KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin...

24
149 KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP KEBERLANGSUNGAN DAN KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN SISWA *) CONTRIBUTIONS OF STUDENTS AID PROGRAM TOWARDS SUSTAINABILITY AND CONTINUITY OF STUDENTS’ EDUCATION Philip Suprastowo Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdikbud Gedung E Lantai 19, Jalan Jenderal Sudirman Senayan-JakartaPusat e-mail: [email protected] Naskah diterima tanggal: 14/03/2014; Dikembalikan untuk revisi tanggal: 25/03/2014; Disetujui tanggal: 30/03/2014 Abstract: Students Aid Program is a strategic implementation of the education policy regarding the equity and expansion of access for quality of education for all citizens without exception. This study presents a result of research that aims to figure out the contribution/role of the Program in the sustainability of the school in relation to the Drop out Rate (APS), Class Repetition Rate (AMK), students’ discipline and learning achievement, as well as education sustainability. The research uses survey and descriptive method in 12 sample districts/cities. The sample consists of 144 public schools, consisting of 48 schools from each level (elementary, junior high, and high school). The respondents in this study are school principals, teachers, parents, and students. The result shows that the Students Aid Program: 1) contributes positively towards the decreasing number of Drop out Rates. The Dropout Rates average decreases each year from 1,11% in 2010 to 0,66% in 2011, and 0,46 % in 2012; 2) contributes positively to decrease the Rates of Class Repetition Rate from 0,78% to 0,65% and the latest to 0,64%; 3) improves students’ learning discipline and motivation both in school and at home; 4) improves the students grade to 0,39 point in subjects tested in national examination (Indonesian Language, Math, and English). However, it is found that the Program has not been systematically oriented towards the students’ educational sustainability. Keyword: poverty, students aid, sustainability, continuity of education Abstrak: Bantuan siswa miskin (BSM) merupakan salah satu strategi implementasi kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan yang bermutu bagi semua warga negara tanpa kecuali. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi BSM terhadap keberlangsungan sekolah yang terkait dengan Angka Putus Sekolah (APS), Angka Mengulang Kelas (AMK), disiplin dan prestasi belajar serta keberlanjutan pendidikan. Penelitian dilakukan dengan survei dan descriptive research di 12 kabupaten/kota sampel. Satuan pendidikan yang diteliti sebanyak 144 sekolah negeri, masing-masing 48 SD, SMP, dan SMA, serta melibatkan responden kepala sekolah, guru, orangtua masing-masing 144 responden dan 576 siswa. Hasil penelitian mene- mukan bahwa BSM: 1) berkontribusi positif terhadap rendahnya APS, bahkan menurunkan dari rata-rata 1,11% pada tahun 2010 menjadi 0,66% di tahun 2011, dan pada tahun 2012 turun lebih rendah lagi menjadi 0,46%; 2) menekan rendahnya AMK, dari 0,78% menjadi 0,65%, dan 0,64% (berturut-turut pada tahun 2010, 2011 dan 2012); 3) meningkatkan disiplin dan motivasi belajar, baik di sekolah maupun di rumah; 4) berkontribusi meningkatkan nilai hasil belajar sampai 0,39 poin pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris (diujikan secara nasional-UN/USBN); namun, diketahui bahwa BSM belum diorientasikan secara sistematis untuk keberlanjutan pendidikan siswa. Kata kunci: kemiskinan, bantuan siswa, keberlangsungan, keberlanjutan pendidikan *) Artikel ini merupakan pengembangan dari bagian kajian Efektivitas Subsidi Siswa yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdikbud tahun 2013. Penulis sebagai ketua Tim dalam kegiatan tersebut.

Transcript of KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin...

Page 1: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

149

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKINTERHADAP KEBERLANGSUNGAN DAN KEBERLANJUTAN PENDIDIKAN SISWA*)

CONTRIBUTIONS OF STUDENTS AID PROGRAM TOWARDS SUSTAINABILITY AND CONTINUITY OF STUDENTS’ EDUCATION

Philip SuprastowoPusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdikbud

Gedung E Lantai 19, Jalan Jenderal Sudirman Senayan-JakartaPusat e-mail: [email protected]

Naskah diterima tanggal: 14/03/2014; Dikembalikan untuk revisi tanggal: 25/03/2014; Disetujui tanggal: 30/03/2014

Abstract: Students Aid Program is a strategic implementation of the education policy regardingthe equity and expansion of access for quality of education for all citizens without exception.This study presents a result of research that aims to figure out the contribution/role of theProgram in the sustainability of the school in relation to the Drop out Rate (APS), Class RepetitionRate (AMK), students’ discipline and learning achievement, as well as education sustainability.The research uses survey and descriptive method in 12 sample districts/cities. The sampleconsists of 144 public schools, consisting of 48 schools from each level (elementary, juniorhigh, and high school). The respondents in this study are school principals, teachers, parents,and students. The result shows that the Students Aid Program: 1) contributes positively towardsthe decreasing number of Drop out Rates. The Dropout Rates average decreases each yearfrom 1,11% in 2010 to 0,66% in 2011, and 0,46 % in 2012; 2) contributes positively to decreasethe Rates of Class Repetition Rate from 0,78% to 0,65% and the latest to 0,64%; 3) improvesstudents’ learning discipline and motivation both in school and at home; 4) improves the studentsgrade to 0,39 point in subjects tested in national examination (Indonesian Language, Math, andEnglish). However, it is found that the Program has not been systematically oriented towardsthe students’ educational sustainability.

Keyword: poverty, students aid, sustainability, continuity of education

Abstrak: Bantuan siswa miskin (BSM) merupakan salah satu strategi implementasi kebijakanpemerataan dan perluasan akses pendidikan yang bermutu bagi semua warga negara tanpakecuali. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi BSM terhadap keberlangsungan sekolahyang terkait dengan Angka Putus Sekolah (APS), Angka Mengulang Kelas (AMK), disiplin danprestasi belajar serta keberlanjutan pendidikan. Penelitian dilakukan dengan survei dandescriptive research di 12 kabupaten/kota sampel. Satuan pendidikan yang diteliti sebanyak144 sekolah negeri, masing-masing 48 SD, SMP, dan SMA, serta melibatkan responden kepalasekolah, guru, orangtua masing-masing 144 responden dan 576 siswa. Hasil penelitian mene-mukan bahwa BSM: 1) berkontribusi positif terhadap rendahnya APS, bahkan menurunkan darirata-rata 1,11% pada tahun 2010 menjadi 0,66% di tahun 2011, dan pada tahun 2012 turunlebih rendah lagi menjadi 0,46%; 2) menekan rendahnya AMK, dari 0,78% menjadi 0,65%, dan0,64% (berturut-turut pada tahun 2010, 2011 dan 2012); 3) meningkatkan disiplin dan motivasibelajar, baik di sekolah maupun di rumah; 4) berkontribusi meningkatkan nilai hasil belajarsampai 0,39 poin pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris(diujikan secara nasional-UN/USBN); namun, diketahui bahwa BSM belum diorientasikan secarasistematis untuk keberlanjutan pendidikan siswa.

Kata kunci: kemiskinan, bantuan siswa, keberlangsungan, keberlanjutan pendidikan

*) Artikel ini merupakan pengembangan dari bagian kajian Efektivitas Subsidi Siswa yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdikbudtahun 2013. Penulis sebagai ketua Tim dalam kegiatan tersebut.

Page 2: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

150

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

PendahuluanPemerintah berkewajiban untuk memenuhi haksetiap warga negara dalam memperoleh layananpendidikan guna meningkatkan kualitas hidupbangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan olehUUD Republik Indonesia Tahun 1945 yangmewajibkan Pemerintah bertanggung jawabdalam mencerdaskan kehidupan bangsa danmenciptakan kesejahteraan umum (UUDRI, 1945).Oleh sebab itu, setiap warga negara Indonesiaberhak memperoleh pendidikan yang bermutusesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinyatanpa memandang status sosial, ekonomi, suku,etnis, agama, dan gender. Untuk mewujudkannyapemerintah mencanangkan kebijakan pemerataandan perluasan akses pendidikan yang diarahkanpada tersedia dan terjangkaunya layananpendidikan yang bermutu, relevan, dan ber-kesetaraan di semua provinsi, kabupaten, dankota yang dilakukan, antara lain melalui strategipemberian subsidi (Kemdiknas, 2010). Pemberiansubsidi atau bantuan kepada siswa merupakansalah satu kebijakan penting yang menjadipenjaminan mutu (quality assurance) pendidikan,terutama menjamin pemberian akses pendidikanyang luas dan bermutu bagi semua kelompokmasyarakat yang menjangkau masyarakat miskin,tinggal di daerah terpencil, daerah konflik, danpenyandang cacat. Keberpihakan kepada masya-rakat miskin dan kelompok masyarakat yanglemah secara ekonomi tersebut, dilakukan dengancara menghilangkan hambatan biaya (cost barrier)pendidikan, serta terciptanya peluang dan ke-sempatan yang lebih besar bagi siswa untuk tetapterus bersekolah (Dirjen Dikdasmen, 2010).

Kebijakan pemberian subsidi kepada siswamiskin tersebut strategis mengingat siswa yangberasal dari keluarga miskin ditengarai rawanterhadap terjadinya putus sekolah dan mengulangkelas. Indikasinya tampak dari hasil Susenastahun 2011 (TNP2K, 2012) yang mengungkapkanbahwa terjadinya putus sekolah sebagian besar(75%) disebabkan oleh alasan ekonomi, yaitukarena tidak memiliki biaya (67%) dan karenaanak harus bekerja (9%). Kendati pemerintahsecara bertahap telah membebaskan seluruhbeban biaya operasi satuan pendidikan menujupendidikan dasar bebas biaya, namun masihbanyak keluarga miskin yang tidak mampu

memenuhi biaya pribadi yang harus dikeluarkanoleh siswa, seperti untuk biaya transport,seragam, perlengkapan sekolah dan lain-lain.Kondisi tersebut jelas menunjukkan bahwapenduduk miskin tidak akan mampu menjangkaupendidikan jika tidak dibantu subsidi olehpemerintah. Keadaan tersebut akan berdampakpada menurunnya angka partisipasi pendidikanpenduduk miskin, terutama disebabkan olehbanyaknya siswa putus sekolah dan angka tidakmelanjutkan hingga jenjang pendidikan mene-ngah. Oleh sebab itu, diharapkan pemberiansubsidi kepada siswa miskin dapat efektif agarsiswa tetap bersekolah dan melanjutkan pen-didikannya tanpa dihalangi oleh masalah ekonomi.Langkah tersebut tampaknya tepat, mengingathasil studi Baines (1999) menemukan bahwabantuan finansial kepada siswa menunjukkanpengaruh positif terhadap menurunnya angkaputus sekolah (APS) hingga mencapai 2%. BahkanHemasaputri (2010) yang melakukan studi diPacitan Jawa Timur, menemukan adanyapengaruh positif subsidi siswa miskin terhadapprestasi belajar siswa. Oleh sebab itu, Pemerintahterus berupaya memberikan subsidi kepada siswamiskin guna mengurangi APS. Data APS PusatData dan Statistik Pendidikan (Kemdikbud, 2012)menunjukkan dari tahun ke tahun cenderungterjadi penurunan (Tabel 1). Kendati demikian,fakta tersebut belum sesuai dengan APS yang di-harapkan. Pada tahun 2011 APS pada jenjang SDdan SMP, sebesar 1,61% dan 1,80%. Besaranpersentase tersebut belum dapat memenuhisasaran APS yang ditargetkan oleh Pemerintah,sesuai dengan Renstra Kemdiknas 2010-2014pada tahun 2011, yakni SD sebesar 1,1% dan SMPsebesar 1,6%. Ini menunjukkan bahwa masihterjadi kesenjangan antara APS yang ditergetkanoleh Pemerintah dengan kenyataan fakta dilapangan yang belum mencapai hasi l yangdiharapkan.

