Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

23
Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu 118 Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018 P ISSN : 2502-4035 E ISSN : 2354-6301 KONSEP ISLAMISASI ILMU Oleh Faishal Abstrak Pada dasarnya, pendidikan Islam tidak menghendaki adanya dikotomi keilmuan, karena sistem dikotomi menyebabkan sistem pendidikan Islam menjadi sekularistis, rasional-empiristis, intuitif dan materialistis. Keadaan tersebut tidak mendukung tata kehidupan umat yang mampu melahirkan peradaban Islam. Selain iu, Kemunduruan Islamsebagai akibat dari panetrasi dan dominasi Barat telah mengakibatkan ilmu pengetahuan lepas dari kendali umat Islam dan beralih ke Barat. Keadaan ini menyebabkandalam pandangan sebagian intelektual Muslimilmu pengetahuan telah termuati ideologi, filosofi dan peradaban Barat, yang dalam banyak hal tidak sejalan dan bahkan berseberangan dengan ideologi dan peradaban Islam. Untuk itu tampillah gagasan pentingnya islamisasi ilmu pengetahuan dari tokoh-tokoh Muslim untuk mengembalikan ruh dan nilai-nilai Islam pada ilmu pengetahuan. Tantangan besar yang dihadapi zaman sekarang, yaitu ilmu pengetahuan yang telah kehilangan tujuannya. Lebih jauh, menurut al- Attas, ilmu pengetahuan yang ada saat ini merupakan suatu kebingungan metodologis. Lebih parah lagi, ilmu pengetahuan di abad modern secara keseluruhan dibangun, ditafsirkan dan diproyeksikan melalui “pandangan dunia”, dalam hal ini pandangan dunia peradaban Barat Penuangan Kembali Disiplin Ilmu Modern Ke Dalam Kerangka Islam. Secara operasional, para intelektual muslim tidak akan mencapai sepakat tentang solusi suatu persoalan, karena perbedaan backgraund masing-masing. Ini tidak dilarang bahkan dibutuhkan sehingga kesadaran mereka menjadi lebih kaya dengan berbagai macam pertimbangan. Secara faktual, umat Islam abad pertengahan mampu menciptakan dinamika karena Islam bisa menjadi wadah untuk menampung segala macam ide dan gagasan baru yang mempresentasikan nilai-nilai Ilahiyah Keywords: Islamisasi ilmu, dikotomi, Aplikasi A. Latar Belakang Kemajuan peradaban selalu didahului ilmu pengetahuan (sains). Bangsa yang maju adalah bangsa yang menguasai dan unggul dalam hal penguasaan ilmu. Kenyataan ini telah dibuktikan dalam sejarah kejayaan islam antara tahun 132H-656H (750M-1258M) di mana negeri-negeri islam pada saat itu menunjukan kemampuan didalam bidang ilmu pengetahuan dengan semangat keilahian yang bersumber dari al quran dan hadits.

Transcript of Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Page 1: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

118

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

KONSEP ISLAMISASI ILMU

Oleh

Faishal

Abstrak

Pada dasarnya, pendidikan Islam tidak menghendaki adanya dikotomi keilmuan, karena sistem dikotomi menyebabkan sistem pendidikan Islam menjadi sekularistis, rasional-empiristis, intuitif dan materialistis. Keadaan tersebut tidak mendukung tata kehidupan umat yang mampu melahirkan peradaban Islam. Selain iu, Kemunduruan Islam—sebagai akibat dari panetrasi dan dominasi Barat telah mengakibatkan ilmu pengetahuan lepas dari kendali umat Islam dan beralih ke Barat. Keadaan ini menyebabkan—dalam pandangan sebagian intelektual Muslim—ilmu pengetahuan telah termuati ideologi, filosofi dan peradaban Barat, yang dalam banyak hal tidak sejalan dan bahkan berseberangan dengan ideologi dan peradaban Islam. Untuk itu tampillah gagasan pentingnya islamisasi ilmu pengetahuan dari tokoh-tokoh Muslim untuk mengembalikan ruh dan nilai-nilai Islam pada ilmu pengetahuan.

Tantangan besar yang dihadapi zaman sekarang, yaitu ilmu pengetahuan yang telah kehilangan tujuannya. Lebih jauh, menurut al-Attas, ilmu pengetahuan yang ada saat ini merupakan suatu kebingungan metodologis. Lebih parah lagi, ilmu pengetahuan di abad modern secara keseluruhan dibangun, ditafsirkan dan diproyeksikan melalui “pandangan dunia”, dalam hal ini pandangan dunia peradaban Barat

Penuangan Kembali Disiplin Ilmu Modern Ke Dalam Kerangka Islam. Secara operasional, para intelektual muslim tidak akan mencapai sepakat tentang solusi suatu persoalan, karena perbedaan backgraund masing-masing. Ini tidak dilarang bahkan dibutuhkan sehingga kesadaran mereka menjadi lebih kaya dengan berbagai macam pertimbangan. Secara faktual, umat Islam abad pertengahan mampu menciptakan dinamika karena Islam bisa menjadi wadah untuk menampung segala macam ide dan gagasan baru yang mempresentasikan nilai-nilai Ilahiyah Keywords: Islamisasi ilmu, dikotomi, Aplikasi

A. Latar Belakang

Kemajuan peradaban selalu didahului ilmu pengetahuan (sains).

Bangsa yang maju adalah bangsa yang menguasai dan unggul dalam hal

penguasaan ilmu. Kenyataan ini telah dibuktikan dalam sejarah kejayaan islam

antara tahun 132H-656H (750M-1258M) di mana negeri-negeri islam pada

saat itu menunjukan kemampuan didalam bidang ilmu pengetahuan dengan

semangat keilahian yang bersumber dari al quran dan hadits.

Page 2: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

119

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

Proses islamisasi yang dilakukan secara besar-besaran terjadi pada masa

sekitar abad kedelapan Masehi, yaitu pada masa pemerintahan Dinasti

Abbasiyah. Islamisasi dilakukan dalam bentuk kegiatan penerjemahan

terhadap karya-karya dari Persia atau Iran dan Yunani yang kemudian

pemaknaan karya-karya itu diadaptasikan dengan konteks masyarakat

setempat yang tidak menyimpang dengan ajaran agama Islam pada waktu itu.1

Proses tersebut ditandai dengan kehadiran karya besar Imam Al-Ghazali yang

berjudul Tahafut Al-Falasifah, yang mempersoalkan 20 “ide asing” dalam

pandangan Islam, yang mana “ide asing” itu kerap diambil oleh filosof

Muslim dari pemikiran Yunani, khususnya Plato dan Aristoteles. Akhirnya, 20

ide asing bertentangan dengan ajaran Islam itu kemudian dibahas oleh Al-

Ghazali disesuaikan dengan konsep akidah Islam. Upaya tersebut, walaupun

tidak menggunakan istilah islamisasi, tapi aktivitas yang sudah mereka

lakukan sesuai dengan makna islamisasi itu sendiri. Kemudian istilah

“islamisasi” sendiri baru muncul pada tahun 1930-an, sejak Muhammad Iqbal

menegaskan akan perlunya melakukan proses Islamisasi terhadap ilmu

pengetahuan. Iqbal sudah menyadari bahwa ilmu yang dikembangkankan

oleh Barat bersifat non-teistik, sehingga dinilai dapat menggoyahkan akidah

umat Islam. Untuk itu, Iqbal menyarankan umat Islam agar mengonversikan

ilmu pengetahuan modern sesuai ajaran Islam. Sayangnya, Iqbal tidak

diketahui melakukan tindak lanjut mengenai ide yang dilontarkannya tersebut.

