KONSEP DASAR Pengertian -...

34
6 BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005). Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang di sebabkan oleh kuman salmonella Typi dan Salmonella paratypi A, B, C (Soedarto, 1992). Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih di sertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa penurunan kesadaran (Rampengan, 1993) Demam Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang di sebabkan infeksi salmonella Typi, organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urin dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Bruner, 1994). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang di sebabkan oleh Salmonella Typi atau salmonella paratypi A,B,C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan disertai gangguan sistem pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Dalam

Transcript of KONSEP DASAR Pengertian -...

6

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat

pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,

gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah,

2005).

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang di

sebabkan oleh kuman salmonella Typi dan Salmonella paratypi A, B, C

(Soedarto, 1992).

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan

gejala demam satu minggu atau lebih di sertai gangguan pada saluran

pencernaan dan dengan atau tanpa penurunan kesadaran (Rampengan, 1993)

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang di

sebabkan infeksi salmonella Typi, organisme ini masuk melalui makanan dan

minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urin dari orang yang

terinfeksi kuman salmonella (Bruner, 1994).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Demam

Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang di sebabkan oleh

Salmonella Typi atau salmonella paratypi A,B,C yang dapat menular melalui

oral, fekal, makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan disertai

gangguan sistem pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Dalam

7

memahami Demam Typhoid perlu memahami anatomi fisiologi sistem

pencernaan.

B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Sistem Pencernaan Tubuh Manusia

(Sumber : Syaifuddin, 1997)

8

Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut

sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk

menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap

zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak

dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rectum dan anus. Sistem

pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran

pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

1. Usus Halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan

yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan

pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui

vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan

air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).

Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna

protein, gula dan lemak.

Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan),

lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M

longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari

duodenum), usus kosong (jejenum) dan usus penyerapan (ileum).

Villi usus halus terdiri dari pipa berotot (> 6 cm), pencernaan

9

secara kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi atas usus 12 jari

(duodenum), usus tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).

a. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus

halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus

kosong (jejenum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian

terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir

di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang

tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua

belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua

belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas dan kantung

empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum

digitorum, yang berarti dua belas jari.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.

Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam

jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum

akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti

mengalirkan makanan.

b. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum)

adalah bagian dari usus halus, diantara usus dua belas jari

10

(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,

panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian

usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam

tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan

terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.

Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni

berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat

dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan

plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus

penyerapan secara makroskopis.

c. Usus Penyerapan (ileum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus

halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar

2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan

oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit

basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam

empedu.

2. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara

usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari

feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum,

kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum)

11

Banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna

makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,

seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

3. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam

istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan

serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada

mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivore

memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif memiliki yang

kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

4. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus

buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.

Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan

membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi

rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung buntu tabung

yang menyambung dengan caecum.

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam

12

orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi

dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung

umbai cacing bisa berbeda-beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis)

yang jelas tetap terletak di peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ

vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai

fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal

sebagai appendiktomi.

5. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar

(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai

tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena

tinja disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.

Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul

keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum

karena penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem saraf

yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi

tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana

penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk

periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,

tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam

pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

13

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan

limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan

tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan

anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses

defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

C. Etiologi

Demam Typhoid disebabkan oleh Salmonella Typhosa, basil gram

negative yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora. Mempunyai

sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat

komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi (kapsul)

merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen

terhadap fagositosis. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin)

terhadap ketiga macam antigen tersebut.

Menurut Rampengan dan Laurent (1993) penyakit ini di sebabkan

oleh tiga spesies utama yaitu Salmonella typosa (satu serotip), Salmonella

Choleraesius (satu serotip), dan Salmonella Enteretidis (lebih dari 1500

serotip). Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun

suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C maupun oleh

antiseptik.

Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang

manusia. Sumber penularan berasal dari tinja dan urin karier, dari penderita

pada fase akut dan penderita pada fase penyembuhan. Infeksi ini didapat

14

dengan cara menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi, dan dapat

pula dengan kontak langsung jari tangan yang terkontaminasi tinja, urin,

secret saluran pernafasan atau dengan pus penderita yang terinfeksi

(Soegijanto, 2002).

