KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANTARA PERAWAT DENGAN …
Transcript of KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANTARA PERAWAT DENGAN …
KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANTARA PERAWAT
DENGAN PASIEN ANXIETY DISORDER DI RUMAH
SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh :
TANTYA LEGYSTANIA
NIM. 11170510000037
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2021 M
KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANTARA PERAWAT
DENGAN PASIEN ANXIETY DISORDER DI RUMAH
SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos.)
Oleh
Tantya Legystania
NIM. 11170510000037
Pembimbing
Dr. Yopi Kusmiati, M.Si
NIP. 198012172003122002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2021 M
i
ABSTRAK Tantya Legystania, 11170510000037
“Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dengan Pasien
Anxiety Disorder Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan”
Pasien anxiety disorder cenderung mempunyai rasa curiga
yang lebih besar dan emosi yang tidak stabil, maka dari itu
dibutuhkan keterampilan perawat dalam berkomunikasi dengan
pasien agar asuhan keperawatan yang diberikan dapat berjalan
dengan lancar. Di dalam dunia keperawatan komunikasi yang
digunakan dalam proses penyembuhan disebut dengan
komunikasi terapeutik (Therapeutic Communication).
Dari latar belakang tersebut, maka muncul beberapa
pertanyaan yaitu bagaimana tahapan komunikasi terapeutik,
bagaimana teknik komunikasi terapeutik dan apa saja faktor
penghambat komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien
anxiety disorder di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan riset lapangan (field research) dan paradigma
kontruktivisme. Data yang didapat dengan menggunakan teknik
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Agar penelitian ini dapat terarah, maka teori yang menjadi
acuan dalam penelitian ini adalah teori Penetrasi Sosial yang
dikembangkan oleh Alman dan Taylor yang menjelaskan
bagaimana proses terjadinya pengembangan hubungan secara
bertahap.
Hasil dari penelitian ini adalah tahapan komunikasi
terapeutik yang terjadi antara perawat dengan pasien anxiety
disorder dimulai dari tahap pra-interaksi, tahap orientasi, tahap
kerja dan tahap terminasi dengan teknik komunikasi yaitu
mendengarkan dengan penuh perhatian, menanyakan pertanyaan
berkaitan, pertanyaan terbuka, mengulangi ucapan pasien,
memberi kesempatan untuk pasien memulai pembicaraan, dan
mengurutkan kejadian secara kronologis. Selanjutnya faktor
penghambat komunikasi terapeutik ini adalah emosi, latar
belakang sosial budaya dan belum adanya rasa percaya (bina
trust).
Kata Kunci: Komunikasi Terapeutik, Perawat, Pasien,
Anxiety Disorder, Penetrasi Sosial, Rumah Sakit Jiwa.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahhmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat dari zaman kegelapan hingga zaman terang
benderang.
Alhamdulillahhirobbil ‘Alamin setelah perjalan panjang
yang penulis lewati, akhirnya penulis berhasil menyelesaikan
penelitian dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Komunikasi
Terapeutik Antara Perawat Dengan Pasien Anxiety Disorder Di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan”. Skripsi ini dibuat
sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Srata-1 Sarjana
Sosial (S.Sos) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, banyak hambatan dan
rintangan yang penulis lalui tetapi penulis selalu mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak baik berupa pikiran, tenaga, dorongan
moril maupun materil. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S.Ag.
iii
selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr.
Sihabbudin Noor, M.Ag sebagai Wakil Dekan II
Bidang Administrasi Umum, Dr. Cecep Sastrawijaya,
MA sebagai Wakil Dekan III bidang Kemahasiswaan.
2. Dr. Armawati Arbi, M.Si. selaku Ketua Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dr. H. Edi Amin, M.A selaku Sekertaris
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Fita Fathurokhmah, M.Si, selaku Dosen Penasehat
Akademik yang telah membimbing dan memberikan
arahan kepada penulis selama melakukan studi.
4. Dr. Yopi Kusmiati, M.Si, selaku Dosen Pembimbing
yang telah bersedia membimbing dan banyak
memberikan masukan serta saran kepada penulis selama
proses penulisan ini berlangsung. Penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Beliau, semoga kebaikannya dibalas oleh Allah
SWT dan senantiasa diberikan keberkahan, kesehatan,
dan kebaikan kepada dirinya beserta keluarganya.
5. Seluruh Staff dan Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah berperan penting dalam proses perkuliahan,
memberikan ilmu serta wawasan dan pengalaman yang
mempermudah pada masa studi.
iv
6. dr. Galianti Prihandayani, Sp.KJ selaku Direktur SDM,
Pendidikan dan Umum Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan yang telah memberikan izin penulis untuk
melakukan penelitian terkait skripsi yang penulis susun.
7. Ners. Ahmad Qofrawi, S.Kep selaku Pembimbing
Lapangan yang telah memberikan waktu dan tenaganya
untuk membimbing penulis selama penelitian
berlangsung.
8. Ners. Fahrudin, S.Kep, Ners. Darmoko, S.Kep, Ners.
Adlan Baduwi, S.Kep, Dzulfan, Am.K, Asep Aris
Muwandar, Am.K, dan Magdalena Verita Intan Manik,
Am.K, selaku perawat RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
sekaligus informan dalam penelitian ini. Terima kasih
telah berkenan untuk penulis wawancarai dan
memberikan informasi terkait penelitian yang penulis
lakukan.
9. Bapak Pendi dan Ibu Yuli selaku orang tua penulis,
penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk
semua cinta, kasih dan sayang yang selalu penulis
dapatkan. Terima kasih untuk selalu percaya kepada
penulis, dan selalu menjadi support system sejak hari
pertama. Semoga Allah SWT selalu memberikan Bapak
dan Ibu keberkahan, kesehatan dan umur yang panjang
agar bisa terus menemani penulis sampai tua nanti.
10. Kakak- kakak tercinta, Mba Ita, Mba Pipi, Kak Roki,
Mas Arif, Mamas Aal yang selalu memberikan motivasi
dan dukungan kepada penulis .
v
11. Keponakan-keponakan penulis, Zavi, Azky, dan Alana
yang selalu memberikan canda tawa serta menguras
emosi di kehidupan penulis.
12. Grup Arisan Sosyalita, Friska Atrelia, Khoirunnisa,
Nila Cilvia, Farah Maulida, Jeihan Hafiyah, Ratu Vega
Alfira, Fardia Irma, Citra Novianti dan Raihanna
Ummu Kulsum selaku sahabat penulis yang selalu
memberikan tawa, canda, tangis, dukungan dan
membuat warna di kehidupan perkuliahan penulis.
Kalian semua Amazing! Penulis sangat bersyukur bisa
bertemu dan mengenal kalian semua, semoga kita bisa
sukses di jalan kita masing masing dan pertemanan ini
akan terus lanjut sampai tua nanti.
13. Friska Atrelia dan Khoirunnisa selaku sahabat dekat
penulis yang selalu bersedia menyediakan telinga dan
bahunya kapanpun penulis butuhkan. Terima kasih
untuk semua yang sudah diberikan kepada penulis
semoga Allah membalas kebaikan kalian berdua.
14. Nafan Hudzaifi dan Zainy Hulwany selaku sahabat
cowok yang sangat amat baik dan menjaga penulis.
Terima kasih sudah menemani malam-malam penulis
dengan video call dan obrolan yang random.
15. Teman seperjuangan skripsi dan tempat bertukar pikiran
Yovita Widiyafitri, Zahra Nur Afifah, Hadi Al-Habsyi,
Fardia Irma, Bayu Muhardianto, dan Adilah Bagus.
16. Teman-teman KPI A 2017 yang telah membantu serta
bekerja sama dalam proses perkuliahan di dalam kelas.
vi
17. Sahabat baik penulis Sinta Pricilla, Ananda Aidil,
Dzihan Nabilah, Andina Sari, Mardiyah, dan Revino
Pramestu yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis sejak penulis duduk di bangku SMA.
18. Teruntuk semua pihak yang telah memberikan
kontribusi serta doa selama penulis berada dalam masa
studi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
19. Dan terakhir ucapan terima kasih untuk diri sendiri.
Terima kasih Tantya sudah berjuang sekeras ini,
melewati puluhan malam dengan tangisan, selalu
percaya bahwa diri kamu bisa dan tetap berdiri di
kakimu sendiri. Kamu sangat hebat!
Demikian ucapan terimakasih yang dapat penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu penulis mulai dari awal
penulisan hingga skripsi ini terselesaikan. Penulis menyadari
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis
mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya
untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa
bermanfaat bagi penulis dan seluruh pihak yang membaca.
Jakarta, Februari 2021
Penulis
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………i
KATA PENGANTAR…………………………………….ii
DAFTAR ISI ……………………………………………vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………x
DAFTAR TABEL ……………………………………xi
DAFTAR GRAFIK ……………………………………xii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………1
A. Latar Belakang Masalah …………………………1
B. Identifikasi Masalah ……………………………8
C. Batasan Masalah ……………………………………9
D. Rumusan Masalah ………………………………10
E. Tujuan Penelitian …………………………………10
F. Manfaat Penelitian ………………………………11
G. Tinjauan Pustaka……………………………………11
H. Metodologi Penelitian ……………………………15
1. Paradigma Penelitian ……………………………15
2. Metode dan Pendekatan Penelitan ………….15
3. Subjek dan Objek Penelitian …………………16
4. Tempat Penelitian ……………………………16
5. Teknik Pengumpulan Data ……………………16
6. Teknik Analisis Data ……………………18
I. Sistematika Penulisan ……………………………20
BAB II LANDASAN TEORI ………………………23
A. Komunikasi Interpersonal ………………………23
1. Pengertian Komunikasi Interpersonal ………23
2. Komponen-komponen Komunikasi Interpersonal 24
3. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal …………27
4. Proses Komunikasi Interpersonal ……………..28
5. Tujuan Komunikasi Interpersonal ……………30
B. Komunikasi Terapeutik …………………………32
viii
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik …………32
2. Tujuan Komunikasi Terapeutik …………………33
3. Karakteristik Komunikasi Terapeutik …………34
4. Teknik Komunikasi Terapeutik …………………35
5. Tahapan-tahapan Komunikasi Terapeutik ………38
6. Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik ……39
C. Anxiety Disorder ………………………………………43
1. Pengertian Anxiety Disorder ………………………43
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan 44
3. Ciri-ciri Gangguan Kecemasan ………………45
4. Jenis-jenis Gangguan Kecemasan ……………46
5. Tingkat Kecemasan ……………………………48
D. Teori Penetrasi Sosial ………………………………50
1. Pengertian Teori Penetrasi Sosial ……………50
2. Tahapan Proses Penetrasi Sosial ………………52
BAB III GAMBARAN UMUM ……………………56
A. Profil RSJ Dr. Soeharto Heerdjan …………………56
B. Visi, Misi, dan Nilai RSJ Dr. Soeharto Heerdjan …58
C. Fasilitas Pelayanan RSJ Dr. Soeharto Heerdjan ……60
D. Ketenagakerjaan ……………………………………66
E. Grafik Kinerja Pelayanan ………………………67
F. Data Riwayat Penyakit Gangguan Jiwa ……………68
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITAN ………70
A. Identifikasi Informan ………………………………70
B. Tahapan Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dengan
Pasien Anxiety Disorder ……………………………74
C. Teknik Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dengan
Pasien Anxiety Disorder ………………………………82
D. Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik Antara Perawat
Dengan Pasien Anxiety Disorder Di RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan ……………………………………………91
E. Peran Dakwah Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan
Kepada Pasien Anxiety disorder ………………………94
BAB V PEMBAHASAN ………………………………98
A. Tahapan Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dengan
Pasien Anxiety Disorder ………………………………99
ix
B. Teknik Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dengan
Pasien Anxiety Disorder………………………………110
C. Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik Antara Perawat
Dengan Pasien Anxiety Disorder Di RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan ………………………………………113
D. Peran Dakwah Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan
Kepada Pasien Anxiety disorder …………………..118
BAB VI PENUTUP …………………………………124
A. Simpulan ………………………………………124
B. Saran …………………………………………127
DAFTAR PUSTAKA ………………………………128
LAMPIRAN ……………………………………………133
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Komunikasi Interpersonal ………28
Gambar 2.2 Rentang Respon Kecemasan ………………48
Gambar 2.3 Tahapan Penetrasi Sosial …………………53
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Ketenagakerjaan RSJSH ……………………66
Tabel 3.2 10 Besar Penyakit Gangguan Jiwa Tahun 2019..68
Tabel 5.1 Analisis Tahapan Komunikasi Terapeutik Antara
Perawat Dengan Pasien Anxiety Disorder Dalam Proses
Pemulihan ………………………………………………99
Tabel 5.2 Temuan Peneltian dan Kaitannya Dengan Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi …………………………………120
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1 Kunjungan Pasien Rawat Inap Pada Tahun 2019..67
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi terdiri atas beberapa konteks. Salah satu
konteks komunikasi yang berkaitan langsung dengan
hubungan antarmanusia adalah komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal merupakan suatu kemampuan
dalam membina hubungan yang baik antar manusia yang
satu dengan manusia yang lain.1 Menurut Suranto,
komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi
adalah komunikasi antara orang orang secara tatap muka,
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi
orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non
verbal.2
Sebuah komunikasi dikatakan berhasil apabila
memenuhi kompenen-komponen di dalamnya, seperti
pengirim pesan (sender), penerima pesan (receiver), pesan
(messege), saluran (channel), pengaruh (effect) dan umpan
balik (feed back). Dalam proses komunikasi perubahan
sikap diri penerima pesan (receiver) sangat penting adanya,
1Vardiansyah D, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2004),h.12 2Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Jogjakarta: Graha Ilmu,
2011),h.3
2
karena dengan begitu kita dapat mengetahui apakah
komunikasi tersebut berjalan secara efektif atau tidak.3
Sebagai makhluk sosial dan hidup berkelompok, tentu
membutuhkan komunikasi untuk berinteraksi satu sama lain
tidak terkecuali orang dengan gangguan mental. Gangguan
mental sendiri menurut Damaiyanti adalah kumpulan dari
keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan
dengan fisik, maupun dengan mental.4 Ganguan mental ini
meliputi ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan,
prestasi diri, hubungan yang tidak efektif, tidak puas hidup
di dunia atau koping yang tidak efektif terhadap peristiwa
kehidupan dan tidak terjadi pertumbuhan personal.5
Berdasarkan data dari World Health Organization
(WHO) terdapat sekitar 450 juta orang menderita gangguan
mental dan perilaku di seluruh dunia. Diperkirakan satu dari
empat orang akan menderita gangguan mental selama masa
hidup mereka. Menurut WHO regional Asia Pasifik (WHO
SEARO) jumlah kasus gangguan depresi terbanyak di India
(56.675.969 kasus atau 4,5% dari jumlah populasi), dan
terendah di Maldives (12.739 kasus atau 3,7% dari
populasi). Adapun di Indonesia sebanyak 9.162.886 kasus
3Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Jogjakarta: Graha Ilmu,
2011),h.3 4Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.63 5Shiela L. Videbeck, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, (Jakarta:
Keperawatan, 2008), h.4
3
atau 3,7% dari populasi.6 Sedangkan berdasarkan
swaperiksa web PDKSJI (Perhimpunan Dokter Spesialis
Kedokteran Jiwa Indonesia) terdapat 64,8% dari 4.010
responden menderita masalah psikologis dalam lima bulan
saat Covid-19 masuk ke Indonesia. Masalah psikologis ini
antara lain cemas, depresi, dan trauma psikologis. Prevalensi
penderita gangguan jiwa akan terus meningkat selama
wabah Covid-19.7
Salah satu gangguan mental ini adalah gangguan
kecemasan (anxiety disorder). Gangguan kecemasan
(anxiety disorder) adalah suatu gangguan yang dialami dari
adanya perasaan takut dan cemas yang tingkatannya tidak
sebanding dengan proporsi ancaman. Gangguan ini dapat
berupa perasaan khawatir, cemas yang berat menyeluruh
dan menetap/bertahan lama, dan disertai dengan gejala
somatik (motorik & otonomik) yang menyebabkan
gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan atau perasaan
nyeri hebat, serta perasaan tak enak.8 Jika gangguan
kecemasan tersebut tidak segera diatasi, maka akan
berdampak buruk bagi diri klien, karena tidak sedikit orang
yang mengalami gangguan kecemasan memilih untuk
mengakhiri hidupnya bahkan bisa saja menyakiti orang
disekitarnya.
6WHO, Depression and Other Common Mental Disorders, Global
Health Estimates, (Geneva: World Health Organization, 2017)
7http://pdskji.org/home diakses pada tanggal 22 Agustus 2020. 8Tristiadi Ardi & Noor Rochman, Psikologi Abnormal, (Bandung:
Lubuk Agung, 2011),h.13
4
Melihat kondisi pasien yang emosinya tidak stabil dan
psikologisnya terganggu maka terbentuk pertanyaan tentang
bagaimana seorang perawat melakukan pendekatan
komunikatif saat memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien. Keperawatan adalah suatu interaksi antara perawat
dan pasien, perawat dan profesional kesehatan lain, serta
perawat dan komunitas. Proses interaksi manusia terjadi
melalui komunikasi: verbal dan nonverbal, tertulis dan tidak
tertulis, terencana dan tidak terencana. Agar perawat efektif
dalam berinteraksi, mereka harus memiliki ketrampilan
komunikasi yang baik. Mereka harus menyadari kata-kata
dan bahasa tubuh yang mereka sampaikan pada orang lain.
Ketika perawat mengemban peran kepemimpinan, mereka
harus menjadi efektif, baik dalam ketrampilan komunikasi
verbal maupun komunikasi tertulis.9
Komunikasi dalam dunia keperawatan yang dilakukan
sebagai proses penyembuhan disebut dengan komunikasi
terapeutik (Therapeutic Communication). Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar,
bertujuan dan kegiatan dipusatkan untuk kesembuhan
pasien.10 Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan
proses menciptakan hubungan antara tenaga kesehatan dan
pasien untuk menentukan rencana tindakan serta kerjasama
dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Pada dasarnya
9Kathleen Koenig Blais, Praktik Keperawatan Profesional Konsep &
Praktik, (Jakarta: Kedokteran EGC, 2007),h.64 10Christina Lia Uripni, Komunikasi Kebidanan, (Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2002),h. 48
5
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang bertuju pada
penyembuhan pasien. Seperti hadis nabi yang diriwayatkan
dalam Hadits Muslim, Rasulullah SAW bersabda:11
اء برأ بإذن الل لكل داء دواء، فإذا أصيب دواء الد
Likulli daain dawaun faidzaa ushiiba dawaaud daai
bara’ bi idznil lillah
Artinya: “Semua penyakit ada obatnya. Apabila
sesuai antara obat dan penyakitnya, maka (penyakit) akan
sembuh dengan izin Allah SWT.”
Komunikasi ini dalam kajian ilmiah biasa disebut
dengan komunikasi interpersonal. Tujuan dari komunikasi
terapeutik ini adalah membantu pasien memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran, membantu
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, dan
membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan, fisik dan
diri sendiri.12
11Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Shahih Bukhari Muslim, No.4084,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017),h.829 12Christina Lia Uripni, Komunikasi Kebidanan, (Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2002),h. 48
6
Dalam Al-Quran juga dijelaskan cara berkomunikasi
yang efektif yang dijelaskan dalam Q.S An-Nisa ayat 63
yang berbunyi :13
ما فى قلوبهم فأعرض عنهم ئك ٱلذين يعلم ٱلل أول
وعظهم وقل لهم فى أنفسهم قولا بليغا
Ula`ikallażina ya'lamullahu ma fi qulụbihim fa a'riḍ
'an-hum wa'iẓ-hum wa qul lahum fi anfusihim qaulam
baliga
Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah
mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu
berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka
pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
berbekas pada jiwa mereka”
Ayat diatas menjelaskan pembicaraan yang fasih atau
tepat, jelas maknanya serta tepat cara penyampaiannya
dalam segi kata dan efektif dalam segi sasaran sehingga
memudahkan komunikan menangkap pesan yang ada.
Melalui metode ini pasien sebagai komunikan
diarahkan sedemikian rupa sehingga terjadi pertukaran
pesan yang dapat menimbulkan hubungan sosial yang
bermanfaat. Teknik komunikasi terapeutik ini sudah
13Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: CV Al
Mubarok, 2018)
7
diberlakukan di berbagai yayasan mental dan rumah sakit
jiwa di Indonesia terkhusunya di Jakarta, salah satunya
adalah Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan yang
beralamatkan di Jl. Prof. Dr. latumenten No. 1, RT.1/RW.4,
Jelambar, Grogol Petamburan, Kota Jakarta Barat, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 11460. Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan ini merupakan salah satu rumah sakit
tertua di Indonesia, pembangunannya dimulai sejak zaman
Belanda dan sudah beroperasi kurang lebih selama 145
tahun. Dari lamanya beroperasi tentunya rumah sakit jiwa
ini mempunyai banyak pengalaman dan juga perbaikan
perbaikan dalam pemberian layanan kepada masyarakat
yang mana hal tersebut menjadi alasan penulis memilih
rumah sakit jiwa ini sebagai temapt penelitian.
Dari paparan di atas, tulisan ini berfokus kepada teknis
komunikasi yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien
anxiety disorder dalam proses pemulihan. Maka dari itu
peneliti tertarik menuangkan permasalahan ini kedalam
skripsi yang berjudul “KOMUNIKASI TERAPEUTIK
ANTARA PERAWAT DENGAN PASIEN ANXIETY
DISORDER DI RUMAH SAKIT JIWA DR.
SOEHARTO HEERDJAN”
8
B. Identifikasi Masalah
Anxiety disorder adalah gangguan berupa perasaan
khawatir, cemas yang berat, menyeluruh dan menetap
hingga bertahan lama dan disertai dengan gejala somatik
(motorik & otomotik) yang menyebabkan gangguan fungsi
sosial dan juga fungsi pekerjaan. Gangguan kecemasan ini
tentu berbeda dengan kecemasan sehari hari yang biasanya
ditemui. Gangguan kecemasan ini tidak terkendali dan tidak
proporsional dengan bahaya sebenarnya yang mungkin
dihadapinya.
Pasien dengan gangguan kecemasan pada umumnya
memiliki rasa curiga yang tinggi terhadap suatu hal,
cenderung menutup diri, dan emosi yang tidak stabil yang
mana berpengaruh pada kesehariannya. Tidak sedikit kasus
pasien dengan gangguan kecemasan memilih untuk
menyakiti dirinya atau bahkan mengakhiri hidupnya. Hal ini
tentu tidak bisa dianggap sepele karna menyangkut nyawa
seseorang.
Maka banyak pasien anxiety disorder yang
dimasukkan ke rumah sakit jiwa guna untuk mendapatkan
asuhan keperawatan yang tepat sehingga pasien dapat
mencapai tujuan pemulihan. Rumah sakit jiwa menjadi
sarana atau wadah dimana pasien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan dan mengurangi permasalahan
pasien. Untuk menunjang proses pemulihan, perawat harus
9
bisa melakukan pendekatan komunikatif dalam hal ini yaitu
dengan menerapkan teknik komunikasi terapeutik. Oleh
karena itu, penulis mengamati bagaimana teknik komunikasi
terapeutik antara perawat dengan pasien anxiety disorder
dalam proses pemulihan.
C. Batasan Masalah
Membatasi masalah penelitian merupakan upaya
pembatasan dimensi masalah atau gejala agar jelas ruang
lingkup dan batasan yang akan diteliti.14
Dari latar belakang diatas, peneliti membatasi masalah
kedalam beberapa poin :
a. Masalah gangguan mental hanya pada pasien yang
mengidap anxiety disorder saja, tidak mencangkup
gangguan mental secara luas.
b. Pasien yang menjadi informan penelitan adalah kategori
anxiety disorder dengan tingkat kecemasan yang sedang
sampai pada tingkat kecemasan panik.
c. Penelitian ini dilakukan pada perawat dan pasien anxiety
disorder di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan,
Jakarta.
