Konten D1418.pdf

100
- 1- BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAMPANG TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang sangat dibutuhkan untuk mengarahkan pembangunan secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, guna mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor daerah, dan masyarakat yang perlu dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang 2003-2013 perlu diganti; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2.Undang-Undang…..

Transcript of Konten D1418.pdf

Page 1: Konten D1418.pdf

- 1-

BUPATI SAMPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG

NOMOR : 7 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAMPANG

TAHUN 2012-2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMPANG,

Menimbang : bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang sangat

dibutuhkan untuk mengarahkan pembangunan secara berdaya

guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

pertahanan keamanan, guna mewujudkan keterpaduan

pembangunan antar sektor daerah, dan masyarakat yang perlu

dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang, maka Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun

1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang

2003-2013 perlu diganti;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2.Undang-Undang…..

Page 2: Konten D1418.pdf

- 2-

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur /

Jawa Tengah/Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta

sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 2

Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 19

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2730);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian

(Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22 Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3274);

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 134 Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4247);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun

2004 Nomor 104 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah

kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59 Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4844);

7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 132 Tambahan

Lembaran Negara Nomor 132);

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 65 Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4722);

9. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Tahun 2007

Nomor 66 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4723);

10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68 Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4725);

11.Undang-Undang…..

Page 3: Konten D1418.pdf

- 3-

11. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara

Tahun 2007 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Nomor

4739);

12. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 69 Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4851);

13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 11 Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4966);

14. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 96

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5025 );

15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun

2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059);

16. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya

(Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 130 Tambahan

Lembaran Negara Nomor 5168);

17. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 7

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5188);

18. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun

2011 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang

Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara

Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran

Negara Tahun 1996 Nomor 104);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat

Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran

Negara Tahun 2000 Nomor 20 Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3934);

21.Peraturan…..

Page 4: Konten D1418.pdf

- 4-

21. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran

Negara Tahun 2004 Nomor 45 Tambahan Lembaran Negara

Nomor 4593);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran

Negara Tahun 2005 Nomor 33 Tambahan Lembaran Negara

Nomor 4490);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 33 Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4490);

24. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan

(Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 86 Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4655);

25. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara

Nomor 4737);

26. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008

Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4833);

27. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2008

Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4858);

28. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan

Industri (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 47 Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4987);

29. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman

Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Tahun 2009

Nomor 68 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5004);

30. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Jalan Tol

(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 88 Tambahan Lembaran

Negara Nomor 5019);

31.Peraturan…..

Page 5: Konten D1418.pdf

- 5-

31. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang

Kepelabuhanan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 151

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5070);

32. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran

Negara Tahun 2010 Nomor 16 Tambahan Lembaran Negara

Nomor 5098);

33. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun

2010 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5103);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi

Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil (Lembaran

Negara Tahun 2010 Nomor 109 Tambahan Lembaran Negara

Nomor 5154);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk

dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang

(Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 118 Tambahan

Lembaran Negara Nomor 5160);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai

(Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 120 tambahan

Lembaran Negara Nomor 5230);

37. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan

dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko

Modern;

38. Keputusan Menteri Dalam Nomor 8 Tahun 1998 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;

39. Peraturan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

327 Tahun 2002 tentang Penetapan 6 (enam) Pedoman Bidang

Penataan Ruang;

40. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang

Tata Cara Evaluasi Raperda tentang Rencana Tata Ruang

Daerah;

41. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009

tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan

Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang

Page 6: Konten D1418.pdf

- 6-

Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya;

42. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota;

43. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota

44. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009

tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Propinsi Jawa

Timur Tahun 2005-2025;

45. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur

2011 – 2031;

46. Peraturan Daerah Kabupaten Sampang Nomor 7 Tahun 2006

tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

Kabupaten Sampang Tahun 2005-2025;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SAMPANG

dan

BUPATI SAMPANG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KABUPATEN SAMPANG TAHUN 2012-2032.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

Pengertian

Pasal 1…..

Page 7: Konten D1418.pdf

- 7-

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Kabupaten adalah Kabupaten Sampang.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sampang.

3. Bupati adalah Bupati Sampang.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sampang.

5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara

termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia

dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan

kehidupannya.

6. Tata ruang meliputi wujud struktur ruang dan pola ruang.

7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan

prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial

ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang

meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk

fungsi budidaya.

9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

10. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,

pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.

11. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang

dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

12. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola

ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan program

beserta pembiayaannya.

13. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata

ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

14. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

15. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang yang selanjutnya disingkat

RTRW Kabupaten Sampang adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah di

daerah Kabupaten Sampang.

16.Wilayah…..

Page 8: Konten D1418.pdf

- 8-

16. Wilayah Kabupaten Sampang adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis

beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan

berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional di Kabupaten

Sampang.

17. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan perkotaan

yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa

kecamatan.

18. Pusat Kegiatan Lokal promosi yang selanjutnya disingkat PKLp adalah pusat

kegiatan yang dipromosikan untuk kemudian hari dapat ditetapkan sebagai

PKL.

19. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan

perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau

beberapa desa.

20. Pusat Pelayanan Lingkungan atau disingkat PPL merupakan pusat permukiman

yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.

21. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi

lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di

bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali

jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

22. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di

dalamnya.

23. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam

satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya

kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

24. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah

daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang

berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di

darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah

perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

25. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/

jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,

tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang

sengaja ditanam.

26.Kawasan…..

Page 9: Konten D1418.pdf

- 9-

26. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan

sumberdaya buatan.

27. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya

manusia dan sumberdaya buatan.

28. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan

sosial dan kegiatan ekonomi.

29. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian

termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan

sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

30. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang meliputi satu atau lebih pusat

kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan

pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya

keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan

sistem agrobisnis.

31. Kawasan Strategis Propinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya

diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup

propinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

32. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya

diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup

Kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

33. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan

lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/ lingkungan hunian dan tempat

kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

34. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

35. Kawasan pariwisata terdiri atas wisata alam di dalam kawasan konservasi;

wisata alam di luar kawasan konservasi; wisata rekreasi; wisata sejarah, budaya

dan religi.

36.Kawasan…..

Page 10: Konten D1418.pdf

- 10-

36. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang

dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan

dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha

Kawasan Industri.

37. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi

kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

38. Kawasan peruntukan pertambangan adalah wilayah yang memiliki sumber daya

bahan tambang yang berwujud padat, cair atau gas berdasarkan peta/data

geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan

pertambangan.

39. Kawasan budidaya pertanian adalah wilayah budidaya memiliki potensi

budidaya komoditas memperhatikan kesesuaian lahan dan agroklimat, efisiensi

dan efektifitas usaha pertanian tertentu yang tidak dibatasi wilayah

administrasi.

40. Lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah lahan yang dikelola untuk

budidaya pertanian ramah Iingkungan yang mampu mencapai produktivitas

dan keuntungan optimal dengan tetap selalu menjaga kelestarian sumberdaya

lahan dan Iingkungan.

41. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional

yang digunakan untuk pertahanan.

42. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah adalah ketentuan-

ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan

ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang berbentuk

ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan

disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kabupaten.

43. Ketentuan peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang

persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya, dan disusun

untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana

rinci tata ruang.

44. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh

pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh

setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam

melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata

ruang yang telah disusun dan ditetapkan.

45.Ketentuan…..

Page 11: Konten D1418.pdf

- 11-

45. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk

memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan

rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi

pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana

tata ruang.

46. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang

melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana

tata ruang yang berlaku.

47. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

48. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat

hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain

dalam penataan ruang.

49. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas

kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan

bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

50. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam

bidang penataan ruang.

51. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat BKPRD

adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten

Sampang dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam

koordinasi penataan ruang di daerah.

Bagian Kedua

Ruang Lingkup

Pasal 2

(1) Wilayah Kabupaten Sampang terdiri atas 14 (empat belas) kecamatan dengan

luas wilayah 1.233,03 (seribu dua ratus tiga puluh tiga koma nol tiga) kilometer

persegi.

(2) Luas tiap kecamatan di Kabupaten meliputi:

a. Wilayah Kecamatan Omben dengan luas 116,31 (seratus enam belas koma

tiga puluh satu) kilometer persegi;

b. Wilayah Kecamatan Kedungdung dengan luas 123,08 (seratus dua puluh

tiga koma nol delapan) kilometer persegi;

Page 12: Konten D1418.pdf

- 12-

c. Wilayah Kecamatan Robatal dengan luas 80,54 (delapan puluh koma lima

puluh empat) kilometer persegi;

d. Wilayah Kecamatan Jrengik dengan luas 65,35 (enam puluh lima koma tiga

puluh lima) kilometer persegi;

e. Wilayah Kecamatan Ketapang dengan luas 125,28 (seratus dua puluh lima

koma dua puluh delapan) kilometer persegi;

f. Wilayah Kecamatan Torjun dengan luas 44,20 (empat puluh empat koma

dua puluh) kilometer persegi;

g. Wilayah Kecamatan Pengarengan dengan luas 42,69 (empat puluh dua koma

enam puluh sembilan) kilometer persegi;

h. Wilayah Kecamatan Karangpenang dengan luas 84,25 (delapan puluh empat

koma dua puluh lima) kilometer persegi;

i. Wilayah Kecamatan Tambelangan dengan luas 89,97 (delapan puluh

sembilan koma sembilan puluh tujuh) kilometer persegi;

j. Wilayah Kecamatan Camplong dengan luas 69,93 (enam puluh sembilan

koma sembilan puluh tiga) kilometer persegi;

k. Wilayah Kecamatan Sreseh dengan luas 71,95 (tujuh puluh satu koma

sembilan puluh lima) kilometer persegi;

l. Wilayah Kecamatan Sampang dengan luas 70,01 (tujuh puluh koma nol

satu) kilometer persegi;

m. Wilayah Kecamatan Sokobanah dengan luas 108,51 (seratus delapan koma

lima puluh satu) kilometer persegi; dan

n. Wilayah Kecamatan Banyuates dengan luas 141,23 (seratus empat puluh

satu koma dua puluh tiga) kilometer persegi.

(3) Batas wilayah Kabupaten meliputi:

a. sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa;

b. sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Madura;

c. sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan; dan

d. sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bangkalan.

BAB II

ASAS, VISI, MISI, TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu.....

Page 13: Konten D1418.pdf

- 13-

Bagian Kesatu

Asas Penataan Ruang

Pasal 3

Penataan ruang kabupaten berlandaskan azas keterpaduan, keserasian,

keselarasan dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan

keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan

kepentingan hukum, kepastian hukum dan keadilan serta akuntabilitas.

Bagian Kedua

Visi dan Misi penataan Ruang

Pasal 4

(1) Visi penataan ruang kabupaten adalah terwujudnya ruang wilayah Kabupaten

Sampang melalui pengembangan agribisnis, industri dan pariwisata dengan

memperhatikan lingkungan hidup.

(2) Misi penataan ruang kabupaten adalah:

a. Mewujudkan struktur ruang melalui pembangunan infrastruktur dan

kawasan perkotaan guna mendukung pengembangan agribisnis, industri

dan pariwisata sera mengurangi kesenjangan wilayah utara, tengah dan

selatan;

b. Mewujudkan sektor pertanian melalui kegiatan agropolitan, industri dan

pariwisata dengan komoditas unggulan yang khas, berdaya jual serta

berdaya saing;

c. Mewujudkan penyediaan sarana dan prasarana di perkotaan dan perdesaan

untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia yang lebih produktif dan

mandiri serta berdaya-saing tinggi dan mendukung pengembangan

agropolitan, industri dan pariwisata;

d. Mewujudkan terciptanya kepastian hukum dalam kegiatan usaha sesuai

rencana tata ruang serta mendorong peluang investasi produktif; dan

e. Mengembangan sumber daya alam Kabupaten Sampang untuk mendukung

perkembangan ekonomi yang lestari dan berkelanjutan.

Bagian Ketiga…..

Page 14: Konten D1418.pdf

- 14-

Bagian Ketiga

Tujuan Penataan Ruang

Pasal 5

Penataan ruang Kabupaten bertujuan mewujudkan Kabupaten berbasis agropolitan

ditunjang industri, pariwisata, dan potensi lokal bagi pemerataan pembangunan

berkelanjutan.

Bagian Keempat

Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 6

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 disusun kebijakan penataan ruang wilayah.

(2) Kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. pengembangan agropolitan, industri, dan pariwisata;

b. pemantapan struktur pusat pelayanan perkotaan dan pedesaan serta

pengendalian perkembangan kawasan perkotaan;

c. pengembangan kelengkapan sistem sarana dan prasarana wilayah;

d. pemantapan, pelestarian, dan perlindungan kawasan lindung secara

berkelanjutan berbasis kearifan lokal;

e. pengembangan kawasan budidaya secara bersinergis dengan agropolitan,

industri berbasis pertanian, dan pariwisata;

f. pengembangan wilayah pesisir dan pulau kecil di Kabupaten secara

berkelanjutan;

g. peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Kelima

Strategi Penataan Ruang

Pasal 7…..

Page 15: Konten D1418.pdf

- 15-

Pasal 7

(1) Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 disusun strategi penataan ruang wilayah.

(2) Pengembangan agropolitan, industri, dan pariwisata sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dengan strategi meliputi:

a. mengembangkan kawasan perdesaan sesuai potensi kawasan;

b. mengembangkan sistem agropolitan di kawasan perdesaan;

c. mengembangkan sarana dan prasarana pada wilayah perkotaan;

d. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung agropolitan, industri,

dan pariwisata; dan

e. mengembangkan sumberdaya manusia pada kawasan agropolitan.

(3) Pemantapan struktur pusat pelayanan perkotaan dan pedesaan serta

pengendalian perkembangan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 ayat (2) huruf b dengan strategi meliputi:

a. mengarahkan struktur perkotaan secara berhirarki dan mengendalikan

perkembangan kawasan perkotaan;

b. mendistribusikan pemanfaatan ruang terbangun pada kawasan perkotaan

secara merata;

c. meningkatkan interaksi desa-kota dalam meningkatkan efisiensi

pengembangan agropolitan; dan

d. Mengembangkan kawasan perdesaan potensial secara ekonomi melalui desa

pusat pertumbuhan.

(4) Pengembangan kelengkapan sistem sarana dan prasarana wilayah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c dengan strategi meliputi:

a. mengembangkan sistem transportasi secara intermoda sampai ke pusat

produksi pertanian, industri, dan pelayanan pariwisata;

b. meningkatkan kualitas pelayanan jaringan energi dan listrik;

c. mendayagunakan sumber daya air dan pemeliharaan jaringan air baku dan

sarana dan prasarana pengairan kawasan pertanian;

d. meningkatkan jumlah, mutu, dan jangkauan pelayanan komunikasi pada

kawasan agropolitan, pariwisata, dan industri; dan

e. mengoptimalkan tingkat penanganan dan pemanfaatan persampahan.

(5) Pemantapan, pelestarian, dan perlindungan kawasan lindung secara

berkelanjutan berbasis kearifan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (2) huruf d dengan strategi meliputi:

Page 16: Konten D1418.pdf

- 16-

a. meningkatkan kualitas kawasan yang memberi perlindungan di bawahnya

berupa kawasan resapan air;

b. memantapkan dan meningkatkan konservasi alam, rehabilitasi ekosistem

serta mengendalikan pencemaran, dan perusakan lingkungan hidup;

c. memantapkan fungsi dan nilai manfaatnya pada kawasan cagar budaya;

d. mengendalikan kawasan rawan bencana alam;

e. memantapkan wilayah kawasan lindung geologi dan pemantapan

pengelolaan kawasan secara partisipatif; dan

f. memantapkan kawasan terumbu karang.

