KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA DAN GERAKAN KEBANGSAAN DI INDONESIA
-
Upload
karina-karen-tuturoong -
Category
Documents
-
view
109 -
download
0
description
Transcript of KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA DAN GERAKAN KEBANGSAAN DI INDONESIA
MAKALAH
“KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA DAN GERAKAN KEBANGSAAN DI INDONESIA”
DISUSUN
OLEH
NAMA : KARINA TUTUROONGKELAS : X⁷ Acc.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, di mana dengan berkat pimpinannya
penulis dapat membuat makalah ini dengan judul : Kolonialisme dan Imperialisme Barat
di Indonesia dan Gerakan Kebangsaan di Indonesia.
Makalah ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan berbagai pihak,
oleh sebab itu penulis mengucapkan banyak terima kasih serta penghargaan setinggi-
tingginya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh
karena keterbatasan dari penulis dalam berbagai bidang. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada siapa saja yang membacanya.
Manado, 24 Mei 2011
Karina Tuturoong
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................. 1
Daftar Isi ............................................................................................................ 2
BAB I : Pendahuluan ..................................................................................... 3
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 3
B. Tujuan Penulisan .......................................................................... 4
C. Masalah ........................................................................................ 5
D. Manfaat Penulisan ........................................................................ 5
BAB II : Pembahasan ....................................................................................... 6
A. Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia ....................... 6
1. Pengertian Kolonialisme dan Imperialisme ............................. 6
2. Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Barat ............. 8
3. Reaksi Rakyat Indonesia .......................................................... 16
B. Gerakan Kebangsaan di Indonesia ................................................ 22
1. Terbentuknya Kesadaran Nasional ......................................... 22
2. Munculnya Organisasi Pergerakan Nasional ........................... 26
3. Sumpah Pemuda dan Terbentuknya Identitas ........................ 31
BAB III : Penutup .............................................................................................. 33
A. Kesimpulan .................................................................................... 33
B. Saran .............................................................................................. 33
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 34
2
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAHKolonialisme dan imperialisme pada dasarnya merupakan suatu sistem pemerasan
yang dilakukan suatu bangsa terhadap bangsa lain. Bangsa Indonesia selama berabad-
abad hidup dalam kolonialisme dan imperialisme barat. Masuknya kekuasaan bangsa
Asing di Indonesia telah menyebabkan perubahan tatanan politik, sosial, ekonomi dan
budaya bagi bangsa Indonesia.
Dalam bidang politik, pengaruh kekuasaan Belanda makin kuat karena intervensi
yang intensif dalam masalah-masalah istana, seperti pergantian takhta, pengangkatan
pejabat-pejabat keraton atau pun partisipasinya dalam menentukan kebijaksanaan
pemerintahan kerajaan. Dengan demikian dalam bidang politik penguasa-penguasa
pribumi makin tergantung pada kekuasaan asing, sehingga kebebasan dalam
menentukan kebijaksaan pemerintahan istana makin menipis. Di samping itu aneksasi
wilayah yang dilakukan oleh penguasa asing mengakibatkan makin menyempitnya
wilayah kekuasaan pribumi.
Dalam bidang ekonomi, penghasilan penguasa pribumi makin berkurang. Sudah
pasti keadaan ini akan menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan para penguasa
pribumi. Di pihak rakyat, khususnya para petani dibebani kewajiban untuk mengolah
sebagian tanahnya untuk ditanami dengan tanaman-tanaman eskpor dan masih harus
menyumbangkan tenaganya secara paksa kepada pemerintah kolonial. Hal inilah yang
mengakibatkan runtuhnya perekonomian rakyat.
Dalam bidang sosial, perluasan kolonialisme dan imperialisme berakibat makin
melemahnya kedudukan dan perekonomian penguasa pribumi. Penguasa pribumi lebih
banyak ditugaskan untuk menggali kekayaan bumi Indonesia, seperti memungut pajak,
mengurusi tanaman milik pemerintah dan mengerahkan tenaga kerja untuk kepentingan
pemerintah Belanda. Turunnya kedudukan penguasa pribumi mengakibatkan turunnya
derajat dan kehormatan sebagai penguasa pribumi.
Di bidang kebudayaan, makin meluasnya pengaruh kehidupan Barat dalam
lingkungan kehidupan tradisional. Kehidupan Barat seperti cara bergaul, gaya hidup, cara
berpakaian dan pendidikan mulai dikenal di kalangan atas atau istana. Sementara itu
beberapa tradisi di lingkungan istana mulai luntur. Tradisi keagamaan rakyat pun mulai
terancam pula. Di kalangan penguasa timbul kekhawatiran bahwa pengaruh kehidupan
Barat mulai merusak nilai-nilai kehidupan tradisional.
