Konsep Pendidikan Al-Attas (Content)
-
Upload
el-umaer-akoe -
Category
Documents
-
view
513 -
download
9
Transcript of Konsep Pendidikan Al-Attas (Content)
1
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF SYED
MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia,
pendidikan (terutama Islam) dengan berbagai coraknya yang berorientasi
memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan
(Islam) selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka
merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar
peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada
kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis) tetapi kebahagiaan hidup di
dunia juga bisa diraih.
Dunia Islam akhir-akhir ini tengah menghadapi berbagai
permasalahan nseputar krisis pendidikan Islam serta problem lain yang
sangat menuntut upaya pemecahan secara mendesak. Bahkan menurut
sinyalemen Al-Faruqi, krisis dalam aspek pendidikan inilah yang paling
buruk dialami oleh dunia Islam. Al-Faruqi menyatakan dengan tegas
bahwa agenda pemecahan problematika pendidikan Islam menjadi tugas
rumah yang terberat bagi umat Islam pada abad ke 15 H ini. Sejalan
dengan hal ini, Khursid Ahmad menyatakan bahwa di antara persoalan-
persoalan yang dihadapi dunia Islam masa kini, persoalan pendidikan
2
adalah tantangan yang paling berat. Masa depan Islam akan sangat
tergantung pada bagaimana dunia itu menghadapi tantangan ini. Inilah
yang menuntut agar selalu dilakukan pembaharuan (modernisasi) dalam
hal pendidikan dan segala hal yang terkait dengan kehidupan umat Islam.
Pada persoalan kurikulum keilmuan misalnya, selama ini
pendidikan Islam masih sering hanya dimaknai secara parsial dan tidak
integral (mencakup berbagai aspek kehidupan), sehingga peran pendidikan
Islam di era global sering hanya difahami sebagai pemindahan
pengetahuan (knowladge) dan nila-nilai (value) ajaran Islam yang tertuang
dalam teks-teks agama, sedangkan ilmu-ilmu sosial (Social Science) dan
ilmu-ilmu alam (Nature Science) dianggap pengetahuan yang umum.
Padahal Islam tidak pernah mendikotomikan (memisahkan dengan tanpa
terikat) antara ilmu-ilmu agama dan umum. Semua ilmu dalam Islam
dianggap penting asalkan berguna bagi kemaslahatan umat manusia.
Bertolak dari problematika diatas, di Islam pun dikenal dua sistem
pendidikan yang berbeda proses dan tujuannya. Pertama, sistem
pendidikan tradisional yang hanya sebatas mengajarkan pengetahuan
klasik dan kurang perduli terhadap peradaban teknologi modern, ini sering
diwarnai corak pemikiran timur tengah. Kedua, sistem pendidikan modern
yang diimpor dari barat yang kurang memperdulikan keilmuan Islam
klasik. Bentuk ekstrim dari bentuk kedua ini berupa Universitas Modern
yang sepenuhnya sekuler dan karena itu, pendekatannya bersifat non-
agamis. Para alumninya sering tidak menyadari warisan ilmu klasik dari
tradisi mereka sendiri.
3
Menurut Al-Attas percabangan sistem pendidikan tersebut diatas
(tradisionalmodern) telah membuat lambang kejatuhan umat Islam. Jika
hal itu tidak ditanggulangi maka akan mendatangkan dan menggagalkan
perjuangan umat Islam dalam rangka menjalankan amanah yang diberikan
oleh Allah SWT. Allah telah menjadikan umat manusia disamping sebagai
hambanya juga sebagai khalifah di muka bumi, sehingga peranannya
disamping mengabdikan diri kepada Allah juga harus bisa mewarnai dunia
empiris.
Dikotomi keilmuan dalam pendidikan Islam, antara ilmu agama
(Islam) dan ilmu umum (Barat) telah menimbulkan persaingan diantara
keduanya, yang saat ini dalam hal peradaban dimenangkan oleh Barat,
sehingga pengaruh pendidikan Barat terus mengalir deras dan ini membuat
identitas umat Islam mengalami krisis dan tidak berdaya.
Menurut Syed Muhammad Al-Naquib al-Attas, pemecahan
problematika pendidikan Islam seperti tersebut diatas menjadi tugas umat
yang terberat di abad XV H/ XXI M sebab keadaan umat Islam jika ingin
kembali bangkit memegang andil dalam sejarah sebagaimana di masa
kejayaannya, amat ditentukan oleh sejauh mana kemampuannya dalam
mengatasi problema pendidikan yang sedang dialaminya.
Dari pemaparan tersebut diatas, dapat dirasakan bahwa selama ini
ada sesuatu yang kurang beres dalam dunia pendidikan Islam dari segi
konsep (kurikulum, proses, tujuan) dan aktualisasinya. Oleh karena itu
perlu adanya rekonseptualisasi, reformulasi, reformasi, rekontruksi,
penataan kembali di dalamnya. Hal ini amat perlu dilakukan, dan
4
sebenarnya ini sudah disadari dan diupayakan oleh para pemikir Muslim,
terbukti dengan diadakannya beberapa kali konferensi mengenai
pendidikan Islam tingkat internasional.
