KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN...

31
34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional Ketentuan Pasal 55 dalam UU MK menentukan bahwa pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi. Permasalahan kemudian muncul apabila tidak ada yang menguji undang-undang yang diragukan konstitusionalitasnya. Hal ini memunculkan suatu pertanyaan apakah hakim boleh bertanya kepada Mahkamah Konstitusi mengenai konstitusionalitas undang- undang yang akan dipergunakannya untuk memutus suatu perkara. Permasalahan tersebutlah yang kemudian memunculkan gagasan pertanyaan konstitusional atau constitutional question. Gagasan pertanyaan konstitusional muncul di Indonesia dan menjadi perdebatan oleh beberapa ahli hukum di Indonesia. Tidak hanya gagasan pertanyaan konstitusional, gagasan constitusional complaint juga muncul dan menjadi perdebatan apakah penting untuk dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi Indonesia. Pertanyaan konstitusioanal juga pernah disinggung oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Soedarsono di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006. I Dewa Gede Palguna dan Soedarsono

Transcript of KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN...

Page 1: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

34

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN

KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA

2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

Ketentuan Pasal 55 dalam UU MK menentukan bahwa pengujian

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan

Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar

pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah

Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi. Permasalahan kemudian

muncul apabila tidak ada yang menguji undang-undang yang diragukan

konstitusionalitasnya. Hal ini memunculkan suatu pertanyaan apakah hakim boleh

bertanya kepada Mahkamah Konstitusi mengenai konstitusionalitas undang-

undang yang akan dipergunakannya untuk memutus suatu perkara. Permasalahan

tersebutlah yang kemudian memunculkan gagasan pertanyaan konstitusional atau

constitutional question.

Gagasan pertanyaan konstitusional muncul di Indonesia dan menjadi

perdebatan oleh beberapa ahli hukum di Indonesia. Tidak hanya gagasan

pertanyaan konstitusional, gagasan constitusional complaint juga muncul dan

menjadi perdebatan apakah penting untuk dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi

Indonesia. Pertanyaan konstitusioanal juga pernah disinggung oleh Hakim

Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Soedarsono di dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006. I Dewa Gede Palguna dan Soedarsono

Page 2: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

35

berpendapat bahwa mahkamah konstitusi di negara lain, di samping diberi

kewenangan untuk mengadili perkara pengujian undang-undang (judicial review

atau constitutional review), juga diberi kewenangan untuk mengadili perkara-

perkara constitutional question dan contitutional complaint.

Pertanyaan konstitusional (constitutional question) terjadi apabila suatu

pengadilan pada saat hendak memutus suatu kasus menyadari bahwa undang-

undang yang berlaku terhadap kasus itu diragukan konstitusionalitasnya.1 Jika

pengadilan atau hakim ragu akan konstitusionalitas undang-undang itu, sebelum

memutus, ia boleh mengajukan pertanyaan konstitusional (constitutional

question). Mekanisme pertanyaan konstitusional ini dimiliki oleh Mahkamah

Konstitusi di negara lain.

Gagasan mengenai pentingnya pertanyaan konstitusinal di Indonesia

tersebut diutarakan oleh beberapa para ahli hukum di Indonesia. Para ahli hukum

tersebut yakni Moh. Mahfud MD, Jazim Hamidi, I Dewa Gede Palguna,

Muchammad Ali Safa’at dan Mustafa Lutfi. Urgensi penerapan mekanisme

constitutional question di Indonesia merupakan wujud konkrit dari upaya

penghormatan dan perlindungan maksimum terhadap hak-hak konstitusional

warga negara.2

Muchammad Ali Safa’at juga berpendapat yakni dengan adanya

mekanisme constitutional question terdapat beberapa tiga hal positif yang dicapai,

diantaranya adalah dapat dihindari adanya putusan hakim yang bertentangan

dengan konstitusi dan melanggar hak konstitusional warga negara.3 Dengan

1I Dewa Gede Palguna.,op,cit.,h.37.2Moh Mahfud MD, dkk I, op.cit., h.73.3Moh Mahfud MD, dkk I, op.cit., h.7.

Page 3: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

36

adanya mekanisme ini maka hakim apabila ragu akan konstitusionalitas dari

undang-undang yang akan diterapkannya maka dapat bertanya kepada Mahkamah

Konstitusi. Dengan adanya upaya preventif ini maka diharapkan bahwa putusan

hakim tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi dan dapat melindungi hak

konstitusional warga negara.

Hal positif kedua adalah mengingat ruang pengujian terhadap peraturan

perundang-undangan semakin luas, apalagi hakim pengadilan adalah profesi yang

mempunyai kapasitas lebih untuk mengetahui adanya kemungkinan pertentangan

norma.4 Hakim dianggap memiliki kapasitas lebih untuk mengetahui

kemungkinan adanya inkonstitusionalitas dari undang-undang akan diterapkannya

dalam suatu perkara. Hal ini tentu saja memberikan manfaat bagi warga negara

yang kurang memiliki kesadaran dan/atau kemampuan dalam mempertahankan

hak-hak konstitusionalnya yang dijamin Konstitusi, tanpa yang bersangkutan

harus secara aktif mengajukan permohonan pengujian undang-undang itu ke MK.5

Manfaat yang ketiga adalah dapat dihindari adanya pelanggaran hak

konstitusional yang tidak diperlukan karena pengajuan judicial review harus

menunggu adanya putusan pengadilan atau proses pengadilan dihentikan

sementara.6 Dengan adanya mekanisme constitutional question, maka dapat

menghindari pelanggaran hak konstitusional yang tidak diperlukan dalam hal ini

yakni jangka waktu penghentian proses beracara yang dapat diminimalisir dengan

adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang lebih cepat dibandingkan mekanisme

pengujian undang-undang terhadap UUD.

4Ibid.5Moh Mahfud MD, dkk I, op.cit., h.49.6Moh Mahfud MD, dkk I, op.cit., h.7.