14Andi Prastomo, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-ruz
Media, 2016), h.134
10
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
a. Bagaimana tahapan komunikasi terapeutik yang terjadi
antara Perawat dengan Pasien anxiety disorder di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan?
b. Bagaimana teknik komunikasi terapeutik yang dilakukan
Perawat kepada Pasien anxiety disorder di Rumah Sakit
Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan?
c. Apa saja faktor penghambat komunikasi terapeutik yang
terjadi antara Perawat dengan Pasien anxiety disorder di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana tahapan komunikasi
terapeutik yang terjadi antara Perawat dengan Pasien
anxiety disorder di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana teknik
komunikasi terapeutik yang dilakukan Perawat kepada
Pasien anxiety disorder di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat
komunikasi terapeutik yang terjadi antara Perawat
dengan Pasien anxiety disorder di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan.
11
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada pengembangan penelitian disiplin ilmu
komunikasi terkhususnya komunikasi interpersonal.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai sumber informasi dan referensi serta dapat
mengembangkan bidang ilmu komunikasi.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi khalayak dalam bagaimana berkomunikasi
dengan pasien gangguan mental terutama anxiety
disorder.
G. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, sebelumnya peneliti melakukan
tinjuan pustaka terlebih dahulu untuk menambah kajian dan
referensi dalam penelitian. Adapun beberapa penelitian
seputar komunikasi interpersonal yang relevan dengan
penelitian ini sebagai berikut :
1. Penelitian dengan judul KOMUNIKASI TERAPEUTIK
KONSELOR LAKTASI TERHADAP KLIEN
RELAKTASI DALAM JURNAL KAJIAN
KOMUNIKASI, Volume 3, No. 2, Desember 2015,
Halaman 192-211 oleh Retasari Dewi. Universitas
Padjajaran, 2015. Hasil penelitian jurnal ini berupa
proses komunikasi terapeutik konselor laktasi yang
12
terdiri dari tiga tahapan yaitu, tahap pembinaan hubungan
baik, tahap pengumpulan informasi dan tahap
penyelesaian masalah. Dan ada sepuluh teknik
komunikasi yang digunakan konselor dalam konseling
relaktasi ini yaitu, komunikasi nonverbal, mendengarkan,
mengajukan pertanyaan, menggunakan respon sederhana,
berempati, menghindari kata-kata yang menghakimi atau
menilai, mengerima apa yang klien pikirkan, mengenali
dan memuji, memberikan informasi yang relevan dan
memberikan saran. Persamaan dengan penelitian ini yaitu
menggunakan metode kualitatif dan meneliti komunikasi
terapeutik dalam konseling, namun pada penelitian ini
mengenai konseling terhadap klien relaktasi. Perbedaan
dengan penelitian ini yaitu menggunakan teori interaksi
simbolik dan self-diclosure sebagai perspektif dalam
menganalisis fenomena kasus komunikasi antara
konselor dengan kliennya.
2. Skripsi dengan judul KOMUNIKASI TERAPEUTIK
DALAM KONSELING (Studi Deskriptif Kualitatif
Tahapan Komunikasi Terapeutik dalam Pemulihan
Trauma Korban Kekerasan Terhadap Istri di Rifka
Annisa Women’s Crisis Center Yogyakarta) oleh Etik
Anjar Fitriarti, mahasiswa program studi Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, ditulis tahun 2017. Hasil
dari penelitian ini yaitu adanya proses komunikasi
interpersonal antara konselor dengan klien atau korban
13
Kekerasan Terhadap Istri (KTI) di Rifka Annisa
Women’s Crisis Center Yogyakarta. Dan didalam
penelitian ini juga menyebutkan bahwa di dalam
konseling ini semua tahapan komunikasi terapeutik
terlaksana dengan baik, mulai dari tahap pra interaksi,
orientasi, tahap kerja dan terminasi.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
metode riset lapangan. Perbedaan dalam penelitian ini
pada bagian teknik pengumpulan data dan analisis data.
Skripsi ini menggunakan teknik pengumpulan data
pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling)
sedangkan peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data observasi, wawancara dan studi pustaka.
Selanjutnya, yang menjadi kritikan dalam penelitian ini
yaitu pada metode penelitian, peneliti hanya
menyebutkan metode riset lapangan yang dimana metode
riset lapangan ini sangat banyak jenisnya.
3. Skripsi dengan judul KOMUNIKASI ANTARPRIBADI
PERAWAT TERHADAP PASIEN SKIZOFRENIA
DALAM PROSES PENINGKATAN KESADARAN DI
RUMAH SAKIT JIWA DR.H. MARZOEKI MAHDI
BOGOR oleh Dwi Asriani Nugraha, mahasiswa program
studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, ditulis pada tahun 2015. Kesimpulan hasil dari
penelitian ini adalah:
14
(1) Pola komunikasi perawat terhadap pasien skizofrenia
di RSJ Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor ialah pola
komunikasi antarpribadi. Ciri-ciri komunikasi
antarpribadi sangat masuk dalam objek penelitian ini
seperti suasananya nonformal, prosesnya terjalin
secara dua arah, umpan balik segera, dan peserta
komunikasi berada dalam jarak yang dekat.
(2) Selanjutnya hambatan-hambatan yang ditemui
perawat saat berkomunikasi dengan pasien skizofrenia
dalam penelitian ini diantaranya, faktor halusinasi
yang ada dalam diri pasien, keadaan jiwa yang belum
stabil, belum adanya rasa percaya diri pasien dengan
perawat, keengganan pasien untuk berkomunikasi, dan
ketidakpahaman perawat akan bahasa yang diucapkan
pasien ataupun sebaliknya.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
teori penetrasi sosial dengan asumsi self disclosure,
dan persamaan penelitian ini juga menitikberatkan
pada teknis komunikasi yang digunakan oleh perawat
atau terapis kepada pasien dalam proses pemulihan.
Perbedaanya terdapat pada paradigma yang
digunakan, skripsi ini menggunakan paradigma klasik
sedangkan skripsi peneliti menggunakan paradigma
kontruktivisme.
15
H. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Adapun paradigma yang digunakan dalam
penelitian ini adalah paradigma kontruktivisme dalam
perspektif komunikasi, yaitu paradigma yang hampir
merupakan antitesis dari paham yang meletakkan
pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu
realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini
memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis
terhadap socially meaningful action melalui pengamatan
langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang
bersangkutan menciptakan dan memelihara/mengelola
dunia sosial mereka.15
2. Metode dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan jenis
penelitian kualitatif dengan riset lapangan (field
research). Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang tidak
menggunakan perhitungan. Penelitian kualitatif ini
menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi
tertentu (dalam konteks tertentu). Pendekatan kualitatif, lebih
lanjut mementingkan proses dibandingkan dengan hasil akhir.
Oleh karena itu, urutan-urutan kegiatan dapat berubah
sewaktu-waktu tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-
gejala yang ditemukan.
15Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial
Empirik Kalasik, (Jakarta: Dapartemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia,2003),h.3
16
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini berjumlah Sembilan
orang yang terdiri dari enam perawat dan tiga pasien
dengan diagnosa anxiety disorder yang ada di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan.
Kemudian, yang menjadi objek penelitian yaitu
komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien
anxiety disorder dalam proses pemulihan di Rumah Sakit
Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta.
4. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan yang beralamatkan di Jl. Prof. Dr.
latumenten No. 1, RT.1/RW.4, Jelambar, Grogol
Petamburan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 11460.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati
secara langsung tanpa mediator sesuatu objek untuk
melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek
tersebut.16 Observasi yang akan dilakukan oleh
peneliti adalah dengan terjun langsung ke lokasi
observasi untuk mengetahui secara langsung
16Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta,
Prenada Media Group, 2006),h.106
17
komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien
anxiety disorder di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan, Jakarta.
b. Wawancara
Wawancara mendalam adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka atara
pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan
interview guide, dimana pewawancara dan informan
terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Dengan demikian, kekhasan wawacara mendalam
adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.17
Selain metode observasi, penelitian ini juga
menggunakan metode wawancara untuk memperoleh
gambaran yang memadai dan akurat mengenai praktik
komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien
anxiety disorder di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan, Jakarta.
Adapun nama-nama informannya sebagai
berikut:
1. Ners. Fahrudin, S.Kep
2. Ners. Darmoko, S.Kep
3. Ners. Adlan Baduwi, S.Kep
4. Dzulfan, Am.K
17Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2007), h.108
18
5. Asep Aris Muwandar, Am.K
6. Magdalena Verita Intan Manik, Am.K
7. Pasien W dengan diagnose PTSD
8. Pasien D dengan diagnosa OCD
9. Pasien S dengan diagnose Anxiety
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu kegiatan mengumpulkan
dan mempelajari material-material yang tertulis dan
tersimpan, adapun dokumentasi yang dimaksud adalah
beberapa catatan, transkrip, dan buku.18 Dokumentasi yang
digunakan dalam penelitian ini berupa profil RSJ, data
kearsipan, dan transkip wawancara dengan informan.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi langkah-langkah reduksi,
penyajian data, kesimpulan/verifikasi. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis interaktif (interactive models of analysis), seperti
yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman.19
Penelitian ini bergerak di antara tiga komponen, yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/
verifikasi, dimana aktivitas ketiga komponen tersebut
18 Dr.J.R Raco, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grasindo,
2010),h. 111 19 Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif: buku sumber tentang
metode-metode baru, (jakarta: Penerbit Universitas Indonesia),h. 52
19
bukanlah linear namun lebih merupakan siklus dalam
struktur kerja interaktif.
a. Reduksi data
Reduksi data merupakan penyesuaian,
pemusatan data sehingga data tersebut disederhanakan
dari hasil data lapangan yang masih berupa kasaran
data, mereduksi data berarti merangkum, menyeleksi
atau memilih data untuk di fokuskan kedalam hal-hal
yang penting sesuai dengan penelitian, dengan adanya
reduksi data dapat memberikan gambaran data yang
lebih jelas dan memudahkan untuk melanjutkan tahap
pengumpulan data selanjutnya.
b. Penyajian data
Setelah data direduksi maka data tersebut di
sajikan dalam bentuk narasi hal ini dikarenakan
penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data
tersebut disajikan dengan uraian singkat atau bagan
atau juga bagan yang berhubungan antar kategori.
Dengan kualitatif data harus sangat mendalam dikaji,
narasumber tidak perlu banyak tetapi datanya yang
harus dalam dan banyak.
c. Penarikan kesimpuan
Langkah terakhir adalah langkah untuk menarik
kesimpulan dari data-data yang tersisa, kesimpulan
yang di dapatkan masih bersifat sementara atau belum
pasti karena harus di pastikan lagi dengan data-data
berikutnya, apabila data-data tersebut valid dan
20
konsisten maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel. Penarikan
kesimpulan tentunya dilandaskan dengan teori-teori
yang ada melihat bagaimana hasil penelitian dengan
teori apakah cocok atau malah berbeda jauh dari teori.
Dalam penelitian ini peneliti menarik kesimpulan
bagaimana komunikasi terapeutik antara psikolog
dengan pasien anxiety disorder terjadi.
I. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh pembahasan skripsi secara
sistematis, peneliti membagi penulisannya ke dalam enam
bab yang terdiri atas sub-sub bab. Adapun sistematika
penulisannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab pendahuluan merupakan penjelasan
dari latar belakang masalah penelitian yang
didalamnya juga berisi pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
21
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan menjelaskan teori teori
yang berkaitan dengan judul penelitian,
seperti komunikasi interpersonal, teori
penetrasi sosial, komunikasi terapeutik, dan
penjelasan yang berkaitan dengan anxiety
disorder.
BAB III GAMBARAN UMUM
Dalam bab ini akan membahas mengenai
profil umum dari RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan, seperti sejarah berdirinya,
struktur kepengurusan, sarana dan prasarana
yang dimiliki, dan data terapis di RSJ Dr.
Soeharto Heerdjan.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Dalam bab ini berisi penyajian data dan
temuan observasi, wawancara dan
dokumentasi yang dilakuakn di RSJ Dr.
Soeharto Heerdjan. Data tersebut berkaitan
dengan teknis komunikasi terapeutik antara
psikolog dengan pasien anxiety disorder
dalam proses pemulihan.
22
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini mengenai penjelasan hasil data dan
temuan yang telah didapatkan, selanjutnya
akan dianalisis serta dikaitkan dengan teori
dengan pembahasan yang sederhana.
BAB VI PENUTUP
Bab ini merupakan akhir dari penulisan
skripsi, dimana data data yang sudah
diuraikan tersebut akan dituangkan ke
dalam suatu bentuk kesimpulan dan saran.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Pada dasarnya setiap orang membutuhkan
komunikasi interpersonal sebagai alat agar dapat bekerja
dengan lancar dengan orang lain dalam bidang apapun.
Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu suatu cara
menyampaikan dan menerima pikiran, informasi,
gagasan, perasaan bahkan emosi seseorang, tujuannya
untuk mencapai pemahaman yang sama antara
komunikator dan komunikan. Secara umum, definisi
komunikasi interpersonal adalah sebuah proses
penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
(biasanya dalam komunikasi diadik) sehingga orang lain
tersebut mengerti apa yang dimaksud oleh
komunikator.1
Menurut Deddy Mulyana, komunikasi
interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah
1Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha
Ilmu,2011),h.3
24
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi
orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun
nonverbal.2 Agus M. Hardjana mengatakan, komunikasi
interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau
beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan
pesan secara langsung dan penerima pesan dapat
menerima dan menanggapi secara langsung pula.3
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi
yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap orang
lain, khususnya individu. Hal ini disebabkan, biasanya
pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut
bertemu secara langsung, dan tidak ada media yang
digunakan untuk menyampaikan pesan, sehingga tidak
ada jarak antara komunikator dan komunikan. Oleh
karena saling berhadapan muka, maka masing-masing
pihak dapat langsung melihat dan mengetahui respon
yang diberikan, serta mengurangi tingkat ketidakjujuran
ketika berkomunikasi.
2. Komponen-Komponen Komunikasi Interpersonal
Sederhananya, dapat diasumsikan bahwa ketika
pengirim menyampaikan informasi kepada penerima
dalam bentuk simbol verbal dan nonverbal maka akan
2Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT
Remajaja Rosdakarya, 2008),h.81 3Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal,
(Jakarta: Kanius, 2003),h. 85
25
terjadi proses komunikasi interpersonal. Berdasarkan
asumsi tersebut maka dapat dikatakan bahwa dalam
proses komunikasi interpersonal terdapat komponen-
komponen komunikasi yang bekerja. Suranto AW
mengemukakan komponen-komponen komunikasi
interpersonal sebagai berikut:4
a. Sumber/ Komunikator
Dalam konteks komunikasi interpersonal,
komunikator adalah individu yang menciptakan,
memformulasikan, dan menyampaikan pesan.
b. Encoding
Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi
pikiran ke dalam simbol-simbol, kata-kata, dan
sebagainya sehingga komunikator merasa yakin
dengan pesan yang disusun dan cara
penyampaiannya.
c. Pesan
Pesan merupakan hasil encoding. Komunikasi akan
efektif apabila komunikan menginterpretasi makna
pesan sesuai yang diingikan oleh komunikator.
d. Saluran
Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari
sumber ke penerima atau yang menghubungkan
orang ke orang lain secara umum.
e. Penerima/Komunikan
4Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011),h.7
26
Komunikan adalah seseorang yang menerima,
memahami, dan menginterpretasi pesan. Dalam
proses komunikasi interpersonal, penerima bersifat
aktif, selain menerima pesan melakukan pula proses
interpretasi dan memberikan umpan balik.
f. Decoding
Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri
penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan
macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa
kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah
kedalam pengalaman- pengalaman yang mengandung
makna.
g. Respon
Yaitu apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk
dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan.
Respon dapat bersifat positif, netral, maupun negatif.
h. Gangguan (Noise)
Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau
membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan,
termasuk yang bersifat fisik dan psikis.
i. Konteks Komunikasi
Komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks
tertentu, paling tidak ada tiga dimensi yaitu ruang,
waktu, dan nilai. Konteks ruang menunjuk pada
lingkungan konkrit dan nyata tempat terjadinya
komunikasi, seperti ruangan, halaman dan jalanan.
Konteks waktu menunjuk pada waktu kapan
27
komunikasi tersebut dilaksanakan, misalnya: pagi,
siang, sore, malam. Konteks nilai, meliputi nilai
sosial dan budaya yang mempengaruhi suasana
komunikasi, seperti: adat istiadat, situasi rumah,
norma pergaulan, etika, tata krama, dan sebagainya.
3. Ciri – Ciri Komunikasi Interpersonal
Ada beberapa ciri komunikasi interpersonal menurut
Suranto diantaranya:5
a. Arus pesan dua arah.
Komunikasi interpersonal menempatkan sumber
pesan dan penerima dalam posisi yang sejajar,
sehingga memicu terjadinya pola penyebaran pesan
mengikuti arus dua arah. Artinya komunikator dan
komunikan dapat berganti peran secara cepat.
b. Suasana nonformal.
Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung
dalam suasana nonformal. Relevan dengan suasana
nonformal tersebut, pesan yang dikomunikasikan
biasanya bersifat lisan bukan tertulis.
c. Umpan balik segera.
Oleh karena komunikasi interpersonal biasanya
mempertemukan para pelaku komunikasi secara
bertatap muka, maka umpan balik dapat diketahui
dengan segera.
5Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011),h.14
28
d. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat.
Komunikasi interpersonal merupakan metode
komunikasi antar individu yang menuntut agar
peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, baik
jarak dalam arti fisik maupun psikologis.
e. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan
secara stimultan dan spontan, baik secara verbal
maupun nonverbal.
4. Proses Komunikasi Interpersonal
Proses komunikasi merupakan langkah langkah
yang menggambarkan terjadinya kegiatan komunikasi.
Singkatnya, proses komunikasi digambarkan sebagai
proses menghubungkan pengirim dengan penerima
pesan. Prosesnya terdiri dari enam langkah sebagai
berikut:
Gambar 2.1
Proses Komunikasi Interpersonal6
6Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011),h.11
29
Dari gambar diatas, dapat kita ketahui bahwa
secara tidak sadar ketika kita ingin berkomunikasi
dengan orang lain maka kita akan melewati enam
langkah tersebut. Pertama, seseorang komunikator
mempunyai keinginan untuk berbagi gagasan dengan
orang lain. Kedua, Encoding oleh komunikator adalah
tindakan mengungkapkan isi pikiran atau konsep ke
dalam simbol, kata, dan sebagainya. Sehingga
komunikator dapat memiliki keyakinan terhadap pesan
yang disusun dan cara penyampaiannya. Ketiga,
pengiriman pesan kepada orang yang dikehendaki
koresponden memilih saluran komunikasi, seperti
telepon, SMS, e-mail, surat, atau komunikasi tatap
muka. Keempat, selanjutnya pesan yang dikirim oleh
komunikator telah diterima oleh komunikan. Kelima,
decoding oleh komunikan merupakan kegiatan internal
dalam diri penerima, dalam hal ini decoding merupakan
proses memahami makna dari pesan tersebut. Keenam,
pada tahap inilah setelah komunikan menerima pesan
dan memahaminya, komunikan akan memberi respon
atau umpan balik. Dengan umpan balik ini, seorang
komunikator dapat mengevaluasi efektivitas
komunikasi.
Berdasarkan gambar tersebut, menunjukkan
bahwa proses komunikasi interpersonal berlangsung
sebagai sebuah siklus, artinya uman balik yang
30
diberikan oleh komunikan menjadi bahan bagi
komunikator untuk merancang pesan berikutnya.
5. Tujuan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal merupakan suatu
tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Tujuan
komunikasi interpersonal bermacam-macam,
diantaranya:
a. Menemukan diri sendiri.
Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah
menemukan personal atau pribadi. Komunikasi
interpersonal memberikan kesempatan kepada kita
untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau
mengenai diri kita. Dengan membicarakan diri kita
dengan orang lain, kita memberikan sumber balikan
yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan tingkah
laku kita.7
b. Menemukan dunia luar.
Dengan komunikasi interpersonal menjadikan kita
dapat memahami lebih banyak tentang diri kita dan
orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak
informasi yang kita ketahui datang dari komunikasi
interpersonal, meskipun banyak jumlah informasi
yang datang kepada kita dari media massa hal itu
7Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara,
2005),h.168
31
seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau
didalami melalui interaksi interpersonal.8
c. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku.
Dalam prinsip komunikasi, ketika pihak komunikan
menerima pesan, berarti komunikan telah mendapat
pengaruh dari proses komunikasi. hal itu disebabkan
karena pada dasarnya komunikasi adalah sebuah
fenomena, sebuah pengalaman, setiap pengalaman
akan memberi makna pada situasi tertentu, termasuk
memberi makna terhadap kemungkinan terjadinya
perubahan sikap.9
d. Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti.
Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah
membentuk dan memelihara hubungan dengan orang
lain. Banyak dari waktu kita pergunakan dalam
komunikasi interpersonal diabadikan untuk
membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan
orang lain.10
e. Memberikan bantuan (konseling).
Ahli psikologi klinis dan terapi menggunakan
komunikasi interpersonal dalam kegiatan professional
mereka untuk mengarahkan kliennya. Dalam
kehidupan sehari-hari komunikasi interpersonal dapat
8Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara,
2005),h.168 9Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011),h.21 10Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara,
2005),h.168
32
dipakai sebagai pemberian bantuan (konseling) bagi
orang lain yang membutuhkan.
B. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Terapeutik merupakan suatu hal yang diarahkan
kepada proses dalam memfasilitasi penyembuhan pasien.
Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri merupakan
salah satu bentuk dari berbagai macam komunikasi yang
dilakukan secara terencana dan dilakukan untuk
membantu proses penyembuhan pasien.11 Menurut
Priyanto, komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi
terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.12
Komunikasi terapeutik berbeda dengan komunikasi
biasanya, pada komunikasi terapeutik selalu dapat tujuan
atau arah yang lebih spesifik untuk berkomunikasi.
Stuart dalam buku Suciati menyatakan bahwa
untuk komunikasi ini menggunakan prinsip hubungan
interpersonal. Istilah ini juga sering dipakai dalam
psikologi konseling dalam hubungan antara psikolog dan
klien. Klien secara sukarela akan mengekspresikan
perasaan dan pikirannya, sehingga beban emosi dan
11Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.11 12Priyanto, Farmakoterapi Dasar untuk Mahasiswa Keperawatan dan
Farmasi, (Jakarta: Leskonfi, 2009),h.143
33
ketegangan yang dirasakan dapat hilang sama sekali dan
kembali seperti semula.13 Komunikasi ini meliputi
informasi untuk seorang individu yang berkaitan dengan
kondisi kesehatan individu, bagaimana perawatan yang
dilakukan, pemberian terapi atau penyampaian
pendekatan alternatif yang mana secara tidak langsung
termasuk bentuk melayani pasien secara komunikatif.14
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan
secara sadar, bertujuan dan kegiatan dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Manfaat komunikasi terapeutik
diantarnya:
a. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
perawat/terapis dengan pasien.
b. Mengidentifikasi, mengekspresikan emosi, dan
mengkaji masalah dan mengevaluasi tindakan yang
dilakukan oleh perawat/terapis.
2. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Stuart dan Sundeen, menyatakan beberapa hal
tentang tujuan umum dari sebuah hubungan terapeutik:15
a. Kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatnya
kehormatan diri
13Suciati, Psikologi Komunikasi sebuah Tinjauan Teoritis dan Perspektif
Islam, (Yogyakarta: Buku Literia Yogyakarta),h.199 14Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007),h.51 15Nurjannah, Komunikasi Terapeutik (Dasar-dasar komunikasi bagi
perawat), (Yogyakarta: Mocomedia,2005),h. 42
34
b. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatnya
kehormatan diri.
c. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman,
saling ketergantungan, hubungan interpersonal dengan
kapasitas memberi cinta.
d. Mendorong fungsi dan meningkatkan terhadap
kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan
pribadi yang realistik.
Singkatnya, tujuan komunikasi terapeutik adalah
menyediakan tempat yang aman bagi pasien untuk
mengetahui pengalaman penyakit dan memberikan
informasi dan dukungan emosional yang dibutuhkan
setiap pasien untuk mencapai kesehatan dan
kesejahteraan yang maksimal. Dalam banyak hal,
perawat bertindak sebagai pendamping yang terampil,
dan menggunakan komunikasi sebagai alat utama untuk
mencapai tujuan kesehatan.
3. Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Menurut Arwani ada tiga hal yang menjadi dasar
dari ciri-ciri komunikasi terapeutik:16
a. Keikhlasan (Genuiness)
Dalam rangka membantu klien, perawat harus
menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan, yang
dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang dipikirkan
dan dirasakan tentang individu dan dengan siapa dia
16Arwani, Komunikasi Dalam Keperawatan, (Jakarta: ECG, 2002),h.24
35
berinteraksi selalu dikomunikasikan pada individu,
baik secara verbal ataupun non verbal. Perawat yang
mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai
kesadaran mengenai sikap yang dimiliki terhadap
pasien sehingga mampu belajar untuk
mengkomunikasikan secara tepat.
b. Empati (Empathy)
Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan
“penerimaan” perawat terhadap perasaan yang dialami
pasien dan kemampuan merasakan dunia pribadi
pasien. Empati cenderung bergantung dengan
kesamaan pengalaman di antara orang yang terlibat
dalam komunikasi. Empati dapat diekspresikan
melalui berbagai cara yang dapat dipakai ketika
dibutuhkan, seperti memperlihatkan kesadaran tentang
apa yang saat ini sedang dialami oleh pasien/klien.
c. Kehangatan (Warmth)
Dengan adanya kehangatan, perawat akan mendorong
pasien untuk mengungkapkan ide-ide atau gagasan
mereka dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan
tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi.
4. Teknik Komunikasi Terapeutik
Dalam menjalankan komunikasi terapeutik, ada
beberapa teknik yang harus diketahui dan dikuasai oleh
perawat. Hal ini bertujuan untuk mengurangi perkataan
36
yang akhirnya hanya memperburuk kondisi pasien.
Adapun teknik yang dimaksud di antaranya:17
a. Mendengarkan (Listening)
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti pasien
dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan
pasien.
b. Bertanya (Question)
Bertanya merupakan teknik yang dapat mendorong
pasien untuk mengungkapkan perasaan dan
pikirannya.
c. Pertanyaan terbuka (Open-Ended Question)
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “Ya” atau
“Mungkin”, tetapi pertanyaan yang memerlukan
jawaban yang luas sehingga pasien dapat
mengungkapakan masalahnya.
d. Mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata
kata sendiri
Melalui pengulangan kata-kata pasien, perawat
memberikan umpan balik bahwa ia mengerti pesan
yang disampaikan oleh pasien dan berharap pasien
akan terus melanjutkan ceritanya.
e. Mengklarifikasi
Klarifikasi terjadi pada saat perawat berusaha untuk
menjelaskan dalam kata-kata, ide tau gagasan yang
tidak jelas dikatakan oleh pasien.
17Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.14
37
f. Memfokuskan (Focusing)
Teknik ini bertujuan untuk membatasi bahan
pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih
spesifik dan dimengerti.
g. Menyatakan hasil observasi
Perawat harus memberikan umpan balik kepada
pasien dengan menyatakan hasil pengamatannya
sehingga pasien dapat mengetahui apakah pesannya
diterima dengan benar.
h. Menawarkan informasi
Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan untuk pasien.
i. Diam (Silence)
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat
dan klien untuk mengorganisikan pikirnanya.
j. Meringkas
Teknik meringkas ini membantu mengingat topik
yang telah dibahas sebelum meneruskan pembahasan
selanjutya.
k. Humor
Dengan menghadirkan humor akan mengurangi
ketengangan dan rasa sakit akibat stress dan
meningkatkan keberhasilan perawat.
l. Menempatkan kejadian secara berurut
Menempatkan kejadian secara urut akan membantu
perawat dan pasien untuk melihat masalah dari suatu
perspektif.
38
m. Memberi kesempatan pasien untuk menyampaikan
persepsinya
Pasien harus merasa bebas dan menguraikan
persepsinya kepada perawat.
n. Asertif
Kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan diri
dengan tetap menghargai orang lain.
5. Tahapan- Tahapan Komunikasi Terapeutik
Dalam menjalankan komunikasi terapeutik, terapis
harus melewati empat tahapan, yaitu:18
a. Fase Pra-interaksi
Pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan
pasien. Perawat mengumpulkan data tentang pasien
terlebih dahulu, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
membuat perencaan pertemuan dengan pasien.
b. Fase Orientasi
Fase ini dimulai ketika perawat bertemu dengan
pasien untuk pertama kalinya. Hal utama yang perlu
dikaji adalah alasan pasien meminta pertolongan yang
akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-
pasien. Pada tahap ini perawat mencoba untuk
menggali informasi singkat tentang pasien, seperti
menanyakan namanya, kegiatan yang ia lakukan
sehari hari dan sebagainya.
18Christina dkk, Komunikasi Kebidanan, (Jakarta: EGC, 2003),h. 21
39
c. Fase Kerja
Pada fase kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan
yang dilakukan adalah memberi kesempatakan pada
pasien untuk bertanya. Tahap ini merupakan inti dari
keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Pada tahap
ini para perawat mengatasi masalah yang dihadapi
oleh pasien, perawat akan mengeksplorasi dan
mendorong perkembangan kesadaran diri dengan
menghubungkan persepsi, perasaan, dan perilaku
pasien.
d. Fase Terminasi
Pada tahap ini yang dilakukan perawat adalah
menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan
klien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik)
dan mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.
6. Faktor Pengahambat Komunikasi Terapeutik
Dalam melakukan sebuah komunikasi salah
satunya komunikasi yang terapeutik dapat dipengaruhi
beberapa faktor (Potter dan Perry, 1993):19
a. Perkembangan
Perkembangan manusia mempengaruhi bentuk
komunikasi dalam dua aspek, yaitu tingkat
perkembangan tubuh mempengaruhi kemampuan
untuk menggunakan teknik komunikasi tertentu dan
19Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.3
40
untuk mempersepsikan pesan yang disampaikan.
Agar dapat berkomunikasi efektif seorang perawat
harus mengerti pengaruh perkembangan usia baik dari
sisi bahasa, maupun proses berpikir orang tersebut.
Adalah sangat berbeda cara berkomunikasi anak usia
remaja dengan anak usia balita.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang
terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi
dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan
persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya
komunikasi.
c. Gender
Laki-laki dan perempuan menunjukan gaya
komunikasi yang berbeda dan memiliki interpretasi
yang berbeda terhadap suatu percakapan. Tannen
(1990) menyatakan bahwa kaum perempuan
menggunakan teknik komunikasi untuk mencari
konfirmasi, meminimalkan perbedaan, dan
meningkatkan keintiman, sementara kaum laki-laki
lebih menunjukan indepedensi dan status dalam
kelompoknya.
d. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku
sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai
seseorang. Perawat perlu berusaha mengklarifikasi
nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi
41
yang tepat dengan klien.
e. Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi
oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara
bertindak dan komunikasi.
f. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu
kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan
mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan
keluarganya sehingga mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat perlu
mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar
dalam melakukan asuhan keperawatan tidak
terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.
g. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi
yang dilakukan. Seseorang dengan tingkat
pengetahuan rendah akan sulit merespon pertanyaan
yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi. Hubungan akan
terjalin dengan baik jika didukung oleh pengetahuan
perawat tentang komunikasi terapeutik baik tujuan,
manfaat dan proses yang akan dilakukan. Perawat
juga perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien
sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan
akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang
42
tepat pada klien secara profesional.
h. Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan
antar orang yang berkomunikasi. Berbeda dengan
komunikasi yang terjadi dalam pergaulan bebas,
komunikasi antar perawat klien terjadi secara formal
karena tuntutan profesionalisme.
i. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi
komunikasi efektif. Suasana yang bising, tidak ada
privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan,
ketegangan dan ketidaknyamanan. Untuk itu perawat
perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman
sebelum memulai interaksi dengan pasien. Menurut
Ann Mariner (1986) lingkungan adalah seluruh
kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhinya
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
j. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. jarak tertentu
menyediakan rasa aman dan kontrol. Dapat
dimisalkan dengan individu yang merasa terancam
ketika seseorang yang tidak dikenal tiba tiba berada
pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya. Hal
tersebut juga dialami perawat dengan pasien pada saat
pertama kali berinteraksi.
43
C. Anxiety Disorder
1. Pengertian Anxiety Disorder
Anxiestas atau kecemasan adalah suatu keadaan
aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan
bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
Kecemasan merupakan suatu keadaan subjektif mengenai
ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi
umum dari ketidakmampuan untuk mengatasi masalah
atau adanya rasa tidak nyaman. Perasaan yang tidak
menentu pada umumnya tidaklah menyenangkan yang
mana nantinya akan menimbulkan perasaan fisiologis
dan psikologis.20 Menurut Craig, kecemasan dapat
diartikan sebagai suatu perasaan yang tidak tenang, rasa
khawatir atau ketakutan terhadap seseuatu yang tidak
jelas dan tidak diketahui.21 Dari pernyataan beberapa ahli
tersebut dapat disimpulkan kecemasan adalah respon
pribadi terhadap situasi yang tidak menyenangkan tanpa
rasa aman yang ditandai dengan perubahan perilaku.
Gangguan kecemasan (anxiety disorder) adalah
suatu gangguan yang dialami dari adanya perasaan takut
dan cemas yang tingkatannya tidak sebanding dengan
proporsi ancaman. Gangguan ini dapat berupa perasaan
khawatir, cemas yang berat menyeluruh dan
menetap/bertahan lama, dan disertai dengan gejala
20Nevid, Jeffrey S, dkk, Psikologi Abnormal edisi kelima Jilid 1,
(Jakarta: Erlangga, 2005),h.163 21Diyan Indriyani & Asmuji, Buku Ajar keperawatan Martenitas,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006),h.12
44
somatik (motorik & otonomik) yang menyebabkan
gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan atau
perasaan nyeri hebat, serta perasaan tak enak.22
Gangguan kecemasan berbeda dengan kecemasan sehari-
hari yang mungkin kita temui. Kecemasan ini tidak
terkendali dan tidak proporsional dengan bahaya
sebenarnya yang mungkin dihadapinya.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Asmadi ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi kecemasan, yaitu faktor internal atau
dalam diri sendri dan faktor eksternal atau dari
lingkungan luar:23
a. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari guna pemenuhan
kebutuhan dasar.
b. Ancaman terhadap sistem diri yaitu, adanya sesuatu
yang dapat mengancam terhadap identitas diri, harga
diri, kehilangan status atau peran dan hubungan
interpersonal.
Sedangkan menurut Atkrinson, kecemasan dapat
timbul dari situasi apapun yang bersifat mengancam
22Tristiadi Ardi & Noor Rochman, Psikologi Abnormal, (Bandung:
Lubuk Agung, 2011),h.13 23Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan, (Jakarta: EGC,2008),h.53
45
kebebasan individu. Kecemasan tersebut bisa timbul
karena adanya:24
1. Threat (Ancaman)
Ancaman dapat disebabkan oleh sesuatu yang benar-
benar realistis dan juga yang tidak realistis,
contohnya: ancaman terhadap tubuh, jiwa dan psikis.
2. Conflict (Pertentangan)
Timbul karena adanya dua keinginan yang bertolak
belakang.
3. Fear (Ketakutan)
Ketakutan akan segala sesuatu yang dapat
menimbulkan kecemasan dalam menghadapi ujian
atau ketakutan adanya penolakan.
4. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Kebutuhan manusia sangatlah kompleks dan jika ada
yang tidak terpenuhi maka rasa cemas itu timbul.
3. Ciri- Ciri Gangguan Kecemasan25
1. Ciri-Ciri Fisik dari Kecemasan
a. Gelisah/ gugup
b. Nafas tersendat
c. Tangan atau tubuh gemetar
d. Kekencangan dari pori pori kulit perut dan dada
24Atkinson, Rita, Dkk, Pengantar Psikologi Jilid 2. Alih Bahasa:
Nurdjanah Taufik, (Jakarta: Erlangga,1983),h.212 25Nevid, Jeffrey S, dkk, Psikologi Abnormal edisi kelima Jilid 1,
(Jakarta: Erlangga, 2005),h.164
46
e. Banyak keringat
f. Pingsan
g. Sulit bicara
h. Anggota tubuh mati rasa
i. Mual
j. Panas dingin
2. Ciri-Ciri Behavioral dari Kecemasan
a. Perilaku menghindar
b. Perilaku melekat dan dependen
c. Perilaku terguncang
3. Ciri-Ciri Kognitif dari Kecemasan
a. Khawatir tentang sesuatu
b. Perasaan terganggu akan ketakutan di masa depan
c. Keyakinan sesuatu yang buruk akan segera terjadi
d. Merasa terancam oleh orang atau peristiwa
e. Berfikir bahwa semuanya tidak bisa dikendalikan
f. Semua hal terasa membingungkan
g. Sulit berkonsentrasi
h. Ketakutan menghadapi masalah
4. Jenis-Jenis Gangguan Kecemasan
Laura di dalam buku Psikologi Umum mengatakan ada
lima jenis gangguan kecemasan yang mana semuanya
berbeda- beda:26
1. Gangguan Kecemasan Tergeneralisasi
26A. King, Laura, Psikologi Umum, (Jakarta : Salemba
Humanika,2010),h.301-307
47
Gangguan kecemasan tergeneralisasi atau yang sering
disebut dengan generalized anxiety disorder (GAD)
yang terdiri atas kecemasan yang bertahan untuk
setidaknya 6 bulan dan bertahan terus menerus.
2. Gangguan Panik
Gangguan kecemasan yang ditandai dengan
kemunculan ketakutan akan teror yang tiba tiba datang
dan berulang. Serangan panik sering kali muncul
tanpa peringatan terlebih dahulu dan menghasilkan
denyut jantung yang sangat cepat, nafas menjadi
sangat pendek, sakit di dada, gemetar, berkeringat,
pusing dan perasaan tidak berdaya.
3. Gangguan Fobia
Phobic disorder adalah sebuah bentuk gangguan
kecemasan di mana individu memiliki kekuatan yang
orrasional, berlebihan dan persisten akan suatu objek
tertentu atau situasi.
4. Gangguan Obsesif-Kompusif
Obsessive-complusive disorder atau OCD adalah
gangguan kecemasan dimana individu memiliki
pikiran pikiran yang menimbulkan kecemasan yang
tidak dapat hilang begitu saja (obsesi) dan dorongan-
dorongan untuk melakukan perilaku berulang.
5. Gangguan Stress Pascatrauma
Post-tarumatic stress disorder atau PTSD adalah
sebuah gangguan kecemasan yang berkembang
melalui paparan terhadap suatu kejadian traumatis,
48
situasi-situasi yang menekan, penyiksaan yang parah,
dan bencana alam maupun bencana akibat kelalaian
manusia.
5. Tingkat Kecemasan
Cemas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti
dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki
objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Cemas
berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian
intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Kapasitas
untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup,
tetapi tingkat cemas yang parah tidak sejalan dengan
kehidupan.
Rentang respon kecemasan menggambarkan suatu
derajat perjalanan cemas yang dialami individu, seperti
gambar dibawa ini:
Gambar 2.2 Rentang Respon Kecemasan
Tingkat Kecemasan adalah suatu rentang respon
yang membagi individu apakah termasuk cemas ringan,
49
sedang, berat atau bahkan panik. Beberapa kategori
kecemasan menurut Stuart (2007):27
1. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan
yang menyebabkan individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini
dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.
2. Kecemasan sedang
Kecemasan ini memungkinkan individu untuk
berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Kecemasan sedang ini
mempersempit lapang persepsi individu. Dengan
demikian, individu mengalami tidak perhatian yang
selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area
jika diarahkan untuk melakukannya.
3. Kecemasan berat
Pada tingkat kecemasan ini sangat mengurangi lapang
persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada
sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area
lain.
27Stuart dan Sundden, Buku Saku Keperawatan Edisi Jilid 5, (Jakarta:
EGC,2007)
50
4. Tingkat Panik pada Kecemasan
Tingkat paling atas ini berhubungan dengan
terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci
terpecah dari proporsinya. Karena mengalami
kehilangan kendali, individu yang mengalami panik
tidak mampu melalukan sesuatu walaupun dengan
arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain, persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat
kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan dan kematian.
D. Teori Penetrasi Sosial
1. Pengertian Teori Penetrasi Sosial
Teori penetrasi sosial (Social Penetration Theory)
dikembangkan di Amerika pada tahun 1973 oleh dua
orang ahli psikologi, Irwan Altman dan Dalmas A.
Taylor. Mereka mengajukan sebuah konsep penetrasi
sosial yang menjelaskan bagaimana berkembangnya
kedekatan hubungan. Teori penetrasi sosial
dikembangkan untuk membantu memahami bagaimana
self-disclosure atau pengungkapan diri memfasilitasi
kedekatan hubungan dan tahapan yang harus dilalui
masing masing individu agar dapat berjalan sebagaimana
51
mereka bergerak dari derajat kedekatan yang minim ke
hubungan yang lebih dekat lagi.
Teori penetrasi sosial (Social Penetration Theory)
mengacu pada sebuah proses pengikatan hubungan di
mana individu-individu bergerak dari komunikasi
superfisial menuju komunikasi yang lebih intim. Munurut
Altman dan Taylor, keintiman yang dimaksud lebih dari
sekedar keintiman secara fisik, dimensi lain dari
keintiman termasuk intelektual dan emosional, dan
hingga pada batasan di mana pasangan melakukan
aktivitas bersama.28 Teori penetrasi sosial berupaya
mengidentifikasi proses peningkatan keterbukaan dan
keintiman seseorang dalam menjalani hubungan dengan
orang lain.29 Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan
teori ini mempelajari tentang bagaimana seseorang
meningkatkan kualitas hubungannya, bermula dari
keengganan seseorang untuk berbicara sampai kepada
keterbukaan antara satu sama lain.
Menurut Altman dan Taylor (1973), hubungan
yang tidak intim bergerak menuju hubungan yang lebih
intim karena adanya keterbukaan diri. Berdasarkan
konsep dasar teori penetrasi sosial terdapat empat asumsi
dasar, yaitu:30
28Richard West, Lynn H. Tunner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis
dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika 2012),h.196 29Morissan, Teori Komunikasi Individual Hingga Massa, (Jakarta:
Kencana Prenada Group, 2013),h.296 30Richard West, Lynn H. Tunner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis
dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika 2012),h.199
52
1. Hubungan-hubungan mengalami perkembangan
kedekatan. Saat pertama kali bertemu seseorang, kita
akan memiliki penilaian terhadap orang tersebut dan
berinteraksi mengenai hal hal yang ringan.
2. Perkembangan hubungan sistematis dan dapat
diprediksi.
3. Perkembangan hubungan mencangkup penarikan diri
(depenetrasi) dan disolusi. Perkembangan hubungan
tidak selalu maju tetapi juga mengalami pemunduran
karena salah satu dari mereka menarik diri. Hal ini
terjadi karena konflik atau perbedaan pendapat pada
saat berinteraksi yang tidak selalu berjalan dengan
baik atau dimaknai positif.
4. Pembukaan diri (self disclosure) merupakan inti dari
perkembangan hubungan. Proses pembukaan diri
dimana sikap individu mulai terbuka dan mengatakan
informasi mengenai diri sendiri kepada orang lain.
Informasi yang diberikan biasanya bersifat signifikan
mengenai data diri kita, masalah atau kejadian yang
menimpa kita.
2. Tahapan Proses Penetrasi Sosial
Penetrasi sosial merupakan proses bertahap,
dimulai dari komunikasi yang tidak akrab hingga
berbagi informasi yang menyangkut topik pembicaraan
yang lebih pribadi, seiring dengan berjalannya hubungan
53
orang akan membiarkan orang lain untuk mengenali
dirinya secara bertahap.31
Gambar 2.3
Tahapan Penetrasi Sosial32
1. Tahap Orientasi (Orientasi Stage); Membuka Sedikit
Demi Sedikit.
Pada tahap ini, hanya sebagian kecil dari diri kita yang
terungkap kepada orang lain. Ucapan atau komentar
yang disampaikan orang biasanya bersifat basa-basi
yang hanya menunjukkan informasi permukaan atau
apa saja yang tampak secara kasat mata pada diri
individu.
2. Tahap Penjajakan Afektif (Exploratory Affective
Exchange Stage); Munculnya Diri.
Tahap pertukaran penjajakan afektif (exploratory
affective exchange stage) merupakan perluasan area
publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari
kepribadian seseorang individu mulai muncul. Tahap
ini terjadi ketika orang mulai memunculkan
31S. Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka,
1994),h.80 32Richard West, Lynn H. Tunner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis
dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika 2012),h.205
54
kepribadian mereka kepada orang lain. Apa yang
sebelumnya merupakan wilayah pribadi, sekarang
menjadi wilayah publik.
3. Tahap Pertukaran Afektif (Exploratory Exchange
Stage); Komitmen dan Kenyamanan.
Tahap pertukaran afektif (exploratory exchange stage)
termasuk interaksi yang lebih santai di mana
komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu
membuat keputusan yang cepat, sering kali dengan
sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara
keseluruhan. Tahap ini ditandai munculnya hubungan
persahabatan yang dekat atau hubungan antara
individu yang lebih intim. Pada tahap ini juga muncul
perasaan kritis dan evaluatif pada level yang lebih
dalam.
4. Tahap Pertukaran Stabil (Stable Exchange Stage);
Kejujuran Total dan Keintiman.
Tahap ini merupakan tahap dimana pengungkapan
pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka.
Dalam tahap ini yang terlibat dalam komunikasi
sedang pada tingkat keintiman yang tinggi.
Altman dan Taylor menggunakan analogi bawang
untuk menjelaskan proses teori penetrasi sosial. Pada
hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan
kepribadian. Jika kita mengupas lapisan terluar dari
55
sebuah bawang, maka kita akan menemukan lapisan yang
lainnya. Begitu pula kepribadian manusia.33
Dari uraian diatas, peneliti memilih teori penetrasi
sosial dikarenakan dengan teori ini peneliti dapat melihat
bagaimana pengungkapan diri dapat memfasilitasi
kedekatan hubungan dan tahapan yang harus dilalui
perawat dan pasien agar dapat berjalan sebagaimana
mereka bergerak dari derajat kedekatan yang minim ke
hubungan yang lebih dekat lagi. Selanjutnya ketika
hubungan berkembang, maka perawat dengan pasien
akan lebih mampu mengelola atau melakukan koordinasi
terhadap silkus keterbukaan. Masalah waktu dan
seberapa jauh keterbukaan, semakin lebih dapat diatur.
Dengan kata lain, pasangan dapat mengatur kapan harus
terbuka dan seberapa jauh keterbukaan dapat dilakukan,
yang merupakan kebutuhan fleksibilitas dalam hubungan.
33Richard West, Lynn H. Tunner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis
dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika 2012),h.200
56
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan sebelumnya
bernama Rumah Sakit Jiwa Grogol yang didirikan
berdasarkan Keputusan Kerajaan Belanda
(Koninklijkbesluit) tertanggal 30 Desember 1865 No.100
dan berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal (Gouverneur
General) tertanggal 14 April 1867, namun pembangunannya
baru dimulai pada tahun 1876. Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan berdiri di atas tanah seluas 64.850 M2.
Uuntuk menghilangkan stigma masyarakat tentang rumah sakit,
maka pihak rumah sakit mengambil kebijakan yaitu :
1. Pada tahun 1973 Rumah Sakit Jiwa Grogol dirubah
namanya menjadi Rumah Sakit Jiwa Jakarta.
2. Pada tahun 1993 dirubah dengan nama Rumah Sakit Jiwa
Pusat Jakarta.
3. Kemudian terakhir pada tahun 2002 dirubah lagi menjadi
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan sampai dengan
sekarang.
Nama Rumah Sakit ini diambil dari nama Dr.
Soeharto Heerdjan. Dr. Soeharto Heerdjan lahir tanggal 22
Juli 1925 di Surabaya. Beliau tamat SMA Tahun 1944, dan
57
langsung melanjutkan pendidikan kedokteran tetapi baru
tingkat 2 pendidikannya terhenti karena pecah Revolusi
Kemerdekaan. Kemudian Beliau melanjutkan lagi Fakultas
Kedokteran Klaten hanya secara administratif, karena
Beliau masuk angkatan bersenjata, sebagai Kapten TRI-TNI
dan tak sempat turut kuliah karena ditahan oleh pihak
Belanda.
