Komplikasi AVM Noel
-
Upload
anonymous-5aks5j0 -
Category
Documents
-
view
263 -
download
0
description
Transcript of Komplikasi AVM Noel
Komplikasi Aspirasi Vacum Manual
PPDS BasicDepartemen Obstetri dan Ginekologi
FKUI-RSCM
• Pada daerah dimana hukum mengizinkan terminasi kehamilan, masih terdapat masalah dalam hal aborsi
• Salah satunya adalah kurangnya tenaga kesehatan terlatih yang melakukan terminasi kehamilan.
• Di negara yang melegalkan aborsi, hanya dokter yang diizinkan untuk melakukan terminasi tersebut.
• Untuk memperbaiki akses safe abortion, beberapa negara melatih tenaga kesehatan untuk dapat memberikan pelayanan tersebut
• Aborsi yang tidak aman meningkatkan angka kematian ibu
Warriner IK, Meirik O, Hoffman M, Morroni C, Harries J, My Huong NT, et al. Rates of complication in first-trimester manual vacuum aspiration abortion done by doctors and mid-level providers in South Africa and Vietnam: a randomised controlled equivalence trial. The Lancet. 2006;368(9551):1965–72.
• Ada 2 metode Aspirasi Vakum yaitu– Aspirasi Vakum Manual • Menggunakan syringe yang didesain khusus untuk
suction hasil/sisa konsepsi dalam rahim
– Aspirasi Vakum Mesin• Menggunakan kanula yang terpasang dengan botol dan
pompa, kanula akan dimasukkan ke dalam rahim dan pompa akan dinyalakan sehingga jaringan didalam rahim akan terhisap.
Summary of Results from Six Comparative Studies of MVA versus EVA(Electric Vacum Aspiration)
Data from a major retrospective study of 1,677 MVA procedures for elective abortion (99% < 10 weeks’
gestational age) show:
99.5% effectiveness
Minimal complications
8 repeat aspirations (0.5%)
12 infections (0.7%)
1 uterine perforation (0.06%)
Data from a randomized study comparing MVA with EVA for elective abortion (91 MVA vs. 88 EVA procedures < 56 days
gestational age) show:
98% effectiveness
Minimal complications
2 repeat aspirations (2.0%)
2 infections (2.0%)
No differences for MVA vs. EVA
Data from a randomized trial comparing MVA with EVA for first trimester elective abortion (41 MVA vs. 42 EVA
procedures < 10 weeks’ gestational age) show:
No statistically significant differences between groups in procedure time, estimated blood loss, complications,
amount of analgesia used, or recovery time
The two methods (MVA and EVA) equally acceptable to patients
Data from a retrospective cohort analysis comparing MVA and EVA for first trimester abortion (1002 MVA vs. 724 EVA < 10
weeks’ gestational age) show:
Procedure times similar for MVA and EVA
Blood loss statistically lower with MVA
22 reaspirations in MVA (2.2 %)
12 reaspirations in EVA (1.7%)
Overall, no difference in rate of uterine reaspiration with
MVA or EVA
Data from prospective study of 115 women with early pregnancy loss cared for in the
outpatient setting show:
Minimal complications
3 repeat aspirations (3%)
2 post-procedure infections (2%)
1 unplanned hospital admission (resolved before intervention needed) (0.9%)
Data from randomized study comparing
89 MVA in outpatient clinic with 68 EVA in OR for treatment of early pregnancy loss show:
95% effectiveness for MVA
Minimal complications
1 fever (temp >101.4 º F (2%)
3 emergency hospital visits on same day
of treatment (5%)
No safety of side effect differences for
MVA vs. EVA
Less missed time from school or work and less need for help from others in MVA patients.
Komplikasi AVM
• Semua instrumen yang dimasukkan ke dalam rahim dapat menyebabkan komplikasi
• Angka kejadian komplikasi pada AVM adalah sekitar 2%, hal ini terjadi pada prosedur yang memerlukan aspirasi ulangan dan perforasi.
