KOMUNITAS DALAM EKOSISTEM
-
Upload
fresha-aflahul-ula -
Category
Documents
-
view
433 -
download
63
description
Transcript of KOMUNITAS DALAM EKOSISTEM
KOMUNITAS DALAM EKOSISTEM
MAKALAH
disusun guna memenuhi tugas matakuliah Ekologi Teresterial
Oleh :
Desi Wahyuning Kartikasari ( 131810401041 )
Yenny Febriana Ramadhan Abdi ( 131810401043 )
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah telah
memberi kesempatan kepada kami selaku mahasiswa pengampu mata kuliah
Ekologi Teresterial, untuk dapat menyelesaikan Tugas Makalah tentang
Komunitas dalam Ekosistem. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa dan
mengeluarkan kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang bernuansa ilmu
dan iman.
Penyusunan Makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rendy Setiawan, S.Si, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Ekologi
Teresterial
2. Teman-teman dan pihak – pihak yang turut membantu
Harapan kami selaku penulis, semoga makalah ini dapat membawa
manfaat dan dampak positif bagi mahasiswa dan pembaca yang ingin dan sedang
belajar di bidang Biologi, khususnya pada mata kuliah Ekologi Teresterial. Kritik
dan saran sangat kami harapkan agar kedepannya kami dapat memperbaiki diri
dan dapat menulis makalah dengan lebih baik lagi, karena tulisan ini masih jauh
dari kesempurnaan dan sangat membutuhkan masukan dari para pembaca. Terima
kasih.
Jember, 03 Maret 2015
Penulis
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan terdapat banyak sekali makhluk hidup yang
beranekaragam. Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam
komunitas berdasarkan organisasi biologisnya, yang dapat digunakan untuk
menyatakan struktur komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies
dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Sebaliknya jika suatu
komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang
dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah.
Spesies atau jenis memiliki pengertian individu yang mempunyai
persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling kawin
dengan sesamanya (inter hibridisasi) yang menghasilkan keturunan yang fertil
(subur) untuk melanjutkan generasinya. Keanekaragaman hayati tingkat jenis
adalah keanekaragaman hayati yang menunjukkan seluruh variasi yang terdapat
pada makhluk hidup antar jenis.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa yang yang dimaksud dengan pengertian komunitas ?
2. Apa saja macam-macam komunitas ?
3. Apa yang dimaksud dengan struktur komunitas dan karakter komunitas ?
4. Bagaimana konsep pengamatan pola komunitas ?
5. Apa saja interaksi antar spesies anggota populasi ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami pengertian komunitas
2. Mengetahui dan memahami macam-macam komunitas
3. Mengetahui dan memahami struktur komunitas dan karakter komunitas
4. Mengetahui dan memahami konsep pengamatan pola komunitas
5. Mengetahui dan memahami interaksi antar spesies anggota populasi
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu
waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama
lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila
dibandingkan dengan individu dan populasi (Indriyanto, 2008).
Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama-sama
dalam suatu tempat yang bersamaan, misalnya populasi semut, populasi kutu
daun, dan pohon tempat mereka hidup membentuk suatu masyarakat atau suatu
komunitas. Dengan memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapat
diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisasi komunitas tersebut
(Resosoedarmo,1989).
Perubahan komunitas yang sesuai dengan perubahan lingkungan yang
terjadi akan berlangsung terus sampai pada suatu saat terjadi suatu komunitas
padat sehingga timbulnya jenis tumbuhan atau hewan baru akan kecil sekali
kemungkinannya. Namun, perubahan akan selalu terjadi. Oleh karena itu,
komunitas padat yang stabil tidak mungkin dapat dicapai. Perubahan komunitas
tidak hanya terjadi oleh timbulnya penghuni baru, tetapi juga hilangnya penghuni
yang pertama (Pringgoseputro,1998).
Komunitas, seperti halnya tingkat organisasi makhluk hidup lain, juga
mengalami serta menjalani siklus hidup. Komunitas ditinjau dari segi fungsinya,
tumbuhan dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat
membentuk suatu kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan
lingkungan yang dapat memunuhi kebutuhan hidupnya dalam kumpulan ini
terdapat pula kerukunan untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan dan
hubungan timbal balik yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini
terbentuk suatau derajat keterpaduan. Kelompok seperti itu yang tumbuhan dan
hewannya secara bersama telah menyesuaikan diri dan mempunyai suatu tempat
alami disebut komunitas (Resosoedarmo,1989).