D. Patofisiologi

Perjalanan penyakit pada penyakit Demam Typhoid berawal dari

masuknya kuman Salmonella Typhosa ke dalam saluran cerna, bersama

makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Menurut Soegijanto (2002), pada fase awal Demam Typhoid biasa di

temukan adanya gejala saluran nafas atas. Ada kemungkinan sebagian kuman

ini masuk ke dalam peredaran darah melalui jaringan limfoid di faring. Pada

tahap awal ini penderita juga sering mengeluh nyeri telan yang di sebabkan

karena kekeringan mukosa mulut. Lidah tampak kotor tertutup selaput putih

sampai kecoklatan yang merupakan sisa makanan, sel epitel mati dan bakteri,

kadang-kadang tepi lidah tampak hiperemis. Bila terjadi infeksi pada

nasofaring melalui saluran eustachi ke telinga tengah dan hal ini dapat terjadi

otitis media.

Di lambung sebagian besar organisme akan mati oleh asam lambung

HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup). Pengosongan lambung yang

bersifat lambat merupakan faktor pelindung terhadap terjadinya infeksi.

Setelah melalui barier asam lambung mikroorganisme sampai di usus

halus dan menemui dua mekanisme pertahanan tubuh yaitu motilitas dan flora

15

normal usus. Penurunan motilitas usus karena faktor obat- obatan atau faktor

anatomis meningkatkan derajat beratnya penyakit dan timbulnya komplikasi.

Flora normal usus berada di lapisan mukus atau menempel di epitel saluran

cerna dan akan berkompetisi untuk mendapatkan kebutuhan metabolik untuk

keperluan pertumbuhan, memproduksi asam amino rantai pendek serta

menurunkan suasana asam serta memproduksi zat antibakteria seperti colicin.

Di usus halus mikroorganisme ini bersinggungan dengan ujung villi usus

halus dan berkembang biak terlebih dahulu selama beberapa hari. Kemudian

melakukan penetrasi endotoksin berupa molekul polisakarida sebagai patogen

usus ke dalam mukosa pada manusia berlangsung di jejunum. Pada saat ini

biakan tinja positif beberapa hari setelah menelan mikroorganisme dan

menjadi negative ketika timbul gejala klinis bakteriemia. Di lamina propia

organisme mengalami fagositosis dan berada di dalam sel mononuclear.

Mikroorganisme yang sudah berada di dalam sel mononuclear ini masuk ke

folikel limfoid intestine atau nodus peyer dan mengadakan multiplikasi.

Selanjutnya sel yang sudah terinfeksi berjalan melalui nodus limfe intestinal

regional dan duktus thorasikus menuju system sirkulasi sistemik dan

menyebar serta menginfeksi system retikuloendotelial di hati dan limpa. Di

organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak

difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga

menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan

peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik

usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi

16

yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh

akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.

Perubahan pada jaringan limfoid di daerah ileocecal yang timbul

selama Demam Thypoid dapat di bagi menjadi empat tahap, yaitu hiperplasi,

nekrosis jaringan, ulserasi, dan penyembuhan. Adanya perubahan pada nodus

peyer tersebut menyebabkan penderita mengalami gejala intestinal yaitu nyeri

perut, diare, perdarahan dan perforasi. Perdarahan dapat terjadi apabila proses

nekrosis sudah mengenai lapisan mukosa dan submukosa sehingga terjadi

erosi pada pembuluh darah. Ulkus biasanya menyembuh sendiri tanpa

meninggalkan jaringan parut tetapi ulkus dapat menembus lapisan serosa

sehingga terjadi perforasi.

Selain itu dapat terjadi degenerasi sel beberapa organ yaitu ginjal,

jantung, dan paru. Ginjal tampak membengkak, tampak pula pyelonefritis,

dan pyelitis. Dapat pula terlibat gambaran glomerulonefritis dan sindroma

nefrotik. Pathogenesis kelainan neuropsikiatri karena endotoksin beredar dan

berikatan dengan struktur basis kranii menimbulkan enselopati dengan cincin

perdarahan, thrombus kapiler, mielitis dan sindroma guillian barre. Gangguan

mental dapat terjadi di sebabkan karena sumbatan fibrin pada pembuluh darah

otak (DIC).