Angka putus sekolah memiliki hubungan yangerat dengan angka partisipasi pendidikan.Besarnya APS memberikan kontribusi terhadapangka partisipasi pendidikan. Ini ditunjukkan padatahun 2011, rata-rata angka partisipasi murni(APM) SD sebesar 95,41%, angka partisipasi kasar(APK) SMP sebesar 98,2% (Direktorat JenderalPendidikan Dasar, 2012) dan APK Sekolah

Page 3: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

151

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

Menengah 76,40%. Angka tersebut masih belumbisa memenuhi sasaran yang ditargetkan olehpemerintah, sebagaimana yang diharapkan dalamRenstra Kemdikbud 2010-2014. Misalnya, padatahun 2011 sasaran APK SMP 79,53% dan sekolahmenengah 77,10%. Masalah krusial lain yangmasih perlu mendapatkan perhatian untukditangani, yaitu terjadinya disparitas angkapartisipasi pendidikan antarwilayah. Rata-rataangka partisipasi pendidikan di tingkat pendidikandasar dan menengah di wilayah timur Indonesiasebagian besar berada di bawah rata-rata angkapartisipasi pendidikan nasional, dan jauh lebihrendah dari provinsi lain di bagian barat. Secaranasional, disparitas di tingkat sekolah menengahantarkabupaten/kota juga masih tinggi, yaknisebesar 29,0% (Kemdiknas, 2010).

Menyikapi masih tingginya APS dan per-masalahan disparitas APK dan APM, MenteriPendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013mencanangkan dimulainya Gerakan Anti PutusSekolah. Gerakan ini penting mengingat padatahun 2012 terdapat tidak kurang dari 1,5 jutaanak tidak dapat sekolah dan melanjutkan studi

ke jenjang pendidikan yang lebih t inggi.Treatment yang ditawarkan untuk menekan angkaputus sekolah, selain memperbaiki mekanismepenyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS),juga memberikan bantuan kepada siswa miskin.Pada saat ini tercatat telah ada sebanyak 8 jutaanak penerima subsidi siswa miskin dengan totalanggaran sekitar Rp4 triliun dari siswa SD hinggaSMA yang telah menerima subsidi, namun jumlahtersebut belum dapat menjangkau seluruh siswamiskin yang berada di satuan pendidikan tersebut(Koran Pendidikan Kemdikbud, 2013).

Jumlah anggaran subsidi siswa pada tahun2013 tersebut jauh lebih besar jika dibandingkandengan subsidi tahun 2012 yang total ang-garannya Rp2.816.529.200.000 dengan jumlahpenerima subsidi sebanyak 5.753.860 siswa. Darijumlah tersebut, alokasi terbesar disalurkan padajenjang pendidikan sekolah dasar dengan jumlahsebesar Rp1.270.909.800.000 dan jumlah siswapenerima sebanyak 3.530.305 siswa. Rincianalokasi Penerima Subsidi Siswa Miskin (SSM)melalui Alokasi APBN tersaji pada Tabel 2.

Tabel 1 Perkembangan APS Tahun 2006/2007 - 2010/2011

Tingkatan dan 2006/07-07/08 2007/08-08/09 2008/09-09/10 2009/10-10/11

Jenis Sekolah Jumlah persen Jumlah persen Jumlah persen Jumlah persen

Sekolah Dasar 475,145 1.81 437,608 1.64 445,075 1.65 439,033 1.61 Sekolah Menengah Pertama 332,824 3.94 214,775 2.49 185,331 2.06 166,328 1.80 Sekolah Menengah : 160,618 2.68 235,744 3.63 296,901 4.27 240,915 3.32 - Sekolah Menengah Atas 127,720 3.56 141,712 3.77 126,069 3.27 142,275 3.61 - Sekolah Menengah

Kejuruan 32,898 4.17 94,032 1.37 170,832 3.50 98,640 2.97

Sumber: Pusat Data dan Statistik Pendidikan Kemdikbud (2012)

Tabel 2 Kuota Penerima Subsidi Siswa Miskin melalui Alokasi APBN Kementerian Pendidikan danKebudayaan Tahun 2010 – 2012

No Jenjang Pendidikan 2010 2011 2012

Jumlah Siswa

Alokasi APBN (Rp 000)

Jumlah Siswa

Alokasi APBN (Rp 000)

Jumlah Siswa

Alokasi APBN (Rp 000)

1 SD 2.277.039 819.734.040 2.040.000 734.400.000 3.530.305 1.270.909.800

2 SMP 591.129 325.120.950 998.212 549.016.600 1.295.450 712.497.500 3 SMA

613.967 478.894.260 306.124 238.776.720 505.29 39.412.620

4 SMK 617.576 481.709.280 5 PTN/PTU/UT 641.069 769.282.800 260 312.000.000 260 312.000.000

Total 4.123.204 2.393.032.050 3.604.336 1.834.193.320 5.753.860 2.816.529.200 Sumber: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K, 2012)

Page 4: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

152

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

Pada tahun 2012 besarnya dana SSM yangdiberikan kepada siswa SD yang miskin sebesarRp360.000 per siswa per tahun, siswa SMPsebesar Rp550.000 dan siswa SMA sebesarRp780.000 per siswa per tahun. Besarnya subsidiyang diterima siswa tersebut masih dirasakanbelum dapat mengatasi kebutuhan biaya personalsiswa, sehingga Pemerintah pada tahun 2013merencanakan menaikkan dana subsidi yanglebih besar dari tahun 2012, yaitu untuk siswaSD naik menjadi Rp450.000/anak/tahun, untukSMP Rp750.000/anak/tahun, dan untuk SMA/SMKRp1.000.000/anak/tahun. Subsidi tersebut di-tujukan untuk menutupi biaya pribadi siswaseperti uang transpor, biaya seragam, perleng-kapan sekolah dan lain-lain. Pada saat iniKemdikbud sedang mengintegrasikan datapenerima SSM dari SD, SMP, dan SMA untukmerancang keberlangsungan belajar bagi siswamiskin hingga Perguruan Tinggi (Kemdikbud,2012). Peningkatan pemberian subsidi siswamiskin tersebut didasarkan pada hasil evaluasiyang mengindikasi jumlah subsidi yang telahdiberikan tersebut belum dapat menutup bebanbiaya pribadi siswa. Bank Dunia (dalam TNP2K,2012) menemukan bahwa satuan biaya SSMdiketahui belum dapat mencakup seluruh biayapribadi pendidikan siswa miskin.

Program pemberian subsidi kepada siswamiskin semakin ditingkatkan, baik dari segi jumlahpenerima maupun besaran dana per siswa.Kebijakan ini ditempuh sebagai quality assurance,terutama untuk menjamin siswa miskin tetapbersekolah, mampu melanjutkan pendidikan dijenjang yang lebih tinggi, bahkan dengan prestasiyang tinggi. Pelaksanaan program subsidi siswadapat dinilai berhasil manakala program tersebutmencapai sasaran serta berdampak posit ifsebagaimana direncanakan, yakni terwujudnyakebijakan pemerataan dan perluasan aksespendidikan yang bermutu, agar siswa mampumenyelesaikan pendidikan dan berpeluangmelanjutkan pendidikan. Namun, hingga saat inibelum dipahami secara komprehensif apakahprogram tersebut telah berkontribusi terhadappeningkatan pemerataan dan perluasan aksespendidikan yang bermutu?

Dalam konteks tersebut studi ini mengkajipermasalahan yang secara spesifik dirumuskan

dalam pertanyaan penelitian, yakni: “bagai-manakah bantuan siswa miskin (BSM) berkon-tribusi terhadap keberlangsungan belajar siswamencakup angka putus sekolah (APS), angkamengulang kelas (AMK), disiplin dan motivasi,prestasi belajar siswa; serta keberlanjutanpendidikan siswa?” Konkruen dengan perma-salahan tersebut, tujuan kajian ini adalah untukmengetahui kontribusi BSM terhadap: 1) ke-berlangsungan pendidikan siswa terkait denganAPS, AMK, disiplin dan motivasi belajar, prestasibelajar siswa; serta 2) keberlanjutan pendidikansiswa; sekaligus menemukan alternatif sarankebijakan tentang strategi implementasi programBSM yang lebih baik di masa depan.

Kajian LiteraturBagian berikut mengkaji konsep komponenpenting terkait dengan studi ini, antara laintentang kemiskinan, BSM dan pendanaan pen-didikan, kontribusi, quality assurance, efisiensipendidikan, keberlangsungan serta keberlanjutanpendidikan siswa dan konstelasinya terhadapaspek lainnya yang relevan dengan kajian ini.

KemiskinanKemiskinan didefinisikan oleh Suparlan (1995)sebagai suatu standar hidup yang rendah, yaituadanya suatu tingkat kekurangan materi padasejumlah atau golongan orang dibandingkandengan standar kehidupan yang umum berlakupada masyarakat yang bersangkutan. BadanPerencanaan Pembangunan Nasional (1993)memberikan definisi dengan perspektif bahwakemiskinan adalah “suatu situasi serba keku-rangan yang terjadi bukan karena dikehendakioleh si miskin, melainkan karena tidak dapatdihindari dengan kekurangan yang apa adanya”.Konsep kemiskinan lebih lanjut diartikan sebagaiketidakmampuan seseorang dalam memenuhikebutuhan hidupnya yang diartikan secara relatifsesuai dengan persepsi dirinya. Kebutuhan yangtidak dapat dipenuhi tersebut mencakup berbagaiaspek, baik kebutuhan ekonomi, sosial, politik,emosional maupun spiritual. Konsep kemiskinandikemukakan secara lebih operasional oleh BPS(2012), yakni kemampuan seseorang ataurumahtangga untuk memenuhi kebutuhan dasarbaik untuk makanan maupun nonmakanan.

Page 5: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

153

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

Seseorang atau rumahtangga dikatakan miskinbila kebidupannya dalam kondisi serba keku-rangan, sehingga tidak mampu memenuhikebutuhan dasarnya. Batas kebutuhan dasarminimal dinyatakan melalui ukuran garis ke-miskinan yang disertakan dengan jumlah rupiahyang dibutuhkan. Selanjutnya, dalam mengkajipengukuran kemiskinan sedikitnya terdapatsembilan dimensi kemiskinan yang perlu di-pertimbangkan, yakni: ketidakmampuan me-menuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang danperumahan); aksesibilitas yang rendah terhadapkebutuhan dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,sanitasi yang baik, air bersih, dan transportasi);lemahnya kemampuan untuk melakukan akumulasikapital; rentan terhadap faktor goncangan, faktoreksternal yang bersifat individual maupun masal;rendahnya kualitas sumber daya manusia danpenguasaan sumber daya alam; ketidakterlibatandalam kegiatan sosial kemasyarakatan; ter-batasnya akses terhadap kesempatan kerjasecara berkelanjutan; ketidakmampuan untukberusaha karena cacat fisik maupun mental, sertaketidakmampuan dan ketidakberuntungan secarasosial. Pendekatan utama, antara lain: pen-dekatan kebutuhan dasar (basic needs approach)dan pendekatan pendapatan (income approach).Sampai saat ini batas garis kemiskinan didasarkanpada data konsumsi dan pengeluaran komoditaspangan dan nonpangan. Komoditas pangan ter-pilih terdiri atas 52 macam, sedangkan komoditasnonpangan terdiri atas 27 jenis untuk kota dan26 jenis untuk desa.