Konferensi Internasional mengenai pendidikan Islam
diselenggarakan sebanyak enam (6) kali di beberapa Negara yang
berpenduduk mayoritas muslim. Yakni Mekkah (1977), Islamabad (1980),
Dakka (1981), Jakarta (1982), Kairo (1982), Amman (1990). Dalam
konferensi tersebut, dibahas berbagai persoalan mendasar tentang problem
yang dialami pendidikan Islam. Juga mencari rumusan yang tepat untuk
mengatasinya.
Syed Muhammad Al-Naquib Al-attas termasuk salah satu pemikir
dan pembaharu pendidikan Islam dengan ide-ide segarnya. Al-Attas tidak
hanya sebagai intelektual yang concern dengan pendidikan dan persoalan
umum umat Islam tapi juga pakar dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Ia juga dianggap sebagai tokoh penggagas Islamisasi ilmu
pengetahuan yang mempengaruhi banyak tokoh lainnya.
Meski demikian, ide-ide Al-Attas tentang Islamisasi Ilmu
pengetahuan dalam pendidikan Islam banyak memperoleh tantangan dari
pemikir muslim dan non muslim.
Terlepas dari itu, Al-Attas telah dikenal sebagai filosof pendidikan
Islam yang sampai saat ini kesohor dikalangan umat Islam dunia dan juga
sebagai figure pembaharu (person of reform) pendidikan Islam. Respon
positif dan negatif dari 4 para intelektual yang ditujukan kepada Al-Attas
menjadikan kajian terhadap pemikiran Al-Attas semakin menarik.
5
B. Rumusan masalah
Berdasarkan pertimbangan latar belakang dan penegasan istilah diatas,
maka rumusan masalah yang dijadikan sandaran dalam skripsi ini
adalah: Bagaimanakah konsep pendidikan Islam menurut Syed
Muhammad Al-Naquib al-Attas ?
C. Tujuan penelitian
Setiap kegiatan atau aktivitas yang disadari pasti ada yang ingin dicapai.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami
konsep pendidikan Islam menurut Syed Muhammad Al-Naquib al-Attas.
D. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
a. Secara Teoritis, dapat semakin memperkaya khazanah pemikiran Islam
padamumumnya dan bagi civitas akademika Fakultas Agama Islam
jurusan Tarbiyah pada khususnya, selain itu dapat menjadi stimulus bagi
penelitian selanjutnya, sehingga proses pengkajian secara mendalam akan
terus berlangsung dan memperoleh hasil yang maksimal.
b. Secara Praktis, dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum,
sehingga mampu menumbuhkan kepedulian terhadap pendidikan pada
umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Biografi
2.1.1. Kelahiran
Nama lengkapnya Syed Muhammad Naquib ibn Ali ibn Abdullah
ibn Muhsin Al-Attas, dia dilahirkan pada 5 September 1931 di Bogor,
Jawa Barat. Silsilah keluarganya bisa dilacak hingga ribuan tahun ke
belakang melalui silsilah sayyid dalam keluarga Ba’Alawi di Hadramaut
dengan silsilah yang sampai kepada Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad
SAW. Ibunda Syed Muhammad Naquib, yaitu Syarifah Raquan
Al-‘Aydarus, berasal dari Bogor, Jawa Barat, dan merupakan keturunan
ningrat Sunda di Sukapura.1
Dari pihak bapak, kakek Syed Muhammad Naquib Al-Attas yang
bernama Syed Abdullah ibn Muhsin Muhammad Al-Attas adalah seorang
wali yang pengaruhnya tidak hanya terasa di Indonesia, tetapi juga sampai
ke negeri Arab. Neneknya, Ruqayah Hanum, adalah wanita Turki berdarah
aristokrat yang menikah dengan Ungku Abdul Majid, adik Sultan Abu
Bakar Johor (Wafat 1895) yang menikah dengan adik Ruqayah Hanum,
Khadijah, yang kemudian menjadi Ratu Johor. Setelah Ungku Abdul
Majid wafat (meninggalkan dua orang anak), Ruqayah menikah untuk
1 http://motipasti.wordpress.com/2009/12/03/biografi-syed-muhammad-naquib-al-attas/. 02-03-2011. 14:38.