Bila ditinjau dari segi deskriptif suatu komunitas dicirikan oleh
komposisinya yang tertentu. Komposisinya bisa berubah apabila terdapat
komunitas lain datang dalam jumlah banyak sehingg terdapat pembatas antara
komunitas lama dan baru. Namun, dengan berjalannya waktu pembatas tersebut
akan berangsur-angsur hilang, Perubahan-perubahan komposisi berkaitan dengan
perubahan faktor-faktor lingkungan, misalnya topografi, kelembapan, tanah,
tamperatur dan iklim bila mencakup kawasan yang luas (Resosoedarmo,1989).
Suatu komunitas dapat mengkarakteristikkan suatu unit lingkungan yang
mempunyai kondisi habitat utama yang seragam. Unit lingkungan seperti ini
disebut biotop seperti hamparan lumpur, pantai pasir, gurun pasir dan unit lautan
yang dtentukan oleh sifat fisiknya. Biotop yang dicirikan oleh unsur organisme
nya, misalnya pada alang-alang, hutan tusam, hutan cemara, rawa kumpai, dan
sebagainya (Pringgoseputro,1998).
Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah dengan
mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik hidup maupun tidak.
Ringkasannya pemberian nama komunitas dapat berdasarkan :
1. Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau
indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan
dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti
hutan sklerofil
2. Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan
lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan,dll
3. Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe
metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim,
misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata
sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik (Resosoedarmo,1989).
2.2 Macam-macam Komunitas
Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar
dapat dibagi dalam dua bagian yaitu :
1. Komunitas akuatik, komunitas ini misalnya yang terdapat di laut, di danau,
di sungai, di parit atau di kolam.
( Sumber : ekologi. Edu )
Tumbuhan akuatik, intensitas cahaya sangat menentukan penggunaan
energy untuk fotosintesis.Tumbuhan kekurangan energy jika intensitas cahaya
berkurang. Semakin cerah suatu perairan semakin jauh cahaya matahari yang
dapat tembus kedalam perairan dan dengan begitu akan banyak ditemukan
tumbuhan laut seperti lamun yang memerlukan cahaya matahari untuk melakukan
fotosintesis (Pringgoseputro,1998).
2. Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di
pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.
(sumber :ekologi. Edu)
Struktur umum dari lingkungan terestrial adalah:
a. Autotrof
Ciri yang menonjol dari komunitas terestrial (darat) adalah adanya
dominasi dari tumbuhan-tumbuhan hijau yang bersifat autotrof, berakar besar
sehingga menyediakan penaungan untuk organisme-organisme lain serta
memainkan peran penting dalam mempertahankan dan mengubah permukaan
bumi. Vegetasi yang merupakan istilah umum digunakan untuk semua tumbuh-
tumbuhan dari suatu daerah adalah suatu ciri khas untuk mengklasifikasi dan
menamai komunitas-komunitas darat.
b. Konsumen-Konsumen Makro (Fagotropik)
Komunitas terestrial memiliki keanekaragaman konsumen-konsumen
primer, tidak hanya meliputi binatang-binatang kecil seperti insekta tetapi ada
pula herbivora-herbivora besar seperti mamalia berkuku.
c. Mikrokonsumen-Mikrokonsumen
Organisme-organisme yang menjalankan peran penting seperti proses
mineralisasi bahan-bahan organik pada lingkungan darat berupa bakteri, jamur,
protozoa serta binatang-binatang kecil lainnya (Frick, 2007).
2.3 Karakter Komunitas
Berikut adalah jenis – jenis karakter komunitas :
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas. Vitalitas
menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan
organisme (Resosoedarmo,1989).
2. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi
kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu
spesies di dalam suatu habitat. Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai
jumlah atau biomassa per unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau
persatuan penangkapan (Resosoedarmo,1989).
3. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung
menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara teratur pasti terarah
dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi sebagai akibat dari
modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan memerlukan waktu.
Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut
klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis.
