Konjungtivitis

22
Konjungtivitis Definisi Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis mata tampak merah, sehingga sering disebut mata merah. (Suzzane, 2001:1991) Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva atau mata merah atau pink eye. (Elizabeth, Corwin: 2001) Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), alergi, dan iritasi bahan- bahan kimia. (Mansjoer, Arif dkk: 2001) Etiologi Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat infeksius seperti : - Bakteri - Klamidia - Virus - Jamur - Parasit (oleh bahan iritatif => kimia, suhu, radiasi) maupun imunologi (pada reaksi alergi).

description

konjungtifitis

Transcript of Konjungtivitis

Konjungtivitis

Definisi

Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan

pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis mata tampak merah, sehingga

sering disebut mata merah. (Suzzane, 2001:1991)

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva atau mata merah

atau pink eye. (Elizabeth, Corwin: 2001)

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar

mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikroorganisme

(virus, bakteri, jamur), alergi, dan iritasi bahan-bahan kimia. (Mansjoer, Arif

dkk: 2001)

Etiologi

            Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat

infeksius seperti :

-          Bakteri

-          Klamidia

-          Virus

-          Jamur

-          Parasit (oleh bahan iritatif => kimia, suhu, radiasi) maupun imunologi

(pada reaksi alergi).

Kebanyakan konjungtivitis bersifat bilateral. Bila hanya unilateral,

penyebabnya adalah toksik atau kimia. Organism penyebab tersering adalah

stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, dan hemofilius. Adanya infeksi atau

virus. Juga dapat disebabkan oleh butir-butir debu dan serbuk sari, kontak

langsung dengan kosmetika yang mengandung klorin, atau benda asing yang

masuk kedalam mata.

Klasifikasi

a.     Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi adalah salah satu dari penyakit mata eksternal yang

paling sering terjadi. Bentuk konjungtivitis ini mungkin musiman atau musim-

musim tertentu saja dan biasanya ada hubungannya dengan kesensitifan

dengan serbuk sari, protein hewani, bulu-bulu, debu, bahan makanan tertentu,

gigitan serangga, obat-obatan. Konjungtivitis alergi mungkin juga dapat terjadi

setelah kontak dengan bahan kimia beracun seperti hair spray, make up, asap,

atau asap rokok. Asthma, gatal-gatal karena alergi tanaman dan eksim, juga

berhubungan dengan alergi konjungtivitis.

b.      Konjungtivitis Bakteri

Konjungtivitis bakteri disebut juga “Pink Eye”. Bentuk ini adalah

konjungtivitis yang mudah ditularkan, yang biasanya disebabkan oleh

staphylococcus aureus. Mungkin juga terjadi setelah sembuh dari

haemophylus influenza atau neiseria gonorhe.

c.       Konjungtivitis Bakteri Hiperakut

Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut

yang berat dan mengancam penglihatan.

d.      Konjungtivitis Viral

jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang paling

sering adalah keratokonjungtivitis epidermika) atau dari penyakit virus

sistemik seperti mumps dan mononukleus. Biasanya disertai dengan

pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata

yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.

e.       Konjungtivitis Blenore

Konjungtivitis purulen (bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore).

Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang

baru lahir.

Pemeriksaan Penunjang

a)      Pemeriksaan Mata

         Pemeriksaan tajam penglihatan

         Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter (sebagai

alat pemeriksaan pandangan).

         Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya efek

epitel kornea).

         Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak adanya

kebocoran kornea).

         Pemeriksaan oftalmoskop

         Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk melihat

benda menjadi lebih besar disbanding ukuran normalnya).

b)     Therapy Medik

         Antibiotic topical, obat tetes steroid untuk alergi (kontra indikasi pada

herpes simplek virus).

c)      Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan

tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pegecatan gram atau giemsa dapat

dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang

disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel

eosinofil.        

Pentalaksanaan

Secara umum pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan

sulfonamide (sulfacetamide 15%) atau antibiotic (gentamycin 0,3%),

chloramphenicol 0,5%. Konjungtivitis akibat alergi dapat diobati dengan

antihistamin (antazoline 0,5%, naphazoline 0,05%) atau dengan kortikosteroid

(dexamentosone 0,1%). Umumnya konjungtivitis dapat sembuhmtanpa

pengobatan dalam waktu 10-14 hari, dan dengan pengobatan, sembuh dalam

waktu 1-3 hari.

Adapun penatalaksanaan konjungtivitis sesuai dengan klasifikasinya

adalah sebagai berikut:

1.      Konjungtivitis Bakteri

Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan

antibiotic tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin selama 3-

5 hari. kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan

menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan

langsung, diberikan tetes mata disertai antibiotic spectrum obat salep luas

tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari.

2.      Konjungtivitis Bakteri Hiperakut

      Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topical

dan sistemik. Secret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau

dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.

      Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.

Pengobatan biasanya dengan perawatan di rumah sakit dan terisolasi,

medika menstosa :

         Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G

10.000-20.000/ml setiap 1 menit sampai 30 menit.

         Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul

pemberiansalep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.

         Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.

         Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat

setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negative.

3.      Konjungtivitis Alergi

Penatalaksanaan keperawatan berupa kompres dingin dan menghindarkan

penyebab pencetus penyakit. Dokter biasanya memberikan obat antihistamin

atau bahan vasokonstkiktor dan pemberian astringen, sodium kromolin,

steroid topical dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi dengan membuang

kerak-kerak dikelopak mata dengan mengusap pelan-pelan dengan salin

(gram fisiologi). Pemakaian pelindung seluloid pada mata yang sakit tidak

dianjurkan karena akan memberikan lingkungan yang baik bagi

mikroorganisme.

4.      Konjungtivitis Viral

Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian

antihistamin/dekongestan topical. Kompres hangat atau dingin dapat

membantu memperbaiki gejala.

5.      Penatalaksanaan pada konjungtivitis blenore berupa pemberian penisilin

topical mata dibersihkan dari secret. Pencegahan merupakan cara yang lebih

aman yaitu dengan membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan

memberikan salep kloramfenikol. Pengobatan dokter biasnay disesuaikan

dengan diagnosis. Pengobatan konjungtivitis blenore :

         Penisilin topical tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat

diberikan setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap

jam sampai terlihat tanda-tanda perbaikan.

         Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila

tidak maka pemberian obat tidak akan efektif.

         Kadang-kadang perlu diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin infeksi

chlamdya yang banyak terjadi.

Komplikasi

            Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa  menyebabkan

kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi.

Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani  diantaranya:

1.      Glaucoma

2.       Katarak

3.      Ablasi retina

4.       Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit

dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis .

5.      Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea.

6.       Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea

adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea

yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi

buta.

7.      Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik

dapat mengganggu penglihatan.

Patofisiologi

Manifestasi Klinis

            Gejala subjektif meliputi rasa gatal, kasr ( ngeres/tercakar ) atau

terasa ada benda asing. Penyebab keluhan ini adalah edema konjungtiva,

terbentuknya hipertrofi papilaris, dan folikel yang mengakibatkan perasaan

adanya benda asing didalam mata. Gejala objektif meliputi hyperemia

konjungtiva, epifora (keluar air mata berlebihan), pseudoptosis (kelopak mata

atas seperti akan menutup), tampak semacam membrane atau pseudomembran

akibat koagulasi fibrin.

            Adapun smanifestasi sesuai klasifikasinya adalah sebagai berikut:

1.    Konjungtivitis Alergi

-          Edea berat sampai ringan pada konjungtivitas

-          Rasa seperti terbakar

-          Injekstion vaskuler pada konjungtivitas

-          Air mata sering keluar sendiri

-          Gatal-gatal adalah bentuk konjungtivitas yang paling berat

2.    Konjungtivitis Bakteri

-          Pelebaran pembuluh darah

-          Edema konjungtiva sedang

-          Air mata keluar terus

-          Adanya secret atau kotoran pada mata

-          Kerusakan kecil pada epitel kornea mungkin ditemukan

3.    Konjungtivitis Viral

-          Fotofobia

-          Rasa seperti ada benda asing didalam mata

-          Keluar air mata banyak

-          Nyeri prorbital

-          Apabila kornea terinfeksi bisa timbul kekeruhan pada kornea

-          Kemerahan konjungtiva

-          Ditemukan sedikit eksudat

4.    Konjungtivitis Bakteri hiperakut

-          Infeksi mata menunjukkan secret purulen yang massif

-          Mata merah

-          Iritasi

-          Nyeri palpasi

-          Biasanya terdapat kemosis

-          Mata bengkak dan adenopati preaurikuler yang nyeri

5.    Konjungtivitis Blenore

Tanda-tanda blenore adalah sebagai berikut:

-          Ditularkan dari ibu yang menderita penyakit GO

-          Menyebabkan penyebab utama oftalmia neinatorm

-          Memberikan secret purulen padat secret yang kental

-          Terlihat setelah lahir atau masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari

-          Perdarahan subkonjungtita dan kemotik.

PROGNOSIS

Konjungtivitis pada umumnya merupakan self limited disease artinya dapat

sembuh dengan sendirinya. Tanpa pengobatan biasanya sembuh dalam 10-14

hari. Bila diobati sembuh dalam waktu 1-3 hari. Konjungtivitis karena

stafilokokus sering kali menjadi kronis.

DIAGNOSIS

Diagnosis konjungtivitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan

pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan klinis didapatkan adanya hiperemi

konjunguiva, sekret atau getah mata edema konjungtiva. Dari pemeriksaan

laboratorium, dapat ditemukan kuman-kuman atau mikroorganisme dalam

sediaan langsung dari kerokan konjungtiva atau getah mata, juga sel-sel

radang polimorfonuklear atau sel-sel radang mononuklear. Pada konjungtìvis

karena jamur ditemukan adaoya hyfe, sedangkan pada konjungtivitis karena

alergi ditemukan sel-sel eosinofil.