Perubahan dalam berbagai segi kehidupan sebagai akibat makin meluasnya
kolonialisme dan imperialisme di Indonesia menimbulkan kegelisahan, kekecewaan, dan
3
kebencian yang meluas di kalangan rakyat Indonesia. Itulah sebabnya, pada abad ke-19
muncul perlawanan-perlawanan besar di seluruh wilayah Indonesia.
Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia kemudian membuat bangsa Indonesia
mempunyai tekad untuk menentang penjajahan dan memperoleh kemerdekaan. Saat
itulah tumbuh kesadaran nasional Indonesia.
Kesadaran nasional adalah suatu sikap yang dimiliki suatu bangsa berkaitan
dengan tanggung jawab hak dan kewajibannya. Kesadaran nasional ini tumbuh setelah
memahami sejarah bangsanya. Dengan adanya kesadaran nasional akan mampu
menumbuhkan semangat untuk bertindak menentang penjajahan
Selama bangsa Indonesia yang berada dalam genggaman penjajahan Belanda,
sistem pendidikan yang dikembangkan bersifat diskriminasi. Ini terbukti dari kecilnya
kesempatan memperoleh pendidikan pada penduduk bumi putra.
Politik Etis memberikan peluang lebih besar terhadap usaha memperoleh
kesempatan belajar, melalui Trilogi yang diusulkan oleh Van Deventer. Kelompok
terpelajar/kaum intelektual menjadi pelopor dalam sejarah pergerakan bangsa
Indonesia. Dari mereka itulah kemudian muncul organisasi pergerakan khususnya Budi
Utomo yang kemudian menjadi pelopor pergerakan nasional. Pemakaian istilah
Indonesia sebagai nama Perhimpunan Indonesia memberikan motivasi dalam munculnya
kesadaran nasional. Dalam perkembangannya, muncul organisasi pergerakan dengan
berbagai macam latar belakang. Ada yang berlatar belakang politik, agama, pemuda,
pelajar, wanita. Dilihat dari strategi perjuangannya, ada yang kooperasi (bekerjasama
dengan Belanda), ada juga yang non kooperasi (tidak mau bekerjasama dengan Belanda,
ada yang bersifat moderat dan ada yang radikal.
Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 yang dilakukan oleh organisasi-organisasi
pemuda kemudian melahirkan Sumpah Pemuda yang secara materiil mengikat persatuan
bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan.
B. TUJUAN PENULISANTujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menginformasikan kepada para
pembaca apa yang dimaksud dengan kolonialisme, imperialisme dan pergerakan
kebangsaan; perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di Indonesia dan
gerakan-gerakan kebangsaan yang muncul di Indonesia serta dampaknya bagi bangsa
Indonesia.
C. MASALAHBerdasarkan latar belakang masalah yang ada, rumusan masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Kolonialisme dan Imperialisme.
4
2. Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia
3. Pengaruh Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia
4. Terbentuknya Kesadaran Nasional
5. Munculnya Organisasi Pergerakan Nasional
6. Sumpah Pemuda dan Terbentuknya Identitas Bangsa
D. MANFAAT PENULISANManfaat dari penulisan makalah ini adalah agar kita dapat memahami bagaimana
proses berkembangnya kolonialisme dan imperialisme barat yang terjadi di Indonesia
dan tumbuhnya kesadaran nasional yang membuat terbentuknya gerakan-gerakan
kebangsaan hingga lahirnya Sumpah Pemuda yang membuat bangsa Indonesia bisa
memperoleh kemerdakaannya.
5
BAB IIPEMBAHASAN
A. KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA
1. Pengertian Kolonialisme dan Imperialisme
a. Kolonialisme
Kolonialisme berasal dari kata “colonus” yang artinya petani. Istilah ini diberikan
pada para petani Yunani yang pindah dari negerinya yang tandus dan pindah ke
daerah lain yang lebih subur. Para colonus tetap menjalin hubungan dengan negara
asalnya, tapi oleh negara asal(induk) daerah tadi dianggap sebagai bagian dari negara
induk dan harus tunduk pada negara asal (mother land). Dari sinilah muncul awal
penjajahan (imperialisme).
Jadi kolonialisme adalah suatu sistem pemukiman warga suatu negara di luar
wilayah induknya atau negara asalnya. Biasanya daerah koloni terletak di seberang
lautan dan kemudian dijadikan bagian wilayah mereka.
