KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

228
KONSEP STRIVING FOR SUPERIORITY PADA SISWA PENYANDANG TUNADAKSA DI SEKOLAH INKLUSIF ISLAM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat S-1 Psikologi dan S-1 Sarjana Pendidikan Islam Pada Jurusan Tarbiyah Diajukan Oleh : SUJOKO F 100 050 110 /G 000 060 132 TWINNING PROGRAM FAKULTAS PSIKOLOGI-AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Transcript of KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Page 1: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Created by Neevia Document Converter trial version

KONSEP STRIVING FOR SUPERIORITY PADA SISWA

PENYANDANG TUNADAKSA DI SEKOLAH

INKLUSIF ISLAM

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat

S-1 Psikologi dan S-1 Sarjana Pendidikan Islam

Pada Jurusan Tarbiyah

Diajukan Oleh :

SUJOKO

F 100 050 110 /G 000 060 132

TWINNING PROGRAM

FAKULTAS PSIKOLOGI-AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2009

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 2: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

KONSEP STRIVING FOR SUPERIORITY PADA SISWA

PENYANDANG TUNADAKSA DI SEKOLAH

INKLUSIF ISLAM

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat

S-1 Psikologi dan S-1 Sarjana Pendidikan Islam

Pada Jurusan Tarbiyah

Oleh:

SUJOKO

F 100 050 110 / G 000 060 132

TWINNING PROGRAM

FAKULTAS PSIKOLOGI-AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2009

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 3: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

KONSEP STRIVING FOR SUPERIORITY PADA SISWA

PENYANDANG TUNADAKSA DI SEKOLAH

INKLUSIF ISLAM

Yang diajukan oleh:

SUJOKO

F 100 050 110 / G 000 060 132

Telah disetujui untuk dipertahankan

di depan Dewan Penguji

Telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama

DR. Nanik Prihartanti Tanggal 20 Februari 2009

Pembimbing Pendamping

Dra. Chusniatun, M.Ag Tanggal 20 Februari 2009

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 4: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

KONSEP STRIVING FOR SUPERIORITY PADA SISWA

PENYANDANG TUNADAKSA DI SEKOLAH

INKLUSIF ISLAM

Yang diajukan oleh:

SUJOKO

F 100 050 110 / G 000 060 132

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada Tanggal

26 Februari 2009

Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat

Penguji Utama

DR. Nanik Prihartanti

Penguji Pendamping I

Dra. Chusniatun, M.Ag

Penguji Pendamping II

Drs. Muh. Ngemron, MS

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Fakultas Agama Islam

Dekan

Dra. Chusniatun, M.Ag

Fakultas Psikologi

Dekan

Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 5: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

MOTTO

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka

dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah

tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang

ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan

terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya;

dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

(QS. Ar Rad 11)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah

kesulitan ada kemudahan”

(QS. Al Insyirah 5-6)

”Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Oleh sebab itu, yakin dan optimislah

dalam melakukan segala sesuatu. Karena dengan itu kamu akan mendapatkan apa

yang kamu mau”

(Penulis)

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 6: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk :

� Bapak dan Ibu tercinta,

Yang telah memberikan doa perhatian, kasih sayang dan dukungan yang tiada henti-

hentinya untuk keberhasilan dan kebahagiaan

anak-anaknya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 7: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

KATA PENGANTAR

ΟΟΟΟ óó óó¡¡¡¡ ÎÎ ÎÎ0000 «« ««!!!! $$ $$#### ÇÇ ÇÇ≈≈≈≈ uu uuΗΗΗΗ ÷÷ ÷÷qqqq §§ §§����9999 $$ $$#### ÉÉ ÉÉΟΟΟΟŠŠŠŠ ÏÏ ÏÏmmmm §§ §§����9999 $$ $$####

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirrobillaalamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah swt, yang atas ridho-Nya telah melimpahkan segala berkah, rahmat, hidayah

dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:

“KONSEP STRIVING FOR SUPERIORITY PADA SISWA PENYANDANG

TUNADAKSA DI SEKOLAH INKLUSIF ISLAM”. Hasil peneitian

menunjukkan bahwa striving for superiority ini merupakan suatu bentuk usaha

yang dilakukan oleh siswa penyandang tunadaksa untuk menutupi

kekurangsempurnaan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, baik

dengan cara melakukan coping strategy maupun dengan cara mengoptimalkan

potensi-potensi lain yang ada pada dirinya.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada Rosulullah Nabi

Muhammad SAW. Penyelesaian karya ini tak lepas dari banyak pihak dan pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih antara lain kepada:

1. Susatyo Yuwono S.Psi, M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Dra. Chusniatun, M.Ag selaku dekan Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

3. Dr. Nanik Prihartanti, selaku pembimbing utama skripsi yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,

pengarahan dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dra. Chusniatun, M.Ag selaku pembimbing kedua yang penuh

kesabaran dan perhatian dari awal sampai akhir penulisan skripsi.

5. Drs. Mohammad Amir, M.Si selaku pembimbing akademik yang

senantiasa memberikan pengarahan dan saran mengenai studi selama

penulis menempuh studi.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 8: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

6. Seluruh Dosen, TU, dan staf Fakultas Psikologi yang telah

memberikan ilmu dan kelancaran dalam menyelesaikan studi.

7. Bapak dan Ibu tercinta, yang senantiasa memberikan kasih sayang,

dan limpahan doa untuk keberhasilan dan kebahagiaan masa depan

penulis. Adik-adikku tersayang, yang selalu memberikan keceriaan di

dalam melaksanakan skripsi.

8. Drs. Joko Riyanto, SH. MM selaku Kepala Sekolah SMP Muh I

Simpon Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan

kepada peneliti untuk mengadakan penelitian. Dan memberikan

informasi yang dibutuhkan peneliti.

9. Bapak Bambang Tri Susilo selaku Kepala Sekolah SMP Ta’mirul

Islam Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada

peneliti untuk mengadakan penelitian. Dan memberikan informasi

yang dibutuhkan peneliti.

10. Muh. Muhtarom, AM PD selaku Kepala Sekolah SMP Muh 2

Kartasura yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada

peneliti untuk mengadakan penelitian. Dan memberikan informasi

yang dibutuhkan peneliti.

11. Subjek AD, BPW dan RAP, yang telah membantu peneliti dalam

menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman seperjuangan, Patria Mukti dan Mas Hasyim yang selalu

memberikan dorongan dan bantuan ketika penulis sedang mengalami

keputusasaan.

13. Rekan-rekan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih

atas inspirasi dan dukungan yang telah diberikan.

Dari semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak

langsung, penulis memohon maaf atas keterbatasan kata-kata. Sekali lagi dari

lubuk hati yang paling dalam, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.W

Surakarta, 26 Februari 2009

Penulis

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 9: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN .............................................................................. i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv

HALAMAN MOTTO ............................................................................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii

DAFTAR BAGAN ................................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv

ABSTRAKSI ......................................................................................................... xv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Keaslian Penelitian ................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7

D. Manfaat Peneltian ................................................................... 8

BAB II LANDASAN TEORI

A. Konsep striving for superiority ............................................... 10

1. Pengertian striving for superiority .................................. 10

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 10: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

2. Faktor-faktor striving for superiority ................................ 11

3. Bentuk-bentuk striving for superiority .............................. 14

B. Tunadaksa ................................................................................ 16

1. Pengertian tunadaksa ................... .................................. 16

2. Klasifikasi tunadaksa ......................................................... 17

3. Penyebab tunadaksa ........................................................... 22

C. Sekolah inklusif islam .............................................................. 24

1. Pengertian sekolah inklusif islam...... ................................ 24

2. Latar belakang sekolah inklusif islam ................................ 26

3. Landasan sekolah inklusif islam ......................................... 27

4. Pengaruh sekolah inklusif islam terhadap kepribadian siswa

penyandang tunadaksa.................................................... 30

D. Pertanyaan penelitian................................................................ 33

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Identifikasi gejala penelitian .................................................... 34

B. Definisi operasional gejala penelitian ..................................... 34

C. Informan penelitian .................................................................. 35

D. Metode pengumpulan data ...................................................... 38

1. Wawancara ......................................................................... 38

2. Observasi ............................................................................ 39

3. Alat tes psikologi “sacks sentence computation test”

(SSCT)................................................................................ 40

4. Dokumentasi…………………………………………….. 41

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 11: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

E. Metode analisis data ................................................................ 41

1. Metode analissi data wawancara ........................................ 42

2. Metode analisis data observasi ........................................... 44

3. Metode analisis alat tes psikologi “sacks sentence computation

test” (SSCT)...................................................................... 44

4. Metode analisis dokumentasi ..................................... …… 49

F. Keabsahan data ........................................................................ 50

1. Kredibilitas ........................................................................ 50

2. Transferabilitas ................................................................... 51

3. Dependabilitas .................................................................. 51

4. Konfirmabilitas ......................................................... …….. 52

BAB IV. PERSIAPAN PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian .............................................. 53

1. Orientasi Kancah ....................................................................... 53

2. Persiapan Alat Pengumpulan Data ............................................ 54

a. Penyusunan pedoman wawancara ........................................ 54

b. Penyusunan pedoman observasi ........................................... 55

c. Persiapan alat tes psikologi .................................................. 56

d. Dokumentasi ......................................................................... 57

B. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 57

1. Karakteristik Subjek Penelitian .................................................. 57

2. Pelaksanaan Pengambilan data ................................................... 59

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 12: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

C. Hasil Penelitian dan Kategorisasi ..................................................... 63

1. Hasil Observasi ........................................................................... 63

2. Hasil Interview dan tes psikologi ............................................... 65

D. Pembahasan ...................................................................................... 86

BAB V. PENUTUP ..................................................................................................

A. Kesimpulan ....................................................................................... 95

B. Saran ................................................................................................. 97

DAFTAR PUSTAKA dan LAMPIRAN

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 13: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Guide Interview ............................................................................................... 38

2. Skoring SSCT .................................................................................................. 44

3. Subjek penelitian ............................................................................................. 58

4. Informan pendukung ....................................................................................... 59

5. Kategorisasi hasil wawancara, tes psikologi, observasi, dokumentasi ............ 84

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 14: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

1. Bagan desain penelitian ..................................................................................... 50

2. Skema mekanisme sriving for superiority pada siswa tundaksa di sekolah

inklusif islam .................................................................................................... 94

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 15: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Transkrip Wawancara 102

2. Hasil Try out………. 188

3. Hasil Tes SSCT……… 202

4. Foto Dokumentasi Subjek ............................................................................ 208

5. Surat Keterangan Penelitian .......................................................................... 212

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 16: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

ABSTRAKSI

Kelainan pada kondisi fisik yang kurang sempurna serta bersifat menetap

yang disandang oleh tunadaksa dapat menimbulkan masalah-masalah yang

kompleks. Selain berdampak pada aktifitas kesehariannya, kelainan ini juga sering

menimbulkan gangguan pada mental penyandang tunadaksa. Maka tidak jarang

penyandang tunadaksa ini mengalami gangguan-gangguan psikologis seperti

merasa tidak berguna, tidak mampu, malu, minder, kecemasan dan permasalahan-

permasalahan psikologis lainnya. Dampak-dampak tersebut akan semakin

diperparah lagi jika kondisi lingkungan yang ada kurang mendukung dan tidak

menerima kekurangan yang ada pada penyandang tunadaksa. Sehingga

kemungkinan penyandang tunadaksa untuk semakin minder pun akan semakin

besar. Namun tidak jarang pula penyandang tunadaksa yang mampu beradaptasi

dengan lingkungannya dan mampu menjalin interaksi sosial yang baik dengan

orang-orang yang ada di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena adanya konsep diri

yang baik pada penyandang tunadaksa dan adanya dukungan sosial dari orang-

orang yang ada disekitarnya.

Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep

striving for superiority pada siswa penyandang tunadaksa yang ada di sekolah

inklusif islam yang meliputi bentuk-bentuk striving for superiority dan faktor-

faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep striving for superiority pada

siswa penyandang tunadaksa tersebut.

Penelitian ini dilakukan di tiga sekolah yang berbeda, (1) SMP Muh I

Simpon Surakarta, (2) SMP Ta’mirul Islam Surakarta, dan (3) SMP Muh 2

Kartasura. Subjek penelitian ini berjumlah 3 siswa yang di ambil secara purposive

sampling, yaitu pengambilan subjek berdasarkan atas ciri-ciri dan kriteria-kriteria

tertentu. Kriteria-kriteria tersebut meliputi, (1) Siswa tunadaksa yang sekolah di

sekolah inklusif islam, (2) Usia 13-18 tahun, Untuk memperoleh data

sebagaimana yang di inginkan, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan

beberapa instrument pengumpulan data, diantaranya adalah; wawancara,

observasi, tes psikologi dan dokumentasi.

Dari hasil analisis data di peroleh kesimpulan bahwa compensation adalah

satu-satunya bentuk striving for superiority yang digunakan oleh penyandang

tunadaksa untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Dan

konsep striving for superiority yang dilakukan oleh siswa penyandang tunadaksa

tersebut dipengaruhi oleh 2 faktor, pertama faktor internal yang berupa self-

control, dan kedua faktor eksternal yang berupa dukungan sosial yang diberikan

kepada penyandang tunadaksa.

Kata kunci : Tunadaksa, striving for superiority, inklusif islam,

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 17: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa di sekolah merupakan masa-masa yang banyak dinanti, masa yang

mengesankan sekaligus menyenangkan, baik pada anak-anak, remaja, maupun

dewasa, dan mungkin bisa dikatakan bahwa masa-masa paling indah adalah masa-

masa di sekolah. Hal ini dikarenakan lingkungan sekolah akan memberikan

pengaruh yang sangat besar kepada anak sebagi individu maupun sebagai mahluk

sosial, peraturan sekolah, otoritas guru, disiplin kerja, cara belajar, kebiasaan

bergaul, dan macam-macam tuntutan sekolah yang cukup ketat akan memberikan

segi-segi keindahan dan kesenangan tersendiri pada anak (Purwanto: 2006)

Setiap siswa baik yang berkelainan maupun tidak, pada dasarnya

menginginkan situasi yang bisa memotivasinya agar bisa selalu berprestasi dan

berkarya di sekolahnya tanpa ada rasa malu dan takut untuk mengaktualisasikan

segala sesuatu yang ada pada dirinya. Namun tidak semua siswa bisa

mengaktualisasikan potensi yang ada pada dirinya tersebut; teman-teman, guru

dan bahkan keluarganya justru menjadi salah satu faktor penyebab hilangnya

keberanian mereka untuk mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada

dirinya. Hal ini nampak jelas sekali terlihat pada siswa-siswa yang memiliki

kelainan dan dianggap berbeda dengan yang lainnya, seperti tunadaksa,

tunarungu, tunawicara, tunanetra, badan terlalu gemuk dan atau kurus, dan lain

sebagainya. Kelainan-kelainan dan perbedaan-perbedaan seperti inilah yang

menjadi penyebab utama yang menjadikan mereka minder dan malu untuk

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 18: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

membaur dengan teman-temannya dan orang-orang yang ada di sekitarnya,

sehingga dengan adanya perasaan malu dan minder tersebut akan menjadikan

motivasi sekolah dan belajar merekapun berkurang.

Kekurangan-kekurangan yang ada ini akan mejadikan anak merasa malu

dan minder yang akhirnya akan menjadikannya rendah diri (inferioritas)

dihadapan para teman-temannya. Adler (dalam Suryabrata: 2002) mengatakan

bahwa rasa rendah diri (inferiorioritas) ini muncul dan disebabkan karena adanya

suatu perasaan kurang berharga yang timbul karena ketidak mampuan psikologis

maupun sosial yang dirasakan secara subyektif, dengan kekurangan-kekurangan

yang ada pada diri anak tersebut akan menjadikannya tersingkir dari kehidupan

disekitarnya. Menurut Mappiare (1982) suatu bentuk ketiadaan yang dimiliki oleh

seseorang dapat menyebabkan seseorang tersebut diabaikan dan kurang diterima

oleh kelompoknya, semakin banyak kekurangannnya akan semakin besar pula

kemungkinannya untuk ditolak oleh teman-temannya.

Mappiare (1982) mengatakan perlu diwaspadai bahwa penolakan-

penolakan ini mempunyai arti yang penting bagi seorang remaja, karena secara

tidak langsung penolakan itu akan mempengaruhi pikiran, sikap, perasaan,

perbuatan-perbuatan dan penyesuaian dirinya, bahkan pengaruh tersebut akan

terbawa dan berbekas sampai masa dewasanya. Apabila ini tidak segera diatasi,

maka anak akan mudah mengalami depresi yang pada akhirnya semua harapannya

akan pupus ditengah jalan.

Sementara itu Sumampouw dan Setiasih (2003) yang mengatakan bahwa

siswa berkelainan sebenarnya memiliki kemampuan intelektual yang tergolong

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 19: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

cerdas, namun need endurance mereka rendah bahkan need achievement mereka

tergolong sangat rendah. Hal ini menunjukan bahwa para penyandang cacat ini

sebenarnya memiliki potensi yang memadai, namun karena adanya hambatan dari

lingkungan yang tidak mendukungnya menjadikan mereka tersingkir dan tidak

bisa menyamai prestasi siswa-siswa lain yang normal.

Pengaruh teman sebaya ini merupakan hal penting yang tidak dapat

diremehkan, karena diantara remaja-remaja ini terdapat jalinan ikatan perasaan

yang sangat kuat. Berdasarkan kenyataan ini dapat dimengerti bahwa hal-hal yang

berkaitan dengan tingkah laku, minat, bahkan sikap dan pikiran remaja banyak

dipengaruhi oleh teman-teman dalam kelompok mereka (Mappire: 1982).

Berkaitan dengan kekurang sempurnaan ini Alfred Adler seorang ahli

optamologis dan psikiatri dari Wina (dalam Boeree: 2004) menyatakan bahwa

setiap manusia memang pada dasarnya memiliki kelemahan dan kelebihan baik

secara organik maupun psikologis. Namun tidak jarang orang dalam menghadapi

kekurangan-kekurangan semacam ini cenderung melakukan kompensasai. Mereka

berusaha untuk menutupi kelemahan-kelemahannya dengan berbagai cara

sehingga banyak yang memiliki kelemahan fisik dengan segudang kelebihan yang

tidak dimiliki oleh orang yang dalam kondisi fisik sempurna sekalipun.

Sayangnya tidak sedikit pula orang yang gagal dalam melakukan kompensasi

tersebut, sehingga mereka menjalani hidupnya dengan perasaan tertekan dan

penuh dengan penderitaan.

Phil (2008) menambahkan bahwa selain kompensasi para penyandang

cacat juga sering melakukan complex superiority dalam bentuk penyesuaian diri

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 20: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

dan membentuk pertahanan yang memungkinkannya dapat mengatasi rasa

inferioritas yang ada pada dirinya tersebut. Perilaku-perilaku pertahanan yang

dilakukan oleh penyandang cacat untuk mengatasi rasa rendah diri ini dalam

psikologi dikenal dengan istilah striving for superiority, yaitu suatu usaha yang

dilakukan guna mengatasi rasa rendah diri dan kurang berharga yang ada pada

dirinya agar menjadi peribadi-peribadi yang superior. Untuk mengatasi rasa

inferioritas yang ada inipun cara berpikir siswa penyandang cacat ini harus

dirubah, dari cara berpikir yang negatif terhadap kekurangan-sempurnaan yang

ada pada dirinya kedalam cara berpikir yang positif dan optimis. Hal ini

disebabkan karena kunci perubahan seseorang terletak pada pikirannya (Cleghorn,

dalam Lestari: 2002). Oleh karena itu, cara berpikir seseorang perlu dirubah dari

yang semula tidak mendukung menjadi mendukung diri sendiri dan berhenti

mengkritik diri. Cara berpikir negatif dan pesimis harus dirubah menjadi cara

berpikir yang positif dan optimis, sehingga dengan kekurang sempurnaan fisik

seseorang tidak akan membuatnya takut untuk membaur dan berinteraksi dengan

orang lain. Santoso (2007) menambahkan apabila seseorang selalu memikirkan

ketakutan dan kekhwatiran maka semua ketakutan dan kekhwatiran akan tertarik

masuk kedalam kehidupannya dan dia menjadi orang yang hidup dengan penuh

ketakutan dan kekhwatiran. Sebaliknya apabila seseorang selalu memikirkan

kebahagian dan keberhasilan maka segala bentuk kebahagiaan dan keberhasilan

akan tertarik masuk ke dalam kehidupannya sehingga dia menjadi orang yang

hidup dengan penuh kebahagiaan dan keberhasilan.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 21: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Cara berpikir seperti inilah yang harus ada pada diri setiap siswa

penyandang cacat, sehingga dia tidak akan merasa terkucilkan dari kehidupan di

sekitarnya. Dengan cara berpikir seperti ini seorang penyandang cacat akan dapat

mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada dirinya dengan tidak dihantui

oleh rasa takut dan rendah diri. Karena apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke

dalam pembentukan kepribadian anak sewaktu kecil, maka tingkah laku anak

tersebut akan diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama tersebut.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Meichati (dalam Purwati dan Lestari: 2002)

bahwa hidup beragama akan dapat memberikan bantuan moral dalam menghadapi

krisis serta menimbulkan sikap rela menerima kenyataan sebagaimana yang telah

digariskan oleh Tuhan untuknya. Orang yang memiliki tingkat religiusitas yang

tinggi akan memahami benar apa yang terkandung dalam firman Allah yang

menyatakan bahwa orang Islam tidak boleh merasa rendah diri dan hina, karena

pada hakikatnya mereka adalah mulia dengan keimanannya. Sebagaimana firman

Allah:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-

bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah

ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. 49:13, dalam Hasbi,

dkk:1978)

Santoso (2004) menambahkan bahwa nilai-nilai spiritual yang ada dalam

diri seseorang merupakan sumber kekuatan yang dapat melahirkan kesabaran,

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 22: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

ketawakalan, berserah diri kepada Allah dan tidak mudah berputus asa dalam

menghadapi perubahan-perubahan dalam kehidupan.

Nilai-nilai spiritual inilah yang akan menjadikan seseorang memiliki

tingkat kesabaran yang tinggi dan tunduk terhadap semua ketentuan-ketentuan

yang telah Allah tetapkan untuknya. Hal ini tercermin dalam hadits Rasululah

shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengisyaratkan tentang kehidupan seorang

muslim. Dalam haditsnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan;

“Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman, semua

urusannya adalah baik. Tidaklah hal itu didapatkan kecuali pada

diri seorang mukmin. Apabila dia tertimpa kesenangan maka

bersyukur. Maka itu baik baginya. Dan apabila dia tertimpa

kesulitan maka dia pun bersabar. Maka itu pun baik baginya.”

(HR. Muslim, dalam An-Nawawi: 2006)

Inilah gambaran seorang muslim yang baik, seorang muslim yang

memiliki kualitas Iman yang tinggi kepada Allah Ta’ala, dia akan melakukan

segala sesuatu yang terbaik untuk dirinya dan dalam keadaan serta kondisi

bagaimanapun juga dia akan tetap menikmati hidupnya ini tanpa ada rasa

penyesalan.

Berdasarkan uraian-uraian ini, Penulis ingin mengajukan suatu

permasalahan. Yaitu, bagaimana proses striving for superiority pada siswa

penyandang tunadaksa yang menempuh pendidikan di sekolah inklusif islam?

Berdasarkan permasalahan tersebut, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian

lebih lanjut dengan judul “KONSEP STRIVING FOR SUPERIORITY PADA

SISWA PENYANDANG TUNADAKSA DI SEKOLAH INKLUSIF ISLAM”.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 23: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

B. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang terkait dengan tunadaksa telah banyak

dilakukan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Handayani, S. (2006) dalam

skripsinya yang berjudul “Hubungan antara konsep diri dan berpikir positif

dengan penyesuaian sosial pada remaja tunadaksa”. Senada dengan Handayani,

Novita, R (2007) pun juga pernah meneliti tentang tunadaksa dalam skripsinya

dengan judul “Hubungan antara dukungan sosial dengan kemandirian pada remaja

penyandang cacat tubuh”. Dan penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh

Arif, S (2007) dalam skripsinya dengan judul “Hubungan antara dukungan sosial

dengan aktualisasi diri pada remaja penyandang cacat tubuh’.

Dapat dilihat dari ke-tiga penelitian di atas belum pernah ada peneliti yang

melakukan penelitian dengan tema “konsep striving for superiority pada siswa

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif islam”. Sehingga penulis tertarik untuk

meneliti tema tersebut. Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis

dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada titik tekan yang menjadi

fokus pembahasan dalam penelitian ini.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2006) lebih

menekankan pada aspek konsep diri penyandang tunadaksa dan tentang berpikir

postitif dengan penyesuaian diri pada tunadaksa. Sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Novita (2007) lebih ditekankan pada aspek dukungan sosial dan

kemandirian pada tunadaksa. demikian juga halnya dengan Arif (2007) yang juga

menekankan pada aspek dukungan sosial dengan aktualisasi diri pada tunadaksa.

Adapun penelitian yang penulis lakukan ini lebih menekankan pada usaha-usaha

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 24: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

(coping strategy) yang mungkin dilakukan oleh siswa penyandang tunadaksa

dalam menutupi kekurang-kekurangan yang ada pada dirinya. Inilah yang

menjadikan penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengeksplorasi secara mendalam mengenai bentuk-bentuk striving for

superiority pada siswa penyandang tunadaksa yang menempuh pendidikan di

sekolah inklusif islam.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan atau menghambat

striving for superiority pada siswa penyandang tunadaksa yang menempuh

pendidikan di sekolah inklusif islam.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penyadang tunadaksa di sekolah inklusif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

penyandang tunadaksa khususnya yang berada di sekolah inklusif, bahwa

kekurang sempurnaan fisik bukanlah suatu alasan untuk tidak dapat maju, bangkit

dan mandiri. Namun kekurang sempurnaan tersebut dapat dioptimalkan dengan

berbagai macam cara, seperti mengoptimalkan berbagai potensi yang ada pada

dirinya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 25: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

2. Bagi kepala sekolah sekolah inklusif islam

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan bagi kepala

sekolah inklusif islam untuk selalu memperhatikan siswa-siswanya yang memiliki

kelainan dan hendaknya selalu mengintruksikan kepada para guru-guru yang ada

agar senantiasa memotivasi siswa-siswanya agar tetap semangat dan optimis

dalam mensikapi kekurang sempurnaan yang ada pada siswa-siswanya.

3. Bagi orang tua siswa penyandang tunadaksa

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi informasi penting bagi para

orang tua yang memiliki anak cacat secara fisik untuk selalu membimbing dan

mendukung anak-anaknya untuk bisa berpikir yang positif dalam mensikapi

kekurang sempurnaan fisiknya.

4. Bagi ilmuwan psikologi pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi sumbangan bagi ilmu

pengetahuan pada umumnya dan psikologi pendidikan pada khususnya.

5. Bagi peneliti lain

Bagi peneliti lain yang tertarik ingin melakukan penelitian dengan tema

yang sama, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan tambahan untuk

mengadakan penelitian lebih lanjut.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 26: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP STRIVING FOR SUPERIORITY

1. Pengertian Striving For Superiority

Setiap manusia di sadari atau tidak pasti pernah merasa malu dan minder

kepada orang lain baik yang berkaitan dengan koqnisinya maupun yang berkaitan

dengan kondisi fisiknya. namun di balik itu semua manusia juga memiliki

kecenderungan bangkit dan menutupi kekurangan yang ada pada dirinya tersebut.

Sebagaimana yang diyakini oleh Adler (dalam Alwisol: 2007) bahwa setiap

individu memulai kehidupan dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan

inferior, perasaan yang menggerakkan orang untuk berjuang menjadi superior.

Individu yang secara psikologis kurang sehat berjuang untuk menjadi pribadi yang

superior, dan individu yang secara psikologis sehat akan berjuang untuk mencapai

kesempurnaan. Inilah yang kemudian Adler sebut dengan istilah striving for

superiority. Sudrajad (2008) meyakini bahwa striving for superiority ini

merupakan suatu bentuk usaha yang digunakan untuk mengatasi perasaan

inferioritas (rendah diri) pada diri seseorang yang selanjutnya akan menghasilkan

perasaan aman dan nyaman tanpa kekhawatiran dan kecemasan. Phil (2008)

menambahkan bahwa striving for superiority ini merupakan suatu dorongan untuk

mengatasi inferiority dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini merupakan

daya penggerak yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Dengan adanya

striving for superiority menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah

kesempurnaan dan akan membuat seseorang memiliki pandangn lebih optimis dan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 27: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

positif terhadap dirinya serta lebih berorientasi ke masa depan. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Chaplain (1986) bahwa striving for superiority ini merupakan

sumber kekuatan bagi manusia untuk berjuang demi masa depannya, bangkit dari

keterpurukan yang menghantui kehidupannya tidak hanya sebatas cukup kuat dan

cukup pintar namun bangkit untuk menjadi sempurna dengan menghilangkan

segala sesuatu yang menjadi penghambat dan penghalang bagi mereka untuk

sempurna.

Berdasarkan definisi dari tokoh-tokoh diatas dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa konsep striving for superiority ini merupakan suatu bentuk

usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi rasa malu, rendah diri dan

perasaan kurang sempurna yang ada pada diri seserorang untuk dapat menjadi

individu-individu yang sempurna dan mampu mengaktualisasikan potensi serta

kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Striving for Superiority

Kehidupan manusia selalu dimotivasi oleh satu dorongan utama yaitu

dorongan untuk mengatasi perasaan inferior menjadi superior. Alwisol (2007)

mengatakan bahwa dorongan untuk mengatasi perasaan inferior dan menjadi

superior ini akan ditentukan oleh pandangan mengenai masa depan seseorang

serta tujuan dan harapannya, dan untuk mengatasi perasaan inferior dengan

mencapai keunggulan (superior) ini dibutuhkan suatu keberanian diri untuk

menghilangkan rasa takut dalam dirinya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 28: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Keberanian diri untuk menghilangkan rasa takut tersebut tidak akan

muncul begitu saja, namun ada beberapa hal yang dapat menstimulusnya agar bisa

muncul pada diri seseorang. Sebagaimana yang dikatakan oleh Santoso (2004)

bahwa setidaknya ada 4 (empat) faktor utama yang dapat membangkitkan

keberanian dalam diri seseorang tersebut, ke-empat faktor tersebut adalah:

a. Visi Hidup

Visi hidup merupakan sebuah keyakinan yang paling bernilai yang

menjadi tujuan untuk diraih dalam kehidupan ini. Visi hidup yang jelas

berdasarkan suara hati spiritual sebagai pusat makna tertinggi dalam hidup ini

yang akan mendorong keberanian dan kebermaknaan hidup seseorang, yang

berupa visi hidup untuk mencari keridhoan Allah semata, hidupnya, matinya dan

segala sesuatu yang dilakukannya hanyalah untuk mengharapkan keridhoan-Nya.

Pernyataan Santoso ini dikuatkan dengan firman Allah yang berbunyi:

Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan

matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, (QS. 6:162,

dalam Hasbi, dkk: 1978)

Dengan visi hidup ini akan menjadikan seseorang tidak takut akan

kegagalan dan akan menjadikannya sebagai individu yang memiliki keberanian

yang tinggi dalam menjalani kehidupan ini, mengalahkan berbagai kelemahan dan

hambatan dalam diri.

b. Keyakinan Hati

Keyakinan hati yang berupa keyakinan akan kemampuan diri dan potensi

diri yang diiringi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Ta’ala dapat

melahirkan rasa yakin dalam diri seseorang. Karena dengan keimanan dan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 29: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

ketaqwaan inilah seseorang akan ditinggikan dan dimuliakan oleh Allah atas

hamba-hamba-Nya yang lain. Pernyataan Santoso ini dikuatkan dengan firman

Allah, sebagaimana yang telah Allah tegaskan dalam surat ke-58 ayat 11 bahwa

Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman atas hamba-hamba-Nya

yang lain.

“....Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman

diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

beberapa derajat...” (QS 58:11, dalam Hasbi, dkk:1978)

c. Rasa Percaya Diri.

Rasa percaya diri ini akan tumbuh dalam diri seseorang jika mampu

menguasai diri sendiri, memahami diri, mengenali berbagai bakat dan kemampuan

diri serta kompetensi yang ada pada dirinya. Pernyataan Santoso ini dikuatkan

dengan firman Allah, Allah berfirman dalam surat al-Imran ayat 139 yang

berbunyi:

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu

bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi

(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. 3:139,

dalam Hasbi, dkk: 1978)

Imanlah yang akan mengangkat derajat seseorang, dengan keimanan

seseorang tidak perlu takut dan merasa lemah dihadapan orang lain. Karena

dengan keimanan ini Allah akan menjadikannya mulia dan tinggi dihadapan orang

lain. Terlebih lagi Allah tidak membeda-bedakan antara hamba-hambanya karena

adanya perbedaan ras, warna kulit, kecantikan dan ketampanannya.

Rasulullah SAW bersabda:

“sesungguhnya Allah tidak melihat kalian karena bentuk dan

rupa kalian, akan tetapi Allah melihat hati dan perbuatan

kalian”.(HR Mutafaq Alaihi, dalam An-Nawawi: 2006)

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 30: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

d. Semangat dan Ambisi

Semangat dan ambisi ini merupakan salah satu cara yang digunakan untuk

meningkatkan keberanian dan motivasi hidup seseorang. Semangat dan ambisi

hidup ini muncul karena adanya keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Selain itu semangat dan ambisi hidup ini juga disebabkan karena adanya jaminan

dari Allah SWT yang berupa kemudahan dalam menjalani kehidupan ini jika

mereka mau bertaqwa kepada-Nya. Pernyataan Santoso ini dikuatkan dengan

firman Allah yang berbunyi:

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (QS.

94:5, dalam Hasbi, dkk: 1978)

Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa striving for superiority

ini tidak tiba-tiba tubuh dan muncul pada diri seseorang. Namun striving for

superiority ini tumbuh karena ada suatu hal yang mempengaruhinya. Diantara hal-

hal yang dapat mendorong munculnya keinginan untuk melakukan striving for

superiority tersebut adalah visi hidup, keyakinan hati, rasa percaya diri serta

semangat dan ambisi yang ada pada diri seseorang. Ke-empat hal inilah yang akan

menumbuhkan keberanian diri untuk menghilangkan rasa takut dalam diri.

3. Bentuk-bentuk Striving for Superiority

Striving for superiority ini bukanlah hanya sebatas usaha yang digunakan

untuk mengatasi rasa rendah diri (inferior) pada seseorang, namun striving for

superiority ini merupakan awal dari kemajuan dan kebangkitan seseorang.

Striving for superiority ini sendiri memiliki bentuk-bentuk yang khas

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 31: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

sebagaimana yang dikatakan oleh Adler (dalam Boeree; 2004) bahwa striving for

superiority ini memiliki 2 (dua) bentuk pokok, kedua bentuk tersebut adalah:

a. Kompensasi

Kompensasi merupakan sebuah istilah yang pertama kali perkenalkan oleh

Alfred Adler seorang ahli optamologis dan psikiatri dari Wina. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Alwisol (2007) bahwa Alfred Adler pertama kali mengenalkan

istilah kompensasi dalam hubungannya dengan perasaan inferior ini dalam

bukunya yang berjudul “Study of Organ Inferiority and Its Physical

Compensation” (1907), Adler mengatakan bahwa setiap individu mempunyai

perasaan inferioritas, mereka mempunyai suatu tendensi alamiah untuk

menyembunyikan perasaan ini. Untuk itu mereka mencari ekspersi yang tepat

guna menutupi perasaan inferiornya tersebut. Dalam hal ini Boeree (2004)

menjelaskan lebih lanjut bahwa kompensasi ini merupakan sebuah strategi yang

digunakan untuk menutupi dan melindungi kelemahan dan ketidakmampuan yang

ada dengan kemampuan-kemampuan yang lain. Menutupi atau melindungi

kelemahan, frustasi, nafsu, merasa lemah atau tidak mampu dalam satu area

kehidupan lewat sesuatu yang menyenangkan atau keahlian di area lain.

b. Komplek Superioritas

Selain mengenalkan istilah kompensasi di atas, Afred Adler juga

mengenalkan istilah komplek superioritas dalam kaitannya dengan perasaan

inferior pada seseorang.

Menurut Adler (dalam Boeree; 2004) komplek superioritas ini dilakukan

untuk menutupi kelemahan dan keinferioran dengan cara berpura-pura memiliki

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 32: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

suatu kelebihan. Kompleks superioritas ini biasanya akan menjadikan seseorang

menjadi diktator dan suka mengintimidasi orang lain sebagai wujud superiornya.

Perasaan-perasaan komplek superioritas yang muncul ini biasanya seperti;

kebutuhan kekuatan, keinginan berkuasa, tidak menghormati orang lain, biasanya

dikombinasikan dengan kebutuhan prestise dan kepemilikan yang berujud sebagai

kebutuhan mengontrol orang lain dan menolak perasaan lemah.

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa striving for

superiority ini dapat dilakukan melalui 2 (dua) bentuk, yaitu kompensasi dan

komplek superiorritas. Kompensasi merupakan sebuah usaha yang digunakan

untuk menutupi suatu kelemahan dan kekurangan yang ada pada dirinya dengan

mencari kelebihan-kelebihannya dibidang yang sama dan atau kemampuan-

kemampuan dibidang yang lain. Sedangkan komplek superioritas ini merupakan

suatu usaha yang digunakan untuk menutupi kelemahan-kelemahan yang ada

dengan berpura-pura memiliki suatu kelebihan tertentu.

B. TUNADAKSA

1. Pengertian Tunadaksa

Istilah tunadaksa merupakan istilah yang tidak asing lagi, karena istilah ini

cukup familier baik dalam bidang ilmu psikologi, kedokteran maupun pendidikan.

Mangunsong (1998) mengatakan bahwa tunadaksa ini mempunyai

pengertian yang luas, namun secara umum dapat dikatakan bahwa tunadaksa atau

cacat fisik ini merupakan suatu bentuk ketidakmampuan tubuh atau fisik untuk

menjalankan fungsi tubuh seperti dalam keadaan normal. Namun secara spesifik

tunadaksa ini dapat didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada

sistem otot, tulang, persendian, dan syaraf yang disebabkan oleh penyakit, virus,

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 33: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

dan kecelakaan baik yang terjadi sebelum lahir, saat lahir dan sesudah kelahiran.

Gangguan itu mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi,

mobilisasi, dan gangguan perkembangan pribadi. Meichati (dalam Purnarini:

2006) mengatakan bahwa seseorang dikatakan tunadaksa karena tidak

berfungsinya anggota tubuh secara normal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tunadaksa (cacat

fisik) adalah ketidakmampuan seseorang dalam menjalankan aktivitas

kesehariannya seperti orang pada umumnya dikarenakan adanya kelainan pada

fungsi fisiknya yang bersifat menetap.

2. Klasifikasi Tunadaksa

Tunadaksa merupakan suatu tipe kelainan yang berpusat pada fisik yang

tidak berfungsi sebagaimana semestinya. Namun ketidak berfungsinya fisik ini

memiliki tipe yang berbeda-beda antara tunadaksa satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan pada tipe tunadaksa ini secara sederhana Mangunsong (1998)

mengklasifikasikannya kedalam dua bagian, yaitu:

a. Anak tunadaksa yang tegolong bagian D (SLB D)

SLB D adalah anak yang menderita cacat polio atau yang lainya, sehingga

mengalami ketidak normalan dalam fungsi tulang; otot-otot atau kerjasama

fungsi otot-otot. Namun anak tipe SLB D ini memiliki kemampuan

normal.

b. Anak tunadaksa yang tergolong bagian D 1 (SLB D1)

SLB D1 adalah anak yang menderita kecacatan sejak lahir, sehingga

mengalami cacat jasmani karena tidak berfungsinya tulang, otot sendi dan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 34: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

syaraf-syaraf. Anak tipe SLB D1 ini memiliki kemampuan intelegensi

dibawah normal atau terbelakang.

Namun menurut Mangunsong (1998) jika tunadaksa ini dilihat dari sudut

fa’ali nya maka tunadaksa tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Kelainan pada sistem serebral (cerebral system)

Penggolongan anak tunadaksa kedalam kelainan sistem serebral (cerebral)

didasarkan pada letak penyebab kelainan yang terletak didalam sistem syaraf

pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat

mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial, karena otak dan sumsum tulang

belakang merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya

terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat

sensoris dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut dengan

cerebral palsy (CL).

Cerebral palsy ini dapat diklasifikasikan menurut: (1) Derajat kecacatan

(2) Topografi anggota badan yang cacat dan (3) Fisiologi kelainan geraknya.

1. Penggolongan menurut derajat kecacatan.

Menurut derajat kecacatan ini tunadaksa dapat diglongkan menjadi tiga

tipe, yaitu:

a. Golongan ringan; adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan

alat, berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan

sehari-hari. Mereka dapat hidup bersama-sama dengan anak normal

lainnya, meskipun cacat tetapi tidak mengganggu kehidupan dan

pendidikannya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 35: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

b. Golongan sedang: adalah mereka yang membutuhkan treatment/latihan

khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri, golongan ini

memerlukan alat-alat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace

untuk membantu penyangga kaki, kruk/tongkat sebagai penopang dalam

berjalan. Dengan pertolongan secara khusus, anak-anak kelompok ini

diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri.

c. Golongan berat: anak cerebral palsy golongan ini yang tetap

membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara, dan menolong dirinya

sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.