• Karena itu kita sebagai tenaga kesehatan perlu untuk mengetahui komplikasi apa yang diperkirakan akan terjadi dan bagaimana menanganinya.
Komplikasi AVM• Aspirasi vakum adalah salah satu prosedur bedah teraman untuk
dilakukan pada evakuasi hasil konsepsi pada trimester pertama. • Komplikasi setelah prosedur sama dengan pada prosedur kuretase
suction elektrik yaitu perdarahan, perforasi uterus, evakuasi tidak lengkap yang menyebabkan aspirasi ulangan dan laserasi cervik.
• Angka kejadian evakuasi tidak lengkap pada prosedur DC terjadi sekitar 2-3% hal ini sama pada prosedur AVM.
• Hampir 98% prosedur AVM terjadi tanpa komplikasi. Aspirasi Vakum (eletrik atau manual) menyebabkan komplikasi yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan kuretase tajam, termasuk perdarahan hebat, infeksi pelvis, luka cervik dan perforasi uterus.
• Secara umum AVM sama dengan keamanannya pada EVM dan lebih aman dibandingkan kuterase tajam
Komplikasi Kecil• Luka pada cervik atau uterus
– Hemostatik seperti perak nitrat dapat digunakan untuk robekan yang kecil. Pada situasi tertentu diperlukan penjahitan
• Infeksi. – Bakteri dapat memasuki uterus pada saat prosedur dan menyebabkan
infeksi Hal terjadi terutama jika ada penyakit yang belum diobati seperti adanya STD sebelum dilakukan prosedur .Gejalanya adalah demam, nyeri dan ketegangan perut akan timbul pada 2-3 hari setelah prosedur dilakukan. Antibiiotik yang diberikan pada saat atau setelah prosedur akan mengurangi terjadinya komplikasi ini
– Jika terjadi infeksi post operatif, diperlukan pengobatan tergantung pada lokasi dan tipe infeksi
Komplikasi yang jarang terjadi• Evakuasi tidak lengkap:
– Penggunaan kanula yang kecil dapat menyisakan jaringan, perdarahan dan infeksi– Sisa jaringan di uterus bisanya menyebabkan nyeri kram di perut perdarahan
dalam waktu 1 minggu setelah prosedur dilakukan. Kadang perdarahan terjadi setelah beberapa minggu setelahnya
– Faktor risiko untuk tertahannya hasil konsepsi yaitu , umur ibu yang tua, BMI dan umur kehamilan. Evakuasi tidak lengkap dan diatasi dengan mengulangi aspirasi
– Observasi dan pemeriksaan yang cermat terhadap tanda kelengkapan jaringan adalah cara terbaik untuk meminimalisasi evakuasi yang tidak lengkap. Dilakukan aspirasi ulangan jika terdapat sisa jaringan.
• Perforasi Uterus: – Terjadi pada saat dilatasi cervik, perdarahan biasanya sedikit dan tidak diperlukan
perbaikan. Jika perdarahan menjadi masalah, dapat dilakukan laparoskopi untuk melihat apakah perdarahan sudah berhenti
– Pemeriksaan yang cermat untuk menentukan posisi uterus dan cervik penting untuk meminimalkan risiko komplikasi ini
• Perdarahan: Perdarahan hebat jarang terjadi tapi dapat terjadi setelah prosedur AVM. Terapi tergantung dari beratnya perdarahan.
• Hematometra: – Kondisi dimana uterus meregang karena bekuan pada canalis endocervik dari robekan
kecil yang terjadi saat prosedur. Uterus tidak berkontraksi untuk mengeluarkan semua jaringan , pembukaan cervik akan tertutup mencegah darah keluar dari uterus. Uterus akan menjadi lebih besar setelah prosedur dan menjadi tegang menyebabkan nyeri kram perut dan mual. Kondisi ini diatasi dengan melakukan aspirasi ulangan.
