya Nabi.50
Namun meski riwayat Saudah terhitung sedikit, diantara
riwayatnya ada yang berhubungan dengan tafsir, yaitu ketika ia
mengklarifiasi pernyataan Rasulullah, yang kemudian membuat
Rasulullah menjelaskan perincian ayat tersebut.51
13. Kubaisyah binti Ma’nūn
Namanya adalah Kubaisyah binti Ma‟nun ibn „āṣm al-Anṣāriyah.
Pendapat lain ada yang membacanya dengan Kabisyah binti Ma‟an.
49
Yūsuf ibn al-Zaky Abdur Rahman Abū al- ḥajjāj al-Mizy, Tahdzīb al-Kamāl, , J. 35, h.
200 50
Agung Danarta, Perempuan periwayat Hadis, h. 145
م ال أخذمت مسكها؟". قال: "فل-تعين الشاة -ماتت شاة لسودة بنت زمعة، فقالت: يا رسول اهلل، ماتت فالنة 51 حمرما قالت: نأخذ مسك شاة قد ماتت؟! فقال هلا رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "إمنا قال اهلل: } قل ال أجد يف ما أوحي إيل
)ابن كثري, ج. وإنكم ال تطعمونو، أن تدبغوه فتنتفعوا بو"على طاعم يطعمو إال أن يكون ميتة أو دما مسفوحا أو لم خنزير { 5ص.
58
Kubaisyah adalah istri dari Abū Qais ibn al-Aslat.52
Meski latar belakang
Kubaisyah susah ditemukan, namun ada riwayat yang menceritakan
bahwa ia pernah mendatangi Rasulullah mengadukan perihal anak tirinya.
Ketika Abū Qais wafat, anak tirinya ingin menikahinya sebagai warisan
dari ayahnya. Keadaan seperti ini merupakan tradisi yang telah
berkembang pada masa jahiliyah, melalui pertanyaan Kubaisyah kepada
Rasulullah maka Allah menurunkan QS. al-Nisā‟[04]: 19 untuk
menghapus tradisi jahiliyah tersebut.53
14. Ḥabibah binti Sahal
Ḥabibah binti Sahal juga dikenal dengan nama Jamilah binti Abdullah ibn
Ubay ibn Salūl. Ulama‟ berbeda pendapat tentang hal ini, namun yang lebih
mendekati kebenaran adalah dengan nama Ḥabibah binti Sahal. Ḥabibah adalah
istri dari Tsābit ibn Qais ibn al-Syammās54
. Sebelum menikah dengan Tsābit ibn
Qais Ḥabibah telah menikah dengan Handzalah ibn Abī „āmir, namun Handzalah
gugur dalam perang uhud. Ḥabibah adalah saudara dari orang munafik pertama,
yaitu Abdullah ibn Ubay ibn Salūl.55
Sebagaimana Kubaisyah, Ḥabibah meriwayatkan hadis karena
bertanya kepada Rasulullah tentang masaah pribadinya. Jawaban
Rasulullah terhadapnya kemudian diriwayatkan oleh para sahabat.
Ḥabibah adalah perempuan pertama yang mengajukan hulu‟ kepada
suaminya, Tsābit ibn Qais56
. Pembahasan ini akan dijelaskan pada bab
selanjutnya.
52
Izzuddin ibn al-Atsīr Abī al-Hasan „alī libn Muhammad al-Jazary, Usud al-Gābah fī
Ma‟rifati al-ṣahābah, (Kairo: al-Maktabah al-Taufīqiyyah, 2003), Jilid 7, h.236 53
pada saat itu suaminya yang bernama Abū Qais ibn al-Aslat meninggal dunia, lalu anak
tirinya menyukainya, maka Kubaisyah datang kepada Rasulullah dan berkata : wahai Rasulullah,
aku tidak dapat mewarisi harta suamiku dan tidak pula dibiarkan nikah dengan orang lain”
kemudian turunlah “wahai orang- orang beriman! tidak halal bagimu mewarisi perempuan
dengan jalan paksa” (ibn Katsir, J. 2, h. 240) 54
al-Khatīb al-Bagdādī, al-Asmā‟ al-Mubhamah fī al-Anbā‟ al-Muhakkamah, Jilid 1, h.
99 55
Izzuddin ibn al-Atsīr Abī al-Hasan „alī libn Muhammad al-Jazary, Usud al-Gābah fī
Ma‟rifati al-ṣahābah, Jilid 7, h. 48 56
Izzuddin ibn al-Atsīr Abī al-Hasan „alī libn Muhammad al-Jazary, Usud al-Gābah fī
Ma‟rifati al-ṣahābah, Jilid 7, h. 48
59
15. Khaulah binti Tsa’labah
Terdapat banyak pendapat terkait dengan nama Khaulah, namun
yang paling banyak disebutkan adalah Khaulah binti Tsa‟labah, yaitu
dengan nama lengkap Khaulah binti Tsa‟labah ibn Aṣram al-Anṣāriyah
al-Khuzarajiyah. Beliau adalah istri dari Aus ibn al-Ṣāmit57
. Di antara
nama- nama yang diduga sebagai namanya adalah Khaulah binti Mālik
ibn Tsa‟labah, Khaulah binti Dulaij, Khaulah binti al-ṣāmit, dan
Khuwailah binti Khuwailid al-Anṣāriyah.58
Khaulah adalah sahabat perempuan yang didengar doa nya oleh Allah
yang direspon melalui turunnya ayat al-Qur‟an untuk membelanya. Khaulah
memiliki seorang suami yang memiliki hasrat yang tinggi namun tidak
menghargai istrinya, ia berlaku semena- mena terhadap Khaulah. Suatu ketika
suaminya merendahkan Khaulah dengan cara mengucapkan kata dhihar, namun
beberapa saat kemudian ketika Aus melihat betis istrinya, ia langsung ingin
menggauli Khaulah secara paksa, padahal sebelumnya ia telah meremehkan
istrinya dengan ungkapan dhihar. Khaulah tidak terima dengan perlakuan
suaminya, lalu ia mengadu kepada Rasulullah sampai turunlah ayat Sesungguhnya
Allah telah mendengar Perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu
tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah (QS. al-Mujādalah
[58]: 01).59
16. Subai’ah binti al-ḥārits
Namanya adalah Suba‟ah binti al-ḥārits al-Aslamiyah, ia merupakan istri
dari Sa‟d ibn Khaulah. Sa‟ad termasuk dari sahabat yang mengikuti perang badar,
57
Yusuf ibn al-Zakī Abd al-Rahman Abū al-Hajjāj al-Mizy, Tahdzibu al-Kamal, (Beirut:
Muassasah al-Risālah, 1400), Jilid 35, h.163 58
Yūsuf ibn al-Zaky Abdur Rahman Abū al- ḥajjāj al-Mizy, Tahdzīb al-Kamāl, , J. 35, h.
163 59
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 34
60
ia wafat di Mekkah pada saat Haji Wada‟ dan meninggalkan Subai‟ah dalam
keadaan hamil.60
Subai‟ah melahirkan anak Sa‟ad beberapa saat setelah wafatnya Sa‟ad, ada
yang mengatakan sehari setelah wafat suaminya, ada yang mengatakan dua puluh
lima hari dan ada pula yang mengatakan satu bulan.61
Setelah melahirkan,
Subai‟ah berdandan, namun datanglah Abu Sanabil yang mengomentari perbuatan
Subai‟ah. Mendengar komentar darinya Subai‟ah langsung mendatangi Nabi dan
meminta fatwa padanya. Rasulullah menjawab nya dengan jawaban yang sesuai
dengan al-Qur‟an, yaitu yang terdapat dalam ayat yang berbunyi “dan perempuan-
perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya” QS. al-Ṭalāq[65]: 04.62
Para sahabat dan generasi setelah banyak yang meminta fatwa kepada
Subai‟ah binti al-Hārits, tentang apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah
padanya, diantanya adalah para fuqaha‟ di Madinah dan fuqaha‟ Kufah.63
17. Furai’ah binti Mālik
Nama lengkapnya adalah Furai‟ah binti Mālik ibn Sinān ibn Ubaid ibn
Tsa‟labah ibn al-Abjar Khudrah ibn Auf ibn al-Hārits ibn al-Khazraj. Beliau
adalah sahabat perempuan dari kalangan ansar yang ikut berbaiat kepada Nabi.
Furai‟ah adalah saudara dari Sa‟id al-Khudrī.64
Latar belakang Furai‟ah menjadi periwayat hadis tidak jauh berbeda
dengan Kasus Subai‟ah, yaitu dia bertanya kepada Rasulullah tentang nasibnya
yang ditinggal wafat oleh suaminya, ia meminta izin kepada Rasulullah agar bisa
kembali kepada keluarganya bani Khudrah. Pada awalnya Rasulullah
mengizinkannya, jawaban Rasulullah ini sesuai dengan QS. al-Baqarah [02]: 240,
60
Ahmad ibn Muhammad ibn Hasan ibn Husein ibn Hasan Abū Naṣr al-Bukhāry al-
Kalābādzī, al-Hidāyah wa al-Irsyād fī Ma‟rifati ahl tsiqah wa al-Sadād, (Beirut: Dār al-Ma‟rifah
1407), jilid. 2. 851 61
Ibn Abd al-Bar, al-Istī‟āb fī Ma‟rifatil Aṣhāb, Jilid 2, h. 110 62
Muslim ibn Hajjāj Abū al-Hasan al-Qusyairy al-Naisābūry, al-Jāmi‟ al-ṣahīh al-
Musamma ṣahī Muslim, jilid. 7, h. 468 63
Ibn Abd al-Bar, al-Istī‟āb fī Ma‟rifatil Aṣhāb, Jilid 2, h. 110 64
Muhammad ibn Hibbān ibn Ahmad Abū Hātim al-Tamimy al-Busty, al-Tsiqāt Li ibn
Hibbān, (Mesir: Dār al-Fikr, 1395), jilid. 3, h. 337
61
yaitu apabila istri yang ditinggal mati oleh suaminya ingin meninggalkan rumah
meski kurang dari satu tahun maka hukumnya boleh. Tidak lama kemudian
Rasulullah memanggil Furai‟ah dan memintanya untuk berdiam diri terlebih
dahulu di rumah suaminya selama empat bulan sepuluh hari. Ketetapan kedua ini
sesuai dengan QS.al- Baqarah [02]: 234. apa yang ditetapkan Nabi kepada
Furai‟ah secara tidak langsung telah memberikan penjelasan bahwa QS. al-
Baqarah [02]: 240 telah dihapus dengan QS.al- Baqarah [02]: 234.65
18. Ummu Faḍl
Nama aslinya adalah Lubābah binti al-Hārits, beliau adalah istri dari
Abbas ibn Abdul Muṭṭalib dan saudara dari Maimunah binti al-Hārits –istri
Rasulullah SAW- selain itu Ummu Faḍl juga merupakan saudara seibu dari
Asmā‟ binti Umais – istri dari Ja‟far ibn Abī ṭālib- Ummu Faḍl memiliki enam
orang anak, dan kesemuanya adalah laki-laki, salah satu anak beliau adalah
Abdullah ibn Abbas yang menjadi khadim Rasulullah sejak kecil, Abdullah juga
didoakan oleh Rasullah agar menjadi orang yang paham al-Qur‟an. Ummu Faḍl
wafat pada masa khilaf Ustmān ibn „Affān.66
Ummu Faḍl termasuk perempuan yang masuk Isam sebelum hijrah, dan
dia adalah perempuan pertama yang masuk Islam setelah Khadijah67
. Jumlah
periwayatan hadis Ummu Faḍl sebanyak 48 hadis, hal ini tidak mengherankan
sebab Ummu Faḍl merupkan generasi utama Islam yang memungkinkan
mendapat pelajaran yang banyak dari Rasullah, selain itu beliau memiliki umur
yang panjang sampai pada masa khalifah Utsmān ibn „Affān. Salah satu tema
riwayat Ummu Faḍl adalah berkaitan dengan qir‟ah, ia pernah mengajarkan
qira‟ah QS. al-Mursalāt [77].68
65
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 1, h. 659 66
Yusuf ibn al-Zakī Abd al-Rahman Abū al-Hajjāj al-Mizy, Tahdzibu al-Kamal, (Beirut:
Muassasah al-Risālah, 1400), Jilid 35, h.297 67
Abdul Hamid al-Suhaibani, Para Shahabiyat Nabi SAW,h. 157 68
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 296.
62
19. Ummu Sa’ad binti Rabī’
Nama lengkapnya adalah Ummu Sa‟ad ibn al-Rabī‟ ibn Amr ibn Abī
Zuhair. Ayahnya, Sa‟ad ibn Rabī‟ meninggal dunia pada perang uhud, kemudian
Ummu Sa‟ad di asuh oleh Abū Bakar al-ṣiddiq. Ummu Sa‟ad disebut juga dengan
Jamilah, ia merupakan saudara dari istri zaid bin tsābit, yaitu Ummu Khārijah.69
Kehidupannya yang tinggal bersama Abu Bakar memberikannya informasi
tentang keislaman, salah satunya adalah Ummu Sa‟ad menyaksikan langsung
kejadian sebelum turunnya QS. al-Nisā‟ [04]: 33, yaitu dia dapat menjelaskan
bahwa ayat tersebut turun kepada Abū Bakar dan anaknya dan Ummu Sa‟ad
mengajarkan cara membaca ayat tersebut sesuai dengan yang ia dengar secara
langsung.70
20. Ummu Hisyām binti Ḥāritsah
Nama lengkapnya adalah Ummu Hisyām binti Ḥāritsah ibn al-Nu‟mān ibn
Nāfi‟ ibn Zaid ibn Ubaid ibn Tsa‟labah ibn Ganam al-Anṣāriyah al-Najjāriyah.
Beliau adalah saudara seibu dari Amrah binti Abd al-Rahman.71
Ummu Hisyam
ikut berbaiat kepada Nabi dalam baiat Ridwan.72
Dalam sebuah riwayat Ummu Hisyām pernah bercerita bahwa tempat
pembuat roti (tungku) milik Rasulullah dan milik Ummu Hisyām berdampingan
selama kurang lebih dua tahun, dan Ummu Hisyām menghafal bacaan surah Qāf
69
ibn al-Atsīr, Usud al-Gābah, Jilid 3, h. 440 70 “Dari daud ibn Husain ia berkata: aku pernah belajar kepada Ummu Sa‟ad bersama
cucunya, yaitu Musa ibn Sa‟ad, Ummu Sa‟ad adalah seorang yatim dan diasuh oleh abu bakar.
kemudian Sa‟ad ibn Musa membacakan ayat kepada Ummu Sa‟ad : والذين عاقدت أيانكم lalu Ummu
Sa‟ad menegurnya dan membacakan والذين عقدت أيانكم. Ummu Sa‟ad menjelaskan: sesungguhnya
ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar dan anaknya, Abdur Rahman. ia enggan masuk islam,
sehingga Abu Bakar bersumpah tidak akan memberikan warisan padanya, namun setelah Abd al-
Rahman masuk islam ketika islam menyebar, Allah memerintahkan Abu Bakar untuk memberikan
bagian warisnya” (ibn Katsir, j. 2, h. 290) 71
Yusuf ibn al-Zakī Abd al-Rahman Abū al-Hajjāj al-Mizy, Tahdzibu al-Kamal, (Beirut:
Muassasah al-Risālah, 1400), Jilid 35, h.297 72
Ibn Abd al-Bar, al-Istī‟āb Fī Ma‟rifah al-Aṣhāb, Jilid 2, h. 138
63
wal Qur‟ānil majīd langsung dari Rasullah, menurutnya Rasulullah selalu
membaca ayat tersebut pada setiap hari jumat di atas mimbar.73
21. Asmā’ binti ‘Umais
Nama lengkapnya adalah Asmā‟ binti „Umais ibn Ma‟bad ibn al-
Ḥārits al-Khats‟amiyah.74
Beliau adalah sahabat Rasulullah kalangan
pertama. Asmā‟ mengimani risalah nabi Muhammad sejak sebelum
Hijrah. Dalam hubungannya dengan Rasulullah Asmā‟ merupakan ipar
Nabi, yaitu saudara seayah dari Maimunah binti al-Ḥārits. Asmā‟
menikah dengan Ja‟far ibn Abī Thalib sepupu Rasulullah. Pada masa awal
Islam pengikut Nabi Muhammad SAW masih sedikit, mereka mendapat
tekanan dan intimidasi dari penduduk kafir Quraisy di Mekkah. Asmā‟
dan Suaminya merupakan salah satu pasangan yang Hijrah ke Habasyah75
agar dapat menjalani Islam dengan nyaman. Asmā‟ dan suaminya tinggal
beberapa tahun di Habasyah sampai melahirkan tiga orang putra, yaitu
Abdullah, Aun, dan Muhammad.76
Pada tahun 8 Hijriyah, Ja‟far ibn Abi Ṭālib gugur dalam
peperangan. Asmā‟ sangat berduka dengan musibah yang menimpanya
lalu Nabi menghibur Asmā‟ dengan mengajak para sahabat lainnya untuk
membuatkan makanan bagi keluarga Ja‟far dan anak- anaknya.77
Setelah
kejadian tersebut, Asmā‟ dinikahi oleh Abū Bakar dan dikaruniai seorang
73
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 7, h. 393 74
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Dzahabi, Siyar A‟lam al-
Nubala‟, Jilid 3, h. 253 75
Hijrah ke Habasyah atau Ethiopia (Afrika) terjadi pada tahun ke 5 setelah nabi diutus
menjadi Rasulullah atau 9 tahun sebelum tahun Hijriyah ditetapkan. di Negri ini umat Islam
mendapat naungan dari raja yang baik hati, yaitu raja al-Najasy. Hijrah ini merupakan hijrah yang
pertama kali dilakukan oleh umat Islam (Ibnu Hisyam) 76
Abdul Hamid al-Suhaibani, Para Shahabiyat Nabi SAW, (Jakarta: Dār al-Haq, 2018), h.
69 تا أمساء بنت عميس قالت 77 ا أصيب جعفر وأصحابو دخلت على رسول اللو صلى اللو عليو وسلم وقد عن جد لم
لت بين ودىنت هم ونظفت هم ف قال رسول اللو صلى الل دب غت أر و عليو وسلم ائتيين ببين جعفر قالت بعي منيئة وعجنت عجيين وغسناه ف قلت يا رسول هم وذرفت عي ي ما ي بكيك أب لغك عن جعفر وأصحابو شيء قال ن عم أصيبوا فأت يتو بم فشم اللو بأب أنت وأم
لو ف قال ال ت غفلوا آل جعفر من أن لم إل أى ىذا الي وم قالت ف قمت أصيح واجتمع إيل النساء وخرج رسول اللو صلى اللو عليو وس ( 522مسند أمحد (تصن عوا هلم طعاما فإن هم قد شغلوا بأمر صاحبهم
64
putra yang bernama Muhammad ibn Abu Bakar. Putra Asmā‟ dan Abū
Bakar ini lahir saat mereka sedang melaksanakan Haji bersama
Rasulullah.78
Dalam riwayat lain diceritakan tentang kisah Haji Asmā‟ bersama
Rasulullah. Pada hari Arafah Asmā‟ sedang berjalan bersama Nabi, saat
itu sedang turun surah al-Mā‟idah ayat 3, Asmā‟ menyaksikan langsung
ketika ayat tersebut turun. Malaikat jibril menampakkan diri kepada
Rasulullah, lalu Unta yang ditunggangi Rasulullah miring, unta itu tidak
kuat menahan beban wahyu, maka nabi memarkirkannya, lalu Asmā‟
mendatangi Nabi, menarik bajunya dan menyelimutkannya kepada
Rasulullah.79
22. Perempuan ketika Bai’at
Setelah turun QS. al-Mumtahanah [60]: 12, Rasullah membaiat para
sahabat baik sahabat laki- laki maupun sahabat perempuan. Dari kalangan sahabat
perempuan banyak yang ikut berbai‟at, namun tidak semuanya memiliki
keberanian dan kecakapan untuk menanyakan sesuatu kepada Rasulullah. Ada
beberapa diantara mereka yang meminta penjelasan tentang kalimat baiat yang
Nabi ucapkan. Pertanyaan- pertanyaan ini di abadikan oleh mufassir untuk
menafsirkan QS. al-Mumtahanah [60]: 12. Riwayatnya ini adakalanya
memperinci kata dalam ayat tersebut dan adakalanya menjelaskan keadaan dalam
baiat. Di antara sahabat perempuan yang berperan dalam hal ini adalah:
78
جرة فأمر رسول اللو د بن أب بكر بالش صلى اللو عليو وسلم أبا بكر يأمرىا أن قالت نفست أمساء بنت عميس بحم (1)صحيح مسلم ت غتسل وتل
79 Kisah ini dikutip dalam tafsir ibn Katsir, untuk memberikan wawasan tentang kejadian
ketika QS. al-Mā‟idah[05]: 03 turun. (Ibn Katsir, Jilid 3, h. 26)
قالت أمساء بنت عميس: حججت مع رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم تلك الجة، فبينما حنن نسري إذ تلى لو جربيل، فمال رسول يت عليو ب رداكان علي اهلل صلى اهلل عليو وسلم على الراحلة، فلم تطق الراحلة من ثقل ما عليها من القرآن، فربكت فأتيتو فسج
65
Aisyah binti Qudāmah
Nama aslinya adalah Aisyah binti Qudāmah ibn Madz‟ūn al-Qurasyiyah
al-Jumahhiyah.80
Umaimah binti Ruqaiqah
Nama lengkapnya adalah Umaimah binti Ruqaiqah binti Khuwailid ibn
Asd. Ibu umaimah yang bernama Ruqaiqah merupakan saudara kandung dari
Khadijah binti Khuwailid, dengan demikian Umaimah adalah kemenakan dari
Khadijah.81
Hindun binti Utbah
Nama lengkapnya adalah Hindun binti rabī‟ah ibn Abdu Syams ibn Abdi
Manāf al-Qursyiyah al-Hāsyimiyah, beliau memiliki kunyah Ummu Mu‟āwiyah.
Ia adalah istri dari Abū Sufyān yang masuk islam pada fath Makkah.82
Ummu „Atiyah
Namanya adalah Nasībah binti al-ḥārits al-Anṣāriyah. Pendapat lain
mengatakan Nasībah binti Ka‟ab al-Anṣāriyah. Ummu „Atiyah hidup sampai
ujung dari tahun ke 70 hijriyah.
80
Izzuddin ibn al-Atsīr Abī al-Hasan „alī libn Muhammad al-Jazary, Usud al-Gābah fī
Ma‟rifati al-ṣahābah, Jilid 7, h. 182 81
Izzuddin ibn al-Atsīr Abī al-Hasan „alī libn Muhammad al-Jazary, Usud al-Gābah fī
Ma‟rifati al-ṣahābah, Jilid 7, h. 23 82
Izzuddin ibn al-Atsīr Abī al-Hasan „alī libn Muhammad al-Jazary, Usud al-Gābah fī
Ma‟rifati al-ṣahābah, Jilid 7, h. 276
66
BAB IV
KONSTRUKSI PENAFSIRAN SAHABAT PEREMPUAN
A. Peran Sahabat Perempuan dalam Tafsir
Pada pembahasan ini penulis akan memaparkan bentuk kontribusi yang telah
dilakukan oleh sahabat perempuan dalam meriwayatkan hadis yang terdapat pada
tafsir ibn Katsīr. Riwayat perempuan dalam tafsir ibn Katsīr sangat banyak.
Penulis telah melakukan identifikasi terhadap riwayat- riwayat tersebut dan
menemukan sebanyak 86 riwayat berkaitan dengan tafsir yang nantinya akan
penulis bahas satu persatu. Indikator dari 86 riwayat yang telah terpilih adalah
riwayat yang membahas tentang sebab turunnya ayat, riwayat tentang Qira‟ah,
riwayat yang menjelaskan tentang makna garīb atau maksud ayat, riwayat tentang
keutamaan ayat, serta riwayat yang menceritakan hal- hal yang berkaitan dengan
ayat.
Informasi mengenai sahabat perempuan yang terdapat dalam tafsir ibn Katsīr
tidak semuanya berperan sebagai periwayat saja, adakalanya sahabat perempuan
berperan menjadi sebab turunnya ayat, menjadi guru bagi sahabat lainnya,
menjadi penanya dalam sebuah kasus dan menjadi perawi yang meriwayatkan
tentang pemahaman al-Qur‟an. Dalam hal ini penulis membagi peran sahabat
perempuan dalam memberikan kontribusi terhadap tafsir al-Qur‟an kepada empat
bagian, yaitu sebagai khiṭāb, sebagai penjelas, sebagai penanya, dan sebagai
perawi. Berikut ini adalah tabel peran atau bentuk kontribusi sahabat perempuan
yang namanya telah dibahas pada bab sebelumnya
67
Tabel 4. 1:Peran Sahabat Perempuan
Peran sahabat Perempuan dalam Tafsir
No Nama
Posisi
Jml Khitab
Ayat Penjelas Penanya Perawi
1 Ummu Salamah 3 2 4 15 24
2 Aisyah binti Abu Bakar 4 1 12 15
3 Asma' binti Yazid 1 7 8
4 Asma' binti Abu Bakar 1 7 8
5 Hafsoh binti Umar 1 2 1 4
6 Ummu Hani' 3 3
7 Asma' binti Mursyidah 2 2
8 Zainab binti Abi
Salamah 2 2
9 Fatimah binti Qais 2 1 3
10 Ummu Kultsum binti
Uqbah 1 1 2
11 Ummu Habibah
1 1
12 Saudah binti Zam'ah 1 1
13 Kubaisyah binti Ma'nun 1 1
14 Habibah binti Sahal 1 1
15 Khaulah binti Tsa'labah 1 1
16 Subai'ah binti Harits 1 1
17 Furai'ah binti Malik 1 1
18 Ummu Fadl 1 1
19 Asma' binti Umais 1 1
20 Ummu Sa'ad binti Rabi' 1 1
68
21 Aisyah binti Qudamah 1 1
22 Hindun binti Utbah 1 1
23 Umaimah binti
Ruqaiqah 1 1
24 Ummu Atiyah 1 1
25 Ummu Hisyam binti
Haritsah 1 1
86
Ummu Salamah memiliki peran sebagai Khiṭab ayat terdapat dalam 3
surah, yaitu QS. „Alī Imrān [03]: 195, QS. al- Nisā‟ [04]: 32 dan QS. al-Aḥzāb
[33]: 35. Disamping itu penjelasan Ummu Salamah juga terdapat dalam tafsir ibn
Katsīr pada QS.al-Baqarah [02]: 187 dan ayat 223. Adapun sebagai penanya
terdapat dalam QS. Al-Baqarah[02]: 156, 234, QS. al- Anfāl [08]: 25, dan QS. al-
Nūr [24]: 31. Dan peran Ummu Salamah yang terakhir adalah sebagai perawi
yaitu terdapat pada QS. Al- Fātiḥah [01]: 1- 4, QS. „Alī Imrān[03]: 8, QS.
Maryam [19], QS. Al- Ankabūt [29]: 56, QS. Al- Aḥzāb [33]: 33, 52, 59, QS. Al-
Ḥujurāt [49]: 6, QS. Al- Tūr [52], QS. al-Wāqi‟ah[56]: 22-23, QS. Al-
Mumtahanah [60]: 12, QS.al- Nasr [110] dan al-Ṣaffāt [37]: 180- 182.
Aisyah binti Abū Bakar memiliki 3 peran dalam periwayatan. yaitu
sebagai penjelas, perawi, dan penanya. Adapun sebagai penjelas terdapat dalam
QS. al-Baqarah [02] : 187, 228, 275 dan QS. al-Nūr [24]: 60. Sebagai penanya
terdapat dalam satu ayat yaitu QS. „Abasa [80]: 37 dan sebagai perawi terdapat
dalam QS. Al- Mukminūn [23]: 60, QS. al-Nūr [24]: 31, QS. al-Aḥzāb [33]: 37,
QS. Al-Qadr [97], QS. al-Fīl [105], QS. al-Kautsar [108], QS. al-Lahab [111], QS.
Al-Ikhlāṣ [112] dan QS. Al- falaq [113].
Asmā‟ binti Yazīd berperan sebagai khiṭāb dan perawi. ia pernah
meriwayatkan sebab nuzul QS. al-Baqarah[02]: 228. adapun periwayatan Asmā‟
binti Yazīd yang berhubungan dengan tafsir terdapat dalam QS. Al- Baqarah [02]:
225 dan QS. „Alī Imrān [03]: 1-2, QS. Al- Mā'idah [05], QS. Al- An'ām [06], QS.
69
Hūd [11]: 46 dan QS. Al-Zumar [39]: 53, QS. Al- Ra'd [13]: 29, QS. Ibrāhīm [14]:
16, QS. Al- Sajadah [32]: 16, dan QS. Al- Quraisy [106].
Asmā‟ binti Abū Bakar riwayatnya terdapat dalam QS. al- Mumtahanah
[60]: 08, dalam riwayat tersebut ia berperan sebagai khiṭāb ayat. Asmā‟ juga
meriwayatkan hadis tentang tafsir yang dikutip oleh ibn katsīr dalam QS. Al- Ra'd
[13]: 29, QS. Al- Isrā' [17]: 45, QS. Al- Rahman [55]: 13, 48, QS. Al- Ma'ārij
[70]: 18, QS. al-Fīl [105], dan QS. Al-Lahab [111].
Ḥafsoh binti Umar, riwayatnya terdapat dalam QS. Al- Nisa' [04]: 176,
riwayat Ḥafsoh menceritakan sebab turunnya ayat tersebut. penjelasan Ḥafsoh
juga dikutip dalam QS. al-Baqarah [02]: 226 dan QS. Al- Naḥl [16]: 112. dan
yang terakhir pertanyaan Ḥafsoh dalam sebuah riwayat menjadi tafsir pada QS. al-
Baqarah [02]: 196.
Ummu Hānī‟ binti Abī Ṭālib riwayatnya dikutip sebagai penafsiran
terdapat dalam QS. Al- Isrā' [17]: 01, QS. Al- Ankabūt [29]: 29, dan QS. Al-
Quraisy [106].
Asmā‟ binti Mursyidah pernah berkomentar, sehingga komentarnya
menjadi sebab turunnya ayat, yaitu terdapat pada QS. al-Nūr [24]: 31 dan 58.
Zainab binti Abī Salamah, penjelasannya dalam riwayat menjadi
penafsiran terhadap QS. Al- Baqarah [02]: 234 dan QS. Al- Najm [53]: 32.
Fatimah binti Qais, berperan sebagai penanya dan perawi. riwayat-
riwayatnya dikutip sebagai tafsir QS. al-Baqarah [02]: 177 dan QS. Al- Ṭalāk
[65]: 01.
Ummu Kultsum binti Uqbah berperan sebagai khiṭāb dan perawi.
riwayatnya dikutip sebagai tafsir QS. al-Mumtahanah [60]: 10 dan QS. Al- Ikhlāṣ
[112].
Ummu Habibah berperan sebagai penanya, riwayatnya tersebut dikutip
sebagai penjelasan terhadap QS al- Nisā' [04]: 23.
70
Saudah binti Zam‟ah berperan sebagai penanya, riwayatnya dikutip
sebagai penjelasan terhadap QS. al-An‟ām [06]: 145.
Kubaisyah binti Ma‟nūn, Ḥabibah binti Sahal, dan Khaulah binti
Tsa‟labah, ketiganya berperan sebagai khṭāb ayat. Kubaisyah menjadi sebab turun
QS. al-Nisā‟ [04]: 19, Ḥabibah menjadi sebab turun QS. al-Baqarah [02]: 229 dan
Khaulah menjadi sebab turun QS. al-Mujādalah [58]: 01.
Subai‟ah binti al-Ḥārits berperan sebagai penjelas. penjelasannya dikutip
dalam tafsir QS. al-Ṭalāq [65] : 04 adapun Furai‟ah binti Mālik berperan sebagai
penanya, riwayatnya dikutip sebagai tafsir QS. al-Baqarah [02]: 234.
Ummu Fadl, Ummu Hisyam binti Ḥāritsah dan Ummu Sa‟ad binti Rabī‟
berperan sebagai perawi yang meriwayatkan Qira‟ah. Ummu Faḍl meriwayatkan
qira‟ah QS. Al- Mursalāt [77]: 01, Ummu Sa‟ad binti Rabī‟ meriwayatkan qira‟ah
QS. al-Nisā‟ [04]: 33, dan Ummu Hisyām binti Ḥāritsah meriwayatkan qira‟ah
QS. Qāf [50]: 01.
Ummu „Atiyah, Aisyah binti Qudāmah, Hindun binti Utbah, dan Umaimah
binti Ruqaiqah adalah para sahabat perempuan yang ikut berbaiat kepada
Rasulullah SAW. Mereka meriwayatkan kisah yang terjadi pada saat baiat
sehingga riwayat- riwayat mereka menjadi penjelasan terhadap QS. al-
Mumtahanah [60]: 12.
Demikianlah perincian riwayat sahabat perempuan dalam tafsir ibn Katsīr
berikut ini adalah penjelasan tentang masing- masing peran.
1. Sahabat Perempuan Sebagai Khiṭab Ayat
Proses pewahyuan al-Qur‟an secara berangsur-angsur melibatkan para sahabat
kala itu, baik sahabat laki- laki maupun sahabat perempuan. Jenis keterlibatan
tersebut beragam, seperti keterlibatan menjadi objek ayat, keterlibatan
menanyakan hukum yang tidak dipahami, sampai keterlibatan sebagai sebab
turunnya ayat. Manna‟ Khalil al-Qaṭṭān dalam kitabnya, membagi jenis sebab
nuzul menjadi dua macam, yang pertama, apabila terjadi suatu peristiwa,
kemudian turun sebuah ayat yang merespon peristiwa tersebut, hal ini biasanya
71
ditandai dengan ungkapan “Ketika ayat ini turun”. Jenis yang kedua adalah
apabila salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, lalu turunlah sebuah
ayat yang menjelaskan pertanyaan tersebut.1 Kedua macam ini dapat ditemukan
dalam riwayat yang telah diceritakan oleh sahabat.
