Komunitas SGD
-
Upload
choirul-anwar -
Category
Documents
-
view
60 -
download
2
description
Transcript of Komunitas SGD
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak hanya menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
perusahaan (tempat kerja), tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas.
Dewasa ini pembangunan nasional tergantug banyak kepada kualitas, kompetensi dan
profesionalisme sumber daya manusia yang termasuk praktisi keselamatan dan kesehatan
kerja (K3). Pada hakikatnya kesehatan kerja mempelajari semua faktor yang berhubungan
dengan pekerjaan, metode kerja, kondisi kerja, dan lingkungan kerja yang mungkin dapat
menyebabkan penyakit, kecelakaan, atau gangguan kesehatan lain. Secara bertahap,
lingkup tersebut diperluas sebagai hasil-hasil penelitian yang memperjelas akan
pentingnya ketiga elemen tersebut serta kaitannya terhadap hubungan timbal balik antara
pekerjaan dengan berbagai kendala yang ada di dalam pekerjaan di satu pihak, dan
manusia yang melaksanakan pekerjaan dengan kendala yang terjadi di dalam pekerjaan di
lain pihak.
Pekerja di dunia berjumlah 2,7 milyar, 312.000 mati akibat kecelakaan kerja,
sedangkan di Amerika serikat dari 150 juta pekerja hanya 6000 mati karena kecelakaan
kerja, 10 juta DALYs (Ezzaty dkk, 2004 dalam Arif 2010). Dewan keselamatan dan
kesehatan kerja nasional, Dr. Harjono, Msc, mengatakan bahwa berdasarkan data ILO
(2003) setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita
penyakit akibat kerja, kematian 2,2 juta serta kerugian finansial sebesar 1,25 triliun USD.
Di Indonesia menurut data dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin
Iskandar, pada tahun 2012 terjadi 96.400 kecelakaan kerja yang terjadi, sebanyak 2.144
diantaranya tercatat meninggal dunia dan 42 lainnya cacat. Muhaimin mengakui sampai
dengan September 2012 angka kecelakaan kerja masih tinggi yaitu pada kisaran 80.000
kasus kecelakaan kerja. Berdasarkan informasi Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan
2
Ketenagakerjaan pada Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi, Drs Muji Handaya,
M.Si, Provinsi Jawa Tmur menempati peringkat ketiga paling banyak dalam jumlah
kecelakaan kerja selama 2010-2011 dengan catatan sebanyak 26 ribu kasus.
Oleh karena itu penting bagi kita selaku tenaga kerja kesehatan yaitu perawat
komunitas yang berada di lingkungan perusahaan atau pabrik untuk menciptakan
keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja yang ada di dalamnya, dalam makalah ini
akan dibahas tanggung jawab serta peran serta dari perawat sesuai tugas dan
kewajibannya sehingga diharapkan setelah mempelajari makalah ini kita dapat
memberikan asuhan keperawatan bagi pekerja di lingkungan perusahaan ataupun pabrik.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep keperawatan kesehatan kerja?
1.2.2 Bagamana asuhan keperawatan komunitas pada kelompok kerja?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui konsep keperawatan kesehatan kerja.
1.3.2 Mengetahui asuhan keperawatan komunitas pada kelompok kerja
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep keperawatan pada komunitas
kelompok kerja serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada komunitas kerja.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Dasar Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas, beban dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja
yang optimal (Undang-Undang kesehatan tahun 1992). Konsep dasar dari upaya
kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan
dengan tindakan pengendalian. Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi
aspek kesehatan dari pekerja itu sendiri.
Pelayanan kesehatan di bawah pengawasan medis diberikan pada orang yang
mengalami kecelakaan kerja. Praktik keperawatan spesialis memberi pelayanan kesehatan
kepada pekerja atau populasi pekerja yang berfokus pada promosi, proteksi dan perbaikan
kesehatan pekerja dalam konteks kesehatan lingkungan kerja.
Spesialisasi ilmu kesehatan beserta praktiknya bertujuan agar pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental ataupun sosial dengan usaha
preventif dan kuratif terhadap penyakit, gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja (Effendy, 1998).
2.2 Komponen Kesehatan Kerja
Ada tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan
serasi antara ketiga komponen tertentu akan menghasilkan kesehatan kerja yang optimal,
yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja (Suma’mur, 1996).
a. Kapasitas Kerja
Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk melakukan aktifitas
pekerjaan. Kapasitas kerja seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik dan psikis yang baik diperlukan agar seorang pekerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik dan bagaimana mendapatkan hasil sebanyak-
banyaknya. Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda satu kepada yang lainnya
dan sangat tergantung kepada keterampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis kelamin,
usia, tingkat kesehatan dan ukuran-ukuran tubuh (Depkes RI, 1994).
4
Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja merupakan modal awal seseorang untuk
melakukan pekerjaan yang perlu diperhatikan. Semakin tinggi keterampilan kerja
yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa bekerja, sehingga beban kerja menjadi
relatif sedikit. Suatu contoh sederhana tentang kurangnya beban kerja bagi seorang
ahli adalah seorang perawat yang dengan mudah memasang infus pada pasien di unit
gawat darurat. Kesegaran jasmani dan rohani juga merupakan penunjang penting
produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran tersebut dimulai sejak memasuki
pekerjaan dan terus dipelihara selama bekerja, bahkan sampai setelah berhenti
bekerja.