Garis kemiskinan yang telah ditetapkan BPSdari tahun ketahun mengalami perubahan. Jikamengacu pada parameter BPS yang menghitungkemiskinan berdasarkan kemampuan konsumsi,garis kemiskinan nasional adalah Rp211.726 perkapita per bulan (BPS, 2010). Sementara itu, jikamenggunakan parameter Bank Dunia yangmenghitung kemiskinan berdasarkan pendapatan,maka standar garis kemiskinan adalah US$ 1sampai dengan US$ 2 perkapita perhari atausekitar Rp300.000 sampai dengan Rp600.000perbulan (World Bank, 2008). Oleh karena datayang dihimpun dari studi ini adalah datapendapatan, maka perbandingannya hanya bisadilakukan dengan parameter yang digunakan olehBank Dunia. Dalam konteks pendidikan, Harniati

(2010) mengemukakan bahwa kemiskinan me-rupakan ketidakmampuan ekonomis seseorangdalam memenuhi kebutuhan dasarnya, salahsatunya untuk mengakses pendidikan. Keter-batasan dan kemampuan warga terhadap aksespendidikan dapat digunakan untuk mengukurtingkat kemiskinan yang dialami seseorang atausekelompok.

Subsidi/Bantuan Siswa Miskin (BSM) danPendanaan PendidikanTerkait dengan BSM, bagaimana pendidikan dapatmengentaskan kemiskinan? Pemerintah telahmengimplementasikan kebijakan pendidikandengan skema dan langkah, antara lain melaluisubsidi untuk warga miskin agar mereka tetapbersekolah. Pemberian subsidi/bantuan kepadasiswa miskin merupakan salah satu intervensikebijakan pendidikan yang bersifat afirmatif.Subsidi adalah suatu bentuk bantuan pemba-yaran tunai yang diberikan pemerintah kepadabadan usaha maupun warga masyarakat dengantujuan menyejahterakan atau tercapainya kondisimasyarakat yang lebih baik (Patriadi dan Handoko,2005). Bantuan Siswa Miskin (BSM) merupakansubsidi uang tunai dari Pemerintah kepada siswamiskin dengan cara menanggung sebagian biayapribadi pendidikan siswa, seperti pembeliansepatu, transportasi, dan baju seragam agarsiswa dapat terus melanjutkan pendidikan.Bentuk subsidi ini sebagai salah satu skemapembiayaan pendidikan yang bersifat social charitybagi kelompok masyarakat yang rentan dalamkelangsungannya memperoleh pelayanan pen-didikan. Pemberian subsidi siswa miskin meru-pakan kebijakan publik dalam rangka perluasanakses pendidikan yang bermutu bagi semuawarga negara tanpa kecuali. Masih tingginyaangka putus sekolah dan tidak dapat melanjutkanpendidikan itu lebih banyak bersumber padapersoalan ekonomi, karena banyak di antaraanak-anak usia sekolah dasar itu berasal darikeluarga miskin. Kenaikan biaya pendidikansemakin sulit diatasi oleh kemampuan penyediaandana pemerintah maupun masyarakat. Pening-katan biaya itu mengancam akses dan mutupelayanan pendidikan dan karenanya harus dicarisolusi untuk mengatasi masalah pembiayaanpendidikan ini. Pada jenjang pendidikan dasar,

Page 6: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

154

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mem-berikan bantuan subsidi siswa miskin melaluiprogram BSM SD dan SMP. Pemberian bantuanbertujuan tersebut memberikan layanan pen-didikan bagi penduduk miskin untuk dapatmemenuhi kebutuhannya di bidang pendidikan,agar siswa yang orangtuanya tidak mampu/miskintersebut dapat tetap memperoleh pendidikan. Halini juga dalam rangka mendukung pencapaianWajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahunsebagaimana diamanatkan dalam PeraturanPemerintah RI Nomor 47 tahun 2008 tentangPendanaan Pendidikan. Tujuan BSM, baik disatuan pendidikan dasar maupun menengah ialahuntuk mengurangi halangan pendidikan karenamasalah biaya (cost barrier), mencegah terjadinyaputus sekolah dan mengulang kelas (mengurangiAPS dan AMK), memberikan kesempatan kepadasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjangyang lebih tinggi, mendukung terwujudnyapenuntasan Wajar 9 tahun dan terwujudnyakebijakan Pendidikan Menengah Universal/PMU.Penerima BSM, yaitu siswa dari keluarga miskinyang orang tuanya tidak mampu membiayaipendidikan (dibuktikan dengan surat keteranganmiskin dan atau PKH, yatim dan/atau piatu,orangtua terkena musibah/PHK), memiliki saudarayang masih sekolah lebih dari tiga orang, siswaberpotensi putus sekolah atau mengulang kelas,berkepribadian baik, dan siswa berpotensi/pandai(Dirjen Mandikdasmen 2010, Depkeu, 2012 danDirjen Dikmen, 2012).

Pendanaan PendidikanBiaya pribadi siswa dalam konsep pendanaanpendidikan merupakan salah satu bagian dariberbagai jenis pembiayaan pendidikan. PeraturanPemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 1ayat 4 memberikan pengertian bahwa pendanaanpendidikan adalah penyediaan sumber dayakeuangan yang diperlukan untuk penyeleng-garaan dan pengelolaan pendidikan. Di dalamperaturan tersebut pada Pasal 3 ayat 1 disebutkanbahwa terdapat tiga jenis biaya pendidikan yangmeliputi: 1) biaya satuan pendidikan, 2) pe-nyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendi-dikan, dan 3) biaya pribadi peserta didik. Adapunjenis biaya satuan pendidikan tersebut mencakup

biaya investasi yang terdiri atas biaya investasilahan, nonlahan pendidikan, dan biaya operasiyang terdiri atas biaya personalia sertanonpersonalia, bantuan biaya pendidikan, danbeasiswa. Terkait dengan peraturan tersebut,BSM merupakan bagian dari jenis pembiayaanpendidikan, yakni biaya pribadi peserta didikyang berupa subsidi Pemerintah kepada siswamiskin dengan cara membantu sebagian biayapribadi pendidikan siswa untuk keperluan biayatransportasi, baju seragam dan sepatu serta uangsaku agar siswa dapat terus melanjutkanpendidikan. Kebijakan pemberian subsidi daripemerintah kepada siswa miskin ini sesuai denganamanat yang tertera pada Pasal 27 yang me-nyebutkan Pemerintah dan pemerintah daerahsesuai kewenangannya memberi bantuan biayapendidikan atau beasiswa kepada peserta didikyang orangtua atau walinya tidak mampumembiayai pendidikannya. Lebih lanjut pada pasal28 ditegaskan bahwa bantuan biaya pendidikantersebut mencakup sebagian atau seluruh biayapendidikan yang harus ditanggung peserta didik,termasuk biaya pribadi peserta didik. Pemerintahberkewajiban memberikan bantuan biaya pribadipeserta didik, kendati jenis biaya tersebutsebenarnya merupakan tanggung jawab orangtua, dan/atau wali peserta didik sebagaimanadiatur dalam Pasal 47 peraturan Pemerintahtersebut. Kebijakan pemerintah memberikansubsidi melalui program BSM memang ditujukankhusus bagi siswa yang tidak mampu agar tetapdapat melangsungkan pendidikannya tanpadihambat faktor ekonomi, bahkan dapat melan-jutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggidengan prestasi terbaik, sebagaimana dijelaskandalam uraian berikut.

Keberlangsungan dan KeberlanjutanPendidikanSubsidi siswa miskin ditujukan agar siswa tetapmempertahankan keberlangsungan pendidi-kannya. Keberlangsungan pendidikan siswamerupakan kondisi siswa untuk dapat bertahandan tetap belajar di sekolahnya sampai selesaiserta lulus tanpa ada hambatan mengulang kelasatau putus sekolah, bahkan memiliki motivasi dandisiplin belajar serta berprestasi. Muchlisoh danSweeting (dalam Balitbang Depdiknas, 2004)

Page 7: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

155

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

mendefinisikan siswa putus sekolah adalah siswayang tidak menyelesaikan masa pendidikan danoleh karena itu tidak memiliki ijazah pada jenjangpendidikannya. Jadi, meskipun seorang siswakeluar dari sekolah tertentu tanpa pemberitahuantetapi bersekolah di tempat lain tidak dapatdikategorikan sebagai siswa yang putus sekolah.Lebih spesifik Gunawan (2010) memberikanpengertian bahwa putus sekolah merupakanpredikat yang diberikan kepada mantan pesertadidik yang tidak mampu menyelesaikan suatujenjang pendidikan, sehingga tidak dapat me-lanjutkan studinya ke jenjang pendidikanberikutnya. Adapun pengertian mengulang kelasadalah keadaan siswa pada saat kenaikan kelastetap tinggal kelas dan harus kembali mengulangkegiatan belajar selama satu tahun ajaran sampaikenaikan kelas pada tahun berikutnya. APS danAMK dihitung dari persentasi jumlah siswa yangputus sekolah atau mengulang kelas dibagidengan seluruh jumlah siswa yang putus sekolahatau mengulang kelas dikalikan 100%. BesarnyaAPS dan AMK tersebut berkaitan erat denganefisiensi pendidikan, terlebih lagi bila dikaitkandengan angka kelulusan siswa pada satuanpendidikan, sebagaimana disampaikan padakajian efisiensi pendidikan berikut ini.

Efisiensi PendidikanSuryadi (1995) mengemukakan bahwa tingginyaAMK dan APS pada satuan pendidikan akanberdampak negatif terhadap biaya pendidikankarena menjadi tidak efisien serta terjadipemborosan. Investasi dana pendidikan yangtelah dikeluarkan oleh pemerintah, masyarakatmaupun orangtua menjadi kurang berdaya gunaserta terbuang percuma. Hal tersebut didasarkanpada pemahaman tentang konsep efisiensisebagaimana dikemukakan oleh Windham (dalamSuryadi, 1999) yang mengemukakan bahwaefisiensi adalah sebagai suatu keadaan yangmenunjukkan bahwa tingkat keluaran secaraoptimal dapat dihasilkan dengan menggunakankomposisi masukan yang minimal atau meme-lihara suatu tingkat keluaran tertentu dengantingkat masukan yang tidak berubah atau yanglebih rendah. Terkait langsung dengan pendidikan,Harsono (2007) mengemukakan bahwa pelak-sanaan proses pendidikan yang efisien adalah

apabila pendayagunaan sumber daya sepertiwaktu, tenaga dan biaya tepat sasaran denganlulusan dan produkt ivitas pendidikan yangoptimal. Konsep efisiensi dikemukakan Fattah(2009) terkait dengan pengertian dan jenisefisiensi serta gambaran perhitungannya. Efisiensidigambarkan sebagai hubungan antara input danoutput; dan suatu sistem dinilai efisien jikaditunjukkan oleh keluaran yang lebih untuksumber masukan. Di dalam sistem pendidikanterdapat dua jenis efisiensi, yaitu efisiensi internaldan efisiensi eksternal. Suatu sistem memilikiefisiensi internal jika dengan biaya minimum dapatmenghasilkan output yang diharapkan, ataudengan input tertentu dapat memaksimalkanoutput yang diharapkan. Beberapa cara yangdapat dilakukan untuk mengukur efisiensi internal,antara lain melalui data/informasi rata-rata lamabelajar dan Input-Output Ratio. Rata-rata lamabelajar dapat diketahui dari penggunaan waktubelajar lulusan dengan metode mencari statistikkohort (kelompok belajar) dengan cara meng-hitung jumlah waktu yang dihabiskan lulusandalam suatu kohort dibagi dengan jumlah lulusandalam kohort tersebut. Adapun Input-Output Ratiomerupakan perbandingan antara murid yang lulusdengan murid yang masuk dengan memper-hatikan waktu yang seharusnya ditentukan untuklulus, atau membendingkan antara t ingkatmasukan dengan tingkat keluaran. Indikatorefisiensi internal yang biasa digunakan (Puslitjak,2005), yakni angka putus sekolah (APS) atau(Drop-out/DO), angka mengulang kelas (AMK), danangka kelulusan (AK). Indikator tersebut pentingdalam memperoleh tingkat efisien. Aspek efisiensiinternal dari suatu sekolah bukan hanya ber-gantung pada karakteristik administratif,melainkan pemberian rangsangan yang dapatmemotivasi perilaku siswa, guru dan kepalasekolah. Efisiensi biaya pendidikan hanya akanditentukan oleh ketepatan di dalam menda-yagunakan anggaran pendidikan dengan mem-berikan prioritas pada faktor-faktor inputpendidikan yang dapat memacu pencapaianprestasi belajar siswa. Dengan demikian untukmengetahui efisiensi biaya pendidikan biasanyadigunakan metode analisis keefektifan biaya yangmemperhitungkan besarnya kontribusi setiapmasukan pendidikan terhadap efekt ivitas