(6) Pengembangan kawasan budidaya secara bersinergis dengan agropolitan,

industri berbasis pertanian, dan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 ayat (2) huruf e dengan strategi meliputi:

a. mengembangkan kawasan hutan produksi;

b. mengembangkan kawasan hutan rakyat;

c. mengendalikan lahan pertanian berkelanjutan dan meningkatkan pangan

nasional;

d. mengembangkan komoditas unggul perkebunan, tanaman pangan dan

hortikultura;

e. meningkatkan produk dan nilai tambah perikanan budidaya;

f. mengembangkan kawasan pertambangan berbasis pada teknologi ramah

lingkungan;

g. mengembangkan industri ramah lingkungan;

h. meningkatkan peran serta masyarakat pada pengembangan pariwisata

dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan pelestarian

kearifan lokal;

i. meningkatkan kawasan permukiman perkotaan dengan permukiman

perdesaan secara sinergis; dan

j. menetapkan dan mengembangkan kawasan peternakan.

(7) Pengembangan wilayah pesisir dan pulau kecil di Kabupaten secara

berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf f dengan

strategi meliputi:

a. merencanakan zonasi kawasan pesisir Kabupaten;

b. memantapkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat

dalam mengembangkan dan memelihara ekosistem pesisir;

c. meningkatkan nilai ekonomi kawasan lindung pada pemanfaatan bakau dan

terumbu karang; dan

Page 17: Konten D1418.pdf

- 17-

d. mengendalikan kawasan hutan mangrove di wilayah pesisir selatan.

(8) Peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf g dengan strategi meliputi:

a. mendukung penetapan kawasan dengan fungsi pertahanan dan keamanan;

b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif didalam dan disekitar

kawasan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;

c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak

terbangun disekitar kawasan pertahanan dan keamanan dengan kawasan

budidaya terbangun; dan

d. menjaga dan memelihara aset pertahanan dan keamanan.

BAB III

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 8

(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi:

a. sistem pusat kegiatan; dan

b. sistem jaringan prasarana wilayah.

(2) Untuk pemantapan struktur ruang perlu dilakukan penyusunan Rencana Detail

Tata Ruang Perkotaan meliputi:

a. PKL;

b. PKLp; dan

c. PPK.

(3) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat

ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 9…..

Page 18: Konten D1418.pdf

- 18-

Pasal 9

Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a

meliputi:

a. sistem perkotaan;

b. sistem perdesaan; dan

c. peran pusat kegiatan.

Pasal 10

Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 huruf a terdiri atas:

a. PKL berada di perkotaan Sampang;

b. PKLp meliputi:

1. perkotaan Kedungdung;dan

2. perkotaan Ketapang.

c. PPK meliputi:

1. perkotaan Camplong;

2. perkotaan Torjun;

3. perkotaan Pengarengan;

4. perkotaan Sreseh;

5. perkotaan Jrengik;

6. perkotaan Robatal;

7. perkotaan Omben;

8. perkotaan Tambelangan;

9. perkotaan Banyuates;

10. perkotaan Karangpenang; dan

11. perkotaan Sokobanah.

Pasal 11

(1) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dilakukan

dengan membentuk pusat pelayanan desa dihubungkan dengan sistem jaringan

jalan dan infrastruktur.

(2) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan

pelayanan perdesaan secara berhirarki meliputi:

a. PPL;

Page 19: Konten D1418.pdf

- 19-

b. pusat pelayanan setiap desa; dan

c. pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman.

(3) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:

a. Desa Bundah Kecamatan Sreseh;

b. Desa Kodak Kecamatan Torjun;

c. Desa Gulbung Kecamatan Pengarengan;

d. Desa Jrangoan Kecamatan Omben;

e. Desa Ombul Kecamatan Kedungdung;

f. Desa Bancelok Kecamatan Jrengik;

g. Desa Batosarang Kecamatan Tambelangan;

h. Desa Montor Kecamatan Banyuates;

i. Desa Lepelle Kecamatan Robatal;

j. Desa Tlambah Kecamatan Karangpenang;

k. Desa Paopale Laok Kecamatan Ketapang; dan

l. Desa Tobai Timur Kecamatan Sokobanah.

Pasal 12

(1) Peran pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c meliputi:

a. PKL dengan peran sebagai pusat pemerintahan kabupaten, pelayanan sosial

dan ekonomi, permukiman perkotaan, perdagangan, industri, perikanan,

pendidikan tinggi, perhubungan, dan pariwisata;

b. PKLp dengan peran sebagai pusat pengembangan pelayanan sosial dan

ekonomi, pengembangan permukiman perkotaan, perdagangan, industri,

pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan, riset

perikanan, pelestarian sumber daya alam, konservasi, perhubungan,

pariwisata dan pertambangan;

c. PPK dengan peran sebagai pusat pemerintahan kecamatan dan pusat

pelayanan sosial ekonomi skala kecamatan; dan

d. PPL dengan peran sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi skala lingkungan.

(2) Pengembangan fasilitas kawasan ditentukan sesuai jumlah penduduk, fungsi

kawasan, dan mengikuti Standar Nasional Indonesia.

Bagian Ketiga.....

Page 20: Konten D1418.pdf

- 20-

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 13

Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)

huruf b terdiri atas:

a. sistem prasarana utama; dan

b. sistem prasarana lainnya.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 14

Sistem prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a berupa

sistem jaringan transportasi terdiri atas:

a. sistem jaringan transportasi darat; dan

b. sistem jaringan transportasi laut.

Pasal 15

Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a

terdiri atas:

a. jaringan jalan; dan

b. jaringan perkeretaapian.

Pasal 16

(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi:

a. jaringan jalan nasional sebagai jalan arteri primer;

b. jaringan jalan strategis nasional rencana;

c. jaringan jalan propinsi sebagai jalan kolektor primer;

d. jaringan jalan strategis propinsi;

e. jaringan jalan kabupaten;

f. jalan dan jembatan;

g. lokasi terminal; dan

h. pengembangan prasarana dan sarana angkutan umum.

Page 21: Konten D1418.pdf

- 21-

(2) Jaringan jalan nasional sebagai jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a meliputi:

1. ruas jalan batas Kabupaten Bangkalan - Torjun;

2. ruas jalan Torjun – batas Kota Sampang;

3. ruas jalan Sudirman;

4. ruas jalan Wahid Hasyim;

5. ruas jalan Jagung Suprapto;

6. ruas jalan batas Kota Sampang – batas Kabupaten Pamekasan;

7. ruas jalan K.H. Hasyim Ashari;

8. ruas jalan Trunojoyo;

9. ruas jalan P.Diponegoro; dan

10. ruas jalan H. Agus Salim.

(3) Jaringan jalan strategis nasional rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b berupa ruas jalan Modung-Sampang;

(4) Jaringan jalan propinsi sebagai jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. ruas jalan batas kabupaten Bangkalan-Ketapang;

b. ruas jalan Ketapang-batas Kota Pamekasan;

c. ruas jalan Kusuma Bangsa;

d. ruas jalan Sampang-Ketapang;

e. ruas jalan Imam Bonjol;

f. ruas jalan Sampang-Omben; dan

g. ruas jalan Omben-batas Kabupaten Pamekasan.

(5) Jaringan jalan strategis propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. Ragung-Torjun; dan

b. Sampang-Ragung.

(6) Jaringan jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

meliputi:

a. pengembangan jalan kolektor sekunder dan lokal sekunder menuju kawasan

sentra industri, kawasan agropolitan, dan kawasan pariwisata.

b. pembangunan jalan lingkar selatan melalui Kecamatan Sampang –

Kecamatan Pengarengan – Kecamatan Torjun; dan

c. peningkatan jalan utama antar desa.

(7) Jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. pembangunan jalan akses ke Jembatan Sreseh-Pangarengan; dan

b. pengembangan jembatan Sreseh – Pengarengan.

Page 22: Konten D1418.pdf

- 22-

(8) Lokasi terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas:

a. terminal terdiri atas:

1. terminal penumpang meliputi:

a) pengembangan terminal penumpang tipe B berada di Kecamatan

Torjun atau di Kecamatan Sampang; dan

b) pengembangan terminal penumpang tipe C di PKLp dan Kecamatan

Omben.

2. terminal barang meliputi:

a) Kecamatan Camplong; dan

b) Kecamatan Pengarengan.

b. alat pengawasan dan perawatan jalan berupa jembatan timbang berada di

Kecamatan Jrengik;

c. unit pengujian kendaraan bermotor berada di Kecamatan Sampang; dan

d. unit bengkel umum pengujian kendaraan bermotor di Kecamatan Sampang.

(9) Pengembangan prasarana dan sarana angkutan umum sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf f meliputi:

a. jaringan trayek angkutan penumpang umum antar kota dalam propinsi

meliputi:

1. Sampang – Bangkalan – Kamal; dan

2. Sampang – Pamekasan - Sumenep.

b. jaringan trayek angkutan penumpang umum pedesaan meliputi:

1. Sampang – Kedungdung – Robatal – Ketapang ;

2. Sampang – Kedungdung – Robatal – Karangpenang;

3. Sampang – Omben – Karangpenang – Sokobanah;

4. Ketapang – Banyuates;

5. Sampang – Pengarengan – Torjun; dan

6. Sampang – Torjun – Jrengik – Tambelangan – Kedungdung.

c. jaringan trayek angkutan penumpang umum perbatasan meliputi:

1. Omben – Pamekasan;

2. Kedungdung – Tambelangan – Blega – Sreseh;

3. Sampang– Pangarengan – Torjun – Sreseh; dan

4. Banyuates – Ketapang – Sokobanah – Tamberuh.

d. jaringan lintas angkutan barang melalui Kabupaten Bangkalan – Kabupaten

Sampang – Kabupaten Pamekasan.

Page 23: Konten D1418.pdf

- 23-

Pasal 17

Jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b meliputi:

a. konservasi rel mati;

b. pengembangan jalur perkeretaapian umum yang menghubungkan Bangkalan–

Kamal–Sampang–Pamekasan–Sumenep yang terintegrasi dengan jaringan

perkeretaapian di Surabaya; dan

c. menjaga prasarana perkeretapian.

Pasal 18

Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b

berupa pengembangan pelabuhan meliputi:

a. pengembangan pelabuhan pengumpul berada di Desa Taddan Kecamatan

Camplong;

b. revitalisasi dan pengembangan pelabuhan pengumpan lokal meliputi:

1. Pelabuhan Tanglok di Kecamatan Sampang;

2. Pelabuhan Gilimandangin di Kecamatan Sampang; dan

3. Pelabuhan Batioh di Kecamatan Banyuates.

Pasal 19

Sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b terdiri

atas:

a. sistem jaringan energi;

b. sistem jaringan telekomunikasi;

c. sistem jaringan sumber daya air; dan

d. sistem jaringan prasarana lingkungan.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Energi

Pasal 20

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi:

a. pembangkit tenaga listrik;

b. jaringan transmisi tenaga listrik; dan

c. pelayanan energi listrik.

Page 24: Konten D1418.pdf

- 24-

(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri

atas:

a. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) berada di

Kecamatan Banyuates;

b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) meliputi:

1. Kecamatan Karangpenang;

2. Kecamatan Sampang;

3. Kecamatan Omben;

4. Kecamatan Tambelangan;

5. Kecamatan Kedungdung;

6. Kecamatan Banyuates;

7. Kecamatan Sokobanah; dan

8. Kecamatan Ketapang.

c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin meliputi:

1. Kecamatan Pengarengan;

2. Kecamatan Sreseh;

3. Kecamatan Camplong;

4. Kecamatan Sokobanah; dan

5. Kecamatan Sampang.

d. pengembangan biogas kotoran ternak meliputi:

1. Kecamatan Ketapang;

2. Kecamatan Jrengik;

3. Kecamatan Sokobanah;

4. Kecamatan Kedungdung;

5. Kecamatan Sampang; dan

6. Kecamatan Banyuates.

(3) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

a. SUTT yang melewati Kecamatan Jrengik –Kecamatan Torjun – Kecamatan

Sampang - Kecamatan Camplong;

b. rencana pengembangan SUTT yang melewati Kecamatan Banyuates –

Kecamatan Ketapang – Kecamatan Sokobanah;

c. gardu induk berada di Kecamatan Sampang.

(4) Pelayanan energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:

a. peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat pertumbuhan dan

daerah pengembangan;

Page 25: Konten D1418.pdf

- 25-

b. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-daerah yang

belum terlayani; dan

c. peningkatan dan pengoptimalan pelayanan listrik di seluruh wilayah

Kabupaten.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 21

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b

terdiri atas:

a. infrastruktur telekomunikasi berupa jaringan kabel telepon; dan

b. infrastruktur nirkabel berupa menara telekomunikasi.

(2) Infrastruktur telekomunikasi berupa jaringan kabel telepon sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. peningkatan kapasitas sambungan telepon kabel pada kawasan

perdagangan, jasa, industri, fasilitas umum, fasilitas sosial, terminal,

permukiman, dan kawasan yang baru dikembangkan; dan

b. penyediaan sarana teknologi informasi dan telekomunikasi pada lokasi

strategis yang sering diakses publik atau kawasan pusat kegiatan

masyarakat.

(3) Infrastruktur nirkabel berupa menara telekomunikasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. pemanfaatan menara telekomunikasi secara bersama dalam rangka efisiensi

ruang; dan

b. penataan menara telekomunikasi bersama meliputi seluruh kecamatan di

Kabupaten.

Paragraf 4

Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 22

(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c

terdiri atas:

Page 26: Konten D1418.pdf

- 26-

a. sungai, waduk, dan embung;

b. wilayah sungai kabupaten;

c. jaringan irigasi;

d. jaringan air baku; dan

e. sistem pengendalian banjir.

(2) Sungai, waduk, dan embung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

terdiri atas:

a. wilayah sungai Madura-Pekalen Sampean merupakan WS lintas kabupaten

menjadi kewenangan propinsi;

b. waduk meliputi:

1. waduk Nipah berada di Kecamatan Banyuates; dan

2. waduk Klampis berada di Kecamatan Kedungdung.

c. embung meliputi:

1. Batuporo I berada di Kecamatan Kedungdung;

2. Batuporo II berada di Kecamatan Kedungdung;

3. Batuporo III berada di Kecamatan Kedungdung;

4. Batuporo IV berada di Kecamatan Kedungdung;

5. Palenggian I berada di Kecamatan Kedungdung;

6. Palenggian II berada di Kecamatan Kedungdung;

7. Palenggian III berada di Kecamatan Kedungdung;

8. Kedungdung I berada di Kecamatan Kedungdung;

9. Kedungdung II berada di Kecamatan Kedungdung;

10. Pajeruan berada di Kecamatan Kedungdung;

11. Robatal I di Kecamatan Robatal;

12. Robatal II di Kecamatan Robatal;

13. Gunung Kesan berada di Kecamatan Robatal;

14. Jelgung berada di Kecamatan Robatal;

15. Pandiangan I berada di Kecamatan Robatal;

16. Pandiangan II di Kecamatan Robatal;

17. Pandiangan III di Kecamatan Robatal;

18. Sawah Tengah I berada di Kecamatan Robatal;

19. Sawah Tengah II di Kecamatan Robatal;

20. Torjunan I berada di Kecamatan Robatal;

21. Torjunan II berada di Kecamatan Robatal;

22. Torjunan III di Kecamatan Robatal;

23. Torjunan IV di Kecamatan Robatal;

Page 27: Konten D1418.pdf

- 27-

24. Lepelle I berada di Kecamatan Robatal;

25. Lepelle II di Kecamatan Robatal;

26. Lepelle III di Kecamatan Robatal;

27. Gunung Eleh di Kecamatan Robatal;

28. Gunung Rancak di Kecamatan Robatal;

29. Tragih di Kecamatan Robatal;

30. Lar-lar di Kecamatan Banyuates;

31. Pelanggaran di Kecamatan Banyuates;

32. Angsokah berada di Kecamatan Omben;

33. Blu’uran I berada di Kecamatan Omben;

34. Blu’uran II berada di Kecamatan Omben;

35. Karang Gayam I berada di Kecamatan Omben;

36. Karang Gayam II berada di Kecamatan Omben;

37. Rapa Daya I berada di Kecamatan Omben;

38. Rapa Daya II berada di Kecamatan Omben;

39. Rapa Laok berada di Kecamatan Omben;

40. Rongdalam I berada di Kecamatan Omben;

41. Rongdalam II berada di Kecamatan Omben;

42. Noreh di Kecamatan Sreseh;

43. Marparan I berada di Kecamatan Sreseh;

44. Marparan II berada di Kecamatan Sreseh;

45. Marparan III berada di Kecamatan Sreseh;

46. Soroan I berada di Kecamatan Sreseh;

47. Soroan II berada di Kecamatan Sreseh;

48. Soroan III berada di Kecamatan Sreseh;

49. Soroan IV berada di Kecamatan Sreseh;

50. Ombul berada di Kecamatan Sreseh;

51. Junok berada di Kecamatan Sreseh;

52. Junok I berada di Kecamatan Sreseh;

53. Junok II berada di Kecamatan Sreseh;

54. Junok III berada di Kecamatan Sreseh;

55. Junok IV berada di Kecamatan Sreseh;

56. Bundah berada di Kecamatan Sreseh;

57. Plasah I berada di Kecamatan Sreseh;

58. Plasah II berada di Kecamatan Sreseh;

59. Birem di Kecamatan Tambelangan;

Page 28: Konten D1418.pdf

- 28-

60. Karang Penang Unjur I di Kecamatan Karangpenang;

61. Karang Penang Unjur II di Kecamatan Karangpenang;

62. Bulmatet di Kecamatan Karangpenang;

63. Karang Penang Oloh di Kecamatan Karangpenang;

64. Poreh berada di Kecamatan Karangpenang;

65. Banjar Talela di Kecamatan Camplong;

66. Bunten Barat di Kecamatan Ketapang; dan

67. Bunten Timur di Kecamatan Ketapang.

(3) Wilayah sungai kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

a. wilayah sungai Klampis;

b. wilayah sungai Kamoning; dan

c. wilayah sungai Panyepen.