b. Beban Kerja
Pekerjaan yang dilakukan adalah memberikan beban bagi pelakunya. Beban yang
dimaksud adalah berupa beban fisik misalnya: menyapu, memikul, dan sebagainya,
beban mental setelah berpikir. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri
dalam hubungannya dengan beban kerja. Ada beban yang dirasa optimal bagi
seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan
yang tepat. Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada
laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilir dan tugas/jaga malam. Pola kerja
yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya
perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban
kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif
rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres. Pada
umumnya tenaga kerja hanya mampu memikul beban hingga berat tertentu, atau
sering disebut sebagai beban maximal. Sehingga perlu penempatan tenaga kerja yang
tepat dengan kemampuannya. Ketepatan penempatan tenaga kerja harus
mempertimbangkan antara lain kecocokan, pengalaman, keterampilan, motivasi dan
lain-lain.
c. Beban Tambahan Akibat Lingkungan Kerja
Sebagai tambahan kepada beban kerja yang langsung akibat pekerjaan sebenarnya,
suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi, yang
berakibat beban tambahan terhadap jasmani dan rohani tenaga kerja. Beban tambahan
5
berasal dari lingkungan pekerjaan seperti suhu udara dingin atau panas, kebisingan,
hujan serta keserasian pekerjaan dengan alat-alat yang digunakan (Depkes RI, 1994).
a. Faktor fisik: pencahayaan, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara,
kebisingan, radiasi
b. Faktor kimia: gas, uap cairan, debu
c. Faktor biologi: bakteri, virus, tumbuhan, hewan, parasit
d. Faktor fisiologis: konstruksi peralatan, sikap kerja, cara kerja
e. Faktor psikologis: suasana kerja, hubungan antar tenaga kerja atau dengan
pengusaha, pemilihan kerja
2.3 Lingkungan Kerja
Penyakit akibat kerja dapat disebabkan oleh pemaparan terhadap lingkungan kerja.
Kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan
berperan dengan usaha-usaha untuk mencegahnya. Misalnya, antara penyakit yang sudah
jelas penularannya (melalui darah dan pemakaian jarum suntik yang berulang-ulang) atau
perlindungan bagi para pekerja rumah sakit yang belum memadai dengan kemungkinan
terpajan melalui kontak langsung.
Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya-bahaya dilingkungan
kerja yang diperkirakan dapat menimbulkan penyakit kerja, ditempuh dengan 3 langkah
utama yaitu: pengenalan lingkungan kerja, evaluasi lingkungan kerja dan pengendalian
lingkungan dari berbagai bahaya dan resiko kerja.
a. Pengenalan lingkungan kerja
Pengenalan dari berbagai bahaya dan resiko kesehatan dilingkungan kerja biasanya
pada waktu survei pendahuluan dengan cara melihat dan mengenal (“walk-through
survey”), sebagai salah satu langkah dasar yang harus dilakukan dalam upaya
program kesehatan kerja. Beberapa bahaya dan resiko tersebut dapat dengan mudah
dikenali, seperti masalah kebisingan yang sulit mendengar percakapan. Bahaya lain
yang tidak jelas atau sulit untuk dikenali seperti zat-zat kimia yang berbentuk dari
suatu rangkaian proses produksi tanpa disertai tanda-tanda sebelumnya.
Untuk dapat mengenali bahaya dan resiko lingkungan kerja dengan baik dan tepat,
sebelum dilakukan survey pendahuluan perlu didapatkan segala informasi mengenai
6
proses dan cara kerja yang digunakan, bahan baku dan bahan tambahan lainnya, hasil
antara hasil akhir sampingan serta limbah yang dihasilkan. Kemungkinan-
kemungkinan terbentuknya zat-zat kimia yang berbahaya secara tak terduga perlu juga
dipertimbangkan. Hal lain yang harus dipertimbangkan pula yaitu efek-efek terhadap
kesehatan dari semua bahaya-bahaya dilingkungan kerja termasuk pula jumlah
pekerja yang potensial terpapar, sehingga langkah yang ditempuh, evaluasi serta
pengendaliannya dapat dilakukan sesuai dengan prioritas kenyataan yang ada.
b. Evaluasi lingkungan kerja
Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi bahaya yang
mungkin timbul, sehingga dapat dijadikan alat untuk menentukan prioritas dalam
mengatasi permasalahan. Evaluasi ini akan menguatkan dugaan adanya zat/bahan
yang berbahaya dilingkungan kerja, menetapkan karakteristiknya serta memberikan
gambaran cakupan besar dan luasnya pamajanan. Tingkat pemajanan zat/bahan
berbahaya yang terkendali selama survey pendahuluan harus ditentukan secra
kualitatif dan atau kuratif, melalui berbagai teknik misalnya pengukuran kebisingan,
penentu indeks tekanan panas, pengumpulan dan analisis dari sampel udara dan zat-
zat kimia dan partikel-partikel (termasuk ukuran partikel) dan lain-lain.
Setelah mendapatkan gambaran yang lengkap dan menyeluruh dari proses
pemajanan dapat dilakukan perbandingan dengan standar kesehatan kerja yang
berlaku, maka penilaian dari bahaya dan resiko yang sebenarnya terdapat
dilingkungan kerja yang telah tercapai.
c. Pengendalian lingkungan kerja
Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghilangkan pemajanan terhadap zat atau bahan berbahaya dilingkungan kerja.
Kedua tahap sebelumnya pengenalan dan evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah
lingkungan kerja yang sehat. Jadi hal ini dapat dicapai denganteknologi pengendalian
yang adekuat untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan dikalangan para
pekerja. Walaupun setiap kasus pempunyai keunikan masing-masing, terdapat prinsip-
prinsip dasar teknologi pengendalian yang dapat diterapkan, baik secara sendiri
maupun kombinasi, terhadap sekumlah besar situasi tempat kerja.