Page 8: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

156

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

pencapaian tujuan pendidikan atau prestasibelajar. Subsidi kepada siswa diharapkan dapatmeningkatkan efisiensi pendidikan, karenadengan bantuan dana kepada siswa miskin akanmeningkatkan keberlangsungan belajar siswa,bahkan mendorongnya untuk melanjutkan kejenjang pendidikan berikutnya. Selanjutnyatentang efisiensi eksternal; Fattah (2009)mengemukakan bahwa pemahaman efisensieksternal sering dihubungkan dengan metode costbenefit analysis, yaitu rasio antara keuntunganfinasial sebagai hasil pendidikan dengan seluruhbiaya yang dikeluarkan untuk pendidikan. Secarakonseptual efisiensi eksternal biasanya dikaitkandengan analisis keuntungan atas investasipendidikan dari pembentukan kemampuan, sikap,keterampilan. Dalam memeperhitungkan investasitersebut ada dua hal yang penting, yaitu meng-hasilkan kemampuan yang memiliki nilai ekonomidan nilai guna dari kemampuan tersebut. Analisisefisiensi ekternal berguna untuk menentukankebijakan dalam pengalokasian biaya pendidikan.Selain itu, juga merupakan indikasi pengakuansosial terhadap mutu lulusan atau hasilpendidikan.

Lebih dari itu, tingginya APS dan AMK jugaberdampak pada terhambatnya kebijakan Wajar9 Tahun, bahkan menyulitkan implementasi Pendi-dikan Menengah Universal (PMU) sebagai wujuddari Wajib Belajar 12 Tahun yang saat ini sedangdicanangkan. Putus sekolah dan mengulang kelasbisa terjadi karena faktor internal dan eksternalsekolah. Penyelenggaraan pendidikan di sekolahseperti kurikulum dan sistem ujian yang tidakmemadai, rendahnya pendidikan guru, kelangkaanbuku teks, dan sarana pendidikan lainnya, sertarasio murid-kelas yang terlalu tinggi merupakanfaktor internal; sedangkan faktor eksternal adalahberbagai faktor di luar lingkup pengelolaansekolah. Menurut BPS (2010) penyebab utamaanak sampai mengalami putus sekolah yaitukarena kurangnya kesadaran orangtua akanpentingnya pendidikan anak, keterbatasanekonomi/tidak ada biaya, keadaan geografis yangkurang menguntungkan, keterbatasan aksesmenuju ke sekolah, karena sekolah jauh atauminimnya fasilitas pendidikan. Diharapkan programBSM dapat mengeliminir hambatan ekonomi siswauntuk tetap bersekolah dan melanjutkan

pendidikan dengan prestasi yang baik. Prestasibelajar di sini dimaksudkan sebagaimana di-kemukakan oleh Tu’u (2004) yakni hasil belajaryang diperoleh siswa berupa suatu nilai darikegiatan pembelajaran di sekolah yang bersifatkognitif yang ditentukan melalui pengukuran danpenilaian waktu atau masa tertentu.

Subsidi kepada siswa miskin diharapkandapat mendorong siswa untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebutakan mendorong angka transisi yang mem-perlihatkan besarnya angka lulusan pada satuanpendidikan pada jenjang tertentu dibandingdengan besarnya siswa yang diterima danbersekolah pada satuan pendidikan pada jenjangberikutnya, sekaligus akan berpengaruh terhadapAPK dan APM (Depdiknas, 2002 dan Puslit, 2005).Angka Partisipasi Kasar (APK) mengindikasikanpartisipasi penduduk yang sedang mengenyampendidikan sesuai jenjang pendidikannya. APKmerupakan proporsi jumlah penduduk yangsedang bersekolah pada suatu jenjang pen-didikan terhadap jumlah penduduk usia sekolahyang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut.Nilai APK bisa lebih dari 100 persen karenapopulasi murid yang bersekolah pada suatujenjang pendidikan mancakup anak di luar batasusia sekolah pada jenjang pendidikan yangbersangkutan. Dalam penelitian, kelompok APKSD/MI usia 7-12, APK SLTP/MTs usia 13-15 tahun,dan APK SLTA/MA usia 16-18 tahun dikelompokkanmenjadi satu. APK (misalnya SD) dihitungmenggunakan rumus (BPS, 2010):

%100x12P

PMI/SDAPK

7

MI/SD

Adapun Angka Partisipasi Murni (APM)merupakan proporsi jumlah anak pada kelompokusia sekolah tertentu yang sedang bersekolahpada jenjang pendidikan yang sesuai denganusianya terhadap jumlah seluruh anak padakelompok usia sekolah yang bersangkutan.Sebagai gambaran, misalnya APM SD merupakanproporsi jumlah murid SD yang berusia 7-12 tahunterhadap jumlah seluruh anak yang berusia 7-12tahun. APM digunakan untuk melihat pendudukusia sekolah yang dapat bersekolah tepat waktu.Bila seluruh anak usia sekolah dapat bersekolahtepat waktu, maka APM akan mencapai 100%.

Page 9: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

157

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

Dalam penelitian, APM kelompok SD usia 7-12, APMSMP usia 13-15 tahun, dan APM SM usia 16-18tahun dikelompokkan menjadi satu. APS (misalnyaSD) dihitung menggunakan rumus (BPS, 2010):

%100xP

SDPSDAPM127

127

Di mana APM SD adalah Angka PartisipasiMurni penduduk yang bersekolah pada jenjangSekolah Dasar (SD); P7-12 SD adalah jumlahpenduduk usia 7-12 tahun yang sekolah di SD;P7-12 adalah jumlah penduduk usia 7-12 tahun.

Quality Assurance (Penjaminan Mutu)Program BSM diharapkan dapat mendukungPemerintah dalam penjaminan mutu (qualityassurance) pendidikan, terutama terjaminnyapemberian akses layanan pendidikan yang luasdan bermutu bagi semua kelompok masyarakattermasuk masyarakat yang miskin. Upaya untukmenjamin pemberian akses layanan pendidikanyang luas dan bermutu tersebut erat kaitannyadengan manajemen mutu pendidikan. MenurutMeirawan (2013) dalam manajemen mutu, semuafungsi manajemen yang dijalankan dalampenyelenggaraan pendidikan di satuan pendi-dikan diarahkan agar semua layanan yangdiberikan semaksimal mungkin sesuai ataumelebihi harapan pelanggan. Oleh sebab itu,diperlukan pengendalian mutu atau quality controlyang sekaligus dapat menghadapi risiko terjadinyakegagalan pelayanan yang tidak sesuai denganstandar yang diharapkan oleh pelanggan bahkansecara finansial merugikan atau mubazir. Dalambidang pendidikan layanan prima diperlukansebagai upaya pengelolaan mutu dalam bentukjaminan atau assurance, bahwa semua aspekyang terkait dengan layanan pendidikan yangdiberikan oleh lembaga pendidikan/sekolahmencapai standar mutu tertentu, sehinggamemuaskan pelanggan. Konsep yang terkaitdengan hal ini dalam manajemen mutu dikenaldengan Quality Assurance atau Penjaminan Mutu.Tjiptono dan Diana (1996) memberikan pengertianbahwa penjaminan mutu atau quality assurancemerupakan suatu sistem dalam manajemen mutusebagai suatu cara dalam mengelola suatuorganisasi yang bersifat komprehensif danterintegrasi yang diarahkan dalam rangka

memenuhi kebutuhan konsumen secara konsistendan untuk mencapai peningkatan secara terus-menerus dalam setiap aspek aktivitas lembaga/organisasi. Proses penjaminan mutu dimulaidengan penetapan standar, prosedur dan inputsuatu sistem, sementara produk dari prosespenjaminan mutu tersebut adalah konsistensiantara standar, prosedur dalam proses denganstandar, prosedur dalam input yang telahditetapkan sebelumnya. Jadi Konsep tersebutmirip dengan pemahaman yang dituangkan dalampedoman penjaminan mutu di jenjang pendidikantinggi (Dirjen Dikti, 2003) yang mendefinisikanbahwa penjaminan mutu (Quality Assurance)adalah proses penetapan dan pemenuhanstandar mutu pengelolaan secara konsisten danberkelanjutan, sehingga konsumen, produsen,dan pihak lain yang berkepentingan memperolehkepuasan. Kebijakan penjaminan mutu pendidikansecara mendasar telah diamanatkan melaluiPeraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63Tahun 2009. Dalam amanat tersebut dinyatakanbahwa penjaminan mutu (quality assurance)pendidikan merupakan kegiatan sistemik danterpadu oleh satuan atau program pendidikan,penyelenggara satuan atau program pendidikan,pemerintah daerah, pemerintah, dan masyarakatuntuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupanbangsa melalui pendidikan. Sistem PenjaminanMutu Pendidikan adalah subsistem dari SistemPendidikan Nasional yang fungsi utamanyameningkatkan mutu pendidikan. Tujuan akhirpenjaminan mutu pendidikan adalah tingginyakecerdasan kehidupan manusia dan bangsasebagaimana dicita-citakan oleh PembukaanUndang-undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945. Pemberian subsidi kepada wargayang miskin merupakan implementasi kebijakanPemerintah dalam menjamin dan memenuhi haksetiap warga negara dalam memperoleh layananpendidikan yang bermutu guna meningkatkankualitas hidupnya.

KontribusiMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (PPPB,1994), kontribusi diartikan sebagai uang iuranatau sumbangan kepada perkumpulan dsb. Ahira(2012) menjelaskan bahwa kontribusi berasal daribahasa Inggris yaitu contribute, contribution yang

Page 10: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

158

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

maknanya adalah keikutsertaan, keterlibatan,melibatkan diri maupun sumbangan. Kontribusidapat berupa materi atau pemikiran dan tindakan.Misalnya memberikan bantuan uang kepadamasyarakat untuk membangun taman bacaan,atau menyumbang pikiran dan tenaga untukmendirikan pendidikan anak usia dini agarpendidikan warga masyarakat desa terhadappihak lain demi kebaikan bersama. Kontribusiartinya memberikan segala kemampuan, bakat,motivasi, kualitas, pelayanan, loyalitas, dedikasi,dan tekad untuk keberhasilan visi organisasi.Secara lebih menyeluruh Djadjendra (2014)mendefinisikan bahwa kontribusi adalah mem-berikan segala kemampuan, bakat, motivasi,kualitas, pelayanan, loyalitas, dedikasi, dan tekaduntuk keberhasi lan visi organisasi. Dengandemikian, kontribusi dapat diberikan dalamberbagai bentuk, yaitu pemikiran, kepemimpinan,profesionalisme, finansial, dan lainnya. Ber-dasarkan pengertian kontribusi yang dikemukakantersebut, maka dapat diartikan bahwa kontribusiadalah keterlibatan yang dilakukan oleh peme-rintah kepada siswa miskin dalam program BSMagar memberikan dampak terhadap keber-langsungan dan keberlanjutan belajar siswa.