Page 4: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

37

I Dewa Gede Palguna menyatakan bahwa ada tiga keuntungan penting

yang dapat diambil dari penerapan mekanisme constitutional question itu jika

hendak diadopsi oleh Indonesia, yaitu:

Pertama, penerimaan mekanisme constitutional question itu akan lebih memaksimalkan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hakkonstitusional warga negara. Kedua, hakim tidak dipaksa menerapkan undang-undang yang berlaku terhadap suatu perkara yang menurut keyakinannya undang-undang itu bertentangan dengan Konstitusi. Ketiga, bagi Indonesia yang secara formal maupun tradisi hukum tidak menganut prinsip stare dicisis atau prinsip preseden, hal itu akan membantu terbentuknya kesatuan pandangan atau pemahaman di kalangan hakim-hakim di luar hakim konstitusi mengenai pentingnya menegakkan prinsip konstitusionalitas hukum bukan hanya dalam proses pembentukannya tetapi juga dalam penerapannya.7

Mahkamah Konstitusi Indonesia sampai saat ini tidak memiliki kewenangan

untuk menguji pertanyaan konstitusional, hal ini dapat diketahui dari ketentuan

Pasal 24C ayat (1) dalam UUD NRI Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi hanya

diberikan wewenang untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang

Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi terbentuk dari perubahan ketiga UUD Negara RI

Tahun 1945 melalui penambahan pasal dalam Bab IX mengenai Kekuasaan

Kehakiman, dengan dibentuknya lembaga baru dalam lingkup kekuasaan

kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi. Setelah perubahan ketiga UUD 1945,

maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR

menetapkan agar Mahkamah Agung menjalankan fungsi Mahkamah Konstitusi

7Moh Mahfud MD dkk I.,op.cit.,h.49-50.

Page 5: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

38

untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945

hasil perubahan keempat.8

Pada amendemen ketiga UUD 1945 tahun 2001, MK secara resmi

ditempatkan sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia,

selain MA dan badan-badan peradilan di bawahnya. Mahkamah Konstitusi

merupakan lembaga peradilan tersendiri diluar Makamah Agung dan badan

peradilan yang berada dibawahnya.9 Dalam konteks pembentukan Mahkamah

Konstitusi pada UUD 1945 perubahan ketiga, pada prinsipnya dimaksudkan untuk

menjaga dan memperkuat dasar-dasar konstitusionalisme sebuah perundang-

undangan, artinya Mahkamah Konstitusi sebagai sebagai satu-satunya lembaga

yang diberikan otoritas untuk menafsirkan konstitusi.10Dalam proses pembahasan

rancangan undang-undang Mahkamah Konstitusi dapat diketahui bahwa ide

pendirian Mahkamah Konstitusi ini sebagai salah satu ciri dari negara

berkembang yang ingin menjadikan negaranya menjadi lebih demokratis serta

pentingnya adanya badan peradilan yang bertugas untuk menyelesaikan masalah-

masalah diseputar konstitusi suatu negara. Menurut Afiuka Hadjar dkk ada 4

(empat) hal yang melatarbelakangi pembentukan Mahkamah Konstitusi, antara

lain:

1. Paham KonstitusionalismePaham Konstitusionalisme adalah suatu paham yang menganut adanya pembatasan kekuasaan. Paham ini memiliki dua esensi yaitu pertama sebagai konsep negara hukum, bahwa hukum mengatasi kekuasaan negara, hukum akan melakukan kontrol terhadap politik, bukan sebaliknya, kedua adalah konsep hak-hak sipil warga negara

8Ahmad Kamil, 2012, Filsafat Kebebasan Hakim, Prenada Media Group, Jakarta, h.195.9Abdoel Djamali, 2009, Pengantar Hukum Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h.211. 10Nurudin Hadi, 2007, Wewenang Mahkamah Konstitusi, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, h.28.

Page 6: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

39

menyatakan, bahwa kebebasan warga negara dan kekuasaan negara dibatasi oleh konstitusi.

2. Sebagai Mekanisme Check and BalancesSebuah sistem pemerintahan yang baik, antara lain ditandai dengan adanya mekanisme check and balances dalam penyelenggaraan kekuasaan. Check and balances memungkinkan adanya saling kontrol antar cabang kekuasaan yang ada dan menghindarkan tindakan-tindakan hegemoni, tirani dan sentralisasi kekuasaan, untuk menjaga agar tidak terjadi tumpang tindih antar kewenangan yang ada. Dengan mendasarkan pada prinsip negara hukum, maka sistem kontrol yang relevan adalah sistem kontrol yudisial.

3. Penyelenggaraan Negara yang BersihSistem pemerintahan yang baik meniscayakan adanya penyelenggaraan negara yang bersih, transparan dan partisipatif.

4. Perlindungan terhadap Hak Asasi ManusiaKekuasaan yang tidak terkontrol seringkali melakukan tindakan semena-mena dalam penyelenggaraan negara dan tidak segan-segan melakukan pelanggaran terhadap HAM.11

Pembentukan lembaga ini, merupakan salah satu wujud nyata dari perlunya

keseimbangan dan kontrol di antara lembaga-lembaga negara. Hal ini, juga

sebagai penegasan terhadap prinsip negara hukum dan perlunya perlindungan hak

asasi (hak konstitusional) yang telah dijamin konstitusi, serta sebagai sarana

penyelesaian beberapa problem yang terjadi dalam praktik ketatanegaraan yang

sebelumnya tidak ditentukan.

Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga negara yang berfungsi untuk

melindungi hak dan/atau kewenangan konstitusional warga negara, dirasa perlu

untuk memiliki kewenangan menguji pertanyaan konstitusional selain menguji

undang-undang terhadap UUD.

2.1.1 Istilah Pertanyaan Konstitusional

11Darmoko Yuti Witanto dan Arya Putra Negara Kutawaringin, op.cit., h.65.

Page 7: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

40

Istilah pertanyaan konstitusional (constitutional question) ini banyak

diterjemahkan oleh beberapa ahli antara lain Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi

mempergunakan istilah constitutional question yang diterjemahkan sebagai

persoalan konstitusional atau pertanyaan konstitusional.12 Moh Mahfud MD juga

mempergunakan istilah constitutional question (pertanyaan konstitusional).13

David O’ Brien mempergunakan istilah constitutional question. I Dewa Gede

Palguna juga mempergunakan istilah yang senada yakni constitutional question14.

Selain mempergunakan istilah constitutional question I Dewa Gede Palguna juga

mempergunakan istilah concrete judicial review (konkrete normenkontrolle).15

Jimly Asshiddiqie di dalam bukunya yang berjudul Peradilan Konstitusi di

10 Negara mempergunakan istilah yang berbeda-beda namun memiliki makna

yang sama yakni “pertanyaan yang diajukan oleh pengadilan kepada Mahkamah

Konstitusi apabila ragu akan konstitusionalitas dari undang-undang yang akan

dipergunakannya. Perbedaan penggunaan istilah tersebut akan dipaparkan sebagai

berikut:

Tabel 5Istilah Pertanyaan Konstitusional di Beberapa Negara

12Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, 2010, Constitutional Question (Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya), Jurnal Konstitusi, Vol.7, No.1, Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, Jakarta, h.32.