7
Pada dasarnya pengendalian terhadap bahaya-bahaya lingkungan kerja dapat
dikelompokan kedalam 2 kategori yaitu pengendalian lingkungan dan pengendalian
perorangan
a. Pengendalian lingkungan (environment control measure)
Meliputi perubahan dari proses kerja dan atau lingkungan kerja dengan maksud
untuk pengendalian dari bahaya-bahaya kesehatan baik dengan meniadakan
zat/bahan tersebut hingga tingkat tidak membahayakan kesehatan, serta mencegah
kontak antara zat/bahan dengan para pekerja.
Salah satu cara yang digunakan adalah penghapusan atau pengurangan
zat/bahan berbahaya pada sumbernya. Suatu proses yang diduga menghasilkan atau
membentuk zat-zaat yang berbahaya dapat dipertimbangakan untuk dihentikan.
Pengantian bahan-bahan yang lebih beracun (pelarut, bahan bakar, bahan baku,
bahan-bahan lainnya) merupakan cara yang efektif untuk pengendalian pemajanan
bahan-bahan berbahaya. Misalnya trichloroethylene dapat diganti dengan
carbontetra chloride (CC14) dalam pengguanaannya sebagai bahan pelarut atau
sebagai pembersih gemuk.
Cara isolasi dapat digunakan terhadap zat-zat yang berbahaya untuk mencegah
kontak dengan pekerja. Berbagai cara isolasi yang dapat digunakan antara lain:
system tertutup untuk bahan-bahan kimia beracun, adanya dinding pemisah antara
daerah berbahaya dan daerah yang tidak berbahaya, penutup tehadap sebagian atau
seluruh dari proses-proses untuk mencegah kontaminasi udara ruang kerja.
Ventilasi ditempat kerja dapat digunakan untuk menjaminsuhu yang nyaman,
sirkulasi udara segar diruang kerja sehingga dapat melarutakan zat-zat pencemar
diudara mencapai pernafasan para pekerja.
Cara basah, digunakan untuk mengendalikan dispersi debu yang mengrogoti
lingkungan kerja dengan mneggunakan air atau bahan-bahan basah lainnya. Cara
ini banyak digunakan didalam industru-industri kecil misalnya pada industru
kayau, peleburan logam, dan asbes.
b. Pengendalian perorangan (personal control measure)
Pengguanaan alat perlindungan perorangan merupakan alternative lain untuk
melindungi pekerja dari bahaya-bahaya kesehatan. Namun perlu diperhatikan
8
bahwa alat pelindung perorangan harus sesuai dan adekuat untuk bahaya-bahaya
tertentu. Tesisten terhadap kontaminan-kontaminan udara, mudah dibersihkan dan
dipelihara dengan baik. Serta sesuai untuk para pekerja yang memakainya. Untuk
alat-alat tertentu seperti alat pelindung pernafasan, sumbat/ tutup telinga, pakaian
kerja kedap air.
Pembatasan waktu selama pekerja terpapar terhadap zat tertentu yang berbahaya
dapat menurunkan resiko terkenanya bahaya-bahaya kesehatan dilingkungan kerja.
hal ini dapat dicapai melalui penerapan cara-cara kerja. Rotasi pekerja atau
pengendalian adaministratif, yang merupakan prosedur yang memungkinkan
dilakukan penyesuaian jadwal kerja untuk mengurangi pemajanan kebersihan
perorangan yang meliputi lkebersihan diri dan pakaian, hal ini merupakan hal yang
penting untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan-
bahan kimia serta partikel-partikel lainnya.
Tujuan Penerapan Keperawatan Kesehatan Kerja
Secara umum, tujuan keperawatan kesehatan kerja adalah menciptakan tenaga
kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut
(Rachman,1990)
1. Agar tenaga kerja dan setiap orangyang berada di tempat kerja selalu dalam
keadaan sehat dan selamat
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lamcar tanpa adanya
hambatan
2.4 Kecelakaan Kerja
Menurut Peraturan Menteri Kerja RI Nomor:03/MEN/1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan
adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah penyebab dasar
(basic causes) dan penyebab langsung (immediate causes).
9
1. Penyebab Dasar
a. Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya kemampuan fisik,
mental, dan psikologis; kurang atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan
(keahlian); stress; dan motivasi yang tidak cukup atau salah.
b. Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan kemampuan
kepemimpinan dan/atau pengawasan, rekayasa (engineering), pembelian atau
pengadaan barang, perawatan (maintenance), alat-alat,perlengkapan, dan barang-
barang atau bahan-bahan, standar-standar kerja, serta berbagai penyalahgunaan
yang terjadi di lingkungan kerja.
2. Penyebab Langsung
a. Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standar-unsafe condition),yaitu tindakan
yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan pengaman, pelindung, atau
rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat; bahan dan
peralatanyang kurang memadai; bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan; kerapian
atau tata letak (housekeeping) yang buruk; lingkungan berbahaya atau beracun
(gas,debu,asap,uap, dan lainnya); bising; paparan radiasi; serta ventilasi dan
penerangan yang kurang (B.Sugeng,2003).
b. Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standar-unsafe act), yaitu tingkah laku,
tindak tanduk, atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya
mengoperasikan alat tanpa wewenang; gagal untuk memberi peringatan dan
pengamanan; bekerja dengan kecepatan yang salah; menyebabkan alat-alat
keselamatan tidak berfungsi; memindahkan alat-alat keselamatan; menggunakan
alat yang rusak;menggunakan alat dengan cara yang salah; serta kegagalan
memakai alat pelindung atau keselamatan diri secara benar (B.Sugeng, 2003).