7
yang kedua kalinya dengan Syed Abdullah Al-Attas dan dikaruniai
seorang anak, Syed Ali Al-Attas, yaitu bapak Syed Muhammad Naquib.2
Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah anak kedua dari tiga
bersaudara. Yang sulung bernama Syed Hussein, seorang ahli sosiologi
dan mantan wakil rektor Universitas Malaya, sedangkan yang bungsu
bernama Syed Zaid, seorang insinyur kimia dan mantan dosen Institut
Teknologi MARA. Ia mendapat gelar ‘sayyed’ yang dalam tradisi Islam;
orang yang mendapat gelar tersebut merupakan keturunan langsung dari
keturunan Nabi Muhammad SAW.3
2.1.2. Pendidikan
Latar belakang keluarga Al-Attas memberikan pengaruh yang
besar dalam pendidikan awalnya. Dari keluarganya yang terdapat di
Bogor, dia memperoleh pendidikan dalam ilmu-ilmu keislaman,
sedangkan dari keluarganya di Johor, dia memperoleh pendidikan yang
sangat bermanfaat baginya dalam mengembangkan dasar-dasar bahasa,
sastra, dan kebudayaan Melayu.4
Pada usia lima tahun ia dikirim oleh orang tuanya untuk bermukim
di Malaysia dan menempuh pendidikan dasar di Ngee Heng Primary
School (1936-1941). Ia kembali ke Indonesia ketika jepang menduduki
Malaya untuk belajar ilmu-ilmu keislaman tradisional di Madrasah al-
Urwatul Wutsqa’, Sukabumi, Jawa Barat (1941-1945). Setelah
2 Ibid.3 Ibid.4 Ibid.
8
menyelesaikan sekolah lanjutan atas, ia memasuki ketentaraan Malaysia
dan sempat dikirim untuk belajar di beberapa sekolah militer di Inggris,
termasuk royal Military Academy, Sandhurst (1952-1955). Pada tahun
1957 ia keluar dari dunia militer dan belajar di Universiti Malaya,
Malaysia selama dua tahun. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di
Institute of Islamic Studies, McGill University, Canada (1959-1962),
hingga meraih gelar Master dengan tesis berjudul Raniri and the
Wujudiyyah of 17th Century Acheh (diterbitkan 1966). Adapun gelar
Doktor diperolehnya dari School of Oriental and African Studies,
University of London (1963-1965), dengan desertasi berjudul The
Mysticism of Hamzah Fansuri (diterbitkan 1970).5
2.2. Karya-karyanya
Al-Attas telah menulis 26 buku dan monograf, baik dalam bahasa
Inggris maupun Melayu dan banyak yang telah diterjemahkan ke dalam
bahasa lain, seperti bahasa Arab, Persia, Turki, Urdu, Malayalam,
Indonesia, Prancis, Jerman, Rusia, Jepang, India, Korea, dan Albania.
Karya-karyanya tersebut adalah:
1) Rangkaian Ruba’iyat, Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP),
Kuala Lumpur, 1959, 2) Some Aspects of Shufism as Understood and
Practised Among the Malays, Malaysian Sociological Research Institute,
Singapura, 1963, 3) Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh,
Monograph of the Royal Asiatic Society, Cabang Malaysia, No.111,
Singapura, 1966, 4) The Origin of the Malay Sya’ir, DBP, Kuala Lumpur,
5. Ensiklopedi Islam. 1999. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. hlm 78.
9
1968, 5) Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of
the Malay-Indonesian Archipelago, DBP, Kuala Lumpur, 1969, 6) The
Mysticism of Hamzah Fanshuri, University of Malaya Press, Kuala
Lumpur, 1970, 7) Concluding Postscript to the Origin of the Malay Sya’ir,
DBP, Kuala Lumpur, 1971, 8) The Correct Date of the Trengganu
Inscription, Museums Department, Kuala Lumpur, 1972, 9) Islam dalam
Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala
Lumpur, 1972. Sebagian isi buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Rusia dan Prancis. Buku ini juga telah hadir dalam versi bahasa
Indonesia, 10) Risalah untuk Kaum Muslimin, monograf yang belum
diterbitkan, 286 h., ditulis antara Februari-Maret 1973. (buku ini
kemudian diterbitkan di Kuala Lumpur oleh ISTAC pada 2001), 11)
Comments on the Re-examination of Al-Raniri’s Hujjat Al-Shiddiq: A
Refutation, Museums Department, Kuala Lumpur, 1975, 12) Islam: The
Concept of the Religion and the Foundation of Ethics and Morality,
Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), Kuala Lumpur, 1976. Telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Korea, Jepang, dan Turki, 13) Islam:
Paham Agama dan Asas Akhlak, ABIM, Kuala Lumpur, 1977. Versi
bahasa Melayu buku No. 12 di atas, 14) Islam and Secularism, ABIM,
Kuala Lumpur, 1978. Diterjemahkan ke dalam bahasa Malayalam, India,
Persia, Urdu, Indonesia, Turki, Arab, dan Rusia, 15) (Ed.) Aims and
Objectives of Islamic Education: Islamic Education Series, Hodder and
Stoughton dan King Abdulaziz University, London: 1979. Diterjemahkan
ke dalam bahasa Turki, 16) The Concept of Education in Islam, ABIM,
10
Kuala Lumpur, 1980. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Persia,
dan Arab, 17) Islam, Secularism, and The Philosophy of the Future,
Mansell, London dan New York, 1985, 18) A Commentary on the Hujjat
Al-Shiddiq of Nur Al-Din Al-Raniri, Kementerian Kebudayaan, Kuala
Lumpur, 1986, 19) The Oldest Known Malay Manuscript: A 16th Century
Malay Translation of the ‘Aqa’id of Al-Nasafi, Dept. Penerbitan
Universitas Malaya, Kuala Lumpur, 1988, 20) Islam and the Philosophy of
Science, ISTAC, Kuala Lumpur, 1989. Diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, Bosnia, Persia, dan Turki, 21) The Nature of Man and the
Psychology of the Human Soul, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990.
Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia, 22) The Intuition of Existence,
ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia, 23)
On Quiddity and Essence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke
dalam bahasa Persia, 24) The Meaning and Experience of Happiness in
Islam, ISTAC, Kuala Lumpur, 1993. Diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab, Turki, dan Jerman, 25) The Degress of Existence, ISTAC, Kuala
Lumpur, 1994. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia, 26) Prologonema
to the Metephysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements
of the Worldview of Islam, ISTAC, Kuala Lumpur, 1995. Diterjemahkan ke
dalam bahasa Rusia.6
2.3. Konsep Pendidikan Islam
6 http://motipasti.wordpress.com/2009/12/03/biografi-syed-muhammad-naquib-al-attas/. Loc. Cit.
11
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; konsep adalah suatu
rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.7
Sedangkan pendidikan sendiri ialah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara,atau perbuatan
mendidik.8 Islam ialah agama yg diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
berpedoman pada kitab suci Al-Quran yg diturunkan ke dunia melalui
wahyu Allah SWT.9
Menurut Al-Attas; konsep bisa diartikan sebagai pokok pertama
yang mendasari keseluruhan pemikiran, konsep biasanya hanya ada dalam
alam pikiran, atau kadang-kadang tertulis secara singkat. Jika ditinjau dari
segi filsafat, konsep adalah suatu bentuk konkretisasi dunia luar ke alam
pikiran, sehingga dengan demikian manusia dapat mengenal hakekat
sebagai gejala dan proses, untuk dapat melakukan generalisasi segi-segi
dan sifat-sifat konsep yang hakiki.10
Konsep dapat juga berarti ide umum; pengertian; pemikiran;
rancangan; rencana. Dari batasan istilah diatas, penulis mengambil salah
satu pengertian tersebut sehingga konsep dalam skripsi ini adalah ide
umum; pengertian; pemikiran; rancangan; rencana dasar.
Orang-orang Yunani, lebih kurang 600 tahun sebelum Masehi,
telah menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia
7 Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ketiga. Hlm 558.8 Ibid. hlm 263.9 Ibid. hlm 444.10 Makalah Konsep Pendidikan Islam. Pdf.
12
menjadi manusia. Ada dua kata yang penting dalam kalimat itu, pertama
“membantu” dan kedua “manusia”.11
Manusia perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia. Seseorang
dapat dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai (sifat)
kemanusiaan. Itu menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi manusia.
Karena itulah sejak dahulu banyak manusia gagal menjadi manusia. Jadi,
tujuan mendidik ialah me-manusia-kan manusia.12
Pendidikan Islam menurut Al-Attas adalah pengenalan dan
pengalaman yang secara berangsur-angsur ditanamkan dalam diri manusia,
tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan sedemikian rupa sehingga membimbing ke arah pengenalan
dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan
kepribadian.