(4) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. pengelolaan 45 (empat puluh lima) DI (Daerah Irigasi) di Kabupaten;

b. optimalisasi jaringan irigasi melalui pengembangan waduk, bendung,

sungai, sumber air, pompa irigasi air tanah, dan saluran irigasi; dan

c. peningkatan sarana dan prasarana pendukung jaringan irigasi.

(5) Jaringan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. rehabilitasi sumur dalam meliputi:

1. sumur dalam Jrengik;

2. sumur dalam Bira Timur;

3. sumur dalam Meteng I;

4. sumur dalam Meteng II;

5. sumur dalam Madulang I;

6. sumur dalam Madulang II;

7. sumur dalam Madulang III;

8. sumur dalam Pangereman;

9. sumur dalam Tamberu Daya;

10. sumur dalam Tamberu Laok;

11. sumur dalam Kamondung;

12. sumur dalam Sejati I;

13. sumur dalam Sejati II;

14. sumur dalam Tanah Merah;

15. sumur dalam Kara;

16. sumur dalam Banjartalela;

Page 29: Konten D1418.pdf

- 29-

17. sumur dalam Paopale Laok; dan

18. sumur dalam Panyepen.

b. rehabilitasi sumur pompa meliputi:

1. sumur pompa irigasi air Tanah Merah;

2. sumur pompa irigasi Kara;

3. sumur pompa irigasi Buker;

4. sumur pompa irigasi Banjartalela;

5. sumur pompa irigasi Paopale Laok;

6. sumur pompa irigasi Tamberu Laok;

7. sumur pompa irigasi Ketapang Timur; dan

8. sumur pompa irigasi Sokobanah Daya.

c. pembangunan sumur dalam meliputi:

1. sumur dalam Lar-Lar;

2. sumur dalam Tambak Omben; dan

3. sumur dalam Olor.

d. pembangunan Waduk Nipah di Desa Montor Kecamatan Banyuates.

(6) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e

meliputi:

a. pembangunan tanggul dan talud permanen di sepanjang sungai;

b. pembangunan reservoir di wilayah hulu;

c. normalisasi sungai;

d. pembangunan embung dan bendungan meliputi:

1. Kecamatan Robatal;

2. Kecamatan Kedungdung; dan

3. Kecamatan Banyuates.

e. reboisasi kawasan resapan air;

f. pengendalian kawasan resapan air; dan

g. pengendalian kawasan lindung sempadan sungai.

(7) Daerah Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tercantum dalam

Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah

ini.

Paragraf 5

Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan

Pasal 23…..

Page 30: Konten D1418.pdf

- 30-

Pasal 23

Sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19

huruf d, terdiri atas:

a. sistem pengelolaan sampah;

b. sistem pengelolaan limbah;

c. sistem pelayanan air bersih;

d. sistem pengelolaan drainase; dan

e. jalur dan ruang evakuasi bencana.

Pasal 24

(1) Sistem pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a

meliputi:

a. pengembangan penanganan persampahan;

b. penanganan sampah perkotaan; dan

c. penanganan sampah perdesaan.

(2) Pengembangan penanganan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a meliputi:

a. rencana perbaikan sistem pengelolaan sampah dari open dumping ke

controlled landfill atau sanitary landfill di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

Desa Gunung Madah;

b. revitalisasi TPA Kecamatan Ketapang; dan

c. rencana pengembangan TPA berada di Kecamatan Karangpenang.

(3) Penanganan sampah perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

a. pengembangan TPA skala perkotaan berada di Gunung Maddah; dan

b. pengembangan tempat pengelolaan limbah industri non B3 (Bahan

Berbahaya dan Beracun).

(4) Penanganan sampah perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

meliputi:

a. sosialisasi mengenai pengelolaan sampah dengan cara komposting; dan

b. sosialisasi mengenai penggunaan tempat sampah takakura.

Pasal 25…..

Page 31: Konten D1418.pdf

- 31-

Pasal 25

Sistem pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b

meliputi:

a. penanganan limbah secara on site dengan pembangunan jamban keluarga,

jamban komunal, dan sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) umum; dan

b. penanganan limbah secara off site dengan sistem perpipaan.

Pasal 26

(1) Sistem pelayanan air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c

terdiri atas:

a. air baku untuk air bersih; dan

b. sistem pelayanan air minum.

(2) Air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

meliputi:

a. sumber air Banyuanyar;

b. sumber air Omben;

c. sumber air Sumber Payung Ketapang; dan

d. sumber-sumber air baku lainnya.

(3) Sistem pelayanan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

a. peningkatan kapasitas produksi instalasi pengolahan air minum;

b. perluasan jaringan pelayanan yang ada sampai wilayah pelosok;

c. pemanfaatan secara optimal keberadaan sumur dan sumber air di wilayah

pelosok; dan

d. pemanfaatan teknologi pengolahan air.

Pasal 27

Sistem pengelolaan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d

meliputi:

a. perbaikan kawasan bagian hulu/lindung tangkapan air hujan untuk menekan

aliran air permukaan (run off);

b. pembuatan sempadan sungai pada bagian tengah dan hilir sungai; dan

c. peningkatan jaringan drainase perkotaan.

Page 32: Konten D1418.pdf

- 32-

Pasal 28

(1) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23

huruf e meliputi:

a. penyediaan jalur keluar proses evakuasi akibat dampak bencana alam

banjir; dan

b. penyediaan ruang evakuasi bencana banjir.

(2) Penyediaan jalur keluar proses evakuasi akibat dampak bencana alam banjir

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. meningkatkan aksesibilitas menuju Desa Gunung Maddah berada di sebelah

timur perkotaan Sampang; dan

b. meningkatkan aksesbilitas menuju Lapangan Wijaya Kusuma berada di

Kelurahan Gunungsekar Kecamatan Sampang.

(3) Penyediaan ruang evakuasi bencana banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b meliputi:

a. ruang bencana di wilayah timur perkotaan Sampang berada di Desa Gunung

Maddah; dan

b. ruang bencana di wilayah barat perkotaan Sampang berada di Lapangan

Wijaya Kusuma.

BAB IV

RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 29

(1) Rencana pola ruang wilayah kabupaten meliputi:

a. kawasan lindung; dan

b. kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian

1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua…..

Page 33: Konten D1418.pdf

- 33-

Bagian Kedua

Kawasan Lindung

Pasal 30

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a meliputi:

a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

b. kawasan perlindungan setempat;

c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;

d. kawasan rawan bencana alam;

e. kawasan lindung geologi; dan

f. kawasan lindung lainnya.

Pasal 31

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a berupa kawasan resapan air.

(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan luas kurang

lebih 34.550 (tiga puluh empat ribu lima ratus lima puluh lima) hektar meliputi:

a. Kecamatan Kedungdung;

b. Kecamatan Sampang;

c. Kecamatan Tambelangan;

d. Kecamatan Omben; dan

e. Kecamatan Robatal.

Pasal 32

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf

b terdiri atas:

a. sempadan sungai;

b. sempadan pantai;

c. kawasan sekitar waduk;

d. kawasan sekitar mata air;

e. sempadan irigasi; dan

f. ruang terbuka hijau perkotaan.

(2)Sempadan…..

Page 34: Konten D1418.pdf

- 34-

(2) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa

sempadan berjarak sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di dalam kawasan

perkotaan dan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter di luar kawasan

perkotaan dengan luas kurang lebih 4.717 (empat ribu tujuh ratus tujuh belas)

hektar.

(3) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa kawasan

daratan sepanjang tepian pantai dengan jarak sekurang-kurangnya 100

(seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat dengan luas kurang

lebih 860 (delapan ratus enam puluh) hektar meliputi:

a. Kecamatan Sreseh;

b. Kecamatan Pengarengan;

c. Kecamatan Sampang;

d. Kecamatan Camplong;

e. Kecamatan Banyuates;

f. Kecamatan Ketapang; dan

g. Kecamatan Sokobanah.

(4) Kawasan sekitar waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa

kawasan sepanjang perairan berjarak sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)

meter dari titik pasang tertinggi dengan luas kurang 129 (seratus dua puluh

sembilan) hektar meliputi:

a. waduk Klampis berada di Kecamatan Kedungdung; dan

b. waduk Nipah berada di Kecamatan Banyuates.

(5) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa

kawasan berjarak sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sekeliling mata air

di luar kawasan permukiman dan 100 (seratus) meter sekeliling mata air di

dalam kawasan permukiman dengan luas kurang lebih 900 (sembilan ratus)

hektar berupa 86 (delapan puluh enam) mata air di Kabupaten.

(6) Sempadan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa kawasan

sepanjang kanan-kiri saluran irigasi primer dan sekunder berjarak sekurang-

kurangnya sama dengan kedalaman saluran irigasi untuk saluran irigasi tidak

bertanggul dan berjarak sekurang-kurangnya sama dengan ketinggian tanggul

untuk saluran irigasi bertanggul.

(7) Ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf f dengan luas minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas kawasan

perkotaan dengan luas kurang lebih 7.879 (tujuh ribu delapan ratus tujuh

puluh sembilan) hektar terdiri atas:

Page 35: Konten D1418.pdf

- 35-

a. kawasan perkotaan Sampang;

b. kawasan perkotaan Camplong;

c. kawasan perkotaan Sreseh;

d. kawasan perkotaan Pengarengan;

e. kawasan perkotaan Torjun;

f. kawasan perkotaan Jrengik;

g. kawasan perkotaan Kedungdung;

h. kawasan perkotaan Karangpenang;

i. kawasan perkotaan Omben;

j. kawasan perkotaan Tambelangan;

k. kawasan perkotaan Ketapang;

l. kawasan perkotaan Banyuates;

m. kawasan perkotaan Sokobanah; dan

n. kawasan perkotaan Robatal.

Pasal 33

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 huruf c terdiri atas:

a. kawasan pantai berhutan bakau; dan

b. cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

(2) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dengan luas kurang lebih 824 (delapan ratus dua puluh empat) hektar meliputi:

a. Kecamatan Camplong;

b. Kecamatan Sampang;

c. Kecamatan Pengarengan; dan

d. Kecamatan Sreseh.

(3) Cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf d meliputi:

a. Situs Ratu Ebu berada di Kecamatan Sampang;

b. Situs Pababaran Trunojoyo di Kecamatan Sampang;

c. Situs Makam Ratu Ebu (Madegan) di Kecamatan Sampang;

d. Sumur Tujuh Petilasan Pangeran Panji Laras di Kecamatan Sampang;

e. Situs Sumur Daksan di Kecamatan Sampang;

f. Situs Makam Pangeran Santo Merto di Kecamatan Sampang;

Page 36: Konten D1418.pdf

- 36-

g. Situs Makam Bangsacara dan Ragapadmi di Pulau Mandangin Kecamatan

Sampang; dan

h. Situs Makam Sayyid Ustman Bin Ali Bin Abdullah Al-Habsyi di Kecamatan

Sokobanah.

Pasal 34

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d

terdiri atas:

a. daerah rawan gelombang pasang;

b. daerah rawan banjir; dan

c. daerah rawan longsor.

(2) Daerah rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

meliputi:

a. Kecamatan Camplong;

b. Kecamatan Sokobanah; dan

c. Kecamatan Ketapang.

(3) Daerah rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di

Kecamatan Sampang.

(4) Daerah rawan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. Kecamatan Kedungdung;

b. Kecamatan Omben;

c. Kecamatan Sampang; dan

d. Kecamatan Robatal.

Pasal 35

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf e terdiri

atas:

a. kawasan rawan bencana alam geologi; dan

b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a terdiri atas:

a. Kawasan rawan bencana gerakan tanah meliputi:

1. Kecamatan Omben;

2. Kecamatan Kedungdung;

Page 37: Konten D1418.pdf

- 37-

3. Kecamatan Jrengik;

4. Kecamatan Tambelangan;

5. Kecamatan Ketapang;

6. Kecamatan Sokobanah;

7. Kecamatan Camplong;

8. Kecamatan Karang Penang; dan

9. Kecamatan Robatal.

b. Kawasan rawan bencana abrasi pantai meliputi:

1. Kecamatan Camplong;

2. Kecamatan Sampang;

3. Kecamatan Sokobanah;

4. Kecamatan Ketapang; dan

5. Kecamatan Sreseh.

(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. kawasan sempadan mata air meliputi:

1. Kecamatan Omben;

2. Kecamatan Kedungdung;

3. Kecamatan Robatal;

4. Kecamatan Jrengik;

5. Kecamatan Torjun;

6. Kecamatan Karangpenang;

7. Kecamatan Tambelangan;

8. Kecamatan Camplong;

9. Kecamatan Sampang;

10. Kecamatan Sokobanah; dan

11. Kecamatan Banyuates.

b. kawasan imbuhan air tanah meliputi:

1. Kecamatan Kedungdung;

2. Kecamatan Sampang;

3. Kecamatan Tambelangan;

4. Kecamatan Omben; dan

5. Kecamatan Robatal.

Pasal 36…..

Page 38: Konten D1418.pdf

- 38-

Pasal 36

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf f terdiri

atas

a. kawasan terumbu karang; dan

b. kawasan koridor bagi jenis satwa yang dilindungi.

(2) Kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa

kawasan perlindungan terumbu karang dengan luas kurang lebih 50 (lima

puluh) hektar berada di Pulau Mandangin.

(3) Kawasan koridor bagi jenis satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b berupa Hutan Kera Nepa di Kecamatan Banyuates.

Bagian Ketiga

Kawasan Budidaya

Pasal 37

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b terdiri

atas:

a. kawasan peruntukan hutan produksi;

b. kawasan peruntukan hutan rakyat;

c. kawasan peruntukan pertanian;

d. kawasan peruntukan perikanan;

e. kawasan peruntukan pertambangan;

f. kawasan peruntukan industri;

g. kawasan peruntukan pariwisata;

h. kawasan peruntukan permukiman; dan

i. kawasan peruntukan lainnya.

Pasal 38

Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf

a dengan luas 797 (tujuh ratus sembilan tujuh) hektar meliputi:

a. Kecamatan Banyuates;

b. Kecamatan Jrengik;

c. Kecamatan Kedungdung;

Page 39: Konten D1418.pdf

- 39-

d. Kecamatan Ketapang;

e. Kecamatan Omben;

f. Kecamatan Sampang;

g. Kecamatan Sokobanah;

h. Kecamatan Tambelangan; dan

i. Kecamatan Torjun.

Pasal 39

Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b

tersebar di seluruh kecamatan.

Pasal 40

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 huruf c

terdiri atas:

a. tanaman pangan;

b. hortikultura;

c. perkebunan; dan

d. peternakan.

(2) Tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. pertanian pangan pada lahan basah; dan

b. pertanian pangan pada lahan kering.