Kolonialisme adalah suatu sistem dimana suatu negara menguasai rakyat dan
sumber daya negara lain tetapi masih tetap berhubungan dengan negeri asal.
Kolonialisme tujuannya untuk menguras sumber-sumber kekayaan daerah koloni
demi perkembangan industri dan memenuhi kekayaan negara yang melaksanakan
politik kolonial tersebut.
Kolonialisme muncul pasca-Revormasi Industri yang sebagai akibat dari adanya
hasrat untuk mencari sumber daya alam yang sebesar-besarnya yang digunakan
sebagai bahan industri di kawasan Eropa. Bermulai dari kepentingan berdagang,
bangsa-bangsa Eropa ini kemudian mulai menjajah daerah-daerah yang didatangi
menjadi miliknya. Hal ini semakin jelas setelah Perjanjian Zaragosa antara Portugis dan
Spanyol di sepakati dengan membagi dunia atas dua bagian yang menjadi milik
mereka. Dalam perkembangannya muncullah Negara Eropa lain, seperti Inggris,
Belanda, Perancis yang juga menjajah daerah-daerah yang mereka datangi sebagai
Negara jajahannya.
Kolonialisme sering dihubungkan dengan imperialisme, walaupun pada dasarnya
kedua istilah tersebut memiliki perbedaan yang mendasar dalam pola dan tujuannya.
Kolonialisme bertujuan menguasai sumber daya ekonomi dan modal di suatu daerah,
dengan cara menjajah daerah-daerah tersebut.
6
b. Imperialisme
Imperialisme ialah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar dapat
memegang kendali atau pemerintahan atas daerah lain agar negara itu bisa dipelihara
atau berkembang. Sebuah contoh imperialisme terjadi saat negara-negara itu
menaklukkan atau menempati tanah-tanah itu.
Kata imperialisme berasal dari kata Latin "imperare" yang artinya "memerintah".
Hak untuk memerintah (imperare) disebut "imperium". Orang yang diberi hak itu
(diberi imperium) disebut "imperator". Yang lazimnya diberi imperium itu ialah raja,
dan karena itu lambat-laun raja disebut imperator dan kerajaannya (ialah daerah
dimana imperiumnya berlaku) disebut imperium. Pada zaman dahulu kebesaran
seorang raja diukur menurut luas daerahnya, maka raja suatu negara ingin selalu
memperluas kerajaannya dengan merebut negara-negara lain. Tindakan raja inilah
yang disebut imperialisme oleh orang-orang sekarang, dan kemudian ditambah
dengan pengertian-pengertian lain hingga perkataan imperialisme mendapat arti-kata
yang kita kenal sekarang ini.
Imperialisme ialah politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia
untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya. "Menguasai" disini
tidak perlu berarti merebut dengan kekuatan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan
kekuatan ekonomi, kultur, agama dan ideologi, asal saja dengan paksaan. Imperium
disini tidak perlu berarti suatu gabungan dari jajahan-jajahan, tetapi dapat berupa
daerah-daerah pengaruh, asal saja untuk kepentingan diri sendiri.
Imperialisme merujuk pada sistem pemerintahan serta hubungan ekonomi dan
politik negara-negara kaya dan berkuasa, mengawal dan menguasai negara-negara
lain yang dianggap terbelakang dan miskin dengan tujuan mengeksploitasi sumber-
sumber yang ada di negara tersebut untuk menambah kekayaan dan kekuasaan
negara penjajahnya.
Imperialisme menonjolkan sifat-sifat keunggulan (hegemony) oleh satu bangsa
atas bangsa lain. Tujuan utama imperialisme adalah menambah hasil ekonomi.
Negara-negara imperialis ingin memperoleh keuntungan dari negeri yang mereka
kuasai karena sumber ekonomi negara mereka tidak mencukupi. Selain faktor
ekonomi, terdapat satu kepercayaan bahwa sebuah bangsa lebih mulia atau lebih baik
dari bangsa lain yang dikenal sebagai ethnosentrism. Faktor lain yang menyumbang
pada dasar imperialisme adalah adanya perasaan ingin mencapai taraf sebagai bangsa
yang besar dan memerintah dunia, misalnya dasar imperialisme Jepang. Dasar
imperialisme awalnya bertujuan untuk menyebarkan ide-ide dan kebuadayaan Barat
ke seluruh dunia. Oleh karena itulah, imperialisme bukan hanya dilihat sebagai
penindasan terhadap tanah jajahan tetapi sebaliknya dapat menjadi faktor pendorong
pembaharuan-pembaharuan yang dapat menyumbang ke arah pembinaan sebuah
7
bangsa seperti pendidikan, kesehatan, perundang-undangan dan sistem
pemerintahan.
