KONSEP BUSINESS JUDGEMENT RULE PADA BADAN...
Transcript of KONSEP BUSINESS JUDGEMENT RULE PADA BADAN...
KONSEP BUSINESS JUDGEMENT RULE PADA
BADAN USAHA MILIK NEGARA
(Putusan No. 41 PK/Pid.Sus/2015)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana
Oleh :
Marifa Anandita Sari
11140480000033
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H / 2018 M
v
ABSTRAK
Marifa Anandita Sari. NIM 11140480000033. KONSEP BUSINESS JUDGEMENT
RULES PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA STUDI KASUS PUTUSAN
NO. 41 PK/PID.SUS/2015. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1439 H / 2018 M. Isi : xi + 69 halaman + 68 halaman lampiran + 4 halaman daftar
pustaka.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan konsep Business Judgement
Rule di Badan Usaha Milik Negara, kerugian Negara yang disebabkan dari keputusan
yang diambil direksi BUMN dan pertimbangan hakim dalam kasus tindak pidana
korupsi akibat dari kerugian tersebut. Business Judgement Rule merupakan
pembebasan tanggung jawab bila keputusan menyebabkan kerugian, selama
keputusan diambil dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan dalam Pasal 97 ayat 5
UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Pembebasan tanggung jawab
pada direksi BUMN menimbulkan pro dan kontra karena adanya pernyataan
kekayaan BUMN merupakan kekayaan BUMN sehingga jika mengalami kerugian
maka direksi dianggap telah melakukan tindak pidana korupsi.
Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif. Penelitian
normatif yaitu dengan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, buku-buku, pendapat ahli dan hasil penelitian yang berkaitan dengan
judul skripsi ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan konsep Business
Judgemen Rule di BUMN masih sulit diterapkan karena belum adanya pembatasan
yang jelas mengenai bagian kekayaan Negara dalam kekayaan perseroan BUMN.
Konsep Business Judgement Rule pada kasus ini hanya diterapkan pada putusan
tingkat pertama, tetapi tidak pada tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali. Pada
tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali Majelis Hakim tidak mempertimbangkan
risiko bisnis dalam kegiatan usaha BUMN sehingga Terdakwa dinyatakan melakukan
tindak pidana kourpsi. BUMN sebagai perusahaan yang memiliki tujuan mencari
keuntungan juga memiliki risiko kerugian dalam berbisnis seperti perusahaan lainnya.
Karenanya, kerugian yang disebabkan keputusan tidak bisa semata-mata disebut
sebagai tindak pidana korupsi.
Kata Kunci : Hukum Perusahaan, Business Judgement Rule, Badan Usaha
Milik Negara
Pembimbing : Fitriyani S.Ag., M. H.
Daftar Pustaka : 2002 s.d. 2017
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya,
penyusunan skripsi yang berjudul “KONSEP BUSINESS JUDGEMENT RULES
PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA STUDI KASUS PUTUSAN NO. 41
PK/PID.SUS/2015” dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti selalu mendapatkan bimbingan, dorongan, serta
semangat dari banyak pihak. Proses pembuatan dapat berjalan lancar tak lepas dari
bantuan rekan-rekan yang telah memberikan bantuan moril maupun materil baik
langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
Sehingga pada kesempatan ini dengan rasa hormat penulis menghaturkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan
Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Fitriyani, S.Ag., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis agar
terselesaikannya skripsi ini.
4. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing penulis sejak awal perkuliahan sampai terselesaikannya
pembuatan skripsi peneliti.
5. Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Kepala Perpustakaan
Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dan menyediakan
vii
fasilitas yang memedai untuk peneliti gunakan dalam studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua, Ayahanda Achmad Karsawinata dan Ibunda Tita Rachmawati,
kakak Teteh Salsa, Kak Tyo dan keponakan Arsil peneliti atas segala doa,
dukungan, dan yang selalu ada di setiap keadaan baik suka maupun duka.
7. Seluruh sahabat Mutiara, Yuko, Ira, Anggit, Ayubey, Nurul, dan Maysa yang
telah menemani peneliti selama proses penulisan serta Farah, Mia, Dhaifina,
Dalilah, Vira, Nia, Azhari, dan Ojo terimakasih te;h hdir selama 4 tahun masa
perkuliahan. Terimakasih untuk doa dan dukungan yang kalian berikan. Semoga
selalu berada dalam lingdungan Allah SWT.
Peneliti berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala dari Allah
SWT. Semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Jakarta, 7 September 2018
Peneliti
Marifa Anandita Sari
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah................................ 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
E. Metode Penelitian ................................................................................ 9
F. Rancangan Sistematika Penulisan ....................................................... 12
BAB II PERSEROAN TERBATAS DALAM HUKUM PERUSAHAAN
A. Tinjuan KonsepTentang Perseroan Terbatas ....................................... 14
1. Pengertian Perseroan Terbatas .................................................... 14
2. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum ................................ 15
3. Organ-Organ Perseroan Terbatas ............................................... 17
4. Perusahaan Perseroan BUMN .................................................... 23
B. Landasan Teori .................................................................................... 26
1. Teori dalam Badan Hukum......................................................... 26
a. Teori Fiksi ........................................................................ 26
b. Teori Organ ...................................................................... 26
c. Teori Kekayaan Bertujuan ............................................... 27
d. Teori Kenyataan Yuridis .................................................. 28
2. Teori dalam Hukum Perusahaan ................................................. 28
a. Fiduciary Duty ................................................................. 28
b. Business Judgement Rule ................................................ 29
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .................................................. 33
BAB III DESKRIPSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 41
PK/PID.SUS/2015
A. Identitas................................................................................................ 36
1. Profil Merpati Nusantara Airlines .............................................. 36
2. Profil Hotasi D.P Nababan ........................................................ 37
B. Duduk Perkara ..................................................................................... 38
1. RKAP Merpati Nusantara Airlines Tahun 2006......................... 38
2. Perjanjian Penyewaan Pesawat antara MNA dan TALG ........... 38
C. Fakta Hukum ....................................................................................... 41
D. Putusan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Hotasi D.P.
Nababan ............................................................................................... 44
BAB IV PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE DI BUMN
PADA PUTUSAN No. 41 PK/Pid.Sus/2015
A. Penerapan Business Judgement Rule di BUMN ................................ 46
B. Pertimbangan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi
Hotasi D.P. Nababan .......................................................................... 53
C. Analisis Putusan ................................................................................. 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 67
B. Rekomendasi ...................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada kegiatan usaha atau bisnis perseroaan dikenal istilah Business Judgement
Rule (BJR). Business Judgement Rule ini merupakan pilar perlindungan bagi
direksi dalam pengambilan keputusan. Direksi memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan demi kebaikan perseroan tanpa ada unsur untuk
menguntungkan diri sendiri. Direksi merupakan organ yang paling berwenang
dalam pengambilan keputusan pada perseroan. Karena itu, direksi tidak dapat
dimintakan tanggung jawabnya hanya karena alasan salah dalam memutuskan
atau hanya karena alasan kerugian perseroan.1 Direksi mendapatkan perlindungan
dari keputusan yang dibuatnya sepanjang keputusan tersebut dibuat dengan itikad
baik perseroan. Perlindungan tersebut merupakan konsep Business Judgement
Rule di perseroan terbatas.
Pemberlakuan Business Judgement Rule di BUMN masih belum memiliki
tempat yang pasti. BUMN sebagai perusahaan yang dengan modal atau saham
dari pemerintah harus tunduk pada undang-undang keuangan Negara. Tapi di sisi
lain harus mengembangkan bisnisnya sebagai perusahaan yang memiliki tujuan
mencari keuntungan. Bila akibat dari keputusan direksi menyababkan kerugian
maka kerugian tersebut dapat dikategorikan kerugian keuangan Negara, dan
direksi dapat dianggap melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 2
ayat 1 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang menjelaskan setiap yang melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
1 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum
Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2014, Cet. Ketiga), h.199.
2
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Keberadaan Perusahaan Negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
sebagai salah satu pilar perekonomian Indonesia, didasarkan pada UUD 1945,
disamping keberadaan usaha swasta dan koperasi. Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) merupakan perusahaan publik yang memberikan kontribusi besar bagi
perkembangan ekonomi/pendapatan negara, penggagas kegiatan usaha dan
sebagai penunjang kebijakan pemerintah baik di bidang ekonomi dan
pembangunan. Selain itu, BUMN juga merupakan alat untuk memupuk
keuntungan. BUMN dalam hal ini terdiri dari beberapa bentuk seperti Persero,
Perjan dan Perum. Dengan demikian fungsi dan peranan BUMN ini sangat besar
dalam menjaga stabilitas ekonomi negara dan dapat mempengaruhi kebijakan
pemerintah termasuk lingkungan politik negara. Oleh sebab itu, latar belakang
dan perkembangannya tidak terlepas regulasi yang dibuat dan dijalankan oleh
pemerintah.
BUMN sebagai badan usaha dengan kekayaan seluruh atau sebagiannya
milik negara mengatur sumber daya yang dianggap krusial bagi kehidupan sehari-
hari. Pengelolaan BUMN di tangan Pemerintah memiliki tujuan untuk mencegah
adanya monopoli pasar barang dan jasa yang berpotensi dilakukan perusahaan
swasta yang kuat. Apabila terjadi monopoli pasar atas barang dan jasa yang
memenuhi hajat hidup orang banyak, maka dapat dipastikan bahwa rakyat kecil
yang akan menjadi korban sebagai akibat dari tingkat harga yang cenderung
meningkat. BUMN sama seperti badan usaha lainnya juga berupa perusahaan
nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat.
Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri,
ikut serta dalam lalu-lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat
3
digugat dan menggugat di muka Hakim.2 Direksi dalam perseroan merupakan
posisi yang dapat menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan penting.
Perbuatan para pengurus tersebut bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dan
atas nama serta tanggung jawab badan hukum.3 Pengambilan keputusan direksi
BUMN didasarkan pula pada asas Good Corporate Governance. Sehingga, setiap
pengembilan keputusan direksi harus memperhatikan prinsip-prinsipnya.
Dalam Pasal 2 huruf g UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yaitu:
“kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak
lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara/ perusahaan daerah”
Dengan adanya ketentuan dalam pasal tersebut maka, keuangan BUMN haruslah
mengikuti prosedur sama seperti dengan keuangan pemerintah baik pusat maupun
daerah.
Pernyataan kekayaan BUMN merupakan kekayaan negara memang masih
menimbulkan pro-kontra. Prof. Dr. J. E. Sahetapy membaginya kepada dua
pendapat. Pihak yang pro terhadap perluasan definisi keuangan negara berpegang
pada ketentuan UU Tindak Pidana Korupsi berpendapat bila terjadi kerugian pada
BUMN dan persero, penegak hukum dan aparat negara menggunakan ketentuan
Pasal 2 huruf g UU Keuangan Negara dan penjelasan umum UU Tindak Pidana
Korupsi. Penyertaan Negara yang dipisahkan merupakan kekayaan Negara yang
menurut sifatnya berada dalam ranah publik. Sedangkan pada pihak yang kontra,
penyampaian definisi keuangan Negara terutama pada BUMN digunakan
2 CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 216.
3 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, (Yogyakarta: FH UII Press, 2014, Cet.
Pertama), h. 219-220.
4
ketentuan Pasal 1 ayat 1 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang
menyatakan penyertaan Negara merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan.
Ketika kekayaan Negara telah dipisahkan, maka kekayaan tersebut sudah masuk
ke dalam ranah hukum privat, bukan dalam ranah hukum publik lagi.
Menurut Erman Rajagukguk kekayaan BUMN bukanlah merupakan
kekayaan negara. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
memang menjelaskan bahwa seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun baik
dipisahkan atau tidak dipisahkan merupakan bagian dari keuangan negara. Erman
Rajagukguk menekankan bahwa “kekayaan negara yang dipisahkan” dalam
BUMN yang dimaksud adalah secara fisik berbentuk saham yang dipegang oleh
negara. Tetapi, harta kekayaan yang dimiliki oleh BUMN tidak menjadi bagian
dari kekayaan negara.4 Kesalahan mengartikan kekayaan negara inilah yang
banyak menimbulkan munculnya tindak pidana korupsi yang dilakukan direksi
BUMN.
Modal yang disertakan ke dalam perseroan bukan lagi menjadi kekayaan
orang menyertakan modal, tetapi menjadi kekayaan perseroan itu sendiri. Di sini
terjadi pemisahan kekayaan antara kekayaan pemegang saham dan perseroan.
Dengan karakteristik yang demikian, tanggung jawab pemegang saham atas
kerugian atau utang perseroan juga terbatas. Utang atau kerugian tersebut semata-
mata dibayar secukupnya dari harta kekayaan yang tersedia dalam perseroan.
Dengan konsep yang demikian itu, maka ketika negara menyertakan modalnya
dalam bentuk saham ke dalam Persero dari kekayaan negara yang dipisahkan,
demi hukum kekayaan itu menjadi kekayaan Persero, tidak lagi menjadi kekayaan
negara. Konsekuensinya, segala kekayaan yang didapat baik melalui penyertaan
4 Kekayaan BUMN Bukan Bagian Keuangan Negara,
hukumonline.com/berita/2014/10/31/Kekayaan-BUMN-Bukan-Bagian-Kekayaan-Negara.
5
negara maupun yang diperoleh dari kegiatan bisnis Persero, demi hukum menjadi
kekayaan Persero itu sendiri.5
Pengajuan pengujian mengenai Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9
ayat (1) huruf b, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, dan Pasal 11 huruf a
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan
pada Mahkamah Konstitusi pun telah dilakukan. Pasal pada UU Keuangan
Negara menjelaskan mengenai pengertian kekayaan Negara. Dalam pasal tersebut
dijelaskan bahwa kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau
oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain
yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara/ perusahaan daerah. Pada UU Badan Pemeriksa Keuangan
pasal-pasal yang diajukan untuk pengujian membahas mengenai kewenangan
BPK dalam memeriksa BUMN. Jika kekayaan BUMN dinyatakan bukan
merupakan kekayaan Negara maka BPK tidak berwenang untuk memeriksa
BUMN, karenanya pasal-pasal tersebut diajukan untuk diuji secara bersamaan.
Sesuai dengan perkara Nomor 62/PUU-X1/2013 Mahkamah Konstitusi
menolak perubahan atas pasal-pasal tersebut dan menjelaskan bahwa Keuangan
Negara pada pasal-pasal tersebut tidak bertentangan dengan Konstitusi UUD
1945. Lebih lanjut Menurut Mahkamah, justru timbul ketidakpastian hukum
apabila Pasal 2 huruf g dan huruf i dihapus karena ada ketidakjelasan status
keuangan negara yang digunakan oleh Badan Hukum Milik Negara Perseroan
Negara dalam menyelenggarakan fungsi negara. Menurut Mahkamah, pemisahan
kekayaan negara dilihat dari perspektif transaksi bukanlah transaksi yang
mengalihkan suatu hak, sehingga akibat hukumnya tidak terjadi peralihan hak dari
negara kepada BUMN, BUMD, atau nama lain yang sejenisnya. Dengan
5 Ridwan Khairandy, “Korupsi di Badan Usaha Milik Negara Khususnya Perusahaan Perseroan:
Suatu Kajian atas Makna Kekayaan Negara yang Dipisahkan dan Keuangan Negara”, Jurnal Hukum
No. 1, Vol. 16 (2009), h. 81
6
demikian kekayaan negara yang dipisahkan tersebut masih tetap menjadi
kekayaan negara.6
Dengan adanya penolakan pengujian ini, sangatlah merugikan perseroan
BUMN terutama direksi BUMN karena tidak adanya batas yang jelas antara
BUMN sebagai badan hukum publik dan sebagai badan hukum perdata. BUMN
haruslah tetap menjalankan usahanya yang menghasilkan keuntungan namun di
sisi lain akan timbul ketakutan saat pengambilan keputusan karena dikhawatirkan
dapat menimbulkan kerugian keuangan dan dapat di pidana melakukan tindak
pidana korupsi. Pada kenyataannya banyak para direksi yang dinyatakan
melakukan tindak pidana korupsi karena merugikan keuangan BUMN yang
dianggap kerugian negara. Hal ini sangatlah mecemaskan para direksi, sebagai
organ penting dalam perseroan BUMN. Apabila BUMN dalam keadaan krisis
maka direksi haruslah cepat tanggap dalam menghadapi krisis dengan mengambil
keputusan. Di sisi lain, direksi juga harus berhati-hati apabila keputusan tersebut
menimbulkan kerugian maka yang bersangkutan dapat dikatakan melakukan
tindak pidana korupsi. Dengan adanya posisi yang tidak pasti pada perseroan
BUMN maka akan sulit bagi BUMN untuk berkembang dalam membesarkan
usahanya atau pada saat mengalami krisis perusahaan.
Sampai saat ini banyak direksi yang ditahan dengan dakwaan tindak pidana
korupsi karena menimbulkan kerugian negara dari keputusan yang diambilnya.
Salah satunya adalah mantan Direktur Utama PT. Merpati Nusantara Airlines
dianggap merugikan keuangan negara akibat transaksi yang dilakukannya.
Akibatnya, Hotasi D.P Nababan dianggap telah melakukan tindak pidana korupsi
yang mengakibatkan kerugian negara. Hotasi pada saat itu bersama para Direksi
lainnya berencana untuk melakukan penambahan 2 buah unit pesawat Boeing 737
Family untuk mengatasi krisis yang sedang dialami PT. Merpati Nusantara
6 Gugatan Forum Hukum BUMN Kandas di MK, hukumonline.com/berita/2014/09/13/Gugatan-
Forum-Hukum-BUMN-Kandas-di-MK.
7
Airlines. Hotasi dianggap telah merugikan negara dan melanggar asas Good
Corporate Governance karena tidak memasukkan rencana pembelian pesawat
tersebut ke dalam RKAP untuk mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham, dan memasukkan Security Deposit tanpa melalui Letter of Credit
sebelumnya. Apabila dikaitkan dengan Pasal 2 UU No 31 tahun 1999 jo UU No.
20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi perbuatan yang dilakukan
memang termasuk pada tindak pidana korupsi. Namun, sebagai BUMN yang
berbentuk Perseroan Terbatas, Hotasi Nababan bisa mendapatkan perlindungan
dengan menggunakan Business Judgement Rule dan dapat terbebas dari
pertanggung jawaban pribadi akibat kerugian yang timbul.
Pengkajian yang akan dilakukan adalah meninjau bagaimana pemberlakuan
doktrin Business Judgement Rule pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
sampai saat ini masih simpang siur dan mengalami tumpang tindih antara UU
Perseroan Terbatas dengan UU Keuangan Negara. Oleh karena itu, peneliti
hendak mengkaji lebih lanjut dan hasilnya dituangkan dalam skripsi dengan judul
“Konsep Business Judgement Rules Pada Badan Usaha Milik Negara Studi
Kasus Putusan No. 41 PK/Pid.Sus/2015”
B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas terdapat beberapa identifikasi
masalah yaitu :
a. Status keuangan BUMN dengan pemerintah sebagai pemegang saham
terbesar
b. Pemberlakuan konsep Business Judgement Rule di Indonesia sesuai
dengan UU No. 40 tahun 2007 tentang Persereoan Terbatas
c. Terdapat ketidakjelasan pemberlakuan konsep Business Judgement Rule
pada BUMN
8
d. Keputusan direksi BUMN yang mengakibatkan kerugian atau tidak sesuai
prosedur dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi
e. Pertanggung jawaban direksi BUMN yang membuat keputusan sesuai
dengan konsep Business Judgement Rule
f. Asas Good Corporate Governance terkait pemberlakuan Business
Judgement Rule di BUMN
2. Pembatasan Masalah
Untuk mencapai hasil yang diharapkan dan agar lebih tearahnya
penulisan, maka peniliti membuat pembatasan mengenai permasalah yang
akan dibahas yaitu pemberlakuan Business Judgement Rule pada direksi
BUMN sesuai dengan konsep Business Judgement Rule di Indonesia dan
keterkaitannya dengan kasus tindak pidana korupsi pada putusan No. 41
PK/Pid.Sus/2015.
3. Rumusan Masalah
Untuk memahami permasalahan yang sedang diteliti dan agar lebih
tearah sesuai sasaran yang ditentukan, maka penerapan Business Judgement
Rule pada BUMN merupakan permasalahan secara utama, dari permasalahan
utama tersebut maka timbul pertanyaan yaitu:
a. Bagaimanakah penerapan Business Judgement Rule pada direksi
BUMN?
b. Bagaimanakah pertimbangan Hakim dalam No. 41 PK/Pid.Sus/2015
terkait dengan konsep Business Judgement Rule di Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui serta memahami konsep
Business Judgement Rule yang berlaku di Indonesia dan agar mengetahui
penerapan Business Judgement Rule pada direksi BUMN dan apakah putusan
9
tindak pidana korupsi yang melibatkan direksi BUMN telah sesuai dengan konsep
Business Judgement Rule di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka manfaat dari penulisan dapat dikemukakan menjadi 2 kelompok:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan hukum di Indonesia, terutama mengenai konsep Business
Judgement Rule pada direksi BUMN dan sebagai pedoman awal untuk
penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat digunakan untuk referensi
dalam pemberlakuan konsep Business Judgement Rule pada direksi BUMN
sesuai dengan penerapan konsep tersebut di Indonesia.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penulisan antara lain sebagai berikut :
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini a statute approach
(pendekatan perundang-undangan) dan case approach (pendekatan kasus).
Pendekatan perundang-undangan yang dilakukan yaitu dengan menelaah
seluruh undang–undang dan regulasi yang berhubungan dengan isu hukum
yang sedang dibahas. Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu
dipahami adalah ratio decidendi yaitu alasan-alasan hukum untuk sampai
pada putusannya. Bagi penelitian untuk kegiatan akademis, peneliti perlu dan
mampu menangkap kandungan filosofi yang ada di belakang undang-undang
10
itu, peneliti tersebut akan dapat menyimpulkan mengenai ada tidaknya
benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang dihadapi.7
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah
penelitian normatif. Penelitian hukum normatif sendiri mencakup lima hal
yaitu penelitian terhadap azas-azas hukum, penelitian terhadap sistematika
hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah
hukum dan penelitian perbandingan hukum.8
3. Data Penelitian dan Bahan Hukum
Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh
secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka.9 Sumber data
pada penelitian ini yaitu :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-
catatan resmi dalam pembuatan undang-undang, dan putusan-putusan
hakim. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bahan hukum primer
yaitu :
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha
Milik Negara
4) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), h. 93.
8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2015), h. 51.
9 Soerjono Soekanto dan Sri, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2011, cet.XIII, edisi I,), h. 12.
11
5) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6) Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2016 Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 2005 Tentang Tata
Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan
Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas
7) Putusan No. 36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST
8) Putusan No. 417/K/Pid.Sus/2014
9) Putusan No. 41/PK/Pid.Sus/2015
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.10
Bahan hukum sekunder
yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu : buku-buku teks yang
ditulis para ahli hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang
memiliki korelasi dengan isu hukum yang akan diteliti di dalam penelitian
ini.
4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengidentifikasi peraturan
perundang-undangan dan bahan hukum lainnya sesuai dengan permasalahan
yang terkait. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan
(library research) yang merupakan upaya untuk mencari dari penelusuran
literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, artikel dan jurnal
hukum yang relevan dengan penelitian agar dapat dipakai untuk menjawab
suatu pertanyaan atau untuk memecah suatu masalah.11
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 141.
11 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Bumi Intitama Sejahtera, 2009),
12
5. Teknik Pengolahan Data
Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data dilakukan dengan
cara mensistematika terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi
berarati membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut untuk
memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.12
6. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis
kualitatif. Analisis kualitatif merupakan analisis yang dilakukan pada data
yang tidak dapat dihitung, bersifat kasus-kasus yang dipelajari secara utuh.
Bahan hukum yang diperoleh selanjutnya dilakukan pembahasan,
pemeriksaan dan pengelompokan ke dalam bagian-bagian tertentu untuk
diolah menjadi data informasi. Dalam penelitian ini, kasus yang diteliti
merupakan Putusan No. 41 PK/Pid.Sus/2015.
7. Metode Penulisan
Penyusunan penulisan penelitian ini berdasarkan ketentuan buku
“Pedoman Penulisan Skripsi FSH UIN” yang dikeluarkan oleh Fakultas
Syariah dan Hukum Tahun 2017.
F. Sistematika Penulisan
BAB I : Dalam “Pendahuluan” menguraikan latar belakang
penelitian, identifikasi, pembatasan, dan rumusan masalah,
tujuan penulisan, dan metode penelitian dan sistematika
penulisan.
h. 56.
12
Soerjono Soekanto dan Sri, Penelitian Hukum Normatif, h. 251.
13
BAB II : Membahas mengenai Perseroan Terbatas, mulai dari
pengertian, kedudukan dan organ penting di dalamnya,
landasan teori baik di dalam badan hukum dan hukum
perusahan serta tinjauan (review) studi terdahulu.
BAB III : Membahas mengenai hasil data penelitian pemberlakuan
konsep Business Judgement Rule pada Badan Usaha Milik
Negara terkait dengan kasus tindak pidana korupsi yang
didakwakan pada direksi.
BAB IV : Analisa mengenai hasil data penelitian yaitu bagaimana
penerapan Business Judgement Rule di BUMN dan analisis
pada putusan No. 41 PK/Pid.Sus/2015 terkait dengan
pemberlakuan Business Judgement Rule di BUMN pada
kasus tindak pidana korupsi.
BAB V : Penutup akan menyertakan beberapa kesimpulan yang
merupakan jawaban terhadap permasalahan hukum yang
dibahas, dan rekomendasi terkait hasil penelitian.
14
BAB II
PERSEROAN TERBATAS DALAM HUKUM PERUSAHAAN
A. Tinjauan Konsep Tentang Perseroan Terbatas
1. Pengertian Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas (Limited Liability Company : Naamloze
Venootschap) adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk usaha
bisnis. Perseroan merujuk pada modal Perseroan Terbatas yang terdiri atas
sero-seroan atau saham-saham. Adapun kata Terbatas merujuk pada tanggung
jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal
saham yang dimiliki.1
Perseroan Terbatas merupakan bentuk usaha paling sempurna
dibandingkan dengan bentuk badan usaha lainnya. Yang dimaksud dengan
perseroan terbatas menurut hukum Indonesia adalah suatu badan hukum yang
didirikan berdasarkan perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih, untuk
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
satu saham. Suatu perseroan terbatas biasanya dengan mudah dikenali dalam
praktek, yakni dengan membaca singkatan PT di depan namanya.2
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas pengertian Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan
pelaksanaannya.
1 Ridwan Khairandy, “Karakter Hukum Perusahaan Perseroaan dan Status Kekayaan yang
Dimilikinya”, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, No. 1, Vol. 20 (Januari: 2013), h. 90.
2 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum
Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2014, Cet. Ketiga), h. 22.
15
Dari definisi menurut Undang-Undang, terdapat beberapa unsur dari
Perseroan Terbatas yaitu Perseroan Terbatas merupakan badan hukum,
Perseroan Terbatas merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi
dalam saham-saham.3
2. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum
Dalam ilmu hukum, subjek hukum terbagi dua yaitu manusia dan
badan hukum. Status badan hukum baru didapat setelah mendapatkan
pengesahan dari pejabat yang berwenang. Badan hukum sebagai subjek
hukum yaitu mencakup persatuan orang yang dapat melakukan perbuatan
hukum (rechtshandeling) dalam hubungan hukum (rechtsbetrekking),
memiliki harta, pengurus, hak dan kewajiban sendiri serta dapat digugat dan
menggugat di pengadilan. Hak-hak, kewajiban, dan kekayaan badan hukum
ini terpisah dengan milik pemegang saham, pendiri maupun pengurusnya.
Dalam kaitan ini, terdapat empat cara terbentuknya badan hukum, yaitu :4
a. Sistem Pengesahan
b. Ditentukan oleh undang-undang
c. Sistem Campuran
d. Melalui Yurisprudensi
UU Perseroan Terbatas menganut sistem campuran, di mana status
badan hukum perseroan terbatas diperoleh karena ditentukan oleh undang-
undang-undang itu sendiri yaitu Pasal 1 ayat 1 dan efektif menjadi badan
hukum setelah ada pengesahan dari Menteri sesuai dengan ketentuan pasal 7
ayat 4 UU Perseroan Terbatas. Pengesahan Menteri atas akta pendirian
3 Mulhadi, Hukum Perusahaan (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h. 82.
4 Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,
(Jakarta: Kencana, 2017), h. 46
16
perseroan menjadikan status badan hukum perseroan terbatas, dan setelahnya
ada pemisahan yang jelas antara harta kekayannya dengan harta kekayaan
pribadi pemegang saham.
Undang-undang Hukum Dagang tidak menyatakan bahwa Perseroan
merupakan badan hukum. Penjelasan mengenai status perseroan adalah badan
hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas
Dalam hal ini, perseroan memenuhi syarat sebagai pemegang hak dan
kewajiban yaitu memiliki harta kekayaan yang terpisah dari harta kekayaan
pendiri atau pengurusnya. Perseroan terbatas sebagai badan hukum
mempunyai ciri-ciri :5
a. Adanya kekayaan yang terpisah
Perseroaan mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari harta
pemegang sahamnya dan didapat dari pemasukan para pemegang saham
yang berupa modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang
disetor.
b. Mempunyai tujuan tertentu
Tujuan ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 15 huruf b UU Perseroan Terbatas. Anggaran dasar
memuat maksud dan tujuan kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
c. Mempunyai kepentingan sendiri
Perseroan dapat menuntut serta mempertahankan kepentingannya
terhadap pihak ketiga.
d. Organisasi yang teratur
Perseroan memiliki organisasi yang teratur yaitu Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris sebagaimana diatur
5 Freddy Haris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban Pemberitahuan Oleh
Direksi, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h.30.
17
dalam Pasal 1 ayat 2 UU Perseroan Terbatas. Selain itu, perseroan
memiliki Anggaran Dasar Perseroan, Keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham, Keputusan Dewan Komisaris, Keputusan Direksi, dan Peraturan-
peraturan perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.
Perbedaan yang sangat sentral dalam mendefinisikan korporasi dan
membedakan dengan bentuk organisasi yang lain adalah prinsip separate
legal priority dan limited liability. Sejak memperoleh status badan hukum,
maka perlakuan terhadap pengurus atau direksi terpisah dengan korporasi
yaitu sebagai subjek hukum yang mandiri. Meskipun pengurus atau yang
menjalankan perseroan berganti, namun perseroan tetap memiliki identitas
yang mandiri. Demikian juga dengan alur kepentingan perseroaan tersebut,
terus berulang atau diulang setiap adanya perubahan dewan komisaris, direksi,
maupun pemegang saham. Kegiatan perseroan terbatas dilihat bukan
perbuatan pengurusnya, melainkan perseorannya, karena perbuatan pengurus
dianggap perbuatan perseroan yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan.
3. Organ-Organ Perseroan Terbatas
Perseroan sebagai badan hukum memiliki hak dan kewajiban masing-
masing. Untuk menjalankan hak dan kewajiban atas nama perseroan, terdapat
organ-organ yang mengatur dan menjalankan kerja perseroan tersebut. Organ
perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris, dan
Direksi. Keberadaan organ perseroan erat kaitannya dengan siapa yang
berwenang mengambil keputusan. Terdapat tiga kategori yang menjadi pokok
permasalahan untuk diambil keputusannya. Yang pertama Enterprise
decisions yaitu hal-hal yang berkenaan dengan operasi perseroan, direksi
memiliki kewenangan pengambilan keputusan atas permasalahan ini. Kedua
Capital atau funding decisions, yaitu mengenai sumber, jumlah, dan
komposisi modal perseroan, pengambilan keputusan dalam hal ini dilakukan
18
pada RUPS dan direksi dalam batas tertentu yang memerlukan persetujan
Dewan Komisaris. Terakhir, Constitusional Decisions, keputusan terkait
dengan anggaran dasar merupakan keputusan mutlak kewenangan RUPS. 6
Kedudukan ketiga organ perseroan tidak berjenjang, tetapi sejajar dan
sederajat, tidak seperti yang dijelaskan dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas. Pada UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
ketiganya memiliki derajat yang sama. Wewenang dewan komisaris dan
direksi bukanlah merupakan limpahan dari RUPS, melainkan berasal dari
undang-undang dan anggaran dasar.
a. Rapat Umum Pemegang Saham
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ
perwujudan kepentingan pemegang saham. Pada UU Perseroan Terbatas,
RUPS sebagai organ perseroan mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada direksi atau dewan komisaris, namun dalam batas yang
ditentukan dalam undang-undang ataupun anggaran dasar. Secara umum
kewenangan yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris,
menjadi kewenagan RUPS.
Pelaksanaan RUPS harus dilangsungkan di tempat kedudukan
perseroan, yakni di tempat kedudukan Kantor Pusat Perseroan. Terdapat
kemungkinan RUPS diadakan di mana saja, dengan syarat-syarat yang
dijelaskan dalam Pasal 76 ayat 4 harus terpenuhi yaitu 7:
1) RUPS dihadiri dan/atau diwakili semua pemegang saham
2) Semua pemegang saham menyetujui
6 Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,
(Jakarta: Kencana, 2017), h.77-78
7 Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016, Cet. Keenam), h.
309-311.
19
3) Agenda RUPS yang disetujui harus tertentu
4) Tempat RUPS diadakan harus terletak di wilayah Negara Republik
Indonesia
b. Direksi
Pengurusan direksi dalam perseroan meliputi tugas atau fungsi
melaksanakan kekuasaan dan pengadministrasian dan pemeliharaan harta
kekayaan perseroan. Orang yang dapat diangkat menjadi direksi adalah
orang perseorangan yang cakap hukum. Selain syarat umum, secara
khusus undang-undang mengatur bahwa seseorang tidak dapat diangkat
menjadi anggota direksi jika dalam kurun waktu 5 tahun sebelum
pengangkatan pernah dinyatakan pailit, atau dihukum karena tindak
pidana yang merugikan keuangan negara atau yang berkaitan dengan
sektor keuangan.
Anggota direksi diangkat oleh RUPS. Pada saat pendirian,
pengangkatan dilakukan oleh pendiri perseroan dan dicantumkan dalam
akta pendirian. Dalam hal pengangkatan, penggantian, pemberhentian
anggaran dasar perseroan tersebut dapat mengaturnya. Namun, apabila
tidak ditetapkan maka pengangkatan, penggantian atau pemberhentian
anggota direksi mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. Pengangkatan,
penggantiaan, dan pemberhentian anggota direksi harus diberitahukan
kepada Menteri Hukum dan HAM dalam jangka waktu 30 hari. Jika
pemberitahuan tidak dilakukan, Menteri dapat menolak permohonan atau
pemberitahuan yang disampaikan direksi baru yang belum tercatat dalam
daftar perseroan.8
Direksi merupakan salah satu Organ Perseroan yang mempunyai
kedudukan dan kewenangan untuk mewakili perseroan baik di dalam
8 Direksi, legalakses.com/artikel/Direksi
20
maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Perseroan. Dalam
menjalankan fungsinya, direksi terkait dengan kepentingan perseroan
secara keseluruhan sebagai badan hukum. Dalam pengurusan Perseroan
hal-hal yang dilakukan direksi haruslah sesuai dengan kepentingan
perseroan tanpa adanya kepentingan pribadi di dalamnya. Tindakan yang
bertentangan dengan kepentingan Perseroan, dapat dikategorikan
melanggar batas kewenangan atau kapasitas pengurusan.9
Pembagian tugas dan wewenang ditetapkan berdasarkan keputusan
RUPS. Jika RUPS tidak menentukan pembagian tugas dan wewenang
anggota direksi, maka pembagian tugas dan wewenang ditetapkan
berdasarkan keputusan direksi. Pembagian tugas merupakan tata kelola
internal organisasi perseroan yang mengikat ke dalam dan tidak mengikat
pihak ketiga. Setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi bila
bersalah atau lalai saat menjalankan tugasnya, sekaligus membuka
kemungkinan tanggung jawab renteng di antara anggota direksi.10
Secara umum, tanggung jawab direksi terbagi atas dua tahap, yaitu
sebelum Perseroan Terbatas mendapatkan statusnya sebagai badan hukum
dan setelah mendapatkan status sebagai badan hukum. Direksi sebelum
Perseroan Terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, secara
kolektif bersama-sama dengan pendiri dan dewan komisaris bertanggung
jawab atas segala hal perbuatan hukum yang dilakukan. Tanggung jawab
setelah berstatus badan hukum adalah terbatas pada perbuatan untuk dan
atas nama Perseroan. Segala tindakan direksi yang menjadi
9 Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2016, Cet. Keenam), h.357. 10
Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi, h. 155.