13Moh. Mahfud MD, 2010, Konstitusi dan Hukum Dalam Kontroversi Isu,PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, (Selanjutnya disebut Moh. Mahfud MD III) h.289.

14I Dewa Gede Palguna I,op.cit.,h.2.15Moh Mahfud MD dkk I.,op.cit., h.9.

Negara Istilah yang dipergunakanJerman Pengendalian norma konkret (konkretes

normenkontrolverfahten)Korea Selatan Mengadili konstitusionalitas undang-

undang atas permintaan PengadilanAustria Penyerahan perkara dari peradilan umumRusia Concrete Review Italia Concrete Review

Page 8: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

41

Sumber: Diolah dari Jimly Asshiddiqie16

Meskipun ada beberapa istilah yang dipergunakan oleh para ahli hukum

tersebut namun mereka menunjuk kepada pengertian yang sama yakni

“pertanyaan” yang diajukan oleh hakim atau pengadilan ke Mahkamah Konstitusi

mengenai konstitusionalitas undang-undang yang akan dipergunakan untuk

memutus suatu perkara. Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi menyatakan secara

spesifik pengertian constitutional question itu terkait dengan mekanisme

pengujian konstitusionalitas suatu Undang-Undang, di mana seorang hakim yang

sedang mengadili suatu perkara menilai atau ragu-ragu akan konstitusionalitas

Undang-Undang yang berlaku tersebut.17

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006

hakim Konstitusi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Soedarsono

berpendapat bahwamahkamah konstitusi di negara lain, di samping diberi

kewenangan untuk mengadili perkara pengujian undang-undang (judicial review

atau constitutional review), juga diberi kewenangan untuk mengadili perkara-

perkara constitutional question dan contitutional complaint. I Dewa Gede Palguna

dan Soedarsono berpendapat bahwa constitutional question terjadi apabila seorang

hakim (di luar hakim konstitusi) meragukan konstitusionalitas suatu norma hukum

yang hendak diterapkan dalam suatu kasus konkret, sehingga sebelum memutus

kasus dimaksud hakim yang bersangkutan mengajukan permohonan (pertanyaan)

terlebih dahulu ke MK perihal konstitusionalitas norma hukum tadi.

16Jimly Asshidiqie II, op.cit., h.1-24017Jazim Hamidi, op.cit.,h.33.

Page 9: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

42

Menurut Moh. Mahfud MD yang dimaksud dengan constitutional question

(pertanyaan konstitusional) adalah hakim yang sedang mengadili satu perkara

menanyakan kepada MK tentang konstitusionalitas sebuah undang-undang yang

dijadikan dasar perkara yang sedang ditanganinya.18 I Dewa Gede Palguna juga

memberikan definisi yang senada yakni constitutional question merujuk pada

suatu mekanisme pengujian konstitusionalitas undang-undang di mana seorang

yang sedang mengadili suatu perkara menilai atau ragu-ragu

akankonstitusionalitas undang-undang yang berlaku untuk perkara itu, maka ia

mengajukan “pertanyaan konstitusional” ke Mahkamah Konstitusi (mengenai

konstitusional-tidaknya undang-undang itu).19

Pertanyaan konstitusional yang diajukan oleh hakim tersebut menurut

Jimly Asshiddiqie jatuh ke dalam katagori pengujian konkret (concrete review).20

David O’ Brien menyatakan bahwa: “Concrete constitutional reviewarises from

litigation in the courts when ordinary judges are uncertain about the

constitutionality or the application of statute or ordinance; in case the judges

refer the constitutional question or complaint to the constitutional court for

resolution”21

Dapat diketahui bahwa menurut David O’ Brien pengujian konkret muncul

dari proses litigasi pengadilan ketika hakim merasa ragu atas penerapan suatu

undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya; hakim dapat

18Moh. Mahfud MD, 2011, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (Selanjutnya disebut Moh. Mahfud MD III),, op.cit.,h.289.

19Moh Mahfud MD dkk I.,op.cit.,h.27.20Jimly Asshiddiqie II, op.cit.,h.60.21David O’Brien, 2000, Constitutional Law and Politics: Struggles for Power and

Governmental Accountability, W.W. Norton & Company, New York,h.163 dikutip dari Jimly Asshiddiqie, 2011, Peradilan Konstitusi di 10 Negara, Sinar Grafika, Jakarta, h. 60.

Page 10: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

43

mengajukan pertanyaan konstitusional atau pengaduan konstitusional kepada

Mahkamah Konstitusi untuk pemecahannya. Dari pandangan Jimly Asshiddiqie

dan David O’ Brien bahwa pertanyaan yang dilakukan oleh hakim atas keragu-

raguan akan konstitusionalitas suatu undang-undang yang akan dipergunakannya

untuk memutus suatu perkara tergolong kedalam pengujian konkret atau yang

disebut oleh David O’Brien sebagai concrete constitutional review.

Dari pemaparan diatas diketahui bahwa terdapat beberapa penggunaan

istilah yang berbeda yang dipergunakan oleh para ahli hukum di Indonesia. Dalam

tesis ini, dipergunakan istilah pertanyaan konstitusional (constitutional question)

hal ini dikarenakan banyak para ahli hukum di Indonesia yang mempergunakan

istilah ini baik di dalam jurnal konstitusi maupun di dalam putusan Mahkamah

Konstitusi yang mempergunakan istilah pertanyaan konstitusional (constitutional

question).