Sedangkan Konsep Pendidikan Islam yaitu suatu ide atau gagasan
untuk menciptakan manusia yang baik dan bertaqwa yang menyembah
Allah SWT. dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur
pribadinya sesuai dengan syariat Islam serta melaksanakan segenap
aktifitas kesehariannya sebagai wujud ketundukannya pada Tuhan dengan
cara menanamkan nilai-nilai fundamental Islam kepada setiap muslim
terlepas dari disiplin ilmu apapun yang akan dikaji.13
2.4. Gagasan Tentang Definisi dan Makna Pendidikan Islam
11 Ahmad Tafsir. 2006. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hlm 33.12 Ibid.13 Loc. Cit.
13
Dalam Islam istilah pendidikan dikenal melalui tiga term yang
kesemuanya mengandung makna dan konsekuensi tersendiri dalam proses
pendidikan yang didasarkan pada istilah-istilah tersebut. Istilah-istilah
tersebut yaitu, tarbiyah, ta’dib dan ta’lim. Al-Attas cenderung lebih
memakai ta’dib daripada istilah tarbiyah maupun ta’lim. Kata tarbiyah
berarti mengasuh, menanggung, memberi makan, memelihara, menjadikan
tumbuh, membesarkan dan menjinakkan. Sehingga tarbiyah mengandung
unsur pendidikan yang lebih bersifat fisik dan material. Terlebih, term
tarbiyah secara luas dapat digunakan tidak hanya untuk manusia, tetapi
juga untuk batu, tanaman dan hewan. Sedangkan pendidikan dalam
pandangan Islam hanya terkhusus kepada manusia. Sedangkan term ta’lim,
meskipun mempunyai makna yang lebih luas dari tarbiyah, yakni
informasi, nasehat, bimbingan, ajaran dan latihan; namun tetap tidak bisa
mewakili pengertian pendidikan Islam karena juga dapat digunakan untuk
selain manusia, sementara pendidikan hanya untuk manusia saja. Dari
pengertian tersebut; dua terma diatas, menurut Al-Attas, terma ta’diblah
yang lebih cocok digunakan dalam pendidikan Islam. ta’dib berasal dari
kata adaba yang mempunyai arti mendidik, kehalusan budi, kebiasaan
yang baik, akhlak, kepantasan, kemanusiaan dan kasusastraan. Dalam
struktur konseptual, terma ta’dib sudah mencakup unsur-unsur
pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan penyuluhan yang baik
(tarbiyah).14
14 http://khalian21.blogspot.com/2010/12/syed-muhammad-naquib-al-attas-tokoh.html. tgl 02-03-2011. jam 23: 38.
14
Sebagaimana dalam pandangan Al-Attas bahwa masalah mendasar
dalam pendidikan Islam selama ini adalah hilangnya nilai-nilai adab
(etika) dalam arti luas. Baginya, alasan mendasar memakai istilah ta’dib
adalah, karena adab berkaitan erat dengan ilmu. Ilmu tidak bisa diajarkan
dan ditularkan kepada anak didik kecuali orang tersebut memiliki adab
yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam pelbagai bidang. Inti dari
pendidikan itu sendiri adalah pembetukan watak dan akhlak yang mulia.
Dari sini Al-Attas mengartikan makna pendidikan sebagai suatu proses
penanaman sesuatu ke dalam diri manusia dan kemudian ditegaskan
bahwa sesuatu yang ditanamkan itu adalah ilmu; dan tujuan dalam mencari
ilmu ini terkandung dalam konsep ta’dib.15
Lebih lanjut, Al-Attas menjelaskan bahwa perbedaan antara ta’dib
dan tarbiyah adalah terletak pada makna substansinya. Kalau tarbiyah
lebih menonjolkan pada aspek kasih sayang (rahmah), sementara ta’dib,
selain dimensi rahmah juga bertitik tolak pada aspek ilmu pengetahuan.
Secara mendasar, ia mengakui bahwa dengan konsep ta’dib, pendidikan
Islam berarti mencakup seluruh unsur-unsur pengetahuan, pengajaran, dan
pengasuhan yang baik. Penekanan pada segi adab dimaksudkan agar ilmu
yang diperoleh dapat diamalkan secara baik dan tidak disalahgunakan
menurut kehendak bebas pemilik ilmu, sebab ilmu tidak bebas nilai (value
free) tetapi sarat nilai (value laden), yakni nilai-nilai Islam yang
mengharuskan pelakunya untuk mengamalkan demi kepentingan dan
kemaslahatan umat manusia.16
15 Ibid.16 Ibid.
15
Sementara, bila dicermati lebih mendalam, konsep pendidikan
Islam hanya terbatas pada tarbiyah atau ta’lim ini, telah dirasuki oleh
pandangan hidup Barat yang melandaskan nilai-nilai dualisme,
sekularisme, intelektualisme, dan sofisme (alasan palsu) sehingga nilai-
nilai adab semakin menjadi kabur dan semakin jauh dari nilai-nilai hikmah
Ilahiyah. Kekaburan makna adab itu, dalam pandangan Al-Attas, menjadi
sebab utama dari kezaliman, kebodohan, dan kegilaan. Bahwa salah satu
sebab kemunduran umat Islam adalah di bidang pendidikan. Maka dari
konsep ta’dib seperti dijelaskan, akan ditemukan problem mendasar
kemunduran pendidikan umat Islam. Problem itu tidak terkait masalah
buta huruf, melainkan berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang disalah
artikan, bertumpang tindih, atau diporak-porandakan oleh pandangan
hidup sekular (Barat). Akibatnya, makna ilmu itu sendiri telah bergeser
jauh dari makna hakiki dalam Islam. Fatalnya lagi, ini semua kemudian
menjadi 'dalang' dari berbagai tindakan korup (merusak) dan kekerasan
juga kebodohan. Lahir kemudian pada pemimpin yang tak lagi
mengindahkan adab, pengetahuan, dan nilai-nilai positif lainnya. Untuk
itulah, dalam amatan Al-Attas, semua kenyataan ini harus segera disudahi
dengan kembali membenahi konsep dan sistem pendidikan Islam yang
dijalankan selama ini.17
Pada sisi lain, adanya pandangan dikotomi keilmuan dalam
pendidikan Islam; antara ilmu agama dan ilmu umum telah menimbulkan
persaingan di antara keduanya, yang saat ini – dalam hal peradaban –
17 Ibid.
16
dimenangkan oleh Barat, sehingga pengaruh pendidikan Islam.