Pembahasan perempuan sebagai khitab ayat meliputi kedua jenis di atas,
namun yang akan penulis bahas adalah jenis kedua, yaitu para sahabat perempuan
yang bertanya kepada Nabi lalu direspon oleh al-Qur‟an atau sahabat perempuan
yang menjadi khitab ayat lalu ia menceritakan pada generasi setelahnya, misalkan
seperti QS. al-Baqarah[02]: 229 yang berbunyi:
ول يل لكم أف تأخذوا ٦تا آتػيتموىن شيئا إل الطلؽ مرتاف فإمساؾ تعروؼ أو تسريح بإحساف عليهما فيما افػتدت بو أف يافا أل يقيما حدود اللو فإف خفتم أل يقيما حدود اللو فل جناح
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak
ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya” (Terjemah al-Qur‟an in Word)
Ayat ini turun kepada dua orang sahabat perempuan. Pada kalimat kedua dari
ayat di atas -tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu…- turun kepada
sahabat Ḥabibah binti Sahal. Ḥabibah mengadu kepada Rasulullah bahwa ia tidak
menyukai suaminya. banyak riwayat yang menceritakan sebab Ḥabibah tidak suka
pada suaminya diantaranya dalam riwayat Abū Dāud disebutkan bahwa suaminya
telah memukulnya hingga patah salah satu anggota tubuhnya3 sedangkan dalam
1Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu- ilmu Qur‟an, Terj. Mudzakir (Jakarta: Litera
AntarNusa, 2010), h. 108- 109 2 ayat ini turun terhadap seorang sahabat perempuan yang mengadukan perbuatan
suaminya terhadap Rasulullah, namun nama perempuan tersebut tidak disebutkan namanya dalam
riwayat manapun, berikut ini adalah kutipan Ibn Katsir terhadap riwayat ibn Hātim dalam
tafsirnya:
أف رجل قاؿ لمرأتو: ل أطلقك أبدا ول آويك أبدا. قالت: وكيف ذلك؟ قاؿ: أطلقك، حىت إذا دنا أجلك راجعتك. فأتت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم فذكرت ذلك فأنزؿ اهلل عز وجل: } الطلؽ مرتاف {
3 Abū Dāud Sulaimān ibn al-„Asy‟ats ibn Ishāq ibn Basyīr ibn Syaddād al-Azdy al-
Sijistāny, Sunan Abī Dāud,(Beirut: Muassasah al-Risālah, 1990) Jilid 6, h. 144
72
riwayat Bukhari disebutkan bahwa habibah tidak suka akan kemunafikan
suaminya, ia sangat membenci suaminya dan tidak suka pada fisiknya.4 Yang
lebih ekstrim terdapat pada riwayat ibn Majah, yaitu ketika Habibah mengadu
kepada Rasulullah dengan mengatakan “Demi Allah, jika bukan karna aku takut
pada Allah, bila ia masuk ke kamarku, niscaya aku ingin meludahi wajahnya”5.
Pada riwayat ibn Majah dan Bukhari keduanya menyebutkan bahwa suaminya,
Tsābit ibn Qais adalah seorang pria yang buruk rupa. Salah satu riwayat yang
dikutip oleh ibn Katsīr sebagaimana berikut:
عن أيب حريز أنو سأؿ عكرمة، ىل كاف للخلع أصل؟ قاؿ: كاف ابن عباس يقوؿ: إف أوؿ خلع كاف صلى اهلل عليو وسلم فقالت: يا رسوؿ اهلل ب اإلسلـ، أخت عبد اهلل بن أيب، أهنا أتت رسوؿ اهلل
ل جيمع رأسي ورأسو شيء أبدا! إين رفعت جانب ا٠تباء، فرأيتو أقبل ب عدة، فإذا ىو أشدىم سوادا، وأقصرىم قامة، وأقبحهم وجها! قاؿ زوجها: يا رسوؿ اهلل، إين أعطيتها أفضل مارل!
وإف شاء زدتو! قاؿ: ففرؽ بينهما نعم، حديقة، فإف ردت على حديقيت! قاؿ:"ما تقولت؟" قالت:“Abu Hariz pernah bertanya pada ikrimah, apakah masalah hulu‟
mempunyai dalil asal ? Ikrimah menjawab sebagaimana yang
diriwayatkan oleh ibn Abbās, ibn Abbās berkata “pada awalnya hulu‟
dalam Islam terjadi pada saudara Abdullah ibn Ubay, dia datang ke
Rasulullah dan mengadu: “Wahai Rasulullah, semoga aku dan dia tidak
dipertemukan untuk selama-lamanya, sesungguhnya aku mengintip dibalik
tendaku, lalu aku melihat dia datang dengan segala perlengkapannya,
ternyata dia adalah lelaki yang sangat hitam, tubuhnya pendek dan
mukanya sangat jelek” lalu suaminya menimpali “wahai Rasulullah
sesungguhnya aku telah memberikannya harta milikku yang paling
berharga, yaitu kebun. Bagaimana jika ia mengembalikan kebunku ?”
Rasulullah bertanya pada Habibah: Bagaimana pendapatmu ? Habibah
menjawab “ya”, jika ia menghendaki maka aku akan memberinya
tambahan, maka Rasulullah SAW memisahkan keduanya.
4 Muhammad ibn Ismā‟īl ibn Ibrāhīm ibn al-mugīrah al-Bukhāry, al-Jāmi‟ al-ṣahīh al-
Musnad min hadīsi Rasulillah ṣallallahu „alaihi wa sallam wa sanadihi wa Ayyāmihi, Jilid 16, h.
320 5 ibn Mājah Abū Abdillah Muhammad ibn Yazīd al-Qazwīny, Sunan ibn Mājah, (Beirut:
Muassasah al-Risālah, 1992), jilid. 6. h. 235 6 Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, Jilid 1, h. 615
73
Adapun indikator kedua yang penulis bahas adalah sahabat perempuan yang
meriwayatkan sebab turunnya ayat, misalkan dalam riwayat Asmā‟ binti Yazīd
yang menjelaskan sebab turun dari QS. al-Baqarah [02]: 228 sebagaimana berikut:
عن عمرو بن مهاجر، عن أبيو: أف أتاء بنت يزيد بن السكن األنصارية قالت: طلقت على عهد لقت أتاء رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، ودل يكن للمطلقة عدة، فأنزؿ اهلل، عز وجل، حت ط
أنػفسهن } والمطلقات يػتػربصن ب ن نزلت فيها العدة للطلؽ، يعتالعدة للطلؽ، فكانت أوؿ م }ثلثة قػروء
Dari Amr ibn Muhājir, dari Muhājir, bahwasannya Asmā‟ binti Yazīd
bercerita: Saya ditalak pada masa Rasulullah, dan saat itu belum ada iddah
bagi perempuan yang ditalak, kemudian Allah menurunkan ayat talak -
ketika Asma‟ ditalak, ia adalah perempuan pertama yang menjalani iddah,
yaitu:. wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru‟8
Sahabat perempuan banyak yang menjadi sebab turun dari ayat al-Qur‟an,
berikut ini hasil penelitian penulis terhadap tafsir ibn Katsir yang menjelaskan
sebab nuzul ayat terhadap perempuan:
Tabel 4. 2: Perempuan Sebagai Khiṭāb Ayat
No Ayat Informasi Sebab Nuzul Tema Man Anzala
Anhā
1
QS. al-
Baqarah[02]: 228
قالت: طلقت على عهد رسوؿ اهلل ،
…ودل يكن للمطلقة عدة، فأنزؿ اهللMunakahah
Asma' binti
Yazīd
2
QS. al-
Baqarah[02]: 229
أهنا أتت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم رسوؿ اهلل ل جيمع رأسيفقالت: يا
Munakahah Habibah binti
Sahal
7 Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, Jilid 1, h. 607 8 Aisyah ra menjelaskan bahwa yang di maksud dengan quru‟ adalah masa suci (ibn
Katsir, J. 1, h. 607) :فقالوا: إف اهلل تعاذل يقوؿ ب كتابو: " ثلثة قروء " فقالت عائشة: صدقتم، وتدروف ما األقراء؟ إمنا األقراء األطهار
74
3
QS. „Alī Imrān
[03]: 195
قالت أـ سلمة: يا رسوؿ اهلل، ل نسمع اهلل ذكر النساء ب ا٢تجرة بشيء؟ فأنزؿ
…اهللakhlak
Ummu
Salamah
4
QS. al-Nisā'[04]:
19
فقالت: يا رسوؿ اهلل، ل أنا ورثت تركت فأنكح، فنزلت أنازوجي، ول
ىذه Munakahah
Kubaisyah
binti Ma‟nun
5
QS. al-Nisā'[04]:
32
قالت أـ سلمة: يا رسوؿ اهلل، يغزو . فأنزؿ اهلل..الرجاؿ ول نغزو
Munakahah Ummu
Salamah
6
QS. Al- Nisā'
[04]: 176
أف عمر أمر حفصة أف تسأؿ اهلل صلى ، فلما سألوا رسوؿ ….النيب
اهلل عليو وسلم نزلت اآليةMunakahah
Hafsoh binti
Umar
7 QS. al-Nūr [24]:
31 Akhlak فقالت أتاء: ما أقبح ىذا. فأنزؿ اهلل
Asma‟ binti
Mursyidah
8
QS. al-Nūr [24]:
58
فقالت أتاء: يا رسوؿ اهلل، ما أقبح ىذا!
Akhlak Asma‟ binti
Mursyidah
9
QS. al-Ahzāb
[33]: 35
عن أـ سلمة أهنا قالت للنيب صلى اهلل عليو وسلم: يا نيب اهلل، ما رل أتع
الرجاؿ يذكروف ب القرآف، والنساء ل يذكرف؟ فأنزؿ اهلل
Akhlak Ummu
Salamah
10
QS. al-
Mujādalah [58]:
01- 02
Munakahah وىي تقوؿ: يا رسوؿ اهللKhaulah binti
Tsa‟labah
11
QS. al-
Mumtahanah
[60]: 08
. فقلت: يا رسوؿ اهلل، إف أمي قدمت وىي راغبة، أفأصلها؟ قاؿ: نعم
. فأبت أتاء أف تقبل ىديتها تدخلها بيتها، فسألت عائشة النيب صلى اهلل
عليو وسلم، فأنزؿ اهلل
akhlak Asma' binti
Abu Bakar
12 QS. al-
Mumtahanah
[60]: 10
Akhlak ردين يا رسوؿ اهلل إذل الكفار فػقالت: أتػ Ummu
Kultsum
binti Uqbah
75
2. Sahabat Perempuan Bertanya
Rasulullah SAW adalah seorang utusan yang bertugas menjelaskan hukum-
hukum Islam. menurut al-Qarafi Rasulullah memiliki beberapa peran, yaitu
sebagai utusan Allah, sebagai mufti atau hakim, dan sebagai pemimpin negara.9
dengan beberapa peran tersebut, Rasulullah selalu menerima pertanyaan dari para
sahabat baik sahabat laki- laki, perempuan, yang tua maupun muda. sikap
keterbukaan Rasulullah ini dimanfaatkan oleh para sahabat untuk menanyakan
segala hal yang tidak dipahami, tak terkecuali sahabat perempuan juga turut andil
dalam bertanya.
Pertanyaan sahabat kepada Rasulullah meliputi berbagai macam, mulai dari
masalah hukum Islam, masalah etika, sampai masalah yang berkaitan dengan
hukum alam.10
namun yang penulis bahas disini adalah pertanyaan sahabat
perempuan tentang keislaman yang kemudian di jawab oleh Rasulullah
menggunakan ayat al-Qur‟an atau jawaban Rasulullah sesuai dengan ketetapan
yang ada dalam al-Qur‟an. hal ini menunjukkan bahwa meskipun al-Qur‟an turun
kepada sahabat kala itu, namun tidak semua sahabat menyadari akan
pelaksanaanya, lalu mereka bertanya kepada Rasulullah. dengan demikian apa
yang ditanyakan oleh sahabat perempuan kepada Rasulullah menjadi sebuah
kontribusi dalam mempraktikkan ajaran Islam yaitu memperkenalkan ajaran
tersebut pada sahabat lainnya. selain itu jawaban Rasulullah adakalanya menjadi
penguat, penjelas, dan penghususan terhadap ayat tersebut, sehingga hal ini
menjadi wawasan yang dikutip oleh mufassir untuk memahami al-Qur‟an.
misalkan dalam riwayat sahabat Fatimah binti Qais, ia pernah menanyakan
tentang kewajiban bagi harta selain mengeluarkan zakat, kemudian Rasulullah
menjawabnya dengan ayat al-Qur‟an, yaitu QS. al-Baqarah [02]:177, berikut ini
riwayat Fatimah binti Qais:
9 Abu al-„Abbās Syihāb al-Dīn Ahmad ibn Idris al-Maliky al-Syahīr bi al-Qarāfī, Anwār
al-Burūq fī Anwā‟ al-Furūq, Jilid 1, h. 357 10
Hasil penelitian penulis terhadap riwayat- riwayat perempuan yang terdapat dalam
kitab tafsir ibn katsir
76
حدثتت فاطمة بنت قيس: أهنا سألت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: أب ا١تاؿ حق سوى الزكاة؟ قالت: فتل علي } وآتى الماؿ على حبو {
“Fatimah binti Qais memberitahu bahwa ia pernah bertanya kepada
Rasulullah: Apakah harta memiliki kewajiban lain selain zakat, Kemudian
Rasulullah membaca ayat : dan memberikan harta yang dicintainya”
Riwayat di atas menjelaskan tentang hak harta selain mengeluarkan zakat,
yaitu bersedekah dengan harta yang paling berharga baginya.
Adapun contoh pertanyaan sahabat perempuan yang dijawab dengan
jawaban sesuai kandungan al-Qur‟an adalah sebagaimana yang ditanyakan oleh
salah satu istri Nabi yaitu Hafsoh binti Umar:
ب الصحيحت عن حفصة أهنا قالت: يا رسوؿ اهلل، ما شأف الناس حلوا من العمرة، ودل تل أنت من عمرتك؟ فقاؿ: "إين لبدت رأسي وقلدت ىديي، فل أحل حىت أ٨تر"
“Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan, dari Hafsoh, dia bertanya:
wahai Rasulullah, mengapa orang- orang bertahalul, sedangkan engkau
tidak bertahalul dari umrahmu ? Rasulullah menjawaba “sesungguhnya
aku telah meminyaki rambutku dan kukalungi hewan qurbanku, maka aku
tidak akan bertahalul sebelum menyembelih hewan qurbanku.”
Hafsoh binti Umar bertanya kepada Rasulullah tentang apa yang ia lihat,
yaitu diantara beberapa sahabat ada yang bertahalul sedangkan Rasulullah tidak
bertahalul, maka Rasulullah menjawab pertanyaan Hafsoh sesuai dengan apa
yang ada dalam al-Qur‟an, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam QS. al-
Baqarah [02]: 196 yang artinya, Maka (sembelihlah) hewan korban yang mudah
didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihannya.
Ayat ini menjelaskan bahwa seseorang boleh tahalul13
apabila telah
membawa hewan Qurbannya ke tempat penyembelihan. hukum berqurban bagi
11
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 1, h. 487 12
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, Jilid 1, h. 535 13
Tahallul artinya adalah mencukur rambut, hal ini sebagai tanda bagi seorang yang
berhaji, bahwa hajinya telah selesai. tahalul ini merupakan rukun terakhir dari pelaksanaan haji
77
orang haji adalah sunnah, jadi para sahabat kala itu boleh memilih apakah akan
berqurban atau tidak.
Selain ayat- ayat di atas masih banyak pertanyaan perempuan yang di jawab
dengan al-Qur‟an oleh Rasulullah, berikut ini adalah tabel tentang ayat- ayat yang
dipraktikkan pada masa Rasulullah melalui pertanyaan perempuan:
Tabel 4. 3: Perempuan Sebagai Penanya
No Ayat Riwayat Tema Nama
Perempuan
1
QS. Al-
Baqarah[02]:
156
اهلل يقوؿ: "ما من قالت: تعت رسوؿ عبد تصيبو مصيبة فيقوؿ: } إنا للو وإنا إليو راجعوف { اللهم أجرين ب مصيبيت واخلف رل ختا منها، إل آجره اهلل من
مصيبتو
Ibadah Ummu
Salamah
2
QS. al-
Baqarah
[02]: 177
أهنا سألت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم:
حق سوىأب ا١تاؿ Ibadah
Fatimah
binti Qais
3
QS. al-
Baqarah
[02]: 196
عن حفصة أهنا قالت: يا رسوؿ اهلل، ما
شأف الناسIbadah
Hafsoh binti
Umar
4
QS. al-
Baqarah
[02]: 234
أف أرجع إذل قالت: فسألت رسوؿ اهلل .
أىلي ب بت خدرة فإف زوجي دل يتكتMunakahah
Furai‟ah
binti Mālik
5
QS. Al-
Baqarah
[02]: 234
يا رسوؿ اهلل، إف ابنيت توب عنها زوجها، قاؿ: …..وقد اشتكت عينها، أفنكحلها؟
"إمنا ىي أربعة أشهر وعشر Munakahah
Ummu
Salamah
6 QS al- Nisā'
[04]: 23
أف أـ حبيبة قالت: يا رسوؿ اهلل، انكح
أخيت بنت أيب سفيافMunakahah
Ummu
Habibah
78
3. Perempuan Sebagai Penjelas (Guru)
Pada masa Rasulullah sahabat perempuan tidak jarang menjadi guru atau
tempat bertanya bagi sahabat laki- laki.14
hususnya pada istri- istri Nabi, hal ini
disebabkan karena istri- istri Nabi memiliki waktu lebih lama bersama Nabi dalam
kehidupan sehari- hari sehingga memiliki kemungkinan lebih besar untuk
menerima penjelasan dari Nabi atau menyaksikan langsung apa yang dilakukan
oleh Nabi yang tidak beliau lakukan di luar rumah.15
Selain istri- istri Nabi, sahabat perempuan lain juga menjadi tempat
bertanya bagi sahabat laki- laki, yaitu mereka yang pernah diberi ketetapan oleh
Nabi dalam suatu hukum. sebagaimana hasil penelitian penulis sahabat
perempuan sebagai guru tidak hanya berupaya menjelaskan, namun sesekali
mereka mengoreksi apa yang disampaikan oleh sahabat laki- laki.
14
Zaitunah Subhan, al-Qur‟an dan Perempuan: Menuju Kesetaraan Gender dalam
Penafsiran, h. 51 15
Seperti contoh Aisyah ditanya oleh Masruq tentang salat witir Rasulullah “Aisyah
menjawab: Rasulullah terkadang salat witir di awal waktu, ditengah malam dan terkadang di akhir
malam, dan menjelang wafatnya beliau mengerjakan salat witir sampai menjelang fajar” (al-
Tirmidzi: 419)
7
QS. al-
An‟ām [06]:
145
Akhlak قالت: نأخذ مسك شاة قد ماتت؟!Saudah binti
Zam‟ah
8
QS. Al-
Anfāl [08]:
25
قالت: فكيف يصنع أولئك؟ قاؿ: "يصيبهم ما أصاب الناس، ب يصتوف إذل
مغفرةAqidah
Ummu
Salamah
9 QS. Al-Nūr
[24]: 31
رسوؿ اهلل، أليس ىو أعمى ل فقلت: يا يبصرنا ول يعرفنا؟فقاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل
عليو وسلم: "أو عمياوافAkhlak
Ummu
Salamah
10 QS. „Abasa
[80]: 37
فقالت عائشة: يا رسوؿ اهلل، فكيف بالعورات؟
Akhlak Aisyah binti
Abu Bakar
79
Peran sahabat perempuan sebagai guru adakalanya berupa pertanyaan dari
sahabat lain dan adakalanya berupa pengajaran yang disampaikan langsung oleh
mereka, misalkan suatu ketika Aisyah dan Ummu Salamah di tanyak oleh salah
seorang sahabat, tentang melakukan hubungan suami istri pada bulan Ramadhan
dan belum bersesuci sampai subuh tiba. adanya pertanyaan ini merupakan salah
satu respon salah seorang sahabat terhadap ayat yang berbunyi Dihalalkan bagi
kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu16
.
berikut ini jawaban dari Aisyah dan Ummu Salamah dalam memberikan
penjelasan terhadap ayat tersebut.
عت أبا ىريػرة يػقوؿ قاؿ رسوؿ اللو صلى اللو علي و وسلم من عن أيب بكر بن عبد الرتن قاؿ تـ سلمة وعائشة فسألناها عن أدركو الصبح جنبا فل صوـ لو قاؿ فانطلقت أنا وأيب فدخلنا على أ
يصوـ ذلك فأخبػرتانا أف رسوؿ اللو صلى اللو عليو وسلم كاف يصبح جنبا من غت حلم ب
“Dari abu bakar ibn Abdurrahman, berkata : Aku mendengar Abu
Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda “siapa yang
berada dalam keadaan junub pada waktu subuh, maka dia tidak dianggap
berpuasa” kemudian aku dan ayahku pergi menemui Aisyah dan Ummu
Salamah, lalu bertanya tentang hal itu, keduanya berkata “bahwasannya
Rasulullah Saw dalam keadaan junub tanpa mimpi di waktu subuh,
kemudian Rasulullah melanjutkan puasanya”.
Bunyi riwayat di atas mengoreksi terhadap pernyataan Abu Hurairah,
dalam riwayat lain disebutkan secara terpisah antara riwayat Aisyah dan Ummu
Salamah dengan riwayat Abu Hurairah. dalam hal ini imam nawawi telah
melakukan pentarjihan terhadap dua riwayat yang berbeda tersebut. menurutnya
riwayat Aisyah dan Ummu Salamah lebih unggul karena riwayat tersebut
diriwayatkan oleh dua orang, adapun alasan kedua karena Aisyah dan Ummu
Salamah lebih mengetahui aktifitas nabi di rumah.18
16
Pada awalnya pelaksanaan puasa dimulai setiap bangun dari tidur dan tidak melakukan
hubungan suami istri, kemudian ada beberapa kasus yang terjadi, seperti sahabat umar menggauli
istrinya pada bulan ramadhan setelah isyak‟, lalu turunlah syari‟at baru tentang puasa. (Ali
Mustafa Yaqub, Islam is not only for muslim, h, 69) 17
Ahmad ibn Hanbal, Musnad al-Imām Ahmad ibn Hanbal, Tahqiq. Syu‟aib al-Arnoth,
(Beirut: Muassasah al-Risālah, 1999) Jilid 4, h. 111 18
al- Nawawi, ṣahīh muslim bi syarhi nawawi, Tahqiq, Hāzim Muhammad, (Kairo: Dār al- Hadis, 1994) Jilid 1, h. 57
80
Adapun pengajaran yang disampaikan langsung oleh sahabat perempuan
adalah seperti kisah Hafsoh binti Umar ketika ia meminta budaknya menuliskan
mushaf untuknya, Hafsoh menjelaskan tentang maksud dari ayat yang harus
ditulis, berikut ini riwayat Hafsoh binti Umar:
أف حفصة أمرت إنسانا أف يكتب ٢تا مصحفا، فقالت: إذا بلغت ىذه اآلية: } حافظوا على الصلوات والصلة الوسطى { فآذين. فلما بلغ آذهنا فقالت: اكتب: "حافظوا على الصلوات
لة الوسطى وصلة العصر"والص
“Hafsoh meminta seseorang untuk menulis mushaf, lalu Hafsoh berkata :
apabila sudah sampai pada ayat Hāfidzū „Alā al-ṣalawāt al-Wustā beritahu
aku, ketika telah sampai pada ayat tersebut, Hafsoh kembali berkata :
Tulislah Hāfidzū „Alā al-ṣalawāt al-Wustā wa al-ṣalāti al-„asr”
Dalam menafsirkan QS. al-Baqarah[02]:238 ibn Katsir mengemukakan
sejumlah pendapat tentang makna al-ṣalāh al-wusṭā. ada yang menafsirkan
dengan salat maghrib, salat duhur, dan ada juga yang menafsirkan dengan salat
Asar. dikalangan istri- istri Nabi seperti Aisyah, Ummu Salamah, Ummu Habibah,
dan Hafsoh binti Umar semuanya menafsirkan dengan makna salat asar20
.
Sahabat perempuan menjadi guru dalam periwayatan yang berhubungan
dengan tafsir. berikut ini tabel hasil penelitian:
Tabel 4. 4: Perempuan Sebagai Penjelas
No Ayat Penjelasan Tema N. Penjelas
1 QS. al-Baqarah [02]
: 187
فسألناها عن ذلك فأخبػرتانا أف رسوؿ اللو كاف يصبح جنبا من غت
حلم ب يصوـ Ibadah
Aisyah dan
Ummu
Salamah
2 QS. al-Baqarah [02]:
226
سأؿ عمر ابنتو حفصة، : كم أكثر ما تصرب
Munakahah Hafsoh binti
Umar
19
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, Jilid 1, h. 652 20
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 1, h. 646- 650
81
3 QS. Al- Baqarah
[02]: 228
فقالت عائشة: صدقتم، وتدروف ما األقراء؟ إمنا األقراء: األطهار
Ibadah Aisyah
4 QS. Al-Baqarah[02]:
223
حدثتت أـ سلمة أف األنصار كانوا ل جيبوف النساء
Munakahah Ummu
Salamah
5 QS. Al- Baqarah
[02]: 234
انت قالت زينب بنت أـ سلمة: كا١ترأة إذا توب عنها زوجها دخلت
…حفشاAhlak
Zainab binti
Abi Salamah
6 QS. al- Baqarah
[02]: 236
أف حفصة أمرت إنسانا أف يكتب ٢تا مصحفا
Akhlak Ummu
Habibah
7 QS. Al- Baqarah
[02]: 275
يا أـ ا١تؤمنت، أتعرفت زيد بن أرقم؟ قالت: نعم
Akhlak Aisyah binti
Abu Bakar
8 QS. Al- Naḥl [16]:
112
فقالت حفصة: والذي نفسي بيده، إهنا القرية اليت قاؿ اهلل: } وضرب
اللو مثل قػرية كانت آمنة مطمئنة Cerita
Hafsoh binti
Umar
9 QS. Al- Nūr [24]: 60 يا أـ ا١تؤمنت، ما تقولت ب ا٠تضاب Akhlak Aisyah binti
Abu Bakar
10 QS. Al- Najm [53]:
32
فقالت رل زينب بنت أيب سلمة: إف رسوؿ اهلل هنى عن ىذا السم
Akhlak Zainab binti
Abi S.
11 QS. al-Talāk [65]:
01
قالت: فقاؿ رل أخوه: اخرجي من الدار
Munakahah Fatimah binti
Qais
12 QS. al-Talāk [65] :
04
بأين قد حللت حت وضعت فأفتاين تلي، وأمرين بالتزويج
Munakahah
Subai‟ah binti
al-Harits
82
4. Sahabat Perempuan sebagai Perawi
Pembahasan tentang sahabat perempuan sebagai perawi telah banyak yang
membahas, seperti buku “perempuan periwayat hadis” karya Agung Danarta, “al-
Iṣābah fī tamyīz al-ṣahābah” karya ibn Hajar, “Tahdzibu al-Kamal” karya al-
Mizy, dan lain sebagainya. informasi mengenai sahabat perempuan sebagai
perawi telah menjadi pengetahuan umum, hal ini dibuktikan dengan menyebarnya
riwayat- riwayat dari sahabat perempuan seperti Aisyah.
Periwayatan sahabat perempuan meliputi berbagai macam, namun yang
penulis angkat disini hanyalah riwayat yang berhubungan dengan al-Qur‟an dan
tafsir. sebagaimana ibn Abbas yang dijuluki sebagai mufassir pada masa sahabat,
beberapa sahabat perempuan juga ada yang dapat dikategorikan sebagai mufassir.
makna mufassir yang dimaksud disini adalah sebagaimana yang di definisikan
oleh al-Zarkasyi, yaitu memahami al-Qur‟an yang turun kepada nabi Muhammad
dengan menjelaskan makna- maknanya dan mengeluarkan hukum- hukum serta
hikmahnya.21
menurut al-Dzahabi penyebutan Tafsir pada masa Nabi dan sahabat
fokus pada pernafsiran terhadap kata- kata yang sulit atau makna- makna yang
memerlukan perincian.22
dengan demikian pembahasan riwayat perempuan dalam
al-Qur‟an dan tafsir meliputi riwayat tentang keutamaan al-Qur‟an atau surah,
riwayat yang menjelaskan makna atau maksud ayat, riwayat yang menjelaskan
hal- hal yang melingkupi ayat, dan riwayat yang menjelaskan tentang Qira‟ah.
misalkan riwayat yang berhubungan dengan keutamaan al-Qur‟an adalah riwayat
Aisyah binti Abu Bakar bahwasannya Rasulullah membaca Surah al-Ikhlas, al-
Falaqa, dan al-Nas setiap hendak mau tidur, sebagaimana detail riwayat Aisyah di
bawah ini:
عليو وسلم كاف إذا أوى إذل فراشو كل ليلة تع كفيو، ب نفف فيهما أف النيب صلى اهللعن عائشة فقرأ فيهما: " قل ىو اللو أحد " و " قل أعوذ برب الفلق " و " قل أعوذ برب الناس " ب ميسح
21
Badr al- Dīn Muhammad ibn Abdullah al- Zarkasy, al- Burhān fī ulum al- Qur‟an,
Tahqiq. Muhammad ibn Fadl Ibrāhīm, (Riyadh: Dār ālim al- Kutub, 2003), jilid 1, h. 153 22
Muhammad Husain al- Dzahabi, al- Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Maktabah Muṣ‟ab ibn
Umair, 2004), Jilid 1, h. 28
83
، يفعل ذلك ثلث هبما ما استطاع من جسده، يبدأ هبما على رأسو ووجهو، وما أقبل من جسده مرات
“Dari Aisyah bahwasaanya Nabi Muhammad SAW setiap hendak tidur
beliau menyatukan kedua telapak tangannya, lalu meniupnya dan
membaca qul huwa Allah ahad, dan Qul „a‟ūdzu birabbil falaq, dan qul
„a‟ūdzu birabbi al-Nas. kemudian beliau mengusapkan kedua telapak
tangannya kepada seluruh tubuh yang terjangkau, Rasulullah memulainya
dari kepala dan wajah dank ke tubuhnya, beliau melakukan hal itu
sebanyak tiga kali”
Adapun riwayat sahabat perempuan yang menjelaskan tentang makna atau
maksud ayat, adalah sebagaimana riwayat Ummu Salamah:
[، عن أـ سلمة قالت: قلت: يا رسوؿ اهلل، أخربين عن قوؿ اهلل: } وحور عت { ]الواقعة: قاؿ: "حور: بيض، عت: ضخاـ العيوف، شفر اتوراء تنزلة جناح النسر". قلت: أخربين عن قولو:
ر الذي ب األصداؼ، [، قاؿ: "صفاؤىن صفاء الد} كأمثاؿ اللؤلؤ المكنوف { ]الواقعة: رات حساف { ]الرتن: [. قاؿ: الذي دل تسو األيدي". قلت: أخربين عن قولو: } فيهن خيػ
"ختات األخلؽ، حساف الوجوه". قلت: أخربين عن قولو: } كأنػهن بػيض مكنوف { ]الصافات: خل البيضة ٦تا يلي القشر، وىو: الغرقئ". قلت: يا [، قاؿ: "رقتهن كرقة اتلد الذي رأيت ب دا
رسوؿ اهلل، أخربين عن قولو: } عربا أتػرابا { . قاؿ: "ىن اللواب قبضن ب دار الدنيا عجائز رمصا شطا، خلقهن اهلل بعد الكرب، فجعلهن عذارى عربا متعشقات ٤تببات، أترابا على ميلد
اخل…واحد"“Dari Ummu Salamah, berkata: Aku bertanya pada nabi, wahai Rasulullah
beritahu aku tentang makna firman Allah “wa hūrin „īn” Nabi menjawab
“berkulit putih, bermata jeli, dan berbulu mata lentik seperti sayap burung
elang” aku bertanya lagi, beritahu aku tentang makna “ka‟amtsāli lu‟lu‟al
maknūn” Nabi menjawab “beningnya seperti mutiara yang berada dalam
kerang dan belum pernah tersentuh tangan”. lalu aku bertanya lagi,
ceritakanlah kepadaku tentang firman Allah “Fīhinna Khairātun Hisān”,
23
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 527 24
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 7, h. 532
84
maka beliau menjawab, “akhlaknya baik-baik dan waahnya cantik-cantik”
aku bertanya kembali, beritahu aku tentang maksud “ka‟anna hunna
baidlum maknūn” Rasulpun menjawab “kelembutan kulit bidadari itu
sama dengan kulit telur yang kamu lihat berada dibalik kulit luarnya” Aku
bertanya kembali tentang makna “‟Uruban Atrābā” Nabi Saw menjawab
“Mereka itu adalah wanita-wanita yang ketika di dunia meninggal dalam
keadaan nenek-nenek, matanya lamur dan sudah peot. Lalu Allah
menciptakan mereka kembali sesudah mereka tua menjadi perawan, penuh
gairah cinta lagi dicintai, sedangkan usia mereka sebaya (muda-muda)”
Sahabat perempuan juga pernah menyaksikan langsung keadaan ketika
suatu ayat al-Qur‟an diturunkan. inilah yang dimasksud penulis sebagai riwayat
yang melingkupi teks ayat al-Qur‟an. misalkan ketika QS. al-Mā‟idah [05]:3
diturunkan, terdapat riwayat yang diceritakan oleh sahabat Asmā‟ binti „Umais:
وقاؿ أسباط عن السدي: نزلت ىذه اآلية يـو عرفة، فلم ينزؿ بعدىا حلؿ ول حراـ، ورجع رسوؿ صلى اهلل عليو اهلل صلى اهلل عليو وسلم فمات. قالت أتاء بنت عميس: حججت مع رسوؿ اهلل
وسلم تلك اتجة، فبينما ٨تن نست إذ تلى لو جربيل، فماؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم على .الراحلة، فلم تطق الراحلة من ثقل ما عليها من القرآف، فربكت فأتيتو فسجيت عليو بػردا كاف علي
Asmā‟ binti „Umais pernah melaksanakan haji bersama Rasulullah, saat itu
Asmā‟ menyaksikan surah al-Mā‟idah ayat 3 turun kepada Nabi melalui malaikat
Jibril, ia menceritakan bahwa saat ayat tersebut turun kendaraan (onta) yang
ditunggangi oleh Rasulullah SAW miring, karena tidak kuat menanggung
beratnya al-Qur‟an, kemudian Asmā‟ menutupi atau menyelimuti Rasulullah
dengan kain miliknya.
Sahabat perempuan juga meriwayatkan hadis tentang Qira‟ah, seperti
Ummu Sa‟ad binti Rabi‟. ia pernah mengajarkan cara membaca (Qira‟ah) pada
surah al-Nisa‟ ayat 33, disamping itu ia juga menjelaskan makna yang terkandung
dalam ayat tersebut, berikut ini adalah riwayat Ummu Sa‟ad binti Rabi‟.
-عن داود بن اتصت قاؿ: كنت أقرأ على أـ سعد بنت الربيع، مع ابن ابنها موسى بن سعد قدت أميانكم { فقالت: ل ولكن: } افقرأت عليها } والذين ع -وكانت يتيمة ب حجر أيب بكر
85
والذين عقدت أميانكم { قالت: إمنا نزلت ب أيب بكر وابنو عبد الرتن، حت أىب أف يسلم، فحلف أبو بكر أف ل يورثو، فلما أسلم حت تل على اإلسلـ بالسيف أمر اهلل أف يؤتيو نصيبو.
“Dari daud ibn Husain ia berkata: aku pernah belajar kepada Ummu Sa‟ad
bersama cucunya, yaitu Musa ibn Sa‟ad, Ummu Sa‟ad adalah seorang
yatim dan diasuh oleh abu bakar. kemudian Sa‟ad ibn Musa membacakan
ayat kepada Ummu Sa‟ad : قدت أميانكم اوالذين ع lalu Ummu Sa‟ad menegurnya
dan membacakan والذين عقدت أميانكم. Ummu Sa‟ad menjelaskan: sesungguhnya
ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar dan anaknya, Abdur Rahman.
ia enggan masuk islam, sehingga Abu Bakar bersumpah tidak akan
memberikan warisan padanya, namun setelah Abd al-Rahman masuk islam
ketika islam menyebar, Allah memerintahkan Abu Bakar untuk
memberikan bagian warisnya”.