2.1.2 Konsep Pertanyaan Konstitusional di Beberapa Negara.

Ada beberapa negara yang memiliki kewenangan pertanyaan

konstitusional (constitutional question) dimana hakim dapat mengajukan

pertanyaan kepada Mahkamah Konstitusi mengenai konstitusionalitas undang-

undang yang akan dipergunakannya untuk memutus suatu perkara yang sedang

ditanganinya. Dalam sub bab ini akan dipaparkan kewenangan Mahkamah

Konstitusi yang berada di negara Jerman dan Korea Selatan. Kedua negara ini

dipergunakan sebagai perbandingan dikarenakan Mahkamah Konstitusi Jerman

diberi kewenangan besar yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan sehingga

Page 11: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

44

tidak mengherankan bahwa Mahkamah Konstitusi Jerman menjadi pusat perhatian

ahli-ahli hukum di seluruh dunia.22

I Dewa Gede Palguna menguatkan bahwa Jerman dinilai sebagai salah

satu negara yang paling mapan sekaligus paling maju dalam pelaksanaan

peradilan konstitusional dibandingkan dengan negara-negara lainnya.23 Korea

Selatan juga akan dipergunakan dalam perbandingkan karena Korea Selatan

merupakan salah satu negara sumber yang memberi inspirasi pada para anggota

Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR pada saat merumuskan ketentuan mengenai

Mahkamah Konstitusi.24Adapun kewenangan pertanyaan konstitusional

(constitutional question) yang dimiliki negara-negara tersebut adalah:

a. Jerman

Jerman merupakan negara republik yang berbentuk federasi.

Dikeluarkannya Undang-Undang Dasar Jerman pada tahun 1949 menandai

lahirnya Republik Federal Jerman.25 Republik Federal Jerman mempunyai sistem

pemerintahan parlementer dengan kepala pemerintahan seorang Perdana Menteri.26

Di Jerman Mahkamah Konstitusi merupakan badan peradilan yang berdiri sendiri

terpisah dari badan peradilan yang lain. Mahkamah Konstitusi Federal Jerman

diadopsi bersamaan dengan ditetapkan Basic Law Tahun 1949.27

Europe constitutional courts are (1) formally detached from judiciary, (2)

given exclusive jurisdiction over constitutional question, and (3) authorized to

22Jimly Asshiddiqie II, op.cit.,Jakarta,h.36.23I Dewa Gede Palguna, op.cit.,h.20.24Ni’matul Huda, op.cit., h.258.25Rupert Scholz dkk., 2007, Mahkamah Konstitusi Republik Federal Jerman Pencapaian dan

Tantangan, Friedrich-Naumann-Stiftung Indonesia, Jakarta, h.v.26Rani Dwi Purnomowati, op.cit.,h.65.27Jimly Asshiddiqie I, op.cit., h.36.

Page 12: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

45

exercise review as well as to issue advisory opinions at the request of other

govermental institutions.28 Berbeda halnya dengan Konstitusi AS yang secara

tidak tegas merinci hal-hal yang menjadi kewenangan MA AS dalam fungsinya

sebagai Mahkamah Konstitusi, Konstitusi Jerman (Groundgesetz) secara jelas

merinci kewenangan Mahkamah Konstitusi Jerman. Ketentuan dalam Konstitusi

Jerman (Groundgesetz) diatur lebih rinci dalam Undang-Undang Mahkamah

Konstitusi Federal Jerman (Bundesverfassungsgesetz).

Adapun kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi Jerman

diatur dalam Article 13 UU MK Jerman yaitu:

The Federal Constitution Court shall decide in the cases determined by

the Basic Law to wit:

1. on the forfeiture of basic rights (Article 18 of the Basic Law).

2. on the unconstitutionality of parties (Article 21 (2) of the Basic Law.

3. on the complaints against decisions of the Bundestag relating to the

validity of an election or to the acquisition or loss of a deputy’s seat in

the Bundestag (Article 41 (2) of the Basic Law).

4. on the impeachment of the Federal President by the Bundestag or the

Bundestrat (Article 61 of the Basic Law).

5. on the interpretation of the Basic Law in the event of disputes

concerning the extent of the right and duties of a supreme Federal

organ or of other parties concerned who have been vested with rights

28David M. O’Brien, 2008, Constitutional Law and Politics, W.W. Norton & Company, New York, h.178.

Page 13: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

46

of their own bya the Basic Law or by rules of procedure of a supreme

Federal organ (Article 93 (1) (1) of the Basic Law.

6. in case of disagreements or doubt on the formal and material

compatibility of Federal Law with Basic Law, or on the compability of

Land law with other Federal law, at the request of the Federal

Goverment, of a Land goverment, or of one third of the Bundestag

members (Articles 93 (1) (2) of the Basic Law.

7. in case of disagreement on the rights and duties of the Federation and

the Laender, particularly in the implementation of Federal law by the

Laender and in the exercise of Federal supervision (Article 93 (1) (3)

and Article 84 (4), second sentence, of the Basic Law).

8. on other disputes involving public law, between the Federation and the

Laender, between different Laender or within a Land, unless recourse

to another court exists (Article 93 (1) (4) of the Basic Law).

8a. on the constitutional complaint (Article 93 (1) (4a) and (4b) of the

Basic Law.

9. on the impeachment of Federal and Land judges (Article 98 (2) and (5)

of the Basic Law).

10. on constitutional dispute within a Land if such decision is assigned to

the Federal Constitutional Court by Land legislation (Article 99 of the

Basic Law).

11. on the compability of a Federal or Land law with the Basic Law or the

compatibility of a Land statute or other Land law with a Federal law,

Page 14: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

47

when such decision is requested by a court (Article 100 (1) of the

Basic Law).

12. in case of doubt whether a rule of public international law is an

integral part of Federal law and whether such rule directly creates

rights and duties for the individual when such decision is requested by

a court (Article 100 (2) of the Basic Law).

13. if the constitutioanl court of a Land, in interpreteting the Basic Law,

intends to deviate form a decision of the Federal Constitutional Court

or of the Constitutional Court of another Land, when such decision is

requested by that constitutional court (Article 100 (3) of the Basic

Law).

14. in case disagreement on the continuance of law as Federal law

(Article 126 of the Basic Law).

15. in such other cases as are assigned to it by Federal legislation (Article

93 (2) of the Basic Law).

Dari rincian kewenangan Mahkamah Konstitusi Jerman yang diatur dalam Article

13 UU MK Jerman dapat diketahui bahwa Mahkamah Konstiitusi Jerman

memiliki kewenangan untuk memutus perkara pertanyaan konstitusional

(constitutional question) yang diatur di dalam Pasal 13 angka 11 UU MK Jerman.