• Reaksi Vagal : – Biasanya terjadi pada saat prosedur hampir selesai. Wanita akan merasa pusing atau
mual. Jika prosedur belum selesai, prosedur ditunda hingga keluhan berkurang. Posisikan pasien berbaring atau trendelenburg terbalik dengan kakinya di angkat lebih tinggi dari posisi jantungnya. Berikan kompres dingin pada kepalanya dan tengkuknya. Ketika keluhan sudah berkurang prosedur dilanjutkan
• Kehamilan ektopik yang tidak terdiagnosa setelah manual atau EVM – Sangatlah mungkin menemukan kasus KE tidak terdeteksi yang tidak
diketahui hingga prosedur dilakukan. Meskipun tes kehamilan sebelum prosedur positif, kehamilan tidak berada di uterus. Sehingga metode tersebut tidak mengakhiri kehamilan yang terjadi.
• Gejala dari KE yang terjadi setelah melaksanakan prosedur yaitu :– Nyeri pelvik atau abdomen menjadi lebih buruk– Nyeri pada saat berhubungan intim– Perdarahan vagina– Nyeri kepala atau pingsan karena kehilangan darah
CONTENTKnowledge/Attitude/Skills
MVA merupakan prosedur dengan risiko kecil terhadap trauma cervik aau uterus.
Namun demikian, beberapa komplikasi dapat terjadi pada saat dan segera setelah prosedur dilakukan. Beberapa terjadi pada prosedur yang tidak aman, prosedur yang itidak lengkap, bisa juga karena kurangnya pengalaman, teknik yang tidak betul, dan pencegahan infeksi yang buruk pada prosedur AVM.
Berikut adalah kemungkinan komplikasi yang teradi pada prosedur AVM :
Evakuasi tidak lengkap Uterus sudah kosong. Perdarahan mungkin disebabkan karena sebab lain atau KE. Perforasi uterus atau cervik Infeksi Pelvis Perdarahan
Hematometra akut (syndrome post abortal) Emboli Udara Shock Neurogenik (pinsan karena reaksi vagal)
CONTENTKnowledge/Attitude/Skills
INTRA-ABDOMINAL INJURIES (IAIS)
IAIs yaitu perforasi uterus dan kemungkinan perlukaan organ sekitarnya. Dengan adanya IAIs, risiko terjadinya infeksi, sepsis dan tetanus menjadi lebih tinggi.
Tanda dan gejala IAIs
Jika ada tanda dan gejala seperti berikut pada wanita yang melakukan aborsi tidak aman, pasien mungkin mengalami IAI’s. Gejala berikut juga mirip seperti KET, ruptur kista ovarium, apendisitis akut, yang juga memerlukan tindakan bedah.
Nyeri perut, kramPerut membesar/menegangPenurunan bising ususDefans muskularMual/muntahNyeri bahuDemamShock Sepsis
CONTENTKnowledge/Attitude/Skills
Tatalaksana IAIs
Periksa tanda vital dan naikkan kaki pasien
Bebaskan jalan nafas
Jangan berikan apapun melalui mulut
Oksigen (6-8lt/m)
Cairan
Beri IV RL atau cairan isotonik dengan kecepatan 1L/15-20menit menggunakan jarum IIV (16-18G). Mungkin diperlukan hingga 3 L untuk menstabilkan pasien yang mengalami shock atau perdarahan yang banyak.