Anemia dapat terjadi pada penderita disebabkan antara lain karena

pengaruh berbagai sitokin dan mediator sehingga terjadi depresi sum-sum

tulang dan penghentian tahap pematangan eritrosit maupun kerusakan

langsung pada eritrosit yang tampak sebagai hemolisis ringan. Selain itu

17

anemia bisa di sebabkan karena perdarahan usus. Pengaruh depresi sum-sum

tulang yang lain adalah leukopeni dan trombositopeni.

E. Manifestasi Klinis

Gejala klinis Demam Typhoid pada anak biasanya lebih ringan jika

dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari.

Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang

terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin

ditemukan gejala prodormal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri

kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis

sebagai berikut :

1. Demam

Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu

tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama suhu berangsur-angsur

meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore

dan malam hari. Pada minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu ke-

3 penderita demamnya berangsur-angsur normal.

2. Gangguan pada saluran pencernaan

Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih

kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan

limpa membesar. disertai nyeri pada perabaan. Biasanya di dapatkan

konstipasi, bahkan terjadi diare.

18

3. Gangguan kesadaran

Kesadaran menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis

sampai samnolen. Disamping gejala-gejala tersebut ditemukan juga pada

punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik

kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, biasanya di dapatkan

pada minggu pertama demam. Kadang- kadang di temukan bradikardi dan

epistaksis.

F. Komplikasi

Demam Typhoid merupakan penyakit yang memberikan gejala lokal

sistemik. Selain gambaran klinis yang telah di uraikan di atas dapat terjadi

gambaran lain yang tidak biasa. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada

Demam Typhoid antara lain:

1. Usus halus

Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu :

a. Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan

pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi

melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan

tanda-tanda renjatan

b. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga yang terjadi pada

distal ileum. Perforasi yang tidak di sertai peritonitis hanya dapat di

temukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati

19

menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada

foto rontsen abdomen yang di buat dalam keadaan tegak.

c. Peritonitis biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa

perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut

yang hebat, dinding abdomen dan nyeri pada tekanan.

2. Diluar usus

a. Manifestasi Pulmonal seperti Bronkitis dan pneumonia yang

merupakan infeksi sekunder

b. Komplikasi Hematologis

Depresi sumsum tulang tulang belakang yang toksik pada penderita

dengan manifestasi yang berat, menyebabkan anemia, neutropenia,

granulositopenia, dan trombositopenia. Anemia hemotolik akut di

tandai dengan penurunan haemoglobin secara tiba- tiba tanpa

adanya perdarahan di sertai hemoglobinuria.

c. Manifestasi Neuropsikiatri

Manifestasi neuropsikiatri seperti sakit kepala, meningismus, sampai

gangguan kesadaran (Disorientasi, delirium, stupor, koma). Delirium

merupakan kejadian yang paling sering terjadi, dapat berkembang

menjadi enselopati, keadaan ini membaik 4-5 hari tetapi sering

menetap sampai suhu tubuh dan fungsi metabolic kembali normal.

Dilaporkan juga terjadinya shizofrenia.

20

d. Manifestasi Kardiovaskuler

Myokarditis di temukan pada 1-5 % penderita Demam Typhoid.

Manifestasi klinis bervariasi mulai asimtomatik sampai nyeri dada,

payah jantung, aritmia, atau syok kardiogenik.

e. Manifestasi Hepatobilier

Ditandai dengan peningkatan SGOT dan SGPT. Koleisistisis akut

dan ikterus di dapatkan pada 1-5 % kasus.

f. Manifestasi Urogenital

Sebanyak 25 % penderita Demam Typhoid pernah mengekskresikan

S.typi dalam air kemih selama masa sakitnya. Kelainan yang paling

sering di temukan adalah proteinuri yang bersifst sederhana.

Proteinuri pada sebagian kasus di sebabkan oleh kompleks imun

yang mengakibatkan glomerulonefritis. Urin selain mengandung

albumin dalam jumlah kecil juga di dapati sedikit peningkatan

elemen seluler. Manifestasi lain yang mungkin terjadi adalah

sindroma nefritik, sistisis, pielonefritis, dan gagal ginjal.

g. Komplikasi lain

Manifestasi lain yang di temukan adalah parotitis, otitis media,

uveitis, arthritis, pancreatitis, orkitsa, alopesia (Soegijanto, 2002).

G. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan diagnosis Demam Typhoid, perlu dilakukan

pemeriksaan agar diagnosis Demam Typhoid bisa di tegakkan secara jelas.

21

Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk memastikan diagnosa tersebut

diantaranya sebagai berikut :

Menurut Soegijanto (2002), Pada pemeriksaan darah lengkap terdapat

gambaran leukopenia dan limfositosis relative. Hitung jenis leukosit biasanya

normal atau bergeser sedikit ke kiri tergantung beratnya jenis infeksi.

Eosinofili dan basofil menghilang diikuti dengan penurunan limfosit, secara

bertahap eosinofil dan basofil muncul kembali diikuti meningkatnya limfosit

dan monosit setelah minggu kedua. Pada saat ini terjadi limfositosis relative

dan eosinofilia dan pergeseran ke kiri kembali normal. Dapat pula terjadi

berbagai gangguan system hematologic yaitu perdarahan akut, sindroma

uremia hemolitik, dan DIC. Terjadi pula gangguan system pembekuan darah

yang sesuai dengan keadaan DIC termasuk trombositopenia,

hipofibrinogenemia.

Diagnosis pasti Demam Typhoid dapat di tegakkan bila di temukan

bakteri Salmonella typi dalam biakan dari darah, urin, feses, sum - sum

tulang, cairan duodenum, dan empedu. Berkaitan dengan patogenesis

penyakit maka bakteri akan lebih mudah di temukan dalam darah dan sum -

sum tulang pada awal penyakit sedangkan selanjutnya di dalam dan feses.

Pemeriksaan Serologi untuk diagnosis Demam Typhoid adalah uji

widal yang merupakan suatu metode serologi baku dan rutin di gunakan sejak

tahun 1986. Prinsip Pemeriksaan widal adalah untuk memeriksa reaksi antara

antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran

berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagella (H) yang

22

ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi

menunjukan titer antibody dalam serum. Penelitian pada anak oleh Choo dkk

(1990) mendapatkan sensitifitas uji widal sebesar 64-74 % dan spesifitas

sebesar 76-83 %. Interpretasi uji widal harus memperhatikan beberapa factor

penderita seperti status imunitas, stadium penyakit dan status gizi yang dapat

mempengaruhi pembentukan antibody. Kelemahan uji widal yaitu rendahnya

sensitifitas dan spesifisitas.

Selain uji widal terdapat pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis

Demam Typhoid yang baru- baru ini di anggap lebih akurat yaitu

pemeriksaan Tubex TF merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif

yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan

partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas, spesifisitas di

tingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang yang benar- benar spesifik

yang hanya di temukan pada salmonella typi. Tes ini sangat akurat karena

hanya mendeteksi IgM dan tidak mendeteksi antibody IgG dalam waktu

beberapa menit. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil

sensitivitas 100 %. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan ideal.

H. Penatalaksanaan

Perawatan dan pengelolaan yang baik pada pasien dengan Demam

Typhoid dapat secara cepat memulihkan kondisi klien. Kurangnya perhatian

pada prinsip-prinsip perawatan Demam Typhoid dapat memberikan prognosis

yang buruk dan timbulnya berbagai macam komplikasi. Berdasarkan

23

beberapa sumber ada beberapa prinsip perawatan dan pengobatan yang harus

diperhatikan saat merawat pasien dengan Demam Typhoid. FKUI (1996)

menyatakan ” prinsip perawatan Demam thypoid meliputi tiga hal yaitu

perawatan, obat, dan diet”.

Menurut Ngastiyah (2004) perawatan pada pasien Demam Typhoid

perlu di lakukan isolasi penderita, desinfeksi pakaian, dan ekskreta. Untuk

mencegah terjadinya komplikasi pasien harus istirahat total selama demam,

kemudian di lanjutkan 7 – 14 hari lagi setelah suhu turun menjadi normal.

Setelah satu minggu suhu normal tiga hari kemudian pasien di latih duduk.

Jika tidak timbul demam lagi boleh duduk di pinggir tempat tidur sambil

kakinya di goyang-goyangkan. Bila akhir minggu kedua tidak muncul demam

boleh jalan mengelilingi tempat tidur.

