KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein...

103
KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasr Skripsi Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.) pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Oleh: Nama: Zubaidillah NIM: 1113033100027 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2018 M

Transcript of KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein...

Page 1: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

KONSEP MANUSIA SEMPURNA

Perspektif Seyyed Hossein Nasr

Skripsi

Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)

pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin

Oleh:

Nama: Zubaidillah

NIM: 1113033100027

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2018 M

Page 2: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

KONSEP MANUSIA SEMPURNA

Perspektif Seyyed Hossein Nasr

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)

Oleh:

Zubaidillah

NIM: 1113033100027

Dosen Pembimbing

Kusen, Ph.D, MA

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2018 M

Page 3: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein
Page 4: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein
Page 5: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

iv

Abstrak

Zubaidillah (1113033100027)

KONSEP MANUSIA SEMPURNA: “Perspektif Seyyed Hossein Nasr”

Manusia sebagai salah satu makhluk yang ada di alam jagad raya ini

memang tidak pernah hilang kemenarikannya untuk dibicarakan. Mulai dari

keragaman dimensi serta aspek-aspek fundamental sebagai perolehan dalam

dirinya yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lain, menjadikannya sebagai

makhluk yang unik dan menarik. Dengan menggunakan salah satu dari keragaman

dimensi yang ia miliki, ia mampu berhubungan dengan yang sakral, serta dengan

akalnya sebagai salah satu aspek fundamental dalam dirinya mampu berkembang

dan berinovasi sesuai kemauan yang diinginkan. Dari sini tampak terlihat bahwa

manusia memiliki kehendak bebas dalam menggunakan kemampuan yang ia

miliki seperti akal, ilmu pengetahuan, dan lain-lainnya sebagai produk dari

kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Karena itu, agar kemampuan yang

mereka miliki tidak berkehendak bebas tanpa batas, maka perlu adanya kendali

dan kontrol supaya kemampuan tersebut tidak menjadi liar dan membabi buta baik

terhadap alam dalam bentuk eksploitasi, atau bahkan sampai pada pembantaian

terhadap manusia.

Kesadaran manusia mengenai yang sakral melalui salah satu dimensi

dalam dirinya penting untuk hadir di sini agar kemampuan yang dimiliki oleh

manusia dapat berjalan sinergis dengan kepentingan kelestarian alam dan

kemaslahatan umat manusia. Karena dengan kesadaran yang demikian, manusia

mampu mengendalikan kemampuan yang ia miliki. Bahwa segala sesuatu yang

ada di alam semesta ini adalah berawal dan berhubungan dengan yang sakral,

termasuk alam semesta dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia itu

sendiri. Dengan demikian, melalui kemampuan yang ia miliki, manusia tidak akan

membiarkannya menjadi liar dan bebas tanpa kendali; dalam artian melakukan

eksploitasi besar-besaran terhadap alam serta pembantaian terhadap manusia,

melainkan untuk menjelaskan dan menunjukkan bahwa alam semesta dengan

segala keragamannya adalah bagian dari Yang Maha Sempurna. Dengan demikian

pula, manusia melalui kemampuan yang ia miliki akan menjadikannya sebagai

alat untuk kepentingan kelestarian alam dan kemaslahatan umat manusia demi

terlaksananya rahmat Tuhan bagi seluruh alam.

Page 6: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

v

KATA PENGANTAR

Bismillāhirraḥmānirraḥīm.

Alḥamdulillāh. Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan alam semesta

dengan manusia sebagai tujuan akhir dalam bentuk kesempurnaannya yang lebih

kecil, karena telah terpancar sifat-sifat dan asmā’ Tuhan dalam diri kemanusiaannya.

Atas kasih sayang dan pengetahuan yang telah Engkau berikan, peneliti dapat

menyelesaikan tugasnya dalam bentuk skripsi dengan judul; KONSEP MANUSIA

SEMPURNA: “Perspektif Seyyed Hossein Nasr”.

Ṣhalawat dan salam peneliti haturkan kepada Nabi Muḥammad saw., serta

seluruh sahabat dan keluarganya. Nabi sebagai teladan bagi umat manusia yang

paling sempurna telah menuntun manusia dari kebodohan menjadi bersinar penuh

pengetahuan dan berahlak mulia. Semoga kita semua tergolong menjadi umat-Nya,

sehingga kita semua dapat berkumpul dalam Majlis-Nya yang penuh dengan

kebahagiaan dalam keabadian.

Penelitian ini dilakukan sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S. Ag.) pada program Strata Satu (S1) di jurusan Aqidah dan Filsafat Islam,

Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti menyadari mulai dari awal hingga akhir pada penyusunan penelitian kali ini,

bukan merupakan hasil dari semangat peneliti sendiri secara utuh. Melainkan juga

atas dasar adanya ‘pancaran’ motivasi dari luar yang mendukung baik secara material

atau non-material. Sehingga penelitian ini dapat terselesaikan oleh peneliti dengan

Page 7: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

vi

baik. Oleh karena itu, patut kiranya peneliti sampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran

dekanatnya.

2. Ibu Dr. Tien Rahmatin, MA, selaku Ketua Jurusan Program Studi Aqidah dan

Filsafat Islam serta Bapak Dr. Abdul Hakim Wahid, MA, selaku Sekretaris

Jurusan Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Kusen Ph.D, selaku Dosen Pembimbing peneliti dalam menyusun

skripsi. Terima kasih dari peneliti yang sebesar-besarnya kepada beliau yang

telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, saran, masukan, kritik dan

waktunya untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini tanpa

lelah. Semoga dengan kebaikan bapak tadi menjadi nasihat yang mulia untuk

peneliti. Semoga Allah memberikan kebaikan untuk bapak. Āmīn ya Rabbal

‘Ālamīn.

4. Para Guru Besar yang mengajar di tingkat Strata Satu (S1). Kepada para

Dosen Fakultas Ushuluddin yang meluangkan waktunya untuk konsultasi

penelitian ini, peneliti ucapkan terima kasih yang tidak bisa menyebutkan

satu-persatu. Terima kasih pula kepada seluruh Staf dan Karyawan Fakultas

Ushuluddin, segenap Staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, dan

Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

Page 8: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

vii

memudahkan peneliti dalam mencari referensi terbaik semasa perkuliahan

hingga proses penyeleseian skripsi ini.

5. Teruntuk orang yang sudah mencintai tanpa alasan, yaitu kedua orang tua

peneliti. Ayahanda Ism’ail Ali dan Ibunda Zuriyah (al-marhumah), atas cinta

dan kasih sayang serta doanya penelitian ini terselesaikan. Terima kasih juga

kepada paman Nurokhim dan bibik Umi Husnul Khotimah, pakde M. Askan

dan bude Salamah, dan pakde A. Sulkhan dan bude Sumah, karena mereka

selalu mengingatkan peneliti untuk tetap terus belajar.

6. Kepada seluruh keluarga di rumah terutama kakak saya Aḥmad Sahal yang

selalu memberikan suport (dalam bentuk transferan) sehingga peneliti tetap

terus semangat untuk belajar. Terima kasih juga kepada kakak Musholin dan

mbak Iik; serta Aldi, Adit, Aurel. Juga kepada Muḥammad Junaidi dan Petty

Mei, Khuzaini Rozak (Kadrak) dan mbak Shofa, Ali Ghazi dan Nunung,

Adibatusyarifah, Anang Dien, Wawan, dan Istiqamah.

7. Terima kasih dari hati kepada Sheila Ayu Lutfiandi yang selalu mengingatkan

peneliti untuk segera menyusun skripsi (skripsi-skripsi...?). Kepada teman-

teman seperjuangan dari kecil; Aḥmad Ghazali, Lugis, Sulis, Wawan, Dedi,

Bakar, Heri, Shoden, Agung, Wahib, Merry, Della, Eni, Santi, Dini, dan

teman-teman lainya yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu.

8. Ucapan dan rasa terima kasih juga peneliti sampaikan kepada teman saya

Aḥmad Syafi’i karena telah meminjamkan komputernya kepada peneliti

sehingga dapat segera terselesaikan penyusunan skripsi ini. Kepada teman-

Page 9: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

viii

teman di Nirmala; Syukur, kakak Izoem, kakak Kafid, kakak Edi, Mubin,

bang Aan (bewok), dan teman-teman Nirmala lainnya yang tidak dapat

disebutkan satu-persatu. Kepada seluruh teman-teman di Forum Kajian

Piramida Circle; Dayat, Tanwir, Basit, Agung, Ova, Afrizal (Bedel), Khalil,

Rivani, Rahma, dan teman-teman Piramid lainnya. Kepada seluruh teman-

teman dari Forum Mahasiswa Lamongan (Formala); Khanif, Eka, Fu’ad, dan

teman-teman Formala lainnya yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu.

Dan juga kepada seluruh teman-teman Aqidah dan Filsafat Islam angkatan

2013; Tomo, Dedi, Nana, Aulia, dan teman-teman lain yang ikut membantu

berdiskusi dengan peneliti.

9. Akhirnya, peneliti berharap agar apa yang telah ditulis dapat bermanfaat bagi

semua kalangan pada umumnya dan dapat memperluas khazanah keilmuan

dan falsafah Islam. Peneliti menyadari skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana judul pada penelitian ini. Kritik dan saran yang

sifatnya membangun dan mengembangkan skripsi ini sangat diharapkan.

Sebagai penutup, peneliti berharap semoga Allah Swt selalu membimbing

langkah kita menuju jalan yang benar dan lurus. Āmīn ya Rabbal ‘Ālamīn!

Jakarta, 27 November 2018

(Zubaidillah)

Page 10: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab

ا

ب

ت

ث

ج

ح

خ

د

ذ

ر

ز

س

ش

ص

ض

Indonesia

a

b

t

ts

j

kh

d

dz

r

z

s

sy

Inggris

a

b

t

th

j

kh

d

dh

r

z

s

sh

Arab

ط

ظ

ع

غ

ف

ق

ك

ل

م

ن

و

ه

ء

ي

ة

Indonesia

gh

f

q

k

l

m

n

w

h

y

h

Inggris

gh

f

q

k

l

m

n

w

h

y

h

Vokal Panjang

Arab

أ

إي

أو

Indonesia

ā

ī

ū

Inggris

ā

ī

ū

Page 11: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ........i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................................... .......ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................. ......iii

ABSTRAK ........................................................................................................ ......iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... .......v

PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................................... ......ix

DAFTAR ISI ..................................................................................................... .......x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. .......1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... .......1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................................. .......9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. .......9

D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... .....10

E. Metode Penelitian ................................................................................... .....12

F. Sistematika Penulisan ............................................................................ .....14

BAB II BIOGRAFI SEYYED HOSSEIN NASR .............................................. .....17

A. Latar Kehidupan .................................................................................... .....17

B. Latar Intelektual ..................................................................................... .....24

C. Beberapa Karyanya ................................................................................ .....28

BAB III KONSEP UMUM MANUSIA SEMPURNA ...................................... .....31

A. Pengertian Manusia Sempurna .............................................................. .....31

B. Manusia Sempurna Menurut Ajaran Islam ............................................ .....35

C. Manusia Sempurna Menurut Beberapa Failasuf Islam .......................... .....38

C.1. Manusia Sempurna Menurut Ikhwān al-Shafā ............................ .....38

C.2. Manusia Sempurna Menurut Ibn Bājjah ...................................... .....42

D. Manusia Sempurna Menurut Beberapa Tokoh Tasawuf ....................... .....46

D.1. Manusia Sempurna Menurut Ibn ‘Arabī ..................................... .....46

D.2. Manusia Sempurna Menurut Jalāl al-Dīn Rūmī .......................... .....51

BAB IV MANUSIA SEMPURNA MENURUT SEYYED HOSSEIN NASR .....55

A. Konsep Dasar Manusia Sempurna ......................................................... .....55

A.1. Manusia Sempurna Sebagai Bagian dari Alam Semesta ............. .....58

A.2. Manusia Sempurna Sebagai Perantara Pesan-pesan Ilahi ........... .....60

A.3. Manusia Sempurna Sebagai Perwujudan Kehidupan Spiritual .... .....62

B. Upaya Mencapai Tingkatan Manusia Sempurna ................................... .....63

C. Kriteria Manusia: Sebagai Kritik dan Relevansi dalam Dunia Modern . .....71

C.1. Manusia Pontifikal dan Manusia Promethean ............................. .....72

C.2. Manusia Tradisional dan Manusia Modern ................................. .....77

C.3. Relevansi Konsep Manusia Sempurna dalam Dunia Modern ..... .....80

BAB V PENUTUP ............................................................................................ .....88

A. Kesimpulan ............................................................................................ .....88

B. Saran dan Masukkan ............................................................................... .....89

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ .....90

Page 12: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu persoalan manusia adalah tentang hakikat manusia itu sendiri,

yaitu manusia yang tidak mengetahui hakikat siapa dirinya. Ketika manusia tidak

mengerti hakikat dirinya sendiri, maka ia tidak akan mengenal siapa Tuhannya.

Apabila manusia tidak mengenal Tuhannya, maka ia akan celaka. Sebaliknya,

apabila manusia mengenal Tuhannya maka ia akan selamat. Mengapa demikian?,

karena Tuhan adalah sumber keselamatan. Ketika manusia mengharap

keselamatan pada selain Tuhan, maka celakalah ia. Sementara bagi manusia yang

mengharap keselamatan pada Tuhan, maka ia akan memperoleh apa yang

diharapkannya tersebut. Tuhan adalah tempat bergantung, bersandar, dan menaruh

seluruh harapan bagi umat manusia, karena Dia adalah Yang Maha Esa dan Maha

Kuasa.1 Tanpa adanya kesadaran manusia mengenai hal tersebut, ia akan celaka;

karena ia telah melupakan siapa diri dan Tuhannya, dan dari mana ia berasal. Oleh

karena itu, manusia haruslah mengetahui dirinya sendiri dengan tujuan untuk

mengetahui Tuhannya agar ia menjadi orang yang selamat. Sebagaimana

dijelaskan dalam salah satu hadis yang berbunyi: “man ‘arafa nafsah faqad ‘arafa

rabbah” (barang siapa mengenal dirinya, maka akan mengenal Tuhannya).2

Di era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini,

telah banyak manusia yang lupa pada hakikat dirinya. Manusia yang telah

1H. Ali Akbar. Tuhan dan Mnusia. Terj. Lukman Saksono. (Jakarta: Pustakakarya

Grafikatama. 1989). h. 227-228

2Seyyed Hossein Nasr. Traditional Islam in the Modern World. (Kuala Lumpur:

Foundation for Traditional Studies, Malaysia. 1988). h. 103

Page 13: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

2

melupakan Tuhan dan dirinya sendiri sebagai pengemban amanah Tuhan di muka

bumi (khalīfah). Hal ini dapat ditemukan pada golongan yang menganggap diri

mereka “Ateis,” tidak lagi ber-Tuhan dengan slogan “God is Dead” (Tuhan telah

mati). Anggapan demikian tentunya menjadikan mereka sebagai manusia yang

bebas tanpa kendali dan kontrol; seperti anggapan bahwa perintah dan larangan

Tuhan tidak lagi menjadi rintangan, dunia terbuka untuk kebebasan dan ekspresi

manusia.3 Mereka bebas mengembangkan dan mengekspresikan segala potensi

yang mereka miliki tanpa adanya batas pada kebebasannya; seperti kemampuan,

ilmu pengetahuan, teknologi, serta potensi lainnya yang mereka miliki. Tidak

adanya kendali dan kontrol pada potensi yang mereka kembangkan tentu akan

menjadikannya sebagai sesuatu yang justru sangat berbahaya.

Manusia yang telah kehilangan sifat dasar primordial mereka sebagai

makhluk pilihan dan khalīfah Tuhan ini juga dapat dilihat melalui ilmu

pengetahuan dan teknologi yang mereka kembangkan, serta akibat perkembangan

yang mereka lakukan terhadap alam atau bahkan terhadap sesama manusia itu

sendiri. Ini adalah tindakan yang cenderung dilakukan oleh Manusia Modern

dengan menganggap diri mereka sebagai Manusia Promethean sebagaimana

Seyyed Hossein Nasr telah menggambarkannya. Manusia Promethean adalah

manusia yang tidak patuh dan memberontak terhadap Langit, sehingga

menjadikannya ingkar terhadap nikmat Tuhan.4 Akibat dari keingkarannya,

menjadikan ilmu pengetahuan yang mereka miliki tidak lagi berhubungan dengan

yang sakral dan cenderung mendominasi serta merusak baik secara ekologis

3Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Cet. XII. (Jakarta: Rajawali Pers. 2014). h. 146

4Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. (New York: SUNY Press. 1989). h.

162-163

Page 14: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

3

maupun sosiologis.5 Manusia Modern dibekali oleh perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dengan kecanggihan baik pada peralatan yang mereka

gunakan atau metode yang mereka terapkan. Seolah apa yang mereka lakukan

dengan kecanggihan teknologi yang mereka miliki, tidak lagi menemukan

kesulitan pada setiap pekerjaan mereka, bahkan untuk menggali sampai dasar

bumi. Penggalian pada tambang yang ada dalam perut bumi sudah menjadi hal

biasa untuk mereka kerjakan; seperti penggalian batu-bara, perak, emas, minyak,

dan bahkan uranium yang belakangan ini diketahui uranium adalah bahan dasar

untuk membuat nuklir.6

Problematika di atas menunjukan bahwa perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi tanpa adanya kontrol yang mengendalikan,

menjadikan mereka semakin liar dan bebas untuk bertindak. Di satu sisi teknologi

menjadi penjara bagi manusia, namun pada sisi lain teknologi tersebut dipenjara

oleh kepentingan manusia. Perkembangan mereka tidak lagi berkepentingan untuk

kemaslahatan umat, melainkan malah menghancurkan kemaslahatan itu sendiri.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tadinya bertujuan untuk

mempermudah setiap urusan manusia, kini berbalik malah menjadi belenggu bagi

manusia sendiri.7

Oleh karena itu, konsep manusia sempurna hadir di sini sebagai alternatif

untuk mengembalikan posisi dan kesadaran manusia pada sifat dasar primordial

5Seyyed Hossein Nasr. Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man. (London:

Mandala Books. 1976). h. 17-18 6Iqfadhilah. “Pengertian dan sejarah penemuan uranium, serta fungsinya”. Artikel

diakses pada 07 April 2018 dari http://share-all-time.blogspot.co.id/2014/12/pengertian-dan-

sejarah-penemuan-uranium.html 7Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. h. 223

Page 15: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

4

mereka sebagai pengemban amanah (khalīfah) Tuhan di muka bumi demi

terlaksananya rahmat Tuhan bagi seluruh alam. Supaya ia tidak menjadi Manusia

Promethean yang memberontak melawan Langit dan merebut peran ke-Tuhanan

untuk dirinya sendiri; dengan anggapan bahwa ilmu pengetahuan adalah produk

dari manusia sendiri dan tidak berhubungan dengan Tuhan sebagaimana anggapan

para Manusia Modern.8 Atau menjadi manusia dengan kecenderungan bebas nilai

serta hilang kontrol terhadap ilmu pengetahuan dan kemampuan yang mereka

miliki, yang mengakibatkan kecenderungan bertindak eksploitatif terhadap alam

dan bahkan pembantaian terhadap sesamanya. Melainkan untuk mengantarkan

manusia pada janji Tuhan sebagaimana dalam al-Quran pada surat al-Īnsyiqāq

ayat 6 yang artinya; “Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras

menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya”.9

Konsep manusia sempurna ini mengingatkan peneliti pada gagasan dari

salah satu tokoh sufistik ternama yaitu ibn „Arabī. Dengannya ia gambarkan

manusia sempurna adalah apa yang dapat ditemui pada diri Nabi Muḥammad

sebagai al-Insān al-Kāmil. Tokoh ini mengatakan bahwa tujuan akhir dari

diciptakannya alam semesta oleh Tuhan adalah manusia itu sendiri.10

Bagi ibn

„Arabī manusia adalah ruh dari alam semesta yang tanpa adanya ruh tersebut alam

semesta akan musnah. Dalam opini ini, bagi ibn „Arabī manusia memiliki dua

aspek di dalam dirinya, yaitu aspek eksternal dan aspek internal. Aspek eksternal

adalah aspek yang menyerupai alam semesta dalam keseluruhannya, sementara

8Seyyed Hossein Nasr. Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man. h. 17-18

9Departemen Agama RI. “Mushaf Al-Qur’an Terjemah”. Terj. Yayasan Penyelenggara

Penerjemah Al-Qur‟an. Edisi t. 2002. (Depok: al-Huda Kelompok Gema Insani. 2005). h. 590 10

William C. Chittick (ed.). Imaginal Worlds: Ibn al-‘Arabī and the Problem of

Religious Diversity. (New York: State University. 1994). h. 23, 34-35

Page 16: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

5

aspek internal adalah aspek ilahiah, yang keduannya menjadi satu-kesatuan

absolut yang disebut dengan manusia. Ketika aspek internal ini telah mencapai

puncaknya pada diri manusia, ia akan menjadi cerminan sifat dan asmā’ Tuhan

yang paling sempurna.11

Selain itu, konsep manusia sempurna ini juga digagas oleh tokoh sufistik

ternama lainnya yaitu Jalāl al-Dīn Rūmī.12

Rūmī mengatakan bahwasannya

manusia adalah mikrokosmos, dan manusia adalah puncak dari evolusi, puncak

dari penciptaan Tuhan. Pencapaian pada puncak dari evolusi inilah yang

menjadikan manusia sebagai makhluk yang lebih sempurna dari pada makhluk-

makhluk lainnya. Sementara kesempurnaan manusia yang paling puncak

digambarkan oleh Rūmī pada diri Nabi Muḥammad sebagai al-Insān al-Kāmil.

Hal ini dapat dikaitkan dengan doktrin nur-Muḥammad yang di dalamnya

terkandung ide tentang Muḥammad adalah sebagai gagasan pertama Tuhan

sebelum diwujudkannya sebagai penciptaan alam semesta dengan manusia

sebagai tujuan akhirnya. Lalu kemudian Rūmī mengatakan ulang bahwa justru

mansuia adalah makrokosmos, setelah tahu bahwa manusia adalah tujuan akhir

dari penciptaan yang sempurna, dari kesempurnaan itulah manusia menjadi

makrokosmos karena gagasan mengenai alam semesta juga terkandung dalam diri

manusia itu sendiri.13

Hal ini juga dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut:

“Outwardly we are ruled by these stars, but our inward nature

has become the ruler of the skies.

11

Husaini. The Pantheistic Monism of Ibn ‘Arabī. (Lahore: SH. Muḥammad Ashraf

Publishers, Pakistan. 1992). h. 104-108 12

Seyyed Hossein Nasr. Sufi Essays. Cet. I. (London: George Allen and Unwin LTD.

1972). h. 14 13

Mulyadhi Kartanegara. Menyelami Lubuk Tasawuf. (Jakarta: Penerbit Erlangga.

2006). h. 72-73

Page 17: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

6

Therefore, while in form thou art microcosm, in reality thou art

the macrocosm”.14

(Secara luar (fisik) kita dikuasai oleh bintang-bintang ini, tetapi

batin kita menjadi penguasa dari langit.

Karenanya, sementara dalam bentuk engkau adalah

mikrokosmos, dalam kenyataan engkau adalah makrokosmos.)

Demikian halnya Seyyed Hossein Nasr dalam membahas konsep

manusia sempurna yang menjadi topik pembahasan utama pada penelitian kali ini.

Nasr mengawali pembahasannya mengenai manusia sempurna dengan mengambil

pemaparan dari gagasan para tokoh sebelumnya. Gagasannya mengenai manusia

sempurna sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh ibn „Arabī dan Rūmī.

Hal ini menunjukan bahwasannya dalam menjelaskan konsepsi tersebut Nasr

cenderung mengikuti pandangan sufistik tentang doktrin al-Insān al-Kāmil.

Baginya, manusia sempurna adalah cerminan dari sifat-sifat dan asmā’ Tuhan

serta seluruh isi alam semesta dalam bentuk yang lebih kecil (mikrokosmo), dan

puncak dari kesempurnaan manusia dapat ditemui pada diri Nabi Muḥammad

sebagai al-Insān al-Kāmil.15

Ketertarikan peneliti untuk membahas pemikiran Nasr mengenai

konsepsi ini tidak semata-mata hanya ingin menjelaskan mengenai konsep

manusia sempurna tersebut sabagaimana para pendahulu telah melakukannya.