Berikut ini akan dipaparkan mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi Jerman

beradasarkan Pasal 13 UU MK Jerman:

Tabel 6Kewenangan Mahkamah Konstitusi Jerman

Mahkamah Konstitusi Jerman

Page 15: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

48

Kewenangan MK Jerman Pasal yang mengatur kewenangan

MK Jerman

Penghilangan hak-hak dasar (forfeiture of basic right)

Pasal 18 GG juncto Pasal 13 (1) BvergGG

Konstitusionalitas partai politik (constitutionaity of political parties)

Pasal 21 (2) GG juncto Pasal 13 (2) BvergGG

Pengawasan terhadap pemilihan umum (scrunity of elections)

Pasal 41 (2) GG juncto Pasal 13 (3) BvergGG

Pemakzulan Presiden Federal (impeachment of Federal President)

Pasal 61 GG juncto Pasal 13 (4) BvergGG

Pemecatan hakim (removal of judges), baik hakim federal maupun hakim pada negara bagian

Pasal 98 (2) dan (5) GG juncto Pasal 13 (9) BvergGG

Sengketa antar lembaga tinggi negara (disputes between high state organs)

Pasal 93 (1) angka 1 juncto Pasal 13 (5) BvergGG

Sengketa antara Federasi dan Negara Bagian (Federal-state conflicts)

Pasal 93 (1) angka 3 dan Pasal 84 (4) GG juncto Pasal 13 (2) BvergGG

Pengujian undang-undang (review of law), yang meliputi:

a. Pengujian undang-undang secara abstrak (abstract judicial review)

b. Pertanyaan konstitusional (concrete judicial review)

a. Pasal 93 (1) angka 2 GG juncto Pasal 13 (6) BvergGG

b. Pasal 100 (1) GG juncto Pasal 13 (11) BvergGG

Tindakan yang berkenaan dengan hukum internasional publik (public international law actions)

Pasal 100 (2) GG juncto Pasal 13 (2) BvergGG

Rujukan dari Mahkamah Konstitusi negara bagian (State constitutional court refernces)

Pasal 100 (4) GG juncto Pasal 13 (12) BvergGG

Perbedaan pendapat mengenai keberlakuan undang-undang federal (differences of opinion regarding applicability of federal law)

Pasal 126 GG

Sengketa lainnya yang diatur oleh undang-undang (other disputes specified by law)

Pasal 93 (2) GG

Pengaduan konstitusional (constitutional complaint)

Pasal 93 (1) angka 4a dan 4b GG juncto Pasal 13 (8a)

Page 16: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

49

BvergGG.Sumber: Diolah dari I Dewa Gede Palguna29

Dari rincian kewenangan MK Jerman diatas dapat diketahui bahwa MK

Jerman memiliki kewenangan salah satunya yakni pertanyaan konstitusional

(constitutiional question). Pertanyaan konstitusional (constitutional question)yang

berlaku di Jerman diatur dalam Pasal 13 angka 11 UU MK Jerman. Pertanyaan

konstitusional juga diatur pada UUD Jerman yakni dalam ketentuan Pasal 100

ayat (1) Grundgesetz (GG) yang menyatakan bahwa:

If a court considers that a statute on whose validity the court’s decision depends is unconstitutional, the proceedings shall be stayed, and a decision shall be obtained from the Land court with jurisdiction over constitutional disputes when the constitutional of a Land is held to be violated, or from the Federal Constitution Court when this Basic Law is held to be violated. This shall also apply when the Basic law is held to be violated by Land law or where a Land statute is held to be incompatible with a federal statute.30

Dapat diartikan Pasal 100 ayat (1) Grundgesetz (GG) menyatakan bahwa:

Apabila suatu pengadilan menganggap suatu undang-undang yang validitasnya relevan dengan putusannya, dipercaya tidak konstitusional, maka proses acara dalam peradilan harus dihentikan sebelum adanya keputusan dari pengadilan Land yang berwenang dalam soal-soal sengketa konstitusional jika konstitusi Land yang dilanggar, atau diperoleh dari Mahkamah Konstitusi Federal, jika Basic Law yang dilanggar. Hal ini berlaku pula jikalau suatu Undang-Undang Land dinyatakan tidak sesuai dengan suatu Undang-Undang Federal.31

Dari ketentuan pasal diatas dapat diketahui bahwa subjek yang dapat

mengajukan pertanyaan konstitusional (constitutional question) di Jerman adalah

pengadilan. Dalam UU MK Jerman dapat diketahui bahwa the court must transmit

29I Dewa Gede Palguna, op.cit.,h.410-411.30Moh. Mahfud MD dkk I, op.cit.,h.6.31Jimly Asshiddiqie I, op.cit,h.70-71.

Page 17: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

50

to the Federal Constitutional Court the files of the case and state in detail why its

decision in that case depends on the validity of the statutory provision submitted

for review and why it considers that provision to be unconstitutional.32 Dapat

diartikan bahwa pengadilan harus mengirimkan kepada Mahkamah Konstitusi

Federal data dari kasus dan menyatakan secara rinci kenapa putusan dari kasus

tersebut bergantung kepada keabsahan dari ketentuan undang-undang yang

diajukan untuk diuji dan pertimbangan mengapa ketentuan undang-undang

tersebut bisa menjadi inkonstitusional.

Putusan dalam pertanyaan konstitutional (constitutional question) ini juga

diatur dalam UU MK Jerman bahwa The Federal Constitutional Court merely

decides whether or not the legal rule submitted is compatible with the

constitution; it does not decide on the legal dispute itself which was the cause of

the submission. Jadi, Mahkamah Konstitusi Federal hanya memutus apakah aturan

hukum yang diajukan tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi; tidak

memutus sengketa hukum yang menjadi penyebab dari pengajuan pertanyaan

konstitusional yang diajukan oleh pengadilan.

UU MK Jerman menentukan bahwa Proceedings involving the review of

specific laws account for the second largest share of the Federal Constitutional

Court’s activities (coming after proceeding relating to constitutional complaints).

The court has found over 300 statutory provisions to be null and void or

incompatible with the Basic Law. Dapat diartikan bahwa review of spesific law

yaitu pertanyaan konstitusional yang diajukan ke MK merupakan jumlah terbesar

32The Federal Republic of Germany, op.cit., h.18.

Page 18: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

51

kedua yang ditangani oleh MK Jerman setelah perkara pengaduan konstitusional.

Pengadilan menemukan lebih dari 300 ketentuan undang-undang bertentangan

dengan UUD.

b. Korea Selatan

The Constitutional Court was extablished in 1988 as one of the highest

court in Korea, separate from the general courts.33 Korea Selatan merupakan

salah satu negara sumber yang memberi inspirasi pada para anggota Panitia Ad

Hoc I Badan Pekerja MPR pada saat merumuskan ketentuan mengenai Mahkamah

Konstitusi.34 Dalam konstitusi Korea Selatan dapat diketahui bahwa objek

pengujian peraturan perundang-undangan di Korea Selatan dibedakan atas

pertama undang-undang terhadap konstitusi yang kewenangannya dilaksanakan

oleh Mahkamah Konstitusi dan peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang terhadap undang-undang, kewenangannya dilekatkan kepada Mahkamah

Agung.35 Apabila dilihat dari objek dan kewenangan lembaga yang menguji

memang terdapat kemiripan dengan Indonesia.