2.5 Penyakit Akibat Kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: PER-01/MEN/1998 tentang
kewajiban melapor penyakit akibat kerja bahwa yang dimaksud penyakit akibat kerja
adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Beberapa
ciri penyakit akibat kerja adalah dipengaruhi oleh populasi pekerja; disebabka oleh
penyakit yang spesifik; ditentukan oleh pemajanan di tempat kerja; ada atau tidaknya
10
kompensasi. Contohnya adalah keracunan timbal, asbestosis dan silikosis (Efendi &
Makhfudli, 2009).
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab,
harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja.
Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya
Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah
dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia
juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK)
sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat
Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan
besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja
tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor
biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan
dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent
yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat
pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit,
tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien,
gawat darurat, karantina dll.)
2.6 Peran Perawat
Perawat Kesehatan Kerja (Occupational Health Nursing) merupakan cabang dari
perawatan kesehatan masyarakat, yang memberikan pelayanan pada tenaga kerja atau
kelompok tenaga kerja. Pelayanan berfokus pada promosi, proteksi, dan pemulihan
kesehatan naker dalam hubungannya dengan keselamatan dan lingkungan kerja yang
sehat. Pelayanan keperawatan kesehatan kerja bersifat otonom dan independen dalam
menentukan penatalaksanaan keperawatan bidang kesehatan kerja (AAOHN-American
Association of Occupational Health Nursing, 1994).
Apabila dikembangkan lebih lanjut maka peranan perawat kesehatan kerja, mencakup
tugas fungsional sebagai berikut :
11
1) Clinician direct care
a. Menilai kebutuhan kesehatan pekerja, membuat diagnoss (Dx) keperawatan,
merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi dampak intervensi.
b. Memberikan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan pencegahan,
mempertahankan serta memperbaiki masalah kesehatan.
2) Coordinator
a. Melakukan fungsi administrasi.
b. Pelayanan dengan titik berat pencapaian kualitas peayanan yang cost-effective.
3) Single nurse service
a. Menilai kesehatan dan keselamatan.
b. Pengembangan program penilaian.
4) Health promotion specialist
a. Fungsi administrasi.
b. Pengembangan dan analysis program.
5) Manager/administrator
6) Corporate director
7) Consultant
8) Educator
Di dalam menjalankan fungsinya maka seorang perawat kesehatan kerja melakukan
dua kelompok pekerjaan yang besar (Roestam, Ambar W., 2002):
1. Penatalaksanaan kasus
2. Penatalaksanaan program
1) Peranan perawat kesehatan kerja pada penatalaksanaan kasus adalah dalam
menerapkan proses perawatan dan prinsip-prinsip kesehatan masyarakat pada pekerja
dan tempat kerja. Dengan kata lain penatalaksanaan kasus adalah penerapan standar
pelayanan klinis keperawatan pada tenaga kerja. Berbeda dengan dokter yang
melakukan analisa untuk mendapatkan diagnosia klinis, maka perawat kesehatan kerja
diharapkan mampu membuat diagnosis keperawatan.
Menyadari bahwa tugas dan peran perawat yang kompleks, di Amerika telah
dikembangkan standar pelayanan klinis bidang kesehatan kerja (the Standards of Clinical
Nursing Practice and the Professional Practice Standards – AAOHN, 1994):
a) Penilaian secara sistematis status kesehatan klien.
12
b) Melakukan analisa data yang dikumpulkan untuk menegakkan diagnosis
keperawatan.
c) Mengidentifikasi tujuan spesifik keperawatan yang diharapkan.
d) Mengembangkan rencana keperawatan yang komprehensif dan memformulasikan
tindakan intervensi yang dilakukan pada setiap tingkat pencegahan serta terapi
untuk mencapai tujuan perawatan.
e) Melaksanakan intervensi untuk mempromosikan kesehatan, pencegahan penyakit
dan kecelakaan, memfasilitasi pemulihan yang kesemuanya dipandu dengan
rencana keperawatan (renpra).
f) Secara sistimatis membuat evaluasi berkesinambungan terhadap respons klien
dan kemajuan-kemajuan mencapai tujuan yang ditetapkan.
2) Sedangkan peranan perawat pada Pengembangan, Pelaksanaan dan Evaluasi
Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah penerapan fungsi-fungsi
administrasi pada programprogram kesehatan dan keselamatan kerja.
Ruang lingkup peranan perawat dalam hal ini adalah :
a. Pengembangan program meliputi:
1. Assessment, meliputi: data, worker related assessment, environmental assessment, workplace assessment, assessment tools.
2. Perencanaan program, meliputi: analisis SWOT, identifikasi sumber daya, pengembangan tujuan.
b. Implementasi program: mengikuti rencana dan tahapan.
c. Evaluasi program, meliputi:
1. Evaluasi proses.
2. QA : structure, process dan outcome.
3. Methods.
4. cost-effective & cost benefit program.
Melihat peranan perawat kesehatan kerja di atas, maka tingkat kompetensi perawat
kesehatan masyarakat menjadi sedikit berbeda dengan perawat klinik. Beberapa
kemampuan lain perlu dimiliki oleh perawat kesehatan kerja.
13
Ketrampilan management, pengetahuan terhadap toksikologi, ergonomi,
epidemiologi, kesehatan lingkungan, keselamatan serta cara penyuluhan merupakan
ketrampilan yang essential yang perlu dimiliki (Roestam, Ambar W., 2002).