2. Penggolongan menurut topografi

Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh,

Cerebrol palsy dapat digolongkan menjadi 6 (enam) golongan yaitu:

a. Monoplegia; hanya satu anggota gerak yang lumpuh misal kaki kiri sedang

kaki kanan dan kedua tangannya normal.

b. Hemiplegia;, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama,

misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.

c. Paraplegia; lumpuh pada kedua tungkai kakinya.

d. Diplegia; lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan

kiri (paraplegia)

e. Triplegia; tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan

kanan dan kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya

lumpuh.

f. Quadriplegia; anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 36: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

geraknya. Mereka cacat pada kedua tangan dan kedua kakinya,

quadriplegia disebutnya juga tetraplegia.

3. Penggolongan menurut fisiologi

Kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi geraknya

(motorik), anak cerebral palsy dibedakan atas:

a. Spastik; tipe spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau

kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul

sewaktu akan digerakan sesuai dengan kehendak. Dalam keadaan

ketergantungan emosional kekakuan atau kekejangan itu akan makin

bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala itu menjadi

berkurang. Pada umumnya, anak cerebrol palsy jenis spastik ini memiliki

tingkat kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Diantara mereka ada yang

normal bahkan ada yang diatas normal.

b. Athetoid; pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-

ototnya dapat digerakan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada

sistem gerakan. Hampir semua gerakan terjadi diluar kontrol. Gerakan

dimaksud adalah dengan tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak.

c. Ataxia; ciri khas tipe ini adalah seakan-akan kehilangan keseimbangan,

kekakuan memang tidak tampak tetapi mengalami kekakuan pada waktu

berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem

koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya, anak tuna tipe

ini mengalami gangguan dalam hal koordinasi ruang dan ukuran, sebagai

contoh dalam kehidupan sehari-hari: pada saat makan mulut terkatup

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 37: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.

d. Tremor; gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah senantiasa

dijumpai adanya gerakan-gerakan kecil dan terus menerus berlangsung

sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat

terjadi pada kepala, mata, tungkai dan bibir.

e. Rigid; pada tipe ini didapat kekakuan otot, tetapi tidak seperti pada tipe

spastik, gerakannya tampak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih

tampak.

f. Tipe Campuran; Pada tipe ini seorang anak menunjukan dua jenis

ataupun lebih gejala tuna cerebral palsy sehingga akibatnya lebih berat

bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu jenis/tipe

kecacatan.

b. Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).

Penggolongan anak tunadaksa kedalam kelompok system otot dan rangka

didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan

yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem

otak dan rangka ini antara lain meliputi:

1. Poliomylitis; penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga

otot akan mengecil dan tenaganya melemah, peradangan akibat virus

polio yang menyerang sumsum tulang belakang pada anak usia 2 (dua)

tahun sampai 6 (enam) tahun.

2. Muscle Dystrophy; Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot.

Kelumpuhan pada penderita muscle dystrophy sifatnya progressif,

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 38: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

semakin hari semakin parah. Kondisi kelumpuhannya bersifat simetris

yaitu pada kedua tangan atau kedua kaki saja, atau kedua tangan dan

kedua kakinya.

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tunadaksa

dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar yaitu; kelainan pada sistem

serebral (cerebral system) dan kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus

skeletal system).

3. Penyebab Tunadaksa

Tunadaksa merupakan suatu tipe kelainan yang berpusat pada fisik yang

tidak berfungsi sebagaimana semestinya. Namun ketidak berfungsinya fisik ini

memiliki penyebab yang berbeda-beda antara tunadaksa satu dengan yang

lainnya.

Menurut Mangunsong (1998) ada beberapa macam sebab yang dapat

menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi tunadaksa. Sebab-sebab

tersebut adalah:

a. Sebab-sebab sebelum lahir (fase prenatal)

Pada fase ini kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan,

kerusakan ini disebabkan oleh:

1. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga

menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya, misalnya infeksi,

syphilis, rubela, dan typhus abdominolis.

2. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 39: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.

3. Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi

sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.

4. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat

mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya

ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras dan secara kebetulan

mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf pusat.

b. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal, peri natal)

Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi

dilahirkan antra lain:

1. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil

sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen

menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi,

akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.

2. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang

mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada

bayi.

3. Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena

operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat

mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami

kelainan struktur ataupun fungsinya.

c. Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase post natal)

Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 40: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

1.Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.

2. Infeksi penyakit yang menyerang otak.

3. Anoxia/hipoxia.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab tunadaksa

dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: sebab-sebab sebelum lahir (fase

prenatal), sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal, peri natal), dan sebab-

sebab setelah proses kelahiran (fase post natal).

C. SEKOLAH INKLUSIF ISLAM

1. Pengertian Sekolah Inklusif Islam

Seiring dengan gema kebangkitan pendidikan islam, pada tataran global

berkembang tuntutan perlunya kesempatan pendidikan yang merata kepada semua

manusia, tanpa membedakan kemampuan fisik (normal atau tuna), strata sosial,

jender, dan latar belakang etnis, budaya dan agamanya.

Sekolah inklusif islam ini adalah perbaduan antara sekolah inklusif dan

pendidikan islam. Secara harfiah sekolah inklusif merupakan sekolah yang di

dalamnya terdapat siswa-siswa yang heterogen yang tidak membedakan antara

normal atau cacat dan lain sebagainya. Sedangkan islam dalam pendidikan itu

sendiri menurut Fattah (2005) adalah suatu proses membantu pertumbuhan dan

perkembangan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang melalui

pelatihan segenap daya dan potensi (termasuk daya dzikir dan nalarnya) yang

dilaksanakan sedemikian rupa sehingga nilai-nilai Islam tertanam dalam

kepribadiannya dan melahirkan amal dan kebudayaan yang berorientasi kepada

nilai-nilai tersebut, sehingga mandatnya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 41: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

dapat diaktualisasikan. Jadi secara sederhana sekolah inklusif islam ini dapat

diartikan sebagai suatu model sekolah inklusif yang bernuansa islam.

Di sekolah inklusif islam ini para siswanya di samping anak-anak normal

juga terdapat anak-anak berkelainan yang memiliki beragam

kelainan/penyimpangan, baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau

sensoris neurologist. Sebagaimana yang dikatakan oleh Warsiki (2007) bahwa

pendidikan inklusif ini adalah konsep pendidikan yang melibatkan anak-anak

berkebutuhan khusus (ABK) atau "cacat" ke dalam sistem pendidikan reguler. Di

dalam sekolah inklusif ini semua orang adalah bagian yang berharga apapun

perbedaan mereka. Ini berarti bahwa semua anak, terlepas dari kemampuan

maupun ketidakmampuan mereka, latar belakang sosial-ekonomi, suku, latar

belakang budaya atau bahasa, agama atau gender, menyatu dalam komunitas

sekolah yang sama. Fattah (2005) menambahkan bahwa sekolah inklusi

mengakomodasi semua peserta didik tanpa mempertimbangkan kondisi fisik,

intelektual, sosial, emosional, linguistik mereka dan kondisi lainnya. Ini berarti

mencakup anak yang cacat dan berbakat, anak jalanan dan yang bekerja, anak dari

penduduk terpencil dan nomadik (berpindah-pindah), anak dari kelompok

minoritas bahasa, etnis atau budaya, dan anak dari kelompok atau wilayah yang

termarjinalisasikan lainnya. Sekolah reguler dengan orientasi inklusi merupakan

sarana yang sangat efektif untuk memberantas diskriminasi, menciptakan

masyarakat yang hangat relasinya, membangun masyarakat inklusif, dan

mensukseskan pendidikan untuk semua.

Pengertian sekolah inklusif ini akan terus berkembang mengikuti

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 42: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

perkembangan dan kemajuan zaman. Sebagaimana yang dikatakan oleh Tarsidi

(2002) pengertian sekolah inklusif ini akan terus-menerus berkembang sejalan

dengan semakin mendalamnya renungan orang terhadap praktek yang ada, dan

sejalan dengan dilaksanakannya pendidikan inklusif dalam berbagai budaya dan

konteks yang semakin luas. Bahkan pengertian sekolah inklusif ini harus terus

berkembang jika sekolah inklusif ini ingin tetap menjadi jawaban yang riil dan

berharga untuk mengatasi tantangan pendidikan dan hak asasi manusia.

Berdasarkan uraian definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

sekolah inklusif islam adalah suatu model sekolah yang bernuansa islam baik dari

segi lingkungan yang islami, guru dan siswa-siswa yang beragama islam. Dan di

dalam sekolah ini terdapat siswa-siswa yang heterogen, karena selain siswa-siswa

yang normal di dalam sekolah ini juga terdapat siswa-siswa yang berkelainan,

seperti cacat tubuh, gifted, disleksia, disgrafia, dan lain sebagainya.

2. Latar Belakang Sekolah Inklusif

Dalam undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan undang-undang

Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan

bahwa setiap warganegara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh

pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula

memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam

pendidikan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi

anak berkelainan. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 43: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang

berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang

diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada

tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan

terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa

penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Aretha (2007) mengatakan bahwa dengan sekolah inklusif ini, anak

berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan

potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam

masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat

dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkelainan perlu

diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk

mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah. Sekolah inklusif ini diharapkan

dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak

berkelainan.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah

inklusif ini dilatar belakangi oleh adanya suatu keyakinan bahwa pendidikan itu

adalah hak semua anak tanpa terkecuali anak-anak penyandang cacat. Yaitu hak

untuk memperoleh pendidikan di dalam sistem pendidikan umum tanpa adanya

diskriminasi.

3. Landasan Sekolah Inklusif

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 44: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Sekolah inklusif sebagai sekolah formal ini bediri atas beberapa landasan.

Baker (1995, dalam Stubbs: 2002) mengatakan bahwa penerapan sekolah inklusif

ini memiliki 4 (empat) landasan, ke empat landasan tersebut adalah:

a. Landasan Filosofis

Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia

adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas

fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika. Filsafat ini

sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertical maupun

horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi.

Kebinekaan vertical ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik,

kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri, dan

sebagainya. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku

bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik, dan

sebagainya.

Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika tersebut, kelainan (kecacatan)

dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan

suku, ras, bahasa budaya, atau agama. Di dalam diri individu berkelainan pastilah

dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam diri

individu berbakat pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak hanya

makhluk di bumi ini yang diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak

memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya perbedaan suku,

bahasa, budaya, atau agama dan disisi Allah mereka adalah sama, karena Allah

tidak membeda-bedakan antara hamab-hamba-Nya yang cacat dengan yang

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 45: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

normal sebagaimana Allah tidak membeda-bedakan antara suku, bangsa dan

budaya kecuali karena tingkat ketaqwaan mereka kepada Allah. Itulah yang akan

membedakan mereka disisi Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang

diriwayatkan oleh imam Ahmad:

“Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahwa Tuhanmu adalah

satu dan Bapakmu adalah satu. Ketahuilah bahwasa bangsa Arab

tidaklah lebih utama dari pada non-arab, dan non-arab tidaklah

lebih utama dari pada orang arab, dan orang kulit merah

tidaklah lebih utama dari pada orang kulit hitam, demikian

sebaliknya orang kulit hitam tidaklah lebih utama dari pada

orang kulit merah, kecuali karena ketaqwaan mereka....” (HR.

Ahmad, dalam An-Nawawi: 2006)

b. Landasan Yuridis

Secara ringkas Stubbs (2002) memaparkan landasan yuridis dalam

pendidikan inklusif ini, diantara landasan-landasan yuridis yang dipakai dalam

perumusan pendidikan inklusif ini adalah:

1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948

2. Konvensi PBB 1989 tentang Hak Anak

3. Konferensi Jomtien 1990

4. Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Penyandang

Cacat Tahun 1993.

5. Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan

Khusus tahun 1994.

6. Konferensi Dakar tahun 2000.

c. Landasan Pedagogis

Pada pasal 3 Undang-undang No 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan

pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 46: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

demokratis dan bertanggungjawab. Melalui pendidikan, peserta didik berkelainan

dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu

individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam

masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari

teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus

diberi kesempatan bersama teman sebayanya.

d. Landasan Empiris

Baker (1995, dalam Stubbs: 2002) mengemukakan bahwa penelitian

tentang inklusif telah banyak dilakukan di negara-negara barat sejak 1980-an,

namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the National Academy of

Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan

penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif

dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara

segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat.

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada 4 (empat)

hal yang dijadikan landasan berdirinya sekolah inklusif. Ke-empat landasan

tersebut adalah; landasan filosofis, landasan yuridis, landasan pedagogis dan

landasan empiris.

4. Pengaruh sekolah inklusif islam terhadap siswa penyandang tunadaksa

Secara kodrati penyandang tunadaksa sama seperti orang normal pada

umumnya, yaitu sebagi makhluk sosial yang saling membutuhkan antara yang

satu dengan yang lainnya, ingin diterima secara utuh oleh masyarakat, serta

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 47: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

diperlakukan layak dan wajar baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat

maupun dalam lingkungan sekolahnya. Hal ini disebabkan karena di dalam

lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah terdapat pandangan

yang berbeda tentang penyandang tunadaksa tersebut, sebagaimana yang

dikatakan oleh Purnarini (2006) bahwa didalam lingkungan tersebut ada yang

sudah mengerti dan dapat memahami akan kekurang sempurnaan mereka namun

juga ada yang belum bisa menerima kehadiran mereka di lingkungannya. Kondisi

yang demikian inilah yang dapat membuat para penyandang cacat merasa tidak

percaya diri, rendah diri, tidak berguna, tidak nyaman, putus asa, tidak berharga

dan kecemasan akan masa depan mereka.

Mappiare (1982) menambahkan bahwa suatu bentuk ketiadaan yang dimiliki

oleh seseorang dapat menyebabkan seseorang tersebut diabaikan dan kurang

diterima oleh kelompoknya, semakin banyak kekurangannnya akan semakin besar

pula kemungkinannya untuk ditolak oleh teman-temannya. Dengan adanya

penolakan-penolakan dari lingkungan penyandang cacat ini nantinya akan

menjadikan mereka rendah diri dan memiliki konsep diri yang rendah. Hurlock

(dalam Nasution: 2007) mengatakan bahwa anak yang memiliki konsep diri yang

rendah akan mengembangkan penyesuain sosial yang kurang baik, mengalami

perasaan yang tidak menentu, inferioritas, dan memiliki level harga diri yang

rendah.

Setidaknya inilah dampak negatif yang mungkin akan muncul ketika anak-

anak berkelainan tersebut di ikut sertakan dengan anak-anak yang normal dalam

satu sekolah inklusif. Namun tidak selamanya sekolah inklusif ini berdapak

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 48: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

negatif terhadap siswa berkelainan, namun adakalanya sekolah inklusif ini justru

memberikan dampak yang positif terhadap para penyandang cacat tersebut.

Dampak positif dari adanya sekolah inklusif tersebut akan dipengaruhi oleh

kualitas spiritual seorang siswa tunadaksa, sebagaimana yang dikatakan oleh

Meichati (dalam, Purwati dan Lestari: 2002) bahwa kehidupan beragama akan

memberikan bantuan moral dalam menghadapi krisis krisis serta menimbulkan

sikap rela menerima keyataan yang ada. Sebagaimana firman Allah yang

berbunyi:

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu

bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi

(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. 3:139.

dalam Hasbi, dkk:1978)

Diantara dampak-dampak positif dari sekolah inklusif ini adalah

sebagaimana yang diutarakan oleh Aretha (2007) bahwa sekolah inklusif ini

memberikan dampak positif baik terhadap perkembangan akademik maupun

sosial anak berkelainan. Diantara dampak-dampak positifnya adalah; siswa belajar

untuk dapat memahami, menghargai, dan menumbuhkan rasa nyaman dengan

adanya perbedaan individual. Selain itu anak berkelainan juga dapat belajar

keterampilan sosial dan menjadi siap untuk tinggal di lingkungan masyarakat

karena sudah terbiasa hidup dilingkungan yang heterogen.

Nashih Ulwan (1999) menambahkan bahwa dengan membiasakan anak-

anak cacat tersebut bergaul dengan orang lain baik dengan cara mengundang

orang lain kerumahnya maupun dengan cara membawa anak-anak cacat tersebut

berkunjung kerumah teman-temannya. Dengan cara pembiasaan ini, maka

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 49: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

perasaan minder pada diri penyandang cacat tersebut akan berkurang. Mereka

akan memiliki sifat percaya diri dan akan selalu terdorong untuk dapat maju tanpa

merasa takut dan malu kepada orang lain.

Manfaat sekolah inklusif ini tidak hanya dirasakan oleh siswa yang

berkelainan saja, namun berdampak pula bagi masyarakat. Dampak yang paling

esensial adalah sekolah inklusif mengajarkan nilai sosial yang berupa kesetaraan

antar individu.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah inklusif ini

berpengaruh terhadap kepribadian siswa penyandang tunadaksa. Pengaruh

tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam; yaitu pengaruh positif dan

pengaruh negatif. Pengaruh positif ini akan muncul ketika siswa penyandang cacat

tersebut mampu bersikap secara positif atas kekurang sempurnaan yang ada pada

dirinya dan adanya diskriminasi lingkungan yang ditujukan kepadanya. Sementara

itu pengaruh negatif ini akan muncul ketika siswa penyandang cacat tersebut tidak

mampu melakukan kontrol diri terhadap tekanan yang berupa penolakan-

penolakan yang datang dari lingkungannya.

D. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian-uraian diatas mendorong penulis untuk

mengungkapkan pertanyaan penelitian:

1. Apa bentuk-bentuk striving for superiority pada siswa penyandang

tunadaksa di sekolah inklusif islam?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses striving for superiority

pada siswa penyandang tunadaksa di sekolah inklusif islam?

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 50: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Gejala Penelitian

Gejala penelitian yang menjadi fokus pembahasan dan hendak diungkap

dalam penelitian ini adalah konsep striving for superiority pada siswa penyandang

tunadaksa yang menempuh pendidikan di sekolah inklusif islam.

B. Definisi Operasional Gejala Penelitian

Definisi operasional gejala merupakan suatu batasan arti dari gejala atau

konstrak yang merinci hal-hal yang dilakukan untuk mengukur gejala tersebut.

Pada penelitian ini definisi gejalanya adalah:

1. Konsep striving for superiority

Konsep striving for superiority ini merupakan suatu dorongan untuk

mengatasi rasa inferiority dengan mencapai keunggulan. Yaitu perasaan rendah

diri dan kurang berharga yang dimiliki oleh penyandang tunadaksa untuk

selanjutnya dirubah menjadi sesuatu yang lebih berharga, yakin akan kemampuan

diri sendiri dan percaya diri.

Adapun alat ukur yang digunakan untuk mengungkap konsep striving for

superiority tersebut adalah interview, observasi, SSCT, dan dokumentasi.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 51: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

2. Siswa Penyandang Tunadaksa

Siswa penyandang tunadaksa adalah siswa yang mengidap kelainan atau

kecacatan pada fisiknya yang tidak sesuai dengan orang-orang pada umumnya

baik yang bersifat bawaan ataupun tidak. Adapun tipe tunadaksa dalam penelitian

ini adalah anak tunadaksa namun memiliki kemampuan intelegensi yang normal.

3. Sekolah Inklusif Islam

Sekolah inklusif islam merupakan suatu bentuk sekolahan yang bernuansa

islam yang didalamnya terdapat siswa-siswa yang heterogen, selain siswa normal

disekolah inklusif ini juga terdapat siswa-siswa yang cacat/berkelainan.

C. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah siswa muslim penyandang tunadaksa

yang sekolah disekolah inklusif, dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah

populasi dan sampel pun memiliki arti yang berbeda dengan sampel dalam

penelitian kuatitatif (Nasution,1988).

Selain itu, penentuan jumlah informan dalam penelitian kualitatif ini tidak

ditentukan pada awal penelitian, tetapi pada waktu proses penelitian berjalan. Hal

ini dilakukan karena penentuan jumlah informan bisa sedikit atau banyak

tergantung pada pemilihan informannya dan keragaman fenomena yang diteliti

(Nasution, 1988) sehingga apabila dalam rangkaian proses penelitian yang

dilaksanakan nanti keterangan yang diberikan oleh informan sudah cukup dan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 52: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

terwakili seluruh atau sebagian besar aspek yang ingin digali oleh peneliti maka

jumlah informan akan segera di batasi.

Penentuan informan dalam penelitian ini diambil dengan cara purpossive

sampling, yaitu pengambilan subyek berdasarkan ciri-ciri dan kriteria-kriteria

tertentu. Kriteria tersebut meliputi:

1. Siswa tunadaksa yang sekolah di sekolah inklusif islam,

2. Usia 13-18 tahun.

Adapun alasan penulis menentukan karakteristik-karakteristik tersebut di

atas adalah:

1. Siswa tunadaksa yang sekolah disekolah inklusif islam

Yaitu siswa-siswa cacat yang mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah

inklusif yang bernuansa islam bersama dengan siswa-siswa yang tidak cacat.

Alasan menggunakan subyek ini dikarenakan anak-anak cacat yang mengikuti

program pendidikan di sekolah umum tersebut akan lebih mudah mengalami

gangguan depresi bila dibandingkan dengan anak-anak cacat yang sekolah di

tempat yang khusus untuk anak-anak cacat.

Hal ini dikarenakan di sekolah yang khusus anak cacat ini lingkungannya

sudah terkondisikan, sehingga anak tidak akan merasa malu dengan kondisi

fisiknya yang cacat.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 53: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

2. Usia 13-18 Tahun

Penentuan kriteria subyek penelitian pada usia 13-18 tahun ini disebabkan

karena usia tersebut merupakan masa remaja awal pada anak. Dan pada fase ini

terdapat gejala-gejala yang disebut dengan negative phase.

Hurlock (dalam Mappiare: 1982) menguraikan cukup lengkap tentang

gejala-gejala negative phase ini, diantaranya adalah:

a. Keinginan untuk menyendiri

b. Kegelisahan

c. Pertentangan sosial

d. Kepekaan perasaan

e. Kurang percaya diri, dan

f. Mulai timbul minat pada lawan jenis

Dari beberapa gejala-gejala yang ada inilah yang menjadikan usia 13-18

tahun ini menjadi lebih menarik untuk diteliti, bagaimana seorang siswa yang

cacat dapat menikmati sekolah dengan lingkungan yang tidak begitu

mendukungnya dengan adanya kekurang sempurnaan pada dirinya tersebut.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 54: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengungkapkan

permasalahan dalam penelitian ini antara lain:

1. Wawancara

Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara langsung yaitu

penulis berhadapan langsung dengan informan serta mengajukan beberapa

pertanyaan. Teknik ini dimaksudkan agar penulis dapat memperoleh data-data

secara langsung dari informan. Agar data-data yang diperoleh sesuai dengan hasil

wawancara, maka dalam kegiatan wawancara ini penulis memakai alat bantu

berupa hand recorder, kaset dan buku guide wawancara. Adapun guide

wawancara dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Table I

Guide Wawancara

No/Code Faktor yang di ungkap Formulasi Pertanyaan

1a (01)

BBSFS-1

1b (02)

BBSFS-2

1c (03)

BBSFS-3

1d (04)

BBSFS-4

1e (05)

BBSFS-5

1f (06)

BBSFS-6

1g (07)

1) Bentuk-bentuk striving

for superiority pada

siswa muslim

penyandang tunadaksa

di sekolah inklusif?

a. Apa yang membuat kamu

tertarik untuk sekolah disini?

(regurer vs khusus).

b. Bagaimana sikap guru-

gurumu terhadapmu?

c. Apakah kamu diperlakukan

sama dengan anak-anak

normal lainya?

d. Teman-temanmu sendiri

bagaimana dan sikap mereka

terhadapmu seperti apa?

e. Apakah teman-temanmu

sering mengejekmu dengan

keadaanmu saat ini?

f. Apa yang kamu lakukan

ketika teman-temamu

mengejek dan

mengganggumu?

g. Apa kamu merasa minder

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 55: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

BBSFS-7

1h (08)

BBSFS-8

dengan keadaan kamu saat

ini? (kalau pernah...)

h. Bagaimana kamu mengatasai

perasaaan minder kamu

tersebut?

2a (09)

FFSFS-1

2b (10)

FFSFS-2

2c (11)

FFSFS-3

2d (12)

FFSFS-4

2e (13)

FFSFS-5

2f (14)

FFSFS-6

2g (15)

FFSFS-7

2h (16)

FFSFS-8

2i (17)

FFSFS-9

2) Faktor-faktor yang

mempengaruhi proses

striving for superiority

pada siswa muslim

penyandang tunadaksa

di sekolah inklusif?

a. Bagaimana kamu

memandang hidup ini?

b. Bagaimana kamu menjalani

aktifitasmu sehari-hari?

c. Apa yang kamu harapkan dari

kehidupan ini?

d. Apa cita-citamu nanti?

e. Apa kelemahan dan

kelebihanmu?

f. Bagaimana kamu mengatasi

kelemahanmu?

g. Apa saja yang menyebabkan

kamu bangga dengan diri

kamu?

h. Siapa yang berperan dalam

memberimu semangat?

i. Semangat seperti apa yang

selalu diberikan kepadamu?

2. Observasi

Melalui metode observasi, peneliti ingin mengetahui gambaran yang lebih

jelas mengenai situasi atau perilaku dan berbagai interaksi sosial informan.

Peneliti ingin mengetahui bagaimana perilaku keseharian informan terrutama

perilaku ketika informan sedang berinteraksi dengan teman-teman sebaya di

lingkungan sekolah.

Secara garis besar pedoman observasi yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah:

a. Perilaku informan saat berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah.

b. Perilaku informan saat belajar di kelas.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 56: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

3. Alat Tes Psikologi

Alat tes psikologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sacks

Sentence Computation Test (SSCT) yang disusun oleh Joseph M. Sacks dan

Sidney Levy (Karyani dan Lestari:2002). Dalam penelitian ini SSCT digunakan

setelah proses interview eksploratif selesai dilaksanakan dengan tujuan sebagai

penguat data yang sudah diperoleh dari interview. Hal ini disebabkan karena

asumsi yang mendasari terbentuknya alat tes ini adalah kalimat yang tidak

sempurna dapat merangsang individu untuk memproyeksikan keadaan psikisnya

dalam kalimat penyempurna, hasil proyeksi individu dalam kalimat penyempurna

ini akan menggambarkan; sikap individu, keadaan psikis, dan konsep dirinya.

Adapun aspek-aspek yang diungkap dalam SSCT ini adalah individual

adjustment. Aspek-aspek tersebut adalah:

1. Penyesuaian terhadap keluarga

a. Sikap terhadap Ibu (14, 29, 44, 59)

b. Sikap terhadap ayah (1, 16, 31, 46)

c. Sikap terhadap keluarga (12, 27, 42, 57)

2. Penyesuaian dalam bidang seks

a. Sikap terhadap wanita. (10, 25, 42, 57)

b. Sikap terhadap hubungan heteroseksual (11, 26, 41, 56)

3. Penyesuaian dalam hubungan interpersonal

a. Sikap terhadap teman (8, 23, 38, 53)

b. Sikap terhadap atasan (6,21, 36, 51)

c. Sikap terhadap bawahan (4, 19, 34, 49)

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 57: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

d. Sikap terhadap teman sejawat (13, 28, 43, 58)

4. Penyesuaian dalam konsep diri

a. Sikap terhadap ketakutan (7, 22, 37, 52)

b. Sikap terhadap rasa bersalah (15, 30, 45, 60)

c. Sikap terhadap kemampuan diri (2, 17, 32, 47)

d. Sikap terhadap rasa malu (9, 24, 39, 54)

e. Sikap terhadap masa yang akan datang (5, 20, 35,50)

f. Sikap terhadap tujuan hidup (3, 18, 33, 48)

4. Dokumentasi

Dokumentasi adalah semua jenis rekaman atau catatan skunder lainnya

seperti surat-surat, memo, foto-foto yang dapat digunakan sebagai sumber

informasi dan juga sebagai cerminan dari situasi atau kondisi sebenarnya.

Dokumentasi bermanfaat sebagai pelengkap data-data yang diperoleh

melalui wawancara, observasi dan alat tes psikologi. Dalam penelitian ini

dokumentasi yang akan digunakan adalah dokumentasi berupa foto untuk

menggambarkan fenomena informan penelitian, terkhusus lagi ketika proses

interaksi informan dengan teman-temannya di sekolah.

E. Metode Analisis Data

Moloeng (2000) analisis data adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang dihasilkan oleh

data. Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka tetapi lebih banyak berupa

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 58: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar, foto) ataupun

bentuk-bentuk non angka yang lain (Purwandari, 1998).

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan eksploratif maka

analisis data yang digunakan adalah analisis data induktif deskriptif yaitu

melakukan abstraksi setelah rekaman fenomena-fenomena khusus dikelompokkan

menjadi satu.

Dalam penelitian ini data yang diperoleh merupakan data kualitatif yaitu

data yang bersifat narasi dan deskripsi. Data-data tersebut diperoleh dari hasil

wawancara, observasi, alat tes psikologi, dan juga dokumentasi.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data

yang berdeda-beda atau bervariasi, mulai dari wawancara, observasi, dokumentasi

dan tes psikologi. Maka didapatkan pula data yang bervariasi sehingga analisisnya

juga bervariasi.

1. Metode analisis data wawancara

a. Organisasi data

Proses yang dilakukan dalam pengolahan data hasil penelitian yaitu dengan

mengorganisasikan data. Hal-hal yang disimpan dan diorganisasikan adalah : (a)

data mentah (catatan lapangan dan kaset), (b) data yang sudah ditulis dalam

verbatim, (c) data yang sudah di tandai dengan kode-kode, (d) teks laporan (yang

masih terus akan ditambah jika perlu, dan diperbaiki sesuai dengan perkembangan

dan temuan lapangan).

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 59: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

b. Koding

Setelah pengorganisasian data, selanjutnya dilakukan pengkodingan. Yaitu

proses pengkodean atau pembubuhan kode-kode pada materi yang diperoleh

dengan maksud agar dapat mengorganisasikan dan mensistemasi data secara

lengkap dan mendetail sehingga data-data dapat memunculkan gambaran tentang

topik yang dipelajari.

Koding dapat dilakukan melalui: (a) penulis menyusun transkrip verbatim

(kata demi kata) atau catatan lapangan sedimikian rupa sehingga ada kolom

kosong yang cukup besar sebelah kanan dan kiri transkrip. Hal ini akan

memudahkan untuk membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu pada

transkrip tersebut. (b) penulis memberikan nama untuk masing-masing berkas

dengan kode tertentu.

c. Menetukan tema

Cara menentukan tema, berdasarkan isi cerita informan (conten analysis).

Setelah memberikan nama dan kode pada berkas, maka penulis membaca isi

cerita dan memahami transkrip yang sudah dikoding, untuk mencari tema-tema

penting. Dari isi cerita informan akan tampak tema yang dapat dikategorisasikan

/ dikelompokan berdasar tema yang sama. Setelah itu penulis membaca transkrip

verbatim berulang-ulang untuk mengidentifikasi tema-tema yang muncul. Pada

tahap ini penulis melakukan interpretasi terhadap pernyataan informan penelitian,

tetapi tetap sesuai dengan konteks penelitian yang dilakukan. Setelah itu penulis

dapat menyusun pada lembar terpisah, “master” yang berisikan daftar tema-tema

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 60: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

dan kategori-kategori, yang telah disusun sehingga memperlihatkan pola

hubungan antar kategori cross cases (bukan kasus tunggal lagi).

2. Metode analisis data observasi

Observasi dalam penelitian ini lebih difokuskan pada aktifitas dan

interaksi informan dengan teman-temannya ketika disekolah, guru dan warga

sekolah yang lain. Data yang diperoleh dari observasi akan di gunakan sebagai

penguat data yang diperoleh dari interview dan SSCT, dengan cara melakukan

pencatatan setiap proses interaksi informan dengan teman-temannya untuk

kemudian di gabung dengan data-data lain yang diperoleh dari interview dan alat

tes psikologi (SSCT) atau yang sering disebut dengan istilah matrik interkorelasi.

3. Metode analisis data tes SSCT (sacks sentence completion test)

Adapun analisis data yang digunakan untuk menganalisis data hasil tes

psikologi dengan menggunakan alat tes:

a) Skoring

Skoring dilakukan dengan menuliskan skor di samping tiap aitem. Adapun

skor dalam aitem-aitem SSCT yaitu:

Table II

Skoring SSCT

Skor Interpretasi

0 Bila sikap normal, yaitu tidak menunjukkan adanya gangguan

1

Bila sikap itu dianggap menunjukan adanya sedikit gangguan, perlu

diberi pengarahan; namun informan masih mampu untuk mengatasinya

sendiri.

2 Bila sikap itu dianggap menunjukkan sangat terganggu sehingga subyek

memerlukan terapi/perawatan.

X Bila sikap informan tidak jelas atau tidak dapat diketahui.*

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 61: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

*Aitem-aitem yang mendapat skor X sebaiknya ditanyakan lebih lanjut

untuk memastikan respon subyek mendapat skor 0, 1, 2.

Pemberian skor terhadap sikap aitem tergantung pada pemahaman penguji

terhadap sasaran dari makna pengelompokan sikap tersebut. Berikut ini penjelasan

yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam pemberian skor dalam setiap

kelompok penyesuaian.

1). Penyesuaian terhadap keluarga.

a. Sikap terhadap Ibu

Yang dimaksud dengan sikap terhadap ibu adalah bagaimana penilaian anak

terhadapibunya. Apakah anak tersebut mencintai ibunya, apakah selain

mencintai ibu juga menyayangkan sikap ibu, apakah anak membenci sikap

ibudan sebagainya.

b. Sikap terhadap ayah

Yang dimaksud dengan sikap terhadap ayah adalah bagaimana penilaian

anak terhadap ayahnya. Apakah anak tersebut mencintai dan membenci

ayahnya. Apakah selain menyayangi, juga menyayangkan tindakan ayahnya

sehingga mempengaruhi penilaian terhadap anak terhadap ayah.

c. Sikap terhadap keluarga

Yang dimaksud sikap terhadap keluarga adalah bagaimana pandangan anak

terhadap keluarga. Apakah anak menyayangi dan membanggakan

keluarganya. Atau sebaliknya dia tidak menyukai, acuh tak acuh seolah-olah

ia kurang mempunyai ikatan emosional dengan keluarga.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 62: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

2). Penyesuaian dalam bidang seks

a. Sikap terhadap wanita

Yang dimaksud sikap terhadap wanita adalah bagaimana pandangan

individu terhadap wanita. Apakah dia menghormati dan kagum terhadap

wanita. Apakah selain kagum ia juga menyayangkan sifat-sifat wanita yang

dipandangnya negatif. Apakah ia membenci figure wanita karena pernah

mengalami pengalaman yang traumatis.

b. Sikap terhadap hubungan heteroseksual: bagaimana pandangan individu

terhadap hubungan heteroseksual. Apakah ia menjadi orang yang disenangi

dalam pergaulan oleh lawan jenis. Apakah senang membantu orang lain,

menghargai dan menghormati lawan jenis yang ada di lingkungannya.

Apakah ia kecewa terhadap lawan jenis sehingga ia cenderung untuk

menarik diri dan tidak suka bergaul dengan mereka. Apakah ia membenci

lawan jenis.

3). Penyesuaian dalam hubungan interpersonal

a. Sikap terhadap teman: sangat mementingkan dirinya sendiri, memilih-milih

teman atau ia dapat bergaul dengan semua orang secara lancar.

b. Sikap terhadap atasan: bagaimana hubungan individu dengan atasan, guru

atau siapapun yang berperan sebagai orang yang dalam jabatannya dapat

memberikan perintah kepadanya. Bagaimana cara individu menerima

atasannya, apakah ia selalu patuh dengan sikap tertentu, selalu melawan atau

hanya menurut dihadapan atasannya, atau penuh prasangka.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 63: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

c. Sikap terhadap bawahan: bagaimana hubungan individu dengan orang yang

dalam jabatannya dapat diperintah oleh dirinya. Apakah ia cukup dapat

menerima alasan-alasan yang diberikan bawahannya. Apakah ia seorang

yang harus dituriti kemauannya. Apakah ia dapat bekerja sama dengan baik.

Ataukah ia tidak mampu memberikan contoh kepemimpinan yang baik

terhadap bawahannya.

d. Sikap terhadap teman sejawat: bagaimana hubungan individu dengan teman

sejawat. Apakah ia dapat bekerja sama, selalu tergantung pada orang lain

ataukah ia seorang yang sanggup berdiri sendiri. Apakah ia selalu

mempunyai prasangka yang kurang baik terhadap teman sekerja dan

sebagainya.

4). Penyesuaian dalam konsep diri

a. Sikap terhadap ketakutan: bagaimana individu menghadapi sesuatu yang

menakutkan baginya. Apabila ia menghadapi ketakutan, apakah ia

melarikan diri, menyerah, putus asa, atau memberikan reaksi yang lain.

b. Sikap terhadap rasa bersalah: bagaimana sikap individu terhadap rasa

bersalah. Apakah ia dapat menjadikan rasa bersalah sebagai pelajaran

sehingga tidak mengalaminya lagi. Apakah ia dihantui oleh rasa bersalah

terus menerus dan sulit melupakan. Apakah ia tidak pernah merasa bersalah

walaupun melakukan kesalahan.

c. Sikap terhadap kemampuan diri: bagaimana individu menganggap dan

menilai dirinya sendiri dalam menghadapi berbagai permasalahan. Apaah ia

menganggap dirinya mampu mengerjakan suatu pekerjaan, walaupun dalam

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 64: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

kenyataanya ia tidak mampu mengerjakannya. Apakah sebaliknya, ia selalu

tidak yakin akan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu. Apakah ia

selalu ragu-ragu, kurang percaya diri, dan sebagainya.

d. Sikap terhadap masa lalu: masa lampau bagi seseorang dapat merupakan hal

yang mengesankan dan dapat menentukan kehidupan sebelumnya. Namun

bagi orang lain, mungkin masa lampau merupakan sesuatu hal yang sangat

menekan kehidupannya, sehingga ia menjadi putus asa dan tidak

mempunyai harapan lagi dalam kehidupan selanjutnya.

e. Sikap terhadap masa yang akan datang: bagaimanakah individu

menghadapai masa depannya. Akankah ia merasakan masa depan yang

begitu cemerlang dan penuh harapan. Apakah sebaliknya, ia acuh tak acuh,

belum dapat membayangkan, atau mungkin masa depannya begitu gelap

seakan-akan tidak ada harapan.

f. Sikap terhadap tujuan hidup: bagaimana individu menghadapi masa

depannya. Apakah ia mempunyai rencana akan masa depannya. Apakah

mempunyai gagasan untuk masa depannya, misalnya ingin bekerja sebagai

apa, ingin bekerja di mana. Apakah ia belum memikirkan masa depannya

dan mengharapkan bantuan orang lain.

b) Interpretasi

Ada dua macam interpretasi yaitu summary dan general interpretation.

Summary interpretation merupakan interpretasi dari masing-masing area. General

interpretation merupakan hubungan dari gabungan empat sikap pokok (sikap

terhadap keluarga, seks, hubungan interpersonal dan konsep diri). Untuk

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 65: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

mengungkapkan area-area yang terganggu, caranya dengan melakukan scoring

pada masing-masing area tersebut. Interpretasi SSCT dilakukan dengan

menganalisis isi (content) terhadap respon yang diberikan testi pada setiap aitem

lain yang tergolong dalam suatu kelompok. Selanjutnya dibuat kesimpulan umum

yang berisi:

1. Area konflik dan gangguan yang diderita testi.

2. Hubungan diantara masing-masing sikap yang tercermin dan hubungan

masing-masing aitem.

3. Struktur kepribadian.

a. Respon testi terhadap impuls-impuls yang ada dalam dirinya maupun yang

berasal dari luar.

b. Penyesuaian emosional (emotional adjustment)

c. Kematangan (maturity)

d. Tingkat realitas (reality level)

e. Bagaimana testi mengekspresikan konflik-konflik dari dalam dirinya.

3. Metode Analisis Data Dokumentasi

Dalam penelitian ini juga didapatkan data berupa dokumentasi yang

berupa foto-foto interaksi informan dengan teman-temannya ketika di sekolah.

Namun data dokumentasi ini hanya digunakan sebagai penguat data yang

diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan tes psikologi.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 66: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Adapun desain penelitian dan metode analisis data yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

F. Keabsahan Data

1. Kredibilitas

Menurut Poerwandari (1998) kredibilitas studi kualitatif terletak pada

keberhasilan dalam mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan

setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Terdapat beberapa

cara yang dapat dilakukan untuk mengusahakan keberhasilan hasil penelitian dapat

dipercaya. Cara-cara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

PENGAMATAN DAN INTERPRETASI

HASIL DAN KESIMPULAN

MEMILIH INFORMAN

� Purposive

PENGUMPULAN DATA

INTERVIEW

OBSERVASI

TES PSIKOLOGI

DOKUMENTASI

ANALISIS DATA

Menemukan Kata Kunci

Membuat kategori

Hubungan antar kategori

(Cross Cases)

Verbatim Wawancara

Bagan 1. Bagan Desain Penelitian

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 67: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

a. Memperpanjang masa observasi

b. Triangulasi. Peneliti melakukan triangulasi dengan menggunakan teknik yang saling

melengkapi, yakni observasi, wawancara, alat tes psikologi dan dokumentasi.

c. Membicarakan penelitian dengan orang lain (peer debriefing). Peneliti melakukan

diskusi dengan teman-teman peneliti yang sama posisinya dengan peneliti yang

tidak terlibat dalam kegiatan penelitian.

d. Menggunakan bahan referensi. Dalam penelitian ini menggunakan hasil

rekaman tape sebagai alat pembantu dalam pengumpulan data.