Belum ada identifikasi yang jelas dan ia juga tidak mengemukakan saran-saran

atau program konseptual atau metodologis upaya untuk mengonversikan

ilmu pengetahuan yang dimaksud oleh Iqbal.2 Sehingga, sampai saat itu,

belum ada penjelasan yang sistematik secara konseptual mengenai islamisasi

ilmu pengetahuan.

Selama rentang enam abad betapa hebat perkembangan ilmu

pengetahuan sehingga mampu melahirkan berbagai tokoh-tokoh handal,

seperti Al-Farazi sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun

astrolobe, al-Razi dan Ibnu Sina dalam bidang kedokteran, Jabir bin Hayyan

dalam bidang kimia, Musa al-Khawarizmi dalam bidang matematika.3

1 Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan…, hlm. 115.

2 Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik…, hlm. 390.

3 Imam Suprayogo, Quo Vadis Pendidikan Islam, UIN Malang Press, Malang, 2002, hal.252.

Page 3: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

120

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

Akan tetapi sangat disayangkan karena beberapa faktor baik internal

maupun eksternal setelah periode ini berakhir, islam justru mengalami

kemunduran. Kendati demikian. Zaman modern tampaknya memberi

kemungkinan baru untuk umat muslim untuk memperluas cakrawala dan

menjadi kreatif kembali. Mereka tiada hanya guna mengagungkan kejayaan

masa lampau. hal yang krusial sekarang adalah bagaimana menggali kembali

etos kerja keilmiahan para ilmuwan muslim terdahulu yang terpadu dengan

semangat ajaran keahlian.

Ilustrasi selintas tentang perkembangan dan tradisi keilmuwan diatas,

diharapkan menjadi cambuk munculnya semangat dan sikap-sikap apresiatif

terhadap warisan klasik islam. Karena itu perlu ditarik benang merah dan apa

relevansinya bagi tantangan zaman kini dan esok dengan tetap komitmen

pada sumber pokok ajaran islam, yaitu al-Quran. Pada hakikatnya tantangan

ke depan umat islam ialah menganalisis kembali secara mendalam kandungan

al-Quran dan hadits itu dari segala aspeknya secara luas dan kreatif. Sehingga

umat islam pada zaman islam sekarang, sebagaimana telah dipraktikan oleh

pendahulu mereka, dengan menggunakan segala bahan yang telah disediakan

oleh pengalaman manusia dalam berbudaya dan berperadapan dapat

berkiprah secara maju dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Seirama

dengan perkembangan zaman ilmu pengetahuan yang dibangun diatas

pondasi kesadaran ilahiyah itu akhirnya mengalami proses sekularisasi. Yakni

paham yang berobsesi ingin memisahkan kegiatan ilmu dengan kegiatan

agama yang berujung pada lepasnya semangat berilmu dari nilai-nilai

transenden keagamaan. Hal ini bisa kita cermati bahwa setiap ilmuwan yang

terobsesi oleh semangat ilmuwan modern (barat). Mereka akan membangun

ilmu itu dari fakta-fakta empiris yang tak ada kaitannya sama sekali dengan

nilai-nilai spiritual. Akhirnya, ilmu yang lahir dan berkembang adalah ilmu

yang bebas sama sekali dari nilai-nilai ketuhanan dan berada dalam wilayah

prifan.4

Dampak yang kemudian terlihat, ilmu pengetahuan dianggap nilai

(bebas nilai) dan penggunaanya tidak ada kaitanya dengan etika. Dampaknya

lebih jauh dari proses deislamisasi,westernisasi dan sekularisasi ini telah

4Ibid., hal. 253.

Page 4: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

121

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

melahirkan dikotomi sistem ilmu dan pendidikan, yaitu sistem modern yang

sekuler dan sistem islam yang berdampak menempatkan umat islam pada

posisi yang morginal dalam segala aspek kehidupan. Dengan kata lain,

pengetahuan modern telah menyebabkan alienasi antara wahyu dan akal

dalam diri umat islam.

Pada dasarnya, pendidikan Islam tidak menghendaki adanya dikotomi

keilmuan, karena sistem dikotomi menyebabkan sistem pendidikan Islam

menjadi sekularistis, rasional-empiristis, intuitif dan materialistis. Keadaan

tersebut tidak mendukung tata kehidupan umat yang mampu melahirkan

peradaban Islam.

Selain iu, Kemunduruan Islam—sebagai akibat dari panetrasi dan

dominasi Barat telah mengakibatkan ilmu pengetahuan lepas dari kendali

umat Islam dan beralih ke Barat. Keadaan ini menyebabkan—dalam

pandangan sebagian intelektual Muslim—ilmu pengetahuan telah termuati

ideologi, filosofi dan peradaban Barat, yang dalam banyak hal tidak sejalan

dan bahkan berseberangan dengan ideologi dan peradaban Islam. Untuk itu

tampillah gagasan pentingnya islamisasi ilmu pengetahuan dari tokoh-tokoh

Muslim untuk mengembalikan ruh dan nilai-nilai Islam pada ilmu

pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, tampaknya perlu dilakukan uji coba

kreativitas dan olah pikir yang cerdas dalam menjawab tantangan dalam

merealisasikan ide dan pemikiran dalam melakukan islamisasi ilmu

pengetahuan yang sudah sangat mengakar dalam setiap lini kehidupan.

Berangkat dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep islamisasi ilmu pengetahuan?

2. Bagaimana aplikasi dan tantangan dalam proses islamisasi ilmu

pengetahuan?

C. Tujuan

Page 5: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

122

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan

untuk mendiskripsikan:

1. Konsep islamisasi ilmu pengetahuan.

2. Aplikasi dan Tantangan yang dihadapi dalam proses islamisasi ilmu

pengetahuan.

D. Pembahasan

1. Definisi

Islamisasi dapat diartikan sebagai proses pengislaman terhadap hal-hal

yang menyangkut aspek kehidupan manusia, termasuk salah satunya ialah

ilmu pengetahuan. Untuk kata “islamisasi” sendiri dinisbatkan kepada agama

Islam yaitu agama yang telah diletakkan manhaj-nya oleh Allah melalui wahyu.

Sedangkan ilmu merupakan bagian persepsi, konsep, bentuk sesuatu perkara

atau benda. Jadi Islamisasi ilmu memiliki hubungan erat antara Islam dan

ilmu pengetahuan, atau lebih tepatnya hubungan akal dengan wahyu.5

Sehingga beberapa tokoh kontemporer mendifinisikan islamisasi tidak jauh

dari makna tersebut, diantaranya:

Menurut al-Attas Pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu

Pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional

(yang bertentangan dengan Islam) dan dari belengu paham sekuler terhadap

pemikiran.6 Untuk melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut, menurut

al-Attas, perlu melibatkan dua proses yang saling berhubungan. Pertama ialah

melakukan proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang

membentuk kebudayaan dan peradaban Barat, dan kedua, memasukan

elemen-elemen Islam dan konsepkonsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu

pengetahuan masa kini yang relevan.