Metode PenelitianJenis penelitian ini bersifat evaluatif, yaitumengkaji program subsidi/bantuan siswa miskinuntuk memahami kontribusinya terhadap keber-langsungan dan keberlanjutan pendidikan siswadalam rangka memperoleh masukan gunamenyempurnakan program subsidi siswa yanglebih efektif di masa depan. Evaluasi kebijakandilakukan untuk menggali data dan informasi yangdapat dipergunakan untuk menganalisis keber-hasilan suatu kebijakan/program dan meng-hasilkan rekomendasi bagi perbaikan yang di-perlukan agar implementasi kebijakan berjalanefektif (Suharto, 2006). Studi ini menggunakanpendekatan kuantitatif melalui survey ke sekolah-sekolah penerima BSM dan didukung pula denganpendekatan kualitatif yang penggalian datanyadilakukan melalui diskusi terfokus (Focus GroupDisscustion/FGD), wawancara dan studi dokumen.Studi ini dilaksanakan pada tahun 2013 di 12kabupaten kota dengan populasi, penentuan

sampel, responden, teknik pengumpulan dataserta analisis sebagai berikut.

Populasi dalam studi ini adalah siswa SD, SMP,dan SMA yang menerima dana BSM di seluruhwilayah Republik Indonesia. Sampel dalampenelitian ini yaitu siswa penerima BSM di SD, SMPdan SMA di kabupaten/kota yang terpilih untukmewakili penerima BSM di seluruh Indonesia.Penentuan sampel dengan teknik Strat ifiedPurposeful Sampling, yakni melalui pengelompokanberdasarkan kategori atau pertimbangan tertentusecara bertahap sesuai kebutuhan penelitianserta kondisi spesifik lainnya (Patton, 2006 dan2001). Tahap pertama penentuan sampel kabu-paten/kota dilakukan dengan metode kuartil,yakni membagi 497 kab/kota di Indonesia menjadiempat kelompok berdasarkan APK SMP tahun2011, dari APK terendah sampai tertinggi. Tahapberikutnya, di setiap kelompok tersebut masing-masing dipilih tiga kabupaten/kota yang mewakilikelompok UN terendah, sedang dan t inggi,sehingga ada 12 kabupaten/kota sampel lokasistudi. Berdasarkan prosedur tersebut terpilihKabupaten Sukabumi (Jabar), Pontianak (Kalbar),Gorontalo (Gorontalo); Halmahera Utara (MalukuUtara), Rejang Lebong (Bengkulu), Gianyar (Bali);Nganjuk (Jatim), Kulonprogo, Kota Serang(Banten), Balikpapan (Kaltim); Magelang (JawaTengah), Manado (Sulawesi Utara). Tahapberikutnya, setiap Kabupaten/Kota ditentukanenam sekolah, yaitu SDN, SMPN, dan SMANmasing-masing dua sekolah berdasarkan sekolahyang terbanyak memiliki siswa penerima BSM padadua tahun terakhir. Jadi total ada 72 sekolahsampel. Responden di setiap sekolah dalam studiini ialah kepala sekolah, guru, orangtua (masing-masing satu orang atau 12 orang per kabupaten/kota), dan siswa empat siswa atau 48 perkabupaten/kota. Secara nasional sampel res-ponden kepala sekolah, guru, orangtua masing-masing 144, sedangkan siswa seluruhnyaberjumlah 576 orang.

Alat pengumpulan data menggunakankuesioner (angket) dan pedoman FGD. Angketdigunakan untuk menggali data/informasi dariseluruh responen, yaitu kepala sekolah, guru,siswa dan orangtua siswa tentang peran dankontribusi BSM terhadap keberlangsungan

Page 11: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

159

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

pendidikan siswa terkait dengan APS, AMK, disiplindan motivasi belajar, prestasi belajar siswa, sertakeberlanjutan pendidikan siswa sesuai denganporsi tugas dan kewenangan masing-masing.Pedoman FGD digunakan sebagai acuan pelak-sanaan diskusi terfokus di setiap kabupaten/kotamelibatkan enam orang Kepala sekolah dan tigaguru wali kelas untuk menggali lebih dalamtentang dampak BSM terhadap pendidikan siswa,pemanfaatan BSM, dan upaya pembinaansekolah/komite terhadap siswa penerima BSMserta informasi lain yang tidak terdeteksi melaluikuesioner.

Analisis data dalam kajian ini menggunakanteknik statistika deskriptif dan teknik directedcontent analysis. Teknik statistika deskriptifdigunakan untuk mentabulasi, menghitung, danmenampilkan distribusi frekuensi pada itemkuesioner dengan format pertanyaan/pernyataantertutup. Output analisis statistika ini menampilkanfrekuensi setiap aspek kontribusi program BSMterhadap keberlangsungan dan keberlanjutanpendidikan siswa. Sementara, seluruh data yangterkumpul melalui kuesioner dengan format per-tanyaan terbuka dan FGD, dianalisis meng-gunakan teknik directed content analysis, yaitupeneliti menggunakan kerangka konseptual yangada (yaitu konsep program subsidi siswa miskin)untuk mengeksplorasi probabilitas kontribusi BSMterhadap siswa penerima BSM mengulang kelas,putus sekolah, melanjutkan pendidikan, ber-prestasi, dsb. Data FGD didiskripsikan secarakualitatif dan didayagunakan untuk memperkayadan memperdalam temuan tersebut (sebelum dansesudah ada program BSM).

Hasil Kajian dan PembahasanBagian berikut mendiskripsikan temuan hasil studisekaligus membahas pada setiap bagian yangmencakup keberlangsungan pendidikan siswaterkait dengan APS, AMK, disiplin dan motivasibelajar, prestasi belajar siswa, serta keber-lanjutan pendidikan siswa guna menemukanrekomendasi kebijakan tentang implementasiprogram BSM yang lebih baik di masa depan.

Kontribusi BSM terhadap KeberlangsunganPendidikan Siswa Terkait dengan APSKontribusi BSM terhadap penurunan APS atauDroup Out (DO) diukur melalui kecenderungan(trend) penurunan APS pada beberapa tahunterakhir di sekolah sampel. Disimak dari informasimengenai kondisi dan perkembangan APS padaperiode tahun 2010, 2011 dan 2012, diketahuitelah terjadi angka penurunan APS yang cukupberarti (lihat Grafik 1). Secara keseluruhan (total),APS pada satuan pendidikan SD, SMP dan SMAcenderung mengalami penurunan, yaitu 1,11%pada tahun 2010 turun menjadi 0,66% padatahun 2011 dan lebih rendah lagi menjadi 0,46%pada tahun 2012. Disimak pada setiap jenjangpendidikan, secara umum diketahui bahwa APSdi SD angkanya paling rendah dibanding APS ditingkat SMP dan SMA, yakni selama tiga tahunangkanya di bawah satu digit. Namun, kondisi APSdi SD tersebut relatif stagnan, yakni tetap dalamangka yang rendah, dan terjadi sedikit pening-katan dari 0,06% pada tahun 2010 menjadi0,08% pada tahun 2011 dan terakhir pada tahun2012 menjadi 0,09%. Pada jenjang pendidikanyang lebih tinggi, terlihat bahwa tingkat APS SMPjuga di bawah satu digit, namun dalam tiga tahunmengalami penurunan secara teratur dansignifikan, yaitu dari tahun 2010 sebesar 0,81%,2011 turun menjadi 0,66% dan 2012 turun lebihkecil lagi mejadi 0,56%. Di tingkat SMA, terjadipenurunan APS yang lebih signifikan, yakni padatahun 2010 sebesar 2,07%, turun drastis menjadi0,81% pada tahun 2011, dan lebih turun lagimenjadi 0,65% pada tahun 2012. Gambarantersebut memperlihatkan bahwa tingkat penu-runan APS di tingkat SMA dalam tiga tahun terakhirterjadi trend penurunan APS yang paling tajamdibandingkan dengan satuan pendidikan SD danSMP.

Kondisi APS di sekolah sampel tersebutberada jauh di bawah rata-rata APS Nasional, dimana APS tahun 2010 di SD sebesar 1,6%, SMPsebesar 1,8% dan SMA di atas 3,0%. Seiringdengan itu, APS di sekolah sampel tersebut jugaberada jauh lebih rendah dari APS yang di-canangkan dalam Renstra Kemdiknas tahun 2010-2014 yang menargetkan di tahun 2014 APS SDsebesar 1,1%, SMP sebesar 1,6%, dan SekolahMenengah kurang dari 3%. Disadari bahwa

Page 12: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

160

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

Grafik 2 Kontribusi BSM terhadap Penurunan APS (Responden Kepala sekolah)

Grafik 1 Perkembangan APS di Sekolah Sampel (Responden Kepala sekolah)

fluktuasi APS bukan hanya dipengaruhi oleh satufaktor semata, melainkan terkait dengan berbagaifaktor yang berkontribusi terhadap terjadinyaputus sekolah di satuan pendidikan. Sattar (dalamBalitbang, 2004) mengutarakan, ada dua faktorutama yang berkaitan erat dengan keberlang-sungan pendidikan siswa (putus sekolah danmengulang kelas), yakni faktor skolastik dannonskolastik. Faktor skolastik merupakan kondisi

yang ada di dalam sekolah berupa hambatan-hambatan yang mengakibatkan terjadinya siswaputus sekolah atau mengulang kelas. Bentukhambatan tersebut, antara lain berupa lemahnyakepemimpinan dan disiplin sekolah, kurangnyasarana-prasarana sekolah, kemampuan pendidikdan tenaga kependidikan; sedangkan faktornonskolastik adalah faktor yang berasal dari luarlingkungan sekolah yang mencerminkan kondisi

Page 13: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

161

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

yang dapat menghambat keberlangsunganbelajar siswa. Faktor nonskolastik tersebut,antara lain kondisi geografis yang sulit, lemahnyakesadaran orangtua dan masyarakat terhadappendidikan, hambatan sosial dan budaya, sertafaktor kemampuan ekonomi orangtua siswa. Diantara berbagai faktor tersebut, kondisi ekonomiorangtua dinilai merupakan faktor dominanterhadap terjadinya putus sekolah. Artinya faktornonskolastik, khususnya kemampuan ekonomiorangtua siswa memberikan berkontribusiterhadap terjadinya putus sekolah. Beberapa hasilstudi tentang putus sekolah memperlihatkandominannya faktor ekonomi tersebut. Oleh sebabitu, intervensi pemerintah memberikan subsidikepada siswa miskin dinilai oleh berbagai pihakyang berkepentingan mampu menurunkan APS disetiap satuan pendidikan yang menerima BSM.Studi ini memberikan gambaran yang memperjelastemuan kajian tersebut, yakni BSM sebagaiintervensi pemerintah yang bersifat ekonomi,berkontribusi positif terhadap keberlangsunganbelajar pada siswa miskin. Terjadinya penurunanAPS selama tiga tahun terakhir di sekolah sampel,diyakini oleh hampir semua kepala sekolah sebagaidampak adanya program BSM.