(3) Pertanian pangan pada lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

a dengan luas kurang lebih 4.714 (empat ribu tujuh ratus empat belas) hektar

tersebar di seluruh kecamatan.

(4) Pertanian pangan pada lahan basah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan

berkelanjutan irigasi.

(5) Pertanian pangan pada lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

b dengan luas kurang lebih 28.731 (dua puluh tiga ribu sembilan ratus delapan

puluh lima) hektar tersebar di seluruh kecamatan.

(6) Pertanian pangan pada lahan kering ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan

berkelanjutan non irigasi.

(7) Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Kecamatan Banyuates;

b. Kecamatan Sokobanah;

Page 40: Konten D1418.pdf

- 40-

c. Kecamatan Camplong; dan

d. Kecamatan Tambelangan.

(8) Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas kurang

lebih 20.059 (dua puluh ribu lima puluh sembilan) hektar terdiri atas:

a. budidaya kelapa tersebar di seluruh kecamatan;

b. budidaya tembakau meliputi:

1. Kecamatan Sreseh;

2. Kecamatan Torjun;

3. Kecamatan Sampang;

4. Kecamatan Camplong;

5. Kecamatan Omben;

6. Kecamatan Kedungdung;

7. Kecamatan Jrengik;

8. Kecamatan Sokobanah;

9. Kecamatan Karangpenang;

10. Kecamatan Robatal; dan

11. Kecamatan Pangarengan.

c. budidaya jambu mete tersebar di seluruh kecamatan;

d. budidaya kapuk randu tersebar di seluruh kecamatan; dan

e. budidaya siwalan meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Omben;

3. Kecamatan Kedungdung;

4. Kecamatan Tambelangan;

5. Kecamatan Banyuates;

6. Kecamatan Robatal;

7. Kecamatan Ketapang; dan

8. Kecamatan Karangpenang.

f. budidaya cabe jamu meliputi:

1. Kecamatan Tambelangan;

2. Kecamatan Banyuates;

3. Kecamatan Robatal;

4. Kecamatan Ketapang;

5. Kecamatan Sokobanah; dan

6. Kecamatan Karangpenang.

g. budidaya asam jawa tersebar di seluruh kecamatan;

Page 41: Konten D1418.pdf

- 41-

h. budidaya wijen tersebar di seluruh kecamatan;

i. budidaya serat nanas meliputi:

1. Kecamatan Omben;

2. Kecamatan Kedungdung;

3. Kecamatan Tambelangan;

4. Kecamatan Banyuates;

5. Kecamatan Robatal;

6. Kecamatan Ketapang;

7. Kecamatan Sokobanah; dan

8. Kecamatan Karangpenang.

j. budidaya pandan meliputi:

1. Kecamatan Tambelangan; dan

2. Kecamatan Banyuates.

k. budidaya lada berada di Kecamatan Tambelangan;

l. budidaya temulawak tersebar di seluruh kecamatan;

m. budidaya kunyit tersebar di seluruh kecamatan;

n. budidaya lengkuas tersebar di seluruh kecamatan;

o. budidaya lempuyang tersebar di seluruh kecamatan;

p. budidaya tebu tersebar di seluruh kecamatan; dan

q. budidaya temu ireng tersebar di seluruh kecamatan.

(9) Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:

a. pengembangan ternak unggas berada di Kecamatan Sampang; dan

b. pengembangan hewan ternak berupa sapi meliputi:

1. Kecamatan Ketapang;

2. Kecamatan Banyuates;

3. Kecamatan Jrengik; dan

4. Kecamatan Kedungdung.

Pasal 41

Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d

terdiri atas:

a. peruntukan perikanan budidaya air tawar berada di seluruh kecamatan;

b. peruntukan perikanan budidaya air payau meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Camplong;

Page 42: Konten D1418.pdf

- 42-

3. Kecamatan Sreseh;

4. Kecamatan Pengarengan;

5. Kecamatan Jrengik; dan

6. Kecamatan Banyuates.

c. peruntukan perikanan tangkap berupa perairan pesisir Kabupaten meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Camplong;

3. Kecamatan Pengarengan;

4. Kecamatan Sreseh;

5. Kecamatan Sokobanah;

6. Kecamatan Banyuates; dan

7. Kecamatan Ketapang.

Pasal 42

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

huruf e terdiri atas:

a. kawasan pertambangan mineral; dan

b. kawasan pertambangan migas.

(2) Kawasan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

terdiri atas:

a. pertambangan mineral batuan; dan

b. pertambangan batubara.

(3) Pertambangan mineral batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a

terdiri atas:

a. pertambangan batu gamping meliputi:

1. Kecamatan Jrengik;

2. Kecamatan Torjun;

3. Kecamatan Sampang;

4. Kecamatan Kedungdung;

5. Kecamatan Omben;

6. Kecamatan Banyuates;

7. Kecamatan Ketapang;

8. Kecamatan Sokobanah; dan

9. Kecamatan Camplong.

b. pertambangan batu putih meliputi:

Page 43: Konten D1418.pdf

- 43-

1. Kecamatan Ketapang;

2. Kecamatan Sokobanah;

3. Kecamatan Robatal; dan

4. Kecamatan Camplong.

c. pertambangan phospat meliputi:

1. Kecamatan Jrengik;

2. Kecamatan Torjun;

3. Kecamatan Sampang;

4. Kecamatan Camplong;

5. Kecamatan Omben;

6. Kecamatan Kedungdung;

7. Kecamatan Ketapang; dan

8. Kecamatan Sokobanah.

d. pertambangan kalsit meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Kedungdung;

3. Kecamatan Omben; dan

4. Kecamatan Jrengik.

e. pertambangan kuarsa meliputi:

1. Kecamatan Sokobanah;

2. Kecamatan Jrengik; dan

3. Kecamatan Tambelangan.

f. pertambangan sirtu meliputi:

1. Kecamatan Camplong;

2. Kecamatan Sampang;

3. Kecamatan Banyuates;

4. Kecamatan Ketapang;

5. Kecamatan Jrengik;

6. Kecamatan Torjun; dan

7. Kecamatan Kedungdung.

g. pertambangan tanah liat meliputi:

1. Kecamatan Omben;

2. Kecamatan Karangpenang; dan

3. Kecamatan Robatal.

(4) Pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

a. Kecamatan Ketapang; dan

Page 44: Konten D1418.pdf

- 44-

b. Kecamatan Banyuates.

(5) Kawasan pertambangan migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

a. potensi migas lepas pantai meliputi:

1. Kecamatan Camplong;

2. Kecamatan Sampang;

3. Kecamatan Pengarengan;

4. Kecamatan Sokobanah;

5. Kecamatan Banyuates;

6. Kecamatan Ketapang; dan

7. Kecamatan Sreseh.

b. potensi migas daratan tersebar di seluruh Kecamatan.

Pasal 43

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf f

terdiri atas:

a. pengembangan lahan peruntukan industri; dan

b. pengembangan kawasan industri.

(2) Pengembangan lahan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) huruf a terdiri atas:

a. industri besar;

b. industri menengah; dan

c. industri kecil dan/atau mikro.

(3) Industri besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a meliputi:

a. Kecamatan Banyuates;

b. Kecamatan Jrengik;

c. Kecamatan Sokobanah;

d. Kecamatan Camplong;

e. Kecamatan Sreseh; dan

f. Kecamatan Pengarengan.

(4) Industri menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Kecamatan Camplong;

b. Kecamatan Jrengik;

c. Kecamatan Sampang;

d. Kecamatan Ketapang; dan

Page 45: Konten D1418.pdf

- 45-

e. Kecamatan Pengarengan.

(5) Industri kecil dan/atau mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

terdiri atas:

a. industri genteng meliputi:

1. Kecamatan Torjun;

2. Kecamatan Kedungdung;

3. Kecamatan Karang Penang;

4. Kecamatan Robatal; dan

5. Kecamatan Omben.

b. industri anyaman bambu meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Camplong;

3. Kecamatan Torjun;

4. Kecamatan Omben; dan

5. Kecamatan Sokobanah.

c. industri batik tulis meliputi:

1. Kecamatan Camplong;

2. Kecamatan Banyuates;

3. Kecamatan Sampang;

4. Kecamatan Jrengik; dan

5. Kecamatan Ketapang.

d. industri garam meliputi:

1. Kecamatan Sreseh;

2. Kecamatan Pangarengan;

3. Kecamatan Sampang;

4. Kecamatan Camplong;

5. Kecamatan Jrengik;

6. Kecamatan Banyuates; dan

7. Kecamatan Torjun.

e. industri ranjang pale’, bata merah, gerabah, tempe, dan mebel berada di

Kecamatan Sampang;

f. industri pandai besi meliputi:

1. Kecamatan Banyuates;

2. Kecamatan Kedungdung;

3. Kecamatan Sokobanah; dan

4. Kecamatan Omben.

Page 46: Konten D1418.pdf

- 46-

g. industri kapur meliputi:

1. Kecamatan Ketapang;

2. Kecamatan Sokobanah;

3. Kecamatan Kedungdung; dan

4. Kecamatan Banyuates.

h. industri tahu meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Omben;

3. Kecamatan Jrengik;

4. Kecamatan Tambelangan; dan

5. Kecamatan Ketapang.

i. industri anyaman tikar pandan berada di Kecamatan Tambelangan;

j. industri ukir kayu berada di Kecamatan Robatal;

k. industri kerupuk udang berada di Kecamatan Sreseh;

l. industri mente berada di Kecamatan Ketapang; dan

m. industri petis meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Camplong; dan

3. Kecamatan Ketapang.

(6) Pengembangan kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

berada di Kecamatan Banyuates dengan luas kurang lebih 343 (tiga ratus empat

puluh tiga) hektar.

Pasal 44

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf g

terdiri atas:

a. kawasan pariwisata alam; dan

b. kawasan pariwisata budaya.

(2) Kawasan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

meliputi:

a. Pantai wisata Camplong berada di Kecamatan Camplong;

b. Wisata Kolam Renang Sumber Oto’ berada di Kecamatan Camplong;

c. Wisata Kolam Renang Sumber Omben berada di Kecamatan Omben;

d. Wisata Waduk Klampis berada di Kecamatan Kedungdung;

e. Wisata Air Terjun Toroan berada di Kecamatan Ketapang;

Page 47: Konten D1418.pdf

- 47-

f. Wisata Hutan Kera Nepa berada di Kecamatan Banyuates;

g. Wisata Waduk Nipah berada di Kecamatan Banyuates;

h. Wisata Goa Lebar berada di Kecamatan Sampang;

i. Wisata Goa Macan berada di Kecamatan Sokobanah; dan

j. Wisata Goa Kelelawar berada di Kecamatan Sokobanah.

(3) Kawasan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri

atas:

a. Atraksi Kerapan Sapi meliputi:

1. Kecamatan Ketapang;

2. Kecamatan Kedungdung;

3. Kecamatan Pengarengan;

4. Kecamatan Sampang; dan

5. Kecamatan Sokobanah.

b. Atraksi Sapi Sonok berada meliputi:

1. Kecamatan Sampang; dan

2. Kecamatan Sokobanah.

c. Atraksi Budaya Rokat Tase’ meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Camplong;

3. Kecamatan Banyuates;

4. Kecamatan Ketapang; dan

5. Kecamatan Sokobanah.

d. Situs Pababaran Trunojoyo berada di Kecamatan Sampang;

e. Situs Makam Ratu Ebu (Madegan) berada di Kecamatan Sampang;

f. Sumur Daksan berada di Kecamatan Sampang;

g. Situs Makam Pangeran Santo Merto berada di Kecamatan Sampang;

h. Situs Panji Laras berada di Kecamatan Sampang;

i. Situs Makam Aji Gunung berada di Kecamatan Sampang;

j. Situs Makam Bangsacara dan Ragapadmi berada di Kecamatan Sampang;

dan

k. Situs Makam Sayyid Ustman Bin Ali Bin Abdullah Al-Habsyi berada di

Kecamatan Sokobanah.

Pasal 45…..

Page 48: Konten D1418.pdf

- 48-

Pasal 45

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

huruf h terdiri atas:

a. permukiman perdesaan; dan

b. permukiman perkotaan.

(2) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

dengan luas kurang lebih 18.087 (delapan belas ribu delapan puluh tujuh)

hektar meliputi:

a. Kecamatan Camplong;

b. Kecamatan Sreseh;

c. Kecamatan Pengarengan;

d. Kecamatan Jrengik;

e. Kecamatan Torjun;

f. Kecamatan Kedungdung;

g. Kecamatan Omben;

h. Kecamatan Tambelangan;

i. Kecamatan Ketapang;

j. Kecamatan Sokobanah;

k. Kecamatan Banyuates;

l. Kecamatan Robatal; dan

m. Kecamatan Karangpenang.

(3) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dengan luas kurang lebih 4.320 (empat ribu tiga ratus dua puluh) hektar

meliputi:

a. Kecamatan Camplong;

b. Kecamatan Sampang;

c. Kecamatan Sreseh;

d. Kecamatan Pengarengan;

e. Kecamatan Jrengik;

f. Kecamatan Torjun;

g. Kecamatan Kedungdung;

h. Kecamatan Omben;

i. Kecamatan Tambelangan;

j. Kecamatan Ketapang;

k. Kecamatan Sokobanah;

Page 49: Konten D1418.pdf

- 49-

l. Kecamatan Banyuates;

m. Kecamatan Robatal; dan

n. Kecamatan Karangpenang.

Pasal 46

(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf i

terdiri atas:

a. kawasan andalan:

b. kawasan perdagangan dan jasa;

c. kawasan pengendalian ketat;

d. kawasan pesisir dan pulau kecil; dan

e. kawasan pertahanan dan keamanan.

(2) Kawasan andalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. kawasan andalan Ketapang dan sekitarnya dengan sektor unggulan

pertanian, perikanan, perkebunan, industri dan pariwisata;

b. kawasan andalan Banyuates dan sekitarnya dengan sektor unggulan

pertambangan, pertanian, peternakan, dan perkebunan; dan

c. kawasan andalan Sampang dan sekitarnya dengan sektor unggulan

perikanan, pariwisata, industri dan pertanian.

(3) Kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

terdiri atas:

a. pengembangan pasar grosir skala kabupaten berada di Kota Sampang;

b. pengembangan pasar agribisnis berada di Kecamatan Banyuates;

c. pengembangan pasar skala kecamatan di tiap kecamatan; dan

d. penyediaan lahan untuk sektor informal di perkotaan.

(4) Kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

terdiri atas:

a. kawasan industri berada di Kecamatan Banyuates;

b. wilayah aliran sungai, sumber air

c. dan stren kali;

d. area pelabuhan;

e. sekitar jalan arteri primer;

f. jaringan SUTET; dan

g. kawasan rawan bencana.

Page 50: Konten D1418.pdf

- 50-

(5) Kawasan pesisir dan pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d

berupa wilayah hingga batas kewenangan perairan pesisir Kabupaten meliputi:

a. wilayah pesisir utara meliputi:

1. Kecamatan Banyuates;

2. Kecamatan Ketapang; dan

3. Kecamatan Sokobanah.

b. wilayah pesisir selatan meliputi:

1. Kecamatan Camplong;

2. Kecamatan Sampang;

3. Kecamatan Pengarengan; dan

4. Kecamatan Sreseh.

c. Pulau Mandangin.

(6) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf e meliputi:

a. Komando Distrik Militer (Kodim) berada di Kecamatan Sampang; dan

b. Komando Rayon Militer (Koramil) berada di tiap kecamatan.

BAB V

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 47

(1) Kawasan yang merupakan kawasan strategis propinsi di Kabupaten berupa

kawasan strategis kepentingan ekonomi terdiri atas:

a. kawasan tertinggal berupa keberadaan desa tertinggal; dan

b. kawasan agropolitan regional Kepulauan Madura.

(2) Kawasan yang merupakan kawasan strategis kabupaten terdiri atas:

a. kawasan strategis kepentingan ekonomi;

b. kawasan strategis kepentingan sosial budaya; dan

c. kawasan strategis kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(3) Untuk operasionalisasi RTRW disusun rencana rinci tata ruang berupa Rencana

Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Strategis Kabupaten.