Di bawah ini contoh-contoh area kompetensi seorang perawat kesehatan kerja:
1. Manajemen dan administrasi
a. Penatalaksanaan keuangan
b. Penggajian
c. Mengembangkan program dan tujuan akhir
d. Menyelenggarakan pelayanan komprehensive beserta seluruh programnya
e. Mengetahui kebutuhan perusahaan dan karyawannya
f. Menulis laporan
g. Melakukan audit dan penjaminan mutu
h. Menangani kompensasi karyawan
i. Negosiasi
j. Koordinasi dengan lain-lain profesi
2. Asuhan Keperawatan
a. Melaksanakan proses perawatan
b. Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan dan pelayanan kesehatan primer
c. Melakukan assessment phisik
d. Melakukan anamnesa
e. Melakukan testing medis
f. Melaksanakan immunisasi sesuai protokol
g. Respon terhadap hal-hal yang emergensi
h. Pengetahuan tentang issues kesehatan
3. Konsultasi
a. Menjadi nara sumber bagi perusahaan dan karyawan terhadap issu-issu yang berhubungan dengan kesehatan
b. Mempunyai pengetahuan yang luas tentang kesehatan masyarakat dan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja
4. Penyuluhan kesehatan
a. Mengenai hubungan perbedaan budaya dengan status kesehatan
14
b. Menggunakan cara komunikasi yang efektif pada pekerja maupun manajemen perusahaan
c. Membuat presentasi yang efektif
d. Menggunakan tehnik-tehnik interpersonal komunikasi
e. Memberikan pembelajaran orang dewasa dan prinsip-prinsip penyuluhan kesehatan
f. Merencanakan, mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program yang dilakukan
5. Penelitian
a. Mampu mengembangkan dan melaksanakan suatu survey
b. Mampu secara sistematis mengumpulkan data, menganalisa serta membuat intretasi data dari sumber-sumber yang berbeda
c. Mengenal kecenderungan dari tingkat kesehatan setiap departemen pada alur perusahaan tempat bekerja
6. Kesehatan dan lingkungan kerja
a. Mempunyai pengetahuan tentang alur dan proses produksi di perusahaan
b. Mampu mengidentifikasi paparan yang ada pada tempat kerja
c. Mampu membuat rekomendasi yang tepat dan sasaran yang tepat dalam mengendalikan bahaya potensial
d. Mempunyai pengetahuan tentang pengendalian engineering, administrasi serta alat pelindung diri untuk pencegahan bahaya
7. Tanggung jawab hukum dan etika
a. Mengetahui peraturan dan perundangan yang berlaku
b. Pengetahuan terhadap standar keperawatan dan tanggung jawab profesi yang berlaku (legal-practice)
c. Mengetahui legal-practice
d. The client-nurse relationship
Peranan perawat pada program Kesehatan dan Keselamatan Kerja bisa dikatakan
sangat bermakna, mengingat tugas fungsional perawat dalam K3 begitu luas. Bisa
dikatakan bahwa fokus utama perawatan kesehatan kerja adalah kesehatan dan
keselamatan kerja bagi tenaga kerja dengan penekanan pada pencegahan terjadinya
penyakit dan cidera. Hal ini senada dengan tujuan K3 (Roestam, Ambar W., 2002).
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Contoh Kasus
PT X merupakan sebuah perusahaan yang berdiri sejak 2004 dan bergerak di
bidang industri. Berdasarkan data HRD perusahaan, jumlah pekerja yang tercatat
bekerja di PT X sebanyak 750 orang terdiri dari 600 orang laki- laki dan 150 orang
perempuan. 70% diantara seluruh pekerja berusia antara 20- 29 tahun, 20% berusia
30-39 tahun dan sisanya berusia antara 40-55 tahun. Diantara seluruh pekerja tersebut,
85% pekerja beragama islam sementara 10% Kristen dan 5% nya beragama hindu.
Sebanyak 65% pekerja sudah menikah dan 35% pekerja belum menikah. Berdasarkan
data perusahaan, 20% pekerjanya adalah lulusan sarjana, 15% nya diploma, 55% nya
lulusan SMA/ sederajat dan sisanya lulusan SMP. Rata- rata pekerja yang bekerja di
perusahaan ini adalah penduduk sekitar, hanya sekitar 8% yang berasal dari luar
daerah.
PT X sendiri terletak di kawasan dataran rendah yang dekat dengan rumah
penduduk dan area persawahan penduduk. Luas areal perusahaan ini cukup luas yang
terdiri dari bangunan pabrik, kantor yang terdiri dari dua lantai, kantin dan juga
musholla. Lingkungan di kawasan perusahaan tergolong cukup bersih, akan tetapi
udara di sekitar kawasan ini tercium bau seperti besi atau baja dan tempat
pembuangan limbahnya tidak tersedia. Limbah ini nanti hanya akan disalurkan ke
sungai yang dekat dengan areal persawahan penduduk. Untuk kondisi mesin- mesin
produksi tergolong baik, akan tetapi tiap mesinnya tidak diberi pengaman dan para
pekerjanya tidak menggunakan alat keamanan/ perlindungan diri selama bekerja.
Menurut para pekerja, mereka merasa tidak nyaman jika harus menggunakan masker
dan alat lainnya saat bekerja karena mengganggu konsentrasi. Saat diwawancarai
apakah di sini para pekerja tidak sering mengeluh tentang kondisi mereka, sebagian
besar menjawab bahwa sebagian kecil dari pekerja (10%) sering mengalami ISPA dan
sesak. Berdasarkan angket yang telah disebar, diketahui bahwa perusahaan telah
sering memberitahu pekerja untuk memakai masker dan alat pelindung lainnya serta
sering diadakan penyuluhan akan tetapi para pekerja masih menganggap remeh akan
hal tersebut. Selain itu, di perusahaan ini juga terdapat klinik yang dijaga oleh 1
16
dokter dan 1 perawat. Para pekerja ini dapat berobat di sini jika mereka mengalami
keluhan dan tanpa membayar karena mereka berada di bawah naungan PT Jamsostek.