Program BSM dari pemerintah tersebut dinilaipara kepala sekolah efektif berkontribusi dalammempertahankan rendahnya APS, bahkan mampumenurunkan APS di satuan pendidikanya. Seba-gian besar kepala sekolah (64,4%) meyakinibahwa BSM cukup efektif memberikan kontribusiterhadap penurunan APS, bahkan terdapat 28%kepala sekolah yang menganggap BSM sangatbesar perannya dalam mempertahankan ren-dahnya APS dan mampu menurunkan APS daritahun ke tahun; dan hanya sedikit sekali (7,1%)yang t idak yakin BSM berhubungan posit ifterhadap penurunan APS (lihat Grafik 2).Keyakinan bahwa BSM efektif berkontribusimempertahankan rendahnya APS dan mampumenurunkan APS disampaikan pula oleh sebagianbesar para guru wali kelas. Hampir semua guru(85,1% guru SD, 87% guru SMP dan 86% guruSMA) menyampaikan bahwa para siswa penerimaBSM selama ini tidak ada yang mengalami putussekolah, dan hanya sedikit guru yang me-ngemukakan ada siswa penerima BSM yang putussekolah.

Temuan ini mengindikasi bahwa BSM selainberperan penting dalam memberikan kontribusiterhadap rendahnya angka APS, juga diyakini olehpara pemangku kepentingan mampu menurunkanAPS yang semakin rendah dari tahun ke tahun.Fenomena ini memperlihatkan peran BSM yangcukup berarti dalam menjamin keberlangsunganpendidikan anak dari keluarga miskin. Lebih jauh,BSM secara tidak langsung mendukung pula upayapemerintah dalam mewujudkan tercapainyaprogram nasional wajib belajar sembilan tahundan mendukung implementasi kebijakan Pen-didikan Menengah Universal (PMU) yang di-canangkan oleh Pemerintah.

Kontribusi BSM terhadap KeberlangsunganPendidikan Siswa Terkait dengan AMSSebagaimana pengukuran dalam APS, kontribusiprogram BSM terhadap angka mengulang kelas(AMK) diukur pula melalui perkembangannya padatiga tahun terakhir (2010, 2011, dan 2012) disekolah sampel. Secara keseluruhan, AMK padajenjang satuan pendidikan SD, SMP dan SMAangkanya rendah dan dalam tiga tahun terakhircenderung mengalami penurunan yang konsisten,yaitu 0,78% pada tahun 2010 menjadi 0,65%pada tahun 2011 dan 0,64% pada tahun 2012(lihat Grafik 4).

Jika dilihat per tingkat pendidikan, diketahuibahwa AMK di SD ternyata paling tinggi dibandingAPS di tingkat satuan pendidikan yang lebih tinggi(SMP dan SMA). Kendati demikian, perkem-bangannya dalam tiga tahun terakhir mengalamipenurunan secara konsisten, yakni pada tahun2010 sebesar 1,40%, pada tahun 2011 turunmenjadi 1,09%, terakhir pada tahun 2012 semakinmenurun menjadi 1,08%. Di tingkat SMP, AMKnyajauh lebih rendah dibandingkan dengan AMK diSD dan juga mengalami penurunan, yakni padatahun 2010 (0,48%), stagnan di tahun 2011(0,48%) dan menurun di tahun 2012 (0,38%). Ditingkat SMA kondisi AMK adalah paling baik karenapaling kecil dibanding dengan satuan pendidikanlainnya, yakni 0,38% pada tahun 2010 menjadi0,28% di tahun 2011 dan terakhir sedikit naikmenjadi 0,35% di tahun 2012. Fenomena AMKpada tiga satuan pendidikan tersebut menun-jukkan bahwa satuan pendidikan yang rendahumumnya memiliki AMK yang tinggi, sebaliknya

Page 14: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

162

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

satuan pendidikan yang tinggi memiliki AMK yangrendah. Selain itu, secara keseluruhan rata-rataAMK di sekolah sampel AMS menunjukkan angkayang sangat kecil dengan kecenderungan per-kembangan AMK yang semakin menurun daritahun ke tahun. Sebagaimana terjadi dalam APS,hampir semua kepala sekolah berkeyakinanbahwa penurunan AMK di sekolahnya merupakandampak dari program BSM. Artinya program BSMdiyakini para kepala sekolah efektif dapatmempertahankan rendahnya AMK, dan mampumenurunkan AMK di satuan pendidikannya. Grafik4 memperlihatkan bahwa sebagian besar kepalasekolah menyatakan BSM cukup efektif mem-berikan kontribusi dalam menurunkan AMK disekolahnya, dan hanya sedikit Kepala Sekolahyang tidak yakin program BSM mampu me-nurunkan AMS.

Kendati BSM diyakini mampu memperta-hankan rendahnya AMK dan efektif menurunkanAMK, namun diakui oleh para guru (wali kelas),masih ada beberapa siswa penerima BSM yangrawan putus sekolah. Di antara guru, 31,9% guruwali kelas SD menyatakan bahwa masih ada siswapenerima BSM yang potensial mengulang kelas,di tingkat SMP lebih rendah, yakni 10,4% dan diSMA ada 11,8% guru wali kelas yang menyatakanbahwa masih ada siswa penerima BSM yangmengulang kelas (lihat Grafik 5). Dari hasilpenelusuran FGD diketahui, bahwa para siswapenerima BSM yang tidak naik kelas (mengulangkelas) tersebut bukan karena masalah keuangan/ekonomi semata, melainkan karena adanyaakumulasi dari beberapa faktor lain sepertiketidakmampuan akademik, kurangnya disiplindan motivasi belajar, termasuk faktor kemalasanbelajar, serta karena alasan kesehatan. Temuan

Grafik 3 Perkembangan APS di Sekolah Sampel (Responden Kepala sekolah)

Grafik 4 Kontribusi BSM terhadap AMK Penurunan APS (Responden Kepala sekolah)

Page 15: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

163

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

ini mengindikasikan bahwa walaupun BSM mampumempengaruhi trend penurunan AMK, namunkondisi mengulang kelas tersebut tidak dapatdihilangkan sepenuhnya melalui program BSM.Fakta tersebut juga menunjukkan, kendati secaraekonomi pemerintah telah mengintervensi denganbantuan subsidi kepada siswa miskin agar tetapbertahan sekolah, namun karena ada faktor-faktorlain yang bersifat nonskolastik, maka masih adasiswa yang mengulang kelas, bahkan sampaiputus sekolah. Menyimak fenomena ini, makaintervensi pemerintah melalui BSM tetap menun-jukkan kontribusi yang besar untuk keberlang-sungan belajar siswa. BSM berperan memberikanbantuan biaya transport, seragam, alat belajar,dan biaya pribadi siswa lainnya, sehingga siswabisa tetap belajar di sekolah. Kontribusi BSMtersebut akan lebih “mujarab” lagi, manakalasekolah juga memberikan perhatian khususkepada siswa penerima BSM melalui pembinaandisiplin belajar siswa serta bentuk perhatianlainnya. Oleh sebab itu, tanpa BSM dan langkahpembinaan lainnya, potensi siswa mengulangkelas dan putus sekolah akan tinggi, sehinggatujuan pemerataan dan perluasan akses bagisiswa miskin tidak akan tercapai.

Kontribusi BSM terhadap KeberlangsunganPendidikan Siswa Terkait dengan PeningkatanDisiplin dan Motivasi Belajar SiswaKontribusi BSM diukur pada adanya peningkatandisiplin dan motivasi belajar siswa. Hasil analisisdata diketahui, bahwa kedisiplinan dan motivasi

belajar siswa mengalami kecenderungan per-kembangan yang cukup siginifikan. Grafik 6memperlihatkan hampir semua kepala sekolahmeyakini bahwa di lingkungan sekolah kebe-radaan BSM mampu meningkatkan berbagaiindikasi kedisiplinan dan motivasi belajar siswa,yakni secara dominan (99,6%) meningkatkankehadiran siswa, bertambah rajinnya siswamengerjakan pekerjaan rumah/PR (99,3%),kerapihan berpakaian (98,2%), membaca buku(97,1%), aktivitas belajar di sekolah (96%), belajarkelompok (86,9%), dan dalam hal lainnya (86,5%).

Hasil observasi guru wali kelas, menunjukkanhal yang serupa, yakni setelah siswa menerimaBSM, disiplin dan motivasi belajar siswa dinilaibertambah baik. Para guru tersebut menyatakanbahwa setelah siswa menerima BSM terjadipeningkatan terhadap: kehadiran siswa di kelas(98,6%), kepatuhan dan kedisiplinan siswa(96,6%), motivasi dalam mengerjakan PR danmotivasi belajar di kelas (96,5%), kegiatanekstrakurikuler (94,4%), prestasi siswa (91,5%)dan minat siswa dalam mengikuti kegiatan lainnya(89,1%). Informasi yang diberikan oleh para guruwali kelas tersebut tampak positif dan konsistenserupa sebagaimana pendapat yang dikemu-kakan oleh kepala sekolah, yakni di lingkungansekolah BSM mampu memberikan kontribusi yangpositif terhadap tumbuhnya disiplin dan motivasibelajar siswa.

Selain di sekolah, perubahan perilaku belajarsiswa tampaknya juga terjadi di rumah. Artinyapemberian BSM juga berdampak pada per-

Grafik 5 Pendapat Guru tentang Penerima BSM yang Mengulang Kelas (Responden Guru)

Page 16: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

164

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

kembangan disiplin dan motivasi belajar siswa dilingkungan rumah. Indikasi terjadinya perilakubelajar siswa diperoleh dari orangtua siswa yangmenjelaskan bahwa setelah menerima BSM siswamenjadi lebih baik. Penilaian terbesar dariorangtua terlihat pada kerajinan siswa berangkatke sekolah (99,3%), peningkatan minat membacabuku (90,6%), pulang sekolah tepat waktu(87,7%), dan peningkatan aktivitas belajarkelompok siswa (79,1%) (lihat Grafik 7).

Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwaperkembangan yang positif pada siswa dalam haldisiplin dan motivasi belajar tersebut ternyatajuga didorong oleh faktor lain di luar BSM.Penelusuran melalui FGD dipahami bahwaumumnya sekolah memberikan perhatian secarakhusus kepada siswa penerima BSM dengan

melakukan pembinaan baik kepada siswa maupunorangtua siswa yang terfokus pada kedisiplinan,peningkatan prestasi, reward dan sanksi sertapemanfaatan dana. Secara regular sekolah(kepala sekolah, guru) dan komite sekolahmengumpulkan para siswa dan orangtua agarpenerima BSM lebih disiplin sekolah, giat belajarbaik di sekolah maupun di rumah, meningkatkanprestasi belajar, dan lebih menaati tata tertibsekolah. Beberapa sekolah memberikan tam-bahan pelajaran, pelayanan khusus untuk siswayang tertinggal dalam pelajaran tertentu ataumemberikan motivasi belajar, dsb. melalui walikelas atau guru BP/BK. Pembinaan sekolah jugadilakukan bagi orang tua dan siswa agar BSMdigunakan sesuai dengan peruntukannya gunamembantu biaya pribadi siswa, antara lain untuk

Grafik 6 Kontribusi BSM terhadap Peningkatan Hasil Belajar Displin dan Motivasi Belajar Siswa(Responden Kepala Sekolah)

Grafik 7 Kontribusi BSM terhadap Peningkatan Hasil Belajar Displin dan Motivasi Belajar Siswa(Responden Guru)

Page 17: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

165

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

biaya transportasi sekolah, seragam, alat tulis,uang saku, dsb. BSM tidak diperkenankan untukmembiayai kebutuhan keluarga, seperti untukmembeli sembako, alat rumah tangga, menyum-bang hajatan, atau membayar hutang. Informasiini diperlukan agar tujuan BSM dapat tercapaisecara optimal dan tidak terjadi penyalahgunaandana BSM. Seiring dengan itu, beberapa sekolahjuga menerapkan sanksi yakni: jika siswa dan/orangtua memanfaatkan dana BSM tidak sesuaidengan peruntukannya, dan siswa melanggardisiplin dan tata tertib sekolah, maka “siswa tidakdiusulkan lagi sebagai penerima BSM”. Selain BSM,tampaknya bentuk-bentuk pembinaan sekolahkepada siswa tersebut juga memberikandorongan kepada siswa untuk semakin taatterhadap peraturan tata tertib dan disiplin sekolah,sekaligus mampu meningkatkan prestasinya.Temuan ini mempertegas pendapat parapemangku kepentingan (orangtua, guru, dankepala sekolah) bahwa pemberian BSM yangdiikuti dengan program pembinaan khusus darisekolah akan berkontribusi posit if terhadappeningkatan disiplin dan motivasi belajar siswa.Dengan kata lain, pemberian BSM dan faktorpembinaan dari sekolah menunjukkan kontribusiyang berarti terhadap perubahan perilaku belajarsiswa ke arah perkembangan disiplin dan motivasibelajar yang positif.