Melainkan lebih kepada pengembalian posisi dan kesadaran manusia pada kodrat

primordialnya. Argumen ini ia bangun berdasarkan hadis yang berbunyi: “man

‘arafa nafsah faqad ‘arafa rabbah” (barang siapa mengenal dirinya, maka akan

14

Seyyed Hossein Nasr. “The Nature of Man”. dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. (Canada: World Wisdom. 2007). h. 65 15

Seyyed Hossein Nasr. “The Nature of Man”. dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. h. 65

Page 18: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

7

mengenal Tuhannya).16

Pengembalian posisi dan kesadaran pada sifat dasar

primordial ini bertujuan agar manusia tidak semestinya meninggalkan dimensi

spiritual dalam dirinya, yang membuatnya cenderung amoral serta bebas nilai

sebagaimana penggambaran Nasr pada peradaban modern sebagai masyarakat

Misosophy17

(kebalikakan dari cinta pada kebijaksanaan; benci kebijaksanaan).

Alasan lain yang menarik bagi peneliti adalah ketika Nasr menjelaskan

konsep manusia sempurna, ia membaginya menjadi beberapa tipe dalam

kaitannya dengan dunia modern. Tipe-tipe ini di antaranya adalah “Pontifikal”

yang berkebalikan dari “Promethean”,18

dan “Manusia Tradisional” yang

bekebalikan dari “Manusia Modern”. Manusia dengan tipe Pontifikal adalah

manusia yang sadar pada amanah Tuhan di muka bumi ini; ia merupakan

jembatan antara Langit dan bumi, ia adalah manusia dengan anggapan bahwa

segala sesuatu adalah berhubungan dengan yang sakral, termasuk ilmu

pengetahuan. Dalam pandangan Nasr, Manusia Pontifikal dapat ditemui pada

Manusia Tradisional; Manusia Tradisional memiliki anggapan bahwa ilmu adalah

berhubungan dengan Tuhan, termasuk alam semesta adalah bagian dari dirinya

yang merupakan jembatan menuju kedekatannya dengan Tuhan. Berbeda dari

Manusia Pontifikal, Manusia Promethean adalah manusia yang menentang dan

memberontak melawan Langit serta mencoba untuk merebut peran ke-Tuhanan

untuk dirinya sendiri. Manusia Promethean menganggap bahwa ilmu pengetahuan

adalah produk dari manusia sendiri, dan alam semesta bukan bagian dari dirinya;

16Seyyed Hossein Nasr. Traditional Islam in the Modern World. h. 103

17Seyyed Hossein Nasr. Islam and the Plight of Modern Man. (London: Longman

Group. 1975). h. 122-123 18

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 160

Page 19: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

8

Manusia Promethean ini dicirikan Nasr sebagai Manusia Modern19

yang

kehilangan kontrol pada ilmu pengetahuan, dan akibatnya alam dianggap sebagai

objek eksploitasi demi memenuhi kebutuhannya sendiri.

Selanjutnya, alasan lain yang tidak kalah menarik adalah tokoh yang

sedang dikaji pemikirannya pada kali ini, yaitu Seyyed Hossein Nasr. Nasr adalah

salah satu pemikir Islam yang hidup di era modern ini. Gagasannya mengenai

Manusia Pontifikal dan Manusia Tradisional sebagai perlawanan terhadap

kecenderungan Manusia Promethean dan Manusia Modern menjadi relevan

mengingat Nasr adalah pemikir yang masih hidup dan mengetahui permasalahan

yang sedang terjadi di zaman modern ini, khususnya di akhir abad ke-20 M. dan

awal abad ke-21 M. Manusia Pontifikal dan Manusia Tradisional digambarkan

Nasr sebagai manusia yang dapat menjadi cerminan sifat dan asmā’ Tuhan serta

seluruh alam semesta dalam bentuk lebih kecil. Sementara Manusia Promethean

dan Manusia Modern adalah manusia yang digambarkan oleh Nasr sebagai

manusia yang telah kehilangan nilai-nilai spiritual, amoral, dan manusia yang

bebas nilai serta cenderung dekaden dan bobrok. Bahkan terhadap alam sendiri

tidak lagi dianggap sebagai bagian dari dirinya, dan lebih cenderung menganggap

alam sebagai objek eksploitasinya demi memenuhi nafsu keserakahannya. Maka

dari itu kritik Nasr terhadap peradaban modern atau manusia yang bertipekan

Promethean sangatlah tajam dilontarkan.20

Gagasan ini menjadi relevan dalam

menjawab tantangan perkembangan zaman, agar para manusia yang menjadi

19

Seyyed Hossein Nasr. Islam and the Plight of Modern Man. h. 29, 122-124 20

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 182-183

Page 20: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

9

generasi mendatang memahami sifat dasar primordial mereka dan tidak mengikuti

jejak peradaban modern yang cenderung dekaden dan bobrok.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan pada judul penelitian kali ini tidak melebar dan lebih

mengkrucut pada fokus pembahasan utamanya, peneliti memberikan batasan

seputar pada “Manusia Sempurna Menurut Seyyed Hossein Nasr”.

Adapun untuk rumusan masalahnya, peneliti fokuskan pada kajian

utamanya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah konsep manusia sempurna dalam pandangan Seyyed

Hossein Nasr?

2. Apakah yang harus dilakukan manusia untuk mencapai

kesempurnaannya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan utama dari penelitian kali ini adalah mendeskripsikan “KONSEP

MANUSIA SEMPURNA: Perspektif Seyyed Hossein Nasr”, sekaligus

menjelaskan bagaimanakah proses manusia dalam mencapai kesempurnaannya.

Tujuan selanjutnya adalah untuk menjelaskan tipe manusia yang tergolong dan

tidak tergolong dalam kriteria manusia sempurna, dalam kaitannya dengan dunia

modern.

Manfaat diadakanya penelitian terhadap judul “KONSEP MANUSIA

SEMPURNA: Perspektif Seyyed Hossein Nasr” terdapat dua hal. Pertama, khusus

untuk peneliti sendiri dapat memberikan acuan karya ilmiah tentang pemikiran

Page 21: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

10

Seyyed Hossein Nasr mengenai manusia sempurna. Kedua, untuk pembaca yang

dari penelitian ini dapat lebih memeperluas dan memperdalam pengetahuan

tentang keterkaitan antara manusia dengan Tuhan, alam. Tentunya dari penelitian

kali ini dapat digunakan sebagai bahan acuan atau tinjauan ketika dilakukan

pengkajian atau penelitian ulang terhadap persoalan manusia, alam, dan Tuhan.

D. Tinjauan Pustaka

Agar dalam penelitian kali ini tidak terjadi kesamaan baik secara judul

atau kontennya, maka peneliti meninjau beberapa judul dari beberapa skripsi atau

beberapa karya ilmiah yang sudah ditulis sebelumnya. Hal ini dilakukan agar

penelitian kali ini dapat dilakukan secara sah oleh peneliti mengingat belum

adanya penelitian yang dilakukan secara langsung pada judul penelitian kali ini.

Oleh karena itu peneliti memasukkan enam (6) judul skripsi yang

sebelumnya telah diteliti. Hal ini dilakukan sebagai bahan tinjauan agar penelitian

terhadap judul skripsi “KONSEP MANUSIA SEMPURNA: Perspektif Seyyed

Hossein Nasr” dapat dilakukan dengan lancar.

Adapun keenam judul skripsi atau bahan tinjauan tersebut diantaranya

adalah: yang pertama penulisnya adalah Zainuri, dengan judul skripsi “Konsep

Manusia Menurut Ki Ageng Suryomentaram” (2012). Penulis yang kedua adalah

Hairus Saleh, dengan judul skripsi “Falsafah Manusia (Studi Komparatif Antara

Abdurahman Wahid dan Murtadha Muthahhari” (2014). Kedua judul skripsi

tersebut dijadikan oleh peneliti sebagai bahan tinjauan mengingat pembahasan

yang dilakukan oleh peneliti kali ini adalah tidak lepas dari gagasan mengenai

Page 22: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

11

manusia. Namun dari kedua judul skripsi di atas bukan merupakan suatu

kesamaan mengenai pembahasan dengan yang dilakukan pada penelitian kali ini,

yang mana judul dari penelitian kali ini adalah “KONSEP MANUSIA

SEMPURNA: Perspektif Seyyed Hossein Nasr”.

Dan untuk penulis yang ketiga adalah Abdul Qudus, dengan judul skipsi

“Respon Tradisionalisme Islam Terhadap Krisis Lingkungan: Telaah atas

Pemikiran Seyyed Hossein Nasr” (2012). Penulis yang keempat adalah Agung

Hidayat, dengan judul skripsi “Musik Sufistik Perspektif Seyyed Hossein Nasr”

(2017). Sedangkan penulis yang kelima adalah Afsa Ruby Babullah, dengan judul

skripsi “Tasawuf Sebagai Metode Terapi Krisis Manusia Modern: Analisis Atas

Pemikiran Seyyed Hossein Nasr” (2012). Alasan peneliti memasukkan judul

sekripsi ketiga sampai kelima ini adalah, karena pada ketiga judul skripsi tersebut

memiliki kesamaan tokoh pemikir dengan judul penelitian yang dilakukan kali ini.

Namun, terdapat perbedaan yang jelas antara ketiga judul tersebut dari judul

penelitian kali ini. Karena pada penelitian kali ini, memang tokohnya sama,

namun pembahasannya berbeda, mengingat pembahasan pada penelitian kali ini

adalah “KONSEP MANUSIA SEMPURNA: Perspektif Seyyed Hossein Nasr”

yang berbeda sama sekali dari ketiga judul di atas.

Untuk penulis yang terakhir (keenam) adalah Anis Lutfi Masykur,

dengan judul skripsi “Manusia Menurut Seyyed Hossein Nasr” (2017). Judul

terakhir ini dimasukkan peneliti karena, pada pembahasannya memiliki kesamaan,

yaitu “Konsep Manusia”. Namun, “Konsep Manusia” pada skripsinya Anis Lutfi

Masykur berbeda dari “Konsep Manusia Sempurna” yang sedang diteliti kali ini.

Page 23: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

12

Karena “Konsep Manusia” yang ditulis Anis Lutfi Masykur adalah dalam

kerangka umumnya menurut Seyyed Hossein Nasr. Sedangkan penelitian kali ini

adalah “KONSEP MANUSIA SEMPURNA: Perspektif Seyyed Hossein Nasr”,

yang secara khusus membahas mengenai manusia sempurna.

Analogi yang tepat untuk menunjukan perbedaan secara fundamental

pada penelitian kali ini dari penelitian yang telah dilakukan oleh Anis Lutfi

Masykur adalah layaknya suatu cermin. Konsep manusia dalam pandangan Nasr

adalah sebatas layaknya cermin yang mencerminkan, dengan kata lain tidak

menentukan atau menjadi maksimal dalam bagaimanakah mestinya menjadi

cermin yang dapat mencerminkan dengan baik dan sempurna. Sementara berbeda

dari itu, konsep manusia sempurna dalam perspektif Nasr di sini adalah layaknya

cermin yang berusaha menentukan secara maksimal dalam bagaimanakah

mestinya menjadi cermin yang dapat mencerminkan dengan baik dan sempurna.

Dengan kata lain, ia adalah cermin yang bening tidak berdebu, tidak bertirai, dan

tidak ada kotoran sedikitpun yang menempel padanya, sehingga setiap yang

bercermin dapat tergambar dengan baik dan sempurna dalam cerminannya.

Dengan ini, penelitian yang dilakukan untuk menulis skripsi dengan

judul “KONSEP MANUSIA SEMPURNA: Perspektif Seyyed Hossein Nasr”

sangatlah dapat dilakukan oleh peneliti. Karena judul pada penelitian kali ini

belumlah pernah dilakukan penelitian sebelumnya.

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah metode analitis

dan deskriptif. Analitis digunakan oleh peneliti agar dapat mengkaji dan

Page 24: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

13

memahami permasalahan pada tema ini secara mendalam, serta dapat menuliskan

secara sistematis sehingga dapat mengena pada inti permasalahan. Sementara

deskriptif di sini digunakan agar peneliti mampu menjelaskan atau memberikan

gambaran secara gamblang mengenai judul pada penelitian ini.

Dalam penelitian kali ini, peneliti menggunakan teknik library research

(studi kepustakaan). Teknik ini berupaya untuk mengumpulkan data-data terkait

permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini dari berbagai macam sumber dan

literatur, baik sumber primer maupun sekunder. Mengenai data primer yang

dipakai oleh peneliti akan diambil dari dua (2) judul buku yang berbeda, keduanya

membahas mengenai poin utama dalam judul pada penelitian ini. Pertama adalah

“The Essential Seyyed Hossein Nasr“ yang dieditori oleh William C. Chittick

(ed.), dan buku yang kedua adalah “Knowledge and the Sacred”.

Adapun untuk sumber sekundernya peneliti akan menggunakan beberapa

buku yang berkaitan dengan pembahasan pada penelitian kali ini. Seperti buku

yang berjudul “Man and Nature, Traditional Islam in the Modern World, Islam

and the Plight of Modern Man”, dan beberapa buku lain dari karya tulis Nasr yang

berkaitan dengan pembahasan kali ini. Beberapa buku lain yang dalam

pembahasannya berkaitan dengan tema penelitian kali ini juga dimasukkan oleh

peneliti sebagai sumber pendukungnya. Seperti buku “The Philosophy of Seyyed

Hossein Nasr, Sufi Essays, Science and Civilization in Islam”, dan beberapa buku

lain yang berhubungan dengan pembahasan kali ini.

Pembahasannya di sini terdiri dari beberapa poin utama sebagai variabel

yang melengkapi sehingga membentuk suatu pemahaman yang utuh pada judul

Page 25: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

14

penelitian kali ini. Beberapa di antaranya adalah mengenai biografi Seyyed

Hossein Nasr yang merupakan tokoh utama pada judul penelitian ini. Di dalamnya

nanti akan mengupas mengenai “mengapakah sosok Seyyed Hossein Nasr yang

ditunjuk sebagai penggagas konsep manusia sempurna (al-Insān al-Kāmil)” pada

penelitian kali ini.

Selanjutnya adalah konsep manusia sempurna dalam gagasan umum

seperti para tokoh pendahulu Nasr. Tujuannnya, untuk di wilayah manusia dalam

gagasan para pendahulu Nasr, adalah sebagai pembanding, pengaruh, dan

keterkaitan terhadap pemikiran Nasr. Setelah itu akan dikupas secara tuntas

gagasan mengenai “KONSEP MANUSIA SEMPURNA: Perspektif Seyyed

Hossein Nasr” berikut unsur-unsur penting di dalamnya serta contoh-contoh

mengenai bagaimanakah manusia sempurna itu semestinya.

Teknik penulisan pada penelitian ini berdasarkan pada Pedoman

Akademik tahun 2013/2014 Program Strata 1 UIN Syafi Hidayatullah Jakarta,

yang diterbitkan oleh Biro Administrasi dan Akademik UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Sedangkan mengenai transliterasi dalam penulisan pada penelitian ini

mengacu pada sistem transliterasi Jurnal Ilmu Ushuluddin yang diterbitkan oleh

HIPIUS (Himpunan Peminat Ilmu-ilmu Ushuluddin).

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian kali ini diawali dengan

menguraikan dari bab I hingga bab V. Dimulai dari bab I yang berisikan

pendahuluan seperti latar belakang masalah yang akan menjelaskan secara umum

Page 26: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

15

keseluruhan bab yang akan diajukan. Dilanjutkan dengan bab II yang akan

mendeskripsikan tokoh Seyyed Hossein Nasr secara lengkap. Dimulai dengan

biografi Seyyed Hossein Nasr, hingga membahas beberapa karya otentik dari

Nasr. Di dalamnya akan dijelaskan secara umum mengenai siapakah Seyyed

Hossein Nasr itu, yang mana tokoh ini diketahui masih hidup di masa sekarang

dan menjadi penggiat aktif di bidang falsafah. Oleh karena itu di dalam

pembahasan bab II mengurai panjang mengenai aspek historis serta perjalanan

latar intelektual dari Seyyed Hossein Nasr.

Bab III berisi kerangka umum mengenai “Konsep Manusia Sempurna”

sebagai landasan awal dalam merumuskan “KONSEP MANUSIA SEMPURNA:

Perspektif Seyyed Hossein Nasr”. Setiap pembagian sub judulnya tersebut terdiri

dari beberapa variabel. Pertama membahas mengenai pengertian manusia

sempurna secara etimologi dan juga secara terminologinya. Setelah itu akan

diuraikan gagasan mengenai manusia sempurna dalam ajaran Islam, selanjutnya

gagasan tentang manusia sempurna dalam pandangan para tokoh pendahulu Nasr.

Karenanya, pada pembahasan utamanya nanti akan terlihat perbandingan,

pengaruh, dan keterkaitan antara konsep manusia sempurna dalam pemikiran para

pendahulu dengan pemikiran Nasr.

Pada pembahasan intinya dimasukkan kedalam bab IV. Yakni bab

mengenenai “Manusia Sempurna Menurut Seyyed Hossein Nasr”. Jika dalam bab

II peneliti hanya menjelaskan mengenai biografi umum Seyyed Hossein Nasr, dan

bab III Peneliti mengurai konsep umum mengenai manusia sempurna, maka

dalam pembahasan inti peneliti akan menganalisa sekaligus mendeskripikan

Page 27: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

16

kajian terhadap judul yang diangkat secara lebih mendalam, yaitu “KONSEP

MANUSIA SEMPURNA: Perspektif Seyyed Hossein Nasr”. Perbedaan yang

mendasar dalam bab IV adalah tinjaun yang dideskripsikan bersifat khusus dalam

perspektif Seyyed Hossein Nasr. Analisa terhadap bab IV dipertajam melalui

pengambilan langsung dari sumbera slinya “The Essential Seyyed Hossein Nasr”

dan “Knowledge and the Sacred”.

Kesimpulan serta saran dan masukan akan dihadirkan dalam bab terakhir,

yaitu bab V. Kesimpulan dihadirkan untuk memberikan jawaban pada pertanyaan

yang ada pada rumusan masalah sebagaimana telah dirumuskan sebelumnya.

Selain itu, tujuan lain dari kesimpulan ini dihadirkan adalah untuk memberikan

sikap kritis terhadap pandangan Nasr mengenai manusia sempurna. Adapun saran

dan masukan dihadirkan di sini untuk tidak memandang gagasan Nasr mengenai

manusia sekedar dari apa yang ada pada penelitian ini. Karena tidak mungkin

melakukan pengisolasian terhadap pemikiran Nasr mengenai manusia yang

menyangkut segala bidang, seperti keterkaitan antara manusia dengan Tuhan,

alam, dan ilmu pengetahuan yang ditinjau dari segi teologis, kosmologis, dan

epistemologis.

Page 28: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

17

BAB II

BIOGRAFI SEYYED HOSSEIN NASR

A. Latar Kehidupan

Sebagaimana telah umum diketahui bahwa Seyyed Hossein Nasr adalah

salah satu tokoh pemikir Islam yang paling terkemuka pada masa kini.1 Hal ini

dapat ditemui pada pemikirannya yang mencakup segala bidang. Kepiawaiannya

dalam menulis dan menyampaikan gagasan-gagasannya, dan yang lebih utama,

kebenaran-kebenaran yang terkandung dalam setiap gagasannya tersebut

sangatlah sesuai dengan permasalahan dan keadaan masa kini. Dalam hal ini,

masalah yang dimaksud dengan masa kini adalah, tegas Nasr, masalah yang ada

pada peradaban modern yang cenderung bobrok. Oleh karena itu, peneliti

sangatlah tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih mendalam mengenai

pemikirannya tersebut.

Bagi peneliti yang menarik adalah saat ia membahas suatu permasalahan

tidaklah lepas dari permasalahan yang lain. Maka dari itu, apa yang dilakukan

oleh Nasr dalam mengkaji suatu permasalahan sangatlah runtut dan komperehen

terkait antara gagasan yang satu dengan gagasan yang lain. Cirikhas inilah yang

menjadi corak pemikiran Nasr yang nantinya akan tampak pada pembahasan

utamanya. Oleh karena itu, pembahasan mengenai biografi Seyyed Hossein Nasr

hadir di sini sebagai pengupasan terhadap tokoh yang sedang dikaji pemikirannya

pada pembahasan kali ini. Dengan demikian di dalamnya akan membahas

1Seyyed Hossein Nasr. “Reply to Leonard Lewisohn” dalam Lewis Edwin Hahn, Dkk.

(ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. (United States of America: TheLibrary of Living

Philosophers. 2001). 680

Page 29: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

18

persoalan seputar pada “latar kehidupan, latar intelektual, dan beberapa karyanya”

sangatlah penting untuk dituliskan dalam bab tersendiri. Hal ini dilakukan agar

analisa terhadap pemikiran Seyyed Hssein Nasr lebih mudah untuk dilakukan.

Seyyed Hossein Nasr lahir di kota Teheran yang ada di negara Iran pada

tahun 1933.2 Ia dilahirkan dalam suatu keluarga yang diketahui adalah keluarga

yang terpelajar di kota Teheran. Hal ini dapat dilihat melalui ayahnya yang

bernama Seyyed Valīallāh yang lahir pada tahun 1871 adalah seorang profesor

pada salah satu universitas di Teheran. Valīallāh merupakan seorang ulama

terkenal di Iran dan juga seorang guru dan dokter pada masa dinasti Pahlavi, Reza

Shah. Yang mana pada kebijakan rancangan besarnya (dinasti Pahlavi, Reza

Shah), membawa Iran kedalam dunia modern. Gelar Seyyed (sādāt) adalah gelar

yang secara pertalian keturunan diruntut pada Nabi melalui ayahnya.3

Latar belakang keluarga Nasr adalah penganut aliran Syi‟ah tradisional

yang memang menjadi aliran teologi Islam yang banyak dianut oleh penduduk

Iran. Dominasi paham Syi‟ah di Iran bertahan sampai sekarang, walaupun telah

terjadi revolusi. Hal ini disebabkan karena paham Syi‟ah telah lama hidup di Iran

yang banyak didukung oleh para ulama terkenal dan berpengaruh.4

Pada masa kecilnya, yaitu ketika ia masih berusia sekitar sepuluh tahun,

ia telah bertemu dengan beberapa sarjanawan yang penting pada waktu itu. Para

sarjana tersebut sedang berdiskusi dan berdebat mengenai suatu permasalahan

2William C. Chittick (ed.). The Essential Seyyed Hossein Nasr. h. ix

3Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h. 3-4.

4Maftukhin. Filsafat Islam. cet. I. (Yogyakarta: Penerbit Teras. 2012). h. 199-200

Page 30: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

19

yang mengambil tempat di rumahnya. Nasr juga menyaksikan dan mendengarkan,

bahwa permasalahan yang diperdebatkan adalah seputar mengenai persoalan

falsafah Barat. Namun yang paling penting, sebagaimana yang ia katakan, adalah

pembicaraan dengan ayahnya yang menghabiskan waktu berjam-jam dalam

membicarakan persoalan tentang isu-isu falsafis dan teologis. Baginya itu adalah

aspek esensial mengenai pendidikan falsafah yang ia peroleh untuk pertama

kalinya. Dari situ dapat dilihat bahwa sejak berusia kanak-kanak, Nasr memiliki

kecenderungan kuat pada kegiatan intelektual.5

Sejak awal Nasr memang sudah memperoleh pendidikan. Sebagaimana

telah ditemukan dalam beberapa catatan bahwa ia telah memperoleh beberapa

pendidikan tradisional di Iran. Pendidikan tradisional ini diperoleh melalui dua

jalan, yaitu secara formal dan informal. Pendidikan tradisional formalnya ia mulai

ketika ia berusia lima tahun di Nearby School dan kemudian berlanjut ke

Shahabad Avenue. Dua tahun kemudian ia dan keluarganya pindah ke rumah

barunya yang berada di sebelah utara dekat dengan Shahreza Avenue. Di sana ia

masuk di sekolah Zoroastrian School yang diketahui sebagai sekolah yang

berkualitas.6

Sedangkan pendidikan informalnya ia dapat dari keluarganya, terutama

dari ayahnya. Obsesi Valiāllah sangat besar terhadap Hossein Nasr agar menjadi

orang yang memperjuangkan kaum tradisional dan nilai-nilai ke-Timuran.7

Namun sayangnya, pendidikan yang ia peroleh dari ayahnya itu tidak berlansung

5William C. Chittick (ed.). The Essential Seyyed Hossein Nasr. h. ix-x

6Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h. 9

7Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h. 9

Page 31: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

20

lama. Karena ketika Nasr berusia tigabelas tahun ayahnya jatuh dalam sebuah

kecelakaan yang membuatnya tidak dapat diselamatkan. Dan akhirnya hal ini

menjadikan suatu keputusan agar Nasr dikirim ke Amerika untuk belajar pada

tahun 1945.8

Sesampainya Nasr di Amerika, ia mendaftar dan bergabung pada salah

satu sekolah di sana, tepatnya di New York City yaitu Peddie Scholl di New

Jersey. Ia sangat cepat dalam belajar dan menguasai bahasa Inggris, dan kemudian

ia lulus dalam jangkah waktu empat tahun sebagai pemidato di hari kelulusan

dengan menunjukan bakat luar biasa pada bidang matematika dan sains. Nasr

melanjutkan ke Massacheusetts Institute of Technology (MIT) pada tahun 1950.