Selama kurang lebih 3 tahun tawanan dibebaskan pada
tahun 1950 dan meneruskan studi di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonasia, dan lulus Sarjana Kedokteran pada
tahun 1953 yang kemudia pada tahun 1957 lulus sebagai
dokter. Selanjutnya Beliau melanjutkan pendidikan
Spesialisasi Psikiatrik tahun 1961. Beliau wafat pada tahun
2000 dan dimakamkan di Tanah Kusir Jakarta. Pada tahun
2002 nama Beliau diabadikan sebagai nama RS Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta.1
Adapun landasan hukum Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan sebagai berikut:2
1. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit.
3. Peratutan Pemerintah No.23 / 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan BLU
1Profil Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 2019. 2Profil Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 2019.
58
4. Kep. Menkes R.I No.277/KMK.05/2007 Tentang
Penetapan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan pada
Departemen Kesehatan sebagai Instansi Pemerintah yang
Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum.
5. Kep. Menkes R.I. No. 765/Menkes/SK/VI/2007 tentang
Penetapan 15 (lima belas) Rumah Sakit Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Dep.Kes. dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan BLU.
6. Peraturan Menkes R.I. No. 252/Menkes/Per/III/2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan.
7. Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.02.03/I/2145/2014
tentang Penetapan RS. Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
sebagai Rumah Sakit Pendidikan.
8. Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.02.03/I/0847/2015
tentang Izin Operasional Rumah Sakit Khusus Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta sebagai Rumah Sakit Khusus
Jiwa Kelas A.
B. Visi , Misi dan Nilai Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan3
Setiap perusahaan pasti memiliki visi dan misi yang
digunakan sebagai pegangan perusahaan dalam menjalankan
usahanya agar pada jalur yang benar sesuai dengan tujuan
3Profil Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 2019.
59
awal perusahaan. Berikut ini adalah visi dan misi dari
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan:
1. Visi
“Masyarakat Sehat Yang Mandiri Dan Berkeadilan”
2. Misi
a. Menyediakan kegiatan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif yang profesional dan bermutu
berbasis layanan neuropsikiatri.
b. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia yang
Kompeten dan Profesional.
c. Meningkatkan sarana prasarana untuk mendukung
terwujudnya layanan-layanan unggulan dan pusat
rujukan layanan neuropsikiatri.
d. Menyediakan Pendidikan Kesehatan Jiwa sesuai
Standar RS Pendidikan.
e. Menyediakan Penelitian dan pelatihan yang berbasis
layanan neuropsikiatri.
3. Nilai (Value)
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeahrto Heerdjan mempunyai
singkatan RSJSH yang mana setiap hurufnya mempunyai
nilai yang mencerminkan rumah sakit:4
R : Responsibility (Bertanggung Jawab)
S : Sincerely (Ketulusan)
J : Justice (Berkeadilan)
S : Social (Sosial)
H : Humanity (Manusiawi)
4Profil Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 2019.
60
C. Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan5
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan sebagai
unsur dari pelayanan instansi pemerintah yang berfungsi
sebagai penyelengaraan layanan unggulan dan pusat rujukan
layanan neuropsikiatri, dan juga berfungsi sebagai
penyelenggara penelitian dan pelatihan serta pendidikan
kesehatan jiwa. Berikut beberapa fasilitas pelayanan yang
tersedia di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan:
1. Pelayanan Unggulan
a. Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja
Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja hadir
memberikan layanan kepada masyarakat dengan
model onestop services, tujuanya:
- Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
anak dan remaja.
- Mendorong peran keluarga dan masyarakat untuk
mengatasi masalah kesehatan jiwa anak dan remaja
dengan peningkatkan pengetahuan dan
keterampilan.
- Mengembangkan dan meningkatkan mutu,
pemerataan dan jangkauan pelayanan kesehatan
jiwa anak dan remaja secara terpadu.
- Menjadi layanan unggulan, pusat rujukan nasional
dan pusat penelitian.
5Data Kearsipan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 2020.
61
Layanan yang diberikan:
1. ADHD dan Autism Center
2. Layanan Rawat Jalan/ Day Care
3. Layanan Rawat Inap
4. Konsultasi Psikiatri Anak dan Remaja
5. Layanan Elektrofisiologi
b. Medical Check-Up Kesehatan Jiwa
1. Pemeriksaan Skrining & Deteksi Dini
- Profil Kepribadian
- Pemeriksaan Tes Minat dan Bakat
- Kapasitas Kerja
- Pemeriksaan Test MMPI
- Penggunaan Napza / Narkoba
- Gangguan Tidur
- Masalah Psikogeriatri
- Surat Keterangan Kesehatan Jiwa
- Surat Keterangan Bebas Narkoba
- Surat Keterangan Sehat.
2. Tindakan
- Tes Psikometrik
- Tes Psikologi
- EEG Brainmapping
- EEG Biofeedback
- Tes Neuropsikiatri
c. Rehabilitasi Medik
1. Jenis layanan:
62
- Klinik Rehabilitasi Medik
- Rehabilitasi Psikososial Rawat Inap
- Rehabilitasi Psikososial Rawat Jalan; Day Care
- Rehabilitasi Psikososial Rawat malam; Night
Care
2. Macam-macam layanan Rehabilitasi Psikososial
- Psikofarmaka
- Psikoedukasi
- Manajemen Kasus
- Latihan keterampilan sosial
- Latihan keterampilan Hidup
- Rehabilitasi Kognitif
- Komunikasi
- Terapi Vokasi
- Terapi Occupational
- Dukungan Hidup
- Spiritual
2. Pelayanan Rawat Jalan
Pelayanan Rawat Jalan dilaksanakan Senin – Jumat jam
08.00 – 14.00 WIB. Jenis pelayanan:
a. Poliklinik Psikiatri Dewasa:
- Klinik Psikosis
- Klinik Ansietas
- Klinik Depresi dan Bipolar
- Klinik Adiksi
- Klinik Eksekutif Sore
b. Klinik Konsultasi Psikologi
63
c. Klinik Gigi
d. Klinik Neurologi
e. Klinik Penyakit Dalam
f. Klinik Psikogeriatri
g. Klinik TB Dots
h. Terapi ECT
3. Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan rawat inap dapat menampung pasien sebanyak
300 orang, yang terbagi atas 12 ruangan dengan
perawatan intensif, perawatan intermediate dan
rehabilitasi. Kelas perawatan terdiri dari : Kelas VIP, I,
II, dan III.
a. Ruang Rawat Akut
b. Ruang Rawat Intermediate
c. Ruang Rawat Rehabilitasi
d. Ruang Rawat Komorbid Psikiatri dan Fisik
4. Pelayanan dan Kesehatan Jiwa Masyarakat
a. Memberikan edukasi kesehatan jiwa kepada
masyarakat sebagai upaya promotif dan preventive.
b. Melakukan promosi pelayanan yang tersedia di
RSJSH.
c. Kegiatan:
- Penyuluhan
- Penjemputan Pasien Dinas Sosial
- Car Free Day
- MMHS (Mental Mobile Health Service)
- Deteksi Dini Gangguan Jiwa
64
5. Pelayanan Gawat Darurat
a. Kondisi Yang Bisa di Tangani:
- Kegawat daruratan Psikiatri
- Kegawatdaruratan Fisik
b. Fasilitas:
- Layanan 24 Jam
- Ambulance
- Elektro Kardio Grafi
- Bedside Monitor
c. Melayani Pasien:
- Umum
- BPJS
- JKM
- TKI
6. Pelayanan Penunjang Medik
Pelayanan Pelayanan Penunjang medik RSJSH didukung
dengan tenaga profesional serta peralatan modern dan
canggih.
a. Pelayanan Radiologi
b. Pelayanan Laboratorium
c. Pelayanan ECT
d. Pelayanan EKG
e. Pelayanan Brain Mapping
f. Pelayanan USG
g. Pelayanan Psikoedukasi
h. Pelayanan Tova
i. Pelayanan Test IQ
65
j. Pelayanan Farmasi
k. Pelayanan Gigi
l. Pelayanan Gizi
7. Pelayanan Diklat dan Litbang
Pelayanan Diklat mencakup kegiatan Pendidikan,
pelatihan dan penelitian bagi calon dokter umum,
spesialis, tenaga keperawatan, psikolog, dan juga
kegiatan penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan jiwa yang diselenggarakan oleh pihak internal
rumah sakit maupun pihak luar rumah sakit (kalangan
akademisi perguruan tinggi, praktisi kesehatan, lembaga
profesi dll).
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan bekerjasama
dengan 5 Institusi Pendidikan Kedokteran, yaitu :
1. Universitas Trisakti
2. Universitas Yarsi
3. UKRIDA
4. UIN Syarif Hidayatullah
5. UPN Veteran
Jika dilihat dari paparan diatas, fasilitas pelayanan
yang disediakan oleh Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan sudah sangat memadai, karena pada setiap
ruang tertentu sudah dilengkapi dengan berbagai alat
yang dibutuhkan. Karena begitu penting dan
mendukungnya sarana dan prasarana dalam memberikan
pelayanan kesehatan, maka diharapkan sering melakukan
66
pengecekan berkala terharap sarana dan prasarana yang
memadai dengan kondisi agar dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal kepada pasien.
D. Ketenagakerjaan
Jumlah ketenagakerjaan di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan ada sebanyak 500 pegawai yang terbagi
atas:
Tabel 3.1
Ketenagakerjaan RSJSH6
Jenis Jumlah
Tenaga Medis 45 Orang
Tenaga Keperawatan 192 Orang
Tenaga Farmasi 20 Orang
Tenaga Kesehatan
Masyarakat
5 Orang
Tenaga Kesehatan
Lingkungan
3 Orang
Tenaga Gizi 5 Orang
Tenaga Keterapian
Fisik
10 Orang
Tenaga Teknik
Biomedika
18 Orang
Tenaga Keteknisan
Medis
26 Orang
Psikolog 3 Orang
6Data Kearsipan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 2020.
67
Pekerja Sosial 13 Orang
Tenaga Administrasi 160 Orang
E. Grafik Kinerja Pelayanan
Adapun grafik jumlah kunjungan pasien rawat inap
pada tahun 2018 – 2019 sebagai berikut:
Grafik 3.1
Kunjungan Pasien Rawat Inap 2018 – 20197
Jika dilihat dari grafik diatas, jumlah pasien yang
menjalani rawat inap dalam dua tahun terakhir dapat
dikatakan tidak stabil karena ada beberapa titik yang
mengalami peningkatan dan penurunan yang sangat drastis.
Total kunjungan pasien rawat inap pada tahun 2018
berjumlah 3.695 kunjungan, dan total kunjungan pasien
rawat inap pada tahun 2019 berjumlah 3.391 kunjungan. Itu
7Data Kearsipan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 2020.
348
281
357331338
176
356300 312343
262291
376
306308292314
225
294255270
278241232
0
50
100
150
200
250
300
350
400
JAN
FEB
MA
R
AP
R
MEI
JUN
JUL
AG
U
SEP
OK
T
NO
V
DES
2018
2019
68
berarti total kunjungan pada tahun 2019 mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya.
F. Data Riwayat Penyakit Gangguan Jiwa
Berdasarkan data arsip Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan terdapat 10 besar diagnosis penyakit
ganguan jiwa, yakni sebagai berikut:
Tabel 3.2
10 Besar Penyakit Gangguan Jiwa Tahun 20198
Kode
ICDX
Diagnosa Jumlah
F20.0 Paranoid schizophrenia 16.822
F20.5 Residual schizophrenia 4.102
F20.9 Schizophrenia, unspecified 1.742
F31.9 Bipolar affective disorder,
unspecified
1.476
F31.0 Bipolar affective disorder,
current episode hypomanic
1.217
F90.0 Disturbance of activity and
attention
939
F09 Unspecified organic or
symptomatic mental disorder
916
F20.3 Undifferentiated
schizophrenia
816
8Data Kearsipan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 2020.
69
F06.8 Other specified mental
disorder brain damage and
dysfunction/physcal disease
624
F84.9 Pervasive developmental
disorder, unspecified
528
Seperti yang tertera pada tabel di atas, terdapat 10
besar riwayat penyakit ganguan jiwa pada tahun 2019.
Penyakit tertinggi yaitu Paranoid schizophrenia dengan
jumlah pasien mencapai 16.822 jiwa dan hal ini dapat
dibuktikan, karena di semua bangsal rawat inap pasti
ditemukan pasien dengan diagnosa Paranoid schizophrenia
ini. Dan untuk pasien dengan diagnose Anxiety Disorder
ternyata tidak termasuk dalam kategori 10 besar peyakit
ganguan jiwa pada tahun 2019.
70
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Identifikasi Informan Penelitian
1. Identifikasi Perawat Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan
Data yang telah penulis dapatkan berdasarkan
prosedur penelitian ini adalah temuan di lapangan
mengenai “Komunikasi Terapeutik Antara Perawat
Dengan Pasien Anxiety Disorder Di Rumah Sakit Jiwa
Dr. Soeharto Heerdjan” agar penelitian ini mendapatkan
hasil yang optimal, maka penulis melibatkan enam orang
perawat dalam penelitian ini, di antaranya:
1. Ners. Fahrudin, S.Kep
2. Ners. Darmoko, S.Kep
3. Ners. Adlan Baduwi, S.Kep
4. Dzulfan, Am.K
5. Asep Aris Muwandar, Am.K
6. Magdalena Verita Intan Manik, Am.K
Semua informan di atas merupakan perawat
kejiwaan di poli rawat inap, dan berasal dari latar
belakang pendidikan yang berbeda, serta sudah
berpengalaman dalam bidangnya.
71
2. Identifikasi Pasien Anxiety Disorder Rumah Sakit
Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
Selain perawat, penulis juga melibatkan pasien
sebagai informan penelitian. Dalam penelitian ini,
terdapat tiga pasien yang terlibat, Pertama, pasien
berinisial W dengan diagnosa PTSD. Kedua, Pasien
berinisial D dengan diagnosa OCD, dan pasien ketiga
berinisial S dengan diagnosa Anxiety.
1. Pasien berinisial W (nama disamarkan karena
merupakan privasi rumah sakit), Ia merupakan pasien
laki laki berumur 36 tahun dengan diagnosa PTSD
(Post-traumatic Stress Disorder). Pasien dengan
diagnosis PTSD memiliki pengalaman atau pernah
menyaksikan kejadian-kejadian traumatis. Kejadian
tersebut biasanya mengancam jiwa atau fisik dan
membuat mereka tidak dapat berbuat apa-apa.
Penderita PTSD biasanya akan mengalami kejadian-
kejadian yang sama terus menerus dengan berbagai
persepsi. Bisa saja berupa penglihatan, mimpi, ilusi,
halusinasi, atau kilas balik. Pada kasus Pasien W
penyebab utamanya dikarenakan tekanan berat dari
ayahnya dan juga perilaku kekerasan yang diterima
sewaktu kecil. Menurut pernyataan pasien sendiri
bahwa ayahnya sering kali tidak dapat mengontrol
emosi dan suka memukul pasien. Perilaku ini pasien
terima sejak pasien duduk di bangku sekolah dasar.
Sejak saat itu pasien merasa takut dengan ayahnya dan
72
suka merasa ada pusaran pusaran suara dan juga time
travel. Hal tersebut membuat mental pasien terganggu
dan terkadang suka mengamuk.
2. Pasien dengan inisial D (nama disamarkan karena
merupakan privasi rumah sakit) merupakan pasien laki
laki berumur 24 tahun dengan Organic Mental
Disorder dan juga OCD (Obsessive Complusive
Disorder). Pasien D merupakan pasien lama yang
sering keluar masuk RSJ Dr. Soeharto Heerdjan,
bahkan sedari kecil Pasien D sudah sering
mendapatkan penanganan di rumah sakit ini.
Penyebab dari gangguan mental yang dimilikinya
yaitu kejang sewaktu bayi yang mengakibatkan
kerusakan otak pada area-area terkait kemampuan
belajar, mengingat, mencernakan dan mengambil
keputusan. Pasien dengan gangguan mental organik
dapat menimbulkan gejala yang bermacam macam
tergantung dimana bagian otak yang terkena dampak
dan efek dari kejang demamnya. Dan selain gangguan
mental organik Pasien D juga menderita OCD, pasien
dengan diagnosa OCD akan mengalami kecemasan
sebagai hasil pikiran pikiran mereka yang bersifat
obsesif dan ketika mereka tidak dapat menangani
perilaku komplusifnya. Pada kasus Pasien D, dia suka
mengulang perilakunya, jika tidak dilakukan maka
akan menimbulkan kecemasan yang sangat
berlebihan.
73
3. Pasien berinisial S (nama disamarkan karena
merupakan privasi rumah sakit) merupakan pasien laki
laki berumur 43 tahun dengan diagnosa Anxiety
(Kecemasan). Berdasarkan data dari rumah sakit
penyebab gangguan mental pada Pasien S adalah
lingkungan yang tidak baik. Pasien S mempunyai
riwayat napza selama belasan tahun, pergaluan bebas,
dan pernah menusuk orang lain dengan pisau. Sejak
saat itu perasaan bersalahnya terus menghantui dirinya
sehingga dia tidak dapat mengendalikan dirinya
sendiri, dan mulai timbul kecemasan berlebihan, serta
ketakutannya akan melihat benda tajam seperti pulpen,
pensil, spidol, cutter dan pisau. Pasien S bisa
mengamuk saat rasa ketakutan dan kecemasannya
datang.
Dari penjelasaan ketiga informan pasien di atas,
kita ketahui bahwa gangguan mental yang dimilikinya
ditumbulkan oleh berbagai macam penyebab, mulai dari
pergaulan atau lingkungan yang salah, penyakit bawaan
dari lahir serta peristiwa atau kejadian yang membuat diri
pasien trauma sehingga dapat memicu depresi, stress dan
kecemasan yang berlebihan.
74
B. Tahapan Komunikasi Terapeutik Antara Perawat
Dengan Pasien Anxiety Disorder
Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi)
perawat mempunyai 4 tahapan di mana setiap tahapannya
mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat.
Tahapan-tahapan tersebut dimulai dari fase pra-interaksi,
selanjutnya fase orientasi, masuk ke inti yaitu fase kerja, dan
yang terakhir adalah fase terminasi. Dalam proses
penelitian, penulis mengobservasi langsung bagaimana
perawat membina hubungan terapeutik dengan pasien
anxiety disorder.
1. Fase Pra-interaksi
Pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan
pasien. Perawat mengumpulkan data tentang pasien
terlebih dahulu, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
membuat perencaan pertemuan dengan pasien.1 Menurut
perawat Magdalena, fase pra-interaksi merupakan fase
yang sama pentingnya dengan fase yang lain.
“Fase pra-interaksi ini juga sama penting ya,
karena sebelum bertemu dengan pasien kita kan
harus mengevaluasi diri kita dulu, terus juga
menyiapkan rencana interaksi dan pastinya kita
juga harus mencari tau data tentang pasien yang
akan kita ajak berkomunikasi ini. Kalau persiapan
kita di fase pra-interaksi ini sudah matang kan
pasti ada kemungkinan besar untuk fase
selanjutnya berjalan dengan lancar juga”2
1Christina dkk, Komunikasi Kebidanan, (Jakarta: EGC, 2003),h. 21 2 Wawancara Penelitian dengan Ibu Magdalena, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Selasa, 5 Januari 2021
75
2. Fase Orientasi
Setelah fase pra-interkasi, perawat akan masuk ke fase
orientasi. Fase ini dimulai ketika perawat bertemu
dengan pasien untuk pertama kalinya. Pada tahap ini
perawat mencoba untuk menggali informasi singkat
tentang pasien, seperti menanyakan namanya, kegiatan
yang ia lakukan sehari-hari dan sebagainya.3 Dari temuan
penelitian, informan perawat yang penulis wawancarai
mengatakan bahwa semua praktek atau prosedur
komunikasi terapeutik yang terjadi di lapangan sama
dengan teorinya, seperti pernyataan Perawat Aris yaitu:
“Tahapan sama sih seperti yang lain dan tidak ada
perbedaannya. Kalau di kejiwaan ini kan kita
melakukan SP ya, dan kalau ke pasien baru
pastinya semua perawat harus mencari tau dulu
data tentang pasien, baru setelah itu kita lakukan
pertemuan pertama dengan perkenalan, kontrak
dan masuk ke tahap kerja itu sampai akhirnya
tahap terminasi ya mba”4
Dari pernyataan di atas, kita ketahui bahwa perawat jiwa
dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan
keperawatan memerlukan suatu perangkat instruksi atau
langkah-langkah kegiatan yang dibakukan. Hal ini
bertujuan agar penyelenggaraan pelayanan keperawatan
memenuhi standar pelayanan. Langkah-langkah kegiatan
tersebut berupa Standar Operasional Prosedur (SOP),
3Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h.23 4Wawancara Penelitian dengan Bapak Aris, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Selasa, 5 Januari 2021
76
salah satu jenis SOP yang digunakan adalah SOP tentang
Strategi Pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pada
pasien. SP tindakan keperawatan merupakan standar
model pendekatan asuhan keperawatan untuk klien
dengan gangguan jiwa. SP yang diberikan perawat ke
pasien tentu berbeda sesuai dengan diagnosa pasien. SP
ini akan berjalan setelah perawat melakukan fase pra
interaksi. Untuk pasien Anxiety secara umum SP nya
sebagai berikut:5
a. Membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi
- Mengucapkan salam terapeutik
- Berjabat tangan
- Menjelaskan tujuan interaksi
b. Evaluasi/validasi
c. Membuat kontrak (topik, waktu, tempat, tujuan)
d. Membantu pasien mengenal ansietas:
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan
perasaannya
- Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan
ansietas
- Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
- Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas
5Christina dkk, Komunikasi Kebidanan, (Jakarta: EGC, 2003),h. 21
77
e. Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafasdalam untuk
meningkatkan kontrol dan rasa percaya diri:
pengalihan situasi
f. Evaluasi kemampuan klien
g. Beri reinforcement positif
h. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Dan pernyataan ini juga diperjelas dengan pandangan
Perawat Fahrudin dan Perawat Dzulfan bahwasanya
tahapan komunikasi teraputik ini sama dengan biasanya,
mungkin hanya saja saat pemberian SP kepada pasien
akan sedikit berbeda sesuai dengan diagnosa pasien.
“Pertama tidak ada bedanya dengan pasien pasien
yang lain, teknisnya masih sama. Yang pertama
pastinya kita melakukan kontrak terlebih dahulu
ya, dimana dia akan berbicara dengan kita, tempat
dan waktunya. Selanjutnya perkenalan diri,
kemudian penekanan masalahnya, karna jangan
sampai interfensi yang kita lakukan menjadi
interfensi yang pasien tidak butuhkan.”6
“Yang pastinya pra interaksi dulu ya, kita cari
data dulu tentang pasien. Kemudian selanjutnya ya
perkenalan dengan pasien, kalau dengan pasien
baru kita pasti akan melakukan perkenalan dan
mencari data terus penyebab dia sakit apa,
riwayatnya apa, faktor pencutusnya apa, kenapa
dibawa kesini, nah itu kita analisa. Seperti
keseharian pasien, apakah bisa mandiri atau
cenderung malas, atau perlu bantuan, terus kita
6Wawancara Penelitian dengan Bapak Fahrudin, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Rabu, 18 November 2020
78
kaji lagi komunikasinya, cara dia ngomong ke
orang lain bagaimana, kalau udah komunikasi
selanjutnya kita juga kaji bagaimana cara pola
pikirnya dia, apakah disorganisasi, tangensial atau
sirkumtansial, pokoknya semuanya kita kaji ya.”7
3. Fase Kerja
Fase kerja pada komunikasi terapeutik merupakan inti
hubungan perawatan klien yang terkait erat dengan
pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.8
Dari hasil penelitian, penulis mengobservasi dan
menganalisa langsung bagaimana fase kerja yang
dilakukan perawat kepada pasien anxiety disorder.
Berikut ini adalah penggalan komunikasi terapeutik yang
dilakukan Perawat Magdalena kepada Pasien S:
Perawat Magdalena: oh gitu ya, bapak masih
sukadengar dengar suara gitu ga?