Riwayat sahabat perempuan sangat banyak yang dikutip dalam tafsir ibn
Katsir, berikut ini adalah tabel riwayat perempuan yang telah dipilih oleh penulis
sesuai ketentuan di atas:
Tabel 4. 5: Perempuan Sebagai Perawi
No Ayat Posisi Riwayat Tema N. Perawi
1 QS. Al- Fātihah [01]:
1- 4 Qira'ah Aqidah Ummu Salamah
2
QS. Al- Baqarah [02]:
225 dan QS. Ali Imran
[03]: 1-2
Tafsir Kata atau
Maksud Aqidah Asma' binti Yazid
3 QS. „Alī Imrān[03]: 8 Perincian ayat Ibadah Ummu Salamah
4 QS. al-Nisā‟ [04]: 33 Qira'ah Akhlak Ummu Sa‟ad binti
Rabi‟
5 QS. Al- Mā'idah [05]
Kejadian ketika
turun ayat (sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Cerita Asma' binti Yazid
6 QS. al-Mā‟dah [05]:
03
Kejadian ketika
turun ayat (sesuatu
yang melingkupi
Cerita Asma‟ binti Umais
25
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 2, h. 290
86
ayat)
7 QS. Al- An'ām [06]
Kejadian ketika
turun ayat (sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Cerita Asma' binti Yazid
8 QS. Hūd [11]: 46 dan
QS. Al-Zumar [39]: 53 Qira'ah Ibadah Asma' binti Yazid
9 QS. Al- Ra'd [13]: 29 Tafsir Kata atau
Maksud Aqidah
Asma' binti Abu
Bakar
10 QS. Ibrahim [14]: 16 Tafsir Kata atau
Maksud Aqidah Asma' binti Yazid
11 QS. Al- Isrā' [17]: 01 Perincian ayat Cerita Ummu Hani'
12 QS. Al- Isrā' [17]: 45 Tafsir Kata atau
Maksud Aqidah
Asma' binti Abu
Bakar
13 QS. Maryam [19] Keutamaan Surah/
ayat Cerita Ummu Salamah
14 QS. Al- Mukminūn
[23]: 60
Tafsir Kata atau
Maksud Ibadah Aisyah
15 QS. Al-Nūr [24]: 31
Kejadian ketika
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Akhlak Aisyah binti Abu
Bakar
16 QS. Al- Ankabūt [29]:
29
Tafsir Kata atau
Maksud Akhlak Ummu Hani'
17 QS. Al- Ankabūt [29]:
56 Perincian ayat Cerita Ummu Salamah
18 QS. Al- Sajadah [32]:
16 Perincian ayat Aqidah Asma' binti Yazid
19 QS. Al- Ahzāb [33]:
33
Kejadian ketika
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Aqidah Ummu Salamah
20 QS. Al- Ahzāb [33]:
37
Tafsir Kata atau
Maksud Aqidah
Aisyah binti Abu
Bakar
21 QS. Al- Ahzāb [33]:
52
Tafsir Kata atau
Maksud Akhlak Ummu Salamah
87
22 QS. Al- Ahzāb [33]:
59
Kejadian ketika
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Akhlak Ummu Salamah
23 QS. Al- Hujurāt [49]:
6
Kejadian ketika
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Akhlak Ummu Salamah
24 QS. Qaf [50]: 01 Qira'ah Aqidah Ummu Hisyam
binti Haritsah
25 QS. Al- Tūr [52] Keutamaan Surah/
ayat Aqidah Ummu Salamah
26 QS. Al- Rahman [55]:
13
Keutamaan Surah/
ayat Ibadah
Asma' binti Abu
Bakar
27 QS. Al- Rahman [55]:
48
Tafsir Kata atau
Maksud Aqidah
Asma' binti Abu
Bakar
28 QS. al-Wāqi‟ah[56]:
22-23
Tafsir Kata atau
Maksud Aqidah Ummu Salamah
29 QS. Al-Mumtahanah
[60]: 12
Tafsir Kata atau
Maksud Akhlak Ummu Salamah
30 QS. Al-Mumtahanah
[60]: 12 Perincian ayat Aqidah
Aisyah binti
Qudamah
31 QS. Al-Mumtahanah
[60]: 12
Kejadian ketika
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Akhlak Hindun binti
Utbah
32 QS. Al-Mumtahanah
[60]: 13
Kejadian ketika
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Akhlak Umaimah binti
Ruqaiqah
33 QS. Al-Mumtahanah
[60]: 14
Kejadian ketika
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Akhlak Ummu Atiyah
34 QS. Al- Ṭalak [65]: 01 Tafsir Kata atau
Maksud Munakahah Fatimah binti Qais
35 QS. Al- Ma'ārij [70]:
18
Tafsir Kata atau
Maksud Aqidah
Asma' binti Abu
Bakar
36 QS. Al- Mursalāt [77]:
01 Qira'ah Aqidah Ummu Fadl
37 QS. Al-Qadr [97] Perincian ayat Ibadah Aisyah
88
38 QS. al-Fīl [105]
Kejadian setelah
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Cerita
Aisyah binti Abi
Bakar dan Asma‟
binti Abi Bakar
39 QS. Al- Quraisy [106]
Kejadian setelah
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Aqidah Asma' binti Yazid
40 QS. Al- Quraisy [106] Perincian ayat Aqidah Ummu Hani'
41 QS. Al-Kautsar [108] Tafsir Kata atau
Maksud Aqidah
Aisyah binti Abu
Bakar
42 QS.al- Nasr [110] dan
al-ṣaffāt [37]: 180- 182 Perincian ayat Ibadah Ummu Salamah
43 QS. Al-Lahab [111]
Kejadian setelah
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Cerita Asma' binti Abu
Bakar
44 QS. Al- Ikhlāṣ [112] Qira'ah Aqidah Ummu kultsum
binti Uqbah
45 QS. Al-Ikhlāṣ [112] Keutamaan Surah/
ayat Ibadah
Aisyah binti Abu
Bakar
46 QS. Al-Ikhlāṣ [112] Keutamaan Surah/
ayat Akhlak
Aisyah binti Abu
Bakar
47 QS. Al- falaq [113] Keutamaan Surah/
ayat Ibadah
Aisyah binti Abu
Bakar
48 QS. Al- falaq [113]
Kejadian setelah
turun ayat (Sesuatu
yang melingkupi
ayat)
Ibadah Aisyah binti Abu
Bakar
B. Tema Riwayat Sahabat Perempuan dalam Tafsir
Penulis membagi tema dalam riwayat tafsir kepada lima bagian, yang pertama
Aqidah, Ibadah, Akhlak, Munakahah, dan cerita. tema yang dimaksud di sini
adalah dalam hal penafsiran, misalkan ada sebuah riwayat yang menjadi penjelas
terhadap ayat yang membicarakan tentang hari kiamat. berikut ini hasil analisis
penulis terhadap tema- tema ayat yang ditafsirkan.
89
1. Aqidah
Aqidah adalah hal- hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi
tentram karenanya sehingga menjadi suatu keyakinan yang teguh dan kokoh, yang
tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. dengan kata lain aqidah adalah
meyakini setiap unsur- unsurnya dengan tanpa keraguan.26
adapun unsur aqidah
sebagaimana yang terdapat dalam rukun iman, yaitu iman kepada Allah, iman
kepada para malaikat, iman kepada kitab- kitab, iman kepada para rasul, iman
kepada hari akhir, dan iman kepada qada‟ dan qadar.
Unsur- unsur tersebut terdapat dalam penafsiran dengan menggunakan riwayat
perempuan, kecuali unsur yang terakhir, yaitu beriman kepada qada‟ dan qadar.
berikut ini tabel hasil penelitian penulis terhadap tema Aqidah yang terdapat
dalam tafsir.
Tabel 4.6: Tema Aqidah dalam Tafsir
No Unsur Aqidah Jumlah
Tafsir
1 Iman Kepada Allah 4
2 Iman Kepada Malaikat 1
3 Iman Kepada Kitab 3
4 Iman Kepada Rasul 1
5 Iman Kepada Hari Akhir 7
Salah satu contoh dari tema Aqidah dalam penafsiran menggunakan
riwayat perempuan, sebagaimana berikut ini:
عن أتاء بنت أيب بكر رضي اهلل عنها ، قالت: ١تا نزلت } تػبت يدا أيب ٢تب وتب { جاءت ا أتينا العوراء أـ ت أو: أبينا، قاؿ أبو موسى: الشك -يل و٢تا ولولة، وب يدىا فهر وىي تقوؿ: مد٦ت
نا، وأمره عصينا. ورسوؿ اهلل جالس، وأبو بكر إذل جنبو -مت قاؿ: فقاؿ -أو قاؿ: معو -ودينو قػليػ
26
AA Hamid al- Atsari, Intisari Aqidah Ahlussunnah Wal Jama‟ah, (Jakarta: Pustaka
Imam Syafi‟I, 2006) h. 32
90
ا اعتصم بو منها: } أبو بكر: لقد أقبلت ىذه وأنا أخاؼ أف تراؾ، فقاؿ: "إهنا لن تراين"، وقرأ قرآننك وبػت الذين ل يػؤمنوف باآلخرة حجابا مستورا { . قاؿ: فجا ءت وإذا قػرأت القرآف جعلنا بػيػ
حىت قامت على أيب بكر، فلم تر النيب صلى اهلل عليو وسلم، فقالت: يا أبا بكر، بلغت أف : ل ورب ىذا البيت ما ىجاؾ. قاؿ: فانصرفت وىي تقوؿ: لقد صاحبك ىجاين. فقاؿ أبو بكر علمت قريش أين بنت سيدىا.
“Dari Asmā‟ binti Abī Bakar, dia bercerita bahwa ketika turun ayat yang berbunyi
“binasalah kedua tangan Abū Lahab” Ummu Jamil (awra‟) datang berteriak
dengan suara yang keras, ia berkata: Dia (Muhammad) telah mencela nenek
moyang kami, kami benci pada agamanya, dan kami tidak mau mengikuti
perintahnya”. pada saat itu Rasulullah duduk dan Abu Bakar berada di samping
Rasulullah. Abu Bakar berkata pada Rasulullah “Istri Abū Lahab datang, dan saya
hawatir apabila ia melihat engkau”. Rasulullah berkata “dia tidak akan dapat
melihatku” lalu nabi membaca ayat yang dapat melindunginya dari Ummu Jamil
“Apabila engkau membaca al-Qur‟an, kami adakan suatu dinding yang tidak
terlihat antara engkau dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan
akhirat” lalu Ummu Jamil tiba di hadapan Abu Bakar dan ia tidak melihat Nabi. ia
berkata “hai Abu Bakar, saya dengar temanmu telah menghinaku?” Abu Bakar
menjawab “tidak, demi dzat yang memiliki rumah ini (ka‟bah) beliau tidak
menghinamu”, lalu Ummu Jamil pergi seraya berkata :semua orang Quraisy tau
bahwa aku adalah anak pemimpin mereka”.
Hadis yang diriwayatkan oleh Asmā‟ binti Abū Bakar ini menceritakan
kebenaran al-Qur‟an yang terdapat pada QS.al-Isrā‟[17]: 45 dan apabila kamu
membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang
tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup. dalam
riwayat tersebut dikisahkan bahwa Awra‟ atau Ummu Jamil, istri Abu Lahab
datang memerotes ayat yang berbicara tentang suaminya, ia marah- marah karena
tidak terima, kemudian Rasulullah membaca ayat yang dapat melindunginya
sebagaimana disebutkan di atas, setelah membacanya Ummu Jamil tidak dapat
melihat Nabi.
Jenis penafsiran semacam ini, penulis kategorikan dalam tema Aqidah,
yaitu percaya terhadap kebenaran al-Qur‟an atau kitab Allah.
27
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 5, h. 82
91
2. Ibadah
Menurut kamus KBBI ibadah adalah perbuatan atau pernyataan bakti
terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan Agama. dalam Islam
terdapat bermacam- macam Ibadah, seperti salat, puasa, dan lain sebagainya.
penulis mengambil makna Ibadah secara umum, agar beberapa hal yang bukan
bagian ibadah menurut fiqih ibadah juga dapat dikategorikan dalam ibadah,
misalkan seperti doa. berikut ini hasil penelitian penulis terhadap tema ibadah
yang terdapat dalam tafsir ibn Katsīr menggunakan riwayat perempuan.
Tabel 4.7: Tema Ibadah dalam Tafsir
No Jenis Ibadah Jumlah Tafsir
1 Salat dan yang
melingkupinya 3
2 Puasa 1
3 Sedekah 1
4 Haji 2
5 Membaca al-Qur'an 2
6 Doa 3
Salah satu contoh dari penafsiran dengan tema ibadah penulis membahas
tentang doa, yaitu doa saat terkena musibah. sebagaimana hadis yang
diriwayatkan oleh Ummu Salamah yang digunakan untuk menafsirkan QS. al-
Baqarah[02]: 156.
لقد عن أـ سلمة قالت: أتاين أبو سلمة يوما من عند رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فقاؿ: تعت من رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم قول سررت بو. قاؿ: "ل يصيب أحدا من ا١تسلمت مصيبة فيستجع عند مصيبتو، ب يقوؿ: اللهم أجرين ب مصيبيت واخلف رل ختا منها، إل فعل
أجرين ذلك بو". قالت أـ سلمة: فحفظت ذلك منو، فلما توب أبو سلمة استجعت وقلت: اللهم ب مصيبيت واخلف رل ختا منو، ب رجعت إذل نفسي. فقلت: من أين رل خت من أيب سلمة؟
فغسلت -وأنا أدبغ إىابا رل -فلما انقضت عدب استأذف علي رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم
92
فسي، يدي من القرظ وأذنت لو، فوضعت لو وسادة أدـ حشوىا ليف، فقعد عليها، فخطبت إذل نفلما فرغ من مقالتو قلت: يا رسوؿ اهلل، ما يب أل يكوف بك الرغبة، ولكت امرأة، ب غتة شديدة، فأخاؼ أف ترى مت شيئا يعذبت اهلل بو، وأنا امرأة قد دخلت ب السن، وأنا ذات عياؿ، فقاؿ:
من السن فقد أصابت "أما ما ذكرت من الغتة فسوؼ يذىبها اهلل، عز وجل عنك. وأما ما ذكرتمثل الذي أصابك، وأما ما ذكرت من العياؿ فإمنا عيالك عيارل". قالت: فقد سلمت لرسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم. فتزوجها رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فقالت أـ سلمة بعد: أبدلت اهلل
بأيب سلمة ختا منو، رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم.
Dari Ummu Salamah suatu hari Abu Salamah baru datang dari Rasulullah,
kemudian berkata: aku telah mendengar ungkapan dari Rasulullah yang
membuat aku senang. Rasulullah bersabda “muslim yang mendapat
musibah lalu dia beristirja‟dan membaca doa: Ya Allah, berilah hamba
pahala dalam musibah ini, dan gantikanlah untuk hamba yang lebih baik
darinya, maka Allah pasti mengabulkannya” Ummu Salamah berkata, aku
menghafal doa tersebut. kemudian ketika Abu Salamah wafat, maka aku
beristirja‟ dan membaca doa tersebut. kemudian aku berkata pada diriku
sendiri, dari manakah aku bisa mendapatkan suami yang lebih baik dari
Abu Salamah? setelah iddah ku habis, Rasullah menemuiku, saat itu aku
sedang menyamak kulit, maka aku mencuci tanganku dan mempersilahkan
beliau masuk. aku memberi bantal berisi sabut kepada Rasulullah, lalu
beliau duduk di atasnya dan mulailah beliau melamarku. setelah
Rasulullah menyelesaikan ungkapannya aku berkata: “wahai Rasulullah
saya tidak menyangka engkau menyukai saya, padahal saya adalah
perempuan yang sangat pencemburu, saya takut apabila engkau melihat
hal yang membuat engkau tidak nyaman sebab saya, lalu Allah murka
pada saya, selain itu saya juga perempuan tua yang memiliki banyak
tanggungan (anak)”. kemudian Rasulullah bersabda “mengenai cemburu
yang kamu sebutkan, semoga Allah menghapusnya darimu, sedangkan
mengenai usia yang senja, aku pun juga demikian, dan mengenai
tanggungan anak- anakmu itu, maka mereka juga akan menjadi
tanggunganku”. Ummu Salamah berkata : aku memasrahkannya pada
Rasulullah dan Rasulullah mengawiniku. Ummu Salamah kembali berkata
: Allah telah menggantikan Abu Salamah dengan seseorang yang lebih
baik darinya, yaitu Rasulullah SAW.
Riwayat diatas menceritakan kisah Ummu Salamah yang ditinggal wafat
oleh suaminya. Ummu Salamah mempelajari doa dari suaminya dan
28
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq.
Mustafa Sayyid Muhammad, (Jizah, Muassah Qurtubah, ), Jilid II, h. 130
93
mengamalkan doa tersebut. tafsir ini, penulis kategorikan sebagai tema ibadah
dalam bentuk doa, yaitu ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah SWT.
3. Akhlak
Tema aqidah merupakan tema yang paling banyak terdapat pada tafsir ibn
Katsir. hal ini disebabkan karena akhlak berkaitan dengan berbagai hal yang lain,
seperti cara berbicara, cara menyikapi keadaan saat ditimpa musibah, dan lain
sebagainya. berikut ini penulis sajikan tabel penafsiran dengan tema Aqidah.
Tabel 4.8: Tema Akhlak dalam Tafsir
No Jenis Akhlak
Jumah
Riwayat
1 Ahklah pada orang lain 7
2 Ahklah pada diri sendiri 8
3 Ahklak Berpakaian 8
salah satu contoh dari tema akhlak, sebagaimana riwayat dibawah ini:
عن أـ سلمة قالت: بعف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم رجل ب صدقات بت ا١تصطلق بعد ، فتلقوه يعظموف أمر رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، قالت: فحدثو الوقيعة ، فسمع بذلك القـو
الشيطاف أهنم يريدوف قتلو، قالت: فرجع إذل رسوؿ اهلل فقاؿ: إف بت ا١تصطلق قد منعوين م. فغضب رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم وا١تسلموف. قالت: فبلغ القـو رجوعو فأتوا رسوؿ صدقاهت
اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فصفوا لو حت صلى الظهر، فقالوا: نعوذ باهلل من سخط اهلل وسخط رسولو، بعثت إلينا رجل مصدقا، فسررنا بذلك، وقرت بو أعيننا، ب إنو رجع من بعض الطريق،
شينا أف يكوف ذلك غضبا من اهلل ومن رسولو، فلم يزالوا يكلمونو حىت جاء بلؿ فأذف بصلة فخ
94
هالة العصر، قالت: ونزلت: } يا أيػها الذين آمنوا إف جاءكم فاسق بنبإ فػتبػيػنوا أف تصيبوا قػوما ت مت {فػتصبحوا على ما فػعلتم ناد
Dari Ummu Salamah, ia bercerita: Rasulullah pernah mengutus seseorang
untuk pembayaran zakat pada bani mustalik setelah mereka ditaklukkan
oleh Islam. Bani Mustalik mendengar berita itu, lalu mereka hendak
menyambut kedatangannya sebagai rasa hormat pada Rasulullah. Ummu
Salamah berkata: lalu ada syeitan yang mengabarkan bahwa bani Mustalik
ingin memerangi Nabi, lalu utusan tadi kembali kembali pada Rasulullah
dan berkata : sesungguhnya bani Mustalik tidak mau membayar zakat.
maka Rasulullah dan kaum muslim lainnya marah. Ummu Salamah
melanjutkan ceritanya: berita kepulangan utusan Nabi tersebut terdengar
oleh kaum bani mustalik dan mereka segera menemui Nabi, dan ikut salat
berjemaah duhur bersama Nabi. setelah selesai bani mustalik berkata:
kami berlindung pada Allah dari murkaNYA dan murka Rasulnya, engkau
telah mengutus seorang lelaki untuk menarik zakat, dan kami bergembira
dengan hal itu, namun utusan tersebut kembali ketika sampai ditengah
perjalanan, dan kami takut bila hal itu merupakan suatu kemurkaan dari
Allah. mereka terus berbicara dengan Rasulullah sampai Bilal
mengumandangkan adzan salat asar. lalu turunlah ayat Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita,
Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (QS. al-Hujurat [49]:
06)
Ayat ini berbicara tentang berita bohong, sebagai manusia yang memiliki
moral yang baik, sudah seharusnya untuk mengklarifikasi setiap berita yang ada,
agar tidak membuat kesalahan terhadap orang lain, sebagaimana kisah di atas.
mengklarifikasi berita merupakan salah satu tindakan akhlak yang baik,
sedangkan orang yang telah berbuat dusta dikategorikan sebagai perbuatan yang
tidak baik.
4. Munakahah
Nikah adalah suatu akad yang dapat memperbolehkan bagi laki- laki dan
perempuan untuk melakukan persetubuhan.30
yang dimaksud dengan tema
munakahah pada pembahasan ini, adalah segala hal yang berhubungan dengan
29
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, Jilid 7, h. 371
30
Aliy As‟ad, Fathul Mu‟in, Terj. (Kudus: Menara Kudus, 1979), h. 1
95
nikah, seperti talak, iddah, dan lain sebagainya. berikut ini adalah hasil penelitian
penulis dalam tema munakahah.
Tabel 4.9 : Tema Nikah dalam Tafsir
No Pembahasan Nikah Jumlah Tafsir
1 Nikah dan yang
melingkupinya 5
2 Talak, hulu', ila' dan dzihar 6
3 Iddah 4
4 Ruju' 1
Contoh penafsiran dengan tema nikah atau yang melingkupinya.
عن أـ سلمة: أف امرأة قالت: يا رسوؿ اهلل، إف ابنيت توب عنها زوجها، وقد اشتكت عينها، هر وعشر أفنكحلها؟ فقاؿ: "ل ". كل ذلك يقوؿ: "ل" مرتت أو ثلثا. ب قاؿ: "إمنا ىي أربعة أش
وقد كانت إحداكن ب اتاىلية تكف سنة".
Dari Ummu Salamah: seorang perempuan datang kepada Rasulullah, lalu
bertanya: wahai Rasulullah, sesungguhnya putriku ditinggal mati oleh
suaminya, sedangkan matanya sakit, apakah aku boleh memberinya celak
? Rasul berkata “tidak” rasulullah mengatakannya sebanyak tiga kali.
rasulullah melanjutkan sabdanya “tunggulah selama empat bulan sepuluh
hari, sesungguhnya di masa jahiliyah di antara kalian berdiam diri selama
satu tahun”
Ibn Katsīr mengutip riwayat ini untuk menafsirkan QS. al-Baqarah [02]:
234, yaitu tentang iddah bagi perempuan yang wafat suaminya. pembahasn iddah
erat kaitannya dengan pernikahan, sebab iddah adalah batasan agar seorang
perempuan dapat melakukan pernikahan kembali.
31
Muhammad ibn Jarīr ibn Yazid, Abū Ja‟far al-Tabarī, Jāmi‟ al-Bayān Fī Ta‟wīl al-
Qur‟an, Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, jilid 6, h. 80-84
96
5. Cerita
Dalam beberapa ayat, Ibn Katsīr menafsirkan sebuah ayat menggunakan
informasi cerita yang terjadi di masa Rasulullah. adapun macam ceritanya
sebagaimana tabel di bawah ini.
Tabel 4.10: Tema Cerita dalam Tafsir
No Cerita Jumlah Tafsir
1 Cerita tentang unta 4
2 Cerita tentang sebuah desa 1
3 Cerita Isra' Mi'raj 1
4 Cerita di Habasyah 2
5 Cerita Ummu Awra' 1
6 Cerita tentara gajah 1
Salah satu cerita yang terdapat dalam tafsir ibn Katsīr sebagaimana
riwayat Ummu Hāni‟ tentang Isra‟ Mi‟raj. sebagaimana berikut ini.
: بات رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم ليلة أسري بو ب بييت، ففقدتو من الليل، عن أـ ىانئ قالتفامتنع مت النـو ٥تافة أف يكوف عرض لو بعض قريش، فقاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "إف جربيل، عليو السلـ، أتاين فأخذ بيدي فأخرجت، فإذا على الباب دابة دوف البغل وفوؽ اتمار،
عليها، ب انطلق حىت انتهى يب إذل بيت ا١تقدس، فأراين إبراىيم يشبو خلقو خلقي، ويشبو فحملت خلقي خلقو، وأراين موسى آدـ طويل سبط الشعر، شبهتو برجاؿ أزد شنوءة، وأراين عيسى ابن مرن
يمت، ربعة أبيض يضرب إذل اتمرة، شبهتو بعروة بن مسعود الثقفي، وأراين الدجاؿ ٦تسوح العت القاؿ: "وأنا أريد أف أخرج إذل قريش فأخربىم تا رأيت". فأخذت شبهتو بقطن بن عبد العزى"
بثوبو فقلت: إين أذكرؾ اهلل، إنك تأب قوما يكذبونك وينكروف مقالتك، فأخاؼ أف يسطوا بك. قالت: فضرب ثوبو من يدي، ب خرج إليهم فأتاىم وىم جلوس، فأخربىم ما أخربين، فقاـ جبتبن مطعم فقاؿ: يا ٤تمد لو كنت شابا كما كنت، ما تكلمت تا تكلمت بو وأنت بت ظهرانينا.
97
: يا ٤تمد، ىل مررت بإبل لنا ب مكاف كذا وكذا؟ قاؿ: "نعم، واهلل قد وجدهتم فقاؿ رجل من القـوب مكاف قاؿ: فهل مررت بإبل لبت فلف؟ قاؿ: "نعم، وجدهتم أضلوا بعتا ٢تم فهم ب طلبو" .
كذا وكذا، وقد انكسرت ٢تم ناقة تراء، وعندىم قصعة من ماء، فشربت ما فيها". قالوا: فأخربنا عدهتا وما فيها من الرعاة ]قاؿ: "قد كنت عن عدهتا مشغول". فناـ فأوب باإلبل فعدىا وعلم ما
كذا وكذا، وفيها من فيها من الرعاة[ ب أتى قريشا فقاؿ ٢تم: "سألتموين عن إبل بت فلف، فهيالرعاة فلف وفلف، وسألتموين عن إبل بت فلف، فهي كذا وكذا، وفيها من الرعاة ابن أيب قحافة وفلف وفلف، وىي مصبحتكم من الغداة على الثنية". قاؿ: فقعدوا على الثنية ينظروف أصدقهم
. فسألوا اآلخر: ىل انكسرت ما قاؿ؟ فاستقبلوا اإلبل فسألوىم: ىل ضل لكم بعت؟ قالوا: نعملكم ناقة تراء؟ قالوا: نعم. قالوا: فهل كاف عندكم قصعة؟ قاؿ: أبو بكر: أنا واهلل وضعتها فما شرهبا أحد، ول أىراقوه ب األرض. فصدقو أبو بكر ]رضي اهلل عنو[ وآمن بو، فسمي يومئذ
الصديق“Dari Ummu Hani' yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menginap di
rumahnya saat beliau menjalani Isra-nya. Di suatu saat pada malam itu
saya merasa kehilangan beliau, perasaan inilah yang membuat saya tidak
dapat tidur karena takut bila ada sebagian orang Quraisy yang
mencelakakannya. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Jibril a.s.
datang kepadaku, lalu memegang tanganku dan mengajakku keluar, tiba-
tiba di depan pintu rumah terdapat seekor hewan lebih kecil daripada
begal, tetapi lebih besar dari keledai. Jibril menaikkan aku ke atas
punggungnya, lalu membawaku pergi sehingga sampailah aku di Baitul
Maqdis. Jibril mengenalkan Ibrahim a.s. kepadaku; orang yang paling
mirip bentuk dan akhlaknya dengan dia adalah aku sendiri. Jibril
memperkenalkan Musa kepadaku, dia adalah orang yang hitam manis,
bertubuh tinggi, berambut keriting; saya melihatnya mirip dengan seorang
lelaki dari kalangan kabilah Azd Sanu-ah. Lalu Jibril memperkenalkan Isa
putra Maryam kepadaku. dia adalah seorang yang berperawakan sedang,
berkulit putih kemerah-merahan; saya melihatnya mirip dengan Urwah
ibnu Mas'ud As-Saqafi. Dan Jibril memperlihatkan Dajjal kepadaku, dia
adalah orang yang mata kanannya buta; saya melihatnya mirip dengan
Qatn ibnu Abdul Uzza. Sekarang aku akan keluar menuju kepada orang-
orang Quraisy untuk menyampaikan apa yang saya alami tadi malam."
Ummu Hani' mengatakan bahwa ia mengambil baju Nabi Saw. dan
berkata, "Saya ingatkan engkau, bahwa sesungguhnya engkau akan men-
jumpai suatu kaum yang tidak percaya kepadamu dan ingkar terhadap
ucapanmu, maka saya merasa khawatir bila mereka mencelakakanmu."
32
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 5, h. 41
98
Ummu Hani' melanjutkan kisahnya, "Rasulullah Saw. mengambil bajunya
dari tanganku, lalu ia keluar menuju kepada mereka. Ketika Nabi Saw.
sampai kepada mereka, mereka sedang duduk-duduk, lalu Nabi Saw.
menceritakan kepada mereka seperti apa yang telah diceritakan kepadaku."
Jubair ibnu Mufim bangkit dan berkata, "Hai Muhammad, jikalau engkau
ingin tetap mempunyai kedudukan seperti keadaanmu sebelum ini,
tentulah engkau tidak akan mengatakan hal-hal seperti itu di hadapan
kami." Seorang lelaki dari kalangan hadirin yang ada bangkit dan
bertanya, "Hai Muhammad, apakah engkau bersua dengan kafilah kami di
tempat anu dan anu?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, demi Allah, saya bersua
dengan mereka di saat mereka kehilangan seekor untanya dan mereka
sibuk mencarinya." Lelaki itu bertanya lagi, "Apakah engkau bersua pula
dengan kafilah Bani Fulan?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, saya jumpai
mereka di tempat anu sedangkan seekor unta merah mereka patah kakinya.
Mereka mempunyai semangkuk air, lalu unta itu meminumnya sampai
habis." Mereka berkata, "Kalau demikian, ceritakanlah kepada kami per-
lengkapannya dan berapa orang penggembalakah yang ada padanya?"
Nabi Saw. berkata (kepada dirinya sendiri), "Saya tidak sempat
menghitungnya dengan teliti." Nabi Saw. berdiri, lalu kafilah itu
ditampakkan di hadapan Nabi Saw. dan Nabi Saw. menghitungnya
sehingga beliau mengetahui jumlah penggembala yang ada padanya.
Sesudah itu Nabi Saw. datang kepada orang-orang Quraisy dan bersabda
kepada mereka, "Kalian telah menanyakan kepadaku tentang unta milik
Bani Fulan? Unta itu berciri khas anu dan anu, padanya ada
penggembalanya, yaitu si Fulan dan si Anu. Dan kalian menanyakan
kepadaku tentang unta Bani Fulan? Ciri khasnya ialah anu dan anu,
penggembalanya ialah Ibnu Abu Quhafah, si Fulan dan si Anu; kafilah
tersebut akan sampai kepada kalian besok pada siang hari di celah
Saniyyah." Maka mereka menunggu di celah Saniyyah untuk
membuktikan kebenaran dari apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. kepada
mereka. Ternyata kafilah itu datang dan mereka menanyakan kepada
orang-orang yang ada dalam kafilah itu, "Apakah unta kalian ada yang
hilang (lari)?" Orang-orang kafilah menjawab, "Ya." Mereka menanyakan
kepada kafilah lainnya, "Apakah unta merah kalian ada yang patah
kakinya?" Mereka menjawab, "Ya." Mereka bertanya, "Apakah kalian
mempunyai mangkuk besar?" Abu Bakar (Abu Quhafah) berkata, "Saya,
demi Allah, telah menaruhnya dan tiada seorang pun yang meminum air
yang ada padanya, dan tiada seorang pun yang menumpahkannya ke
tanah." Maka Abu Bakar percaya pada kisah Nabi Saw. dan beriman
kepadanya. Sejak saat itu Abu Bakar diberi julukan "As-Siddiq" (al-
Thabrānī)
99
C. Tafsir Sahabat Perempuan
Tafsir yang dimaksud di sini adalah tafsir bi al-Ma‟tsūr, yaitu penafsiran al-
Qur‟an menggunakan nash, baik nash al-Qur‟an maupun hadis. dalam tafsir
sahabat perempuan yang telah penulis kumpulkan merupakan tafsir dengan nash
hadis saja. yaitu hadis- hadis yang diriwayatkan oleh sahabat perempuan
sebagaimana yang terdapat dalam tafsir ibn Katsīr.
Hadis merupakan sumber kedua dalam hukum Islam memiliki berbagai
fungsi terhadap pemahaman al-Qur‟an. Dalam penelitian Hamdani Khairul Fikri
disebutkan bahwa hadis memiliki fungsi utama yaitu sebagai bayan. bayan sendiri
memiliki beberapa bagian, yang pertama bayan takriri, yaitu hadis yang berfungsi
menetapkan, memantapkan, dan mengokohkan apa yang telah ditetapkan al-
Qur‟an sehingga maknanya tidak perlu dipertanyakan kembali. yang kedua adalah
sebagai bayan tafsiri, yaitu hadis yang berfungsi menjelaskan makna yang samar.
dalam hal ini bayan tafsiri memiliki tiga bagian yaitu tafṣīl al-mujmal, tabyin
musytarak, dan takhṣīṣ al-„am. tafṣīl al-mujmal adalah hadis yang berfungsi
memerinci ayat al-Qur‟an yang masih global, sedangan tabyin musytarak adalah
hadis sebagai penjelas terhadap ayat yang memiliki makna ganda, dan takhṣīṣ al-
„am adalah hadis yang menghususkan atau mengecualikan ayat yang bermakna
umum. adapun yang ketiga adalah bayan tabdil, yaitu hadis yang menjelaskan
tentang hukum yang telah dihapus atau dikenal dengan nāsikh mansūkh.33
Rasulullah SAW sebagai sumber hadis telah memiliki otoritas tersendiri
untuk menjelaskan ayat al- Qur‟an, sebagaimana yang terdapat dalam QS. al-Naḥl
[16]: 44 “dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”. Penjelasan Nabi
terhadap al-Qur‟an adakalanya berupa perkataan dan dapat pula berupa perbuatan
sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh para sahabat dan perawi- perawi
setelahnya.34
33
Hamdani Khairul Fikri, Fungsi Hadis Terhadap al-Qur‟an, (Jurnal Tasāmuh, Vol. 12,
No. 2, Juni, 2015) 34
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), h. 35
100
Riwayat- riwayat dalam tafsir yang akan penulis bahas seluruhnya adalah
riwayat yang bersumber dari sahabat perempuan hal ini bertujuan untuk melihat
kiprah sahabat perempuan dalam berperan dan berkontribusi dalam penafsiran al-
Qur‟an. tema tafsir dengan menggunakan riwayat perempuan ini telah dikenal dan
diamalkan oleh umat Islam, namun penulis ingin mengungkap kesejarahan ketika
hukum Islam ditetapkan yang meliputi bagaimana ia diturunkan, dalam keadaan
apa, bagaimana latar belakangnya serta apakah pada masa nabi telah dipraktikkan
atau tidak.