2. Transferabilitas

Marshall dan Rosman (Poerwandari: 1998) berpendapat bawa melalui istilah

transferabilitas dijelaskan sejauh mana suatu penelitian yang dilakukan pada suatu

kelompok tertentu dapat dipublikasikan pada kelompok lain. Yang perlu

diperhatikan adalah, setting atau konteks dalam yang mana hasil studi akan

diterapkan atau ditransferkan harus relevan, atau memiliki kesamaan dengan setting

dimana penelitian dilakukan. Karenanya pula, upaya untuk menerapkan hasil

penelitian pada kelompok berbeda lebih menjadi tanggung jawab peneliti lain yang

ingin mencoba membuktikannya, daripada tanggung jawab peneliti sebelumnya yang

sudah melakukan penelitian.

3. Dependabilitas

Dependabilitas merupakan substitusi istilah reliabilitas dalam penelitian

nonkualitatif. Reliabilitas berkenaan dengan pertanyaan apakah penelitian itu dapat

diulangi atau direplikasikan oleh peneliti lain dan menemukan hasil yang sama apabila

menggunakan metode yang sama. Sedangkan dalam penelitian kualitatif, penelitian

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 68: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

dilakukan pada situasi kehidupan nyata yang tidak dapat direkonstruksi sepenuhnya

dan cara melaporkan penelitian bersifat individualistik yaitu terdapat perbedaan antara

peneliti satu dengan yang lain. Melalui konstruk dependabilitas, peneliti memperhitungkan

perubahan-perubahan yang mungkin terjadi menyangkut fenomena yang diteliti, juga

perubahan desain sebagai hasil dari pemahaman yang lebih mendalam tentang setting yang

diteliti (Poerwandari: 1998).

Penelitian ini menggunakan audit trail untuk mencapai dependabilitas,

adapun pengertian dari audit trail adalah proses pemeriksaan hasil penelitian oleh

pihak-pihak yang netral sehingga akan mencapai pemeriksaan yang bersifat

obyektif. Pihak yang melakukan audit trail dalam penelitian ini adalah

pembimbing skripsi.

4. Konfirmabilitas

Metode penelitian kualitatif menganggap bahwa hasil suatu penelitian akan

objektif apabila juga dibenarkan oleh peneliti lain sehingga peneliti harus memperkecil

kemungkinan terjadinya bias atau prasangka pada dirinya yang disebabkan oleh latar

belakang kehidupan peneliti.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 69: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

BAB IV

PERSIAPAN PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Persiapan Pelaksanaan Penelitian

Tahap persiapan penelitian merupakan tahap yang dilakukan sebelum

pelaksanaan penelitian di lapangan. Adapun tahapan yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. Orientasi Kancah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga tempat yang berbeda, yaitu: SMP Ta’mirul

Islam Surakarta, SMP Muhammadiyah I Simpon dan SMP Muhammadiyah II

Kartasura.

Tempat penelitian yang pertama adalah di SMP Ta’mirul Islam Surakarta

yang beralamatkan di Jl. Dr. Wahidin No.5 Surakarta. SMP ini didirikan pada

tahun 1979 dan mulai beroperasi pada tahun 1980. SMP Ta’mirul Islam Surakarta

berdiri diatas sebidang tanah yang memiliki luas 730m². Meskipun sekolah ini

masih berstatus swasta, namun semua bangunan yang ada adalah milik Yayasan

Ta’mirul Islam ini sendiri. Saat ini dari kelas VII-IX ada 434 siswa yang

menempuh pendidikan di SMP Ta’mirul Islam ini.

Tempat penelitian yang kedua adalah di SMP Muhammadiyah I Simpon

yang beralamatkan di JL. Flores No. 1 Kampung Baru Kecamatan Pasar Kliwon

Kabupaten Surakarta. Sekolah ini merupakan hibah dari Yayasan Muhammadiyah

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 70: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Surakarta yang berdiri diatas lahan seluas 4.002 m2. Saat ini dari kelas VII-IX ada

712 siswa yang menempuh pendidikan di SMP Muhammadiyah Simpon

Surakarta ini.

Penelitian yang ketiga dilakukan di SMP Muhammadiyah II Kartasura

yang beralamatkan di Dukuh rt 03/12 Makah Haji Kartasura. Sekolah ini didirikan

pada tahun 1977 dan mulai beroperasi pada tahun yang sama.

Sekolah ini adalah hasil hibah dari Yayasan Muhammadiyah Kota

Kartasura yang berdiri diatas lahan seluas 810m2. Sampai saat ini hanya ada 49

siswa yang berasal dari kelas VII-IX yang menempuh pendidikan di sekolah ini.

2. Persiapan Alat Pengumpulan Data

a. Penyusunan pedoman wawancara

Penulis menyusun pedoman wawancara berdasarkan pertanyaan penelitian

yang menjadi fokus penelitian ini, meskipun pada kenyataannya setelah penulis

berada di lapangan pedoman wawancara tersebut mengalami pengembangan dan

penyempitan karena peneliti harus menyesuaikan situasi dan kondisi di lapangan

yang senantiasa mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.

Adapun pedoman wawancara yang disiapkan dalam penelitian ini meliputi 2

aspek:

1. Bentuk-bentuk striving for superiority pada siswa penyandang

tunadaksa di sekolah inklusif islam.

2. Faktor-faktor yang memengaruhi proses striving for superiority pada

siswa penyandang tunadaksa di sekolah inklusif islam.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 71: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Setelah pedoman wawancara disiapkan, peneliti melakukan uji coba (try

out) terhadap guide interview tersebut kepada salah seorang siswa muslim

penyandang tunadaksa yang sekolah disekolah inklusif. Hal ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran umum tentang fenomena yang akan diteliti sekaligus

untuk menilai apakah pertanyaan yang akan digunakan dalam penelitian tersebut

sudah dapat dipahami subjek serta apakah pertanyaan tersebut perlu ditambah dan

atau dikoreksi.

Jika guide interview tersebut dirasa sudah dapat mengungkap pertanyaan

penelitian yang ada, maka guide tersebut sudah dinyatakan layak untuk digunakan

dalam penelitian ini.

Try out pedoman wawancara ini dilakukan pada tanggal 26 November

2008 hingga 17 Desember 2008 di SMP Muhammadiyah I Simpon Surakarta

dengan cara melakukan wawancara langsung kepada salah seorang siswa

penyandang tunadaksa yang ada disana.

Setelah try out selesai dilakukan dengan hasil (terlampir). Maka

penelitianpun baru bisa dilakukan dengan menggunakan guide wawancara yang

ada.

b. Penyusunan pedoman observasi

Sebelum melakukan observasi, peneliti terlebih dahulu menyiapkan

peralatan yang dibutuhkan dalam observasi tersebut, seperti: bulpoint dan buku

(kertas). Hal-hal yang menjadi fokus dalam observasi tersebut meliputi:

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 72: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

1. Perilaku subyek saat berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah.

2. Perilaku subyek saat belajar di kelas.

Melalui observasi, peneliti ingin mengetahui bagaimana perilaku

keseharian subjek terutama ketika subjek sedang berada di lingkungan sekolah.

Observasi ini dilakukan dengan metode non-partisipan.

c. Persiapan alat tes psikologi

Alat tes yang digunakan adalah tes SSCT (Sacks Sentence Completion

Test) yang merupakan salah satu alat tes kepribadian. Alat tes ini digunakan

setelah proses interview eksploratif selesai dilaksanakan dengan tujuan sebagai

penguat dan pembanding data yang sudah diperoleh dari interview tersebut. Untuk

itu peneliti menyediakan lembar tes SSCT sejumlah subyek penelitian yang ada

yaitu sebanyak 3 buah.

Dalam penelitian ini SSCT digunakan setelah proses interview eksploratif

selesai dilaksanakan dengan tujuan sebagai penguat data yang sudah diperoleh

dari interview. Hal ini disebabkan karena asumsi yang mendasari terbentuknya

alat tes ini adalah kalimat yang tidak sempurna dapat merangsang individu untuk

memproyeksikan keadaan psikisnya dalam kalimat penyempurna, hasil proyeksi

individu dalam kalimat penyempurna ini akan menggambarkan; sikap individu,

keadaan psikis, dan konsep dirinya

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 73: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

d. Dokumentasi

Instrument keempat yang digunakan adalah dokumentasi. Dokumentasi ini

akan digunakan sebagai pelengkap data-data yang diperoleh melalui wawancara,

observasi dan alat tes psikologi. Dalam penelitian ini dokumentasi yang akan

digunakan hanyalah dokumentasi berupa foto interaksi subjek dengan teman-

temannya di sekolah.

Untuk itu peneliti menyiapkan beberapa alat yang dibutuhkan, diataranya

adalah foto digital yang nantinya akan digunakan sebagai alat untuk

menggambarkan keseharian subyek penelitian, khususnya di lingkungan

sekolahnya.

B. Pelaksanaan Penelitian

1. Karakteristik Subyek Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dilingkup sekolah inklusif (reguler),

sehingga dalam penentuan subyek penelitian tersebut harus diambil dari siswa dan

orang-orang yang menjadi bagian dari sekolah inklusif tersebut. Pengambilan

subjek dalam penelitian ini dilakukan secara purpossive sampling, yaitu

penentuan subyek diambil sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan

sebelumnya oleh peneliti. Karakteristik tersebut adalah; Islam, usia 13-18 tahun

dan penyandang tunadaksa yang sekolah di sekolah inklusif.

Adapun subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang. Ketiga subyek ini

didapatkan dari tiga sekolah yang berbeda, yaitu SMP Muhammadiyah I Simpon

Surakarta, SMP Muhammadiyah II Kartasura dan SMP Ta’mirul Islam Surakarta.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 74: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Minimnya jumlah siswa penyandang tunadaksa disana mengharuskan peneliti

untuk memilih subjek dari tiga tempat yang berbeda.

Ketiga karakteristik subyek penelitian yang diambil dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut:

Tabel III

Subjek Penelitian

No Nama Agama Umur Kelas Gender Tipe

1 A.D Islam 13 th X-Muh I Laki-

laki

Monoplegia-

Ringan

2 B.W.P Islam 14 th XI-TI Laki-

laki

Monoplegia-

Ringan

3 R.A.P Islam 14 th XI-Muh II Laki-

laki

Hemiplegia

–Ringan

Keterangan: Muh I : SMP Muhammadiyah I Simpon Surakarta.

Muh II : SMP Muhamadiyah 2 Kartasura.

TI : SMP Ta’mirul Islam Surakarta.

Selain itu dalam penelitian ini juga melibatkan 3 (tiga) informan

pendukung yang mengetahui seluk beluk perilaku keseharian subjek khususnya

ketika disekolah. Ke-tiga informan pendukung tersebut diambil dari ke-tiga

sekolah yang menjadi tempat penelitian ini. Adapun ke-tiga informan pendukung

tersebut adalah:

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 75: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Tabel IV

Informan Pendukung

No Nama Agama Umur Profesi Gender Asal

1 Y.S Islam 24 th Guru BP Perempuan Muh I

2 S.G.S Islam 47 th Guru BP Laki-laki TI

3 I.T Islam 49 th Guru BP Laki-laki Muh II

Keterangan: Muh I : SMP Muhammadiyah I Simpon Surakarta.

Muh II : SMP Muhamadiyah 2 Kartasura.

TI : SMP Ta’mirul Islam Surakarta.

2. Pelaksanaan pengambilan data

Pengambilan data ini dilaksanakan pada 24 November 2008 sampai 19

Januari 2009 di tiga tempat yang berbeda, yaitu SMP Muhammadiyah I Simpon

Surakarta, SMP Muhammadiyah II Kartasura, dan SMP Ta’mirul Islam Surakarta.

Pengambilan data dari ketiga tempat tersebut melalui tahapan-tahapan

yang relatif sama. Adapun tahapan-tahapan dalam pengambilan data tersebut

adalah:

a. Peneliti mencari surat ijin penelitian kepada pihak Fakultas Psikologi,

pencarian surat ijin penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap; 1). 24

November 2008 peneliti membuat surat perijinan untuk melakukan try out

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 76: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

guide interview di SMP Muhammadiyah I Simpon Surakarta dan

ditandatangani oleh pembimbing skripsi. 2). 24 Desember 2009 peneliti

meminta surat perijinan ke pihak Fakultas Psikologi untuk melakukan

penelitian di SMP Ta’mirul Islam Surakarta. 3). 9 Januari 2009 peneliti

meminta surat ijin untuk kesekian kalinya ke pihak Fakultas Psikologi guna

melakukan penelitian di SMP Muhammadiyah II Kartasura dan SMP

Muhammadiyah I Simpon Surakarta.

b. Setelah mendapatkan surat ijin dari Fakultas Psikologi UMS peneliti

langsung mendatangi ketiga tempat penelitian tersebut guna melakukan

konfirmasi.

c. Setelah mendapatkan perijinan dari pihak sekolah, peneliti langsung

melakukan proses pengumpulan data yang meliputi; wawancara dengan

subjek penelitian, observasi, melakukan tes psikologis dengan SSCT kepada

subjek dan mengambil dokumentasi yang diperlukan.

2.1. Pengambilan data wawancara

Peneliti melakukan wawancara pertama dengan subjek ke-1 pada hari

jum’at malam tanggal 5 Desember 2008. Saat itu subjek masih nonton tv

dirumahnya bersama Ibu dan Neneknya. Setelah berkenalan dan berbincang-

bincang sebentar dengan Ibu dan Nenek subjek, peneliti langsung meminta ijin

kepada Ibu subjek untuk melakukan wawancara kepada subjek.

Karena data yang diperoleh dari wawancara pertama dirasa belum

mencukupi, maka peneliti melakukan wawancara yang kedua kepada subjek ke-1.

Wawancara ke-2 ini dilakukan pada tanggal 19 Desember 2008. Kedua

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 77: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

wawancara tersebut dilakukan dirumah subjek yang berada di Dukuh Kepatihan

Wetan Surakarta pada pukul 18.30-20.00 wib.

Sedangkan subjek ke-2 dilakukan wawancara pertama oleh peneliti pada

tanggal 5 Januari 2009 yang dilakukan dirumah subjek yang berada di Kampung

Suto Gunan rt 02/07 Surakarta pada jam 16.00-17.00 wib. Pada saat peneliti

datang kerumahnya, subjek baru pergi keluar dengan Ibu dan Kakaknya, sehingga

peneliti memutuskan untuk menunggu dirumah subjek sampai subjek pulang.

Akhirnya setelah menunggu ±15 menit subjek pulang kerumah dan setelah

berbincang-bincang sebentar dengan Ibu subjek, peneliti langsung melakukan

wawancara kepada subjek.

Karena data yang diperoleh dari wawancara pertama dirasa kurang, maka

peneliti melakukan wawancara yang kedua, wawancara yang kedua ini dilakukan

di sekolah SMP Ta’mirul Islam Surakarta pada tanggal 10 Januari 2009 pada

pukul 09.00-09.30 wib.

Sementara itu untuk subjek ke-3 dilakukan wawancara pertama oleh peneliti

di SMP Muhammadiyah II Kartasura pada tanggal 13 Januari 2009 pada pukul

08.30-09.00 wib. Saat itu subjek sedang mengikuti pelejaran geografi, namun atas

ijin dari kepala sekolah maka peneliti diperkenankan untuk melakukan wawancara

kepada subjek. Untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara pertama,

peneliti melakukan wawancara yang kedua terhadap subjek. Wawacara yang

kedua ini dilakukan di SMP Muhammadiyah II Kartasura pada tanggal 16 Januari

2009 pukul 09.00-0930 wib, saat itu subjek baru istirahat kelas sehingga lebih

mempermudah peneliti dalam melakukan wawancara.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 78: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

2.2. Pengambilan data SSCT

Pengambilan data SSCT terhadap subjek ke-1 dilakukan pada hari senin

tanggal 12 Januari 2009 pada pukul 19.30-20.00 wib dirumah subjek di Kepatihan

Wetan Surakata. Demikian juga dengan subjek ke-2, pengambilan data SSCT ini

juga dilakukan pada hari senin tanggal 12 Januari 2009 pukul 16.00-17.00 wib

dirumahnya yang beralamatkan di Kampung Suto Gunan rt 02/07 Surakarta.

Pengambilan data SSCT dirumah subjek ini dikarenakan peneliti tidak ingin

menggangu kegiatan belajar-mengajar subjek. Selain itu subjek akan dapat lebih

santai ketika pengambilan data ini dilakukan di rumahnya.

Sedangkan subjek ke-3, pengambilan data SSCT ini dilakukan pada

tanggal 13 Januari 2009 pada pukul 08.30-09.00 wib di sekolahnya SMP

Muhammadiyah II Kartasura. Pengambilan data SSCT dilakukan disekolah ini

dikarenakan subjek malu kepada peneliti jika pengambilan data dilakukan

dirumahnya yang jauh dan jelek. Sehingga subjek meminta agar pengambilan

data dilakukan di sekolah.

2.3. Pengambilan data observasi dan dokumentasi

Pengambilan data observasi dan dokumentasi terhadap subjek penelitian

dilakukan disekolah masing-masing. Pengambilan data observasi dan

dokumentasi subjek ke-1 dilakukan pada tanggal 14 Januari 2009 pukul 08.00-

09.00 wib dengan cara peneliti datang langsung ke SMP Muhammadiyah I

Simpon Surakarta dan meminta ijin kepada guru kelas untuk melakukan observasi

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 79: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

kelas dan pengambilan beberapa foto interaksi subjek dengan teman-temannya

ketika dikelas.

Demikian juga dengan pengambilan data observasi dan dokumentasi

terhadap subjek ke-2. Pengambilan data ini dilakukan pada tanggal 10 Januari

2009 pukul 09.00-10.00 wib, setelah mendapatkan perijinan untuk melakukan

observasi kelas maka peneliti langsung mengobservasi subjek dan mengambil foto

dokumentasi ketika subjek sedang berinteraksi dengan teman-temannya.

Sedangkan pengambilan data observasi dan dokumentasi subjek ke-3 dilakukan di

SMP Muhammadiyah II Kartasurta pada tanggal 13 Januari 2009 pukul 09.00-

10.00 wib.

C. Hasil Penelitian dan Kategorisasi

1. Hasil Observasi

1.1. Subjek I

Dari hasil observasi yang dilakukan di SMP Muhammadiyah I Simpon

Surakarta diketahui beberapa hal yang ditunjukan oleh subjek. Di kelas subjek

duduk dengan seorang teman laki-laki, subjek duduk dibangku paling depan

sebelah kiri. Subjek terlihat memperhatikan gurunya yang sedang menerangkan

pelajaran dan sesekali subjek terlihat mencacat setiap apa-apa yang ditulis oleh

guru di papan tulis yang ada di depan ruang kelas.

Ketika pelajaran sudah selesai dan sambil menunggu mata pelajaran

selanjutnya, subjek duduk-dukuk bersama dengan teman-temannya dikelas.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 80: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Subjek duduk diantara teman-temanya 5 orang laki-laki dan 2 orang perempuan.

Subjek bercakap-cakap dengan mereka dan sesekali subjek pun tersenyum.

Bel pun berbunyi, semua siswa masuk kedalam kelas dan mulai

memposisikan diri sesuai dengan tempat duduk masing-masing. Tanpa terkecuali

subjek, subjek pun beranjak dari tempat duduknya semula dan pindah ke tempat

duduknya yang berada di depan. Ketika subjek berjalan menuju tempat duduknya

terlihat subjek berjalan dengan gontai (pincang).

Dari hasil pengamatan ini menunjukan bahwa meskipun cacat namun

subjek memiliki perilaku adaptif, subjek mudah bersosialisasi dan bergaul baik

dengan teman laki-laki maupun temannya yang perempuan dengan tidak ada

indikasi rasa malu dan minder sama sekali.

1.2. Subjek II

Subjek duduk dengan seorang teman laki-laki, subjek duduk dibangku

tengah yang ada diruangan kelas XI. Ketika pelajaran sedang berlangsung subjek

menunjukan perilaku yang tidak jauh berbeda dengan teman-temannya yang lain,

seperti mencatat dan mendengarkan guru yang sedang menerangkan pelajaran di

depan kelas.

Selepas pelajaran, subjek keluar dari kelas. Subjek berjalan dengan sedikit

pincang kemudian subjek mulai berkumpul dengan teman laki-laki dan duduk-

duduk diserambi kelas. Ketika sedang berkumpul, subjek nampak asik bercakap-

cakap dengan teman-temannya dan bersenda gurau bersama mereka.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 81: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

1.3. Subjek III

Dikelas subjek nampak asik menyimak pelajaran yang disampaikan

gurunya dan subjek terlihat menulis apa-apa yang ditulis di papan tulis. Ketika

pelajaran sudah selesai, subjek dan beberapa temannya keluar dari kelas dan

kemudian berjalan menuju kantin yang ada dibelakang gedung sekolah SMP

Muhamadiyah II Kartasura.

Di kantin, subjek membeli beberapa jajanan yang ada disana. Kemudian

subjek berjalan dengan dua orang temannya ke kelas XI untuk kemudian duduk-

duduk di dalam kelas sambil berbincang-bincang dengan kedau temannya

tersebut. Sesekali subjek tertawa sambil memukul pundak temannya yang duduk

disamping kirinya.

2. Hasil Interview dan Tes Psikologi

2.1. Subjek I

Nama : A.D.

Usia : 13 th

Profesi : Pelajar

Tipe kecacatan : Ringan/monoplegia

Sekolah asal : SMP Muhammadiyah I Simpon Surakarta

Meskipun subjek memiliki kaki yang cacat, namun subjek senatiasa

bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah untuknya. Subjek selalu mensyukuri

apa-apa yang telah diberikan kepadanya. Walaupun cacat subjek tidak menyerah

dan selalu berpikir positif dalam mensikapi kekurangan yang ada pada dirinya

tersebut.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 82: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

“Ya aku mas, aku sudah bersyukur Alkhamdulillah sudah diberi kaki

kayak gini tapi otaknya kan bisa berpikir untuk anu perilakunya”.

(W1.S1:265-268). “Ya kan sudah dikasih kesempurnaan walaupun

masih dikit. Harus bersyukur.” (W2.S1:296-297).

Sebagai manusia biasa subjek mengakui bahwa dia juga sama dengan

manusia lain yang memiliki kelemahan namun juga memiliki kelebihan.

Subjek mengaku bahwa dia memiliki kelemahan dalam hal fisik karena

kecacatan yang ada pada kaki sebelah kirinya, sehingga untuk melakukan

aktifitas-aktifitas yang membutuhkan tenaga fisik terutama kaki seperti berjalan

jauh dan lari subjek akan merasa kesulitan atau bahkan tidak bisa sama sekali.

Namun dibalik kelemahan yang ada ini, subjek yakin bahwa dia juga memiliki

kelebihan lain, seperti otak yang cerdas dan pengetahuan tentang agama yang

melebihi teman-temannya yang lain.

“E…kadang ya capek kalau lari wah capek. Kalau maen bola

kadang.” (W1.S1:156-157). “Olah raga, soalnya kalau lari saya

cepet bener capek. Terus gini sakit, baru gitu-gitu sakit. panas

kadang-kadang kalau pas hujan olah raganya pas hujan baru kena

beberapa tetes saja sudah sakit”. (W2.S1:143-148).”Kelemahan

yang ada adalah berjalan terlalu jauh.” (SSCT/1/A.D/KD)

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 83: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri dengan adanya kekurangan-

kekurangan yang ada pada diri subjek. Subjek akan selalu belajar dengan sunguh-

sungguh dan akan selalu berusaha untuk menjaga perasaan teman-temannya

dengan cara tidak mengejek dan menghinanya. Karena subjek berkeyakinan

bahwa ketika dia mampu menjaga perasaan temannnya, maka temannya juga akan

mejaga perasaan subjek.

Selain itu subjek juga selalu berdzikir dan berdo’a kepada Allah serta selalu

mendekatkan diri pada Allah. Karena dengan cara berdzikir dan memohon

pertolongan kepada-Nya inilah subjek akan diberi kemudahan oleh Allah dalam

segala hal.

Selain itu subjek selalu menjadikan ejeken-ejekan itu sebagai sumber

motivasinya untuk belajar dan subjek senantiasa menubuhkan keyakinan dalam

diri sendiri bahwa dia mempunyai kelebihan-kelebihan lain yang tidak dimiliki

oleh teman-temannya, seperti otak yang cerdas, kemampuan TIK dan wawasan

Agama yang luas.

“Anu kadang dzikir kalau malem dzikir terus ngaji, dzikir terus

berdoa.” (W1.S1:271-272). “Ya selalu mendekatkan diri sama

Allah.Dzikir, do’a anu minta pertolongan biar dikasih kemudahan

biar lancar sama biar masuk surga…(tersenyum.:)” (W1.S1:337-

341).

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 84: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Bagi subjek kecacatan bukanlah suatu penghalang untuk melakukan suatu

aktifitas, akan tetapi subjek mampu beraktifitas sebagaimana orang normal pada

umumnya. Aktifitas-aktifitas subjek ini ditujukan dengan memperbanyak ibadah

kepada Allah, seperti; sholat, mengaji dan bahkan sholat malam pun juga sering

subyek lakukan. Itu semua ditujukan untuk mengharapkan ridho Allah Ta’ala.

“Ya biasa, sholat ya sholat. Ngaji ya ngaji dan nganu kalau bisa

bangun malem sholat tahajud.” (W1.S1:120-123).

Meskipun kekurang sempurnaan subjek ini tidak terlalu mempengaruhi

aktifitas keseharian subjek, namun kekurang sempurnaan fisik subjek tersebut

terkadang menjadi bahan ejekan dan olok-olokan dari teman-temannya. Ejekan-

ejekan tersebut tidak lantas membuat subjek gusar dan marah kepada orang yang

mengejek dan mengolok-oloknya, namun subjek menanggapinya dengan penuh

keikhlasan dan subjek selalu berupaya untuk tetap sabar dan tabah dalam

mengahadapinya.

Hal ini disebabkan karena subjek meyakini bahwa kekerasan tidak tepat

bila dihadapi dengan kekerasan karena akan semakin memperkeruh permasalahan,

inilah yang ingin ditunjukan oleh subjek. Subjek membuktikan bahwa dengan

kelembutan, ketenangan dan kesabaran semua masalah bisa dihadapinya dan

dengan kelembutan, ketenangan serta kesabaran tersebut dapat membuahkan hasil

yang positif bagi dirinya, teman-temannya dan lingkunganya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 85: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Hal ini terbukti dengan tidak adanya orang-orang yang mengejek,

mengucilkan dan meremehkan subjek setelah subjek menunjukkan sikap positif

dan selalu bersikap baik kepada teman-temannya tersebut.

“Ya caranya misalnya minta uang dikasih aja, gak papa. Kalau mau

njotos, jangan no mas. Jangan gitu wong bolo sama-sama teman

jangan gitu, terus tak gojekin gitukan nanti bisa bagus nggak jadi

kekerasan lagi. Gak jadi malakin lagi.” (W1.S1:178-185). “Tapi gak

papa. Anu malah tak buat jangan putus asa, kan masih ada temen

yang baik.” (W1.S1:217-218). “Ya sama kayak tadi, ya kalau

misalnya marah itu jangan gitu, kan sama temenkan kalau marahkan

gak enak. Dosa kan gak boleh sama Nabi Muhammad gak apa kan

gak diperbolehkan marah.” (W1.S1:228-232). “Ada, tapi Oh jangan

gitu sama temen jangan gitu, gak boleh, sesama muslim kan nganu

harus kan ukhuwah islamiah. Semua kan saudara, gak boleh nyek-

nyekan, saling mengejek-mengejek kan gak boleh. Terus dia minta

maap, oya maap ya…”(W2.S1:196-201). “Akan berserah diri kepada

Allah. Bersabar dan tawakal.” (SSCT/1/A.D/KD).

Subjek bukanlah tipe orang yang apatis, namun subjek adalah orang yang

suka bergaul dan gemar memperbanyak teman. Namun dalam melakukan

interaksi subjek cenderung lebih meyukai orang-orang yang memiliki karakter

yang baik, karena kebaikan dari seorang teman, guru dan orang–orang yang ada

disekitarnya tersebut sangatlah penting bagi dirinya karena kebaikan-kebaikan

tersebut akan menjadi motivasi tersendiri bagi subjek untuk tetap semangat dan

lebih percaya diri dalam menerima kekurang sempurnaan fisiknya.

“Pengennya ya kumpul dengan orang-orang yang normal.”

(W2.S1:64-65). “Tapi aku kan pengen tahu dengan dunia luar,

teknologi. Terus aku pengen punya temen banyak, kalau di sekolah

khusus kan temennya dikit.” (W2.S1:68-71). “Ya enak, gurunya

sabar, murid-muridnya enak suka memberi semangat.“ (W2.S1:73-

74).

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 86: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Kebaikan-kebaikan yang ditujukan oleh teman dan guru serta orang-orang

yang ada disekitar subjek terbukti mampu dalam menumbuhkan rasa percaya diri

pada diri subjek. Sehingga dalam menjalani aktifitas kesehariannya subjek tidak

pernah merasa malu dengan kondisi fisiknya yang cacat dan berbeda dengan

orang pada umumnya.

Subjek meyakini bahwa rasa percaya diri ini bisa tumbuh karena adanya

ukhuwah islamiyah yang terjalin antara subjek dan orang-orang yang ada

disekitarnya. Ukhuwah islamiyah ini merupakan alat pemersatu. Apabila

seseorang sudah memahami ukhuwah islamiyah ini dia tidak akan pernah merasa

tinggi diantara orang-orang yang lain, tidak akan pernah mengejek dan menghina

teman-temannya.

Ukhuwah islamiyah inilah yang menjadikan subjek lebih percaya diri

dihadapan teman-temannya. Sehingga subjek tumbuh menjadi pribadi yang

matang, tidak malu dan minder walaupun dia memiliki fisik yang tidak sempurna

sebagaimana teman-temannya yang lain.

“Nggak, ngak sama sekali.” (W2.S1:99). “Ya ga papa, anu

karena sesama muslim kan nganu harus kan ukhuwah islamiah.

Semua kan saudara, gak boleh nyek-nyekan, saling mengejek-

mengejek kan gak boleh.” (W.1.S1:102-105).

Perlakuan baik guru kepada subjek menyebabkan subjek mampu bertahan

di lingkungan sekolah yang inklusif ini. Meskipun subjek memiliki kelemahan

secara fisik, namun di sekolah ini subjek tidak mendapatkan perlakuan negatif

dari guru-gurunya. Bahkan di sekolah ini subjek selalu diberi semangat dan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 87: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

motivasi oleh guru-gurunya dan tidak dibeda-bedakan dengan siswa-siswa lain

yang memiliki fisik lebih sempurna dari subjek.

Untuk mengantisipasi munculnya sikap malu dan minder pada diri subjek,

guru-guru yang ada saling bahu-membahu untuk mengembalikan kepercayaan

subjek yang sempat ternodai dengan adanya pengalaman traumatik subjek ketika

subjek sekolah di negeri dulu yang selalu mendapatkan hinaan dan cemoohan baik

dari teman maupun guru subjek.

Diantara usaha-usaha yang dilakkan oleh para guru tersebut adalah: a)

Selalu memberi nasihat dan motivasi kepadanya, b) Tidak membeda-bedakannya

dengan siswa-siswa yang lainnya, c) Selalu meyakinkan subjek bahwa dimata

guru semua siswa itu sama.

“Ya memperlakukan saya ya seperti orang-orang biasa, misalnya

gini-gini aku dibantuin. Dikasih semangat, dikasih spiritlah.”

(W2.S1:130-132). “Kamu jangan begini-begini, hidup itu harus

rileks gak boleh marah gak boleh malu sama temen. Semua temen

sama.” (W2.S1:86-88). “Dulu iya. Tapi gak suka. Soalnya itu

gurunya apa mandangnya gak kayak guru Islam. Kadang gini

dimarahin, gak salah apa dimarahin.” (W1.S1:200-204). “Subjek

memandang bahwa seorang guru juga baik dan subjek akan

memberi salam ketika bertemu mereka.” (SSCT/1/A.D/HI).

Pengalaman buruk inilah yang menjadikan subjek enggan untuk sekolah di

sekolah negeri. Karena di sekolah negeri ini subjek sering mendapatkan perlakuan

yang tidak menyenangkan baik dari teman-teman maupun dari gurunya, selain itu

perbedaan Agama juga menjadi penyebab ketidaksukaan subjek untuk sekolah

disana. Di sekolah negeri ini subjek sering diganggu oleh teman-temannya bahkan

sampai pada taraf penganiayaan secara fisik, seperti memukul, menendang,

memalak dan lain sebagianya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 88: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Menurut subjek munculnya perilaku-perilaku negatif ini disebabkan karena

ketidakpahaman mereka akan ilmu Agama, karena jika mereka paham Agama

mereka tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan seperti diatas.

“Kalau di negeri itu gurunya itu ada yang Kristen, Islam. temen-

temennya ada yang ngejek, nglempari pakai batu, kan gak suka

saya.” (W2.S1:152-154). “Ngejeknya oh begok lo…. Terus waktu aku

lari kakiku dijegal sampai kepalaku ke jedut pintu. Terus dijotosin

pernah juga.” (W2.S1:171-173). “Kalau di Negeri itu kan gak tahu

hari akhir itu apa aja tanda-tandanya. Siapa yang masuk surga itu

siapa saja, kan belum tahu. Kalau mereka tahu mereka gak akan

kayak gitu, ngejek-ngejek kayak gitu. Kalau tahu isi agama mereka

gak ngejek.” (W.2.S1:157-160). “Seorang teman bagi subjek adalah

teman yang baik, tidak nakal, tahayul atau syirik.” (SSCT/1/A.D/HI)

Subjek tidak terlalu banyak berharap, namun dalam kehidupan ini subjek

hanya menginginkan teman dan guru-guru yang baik, yang bisa memotivasi dan

memberi semangat serta membantunya ketika subjek membutuhkan bantuan baik

dalam keadaan suka maupun duka. Sehingga subjek bisa menjalani kehidupan ini

dengan penuh rasa percaya diri dan tidak ada perasaan minder dalam dirinya.

“Anu kalau baik, temen-temen baik, guru-guru baik gak ada yang

ngejek sudah Alkhamdulillah.” (W1.S1:316-318). “Kalau ya, ya anu

itu ya Allah mohon saya dikasih kelebihan dan teman-teman saya

biar gak nakal lagi.” (W2.S1:249-251)

2.2. Subjek II

Nama : B.P.W

Usia : 14 th

Profesi : Pelajar

Tipe kecacatan : Ringan/monoplegia

Sekolah asal : SMP Ta’mirul Islam Surakarta

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 89: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Subjek meyakini bahwa semua yang terjadi pada dirinya adalah sebuah

scenario yang telah Allah buat dan rencanakan untuknya dan subjek meyakini

bahwa semua itu pasti ada hikmahnya. Walaupun hikmah tersebut belum

diketahui oleh subjek, namun subjek tetap optimis bahwa kemudahan selalu ada

dalam setiap kesulitan dan subjek akan tetap berusaha untuk mewujudkan apa

yang dia cita-citakan.

“Yo gak papa mas, kan semua sudah diatur sama Allah. Kan

pasti ada hikmahnya.” (W1.S2:113-114). “Ketakutan yang ada

pada subjek adalah tentang masa depan, akan tetapi subjek

ingin mewujudkan cita-citanya.” (SSCT/2/B.P.W/KD).

Meskipun demikian, kecacatan yang ada pada diri subjek tersebut

menjadikan subjek tidak leluasa bergerak, akibatnya subjek merasa kesulitan

untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah seperti olah raga dan

upacara bendera yang ada di sekolahnya. Namun dengan segala kekurangan yang

ada pada diri subjek tersebut tidak menjadikan subjek berpangku tangan dan

menunggu belas kasih orang lain, karena subjek ingin mandiri dan tidak mau

menyusahkan orang lain. Karena subjek masih bisa menjalani aktifitas

kesehariannya tanpa ada masalah yang berarti, baik untuk keperluan keseharian

seperti mengambil makan, belajar dan lain sebagainya. Inilah yang menjadi salah

satu kelebihan subjek dimata guru dan teman-temannya. Selain itu subjek juga

memiliki kelebihan lain yang cukup membuatnya bangga yaitu kemampuan

mengoperasikan komputer.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 90: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Akan tetapi untuk aktifitas-aktifitas lain yang memerlukan tenaga fisik

lebih banyak seperti berjalan jauh, berlari dan olah raga lainnya subjek merasa

kesulitan karena cacat fisik yang ada pada dirinya.

“Kaki saya, saya gak kuat kalau disuruh jalan lama, kaki saya suka

sakit.” (W1.S2:149-150). “Gak bisa, kalau bisa jangan terlalu jauh

nanti capek. Kan kakiku ini suka capek kalau jalan jauh.”

(W2.S2:109-111). “Ya saya tidak mau nyusain orang lain, kalau

saya bisa saya lakukan. “(W2.S2:156-157). “Bisa maen

computer.” (W1.S2:138). “Karena dulu waktu masuk kelas I sudah

bilang kalau kaki saya sakit kalau dipakai jalan jauh, jadi sama

guru di ijinkan untuk tidak ikut olah raga”.(W1.S2:162-165). “Gak

ada cuma ini aja, tapi kadang kalau pas upacara saya gak ikut gak

apa-apa karena kalau ikut kelamaan berdiri kadang kaki saya suka

sakit, jadi gak ikut gak papa.” (W1.S2:172-175). “Ya seperti biasa,

biasa aja gak ada masalah.”(W1.S2:110). “Saya gak pernah maen

jauh, paling dirumah aja atau ke tempat teman depan rumah saya.

Kalau jauh-jauh gak boleh, trus suka capek.” (W1.S2:156-158).

“Gak ada, semua bisa aku lakukan.” (W1.S2:112). “Kelemahan

yang ada pada subjek, apabila berjalan terlalu jauh.”

(SSCT/2/B.P.W/KD)

Kekurang sempurnaan fisik yang ada pada diri subjek ini tidak

membuatnya pesimis dan menyerah dengan keadaan, namun subjek senantiasa

menunjukkan rasa optimisme yang tinggi delam menghadapi permasalahan yang

menimpanya. Rasa optimisme ini ditunjukan dengan berbagai bentuk, diantaranya

adalah dengan berusaha dan belajar dengan sungguh-sungguh. Selain itu sholat

dan berdo’a juga selalu subjek lakukan.

Rasa optimisme ini juga terlihat dengan adanya kecenderungan subjek

untuk membaur dengan teman-temannya yang normal, refresing dengan teman-

temannya dan bermain bersama mereka. Bermain bersama dengan cara membaur

dengan orang-orang normal ini subjek lakukan untuk menghilangkan rasa

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 91: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

senioritas, egoisme, arogan maupun rendah diri yang mungkin muncul diantara

mereka.

“Bisa aja, yang penting belajar, terus berusaha pasti bisa.”

(W1.S2:125-126). “Paling sholat, terus berdoa.”(W2.S2:145)

“Refresing, bermain sama teman-teman.” (W2.S2:88)

Namun subjek hanya bisa pasrah dan ikhlas ketika masih ada diantara

teman-temannya yang menghina dan mengejeknya karena kekurang sempurnaan

fisik yang ada pada dirinya. Hal ini disebabkan karena subjek tahu diri dan sadar

diri bahwa dia memang cacat dan berbeda dengan teman-temannya. Rasa pasrah

ini subjek tujukan kepada Allah sebagai Dzat yang menciptakannya, dan subjek

selalu berharap agar Allah bisa memberikan kelebihan yang lain sehingga subjek

tidak diejek dan diganggu oleh teman-temannya.

“Saya gini aja, saya biarkan orang-orang lain ngejek saya gak

papa.” (W1.S2:92-93). “Ya gak papa, kan udah dari kecil udah

kayak gini. Jadi gak papa.” (W1.S2:106-107). “Paling sholat,

terus berdoa, biar jadi anak yang sholeh dan pinter dan bisa jadi

pilot.” (W2.S2: 145-146). “Akan menghadapi kecacatan ini

dengan penuh kesabaran.” (SSCT/2/B.P.W/KD)

Pada dasarnya ketidaksempurnaan fisik ini tidak menjadikan subjek malu

dan minder dalam bergaul dan berinteraksi dengan orang-orang yang normal.

Karena subjek meyakini bahwa meskipun dia secara fisik cacat, namun pada

dasarnya dia adalah normal dan sama seperti teman-temannya yang lain.

Inilah yang menjadikan subjek tidak malu dan minder kepada teman-

temannya, selain itu kebaikan teman-teman subjek di sekolah ini juga menjadi

salah satu faktor yang membuat subjek lebih percaya diri. Karena di sekolah ini

subjek mempunyai teman-teman yang baik, yang suka membantu dan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 92: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

menolongnya dan bisa menerima kondisi subjek apa adanya.