Page 51: Konten D1418.pdf

- 51-

(4) Rencana penetapan kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat

ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Kawasan Strategis Kepentingan Ekonomi

Pasal 48

(1) Kawasan strategis kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47

ayat (2) huruf a terdiri atas:

a. PKL;

b. PKLp;

c. sentra industri kecil;

d. kawasan agropolitan;

e. kawasan pengeboran minyak;

f. kawasan industri;

g. kawasan pariwisata; dan

h. kawasan perbatasan.

(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa PKL Perkotaan

Sampang.

(3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. PKLp perkotaan Kedungdung; dan

b. PKLp perkotaan Ketapang.

(4) Sentra industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a. sentra industri kecil genteng meliputi:

1. Kecamatan Karangpenang; dan

2. Kecamatan Robatal.

b. sentra industri kecil batik tulis meliputi:

1. Kecamatan Banyuates;

2. Kecamatan Sampang;dan

3. Kecamatan Jrengik.

c. sentra industri kecil garam rakyat meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Pengarengan;

3. Kecamatan Camplong;

Page 52: Konten D1418.pdf

- 52-

4. Kecamatan Jrengik;

5. Kecamatan Torjun; dan

6. Kecamatan Sreseh.

d. sentra industri kecil ranjang pale, bata merah, gerabah, tempe, dan mebel

berada di Kecamatan Sampang;

e. sentra industri kecil pagar besi meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Omben;

3. Kecamatan Jrengik; dan

4. Kecamatan Banyuates.

f. sentra industri kecil petis meliputi:

1. Kecamatan Sampang;

2. Kecamatan Camplong; dan

3. Kecamatan Ketapang.

c. Kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa

Kawasan Agropolitan Banyuates-Tambelangan-Ketapang dengan struktur

agropolitan terdiri atas:

a. kota tani utama berada di Kecamatan Banyuates;

b. pusat distrik agropolitan meliputi:

1. Kecamatan Ketapang; dan

2. Kecamatan Tambelangan.

c. kawasan sentra produksi berupa desa-desa penghasil komoditi meliputi:

1. Kecamatan Ketapang;

2. Kecamatan Banyuates; dan

3. Kecamatan Tambelangan.

(5) Kawasan pengeboran minyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e

berupa kawasan ekplorasi minyak meliputi:

a. Kecamatan Kedungdung;

b. Kecamatan Robatal; dan

c. lepas pantai Kecamatan Camplong.

(6) Kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berupa kawasan

industri berada di Kecamatan Banyuates.

(7) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terdiri atas:

a. kawasan wisata alam; dan

b. wisata budaya Kabupaten.

(8) Kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h meliputi:

Page 53: Konten D1418.pdf

- 53-

a. Kecamatan Banyuates dengan Kabupaten Bangkalan;

b. Kecamatan Sreseh dengan Kabupaten Bangkalan;

c. Kecamatan Camplong dengan Kabupaten Pamekasan; dan

d. Kecamatan Omben dengan Kabupaten Pamekasan.

Bagian Ketiga

Kawasan Strategis Kepentingan Sosial Budaya

Pasal 49

Kawasan strategis kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

47 ayat (2) huruf b meliputi:

a. Situs Pababaran Trunojoyo berada di Kecamatan Sampang;

b. Situs Makam Aji Gunung di Kecamatan Sampang;

c. Situs Makam Ratu Ebu (Madegan) berada di Kecamatan Sampang;

d. Sumur Daksan berada di Kecamatan Sampang;

e. Situs Makam Pangeran Santo Merto berada di Kelurahan Karangdalam

Kecamatan Sampang;

f. Situs Makam Bangsacara dan Ragapadmi berada di Pulau Mandangin

Kecamatan Sampang; dan

g. Situs Makam Sayyid Ustman Bin Ali Bin Abdullah Al-Habsyi berada di Desa

Tamberu Barat Kecamatan Sokobanah.

Bagian Keempat

Kawasan Strategis Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung

Lingkungan Hidup

Pasal 50

Kawasan strategis kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf c meliputi:

a. sempadan pantai;

b. Sungai Kemuning;

c. Waduk Nipah;

d.Waduk…..

Page 54: Konten D1418.pdf

- 54-

d. Waduk Klampis; dan

e. kawasan rawan banjir.

BAB VI

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 51

(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten meliputi:

a. perwujudan rencana struktur ruang wilayah kabupaten;

b. perwujudan rencana pola ruang wilayah kabupaten; dan

c. perwujudan kawasan strategis kabupaten.

(2) Indikasi program utama memuat uraian tentang program, kegiatan, sumber

pendanaan, instansi pelaksana, serta waktu dalam tahapan pelaksanaan RTRW.

(3) Pelaksanaan RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat) tahapan terdiri atas:

a. Tahap I (Tahun 2012 - 2016);

b. Tahap II (Tahun 2017 - 2021);

c. Tahap III (Tahun 2022 - 2026); dan

d. Tahap IV (Tahun 2027 – 2032).

(4) Dalam setiap tahapan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan

penyelenggaraan penataan ruang secara berkesinambungan meliputi:

a. aspek sosialisasi RTRW;

b. aspek perencanaan rinci;

c. aspek pemanfaatan ruang;

d. aspek pengawasan dan pengendalian; dan

e. aspek evaluasi dan peninjauan kembali.

(5) Dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana

tata ruang, pemerintah menyediakan pencadangan lahan di masing-masing

wilayah pada setiap tahun anggaran.

(6) Dokumen RTRW Kabupaten harus di sinergikan dengan RPJPD karena RTRW

Kabupaten berfungsi sebagai kebijakan matra ruang dari RPJP untuk

penyusunan RPJMD.

Page 55: Konten D1418.pdf

- 55-

(7) Matrik indikasi program utama tercantum dalam Lampiran V yang merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Perwujudan Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 52

Perwujudan rencana struktur ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. perwujudan pusat kegiatan; dan

b. perwujudan sistem jaringan prasarana.

Pasal 53

(1) Perwujudan pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a

meliputi:

a. pengembangan PKL dan PKLp;

b. pemantapan PPK; dan

c. pemantapan PPL.

(2) Pengembangan PKLdan PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

mencakup kegiatan:

a. peninjauan kembali Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan

Kabupaten;

b. penetapan fungsi perkotaan;

c. pengembangan prasarana dan sarana dasar kawasan perkotaan; dan

d. pengembangan kawasan perkotaan sebagai pusat pelayanan ekonomi dan

sosial.

(3) Pemantapan PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup

kegiatan:

a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan perkotaan; dan

b. peningkatan prasarana dan sarana kawasan.

(4) Pemantapan PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mencakup

kegiatan:

a. penataan permukiman perdesaan;

b. mendorong pertumbuhan kawasan perdesaan; dan

Page 56: Konten D1418.pdf

- 56-

c. pengembangan aksesibilitas wilayah.

Pasal 54

(1) Perwujudan sistem jaringan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52

huruf b berupa pelaksanaan pembangunan meliputi:

a. perwujudan sistem jaringan transportasi jalan;

b. perwujudan sistem jaringan transportasi kereta api;

c. perwujudan sistem jaringan transportasi laut;

d. perwujudan sistem jaringan prasarana energi;

e. perwujudan sistem jaringan prasarana telekomunikasi;

f. perwujudan sistem jaringan prasarana sumber daya air; dan

g. perwujudan sistem jaringan prasarana lingkungan.

(2) Perwujudan sistem jaringan transportasi jalan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a mencakup kegiatan:

a. penyusunan rencana induk sistem transportasi;

b. penyusunan Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) Jalan dan

Jembatan;

c. penyusunan rencana induk, DED, dan Studi Kelayakan pembangunan

terminal penumpang tipe B berada di Kecamatan Torjun atau Kecamatan

Sampang;

d. pengembangan dan optimalisasi terminal tipe C di pusat pelayanan;

e. pembangunan bengkel umum kendaraan bermotor di Kecamatan Sampang;

f. pengembangan jalan lingkar selatan berada di wilayah perkotaan Sampang;

g. peningkatan jalan penghubung antara Kabupaten dan Kabupaten

Pamekasan melalui Kecamatan Omben;

h. pengembangan jalan lokal primer yang menghubungkan kawasan perkotaan

dengan PPK dan PPL;

i. pengembangan jalan menuju kawasan dan sentra industri, kawasan

agropolitan dan kawasan pariwisata;

j. peningkatan jalan utama antar desa; dan

k. pengembangan jembatan Srepang (Sreseh-Pengarengan).

(3) Perwujudan sistem jaringan transportasi kereta api sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b mencakup kegiatan:

a. penyusunan studi kelayakan revitalisasi rel kereta api sepanjang wilayah

Kabupaten; dan

Page 57: Konten D1418.pdf

- 57-

b. konservasi rel-rel mati sepanjang wilayah Kabupaten.

(4) Perwujudan sistem jaringan transportasi pelabuhan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. pengembangan pelabuhan laut Taddan berada di Kecamatan Camplong;

b. revitalisasi pelabuhan Tanglok berada di Kecamatan Sampang; dan

c. penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pelabuhan Peti Kemas di

Kecamatan Banyuates.

(5) Perwujudan sistem jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf d mencakup kegiatan:

a. penyusunan Rencana Umum Kelistrikan Daerah;

b. pengembangan jaringan listrik SUTT dan SUTET; dan

c. penyusunan rencana induk, DED, dan Studi Kelayakan pengembangan

pembangkit listrik tenaga alternatif.

(6) Perwujudan sistem jaringan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf e mencakup kegiatan:

a. penyusunan rencana penataan lokasi menara dengan konsep menara

bersama;

b. pengembangan menara telekomunikasi dengan konsep menara bersama;

dan

c. pengembangan jaringan kabel telepon pada kawasan belum terlayani.

(7) Perwujudan sistem jaringan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf f terdiri atas:

a. perwujudan prasarana air baku mencakup kegiatan:

1. rehabilitasi sumur dalam; dan

2. rehabilitasi air baku untuk irigasi meliputi.

b. perwujudan prasarana irigasi mencakup kegiatan:

1. penyusunan rencana induk sistem irigasi;

2. penyusunan rencana induk, DED, dan studi kelayakan pembangunan

embung dan waduk;

3. pengembangan waduk Nipah berada di Kecamatan Banyuates; dan

4. peningkatan dan pemeliharaan prasarana jaringan irigasi.

c. perwujudan prasarana pengendalian banjir mencakup kegiatan:

1. penyusunan rencana induk pengendalian banjir perkotaan; dan

2. pengembangan embung, waduk, dan/atau bendungan.

(8) Perwujudan sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf g terdiri atas:

Page 58: Konten D1418.pdf

- 58-

a. perwujudan prasarana pengelolaan sampah mencakup kegiatan:

1. penyusunan rencana induk pengelolaan sampah;

2. optimalisasi pengelolaan persampahan berada di TPA Gunung Maddah;

3. penyusunan rencana induk, DED, dan Studi Kelayakan pengembangan

TPA Karangpenang;

4. sosialisasi penggunaan takakura;

5. optimalisasi kinerja pelayanan pengangkutan dan pengolahan sampah

perkotaan;

6. pengembangan layanan pengangkutan sampah; dan

7. pengembangan layanan pengangkutan sampah pada perkotaan

kecamatan yang belum terlayani.

b. perwujudan prasarana pengelolaan limbah mencakup kegiatan:

1. penyusunan rencana induk sanitasi perkotaan; dan

2. pembangunan sarana MCK dengan sistem on site dan off site.

c. sistem pelayanan air bersih mencakup kegiatan:

1. penyusunan rencana induk pengembangan sistem pelayanan air bersih;

2. pengembangan pelayanan air bersih di Pulau Mandangin melalui reverse

osmosis dan pipanisasi;

3. pemeliharaan dan pengembangan jaringan perpipaan; dan

4. optimalisasi pengelolaan dan pengembangan sistem air bersih perpipaan

di perdesaan.

5. peningkatan kapasitas produksi instalasi air minum.

d. perwujudan prasarana drainase mencakup kegiatan

1. penyusunan rencana induk drainase;

2. pemeliharaan dan pembangunan prasarana drainase kawasan

permukiman; dan

3. monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana induk drainase.

e. perwujudan jalur dan ruang evakuasi bencana mencakup kegiatan:

1. penyusunan rencana induk mitigasi bencana Kabupaten;

2. pemberian rambu-rambu penunjuk jalan menuju ruang evakuasi

bencana; dan

3. penambahan fasilitas pendukung pada ruang evakuasi bencana untuk

menolong korban bencana.

Bagian Ketiga…..

Page 59: Konten D1418.pdf

- 59-

Bagian Ketiga

Perwujudan Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 55

(1) Perwujudan rencana pola ruang kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal

51 ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. perwujudan kawasan lindung; dan

b. perwujudan kawasan budidaya.

(2) Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

mencakup kegiatan:

a. koordinasi, identifikasi, inventarisasi, penegasan, dan penetapan kawasan

lindung;

b. pemantauan dan pengendalian kawasan lindung;

c. pengelolaan kawasan hulu DAS secara terpadu; dan

d. pelaksanaan pembangunan berbasis manajemen resiko pada kawasan

rawan bencana.

(3) Perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

a. perwujudan kawasan budidaya hutan produksi;

b. perwujudan kawasan budidaya hutan rakyat;

c. perwujudan kawasan budidaya pertanian;

d. perwujudan kawasan budidaya perkebunan;

e. perwujudan kawasan budidaya perikanan;

f. perwujudan kawasan budidaya peternakan;

g. perwujudan kawasan budidaya pertambangan;

h. perwujudan kawasan budidaya industri;

i. perwujudan kawasan budidaya pariwisata;

j. perwujudan kawasan budidaya permukiman; dan

k. perwujudan kawasan budidaya peruntukan lainnya.

(4) Perwujudan kawasan budidaya hutan produksi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) huruf a mencakup kegiatan:

a. koordinasi, inventarisasi, dan penyusunan rencana strategis penanganan

lahan kritis pada kawasan budidaya; dan

b. penanganan, pemantauan, dan evaluasi penanganan lahan kritis.

Page 60: Konten D1418.pdf

- 60-

(5) Perwujudan kawasan budidaya hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) huruf b mencakup kegiatan:

a. koordinasi, inventarisasi dan penyusunan rencana strategis penanganan

lahan kritis pada kawasan budidaya; dan

b. penanganan, pemantauan, dan evaluasi penanganan lahan kritis.

(6) Perwujudan kawasan budidaya pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf c mencakup kegiatan:

a. penyusunan kebijakan revitalisasi pertanian;

b. perluasan areal sawah; dan

c. monitoring dan evaluasi revitalisasi pertanian.

(7) Perwujudan kawasan budidaya perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) huruf d mencakup kegiatan:

a. pengembangan budidaya perkebunan yang lestari; dan

b. pengembangan perkebunan rakyat.

(8) Perwujudan kawasan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf e meliputi:

a. pengembangan dan pengendalian kawasan perikanan air laut, payau, dan

tawar; dan

b. pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) meliputi:

1. Kecamatan Camplong;

2. Kecamatan Ketapang;

3. Kecamatan Banyuates;

4. Kecamatan Sokobanah;

5. Kecamatan Pengarengan; dan

6. Kecamatan Sreseh.

(9) Perwujudan kawasan budidaya peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) huruf f mencakup kegiatan:

a. inventarisasi dan penetapan lokasi usaha peternakan dan kawasan sentra

produksi ternak; dan

b. penataan dan pengendalian lokasi usaha peternakan dan kawasan sentra

produksi ternak.

(10) Perwujudan kawasan budidaya pertambangan sebagaimana dimaksud ayat (3)

huruf g mencakup kegiatan:

a. penyusunan penelitian deposit mineral pertambangan dan minyak bumi;

b. pengembangan (eksplorasi dan eksploitasi) kawasan pertambangan;

c. pemantauan dan pengendalian kawasan usaha pertambangan;

Page 61: Konten D1418.pdf

- 61-

d. promosi dan perintisan kerjasama hasil tambang; dan

e. peningkatan prasarana dan sarana kawasan pertambangan.