21
kewenangannya adalah sepenuhnya mengikat perseroan sebagai subjek
hukum mandiri.11
Tanggung jawab untuk menjalankan kegiatan perseroan adalah
tanggung jawab dari direksi. Tanggung jawab itu timbul, apabila direksi
yang memiliki wewenang atau menerima kewajiban untuk melaksanakan
pengurusan perseroan, mulai menggunakan kewenangannya tersebut.12
Direksi berkewajiban menjalankan pengurusan untuk kepentingan
perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan dari perseroan tersebut.
Dalam pengambilan keputusan direksi haruslah bersih dari intervensi
pihak lain. Pengurusan tidak hanya sesuai dengan maksud dan tujuan dari
perseroan namun harus dilandasi dengan itikad baik. Apabila anggota
direksi dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan pengurusan itu
tujuannya tidak wajar, tindakan pengurusan yang demikian dikategorikan
sebagai pengurusan yang dilakukan dengan itikad buruk.13
Pertanggung jawaban pribadi direksi muncul jika tidak
melaksanakan atau melanggar duty of loyalty (good faith, conflict of
interest or self interest). Sedangkan pertanggung jawaban renteng
(kolektif) timbul jika direksi tidak melakukan duty of care yaitu tidak
dilaksanakannya atau melanggar standart of conduct. Anggota direksi
bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian yang dialami
perseroan apabila bersalah dan lalai dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Pasal 97 ayat (2) UUPT, setiap anggota direksi bertanggung
11
Freddy Haris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban Pemberitahuan Oleh
Direksi, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h. 43.
12 Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi, h. 156.
13 Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016, Cet. Keenam), h.
375.
22
jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.
Dalam menjalankan pengurusan perseroan, setiap anggota direksi
harus menjalankan dengan itikad baik dan tanggung jawab yang meliputi
aspek:14
1) Wajib dipercaya (fiduciary duty)
2) Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar atau layak
(duty to act for a proper purpose)
3) Wajib mentaati peraturan perundang-undangan (statutory duty or duty
obedience)
4) Wajib loyal terhadap perusahaan
5) Wajib menghindari terjadinya benturan kepentingan pribadi dengan
kepentingan perseroan.
6) Wajib seksama dan hati-hati melakukan pengurusan
7) Wajib melaksanakan pengurusan secara tekun
8) Kecakapan dan keahlian sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
c. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan
dalam hal kebijakan pengurusan dan jalannya pengurusan pada umumnya,
baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan. Setiap anggota dewan
komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab
dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada
direksi. Tugas atau fungsi dewan komisaris adalah pengawasan yang
sasarannya ditujukan terhadap kebijaksanaan pengurusan Perseroan
maupun perusahaan Perseroan yang dilakukan direksi. Dalam KUHD,
dijelaskan bahwa keberadaan dewan komisaris sendiri tidak diwajibkan,
14
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, h. 383.
23
yang wajib hanya RUPS dan direksi. Namun, apabila kedudukan diatur
dalam anggaran dasar Perseroan, maka anggaran dasar wajib mengatur
tugas, kewenangan, dan tanggung jawabnya.
4. Perusahaan Perseroan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Berdasarkan Undang-Undang No. 19 tahun 2003 dijelaskan bahwa
pengertian dari Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN,
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan, dan kegiatan utamanya adalah untuk mengelola cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan digunakan sepenuhnya untuk
kemakmuran rakyat. Yang dimaksudkan dengan dipisahkan adalah pemisahan
kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk
dijadikan penyertaan modal negara. Pemisahan ini sesuai dengan
kedudukannya sebagai badan hukum yang harus mempunyai kekayaan sendiri
terlepas dari kekayaan umum Negara dan dari pengaruh Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
Setiap penyertaan modal Negara dalam rangka pendirian BUMN atau
perseroan terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Juga setiap
dilakukan perubahan penyertaan modal Negara, baik berupa penambahan,
pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan Negara atas saham
persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hal
ini dilakukan dengan tujuan mempermudah memonitor dan penatausahaan
kekayaan Negara yang tertanam pada BUMN dan perseroan terbatas.15
Dalam kedudukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara umum
dapat dibedakan antara BUMN yang berfungsi untuk pelayanan umum (public
15
Mulhadi, Hukum Perusahaan (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h. 182.
24
service) dan yang didirikan untuk mencari keuntungan (profit). Apabila
BUMN didirikan dalam rangka untuk pelayanan umum, badan hukum itu
masuk dalam badan hukum public dan sebaliknya, apabila BUMN didirikan
untuk mencari keuntungan, badan hukum itu masuk ke dalam badan hukum
privat.16
BUMN memiliki 5 tujuan pendirian sesuai dengan yang diatur dalam
Pasal 2 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yaitu :
a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya.
b. Mengejar keuntungan
c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyedia barang dan jasa
yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak
d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan
oleh sektor swasta dan koperasi
e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah, korporasi dan masyarakat.
Pengurusan pada BUMN dilakukan oleh direksi. Dalam melaksanakan
tugasnya anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan
peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip good
corporate governance. Prinsip good corporate governance terdiri dari prinsip
transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban, dan
kewajaran. Dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor :
Kep-117/M-Mbu/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate
Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Good Corporate
Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ
16
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 216.
25
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan nilai etika. Prinsip Good Corporate governance
pada BUMN dijelaskan dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
No. KEP-117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara. Good Corporate Governance
mengandung 5 prinsip yaitu:
a. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan
b. Kemandirian, yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh agtau tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
c. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung
jawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif
d. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
e. Kewajaran, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas.
Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggung jawab penuh atas pengawasan
BUMN. Kewenangan dari direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas
ditentukan di dalam anggaran dasar. Anggota direksi, komisaris dan dewan
26
pengawas tidak diperbolehkan mengambil keuntungan pribadi baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan BUMN.
B. Landasan Teori
1. Teori dalam Badan Hukum
a. Teori Fiksi
Teori fiksi dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny (1779-1861)
dan di negara-negara Anglo Saxon dipelopori oleh Salmond. Menurut
teori ini agar dapat diberikan satatusnya sebagai pemangku hak dan
kewajiban, maka terhadap kumpulan orang atau organisasi tertentu, harus
dianggap sebagai seolah-olah seperti manusia padahal kenyataanya hal
tersebut hanyalah anggapan dari hukum. Menurut Savigny, hanya manusia
yang mempunyai kehendak, sedangkan badan hukum adalah suatu
abstraksi, bukan suatu hal yang konkret. Badan hukum hanyalah buatan
Pemerintah atau Negara. Badan hukum itu suatu fiksi yaitu suatu yang
sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya untuk menerangkan
suatu hal.
Manusia merupakan satu-satunya subjek hukum, tetapi orang
menciptakan dalam bayangannya badan hukum selaku subjek hukum
diperhitungkan sama dengan manusia. Orang bersikap seolah-olah ada
subjek hukum yang lain, tetapi wujud yang tidak riil, tidak dapat
melakukan perbuatan, sehingga yang melakukan adalah manusia sebagai
wakilnya.17
b. Teori Organ
Teori Organ dikemukakan oleh Otto von Gierke (1841-1921).
Menurut Otto vin Gierke badan hukum menjadi penjelmaan yang benar-
17
Mulhadi, Hukum Perusahaan, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h. 77
27
benar dalam pegaulan hukum. Suatu badan hukum membentuk
kehendaknya dengan perantara alat-alat atau organ-organ badan tersebut.
Apa yang mereka putusakan adalah kehendak dari badan hukum.
Teori organ berpandangan bahwa keberadaan suatu badan hukum
adalah karena memang benar-benar ada dalam masyarakat, bukan karena
dianggap ada oleh hukum. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak)
yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme yang riil,
yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Berfungsinya badan hukum
tidak berbeda dengan manusia. Karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap
perkempulan orang adalah badan hukum. Kelompok manusia memiliki
suatu kesadaran kolektif (collective consciousness) sehingga memiliki
suatu kesadaran diri sebagai kelompok yang benar-benar terpisah dari
kesadaran individu (individual consciousness).18
c. Teori Kekayaan Bertujuan
Teori ini dipelopori oleh A. Brinz kemudian diikuti oleh Van der
Heijden. Menurut Brinz hanya manusia yang dapat menjadi subjek
hukum. Maka, hak-hak yang diberikan pada badan hukum bukanlah hak
dari subjek hukum. Kekayaan badan hukum tidak terdiri dari hak-hak
sebagaimana lazimnya. Teori ini mengajarkan bahwa yang terpenting
dalam suatu subjek hukum adalah kekayaan yang diurus untuk suatu
tujuan tertentu. Maka kekayaan tersebut yang menjadi subjek hukum,
bukan organisasi dan bukan orang-orang di dalamnya. Kekayaan badan
hukum dipandang terlepas dari yang memegangnya. Dalam teori ini, yang
penting bukan siapakah badan hukum itu, tetapi kekayaan itu diurus
dengan tujuan tertentu. Karena itu, menurut teori ini, tidak peduli manusia
18
Munir Fuady, Teori-teori Besar (Grand Theory) dalam Hukum, (Jakarta: Kencana, 2014, Cet.
Ketiga), h. 193
28
atau bukan, tidak peduli kekayaan itu merupakan hak-hak yang normal
atau bukan, pokoknya adalah tujuan dari kekayaan tersebut.
d. Teori Kenyataan Yuridis
Teori ini dikemukakan oleh E.M. Meijers dan dianut oleh Paul
Scholten dan merupakan penghalusan dari Teori Oragn. Menurut Meijer,
badan hukum merupakan suatu realitas konkrit, riil, walaupun tidak dapat
diraba, tetapi suatu kenyataan yuridis. Teori ini menekankan bahwa
hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu
terbatas sampai pada bidang hukum saja.19
Badan hukum tersebut
wujudnya riil, namun sekedar diperlukan untuk keperluan hukum (yuridis)
saja.
2. Teori dalam Hukum Perusahaan
a. Fiduciary Duty
Istilah fiduciary duty berasal dari dua kata “fiduciary” dan “duty”.
Fiduciary diartikan sebagai memegang sesuatu dalam kepercayaan.
Sedangkan duty diartikan sebagai tugas.20
Asal mula dari konsep ini
berawal dari Inggris yaitu pada pranata hukum Common Law. Sedangkan
dalam Sistem Hukum Eropa Kontinental juga dikenal konsep yang mirip
dengan trust yaitu “man patio familie” yakni suatu transaksi untuk
kepentingan pihak ketiga. Seseorang dikatakan memiliki fiduciary duty
apabila dipercayakan untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan orang lain
atau kepentingan pihak ketiga seakan-akan hal tersebut merupakan
19
Mulhadi, Hukum Perusahaan, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h. 79
20 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum
Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2014, Cet. Ketiga), h. 31
29
kepentingan pribadinya. Maka dapat dikatakan bahwa hubungan antara
direktur dengan perseroan terbatas merupakan hubungan fiduciary duty.
Hal ini dikarenakan hubungan tersebut terjadi karena adanya kepercayaan
yang diberikan oleh perseroan terbatas kepada direksi. Kewajiban dalam
fiduciary duty merupakan kewajiban paling tinggi di muka hukum.
Kewajiban fiduciary oleh direksi adalah suatu hubungan direksi
dengan perseroan serta pemegang saham, dimana direksi dalam
pengurusannya sehari-hari bertanggung jawab kepada perseroan serta para
pemegang saham, hubungan fiduciary ini membawa suatu konsekuensi
hukum bahwa direksi di berikan kewenangan untuk bertindak atas nama
perseroan serta bertindak atas kepentingan para pemilik saham. Dalam
pelaksanaannya hubungan fiduciary ini adalah suatu hubungan
kepercayaan yang melekat dalam diri pribadi seorang direksi, dimana
pihak direksi melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk kepentingan
pihak lain dalam hal ini pemegang saham. Fiduciary duty itu lahir dari
suatu hubungan fidusia. Tidak semua orang bisa mendapatkan suatu
kewajiban fidusia, kecuali orang itu memiliki kemampuan yaitu,
kemampuan untuk memegang dan melaksanakan amanah dari pihak lain
berkenaan dengan suatu hal yaitu mengurus dan menjalankannya, untuk
kepentingan pemberi amanah.
b. Business Judgement Rule
Business Judgement Rule merupakan salah satu doktrin dari hukum
korporasi yang menjelaskan bahwa direksi tidak dapat dimintai
pertanggung jawaban atas keputusannya terhadap perseroan selama
keputusannya dibuat dengan memenuhi aspek itikad baik dan bertanggung
jawab. Pemberlakuan doktrin ini karena dari seluruh aspek pada
perseroan, direksi merupakan pihak yang paling berwenang dan paling
30
professional, sehingga jika perseroan mengalami kerugian akibat dari
putusan selama dalam batas-batas tertentu masih dapat ditoleransi.
Perseroan juga harus menanggung risiko bisnis dalam menjalankan
usahanya. Business Judgement Rule timbul sebagai akibat telah
dilaksanakannya fiduciary duty oleh seseorang direksi, yaitu duty of skill
and care, maka semua kesalahan yang timbul setelah dijalankannya duty
of skill and care ini memperoleh konsekuensi yaitu direksi mendapat
pembebasan tanggung jawab secara pribadi apabila terjadi kesalahan
dalam keputusannya tersebut.21
Business Judgement Rule terdiri dari empat persyaratan, yang harus
dipenuhi atau telah ada terlebih dahulu, baru kemudian substansi atau
kualitas dari putusan direksi dapat diperhatikan atau ditinjau. Persyaratan
pertama yaitu putusan harus dibuat, misalnya direksi lalai dengan tidak
melakukan suatu penelitian yang dibutuhkan, atau melakukan kelalaian
lainnya yang bersifat sederhana, maka hal tersebut menjadikan direksi
tidak berhak mendapatkan perlindungan berdasar doktrin ini. Persyaratan
kedua Direksi harus mendapatkan serta mengumpulkan semua informasi
yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan yang
dibutuhkan, guna menguatkan keyakinnya yang wajar dan reasonable.
Selain itu, keputusan harus dicapai dengan dilandasi dengan itikad baik,
yaitu suatu kondisi yang akan tidak terpenuhi misalnya direksi mengetahui
bahwa keputusan tersebut melanggar hukum. Terakhir, direksi tidak
mempunyai kepentingan pribadi, termasuk kepentingan keuangan, terkait
dengan keputusan yang dimabilnya.22
21
Hendra Setiawan Boen, Bianglala Business Judgement Rule, (Jakarta: Tatanusa, 2008), h. 100.
22
Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 231.
31
Doktrin sebagai sumber hukum tidak hanya berlaku dalam hukum
nasional saja, namun juga berlaku pada hukum internasional. Dalam
hukum internasional doktrin memiliki peran yang sangat penting. Doktrin
sangat erat kaitannya dengan keputusan-keputusan hakim. Terlepas dari
sistem hukum yang dianut suatu negara, dalam pengambilan putusan
doktrin tetap merupakan sumber hukum. Business Judgement Rule
merupakan doktrin negara Common Law namun tidak hanya berkembang
dalam negara-negara tersebut, Business Judgement Rule juga berkembang
pada negara-negara penganut sistem hukum lain. Konsep Business
Judgement Rule sudah diterapkan Amerika Serikat sejak 170 tahun yang
lalu. Negara bagian yang memberlakukan doktrin ini adalah Delaware.
Doktrin ini dikodifikasi dari Del Code Ann. Tit. 8, s 141 (a), d yaitu
keputusan bisnis dan urusan dari suatu perseroan di Delware diurus oleh
atau di bawah kewenangan direksi. Negara lain yang mengadopsi doktrin
ini ke dalam hukum perusahaan adalah Australia di dalam Corporation
Law (section 180 [2]) dan Jerman di dalam German Corporate Law Act.23
Business Judgement Rule merupakan aturan yang memberikan
kekebalan atau perlindungan bagi manajemen perseroan dari setiap
tanggung jawab yang timbul akibat keputusannya dengan pertimbangan
keputusan diambil sesuai dengan aspek tanggung jawab dan itikad baik.
Business Judgement Rule dimaksudkan untuk memberikan dorongan bagi
direksi agar dalam melaksanakan tugasnya, tidak perlu takut terhadap
ancaman tanggung jawab pribadi. Perlindungan Business Judgement Rule
tidak berlaku apabila anggota direksi mempercayai sepenuhnya pendapat
ahli yang dimintanya tanpa memperhatikan alasan yang jelas, atau dalam
pengambilan keputusan terdapat kepentingan pribadi di dalamnya dan
23
Prasetio, Dilema BUMN Benturan Penerapan Business Judgement Rule dalam Keputusan
Bisnis Direksi BUMN, (Jakarta: Rayyana Komunikasindo, 2014), h. 148
32
mengedepankan kepentingan pribadinya. Kesalahan-kesalahan direksi
yang harus dimintakan pertanggungjawaban adalah:24
a. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip fiduciary duty. Dalam hal
ini termasuk jika ada unsur benturan kepentingan.
b. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian
c. Kesalahan yang bertentangan dengan putusan yang bijak
d. Kesalahan yang bertentangan dengan prinsip itikad baik.
e. Kesalahan direksi karena tidak kompeten
f. Kesalahan karena melanggar hukum dan undang-undang yang berlaku
g. Kesalahan karena direksi kurang informasi
h. Kesalahan karena dalam pengambilan putusan direksi tergesa-gesa
i. Kesalahan karena keputusan diambil tanpa investigasi dan
pertimbangan yang rasional.
Dalam Case Law terdapat dua konsepsi mengenai business
judgement rule dan kewenangan pengadilan substansi dari putusan direksi.
Konsepsi terbaru memperbolehkan pengadilan untuk memeriksa dan
meneliti secara objektif terhadap kualitas putusan direksi, walaupun
dilakukan secara terbatas. Hal ini disebut Business Judgement Rule
sebagai standard of review. Konsepsi yang lebih tua menerapkan Business
Judgement Rule sebagai abstension doctrine yang berarti terhadap putusan
Direksi yang telah memenuhi kriteria Business Judgement Rule tidak
boleh dilakukan judicial review atau pemeriksaan isinya dan dihadapkan
dengan Undang-Undang.25
24
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum
Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2014, Cet. Ketiga), h. 188-189
25 Hendra Setiawan Boen, Bianglala Business Judgement Rule, h. 122.
33
C. Tinjaun (Review) Kajian Terdahulu
Dari penelitian ini, peneliti memaparkan beberapa kajian yang lebih dahulu
membahas tentang Business Judgement Rule dan hal-hal terkait pada Perseroan
Terbatas BUMN. Pertama skripsi dari FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
berjudul Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Terkait Tindakan
Wanprestasi (Ultra Vires), oleh Imam Machdi tahun 2014. Pada skripsi ini
dibahas bagaimana pertanggung jawaban direksi apabila terjadi wanprestasi
apabila wanprestasi disebabkan oleh ultra vires. Pertanggung jawaban direksi ini
bisa menjadi pertanggung jawaban pidana apabila pihak yang dirugikan menuntut
perseroan tersebut. Ultra vires merupakan salah satu dari doktrin modern
corporate law yaitu suatu tindakan yang diluar kewenangan dari perseroan.
Perbedaan dengan yang akan peneliti analisa adalah peneliti lebih fokus pada
doktrin modern corporate law lain yaitu Business Judgement Rule secara khusus
di Badan Usaha Milik Negara. Secara khusus peneliti juga membahas kaitannya
dengan kerugian negara yang diakibatkan oleh direksi BUMN.
Selain itu, terdapat skripsi lain yang lebih dahulu membahas mengenai
Business Judgement Rule yaitu Penerapan Prinsip Business Judgement Rule
Terkait Pertanggung Jawaban Pidana, Studi Kasus Hotasi Nababan oleh
Christian Isal Sanggalangi, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga,
2016. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pertanggung jawaban direksi
apabila keputusannya mengakibatkan pada kerugian perusahaan. Selain itu,
Skripsi ini lebih fokus pada pertanggung jawaban di dalam pidana korporasi
dalam hal ini direksi yang dimintai pertanggung jawaban pidana apabila
perbuatan yang dilakukan oleh direksi merupakan perbuatan Ultra Vires maupun
perbuatan yang melanggar Fiduciary Duty. Perbedaan dengan yang akan dibahas
peneliti adalah peneliti menganalisis konsep Business Judgement Rule dari segi
hukum bisnis, yaitu pengaruh adanya konsep ini pada kegiatan usaha di Badan
Usaha Milk Negara selain itu, peneliti juga membahas bagaimana pemberlakuan
34
konsep Business Judgement Rule di BUMN yang saham mayoritasnya milik
pemerintah.
Peneliti mengacu pada buku yang berkaitan yaitu Doktrin-doktrin Modern
dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, oleh Dr. Munir
Fuady, S.H., M.M., LL.M, Buku Penertbit PT. Citra Aditya Bakti, tahun 2014.
Buku ini membahas seluruh doktrin modern yaitu delapan doktrin modern yang
ada pada Corporate Law. Dalam buku ini dibahas secara terperinci satu persatu
mulai dari pengertian, sejarah dan juga pemberlakuannya baik di negara lain
maupun Indonesia sesuai dengan undang-undang yang berlaku termasuk di
dalamnya konsep Business Judgement Rule. Konsep Business Judgement Rule
dibahas terperinci dalam buku ini yaitu latar belakang konsep ini, contoh
penerapan dan pemberlakuan konsep ini di Indonesia. Perbedaan dengan skripsi
yang akan peneliti bahas adalah peneliti tidak akan membahas seluruh doktrin
modern pada Corporate Law melainkan hanya akan membahas Business
Judgement Rule. Pembahasan Business Judgement Rule pada skripsi ini juga akan
terfokus pada pemberlakuan konsep di BUMN dengan studi kasus tindak pidana
korupsi Hotasi D.P Nababan.
Dalam penulisan skripsi, peneliti juga mengkaji jurnal yang berjudul
Business Judgement Rule Dikaitkan Dengan Tindak Pidana Korupsi Yang
Dilakukan Oleh Direksi Badan Usaha Milik Negara Terhadap Keputusan Bisnis
Yang Diambil, oleh Frans Affandhi, Bismar Nasution, Mahmul Siregar, Mahmud
Mulyadi, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tahun 2016. Jurnal
ini menyimpulkan bahwa penerapan Business Judgement Rule pada direksi
BUMN haruslah berdasarkan prinsip fiduciary duty. Dalam jurnal ini juga
menegaskan bahwa kekayaan BUMN tidak dapat dikategorikan kekayan negara.
Hubungan Business Judgement Rule dengan tindak pidana korupsi adalah direksi
yang diduga melakukan tindak pidana korupsi harus membuktikan bahwa
kekayaan BUMN bukanlah bagian dari kekayaan negara. Analisis dilakukan
berdasarkan teori hukum dan UU yang berlaku. Perbedaan dengan yang akan
35
peneliti bahas adalah peneliti akan fokus pada kasus Hotasi Nababan. Peneliti
akan membahas Business Judgement Rule dikaitkan dengan Tindak Pidana
Korupsi di BUMN secara umum dan akan membahas keterkaitannya dengan
kasus Hotasi Nababan.
36
BAB III
DESKRIPSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 41 PK/PID.SUS/2015
A. Identitas
1. Profil PT. Merpati Nusantara Airlines
PT. Merpati Nusantara Airlines yang beroperasi sebagai Merpati
Nusantara Airlines merupakan maskapai yang berbasis di Jakarta, Indonesia.
Maskapai ini beroperasi ke lebih dari 25 tujuan di Indonesia dan penerbangan
internasional seperti Timor Timur dan Malaysia. Maskapai Merpati Nusantara
Airlines didirikan dan mulai beroperasi pada 6 September 1962. Maskapai
didirikan oleh pemerintah sebagai maskapai nasional kedua dengan fokus
mengoperasikan penerbangan domestik yang dikembangkan TNI Angkatan
Udara sejak tahun 1958. Merpati mulai dioperasikan di Kalimantan,
menggunakan 4 pesawat de Havilland Otter/DHC-3s dan dua pesawat DC-3
Dakotas yang disediakan oleh TNI Angkatan Udara, Maskapai Garuda
Indonesia dan maskapai penerbangan lainnya.1
Merpati memiliki misi menjadi jembatan bagi daerah-daerah di
Indonesia untuk membangun perekonomian di daerah terpencil. Pada tahun
1974 ”Penerbangan Perintis” yang di subsidi pemerintah secara resmi
diserahkan kepada Merpati. Dengan suksesnya perluasan jaringan transportasi
udara, Merpati memberikan dampak positif kepada perkembangan nasional.
Berkat prestasi itu, pemerintah menaruh kepercayaan kepada merpati, dan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 1971, status Merpati
dialihkan, dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Persero, yakni PT. Merpati
Nusantara Airlines.2 Pada Oktober 1978, maskapai diambil alih oleh Garuda,
1 Merpati Nusantara Airlines, en.wikipedia.org/artikel/2018/14/05/Merpati_Nusantara_Airlines.
2 Sejarah Singkat PT. Merpati Nusantara Airlines,
http://nusantaraaviationtraining.blogspot.co.id/artikel/2013/01/sejarah-singkat-ptmerpati-nusantara.
37
tetapi tetap beroperasi dengan nama yang sama. Maskapai ini dimiliki
bersama oleh Pemerintah Indonesia dengan kepemilikan saham Pemerintah
Indonesia sebesar 93,2% dan Garuda Indonesia sebesar 6,8%.
Pada Februari 2014, sebanyak 50 dari 178 pilot mengundurkan diri
karena Merpati gagal membayar gaji karyawan selama 3 bulan berturut-turut.
Pada bulan yang sama, Merpati memberhentikan seluruh penerbangan karena
masalah keuangan yang bersumber dari berbagai hutang. Pemerintah
Indonesia menyatakan tidak akan menghidupkan kembali perusahaan. Pada 18
September 2014 Menteri BUMN Dahlan Iskan menyatakan bahwa pemulihan
maskapai ini akan membutuhkan 15 Triliun Rupiah untuk menutup
pembayaran gaji, berbagai kerugian yang diderita perusahaan dan hutang pada
sekitar 2.000 pihak.
Dahlan Iskan menyatakan bahwa rencana untuk
menghidupkan kembali maskapai ini sudah menemui jalan buntu karena
restrukturisasi aset dan rencana penjualan tidak menguntungkan lagi.3
2. Profil Hotasi D.P Nababan
Hotasi D.P Nababan merupakan Direktur PT. Merpati Nusantara
Airlines periode tahun 2002-2008. Hotasi menjabat sebagai Direktur PT.
Merpati Nusantara Airlines sebelum ditetapkan sebagai tersangka kasus
tindak pidana korupsi pada pengadaan pesawat. Hotasi dikenal sebagai aktivis
yang sangat idealis. Saat menjabat sebagai Direktur GE Locomotif, Hotasi
memilih membenahi Merpati pada saat itu, meskipun penghasilannya lebih
kecil. Salah satu pembenahan yang dilakukan di awal kepemimpinannya,
Hotasi menargetkan penghematan hingga Rp 150 miliar per tahunnya.
Penghematan dilakukan untuk memperbaiki kondisi keuangan Merpati.
Beberapa pos pengeluaran yang dihemat adalah bahan bakar, catering,
asuransi, dan ground handling. Selain itu, Hotasi juga merasionalisasi jumlah
3 Merpati Nusantara Airlines, id.wikipedia.org/artikel/2017/07/20/Merpati_Nusantara_Airlines
38
karyawan, melalui program pensiun dini. Dengan program ini, jumlah
karyawan berkurang signifikan: dari semula 4.300 orang menjadi 2.600 orang.
Lazimnya perusahaan penerbangan, Merpati juga terus meremajakan
armadanya, terutama dengan menyewa sejumlah pesawat tipe terbaru.
Kontrak sewa pesawat dengan pihak lain itu umumnya berjalan lancar.
Kontrak yang gagal direalisasikan selama Hotasi menjabat atau pesawat tak
datang sesuai dengan perjanjian awal yaitu dengan security deposit
dikembalikan kepada Merpati. Hanya satu kontrak yang gagal dan security
deposit tidak dikembalikan, yaitu kontrak dengan TALG. Perkara inilah yang
kemudian menyeret Hotasi Nababan menjadi tersangka kasus korupsi.4
B. Duduk Perkara
1. RKAP Merpati Nusantara Airlines Tahun 2006
Pada 11 Oktober 2006, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT.
Merpati Nusantara Airlines menetapakan Rencana Kerja Anggaran
Perusahaan (RKAP) yang didalamnya menjelaskan ketentuan dan kebijakan
mengenai pengadaan pesawat. Merpati mengalokasikan anggaran sebesar Rp.
144.618.690.000 untuk menambah 5 unit pesawat B737-200 yang terdiri dari
3 unit upaya perbaikan pesawat yang grounded dan 2 dari pengadaan sewa
yang sumber dananya berasal dari kredit avtur. Pengadaan sewa pesawat tipe
B737 seri 400 dan 500 tidak disebutkan di dalam RKAP.
2. Perjanjian Penyewaan Pesawat antara MNA dan TALG
Terdakwa sebagai Direktur PT. Merpati Nusantara Airlines bersama
dengan direksi lainnya sudah berencana untuk melakukan penambahan 2 unit
pesawat Boeing 737 Family karena krisis yang sedang melanda Merpati.
4 Tanri Abeng, No Regrets - Rekam Jejak Sang Profesional, Teknokrat, dan Guru Manajemen,
(Jakarta: Elex Media Komputindo,2012), h. 133.
39
Untuk menindaklanjuti rencana tersebut, pada bulan Mei 2006 Terdakwa
menugaskan General Manager Perencanaan Tony Sudjiarto dengan
melakukan pemasangan iklan di internet (speednews) dengan persyaratan-
persyaratan mengenai kondisi pesawat. Atas penawaran leasing tersebut, pada
bulan Desember 2006 Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG)
mengajukan proposal atas dua unit pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-
500 dan hasilnya ditemukan pesawat yang diinginkan yaitu Boeing 737-500
yang berada di Guang Zhou, China dan Boeing 737-400 yang berada di
Jakarta dan masih terikat sewa dengan Batavia Airlines sampai dengan bulan
Maret 2007. Berdasarkan informasi dari Naveed Sheed, agen PT. MNA di
Amerika, pesawat Boeing 737-500 MSN 24898 tahun pembuatan 1991
sebesar US$ 10.750.000, sedangkan Boeing 737-400 MSN 23869 tahun
pembuatan 1991 sebesar US$ 11.500.000. Keduanya memiliki harga sewa
sebesar US$ 150.000 per pesawat.
Tony Sudjiarto membuat kesepakatan back to back dengan TALG
yang maksudnya adalah TALG bersedia membeli kedua pesawat tersebut dari
Lehman Brothers dengan syarat PT. MNA berjanji akan menyewa pesawat
dari TALG. Tindak lanjut dari kesepakatan tersebut pada tanggal 17
Desember 2006, Tony Sudjiarto menerima surat melalui faks yang dikirim
TALG tertanggal 15 Desember 2006 yang isinya menunjuk Hume &
Associates untuk menerima Security Deposit. Pada tanggal 18 Desember
2006, Tony Sudjiarto mewakili Merpati dengan surat kuasa dari Terdakwa
Hotasi D.P Nababan menandatangani Lease Agreement Summary Term
(LASOT) di Jakarta dan John Copper perwakilan dari TALG di Amerika.
LASOT ditandangani dua buah untuk masing-masing pesawat yaitu Boeing
737-500 dan Boeing 737-400 dan ditandatangani melalui proses scanner dan
email. Dalam kesepakatan tersebut dijelaskan bahwa Security Deposit
dibayarkan secara langsung tanpa melalui Letter of Credit atau Escrow
Account sebesar US$ 500 untuk masing-masing pesawat, dikirimkan ke
40
rekening Hume & Associates dan wajib dikirimkan setelah penandatangan
Purchase Agreement pembelian pesawat oleh TALG. Pada tanggal 18
Desember 2006, draf lease agreement diserahkan kepada Fardinan Kenedy
yang menjabat sebagai Vice President Legal Merpati untuk dilakukan
pendapat hukum.
Setelah penandatanganan LASOT, nota dinas dibuat dan ditembuskan
kepada seluruh direksi untuk mempersiapkan penempatan Security Deposit.
Coporate Finance Division menyiapkan form Instruksi Direksi (Circular
Board) yang ditanda tangani semua masing-masing direksi untuk melakukan
transfer sebesar US$ 1.000.000. Pada tanggal 19 Desember, TALG
menandatangani Summary of Term For The Sale of one Boeing 737-400
Aircraft dan Summary of Term For The Sale of one Boeing 737-500 Aircraft.
Tanggal 20 Desember 2006 TALG dan Merpati menandatangani Lease
Agreement atas lanjutan dari LASOT untuk pesawat Boeing 737-500.
Pada tanggal 20 Desember 2006, Terdakwa dan Captain Harry
Pardjaman, Direktur Operasi dari pihak PT. MNA menandatangani Lease
Agreement, sedangkan dari pihak TALG dilakukan oleh Alan Mesner selaku
CEO dari TALG. Penandatangan Lease Agreement dilakukan melalui proses
scanner dan email. Sesuai dengan ketentuan LASOT, Security Deposit harus
dibayarkan maksimal satu hari setelah penandatangan jual beli pesawat oleh
TALG, maka pada tanggal 21 Desember 2006 Terdakwa menandatangani
surat yang ditujukan kepada Bank Mandiri perihal transfer ke rekening
Hume&Assocaites senilai US$ 1.000.000.
Selanjutnya, 22 Desember 2006, Divisi Legal mengeluarkan hasil
pemeriksaan atas sewa pesawat tersebut. Divisi Legal menyatakan bahwa
pembayaran deposit kepada TALG mengandung resiko sehingga perlu
pengamanan dengan alternatif adanya counter garantie, atau pembayaran
dilakukan dengan cara Letter of Credit atau menempatkan dana di Bank
Internasional (Escrow Account). Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka
41
Divisi Legal menyarankan untuk melakukan due diligence atas lessor dan
meminta pertimbangan KBRI Amerika Serikat.
C. Fakta Hukum
Dalam persidangan diperoleh fakta-fakta hukum yang menjadi dasar dari
pertimbangan dan putusan Majelis Hakim. PT. MNA adalah BUMN yang
sahamnya dimiliki oleh Negara dan PT. Garuda Indonesia dengan komposisi
kepemilikan saham berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 2006 yaitu Negara sebesar
95,79% dan PT. Garuda Indonesia sebesar 4,21%. Kondisi keuangan Merpati
pada tahun 2006 terhitung sangat kritis. Berdasarkan laporan audit Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan Merpati mengalami kerugian sebesar
Rp. 283.431.880.000. Rencana pengadaan pesawat Merpati sudah dikerjakan
sejak bulan Mei 2006. Merpati memiliki kinerja keuangan yang buruk disebabkan
biaya operasional lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh.