Dari hasil wawancara terkait kesehatan pekerja, dokter klinik perusahaan ini
mengatakan bahwa para pekerja rata- rata yang datang mengeluh sesak/ ISPA dan
sampai sejauh ini pernah ada 2 pekerja yang mengalami kecelakaan di lingkungan
kerja yakni jari tangannya terpotong mesin. Sedangkan untuk masalah penghasilan,
dari hasil wawancara pekerja didapatkan data bahwa rata- rata gaji yang diterimanya
dari 7- 8 jam bekerja setiap hari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Gaji
pokok perbulan pekerja yang ada di perusahaan ini bergantung kepada jabatan
mereka, untuk operator (worker) sebesar Rp 1,2 juta, leader Rp 1,5 juta, foreman Rp
1,8 juta, Supervisor Rp 2 juta, manager Rp 3,2 juta, direktur Rp 6 juta dan presdir Rp
11 juta. Selain gaji pokok ini, juga terdapat tunjangan transportasi, bahasa, dll. Dan
menurut wawancara dengan bagian keuangan, untuk operator samapu dengan
supervisor bisa mengambil jam lembur dengan upah tiap jamnya sebesar Rp 12.500.
Pekerja di perusahaan ini memperoleh informasi kesehatan dan keselamatan kerja
melalui televisi, penyuluhan di perusahaan dan teman- teman kerjanya. PT X ini juga
menyelenggarakan rekreasi bersama dan halal bihalal setiap tahunnya bersama para
pekerja.
3.2 Pengkajian
Pengkajian pada pekerja industri menggunakan pendekatan community as
partner meliputi data inti komunitas dan subsistem.
3.2.1 Data Inti Komunitas
a) Histori: perusahaan X berdiri sejak tahun 2004 dan memiliki 750 pekerja.
Kebanyakan dari pekerja merupakan warga sekitar yakni sebesar 92%.
Pekerja akan bekerja selama 7-8 jam setiap harinya dengan sistem shift
yang terbagi menjadi 3 shift perharinya. Berdasarkan hasil angket yang
dibagikan kepada para pekerja mereka mengatakan bahwa kebanyakan dari
mereka belum memiliki pengalaman kerja sebelumnya.
b) Demografi: Berdasarkan data HRD perusahaan, jumlah pekerja yang
tercatat bekerja di PT X sebanyak 750 orang terdiri dari 600 orang laki- laki
dan 150 orang perempuan. 70% diantara seluruh pekerja berusia antara 20-
17
29 tahun, 20% berusia 30-39 tahun dan sisanya berusia antara 40-55 tahun.
Diantara seluruh pekerja tersebut, 85% pekerja beragama islam sementara
10% Kristen dan 5% nya beragama hindu. Sebanyak 65% pekerja sudah
menikah dan 35% pekerja belum menikah. Berdasarkan data perusahaan,
20% pekerjanya adalah lulusan sarjana, 15% nya diploma, 55% nya lulusan
SMA/ sederajat dan sisanya lulusan SMP. Rata- rata pekerja yang bekerja
di perusahaan ini adalah penduduk sekitar, hanya sekitar 8% yang berasal
dari luar daerah.
c) Sarana dan prasarana: PT X sendiri terletak di kawasan dataran rendah
yang dekat dengan rumah penduduk dan area persawahan penduduk. Luas
areal perusahaan ini cukup luas yang terdiri dari bangunan pabrik, kantor
yang terdiri dari dua lantai, kantin dan juga musholla. Selain itu, di
perusahaan ini juga terdapat klinik yang dijaga oleh 1 dokter dan 1 perawat.
d) Kecelakaan kerja: Dari hasil wawancara terkait kesehatan pekerja, dokter
klinik perusahaan ini mengatakan bahwa para pekerja rata- rata yang datang
mengeluh sesak/ ISPA dan sampai sejauh ini pernah ada 2 pekerja yang
mengalami kecelakaan di lingkungan kerja yakni jari tangannya terpotong
mesin.
3.2.2 Data Subsistem Komunitas
a) Lingkungan Fisik
i. Inspeksi : Lokasi perusahanan dekat dengan perumahan penduduk dan
juga areal persawahan. Luas areal perusahaan ini cukup luas yang terdiri
dari bangunan pabrik, kantor yang terdiri dari dua lantai, kantin dan juga
musholla. Lingkungan di kawasan perusahaan tergolong cukup bersih
akan tetapi udara di sekitar kawasan ini tercium bau seperti besi atau baja
dan tempat pembuangan limbahnya tidak tersedia serta hanya di alirkan
ke sungai dekat areal persawahan. Kondisi mesin- mesin produksi
tergolong baik, akan tetapi tiap mesinnya tidak diberi pengaman dan para
pekerjanya tidak menggunakan alat keamanan/ perlindungan diri selama
bekerja.