Di institusi ini ia memperoleh pendidikan tentang ilmu-ilmu fisika dan

matematika teoritis di bawah bimbingan Bertrand Russel yang dikenal sebagai

seorang failasuf modern. Ia juga pernah bergabung pada kelompok kecil dalam

diskusi yang secara langsung bertemu dengan Bertrand Russel, serta sempat

mempertanyakan mengenai struktur alam fisik yang kata Bertrand Russel susunan

alam fisik adalah terdiri dari sebagaimana struktur matematik.9

Nasr banyak memperoleh pengetahuan tentang falsafah modern. Selain

bertemu dengan Bertrand Russel, Nasr juga bertemu dengan seorang ahli

metafisika bernama Giorgio De Santillana. Dari kedua ini Nasr banyak mendapat

informasi dan pengetahuan tentang falsafah Timur, khususnya yang berhubungan

dengan metafisika. Ia diperkenalkan dengan tradisi keberagamaan di Timur,

8William C. Chittick (ed.). The Essential Seyyed Hossein Nasr. h. x

9Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h. 15- 16

Page 32: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

21

misalnya tentang Hinduisme. Selain itu Nasr juga diperkenalkan dengan

pemikiran-pemikiran para peneliti Timur, diantaranya yang sangat berpengaruh

adalah pemikiran Frithjof Schuon tentang perenialisme. Selain itu ia juga

berkenalan dengan pemikiran Rene Guenon, Ananda K. Coomaraswamy, Titus

Burchardt, dan Martin Lings.10

Pada tahun 1954, Nasr lulus dari MIT dengan waktu yang cukup singkat.

Ia tidak perlu waktu lama untuk menemukan tulisan-tulisan dari Ananda

Coomaraswamy dan Frithjof Schuon mengingat tulisan-tulisan itu adalah yang

digunakan sebagai sumber penelitiannya. Pada tahun 1956 Nasr berhasil meraih

gelar Master (MA) di Harvard dalam bidang geologi dan geofisika. Belum puas

dengan hasil tersebut, ia merencanakan untuk menulis disertasi tentang sejarah

ilmu pengetahuan dengan tetap melanjutkan studinya di Harvard University.

Dalam menyusun disertasinya Nasr dibimbing oleh George Sarton. Akan tetapi

sebelum disertasi ini selesai ditulisnya, George Sarton meninggal dunia, sehingga

Nasr mendapatkan bimbingan berikutnya oleh tiga orang professor, yaitu Bernard

Cohen, Hammilton A. R. Gibb dan Harry Wolfson. Disertasi ini selesai dengan

judul “Conceptions of Nature in Islamic Thought”11

yang kemudian

dipublikasikan oleh Harvard University Press dengan judul “An Introduction to

Islamic Cosmological Doctrines” pada tahun 1964.12

Dengan selesainya disertasi ini Nasr mendapat gelar Philosophy of

Doctor (Ph.D) dalam usia yang cukup muda yaitu 25 tahun tepatnya pada tahun

10

Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h. 17-19 11

Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h. 29 12

William C. Chittick (ed.). The Essential Seyyed Hossein Nasr. h. xi

Page 33: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

22

1958. Dan kemudian pada tahun ini pula ia kembali ke Iran, dan menjadi salah

satu master dalam bidang kearifan Islam tradisional di sana. Tidak lama kemudian

ia menikah dan mempunyai keluarga. Istrinya bernama Soussan Daneshavary, ia

merupakan seorang perempuan yang berasal dari salah satu keluarga terpandang.

Pernikahan mereka dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan perempuan, yaitu

bernama Seyyed Vali Reza dan Laili.13

Nasr memulai karirnya sebagai profesor pada Fakulty of Letters Teheran

University dalam bidang falsafah dan sejarah sains yang selang waktunya tidak

lama setelah kepulangannya dari Amerika. Posisi ini ia tempati sampai tahun 1979

pada saat terjadi revolusi Iran.14

Pada saat bersamaan Nasr juga menjadi orang

yang pertama kali menjabat sebagai direktur pada Imperial Iranian Academy of

Philosophy, yaitu sebuah lembaga yang didirikan oleh Shah Reza Pahlevi dengan

tujuan untuk memajukan pendidikan dan kajian falsafah di Iran. Di sini Nasr

semakin aktif dalam kegiatan falsafahnya.15

Kegiatan filosofisnya, yang lebih khusus pada persoalan pemikiran ke-

Islaman tidak hanya berlangsung di negara Iran saja. Melainkan ia sering pergi

keluar negeri untuk memberikan kuliah atau seminar mengenai pemikiran-

pemikiran Islam dan ke-Timuran. Petualangannya ini ia mulai untuk pertama

kalinya saat ia mengunjungi suatu kongres di Pakistan pada acara Pakistan

Philosophical Congress. Dari situ Nasr mengenal beberapa filosof dan pemikir

13

Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h. 31 14

Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h. 31 15

Khudori Soleh. Wacana Baru Filsafat Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2003).

h.317

Page 34: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

23

dari Pakistan, seperti Miān Muḥammad Sarīf yang pada waktu itu sedang sibuk

mengedit dua bagian buku dari “A History of Muslim Philosophy”, dan ia juga

berkontribusi pada buku tersebut dengan memasukkan beberapa esainya. Nasr

juga bertemu dengan Allāhbakhsh K. Brohi yang merupakan seorang intelektual

dan politikus di Pakistan.16

Sebagai seorang intelektual dan akademisi kredibilitas Nasr semakin

dikenal dalam dunia pendidikan. Khususnya pada suatu lembaga perguruan tinggi

dan kampus. Hal ini menjadikannya sering diundang untuk memberikan seminar

atau kuliah di luar negeri. Seperti saat ia memberikan kuliah tamu di Harvard

Amerika pada tahun 1962-1965. Kuliah tamu juga ia berikan pada Universitas

Amerika di Beirut (American University of Beirut) tahun 1964-1965, dan ia juga

menjadi direkur pada lembaga Aga Khan (Aga Khan Chair of Islamic Studies)

untuk kajian ke-Islaman pada universitas yang sama. Ia juga memberikan kuliah

tamu pada Universitas Chicago pada tahun 1966 atas seponsor Rockefeller

Foundation, dan di Giffort Lectures lembaga yang didirikan oleh Universitas

Edinburg tahun 1889.17

Pada tahun 1979 terjadilah revolusi Iran yang membuat Nasr dan

keluarganya harus terasingkan dari Iran dan membuat mereka harus bermigrasi ke

Barat. Mereka meninggalkan Iran pada tanggal 6 Januari 1979 bersama dengan

anak perempuannya dan sekaligus mencarikan sekolah untuk anak perempuannya

di London. Nasr pun menetap di salah satu universitas di Amerika Serikat dan

16

Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h. 56 17

Khudori Soleh. Wacana Baru Filsafat Islam. h. 317-318

Page 35: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

24

menjadi profesor studi Islam di George Washington University dan Temple

University di Philadelphia.18

Revolusi Iran tidak berlangsung lama, dan pada bulan Februari 1979

revolusi tersebut telah selesai. Nasr telah menghabiskan waktu selama dua bulan

di London selama revolusi itu berlansung, dan tidak lama kemudian ia kembali ke

Iran. Sekembalinya ke Iran, ia mendapati rumahnya telah dijarah, perpustakan dan

catatan-catatan ilmiahnya dirusak dan disita. Namun hal itu tidak menjadikannya

sebagi jalan buntu dalam kegiatan intelektual dan akademisnya. Ia mulai lagi

mengumpulkan sisa-sisa manuskrip dan catatan-catatannya yang masih ada, dan

mulai menulis lagi yang pada waktu itu ia memulai dengan membahas tentang

Mullā Sadrā dengan kerangka teks yang ia terima dari Kevorkian Lectures on

Islamic art.19

B. Latar Intelektual

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa kegiatan Seyyed Hossein

Nasr dalam dunia intelektual dan akademis dapat ditemui ketika ia untuk pertama

kalinya ke Amerika. Yaitu ketika ia sekolah di Peddie New Jersey. Ia sangat cepat

dalam belajar bahasa Inggris dan juga menunjukan talenta yang luar biasa dalam

bidang matematika dan sains. Sehingga ia lulus dengan waktu yang relatif lebih

cepat yaitu empat tahun dan menjadi pemidato saat lulusan (valedictorian).20

18

Khudori Soleh. Wacana Baru Filsafat Islam.h. 319 19

Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h. 72-73 20

William C. Chittick (ed.). The Essential Seyyed Hossein Nasr. h. x

Page 36: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

25

Kredibilitas Nasr sebagai intelektual dan akademisi semakin terlihat

setelah ia lulus dari MIT dan Harvard, yaitu sekembalinya ia dari Amerika ke

tanah airnya Iran. Karir intelektualnya ini mulai muncul saat ia menjadi profesor

dalam bidang falsafah dan sejarah sains pada Faculty of Letters at Teheran

University. Nasr membaca teks-teks falsafah Islam dalam waktu yang cukup

lama, lapis demi lapis cara dengan ketiga para master yang terkemuka dari abad

keduapuluh; Sayyid Muḥammad Kāzim „Assār, Allāmah Tabātabāī, dan Sayyid

Abu‟l-Hasan Qazwīnī. Nasr juga memiliki banyak kontak dengan beberapa master

dalam bidang falsafah dan sufisme.21

Selain menjadi profesor di universitas Teheran, Nasr juga menjadi orang

yang pertama kali menjabat sebagai direktur di Iranian Academy of Philoshophy

yang didirikan oleh Shah Reza Pahlevi. Lembaga ini bertujuan untuk memajukan

pendidikan dan kajian falsafah. Nasr berhasil dalam mengemban tugas ini

sehingga ia diberi gelar kebangsawanan oleh Reza Pahlavi.22

Selain itu Nasr juga bergabung dengan lembaga Husayniah Irsyad yang

didirikan oleh Ali Syari‟ati pada tahun 1967. Namun ketidaksepemahaman dan

ketidaksenangan di kemudian hari ada dalam benak Nasr terhadap Ali Syari‟ati.

Hal ini membuat Nasr keluar dari lembaga tersebut. Dalam lembaga tersebut

Syari‟ati lebih mengutamakan kepentingan politik dari pada keilmuannya. Lagi

pula, bagi Nasr Syari‟ati sangat keras dalam mengkritik dan menyerang ulama

tradisional. Selain itu, dalam pandangan Nasr Syari‟ati adalah salah seorang

21

William C. Chittick (ed.). The Essential Seyyed Hossein Nasr. h. xi 22

Khudori Soleh. Wacana Baru Filsafat Islam. h. 317

Page 37: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

26

penganut teologi liberal yang cenderung pada pemikiran Barat terutama Marxian.

Hal ini menjadi sesuatu yang sangat berbahaya bagi Nasr karena meninggalkan

dimensi-dimensi spiritual dalam Islam.23

Pada tahun 1979 saat terjadi revolusi Iran yang digerakkan oleh

Khumaini, memaksa Nasr untuk mengasingkan diri ke Amerika bersama dengan

keluarganya karena dituduh telah mendukung Shah Reza Pahlavi. Namun yang

perlu untuk dicatat di sini adalah, hal itu sama sekali tidak menjadikan kredibilitas

intelektual dan akademis Nasr menurun. Sebagaimana telah dibahas dalam subbab

sebelumnya, ia mulai lagi mengumpulkan sisa-sisa manuskrip dan catatan-

catatannya yang masih tersisa, dan mulai menulis lagi yang pada waktu itu ia

memulai dengan membahas tentang Mullā Sadrā dengan kerangka teks yang ia

terima dari Kevorkian Lectures on Islamic art. Kredibilitas intelektual Nasr pasca

terjadinya revolusi Iran malah semakin berkembang. Hal ini dapat peneliti

temukan ketika membaca buku yang berjudul Wacana Baru Falsafah Islam yang

ditulis oleh Khudori Soleh, didalamnya mengatakan:

“Ia menguasai beberapa kajian keilmuan, antara lain, sejarah Timur dan

Barat, falsafah dan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, kajian-kajian teologis

Islam dan Kristen baik yang klasik maupun kontemporer, dan

perkembangan studi Islam baik mistisisme, spiritualitas, seni, maupun

budaya. Krena itu Nasr diangkat menjadi Guru Besar Studi Islam di

George Woshington University dan Guru Besar Studi Islam dan Agama-

agama pada Temple University Philadelphia”.24

Kegiatan Nasr dalam dunia intelektual akademis memang sangatlah aktif.

Hal ini dapat dijumpai pada pembahasan sebelumya yaitu seperti memberikan

23

Maftukhin. Filsafat Islam. h. 201-202 24

Khudori Soleh. Wacana Baru Filsafat Islam. h. 319

Page 38: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

27

kuliah, seminar-seminar dan bahkan menulis. Kegiatan menulis inilah yang

menjadi salah satu kegiatan akademis yang digemari oleh Nasr karena ia dapat

menyampaikan gagasan-gagasan dan ide-idenya. Ia aktif menulis artikel untuk

jurnal-jurnal ilmiah di berbagai negara. Antara lain Journal Milla wa Milla

(Melbourne, Australia), Journal Iran (yang terbit di London), Studies in

Comparative Religion (London, Inggris), Religious Studies (Cambridge, Inggris),

The Islamic Quartlly (London, Inggris), Hamdarad Islamicus, dan Word

Spirituality.25

Dalam suatu catatan tersendiri, dikatakan bahwa Nasr pernah datang ke

Indonesia pada bulan Juni 1993. Kedatangannya ini bertempat di suatu kampus

yang ada di daerah Jakarta Selatan, yaitu Universitas Paramadina atas undangan

Yayasan Wakaf Paramadina yang bekerjasama dengan penerbit Mizan. Pada

kesempatannya, ia memberikan ceramah tentang beberapa topik yang berbeda. Di

antaranya adalah tentang “Seni Islam”, yang sekaligus mempublikasikan bukunya

yang telah diterjemahkan dengan judul Spiritualitas dan Seni Islam melalui

penerbit Mizan yang ada di kota Bandung. Topik ceramah yang selanjutnya

disampaikan adalah mengenai “Spiritualitas, Krisis Dunia Modern dan Agama

Masa Depan”, serta “Falsafah Perenial”. Ketiga topik utama tersebut adalah topik

yang disampaikan oleh Nasr saat kunjungannya ke Indonesia pada Universitas

Paramadina.26

25

Khudori Soleh. Wacana Baru Filsafat Islam. h. 320 26

Khudori Soleh. Wacana Baru Filsafat Islam. h. 318-319

Page 39: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

28

C. Beberapa Karyanya

Sebagai seorang intelektual dan akademisi dalam bidang pemikiran ke-

Islaman dan ke-Timuran, Seyyed Hossein Nasr tentunya sering kali mengikuti

kegiatan-kegiatan akademis baik dalam bentuk berdiskusi, memberikan kuliah

atau seminar, dan menulis. Mengingat ia adalah salah satu pemikir Islam kekinian

yang memiliki gagasan dan ide-ide menarik, serta yang lebih utama dari gagasan

tersebut adalah kebenaran yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana telah

dibahas sebelumnya bahwa salah satu kegiatan akademis yang digemari oleh Nasr

adalah menulis. Hal ini tentu saja akan menjadikan adanya sebuah karya dari

Nasr. Maka dari itu peneliti akan memasukan beberapa karya dari Seyyed Hossein

Nasr.

Sebelum peneliti membahas secara keseluruhan dari apa yang telah

ditemukan oleh peneliti mengenai karya-karya Nasr, peneliti ingin menyampaikan

terlebih dahulu bahwasannya sejauh ini peneliti baru menemukan karya-karya

Nasr yang ditulis dalam bahasa Inggris. Sebagaimana penelitian pada judul kali

ini mengenai “manusia sempurna” peneliti juga mengambil sumber utamanya

yang ditulis dalam bahasa Inggris. Beberapa sumber ini merupakan gagasan dan

ide hasil karya tulis Nasr yang dikumpulkan oleh beberapa editor. Seperti dalam

buku dengan judul “Teh Essential Seyyed Hossein Nasr” yang di dalamnya adalah

berisikan gagasan dan ide Nasr, namun editornya adalah William C. Chittick.

Selanjutnya adalah “The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr” yang dieditori

Lewis Edwin Hahm dkk. Di dalamnya juga terdapat tulisan dan gagasan dari Nasr

yang ditulis dalam bahasa Inggris..

Page 40: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

29

Adapun karya-karya lain dari Nasr yang ada di tangan peneliti saat ini

masih ada sembilan (9) buku dengan judul yang berbeda. Pertama adalah buku

yang berjudul “Ideals and Realities of Islam” diterbitkan oleh George Allen dan

Unwin Ltd., London pada tahun 1966. Kedua adalah buku dengan judul “Man and

Nature” yang diterbitkan oleh Mandala Book, London pada tahun 1968. Buku

yang ketiga adalah buku yang berjudul “Science an Civilization in Islam” dan

diterbitkan oleh New American Library, New York pada tahun 1970. Buku

keempat adalah buku dengan judul “Sufi Essays” yang diterbitkan oleh George

Allen dan Unwin Ltd., London 1972. Kelima adalah buku yang berjudul “Islam

and the Plight of Modern Man” yang diterbitkan oleh Longman Group, London

pada tahun 1975. Keenam adalah buku yang berjudul “Traditional Islam in the

Modern World” yang diterbitkan oleh Foundation for Traditional Studies, Kuala

Lumpur pada tahun 1987. Buku ketujuh adalah buku yang berjudul “Knowledge

and the Sacred” yang diterbitkan oleh State University of New York Press, New

York pada tahun 1989. Kedelapan adalah buku yang berjudul “The Need for

Sacred Science” yang diterbitkan oleh Curzon Press Ltd., United Kingdom pada

tahun 1993. Buku terakhir, yaitu buku yang kesembilan adalah buku dengan judul

“A Young Muslim’s Guide to the Modern World” yang diterbitkan oleh KAZI

Publication, Inc, Chicago pada tahun 1994. Kesembilan buku dengan judul yang

berbeda tersebut adalah buku-buku karya Nasr yang saat ini ada di tangan peneliti.

Semua buku yang telah disebutkan di atas, bukanlah merupakan

keseluruhan dari pada karya Seyyed Hossein Nasr. Karena sebagaimana telah

disebutkan sebelumya bahwa buku-buku tersebut di atas hanyalah beberapa judul

Page 41: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

30

buku yang saat ini ada di tangan peneliti. Apabila kita merujuk pada buku yang

berjudul “A Young Muslim’s Guide to the Modern World” kita akan mendapati

lebih banyak lagi mengenai karya Nasr. Sebagaimana dalam lembaran di bagian

awal dari buku tersebut telah dicatatkan dari pada buku-buku karyanya Nasr, lebih

tepatnya, yaitu pada halaman iv. Adapun dari pada catatan-catatan buku karya

Nasr dalam buku tersebut yang belum disebutkan di sini diantaranya adalah: “1.

Three Muslim Sages, 2. Introduction to Islamic Cosmological Doctrines, 3. Al-

Biruni: An Annotated Bibliography, 4. An Annotated Bibliography of Islamic

Science (3 vols.), 5. Islamic Science: An Illustrated Study, 6. Persia: Bridge of

Turquoise, 7. The Transcendent Theosophy of Sadr al-Din Shirazi, 8. Islamic Life

and Thought, 9. Muḥammad: Man of Allah, 10. Islamic Art and Spirituality, 11.

Isma’ili Contribution to Islamic Culture (ed.), 12. Philosophy, Literature and Fine

Arts: Islamic Education Series (ed.), 13. Shi’ism: Doctrines, Thought, Spirituality

(ed.), 14. Expectation of the Millenium (ed.), 15. Islamic Spirituality: Volume I,

Foundations (ed.), 16. Islamic Spirituality: Volume II, Manifestation (ed.), 17.

The Essential Writings of Frithjof Schuon (ed.)”.27

27

Seyyed Hossein Nasr. A Young Muslim’s Guide to the Modern World. (Chicago:

KAZI Publication, Inc. 1994). h. ix

Page 42: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

31

BAB III

KONSEP UMUM MANUSIA SEMPURNA

A. Pengertian Manusia Sempurna

Sejuh apa yang telah ditemukan oleh peneliti pada penjelasan mengenai

manusia sempurna, istilah kata yang sering digunakan adalah sebagai berikut;

Perfect Man, al-Insān al-Kāmil, dan Universal Man. Istilah kata tersebut secara

bahasa dan penyebutannya memang berbeda, namun pada dasarnya keseluruhan

dari istilah kata tersebut memiliki maksud dan tujuan yang sama, yaitu untuk

menjelaskan konsep manusia sempurna.1 Maka dari itu, tidak perlu adanya

perdebatan mengenai istilah kata yang paling tepat di antara ketiganya dalam

penggunaannya untuk menjelaskan mengenai manusia sempurna. Dengan kata

lain, ketika peneliti menyebutkan salah satu dari istilah kata tersebut (Perfect

Man, al-Insān al-Kāmil, atau Universal Man), tidak lain hanyalah bertujuan untuk

menjelaskan mengenai manusia sempurna sebagaimana telah menjadi topik utama

pada penelitian kali ini. Karena yang disebut al-Insān al-Kāmil adalah sama

dengan Perfect Man, juga sebaliknya, yang disebut Perfect Man adalah al-Insān

al-Kāmil, yaitu “manusia sempurna”.2

Secara bahasa (etimologi), pengertian manusia sempurna sebagaimana

ketiga istilah kata di atas memiliki makna sebagai berikut; dengan mengambil

salah satu darinya yang bertujuan untuk menjelaskan ketiganya, yaitu al-Insān al-

Kāmil. Istilah kata tersebut berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata

1Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-‘Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. Cet. I.

(Jakarta: Penerbit Paramadina. 1995). h. 126 2William C. Chittick (ed.). Ibn ‘Arabī: Heir to the Prophets. (Oxford: Oneworld

Publication, England. 2005). h. 12-13

Page 43: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

32

dasar; kata dasar pertamanya adalah “al-Insān” yang memiliki arti dalam bahasa

Indonesianya adalah “manusia”, dan “al-Kāmil” yang memiliki arti kata dalam

bahasa Indonesianya adalah “sempurna”. Jadi, yang dimaksud dengan “al-Insān

al-Kāmil” dalam bahasa Arab adalah untuk menjelaskan mengenai “manusia

sempurna” yang dalam arti bahasa Indonesianya.3 Sama halnya dengan istilah

kata “Perfect Man” yang berasal dari bahasa Inggris dan terdiri dari dua kata dasar

pula; yaitu “Perfect” dengan arti Indonesianya “sempurna”, dan “Man” dengan

arti Indonesianya “manusia”. Istilah kata Perfect Man dipahami menjadi satu

kesatuan dalam istilah kata dengan satu makna utamanya, yaitu “manusia

sempurna”.4

Dari istilah kata tersebut, mengarahkan pada konsep manusia sempurna

secara keseluruhan. Maksudnya di sini adalah manusia yang telah diakui secara

keseluruhan dengan menyebutkannya sebagai manusia universal (Universal Man).

Ini adalah manusia universal yang digambarkan pada diri Adam sebagai prototipe

dari seluruh gambaran manusia. Gambaran manusia pada Adam adalah gambaran

manusia yang masih ada dalam level kosmik sebelum kejatuhannya ke bumi.5

Adam inilah yang natinya akan menjadi pembahasan pada poin selanjutnya

sebagai bentuk awal pengambaran Islam mengenai manusia sempurna.