Ratio armada dengan jumlah pegawai Merpati yaitu 1:110 yang berarti satu
pesawat dilayani oleh 110 pegawai. Padahal ratio ideal yaitu 1:50.
RKAP tahun 2006 yang disahkan pada bulan Oktober 2006 dianggarkan
untuk pengadaan sewa pesawat B737 seri 200 yang sumber dananya dari kredit
avtur dan tidak disebutkan secara eksplisit pengadaan sewa pesawat B737 seri
400 dan 500. Meskipun tidak diatur, dalam RKAP 2006 dijelaskan fleksibilitas
mengenai jumlah dan jenis pesawat yang akan disewa PT. MNA. PT. MNA terus
berusaha untuk mendapatkan pesawat terbang. Namun, rendahnya kepercayaan
lessor kepada PT. MNA menyebabkan usaha untuk menyewa pesawat sering
menemui kegagalan.
PT. MNA menugaskan Tony Sudjiarto untuk memasang iklan di website
untuk proses pencarian penyewaan pesawat. Pada bulan Mei 2006, Tony
Sudjiarto melakukan inspeksi pesawat B737 seri 400 di China yang akan segera
berakhir masa sewanya dan pada bulan Oktober 2006, Tony Sudjiarto melakukan
inspeksi pesawat B737 seri 500 yang masih disewa Batavia Air dan akan berakhir
42
masa sewanya. Kedua pesawat merupakan milik Lehman Brother dengan agen
penjualan East Dover Ltd. Pada saat itu Lehman Brother ingin menjual pesawat,
bukan untuk disewakan. Awal bulan Desember 2006, agen penjualan TALG
memberikan tawaran kepada PT. MNA untuk menyewakan pesawat-pesawat
yang pernah di inspeksi oleh Tony Sudjiarto. TALG akan membeli kedua pesawat
tersebut apabila PT. MNA setuju untuk menyewa pesawat tersebut.
Akhirnya PT. MNA menyetujui proposal yang diajukan TALG dan
proposal tersebut dituangkan dalam dua LASOT (Lease Agreement Summary of
Term) masing-masing untuk pesawat B737 500 dan B737 400. Dalam LASOT
dijelaskan bahwa PT. MNA wajib menempatkan Security Deposit di Kantor
Hukum Hume & Associates sebesar US$ 1,000,000 untuk dua pesawat sebagai
jaminan penyewaan pesawat. PT. MNA harus membayar Security Deposit satu
hari setelah TALG menandatangani Purchase Agreement pesawat tersebut. TALG
wajib mengembalikan Security Deposit apabila gagal menyerahkan pesawat.
Sebelum uang sejumlah US$ 1,000,000 ditransfer ke rekening Hume &
Associates, Terdakwa meminta tolong kepada Pengacara Indonesia yang sedang
mengambil gelar S3 yaitu Laurence Siburian untuk pengecekan terhadap kantor
TALG dan Hume Associate. Laurence Siburian bersama dengan pihak dari TALG
Alan Messner dan John Cooper dan dari pihak Kantor Hukum Humes Marisol
bersama dengan Terdakwa melakukan teleconference yang membicarakan
mengenai penempatan Security Deposit. Terdakwa menawarkan penempatan
Security Deposit tidak dibayarkan secara tunai tetapi dalam bentuk lain, misalnya
bank garansi, karena khawatir disalahgunakan. Namun, TALG menolak dan
hanya menginginkan Security Deposit dibayarkan secara tunai.
Dalam perjanjian antara TALG dan Merpati, pesawat pertama seharusnya
datang pada tanggal 5 Januari 2007 dan yang kedua datang pada 20 Maret 2007,
namun TALG gagal dalam menyediakan pesawat pertama yang harusnya
dikirimkan tanggal 5 Januari 2007. Sesuai dengan kontrak, Merpati menuntut
pengembalian Security Deposit sebesar US$ 1.000.000. TALG tetap bersikukuh
43
untuk mencari pesawat untuk pengiriman tanggal 20 Maret 2007. Selain itu,
TALG meminta kenaikan biaya sewa yang semula sebesar US$ 150,000 menjadi
US$ 170,000 setiap bulannya. Merpati menolak hal tersebut dan tetap meminta
pengembalian Security Deposit tanpa menunggu tanggal pengiriman kedua. Sejak
bulan Februari Merpati menetapkan untuk memutuskan perjanjian dan meminta
TALG untuk mengembalikan Security Deposit tersebut. Dalam perjanjian sewa
pesawat antara TALG dan Merpati Pasal 4.6 dijelaskan bahwa Security Deposit
akan dikembalikan Lessor (TALG) kepada Lesse (Merpati) tidak lebih dari 7 hari
dan ditegaskan dalam Addendum perpanjangan LOI/MOU/LASOT tanggal 20
Desember 2006 yang ditanda tangani oleh John Cooper dari pihak TALG.
PT. MNA mengajukan gugatan perdata (wanprestasi) TALG di
Pengadilan District of Columbia, Washington DC, Amerika Serikat (Kasus
Perdata Nomor: 1.207-cv-007.17) dengan putusan bahwa TALG diwajibkan
mengembalikan Security Deposit tersebut. Ketika Merpati akan melakukan
eksekusi putusan tersebut, TALG mengajukan kepailitan di Pengadilan Kepailitan
Ilionis Chicago dan karenanya PT. MNA melakukan intervensi atas permohonan
kepailitan tersebut. Putusan permohonan TALG ditolak oleh pengadilan yang
berarti TALG tetap memiliki kewajiban untuk mengembalikan Security Deposit
tersebut. PT. MNA dibantu dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha
Negara yang diwakili Yosep Suardi Sabda untuk menarik kembali uang Security
Deposit. Alan Messner sudah mengembalikan uang senilai US$ 4,793.63 ke PT.
MNA.
Sebelumnya atas kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi pernah
melakukan penelahaan atas penyewaan pesawat PT. MNA dengan TALG dengan
kesimpulan “tidak memenuhi kriteria tindak pidana korupsi”. Selain itu,
Direktorat III/Pidana Korupsi dan WCC, Bareskrim Polri pernah melakukan
penyelidikan atas penyewaan pesawat PT. MNA dengan TALG. Kesimpulan atas
pemeriksaan tersebut adalah “belum ditemukan fakta perbuatan tindak pidana
korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara”.
44
D. Putusan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Hotasi D.P Nababan
Dalam skripsi ini peneliti mengangkat putusan tingkat pertama yaitu
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dengan Putusan No. 36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST, putusan Mahkamah
Agung pada tingkat Kasasi dengan Putusan No. 417 K/Pid.Sus/2014, dan tingkat
Peninjauan Kembali yang dijadikan sebagai judul yaitu Putusan No. 41
PK/Pid.Sus/2015. Dalam kasus tindak pidana korupsi Hotasi D.P Nababan ini
tidak adanya putusan pada tingkat banding karena putusan pada tingkat pertama
Hotasi dinyatakan bebas.
Pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tingkat pertama Majelis Hakim
terdiri dari Pangeran Napitulu SH., MH., sebagai Hakim Ketua Majelis dan
Hendra Yospin SH., dan Alexander Marwata, AK., SH., CFE masing masing
Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Panitera Pengganti yaitu Fatoni SH. Dalam Putusan No.
36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST menyatakan bahwa Terdakwa tidak terbukti sah
dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-
sama sebagaimana Dakwaan Primair dan Subsidair. Putusan dibacakan pada Hari
Selasa, 19 Februari 2013 oleh Hakim Ketua Majelis didampingi Hakim-Hakim
Anggota dan dihadiri Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan
dihadiri Terdakwa yang didampingi oleh Tim Penasihat Hukum.
Selanjutnya dalam Putusan No. 417/K/Pid.Sus/2014 penuntut umum
mengajukan kasasi atas Terdakwa. Majelis Hakim terdiri dari Dr. Artidjo
Alkotsar SH., MH., Ketua Muda Pidana sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr.
Mohammad Askin SH., MH., dan M.S. Lumme SH., masing-masing sebagai
Hakim-Hakim Ad Hoc Tipikor pada Mahkamah Agung sebagai Anggota.
Panitera Pengganti yaitu Sondang Mariana Pandjaitan SH., MH. Isi putusan pada
tingkat kasasi yaitu membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
pada Pengadilan Negeri Jakarta No. 36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST dan
45
Mahkamah Agung mengadili sendiri yang memutuskan bahwa Terdakwa
dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan Tindak Pidana
Korupsi secara bersama dan menghukum Terdakwa dengan pidana penjara
selama 4 tahun dan denda sebesar Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dengan
ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama
6 bulan. Putusan ditetapkan dalam rapat pemuswaratan Mahkamah Agung
dibacakan pada sidang terbuka untuk umum Hari Rabu, 7 Mei 2014 dengan tidak
dihadiri oleh Pemohon Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum dan Terdakwa.
Pada tingkat akhir yaitu Peninjuan Kembali pada Putusan No.
41/PK/Pid.Sus/2015, Terdakwa mengajukan Peninjauan Kembali. Majelis Hakim
terdiri dari Dr. H.M. Syarifuddin SH., MH., Hakim Agung sebagai Ketua Majelis,
Dr. H. Andi Samsan Nganro, SH., MH., Hakim Agung dan H. Syamsul Rakan
Chaniago SH., MH., Putusan dari Peninjauan Kembali yaitu Majelis Hakim
menolak permohonan peninjauan kembali dan menetapkan putusan yang diajukan
peninjauan kembali tetap berlaku. Putusan ditetapkan pada rapat pemusyawaratan
Mahkamah Agung dan dibacakan pada sidang terbuka untuk umum hari Jumat
tanggal 4 September 2015 dengan tidak dihadiri oleh Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana dan Jaksa/Penuntut Umum.
46
BAB IV
PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE DI BUMN
PADA PUTUSAN No. 41 PK/Pid.Sus/2015
A. Penerapan Business Judgement Rule di BUMN
Ketentuan dalam undang-undang sudah menjelaskan mengenai
pemberlakuan Business Judgement Rule di Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 97
UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas telah dijelaskan dalam hal
pertanggung jawaban direksi dan pembebasan pertanggung jawaban direksi yaitu
Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.
Meskipun tidak secara jelas diterangkan dengan isitilah Business Judgement Rule,
namun substansi dari undang-undang tersebut menjelaskan pemberlakuan
Business Judgement Rule dalam batas-batas tertentu.
Apabila direksi digugat oleh perseorangan atau pemegang saham dengan
tuntutan yang menyatakan bahwa direksi telah mengambil keputusan yang
dianggap telah merugikan perseroan, maka doktrin Business Judgement Rule ini
dapat digunakan untuk membebaskan tanggung jawab pribadi direksi, selama
keputusan tersebut dibuat sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan berlakunya
pembebasan tanggung jawab yaitu dengan itikad baik, tidak berbenturan dengan
47
kepentingan pribadi dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan pada saat keputusan
dibuat. Pada gugatan tersebut, Business Judgement Rule dapat diterapkan dan hal
ini sejalan dengan Business Judgement Rule menurut sistem Eropa Kontinental.
Karena apabila seorang direksi telah menjalankan tugasnya dengan itikad baik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan keputusan yang diambil tidak
mengandung perbuatan melawan hukum baik secara formil maupun materiil,
maka direksi tidak dapat digugat secara pribadi meskipun perseroaan mengalami
kerugian akibat dari keputusan tersebut. Pelanggaran dari itikad baik yang
menyebabkan kerugian ini dapat digugat melalui Pasal 1365 jo Pasal 1366
KUHPer mengenai Perbuatan Melawan Hukum.
Pengurusan operasional pada BUMN sama seperti perseroan biasa, yaitu
dijalankan oleh direksi. Direksi dalam menjalankan perusahaan harus
menjalankan dua fungsi yang ada. Pertama, fungsi manajemen yaitu direksi
melakukan tugas memimpin perusahaan. Kedua, fungsi representasi yaitu direksi
mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Terdapat beberapa teori
megenai hubungan antara direksi dengan perseroan. Beberapa pendapat
menyatakan bahwa hubungan antara direktur dengan perseroan terbatas terjadi
karena adanya kepercayaan yang diberikan oleh perseroan atau yang dikenal
fiduciary relationship. Selain hubungan kepercayaan, hubungan direksi dengan
perseroan terbatas hanya bersifat kontraktual, karena direksi saat ditunjuk
bersedia untuk melaksanakan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, baik
yang diatur dalam internal perusahaan maupun yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Fiduciary duties di dalam Perseroan Terbatas pada hakikatnya berkaitan
dengan kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab direksi. Pelanggaran terhadap
kewajiban fidusia berakibat pada timbulnya tanggung jawab pribadi direksi.
Sementara itu, untuk pembelaan direksi dalam suatu perseroan dapat digunakan
48
prinsip Business Judgment Rule. Prinsip pembelaan direksi ini (Business
Judgment Rule) dapat diukur berdasarkan fiduciary duties.
Sebagai perusahaan yang memiliki tujuan mendapatkan keuntungan maka
BUMN memiliki risiko bisnis dalam upaya memajukan perusahaan. Rigen dan
Miller membedakan risiko yang bersifat ekonomi atas dua golongan. Pertama,
risiko spekulatif (speculative risk). Risiko ini berkemungkinan menimbulkan
kerugian di satu sisi, tetapi juga memungkinkan keuntungan di sisi lain. Kedua,
risiko murni (pure risk). Risiko murni tidak mecampurkan kedua unsur
kemungkinan untung dan rugi, tetapi hanya akan mengakibatkan kerugian saja.1
Risiko bisnis yang timbul pada perseroan BUMN salah satunya dapat
menimbulkan kerugian pada perusahaan, tetapi dapat menguntungkan pula. Maka
risiko pada BUMN dapat dilihat sebagai risiko yang spekulatif.
Untuk menghindari adanya risiko yang tidak menguntungkan, maka
diperlukannya akuntansi manajemen di setiap keputusan yang diambil. Akuntansi
manajemen merupakan identifikasi, pengukuran, pengumpulan, analisis,
pencatatan, interpretasi, dan pelaporan kejadian-kejadian sautu badan usaha yang
dimaksudkan agar manajemen dapat menjalankan fungsi perencanaan,
pengendalian, dan pengambilan keputusan. Meskipun akhirnya menimbulkan
kerugian, hal tersebut merupakan akibat yang bukan tujuan awal dari keputusan,
karena setiap keputusan bisnis akan bersifat spekulatif dan sudah melewati tahap-
tahap pemeriksaan yang mendalam untuk menghindari hal tersebut. Dalam
perseroan BUMN, terdapat Unit Manajemen Risiko. Unit Manajemen Risiko ini
diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Kep-117/M.BU/2002 jo PER-01
/MBU/2011 Tentang Penerapan Good Corporate Governance pada Badan Usaha
1 Prasetio, Dilema BUMN Benturan Penerapan Business Judgement Rule dalam Keputusan Bisnis
Direksi BUMN, (Jakarta: Rayyana Komunikasindo, 2014), h. 265.
49
Milik Negara. Unit ini diwajibkan ada di seluruh BUMN guna mengurangi risiko
dari setiap kegiatan bisnis di BUMN.
Korporasi sebagai badan hukum memiliki ciri yang melekat dan tidak dapat
terpisahkan yaitu terbatasnya tanggung jawab pendiri dan pemegang saham.
Sumber pendanaan untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun setelah persero
resmi memperoleh status badan hukum dan menjalankan usahanya maka
pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan sistem APBN. Negara hanya
memiliki hak terhadap BUMN sebatas jumlah saham yang dimiliki, sebagaimana
layaknya pemegang saham pada perseroan terbatas lainnya maka segala kekayaan
yang didapat baik melalui penyertaan negara maupun yang diperoleh melalui
kegiatan bisnis persero, akan menjadi kekayaan persero.2
Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) menjelaskan bahwa terhadap BUMN berbentuk persero berlaku segala
ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana
diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995 jo UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas.3 Maka, segala aturan mengenai perseroan terbatas yang dijelaskan
dalam UU Perseroan Terbatas berlaku baik dalam perseroan swasta maupun pada
perseroan BUMN. Dengan adanya dua ketentuan tersebut maka membuktikan
bahwa seharusnya prinsip Business Judgement Rule dapat diterapkan dalam
BUMN. Direksi BUMN Persero dapat menggunakan Pasal 97 ayat (5) UUPT
Business Judgment Rule yang diukur dengan fiduciary duty sebagai
2 Hendra Setiawan Boen, Bianglala Business Judgement Rule, (Jakarta: Tatanusa, 2008), h. 213.
3 Prasetio, Dilema BUMN Benturan Penerapan Business Judgement Rule dalam Keputusan Bisnis
Direksi BUMN, (Jakarta: Rayyana Komunikasindo, 2014), h. 123.
50
pembelaannya apabila dirinya dituntut oleh Pemegang Saham (Negara) terhadap
kebijakan maupun keputusan bisnis yang diambilnya.4
Salah satu faktor tidak berjalannya penerapan Business Judgement Rule di
BUMN karena adanya ketentuan yang menjelaskan bahwa kekayaan BUMN
merupakan bagian dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Dalam UU No. 17
Tahun 2003 dijelaskan bahwa kekayaan negara termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara atau perusahaan daerah. Pemerintah yang
memiliki modal di dalam BUMN dianggap merupakan kekayan negara yang
terpisah. Sehingga, apabila BUMN mengalami kerugian maka kerugian tersebut
dianggap kerugian negara pula. Apabila kerugian tersebut disebabkan oleh
keputusan yang diambil oleh direksi BUMN maka kerugian tersebut dianggap
kerugian negara yang berujung direksi dianggap telah melakukan tindak pidana
korupsi sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi bahwa setiap orang atau korporasi yang melakukan sesuatu untuk
memperkaya diri sendiri atau dapat merugikan keuangan negara merupakan
perbuatan tindak pidana korupsi.
Setiap kerugian yang dialami BUMN dapat dikategorikan sebagai tindak
pidana korupsi yang menjadi cerminan belum adanya penerapan Business
Judgement Rule di BUMN. Padahal, kerugian dalam satu transaksi tidak dapat
dikatakan sebagai kerugian perseroan terbatas, karena adanya transaksi lain yang
menguntungkan dan belum terhitungnya laba dalam neraca masa lampau atau dan
perhitungan laba/rugi yang dari tahun buku yang bersangkutan. Jika Negara masih
merasa dirugikan karena transaksi tersebut, maka Negara sebagai pemegang
saham tetap dapat menggugat dalam ranah perdata atas kerugian tersebut,
sebagaimana disebutkan oleh Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (6) Undang-
4 Bismar Nasution, dkk, “Business Judgement Rule Dikaitkan Dengan Tindak Pidana Korupsi
yang Dilakukan Oleh Direksi Badan Usaha Milik Negara Terhadap Keputusan Bisnis yang Diambil”,
USU Law Journal, Vol. 4, No. 1, (Januari : 2016), h. 38.
51
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu Setiap
pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan
negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan
tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, direksi, dan/atau dewan
komisaris. Gugatan tersebut bukanlah ranah pidana tetapi menjadi gugatan
perdata. Pelakunya baru dijatuhi pidana bila ia terbukti melakukan pelanggaran
atau penyalahgunaan wewenang tersebut karena menerima suap atau melakukan
tindak pidana lainnya.5
UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN menjelaskan bahwa tujuan utama
dari BUMN yaitu mendapatkan keuntungan. Dalam teori ekonomi, secara teoritis
laba atau keuntungan adalah kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh
perusahaan. Makin besar risiko, laba yang diperoleh semakin besar.6 Maka
sebagai perusahaan yang salah satu tujuannya mencari keuntungan, Negara
sebagai pemegang saham terbesar BUMN harusnya dapat melihat risiko kerugian
dari segala transaksi bisnis yang dilakukan di BUMN. Termasuk risiko adanya
wanprestasi yang dilakukan oleh pihak lain dalam suatu perjanjian.
BUMN atau badan hukum lainnya yang didirikan untuk kepentingan bisnis
tunduk akan logika perdata. Logika perdata yang dimaksud yaitu kontrak bisnis
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Sejalan dengan logika perdata,
logika bisnis mengandung prinsip kehati-hatian, kemitraan, kerjasama, dan
kepercayaan. Sehingga apabila adanya sengketa bisnis, maka penyelesaiannya
pun diusahakan dengan mediasi atau dengan arbitrase sebagai alternatif
5 Erman Rajagukguk, “Perlindungan Hukum Terhadap Risiko Pengambilan Keputusan Yang
Diambil Oleh Direktur dan Komisaris,” dalam Governance dan Risiko Kriminalisasi : Kasus di
Industri Telekomunikasi. 30 April 2014. Jakarta: Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI).
2014, h. 20.
6 Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi &
Makroekonomi), (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008), h. 133.
52
penyelesaian sengketa yang memberi win-win solution. Pidana dalam hukum
bisnis hanya upaya terakhir (ultimatum remedium).7 Transaksi bisnis yang ada
pada ranah perdata dapat berpindah ke ranah pidana karena adanya undang-
undang yang menyatakan keuangan BUMN merupakan bagian dari kekayaan
negara. Hal tersebut yang membuat Business Judgement Rule tidak dapat
diterapkan dalam kasus tindak pidana korupsi yang menimpa direksi BUMN.
BUMN sebagai perusahaan yang mencari keuntungan dalam melakukan transaksi
bisnis harus siap mengalami kerugian. Karena memang sudah lazim bisnis dalam
bidang apapun termasuk BUMN dapat mengalami kerugian demi kemajuan
perusahaan di masa mendatang.
Selain adanya ketentuan yang berbenturan satu sama lain terdapat unsur
terpenting mengenai penerapan Business Judgement Rule di BUMN yaitu asumsi
hakim terhadap kasus tindak pidana korupsi yang menimpa direksi BUMN. Agar
Business Judgement Rule dapat diterapkan di BUMN, hakim diperlukan untuk
memberikan asumsi positif terlebih dahulu kepada direktur BUMN yang
dinyatakan sebagai terdakwa. Hal ini diperlukan karena, hakim tidak ada pada
saat keputusan bisnis dibuat sehingga hakim tidak boleh menempatkan dirinya
seakan menjadi direktur saat itu. Selain itu hakim tidak memiliki kemampuan,
pengetahuan, dan pengalaman yang sama untuk menghasilkan keputusan bisnis
yang lebih baik/pantas/bernilai dibandingkan keputusan bisnis direktur yang
bersangkutan.8
7 Prasetio, Dilema BUMN Benturan Penerapan Business Judgement Rule dalam Keputusan Bisnis
Direksi BUMN, (Jakarta: Rayyana Komunikasindo, 2014), h. 198.
8 Prasetio, Dilema BUMN Benturan Penerapan Business Judgement Rule dalam Keputusan Bisnis
Direksi BUMN, h. 210
53
B. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Hotasi
D.P. Nababan
1. Pertimbangan Hakim Pada Putusan No. 36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST
Dakwaan Primair yang diajukan Penuntut Umum yaitu melakukan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2
ayat 1 jo Pasal 18 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun
2001, unsur-unsurnya yaitu setiap orang, secara melawan hukum, melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dapat
merugikan negara atau keuangan negara. Dalam Dakwaan Primair Majelis
Hakim menyatakan “Unsur Melawan Hukum” tidaklah terpenuhi.
Dalam perkara tindak pidana korupsi Majelis Hakim berpendapat
bahwa pengertian perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi
perkara a quo terdapat dalam arti yang formil maupun arti yang materiil.
Perbuatan melawan hukum secara materiil yaitu meskipun perbuatan tersebut
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan
tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau
norma-norma kehidupan sosial, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
Majelis Hakim berpendapat bahwa meskipun RKAP befungsi sebagai acuan
bagi direksi untuk menjalankan kegiatan perusahaan selama setahun berjalan,
namun dalam pelaksanannya direksi harus memperhatikan situasi dan kondisi
yang berkembang dan dihadapi pada saat putusan bisnis harus dibuat.
Meskipun pengadaan pesawat B737 seri 400 dan 500 tidak dianggarkan
secara eksplisit namun bila dianggap dapat menguntukan perusahaan maka hal
tersebut tidak lah melanggar hukum. Selain itu, menurut Majelis Hakim tidak
atau belum kembalinya Security Deposit harus dilihat sebagai risiko dalam
bisnis. Manajemen PT. MNA sudah berupaya tetapi apabila mitra bisnis tidak
memiliki itikad baik maka hal tersebut di luar kendali PT. MNA.
54
Selanjutnya, Majelis Hakim menimbang dalam Pasal 85 UU No. 1
Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas dijelaskan bahwa direksi harus
bertindak secara hati-hati (duty of care) dan tidak boleh mengambil
keuntungan untuk dirinya sendiri (duty of loyalty). Menurut DR. Bismar
Nasution tolak ukur dalam prinsip kehati-hatian yaitu memiliki informasi dan
memiliki kepercayaan atas kebenarannya, tidak memiliki kepentingan dalam
pengambilan keputusan dan memiliki dasar rasional dan demi kepentingan
perusahaan dalam pengambilan keputusan. Majelis Hakim berpendapat bahwa
penyewaan tersebut telah dilakukan dengan hati-hati, beritikad baik, dan demi
kepentingan perusahaan berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi PT.
MNA. Sehingga Majelis Hakim berpendapat unsur melawan hukum dikaitkan
dengan perbuatan terdakwa yang dinilai tidak hati-hati dan melanggar prinsip
Good Corporate Governance tidak terbukti menurut hukum.
Dakwaan Subsidair yang diajukan oleh Penuntut Umum yaitu Pasal 3
UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi unsur-unsurnya yaitu
setiap orang, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau ornag lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Majelis Hakim berpendapat unsur “dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi” tidak terbukti
menurut hukum. Majelis Hakim beranggapan klausul refundable atas Security
Deposit dalam LASOT menunjukkan tidak adanya niat atau tujuan dari PT.
MNA untuk memberi keuntungan kepada TALG sejumlah Security Deposit
yang dibayarkan yaitu US$1,000,000.00.
Adapun dalam hal ini terdapat dissenting opinion yang dikemukakan
Hakim Anggota 1 Hendra Yospin. Menurut Hakim Anggota 1 Terdakwa
Hotasi Nababan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana korupsi sesuai dengan Dakwaan Subsidair. Hakim Anggota 1
55
menjelaskan bahwa pengadaan sewa 2 unit pesawat tersebut tidak tercantum
di dalam RKAP 2006 dan Terdakwa melakukan pembayaran Security Deposit
padahal Security Deposit akan dipergunakan untuk kepentingan lain. Selain
itu, persyaratan pembayaran Security Deposit oleh pihak TALG belum
dipenuhi.
2. Pertimbangan Hakim Pada Putusan No. 417/K/Pid.Sus/2014
Dasar pertimbangan Hakim pada tingkat Kasasi ini adalah alasan-
alasan kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum. Mahkamah Agung
membenarkan alasan-alasan yang diajukan Penuntut Umum sehingga
menetapkan judex facti telah salah menerapkan hukum. Penuntut Umum
mengungkapkan bahwa putusan pada pengadilan tingkat pertama bukan
merupakan Pembebasan Murni sehingga dapat diajukan kasasi. Hal ini
dijelaskan dalam Keputusan Kehakiman RI Nomor M.14-PW 07.03 Tahun
1983 Tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Mahkamah Agung mempertimbangkan sesuai dengan Dakwaan
Primair dari Penuntut Umum dengan unsur-unsur setiap orang, secara
melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, dapat merugikam keuangan Negara atau
perekonomian Negara, secara bersama-sama melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP. Pada unsur setiap
orang dalam persidangan Terdakwa telah membenarkan identitasnya sehingga
unsur tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
Dalam unsur melawan hukum, Penuntut umum menjelaskan bahwa
pengertian dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan judex facti
bertentangan dengan Yurisprudensi yaitu perbuatan melawan hukum tidak
harus ditafsirkan bertentangan dengan aturan-aturan yang terdapat sanksi
56
pidana tetapi juga bertentangan dengan yang bersifat intern dan diukur
berdasarkan atas asas-asas hukum tidak tertulis.
Pasal 19 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN menjelaskan bahwa
Direksi wajib menyampaikan RKAP kepada RUPS untuk memperoleh
pengesahan. Dengan ketentuan tersebut maka Penuntut Umum beranggapan
bahwa setiap perbuatan yang melanggar RKAP merupakan perbuatan
melawan hukum. Dalam hal ini, Menurut Mahkamah Agung Terdakwa
memenuhi unsur melawan hukum karena tidak melaporkan atau tidak
mengajukan persetujuan kembali kepada RUPS atas RKAP yang telah
dimulai sejak Bulan Mei 2006. Terdakwa melanggar Pasal 22 ayat 1 dan 2
UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN jo Pasal 35 ayat 1, 2, dan 3 Peraturan
Pemerintah No. 45 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan
Pembubaran BUMN yang mewajibkan menyampaikan Rencana Kerja dan
Anggaran kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan.
Selanjutnya, Penuntut Umum juga menjelaskan bahwa pembayaran
Security Deposit merupakan suatu perbuatan melawan hukum dipandang dari
asas-asas hukum tidak tertulis sebagai perbuatan yang tercela dan tidak boleh
dilakukan. Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa
merupakan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 5
ayat 3 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, Surat Keputusan Menteri
Keuangan No.Kep.116/kmk.01/1991 yang menjelaskan bahwa Security
Deposit harus tetap dalam keadaan diam dan tidak dapat dialihkan atau
dicairkan atau dipergunakan untuk kepentingan lain.
Pada unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi dan unsur merugikan keuangan atau perekonomian
negara Mahkamah Agung berpendapat bahwa unsur tersebut terpenuhi.
Terdakwa melawan hukum yaitu memperkaya orang lain atau korporasi yaitu
TALG atau Hume & Associaties dan telah mengakibatkan kerugian keuangan
negara sebesar US$ 1,000,000.00. Unsur terakhir dalam dakwaan Penuntut
57
Umum yaitu unsur melakukan atau menyuruh lakukan, yang turut serta
melakukan perbuatan. Dalam unsur ini Mahkamah Agung berpendapat bahwa
terbukti terpenuhinya unsur tersebut. Berdasarkan fakta hukum terdapat kerja
sama antara Terdakwa dengan Tony Sudjiarto selaku General Manager
PT.MNA dalam pengadaan sewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-
500.
3. Pertimbangan Hakim Pada Putusan No. 41 PK/Pid.Sus/2015
Peninjauan kembali dimohonkan oleh Hotasi D.P Nababan dengan
mengajukan dua Novum. Dijelaskan dalam Pasal 263 ayat 2 huruf a KUHAP
bahwa terdapat keadaan baru (novum) yang menimbulkan dengan kuat bahwa
jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung,
hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari tuntutan hukum.
Novum pertama yang diajukan yaitu Putusan United States District
Court At District Of Columbia dalam kasus pidana John C. Cooper. Bahwa
keadaan baru yang menjadi dasar permintaan peninjauan kembali adalah
adanya putusan tersebut yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, di
mana amar putusannya melakukan perbuataan pidana penipuan atau
penggelapan dana Security Deposit yang diserahkan PT. MNA kepada TALG.
Jon C. Cooper dihukum penjara 18 bulan dan harus membayar ganti rugi
kepada MNA sebesar US$ 1,000,000.00 dengan kewajiban tanggung renteng
dengan Alan Messner. Novum kedua yaitu Putusan United States District Of
Columbia dalam kasus pidana Alan Messner. Keadaan baru yang dijadikan
dasar adalah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, amar
putusannya menyatakan bersalah telah melakukan perbuatan pidana
penggelapan atau penipuan uang Security Deposit. Alan Messner dihukum
penjara satu tahun satu bulan dan harus membayar ganti rugi secara renteng
dengan Jon C. Cooper sebesar US$ 62,231.60
58
Atas novum yang diajukan Mahkamah Agung berpendapat bahwa
keduanya tidak dapat dikualifikasi sebagai bukti-bukti baru yang bersifat
menentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat2 huruf a KUHAP
karena substansinya telah ada pada pemeriksaan perkara Judex Facti. Selain
itu, dalam pertimbangan hakim dijelaskan bahwa novum yang diajukan
dengan perkara tindak pidana korupsi adalah dua perkara yang masing-masing
berdiri sendiri. Sehingga, kedua putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat
District Columbia tidak dapat menghilangkan unsur-unsur tindak pidana
korupsi yang telah dipertimbangkan oleh Judex Juris pada tingkat kasasi.
C. Analisis Putusan
Peneliti menganalisis berdasarkan pada putusan tingkat pertama Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yaitu Putusan No.
36.Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST, putusan tingkat kasasi Putusan No. 417
K/Pid.Sus/2014, dan pada Peninjauan Kembali yang peneliti jadikan judul yaitu
Putusan No. 41 PK/Pid.Sus/2015. Peneliti menganalisa putusan dari tingkat
pertama karena terdat perbedaan amar putusan. Pada tingkat kasasi yang semula
pada tingkat pertama Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana korupsi baik pada dakwaan primair dan dakwaan
subsidair menjadi pembatalan putusan pada tingkat kasasi dan Mahkamah Agung
mengadili sendiri yang menyatakan Terdakwa Hotasi D.P. Nababan terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi pada dakwaan
primair. Selanjutnya dalam putusan peninjauan juga menguatkan amar putusan
Mahkamah Agung di tingkat kasasi.
Pada putusan tingkat pertama, Majelis Hakim mepertimbangkan risiko
bisnis dan hal-hal yang dapat membebaskan Terdakwa dari tanggung jawab
secara pribadi. Peneliti sependapat mengenai pertimbangan dan amar putusan
Majelis Hakim pada tingkat pertama. Majelis Hakim mempertimbangkan
bagaimana lazimnya transaksi penyewaan pesawat dan tidak adanya ketentuan
59
dalam anggaran dasar dalam melakukan sewa menyewa pesawat. Sehingga apa
yang dilakukan Terdakwa terhadap keputusan-keputusan yang diambil Terdakwa
seperti Security Deposit yang dibayarkan secara cash dan penyewaan pesawat
yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam RKAP tidak terbukti merupakan
perbuatan melawan hukum. Majelis Hakim juga mempertimbangkan risiko bisnis
yang dihasilkan dari transaksi tersebut. Dalam melakukan transaksi, baik jual beli
ataupun transaksi sewa menyewa maka akan selalu ada risiko seperti terjadinya
wanprestasi. Risiko tersebut tidak dapat dihindari bila ada salah satu pihak yang
memiliki itikad tidak baik sejak awal. Maka Majelis Hakim pada tingkat pertama
mempertimbangkan bahwa wanprestasi yang terjadi bukan karena kelalaian dari
Terdakwa, tetapi karena adanya itikad tidak baik dari pihak penyewa yaitu TALG.
Dilihat dari pertimbangan dan amar putusannya, Majelis Hakim sudah
mempertimbangkan aspek-aspek yang ada di dalam Business Judgement Rule.
Sehingga pada putusannya Terdakwa terbukti tidak melakukan tindak pidana
korupsi baik dalam dakwaan primair maupun dakwaan subsidair. Kerugian yang
dialami PT. MNA murni karena adanya wanprestasi yang dilakukan pihak lain
saat melakukan perjanjian.
Namun, dalam putusan kasus tindak pidana korupsi Hotasi D.P Nababan,
Majelis Hakim baik pada tingkat Kasasi maupun Peninjauan Kembali tidak
mempertimbangkan doktrin Business Judgement Rule atau adanya pembebasan
tanggung jawab yang dijelaskan di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas.
Padahal jika Majelis Hakim mempertimbangkan aspek lain selain yang dijelaskan
dalam UU Tindak Pidana Korupsi pada kasus tersebut, Terdakwa dapat terbebas
dan perseroan hanya dapat di gugat secara perdata oleh Negara sebagai pemegang
saham karena telah dirugikan.