18
ii. Auskultasi : Saat diwawancarai para pekerja mengatakan bahwa mereka
tidak mempermasalahkan masalah lingkungan disekitar mereka akan
tetapi saat ditanya apakah di sini para pekerja tidak sering mengeluh
tentang kondisi mereka, sebagian besar menjawab bahwa sebagian kecil
dari pekerja (10%) sering mengalami ISPA dan sesak. Menurut para
pekerja, mereka merasa tidak nyaman jika harus menggunakan masker
dan alat lainnya saat bekerja karena mengganggu konsentrasi.
iii. Angket : Berdasarkan angket yang telah disebar, diketahui bahwa
perusahaan telah sering memberitahu pekerja untuk memakai masker dan
alat pelindung lainnya serta sering diadakan penyuluhan akan tetapi para
pekerja masih menganggap remeh akan hal tersebut. Menurut para
pekerja, mereka merasa tidak nyaman jika harus menggunakan masker
dan alat lainnya saat bekerja karena mengganggu konsentrasi.
b) Pelayanan Kesehatan dan Pelayanan Sosial
Pelayanan kesehatan yang memadai dan terstandar belum ada, hanya
tersedia klinik yang berukuran kecil dan hanya dapat digunakan sebagai
pengobatan biasa saja tanpa ada pendidikan kesehatan yang terjadwal setiap
bulannya.
Berdasarkan angket yang telah disebar, diketahui bahwa perusahaan telah
sering memberitahu pekerja untuk memakai masker dan alat pelindung
lainnya serta sering diadakan penyuluhan akan tetapi para pekerja masih
menganggap remeh akan hal tersebut
c) Ekonomi
Dari hasil wawancara pekerja didapatkan data bahwa rata- rata gaji yang
diterimanya dari 7- 8 jam bekerja setiap hari cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari- hari. Gaji pokok perbulan pekerja yang ada di perusahaan
ini bergantung kepada jabatan mereka, untuk operator (worker) sebesar Rp
1,2 juta, leader Rp 1,5 juta, foreman Rp 1,8 juta, Supervisor Rp 2 juta,
manager Rp 3,2 juta, direktur Rp 6 juta dan presdir Rp 11 juta.
Selain gaji pokok ini, juga terdapat tunjangan transportasi, bahasa, dll. Dan
menurut wawancara dengan bagian keuangan, untuk operator samapu
19
dengan supervisor bisa mengambil jam lembur dengan upah tiap jamnya
sebesar Rp 12.500.
d) Keamanan dan transportasi
i. Keamanan: dari hasil windshield survey diketahui bahwa mesin- mesin
yang terdapat di pabrik tidak terpasang pengaman. Sementara itu, dari
hasil wawancara dengan perusahaan mereka telah menyediakan masker
dan alat pelindung lainnya akan tetapi para pekerja malas
menggunakannya karena menurut para pekerja sendiri hal tersebut
membuat tidak nyaman dan sulit berkonsentrasi saat bekerja.
ii. Transportasi: transportasi yang digunakan oleh para pekerja beragam
mulai dari sepeda dan juga sepeda motor. Karena rumah para pekerja ini
dekat dengan areal perusahaan, tidak sedikit juga para pekerja yang lebih
memilih untuk jalan kaki ke tempat bekerjanya. Jalur menuju perusahaan
ini juga telah diaspal dan dalam kondisi baik
e) Politik dan Pemerintahan
Pada subsistem politik dan pemerintahan bagi pekerja industri adalah
keikutsertaan pekerja industri dalam organisasi didalam perusahaan yang
terkait dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja. Para pekerja industri
tergabung dalam asuransi kesehatan yang diberikan oleh PT. A kepada
seluruh pekerjanya yaitu melalui jasa asuransi kesehatan pekerja PT.
Jamsostek.
Setiap tahunnya sendiri, perusahaan juga mengadakan evaluasi mengenai
kinerja pegawainya dan mengadakan komunikasi dengan pekerja yang
diwakili oleh supervisor mengenai keluhan- keluhan pekerja dan apa yang
perlu untuk diperbaiki.
f) Komunikasi
1. Komunikasi formal
Media komunikasi yang digunakan oleh pekerja industri untuk
memperoleh informasi pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan
kerja adalah melalui televisi, penyuluhan di perusahaan dan teman- teman
kerjanya.
20
2. Komunikasi informal
Setiap tahunnya sendiri, perusahaan juga mengadakan evaluasi mengenai
kinerja pegawainya dan mengadakan komunikasi dengan pekerja yang
diwakili oleh supervisor mengenai keluhan- keluhan pekerja dan apa yang
perlu untuk diperbaiki.
g) Pendidikan
Berdasarkan data perusahaan, 20% pekerjanya adalah lulusan sarjana, 15%
nya diploma, 55% nya lulusan SMA/ sederajat dan sisanya lulusan SMP.
Kemudian perusahaan juga sering mengadakan penyuluhan terkait
keselamatan dan kesehatan kerja.
h) Rekreasi
PT X ini juga menyelenggarakan rekreasi bersama dan halal bihalal setiap
tahunnya bersama para pekerja. Maksud dari adanya kegiatan ini adalah
untuk menurunkan stressor pekerja dan menambah keakraban antar pekerja
dan direksi. Adapun tempat rekreasi yang akan dikunjungi ini dipilih
berdasarkan voting para pekerja. Oleh karena itu diharapkan setelah acara
ini diadakan semangat para pekerja kembali terpupuk dan dapat bekerja
lebih maksimal lagi.
3.3 Analisa Data
Data Masalah1. Kecelakaan kerja
Dari hasil wawancara terkait kesehatan pekerja, dokter klinik perusahaan mengatakan bahwa para pekerja yang datang mengeluh sesak/ ISPA dan sampai sejauh ini pernah ada 2 pekerja yang mengalami kecelakaan yakni jari tangannya terpotong mesin.