(11) Perwujudan kawasan budidaya industri sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf h mencakup kegiatan:

a. penyusunan rencana induk kawasan dan sentra industri;

b. penyiapan masyarakat dan kebijakan;

c. penyusunan rencana induk pengembangan sentra industri sedang, industri

kecil, dan koperasi;

d. pengembangan, penataan, dan pemantauan kawasan sentra industri sedang

dan kecil; dan

e. peningkatan prasarana dan sarana kawasan dan sentra industri.

(12) Perwujudan kawasan budidaya pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf i mencakup kegiatan:

a. penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP);

b. pengembangan Pariwisata Bahari di Pulau Mandangin;

c. penataan dan pengendalian pembangunan kawasan obyek wisata; dan

d. monitoring dan evaluasi pelaksanaan RIPP.

(13) Perwujudan kawasan budidaya permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) huruf j mencakup kegiatan:

a. penyusunan Rencana Induk Pengembangan Permukiman;

b. monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana induk permukiman; dan

c. pengendalian pertumbuhan pembangunan perumahan baru.

(14) Perwujudan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf k terdiri atas:

a. kawasan andalan mencakup kegiatan:

1. identifikasi kawasan andalan di kabupaten; dan

2. penyusunan rencana induk kawasan andalan.

b. kawasan perdagangan dan jasa mencakup kegiatan:

1. pengembangan pasar grosir skala kabupaten di Kota Sampang;

2. pengembangan pasar agribisnis di Kecamatan Ketapang; dan

3. pengembangan pasar skala kecamatan.

c. kawasan pengendalian ketat mencakup kegiatan:

1. penyusunan identifikasi kawasan pengendalian ketat Kabupaten;

2. penyusunan rencana detail tata ruang kawasan pengendalian ketat

Kabupaten;

3. delineasi kawasan pengendalian ketat Kabupaten; dan

Page 62: Konten D1418.pdf

- 62-

4. pemberian rambu-rambu larangan dan himbauan di sekitar kawasan

pengendalian ketat Kabupaten.

d. kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil mencakup kegiatan:

1. penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;

dan

2. pendetailan arahan pola ruang perairan pesisir Kabupaten Sampang.

e. kawasan pertahanan dan keamanan mencakup kegiatan:

1. identifikasi kawasan pertahanan keamanan di Kabupaten; dan

2. penyusunan rencana rinci kawasan sekitar pertahanan keamanan.

Bagian Keempat

Perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten

Pasal 56

(1) Perwujudan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud pada Pasal 51

ayat (1) huruf c meliputi:

a. kawasan strategis kepentingan ekonomi;

b. kawasan strategis kepentingan sosial budaya; dan

c. kawasan strategis kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(2) Perwujudan kawasan strategis kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a mencakup kegiatan:

a. penyusunan rencana induk pengembangan sentra industri;

b. penyusunan rencana induk pengembangan agropolitan Banyuates –

Tambelangan – Ketapang;

c. penyusunan rencana rinci kawasan sekitar potensi minyak dan gas bumi;

d. penyusunan rencana induk kawasan industri;

e. penyusunan rencana induk pengembangan pariwisata;

f. penyusunan rencana sinkronisasi ruang kawasan perbatasan; dan

g. penyusunan rencana rinci kawasan strategis ekonomi.

(3) Perwujudan kawasan strategis sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b mencakup kegiatan:

a. pengembangan kawasan strategis sosial budaya; dan

b. penyusunan rencana rinci kawasan strategis sosial budaya.

(4) Perwujudan kawasan strategis kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan

hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mencakup kegiatan:

Page 63: Konten D1418.pdf

- 63-

a. identifikasi kawasan strategis kepentingan fungsi dan daya dukung

lingkungan hidup;

b. penyusunan rencana pelestarian kawasan lindung;

c. penyusunan rencana rinci kawasan sekitar sempadan pantai;

d. penyusunan rencana rinci kawasan sekitar sempadan sungai; dan

e. penyusunan rencana rinci kawasan sekitar sempadan waduk.

BAB VII

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN

RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 57

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilakukan melalui

penetapan:

a. ketentuan umum peraturan zonasi;

b. ketentuan perizinan;

c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan

d. arahan pengenaan sanksi.

(2) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah menghasilkan lokasi yang terdapat

indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang dan rekomendasi kebijakan dalam

rangka pembinaan dan penertiban penataan ruang untuk mencapai tujuan

RTRW Kabupaten.

(3) Penyelenggaraan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) secara teknis dilaksanakan oleh SKPD (Satuan Kerja Pemerintah

Daerah) yang berwenang dalam koordinasi BKPRD Kabupaten.

Bagian Kedua

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Paragraf 1…..

Page 64: Konten D1418.pdf

- 64-

Paragraf 1

Umum

Pasal 58

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat

(1) huruf a disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang

berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

(2) Dalam ketentuan umum peraturan zonasi sesuai dengan rencana rinci tata

ruang dimaksud meliputi:

a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang wilayah;

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.

Paragraf 2

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Struktur Ruang

Wilayah

Pasal 59

Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 58 ayat (2) huruf a terdiri atas :

a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem perkotaan;

b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem perdesaan;

c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi;

d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi;

e. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air;

f. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi;

g. ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lingkungan; dan

h. ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lainnya.

Pasal 60

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem perkotaan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 59 huruf a meliputi:

a. ketentuan umum peraturan zonasi fungsi kawasan;

Page 65: Konten D1418.pdf

- 65-

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi fungsi kawasan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. diperbolehkan dilakukan pengembangan fungsi dasar;

b. tidak diperbolehkan melakukan perubahan secara keseluruhan fungsi

dasarnya;

c. tidak diperbolehkan melakukan penambahan fungsi tertentu untuk fungsi

yang bertentangan; dan

d. diperbolehkan dilakukan pengembangan secara terbatas fungsi tertentu

dengan syarat tidak termasuk dalam zona dengan klasifikasi intensitas

tinggi.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. tidak diperbolehkan memanfaatkan kawasan lindung yang dapat merubah

fungsi lindung;

b. tidak diperbolehkan melakukan alih fungsi kawasan yang telah ditetapkan

sebagai bagian dari RTH di kawasan perkotaan; dan

c. diperbolehkan alih fungsi kawasan terbuka hijau tetapi bukan sebagai

bagian dari RTH di kawasan perkotaan dengan syarat komposisi RTH tidak

berubah sesuai RDTR kawasan perkotaan.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. setiap kawasan terbangun yang digunakan untuk kepentingan publik harus

menyediakan ruang untuk pejalan kaki dengan tidak mengganggu fungsi

jalan;

b. setiap kawasan terbangun untuk berbagai fungsi terutama permukiman

padat harus menyediakan ruang evakuasi bencana;

c. pengembangan lingkungan permukiman harus menyediakan sarana dan

prasarana lingkungan yang memadai sesuai kebutuhan masing-masing;

d. diperbolehkan melakukan perubahan atau penambahan fungsi ruang

sepanjang saling menunjang atau tidak menimbulkan efek negatif bagi zona

yang telah ditetapkan;

e. pusat kegiatan masyarakat harus menyediakan kawasan khusus

pengembangan sektor informal;

Page 66: Konten D1418.pdf

- 66-

f. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pembangunan diluar area yang

telah ditetapkan sebagai bagian dari ruang milik jalan atau ruang

pengawasan jalan, kecuali diikuti ketentuan khusus;

g. tidak diperbolehkan dilakukan alih fungsi pada lahan yang telah ditetapkan

sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan

h. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pembangunan di dalam radius

keamanan pada kawasan yang telah ditetapkan batas ketinggian.

Pasal 61

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 59 huruf b meliputi:

a. pengembangan permukiman perdesaan harus menyediakan sarana dan

prasarana lingkungan permukiman yang memadai sesuai kebutuhan masing-

masing;

b. kawasan lindung yang ada di perdesaan diarahkan tidak dilakukan alih fungsi

lindung tetapi boleh ditambahkan kegiatan lain selama masih menunjang fungsi

lindung;

c. kawasan lindung berupa bangunan harus tetap dilakukan upaya konservasi;

d. tidak boleh dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi dasar sesuai RDTR

kawasan perdesaan masing-masing;

e. tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan dengan intensitas tinggi yang

tidak serasi dengan kawasan sekitarnya;

f. tidak boleh dilakukan alih fungsi lahan pada ruang terbuka hijau produktif;

g. tidak boleh dilakukan alih fungsi pada lahan pertanian pangan berkelanjutan;

h. tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan di dalam radius keamanan pada

kawasan yang telah ditetapkan batas ketinggian;

i. diperbolehkan melakukan perubahan fungsi ruang kawasan terbangun di

perdesaan dengan syarat saling menunjang dan atau tidak menimbulkan efek

negatif bagi zona yang telah ditetapkan; dan

j. diperbolehkan dilakukan penambahan fungsi yang saling bersesuaian dengan

syarat ditetapkan besaran dan/atau luasan ruang setiap zona dan fungsi utama

zona tersebut.

Pasal 62…..

Page 67: Konten D1418.pdf

- 67-

Pasal 62

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 59 huruf c meliputi:

a. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan;

b. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan kereta api; dan

c. ketentuan umum peraturan zonasi pelabuhan.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a meliputi:

a. pengembangan kawasan sekitar jalan yang menimbulkan bangkitan dan

tarikan harus melakukan kajian amdal lalu lintas;

b. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan

ruang pengawasan jalan;

c. tidak diperbolehkan dilakukan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di

sepanjang sisi jalan;

d. tidak diperbolehkan dilakukan pemanfaatan ruang pada rumaja kecuali

untuk pergerakan orang atau barang dan kendaraan;

e. tidak diperbolehkan dilakukan aktivitas pemanfaatan budidaya sampai

batas ruwasja sesuai dengan kelas dan hirarki jalan; dan

f. diperbolehkan dilakukan pengembangan prasarana pelengkap jalan dengan

syarat sesuai dengan kondisi dan kelas jalan.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan kereta api sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan

akibat lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api;

b. pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api

dan jalan;

c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan

memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan

jalur kereta api; dan

d. tidak diperbolehkan melakukan pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu

kepentingan operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf c meliputi:

Page 68: Konten D1418.pdf

- 68-

a. pembatasan melalui pengendalian pemanfaatan ruang di dalam dan di

sekitar pelabuhan yang harus memperhatikan kebutuhan ruang untuk

operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan;

b. tidak diperbolehkan dilakukan pemanfaatan ruang atau kegiatan di dalam

Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan

Pelabuhan yang dapat mengganggu kegiatan pelabuhan; dan

c. diperbolehkan dilakukan pemanfaatan ruang atau kegiatan di dalam Daerah

Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan

Pelabuhan, dengan syarat mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 63

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud

dalam pasal 59 huruf d meliputi:

a. pengembangan pembangkit listrik harus memperhatikan pemanfaatan ruang di

sekitar pembangkit listrik dengan memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain;

b. memperhatikan ketentuan pelanggaran pemanfaatan ruang bebas di sepanjang

jalur transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. membatasi kegiatan pengembangan di sekitar lokasi SUTT dan SUTET;

d. menetapkan areal konservasi di sekitar lokasi SUTT dan SUTET kurang lebih 20

(dua puluh) meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah terjadinya

gangguan kesehatan bagi masyarakat;

e. tidak diperbolehkan ada fungsi bangunan yang langsung digunakan masyarakat

di bawah SUTT dan SUTET; dan

f. dalam kondisi di bawah jaringan tinggi terdapat bangunan maka harus

disediakan jaringan pengamanan.

Pasal 64

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air sebagaimana

dimaksud dalam pasal 59 huruf e meliputi:

a. diperbolehkan pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai dengan tetap

menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan;

b.diperbolehkan…..

Page 69: Konten D1418.pdf

- 69-

b. diperbolehkan mendirikan bangunan untuk mendukung pengelolaan

sumberdaya air;

c. tidak diperbolehkan dilakukan pendirian yang mengganggu fungsi lindung

kawasan;

d. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di dalam sempadan sumber air,

sempadansungai, sempadan waduk, sempadan embung, dan sempadan

jaringan irigasi; dan

e. diperbolehkan dilakukan pendirian bangunan dengan syarat untuk menunjang

fungsi rekreasi, pengelolaan badan air, dan/atau pemanfaatan air.

Pasal 65

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 59 huruf f meliputi:

a. pemanfaatan ruang untuk penempatan menara pemancar telekomunikasi

harusmemperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktifitas kawasan

disekitarnya;

b. menetapkan sempadan menara telekomunikasi; dan

c. diperbolehkan mengembangkan jaringan kabel yang melintasi tanah milik atau

dikuasai pemerintah.

Pasal 66

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lingkungan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 59 huruf g terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar TPA dan TPS;

b. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan dan kawasan pengelolaan air

limbah;

c. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan dan kawasan pengelolaan air

bersih;

d. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan drainase; dan

e. ketentuan umum peraturan zonasi jalur dan ruang evakuasi bencana.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar TPA dan TPS sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. bangunan yang diperbolehkan dibangun di kawasan TPA hanya yang

mendukung fungsi pengolahan sampah;

Page 70: Konten D1418.pdf

- 70-

b. diperbolehkan melakukan penghijauan kawasan sekitar TPA; dan

c. mengatur penempatan TPS di kawasan permukiman, pasar, serta pusat

keramaian lainnya.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan dan kawasan pengelolaan air

limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. penetapan batas kawasan pengelolaan limbah dengan kawasan

permukiman;

b. diperbolehkan membangun fasilitas untuk pengolahan dan pemanfaatan

energi limbah; dan

c. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di atas jaringan air limbah.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan dan kawasan pengelolaan air bersih

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan diatas jaringan air minum;

b. mengendalikan pertumbuhan kegiatan terbangun disekitar kawasan sumber

air minum; dan

c. mengendalikan tingkat kebocoran jaringan air minum.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan drainase sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. diperbolehkan pembuatan jalan inspeksi disepanjang jalur drainase;

b. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan diatas jaringan drainase; dan

c. diperbolehkan mendirikan bangunan dengan syarat mendukung fungsi

drainase.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi jalur dan ruang evakuasi bencana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a. penetapan rute evakuasi;

b. tidak diperbolehkan melakukan pemanfaatan badan jalan jalur evakuasi

yang dapat mengganggu kelancaran evakuasi;

c. pembangunan fasilitas umum wajib mempertimbangkan kebutuhan

kehidupan pengungsi; dan

d. taman dan bangunan fasilitas umum yang ditetapkan sebagai ruang

evakuasi dapat difungsikan untuk fungsi lainnya.

Paragraf 3.....

Page 71: Konten D1418.pdf

- 71-

Paragraf 3

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung

Pasal 67

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 58 ayat (2) huruf b terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan

terhadap kawasan bawahannya;

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat;

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam

dan cagar budaya;

d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam;

e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi; dan

f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan

terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

a. diperbolehkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang

memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;

b. diperbolehkan menyediakan sumur resapan atau waduk pada lahan

terbangun yang sudah ada;

c. tidak diperbolehkan untuk seluruh jenis kegiatan yang mengganggu fungsi

resapan air;

d. diperbolehkan mengembangkan wisata alam dengan syarat tidak mengubah

bentang alam; dan

e. diperbolehkan mengembangkan kegiatan pendidikan dan penelitian dengan

syarat tidak mengubah bentang alam.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan pantai meliputi:

1. pemanfaatan ruang untuk kegiatan sarana dan prasarana yang

mendukung transportasi laut;

2. diperbolehkan mengembangkan terumbu karang buatan untuk

meningkatkan fungsi ekologis pesisir;

3.diperbolehkan…..