Gagasan mengenai manusia sempurna ini pertamakali disampaikan oleh

ibn „Arabī. Ia menyebutnya dengan konsep atau doktrin tentang al-Insān al-Kāmil

3Abu Khalid. Kamus Arab al-Huda: Arab-Indonesia. (Surabaya: Fajar Mulya. Tt.). h.

32 dan 528-529 4Jhon M. Echols & Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. 1976). h. 371, dan 425 5Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-‘Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 127

Page 44: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

33

(manusia sempurna). Ungkapan al-Insān al-Kāmil memang pernah dipakai

sebelum ibn „Arabī, tetapi secara luas diduga bahwa tokoh inilah yang pertama

menggunakan ungkapan ini sebagai istilah teknis untuk menjelaskan konsepsi

manusia sempurna. Tokoh ini mengatakan bahwa alam adalah cerminan Tuhan,

dan cermin tersebut adalah beragam dalam kaitannya dengan kualitas cermin

tersebut. Keragaman kualitas cermin ini menunjukan adanya cermin yang mampu

mencerminkan Tuhan dengan baik, dan cermin yang tidak dapat mencerminkan

Tuhan dengan baik. Tergantung kualitas cermin tersebut; semakin bening dan

bersih cermin tersebut, akan semakin jelas cerminan yang ada di hadapannya.

Bagi ibn „Arabī cermin yang paling sempurna bagi Tuhan adalah manusia

sempurna; karena ia memantulkan semua asmā’ dan sifat-sifat Tuhan, sementara

makhluk lainnya hanya memantulkan sebagian dari asmā’ dan sifat-sifat itu.6

Dalam memahami konsep “manusia sempurna” tidaklah cukup dengan

hanya melihatnya secara lengkap baik secara bentuk atau sikap dan prilakunya.

Dengan ini peneliti menghubungkan pada apa yang dikatakan oleh Muthahhari

bahwasanya “pegertian „sempurna‟ tidak dapat dilihat sebagai suatu bentuk

kelengkapan”. Muthahhari mengataan bahwa antara “sempurna” dan “lengkap”

memilki perbedaan meskipun keduanya saling memiliki keterkaitan. Ia

menggambarkan layaknya bangunan, jika bangunan memiliki satu kekurangan

tiang atau pilar di dalamnya, bangunan demikian dianggap tidak “lengkap”, tetapi

suatu bangunan mungkin saja dianggap lengkap meskipun telah ada yang lebih

lengkap darinya satu atau dua tingkat di atasnya, inilah yang dinamakan

6Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-‘Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 126

Page 45: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

34

“sempurna” olehnya. Muthahhari mengatakan bahwasannya “lengkap” adalah

perkembangan secara horisontal, sementara “sempurna” adalah perkembangan

secara vertikal. Dari itu, pengertian mengenai kesempurnaan yang bertingkat ini,

menunjukkan bahwasannya ada tingkatan kesempurnaan paling tinggi; jika ada

manusia sempurna, pasti ada yang lebih sempurna darinya, dan kesempurnaan itu

tidak lain hanyalah Yang Maha Sempurna.7

Sejalan dengan penjelasan Muthahhari bahwasannya yang sempurna

adalah perkembangannya secara vertikal, berarti konsep mengenai manusia

sempurna adalah manusia yang meningkat kualitas dan dedikasinya secara

vertikal. Apabila peningkatan dan perkembangan manusia secara horisontal

adalah dikatakan sebagai manusia yang memiliki hubungan dengan manusia atau

makhluk lainnya, maka, perkembangan dan peningkatan secara vertikal adalah

peningkatan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Lalu, apakah yang

disebut dengan peningkatan dan perkembangan secara vertikal pada diri manusia?

Muthahhari mengatakan bahwa dalam al-Quran menggambarkan manusia adalah

sebagai makhluk pilihan Tuhan; sebagai khalīfah-Nya di muka bumi ini dan

menjadi makhluk semi-samawi dan semi-duniawi, dan di dalam dirinya

tertanamkan sifat mengakui akan ke-Tuhanan. Manusia menjadi makhluk yang

bebas dan dapat dipercaya mengenai tanggung jawabnya terhadap diri sendiri atau

alam semesta, serta karunia akan keunggulannya dari langit dan bumi.8 Manusia

7Anis Lutfi Masykur. ”Manusia Menurut Seyyed Hossein Nasr”. (Skripsi Program

Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2017). h. 57 8Murtadha Muthahhari. Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama. Terj. Mizan

Team. Cet. V. (Bandung: Mizan. 1990). h. 121

Page 46: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

35

dengan kesadaran akan sifat dasar inilah yang disebut Muthahhari sebagai

manusia sempurna dengan perkembangannya secara vertikal.

B. Manusia Sempurna Menurut Ajaran Islam

Manusia dalam pandangan Islam selalu dikaitkan dengan kisahnya

tersendiri yang berbeda dari makhluk lain di muka bumi. Ia tidak hanya

digambarkan sebagai hewan berkelas tinggi, tetapi lebih dari itu, manusia

memiliki keluhuran dalam dirinya yang sukar untuk didefinisikan dengan kata-

kata. Dalam al-Quran, manusia berulang kali diangkat derajatnya bahkan melebihi

alam surga, bumi, serta malaikat. Pada saat yang sama, manusia dijatuhkan

derajatnya bahkan sampai pada tingkatan yang lebih rendah dari binatang buas,

bahkan setan terkutuk. Manusia dikaruniai dengan kemampuan sehingga dapat

digunakan untuk menaklukan alam, namun mereka juga dapat merosot menjadi

yang paling rendah dari segala yang rendah. Maka dari itu, manusia sendirilah

yang dapat menentukan nasib akhir mereka tersebut.9

Lalu, bagaimanakah penggambaran Islam mengenai manusia yang

sempurna tersebut?

“Menurut ajaran Islam, seorang manusia yang hidup di bawah naungan

pokok ajaran dan bimbingan Allah sesuai dengan perintah-Nya,

dinyatakan sebagai Adam. Kehendak Allah bahwa manusia secara

keseluruhan selayaknya mengikuti petunjuk Allah agar dapat mencapai

tempat dan kondisi yang dekat dengan Allah dan menyatu dengan Allah,

Penciptanya”.10

9Murtadha Muthahhari. Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama. h. 117

10H. Ali Akbar. Tuhan dan Mnusia. h. 138-139

Page 47: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

36

Pokok-pokok ajaran Islam mengatakan bahwa Adam mewakili manusia

yang beradab. Manusia akan mencapai keadaan beradab apabila ia secara mental,

moral, dan spiritual ada dalam keadaan yang baik tanpa memperdulikan keadaan

hidupnya. Dengan kata lain, manusia beradab adalah manusia yang tidak

mementingkan urusan keduniawiaan seperti harta, tahta, dan lain sebagainya

sehingga membuatnya lalai akan petunjuk yang mengarahkannya pada kedekatan

dengan Tuhan. Manusia yang seperti ini akan mencapai setatus layaknya Adam

dan menjadi anak-cucu Adam dengan memiliki mental, moral, dan spiritual yang

baik sebagaimana penggambaran Adam sebagai manusia yang beradab dalam

ajaran Islam.11

Dalam hal ini, Muthahhari melihat segi-segi positif manusia yang terdiri

dari beberapa bagian. Di antara segi positif yang dimiliki oleh manusia adalah

bahwa ia adalah makhluk sempurna Tuhan; ia adalah khalīfah Tuhan di muka

bumi, ia berbeda dari makhluk lain dengan kapasitas inteligensinya yang tinggi.

Manusia juga mempunyai kecenderungan untuk dekat dengan Tuhan, menyadari

akan kehadiran Tuhan dalam sanubari mereka. Akibatnya, segala keraguan dan

keingkaran pada Tuhan akan muncul ketika manusia menyimpang dari

fitrahnya.12

Penunjukan manusia sebagai pemimpin di muka bumi adalah beban

yang diberikan oleh Allah, dan bukan kehendak manusia itu sendiri, melainkan

kehendak Sang Pencipta alam semesta. Dengan penyerahannya sebagai pemimpin

di muka bumi ini, maunsia harus tunduk pada perjanjian atas penyerahan

kepemimpinannya itu yang dipercayakan padanya, dengan demikian manusia

11

H. Ali Akbar. Tuhan dan Mnusia. h. 139 12

Murtadha Muthahhari. Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama. h. 117-118

Page 48: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

37

mengemban amanah Tuhan di mana makhluk-makhluk lain meskipun tubuhnya

lebih besar dari manusia enggan untuk menerimanya.13

Manusia dengan fitrahnya mengandung unsur surgawi dalam dirinya,

yang berbeda dari unsur badani sebagaimana yang dimiliki oleh makhluk bumi

pada umumnya seperti tumbuhan, binatang, dan benda-benda materil lainnya.

Unsur-unsur itu merupakan kesenyawaan antara alam nyata (fisika) dan

metafisika, antara rasa dan non-rasa (materi), antara jiwa dan raga. Penciptaan

manusia pun benar-benar telah diperinci, yang mana hal tersebut bukanlah suatu

kebetulan. Karenanya manusia merupakan makhluk pilihan yang bersifat bebas

dan merdeka. Manusia diberikan kepercayaan penuh oleh Tuhan, diberkahi

dengan risalah yang diturunkan melalui nabi, dan dikaruniai rasa tanggung jawab.

Manusia diperintahkan untuk mencari nafkah dengan inisiatif dan usaha mereka

sendiri, dan mereka pun bebas memilih kesenangan atau kesengsaraan.14

Manusia dikaruniai dengan martabat yang mulia, dan pada kenyataannya

manusia diciptakan oleh Tuhan berbeda dari makhluk-makhluk lainnya. Manusia

dapat menghargai diri mereka sendiri ketika mereka dapat merasakan kemuliaan

martabat tersebut, yang melepaskan diri mereka dari kepicikan atas segala

kerendahan budi, nafsu, dan penghambaan pada keduniawiaan seperti harta,

jabatan dan lain sebagainya. Manusia memiliki kesadaran akan nilai-nilai, moral,

etika, dan mereka dengan fitrahnya sadar akan perbedaan mana yang baik dan

mana yang buruk. Jiwa mereka tidak akan pernah damai kecuali hanya dengan

13

Muḥammad Imarah. Karakteristik Metode Islam. Terj. Saifullah Kamalie. (Jakarta:

Media Da‟wa. 1994). h. 45 14

Murtadha Muthahhari. Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama. h. 118-118

Page 49: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

38

mengingat Allah, karena keinginan yang ada dalam benak mereka tidaklah

terbatas dan menyebabkan mereka tidak pernah puas dengan apa yang mereka

peroleh. Sementara di lain sisi, mereka diangkat ke arah yang lebih tinggi untuk

dapat lebih dekat dengan Yang Maha Kuasa.15

Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan agar mereka tunduk kepada-

Nya, dan patuh kepada setiap perintah dan larangan-Nya yang menjadi tanggung

jawab setiap manusia. Manusia tidak akan dapat memahami dirinya sendiri

kecuali dengan sujudnya kepada Tuhan dan selalu ingat akan-Nya. Apabila

mereka melupakan Tuhan, berarti mereka telah melupakan dirinya sendiri, dan

dengan ini mereka tidak akan pernah tahu siapa diri mereka, untuk apa mereka

ada dan hidup di bumi ini, serta apa yang seharusnya mereka perbuat. Manusia

tidak hanya terpenuhi dengan kebutuhan-kebutuhan duniawi saja, yang dengannya

kebutuhan-kebutuhan bendawi bukanlah satu-satunya yang mereka cari; tetapi

lebih dari itu, mereka selalu berusaha untuk memperoleh sesuatu yang lebih luhur

dalam hidup mereka. Dengan kata lain, manusia tidak mengejar suatu tujuan

tertentu kecuali mengharap keriḍaan Tuhan.16

C. Manusia Sempurna Menurut Beberapa Failasuf Islam

C.1. Manusia Sempurna Menurut Ikhwān al-Shafā

Ikhwān as Shafā adalah sekelompok persaudaraan yang diketahui hidup

pada masa kaum Ismī‟īlī (Ismā‟īliyyah), dan Ikhwān al-Shafā dianggap sebagai

bagian dari mereka. Kehidupan mereka teridentifikasi pada abad sekitar 10 atau

15

Murtadha Muthahhari. Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama. h. 119-120 16

Murtadha Muthahhari. Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama. h. 120-121

Page 50: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

39

11 Masehi. Namun mengenai identitas mereka secara jelas belumlah diketahui.

Tepatnya, yaitu identitas setiap anggota yang ada dalam persaudaraan tersebut

tidaklah disebutkan dalam beberapa risalah yang merupakan karya mereka.

Karena bagi mereka ini adalah cara kerahasiaan yang mereka upayakan agar

identitas mereka tidak diketahui oleh orang lain hingga sekarang.17

Dalam pandangan Ikhwān al-Shafā, manusia adalah mikrokosmos.

Dengan kemampuan yang ia miliki, manusia dapat memahami dirinya sebagai

replika dari alam semesta, menganggap alam sebagai bagian dari dirinya. Ia

menjadikan alam sebagai pengetahuan dari Tuhan untuk dipahami sebagai

jelmaan dalam bentuk dirinya yang lebih kecil. Sementara alam adalah ciptaan

Tuhan; dalam alam terdapat Jiwa Universal yang terpancari oleh Akal Tuhan

sehingga teratur dengan rapi pada setiap gerakannya, sehingga menunjukan bahwa

alam adalah cermin bagi Tuhan. Jiwa manusia adalah bagian dari Jiwa Universal.

Oleh karenanya manusia sempurna adalah manusia yang bersikap sesuai dengan

cerminan aslinya, cermin asli adalah cermin Yang Pertama, yaitu Tuhan.18

“Manusia sebagai makhluk yang memiliki bentuk paling sempurna,

raganya dibuat dari bagian-bagian seluruh alam. Bahkan paling

menyerupai alam secara keseluruhan. Memiliki jiwa menyerupai jiwa

universal. Serta mekanisme daya-dayanya pun menyerupai semesta...

Secara keseluruhan, tidak ada satupun karakteristik hewan, barang

tambang, tumbuhan, rukun, orbit, bintang, rasi, atau makhluk apapun yang

tidak dimiliki oleh manusia. Sementara sifat-sifat manusia hanya dimiliki

oleh manusia. Atas dasar itulah para failasuf menilai manusia bersifat

mandiri. Jadi, dengan keajaiban struktur tubuh manusia, fungsi-fungsi

jiwanya yang unik, dan semua karakter yang dimilikinya, ciptaan, ilmu,

17

Ian Richard Netton. “Ikhwān al-Shafā”. dalam Seyyed Hossein Nasr & Oliver Leaman

(ed.). Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Terj. Tim Penerjemah Mizan. Vol. I. (Bandung: Mizan.

2003). h. 274-275 18

Tanwirun Nadzir. “Konsep Mikrokosmos Perspektif Ikhwān al-Shafā”. (Skripsi

Program Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2016). h. 78

Page 51: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

40

budi pekerti, pendapat, metode, serta efeknya yang bersifat jasmani dan

ruhani, mereka menyebut manusia sebagai miniatur alam”.19

Segala sesuatu yang ada dalam diri manusia memiliki kesamaan dengan

alam, baik secara materil atau non-materil. Seperti tubuh manusia digambarkan

sebagai miniatur dari alam yang tidak serupa, segala sesuatu yang ada pada alam

menjadi bagian dalam diri manusia; seperti barang tambang, tumbuhan, binatang

yang menjadi bagian dalam diri manusia. Selain kesamaan yang secara materil,

Ikhwān al-Shafā juga menjelaskan kesamaan antara manusia dengan alam yang

secara non-materil. Pada persoalan kesamaan mengenai yang non-materil, Ikhwān

al-Shafā menjelaskan jiwa dalam diri manusia yang memiliki tiga fakultas. Ketiga

fakultas tersebut di antaranya adalah: pertama adalah jiwa tumbuhan yang terbagi

dalam tiga daya; makan, tumbuh, dan reproduksi; kedua adalah jiwa hewan

dengan dua daya yaitu penggerak dan sensasi (persepsi dan emosi); terakhir

adalah jiwa manusia dengan daya yang menyebabkan berpikir dan berbicara

sehingga membedakanya dari makhluk lain.20

Oleh karena itu manusia adalah

makhluk paling sempurna dan lengkap; meskipun tubuhnya terdiri dari berbagai

bagian alam semesta, di mana bagian-bagian ini adalah sesuatu yang paling mirip

dengan seluruh alam semesta.21

Dalam pandangan Ikhwān al-Shafā alam adalah sesuatu yang diciptakan

untuk dijadikan sebagai pengetahuan bagi manusia. Namun hal itu tidaklah muda

bagi manusia; mengingat alam yang begitu luas, sementara usia manusia yang

19

Tanwirun Nadzir. “Konsep Mikrokosmos Perspektif Ikhwān al-Shafā”. h. 73 20

Sirajuddin Zar. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. Cet. V. (Jakarta: Rajawali

Pers. 2012). h. 153 21

Tanwirun Nadzir. “Konsep Mikrokosmos Perspektif Ikhwān al-Shafā”. h.73-74

Page 52: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

41

relatif pendek tidaklah mungkin untuk mengetahui alam secara keseluruhan. Oleh

karenanya, manusia diciptakan sebagai miniatur alam dengan segala bagian-

bagian dari alam terkandung dalam dirinya, sehingga ia lebih muda untuk

memahami alam semesta dengan kemampuan yang ia miliki. Dengan

menggambarkan manusia adalah sebagai miniatur alam, Ikhwān al-Shafā

mengarahkan pengetahuan manusia agar mengetahui bahwa alam adalah bagian

dari dirinya dan merupakan pancaran dari Akal Tuhan. Dengan Akal-Nya Tuhan

memancarkannya kepada Jiwa Universal yang menggerakan alam semesta melalui

„jiwa sederhana‟ pada setiap bagian tubuh yang ada pada alam semesta, sehingga

tetap teratur dalam setiap gerakannya.22

Jiwa Universal digambarkan Ikhwān al-Shafā sebagai jiwa alam semesta

secara keseluruhan. Kepada Jiwa Universal inilah Tuhan memancarkan Akal-Nya

sehingga terlaksanakan semua kehendak Tuhan bagi alam semesta. Jiwa Universal

ini memiliki kekuatan „tabiat universal‟ yang menjadi pengerak dan pengatur bagi

seluruh alam semesta melalui „jiwa sederhana‟.23

Dari Jiwa Universal memancar

keseluruh jiwa-jiwa yang ada seperti „jiwa sederhana‟, sementara jiwa manusia

sendiri adalah bagian dari Jiwa Universal tersebut. Jelas bahwa jiwa manusia

merupakan bagian dari Jiwa Universal yang merupakan bagian dari pancaran

Tuhan. Oleh karena itu manusia mestinya bersikap sesuai dengan cerminan

aslinya, dan cerminan tersebut adalah cerminan Yang Pertama, yaitu Tuhan.24

22

Mulyadhi Kartanegara (ed. ). Rasa’il Ikhwān al-Shafā. Buku Keenam. Terj. Ghazi

Salom. (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Depag RI. 2007). h. 209 23

Mulyadhi Kartanegara (ed. ). Rasa’il Ikhwān al-Shafā. h. 209 24

Tanwirun Nadzir. “Konsep Mikrokosmos Perspektif Ikhwān al-Shafā”. h. 78

Page 53: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

42

C.2. Manusia Sempurna Menurut Ibn Bājjah

Ibn Bājjah dikenal sebagai salah satu pemikir atau failasuf Islam dengan

nama lengkap Abū Bakr Muḥammad ibn Yaḥya al-Tujībī al-Andalusī al-Saraqustī

yang lahir di kota Saragosa negara Sepanyol. Ia dikenal dengan sebutan Avempace

atau Avenpace dalam versi Latinnya, dan ia juga dikenal dengan sebutan al-Sā‟igh

mengingat ia adalah keturunan dari orang Yahudi, tetapi pada umumnya ia lebih

dikenal sebagai ibn Bājjah.25

Dalam catatan yang dibukukan oleh M. M. Sharif

ibn Bājjah adalah seorang pemikir dengan konsen pada persoalan mengenai

falsafah (materi dan form), psikologi, akal dan pengetahuan, falsafah politik,

etika, mistik, dan telah menghasilkan beberapa karya monumental.26

Dan salah

satu karya ibn Bājjah yang terkenal sejauh apa yang diketahui oleh peneliti adalah

Tadbīr al-Mutawaḥḥid.

Dalam pandangan ibn Bājjah, manusia sempurna adalah manusia

penyendiri. Maksud dari manusia penyendiri di sini adalah, ia yang dengan

pengaturan, tindakan, prilaku, sikap, dan pemikiranya sesuai dengan kehendak

dan tujuannya yang ia inginkan tanpa adanya campur tangan dari orang lain.

Konsepsi mengenai manusia penyendiri ini dapat ditemui dalam karyanya yang

terkenal, karyanya ini ia sebut dengan Tadbīr al-Mutawaḥḥid. Ketika membaca

karya tersebut akan mendapati gambaran ibn Bājjah mengenai manusia penyendiri

yang ia jelaskan sebagai manusia dengan kebahagiaan karena manusia tersebut

25

Ma‟an Ziyadah. “The Theory of Motion of Ibn Bājjah‟s Philosophy”. (Dissertasion to

the Faculty of Graduate Studies and Research of the Requeirements for the Degree of Ph. D. of

McGill University, Montreal. 1973). h. 2 26

Muḥammad Saghir Hasan al-Ma‟sumi. “Ibn Bājjah”. dalam M. M. Sharif (ed.). A

History of Muslim Philosophy. Vol. I. (Kempten: Allgauer Heimatverlag, Bayern, Germany.

1963). h. 511-525

Page 54: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

43

dapat ber-Tadbīr al-Mutawaḥḥid.27

Lalu, apakah yang disebut dengan ber-Tadbīr

al-Mutawaḥḥid itu? Dalam menjawab pertanyaan ini, peneliti menjelaskannya

sesuai dengan apa yang dilakukan oleh ibn Bājjah dalam menjelaskan

konsepsinya mengenai Tadbīr al-Mutawaḥḥid.

“The term Tadbīr (regime) says Ibn Bājjah is used with different meanings.

The most common meaning, in general, is to indicate the arrangement of

actions in relation to an intended end. Thus it does not refer to a person

who performs one single action by which he intends a certain and”.28

(Istilah Tadbīr menurut ibn Bājjah digunakan dengan makna yang

berbeda. Makna yang sering digunakan, atau secara umumnya, adalah

untuk menujukan pengaturan dari tindakan-tindakan yang berhubungan

dengan tujuan akhir yang diniatkan. Karenanya ia tidak merujuk pada

seseorang yang melakukan sebuah tindakan yang dengannya dia

meniatkan sebuah tujuan tertentu.)

Dari kutipan di atas, dapat dikatakan bahwa istilah Tadbīr adalah suatu

bentuk pengaturan-pengaturan atas prilaku manusia yang berhubungan dengan

tujuan akhir yang diinginkan. Sementara istilah al-Mutawaḥḥid, ibn Bājjah

menjelaskan sebagai berikut;

“Al-Mutawaḥḥid may be translated as the man who remains alone, by

himself, apart of others; the solitary person who does not associate himself

with other people. It is also epithet applied to God, The One, The Sole

One, He whose attribute is unity in essence, and who has no like nor

equal. The Arabic verb, Tawahhada means, to be or to become alone, with

none to share or participate with him; and Tawahhada bil ‘Amr means to

be unique in a certain affair. Similarly Tawahhada bil Ra’yi means to be

or to become alone without any to participate with him in his opinion”.29

(Al-Mutawaḥḥid dapat diartikan sebagai seorang manusia yang tinggal

sendiri, dengan dirinya sendiri, terpisah dari yang lain; seorang

penyendiri yang tidak menyamakan dirinya dengan orang lain. Hal itu

27

Ma‟an Ziyadah. “Translation and Commentary on Tadbīr al-Mutawaḥḥid”. (Theses

to the Faculty of Graduate Studies and Research of the Requeirements for the Degree of Master of

McGill University, Montreal. 1969). h. 14-20 28

Ma‟an Ziyadah. “Translation and Commentary on Tadbīr al-Mutawaḥḥid”. h. 20 29

Ma‟an Ziyadah. “Translation and Commentary on Tadbīr al-Mutawaḥḥid”. h. 14-15

Page 55: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

44

juga merupakan predikat yang diterapkan kepada Tuhan, Yang Satu, Yang

Satu-satu-Nya, Dia yang sifat-Nya itu bersatu dengan Dzat-Nya, dan Dia

yang tidak memiliki sesuatu yang menyamai-Nya. Kata kerja dalam

Bahasa Arab, Tawaḥḥada berarti, menyendiri atau menjadi sendiri, tanpa

seseorang untuk berbagi atau bekerja sama dengannya; dan Tawaḥḥada

bil ‘Āmr berarti berbeda dalam suatu urusan tertentu. Begitu juga dengan

Tawaḥḥada bil Ra’yi berarti sendiri atau menjadi sendiri tanpa

persamaan dengan dirinya dalam persoalan pendapatnya.)