Sedangkan al-Faruqi, mengartikan Islamisasi adalah usaha "untuk

mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen

dan rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan

dan tafsiran, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua

5 Heri Sugiono, “Islamisasi Ilmu: Sejarah, Dasar, Pola, dan Strategi” dalam

http://heri11user.blogspot.co.id/ 6 Daud, Wan Mohd Nor Wan, (1998), The Educational Philosophy and Practice of Syed

Muhammad Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmy dkk, Filsafat dan Praktik

Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas, Bandung: Mizan. Hal. 336

Page 6: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

123

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam

dan bermanfaat bagi cause (cita-cita)." Fungsi utama gagasan islamisasi ilu

pengetahuan adalah untuk memperbaiki serta membina kembali disiplin

kemanusian, sains sosial, dan sains alam dengan suntikan dasar baru yang

konsisten dengan Islam.7 Lebih riil, al-Faruqi juga menyusun 12 langkah

untuk merealisasikan islmisasi ilmu pengetahuan itu.

Dari berbagai pengertian dan model islamisasi pengetahuan di atas

dapat disimpulkan bahwa islamisasi dilakukan dalam upaya membangun

kembali semangat umat Islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

melalui kebebasan penalaran intelektual dan kajian-kajian rasional-empirik

dan filosofis dengan tetap merujuk kepada kandungan al-qur’an dan sunnah

nabi sehingga ummat Islam akan bangkit dan maju menyusul

ketertinggalannya dari umat lain, khususnya Barat.

2. Tokoh-tokoh Terkait Islamisasi

Praktek Islamisasi sebenarnya sudaha ada sekitar abad ke-8 masehi,

pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah, proses Islamisasi ilmu

ini berlanjut secara besar-besaran, yaitu dengan dilakukannya

penterjemahan terhadap karya-karya dari Persia dan Yunani yang

kemudian diberikan pemaknaan ulang disesuaikan dengan konsep Agama

Islam. Salah satu karya besar tentang usaha Islamisasi ilmu adalah

hadirnya karya Imam al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, yang menonjolkan 20

ide yang asing dalam pandangan Islam yang diambil oleh pemikir Islam

dari falsafah Yunani, beberapa di antara ide tersebut bertentangan dengan

ajaran Islam yang kemudian dibahas oleh al-Ghazali disesuaikan dengan

konsep aqidah Islam. Hal yang sedemikian tersebut, walaupun tidak

menggunakan pelabelan Islamisasi, tapi aktivitas yang sudah mereka

lakukan semisal dengan makna Islamisasi.8

Pada era modern ini, ide Islamisasi ilmu pengetahuan dimunculkan

kembali oleh Syed Hossein Nasr, pemikir muslim Amerika kelahiran Iran,

pada tahun 60-an. Beliau menyadari akan adanya bahaya sekularisme dan

7 Omar, M. Nasir, (2005), Gagasan Islamisasi Ilmu, Selangor: Lohprint, hal; 19

8 Hashim, Rosnani, (2005), Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangandan

Arah Tujuan, Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam,INSIST: Jakarta, Thn II

No.6/ Juli-September). Hal;32

Page 7: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

124

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

modernisme yang mengancam dunia Islam, karena itulah beliau

meletakkan asas untuk konsep sains Islam dalam aspek teori dan praktikal

melalui karyanya Science and Civilization in Islam (1968) dan Islamic Science

(1976). Nasr bahkan mengklaim bahwa ide-ide Islamisasi yang muncul

kemudian merupakan kelanjutan dari ide yang pernah dilontarkannya.9

Gagasan tersebut kemudian dikembangkan oleh Syed M. Naquib al-

Attas sebagai proyek "Islamisasi" yang mulai diperkenalkannya pada

Konferensi dunia mengenai Pendidikan Islam yang pertama di Makkah

pada tahun 1977. Al-Attas dianggap sebagai orang yang pertama kali

mengupas dan menegaskan tentang perlunya Islamisasi pendidikan,

Islamisasi sains, dan Islamisasi ilmu.

Selain Syed M. Naquib al-Attas, juga muncul tokoh-tokoh lain

seperti Ismail Raji Al- Faruqi dan Sayyed Hussein Nashr dan beberapa

tokoh lainnya. Di bawah ini kami kemukakan sekilas tentang tokoh-tokoh

tersebut:

a. Sayyed Hossein Nasr

Ide tentang islamisasi ilmu (sains) pertama kali dicutuskan oleh

Sayyed Hossein Nasr dalam karyanya The Encounter of Man and Nature

pada tahun 1968. Sains Islami menurut Nasr tidak akan dapat

diperoleh melalui akal semata. Sains Islami hanya dapat diperoleh

melalui intelek (intelect) berasal dari Illahiyah yang terletak di dalam

hati. Jadi kedudukan intelek berada dalam hati atau ruhaniyah yang

juga digunakan sebagai pertimbangan dalam sains Islam. Sedangkan

akal sendiri tidak dapat disebut sebagai intelek sebab pengetahuan dari

akal hanyalah pantulan dari intelek, oleh sebab itu pengetahuan yang

berasal dari akal semata tidak dapat dijadikan ukuran dalam sains

Islami.10

Dalam hal ini, Nasr meletakkan hierarki pengetahuan Islam yang

paling tinggi adalah berasal dari pengetahuan Illahiyah (hati)

sedangkan tingkat dibawahnya adalah pengetahuan yang berasal dari

akal. Selama hierarki pengetahuan tetap dipertahankan, ilmu

pengetahuan tidak akan merusak umat manusia, sebab ia dikendalikan

9 Ibid, hal. 32

10 Zainal Habib, Islamisasi Sains. (Malang, UIN Malang Press, 2007), hlm. 23

Page 8: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

125

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

oleh hati. Beberapa pembatasan ilmu dalam bidang fisik dapat

diterima guna mempertahankan kebebasan pengembangan di bidang

ruhani.

Ilmu pengetahuan harus menjadi alat untuk mengakses yang

sakral dan ilmu pengetahuan sakral (scientia-sacra) tetap sebagai jalan

kesatuan utama dengan realitas, dimana kebenaran dan kebahagiaan

disatukan.11 Untuk mewujudkan sains Islami tersebut, Nasr

menggunakan perbandingan dengan apa yang telah diraih Islam pada

zaman keemasannya (abad pertengahan). Menurutnya, pada saat itu

dengan teologi yang mendominasi sains, sains telah memperoleh

kecerahan dan dapat menyelamatkan umat dari sifat destruktif sains.

b. Syed M. Naquib al-Attas

Syed Muhammad Naquib Al Attas (Al-Attas) lahir di Bogor Jawa

Barat, 5 September 1931, dari seorang ayah bernama Syed Ali bin

Abdullah Al Attas dan ibu Syarifah Raqaub Al-Aydarus.12

Pendidikan Al-Attas diawali di pesantren Al Urwatul Wustqo

Sukabumi Jawa Barat sekitar tahun 1945. Pendidikan modern sempat

ia kenyam melalui lingkungan ningrat selama tinggal bersama

pamannya Engku Abdul Aziz di Johor Baru Malaysia.5 Secara

berturut-turut kemudian ia kuliah di University of Malay Singapore

1957-1959. Melanjutkan ke Institute of Islamic Studies di McGill

University Canada dengan konsentrasi keilmuan bidang tasawuf tahun

1962. Bidang teologi dan metafisika ia pelajari di School Oriental and

Africa Studies, University of London, dan meraih gelar Ph.D dengan

disertasi berjudul Mistik hamzah Fansuri; Ilmuwan dan tokoh sufi

kerajaan Islam Aceh Darusslam pada masa keemasanya.d, dengan

predikat cumlaude. Sekembalinya dari London ia menetap di

almamaternya University of Malay Singapore, dan dilantik menjadi

ketua Departemen Kesusateraan dalam kajian melayu (1968-1970).