Page 72: Konten D1418.pdf

- 72-

3. diperbolehkan bangunan di sempadan pantai antara lain dermaga,

menara penjaga keselamatan pengunjung pantai;

4. penunjukkan, penatabatasan dan pengukuhan ekosistem mangrove

sesuai dengan fungsi dan tata ruangnya;

5. perlindungan ekosistem mangrove dari perusakan, gangguan, ancaman,

hama, dan penyakit;

6. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu

kelestarian fungsi pantai, merusak kualitas air, kondisi fisik, dan dasar

pantai;

7. diperbolehkan pengembangan kawasan pantai berhutan bakau dengan

syarat harus disertai dengan pengendalian pemanfaatan ruang; dan

8. diperbolehkan mengembangkan obyek wisata dan penelitian di sepanjang

pantai dengan syarat tidak mengubah bentang alam.

b. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai meliputi:

1. penetapan lebar sempadan sungai sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

2. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;

3. diperbolehkan pendirian bangunan untuk menunjang fungsi pengelolaan

sungai dan taman rekreasi;

4. diperbolehkan kegiatan pemasangan papan reklame, papan penyuluhan

dan peringatan, rambu-rambu pengamanan, serta sarana bantu navigasi

pelayaran;

5. diperbolehkan kegiatan pemasangan jaringan kabel listrik, kabel telepon,

dan pipa air minum;

6. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan pada kawasan sempadan

sungai;

7. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengancam kerusakan

dan menurunkan kualitas sungai; dan

8. diperbolehkan aktivitas wisata alam dengan syarat tidak mengganggu

kualitas air sungai.

c. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan saluran irigasi meliputi:

1. diperbolehkan bangunan dengan fungsi pengelolaan dan pelestarian

saluran irigasi;

2. tidak diperbolehkan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan

kualitas air irigasi; dan

3.Saluran…..

Page 73: Konten D1418.pdf

- 73-

3. saluran irigasi yang melintasi kawasan permukiman ataupun kawasan

perdesaan dan perkotaan yang tidak langsung mengairi sawah maka

keberadaannya dilestarikan dan tidak digunakan sebagai saluran

drainase.

d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air meliputi:

1. diperbolehkan melakukan penghijauan dengan jenis tanaman tahunan

yang produksinya tidak dilakukan dengan cara penebangan pohon;

2. tidak diperbolehkan kegiatan penggalian atau kegiatan lain yang sifatnya

mengubah bentuk kawasan sekitar mata air dan/atau dapat

mengakibatkan tertutupnya sumber mata air;

3. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat mengganggu fungsi kawasan

sekitar mata air; dan

4. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk pariwisata dengan syarat tidak

mengurangi kualitas tata air yang ada.

e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk meliputi:

1. diperbolehkan melakukan penghijauan dengan jenis tanaman tahunan

yang produksinya tidak dilakukan dengan cara penebangan pohon;

2. diperbolehkan pendirian bangunan untuk pengelolaan badan air

dan/atau pemanfaatan air;

3. tidak diperbolehkan kegiatan penggalian atau kegiatan lain yang sifatnya

mengubah bentuk kawasan sekitar waduk;

4. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat mengganggu fungsi kawasan

sekitar waduk; dan

5. diperbolehkan pemanfaatan ruang dengan syarat hanya untuk

kepentingan rekreasi dan/atau pariwisata.

f. ketentuan umum peraturan zonasi ruang terbuka hijau perkotaan meliputi:

1. diperbolehkan untuk kegiatan rekreasi;

2. tidak diperbolehkan pendirian bangunan permanen; dan

3. diperbolehkan pendirian bangunan dengan syarat untuk bangunan

penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam dan

cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan berhutan bakau meliputi:

1. tidak diperbolehkan pemanfatan ruang yang mengganggu kualitas

lingkungan; dan

Page 74: Konten D1418.pdf

- 74-

2. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata dengan

syarat tidak merubah bentang alam.

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya dan ilmu

pengetahuan meliputi:

1. diperbolehkan pemanfaatan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan

wisata;

2. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengganggu atau

merusak kekayaan budaya;

3. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengubah bentukan

geologi tertentu yang mempunyai manfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan;

4. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengganggu kelestarian

lingkungan di sekitar peninggalan sejarah, bangunan arkeologi,

monumen nasional, serta wilayah dengan bentukan geologi tertentu;

5. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu upaya pelestarian

budaya masyarakat setempat; dan

6. diperbolehkan pendirian bangunan dengan syarat menunjang kegiatan

pendidikan, penelitian dan wisata.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan longsor meliputi:

1. diperbolehkan pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan

ancaman bencana dan kepentingan umum;

2. diperbolehkan pemasangan pengumuman lokasi dan jalur evakuasi dari

permukiman penduduk;

3. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan

rawan bencana longsor; dan

4. diperbolehkan pemanfaatan ruang dengan syarat berizin dan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundangan.

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan banjir meliputi:

1. penetapan batas daerah banjir;

2. diperbolehkan pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan

pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah;

3. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan

fasilitas umum penting lainnya; dan

4.diperbolehkan…..

Page 75: Konten D1418.pdf

- 75-

4. diperbolehkan pendirian bangunan dengan syarat untuk kepentingan

pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan abrasi pantai meliputi:

1. pemanfaatan ruang kawasan rawan abrasi mempertimbangkan

karakteristik, jenis, ancaman bencana abrasi dan tsunami, serta zonasi

sempadan pantai; dan

2. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan

pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:

a. penyadaran masyarakat tentang manfaat kawasan lindung geologi;

b. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengganggu dan/atau

menimbulkan dampak negatif bentang alam; dan

c. diperbolehkan pendirian bangunan dengan syarat menunjang kegiatan

pendidikan, penelitian, dan wisata geologi.

(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf g terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan terumbu karang meliputi:

1. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk konservasi terumbu karang;

2. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat merusak ekosistem kawasan

terumbu karang; dan

3. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk pariwisata dengan syarat tidak

merubah ekosistem terumbu karang.

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan koridor bagi jenis satwa yang

dilindungi meliputi:

1. tidak diperbolehkan pemanfatan ruang yang mengganggu kualitas

lingkungan; dan

2. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata dengan

syarat tidak merubah bentang alam.

Paragraf 4

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya

Pasal 68.....

Page 76: Konten D1418.pdf

- 76-

Pasal 68

1. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 58 ayat (2) huruf c terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi;

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan rakyat;

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian;

d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan;

e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan;

f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri;

g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata;

h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman; dan

i. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya.

2. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. diperbolehkan aktivitas reboisasi atau penghijauan dan rehabilitasi hutan;

b. diperbolehkan terbatas pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan

neraca sumber daya kehutanan;

c. tidak diperbolehkan pengembangan kegiatan budidaya yang mengurangi

luas hutan;

d. diperbolehkan pendirian bangunan dengan syarat menunjang kegiatan

pemanfaatan hasil hutan; dan

e. diperbolehkan pengembangan obyek wisata dengan syarat berbasis pada

pemanfaatan hutan.

3. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan rakyat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. diperbolehkan pendirian bangunan untuk menunjang kegiatan pemanfaatan

hasil hutan; dan

b. usaha peningkatan kualitas hutan dan lingkungan dengan pengembangan

obyek wisata alam yang berbasis pada pemanfaatan hutan.

4. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan tanaman pangan

meliputi:

1. diperbolehkan aktivitas pendukung pertanian;

Page 77: Konten D1418.pdf

- 77-

2. tidak diperbolehkan aktivitas budidaya yang mengurangi luas kawasan

sawah beririgasi;

3. tidak diperbolehkan aktivitas budidaya yang mengurangi atau merusak

fungsi lahan dan kualitas tanah;

4. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan pada kawasan sawah irigasi

yang terkena saluran irigasi; dan

5. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan

syarat sesuai dengan rencana rinci tata ruang.

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hortikultura

meliputi:

1. diarahkan untuk tanaman yang menghasilkan daun, buah, dan batang;

2. kawasan yang memiliki kelerengan diatas 25 % (dua puluh lima persen)

diarahkan untuk budidaya tanaman tahunan;

3. diperbolehkan mendirikan rumah tinggal dengan syarat sesuai dengan

rencana rinci tata ruang; dan

4. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk permukiman petani.

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkebunan disusun dengan

memperhatikan ketentuan:

1. diperbolehkan pengembangan budidaya tumpang sari dengan

peternakan dan perikanan;

2. tidak diperbolehkan melakukan melakukan peremajaan secara

bersamaan untuk mengurangi erosi lapisan atas tanah; dan

3. diperbolehkan alih fungsi lahan dengan syarat memiliki nilai ekonomi

lebih tinggi dan memiliki kemampuan penyerapan tenaga kerja yang

lebih luas.

d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peternakan disusun dengan

memperhatikan ketentuan:

1. diperbolehkan pengembangan budidaya tumpang sari dengan

perikanan; dan

2. diperbolehkan pengembangan peternakan skala besar dengan syarat

berada di luar kawasan permukiman.

5. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan/atau

nelayan dengan kepadatan rendah;

Page 78: Konten D1418.pdf

- 78-

b. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau

kawasan sabuk hijau; dan

c. tidak diperbolehkan penggunaan alat tangkap yang tidak sesuai dengan

ketentuan perundangan.

6. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a. pengaturan kawasan tambang dengan memperhatikan keseimbangan antara

biaya dan manfaat serta keseimbangan antara risiko dan manfaat;

b. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat mengganggu kawasan sekitarnya;

c. mengarahkan dan mengendalikan kegiatan penambangan melalui perizinan;

d. mengatur rehabilitasi kawasan bekas penambangan sesuai dengan kaidah

lingkungan; dan

e. mengarahkan kegiatan usaha pertambangan untuk menyimpan dan

mengamankan tanah atas (top soil) guna keperluan rehabilitasi lahan bekas

penambangan.

7. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:

a. diperbolehkan mengembangkan aktivitas pendukung kegiatan industri;

b. diperbolehkan penyediaan ruang untuk zona penyangga berupa sabuk hijau

dan RTH;

c. diperbolehkan mengembangkan perumahan karyawan dan fasilitas umum

skala lokal sebagai pendukung kegiatan industri;

d. diharuskan mengembangkan IPAL;

e. tidak diperbolehkan pengembangan kegiatan yang tidak mendukung fungsi

industri; dan

f. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan dan/atau usaha yang

menimbulkan terjadinya pencemaran lingkungan.

8. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi:

a. kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi alam disesuaikan dengan daya

dukung lingkungan, dayatampung lingkungan, dan norma agama serta nilai

budayamasyarakat setempat;

b. diperbolehkan pengembangan aktivitas komersial sesuai dengan skala daya

tarik pariwisatanya;

c. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan

daya tampung lingkungan;

Page 79: Konten D1418.pdf

- 79-

d. perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau;

e. diperbolehkan secara terbatas pengembangan aktivitas perumahan dan

permukiman dengan syarat di luar zona utama pariwisata dan tidak

mengganggu bentang alam daya tarik pariwisata; dan

f. diperbolehkan pendirian bangunan dengan syarat menunjang kegiatan

pariwisata.

9. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman

perkotaan meliputi:

1. diarahkan intensitas bangunan berkepadatan sedang – tinggi dan

bangunan vertikal;

2. penyediaan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan;

3. penetapan ketentuan teknis bangunan;

4. penetapan tema arsitektur bangunan;

5. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan;

6. penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan;

7. diperbolehkan mengembangkan perdagangan jasa dengan syarat sesuai

dengan skalanya; dan

8. diperbolehkan pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial dengan

syarat sesuai skalanya.

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman

perdesaan meliputi:

1. diarahkan intensitas bangunan berkepadatan rendah – sedang;

2. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan;

3. penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan;

4. diperbolehkan mengembangkan perdagangan jasa dengan syarat sesuai

dengan skalanya; dan

5. diperbolehkan pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial dengan

syarat sesuai skalanya.

10. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf i terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pengembangan perdagangan

dan jasa meliputi:

1. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;

Page 80: Konten D1418.pdf

- 80-

2. diperbolehkan pengembangan prasarana persampahan dan sanitasi

lingkungan; dan

3. tidak diperbolehkan terhadap bentuk bangunan yang merusak

lingkungan.

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pengendalian ketat meliputi:

1. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;

2. tidak diperbolehkan melakukan perubahan secara keseluruhan fungsi

dasarnya;

3. tidak diperbolehkan melakukan penambahan fungsi tertentu untuk

fungsi yang bertentangan; dan

4. diperbolehkan pemanfaatan ruang dengan syarat berdasarkan rencana

rinci kawasan.

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan agropolitan meliputi:

1. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk mendukung kawasan

agropolitan;

2. tidak diperbolehkan melakukan penambahan fungsi tertentu untuk

fungsi yang bertentangan; dan

3. diperbolehkan pemanfaatan ruang dengan syarat berdasarkan rencana

rinci kawasan.

d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pesisir disusun meliputi:

1. pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan

ancaman bencana;

2. penetapan zona preservasi, konservasi, penyangga, dan zona

pemanfaatan;

3. tinjauan terhadap daya dukung lingkungan mengingat rentannya

kawasan ini terhadap kemungkinan perusakan lingkungan akibat

kegiatan yang berlangsung diatasnya; dan

4. diperbolehkan meningkatkan nilai ekonomi kawasan pada pemanfaatan

bakau dan terumbu karang.

e. ketentuan umum peraturan zonasi ruang terbuka hijau perkotaan meliputi:

1. diperbolehkan untuk kegiatan rekreasi;

2. tidak diperbolehkan pendirian bangunan permanen; dan

3. diperbolehkan pendirian bangunan dengan syarat untuk bangunan

penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya.

f. ketentuan umum peraturan zonasi ruang dalam bumi meliputi:

1. wilayah karst harus dilindungi;

Page 81: Konten D1418.pdf

- 81-

2. wilayah yang sudah diketahui cadangannya dan/atau secara legal telah

ada izin harus dilindungi secara hukum di dalam tata ruang sebagai

kawasan peruntukan pertambangan;

3. wilayah potensi bahan tambang diberikan alokasi ruang dalam bentuk

wilayah prospek usaha pertambangan sebagai arahan prospek

pertambangan;

4. wilayah prospek pertambangan tidak dipengaruhi oleh kendala sektor

budi daya atau lindung lainnya, dan mengikuti ketentuan perundang-

undangan yang berlaku; dan

5. pengembangan wilayah pertambangan harus mengkaji antara aspek-

aspek riil, resiko, dan manfaat sebagaimana disyaratkan dalam

peraturan perundangan.

g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertahanan dan keamanan

meliputi:

1. penetapan zona penyangga yang memisahkan kawasan pertahanan

keamanan dengan kawasan budidaya terbangun;

2. penetapan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar

kawasan untuk menjaga fungsi pertahanan keamanan; dan

3. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan

pertahanan dan keamanan.

Bagian Ketiga

Ketentuan Perizinan

Paragraf 1

Umum

Pasal 69

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf b

adalah proses administrasi dan teknis yang harus dipenuhi sebelum kegiatan

pemanfaatan ruang dilaksanakan mencakup:

a. izin prinsip;

b. izin lokasi;

c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;

d. izin mendirikan bangunan; dan

Page 82: Konten D1418.pdf

- 82-

e. izin lainnya.

(2) Pelaksanaan prosedur izin pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu dengan mempertimbangkan rekomendasi hasil

forum koordinasi BKPRD.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan akan ditetapkan dengan peraturan

daerah dan/atau peraturan bupati.

Paragraf 2

Izin Prinsip

Pasal 70

(1) Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a adalah

persetujuan pendahuluan yang diberikan kepada orang atau badan hukum

untuk menanamkan modal atau mengembangkan kegiatan atau pembangunan

di wilayah kabupaten, yang sesuai dengan arahan kebijakan dan alokasi

penataan ruang wilayah.

(2) Izin prinsip dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis permohonan izin

lainnya, yaitu izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan tanah, izin mendirikan

bangunan, dan izin lainnya.

Paragraf 3

Izin Lokasi

Pasal 71

(1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b adalah izin

yang diberikan kepada pemohon untuk memperoleh ruang yang diperlukan

dalam rangka melakukan aktivitasnya.

(2) Izin lokasi diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. untuk luas 1 ha sampai 25 (dua puluh lima) hektar diberikan izin selama 1

(satu) tahun;

b. untuk luas lebih dari 25 (dua puluh lima) hektar sampai dengan 50 (lima

puluh) hektar diberikan izin selama 2 (dua) tahun; dan

c. untuk luas lebih dari 50 (lima puluh) hektar diberikan izin selama 3 (tiga)

tahun.

Page 83: Konten D1418.pdf

- 83-

(3) Sebelum izin lokasi diberikan, pemohon terlebih dahulu mengajukan

permohonan perimbangan teknis pertanahan pada kantor pertanahan setempat.