Lakukan transfusi jika Hb < 5g/100 ml atau hematocrit <15%
Monitor jumlah darah dan cairan yang diberikan
Pengobatan
Beri antibiotik spektrum luas melalui IV atau IM
Beri tetanus toxoid jika ada risiko
Beri analgesi melalui IV atau IM untuk keluhan nyeri
CONTENTKnowledge/Attitude/Skills
Labs
Periksa Hb, Ht dan cross match
Hitung dan periksa urine output perhatikan warna urine dan jumlah urine yang keluar
Pemeriksaaan X-ray dapat dilakukan untuk melihat adanya udara bebas di rongga peritoneum. Adanya udara merupakan tanda perforasi uterus atau usus
Jika pasien stabil setelah tatalaksana awal, X-ray negatif, perut tidak tegang, tidak ada tanda
dan gejala KE, prosedur dapat dilanjutkan
PERFORASI UTERUS ATAU CERVIK
TANDA DAN GEJALA
Instrumen menusuk melebihi perkiraan besarnya ukuran (berdasarkan pemeriksaaan bimanual)
Syringe vakum menurun dengan kanula masih berada didalam rongga uterus.
Perdarahan terus berlanjut setelah rongga uterus kosong
Jika terdapat lemak, usus atau omentum pada jaringan yang dikeluarkan dari uterus maka terjadi perforasi uterus
Pasien mengalami nyeri pada saat atau setelah prosedur
Kemungkinan penyebab :Kurang memperhatikan ukuran dan posisi uterus, dilatasi cervik yang dipaksakan, tenaga yang berlebihan ketika
memasukan kanula kedalam kavum uteri atau pada saat aspirasi isi uterus Management: pencegahan adalah pengobatan terbaik.
Cegah perforasi dengan melakukan pemeriksaan seksama terhadap ukuran dan posisi uterus, tindakan yang berhati-hati saat mendilatasi cervik, lakukan gerakan yang perlahan dan gentle pada saat prosedur AVM, tatalaksana bergantung pada kapan perforasi diperkirakan terjadi dan kondisi pasien.
Tatalaksana tersangka perforasi yang ditemukan setelah prosedur AVM selesai
Beri cairan IV dan antibiot
Beri ergometrin (0.2 mg IM). Boleh diulang j ika diperlukan sebanyak 3 dosisObservasi selama 2 jam. Periksa tanda vital, perti mbangkan rujukan.
CONTENTKnowledge/Attitude/Skills
a. jika pasien stabildan perdarahan berkurang, beriergometrine (0.2 mg) dan lakukan observasi 1 hari
b. Jika kondisi pasien menjadi lebih buruk dan perdarahan ti dak berhenti dengan pemberian oksitosin dan ergometrin walaupun dosis telah diti ngkatkan, diperlukan ti ndakan laparoskopi atau laparotomi untuk menentukan lokasi dan memperbaiki sumber perdarahan. Jika ti dak ada fasilitas tersebut, rujuk ke tempat dengan kemampuan pembedahan.
Stabilkan , dan rujuk atau beri terapi sebagaimana kemampuan fasilitas pelayanan tergantung dari kemapuan SDM, dan kemampuan alat.
Beri cairan IV dan antibiotik
Periksa hematocrit, rencakan transfusi darah dan plasma volume expander jika diperukan.
Evakuasi langsung dengan penglihatan langsung melalui laparoskopi, mnii laparotomi, atau USG jika ada, untuk menlihat jaringan organ pelvis yang luka dan utuk mencegah luka lebih lanjut. Jika tidak tersedia fasilitas tersebut , rujuk ke tempat yang ada fasilitas pembedahan.
CONTENTKnowledge/Attitude/Skills
Setelah pembedahan berikan oksitosin dan observasi tanda vital selama 2 jam tiap 15 menit
Beri ergometrin (0,2-0,5mg IM) jika pasien menjadi stabil dan perdarahan berhenti
NEUROGENIC SHOCK (VAGAL REACTION) Tanda dan gejala : pingsan, nadi lemah, respirasi lambat, dan hipotensi .