Sarjana Barat membagi imperialisme dalam dua kategori yaitu imperialisme kuno
dan imperialisme modern. Imperialisme kuno adalah negara-negara yang berhasil
menaklukan atau menguasai negara-negara lain, atau yang mempunyai suatu
imperium seperti imperium Romawi, Turki Usmani, dan China, termasuk spanyol,
Portugis, Belanda, Inggris dan Perancis yang memperoleh jajahan di Asia, Amerika dan
Afrika sebelum 1870, tujuan imperialisme kuno adalah selain faktor ekonomi
(menguasai daerah yang kaya dengan sumber daya alam) juga termasuk didalamnya
tercakup faktor agama dan kejayaan . Sedangkan Imperialisme modern bermula
setelah Revolusi Industri di Inggris tahun 1870-an. Hal yang menjadi faktor
pendorongnya adalah adanya kelebihan modal dan Barang di negara-negara Barat.
Selepas tahun 1870-an , negara-negara Eropa berlomba-lomba mencari daerah
jajahan di wilayah Asia, Amerika dan Afrika. Mereka mencari wilayah jajahan sebagai
wilayah penyuplai bahan baku dan juga sebagai daerah pemasaran hasil industri
mereka. Dasar Imperialisme ini dilaksanakan demi agama, mereka menganggap bahwa
menjadi tugas suci agama untuk menyelamatkan manusia dari segala macam
penindasan dan ketidakadilan terutama di negara-negara yang dianggap terbelakang
seperti para misionaris Kristen yang menganggap misi penyelamat ini sebagai The
White Man Burden.
Perbedaan dari imperialisme dan kolonialisme hanya terletak pada makna
katanya. Imperialisme adalah suatu bentuk usaha dari satu negara asing untuk
memperluas wilayah kekuasannya dengan cara menyerang atau menduduki wilayah-
wilayah lain yang lemah dari segi pertahanan, untuk seterusnya dijadikan koloni atau
daerah jajahan mereka. Sementara kolonialisme adalah bentuk dari suatu penjajahan,
dimana suatu daerah dijadikan sebagai bagian dari negara penjajah untuk menopang
sistem ekonomi dari si penjajah. Faktor ekonomi adalah faktor penyebab atau pemicu
dari munculnya imperialisme dan kolonialisme di muka bumi ini.
2. Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia
a. Kedatangan Bangsa Barat di Berbagai Daerah
Mulai akhir abad XV bangsa Eropa berusaha melakukan penjelajahan samudra.
Faktor-faktor pendorong penjelajahan samudra antara lain:
1) Adanya keinginan mencari kekayaan (gold)
Kekayaan yang mereka cari terutama adalah rempah-rempah. Sekitar abad XV di
Eropa, rempah-rempah pada saat itu harganya sangat mahal. Harga rempah -
8
rempah semahal emas (gold). Mereka sangat membutuhkan rempah-rempah untuk
industri obatobatan.
2) Adanya keingingan menyebarkan agama Nasrani (gospel)
Selain mencari kekayaan dan tanah jajahan, bangsa Eropa juga membawa misi
khusus. Misi khusus tersebut adalah menyebarkan agama Nasrani kepada
penduduk daerah yang dikuasainya. Tugas mereka ini dianggap sebagai tugas suci
yang harus dilaksanakan ke seluruh dunia yang dipelopori oleh bangsa Portugis.
3) Adanya keinginan mencari kejayaan (glory)
Di Eropa ada suatu anggapan bahwa apabila suatu negara mempunyai banyak
tanah jajahan, negara tersebut termasuk negara yang jaya (glory). Dengan adanya
anggapan ini, negara-negara Eropa berlomba-lomba untuk mencari tanah jajahan
sebanyakbanyaknya.
4) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan perkembangan paham Renaissance, ilmu pengetahuan dan teknologi juga
berkembang pesat, misalnya seperti berikut ini.
a) Ditemukannya Teori Heliosentris dari Copernicus yang mengatakan bahwa pusat
peredaran tata surya adalah matahari. Planet-planet berputar mengelilingi
matahari dan bumi berputar pada porosnya. Bentuk bumi tidak rata tetapi bulat.