11

Ibid, hlm. 23 12

Ayahanda Al Attas adalah keturunan ulama dan ahli tasawuf terkenal yaitu Syed Abdullah

bin Muhsin bin Muhammad Al Attas, seorang wali dari jawa yang berpengaruh di kawasan

tanah Arab dan Indonesia. Sementara ibunya juga keturunan keluarga raja Sakapura. Lihat

Ensiklopedia Islam, Ibid, h. 78-79

Page 9: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

126

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

Pada tahun itu juga Al Attas dan kawan-kawannya mendirikan

Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Ia menjadi Guru Besar

(Profesor) untuk kajian sastra dan kebudayaan melayu pada tahun

1975 (Al-Attas, 1975). Kemudian dilantik menjadi Dekan Fakultas

Sastra dan Kebudayaan Melayu di UKM.

c. Ismail Raji Al- Faruqi

Ismail Raji Al-Faruqi (Al-Faruqi) dilahirkan di Jaffa Palestina pada

tanggal 1 Januari 1921. Ketika ia lahir Palestina masih merupakan

bagian dari Arab yakni sebelum pendudukan Israel.13 Pendidikan

pertamanya di sekolah biara College des Freres (St. Joseph) tahun

1926-1936. Kemudian kuliah di American University Beirut untuk

Sarjana Mudanya tahun 1941, dan gelar Master bidang filsafat diraih

padatahun 1949 pada Indiana University dan Harvard University.

Gelar doctor bidang filsafat barat ia peroleh dari Indiana University

Bloomington. Studi ke-Islaman ia tekuni selama empat tahun di

Universitas Al-Azhar Kairo.14

Meskipun latar belakang pendidikannya pada pendidikan Barat dan

dipercaya sebagai dosen di McGill University Montreal Canada tahun

1959, tidak berarti Al Faruqi telah kehilangan identitas keislamannya.

Bahkan sebaliknya, melalui pendidikan barat ia justru terwarnai oleh

system pendidikan yang ada. Kekuatan kepribadian keislamannya

dapat terlihat jelas dari pendapat-pendapatnya, yang mencoba

mengangkat wacana keislaman sebagai topic utama kebangkitan umat

Islam.15 Al Faruqi banyak terlibat dalam perencanaan Program

Pengkajian Islam di beberapa Negara, seperti : Pakistan, Afrika

Selatan, India, Malaysia, Libya, Arab Saudi dan Mesir. Bahkan di

kalangan masyarakat Amerika Serikat ia dikenal sebagai tokoh

intelektual muslim.

13

Lihat Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 1996), h. 158 14

Lihat juga pengantar Ismail Raji Al Faruqi dan Lois Lamya Al Faruqi, Atlas Budaya Islam,

(Bandung : Mizan, 2001), h. 6. Bandingkan dengan Ensiklopedi Islam, (Jakarta : 1982), h. 334 15

Pendapatnya dapat dicermati dalam karyanya al : Islamization of Knowledge, Tauhid, Islam

dan Kebudayaan, Atlas Budaya islam, dan Hakikat Hijrah.

Page 10: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

127

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

3. Konsep Islamisasi

a. Syed Naquib alAttas

Sayyid Husein Nasr sebagaimana dikutip Khudori Soleh mengatakan

bahwa Islamisasi ilmu termasuk islamisasi budaya adalah upaya

menterjemahkan pengetahuan modern ke dalam bahasa yang bisa

dipahami masyarakat muslim dimana mereka tinggal. Artinya,

Islamisasi ilmu lebih merupakan usaha untuk mempertemukan cara

pikir dan bertindak (epistemologi dan aksiologi) masyarakat Barat

dengan muslim.16

Naquib al-Attas berpendapat bahwa Islamisasi ilmu adalah

upaya membebaskan ilmu pengetahuan dari makna, ideologi dan

prinsip-prinsip sekuler, sehingga terbentuk ilmu pengetahuan yang

baru sesuai fitrah Islam.17 Dalam pandangan Naquib, islamisasi ilmu

berkenaan dengan ontologis dan epistemologis, terkait dengan

perubahan dan cara pandang dunia yang merupakan dasar lahirnya

ilmu dan metodologi yang digunakan, agar sesuai dengan konsep

Islam.18

Jadi, islamisasi ilmu dapat kita simpulkan sebagai upaya

membangun kembali semangat umat Islam dalam berilmu

pengetahuan, mengembangkannya melalui kebebasan penalaran

intelektual dan kajian rasionanl-empirik atau semangat pengembangan

ilmiah dan filosofis, yang merupakan perwujudan dari sikap concern,

loyal, dan komitmen terhadap doktrin-doktrin dan nilai-nilai

mendasaryang terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Masih konsisten dari problematika yang mereka kaji, al-Attas

menekankan tantangan besar yang dihadapi zaman sekarang, yaitu

ilmu pengetahuan yang telah kehilangan tujuannya. Lebih jauh,

menurut al-Attas, ilmu pengetahuan yang ada saat ini merupakan

suatu kebingungan metodologis. Lebih parah lagi, ilmu pengetahuan

16

Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hal. 239. 17

Syed Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme, terj. Karsidjo Djojosuwarno, Pustaka,

Bandung, 1981, hal. 156. 18

Syed Naquib al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, terj. Saiful Muzani, Mizan, Bandung, 1995,

hal. 45

Page 11: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

128

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

di abad modern secara keseluruhan dibangun, ditafsirkan dan

diproyeksikan melalui “pandangan dunia”, dalam hal ini pandangan

dunia peradaban Barat.19

Menurut al-Attas, jika pemahaman ini merasuk ke dalam

pikiran kaum cendekiawan umat Islam, maka dampak berbahaya akan

sangat luar biasa, al-Attas menyebutnya sebagai de-islamisasi pikiran

umat Islam. Oleh karena itu, sebagai bentuk keprihatinannya terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan, al-Attas mengajukan gagasan

tentang “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Masa Kini”20 dan memberikan

formulasi awal yang sistematis karena dianggap sebagai prestasi

inovatif dalam pemikiran Islam modern.

Gagasan al-Attas selanjutnya mendapat reaksi dan dukungan

dari berbagai pihak sesama ilmuwan, salah satunya Ismail Raji al-

Faruqi dengan agenda “Islamisasi Ilmu Pengetahuan”nya.21 Sampai

saat ini, gagasan islamisasi ilmu menjadi visi dan tujuan penting bagi

beberapa institusi Islam, seperti International Institute of Islamic Thought

(IIIT) di Washington DC, Amerika Serikat. International Islamic

University Malaysia (IIUM) di Kuala Lumpur Malaysia, Akademi Islam

di Cambridge dan International Institute of Islamic Thought and Civilization

(ISTAC) di Kuala Lumpur.22

b. Al-Faruqi

Islamisasi ilmu lahir dari adanya keprihatinan terhadap

faktabanyaknya umat Islam yang tidak menyaring ilmu-ilmu terutama

yangdatang dari Barat. Menurut al-Faruqi, sebagai penganut agama

Islamyang sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan

danpendidikan, ternyata umat muslim masih belum sungguh-

19

Ibid, hlm. 333 20

Label “masa kini” sengaja diberikan sebab ilmu pengetahuan yang diperoleh umat Islam

yang berasal dari kebudayaan dan peradaban masa lalu, seperti Yunani dan India, telah

diislamkan. Lihat Ibid, hlm. 335. 21

Terkait ide islamisasi ilmu pengetahuan, Al-Faruqi mengklaim bahwa ide tersebut murni

berasal dari dirinya, sebagaimana yang telah disampaikan pada seminar di Islamabad pada

tahun 1982. Lihat Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Pemberdayaan,

Pengembangan Kurikulum, hingga Redifinisi Islamisasi Pengetahuan, (Bandung : Nuansa,

2003), hlm. 330. 22

M. Ghufron, “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Perspektif Sejarah, Kontroversi dan

Perkembangannya” dalam http://inpasonline.com/, diakses 21 April 2016.