Sebagaimana ia membagi ilmu menjadi dua, yakni ilmu fardhu ‘ain (yang
tercakup didalamnya ilmu-ilmu agama) dan ilmu fardhu kifayah (yang
meliputi ilmu-ilmu rasional-filosofis seperti ilmu kealaman, ilmu sosial,
ilmu terapan dan teknologi). Ia menekankan akan pentingnya pengajaran
ilmu fardhu ‘ain yang integral dalam pengajaran ilmu fardhu kifayah.
Yakni, dengan memberikan pegajaran tentang ilmu pengetahuan yang
menekankan dimensi ketuhanan, intensifikasi hubungan manusia-Tuhan
dan manusia-manusia, serta pendidikan Barat terus mengalir deras, dan ini
membuat identitas umat Islam mengalami krisis dan tidak berdaya. Dalam
hal ini, Al-Attas berpendapat bahwa perlu adanya penanaman nilai-nilai
spiritual, termasuk spiritual intelligent dalam nilai-nilai moralitas lainnya
yang membentuk cara pandang anak didik terhadap kehidupan dan alam
semesta. Bagi Al-Attas, adanya pembagian ilmu menjadi ilmu fardhu ‘ain
dan fardhu kifayah tidak perlu diperdebatkan. Tetapi, pembagian tersebut
harus dipandang dalam perspektif integral atau tauhid, yakni ilmu fardhu
‘ain sebagai asas dan rujukan bagi ilmu fardhu kifayah. Bahwa setelah
manusia dikenalkan akan posisinya dalam tatanan kosmik lewat proses
pendidikan, ia diharapakan dapat mengamalkan ilmunya dengan baik di
masyarakat berdasarkan adab, etika dan ajaran agama.18
2.5. Gagasan Tentang Tujuan Pendidikan Islam
Seperti halnya pandangannya tentang tujuan hidup manusia, Al-
Attas beranggapan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan
18 Ibid.
17
kebajikan dalam “diri manusia” sebagai individu dan sebagai bagian dari
masyarakat. Secara ideal, Al-Attas menghendaki pendidikan Islam mampu
mencetak manusia yang baik secara universal (al-insan al-kamil). Insan
kamil yang dimaksud adalah manusia yang bercirikan: pertama; manusia
yang seimbang, memiliki keterpaduan dua dimensi kepribadian; a) dimensi
isoterik-vertikal yang intinya tunduk dan patuh kepada Allah dan b)
dimensi eksoterik-dialektikal-horisontal, yakni membawa misi
keselamatan bagi lingkungan sosial alamnya. Kedua; manusia seimbang
dalam kualitas pikir, zikir dan amalnya.19
Berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Abdul Fattah Jalal,
tujuan umum Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Ia
mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam akan mewujudkan tujuan-
tujuan khusus. Dengan mengutip surat al-Takwir ayat 27, Jalal
menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi, menurut
Islam, tujuan pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia (sekali
lagi: seluruh manusia) menjadi manusia yang menghambakan diri kepada
Allah. Yang dimaksud dengan menghambakan diri ialah beribadah kepada
Allah.20
Tujuan akhir pendidikan Islam adalah menghasilkan manusia yang
baik, baik dalam kehidupan material dan spiritualnya. Dalam hal ini,
manusia yang baik yang dimaksud adalah individu yang beradab, bijak,
mengenali dan sadar akan realitas sesuatu, termasuk posisi Tuhan dalam
19 Ibid.20 Ahmad Tafsir. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm 46.
18
realitas itu. Suatu tujuan yang mengarah pada dua demensi sekaligus
yakni, sebagai `abdullah (hamba Allah), dan sebagai Khalifah fi al-Ardh
(wakil Allah di muka bumi). Dengan harapan yang tinggi, Al-Attas
menginginkan agar pendidikan Islam dapat mencetak manusia paripurna,
insan kamil yang bercirikan universalis dalam wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan bercermin kepada ketauladanan Nabi Muhammad
SAW.21
Pandangan Al-Attas tentang masyarakat yang baik, sesungguhnya
tidak terlepas dari individu-individu yang baik. Jadi, salah satu upaya
untuk mewujudkan masyarakat yang baik, berarti tugas pendidikan harus
membentuk kepribadian masing-masing individu secara baik. Karena
masyarakat merupakan bagian dari kumpulan individu-individu. Manusia
yang seimbang pada garis vertikal dan horizontalnya. Dalam konsep inilah
tujuan pendidikan Islam mengarah pada terbentuknya manusia universal
(insal kamil). Lebih lanjut, menurutnya pendidikan Islam harus mengacu
kepada aspek moral-transedental (afektif), tampa harus meninggalkan
aspek kognitif (sensual logis) dan psikomorik (sensual empirik).