Menurut konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis pioner
oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai dengan
lingkungannya ( Odum, 1994).
Suksesi adalah proses perubahan dalam komunitas menuju ke satu arah,
berlangsung lambat, secara teratur, pasti dan dapat diramalkan (Irwan, 1992).
Suksesi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Suksesi primer yaitu bila ekosistem mengalami gangguan yang berat
sekali, sehingga komunitas awal (yang ada) menjadi hilang atau rusak
total, menyebabkan ditempat tersebut tidak ada lagi yang tertinggal
dan akhirnya terjadilah habitat baru.
2. Suksesi sekunder yaitu prosesnya sama dengan yang terjadi pada
suksesi primer, perbedaannya adalah pada keadaan kerusakan
ekosistem atau kondisi awal pada habitatnya. Ekologi tersebut
mengalami gangguan, akan tetapi tidak total, masih ada komunitas
yang tersisa.
2.4 Konsep pola komunitas dan pola distribusi
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola komunitas.
( Barbour, 1999 ).
2.4.1 Pola Komunitas
Tiga konsep yang dapat diterapkan dalam mengamati pola komunitas
adalah sebagai berikut :
1. Gradasi komunitas (community gradient, coenocline) yaitu konsep
yang dinyatakan dalam bentuk populasi.
2. Kompleks gradasi (complex gradient) yang terdiri dari gradasi
lingkungan (environmental gradient), yang menyangkut sejumlah
faktor lingkungan yang berubah secara bersama-sama serta gradasi
elevasi (elevation gradient) termasuk faktor-faktor penurunan suhu
rata-rata, pertambahan curah hujan, pertambahan kecepatan angin dan
sebagainya, kearah ketinggian yang meningkat.
3. Gradasi ekosistem (ecocline), yang dalam hal ini kompleks gradasi dan
gradasi komunitas membentuk suatu kesatuan dan membentuk gradasi
komunitas dan lingkungan (Pringgoseputro,1998).
2.4.2 Pola Distribusi
Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relative terhadap
yang lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi individu dalam satu populasi
bias bermacam – macam, pada umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran,
yaitu penyebaran secara acak, penyebaran secara merata, dan penyebaran
berkelompok (Barbour,1999).
1. Penyebaran secara teratur (regular dispersion) dengan individu – individu
yang kurang lebih berjarak sama satu dengan yang lain, jarang terdapat di
alam, tetapi umumnya di dalam suatu ekosistem yang dikelola, dan disini
tanaman atau pohon memang sengaja datur seperti itu yaitu jarak yang
sama untuk menghasilkan produk yang optimal (Setiono, 1999).
2. Penyebaran acak (random dispersion) juga sangat jarang terjadi dialam.
Penyebaran semacam ini biasanya terjadi apabila factor lingkunganya
sangat seragam unuk seluruh daerah dimana populasi berada, selain itu
tidak ada sifat – sifat untuk berkelompok dai organisme tersebut,, dalam
tumbuhan ada bentuk – bentuk organ tertentu yang menunjang untuk
terjadinya pengelompokan tumbuhan (Azhari, 2007).
3. Penyebaran secara merata, umum terdapat padaa tumbuhan. Penyebaran
seacam ini terjadi apabila adapersaingan yang kuat diantara individu –
individu dalam populasi tersebut. Pada tumuhan misalnya untuk
mendapatkan nutrisi dan ruang (Lestari, 2001).
4. Penyebaran secara berkelompok (clumped dispersion) dengan individu –
individu yang bergerombol dalam kelompok – kelompok adalah yang
paling umum terdapat dialam, terutama untuk hewan (Hastuti, 2007).
2.5 Interaksi Antar Spesies Anggota Populasi
Interaksi yang terjadi antar spesies anggota populasi akan mempengaruhi
terhadap kondisi populasi mengingat keaktifan atau tindakan individu dapat
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan ataupun kehidupan populasi. Setiap
anggota populasi dapat memakan anggota-anggota populasi lainnya, bersaing
terhadap makanan, mengeluarkan kotoran yang merugikan lainnya, dapat saling
membunuh, dan interaksi tersebut dapat searah ataupun dua arah (timbale balik).