Ulama‟ telah sepakat bahwa Hadis sebagai penjelas terhadap al-Qur‟an,
namun tidak semua hadis dapat diterima kebenarannya, sebab dalam proses
periwayatan hadis, terdapat hadis yang dla‟if, hasan dan juga ṣahīh. karnanya
pembahasan tafsir dengan riwayat sahabat perempuan ini menggunakan beberapa
pendekatan yaitu kajian sanad bi al-riwāyah apabila ada, informasi mukharrij
hadis, penafsiran ibn Katsir, latar kesejarahan ayat, dan relevansi penafsiran di
masa sekarang.
1. Tafsir Makna Ayat
Penulis mengelompokkan riwayat perempuan yang terdapat dalam tafsir
Ibn Katsīr sesuai dengan tertib ustmani. hal ini bertujuan untuk mempermudah
pembahasan serta untuk melihat posisi riwayat perempuan yang digunakan
sebagai penafsiran, adakalanya sebagai penjelas, penghusus, perinci dan lain
sebagainya.
Penyebutan tafsir sesuai dengan nama surah tidak bermaksud untuk
menunjukkan penafsiran terhadap satu surah secara utuh. penulis hanya
mengungkap riwayat perempuan yang dijadikan pemahaman tafsir oleh ibn Katsīr
sesuai dengan data yang telah ditemukan. dalam hal ini riwayat perempuan yang
bersifat menjelaskan maksud ayat terdapat pada enam belas surah, sebagaimana
berikut.
Surah al-Baqarah
QS. Al-Baqarah[02]: 156
101
بن عبد اهلل بن أسامة بن ا٢تاد، عن عمرو بن عن يزيد -يعت ابن سعد -حدثنا يونس، حدثنا ليف أيب عمرو، عن ا١تطلب، عن أـ سلمة قالت: أتاين أبو سلمة يوما من عند رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فقاؿ: لقد تعت من رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم قول سررت بو. قاؿ: "ل يصيب أحدا
بتو، ب يقوؿ: اللهم أجرين ب مصيبيت واخلف رل ختا منها، من ا١تسلمت مصيبة فيستجع عند مصيإل فعل ذلك بو". قالت أـ سلمة: فحفظت ذلك منو، فلما توب أبو سلمة استجعت وقلت: اللهم أجرين ب مصيبيت واخلف رل ختا منو، ب رجعت إذل نفسي. فقلت: من أين رل خت من أيب
-وأنا أدبغ إىابا رل -ذف علي رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم سلمة؟ فلما انقضت عدب استأفغسلت يدي من القرظ وأذنت لو، فوضعت لو وسادة أدـ حشوىا ليف، فقعد عليها، فخطبت إذل نفسي، فلما فرغ من مقالتو قلت: يا رسوؿ اهلل، ما يب أل يكوف بك الرغبة، ولكت امرأة، ب
رى مت شيئا يعذبت اهلل بو، وأنا امرأة قد دخلت ب السن، وأنا ذات غتة شديدة، فأخاؼ أف تعياؿ، فقاؿ: "أما ما ذكرت من الغتة فسوؼ يذىبها اهلل، عز وجل عنك. وأما ما ذكرت من السن فقد أصابت مثل الذي أصابك، وأما ما ذكرت من العياؿ فإمنا عيالك عيارل". قالت: فقد سلمت
صلى اهلل عليو وسلم. فتزوجها رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فقالت أـ سلمة بعد: لرسوؿ اهلل .رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلمأبدلت اهلل بأيب سلمة ختا منو،
QS. al-Baqarah [02]: 177
قاؿ ابن أيب حاب: حدثنا أيب، حدثنا يت بن عبد اتميد، حدثنا شريك، عن أيب تزة، عن ، حدثتت فاطمة بنت قيس: أهنا سألت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: أب ا١تاؿ حق سوى الشعيب
وآتى الماؿ على حبو {الزكاة؟ قالت: فتل علي }
35Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal dalam musnadnya no 15751, Ibn Katsīr
mengutip hadis ini untuk menjelaskan lafad إنا للو وإنا إليو راجعوف. hadis ini menceritakan kisah Ummu
Salamah ketika suaminya wafat. pada saat itu Ummu Salamah membaca ayat tersebut (istirja‟)
disertai dengan doa yang diajari suaminya dari Nabi. kemudian Allah mengabulkan doanya dan
memberinya kabar gembira dengan menikah dengan Nabi. dari kisah ini Ibn Katsīr berkesimpulan
bahwa salah satu pahala membaca istirja‟ adalah supaya mendapat pengganti yang lebih baik.
disamping itu hadis ini memberikan informasi tentang doa yang dapat disambungkan dengan
kalimat istirja‟ dan menjadi bukti kebenaran perkataan Nabi bahwa Allah akan mengabulkan doa
istirja‟ dan sambungannya sebagaimana hadis di atas. sehingga doa yang diriwayatkan oleh Ummu
Salamah ini dapat dipraktekkan di masa sekarang pada saat mendapat musibah. Kisah Ummu
Salamah ini terjadi pada tahun ke 3 H, yaitu ketika Abu Salamah wafat pada perang uhud, lalu
Rasulullah meminangnya di tahun yang sama.
36Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari No. 33 dan Imam Muslim No. 59. Ibn Katsīr
mengutip hadis ini untuk menjelaskan lafadz وآتى الماؿ على حبو . Maksud ayat ini adalah, salah satu
kewajiban bagi seseorang yang memiliki harta tidak hanya pada zakat saja, namun memberikan
102
QS. al-Baqarah [02] : 187
ثػنا معمر عن الزىري عن أيب بكر بن ثػنا عبد الرزاؽ حد اتارث بن ىشاـ قاؿ عبد الرتن بن حدعت أبا ىريػرة يػقوؿ قاؿ رسوؿ اللو صلى اللو عليو وسلم من أدركو الصبح جنبا ف ل صوـ لو قاؿ ت
ـ سلمة وعائشة فسألناها عن ذلك فأخبػرتانا أف رسوؿ اللو صلى فانطلقت أنا وأيب فدخلنا على أثو أ يب فػتػلوف وجو أيب اللو عليو وسلم كاف يصبح جنبا من غت حلم ب يصوـ فػلقينا أبا ىريػرة فحد
ثت الفضل بن عباس وىن أعلم ىريػ رة ب قاؿ ىكذا حدQS. al-Baqarah [02] : 188
وقد ورد ب الصحيحت عن أـ سلمة: أف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم قاؿ: "أل إمنا أنا بشر، ضي لو، فمن قضيت لو تق وإمنا يأتيت ا٠تصم فلعل بعضكم أف يكوف أتن تجتو من بعض فأق
مسلم، فإمنا ىي قطعة من نار، فػليحملها، أو ليذرىا"
QS. al-Baqarah [02]: 196
ب الصحيحت عن حفصة أهنا قالت: يا رسوؿ اهلل، ما شأف الناس حلوا من العمرة، ودل تل أنت فل أحل حىت أ٨تر"من عمرتك؟ فقاؿ: "إين لبدت رأسي وقلدت ىديي،
harta yang paling berharga untuk yang membutuhkan. misalkan di masa sekarang antara uang 100
ribu dan seribu rupiah, memilih yang 100 ribu untuk disedekahkan atau di masukkan di kotak amal
pembangunan. 37
hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya no. 25412, imam Ahmad
memiliki tiga jalur periwayatan, salah satu periwayatannya yang dinilai sahīh menurut syarat
syaikhain adalah melalui Abdullah, dari ayah Abdullah, dari Abdur Razzāq, dari Ma‟mar, dari
zuhri dan Abū Bakar ibn Abdur rahman. Riwayat ini sebagai penjelas terhadap ayat yang berbunyi
لة الصياـ الرفف إذل نسائكم yaitu boleh melakukan hubungan suami istri pada malam hari di bulan أحل لكم ليػ
Ramadhan dan apabila ketika berhubungan tidak sampai bermimpi, maka ia boleh melanjutkan
puasanya, sekalipun belum bersesuci di pagi harinya. selain itu, riwayat ini juga sebagai koreksi
terhadap riwayat Abu Khurairah, Ulama‟ telah melakukan tarjih di antara riwayat Aisyah dan
Ummu Salamah dengan riwayat Abu Khurairah, yaitu mengunggulkan riwayat Aisyah dan Ummu
Salamah dengan dua alasan, yang pertama karena hadis ini diriwayatkan oleh dua orang dan yang
kedua karena Aisyah dan Ummu Salamah yang langsung mengalaminya dengan Rasulullah. 38
Hadis ini diriwayat oleh imam Bukhari, no. 2458, dan imam Muslim, no.1713. ibn
Katsīr mengutip hadis ini untuk menafsirkan ayat اـ لتأكلوا نكم بالباطل وتدلوا هبا إذل اتك ول تأكلوا أموالكم بػيػب hadis tersebut menceritakan tentang dua orang yang bertengkar dan mengadu .فريقا من أمواؿ الناس باإل
pada Rasulullah. salah satu diantara keduanya ada yang pintar berbicara, sehingga Rasulullah
memihak padanya. padahal orang tersebut telah mengambil hak orang lain. dalam hadis tersebut
Rasulullah memperingati bahwa jika Rasulullah memihak kepada orang yang salah, maka
keputusan Rasulullah tersebut akan menjadi api neraka baginya. kisah ini sesuai dengan ayat
diatas, dengan demikian mufassir berkesimpulan bahwa orang salah yang meminta pembelaan
pada pemimpin, lalu sang pemimpin memihak padanya, maka baginya Api neraka kelak. 39
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhari no. 1725 dan imam Muslim no.1229. Ibn
Katsīr mengutip hadis ini untuk menafsirkan ayat لغ ا٢تدي ٤تلو Hukum .ول تلقوا رءوسكم حىت يػبػ
berkurban bagi orang yang haji adalah sunnah, sebagaimana kesunnahan qurban bagi orang
103
QS. al-Baqarah [02]: 197
رواه اإلماـ أتد: حدثنا عبد اهلل بن إدريس، حدثنا ٤تمد بن إسحاؽ، عن يت بن عباد بن عبد اهلل بن الزبت، عن أبيو: أف أتاء بنت أيب بكر قالت: خرجنا مع رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم
ؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فجلست عائشة إذل جنب رسوؿ حجاجا، حىت إذا كنا بالعرج نز اهلل، وجلست إذل جنب أيب. وكانت زمالة أيب بكر وزمالة رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم واحدة مع غلـ أيب بكر، فجلس أبو بكر ينتظره إذل أف يطلع عليو، فأطلع وليس معو بعته، فقاؿ: أين
أضللتو البارحة. فقاؿ أبو بكر: بعت واحد تضلو؟ فطفق يضربو، ورسوؿ اهلل صلى اهلل بعتؾ؟ فقاؿ: حرـ ما يصنع؟ ". وىكذا أخرجو أبو داود، وابن
عليو وسلم يتبسم ويقوؿ: "انظروا إذل ىذا ا١ت
ماجة، من حديف ابن إسحاؽQS. Al-Baqarah[02]: 223
ىيب، حدثنا عبد اهلل بن عثماف بن خثػيم عن عبد الرتن قاؿ اإلماـ أتد: حدثنا عفاف، حدثنا و بن سابط قاؿ: دخلت على حفصة ابنة عبد الرتن بن أيب بكر فقلت: إين سائلك عن أمر، وإىن أستحيي أف أسألك. قالت: فل تستحي يا ابن أخي. قاؿ: عن إتياف النساء ب أدبارىن؟ قالت:
ل جيبوف النساء، وكانت اليهود تقوؿ: إنو من جب امرأتو كاف حدثتت أـ سلمة أف األنصار كانوا الولد أحوؿ، فلما قدـ ا١تهاجروف ا١تدينة نكحوا ب نساء األنصار، فجبوىن، فأبت امرأة أف تطيع muslim pada umumnya. dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa, apabila orang yang haji ingin
berqurban, maka ia tidak boleh bertahallul (mencukur rambut, sebagai tanda manasik haji telah
usai) sampai ia membawa hewan Qurbannya ke tempat penyembelihan. hadis riwayat Hafsoh
menceritakan tentang protes Hafsoh kepada Rasulullah “wahai Rasulullah, orang- orang telah
bertahallul, sedangkan engkau tidak”, Nabi pun menjelaskan bahwa beliau telah memakai minyak
rambut dan mengalungi hewan, sebagai tanda beliau akan berqurban, maka nabi tidak boleh
beritahallul sampai menyembelih hewannya. jadi yang dimaksud dengan ا٢تدي ٤تلو adalah
menyembelih hewan. adapun bagi orang Indonesia yang secara geografis jauh dari Mekkah, maka
pemerintah berinisiatif untuk memberangkatkan jama‟ah haji jauh sebelum bulan haji, sehingga
mereka melakukan umrah dahulu seraya menunggu waktu haji, dalam hal ini disebut dengan haji
tamatu‟. bagi orang yang melakukan haji tamatu‟ maka diwajibkan baginya untuk berqurban,
sebagai hadiah untuk penduduk tanah haram. 40
hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad no. 25679, Ibn Mājah 2924, dan Abū Daud
no. 1552. Ibn Katsīr mengutip hadis ini untuk menafsirkan ayat ج فل رفف ول فسوؽ ول فمن فػرض فيهن ات riwayat di atas menceritakan kisah bahwa Abu Bakar memarahi (berbicara dengan .جداؿ ب اتج
nada agak tinggi dan menyindir) dan memukulkhadim nya yang menghilangkan unta satu- satunya
milik Rasulullah SAW dan Abu Bakar, melihat kejadian itu Rasulullah tersenyum seraya berkata
“lihatlah apa yang telah dilakukan oleh orang yang sedang ihram ini”. dari riwayat ini, Ibn Katsīr
memberi kesimpulan, bahwa dalam keadaan haji, boleh marah karena kehilangan sesuatu. namun
yang dimaksud marah disini adalah marah sebagaimana Abu Bakar, yaitu mengatakan بعير واحد
Ekspresi dan mimik wajah dalam hadis, sulit untuk diteliti, kecuali jika ada penjelasan dari .تضله؟
perawi, misalkan seperti Rasulullah memerah wajahnya karena marah. pada hadis di atas perawi
tidak memberikan isyarat yang jelas tentang marah Abu Bakar, namun dalam marahnya tersebut
Rasulullah memberikan senyuman.
104
زوجها وقالت: لن تفعل ذلك حىت آب رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم. فدخلت على أـ سلمة لت: اجلسي حىت يأب رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فلما جاء رسوؿ اهلل فذكرت ٢تا ذلك، فقا
صلى اهلل عليو وسلم استحيت األنصارية أف تسألو، فخرجت، فحدثت أـ سلمة رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم فقاؿ: "ادعي األنصارية": فدعيت، فتل عليها ىذه اآلية: " } نساؤكم حرث لكم
وا حرثكم أىن شئتم { صماما واحدا".فأت QS. al-Baqarah [02]: 226
ب ا١توطأ، عن عمرو بن دينار قاؿ: خرج عمر بن ا٠تطاب من الليل فسمع امرأة تقوؿ:تطاوؿ ىذا *السرير جوانبو ترؾ من ىذا *فواهلل لول اهلل أين أراقبو *وأرقت أل خليل ألعبو *الليل واسود جانبو
فسأؿ عمر ابنتو حفصة، رضي اهلل عنها: كم أكثر ما تصرب ا١ترأة عن زوجها؟ فقالت: ستة أشهر . أو أربعة أشهر. فقاؿ عمر: ل أحبس أحدا من اتيوش أكثر من ذلك
QS. Al- Baqarah [02]: 228
عن عمرو بن - ابن عياش يعت-قاؿ ابن أيب حاب: حدثنا أيب، حدثنا أبو اليماف، حدثنا إتاعيل مهاجر، عن أبيو: أف أتاء بنت يزيد بن السكن األنصارية قالت: طلقت على عهد رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، ودل يكن للمطلقة عدة، فأنزؿ اهلل، عز وجل، حت طلقت أتاء العدة
41
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad no 26601, Ibnu Katsīr mengutip hadis ini
untuk menjelaskan makna نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم أىن شئتم. hadis di atas menceritakan bahwa ada
seorang wanita dari kalangan anṣār yang mengadu pada Ummu Salamah tentang suaminya yang
melakukan hubungan suami istri dari arah belakang, mendengar hal itu Ummu Salamah
mengutarakannya pada Rasulullah, lalu Rasulullah menjelaskan bahwa hal itu boleh, asalkan pada
satu jalan (lubang). jadi sekalipun redaksi ayat di atas mengungkapkan “ فأتوا حرثكم أىن شئتم” maksudnya adalah “cara apapun” namun tetap pada satu jalan (lubang)
42Hadis ini tidak ditemukan dalam kitab Muwattā‟ Mālik, namun penulis menemukannya
dalam kitab kanzul „ummāl karya „Alā‟uddin No. 45917. Ibn Katsīr mengutip riwayat ini untuk
memberikan penjelasan lebih terhdap ayat yang berbunyi للذين يػؤلوف من نسائهم تػربص أربػعة أشهر . dalam
ayat tersebut dikatakan bahwa bagi suami yang mengila‟ (bersumpah untuk tidak menggauli
istrinya selama beberapa saat) istrinya, maka tidak boleh berhubungan suami istri selama empat
bulan. adapun dalam riwayat Hafsoh mengatakan bahwa masa tidak berhubungannya adalah enam
bulan. dari dua nash ini, ulama‟ berkesimpulan bahwa masa ila‟ adalah empat sampai enam bulan.
empat bulan merupakan batasan paling sedikit, setelah itu seorang suami harus memilih apakah
akan merujuk atau menceraikannya. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah pernah
mengila‟ para istrinya selama satu bulan saja. selain penjelasan tentang masa ila‟, riwayat di atas
juga menceritakan keadaan para perempuan yang diila‟ oleh suaminya pada masa Rasulullah,
sebagaimana yang terdapat dalam syair di atas.
105
نػفسهن ثلثة قات يػتػربصن بأ للطلؽ، فكانت أوؿ من نزلت فيها العدة للطلؽ، يعت: } والمطل ىذا حديف غريب من ىذا الوجوقػروء {
QS. Al- Baqarah [02]: 275
وقاؿ ابن أيب حاب: قرئ على ٤تمد بن عبد اهلل بن عبد اتكم، أخربنا ابن وىب، أخربين جرير بن ، عن أيب إسحاؽ ا٢تمداين، عن أـ يونس أف عائشة زوج النيب -ة بنت أيفع يعت امرأتو العالي-حاـز
: يا أـ ا١تؤمنت، أتعرفت زيد بن أرقم؟ -صلى اهلل عليو وسلم قالت ٢تا أـ ٤تبة أـ ولد لزيد بن أرقمقالت: نعم. قالت: فإين بعتو عبدا إذل العطاء بثمامنائة، فاحتاج إذل تنو، فاشتيتو قبل ٤تل األجل
ما اشتيت! أبلغي زيدا أنو قد أبطل جهاده مع رسوؿ اهلل بستمائة. فقالت: بئس ما شريت! وبئس صلى اهلل عليو وسلم إف دل يتب قالت: فقلت: أرأيت إف تركت ا١تائتت وأخذت الستمائة؟ قالت:
نعم، } فمن جاءه موعظة من ربو فانػتػهى فػلو ما سلف {Surah Ali ‘Imrān
QS. Ali Imran [03]: 1-2
قاؿ اإلماـ أتد: حدثنا ٤تمد بن بكر أخربنا عبيد اهلل بن أيب زياد حدثنا شهر بن حوشب عن أتاء بنت يزيد بن السكن قالت : تعت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم يقوؿ ب ىاتت اآليتت
[ ، إل ىو اتي القيوـ { ]آؿ عمراف: } اللو ل إلو إل ىو اتي القيوـ { و } ادل * اللو ل إلو "إف فيهما اسم اهلل األعظم"
QS. Ali Imran [03]: 08
قال -وقاؿ ابن جرير: حدثنا أبو كريب -قاؿ ابن أيب حاب: حدثنا عمرو بن عبد اهلل األودي ب، عن أـ سلمة، رضي اهلل تيعا: حدثنا وكيع، عن عبد اتميد بن بػهراـ، عن شهر بن حوش
43
hadis ini dinilai garib oleh Ibn Katsīr, hadis ini terdapat dalam kitab tafsir ibn Abī
Ḥātim, no.2225 . Ibn Katsīr mengutip riwayat ini untuk memberikan informasi, bahwa orang yang
pertama kali menjalani iddah pada masa Rasulullah adalah Asmā‟ binti Yazīd. 44
Hadis ini merupakan riwayat ibn Abī Ḥātim dalam tafsirnya no. 2943, Ibn Katsīr
mengutip hadis ini untuk menafsirkan kalimat ة من ربو فانػتػهى فػلو ما سلف فمن جاءه موعظ . dalam ayat
tersebut mengatakan bahwa, orang- orang yang melakukan riba sebelum turun pelarangan riba,
maka ia diampuni dosanya yang telah lalu. pernyataan dalam ayat ini sesuai dengan kisah antara
ummu mihnah dengan zaid ibn arqam, keduanya melakukan jual beli riba, setelah diancam dan
diberitahu oleh Aisyah, maka ia bertaubat. 45
hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam 6/461. ibn Katsīr mengutip hadis ini
untuk memberikan informasi bahwa dalam dua ayat di atas terdapat nama Allh yang Agung.
106
عنها، أف النيب صلى اهلل عليو وسلم كاف يقوؿ: "يا مقلب القلوب ثػبت قليب على دينك" ب قرأ: } ربػنا ل تزغ قػلوبػنا بػعد إذ ىديػتػنا وىب لنا من لدنك رتة إنك أنت الوىاب {
Surah al-Nisā’
QS al- Nisa' [04]: 23
وب لفظ ١تسلم: -وب الصحيحت أف أـ حبيبة قالت: يا رسوؿ اهلل، انكح أخيت بنت أيب سفياف قاؿ: "أو تبت ذلك؟" قالت: نعم، لست لك تخلية، وأحب من شاركت ب -عزة بنت أيب سفياف
أنك تريد أف تنكح بنت أيب سلمة. خت أخيت. قاؿ: "فإف ذلك ل يل رل". قالت: فإنا ٨تدث قاؿ بنت أـ سلمة؟ " قالت نعم. قاؿ: إهنا لو دل تكن ربيبيت ب حجري ما حلت رل، إهنا لبنت أخي من الرضاعة، أرضعتت وأبا سلمة ثػويػبة فل تػعرضن علي بناتكن ول أخواتكن". وب رواية
ت رل"للبخاري: "إين لو دل أتزوج أـ سلمة ما حل
QS. al-Nisa’ [04]: 33
وحدثنا أبو كريب حدثنا وكيع، عن داود بن أيب عبد اهلل، عن ابن جدعاف، عن جدتو، عن أـ سلمة: أف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم قاؿ: "ل حلف ب اإلسلـ، وما كاف من حلف ب
اتاىلية دل يزده اإلسلـ إل شدة"
46 Hadis ini diriwayatkan oleh ibn Abī Ḥātim no. 3269. ibn Katsīr mengutip hadis ini
untuk menginformasikan bahwa ayat tersebut dijadikan doa oleh Nabi, yaitu doa agar ditetapkan
hati dalam petunjuk Allah. doa ini telah praktikkan sejak masa Nabi hingga masa sekarang oleh
umat Islam, salah satu pembawanya melalui riwayat Ummu Salamah dan Asmā‟ binti Yazīd,
ketika keduanya menceritakan keseharian (Doa) Nabi, menanyakannya, lalu mengajarkannya
hingga sampai pada masa sekarang melalui sanad. 47
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhari no.5101 dan imam Muslim no. 1449. riwayat
ini dikutip untuk memperkuat ayat yang bermakna “diharamkan atas kamu (mengawini)… anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan;… anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya;…dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau”. dalam riwayat
diatas, dikisahkan bahwa Ummu Habibah meminta Rasulullah agar menikahi saudara kandungnya,
namun Rasulullah menolak dan menjelaskan padanya bahwa hal itu terlarang. kemudian Ummu
Habibah kembali menyatakan “bukankah engkau ingin menikahi putri Ummu Salamah”,
mendengar hal tersebut Rasulullah menyangkalnya dan mengatakan bahwa putri Ummu Salamah
(Zainab binti Ummu Salamah) adalah anak tirinya, disamping itu Zainab juga merupakan putri
dari saudara radla‟ Nabi melalui Tsuwaibah, yaitu ayah zainab. karenanya zainab juga tidak boleh
dinikahi Oleh Nabi. 48
Ibnu Katsīr mengutip riwayat ini dari tafsir al-Ṭabary, pada jilid 8, h. 283. ayat yang
berbunyi والذين عقدت أميانكم فآتوىم نصيبػهم memerintahkan untuk memenuhi janji memberikan warisan
kepada teman semuslim. pada masa sebelum Islam datang, orang- orang arab memiliki tradisi
sumpah setia dimana antara sesama teman dapat saling mewarisi satu sama lain. ketika Islam
107
QS. al-Nisa’ [04]: 33
وقاؿ ٤تمد بن إسحاؽ، عن داود بن اتصت قاؿ: كنت أقرأ على أـ سعد بنت الربيع، مع ابن فقرأت عليها } والذين عاقدت أميانكم { -وكانت يتيمة ب حجر أيب بكر -ابنها موسى بن سعد
ب أيب بكر وابنو عبد الرتن، حت فقالت: ل ولكن: } والذين عقدت أميانكم { قالت: إمنا نزلتأىب أف يسلم، فحلف أبو بكر أف ل يورثو، فلما أسلم حت تل على اإلسلـ بالسيف أمر اهلل أف
يؤتيو نصيبو Surah al-An’ām
QS. al-An’ām [06]: 145
ابن عباس وقاؿ اإلماـ أتد: حدثنا عفاف، حدثنا أبو عوانة، عن تاؾ بن حرب، عن عكرمة، عنقاؿ: "فلم ل -تعت الشاة -قاؿ: ماتت شاة لسودة بنت زمعة، فقالت: يا رسوؿ اهلل، ماتت فلنة
أخذب مسكها؟". قالت: نأخذ مسك شاة قد ماتت؟! فقاؿ ٢تا رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: ا على طاعم يطعمو إل أف يكوف ميتة أو دما "إمنا قاؿ اهلل: } قل ل أجد ب ما أوحي إرل ٤ترم
مسفوحا أو تم خنزير { وإنكم ل تطعمونو، أف تدبغوه فتنتفعوا بو". فأرسلت فسلخت مسكها فدبغتو، فاتذت منو قربة، حىت ترقت عندىا
datang pada awalnya tradisi ini masih dilanjutkan, bahkan Rasulullah memperkenalkan tradisi
yang lebih baik dari sebelumnya, yaitu mempersaudarakan antara kaum muhājirīn dan kaum
anṣār. namun belakangan tradisi ini dihapus, sebab dalam ajaran Islam sesama muslim memang
harus saling tolong menolong, tanpa adanya ikatan sumpah. oleh karenanya, Ibn Katsīr mengutip
riwayat diatas sebagai dalil larangan sumpah model jahiliyah. 49
Hadis ini diriwayatkan oleh Abū Daud no. 2534. Abū Daud memberikan komentar
terhadap hadis ini, menurutnya apabila ayat tersebut dibaca عاقدت أميانكم maka artinya adalah
“orang yang bersumpah”, sedangkan apabila dibaca عقدت أميانكم artinya adalah “melakukan
sumpah atau bersumpah”. pembahasan ini tidak jauh berbeda dengan pembahasan sebelumnya.
namun pada bagian ini mufassir menjelaskan hal yang berbeda, yaitu penjelasan tentang sumpah
yang haqiqi. hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Sa‟ad binti Rabī‟ ini menjelaskan bahwa ayat di
atas berkaitan dengan Abu Bakar dan anaknya Abdurrahman. saat itu Abdurrahman belum masuk
Islam, kemudian Abū Bakar bersumpah tidak akan memberikan warisan kepada anaknya. setelah
masuk Islam, maka Allah memerintahkan kepada Abū Bakar untuk memberikan bagian putranya.
hadis riwayat Ummu Sa‟ad ini lebih pas untuk menafsirkan ayat di atas, adapun riwayat Ummu
Salamah menjadi sebuah sampingan, yaitu Ibn Katsīr mengawalinya dengan cerita keadaan orang-
orang arab selum Islam. 50
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad 5/3026. Ibnu Katsīr megutip hadis ini untuk
menjelaskan QS. al-„An‟ām [06]: 145.Hadis tersebut menceritakan kisah Saudah, suatu hari
kambing Saudah mati, lalu ia memberi tahu kepada Rasulullah. Maka Rasulullaah bersabda
“kenapa tidak kamu ambil saja kulitnya ?” mendengar pernyataan itu saudah berkomentar
“memangnya boleh mengambil kulit kambing yang telah mati ?”. Mendengar pernyataan itu
kemudian Rasulullah menjelaskan, sesungguhnya yang dimaksud QS. al-„An‟ām [06]: 145 itu
108
Surah al-Anfal
QS. Al- Anfal [08]: 24
د: حدثنا ىاشم، حدثنا عبد اتميد، حدثت شهر، تعت أـ سلمة تدث: أف قاؿ اإلماـ أترسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم كاف يكثر ب دعائو يقوؿ: "اللهم يا مقلب القلوب، ثبت قليب على
يا رسوؿ اهلل، أو إف القلوب لتقلب ؟ قاؿ: "نعم، ما خلق اهلل من بشر من دينك". قالت: فقلتقلبو بت إصبعت من أصابع اهلل، عز وجل، فإف شاء أقامو، وإف شاء أزاغو. فنسأؿ بت آدـ إل أف
اهلل ربنا أف ل يزيغ قلوبنا بعد إذ ىدانا، ونسألو أف يهب لنا من لدنو رتة إنو ىو الوىاب". قالت: مد، قلت: يا رسوؿ اهلل، أل تعلمت دعوة أدعو هبا لنفسي؟ قاؿ: " بلى، قورل: اللهم رب النيب ٤ت
اغفر رل ذنيب، وأذىب غيظ قليب، وأجرين من مضلت الفنت ما أحييتت"
QS. Al- Anfal [08]: 25
قاؿ اإلماـ أتد: حدثنا حست، حدثنا خلف بن خليفة، عن ليف، عن علقمة بن مرثد، عن اهلل صلى اهلل ا١تعرور بن سويد، عن أـ سلمة زوج النيب صلى اهلل عليو وسلم قالت: تعت رسوؿ
عليو وسلم يقوؿ: "إذا ظهرت ا١تعاصي ب أميت، عمهم اهلل بعذاب من عنده" . فقلت: يا رسوؿ اهلل، أما فيهم أناس صاتوف؟ قاؿ: "بلى"، قالت: فكيف يصنع أولئك؟ قاؿ: "يصيبهم ما أصاب
الناس، ب يصتوف إذل مغفرة من اهلل ورضواف" adalah larangan memakan, sedangkan kalian tidak memakannya, bila kalian menyamak, kalian
bisa mengambil manfaat darinya. Lalu saudah menyuruh untuk menyamak dan menjadikannya
tempat minum. Melalui penetapan yang telah dijelaskan oleh Nabi kepada Saudah, umat Islam
dapat memanfaatkan bangkai kulit binatang, seperti untuk dijadikan tas, sepatu dan lain
sebagainya. dalam riwayat di atas, Saudah telah berkontribusi menanyakan perihal bangkai kulit
binatang. 51
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/301 dan imam al-Tirmidzi no.3522. Imam
al-Tirmidzī memberikan komentar bahwa hukum hadis ini adalah hasan ṣahīh. Ibn Katsīr
mengutip hadis ini untuk menafsirkan kalimat أف اللو يوؿ بػت المرء وقػلبو pada hadis di atas disebutkan
bahwa Rasulullah sering membaca doa agar diberi hati yang tetap, mendengar hal ini, Ummu
Salamah bertanya kepada Rasulullah “wahai Rasulullah, apa benar hati itu berubah- rubah ?”
Rasulullah menjawab iya, Allah bisa saja meluruskan hati manusia di jalanNYA, dan bisa juga
menyesatkan hati manusia. lalu Ummu Salamah meminta doa kepada Nabi sebagaimana riwayat di
atas. riwayat ini menjadi penjelas dan perincian terhadap ayat yang mengatakan bahwa Manusia
dan Hatinya memiliki batasan. 52
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/ 304, Ibn Katsīr mengutip hadis ini sebagai
penjelas terhadap ayat yang berbunyi واتػقوا فتػنة ل تصيب الذين ظلموا منكم خاصة, ayat ini menyatakan
bahwa Allah tidak hanya mengadzab orang dzalim saja dalam suatu kaum. melalui riwayat dan
pertanyaan Ummu Salamah terhadap Rasulullah, maka ayat ini dapat dipahami, bahwa apabila
maksiat telah merajalela maka Allah akan mengadzab semua kaum yang berada ditempat tersebut,
sekalipun di dalamnya terdapat orang yang salih. namun, pada akhirnya Allah mengampuni orang
salih tersebut. menurut Ali Mustafa ketika menanggapi pertanyaan dari Reza Fadhil yang
menanyakan apakah tsunami di Aceh merupakan azab dari Allah ? ada enam jawaban, salah
109
Surah al-Nahl
QS. Al- Nahl [16]: 112
وقاؿ ابن جرير: حدثت ابن عبد الرحيم البػرقي، حدثنا ابن أيب مرن، حدثنا نافع بن زيد، حدثنا عبد الرتن بن شريح، أف عبد الكرن بن اتارث اتضرمي حدثو، أنو تع مشرح بن ىاعاف يقوؿ:
عليو وسلم، وعثماف، تعت سليم بن عت يقوؿ: صدرنا من اتج مع حفصة زوج النيب صلى اهللرضي اهلل عنو، ٤تصور با١تدينة، فكانت تسأؿ عنو: ما فعل؟ حىت رأت راكبت، فأرسلت إليهما تسأ٢تما، فقال قتل. فقالت حفصة: والذي نفسي بيده، إهنا القرية اليت قاؿ اهلل: } وضرب اللو
رزقػها رغدا من كل مكاف فكفرت بأنػعم اللو {مثل قػرية كانت آمنة مطمئنة يأتيها
Surah al- Isrā’
QS. Al- Isara' [17]: 01
ساور، عن عكرمة، عن أـ ىانئ وروى اتافظ أبو القاسم الطرباين من حديف عبد األعلى بن أيب ا١ت
بييت، ففقدتو من الليل، فامتنع مت قالت: بات رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم ليلة أسري بو ب النـو ٥تافة أف يكوف عرض لو بعض قريش، فقاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "إف جربيل، عليو السلـ، أتاين فأخذ بيدي فأخرجت، فإذا على الباب دابة دوف البغل وفوؽ اتمار، فحملت عليها،
إبراىيم يشبو خلقو خلقي، ويشبو خلقي خلقو، ب انطلق حىت انتهى يب إذل بيت ا١تقدس، فأراينوأراين موسى آدـ طويل سبط الشعر، شبهتو برجاؿ أزد شنوءة، وأراين عيسى ابن مرن ربعة أبيض
ليمت، شبهتو يضرب إذل اتمرة، شبهتو بعروة بن مسعود الثقفي، وأراين الدجاؿ ٦تسوح العت ا
satunya beliau menggunakan ayat di atas, beliau memahami musibah sebagai azab itu apabila tidak
ada satupun orang yang menyampaikan amar ma‟ruf nahi mungkar. selebihnya beliau berpendapat
bahwa musibah sebagai ujian keimanan. (Ali Mustafa, Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal, h. 108) 53
Ibn Katsīr mengutip riwayat ini dari al-Ṭabary jilid 17, h. 310. riwayat ini menceritakan
kisah Hafsoh dan sahabat lainnya yang terhalang untuk melaksanakan Haji. Kemudian Hafsoh
memerintahkan dua delegasi untuk melihat apa yang sedang terjadi, kedua delegasi tersebut
memberitahu Hafsoh bahwa sedang terjadi perang. mendengar ungkapan ini, Hafsoh menafsirkan
bahwa daerah yang sedang terajadi perang tersebut adalah sebagaimana yang diisyaratkan dalam
al-Qur‟an “dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya
aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah” yang dimaksud dengan negri dalam ayat ini
adalah Mekkah. ayat ini menceritakan kehidupan kota Mekkah yang aman, tentram dibandingkan
kota- kota lain di sekitarnya serta Allah memberinya rizki yang melimpah ruah, namun penduduk
kota tersebut mengingkari nikmat Allah dan enggan untuk menyembah kepadaNYA. (pembahasan
ini akan penulis jelaskan dalam tafsir QS. al-Quraisy). penafsiran negri dengan kota Mekkah ini
dapat dibenarkan, sebab dalam riwayat di atas disebutkan bahwa Hafsoh dan sahabat lainnya
terhalang pergi ke Mekkah untuk melaksanakan haji.