Hal ini mendorong orang untuk membuktikannya.
b) Dikembangkannya teknik pembuatan kapal yang dapat digunakan untuk
mengarungi samudra luas.
c) Mulai ditemukannya mesiu untuk persenjataan. Senjata ini dapat digunakan
untuk melindungi pelayaran dari ancaman bajak laut dan sebagainya.
d) Ditemukannya kompas. Alat ini digunakan sebagai penunjuk arah, sehingga para
penjelajah tidak lagi bergantung pada kebiasaan alam. Untuk menentukan arah,
biasanya mereka berpedoman pada bintang, sehingga jika angkasa tertutup
awan mereka tidak dapat meneruskan pelayarannya. Dengan kompas, mereka
bebas berlayar ke arah manapun tanpa gangguan, baik siang maupun malam.
5) Jatuhnya Kota Konstantinopel ke tangan bangsa Turki
Jatuhnya Konstantinopel ke tangan bangsa Turki pada tahun 1453 menyebabkan
bangsa Eropa mengalami kesulitan mendapatkan rempah-rempah. Oleh karena itu,
mereka berusaha mencari sendiri daerah penghasil rempah-rempah dengan
melakukan penjelajahan-penjelajahan samudra.
9
b. Terbentuknya Kekuasaan Kolonial di Indonesia
1) Pelayaran Cornelis de Houtman
Pada tahun 1595 Belanda berangkat dari Eropa di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman dan sampai di Indonesia pada tahun 1956 dengan mendarat di Banten.
Sejak pelayaran de Houtman, maka banyak berdiri perusahaan-perusahaan dagang
Belanda yang masing-masing memiliki kapal sendiri dan berlayar ke Indonesia. Hal
inilah yang menyebabkan timbulnya persaingan antara para pedagang Belanda.
Para pedagang berusaha mendapatkan rempah-rempah di Indonesia untuk
secepatnya memenuhi muatan kapalnya. Akibatnya harga pembelian rempah-
rempah di Indonesia meningkat. Para petani dan pedagang Indonesia memperoleh
untung, sedang di Eropa harga rempah-rempah makin merosot, karena makin
banyak tersedia di pasaran Eropa. Hal ini berpengaruh juga terhadap harga rempah-
rempah di tanah air di kemudian hari.
2) Pembentukan VOC
Untuk mengatasi persaingan di antara pedagang Belanda dan persaingan pedagang
Belanda dengan Portugis, maka pedagang Belanda dengan didukung oleh
pemerintahnya membentuk kongsi dagang yang bernama VOC (Vereenidge Oost
Indishe Compagnie) pada tanggal 20 Maret 1602. VOC adalah badan yang bersifat
partikelir, di mana para pedagang Belanda bergabung di dalamnya.
Tujuan VOC di Indonesia antara lain:
a) Menguasai pelabuhan-pelabuhan penting.
b) Menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
c) Melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Agar VOC dapat berkembang dengan baik, pemerintah Belanda memberikan hak
Octroi (istimewa), yaitu hak untuk dapat bertindak sebagai suatu negara. Hak-hak
tersebut antara lain:
a) Hak monopoli perdagangan dari ujung selatan Afrika ke sebelah timur sampai
ujung selatan Amerika.
b) Hak memiliki tentara sendiri dan pengadilan.
c) Hak memiliki mata uang sendiri.
d) Hak menguasai dan mengikat perjanjian dengan kerajaankerajaan lain di daerah
kekuasaan monopoli perdagangannya.
Dengan hak-hak istimewa tersebut menyebabkan perkembangan VOC sangat pesat.
Perdagangan-perdagangan Portugis di Indonesia dapat didesak. Sebagai bukti
keberhasilan itu pada tahun 1605, VOC berhasil menguasai benteng ketahanan
Portugis di Ambon, kemudian namanya diganti menjadi Benteng Victoria. Dengan
10
adanya peristiwa tersebut, kekuasan Portugis di Maluku terdesak dan hanya
mampu bertahan di Timor-Timur.
3) Persaingan dagang Belanda dengan Inggris
Mengetahui taktik perdagangan Belanda dengan membentuk persekutuan dagang
(VOC), maka Inggris juga mendirikan kongsi dagang yang dinamakan EIC (East Indian
Company) pada tahun 1600 dengan daerah operasi utamanya di Indonesia. Inggris
mengetahui bahwa Belanda menduduki Indonesia, maka Inggris berniat merebut
Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut di bawah pimpinan Lord Minto sebagai
gubernur jenderal Inggris di Calkuta, didirikan ekspedisi Inggris untuk merebut
kekuasaan Belanda di Indonesia.