2.6. Gagasan Tentang Sistem Pendidikan Islam
Gagasan Al-Attas tentang sistem pendidikan Islam ini tidak bisa
dilepaskan (terpisah) dari pemaknaannya terhadap konsep pendidikan.
Sistem pendidikan Islam bagi Al-Attas haruslah mengandung unsur adab
(etika) dan ilmu pengetahuan, karena inti dari pendidikan itu sendiri adalah
pembetukan watak dan akhlak mulia manusia yang mampu
21 Ibid.
19
mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri
khususnya dan bagi umat manusia umumnya.
Sesuai dengan pandangannya terhadap tujuan pendidikan untuk
membentuk insan kamil, maka insan kamil harus dijadikan paradigma
dalam pengembangan lembaga pendidikan Islam. Dengan demikian
lembaga pendidikan Islam harus menjadikan Nabi Muhammad SAW.
sebagai modelnya. Sistem pendidikan Islam harus merefleksikan ilmu
pengetahuan dan perilaku Rasulullah, serta berkewajiban mewujudkan
umat Muslim yang menampilkan kualitas keteladanan Nabi Muhammad
SAW. Al-Attas ingin menampilkan sistem pendidikan Islam yang terpadu,
yakni antara dimensi ‘abdullah dengan dimensi Khalifah fi al-Ardh.
Dan sesuai dengan kategori ilmu yang dibuat Al-Attas, pendidikan
Islam haruslah berisikan ilmu-ilmu fardhu ‘ain dan ilmu-ilmu fardhu
kifayah. Sistem pendidikan yang diformulasikannya adalah
mengintegrasikan ilmu dalam sistem pendidikan Islam, artinya Islam harus
menghadirkan dan mengajarkan dalam proses pendidikannya tidak hanya
ilmu-ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu rasional, intelek dan filosofis.
Namun ilmu pengetahuan dan teknologi harus terlebih dahulu dilandasi
pertimbangan nilai-nilai dan ajaran agama. Karena secara makro dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam masih mengalami keterjajahan oleh
konsepsi pendidikan Barat. Ilmu masih dipandang secara dikotomis,
sehingga tidak ada integrasi ilmu yang seharusnya diwujudkan untuk
20
mengembangkan ilmu pengetahuan yang berwawasan dan bernuansa
Islami.22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Nana Syaodih menyatakan bahwa bahwa penelitian itu bermacam-
macam, antara lain:23 a) penelitian berdasarkan pendekatan: Penelitian
Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif. b) penelitian berdasarkan fungsinya:
Penelitian Dasar, Penelitaian Terapan, dan Penelitian Evaluatif. Dan c)
penelitian berdasarkan tujuannya: Penelitiaan Deskriptif, Penelitian
Predektif, Penelitian Improftif, dan Penelitian Eksplanatif.
Sedangkan Nurul Zuriah mengklasifikasikan jenis dan karakteristik
penelitian dalam 7 (tujuh) kategori, yaitu:24 a) Penelitian Deskriptif; b)
Penelitian Sejarah; c) Penelitian Korelasional; d) Penelitian Kausal
Komparatif; e) Penelitian Eksperiman; f) Penelitian Tindakan; dan g)
Penelitian Grounded.
Pemnelitian dalam proposal skripsi menggunakan pendekatan
Kualitatif Deskriptif.
3.2. Sumber Data dan Data
Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian Kualitatif
ialah kata-kata dan tindakan; selebinya adalah data tambahan seperti
22 Ibid.23 Nana Syaodih Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hlm 12.24 Nurul Zuhriah. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hlm 47-49.
21
dokumen dan lain-lain.25 Namun, karena penelitian dalam proposal skripsi
ini adalah studi pustaka, maka sumber data utamanya adalah sumber
tertulis.
Sumber tertulis dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah
(termasuk skripsi, tesis, disertasi, jurnal) sumber dari arsip, dokumen
pribadi dan resmi.26 Sedangkan sumber data proposal skirpsi ini adalah:
3.2.1. Data primer, meliputi: karaya-karya monumental Syed
Muhammad Naquib Al-Attas.
3.2.2. Data sekunder, meliputi: buku-buku keislaman, terutama
tentang pendidikan Islam, Kamus, Ensiklopedi, dan lain-lain.
3.3.Prosedur Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data
dengan menggunakan satu atau atau beberapa prosedur yang disesuaikan
dengan sifat dan karakeristik penelitian yang dilakukan. Prosedur
pengumpulan data yang tepat dan relevan, memungkinkan diperolehnya
data yang objektif.27
Ada beberapa prosedur pegumpulan data, yaitu wawancara, angket,
observasi, dan studi dokumenter. Dalam keterangan yang lain, prosedur
pengumpulan data meliputi: tehnik observasi, tehnik komunikasi
(wawancara, angket, kuisioner), tehnik pengukuran, tehnik sosiometris,
dan tehnik dokumenter.28
25 Lexy J. Moleomng. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hlm 112. 26 Ibid. hlm 113-114.27 Nurul Zuhriah. Op. Cit. hlm 171-172.28 Nana Syaodih Sukmadinata. Op. Cit. hlm 173.
