KONSEP KOMUNIKASI MASSA

9
KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Transcript of KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Page 1: KONSEP KOMUNIKASI MASSA

KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Page 2: KONSEP KOMUNIKASI MASSA

A. KONSEP KOMUNIKASI MASSA Menurut Bittner Definisi komunikasi massa yang paling

sederhana dikemukakan oleh Bittner Rakhmat,seperti yang disitir Komala, dalam karnilh, dkk.1999), yakni: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people).

KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Page 3: KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi yang lain, yaitu Gebner. Menurut Gerbner (1967) “Mass communication is the tehnologically and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continous flow of messages in industrial societes”. (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat indonesia (rakhmat, seperti yang dikutip Komala, dalam Karnilah, dkk.1999).

Menurut Gerbner

Page 4: KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Menurut Definisi komunikasi massa dari Meletzke berikut ini memperlihatkan massa yang satu arah dan tidak langsung sebagai akibat dari penggunaan media massa, juga sifat pesannya yang terbuka untuk semua orang. Dalam definisi Meletzke, komunikasi massa diartikan sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar (Rakhmat seperti yang dikutip dalam Komala, dalam Karlinah. 1999). Istilah tersebar menunjukkan bahwa komunikan sebagai pihak penerima pesan tidak berada di suatu tempat tetapi tersebar di berbagai tempat.

Menurut Meletzke

Page 5: KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Definisi komunikasi massa menurut Freidson dibedakan dari jenis komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi massa dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok, dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagian khusus populasi. Komunikasi massa juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan komuniaksi agar komunikasi itu dapat mencapai pada saat yang sama semua orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat. (Rakhmat seperti yang dikutip dalam Komala, dalam Karlinah. 1999).

Menurut Freidson

Page 6: KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Wright mengemukakan definisinya sebagai berikut: “This new form can be distinguished from older types by the following major characteristic: it is directed toward relatively large, heterogeneus, and anonymous audiences; messages aretransmitted publicly, often-times to reach most audience member simultaneously, and are transeint in character; the communicator tends to be, or to operate whitin, a complex organization thet may involve great expense” (Rakhmat seperti yang dikutip dalam Komala, dalam Karlinah. 1999). Menurut Wright, bentuk baru komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena memiliki karakteristik utama sebagai berikut: diarahkan pada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim; pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas (khusus untuk media elektronik, seperti siaran radio siaran dan televisi).

Menurut Wright

Page 7: KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Teori Peluru atau Jarum Hipodermik Teori peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa oleh para pakar

komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory (teori jarum hipodermik). Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori ini mengasumsikan bahwa seorang komunikator dapat menembak peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif). Pengaruh media sebagai hypodermic injunction (jarum suntik) didukung oleh munculnya kekuatan propaganda Perang Dunia I (1914-1918) dan Perang Dunia II (1939-1945).

Teori Divusi Inovasi Tokohnya Everett M. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu

inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertenti di antara para anggota suatu sistem social. Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan salaing bertukar informasi tersebut untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan terdapat ketermasaan(newness) yang memberikan cirri khusus kepada difusi yang menyangkut ketakpastian (uncertainty). Derajat ketidakpastian seseorang akan dapat dikurangi dengan jalan memperoleh informasi (lihat Effendy. 1993; Severin dan Tankard. 1988; mcQuail dan Windahl.1993, Liliweri.1991).

B.KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Page 8: KONSEP KOMUNIKASI MASSA

3. Teori Pembelajaran Sosial Teori ini diaplikasikan pada perilaku konsumen, kendati pada awalnya menjadi bidang penelitian komunikasi massa yang bertujuan untuk memahami efek terpaan media massa. Berdasarkan hasil penelitian Albert Bandura, teori ini menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa yang mereka lihat di televisi, melalui suatu proses observational learning (pembelajaran hasil pengamatan). Klapper menganggap bahwa “ganjaran” dari karakter TV diterima mereka sebagai perilaku antisocial, termasuk menjadi toleran terhadap perilaku perampokan dan kriminalitas, menggandrungi kehidupan glamour seperti di televisi.

Page 9: KONSEP KOMUNIKASI MASSA

Konsep Pencitraan dalam Media Iklan Membahas perbandingan iklan ‘Java Bier’ (bir yang eksis tahun ‘50an) dan bir

pada era sekarang. Dalam iklan ini terdapat gambaran kehidupan sebuah keluarga pribumi. Sang ayah duduk santai (mungkin sedang menikmati leisure time) di beranda rumah yang teduh dan nyaman mengenakan jas dan kopiah membaca surat kabar, sementara sang (perempuan) istri dengan pakaian kebaya (Jawa) datang menyuguhkan segelas bir. Dua anak laki-laki dan perempuan berdiri bermain boneka di dekat mereka. Di samping gambar tersebut terdapat gambar orang minum bir dengan kalimat;”Orang tegap dan koeat minoem Java Bier”. Di bawah gambar terdapat teks dengan judul “Satoe Bapa Jang Gagah”, diikuti uraian;”Sehat dan koeat, oelet bekerdja, telah membikin ia dapat mentjapai kedoedoekan jang baik, hingga dia poenja kaloewarga boleh bangga atas ini bapa jang gagah. Orang-orang jang begitoe koeat dan dikagoemi minoem selamanja: Java Bier”. Ini mencitrakan sebuah paradigma yang bersahaja dalam sebuah iklan bir. Sebuah “kejantanan” tidak ditampolkan secara eksplisit. Hal ini tentu saja berbeda jika dibandingkan dengan iklan bir jaman sekarang yang mengeksploitasi “keseksian” dan “kejantanan” sebagai pusat pencitraan yang berkonotasi seksualitas.

STUDY KASUS DALAM MEDIA IKLAN