Pada tahun 1811 Inggris berhasil merebut seluruh kekuasaan Belanda di tanah
Indonesia, sehingga kekuasan Inggris di Indonesia berada di bawah pimpinan Raffles
sampai tahun 1816. Berdasarkan konvensi London (Convention of London) tahun
1814, Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda karena dianggap tidak ada
untungnya. Adapun isi pokok dari Konvensi London ialah:
a) Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
b) Jajahan-jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, Guyana tetap di tangan
Inggris.
c) Cochain (di Pantai Malabar) diambil oleh Inggris dan Bangka diserahkan pada
Belanda sebagai gantinya.
c. Pengalihan Kekuasaan VOC kepada Kerajaan Belanda
1) Pembubaran VOC
Memasuki akhir abad ke-18 kejayaan VOC mulai merosot. Hal ini disebabkan oleh
faktor internal dalam tubuh VOC itu sendiri maupun faktor eksternal di luar VOC
yang menggerogoti keberadaan VOC. Adapun faktor internal yang menyebabkan
kemerosotan VOC adalah:
a) Banyaknya pegawai VOC yang melakukan korupsi.
b) Sulitnya melakukan pengawasan terhadap daerah penguasaan VOC yang sangat
luas.
Faktor eksternal yang menyebabkan kemerosotan VOC adalah:
a) Meletusnya revolusi Prancis menyebabkan Belanda jatuh ke tangan Prancis di
bawah pimpinan Napoleon Bonaparte.
b) Reaksi penentangan oleh rakyat Indonesia terhadap VOC dalam bentuk
peperangan yang banyak menyedot pembiayaan dan tenaga.
11
Keadaan yang kian parah dan mengkhawatirkan menyebabkan Belanda mengambil
sikap, pada tangal 31 Desemnber 1799 VOC dibubarkan dan pemerintah kolonial di
Indonesia mulai dikendalikan langsung oleh pemerintah kerajaan Belanda.
2) Pemerintaham Herman W. Daendels
Sejak Belanda jatuh ke tangan Prancis pada tahun 1795, Belanda diubah namanya
menjadi republik Bataaf dan diperintah oleh Louis Napoleon, adik kaisar Napoleon
Bonaparte. Di samping itu, pemerintah Prancis mengkhawatirkan keadaan di Pulau
Jawa sebagai daerah jajahan Belanda akan direbut oleh Inggris yang saat itu tidak
berhasil dikuasai oleh Prancis. Oleh karena itu, pada tanggal 1 Januari 1808 Louis
Napoleon mengutus Herman W. Daendels ke Pulau Jawa.
Pada tanggal 15 Januari 1808 Daendels menerima kekuasaan dari Gubernur
Jenderal Weise. Daendels dibebani tugas mempertahankan Pulau Jawa dari
serangan Inggris, karena Inggis telah menguasai daerah kekuasaan VOC di Sumatra,
Ambon, dan Banda. Sebagai gubernur jenderal, langkah-langkah yang ditempuh
Daendels, antara lain:
a) Meningkatkan jumlah tentara dengan jalan mengambil dari berbagai suku bangsa
di Indonesia.
b) Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
c) Membangun pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon.
d) Membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan, sepanjang kurang lebih
1.100 km.
e) Membangun benteng-benteng pertahanan.
Dalam rangka mewujudkan langkah-langkah tersebut Daendels menerapkan sistem
kerja paksa (rodi). Selain menerapkan kerja paksa Daendels melakukan berbagai
usaha untuk mengumpulkan dana dalam menghadapi Inggris. Langkah tersebut
antara lain:
a) Mengadakan penyerahan hasil bumi (contingenten).
b) Memaksa rakyat-rakyat menjual hasil buminya kepada pemerintah Belanda
dengan harga murah (verplichte leverantie).
c) Melaksanakan Preanger Stelsel, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyat
Priangan untuk menanam kopi.
d) Menjual tanah-tanah negara kepada pihak swasta asing seperti kepada Han Ti Ko
seorang pengusaha Cina.
Daendels merupakan penguasa yang disiplin, tegas, dan kejam, sehingga dikenal
sebagai gubernur jenderal yang bertangan besi. Ia juga dijuluki Tuan Besar Guntur
atau Jenderal Mas Galak.
12
Tindakan Daendels ini di mata orang Belanda sendiri ternyata sangat dibenci.
Daendels juga menjual tanah milik negara kepada pengusaha swasta asing, berarti
ia telah melanggar undang-undang negara. Hal tersebut mengakibatkan ia dipanggil
pulang ke negerinya dan diganti Jenderal Jassens pada tahun 1811.