Pada salah satu pertimbangan hakim dalam putusan kasasi, Mahkamah
Agung menjelaskan bahwa Terdakwa telah sengaja melakukan tindakan
penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 walaupun tidak
tercantum dalam RKAP tahun 2006. Menurut peneliti, hal tersebut tidak
60
melanggar ketentuan di dalam RKAP. Di dalam RKAP PT. MNA tahun 2006
butir 4.4.1.4 disebutkan karena ketersedian pesawat dan harga sewa di dunia yang
berubah secara cepat sesuai dengan kondisi Supply-Demand, maka perusahaan
tetap memiliki fleksibilitas untuk memilih tipe dan jumlah pesawat yang
diinginkan demi memaksimalkan perolehan Cash Flow positif dari perubahan
armada. Dari penjelasan dalam RKAP tersebut sudah sangat jelas bahwa terdapat
fleksibilitas dalam penyewaan tipe pesawat tergantung ketersedian pada saat itu.
Sehingga melihat dari ketentuan tersebut pun menurut peneliti Terdakwa tidak
melakukan perbuatan melawan hukum karena ketentuannya memang sudah ada di
dalam RKAP. Selama melakukan transaksi pengadaan sewa menyewa pesawat
TALG, Terdakwa sudah melakukannya dengan transparan, dilaporkan dan
disetujui oleh seluruh direksi.
Selanjutnya, pada penggunaan Security Deposit sebagai uang muka untuk
pembelian pesawat dari Lehman Brothers merupakan hal yang tidak diketahui dan
tidak direncanakan baik oleh Terdakwa ataupun Tony Sudjiarto, General
Manager yang menerima kuasa dari Terdakwa. Karena TALG menginginkan
Security Deposit dibayarkan secara cash maka agar menjaga keamanan dari uang
tersebut, Security Deposit disimpan di pihak ketiga yaitu kantor pengacara Hume
& Associates. Terdakwa juga sudah memeriksa izin dan keberadaan kantor
tersebut dengan meminta bantuan kepada pengacara Indonesia yang berada di
Amerika. Kantor tersebut memiliki izin, wujudnya ada dan bukan kantor fiktif.
Atas pemeriksaan tersebut, Terdakwa pun berani mengambil keputusan untuk
menaruh Security Deposit pada kantor pengacara tersebut sebagai pihak ketiga.
Terdakwa tidak mengetahui bahwa TALG dapat mengakses secara pribadi ke
rekening kantor tersebut. Terdakwa sebagai perwakilan dari PT. MNA menjadi
korban penipuan di dalam transaksi ini. Maka menurut peneliti Terdakwa tidak
melanggar Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: Kep.116/kmk.01/1991
yang menjelaskan bahwa Security Deposit harus dalam keadaan diam dan tidak
digunakan untuk kepentingan lain. Keputusan Terdakwa untuk menaruh Security
61
Deposit di kantor pengacara tersebut bukanlah akibat dari kesalahan ataupun
kelalaian Terdakwa. Security Deposit yang digunakan untuk hal lain adalah itikad
tidak baik dari TALG yang menyebabkan wanprestasi perjanjian antara PT. MNA
dan TALG.
Peneliti berpendapat pembayaran Security Deposit yang dibayarkan secara
cash dan tidak melalui mekanisme Letter of Credit atau Escrow Account adalah
bukan perbuatan melawan hukum. Secara formil, tidak ada pasal atau aturan yang
menyatakan bahwa pembayaran Security Deposit haruslah melalui mekanisme
Letter of Credit atau Escrow Account. Maka perbuatan yang dilakukan Terdakwa
tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan apapun. Selain itu,
Terdakwa dalam keadaan mendesak untuk menghentikan kerugian yang sedang
dialami PT. MNA. Sehingga ketika ada lessor yang menawarkan penyewaan
pesawat dengan syarat-syarat tertentu, Terdakwa mewakili PT. MNA harus
menerima syarat yang diajukan selama syarat tersebut tidak bertentangan dengan
perundang-undangan. Apabila keadaan keuangan PT. MNA sedang stabil, maka
Terdakwa dapat bernegosiasi atau mencari penyewa lainnya dengan mudah.
Selain itu, Terdakwa juga sudah mengupayakan untuk pembayaran Security
Deposit melalui Letter of Credit atau Escrow Account, dibuktikan dengan
pernyataan saksi Laurence Siburian yang menjelaskan pada saat teleconference
Terdakwa sudah berusaha untuk bernegosiasi dengan TALG agar pembayaran
Security Deposit tidak melalui cash karena khawatir uang akan disalahgunakan,
namun TALG menolak usulan tersebut.
Pada salah satu pertimbangan Hakim, Terdakwa melanggar Pasal 22 ayat 1
dan 2 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN jo Pasal 35 ayat 1, 2, dan 3
Peraturan Pemerintah No. 45 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan
Pembubaran BUMN yang mewajibkan menyampaikan Rencana Kerja dan
Anggaran kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan. Dalam pasal tersebut
dijelaskan bahwa Direksi wajib menyiapkan dan menyampaikan rencana jangka
62
panjang dan rencana kerja anggaran perusahaan. dijelaskan dalam Pasal 102 UU
Perseroan Terbatas Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
a. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih
Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain
maupun tidak. Transaksi yang dilakukan oleh Terdakwa bukanlah salah satu dari
transaksi yang wajib dilaporkan kepada RUPS dan Transaksi yang dilakukan
Terdakwa sudah tercantum di dalam RKAP meskipun adanya perubahan
mengenai jenis pesawat yang akan disewa, namun Terdakwa selalu melaporkan
hal tersebut, mendapatkan persetujuan dan sesuai dengan ketentuan yang ada di
RKAP pada tahun 2006. Sehingga, perbuatan yang dilakukan Terdakwa tidak
melanggar pasal-pasal tersebut.
Selanjutnya dalam pertimbangan hakim Terdakwa dianggap memenuhi
unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Menurut
peneliti tindakan atau keputusan yang diambil oleh Terdakwa tidak memenuhi
unsur ini. Di dalam LASOT dijelaskan bahwa Security Deposit bersifat
refundable atau dapat dikembalikan apabila TALG tidak dapat memenuhi
kewajibannya dalam jangka waktu 7 hari. Dilihat dari klausa dapat
dikembalikannya uang Security Deposit dalam perjanjian antara PT. MNA dan
TALG tersebut peneliti berpendapat bahwa tidak adanya niat untuk memperkaya
suatu korporasi. Prof. Dr. Sofyan Djalil, SH., LL.M, menjelaskan bukti yang
nyata tidak adanya konflik kepentingan antara Terdakwa dengan TALG yaitu
Terdakwa tidak ragu menggugat para pihak yang dinilai merugikan perusahaan.
Tujuan awal pembayaran uang adalah untuk Security Deposit, sehingga PT. MNA
yang diwakili Terdakwa tidak memiliki niatan untuk memperkaya korporasi lain.
PT. MNA telah menggugat TALG baik pada gugatan perdata yang dimenangkan
oleh PT.MNA ataupun pada gugatan pidana yang amar putusannya kedua
petinggi TALG terbukti telah melakukan penipuan pada PT. MNA. Peneliti
63
sependapat dengan keterangan ahli Prof. Dr. Erman Rajagukguk, SH., LL.M yang
memberikan penjelasan bahwa Security Deposit yang belum dikembalikan TALG
bukan merupakan kerugian negara karena TALG dihukum membayar ganti rugi
karena wanprestasi. PT. MNA masih terus memperjuangkan dikembalikannya
uang tersebut dengan menuntut TALG, maka seharusnya belum dikategorikan
merugikan keuangan negara.
Pada putusan Peninjauan Kembali, Majelis Hakim menjelaskan bahwa
kedua novum tidak dapat diterima karena antara kedua novum dengan kasus
Terdakwa merupakan kasus yang berdiri sendiri dan tidak memiliki hubungan
diantara keduanya. Awal dari adanya putusan yang dijadikan novum oleh
Terdakwa adalah karena adanya perjanjian antara PT. MNA dan TALG.
Sehingga, menurut peneliti putusan yang berkaitan dengan pihak yang melakukan
perjanjian pengadaan sewa menyewa merupakan dua putusan yang berhubungan.
Putusan pidana yang dikenakan pada pihak TALG merupakan suatu pembuktinn
bahwa apa yang dilakukan oleh Terdakwa bukanlah tindak pidana korupsi,
melainkan perbuatan penipuan yang dilakukan TALG sehingga menyebabkan
tidak dikembalikannya Security Deposit.
Di dalam Pasal 97 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
sudah dijelaskan secara rinci mengenai pembebasan tanggung jawab terhadap
direksi. Menurut peneliti, tindakan atau keputusan yang Terdakwa lakukan sudah
memenuhi syarat yang terdapat di dalam pasal tersebut, sehingga seharusnya
Terdakwa dapat terbebas dari tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan
dapat terbebas dari dakwaan perbuatan tindak pidana korupsi. Pada pasal tersebut
dijelaskan syarat terbebasnya tanggung jawab yang pertama yaitu kerugian bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya. Dalam hal ini, Terdakwa sudah memenuhi
unsur tersebut karena kerugian yang dialami PT.MNA murni karena adanya itikad
tidak baik dari TALG. Sebelum melakukan perjanjian pengadaan sewa menyewa
pesawat, Terdakwa sudah memastikan bahwa perusahaannya terdaftar dibuktikan
dengan Terdakwa meminta tolong kepada pengacara Indonesia yang berada di
64
Amerika Serikat untuk memastikan kebaradaan perusahaan dan izin perusahaan
tersebut. Selain itu, Terdakwa juga sudah memastikan bahwa pesawat yang akan
disewakan juga ada dibuktikan dengan ditugaskan Tony Sudjiarto selaku General
Manager untuk memastikan keberadaan pesawat dan memeriksa keadaan pesawat
yang akan disewakan.
Syarat kedua yang dijelaskan dalam pasal tersebut adalah telah melakukan
pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan. Menurut peneliti Terdakwa telah
memenuhi syarat ini karena keputusan dibuat demi menghentikan kerugian yang
sedang dialami PT.MNA. Berdasarkan fakta hukum selama persidangan pada saat
itu, PT.MNA sedang dalam kerugian operasional yang mencapai Rp.
283.431.880.000,00 (dua ratus delapan puluh tiga milyar empat ratus tiga puluh
satu juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah). Buruknya keuangan PT. MNA
disebabkan dengan tingginya biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan.
Dengan sumber daya manusia yang ada pada PT. MNA, seharusnya dapat
mengoperasikan 68 pesawat namun nyatatanya pesawat yang beroperasi pada saat
itu hanya 25 pesawat. Maka menurut pandangan Terdakwa kebutuhan pesawat
merupakan hal yang mendesak. Terlebih lagi tingkat kepercayaan penyewa
terhadap PT. MNA rendah karena sebelumnya pernah bermasalah dalam
pembayaran. Sehingga ketika ada yang mau menyewakan pesawat kepada
PT.MNA maka Terdakwa tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Meskipun
dalam keadaan mendesak, Terdakwa tetap mengambil keputusan tersebut dengan
hati-hati dan itikad baik. Maka menurut peneliti keputusan yang diambil sudah
sesuai dengan kebutuhan perusahaan pada saat itu.
Syarat ketiga agar direksi terbebas dari tanggung jawab pribadi adalah tidak
mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian. Peneliti melihat bahwa
Terdakwa sudah memenuhi syarat ini karena seperti sudah diuraikan sebelumnya
Terdakwa mewakili perusahaan tidak ragu untuk menggugat TALG ketika TALG
65
tidak mengembalikan Security Deposit baik secara perdata maupun pidana. Amar
putusan dari gugatan pidana maupun perdata keduanya dimenangkan oleh
Terdakwa. Sebagai korban dari ingkar janji dan penipuan pihak TALG, Terdakwa
tidak mungkin memiliki kepentingan lain di dalamnya. Gugatan tersebut juga
membuktikan bahwa direksi tidak memiliki kepentingan lain dengan TALG,
murni hanya transaksi bisnis pengadawaan sewa menyewa pesawat dengan
PT.MNA.
Syarat terakhir yaitu telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul
atau berlanjutnya kerugian tersebut. Saat TALG tidak mengembalikan Security
Deposit, Terdakwa langsung mengupayakan pengembalian uang tersebut
secepatnya dibuktikan dengan diajukannya somasi dan gugatan perdata terhadap
TALG. Putusan pada gugatan perdata yaitu TALG diwajibkan mengembalikan
uang Security Deposit tersebut termasuk bunganya. Ketika eksekusi putusan
dilakukan TALG mengajukan kepailitan dan tindakan yang diambil PT.MNA
yaitu melakukan intervensi atas permohonan tersebut sehingga permohonan
tersebut ditolak. Tindakan lain untuk upaya pengembalian Security Deposit yaitu
PT. MNA meminta tolong dan melibatkan Kejaksaan Agung RI, Jaksa Agung
Perdata dan Tata Usaha Negara selaku Pengacara Negara, yang diwakili oleh
Bapak Yoseph Suardi Sabda, SH., LL.M. Tindakan-tindakan yang dilakukan
PT.MNA merupakan tindakan untuk mencegah berlanjutnya kerugian tersebut
dan juga mengupayakan agar uang yang seharusnya milik PT. MNA dapat
kembali.
66
Terdakwa
Hotasi D.P. Nababan
(Direktur PT. Merpati Nusantara Airlines 2002-2008)
Putusan Pengadilan Negeri
No. 36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST
Pertimbangan Hakim :
-Unsur perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi
-Majelis Hakim berpendapat bahwa kerugian yang dialami
hanya karna adanya risiko bisnis
Putusan :
- Menyatakan bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana
Dakwaan Primair dan Subisidair
Putusan Kasasi
No. 417/K/Pid.Sus/2014
Pertimbangan Hakim :
- Terdakwa telah melanggar Pasal 22 ayat 1 dan 2 UU No. 19 Tahun 2003 jo Pasal 35 ayat 1, 2,
dan 3 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN
- Terdakwa melanggar Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep.116/kmk.01/1991 yaitu Security Deposit harus dalam keadaan
diam dan tidak dapat dialihkan
-Telah merugikan keuangan Negara sebesar US$ 1,000,000.00
Putusan :
-Membatalkan Putusan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Negeri Jakarta No. 36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST
-Mahkamah Agung mengadili sendiri yang memutuskan bahwa
Terdakwa dinyatakan tebukti secara sah dan menyakinkan
melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama
-Menghukum Terdakwa dengan pidana penjaraa selama 4 tahun
dan denda sebesar Rp. 200.000.000
Putusan Peninjauan Kembali No. 41/PK/Pid.Sus/2015
Pertimbangan Hakim :
-Mahkamah Agung berpendapat bahwa kedua novum yang diajukan tidak dapat
dikualifikasi sebagai bukti baru yang bersifat menentukan dan novum yang
diajukan dengan perkara tipikor merupakan perkara yang masing-masing
berdiri sendiri
Putusan :
- Menolak permohonan peninjauan kembali
- Menetapkan putusan yang diajukan peninjauan kembali
tetap berlaku
Duduk Perkara
Terdakwa melakukan pengadaan sewa menyewa pesawat yang jenisnya tidak
diatur dalam RKAP tahun 2006
Pesawat gagal dikirimkan dan Merpati meminta
pengembalian Security Deposit
Security Deposit tidak juga dikembalikan dan
menyebabkan kerugian Negara sebesar US$
1,000,000
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Business Judgement Rule masih sulit diterapkan karena adanya
ketentuan UU No. 17 Tahun 2003 yang menjelaskan bahwa kekayaan
negara termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau
perusahaan daerah. Business Judgement Rule di BUMN belum memiliki
tempat yang pasti karena masih adanya berbenturan antara undang-undang
perseroan terbatas, keuangan Negara, dan tindak pidana korupsi.
2. Majelis Hakim tidak mempertimbangkan asas-asas Business
Judgement Rule dan ketentuan dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas. Pada Putusan No. 41 PK/Pid.Sus/2015 Majelis Hakim
menguatkan putusan pada tingkat kasasi dan menyatakan bahwa novum
yang diajukan tidak berhubungan dengan kasus tindak pidana korupsi yang
menimpa Terdakwa. Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa novum yang
diajukan oleh Terdakwa memiliki keterkaitan dengan kasus Terdakwa dan
dapat membebaskan Terdakwa.
B. Rekomendasi
1. Perlu adanya ketentuan dan pemisahan yang jelas mengenai kekayaan
BUMN sebagai kekayaan perusahaan dan kekayaan BUMN sebagai
kekayaan Negara. Karena tidak adanya pemisahan yang jelas diantara
keduanya setiap kerugian negara yang disebabkan keputusan Direksi dapat
dikategorikan tindak pidana korupsi yang menyebabkan sulit
berkembangnya bisnis pada BUMN. Selain itu, perlu adanya kriteria yang
68
jelas pejabat atau Direksi yang melakukan tindakan kerugian Negara
dalam bentuk apa yang dapat dikenakan pasal tindak pidana korupsi.
2. Direksi BUMN harus lebih teliti dan lebih berhati-hati dalam
mengambil keputusan. Selama belum adanya ketentuan yang jelas antara
kekayaan BUMN dan kekayaan Negara maka setiap Direksi memiliki
kemungkinan besar terkena kasus tindak pidana korupsi. Untuk
menghindari risiko tersebut maka setiap pengambilan keputusan yang
diambil oleh Direksi BUMN harus jauh lebih teliti dibandingkan dengan
perseroan swasta.
69
DAFTAR PUSTAKA
Abeng, Tanri. No Regrets - Rekam Jejak Sang Profesional, Teknokrat, dan Guru
Manajemen. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012.
Boen, Hendra Setiawan. Bianglala Business Judgement Rule. Jakarta: Tatanusa,
2008.
Fuady, Munir. Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya
dalam Hukum Indonesia. Cet. Ketiga, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2014.
Fuady, Munir. Perseroan Terbatas : Paradigma Baru. Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2003.
Munir Fuady, Teori-teori Besar (Grand Theory) dalam Hukum. Cet. Ketiga, Jakarta:
Kencana, 2014
Harahap, Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Cet. Keenam, Jakarta: Sinar Grafika,
2016.
Haris, Freddy dan Teddy Anggoro. Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban
Pemberitahuan Oleh Direksi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010.
Hartanti, Evi. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Sinar Grafika, 2005.
Kansil, CST. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Balai Pustaka, 2002.
Khairandy, Ridwan. Hukum Perseroan Terbatas, Cet. Pertama, Yogyakarta : FH UII
Press, 2014.
Khairandy, Ridwan “Karakter Hukum Perusahaan Perseroaan dan Status Kekayaan
yang Dimilikinya”, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, No. 1, Vol. 20
(2013): h. 81-97.
Khairandy, Ridwan. “Korupsi di Badan Usaha Milik Negara Khususnya Perusahaan
Perseroan: Suatu Kajian atas Makna Kekayaan Negara yang Dipisahkan dan
Keuangan Negara”, Jurnal Hukum, No. 1, Vol. 16 (2009): h. 73-87.
70
Lubis, Andi Fahmi, dkk. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks. Jakarta:
ROV Creative Media, 2009.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada Media, 2008.
Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi. Jakarta : Kencana
Prenada Media, 2014
Mulhadi. Hukum Perusahaan. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010.
Nasution, Bismar, dkk. “Business Judgement Rule Dikaitkan Dengan Tindak Pidana
Korupsi yang Dilakukan Oleh Direksi Badan Usaha Milik Negara Terhadap
Keputusan Bisnis yang Diambil”, USU Law Journal, Vol. 4, No. 1, (Januari :
2016). h. 33-44.
Prasetio, Dilema BUMN Benturan Penerapan Business Judgement Rule dalam
Keputusan Bisnis Direksi BUMN. Jakarta: Rayyana Komunikasindo, 2014.
Prinst, Darwan. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2002.
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi
& Makroekonomi). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2008.
Rajagukguk, Erman. “Perlindungan Hukum Terhadap Risiko Pengambilan Keputusan
yang Diambil Oleh Direktur dan Komisaris,” dalam Governance dan Risiko
Kriminalisasi : Kasus di Industri Telekomunikasi. 30 April 2014. Jakarta:
Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI). 2014. h.1-29
Sinamo, Nomensen. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Bumi Intitama Sejahtera,
2009.
Sjawie, Hasbullah F.Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi. Jakarta: Kencana, 2017.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. 2015
71
Soekanto, Soerjono dan Sri. Penelitian Hukum Normatif, Cet. XIII, Edisi I, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
Dokumen Elektronik dan Internet
Admin. Kekayaan BUMN Bukan Bagian Keuangan Negara.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50913e5b4d3a1/kekayaan-bumn-
bukanbagian-keuangan-negara Diakses pada 2 April 2018.
Admin. Gugatan Forum Hukum BUMN Kandas di MK.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt541afd370785e/gugatan-forum-
hukum-bumn-kandas-di-mk Diaksess pada 17 Maret 2018.
Admin. Direksi. https://www.legalakses.com/direksi/ Diakses pada 8 Mei 2018.
Admin. Merpati Nusantara Airlines.
https://id.wikipedia.org/wiki/Merpati_Nusantara_Airlines
Admin. Merpati Nusantara Airlines.
https://en.wikipedia.org/wiki/Merpati_Nusantara_Airlines
Admin. Sejarah Singkat PT. Merpati Nusantara Airlines.
http://nusantaraaviationtraining.blogspot.com/2013/01/sejarah-singkat-
ptmerpati-nusantara.html
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
72
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Menteri BUMN Kep-117/M.BU/2002 jo PER-01 /MBU/2011 Tentang
Penerapan Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S AN
No.41 PK/Pid.Sus/2015
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara pidana pada pemeriksaan peninjauan kembali telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara Terpidana :
N a m a : HOTASI D.P. NABABAN;
Tempat Lahir : Manila;
Umur/Tanggal Lahir : 47 tahun / 07 Mei 1965;
Jenis Kelamin : Laki-laki;
Kebangsaan : Indonesia;
Tempat Tinggal : Jalan E.E.Nomor 45 RT/RW.008/001,
Kelurahan Menteng Dalam, Kecama-
tan Tebet, Jakarta Selatan;
Agama : Kristen Protestan;
Pekerjaan : Mantan Direktur Utama PT. Merpati
Nusantara Airline;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat dakwaan Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta
Pusat sebagai berikut :
PRIMAIR :
Bahwa ia Terdakwa HOTASI D.P NABABAN, selaku Direktur Utama PT.
Merpati Nusantara (Persero) diangkat berdasarkan Risalah Rapat Umum Pemegang
Saham Luar Biasa (RUPSLB) tanggal 29 April 2002 dan Keputusan Rapat PT Merpati
Nusantara Airlines tanggal 14 November 2002 Akta Notaris Nomor : 19 di hadapan Ny
Erly Soehanjojo, bersama-sama dengan TONY SUDJIARTO selaku General Manager
Procurement of Aircraft (GM Pengadaan Pesawat) sekira tanggal 21 Desember 2006
atau setidaknya pada suatu waktu pada tahun 2006 bertempat di Kantor Utama PT.
Merpati Nusantara (Persero) Jalan Angkasa Blok B.15 kav 2-3, Jakarta Indonesia atau
tempat lain yang mana menjadi kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya,
sebagai orang yang melakukan atau turut melakukan yang secara melawan hukum
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
Hal. 1 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
keuangan atau perekonomian Negara, perbuatan Terdakwa lakukan dengan cara-cara
sebagai berikut :
- Bahwa sesuai Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor : 19 Tahun 2003 tentang
BUMN disebutkan “dalam melaksanakan tugasnya Anggota Direksi harus
memenuhi Anggaran Dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib
melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran;
- Bahwa berdasarkan Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2003
tentang BUMN disebutkan :
(1) Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan
yang merupakan penjabaran tahunan dari Rencana Jangka Panjang;
(2) Direksi wajib menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan
kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan;
- Bahwa Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur Utama PT.MNA
berdasarkan Surat Keputusan Direksi No.KEP/07/VI/2004 tentang Organisasi
Perusahaan Lampiran B, selaku Presiden Direktur :
a. Bertindak sebagai Pimpinan Perusahaan serta mengkoordinasikan dan membina
pelaksanaan tugas-tugas di Direktorat Niaga, Direktorat Operasi, Direktorat
Teknik, Direktorat Keuangan dan Umum serta seluruh kegiatan perusahaan agar
mencapai visi dan misi perusahaan secara efektif dan efisien;
b. Menjalin hubungan tingkat tinggi dengan lembaga pemerintahan dan dunia usaha
lainnya dalam rangka mempererat kerjasama dan pengembangan usaha serta guna
meningkatkan citra perusahaan;
- Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : Kep.116/
kmk.01/1991, Security Deposit adalah jumlah uang yang diterima Lessor dari Lesse
pada permulaan masa lease sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran Lesse;
- Bahwa berdasarkan Pasal 3 huruf e Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor : Kep-101/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan Badan Usaha Milik Negara berbunyi :
RKAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, sekurang-kurangnya memuat:
a. Rencana Kerja Perusahaan;
b. Anggaran Perusahaan;
c. Proyeksi Keuangan Pokok Perusahaan;
d. Proyeksi Keuangan Pokok Anak Perusahaan ;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
e. Hal-hal lain yang memerlukan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS);
- Pasal 8 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : Kep-101/
MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Badan
Usaha Milik Negara berbunyi : Hal-hal lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf e antara lain mengenai :
a. Penghapusan Piutang;
b. Penghapusan Persediaan;
c. Penghapusan Aktiva Tetap;
d. Penghapusan Aktiva tetap Lainnya;
e. Penarikan Kredit;
f. Penggunaan Asset;
g. Pemberian Pinjaman;
h. Kerjasama Jangka Menengah/ Panjang dengan Pihak Ketiga;
i. Perubahan Modal;
j. Penunjukan Direksi dan Komisaris Anak Perusahaan;
k. Penghasilan Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas;
l. Pembagian tugas Direksi;
- Bahwa berdasarkan Lampiran Bagian Lain-Lain Angka 8 Keputusan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Nomor : Kep-101/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran Perusahaan Badan Usaha Milik Negara berbunyi :
Kerjasama jangka menengah/panjang dengan pihak ketiga :
a. Kerjasama jangka menengah/panjang dengan pihak ketiga meliputi KSO,KSM,
BOT, BOO, Sewa dan lain-lain;
b. Persyaratan dan tata cara kerjasama ditetapkan Menteri BUMN;
- Bahwa untuk mengatasi krisis yang terjadi di PT. Merpati Nusantara Airlines
selanjutnya disebut PT. MNA, Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur
Utama bersama dengan para Direksi lainnya pada bulan Mei tahun 2006 telah
berencana untuk melakukan penambahan 2 (dua) unit Pesawat Boeing 737 Family.
Kemudian rencana tersebut ditindaklanjuti oleh TONY SUDJIARTO, yang pada saat
itu masih menjabat sebagai General Manager Perencanaan dengan melakukan
pemasangan iklan di internet (Speednews) dengan peryaratan sebagai berikut :
Pesawat diproduksi tahun 1990 sampai 1995 dilengkapi dengan :
a) HT, TCAS II Version 7 Equipped;
b) RVSM Certified Mode “S” Transponder System ;
Hal. 3 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
c) EGPWS;
d) Cocpit Door Bullet Proff and Galley “Atlas”;
e) FDR 22 Parameter;
f) ELT;
g) AD/SB Must Be Comply;
h) Engine : CFM56-3B2 atau C1 ;
i) Konfigurasi tempat duduk : 8 klas bisnes dan 132 kelas ekonomi;
- Bahwa pada 11 Oktober 2006, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Merpati
Nusantara Airlines menetapkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun
2006,dalam RKAP tersebut memuat hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan
pengadaan pesawat dan menjabarkan armada yang sedang dioperasikan, maupun
rencana pengadaan pesawat sebagai berikut :
Armada yang sedang dioperasikan :
1. Armada Existing (sisa armada tahun 2005);
2. Armada KSO :
- Kerjasama Operasi 1 Pesawat F100 dengan PT. Bikasoga;
- Kerjasama Operasi 1 Pesawat F28 dengan Pemda Bima;
- Kerjasama Operasi 1 B 737-200 dengan Eterna;
- Kerjasama Operasi 1 B 737-300 dengan Pemda Merauke;
Rencana Pengadaan armada :
1. Armada hasil Kredit Avtur : Merevitalisasi armada dua Pesawat B 737-200
dengan cara sewa (rencana sewa dari Aergo);
2. Armada hasil Revitalisasi dana PMN 75 milyar : untuk menggantikan armada
pesawat Propeller berkapasitas 50-70 kursi dengan Pesawat MA 60, kerjasama
dengan Pemerintah RRC ;
- Bahwa walaupun RKAP PT. MNA disahkan pada Oktober 2006, sedangkan proses
penyewaan 2 (dua) unit pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 telah
dimulai pada bulan Mei 2006, Terdakwa HOTASI DP NABABAN selaku Direktur
Utama PT. MNA tidak melaporkan atau mengajukan perubahan atau persetujuan
kembali kepada RUPS atas RKAP yang telah disetujui sebelumnya agar rencana
penyewaan 2 (dua) unit Pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 yang telah
dimulai sejak bulan Mei 2006 tersebut masuk ke dalam RKAP’ padahal sesuai Pasal
22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara jo Pasal 35 ayat (1), (2), dan (3) PP Nomor : 45 Tahun 2005 tentang
Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur Utama wajib menyampaikan
Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan kepada RUPS untuk
memperoleh pengesahan;
- Bahwa walaupun Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur Utama
PT.MNA tidak memasukkan rencana penyewaan Pesawat Boeing 737-400 dan
Boeing 737-500 tersebut ke RKAP untuk mendapatkan persetujuan dalam Rapat
Umum Pemegang Saham dan Terdakwa HOTASI D.P NABABAN mengetahui
tindakannya bertentangan dengan Pasal 3 jo Pasal 8 jo Lampiran bagian Lain-Lain
Angka 8 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No.Kep-101/MBU/2002
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan BUMN jo Pasal 15
ayat (1), (2), (3) dan (4) Pasal 18 (1) dan (2) Keputusan Menteri Badan Usaha Milik
Negara Nomor : Kep-117/ M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Praktek Good
Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara, Terdakwa HOTASI DP NABABAN
bersama dengan TONI SUDJIARTO tetap melanjutkan kerjasama dengan pihak
ketiga yaitu melakukan penyewaan 2 ( dua ) unit Pesawat Jenis Boeing 737-400 dan
Boeing 737-500 tersebut ;
- Bahwa selanjutnya atas penawaran leasing yang disampaikan oleh PT.MNA, pada
tanggal 6 Desember 2006, Thirdstne Aircraft Leasing Group (TALG) Washington
DC mengajukan proposal atas 2 (unit) Pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500
dan hasilnya ditemukanlah 2 (dua) kandidat pesawat yang diinginkan yaitu Boeing
737-500 yang berada di Guang Zhou China dan Boing 737-400 berada di Jakarta
yang masih terikat sewa dengan Batavia Airlines sampai dengan Maret 2007.