“Ya sering bermain sama-sama saya, belajar sama-sama. Baik-baik

sama saya. Tidak pernah ngeyek (mengejek-red) saya.” (W1.S2:80-

82). “Kan mereka sudah tahu kalau saya punya kelemahan kaki saya

gini. Mereka sudah maklum.” (W1.S2:85-87). “Kan saya normal

walaupun kaki saya begini tapi saya normal.” (W2.S2:128-130).

“Sering e… memberitahu kalau saya tidak bisa.” (W2.S2:35-36).

“Teman bagi subjek, baik, tidak nakal, sholeh.”

(SSCT/2/B.P.W/HI). “Nggak, enak di sekolah umum dari pada di

sekolah khusus. Di sekolah umum di ta’mirul juga gak ada yang

ngejek saya, semuanya juga baik-baik.” (W1.S.2:25-28). “Ya kan

saya pengen bermain dengan orang-orang normal.” (W1.S2:34-35).

“Yo gak suka, mosok maen sama orang cacat terus. Sayakan juga

pengen maen dengan orang normal.” (W1.S2:41-43). “Kan kalau

orang normal itu enak, diajak maen enak, pinter-pinter. Kan saya

juga pengen seperti mereka. “(W1.S2:46-48). “Ya karena gak suka

aja, gak suka dengan orang-orang cacat. Kan saya normal walaupun

kaki saya begini tapi saya normal.” (W2.S2:128-130).

Secara psikologis kekurangsempurnaan ini tidak begitu berpengaruh

terhadap subjek, bahkan subjek merasa enjoy dan tidak malu dengan kondisi

fisiknya yang cacat. Namun kecacatan ini memiliki pengaruh yang besar terhadap

aktifitas keseharian subjek, terlebih lagi aktifitas-aktifitas yang memerlukan

tenaga fisik yang besar dan menguras tenaga seperti berjalan jauh, berlari dan lain

sebagainya.

“Ya kan kita sama, cuma beda kakinya aja. Kenapa harus malu.”

(W1.S2:56-57). “Ya karena saya sudah biasa jadi gak malu

lagi.“(W1.S2:131-132). “Biasa dengan kaki seperti ini, jalan yang

begini. Tapi gak papa..” (W1.S1:134-135). “Saya gak pernah

maen jauh, paling dirumah aja atau ke tempat teman depan rumah

saya. Kalau jauh-jauh gak boleh, trus suka capek.” (W1.S2:156-

158). “Nyantai aja, kan orang-orangnya baik semua. Enak biasa

aja.” (W2.S2:136-137).

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 93: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Meskipun demikian kecacatan ini bukanlah suatu alasan bagi guru untuk

memberikan pengkhususan bagi subjek, pengkhususan hanya diberikan dalam

bidang olah raga dan setiap aktifitas-aktifitas yang banyak memerlukan tenaga

fisik lainnya. Namun jika subjek masih mampu melakukannya, maka subjek

diharuskan untuk mengikuti semua kegiatan yang ada di sekolah tanpa ada

pengecualian.

Untuk kegiatan yang lain yang ada di sekolah ini subjek diperlakukan

sama seperti siswa-siswa pada umumnya tidak ada diskriminasi maupun

dispensasi bagi subjek. Perlakuan yang sama itu terlihat dalah hal membantu

siswa jika siswa mendapatkan kesulitan dalam proses belajar mengajar, memberi

memotivasi kepada siswa, menghukum jika bersalah dan kegiatan belajar

mengajar lainnya.

“E…perilaku. Eh…anu seperti membantu saya kalau saya sedang

kesusahan.” (W1.S2:61-62). “Sama seperti yang lainnya, gak

dibeda-bedain.” (W1.S2.78-79). “Biasanya pas olah raga mas,

kalau olah raga, saya gak boleh ikut. Saya disuruh nonton aja.”

(W1.S2:73-74). “Gak pernah, paling kalau guru itu kalau pas olah

raga. Aku sering diberi keringanan gak ikut gak papa. Itu aja kalau

yang lain ya sama aja dengan teman-teman yang lain.”

(W1.S2:116-119). “Gak ada cuma kakak aja, tapi kadang-kadang

guru-guru juga ngasih semangat untuk belajar yang rajin biar

pinter.” (W1.S2:184-185). “Seperti anu ya baik-baik gak pernah

gojek- gojeki. Seperti orang normal gitu melakukan saya.”

(W2.S2:14-16). “Begitu juga dengan guru, mereka baik dan

sabar.” (SSCT/2/B.P.W/HI)

Subjek tidak berharap banyak di sekolah ini, namun subjek hanya berharap

dia bisa mendapatkan teman-teman yang banyak dan baik hati serta bisa

berprestasi dengan baik sehingga dapat membahagiakan orang tuanya. Karena

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 94: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

dengan memiliki teman yang banyak dan berprestasi tersebut akan membuat

subjek menjadi lebih percaya diri dengan kondisi fisiknya yang cacat.

“Ya bisa belajar dengan baik, terus dapat prestasi, dan terus

punya temen-temen yang banyak.” (W2.S2:81-83). “Tujuan

hidup yang diinginkan agar selalu pintar.”

(SSCT/2/B.P.W/KD)

2.3. Subjek III

Nama : R.A.P

Usia : 14 th

Profesi : Pelajar

Tipe kecacatan : Ringan/hemiplegia

Sekolah asal : SMP Muhammadiyah II Kartasura

Subjek memandang bahwa kehidupan yang dijalaninya adalah sesuatu

yang rumit, rumit karena subjek mengharapkan sesuatu yang sangat tidak

mungkin dicapainya dengan adanya kekurangan-kekurangan yang ada pada diri

dan keluarganya. Namun subjek mencoba untuk selalu berpikir positif dengan

meyakini bahwa subjek pasti mampu untuk menggapai apa yang diharapkannya

tentunya kalau subjek mau berusaha menutupi kekurangan-kekurangan yang ada

pada dirinya dan belajar dengan maksimal.

“Apa itu, kehidupan yang agak rumit gitu Karena kekurangan

dan kekurangan saya ini.” (W1.S3:142-143). “Ya gitu, apa itu

rumit banget. Saya kan hidup dikeluarga yang tidak mampu, terus

saya pengen sekolah yang tinggi.” (W2.S3:89-91). “Mencoba

terus berusaha untuk menutupinya.” (W1.S3:226). “Tentang

masa depan, memungkinkan untuk dicapai.” (SSCT/3/R.A.P/KD)

Subjek meyakini bahwa setiap kelemahan pasti ada kelebihan. Demikian

halnya dengan subjek yang juga memiliki kelebihan dan kekurangan sebagaimana

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 95: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

orang pada umumnya. Kekurangan yang mencolok pada subjek adalah kaki kiri

dan tangan kirinya subjek yang kecil, Selain itu subjek adalah murid dengan fisik

terkecil yang ada di sekolah ini.

Namun kekurangan yang ada pada diri subjek tersebut menjadi daya tarik

tersendiri bagi guru-gurunya, karena justru dengan kekurangan tersebut

menjadikan guru-gurunya lebih sayang dan subjek menjadi siswa yang disenangi

oleh para guru. Selain itu subjek juga memiliki kelebihan yang lain, yaitu

kemampuan olah vocal subjek dan kemahirannya dalam menyusun kata-kata

menjadi puisi yang indah.

“Dulu dapat peringkat dua di SD.” (W1.S3:34). “Anu membaca

puisi dan menyayi.” (W1.S3:232). “Karena saya ini murid yang

terkecil disekolah ini, banyak disenangi oleh guru-

guru.”(W1.S3:88-89). “Ni kan tangan kirinya kecil terus

badanku juga kecil sendiri di sekolah ini.” (W1.S3:44-45).

“Dalam apa itu, apa hal yang gak bisa gitu lo… kalau kan

mengangkat benda berat gak bisa mengangkat gitu diangkatkan.

terus kerjasama.”(W1.S3:190-193). “Ya karena ini tangan dan

kakiku kan sakit, jadi gak bisa olah raga.” (W2.S3:48-49)

“Subyek suka dengan hal-hal yang berhubungan dengan karya

sastra.” (SSCT/3/R.A.P/HI). “Kelemahan yang utama pada diri

subjek adalah cacat fisik tangan kiri dan kaki kiri.”

(SSCT/3/R.A.P/KD)

Dengan adanya kecacatan ini meyebabkan subjek tidak mampu

menjalankan aktifitasnya sebagaimana siswa lain pada umumnya. Dengan

kecacatan ini menjadikan subjek tidak mampu untuk melakukan olah raga,

mengangkat meja atau kursi dan aktifitas-aktifitas fisik lainnya. Inilah dampak

yang ditimbulkan dari kecacatan tersebut, namun secara psikologis subjek tidak

begitu terpengaruh dengan dangan adanya kecacatan ini karena subjek meyakini

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 96: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

bahwa setiap kekurangan pasti ada kelebihan. Pikiran postitif seperti inilah yang

selalu ada dalam diri subjek, sehingga subjek tidak malu meskipun subjek cacat

dan berbeda denga siswa-siswa lainnya.

“Sepak bola, terus poli gak bisa, lompat jauh gak bisa, tolak

peluru gak bisa, lempar cakram gak bisa.” (W1.S3:208-209).

“Dalam hal piket, kan naikkan kursi kemeja itu kan gak bisa,

tangan yang satunya gak bisa. Terus minta bantuan

teman.”(W2.S3:62-64). “Ngapain malu, kan suatu kekurangan

itu pasti ada kelebihannya.”(W2.S3:86-87).

Selain berpikir positif, subjek juga selalu berpikir optimis dalam

mensikapi kekurang sempurnaan dan kelemahan yang ada pada dirinya tersebut.

Subjek meyakini bahwa setiap kelemahan itu pasti ada kelebihan, sehingga subjek

tidak malu dengan adanya kecacatan yang disandangnya.

Selain berpikir optimis, subjek juga selalu berusaha untuk menutupi setiap

kekurangan yang ada pada dirinya dengan cara selalu berusaha dan belajar dengan

giat dan sungguh-sungguh agar bisa selalu berprestasi di sekolahnya.

“Kerena setiap kekurangan itu pasti juga ada kelebihannya.”

(W1.S3:36-37). “Mencoba terus berusaha untuk menutupinya.”

(W1.S3:226). “Ya dengan berusaha belajar terus agar bisa

menjadi anak yang pintar.” (W1.S3:228-229). “Ada belajar

yang sungguh-sungguh dan menghormati guru.” (W1.S3:156-

157). “Saya akan mencoba untuk menutupi kelemahan saya,

saya membantu teman-teman, belajar gitu.” (W1.S3:289-291)

Meskipun kecacatan menimpa pada kaki dan tangan subjek, namun dalam

menjalankan aktifitas keseharianpun subjek mampu menjalaninya seperti orang

normal pada umumnya dan tidak ada permasalahan yang berarti bagi subjek,

karena subjek mampu menjalakan aktifitas sehari-hari tanpa harus membutuhkan

bantuan orang lain.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 97: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Akan tetapi untuk kegiatan-kegiatan yang berat, subjek mengakui bahwa

subjek masih memerlukan bantuan orang lain, seperti mengangkat barang dan lain

sebagainya, dan subjek tidak pernah malu untuk meminta bantuan-bantuan yang

memang dibutuhkannya tersebut.

“Baik-baik aja..” (W1.S3:160). “Ya… seperti biasa, kalau

makan ya ambil sendiri, kalau maen ya maen gitu…!”

(W2.S3:56-57). “Belajar, menjalankan aktifitas sehari-hari

tanpa perlu malu dan bermain seperti anak-anak yang normal.”

(W2.S3: 149-151). “Dalam hal piket, kan naikkan kursi kemeja

itu kan gak bisa, tangan yang satunya gak bisa. Terus minta

bantuan teman.” (W2.S3:62-64)

Kekurang sempurnaan fisik yang ada pada subjek tersebut terkadang

dijadikan bahan ejekan oleh teman-temannya. Namun subjek tidak terlalu

memperdulikan ejekan-ejekan yang ditujukan kepadanya tersebut. Akan tetapi

subjek hanya bisa pasrah, sabar dan tabah menerimanya. Subjek meyakini bahwa

ejekan adalah suatu kelebihan dan ketika ejekan-ejekan itu ditujukan kepadanya

itu berarti bahwa subjek memiliki kelebihan-kelebihan lain yang menjadikan

teman-temannya mengejeknya.

Ejekan-ejekan itu tidak membuat subjek dendam kepada orang yang

mengejeknya, karena subjek meyakini jika kekerasan dibalas dengan kekerasan

tidak akan menyelesaikan masalah akan tetapi justru akan memperkeruh

permasalahan yang ada. Sehingga jalan yang subjek ambil adalah bersabar dan

tabah serta memaafkan orang-orang yang telah megejeknya.

“Aku terserah, PD aja ngapain diambil hati, gak ada apa-

apanya.” (W1.S3: 83-84). “Ya terus pulang aja. langsung pergi

gak mendengarkan.” (W1.S3:107-108). “Karena di ejek itu pasti

saya ada kelebihannya.” (W1.S3:112-113). “Ya tidak membalas,

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 98: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

nanti kalau di apa itu dihadapi makin menjadi-jadi.”

(W1.S3:127-128). “Akan selalu tabah dan sabar dalam

menghadapinya.” (W1.S3:152-153). “Ya gak papa, namanya

juga teman.” (W2.S3:26). “Subjek berusaha sabar dan tabah

ketika menghadapi masalah.” (SSCT/3/R.A.P/KD)

Selain itu ejekan-ejekan yang ditujukan kepada subjek tersebut tidak

membuat subjek malu dan jera untuk membaur dengan orang-orang yang normal.

Bahkan subjek memilih untuk sekolah di sekolah inklusif yang di dalamnya

terdapat siswa-siswa yang heterogen karena selain ada siswa normal di sekolah ini

juga terdapat siswa-siswa yang memiliki kelainan. Alasan lain yang membuat

subjek tertarik untuk sekolah di sekolah inklusif (regurer) ini adalah karena

dorongan dari guru asuhnya yang meminta subjek untuk sekolah di sekolah

pilihannya dan subjek tidak ingin mengecewakan guru asuhnya dengan cara

menolak sekolah pilihan guru asuhnya. Sehingga meskipun secara fisik subjek

cacat, namun subjek tidak memilih dan menuntut untuk meneruskan sekolah di

sekolah yang khusus anak-anak cacat.

Setelah subjek sekolah di sekolah inklusif ini subjek mendapatkan

perlakuan yang baik dari teman-temannya. Perlakuan-perlakuan baik yang

ditujukan teman-temen subjek ini semakin membuat subjek tertarik untuk

meneruskan sekolah di sekolah inklusif ini.

“Sikap teman-teman saya yang selalu memperhatikan dan baik

kepada saya.” (W1.S3:14-15). “Karena saya tidak ingin

mengecewakan guru asuh saya.” (W1.S3:17-18). “Nggak, wong

aku disekolahkan guru asuh itu. Jadi saya terserah sama guru

saya. Waktu itu Guru asuh saya itu datang kerumah ngasih kabar

kalau saya mau disekolahkan di muhammadiyah. Gitu aja..”

(W2.S3:37-41).

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 99: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Diantara subjek dan siswa-siswa lain yang ada di sekolah ini terdapat

ikatan persahabatan yang kuat sehingga mereka akan saling bantu-membantu jika

diantara mereka membutuhkan bantuan.

Meskipun tidak semua teman-teman subjek berperilaku baik kepadanya,

namun masih ada teman-teman subjek lainnya yang selalu baik dan menyayangi

subjek dan membantunya disaat subjek membutuhkan bantuan. Inilah yang subjek

sukai dari teman-temannya, kebaikan dan motivasi yang selalu mereka berikan

kepada subjek.

“Ya sangat sayang, ada ikatan persahabatan yang sejati.”

(W1.S3:67-68). “Mengasihani, membantu…..gitu.” (W1.S3:80).

“Di sekolah saya merasa senang karena saya dihormati oleh

teman-teman saya.” (W1.S3:186-187). “Ya kadang ada yang

baik, kadang ada yang menjengkelkan, kadang ada yang ngerjain

aku. Gitu…!” (W2.S3:12-14). “Ya gak papa, namanya juga

teman.” (W2.S3:26). “Arti teman bagi subjek adalah memberikan

dorongan di kala suka dan duka. Subjek senang apabila mereka

sholeh dan berbakti kepada orang tua.” (SSCT/3/R.A.P/HI)

Selain mendapatkan perlakuan baik dari teman-teman subjek, subjek juga

mendapatkan perlakuan baik dari guru-gurunya. Karena di sekolah ini guru-guru

yang ada adalah guru-guru yang ramah, pintar, baik dan penuh kasih sayang

dalam memperlakukan siswa-siswanya. Sehingga subjek diperlakuan sama oleh

guru-gurunya dengan tidak membeda-bedakan subjek dengan siswa-siswa yang

secara fisik normal. Namun dalam kegiatan olah raga subjek sering mendapatkan

dispensasi dari sekolah karena kecacatan fisik yang subjek alami. Dispensasi

tersebut biasanya berupa keringanan untuk tidak ikut kegiatan olah raga terkhusus

kegiatan olah raga yang berat yang dimungkinkan subjek tidak mampu

melakukannya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 100: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

“Sangat sayang dan mendidik, supaya saya menjadi anak yang

pinter.” (W1.S3:48-49). “Ya seperti…seperti dikasih pelajaran

itu kita disamakan. gitu….!” (W1.S3:54-55). “Dipelakukan sama

tapi saya dibedakan dalam hal yang gak bisa gak bisa itu, olah

raga terus apa itu yang gak bisa pokoknya yang gak bisa.”

(W2.S3:107-110). “Seorang guru bagi subjek, harus pintar, bisa

membimbing, ramah dan sayang.” (SSCT/3/R.A.P/HI)

Dalam kehidupan ini subjek tidak berharap banyak, subjek hanya ingin

membahagiakan orang tua dan guru asuh yang membiayai sekolahnya. Selain itu

subjek juga ingin menjadi anak yang pintar agar nantinya bisa berguna bagi nusa

dan bangsa. Inilah keinginan-keinginan subjek yang ingin subjek capai.

“Karena saya tidak ingin mengecewakan guru asuh saya.”

(W1.S3:17-18). “Berbakti sama orang tua biar berguna bagi

nusa dan bangsa.” (W1.S3:86-287). “Menjadi anak yang terbaik,

dan mendapatkan nilai yang maksimal.” (W1.S3:165-166).

Table V

Kategorisasi hasil wawancara, observasi dan tes psikologi

dan dokumentasi

No ASPEK Subjek A.D Subjek B.P.W Subjek R.A.P

1. Pendapat subjek tentang:

a. Cara subjek

memandang

kehidupan.

Semua yang

terjadi adalah

kehendak Allah.

Semua ini

adalah

scenario dari

Allah.

Sesuatu yang

rumit dengan

adanya kelemahan

dan kelebihan.

b. Kelemahan

subjek.

Kaki cacat,

tidak bisa olah

raga berat,

sering sakit-

sakitan, mudah

capek, tidak

mampu berjalan

jauh.

Kaki catat,

tidak bisa

berjalan jauh,

mudah capek,

tidak bisa olah

raga berat.

Tangan kiri dan

kaki kiri cacat,

postur tubuh kecil,

tidak mampu

mengangkat

benda berat, tidak

mampu olah raga

berat.

c. Kelebihan

subjek.

Otak cerdas,

menguasai ilmu

Bisa

mengoperasika

Otak cerdas, olah

vocal dan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 101: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

umum dan

Agama yang

sudah diajarkan

di kelas.

n komputer,

mandiri tidak

mau

menyusahkan

orang lain,

membaca puisi.

d. Sikap

guru

terhadap

subjek.

Diperlakukan

seperti orang

normal, sering

diberi motivasi

dan nasihat.

Sering

membantu,

diperlakukan

sama seperti

siswa lain,

baik, sabar,

dan sering

memberi

nasihat.

Sayang, mendidik,

tidak dibedakan

dengan siswa lain,

ramah dan suka

memberi arahan.

e. Sikap

teman

terhadap

subjek.

Baik, suka

memberi

motivasi, sering

membantu, dan

ada ukhuwah

islamiyah yang

terjalin, ada

yang nakal.

Baik, tidak

pernah

mengejek,

sering

memberi tahu,

sholeh.

Sangat sayang,

ada ikatan

persahabatan yang

kuat, saling

mengasihi, sering

membantu dan

saling

menghargai.

f. Dampak

kecacatan

terhadap

subjek.

Secara

psikologis

(mental):

“ya”

Aktifitas

keseharian:

“Ya”

Secara

psikologis

(mental):

“Tidak”

Aktifitas

keseharian:

“Ya”

Secara psikologis

(mental):

“Tidak”

Aktifitas

keseharian:

“Ya”

2. Gangguan-gangguan yang dialami subjek

a. Bentuk-

bentuk

gangguan.

Dipalak, diejek

tingklang,

bodoh, begok,

di jegal, di

pukul.

Diejek

pincang.

Dijitak, di

tendang.

b. Pengaruh

gangguan.

Trauma dengan

sekolah Negeri.

Biasa saja

karena memang

pincang.

Biasa saja tidak

mempermasalah

kan.

3. Coping strategy

a. Menghadap

i gangguan.

Meminta pindah

bersabar,

tawakal dan

berserah diri

kepada Allah.

Diam, sabar,

pasrah, sholat,

dan berdo’a.

Tidak ambil

pusing, santai,

mencoba berpikir

positif, sabar dan

tabah.

b. Mengatasi Belajar dan rajin Belajar dan Berusaha

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 102: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

kekurangan

dan

kelemahan.

beribadah dan

berdo’a kepada

Allah.

terus berusaha,

sholat dan

berdo’a.

menutupi

kekurangan yang

ada, belajar

dengan giat, dan

selalu berpikir

positif.

4. Harapan

subjek Mempunyai

teman yang baik,

dan guru yang

penyayang. Serta

berdo’a kepada

Allah agar diberi

kelebihan.

Bisa belajar

dengan

maksimal dan

mendapatkan

prestasi, serta

ingin

mempunyai

teman-teman

yang baik.

Menjadi anak

yang pintar dan

bisa berprestasi

agar bisa

membahagiakan

orangtua.

Berdasarkan pada data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi

coping yang dilakukan oleh subjek dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) bentuk:

1. Coping strategy yang lebih mengutamakan pada aspek emosi pribadi (non-

religiusitas), seperti:

a. Meminta pindah ke sekolah lain.

b. Tidak ambil pusing.

c. Santai

d. Diam

e. Mencoba berpikir positif.

2. Coping strategy yang lebih mengutamakan pada aspek spiritual (religiusitas),

seperti:

a. Bersabar

b. Tabah dan tawakal.

c. Berserah diri pada Allah

d. Berdo’a, dan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 103: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

e. Sholat.

Adanya kedua bentuk strategi koping tersebut disebabkan karena adanya

perbedaan subjek dalam memandang hakikat kehidupan ini, baik yang berkaitan

dengan kelebihan maupun kelemahan yang mereka miliki maupun dalam semua

aspek kehidupan yang lain.

D. Pembahasan umum

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan tes psikologi serta hasil

analisis data pada penelitian ini dapat diketahui hasil secara keseluruhan yaitu:

Ketiga subjek meyakini bahwa kehidupan yang mereka jalani merupakan

suatu ketetapan yang telah Allah buat dan harus mereka jalani, suatu garis

kehidupan yang sudah Allah gariskan ketika mereka diciptakan oleh Allah sebagai

Tuhan mereka, yaitu suatu ketetapan yang berkaitan dengan kebahagiaan maupun

kesengsaraan ketika hidup di dunia, kematian, rizki maupun segala sesuatu yang

akan terjadi ketika hidup di dunia ini. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan

Nawawi (2006) yang mengutik sebuah hadits dari Rasullah SAW yang

menjelaskan bahwa ketika seorang manusia diciptakan oleh Allah, maka Allah

akan menyuruh Malaikat untuk mencatat empat perkara darinya, rizki, kematian

dan kehidupan baik buruknya ketika di dunia.

Kekurangan-kekurangan yang ada pada diri subjek seperi fisik yang

cacat, postur tubuh yang terlalu kecil dan lain sebagainya ini tidak membuat

mereka berputus asa dan menyesal, karena mereka meyakini bahwa Allah adalah

Dzat yang Maha adil, yang akan memberikan yang terbaik untuk ciptaan-Nya.

Subjek meyakini bahwa selain memiliki kelemahan mereka juga memiliki

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 104: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

kelebihan, dan segala sesuatu baik yang berupa kebaikkan maupun keburukan

semua itu adalah ketetapan dari Allah dan pasti ada hikmah dibalik semua ini.

Kekurangan-kekurangan yang ada ini ternyata memiliki dampak yang

cukup signifikan terhadap aktifitas keseharian subjek, terkhusus lagi aktifitas-

aktifitas yang memerlukan tenaga dan kekuatan fisik yang besar serta

membutuhkan waktu yang lama. Seperti kegiatan angkat-mengangkat barang,

berdiri dalam waktu yang lama, berjalan jauh dan kegiatan olah raga fisik lainnya.

Namun kekurangan-kekurangan yang ada pada diri subjek ini tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kejiwaan subjek. Karena meskipun

subjek cacat namun mereka tetap percaya diri, enjoy dan tetap optimis dalam

mensikapi kekurang sempurnaan fisik yang ada pada diri mereka.

Rasa percaya diri ini muncul karena ada dua faktor yang mendasarinya,

yaitu faktor internal yang berupa self concept yang ada pada diri subjek dan faktor

eksternal yang berupa dukungan sosial yang diberikan kepada mereka.

Self concept ini dapat dilihat dari cara pandang subjek terhadap

kekurangan-kekuangan yang ada pada dirinya dengan selalu berpikir positif dalam

mensikapi kekurangan yang ada, berpikir positif ini subjek lakukan dengan cara

membuang jauh-jauh perasaan lemah yang ada dalam diri dan diganti dengan rasa

optimisme. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Santoso (2004) bahwa

berpikir positif dapat dilakukan dengan cara membuang paradigma negatif seperti

merasa tidak mampu, merasa diri orang gagal, merasa bodoh dan merasa lemah

ini dari dalam diri dan pikirannya dan menggantinya dengan rasa optimism dan

percaya diri.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 105: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Selain self concept, rasa percaya diri ini juga muncul karena adanya

dukungan sosial yang subjek dapatkan dari lingkungan sekolahnya. Baik

dukungan dari para guru maupun dukungan yang subjek dapatkan dari teman-

temannya.

Dukungan-dukungan inilah yang menjadikan subjek lebih percaya diri

dengan segala kekurang sempurnaan yang ada pada diri mereka, dan dengan

adanya dukungan sosial ini akan memberikan spirit pada subjek untuk tetap

optimis dalam memandang hidup ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Mappiare (1982) bahwa bagi seorang remaja ada dua bentuk kebutuhan yang

harus dipenuhi yaitu kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosiologis. Jika

kebutuhan psikologis dan sosiologis ini dapat terpenuhi secara memadai maka

akan mendatangkan keseimbangan dan keutuhan integrasi pribadi yang berupa

perasaan gembira, harmonis, dan menjadi orang yang produktif, yang dengan

demikian seseorang dapat bekerja secara gembira dalam kepentingan masyarakat

dan diri sendiri. Sebaliknya jika kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi, maka

tidak ada kepuasan dalam hidup seseorang, dia dapat frustrasi, serta terhalang dan

terlambatnya pertumbuhan serta perkembangan sikap positif terhadap lingkungan

masyarakat dan dirinya, sehingga menjadi orang yang tidak berarti dalam

menjalani kehidupan ini. Adapun kebutuhan psikologis-sosiologis remaja menurut

Mappiare (1982) tersebut adalah:

1. Kebutuhan akan kasih sayang.

2. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok teman

sebaya dan memantapkan hubungan-hubungan dengan lawan jenis.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 106: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

3. Kebutuhan untuk mandiri.

4. Kebutuhan untuk berprestasi.

5. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain, dan

6. Kebutuhan untuk dihargai.

Self concept dan dukungan sosial inilah yang menjadikan subjek lebih

percaya diri dan tidak malu dengan kondisi fisinya yang cacat.

Namun dukungan sosial ini tidak sepenuhnya subjek dapatkan dari

lingkungan mereka. Karena diantara teman-teman subjek masih ada yang belum

bisa menerima kekurangan yang ada pada diri mereka. Sehingga kekurangan-

kekurangan yang ada ini dijadikan bahan ejekan oleh teman-teman subjek.

Ejekan-ejekan yang sering diperlihatkan oleh teman-teman subjek

diantaranya adalah dengan memberikan labeling si-picang, tingklang, begok,

bodoh dan bahkan sampai dengan gangguan-gangguan lain yang bersifat fisik

seperti memukul, menendang, menjitak, atau bahkan memalak.

Ganguan-gangguan inilah yang memaksa subjek untuk melakukan coping

strategy. Coping strategy tersebut merupakan bentuk dari mekanisme pertahanan

ego sebagai pelindung diri dari permasalahan yang muncul. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Ruter (dalam, Patnani: 2002) bahwa coping merupakan reaksi

terhadap tekanan yang berfungsi memecahkan, mengurangi dan menggantikan

kondisi yang penuh tekanan. Mekanisme coping ini mencangkup usaha untuk

mengubah penilaian sehingga orang tidak merasa terancam dengan stimulus dari

luar. Pernyataan Ruter ini juga senada dengan apa yang diungkapkan oleh Aldwin

dan Revenson (dalam Gunarsa 1992) coping strategy adalah suatu bentuk usaha

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 107: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan-tekanan

psikologis atau stress. Coping Strategy tersebut dapat berupa escapism atau

pelarian dari masalah, minimization atau pengurangan beban masalah, self blame

atau penyalahan diri sendiri, seeking meaning atau pencarian makna.

Coping strategy seperti inilah yang dilakukan oleh subjek untuk mengatasi

gangguan maupun ejekan-ejekan yang dilakukan oleh teman-teman mereka.

Namun dari keempat bentuk coping strategy tersebut hanya ada tiga bentuk

strategi yang digunakan oleh subjek, ketiga bentuk coping strategy tersebut

adalah:

1. Escapism atau pelarian dari masalah,

2. Minimization atau pengurangan beban masalah,dan

3. Seeking meaning atau pencarian makna.

Bentuk escapism ini muncul dalam wujud pelarian diri atau menghindar

dari lingkungan yang kurang mendukung ke suatu lingkungan yang lebih kondusif

dan bisa menerima kekurangan yang ada pada diri subjek. Seperti meminta pindah

dari satu sekolah ke sekolah lainnya yang dirasa memiliki lingkungan yang lebih

baik.

Bentuk minimization yang ditunjukan subjek adalah dengan cara mengajak

bercanda (digojeki), diam tidak ambil pusing, memberikan apa yang diminta oleh

teman dan mencoba untuk lebih santai (relaks) dalam menghadapinya. Sedangkan

strategi coping seeking meaning yang ditunjukan subjek adalah dengan cara

menjadikan ejekan-ejekan tersebut sebagai sumber motivasi bagi subjek, tawakal,

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 108: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

bersabar, berserah diri kepada Allah, berdo’a dan selalu berpikir positif dalam

mensikapi setiap ejekan yang ditujukan kepada subjek.

Selain escapism (pelarian dari masalah), minimization (pengurangan beban

masalah), dan seeking meaning (pencarian makna). Strategi koping lain yang

digunakan oleh subjek adalah melakukan compensation, yaitu suatu strategi yang

digunakan untuk menutupi dan melindungi kelemahan dan ketidakmampuan yang

ada dengan kemampuan-kemampuan yang lain (Boeree: 2004). Adapun perilaku-

perilaku kompensasi yang ditunjukan oleh subjek untuk menutupi kelemahan

yang ada pada diri mereka diantaranya adalah dengan berusaha menutupi

kekurangan yang ada dengan belajar dengan giat dan sungguh-sungguh, selalu

berpikir positif, dan selalu berdoa kepada Allah.

Inilah perilaku koping yang diperlihatkan oleh para subjek dalam

mensikapi ejekan-ejekan maupun kekurangan-kekurangan yang ada pada diri

mereka. Coping strategy yang ditunjukan subjek seperti belajar dengan sungguh-

sungguh, selalu berpikir positif, bersabar, berdo’a, sholat, tawakal dan berserah

diri kepada Allah ini ternyata memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap

subjek. Karena setelah subjek melakukan coping strategy tersebut kepercayaan

diri subjek pun meningkat dan tidak ada perasaan malu maupun minder. Hal ini

senada dengan sapa yang dikatakan oleh Meichati (dalam Purwati dan lestari:

2002) bahwa hidup beragama akan dapat memberikan bantuan moral dalam

menghadapi krisis serta menimbulkan sikap rela menerima kenyataan

sebagaimana yang telah digariskan oleh Tuhan untuknya dan sikap rela menerima

kenyataan inilah yang akan menjadikan seseorang lebih tenang dan damai.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 109: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Ungkapan Meichati ini juga selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Sayid

Sabiq (dalam, Wibisono: 2002) bahwa amal ibadah dalam Islam seperti berdo’a,

sholat, sabar, tawakal dan amalan-amalan ibadah lainnya jika di dasari iman yang

kuat akan menimbulkan buah-buah keimanan:

1. Kemerdekaan jiwa dari kekuasaan orang lain dan hanya menyerahkan

diri sepenuhnya kepada Allah.

2. Menimbulkan jiwa keberanian dan ingin terus maju dan lebih baik.

3. Timbul jiwa qona’ah, ridha terhadap apa-apa yang telah diberikan oleh

Allah.

4. Ketenangan hati dan ketentraman jiwa karena adanya suatu keyakinan

dalam diri bahwa pertolongan Allah pasti akan datang.

Kesadaran-kesadaran yang lebih dalam ini akan menimbulkan

pertumbuhan dan transformasi diri dan menjadikan dirinya lebih kuat, lebih

tenang dan lebih bahagia.

Tranformasi diri yang positif seperti inilah yang subjek harapkan, selain

itu dukungan teman, guru dan orang-orang yang ada disekitarnya juga menjadi

sesuatu yang sangat subjek nantikan. Karena dengan adanya dukungan-dukungan

dan penerimaan sosial ini akan membuat subjek lebih percaya diri dan ikhlas

dalam menerima segala bentuk keterbatasan fisik yang ada pada diri mereka.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 110: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Ket: :Mempengaruhi

Faktor Internal Faktor Eksternal

Self Concept

Dukungan Sosial/Penolakan

Sosial

Kondisi Psikologis

Penyandang Cacat

Merasa tidak mampu, merasa diri

orang gagal, merasa bodoh, merasa

lemah, minder, malu, dll.

Optimisme tinggi,

tidak mudah

putus asa, dan

lebih percaya diri.

Coping Strategy

Escapism (lari dari

masalah),

minimization

(pengurangan beban

masalah), seeking

meaning (pencarian

makna), compensation

(menutupi kelemahan

dengan kelebihan)

Bagan 2. Skema mekanisme striving for superiority pada siswa

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif islam.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 111: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dari penelitian, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa:

1. Bentuk-bentuk striving for superiority siswa penyandang tunadaksa di

sekolah inklusif islam.

Bentuk striving for superiority yang dilakukan oleh siswa penyandang

tunadaksa tersebut adalah compensation. Kompensasi ini merupakan satu-satunya

bentuk striving for superiority yang digunakan oleh siswa penyandang tunadaksa

untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Kekurangan-

kekurangan tersebut ditutupi dengan suatu kelebihan yang dimiliki oleh subjek.

Sehingga subjek tidak malu dengan kondisi fisiknya yang cacat karena subjek

juga memiliki kelebihan-kelebihan yang bisa membuatnya bangga dan percaya

diri. Seperti; otak yang cerdas, kemampuan mengoperasikan komputer, dan

keahlian dalam olah vocal.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi striving for superiority pada siswa

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif islam.

Secara umum ada 2 (dua) faktor yang dapat mempengaruhi proses striving

for superiority pada siswa penyandang tunadaksa yang ada di sekolah inklusif

islam. Kedua faktor tersebut adalah:

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 112: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

a. Faktor internal.

Faktor internal yang dapat mempengaruhi proses striving for superiority

tersebut adalah self-concept, yaitu self-concept tentang bagaimana subjek

memandang kelemahan-kelamahan yang ada pada dirinya serta bagaimana

subjek memandang masa depannya. Self-concept inilah yang akan

mempengaruhi proses striving for superiority.

b. Faktor eksternal.

Faktor eksternal yang ikut mempengaruhi proses striving for superiority

ini adalah dukungan sosial. Dukungan sosial ini akan mempengaruhi

terbentuknya proses striving for superiority pada siswa penyandang

tunadaksa. Semakin banyak orang yang memberikan support dan motivasi

kepada penyandang tunadaksa maka akan semakin besar pula rasa percaya

dirinya. Namun tidak semua orang yang ada disekitar subjek bisa

menerima kondisi fisiknya yang cacat dan justru cenderung memberikan

“penolakan” terhadap subjek. Kondisi seperti inilah yang menuntuk subjek

untuk melakukan coping strategi, yaitu suatu bentuk usaha yang dilakukan

seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan-tekanan

psikologis atau stress. Coping strategi yang sering digunakan oleh siswa

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif ini adalah Escapism (lari dari

masalah), minimization (pengurangan beban masalah), seeking meaning

(pencarian makna), dan compensation (menutupi kelemahan dengan

kelebihan).

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 113: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh selama

pelaksanaan penelitian maka penulis akan memberikan sumbangsih saran bagi:

1. Bagi penyadang tunadaksa di sekolah inklusif

Bagi siswa penyandang tunadaksa agar bisa memanfaatkan hasil penelitian

ini sebagai bahan introspeksi diri dan motivasi diri tentang bagaimana cara

menumbuhkan motivasi untuk tetap semangat dan optimis dengan segala

kekurangan yang ada, dan tentang bagaimana cara untuk mengatasi berbagai

macam gangguan dan ejekan yang disebabkan dari kecacatan yang ada pada

dirinya tersebut. Sehingga dia tetap bisa melanjutkan pendidikannya ke jejang

yang lebih tinggi tanpa dihantui oleh rasa takut dan malu dengan kondisi fisiknya

yang cacat.

2. Bagi kepada sekolah sekolah inklusif

Bagi kepala sekolah agar bisa menggunakan hasil penelitian ini sebagai

bahan referensi untuk memahami dinamika psikologis yang ada pada siswa

penyandang tunadaksa. Hal ini dikarenakan tidak semua guru bisa memahami

anak tunadaksa sehingga guru–guru membuat model dan strategi pembelajaran

yang tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa penyandang cacat.

Sehingga setelah memahami hasil penelitian ini nantinya kepala sekolah beserta

jajarannya bisa membuat rancangan strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai

untuk para siswa penyandang tunadaksa tersebut.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 114: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

3. Bagi orang tua siswa penyandang tunadaksa

Bagi orang tua siswa agar bisa memanfaatkan hasil penelitian ini dengan

sebaik mungkin, untuk memahami bagaimana kondisi psikologis anak

penyandang tunadaksa. Sehingga orang tua dapat memberikan dukungan dan

motivasi sebagaimana yang di inginkan oleh penyandang cacat.

4. Bagi ilmuwan psikologi pendidikan.

Bagi ilmuan psikologi diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini

sebagai data pelengkap mengenai kajian psikologi pendidikan untuk kemudian

perlu adanya pengkajian lebih lanjut mengenai dinamika psikologi khususnya

bagi ABK (anak berkebutuhan khusus) yang saat ini masih menjadi masyarakat

kelas kedua.

5. Bagi peneliti lain.

Kepada peneliti lain dapat meneruskan penelitian ini lebih lanjut untuk

dapat melakukan proses pendalaman lebih lanjut. Atau dapat melakukan

penelitian terhadap siswa penyandang tunadaksa yang sama tetapi melihat dari

sudut pandang yang berbeda. Hal ini tentunya akan memberikan kekayaan

tersendiri bagi dunia pendidikan dan keilmuaan.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 115: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Malang: UPT UMM

Alsa, Asmadi. 2003. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Serta Kombinasinya

dalam Penelitian Psikologi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Annalia, Rena. 2005. Hubungan antara Kohesivitas Peer Group dengan Loyalitas

Pada Merek Rokok pada Kalangan Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan).

Surakarta: Faklutas Psikologi UMS.

An-nawawi, Imam. 2006. Riyadus Shalihin (Tarjamah). Bandung: Irsyad Baitus

Salam.

Aretha. 2007. Sekolah Inklusif Untuk Kesetaraan Sosial.

www.tatawidjojo.blogspot.com

Boeree, George: 2004: Personality Theories; Melacak Kepribadian Anda

Bersama Psikolog Dunia: Jogjakarta: Prismasophie

Chaplain, Paul G. Durbin. 1986. Alfred Adler's Understanding of Inferiority.

www.InfinityInst.com

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2006. Informasi Mengenai Pendidikan

untuk Anak Tuna daksa. www.ditplb.or.id.

Fattah, MA. 2005. Sekolah Syari’ah dan Pendidikan Inklusif. Makalah untuk

Seminar Nasional dan Peluncuran “Kurikulum Sekolah Syariah dan

Panduan Implementasi Pendidikan Inklusi UNESCO”. Surakarta.

Gunarsa, S. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta. PT BPK Gunung Mulia.