Kontribusi BSM terhadap Prestasi SiswaPemberian BSM bukan semata ditujukan agarsiswa tetap bertahan dan tetap sekolah tanpamengalami kejadian tinggal kelas atau putussekolah, melainkan juga mendorong agar siswadapat mencapai prestasi yang tertinggi. Prestasisiswa dalam studi ini diukur berdasarkan nilairapor pada tiga mata pelajaran (Bahasa Indo-nesia, Matematika, dan Bahasa Inggris) sebelumdan setelah menerima BSM di setiap jenjangsatuan pendidikan, seperti tersaji pada Grafik 8,9, dan 10. Jika nilai rapor setelah menerima BSMlebih tinggi daripada sebelum menerima BSM makakondisi tersebut potensial mengindikasikanadanya kontribusi BSM yang positif terhadapprestasi belajar siswa, demikian pun sebaliknya.Hasil studi menunjukkan, bahwa secara umumBSM berperan dalam meningkatkan hasil belajarsiswa pada mata pelajaran yang di-UN/USBN-yakniBahasa Indonesia, Matematika, dan BahasaInggris; baik di SD, SMP maupun SMA, denganangka yang cukup berarti kecuali pada BahasaInggris di SMA yang tidak mengalami peningkatan.

Di tingkat SD, sebelum siswa menerima BSMnilai rapor Bahasa Indonesia sebesar 7,5 dansetelah menerima BSM meningkat menjadi 7,74atau naik sebesar 0.29 poin. Di tingkat SMPsebelum menerima BSM nilai rapor BahasaIndonesia sebesar 7,84 dan meningkat menjadi8,12 atau naik sebesar 0.28 poin setelahmenerima BSM. Demikian pula di tingkat SMA, juga

Grafik 8 Kontribusi BSM terhadap Peningkatan Hasil Belajar Displin dan Motivasi Belajar Siswa(Responden Orangtua Siswa)

Page 18: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

166

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

terjadi peningkatan nilai yang cukup berarti yaknidari 7,74 meningkat menjadi 8,27 atau naiksebesar 0.53 poin. Demikian pula pada matapelajaran Matematika juga terjadi peningkatanprestasi di semua jenjang pendidikan.

Di tingkat SD terjadi peningkatan yangsignifikan, sebelum siswa menerima BSM nilai raporMatematika sebesar 6,99 dan setelah menerimaBSM meningkat menjadi 7,40 atau naik sebesar0,41 poin. Di tingkat SMP terjadi peningkatanprestasi juga, namun poinnya tidak sebesar siswadi tingkat SD. Sebelum menerima BSM nilai raporMatematika pada siswa SMP sebesar 7,52 danmeningkat menjadi 7,75 atau naik sebesar 0,23poin setelah menerima BSM. Di tingkat SMA terjadipeningkatan poin nilai pelajaran tersebut sebesar0,35 yang tampak dari nilai rapor sebelummenerima BSM sebesar 7,72 menjadi 8,07 setelahsiswa menerima BSM (lihat Grafik 8 dan 9).

Untuk mata pelajaran Bahasa Inggris,penelusuran prestasi dilakukan pada tingkat SMPdan SMA saja, sedangkan di SD tidak dilakukankarena secara formal mata pelajaran tersebutbelum diajarkan. Hasil studi pada mata pelajaran

Bahasa Inggris tersebut menunjukkan bahwapeningkatan hasil belajar hanya terjadi di jenjangSMP, sedangkan di SMA sedikit menurun (lihatGrafik 10). Di tingkat SMP sebelum menerima BSMnilai rapor Bahasa Inggris sebesar 7,48 danmeningkat menjadi 7,87 atau naik sebesar 0,39setelah menerima BSM; sedangkan di tingkat SMAterjadi sedikit penurunan nilai dari 8,15 menjadi8,04 atau turun sebesar 0,11. Kendati mengalamipenurunan, namun prestasi belajar Bahasa Inggrissiswa SMA penerima BSM ini termasuk tinggi, yaknilebih dari 8,0.

Temuan ini mengindikasi bahwa BSM berperanpenting dalam memberikan kontribusi terhadappeningkatan prestasi akademik siswa, terutamamenyiapkan siswa dalam menghadapi UN. Indi-kasi tersebut diperkuat oleh pernyataan para guruwali kelas yang sebagian besar meyakini bahwaBSM berkontribusi terhadap meningkatnyaprestasi belajar. Sebesar 84,1% guru berke-yakinan bahwa BSM berkontribusi dalam me-ningkatkan prestasi belajar Bahasa Indonesia,68,8% guru meyakini meningkatkan prestasibelajar Matematika, dan 67,4% mampu berkon-

7,35 7,84 7,747,74 8,12 8,27

0

2

4

6

8

10

SD SMP SMA

Sebelum BSM Sesusad BSM

Grafik 9 Nilai Rapor Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sebelum dan Setelah BSM (Responden Siswa)

7,35 7,84 7,747,74 8,12 8,27

0

2

4

6

8

SD SMP SMA

Sebelum BSM Sesusad BSM

Grafik 10 Nilai Rapor Mata Pelajaran Matematika Sebelum dan Setelah BSM (Responden Siswa)

Page 19: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

167

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

tribusi terhadap meningkatnya prestasi belajarBahasa Inggris; sedangkan sisanya menganggapsama saja prestasinya, baik sebelum maupunsetelah siswa menerima BSM. Melalui kajian inidiketahui pula, kendati status sosial ekonominyalemah, namun siswa penerima BSM ini umumnyatergolong siswa yang cukup pandai dan ber-prestasi mengingat hasil belajar yang dicapai rata-rata tinggi. Nilai Bahasa Indonesia, Matematikadan Bahasa Inggris tergolong tinggi, antara 6.99sampai dengan > 8.00. Berdasarkan temuan-temuan ini, dapat disimpulkan bahwa BSMberdampak pada peningkatan prestasi siswa,terutama terkait langsung dengan nilai matapelajaran UN/USBN. Hal ini mengindikasi bahwaBSM tidak hanya mampu meningkatkan prestasiakademik siswa, tetapi juga mendorong siswauntuk lebih siap menghadapi UN/USBN. Lebih dariitu, sangat disayangkan apabila para siswa yang

cukup pandai tersebut terpaksa harus putussekolah disebabkan tidak memiliki biayapendidikan. Pemberian BSM menjadi pentingdalam menolong dan berkontribusi agar anak-anak bangsa yang potensial tersebut dapatbertahan dan berprestasi serta memberi peluanguntuk menggapai cita-cita masa depan.

Keberlanjutan Pendidikan (Melanjutkan keJenjang Lebih Tinggi)Pemberian bantuan kepada siswa miskin sebe-narnya telah berlangsung selama 15 tahun,tepatnya sejak tejadinya krisis ekonomi tahun1998. Pemerintah telah memberikan bantuankepada 1,8 juta siswa SD/MI, 1,65 juta siswa SMP/MTs, dan 500 ribu siswa SMA/MA. Bantuan iniberada di bawah payung program Jaring Penga-man Sosial (JPS) sebagai antisipasi dampak krisisekonomi. Pada tahun 2005, meskipun program JPS

Grafik 12 Kesinambungan Penerimaan BSM Antarjenjang Pendidikan (Responden Siswa)

55,90%

44,10%

75,60%

24,40%

70,90%

19,20%

2,70%

7,10%

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00%

Baru di kelas ini

Sudah dapat sebelumnya

SMP Saja

SD dan SMP

SMA Saja

SMP dan SMA

SD dan SMA

SD, SMP, dan SMA

7,48

8,15

7,87

8,04

7

7,2

7,4

7,6

7,8

8

8,2

8,4

SMP SMASebelum BSM Setelah BSM

Grafik 11 Nilai Rapor Mata Pelajaran Bahasa Inggris Sebelum dan Setelah BSM (Responden Siswa)

Page 20: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

168

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

telah dihentikan Pemerintah terus melanjutkanpemberian bantuan siswa miskin melalui payungProgram Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM/PKPS-BBM (Kemdikbud, 2012). Sejauh manakahBSM telah mendukung dan berkontribusi kepadapendidikan siswa miskin penerimanya secaraberkesinambungan? Dalam kaitan ini, perhatianutama yang penting untuk dilihat ialah penerimaanBSM oleh siswa miskin pada setiap jenjang secaraberkelanjutan, dari tingkat SD, SMP dan SMAdengan menghitung berapa proporsi siswapenerima BSM saat ini yang secara berkesinam-bungan. Asumsinya program ini telah dimulai sejaktahun 1998, atau sekitar tiga tahun sebelum siswaSMA kelas XII sekarang duduk di bangku kelas ISD, maka kesinambungannya dapat secarakonsisten dilihat dan ditelusuri. Responden siswadiberi pertanyaan pada kelas berapa dan satuanpendidikan apa saja mereka menerima bantuansiswa miskin dari Pemerintah.

Jika analisis diperdalam pada satuanpendidikan SD, terlihat bahwa terdapat kecen-derungan kenaikan jumlah penerima BSM di setiapjenjang kelas SD. Grafik12 memperlihatkan bahwaada lebih dari separuh (55%) siswa yang barumenerima “di kelas ini”, dan terdapat 44% siswayang sebelumnya pernah memperoleh BSM. Halini mengindikasi bahwa pemerintah memilikiperhatian besar untuk memfasilitasi siswa miskinbisa menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun.Namun, jika melihat keberlangsungan pemberianBSM di setiap jenjang kelas, terlihat bahwa reratapersentase jumlah siswa SD yang menerima rutinBSM di setiap jenjang kelas masih relatif sangatrendah. Kondisi tersebut mengindikasikanpentingnya kehadiran BSM secara rutin untukmenjamin keberlangsungan pendidikan.