Walaupun terdapat persamaan dalam hal objek dan lembaga yang menguji

dengan Indonesia namun terdapat perbedaan dalam subjek pengujian undang-

undang terhadap Konstitusi di Korea Selatan. Sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 107 ayat (1) Konstitusi Korea Selatan bahwa subjek yang berhak

mengajukan pengujian undang-undang terhadap konstitusi adalah pengadilan

33Kang Kook Lee,dkk.,2014, Studies in Comparative Legal History Current Issues in Korean Law, Regent of the University of California, California,h.15.

34Ni’matul Huda, op.cit.,h.258.35Zainal Arifin Hoesein, op.cit., h.299.

Page 19: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

52

yang terkait dengan pemeriksaan suatu perkara, dimana konstitusionalitas undang-

undang yang dijadikan dasar hukum

Kewenangan MK Korea Selatan diatur dalam Konstitusi Korea Selatan dalam

ketentuan Chapter IV mengenai The Constitutional Court dalam Article 11:

(1) The Constitutional Court shall have jurisdiction over the following matters:

1. The constitutionalityofalaw upon there quest of the courts;

2. Impeachment;

3. Dissolution of a political party;

4. Competence disputes between State agencies, between State agencies and

local governments,and between local governments;and

5. Constitutional complaint as prescribed by Act.

Berdasarkan ketentuan Pasal 111 ayat (1) angka 1 Konstitusi Korea Selatan dapat

diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memiliki kewenangan:

1. Mengadili konstitusionalitas suatu undang-undang atas permintaan pengadilan

2. Pemakzulan (impeachment)3. Memutus pembubaran partai politik 4. Menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga-lembaga negara,

dan5. Memutus permohonan individual.36

Konstitusi Korea Selatan secara eksklusif menyebutkan bahwa salah satu

wewenang MK Korea Selatan adalah memutus konstitusionalitas suatuaturan

hukum atas permintaan pengadilan. Hal ini dapat dilihat dalam The Constitution

of The Republic of Korea khususnya dalam Article 111 section 1. Adapun isi

ketentuan pasal tersebut adalah:

36Jimly Asshiddiqie II, op.cit., h.240.

Page 20: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

53

(1) The Constitutional Courtshall have jurisdiction over the following

matters:

1. The constitutionality of a law upon the request of the courts;

Dari ketententuan Pasal 111 ayat (1) angka 1 UU MK Korea Selatan dapat

diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi Korea memiliki kewenangan mengadili

konstitusionalitas undang-undang atas permintaan pengadilan. Peradilan umum

dapat menyerahkan suatu perkara kepada Mahkamah Konstitusi, apabila perkara

yang sedang ditangani tersebut terkait dengan upaya penemuan makna

konstitusionalitas undang-undang yang tengah diterapkan oleh pengadilan.37

Dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Korea Selatan khususnya

Article 43 (Matters to be Stated in Written Request)diatur mengenai hal-hal yang

harus dinyatakan dalam permohonan tertulis oleh pengadilan kepada Mahkamah

Konstitusi:

When an ordinary court requests to the Constitutional Court an adjudication on

the constitutionality of statutes, the court's written request shall include the

following matters:

- Indication of the requesting court;

- Indication of the case and the parties;

- The statute or any provision of the statute which is interpreted as

unconstitutional;

- Bases on which it is interpreted as unconstitutional; and

- Other necessary matters.

37Jimly Asshiddiqie II, op.cit.,h.241.

Page 21: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

54

Dari ketentuan pasal diatas dapat diketahui bahwa Pasal 43 UU MK Korea

Selatan mengatur mengenai hal-hal yang harus dinyatakan dalam permohonan

tertulis. Ketika pengadilan biasa meminta kepada Mahkamah Konstitusi sebuah

putusan mengenai konstitusionalitas dari suatu undang-undang, permohonan

tertulis dari pengadilan harus mencangkup hal-hal berikut:

- Indikasi (petunjuk) dari pengadilan yang mengajukan permohonan;

- Indikasi (petunjuk) dari kasus dan para pihak;

- Undang-undang atau ketentuan dari undang-undang yang ditafsirkan

inkonstitusional;

- Yang menjadi dasar undang-undang tersebut dapat ditafsirkan

inkonstitusional;

- Hal-hal lain yang diperlukan.

Sama halnya dengan Jerman, ketika pengadilan biasa meminta kepada

Mahkamah Konstitusi suatu adjudikasi terhadap konstitusionalitas undang-

undang, maka proses di pengadilan akan ditunda sampai adanya putusan

Mahkamah Konsitusi mengenai konstitusionalitas dari undang-undang tersebut.

Hal ini diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Korea

Selatan yakni: When an ordinary court requests to the Constitutional Court an

adjudication on the constitutionality of statutes, the proceedings of the court shall

be suspended until the Constitutional Court makes a decision on the

constitutionality of statutes.

Page 22: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

55

Putusan yang dinyatakan inkonstitusional yang berkaitan dengan

pertanyaan konstiusional di Korea Selatan diatur dalam UU MK Korea Selatan

yakni dalam Article 47 (Effect of Decision of Unconstitutionality)

(1) Any decision that statutes are unconstitutional shall bind the ordinary

courts, other state agencies and local governments

(2) Any statute or provision thereof decided as unconstitutional shall lose its

effect from the day on which the decision is made: Provided, That the

statutes or provisions thereof relating to criminal penalties shall lose their

effect retroactively.

Ketentuan pasal di atas menentukan bahwa putusan yang menyatakan bahwa

undang-undang tidak konstitusional mengikat pengadilan biasa, lembaga-lembaga

negara dan pemerintah daerah. Setiap undang-undang yang dinyatakan

inkonstitusional kehilangan efeknya pada hari atau saat putusan tersebut dibuat,

dengan syarat undang-undang yang berkaitan dengan hukuman pidana kehilangan

efeknya berlaku surut.