Hasbi, TM. Bustami A Gani. Muchtar Jaya. Toha Omar. Mukti Ali. Kamal

Mukhtar. Ghazali. Musadad. Ali Maksum. Busjairi. 1978. Alqur’an dan

tarjamah. Jakarta: Departemen Agama R.I

Karyani, Usmi dan Sri Lestari. 200. Buku Pedoman Kuliah dan Praktikum

Psikodiagnostika V. Modul Kuliah (tidak diterbitkan). Surakarta: Fak

Psikologi UMS.

Lestari, Rini dan Purwati. 2002. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Tingkah

Laku Coping. Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi Indigenous; Vol 6, No 1,

52-58

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 116: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Lekompres. 2007. Psikologi UIN Terdampar Dilautan Stager, Kompensasi

Berpeluangkah?. Lekompres.blogspot.com

Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Mangunsong, Frieda.1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Depok.

LPSP3 UI

Moleong, Lexy J. 2000. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rusdayakarta.

Mubarak. 2002. Pengertian Muslim, Mu'min dan Muttaqin. www.mubarak-

institute.blogspot.com

Nasution, WN. 2007. Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Konsep Diri Terhadap

Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas V SD Negeri Matraman Jakarta.

Jurnal Analytica Islamica, vol. 9, No 1. 2007

Nasution, S. 1988. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung : PT.

Tarsito

Ulwan, Nashih. 1999. Pendidikan Anak Dalam Islam. Jakarta. Pustaka Amani

Patnani,Miwa. 2002. Kekerasan fisik terhadap anak dan strategi koping yang

dikembangkan anak. Surakarta. Jurnal Indigenious.Vol 6 No 1. 2002.

Phil. H. 2008. Psikoanalisis. www.rumahbelajarpsikologi.com

Purwanto, Setiyo. 2006. Psikologi Perkembangan ; Kognisi, Emosi dan Sosial.

Handout Mata Kuliah (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi

UMS

Purwandari, E.K. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Psikologi. Lembaga

Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3)

Fakultas UI. Jakarta.

Purnarini, Praditina. 2006. Hubungan antara kepercayaan diri dan dukungan sosial

dengan gejala depresi pada penyandang cacat fisik. Skripsi. (tidak

diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS

Sudrajad. Ahmad. 2008. Psikoanalisis. www.akhmadsudrajat.wordpress.com

Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 117: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Sumampouw, Anneke dan Setiasih. 2003. Profil Kebutuhan Remaja Tunarungu.

Annima Indonesia Psychological Jurnal; Vol 18, No 4, 376-392

Santrock, John W.1995. Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup.

Jakarta: Erlangga.

Santoso, Eko J. 2004. The Art of Life Revoluation. Jakarta. Gramedia

Stubbs, Sue. 2002. Inclusive Education; Where There Are Few Resources.

Norwegi: The Atlas Alliance

Tarsidi, Didi. 2008. Konsep-konsep Utama: Apakah Sesungguhnya Pendidikan

Inklusif Itu? www.tarsidi.blogspot.com.

Warsiki, Endang, Ghazali. 2007. Pendidikan Hak Setiap Anak. www.papua.go.id

Wibisono, Arif Adi. 2002. Psikologi Transpersonal: Kasus Sholat. Surakarta.

Jurnal Indigenous. Vol 6 No 1.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 118: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 119: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

VERBATIM

Informan : A.D

Usia : 13 th.

Profesi : Pelajar

Hari : Jum’at, 5 Desember 2008.

Waktu : 18.30 s/d 20.00 wib.

Tempat : Rumah Informan

Tujuan : Mengetahui konsep striving for superiority pada siswa muslim

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif.

Ket : W1 : Wawancara pertama

S1 : Subjek pertama

No Hasil Wawancara Refleksi

1

5

10

Iter : Gimana Kabarnya?

Itee : Baik-baik Saja.

Iter : Oya, Eh Adk Umur Berapa Dek?

Itee: Eh… 13 Tahun.

Iter : 12 tahun ya….? Dah lumayan ya, lumayan

mulai gede.

Iter : Dulu sekolahnya dimana SD nya?

Itee : Muhammadiyah.

Iter ; Muhammadiyah?

Itee : Muhammadiyah 2 Kauman Surakarta.

Iter : Terus sekarang SMP nya di Simpon ya?

Itee : Ya, di Simpon.

Iter ; Kok milih situ dek?

Itee : Karena itu,,eh anu kalau di Simpon itukan

ada Akhlaq, Aqidah, banyak Agamanya

Informan memiliki

ketertarikan pada

pelajaran-pelajaran

Agama..

Kode: W1.S1

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 120: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

15

20

25

30

35

40

tentang Al-qur’an ajakan kehidupan untuk

besoknya di Akherat. Kalau di Negeri kan

gak ada.

Iter : Gak ada to…?

Itee : Gak ada…! Ada Agama nya kan beda, ada

yang Kristen, Khatolik kan gak suka saya.

Iter : Oh gak suka ya…? Lah kalau di Simpon itu

Islam semua ya…?

Itee : Ya Islam semua.

Iter : Ini dipaksa atau milih sendiri?

Itee : Milih sendiri.

Iter : Milih sendiri….! Kok gak ke sekolah lain?

Itee : Nggak.

Iter : Senengnya di Simpon ya.

Iter ; Terus kalau Guru-guru sendiri sama kamu

gimana?

Itee : Ya baik.

Iter ; Baik-baik ya…! gak pilih kasih gitu ya…?

Itee : Nggak.

Iter : Jadi semua siswa sama?

Itee : Sama.

Iter : Suka dimarahin Guru gak?

Itee: Ya pernah, tapi terus tertawa.

Iter : E… Gitu ya….!! Kalau

temen-temen sendiri gimana?

Itee : Baik.

Informan kurang suka

berinteraksi dengan non-

Muslim.

Informan diberi keluasan

oleh orangtuanya untuk

memilih sekolahnya

sendiri.

Informan diperlakukan

sama seperti siswa lain

oleh guru-gurunya tidak

dibedakan dengan anak-

anak yang normal.

Informan juga memiliki

teman-teman yang baik.

Yang tidak suka

mengejeknya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 121: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

45

50

55

60

65

Iter : Baik semua ya….? Gak pernah ngledekin,

gak pernah jahilin gitu gak pernah ya..?

Itee : Gak pernah.

Iter : Sekarang kelas I kan ?

Itee : Ya…kelas I.

Iter : Biasanya kalau kamu di sekolah sama siapa

temenya?

Itee : Temenya ya banyak. Kakak kelas..

Iter : Kakak kelas….!

Itee : Terus anu temen saya yang paling akrab ya

banyak.

Iter : Ini temennya cowok atau cewek yang suka

bermain bareng?

Itee : Kadang cowok cewek.

Iter : Tapi dari cowok-cewek dari temen-temen

kalau maen itu gak ada yang jahilin kamu?

Itee : Baik-baik

Iter : Pernah gak berselisih dengan temen-temen?

Itee : Nggak.

Iter : Nggak pernah ya…?

Itee : Belum.

Iter : Belum? Belum apa nggak…?

Itee : Nggak…hehe.

Iter ; Kalau kamu di sekolah kamu pernah merasa

malu, pernah merasa minder gak?

Itee : Nggak, belum.

Iter : Belum ya, jadi biasa-biasa aja ya…? Kok bisa

Memiliki teman banyak,

baik dan tidak pernah

mengejek.

Informan adalah orang

yang PD di sekolah.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 122: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

70

75

80

85

90

to? Gimana sich caranya?

Itee : Ya itu, ya pokoknya kalau itu kalau anu dia

gak nyakiti temen itu jangan pernah anu apa

ngeledekin nama orang tua, jangan apa jelek-

jelekin misalnya muka alah, mukamu kayak

apa. Ah misalnya muka monyet. Itukan dia

marah gak suka, yang baik aja yang baik.

Gitu. Misalnya kita tertawa, digojekin

gitukan gak sakit, nggak dimarah nggak

papa.

Iter : Itu kamu ketemen-temen seperti itu? Kalau

temen-temen ke kamu gimana?

Itee : Ya tahu, kadang ngobrolin, gojek-gojek.

Iter : Nggak pernah mencibir kamu, gini-gini itu

gak pernah ya?

Itee : Gak pernah ada yang ngejek.

Iter : Sekarang sudah punya pacar belum?

Itee : Ya malah saya di sukai.

Iter : Oh di sukai…?

Itee : Di sukai 3.

Iter : Tiga cewek…?

Itee : Yang satunya kakak kelas.

Iter : Wau…! Kelas dua atau kelas tiga?

Itee : Kelas tiga.

Iter :Mereka suka kenapa sama kamu?

Itee : Nggak tahu.

Cara menumbuhkan rasa

percaya diri, tidak

minder dan banyak

teman adalah menjaga

perasaan teman dengan

cara tidak mengejek dan

menghinanya.

Informan belum pernah

mendapatkan cibiran,

hinaan di SMP Simpon.

Di sekolah informan

termasuk orang yang

menarik dan

menyenangkan, sehingga

informan disukai oleh 3

perempuan.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 123: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

95

100

105

110

115

120

Iter : Nggak tahu? Tapi kamu suka gak?

Itee : Ya cuma sekedar teman.

Iter : Oh gitu, kamu gak merasa malu sama

mereka?

Itee : Nggak.

Iter : Kamu PD aja gitu? Kok kamu bisa PD seperti

itu kenapa?

Itee : Apa?

Iter : Kok bisa PD kayak gitu?

Itee : Ya ga papa, anu karena sesama muslim kan

nganu harus kan ukhuwah islamiah. Semua

kan saudara, gak boleh nyek-nyekan, saling

mengejek-mengejek kan gak boleh.

Iter : Kalau kamu sendiri memandang kehidupan

ini seperti apa sich?

Itee : Apa?

Iter; Memandang kehidupan. Misalkan ya,

misalkan e… Tuhan itu gak adil kayaknya.

Kok aku gak diberi badan sempurna kayak

temen-temenku. Pernah berpikir seperti itu

ngak?

Itee : E… nggak…!

Iter : Kenapa?

Itee : Yo nggak, soalnya yo yang memberi itukan

sudah diterima apa adanya.

Iter : Oh gitu, terus bagaimana kamu menjalani

kegiatan sehari-hari seperti apa?

Itee : Ya biasa, sholat ya sholat. Ngaji ya ngaji.

Informan tidak merasa

malu dengan teman

perempuan.

Ukhuwah islamiyah yang

menjadikan informan

lebih percaya diri.

Informan menerima

pemberian Allah apa

adany, dengan tidak

pernah menyesalinya..

Informan menjalankan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 124: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

125

130

135

140

145

Dan nganu kalau bisa bangun malem sholat

tahajud.

Iter : Oh gitu, sering?

Itee : Ya kadang kalau bisa bangun malam.

Iter : Cita-cita kamu apa sich?

Itee : E.. astronom.

Iter: Keren ya…?!

Itee: Di USA NASA Amerika.

Iter: O…masya’allah. Bener mau kesana?

Itee; Iya.

Iter: Wah hebat sekali.

Itee: Kesana mau ketemu Pak Habibi.

Iter: Oh gitu ya…! Emang kamu bisa? Kamu

punya kelebihan apa? Kelebihan kamu

dimana?

Itee: Ya…misalnya ya kadang bisa bangun malem,

terus ….. ya banyak.

Iter: E…kamu tadi katanya gak pernah minder ya?

Itee: Nggak.

Iter : Dalam hal apapun kamu gak pernah minder?

Itee : Tidak.

Iter : Dalam IQ gak minder, pergaulan sehari-hari

dengan temen-temen, dari fisiknya juga gak

pernah minder.

Itee : Nggak

Iter : Oh gitu,…berarti itukan kamu bangga dengan

dirimu. Yang kamu banggakan apa?

Itee : Ya itu, ya otaknya terus anu cara anunya

aktifitas kesehariannya

sebagaimana orang

normal pada umumnya.

Keterbatasan fisik tidak

menghalangi informan

untuk bercita-cita

setinggi mungkin.

Informan tidak pernah

minder dalam segala hal.

Informan bersyukur

karena diberi otak yang

cerdas.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 125: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

150

155

160

165

170

175

bermainnya gitu.

Iter : Otaknya kenapa?

Itee : Ya agak, ya agak…

Iter : Cerdas gitu?

Itee : Yaa Alkhamdulillah.

Iter : Kelemahan-kelemahan kamu kalau disekolah

gimana?

Itee : Ee…kadang ya capek kalau lari wah capek.

Kalau maen bola kadang.

Iter : Pernah maen bola?

Itee: Pernah keseleo wah keseleo (terkilir) terus.

Iter : Keseleo terus..! itu gak di ejek sama temen-

temen? Temen-temen ngelihat kamu itu

gimana?

Itee ; Gak papa, malah ayo-ayo memberi semangat.

Iter : Oh mereka malah memberi semangat? Jadi

kamu malah semangat ya…! Wah bagus

sekali ya temen-temenya.

Iter : Ya terus siapa saja sich yang selalu member

semangat itu?

Itee ; Ya banyak, Fahri.

Iter : Temen-temen ya…?

Itee : Banyak.

Iter : Kalau dari guru suka ngasih semangat gak?

Itee ; Ada. Kadang-kadang kepala sekolahnya pak

Jek memberi semangat.

Informan memiliki

kelemahan secara fisik.

Informan selalu

mendapatkan dukungan

dari teman-temannya.

Motivasi juga diberikan

oleh guru-guru informan

bahkan kepala

sekolahnya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 126: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

180

185

190

195

Iter : Kamu tadi kan pernah bilang kalau kamu

dulu suka dipalakin dama kakak-kakak

tingkat ya. Itu gimana kamu mengatasinya.

Itee : Ya caranya misalnya minta uang dikasih aja,

gak papa.

Iter : Oh gitu…!

Itee : Kalau mau njotos, jangan no mas. Jangan

gitu wong bolo sama-sama teman jangan

gitu, terus tak gojekin gitukan nanti bisa

bagus nggak jadi kekerasan lagi. Gak jadi

malakin lagi.

Iter : Oh gitu ya, berarti sekarang kamu sudah

akrab sama mereka ya… sudah gak ada yang

malakin lagi.

Iter : Jadi selama ini belum ada yang ngejek-ngejek

secara fisik belum pernah ya…?

Itee : Belum.

Iter : Belum penah ya. Jadi temen-temennya baik

semua ya…! Gak pernah mengusilkan.

Pernah gak kamu sekolah terus dikucilkan

gitu?

Itee ; Belun ie…

Iter : Waktu SD juga belum pernah?

Itee : Belum pernah.

Iter : Katanya dulu kamu sekolah di SD Gugus ini?

Kebaikan, kesabaran dan

keroyalan informan

digunakan sebagai alat

untuk mengatasi

permasalahan.

Selain itu, untuk

informan juga sering

memberikan nasihat dan

mengingatkan teman-

temannya agar tidak

melakukan kekerasan

kepadanya. Bahkan

untuk meredam masalah

informan mengajak

mereka bercanda.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 127: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

200

205

210

215

220

225

Itee ; Dulu Iya. Tapi gak suka. Soalnya itu

gurunya apa mandangnya gak kayak guru

Islam. Kadang gini dimarahin, gak salah apa

dimarahin.

Iter : Temen-temennya gimana?

Itee : Ya ada yang baik.

Iter : Ada yang baik ada yang suka ngejek-ngejek

juga?

Itee : Iya ada, kalau di Simpon sama di SD

Muhammadiyah belum.

Iter : Belum pernah ya?

Itee : Belum.

Iter : Jadi cuman di SD Gugus ini aja ya? Berapa

lama kamu sekolah di SD Gugus ini?

Itee : Dua tahun.

Iter : Dua tahun ya? Jadi selama 2 tahun ini kamu

merasa terkucilkan gitu?

Itee: Tapi gak papa. Anu malah tak buat jangan

putus asa kan masih ada temen yang baik.

Iter: Eh gitu, itu cara kamu untuk anu

mengatasinya gitu? Selain itu apalagi yang

kamu lakukan?

Itee: Ya banyak.

Iter: Tadikan kamu bilangkan, e… kalau disakiti

oleh temen lain masih ada temen yang lain

yang baik sama kamu. Terus masih ada cara

yang lain gak untuk mengatasi rasa malu,

minder sama temen-temen yang lain?

Informan mendapatkan

perlakuan yang kurang

menyenangkan dari

guru-gurunya ketika di

SD Negeri.

Selain itu, di SD

informan juga

mendapatkan perlakuan

yang kurang

menyenangkan dari

teman-temannya.

Walaupun mendapatkan

perlakuan yan kurang

menyenangkan, informan

mencoba untuk selalu

berbuat baik kepada

mereka.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 128: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

230

235

240

245

250

Itee : Ya sama kayak tadi, ya kalau misalnya marah

itu jangan gitu, kan sama temenkan kalau

marahkan gak enak. Dosa kan gak boleh

sama Nabi Muhammad gak apa kan gak

diperbolehkan marah.

Iter: Jadi malah kamu baikin seperti itu ya? Malah

kamu ceramahin ya?hehe.. mereka suka ya

kamu ceramahin kayak gitu?

Itee: Kadang-kadang cerita alam, alam akhirat itu

kayak apa gitu.

Iter: Oh gitu, itu biasanya kamu ceritakan kepada

siapa?

Itee : Temen-temen.

Iter : Temen-temen di Simpom?

Itee ; Iya, biar dia tahu. Soalnyakan duniakan gak

kekal, pastikan fana rusak.

Iter : He’e…! temen-temen sama kamu jadi segan

dong? Gimana mereka memandang kamu,

segan atau takut, atau malah menjaga jarak

sama kamu?

Itee: Nggak biasa-biasa aja.

Iter: Okey, kalau dari fasilitas sekolah gimana?

Kamu bisa menggunakan semua fasilitas

sekolah yang ada tidak?

Itee: Bisa

Iter: Gak ada kendala gitu ya? Naik-naik tangga

bisa gitu bisa ya? Oya, kelas kamu dilantai

Selain itu Informan juga

menasehati temen-temen

yang suka mengejeknya.

Informan mengingatkan

teman-temannya akan

hari akhir.

Informan bisa

mengunakan fasilitas

yang ada di sekolah.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 129: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

255

260

265

270

275

280

atas atau bawah?

Itee : Lantai atas, lantai tiga.

Iter : Oh bisa keatas gitu ya, gak ada masalah gitu

ya.

Itee : ya

Iter; Bisa mengikuti semua legiatan belajar

mengajar yang ada gak?

Itee: Bisa.

Iter: Jadi intinya kamu dengan keterbatasan

fisikmu ini gak masalah gitu ya?

Itee: Ya aku mas, aku sudah bersyukur

Alkhamdulillah sudah diberi kaki kayak gini

tapi otaknya kan bisa berpikir untuk anu

perilakunya.

Iter: Selain itu adalagi gak yang kamu lakukan

untuk menutupi rasa minder atau malu?

Itee : Anu kadang dzikir kalau malem dzikir terus

ngaji, dzikir terus berdoa.

Iter: Itu ya yang kamu lakukan merasa yakin

bahwa kamu sama dengan yang lainnya. Oya

nanti kamu mau sekolah kemana lagi?

Itee: Belum masih mikir-mikir.

Iter: Mikir-mikir apa?

Itee: Ya mikir-mikir SMA nya dimana gitu.

Iter: Oh gitu, tapi gak ada niatan ke sekolah Negeri

gitu?

Informan bisa mengikuti

semua materi pelajaran

dengan baik.

Walaupun Informan

diberi kaki yang cacat,

namun informan

senatiasa bersyukur atas

nikmat yang diberikan

Allah untuknya.

Untuk menghilangkan

rasa minder dan malu

Informan selalu

melakukan dzikir, do’a

dan ngaji.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 130: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

285

290

295

300

305

Itee : Ndak, ndak mau.

Iter : Kenapa?

Itee ; Nggak mau saya, karena dulu-dulu gak enak

kadang di ejek-ejek, eh kakimu kayak gitu.

Iter: Itu sering ya kayak gitu?

Itee : Sering.

Iter : Terus kamu habis digituin gimana?

Itee: Biasa aja.

Iter: Kamu gak marah?

Itee: Gak, tapi malah senyum tak ajak maen.

Iter : Jadi kalau di Negeri gitu ya, anak-anaknya

nakal, suka mengejek terus guru-gurunya

juga kurang bersahabat ya?

Itee : Ya

Iter : Tapi kalau di sekolah Islam gimana gak

kayak gitukan?

Itee : Nggak.

Iter: Bearti nanti kalau kamu mau melanjutkan

sekolah kesekolah Islam terus ya?

Itee : Ya sama tiru-tiru itu pak amin.

Iter : Amin siapa?

Itee: Amin Rais kan itu dulu sekolahnya di

Muhammadiyah terus.

Iter: Oh gitu, jadi kamu ingin seperti pak Amin ya?

Itee : Ya kan biar untuk memperdalam anu Agama

Islam sama mau memperdalam lagi ke

Informan trauma dengan

sekolah negeri.

Di sekolah negeri

informan suka di ejek

oleh teman-temannya.

Informan mencoba

bersabar dan tersenyum

dengan ejekan yang

diterimanya.

Informan memiliki

motivasi yang kuat untuk

belajar agama.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 131: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

310

315

320

325

330

Mekah.

Iter: Oh mau ke Mekah? Loh katanya mau jadi

Astronom?

Itee : Ya habis astronom langsung ke Mekah.

Iter : Oh gitu, oya sebenarnya yang paling berharga

dalam hidupmu apa sich?

Itee : Wah susah mas, gak bisa gambarinya.

Iter : Wah gak bisa gambarinya ya…? Jangan di

gambar tapi di ungkapkan aja..

Itee : Anu kalau baik, temen-temen baik, guru-guru

baik gak ada yang ngejek sudah

Alkhamdulillah.

Iter : Oh gitu, berarti sekarang di Simpon ini sudah

tidak ada yang ngejek-ngejek lagi ya.

Itee : Anu yang dulu ngejek-ngejekin saya dulu

sudah tak maapkan.

Iter : Oh gitu, sudah ketemu lagi?

Itee : Sudah banyak.

Iter : Oke jadi intinya kamu gak pernah minder ya.

Oya, kamu yakin gak dengan

kemampuanmu?

Itee ; Yakin.

Iter : Gak pernah minder?

Itee : Gak.

Iter : Kalau kamu keluar jalan-jalan ke Mall,

gramedia itu gak malu?

Itee ; Gak, biasa aja.

Informan mengharapkan

teman dan guru yang

baik dan menjadikanya

sebagai sesuatu yang

paling berharga pada

dirinya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 132: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

335

340

345

350

Iter : Kuncinya apa sich, biar gak minder. Kadang

mas aja ya kadang masih suka malu, minder.

Bisa gak kamu kasih saran, biar gak malu

dan minder apa sich rahasianya?

Itee : Ya selalu mendekatkan diri sama Allah.

Iter : Oh gitu…?

Itee : Dzikir, do’a anu minta pertolongan biar

dikasih kemudahan biar lancar sama biar

masuk surga…(tersenyum.:)

Iter : Heee…..:) oh gitu, gitu ya anu sebagai alat

untuk memotivasi biar gak minder ya…?

Iter : Oke gitu aja ya, makasih untuk waktunya.

Oya kapan-kapan mas minta bantuannya lagi

boleh gak?

Itee : Boleh…

Iter : Oke dech, sekarang sudah malem kamu

istirahat ya, jangan lupa belajar.

Itee : Ya mas….:)

Agar tidak minder dan

malu, informan selalu

mendekatkan diri pada

Allah.

Dengan cara berdzikir

dan memohon

pertolongan kepada-Nya

agar diberikemudahan

dalam segala hal.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 133: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

VERBATIM

Informan : A.D

Usia : 13 th.

Profesi : Pelajar

Hari : Jum’at, 19 Desember 2008.

Waktu : 18.30 s/d 20.00 wib.

Tempat : Rumah Informan

Tujuan : Mengetahui konsep striving for superiority pada siswa muslim

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif.

Ket : W1 : Wawancara kedua

S1 : Subjek pertama

No Hasil Wawancara Refleksi

1

5

10

Iter : Selamat Malam Dek.

Itee : Malam.

Iter : Gimana Kabarnya?

Itee : Baik-Baik Saja.

Iter : Suda Makan Belum?

Itee : Sudah.

Iter : Kapan?

Itee : Tadi Jam 6.

Iter : Loh Masih Sore Kok Sudah Makan?

Itee : Ya Biar Kenyang.

Iter : Biar Kenyang…

Iter : Oya, Adek Sekolah Dimana?

Itee : SMP nya Atau SD nya?

Iter ; SMP.

Kode: W2.S1

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 134: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

15

20

25

30

35

40

Itee : SMP Muhammadiyah I Simpon Surakarta.

Iter : Simpon ya…! Kok milih disana?

Itee : Loh kan bagus, Agamanya lengkap, umumnya

lengkap.

Iter : Agamanya lengkap itu apa aja?

Ite: Aqoid, aqidah, al-qur’an, Anu teknologi,

computer

Iter : Kok gak pilih sekolah biasa-biasa aja?

Itee : Gak mau

Iter :Kenapa?

Itee : Karena yo itu, kalau di Negeri itu gak enaknya

itu nanti di ejek gitu, sering ngejek-ngejek

orang.

Iter : Biasanya yang suka ngejek-ngejek itu siapa?

Itee : Banyak.

Iter : Siapa aja, bisa critain gak?

Itee : Temen-temen banyak, tapi sekarang sudah tak

maapin.

Iter : Biasanya dulu ngejeknya gimana?

Itee : Oh tingklang, oh dasar bodoh.

Iter : Oh gitu, terus waktu itu kalau kamu di ejek

seperti itu gimana?

Itee : Gak papa. Diem saja.

Iter : Kamu gak marah?

Itee : Sabar aja. kan sama temenkan kalau marahkan

gak enak. Dosa gak boleh gak apa kan gak

diperbolehkan marah.

Informan suka dengan

sekolah yang ada

pendidikan agamanya.

Di sekolah negeri

Informan takut di ejek

oleh teman-temannya.

Informan sering di

panggil tingklang

(pincang) dan bodoh

oleh teman-temannya.

Informan selalu

bersabar dengan

ejekan-ejekan yang

ditujukan kepadanya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 135: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

45

50

55

60

65

Iter : Selain mengejek-ejek ada lagi gak yang

dilakukan temen-temen adek?

Itee : Suka mbodoh-bodohin, terus sana kalau ada

yang gak bisa oh bodoh-bodoh. Tapi saya gak

papa.

Iter : Gak papa.

Itee : Malah melalui gitukan saya harus belajar biar

bisa buktiin, walaupun kaki pincangkan gak

papa.

Iter : Terus apa lagi.

Itee : Ya belajar, berdoa berdzikir.

Iter : Habis itu mereka masih suka ngejek-ngejek

nggak?

Itee : Nggak lagi, malah mereka tak humori diajak

bercanda.

Iter : Oya, kok kamu gak pilih sekolah khusus aja?

Itee : Khusus?

Iter : Iya, sekolah khusus kan ada. Sekolah khusus

yang kaki cacat kan banyak.

Itee : Gak mau.

Iter : Kenapa?

Itee : Pengennya ya kumpul dengan orang-orang

yang normal.

Iter : Oh gitu, padahalkan enak kumpul dengan

mereka. Gak ada yang ngejek-ngejek.

Itee : Tapi aku kan pengen tahu dengan dunia luar,

Selain di bilang

tingklang (pincang)

Informan juga suka di

panggil bodoh oleh

temen-temennya.

Informan menjadikan

ejeken-ejekan itu

sebagai sumber

motivasinya untuk

belajar.

Selain belajar informan

juga selalu berdoa dan

berdzikir.

Informan tidak mau

sekolah di sekolah

khusus anak cacat

karena informan ingin

selalu berinteraksi

dengan orang-orang

normal.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 136: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

70

75

80

85

90

teknologi. Terus aku pengen punya temen

banyak, kalau disekolah khusus kan temennya

dikit.

Iter : Alasan kamu sekolah di sekolah umum apa?

Itee : Ya enak, gurunya sabar, mudri-muridnya enak

suka memberi semangat.

Iter : Memberi semangatnya gimana?

Itee : Ayo-ayo, maju-maju jangan takut.

Iter : oh gitu, biasanya yang suka memberi semangat

siapa?

Itee : Banyak, temen, guru, kepala sekolah Pak Joko

Riyanto.

Iter ; Kalau temen-temen memberi semangatnya

gimana?

Itee : Ya kamu harus begini-begini, bicara kedepan

jangan malu, jangan suka marah.

Iter : Kalau guru-guru ngasih semangatnya gimana?

Itee : Kamu jangan begini-begini, hidup itu harus

rileks gak boleh marah gak boleh malu sama

temen. Semua temen sama.

Iter : Biasanya yang ngasih nasihat itu guru apa?

Ite : Guru Agama.

Iter : Guru Agama ya….! Oya, mas tadi tertarik

ketika kamu bicara “saya kan pengen kenal

banyak dengan orang-orang normal”, alasannya

kenapa?

Itee : Iya kan enak mas kalau diajak bicara itukan

Selain itu, informan

juga ingin meguasai

ilmu teknologi dan

ingin mempunyai

temen-teman yang

banyak.

Informan tertarik di

sekolah umum (SMP

Simpon) karena guru

dan teman-temannya

baik dan selalu

memberi semangat.

Informan selalu diberi

motivasi oleh temen-

temen dan orang-orang

yang ada disekitarnya.

Informan selalu

diyakinkan oleh

gurunya bahwa semua

orang itu sama.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 137: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

95

100

105

110

115

bisa nangkap gitu lo…!

Iter : Kamu gak minder bermain dengan orang-orang

normal?

Itee : Nggak, ngak sama sekali.

Iter : Kok bisa sich, apa sich rahasianya kok kamu

gak minder?

Itee : Rahasianya yo itu kalau orang nakal harus di

humorin gini-gini. Eh kok kepala mu kayak

gini lucu to kayak kura-kura gitu terus ketawa,

di bercandain. Kamu kayak badut…gitu.

Iter : Emang mereka gak marah kamu gitukan?

Itee : Gak marah malah ketawa, aku dibilang mirip

kura-kura karena aku kan punya kura-kura.

Iter : Terus selain bercanda tadi apalagi biar kamu

gak minder?

Itee : Anu ya selalu mendekatkan diri sama Allah.

Dzikir, do’a anu minta pertolongan biar

dikasih kemudahan biar lancar sama biar

masuk surga.

Iter : Oh gitu, kalau dibandingkan dengan sekolah

khusus enak mana?

Itee : Enak umum.

Iter : Kenapa?

Itee: Karena, di sekolah umum itukan pandangannya

ke Islami, di Simpon kan pandangannya kan

sampai hari akhir. Untuk kepribadiannya ini-

Informan tidak pernah

minder dengan orang

normal, bahkan

informan suka

bercanda dengan

mereka.

Informan adalah orang

yang suka humor dan

kepada siapa saja

informan selalu

mencoba untuk menjadi

orang yang humoris.

Informan selalu berdoa

kepada Allah,

mendekatkan diri

kepada-Nya dan

meminta pertolongan-

Nya. Itu semua

dilakukan agar

informan tambah PD

dengan kondisi

fisiknya.

Pendidikan keislaman,

etika dan akhlaq

menjadikan informan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 138: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

120

125

130

135

140

ini, gak boleh marah, jengkel gitu gak boleh.

Jangan pernah membantah terima apa adanya.

Kalau dapat cobaan yo diem aja sabar.

Iter : Cobaannya seperti apa?

Itee : Ya sering di ejek-ejek itu. Kadang apa gitu…

banyak.

Iter : Kalau guru-guru kamu melakukan kamu

seperti apa?

Itee : Ya memperlakukan saya ya seperti orang-

orang biasa, misalnya gini-gini aku dibantuin.

Dikasih semangat, dikasih spiritlah.

Iter : Ngasih semangatnya seperti apa?

Itee : Ya semangatnya itu gak boleh menyerah. Gak

boleh berantem.

Iter : Itu semua guru atau gimana?

Itee : Semua guru.

Iter : Yang paling sering ngasih semangat siapa?

Itee : Guru Agama, kadang wali kelas kadang juga

temen-temen ngasih semangat.

Iter : Temen-temen siapa aja yang biasa ngasih

semangat?

Itee : Ya banyak, banyak sekali.

Iter : Kalau disekolah temen-temen kamu gimana

sama kamu.

Itee : Baik-baik semua, gak ada yang ngejek.

Iter : Oh gitu, kok bisa ya, kira-kira kenapa?

semakin tertarik untuk

sekolah di sekolah

umum.

Informan diperlakukan

sama oleh gurunya

sebagaimana siswa

pada umumnya, bahkan

selalu diberi motivasi

dan semangat.

Temen-temen informan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 139: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

145

150

155

160

165

170

Itee : Karena ini mungkin karena lihat kaki saya

mungkin mereka kasian.

Iter : Oh gitu kasian ya…!, oya kamu tadi bilang gak

suka sekolah negeri. Itu alasannya apa?

Itee : Kalau di negeri itu gurunya itu ada yang

Kristen, Islam temen-temennya ada yang

ngejek, nglempari pakai batu, kan gak suka

saya.

Iter : Oh gitu.

Itee : Kalau di Negeri itu kan gak tahu hari akhir itu

apa aja tanda-tandanya. Siapa yang masuk

surga itu siapa saja, kan belum tahu.

Iter : Jadi karena tidak tahu itu mereka suka ngejek-

ngejek gitu ya…?

Itee : Kalau mereka tahu mereka gak akan kayak

gitu, ngejek-ngejek kayak gitu. Kalau tahu isi

agama mereka gak ngejek.

Iter : Jadi kesimpulannya mereka ngejek itu karena

gak tahu agama gitu ya…!

Itee : Gak tahu isi agama.

Iter : Itu biasanya yang suka ngejek itu siapa?

Itee : Ya temen-temen tapi sebagian aja.

Iter : Itu biasanya ngejeknya gimana?

Itee : Ngejeknya oh begok lo…. Terus waktu aku

lari kakiku dijegal sampai kepalaku ke jedut

pintu. Terus dijotosin pernah juga.

Iteer : Oh gitu, terus habis itu kamu gimana?

memiliki empati yang

tinggi kepadanya. Hal

ini terbukti dengan

tidak adanya ejekan

yang ditujukan kepada

informan.

Informan tidak suka

sekolah di Negeri

karena kenakalan-

kenakalan yang

diperlihatkan oleh

siswa-siswanya, selain

itu perbedaan Agama

juga menjadi penyebab

ketidak sukaan

informan untuk sekolah

disana.

Selain itu di sekolah

Negeri wawasan

Agamanya sangat

kurang.

Yang menyebabkan

temen-teman informan

mengejeknya adalah

karena

ketidakpahaman

mereka akan ilmu

Agama.

Di sekolah negeri

informan sering di

ganggu oleh teman-

temannya bahkan

sampai pada taraf

penganiayaan secara

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 140: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

175

180

185

190

195

Itee : Aku terus minta pindah sama mama.

Iter : Pindah kemana?

Itee ; Pindah ke SD Muhammadiyah 2.

Iter : Terus setelah kamu pindah kamu mendapatkan

perbedaan tidak?

Itee : Ya Agamanya, terus teman-temannya juga

baik semua gak pernah ngejek kayak di SD

Negeri dulu. Gak pernah misoh-misoh.

Iter : Kamu dulu di negeri dulu berapa lama?

Itee ; 2 Tahun

Iter : 2 Tahun itu apa yang kamu rasakan?

Itee : Resah mas, gak ada kenyamanan, gak tenang.

Iter : Gak tenang itu kenapa?

Itee :Suka ngejekin, pulang-pulang nglempari batu

kan gak enak.

Iter : Oh gitu, jadi kamu gak tenang, gak nyaman itu

tadi karena di ejekin tadi ya..?

Itee : Ya

Iter : Kalau di SD Muhammadiyah tadi?

Itee : Gak ada, gak ada yang ngejek-ngejek kayak di

negeri. Tapi ada juga deng yang ngejek…

Iter : Oh ada juga ya?

Itee : Ada, tapi Oh jangan gitu sama temen jangan

gitu, gak boleh, sesama muslim kan nganu

harus kan ukhuwah islamiah. Semua kan

saudara, gak boleh nyek-nyekan, saling

mengejek-mengejek kan gak boleh. Terus dia

fisik.

Setelah pindah ke SD

Muhamadiyah 2

informan mendapatkan

temen-teman yang baik

dan tidak pernah

mengejeknya.

Selama 2 tahun di

sekolah negeri,

informan hanya

mendapatkan

ketidaknyamanan.

Karena selalu di ejek

dan di ganggu oleh

temen-temannya.

Di SD Muhammadiyah

informan selalu

menasihati temen-

temen yang ingin

mengejeknya. Dengan

mengingatkan mereka

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 141: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

200

205

210

215

220

225

minta maap, oya maap ya…

Iter : Terus habis itu masih ngejek lagi nggak?

Itee : Nggak.

Iter : Selain itu yang kamu lakukan apa biar mereka

gak ngejek lagi?

Itee : Dikasih nasihat, gini-gini yang sedih-sedih,

jangan gitu,

Iter : Oh gitu, contoh nasihat yang adek berikan

kayak apa sich?

Itee :Nasihatnya kalau sedih ya do’a dan ngaji.

Iter : Biasanya kamu nasihati temen-temen yang

suka ngejek itu seperti apa?

Itee : Ya kamu jangan gitu, jangan ngejek. Kitakan

sesama muslim kan saudara ukhuwah

islamiyah.

Iter : Oh gitu, terus apa lagi.

Itee :Udah itu aja.

Iter : Maksdunya ukhuwah islamiyah itu apa sich?

Itee : Persaudaraan sesama muslim.

Iter : Oh gitu, terus kalau sudah tahu ukhuwah

islamiyah gimana?

Itee : Nanti bisa mengikat tali persaudaraan, bisa gak

ada ngejek-ngejekan lagi.

Iter : Oh gitu. Selain menasihati dan mengajak

humor ada cara lain gak yang kamu lakukan

agar tidak di ejek temen-temenmu.

Itee : Ada, dalam belajar. Kan kita belajar bersama.

akan ukhuwah

islamiayah.

Informan menasihati

teman-temannya

dengan mengingatkan

ukhuwah islamiyah

diantara mereka.

Ukuwah islamiyahlah

yang menjadikan

informan dan teman-

temanya bisa saling

menghormati.

Belajar bersama

dijadikan informan

sebagai cara untuk

merekatkan tali

persaudaraan.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 142: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

230

235

240

245

250

Iter : Oh gitu, selain belajar bersama ada lagi gak?

Itee : Banyak.

Iter : Bisa ceritakan gak?

Itee : Itu, kita kan sesama muslim saudara, gak boleh

seperti orang beda agama, orang kafirkan

sukanya ngejek-ngejek terus. Anu nanti tak

ajak kemana tempat dia suka, nanti kalau dia

minta uang tak kasih.

Iter : Oh gitu, habis itu gak ada yang ngejek lagi ya?

Itee : Gak ada.

Iter : Temen-temen kamu kalau disekolah biasanya

siapa aja?

Itee : Banyak, fahri. Kadang perempuan juga ada.

Iter : Kamu malu gak sama mereka?

Itee : Nggak pernah, biasa-biasa saja.

Iter : Kok bisa, caranya gimana?

Itee : Ya anu, kan kalau saya gini kan gak papa yang

penting otaknya cerdas, jadi gak perlu malu.

Terus berdoa, habis sholat berdoa, mau tudur

berdoa.

Iter : Biasanya doanya seperti apa?

Itee : Kalau ya, ya anu itu ya Allah mohon saya

dikasih kelebihan dan teman-teman saya biar

gak nakal lagi.

Iter : Kamu minta diberi kelebihan apa?

Itee : Ya otaknya nggak papa.

Iter : Selain otak yang cerdas kamu minta apa lagi?

Islamlah yang

menyatukan tali

persaudaraan informan

dan teman-temannya,

sehinga mereka tidak

saling mengejek.

Walaupun cacat

Informan tidak pernah

malu kepada teman-

temannya, karena

informan memiliki otak

yang cerdas.

Informan senantiasa

berdoa agar diberi

kelebihan dan teman-

teman yang baik.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 143: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

255

260

265

270

275

Itee : Banyak, surga pengen salah satunya. Terus jadi

astronot, pengen sekolah keluar negeri juga.

Iter : Oya, kamu pernah berpikir gak kalau Allah itu

gak adil?

Itee : Nggak.

Iter : Kenapa?

Itee : Kan sudah dikasih banyak.

Iter : Banyaknya apa, kan kamu dikasih kaki yang

berbeda dengan temen-temenmu?

Itee : Nggak, kan otaknya sama, Kakinya kan

sebenarnya juga sama. Walaupun beda kan

gak papa yang penting otaknya terus cara

berpikirnya wajar, gak pernah narkobanan.

Iter :Rahasianya apa sich kok kamu bisa PD seperti

itu?

Itee : Ya doa, terus kalau sama temen yang nakal

harus dinasihati, kalau temen yang nakal

ngeplak kepalanya terus dikejar terus di jotos.

Itu malah dia malah gak suka, malah ndodro

malah ngeplaki lagi.

Iter : Jadi?

Itee : Harus dinasihati, harus di ajak humor,

banyak….! Doa-doa bareng, gak boleh gini-

gini kan dapat pahala di akherat nanti di

timbang. Terus tak ceramahin agama,gini-gini

gambarannya akherat surga. Setiap satu orang

itu bidadarinya satu, doa-doa.