2. Lingkungan fisika. Lokasi perusahanan dekat dengan
perumahan penduduk dan juga areal persawahan. Lingkungan di kawasan perusahaan tergolong cukup bersih akan tetapi udara di sekitar kawasan ini tercium bau seperti besi atau baja dan tempat pembuangan limbahnya di alirkan
Kurangnya kesadaran pekerja dan pihak perusahaan dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
21
ke sungai dekat areal persawahan. Kondisi mesin produksi baik tetapi tidak diberi pengaman dan para pekerjanya tidak menggunakan alat keamanan atau perlindungan diri selama bekerja.
b. Para pekerja mengatakan bahwa mereka tidak mempermasalahkan masalah lingkungan disekitar, sebagian kecil dari pekerja (10%) sering mengalami ISPA dan sesak. Para pekerja merasa tidak nyaman jika harus menggunakan masker dan alat lainnya saat bekerja karena mengganggu konsentrasi.
3. Pelayanan kesehatan dan sosialPelayanan kesehatan yang memadai dan terstandar belum ada, hanya tersedia klinik yang berukuran kecil yang dapat digunakan sebagai pengobatan biasa saja tanpa ada pendidikan kesehatan yang terjadwal setiap bulannya.
3.4 Diagnosa
Ketidakefektifan koping pekerja dan pihak perusahaan PT. X berhubungan dengan
kurangnya kesadaran pekerja dan pihak perusahaan dalam hal keselamatan dan
kesehatan kerja (K3).
22
3.5 Intervensi
Diagnose keperawatan Tujuan Rencana Tindakan Sasaran Metode Waktu TempatKetidakefektifan koping pekerja dan pihak perusahaan PT. X berhubungan dengan kurangnya kesadaran pekerja dan pihak perusahaan dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
1. Tujuan Umum : Setelah dilakukan Asuhan keperawatann komunitas selama 1 bulan kesehatan dan keselamatan kerja para pekerja di PT X meningkat. 2. Tujuan Khusus :Setelah dilakukan asuhan keperawatan komunitas tiap minggu diharapkan :a. Perusahaan memiliki klinik yang memadai untuk tempat pengobatan.b. Diadakannyapendidikan kesehatan secara rutin bagi pekerja.c. Perusahaan
1. Lakukan pendekatan secara informal dengan kepala bidang K3 di perusahaaan tersebut
2. Diskusikan tentang cara untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja warga perusahaan.
3. Diskusikan diadakannyaPendidikan kesehatan yang dilakukan secara rutin di perusahaan tersebut.
4. Lakukan pendidikan kesehatan kepada para pekerja tentang kesehatan dan keselamatan kerja
5. Diskusikan tentang cara meningkatkan keamanan mesin dengan kepala bidang machining.
6. Diskusikan dengan kepalabidang pengelolaan limbah untuk mengurangi limbah
1. Kepala bidang K3
2. Kepalabidang K3
3. Kepalabidang K3
4. Pekerja
5. Kepala bidang machining
6. Kepalabidangpengelolaan
Komunikasidaninformasi
Diskusi
Diskusi
Ceramahdan TanyaJawab
Diskusi
Diskusi
Tgl 25-10-13 jam 09.00
Tgl 26-10-13 jam 09.00
Tgl 26-10-13 jam 09.00
Tgl 22-11-13 jam 09.00
Tgl 27-11-13 jam 09.00
Tgl 28-11-13 jam 09.00
Ruangpertemuan 1
Ruangpertemuan 1
Ruangpertemuan 1
AulaPertemuan
Ruangpertemuan 1
Ruangpertemuan 1
23
dapat meningkatkan keamanan mesin–mesin yang dioperasikan oleh pekerja.d. Perusahaan dapat mengelola limbah dengan baik.
yang beredar di perusahaan.
7. Diskusikan cara penanganan dan pengelolaan limbah agar tidak mencemari lingkungansekitar perusahaan.
8. Observasi kesehatan pekerja setiap 1 bulan.
limbah
7. Kepalabidangpengelolaanlimbah
8. Pekerja
Diskusi
Observasi
Tgl 28-11-13 jam09.00
Tgl 30-11-12 Jam 09.00
Ruangpertemuan 1
Klinikkesehatanperusahaan
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas, beban dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas
kerja yang optimal. Peran perawat dalam komunitas kelompok kerja diantaranya yaitu
melakukan supervisi terhadap pekerja, melakukan surveilens terhadap lingkungan
kerja, pelayanan kesehatan dasar, mengkoordinasikan upaya pertolongan pertama di
tempat kerja, melakukan promosi kesehatan, dan konseling di tempat kerja. Asuhan
keperawatan pada komunitas kerja menggunakan pendekatan community as partner
meliputi pengkajian data inti komunitas dan subsistem.
4.2 Saran
Setelah memahami paparan makalah diatas, seorang perawat komunitas yang
profesional diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan komunitas sesuai
dengan konsep, sehingga akan tercapai tingkat kesehatan yang optimal pada
kelompok kerja.
25
DAFTAR PUSTAKA
Roestam, Ambar W. 2002. Peranan Perawatan Kesehatan Masyarakat dalam Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Cermin Dunia Kedokteran. Nomor 136. Jakarta: PT Kalbe Farma.
Halaman: 33-36
Suma’mur, Dr, P.K.M.Sc. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
Pusat Bina Hygiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Direktorat
Jendral Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
Effendi Ferry, Makhfudli. 2009. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:
Salemba Medika
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar – dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi 2. Jakarta:
EGC
Sugeng, B. 2003. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Haji Masagung
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10/jtptunimus-gdl-s1-2008-cayantoa2a-480-3-bab2.pdf
(di akses pada tanggal 11 oktober 2013 pukul 19.44 WIB)
26