2.2 Lembaga Negara

2.2.1 Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

Menurut Jimly Asshiddiqie lembaga negara terkadang disebut dengan

istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan nondepartemen, atau

lembaga negara saja.38 Melalui Ketetapan MPR No. III/MPR/1978, istilah

38Jimly Asshiddiqie V, op.cit.,h.60

Page 23: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

56

lembaga negara mulai menemukan konsepnya karena ketetapan MPR tersebut

membagi lembaga negara kedalam dua kategori yakni lembaga tertinggi negara

dan lembaga tinggi negara.39

Saat ini lembaga-lembaga negara tidak lagi dikategorikan menjadi

lembaga tertinggi atau tinggi negara. Sistem kekuasaan negara yang dahulu

memiliki karakteristik pembagian kekuasaan negara yang (division of power), kini

telah pula berganti menjadi sistem pemisahan kekuasaan (separation of power).

Akibatnya semua lembaga negara utama (main state organs) memiliki kedudukan

yang sederajat dalam bingkai memperkuat mekanisme check and balances antar

cabang kekukuasaan negara.40 MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara seperti

sebelumnya. Sesuai dengan prinsip checks and balances hubungan antara

lembaga-lembaga negara yang ada bersifat horizontal saja, tidak ada yang lebh

tinggi dan yang lebih rendah.41

Lembaga negara ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi

kekuasaan oleh UUD, undang-undang, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk

berdasarkan Keputusan Presiden.42 Hal ini juga ditegaskan didalam putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-I/2003 bertanggal 28 Juli 2004.

Mahkamah Konstitusi telah menetapkan bahwa istilah lembaga negara tidak

selalu dimaksudkan sebagai lembaga negara yang disebutkan dalam UUD NRI

Tahun 1945 yang keberadaannya atas perintah konstitusi.

39Patrialis Akbar,op.cit.,h.6.40Moh. Mahfud MD II, op.cit., h.195.41Jimly Asshiddiqie V, op.cit.,h.65.42Jimly Asshiddiqie,2012,Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Sinar Grafika,

Jakarta, (Selanjutnya disebut Jimly Asshiddiqie VI), h.270.

Page 24: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

57

Selain lembaga negara yang disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945, ada

juga lembaga negara yang dibentuk atas perintah UU dan bahkan ada lembaga

negara yang dibentuk atas dasar peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang. Berikut ini akan dipaparkan mengenai lembaga negara menurut UUD

NRI Tahun 1945. Menurut Jimly Asshidiqqie terdapat tidak kurang dari 34 organ

atau lembaga negara yang disebut keberadaannya dalam UUD NRI Tahun 1945

yaitu:

Tabel 7Lembaga Negara Dalam UUD NRI Tahun 1945

Lembaga Negara dalam UUD NRI Tahun 1945

No. Lembaga Negara Pasal yang mengatur dalam UUD NRI

Tahun 1945

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bab III UUD NRI Tahun 1945

-Pasal 2 yang terdiri atas 3 ayat

-Pasal 3 yang terdiri atas 3 ayat

2. Presiden Bab III UUD NRI Tahun 1945

-Pasal 4 ayat (1) dalam pengaturan

mengenai Kekuasaan Pemerintah Negara

yang berisi 17 pasal

3. Wakil Presiden Bab III UUD NRI Tahun 1945

-Pasal 4 ayat (2)

4. Menteri dan Kementerian Negara Bab V UUD NRI Tahun 1945

Page 25: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

58

-Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

5. Menteri Luar Negeri Pasal 8 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945

6. Menteri Dalam Negeri Pasal 8 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945

7. Menteri Pertahanan Pasal 8 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945

8. Dewan Pertimbangan Presiden Bab III UUD NRI Tahun 1945

Pasal 16

9. Duta Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2)

10. Konsul Pasal 13 ayat (1)

11. Pemerintahan Daerah Provinsi Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6), dan ayat (7)

12. Gubernur Kepala Pemerintah Daerah Pasal 18 ayat (4)

13. Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 18 ayat (3)

14. Pemerintahan Daerah Kabupaten Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6), dan ayat (7)

15. Bupati Kepala Pemerintah Daerah Pasal 18 ayat (4)

16. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten

Pasal 18 ayat (3)

17. Pemerintah Daerah Kota Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6), dan ayat (7)

18. Walikota Kepala Pemerintah Kota Pasal 18 ayat (4)

19. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pasal 18 ayat (3)

20. Satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat

khusus atau istimewa

Pasal 18B ayat (1)

21. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bab VII

Pasal 19 sampai dengan 22B

22. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bab VIIA

Pasal 22C dan Pasal 220

23. Komisi Penyelenggaraan Pemilu Pasal 22E ayat (3)

24. Bank Sentral Pasal 23D

25. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bab VIIIA

-Pasal 23E

-Pasal 23F

-Pasal 23G

26. Mahkamah Agung (MA) Bab IX

-Pasal 24

-Pasal 24A

27. Mahkamah Konstitusi (MK) Bab IX

-Pasal 24

Page 26: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

59

-Pasal 24C

28. Komisi Yudisial (KY) Bab IX

-Pasal 24B

-Pasal 24

-Pasal 24A

29. Tentara Nasional Indonesia (TNI) Bab XII

Pasal 30

30. Angkatan Darat (TNI AD) Pasal 10

31. Angkatan Laut (TNI AL) Pasal 10

32. Angkatan Udara (TNI AU) Pasal 10

33. Kepolisian Negara Republik Indonesia

(Polri)

Bab XII

Pasal 30

34. Badan-badan lain yang fungsinya terkait

dengan kehakiman

Pasal 24 ayat (3)

Sumber: Diolah dari Jimly Asshiddiqie43

2.2.2 Lembaga Negara Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di

Bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-I/2003 bertanggal

28 Juli 2004, Mahkamah telah menetapkan bahwa istilah lembaga negara tidak

selalu dimaksudkan sebagai lembaga negara yang disebutkan dalam UUD NRI

Tahun 1945 yang keberadaannya atas perintah konstitusi, tetapi ada juga lembaga

negara yang dibentuk atas perintah UU dan bahkan ada lembaga negara yang

dibentuk atas dasar peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang.Dalam Putusan Perkara Nomor 005/PUU-I/2003 perihal Pengujian

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Mahkamah Konstitusi

43Jimly Asshiddiqie VI, op.cit., h.271-275.