Dari kutipan di atas, dapat dikatakan bahwa istilah al-Mutawaḥḥid

adalah suatu sikap atau prilaku yang mengambil tidakan untuk menyendiri,

dengan dirinya sendiri tanpa adanya peranan dari orang lain baik pada persoalan

prilaku atau pemikiran. Oleh karena itu, Tadbīr al-Mutawaḥḥid adalah suatu

pengaturan atas prilaku dan sikap yang mengambil tindakan untuk menyendiri,

dengan dirinya sendiri hingga sampai pada tindakan di mana peranan orang lain

tidak ada sama sekali. Namun yang perlu ditekankan di sini adalah, bukan berarti

manusia yang benar-benar sendiri tanpa berhubungan dengan orang lain, karena

manusia sendiri adalah makhluk sosial. Arti menyendiri di sini adalah

pengasingan secara prilaku, sikap, dan pemikiran dari kemungkinan yang merusak

dan menghancurkan tujuan utamanya karena adanya peran dari orang lain atau

masyarakat dengan perbuatan dan sikap yang tidak baik.30

Bagi ibn Bājjah, yang

mampu untuk ber-Tadbīr al-Mutawaḥḥid hanyalah manusia, sementara makhluk

lain tidak dapat melakukannya. Hal ini dikarenakan dalam diri manusia

terkandung keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya; keistimewaan

inilah yang dapat membuat manusia untuk ber-Tadbīr, dan secara umum

keistimewaan ini juga yang membuat manusia menjadi khalīfah.

30

Sirajuddin Zar. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. h. 200-201

Page 56: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

45

Keistimewaan-keistimewaan dalam diri manusia sebagaimana penjelasan

ibn Bājjah dalam artikel kedelapan dari Tesis Ma‟an Ziyadah yang peneliti

sertakan dalam bentuk terjemahan adalah sebagai berikut;

Tindakan manusia yang berhubungan dengan Mutawaḥḥid dan yang bisa

dia lakukan terdiri dari tiga jenis, seperti yang telah kami sebutkan

(artikel sebelumnya dalam Tesis Ma’an Ziyadah). Beberapa dari

tindakan-tindakan tersebut berhubungan dengan forma korporeal, yang

lain dengan forma spiritual khusus karena memiliki hubungan yang khas;

dan beberapa berhubungan dengan forma universal yakni sesuatu yang

intelijibel.31

Marilah kita teliti hubungan antara forma-forma manusia dan subjek

(substratum) yang ada dalam manusia dan daya-dayanya. Jelas bahwa

manusia adalah subjek dari spesies dalam cara bahwa ia digambarkan

dengan spesies tersebut karena memiliki eksistensi dan daya (rasional).32

Maka, selaras dengan fakta bahwa manusia berbeda dari semua substansi

yang lain, dalam bentuknya yang berbeda dari semua bentuk dari benda-

benda mati lainnya. Ia lebih menyerupai bentuk dari benda-benda langit,

karena benda-benda langit memahami diri mereka sendiri dan substratum

yang mereka kualifikasi/sifati dan yang merupakan substratum mereka

dalam makna lain (yang akan ia gambarkan di bawah).33

Faktanya, manusia memiliki sifat yang menyebabkan suatu

kebingungan/membingungkan, karena sifatnya -sebagaimana terlihat-

adalah seperti perantara di antara badan langit yang abadi dan benda-

benda mati. Bagaimanapun, ini adalah sifat alami dari manusia untuk jadi

perantara, karena dalam alam/secara alami, perbedaan antara satu genus

dari yang lain adalah selalu menjadi suatu perantara....Faktanya, nampak

bahwa manusia merupakan salah satu dari keajaiban alam.34

Kutipan di atas semakin memperjelas posisi istimewa manusia. Ia

sebagai makhluk dengan sifat yang berbeda dari benda-benda langit dan bumi,

sekaligus sebagai perantara di antara keduanya. Manusia merupakan makhluk

istimewa dan ajaib; ini salah satu sebab mengapa ia diberi titah menjadi khalīfah

31

Ma‟an Ziyadah. “Translation and Commentary on Tadbīr al-Mutawaḥḥid”. h. 138 32

Ma‟an Ziyadah. “Translation and Commentary on Tadbīr al-Mutawaḥḥid”. h. 141 33

Ma‟an Ziyadah. “Translation and Commentary on Tadbīr al-Mutawaḥḥid”. h. 142 34

Ma‟an Ziyadah. “Translation and Commentary on Tadbīr al-Mutawaḥḥid”. h. 144

Page 57: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

46

dalam Islam, dan hanya manusia yang mampu menyusun sebuah Tadbīr demi

mencapai kebahagiaan yang ia niatkan. Ibn Bājjah mengatakan, apabila para

failasuf tidak melakukan hal demikian mereka tidak akan mungkin dapat

berhubungan dengan Akal Fa‟al; karena pemikiran mereka akan merosot dan

tidak akan pernah mencapai Akal Mustafad, yakni akal yang dapat berhubungan

dengan Akal Fa‟al. Melalui keistimewaan yang ia miliki manusia dapat

menyendiri, dengan dirinya sendiri, dan meniru sifat ke-aḥad-an Allah. Dengan

keistimewaanya pula manusia dapat ber-Tadbīr, mengatur setiap tindakan dan

prilaku yang ia kerjakan demi tercapainya tujuan. Ber-Tadbīr dalam arti

mengatur, dihubungkan ibn Bājjah dengan Allah sebagai Sang Pengatur alam

semesta, sehingga tidak tampak sedikitpun kecacatan pada setiap pengaturan-Nya.

Dengan pandangannya yang seperti ini, ibn Bājjah dapat dikelompokan sebagai

failasuf yang mengutamakan amal untuk mencapai derajat manusia sempurna.35

D. Manusia Sempurna Menurut Beberapa Tokoh Tasawuf

D.1. Manusia Sempurna Menurut Ibn ‘Arabī

Ibn „Arabī adalah seorang sufi yang berasal dari keturunan suku Arab

kuno Tayy dan berasal dari kota Andalusia. Ia lahir bertepatan pada tanggal 28

Juli 1165 M, di Mursia, Spanyol bagian Tenggara. Nama lengkapnya adalah

Muḥammad ibn „Alī ibn Muḥammad ibn al-„Arabī al-Tā‟ī al-Hātimī. Ia lebih

dikenal dengan ibn al‟-Arabi (dengan al-), atau ibn „Arabī (tanpa al-) yang untuk

membedakannya dari ibn al-„Arabī lainnya. Ia juga lebih dikenal sebagai Muhyi

35

Sirajuddin Zar. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. h. 200-202

Page 58: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

47

ad-Din (The Revivifier of the Religion)36

atau sang “Penghidup Agama”

sebagaimana William C. Chittick telah menyebutnya, atau al-Syaykh al-Akbar

(Syaikh Terbesar). Namun bagi Kautsar Azhari Noer, gelar kedua inilah yang

lebih dikenal dari pada gelar pertama.37

Dalam menggambarkan konsep manusia sempurna menurut ibn „Arabī,

peneliti memulainya dengan kutipan sebagai berikut;

“...God made man the soul of the Universe. All the species of the Universe

are the limbs of the body of which the soul (Man) is the controller. If Man

leaves the Universe, it shall perish38

...-...The cosmos, however, discloses

the full range of the divine names only when considered as a whole, along

with perfect human beings. Without the prophets and the friends of God,

the world would be dead, like a body without a spirit, and it would

disintegrate and disappear. If Perfect Man were to leave the cosmos, the

cosmos would die...”39

(...Tuhan telah menciptakan manusia sebagai jiwa dari alam semesta.

Seluruh sepesies dari alam semesta adalah cabang-cabang tubuh dari

yang mana jiwa (Manausia) adalah pengendalinya. Apabila Manusia

meninggalkan alam semesta, ia akan musnah...-...Alam semesta,

bagaimanapun, mengungkapkan cakupan yang utuh mengenai nama-nama

ilahi hanya ketika mempertimbangkan sebagai suatu keutuhan, bersama

dengan badan manusia yang sempurna. Tanpa para nabi dan para

sahabat dari Tuhan, dunia akan mati, seperti suatu tubuh tanpa adanya

suatu ruh, dan itu akan hancur dan menghilang. Apabila Manusia

Sempurna harus meninggalkan alam semesta, alam semesta akan mati...)

Ibn „Arabī menjelaskan bahwa tujuan dari diciptakannya alam semesta

adalah manusia itu sendiri. Maksudnya di sini adalah bahwa tanpa adanya tujuan

Tuhan untuk menciptakan manusia, alam semesta tidak akan pernah ada. Dengan

demikian maksud ibn „Arabī adalah, untuk menunjukan bahwa manusia adalah

tujuan dari diciptakannya alam semesta. Dalam pandangan ibn „Arabī, manusia

36

William C. Chittick (ed.). Ibn ‘Arabī: Heir to the Prophets. h. 4 37

Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-‘Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 17 38

Husaini. The Pantheistic Monism of Ibn ‘Arabī. h. 105 39

William C. Chittick (ed.). Ibn ‘Arabī: Heir to the Prophets. h. 31-32

Page 59: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

48

adalah jiwa (soul) bagi alam semesta yang ia gambarkan sebagai manusia

sempurna (al-Insān al-Kāmil), di mana Adam menjadi perwakilan dari

kesempurnaan manusia secara keseluruhan, dan kesempurnaan tersebut adalah

berpuncak pada diri Nabi Muḥammad sebagai khalīfah Tuhan di muka bumi.40

Konsepsi manusia sempurna (al-Insān al-Kāmil) dalam pandangan ibn

„Arabī diklasifikasikan menjadi dua bagian. Di antara bagian tersebut adalah

manusia sempurna secara universal, dan selanjutnya adalah manusia sempurna

yang secara partikular atau individual. Berawal dari konsepsi mengenai manusia

sempurna secara universal, ibn „Arabī menjelaskan bahwasannya manusia

sempurna adalah manusia yang mencerminkan sifat-sifat dan asmā’ Tuhan.

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa tujuan dari diciptakannya alam

semesta adalah manusia itu sendiri. Dengan ini yang dimaksudkan adalah, bahwa

setiap yang ada dalam alam raya tidaklah dapat mencerminkan sifat dan asmā’

Tuhan secara sempurna kecuali manusia. Oleh karenanya, tujuan diciptakannya

manusia adalah sebagai pengejewantahan sifat dan asmā’ Tuhan tersebut, dan

menjadi makhluk pilihan dan khalīfah Tuhan di muka bumi.41

Sejalan dengan penunjukan manusia sebagai pengejewantahan sifat dan

asmā’ Tuhan, ibn „Arabī mendasarkan pada sebuah Hadis Imago Dei yang di

dalamnya mengatakan bahwa “sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam

menurut bentuk-Nya”. Hadis Imago Dei yang disebut juga dengan Hadis Biblikal

karena memang ada dalam Bibel ini, ditafsirkan sebagai yang menyatakan bahwa

40

William C. Chittick (ed.). Imaginal Worlds: Ibn al-‘Arabī and the Problem of

Religious Diversity. h. 34-35 41

Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-‘Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 126

Page 60: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

49

manusia diciptakan dalam bentuk Allah. Dan karenanya, manusia ditafsirkan

sebagai makhluk yang diciptakan menurut bentuk dari semua nama-Nya. Namun

Adam di sini bukanlah yang dipahami sebagai bapak dari seluruh umat manusia

dalam konteks historisnya, tetapi Adam sebagai perwakilan manusia secara

universal, atau hakikat manusia.42

Sementara penjelasan mengenai manusia sempurna secara partikular, ibn

„Arabī membuat dikotomi di dalamnya. Bagi ibn „Arabī, di dalam diri manusia

terdapat dua aspek utama; yaitu aspek internal dan eksternal. Aspek internal

adalah bagian dalam diri manusia yang berhubungan dengan Ilahiah, sementara

aspek intrnal adalah aspek dalam diri manusia yang berhubungan dengan dunia;

salah satu dari kedua aspek tersebut dapat mendominasi manusia sehingga

membentuk karakter manusia itu sendiri.43

Dalam hal ini, bagi ibn „Arabī terdapat

perbedaan antara manusia sempurna (al-Insān al-Kāmil) dari manusia binatang

(al-Insān al-Ḥayawan). Hal ini dapat dihubungkan pada sisi lain di mana ibn

„Arabī juga mengklasifikasikan pula antara “hamba Tuan” dan “hamba Nalar”.

Maksud dan tujuan dari ibn „Arabī adalah untuk menunjukkan bahwasannya tidak

semua manusia dapat menjadi manusia sempurna (al-Insān al-Kāmil), karena

manusia sempurna yang disebut oleh ibn „Arabī adalah manusia-manusia tertentu;

yaitu manusia-manusia pilihan seperti nabi dan para wali Allah.44

Sebagaimana dikotomi di atas, bahwa dalam pandangan ibn „Arabī

manusia sempurna adalah sama dengan hamba tuan, sementara manusia binatang

42

Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-‘Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 127 43

Husaini. The Pantheistic Monism of Ibn ‘Arabī. h. 105-107 44

Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-‘Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 133-136

Page 61: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

50

adalah yang disebut dengan hamba nalar. Hamba tuan adalah gambaran dari

manusia yang tersingkap dari tabir akan Tuhan melalui daya intuitifnya, yaitu

manusia yang dapat melihat Tuhan melalui tajallī-Nya, bukan melihat Tuhan

melalui rasio atau akalnya. Manusia yang seperti ini adalah manusia yang

dianggap oleh ibn „Arabī telah menteladani diri Nabi Muḥammad (al-Insān al-

Kāmil) sebagai khalīfah Allah di bumi. Sementara hamba nalar adalah manusia

yang mengetahui Tuhan melalui nalar pikiran atau akal, ia menundukan Tuhan di

bawah hukum nalar. Dengan demikian ia telah mereduksi Tuhan menjadi sesuatu

yang rasional belaka. Bagi ibn „Arabī, manusia seperti ini adalah manusia yang

tidak dapat keluar dari belenggu akal, manusia yang tunduk dan menjadi abdi

akal, bukan pada Tuhan-nya.45

Ibn „Arabī dalam mendefinisikan manusia sangatlah berbeda dari

definisi-definisi lain. Bagi ibn „Arabī yang membedakan manusia dari makhluk-

makhluk lain bukanlah karena manusia memiliki akal, tetapi yang membedakan

manusia dari makhluk lain adalah sifat Ilahi yang ada dalam diri manusia tersebut.

Dalam pandangan ibn „Arabī, kemampuan berfikir tidak hanya dimiliki oleh

makhluk manusia saja, tetapi makhluk lain seperti yang ada di alam ini juga

memiliki kemampuan tersebut. Maka dari itu, ketika melihat manusia sebagai

hewan yang berakal, adalah suatu bentuk kekeliruan.46

Karena masih terdapat

dimensi lain dalam diri manusia yang tidak kalah penting dari akal, yaitu dimensi

ruhaniah.

45

Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-‘Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 136 46

Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-‘Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 135

Page 62: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

51

D.2. Manusia Sempurna Menurut Jalāl al-Dīn Rūmī

Jalāl al-Dīn Rūmī adalah seorang sufi yang lahir di Balkh pada tanggal

30 September 1207, dan dikenal oleh para pengikutnya dengan julukan Maulānā.

Ia adalah anak dari Bahā‟uddīn Walad47

yang merupakan seorang teolog

terkemuka dengan kecenderungan mistik. Ayahnya Rūmī ini adalah seorang

keturunan dari Abu Bakar khalīfah pertama Islam sepeninggal Nabi

Muḥammad.48

Dari sini tampak terlihat bahwa Rūmī adalah seorang sufi yang

memang berasal dari keturunan yang sangat penting dan berpengaruh, khususnya

dalam Islam dan mistik Islam. Rūmī telah menghasilkan sebuah karya yang

menjadi magnum opus-nya, dan ia menamai magnum opus tersebut dengan

Mathnawi49

yang sangat terkenal di masa setelahnya khususnya di kalangan para

akademisi. Lalu, bagaimanakah konsepsi manusia sempurna menurut Jalāl al-Dīn

Rūmī?

Sejalan dengan apa yang telah disampaikan oleh ibn „Arabī, Rūmī

mengatakan bahwa manusia sempurna adalah sebagai tujuan dari diciptakannya

alam semesta. Rūmī memberikan penggambaran mengenai tujuan dari

diciptakannya manusia di dunia ini dengan analogi yang lebih muda untuk

dipahami baik oleh para awam atau para intelektual. Analogi yang digunakan

Rūmī untuk menjelaskan tujuan diciptakannya manusia ini, ia tuliskan dalam

bentuk puisi, yang oleh peneliti sertakan dalam kutipan sebagai berikut;

47

Annemarie Schimmel. Dimensi Mistik Dalam Islam. Terj. Sapardi Joko Damono, dkk.

Cet. III. (Jakarta: Pustaka Firdaus2009). h. 396 48

A. J. Arberry. Discourses of Rūmī. (Selangor: Thinker‟s Library, Malaysia. 1996). h. 1 49

Khalīfah Abdul Hakim. “Jalāl al-Dīn Rūmī” dalam M. M. Sharif. A History of Muslim

Philosophy. Vol. II. (Kempten: Allgauer Heimatverlag, Germany. 1966). h. 820

Page 63: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

52

“Externally, the branch is the origin of the fruit; intrinsically the branch

came into existence for the sake of the fruit”.50

(Dari luar, cabang adalah asal dari buah; tetapi dari dalam cabang

muncul dalam penampakan demi alasan dari buah.)

Dalam puisi tersebut, sebagaimana penjelasan Mulyadhi Kartanegara

yang mengatakan bahwa kondisi manusia diperumpamakan oleh Rūmī dengan

buah. Walaupun buah itu tumbuh setelah dahan dan ranting pohon yang ada di

selah-selah dedaunan, tetapi pohon itu tumbuh untuk menghasilkan buah tersebut.

Mulyadhi melanjutkan, kalau bukan untuk mengharap buah, betapa petani

menanam sebuah pohon? Sesungguhnya seorang petani menanam pohon adalah

untuk mengharapkan buah dari pohon tersebut. Karena tanpa adanya buah yang

dihasilkan dari pohon tersebut, maka itu adalah pohon yang sia-sia. Hal ini dapat

dihubungkan pada ilmu, di mana pohon itu adalah ilmu tersebut yang tidak

memiliki manfaat sama sekali dalam bentuk pengamalan.51

Dalam hal ini, Rūmī menggambarkan Adam sebagai prototipe atau

perwakilan dari seluruh manusia sempurna, Adam diciptakan sesuai dengan

bayangan-Nya, Adam adalah makhluk pilihan sebagai khalīfah Tuhan dengan

berpengetahuan. Melalui karunia pengetahuan tersebut, seluruh nama-nama telah

diajarkan padanya. Adam adalah makhluk paling sempurna dari pada makhluk-

makhluk lainnya, dan makhluk-makhluk lain seperti iblis, malaikat, dan yang

lainnya diperintahkan untuk bersujud padanya. Manusia diberikan kebebasan

untuk memilih antara menikmati atau menderita dalam kepatuhan atau bahkan

50

Seyyed Hossein Nasr. “The Nature of Man” dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. h. 65 51

Mulyadhi Kartanegara. Menyelami Lubuk Tasawuf. h. 72

Page 64: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

53

menentang terhadap ketentuan Tuhan. Manusia diberikan kepercayaan, di mana

langit dan bumi enggan untuk mengembannya; kepercayaan yang penuh dengan

penafsiran, kepercayaan yang dianggap sebagai tanggung jawab untuk bebas

berkehendak atau berkuasa secara individu. Akan tetapi, dalam pandangan sufi ini

manusia sering kali rindu akan rumahnya, rindu pada asal-musal mereka, yaitu

rindu pada Sang Pencipta.52

“We were in heaven, we were the companions of angles---

When will we return there again?”53

(Kita dahulu ada di sorga, kita adalah teman-teman dari para malaikat---

Kapankah kita akan kembali ke sana lagi?

Bahkan situasi ini digambarkan sebagaimana seruling yang telah

dipotong dari rumpunnya; manusia adalah seruling tersebut, ia rindu akan

rumpunannya, ia ingin kembali kerumahnya untuk menceritakan tentang rahasia

Ilahi dan kebahagiaan abadi pada setiap telinga yang mau mendengarnya.54

Selain

itu, penggambaran mengenai situasi ini telah terjewantahkan pula dalam

penjelasan Rumi mengenai evolusi manusia; evolusi yang meningkat, evolusi

berpuncak pada kesempurnaan diri, yaitu Penyatuan diri dengan Sang Pencipta.

Sebelum Darwin keluar dengan teori evolusinya mengenai manusia,55

pada waktu

yang lebih awal, Rūmī telah menggambarkan mengenai evolusi manusia dari

mulai manusia pada tingkat mineral menuju tingkatan manusia sempurna, yaitu

penyatuan diri dalam Kesatuan dengan Tuhan-nya. Dalam hal ini Rūmī

52

Annemarie Schimmel. Mystical Dimensions of Islam. (Bandung: Mizan with

permission from the University of North Carolina Press. 1975). h. 188-189 53

Annemarie Schimmel. Mystical Dimensions of Islam. h. 189 54

Annemarie Schimmel. Dimensi Mistik Dalam Islam. h. 403 55

George Ritzer & Douglas J. Goodman (ed.). Teori Sosiologi Modern. Terj.

Alimandan. Cet. IV. (Jakarta: Kencana. 2004). h. 49-50

Page 65: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

54

menggambarkan posisi manusia di mana manusia dalam pandangan Rūmī

memiliki posisi yang sangat istimewa. Penggambaran ini berhubungan dengan

asal-muasal manusia itu sendiri, tentang dari mana asal manusia, dan kemana

manusia itu akan kembali. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut;

“Aku mati sebagai mineral dan menjadi tanaman,

Aku mati sebagai tanaman dan muncul sebagai hewan,

Aku mati sebagai hewan dan aku adalah Manusia.

Mengapa aku harus takut? Kapan pula aku berkurang karena mati?

Namun sekali lagi aku akan mati sebagai Manusia, untuk membumbung,

Dengan restu dari para malaikat; namun bahkan dari kemalaikatan

Aku akan lewat terus; semua kecuali Tuhan akan binasa.

Bila aku telah mengorbankan jiwa-malaikatku,

Aku akan menjelma sesuatu yang tidak terpikirkan.

O biarkanlah aku tak-berada! Karena Tak-Berada

Memaklumkan dalam nada-nada “Kepadanya kami akan kembali!”56

Evolusi manusia dari tingkatan paling renda menuju pada tingkatan yang

lebih tinggi dalam diri manusia tergambar sangat jelas dalam syair puisi di atas.

Penggambaran Rūmī menunjukan bahwasannya manusia bergerak menuju pada

tingkatan yang lebih sempurna dalam hidupnya. Pergerakan yang mengarah pada

sesuatu yang tidak terfikirkan, sesuatu yang “Tak-Berada”, pergerakan pada suatu

tempat bagi manusia yang memaklumkan nada-nada “kepada-Nya kami akan

kembali”.