Pasien S: dengar
Perawat Magdalena: oh masih ya berarti, terus
apa yang bapak lakuin kalau dengar suara suara?
Pasien S: iya sekarang saya sudah bisa
mengatasinya
Perawat Magdalena: iya kan udah diajari ya
bagaimana cara buat mengontrol itu. Boleh ga
perawat tau apa aja tahapan yg kita ajarkan?
7Wawancara Penelitian dengan Bapak Dzulfan, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Rabu, 18 November 2020 8Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h.25
79
Pasien S: mengahardik yang pertama. Jadi kalo
ada suara suara harus bilang “pergi pergi kamu
tidak nyata, aku tidak mau mengikuti kamu”
Perawat Magdalena: iya pinter, terus sehabis itu
biasanya bapak ngapain?
Pasien S: wudhu
Perawat Magdalena: oh wudhu ya, berarti spritual
ya pak
Pasien S: sama minum obat yang paling penting
Perawat Magdalena: oh iya obat yaa, pinter
bapak. Terus apa lagi pak?
Pasien S: melakukan aktivitas
Perawat Magdalena: iya benar, jadi bapak bisa
buat jadwal kegiatan aktivitas harian mulai dari
bapak bangun pagi sampai tidur lagi ya. Ini bapak
bagus sekali sudah mau mempraktekkan apa yang
diajarkan perawat.9
Jika dilihat dari percakapan di atas, Perawat Magdalena
sudah melakukan fase kerja pada komunikasi terapeutik
dengan baik dan sudah mencapai tujuan untuk
mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan pasien secara mandiri untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Dan hal ini juga sama seperti
yang dilakukan perawat Darmoko kepada pasien D.
Perawat Darmoko: mas minum obat berapa
banyak selama disini? Kita lanjutin yang kemarin
9Percakapan Perawat Magdalena Dengan Pasien S Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Selasa, 5 Januari 2021
80
aja ya mas., yaitu pengetahuan tentang obat.
Berapa biji yang mas minum?
Pasien D: 2 kali sehari,
Perawat Darmoko: jenis obatnya apa mas?
Pasien D: ada 3, 1 panjang sm 2 bulet
Perawat Darmoko: baik, sekarang mas tau ga
kegunaannya apa aja?
Pasien D: ngga
Perawat Darmoko: belum tau ya, nanti kita belajar
lagi ya. Kalau abis minum obat gimana
perasaannya mas? mas bisa lihat saya dulu, kan
saya yang berbicara disini (disini pasien tidak bisa
fokus saat diajak berbicara)
Pasien D: iya
Perawat Darmoko: masih suka denger suara ga?
Merasa takut dan cemas ga?
Pasien D: masih
Perawat Darmoko: oh masih ya, kalo ada suara
atau bisikan terus perasaan mulai takut dan cemas,
mas jangan iktuin ya suaranya. Jadi mas harus
menerapkan apa yang sudah diajarkan, kalo misal
ada suara suara mas cepat cari teman buat ngbrol
agar tidak merasa sendirian dan tidak cemas lagi.
Pasien D: iya10
Pada fase kerja komunikasi terapeutik Perawat Darmoko
dengan Pasien D sudah mencapai salah satu tujuannya
yaitu melaksanakan pendidikan kesehatan pada pasien.
10Percakapan Perawat Darmoko Dengan Pasien D Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Kamis, 17 Desember 2020
81
Jika dilihat dari percakapan di atas, Perawat Darmoko
mencoba memberikan pengetahuan pendidikan kesehatan
tetang obat yang dikonsumsi Pasien D.
4. Fase Terminasi
Pada tahap ini yang dilakukan perawat adalah
menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan
klien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik) dan
mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.11
Perawat Darmoko: yaudah sekarang cukup sampai
sini, kapan kita akan bertemu lagi mas? Nanti sore
abis makan sore mau? Nanti saya akan lanjutkan
menjelaskan tentang obat dan fungsinya ya.
Pasien D: iya
Perawat Darmoko: baik, mas mau dimana
tempatnya? Disni lagi aja mau?
Pasien D: iya12
Pada fase terakhir ini, Perawat Darmoko membuat
kontrak yang akan datang lagi dengan Pasien D untuk
melanjutkan pembahasan tentang obat dan fungsinya.
Pembicaraan ini diakhiri karena Pasien D mulai merasa
tidak nyaman dan tidak bisa fokus saat diajak
berkomunikasi. Berbeda dengan Pasien D, fase terminasi
yang dilakukan Perawat Magdalena kepada Pasien S
sebagai berikut:
11Christina dkk, Komunikasi Kebidanan, (Jakarta: EGC, 2003),h. 21 12Percakapan Perawat Darmoko Dengan Pasien D Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Kamis, 17 Desember 2020
82
Perawat Magdalena: jadi perawat ulangi ya yang
harus bapak lakukan kalau mendengar suara dan
merasa cemas yaitu dengan menghardik, bercakap
cakap, minum obat dan melakukan aktivitas ya
Pasien S: iya bu saya udah lakuin semuanya
Perawat Magdalena: iya bagus. Baik kalo gitu,
tadi kontrak kita hanya 10 menit ya berarti
sekarang sudah selesai. Nanti kita ngbrol kembali
ya pak, bapak mau kapan?
Pasien S: besok aja bu
Perawat Magdalena: oke boleh, besok pagi ya pak
kita bertemu lagi13
Pada percakapan di atas, Perawat Magdalena sudah
melakukan fase terminasi dengan baik yaitu dengan
menyimpulkan hasil dari wawancara mereka dan juga
melakukan kontrak yang akan datang.
C. Teknik Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Dengan
Pasien Anxiety Disorder
Tujuan dari komunikasi teraputik sendiri adalah
menyediakan tempat yang aman bagi pasien untuk
mengetahui pengalaman penyakit dan memberikan
informasi dan dukungan emosional yang dibutuhkan setiap
pasien untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan yang
maksimal. Dalam banyak hal, perawat bertindak sebagai
pendamping yang terampil, dan menggunakan komunikasi
sebagai alat utama untuk mencapai tujuan kesehatan. Saat
13Percakapan Perawat Magdalena Dengan Pasien S Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Selasa, 5 Januari 2021
83
menjalankan komunikasi terapeutik, ada beberapa teknik
yang harus diketahui dan dikuasai oleh perawat. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi perkataan yang akhirnya hanya
memperburuk kondisi pasien.
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan,
perawat berkomunikasi dengan pasien dengan berbagai
teknik yaitu, mendengarkan, menanyakan pertanyaan
berkaitan, menanyakan pertanyaan terbuka, mengulang, dan
perawat selalu memberi ruang untuk pasien bicara, serta
menjelaskan secara kronologis.
1. Mendengarkan
Mendengarkan merupakan upaya untuk mengerti seluruh
pesan verbal dan non verbal yang sedang
dikomunikasikan dengan pasien. Dalam hal ini perawat
berusaha mengerti pasien dengan cara mendengarkan apa
yang disampaikan pasien.
Menurut Damaiyanti, mendengarkan ada dua macam:14
a. Mendengarkan pasif
Kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal
untuk pasien, misalnya dengan kontak mata,
menganggukkan kepada dan juga keikutsertaan secara
verbal misalnya, “oh gitu” “hmmmm”, “yeah”, “saya
mendengar kamu”.
Teknik mendengarkan dengan pasif ini dilakukan oleh
Perawat Dzulfan kepada Pasien W:15
14Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.14-15
84
Perawat Dzulfan: oh gitu, terus kalo bapak suka
mukulin dia bilangnya apa? Atau alasannya apa?
Pasien W: ada tapi saya bingung ceritanya
Perawat Dzulfan: iya gapapa sepotong sepotng aja
ceritanya, Saya dengerin mas kok
b. Mendengarkan aktif
Kegiatan mendengarkan yang menyediakan
pengetahuan bahwa perawat mengetahui perasaan
pasien dan mengerti mengapa dia merasakan hal
tersebut. Teknik ini juga dilakukan oleh Perawat
Dzulfan kepasa Pasien W saat pasien menceritakan
apa yang dia rasakan:16
Perawat Dzulfan: oh kamu suka dipukulin, kalo
saya boleh tau alasan bokap mukulin kamu
kenapa?
Pasien W: ya gatau ya, tapi mungkin mau bikin
saya macho kali ya.
Perawat Dzulfan: oh mungkin maksud bokap baik,
cuma caranya yang salah ya mas
Pasien W: iya gitu caranya salah
Dari penggalan percakapan di atas, Perawat Dzulfan
mencoba mendengarkan dengan mengerti apa yang
Pasien W rasakan.
15Percakapan Perawat Dzulfan Dengan Pasien W Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Rabu, 18 November 2020 16Percakapan Perawat Dzulfan Dengan Pasien W Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Rabu, 18 November 2020
85
2. Menanyakan pertanyaan berkaitan
Menanyakan pertanyaan berkaitan adalah menanyakan
hal-hal mengenai informasi diri pasien, sepert riwayat
penyakit yang diderita dan juga alasan atau cerita dirinya
bisa dibawa ke rumah sakit. Tujuan perawat bertanya
adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai apa yang disampaikan oleh pasien.17 Dari hasil
penelitian, semua perawat yang penulis teliti melakukan
teknik ini, salah satu contohnya adalah Perawat Dzulfan
dengan Pasien W:18
Perawat Dzulfan: baik kalo mas masih susah
mengingat dan bercerita, kalau boleh tau itu dagu
mas W kenapa? Kok bisa luka?
Pasien W: ini saya lompat dari pagar rumah terus
lari dari bokap
Perawat Dzulfan: oh, kenapa lari dari bokap?
Emang bokapnya kenapa?
Pasien W: bokap galak, suka mukulin
Di sini Perawat Dzulfan mencoba menanyakan
pertanyaan yang berkaitan tentang topik kenapa Pasien
W bisa dibawa ke rumah sakit dengan keadaan dagu
terluka.
17Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.15 18Percakapan Perawat Dzulfan Dengan Pasien W Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Rabu, 18 November 2020
86
3. Menanyakan pertanyaan terbuka
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang tidak
memerlukan jawaban “Ya” atau “Mungkin”, tetapi
pertanyaan memerlukan jawaban yang luas, sehingga
pasien dapat mengemukakan masalahnya, perasaannya
dengan kata katanya sendiri, atau dapat memberikan
informasi yang diperlukan.19
Perawat Magdalena: iya kan udah diajari ya
bagaimana cara buat mengontrol itu. Boleh ga
perawat tau apa aja tahapan yg kita ajarkan?
Pasien S: mengahardik yang pertama. Jadi kalo
ada suara suara harus bilang “pergi pergi kamu
tidak nyata, aku tidak mau mengikuti kamu”…20
Saat Perawat Magdalena bertanya tentang tahapan yang
harus dilakukan ketika mendengar bisikan-bisikan dan
Pasien S mencoba menjelaskan dengan jawaban yang
luas.
4. Mengulang
Maksud dari mengulang adalah teknik mengulangi
kembali ucapan pasien dengan bahasa perawat. Melalui
pengulangan kembali kata kata pasien, perawat
19Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.15 20Percakapan Perawat Magdalena Dengan Pasien S Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Selasa, 5 Januari 2021
87
memberikan umpan balik bahwa ia mengerti pesan
pasien dan berharap komunikasi bisa dilanjutkan.21
Perawat Dzulfan: sama ibu ga ada perilaku
kekerasan ya?
Pasien W: oh ada, dipukul juga sama kaya saya
Perawat Dzulfan: oh ada, jadi emang dasarnya
bapaknya suka marah marah ya, suka melakukan
kekerasan ya?22
Selain Perawat Dzulfan, Perawat lainnya juga melakukan
teknik yang sama.
…
Pasien S: wudhu
Perawat Magdalena: oh wudhu ya, berarti spritual
ya pak
Pasien S: sama minum obat yang paling penting
Perawat Magdalena: oh iya obat yaa, pinter
bapak. Terus apa lagi pak?23
5. Perawat selalu memberi ruang untuk pasien memulai
pembicaraan
Memberi kesempatan pada pasien untuk berinisiatif
dalam memilih topik pembicaraan. Pasien yang merasa
ragu-ragu dan tidak pasti tentang peranannya dalam
21Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.18 22Percakapan Perawat Dzulfan Dengan Pasien W Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Rabu, 18 November 2020 23Percakapan Perawat Magdalena Dengan Pasien S Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Selasa, 5 Januari 2021
88
interaksi ini, maka perawat dapat menstimulusnya untuk
mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan
untuk membuka pembicaraan.24
Perawat Dzulfan: Kita mau ngbrol riangan aja,
kira kira kalo mas W ada yang mau diceritain
silakan tapi kalo ga ada juga gapapa.
Perawat Dzulfan : oh jadi emang emosi bapak ga
bisa dikontrol ya. Dari situ kamu mulai merasa
takut, cemas gitu kamu ngeliat bokap? Kalo ada
yang bisa diceritain certain aja, saya akan
dengerin.
Perawat Dzulfan: iya berarti kamu bisa ya
menghadapinya. Sekarang ada yang mau
diceritain lagi ga?25
Dari hasil observasi komunikasi terapeutik Perawat
Dzulfan dengan Pasien W, penulis melihat bahwa
Perawat Dzulfan selalu memberikan kesempatan Pasien
W untuk memulai pembicaraannya.
6. Menjelaskan peristiwa secara kronologis
Menjelaskan peristiwa secara kronologis akan membantu
perawat dan pasien untuk melihatnya dalam suatu
perspektif.26 Dari temuan penelitian, pada saat
menanyakan pertanyaan terkait, perawat selalu meminta
24Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.18 25Percakapan Perawat Dzulfan Dengan Pasien W Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Rabu, 18 November 2020 26Damaiyanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.18
89
pasien untuk menjelaskan peristiwa yang dialami secara
kronologis.
Perawat Dzulfan: bapak suka mukulin itu dari
umur berapa? Mas masih inget?
Pasien W: dari kelas 1 SD
Perawat Dzulfan: oh gitu, terus kalo bapak suka
mukulin dia bilangnya apa? Atau alasannya apa?
Pasien W: ga ada alasan, tau tau kalo pengen
mukul ya mukul kaya gitu terus
…
Perawat Dzulfan: oh jadi emang emosi bapak ga
bisa dikontrol ya. Dari situ kamu mulai merasa
takut, cemas gitu kamu ngeliat bokap? Kalo ada
yang bisa diceritain certain aja, saya akan
dengerin. Tapi kalo ga mau gapapa
Pasien W: saya bingung
Perawat Dzulfan: oke baik. kalo mas dibawa kesini
dengan keadaan dagu luka mas inget ga?
Pasien W: saya di bawa oleh temen saya pake
motor ke rumahnya, terus disana saya coba cerita
cerita terus sampai nangis, terus gatau tiba tiba
saya merasa kaya time travel gitu, saya ditonjokin
bokap terus denger suara suara yang buat saya jd
lebih takut. Terus tiba tiba saya udah disini. Saya
dibawa teman saya sama nyokapnya teman saya.
Dari percakapan ini perawat dapat mengetaui penyebab
atau pencetus dari gangguan mental pasien.
Selain dari beberapa teknik di atas yang penulis
temukan dalam komunikasi terapeutik perawat dengan
90
pasien, ada beberapa hal juga yang harus diperhatikan
perawat saat berkomunikasi dengan pasien. Kembali lagi
pada tujuan dari komunikasi terapeutik ini sendiri yaitu
memberi rasa aman maka perawat juga harus
memperhatikan bagaimana melakukan pendekatan dengan
pasien. Seperti pernyataan Perawat Darmoko:
“Cara melakukan pendekatan kalau saya priadi itu
menerapkan kontak sedikit tapi sering. Kita bina
trust dengan pasien, biasanya kalo sudah trust ya
pasien akan mudah terbuka, dan kalau kita
melakukan kontak lebih sering akan membuat
pasien merasa nyaman dan trust ke kita ya. Nah
kalo ada pasien yang tidak mau terbuka bisanya
kita tinggalkan dulu, tapi beberapa jam lagi kita
temui lagi, lalukan komunikasi lagi. gitu aja terus
menerus jadi akan membuat pasien merasa kalo
kita ini tidak berbahaya untuk mereka.”27
Pernyataan ini juga diperkuat oleh Perawat Aris
“saat melakukan pendekatan kita lihat dulu
kondisinya gimana, misal masih bingung, masih
labil tentunya kita tidak melakukan komunikasi
dulu karna bakal susah juga untuk diajak
berbicara pasti bakal inkoheren jawabnnya. Jadi
kita biarkan pasiennya dulu agar terbina trust
pasien ke kita. tapi kita tetap pantau beberapa jam
sekali lihat bagaimana kondisi pasien apa masih
merasa takut, cemas, atau curiga ke kita.”28
27Wawancara Penelitian dengan Bapak Darmoko, Perawat Kejiwaan
Poli Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Rabu, 17 Desember 2020 28Wawancara Penelitian dengan Bapak Aris, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Selasa, 5 Januari 2021
91
Selanjutnya yang harus diperhatikan adalah bahasa
yang perawat gunakan. Pasien dengan gangguan mental
pasti berbeda dengan orang normal biasanya. Maka saat
berkomunikasi jauhi bahasa yang sekiranya susah
dimengerti oleh pasien.
“Kalau untuk bahasa gunakan bahasa yang bisa
dimengerti pasien ya, tidak pakai bahasa formal
apalagi bahasa kedokteran ya, karena takutnya
pasien malah tidak mengerti. Pakai bahasnya yang
simple, on the spot dan tepat sasaran ya.”29
D. Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik Antara
Perawat Dengan Paisen Anxiety Disorder Di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
Berdasarkan temuan penelitian, penulis menemukan
beberapa hambatan yang terjadi, diantaranya:
1. Emosi
Dari semua informan yang penulis wawancarai, ada
beberapa yang mengatakan bahwa emosi merupakan
hambatan yang sering banyak ditemui.
“Banyak ya hambatannya, misal kaya emosi
pasien, ada pasien yang irritable missal ada kata
kata yang menyinggung dia itu bisa marahnya
melebihi orang normal”30
29Wawancara Penelitian dengan Bapak Darmoko, Perawat Kejiwaan
Poli Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Rabu, 17 Desember 2020 30 Wawancara Penelitian dengan Bapak Dzulfan, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Selasa, 18 November 2020
92
“Kendala pasti banyak ya yang kita temui, tapi
yang paling sering itu emosi pasien tidak
stabil…”31
Berdasarkan dari temuan penelitian yang penulis
dapatkan, dari ketiga informan pasien yang penulis teliti,
Pasien S lebih susah mengontol emosi dibanding Pasien
W dan Pasien D. hal ini juga diperkuat dengan
pernyataan Perawat Dzulfan mengenai Pasien S:
“Iya kalo si S ini, kan saya juga sering dapat shift
malam dan Pasien S ini saat kecemasannya muncul
emosinya sangat ga bisa dikendalikan ya.
Kecemasan dan halusinasinya ini kadang muncul
di malam hari ya, jadi kalo udah mulai cemas dia
teriak-teriak.”32
2. Latar belakang sosial budaya
Dari temuan penelitian, di ruangan Elang sendiri banyak
pasien yang berasal dari berbagai daerah, bahkan dari
Negara luar seperti Afganistan dan Negara timur lainnya.
Hal tersebut membuat perawat kebingungan untuk
berkomunikasi dikarenakan penggunaan bahasa yang
berbeda.
“Kalau hambatan lain itu ada, seperti dari bahasa
ya. Dirumah sakit ini juga banyak pasien dari
Negara luar seperti Afganistan, keluarganya juga
ga bisa bahasa Indonesia, jadikan itu hambatan
31 Wawancara Penelitian dengan Ibu Magdalena, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Selasa, 5 Januari 2021 32 Wawancara Penelitian dengan Bapak Dzulfan, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Selasa, 5 Januari 2021
93
buat kita ya karna informasi yang kita terima tidak
mendetail.”33
“Kendala yang biasanya saya temui sih dari
bahasa ya, misalnya banyak pasien dari tidak bisa
pakai bahasa Indonesia ya, ada dari Negara lain.
terus juga ada pasien yang masih ada proses
denail yang terus melakukan pertanyaan berulang
seperti kenapa saya disini”34
3. Belum adanya rasa percaya (Bina trust)
Masih banyak pasien yang belum ada rasa percaya
kepada perawat terkhususnya juga pasien anxiety
disorder, pernyataan ini dijelaskan oleh Perawat
Fahrudin:
“Kendala atau hambatan itu pasti ada ya, pasti
akan selalu ditemukan. Tapi kalau sejauh saya
kerja disini khusus untuk pasien anxiety disorder
itu kendala yang temui itu feedbacknya kurang dan
lamanya waktu untuk si pasien untuk membuka diri
ke kita karena belum adanya rasa percaya. jadi
untuk mengatasi kendalanya ya itu tadi tetap
melakukan pendekatan terus menerus ya. Jadi
perawat itu harus sabar, jadi ketika pasiennya
reject atau tidak memberikan feedback ya bukan
berarti dia benci sama kita ya, mungkin kita harus
yakinin mereka terlebih dahulu ya dengan
pendekatan terus menerus.”35
33Wawancara Penelitian dengan Bapak Adlan, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Selasa, 7 Januari 2021 34Wawancara Penelitian dengan Bapak Darmoko, Perawat Kejiwaan
Poli Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Rabu, 17 Desember 2020 35Wawancara Penelitian dengan Bapak Fahrudin, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Rabu, 18 November 2020
94
Dan pernyataan ini juga diperkuat dengan pernyatan
Perawat Adlan:
“Kalau selama kerja, masalah hambatan itu pasti
ada ya. Kan di sini kita juga bisa melihat pasien ini
dengan diagnosa apa, misal kasusnya anxiety
itukan ditandai dengan perasaan curiga, cemas
nah itukan pasti pasien susah diajak berkomunikasi
karena belum turst ke kita,dia masih curiga apakah
kita ini berbahaya atau tidak untuk dirinya. Jadi
kita menggali informasipun tidak secepat pasien
yang lainnya.”36
Dari temuan yang penulis dapatkan, hambatan ini penulis
temui saat Perawat Dzulfan melakukan komunikasi
terapeutik dengan Pasien W. Dari awal masuk ruangan,
pasien W hendak curiga dan takut melihat Perawat
Dzulfan hal itu dikarenakan Pasien W mengidap PTSD di
mana ada beberapa kejadian yang membuat dia merasa
takut dan truma akan sesuatu hal.
E. Peran Dakwah Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan
Kepada Pasien Anxiety Disorder
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
perawat kejiawaan dalam menjalankan peranannya sebagai
pemberi asuhan keperawatan memerlukan suatu perangkat
instruksi atau langkah- langkah kegiatan yang biasa dikenal
dengan SP. Pemberian SP ini pun berbeda-beda sesuai
dengan diagnosa pasien. Dari data yang ditemukan menurut
36Wawancara Penelitian dengan Bapak Adlan, Perawat Kejiwaan Poli
Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan, Pada Selasa, 7 Januari 2021
95
informan perawat SP yang biasanya diberikan kepada pasien
di Rumah Sakit Dr. Soeharto Heerdjan ada lima, yaitu:
1. Menghardik
2. Bercakap-cakap
3. Melakukan aktivitas harian
4. Minum Obat
5. Spritual
Sebelum menerapkan SP ini perawat tentunya sudah
mengindentifikasi masalah pasien, dan juga sudah
terbentuknya bina trust satu sama lain. Pada prakteknya SP
di atas tidak selalu dilakukan secara berurut, hal ini tentu
diselaraskan dengan kondisi pasien. Jika ada pasien yang
mengamuk dan tidak bisa dikendalikan biasanya SP
pemberian obat akan jadi SP yang pertama begitu juga
dengan yang lain.
Pada SP spiritual dari data yang didapatkan, perawat
biasanya mengajarkan nilai keagamaan sesuai dengan
agamanya yang dianut pasien. Contohnya yang terjadi pada
pasien S, pasien S sudah menerapkan SP spritual dengan
cara berwudhu jika mendengar suara suara yang tidak
berwujud. Pasien S diajarkan untuk dekat dengan Tuhan
mulai dari memasukan jadwal solat pada aktivitas
hariannya. Dan dari data yang ditemukan di lapangan Pasien
S sudah melakukan kegiatan spiritual ini dengan mandiri
tanpa paksaan lagi dari perawat.