22
Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tehnik dokumenter atau studi dokumter. Karena dalam
penelitian kualitatif, tehnik dokumenter merupakan alat pengumpul data
yang utama; karena pembuktian hipotesisnya yang diajukan secara logis
dan rasional dan melalui pendapat, teori atau hukum-hukum yang
diterima, baik yang mendukung atau menolong hipotesis tersebut.
Selanjutanya dokumen-dokumen tersebut dianalisis (diurai), dibandingkan
dan dipadukan (sintesis), sehingga membentuk satu hasil kajan yang
sistematis, padu dan utuh.29 Sedangkan dokumen-dokumen yang dihimpun
dan dianalisis oleh peneliti dalam proposal skiripsi ini adalah adalah data-
data primer dan sekunder yang berhasil dihimpun.
3.4. Analisis data
Definisi analisis data menurut Lexy J. Moleong adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.30
Pada prinsipnya, analisis data itu ada dua cara, yaitu: a) Analisis
Nonstatistik; yaitu analisis nonstatistik ini dilakukan terhadap data yang
bersifat kualitatif, biasanya berupa studi literer (studi kepustakaan) atau
studi empiris. Jadi, analisis dalam proposal skripsi termasuk dalam
kategori Analisis Nonstatistik. b) Analisis Statistik; yaitu analisis statistik
ini berangkat dari data yang bersifat kuantitatif.31
29 Nurul Zuhriah. Op. Cit. hlm 172-191.30 Lexi J. Moleong. Op. Cit. hlm 179.31 Nurul Zuhriah. Op. Cit. hlm 198.
23
Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
content analysis yang diterjemahkan oleh Lexy J. Moleong dengan kajian
isi;32 karena tehnik yang paling umum digunakan untuk memanfaatkan
dokumen yang padat isi adalah tehnik isi.33 Sedangkan sifat analisis
datanya adalah naratif kualitatif, yaitu mencari kesamaan-kesamaan dan
perbedaan informasi, untuk menemukan hal-hal mendasar yang perlu
dipaparkan dalam proposal skripsi ini secara menyeluruh.34
Sedangkan urutan proses analisis data dalam proposal skripsi ini
adalah: mula-mula peniliti akan membaca, mempelajri, dan menelaah data-
data primer dan skunder yang berkaitan dengan penelitian. Selanjutnya
peneliti akan menganalisa dan membandingkan data-data tersebut untuk
mencari titik kesamaan dan perbedaan yang ada didalamnya; kemudian
peneliti mengajuakan sintesa yang berangkat dari pemahaman peneliti.
Setelah itu, peneliti akan memeriksa keabsahan data dengan tehnik
pemerikasaan sejawat dan konsultasi dengan para ahli, khususnya dosen
pembimbing.
3.5. Pengecekan Keabsahan Data
Pemeriksaan terhadap keabsahan data, didasarkan atas sejumlah
kriteria tertentu. Ada 4 (empat) kriteria yang digunakan, yaitu derajat
kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability)¸ kebergantungan
(dependability), dan kepastian (confirmability).35
32 Lexi J. Moleong. Op. Cit. hlm 190.33 Ibid. hlm 163.34 Nana Syaodih Sukmadinata. Op. Cit.hlm 289.35 Nurul Zuhriah. Op. Cit. hlm 110-111. Lexi J. Moleong. hlm 173.
24
Mengingat penelitian dalam proposal skripsi ini bersifat library
research, maka kriteria keabsahan data yang akan diperiksa oleh peneliti
adalah kredibilitas data. Sehingga tehnik pemeriksaan keabsahan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: Pengecekan Sejawat atau
Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi. Tehnik ini dilakukan dengan cara
mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh, dalam bentuk
diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.36 Sedangkan teman sejawat
yang menjadi mitra diskusi adalah orang yang punya pengetahuan dan
pengalaman dalam bidang yang dipersoalkan, terutama tentang isi dan
metodologinya.37
Selain itu, peneliti juga menggunakan tehnik konsultasi dengan
para ahli. Oleh karena itu, peneliti akan mendiskusikan hasil penelitian ini
dengan orang-orang yang memiliki kualifikasi dalam bidang pendidikan,
khususnya pendidikan anak dalam perspektif Islam, agar memberi kritik,
saran, dan masukan demi perbaikan hasil penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ensiklopedi Islam. 1999. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Makalah Konsep Pendidikan Islam. Pdf.
Moleong, Lexy J.. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
36 Lexi J. Moleong. Op.Cit. hlm 179.37 Ibid. hlm 180.
25
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
-------------------. 2006. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Zuhriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
http://khalian21.blogspot.com/2010/12/syed-muhammad-naquib-al-attas-
tokoh.html.
http://motipasti.wordpress.com/2009/12/03/biografi-syed-muhammad-
naquib-al-attas/.