Menurut FKUI (1996) ketika menjalani tirah baring pasien harus di

lakukan perubahan posisi secara sering untuk mencegah terjadinya kerusakan

kulit. Mengingat sakit yang lama, lemah, dan anoreksia serta gejala- gejala

penyerta pada Demam Typhoid perlu adanya penanganan sehingga mampu

mengurangi terjadinya komplikasi lebih lanjut.

Menurut FKUI (1996) Diet untuk Demam Typhoid harus

mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak

boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan

banyak gas. Jenis makanan untuk penderita dengan penurunan kesadaran

ialah makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Bila anak

24

sadar dan nafsu makan baik, maka dapat diberikan makanan secara bertahap

mula-mula cair, lunak, makanan biasa.

Soegijanto (2002) menyatakan obat standar yang digunakan untuk

Demam Typhoid sampai saat ini adalah Klorampenikol, Ampisilin,

Amoksilin, dan Kotromoksasol.

Selain obat antimikroba yang digunakan FKUI (1996) menyatakan

pada kondisi tertentu perlu digunakan obat-obat simptomatik seperti

Antipiretik di berikan untuk menurunkan gejala demam, kortikosteroid di

berikan pada pasien toksik, dan penenang diberikan untuk menurunkan gejala

neuropsikiatrik.

I. Pengkajian

1. Identitas

Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,

no. registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat

badan, tanggal masuk RS.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan

kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.

b. Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah

tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.

25

c. Riwayat penyakit sekarang

Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam,

anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat

(anemia), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor),

gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita

Thypoid atau sakit lainnya.

3. Pola-pola Fungsi Kesehatan

a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan

masalah dalam kesehatannya.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,

lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat

mempengaruhi status nutrisi tubuh.

c. Pola aktifitas dan latihan

Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik

serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.

d. Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang

meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.

26

e. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif

Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi

pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.

f. Pola Hubungan dengan orang lain

Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan

interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam

menjalankan perannya selama sakit.

g. Pola reproduksi dan seksualitas

Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah

menikah dan terjadi perubahan.

h. Persepsi diri dan konsep diri

Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi

masalah penyakitnya.

i. Pola mekanisme koping

Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi

masalah penyakitnya.

j. Pola Nilai Kepercayaan / Keyakinan

Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan

menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya

akan terganggu.

27

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38

– 410 C, muka kemerahan.

b. Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

c. Sistem respirasi

Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan

gambaran seperti bronchitis.

d. Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin

rendah.

e. Sistem integumen

Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut

agak kusam

f. Sistem gastrointestinal

Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),

mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa

tidak enak, peristaltik usus meningkat.

g. Sistem muskuloskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

28

h. Sistem abdomen

Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi

lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan

perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

5. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan feses

Darah samar mungkin positif (erosi mukosa), steatorea dan garam

empedu dapat ditemukan.

b. Foto

Menekan barium dapat menunjukkan penyempitan lumen pada ileum

terminal, kekakuan dinding usus, mukosa mudah terangsang / lukus.

c. Pemeriksaan sigmoideskopi

Dapat menunjukkan edema hiperemik mukosa kolon, celah

transversal/lukus longitudinal.

d. Darah lengkap

Anemia (hipokromik, kadang-kadang makrositik) dapat terjadi

karena malnutrisi /malabsorbsi / tekanan fungsi sumsum tulang

(proses inflamasi usus), peningkatan sel darah putih.

e. Kolonoskopi

Mengidentifikasi adanya perubahan lumen dinding (menyempit/tidak

teratur), menunjukkan obstruksi usus.

29

J. Pathways Keperawatan

air dan makanan yang mengandung kuman salmonella typhosa

dimusnahkan asam lambung lambung

usus halus berkembangbiak dalam p. limfe/jar limfe sel retikuloendotelial, hati dan limfe

bakteriemia usus halus mulut pembesaran hati rx peradangan peradangan selaput putih pelepasan merangsang bau tidak sedap zat pirogen peningkatatan peristaltik usus pusat termogulasi diare anoreksia kelemahan tubuh demam peristaltik usus menurun

Intake tidak Adekuat Sumber : (Soegijanto, 2002)

Nyeri abdomen/perabaan

Gangguan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Gangguan eliminasi diare

Peningkatan suhu tubuh

Gangguan eliminasi konstipasi

Intoleransi aktivitas

Devisit volume cairan

30

K. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan beberapa sumber penulis menyimpulkan diagnosa

keperawatan yang sering muncul pada Demam Typhoid sebagai berikut :

1. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin

pada hipotalamus (Suriadi, 2001)

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan nafsu makan, mual, kembung, gangguan absobsi pada usus

halus

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan distensi pada dinding perut,

Hepatomegali

4. Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan sekunder terhadap diare, kurangnya intake cairan, peningkatan

suhu tubuh

5. Gangguan eliminasi: Diare berhubungan dengan inflamsi, iritasi, atau

malabsorbsi usus, adanya toksin, adanya penyempitan segmentasi lumen.