Oleh karena itu, dari segi pertumbuhan atau kehidupan populasi, interaksi antar
spesies anggota populasi dapat merupakan interaksi yang positif, negative, atau
nol (Odum, 1994).
1. Interaksi antar organisme
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain.
Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain
jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi
lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita (Resosoedarmo,1989).
Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada
yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut.
a. Netral adalah hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam
habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak
merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya : antara capung
dan sapi.
b. Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator).
Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup.
Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa.
Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu
dengan tikus.
(Sumber: ekologi. Edu).
c. Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies,
bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil
makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
Contoh : Plasmodium dengan manusia, Taenia saginata dengan sapi, dan
benalu dengan pohon inang.
(Sumber: ekologi. Edu).
d. Komensalisme adalah merupakan hubunganantara dua organisme yang
berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber
makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak
dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
(Sumber:ekologi. Edu).
e. Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies
yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri
Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan atau tumbuhan
berbunga dengan kupu – kupu atau lebah.
(Sumber: ekologi. Edu).
2. Interaksi Antarpopulasi
Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi
secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya. Contoh interaksi
antarpopulasi adalah sebagai berikut:
a. Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu
menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain.
Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan
lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik.
(Sumber: ekologi. Edu).
b. Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat
kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan
apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan
populasi sapi di padang rumput (Pringgoseputro,1998).
(Sumber: ekologi. Edu).
3. Interaksi Antar Komunitas
Interaksi antar komunitas merupakan interaksi yang terjadi antara
komunitas yang satu yang terdiri dari beberapa populasi yang berbeda dengan
komunitas yang satunya didaerah. Interaksi antar komunitas cukup kompleks
karena tidak hanya melibatkan organisme, tetapi juga aliran enrgi dan makanan.
Interaksi ini dapat diamti pada daur carbon (karena melibatkan ekosistem yang
berbeda (laut dan darat) ( Aryulina, dkk, 2004 ).
4. Interaksi Antar komponen Biotik dengan Abiotik
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem.
Hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran
energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga
struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi.
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat
mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya
keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini
tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem
untuk mencapai keseimbangan baru (Soeriaatmadja, 1989).
2.6 Analisis Komunitas
1. Indeksi dominansi
Indeks dominansi adalah parameter yang menyatakan terpusatnya
dominansi (penguasaan) spesier dalam suatu komunitas. Penguasaan atau
dominansi spesies dalam komunitas bisa terpusat pada suatu spesies, beberapa
spesies atau pada banyak spesies yang dapat diperkirakan dari tinggi rendahnya
indeks dominansi ( ID )
ID = ∑ (n.i/N)2
Keterangan :
ID= Indeks dominansi
n.i=nilai penting tiap spesies ke-i
N=total nilai penting
Apabila nilai ID tinggi, maka dominansi (penguasaan) terpusat
terdapat pada suatu spesies. Tetapi apabila nilai ID rendah, maka dominansi
terpusat pada beberapa spesies (Indriyanto,2010).
2. Kelimpahan
Kelimpahan organisme adalah jumlah individu pada suatu area. Cara
menghitung kelimpahan yang paling akurat adalah dengan cara menghitung setiap
individu pada area tersebut. Umumnya tidak dapat menghitung semua individu
dalam ekosistem dan walaupun mungkin, maka dibutuhkan waktu yang banyak.
Kelimpahan dapat diukur dengan dua cara yaitu:
a. Kelimpahan absolut atau jumlah individu-individu per unit area.
b. Kelimpahan relatif adalah populasi spesies yang mendukung
kelimpahan total.
Rumus nilai kelimpahan adalah :
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelimpahan yaitu natalitas,
mortalitas, imigrasi, emigrasi, kompetisi, predasi dan waktu
(Indriyanto,2010).
2. Keanekaragaman
Menurut Odum (1993), menyatakan bahwa ada dua komponen
keanekaragaman jenis yaitu kekayaan jenis dan kesamarataan. Kekayaan jenis
adalah jumlah jenis dalam suatu komunitas. Kekayaan jenis dapat dihitung dengan
indeks jenis atau area yakni jumlah jenis per satuan area. Kesamarataan atau
akuitabilitas adalah pembagian individu yang merata di antara jenis. Namun pada
kenyataan setiap jenis itu mempunyai jumlah individu yang tidak sama.