96
Perawat: Pinter, terus sehabis itu biasanya bapak
ngapain?
Pasien S: Wudhu
Perawat: Wudhu, berarti spritual ya pak
Pasien S: Sama minum obat yang paling penting
Perawat: Oh iya obat ya, pinter bapak. Terus apa lagi
pak?
Pasien S: Melakukan aktivitas
Perawat: Iya benar, jadi bapak bisa buat jadwal
kegiatan aktivitas harian mulai dari bapak bangun
pagi sampai tidur lagi
Pasien S: iya saya juga harus minum obat untuk otak
saya, supaya mengurangi kecemasan saya. Saya
pernah motong leher saya bu
Perawat: Kenapa bapak lakukan?
Pasien S: Saya dulu sering dibully oleh teman saya,
padahalkan ngebully ga baik ya bu?
Perawat: Iya bener ga bagus kalo ngebully, tau yang
bapak lakukan tadi juga ga baik ya pak. Ga boleh ya
pak melakukan penyatan di tubuh bapak lagi. Di
dalam agama juga kan dilarang pak, kan Tuhan suda
memberikan bapak anggota tubuh yang lengkap jadi
harusnya bapak syukuri pemberian Tuhan. Kalau
bapak melakukan penyayatan di tubuh bapak berarti
bapak ga bersyukur atas apa yang Tuhan kasih.
Pasien S: Iya bu, saya takut sama pulpen, pensi,
pisau, cutter sm spidol juga bu. Itu tajem bisa bunuh
orang loh bu.37
37 Percakapan Perawat Magdalena Dengan Pasien S Saat Melakukan
Komunikasi Terapeutik, Pada Selasa, 5 Januari 2021
97
Selain itu perawat juga memberikan nasehat,
wejangan dan arahan mengenai hal apa yang dilarang atau
diharamkan oleh agama. Seperti kasus Pasien S dengan
riwayat napza belasan tahun dan juga pergaulannya yang
bebas. Disinilah penekanan nilai agama yang diberikan
perawat kepada pasien.
98
BAB V
PEMBAHASAN
Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya,
gangguan kejiwaan tidak bisa dianggap enteng, termasuk
gangguan kecemasan karena jika tidak segera diatasi, maka akan
berdampak buruk bagi diri pasien. Tidak sedikit orang yang
mengalami gangguan kecemasan memilih untuk mengakhiri
hidupnya bahkan bisa saja menyakiti orang disekitarnya. Maka
untuk membantu proses pemulihan pasien, perawat dapat
menerapkan komunikasi terapeutik dalam asuhan
keperawatannya. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau
pemulihan pasien.
Komunikasi terapeutik tentu berbeda dengan komunikasi
pada umumnya, komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
professional bagi perawat, dengan memiliki keterampilan
berkomunikasi terapeutik perawat akan lebih mudah menjalin
hubungan saling percaya dengan pasien, sehingga akan lebih
efektif pula dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Dalam bab ini penulis akan menganalisis hasil temuan
penelitian yang dikaitan dengan teori penetrasi sosial dan juga
akan membahas jawaban dari rumusan masalah.
99
A. Tahapan Komunikasi Terapeutik Antara Perawat
Dengan Pasien Anxiety Disorder Di Rumah Sakit Jiwa
Dr. Soeharto Heerdjan
Secara umum, teknis komunikasi teraputik akan selalu
melewati empat fase yaitu fase pra-interaksi, fase orientasi,
fase kerja dan fase terminasi. Berdasarkan temuan penelitian
yang penulis dapatkan mengenai tahapan komunikasi
terapeutik yang dilakukan perawat kepada pasien anxiety
disorder, penulis akan menuangkannya ke dalam tabel yang
diharapkan dapat menjelaskan secara ringkas tentang
tahapan komunikasi terapeutik.
Tabel 5.1 Analisis Tahapan Komunikasi Teraputik
Antara Perawat Dengan Pasien Anxiety Disorder Dalam
Proses Pemulihan Di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan.
No Tahapan Komunikasi
Terapeutik
Hasil Analisis
1 Tahap Pra-interaksi
a. Mengumpulkan data
tentang pasien sebelum
melakukan kontrak
pertama
b. Penetapan tahap
hubungan interaksi
Mencari tau data
diri pasien, seperti
nama, riwayat
penyakit yang
dimiliki dan lain
sebagainya.
Perawat harus
mengetahui apa
100
tujuan dari
pertemuan.
Apakah
pengkajian/observ
asi/pemantauan/ti
dakan
keperawatan
terminasi.
2 Fase Orientasi
a. Memberikan salam
b. Memperkenalkan nama
perawat
c. Menanyakan nama
panggilan kesukaan
pasien
d. Menjelaskan tanggung
jawab perawat
e. Menjelaksan kegiatan
yang akan dilakukan
f. Menjelaskan waktu yang
dibutuhkan
Pada fase ini penulis
mengambil penggalan
percakap yang dilakukan
Perawat Dzulfan kepada
Pasien W. Hal ini
dikarenakan Perawat
Dzulfan untuk pertama
kalinya bertemu dengan
Pasien W.
Dari hasil analisis
penulis, Perawat Dzulfan
telah melakukan semua
hal yang ada pada fase
orientasi sesuai dengan
teori yang ada.
“halo mas, selamat pagi.
mas kalo kita ngbrol bisa
101
ga? Atau masih susah
untuk berkomunikasi?”
“mas kenalan dulu, saya
Pak dzulfan, perawat
disini. Mas W mau
dipanggil apa ?”
“tadi pagi dapat suntikan
ya? Terus sekarang
ngantuk ya mas? Kita
mau ngbrol riangn aja,
sekiranya 15 menit. kira
kira kalo mas W ada
yang mau diceritain
silakan tapi kalo ga ada
juga gapapa. Gimana
bisa ga mas?”
3 Fase Kerja
a. Memberi kesempatan
pada klien untuk
bertanya
b. Menanyakan keluhan
utama/keluhan yang
mungkin berkaitan
dengan kelancaran
pelaksaan kegiatan
c. Melaksanakan rencana
Pada fase ini penulis
mengambil penggalan
percakapan antara
Perawat Darmoko dengan
Pasien D.
Perawat Darmoko: terus
sekarang apa yang
dirasain?
Perawat Darmoko: mas
102
tindakan keperawatan
sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai
minum obat berapa
banyak selama disini?
Kita lanjutin yang
kemarin aja ya mas.,
yaitu pengetahuan
tentang obat. Berapa biji
yang mas minum?
Pasien D: 2 kali sehari,
Perawat Darmoko: jenis
obatnya apa mas?
Pasien D: ada 3, 1
panjang sm 2 bulet
Perawat Darmoko: baik,
sekarang mas tau ga
kegunaannya apa aja?
Pasien D:ngga
Perawat Darmoko:
belum tau ya, nanti kita
belajar lagi ya. Kalau
abis minum obat gimana
perasaannya mas? mas
bisa lihat saya dulu, kan
saya yang berbicara
disini (disini pasien tidak
bisa fokus saat diajak
berbicara)
103
Pasien D: iya
Dari penggalan
percakapan diatas,
Perawat Darmoko dengan
Pasien D sudah mencapai
salah satu tujuannya yaitu
melaksanakan pendidikan
kesehatan pada pasien.
Jika dilihat dari
percakapan di atas,
Perawat Darmoko
mencoba memberikan
pengetahuan pendidikan
kesehatan tetang obat
yang dikonsumsi Pasien
D.
4 Fase Terminasi
a. Menyimpulkan hasil
kegiatan
b. Memberikan
reinforcement positif
c. Merencakana tindak
lanjut dengan pasien
d. Melakukan kontrak
Pada fase ini penulis
mengambil penggalan
percakapan antara
Perawat Magdalena
dengan Pasien S.
Perawat Magdalena:
jadi perawat ulangi ya
104
untuk pertemuan
selanjutnya
yang harus bapak
lakukan kalau mendengar
suara dan merasa cemas
yaitu dengan
menghardik, bercakap
cakap, minum obat dan
melakukan aktivitas ya
Pasien S: iya bu saya
udah lakuin semuanya
Perawat Magdalena: iya
bagus. Baik kalo gitu,
tadi kontrak kita hanya
10 menit ya berarti
sekarang sudah selesai.
Nanti kita ngbrol kembali
ya pak, bapak mau
kapan?
Pasien S: besok aja bu
Perawat Magdalena: oke
boleh, besok pagi ya pak
kita bertemu lagi
Di tahap akhir dari
komunikasi teraputik ini,
Perawat Magdalena telah
melaksanakannya dengan
105
sangat baik dan
menyimpulkan evaluasi
dari pembicaran yang
telah dilakukan serta
menutup perkacapan
dengan baik pula.
Tahapan komunikasi terapeutik yang dilewati perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
anxiety disorder di atas tentu memiliki tujuan untuk
membentuk hubungan serta melakukan pertukaran informasi
yang sekiranya dapat membantu pasien dalam proses
pemulihan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori
penetrasi sosial (Social Penetration Theory) yang
dikemukakan oleh Irwan Altman dan Dalmas Taylor. Teori
ini meliputi studi psikologi sosial dan komunikasi, pada
bidang komunikasi cangkupannya untuk menjelaskan suatu
kerangka pemikiran bahwa proses komunikasi memainkan
peranan penting dalam perkembangan hubungan sosial.
Teori ini mengkaji mengenai proses perkembangan
kedekatan hubungan interpersonal. Altman dan Taylor
menggunakan analogi atau model bawang dalam
menjelaskan tahapan penetrasi sosial. Menurut mereka
kepribadian manusia sangatlah kompleks, layaknya bawang
kepribadian manusia terbangun belapis-lapis. Kepribadian
106
seseorang itu tidak hanya sebatas tampilan luar yang
sifatnya formal atau biografikal. Di balik itu manusia
memiliki lapisan-lapisan lain sebagai kepribadian mereka.
Ketika satu lapisan dibuka akan ada lapisan berikutnya dan
begitu seterusnya. Semakin dalam lapisan akan semakin
bersifat pribadi.1
Senada dengan komunikasi terapeutik yang memiliki
beberapa tahap untuk asuhan keperawatan, teori penetrasi
sosial juga merupakan proses bertahap yang mana harus
dilewati untuk mencapai hubungan yang lebih intim. Maka
penulis akan menganalisis tahapan proses penetrasi sosial
dalam fase komunikasi terapeutik yang terjadi antara
perawat dengan pasien anxiety disorder.
1. Tahap Orientasi (Orientasi Stage)
Berdasarkan hasil penelitian, saat pertama kali perawat
melakukan kontrak dengan pasien yang mana masuk
kedalam fase orientasi dalam komunikasi terapeutik,
perawat harus menganalisa terlebih dahulu siapa yang
akan mereka ajak berkomunikasi, dan menganalisa gestur
dan mimik wajah pasien saat berkomunikasi. Apakah
pasien tertarik atau malah merasa terancam. Saat pasien
merasa terancam, perawat harus mengakhiri komunikasi
yang dibuka dan memberikan waktu pasien untuk sendiri
tetapi beberapa saat kemudian perawat melakukan
1Richard West, Lynn H. Tunner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis
dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika 2012),h.196
107
pendekatan lagi. Karena dari data yang ada pasien
anxiety disorder lebih cenderung susah memberikan
informasi dengan orang lain, karna kecurigaan dan
kecemasan yang besar dalam diri pasien. Pasien akan
menganalisa terlebih dahulu apakah orang yang di dekat
mereka atau yang sedang berinteraksi dengan mereka
berbahaya bagi diri pasien atau tidak. Maka dengan
melakukan pendekatan sedikit tapi sering pasien akan
merasa bahwa perawat tidak berbahaya untuk diri pasien.
Maka jika dikaitkan dengan komunikasi terapeutik
kegiatan melakukan pendekatan sedikit tetapi sering
masuk ke dalam tahapan orientasi (orintasi stage) proses
penetrasi sosial dan komunikasi terapeutik yang mana
informasi yang diberikan atau didapatkan hanya
permukaannya saja.
2. Tahap Pejajakan Afektif (Exploratory Affective Exchange
Stage); Munculnya Diri
Dari hasil analisa yang penulis lakukan, untuk
membangun bina trust pasien kepada perawat selain
dengan melakukan pendekatan, perawat juga sering
membagikan cerita pengalaman individu mereka. Dalam
hal ini perawat dapat memulai pembicaraan dengan
berbagi cerita yang mungkin pengalaman tersebut juga
dirasakan oleh pasien. Hal ini yang juga dilakukan
Perawat Magdalena saat berkomunikasi dengan pasien.
Menurutnya saat perawat juga ikut berbagi pengalaman
108
hidupnya kepada pasien, maka pasien akan merasa
bahwa dirinya dan perawat pernah berada dalam situasi
yang sama dan dengan begitu pasien juga akan mudah
membagikan informasi tentang dirinya.
Dalam komunikasi terapeutik tahap ini masih masuk ke
fase orientasi, karena di tahap ini perawat dapat
memvalidasi kekurangan data lewat informasi yang
pasien bagikan, dan perawat dapat menyepakati masalah
pasien hingga nantinya akan memudahkan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada
pasien serta perawat dapat mengevaluasi hasil tindakan
yang lalu.
3. Tahap Pertukaran Afektif (Exploratory Exchange Stage);
Komitmen dan Kenyamanan
Menurut hasil analisa penulis, jika hubungan perawat
dengan pasien sudah memasuki hubungan intim maka
akan terlihat dari cara pasien berkomunikasi. Pasien akan
berinteraksi secara spontan dan tanpa kecurigaan saat
pasien merasa nyaman dengan perawat, begitu juga
sebaliknya. Dan jika sudah mencapai tingkatan di mana
komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu
membuat keputusan yang cepat, serta sering kali dengan
sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara
keseluruhan maka pasien akan dengan mudah menjawab
pertanyaan yang diberikan perawat dengan jawaban yang
koheren.
109
Dalam komunikasi terapeutik, tahapan ini masuk ke
dalam fase kerja dimana komunikasi yang dilakukan
sudah memasuki inti yang terkait erat dengan
pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
4. Tahapan Pertukaran Stabil (Stable Exchange Stage);
Kejujuran Total dan Keintiman
Berdasarkan dari hasil analisa, jika perawat dan pasien
sedang dalam hubungan yang sangat dekat atau intim
maka dapat terlihat dari keterbukaan yang
berkesinambungan pada semua lapisan. Perawat dan
pasien sudah tahu dan paham apa yang dirasakan,
terutama pada pasien. Perawat sudah mengatahui apa
yang dirasakan pasien, seperti perasaan sedih, curiga,
takut sampai pada perilaku kecemasan yang ditimbulkan.
Perawat juga sudah tau apa yang harus ia lakukan saat
pasien melakukan perbuatan yang keluar dari perbuatan
normal.
Dalam komunikasi terapeutik, tahapan ini masuk ke
dalam fase terminasi di mana perawat dapat merencakan
tindak lanjut dengan pasien.
Seperti yang telah dipaparkan penulis mengenai
tahapan komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat
kepada tiga informan pasien yang terlibat, penulis dapat
menyimpulkan bahwa perawat RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
110
terkhususnya ruangan Elang telah melakukan tahapan
komunikasi dengan baik dimulai dari fase pra interaksi, fase
orientasi, fase kerja dan terkahir fase terminasi.
B. Teknik Komunikasi Terapeutik Yang Dilakukan
Perawat Kepada Pasien Anxiety Disorder Di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
Komunikasi yang terjadi antara perawat dengan pasien
tentu melibatkan komunikasi verbal dan komunikasi
nonverbal. Seperti ketika perawat melakukan komunikasi
terapeutik kepada pasien, bertanya tentang keadaan dan
keluhan pasien maka hal tersebut masuk ke dalam
komunikasi verbal. Sedangkan ketika mereka menggunakan
gestur tubuh, mimik wajah, kontak mata, dan gerak isyarat,
hal tersebut masuk ke dalam komunikasi nonverbal.
Komunikasi nonverbal digunakan untuk memperjelas
maksud pesan yang ingin disampaikan oleh perawat,
contohnya pada saat perawat melakukan pemberian SP
seperti menutup telinga dengan kedua tangan saat
mendengar bisikan-bisikan, memukul bantal untuk
mengurangi rasa marah, dan yang lainnya.
Dari hasil temuan penelitian, terdapat enam teknik
yang dilakukan perawat kepada pasien, yaitu mendengarkan
dengan penuh perhatian, menanyakan pertanyaan berkaitan,
pertanyaan terbuka, mengulangi ucapan pasien, memberi
kesempatan untuk pasien memulai pembicaraan, dan
mengurutkan kejadian secara kronologis.
111
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Mendengarkan merupakan salah satu dasar utama dalam
berkomunikasi, dalam hal ini perawat berusaha mengerti
pasien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan
pasien. perawat bisa menjadi pendengar aktif dan pasif.
Keterampilan mendengar dengan penuh perhatian
meliputi pandangan saat berbicara, menganggukkan
kepala jika pasien membicarakan hal hal penting yang
sekiranya memerlukan umpan balik, tidak menyilangkan
kaki dan tangan, dan posisi tubuh condong kearah lawan
bicara.
2. Menanyakan pertanyaan berkaitan
Menanyakan pertanyaan berkaitan mempunyai tujuan
yaitu untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai apa yang disampaikan oleh pasien. Oleh
karena itu pertanyaan yang diberikan perawat harus
dikaitkan dengan topik yang dibicarakan.
3. Pertanyaan terbuka (Open-ended question)
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang tidak
memerlukan jawaban “Ya” atau “Mungkin”, tetapi
pertanyaan memerlukan jawaban yang luas, sehingga
pasien dapat mengemukakan masalahnya, perasaannya
dengan kata katanya sendiri, atau dapat memberikan
informasi yang diperlukan.
112
4. Mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata
kata sendiri
Melalui pengulangan kembali kata kata pasien, perawat
memberikan umpan balik bahwa ia mengerti pesan
pasien dan berharap komunikasi bisa dilanjutkan.
5. Memberikan kesempatan pada pasien untuk memulai
pembicaraan
Memberi kesempatan pada pasien untuk berinisiatif
dalam memilih topik pembicaraan. Pasien yang merasa
ragu-ragu dan tidak pasti tentang peranannya dalam
interaksi ini, maka perawat dapat menstimulusnya untuk
mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan
untuk membuka pembicaraan.
6. Menempatkan kejadian secara berurutan (Kronologis)
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu
perawat untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian akan menuntun perawat
dan pasien untuk melihat kejadian berikutnya yang
merupakan akibat dari kejadian sebelumnya
Jika ditinjau dari segi teori masih banyak sekali
teknik-teknik komunikasi teraputik yang belum diterapkan
perawat ruangan Elang RSJ Dr. Soeharto Heerdjan kepada
pasien. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pasien di
ruangan Elang yang harus diberikan asuhan keperawatan
113
sehingga durasi yang dimiliki perawat untuk melakukan
asuhan keperawatan sangat singkat.
Dari hasil analisis di atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa teknik komunikasi terapeutik merupakan
keterampilan perawat yang harus dipelajari dan dilatih
setiap saat. Saat berkomunikasi dengan pasien, perawat
perlu menganalisa dengan siapa dia berbicara, bagaimana
bahasa yang akan digunakan, dan sikap apa yang harus
dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mendukung proses
pemulihan pasien.
C. Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik Antara
Perawat Dengan Pasien Anxiety Disorder Di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
Komunikasi teraputik yang dilakukan perawat kepada
pasien tidak selalu berjalan dengan mulus, banyak juga
ditemukan hambatan hambatan yang memperlambat proses
komunikasi teraputik. Ada beberapa faktor yang menjadi
penghambat perawat dalam melakukan komunikasi
terapeutik kepada pasien anxiety disorder:
1. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu
kejadian. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan
keluarganya sehingga mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan tepat. Emosi merupakan faktor
penghambat yang paling sering ditemui saat
berkomunikasi. Saat berkomunikasi dengan pasien,
114
mungkin saja ada beberapa pasien yang merasa bahwa
perkataan perawat menyinggung perasaannya sehingga
membuat pasien marah dan tidak dapat mengontrol
emosinya. Maka dalam hal ini perawat diminta harus
pintar mengolah kata. Bukan hanya itu, perawat juga
harus pandai mengetahui apa yang sedang pasien
rasakan, dan bagaimana keadaannya.
2. Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi
oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara
bertindak dan berkomunikasi. Dari temuan penelitian,
diketahui ada banyak pasien yang berasal dari Negara
luar seperti Negara Timur Tengah, hal tersebut membuat
perawat susah berkomunikasi dikarenkan tidak mengerti
bahasa yang pasien gunakan begitu juga sebaliknya.
3. Belum adanya rasa percaya (Bina trust)
Hubungan perawat dengan pasien adalah suatu wadah
untuk mengaplikasikan proses keperawatan pada saat
perawat dan pasien berinteraksi kesediaan untuk terlibat
guna mencapai tujuan asuhan keperawatan. Dari hasil
analisis, pada kasus pasien anxiety disorder kebanyakan
yang terjadi dilapangan, bahwa pasien anxiety lamban
untuk membuka diri kepada perawat. Hal ini dikarenakan
adanya perasaan curiga dan ketakutan yang besar pada
diri pasien. Pasien anxiety akan menganalisa terlebih
115
dahulu apakah orang yang mendekatinya berbahaya bagi
dirinya atau tidak hal ini termasuk juga perawat. Maka di
sinilah kunci dari berjalannya komunikasi terapeutik itu,
perawat harus pintar melakukan pendekatan kepada
pasien sehingga pasien merasa nyaman dan mau
berkomunikasi dengan perawat.
Jika ditinjau dari teori maka hal ini senada dengan
pandangan Potter dan Perry (1993) yang menyatakan bahwa
proses komunikasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
di antaranya:2
a. Perkembangan
Perkembangan manusia mempengaruhi bentuk
komunikasi dalam dua aspek, yaitu tingkat
perkembangan tubuh mempengaruhi kemampuan untuk
menggunakan teknik komunikasi tertentu dan untuk
mempersepsikan pesan yang disampaikan.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap
suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi dibentuk oleh
harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat
mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
c. Gender
Laki-laki dan perempuan menunjukan gaya komunikasi
yang berbeda dan memiliki interpretasi yang berbeda
2Damayanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2010),h.3
116
terhadap suatu percakapan.
d. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku
sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai
seseorang. Perawat perlu berusaha mengklarifikasi nilai
sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang
tepat dengan klien.
e. Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi
oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara
bertindak dan komunikasi.
f. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu
kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan
mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan
orang lain.
g. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi
yang dilakukan. Seseorang dengan tingkat pengetahuan
rendah akan sulit merespon pertanyaan yang
mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan
yang lebih tinggi.
h. Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan
antar orang yang berkomunikasi. Berbeda dengan
komunikasi yang terjadi dalam pergaulan bebas,
komunikasi antar perawat klien terjadi secara formal
117
karena tuntutan profesionalisme.
i. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi
efektif. Suasana yang bising, tidak ada privacy yang
tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan
ketidaknyamanan. Untuk itu perawat perlu menyiapkan
lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum memulai
interaksi dengan pasien.
j. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu
menyediakan rasa aman dan kontrol. Dapat dimisalkan
dengan individu yang merasa terancam ketika seseorang
yang tidak dikenal tiba tiba berada pada jarak yang
sangat dekat dengan dirinya. Hal tersebut juga dialami
perawat dengan pasien pada saat pertama kali
berinteraksi.
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa ada 3 macam kendala yang paling sering ditemui
perawat saat berkomunikasi dengan pasien anxiety disorder,
yaitu emosi yang tidak stabil, latar belakang sosial budaya
dan jarak antara perawat dengan pasien yang menimbulkan
belum adanya kepercayaan dengan perawat. Dan dilihat dari
hambatan yang ada di lapangan, hambatan tersebut tidak
terlalu menganggu proses komunikasi terapeutik. Sehingga
dapat disimpulkan komunikasi terapeutik yang dilakukan
118
perawat dengan pasien ini cukup efektif dalam membantu
proses pemulihan pasien.