6. Gangguan eliminasi konstipasi berhubungan dengan penurunan

peristaltik usus (Carpenito, 2001)

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

31

L. Fokus Intervensi

Setelah mengetahui masalah keperawatan yang sering muncul pada

Demam Typhoid, berikut ini adalah beberapa tindakan keperawatan yang

penulis simpulkan untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut.

1. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin

pada hipotalamus

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh dalam

batas normal.

b. Rencana tindakan

1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola) perhatikan menggigil.

Rasional : suhu 38,9-41,1’C menunjukan proses penyakit

infeksius.

2) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambah linen tempat tidur,

sesuai indikasi.

Rasional : Suhu lingkungan/jumlah selimut harus diubah untuk

mempertahankan suhu mendekati normal.

3) Berikan kompres mandi hangat , hindari penggunaan alkohol

Rasional : Dapat membantu mengurangi demam. (penggunaan

alcohol/air es mungkin menyebabkan peningkatan suhu secara

actual.

4) Kolaborasi pemberian antipiretik

Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam untuk aksi

sentralnya pada hipotalamus. Meskipun demam mungkin dapat

32

berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan

meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan nafsu makan,mual, kembung, gangguan absobsi pada usus

halus

a. Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi

pasien terpenuhi

b. Rencana tindakan:

1) Timbang berat badan setiap hari

Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan

diet/keefektifan terapi

2) Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase

sakit akut

Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolic untuk mencegah

penurunan kalori dan simpanan energi.

3) Anjurkan istirahat sebelum makan.

Rasional :Menenangkan peristaltic, dan meningkatkan rasa

makanan.

4) Berikan kebersihan oral

Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa

makanan.

5) Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan

menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru, temani.

33

Rasional : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress

dan lebih kondusif untuk makan.

6) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen,

flatus.

Rasional : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.

7) Catat masukan dan perubahan simtomatologi.

Rasional : Memberikan rasa control pada pasien dan

kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan/

dinikmati, dapat meningkatkan masukan.

8) Dorong pasien untuk menyatakan perasaan masalah mulai

makan diet.

Rasional : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan

oleh takut makanan akan menyebabkan eksaserbasi gejala.

9) Pertahankan puasa sesuai indikasi.

Rasional : Istirahat usus menurunkan peristaltic dan diare

dimana menyebabkan malabsorsi/kehilangan nutrient.

10) Kolaborasi nutrisi pareneral total, terapi IV sesuai indikasi.

11) Rasional : program inii mengistirahatkan saluran GI sementara

memberikan nutisi penuh.

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan distensi pada dinding perut,

Hepatomegali

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyaman

terpenuhi

34

b. Rencana tindakan :

1) Dorong pasien untuk melaporkan nyeri

Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri, dari pada

meminta analgetik.

2) Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya,

intensitas. Selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.

Rasional : Nyeri kolik hilang timbul pada penyakit crohn.

Nyeri sebelum defekasi sering terjadi pada KU dengan tiba-

tiba, dimana dapat berat dan terus-menerus. perubahan pada

karakteristik nyeri dapat menunjukan penyebaran

penyakit/terjadinya komplikasi.

3) Catat petunjuk non verbal, gelisah, menolak untuk bergerak,

berhati-hati dengan abdomen, menarik diri, dan depresi.

Selidiki perbedaan petunjuk verbal dan non verbal.

Rasional : Bahasa tubuh/petunjuk non verbal dapat secara

psikologis dan fisiologis dan dapat digunakan pada hubungan

petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.

4) Kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan atau

menghilangkan nyeri.

Rasional : Dapat menunjukan dengan tepat pencetus dan factor

pemberat seperti stress, tidak toleran terhadap makanan atau

mengidentifikasi terjadinya komplikasi.