Walaupun informan

diberi kecacatan oleh

Sang Pencipta, namun

informan selalu

berpikir positif kepada-

Nya.

Agar tambah PD

informan selalu berdoa

kepada Allah dan

selalu menasihati

teman-temanya yang

nakal serta mengajak

mereka humor.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 144: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

280

285

290

295

300

305

Iter : Temen-temenmu kalau dinasihati seperti itu

gimana?

Itee : Ya gak papa malah nanya-nanya kok bisa gitu.

Iter : Oh gitu. Oya, kalau mas boleh tahu kamu

bangga dalam hal apa aja sich?

Itee : Ya ini otaknya, sepak bola, panco, lari dan

banyak.

Iter : Emang lari kamu seperti apa sich kok kamu

bisa bangga?

Itee : Yo gak papa.

Iter : Tapi kamu bangga dengan diri kamu?

Itee : Bangga.

Iter : Kenapa kamu bangga?

Itee : Ya kan sudah dikasih kesempurnaan walaupun

masih dikit. Harus bersyukur.

Iter : Yang menyebabkan kamu bangga tadi apa?

Itee : Ya itu tadi sudah dikasih kesempurnaan, jadi

itu.

Iter : Maksudnya kesempurnaan tadi itu apa sich?

Itee : Ya otaknya, baca ayat-ayat al-qur’an.

Iter : E…dalam kehidupanmu yang suka ngasih

semangat itu siapa aja?

Itee : Orang tua.

Iter : Biasanya orang tua ngasih semangatnya

gimana?

Itee :Yak ngasih nasihat gak boleh gini, gak boleh

nakal, harus ngirit gak boleh boros.

Iter : Kalau di sekolah yang suka ngasih nasehat

Informan bangga pada

otaknya yang serdas.

Informan selalu

mensyukuri apa-apa

yang telah diberikan

kepadanya.

Orang tua informan

selalu menasihati

informan.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 145: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

310

315

320

325

330

siapa?

Itee : Disekolah guru, temen-temen.

Iter : Ngasih semangatnya gimana?

Itee : Kamu harus semangat gini walaupun gini.

Iter : Walaupun gini itu maksudnya apa?

Itee : Walaupun cacat, gak bleh nyerah. Kayak pak

Habibie itukan semangatnya tinggi.

Iter : Oh kamu disuruh kayak pak Habibie?

Itee : Ya kayak ilmuwan-ilmuwan lainnya diluar

negeri pengen tak susul mau jadi ilmuwan

baru.

Iter: Kamu gak malu?

Itee : Nggak PD aja.

Iter : Kenapa kok kamu bisa PD?

Itee : Ya itu berdoa buat nerangin hati, jiwa.

Iter : Kan anu dek, setahu mas kan ilmuwan itu

badanya sehat-sehat, normal. Sementara kamu

kan tidak seperti anak pada umumnya. Terus

gimana?

Itee : PD aja, yakin.

Iter ; Apa yang menyebabkan kamu seperti itu?

Itee :Ya doa, terus keahliannya apa harus dipahami

gak boleh sembarangan harus sungguh-

sungguh.

Iter : Keahlian kamu di bidang apa?

Walaupun cacat

informan tidak

menyerah. Karena

informan memiliki cita-

cita yang tinggi.

Agar pintar Informan

selalu berdoa dan

bersunguh-sungguh.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 146: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

335

340

345

350

355

Itee :Sains, TIK, dari temen itu saya belajar. Terus

sama PS, Agama. Umum sama Agama. Udah

dua itu, Umum sama Agama itu udah tak

kuasai semua.

Iter : Kamu e…merasa punya kelemahan gak?

Itee : Punya.

Iter: Kelemahan dalam hal apa?

Itee :Olah raga, soalnya kalau lari saya cepet bener

capek. Terus gini sakit, baru gitu-gitu sakit.

Iter : Apanya yang sakit?

Itee : Ya sakit, panas kadang-kadan kalau pas hujan

olah raganya pas hujan baru kena beberapa

tetes saja sudah sakit.

Iter : Terus gimana dengan kelemahan kamu seperti

itu gimana?

Itee ; Ya harus di tingkatkan lagi ini nya biar gak

sakit. Sakit itukan pasti ada obatnya jadi gak

usah dipikirin. Yang penting PD, semagat,

walaupun capekkan tapi semangatkan

insya’Allah nanti diberi kemudahan.

Iter : Tapi temen-temen kamu gak pernah ngejek ya

waktu kamu misalkan sepak bola?

Itee : Nggak

Iter : Kenapa?

Itee : Gak tahu.

Iter: Ya sebagai penutup mungkin bisa ngasih arahan

Informan menguasai

ilmu-ilmu Agama dan

umum yang sudah di

pelajarinya di sekolah.

Informan mengaku

bahwa dia punya

kelemahan dalam aspek

fisiknya.

Jika cuaca kurang

mendukung informan

mudah sekali terkena

sakit.

Walaupun informan

memiliki kelemahan-

kelemahan, namun

informan mencoba

untuk selalu berpikir

positif.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 147: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Kesimpulan:

Informan adalah orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, meskipun informan

memiliki kekurangan secara fisik, namun informan tidak pernah malu dengan kondisi fisiknya

yang memang berbeda dengan teman-temannya yang lain. Rasa percaya diri ini disebabkan karena

adanya lingkungan yang kondusif yang tidak mengenal ejekan maupun hinaan.

Disekolah ini Informan diperlakukan sama oleh guru-gurunya dengan tidak dibeda-

bedakan dengan siswa-siswa lain pada umumnya. Selain itu Informan juga memiliki teman-teman

yang baik, yang selalu mendukung dan membantunya. Dengan adanya lingkungan yang kondusif

seperti inilah yang menjadikan Informan tidak pernah merasa minder dengan kondisi fisiknya, dan

untuk menghilangkan kemungkinan adanya perasaan minder dan malu tersebut Informan selalu

mendekatkan diri kepada Allah dengan cara memperbanyak dzikir, do’a dan mengaji.

Walaupun Informan diberi kaki yang cacat, namun informan senatiasa bersyukur atas

nikmat yang diberikan Allah untuknya. Informan bersyukur karena diberi otak yang cerdas dan

kelebihan-kelebihan yang lain.

360

365

370

atau trik-trik yang adek pakai untuk apa biar

gak malu gitu?

Itee : Ya doa, terus nasihati temen-temen, kalau di

nasihati ya di dengerin belajar ya belajar gak

perlu nyeweh. Kalau punya misalnya apa PS

atau Game online gitu gak boleh tiap hari.

Iter : Oke, kalau untuk mengatasi temen-temen yang

reseh itu gimana caranya?

Itee :Itu harus dihumorin, diceramahin, itu pintu

surga ada 7 eh ada 10, kamu pilih yang mana.

Kalau kamu pengen surga ya gak boleh ngejek-

ngejek, aku gak pernah ngejek kamu kamu

ngejek-ngejek. Terus dia diem dan minta maap.

Iter : Terus apa lagi?

Itee : Udah gitu aja.

Iter : Ya udah ya. Udah malem, mat istirahat.

Informan selalu

mencoba untuk

memberikan yang

terbaik untuk dirinya

dan teman-temannya.

Informan selalu

menasihati dan

mengajak humor

teman-temannya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 148: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

VERBATIM

Informan : Y.S

Usia : 24 th.

Profesi : Guru BK

Hari : Kamis, 15 Januari 2009.

Waktu : 09.00 s/d 10.00 wib.

Tempat : SMP Muhammadiyah I Simpon Surakata.

Tujuan : Mengetahui konsep striving for superiority pada siswa muslim

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif.

Ket: W1 : Wawancara pertama

IP(1) : Informan pendukung pertama

No Hasil Wawancara Refleksi

1

5

10

15

Iter: Assalamu’alaikum Buk selamat pagi, maap

menggangu aktifitasnya.

Itee: Ya mas, gak papa kok. Anak-anak sudah saya

kasih tugas.

Iter: Gini buk, ada beberapa point yang ingin saya

kroscek kebenarannya dari mas Audi. Kan

kemarin saya sudah melakukan interview

dengan mas audi sebanyak 2 kali, dan selama

interview itu dia menunjukan perilaku yang

positif. Gak ada sama sekali perilaku

negative dari beliau. Nah sekarang saya

bermaksud ingin menanyakan beberapa hal

kepada ibu tentang mas audi.

Itee : Oya gak papa.

Iter : Kalau pendapat ibu sendiri tentang mas audi itu

seperti apa gitu.

Kode: W1.IP (1)

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 149: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

20

25

30

35

40

45

Itee : Sikapnya gitu?

Iter : Ya sikap dan karakternya.

Itee : Oke, e…selama saya mengajar disini ya, kan

saya disini juga mengajar MMA (Membaca

dan Menulis Al-qur’an) itu dan juga

keseharian itu alkhamdulillah biarpun mas

audi itu punya kekurangan dia dalam hal

bersikap, bertingkah laku, bertutur kata itu

dia bagus, sopan dia. Jadi malah apa ya

melebihi anak normal. Jadi biarpun punya

kekurang seperti itu, sama guru itu jarang lo

ya, kalau anak normal itu. Tapi kalau mas

audi itu kalau ketemu gurunya itu

“assalamu’alaikum buk” seperti itu, kalau di

apa di ruang guru itu mengucapkan salam

seperti itu. Jadi mau masuk, mau keluar juga

seperti itu.

Iter: Itu untuk semua guru atau guru-guru tertentu?

Itee: Semua, saya melihat semua iya bagus. Anak itu

biar punya kekurangan tapi yaitu tadi juga

punya kelebihan dalam hal sopan santun,

tutur katanya, dan tidak aneh-aneh.

Iter: Kalau prestasinya sendiri gimana buk?

Itee: Kalau saya melihat, kalau ngajar MMA ya itu

kurang, ya kurang. Jadi karena itu jadi apa

ya..belajarnya itu saya pernah melihat,

bertanya membacanya itu kurang lancar. Jadi

agak sedikit cedal gitu. Nah itu, jadi saya

melihat agak sedikit kurang jelas, kejalasan

Dimata guru subjek

A.D adalah anak yang

memiliki sopan santun

yang tinggi, terlebih

kepada orang yang

lebih tua darinya.

Dimata guru subjek

A.D memiliki kelebihan

dalam hal etika dan

tatakrama.

Subjek A.D memiliki

prestasi yang kurang

dalam ,hal baca tulis

al-qur’an, namun

subjek A.D memiliki

semangat belajar yang

tinggi.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 150: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

50

55

60

65

70

dalam membacanya. Tapi semangat

belajarnya ada, dia hanya ijin tapi kalau sakit.

Kalau gak sakit gak ijin. Dia rajin…!

Iter: Jadi Cuma di MMA nya aja buk ya, kalau

dimata pelajaran yang lain gimana?

Itee: Setahu saya itu di MMA ya, setahu saya.

Karena memang saya tidak begitu

memperhatikannya. Tapi memang kayaknya

audi cuma lemah dalam MMA aja.

Iter: Oh gitu, kalau pola interaksi mas audi dengan

teman-temannya sendiri gimana buk?

Itee: Alkhamdulillah tidak terhambat, bagus ya..!

biarpun mas audi seperti itu tapi teman-

temannya bisa menerima. Jadi gak pernah

ada ejekan seperti ini, kok kaki kamu seperti

ini itu gak pernah. Alkhamdulillah anak-anak

sini meskipun ada yang nakal ya, tapi gak

pernah apa ya dengan ucapan jelek,

mengolok-olok kayak gitu dengan

kekurangan dia tidak-tidak pernah.

Iter : Jadi ibu selama ini belum pernah mendapatkan

laporan apa-apa?

Itee: Belum, belum pernah.

Iter: Biasanya mas audi itu kalau bermain dengan

siapa buk?

Itee: Dengan banyak teman tidak hanya satu kelas,

baik cowok maupun cewek sama aja. Dia gak

malu.

Subjek A.D memiliki

kelemahan dalam

bidang baca tulis al-

qur’an.

Lingkungan sekolah

subjek A.D dapat

menerima segala

bentuk kekurangan

yang ada pada dirinya.

Sehingga tidak ada

yang menghina dan

mengejeknya.

Dengan segala

keterbatasannya Subjek

A.D mampu

membangun pola

interaksi yang baik

dengan teman-

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 151: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

75

80

85

90

95

Iter: Kalau itu buk, masalah dispensasi yang

diberikan pihak sekolah untuk mas audi

dalam hal apa aja?

Itee: Belum ada.

Iter: Jadi semua bidang itu mas audi diperlakukan

sama gitu ya?

Itee: Ya begitu.

Iter: Kalau berkaitan dengan fisik, olah raga itu

gimana?

Itee: Kalau fisik, selama apa itu, selama dia mampu

itu ikut, tapi kalau dia tidak mampu ya

diperbolehkan tidak ikut.

Iter: Oh begitu..?

Itee: Ya dispensasinya cuma seperti itu.

Iter: Jadi Cuma dalam hal olah raga aja ya..untuk

yang lain sama.

Itee: Untuk yang lainnya sama. Sama seperti anak

yang lain.

Iter: Jadi intinya dia diperlakukan yang sama dengan

anak yang lainya gitu?

Itee: Ya sama.

Iter: Oh gitu, kalau menurut ibu sendiri sebenarnya

kekurangan mas audi itu dalam hal apa aja

buk?

Itee: Ya itu mas, selain memiliki kekurangan pada

fisiknya karena kakinya ya seperti itu,

kayaknya mas audi juga memiliki

temannya.

Subjek A.D hanya

diberikan dispensasi

terhadap segala

sesuatu yang memang

tidak bisa dia lakukan.

Ada 2 kelemahan yang

menonjol pada diri

subjek A.D yaitu; Fisik

yang kurang sempurna,

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 152: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

100

105

110

kekurangan dalam hal motorik halusnya,

seperti menulis terutama menulis bahasa

arab, tapi kalau bahasa Indonesia yang

lumayan bagus. Terus selain itu mas audi

juga kayaknya cedal jadi kalau membaca

kurang begitu lancar. Tapi mas audi itu

ingatannya lumayan bagus, mudah ingat gitu

mas, terus dia itu rajin sekali dan

semangatnya tinggi.

Iter: Oh gitu, ya mungkin itu saja buk yang saya

tanyakan sebelumnya saya minta maap

karena sudah mengganggu waktu mengajar

ibu.

Itee: Ya sama-sama.

Iter: Makasih bu ya…!

dan kelemahan pada

motorik halusnya

(kemampuan membaca

dan menulis yang

kurang baik).

Subjek A.D memiliki

ingatan dan semangat

belajar yang tinggi.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 153: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 154: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

VERBATIM

Informan : B.P.W

Usia : 14 th.

Profesi : Pelajar

Hari : Senin, 5 Januari 2009

Jam : 16-00 s/d 17-30 wib

Tempat : Rumah informan

Tujuan : Mengetahui konsep striving for superiority pada siswa muslim

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif.

Ket : W1 : Wawancara pertama

S2 : Subjek kedua

No Hasil Wawancara Refleksi

1

5

10

15

Iter : Selamat sore dek?.

Itee : Ya mas selamat sore.

Iter : Begini dek ya, mas sedikit mau bertanya-

tanya kepada adek, gak papa kan?

Itee : Gak papa. Apa mas?

Iter : Mas pengen tahu sebenarnya alasan adek

untuk sekolah disekolah umum itu apa sich,

kok gak mau sekolah disekolahan yang

khusus anak cacat aja?

Itee : Maunya sekolah di Ta’mirul aja mas.

Iter : Loh kenapa?

Itee : Karena dekat rumah. Terus disana teman-

temannya banyak disana.

Iter : Selain itu alasanmu milih Ta’mirul Islam apa

lagi?

Keinginan informan

untuk sekolah di ta’mirul

islam merupakan suatu

hal yang tidak bisa

ditawar lagi, karena itu

sudah menjadi

keinginannya. Selain itu

alasan informan sekolah

disana adalah karena

disana informan

memiliki banyak teman

yang selalu baik

Kode: W1.S2

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 155: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

20

25

30

35

40

Itee : Disana orang-orangnya baik-baik, agamanya

juga bagus, di ajari bahasa arab juga.

Iter : Ada alasan lain gak?

Itee : Nggak.

Iter : Nggak ada?

Iter : Bukannya lebih enak di sekolah khusus dari

pada di sekolah umum? Kalau di sekolah

khusus kan gak ada yang ngejek, kan

semuanya sama.

Itee : Nggak, enak di sekolah umum dari pada di

sekolah khusus. Di sekolah umum di ta’mirul

juga gak ada yang ngejek saya, semuanya

juga baik-baik.

Iter ; Oh gitu, terus alasan kamu milih sekolah

umum apa lagi?

Itee : Ya karena saya gak suka sama orang-orang

yang seperti saya.

Iter : Gak sukanya kenapa?

Itee : Ya kan saya pengen bermain dengan orang-

orang normal,

Iter : Yang dimaksud adek dengan orang seperti

saya tadi apa to?

Itee : Ya kayak gini, kakinya seperti saya ini.

Iter : Kok adek gak suka, berarti adek hak suka

dengan diri adek donk?

Itee : Yo gak suka, mosok maen sama orang cacat

kepadanya.

Apapun alasannya

Informan lebih suka

disekolah umum dari

pada disekolah khusus.

Alasan lain yang

menjadikan informan

memilih sekolah umum

adalah karena dia tidak

suka bergaul dengan

teman-temannya yang

cacat, informan lebih

suka bermain dengan

orang-orang normal.

Informan lebih suka

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 156: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

45

50

55

60

65

terus. Sayakan juga pengen maen dengan

orang normal.

Iter ; Kenapa adek pengen bermain dengan orang

nomal? Gak malu nich?

Itee : Kan kalau orang normal itu enak, diajak

maen enak, pinter-pinter. Kan saya juga

pengen seperti mereka.

Iter : Oh gitu, adek gak malu sama mereka?

Itee : Gak kok.

Iter : Kok gak malu kenapa?

Itee : Ya kan kita sama, cuma beda kakinya aja.

Kenapa harus malu.

Iter ; Oh gitu, jadi adek gak malu ya..! terus sikap

guru-guru Ta’mirul Islam kepada adek

gimana?

Itee : Ya baik-baik.

Iter : Baiknya seperti apa, bisa ceritakan gak?

Itee : Sering membantu saya.

Iter : Membantu dalam hal apa?

Itee : E…perilaku. Eh…anu seperti membantu saya

kalau saya sedang kesusahan.

Iter : Eh perlakuan guru kekamu seperi apa sich,

sama gak perlakuan guru kamu ke kamu

dengan perlakuan guru ke temanmu?

Itee : Sama.

Iter : Samanya seperti apa?

Itee: Sama seperti yang lainnya, gak dibeda-

bermain dengan orang-

orang yang normal.

Pada dasarnya informan

lebih menyukai teman-

teman yang normal, enak

diajak ngobrol, bermain

dan juga pintar-pintar.

Informan tidak malu

bergaul dengan orang-

orang normal,karena

informan meyakini

bahwa pada dasarnya

mereka sama.

Disekolah informan

memiliki guru-guru yang

baik yang suka

membantu informan

ketika informan

membutuhkan

bantuannya.

Walaupun cacat

informan diperlakukan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 157: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

70

75

80

85

90

bedain.

Iter : Oh gitu, biasanya dalam hal apa aja kamu

diperakukan dengan khusus oleh gurumu?

Itee : Biasanya pas olah raga mas, kalau olah raga,

saya gak boleh ikut. Saya disuruh nonton aja.

Iter : Terus nilainya gimana?

Itee : Ya nantikan ada ujiannya.

Iter : Oh gitu, terus sikap teman-teman kamu ke

kamu gimana?

Itee : Ya baik juga.

Iter : Baiknya seperti apa?

Itee : Ya sering bermain sama-sama saya, belajar

sama-sama. Baik-baik sama saya. Tidak

pernah ngeyek (mengejek-red) saya.

Iter : Kenapa? kira-kira kenapa kok mereka gak

mengejek kamu. Padahal kamu kan cacat?

Itee : Kan mereka sudah tahu kalau saya punya

kelemahan kaki saya gini. Mereka sudah

maklum.

Iter : Oh gitu, kamu merasa minder gak kepada

mereka?

Itee : Nggak.

Iter : Kenapa?

Itee : Saya gini aja, saya biarkan orang-orang lain

ngejek saya gak papa.

Iter : Biarkan orang-orang mengejek? Berati adek

sama oleh guru-gurunya

tidak dibedakan dengan

siswa yang lain.

Informan diberi keringan

dalam setiap keiatan-

kegiatan yang berkaitan

dengan aktifitas fisik.

Informan memiliki

teman-teman yang baik

kepadanya, yang tidak

suka meyakiti dan

mengejeknya.

Teman-teman informan

sudah bisa memahami

dan memaklumi

kekurangan yang ada

pada informan,

Informan mampu

menerima segala

kekurangan yang ada

pada dirinya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 158: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

95

100

105

110

115

sudah pernah diejek ya?

Itee : Tidak pernah, gak pernah ada yang ngejek

saya.

Iter : Gak pernah? Itu disekolah atau dirumah?

Itee : Disekolah gak ada yang ngejek saya, dirumah

juga gak ada yang ngejek.

Iter : Oh gitu, e…kamu pernah berpikir begini gak

kalau Allah itu gak adil karena kamu diberi

kaki yang cacat seperti ini?

Itee : Gak pernah.

Iter : Kenapa?

Itee : Ya gak papa, kan udah dari kecil udah kayak

gini. Jadi gak papa.

Iter : Oh gitu, terus kamu menjalani aktifitas kamu

sehari-hari gimana?

Itee : Ya seperti biasa, biasa aja gak ada masalah.

Iter : Biasa aja, gak ada kendala gitu?

Itee : Gak ada, semua bisa aku lakukan.

Iter : Oh gitu, e…pernah gak kamu mendapatkan

perlakuan spesial atau khusus dari guru atau

temanmu?

Itee : Gak pernah, paling kalau guru itu kalau pas

olah raga. Aku sering diberi keringanan gak

ikut gak papa. Itu aja kalau yang lain ya sama

aja dengan teman-teman yang lain.

Informan hidup

dilingkungan yang selalu

mendukungnya baik

disekolah maupun di

rumah.

Informan tidak pernah

menyesali kecacatan

dan kekurangan yang

ada pada dirinya.

Informan melakukan

aktifitas kesehariannya

seperti orang normal

pada umumnya, dan

tidak pernah mengalami

kendala.

Oleh guru-gurunya

informan diperlakukan

sama seperti teman-

temannya yang lain,

namun dalam beberapa

hal seperti olah raga

informan mendapatkan

dispensasi dari gurunya

dalam bentuk

diperbolehkannya untuk

tidak mengikuti kegiatan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 159: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

120

125

130

135

140

145

Iter : Oh gitu, boleh tahu gak cita-cita kamu nanti

mau jadi apa?

Itee : Mau jadi pilot biar bisa keliling dunia.

Iter : Wah hebat ya, emang kamu bisa dengan

kondisi kamu seperti ini?

Itee : Bisa aja, yang penting belajar, terus berusaha

pasti bisa.

Iter : Emang kamu gak malu dengan kaki seperti

ini kok jadi pilot?

Itee ; Enggak…!.

Iter : Kenapa?

Itee : Ya karena saya sudah biasa jadi gak malu

lagi.

Iter : Biasa kenapa dek?

Itee : Biasa dengan kaki seperti ini, jalan yang

begini. Tapi gak papa.

Iter : Oh gitu, selain itu adek merasa punya

kelebihan apa?

Itee : Bisa maen komputer..

Iter : Oh gitu, kamu belajar komputer dari mana?

Itee : Di ajarin kakak, di rumahkan ada komputer

jadi bisa belajar terus. Di sekolah juga

diajarin tiap hari sabtu jam 8 sampe jam 9.

Iter : Selain punya kelebihan bisa maen komputer,

ada lagi gak yang kamu banggakan dalam

dirimu?

Itee : Gak ada, Cuma maen komputer aja.

praktek olahraga.

Cacat tidak membatasi

keinginan dan harapan

informan untuk bercita-

cita setinggi mungkin.

Informan meyakini

bahwa kunci kesuksesan

yang dapat

membantunya dalam

meraih cita-citanya

adalah dengan cara

belajar dan berusaha.

Keterbiasaanlah yang

menjadikan informan

lebih percaya diri.

Meskipun cacat informan

bisa mengoperasikan

komputer.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 160: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

150

155

160

165

170

Iter : Oh gitu, kalau kamu sendiri merasa punya

kelemahan dalam hal apa?

Itee : Kaki saya, saya gak kuat kalau disuruh jalan

lama, kaki saya suka sakit.

Iter : Terus kalau kamu mau kesekolah atau maen

gitu gimana?

Itee : Ya kalau sekolah dianter kakak terus

pulangnya ntar juga dijemput kakak.

Iter : Kalau maen gimana?

Itee : Saya gak pernah maen jauh, paling dirumah

aja atau ke tempat teman depan rumah saya.

Kalau jauh-jauh gak boleh, trus suka capek.

Iter : Terus kalau olah raga di sekolah gimana?

Itee : Gak pernah ikut.

Iter : Loh kok gak ikut?

Itee : Karena dulu waktu masuk kelas I sudah

bilang kalau kaki saya sakit kalau dipakai

jalan jauh, jadi sama guru di ijinkan untuk

tidak ikut olah raga.

Iter : Oh gitu terus kalau kamu gak ikut gitu ntar

suka diejekin temen-temen gak?

Itee : Nggak, biasa aja kan mereka sudah tahu

kondisi saya.

Iter : Oh gitu, selain olah raga. Kamu disekolah

biasanya dapat keringanan apa aja?

Itee : Gak ada cuma ini aja, tapi kadang kalau pas

upacara saya gak ikut gak apa-apa karena

Informan memiliki

kelemahan pada fungsi

kakinya, sehingga

informan sulit untuk

melakukan aktifitas-

aktifitas yang berkaitan

dengan fisik.

Rasa sakit pada kaki

yang informan alami

menjadikan informan

jarang bermain ke

tempat yang jauh dari

rumahnya.

Informan diberi

dispensasi oleh sekolah

boleh untuk tidak ikut

dalam setiap kegiatan

olah raga.

Selain dalam kegiatan

olah raga. Informan juga

mendapatkan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 161: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

175

180

185

190

195

kalau ikut kelamaan berdiri kadang kaki saya

suka sakit, jadi gak ikut gak papa.

Iter : Oh gitu, itu upacara apa?

Itee : Upacara bendera kalau pas 17 Agustus, terus

upacara-upacara yang lainya tiap hari senin

pagi.

Iter : Oya, yang suka ngasih semangat kamu siapa

aja?

Itee : Kakak saya.

Iter : Contohnya semangat seperti apa?

Itee : Semangat untuk belajar, Bang belajar terus

ya biar ntar pinter gitu.

Iter : Oh gitu, selain kakak yang suka ngasih

semangat lagi siapa?

Itee : Gak ada cuma kakak aja, tapi kadang-kadang

guru-guru juga ngasih semangat.

Iter : Kalau guru ngasih semangatnya gimana?

Itee : Ya sama disuruh belajar.

Iter : Pernah gak kamu mengalami pengalaman

yang tidak kamu senangi?

Itee : Nggak pernah.

Iter : Bisa gak kamu ceritakan tentang aktifitasmu

sehari-hari?

Itee : Ya biasa aja, kalau sekolah ya sekolah waktu

belajar ya belajar.

Iter : Oya dulu alasan kamu sekolah disini kenapa?

dispensasai dari

sekolahnya dalam

kegiatan-kegiatan yang

membutuhkan aktifitas

fisik (kaki) dalam waktu

yang lama. Seperti

upacara bendera, dll.

Informan selalu diberi

motivasi oleh kakaknya

untuk terus belajar.

Selain kakak, informan

juga sering diberi

motivasi oleh guru-

gurunya disekolah.

Informan tidak pernah

mendapatkan

pengalaman yang tidak

menyenangkan.

Informan melakukan

aktifitasnya sehari-hari

sebagaimana orang

normal pada umumnya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 162: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

200

205

210

Itee: Karena lebih suka sama orang-orang normal.

Kan orang-orangnya baik-baik, suka

membantu saya kalau saya tidak bisa.

Iter : Oh gitu, dulu kamu sekolah disini yang suruh

siapa?

Itee : Gak ada yang nyuruh mas, saya pngen

sendiri kok.

Iter : Kenapa?

Itee : Ya itu tadi disini orangnya baik-baik.

Iter : Oya, kaki kamu kan cacat, terus temen-temen

kamu normal semua. Kamu gak ngadu sama

Allah, kok kamu diberi kaki cacat. Kamu

memandangnya gimana sie?

Itee : Yo gak papa mas, kan semua sudah diatur

sama Allah. Kan pasti ada hikmahnya.

Iter : Oh gitu, oya karena sudah sore mas mau

pamit dulu ya…tapi nanti kalau masih ada

yang kurang mas mau minta bantuannya lagi

boleh gak?

Itee : Ya mas, gak papa.

Iter : Dah gitu aja ya, Assalamu’alaikum.

Itee : Wa’alaikum salam.

Rasa suka informan

kepada orang normal,

serta kebaikan-kebakan

yang ditujukan oleh

orang normal inilah

yang menjadikan

informan tertarik utuk

sekolah disekolah umum.

Informan meyakini

bahwa kondisi fisiknya

yang cacat ini adalah

karena kehendak Allah,

dan pasti ada

hikmahnya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 163: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

VERBATIM

Informan : B.P.W

Usia : 14 th.

Profesi : Pelajar

Hari : Kamis, 8 Januari 2009

Waktu : 08.00 s/d 09.00 wib

Tempat : SMP Ta’mirul Islam Surakarta

Tujuan : Mengetahui konsep striving for superiority pada siswa muslim

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif.

Ket : W2 : Wawancara kedua

S2 : Subjek kedua

No Hasil wawancara Refleksi

1

5

10

15

Iter : Pagi adek..! gimana kabarnya?

Itee : Ya mas, Alhamdulillah baik.

Iter : Kemarin kan kita sudah ngobrol-ngobrol ya.

Tapi ternyata masih ada yang kurang jadi

mas mau minta bantuan adek lagi, gimana?

Itee : Ya gak papa.

Iter : Gak papa ya…! Okey… kemaren kan kita

sudah ngobrol-ngobrol tentang siapa adek,

kebiasaan dan lain-lain kan gitu, tapi masih

ada yang kurang e… mase ingin menanyakan

tentang e… kalau adek di sekolah itu

perlakuan guru adek ke adek itu gimana

sich?

Itee : Seperti anu ya baik-baik gak pernah gojek-

gojeki. Seperti orang normal gitu melakukan

saya.

Informan diperlakukan

dengan baik oleh guru-

gurunya.

Kode: W2.S2

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 164: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

20

25

30

35

40

Iter : Oh gitu, itu guru siapa aja?

Itee ; Semua guru.

Iter ; Baiknya seperti apa sich?

Itee : Gak pernah marah.

Iter : Gak pernah marah? Kenapa?

Itee : Mungkin karena kekurangan saya ini seperti

ini jadi mereka kasihan.

Iter : Dalam hal apa saja kalau guru gak marah itu?

Itee : Ya gak pernah marah.

Iter : Oh gitu, kalau di sekolah kamu berteman

biasanya sama sapa?

Itee : Semua temen saya.

Iter : Semua temen? Cowok atau cewek?

Itee : Cowok.

Iter : Kenapa?

Itee : Lebih suka cowok….!

Iter : Oh gitu, lebih sukanya kenapa?

Itee : Lebih baik cowok.

Iter : Lebih baik cowok? Contohnya?

Itee : Sering e… memberitahu kalau saya tidak

bisa.

Iter : Oh gitu, kalau cewek kenapa?

Itee : Gak suka.

Iter : Gak sukanya kenapa?

Itee : Marah-marah, sering marah-marah.

Iter: Sering marah-marah to? Pernah di gituin?

Kekurangan yang ada

pada diri informan

memberikan dampak

positif bagi dirinya,

karena dengan

kekurangan tersebut

banyak orang yang

simpati dan berperilaku

baik kepadanya.

Teman-teman informan

selalu memberi bantuan

informan ketika informan

membutuhkan bantuan.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 165: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

45

50

55

60

65

Itee : Gak pernah.

Iter : Gak pernah? Tapi kok gak suka?

Itee ; Karena gak suka dengan tingkah laku cewek-

cewek yang ada dikelas saya.

Iter : Oh gitu, kalau dikelas cewek-ceweknya

seperti apa si dek?

Itee : Cewek-ceweknya ada yang seperti laki-laki,

ada yang suka misoh-misoh gitu, terus teriak-

teriak juga. Kalau temenku laki-lakikan gak

ada yang misoh-misoh.

Iter : Ceweknya ada yang seperti laki-laki tadi

gimana pakaiannya atau apa?

Itee : Ya itu suka misoh-misoh. Kelakuannya

kayak laki-laki. Kan biasanya yang suka

marah-marah terus misoh-misoh itu laki-laki,

tapi ini perempuan. Jadi aku ya gak suka.

Iter : Kalau yang marah terus misoh-misoh itu laki-

laki gimana? Kamu suka gak?

Itee : Ya gak suka.

Iter : Kenapa?

Itee : Ya kan itu gak boleh, kita kan gak boleh

misoh-misoh.

Iter :Kalau kamu minta bantuan itu biasanya pada

siapa aja?

Itee : Pada temen saya.

Iter : Temen saya itu siapa aja?

Itee : Semuanya.

Informan tidak suka

dengan teman-teman

perempuan karena

perilaku mereka yang

buruk dan tidak sesuai

dengan etika dan

tatakrama.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 166: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

70

75

80

85

90

95

Iter : Dalam hal apa biasanya kamu meminta

bantuan?

Itee : Pelajaran.

Iter : Pelajaran apa?

Itee : Kadang mathematika, kadang juga bahasa

inggris itu aja.

Iter : Selain minta bantuan dalam pelajaran

biasanya kamu minta bantuan dalam hal apa?

Itee : Gak ada, cuma itu aja.

Iter : Sebenanya yang kamu harapkan di sekolah

ini seperti apa sich?

Itee : Ya bisa belajar dengan baik, terus dapat

prestasi, dan terus punya temen-temen yang

banyak.

Iter : Oh gitu, selain itu ada lagi gak?

Itee : Apa lagi ya…! Anu udah.

Iter : Udah. Terus kalau kamu malu itu cara kamu

mengatasinya gimana?

Itee : Refresing.

Iter : Refresingnya gimana?

Itee : Bermain sama temen.

Iter : Oh gitu, biasanya kalau bermain itu

bermmain apa?

Itee : Bermain….deli’an (petak umpet-red).

Iter : Deli’an?? Oh gitu, emang habis main gitu

kamu terus gak malu lagi gitu?

Informan sering meminta

bantuan kepada teman-

temannya terkait dengan

pelajaran mathematika

dan bahasa inggris yang

memang informan tidak

begitu menguasainya.

Informan sangat

menginginkan untuk bisa

berprestasi dan memiliki

teman yang banyak di

sekolahnya.

Untuk menghilangkan

rasa malu pada diri

informan, informan

sering mengajak teman-

temannya bermain

bersama.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 167: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

100

105

110

115

120

Itee: Iya.

Iter : Kalau perlakuan temen-temen ke kamu

gimana?

Itee : Baik-baik, tapi juga ada yang tidak baik.

Iter : Yang tidak baik itu seperi apa si?

Itee : Suka bolos sekolah.

Iter : Oh sering bolos sekolah, kalau sama kamu

mereka gimana?

Itee : Ya baik.

Iter : Oh gitu. Oya, kamu merasa punya kelemahan

dalam hal apa?

Itee : Olah raga.

Iter ; Kenapa?

Itee : Gak bisa, kalau bisa jangan terlalu jauh nanti

capek. Kan kakiku ini suka capek kalau jalan

jauh.

Iter : Oh gitu, terus untuk mengatasi kelemahanmu

itu gimana?

Itee : Istirahat, kadang juga tidur.

Iter : Tidur?? Biasanya kalau tidur dimana?

Itee : Anu minta ijin pulang, sakit. Kan biasanya di

ijinkan.

Iter : Sebenarnya kamu pengen untuk ikut olah

raga gak?

Itee : Pengen si, pengen kumpul teman-teman. Tapi

Disekolah informan

diperlakukan dengan

baik oleh teman-

temannya.

Kelemahan informan

adalah tidak bisa

berjalan terlalu jauh,

sehingga informan selalu

absen dalam kegiatan

olah raga.

Informan membutuhkan

waktu beberapa saat

untuk sekedar istirahat

atau bahkan tidur agar

rasa lelah dan sakitnya

hilang.

Informan sebenarnya

ingin ikut kegiatan olah

raga seperti teman-

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 168: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

125

130

135

140

145

karena kakiku gini ya gak bisa ikut olah raga.

Iter : Oh gitu, oya selain itu ada lagi gak yang

kamu lakukan untuk mengatasi

kelemahanmua itu?

Itee : Gak ada.

Iter : Oya, alasan kamu sekolah di sekolah umum

apa to? Kok gak milih sekolah khusus aja?

Itee : Ya karena gak suka aja, gak suka dengan

orang-orang cacat. Kan saya normal

walaupun kaki saya begini tapi saya normal.

Iter : Oh gitu, di sekolah ini yang kakinya kayak

kamu siapa aja?

Itee : Saya sendiri.

Iter : Oh kamu sendiri, terus kalau cuma kamu

sendiri kamu gimana?

Itee : Nyantai aja, kan orang-orangnya baik semua.

Enak biasa aja.

Iter : Biasanya kalau kamu sendirian, mulai BT itu

kamu ngapain?

Itee : Ya paling ke masjid aja, kan samping sekolah

ada masjid.

Iter : Emang boleh waktu sekolah ke masjid?

Itee : Boleh, tapi kalau istirahat aja.

Iter : Biasanya kalau kamu dimasjid ngapain?

Itee : Paling sholat, terus berdoa.

Iter : Kalau kamu berdoa, biasanya kamu berdoa

apa sich, boleh tahu gak?

temannya yang lain, hal

ini disebabkan karena

informan ingin selalu

berkumpul dan bermain

dengan mereka.

Informan lebih suka

berinteraksi dengan

teman-temannya yang

normal, bahkan informan

menganggap bahwa

dirinya normal.

Meskipun di sekolah

yang menderita cacti

fisik hanya informan,

namun informan tidak

begitu mencemaskannya.

Informan biasa

meluangkan waktunya

untuk beribadah kepada

Allah dengan cara

berdoa dan sholat.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 169: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

150

155

160

165

170

Itee : Pengen jadi anak yang sholeh, pinter terus

pengen bisa jadi pilot.

Iter : Oh gitu, kalau kamu biasanya curhat ke

siapa?

Itee : Gak pernah curhat kok…..!

Iter : Gak pernah? Terus gimana?

Itee : Ya saya aja.

Iter : Kenapa?

Itee : Ya saya tidak mau nyusain orang lain, kalau

saya bisa saya lakukan.

Iter : Oh gitu. Biasanya masalah yang kamu hadapi

itu masalah tentang apa aja sich?

Itee : Sama teman.

Iter : Emang kenapa, penyebabnya apa?

Itee : Karena banyak yang nakal temannya.

Iter : Teman dimana?

Itee : Di sini Ta’mirul.

Iter : Nakalnya biasanya seperti apa sich?

Itee: Ya itu tadi mereka sering merokok, bolos gitu.

Iter : Oh gitu, mereka sama kamu gimana?

Itee : Ya gak papa, kadang malah tak omongin

(nasihatin-red) jangan gini ngerokok gak

boleh dosa.

Iter : Oh gitu, mereka kalau kamu nasihatin

gimana?

Itee : Ya gak papa, kadang cuma diem aja, terus

Informan selalu

berharap untuk bisa

menjadi orang pintar

yang shalih.

Informan lebih suka

memendam perasaannya

sendiri, hal ini

disebabkan karena

informan tidak mau

menyusahkan orang-

orang yang ada di

sekitarnya.

Informan sering

menasihati teman-

temannya yang nakal.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 170: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

175

180

185

cuma bilang jangan bilang-bilang ke guru

ya…

Iter : Terus kamu bilang gak?

Itee: Gak bilang, kan mereka temen-temenku, jadi

gak tak bilangin ke guru.

Iter : Kenapa, kan mereka salah?

Itee : Ya si… tapikan mesakne (kasian-red) mas

kalau di hukum.

Iter : Kenapa kamu kasihan sama mereka?

Itee : Ya mesakne wae mas…!

Iter : Oh gitu, ya sudah ya… sekali lagi mas

ucapkan terimakasih kepada adek untuk

bantuannya. Makasih dek ya….!

Itee : Ya mas sama-sama.

Informan memiliki rasa

empati yang besar

terhadap teman-

temannya.

Kesimpulan: Informan adalah orang yang percaya diri, tidak pernah merasa malu dengan kondisi

fisiknya yang cacat. Bahkan dalam berteman informan lebih memilih untuk berteman dengan

orang-orang yang memiliki kondisi fisik yang sempurna dibandingkan dengan orang-orang yang

mempunyai kondisi fisik yang sama dengannya, hal ini disebabkan karena informan meyakini

bahwa pada dasarnya mereka adalah sama.

Meskipun sacat, informan tidak dipandang sebelah mata oleh guru-gurunya. Akan tetapi

informan diperlakukan sama oleh guru-gurunya dan tidak dibedakan dengan siswa-siswa yang

lain. Namun informan diberi keringan (dispensasi) dalam setiap keiatan-kegiatan yang berkaitan

dengan aktifitas fisik, seperti olah raga, dll.