Kemungkina penyebab : dapat disebabkan karena dilatasi cervik yang dipaksakan, atau penerokan yang kasar terhda[ uterus. Namun kebanyakan wanita mersa pusing pada saat dilatasi cervik karena stimulus dari nervus vagus
tatalaksana: hentikan prosedur, beri pengahrum didekat hidung pasien, bebaskan jalan nafas, posisikan pasien miring untuk mencegah muntah dan naikan/tinggikan kaki pasienjika pasien belum membaik, perthankan respirasi, termasuk ventilsi buatan dengan bag n mask, beri cairan IV dengan menggunakan jarum IV besar dan cairan isotonik RL dan beri atropin 0.5 mg IV.
Complication Signs and Symptoms Initial Treatment
Shock Fast, weak pulse (110/minute or greater)
Low blood pressure (systolic less than 90 mm Hg)
Pallor (especially of inner eyelid, around mouth, or of palms)
Diaphoresis (perspiring, sweating)— skin cold and clammy
Rapid breathing (respiration 30/minute or greater)
Anxiety, confusion, or unconsciousness Hgb or HCT (if taken) will be low
Make sure airway is open. Give oxygen at 6-8 liters/minute (mask or nasal cannula). Give IV fluids (Ringer’s lactate or isotonic solution at 1 liter in
15-20 minutes using large bore, 16-18 gauge needle. Do not give fluids by mouth.
Raise the patient’s legs or foot of the bed. Keep patient warm. A hemoglobin of 5g/100ml or less, or a hematocrit of 15% or
less is life threatening and a blood transfusion is necessary. After Initial Treatment
Careful monitoring for signs of improvement is essential. If necessary, additional treatment measures may include
IV antibiotics (if sepsis) or blood transfusion to treat the cause of shock.
Severe Vaginal Bleeding
Heavy, bright red vaginal bleeding with or without clots
Blood-soaked pads, towels, or clothing Pallor (especially of inner eyelids,
palms, or around the mouth)
Check vital signs. Raise the patient’s legs or foot of the bed. Control bleeding. Make sure airway is open. Give oxygen at 6-8 liters/minute. Replace fluid or blood volume.
IV fluids (Ringer’s lactate or isotonic solution at rate of 1 liter/15-20 min.). It may take 1-3 liters to stabilize a patient who has lost a lot of blood.
If hematocrit is less than/equal to 15%, or hemoglobin of 5g/100 ml, a blood transfusion is required.
Monitor amount of fluid/blood given and urine output.
Complications Signs and Symptoms Initial Treatment
Sepsis Chills, fever, sweats (flu-like symptoms) Foul-smelling vaginal discharge Abdominal pain Distended abdomen Rebound tenderness Mildly low blood pressure History of interference with the pregnancy
(patient may or may not tell you this) Prolonged bleeding after an abortion or
miscarriage Subinvolution of the uterus
If risk of shock is low: Make sure airway is open. Monitor vital signs. Give IV fluids. Do not give fluids by mouth. Give IV antibiotics using broad-spectrum antibiotics that are
effective against gram-negative, gram- positive, anaerobic organisms, and chlamydia.
Give tetanus toxoid if the patient has been exposed to tetanus or her vaccination history is uncertain.
If risk of shock is high: Follow steps for a low-risk patient, plus give oxygen. Give IV with large bore needle when possible. Run IV at 1 liter per 20 minutes (no fluid by mouth). Measure urine output.
Intra-Abdominal Injury
Abdominal pain, cramping Distended abdomen Decreased bowel sounds Tense, hard abdomen Rebound tenderness Nausea/vomiting Shoulder pain Fever Shock Sepsis
Check vital signs and raise patient’s legs. Make sure airway is open. Do not give anything by mouth. Give IV fluids (Ringer’s lactate or isotonic saline
solution at a rate of 1 liter/15-20 min.). Give a blood transfusion if Hb is less than 5g/100ml. If signs of infection, give antibiotics. Give tetanus toxoid if at risk. Give IV or IM analgesia for pain. Obtain lab tests for hemoglobin or hematocrit, type and
cross-match blood, and measure urine output. Obtain upright abdominal X-ray.