110
رج إذل قريش فأخربىم تا رأيت". فأخذت بثوبو فقلت: قاؿ: "وأنا أريد أف أخبقطن بن عبد العزى"إين أذكرؾ اهلل، إنك تأب قوما يكذبونك وينكروف مقالتك، فأخاؼ أف يسطوا بك. قالت: فضرب ثوبو من يدي، ب خرج إليهم فأتاىم وىم جلوس، فأخربىم ما أخربين، فقاـ جبت بن مطعم فقاؿ:
تا تكلمت بو وأنت بت ظهرانينا. فقاؿ رجل من يا ٤تمد لو كنت شابا كما كنت، ما تكلمت: يا ٤تمد، ىل مررت بإبل لنا ب مكاف كذا وكذا؟ قاؿ: "نعم، واهلل قد وجدهتم أضلوا بعتا القـو
قاؿ: فهل مررت بإبل لبت فلف؟ قاؿ: "نعم، وجدهتم ب مكاف كذا وكذا، وقد ٢تم فهم ب طلبو" .صعة من ماء، فشربت ما فيها". قالوا: فأخربنا عدهتا وما فيها انكسرت ٢تم ناقة تراء، وعندىم ق
من الرعاة ]قاؿ: "قد كنت عن عدهتا مشغول". فناـ فأوب باإلبل فعدىا وعلم ما فيها من الرعاة[ ب أتى قريشا فقاؿ ٢تم: "سألتموين عن إبل بت فلف، فهي كذا وكذا، وفيها من الرعاة فلف وفلف،
بت فلف، فهي كذا وكذا، وفيها من الرعاة ابن أيب قحافة وفلف وفلف، وىي وسألتموين عن إبلمصبحتكم من الغداة على الثنية". قاؿ: فقعدوا على الثنية ينظروف أصدقهم ما قاؿ؟ فاستقبلوا اإلبل فسألوىم: ىل ضل لكم بعت؟ قالوا: نعم. فسألوا اآلخر: ىل انكسرت لكم ناقة تراء؟
الوا: فهل كاف عندكم قصعة؟ قاؿ: أبو بكر: أنا واهلل وضعتها فما شرهبا أحد، ول قالوا: نعم. ق أىراقوه ب األرض. فصدقو أبو بكر ]رضي اهلل عنو[ وآمن بو، فسمي يومئذ الصديق
Surah al-Mukminūn
QS. Al- Mukminun [23]: 60
ثنا عبد الرتن بن سعيد بن قاؿ اإلماـ أتد:حدثنا يت بن آدـ، حدثنا مالك بن مغوؿ، حدوىب، عن عائشة؛ أهنا قالت: يا رسوؿ اهلل، } والذين يػؤتوف ما آتػوا وقػلوبػهم وجلة { ، ىو الذي يسرؽ ويزين ويشرب ا٠تمر، وىو ياؼ اهلل عز وجل؟ قاؿ: "ل يا بنت أيب بكر، يا بنت الصديق،
ياؼ اهلل عز وجل"ولكنو الذي يصلي ويصـو ويتصدؽ، وىو
54 Hadis ini diriwayatkan oleh imam al-Ṭabrāni dalam Mu‟jam Kabīr no. 1059, riwayat
ini menceritakan kisah isrā‟ Nabi, yang diriwayatkan langsung oleh Ummu Hāni‟. saat itu
Rasulullah menginap di rumah Ummu Hāni‟, kemudian Rasulullah bercerita bahwa Jibril datang
menggandeng tangan Nabi, lalu mengajak beliau keluar dari rumah Ummu Hāni‟. di depan rumah
telah ada hewan yang bentuknya lebih besar dari keledai, lalu Nabi menunggangi hewan tersebut.
setelah itu Jibril memperkenalkan Nabi dengan Ibrahīm, Musa, Isa, dan juga dajjal. setelah Nabi
selesai bercerita pada Ummu Hāni‟, beliau hendak keluar untuk menyampaikan cerita yang sama
kepada orang Quraisy, Ummu Hāni‟ melarang Nabi, karena hawatir terjadi sesuatu, namun Nabi
tetap keluar dan menyampaikan kisah isra‟ pada Quraisy. orang- orang Quraisy banyak yang
menghina Nabi terkait kisah tersebut, lalu mereka mengetes Nabi dengan sejumlah pertanyaan,
Rasulullah mampu menjawab semua pertanyaan tersebut, lalu Abu Bakar percaya pada kisah Nabi,
sejak saat itulah Abu Bakar dijuluki nama al-Ṣiddīq. 55
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad, dalam musnadnya no. 24102. Ibn Katsīr
mengutip hadis ini untuk memberikan penjelasan terhadap maksud dari “Takut” yang ada dalam
111
Surah al-Nūr
QS. Al-Nur [24]: 31
أنو حدثو: أف أـ سلمة -موذل أـ سلمة -رواه أبو داود والتمذي، من حديف الزىري، عن نبهاف ثتو: أهنا كانت عند رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم وميمونة، قالت: فبينما ٨تن عنده أقبل ابن حد
، فدخل عليو، وذل ـ مكتـو ك بعدما أمرنا باتجاب، فقاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: أ"احتجبا منو" فقلت: يا رسوؿ اهلل، أليس ىو أعمى ل يبصرنا ول يعرفنا؟ فقاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل
عليو وسلم: "أو عمياواف أنتما؟ ألستما تبصرانو" ب قاؿ التمذي: ىذا حديف حسن صحيح
QS. Al- Nur [24]: 60
وقاؿ ابن أيب حاب: حدثنا أيب، حدثنا ىشاـ بن عبيد اهلل، حدثنا ابن ا١تبارؾ، حدثت سوار بن هلل عنها، أهنا قالت: ميموف، حدثتنا طلحة بنت عاصم، عن أـ ا١تصاعن، عن عائشة، رضي ا
فقلت: يا أـ ا١تؤمنت، ما تقولت ب ا٠تضاب، والنفاض، والصباغ، والقرطت، دخلت علي كلها واحدة، أحل اهلل ٠تلخاؿ، وخاب الذىب، وثياب الرقاؽ؟ فقالت: يا معشر النساء، قصتكنوا
لكن الزينة غت متربجات. أي: ل يل لكن أف يػروا منكن ٤ترما
Surah al- Ankabūt
QS. Al- Ankabut [29]: 29
، حدثنا تاؾ بن حرب، عن وقاؿ اإلماـ أتد: حدثنا تاد بن أسامة، أخربين حاب بن أيب صغتةقالت: سألت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، عن قولو عن أـ ىانئ-أـ ىانئ موذل -أيب صاحل
ayat. dalam hadis di atas diceritakan bahwa Aisyah bertanya dengan menyebutkan maksud
“Takut” adalah pencuri, pezina, dan orang yang meminum khamar, kemudian Rasulullah
membenarkan bahwa yang dimaksud ayat itu adalah orang yang salat, bersedekah, berpuasa
mereka itu adalah orang- orang yang takut pada Allah SWT. 56
Hadis ini diriwayatkan oleh Abū daud no. 4112 dan al-Tirmidzī no. 2778. al-Tirmidzī
menilai hadis ini dengan hasan ṣahih. Ibn Katsīr mengutip riwayat ini untuk memberikan
penjelasan terhadap ayat yang berbunyi وقل للمؤمنات يػغضضن من أبصارىن, lanjutan ayat ini telah
memberikan perincian tentang siapa saja yang tidak boleh melihat aurat perempuan, namun dalam
ayat ini juga disebutkan bahwa perempuan juga dianjurkan untuk berhijab di depan orang buta,
sebagaimana yang terdapat dalam kisah Maimunah dan Ummu Salamah. pendapat lain
mengatakan bahwa ketentuan tersebut hanya dihususkan kepada istri- istri Nabi saja. 57
Riwayat ini terdapat dalam tafsir ibn Abī Ḥātim no. 15646. Ibn Katsīr mengutip hadis
ini untuk menjelaskan jenis- jenis perhiasan yang boleh dipakai oleh perempuan, diantaranya hena,
sejenis baju yang bermotif, baju berwarna, anting, gelang kaki, dan cincin emas. dalam riwayat di
atas, Aisyah menjelaskan bahwa jenis- jenis tersebut boleh dipakai oleh perempuan asalkan tidak
berniat menampakkannya pada orang yang tidak halal baginya.
112
عز وجل: } وتأتوف ب ناديكم المنكر { ، قاؿ: "يذفوف أىل الطريق، ويسخروف منهم، وذلك ا١تنكر الذي كانوا يأتونو".
QS. Al- Ankabut [29]: 56
فقاؿ ابن إسحاؽ: حدثت الزىري، عن أيب بكر بن عبد الرتن بن اتارث بن ىشاـ، عن أمو أـ سلمة بنت أيب أمية بن ا١تغتة زوج النيب صلى اهلل عليو وسلم قالت: ١تا نزلنا بأرض اتبشة جاورنا
.ا خل…خت جار النجاشي، آمنا على ديننا، وعبدنا اهلل ل نؤذى، ول نسمع شيئا
Surah al-Sajadah
QS. Al- Sajadah [32]: 16
حدثنا أيب، حدثنا سويد بن سعيد، حدثنا علي بن مسهر، عن عبد الرتن بن إسحاؽ، عن شهر بن حوشب، عن أتاء بنت يزيد قالت: قاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "إذا تع اهلل األولت
دى بصوت يسمع ا٠تلئق: سيعلم أىل اتمع اليـو من أوذل واآلخرين يـو القيامة، جاء مناد فنا. ب يرجع فينادي: ليقم الذين كانت } تػتجاب جنوبػهم عن المضاجع { اآلية، فيقوموف بالكـر
وىم قليل"
58
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/341 dan al-Tirmidzī no. 3190. al-Tirmidzī
menilai hadis ini dengan hasan. Ibnu Katsīr mengutip hadis ini untuk menjelaskan kemungkaran
yang dilakukan oleh kaum Nabi luth, sebagaimana yang terdapat pada riwayat di atas, Ummu
Hāni‟ bertanya kepada Nabi tentang maksud ayat وتأتوف ب ناديكم المنكر, lalu Nabi menjelaskan
bahwa kemungkaran yang dilakukan kaum Nabi Luth adalah melempari batu setiap orang yang
lewat di jalan mereka dan mengejeknya. 59
Penulis tidak menemukan riwayat ini dalam kutub tis‟ah. namun penulis menemukan
riwayat lain yang semakna dengan riwayat di atas terdapat dalam ṣahīh bukhari. riwayat di atas
menjadi bukti terhadap firman Allah yang berbunyi عبدوف يا عبادي الذين آمنوا إف أرضي واسعة فإياي فا . substansi dari ayat ini adalah perintah untuk berhijrah ke suatu tempat yang dapat membuat kaum
muslim kala itu dapat tenang dalam beribadah, sebab Allah memiliki bumi yang luas. pernyataan
ayat ini terbukti dengan adanya kisah yang diceritakan oleh Ummu Salamah saat hijrah ke
Habasyah, di sana Ummu Salamah dan sahabat lainnya dipertemukan dengan seorang raja yang
baik hati, memberi tempat tinggal, dan menerima kaum muslim. sehingga para sahabat yang ikut
hijrah dapat beribadah dengan nyaman bahkan mengajarkan Islam bagi penduduk Habasyah.
(Lanjutan Kisah ini dapat dilihat dalam Ibn Katsīr, Tahqiq Sāmi, Jilid 6, h. 290) 60
Hadis ini diriwayatkan oleh Abū Ya‟lā dalam musnad al-Kabīr 4/373. riwayat ini
dikutip oleh ibn Katsīr untuk memberikan wawasan pada ayat yang berbunyi تػتجاب جنوبػهم عن arti ayat ini adalah orang- orang yang lambungnya jauh dari tempat tidur, maksudnya .المضاجع
adalah seseorang yang senantiasa beribadah dan berdoa kepada Allah di malam hari. dalam
riwayat di atas dijelaskan bahwa orang- orang tersebut akan dipanggil pada hari akhir nanti dan
jumlah mereka sedikit. disamping itu riwayat ini juga digunakan untuk memberikan wawasan
terhadap penafsiran QS. al-Nūr[24]: 37, yaitu pada hari akhir orang- orang yang tidak lalai
113
Surah al-Aḥzāb
QS. al-Aḥzāb [33]: 37
، رضي عن عائشةن داود عن عامر، وقاؿ ابن جرير: حدثت إسحاؽ بن شاىت، حدثت خالد، عاهلل عنها، أهنا قالت: لو كتم ٤تمد صلى اهلل عليو وسلم شيئا ٦تا أوحي إليو من كتاب اهلل، لكتم:
} وتفي ب نػفسك ما اللو مبديو وتشى الناس واللو أحق أف تشاه {
QS. Al- Ahzab [33]: 51
بن أيب حاب: حدثنا أبو زرعة، حدثنا عبد الرتن بن عبد ا١تلك بن شيبة، حدثت عمر بن وقاؿ اأيب بكر، حدثت ا١تغتة بن عبد الرتن اتزامي ، عن أيب النضر موذل عمر بن عبيد اهلل ، عن عبد
لم حىت أحل اهلل بن وىب بن زمعة، عن أـ سلمة أهنا قالت: دل ميت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وس، وذلك قوؿ اهلل، عز وجل: } تػرجي من تشاء اهلل لو أف يتزوج من النساء ما شاء، إل ذات ٤تـر
هن وتػ فجعلت ىذه ناسخة لليت بعدىا ب التلوة، كآييت عدة الوفاة ب ؤوي إليك من تشاء { .منػ البقرة.
mengingat Allah karna melakukan transaksi jual beli, mereka juga mendapat seruan dan jumlahnya
juga sedikit. adapun bunyi ayat ini adalah رجاؿ ل تػلهيهم تارة ول بػيع عن ذكر اللو. 61
Riwayat ini dikutip dari tafsir al-Ṭabary, Jilid 11, h. 22. kisah lengkap dari kutipan ayat
yang terdapat dalam hadis di atas adalah cerita tentang Zaid ibn Tsabit dan Zainab binti Jahasy
keduanya memiliki permasalahan dalam rumah tangga, kemudian Zaid mengadu kepada
Rasulullah, maka Rasulullah menyarankan untuk bertakwa dan mempertahankan istrinya. sabda
Rasulullah ini terdapat dalam ayat sebelumnya, yaitu أمسك عليك زوجك واتق اللو وتفي ب نػفسك ما اللو...اخل مبديو . padahal pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa Rasulullah ditetapkan untuk menikahi
Zainab, namun Rasulullah menutupi hal itu pada Zaid hawatir membuatnya sedih. Lalu Allah
menurunkan ayat tersebut, untuk memperjelas ketetapan Allah. Ibn Katsīr mengutip hadis Aisyah
di atas sebagai dalil untuk menunjukkan bahwa apabila Rasulullah menutup sesuatu dari orang-
orang maka Allah membukakannya. 62
Hadis ini terdapat dalam tafsir ibn Abī Hātim no. 18304. dalam ayat yang terdapat
dalam riwayat di atas disebutkan bahwa Rasulullah boleh menggauli perempuan mana saja yang
dikehendaki oleh Rasulullah, baik diantara perempuan para istrinya ataupun perempuan lain yang
tidak memiliki hubungan darah dengan Rasulullah. sekalipun ayat ini turun pertama kali, namun ia
dapat menasakh ayat yang turun setelahnya, yaitu QS. al-Ahzab [33]:52 yang menyatakan bahwa
Rasulullah tidak boleh menikah lagi ataupun menceraikan salah satu istrinya agar dapat menikahi
orang lain yang disukai. indikasi penghapusan ayat yang turun terakhir kali, dapat dilihat dari
riwayat Ummu Salamah yang menyatakan bahwa Rasulullah tidak wafat sampai Allah
memperbolehkan beliau menikah perempuan yang disukainya.
114
Surah al- Najm
QS. Al- Najm [53]: 32
وقاؿ مسلم ب صحيحو: حدثنا عمرو الناقد، حدثنا ىاشم بن القاسم، حدثنا الليف، عن يزيد بن أيب حبيب، عن ٤تمد بن عمرو بن عطاء قاؿ: تيت ابنيت بػرة، فقالت رل زينب بنت أيب سلمة:
لى اهلل عليو إف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم هنى عن ىذا السم، وتيت بػرة، فقاؿ رسوؿ اهلل ص وسلم: "ل تزكوا أنفسكم، إف اهلل أعلم بأىل الرب منكم". فقالوا: مب نسميها؟ قاؿ: "توىا زينب"
Surah al- Mumtahanah
QS. Al-Mumtahanah [60]: 08
ىي -قاؿ اإلماـ أتد: حدثنا أبو معاوية، حدثنا ىشاـ بن عروة، عن فاطمة بنت ا١تنذر، عن أتاء قالت: قدمت أمي وىي مشركة ب عهد قريش إذ عاىدوا، فأتيت -، رضي اهلل عنهمابنت أيب بكر
؟ قاؿ: "نعم، النيب صلى اهلل عليو وسلم فقلت: يا رسوؿ اهلل، إف أمي قدمت وىي راغبة، أفأصلها، حدثنا عبد اهلل بن ا١تبارؾ، حدثنا مصعب صلي أمك" أخرجاه . وقاؿ اإلماـ أتد: حدثنا عاـر
حدثنا عامر بن عبد اهلل بن الزبت، عن أبيو قاؿ: قدمت قػتيلة على ابنتها أتاء بنت أيب بن ثابت،بكر هبدايا: صناب وأقط وتن، وىي مشركة، فأبت أتاء أف تقبل ىديتها تدخلها بيتها، فسألت
هاكم اللو عن الذين دل يػقاتلوكم ب عائشة النيب صلى اهلل عليو وسلم، فأنزؿ اهلل، عز وجل: } ل يػنػين { إذل آخر اآلية، فأمرىا أف تقبل ىديتها، وأف تدخلها بيتها الد
63
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Muslim, no. 2142. Ibn Katsīr mengutip riwayat ini
untuk memberikan wawasan terhadap ayat yang berbunyi زكوا أنػفسكم فل تػ . salah satu perbuatan yang
termasuk menyucikan diri sendiri adalah memberi nama yang bersifat memperbagus diri, seperti
barrah (baik). hal ini sebagaimana yang terdapat dalam riwayat Asmā‟ binti Yazīd di atas.
larangan memberikan nama yang condong memperbagus atau menyucikan diri adalah karena
Allah SWT telah mengetahui hambanya yang berbuat baik dan berbuat buruk, tanpa menyebutnya
dengan sebutan yang memperbagus dirinya. 64
Hadis di atas diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/344 dan 6/347. selain itu riwayat yang
semakna dengan hadis ini terdapat dalam ṣahīh bukhari no. 2620, 3138, 5978 dan ṣahīh muslim
no.1003. hadis ini mengisahkan tentang sebab turunnya QS. al-Mumtahanah [60]: 08 yaitu, suatu
hari ibu Asmā‟ binti Abū Bakar datang menemui Asmā‟, pada saat itu Ibunya adalah seorang
musyrik, ia rindu kepada Asmā‟ dan membawa makanan untuknya. Namun Asmā‟ tidak langsung
menyambut ibunya sampai ia mendatangi Nabi untuk bertanya hukum berinteraksi dan menerima
makanan dari non muslim, Nabi menjawab “iya, tidak apa apa”. terdapat dua riwayat yang dikutip
oleh ibn Katsīr, yang pertama memberikan informasi bahwa Asmā‟ bertanya langsung pada Nabi
dan riwayat kedua melengkapi riwayat sebelumnya, yaitu informasi Ibu Asmā‟ membawa
makanan dan informasi sebab turunnya ayat.
115
Surah al- Ṭalāq
QS. al-Talak [65]: 01
حدثنا يت بن سعيد، حدثنا ٣تالد، حدثنا عامر قاؿ: قدمت ا١تدينة فأتيت فاطمة بنت قيس، لنيب صلى اهلل عليو وسلم، فبعثو رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو فحدثتت أف زوجها طلقها على عهد ا
وسلم ب سرية. قالت: فقاؿ رل أخوه: اخرجي من الدار. فقلت: إف رل نفقة وسكت حىت يل األجل. قاؿ: ل. قالت: فأتيت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم فقلت: إف فلنا طلقت، وأف أخاه
فأرسل إليو[فقاؿ: "ما لك ولبنة آؿ قيس"، قاؿ: يا رسوؿ اهلل، أخرجت ومنعت السكت والنفقة، ]إف أخي طلقها ثلثا تيعا. قالت: فقاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "انظري يا بنت آؿ قيس، إمنا النفقة والسكت للمرأة على زوجها ما كاف لو عليها رجعة، فإذا دل يكن لو عليها رجعة
جي فانزرل على فلنة". ب قاؿ: "إنو يتحدث إليها، انزرل على ابن أـ فل نفقة ول سكت. اخر ، فإنو أعمى ل يراؾ" مكتـو
Surah al-Qadr
QS. Al-Qadar [97]
وقد رواه التمذي، والنسائي، وابن ماجة، من طريق كهمس بن اتسن، عن عبد اهلل بن بريدة، عن علمت أي ليلة القدر، ما أقوؿ فيها؟ قاؿ: "قورل: عائشة قالت: قلت: يا رسوؿ اهلل، أرأيت إف
وىذا لفظ التمذي، ب قاؿ: "ىذا حديف حسن نك عفو تب العفو، فاعف عت" .اللهم، إ صحيح".
65
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya 6/373. Riwayat ini
memberikan salah satu perincian terhadap ayat yang berbicara tentang talak. yaitu melalui kisah
Fatimah binti Qais. suami Fatimah menceraikannya melalui pesan terhadap utusan, saat itu suami
Fatimah sedang melakukan peperangan dan Fatimah tinggal bersama saudara suaminya.
mendengar kabar penceraian tersebut, saudara suaminya mengusir Fatimah dari rumah kakanya,
kemudian Fatimah mengadu kepada Rasulullah tentang perbuatan saudara suaminya tersebut.
saudara suaminya memberitahu Rasulullah bahwa kakanya telah menceraikan Fatimah sebanyak 3
kali talak. mendengar hal itu Rasulullah menjelaskan pada Fatimah bahwa kewajiban suami
terhadap nafkah dan tempat tinggal selama menjalani iddah adalah apabila suami memiliki
kesempatan untuk merujuknya. lalu Rasulullah memerintahkan Fatimah untuk keluar dari rumah
suaminya dan menganjurkannya untuk tinggal bersama Ummi Maktum, sebab ia adalah seorang
laki- laki yang buta. melalui kisah ini ulama‟ dapat berhujjah bahwa nafkah dan tempat tinggal
bagi perempuan yang menjalani iddah, tidak berlaku apabila telah mencapai talak yang ke-3.
disamping itu, hadis ini juga memberikan informasi bahwa pada masa Rasulullah telah ada praktek
perceraian sebanyak 3 kali sekaligus. 66
Hadis ini diriwayatkan oleh imam al-Tirmidzī no.3513, imam al-Nasā‟I no. 11688, dan
Ibn Mājah no. 3850. Imam al-Tirmidzī menilai hadis ini dengan hasan ṣahīh, sedangkan al-Ḥākim
menilai hadis ini dengan ṣahīh „ala syarṭi ṣahihain. riwayat ini memberikan informasi tentang doa
yang dianjurkan untuk dibaca pada malam lailatul qadar, yaitu pada 10 hari terakhir dari bulan
116
Surah al-Quraisy [106]
حدثنا إبراىيم بن ٤تمد بن ثابت بن شرحبيل، حدثت عثماف بن عبد اهلل بن أيب عتيق، عن سعيد جعدة بن ىبتة، عن أبيو، عن جدتو أـ ىانئ بنت أيب طالب؛ أف رسوؿ اهلل صلى اهلل بن عمرو بن
عليو وسلم قاؿ: "فضل اهلل قريشا بسبع خلؿ: أين منهم وأف النبوة فيهم، واتجابة، والسقاية فيهم، وأف اهلل نصرىم على الفيل، وأهنم عبدوا اهلل، عز وجل، عشر سنت ل يعبده غتىم، وأف اهلل أنزؿ فيهم سورة من القرآف" ب تلىا رسوؿ اهلل: بسم اهلل الرتن الرحيم " إليلؼ قػريش إيلفهم
تاء والصيف فػليػعبدوا رب ىذا البػيت الذي أطعمهم من جوع وآمنػهم من خوؼ "رحلة الشاهلل بن عمرو العدين، حدثنا قبيصة، حدثنا سفياف، عن ليف، عن قاؿ ابن أيب حاب: حدثنا عبد
شهر بن حوشب، عن أتاء بنت يزيد قالت: تعت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم يقوؿ: "ويل أمكم، قريش، إليلؼ قريش"
Surah al-Naṣr[110]
روؽ قاؿ: قالت وقاؿ اإلماـ أتد: حدثنا ٤تمد بن أيب عدي، عن داود، عن الشعيب، عن مسعائشة: كاف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم يكثر ب آخر أمره من قوؿ: "سبحاف اهلل وتمده، أستغفر اهلل وأتوب إليو". وقاؿ: "إف ريب كاف أخربين أين سأرى علمة ب أميت، وأمرين إذا رأيتها أف
ramadhan pada setiap malam yang ganjil. adapun di Indonesia, mayoritas masyarakat telah
mempraktikkan doa yang diajarkan Nabi pada Aisyah ini sejak malam pertama bulan ramadhan
pada setiap selesai melaksanakan salat terawih atau witir bersama. 67
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Ḥākim dalam kitab Mustadraknya 2/536. al-Ḥākim
menilai hadis ini dengan ṣahīh al-Isnād, sedangkan al-Dzahabi menilainya sebagai hadis dla‟if
sebab dalam sanad tersebut terdapat Ya‟qūb ibn Muhammad al-Zuhri. adapun al-Irāqy menilainya
sebagai hadis hasan. riwayat di atas menjelaskan tentang keutamaan orang- orang Quraisy yang
disebutkan oleh Rasulullah, salah satu keutamaannya adalah Allah menurunkan ayat secara husus
untuk kaum Quraisy, sehingga penamaan surah tersebut juga menggunakan nama al-Quraisy. ibn
Katsīr meletakkan riwayat ini pada bagian awal, sebagai permulaan sebelum menafsirkan surah al-
Quraisy secara kata perkata. 68
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Ṭabrāny dalam al-Mu‟jam al-Kabīr no.24/177, 178. pada
pembahasan sebelumnya di footnote ke-20 telah dijelaskan bahwa Mekkah merupakan kota yang
aman, tentram, dan banyak rizki. surah al-Quraisy ini secara keseluruhan juga menggambarkan
tentang kehidupan penduduk Mekkah. salah satunya mereka memiliki kebiasaan bepergian pada
musim panas dan musim dingin. karena kebiasaan ini maka Allah menghancurkan tentara gajah
agar mereka dapat melaksanakan kebiasaannya dengan nyaman. dalam surah tersebut Allah juga
memerintahkan agar mereka menyembah Allah yang telah menghilangkan rasa lapar dan
memberikan keamanan. namun mereka enggan dan hanya beberapa saja yang mengikuti risalah
Nabi. maka Rasulullah bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Asmā‟ binti Yazid,
celakalah kalian wahai orang Quraisy.
117
نصر اللو والفتح ورأيت الناس أسبح تمده وأستغفره، إنو كاف توابا، فقد رأيتها: } إذا جاء يدخلوف ب دين اللو أفػواجا فسبح تمد ربك واستػغفره إنو كاف تػوابا {
Semua riwayat- riwayat di atas merupakan penjelasan terhadap
pemahaman al-Qur‟an. selain itu riwayat sahabat perempuan juga menjelaskan
tentang lafadz garib, Qira‟ah, keutamaan ayat dan keadaan yang melingkupi ayat,
sebagaimana riwayat- riwayat di bawah ini.
2. Tafsir Kata Garīb
Tafsir pada era sahabat masih berporos pada tafsir kata yang tidak di
pahami. Bahasa arab merupakan bahasa penduduk Jazirah Arab yang memiliki
berbagai ragam, setiap penduduk memiliki bahasa yang berbeda- beda. ada
beberapa bahasa al-Qur‟an yang tidak dipahami suatu penduduk, namun dipahami
oleh penduduk lainnya. karenanya seorang mufassir menyeleksi riwayat- riwayat
sekreatif mungkin untuk memahami kata asing yang terdapat dalam al-Qur‟an.
misalkan seperti yang dilakukan oleh Ibn Katsīr ketika menafsirkan makna kata
yang terdapat pada QS. al-Naba‟[78]: 14, ia mengutip riwayat Hamnah ”ثجاجا“
binti Jahsy yang bertanya kepada Nabi tentang masalah haid, Hamnah berkata:
: يا رسوؿ بنت جحشتنة قاؿ ٢تا رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "أنعت لك الكرسف": قالت اهلل، ىو أكثر من ذلك، إمنا أثج ثجا
69
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/35 dan imam Muslim no.484. surah al-
Naṣr merupakan surah yang turun terakhir kali, yaitu pada hari tasyrik ketika Rasulullah
melakukan haji. selain itu surah ini juga mengisyaratkan bahwa Rasulullah tidak lama lagi akan
wafat, dalam surah ini disebutkan bahwa kemenangan telah datang dan orang- orang berbondong-
bondong masuk agama Islam, karenanya Allah memerintahkan untuk bertasbih dan memujiNYA.
adapun bacaan tasbih dan pujian sebagaimana yang diriwayatkan Aisyah yang berbunyi سبحاف اهلل dalam riwayat ini Rasulullah menganjurkan untuk membaca tasbih dan , وتمده، أستغفر اهلل وأتوب إليو
pujian apabila seseorang telah melihat tanda- tanda akan wafat. melalui riwayat ini Ibn Katsīr
memberikan hujjah lain dengan menggunkan riwayat Ummu Salamah yang menyatakan bahwa
pada akhir hayatnya, Rasulullah sering membaca tasbih dan pujian sebagaimana di atas. bacaan
tasbih dan pujian yang diajarkan oleh Aisyah ini juga digunakan sebagai doa kafaratul majlis atau
doa yang dibaca setelah melakukan kajian keislaman di Indonesia, hususnya dilingkungan
pesantren. 70
Abū Dāud Sulaimān ibn al-„Asy‟ats ibn Ishāq ibn Basyīr ibn Syaddād al-Azdy al-
Sijistāny, Sunan Abī Dāud, Jilid 1, h. 358
118
Rasulullah berkata pada Hamnah “Aku sarankan padamu untuk menutup
pakai kapas. Hamnah berkata : wahai Rasulullah, darah itu masih lebih
banyak dari itu, ia mengalir terus”71
Secara tema riwayat ini tidak memiliki hubungan dengan ayat yang di
tafsirkan, namun mufassir menemukan informasi dari riwayat ini untuk
menafsirkan kata ثجاجا , karenanya maksud ayat yang berbunyi وأنػزلنا من المعصرات ماء
.memiliki makna air turun dari langit dengan lebat ثجاجا
Berikut ini riwayat penafsiran kata dalam al-Qur‟an melalui jalur
periwayatan sahabat perempuan.
QS. Al- Baqarah [02]: 228
وقاؿ مالك ب ا١توطأ عن ابن شهاب، عن عروة، عن عائشة أهنا قالت: انتقلت حفصة بنت عبد ـ من اتيضة الثالثة، قاؿ الزىري: فذكرت ذلك لعمرة بنت الرتن بن أيب بكر، حت دخلت ب الد
عبد الرتن، فقالت: صدؽ عروة. وقد جاد٢تا ب ذلك ناس فقالوا: إف اهلل تعاذل يقوؿ ب كتابو: " ثلثة قروء " فقالت عائشة: صدقتم، وتدروف ما األقراء؟ إمنا األقراء: األطهار
QS. Al- Nisa' [04]: 176
ق ابن عيينة، عن عمرو، عن طاوس: أف عمر أمر حفصة أف تسأؿ النيب صلى اهلل عليو رواه من طريوسلم عن الكللة، فأملىا عليها ب كتف، فقاؿ: "من أمرؾ هبذا؟ أعمر؟ ما أراه يقيمها، أوما
للة أو تكفيو آية الصيف؟" قاؿ سفياف: وآية الصيف اليت ب النساء: } وإف كاف رجل يورث ك
71
Redaksi lengkap dari hadis ini adalah:
أستػفتيو وأخربه كنت أستحاض حيضة كثتة شديدة فأتػيت رسوؿ اللو صلى اللو عليو وسلم عن أمو تنة بنت جحش قالت تة شديدة فما تػرى فيها قد منػعتت فػوجدتو ب بػيت أخيت زيػنب بنت جحش فػقلت يا رسوؿ اللو إين امرأة أستحاض حيضة كث
ذي ثػوبا فػقالت ىو أكثػر من ذل الصلة والصوـ فػقاؿ أنػعت لك الكر ـ قالت ىو أكثػر من ذلك قاؿ فات ا سف فإنو يذىب الد ك إمنا قاؿ رسوؿ اللو صلى اللو عليو وسلم سآمرؾ بأمرين أيػهما فػعلت أج زأ عنك من اآلخر وإف قويت عليهما فأنت أعلم قاؿ أثج ثج
عة أياـ ب علم ال ا ىذه ركضة من ركضات الشيطاف فػتحيضي ستة أياـ أو سبػ د طهرت لو ب اغتسلي حىت إذا رأيت أنك ق ٢تا إمنلة وأيامها وصومي فإف ذل لة أو أربػعا وعشرين ليػ قأت فصلي ثلثا وعشرين ليػ ك جيزيك وكذلك فافػعلي ب كل شهر كما تيض واستػنػ
لتػت وطهرىن وإف قويت على أف تػؤخري الظهر وتػعجلي العصر فػتػغتسلت وتمعت بػت الص النساء وكما يطهرف ميقات حيضهن لت العشاء ب تػغتسلت وتمعت بػت الص لتػت فافػعلي وتػغتسلت مع الفجر فافػعلي وصومي إف الظهر والعصر وتػؤخرين المغرب وتػعج
أعجب األمرين إرل قدرت على ذلك قاؿ رسوؿ اللو صلى اللو عليو وسلم وىذا72
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Mālik dalam Muwaṭṭā‟ 4/831. hadis ini disampaikan
oleh Aisyah, ia memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud kata األقراء adalah masa suci. Ibnu
Katsīr mengutip riwayat ini untuk menafsirkan ayat yang berbunyi والمطلقات يػتػربصن بأنػفسهن ثلثة قػروء.