Jassens ternyata berbeda dengan Daendels, ia lemah dan kurang cakap. Pemerintah
Jassens mewarisi situasi keamanan dan ekonomi yang sangat buruk dan dibayang-
bayangi ancaman Inggris sewaktu-waktu. Pada bulan Agustus 1811 Inggris
mendarat di Batavia dipimpin Lord Minto. Belanda melakukan perlawanan terhadap
Inggris, tetapi tidak berhasil. Akibat serangan Inggris tersebut Belanda menyerah
dan akhirnya menandatangani Kapitulasi Tuntang 11 September 1811. Isi Perjanjian
Tuntang adalah:
a) Seluruh kekuatan militer Belanda yang ada di kawasan Asia Tenggara harus
diserahkan kepada Inggris.
b) Hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris.
c) Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Jawa menjadi wilayah
kekuasaan Inggris.
Isi pokok Perjanjian Tuntang tersebut membawa pengaruh langsung bagi bangsa
Indonesia, yaitu wilayah Nusantara diserahkan kepada EIC (Inggris) yang bermarkas
di Calcuta India. Akibat Kapitulasi Tuntang tersebut Indonesia jatuh ke tangan
Inggris.
d. Pemerintahan Inggris di Indonesia (1811–1816)
Setelah Inggris berhasil menguasai Indonesia kemudian memerintahkan Thomas
Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur di Indonesia dan memulai tugasnya pada
tanggal 19 Oktober 1811. Kebijaksanaan Raffles selama memerintah di Indonesia:
1) Di bidang ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
a) Menghapus segala kebijakan Daendels, seperti contingenten/ pajak/penyerahan
diganti dengan sistem sewa tanah (landrente).
b) Semua tanah dianggap milik negara, maka petani harus membayar pajak sebagai
uang sewa.
Namun upaya Raffles dalam penerapan sistem pajak tanah mengalami kegagalan
karena:
a) Sulit menentukan besar kecilnya pajak bagi pemilik tanah, karena tidak semua
rakyat mempunyai tanah yang sama.
b) Sulit menentukan luas sempitnya dan tingkat kesuburan tanah petani.
c) Keterbatasan pegawai-pegawai Raffles.
13
d) Masyarakat desa belum mengenal sistem uang.
2) Di bidang pemerintahan pengadilan dan sosial
Dalam bidang ini, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
a) Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan termasuk Jogjakarta dan Surakarta.
b) Masing-masing karesidenan mempunyai badan pengadilan.
c) Melarang perdagangan budak.
3) Di bidang ilmu pengetahuan
Dalam bidang pengetahuan, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
a) Mengundang ahli pengetahuan dari luar negeri untuk mengadakan berbagai
penelitian ilmiah di Indonesia.
b) Raffles bersama Arnoldi berhasil menemukan bunga bangkai sebagai bunga
raksasa dan terbesar di dunia. Bunga tersebut diberinya nama ilmiah Rafflesia
Arnoldi.
c) Raffles menulis buku “History of Java” dan merintis pembangunan Kebun Raya
Bogor sebagai kebun biologi yang mengoleksi berbagai jenis tanaman di
Indonesia bahkan dari berbagai penjuru dunia.
Pemerintahan Raffles tidak berlangsung lama sebab Pemerintahan Napoleon di
Prancis pada tahun 1814 jatuh. Akibat berakhirnya kekuasan Louis Napoleon 1814,
maka diadakan Konferensi London. Isi Konferensi London antara lain:
a) Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya yang dahulu direbut Inggris.
b) Penyerahan Indonesia oleh Inggris kepada Belanda berlangsung tahun 1816.
c) Jhon Fendall diberi tugas oleh pemerintah Inggris untuk menyerahkan kembali
Indonesia kepada Belanda.
Belanda menerima penyerahan Inggris melalui Komisi Jenderal yang terdiri dari 3
orang, yaitu Elaut, Van der Cappelen, dan Buykes. Sejak saat itu terjadi perubahan
kekuasaan di Indonesia dari tangan Inggris ke tangan Belanda. Belanda menunjuk
Van Der Cappelen sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda.
e. Masa Pemerintahan Kolonial Belanda (Johanes Van Den Bosch)
Kekosongan keuangan Belanda yang disebabkan oleh perang kemerdekaan dari
Belgia maupun perang Diponegoro, mendorong Belanda untuk menciptakan suatu
sistem yang dapat menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi/keuangan bagi
Belanda. Pada masa kepemimpinan Johanes Van Den Bosch Belanda memperkenalkan
culturstelsel atau caltivitaion system (tanam paksa). Sistem tanan paksa pertama kali
diperkenalkan di Jawa dan dikembangkan di daerah-daerah lain di luar Jawa.