Disekolah ini informan memiliki teman-teman yang selalu baik kepadanya, yang tidak

suka meyakiti dan mengejeknya, teman-teman informan sudah bisa memahami dan memaklumi

semua kekurangan yang ada pada informan.

Dengan kondisi fisik yang kurang sempurna tersebut, informan mencoba untuk menerima

segala kekurangan yang ada pada dirinya. Informan tidak pernah menyesali kecacatan dan

kekurangan yang ada pada dirinya. Informan meyakini bahwa kunci kesuksesan yang dapat

membantunya dalam meraih cita-citanya adalah dengan cara belajar dan berusaha serta berdoa

kepada Yang Maha Kuasa.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 171: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

VERBATIM

Informan : S.G.S.

Usia : 47 th.

Profesi : Guru BK

Hari : Kamis, 8 Januari 2009

Waktu : 09.00 s/d 09.30 wib

Tempat : SMP Ta’mirul Islam Surakarta

Tujuan : Mengetahui konsep striving for superiority pada siswa muslim

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif.

Ket: W1 : Wawancara pertama

IP(2) : Informan pendukung kedua.

No Hasil Wawancara Refleksi

1

5

10

15

Iter : Selamat Pagi Pak.

Itee : Ya….pagi.

Iter : E…saya dari mahasiswa psikologi yang hendak

mengambil data untuk kepentingan skripsi.

E..mengenai anak didik bapak yang e…. mas

Bambang tadi ya pak ya. Sebenarnya

keseharian mas Bambang tadi kalau disekolah

seperti apa pak ya…?

Itee : Ya dia biasa-biasa aja seperti temen-temennya

yang lain. Ya belajar ya belajar, kalau pas

istirahat ya keluar. Kayaknya gak ada masalah,

gak ada beban gak ada rasa minder gitu.

Iter: Terus kalau dalam interaksi dengan teman-

temannya gimana pak?

Itee : Ya teman-temennya tidak ada yang menjelek-

jelekan, tidak ada yang menganggap dia

Dimata Guru, Subjek

B.P.W merpakan

seorang yang biasa-

biasa saja, seperti

siswa lain pada

umumnya.

Kode: W1.IP (2)

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 172: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

20

25

30

35

40

45

rendah. Karena sudah kita tanamkan sejak dia

masuk kelas satu sudah kita tanamkan sudah

kita berikan arahkan bahwasanya kondisi fisik

itu bukan karena kehendaknya tapi kehendak

Allah kita harus memakluminya. Menjelek-

jelekan orang yang cacat berarti menjelek-

jelekkan Allah yang menciptakan. Mereka

tidak pernah apa mengucilkan, kebetulan

Bambang sendiri dalam keseharinnya tidak

nakal. Dia bisa bergaul dengan baik.

Iter : Eh metode yang digunakan untuk memberikan

nasihat tadi gimana?

Itee : Eh…. pertama secara klasikal, jadi kita berikan

arahan. Kebetulan dalam materi-materi fiqh,

budi pekerti itu ya kita sebagai Da’i ya

berdakwah. Jadi kita ingatkan manusia itu

sama pada prinsipnya dihadapan Allah, secara

fisik tidak dipermasalahkan oleh Allah yang

dibedakan adalah tingkat ketaqwaannya. Bisa

jadi kamu, temenmu yang ganteng, yang cantik

itu belum tentu mulia disisi Allah. Sementara

yang cacat bisa jadi lebih mulia disisi Allah

kalau dia berakhlaq. Itulah yang kami

sampaikan agar temen-temennya bisa maklum.

Iter: Oh jadi temen-temen bisa menerima apa adanya

gitu pak ya…?

Itee : Ya secara klasikal, tapi ketika mungkin pernah,

kalau pernah ya… kalau dulu pernah ya sedikit

memandang rendah gitu kita panggil, kita beri

Di sekolah subjek

B.P.W memiliki teman-

teman yang baik.selain

itu disekolah B.P.W

sering di ingatkan oleh

gurunya untuk selalu

berpikir positif dalam

mensikapi kekurang

sempurnaan fisiknya.

Selain memberikan

nasihat kepada subjek

B.P.W agar bisa

memandang positif atas

kekurang sempurnaan

fisiknya guru-gurunya

juga mengingatkan

teman-temanya untuk

bisa saling

menghormati dan

menghargai

saudaranya yang lain.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 173: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

50

55

60

65

70

arahan.

Iter : Pernah ada pak ya…?

Itee : Kalau bambang belum pernah, sampai saat ini

belum pernah. Dulu juga pernah dulu ada yang

cacat juga kemudian ngejek ya kita panggil

terus kita beri arahan. Dan ahirnya minta

maap.

Iter : Untuk Bambang sendiri pernah gak pak

diganggu temennya gitu, misalnya dijahilin

gitu.

Itee : Belum pernah.

Iter : Belum pernah ya pak ya…!

Itee : Belum pernah saya lihat, ya itu tadi dia itu

lumayan bisa menyesuaikan diri. Jadi gak

pernah neko-neko bahasanya. Ya biasa,

diangap biasa gitu. Waktu sholat ya sholat,

istirahat ya istirahat dikelas juga ramah, gak

pernah macam-macam gitu, dengan teman-

temannya yang gagah yang sempurna gitu juga

gak pernah buat masalah.

Iter: Jadi temen-temennya malah sayang gitu ya….?

Itee : Ya jadi malah akrab.

Iter : Sering gak pak, apa itu temennya itu memberi

dukungan kepada Bambang agar dia gak malu

gitu sering gak pak?

Itee : Meskipun mungkin secara lisan belum, tapi

mungkin secara perbuatan. Kadang-kadang

saya lihat kalau kekantin juga bareng. Terus

Di sekolah ini subjek

B.P.W belum pernah di

ejek dan diganggu oleh

teman-

temannya.karena

B.P.W juga mampu

menjaga perasaan

teman-temannya.

Dukungan yang

diberikan teman B.P.W

kepadanya dapat

terlihat dari perbuatan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 174: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

75

80

85

90

95

100

kemana gitu juga bareng.

Iter : Kalau prestasi gitu gimana? Misalnya nilai-

nilainya?

Itee : Untuk prestasinya juga lumayan bagus,

meskipun tidak tertinggi tidak teratas tapi juga

tidak begitu rendah. Jadi biasa, kayaknya

emang prestasinya lumayan.

Iter : Oh gitu, ada gak dispensasi dari sekolah untuk

Bambang ini?

Itee : Ya terutama untuk pelajaran olah raga. Jadi ada

permainan-permainan yang dia boleh untuk

tidak ikut, ya kayak sepak bola, lari kalau

sekedar senam masih. Tapi ya dia masih ikut

kelapangan.

Iter : Untuk nilainya gimana?

Itee : Ya nilainya tentunya punya standar sendiri.

Iter : Kalau menurut bapak sendiri, Bambang ini

sebenarnya memilki sifat yang pemalu atau

memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi

pak?

Itee : Malunya gak, biasa…! Kepercayaan diri ya

normal wajar. Tidak pernah protes terhadap

keadaan, ya biasa-biasa aja.

Iter : Terus perilaku adaptasinya bagaimana pak?

Itee : Ya lumayan agak bagus, dengan teman lain

kelas pun juga bergaul biasa-biasa aja. Tidak

menutup diri, jadi biasa aja.

dan perilaku teman-

teman B.P.W

kepadanya.

Di sekolah B.P.W

memiliki prestasi yang

cukup bagus.

Sekolah memberikan

dispensasi kepada

B.P.W dalam kegiatan

olah raga.

Menurut pandangan

guru subjek, B.P.W

memiliki rasa percaya

diri yang normal, tidak

pemalu namun juga

tidak terlalu PD.

Subjek B.P.W memiliki

perilaku adaptasi yang

baik dan tidak suka

menutup diri.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 175: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

105

110

Iter : Ada gak kejadian khusus yang dialami

Bambang di sekolah ini?

Itee : Kalau menurut pengamatan saya gak ada,

belum ada. Dari temannya gak ada, dari

gurunya juga gak ada. Dia sendiri juga belum

pernah mengalami kasus disekolah ini.

Itee : Manutan gitu istilahnya?

Itee : Ho’o iya…!

Iter : Oh gitu, oya pak mungkin sudah cukup

wawancara kali ini terimakasih sekali atas

waktunya.

Itee : Ya sama-sama.

Subjek B.P.W adalah

seorang siswa yang

tidak suka mencari

masalah.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 176: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 177: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

VERBATIM

Informan : R.A.P

Usia : 14 th.

Profesi : Pelajar

Hari : Sabtu, 10 Januari 2009

Waktu : 08.00 s/d 09.00 wib

Tempat : SMP Muhammadiyah 2 Kartasura.

Tujuan : Mengetahui konsep striving for superiority pada siswa muslim

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif.

Ket : W1 : Wawancara pertama

S3 : Subjek ketiga

No Hasil Wawancara Refleksi

1

5

10

15

Iter : Selamat pagi dek, gimana kabarnya?

itee : Baik.

iter : Adek baru ngapain?

itee : Belajar.

iter : Belajar apa?

itee : Kemuhammadiyahan.

iter : Kemuhammadiyahan? udah selesai belum?

itee : Udah selesai, sekarang ganti geografi.

iter : Oh gitu, gini dek mase mau nanya-nanya ke

adek boleh ga?

itee : Boleh.

iter : Boleh ya…! E…yang membuat adek tertarik

untuk sekolah disini apa?

itee : Sikap teman-teman saya yang selalu

memperhatikan saya.

Yang membuat informan

tertari untuk sekolah di

SMP ini adalah kaena

sikap baik yang selalu

ditunjukan oleh teman-

teman informan.

Kode: W1.S3

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 178: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

20

25

30

35

40

iter : Oh itu, terus selain itu apalagi alasan adek

itee : Karena saya tidak ingin mengecewakan guru

asuh saya.

iter : Oh yang nyuruh kesini siapa?

itee : Guru asuh saya.

iter : Kok kamu gak minta kesekolah lain?

itee : Ya saya masuknya udah telak kok. sudah

setengah tahun, saya kelas satu baru setengah

tahun sudah kenaikan kelas.

iter : Oh gitu, terus?

itee : Ya gitu, ibu asuh saya menyuruh saya untuk

sekolah disini.

iter : Oh gitu, oya katanya tangan kamu ada yang

kecil ya?

itee : Iya.

iter : Yang sebelah mana?

itee : Kiri ini.

iter : Kiri…! Oh gitu… kamu merasa malu gak?

itee : Nggak.

iter : Kenapa?

itee : Kerena setiap kekurangan itu pasti juga ada

kelebihannya.

iter : Oh gitu, kelebihan kamu apa?

itee : Dulu dapat peringkat dua di SD.

iter : Oh gitu, itu kelebihannya. terus kelemahan

kamu apa?

Alasan lain informan

sekolah disini adalah

karena tidak ingin

mengecewakan guru

asuhnya.

Informan tidak merasa

malu dengan kekurangan

fisik yang ada pad

dirinya, karena informan

meyakini bahwa setiap

kekurangan pasti juga

ada kelebihan (Positif

thinking).

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 179: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

45

50

55

60

65

itee : Ya ini fisik saya ini.

iter : Emang fisiknya seperti apa?

itee : Ni kan tangan kirinya kecil terus badanku

juga kecil sendiri di sekolah ini.

iter : Oh gitu, terus kalau sikap guru-guru kamu

kekamu gimana?

itee ; Sangat sayang dan mendidik, supaya saya

menjadi anak yang pinter.

iter : Oh gitu, kamu diperlakukan yang sama gak

seperti temen-temenmu yang lain?

itee : Sama.

iter : Samanya seperti apa?

itee : Ya seperti…seperti dikasih pelajaran itu kita

disamakan. gitu….!

iter : Tapi mereka sayang sama kamu gak?

itee : Sayang.

iter : Pernah gak guru kamu marah sama kamu?

itee : Pernah karena saya tidak memperhatikan

pelajaran.

iter : Oh gitu, terus selain itu ada lagi?

itee : Nggak.

iter : Jadi guru marah itu karena kamu tidak

memperhatikan pelajaran?

itee : Tidak memperhatkan pelajaran.

iter : Terus temen-temen sama kamu gimana?

itee : Ya sangat sayang, ada ikatan persahabatan

Kekurangan yang

menonjol pada diri

informan adalah fisiknya

yang kecil dibandingkan

dengan teman-temannya

yang lain dan juga

tangan kirinya yang

cacat.

Guru-guru mendidik

informan dengan penuh

kasih sayang.

Dalam pembelajaran,

informan diperlakukan

sama oleh para gurunya.

Disekolah sudah terjalin

ikatan persahabatan

antara informan dan

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 180: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

70

75

80

85

90

yang sejati.

iter : Contohnya dek?

itee: Saya sama teman saya faris, dia selalu

membantu saya dimana saya merasa

kesusahan.

iter : Oh gitu, pernah itu? Kesusahan waktu apa?

itee : Pernah waktu ban saya bocor, terus saya

dipinjemin uang untuk menambal ban saya.

iter : Oh gitu, temen-temen kamu dengan keadaan

kamu yang cacat ini gak ada yang ngejek?

itee : Nggak, malah menghargai.

iter : Menghargainya seperti apa?

itee : Mengasihani, membantu…..gitu.

iter: Kalau seandainya temen-temen adek

mengejek adek. kamu ngapain?

itee : Aku terserah, PD aja ngapain diambil hati,

gak ada apa-apanya.

iter : Jadi kamu dengan kondisi fisik seperti ini

kamu biasa aja gitu, kok bisa sich? bisa

ceitakan gak?

itee: Karena saya ini murid yang terkecil disekolah

ini, banyak disenangi oleh guru-guru.

iter : Terkecil umurnya atau fisiknya?

itee : Fisiknya.

iter : Itu yang membuat kamu PD? selain itu?

itee : Udah gak ada.

teman-temannya.

Teman-teman informan

selalu mengasihi dan

membantu ketika

informan membutuhkan

bantuan.

Informan tidak terlalu

mempermasalahkan

ejekan dan hinaan

namun informan

menganggapnya hanya

sebagai angin lalu.

Kecilnya fisik informan

menjadi daya tarik

tersendiri bagi guru-

gurunya. Karena banyak

guru yang justru meyukai

informan karena fisiknya

yang kecil tersebut.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 181: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

95

100

105

110

115

120

iter : Kalau kamu baru sedih, BT itu ngapain?

itee : Pergi kerumah teman terus maen PS.

iter : Oh gitu, biasanya yang membuat kamu sedih

dan BT itu apa?

itee : Eh anu sering di ejek dirumah teman saya

gitu.

iter : Oh gitu, ngejeknya gimana?

itee : Eh apa kamu ini gak bisa ngapa-ngapain gak

bisa lari cepat, gitu.

iter : Itu ngejeknya dimana??

itee : Di rumah.

iter : Di rumah ya…! terus kamu kalau diejek gitu

gimana?

itee : Ya terus pulang aja. langsung pergi gak

mendengarkan.

iter : Kalau kamu di ejek gitu kamu sedih gak?

itee : Nggak.

iter : Kenapa?

itee: Karena di ejek itu pasti saya ada

kelebihannya.

iter: Kalau disekolah ini teman-temen kamu

gimana, baik-baik semua atau ada yang

nakal?

itee : Ada yang nakal.

iter : Nakalnya seperti apa?

itee: Misalnya gak ngapa-ngapain tiba-tiba

menjitak saya, menendang saya. gitu…!

Ejekan-ejekan yang

ditujukan ke informan

terkadang

menjadikannya BT dan

sedih.

Informan sering diejek

tentang kekurangan yang

Ada pada dirinya.

Informan selalu

menghindar dan

bersikap acuh, ketika di

ejek oleh orang.

Informan selalu berpikir

positif dari setiap ejekan

yang ditujukan padanya.

Disekolah informan

sering diganggu oleh

sebagian kecil dari

teman-temannya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 182: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

125

130

135

140

145

iter : Banyak gak yang seperti itu?

itee : Nggak, cuma satu orang.

iter : Itu kenapa kok bisa begitu?

itee : Ya gak tahu, tiba-tiba di saya padahal saya

tidak mengejek dia.

iter : Terus kalau kamu di jitak gitu kamu gimana?

itee : Ya tidak membalas, nanti kalau di apa itu

dihadapi makin menjadi-jadi.

iter : Oh gitu, itu anak kelas berapa dek?

itee : Kelas II, temen sekelas.

iter : Oh gitu, kamu sering melaporkan gak kalau

diganggu gitu?

itee : Nggak.

iter : Kamu sering diganggu gitu?

itee : Ya sering.

iter : Biasanya teman-teman kamu kalau melihat

kamu digituin mereka gimana?

itee : Mereka membela saya.

iter : Membelanya gimana?

itee: Jangan digituin, jangan berbuat begitu wong

(kan-red) dia gak salah apa-apa kok.

iter : Terus kalau digituin temen kamu yang suka

jahil tadi gimana?

itee : Masih jahilin…!

iter : Oh gitu, terus kamu memandang kehidupan

ini seperti apa sich?

Informan tidak

membalas perlakuan

buruk teman-temannya,

namun informan hanya

mendiamkannya.

Ketika informan di ejek,

informan banyak

mendapatkan pembelaan

dari teman-temannya

yang lain.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 183: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

150

155

160

165

170

itee : Apa itu, kehidupan yang agak rumit gitu.

iter : Rumitnya kenapa?

itee : Karena kekurangan dan kekurangan saya ini.

iter : Kamu dengan kekurangan kamu seperti ini

kamu gimana?

itee: Akan selalu tabah dan sabar dalam

menghadapinya.

iter : Selain tabah, selain sabar ada lagi gak yang

kamu lakukan?

itee : Ada belajar yang sungguh-sungguh dan

menghormati guru.

iter : Oh gitu, kamu menjalani aktifitas kamu

sehari-hari gimana?

itee : Baik-baik aja.

iter : Baik-baik aja itu seperti apa?

itee: Ya seperti tadi di suruh mengerjakan langsung

dikerjakan gitu.

iter : Yang kamu harapkan dari sekolah ini apa?

itee : Menjadi anak yang terbaik, dan mendapatkan

nilai yang maksimal.

iter : Kalau untuk fisiknya gimana?

itee : Saya berdoa agar disembuhkan oleh Allah.

iter : Oh gitu, cita-cita kamu ingin jadi apa?

itee : Jadi… jadi penjaga hotel.

iter : Penjaga hotel? kenapa ingin jadi penjaga

hotel?

Informan menganggap

bahwa kehidupan ini

rumit.

Informan menghadapi

cobaan ini dengan penuh

rasa sabar dan penuh

dengan ketabahan.

Untuk menutupi

kekurangan yang ada

pada diri informan,

informan selalu

berusaha untuk belajar

dengan sungguh-

sungguh.

Informan selalu ingin

untuk menjadi siswa

yang terbaik di

sekolahnya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 184: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

175

180

185

190

195

itee : Karena pekerjaan itu tidak rumit.

iter : Oh gitu, kamu bisa menjadi penjaga hotel?

itee : Bukan penjaga hotel, tapi pelayan hotel.

iter : Kamu PD, kamu kan tangannya kan cacat

gitu gimana kamu nanti kalau di ejek oleh

penjaga hotel yang lain?

itee : Ya PD aja.

iter : Kok bisa PD gitu kenapa, bisa gak adek

ceritakan ke mas?

itee : Eh…bingung mas, karena saya itu anak yang

paling disayangi dikeluarga. dan saya merasa

di istimewakan.

iter : Kalau disekolah?

itee : Di sekolah saya merasa senang karena saya

dihormati oleh teman-teman saya.

iter : Biasanya teman-teman menghormati dalam

hal apa?

itee : Dalam apa itu, apa hal yang gak bisa gitu

lo… kalau kan mengangkat benda berat gak

bisa mengangkat gitu diangkatkan. terus

kerjasama.

iter : Kamu disekolah diperlakukan seperti apa?

itee : Seperti…seperti sama seperti anak-anak yang

lain.

iter : Ada kekhususan buat kamu gak?

itee : Ada.

Informan adalah anak

yang paling disayangi di

keluarganya.

Disekolah informan

dihormati oleh teman-

temannya.

Ketika informan sedang

menghadapi suatu

permasalahan, teman-

teman informan banyak

yang memebantunya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 185: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

200

205

210

215

220

iter : Dalam hal apa?

itee :Dalam hal olah raga.

iter : Emang kenapa?

itee : Kan tangan saya yang satunya gak bisa.

iter : Oh gitu, terus kalau kamu olah raga gak ikut

terus nilainya gimana?

itee : Nilainya, ya kalau ikut sich yang bisa-bisa

aja.

iter : Contohnya apa dek yang bisa?

itee : Sepak bola, terus poli gak bisa, lompat jauh

mungkin bisa, tolak peluru gak bisa, lempar

cakram gak bisa.

iter : Kalau kamu gak bisa gitu kamu gak ikut gak

papa?

itee ; Gak papa.

iter : Nilainya ntar gimana?

itee : Nilainya ntar pakai teori.

iter : Pakai teori, teman-teman kamu gak ngejek

kalau kamu gak bisa?

itee : Sama sekali nggak.

iter : Kalau yang nakal tadi gimana?

itee : Kalau tadi ya di diemin aja.

iter : Oya, kelemahan kamu tadi dalam hal apa aja?

itee : Ini cacat fisik ini dan kecilnya postur tubuh

ini.

iter : Untuk menutupi kelemahan kamu yang 2 itu

Informan mendapatkan

dispensasi dari sekolah

dalam beberapa cabang

olah raga.

Informan mengakui

bahwa dia memiliki

kelemahan dalam segi

fisik.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 186: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

225

230

235

240

245

250

yang kamu lakukan apa?

itee : Mencoba terus berusaha untuk menutupinya.

iter : Dengan apa?

itee : Ya dengan berusaha belajar terus agar bisa

menjadi anak yang pintar.

iter : Terus kamu merasa punya kelebihan dalam

hal apa?

itee : Anu membaca puisi dan menyayi.

iter : Temen-temen kamu kalau kamu lagi baca

puisi atau nyanyi mereka gimana?

itee : Ya mereka seneng.

iter : Oh gitu, yang bisa menyebabkan kamu

bangga tadi apa?

itee : Bisa hidup dan disayangi oleh orang tua.

iter: Mereka sayang sama kamu kenapa?

itee : Karena mereka tahu kalau saya cacat fisik,

jadi harus disayangi biar saya PD, enjoy gitu.

iter : Kalau guru menyayangimu kenapa?

itee: Karena saya sopan dan saya sering

memperhatikan keadaan guru.

iter : Kalau temen?

itee : Karena kebaikan saya.

iter : Kamu baik kepada siapa aja?

itee : Temen dikelas.

iter : Contohnya?

itee: Kalau temen gak punya bulpoint ya

Informan ingin menutupi

kekurangannya dengan

selalu belajar.

Infroman memiliki

kelebihan dalam hal

tarik suara.

Yang menyebabkan

informan disayangi oleh

orangtua adalah karena

dia cacat.

Guru-guru informan

meyukai perangainya

yang sopan.

Informan selalu ingin

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 187: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

255

260

265

270

275

dipinjemin, kalau temen piket dibantu.

iter : Kamu kalau disekolah ini temannya siapa

aja?

itee : Banyak.

iter : Cowok atau cewek?

itee : Kadang cowok kadang juga cewek, tapi

banyak yang cowok dari pada yang cewek.

iter : Kenapa kok lebih banyak cowok?

Itee : Ya karena sama dengan saya kelaminnya,

jadi saya lebih suka.

Iter : Oh gitu, biasanya yang sering ngasih nasihat

atau motivasi itu siapa?

Itee : Guru asuh saya dan ibu saya.

Iter : Nasihatnya gimana?

Itee : Kamu itu disekolahkan oleh guru asuh

kudunya (seharusnya-red) kamu harus

membahagiakan gurumu, selalu belajar yang

sungguh-sungguh, gitu.

Iter : Oh gitu, kalau nasihat dari guru asuh kamu

gimana?

Itee : Jadilah anak yang pintar ya, supaya bisa

membahagiakan orang tuamu.

Iter : Teman-temanmu suka ngasih semangat gak?

Itee : Suka.

Iter : Semangatnya seperti apa?

Itee : Kalau ada sesuatu itu selalu mendukung,

berbagi dengan teman-

temanya.

Disekolah informan lebih

menyukai teman-teman

cowok dari pada

berteman dengan cewek.

Informan selalu

dinasihati oleh ibunya

agar senantiasa giat dan

sungguh-sungguh dalam

belajar.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 188: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

280

285

290

295

pasti kamu bisa, gitu.

Iter ; Okey, selain diberi semangat oleh ibu, guru

dan teman-temanmu adalagi gak yang suka

ngasih semangat kekamu?

Itee : Ada, tetanggaku.

Iter : Ngasih semangatnya gimana?

Itee : Kamu itu anak yang pinter, kamu harus

berbakti sama orang tua biar berguna bagi

nusa dan bangsa.

Iter : Oya, untuk terakhir ya mas mau nanya. Kalau

kamu merasa malu, merasa minder apa yang

kamu lakukan?

Itee: Saya akan mencoba untuk menutupi

kelemahan saya, saya membantu teman-

teman, belajar gitu.

Iter : Udah gitu aja?

Itee : Udah.

Iter : Ya udah ya gitu aja, tapi nanti kalau mas

butuh bantuan mas minta bantuan kamu lagi

boleh gak?

Itee : Boleh..

Iter : Okey, makasih adek untuk waktunya.

Informan selalu diberi

motivasi dan diyakinkan

bahwa dia adalah anak

yang pintar.

Informan akan selalu

berusaha menutupi

kelemahannya dan selalu

ingin membantu teman-

teman yang

membutuhkan

bantuannya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 189: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

VERBATIM

Informan : R.A.P

Usia : 14 th.

Profesi : Pelajar

Hari : Selasa, 13 Januari 2009

Waktu : 08.00 s/d 09.00 wib.

Tempat : SMP Muhammadiyah 2 Kartasura

Tujuan : Mengetahui konsep striving for superiority pada siswa muslim

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif.

Ket : W2 : Wawancara kedua

S3 : Subjek ketiga

No Hasil Wawancara Refleksi

1

5

10

Iter : Selamat pagi dek, gimana kabarnya?

Itee : Alkhamdulillah baik.

Iter : Baik ya…! Okey deh, ni mas mau ganggu

lagi gak papa kan?

Itee : Gak papa.

Iter : Gak papa, okey. Kemarin kan mas sudah baca

hasil wawancara kita kemarin, ni mas mau

nanya-nanya lagi ke adek. Boleh gak?

Itee : Boleh.

Iter: Oya sikap temen-temen adek ke adek di

sekolah ini seperti apa sich?

Itee : Ya kadang ada yang baik, kadang ada yang

menjengkelkan, kadang ada yang ngerjain

aku. Gitu…!

Informan mendapatkan 2

jenise perlakuan yang

berbeda dari teman-

temannya di sekolah ini,

ada yang baik namun

juga ada yang nakal

kepadanya.

Kode: W2.S3

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 190: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

15

20

25

30

35

40

Iter : Oh gitu, contohnya yang menjengkelkan itu

gimana?

Itee : Ya itu ngerjain aku, apa pas duduk kursinya

ditarik kebelakang, sepatu saya

disembunyikan.

Iter : Oh gitu, terus?

Itee : Ya diganggu.

Iter : Itu sebenarnya bercanda atau gimana?

Itee : Bercanda, gak serius. Tapi kadang ya agak

serius dikit.

Iter : Terus kalau kamu digituin gimana?

Itee : Ya gak papa. Namanya juga teman.

Iter : Itu biasanya siapa aja yang begitu?

Itee : Ya teman-teman di sekolah ini.

Iter : Oh gitu, oya alasan kamu masuk sekolah ini

kenapa?

Itee : Kan saya di anu di sekolahkan oleh guru asuh

saya. Gitu to, saya gak milih di sekolahkan

disini, ketika saya disekolahkan langsung

disini gak disuruh milih gitu.

Iter : Kamu gak minta anu disekolahkan disekolah

lain gitu?

Itee : Nggak, wong aku disekolahkan guru asuh itu.

Jadi saya terserah sama guru saya. Waktu itu

Guru asuh saya itu datang kerumah ngasih

kabar kalau saya mau disekolahkan di

muhammadiyah. Gitu aja.

Iter : Oh gitu, Adek merasa lemah dalam hal apa?

Informan selalu

memaafkan dan tidak

mempermasalahkan

teman yang

mengganggunya.

Informan tidak memiliki

kebebasan untuk

menentukan tempat

sekolahnya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 191: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

45

50

55

60

65

Itee : Dalam hal olah raga.

Iter : Kenapa?

Itee : Karena olah raga sepak bola dan lompat jauh

saya gak bisa.

Iter : Kenapa dek?

Itee : Ya karena ini tangan dan kakiku kan sakit,

jadi gak bisa olah raga.

Iter : Oh gitu, oya kemarin yang cacat apanya dek?

Itee ; Kaki kiri dan tangan kiri.

Iter : Dua-duanya berarti ya..?

Itee : Ya.

Iter: Itu gimana adek menjalani aktifitas

kesehariannya?

Itee : Ya… seperti biasa, kalau makan ya ambil

sendiri, kalau maen ya maen gitu…!

Iter : Gak nganu, gak merasa terbebani gitu…?

Itee : Gak.

Iter : Oh gitu. Terus biasanya adek kalau minta

bantuan itu dalam hal apa aja?

Itee : Dalam hal piket, kan naikkan kursi kemeja

itu kan gak bisa, tangan yang satunya gak

bisa. Terus minta bantuan teman.

Iter : Biasanya kalau temen dimintai bantuan

gimana?

Itee : Langsung mau.

Iter : Langsung mau…! Itu siapa aja yang dimintai

Keterbatasan fisik

menjadikan informan

tidak bisa mengikuti

kegiatan olah raga

disekolahnya.

Informan mampu

menjalani aktifitasnya

sebagaimana orang

normal pada umumnya.

Informan selalu meminta

bantuan kepada teman-

temannya ketika

informan tidak mampu

melakukannya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 192: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

70

75

80

85

90

bantuan itu?

Itee : Ya temen-temen disini.

Iter : Terus kemarin kamu ngomong ke mas,

kehidupan ini rumit mas…!

Itee : Ya gitu, apa itu rumit banget. Saya kan hidup

dikeluarga yang tidak mampu, terus saya

pengen sekolah yang tinggi.

Iter : Oh gitu, emang kamu pengen sekolah sampai

mana?

Itee : Sekolah sampai kuliah.

Iter : Oh gitu, emang cita-citanya mau jadi apa?

Itee : Jadi, apa itu penjaga hotel…eh karyawan.

Iter : Karyawan apa dek?

Itee : Karyawan hotel.

Iter : Adek gak malu?

Itee : Nggak.

Iter : Kenapa?

Itee : Ngapain malu, kan suatu kekurangan itu pasti

ada kelebihannya.

Iter : Oh gitu. Maksudnya apa itu dek?

Itee : Maksudnya gini, orang punya kekurangan

pasti ada hikmahnya. Tertentu hikmah

tertentu gitu.

Iter : Hikmahnya apa, bisa dijelaskan gak?

Itee: Seperti saya disekolahkan disini, saya

berterimakasih sekali.

Informan menganggap

bahwa kehidupan ini

adalah sesuatu yang

rumit.

Informan mempunyai

keinginan untuk sekolah

sampai perguruan tinggi

Informan tidak pernah

malu dengan keadaan

fisiknya yang tidak

sempurna. Bahkan dia

selalu mencoba untuk

berpikir positif dalam

mensikapinya.

Informan meyakini

bahwa setiap kelemahan

pasti ada kelebihan,

sehingga informan tidak

pernah malu dengan

kondisi fisiknya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 193: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

95

100

105

110

115

120

Iter: Tadi adek bilang bahwa setiap kelemahan ada

kelebihan, emang kelebihan adek di bidang

apa aja?

Itee : Di bidang bahasa Indonesia.

Iter : Bahasa Indonesia, maksudnya dek?

Itee : Bisa membuat puisi, cerpen, nyanyi gitu.

Iter : Pernah ikut lomba-lomba gak?

Itee : Pernah puisi sama guru asuh saya di SD.

Iter : Itu dapat juara tidak?

Itee : Dapet juara tiga.

Iter: Oh juara tiga, oya kamu di sekolah ini

diperlakukan sama gak oleh guru kamu?

Itee : Dipelakukan sama tapi saya dibedakan dalam

hal yang gak bisa gak bisa itu, olah raga terus

apa itu yang gak bisa pokoknya yang gak

bisa.

Iter : Yang gak bisa itu apa to?

Itee: Yo kadang angkat kursi, maen bola ya

pokoknya yang berat-berat dan susah.

Iter : Oya kalau kamu di sekolah kamu sering

bermain dengan siapa aja?

Itee : Banyak.

Iter : Cowok apa cewek?

Itee ; Kadang cowok, kadang juga cewek.

Iter : Banyakan cowok apa cewek?

Itee ; Ya cowok.

Iter : Kenapa?

Informan memiliki

kelebihan dalam bidang

bahasa Indonesia,

seperti membuat cerpen,

puisi dan bernyanyi.

Informan diperlakukan

sama oleh guru-gurunya,

namun dalam hal

tertentu informan

diberikan dispensasi

khusus oleh pihak

sekolah.

Dalam berteman

informan tidak begitu

membeda-bedakan

antara teman laki-laki

dan teman perempuan.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 194: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

125

130

135

140

145

Itee : Kan temannya cowok asik, kalau sama cewek

dipandang orang malu.

Iter : Kok malu, kenapa?

Itee : Yakan apa itu, saya malu karena apa itu kalau

temen cewek kan cantik-cantik tapi saya kok

gini.

Iter : Katanya tadi gak malu?

Itee : Malunya sama cewek doang…!

Iter : Kalau sama cowok gak?

Itee : Nggak.

Iter : Kalau sama cewek malunya tadi kenapa dek?

Itee : Malunya kan kalau sama cowok itu maennya

bersama, cowok sama cowok, biasanya kalau

saya sama temen itukan faris maennya sama

cewek, diejek-ejek gitu.

Iter : Emang ngejeknya gimana?

Itee : Fino itu maennya Cuma sama cewek, gak

mau sama lainnya. Gitu.

Iter : Itu yang ngejek cowok atau cewek?

Itee : Cewek.

Iter: Oh gitu, Kalau tangan sama kaki sering diejek

gak?

Itee : Nggak.

Iter: Oh gitu…! Oya Fino kan punya kelemahan

dalam hal kaki dan tangan, terus untuk

menutupi kelemahan-kelemahan Fino, fino

ngapain?

Informan terkadang

merasa malu bila

bermain dengan teman

perempuan karena

keterbatasan fisiknya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 195: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

150

155

160

165

170

175

Itee: Belajar, menjalankan aktifitas sehari-hari

tanpa perlu malu dan bermain seperti anak-

anak yang normal.

Iter : Pernah merasa terbebani gak sich dengan

cacat ini?

Itee ; Nggak.

Iter : Fino pernah megadu gak sama Allah?

Itee : Pernah.

Iter: Pernah? Gimana?

Itee: Ya Allah saya kok diciptakan dalam

kekurangan begini ya Allah, kenapa? Gitu…!

Iter ; Terus…?

Itee : Ya gitu berdoa, berdoa semoga ini bisa

sembuh.

Iter : Kalau sama guru atau orang tua kamu pernah

ngadu gak?

Itee : Ya kadang-kadang.

Iter ; Biasanya kalau pas ngapa kalau kamu

mengadu itu?

Itee : Kalau pas di ejek teman rumah, terus ngadu

sama Allah.

Iter : Kalau disekolah kamu gak pernah ngadu?

Itee : Nggak, kan gak di ejek….!

Iter : Jadi kamu gak pernah ngadu ke guru?

Itee: Pernah tapi di SD, kan saya di ejek,

diperlakukan tidak baik, di apa gitu hina

dianianya temen. Terus saya laporkan ke

Untuk menutupi

kelemahan yang ada

pada dirinya, informan

selalu mencoba untuk

terus belajar dan

menjalani aktifitas

kesehariannya tanpa

rasa malu serta bermain

dengan teman-teman

yang normal.

Ketika informan

mendapatkan ejekan dari

teman-temannya

informan sering

mengadu kepada Allah

dengan cara berdoa

kepada-Nya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 196: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

180

185

guru terus yang hina tadi dipanggil ke kantor.

Iter : Oh gitu, terus?

Itee : Habis itu dia di suruh minta maap ke aku,

terus dia gak pernah ngejek lagi.

Iter : Itu di SD ya..? kalau di SMP?

Itee : Gak ada.

Iter : Gak ada yang ngejek ya…?

Itee : Gak ada baik-baik.

Iter : Oh gitu, ya sudah ya, udah dulu. Tapi ntar

kalau mas butuh lagi bantu ya…!

Itee : Ya… gak papa.

Iter : Okey makasih ya…!

Kesimpulan:

Informan tidak merasa malu dengan kekurangan fisik yang ada pada

dirinya, karena informan meyakini bahwa setiap kekurangan pasti juga ada

kelebihan (positif thinking), sehingga informan tidak pernah malu dengan kondisi

fisiknya. Di sekolah guru-guru mendidik informan dengan penuh kasih sayang

dan dalam proses pembelajaran pun informan diperlakukan sama oleh para

gurunya. Selain itu teman-teman informan selalu mengasihi dan membantunya

ketika informan membutuhkan bantuan.

Informan tidak terlalu mempermasalahkan ejekan-ejekan dan hinaan yang

ditujukan kepadanya. Namun informan menganggapnya hanya sebagai angin lalu

dan informan sering menghindar dan bersikap acuh, ketika di ejek oleh orang dan

informan mencoba untuk selalu bersabar, tabah dan berpikir positif dalam

mensikapi setiap ejekan yang ditujukan padanya.

Untuk menutupi kekurangan yang ada pada diri informan, informan selalu

berusaha untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Karena informan selalu ingin

untuk menjadi siswa yang terbaik di sekolahnya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 197: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

VERBATIM

Informan : I.T

Usia : 49 th.

Profesi : Guru BK

Hari : Jum’at, 16 Januari 2009

Waktu : 08.30 s/d 09.00 wib

Tempat : SMP Muhammadiyah 2 Kartasura.

Tujuan : Mengetahui konsep striving for superiority pada siswa muslim

penyandang tunadaksa di sekolah inklusif.

Ket: W1 : Wawancara pertama

IP (3) : Informan pendukung ketiga

No Hasil Wawancara Refleksi

1

5

10

Iter: Selamat pagi pak, maap ganggu aktifitasnya. Ni

ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan

kepada Bapak terkait dengan mas fino.

Itee: Ya sebenarnya mas fino sendiri tidak ada

masalah, hanya dalam penilaian kami

penilaian guru itu hanya faktor orang tua

pendukung materi yang kurang dan perlu

diperhatikan. Tapi memang dalam hal minat

dan bakat anak, fisik memang cacat, tapi

dalam hal pengertian apa namanya pengertian

masalah materi pembelajaran itu tidak kalah

dengan temannya. Itu justru dia itu kendel

(percaya diri) jadi banyak faktor-faktor itu.

Yang kedua kadang-kadang temen ngejek

(menghina-red) namun dalam pikiran fino,

fino itu tidak ada masalah. Diejek

dibagaimanapun dia itu percaya diri, satu

Subjek R.A.P tidak

pernah malu dan

minder dengan segala

Kode: W1.IP (3)

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 198: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

15

20

25

30

35

40

yang perlu diketahui faktor orang tua karena

ekonomi itu yang perlu didukung untuk

pembelajarannya. Jadi kadang-kadang biaya

masih tertinggal kadang-kadang tidak tepat

waktu ya karena faktor orang tuanya. Namun

Dalam hal yang lain fino itu tidak masalah

itu pengamatan dari saya selaku guru BP.

Terus disamping kerajinan, itu justru dia itu

lebih rajin dibandingkan dengan yang lain,

jadi dalam interaktif pertanyaan itu malah dia

itu justru dia itu ada interaktifnya bertanya

mau bertanya. “Jadi aku itu cacat fisik jadi

aku takut sama pak guru” itu nggak dia itu

justru malah nanya. Contoh saya kan ngasih

tugas saya kan selain guru konseling saya

mengamati mereka, anak itu bakatnya

bagaimana, minatnya bagaimana. Walaupun

ini cacat fisik tapi yang saya perhatikan itu

keseluruhan tidak hanya fino tok. Namun ada

kemajuan-kemajuan dalam fino, fino itu

anaknya cacat fisik terus dia itu badannya

paling kecil dibandingkan dengan teman-

temannya lah itu sangat agresif dalam

pertanyaan-pertanyaan malah justru apa

namanya interaksi dengan guru itu bagus.

Jadi selama pengamatan saya fino itu justru

punya kelainan, tapi kelainan-kelainan yang

positif, keberanian dibanding dengan teman

yang lainnya. Dalam arti dia itu malah

sebagai contoh untuk teman-temannya yang

lian. Contohnya ini saya suruh kelapangan,

bentuk ejekan.

Dua hal yang menonjol

dalam diri subjek

R.A.P. yaitu; rajin dan

interaktif.