119
امرأة { ، فلما سألوا رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم نزلت اآلية اليت ىي خاتة النساء، فألقى عمر الكتف. كذا قاؿ ب ىذا اتديف، وىو مرسل
QS. Al- Ra'd [13]: 29
بكر، وقاؿ ٤تمد بن إسحاؽ، عن يت بن عباد بن عبد اهلل بن الزبت، عن أبيو، عن أتاء بنت أيبرضي اهلل عنها، قالت: تعت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، وذكر سدرة ا١تنتهى، قاؿ: "يست ب
: يستظل ب الفنن منها مائة راكب، فيها فراش -أو: قاؿ-ظل الفنن منها الراكب مائة سنة الذىب، كأف ترىا القلؿ". رواه التمذي
QS. Ibrahim [14]: 16
حوشب، عن أتاء بنت يزيد بن السكن قالت: قلت: يا رسوؿ اهلل، ما طينة ومن حديف شهر بن ا٠تباؿ؟ قاؿ: "صديد أىل النار"
QS. al-Wāqi’ah[56] dsb
وقاؿ أبو القاسم الطرباين: حدثنا بكر بن سهل الدمياطي، حدثنا عمرو بن ىاشم البتوب، حدثنا تسن، عن أمو، عن أـ سلمة قالت: قلت: يا سليماف بن أيب كرمية، عن ىشاـ بن حساف، عن ا
[، قاؿ: "حور: بيض، عت: ضخاـ رسوؿ اهلل، أخربين عن قوؿ اهلل: } وحور عت { ]الواقعة:
73 Hadis ini dikutip dari tafsir al-Durru al-Mantsūr karya al-Suyuṭī 3/306, Ibn Katsīr
menilai hadis ini mursal, namun penulis menemukan riwayat yang semakna dalam ṣahīh muslim.
Ibn Katsīr mengutip riwayat ini untuk mengetahui makna الكللة . melalui riwayat ini mufassir
mendapatkan informasi bahwa yang dimaksud dengan makna kalalah adalah sebagaimana yang
terdapat dalam akhir surah al-Nisā‟. yaitu perempuan atau laki- laki yang meninggalkan warisan
namun tidak memiliki keturunan ataupun leluhur, sehingga warisannya teruntuk kerabat yang
jalurnya ke samping, seperti saudara kandung. 74
Hadis ini diriwayatkan oleh imam al-Tirmidzī no. 2541, al-Tirmidzī menilai hadis ini
dengan hasan garib. Ibnu Katsīr mengutip riwayat ini untuk menafsirkan kata طوىب yang terdapat
dalam QS. al-Ra‟d [13]: 29. riwayat diatas memberikan penjelasan bahwa ṭūbā adalah pohon besar
di surga yang dapat menaungi 100 pengendara onta atau apabila melewatinya maka memerlukan
waktu seratus tahun. dipohon tersebut terdapat kupu-kupu dari emas serta buahnya sebesar
kantong. ṭubā ini dihadiahkan untuk muslim yang beriman dan berbuat kebajikan. selain itu
riwayat di atas juga digunakan untuk menafsirkan kata أفػناف yang terdapat dalam QS. al-Rahman
[48]: 29. jadi makna kata ṭūbā dan afnān dalah sama. 75
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/460. Ibn Katsīr mengutip hadis ini untuk
menafsirkan makna صديد yang terdapat dalam QS. Ibrahim [14]: 16. dalam riwayat di atas, Asmā‟
binti Yazīd pernah bertanya kepada Rasulullah “apa yang dimaksud dengan ṭīnah al-khabāl”,
Rasulullah menjawabnya bahwa itu adalah nanah ahli neraka.
120
العيوف، شفر اتوراء تنزلة جناح النسر". قلت: أخربين عن قولو: } كأمثاؿ اللؤلؤ المكنوف { "صفاؤىن صفاء الدر الذي ب األصداؼ، الذي دل تسو األيدي". ( قاؿ:[، )]الواقعة:
رات حساف { ]الرتن: [. قاؿ: "ختات األخلؽ، حساف قلت: أخربين عن قولو: } فيهن خيػ[، قاؿ: "رقتهن كرقة الوجوه". قلت: أخربين عن قولو: } كأنػهن بػيض مكنوف { ]الصافات:
لد الذي رأيت ب داخل البيضة ٦تا يلي القشر، وىو: الغرقئ". قلت: يا رسوؿ اهلل، أخربين عن اتقولو: } عربا أتػرابا { . قاؿ: "ىن اللواب قبضن ب دار الدنيا عجائز رمصا شطا، خلقهن اهلل بعد
.احد"٤تببات، أترابا على ميلد و الكرب، فجعلهن عذارى عربا متعشقات QS. Al- Ma'arij [70]: 18
وب الصحيحت من طريق ىشاـ بن عروة، عن زوجتو فاطمة بنت ا١تنذر، عن جدهتا أتاء بنت أيب بكر قالت: قاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "أنفقي ىكذا وىكذا وىكذا، ول توعي فػيوعي
"ول تصي فيحصي اهلل عليكاهلل عليك، ول توكي فيوكي اهلل عليك" وب لفظ: "
QS. Al-Kautsar[108]
وقاؿ البخاري: حدثنا خالد بن يزيد الكاىلي، حدثنا إسرائيل، عن أيب إسحاؽ، عن أيب عبيدة، ناؾ الكوثػر { قالت: هنر عظيم أعطيو نبيكم عن عائشة قاؿ: سألتها عن قولو تعاذل: } إنا أعطيػ
.شاصلى اهلل عليو وسلم، طئاه عليو در ٣توؼ، آنيتو كعدد النجـو
76 Hadis ini diriwayatkan oleh al-Ṭabrānī dalam al-Mu‟jam al-Kabīr 23/368. dalam
riwayat ini terdapat banyak kata garib yang ditanyakan oleh Ummu Salamah kepada Rasulullah
SAW. yaitu “hūrin „īn” adalah berkulit putih, bermata jeli, dan berbulu mata lentik seperti sayap
burung elang, “ka „amtsālil lu‟lu‟I al-maknūn” adalah beningnya seperti mutiara yang berada
dalam kerang dan belum pernah tersentuh tangan, “Fīhinna Khairātun Hisān” artinya akhlaknya
baik-baik dan wajahnya cantik-cantik, “ka‟anna hunna baiḍūm maknūm” maksudanya adalah
kelembutan kulit bidadari itu sama dengan kulit telur yang kamu lihat berada dibalik kulit luarnya,
kata “‟uruban atrābā” adalah wanita-wanita yang ketika di dunia meninggal dalam keadaan
nenek-nenek, matanya lamur dan sudah peot. Lalu Allah menciptakan mereka kembali sesudah
mereka tua menjadi perawan, penuh gairah cinta lagi dicintai, sedangkan usia mereka sebaya
(muda-muda). 77
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhārī no. 1434 dan imam Muslim no. 1029. Ibn
Katsīr mengutip hadis ini untuk menafsirkan makna فأوعى. dalam riwayat di atas disebutkan
“janganlah kalian menyimpan harta, maka Allah akan menyimpan (menahan) hartanya untukmu”
dengan demikian QS. al-Ma‟ārij [70]: 18 yang berbunyi وتع فأوعى memiliki arti orang yang
mengumpulkan harta dan menyimpannya. riwayat ini juga dikutip oleh ibn Katsīr untuk
menafsirkan QS. al-Isrā‟[17]: 29 yang memerintahkan agar menginfakkan harta ala kadarnya,
tidak terlalu pelit dan tidak terlalu berlebihan. 78
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhari no. 4965. hadis ini dikutip oleh Ibnu Katsīr
untuk menafsirkan makna kata الكوثػر. dalam riwayat di atas disebutkan bahwa makan al-Kautsar
adalah sungai yang besar, pada kedua tepinya berupa mutiara dan terdapat wadah yang banyaknya
seperti bintang.
121
3. Qira’ah
Para ulama yang ahli dalam Ulumul Qur‟an telah menyepakati bahwa cara
membaca al-Qur‟an atau disebut juga dengan istilah Qira‟ah terdapat tujuh cara
yang telah diterima dan dibenarkan.
QS. Al- Fatihah [01]: 1- 4
قاؿ أبو عبيد: وحدثنا يت بن سعيد األموي، عن ابن جريج، عن ابن أيب مليكة، عن أـ سلمة قالت: كاف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم يقطع قراءتو؛ بسم اهلل الرتن الرحيم. اتمد هلل رب
العا١تت. الرتن الرحيم. مالك يـو الدين.QS. al-Nisa’ [04]: 33
بن إسحاؽ، عن داود بن اتصت قاؿ: كنت أقرأ على أـ سعد بنت الربيع، مع ابن وقاؿ ٤تمدقدت أميانكم { افقرأت عليها } والذين ع -وكانت يتيمة ب حجر أيب بكر -ابنها موسى بن سعد
فقالت: ل ولكن: } والذين عقدت أميانكم {QS. Hud [11]: 46 dan QS. Al-Zumar [39]: 53
فقاؿ اإلماـ أتد: حدثنا يزيد بن ىاروف، حدثنا تاد بن سلمة، عن ثابت، عن شهر بن حوشب، ر صالح"، عن أتاء بنت يزيد قالت، تعت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم يقرأ: "إنو عمل غيػ
أنػفسهم ل تػقنطوا من رتة اللو إف اللو يػغفر الذنوب وتعتو يقوؿ: } يا عبادي الذين أسرفوا على يعا { ول يبارل } إنو ىو الغفور الرحيم { ]الزمر: [ت
79
Hadis ini terdapat dalam Musnad Aḥmad (25371, 26583), Sunan Abū Dāud (3487), dan
sunan al-Tirmidzī (2847, 2851). Abū „Isā al-Tirmdzī mengomentari hadis ini dengan garib min
hadā al-Wajh. menurutnya sanad hadis di atas tidak bersambung, sebab dalam riwayat Laits ibn
Sa‟id meriwayatkan dari Ibn Abī Mulaikah dari Ya‟la ibn Mamlak dari Ummu Salamah. (al-
Tirmidzī, j. 10, h. 172) jadi sanad diatas terputus pada Ibn Abī Mulaikah, namun terdapat riwayat
lain yang dapat diterima sehingga hadis di atas dapat diamalkan, sebagaimana penjelasan riwayat
al-Tirmidzī dan riwayat- riwayat lain yang telah penulis sebutkan di atas. adapun lafadznya setiap
rawi memiliki perbedaan, namun maknanya sama, yaitu membaca surah al-Fatihah ayat 1- 4
dengan cara yang ditunjukkan oleh Ummu Salamah di atas. 80
Hadis ini diriwayatkan oleh Abū Daud no. 2534. dalam riwayat ini Ummu Sa‟ad binti
Rabī‟, mengajari dan membenarkan bacaan muridnya pada QS. al-Nisā‟ [04]: 33. Abū Daud
memberikan penjelasan apabila ayat tersebut dibaca عقدت maka artinya adalah bersumpah,
sedangkan apabila dibaca قدت اع artinya adalah orang yang bersumpah. namun qira‟ah yang
diajarkan oleh Ummu Sa‟ad adalah yang pertama, yaitu عقدت. Ummu Sa‟ad adalah seorang
perempuan yang yatim, ia diasuh oleh Abu Bakar, sehingga hal ini mempermudah baginya untuk
mendapat pelajaran tentang Islam maupun tentang bacaan al-Qur‟an. 81
Hadis Ini diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya no 26288, imam ahmad
meriwayatkan hadis ini melalui 5 jalur periwayatan, 2 jalur lainnya dari sahabat Ummu Salamah,
122
QS. Qaf [50]: 01
بن وقاؿ أتد: حدثنا يعقوب، حدثنا أيب، عن ابن إسحاؽ، حدثت عبد اهلل بن ٤تمد بن أيب بكر ، عن يت بن عبد اهلل بن عبد الرتن بن سعد بن زرارة، عن أـ ىشاـ بنت حارثة عمرو بن حـزقالت: لقد كاف تػنورنا وتنور النيب صلى اهلل عليو وسلم واحدا سنتت، أو سنة وبعض سنة، وما
كاف يقرؤىا كل أخذت } ؽ والقرآف المجيد { إل على لساف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، يـو تعة على ا١تنرب إذا خطب الناس
QS. Al- Mursalat [77]: 01
وب رواية مالك، عن الزىري، عن عبيد اهلل، عن ابن عباس: أف أـ الفضل تعتو يقرأ: " والمرسلت اهلل صلى اهلل عرفا "، فقالت: يا بت، ذكرتت بقراءتك ىذه السورة، أهنا آلخر ما تعت من رسوؿ
أخرجاه ب الصحيحت، من طريق مالك، بوا١تغرب. عليو وسلم يقرأ هبا ب
QS. Al- Ikhlas [112]
ابن أخي ابن شهاب -قاؿ اإلماـ أتد: حدثنا أمية بن خالد، حدثنا ٤تمد بن عبد اهلل بن مسلم : أـ كلثـو بنت عقبة وىي-عن أمو -ىو ابن عوؼ-عن عمو الزىري، عن تيد بن عبد الرتن -
قالت: قاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: " " قل ىو اللو أحد " تعدؿ ثػلف -بن أيب معيط القرآف"
istri Rasulullah SAW. riwayat ini menjelaskan tentang cara membaca QS. Hud [11]: 46 dan QS.
Al-Zumar [39]: 53 sebagaimana riwayat di atas. 82
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Muslim no. 891. sahabat yang meriwayatkan hadis
ini adalah Ummu Hisyām binti Ḥāritsah, dapur Ummu Hisyām berdekatan dengan dapur
Rasulullah selama beberapa tahun. sehingga ia dapat mendengar secara jelas pelajaran dari Nabi.
salah satunya adalah tentang cara baca surah Qaf [50], Ummu Hisyām mengajarkan cara membaca
surah Qaf sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi. 83
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhārī no. 763 dan imam Muslim no. 462. isi
riwayat ini merupakan cerita Ummu Fadl ketika mendengar bacaan QS. al-Mursalāt [77]. Ummu
Fadl mendengar bacaan tersebut dari putranya yang bernama Ibn „Abbas. sejak usia 7 tahun
Ummu Fadl mempekerjakan (berkhidmah) putranya kepada Rasulullah agar mendapat barokah.
Rasulullah pernah mendoakan ibn „Abbās agar menjadi orang yang ahli dalam al-Qur‟an.
kedekatan Ibn „Abbās dengan Rasulullah dalam waktu yang cukup lama, membuat Ibn „Abbās
menajdi sahabat yang „alīm,bahkan ada yang menisbahkan tafsir terhadapnya, semua ini juga tidak
luput dari peran ibunya yang telah membawa Ibn „Abbās berkhidmat pada Rasulullah sejak kecil. 84
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Aḥmad 1/447. dalam hadis ini Ummu Kultsum binti
Uqbah memberikan informasi tentang cara membaca QS. al-Ikhlaṣ [112] sebagaimana bacaan di
atas.
123
4. Keutamaan Ayat
Dalam beberapa waktu dan keadaan Rasulullah membacakan ayat tertentu.
misalkan pada hari Jum‟at ada beberapa ayat husus yang dibaca oleh Rasulullah
saat salat.85
apa yang dilakukan oleh Rasulullah diriwayatkan oleh para sahabat
yang menyaksikan atau mendengarkannya.
Pada dasarnya ayat- ayat tersebut telah dikenal dan diamalkan oleh
sebagian umat muslim, dalam dunia akademisi hal ini disebut juga dengan Living
Qur‟an86
. adanya pengamalan tertentu terhadap ayat al-Qur‟an adakalanya
berpedoman pada hadis. tulisan ini bermaksud untuk mengungkap kesejarahan
hadis yang berumber dari sahabat perempuan, meliputi siapakah sahabat yang
meriwayatkan, bagaimana kadaan sosial kala itu dan mengapa Rasulullah
membacakan ayat tersebut.
Dalam tafsir al-Qur‟an, jenis periwayatan semacam ini penulis kategorikan
sebagai keutamaan al-Qur‟an. biasanya seorang mufassir akan meletakkan riwayat
macam ini pada awal pembahasan, atau sebelum mufassir mulai menafsirkan
maksud ayat tersebut. diantara riwayat yang berbicara tentang keutamaan ayat,
sebagaimana berikut ini:
QS. Maryam [19]
وقد روى ٤تمد بن إسحاؽ ب الستة من حديف أـ سلمة، وأتد بن حنبل عن ابن مسعود ب قصة ا٢تجرة إذل أرض اتبشة من مكة: أف جعفر بن أيب طالب رضي اهلل عنو، قرأ صدر ىذه
السورة على النجاشي وأصحابو
نساف أف رسوؿ اللو صلى اللو عليو وسلم كاف يػقرأ ب صلة الفجر يػوـ اتمعة تػنزيل الس عن ابن عباس 85 جدة وىل أتى على اإل
ثػنا ي د حد ثػنا مسد ىرحد اءؾ المنافقوف ت عن شعبة عن ٥توؿ بإسناده ومعناه وزاد ب صلة اتمعة بسورة اتمعة وإذا ج حت من الد(Sunan Abū Daud 3/275)
86 Living Qur‟an adalah fenomena Qur‟an in every Life, yaitu fungsi dan makna al-
Qur‟an yang riil dipahami dan dipraktikkan masyarakat muslim. (M. Mansyur, dkk, Metodologi
Penelitian Living Quran dan Hadis, h. 5) 87
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad melalui dua jalur, yang pertama melalui
sahabat Ummu Salamah 5/290 dan yang kedua melalui riwayat ibn Mas‟ūd 1/461. kedua riwayat
ini memberikan penjelasan bahwa saat kaum muslim melaksanakan hijrah pertamanya di
Habasyah, mereka membacakan surah Maryam kepada penduduk Najasyi.
124
QS. Al- Tur [52]
٤تمد بن عبد الرتن بن نػوفل، عن وقاؿ البخاري:حدثنا عبد اهلل بن يوسف، أخربنا مالك، عنعروة، عن زينب بنت أيب سلمة، عن أـ سلمة قالت: شكوت إذل رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم أين أشتكي، فقاؿ: "طوب من وراء الناس وأنت راكبة"، فطفت، ورسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم
يصلي إذل جنب البيت يقرأ بالطور وكتاب مسطور
QS. Al- Rahman [55]: 13
قاؿ اإلماـ أتد: حدثنا يت بن إسحاؽ، حدثنا ابن ٢تيعة، عن أيب األسود، عن عروة، عن أتاء بنت أيب بكر قالت: تعت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم وىو يقرأ، وىو يصلي ٨تو الركن قبل أف
باف {يصدع تا يؤمر، وا١تشركوف يستمعوف } فبأي آلء رب كما تكذ
QS. al-Ikhlāṣ [112] dan Surah Muawwidzatain [113], [114]
حدثنا أتد بن صاحل، حدثنا ابن وىب، أخربنا عمرو، -ىو الذىلي -قاؿ البخاري: حدثنا ٤تمد -عن ابن أيب ىلؿ: أف أبا الرجاؿ ٤تمد بن عبد الرتن حدثو، عن أمو عمرة بنت عبد الرتن
عن عائشة: أف النيب صلى اهلل عليو وسلم -عائشة زوج النيب صلى اهلل عليو وسلموكانت ب حجر بعف رجل على سرية، وكاف يقرأ ألصحابو ب صلهتم، فيختم ب " قل ىو اللو أحد " فلما رجعوا
. فسألوه، فقاؿ: ذكروا ذلك للنيب صلى اهلل عليو وسلم، فقاؿ: "سلوه: ألي شيء يصنع ذلك؟"ألهنا صفة الرتن، وأنا أحب أف أقرأ هبا. فقاؿ النيب صلى اهلل عليو وسلم: "أخربوه أف اهلل تعاذل
يبو".
88 Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhārī no. 4853 dan imam Muslim no. 1276.
riwayat ini merupakan kisah Ummu Salamah saat melaksanakan haji bersama Rasulullah, saat itu
Ummu Salamah sakit, karenanya Rasulullah menganjurkan agar Ummu Salamah tetap bertawaf
namun di atas onta. kemudian Ummu Salamah menginformasikan apa yang telah ia dengar dan ia
saksikan, yaitu saat bertawaf Rasulullah membaca surah al-Ṭūr [52], karenanya amalan ini dapat
kita praktikkan saat melaksanakan haji sebagai bentuk mengikuti sunnah Rasulullah SAW. 89
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/349. Asma‟ binti Abū Bakar pernah
mendengar Rasulullah salat dengan bacaan yang keras (dapat didengar), dan pada saat itu terdapat
kaum musyrik. adapun bacaan yang Rasullah baca adalah ayat yang selalu berulang dalam surah
al-Rahman, yaitu باف فبأي آلء ر بكما تكذ 90
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhārī no. 7375.salah satu keutamaan ayat ini
adalah pernah dibaca berulang kali dalam salat oleh seorang sahabat. mengetahui perbuatan ini,
Rasulullah menanyakan kepada sahabat tersebut, sahabat itu memberikan alasan bahwa ia
125
قاؿ البخاري: حدثنا قتيبة، حدثنا ا١تفضل، عن عقيل، عن ابن شهاب، عن عروة، عن عائشة أف ة تع كفيو، ب نفف فيهما فقرأ فيهما: " النيب صلى اهلل عليو وسلم كاف إذا أوى إذل فراشو كل ليل
الناس " ب ميسح هبما ما استطاع قل ىو اللو أحد " و " قل أعوذ برب الفلق " و " قل أعوذ برب .من جسده، يبدأ هبما على رأسو ووجهو، وما أقبل من جسده، يفعل ذلك ثلث مرات
عن عائشة: أف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم كاف عن ابن شهاب، عن عروة، وقاؿ اإلماـ مالك: إذا اشتكى يقرأ على نفسو با١تعوذتت وينفف، فلما اشتد وجعو كنت أقرأ عليو، وأمسح بيده عليو،
.رجاء بركتها5. Peristiwa Pasca turun Ayat dan Setelahnya
Generasi sahabat merupakan generasi yang menyaksikan secara langsung
proses turunnya ayat. beberapa riwayat merekam tentang keadaan ketika ayat
turun dan riwayat lainnya menceritakan respon sahabat saat ada ayat turun. seperti
contoh- contoh di bawah ini:
QS. Al- Ma'dah [05]
نا أبو النضر، حدثنا أبو معاوية شيباف، عن ليف، عن شهر بن حوشب، عن قاؿ اإلماـ أتد: حدثأتاء بنت يزيد قالت: إين آلخذة بزماـ العضباء ناقة رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، إذ نزلت
عليو ا١تائدة كلها، وكادت من ثقلها تدؽ عضد الناقة
menyukai surah itu, sebab terdapat sifat sifat Allah di dalamnya. mendengar ungkapan ini, maka
Rasulullah bersabda bahwa Allah mencintainya. 91
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhārī no. 5017. selai imam Bukhārī para
mukharrij juga meriwayatkan hadis ini dengan jalur yang berbeda. diantaranya Abū Daud no.
5056, al-Tirmidzī 3402, al-Nasā‟I 10624, dan ibn Mājah 3825. hadis ini menceritakan bahwa
Rasulullah membaca seluruh surah di atas setiap kali akan tidur. setelah membaca lalu Rasulullah
meniupkan ke telapak tangannya dan mengusapnya di tubuh beliau. 92
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Mālik 2/942. selain Mālik ada pula yang
meriwayatkannya dengan jalur lain, seperti Bukhari sebagaimana yang terdapat dalam hadisnya
no.5016, imam Muslim 3902, Abū Daud 3902, al-Nasā‟ī 7544, dan ibn Mājah 3529. riwayat ini
mengabarkan bahwa surah muawwidzatain dibaca oleh Rasulullah pada saat beliau sakit.
maksudnya, Rasulullah meminta pertolongan kesembuhan pada Allah melalui dua surah ini. 93
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/455. dalam riwayat ini Asmā‟ binti Yazīd
menceritakan keadaan ketika surah al-Mā‟idah turun secara keseluruhan. menurut kisah Asmā‟
surah al-Mā‟idah turun saat nabi sedang berada dalam perjalanan dan ia melihat kulit unta yang
ditunggangi oleh Nabi hampir saja mengelupas karena beratnya saat ayat ini turun.
126
QS. al-Ma’dah [05]: 03
باط عن السدي: نزلت ىذه اآلية يـو عرفة، فلم ينزؿ بعدىا حلؿ ول حراـ، ورجع رسوؿ وقاؿ أساهلل صلى اهلل عليو وسلم فمات. قالت أتاء بنت عميس: حججت مع رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو
م على وسلم تلك اتجة، فبينما ٨تن نست إذ تلى لو جربيل، فماؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلالراحلة، فلم تطق الراحلة من ثقل ما عليها من القرآف، فربكت فأتيتو فسجيت عليو بػردا كاف
علي.
QS. Al- An'am [06]
وقاؿ سفياف الثوري، عن ليف، عن شهر بن حوشب، عن أتاء بنت يزيد قالت : نزلت سورة حدة[ وأنا آخذة بزماـ ناقة النيب صلى اهلل عليو األنعاـ على النيب صلى اهلل عليو وسلم تلة ]وا
وسلم، إف كادت من ثقلها لتكسر عظاـ الناقة
QS. Maryam [19]:65
]خنت[ مالك -وقاؿ اإلماـ أتد: حدثنا سيار، حدثنا جعفر بن سليماف، حدثنا ا١تغتة بن حبيب رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو حدثت شيخ من أىل ا١تدينة، عن أـ سلمة قالت: قاؿ رل -بن دينار
وسلم: "أصلحي لنا اجمللس، فإنو ينزؿ ملك إذل األرض، دل ينزؿ إليها قط"
94
Penulis tidak menemukan sumber periwayatan hadis ini, Ibn Katsīr mengutip pendapat
ini dari al-Asbāṭ. dalam riwayat ini Asmā‟ binti Umais bercerita, bahwa al-Qur‟an telah lama tidak
turun, kemudian saat Asmā‟ melaksanakan haji bersama Rasullah, pada hari arofah turunlah QS.
al-Mā‟īdah [05]: 03. saat itu Asmā‟ menyaksikan langsung proses pewahyuannya, ia menceritakan
bahwa hewan yang ditunggangi Rasulullah tidak mampu menahan beban, hingga kendaraan itu
miring, kemudian Asmā‟ memberikan kainnya kepada Rasulullah sebagai penutup / selimut.
riwayat ini tampak bertentangan dengan riwayat sebelumnya, namun secara spesifik riwayat
Asmā‟ husus menjelaskan kejadian saat turunnya QS. al-Mā‟idah [05]: 03, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa yang dimaksud turunnya surah al-Māidah pada riwayat sebelumnya tidak turun
seluruhnya, namun sebagian besar isi ayat al-Mā‟idah turun pada saat itu atau kemungkinan lain
riwayat tentang turunnya QS. al-Maidah [05] dan riwayat tentang turunnya QS. al- Mā‟idah [05]:
03 adalah satu waktu dan satu kejadian, namun Asmā‟ binti Umais hanya menyaksikan saat QS.
al-Mā‟idah [05]: 03 turun unta Nabi miring. 95
Hadis ini diriwayatkan oleh imam al-Ṭabrānī dalam al-Mu‟jam al-Kabīr no. 449. tidak
jauh berbeda dari riwayat sebelumnya, Asmā‟ binti Yazīd menceritakan proses turunnya QS. al-
„An‟am [06], saat itu ia menyaksikan bahwa kendaraan Nabi hampir saja rusak, karena beratnya
surah ini ketika turun. 96
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/296. saat itu ayat al-Qur‟an telah lama
tidak turun. kemudian ketika QS. Maryam [19]: 65 akan turun, Rasulullah meminta Ummu
Salamah untuk merapikan tempatnya, sebab malaikat jibril akan turun kembali membawa wahyu.
127
QS. Al-Nur [24]: 31
ثنا أيب، عن يونس، عنوق ابن شهاب، عن عروة، عن اؿ البخاري: وقاؿ أتد بن شبيب: حدألوؿ، ١تا أنزؿ اهلل: } وليضربن تمرىن عائشة، رضي اهلل عنها، قالت: يرحم اهلل نساء ا١تهاجرات ا
على جيوهبن { شققن مروطهن فاختمرف بو
QS. Al- Ahzab [33]: 33
قاؿ ابن جرير: حدثنا ابن تيد، حدثنا عبد اهلل بن عبد القدوس، عن األعمش، عن حكيم بن ا يريد اللو ليذىب سعد قاؿ: ذكرنا علي بن أيب طالب عند أـ سلمة، فق الت: ب بييت نزلت: } إمن
عنكم الرجس أىل البػيت ويطهركم تطهتا { . قالت أـ سلمة: جاء رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم إذل بييت فقاؿ: "ل تأذين ألحد". فجاءت فاطمة فلم أستطع أف أحجبها عن أبيها. ب جاء
ن فلم أستطع أف أحجبو عن أمو وجده، ب جاء اتست فلم أستطع أف أحجبو، ب جاء علي اتسفلم أستطع أف أحجبو، فاجتمعوا فجللهم رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم بكساء كاف عليو، ب قاؿ: "ىؤلء أىل بييت، فأذىب عنهم الرجس وطهرىم تطهتا". فنزلت ىذه اآلية حت اجتمعوا
ساط. قالت: فقلت: يا رسوؿ اهلل، وأنا؟ قالت: فواهلل ما أنعم، وقاؿ: "إنك إذل خت"على الب
QS. Al- Ahzab [33]: 59
وقاؿ ابن أيب حاب: أخربنا أبو عبد اهلل الظهراين فيما كتب إرل، حدثنا عبد الرزاؽ، أخربنا معمر، ١تا نزلت ىذه اآلية: } يدنت عليهن من عن ابن خثػيم، عن صفية بنت شيبة، عن أـ سلمة قالت:
97
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukharī no. 4758. dalam riwayat ini Aisyah
menceritakan keadaan para perempuan muhājirāt pertama ketika ayat ini turun.yaitu mereka
langsung mengamalkan perintah Allah dengan menyobek kainnya sebagai penutup aurat yang
telah dijelaskan. dalam riwayat lain disebutkan bahwa Aisyah memuji kaum wanita anṣār, Aisyah
menyebut wanita anṣār dengan kelompok yang paling beriman kepada ketetapan kitab al-Qur‟an,
sebab mereka langsung menjalaninya untuk menutupi kepala. 98
Riwayat ini dikutip dari tafsir al-Ṭabarī 22/7. QS. al-Ahzāb [33]: 33 turun dirumah
Ummu Salamah, karenanya ia dapat menjelaskan proses turunnya. saat itu Rasulullah datang ke
rumah Ummu Salamah, kemudian berpesan agar jangan sampai ada yang datang menemui Nabi.
namun, tiba- tiba Fatimah datang dan Ummu Salamah tidak dapat menghalanginya untuk masuk.
melihat Fatimah di rumah Ummu Salamah, Rasulullah menanyakan suami dan cucunya kepada
Fatimah, lalu memintanya untuk turut bergabung di rumah Ummu Salamah.setelah berkumpul
semua, yaitu Rasulullah, Fatimah, Ali, Hasan, dan Husein, mereka duduk di atas tikar yang telah
dibentangkan, kemudian Rasulullah mengatakan dan berdoa “mereka ini adalah ahli baitku, maka
lenyapkanlah dosa dosa dari mereka dan bersihkanlah sebersih- bersihnya”. setelah itu turunlah
QS. al-Ahzāb [33]: 33.
128
جلبيبهن { ، خرج نساء األنصار كأف على رؤوسهن الغرباف من السكينة، وعليهن أكسية سود يلبسنها
QS. Al- Hujurat [49]: 6
أـ وقاؿ ابن جرير: حدثنا أبو كريب، حدثنا جعفر بن عوف، عن موسى بن عبيدة، عن ثابت موذلسلمة، عن أـ سلمة قالت: بعف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم رجل ب صدقات بت ا١تصطلق ، فتلقوه يعظموف أمر رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، قالت: بعد الوقيعة ، فسمع بذلك القـو
وين فحدثو الشيطاف أهنم يريدوف قتلو، قالت: فرجع إذل رسوؿ اهلل فقاؿ: إف بت ا١تصطلق قد منعصدقاهتم. فغضب رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم وا١تسلموف. قالت: فبلغ القـو رجوعو فأتوا رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فصفوا لو حت صلى الظهر، فقالوا: نعوذ باهلل من سخط اهلل وسخط
الطريق، رسولو، بعثت إلينا رجل مصدقا، فسررنا بذلك، وقرت بو أعيننا، ب إنو رجع من بعض فخشينا أف يكوف ذلك غضبا من اهلل ومن رسولو، فلم يزالوا يكلمونو حىت جاء بلؿ فأذف بصلة
هالة العصر، قالت: ونزلت: } يا أيػها الذين آمنوا إف جاءكم فاسق بنبإ فػتبػيػنوا أف تصيبوا قػوما ت تم نادمت {فػتصبحوا على ما فػعل
QS. Al-Lahab [111]
وقاؿ ابن أيب حاب: حدثنا أيب وأبو زرعة قال حدثنا عبد اهلل بن الزبت اتميدي، حدثنا سفياف، حدثنا الوليد بن كثت، عن ابن تدرس، عن أتاء بنت أيب بكر قالت: ١تا نزلت: } تػبت يدا أيب
مذ٦تا أبينا ودينو تيل بنت حرب، و٢تا ولولة، وب يدىا فهر، وىي تقوؿ:٢تب { أقبلت العوراء أـ
99
Hadis ini dikutip dari tafsir ibn Abī Ḥātim 2/12, selain itu hadis ini juga terdapat dalam
ṣahīh Bukhārī no. 4759. riwayat ini tidak jauh berbeda dengan riwayat Aisyah yang memuji wanita
anṣār, namun Ummu Salamah memujinya dari aspek kecantikan wanita anṣār saat memakai
penutup kepala menggunakan warna hitam, Ummu Salamah mengibaratkannya seperti burung
yang tenang. gambaran wanita anṣār ini adalah setelah QS. al-Ahzāb [33]: 33 turun. 100
Riwayat ini diambil dari tafsir al-Ṭabarī. Ummu Salamah menceritakan kisah sebelum
QS. al-Hujurāt [49]: 06. Kisah ini terjadi pada tahun ke-6 H, yaitu pasca terjadinya perang banī
Musṭaliq. saat itu Rasulullah memerintahkan seorang utusan untuk memungut zakat pada banī
Muṣṭaliq. namun ditengah perjalanan ada seseorang dari kaum kafir yang mengabarkan bahwa
bani Muṣṭaliq enggan membayar zakat. karenanya utusan tersebut kembali kepada Rasulullah
untuk mengabarkan berita dan menyiapkan peperangan. mendengar kabar bahwa utusan
Rasulullah kembali ditengah jalan, maka bani Muṣṭalik merasa hawatir Allah dan Rasulullah telah
murka pada mereka, oleh sebab itu mereka pergi menemui Nabi dan memberikan klarifikasi atas
berita tidak benar tersebut. setelah itu turunlah QS. al-Hujurāt [49]: 06. demikianlah kisah pasca
turunnya surah al-Hujurāt ayat 6, selain itu setelah ayat ini turun, utusan banī Muṣṭaliq masih
berbincang- bincang dengan Nabi, mereka menanyakan tentang pokok ajaran Islam serta
menanyakan tentang kebolehan tradisi- tradisi yang ada di desa mereka. adapun yang dimaksud
dengan pemungutan zakat di sini adalah zakat fitrah, sebab perang banī Muṣṭaliq terjadi pada
bulan sya‟ban dan bulan setelahnya adalah ramadhan. adapun utusan yang menyampaikan berita
pada Rasulullah adalah Walīd ibn „Uqbah atau Khālid ibn Walīd, ulama‟ masih memperselisihkan
tentang hal ini.