D. Peran Dakwah Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan
Kepada Pasien Anxiety Disorder
Spritual merupakan salah satu SP yang diajarkan
perawat kepada pasien. Pada SP ini pasien diarapkan data
mendekatkan diri kepada Tuhannya. Pasien Rumah Sakit
Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan berasal dari latar belakang
agama dan budaya yang berbeda beda maka yang diajarkan
pun juga berbeda-beda.
Pesan dakwah yang disampaikan oleh perawat ini
bersifat sederhana, aplikatif dan anjuran saja, seperti ajaran
berwudhu, sholat, dan berdzikir. Untuk pasien yang sudah
mandiri mengontrol emosinya, lebih mudah menerapkan SP
yang diajarkan perawat termasuk SP spiritual ini. Pesan
dakwah yang disampaikan perawat ini arus mudah untuk
dicerna oleh pasien, dan tentunya perawat harus mempunyai
keterampilan komunikasi yang baik. Seperti penggalan
surah An-Nisa ayat 63 yang berbunyi :3
ما فى قلوبهم فأعرض عنهم ئك ٱلذين يعلم ٱلل أول
وعظهم وقل لهم فى أنفسهم قولا بليغا
3Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: CV Al
Mubarok, 2018)
119
Ula`ikallażina ya'lamullahu ma fi qulụbihim fa a'riḍ
'an-hum wa'iẓ-hum wa qul lahum fi anfusihim qaulam
baliga
Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah
mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu
berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka
pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
berbekas pada jiwa mereka”
Ayat diatas menjelaskan pembicaraan yang fasih atau
tepat, jelas maknanya serta tepat cara penyampaiannya
dalam segi kata dan efektif dalam segi sasaran sehingga
memudahkan komunikan menangkap pesan yang ada. Kata
“qaulan baliga” berarti perkataan yang dapat menyentuh
dan berpengaruh pada hati sanubari orang yang diajak
berbicara. Diksi dan kalimat yang disampaikan penutur
dalam komunikasinya dapat memperngaruhi serta merubah
perilaku seseorang. Dan ini sejalan dengan apa yang
dilakukan perawat kepada pasien anxiety disorder, dimana
perawat harus bisa menerapkan komunikasi yang efektif dan
pesan pesan yang dapat membekas di hati pasien. sehingga
pasien dapat mengikuti perkataan perawat selama dalam
proses pemulihan.
120
Tabel 5.2 Temuan Penelitian dan Kaitannya
Dengan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
Temuan Penelitian Ilmu Dakwah Ilmu Komunikasi
1. Tahapan
komunikasi
terapeutik yang
terjadi antara
perawat dengan
pasien anxiety
disorder.
Tahapan
komunikasi
terapeutik
antara perawat
dengan pasien
anxiety
disorder
terintegrasi
pada dakwah
fardiyah
melalui profesi
perawat
dengan metode
dakwah Bil
Lisan.
Tahapan
komunikasi
terapeutik perawat
dnegan pasien
anxiety disorder
sama saja seperti
pada umumnya,
yaitu melewati
empat tahapan;
Tahap Pra-
interaksi, Tahap
Orientasi, Tahap
Kerja, Tahap
Terminasi. Semua
tahapan ini
memiliki tugas
yang berbeda
dengan tujuan
yang sama yaitu
untuk proses
pemulihan pasien.
Hubungan
121
kedekatan perswat
dnegan pasien jga
diukur dengan
teori penetrasi
sosial.
2. Ada enam teknik
komunikasi
terapeutik yang
dilakukan
perawat kepada
pasien anxiety
disorder
Tahapan
komunikasi
terapeutik
antara perawat
dengan pasien
anxiety
disorder
terintegrasi
pada dakwah
fardiyah
melalui profesi
perawat
dengan metode
dakwah Bil
Lisan.
komunikasi yang
dilakukan perawat
dengan pasien
melibatkan
komunikasi verbal
dan komunikasi
nonverbal dengan
enam teknik yang
diterapkan
perawat,
diantaranya:
mendengarkan
dengan penuh
perhatian,
menanyakan
pertanyaan terkait,
pertanyaan
terbuka,
mengulangi
ucapan pasien,
memberi
122
kesempatan untuk
pasien memulai
pembicaraan, dan
yang terakhir
mengurutkan
kejadian secara
kronologis.
3. Faktor
penghambat
komunikasi
terapeutik antara
perawat dnegan
pasien anxiety
disorder
Tahapan
komunikasi
terapeutik
antara perawat
dengan pasien
anxiety
disorder
terintegrasi
pada dakwah
fardiyah
melalui profesi
perawat
dengan metode
dakwah Bil
Lisan.
Komunikasi
terapeutik yang
dilakukan perawat
dengan pasien
jalannya tidak
selalu mulus,
banyak ditemukan
hambatan yang
memperlambat
proses komunikasi
terapeutik. Dari
data yang
ditemukan ada tiga
hambatan yang
sering ditemui
perawat saat
berkomunikasi
dengan pasien
anxiety disorder,
123
yaitu; Emosi, latar
belakang sosial
budaya dan belum
adanya bina trust.
124
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan analisis data
yang penulis dapatkan mengenai “Komunikasi Terapeutik
Antara Perawat Dengan Pasien Anxiety Disorder Di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan” maka kesimpulan yang
dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Tahapan komunikasi terapeutik antara perawat dengan
pasien anxiety disorder di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
sama seperti tahapan komunikasi terapeutik pada
umumnya yaitu akan selalu melewati empat tahap,
dimulai dari tahap pa-interaksi, tahap orientasi, tahap
kerja dan terkahir tahap terminasi. Dimana semua
tahapan mempunyai tujuan untuk membentuk hubungan
serta melakukan pertukaran informasi yang sekiranya
dapat membantu pasien dalam proses pemulihan. Adapun
hal yang bisa dilakukan perawat di setiap tahapan sebagai
berikut:
a. Tahap Pra-interkasi
- Mengumpulkan data tentang pasien sebelum
melakukan kontrak pertama
- Penetapan tahap hubungan interaksi
125
b. Tahap Orientasi
- Memberikan salam
- Memperkenalkan nama perawat
- Menanyakan nama panggilan kesukaan pasien
- Menjelaskan tanggung jawab perawat
- Menjelaksan kegiatan yang akan dilakukan
- Menjelaskan waktu yang dibutuhkan
c. Tahap Kerja
- Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya
- Menanyakan keluhan utama/keluhan yang mungkin
berkaitan dengan kelancaran pelaksaan kegiatan
- Melaksanakan rencana tindakan keperawatan
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
d. Tahap Terminasi
- Menyimpulkan hasil kegiatan
- Memberikan reinforcement positif
- Merencakana tindak lanjut dengan pasien
- Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya
2. Teknik komunikasi terapeutik merupakan keterampilan
perawat yang harus dipelajari dan dilatih setiap saat.dari
hasil temuan terdapat enam teknik komunikasi terapeutik
yang dilakukan perawat kepada pasien anxiety disorder,
yaitu mendengarkan dengan penuh perhatian,
menanyakan pertanyaan berkaitan, pertanyaan terbuka,
mengulangi ucapan pasien, memberi kesempatan untuk
126
pasien memulai pembicaraan, dan mengurutkan kejadian
secara kronologis.
3. Ada beberapa faktor penghambat yang sering ditemui
perawat saat berkomunikasi dengan pasien anxiety
disorder, yaitu:
a. Emosi
Emosi merupakan faktor penghambat yang paling
sering ditemui saat berkomunikasi. Saat
berkomunikasi dengan pasien, mungkin saja ada
beberapa pasien yang merasa bahwa perkataan
perawat menyinggung perasaannya sehingga
membuat pasien marah dan tidak dapat mengontrol
emosinya.
b. Latar belakang sosial budaya
Dari temuan penelitian, diketahui ada banyak pasien
yang berasal dari Negara luar seperti Negara Timur
Tengah, hal tersebut membuat perawat susah
berkomunikasi dikarenkan tidak mengerti bahasa
yang pasien gunakan begitu juga sebaliknya.
c. Belum adanya rasa percaya (Bina trust)
Dari hasil analisis, pada kasus pasien anxiety disorder
kebanyakan yang terjadi dilapangan, bahwa pasien
anxiety lamban untuk membuka diri kepada perawat.
Hal ini dikarenakan adanya perasaan curiga dan
ketakutan yang besar pada diri pasien. Pasien anxiety
akan menganalisa terlebih dahulu apakah orang yang
127
mendekatinya berbahaya bagi dirinya atau tidak hal
ini termasuk juga perawat.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian mengenai “Komunikasi
Terapeutik Antara Perawat Dengan Pasien Anxiety Disorder
Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan” penulis
memiliki beberapa saran untuk pihak RSJ dan juga perawat
RSJ terkhusunya ruangan Elang:
1. Kepada perawat yang merawat pasien tekhususnya
perawat ruangan Elang disarankan agar lebih banyak
berinteraksi dengan pasien, agar pasien lebih merasa
diperhatikan.
2. Dalam menerapkan teknik-teknik komunikasi terapeutik
para perawat hendaknya melakukan teknik secara
menyeluruh. Hal ini dilakukan agar tujuan dari
komunikasi terapeutik dapat tercapai secara maksimal.
Sehingga dapat mengetahui apakah teknik yang
digunakan oleh perawat sudah tepat atau belum di dalam
proses kesembuhan pasien.
3. Kepada pihak RSJ diharapkan dapat menambahkan
tenaga kerja lebih banyak lagi, mengingat banyaknya
jumlah pasien yang membuat perawat kewalahan
sehingga tidak dapat memberikan asuhan keperawatan
secara menyeluruh.
128
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Asmadi, Konsep Dasar Keperawaratan, (Jakarta: EGC,
2008)
Arwani, Komunikasi Dalam Keperawatan, (Jakarta: ECG,
2002)
Atkinson, Rita, Dkk, Pengantar Psikologi Jilid 2. Alih
Bahasa: Nurdjanah Taufik, (Jakarta: Erlangga,1983)
AW, Suranto, Komunikasi Interpersonal, (Jogjakarta:
Graha Ilmu, 2011)
Baqi, Muhammad Fu’ad Abdul, Shahih Bukhari Muslim,
No.4084, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2017)
Blais, Kathleen Koenig, Praktik Keperawatan Profesional
Konsep & Praktik, (Jakarta: Kedokteran EGC,
2007),h.64
Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2007)
Christina dkk, Komunikasi Kebidanan, (Jakarta: EGC,
2003)
D, Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bogor :
Ghalia Indonesia, 2004)
Damayanti, Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik
Keperawatan, (Bandung: PT Refika Adama, 2008)
Data Kearsipan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan,
2020.
129
Djuarsa, S. Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 1994)
Hardjana, Agus M, Komunikasi Intrapersonal &
Interpersonal, (Jakarta: Kanius, 2003)
Hidayat, Dedy N, Paradigma dan Metodologi Penelitian
Sosial Empirik Kalasik, (Jakarta: Dapartemen Ilmu
Komunikasi FISIP Universitas Indonesia,2003)
Indriyani, Diyan & Asmuji, Buku Ajar keperawatan
Martenitas, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006)
Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya,
(Jakarta: CV Al Mubarok, 2018)
King, A. Laura, Psikologi Umum, (Jakarta : Salemba
Humanika,2010)
Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi,
(Jakarta, Prenada Media Group, 2006)
Liliweri, Alo, Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)
Miles & Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber Tentang Metode Metode Baru, (Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia)
Morissan, Teori Komunikasi Individual Hingga Massa,
(Jakarta: Kencana Prenada Group, 2013)
Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2005)
Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,
(Bandung: PT Remajaja Rosdakarya, 2008)
130
Nevid, Jeffrey S, dkk, Psikologi Abnormal edisi kelima
Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2005)
Nurjannah, Komunikasi Terapeutik (Dasar-dasar
komunikasi bagi perawat), (Yogyakarta:
Mocomedia, 2005)
Prastomo, Andi, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta:
Ar-ruz Media, 2016)
Priyanto, Farmakoterapi Dasar untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Farmasi, (Jakarta: Leskonfi, 2009)
Rochman, Noor & Tristiadi Ardi , Psikologi Abnormal,
(Bandung: Lubuk Agung, 2011)
Profil Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 2019.
Stuart dan Sundden, Buku Saku Keperawatan Edisi Jilid 5,
(Jakarta: EGC,2007)
Suciati, Psikologi Komunikasi sebuah Tinjauan Teoritis
dan Perspektif Islam, (Yogyakarta: Buku Literia
Yogyakarta)
Uripni, Christina Lia, Komunikasi Kebidanan, (Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002)
Videbeck, Shiela L, Buku Ajar Keperawatan Jiwa,(Jakarta:
Keperawatan, 2008)
West, Richard, Lynn H. Tunner, Pengantar Teori
Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, (Jakarta:
Salemba Humanika 2012)
131
WHO. Depression and Other Common Mental Disorders.
Global Health Estimates. Geneva: World Health
Organization. 2017
Sumber Internet
http://pdskji.org/home diakses pada tanggal 22 Agustus 2020.
Sumber Informan
Percakapan Perawat Darmoko Dengan Pasien D Saat
Melakukan Komunikasi Terapeutik, Pada Kamis, 17
Desember 2020
Percakapan Perawat Dzulfan Dengan Pasien W Saat
Melakukan Komunikasi Terapeutik, Pada Rabu, 18
November 2020
Percakapan Perawat Magdalena Dengan Pasien S Saat
Melakukan Komunikasi Terapeutik, Pada Selasa, 5
Januari 2021
Wawancara Penelitian dengan Bapak Adlan, Perawat
Kejiwaan Poli Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan,
Pada Selasa, 7 Januari 2021
Wawancara Penelitian dengan Bapak Aris, Perawat
Kejiwaan Poli Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan,
Pada Selasa, 5 Januari 2021
132
Wawancara Penelitian dengan Bapak Darmoko, Perawat
Kejiwaan Poli Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan,
Pada Rabu, 17 Desember 2020
Wawancara Penelitian dengan Bapak Dzulfan, Perawat
Kejiwaan Poli Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan,
Pada Rabu, 18 November 2020
Wawancara Penelitian dengan Bapak Fahrudin, Perawat
Kejiwaan Poli Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan,
Pada Rabu, 18 November 2020
Wawancara Penelitian dengan Ibu Magdalena, Perawat
Kejiwaan Poli Rawat Inap RSJ Soeharto Heerdjan,
Pada Selasa, 5 Januari 2021
133
LAMPIRAN
134
LAMPIRAN 1
TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Tantya Legystania
Narasumber : Ners. Fahrudin, S.Kep
Hari/Tanggal : Rabu, 18 November 2020
Tempat : Poli Rawat Inap RSJSH
1. Penulis: Bagaimana teknik komunikasi terapeutik yang
dilakukan kepada pasien anxiety disorder?
Informan: Pertama tidak ada bedanya dengan pasien pasien
yang lain, teknisnya masih sama. Yang pertama pastinya kita
melakukan kontrak terlebih dahulu ya, dimana dia akan
berbicara dengan kita, tempat dan waktunya. Selanjutnya
perkenalan diri, kemudian penekanan masalahnya, karna
jangan sampai interfensi yang kita lakukan menjadi interfensi
yang pasien tidak butuhkan. Kalo pasien dengan diagnose
anxiety disorder itu pasti mereka butuh rasa aman, nyaman
agar terawat disini dan bisa melakukan komunikasi untuk
memastikan bahwasanya segala kebutuhan yang mereka
inginkan ada disini.
2. Penulis: Bagaimana perawat melakukan pendekatan dengan
pasien agar mau terbuka dan mengikuti serangkaian proses
135
pemulihan? Jika ada pasien yang tidak mau terbuka, apa yang
biasanya perawat lakukan?
Informan: Banyak sekali pasien yang tidak mau terbuka ya,
namanya pasien baru, baru kenal dengan orang apalagi pasien
anxiety disorder kan biasanya disertai degan rasa curiga juga
ya. Hampir rata rata pasien dengan diagnose kecemasan itu
tidak mau membuka diri dengan resiko perilaku kekerasan.
Pasti mereka akan jaga jarak, dan mereka akan mengalanisa
terlebih dahulu siapa orang yang mendekatinya ini, apakah
berbahaya atau tidak. Tetapi biarpun begitu kita akan
melakukan pendekatan terus menerus tanpa memaksa dia untuk
terbuka dengan kita. Jadi misalnya hari ini dia ga mau
berinteraksi, contoh saat pertama kita memberi salam,
memperkenalan diri terlihat dari gesture atau caranya menolak
maka sebaiknya kita tidak melanjutkan lagi, pamit aja.
“Baiklah pak kalau sekarang bapak tidak mau berinteraksi
dengan saya, saya akan datang lagi besok di waktu yang sama”
nah begitu terus menerus sampai pasiennya yakin bahwa kita
ini emang tidak berbahaya untuk mereka.
3. Penulis: Sejauh berinteraksi dengan pasien, apakah perawat
pernah menemukan kendala? Kalau ada kendalanya seperti
apa?
Informan: Kendala atau hambatan itu pasti ada ya, pasti akan
selalu ditemukan. Tapi kalau sejauh saya kerja disini khusus
untuk pasien anxiety disorder itu kendala yang temui itu
feedbacknya kurang dan lamanya waktu untuk si pasien untuk
membuka diri ke kita.
4. Penulis: Bagaimana cara mengatasi hambatan yang
menghalangi proses komunikasi terapeutik?
Informan: Jadi untuk mengatasi kendalanya ya itu tadi tetap
melakuakn pendekatan terus menerus ya. Jadi perawat itu harus
sabar, jadi ketika pasiennya reject atau tidak memberikan
feedback ya bukan berarti dia benci sama kita ya, mungkin kita
136
harus yakinin mereka terlebih dahulu ya dengan pendekatan
terus menerus.
5. Penulis: Bagaimana komunikasi verbal dan non verbal perawat
terhadap pasien?
Informan: Komunikasi non verbal pasien tentu ada ya, seperti
bahasa tubuh. misal ada beberapa pasien yang tidak mau
menjawab tapi matanya menatap kita, atau gampang beralih
pandangan ya. Itukan kita bisa memahami apakah pasien ini
mau berinterkasi atau tidak.
6. Adakah cara tersendiri untuk berkomuniaksi dengan pasien
anak, dewasa, dan orang tua?
Informan: Ketika dia memasuki jenjang dewasa muda
biasnaya pola komunikasinya sama ya, tergantung bagaimana
cara perawat mendekatinya. Kalo anak muda kan mereka akan
terbuka kalau kita juga ikut masuk ke dunia mereka seperti kita
berbicara tentang hobi mereka. Kita brain stroming mereka
dengan hobi hobi mereka, misal dia hobinya main bola ya kita
awali dengan membahas bola jadi mereka akan merasa nyaman
dan merasa “oh dia ini mengerti saya”. Nah sejauh ini saya
belum menangani pasien orang tua atau lansia dengan diagnosa
anxiety disorder ya.
7. Penulis: Apakah teknik komunikasi terapeutik ini dapat
dikatakan efektif atau dapat membantu proses pemulihan
pasien?
Informan: Komunikasi terapeutik ini menurut saya efektif ya,
selain kita kolaborasi dengan media dan obat obatan,
adakalahnya pasien yang merasa tidak nyaman dan merasa
tidak butuh obat karna ada juga yang merasa obat ini racun
buat dia, maka disinilah komunikasi terapeutik itu sangat
penting digunakan agar pasien lebih tenang dan merasa
nyaman ya.
137
8. Penulis: Apa kriteria keberhasilan komunikasi terapeutik ini?
Informan: Pasien pasien dengan diagnose anxiety disorder
biasaya punya ciri khas muka yang tegang, tidak relax, selalu
menanyakan apa yang kita berikan secure ga buat dia, aman ga
buat dia. Kriterianya ketika ekspresi pasien sudah mulai lentuh,
sesuai dengan rangsangan, mau menerima apa yang kita
berikan tanpa bertanya apakah berbahaya atau tidak, ketika
sudah merasa nyaman, aman maka saya rasa itu indicator
indicator bahwasanya komunikasi teraputik ini sudah berhasil
dilakukan atau membuahkan hasil. Dan indicator yang paling
berhasil ketika tim medis sudah memperbolehlan pasien untuk
melakukan rawat jalan, itu berartikan sudah berhasil ya.
Mengetahui,
Ners. Fahrudin, S.Kep
138
TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Tantya Legystania
Narasumber : Dzulfan, Am.K
Hari/Tanggal : Rabu, 18 November 2020
Tempat : Poli Rawat Inap RSJSH
1. Penulis: Bagaimana tahapan komunikasi terapeutik yang
biasanya dilakukan kepada pasien anxiety disorder?
Informan: Yang pastinya pra interaksi dulu ya, kita cari data
dulu tentang pasien. Kemudian selanjutnya ya perkenalan
dengan pasien, kalau dengan pasien baru kita pasti akan
melakukan perkenalan dan mencari data ya penyebab dia sakit
apa, riwayatnya apa, faktor pencutusnya apa, kenapa dibawa
kesini, nah itu kita analisa. Seperti keseharian pasien, apakah
bisa mandiri atau cenderung malas, atau perlu bantuan, terus
kita kaji lagi komunikasinya, dia ngomng ke orang lain
bagaimana, kalau udah komunikasi kita kaji bagaimana cara
pola pikirnya dia, apakah disorganisasi, tangesial atau sirkusial,
pokonya semuanya kita kaji ya. Setela itu baru selanjutnya kita
masuk ke tahapan selanjutnya yaitu taap kerja dan sampai pada
terminasi.
139
2. Penulis: Bagaimana perawat melakukan pendekatan dengan
pasien agar mau terbuka dan mengikuti serangkaian proses
pemulihan? Jika ada pasien yang tidak mau terbuka, apa yang
biasanya perawat lakukan?
Informan: Kalau untuk pasien baru ya agar dia mau cerita ya
kita harus membangun trust dulu ya. Kalau dia ada rasa turst
ke kita dia pasti akan menceritakan sendiri tanpa kita tanyakan
ya.
3. Penulis: Selama bekerja di sini dan berinteraksi dengan pasien,
pernah menemukan kendala tidak? Kalau ada kendalanya
seperti apa ?
Informan: Banyak ya mba hambatannya, misal kaya emosi
pasien, ada pasien yang irritable missal ada kata kata yang
menyinggung dia itu bisa marahnya melebihi orang normal.
Terus juga kebanyakan pasien dengan diagnose anxiety
disorder ini feedbacknya ya yang kurang, misal pasien
cenderung diam.
4. Penulis: Apakah teknik komunikasi terapeutik ini dapat
dikatakan efektif dalam proses pemulihan pasien?
Informan: kalau berbicara efektif atau tidak menurut saya
komunikasi terapeutik ini sangat efektif ya membantu
pemulian. Karena ya dengan komunikasi terapeutik ini perawat
dan pasien saling mengetahui apa dan bagaimana yang pasien
rasakan, maka dengan begitu akan mempermudah perawat
dalam memberikan asuhan perawatan dengan diagnose pasien.
Mengetahui,
Dzulfan, Am.K
140
TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Tantya Legystania
Narasumber : Ners. Darmoko, S.Kep
Hari/Tanggal : Kamis, 17 Desember 2020
Tempat : Poli Rawat Inap RSJSH
1. Penulis: Bagaimana perawat melakukan pendekatan dengan
pasien agar mau terbuka dan mengikuti serangkaian proses
pemulihan? Jika ada pasien yang tidak mau terbuka, apa yang
biasanya perawat lakukan?
Informan: Cara melakukan pendekatan kalau saya pribadi itu
menerapkan kontak sedikit tapi sering. Kita bina trust dengan
pasien, biasanya kalo sudah turst ya pasien akan mudah
terbuka, dan kalau kita melakukan kontak lebih sering akan
membuat pasien merasa nyaman dan trust ke kita ya. Nah kalo
ada pasien yang tidak mau terbuka bisanya kita tinggalkan
dulu, tapi beberapa jam lagi kita temui lagi, lalukan
komunikasi lagi. gitu aja terus menerus jadi akan membuat
pasien merasa kalo kita ini tidak berbahaya untuk mereka.
2. Penulis: apa hambatan yang sering ditemui saat berinteraksi
dnegan pasien anxiety disorder?