Kemudian pada bulan Mei 2006 TONY SUDJIARTO telah melakukan pengecekan
fisik dan harganya berdasarkan informasi dari Naveed Sheed, Agen PT. MNA di
Amerika, Pesawat Boeing 737-500 MSN 24898 tahun pembuatan 1991 adalah
sebesar US$ 10.750.000 sedangkan 737-400 MSN 23869 tahun pembuatan 1991
adalah sebesar US$ 11.500.000, sedangkan harga sewanya US$ 150.000 per
pesawat;
- Bahwa walaupun tidak tercantum dalam RKAP PT. MNA Tahun 2006, namun
TONY SUDJIARTO tetap membuat kesepakatan dengan TALG melalui
kesepakatan back to back yang maksudnya adalah TALG bersedia membeli kedua
pesawat tersebut dari Lehman Brothers dengan syarat PT MNA berjanji akan
menyewa pesawat dari TALG, dan sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut,
Hal. 5 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
maka pada tanggal 17 Desember 2006, TONY SUDJIARTO menerima tembusan
surat melalui faks yang dikirim oleh ALAN MESNER (TALG) kepada Hume &
Associates tertanggal 15 Desember 2006, yang isinya pada pokoknya adalah
menunjuk Hume & AssociatesPC untuk menerima Security Deposite dari Merpati
sekitar tanggal 17, 18 Desember 2006 dan selanjutnya diberikan kuasa untuk
mendistribusikan dana tersebut secara langsung kepada Bristol sebagai uang jaminan
pembelian pesawat;
- Bahwa pada tanggal 18 Desember 2006 TONY SUDJIARTO, selaku General
Manager Procurement of Aircraft berdasarkan Surat Kuasa dari Terdakwa HOTASI
D.P NABABAN Nomor : MNA/001/3/5/ADM-460/DZ menanda-tangani Lease
Agreement Summary of Term (LASOT) di Jakarta dengan JON COOPER selaku CO
dari TALG di Amerika. LASOT yang ditandatangani sebanyak 2 (dua) buah LASOT
yang dibuat secara tersendiri untuk masing-masing pesawat yaitu Boeing 737-500
dan Boeing 737-400 dan ditandatangani melalui proses scanner dan email (tidak
bertatap muka). Dalam LASOT tersebut terdapat beberapa kesepakatan antara lain
sebagai berikut :
- Kesepakatan untuk menempatkan Security Deposite sebesar US$ 500.000 untuk
masing-masing pesawat yaitu Boing 737-500 dan 737-400;
- Kesepakatan untuk menempatkan dana Security Deposite sebesar US$ 1000.000
secara langsung (tidak melalui LC an Escrow Account) ke Rekening Pengacara
yaitu Hume Associates;
- Penempatan Security Deposite harus dilakukan 1 (satu) hari setelah Purchasing
Agreement antara East Dover dengan TALG ditandatangani;
- Setelah menandatangani LASOT, TONY SUDJIARTO selaku General Manager
Procurement of Aircraft, membuat Nota Dinas Nomor : OV/ND/ 148/XII/2006
kepada Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur Utama, yang
ditembuskan kepada seluruh Direksi untuk mempersiapkan penempatan Security
Deposite dan Terdakwa HOTASI DP NABABAN selaku Direktur Utama kemudian
meneruskan surat tersebut kepada Direktur Keuangan dengan memberikan catatan
disposisi “saya setujui, agar dilaksanakan segera!“, atas disposisi Terdakwa HOTASI
DP NABABAN tersebut kemudian Corporate Finance Division menyiapkan form
Instruksi DireksI (Circular Board) untuk melakukan transfer sebesar US$ 1.000.000
(satu juta dollar Amerika Serikat) yang ditandatangani oleh masing-masing Direksi
dan HOTASI DP NABABAN yang telah mengetahui bahwa uang security deposit
tersebut akan digunakan untuk jaminan pembelian pesawat oleh TALG tidak
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
memberitahukan kepada Anggota Direksi lainnya, akan tetapi Terdakwa HOTASI
DP NABABAN justru memberikan persetujuan pembayaran Security Deposit
tersebut ke Kantor Pengacara Hume & Associates PC;
- Bahwa setelah penandatanganan LASOT pada tanggal 18 Desember 2006 tersebut,
TONI SUDJIARTO, menyerahkan Draft Lease Agreement kepada FARDINAN
KENEDY,SH yang menjabat sebagai Vice President Legal PT. MNA untuk
dilakukan pendapat hukum atas sewa pesawat Boeing 737-500 yang akan dilakukan
oleh PT. Merpati Nusantara Airlines dengan TALG. Kemudian berdasarkan hasil
pemeriksaan legal, Divisi Legal pada tanggal 22 Desember 2006 menyatakan :
a. Pembayaran deposit kepada TALG mengandung resiko sehingga perlu
pengaman dengan alternatif :
- Adanya Counter Garantie atau;
- Pembayaran dilakukan dengan cara LC atau;
- Menempatkan dana di Bank International (Escrow Account);
b. Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka satu-satunya jalan adalah melakukan
Due Delligence atas Lessor dan meminta pertimbangan KBRI di Amerika
Serikat;
- Bahwa pada tanggal 19 Desember 2006, pihak TALG yang diwakili oleh
ALAN MESNER menandatangani Summary of Term For The Sale of one (1)
Boeing 737-400 Aircraft dan Summary of Term for Sale of one (1) 737-5Y0 Aircraft
dengan pihak EAST DOVER Limited dan sesuai dengan Summary of Term tersebut
pihak TALG harus membayar deposit sebesar US $.500.000 (lima ratus ribu dollar
Amerika Serikat) untuk masing-masing pesawat dan batas pembayarannya sesuai
dengan Term of Offer adalah tanggal 18 Desember 2006 pukul 23.00 GMT untuk
pesawat Boeing 737-400 dan tanggal 20 Desember 2006 pukul 23.00 GMT untuk
pesawat Boeing 737-500, apabila tidak dipenuhi maka kesepakatan dibatalkan;
- Bahwa pada tanggal 20 Desember 2006, sebagai tindak lanjut dari LASOT
Terdakwa HOTASI D.P NABABAN dan Captain HARRY PARDJAMAN, Direktur
Operasi dari pihak PT MNA menandatangani Lease Agreement untuk pesawat
Boeing 737-500, sedangkan dari pihak TALG dilakukan oleh ALAN MESNER
selaku CCO dari TALG, dalam penandatanganan Lease Agreement dilakukan
melalui proses scanner dan email (tidak bertatap muka), sedangkan pesawat Boing
737-400 belum dibuatkan Lease Agreement;
- Bahwa, walaupun Terdakwa HOTASI DP NABABAN mengetahui bahwa pesawat
Boeing 737-500 Aircraft Manufacturer’s Serial Number 24898 FAA Registration
Hal. 7 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Number N898ED yang akan disewa oleh PT.MNA masih dimiliki oleh East Dover
Ltd karena belum ada Purchase Agreement antara TALG dengan East Dover dan
mengetahui adanya manipulasi terkait kepemilikan pesawat Boeing 737-500 yang
dilakukan oleh TALG sebagaimana mana tercantum dalam angka 2.1 Lease
Agreement yang menyatakan bahwa Lessor is the Owner of the Aircraft (Lessor
(dhi.TALG) adalah pemilik pesawat Boeing 737-500 tersebut, akan tetapi pada
tanggal 20 Desember 2006 Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku President
Director PT. Merpati Nusantara Airlines tetap menandatangani Lease Agreement
Dated as of December 20, 2006 Between Thirdstone Aircraft Leasing Group Inc
(Lessor) and PT. Merpati Nusantara Airlines, one Used B.737-500 Aircraft
Manufacturer’s Serial Number 24898 FAA Registration Number N898ED dengan
ALAN MESNER dari pihak TALG;
- Bahwa walaupun belum ada penandatanganan Purchase Agreement antara TALG
dengan East Dover Ltd selaku Pemilik Pesawat Boeing 737-500 dan Lease
Agreement dengan pihak TALG hanya atas 1 (satu) unit Pesawat Boeing 737-500
serta adanya Legal Opinion dari Divisi Legal mengenai resiko kerjasama dengan
pihak TALG, di samping itu juga mengetahui bahwa Security Deposit yang
dibayarkan tersebut akan digunakan sebagai pembayaran uang muka pembelian
pesawat Boeing 737 500 oleh TALG kepada East Dover Ltd, sebagaimana surat
ALAN MESNER tanggal 15 Desember 2006, namun Terdakwa HOTASI D.P
NABABAN pada tanggal 21 Desember 2006 justru menandatangani Surat Nomor :
MNA/DZ/2006/I/3/KU-531 yang ditujukan kepada Bank Mandiri perihal Transfer ke
Rekening Hume & Associaties PC senilai US$.1.000.000 (satu juta dollar Amerika
Serikat), padahal seharusnya sesuai dengan Lease Agreement pada point Security
Deposit disebutkan : lessee shall pay to lessor a Security Deposit in cash in amount
of US $.500.000 will be paid within one day after lessor signing the Aircraft
Purchase Agreement of the Aircraft With East Dover Limited of Current Owner,
pembayaran Security Deposit tersebut dilakukan satu hari setelah penandatanganan
Purchase Agreement antara TALG dengan East Dover dan seharusnya jumlah
Security Deposit yang dibayarkan hanya sebesar US$.500.000 (lima ratus ribu dollar
Amerika Serikat) bukan US $.1.000.000 ( satu juta dollar Amerika Serikat);
- Bahwa pembayaran Security Deposit sebesar US$ 1.000.000 sebenarnya merupakan
jumlah dana yang dibutuhkan TALG untuk melakukan pembayaran kepada East
Dover sebagaimana tercantum dalam Summary of Term For The Sale of one (1)
Boeing 737-400 Aircraft dan Summary of Term for Sale of one (1) 737-5Y0 Aircraft
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kesemuanya tanggal 19 Desember 2006 dimana masing-masing pesawat sesuai
Diktum Deposit pada Summary of Term adalah sebesar US $ 500.000 (lima ratus
ribu dollar Amerika Serikat) yang sedangkan tanggal 21 Desember 2006 (waktu
transfer di Indonesia) adalah sama dengan tanggal 20 Desember 2006 (waktu
Amerika) yaitu jatuh tempo kewajiban TALG kepada East Dover;
- Bahwa perbuatan Terdakwa HOTASI D.P NABABAN, tidak memasukkan rencana
sewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 dalam Rencana RKAP untuk
mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemagang Saham, dan membayarkan
Security Deposit sebesar US $ 1.000.000 (satu juta dollar Amerika Serikat) tidak
melalui mekanisme letter of credit atau escrow account akan tetapi secara cash ke
Rekening Hume & Associaties PC padahal belum ada penandatanganan Purchase
Agreement antara TALG dengan East Dover Ltd selaku pemilik Pesawat Boeing
737-500 dan Lease Agreement dengan pihak TALG hanya atas 1 (satu) unit Pesawat
Boeing 737-500 serta adanya Legal Opinion dari Divisi Legal mengenai resiko
kerjasama dengan pihak TALG, di samping itu juga mengetahui bahwa Security
Deposit yang dibayarkan tersebut akan digunakan sebagai pembayaran uang muka
pembelian pesawat Boeing 737-500 oleh TALG kepada East Dover Ltd merupakan
perbuatan yang melawan hukum karena bertentangan dengan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance sebagaimana diatur dalam :
1. Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor : 19 Tahun 2003 tentang BUMN
disebutkan “dalam melaksanakan tugasnya Anggota Direksi harus memenuhi
Anggaran Dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib
melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran;
2. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : Kep.116/kmk.01/1991, Security
Deposit adalah jumlah uang yang diterima lessor dari lesse pada permulaan
masa lease sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran lesse;
3. Pasal 3 huruf e jo Pasal 8 huruf H jo Lampiran Bagian Lain-Lain Angka 8
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : Kep-101/MBU/ 2002
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Badan Usaha
Milik Negara;
- Bahwa akibat perbuatan Terdakwa HOTASI NABABAN selaku Direktur Utama
PT.MNA membayarkan Security Deposit secara cash sebesar US $.1.000.000 ke
Rekening Kantor Hume & Associates PC bukan menggunakan instrument perbankan
yang lebih aman sehingga uang Security Deposit tersebut dapat dicairkan oleh
Hal. 9 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
TALG dan digunakan selain sebagai jaminan pembayaran telah memperkaya orang
lain atau suatu korporasi yaitu TALG atau Hume & Associates PC dan
mengakibatkan kerugian Keuangan Negara Cq. PT. Merpati Nusantara Airlines (PT.
MNA) persero sebesar US.$ 1.000.000 (satu juta dollar Amerika Serikat);
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana Pasal 2
ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
SUBSIDIAIR :
Bahwa ia Terdakwa HOTASI NABABAN, selaku Direktur Utama PT. Merpati
Nusantara (Persero) diangkat berdasarkan Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa (RUPSLB) tanggal 29 April 2002 dan Keputusan Rapat PT. Merpati Nusantara
Airlines tanggal 14 November 2002 Akta Notaris Nomor : 19 di hadapan Ny Erly
Soehanjojo, bersama-sama dengan TONY SUDJIARTO selaku General Manager
Procurement of Aircraft (GM Pengadaan Pesawat) sekira tanggal 21 Desember 2006
atau setidaknya pada suatu waktu pada tahun 2006 bertempat di Kantor Utama PT.
Merpati Nusantara (Persero) Jalan Angkasa Blok B.15 kav 2-3, Jakarta Indonesia atau
tempat lain yang menjadi kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memeriksa dan mengadili perkaranya, sebagai orang
yang melakukan atau turut melakukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
Negara atau Perekonomian Negara, perbuatan mana dilakukan oleh ia Terdakwa dengan
cara-cara sebagai berikut :
- Bahwa, Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur Utama PT MNA sesuai
Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor : 19 tahun 2003 tentang BUMN dalam
menjalankan harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan peraturan perundang-
undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi,
transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran dan
sesuai Surat Keputusan Direksi No.KEP/07/VI/2004 tentang Organisasi Perusahaan
Lampiran B, selaku Presiden Direktor memiliki tugas dan tanggung jawab antara lain
mengkoordinasikan dan membina pelaksanaan tugas-tugas di Direktorat Niaga,
Direktorat Operasi, Direktorat Teknik, Direktorat Keuangan dan Umum serta seluruh
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kegiatan Perusahaan agar dapat tercapai Visi dan Misi Perusahaan secara efektif dan
effisien;
- Bahwa Terdakwa HOTASI D.P NABABAN dalam melaksanakan tugasnya selaku
Direktur Utama PT. MNA harus menerapkan prinsip Good Corporate
Governance sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri
BUMN Nomor : Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara yang berbunyi sebagai berikut “BUMN
Wajib menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten dan atau
menjadikan Good Corporate Governance sebagai landasan operasionalnya”;
- Bahwa Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur Utama PT. MNAsesuai
dengan Pasal 15 ayat (1) Keputusan Menteri BUMN Nomor : Kep-117/M-
MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan
Usaha Milik Negara dalam melaksanakan tugasnya harus mematuhi Anggaran Dasar
Perseroan dan Peraturan Perundang-undangan;
- Bahwa berdasarkan Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor : 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Terdakwa HOTASI D.P NABABAN
selaku Direktur Utama PT.MNA menyiapkan rancangan kerja dan anggaran
perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dan rencana jangka panjang serta
menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memperoleh pengesahan;
- Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: Kep.116/
kmk.01/1991, Security Deposit adalah jumlah uang yang diterima lessor dari lesse
pada permulaan masa lease sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran lesse;
- Bahwa berdasarkan Pasal 3 huruf e Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor : Kep-101/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan Badan Usaha Milik Negara berbunyi :
RKAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, sekurang-kurangnya memuat :
a) Rencana Kerja Perusahaan;
b) Anggaran Perusahaan;
c) Proyeksi Keuangan Pokok Perusahaan;
d) Proyeksi Keuangan Pokok Anak Perusahaan;
e) Hal-hal lain yang memerlukan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS);
Hal. 11 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
- Pasal 8 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : Kep-101/MBU/2002
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan Badan Usaha Milik Negara berbunyi :
Hal-hal lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e antara lain mengenai :
a) Penghapusan Piutang ;
b) Penghapusan Persediaan;
c) Penghapusan Aktiva Tetap;
d) Penghapusan Aktiva tetap lainnya;
e) Penarikan Kredit;
f) Penggunaan Asset;
g) Pemberian Pinjaman;
h) Kerjasama Jangka Menengah/Panjang dengan Pihak Ketiga;
i) Perubahan Modal;
j) Penunjukan Direksi dan Komisaris anak Perusahaan;
k) Penghasilan Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas;
l) Pembagian tugas Direksi;
- Bahwa berdasarkan Lampiran Bagian Lain-Lain Angka 8 Keputusan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Nomor : Kep-101/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran Perusahaan Badan Usaha Milik Negara berbunyi : Kerjasama
jangka menengah/panjang dengan pihak ketiga :
a) Kerjasama jangka menengah/panjang dengan Pihak Ketiga meliputi KSO,KSM,
BOT, BOO, Sewa dan lain-lain;
b) Persyaratan dan tata cara kerjasama ditetapkan Menteri BUMN;
- Bahwa untuk mengatasi krisis yang terjadi di PT. Merpati Nusantara Airlines
selanjutnya disebut PT. MNA, Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur
Utama bersama dengan para Direksi lainnya pada bulan Mei tahun 2006 telah
berencana untuk melakukan penambahan 2 (dua) unit pesawat Boing 737 Family.
Kemudian rencana tersebut ditindaklanjuti oleh TONY SUDJIARTO, yang pada
saat itu masih menjabat sebagai General Manager Perencanaan dengan melakukan
pemasangan iklan di internet (Speednews) dengan persyaratan sebagai berikut :
- Pesawat di produksi tahun 1990 sampai 1995 dilengkapi dengan :
a) HT, TCAS II Version 7 Equipped;
b) RVSM Certified Mode “S” Transponder System;
c) EGPWS;
d) Cocpit Door Bullet Proff and Galley “Atlas”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
e) FDR 22 Parameter;
f) ELT;
g) AD/SB Must be Comply;
h) Engine : CFM56-3B2 atau C1 ;
i) Konfigurasi tempat duduk : 8 klas bisnes dan 132 kelas ekonomi;
- Bahwa pada 11 Oktober 2006, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Merpati
Nusantara Airlines menetapkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun
2006, dalam RKAP tersebut memuat hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan
pengadaan pesawat dan menjabarkan armada yang sedang dioperasikan, maupun
rencana pengadaan pesawat sebagai berikut :
Armada yang sedang dioperasikan :
1. Armada Existing (sisa armada tahun 2005);
2. Armada KSO :
- Kerjasama Operasi 1 Pesawat F100 dengan PT. Bikasoga;
- Kerjasama Operasi 1 Pesawat F28 dengan Pemda Bima;
- Kerjasama Operasi 1 B 737-200 dengan Eterna;
- Kerjasama Operasi 1 B 737-300 dengan Pemda Merauke;
Rencana Pengadaan Armada :
3. Armada hasil Kredit Avtur: merevitalisasi armada dua pesawat B 737-200
dengan cara sewa (rencana sewa dari Aergo);
4. Armada hasil Revitalisasi dana PMN 75 milyar : untuk menggantikan armada
pesawat Propeller berkapasitas 50-70 kursi dengan Pesawat MA 60, kerjasama
dengan Pemerintah RRC;
- Bahwa walaupun RKAP PT. MNA disahkan pada Oktober 2006, sedangkan proses
penyewaan 2 (dua) unit pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 telah
dimulai pada bulan Mei 2006, Terdakwa HOTASI DP NABABAN selaku Direktur
Utama PT.MNA tidak melakukan kewenangannya untuk melaporkan atau
mengajukan perubahan atau persetujuan kembali kepada RUPS atas RKAP yang
telah disetujui sebelumnya agar rencana penyewaan 2 ( dua) unit Pesawat Boeing
737-400 dan Boeing 737-500 yang telah dimulai sejak bulan Mei 2006 tersebut
masuk ke dalam RKAP’ padahal sesuai Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor : 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara jo Pasal 35 ayat (1), (2),
dan (3) PP Nomor : 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, Terdakwa HOTASI D.P NABABAN
Hal. 13 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
selaku Direktur Utama wajib menyampaikan Rancangan Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan;
- Bahwa walaupun Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur Utama
PT.MNA tidak memasukkan rencana penyewaan Pesawat Boeing 737-400 dan
Boeing 737-500 tersebut ke RKAP untuk mendapatkan persetujuan dalam Rapat
Umum Pemegang Saham dan Terdakwa HOTASI D.P NABABAN mengetahui
tindakannya bertentangan dengan Pasal 3 jo Pasal 8 jo Lampiran bagian Lain-Lain
Angka 8 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No.Kep-101/MBU/2002
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan BUMN jo Pasal 15
ayat (1), (2), (3) dan (4) Pasal 18 (1) dan (2) Keputusan Menteri Badan Usaha Milik
Negara Nomor : Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Praktek Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, Terdakwa HOTASI DP
NABABAN telah menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya karena jabatan
selaku Direktur Utama PT.MNA bersama dengan TONI SUDJIARTO dengan tetap
melanjutkan kerjasama dengan pihak ketiga yaitu melakukan penyewaan 2 ( dua )
unit pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 tersebut;
- Bahwa selanjutnya atas penawaran leasing yang disampaikan oleh PT.MNA, pada
tanggal 6 Desember 2006, Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) Washington
DC mengajukan proposal atas 2 (unit) pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500
dan hasilnya ditemukanlah 2 (dua) kandidat pesawat yang diinginkan yaitu Boeing
737-500 yang berada di Guang Zhou China dan Boing 737-400 berada di Jakarta
yang masih terikat sewa dengan Batavia Airlines sampai dengan Maret 2007.
Kemudian pada bulan Mei 2006 TONI SUDJIARTO melakukan pengecekan fisik
dan berdasarkan informasi dari Naveed Sheed, agen PT. MNA di Amerika, pesawat
Boeing 737-500 MSN 24898 tahun pembuatan 1991 adalah sebesar US$ 10.750.000
sedangkan 737-400 MSN 23869 tahun pembuatan 1991 adalah sebesar US$
11.500.000, sedangkan harga sewanya US$ 150.000 per pesawat;
- Bahwa walaupun tidak tercantum dalam RKAP PT. MNA tahun 2006, TONY
SUDJIARTO tetap membuat kesepakatan dengan TALG melalui kesepakatan back
to back yang maksudnya adalah TALG bersedia membeli kedua pesawat tersebut
dari Lehman Brothers dengan syarat PT. MNA berjanji akan menyewa pesawat dari
TALG, dan sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut, maka pada tanggal 17
Desember 2006, TONY SUDJIARTO menerima tembusan Surat melalui faks yang
dikirim oleh ALAN
MESNER (TALG) kepada Hume & Associates tertanggal 15 Desember 2006, yang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
isinya surat adalah menunjuk Hume & Associates P.C untuk menerima Security
Deposite dari Merpati sekitar tanggal 17, 18 Desember 2006 dan selanjutnya
diberikan kuasa untuk mendistribusikan dana tersebut secara langsung kepada Bristol
sebagai uang jaminan pembelian pesawat;
- Bahwa pada tanggal 18 Desember 2006 TONY SUDJIARTO, selaku General
Manager Procurement of Aircraft berdasarkan Surat Kuasa dari Terdakwa HOTASI
D.P NABABAN Nomor : MNA/001/3/5/ADM-460/DZ - Lease Agreement
Summary of Term (LASOT) di Jakarta dengan JON COOPER selaku CO dari TALG
di Amerika. LASOT yang ditandatangani sebanyak 2 (dua) buah LASOT yang
dibuat secara tersendiri untuk masing-masing pesawat yaitu Boeing 737-500 dan
737-400 dan ditandatangani melalui proses scanner dan email (tidak bertatap muka).
Dalam LASOT tersebut terdapat beberapa kesepakatan antara lain sebagai berikut :
- Kesepakatan untuk menempatkan Security Deposite sebesar US$ 500.000 untuk
masing-masing pesawat yaitu Boing 737-500 dan 737-400;
- Kesepakatan untuk menempatkan dana Security Deposite sebesar US$ 1000.000
secara langsung (tidak melalui LC an Escrow Account) ke Rekening Pengacara
yaitu Hume Associates;
- Penempatan Security Deposite harus dilakukan 1 (satu) hari setelah Purchasing
Agreement antara East Dover dengan TALG ditandatangani;
- Setelah menandatangani LASOT, TONY SUDJIARTO selaku General Manager
Procurement of Aircraft, membuat Nota Dinas Nomor : OV/ND/148/XII/2006
kepada Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur Utama, yang
ditembuskan kepada seluruh Direksi untuk mempersiapkan penempatan Security
Deposite dan Terdakwa HOTASI DP NABABAN selaku Direktur Utama kemudian
meneruskan surat tersebut kepada Direktur Keuangan dengan memberikan catatan
disposisi “saya setujui, agar dilaksanakan segera !“, atas disposisi Terdakwa
HOTASI DP NABABAN tersebut kemudian Corporate Finance Division
menyiapkan form Instruksi Direksi (Circular Board) untuk melakukan transfer
sebesar US$ 1.000.000 yang ditandatangani oleh masing-masing Direksi dan
HOTASI DP NABABAN yang telah mengetahui bahwa uang Security Deposit
tersebut akan digunakan untuk jaminan pembelian pesawat oleh TALG dan
Terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan selaku Direktur Utama PT.MNA
untuk tidak memberitahukan kepada Anggota Direksi lainnya, akan tetapi Terdakwa
HOTASI DP NABABAN justru memberikan persetujuan pembayaran Security
Deposit tersebut ke Kantor Pengacara Hume & Associates;
Hal. 15 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
- Bahwa setelah penandatanganan LASOT pada tanggal 18 Desember 2006 tersebut,
TONI SUDJIARTO, menyerahkan Draft Lease Agreement kepada FERDINAN
KENEDY,SH untuk dilakukan pendapat hukum atas sewa pesawat Boeing 737-500
yang akan dilakukan oleh PT. Merpati Nusantara Airlines dengan TALG. Bahwa
berdasarkan hasil pemeriksaan legal, Divisi Legal pada tanggal 22 Desember 2006
menyatakan :
a) Pembayaran Deposit kepada TALG mengandung resiko sehingga perlu
pengaman dengan alternatif :
- Adanya Counter Garantie atau;
- Pembayaran dilakukan dengan cara LC atau ;
- Menempatkan dana di Bank International (Escrow Account);
b) Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka satu-satunya jalan adalah melakukan
Due Delligence atas Lessor dan meminta pertimbangan KBRI di Amerika
Serikat;
- Bahwa pada tanggal 19 Desember 2006, pihak TALG yang diwakili oleh ALAN
MESNER menandatangani Summary of Term For The Sale of one (1) Boeing
737-400 Aircraft dan Summary of Term for Sale of one (1) 737-5Y0 Aircraft dengan
pihak EAST DOVER Limited dan sesuai dengan Summary of Term tersebut pihak
TALG harus membayar deposit sebesar US $.500.000 (lima ratus ribu dollar
Amerika Serikat) untuk masing-masing pesawat dan batas pembayarannya sesuai
dengan Term of offer adalah tanggal 18 Desember 2006 pukul 23.00 GMT untuk
pesawat Boeing 737-400 dan tanggal 20 Desember 2006 pukul 23.00 GMT untuk
pesawat Boeing 737-500, apabila tidak dipenuhi maka kesepakatan dibatalkan;
- Bahwa pada tanggal 20 Desember 2006, sebagai tindak lanjut dari LASOT
Terdakwa HOTASI NABABAN dan Captain HARRY PARDJAMAN, Direktur
Operasi dari pihak PT MNA menandatangani Lease Agreement untuk pesawat
Boeing 737-500, sedangkan dari pihak TALG dilakukan oleh ALAN MESNER
selaku CCO dari TALG, dalam penandatanganan Lease Agreement dilakukan
melalui proses scanner dan email (tidak bertatap muka), sedangkan pesawat Boing
737-400 belum dibuatkan Lease Agreement;
- Bahwa walaupun bahwa pesawat Boeing 737-500 Aircraft Manufacturer’s Serial
Number 24898 FAA Registration Number N898ED yang akan disewa
oleh PT. MNA masih dimiliki oleh East Dover Ltd karena belum ada Purchase
Agreement antara TALG dengan East Dover dan mengetahui adanya manipulasi
terkait kepemilikan pesawat Boeing 737-500 yang dilakukan oleh TALG
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sebagaimana mana tercantum dalam angka 2.1 Lease Agreement yang menyatakan
bahwa Lessor is the owner of the Aircraft (Lessor (dhi. TALG) adalah pemilik
pesawat Boeing 737-500 tersebut, Terdakwa HOTASI D.P NABABAN seharusnya
tidak menandatangani Lease Agreement tersebut, akan tetapi pada tanggal 20
Desember 2006 Terdakwa HOTASI NABABAN selaku President Director PT.
Merpati Nusantara Airlines dengan menyalahgunakan kewenangannya tetap
menandatangani Lease Agreement Dated as of December 20, 2006 Between
Thirdstone Aircraft Leasing Group Inc (Lessor) and PT. Merpati Nusantara Airlines,
one Used B.737-500 Aircraft Manufacturer’s Serial Number 24898 FAA
Registration Number N898ED dengan ALAN MESNER dari pihak TALG;
- Bahwa walaupun belum ada penandatanganan Purchase Agreement antara TALG
dengan East Dover Ltd selaku pemilik Pesawat Boeing 737-500 dan Lease
Agreement dengan pihak TALG hanya atas 1 (satu) unit Pesawat Boeing 737-500
serta adanya Legal Opinion dari Divisi Legal mengenai resiko kerjasama dengan
pihak TALG, disamping itu juga mengetahui bahwa Security Deposit yang
dibayarkan tersebut akan digunakan sebagai pembayaran uang muka pembelian
pesawat Boeing 737-500 oleh TALG kepada East Dover Ltd, sebagaimana Surat
ALAN MESNER tanggal 15 Desember 2006, namun pada tanggal 21 Desember
2006, Terdakwa HOTASI D.P NABABAN selaku Direktur Utama PT.MNA justru
menandata- ngani Surat Nomor : MNA/DZ/2006/I/3/KU-531 yang ditujukan kepada
Bank Mandiri perihal Transfer ke Rekening Hume & Associaties PC senilai US
$.1.000.000 (satu juta dollar Amerika Serikat), padahal seharusnya sesuai dengan
Lease Agreement pada point Security Deposit disebutkan : Lessee shall pay to lessor
a Security Deposit in cash in amount of US $.500.000 will be paid within one day
after lessor signing the Aircraft Purchase Agreement of the Aircraft with East Dover
Limited of current owner, pembayaran Security Deposit tersebut dilakukan satu hari
setelah penandatanganan Purchase Agreement antara TALG dengan East Dover dan
seharusnya jumlah Security deposit yang dibayarkan hanya sebesar US$.500.000
(lima ratus ribu dollar Amerika Serikat) bukan US $.1.000.000 (satu juta dollar
Amerika Serikat);
- Bahwa pembayaran Security Deposit sebesar US$ 1.000.000 sebenarnya merupakan
jumlah dana yang dibutuhkan TALG untuk melakukan pembayaran kepada East
Dover sebagaimana tercantum dalam Summary of Term For The Sale of one (1)
Boeing 737-400 Aircraft dan Summary of Term for Sale of one (1) 737-5Y0 Aircraft
kesemuanya tanggal 19 Desember 2006 dimana masing-masing pesawat sesuai
Hal. 17 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Diktum Deposit pada Summary of Term adalah sebesar US $ 500.000 (lima ratus
ribu dollar Amerika Serikat) yang sedangkan tanggal 21 Desember 2006 (waktu
transfer di Indonesia) adalah sama dengan tanggal 20 Desember 2006 (waktu
Amerika) yaitu jatuh tempo kewajiban TALG kepada East Dover;
- Bahwa perbuatan Terdakwa HOTASI D.P NABABAN, tidak memasukkan rencana
sewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 dalam Rencana RKAP untuk
mendapatkan persetujuan dari rapat umum pemegang saham (RUPS), membayarkan
security deposit sebesar US $ 1.000.000 (satu juta dollar Amerika Serikat) tanpa
melalui mekanisme letter of credit atau escow account akan tetapi dilakukan secara
cash ke Rekening Hume & Associaties PC padahal belum ada penandatanganan
Purchase Agreement antara TALG dengan East Dover Ltd selaku pemilik Pesawat
Boeing 737-500 dan Lease Agreement dengan pihak TALG hanya atas 1 (satu) unit
Pesawat Boeing 737-500 serta Legal Opinion dari Divisi Legal mengenai resiko
kerjasama dengan pihak TALG, disamping itu juga mengetahui bahwa Security
Deposit yang dibayarkan tersebut akan digunakan sebagai pembayaran uang muka
pembelian pesawat Boeing 737-500 oleh TALG kepada East Dover Ltd merupakan
perbuatan yang menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan selaku Direktur Utama PT.MNA yaitu Terdakwa HOTASI D.P
NABABAN dalam pelaksanaan tugasnya selaku Direktur Utama PT. MNA sesuai
Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor : 19 Tahun 2003 tentang BUMN
disebutkan “dalam melaksanakan tugasnya anggota direksi harus memenuhi
Anggaran Dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta prinsip-prinsip
Good Corporate Governance, telah tidak bertindak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yaitu :
- Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : Kep.116/kmk.01/1991, Security
Deposit adalah jumlah uang yang Diterima Lessor dari Lesse pada permulaan
masa lease sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran lesse;
- Pasal 3 huruf e jo Pasal 8 huruf h jo Lampiran Bagian Lain-Lain Angka 8
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : Kep-101/MBU/ 2002
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Badan Usaha Milik
Negara;
- Bahwa akibat perbuatan Terdakwa HOTASI NABABAN selaku Direktur Utama
PT.MNA membayarkan Security Deposit secara cash sebesar US $.1.000.000 ke
Rekening Kantor Hume & Associates PC bukan menggunakan instrument perbankan
yang lebih aman sehingga uang security Deposit tersebut dapat dicairkan oleh TALG
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dan digunakan selain sebagai jaminan pembayaran telah menguntungkan orang lain
atau suatu korporasi yaitu TALG atau Hume & Associates PC dan mengakibatkan
kerugian keuangan Negara sebesar US.$ 1.000.000 (satu juta dollar Amerika
Serikat);
Perbuatan Terdakwa Sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 3 jo Pasal
18 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
Membaca tuntutan Penuntut Umum tanggal 07 Januari 2013 yang isinya adalah
sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa HOTASI D.P NABABAN tidak terbukti melakukan tindak
pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan Primair;
2. Membebaskan Terdakwa HOTASI D.P NABABAN dari dakwaan Primair;
3. Menyatakan Terdakwa HOTASI D.P NABABAN terbukti bersalah melakukan
tindak pidana Korupsi sebagaimana dakwaan Subsidair melanggar Pasal 3 jo Pasal
18 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor :
31 Tahun 1999 Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
4. Menghukum Terdakwa HOTASI D.P NABABAN dengan pidana penjara selama 4
(empat) tahun, dikurangi selama Terdakwa berada dalam Tahanan Kota, dengan
perintah agar Terdakwa ditahan di Rutan;
5. Pidana denda kepada Terdakwa sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Subsidair 6 (enam) bulan kurungan;
6. Menyatakan barang bukti dipergunakan dalam perkara Nomor 1 s/d 80 digunakan
untuk perkara lain;
7. Menghukum Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp10.000,00
(sepuluh ribu rupiah);
Membaca putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat No.36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST. tanggal 19 Februari 2013 yang
amar lengkapnya sebagai berikut :
1 Menyatakan Terdakwa HOTASI D.P NABABAN tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama
sebagaimana dakwaan Primair dan Subsidair;
Hal. 19 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2. Membebaskan Terdakwa HOTASI D.P NABABAN oleh karena itu dari segala
dakwaan;
3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya ;
4. Memerintahkan barang-barang bukti berupa :
1 1 (satu) lembar asli Surat tentang Pemeriksaan Phisik Pesawat, Guang
Zhou, China (27 May 2006);
2 1 (satu) lembar asli Letter Of Apppointment tanggal 20 Desember 2006;
3 1 (satu) lembar asli Instruksi Pembayaran Deposit Pesawat ke Talg
(Thirdstone Aircraft Leasing Group) tanggal 20 Desember 2006;
4 Asli Lease Agreement Dated as of December 20, 2006 Between
Thirdstone Aircraft Leasing Group, Inc., Lessor and PT. (Persero) Merpati
Nusantara Airlines, Lessor, One Used B737-500 Aircraft Manufacturer’s
Serial Number 24898 FAA REGISTRATION Number N898ED;
5 Asli Pendapat Hukum (Legal Opinion) Sewa Pesawat B 737-5YO
dengan Thirdstone tanggal 22 Desember 2006;
6 Fotokopi yang dilegalisir Keputusan Direksi No.KEP/16/VIII/2006
tentang Organisasi Aircraft Procurement Divison tanggal 10 Agustus 2006;
7 Fotokopi yang dilegalisir Keputusan Direksi No.KEP/07/VI/2004
tentang Organisasi Perusahaan tanggal 24 Juni 2004;
8 Fotokopi yang dilegalisir Akta : Pernyataan Keputusan Para Pemegang
Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Merpati Nusantara Airlines.
Nomor : 138 tanggal : 26 Maret 2008 dari Notaris Titiek Irawati S. SH.;
9 Fotokopi yang dilegalisir Akta : Pernyataan Keputusan Para Pemegang
Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Merpati Nusantara Airlines.
Nomor : 67 tanggal : 27 Agustus 2007 dari Notaris Titiek Irawati S. SH.;
10 Fotokopi yang dilegalisir Salinan Akta : Pernyataan Keputusan Rapat
PT. Merpati Nusantara Airlines tanggal : 14 November 2002 Nomor : 19
dari Notaris Ny. Erly Soehandjojo, SH.;
11 Fotokopi yang dilegalisir Keputusan Direksi No. Kep/01/I/2004 tentang
Perubahan Terhadap Sistem dan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Direksi
PT. Merpati Nusantara Airlines tanggal 2 Januari 2004 ;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
12 Fotokopi yang dilegalisir Pedoman Kebijakan Perusahaan PT.
(Persero) Merpati Nusantara Airlines disusun oleh Corporate Secretary
Divison tanggal 04 Agustus 2004;
13 Fotokopi yang dilegalisir Keputusan Direksi No. KEP/22/IX/2001 tentang
Sistem dan Prosedur Pengadaan Barang / Jasa tanggal 12 September 2001;
14 Fotokopi Surat Nomor : 038/B1-2/06 tanggal 01 November 2006 dari
Komisaris Utama Gunawan Koswara kepada Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara;
15 Fotokopi Surat Nomor : MNA/DZ/001/3/6/ADM-439 tanggal 20 Oktober
2006 dari Hotasi Nababan kepada Bapak Sugiharto Menteri Negara BUMN
Kementerian Negara BUMN;
16 Fotokopi Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tentang
Pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan PT. (Persero) Merpati
Nusantara Airlines Nomor : RIS-32/D3-MBU/2006;
17 Fotokopi Surat Nomor : S-527/MBU/2006 tanggal 14 November 2006 dari
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara kepada Direksi PT. Merpati
Nusantara Airlines (Persero);
18 Fotokopi Nota Dinas Nomor : OV/ND/148/XII/2006 tanggal 18 Januari
2006 dari GM. Aircraft Procurement kepada GM. Corporate Finance
perihal : Pembayaran Refundable Security Deposite Sewa 1 B737-500 dan 1
Pesawat B737-400 TALG beserta lampirannya;
19 Fotokopi Bukti Pengeluaran Kas/Bank No. D627133;
20 Fotokopi Aplikasi Tranfers Bank Mandiri tanggal 21 Desember 2006
Pengirim PT. Merpati Nusantara Airlines penerima Hume and
Associates,PC.;
21 Fotokopi Nota Dinas Nomor : OV/ND/137/2007 tanggal 11 Januari 2007
dari PH. GM. Aircraft Procurement R. Bagus Panuntun kepada GM.