Walaupun cacat, subjek

R.A.P memeiliki

keberanian dalam

bertanya dan

mengutarakan

pendapatnya di depan

guru.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 199: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

45

50

55

60

65

fino itu sudah memakai kaos duluan, ngajak

teman-temannya, terus kemarin dia itu gak

rendah diri pak. Dia saya tanya “kamu itu

sudah disunatkan belum, dia jawa belum pak,

akan saya sunatkan kamu mau gak? mau…!”

berartikan dia gak ada rasa sama guru, jadi

gak punya rasa minder pak itu fino.

Walaupun jadi yang dikategorikan cacat

tubuh belum tentu orang itu rendah diri. Itu

kesimpulan untuk fino menurut penilaian

guru BP, jadi sekali lagi saya katakan fino

adalah anak yang perlu diperhatikan. Namun

dia malah menjadi contoh pada temannya.

Iter: Kalau perilaku adaptasinya sendiri bagaimana

pak?

Itee: Adaptasi dengan teman justru sebagaimana

saya katakan tadi dia itu tidak rendah diri jadi

malah percaya diri. Dia itu tidak minder

dengan teman-temannya. Walaupun suatu

ketika ada anak yang manggil dia gareng,

kan otomatis panggilan-panggilan seperti itu

kalau orangnya itu tidak mempunyai anukan

otomatis rendah diri, nah ternyata dia enggak.

Pernah dia itu saya panggil keruangan BP

karena dia bawa kaset, katanya sering nyanyi.

Jadi mungkin dia ini punya bakat menyanyi.

“Kenapa kamu bawa kaset? Latihan nyanyi

pak”. Jadi sampai sekreatif itu fino itu. Jadi

saya lihat itu kalau bakat prestasi dalam olah

Kecacatan tidak

menjadikan subjek

R.A.P minder dan

merasa rendah diri

dihadapan teman-

temannya.

Subjek R.A.P adalah

anak yang memiliki

kepribadian yang

positif, yang tidak malu

dengan keadaan

fisiknya yang cacat dan

berbeda dengan teman-

temannya yang lain.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 200: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

70

75

80

85

90

raga jelas kurang, terus masalah materi juga

kurang. Jadi menurut pengamatan saya dia

membutuhkan bimbingan, namun yang tidak

kalah penting dengan teman-temannya dia itu

percaya diri. Jadi tidak rendah diri itu.

Iter: Jadi prestasi yang negatif tadi dari segi olah

raga dan materi umum ya…? Terus prestasi

yang positif sendiri dari fino apa pak?

Itee: Ya itu tadi nyanyi tadi, itukan dia ada

kelebihan. Makanya saya katakana mungkin

untuk dalam segi pembelajaran materi dia

interaktif dia berani bertanya itukan ada nilai

plus.

Iter: Oh gitu, pernah gak pak ada perselisihan yang

melibatkan fino dengan teman-temannya?

Itee: Perselisihan malah justru tidak ada. Tidak ada

dalam arti itu tadi karena fino itu percaya

diri. Walaupun diejek dan lain sebagainya itu

dia itu gak sakit hati. Orangnya itu yaitu ya

itu kayak celele’an (masa bodoh-red) gitu.

Iter: Mas fino kan memiliki kekurangan dalam hal

fisiknya, biasanya dispensasi seperti apa yang

diberikan sekolah untuk mas fino itu sendiri?

Itee: Nah dispensasi itu begini, biasanya kalau olah

raga malah justru kita tawarkan ke fino

Subjek R.A.P memiliki

kelebihan dalam hal

seni suara dan perilaku

interaksi sosialanya.

Subjek R.A.P tidak

pernah berselisih

dengan teman-

temannya. Walaupun

terkadang mereka

mengejek dan

menghinanya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 201: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

95

100

105

110

115

120

karena itu tadi dia itu kan percaya diri.

Karena kepercayaan, dia gak mau kalah

dengan yang lain dia itu justru dalam olah

raga sebenarnya pak guru “fino kamu bisa

ikut gak? Kalau gak bisa kamu gak usah ikut

aja, kamu lihat aja atau kamu maen sendiri

sesuai kemampuan kamu”. Namun dia itu

tidak mau, “udah pokoknya ikut sama temen-

temen”. Gitu lo pak.

Iter: Jadi istilahnya ngeyel gitu ya…?

Itee: Ngeyel, nah itu makanya kepercayaan diri tadi

itu pak. Jadi dalam arti kesimpulan saya, toh

itu dikatakan cacat fisik tidak harus

mengurangi kecacatan tubuh itu sendiri, jadi

merendahkan diri, merasa kurang dari yang

lainnya tidak, justru fino itu menurut

pengamatan BP ya pak, jadi ada kelebihan-

kelebihan yang perlu kita perhatikan.

Iter: Biasanya kalau dari BP itu sendiri memberikan

motivasi-motivasi seperti apa pak?

Itee: Ya itu tadi, saya panggil saya interview saya

tanyai kemudian saya bisa menyimpulkan oh

anak ini begini, faktor orang tua yang kurang

mendukung namun dalam beberapa hal dia

itu baik. Dalam sisi lain dia memiliki

kemamuan yang sama dengan teman-

temannya yang lain meskipun dia cacat fisik.

Meskipun subjek R.A.P

cacat, namun dalam

hal olah raga dia tidak

mau kalah dengan

teman-temannya yang

lain.

Subjek R.A.P tidak

pernah merasa rendah

dan kurang dihadapan

teman-temannya.

Meskipun cacat, subjek

R.A.P memiliki

kemauan yang sama

dengan teman-

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 202: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

125

130

135

140

145

Kemudia saya beri motivasi “kalau kamu

mengikuti temen-temen kamu apa kamu gak

takut di ejek?”, saya bilang begitu, “gak pak,

tenag mawong (tenang aja-red)”. Berarti

anak perlu dimotivasi. Kalau ada masalah,

keluhan biasanya saya suruh ke BP. Biasanya

dia diejek teman, ledekannya biasanya gini,

dia kan anak paling kecil terus cacat. Terus

dipocoke (dijodohkan-red) sama temen-

temennya dengan anak yang gede, lemu

(gemuk-red) wedok (wanita-red) ka nada ini.

Permasalahannya fino sendiri itu yo ngeyel,

kadang-kadang kalau duduk berdua malah

yang ngledekin (ngejek-red) itu fino. Jadi

malah dia itu gak rendah diri, biasa aja.

Berarti kita memotivasi anak ini sukses,

karena dia tidak rendah diri justru malah

menjadi lebih percaya diri. Selain itu saya

juga sering memotivasinya untuk kreatif,

jangan mengandalkan orang lain, kalau orang

tua gak punya, kamu pinjem orang lain terus

kamu belajar sendiri, niasanya begitu pak.

Motivasinya begitu. Yang penting bagi saya

bagaimana fino itu bisa percaya diri,

kuncinya cuma itu pak.

Iter: Jadi kalau boleh saya simpulkan, meskipun fino

memiliki kekurangan, namun justru

kekurangan itu dia jadikan sumber motivasi

baginya, gitu pak?

temannya yang lain.

Subjek R.A.P selalu

dimotivasi untuk

mandiri dengan tidak

mengandalkan orang

lain.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 203: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

150

155

160

Itee: Ya begitu pak, yang penting bagaimana fino

bisa mengeti tentang kelebihan dan

kekurangan yang ada pada dirinya, itu saja.

Jadi saya simpulkan kembali bahwa

walaupun anak itu cacat, bukan berarti dia itu

menjadi malu atau minder, belum tentu

seperti itu, karena kadang-kadang juga

banyak anak cacat tapi percaya dirinya tinggi

sekali, kayak fino ini itu penilaian saya.

Iter: Oh gitu, ya mungkin ini dulu pak yang saya

tanyakan ke bapak tentang mas fino,

senelumnya saya minta maap karena sudah

menggangu waktu bakap.

Itee: Oh ya, nanti kalau masih kurang datang aja

kesini lagi atau kerumah juga gak papa.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 204: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 205: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

HASIL TRY OUT

Matrik 1

Alasan Memilih Sekolah Inklusif

Kode: 1a (01) BBSFS-1

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Pengennya ya kumpul dengan orang-

orang yang normal.

(W2.S1:64-65)

Tapi aku kan pengen tahu dengan dunia

luar, teknologi. Terus aku pengen punya

temen banyak, kalau disekolah khusus

kan temennya dikit.

(W2.S1:68-71)

Ya enak, gurunya sabar, murid-

muridnya enak suka memberi semangat.

(W2.S1:73-74)

Informan tidak mau

sekolah di sekolah

khusus anak cacat

karena subyek ingin

selalu berinteraksi

dengan orang-orang

normal.

Informan ingin meguasai

ilmu teknologi dan ingin

mempunyai temen-teman

yang banyak.

Informan tertarik di

sekolah umum (SMP

Simpon) karena guru dan

teman-temannya baik

dan selalu memberi

semangat.

Kesimpulan:

Ketidakmauan informan untuk sekolah di sekolah khusus anak cacat itu semua

disebabkan karena informan selalu ingin bergaul dan berinteraksi dengan orang-

orang yang normal. Informan bukanlah tipe orang yang apatis, namun informan

adalah orang yang suka bergaul dan gemar memperbanyak teman. Informan suka

berinteraksi dengan orang-orang yang baik, karena kebaikan dari seorang teman,

guru dan orang–orang yang ada disekitarnya sangatlah penting bagi dirinya

karena itu semua akan menjadi motivasi tersendiri bagi informan untuk tetap

semangat dan percaya diri di lingkungan sekolahnya yang inklusif

Matrik 2

Sikap Guru Terhadap Informan.

Kode:1b (02) BBSFS-2

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Dulu iya. Tapi gak suka. Soalnya itu

gurunya apa mandangnya gak kayak

Informan mendapakan

perlakuan yang kurang

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 206: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

guru Islam. Kadang gini dimarahin, gak

salah apa dimarahin.

(W1.S1:200-204)

Ya memperlakukan saya ya seperti

orang-orang biasa, misalnya gini-gini

aku dibantuin. Dikasih semangat, dikasih

spiritlah.

(W2.S1:130-132)

Kamu jangan begini-begini, hidup itu

harus rileks gak boleh marah gak boleh

malu sama temen. Semua temen sama.

(W2.S1:86-88)

menyenangkan dari guru-

gurunya ketika sekolah di

SD Negeri.

Di SMP Muhamadiyah

informan diperlakukan

sama oleh gurunya

sebagaimana siswa pada

umumnya, bahkan selalu

diberi motivasi dan

semangat.

Informan selalu

diyakinkan oleh gurunya

bahwa semua orang itu

sama.

Kesimpulan:

Salah satu hal yang menyebabkan informan tetap bertahan dilingkungan sekolah

inklusif ini adalah karena kebaikan dan sikap positif guru-gurunya yang tidak

membeda-bedakan informan dengan siswa normal lainya. Meskipun informan

memiliki kelemahan secara fisik, namun di sekolah ini informan tidak

mendapatkan perlakuan negatif dari guru-gurunya. Bahkan di sekolah ini

informan selalu diberi semangat dan motivasi oleh guru-gurunya. Untuk

mengantisipasi munculnya sikap malu dan minder pada diri informan tersebut,

guru-guru yang ada saling bahu membahu membantu untuk mengembalikan

kepercayaan informan yang sempat ternodai dengan adanya pengalaman

traumatik informan ketika informan sekolah di sekolah negeri dulu dimana

hinaan dan cemoohan selalu informan terima baik dari teman maupun guru

informan. Diantara usaha-usaha yang dilakkan oleh para guru tersebut adalah: a)

Selalu memberi nasihat dan motivasi kepada informan, b) Tidak membeda-

bedakan informan dengan siswa-siswa yang lainnya, c) Selalu meyakinkan

informan bahwa dimata guru semua siswa itu sama.

Matrik 3

Sikap Teman Terhadap Informan.

Kode: 1d (04) BBSFS-4

Informan Kutipan wawancara Makna

AD Kalau di negeri itu gurunya itu ada yang

Kristen, islam temen-temennya ada yang

ngejek, nglempari pakai batu, kan gak

suka saya.

(W2.S1:152-154)

Informan tidak suka

sekolah di Negeri karena

kenakalan-kenakalan

yang diperlihatkan oleh

siswa-siswanya, selain itu

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 207: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Ngejeknya oh begok lo..Terus waktu aku

lari kakiku dijegal sampai kepalaku ke

jedut pintu. Terus dijotosin pernah juga.

(W2.S1:171-173)

Kalau di Negeri itu kan gak tahu hari

akhir itu apa aja tanda-tandanya. Siapa

yang masuk surga itu siapa saja, kan

belum tahu. Kalau mereka tahu mereka

gak akan kayak gitu, ngejek-ngejek

kayak gitu. Kalau tahu isi agama mereka

gak ngejek.

(W.2.S1:157-160)

Gak pernah ada yang ngejek.

(W.2.S1:84)

perbedaan Agama juga

menjadi penyebab

ketidak sukaan informan

untuk sekolah disana.

Di sekolah negeri

informan sering di

ganggu oleh teman-

temannya bahkan sampai

pada taraf penganiayaan

secara fisik.

Yang menyebabkan

temen-teman informan

mengejeknya adalah

karena ketidakpahaman

mereka akan ilmu

Agama.

Di sekolah

muhammadiyah informan

belum pernah diejek oleh

teman-temannya.

Keimpulan:

Lingkungan sekolah memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk

karakter dan kepribadian peserta didik. Selain itu pengetahuan tentang ilmu agama

disinyalir juga mempunyai andil dalam membentuk karakter dan kepribadian

tersebut. Seperti kebiasaan mencela, menghina dan mencaci serta menyakikti hati

orang lain itu semua disebabkan karena lingkungan yang membiasakannya dan

kurangnya pemahaman tentang nilai-nilai Agama. Sebagaimana ketika informan

sekolah di sekolah negeri, informan selalu dihina, dan di ejek oleh teman-

temannya, namun hinaan dan ejekan itu tidak informan dapatkan ketika dia

sekolah di sekolah Muhammadiyah.

Matrik 4

Sikap Informan dalam Menghadapi Gangguan dan Ejekkan.

Kode:1f (06) BBSFS-6

Informan Kutipan wawancara Makna

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 208: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Ad Ya caranya misalnya minta uang dikasih

aja, gak papa. Kalau mau njotos, jangan no

mas. Jangan gitu wong bolo sama-sama

teman jangan gitu, terus tak gojekin

gitukan nanti bisa bagus nggak jadi

kekerasan lagi. Gak jadi malakin lagi.

(W1.S1:178-185)

Tapi gak papa. Anu malah tak buat jangan

putus asa, kan masih ada temen yang baik.

(W1.S1:217-218)

Ya sama kayak tadi, ya kalau misalnya

marah itu jangan gitu, kan sama temenkan

kalau marahkan gak enak. Dosa kan gak

boleh sama Nabi Muhammad gak apa kan

gak diperbolehkan marah.

(W1.S1:228-232)

Ada, tapi Oh jangan gitu sama temen

jangan gitu, gak boleh, sesama muslim kan

nganu harus kan ukhuwah islamiah. Semua

kan saudara, gak boleh nyek-nyekan,

saling mengejek-mengejek kan gak boleh.

Terus dia minta maap, oya maap ya…

(W2.S1:196-201)

Informan justru

berperilaku baik

kepada teman-teman

yang menggagunya.

Itulah cara yang

digunakan informan

untuk meredam situasi.

Walaupun

mendapatkan

perlakuan yan kurang

menyenangkan,

informan mencoba

untuk selalu berbuat

baik kepada mereka.

Informan selalu

menasihati teman-

temannya dan

mengingatkan mereka

akan ajaran Agama

Islam.

Dengan ketenangan

dan kesabaran yang

informan tujukan dapat

melunakan hati teman-

temanya.

Kesimpulan:

Kekerasan tidak tepat bila dihadapi dengan kekerasan karena akan menambah

masalah. Inilah yang ingin ditunjukan oleh informan, dia membuktikan bahwa

dengan kelembutan, ketenangan dan kesabaran semua masalah bisa dihadapinya

dan dengan kelembutan, ketenangan serta kesabaran tersebut dapat membuahkan

hasil yang positif bagi dirinya, teman-temannya dan lingkunganya. Hal ini

terbukti dengan tidak adanya orang-orang yang mengejek, mengucilkan dan

meremehkan informan setelah informan menasihati dan selalu bersikap positif

kepada teman-temannya.

Matrik 5

Dampak Kecacatan Terhadap Informan

Kode: 1g (07) BBSFS-7

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 209: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Nggak, ngak sama sekali.

(W2.S1:99)

Ya ga papa, anu karena sesama muslim

kan nganu harus kan ukhuwah islamiah.

Semua kan saudara, gak boleh nyek-

nyekan, saling mengejek-mengejek kan

gak boleh.

(W.1.S1:102-105)

Informan adalah orang

yang memiliki rasa

percaya diri yang tinggi.

Ukuwah islamiyah yang

menjadikan informan

lebih percaya diri.

Kesimpulan:

Informan tidak pernah merasa malu dengan kondisi fisiknya yang berbeda dengan

orang pada umumnya, hal ini disebabkan karena adanya ukhuwah islamiyah yang

terjalin antara informan dan orang-orang yang ada disekitarnya. Ukhuwah

islamiyah ini merupakan alat pemersatu. Apabila seseorang sudah memahami

ukhuwah islamiyah ini dia tidak akan pernah merasa tinggi diantara orang-orang

yang lain. Tidak akan pernah mengejek dan menghina teman-temannya. Ukhuwah

islamiyah inilah yang menjadikan informan lebih percaya diri dihadapan teman-

temannya. Sehingga informan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang matang, tidak

malu dan minder walaupun dia memiliki fisik yang tidak sempurna sebagaimana

teman-temannya yang lain.

Matrik 6

Cara Informan Mengatasi Perasaan Minder.

Kode:1h (08) BBSFS-8

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Ya itu, ya pokoknya kalau itu kalau anu

dia gak nyakiti temen itu jangan pernah

anu apa ngeledekin nama orang tua,

jangan apa jelek-jelekin misalnya muka

alah, mukamu kayak apa. Ah misalnya

muka monyet. Itukan dia marah gak

suka, yang baik aja yang baik. Gitu.

Misalnya kita tertawa, digojekin gitukan

gak sakit, nggak dimarah nggak papa.

(W1.S1:69-76)

Anu kadang dzikir kalau malem dzikir

terus ngaji, dzikir terus berdoa.

(W1.S1:271-272)

Ya selalu mendekatkan diri sama Allah.

Dzikir, do’a anu minta pertolongan biar

Cara menumbuhkan rasa

percaya diri, tidak

minder dan banyak

teman adalah menjaga

perasaan teman dengan

cara tidak mengejek dan

menghinanya.

Untuk menghilangkan

rasa minder dan malu

informan selalu

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 210: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

dikasih kemudahan biar lancar sama biar

masuk surga…(tersenyum.:)

(W1.S1:337-341)

Suka mbodoh-bodohin, terus sana kalau

ada yang gak bisa oh bodoh-bodoh. Tapi

saya gak papa. Malah melalui gitukan

saya harus belajar biar bisa buktiin,

walaupun kaki pincangkan gak papa.

(W2.S1:45-51)

Kalau ya, ya anu itu ya Allah mohon

saya dikasih kelebihan dan teman-

teman saya biar gak nakal lagi.

(W2.S1:249-251)

Sains, TIK, dari temen itu saya belajar.

Terus sama PS, Agama. Umum sama

Agama. Udah dua itu, Umum sama

Agama itu udah tak kuasai semua.

(W2.S1:335-338)

melakukan dzikir, do’a

dan ngaji.

Agar tidak minder dan

malu, informan selalu

mendekatkan diri pada

Allah. Dengan cara

berdzikir dan memohon

pertolongan kepada-Nya

agar diberi kemudahan

dalam segala hal.

Informan menjadikan

ejeken-ejekan itu sebagai

sumber motivasinya

untuk belajar.

Informan senantiasa

berdoa agar diberi

kelebihan dan teman-

teman yang baik.

Informan menguasai

ilmu-ilmu Agama dan

umum yang sudah di

pelajarinya di sekolah.

Kesimpulan :

Ada beberapa hal yang subyek lakukan untuk mengatasi perasaan minder yang

ada pada dirinya, diantaranya adalah:

1. Menjaga perasaan orang lain dengan cara tidak menyakiti hatinya. Karena

dengan tidak menyakiti perasaan orang lain tersebut, maka orang lain juga

tidak akan menyakiti perasaannya.

2. Selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara memperbanyak Doa,

Dzikir dan ibadah-ibadah yang lain.

3. Menjadikan ejekan-ejekan itu sebagai sumber motivasi bagi dirinya untuk

selalu bangkit dan belajar. Sehingga dia bisa menutupi kekurangan-

kekurangan yang ada pada dirinya.

4. Menubuhkan keyakinan dalam diri sendiri bahwa dia mempunyai kelebihan-

kelebihan lain yang tidak dimiliki oleh teman-temannya, seperti otak yang

cerdas, kemampuan TIK dan wawasan Agama yang luas.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 211: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Matrik 7

Cara Informan Memandang Kehidupan.

Kode: 2a (09) BBSFS-1

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Ya aku mas, aku sudah bersyukur

Alkhamdulillah sudah diberi kaki kayak

gini tapi otaknya kan bisa berpikir untuk

anu perilakunya.

(W1.S1:265-268)

Ya kan sudah dikasih kesempurnaan

walaupun masih dikit. Harus bersyukur.

(W2.S1:296-297)

Walaupun cacat, gak bleh nyerah.

Kayak pak Habibie itukan semangatnya

tinggi.

(W2.S1:316-317)

Ya harus di tingkatkan lagi ini nya biar

gak sakit. Sakit itukan pasti ada obatnya

jadi gak usah dipikirin. Yang penting

PD, semagat, walaupun capekkan tapi

semangatkan insya’Allah nanti diberi

kemudahan.

(W2.S1:350-354).

Walaupun informan

diberi kaki yang cacat,

namun informan

senatiasa bersyukur atas

nikmat yang diberikan

Allah untuknya.

Informan selalu

mensyukuri apa-apa yang

telah diberikan

kepadanya.

Walaupun cacat

informan tidak

menyerah. Karena

informan memiliki cita-

cita yang tinggi.

Walaupun informan

memiliki kelemahan-

kelemahan, namun

informan mencoba untuk

selalu berpikir positif.

Kesimpulan:

Informan memandang hidup ini dengan penuh rasa optimis dan selalu berpikir

positif dalam menyikapi segala kekurangan yang ada pada dirinya. Berpikir positif

tersebut ditunjukan dengan rasa syukurnya kepada Allah atas segala kenikmatan

yang telah Allah limpahkan kepadanya, walaupun informan diberi kaki cacat

namun Allah juga memberi kenikmatan-kenikmatan lain yang tiada kira

banyaknya, seperti diberikannya otak yang cerdas oleh Allah. Sedangkan rasa

optimis informan tersebut dibuktikan dengan adanya semangat dan sikap pantang

menyerah serta rasa optimisme dalam memandang masa depan. Suatu keyakinan

bahwa setiap permasalahan pasti ada solusinya, sehingga dia tidak perlu khawatir

dan takut dalam menghadapi masalahnya tersebut.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 212: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Matrik 8

Cara Informan Menjalani Aktifitas Sehari-Hari.

Kode: 2b (10) BBSFS-2

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Ya biasa, sholat ya sholat. Ngaji ya ngaji

dan nganu kalau bisa bangun malem

sholat tahajud.

(W1.S1:120-123)

Informan menjalankan

aktifitas kesehariannya

dengan benyak-banyak

melakukan ibadah.

Kesimpulan:

Kecacatan bukanlan suatu penghalang bagi informan untuk beraktifitas, namun

informan selalu beraktifitas sebagaimana orang pada umumnya. Aktifitas

informan ditujukan dengan banyak melakukan ibadah-ibadah, seperti; sholat,

mengaji dan bahkan sholat malam pun juga sering subyek lakukan. Itu semua

ditujukan untuk mengharapkan ridho Allah Ta’ala.

Matrik 9

Harapan Informan dari Lingkungan Sekolah

Kode: 2c (11) BBSFS-3

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Anu kalau baik, temen-temen baik,

guru-guru baik gak ada yang ngejek

sudah Alkhamdulillah.

(W1.S1:316-318)

Kalau ya, ya anu itu ya Allah mohon

saya dikasih kelebihan dan teman-

teman saya biar gak nakal lagi.

(W2.S1.249-251)

Informan mengharapkan

teman dan guru yang

baik dan menjadikanya

sebagai sesuatu yang

paling berharga pada

dirinya.

Informan selalu

berharap agar Allah

memberikan kelebihan-

kelebihan kepadanya dan

dijauhkan dari teman-

teman yang berperingai

buruk.

Kesimpulan:

Dalam kehidupan ini informan hanya menginginkan teman dan guru-guru yang

baik, yang bisa memotivasi dan memberi semangat kepadanya. Baik dalam

keadaan suka maupun duka. Sehingga informan bisa menjalani kehidupan ini

dengan penuh rasa percaya diri dan tidak ada perasaan minder dalam dirinya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 213: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Matrik 10

Cita-cita Informan

Kode: 2d (12) BBSFS-4

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad E.. Astronom di USA NASA

Amerika.

(W1.S1:125)

Walaupun cacat, gak bleh nyerah.

Kayak pak Habibie itukan

semangatnya tinggi.

Ya kayak ilmuwan-ilmuwan lainnya

diluar negeri pengen tak susul mau jadi

ilmuwan baru.

(W2.S1:316-321)

Keterbatasan fisik tidak

menghalangi informan

untuk bercita-cita

setinggi mungkin.

Walaupun cacat

informan tidak

menyerah. Bahkan

informan memiliki cita-

cita yang tinggi.

Kesimpulan:

Informan bukanlah orang yang memiliki pribadi yang suka menyerah dalam suatu

keadaan, namun informan adalah tipe orang yang selalu memiliki harapan dan

optimisme hidup yang tinggi, hal ini terlihat dari harapan dan cita-cita informan

dimasa yang akan datang. Suatu harapan dan cita-cita yang mungkin jarang

terpikirkan oleh seorang siswa cacat.

Matrik 11

Kelemahan dan Kelebihan Informan

Kode: 2e (13) BBSFS-5

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Ya itu, ya otaknya terus anu cara anunya

bermainnya gitu.

(W1.S1:148-149)

Sains, TIK, dari temen itu saya belajar.

Terus sama PS, Agama. Umum sama

Agama. Udah dua itu, Umum sama

Agama itu udah tak kuasai semua.

(W2.S1:336-339)

E…kadang ya capek kalau lari wah

capek. Kalau maen bola kadang.

(W1.S1:156-157)

Olah raga, soalnya kalau lari saya cepet

Informan bersyukur

karena diberi otak yang

cerdas.

Informan menguasai

ilmu-ilmu Agama dan

umum yang sudah di

pelajarinya di sekolah.

Informan memiliki

kelemahan secara fisik.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 214: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

bener capek. Terus gini sakit, baru gitu-

gitu sakit. panas kadang-kadang kalau

pas hujan olah raganya pas hujan baru

kena beberapa tetes saja sudah sakit.

(W2.S1:143-148)

Informan mengaku

bahwa dia punya

kelemahan dalam aspek

fisiknya. Jika cuaca

kurang mendukung

subyek mudah sekali

terkena sakit.

Kesimpulan:

Sebagai manusia biasa informan mengakui bahwa dia juga sama dengan manusia

lain yang memiliki kelemahan namun juga memiliki kelebihan. Diantara

kelemahan dan kelebihan informan tersebut adalah:

1. Kelemahan:

a. Fisik (bidang olah raga)

b. Anti body yang lemah.

2. Kelebihan:

a. Otak yang cerdas.

b. Pengetahuan tentang ilmu Agama.

Matrik 12

Cara Informan Mengatasi Kelemahan

Kode: 2f (14) BBSFS-6

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Ya harus di tingkatkan lagi ini nya biar

gak sakit. Sakit itukan pasti ada obatnya

jadi gak usah dipikirin. Yang penting

PD, semagat, walaupun capekkan tapi

semangatkan insya’Allah nanti diberi

kemudahan.

(W2.S1:351-355)

Walaupun informan

memiliki kelemahan-

kelemahan, namun

subyek mencoba untuk

selalu berpikir positif

bahwa segala masalah

pasti ada jalan

keluarnya.

Kesimpulan:

Setiap masalah pasti ada jalan keluranya, sebagaimana penyakit pasti ada obatnya.

Itulah yang diyakini oleh informan. Meskipun memiliki banyak kekurangan

seperti kaki cacat, mudah sakit dan selalu di ejek oleh teman-temannya itu semua

tidak membuat informan putus asa, namun informan selalu berpikir positif dan

optimis dalam menjalani kehidupan ini.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 215: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Matrik 13

Penyebab Informan Bangga dengan Dirinya

Kode: 2g (15) BBSFS-7

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Ya otaknya, baca ayat-ayat al-qur’an.

(W2.S1:302)

Informan bangga pada

dirinya karena subyek

memiliki otak yang

cerdas dan bisa

membaca ayat-ayat suci

al-qur’an.

Kesimpulan:

Di balik kekurangan yang ada pada diri informan ternyata informan juga memiliki

sesuatu yang membanggakan, yaitu otak yang cerdas dan kemampuan informan

dalam membaca ayat-ayat suci al-qur’an. Kedua hal inilah yang membuat

informan bangga pada dirinya.

Matrik 14

Motivator Informan

Kode: 2h (16) BBSFS-8

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Banyak, temen, guru, kepala sekolah

Pak Joko Riyanto.

(W2.S1:79)

Disekolah guru dan teman tapi kalau

dirumah Ibu dan nenek.

(W2.S1:313)

Informan selalu diberi

motivasi oleh temen-

temen dan orang-orang

yang ada disekitarnya.

Kesimpulan:

Walaupun ada teman-teman informan yang mengejeknya namun masih banyak

juga yang simpati kepada informan dan selalu memberinya motivasi. Seperti

orangtua, keluarga, teman-teman dan juga guru-gurunya. Mereka inilah yang

menjadikan informan semangat dan lebih percaya diri.

Matrik 14

Bentuk-bentuk Motivasi

Kode: 2h (16) BBSFS-8

Informan Kutipan wawancara Makna

Ad Ya kamu harus begini-begini, bicara

kedepan jangan malu, jangan suka

marah.

(W2.S1:83-84)

Informan diberi motivasi

dan semangat leh teman-

temannya agar tidak

malu dengan keadaan

fisiknya.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 216: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Kamu jangan begini-begini, hidup itu

harus rileks gak boleh marah gak boleh

malu sama temen. Semua temen sama.

(W2.S1:86-88)

Yak ngasih nasihat gak boleh gini, gak

boleh nakal, harus ngirit gak boleh

boros.

(W2.S1:308-309)

Informan selalu

dinasihati dan diyakinkan

oleh gurunya bahwa

semua orang itu sama.

Informan selalu

dinasihatiagar tidak

boros dan nakal.

Kesimpulan:

Orang-orang yang ada disekitar informan selalu memberi nasihat kepadanya,

diantaranya adalah:

a. Nasihat untuk menghindari perilaku-perilaku negatif seperti boros,

nakal, dan marah.

b. Nasihat untuk tidak minder dan malu kepada siapa saja.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 217: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 218: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

HASIL TES SSCT

• Kode : SSCT/1/A.D

• Nama : A.D.

• Usia : 13 th

• Profesi : Pelajar

• Sekolah Asal : SMP Muhammadiyah I Simpon Surakarta

• Tanggal Tes : 12 – 1 – 2009

• Tempat Tes : Rumah Subjek

Ket. Kode: SSCT/1/A.D (SSCT subjek pertama dengan nama A.D)

SSCT Rating Sheet General Summary

1. Penyesuaian terhadap keluarga :

Subjek memandang bahwa ibunya

adalah ibu yang sholeh, baik hati, bisa

di ajak berdiskusi ketika ada masalah,

serta bisa melucu. Berbeda dengan

ayahnya, Subjek ingin sekali-kali

ayahnya mau menemani dia di saat

membutuhkan. Akan tetapi hubungan

subjek dengan keluarga sendiri dan

yang di kenal, cukup baik.

1. Tidak ada indikasi yang

menunjukkan adanya

gangguan, subjek masih

mampu mengatasi

gangguan-gangguan

yang ada dalam dirinya.

2. Permasalahan ada pada

hubungan dengan ayah.

3. Memiliki cara berfikir

yang matang dan

memperhatikan

kepentingan orang lain.

4. Cara berfikirnya realistis.

Memiliki rencana

konkrit.

CATATAN :

Memiliki kepribadian yang

hangat, mudah akrab, mau

terbuka, menunjukkan subjek

benar-benar sudah menyesali

kesalahan dan tidak akan

mengulangi kesalahan dan

siap kembali kemasyarakat.

2. Penyesuaian dalam bidang seks :

Seorang wanita menurut subjek adalah

wanita yang sholeh, bukan berzina.

Subjek menganggap bahwa apabila

melihat laki-laki dan perempuan

berjalan bersama, mereka adalah

suami isteri. Begitu juga tentang

perkawinan, ada laki-laki dan

perempuan. Seks bagi subjek adalah

perbuatan zina.

3. Penyesuaian terhadap hubungan

interpersonal :

Seorang teman bagi subjek adalah

teman yang baik, tidak nakal, tahayul

atau syirik. Subjek memandang bahwa

seorang atasan (Guru) juga baik dan

subjek akan memberi salam ketika

bertemu mereka. Oleh sebab itu ketika

mendapatkan tugas, subjek akan

mempertanggung jawabkannya.

Dalam melakukan sesuatu, subjek

merasa senang bila berhubungan

dengan teman, keluarga dan guru.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 219: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

4. Penyesuaian dalam konsep diri :

Subjek takut dan merasa bersalah

melakukan dosa, apabila itu terjadi

subjek akan berserah diri kepada

Allah swt. Subjek berusaha belajar

dan rajin beribadah untuk

membahagiakan Ibunya, walaupun

masa kecilnya penuh keprihatinan.

Kelemahan yang ada pada subjek

adalah berjalan terlalu jauh. Hal

itu mendorong subjek untuk

bersabar, tawakal. Sehingga cita-cita

untuk menjadi astronomi di AS dapat

tercapai dan kehidupan yang lebih

baik.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 220: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

HASIL TES SSCT

• Kode : SSCT/2/B.P.W

• Nama : B.P.W

• Usia : 14 th

• Profesi : Pelajar

• Sekolah Asal : SMP Ta’mirul Islam Surakarta

• Tanggal Tes : 12 – 1 – 2009

• Tempat Tes : Rumah Subjek

Ket. Kode: SSCT/2/B.P.W (SSCT subjek kedua nama B.P.W)

SSCT Rating Sheet General Summary

3. Penyesuaian terhadap keluarga :

Menurut Subjek, Ibunya adalah orang yang

sabar dan baik hati. Berbeda dengan

ayahnya, ayah subjek kurang

memperhatikannya dan tidak mau mandi.

Hubungan subjek dengan keluarga yang di

kenal, mereka baik dan bisa membahagiakan

subjek.

1. Tidak ada indikasi yang

menunjukkan adanya gangguan,

subjek masih mampu mengatasi

gangguan-gangguan yang ada

dalam dirinya.

2. Gangguan berkisar pada

hubungan subjek dengan ayah.

3. Memiliki cara berfikir yang

matang dan memperhatikan

kepentingan orang lain.

4. Cara berfikirnya realistis.

4. Penyesuaian dalam bidang seks :

Seorang wanita sempurna bagi subjek adalah

sholeh dan baik hati. Menurut subjek,

kebanyakan dari mereka tidak takut Tuhan

dan sering keluar malam hari. Apabila

melihat laki-laki dan perempuan berjalan

bersama adalah sesuatu yang wajar. Tentang

sebuah perkawinan bagi subjek,

menciptakan kedamaian. Subjek akan

mencegah bahkan menolaknya ketika

mendapat informasi seks.

3. Penyesuaian terhadap hubungan interpersonal :

Teman bagi subjek, baik, tidak nakal,

sholeh. Begitu juga dengan atasan,

mereka baik dan sabar. Cara

menghormatinya dengan memberikan salam

ketika bertemu. Subjek akan melaksanakan

tugas apabila diberi tanggung jawab. Subjek

senang melakukan sesuatu dengan orang-

orang yang di sukai, sebab mereka rajin

bahkan sudah di anggap menjadi saudara

sendiri.

4. Penyesuaian dalam konsep diri :

Ketakutan yang ada pada subjek adalah

tentang masa depan, akan tetapi subjek

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 221: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

ingin mewujudkan cita-citanya. Subjek

merasa bersalah terhadap tingkah lakunya,

seperti berani kepada orang tua. Subjek

belum siap menghadapi sesuatu yang aneh

dalam dirinya, akan tetapi akan di jalani

dengan sabar. Kelemahan yang ada pada

subjek, apabila berjalan terlalu jauh.

Pada waktu kecil, subjek sangat senang

bermain bahkan sampai sekarang. Tujuan

hidup yang diinginkan agar selalu pintar.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 222: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

HASIL TES SSCT

• Kode : SSCT/3/R.A.P

• Nama : R.A.P

• Usia : 14 th

• Profesi : Pelajar

• Sekolah Asal : SMP Muhammadiyah II Kartasura

• Tanggal Tes : 13 – 1 – 2009

• Tempat Tes : SMP Muhammadiyah II Surakarta

Ket. Kode: SSCT/3/R.A.P (SSCT subjek ketiga nama R.A.P)

SSCT Rating Sheet General Summary

1. Penyesuaian terhadap keluarga :

Seorang Ibu bagi subjek harus bisa

membahagiakan, menyayangi, dan merawat

anaknya. Begitu juga sebaliknya, subjek

juga ingin membahagiakan Ibunya. Akan

tetapi subjek berharap bahwa ayahnya mau

bertobat dan kembali ke jalan yang benar

serta memberi nafkah pada Ibunya. Menurut

Subjek, ayahnya adalah orang yang kejam.

Keluarga subjek sangat menyayanginya

walaupun mereka berasal dari keluarga

kurang mampu.

1. Tidak ada indikasi yang

menunjukkan adanya gangguan,

subjek masih mampu mengatasi

gangguan-gangguan yang ada

dalam dirinya.

2. Gangguan berkisar pada

permasalahan hubungan subjek

dengan ayahnya.

3. Memiliki cara berfikir yang

matang dan memperhatikan

kepentingan orang lain.

4. Cara berfikirnya realistis.

2. Penyesuaian dalam bidang seks :

Wanita sempurna menurut subjek adalah

baik hatinya dan berjilbab. Subyek berfikir

bahwa kebanyakan dari mereka menyukai

subjek, karena subjek sangat baik dan sering

membantu. Akan tetapi subjek tidak suka

wanita dari cara berpakaian dan berdandan.

Perkawinan adalah bisa menerima

kekurangan masing-masing. Terkadang

subjek iri melihat laki-laki dan perempuan

berjalan bersama, sebab subjek tidak pernah.

Seks bagi subjek, bisa merusak masa depan.

3. Penyesuaian terhadap hubungan interpersonal :

Arti teman bagi subjek adalah

memberikan dorongan di kala suka dan

duka. Subjek senang apabila mereka

sholeh dan berbakti kepada orang tua.

Seorang pemimpin bagi subjek, harus

pintar, bisa membimbing, ramah dan

sayang. Cara subjek menghormatinya

dengan memberikan salam dan berjabat

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 223: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

tangan ketika bertemu. Subjek akan menjaga

kepercayaan ketika di serahi tanggung

jawab. Subjek senang bekerja dengan orang

yang disiplin dan mau membantunya.

Subyek suka dengan hal-hal yang

berhubungan dengan karya sastra.

4. Penyesuaian dalam konsep diri :

Subjek takut terhadap sesuatu yang aneh

menimpanya. Ketakutan akan kelemahanya

yang ingin di buang oleh subjek. Hal itu

membuatnya pasrah dan putus asa. Subjek

merasa bersalah ketika berani dengan orang

tuanya, akan tetapi akan melupakan waktu

ketika di hina temannya karena

kekurangannya. Kelemahan yang utama

pada diri subjek adalah cacat fisik tangan

kiri dan kaki kiri. Ketika menghadapi

masalah, subjek berusaha menghilangkan

masalah tersebut. Ketika masih kecil, guru

dan ibu sangat menyayanginya. Tentang

masa depan, memungkinkan untuk

dicapai. Walaupun subjek ingin hidup

bahagia dan menjadi lebih baik. Subjek

berusaha sabar dan tabah ketika

menghadapi masalah. Tujuan hidup yang

diinginkan adalah memperoleh wanita yang

cantik dan sholeh.

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 224: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 225: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

DOKUMENTASI

A. SMP Muh I Simpon Surakarta

SMP Muh I Simpon Surakarta Subjek sedang mengikuti pelajaran di kelas

Photo Peneliti (kiri) dan subjek A.D (kanak)

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 226: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

B. SMP Ta’mirul Islam Surakarta

SMP Ta’mirul Islam Surakarta Interaksi subjek dengan teman-temannya

ketika sedang istirahat

Photo Peneliti (kiri) dan subjek B.P.W (kanak)

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 227: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

C. SMP Muh 2 Kartasura

SMP Muh 2 Kartasura Subjek sedang mengikuti pelajaran di kelas

Subjek R.A.P ketika di wawancarai oleh peneliti

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com

Page 228: KONSEP “STRIVING FOR SUPERIORITY”

Created by Neevia Document Converter trial version http://www.neevia.com