129
ورسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم جالس ب ا١تسجد ومعو أبو بكر، فلما رآىا أبو قػلينا وأمره عصينا بكر قاؿ: يا رسوؿ اهلل، قد أقبلت وأنا أخاؼ عليك أف تراؾ. فقاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليونك وبػت وسلم: "إهنا لن تراين". وقرأ قرآنا اعتصم بو، كما قاؿ تعاذل: } وإذا قػرأت القرآف جعلنا بػيػ
[ . فأقبلت حىت وقفت على أيب بكر الذين ل يػؤمنوف باآلخرة حجابا مستورا { ] اإلسراء : سلم فقالت: يا أبا بكر، إين أخربت أف صاحبك ىجاين؟ قاؿ: ل ودل تر رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو و
ورب ىذا البيت ما ىجاؾ. فولت وىي تقوؿ: قد علمت قريش أين ابنة سيدىا. قاؿ: وقاؿ الوليد ب حديثو أو غته: فعثػرت أـ تيل ب مرطها وىي تطوؼ بالبيت، فقالت: تعس مذمم. فقالت أـ
ين تصاف فما أكلم، وثػقاؼ فما أعلم، وكلنا من بت العم، وقريش بعد حكيم بنت عبد ا١تطلب: إ أعلم.
Selain model- model di atas penulis juga menemukan sebuah ayat yang
ditafsirkan menggunakan riwayat perempuan yang jumlahnya banyak. seperti
yang akan penulis paparkan. pada akhir pembahasan penulis mengungkap tafsir
dengan tema husus perempuan, yaitu ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang
perempuan dan ditafsirkan menggunakan riwayat perempuan.
6. Penafsiran Perempuan Pada Sebuah Ayat
Beberapa ayat dalam penafsiran Ibn Katsir terdapat riwayat perempuan
yang lebih mendominasi dibanding riwayat laki- laki. Ibn Katsir mengutip
sejumlah riwayat perempuan yang berbeda-beda untuk menafsirkan satu ayat al-
Qur‟an. diantaranya adalah ayat yang berbicara tentang Iddah bagi perempuan
yang wafat suaminya dan ayat tentang bai‟at, sebagaimana berikut:
101
Hadis ini dikutip dari tafsir ibn Abī Ḥātim 12/463. selain itu hadis ini diriwayatkan
oleh Abū Ya‟lā 1/153 dan terdapat dalam Musnad al-Humaidī 1/53. riwayat ini menceritakan kisah
ketika surah al-Lahab ayat pertama turun, yang berbunyi “Binasalah kedua tangan Abu Lahab”.
mendengar ayat ini turun, Ummu Jamil, istri Abu Lahab tidak terima, lalu dia datang kepada Nabi
seraya memaki- maki “Dia (Nabi Muhammad) telah mencela agama nenek moyang kami,
agamanya aku tolak dan aku menentang perintahnya”. melihat kejadian itu Abu Bakar hawatir
kepada Rasulullah, namun Rasulullah membaca QS. al-Isrā‟ [17] 45 yang dapat melindunginya,
sehingga Ummu Jamil tidak melihat Nabi. kemudian Ummu Jamil menghampiri Abu Bakar dan
berkata “hei Abu Bakar, aku mendengar temanmu mengejekku” Abu Bakar berkata “Tidak”.
setelah itu Ummu Jamil pergi seraya berkata dengan sombong “semua orang tahu (Quraisy) bahwa
aku adalah anak pemimpin Quraisy”. demikianlah keadaan saat surah al-Lahab turun.
130
Iddah Perempuan Wafat Suaminya QS. al-Baqarah [02]: 234
والذين يػتػوفػوف منكم ويذروف أزواجا يػتػربصن بأنػفسهن أربػعة أشهر وعشرا
“orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah)
empat bulan sepuluh hari”
Ibn Katsir megutip beberapa riwayat perempuan untuk menafsirkan ayat di
atas, sebagaimana berikut ini:
ينب بنت أـ سلمة: كانت ا١ترأة إذا توب عنها زوجها دخلت حفشا، ولبست شر قالت ز ثياهبا، ودل تس طيبا ول شيئا، حىت تر هبا سنة، ب ترج فتعطى بػعرة فتمي هبا، ب تؤتى
فػتػفتض بو فقلما تفتض بشيء إل مات-تار أو شاة أو طت -بدابة : أف امرأة قالت: يا رسوؿ اهلل، إف ابنيت توب عنها وب الصحيحت أيضا، عن أـ سلمة
زوجها، وقد اشتكت عينها، أفنكحلها؟ فقاؿ: "ل ". كل ذلك يقوؿ: "ل" مرتت أو ثلثا. ب قاؿ: "إمنا ىي أربعة أشهر وعشر وقد كانت إحداكن ب اتاىلية تكف سنة"
رة، عن عمتو زينب بنت رواه مالك ب موطئو عن سعد بن إسحاؽ بن كعب بن عج كعب بن عجرة: أف الفريعة بنت مالك بن سناف وىي أخت أيب سعيد ا٠تدري رضي اهلل عنهما أخربهتا: أهنا جاءت إذل رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم تسألو أف ترجع إذل أىلها
تقهم ب بت خدرة، فإف زوجها خرج ب طلب أعبد لو أبقوا، حىت إذا كاف بطرؼ القدـو فقتلوه. قالت: فسألت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم أف أرجع إذل أىلي ب بت خدرة فإف زوجي دل يتكت ب مسكن ميلكو ول نفقة قالت: فقاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "نعم" قالت: فانصرفت، حىت إذا كنت ب اتجرة ناداين رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو
فقاؿ: "كيف قلت؟" فرددت عليو القصة اليت ذكرت لو -يب فنوديت لوأو أمر -وسلم من شأف زوجي. فقاؿ: "امكثي ب بيتك حىت يبلغ الكتاب أجلو" قالت: فاعتددت فيو أربعة أشهر وعشرا. قالت: فلما كاف عثماف بن عفاف أرسل إرل فسألت عن ذلك فأخربتو،
.فاتبعو وقضى بو
Hadis pertama berbicara tentang iddah pada masa sebelum Islam. sebagaimana
yang diceritakan oleh Zainab binti Ummu Salamah. Pada masa jahiliyah perempuan
131
yang ditinggal wafat oleh suaminya maka ia harus mengurung diri selama satu tahun,
harus memakai baju yang jelek, tidak boleh memakai wewangian dan tidak pula
memakai perhiasan lainnya. setelah melewati masa satu tahun, perempuan tersebut
dikeluarkan untuk dilempari batu atau diinjak oleh hewan sampai ia mati.
demikianlah tradisi iddah bagi perempuan pada masa jahiliyah.102
setelah Islam
datang tradisi tersebut diganti dengan tradisi yang lebih manusia dan dengan batasan
waktu yang berbeda, yaitu empat bulan sepuluh hari. hal ini sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Ummu Salamah “suatu hari ada seorang perempuan yang mengadu
bahwa anaknya sakit mata, seadangkan ia baru saja mengalami musibah ditinggal
wafat oleh suaminya. perempuan tersebut meminta izin kepada Rasulullah untuk
memakaikan celak di mata anaknya, namun Rasulullah melarang perempuan tersebut,
dan memintanya untuk menunggu selama empat bulan sepuluh hari”. hadis ini
memberikan penjelasan bahwa iddah dalam Islam adalah selama empat bulan sepuluh
hari dan salah satu larangan bagi perempuan yang sedang menjalani masa iddah
adalah menggunakan celak, sebab hal ini dapat menarik laki- laki untuk
meminangnya. ketentuan iddah dalam Islam sebagaimana telah dijelaskan tentu lebih
manusiawi disbanding ajaran sebelumnya.103
Hadis terakhir dalam tafsir QS. al-Baqarah [02]: 34 tidak jauh berbeda dengan
kisah sebelumnya. hadis ini menceritakan tentang Furai‟ah binti Mālik. suami
Furai‟ah wafat saat mencari budaknya yang hilang, ia dibunuh oleh para budaknya,
sedangkan saat itu suaminya tidak meninggalkan nafkah untuk keseharian Furai‟ah.
berada dalam keadaan seperti ini, Furai‟ah mengadu pada Nabi dan meminta izin
kepadanya untuk pulang ke rumah keluarganya. pada awalnya Nabi mengizinkan
Furai‟ah untuk kembali pada keluarganya, namun tak lama kemudian Nabi
memanggil Furai‟ah dan memintanya untuk menunggu selama empat bulan sepuluh
hari.104
Ketetapan Nabi yang pertama merupakan pengamalan terhadap QS. al-Baqarah
[02]: 240, yang artinya “dan orang-orang yang akan mati diantara kamu dan
102
Muhammad ibn Jarīr ibn Yazid, Abū Ja‟far al-Tabarī, Jāmi‟ al-Bayān Fī Ta‟wīl al-
Qur‟an, Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, jilid 6, h. 80-84 103
Muhammad ibn Jarīr ibn Yazid, Abū Ja‟far al-Tabarī, Jāmi‟ al-Bayān Fī Ta‟wīl al-
Qur‟an, Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, jilid 6, h. 80-84 104
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 1, h. 659
132
meninggalkan istri-istri, hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, yaitu nafkah
sampai satu tahun tanpa mengeluarkannya dari rumah. tetapi jika mereka keluar
sendiri maka tidak ada dosa bagimu (mengenai) apa yang telah mereka lakukan
terhadap diri mereka sendiri, dalam hal-hal yang baik”. ayat ini membolehkan
perempuan yang menjalani masa iddah untuk keluar dari rumah suaminya apabila
perempuan tersebut menginginkannya. namun, dalam hadis tersebut Rasullah
menetapkan bagi Furai‟ah agar tidak pulang dari rumah suaminya sampai menunggu
masa iddahnya selesai. ketetapan Nabi yang kedua ini menunjukkan bahwa QS. al-
Baqarah [02]: 240 telah dihapus secara hukum, namun bacaannya masih tetap ada
dalam al-Qur‟an. ini merupakan salah satu contoh penghapusan ayat yang datang
terakhir dengan ayat yang telah ada sebelumnya.105
Kisah Baiat QS. Al-Mumtahanah [60]: 12
يػزنت ول ها النيب إذا جاءؾ المؤمنات يػبايعنك على أف ل يشركن باللو شيئا ول يسرقن ول يا أيػ صينك ب معروؼ فػبايعهن يػقتػلن أولدىن ول يأتت ببػهتاف يػفتينو بػت أيديهن وأرجلهن ول يػع
٢تن اللو إف اللو غفور رحيم واست غفر“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman
untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan
Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-
anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan
dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik,
Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada
Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”
قاؿ البخاري: حدثنا يعقوب بن إبراىيم، حدثنا ابن أخي ابن شهاب، عن عمو قاؿ: أخربين عروة أف عائشة زوج النيب صلى اهلل عليو وسلم، أخربتو: أف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم كاف ميتحن من ىاجر إليو من ا١تؤمنات هبذه اآلية: } يا أيػها النيب إذا جاءؾ
ؤمنات يػبايعنك { إذل قولو: } غفور رحيم { قاؿ عروة: قالت عائشة: فمن أقر هبذا الم الشرط من ا١تؤمنات، قاؿ ٢تا رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "قد بايعتك"، كلما، ول
105
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 1, h. 660
133
ك" واهلل ما مست يده يد امرأة قط ب ا١تبايعة، ما يبايعهن إل بقولو: "قد بايعتك على ذل ىذا لفظ البخاري
نكدر، وقاؿ اإلماـ أتد: حدثنا عبد الرتن بن مهدي، حدثنا سفياف، عن ٤تمد بن ا١ت
عن أميمة بنت رقيقة قالت: أتيت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم ب نساء لنبايعو، فأخذ اؿ: "فيما استطعنت وأطقنت"، علينا ما ب القرآف: } أف ل يشركن باللو شيئا { اآلية، وق
قلنا: اهلل ورسولو أرحم بنا من أنفسنا، قلنا: يا رسوؿ اهلل، أل تصافحنا؟ قاؿ "إين ل أصافح النساء، إمنا قورل لمرأة واحدة كقورل ١تائة امرأة"
وقاؿ اإلماـ أتد: حدثنا يعقوب، حدثنا أيب، عن ابن إسحاؽ، حدثت سليط بن أيوب وكانت إحدى خالت رسوؿ اهلل صلى -ليم، عن أمو سلمى بنت قيس بن اتكم بن س
قالت: -اهلل عليو وسلم قد صلت معو القبلتت، وكانت إحدى نساء بت عدي بن النجارجئت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم نبايعو ب نسوة من األنصار، فلما شرط علينا: أل
نقتل أولدنا، ول نأب ببهتاف نفتيو بت أيدينا نشرؾ باهلل شيئا، ول نسرؽ، ول نزين، ولقاؿ: "ول تغششن أزواجكن". قالت: فبايعناه، ب -وأرجلنا، ول نعصيو ب معروؼ
انصرفنا، فقلت لمرأة منهن: ارجعي فسلي رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: ما غش .أزواجنا؟ قاؿ: فسألتو فقاؿ: "تأخذ مالو، فتحايب بو غته"
وقد روي ابن جرير من طريق العوب، عن ابن عباس: أف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم أمر عمر بن ا٠تطاب فقاؿ: " قل ٢تن: إف رسوؿ اهلل يبايعكن على أل تشركن باهلل شيئا"
فقالت: "إين إف -وكانت ىند بنت عتبة بن ربيعة اليت شقت بطن تزة منكرة ب النساء-ف عرفت قتلت". وإمنا تنكرت فرقا من رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، أتكلم يعرفت، وإ
فسكت النسوة اللب مع ىند، وأبت أف يتكلمن. فقالت ىند وىي منكرة: كيف تقبل من النساء شيئا دل تقبلو من الرجاؿ؟ ففطن إليها رسوؿ اهلل وقاؿ لعمر: "قل ٢تن: ول
صيب من أيب سفياف ا٢تنات، ما أدري أيلهن رل أـ ل؟ تسرقن". قالت ىند: واهلل إين ألقاؿ أبو سفياف: ما أصبت من شيء مضى أو قد بقي، فهو لك حلؿ. فضحك رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم وعرفها، فدعاىا فأخذت بيده، فعاذت بو، فقاؿ: "أنت ىند؟".
106
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhārī no. 4891 107
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/357. Ibn Katsīr menilai sanad ini dengan
isnād ṣahīh. selain itu hadis ini juga diriwayatkan oleh mukharrij lain dengan sanad yang berbeda.
seperti imam al-tirmidzī no. 1597, al-Nasā‟I 7/149, dan ibn Mājah 2874. al-Tirmidzī memberikan
penilaian terhadap riwayatnya dengan hasan ṣahīh. 108
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/379
134
و وسلم فقاؿ: "ول قالت: عفا اهلل عما سلف. فصرؼ عنها رسوؿ اهلل صلى اهلل علي يزنت"، فقالت: يا رسوؿ اهلل، وىل تزين اترة؟ قاؿ: "ل واهلل ما تزين اترة". فقاؿ: "ول
يقتلن أولدىن" . قالت ىند: أنت قتلتهم يـو بدر، فأنت وىم أبصر. قاؿ: } ول يأتت ؿ } ول يػعصينك ب معروؼ { قاؿ: منعهن أف ببػهتاف يػفتينو بػت أيديهن وأرجلهن { قا
ينحن، وكاف أىل اتاىلية ميزقن الثياب ويدشن الوجوه، ويقطعن الشعور، ويدعوف .بالثبور. والثبور: الويل
حديف ىند بنت عتبة أهنا قالت: يا رسوؿ اهلل، إف أبا سفياف رجل شحيح ل يعطيت من ، فهل علي جناح إف أخذت من مالو بغت علمو؟ فقاؿ رسوؿ النفقة ما يكفيت ويكفي بت
اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "خذي من مالو با١تعروؼ ما يكفيك ويكفي بنيك".وقاؿ مقاتل بن حياف: أنزلت ىذه اآلية يـو الفتح، فبايع رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم
اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فذكر الرجاؿ على الصفا، وعمر يبايع النساء تتها عن رسوؿبقيتو كما تقدـ وزاد: فلما قاؿ: } ول يػقتػلن أولدىن { قالت ىند: ربيناىم صغارا
فقتلتموىم كبارا. فضحك عمر بن ا٠تطاب حىت استلقى.-وقاؿ ابن أيب حاب: حدثنا أبو سعيد األشج، حدثنا ابن فضيل، عن حصت، عن عامر
قاؿ: بايع رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم النساء، وعلى يده ثوب قد وضعو -ىو الشعيبعلى كفو، ب قاؿ: "ول تقتلن أولدكن". فقالت امرأة: تقتل آباءىم وتوصينا بأولدىم؟ قاؿ: وكاف بعد ذلك إذا جاءت النساء يبايعنو، تعهن فعرض عليهن، فإذا أقررف
رجعنيع، عن يزيد مورل الصهباء، عن شهر بن حوشب، عن أـ حدثنا أبو كريب، حدثنا وك
سلمة، عن رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم ب قولو: } ول يػعصينك ب معروؼ { قاؿ: "النوح".
وقاؿ البخاري: حدثنا أبو معمر، حدثنا عبد الوارث، حدثنا أيوب، عن حفصة بنت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فقرأ علينا: } أف ل ستين، عن أـ عطية قالت: بايػعنا
109
Riwayat ini diambil dari tafsir al-Ṭabarī 28/52 110
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukharī no.7180 dan imam Muslim no. 1714 111
Riwayat ini dikutip dari tafsir ibn Abī Ḥātim 12/304 112
Riwayat ini dikutip dari tafsir ibn Abī Ḥātim 12/305 113
Riwayat ini dikutip dari tafsir al-Ṭabarī 23/344
135
يشركن باللو شيئا { وهنانا عن النياحة، فقبضت امرأة يدىا، قالت: أسعدتت فلنة أريد أف أجزيها. فما قاؿ ٢تا رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم شيئا، فانطلقت ورجعت فبايعها.
يب، حدثنا أبو نػعيم، حدثنا عمر بن فروخ القتات، حدثت وقاؿ ابن جرير: حدثنا أبو كر مصعب بن نوح األنصاري قاؿ: أدركت عجوزا لنا كانت فيمن بايع رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم. قالت: فأتيتو ألبايعو، فأخذ علينا فيما أخذ أل تنحن. فقالت عجوز: يا
صائب أصابتت، وأهنم قد أصابتهم مصيبة، رسوؿ اهلل إف ناسا قد كانوا أسعدوين على م فأنا أريد أسعدىم. قاؿ: "فانطلقي فكافئيهم". فانطلقت فكافأهتم، ب إهنا أتتو فبايعتو
وللبخاري عن أـ عطية قالت: أخذ علينا رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم عند البيعة أل علء، وابنة أيب سربة امرأة معاذ، ننوح، فما وفت منا امرأة غت تس نسوة: أـ سليم، وأـ ال
أو: ابنة أيب سربة، وامرأة معاذ، وامرأة أخرى-وامرأتاف وقاؿ اإلماـ أتد: حدثنا خلف بن الوليد، حدثنا ابن عياش، عن سليماف بن سليم، عن
عمرو بن شعيب، عن أبيو، عن جده قاؿ: جاءت أميمة بنت رقيقة إذل رسوؿ اهلل صلى تبايعو على اإلسلـ، فقاؿ: "أبايعك على أل تشركي باهلل شيئا، ول اهلل عليو وسلم
تسرقي، ول تزين، ول تقتلي ولدؾ، ول تأب ببهتاف تفتينو بت يديك ورجليك، ول تنوحي، ول تربجي تربج اتاىلية األوذل"
دثت وقاؿ بن أيب حاب: حدثنا أيب، حدثنا نصر بن علي، حدثتت عطية بنت سليماف، ح عن عائشة قالت: جاءت ىند بنت عتبة إذل رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو عميت، عن جدهتا
وسلم لتبايعو، فنظر إذل يدىا فقاؿ: "اذىيب فغتي يدؾ". فذىبت فغتهتا تناء، ب جاءت فقاؿ: "أبايعك على أل تشركي باهلل شيئا"، فبايعها وب يدىا سواراف من ذىب، فقالت:
ين السوارين؟ فقاؿ: "ترتاف من تر جهنم"ما تقوؿ ب ىذوقاؿ اإلماـ أتد: حدثنا إبراىيم بن أيب العباس، حدثنا عبد الرتن بن عثماف بن إبراىيم
قالت: -يعت: ابن مظعوف-بن ٤تمد بن حاطب، حدثت أيب، عن أمو عائشة بنت قدامة يو وسلم يبايع النسوة ويقوؿ: أنا مع أمي رائطة بنت سفياف ا٠تزاعية، والنيب صلى اهلل عل
"أبايعكن على أف ل تشركن باهلل شيئا، ول تسرقن، ول تزنت، ول تقتلن أولدكن، ول
114
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhārī no. 4892 dan imam Muslim no. 936 115
Hadis ini dikutip dari Tafsir al-Ṭabarī 12/343 116
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhārī no. 1306 117
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 2/196 118
Hadis ini diriwayatkan oleh Abū Ya‟lā dalam musnadnya 8/195
136
تأتت ببهتاف تفتينو بت أيديكن وأرجلكن، ول تعصينت ب معروؼ". ]قالت: فأطرقن. يقلن وأقوؿ معهن، فقاؿ ٢تن النيب صلى اهلل عليو وسلم[قلن: نعم فيما استطعنت". فكن
وأمي تلقت: قورل أي بنية، نعم ]فيما استطعت[. فكنت أقوؿ كما يقلنBaiat merupakan salah satu aktifitas politik pada masa Nabi. baiat ini
dilakukan oleh sahabat laki- laki dan sahabat perempuan, yaitu janji setia sebagai
pengikut Nabi. janji setia ini dapat diterima apabila telah memenuhi kategori yang
ditetapkan Allah seperti, tidak mempersekutukannya, tidak berzina, tidak mencuri
dan sebagainya. dalam ayat di atas disebutkan bahwa Nabi diperintah untuk
membaiat perempuan yang telah menyetujui beberapa konsekuensinya, hal ini
menunjukkan bahwa Islam telah memberikan penegasan atas kelayakan kaum
perempuan dalam manjalani syari‟at agama dan mempercayai kaum perempuan
bahwa mereka juga mampu beraktifitas sebagaimana laki-laki dan tentunya tetap
menjaga norma dan harga diri perempuan. mengingat bahwa ajaran sebelumnya
telah mengesampingkan kaum perempuan, tidak mengakui haknya sebagai hamba
yang menjalani syari‟at dan sebagai manusia yang berpotensi mengelola bumi.120
Pernyataan ini memang sedikit berlebihan, namun dengan adanya baiat, sejak
saat itu perempuan mulai diakui pendapat- pendapatnya. sebagaimana yang akan
penulis jelaskan yang terdapat dalam ulasan hadis di atas.
Hadis pertama merupakan pengantar tafsir, yakni berupa penjelasan dan
informasi yang disampaikan oleh Aisyah bahwa Allah menguji keimanan
perempuan dengan memberikan ketetapan yang terdapat dalam QS. al-
Mumtahanah [60]: 12, yaitu hendaknya tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri,
tidak berzina, tidak membunuh anak- anak mereka, tidak berdusta, dan tidak
durhaka dalam kebaikan. jika mereka menyetujui ketetapan ini maka mereka telah
119
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/365 120
Marzuki, Keterlibatan Perempuan dalam Bidang Politik pada Masa Nabi Muhammad
SAW dan Pada Masa Khulafaur Rasyidin: Suatu Kajian Historis,(Artikel Jurnal tanpa keterangan)
h. 17
137
berhasil melewati ujian dari Allah.121
sebab ketetapan- ketetapan di atas
merupakan tradisi erat yang telah berkembang dan biasa mereka lakukan.
Dalam hadis Aisyah juga disebutkan bahwa dalam membaiat, Rasulullah
tidak berjabat tangan dengan perempuan dan tanda terima baiat dari Rasulullah
cukup diucapakan satu kali untuk seluruh perempuan. pernyataan Aisyah ini
senada dengan riwayat Umaimah binti Ruqaiqah saat ia menceritakan kisahnya
berbaiat pada Nabi. kala itu Umaimah bertanya pada Nabi “wahai Rasul, apakah
engkau tidak mau menyalami kami ?” Rasulullah menjawab “saya tidak berjabat
tangan dengan perempuan”122
Riwayat- riwayat sahabat perempuan yang ikut berbaiat pada Nabi
seluruhnya menceritakan kejadian dan suasana saat baiat berlangsung. dan rata-
rata semua riwayatnya memiliki isi yang sama, yaitu mereka sepakat bahwa
ketetapan dalam baiat sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Aisyah. namun
setiap periwayatan memiliki keunikan dan tambahan tersendiri, misalkan dalam
riwayat Salma binti Qais terdapat tambahan “jangan menipu suami kalian, yaitu
menggunakan hartanya untuk bersenang- senang dengan orang lain”. tambahan
riwayat ini merupakan tafsir dari kata “tidak mencuri” yaitu mencuri harta suami
atau harta yang lainnya.123
Dalam riwayat ibn „Abbās menceritakan kisah tentang Hindun binti Utbah,
hindun adalah perempuan yang pernah membelah dada Hamzah pada saat perang
badar. namun pada akhirnya ia masuk Islam dan bertaubat. dalam kaitannya
dengan baiat Hindun memiliki kontribusi tersindiri, ia menanyakan berbagai hal
tentang Islam yang tidak ia pahami. saat berbaiat Hindun menutupi dirinya karna
takut dibunuh. tiba- tiba ia tidak sengaja membicarakan tentang dirinya
“Sesungguhnya aku telah banyak mengambil uang Abū Sufyān, dan aku tidak tau
apakah harta tersebut halal atau tidak”. lalu Abū Sufyān menimpali “Aku telah
121
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 96 122
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 96 123
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 96
138
menghalalkan segala hal yang telah ia ambil dariku”. mendengar percakapan itu,
maka Rasulullah mengetahui perempuan yang menyembunyikan dirinya itu
adalah Hindun. lalu Rasulullah bersabda bahwa Allah telah mengampuni
dosanya.124
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa hindun mengadu pada Rasulullah
tentang suaminya, “Abū Sufyān sangat pelit, ia tidak memberikan nafkah yang
cukup untuk keluarganya, apakah aku boleh mengambil harta tanpa
sepengetahuannya ?” Rasulullah menjawab, “ya, ambillah dengan baik dan
sewajarnya”.125
Ayat selanjutnya menetapkan agar perempuan berbaiat untuk tidak
berzina. dalam hal ini Hindun kembali bertanya pada Rasulullah “wahai
Rasulullah, apakah perempuan yang merdeka boleh berzina” Rasulullah
menjawab, “tidak”. dalam ayat selanjutnya hendaklah perempuan tidak
membunuh anak- anak mereka, karena takut tidak dapat menafkahi. ketika
Rasulullah mengucapkan persyaratan ini, Hindun kembali protes, ia berkata “Kau
membunuh mereka pada perang badar, wahai Rasulullah”. namun Rasulullah
tidak menanggapinya dan melanjutkan bacaan ayat setelahnya.126
Dalam riwayat lain disebutkan redaksi yang berbeda tentang protes
Hindun, yaitu “Kami telah mendidik anak- anak itu dari kecil, lalu kau
membunuhnya ketika besar” mendengar pernyataan ini Umar ibn al-Khaṭṭāb
tertawa.127
Selain Hindun ada juga seorang perempuan yang tidak disebutkan
namanya menyebutkan hal yang mirip dengan pernyataan Hindun “wahai
Rasulullah, engkau telah membunuh bapak mereka dan sekarang kau
mewasiatkan anak- anaknya pada kami”. setelah kejadian ini, Rasulullah
124
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 98 125
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 98 126
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 99 127
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 99
139
berinisiatif untuk menawarkan ketentuan- ketentuannya, jika setuju maka
Rasulullah membaiatnya, jika tidak maka orang tersebut kembali.
Dalam ketetapan terakhir yang tidak mudah mereka jalani adalah “tidak
durhaka pada Rasulullah dalam kebaikan”. maksud ayat ini adalah tidak meratapi
orang mati, sebagaimana yang terdapat dalam riwayat Ummu „Atiyah, Ummu
Salamah dan Kisah Hindun binti Utbah. Dulu, orang- orang jahiliyah memiliki
tradisi bela sungkawa dengan cara merobek baju, mencakar wajah, memotong
rambut, dan menyerukan kata- kata kebinasaan dan kecelakaan. hal ini
dimaksudkan untuk membahagiakan keluarga mayit, mereka senang apabila
banyak yang meratapi dan menangisi kepergian mayit.128
Dalam riwayat Ummu „Atiyyah diceritakan bahwa ada seorang perempuan
yang tidak terima dengan ketetapan tidak boleh meratapi (niyāhah), ia
menggenggam tangannya dan berkata pada Rasulullah “sesungguhnya aku telah
berjasa pada seseorang, dia telah membuatku bahagia, dan aku ingin membalas
jasanya dengan niyāhah”. mendengar pernyataan itu Rasulullah tidak menjawab
apa- apa, lalu perempuan itu pulang, setelah itu ia kembali pada Rasulullah dan
Rasulullah membaiatnya. dalam riwayat lain disebutkan bahwa ada seorang
nenek- nenek yang datang membaiat Nabi, ketika Nabi menyebutkan larangan
niyāhah, nenek itu langsung bertanya pada Rasulullah “wahai Rasulullah,
sesungguhnya ada orang- orang yang dahulu pernah membuatku bahagia saat aku
tertimpa musibah kematian, dan hari ini mereka sedang tertimpa kematian, aku
hendak menghiburnya dengan niyāhah”. mendengar ungkapan itu, Rasulullah
mempersilahkan nenek tersebut untuk melakukan niyāhah terlebih dahulu,
kemudian setelah urusannya selesai nenek tersebut kembali pada Rasulullah dan
beliaupun membaiat nenek itu.129
Menurut riwayat Ummu „Atiyah tidak banyak para perempuan yang
menerima larangan niyāhah, dalam riwayatnya disebutkan hanya ada lima orang
yang bersedia menerima ketetapan tersebut, diantaranya adalah wanita
128
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 98 129
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 101
140
sebagaimana yang disebutkan Ummu „Atiyah, Ummu Sulaim, Ummu al-„Ala‟,
Putri Abī Sabrah, dan Istri Muadz.130
Penafsiran lain yang diambil dari riwayat perempuan adalah ketetapan
agar hendaknya tidak berdandan seperti jahiliyah. hal ini sebagaimana yang
terdapat dalam riwayat Umaimah binti Ruqaiqah. selain itu dalam cerita Hindun
juga disebutkan bahwa ia bertanya tentang kedua gelang emas ditangannya,
Rasulullah menjawab bahwa keduanya merupakan bara api di neraka. maksud
pernyataan Rasulullah ini, hendaknya bagi perempuan lebih baik menyedekahkan
perhiasannya. sebab dalam riwayat lain disebutkan bahwa ayat ini dibaca saat
Rasulullah menyampaikan Khutbah husus bagi perempuan ketika hari raya. saat
itu para perempuan menyedekahkan perhiasannya yang dikumpulkan pada
sahabat Bilāl.
Selain kisah- kisah baiat sebagaimana di atas, ada juga kisah yang
disampaikan oleh seorang anak perempuan kecil. yaitu Aisyah binti Qudāmah, hal
ini menunjukkan bahwa saat membaiat terdapat anak- anak, perempuan tua, dan
perempuan dewasa. yang dimaksud baiat dalam kisah ini adalah baiah aqabah I,
tepatnya pada tahun ke- 6 H. hal ini senada dengan riwayat tafsir ibn Abī Ḥātim
yang menyatakan bahwa QS. al-Mumtahanah [60]: 12 turun pada saat fath
mekkah yaitu tahun ke-6 H.131
7. Perempuan di balik Penafsiran
Perempuan memiliki keistimewaan tersendiri dalam kaitannya dengan al-
Qur‟an. yaitu terdapat nama surah yang dinisbahkan langsung kepada perempuan.
selain itu pembahasan perempuan juga sangat beragam dalam al-Qur‟an, yang
tersebar dalam beberapa surah selain surah al-Nisā‟. keistimewaan perempuan
tidak hanya mencakup dalam sisi al-Qur‟an. beberapa riwayat menceritakan
bahwa tidak jarang al-Qur‟an merespon pernyataan sahabat perempuan kala itu.
riwayat- riwayat tersebut kemudian dikutip sebagai tafsir atau penjelasan al-
130
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 98 131
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 100
141
Qur‟an. dengan kata lain, pernyataan perempuan juga terdapat dalam penafsiran
al-Qur‟an. dukungan terhadap pernyataan perempuan adakalanya bersumber dari
Allah SWT dan adakalanya bersumber dari Rasulullah SAW. berikut ini adalah
beberapa riwayat yang mendukung pernyataan perempuan yang kemudian
menjadi tafsir al-Qur‟an.
a. Hulu’
QS. al-Baqarah[02]: 229
الك ب موطئو: عن يت بن سعيد، عن عمرة بنت عبد الرتن بن سعد بن زرارة، أهنا قاؿ اإلماـ مأخربتو عن حبيبة بنت سهل األنصارية، أهنا كانت تت ثابت بن قيس بن شاس، وأف رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم خرج إذل الصبح فوجد حبيبة بنت سهل عند بابو ب الغلس، فقاؿ رسوؿ اهلل
هلل عليو وسلم: "من ىذه؟ " قالت: أنا حبيبة بنت سهل. فقاؿ: "ما شأنك؟ " فقالت: ل صلى افلما جاء زوجها ثابت بن قيس قاؿ لو رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو -لزوجها -أنا ول ثابت بن قيس
وسلم: "ىذه حبيبة بنت سهل قد ذكرت ما شاء اهلل أف تذكر". فقالت حبيبة: يا رسوؿ اهلل، كل طاين عندي. فقاؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "خذ منها". فأخذ منها وجلست ب ما أع أىلها.
Riwayat ini menceritakan kisah Habibah binti Sahal, ia mengadu pada
Rasulullah bahwa ia tidak menyukai suaminya. ada beberapa faktor yang
membuat Habibah tidak menyukainya, salah satunya adalah faktor penampilan
dari suaminya, Tsābit ibn Qais. Rasulullah melihat ketidaknyamanan yang terjadi
dalam rumah tangga Habibah, yaitu tidak menyukai suaminya. karenanya
Rasulullah memberikan solusi dengan mengizinkannya bercerai dengan Tsābit,
dengan cara memberikan harta yang telah ia terima dari suaminya itu. kebijakan
Rasulullah ini sesuai dengan ketetapan al-Qur‟an pada QS. al-Baqarah [02]: 229
yang artinya “Tidak halal bagimu mengambil sesuatu yang telah diberikan pada
mereka, kecuali bila keduanya (suami istri) hawatir tidak mampu menjalankan
hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan
oleh istri untuk menebus dirinya.”. Kisah Habibah ini merupakan kejadian yang
132
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Mālik no 1032.