Page 12: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

129

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

sungguhmemperhatikan orisinalitas dan kualitas ilmu pengetahuan

danpendidikannya. Ketidaksungguhan itu membuat umat

muslimterjerembab ke dalam perangkap sistem ilmu pengetahuan

danpendidikan modern yang cenderung sekuler. Akibatnya,

semakintinggi ilmu pengetahuan dan pendidikan yang didapatkan,

justru umatmuslim semakin jauh dari ajaran agama. Kemajuan yang

mereka capaiini, adalah kemajuan yang semu. Di satu pihak, umat

Islam telahberkenalan dengan peradaban barat modern, tetapi di

pihak lainmereka kehilangan pijakan yang kokoh, yaitu pedoman

hidup yangbersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Melihat

fenomena demikian,al-Faruqi menganggap bahwa umat Islam seakan

berada dipersimpangan jalan sehingga sulit untuk menentukan pilihan

arah yangtepat. Karenanya, umat Islam akhirnya terkesan mengambil

sikapmendua, antara tradisi keislaman dan nilai-nilai peradaban

baratmodern. Pandangan dualisme yang demikian ini menjadi

penyebabdari kemunduran yang dialami umat Islam. Bahkan sudah

mencapaitingkat serius dan mengkhawatirkan yang disebutnya

sebagai“malaisme”.23 Hal inilah yang mendorong adanya islamisasi

ilmumenurut Ismail Raji al-Faruqi.

Islamisasi ilmu pengetahuan, menurut Ismail al-Faruqi,

menghendaki adanya hubungan timbal balik antara realitas dan aspek

kewahyuan.24 Walaupun ada perbedaan dalam pola pemetaan konsep

tentang islamisasi ilmu pengetahuan yang ditawarkan kedua tokoh

tersebut, tetapi ruh yang ditawarkan tentang islamisasi ilmu

pengetahuan kedua tokoh tersebut sama, yakni bagaimana penerapan

ilmu pengetahuan sebagai basis kemajuan umat manusia tidak

dilepaskan dari aspek spiritual yang berlandaskan pada sisi normatif

al-qur’an dan al-Sunah. Sebaliknya, memahami nilai-nilai kewahyuan,

umat Islam harus memanfaatkan ilmu pengetahuan. Tanpa

memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memahami wahyu,

umat Islam akan terus tertinggal oleh umat lainnya. Karena

23

Ismail Raji al-Faruqi, Op.Cit., hal. 11 24

Ismail al-Faruqi dilahirkan di Jaffa, Palestina pada 1 Januari 1921. Dia memperoleh gelar

B.A. dalam bidang filsafat (1941) Lihat Ismail al-Frauqi, Dialog Tiga Agama Besar,

Surabaya: Pustaka Progressif, 1994, h.7-8.

Page 13: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

130

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

realitasnya, saat ini ilmu pengetahuanlah yang amat berperan dalam

menentukan tingkat kemajuan umat manusia.

Dari definisi islamisasi pengetahuan di atas, ada beberapa model

islamisasi pengetahuan yang bisa dikembangkan dalam menatap era

globalisasi, antara lain: model purifikasi, model modernisasi Islam,

dan model neo-modernisme.

Dengan melihat berbagai pendekatan yang dipakai Al-Faruqi

dalam gagasan islamisasi ilmu pengetahuan, seperti: (1) penguasaan

khazanah ilmu pengetahuan muslim, (2) penguasaan khazanah ilmu

pengetahuan masa kini, (3) identifikasi kekurangan-kekurangan ilmu

pengetahuan itu dalam hubungannya dengan ideal Islam, dan (4)

rekonstruksi ilmu-ilmu itu sehingga menjadi paduan yang selaras

dengan warisan dan idealitas Islam, maka gagasan Islamisasi keduanya

dapat dikategorikan ke dalam model purifikasi. Pandangan al-Faruqi

berkenaan dengan langkah-langkah dalam Islamisasi Ilmu

pengetahuan, dia mengemukakan ide Islamisasi Ilmunya berlandaskan

pada esensi tauhid yang memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan

harus mempunyai kebenarannya. Al-Faruqi menggariskan beberapa

prinsip dalam pandangan Islam sebagai kerangka pemikiran

metodologi dan cara hidup Islam. Prinsip-prinsip tersebut ialah:

1) Keesaan Allah.

2) Kesatuan alam semesta.

3) Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan25

Menurut al-Faruqi, kebenaran wahyu dan kebenaran akal itu

tidak bertentangan tetapi saling berhubungan dan keduanya saling

melengkapi. Karena bagaimanapun, kepercayaan.

Model islamisasi pengetahuan yang muncul pada abad ke-19 dan 20

Masehi ini. Landasan metodologis islamisasi pengetahuannya, menurut Imam

Suprayogo adalah sebagai berikut: Pertama, persoalan-persoalan kontemporer

umat Islam harus dicari penjelasannya dari tradisi dan hasil ijtihad para ulama

yang merupakan hasil interpretasi terhadap al-qur’an. Kedua, apabila dalam

tradisi tidak ditemukan jawaban yang sesuai dengan kondisi kontemporer,

25

Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi..., 20

Page 14: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

131

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

maka harus menelaah konteks sosio-historis dari ayat-ayat al-qur’an yang

menjadi landasan ijtihad para ulama tersebut. Ketiga, melalui telaah historis

akan terungkap pesan moral al-qur’an sebenarnya, yang merupakan etika

sosial al-qur’an. Keempat, setelah itu baru menelaahnya dalam konteks umat

Islam dewasa ini dengan bantuan hasil-hasil studi yang cermat dari ilmu

pengetahuan atas persoalan yang bersifat evaluatif dan legitimatif sehingga

memberikan pendasaran dan arahan moral terhadap persoalan yang

ditanggulangi.26

E. Aplikasi Dalam Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Sebagai upaya pengintegrasian disiplin-disiplin ilmu modern dengan

khazanah warisan Islam. Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan

agar tujuan-tujuan dari islamisasi ilmu pengetahuan dapat tercapai. Untuk

merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, al-Faruqi menyusun 12 langkah yang

secara kronologis harus diaplikasikan27

Langkah 1. Penguasaan Disiplin Ilmu Modern : Penguraian Kategoris.

Pada langkah awal ini, disiplin-disiplin ilmu modern harus dipecah-pecah

menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metode, problema dan tema-tema.

Penguraian tersebut harus mencerminkan daftar isi sebuah

buku daras (pelajaran) dalam bidang metodologi disiplin-disiplin ilmu yang

bersangkutan. Hasil uraian tersebut harus berbentuk kalima-kalimat yang

memperjelas istilah-istilah teknis, menerangkan kategori, prinsip, problem dan

tema pokok disiplin-disiplin ilmu yang bersangkutan.