56

Annemarie Schimmel. Dimensi Mistik Dalam Islam. Terj. h. 408-409

Page 66: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

55

BAB IV

MANUSIA SEMPURNA MENURUT SEYYED HOSSEIN NASR

A. Konsep Dasar Manusia Sempurna

Sebelum membahas lebih mendalam mengenai permasalahan kali ini,

peneliti ingin menyampaikan terlebih dahulu istilah kata yang sering digunakan

Seyyed Hossein Nasr dalam menjelaskan konsep manusia sempurna. Dalam hal

ini, Nasr sering kali menggunakan kata Universal Man, Perfect Man, dan al-Insān

al-Kāmil.1 Ketiga istilah kata tersebut adalah istilah kata yang sering digunakan

Nasr dalam menjelaskan konsep manusia sempurna.2

Dalam pandangan Nasr manusia sempurna adalah manusia yang dapat

mencerminkan sifat-sifat dan asmā‟ Tuhan serta seluruh alam semesta dalam

bentuknya yang lebih kecil (mikrokosmos). Menurut Nasr ini adalah gambaran

manusia yang dapat mengemban amanah Tuhan sebagai wakil-Nya (khalīfah) di

muka bumi, dan menjadi jembatan penghubung antara Langit dan bumi.

Gambaran inilah yang disebut dengan manusia sempurna (al-Insān al-Kāmil).

Gagasan tersebut adalah pandangan sufistik yang bersumber pada tasawuf falsafi.

Gagasan ini mencontohkan diri Nabi Muḥammad adalah sebagai puncak dari

evolusi manusia sempurna (Universal Man).3 Hal ini dapat ditemukan dalam

kutipan sebagai berikut;

“The Islamic conseption of man is summarized in the doctrine of al-Insān

al-Kāmil, the universal or perfect man, a doctrine whose essence and full

manifestation is to be found in the Prophet of Islam and whose doctrinal

1Seyyed Hossein Nasr. “The Nature of Man”. dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. h. 65 2Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 166

3Seyyed Hossein Nasr. “The Nature of Man”. dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. h. 65

Page 67: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

56

exposition and formulation was left to later sages and saints such as ibn

„Arabī and Jalāl al-Dīn Rūmī”.4

(Konsepsi Islam mengenai manusia terangkum dalam doktrin al-Insān al-

Kāmil, manusia unifersal atau manusia sempurna, suatu doktrin yang

secara esensial dan perwujudan penuhnya dapat ditemukan dalam diri

Nabi Islam dan yang penjelasan dan perumusan doktrinalnya

“diungkapkan secara kemudian” oleh para bijak dan para wali seperti Ibn

al-„Arabī dan Jalāl al-Dīn Rūmī.)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa gagasan sufistik sangat kuat

pengaruhnya pada pemikiran Nasr, terutama dari ibn „Arabī dan Jalāl al-Dīn

Rūmī. Pada mulanya, gagasan Nasr mengenai manusia yang merujuk pada ibn

„Arabī adalah mengenai sifat dasar manusia yang dibagi menjadi beberapa

kategori; pertama, manusia yang bersifat hewani; yakni manusia yang masih

mencerminkan sifat-sifat hewani dalam dirinya. Sifat hewani ini adalah sifat-sifat

manusia yang cenderung mengarahkan pada hasrat-hasrat dan nafsu duniawi,

yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan seperti makan, harta,

kekuasaan, dan keturunan.5 Tentu sifat ini memang sifat alami manusia karena ia

memang memiliki tubuh jasmani, namun, apabila sifat ini mendominasi diri

manusia, ia akan menjadi lebih buruk dari binatang. Akibatnya, manusia tersebut

akan kehilangan dimensi spiritualnya, dan ia akan menjadi hamba nalar yang

cenderung menggunakan akalnya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan

duniawiahnya. Jenis manusia yang seperti ini adalah manusia yang dikritik dan

disebut oleh Nasr sebagai lawan dari manusia sempurna.

Berbeda dari manusia yang bersifat hewani, sebagaimana telah

disampaikan oleh ibn „Arabī, sifat kedua yang dimiliki oleh manusia tidaklah

4Seyyed Hossein Nasr. “The Nature of Man”. dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. h. 65 5Husaini. The Pantheistic Monism of Ibn „Arabī. h. 105-106

Page 68: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

57

terlalu mementingkan urusan duniawi, ini adalah sifat Ilahiah dalam diri manusia.

Manusia memiliki akal dan hati nurani yang membedakannya dari hewan dan

makhluk lainnya di dunia, melalui sifat inilah ia bisa lebih mulia derajatnya dari

malaikat. Karenanya, ia akan menjadi hamba Tuhan; yaitu manusia yang

mengemban amanah Tuhan (khalīfah) di muka bumi, manusia yang terbuka dari

hijab penutup tajallī Tuhan pada setiap manifestasi-Nya. Manusia yang seperti ini

bukanlah disebut dengan hamba nalar; yaitu manusia yang tidak dapat keluar dari

belenggu dan menjadi budak akal, yang mereduksi Tuhan di bawah hukum nalar,

melainkan manusia yang tunduk dan patuh pada Tuhannya. Manusia-manusia

yang seperti ini adalah manusia pilihan, seperti para nabi dan wali Allah sebagai

manusia sempurna. Di dalam diri manusia yang seperti inilah benih al-Insān al-

Kāmil terkandung.6

Gambaran manusia seperti di atas adalah jenis manusia yang

mencerminkan sifat-sifat dan asmā‟ Tuhan dalam dirinya. Ini akan terjadi apabila

sifat ruhaniah manusia dikembangkan dan menjadi dominan, bahkan

mengalahkan sifat-sifat duniawi dalam diri manusia. Ketika sifat ruhaniah dalam

diri manusia menjadi dominan, selain mencerminkan sifat-sifat dan asmā‟ Tuhan

dalam dirinya, dengan sendirinya ia akan menjadi pengemban amanah Tuhan

sebagai wakil-Nya (khalīfah) di muka bumi. Hal ini dapat dilihat melalui

fungsinya sebagai manusia sempurna. Sebagaimana telah dikatakan oleh Nasr

dalam salah satu penelitian bahwa manusia sempurna (al-Insān al-Kāmil) adalah

memiliki tiga fungsi dasar; pertama adalah realitas manusia sebagai bagian dari

6Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-„Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 133, 136

Page 69: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

58

alam semesta, kedua adalah sebagai medium atau perantara bagi pesan-pesan

Ilahi, dan yang ketiga adalah sebagai perwujudan sempurna bagi kehidupan

spiritual.7 Ketika manusia dalam peranannya telah memenuhi kesemua itu, maka

ia disebut sebagai manusia sempurna (al-Insān al-Kāmil). Adapun ketiga fungsi

dasar tersebut akan semakin terlihat pada poin-poin yang akan diuraikan

selanjutnya sebagai penyempurna pada teori dasar mengenai manusia sempurna.

A.1. Manusia Sempurna Sebagai Bagian dari Alam Semesta

Gagasan mengenai manusia sempurna sebagai bagian dari alam semesta

ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Jalāl al-Dīn Rūmī sebagaimana Nasr

mencatat dalam salah satu karyanya yang berjudul “The Essential Seyyed Hossein

Nasr”. Bahwa manusia merupakan mikrokosmos, dan ia adalah puncak dari

evolusi, puncak akhir dari penciptaan Tuhan. Ini dapat dikaitkan dengan doktrin

nur-Muḥammad;8 yaitu suatu ide tentang Muḥammad adalah gagasan Tuhan

untuk yang pertama kali dalam kesendirian-Nya sebelum adanya penciptaan lain,

dengan diwujudkannya sebagai penciptaan alam semesta dengan manusia sebagai

tujuan akhirnya. Lalu kemudian Rūmī mengatakan ulang bahwa justru manusia

adalah makrokosmos, setelah tahu bahwa manusia adalah tujuan akhir dari

penciptaan yang sempurna, dari kesempurnaan itulah manusia menjadi

makrokosmos karena gagasan mengenai alam semesta juga terkandung dalam diri

manusia itu sendiri.9

7Anis Lutfi Masykur. ”Manusia Menurut Seyyed Hossein Nasr”. h. 60-61

8Annemarie Schimmel. Mystical Dimensions of Islam. h. 224

9Mulyadhi Kartanegara. Menyelami Lubuk Tasawuf. h. 72-72

Page 70: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

59

“Outwardly we are ruled by these stars, but our inward nature has

become the ruler of the skies.

Therefore, while in form thou art microcosm, in reality thou art the

macrocosm.

Externally, the branch is the origin of the fruit; intrinsically the

branch came into existence for the sake of the fruit, (Rūmī)”10

(Secara luar (fisik) kita dikuasai oleh bintang-bintang ini, tetapi batin

kita menjadi penguasa dari langit.

Karenanya, sementara dalam bentuk engkau adalah mikrokosmos,

dalam kenyataan engkau adalah makrokosmos.

Dari luar, cabang adalah asal dari buah, tetapi dari dalam cabang

muncul dalam penampakan demi alasan dari buah.)

Doktrin al-Insān al-Kāmil seraya menjadi ilham dalam pemikiran Nasr

untuk menunjukan posisi manusia yang sebenarnya di muka bumi ini. Pada

dasarnya manusia adalah jembatan antara langit dan bumi. Selain itu manusia

adalah ruh dari alam semesta, karena ia menjadi tujuan akhir dari kesempurnaan

penciptaan. Secara keseluruhan dalam diri manusia terkandung unsur-unsur

kosmik;11

yang mana ketika ia berjalan di bumi ia adalah makhluk bumi, dan

secara batiniah ia adalah makhluk surgawi, penguasa dari langit, yang sedang

diturunkan ke bumi sebagaimana konsepsi mengenai Adam sebagai manusia

pertama dalam ajaran agama Islam.

Apabila hal ini telah tercapai, maka unsur-unsur jasmani dalam diri

manusia menjadi mulia. Karena manusia pada tingkatan ini, selain mencapai

tingkat kemuliaan sebagai pengemban amanah Tuhan di muka bumi, juga

terpancar sifat-sifat dan asmā‟ Tuhan. Oleh karena itu pula, secara alami di dalam

10

Seyyed Hossein Nasr. “The Nature of Man”. dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. h. 65 11

Pierre Lory: “Know the World to Know Yourself”. dan Seyyed Hossein Nasr: “Reply

to Pierre Lory”. dalam Lewis Edwin Hahn, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. h.

721, 732

Page 71: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

60

tubuhnya juga terkandung segala sesuatu mengenai alam semesta.12

Hal ini bisa

diartikan sebagaimana pengertian evolutif mengenai manusia: yakni manusia

adalah makhluk yang memiliki kemampuan-kemampuan dari makhluk yang

secara hirarki ada di bawahnya, yaitu seperti tumbuhan dan binatang;13

ini juga

bisa diartikan bahwa dalam diri manusia terkandung unsur-unsur kosmik; seperti

api, air, udara, dan tanah. Dengan begitu, manusia akan menganggap bahwa alam

adalah bagian dari dirinya, begitu pula sebaliknya bahwa ia adalah bagian dari

alam, dan dengan ini pula ia akan merawat dan menjaga kelestarian alam.

A.2. Manusia Sempurna Sebagai Perantara Pesan-pesan Ilahi

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa manusia sempurna adalah

manusia yang mampu menjadi pengemban amanah Tuhan (khalīfah) di muka

bumi. Dengan ini, selain manusia sebagai bagian dari alam semesta, ia juga

merupakan perantara bagi ajaran-ajaran Tuhan dengan menjadikan pesan-pesan

Tuhan sebagai sumber dari pengetahuan dan tindakan. Karenanya, manusia

disebut sebagai wakil (khalīfah) Tuhan di muka bumi. Tujuan dari manusia

sebagai perantara dari ajaran-ajaran Tuhan adalah demi tersampainya rahmat

Tuhan bagi seluruh alam.

Ketika manusia menyampaikan ajaran Tuhan di muka bumi, hal ini tidak

akan lepas dari ilmu pengetahuan dan tindakan manusia. Karena pengajaran

Tuhan terhadap manusia merupakan bentuk ilmu pengetahuan dan tindakan yang

dimiliki oleh manusia itu sendiri. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan yang dimiliki

12

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 166-167 13

Mulyadhi Kartanegara. Menyelami Lubuk Tasawuf. h. 73

Page 72: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

61

oleh manusia tidak lain adalah bentuk pengajaran dari Tuhan. Sementara tindakan

yang ia lakukan adalah berlandaskan ilmu pengetahuan yang ia miliki.14

Dengan

ilmu pengetahuan yang demikian, penampakan alam semesta akan dipandang

sebagai bagian dari bentuk pengajaran Tuhan terhadap dirinya. Pandangan ini

menghubungkan pada suatu gagasan bahwa alam semesta adalah wujud dari

penampakan Tuhan melalui pancaran-Nya, dan manusia sendiri adalah bagian dari

alam semesta. Hal ini dapat dilihat sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa

manusia adalah bagian dari alam semesta dan juga sebaliknya, bahkan manusia

dipandang memiliki posisi yang istimewa, yaitu sebagai ruh dari alam semesta

karena manusia menjadi tujuan akhir dari kesempurnaan penciptaan. Ungkapan

tersebut menandakan bahwa seluruh isi alam semesta termasuk manusia, adalah

bersumber dari Yang Satu.15

Melalui ilmu pengetahuan dan tindakan manusia, pengajaran Tuhan akan

tersampaikan. Manusia melalui ilmu pengetahuan dan tindakannya

menyampaikan ajaran dengan menyatukan kembali seluruh isi alam semesta pada

Kesatuan (tawḥīd) di mana itu adalah Sumber dari segala yang ada (Source of the

cosmos).16

Inilah tujuan dan pesan dari ajaran tersebut; bahwa karena memang

segala sesuatu mengenai jagad raya termasuk ilmu pengetahuan dan manusia

adalah bersumber dari Yang Satu, maka harus dikembalikan pada keselarasan dan

keharmonisan dalam Kesatuan (tawḥīd) tersebut. Dengan tercapainya penyatuan

tersebut, maka tersemailah rahmat Tuhan bagi seluruh alam.

14

Seyyed Hossein Nasr. Ideal and Realities of Islam. (London: George Allen & Unwin

LTD. 1975). h. 41 15

Seyyed Hossein Nasr. “The Nature of Man”. dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. h. 65 16

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 183

Page 73: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

62

A.3. Manusia Sempurna Sebagai Perwujudan Kehidupan Spiritual

Manusia sempurna selain dilihat sebagai bagian dari alam semesta dan

wakil Tuhan di muka bumi, ia juga sebagai perwujudan dari kehidupan spiritual

dengan menjadi jembatan yang menghubungkan antara Langit dan bumi. Manusia

pada posisi ini adalah manusia yang menganggap bahwa segala sesuatu yang ada

di alam semesta, termasuk ilmu pengetahuan dan manusia sendiri adalah

bersumber dari Yang Satu. Ini adalah gagasan sufistik mengenai konsep tawḥīd,

bahwa segala yang ada di alam semesta ini adalah bentuk penampakan Tuhan

(sees God everywhere).17

Ketika segala sesuatunya adalah bersumber dari Yang

Satu, dan merupakan penampakan dari pada-Nya, maka segala sesuatu yang ada

di jagad raya ini adalah bentuk Kesatuan. Manusia pada posisi ini, terhadap Langit

dan bumi, keduanya dipersatukan dalam Kesatuan (tawḥīd) sehingga alam

semesta dengan segala keselarasan dan keharmonisannya terbentuk kembali.

Kehidupan spiritual akan tercapai apabila segala sesuatu dari alam

semesta dapat dipersatukan kembali dalam keselarasan dan keharmonisan.

Penyatuan ini tidak mengambil bentuk secara fisik, tetapi secara metafisik dalam

diri manusia. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, dalam diri manusia

terkandung unsur kosmik, selain itu manusia juga memiliki ilmu pengetahuan

sebagai bentuk pengajaran dari Tuhan. Segala yang terkandung dalam diri

manusia tersebut akan menjadi mulia apabila kandungan tersebut bersatu dengan

keselarasan dam keharmonisan pada Kesatuan. Dengan kata lain, maksud dari

kandungan dalam diri manusia yang mulia karena telah bersatu pada Kesatuan

17

Seyyed Hossein Nasr. Sufi Essays. h. 43

Page 74: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

63

adalah; pertama, kandungan kosmik dalam dirinya merupakan pancaran dari

Tuhan, dan ilmu pengetahuan yang ia miliki adalah bentuk pengajaran Tuhan

untuk memahami bahwa segala sesuatu yang ada pada alam semesta ini adalah

bentuk dari penampakan Tuhan melalui pancaran-Nya.18

Ketika manusia telah mencapai pada taraf ini, ia akan disebut sebagai

manusia yang mampu menjadi perwujudan dari kehidupan spiritual. Manusia pada

taraf ini telah mencapai tingkatan bahwa mengenai segala sesuatu yang ada di

alam semesta ini merupakan suatu bentuk Kesatuan (tawḥīd). Antara Langit dan

bumi dipersatukan kembali, sehingga terbentuklah Kesatuan yang selaras dan

harmonis. Oleh karena itu, manusia pada tingkatan ini disebut sebagai manusia

sempurna, karena selain terpancar sifat-sifat dan asmā‟ Tuhan, juga terpancar

esensi dari alam semesta secara keseluruhan dalam bentuk kemanusiaannya yang

lebih kecil.19

B. Upaya Mencapai Tingkatan Manusia Sempurna

Dalam hal ini Nasr menjelaskan mengenai bagaimana semestinya

menjadi manusia. Manusia yang dapat mengemban amanah dan menjadi wakil

Tuhan di muka bumi (khalīfah), sehingga segala sifat dan asmā‟ Tuhan dapat

terpancar dalam dirinya, karena manusia diciptakan “dalam bentuk Tuhan” dan

menjadi instrumen dari “penampakan-Nya”.20

Dalam pandangan Nasr manusia

memiliki dua dimensi dalam dirinya; dimensi horisontal dan dimensi vertikal,

18

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 166, 168-169, 183 19

Seyyed Hossein Nasr. Sufi Essays. h. 43 20

Seyyed Hossein Nasr. Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man. h. 96

Page 75: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

64

yang menjadi sifat dasar primordialnya. Hal ini sejalan dengan apa yang telah

disampaikan oleh ibn „Arabī bahwa manusia memiliki dua aspek secara

fundamental di dalam dirinya; aspek duniawiah dan ruhaniah. Dimensi horisontal

adalah yang menghubungkan manusia dengan makhluk lain dan cenderung

mengarahkan pada aspek keduniawiaan, sementara dimensi vertikal adalah sifat

ruhaniah manusia yang cenderung mengarahkan pada aspek ke-Ilahiaan.21

Bagi Nasr, manusia mestinya menyadari akan sifat dasar primordialnya

tersebut, dengan tujuan untuk lebih mengedepankan dimensi ruhaniah di dalam

dirinya. Melalui kesadaran inilah manusia mestinya dapat melakukan evolusi atau

perubahan dalam diri sendiri menjadi yang lebih baik; yaitu melakukan perubahan

dari sifat hewani dan keluar dari padanya menjadi manusia yang lebih

mengutamakan sifat ke-Ilahiaan. Karena dengan melakukan perubahan demikian,

yang lebih mengutamakan sifat ke-Ilahiaan dari pada sifat keduniawiaan, akan

membawa manusia pada puncak kesempurnaannya.

“To know himself, man must come to know tha face of God, the reality that

determines him from on high....... Man can know himself only by realizing

his theomorphic nature”.22

(Untuk mengetahui dirinya sendiri, manusia harus hadir untuk memahami

penampakan dari Tuhan, realitas yang menentukan dirinya dari yang

tinggi...... Manusia dapat memahami dirinya sendiri hanya dengan

menyadari sifat dasar theomorfisnya.)

Kesadaran akan diri sendiri yang memiliki dimensi ruhaniah ini,

membawa manusia pada kesadaran mengenai Sang Pencipta. Nasr menerangkan

bahwasannya manusia dalam mencapai puncak kesempurnaannya haruslah

21

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 175-176 22

Seyyed Hossein Nasr. “The Nature of Man”. dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. h. 71

Page 76: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

65

diawali dengan menyadari diri sendiri akan sifat primordialnya sebagai manusia

yang memiliki dimensi spiritual dalam dirinya (ruh). Gagasan ini ia hubungkan

dengan apa yang telah disampaikan dalam al-Quran yang mengatakan; “I

breathed into him from My Spirit”23

dan hadis Nabi, “He who knows himself

knoweth his Lord”,24

adalah sebagai landasan atau langkah awal manusia dalam

mencapai puncak evolusi kesempurnaannya. Dengan demikian, setelah

tercapainya hal tersebut manusia tidak akan menjadi manusia yang cederung

mengedepankan kebutuhan-kebutuhan duniawi.

Hal ini dapat dikaitkan dengan penjelasan Nasr mengenai proses

penciptaan manusia itu sendiri. Pada awalnya, manusia adalah berasal dari ruh

Ilahi, dan itu adalah jalan manusia mengalami penyatuan dengan Tuhan atau

penghidupan dalam Tuhan yang dalam istilah kesufian disebut dengan al-fana‟

dan al-baqa‟ (pencapaian kesatuan tertinggi). Kemudian manusia dilahirkan

dalam bentuk Logos, ia adalah prototipe dari manusia secara keseluruhan, yang

mana Islam telah menyebutkannya sebagai Universal Man. Lalu, manusia

diciptakan dalam level kosmik, ini adalah konsepsi mengenai Adam sebagai

makhluk mikrokosmos yang memiliki tubuh bercahaya sebagai penghuni surga

sebelum kejatuhannya ke bumi. Sementara yang terakhir adalah manusia yang

sudah tidak pada level kosmik lagi, melainkan manusia yang sudah bersifat

teresterial, yaitu makhluk bumi, yang memiliki jasad dan fisik sebagaimana

manusia yang ada di bumi ini.25

Melalui fase-fase tersebut manusia dapat melihat

23

Seyyed Hossein Nasr. A Young Muslim‟s Guide to the Modern World. h. 30 24

Seyyed Hossein Nasr. Traditional Islam in the Modern World. h. 103 25

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 170

Page 77: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

66

dari mana asal-muasalnya, dan dengannya ia dapat menyadari siapa dirinya, dan

kemana semestinya ia harus pergi.

Setelah tahu bahwa proses terjadinya manusia adalah seperti yang di atas,

maka dalam proses pencapaian kesempurnaan diri akan semakin terlihat pada

kaitannya dengan apa yang telah disampaikan oleh Rūmī pada pembahasan

sebelumnya. Rūmī menggambarkan bahwasannya manusia adalah sebagaimana

seruling yang dahulunya adalah bambu yang telah dipotong dari rumpunannya

(Nyanyian Rumpun Bambu).26

Manusia ini adalah seruling tersebut, dan manusia

di sini adalah setelah kejatuhannya dari surga dan menjadi makhluk bumi. Setelah

manusia menjadi makhluk bumi dan mengenal semua yang ada di bumi, yaitu

yang ia lalui selama perjalanan dan petualangan hidupnya di bumi, ia akan

merasakan ketidakpuasan pada apa yang ia temukan selama perjalan dan

petualangannya tersebut, ia merasa ada yang kurang dalam dirinya, merasa ada

sesuatu yang telah hilang dari dirinya, yaitu kerinduan akan rumah dari asal-

muasalnya, layaknya bambu yang merindukan rumah yaitu rumpunannya. Dari

sini ia akan berusaha untuk kembali menemukan apa yang dirasanya telah hilang

tersebut, dan ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan jalan agar

ia dapat kembali ke rumah di mana itu adalah tempat asal-muasalnya. Hal ini

semakin jelas dengan perkatan Rūmī sebagai berikut;

“We were in heaven, we were the companions of angles---

When will we return there again?”27

(Kita dahulu ada di sorga, kita adalah teman-teman dari para malaikat---

Kapankah kita akan kembali ke sana lagi?)

26

Annemarie Schimmel. Dimensi Mistik Dalam Islam. h. 403 27

Annemarie Schimmel. Mystical Dimensions of Islam. h. 189

Page 78: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

67

“Aku mati sebagai mineral dan menjadi tanaman,

Aku mati sebagai tanaman dan muncul sebagai hewan,

Aku mati sebagai hewan dan aku adalah Manusia.

Mengapa aku harus takut? Kapan pula aku berkurang karena mati?

Namun sekali lagi aku akan mati sebagai Manusia, untuk membumbung,

Dengan restu dari para malaikat; namun bahkan dari kemalaikatan

Aku akan lewat terus; semua kecuali Tuhan akan binasa.

Bila aku telah mengorbankan jiwa-malaikatku,

Aku akan menjelma sesuatu yang tidak terpikirkan.