Corporate Finance perihal Revisi Schedule Ferry Flight B737-500 TALG;
22 Fotokopi Nota Dinas Nomor DH/ND/462/V/2008 dari GM Coorporate
Secretary kepada GM. Accounting, GM Coorporate Finance perihal :
Permohonan pembayaran atas jasa hukum penanganan kasus TALG;
23 Fotokopi Surat No.24.04/LTPSA-KEU/IV/2008 tanggal 4 April 2008
kepada Direksi PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines (MNA) dari Law
Firm Lawrence T.P. Siburian & Associates beserta 1 (satu) bundel lampiran
Hal. 21 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Legal Service By BKK in Washinton DC and Chicago
(September 2007);
24 Fotokopi Rekap Biaya Lawyer Kasus TALG beserta lampiran (mulai
tanggal 22 Desember 2006 s/d 7 Juni 2008);
25 Fotokopi 1 (satu) bundel Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP)
tahun 2006 PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines berserta
lampirannya;
26 Fotokopi Pedoman Kebijakan Perusahaan dikeluarkan oleh Corporate
Secretary PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines;
27 Fotokopi Pedoman Kebijakan Perusahaan dikeluarkan oleh Corporate
Secretary PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines;
28 Fotokopi Akta Penerimaan Laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar PT.
Merpati Nusantara Airlines Nomor : C-12470 HT.01.04.TH 2006;
29 Fotokopi-fotokopi Akta Penerimaan Laporan Akta Perubahan Anggaran
Dasar PT. Merpati Nusantara Airlines Nomor : C-19241 HT.01.04.TH 2005;
30 Fotokopi Penerimaan Laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar PT.
Merpati Nusantara Airlines Nomor : C-09526 HT.01.04 TH.2001;
31 Fotokopi Akta Perubahan Anggaran Dasar PT. Merpati Nusantara Airlines
(PT. MNA) Nomor : 20;
32 Fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor :
C2-4596.HT.01.04.TH.99;
33 Fotokopi Akta Perubahan PT. Merpati Nusantara Airlines (PT. MNA)
Nomor 1 foto copy Nota Dinas Nomor : ME/ND 354/NF/2006 perihal
Estimate Valuation & Lease 737-400 S/N 23869;
34 Fotokopi-fotokopi Tugas Pokok GM. Aircraft Procurement Division (Refer
KEP/16/VIII/2006 tanggal 10 Agustus 2006) sehubungan dengan Lease
Agreement (sewa Pesawat) antara Perusahaan dengan Thirdstone Aircraft
Leasing Group. LLC (TALG);
35 Fotokopi-fotokopi Akta Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham
Perusahaan Persero (Persero) PT. Merpati Nusantara Airlines Nomor : 102
tanggal 15 Agustus 2008 yang dibuat di hadapan Notaris Titiek Irawati, S,
SH.;
36 Fotokopi Surat dari Hotasi Nababan kepada Pimpinan PT. Bank Mandiri
Nomor : MNA/DZ/006/1/KU-531 tanggal Desember 2006 ;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
37 Fotokopi Akta Perseroan Terbatas PT. Merpati Nusantara Airlines (PT.
MNA) Nomor : 15;
38 Fotokopi Alur Percakapan Email antara Lawrence Siburian dengan Kenedy
bulan Juli 2010 beserta lampiran;
39 Fotokopi Surat Nomor ; 22.5/KU/LTPSA/III/2007 tanggal 5 Maret 2007 dari
Rita Idayana Bagian Keuangan Law Firm Lawrence T.P. Siburian &
Associates kepada Direksi PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines;
40 Fotokopi Memo dari Lawrence T.P. Siburian, Law Firm Lawrence T.P.
Siburian & Associates di Washinton DC, tanggal 15 Februari 2007 kepada
Hotasi Nababan, Capt. Harry I. Pardjaman, Tony Sudjiarto, Kennedy,
perihal : Laporan Kegiatan Pelaksanaan Letter of Appointment dari PT.
(Persero) Merpati Nusantara Airlines dalam rangka pemberian Nasihat
Hukum dan Pembuatan Perjanjian Sewa Pesawat Udara (Leasing
Agreement) Boing 737-500 dan 737-400 MNA dengan Thirdstone Aircraft
Leasing Group (TALG) USA di Washington DC, USA;
41 Fotokopi Certificate Schedule dari Asuransi Tugu, Agreement Number
A009/UA/I/07 tanggal 16 Januari 2007;
42 Fotokopi Surat tanggal 15 Desember 2006 dari Alam Messner CEO
and President Thirdstone Aircraft Leasing Group Inc kepada Mr. Robert
Hume, Esq.;
43 Fotokopi Surat tanggal 19 Desember 2006 dari Alam Messner CEO and
President Thirdstone Aircraft Leasing Group Inc kepada Tony Sudjiarto;
44 Fotokopi Lease Of Aircraft Summary Of Terms , Desember 18, 2006 dan
Agreement Between PT. MNA and TALG (addendum as an extension of.
The LOI, Pesawat B 737 500;
45 Fotokopi 1 (satu) bundel Posted Penawaran PT. Merpati Nusantara Airlines
tertanggal 17 November 2006;
46 Fotokopi Instruksi Pembayaran Deposit Pesawat ke TALG tanggal 20
Desember 2006;
47 Fotokopi Certificate of Incorporation of Thirdstone Aircraft Leasing
Group Inc;
48 Fotokopi Surat tanggal 13 Juli 2007 No.MNA/DZ/003/4/7/OPS-142
dari Direktur Keuangan dan Administrasi PT. Merpati Nusantara Airlines
kepada Menteri Negara BUMN;
Hal. 23 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
49 Fotokopi Surat tanggal 19 Desember 2006 dari Alan Messner CEO and
President Thirdstone Aiecraft Leasing Group Inc kepada Tony
Sudjiarto;
50 Fotokopi Confidential Summary of Terms For The Sale of One (1) Boing
737-5y0 Aircraft Desember 19, 2006;
51 Fotokopi Surat Keputusan No. KEP/22/IX/2001 tanggal 12 September 2001
tentang Sistem dan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Direksi PT. Merpati
Nusantara Airlines;
52 Fotokopi Surat kepada Suyitno Affandi Asdep Urusan Sarana Angkutan dan
Pariwisata Kementerian BUMN tanggal 2 Maret 2007 No. MNA/
DZ/001/5/5/ADM-058 tentang Penyampaian Laporan Perjalanan Dinas;
53 Fotokopi Surat kepada Direktur Utama PT. Merpati Nusantara Airlines
tanggal 14 Maret 2007 No.015 B/B1-2/C.5 perihal : Tanggapan atas Kontrak
Lease Pesawat 737-500 dan 737-400;
54 Fotokopi Surat kepada Direktur Utama PT. Merpati Nusantara Airlines
tanggal 27 Maret 2007 No.019 B/B1-2/C.5 perihal : Progres Report
Permasalahan Kontrak Lease B 735 dan 734;
55 Fotokopi Surat kepada Gunawan Koswara Komisaris Utama PT.
Merpati Nusantara Airlines tanggal 28 Maret 2007 No.MNA/DZ/001/ 5/5/
ADM-095 perihal : Progres Report Permasalahan Kontrak Lease B
735 dan 734;
56 Fotokopi Surat Menteri Negara BUMN Cq. Deputi Bidang Usaha Logistik
dan Pariwisata tanggal 12 April 2007 No. 020/B1-1/C.5 perihal : Laporan
Permasalahan Kontrak Lease B-735 dan B-734;
57 Fotokopi Executive Summary Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
2006 tanggal 10 Oktober 2006;
58 Fotokopi Daftar Hadir RAPAT Umum Pemegang Saham Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2006 PT. Merpati Nusantara Airlines
tanggal 11 Oktober 2006;
59 Fotokopi Surat kepada Harry Susetyo Nugroho dari Presiden Direktor Hotasi
Nababan Nomor MNA/DZ/001/1/8/ADM-397 tanggal 29
September 2006;
60 Fotokopi Catatan Bahan Revisi Pertanggungjawaban Kinerja
Perusahaan Tahun 2004 & RKAP 2006 tanggal 3 Oktober 2006;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
61 Fotokopi Tanggapan Komisaris atas Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan (RKAP) PT. Persero Merpati Nusantara Airlines No. 035/BI-1/
C6;
62 Fotokopi Alur Percakapan Email antara Hotasi Nababan dengan Lawrence
Siburian bulan Desember 2006;
63 Fotokopi Surat dari Hotasi Nababan kepada Pimpinan PT. Bank Mandiri
Nomor : MNA/DZ/006/1/KU-531 tanggal Desember 2006;
64 Fotokopi Email antara Alan Messner dengan Tony Sudjiarto tanggal
22 Februari 2007;
65 Fotokopi Email antara Lawrence Siburian dengan Kenedy tanggal 20 April
2007;
66 Fotokopi Email antara Lawrence Siburian dengan Kenedy tanggal 20
Februari 2007 ;
67 Fotokopi Email antara Alan Messner Nababan dengan Tonny Sudjiarto
tertanggal 28 April 2007;
68 Fotokopi Email antara Lawrence Siburian dengan Hotasi Nababan tanggal
26 May 2007;
69 Fotokopi email antara Alan Mesner dengan Hotasi Nababan tanggal 06
Februari 2007;
70 Fotokopi Special Power of Attorney No. MNA/DZ/001/3/5/ADM-050
tanggal 1 Februari 2007;
71 Fotokopi General Power of Attorney tanggal 31 Januari 2007 ;
72 Fotokopi Email antara Hotasi Nababan dengan Tony Sudjiarto tanggal 28
April 2007;
73 Fotokopi Email antara Lawrence Siburian dengan Hotasi Nababan tanggal
27 May 2007;
74 Fotokopi Salinan Keputusan para Pemegang Saham Perusahaan Per-
seroan (Persero) PT. Merpati Nusantara Airlines di luar Rapat Umum
Pemegang Saham tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-Anggota
Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Merpati Nusantara Airlines Nomor
: KEP-156/MBU/2007-GARUDA/PS/MZ/ SKEP 5003 07 tanggal 18 Juli
2007;
75 Fotokopi Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPSLB) tanggal 29 April 2002;
Hal. 25 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
76 Fotokopi Petikan Surat Keputusan Direksi No.SKEP/314/VIII/2006
tentang Pengangkatan dan Alih Tugas / Alih Wilayah Pejabat tanggal 15
Agustus 2006;
77 Fotokopi Confidential Summary of Term For The Sale of one (1) Boeing
737-400 Aircraft Summary of Term Boeing 737-400 tanggal 19
Desember 2006;
78 Fotokopi Lease of Aircraft Summary of Term Boeing 737-400 tanggal 18
Desember 2006;
79 Fotokopi Surat dari Robert (Ted) Hume kepada Mr. Alan Messner tanggal
15 Desember 2006;
80 Fotokopi Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tentang
Pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan PT. Merpati
Nusantara Airlines tahun 2006 No. RIS-32/D.3-MBU/2006 tanggal 11
Oktober 2006;
Digunakan untuk perkara lain;
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
Membaca putusan Mahkamah Agung RI No.417/Pid.Sus/2014 tanggal 07 Mei
2014 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : JAKSA/ PENUNTUT
UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI JAKARTA PUSAT tersebut;
Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Negeri Jakarta Nomor : 36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST. tanggal 19 Februari 2013;
MENGADILI SENDIRI :
1. Menyatakan Terdakwa HOTASI D.P. NABABAN terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”KORUPSI SECARA
BERSAMA”;
2. Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4
(empat) tahun dan denda sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan
selama 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan agar Terdakwa ditahan;
5. Menetapkan barang bukti berupa :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1 1 (satu) lembar asli Surat tentang Pemeriksaan Fisik Pesawat, Guang Zhou,
China (27 May 2006) ;
2 1 (satu) lembar asli Letter of Apppointment tanggal 20 Desember
2006;
3 1 (satu) lembar asli Instruksi Pembayaran Deposit Pesawat ke Talg
(Thirdstone Aircraft Leasing Group) tanggal 20 Desember 2006;
4 Asli Lease Agreement Dated as of December 20, 2006 Between
Thirdstone Aircraft Leasing Group, Inc., Lessor and PT. (Persero) Merpati
Nusantara Airlines, Lessor, One Used B737-500 Aircraft Manufacturer’s
Serial Number 24898 FAA REGISTRATION Number
N898ED;
5 Asli Pendapat Hukum (Legal Opinion) Sewa Pesawat B 737-5YO
dengan Thirdstone tanggal 22 Desember 2006;
6 Fotokopi yang dilegalisir Keputusan Direksi No.KEP/16/VIII/2006
tentang Organisasi Aircraft Procurement Divison tanggal 10 Agustus 2006 ;
7 Fotokopi yang dilegalisir Keputusan Direksi No.KEP/07/VI/2004
tentang Organisasi Perusahaan tanggal 24 Juni 2004;
8 Fotokopi yang dilegalisir Akta : Pernyataan Keputusan Para Pemegang
Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Merpati Nusantara Airlines.
Nomor : 138 tanggal : 26 Maret 2008 dari Notaris Titiek Irawati S. SH.;
9 Fotokopi yang dilegalisir Akta : Pernyataan Keputusan Para Pemegang
Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Merpati Nusantara Airlines.
Nomor : 67 tanggal : 27 Agustus 2007 dari Notaris Titiek Irawati S. SH.;
10 Fotokopi yang dilegalisir Salinan Akta : Pernyataan Keputusan Rapat
PT. Merpati Nusantara Airlines tanggal : 14 November 2002 Nomor : 19
dari Notaris Ny. Erly Soehandjojo, SH. ;
11 Fotokopi yang dilegalisir Keputusan Direksi No. Kep/01/I/2004 tentang
Perubahan Terhadap Sistem dan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Direksi
PT. Merpati Nusantara Airlines tanggal 2 Januari 2004;
12 Fotokopi yang dilegalisir Pedoman Kebijakan Perusahaan PT.
(Persero) Merpati Nusantara Airlines disusun oleh Corporate Secretary
Divison tanggal 04 Agustus 2004;
Hal. 27 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
13 Fotokopi yang dilegalisir Keputusan Direksi No. KEP/22/IX/2001
tentang Sistem dan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa tanggal 12 September
2001;
14 Fotokopi Surat Nomor : 038/B1-2/06 tanggal 01 November 2006 dari
Komisaris Utama Gunawan Koswara kepada Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara;
15 Fotokopi Surat Nomor : MNA/DZ/001/3/6/ADM-439 tanggal 20
Oktober 2006 dari Hotasi Nababan kepada Bapak Sugiharto Menteri Negara
BUMN Kementerian Negara BUMN;
16 Fotokopi Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tentang
Pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan PT. (Persero)
Merpati Nusantara Airlines Nomor : RIS-32/D3-MBU/2006;
17 Fotokopi Surat Nomor : S-527/MBU/2006 tanggal 14 November 2006
dari Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara kepada Direksi PT. Merpati
Nusantara Airlines (Persero);
18 Fotokopi Nota Dinas Nomor : OV/ND/148/XII/2006 tanggal 18 Januari
2006 dari GM. Aircraft Procurement kepada GM. Corporate Finance
perihal : Pembayaran Refundable Security Deposite Sewa 1 B737-500 dan 1
Pesawat B737-400 TALG beserta lampirannya;
19 Fotokopi Bukti Pengeluaran Kas/Bank No. D627133;
20 Fotokopi Aplikasi Tranfers Bank Mandiri tanggal 21 Desember 2006
Pengirim PT. Merpati Nusantara Airlines penerima Hume and
Associates,PC.;
21 Fotokopi Nota Dinas Nomor : OV/ND/137/2007 tanggal 11 Januari 2007
dari PH. GM. Aircraft Procurement R. Bagus Panuntun kepada GM.
Corporate Finance perihal Revisi Schedule Ferry Flight B737-500 TALG;
22 Fotokopi Nota Dinas Nomor DH/ND/462/V/2008 dari GM Coorporate
Secretary kepada GM. Accounting, GM Coorporate Finance perihal :
Permohonan pembayaran atas jasa hukum penanganan kasus TALG;
23 Fotokopi Surat No.24.04/LTPSA-KEU/IV/2008 tanggal 4 April 2008
kepada Direksi PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines (MNA) dari Law
Firm Lawrence T.P. Siburian & Associates beserta 1 (satu) bundel lampiran
Legal Service By BKK in Washington DC and Chicago
(September 2007);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
24 Fotokopi Rekap Biaya Lawyer Kasus TALG beserta lampiran (mulai
tanggal 22 Desember 2006 s/d 7 Juni 2008);
25 Fotokopi 1 (satu) bundel Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP)
tahun 2006 PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines berserta
lampirannya;
26 Fotokopi Pedoman Kebijakan Perusahaan dikeluarkan oleh Corporate
Secretary PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines;
27 Fotokopi Pedoman Kebijakan Perusahaan dikeluarkan oleh Corporate
Secretary PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines;
28 Fotokopi Akta Penerimaan Laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar
PT. Merpati Nusantara Airlines Nomor : C-12470 HT.01.04.TH 2006 ;
29 Fotokopi-fotokopi Akta Penerimaan Laporan Akta Perubahan
Anggaran Dasar PT. Merpati Nusantara Airlines Nomor : C-19241
HT.01.04.TH 2005;
30 Fotokopi Penerimaan Laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar PT.
Merpati Nusantara Airlines Nomor : C-09526 HT.01.04 TH.2001;
31 Fotokopi Akta Perubahan Anggaran Dasar PT. Merpati Nusantara Airlines
(PT. MNA) Nomor : 20;
32 Fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor :
C2-4596.HT.01.04.TH.99;
33 Fotokopi Akta Perubahan PT. Merpati Nusantara Airlines (PT. MNA)
Nomor 1 foto copy Nota Dinas Nomor : ME/ND 354/NF/2006 perihal
Estimate Valuation & Lease 737-400 S/N 23869;
34 Fotokopi-fotokopi Tugas Pokok GM. Aircraft Procurement Division
(Refer KEP/16/VIII/2006 tanggal 10 Agustus 2006) sehubungan dengan
Lease Agreement (sewa Pesawat) antara Perusahaan dengan Thirdstone
Aircraft Leasing Group. LLC (TALG);
35 Fotokopi-fotokopi Akta Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham
Perusahaan Persero (Persero) PT. Merpati Nusantara Airlines Nomor : 102
tanggal 15 Agustus 2008 yang dibuat di hadapan Notaris Titiek Irawati, S,
SH.;
36 Fotokopi Surat dari Hotasi Nababan kepada Pimpinan PT. Bank Mandiri
Nomor : MNA/DZ/006/1/KU-531 tanggal Desember 2006;
37 Fotokopi Akta Perseroan Terbatas PT. Merpati Nusantara Airlines (PT.
MNA) Nomor : 15;
Hal. 29 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
38 Fotokopi Alur Percakapan Email antara Lawrence Siburian dengan
Kenedy bulan Juli 2010 beserta lampiran;
39 Fotokopi Surat Nomor ; 22.5/KU/LTPSA/III/2007 tanggal 5 Maret 2007
dari Rita Idayana Bagian Keuangan Law Firm Lawrence T.P. Siburian &
Associates kepada Direksi PT. (Persero) Merpati Nusantara Airlines;
40 Fotokopi Memo dari Lawrence T.P. Siburian, Law Firm Lawrence T.P.
Siburian & Associates di Washington DC, tanggal 15 Februari 2007 kepada
Hotasi Nababan, Capt. Harry I. Pardjaman, Tony Sudjiarto, Kennedy,
perihal : Laporan Kegiatan Pelaksanaan Letter of Appointment dari PT.
(Persero) Merpati Nusantara Airlines dalam rangka pemberian Nasihat
Hukum dan Pembuatan Perjanjian Sewa Pesawat Udara (Leasing
Agreement) Boing 737-500 dan 737-400 MNA dengan Thirdstone Aircraft
Leasing Group (TALG) USA di Washington
DC, USA;
41 Fotokopi Certificate Schedule dari Asuransi Tugu, Agreement Number
A009/UA/I/07 tanggal 16 Januari 2007;
42 Fotokopi Surat tanggal 15 Desember 2006 dari Alam Messner CEO
and President Thirdstone Aircraft Leasing Group Inc kepada Mr. Robert
Hume, Esq.;
43 Fotokopi Surat tanggal 19 Desember 2006 dari Alam Messner CEO and
President Thirdstone Aircraft Leasing Group Inc kepada Tony Sudjiarto;
44 Fotokopi Lease of Aircraft Summary of Terms , Desember 18, 2006
dan Agreement Between PT. MNA and TALG (addendum as an extension
of. The LOI, Pesawat B 737 500;
45 Fotokopi 1 (satu) bundel Posted Penawaran PT. Merpati Nusantara
Airlines tertanggal 17 November 2006;
46 Fotokopi Instruksi Pembayaran Deposit Pesawat ke TALG tanggal 20
Desember 2006 ;
47 Fotokopi Certificate of Incorporation of Thirdstone Aircraft Leasing
Group Inc;
48 Fotokopi Surat tanggal 13 Juli 2007 No.MNA/DZ/003/4/7/OPS-142
dari Direktur Keuangan dan Administrasi PT. Merpati Nusantara Airlines
kepada Menteri Negara BUMN;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
49 Fotokopi Surat tanggal 19 Desember 2006 dari Alan Messner CEO and
President Thirdastone Aiecraft Leasing Group Inc kepada Tony
Sudjiarto;
50 Fotokopi Confidential Summary of Terms For The Sale of One (1)
Boing 737-5y0 Aircraft Desember 19, 2006;
51 Fotokopi Surat Keputusan No. KEP/22/IX/2001 tanggal 12 September
2001 tentang Sistem dan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Direksi PT.
Merpati Nusantara Airlines;
52 Fotokopi Surat kepada Suyitno Affandi Asdep Urusan Sarana Angkutan
dan Pariwisata Kementerian BUMN tanggal 2 Maret 2007 No. MNA/
DZ/001/5/5/ADM-058 tentang Penyampaian Laporan Perjalanan Dinas;
53 Fotokopi Surat kepada Direktur Utama PT. Merpati Nusantara Airlines
tanggal 14 Maret 2007 No.015 B/B1-2/C.5 perihal : Tanggapan atas Kontrak
Lease Pesawat 737-500 dan 737-400;
54 Fotokopi Surat kepada Direktur Utama PT. Merpati Nusantara Airlines
tanggal 27 Maret 2007 No.019 B/B1-2/C.5 perihal : Progres Report
Permasalahan Kontrak Lease B 735 dan 734;
55 Fotokopi Surat kepada Gunawan Koswara Komisaris Utama PT. Mer-
pati Nusantara Airlines tanggal 28 Maret 2007 No.MNA/DZ/001/5/5/
ADM-095 perihal : Progres Report Permasalahan Kontrak Lease B 735 dan
734;
56 Fotokopi Surat Menteri Negara BUMN Cq. Deputi Bidang Usaha
Logistik dan Pariwisata tanggal 12 April 2007 No. 020/B1-1/C.5 perihal :
Laporan Permasalahan Kontrak Lease B-735 dan B-734;
57 Fotokopi Executive Summary Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
2006 tanggal 10 Oktober 2006;
58 Fotokopi Daftar Hadir RAPAT Umum Pemegang Saham Rencana Kerja
dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2006 PT. Merpati Nusantara
Airlines tanggal 11 Oktober 2006;
59 Fotokopi Surat kepada Harry Susetyo Nugroho dari Presiden Direktor
Hotasi Nababan Nomor MNA/DZ/001/1/8/ADM-397 tanggal 29
September 2006;
60 Fotokopi Catatan Bahan Revisi Pertanggungjawaban Kinerja
Perusahaan Tahun 2004 & RKAP 2006 tanggal 3 Oktober 2006;
Hal. 31 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
61 Fotokopi Tanggapan Komisaris atas Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan (RKAP) PT. Persero Merpati Nusantara Airlines No. 035/BI-1/
C6;
62 Fotokopi Alur Percakapan Email antara Hotasi Nababan dengan
Lawrence Siburian bulan Desember 2006;
63 Fotokopi Surat dari Hotasi Nababan kepada Pimpinan PT. Bank Mandiri
Nomor : MNA/DZ/006/1/KU-531 tanggal Desember 2006;
64 Fotokopi Email antara Alan Messner dengan Tony Sudjiarto tanggal
22 Februari 2007;
65 Fotokopi Email antara Lawrence Siburian dengan Kenedy tanggal 20
April 2007;
66 Fotokopi Email antara Lawrence Siburian dengan Kenedy tanggal 20
Februari 2007;
67 Fotokopi Email antara Alan Messner Nababan dengan Tonny Sudjiarto
tertanggal 28 April 2007;
68 Fotokopi Email antara Lawrence Siburian dengan Hotasi Nababan
tanggal 26 May 2007;
69 Fotokopi email antara Alan Mesner dengan Hotasi Nababan tanggal 06
Februari 2007;
70 Fotokopi Special Power of Attorney No. MNA/DZ/001/3/5/ADM-050
tanggal 1 Februari 2007;
71 Fotokopi General Power of Attorney tanggal 31 Januari 2007;
72 Fotokopi Email antara Hotasi Nababan dengan Tony Sudjiarto tanggal
28 April 2007;
73 Fotokopi Email antara Lawrence Siburian dengan Hotasi Nababan
tanggal 27 May 2007;
74 Fotokopi Salinan Keputusan para Pemegang Saham Perusahaan
Perseroan (Persero) PT. Merpati Nusantara Airlines di luar Rapat Umum
Pemegang Saham tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-
Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Merpati Nusantara
Airlines Nomor : KEP-156/MBU/2007-GARUDA/PS/MZ/ SKEP 5003 07
tanggal 18 Juli 2007;
75 Fotokopi Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPSLB) tanggal 29 April 2002;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
76 Fotokopi Petikan Surat Keputusan Direksi No.SKEP/314/VIII/2006
tentang Pengangkatan dan Alih Tugas / Alih Wilayah Pejabat tanggal 15
Agustus 2006;
77 Fotokopi Confidential Summary of Term For The Sale of one (1) Boeing
737-400 Aircraft Summary of Term Boeing 737-400 tanggal 19
Desember 2006;
78 Fotokopi Lease of Aircraft Summary of Term Boeing 737-400 tanggal
18 Desember 2006;
79 Fotokopi Surat dari Robert (Ted) Hume kepada Mr. Alan Messner
tanggal 15 Desember 2006;
80 Fotokopi Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tentang
Pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan PT. Merpati
Nusantara Airlines tahun 2006 No. RIS-32/D.3-MBU/2006 tanggal 11
Oktober 2006;
Digunakan untuk perkara lain;
Membebankan Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam semua
tingkat peradilan dan biaya dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp2.500,00 (dua
ribu lima ratus rupiah);
Membaca Akta permohonan peninjauan kembali tertanggal 2 Desember 2014
yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 2
Desember 2014 dari Pemohon Peninjauan Kembali sebagai Terpidana, yang memohon
agar putusan Mahkamah Agung tersebut dapat ditinjau kembali;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa putusan Mahkamah Agung tersebut telah diberi-tahukan
kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 03 November 2015 dengan
demikian putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap ;
Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali pada pokoknya adalah sebagai berikut :
1 Bahwa terdapat keadaan baru (Novum) yaitu menimbulkan dugaan kuat bahwa jika
keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan
berupa putusan bebas atau putusan lepas dari tuntutan hukum (vide Pasal 263 ayat
(2) huruf a KUHAP);
Alat bukti yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sebagai suatu
“Keadaan Baru” atau Novum adalah adanya:
Hal. 33 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1 Putusan United States District Court At District Of
Columbia (Putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat
Untuk Distrik Columbia) dalam kasus pidana (Kriminal)
terhadap JON COOPER Nomor Kasus: 12-CR-211-1
(ABJ), Nomor USM: 32221-016. Keputusan Sidang 4
Maret 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap (Bukti
PK 1- Terlampir);
2 Putusan United States District Court At District Of
Columbia (Putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat
Untuk Distrik Columbia) dalam kasus pidana (Kriminal)
terhadap ALAN MESSNER Nomor Kasus: 13-
CR-0223-1 (ABJ), Nomor USM: 32900-016. Keputusan
Sidang 21 Februari 2014 yang telah berkekuatan hukum
tetap (Bukti PK 2- Terlampir);
Ad 1) Novum Pertama : Putusan United States District Court At District Of
Columbia (Putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat Untuk Distrik
Columbia) dalam kasus pidana atas JON C. COOPER;
Bahwa keadaan baru (Novum Pertama) yang menjadi dasar permintaan
peninjauan kembali ini adalah adanya Putusan United States District Court
At District Court Of Columbia pada tanggal 4 Maret 2014 dalam kasus
pidana Jon C Cooper yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, di mana
amar putusannya menyatakan bahwa Jon C Cooper bersalah (guilty) telah
melakukan perbuatan pidana, dengan dasar pertimbangan :
• Jon C Cooper mengaku bersalah telah melakukan perbuatan pidana penipuan/
penggelapan dana Security Deposit yang diserahkan PT. Nusantara Airlines
(“MNA”) kepada Thirdstone Aircraft Leasing Group (“TALG”);
• Jon C Cooper dihukum penjara selama 18 (delapan belas) bulan di Fasilitas
Federal di Englewood, CO, pelaksanaan penahanannya dimulai tanggal 1 Juni
2014;
• Jon C Cooper setelah dibebaskan dari penjara harus tetap dalam pengawasan
untuk jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan;
• Jon C Cooper dihukum harus membayar ganti kerugian kepada korban yaitu
MNA sebesar US 1.000.000 (satu juta dollar AS) dengan kewajiban tanggung
renteng bersama dengan Alan Messner;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Ad 2) Novum Kedua: Putusan United States District Court At District Of Columbia
(Pengadilan Negeri Amerika Serikat Untuk Distrik Columbia) dalam kasus
pidana atas ALAN MESSNER.
Bahwa keadaan baru (Novum Kedua) yang dijadikan sebagai dasar
permintaan peninjauan kembali ini adalah adanya Putusan United States
District Court At District Columbia tanggal 21 Februari 2014 dalam kasus
pidana Alan Messner yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, di mana
amar putusannya menyatakan bahwa Alan Messner bersalah (guilty) telah
melakukan perbuatan pidana, dengan dasar pertimbangan:
• Alan Messener mengaku bersalah telah melakukan perbuatan pidana penipuan/
penggelapan dana/uang Security Deposit yang diserahkan MNA kepada TALG;
• Alan Messner dihukum penjara selama 1 (satu) tahun dan 1 (satu) hari di
fasilitas Federal di Oxford, WI, pelaksanaan penahanannya dimulai tanggal 1
Juni 2014;
• Alan Messner setelah dibebaskan dari penjara tetap dalam pengawasan untuk
jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan;
• Alan Messner dihukum harus membayar ganti kerugian secara tanggung renteng
dengan John C Cooper sebesar US$ 62,231.60;
Dalil-dalil dari adanya Novum Pertama dan Novum Kedua terkait dengan Putusan
Kasasi Mahkamah Agung No.417 K/Pid.Sus/2014 tertanggal 7 Mei 2014 tersebut
adalah:
1 Bahwa ketika perkara Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sedang
diperiksa/diadili di tingkat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, pada saat itu persidangan pidana Jon C Cooper dan Alan
Messner di Pengadilan Negeri Amerika Serikat Distrik Columbia sedang
berlangsung dan belum ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam perkara tersebut. Putusan pidana Pengadilan Negeri Amerika Serikat
tersebut baru dijatuhkan dan diketahui setelah keluarnya Putusan Mahkamah
Agung No.417 K/ Pid.Sus/2014 tertanggal 7 Mei 2014. Dengan demikian,
Novum Pertama dan Novum Kedua telah memenuhi ketentuan yang diatur
dalam Pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP;
2 Bahwa Kedua Putusan United States District Court At District Of
Columbia dalam kasus pidana Jon C Cooper dan Alan Messner yang menjadi
Novum Pertama dan Novum Kedua tersebut sepatutnya dilihat sebagai:
Hal. 35 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
- Probacio Plena adalah bukti penuh, bukti sempurna yang tidak ter-
bantahkan. Dengan demikian, Putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat
District Columbia tersebut adalah bukti sempurna yang tidak terbantahkan
(Probacio Plena);
• Res judicata pro veritate habetur, dalam arti putusan tersebut
merupakan bukti apa yang ditetapkan dalam putusan itu
mempunyai kekuatan mengikat (teori hukum pembuktian)
yang sesuai prinsip hukum yang berlaku universal, suatu
putusan pengadilan harus dianggap benar (res judicata pro
veritate habetur);
• Demi menjunjung tinggi prinsip keadilan, sudah sepatutnya
putusan pidana Pengadilan Amerika Serikat terhadap Jon C
Cooper dan Alan Messner terkait dana Security Deposit
MNA (Novum Pertama dan Novum kedua) juga
dipergunakan menjadi dasar serta pegangan dalam melihat
dan memahami permasalahan ini seutuhnya, dan secara
menyeluruh karena keduanya saling terkait serta sangat
berhubungan erat, sehingga dapat dicapai suatu keadilan;
3 Bahwa dengan adanya Novum Pertama dan Novum Kedua tersebut, di
mana Jon C Cooper dan Alan Messner mengaku bersalah dan dihukum pidana
penjara, membuktikan bahwa dalam peristiwa hukum sewa pesawat antara
MNA dan TALG terungkap fakta adanya rangkaian tipu muslihat dan penipuan
yang dilakukan secara terencana dan sistematis oleh Jon C Cooper (pemilik
TALG) bersama-sama Alan Messner (CEO TALG) dengan cara menggunakan
TALG sebagai “kendaraan”, dan berakibat dana Security Deposit sebesar US$
1.000.000 (satu juta dollar AS) milik MNA, yang tanpa sepengetahuan dan
persetujuan MNA/ Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana telah dicairkan
secara melawan hukum (illegal) kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi
pemilik TALG dan CEO TALG tersebut;
4 Bahwa dengan adanya Novum Pertama dan Novum Kedua,
memperlihatkan bahwa Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) telah
menjatuhkan putusan yang mengandung kekhilafan atau kekeliruan nyata, oleh
karena Pimpinan TALG yaitu Jon C Cooper dan Alan Messner (CEO TALG)
telah dinyatakan bersalah oleh US District Court at District Court of Columbia
(Pengadilan Negeri Amerika Serikat untuk Distrik Columbia) dalam kasus
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pidana di mana telah terbukti melakukan perbuatan pidana penipuan/
penggelapan dana Security Deposit milik MNA sebesar US$ 1.000.000,00 (satu
juta dollar AS) dan keduanya dihukum harus mengembalikan kepada MNA;
5 Bahwa dengan adanya Novum Pertama dan Novum Kedua, nyata-nyata
membuktikan bahwa kedua LASOT (Lease Agreement Summary of Terms)
antara PT MNA dengan TALG untuk kedua pesawat adalah sah dan mengikat,
yang merupakan alasan bagi transfer Security Deposit sebesar US$ 1.000.000,00
(satu juta dollar AS). Penempatan Security Deposit bukan berdasarkan Lease
Agreement. Dengan demikian tidak ada perbuatan melawan hukum yang
dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana. Hal ini sesuai keterangan
Ahli Hukum Perjanjian Internasional, Prof IB Supancana, di persidangan yang
menerangkan bahwa LASOT, atau yang dikenal sebagai LOI (Letter Of Intent)
adalah sah dan mengikat para pihak, dan sesuai dengan kelaziman yang berlaku
di dunia sewa pesawat terbang. Hal yang sama dijelaskan dalam keterangan
saksi dari Garuda Indonesia Airline yaitu bahwa LASOT/LOI sudah mengikat
sebagai syarat dari Lessor untuk mengizinkan calon penyewa memeriksa
pesawat (yang akan disewa) tersebut;
Tidak terbuktinya unsur melawan hukum;
6 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana menolak putusan
Mahkamah Agung Nomor 417K/Pid.Sus/2014 yang tidak ber-kesesuaian dengan
fakta yang nyata-nyata terjadi, di mana Judex Juris a quo menyatakan:
Bahwa perbuatan Terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum yakni
membayarkan Security Deposit sebesar US$ 1.000.000 (satu juta dollar
Amerika Serikat) tidak melalui mekanisme Letter of Credit atau Escrow
Account tetapi secara cash ke rekening Hume & Assoiciates PC padahal dalam
persidangan terungkap fakta bahwa sesuai dengan LASOT Pembayaran
Security Deposit dilakukan 1 (satu) hari setelah adanya Purchase Agrement
antara TALG dengan East Dover, akan tetapi pada saat pembayaran Security
Deposit belum ada penandatanganan Purchase Agrement antara TALG dengan
East Dover selaku pemilik pesawat Boeing 737-500 dan Lease Agrement
dengan pihak TALG hanya ada 1 (satu) unit pesawat Boeing 7347-500 serta
ada Legal Opinion dari Divisi Legal mengenai resiko kerjasama dengan pihak
TALG. Lebih dari itu Security Deposit yang dibayarkan akan digunakan
sebagai pembayaran uang muka pembelian pesawat Boeing 737-500 oleh
TALG kepada East Dover Ltd padahal berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Hal. 37 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Keuangan Nomor: Kep.116/ kmk.01/1991, Security Deposit adalah jumlah
uang yang diterima Lessor dan Leassy pada permulaan masa lease sebagai
jaminan untuk kelancaran pembayaran Lesse. Bahwa Security Deposit
merupakan jaminan yang dibayarkan dan akan digunakan apabila pihak
penyewa gagal bayar dalam masa penyewaan tersebut sehingga karena sifatnya
jaminan maka Security Deposit harus tetap dalam keadaan diam dan tidak
dapat dialihkan atau dicairkan atau dipergunakan untuk kepentingan orang
lain, oleh karena itu secara yuridis perbuatan Terdakwa merupakan perbuatan
melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang
No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Surat Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : Kep.116/kmk. 01/1991, Pasal 3 huruf e jo Pasal 8 huruf h jo
Lampiran Bagian Lain-Lain angka 8 Keputusan Menteri BUMN Nomor :
Kep-101/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (vide: Putusan Kasasi halaman 58-59);
Penolakan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana adalah karena sesuai
fakta, sebagaimana yang dibuktikan oleh Novum Pertama, diketahui bahwa:
• Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana terbukti telah
melakukan upaya yang maksimal dalam mengamankan Security
Deposit;
• Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sudah mengusulkan
membayar Security Deposit menggunakan mekanisme Letter Of
Credit (L/C) atau, sudah membayar Security Deposit melalui
mekanisme Escrow Account;
7 Bahwa Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) jelas-jelas telah
memperlihatkan adanya kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam
memahami fakta-fakta pemenuhan unsur “perbuatan melawan hukum” dengan
menyatakan: “perbuatan Terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum yakni
membayarkan Security Deposit sebesar US$ 1.000.000 (satu juta dollar Amerika
Serikat) tidak melalui mekanisme Letter of Credit (LC) atau Escrow Account
tetapi secara cash ke rekening Hume & Assoiciates PC…dst…dst”;
8 Bahwa pertimbangan Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) tersebut,
selain tidak berkesesuaian dengan fakta-fakta persidangan a quo, pun tidak
berkesesuaian dengan fakta-fakta sebagaimana yang terungkap dalam Novum
Pertama. Hal ini dapat dilihat dari pertimbangan hukum putusan United States
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
District Court at District Court of Columbia (Pengadilan Negeri Distrik
Columbia) dalam kasus pidana Jon C Cooper yang menyatakan:
Mengenai uang jaminan, diskusi antara Thirdstone (TALG) dan Merpati
mencerminkan maksud bahwa deposit tidak diberikan kepada Terdakwa (Jon
C Cooper) secara langsung, tetapi dipegang oleh pihak ketiga dan
digunakannya hanya dalam arti yang dapat diterima atas uang jaminan tersebut
: untuk membayar sewa pesawat setelah kesepakatan itu terwujud. Diskusi
tersebut meliputi:
• Pada tanggal 11 Desember, Terdakwa (Jon C Cooper) mengusulkan
agar uang jaminan harus dibayar ke Rekening Pribadinya. Bukti A pada 1.