Informan: Kendala yang biasanya saya temui sih dari bahasa
ya, misalnya banyak pasien dari tidak bisa pakai bahasa
Indonesia ya, ada dari Negara lain. terus juga ada pasien yang
masih ada proses denail yang terus melakukan pertanyaan
berulang seperti kenapa saya disini, terus juga belum mau
terbuka atau menutup diri ya. Itu aja sih kendalanya.
141
3. Penulis: bahasa apa yang perawat gunakan saat melakukan
komunikasi terapeutik dengan pasien?
Informan: Kalau saya pakainya bahasa sehari hari yang bisa
dimenegrti pasien ya, tidak pakai bahasa formal apalagi bahasa
kedokteran ya takutnya pasien malah tidak mengerti ya.
Bahasanya yang simpel, on the spot dan tepat sasaran ya.
4. Penulis: Apakah teknik komunikasi terapeutik ini dapat
dikatakan efektif atau dapat membantu proses pemulihan
pasien?
Informan: Komunikasi terapeutik ini snagat efektif ya
menurut saya, apalagi untuk pasien yang suka menarik diri dari
lingkuangan, atau tidak mau terbuka ya, kalo kita bina trust sm
mereka, pastikan lama lama mereka akan percaya dan ikutin
proses pemulihan ya.
5. Penulis: Apakah komunikasi terapeutik ini dapat membantu
pemulihan pasien tanpa adanya obat obatan?
Informan: Menurut saya tidak ya, komunikasi ini tidak akan
berhasil juga kalau tanpa bantuan obat ya, contohnya ada
pasien yang masuk sini dengan keadaan yang tidak
memungkinkan untuk diajak komunikasi terlebih dahulu ya,
kan ga mungkin kalo kita mendekati pasien yang masih gaduh
gelisah, emosi masih labil, kecemasan yang hebat banget ya itu
pasti butuh obat dulu untuk menenangkan pasien baru setelah
itu kita lakukan komunikasi.
6. Penulis: Apa kriteria keberhasilan komunikasi terapeutik ini?
Informan: Kita bisa melihat keberhasilan komuniksi ini saat
kita mendapat feedback yang bagus dari pasien, seperti
menjawab pertanyaan dengan tanggap, itukan bisa jadi suatu
142
indicator ya bahwa komunikasi teraputik yang kita lakukan ini
sudah berhasil.
Mengetahui,
Ners. Darmoko, S.Kep
143
TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Tantya Legystania
Narasumber : Asep Aris Muwandar, Am.K
Hari/Tanggal : Selasa, 5 Januari 2021
Tempat : Poli Rawat Inap RSJSH
1. Penulis: Bagaimana tahapan komunikasi terapeutik antara
perawat dengan pasien anxiety disorder?
Informan: Tahapan sama sih seperti yang lain dan tidak ada
perbedaannya. Kalau di kejiwaan ini kan kita melakukan SP
ya, dan kalau ke pasien baru pastinya semua perawat harus
mencari tau dulu data tentang pasien, baru setelah itu kita
lakukan pertemuan pertama dengan perkenalan, kontrak dan
masuk ke tahap kerja itu sampai akhirnya tahap terminasi ya
mba.
2. Penulis: Bagaimana perawat melakukan pendekatan dengan
pasien agar mau terbuka dan mengikuti serangkaian proses
pemulihan? Jika ada pasien yang tidak mau terbuka, apa yang
biasanya perawat lakukan?
Informan: Kita lihat dulu kondisinya gimana, missal masih
bingung, masih labil tentunya kita tidak melakukan komunikasi
dulu karna bakal susah juga untuk diajak berbicara pasti bakal
koheren jawabnnya. jadi kita biarkan pasiennya dulu agar
terbina trust pasien ke kita. tapi kita tetap pantau beberapa jam
144
sekali lihat bagaiaman kondisi pasien apa masih merasa takut,
cemas, atau curiga ke kita.
3. Penulis: Selama bekerja di sini dan berinteraksi dengan pasien,
pernah menemukan kendala tidak? Kalau ada kendalanya
seperti apa ?
Informan: hambatannya terkadang emosi pasien yang tidak
stabil ya, suka mukul gitu mba.
4. Penulis: Apakah teknik komunikasi terapeutik ini dapat
dikatakan efektif dalam proses pemulihan pasien?
Informan: Komunikasi terapeutik ini menurut saya sangat
membantu ya untuk proses pemulihan pasien, karna kan
dengan komunikasi ini kita bisa mengetahui apa yang
dirasakan pasien, dan saat pasien trust ke kita kan dia merasa
lebih nyaman, terus merasa aman. Kan itu yang mereka
butuhkan
Mengetahui,
Asep Aris Muwandar, Am.K
145
TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Tantya Legystania
Narasumber : Magdalena Verita Intan Manik, Am.K
Hari/Tanggal : Selasa, 5 Januari 2021
Tempat : Poli Rawat Inap RSJSH
1. Penulis: Dari keempat fase komunikasi terapeutik yang
dijalankan perawat, fase manaka yang sangat penting dalam
membantu proses pemulihan?
Informan: Semua fase tentunya penting ya mba. Contohnya
fase pra-interaksi walaupun di fase ini perawat belum bertemu
dnegan pasien secara langsung tapi fase pra-interaksi ini juga
sama penting ya, karena sebelum bertemu dengan pasien kita
kan harus mengevaluasi diri kita dulu, terus juga menyiapkan
rencana interaksi dan pastinya kita juga harus mencari tau data
tentang pasien yang akan kita ajak berkomunikasi ini. Kalau
persiapan kita di fase pra-interaksi ini sudah matang kan pasti
ada kemungkinan besar untuk fase selanjutnya berjalan dengan
lancar juga.
2. Penulis: Apakah perawat di poli rawat inap ini sellau
menerapakan keempat fase komunikasi terapeutik ini?
Informan: Kalo saya pribadi pasti menerapkan tahapan
komunikasi terapeutik ini ya mba, tapi sekali lagi tergantung
146
kondisi ya kalo lagi riweh atau pasiennya banyak biasanya kita
ga bisa melakukan komuniaksi lebih mendalam. Dan kalo poli
rawat inap inikan juga banyak pasien lama ya jadi kita ga
mengulang lagi tahapan mencari datanya karna kita sudah
punya data pasien tersebut. Jadi paling minimal kita
menanyakan keadaanya gimana misal “gimana perasaannya
siang ini pak? Apa yang dirasakan?” seperti itu, terus
selanjutnya kita atur jadwal lagi untuk bertemu dengan pasien,
seperti yang tadi kita atur “nanti sore bertemu saya lagi ya pak,
di tempat ini lagi ya. Kita ngbrol ngbrol lagi” gitu sih mba.
3. Penulis: Bagaimana perawat melakukan pendekatan dengan
pasien agar mau terbuka dan mengikuti serangkaian proses
pemulihan? Jika ada pasien yang tidak mau terbuka, apa yang
biasanya perawat lakukan?
Informan: Kadang kadang saya mendekatinya dengan
menceritakan dulu pribadi saya atau cerita saya yang mungkin
mirip dengan yang dia alami, atau ga kita tanya kebuthan
mendasarnya, dan juga kita mendekati dengan mengikuti
kesukaan dia. Misal hobinya musik kita coba dengan
menanyakan music kesukaannya terus mendengarkan lagu gitu.
4. Penulis: Selama bekerja di sini dan berinteraksi dengan pasien,
pernah menemukan kendala tidak? Kalau ada kendalanya
seperti apa?
Informan: Kenadala pasti banyak ya yang kita temui, yang
paling sering emosi pasien tidak stabil, masih suka curiga ke
kita, menutup diri.
5. Penulis: Apakah teknik komunikasi terapeutik ini dapat
dikatakan efektif dalam membantu proses pemulihan pasien?
147
Informan: Sejauh ini menurut saya sangat membantu ya
teknik komunikasi terapeutik ini. tetapi ini juga dibantu dengan
obat ya. Dengan komuniaksi kan kita bisa mengerti apa yang
pasien mau, apa yang dirasa dan dengan begitu kita bisa kasih
penanganan yang tepat juga.
Mengetahui,
Magdalena Verita Intan Manik, Am.K
148
TRANSKIP WAWANCARA
Pewawancara : Tantya Legystania
Narasumber : Ners. Adlan Baduwi, S.Kep
Hari/Tanggal : Kamis, 7 Januari 2021
Tempat : Poli Rawat Inap RSJSH
1. Penulis: Bagaimana tahapan komunikasi terapeutik antara
perawat dengan pasien anxiety disorder?
Informan: Komunikasi terapeutik ini kan ada beberapa teknik
ya, dan beberapa fase atau tahapan. Dari fase pra interaksi
sampai ke fase terminasi. Nah di beberapa fase ini kan ada
namanya fase kerja, di fase kerja itulah kita melakukan dan
mencotohkan kepada pasien, dan pasien harus mengulang apa
yang kita contohkan. Nah di situ akan terlihat dari
komunikasinya apakah berjalan baik atau tidak.
2. Penulis: Bagaimana perawat melakukan pendekatan dengan
pasien agar mau terbuka dan mengikuti serangkaian proses
pemulihan? Jika ada pasien yang tidak mau terbuka, apa yang
biasanya perawat lakukan?
Informan: Melakukan pendekatannya dengan memabngun
komunikasi yang baik atau bina trust kepada pasien. Dengan
kita membangun komunikasi yang baik pasti pasien akan
terbuka, ke gali semua informasi diri pasien, permasalahannya,
149
misal dirumah dia kenapa, kenapa tidak mau berkomunikasi,
atau dikekang atau lain sebagainya. Nah dengan komunikasi
inikan kita bisa mengetahui apa yang dia rasakan.
3. Penulis: Selama bekerja di sini dan berinteraksi dengan pasien,
pernah menemukan kendala tidak? Kalau ada kendalanya
seperti apa ?
Informan: Kalau selama kerja, masalah hambatan itu pasti ada
ya. Kan disini kita juga bisa melihat pasien ini dengan diagnose
apa, misal kasusnya anxiety itukan ditandai dengan perasaan
curiga, cemas nahh itukan apsti suah diajak berkomunikasi,
kita menggali informasipun tidak secepat pasien yang lainnya.
Kalau hambatan lain itu ada, seperti dari bahasa ya. Dirumah
sakit ini juga banyak pasien dari Negara luar seperti
Afganistan, keluarganya juga ga bisa bahasa Indonesia, jadikan
itu hambatan buat kita ya karna informasi yang kita terima
tidak mendetail.
Mengetahui,
Ners. Adlan Baduwi, S.Kep
150
LAMPIRAN 2
TRANSKIP PERCAKAPAN PERAWAT SAAT
MELAKUKAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN
PASIEN ANXIETY DISORDER
Perawat : Dzulfan, Am.K
Pasien : Pasien W (nama disamarkan)
Diagnosa : PTSD (Post-traumatic Stress Disorder)
Hari/Tanggal : Rabu, 18 November 2020
Tempat : Poli Rawat Inap RSJSH
Perawat: Halo mas, selamat pagi. mas kalo kita ngbrol bisa ga?
Atau masih susah untuk berkomunikasi?
Pasien W: Bisa
Perawat: Mas kenalan dulu, saya Pak dzulfan, perawat disini.
Mas W mau dipanggil apa ?
Pasien W: W aja..
Perawat: Oke baik mas W, Kemarin pas mas W masuk sini kan
ada saya tuh
Pasien W: Oh iya yang kemarin
Perawat: Tadi pagi dapat suntikan ya? Terus sekarang ngantuk ya
mas? Kita mau ngbrol riangan aja, sekiranya 15 menit. Kira kira
kalo mas W ada yang mau diceritain silakan tp kalo ga ada juga
gapapa. Gimana bisa ga mas? Kalo bisa saya tanya sebagai
151
petugas disini, saya mau tanya mas W kenapa kesini? Siapa yang
bawa mas ke sini? Masih inget ga?
Pasien W: Gimana ngomongnya ya, kemarin yang saya tau saya
pingsan, gimana ya saya bingung.
Perawat: Baik kalo mas masih susah mengingat dan bercerita,
kalau boleh tau itu dagu mas W kenapa? Ko bisa luka?
Pasien W: Ini saya lompat dari pagar rumah terus lari dari bokap
Perawat: Oh, kenapa lari dari bokap? Emang bokapnya kenapa?
Pasien W: Bokap galak, suka mukulin
Perawat: Oh kamu suka dipukulin, kalo saya boleh tau alasan
bokap mukulin kamu kenapa?
Pasien W: Ya gatau ya, tapi mungkin mau bikin syaa macho kali
ya.
Perawat: Oh mungkin maksud ayahnya baik, cuma cara ayah
yang salah ya mas
Pasien W: Iya gitu
Perawat: Bapak suka mukulin itu dari umur berapa? Mas masih
inget?
Pasien W: Dari kelas 1 SD
Perawat: Oh gitu, terus kalo bapak suka mukulin, dia bilangnya
apa? Atau alasannya apa?
Pasien W: Ga ada alasan, tau tau kalo pengen mukul ya mukul
kaya gitu terus
Perawat: Baik, apakah bapak kalo mukul kamu karena ada sebab
yang lain terus melampiaskan ke kamu? Seinget kamu perna ga
gitu?
152
Pasien W: Ga tau juga saya
Perawat: Apa bapak dari dulu emang suka berlaku kasar? Sama
ibu gitu juga ga?
Pasien W: Ngga yah,
Perawat: Sama ibu gaada perilaku kekerasan ya?
Pasien W: Oh ada, dipukul juga sama kaya saya
Perawat: Oh ada, jadi emang dasarnya bapaknya suka marah
marah ya, suka melakukan kekerasan ya
Pasien W: Iya gitu
Perawat: Terus perasaan apa yang berkecamuk ketika bapak
melakukan itu ke kamu?
Pasien W: Ga enak, berontak ya
Perawat: Berontak ya, cuma bapak mau ga denger kamu
Pasien W: Mungkin mau tapi bakal nambah dihajar lagi, jadi saya
diam aja.
Perawat: Oh jadi emang emosi bapak ga bisa dikontrol ya. Dari
situ kamu mulai merasa takut, cemas gitu kamu ngeliat bokap?
Kalo ada yang bisa diceritain certain aja, saya akan dengerin. Tapi
kalo ga mau gapapa
Pasien W: Saya bingung
Perawat: Oke baik. kalo mas dibawa kesini dengan keadaan dagu
luka mas inget ga?
Pasien W: Saya dibawa oleh temen saya pake motor ke
rumahnya, terus disana saya coba cerita cerita terus sampai
nangis, terus gatau tiba tiba saya merasa kaya time travel gitu,
saya ditonjokin bokap terus denger suara suara yang buat saya jadi
153
lebih takut. Terus tiba tiba saya udah disini. Saya dibawa teman
saya sm nyokapnya teman saya.
Perawat: Oh jadi pas saat mas cerita mas mulai merasa kaya ada
pusaran pusaran panggilan suara dan time travel ya? Terus pas
sampe sini apa masih merasakan hal yang sama
Pasien W: Iya kaya masih kerasa, kayak ke delay waktunya
Perawat: Oh gitu, mama tau ga kamu disini?
Pasien W: ada sempet denger suara mama
Perawat: Oh berarti pas waktu itu kamu dalam keadaan tidak
sadar tapi seperti merasa ada suara suara dan time travel gitu ya?
Pasien W: Iya
Perawat: Sekarang setalah kamu lari dari bokap gimana
perasaannya?
Pasien W: Plong sih, lega dan lebih bisa buat belajar hal yang
baru
Perawat: Lebih plong ya, terus sikap apa yang akan kamu
tunjukukan kalo misal bapak nemui kamu? Apa kamu masih takut
atau cemas menemuinya?
Pasien W: Cemas sm takut pasti akan ada tapi saya coba untuk
menghadapinya
Perawat: Iya berarti kamu bisa ya menghadapinya. Sekarang ada
yang mau diceritain lagi ga?
Pasien W: Ada tapi saya bingung ceritanya
Perawat: Iya gapapa sepotong sepotong aja ceritanya
Pasien W: Bingung saya, ngantuk mau tidur
154
Perawat: Oke baik, gapapa kalo bingung. Iya kita cukupkan
sampe di sini ya, nanti sore absi ashar kita ngbrol lagi bisa? Di
ruangan ini lagi.
Pasien W: Iya bisa.
Perawat: Baik kalo gitu sekarang masnya istirahat kita ketemu
lagi nanti sore ya abis ashar.
Mengetahui,
Dzulfan, Am.K
155
TRANSKIP PERCAKAPAN PERAWAT SAAT
MELAKUKAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN
PASIEN ANXIETY DISORDER
Perawat : Ners. Darmoko, S.Kep
Pasien : Pasien D (nama disamarkan)
Diagnosa : Organic Mental Disorder & OCD (Obsessive
Complusive Disorder)
Hari/Tanggal : Kamis, 17 Desember 2020
Tempat : Poli Rawat Inap RSJSH
Perawat: Selamat sore mas D
Pasien D: Sore
Perawat: Masih kenal saya ga?
Pasien D: Kenal
Perawat: Kenal ya, siapa nama saya?
Pasien D: Gatau
Perawat: Oke kita kenalan lagi aja ya mas, salaman dulu boleh.
Nama saya Darmoko, saya perawat di sini. Bagaimana kabar nya
hari ini?
Pasien D: Baik
Perawat: Makan sudah? Minum sudah?
Pasien D: Udah
156
Perawat: Terus sekarang apa yang dirasain
Pasien D: Gatau
Perawat: Semalam bisa tidur ga? Tidur jam berapa?
Pasien D: Tidur jam 8
Perawat: Mas minum obat berapa banyak selama di sini? Kita
lanjutin yang kemarin aja ya mas., yaitu pengetahuan tentang
obat. Berapa biji yang mas minum?
Pasien D: 2 kali sehari,
Perawat: Jenis obatnya apa mas?
Pasien D: Ada 3, 1 panjang sm 2 bulet
Perawat: Baik, sekarang mas tau ga kegunaannya apa aja?
Pasien D: Ngga
Perawat: Belum tau ya, nanti kita belajar lagi ya. Kalau abis
minum obat gimana perasaannya mas? mas bisa lihat saya dulu,
kan saya yang berbicara disini (disini pasien tidak bisa fokus saat
diajak berbicara)
Pasien D: Iya
Perawat: Masih suka denger suara ga? Merasa takut dan cemas
ga?
Pasien D: masih
157
Perawat: Oh masih ya, kalo ada suara atau bisikan terus perasaan
mulai takut dan cemas, mas jangan iktuin ya suaranya. Jadi mas
harus menerapkan apa yang sudah diajarkan, kalo misal ada suara
suara mas cepat cari teman buat ngbrol agar tidak merasa
sendirian dan tidak cemas lagi. Mas bisa lihat saya dulu? Kan saya
disini, kalo mas menghadap sana tar ga keliatan sm saya.
Pasien D: Iya
Perawat: Yaudah sekarang cukup sampai sini, kapan kita akan
bertemu lagi mas? Nanti sore abis makan sore mau? Nanti saya
akan lanjutkan menjelaskan tentang obat dan fungsinya ya.
Pasien D: Iya
Perawat: Baik, mas mau dimana tempatnya? Di sini lagi aja mau?
Pasien D: iya
Mengetahui,
Ners. Darmoko, S.Kep
158
TRANSKIP PERCAKAPAN PERAWAT SAAT
MELAKUKAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN
PASIEN ANXIETY DISORDER
Perawat : Magdalena Verita Intan Manik, Am.K
Pasien : Pasien S (nama disamarkan)
Diagnosa : Anxiety
Hari/Tanggal : Selasa, 5 Januari 2021
Tempat : Poli Rawat Inap RSJSH
Perawat: Halo pak, kenalin saya Perawat Lena, sebentar kita akan
ngbrol ngbrol sekitar 10 menit bisa ga saya minta waktunya?
Pasien S: Boleh, saya duduk sini ya
Perawat: Oke kalo gitu saya duduk di depan bapak ya, kita harus
berhadapan
Pasien S: Ah gamau
Perawat: Maaf ya bapak, bapak boleh duduk depan saya. Kan
yang mau ngbrol sm bapak saya
Pasien S: Oh gitu, iya boleh
Perawat: Baik, gimana perasaan bapak sore ini?
Pasien S: Sedih
Perawat: Kenapa sedih?
Pasien S: Mama belum datang
159
Perawat: Oh mama belum datang, emang bisanya dibesuk ya?
Tapi kan ini lagi Corona bapak jadi ada pembatasan untuk jam
besuk.
Pasien S: Oh gitu
Perawat: Iya bapak, terus apa yang bapak rasain selain sedih?
Pasien S: Pengen ketemu saya sama ibu saya ya minimal
seminggu sekali lah
Perawat: Oh giu ya. Bapak masih suka dengar dengar suara gitu
ga?
Pasien S: Dengar cuma sekarang sudah bisa mengatasinya
Perawat: Iya kan udah diajari ya bagaimana cara buat mengontrol
itu. Boleh ga perawat tau apa aja tahapan yg kita ajarkan?
Pasien S: Mengahardik yang pertama. Jadi kalo ada suara suara
harus bilang “pergi pergi kamu tidak nyata, aku tidak mau
mengikuti kamu”
Perawat: Pinter, terus sehabis itu biasanya bapak ngapain?
Pasien S: Wudhu
Perawat: Wudhu, berarti spritual ya pak
Pasien S: Sama minum obat yang paling penting
Perawat: Oh iya obat ya, pinter bapak. Terus apa lagi pak?
Pasien S: Melakukan aktivitas
Perawat: Iya benar, jadi bapak bisa buat jadwal kegiatan aktivitas
harian mulai dari bapak bangun pagi sampai tidur lagi
Pasien S: iya saya juga harus minum obat untuk otak saya, supaya
mengurangi kecemasan saya. Saya pernah motong leher saya bu
160
Perawat: Kenapa bapak lakukan?
Pasien S: Saya dulu sering dibully oleh teman saya, padahalkan
ngebully ga baik ya bu?
Perawat: Iya bener ga bagus kalo ngebully, tau yang bapak
lakukan tadi juga ga baik ya pak. Ga boleh ya pak melakukan
penyatan di tubuh bapak lagi. Di dalam agama juga kan dilarang
pak, kan Tuhan suda memberikan bapak anggota tubuh yang
lengkap jadi harusnya bapak syukuri pemberian Tuhan. Kalau
bapak melakukan penyayatan di tubuh bapak berarti bapak ga
bersyukur atas apa yang Tuhan kasih.
Pasien S: Iya bu, saya takut sama pulpen, pensi, pisau, cutter sm
spidol juga bu. Itu tajem bisa bunuh orang loh bu.
Perawat: Iya ga boleh ya pak. Bapak suda makan siang?
Pasien S: Sudah bu.
Perawat: Jadi perawat ulangi ya yang harus bapak lakukan kalau
mendengar suara dan merasa cemas yaitu dengan menghardik,
bercakap cakap, minum obat dan melakukan aktivitas ya
Pasien S: Iya bu saya udah lakuin semuanya
Perawat: Baik kalo gitu, tadi kontak kita hanya 10 menit ya
berarti sekarang sudah selesai. Nanti kita ngbrol kembali ya pak,
bapak mau kapan?
Pasien S: Besok aja bu,
Perawat: Oke boleh, besok pagi ya pak kita bertemu lagi.
Mengetahui,
Magdalena Verita Intan Manik, Am.K
161
LAMPIRAN 3
162
163
164
LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
165
Foto-foto Poli Rawat Inap Ruangan Elang
(Tampak Depan Ruangan Elang)
(Bagian Administrasi Ruangan Elang)
166
(Ruangan Elang Mempunyai 3 Kamar Isolasi)
(Kamar Pasien-pasien Ruangan Elang)
167
(Rungan Makan atau Kumpul Pasien)
(Tempat Wudhu)
168
(Foto dengan Pembimbing Lapangan Ners. Ahmad Qofrawi,
S.Kep)
169
(Foto dengan Perawat Dzulfan, Am.K)
(Foto dengan Perawat Ners. Darmoko, S.Kep)
170
(Foto dengan Perawat Magdalena Verita Intan Manik, Am.K)
(Foto dengan Perawat Asep Aris Muwandar, Am.K)
171
(Foto dengan Perawat Ners. Adlan Baduwi, S.Kep)
(Foto dengan Perawat Ruangan Elang Lainnya)