Langkah 2. Survei Disiplin Ilmu. Pada tahap ini, setiap disiplin ilmu

modern harus disurvei dan ditulis dalam bentuk bagan (skema) mengenai

asal-usul, perkembangan dan pertumbuhan metodologinya, keluasan

cakupannya serta sumbangan pemikiran yang telah diberikan para tokoh

utamanya. Bibliografi keterangan yang memadai dari karya-karya terpenting di

bidang ini harus pula dicantumkan sebagai penutup dari masing-masing

disiplin. Langkah ini bertujuan untuk memantapkan pamahaman muslim

26

Imam Suprayogo, Membangun Integrasi Ilmu dan Agama, h.57. 27

Kuntowijoyo. 2005. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. Jakarta

Selatan: Teraju. hlm. 1

Page 15: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

132

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

terhadap berbagai disiplin ilmu modern yang berkembang di Barat, sehingga

mereka benar-benar mengetahui secara detail dan menyeluruh tentang

kekurangan dan kelebihan disiplin-disiplin ilmu tersebut.

Langkah 3. Penguasaan Khasanah Islam. Pada tahap ini, perlu ditemukan

sampai sejauh mana khazanah Islam menyentuh dan membahas objek disiplin

ilmu modern tersebut. Tujuannya agar dapat ditemukan relevansi di antara

khazanah barat dan Islam. Ini penting, karena banyak ilmuan muslim didikan

barat tidak mengenal khazanah Islam sendiri, kemudian mengangap bahwa

khazanah keilmuan Islam tidak membahas disiplin ilmu yang ditekuni.

Padahal, yang terjadi adalah bahwa ia tidak mengenal kategori-kategori

khazanah ilmiah Islam yang digunakan oleh ilmuan Muslim tradisional untuk

mengklasifikasi objek disiplin ilmu yang ditekuninya.

Langkah 4. Penguasaan Khasanah Islam Tahap Analisa. Untuk dapat

memahami cakupan wawasan Islam setiap kata perlu adanya analisa dengan

latar belakang sejarah dan kaitan antara masalah yang dibahas dengan

berbagai bidang kehidupan manusia. Analisa historis ini dapat memperjelas

berbagai wilayah wawasan Islam itu sendiri. Namun, analisa ini tidak bisa

dilakukan secara sembarangan. Harus dibuat daftar urut prioritas, dan yang

paling penting adalah bahwa prinsip-prinsip pokok, masalah-masalah pokok

dan tema-tema abadi, yakni tajuk-tajuk yang mempunyai kemungkinan

relevansinya kepada permasalahan masa kini harus menjadi sasaran strategis

penelitian dan pendidikan Islam.Tahap ini bertujuan untuk untuk mengenal

lebih jauh tentang konstruksi khazanah Islam dan mendekatkan karya-karya

khazanah Islam kepada para sarjana didikan barat, sehingga diketahui secara

lebih jelas jangkauan gagasannya.

Langkah 5. Penentuan Relevansi Islam Yang Khas Terhadap Disiplin-

Disiplin Ilmu. Pada tahap ini, hakekat disiplin ilmu modern beserta metode

dasar, prinsip, problem, tujuan, hasil capaian dan segala keterbatasannya,

semua dikaitkan dengan khazanah Islam. Begitu pula relevansi-relevansi

khazanah Islam spesifik pada masing-masing ilmu harus diturunkan secara

logis dari sumbangan mereka.Dalam hal ini, ada tiga hal yang harus dijawab.

(1) Apa yang telah di sumbangkan oleh Islam, mulai dari al-Qur`an hingga

kaum modernis saat ini, kepada keseluruhan masalah yang dikaji disiplin-

Page 16: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

133

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

disiplin ilmu modern? (2) Seberapa besar sumbangan Islam tersebut

dibanding ilmu-ilmu Barat? Sejauh mana tingkat pemenuhan, kekurangan

serta kelebihan khazanah Islam dibanding wawasan dan lingkungan disiplin

ilmu modern?. (3) Jika ada bidang masalah yang sedikit disentuh, atau bahkan

di luar jangkauan khazanah Islam, ke arah mana ilmuan Islam harus mengisi

kekurangan, merumuskan kembali permasalahannya dan memperluas

cakrawala wawasan disiplin ilmu tersebut.

Langkah 6. Penilaian Kritis Terhadap Disiplin Ilmu Modern : Tingkat

Perkembangannya Di Masa Kini. Setelah mendiskripsikan dan menganalisis

berbagai sisi dan relevansi antara khazanah Islam dan Barat, sekarang

melakukan analisa kritis terhadap masing-masing ilmu dilihat dari sudut Islam.

Inilah langkah utama dalam Islamisasi ilmu. Di sini ada beberapa hal yang

harus dijawab. Benarkah disiplin ilmu tersebut telah memenuhi visi

pelopornya? Benarkah ini telah merealisasikan peranannya dalam upaya

mencari kebenaran? Sudahkah disiplin ilmu tersebut memenuhi harapan

manusia dalam tujuan hidupnya? Sudahkah ilmu tersebut mendukung

pemahaman dan perkembangan pola ciptaan Ilahi yang harus direalisasikan?

Jawaban atas berbagai persoalan ini harus terkumpul dalam bentuk laporan

mengenai tingkat perkembangan disiplin ilmu modern dilihat dari perspektif

Islam[30]. Jawaban-jawaban harus terkumpul dan di pecahkan dengan

perbaikan, penambahan, perubahan atau penghapusan Islami.

Langkah 7. Penilaian Kritis Terhadap Khasanah Islam : Tingkat

Perkembangannya Dewasa Ini. Yang dimaksud khazanah Islam adalah al

Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Namun, ini tidak berarti bahwa kedua

sumber tersebut harus menjadi objek kritik atau penilaian. Status ilahiah al

Quran dan sifat normatif sunnah adalah ajang yang tidak diperdebatkan.

Akan tetapi, interpretasi muslim terhadap keduanya yang historis kontekstual

boleh dipertanyakan, bahkan harus selalu dinilai dan dikritik berdasarkan

prinsip-prinsip dari kedua sumber pokok tersebut.Relevansi pemahaman

manusiawi tentang wahyu Ilahi diberbagai aspek persoalan manusia harus

dikritik dari tiga sudut. (1) Wawasan Islam sejauh yang dapat ditarik dari

sumber-sumber wahyu beserta bentuk kongkretnya dalam sejarah kehidupan

Rasulullah SAW, para sahabat dan keturunanya. (2) Kebutuhan umat manusia

Page 17: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

134

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

saat ini. (3) Semua disiplin ilmu modern yang diwakili oleh disiplin ilmu

tersebut. Apabila khazanah Islam tidak relevan lagi, harus dilakukan koreksi

terhadapnya dengan usaha-usaha yang sesuai masa kini. Sebaliknya, jika

relevan, khazanah Islam perlu dikembangkan dan disosialisasikan.

Langkah 8. Survei Permasalahan Yang Dihadapi Umat Islam.

Langkah berikutnya adalah mengadakan survei terhadap berbagai problem

intern di segala bidang. Problem ekonomi, sosial dan politik yang sedang

dihadapi dunia Islam ini sebenarnya tidak berbeda dengan gunung es dari

kelesuhan moral dan intelektual yang terpendam. Untuk bisa mengidentifikasi

semuanya dibutuhkan survei empiris dan analisa kritis secara konprehensif.