Page 27: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

60

telah mengakui keberadaan lembaga negara yang kewenangannya bukan

diberikan oleh Undang-Undang Dasar melainkan oleh peraturan perundang-

undangan lainnya, dalam hal ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Jadi dari

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-I/2003 bertanggal 28 Juli 2004,

dapat diketahui bahwa yang mencangkup pengertian lembaga negara adalah

termasuk pula lembaga negara yang dibentuk atas perintah UU dan bahkan ada

lembaga negara yang dibentuk atas dasar peraturan perundang-undangan di bawah

undang-undang.

Selain putusan diatas, terdapat pula putusan lainnya yang menentukan

bahwa memang terdapat lembaga negara selain yang diatur dalam UUD NRI

Tahun 1945. Putusan tersebut yakni Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

004/SKLN-IV/2006 Perihal Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN)

Antara Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bekasi Dengan Presiden R.I.,

Mendagri, dan DPRD Kabupaten Bekasi. Dalam putusan tersebut dapat diketahui

bahwa kata “lembaga negara” dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

haruslah terkait erat dan tidak terpisahkan dengan frasa “yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar”.

Dengan dirumuskannya anak kalimat “lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar”, secara implisit memang

terkandung pengakuan bahwa terdapat “lembaga negara yang kewenangannya

bukan diberikan oleh Undang-Undang Dasar”. Dengan demikian, pengertian

lembaga negara harus dimaknai sebagai genus yang bersifat umum yang dapat

dibedakan antara “lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-

Page 28: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

61

Undang Dasar” dan “lembaga negara yang kewenangannya bukan dari Undang-

Undang Dasar”. Sehingga dari kedua putusan diatas dapat diketahui bahwa

lembaga negara tidak hanya lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh

UUD NRI Tahun 1945 namun terdapat lembaga negara yang dibentuk atas

perintah UU dan bahkan ada lembaga negara yang dibentuk atas dasar peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sekarang, istilah lembaga negara

tidak selalu dimaksudkan sebagai lembaga negara yang disebut UUD NRI Tahun

1945 yang keberadaannya atas perintah konstitusi, tetapi juga ada lembaga negara

yang dibentuk atas perintah undang-undang dan bahkan atas dasar Keputusan

Presiden (Keppres).44 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-I/2003

bertanggal 28 Juli 2004. Mahkamah Konstitusi telah menetapkan bahwa istilah

lembaga negara tidak selalu dimaksudkan sebagai lembaga negara yang

disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945 yang keberadaannya atas perintah

konstitusi, tetapi ada juga lembaga negara yang dibentuk atas perintah UU dan

bahkan ada lembaga negara yang dibentuk atas dasar peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang. Ketentuan Mahkamah Konstitusi diatas

menunjukkan bahwa tidak hanya lembaga negara yang disebutkan dalam UUD

NRI Tahun 1945 yang dapat mengajukan pengujian undang-undang terhadap

UUD ke Mahkamah Konstitusi, namun lembaga negara yang kewenangannya

tidak diberikan secara langsung oleh UUD NRI Tahun 1945 juga dapat

mengajukan pengujian undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945. Yang

44Maruarar Siahaan,op.cit.,h.78.

Page 29: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

62

terpenting adalah syarat hak dan/ atau kewenangan konstitusionalnya yang

dirugikan oleh berlakunya undang-undang.45

Mengenai lembaga negara yang mengajukan pengujian undang-undang

terhadap UUD NRI Tahun 1945, Himawan Estu Bagijo memberikan dua

konformitas yakni konforminitas pertama yaitu perseorangan sebagai representasi

lembaga negara dan konformitas kedua adalah lembaga negara organ konstitusi.46

Konformitas pertama yakni, perseorangan sebagai representasi lembaga negara

dapat dilihar dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 018/PUU-I/2003.

Pemohon adalah Drs. Jhon Ibo, MM dalam kapasitasnya sebagai Ketua

DewanPerwakilan Rakyat Provinsi Papua, juga mewakili kepentingan DPRD

Papua. Dalam kedudukan hukum (legal standing) pemohon, Mahkamah

Konstitusi menyatakan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 60 Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Mahkamah mengategorikan sebagai

lembaga negara.

Konformitas kedua adalah lembaga negara organ konstitusi yang

mengajukan pengujian undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945. Hal ini

dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-VI/2009.

Pemohon dalam putusan ini adalah DPD (Dewan Perwakilan Daerah) Republik

Indonesia. Dalam putusannya Mahkamah berpendapat bahwa desainkonstitusional

DPD sebagai organ konstitusi adalah:

45Himawan Estu Bagijo,op.cit.,h.262.46Himawan Estu Bagijo, op.cit.,h.262-263.

Page 30: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

63

(i) DPD merupakan representasi daerah (territorial representation) yang

membawa dan memperjuangkan aspirasi dankepentingan daerah dalam

kerangka kepentingan nasional;

(ii) Keberadaan DPR dan DPD dalam sistim ketatanegaraan Indonesia

yang seluruh anggotanya menjadi anggotaMPR bukanlah berarti

bahwa sistim perwakilan Indonesia menganut sistim perwakilan

bikameral;

(iii) Meskipun kewenangan konstitusional DPD terbatas, namun dari

seluruh kewenangannya di bidang legislasi, anggaran, pengawasan,

dan pertimbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 22D UUD NRI

Tahun 1945, kesemuanya terkait dan berorientasi kepada kepentingan

daerah yang harus diperjuangkan secara nasional;

(iv) Bahwa sebagai representasi daerah dari setiap provinsi, anggota DPD

dipilih melalui Pemilu dari setiap provinsi dengan jumlah yang sama,

berdasarkan pencalonan secara perseorangan,bukan melalui Partai,

sebagai peserta Pemilu. Mengenai legal standing, Mahkamah menilai

sebagian Pemohon, yaitu (lembaga) DPD dan Anggota DPD

memilikinya.

Selain putusan tersebut terdapat pula putusan lainnya yang menentukan

bahwa memang terdapat lembaga negara selain yang diatur dalam UUD NRI

Tahun 1945. Putusan tersebut yakni Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

004/SKLN-IV/2006 Perihal Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN)

Antara Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bekasi Dengan Presiden R.I.,

Page 31: KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA BAB II ......34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP PERTANYAAN KONSTITUSIONAL DAN LEMBAGA NEGARA 2.1 Latar Belakang Lahirnya Ide Pertanyaan Konstitusional

64

Mendagri, dan DPRD Kabupaten Bekasi. Dalam putusan tersebut dapat diketahui

bahwa kata “lembaga negara” dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

haruslah terkait erat dan tidak terpisahkan dengan frasa “yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar”.