Paragraf 4

Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah

Pasal 72

(1) Izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69

ayat (1) huruf c berupa izin pemanfaatan lahan untuk suatu kegiatan diberikan

berdasarkan izin lokasi.

(2) Izin penggunaan pemanfaatan tanah diberikan kepada setiap orang dan/atau

korporasi/badan hukum yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan lahan.

Paragraf 5

Izin Mendirikan Bangunan

Pasal 73

Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d

adalah izin yang diberikan kepada pemilik bangunan untuk membangun baru,

mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan

persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

Paragraf 6

Izin Lainnya

Pasal 74

(1) Izin lainnya terkait pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69

ayat (1) huruf e berupa ketentuan izin terdiri atas:

a. usaha pertambangan;

b. perkebunan;

c. pariwisata;

d. industri;

e. izin penggunaan air tanah; dan

Page 84: Konten D1418.pdf

- 84-

f. perdagangan dan pengembangan sektoral lainnya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin usaha pengembangan sektoral akan

ditetapkan dengan peraturan daerah.

Bagian Keempat

Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif

Paragraf 1

Umum

Pasal 75

(1) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 57 ayat (1) huruf c diberikan oleh pemerintah daerah sesuai

kewenangannya dengan tetap menghormati hak masyarakat sesuai ketentuan

terhadap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang yang mendukung dan tidak

mendukung terwujudnya arahan RTRW Kabupaten.

(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilaksanakan oleh instansi

berwenang.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif

akan diatur dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 2

Ketentuan Pemberian Insentif

Pasal 76

(1) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 merupakan perangkat atau

upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan

dengan rencana tata ruang wilayah.

(2) Insentif dapat berupa insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal.

(3) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:

a. keringanan pajak daerah;

b. kompensasi;

c. subsidi silang;

d. imbalan;

Page 85: Konten D1418.pdf

- 85-

e. sewa ruang; dan

f. kontribusi saham.

(4) Insentif non fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:

a. pembangunan dan pengadaan prasarana;

b. kemudahan prosedur perizinan; dan

c. penghargaan.

(5) Pemberian kompensasi diberikan pada kegiatan yang sejalan dengan rencana

tata ruang.

(6) Pembatasan penyediaan prasarana dan sarana diberikan pada kegiatan yang

tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

Pasal 77

(1) Insentif yang diberikan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan

rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1)

terdiri atas:

a. insentif yang diberikan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam

pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang;

b. insentif yang diberikan pemerintah daerah kepada pengusaha dan swasta

dalam pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang; dan

c. insentif yang diberikan pemerintah daerah kepada pemerintah desa dalam

wilayah kabupaten, atau dengan pemerintah daerah lainnya apabila dalam

pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang.

(2) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a dapat diberikan:

a. keringanan biaya sertifikasi tanah;

b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; dan

c. pemberian penghargaan kepada masyarakat.

(3) Insentif yang diberikan kepada pengusaha dan swasta dalam pelaksanaan

kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b dapat diberikan dalam bentuk:

a. kemudahan prosedur perizinan;

b. kompensasi;

c. subsidi silang;

d. imbalan;

e. sewa ruang;

Page 86: Konten D1418.pdf

- 86-

f. kontribusi saham; dan

g. pemberian penghargaan.

Paragraf 3

Ketentuan Pemberian Disinsentif

Pasal 78

(1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 merupakan perangkat untuk

mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak

sejalan dengan rencana tata ruang wilayah.

(2) Pemberian disinsentif terdiri atas:

a. disinsentif yang diberikan kepada masyarakat, pengusaha, dan swasta dalam

pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan

b. disinsentif yang diberikan kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam

pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

(3) Disinsentif yang diberikan kepada masyarakat, pengusaha dan swasta dalam

pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. pengenaan pajak yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang

dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan

ruang;

b. pembatasan penyediaan infrastruktur;

c. penghentian izin; dan

d. penalti.

(4) Disinsentif yang diberikan pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lain

dalam pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang

sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b berupa teguran tertulis.

Bagian Kelima

Arahan Pengenaan Sanksi

Pasal 79

(1) Arahan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf

d sebagai salah satu cara dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Page 87: Konten D1418.pdf

- 87-

(2) Setiap orang atau badan hukum yang melakukan pelanggaran pemanfaatan

ruang dikenakan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan; dan

(3) Arahan sanksi dikenakan pelaku pembangunan yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang wilayah kabupaten meliputi:

a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana atau melangar

ketentuan umum peraturan zonasi;

b. pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW

Kabupaten;

c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan

berdasarkan RTRW Kabupaten;

d. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang

diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; dan

e. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak

benar.

Pasal 80

(1) Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi

dan/atau sanksi pidana.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada perseorangan

dan/ atau korporasi yang melakukan pelanggaran sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum;

d. penutupan lokasi;

e. pencabutan izin;

f. pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan;

h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau

i. denda administratif.

(4) Sanksi pidana sebagaimana disebut pada ayat (1) diberikan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang - undangan.

Page 88: Konten D1418.pdf

- 88-

Pasal 81

Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 80

ayat (3) meliputi:

a. peringatan tertulis dapat dilaksanakan dengan prosedur bahwa pejabat yang

berwenang dalam penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang dapat

memberikan peringatan tertulis melalui penertiban surat peringatan tertulis

sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali;

b. penghentian sementara dapat dilakukan melalui:

1. penertiban surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat yang

berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;

2. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara,

pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat

keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap

kegiatan pemanfaatan ruang;

3. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan

memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi

penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan

tindakan penertiban oleh aparat penertiban;

4. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang

melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan

penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan

5. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang

melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan

tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar

untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang

dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.

c. penghentian sementara pelayanan umum dapat dilakukan melalui:

1. penertiban surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum

dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran

pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian sementara

pelayanan umum);

2. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,

pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat

keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum

Page 89: Konten D1418.pdf

- 89-

kepada pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang

akan diputus;

3. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan

memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi

penghentian sementara pelayanan umum yang akan segera dilaksanakan,

disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;

4. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa

pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar, disertai

penjelasan secukupnya;

5. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar;

dan

6. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan

umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum

kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk

menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan

ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.

d. penutupan lokasi dapat dilakukan melalui:

1. penertiban surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang

melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;

2. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat

yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penutupan

lokasi kepada pelanggar;

3. pejabat yang berwenang melakukan tidnakan penertiban dengan

memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan

lokasi yang akan segera dilaksanakan;

4. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang

dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara

paksa; dan

5. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk

memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan

pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan

ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan

ruang yang berlaku.

e. pencabutan izin dapat dilakukan melalui:

1. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat

yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;

Page 90: Konten D1418.pdf

- 90-

2. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,

pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi

pencabutan izin pemanfaatan ruang;

3. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai

pengenaan sanksi pencabutan izin;

4. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan

permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan

untuk melakukan pencabutan izin;

5. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin

menerbitkan keputusan pencabutan izin;

6. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah

dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan

ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan

7. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan

pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang

melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-

undangan.

f. pembatalan izin dilakukan melalui:

1. membuat lembar evaluasi yang berisikan dengan arahan pola pemanfaatan

ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku;

2. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana

pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah

yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat pembatalan izin;

3. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang berwenang

melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;

4. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan izin;

5. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki

kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan

6. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah

dibatalkan.

g. pembongkaran bangunan dilakukan melalui:

1. menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan dari

pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan

ruang;

2.apabila…..

Page 91: Konten D1418.pdf

- 91-

2. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,

pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat

keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;

3. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan

kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan

yang akan segera dilaksanakan; dan

4. berdasar surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang

melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat penertiban

melakukan pembongkaran bangunan secara paksa.

h. pemulihan fungsi ruang dapat dilakukan melalui:

1. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian

yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;

2. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan

ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang;

3. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,

pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat

keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;

4. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban, memberitahukan

kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang

yangharus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu;

5. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban melakukan

pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;

6. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum

melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab

melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk

melakukan pemulihan fungsi ruang; dan

7. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan

pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan

pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban pelanggar

di kemudian hari.

i. denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama

dengan pengenaan sanksi administratif: dan

j. ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi

adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda akan diatur

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 92: Konten D1418.pdf

- 92-

BAB VIII

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu

Hak Masyarakat

Pasal 82

Dalam penataan ruang wilayah, setiap masyarakat berhak:

a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang;

b. mengetahui RTRW Kabupaten dan rencana rincinya berupa rencana detail tata

ruang kawasan dan rencana pengembangan sektoral;

c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat

dari penataan ruang wilayah; dan

d. mengajukan keberatan, gugatan, dan tuntutan pembatalan izin, serta

memperoleh penggantian yang layak atas kegiatan pembangunan terkait

pelaksanaan RTRW kabupaten.

Pasal 83

(1) Untuk mengetahui RTRW Kabupaten dan rencana rincinya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 82 huruf b masyarakat dapat memperoleh melalui:

a. lembaran daerah kabupaten;

b. papan pengumuman di tempat-tempat umum;

c. penyebarluasan informasi melalui brosur;

d. instansi yang menangani penataan ruang; dan/atau

e. Sistem Informasi Tata Ruang Wilayah (SITRW) Kabupaten.

(2) Sistem Informasi Tata Ruang Wilayah (SITRW) Kabupaten dikembangkan secara

bertahap melalui berbagai media elektronik untuk mempermudah akses

informasi tata ruang dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam

penataan ruang.

Pasal 84…..

Page 93: Konten D1418.pdf

- 93-

Pasal 84

(1) Untuk menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf c didasarkan pada hak atas dasar

pemilikan, penguasaan atau pemberian hak tertentu yang dimiliki masyarakat

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang melembaga pada masyarakat

secara turun temurun dapat dilanjutkan sepanjang telah memperhatikan faktor

daya dukung lingkungan, estetika, struktur pemanfaatan ruang wilayah yang

dituju, serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras,

seimbang, dan berkelanjutan.

Pasal 85

Dalam hal pengajuan keberatan, gugatan, dan tuntutan pembatalan izin, serta hak

memperoleh penggantian atas kegiatan pembangunan terkait pelaksanaan RTRW

Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf d masyarakat berhak

mengajukan:

a. keberatan, tuntutan pembatalan izin, dan penghentian kegiatan kepada pejabat

berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten

dan rencana rincinya;

b. gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila

kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten

menimbulkan kerugian;

c. tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai

dengan RTRW Kabupaten kepada penjabat yang berwenang; dan

d. perolehan penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat

pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRW Kabupaten

dan rencana rincinya.

Bagian Kedua

Kewajiban Masyarakat

Pasal 86…..

Page 94: Konten D1418.pdf

- 94-

Pasal 86

Dalam pemanfaatan ruang wilayah, setiap orang wajib:

a. menaati RTRW Kabupaten dan penjabarannya yang telah ditetapkan;

b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diperoleh;

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan

ruang; dan

d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan

perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 87

(1) Pemberian akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d adalah untuk

kawasan milik umum yang aksesibilitasnya memenuhi syarat:

a. untuk kepentingan masyarakat umum; dan

b. tidak ada akses lain menuju kawasan dimaksud.

(2) Kawasan milik umum tersebut, di antaranya adalah sumber air, pesisir pantai,

ruang terbuka publik, dan fasilitas umum lainnya sesuai ketentuan dan

perundang-undang yang berlaku.

Bagian Ketiga

Peran Masyarakat

Pasal 88

Peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf a

diakomodasi pemerintah daerah dalam proses:

a. penyusunan rencana tata ruang;

b. pemanfaatan ruang; dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 89…..

Page 95: Konten D1418.pdf

- 95-

Pasal 89

Dalam penyusunan rencana tata ruang, peran serta masyarakat dapat berbentuk:

a. bantuan masukan dalam identifikasi potensi dan masalah, memperjelas hak

atas ruang, dan penentuan arah pengembangan wilayah;

b. pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan

strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah;

c. pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang;

d. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan;

e. bantuan tenaga ahli; dan/atau

f. bantuan dana.

Pasal 90

Dalam pemanfaatan ruang, peran masyarakat dapat berbentuk:

a. penyelenggaraan kegiatan pembangunan prasarana dan pengembangan

kegiatan yang sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten;

b. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang agar sesuai dengan arahan dalam

RTRW Kabupaten;

c. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan mewujudkan struktur

dan pola pemanfaatan ruang, dan masukan dalam proses penetapan lokasi

kegiatan pada suatu kawasan; dan/atau

d. konsolidasi dalam pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam

lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas, serta menjaga,

memelihara, dan meningkatkan kelestarian lingkungan hidup.

Pasal 91

Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat berupa:

a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah melalui penyampaian laporan

dan/atau pengaduan adanya penyimpangan pemanfaatan ruang, secara lisan

atau tertulis kepada pejabat yang berwenang, BKPRD, dan/atau Bupati;

dan/atau

b. bantuan pemikiran atau pertimbangan dalam rangka penertiban kegiatan

pemanfaatan ruang yang menyimpang dari arahan RTRW Kabupaten.

Page 96: Konten D1418.pdf

- 96-

Pasal 92

Pelaksanaan tata cara hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat dalam penataan

ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB IX

KELEMBAGAAN

Pasal 93

(1) Dalam rangka mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan

kerjasama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk BKPRD.

(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditetapkan Bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

BAB X

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 94

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah

diberikan wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran

ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang

berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak

pidana dalam bidang penataan ruang;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan

peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;

d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan

tindak pidana dalam bidang penataan ruang;

e.melakukan…..

Page 97: Konten D1418.pdf

- 97-

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan

bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap

bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam

perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana dalam bidang penataan ruang.

(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian

negara Republik Indonesia dan menyerahkan hasilnyakepada penuntut umum

melaluipejabatpenyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 95

Setiap orang/badan yang melakukan tindak pidana di bidang penataan ruang

dipidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang.

BAB XII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 96

(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun yaitu tahun

2012 – 2032 dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana

alam skala besar dan/atau perubahan batas teretorial provinsi yang di tetapkan

dengan peraturan perundang-undang, RTRW kabupaten dapat ditinjau kembali

lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan

apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi

pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal kabupaten.

Page 98: Konten D1418.pdf

- 98-

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 97

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:

a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan

ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;

b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan

ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:

1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut

disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;

2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang

dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan

penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini

sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun setelah diberlakukan; dan

3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak

memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan

berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat

dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan

izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.

c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan

Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini;

dan

d. pemanfaatan ruang di kabupaten yang diselenggarakan tanpa izin dan

bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini akan ditertibkan dan

disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 98

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan

yang berkaitan dengan penataan ruang di Kabupaten yang telah ada dinyatakan

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan

Peraturan Daerah ini.

Page 99: Konten D1418.pdf

- 99-

(2) Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Nomor 4

Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang 2003-

2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 99

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah

ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sampang.

Ditetapkan di : Sampang

pada tanggal : 16 O k t o b e r 2012

BUPATI SAMPANG,

NOER TJAHJA

Diundangkan di : Sampang

Pada tanggal : 16 Oktober 2012

Plt.SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SAMPANG

Ir. TONTOWI, MM,MBA Pembina Utama Muda

NIP. 195702171985031006

Lembaran Daerah Kabupaten Sampang Tahun 2012 Nomor : 7

Page 100: Konten D1418.pdf

- 100-

PENJELASAN

LAMPIRAN

1. Peta Orientasi Kabupaten Sampang.

2. Peta Administrasi Kabupaten Sampang.

3. Peta Tutupan Lahan Kabupaten Sampang.

4. Peta Rawan Bencana Kabupaten Sampang.

5. Peta Sebaran Penduduk Kabupaten Sampang.

6. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Sampang.

7. Peta Rencana Jaringan Prasarana Wilayah

Kabupaten Sampang

8. Tabel DI (Daerah Irigasi) di Kabupaten Sampang

sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

390 Tahun 2007.

9. Peta Rencana Pola Ruang.

10. Peta Kawasan Strategis.

11. Tabel Indikasi Program Utama.

12. Tabel Ketentuan Umum Peraturan Zonasi.