35

5) Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman, misalnya,

lutut fleksi

Rasional : Menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan

rasa control.

6) Berikan tindakan nyaman (misalnya, pijatan punggung, ubah

posisi) dan aktivitas senggang.

Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali

perhatian dan meningkatkan kemampuan koping. Bersihkan

area rectal dengan sabun ringan dan air/lap setelah defekasi

dan memberikan perawatan kulit, misalnya salep, jel/jeli

minyak.

4. Gangguan eliminasi : Diare berhubungan dengan inflamsi, iritasi, atau

malabsorbsi usus, adanya toksin, adanya penyempitan segmentasi lumen

a. Tujuan: Selama dalam keperawatan kebutuhan eliminasi pasien

dapat terpenuhi

b. Intervensi:

1) Observasi frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah

Rasional: membantu mengukur cairan yang hilang dan cairan

yang akan dibutuhkan.

2) Dorong diet tinggi serat/bulk dalam batasan diet, denngan

masukan cairan sedang sesuai diet yang dibuat.

36

Rasional: Meningkatkan konsistensi Fases. Meskipun cairan

perlu untuk fungsi tubuh optimal, kelebihan cairan

mempengaruhi diare.

3) Batasi masukan lemak sesuai indikasi.

Rasional: Diet rendah lemak menurunkan risiko faces cairan

dan membatasi efek laksatif penurunan absorbsi lemak.

4) Bantu perawatan peringeal sering, gunakan salep sesuai

indikasi. Berikan rendam pada pusaran air.

Rasional: Iritasi anal, ekskorisasi dan pruritus terjadi karena

diare. Pasien sering tak dapat mencapai area yang tepat untuk

membersihkan dan dapat membuat malu untuk meminta

bantuan.

5. Gangguan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan

peristaltik usus

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

konstipasi tidak terjadi

b. Intervensi :

1) Kaji pola BAB pasien.

Rasional : Untuk mengetahui pola BAB pasien.

2) Pantau dan catat BAB setiap hari.

Rasional : Mengetahui konsistensi dari feses dan

perkembangan pola BAB pasien.

3) Pertahankan intake cairan 2-3 liter / hari.

37

Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan dan membantu

memperbaiki konsistensi feses.

4) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi serat tapi

rendah lemak.

Rasional : Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi

air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal.

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pencahar.

Rasional : Obat itu untuk melunakkan feses yang keras

sehingga pasien dapat defekasi dengan mudah.

6. Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan sekunder terhadap diare, kurangnya intake cairan, peningkatan

suhu tubuh

a. Tujuan: Gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi.

b. Intervensi:

1) monitor tanda-tanda dehidrasi (mukosa mulut dan bibir

kering).

Rasional: untuk mengidentifikasi apakah tanda-tanda dehidrasi

2) monitor intake dan out put

Rasional: mengukur cairan yang masuk dan keluar, sehingga

pencegahan atau pengobatan dehidrasi dapat tercapai dengan

tepat

3) monitor vital sign dan keadaan umum pasien

38

Rasional: Perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk

perkiraan kasar kehilangan darah (misalnya TD <90 mm Hg,

dan nadi >110 diduga 25% penurunan volume dan kurang

lebih !000 ml). Hipotensi postural menunjukan penurunan

volume sirkulasi.

4) kolaborasi dokter untuk pemberian cairan parenteral dan obat

anti emetic jika pasien muntah.

Rasional: dengan memberikan obat anti emetik diharapkan out

put cairan dapat berkurang (Doenges, 2000).

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan aktifitas sehari-

hari kembali normaldan mengharapkan penurunan rasa letih.

b. Intervensi :

1) Kaji derajat kelemahan, perhatikan ketidakmampuan

untuknberpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas.

2) Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa

gangguan, dorong istirahat sebelum makan.

Rasional : Menghemat energi untuk istirahat dan regenerasi

seluler /penyambungan jaringan.

3) Dekatkan alat yang dibutuhkan klien dalam tempat yang

mudah dijangkau.

39

Rasional : Untuk menghemat energi klien.

4) Ajarkan teknik penghemat energi, misal lebih baik duduk

daripada berdiri, penggunaan kursi untuk mandi, dsb.

Rasional : Memaksimalkan sediaan energi untuk tugas

perawatan diri