Kearifan yang terkandung dalam setiap disiplin ilmu harus dimanfaatkan

untuk memecahkan problem umat Islam. Tidak seorang muslimpun boleh

membatasi ilmunya dalam satu titik yang hanya memuaskan keinginan

intelektulitasnya, lepas dari realitas, harapan dan aspirasi umat Islam.

Langkah 9. Survei Permasalahan Yang Dihadapi Umat Manusia.

Sudah menjadi bagian dari wawasan dan visi Islam bahwa tanggung-jawabnya

yang tidak terbatas pada kesejahteraan umat Islam saja, tetapi juga

menyangkut kesejahteraan seluruh umat manusia di dunia dengan segala

hiterogenitasnya, bahkan mencakup seluruh alam semesta (rahmat li al-alamin).

Dalam beberapa hal, umat Islam memang terbelakang dibanding bangsa lain,

tetapi dari sisi ideologis, mereka adalah umat yang paling potensial dalam

upaya proses integralisasi antara kesejahteraan, religius, etika dan material.

Langkah 10. Analisa Kreatif Dan Sintesa. Setelah memahami dan

menguasai semua disiplin ilmu modern dan disiplin keilmuan Islam

tradisonal, menimbang kelebihan dan kelemahan masing-masing, setelah

menentukan relevansi Islam dengan dimensi-dimensi pemikiran ilmiah

tertentu pada disiplin-disiplin ilmu modern, mengidentifikasi problem yang

dihadapi umat Islam dalam lintasan sejarah sebagai hamba sekaligus khalifah,

dan setelah memahami permasalahan yang dihadapi dunia, maka saatnya

mencari lompatan kreatif untuk bangkit dan tampil sebagai protektor dan

developer peradaban manusia.

Sintesa kreatif yang akurat harus dibuat di antara ilmu-ilmu Islam

tradisional dan disiplin ilmu-ilmu modern untuk dapat mendobrak stagnasi

Page 18: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

135

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

intelektual selama beberapa abad. Khazanah ilmu-ilmu Islam harus terkait

dengan hasil-hasil ilmu modern dan harus mulai menggerakkan barisan depan

pengetahuan sampai cakrawala lebih jauh dari apa yang bisa diprediksikan

oleh ilmu modern. Sintesa kreatif ini harus mampu memberikan solusi tuntas

bagi permasalahan dunia, di samping permasalahan yang muncul dari harapan

Islam. Apa harapan Islam di setiap bidang kehidupan, dan bagaimana sintesa

baru tersebut menggerakan umat Islam maupun umat manusia ke arah

terwujudnya harapan tersebut. Jika diketahui relevansi ilmuilmu Islam untuk

topik tertentu dan setelah diketahui pula ciri khas permasalahan yang

dihadapi, pilihan mana yang harus diambil.Apa kriteria yang digunakan bahwa

Islam relevan dengan persoalan yang dihadapi. Bagaimana metodenya.

Bagaimana tata kerjanya, alat evaluasi dan pertanggung-jawaban atas teorinya?

Langkah 11. Penuangan Kembali Disiplin Ilmu Modern Ke Dalam

Kerangka Islam. Secara operasional, para intelektual muslim tidak akan

mencapai sepakat tentang solusi suatu persoalan, karena perbedaan

backgraund masing-masing. Ini tidak dilarang bahkan dibutuhkan sehingga

kesadaran mereka menjadi lebih kaya dengan berbagai macam pertimbangan.

Secara faktual, umat Islam abad pertengahan mampu menciptakan dinamika

karena Islam bisa menjadi wadah untuk menampung segala macam ide dan

gagasan baru yang mempresentasikan nilai-nilai Ilahiyah.

Berdasarkan wawasan-wawasan baru tentang makna Islam serta

pilihan-pilihan kreatif bagi realisasi makna tersebut, maka ditulislah buku-

buku daras untuk perguruan tinggi, dalam semua bidang ilmu. Inilah puncak

dari gerakan islamisasi pengetahuan. Namun, penulisan buku-buku daras ini

sendiri bukan pencapaian final, melainkan justru baru sebagai permulaan dari

sebuah perkembangan peradaban Islam dimasa depan. Buku-buku daras

hanya sebagai pedoman umum bagi perkembangan selanjutnya. Karena itu,

essei-essei yang mencerminkan dobrakan pandangan bagi setiap topik dan

cabang ilmu harus pula ditulis sebagai “wawasan latar belakang” atau “bidang

relevansi” yang dari sana diharapkan akan muncul wawasan baru Islam bagi

masing-masing cabang ilmu modern.

Page 19: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

136

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

Langkah 12. Penyebaran ilmu-ilmu yang telah

diislamiskan..Adalah suatu kesiasiaan apabila karya-karya yang berharga

tersebut hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu atau dalam kalangan

terbatas. Maka yang pertama, sudah seharusnya karya yang dibuat

berdasarkan Lillahi Ta’ala adalah menjadi milik seluruh umat Islam. Yang

kedua, karena produk itu dihasilkan demi Allah SWT dan membawa

wawasan Islam, maka tentu saja yang diharapkan lebih dari sekedar

memberikan informasi. Membuat pembaca menjadi alat untuk maju dan

berjaya dengan nama Allah SWT mencapai apa yang belum dicapai umat

Islam. Yang ketiga, digarapkan hasil dari rencana kerja disajikan disemua

perguruan tinggi Muslim dunia sebagai bacaan wajib di fakultas yang

sesuai.

Selain itu, alat-alat bantu untuk mempercepat program Islamisasi

ilmu pengetahuan, pertama, perlu sering dilakukan seminar dan konferensi

yang melibatkan berbagai ahli dalam bidang keilmuan untuk memecahkan

persoalan disekitar pengkotaan antar disiplin ilmu pengetahuan. Kedua,

lokakarya untuk pembinaan staf. Setelah sebuah buku pelajaran dan

tulisan pendahuluan ditulis sesuai dengan aturan 1 sampai 12 di atas,

maka diperlukan staf pengajar yang terlatih. Para ahli yang membuat

produk tersebut harus bertemu para staf pengajar untuk mendiskusikan

sekitar praanggapan tak tertulis, dampak-dampak tak terduga dari teori,

prinsip dan pemecahan masalah yang dicakup buku tersebut. Selain itu,

dalam pertemuan tersebut harus pula dijajaki sekitar persoalan metode

pengajaran yang diperlukan untuk memahami buku-buku yang dimaksud,

sehingga para staf pengajar dapat terbantu dalam upayanya mencapai

tujuan akhir secara lebih efisien28.

F. Kesimpulan

Oleh karena itu, Gulshami mengelompokkan reaksi intelektual Muslim

tersebut menjadi 4 (empat) aliran besar, yaitu; 1) kelompok yang menolak, 2)

28

Islamisasi-ilmu-pengetahuan?page=all.https://www.kompasiana.com/srimaulida55802df411937355190285d4/Kamis, 20 September 2018.

Page 20: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

137

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

kelompok yang menerima, 3) kelompok yang menyaring, dan 4) kelompok

yang mengkombinasikan.

Kelompok pertama; merupakan kelompok minoritas yang enggan

bersentuhan dengan sains modern, karena menganggap sains modern

bertentangan dengan ajaran Islam. Bagi mereka, masyarakat Islam harus

mengikuti ajaran Islam dengan ketat dan mengharuskan ummat Islam

memiliki sainsnya sendiri.