(Disini, Bukti….” mengacu pada bukti dari nota hukuman asli pemerintah).
Merpati menolaknya; Terdakwa (Jon C Cooper) kemudian mengusulkan
agar Hume digunakan sebagai Agen Escrow pihak ketiga. Merpati
kemudian balik mengusulkan agar para pihak menggunakan Letter of Credit
(“L/C”) tapi Thirdstone menolaknya;
• Pada tanggal 17 Desember, Terdakwa (Jon C Cooper)
menyebabkan untuk dikirim ke Merpati Surat Hume yang
ia palsukan dan sebuah Surat dari Thirdstone menyatakan
bahwa “dana akan digunakan semata-mata untuk
mengamankan dua pesawat boeing” untuk Merpati. bukti
a pada 8-9;
• Ringkasan Syarat Perjanjian/LOI tertanggal 18 Desember
antara Merpati dan Thirdstone, menyatakan bahwa “uang
jaminan” dibayarkan kepada Hume, “agen firma hukum
untuk” Thirdstone, dan akan dikembalikan dalam waktu
lima hari jika transaksi tidak dapat dibuat. bukti a pada
13;
• Pada tanggal 19 Desember, Messner (menyalin
Terdakwa) meyakinkan Merpati bahwa uang jaminan
akan “dipegang… sebagai simpanan dengan itikad baik
sampai selesainya kesepakatan atau jika kita tidak bisa
menyepakati syarat dan ketentuan ia akan dikembalikan
Hal. 39 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pada saat permintaan Anda”. Bukti pada 33; lihat juga id.
Pada 44.
• Pada tanggal 20 Desember, Merpati membuat Terdakwa
(Jon C Cooper) secara pribadi menadatangani perjanjian
satu halaman menentukan bahwa uang jaminan “yang
dipegang sesuai dengan dua perjanjian LOI” dengan
ketentuan bahwa dana tersebut dipegang oleh Hume.
Bukti V pada 1;
9 Bahwa dengan adanya Novum Pertama terbukti Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana telah melakukan cukup upaya untuk mengamankan dana
Security Deposit di mana semula Jon C Cooper mengusulkan agar dana Security
Deposit ditransfer langsung ke rekening Jon C Cooper, akan tetapi ditolak oleh
Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana. Malahan sebaliknya, Pemohon
Peninjauan Kembali/ Terpidana meminta agar Security Deposit menggunakan
mekanisme Letter of Credit/L/C;
10 Bahwa memperhatikan fakta-fakta yang terungkap dalam Novum Pertama
tersebut di atas memperlihatkan bahwa Putusan Majelis Kasasi a quo
mengandung kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam pemenuhan fakta-
fakta terkait unsur melawan hukum, karena ternyata pihak MNA in casu
Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sudah meminta pada TALG (Jon C
Cooper) agar pembayaran Security Deposit menggunakan mekanisme Letter of
Credit (L/C) namun ditolak oleh TALG (Jon C Cooper);
11 Bahwa sedangkan mengenai putusan Judex Juris a quo yang menyalahkan
Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana karena tidak menggunakan
“mekanisme Escrow Account”, sesuai faktanya, dana tunai Security Deposit
sebesar US$ 1.000.000 (satu juta dollar AS) sudah ditransfer Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana ke Escrow Account (rekening penampungan)
yaitu di rekening Hume & Associates PC yang mana kantor hukum Hume &
Associates PC berfungsi pula sebagai Escrow Agent;
12 Bahwa dengan Novum Pertama tersebut diketahui bahwa Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana sudah meminta memakai mekanisme Letter of Credit (L/C)
dan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sudah meletakan Security Deposit
di Escrow Account (Rekening Penampungan) yaitu di Rekening Hume &
Associates yang adalah Escrow Agent, dengan demikian perbuatan Pemohon
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Peninjauan Kembali/Terpidana tersebut sesungguhnya tidak memenuhi unsur
melawan hukum;
13 Bahwa dengan adanya Novum Pertama tersebut terlihat kekhilafan atau
kekeliruan yang nyata dari Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) dalam
memahami dan menilai fakta-fakta (feitelijk) yang nyata-nyata terjadi. Sehingga,
putusan Judex Juris a quo telah terbantahkan dengan adanya Novum Pertama
tersebut;
14 Bahwa dengan adanya Novum Pertama dan Novum Kedua terbukti tidak adanya
unsur “dengan sengaja” (mens-rea) dari Pemohon Peninjauan Kembali/
Terpidana melakukan perbuatan yang dinyatakan memenuhi unsur “melawan
hukum” dan “menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”
yang dalam perkara a quo menguntungkan TALG atau Hume & Associates. Hal
ini dikarenakan niat jahat (criminal) yang “dengan sengaja” itu justru datangnya
dari Jon C Cooper (pemilik TALG) dan Alan Messner (CEO TALG), yang
secara sistematis dan terencana telah mengelabui/menipu Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana dan jajaran MNA;
15 Bahwa dengan Novum Pertama dan Novum Kedua, maka secara jelas diketahui
bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sebagai Korban Kejahatan telah
mengajukan laporan pada Federal Bureau of Investigation (FBI) di AS atas
perbuatan Jon C Cooper dan Alan Mesnner yang menipu MNA dan
menggelapkan Security Deposit milik MNA. Fakta ini membuktikan bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana tidak memiliki benturan kepentingan
dengan TALG dalam transaksi sewa pesawat;
16 Bahwa laporan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana ini kemudian
ditindaklanjuti dan akhirnya Pengadilan Negeri AS Distrik Columbia
menjatuhkan putusan Jon C Cooper dan Alan Mesnner telah bersalah melakukan
tindak pidana penipuan/penggelapan dana Security Deposit milik MNA sebesar
US$ 1.000.000 (satu juta dollar AS), dan Keduanya dihukum secara tanggung
renteng harus mengembalikan uang tersebut kepada MNA;
17 Bahwa dengan demikian Jon C Cooper dan Alan Mesnner adalah para pelaku
(criminals) yang telah menipu dan menggelapkan dana Security Deposit milik
MNA, sementara Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana adalah korban
kejahatan dari Jon C Cooper dan Alan Mesnner di AS;
18 Bahwa apabila peristiwa hukum (feitelijk) a quo di kesampingkan dan Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana (korban kejahatan) tetap dinyatakan terbukti
Hal. 41 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
bersalah dijatuhi pidana, maka Putusan pemidanaan terhadap Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana akan menciderai hukum dan rasa keadilan
karena Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana yang adalah korban kejahatan
dinyatakan terbukti bersalah dan dihukum oleh Pengadilan di Indonesia,
sementara itu, Jon C Cooper dan Alan Messner yang adalah pelaku kejahatan
telah dihukum oleh Pengadilan Amerika dalam perkara yang sama;
19 Bahwa dengan adanya Novum Pertama dan Novum Kedua, maka Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana tidak terbukti melakukan perbuatan melawan
hukum. Dengan demikian sudah tepat dan benar Putusan Pengadilan Tipikor
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST.
tanggal 19 Februari 2013, sehingga demi hukum dan keadilan, sepatutnya
dikuatkan oleh Majelis Hakim Agung tingkat Peninjauan Kembali;
20 Bahwa dengan tidak terbuktinya Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana
melakukan perbuatan yang bersifat melawan hukum, maka terhadap Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana tidak dapat dipertanggung jawabkan secara
pidana sesuai dengan azas no liability without unlawfulness, oleh karenanya
Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana tidak dapat dipidana. Dan
berdasarkan azas fundamental yaitu tiada pidana tanpa adanya kesalahan (azas
culpabilitas), apalagi Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana yang dalam
permasalahan sewa-menyewa pesawat ini tidak terbukti memperoleh
keuntungan apapun. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta
Yurispudensi Mahkamah Agung RI Nomor 42 K/Kr/1966 tanggal 8 Januari
1966 atas nama Terdakwa Machroes Effendi;
Tidak terbuktinya unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi.
21 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sangat menolak terhadap
putusan Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) yang menyatakan:
Unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
Bahwa akibat perbuatan Terdakwa yang melawan hukum telah memperkaya
orang lain atau korporasi yaitu Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) atau
Hume & Associates PC dan telah mengakibatkan kerugian keuangan Negara
sebesar US$ 1.000.000 (satu juta dollar Amerika Serfikat). Vide Putusan
Kasasi halaman 59;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Penolakan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana disebabkan karena Judex
Juris a quo tidak memberikan cukup pertimbangan hukum yang menguraikan
fakta terpenuhinya unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
22 Bahwa dengan adanya Novum Pertama dan Novum Kedua terbukti tidak
terpenuhinya unsur “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi” yang dalam perkara a quo adalah TALG (Jon C Cooper dan Alan
Messner) atau Hume & Associates akibat dari perbuatan Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana dalam transaksinya dengan TALG. Oleh karena, sebagai
fakta akhirnya, TALG (Jon C Cooper pemilik TALG dan Alan Messner CEO
TALG) tidak menjadi bertambah kaya, malahan justru sebaliknya, karena Jon C
Cooper dan Alan Messner, selain telah dihukum pidana penjara, juga secara
tanggung renteng harus mengembalikan uang/dana sebesar US$ 1.000.000 (satu
juta dollar AS) milik MNA. Dengan demikian perbuatan Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana tidak memenuhi unsur memperkaya orang lain atau suatu
korporasi;
23 Bahwa seandainya pun Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) hanya
mengikuti dan membenarkan keberatan Kasasi Jaksa/Penuntut Umum terkait
uraian perbuatan yang memenuhi unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi tersebut, maka hal itu telah terbantahkan pula dengan
adanya Novum Pertama dan Novum Kedua. Oleh karena kesimpulan Penuntut
Umum yang diterima Majelis Hakim Kasasi menyatakan: “pengertian
menguntungkan diri sendiri tidak harus TALG bertambah kekayaannya bisa
juga terbukti bila TALG memperoleh fasilitas atau keuntungan lainnya dari
perbuatan Terdakwa, seperti antara lain perusahaan TALG bertambah
kredibilitasnya” (vide putusan Kasasi hlm. 36). Padahal, keuntungan
bertambahnya kredibilitas TALG tidak termasuk perbuatan yang didakwakan, di
samping itu dengan adanya Novum Pertama dan Novum Kedua yang
menghukum pidana penjara Jon C Cooper (pemilik TALG) dan Alan Messner
(CEO TALG) membuktikan bahwa tidak ada fasilitas yang diperoleh TALG,
apalagi kredibilitas, karena tidak mungkin kredibilitas TALG bertambah dengan
dipenjarakannya (hukuman pidana) Pemilik TALG dan CEO TALG. Dalam
dunia bisnis sewa pesawat, bahkan dalam dunia binis pada umumnya,
kredibiltas TALG telah runtuh, terpuruk, jatuh, dan tidak akan dipercaya lagi
akibat dipidananya pemilik TALG, Jon C Cooper dan CEO TALG, Alan
Hal. 43 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Messner, karena telah menipu Lessee/MNA dan menggelapkan dana Security
Deposit milik Lessee/MNA;
24 Bahwa, di samping itu, dalam uraian pertimbangan hukum atau uraian fakta-
fakta yang ada di Novum Pertama dan Novum Kedua, nyata-nyata bersesuaian
dengan rangkaian fakta pada persidangan Perdata di Pengadilan Amerika Serikat
yaitu Putusan Pengadilan Distrik Amerika Serikat untuk Distrik Columbia atas
Kasus Perdata No. 1: 07-cv-00717 antara PT. (Persero) MERPATI Nusantara
Airlines (Penggugat) vs TALG, Inc., Dkk. (para Tergugat) yang diputuskan
hakim Richard J. Leon pada 8 Juli 2007, di mana pada faktanya adanya aliran
uang Security Deposit MNA yang semula diletakkan pada rekening Escrow
Agent yaitu kantor hukum Hume & Associates PC kemudian tanpa
sepengetahuan dan tanpa persetujuan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana
telah dipindahkan ke rekening pribadi Jon C Cooper;
25 Bahwa, dengan demikian, Judex Juris a quo yang menyatakan Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana terbukti memperkaya TALG atau Hume &
Associates, sebagai ternyata, memperlihatkan adanya kekhilafan Hakim atau
kekeliruan nyata. Hal ini dikarenakan, sesuai fakta, Jon C Cooper mengaku telah
mencairkan/menggunakan dana Security Deposit milik MNA dengan cara illegal
atau secara melawan hukum sehingga dihukum pidana penjara dan dihukum
secara tanggung renteng (bersama Alan Messner) harus mengembalikan dana
Security Deposit US $ 1.000.000 (satu juta dollar Amerika Serikat) milik MNA;
26 Bahwa dengan demikian, perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali/Ter-
pidana tidak terbukti memenuhi unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, sehingga putusan Judex Juris a quo sebagai ternyata tidak
bersesuaian dengan fakta-fakta hukum yang terjadi, oleh karenanya demi
hukum, sepatutnya putusan Judex Juris a quo dibatalkan;
Tidak terbuktinya unsur kerugian Negara.
27 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana menyatakan menolak terhadap
putusan Judex Juris a quo yang menyatakan:
Unsur Dapat Merugikan Keuangan atau Perekonomian Negara.
Bahwa perbuatan Terdakwa yang melawan hukum telah mengakibatkan
kerugian keuangan Negara sebesar US$ 1.000.000 (satu juta dollar Amerika
Serikat) (vide putusan Kasasi halaman 59);
Penolakan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana adalah karena Judex Juris
a quo tidak memberikan cukup pertimbangan hukum yang menguraikan fakta
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
terpenuhinya unsur kerugian Negara US$ 1.000.000,00 (satu juta dollar
Amerika Serikat);
28 Bahwa dengan adanya Novum Pertama dan Novum Kedua telah membuktikan
tidak adanya “unsur kerugian Negara” akibat perbuatan Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana dalam transaksinya dengan TALG, oleh karena putusan
Hakim di Novum Pertama dan Novum Kedua amarnya memerintahkan Jon C
Cooper dan Alan Messner secara tanggung renteng membayar ganti rugi US$
1.000.000 (satu juta dollar AS) kepada MNA (lihat : terjemahan Putusan
Pengadilan Negeri Amerika Serikat Distrik Columbia terhadap Jon C Cooper
hal 19 dan 23 (Bukti PK 1), dan putusan berbahasa Inggris hal 5 dan 6 (Bukti
PK 2);
29 Bahwa dengan adanya Novum Pertama dan Novum Kedua yang amarnya
memerintahkan Jon C Cooper dan Alan Mesnner mengembalikan dana Security
Deposit US$ 1.000.000 (satu juta dollar AS) kepada MNA, merupakan bukti
nyata tidak adanya “unsur kerugian Negara”, karena uang/dana Security Deposit
tersebut terbukti masih ada dan Negara berhak mendapatkan kembali dana/uang
sebesar US$ 1.000.000 (satu juta dollar Amerika Serikat) tersebut;
30 Bahwa dengan adanya Novum Pertama dan Novum Kedua yang menghukum Jon
C Cooper dan Alan Messner mengembalikan dana Security Deposit US$
1.000.000 (satu juta US dollar) kepada MNA, pada akhirnya telah
ditindaklanjuti oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Pemegang
Saham PT. MNA) dengan surat Nomor. S-500/MBU/08/2014, tanggal 29
Agustus 2014, perihal: Security Deposit PT Merpati Nusantara Airline Di
Amerika Serikat (Lampiran PK-1) yang isinya meminta agar PT. MNA
menindaklanjuti upaya pengembalian dana Security Deposit tersebut. Dengan
demikian, sebagai fakta, dana Security Deposit PT. MNA sebesar US 1.000.000
(satu juta dollar Amerika Serikat) nyata-nyata ada dan masih dapat diambil oleh
Negara. Sehingga, dengan demikian terbukti perbuatan Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana tidak memenuhi unsur kerugian Negara;
2. Bahwa terdapat suatu kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata karena terdapat
adanya putusan Pengadilan yang bertentangan satu dengan yang lain vide Pasal 263
ayat (2) huruf B KUHAP;
Bahwa Pasal 263 ayat (2) huruf b KUHAP menyatakan: apabila dalam pelbagai
putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau
Hal. 45 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu,
ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
Bahwa Pasal 263 ayat (2) huruf b KUHAP mencakup unsur-unsur:
a Terdapat dua atau lebih putusan pengadilan;
b Di dalam masing-masing putusan tersebut terdapat pernyataan mengenai
sesuatu telah terbukti;
c Akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan
yang lain;
Bahwa unsur Pasal 263 ayat (2) huruf b KUHAP yang mengenai dua atau lebih
(pelbagai) putusan Pengadilan itu harus memenuhi syarat:
1 Antara pelbagai putusan itu harus terdapat
hubungan yang erat;
2 Dua atau lebih putusan tersebut harus sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
Bahwa pengertian dua atau lebih putusan Pengadilan tersebut tidak harus semuanya
putusan perkara pidana, tetapi boleh juga yang satu putusan perkara pidana,
sementara yang lain putusan perkara perdata atau perkara Tata Usaha Negara
(TUN), sepanjang putusan tersebut ada hubungan erat dengan putusan pidana yang
dimintakan pemeriksaan peninjauan kembali;
Bahwa hubungan erat tersebut harus berupa “suatu pernyataan mengenai sesuatu
hal” yang telah terbukti dan mempunyai kekuatan hukum tetap; akan tetapi hal atau
keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu,
ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
Bahwa syarat mengajukan permintaan peninjauan kembali dalam Pasal 263 ayat (2)
huruf b KUHAP berlatar belakang pada kepastian hukum (rechtszekerheid) yang
menjadi tujuan utama dalam penegakan hukum. Keadilan akan terangkum dengan
adanya suatu kepastian hukum. Dengan demikian, demi kepastian hukum, tidak
diperbolehkan adanya dua atau lebih putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap yang isinya saling bertentangan satu dengan lainnya;
Bahwa berdasarkan uraian di atas, sebagai ternyata diketahui bahwa Putusan
Mahkamah Agung No.417 K/Pid.Sus/2014 atas nama Terdakwa Hotasi D.P
Nababan bertentangan dengan:
1 Putusan United States District Court At District Court Of
Columbia (Putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat Untuk
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Distrik Columbia) Dalam Kasus Pidana Terhadap ALAN
MESSNER Nomor Kasus: 13 – CR-0223-1 (ABJ) Nomor USM:
32900-016. Keputusan sidang 21 Februari 2014 (Bukti PK-1
Terlampir), dan Putusan United States District Court At District
Court Of Columbia (Putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat
Untuk District Columbia) dalam kasus pidana (Kriminal)
Terhadap JON COOPER Nomor Kasus: 12-CR-211-1 (ABJ),
Nomor USM: 32221-016; Keputusan sidang 4 Maret 2014 (Bukti
PK 2 - Terlampir);
2 Putusan United States District Court At District Court Of
Columbia (Putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat Untuk
Distrik Columbia) Dalam Kasus Perdata No.1: 07-cv-00717
antara PT. (Persero) MERPATI Nusantara Airlines (Penggugat)
vs TALG, Inc., Dkk. (Para Tergugat);
3 Putusan Pengadilan Kepailitan Illinois Utara, Chicago,
Amerika Serikat Yang Menyidangkan Perkara Permohonan Pailit
Yang Diajukan ALAN MESSNER Tanggal 5 Mei 2009.
Dalil-dalil dari adanya pelbagai putusan pengadilan yang bertentangan satu dengan
lainnya adalah:
1 Bahwa ketiga putusan Pengadilan Amerika Serikat yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut nyata-nyata berhubungan erat dengan
permintaan peninjauan kembali terhadap putusan Judex Juris a quo yang
amar putusannya telah menghukum Pemohon Peninjauan Kembali/
Terpidana (Terdakwa Hotasi D.P Nababan) karena dinyatakan terbukti
melakukan tindak pidana Korupsi;
2 Bahwa hubungan erat dimaksud terlihat dari adanya Putusan Kasasi
yakni Putusan Mahkamah Agung No.417 K/Pid.Sus/2014 atas nama
Terdakwa Hotasi D.P Nababan yang menyatakan: “Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
perbuatan melawan hukum yang memperkaya TALG atau Hume &
Associate (milik Jon C Cooper) dan telah mengakibatkan kerugian
keuangan Negara sebesar US$ 1.000.000. (satu juta dollar Amerika
Serikat)”; Akan tetapi sesuai Novum Pertama diketahui bahwa Pengadilan
Amerika Serikat Distrik Columbia kasus pidana Nomor Kasus : 12-
CR-211-1 (ABJ), Nomor USM: 32221-016, Keputusan sidang 4 Maret 2014
Hal. 47 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
justru menghukum pidana penjara Jon C Cooper (Pemilik TALG) yang
mengaku bersalah melakukan perbuatan pidana penipuan/penggelapan
dana/uang Security Deposit milik MNA dan sesuai Novum Kedua diketahui
bahwa United States District Court At District Court Of Columbia dalam
kasus pidana Nomor Kasus 13 - CR - 0223-1 (ABJ) Nomor USM:
32900-016 menghukum pidana penjara Alan Mesner (CEO-TALG) yang
mengaku bersalah melakukan perbuatan pidana penggelapan dana/uang
Security Deposit milik MNA;
3 Bahwa dengan demikian, Putusan Mahkamah Agung No.417 K/Pid.
Sus/2014 atas nama Terdakwa Hotasi D.P Nababan terbukti saling
bertentangan dengan Putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat Distrik
Columbia dalam kasus pidana Jon C Cooper dan Alan Messner yang telah
berkekuatan hukum tetap;
4 Bahwa putusan pengadilan yang saling bertentangan juga terjadi antara
Putusan Mahkamah Agung No. 417 K/Pid.Sus/2014 atas nama Terdakwa
Hotasi D.P Nababan dengan Putusan United States District Court Of
District Court Of Columbia (Pengadilan Negeri Amerika Serikat untuk
Distrik Columbia) dalam Kasus Perdata No.1: 07-cv-00717 antara PT
(Persero) MERPATI Nusantara Airlines (Penggugat) vs TALG, Inc., Dkk.
(Para Tergugat), diputus oleh hakim Richard J. Leon dengan Amar Putusan
yang berbunyi:
“Diperintahkan dan diputuskan bahwa putusan diberikan yang memenangkan
Penggugat (Merpati Nusantara Airlines) atas para Tergugat Thirdstone Aircraft
Leasing Group, Inc. (TALG) dan Alan Messner, secara bersama-sama dan
sendiri-sendiri, yang menetapkan pembayaran uang sebesar $ 1,000,000.00
ditambah bunga setelah putusan dikeluarkan pada suku bunga yang ditetapkan
oleh undang-undang sampai putusan dipenuhi”;
5 Bahwa salah satu pertimbangan putusan Hakim Richard J. Leon
menyatakan: “Pesawat terbang tidak dikirim dan uang jaminan tidak
dikembalikan. Pada atau sekitar 27 Desember 2006, atas permintaan dari
tergugat Messner, uang Security Deposit US$1,000,000 telah ditransfer oleh
Hume & Associates kepada Alan Messner. Namun, Alan Messner belum
mengembalikan dana kepada MERPATI sesuai ketentuan dalam perjanjian
sewa”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
6 Bahwa dengan demikian Merpati Nusantara Airlines Cq. Penggugat Cq.
Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana dinyatakan menang dalam
gugatan perkara perdata melawan TALG (Alan Messner) di Pengadilan
Amerika Serikat Distrik Columbia;
7 Bahwa Pengadilan Distrik Columbia di Washington DC, AS, dalam
perkara cidera janji atau wanprestasi TALG dan Alan Messner, pada 20
April 2007 telah memutus dengan Amar Putusan yang berbunyi
menghukum TALG dan Alan Messner harus mengembalikan uang Security
Deposit US$ 1.000.000. beserta bunga milik Merpati (MNA);
8 Bahwa Pengadilan Kepailitan Illinois Utara, Divisi Timur, di Chicago,
AS, yang memeriksa perkara pailit yang diajukan Alan Messner, pada 30
April 2010 telah menjatuhkan putusan yang menyatakan Alan Messner
jatuh pailit;
9 Bahwa dalam perkara kepailitan ini, Wali Amanat Amerika Serikat
Gregg Szilagyi selaku Penggugat, mengajukan Gugatan Penolakan
Terhadap Pembebasan Para Debitur, yang diajukan terhadap Alan Messner.
Gugatan ini dikabulkan oleh Pengadilan Kepailitan Illinois pada tanggal 5
Mei 2009, yang pada intinya Pengadilan menolak Messner dibebaskan dari
klaim hutang yang diprmasalahkan pihak-pihak tertentu, salah satunya
klaim sebesar US$1,000,000.00 yang diajukan MNA berdasarkan Putusan
Pengadilan Distrik Columbia, Washington DC terdahulu;
10 Bahwa selanjutnya dalam Laporan Akhir Wali Amanat, Pengadilan
Kepailitan Illinois Utara, AS, tanggal 30 April 2010 sekali lagi dengan tegas
mengabulkan klaim/tuntutan MNA sebesar US$ 1,000,000 (satu juta dollar
Amerika Serikat). Sehingga, meskipun Alan Messner dinyatakan pailit,
namun Alan Messner tetap harus melunasi hutangnya dengan cara
mengembalikan US$ 1,000,000 kepada MNA. Pembayaran pertama yang
diusulkan Wali Amanat Amerika Serikat saat itu adalah sebesar US$
6.836,73 (enam ribu dollar delapan ratus tiga puluh enam dollar tujuh puluh
tiga sen) Pembayaran inilah yang kemudian dibayarkan Alan Messner pada
MNA melalui kuasa hukum MNA di Amerika Serikat, Daniel J. Nickel.
Setelah dipotong biaya jasa hukum (Lawyer Fee) MNA memperoleh
pengembalian uang Security Deposit sebesar US$ 4,793.63 pada tanggal 28
Juli 2010;
Hal. 49 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
11 Bahwa meskipun jumlahnya tidak terlalu siginfikan, tetapi pengembalian
Alan Messner merupakan bukti nyata bahwa pihak MNA dan Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana tidak melakukan kesalahan dalam perkara
sewa pesawat dengan TALG. Tetapi justru fakta yang nyata-nyata terjadi
adalah MNA/Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana telah menjadi
korban penipuan/kejahatan Jon Cooper dan Alan Messner;
12 Bahwa dengan demikian telah terjadi pertentangan putusan antara Putusan
Mahkamah Agung No.417 K/ Pid.Sus/2014 atas nama Terdakwa Hotasi D.P
Nababan yang dinyatakan telah bersalah melakukan tindak pidana Korupsi,
dengan Putusan Pengadilan Distrik Amerika Serikat untuk Distrik Columbia
atas Kasus Perdata No. 1: 07-cv-00717 antara PT (Persero) MERPATI
Nusantara Airlines (Peng-gugat) vs TALG, Inc., Dkk. (Para Tergugat)
terkait sewa menyewa pesawat dengan TALG yang justru memenangkan
gugatan PT MNA. Kedua putusan Pengadilan tersebut nyata-nyata
kontradiktif atau saling bertentangan satu dengan lainnya;
3. Bahwa terdapat adanya suatu kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata vide
Pasal 263 ayat (2) huruf c KUHAP;
1 Bahwa pengertian kekhilafan yang nyata dalam praktik hukum
dimaksudkan dalam Pasal 263 ayat (2) huruf c KUHAP adalah sebagai salah
satu cacat dalam pertimbangan hukum atau perbuatan. Atau, dengan kata lain,
tidak sempurnanya suatu pertimbangan putusan (incomplete judgment). Atau
juga diartikan bahwa putusan yang diambil menyimpang dari ketentuan yang
semestinya (any deviation). Bahkan, pertimbangan yang ringkas yang tidak
cermat dan menyeluruh, dikualifikasikan sebagai putusan yang mengandung
kekhilafan. Dengan demikian, yang dimaksud kekhilafan adalah pelanggaran
atas implementasi hukum yang semestinya harus dipertimbangkan dalam
memberikan suatu putusan;
2 Bahwa Judex Juris a quo telah memperlihatkan adanya suatu kekhilafan
Hakim atau kekeliruan yang nyata karena menerima permohonan pemeriksaan
kasasi Jaksa/Penuntut Umum, padahal sesuai ketentuan Pasal 244 KUHAP telah
ditentukan: ”terhadap putusan suatu perkara pidana yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh Pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, Terdakwa atau
Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan kasasi, kecuali terhadap putusan
bebas”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3 Bahwa putusan perkara pidana Nomor 36/PID.B/TPK/2012/PN.JKT.