Kesamarataan menjadi maksimum bila semua jenis mempunyai jumlah individu
yang sama atau rata, cara sederhana mengukur keanekaragaman jenis adalah
menghitung jumlah jenis (S) atau spesies richnes.
Seperti formulasi berikut ini :
H = - Σ{(ni/n)ln (ni/n)}
di mana:
H = Indeks Keanekaragaman
ni = jumlah individu
n = jumlah total individu
dengan kriteria:
H’ < 1 = Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah
1>H’ >3 = Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang sedang
H’>3 = Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah tentang Komunitas dalam Ekosistem
adalah :
1. Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu
waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu
sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks
bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
2. Macam-macam Komunitas secara garis besar dapat dibagi dalam dua
bagian yaitu Komunitas akuatik dan komunitas terrestrial.
3. Karakter suatu komunitas yaitu meliputi Kualitatif, Kuantitatif, dan
Sintesis.
4. Tiga konsep yang dapat diterapkan dalam mengamati pola komunitas.
Pertama, gradasi komunitas (community gradient, coenocline) yaitu
konsep yang dinyatakan dalam bentuk populasi. Kedua, konsep gradasi
lingkungan (environmental gradient), yang menyangkut sejumlah faktor
lingkungan yang berubah secara bersama-sama. Umpamanya saja, dalam
gradasi elevasi (elevation gradient) termasuk faktor-faktor penurunan
suhu rata-rata, pertambahan curah hujan, pertambahan kecepatan angin
dan sebagainya, kearah ketinggian yang meningkat.
5. Setiap anggota populasi dapat memakan anggota-anggota populasi
lainnya, bersaing terhadap makanan, mengeluarkan kotoran yang
merugikan lainnya, dapat saling membunuh, dan interaksi tersebut dapat
searah ataupun dua arah (timbale balik). Oleh karena itu, dari segi
pertumbuhan atau kehidupan populasi, interaksi antar spesies anggota
populasi dapat merupakan interaksi yang positif, negative, atau nol.
6. Interaksi spesies anggota populasi merupakan suatu kejadian yang wajar di
alam atau di suatu komunitas, dan kejadian tersebut mudah di pelajari.
Interaksi antar spesies tidak terbatas antara hewan dengan hewan, tetapi
interaksi terjadi secara menyeluruh termasuk terjadi pada tumbuhan,
bahkan antar tumbuhan dengan hewan.
3.2 Saran
Adapun saran dari makalah ini adalah sebagai manusia sepatutnya kita
menjaga kelestarian lingkungan sekitar demi keberlangsungan hidup makhluk
hidup, agar tercipta keseimbangan ekosistem dan tetap terjaga kehidupan saling
ketergantungan satu sama lain didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aryulina, Diah, dkk. 2004. Biologi 1. Jakarta : Esis.
Azhari, S. 2007. Bencana Air Karena Salah Urus. Jurnal Sosioteknologi Edisi
10 Tahun 6, April 2007.
Barbour, M.G. 1999. Terrestrial Plant Ecology. B. Cumings. California
Frick, H. 2007. Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis. Semarang : Kanisius.
Hastuti, L. 2007. Asal – Usul Domestikasi Dalam Latar Belakang Ekologi. Jurnal
Ilmu Pertanian USU Volume 2 no 7, 2007. Hal 34 – 47
http://www.academia.edu/4064851/Ekologi ( dikutip pada 04 Maret 2015 ).
Indriyanto, 2008, Ekologi Hutan, Jakarta : Bumi Aksara
Odum, E. P., 1994., Dasar-Dasar Ekologi, Yogjakarta : UGM Press
Pringgoseputro, S. , 1998, Ekologi Umum, Yogjakarta: UGM Press
Resosoedarmo, S., 1989, Pengantar Ekologi, Bandung: CV REMADJA KARYA
Setiono, D. 1999. Keberadaan Taman Nasional Baluran Terancam Acacia Nilotica
(Akasia Duri). Jurnal Nasional Taman Baluran Vol 5 No 14, 1999. Hal
45 – 58.
Soeriaatmadja, 1989, Ilmu Lingkungan, Bandung: ITB Press