142
paling pertama dalam sejarah Islam, Habibah adalah perempuan pertama yang
mengajukan gugatan cerai pada suaminya yang disetujui oleh Rasulullah.133
b. Perempuan dalam Hijrah
QS. Ali Imran [03]: 195
قاؿ سعيد بن منصور: حدثنا سفياف، عن عمرو بن دينار، عن سلمة، رجل من آؿ أـ سلمة، قاؿ: رسوؿ اهلل، ل نسمع اهلل ذكر النساء ب ا٢تجرة بشيء؟ فأنزؿ اهلل ]عز وجل[ } قالت أـ سلمة: يا
فاستجاب ٢تم ربػهم أين ل أضيع عمل عامل منكم من ذكر أو أنػثى { إذل آخر اآلية. وقالت األنصار: ىي أوؿ ظعينة قدمت علينا.
Hadis ini menceritakan protes Ummu Salamah pada Rasulullah. suatu hari
ia berkata pada Rasulullah “Wahai Rasulullah, kami belum pernah mendengar
Allah menyebutkan kaum wanita dalam masalah hijrah” maksud pernyataan
Ummu Salamah adalah ketika perempuan turut berhijrah bersama laki- laki,
seakan- seakan hijrahnya tidak diperhitungkan sebagaimana laki- laki. dari
ungkapan Ummu Salamah ini, lalu Allah menurunkan QS. Alī „Imrān [03]: 195
yang artinya “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan
berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang
beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu
adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang
diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang
dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan
pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang
baik." pernyataan Ummu Salamah ini mendapat respon dari Allah SWT.135
133
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 1, h. 615 134
Hadis ini diriwayatkan oleh Sa‟īd ibn Manṣūr dalam kitab sunannya no. 552. hadis ini
memiliki banyak periwayatan dengan menggunakan redaksi yang berbeda namun semakna.
diantaranya terdapat dalam kitab Mustadrak 2/300, Tafsir Abdur Razzaq 1/144, dan tafsir al-
Ṭabarī 7/488. 135
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 2, h. 190
143
c. Perang dan Warisan bagi Perempuan
QS. al-Nisa'[04]: 32
قاؿ اإلماـ أتد: حدثنا سفياف، عن ابن أيب ٧تيح، عن ٣تاىد قاؿ: قالت أـ سلمة: يا رسوؿ اهلل، عز وجل: } ول تػتمنػوا ما فضل اللو بو يغزو الرجاؿ ول نغزو، ولنا نصف ا١تتاث. فأنزؿ اهلل
بػعضكم على بػعض {
Riwayat ini tidak jauh berbeda dari riwayat sebelumnya. yaitu menceritakan
kisah Ummu Salamah ketika protes pada Nabi tentang perang dan warisan. suatu
hari Ummu Salamah bertanya pada Rasulullah “wahai Rasulullah, mengapa kaum
perempuan tidak berperang seperti kaum laki- laki dan kaum perempuan hanya
mendapat setengah bagian warisan dari laki- laki ?”. protes yang disampaikan
oleh Ummu Salamah ini merupakan kegelisahan yang ia rasakan sebagai kaum
perempuan, dari sana timbul perasaan ingin tahu tentang arti dibalik semua itu.
setelah Ummu Salamah menyatakan pertanyaannya maka Allah menurunkan QS.
al-Nisā‟ [04]: 32 yang artinya dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang
lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui segala sesuatu. respon Allah terhadap Ummu Salamah
ini menunjukkan suatu informasi, bahwa segala hal tergantung pada usahanya.137
136
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad 6/322 dan imam al-Tirmidzī no. 30/22.
sanad ini dinilai garib menurut al-Tirmdzi. namun terdapat jalur lain yang diriwayatkan oleh al-
Ḥākim dalam Mustadraknya 2/305. hadis ini juga dikutip oleh al-Ṭabarī 8/262. 137
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 2, h. 286
144
d. Perempuan sebagai Warisan
QS. al-Nisa’[04]: 19
عكرمة: نزلت ب كبػيشة بنت معن بن عاصم بن األوس، توب عنها أبو قيس قاؿ ابن جريج: وقاؿابن األسلت، فجنح عليها ابنو، فجاءت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، فقالت: يا رسوؿ اهلل، ل
.أنا ورثت زوجي، ول أنا تركت فأنكح، فنزلت ىذه اآلية
Riwayat ini menceritakan kisah Kubaisyah binti Ma‟nūn. suaminya yang
bernama Abū Qais wafat.sebagaimana tradisi yang telah berkembang pada masa
jahiliyah bahwa seorang anak dapat mewarisi ibu tirinya, boleh dikawini sendiri
atau dikawinkan dengan orang lain dan maharnya untuk anak tiri tersebut. ketika
suaminya wafat, anak tiri Kubaisyah ingin mengawininya dan tidak memberikan
bagian dari harta suaminya. dalam keadaan seperti ini Kubaisyah memberanikan
diri untuk mengadu kepada Rasulullah dan meminta pembelaan. tak lama
kemudian setelah Kubaisyah menyampaikan maksudnya, Allah menurunkan QS.
al-Nisā‟ [04]: 19 yang berbicara tentang larangan memaksa perempuan sebagai
harta warisan. sejak saat itulah tradisi jahiliyah tersebut dihapuskan.138
e. Pakaian Perempuan
QS. al-Nur [24]: 31
عبد اهلل األنصاري حدث: أف "أتاء بنت مرشدة" كانت ب ٤تل ٢تا ب بت حارثة، أف جابر بنفجعل النساء يدخلن عليها غت متأزرات فيبدو ما ب أرجلهن من ا٠تلخل، وتبدو صدورىن
صارىن ويفظن وذوائبهن، فقالت أتاء: ما أقبح ىذا. فأنزؿ اهلل: } وقل للمؤمنات يػغضضن من أب فػروجهن { اآلية
Hadis ini menceritakan kisah Asma‟ binti Mursyidah, ia memiliki sebuah
warung di wilayah Bani Haritsah. suatu hari perempuan- perempuan bani Ḥāritsah
memasuki warung Asma‟ tanpa kain yang cukup untuk menutupi dirinya, hingga
138
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 2, h. 240
145
tampaklah dada dan gelang- gelang di kakinya. melihat pemandangan ini Asma‟
langsung mencelanya, ia berkata “betapa buruknya pakaian ini”. tak lama
kemudian turunlah ayat yang merespon dan mendukung keinginan Asma‟ untuk
memperbaiki bentuk pakaian. yaitu QS. al-Nūr [24]: 31 yang artinya “Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)
atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah
mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang
yang beriman supaya kamu beruntung”139
f. Etika Masuk Rumah
QS. al-Nur [24]: 58
أف رجل من األنصار وامرأتو أتاء بنت مرشدة صنعا -واهلل أعلم -ل بن حياف: بلغنا وقاؿ مقاتللنيب صلى اهلل عليو وسلم طعاما، فجعل الناس يدخلوف بغت إذف، فقالت أتاء: يا رسوؿ اهلل، ما
ب أقبح ىذا! إنو ليدخل على ا١ترأة وزوجها وها ب ثوب واحد، غلمهما بغت إذف! فأنزؿ اهلللغوا اتل م منكم ثلث ذلك: } يا أيػها الذين آمنوا ليستأذنكم الذين ملكت أميانكم والذين دل يػبػ
.مرات{اآلية
Hadis ini juga menceritakan kisah Asma‟ binti Mursyidah. isi hadis ini tidak
jauh berbeda dari hadis sebelumnya. namun Ibn Katsīr mengutip hadis ini sebagai
sebab turun dari QS. al-Nūr [24]: 58, sebab berdasarkan isi riwayat lebih sesuai
139
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 2, h. 240
146
dengan surah al-Nūr ayat 58, yaitu Asma‟ mengadu kepada Rasulullah bahwa
anak- anak masuk tanpa izin sedangkan kedua orang tuanya sedang bersama
dalam satu pakaian. setelah Asma‟ mengungkapkan kegelisahannya pada
Rasulullah, maka turunlah QS. al-Nūr [24]: 58 yang artinya “Hai orang-orang
yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan
orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga
kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu
menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'.
(Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas
mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu
(ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.140
g. Perempuan dalam al-Qur’an
QS. al-Aḥzāb [33]: 35
قاؿ النسائي أيضا: حدثنا ٤تمد بن حاب، حدثنا سويد، أخربنا عبد اهلل بن شريك، عن ٤تمد بن عمرو، عن أيب سلمة، عن أـ سلمة أهنا قالت للنيب صلى اهلل عليو وسلم: يا نيب اهلل، ما رل أتع
لقرآف، والنساء ل يذكرف؟ فأنزؿ اهلل } إف المسلمت والمسلمات والمؤمنت الرجاؿ يذكروف ب ا والمؤمنات {
Hadis ini menceritakan kisah Ummu Salamah. dalam riwayat lain terdapat
penjelasan yang lebih lengkap, yaitu suatu hari Ummu Salamah bertanya “wahai
Rasulullah, mengapa kami tidak pernah mendengar perempuan disebut dalam al-
Qur‟an, tidak seperti kaum laki-laki ? Rasulullah tidak menanggapi pertanyaan
Ummu Salamah. setelah menyebutkan pertanyaan tersebut, Ummu Salamah tidak
melihat nabi, sampai pada suatu hari di waktu dhuhur Ummu Salamah mendengar
suara nabi di atas mimbar, pada saat itu Ummu Salamah sedang merapikan
140
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 6, h. 86 141
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Nasā‟ī 1404. hadis ini diriwayatkan dengan redaksi
yang berbeda namun semakna oleh imam Ahmad 6/305 dan al-Ṭabarī 22/9.
147
rambutnya, lalu ia keluar menuju suatu ruangan, dari balik jendela ruangan itu
Ummu Salamah mendengar Nabi membacakan ayat “Sungguh, laki-laki dan
perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan
yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki
dan perempuan yang menjaga kehormatan, laki-laki dan perempuan yang
menyebut yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.142
h. Dhihār
QS. al-Mujādalah [58]: 01- 02
قاؿ اإلماـ أتد: حدثنا سعد بن إبراىيم ويعقوب قال حدثنا أيب، حدثنا ٤تمد بن إسحاؽ، حدثت -واهلل-معمر بن عبد اهلل بن حنظلة، عن ابن عبد اهلل بن سلـ، عن خويلة بنت ثعلبة قالت: ب
قالت: كنت عنده وكاف شيخا كبتا قد ساء وب أوس بن الصامت أنزؿ اهلل صدر سورة "اجملادلة"، خلقو، قالت: فدخل علي يوما فراجعتو بشيء فغضب فقاؿ: أنت علي كظهر أمي. قالت: ب خرج فجلس ب نادي قومو ساعة، ب دخل علي فإذا ىو يريدين عن نفسي. قالت: قلت: كل
يكم اهلل ورسولو فينا تكمو. والذي نفس خويلة بيده، ل تلص إرل وقد قلت ما قلت، حىتقالت: فواثبت وامتنعت منو، فغلبتو تا تغلب بو ا١ترأة الشيخ الضعيف، فألقيتو عت، قالت: ب خرجت إذل بعض جاراب، فاستعرت منها ثيابا، ب خرجت حىت جئت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو
ألقى من سوء خلقو. كو إليو ما ا لقيت منو، وجعلت أشوسلم، فجلست بت يديو، فذكرت لو مقالت: فجعل رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم يقوؿ: "يا خويلة ابن عمك شيخ كبت، فاتقي اهلل فيو". قالت: فواهلل ما برحت حىت نزؿ ب القرآف، فتغشى رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم ما كاف
ؿ اهلل فيك وب صاحبك". ب قرأ علي: } قد يتغشاه، ب سري عنو، فقاؿ رل: "يا خويلة قد أنز يع بصت { تع اللو قػوؿ اليت تادلك ب زوجها وتشتكي إذل اللو واللو يسمع تاوركما إف الل و ت
ؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "مريو فليعتق إذل قولو: } وللكافرين عذاب أليم { قالت: فقاؿ رل رسو رقبة". قالت: فقلت يا رسوؿ اهلل، ما عنده ما يعتق. قاؿ: "فليصم شهرين متتابعت". قالت:
142
Imād al-Din Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Qursyī al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an
al-„Adzīm, Jilid 6, h. 196
148
فقلت: واهلل إنو شيخ كبت، ما بو من صياـ. قاؿ: "فليطعم ستت مسكينا وسقا من تر". قالت: ؿ رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "فإنا سنعينو فقلت: يا رسوؿ اهلل، ما ذاؾ عنده. قالت: فقا
بعرؽ من تر" .
قالت: فقلت: يا رسوؿ اهلل، وأنا سأعينو بعرؽ آخر، قاؿ: "فقد أصبت وأحسنت، فاذىيب فتصدقي بو عنو، ب استوصي بابن عمك ختا". قالت: ففعلت
Riwayat ini menceritakan kisah Khaulah binti Tsa‟labah. ia mengadukan
perbuatan suaminya yang sudah tua dan buruk perangainya. nama suaminya
adalah Aus ibn al-Ṣāmit, suatu hari keduanya memiliki sebuah permasalahan,
tiba- tiba suami Khaulah berkata padanya “kamu seperti punggung ibuku”.
pernyataan Aus ibn al-Ṣāmit ini disebut dengan dzhihār. -bentuk dzihār jika
diterapkan pada masa sekarang adalah berupa celaan, ungkapan tidak menghargai
perempuan dan semacamnya, dalam riwayat lain disebutkan bahwa ungkapan
dhihār merupakan ungkapan yang digunakan orang jahiliyah untuk menceraikan
istrinya.- setelah Aus mengucapkan kata dhihar, suaminya hendak menggauli
Khaulah dengan cara paksa, namun Khaulah berhasil melarikan diri dari suaminya
dan meminjam baju tetangganya untuk menemui Rasulullah. Khaulah
menyebutkan perbuatan suaminya pada Rasulullah, namun Rasulullah
menyuruhnya untuk bertaubat sebab Aus ibn al-Ṣāmit adalah seorang laki- laki
yang telah menua. Khaulah pulang dan berdoa sepanjang malam, mengadukan
perbuatan suaminya. sampai dikemudian hari, Rasulullah memanggilnya dan
mengabarkan bahwa Allah telah menjawab doanya dengan menurunkan QS. al-
Mujādalah []: 1-2. 1. Sesungguhnya Allah telah mendengar Perkataan wanita
yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan
(halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua.
Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat 2. orang-orang yang
menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya,
padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain
143
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ahmad no. 27360. kisah tentang khaulah ini banyak
diriwayatkan oleh para sahabat. dengan berbagai versi yang berbeda, baik dalam cerita maupun
dalam jalur sanadnya. namun, di sini penulis memilih riwayat yang langsung diriwayatkan oleh
Khaulah binti Tsa‟labah. diantara riwayat- riwayat tersebut terdapat dalam ṣ1/12/2019ahīh Bukhārī
no. 7385, al-Nasā‟ī 11570, Ibn Mājah 188, dan tafsr al-Ṭabarī 28/5.
149
hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-
sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.3. orang-orang yang menzhihar isteri
mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan,
Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri
itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. dalam riwayat di atas disebutkan bahwa
Aus tidak dapat memenuhi had dhihār, maka Rasulullah membantunya dengan
cara memberikan kurma padanya agar dapat disedekahkan sebagai had dzihār.144
i. Meminta perlindungan pada Rasulullah
QS. Al-Mumtahanah [60]: 10
أتد بن جحش، من ا١تسند الكبت، من طريق أيب بكر بن أيب وقد ذكرنا ب ترتة عبد اهلل بن أيب عاصم، عن ٤تمد بن يت الذىلي، عن يعقوب بن ٤تمد، عن عبد العزيز بن عمراف، عن ٣تمع بن يعقوب، عن حست بن أيب لبانة، عن عبد اهلل بن أيب أتد قاؿ: ىاجرت أـ كلثـو بنت عقبة بن
واىا عمارة والوليد حىت قدما على رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم، أيب معيط ب ا٢تجرة، فخرج أخفكلماه فيها أف يردىا إليهما، فنقض اهلل العهد بينو وبت ا١تشركت ب النساء خاصة،ومنعهن أف
ج ب إثرىا و كاف خروجها زمن صلح اتديبية، فخر يػرددف إذل ا١تشركت، وأنزؿ اهلل آية المتحافديػنة، فػقال: يا ٤تمد! ؼ لنا بشرطنا.
فػقالت: أتػردين أخواىا؛ الوليد وعمارة، فما زال حىت قدما ا١ت
ر رل، وحاؿ النساء ب الضعف ما قد علمت؟ يا رسوؿ اهلل إذل الكفار يػفتنػوين عن ديت ول صبػؤمنات مهاجرات، فامتحنػوىن...{ اآليػتػت -تػعاذل -فأنػزؿ اهلل
: }إذا جاءكم ا١ت
Hadis ini menceritakan kisah Ummu Kultsum binti Uqbah. pada saat
perdamaian hudaibiyah, orang- orang muslim pergi berhijrah bersama Nabi.
Ummu Kultsum adalah salah satu sahabat perempuan yang ingin berhijrah, namun
kedua saudaranya yang non muslim melarangnya. Ummu Kultsum diam- diam
melarikan diri dari saudaranya dan ia berhasil lolos sampai ditempat Rasulullah
144
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 35 145
Riwayat ini terdapat dalam Usud al-Gābah karya ibn al-Atsīr 3/67. adapun riwayat
yang dikutip oleh ibn Katsīr hanya berbentuk narasi saja. penulis menemukan riwayat ini dalam
kitab tarajum, adapun riwayat di atas terdapat pernyataan langsung dari Ummu Kultsum tentang
permohonannya meminta perlindungan pada Nabi.
150
hijrah. akan tetapi kedua saudaranya menjemput Ummu Kultsum dan meminta
Nabi untuk mengembalikannya. pada awalnya Rasulullah hendak memberikan
Ummu Kultsum karena ingin memenuhi perjanjian, namun Ummu Kultsum
berkata “Apakah engkau akan mengembalikan kami kepada kaum kafir, padahal
engkau tau mereka memalingkanku dari agama dan keadaan perempuan lemah”.
tak lama kemudian Allah menurunkan QS. al-Mumtahanah [60]: 10 yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah
mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka
tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula
bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah
mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar
kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali
(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta
mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah
mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu.
dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Dalam ayat ini dijelaskan
bahwa hubungan pernikahan menjadi putus, apabila salah satunya pindah agama,
tanda putusnya pernikahan adalah dengan mengembalikan mahar. demikianlah
kisah Ummu Kultsum, Allah mendukung pernyataannya melalui firmannya.146
j. Klarifiaksi iddah Hamil
QS. al-Talak [65] : 04
حدثت أبو الطاىر، أخربنا ابن وىب، حدثت يونس بن يزيد، عن ابن شهاب، حدثت عبيد اهلل بن قم الزىري يأمره أف يدخل على سبيعة عبد اهلل بن عتبة: أف أباه كتب إذل عمر بن عبد اهلل بن األر
بنت اتارث األسلمية فيسأ٢تا عن حديثها وعما قاؿ ٢تا رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم حت وكاف ٦تن -استفتتو. فكتب عمر بن عبد اهلل يربه أف سبيعة أخربتو أهنا كانت تت سعد بن خولة
146
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 92
151
فلم تنشب أف وضعت تلها بعد وفاتو، فلما فتوب عنها ب حجة الوداع وىي حامل،-شهد بدراتػعلت من نفاسها تملت للخطاب، فدخل عليها أبو السنابل بن بعكك فقاؿ ٢تا: مارل أراؾ متجملة؟ لعلك ترجت النكاح، إنك واهلل ما أنت بناكح حىت تر عليك أربعة أشهر وعشر. قالت
يب حت أمسيت فأتيت رسوؿ اهلل صلى اهلل عليو وسلم سبيعة: فلما قاؿ رل ذلك تعت علي ثيا فسألتو عن ذلك، فأفتاين بأين قد حللت حت وضعت تلي، وأمرين بالتزويج إف بدا رل.
Hadis ini menceritakan kisah Subai‟ah binti al-Ḥārits. suaminya wafat
pada saat haji wada‟, sedangkan saat itu Subaiah dalam keadaan Hamil. Subaiah
melahirkan anak suaminya beberapa hari setelah suaminya wafat. setelah itu ia
berdandan agar dapat dikhitbah. melihat pemandangan itu, tiba- tiba Abū Sanābil
datang memberitahu Subai‟ah, bahwa ia harus menunggu selama empat bulan
sepuluh hari. setelah Abū Sanābil pulang, di sore hari Subai‟ah datang menemui
Nabi dan mengklarifikasi pernyataan Abū Sanābil. lalu Rasulullah mengatakan
bahwa ia telah halal untuk menikah sejak ia baru saja melahirkan. pernyataan
Rasulullah ini sesuai dengan QS. al-Ṭalāk [65]: 04 yang artinya “dan perempuan-
perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya”. dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah menikahkan
Subaiah dengan Abū Sanābil. riwayat di atas dikutip oleh Ibn Katsīr untuk
menjelaskan, bahwa ketetapan QS. al-Ṭalāq [65]: 04 pernah diterapkan oleh
Rasulullah dalam kisah Subaiah.148
147
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Bukhārī no. 5319 dan imam Muslim no. 1484. 148
Abī al-Fidā‟ Ismā‟īl ibn Katsīr al-Dimasyqī, Tafsīr al-Qur‟an al-Adzhim, Tahqiq. Sāmī
ibn Muhammad ibn Salāmah, jilid 8, h. 150
152
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bentuk kontribusi yang dilakukan oleh sahabat perempuan terdapat empat
bagian. yang pertama, sahabat perempuan yang berperan sebagai khiṭāb ayat,
yaitu para sahabat yang berkomentar ataupun bertanya kepada Nabi, lalu turunlah
ayat al-Qur’an yang merespon pertanyaan tersebut. Dan adakalanya sahabat
perempuan tidak bertanya, namun mereka meriwayatkan sebab nuzul dari sebuah
ayat yang turun kepadanya. Yang kedua adalah sebagai penanya, yaitu sahabat
perempuan yang bertanya tentang sebuah masalah, lalu Rasulullah menjawabnya
dengan penjelasan ayat al-Qur’an. Model seperti ini merupakan wujud dari living
Qur’an yang ada pada masa Nabi melalui perantara sahabat perempuan yang
bertanya. Yang ketiga adalah sebagai guru, yaitu sahabat perempuan yang ditanya
oleh sahabat lainnya tentang penjelasan sebuah ayat atau adakalanya sahabat
perempuan menjelaskan tafsir ayat yang pernah mereka dengar dari Rasulullah
SAW. Dan yang terakhir adalah sebagai perawi, yaitu sahabat perempuan yang
meriwayatkan hadis yang berkaitan dengan tafsir. Dalam hal ini terdapat tujuh
materi. Yaitu tafsir makna ayat, tafsir makna kata garīb, riwayat tentang
keutamaan ayat atau surah, periwayatan qirā’ah, dan riwayat yang berkaitan
dengan peristiwa saat turun ayat atau respon para sahabat setelah turun sebuah
ayat,
Penulis menemukan 25 sahabat perempuan yang berkontribusi dalam
tafsir,yaitu Ummu Salamah, Aisyah binti Abū Bakar, Asmā’ binti Yazīd, Asma’
binti Abū Bakar,Hafsoh binti Umar, Saudah binti Zam’ah, Ummu Hani’, Fatimah
binti Qais, Umm Fadl, Zainab binti Abī Salamah, Ummu Hisyām binti Ḥāritsah,
Ummu Sa’ad binti Rabī’, Fatimah binti Umais, Khalah binti Tsa’labah, Kubaisyah
binti Ma’nun, Subai’ah binti al-Ḥārits, Furai’ah binti Mālik, Aisya binti Qudāmah,
Hindun binti Utbah, Ummu ‘Atiyah, Asma binti Mursyidah, Ummu Kultsum binti
Uqbah, Ummu Habibah, Habibah binti Sahal, dan Umaimah binti Ruqaiqah. Dari
25 sahabat terdapat 86 riwayat yang penulis bahas dalam skripsi ini.
153
B. Saran
Penelitian ini masih terhitung sedikit dan memiliki banyak kekurangan,
karenanyan penulis menyarankan untuk peneliti selanjutnya agar mengeksplor
kembali riwayat- riwayat perempuan yang terdapat dalam kitab tafsīr bi al-
Ma’tsūr maupun kitab induk hadis, Serta menelitinya sesuai dengan perangkat
ilmu hadis yang ada.
154
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abū al-Su’ud Badr, Abdullah. Tafsir Ummu al-Mukminin Aisyah Ra, Terj. Gazi
Saloom, Jakarta: Serambi, 2000
al-Khatīb al-Bagdādī, al-Asmā’ al-Mubhamah fī al-Anbā’ al-Muhakkamah.
Maktabah Syamilah, Versi 9_shamela 11 Gb, 2015.
Anwar, Abu. Ulumul Qur’an: Sebuah pengantar, Jakarta: Amzah, 2012.
As’ad, Aliy. Fathul Mu’in, Terj. Kudus: Menara Kudus, 1979.
al-‘Atsqalānī, Ahmad ibn Alī ibn Hajar. al-Isābah fī Tamyīz al-ṣaḥābah, Tahqiq
Khairu Sa’īd, Kairo: al-Maktabah al-Taufīqiyah, T.ti.
al- Atsari, AA Hamid. Intisari Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, Jakarta:
Pustaka Imam Syafi’I, 2006.
al- Bukhārī, Muhammad ibn Ismāīl ibn Ibrāhīm ibn al Mughīrah al-Ja‘fī. al-
Jāmi‘al-Ṣaḥīḥ al-Musnad min Hadītsi ḥRasūlillah Ṣalla Allahu Alaīhi wa
Sallam wa Sunanihi wa Ayyāmihi, Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2006
al-Busty, Muhammad ibn Hibbān ibn Ahmad Abū Hātim al-Tamimy. al-Tsiqāt Li
ibn Hibbān, Mesir: Dār al-Fikr, 1395.
Danarta, Agung. Perempuan periwayat Hadis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
ibn Katsīr, Abī al-Fidā’ Ismā’īl al-Dimasyqī. Tafsīr al-Qur’an al-Adzhim, Tahqiq.
Sāmī ibn Muhammad ibn Salāmah, .Riyadh: Dār Ṭībah linnasyri wa al-
Tauzī’, 1999.
Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2010.
al-Dzahabi, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad. Siyar A’lam al-
Nubala’, Kairo: Muasasah al-Risālah.
al- Dzahabi, Muhammad Husain. al- Tafsīr wa al-Mufassirūn, Maktabah Muṣ’ab
ibn Umair, 2004.
Eridani, AD. Sketsa perjuangan Ulama Perempuan dalam Menegakkan
Kemanusiaan, Jakarta: Rahima, 2014.
al-Fairūz, Muhammad ibn Ya’qūb. Tanwīr al-Miqbās Fī Tafsīri ibn Abbās,
Maktabah Syamilah, Versi 9_shamela 11 Gb, 2015.
155
al-Ghazali, al-Islām wa al-ṭaqah al-Mu’aṭalah, Kairo: Dār al-Kutub al-
Muhaddasah, 1964.
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1965.
Hanbal, Ahmad ibn. Musnad al-Imām Ahmad ibn Hanbal, Tahqiq. Syu’aib al-
Arnoth, Beirut: Muassasah al-Risālah, 1999.
Hasan, Ahmad ibn Muhammad ibn Husain ibn. al-Hidāyah wa al- Irsyād fī
ma’rifati ahli Tsiqāt wa al-Sadād, Beirut: Dār al-Ma’rifah, 1407.
Ibn Abd al-Bar. al-Istī’āb fī Ma’rifatil Aṣhāb, Maktabah Syamilah, Versi
9_shamela 11 Gb, 2015.
Ibnu, S dkk, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, Malang: UM Press, 2003.
al-Jazary, Izzuddin ibn al-Atsīr Abī al-Hasan ‘alī libn Muhammad. Usud al-
Gābah fī Ma’rifati al-ṣahābah, Kairo: al-Maktabah al-Taufīqiyyah, 2003.
Jawad, Haifa A.. Otentisitas Hak Hak Perempuan: Prespektif Islam dan
Kesetaraan Jender, Terj. Anni Hidayatun Noor, dkk, Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2002.
al-Kalābādzī, Ahmad ibn Muhammad ibn Hasan ibn Husein ibn Hasan Abū Naṣr
al-Bukhāry. al-Hidāyah wa al-Irsyād fī Ma’rifati ahl tsiqah wa al-Sadād,
Beirut: Dār al-Ma’rifah 1407 H.
Mahmudah, Nur. Mendengar Suara Perempuan atas Kitab Suci: Tafsir Ummu
Salamah Ra, Jakarta: Kementrian Agama RI, Direktorat Jendral
Pendidikan Islam, Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, 2012.
al-Mizy, Yūsuf ibn al-Zaky Abdur Rahman Abū al- ḥajjāj. Tahdzīb al-Kamāl,
.Beirut: Muasasah al-Risālah, 1980.
al-Nasā’ī, Ahmad ibn Syu’aib Abū Abd al-Rahman. Sunan al-Nasā’ī al-Kubra,
(Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1991)
al- Nawawi, ṣahīh muslim bi syarhi nawawi, Tahqiq, Hāzim Muhammad, Kairo:
Dār al- Hadis, 1994.
al-Naisābūry, Muslim ibn Hajjāj Abū al-Hasan al-Qusyairy. al-Jāmi’ al-ṣahīh al-
Musamma ṣahīh Muslim,Beirut: Muasasah al-Risālah, 1980
al-Qarāfī, Abu al-‘Abbās Syihāb al-Dīn Ahmad ibn Idris al-Maliky al-Syahīr bi.
Anwār al-Burūq fī Anwā’ al-Furūq, Maktabah Syamilah, Versi 9_shamela
11 Gb, 2015.
156
al-Qaṭṭān, Mannā’ Khalīl. Studi Ilmu- ilmu Qur’an, Terj. Mudzakir, Jakarta: Litera
AntarNusa, 2010.
al-Qazwīny, ibn Mājah Abū Abdillah Muhammad ibn Yazīd. Sunan ibn Mājah,
Beirut: Muasasah al-Risālah, 1992.
Salīm, Muhammad Ibrāhīm. al-Nisā’ ḥaula Rasūlullah Saw: al-Qudwatul
Hasanah wa al-Uswah al-ṭayyibah li Nisā’il Usrah al-Muslimah (Pdf,
tanpa keterangan)
al-ṣamrani, Aṣ’ad. al-Mar’ah al-Tārikh wa al-ṣari’ah, (Pdf, tanpa keterangan)
Setyosari, Punaji. Metode Penelitian dan Pengembangan, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati, 2001.
-------, Membumikan al-Qur’an, Jakarta: Mizan Pustaka, 2007.
al-Sijistāny, Abū Dāud Sulaimān ibn al-‘Asy’ats ibn Ishāq ibn Basyīr ibn Syaddād
al-Azdy Sunan Abī Dāud. Beirut: Muasasah al-Risālah, 1990.
Subhan, Zaitunah. al-Qur’an dan Perempuan: menuju kesetaraan gender dalam
penafsiran, Jakarta: Prenada Media Grup, 2015.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2016
al-Suhaibani, Abdul Hamid. Para Shahabiyat Nabi SAW, Jakarta: Darul Haq,
2018.
Suma, Muhammad Amin. ulum al-Qur’an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Suqqah, Muhammad Abu. Tahrir al-Mar’ah Fī ‘Asr al-Risālah,(pdf, tanpa
keterangan)
al-Suyūṭy, Jalāl al-Dīn. al-Durru al-Mantsūr fī al-Tafsīrī bi-al-Ma’tsūr,Tahqiq
Abd al-Sanad Yamāmah, Kairo, Markaz Buhūts al-Islamiyah, 2003.
al-Suyuti, Jalāl al-Dīn Abī Abd al-Rahman. Lubāb al-Nuqūl Fī Asbāb al-
Nuzūl,(Beirut: Muassasah al-Kutub al-Tsaqāfiyah, 2002)
al-Tabarī, Muhammad ibn Jarīr ibn Yazid, Abū Ja’far. Jāmi’ al-Bayān Fī Ta’wīl
al-Qur’an, Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, Lebanon, Muassasah al-
Risālah, 1420.
157
-------, Jāmi’ al-Bayān Fī Ta’wīl al-Qur’an, Tahqiq Abdullah ibn Abdul Muhsin
al-Turky, Kairo: Markaz Buhūts wa al-Dirāsāt al-‘Arabiyah al-Islāmiyah,
2001.
al-Tirmidzi, Muhammad ibn Isa ibn Saurah ibn Musa ibn al-Dlahak. sunan al-
Tirmidzi, Beirut: Muasasah al-Risālah, 1999.
Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Jender Prespektif al- Qur’an, Jakarta:
PT. Dian Rakyat, 2015.
Wadud, Amina. Qur’an Menurut Perempuan: Membaca kembali kitab suci
dengan semangat keadilan, Terj. Abdullah Ali, Jakarta: Serambi, 2006.
Yaqub, Ali Mustafa. Islam is not only for muslim, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2015.
-------, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014.
-------, Cerita Dari Maroko, Jakarta: Maktabah Darus Sunnah, 2012.
Yusuf, Husyan Muhammad. ahdzaf al-Usrah fi al-Islam, Kairo: Dār al-I’tiṣam,
1997.
al- Zarkasy, Badr al- Dīn Muhammad ibn Abdullah. al- Burhān fī ulum al-
Qur’an, Tahqiq. Muhammad ibn Fadl Ibrāhīm, Riyadh: Dār ālim al-
Kutub, 2003.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004.
al-Zuhry, Muhammad ibn Sa’d ibn Manī’ Abū Abd illah al-Baṣry. al-ṭabaqāt al-
Kubra, Beirut: Dār ṣādir, T.ti.
Lajnah Pentashih al-Qur’an, Kedudukan dan Peran Perempuan: Tafsir al-Qur’an
Tematik.Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2012.
Jurnal dan Artikel
Abbas, Perempuan dalam Pandangan Agama (Studi Gender dalam Perspektif
Islam), MUWAZAH, Vol. 4, No. 2 Desember 2012.
Abidin, Zainal. Kesetaraan Gender dan Emansipasi Perempuan dalam
Pendidikan Islam. Tarbawiyah, Vol.12, No.01 Januari- Juni 2015.
Balango, Merry. Perubahan Sikap Perempuan terhadap Masalah Menstruasi,
Jurnal Pelangi Baru, Forum Mahasiswa Pascasarjana Gorontalo,
Yogyakarta.
158
Hermawan, Sulhani. Hukum Islam dan Transformasi Sosial Masyarakat Jahiliyah
(Studi Historis Tentang Karakter Egaliter Hukum Islam), PEURADEUN,
Vol. 2, No. 3, September 2014.
Marzuki, Keterlibatan Perempuan dalam Bidang Politik pada Masa Nabi, artikel
teks, tanpa keterangan.
Sodiqin, Ali. Antropologi al-Qur’an: Model Dialektika Wahyu dan Budaya,
Jurnal (Fak. Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga)
Sumbulah, Ummu. Agama dan Keadilan Gender, Jurnal (Fak. Syari’ah UIN
Malang)
Warsito, perempuan dalam ajaran Kristen, Artikel The Smartest, Jumat, 27 April
2012