Kelompok kedua; intelektual Islam yang mengadopsi secara total sains

modern. Mereka menganggap bahwa menguasai sains modern merupakan

sumber utama pencerahan yang sejati dan satu-satunya solusi untuk

melepaskan dunia Islam dari stagnasi.

Kelompok ketiga; sejumlah ilmuan muslim yang mengakui peran sentral

sains modern terhadap kemajuan Barat dan menganjurkan asimilasi sains

modern, meskipun tetap menaruh perhatian terhadap masalah-masalah

keagamaan. Kelompok ini terdiri dari mayoritas intelektual Muslim yang

terbagi dua yaitu; 1) pemikir Muslim yang memandang sains modern sebagai

kelanjutan dari sains yang dihasilkan peradaban Islam masa lalu, mereka

menganjurkan umat Islam mempelajari sains modern agar dapat menjaga

independensi mereka dan melindunginya dari kritisisme kaum orientalis dan

sejumlah intelektual Muslim yang sekuler, dan 2) sejumlah pemikir Muslim

yang berusaha melacak semua penemuan sains yang penting di dalam Al-

Quran dan Hadits, motif mereka adalah untuk menunjukkan keselarasan sains

modern dengan ajaran Islam, serta berusaha membuktikan bahwa temuan-

temuan sains modern dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai aspek

keimanan. Mereka meyakini bahwa hasil temuan yang dicapai oleh sains

modern telah disebutkan terlebih dahulu oleh Al-Quran dan Hadits Nabi.

Kelompok keempat; para filosof Muslim yang membedakan antara

penemuan sains modern dengan pandangan filosofisnya. Karena itu,

meskipun mereka menganjurkan pencarian rahasia-rahasia semesta melalui

eksperimen dan teori-teori ilmiah, mereka juga bersifat kritis terhadap

berbagai penafsiran empiristik dan materialistik yang mengatas namakan

sains. Bagi mereka, pengetahuan ilmiah memang dapat mengungkapkan

beberapa aspek dunia fisik, namun sains saja tidak dapat memberikan

Page 21: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

138

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

gambaran sempurna tentang realitas. Oleh karena itu, sains harus

dikombinasikan dengan cara pandang dunia Islam agar dapat memperoleh

gambaran komprehensif mengenai realitas itu sendiri.29

Untuk dapat memahami cakupan wawasan Islam setiap kata perlu adanya

analisa dengan latar belakang sejarah dan kaitan antara masalah yang dibahas

dengan berbagai bidang kehidupan manusia. Analisa historis ini dapat

memperjelas berbagai wilayah wawasan Islam itu sendiri. Namun, analisa ini

tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Harus dibuat daftar urut prioritas,

dan yang paling penting adalah bahwa prinsip-prinsip pokok, masalah-

masalah pokok dan tema-tema abadi, yakni tajuk-tajuk yang mempunyai

kemungkinan relevansinya kepada permasalahan masa kini harus menjadi

sasaran strategis penelitian dan pendidikan Islam.Tahap ini bertujuan untuk

untuk mengenal lebih jauh tentang konstruksi khazanah Islam dan

mendekatkan karya-karya khazanah Islam kepada para sarjana didikan barat,

sehingga diketahui secara lebih jelas jangkauan gagasannya.

Penuangan Kembali Disiplin Ilmu Modern Ke Dalam Kerangka Islam.

Secara operasional, para intelektual muslim tidak akan mencapai sepakat

tentang solusi suatu persoalan, karena perbedaan backgraund masing-masing.

Ini tidak dilarang bahkan dibutuhkan sehingga kesadaran mereka menjadi

lebih kaya dengan berbagai macam pertimbangan. Secara faktual, umat Islam

abad pertengahan mampu menciptakan dinamika karena Islam bisa menjadi

wadah untuk menampung segala macam ide dan gagasan baru yang

mempresentasikan nilai-nilai Ilahiyah

Dalam rangka mempercepat program Islamisasi ilmu

pengetahuan, pertama, perlu sering dilakukan seminar dan konferensi yang

melibatkan berbagai ahli dalam bidang keilmuan untuk memecahkan

persoalan disekitar pengkotaan antar disiplin ilmu pengetahuan. Kedua,

lokakarya untuk pembinaan staf. Setelah sebuah buku pelajaran dan tulisan

pendahuluan ditulis sesuai dengan aturan 1 sampai 12 di atas, maka

diperlukan staf pengajar yang terlatih. Para ahli yang membuat produk

tersebut harus bertemu para staf pengajar untuk mendiskusikan sekitar

29

Lihat Mehdi Gulshami, “Sikap dan Pandangan Filosofis Muthahhari Terhadap Sains

Modern”, Makalah, disampaikan pada Seminar International Pemikiran Murtadha

Muthahhari, in memoriam: 25 Tahun Syahidnya Sang Ulama Filsuf, (Jakarta, 8 Mei 2004), h.

1 – 2

Page 22: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

139

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

praanggapan tak tertulis, dampak-dampak tak terduga dari teori, prinsip dan

pemecahan masalah yang dicakup buku tersebut. Selain itu, dalam pertemuan

tersebut harus pula dijajaki sekitar persoalan metode pengajaran yang

diperlukan untuk memahami buku-buku yang dimaksud, sehingga para staf

pengajar dapat terbantu dalam upayanya mencapai tujuan akhir secara lebih

efisien.

Daftar Pustaka

Al-Frauqi, Ismail, Dialog Tiga Agama Besar, Surabaya: Pustaka Progressif, 1994

Ali, M. Amir, Removing the Dichotomy of Sciences: A Necessity for The Growth of Muslims. Future: A Journal of Future Ideology that Shapes Today the World Tomorrow

Arifin, M.H., Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Pendekatan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), Jakarta : Bumi Aksara. 1996

Assegaf, Abd. Rachman, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Jakarta: Rajawali Press, 2011

Baalbaki, Rohi, Al-Mawrid: A Modern Arabic-English Dictionary,Beirut : Dar el-Ilm Lilmalayin,1995, Cet. VII,

Berghout, Abdel Aziz, “Toward Islamic Framework for Worldview Studies: Preliminary Theorization”, Berastagi, 2012.

Kartanegara, Mulyadhi, “Islamization of Knowledge and itsImplementation: A Case Study of Cipsi”, Berastagi, 2012

Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Jakarta: Penerbit: Teraju, 2005,

Mahzar, Armahedi “Integrasi Sains dan Agama: Model dan Metodologi”, dalam Zainal Abidin Bagir, dkk (eds.), Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi Bandung: MMU, 2005.

Suprayogo, Imam, “Membangun Integrasi Ilmu dan Agama: Pengalaman UIN Malang”. Zainal Abidin Bagir (ed)., Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi, Bandung: Mizan, 2005.

Suprayogo, Imam. Perubahan Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi Perubahan IAIN/STAIN Menjadi UIN. Malang: UIN Press. 2008.

Suprayogo, Imam. Universitas Islam Unggul. Malang: UIN-Malang Press. 2009.

Page 23: Konsep Islamisasi Ilmu - STAIL

Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Konsep Islamisasi Ilmu

140

Volume VI Nomor 2 Maret-Agustus 2018

P ISSN : 2502-4035

E ISSN : 2354-6301

Suprayogo. Imam, Reorientasi Pendidikan Agama di Universitas Islam. Dalam Menghidupkan Jiwa Ilmu. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kompas-Gramedia, 2014.