O biarkanlah aku tak-berada! Karena Tak-Berada

Memaklumkan dalam nada-nada “Kepadanya kami akan kembali!”28

Evolusi manusia dari tingkatan yang paling renda menuju pada tingkatan

yang lebih tinggi sebagaimana dalam puisi di atas, memberikan penggambaran

bahwasannya manusia berproses untuk mencapai kesempurnaan dalam dirinya.

Manusia bergerak menuju pada tingkatan yang lebih sempurna dalam hidupnya.

Yaitu pergerakan yang mengarah pada sesuatu yang tidak terfikirkan, sesuatu

yang “Tak-Berada,” yaitu pergerakan menuju suatu tempat bagi manusia yang

memaklumkan nada-nada “kepada-Nya kami akan kembali”. Kemudian Nasr

melanjutkan dengan;

“Man is fully man only when he realizes who he is and in doing so fulfills

not only his own destiny and reaches his entelechy but also illuminates the

world about him. Journeying from the earth to his celestial abode, which

he has left inwardly, man becomes the channel of grace for the earth, and

the bridge which joins to Heaven. Realization of the truth by pontifical

man is not only the goal and end of the human state but also the means

whereby Heaven and earth are reunited in marriage, and the Unity, which

is the Source of the cosmos and the harmony which pervades it, is

reestablished. To be fully man is to rediscover that primordial Unity from

which all the heavens and earths originate and yet from which nothing

ever „really‟ departs”.29

(Yang seutuhnya manusia hanyalah ketika ia merealisasikan siapa dirinya

dan dalam perbuatannya juga memenuhi tidak hanya nasib dan mencapai

28

Annemarie Schimmel. Dimensi Mistik Dalam Islam. h. 408-409 29

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 183

Page 79: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

68

daya hidupnya (entelechy) saja tetapi juga menyinari dunianya tentang

dia. Perjalanan dari bumi menuju tempat tinggal sorga (langitnya), yang

ia meninggalkannya dalam batin, manusia menjadi penyalur dari

keanggunan untuk bumi, dan ia menjadi jembatan yang menghubungkan

pada Langit. Realisasi dari kebenaran melalui manusia pontifikal

bukanlah hanya sebagai akhir dan tujuan dari keadaan manusia tetapi

juga bermaksud yang dengan cara Langit dan bumi disatukan kembali

dalam perkawinan, dan Kesatuan, yang mana adalah Sumber dari alam

semesta dengan keharmonisan yang meliputinya, terbentuk kembali. Untuk

menjadi manusia yang seutuhnya adalah menemukan kembali bahwa

Kesatuan primordial yang darinya segala tentang langit dan bumi berasal

dan namun tidak ada yang benar-benar berangkat.)

Bagi Nasr manusia dalam upaya mencapai kesempurnaannya haruslah

bersih dari segala sesuatu yang dapat menjadi belenggu bagi dirinya. Belenggu ini

mengambil bentuk seperti sifat duniawiah yang cenderung dominan pada urusan

dunia.30

Semakin dominan sifat duniawiah dalam diri manusia, membuatnya

semakin susah terpancari sifat-sifat dan asmā‟ Tuhan dalam dirinya karena

semakin sempitnya ruang yang ada dalam diri manusia tersebut. Hal ini sesuai

dengan apa yang dikatakan oleh ibn „Arabī; “semakin bening dan bersih suatu

cermin, semakin jelas dan sempurna gambar yang dipantulkannya”.31

Adapun jalan yang ditawarkan oleh Nasr sebagai alternatif untuk

mencapai tingkat kesempurnaan diri adalah Ṭarīqah. Baginya, Ṭarīqah adalah

jalan yang ditempuh oleh para sufi, yang dapat membebaskan dan mengobati

manusia dari penjara kemunafikan, serta membawanya pada kesatuan yang suci.

Dengan kata lain, tujuan dari sufisme ini adalah untuk mengintegrasikan manusia

pada keluasan dan kedalaman eksistensinya secara keseluruhan, yang menjadi

penggambaran dari Manusia Universal (al-Insān al-Kāmil).32

Jalan inilah yang

30

Seyyed Hossein Nasr. Sufi Essays. h. 43 31

Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-„Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 126 32

Seyyed Hossein Nasr. Sufi Essays. h. 43

Page 80: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

69

menjadi penekanan Nasr agar manusia dapat mencapai kesempurnaannya secara

utuh, dan karenanya manusia mampu menjadi perwujudan dari kehidupan

spiritual dengan mengembalikan segala sesuatu yang ada di alam semesta pada

Kesatuan yang selaras dan harmonis.

“In fact the whole programme of Sufism, of spiritual way or Ṭarīqah, is to

free man from the prison of multiplicity, to cure him from hypocrisy and to

make him whole, for it is only in being whole that man can become holy”.33

(Dalam fakta bahwa secara keseluruhan program Sufisme, mengenai jalan

spiritual atau Ṭarīqah, adalah untuk membebaskan manusia dari penjara

keserbaragaman, untuk menyembuhkannya dari kemunafikan dan

membuatnya utuh, untuknya hanya dalam kesatuan tubuh bahwa manusia

dapat menjadi suci.)

Pada saat pembebasannya dari luka kemunafikan tersebut, manusia harus

melewati beberapa tahapan yang sudah menjadi ketentuan dalam perjalanannya

untuk mencapai kesempurnaan. Tentunya perjalanan ini tidak mudah, manusia

harus melalui beberapa tahapan dan ketentuan, dan melalui semua itulah ia

berproses menuju pada yang utama. Dengannya, manusia dapat keluar dari

dominasi sifat keduniawiaan dan berubah menjadi manusia yang secara tingkat

kederajatnnya menjadi lebih baik. Sebagaimana kutipan berikut;

“...Bahkan sayuran buncis menjadi lambang situasi manusia: (M 3: 4158)

ditaruh di dalam air mendidih, sayuran itu akan mengeluh dan mencoba

meloncat dari dalam panci. Tetapi penyair memberitahu kepadanya bahwa

karena ia tumbuh oleh hujan dan sinar matahari karunia Ilahi, sekarang ia

harus belajar menderita dalam api kemurkaan Ilahi agar supaya menjadi

dewasa...”34

Nasr menjelaskan bahwasannya Ṭarīqah adalah jalan spiritual dengan

kandungan dimensi esoterik yang halus dan sulit dalam menempuhnya, serta di

33

Seyyed Hossein Nasr. Sufi Essays. h. 43 34

Annemarie Schimmel. Dimensi Mistik Dalam Islam. h. 407-408

Page 81: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

70

dalamnya mengandung prinsip-prinsip esensial dari Islam. Dengan kata lain,

kandungan prinsip-prinsip esensial Islam dalam Ṭarīqah yang dimaksudkan ialah

sesuai dengan ketentuan Syarī‟ah yang menjadi dasar hukum-hukum Islam. Tanpa

adanya partisipasi dari Syarī‟ah, kehidupan dari Ṭarīqah tidak akan

dimungkinkan. Karena Ṭarīqah adalah jalan yang harus ditempuh, sementara

Syarī‟ah adalah hukum dan aturan-aturan Ilahi yang harus ditaati dalam

menempuh perjalanan tersebut. Jadi, dalam hal ini keduanya adalah satu-kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka mencapai puncak kesempurnaan

manusia.35

Bagi Nasr manusia mestinya dapat melihat kembali pada sifat dasar

primordialnya, yang mana sifat dasar tersebut dapat mengarahkan manusia pada

kesadaran dimensi spiritual yang ada dalam dirinya. Dari sini manusia akan

mampu melihat dari mana asal-muasalnya, melalui fase penciptaan dirinya di

mana ia pada mulanya adalah berawal dari ruh Ilahi, dan karenanya ia mampu

mengalami penyatuan dengan Tuhan. Dengan demikian, manusia harus

melakukan evolusi dari tingkatan yang rendah menuju pada tingkatan yang lebih

tinggi sehingga terintegrasi secara keseluruhan pada keluasan dan kedalaman

eksistensinya sebagai manusia sempurna, sebagaimana itu adalah program

sufisme yang menempuh perjalanan kehidupan spiritual.36

Keluasan dan kedalaman eksistensinya ini mengambil bentuk bahwa ia

mampu menjadi manusia sempurna sebagaimana ketiga fungsi dasar yang telah

35

Seyyed Hossein Nasr. Ideal and Realities of Islam. h. 121 36

Seyyed Hossein Nasr. Sufi Essays. h. 43

Page 82: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

71

dibahas dalam sub bab sebelumnya. Ketiga fungsi dasar sebagai manusia

sempurna tersebut adalah; pertama, manusia sempurna sebagai bagian dari alam

semesta, kedua ia adalah medium atau perantara bagi pesan-pesan pengajaran

Tuhan, dan yang ketiga adalah ia sebagai perwujudan dari kehidupan spiritual.

Hal tersebut tentunya adalah sebagai salah satu alternatif agar tidak terjerumus

layaknya Manusia Modern yang cenderung menjadi abdi nalar, yaitu cerminan

dari manusia yang bersifat hewani sebagaimana penggambaran ibn „Arabī pada

pembahasan sebelumnya, yang mengakibatkan desakralisasi baik secara

epistemologi atau kosmologinya.

C. Kriteria Manusia: Sebagai Kritik dan Relevansi dalam Dunia Modern

Kritik terhadap peradaban Barat Modern adalah hal yang umum

dilakukan, entah itu kritik secara apologetik, atau kritik yang memang

berdasarkan fakta-fakta yang jelas. Dapat dikatakan bahwa salah satu mata rantai

dari pemikiran Seyyed Hossein Nasr adalah kritiknya terhadap peradaban Barat

Modern. Lalu apa hubungan antara kritik terhadap peradaban Barat Modern

tersebut dengan pandangan Nasr mengenai manusia sempurna? Satu yang paling

jelas adalah; apabila peradaban Barat Modern adalah sesuatu yang diciptakan oleh

manusia-manusia dengan karakter tertentu, berarti secara langsung pemikiran

Nasr tentang manusia adalah kritiknya terhadap manusia yang memiliki karakter-

karakter tersebut.37

Karena itu, terdapat kecenderungan Nasr untuk membuat

dikotomi antara jenis manusia yang masuk dalam kriteria manusia sempurna

37

Seyyed Hossein Nasr. Islam and the Plight of Modern Man. h. 130-132

Page 83: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

72

dengan manusia yang tidak masuk dalam kriteria manusia sempurna. Oleh karena

itu, pembahasan dalam sub bab kali ini disesuaikan dengan dikotomi tersebut;

yaitu antara Manusia Pontifikal sebagai lawan dari Manusia Promethean, dan

Manusia Tradisional sebagai lawan dari Manusia Modern.

Apabila dalam pembahasan sebelumnya dipaparkan mengenai tipe-tipe

manusia yang masuk dan tidak masuk dalam kriteria manusia sempurna, maka

dalam poin terakhir akan dipaparkan kaitan antara gagasan-gagasan tadi dengan

kenyataan yang terjadi sebagai akibat dari perkembangan peradaban modern. Poin

ini secara khusus menguraikan relevansi konsep manusia sempurna dalam dunia

modern. Peradaban modern, yang dikenal sebagai dunia modern, adalah

peradaban yang mencerminkan betapa rusaknya akibat yang ditimbulkan dari tipe

Manusia Promethean dan Manusia Modern. Penderitaan manusia pada dunia

modern, menurt Nasr disebabkan oleh pandangan teologi dari Manusia Modern

yang menganggap diri mereka sebagai Manusia Promethean, juga falsafah yang

diturunkan dari pandangan ini, serta pengetahuan saintifik yang berjalan

beriringan dengan falsafah modern.38

C.1. Manusia Pontifikal dan Manusia Promethean

Dalam paragraf sebelumnya telah disampaikan bahwa Nasr membuat dua

tipe atau kriteria manusia, yaitu Manusia Pontifikal dan Manusia Promethean.

Pertama, kategori ini memisahkan dua bentuk teologi yang berbeda, kedua,

kategori ini juga memiliki perbedaan secara epistemologi, ketiga, kategori ini

memiliki kosmologi yang berbeda dan merupakan akibat dari dua pembedaan

38

Seyyed Hossein Nasr. Islam and the Plight of Modern Man. h. 122-128

Page 84: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

73

sebelumnya. Secara teologi, Manusia Pontifikal adalah tipe manusia yang

diciptakan oleh Tuhan dan menjadi wali Tuhan di muka bumi,39

yang mana hal itu

adalah cerminan dari konsepsi Islam mengenai manusia adalah khalīfah Allah.

Manusia yang menjadi khalīfah adalah manusia yang menyampaikan ajaran-

ajaran Tuhan agar terlaksana di muka bumi ini, demi tersebarnya rahmat bagi

seluruh alam.

“The consept of man as pontiff, pontifex, or bridge between Heaven and

earth, which is the traditional view of the Anthropos, lies at the antipode of

the modern conception of man which envisages him as the Promethean

earthly creature who has rebelled against Heaven and tried to

misappropriate the role of the Divinity for himself”.40

(Konsep tentang manuisia sebagai pontiff, pontifex, atau jembatan antara

Langit dan bumi, yang merupakan pandangan tradisional tentang

Anthropos, berada pada kutub yang bertentangan dengan konsep modern

mengenai manusia yang menggambarkannya sebagai makhluk duniawi

Promethean yang telah memberontak melawan Langit dan mencoba untuk

merebut peran ke-Tuhanan untuk dirinya sendiri.)

Sementara berbeda dari tipe Pontifikal, manuisa Promethean adalah yang

digambarkan Nasr seperti sosok yang ada dalam mitos Yunani, yaitu

Prometheus.41

Ini adalah konsepsi mengenai manusia yang berpaling dari Tuhan

dan menjadi lawan dari Tuhan. Manusia Promethean merasa bahwa dunia ini

adalah tempat tinggal asal dan akhirnya, ini adalah satu-satunya dunia bagi

mereka, dengan kata lain tidak mengakui adanya dunia setelah kematian.

Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya, Manusia Promethean ini bisa

dikaitkan dengan tipe manusia yang bersifat hewaniah atau manusia yang hanya

39

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 160-161 40

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 160 41

Seyyed Hossein Nasr. “The Nature of Man”. dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. h. 147-148

Page 85: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

74

mementingkan urusan duniawinya saja. Salah satu perwujudan dari tipe Manusia

Promethean ini adalah semboyan Nietzsche dengan ungkapan “God is Dead,”42

slogan ini sebenarnya merupakan pernyataan filosofis, tetapi aspek teologisnya

dapat dilihat dari pemujaan manusia kepada tuhan-tuhan lain yang ada di dunia

ini; seperti harta, kehormatan, dan lainnya. Hal yang sama juga dapat ditemui

dalam ideologi ateisme dan ideologi anti-Tuhan lainnya seperti Marxisme.

Mereka beranggapan bahwa semakin mereka membangkang dan jauh dari Tuhan,

maka akan semakin tinggi kekuasaan dan kedudukan yang mereka miliki.43

Dalam Knowledge and the Sacred, Nasr mengawali pembahasan tentang

desakralisasi pengetahuan,44

efek dari desakralisasi ini menyebar ke semua isi dari

kehidupan manusia; dari mulai ideologi, gaya hidup, kebudayaan, dan peradaban

manusia. Karenanya, pembagian dua tipe ini berkaitan dengan perbedaan

epistemologis pada keduanya. Tipe Promethean adalah pihak yang menganggap

bahwa segala macam ilmu pengetahuan tidak berhubungan sama sekali dengan

yang sakral. Akibatnya, banyak pengetahuan yang dulunya berkaitan dengan

sesuatu yang sakral kini diubah menjadi sesuatu yang murni duniawi atau tidak

berhubungan dengan yang sakral. Sebagai contoh ilmu Matematika, yang dulunya

merupakan ilmu pengetahuan sekaligus bentuk dari kontemplasi dalam ritual

kaum Pythagorean (itulah kenapa asal mula makna dari teori adalah kontemplasi

ke-Tuhanan), kini sekedar hanya menjadi ilmu perhitungan secara kuantitas

42

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 182 43

Kautsar Azhari Noer. Ibn Al-„Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. h. 142 44

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 1

Page 86: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

75

belaka.45

Akibat dari pandangan tentang pengetahuan seperti ini jelas tampak

terlihat dalam gagasan “bebas-nilai” yang dijunjung tinggi oleh para ilmuwan

modern; dan lebih parahnya lagi, ilmu pengetahuan yang mereka kembangkan

telah menjadi liar dan bebas dari berbagai macam kontrol, baik kontrol dari agama

atau moralitas yang membuat mereka semakin bebas berkehandak dengan ilmu

pengetahuan yang mereka miliki.

Setelah dibahas perbedaan secara teologi dan epistemologi, peneliti akan

menjelaskan akibat kosmologis dari perbedaan tipe ini. Karena tipe Promethean

memandang bahwa eksistensi manusia dan alam semesta itu tidak berkaitan

dengan Tuhan, maka ini akan berdampak pada sikap mereka terhadap lingkungan

hidup mereka, yaitu bumi. Nasr mengkritik kecenderungan bebas nilai dalam ilmu

pengetahuan positivistik tadi karena efeknya yang buruk terhadap alam. Ketika

manusia tidak lagi mlihat alam sebagai bagian dari diri dan Tuhannya, maka alam

semesta akan dipandang hanya sebagai alat yang fungsinya untuk memenuhi

segala kebutuhan mereka. Hal ini pada akhirnya berujung pada eksploitasi tanpa

batas terhadap alam. Dalam bukunya Man and Nature, Nasr memaparkan secara

rinci mengenai segala macam kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh

pandangan manusia tipe Promethean ini.46

Lalu, apakah yang dilawankan Nasr dengan Manusia Promethean tadi?

Sudah jelas bahwa bagi Nasr lawan dari manusia Promethean adalah Manusia

45

Seyyed Hossein Nasr. Science and Civilization in Islam. (New York: The New

American Library, America. 1970). h. 146-147, 250 46

Seyyed Hossein Nasr. Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man. h. 118,

137

Page 87: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

76

Pontifikal. Manusia Pontifikal sadar bahwa ia adalah utusan dari Tuhan untuk

memelihara dunia ini, karenanya ia juga sadar bahwa segala sesuatu adalah

berhubungan dengan yang sakral, termasuk ilmu pengetahuan. Tujuan dari

pengetahuan yang berhubungan dengan yang sakral adalah membuat manusia

menjadi semakin dekat dengan Tuhan, agar manusia menyadari bahwa ia adalah

utusan dari Tuhan. Manusia Pontifikal, dengan pengetahuan seperti itu tidak akan

menganggap bahwa alam ini hanyalah alat untuk memenuhi kebutuhan

jasmaninya saja. Namun yang lebih penting adalah, alam dianggap sebagai

jembatan menuju kedekatannya dengan Tuhan, karena itu ia akan menganggap

alam sebagai bagian dari dirinya, dan bukan sebagai objek eksploitasinya.

Manusia Pontifikal ini adalah manusia yang secara perwujudannya dapat ditemui

pada Manusia Tradisional sebagai manusia yang dapat mencerminkan sifat-sifat

dan asmā‟ Tuhan dalam bentuk kemanusiaannya yang sempurna (al-Insān al-

Kāmil).47

Gambaran mengenai Manusia Pontifikal ini hadir supaya manusia tidak

menjadi manusia yang bebas nilai dan hilang kontrol terhadap ilmu pengetahuan

dan kemampuan yang mereka miliki. Selain itu, konsepsi ini juga bertujuan agar

mereka tidak menjadi Manusia Promethean yang memberontak melawan Langit

dan merebut peran ke-Tuhanan untuk dirinya sendiri dengan anggapan bahwa

ilmu pengetahuan adalah produk dari manusia sendiri, yang mengakibatkan

mereka cenderung eksploitatif terhadap alam dan bahkan pembantaian terhadap

sesamanya. Tetapi tujuan dari penggambaran ini adalah untuk mengarahkan

47

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 166-168

Page 88: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

77

mereka supaya menjadi Manusia Tradisional sebagai perwujudan dari Manusia

Pontifikal yang menjadi jembatan antara Langit dan bumi;48

dengan anggapan

bahwa ilmu adalah berhubungan dengan Tuhan, dan alam adalah bagian dari

dirinya yang harus dirawat dan dijaga demi tercapainya kedekatan dengan Sang

Pencipta. Dengan begini, rahmat Tuhan bagi seluruh alam akan terlaksanakan.

Inilah tipe manusia yang digambarkan Nasr sebagai manusia sempurna (al-Insān

al-Kāmil), tipe manusia yang dapat mengemban amanah Tuhan sebagai makhluk

pilihan di muka bumi.49

C.2. Manusia Tradisional dan Manusia Modern

Setelah dipaparkan beberapa gagasan Nasr mengenai manusia sempurna

dan manusia tidak sempurna, serta Pontifikal dan Promethean, di sini gagasan

Nasr akan terlihat lebih jelas dalam kaitannya dengan kenyataan dunia modern.

Dunia modern adalah dunia yang digambarkan Nasr sebagai dunia yang dekaden

dan bobrok, baik secara moral, teologi, pengetahuan, dan falsafah. Nampaknya

kritik Nasr terhadap dunia modern ini bukanlah isapan jempol belaka. Banyak

pemikir dari kalangan Barat modern yang sama-sama mengkritik kecenderungan

bobrok dari modernitas (kebanyakan adalah para tokoh sosiolog seperti Marxis

dan berbagai variannya).50

Hal ini membuktikan bahwa kebobrokan dunia modern

adalah sebuah fakta yang diakui. Hampir semua karya Nasr dapat dikaitkan

sebagai kumpulan kritik yang diarahkan kepada modernitas dan produk-

produknya.

48

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 160-161 49

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 160-161 50

George Ritzer & Douglas J. Goodman (ed.). Teori Sosiologi Modern. h. 176-180

Page 89: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

78

Dunia modern terdiri dari sekumpulan masyarakat modern yang

digambarkan Nasr sebagai masyarakat dengan kecenderungan bebas nilai.

Konsepsi mengenai al-Insān al-Kāmil tidaklah terjewantahkan sama sekali dalam

diri mereka.51

Maka dari itu masyarakat modern adalah sekumpulan manusia-

manusia yang telah kehilangan dan terabaikan dari kebutuhan dasar spiritual;

sehingga mereka tidak menemukan ketentraman dan ketenangan batin,

menjadikannya sebagai manusia yang telah hilang keseimbangan. Masyarakat

modern sejak zaman Renaisans lebih cenderung pada urusan-urusan keduniawiaan

yang bersifat materil,52

kontrol agama dan moralitas tidak lagi menjadi

pertimbangan bagi mereka, dan tentunya hal ini akan berakibat pada setiap

tindakan yang mereka lakukan. Kecenderungan bebas nilai menjadikan mereka

memiliki anggapan bahwa ilmu pengetahuan tidaklah memiliki hubungan dengan

yang sakral, dan alam semesta bukanlah bagian dari dirinya, membuat mereka

semakin bebas mengembangkan kemampuan mereka untuk mengeksploitasi lebih

jauh terhadap alam. Ini adalah orang-orang yang peneliti sebutkan sebagai

manusia tidak ideal dalam pandangan Nasr, dan secara keras ia melontarkan kritik

terhadapnya.

Kritik Nasr terhadap modernitas adalah kecenderungan positivistiknya

yang telah dibahas secara sekilas dalam pembahasan sebelumnya. Dilepasnya

kaitan antara dunia ilmu pengetahuan dari dimensi sakral membuat ilmu menjadi

sesuatu yang justru berbahaya bagi peradaban manusia secara umum. Terjadinya

bom-atom, riset-riset sains yang tidak ramah lingkungan, berdirinya pabrik-pabrik

51

Seyyed Hossein Nasr. Islam and the Plight of Modern Man. h. 4, 122-124 52

Seyyed Hossein Nasr. Science and Civilization in Islam. h. 27

Page 90: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

79

yang merusak secara ekologis dan sosiologis (kritik dari para sosiolog modern),

media-media yang menyebarkan gagasan-gagasan amoral, dan seterusnya.

Kecenderungan bebas nilai membuat hal-hal seperti ilmu pengetahuan menjadi

amoral, begitu juga dengan sastra-sastra yang mengumbar kenikmatan duniawi,

yang disebut Nasr sebagai hasil dari usaha “art for art‟s sake”.53

Ini adalah

karakter peradaban modern, dan karakter dari manusia-manusia yang dari hari-

kehari semakin kehilangan atmosfer sakral yang dulu ada pada masa tradisional.