Pada jenjang SD, keberlanjutan penerimaanbeasiswa dialami oleh hampir separuh jumlahsiswa penerima BSM. Artinya, anak-anak tersebutmengaku telah mendapatkan bantuan sejakkelas-kelas sebelumnya. Sementara itu, pada levelSMP, keberlanjutan penerimaan beasiswa dialamioleh hampir seperempat jumlah penerimabeasiswa. Sebanyak 24% siswa SMP penerimamengaku memperoleh bantuan sejak duduk dibangku SD. Sedangkan pada jenjang SMA,terdapat sekitar 7% siswa yang secara konsistenmemperoleh bantuan sejak jenjang SD. Tingkat

keberlanjutan terlihat lebih tinggi, yaitu hampir20%, jika penerimaan beasiswa dihitung sejaksiswa SMA yang ada saat ini duduk di bangku SMP.Oleh karenanya, secara garis besar dapat di-katakan bahwa meskipun tidak terlihat menonjol,terutama di level SMA, terdapat kesinambunganpenerimaan beasiswa oleh para siswa miskinantarjenjang pendidikan. Problem kesinam-bungan ini sekurang-kurangnya bisa dil ihatkarena tiga alasan. Pertama, adanya perbaikanekonomi keluarga yang membuat seorang anakmiskin keluar dari garis kemiskinan sehingga tidaklagi relevan untuk diberikan bantuan. Hal ini jugadidukung oleh fakta menurunnya angka ke-miskinan nasional setiap tahunnya. Kedua,rendahnya jumlah anggaran pada tahun-tahunawal program dan semakin meningkatnya jumlahanggaran pada tahun-tahun berikutnya. Hal iniberakibat banyak siswa miskin yang tidakmendapat jatah pada tahun tertentu, namunseiring dengan peningkatan kuota bisa men-dapatkannya pada tahun berikutnya. Ketiga,sebagai akibat dari keterbatasan kuota parapenyeleksi menerapkan prinsip pemerataan dalammenentukan siswa penerima beasiswa. Beberapasiswa yang telah memperoleh beasiswa padatahun tertentu tidak diberi lagi agar bisamembuka peluang bagi siswa lain yang belumpernah mendapat beasiswa.

Sementara, dampak program BSM terhadapkeberlanjutan pendidikan siswa yang diukurmelalui persepsi orangtua dan siswa tentangefektivitas BSM pada keberlangsungan pendi-dikan, tersaji pada Grafik 11 dan 12.

Tidak adanya BSM memang tidak membuatmayoritas orangtua begitu saja menyerah untukmenyekolahkan anak mereka. Dengan segalaketerbatasan, mayoritas orangtua siswa miskintetap berkomitmen untuk melanjutkan pendidikananak mereka hingga jenjang yang lebih tinggi.Semakin tinggi jenjang pendidikan yang saat iniditempuh sang anak, semakin tinggi pula jenjangpendidikan yang dicita-citakan orangtua. Bahkanterdapat lebih dari separuh orangtua siswa SDyang “berani” bercita-cita agar anaknya bisamenempuh pendidikan hingga Perguruan Tinggi.Bagi para orangtua, BSM sendiri memberikanmereka motivasi lebih karena mereka merasa tidaksendirian dalam memperjuangkan keberlanjutan

Page 21: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

169

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

pendidikan anak-anak mereka. Namun, terdapatsejumlah orangtua yang sangat menggantungkandiri pada BSM. Artinya, mereka tidak dapatmenjamin keberlangsungan sekolah anak merekaandaikan subsidi tidak diberikan. Secara kuantitasmemang tidak bisa dikatakan besar, namunmengingat komitmen Pemerintah terhadapkeberlangsungan pendidikan angka 5% hingga16% itu dapat dikatakan sangat potensial,sehingga tetap penting untuk menjadi perhatian(lihat Grafik 14). Kondisi yang paling rentan terkaithal ini adalah siswa SMP dan SMA. Proporsiterbesar potensi putus sekolah jika mereka tidakterjaring program BSM ada pada kelompok ini.Siswa usia SMP dan SMA memang masuk padakategori anak usia produktif. Di satu sisi, bagiorangtua, mereka merupakan aset yang bisaberdaya guna membantu menopang ekonomikeluarga. Daripada memasukkan anak ke sekolahyang berarti menambah beban ekonomi, lebihbaik memasukkan mereka ke dunia kerja. Bagi

anak sendiri, terutama usia SMA, mereka mulaiberkembang sebagai anak yang lebih mandiri danmemiliki keinginan-keinginan mereka sendiri.Ketika orangtua tidak mampu memenuhi semuakeinginan mereka, mereka bisa memilih jalanhidup mereka sendiri.

Simpulan dan SaranSimpulanKebijakan BSM memberikan kontribusi positifterhadap keberlangsungan dan keberlanjutanpendidikan siswa, sekaligus mendukung ter-wujudnya kebijakan peningkatan pemerataan danperluasan akses pendidikan yang bermutu.Ditemukan bahwa BSM memberikan kontribusiterhadap keberlangsungan pendidikan melaluipenurunan APK dan AMK, bahkan dengan besaranangka APK jauh lebih rendah dibandingkandengan rerata APS tingkat nasonal; BSM jugamemberikan dampak positif terhadap pening-katan disiplin dan motivasi belajar siswa, baik di

Grafik 13 Tanpa BSM Tetap Menyekolahkan Anak (Responden Orangtua)

95,60%

83,70% 84,00%

4,40%16,30% 16,00%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

120,00%

SD SMP SMA

Ya Tidak

Grafik 14 Keberlanjutan Pendidikan Siswa yang Diinginkan Orangtua (Responden Orangtua)

43,20%

25,60%

5,90%

56,80%

74,86%

94,10%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

SD SMP SMA

SMA/Sederajat Perg. Tinggi

Page 22: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

170

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

sekolah maupun di lingkungan rumah yangdidorong pula oleh adanya program pembinaankhusus dari sekolah dan komite sekolah, baikkepada siswa maupun orangtua siswa penerimaBSM terkait dengan tatatertib, disiplin sekolahserta pemanfaatan BSM. Seiring dengan itu, BSMternyata mampu pula memberikan kontribusi yangpositip terhadap peningkatan prestasi siswa dihampir semua jenjang pendidikan yang tampakdari nilai mata pelajaran yang di-UN/USBN-kanyakni: Bahasa Indonesia, Matematika, dan BahasaInggris dengan rerata peningkatan nilai hasilbelajar sampai mencapai poin 0,34 setelahmemperoleh dana BSM. Kendati BSM memberikandorongan kepada siswa untuk melanjutkanpendidikannya, namun program BSM tampaknyabelum dirancang secara khusus untuk keber-

lanjutan pendidikan siswa pada jenjang yang lebihtinggi.

SaranImplementasi kebijakan BSM perlu ditindaklanjutidengan cakupan yang lebih luas dan terarahkarena terbukti mampu berkontribusi positifterhadap keberlangsungan pendidikan. Seiringdengan itu BSM perlu dirancang guna memberikansubsidi bagi siswa miskin untuk keberlanjutanpendidikannya sampai jenjang pendidikan yangtertinggi. Setiap sekolah perlu proaktif melakukanpembinaan kepada siswa dan orangtua agarmemanfaatkan BSM secara opt imal; sertamembangun sistem evaluasi BSM yang bergunauntuk membantu para pemangku kepentingansebagai bahan memperbaiki kebijakan BSM.

Pustaka Acuan

Ahira, Anne. 2012. Pengertian Kontribusi. http://www.anneahira.com/kontribusi.html. Diakses 22 April2013.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 1993. Panduan Program Inpres Desa Tertinggal. Jakarta:Bappenas.

Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin, Indeks Kemiskinan, GarisKedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Provinsi (2007-2012). Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik. 2010, Statistik Pendidikan 2009: Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta: BPS.

Baines Stephen. 1999. Towards More Transparent Financial Management: Scholarships and GrantsProgrammes In Indonesia. Paris, Unesco. Published by: International Institute for EducationalPlanning.

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Studi Putus Sekolahdan Mengulang Kelas pada Jenjang Pendidikan Dasar. Jakarta: Balitbang, Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Data dan Indikator untuk Penyusunan Program Pembangunan.Jakarta: Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Depdiknas.

Departemen Keuangan. 2012. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER- 16 IPB/2012tentang Pencairan dan Penyaluran Dana BSM dan Beasiswa Bakat dan Prestasi. Jakarta: Depkeu.

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2010. Panduan Pelaksanaan BSMSMP. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. 2012. Kebijakan Kemdikbud dalam Sinergis Implementasi BantuanSiswa Miskin dengan Program Keluarga Harapan. Disampaikan dalam Rakor Program KeluargaHarapan di Yogyakarta, 04 April 2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan DasarKementerian Pendidikan Nasional.

Page 23: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

171

Philip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa

Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah. 2012. Panduan Pelaksanaan tahun 2012 Bantuan KhususMurid (BKM) Jenjang Pendidikan Menengah (Dekonsentrasi). Kementerian Pendidikan danKebudayaan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2003. Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance). Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.

Djadjendra. 2014. Memimpin dengan Kontribusi. Jakarta: Djadjendra Corporate Training.

Fattah, Nanang. 2009. Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Gunawan, Ary. 2010. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Berbagai ProblemPendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Harniati. 2010. Program-program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan. Bogor:Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian.

Harsono. 2007. Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan. Yogyakarta: Suryajaya Press.

Hemasaputri, Linda. 2010. Pengaruh Pemanfaatan Dana Bantuan Khusus Siswa Miskin (BKSM terhadapPrestasi Belajar Siswa SMA Negeri I Pacitan. Skripsi, Program Studi Pendidikan Akuntansi,Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang.

Kemdikbud. 2012. Kebijakan Kemdikbud dalam Sinergitas Implementasi Bantuan Siswa Miskin denganProgram Keluarga Harapan. Bahan paparan dalam Rakor Program Keluarga HarapanYogyakarta, 04 April 2012.

Kemdiknas. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010 -2014. Jakarta: Kemdiknas.

Koran Pendidikan Kemdikbud. 2013. Pangkas Tuntas Angka Putus Sekolah. http: //headline.koranpendidikan.com/view/3295/html. Diakses 26 Februari 2013.

Meirawan, Danny. 2013. Penjaminan Mutu Satuan Pendidikan Sebagai Upaya Pengendalian MutuPendidikan Secara Nasional dalam Otonomi Pendidikan. Makalah Konaspi VI Bandung, UniversitasPendidikan Indonesia.

Patton MQ. 2006. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Patton, MQ. 2001. Qualitative Research and Evaluation Methods (3rd Ed.). Thousand Oaks, CA: SagePublications.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan MutuPendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar 9 Tahun.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan.

Pusat Data dan Statistik Pendidikan. 2012. Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2011/2012. Jakarta, PusatData dan Statistik, Sekretariat Jederal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pusat Penelitian Kebijakan. 2005. Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan: Seri Analisis KebijakanPendidikan. Jakarta: Puslitjak.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke 2.Jakarta: Balai Pustaka.

Page 24: KONTRIBUSI BANTUAN SISWA MISKIN TERHADAP … filePhilip Suprastowo, Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan Keberlanjutan Pendidikan Siswa KONTRIBUSI BANTUAN SISWA

172

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014

Patriadi, Pandu; Handoko, Rudi. 2005. Evaluasi Kebijakan Subsidi Non BBM. Jurnal Kajian Ekonomi danKeuangan, Volume 9, Nomor 4, Desember 2005.

Suharto, Edi. 2006. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Suparlan, Parsudi. 1995. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Suryadi, Ace. 1995. Efisiensi Pendidikan. Jakarta: Pusat Informatik untuk Pengelolaan Pendidikan,Balitbang Depdikbud.

Suryadi, Ace. 1999. Pendidikan Investasi SDM dan Pembangunan. Jakarta: Balai Pustaka.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). 2012. Panduan Pemantauan ProgramPenaggulangan Kemiskinan, Buku Pegangan TKPK Daerah. Jakarta: TNP2K.

Tjiptono dan Diana, A. 1996. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

World Bank. 2008. Poverty Data: A Supplement to World Development Indicators. Washington DC: TheWorld Bank.