PST. dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tanggal 19 Februari 2013. Selanjut-nya, pada 4 Maret 2013, Jaksa/
Penuntut Umum menyatakan kasasi dengan Akta Permohonan Kasasi No.11/
Akta-Pid.Sus/TPK/2013/PN. Jkt.Pst. dan menyerahkan Memori Kasasi pada 15
Maret 2013. Sementara itu, Mahkamah Konstitusi baru pada tanggal 28 Maret
2013 menjatuhkan Putusan Nomor 114/PUU-X/2012 yang menyatakan frasa
“kecuali terhadap putusan bebas” pada Pasal 244 KUHAP dinyatakan tidak
berkekuatan hukum mengikat;
4 Bahwa Putusan Mahkamah Kosnstitusi Nomor 114/PUU-X/2013
tertanggal 28 Maret 2013 itu telah dipergunakan sebagai dasar hukum oleh
Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) untuk menerima permohonan
pemeriksaan kasasi Jaksa/Penuntut Umum tertanggal 4 Maret 2013, padahal
permohonan kasasi Jaksa/Penuntut Umum diajukan sebelum Mahkamah
Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor. 114/PUU-X/2013 tersebut;
5 Bahwa di samping itu, yang dimaksud dengan kekhilafan atau kekeliruan
yang nyata dari Majelis Hakim Kasasi memutus adalah antara pertimbangan dan
amar putusan menyimpang atau tidak memenuhi perintah Pasal 197 ayat (1)
huruf d dan h KUHAP :
• Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP mensyaratkan: Surat
Putusan pemidanaan memuat: pertimbangan yang disusun
secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-alat
pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang
menjadi dasar penentuan kesalahan Terdakwa;
• Pasal 197 ayat (1) huruf h KUHAP menegaskan: Suatu
putusan pemidanaan memuat: pernyataan kesalahan
Terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam
rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan
pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
6 Bahwa putusan Judex Juris a quo telah memperlihatkan adanya suatu
kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata karena menyatakan bahwa putusan
Judex Facti a quo adalah bukan bebas murni dikarenakan adanya dissenting
opinion. Padahal, menurut hukum, yang dimaksud putusan “bebas tidak murni”
adalah “apabila Penuntut Umum dapat/ berhasil membuktikan bahwa suatu
Putusan Pengadilan Negeri adalah bebas tidak murni yang amar putusannya
Hal. 51 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
merupakan pelepasan dari tuntutan hukum (ontslaag van alle rechtvervolging/
verkapte vrijspraak) (Vide Yurisprudensi Mahakamah Agung RI Nomor
Register 1213 K/ PID/1994 tanggal 25 Januari 1996), dan bukannya karena ada
dissenting opinion Hakim;
7 Bahwa alasan Majelis Hakim Kasasi menerima permohonan Kasasi
Jaksa/Penuntut Umum sebab putusan a quo adalah ontslaag van alle
rechtvervolging/verkapte vrijspraak bukan pembebasan murni. Kesimpulan ini
diambil berdasarkan 2 (dua) alasan:
Pertama: Putusan Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak
dicapai mufakat bulat, ada pendapat dissenting opinion. Pendapat
ini adalah keliru, yang harus dipertim-bangkan itu adalah
putusannya, bukan proses menjatuhkan putusan;
Kedua: Putusan Mahkamah Konstitusi No.114/PUU-X/2013 tertanggal
28 Maret 2013. Kesimpulan ini juga keliru. Akta Permohonan
Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum tercatat tanggal 4 Maret 2013,
sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terbit;
8 Bahwa selain itu, putusan Judex Juris a quo memperlihatkan adanya
kekhilafan Hakim atau kekeliruan nyata karena dalam pertimbangannya hanya
menerima dakwaan dan alat-alat bukti Jaksa/Penuntut Umum saja. Tidak
memuat fakta hukum, alat bukti, serta keterangan Ahli dari Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana/Penasihat Hukumnya di persidangan Pengadilan Tipikor
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan tidak dipertimbangkannya
seluruh fakta dan alat bukti yang terungkap dipersidangan, maka Judex Juris a
quo telah melanggar prinsip-prinsip keadilan bagi Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana (vide Putusan MA RI Nomor Register: 38 PK/PID/2003
tanggal 6 Juni 2005);
9 Bahwa putusan Judex Juris a quo telah memperlihatkan adanya suatu
kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata karena memeriksa/ mengadili
fakta-fakta hukum yang tidak merupakan jurisdiksinya. Hal ini dapat diketahui
dari pertimbangan Judex Juris di halaman 56 Nomor 2 yaitu: ”Bahwa sesuai
fakta-fakta hukum dan alat-alat bukti yang sah Terdakwa Hotasi D.P Nababan
selaku Direktur Utama PT Merpati Nusantara (Persero) telah melakukan
perbuatan melawan hukum secara bersama-sama dengan Tony Sudjiarto sebagai
General Manager Aircraft Procurement Division PT. Merpati Nusantara
Airlines…dst…dst…dst”. Juga pertimbangan Judex Juris halaman 57 yang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menyatakan: ”…dst…dst… dan Mahkamah Agung mengadili sendiri sebagai
berikut: Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum dan alat-alat bukti yang sah…
dst…dst…dst”;
Padahal, jurisdiksi Majelis Hakim Kasasi dalam pemeriksaan kasasi adalah
hanya memeriksa/menguji permasalahan penerapan hukum saja. Judex Juris
tidak memeriksa/menguji fakta hukum dan bukti sebagaimana Judex Facti. Hal
ini sejalan dengan Yurispudensi Mahkamah Agung RI yang terdapat dalam (i)
Putusan Mahkamah Agung RI No.107 K/Kr/1977, (ii) Putusan Mahkamah
Agung RI No.242 K/Kr/1979, (iii) Putusan Mahkamah Agung RI No.553 K/
Kr/1982, yang menyatakan bahwa Kasasi dengan keberatan mengenai
penilaian atas pembuktian tidak dapat diterima karena merupakan kewenangan
Judex Facti;
10 Bahwa Judex Juris a quo dalam putusan kasasi a quo menyatakan Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana “Terdakwa terbukti telah melakukan perbuatan
melawa hukum secara bersama-sama.. dst” (Putusan Kasasi halaman 56). Di
mana menurut Majelis Kasasi a quo kesimpulan ini diambil dari fakta-fakta
hukum dan alat-alat bukti yang sah;
Kesimpulan ini adalah keliru dan bertentangan dengan hukum acara, sebab
sepanjang yang dapat dibaca dari pertimbangan-pertimbangan sebelumnya
tidak pernah dipertimbangkan alat-alat bukti dalam perkara ini, sehingga tidak
jelas fakta-faklta hukum dan alat-alat bukti yang sah yang mana yang
dimaksud Majelis Kasasi tersebut;
Mungkin yang dimaksud oleh Majelis Kasasi dengan kata-kata/kalimat
berdasarkan pertimbangan di atas adalah fakta-fakta hukum yang dikemukakan
oleh Jaksa/Penuntut Umum dalam Memori Kasasinya. Nampaknya Majelis
Kasasi Mahkamah Agung mengambil alih Memori Kasasi ini menjadi
pertimbangan sendiri dalam memutus perkara ini. Hal seperti ini tidak
dibenarkan hukum acara, sebab hakim tidak dapat mengambil alih memori dan
kontra memori para pihak dalam putusan-nya, kecuali, Pengadilan Tingkat
Banding mengambil alih pertim-bangan-pertimbangan dan kesimpulan
Pengadilan Negeri yang dianggap tidak benar/tepat. Bila dugaan kami ini
benar, maka putusan kasasi tersebut adalah bertentangan dengan hukum acara;
11 Bahwa tanpa pertimbangan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana,
dinyatakan lebih dahulu melakukan perbuatan melawan hukum, baru kemudian
dipertimbangkan unsur-unsur dakwaan Jaksa/Penuntut Umum (Putusan Kasasi
Hal. 53 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
a quo halaman 56 Nomor 2 dan halaman 57 Nomor 3) keadaan ini adalah
terbalik, sebab menurut hukum acara, dipertimbangkan dulu bukti-bukti dan
disimpulkan fakta-fakta hukum, barulah Terdakwa dinyatakan bersalah atau
tidak;
12 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sangat menolak Putusan
Mahkamah Agung No.417 K/Pid.Sus/2014 tertanggal 7 Mei 2014 atas nama
Terdakwa Hotasi D.P Nababan yang menyatakan:
Unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
Bahwa akibat perbuatan Terdakwa yang melawan hukum telah memperkaya
orang lain atau korporasi yaitu Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG)
atau Hume & Associates PC dan telah mengakibatkan kerugian keuangan
Negara sebesar US$ 1.000.000 (satu juta dollar Amerika Serfikat) vide Putusan
Kasasi halaman 59;
Penolakan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana adalah karena putusan
Judex Juris a quo tidak disertai dengan pertimbangan yang menguraikan fakta
hukum terpenuhinya unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
13 Bahwa sesuai aturan serta ajaran hukum, putusan Pengadilan itu harus memuat
seluruh pertimbangan hukum dan amar yang ditarik berdasarkan pertimbangan
hukumnya. Antara pertimbangan hukum dengan amar putusan terdapat
hubungan erat, dan amar putusan tidak boleh menyimpang dari pertimbangan
hukumnya. Atau dengan kata lain, isi amar harus mempunyai dasar dalam
pertimbangan hukum putusan;
14 Bahwa melihat dan mencermati putusan Judex Juris a quo yang menyatakan
perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana telah memenuhi unsur
“Memperkaya Orang Lain atau Suatu Korporasi” ternyata tanpa didukung alasan
serta pertimbangan hukum yang jelas dan pasti dengan menguraikan fakta-
faktanya. Sehingga, dengan demikian, apabila pertimbangan hukumnya tidak
mendukung amar yang ditarik dalam putusan, terlebih lagi amar putusan itu
tanpa pertimbangan hukum, maka sebagai hukum, putusan Pengadilan tersebut
telah memperlihatkan adanya suatu kehilafan hakim atau kekeliruan yang nyata;
15 Bahwa dengan tidak adanya pertimbangan hukum dalam menjatuhkan putusan
terpenuhinya unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
lain atau suatu korporasi tersebut (Vide Putusan Kasasi halaman 59), maka
Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) telah melakukan suatu kekhilafan
atau kekeliruan yang nyata, karena putusan tersebut dibuat dengan pertimbangan
yang tidak sempurna (onvoldoende gemotiverd), dan terdapat kekeliruan yang
nyata dalam Amar putusannya yang sangat merugikan Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana; di tambah lagi, tidak dipenuhinya ketentuan hukum dalam
Pasal 197 ayat (1) huruf d dan huruf h KUHAP sehingga menyebabkan
putusan Judex Juris a quo sebagai ternyata menjadi batal demi hukum (Van
Recht Wegenietig);
16 Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana juga sangat menolak Putusan
Judex Juris a quo yang menyatakan:
Unsur dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara.
Bahwa perbuatan Terdakwa yang melawan hukum telah mengakibatkan
kerugian keuangan Negara sebesar US$ 1.000.000 (sa
tu juta dollar Amerika Serikat), (vide putusan Kasasi halaman 59);
Penolakan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana adalah karena Putusan
Judex Juris a quo tidak disertai dengan pertimbangan hukum yang
menguraikan fakta fakta yang memenuhi unsur mengakibatkan kerugian
keuangan Negara sebesar US$ 1.000.000,00 (satu juta dollar Amerika
Serikat);
17 Bahwa amar putusan Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) tersebut
ternyata tidak didukung pertimbangan hukum yang jelas dan pasti. Padahal,
setiap putusan Hakim itu harus didasari dengan pertimbangan hukum. Dengan
tidak adanya pertimbangan hukum yang menguraikan terpenuhinya unsur “dapat
merugikan keuangan dan perekonomian Negara (Putusan Kasasi halaman 59),
maka Judex Juris a quo nyata-nyata telah memperlihatkan adanya kekhilafan
hakim atau kekeliruan. Ditambah lagi telah menyimpang dan tidak dipenuhinya
perintah dalam Pasal 197 ayat (1) huruf d dan huruf h KUHAP, sehingga
sepatutnya mengakibatkan putusan Judex Juris a quo menjadi batal demi
hukum;
18 Bahwa Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) juga telah memper-lihatkan
adanya suatu kekhilafan atau kekeliruan yang nyata, di mana Judex Juris
perkara a quo menjatuhkan putusan di luar kewenangan atau melampaui
kewenangannya. Hal ini terlihat jelas dalam pertim-bangan hukum pada Putusan
Kasasi halaman 57 yang menyatakan bahwa perbuatan Pemohon Peninjauan
Hal. 55 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Kembali/Terpidana sesuai Dakwaan Primair Jaksa/Penuntut Umum, yaitu Pasal
2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang No.20 Tahun
2001 tentang Tipikor, dan di halaman 60 yang menyatakan: ”Menimbang,
bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah
Agung berpendapat Terdakwa tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut
Umum dalam Dakwaan Primair, oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut
haruslah dijatuhi hukuman setimpal dengan perbuatannya”. Padahal dalam Surat
Tuntutan Nomor No. Reg. Perkara: PDS-33/JKT-PST/2012 tanggal 7 Januari
2013, Jaksa/Penuntut Umum dalam Surat Tuntutannya menyatakan perbuatan
Terdakwa Hotasi D.P Nababan tidak terbukti memenuhi unsur Pasal 2 Undang-
Udang No. 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang
Tipikor. Atau, dengan kata lain, Jaksa/Penuntut Umum dalam Tuntutannya:
“Menyatakan Terdakwa Hotasi Nababan tidak terbukti melakukan tindak pidana
Korupsi sebagaimana dalam dakwaan Primair”, di mana dakwaan Primair Jaksa/
Penuntut Umum adalah Pasal 2 Unadng-Undang No.31 Tahun 1999 juncto
Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Tipikor;
19 Bahwa, dengan demikian Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) selain
memutus sesuatu yang tidak terbukti di persidangan, juga telah memutus sesuatu
hal yang tidak diminta atau dituntut Jaksa/Penuntut Umum, di mana Jaksa/
Penuntut Umum menyatakan perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali/
Terpidana tidak terbukti memenuhi unsur Pasal 2 Undang-Undang No.31 Tahun
1999 juncto Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Tipikor melainkan
memenuhi unsur Pasal 3 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 juncto Undang-
Undang No.20 Tahun 2001 tentang Tipikor. Sedangkan Majelis Hakim Kasasi
justru menghukum Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana karena melanggar
Pasal 2 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang No.20
Tahun 2001 tentang Tipikor yang tidak dituntut oleh Jaksa/Penuntut Umum;
20 Bahwa Kesimpulan Majelis Kasasi dalam putusan a quo yang diambil tidak
sesuai dengan putusan yang dijatuhkan. Nampaknya Majelis Kasasi menerima
seutuhnya alasan-alasan yang dikemukakan Jaksa Penuntut Umum dalam
memori kasasi, selain yang diputus berlainan, seharusnya Majelis Kasasi
sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum, yang terbukti dakwaan Subsidair,
tetapi Majelis Kasasi berpendapat yang terbukti dakwaan Primair, pertimbangan
ini tidak sesuai (pemikiran) dengan Jaksa/Penuntut Umum;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
21 Bahwa Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) memperlihatkan adanya suatu
kekhilafan atau kekeliruan yang nyata karena melakukan kesesatan fakta
(feitelijke dwaling) maupun kesesatan hukum (dwaling omtrent het recht) karena
di dalam pertimbangan hukum Judex Juris a quo hanya memuat surat dakwaan
Jaksa/Penuntut Umum dengan mengesampingkan atau tidak memuat fakta-fakta
yang telah diungkap Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana dan Pembelaan
Penasihat Hukum Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana. Selain itu pula tidak
mengungkap seluruh fakta persidangan, sehingga Judex Juris a quo melanggar
ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP beserta Penjelasannya. Padahal,
pertimbangan suatu putusan harus memuat secara ringkas mengenai fakta dan
keadaan. Yang dimaksud dengan “fakta dan keadaan di sini” ialah segala apa
yang ada dan apa yang dikemukakan di sidang oleh pihak dalam proses, antara
lain penuntut umum, saksi, ahli, Terdakwa, Penasihat Hukum dan saksi korban
(vide Penjelasan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP);
22 Bahwa Majelis Hakim Kasasi memperlihatkan adanya suatu kekhilafan
atau kekeliruan yang nyata karena melakukan kesesatan fakta (feitelijke
dwaling) maupun kesesatan dalam hal hukumnya (dwaling omtrent het recht),
oleh karena dalam pertimbangannya Putusan Kasasi Halaman 58 menyatakan
menerima pendapat Jaksa/Penuntut Umum dalam Memori Kasasinya yang
menyatakan bahwa: “…..Lebih dari itu, Security Deposit yang dibayarkan akan
digunakan sebagai pembayaran uang muka pembelian pesawat Boeing 737-500
oleh TALG kepada Eastdover padahal berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan Nomor Kep.116/kmk.01/1991, Security Deposit adalah jumlah yang
diterima Lesse dari Leassy pada permulaan masa lease sebagai jaminan untuk
kelancaran pembayaran Lessse… dst..dst…”. Pertimbangan Judex Juris a quo
nyata-nyata keliru serta menyesatkan sebab KMK Nomor 116/kmk.01/1991 itu
tidak pernah diterbitkan atau tidak pernah ada. Padahal, KMK No.116/
kmk.01/1991 tersebut dipergunakan Jaksa/Penuntut Umum sebagai salah satu
peraturan “acuan” untuk menyatakan perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali/
Terpidana, Hotasi D.P Nababan telah “melanggar hukum” yaitu melanggar
KMK yang nyata-nyata tidak pernah diterbitkan oleh Menteri Keuangan;
23 Bahwa apabila KMK No.116/KMK.01/1991 yang tidak pernah diterbit-kan atau
tidak pernah ada itu dianggap kesalahan tulis (kesalahan ketik) dari yang
dimaksud sesungguhnya adalah KMK No.1169/KMK. 01/1991 tentang kegiatan
Sewa Guna Usaha (Leasing), maka Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo)
Hal. 57 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pun telah secara jelas memper-lihatkan adanya suatu kekhilafan atau kekeliruan
yang nyata karena telah menjatuhkan Putusan yang mengakibatkan suatu
peraturan yang sudah jelas dan tuntas menjadi berubah, atau peraturan yang
sudah limitatif menjadi bertambah. Hal ini dikarenakan KMK No.1169/KMK.
01/1991 adalah Keputusan Menteri Keuangan terbit pada tahun 1991 yang
mengatur tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), dan tidak mengatur
secara khusus tentang tata cara peletakan Security Deposit. Sedangkan dalam
KMK No.1169/KMK.01/ 1991 tersebut yang dimaksud “Lessor” adalah
Lembaga Pembiayaan; Sementara dalam perkara a quo TALG bukanlah
Lembaga Pembiayaan. Dengan demikian, tidak terbukti ada relevansinya
definisi Security Deposit dimaksud dalam perkara a quo dengan definisi
Security Deposit sebagaimana dimaksud-kan dalam KMK tersebut;
24 Bahwa selain itu, Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) telah
memperlihatkan adanya kekhilafan atau kekeliruan yang nyata karena
menafsirkan suatu peraturan yang nyata-nyata melanggar kehendak dan maksud
pembentuk peraturan tersebut yakni tentang Surat Keputusan Menteri Keuangan
Nomor Kep.1169/KMK.01/1991 di mana pada saat KMK No.1169/
KMK.01/1991 diterbitkan atau diberlakukan, yang menjadi Pemegang Saham
pada Perseroan Terbatas Badan-Badan Usaha Milik Negara adalah Menteri
Keuangan RI, sehingga peraturan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) tersebut
dapat diberlakukan. Akan tetapi, setelah tahun 2003, atau setelah terbit Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pemegang Saham pada
Perseroan Terbatas milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN), bukan lagi Menteri
Keuangan, sehingga Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991
tidak dapat diterapkan atau diber-lakukan terhadap Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana sebagai Direktur Utama PT MNA (BUMN), yang berada di
bawah dan bertanggung jawab pada Meneg BUMN. Dengan kata lain, tidak ada
relevansinya antara KMK No.1169/KMK.01/1991 tersebut dengan peristiwa
hukum peletakan Security Deposit oleh Pemohon Peninjauan Kembali/
Terpidana dalam perkara a quo;
25 Bahwa lagi pula, apabila Majelis Hakim Kasasi memperhatikan dengan seksama
mengenai obyek yang dikenai norma hukum (adressaat) dari Keputusan Menteri
Keuangan No.1169/KMK.01/1991, maka jelas dan nyata bahwa keberadaan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ketentuan tersebut ditujukan untuk perpajakan kegiatan sewa guna usaha.
Konsiderans dan Pasal 24 ketentuan tegas menyatakan :
“bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan kepastian hukum terutama
mengenai perlakuan perpajakan kegiatan sewa-guna-usaha, dipandang perlu
mengatur kembali ketentuan tentang kegiatan sewa guna usaha dalam suatu
Keputusan Menteri Keuangan”;
“Pelanggaran terhadap ketentuan Keputusan ini, dapat dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/ 1988 jo Nomor 1256/
KMK.00/1989”;
26 Padahal Majelis Hakim Kasasi perkara a quo tidak memeriksa/ mengadili
perkara pidana perpajakan ataupun yang terkait dengan perundang-undangan
perpajakan sehingga menegaskan bahwa Keputusan Menteri Keuangan
No.1169/KMK.01/1991 tidak ada relevansi serta urgensinya dengan dugaan
perbuataan pidana Korupsi oleh Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana;
27 Bahwa Majelis Kasasi berpendapat Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana
terbukti melawan hukum. Kesimpulan-kesimpulan ini diambil seutuhnya dari
alasan-alasan Memori Kasasi Jaksa/Penuntut Umum. Sangat disesalkan Majelis
Kasasi, tidak mempertimbangkan/menyam-pingkan sama sekali alat-alat bukti
(saksi-saksi dan surat-surat) dalam perkara ini sehingga sangat merugikan
Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana. Dalam perkara ini tidak didengar
keterangan 15 (lima belas) orang saksi ditambah 2 (dua) orang saksi ahli yang
diajukan Jaksa/ Penuntut Umum, 2 (dua) orang saksi a decharge dan 5 (lima)
orang ahli;
Dari keterangan saksi-saksi tersebut tidak ada yang memberatkan Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana diantaranya mereka mene-rangkan hal-hal
sebagai berikut:
• Bahwa rencana pengadaan dua unit pesawat B 727 Seri 500 dan
400 itu adalah putusan seluruh Direksi;
• Bahwa pembayaran Security Deposit dilakukan setelah penanda-
tanganan LASOT antara PT. MNA dengan TALG, yang berisi
ketentuan refundable (dapat dikembalikan) dengan tandatangan
seluruh Direksi dalam Circular Direksi;
Hal. 59 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• PT. MNA sudah biasa melakukan pembayaran Security Deposit
secara kas, karena reputasi keuangannya yang rendah/buruk;
Dalam perkara in telah didengar juga keterangan saksi Prof. DR. Sofyan
Djallil, SH, L.LM (ketika itu Menteri BUMN) dan saksi DR. Ir. Muhammad
Said Didu (ketika itu sekretaris BUMN). Saksi-saksi tersebut menyatakan
sebagai berikut:
• Fungsi RKAP adalah guideline perusahaan dalam satu tahun ke
depan, karena RKAP hanyalah guideline (petunjuk) dan tidak
perlu terperinci dan kaku, karena harus memperhatikan kondisi
pasar. Direksi dapat melaksanakan program yang berbeda dengan
yang ada di RKAP sepanjang bertujuan memberi hasil yang lebih
baik dari yang ada di RKAP;
• Permasalahan yang terjadi di PT. MNA adalah murni resiko
bisnis. Yang penting, putusan itu dibuat memenuhi prinsip Good
Corporate Governance (GCG) dengan memperhatikan:
transparansi, itikad baik, akuntabilitas, responsibilitas dan tidak
ada konflik internal;
• Apa yang diputus Direksi PT. MNA dalam rencana menyewa 2
(dua) pesawat sudah benar karena tipe kedua pesawat lebih baik,
dan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG;
• Karena apa yang diputus/dibuat oleh Direksi PT. MNA tersebut
sudah benar, maka saksi-saksi yang pada waktu itu selaku atasan
Direksi PT MNA tidak menegor dan menghukum direksi PT.
MNA;
Apabila keterangan saksi-saksi tersebut dihubungkan dengan Novum (Per-
tama dan Kedua) yang diuraikan dalam alasan-alasan hukum pertama (alasan
Peninjauan Kembali), maka dapatlah disimpulkan bahwa Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana tidak terbukti melaku-kan perbuatan melawan hukum, dan
oleh karena itu Putusan Kasasi No.417 K/Pid.Sus/2014 tidak dapat
dipertahankan lagi dan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana harus
dibebaskan dari semua dakwaan (vrijspraak);
28 Bahwa Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) telah memperlihatkan adanya
suatu kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam menentukan unsur melawan
hukum, di mana dalam pertimbangannya Putusan Kasasi halaman 58 hanya
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menerima pendapat Jaksa/Penuntu Umum, dengan menyatakan: “Terdakwa
selaku Direktur Utama PT. Merpati tidak melaporkan atau tidak mengajukan
perubahan atau tidak mengajukan persetujuan kembali kepada RUPS atas RKAP
”secara yuridis” merupakan perbuatan melanggar hukum karena melanggar
Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang
BUMN”. Kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata ini karena tidak
berkesesuaian dengan fakta persidangan yang diperoleh dari Keterangan Ahli
Prof. DR Sofyan Djalil (mantan Menneg BUMN) dan DR. Ir. Muhammad Said
Didu (mantan Sekretaris Menteri Negara BUMN), Ahli Pidana Prof. Edward
Omar Sharief Hiariej, dan saksi fakta Gunawan Koswara, yang menjelaskan:
• Karena penyewaan pesawat adalah kegiatan teknis
operasional Direktur Utama PT. MNA maka tidak
memerlukan persetujuan RUPS untuk sewa pesawat;
• Pemegang Saham PT. MNA juga diberitahukan oleh
Terdakwa/ Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana
mengenai kondisi keuangan yang dalam keadaan kritis dan
fakta ”belum kembalinya Security Deposit”;
• Saksi fakta Gunawan Koswara menyatakan bahwa Komisaris
PT. MNA juga mengetahui adanya kegiatan penyewaan
pesawat oleh Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana
tersebut;
• Ahli Pidana Prof Edward Omar Sharief Hiariej menyatakan
bahwa:
• Yang dapat dikenakan/dijatuhi dengan sanksi pidana
adalah hanya pelanggaran-pelanggaran terhadap Undang-
Undang Pidana serta Peraturan Daerah;
• Pelanggaran Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN tidak dapat
dikenakan/dijatuhi dengan sanksi pidana karena di dalam
Undang-Undang BUMN tersebut tidak tercantum
ketentuan pidana;
• Pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun
2000 eentang Pengadaan Barang dan Jasa (yang selama
ini digunakan sebagai dasar oleh KPK untuk menyatakan
Hal. 61 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana Korupsi
karena memenuhi “persyaratan formil” yaitu telah
melanggar suatu aturan perun-dangan-perundangan
(formil) pun tidak dapat dipergunakan sebagai dasar
untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada
seseorang yang melanggarnya;
• Yang dapat dipidana dengan Undang-Undang Tipikor
adalah seseorang yang memenuhi rumusan unsur pidana
dalam undang-undang yang secara tegas menyatakan
bahwa pelanggaran terhadap Undang-Undang tersebut
merupakan Tindak Pidana Korupsi (perbuatan melawan
hukum secara formil);
29 Bahwa, dengan demikian berdasarkan fakta-fakta dan alat bukti yang terungkap
di persidangan, baik di Pengadilan Indonesia maupun Pengadilan Negeri
Amerika Serikat Distrik Columbia tersebut, maka dapatlah disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
• Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana selaku Direktur
Utama PT. MNA menyewa 2 pesawat Boeing 737 type Family
tersebut dilakukan dengan itikad baik dan transparan di mana
keputusan ini disetujui Direksi PT. MNA melalui Circular Board
dan tidak adanya conflict of interest dalam keputusan ini;
• Dalam hal terjadinya kegagalan rencana sewa pesawat tersebut,
Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana selaku Direktur Utama PT.
MNA mengajukan gugatan perdata dan memberi kuasa khusus pada
Kejaksaan Agung RI selaku Pengacara Negara untuk menggugat di
Pengadilan District of Columbia AS yang dimenangkan oleh PT.
MNA dan Lessor/TALG dihukum harus mengembalikan Security
Deposit kepada PT. MNA;
• PT MNA melalui kuasa hukumnya di Amerika Serikat (Baker Mc
Kenzie) melakukan upaya hukum dengan mempidanakan Jon C
Cooper dan Alan Messner di mana pada akhirnya mereka dijatuhkan
hukuman pidana oleh pengadilan District of Columbia Amerika
Serikat (Novum Pertama dan Novum Kedua);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
30 Bahwa selanjutnya, Majelis Hakim Kasasi (Judex Juris a quo) juga telah
memperlihatkan adanya kekhilafan atau kekeliruan yang nyata karena dalam
amar putusan perkara a quo, Judex Juris langsung menyatakan dalam amar
putusan angka 1 bahwa: “Menyatakan Terdakwa HOTASI D.P.NABABAN
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
"KORUPSI YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA”, tanpa menyebutkan
pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan dan pasal-
pasal yang menjadi dasar hukum dari putusan serta kualfikasi pemidanaan yang
dijatuhkan. Dengan demikian, timbul ketidakjelasan, apakah Terdakwa terbukti
melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama sesuai dengan dakwaan
Primair atau dakwaan Subsidair. Padahal ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf f
dan h KUHAP telah menentukan bahwa surat putusan pemidanaan harus
memuat pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan
dan pasal-pasal yang menjadi dasar hukum dari putusan serta kualifikasi
pemidanaan yang dijatuhkan. Berdasarkan Pasal 197 ayat (2) KUHAP telah
dinyatakan bahwa:
“Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k,
dan pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum”;
Dengan demikian, Judex Juris telah melakukan suatu kekhilafan/ kekeliruan
nyata tidak menerapkan Pasal 197 ayat (1) huruf f dan h jo Pasal 197 ayat (2)
KUHAP. Oleh karenanya Majelis Hakim Agung di tingkat peninjauan kembali
sepatutnya menyatakan pula bahwa putusan a quo batal demi hukum;
31 Bahwa dengan demikian, dapat diketahui bahwa perbuatan Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana tersebut diatas tidak memenuhi unsur perbuatan melawan
hukum sebagaimana dalam putusan Judex Juris a quo;
Bahwa berdasarkan adanya bukti-bukti yang menunjukkan suatu keadaan baru
(Novum Pertama dan Novum Kedua), serta terdapatnya kekhilafan atau kekeliruan
yang nyata dalam Putusan Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 417
K/Pid.Sus/2014 tertanggal 7 Mei 2014, maka bersama ini Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana mohon agar Yang Mulia Majelis Hakim Agung Peninjauan
Kembali dalam memeriksa serta mengadili perkara ini berkenan memutus dengan
amar putusan mengabulkan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana
untuk seluruhnya;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung
berpendapat :
Hal. 63 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan
sebagai berikut :
1. Bahwa adanya Novum yaitu bukti PK-1 dan PK-2 putusan yang diajukan oleh
Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana berupa Putusan United States District
Court At District Court Of Columbia (Putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat
untuk District Columbia) dalam perkara pidana (criminal) terhadap Jon Cooper
No.12-CR-211-1 (ABJ), Nomor USM : 32221-016, tanggal 04 Maret 2014, yang
telah berkekuatan hukum tetap, dan putusan United States District Court At District
Court Of Columbia (Putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat untuk District
Columbia) dalam perkara (criminal) terhadap Alan Messner No.13-CR-0223-1
(ABJ), Nomor USM : 32900-016, tanggal 21 Februari 2014 yang telah berkekuatan
hukum tetap, tidak dapat dikualifikasi sebagai bukti-bukti baru (Novum) yang
bersifat menentukan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) huruf a
KUHAP karena bukti PK-1 dan bukti PK-2, berikut lampirannya, substansinya
telah ada pada pemeriksaan perkara pada Judex Facti;
2. Bahwa Novum PK-1 dan PK-2 yaitu putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat
untuk District Columbia menyatakan Jon Cooper dan Alan Messner bersalah
melakukan tindak pidana Penggelapan/Penipuan dana Security Deposit yang
disahkan PT. MNA, tidak menghapuskan tindak pidana yang telah dilakukan
Terpidana sebab dalam putusan Judex Juris telah dipertimbangkan dengan tepat
dan benar seluruh unsur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No.31
Tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHAP telah terpenuhi dari perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana;
3. Bahwa terhadap perkara kriminal yang dilakukan oleh Jon Cooper dan Alan Messner
yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Amerika Serikat District Columbia dan
menyatakan mereka terbukti bersalah dan kedua putusan tersebut telah berkekuatan
hukum tetap, dan dihubungkan dengan perkara tindak pidana Korupsi yang
dihadapi oleh Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sebagaimana telah diputus
di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung RI dalam perkara No.417 K/Pid.Sus/2014
tanggal 07 Mei 2014 kini dimohonkan Peninjauan Kembali oleh Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana, adalah dua perkara yang masing-masing berdiri
sendiri, sehingga kedua putusan Pengadilan Negeri Amerika Serikat District
Columbia a quo tidak dapat menghilangkan unsur-unsur tindak pidana Korupsi
yang telah dipertimbangkan dengan benar oleh Judex Juris (Mahkamah Agung RI)
pada tingkat kasasi;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4. Bahwa dalil Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sebenarnya hanya
membandingkan dan mengaitkan antara putusan Mahkamah Agung RI No.417 K/
Pid.Sus/2014 tanggal 07 Mei 2014 dengan kedua putusan Pengadilan Negeri
Amerika Serikat District Columbia dalam perkara kriminal Jon Cooper dan Alan
Messner. Padahal timbulnya 2 (dua) perkara kriminal yang diputus oleh Pengadilan
Negeri Amerika Serikat District Columbia tersebut merupakan konsekuensi yang
membawa dampak dari perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali//Terpidana selaku
Direktur Utama PT. MNA membayarkan Scurity Deposit sebesar US$1.000.000
(satu juta dollar Amerika Serikat) tidak melalui mekanisme Letter of Credit atau
Escrow Account tetapi secara cash ke Rekening Hume & Associaties PC, sehingga
uang Scurity Deposit tersebut dapat dicairkan oleh TALG;
5. Bahwa konsekuensi dan akibat dari perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali/
Terpidana tersebut tidak dapat dinilai semata-mata hanya sebagai resiko bisnis
tetapi perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sudah termasuk
perbuatan melawan hukum dalam arti pidana (wederrechtelijkheid). Hal tersebut
telah dipertimbangkan Judex Juris dengan seksama dalam putusannya (vide halaman
57 s/d 59). Dengan demikian, dalil adanya pertentangan antara berbagai peraturan tidak
dapat dibuktikan dan dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) huruf
b KUHAP;
6. Bahwa putusan Judex Juris tidak ternyata adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan
yang nyata. Dalil-dalil hukum yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali/
Terpidana hanyalah mengenai perbedaan antara Pemohon Peninjauan Kembali/
Terpidana dan Majelis Kasasi dalam menilai dan memandang perkara Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana, lagi pula alasan tersebut hanya mengulang fakta
yang telah dipertimbangkan dengan tepat dan benar dalam putusan Judex Juris;
7. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana Direktur Utama PT. MNA
(Persero), dalam melaksanakan tugasnya selaku Direksi/Pimpinan Perseroan, selain
berpedoman pada Anggaran Dasar Perseroan, juga tunduk pada Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN;
8. Bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mengembangkan PT. MNA
Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana menyewa 2 (dua) pesawat Boeing Seri
400 dan 500 melalui TALG, sesuai LASOT PT. MNA menyetor Security Deposit
USD $1.000.000 dengan cara Escrow Account ke Rekening pihak ketiga Hume &
Associate PC;
Hal. 65 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
9. Bahwa dalam prosesnya ternyata Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana
melaksanakan penyewaan pesawat tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan
prosedur yang berlaku yaitu setiap tindakan Direksi Perseroan yang membebankan
anggaran perseroan harus disetujui oleh pemegang saham melalui pengesahan RAK
Pj dalam perkara ini Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana tidak menempuh
proses langsung dengan mengguna- kan dana yang bersumber dari dana
operasional;
10. Bahwa dalam pelaksanaannya ternyata PT. MNA gagal dan mengalami kerugian
besar dan terakhir diketahui PT. MNA ditipu oleh pihak TALG dan Hume &
Associate PC;
11. Bahwa dalam proses persidangan, substansi perkara yang diproses di USA tersebut
telah diungkapkan dalam persidangan dan inti permasalahannya justru lebih
membuat terang dan jelasnya duduk persoalan yaitu karena Pemohon Peninjauan
Kembali/Terpidana tidak teliti dan tidak mengindahkan ketentuan Undang-Undang,
maka PT. MNA mengalami kerugian besar yaitu hilangnya uang/asset PT. MNA
sebesar USD $1.000.000;
12. Bahwa tidak ada pertentangan antara putusan Judex Juris dangan putusan-putusan
dimaksud sebab yang diadili oleh Pengadilan Amerika Serikat tersebut bukan
perbuatan yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana, sedangkan
perbuatan yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana telah diadili
sebagaimana tersebut dalam putusan Judex Juris telah dipertimbangkan dengan
tepat dan benar bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana bersalah
melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama;
13. Bahwa dengan demikian, alasan pertimbangan hukum dan putusan Judex Juris
sudah tepat dan benar mengenai terbuktinya Pemohon Peninjauan Kembali/
Terpidana secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Primair, oleh sebab itu putusan a quo
dinyatakan tetap berlaku;
Menimbang, bahwa dengan demikian alasan-alasan permohonan peninjauan
kembali tersebut tidak termasuk dalam salah satu alasan Peninjauan Kembali
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 266 ayat (2) a KUHAP
permohonan peninjauan kembali harus ditolak dan putusan yang dimohonkan
peninjauan kembali tersebut dinyatakan tetap berlaku;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali ditolak, maka
biaya perkara pada pemeriksaan peninjauan kembali dibebankan kepada Pemohon
Peninjauan Kembali/Terpidana;
Memperhatikan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Undang-Undang No.48 Tahun 2009, Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan ;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali/
Terpidana : HOTASI D.P. NABABAN tersebut;
Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap
berlaku;
Membebankan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana untuk mem-bayar
biaya perkara pada pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500,00 (dua ribu
lima rataus rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari : Jum’at, tanggal 04 September 2015 oleh Dr. H.M. Syarifuddin, S.H.,M.H.
Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,
Dr. H. Andi Samsan Nganro, S.H.,M.H. Hakim Agung dan H. Syamsul Rakan
Chaniago, S.H.,M.H. Hakim Ad.Hoc Tipikor pada Mahkamah Agung masing-masing
sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan
tanggal itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut, dan
dibantu oleh Mariana Sondang Pandjaitan, S.H.,M.H. Panitera Pengganti dengan
tidak dihadiri oleh Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana dan Jaksa/Penuntut Umum;
Hakim-Hakim Anggota : K e t u a,
ttd/Dr. H. Andi Samsan Nganro, S.H.,M.H. ttd/Dr. H.M. Syarifuddin, S.H.,M.H. ttd/
H. Syamsul Rakan Chaniago, S.H.,M.H.
Panitera Pengganti,
ttd/Mariana Sondang Pandjaitan, S.H.,M.H.
Hal. 67 dari 68 hal. Put. No.41 PK/Pid.Sus/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 67
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Untuk Salinan
Mahkamah Agung Republik Indonesia
a.n Panitera
Panitera Muda Pidana Khusus
Roki Panjaitan,S.H.
NIP. 195904301985121001
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 68