Poin lain yang menarik dan relevan adalah pembagian Nasr antara

Philosophy dan Misosophy. Nasr mengatakan bahwa falsafah yang dianut oleh

para pemikir Barat modern, yang dicirikan dengan sifat-sifat dekaden dan bobrok

seperti di atas, tidak lagi pantas disebut sebagai falsafah. Falsafah adalah

kecintaan terhadap kebijaksanaan, tetapi ketika melihat fakta-fakta kebobrokan

modernitas tadi, Nasr menyimpulkan bahwa semua kehancuran tersebut tidak bisa

dikaitkan sebagai bentuk kecintaan terhadap kebijaksanaan. Inilah yang ia katakan

sebagai Misosophy,54

sebagai lawan dari Philosophy. Sebagaimana telah

diterangkan sebelumnya, jelas yang dimaksud Philosophy adalah apa yang

disampaikan oleh al-Kindi,55

yaitu ilmu mengenai Yang Pertama, yaitu Tuhan;

karenanya falsafah juga diartikan, dan barang kali inilah yang paling tepat, yakni

ilmu untuk menuju kedekatan dengan Tuhan.

Manusia Modern adalah sekumpulan manusia yang menyebabkan segala

kekacauan yang terjadi di masa modern ini. Dimulai dari manusia yang secara

53

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 255 54

Seyyed Hossein Nasr. Islam and the Plight of Modern Man. h. 29 55

Maftukhin. Filsafat Islam. h. 87

Page 91: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

80

teologi menentang adanya Tuhan dan menganggap Tuhan adalah omong kosong

(ideologi Ateisme “God is Dead”), secara epistemologi menganggap ilmu

pengetahuan adalah produk dari manusia sendiri dan tidak memiliki hubungan

dengan yang sakral (desakralisasi ilmu pengetahuan), dan yang secara ekologis

berpaling dari amanat Tuhan untuk merawat dan menjaga kelestarian alam

semesta (Man and Nature, the Nature of Man). Ini adalah lawan dari Manusia

Tradisional dengan sifat yang sangat berbeda; yaitu manusia yang digambarkan

oleh Nasr sebagai “Manusia Sempurna” (Universal Man, Perfect Man, al-Insān

al-Kāmil, dan Manusia Pontifikal).

Manusia Tradisional adalah manusia-manusia yang memiliki pandangan

bahwa ilmu pengetahuan adalah berhubungan dengan yang sakral, sehingga ilmu

pengetahuan yang mereka miliki tidak hilang kendali dan membahayakan bagi

lingkungan mereka. Manusia Tradisional sadar bahwa alam adalah jembatanya

menuju kedekatannya dengan Tuhan, bukan sekedar alat untuk memenuhi

kebutuhan nafsu yang mengakibatkan eksploitasi terhadap alam. Kesadaran inilah

yang akan membawa manusia dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Tuhan;

sebagai manusia sempurna (al-Insān al-Kāmil) yang dapat mencerminkan sifat

dan asmā‟ Tuhan dalam dirinya.56

C.3. Relevansi Konsep Manusia Sempurna dalam Dunia Modern

Dunia modern, oleh rasionalis yang materialis dianggap sebagai puncak

dari peradaban dan kebudayaan umat manusia melalui ilmu pengetahuan dan

56

Seyyed Hossein Nasr. The Need for a Sacred Science. (United Kingdom: Curzon

Press, British. 1993). h. 16

Page 92: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

81

teknologi. Karena dengan akalnya yang tajam Manusia Modern mampu

mengembankan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengagumkan. Bahkan

mereka menganggap bahwa manusia zaman dahulu hanyalah sekumpulan

manusia dengan kerendahan peradaban dan kebudayaan, karena terlalu diliputi

oleh kehidupan yang takhayul, irasional, dan terbelenggu oleh kepercayaan yang

dogmatis. Dari sini tampak terlihat kebebasan kehendak manusia dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lagi memiliki batasan.

Namun, sampai saat ini perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak memiliki

batasan tersebut masih dianggap sebagai „pengawal kemajuan‟ umat manusia,

meskipun perkembangan dan kemajuan itu sendiri telah banyak diserang karena

banyak membawa berbagai ketimpangan dan pencemaran, baik secara fisik,

biologis, sosial, dan budaya.57

Sebagaimana uraian di atas menunjukkan bahwa perkembangan dan

kemajuan ilmu pengetahuan selain membawa dampak positif, juga membawa

dampak negatif. Meskipun di awal melakukan perkembangan itu adalah bertujuan

untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia. Berangkat dari dampak negatif

inilah peneliti ingin menguraikan bahwa tidak selamanya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi itu selalu menjadi „pengawal kemajuan‟ umat

manusia.

Oleh karenanya, peneliti ingin mengkaji lebih mendalam keterkaitan

antara konsep manusia sempurna dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi melalui fakta yang terjadi; lebih tepatnya, mengarahkan kepada

57

Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. h. 237-238

Page 93: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

82

“bagaimana semestinya menjadi manusia dengan ilmu pengetahuan yang

dimiliki?” Hal ini bertujuan agar mampu mebawa konsep manusia sempurna

menjadi relevan dalam dunia modern melalui sinergitas antara kepentingan

kemaslahatan umat manusia dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Maka dari itu, perlu kiranya di sini menghadirkan fakta-fakta dan

kejadian yang ditimbulkan oleh dampak negatif dari perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi modern yang bebas tanpa batasan tersebut. Adapaun

penguraiaanya akan disesuaikan dengan gagasan Nasr mengenai Manusia Modern

melalui ilmu pengetahuan yang mereka kembangkan dalam tinjauan teologis,

epistemologis, dan kosmologis sebagai akibat dari kedua tinjauan sebelumnya.

Berawal dari tinjauan teologis, Manusia Modern memiliki anggapan

bahwa peranan Tuhan tidak lagi memiliki andil dalam segala tindakan manusia.

Manusia bebas melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Aturan dan ketentuan

Tuhan tidak lagi menjadi ukuran bagi setiap tindakan manusia. Segala sesuatu

yang ada di muka bumi ini termasuk ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh

manusia tidaklah memiliki hubungan dengan yang sakral. Dunia ini adalah tempat

tinggal asal dan akhirnya, dalam artian tidak ada lagi kehidupan setelah kematian.

Bahkan mereka memiliki anggapan bahwa “Tuhan telah mati” (God is Dead).58

Teologi mereka tidak lagi mengarah pada Tuhan yang sesungguhnya, melainkan

lebih kepada tuhan-tuhan yang ada di dunia ini; harta, kehormatan, dan lain

sebagainya. Dengan anggapan demikian, tentu segala sesuatu yang ada di dunia

ini tidak lagi memiliki hubungan dengan yang sakral.

58

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 181-182

Page 94: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

83

Sebagaimana anggapan di atas, membawa dampak pula pada ilmu

pengetahuan. Mereka menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah produk dari

manusia sendiri dan bukan dari Tuhan, inilah yang disebut Nasr dengan

desakralisasi ilmu pengetahuan.59

Tentu hal ini akan berakibat fatal dalam

kegunaannya nanti pada ilmu pengetahuan tersebut. Dilepasnya kaitan antara

dimensi sakral dari ilmu pengetahuan, menjadikan ilmu itu semakin liar dan bebas

mengeksplorasi apapun karena tidak adanya kontrol yang mengendalikan. Tidak

adanya kontrol dan kendali terhadap ilmu pengetahuan akan menjadi sangat

berbahaya baik bagi alam ataupun manusia sendiri. Sebagai contoh; terjadinya

bom-atom, riset-riset sains yang tidak ramah lingkungan, berdirinya pabrik-pabrik

yang merusak secara ekologis dan sosiologi, serta media-media dengan

penyebaran gagasan-gagasan amoral yang tidak mendidik. Ini adalah perwujudan

dari Manusia Modern yang menganggap diri mereka sebagai Manusia Promethean

dengan kecenderungan pada kerusakan.60

Akibat dari ilmu pengetahuan yang mereka kembangkan banyak

menyebabkan kerusakan dan kehancuran di muka bumi baik secara ekologis

maupun sosiologis. Bagi Nasr penderitaan masyarakat modern adalah akibat dari

pandangan teologi mereka dengan menganggap diri mereka sebagai Manusia

Promethean, juga falsafah yang diturunkan dari pandangan ini, serta pandangan

saintifik yang berjalan beriringan dengan falsafah modern. Dilepasnya hubungan

antara dunia ilmu pengetahuan dari dimensi sakral membuat ilmu menjadi sesuatu

yang sangat berbahaya.

59

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 1 60

Seyyed Hossein Nasr. “Renaissance Humanism”. dalam William C. Chittick (ed.). The

Essential Seyyed Hossein Nasr. h. 147-149

Page 95: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

84

Di sini menjadi perlu kiranya untuk menghadirkan beberapa kejadian

sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan terhadap alam yang tanpa

adanya kontrol dan kendali. Manusia dengan kecanggihan baik pada peralatan

yang mereka gunakan atau metode yang mereka terapkan, tidak lagi menemukan

kesulitan pada setiap pekerjaan mereka, bahkan untuk menggali sampai dasar

bumi. Salah satunya adalah penggalian pada tambang yang ada dalam perut bumi,

sudah menjadi hal biasa untuk mereka kerjakan. Seperti penggalian batu-bara,

perak, emas, minyak, dan bahkan uranium yang diketahui uranium adalah bahan

dasar untuk membuat nuklir.61

Penggalian pada tambang yang ada dalam perut

bumi adalah tindakan eksploitatif terhadap alam dengan kecenderungan negatif

secara ekologis. Sekumpulan barang tambang tersebut adalah sekumpulan

tambang yang tidak dapat untuk diperbaharui.

Selain itu, dampak dari penggalian yang mereka lakukan cenderung

berakibat negatif lainya. Saat penggalian dilakukan, dan proses pengolahan

terhadap barang tambang hasil galian juga dilakukan, tentu akan menghasilkan

suatu pembuangan limba. Limba ini, apabila tidak tepat lokasi pembuangannya

akan berakibat fatal pada dataran tanah, karena tercemari dan terkontaminasi

sehingga mengakibatkan dataran tanah menjadi tidak subur. Tentu dampak negatif

ini akan sangat merugikan bagi petani. Selain itu, dampak negatif lain juga tidak

mungkin tidak terjadi seperti tanah longsor, gempa bumi, dan kejadian bencana

alam lainnya dikarenakan lempengan yang ada di bawah lapisan luar bumi telah

kopong dan tidak berisi sebagai akibat dari penggalian yang dilakukan.

61

Iqfadhilah. “Pengertian dan sejarah penemuan uranium, serta fungsi nya”. Artikel

diakses pada 07 April 2018 dari http://share-all-time.blogspot.co.id/2014/12/pengertian-dan-

sejarah-penemuan-uranium.html

Page 96: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

85

Kosongnya bagian bawah dari lapisan luar inilah yang memiliki kemungkinan dan

potensi besar terjadinya bencana alam sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

Realitas nyata dan dapat kita temukan di Indonesia adalah kasus Lumpur Panas

Lapindo yang diketahui sebagai akibat dari penggalian barang tambang.62

Tidak cukup hanya sampai di situ, lebih parahnya lagi adalah uranium

yang digunakan sebagai bahan nuklir. Nuklir adalah salah satu peralatan perang

yang digunakan oleh para militer untuk mempertahankan daerah kekuasaan

mereka dalam bernegara. Negara-negara maju dan kaya tentu memiliki peralatan

seperti ini yang mereka pergunakan untuk mempertahankan kekuasaan mereka;

dalam arti mempertahankan daerah kekuasaan mereka adalah mempertahankan

diri mereka dari orang-orang yang mereka anggap sebagai musuh. Tentunya

anggapan sebagai mempertahankan diri dari musuh adalah dengan melawannya

melalui pertempuran atau peperangan yang tidak luput dari adanya korban baik

dalam bentuk finansial atau bahkan sampai pada nyawa manusia itu sendiri. Ini

bukan lagi bentuk eksploitasi terhadap alam, melainkan lebih parah dari itu, yaitu

pembantaian dan membabi-buta terhadap manusia.

“Kemajuan teknik tidak saja membuktikan kekuatan serta daya manusia

untuk menguasai alam, kemudian teknik itu tidak saja membebaskan

manusia, tetapi juga memperlemah serta memperbudaknya, kemajuan itu

memekanisasikan manusia dan menimbulkan gambaran serta persamaan

manusia dengan mesin”.63

Hal ini menunjukan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tanpa adanya kontrol yang mengendalikan, menjadikan mereka semakin

liar dan bebas untuk bertindak. Dilepaskannya kaitan antara ilmu pengetahuan

62

https://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo. “Banjir Lumpur Panas

Sidoarjo” dalam Wikipedia Ensiklopedia Bebas. Artikel diakses pada 07 April 2018 63

Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. h. 233

Page 97: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

86

dari yang sakral menjadikan ilmu sebagai sesuatu yang berbahaya baik pada alam

atau manusia itu sendiri. Ini adalah salah satu produk dari perkembangan ilmu

pengetahuan oleh Manusia Modern. Di satu sisi teknologi menjadi penjara bagi

manusia, namun pada sisi lain teknologi tersebut dipenjara oleh kepentingan

manusia. Perkembangan mereka tidak lagi berkepentingan untuk kemaslahatan

umat, melainkan malah menghancurkan kemaslahatan itu sendiri. Perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang tadinya bertujuan untuk mempermudah

setiap urusan manusia, kini berbalik malah menjadi belenggu bagi manusia.64

Lalu, bagaimanakah seharusnya agar tidak menjadi Manusia Promethean

dengan pengetahuan yang cenderung merusak sebagaimana itu adalah cerminan

dari Manusia Modern? Nasr menjelaskan konsepsi mengenai Manusia Pontifikal,

ini adalah manusia yang digolongkan sebagai manusia yang masuk dalam kriteria

manusia sempurna. Manusia Pontifikal sadar bahwa ia adalah utusan Tuhan di

muka bumi; ia adalah jembatan antara Langit dan bumi, ia sadar bahwa ilmu

pengetahuan adalah bagian dari apa yang telah diajarkan oleh Tuhan, ia adalah

penyampai ajaran-ajaran Tuhan agar terlaksana di muka bumi sehingga tersebar

rahmat Tuhan bagi seluruh alam.

Manusia seharusnya kembali mengingat sifat dasar mereka ini, bahwa

mereka juga memiliki sifat ruhaniah dalam dirinya sebagai bagian dari Tuhan.

Nasr menerangkan bahwasannya manusia dalam mencapai puncak

kesempurnaannya haruslah dengan menyadari diri sendiri akan sifat

primordialnya sebagai manusia yang memiliki dimensi spiritual yang memiliki

64

Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. h. 223

Page 98: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

87

hubungan dengan yang sakral. Bahwa segala sesuatunya, termasuk ilmu

pengetahuan dan alam adalah bagian dari Tuhan. Dengan begitu manusia akan

sadar mengenai kegunaan ilmu pengetahuan yang mereka miliki, dan dengan

demikian mereka akan sadar apa yang harus dilakukan terhadap alam; bahwa

dengan ilmu pengetahuan yang mereka miliki mampu menunjukkan dan

menjelaskan penampakan alam semesta yang begitu dahsyatnya merupakan

bagian dari kesempurnaan wujud Tuhan Yang Maha Sempurna. Oleh karenanya,

manusia dengan ilmu pengetahuan yang mereka miliki tidak akan lagi menjadi

manusia yang bobrok dan cenderung merusak terhadap alam sebagaimana itu

adalah gambaran dari Manusia Modern dengan menyebut diri mereka sebagai

Manusia Promethean.65

65

Seyyed Hossein Nasr. Knowledge and the Sacred. h. 170-171

Page 99: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

88

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seyyed Hossein Nasr mengatakan bahwa manusia sempurna adalah

manusia yang mampu mencerminkan sifat-sifat dan asmā’ Tuhan serta seluruh isi

alam semesta dalam bentuknya yang lebih kecil (mikrokosmos). Dengan ini ia

menjadi makhluk pilihan (khalīfah) Tuhan yang dapat mengemban amanah Tuhan

untuk menjaga kelestarian alam, serta menjadi jembatan penghubung antara

Langit dan Bumi, dengan menteladani diri Nabi Muḥammad sebagai al-Insān al-

Kāmil. Karenanya, ia akan terlihat melalui tiga fungsi dasar utamanya sebagai

manusia sempurna: pertama adalah realitas manusia sebagai bagian dari alam

semesta, kedua adalah sebagai medium atau perantara bagi pesan-pesan Ilahi, dan

yang ketiga adalah sebagai perwujudan sempurna bagi kehidupan spiritual.

Supaya manusia dapat mencapai kesempurnaannya, manusia harus sadar

pada sifat dasar primordialnya. Bahwasannya dalam dirinya mengandung sesuatu

yang berhubungan dengan yang sakral dan berasal dari Tuhan (ruh). Sifat dasar

primordial inilah yang dapat membuat manusia sadar akan asal-muasal dirinya,

serta tahu apa yang harus dilakukan sehingga mampu menjadi manusia sempurna.

Oleh karena ia memiliki hubungan dengan yang sakral, maka termasuk

kemampuan dan ilmu pengetahuan yang ia miliki juga memiliki hubungan

tersebut. Karenanya, ia akan menjadi Manusia Pontifikal sebagai lawan dari

Manusia Promethean dan Manusia Tradisional yang berbeda dari Manusia

Modern. Manusia Tradisional sebagai cerminan dari Manusia Pontifikal dianggap

Page 100: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

89

sebagai manusia yang mampu menjadi pengemban amanah Tuhan di muka bumi.

Sementara Manusia Modern sebagai cerminan dari Manusia Promethean adalah

manusia yang memberontak dan melawan langit sehingga konsepsi manusia

sempurna tidak dapat ditemui dalam diri mereka.

B. Saran dan Masukkan

Sampai pada titik akhir telah dijelaskan sekilas mengenai pemikiran

Seyyed Hossein Nasr yang mencakup segala bidang. Nasr berbicara secara rinci

mengenai falsafah, sufisme, ilmu pengetahuan, peradaban, kesenian, dari fisika

sampai metafisika. Nasr memang pemikir yang dapat dikutip dari segala sisi.

Intinya, pemikiran Nasr yang begitu luas tersebut memiliki kerangka yang begitu

sistematis sehingga tidak mungkin mengisolasi satu gagasan Nasr dengan

gagasan-gagasannya yang lain.

Maka dari itu, dalam membangun keutuhan pemahaman mengenai

kerangka pemikiran Nasr yang sistematis tersebut sangatlah dibutuhkan adanya

kritik dan saran dari luar yang dapat membantu peneliti lebih dalam

mengembangkan kajian terhadap pemikiran Seyyed Hossein Nasr. Tentunya, akan

menjadi sangat bermanfaat apabila dilakukan penelitian ulang terhadap pemikiran

Nasr yang mencakup segala bidang tersebut. Karena memang banyak hal darinya

yang dapat ditelaah dan diteliti oleh para akademisi. Semua ini tidaklah lepas dari

dedikasi dan sumbangsi Seyyed Hossein Nasr pada keilmuan di zaman

kontemporer ini.

Page 101: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

90

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, H. Ali. Tuhan dan Mnusia. Terj. Lukman Saksono. Jakarta: Pustakakarya

Grafikatama. 1989

Arberry, A. J. Discourses of Rūmī. Selangor: Thinker’s Library, Malaysia. 1996

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Cet. XII. Jakarta: Rajawali Pers. 2014

C. Chittick, William (ed.). The Essential Seyyed Hossein Nasr. Canada: World

Wisdom. 2007

_____________________. Imaginal Worlds: Ibn al-‘Arabī and the Problem of

Religious Diversity. New York: State University. 1994

_____________________. Ibn ‘Arabi: Heir to the Prophets. Oxford: Oneworld

Publication, England. 2005

Departemen Agama RI. “Mushaf Al-Qur’an Terjemah”. Terj. Yayasan

Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an. Edisi t. 2002. Depok: al-Huda

Kelompok Gema Insani. 2005

Echols, Jhon M. & Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. 1976

Hahn, Lewis Edwin, Dkk. (ed.). The Philosophy of Seyyed Hossein Nasr. United

States of America: TheLibrary of Living Philosophers. 2001

https://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo. “Banjir Lumpur

Panas Sidoarjo” dalam Wikipedia Ensiklopedia Bebas. Artikel diakses

pada 07 April 2018

Husaini. The Pantheistic Monism of Ibn ‘Arabī. Lahore: SH. Muhammad Ashraf

Publishers, Pakistan. 1992

Iqfadhilah. “Pengertian dan sejarah penemuan uranium, serta fungsinya”. Artikel

diakses pada 07 April 2018 dari http://share-all-

time.blogspot.co.id/2014/12/pengertian-dan-sejarah-penemuan-

uranium.html

Kartanegara, Mulyadhi. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Penerbit Erlangga.

2006

__________________(ed.). Rasa’il Ikhwān al-Shafā. Buku Keenam. Terj. Ghazi

Salom. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Depag RI. 2007

Khalid, Abu. Kamus Arab al-Huda: Arab-Indonesia. Surabaya: Fajar Mulya. Tt.

Lutfi Masykur, Anis. ”Manusia Menurut Seyyed Hossein Nasr”. Skripsi Program

Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2017

Page 102: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

91

Maftukhin. Filsafat Islam. Cet. I. Yogyakarta: Penerbit Teras. 2012

Muthahhari, Murtadha. Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama. Terj.

Mizan Team. Cet. V. Bandung: Mizan. 1990

Nadzir, Tanwirun. “Konsep Mikrokosmos Perspektif Ikhwān al-Shafā”. Skripsi

Program Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2016

Nasr, Seyyed Hossein. A Young Muslim’s Guide to the Modern World. Chicago:

KAZI Publication, Inc. 1994

__________________. Ideal and Realities of Islam. London: George Allen &

Unwin LTD. 1975

_________________. Islam and the Plight of Modern Man. London: Longman

Group. 1975

_________________. Knowledge and the Sacred. New York: SUNY Press. 1989

_________________. Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man.

London: Mandala Books. 1976

_________________. Science and Civilization in Islam. New York: The New

American Library, America. 1970

_________________. Sufi Essays. Cet. I. London: George Allen and Unwin

LTD. 1972

_________________. The Need for a Sacred Science. United Kingdom: Curzon

Press, British. 1993

_________________. Traditional Islam in the Modern World. Kuala Lumpur:

Foundation for Traditional Studies, Malaysia. 1988

_________________ & Oliver Leaman (ed.). Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam.

Terj. Tim Penerjemah Mizan. Vol. I. Bandung: Mizan. 2003

Nasuhi, Hamid dkk (Tim Penulis). “Pedoman Penulisan Skripsi” dalam Pedoman

Akademik Program Strata 1 2013/2014. Jakarta: Biro Administrasi

Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013

Noer, Kautsar Azhari. Ibn Al-‘Arabî: Wahdat al-Wujûd dalam Perdebatan. Cet. I.

Jakarta: Penerbit Paramadina. 1995

Ritzer, George & Douglas J. Goodman (ed.). Teori Sosiologi Modern. Terj.

Alimandan. Cet. IV. Jakarta: Kencana. 2004

Schimmel, Annemarie. Mystical Dimensions of Islam. Bandung: Mizan with

permission from the University of North Carolina Press. 1975

Page 103: KONSEP MANUSIA SEMPURNA Perspektif Seyyed Hossein Nasrrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44000/2/ZUBAIDILLAH-FU.pdf · KONSEP MANUSIA SEMPURNA. Perspektif Seyyed Hossein

92

__________________. Dimensi Mistik Dalam Islam. Terj. Sapardi Joko Damono,

dkk. Cet. III. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2009

Sharif, M. M. (ed.). A History of Muslim Philosophy. Vol. I. Kempten: Allgauer

Heimatverlag, Bayern, Germany. 1963

___________ (ed.). A History of Muslim Philosophy. Vol. II. Kempten: Allgauer

Heimatverlag, Bayern, Germany. 1966

Soleh, Khudori. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2003

Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. Cet. V. Jakarta: Rajawali

Pers. 2012

Ziyadah, Ma’an. “Translation and Commentary on Tadbir al-Mutawahhid”.

Theses to the Faculty of Graduate Studies and Research of the

Requeirements for the Degree of Master of McGill University,

Montreal. 1969

_____________. “The Theory of Motion of Ibn Bājjah’s Philosophy”.

Dissertasion to the Faculty of Graduate Studies and Research of the

Requeirements for the Degree of Ph. D. of McGill University,

Montreal. 1973