PENCEGAHAN

Untuk mencegah makin meluasnya penularan konjungtivitis, kita perlu memperhatikan langkah-langkah berikut:

   

1. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan

tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata.

2. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.

3. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain

4. Mencuci tangan sesering mungkin, terutama setelah kontak (jabat tangan,

berpegangan, dll) dengan penderita konjungtivitis.

5. Untuk sementara tidak usah berenang di kolam renang umum.

6. Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau

sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.

GAMBAR KONJUNGTIVITIS

GAMBAR KONJUNGTIVA NORMAL

OTITIS MEDIA AKUT

DEFINISI

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh peroisteum telinga tengah.(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I).

Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utamanya adalah masuknya bakteri pathogenic ke dalam telinga tengah yang normalnya steril.(Brunner & Suddart. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3).

Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara alamiah teradapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh ezim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. Otitis media akut ini terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin sering.

ETIOLOGIOtitis media akut disebabkan oleh bakteri patogenik seperti streptokokus hemolitycus, staphilokokus aureus, pneumokokus, H. influenza, E. colli, S. anhemolitycus, P. vulgaris, dan P. aeruginosa.Factor predisposisi:1. ISPA2. Sumbatan tuba eustachii akibat alergi atau pembengkakan amandel(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I).

MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri telinga2. Keluar cairan dari telinga3. Demam 4. Kehilangan pendengaran5. Tinitus(Brunner & Suddart. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3).

6. Pada anak terjadi nyeri telinga dan demam tinggi7. Pada orang dewasa terjadi gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.8. Pada baayi dan anak kecil terjadi demam (>39,5ᴼC), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare dan kejang.(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I).

Stadium OMA

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi menjadi 5 stadium:

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normak (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

1. Stadium Hiperemis

Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis atau edema. Secret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

2.Stadium Supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) kea rah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.

3.Stadium Perforasi

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Pasien yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan pasien dapat tidur nyenyak.

4.Stadium Resolusi

Bila membran timpani tetap utuh maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.

PATOFISIOLOGI OMA

KOMPLIKASI

1. Abses subperiosteal 2. Abses otak 3. Meningitis4. OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik)(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)

Komplikasi yang serius adalah:

Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis) Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler) Kelumpuhan pada wajah Tuli Peradangan pada selaput otak (meningitis) Abses otak.Tanda-tanda terjadinya komplikasi:

sakit kepala tuli yang terjadi secara mendadak vertigo (perasaan berputar) demam dan menggigil.

 PENCEGAHAN

Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:1. pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.2. pemberian ASI minimal selama 6 bulan.3. penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.4. dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.5. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.

 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan stadiumnya.

Stadium oklusi tuba Berikan antibiotik selama 7 hari :

          Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau          Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau          Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari

Obat tetes hidung nasal dekongestan Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi Antipireti Stadium hiperemis

Berikan antibiotik selama 10 – 14 hari :

          Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau          Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau          Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari

Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya

Stadium supurasi Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan. Berikan antibiotika ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi parenteral selama 3

hari. Apabila ada perbaikan dilanjutkan dengan pemberian antibiotik peroral selama 14 hari.

Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis THT untuk dilakukan miringotomi.

Stadium perforasi Berikan antibiotik selama 14 hari Cairan telinga dibersihkan dengan obat cuci telinga Solutio H2O2 3% dengan

frekuensi 2 – 3 kali

Pemeriksaan Penunjang

1.         Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar

2.        Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani

3.        Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis

(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).

4. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat

gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon

gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.

PERBEDAAN OTITIS MEDIA AKUT DENGAN EFUSI

Diagnosis

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

Penyakitnya muncul mendadak (akut) Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh)

di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

o menggembungnya gendang telingao terbatas/tidak adanya gerakan gendang telingao adanya bayangan cairan di belakang gendang telingao cairan yang keluar dari telinga

Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

o kemerahan pada gendang telingao nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal 

GAMBAR OMA

REFERENSI OTITIS MEDIA AKUT

Otitis Media (Ear Infection). Available from http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/otitism.asp 

Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. PEDIATRICS Vol. 113 No. 5 May 2004, pp. 1451-1465. available from http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;113/5/145

Ramilo O. Role of respiratory viruses in acute otitis media: implications for management. Pediatr Infect Dis J. Dec 1999;18(12):1125-9[Medline].

Hashisaki GT. Complications of chronic otitis media. In: Canalis RF, Lambert PR, eds. The Ear: Comprehensive Otology. Lippincott; 2000:433-45.

Daly KA, Giebink GS. Clinical epidemiology of otitis media. Pediatr Infect Dis J. May 2000;19(5 Suppl):S31-6. [Medline].

REFERENSI KONJUNGTIVITIS

1. Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

2. Ilyas, Sidarta dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta : CV. Sagung Seto

3. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Jakarta: Media Aeuscualpius.

4. http://pary08.wordpress.com/2011/01/03/askep-kojungtivitis/