14
1) Aturan sistem tanam paksa
a) Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima dari lahan garapannya untuk
ditanami tanaman wajib yang berkualitas ekspor.
b) Tanah yang disediakan untuk tanah wajib dibebaskan dari pembayaran pajak
tanah.
c) Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah kolonial. Setiap
kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada
rakyat.
d) Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh
melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi atau kurang
lebih 3 bulan.
e) Mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari atau seperlima
tahun di perkebunan pemerintah.
f) Jika terjadi kerusakan atau kegagalan panen menjadi tanggung jawab pemerintah
(jika bukan akibat kesalahan petani).
g) Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada kepala desa.
2) Pelaksanaan tanam paksa
Dalam kenyataannya, pelaksanaan cultur stelsel banyak terjadi penyimpangan,
karena berorientasi pada kepentingan imperialis, di antaranya:
a) Jatah tanah untuk tanaman ekspor melebihi seperlima tanah garapan, apalagi
tanahnya subur.
b) Rakyat lebih banyak mencurahkan perhatian, tenaga, dan waktunya untuk
tanaman ekspor, sehingga banyak tidak sempat mengerjakan sawah dan ladang
sendiri.
c) Rakyat tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi 1/5 tahun.
d) Waktu pelaksanaan tanaman ternyata melebihi waktu tanam padi (tiga bulan)
sebab tanaman-tanaman perkebunan memerlukan perawatan yang terus-
menerus.
e) Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali
kepada rakyat ternyata tidak dikembalikan kepada rakyat.
f) Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab rakyat/petani.
f. Undang-Undang Agraria
Dalam pertemuan di parlemen Belanda, Frans van Putte, de Wall, dan Thorbecke
yang berasal dari kaum liberal menyampaikan gagasan perlunya menerapkan prinsip
liberalisme ekonomi di tanah jajahan. Menurut kaum liberal, kehidupan perekonomian
akan berjalan lancar jika ketentuan berikut ini dipatuhi, yaitu:
15
1) Swasta mempunyai hak untuk memiliki alat-alat produksi.
2) Anggota masyarakat bebas untuk melakukan tindakan ekonomi.
3) Pemerintah tidak mencampuri urusan rumah tanga perekonomian.
Berdasarkan hal tersebut pihak penguasa swasta diberi kesempatan seluas-
luasnya menjalankan roda perekonomian di wilayah Hindia-Belanda. Sebagai
perwujudan kemenangan kaum liberal, pemerintah Belanda mengeluarkan Undang-
Undang Agraria tahun 1870 (Agrarische Wet 1870) yang berisi pokok-pokok aturan
sebagai berikut.
1) Gubernur jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah.
2) Gubernur jenderal dapat menyewakan tanah menurut ketentuan yang diatur dalam
undang-undang.
3) Tanah-tanah diberikan dengan hak penguasaan selama waktu tidak lebih dari 75
tahun sesuai ketentuan.
4) Gubernur jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah yang dibuka oleh rakyat.
Tujuan pemberlakuan Undang-Undang Agraria adalah:
1) Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasaan pemodal asing.
2) Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk
Indonesia.
3) Membuka kesempatan kerja kepada penduduk Indonesia terutama di bidang buruh
perkebunan.
Pengaruh positif pemberlakuan Undang-Undang Agraria adalah:
1) Rakyat Indonesia diperkenalkan kepada pentingnya peranan lalu lintas uang (modal)
dalam kehidupan ekonomi.
2) Tumbuhnya perkebunan-perkebunan besar meningkatkan jumlah produksi
tanaman ekspor jauh melebihi produksi semasa berlakunya sistem tanam paksa,
sehingga Indonesia mampu menjadi penghasil kina terbesar nomor 1 di dunia.
3) Rakyat Indonesia merasakan manfaat sarana irigasi dan transportasi yang dibangun
pihak perkebunan.
Karena mendapat sorotan tajam, akhirnya pada tahun 1900 pemerintah Belanda
menghentikan Undang-Undang Agraria 1870 tersebut.
3. Reaksi Rakyat Indonesia terhadap Upaya Perdagangan Portugis dan Belanda
Menjelang kedatangan bangsa Eropa, masyarakat di wilayah Nusantara hidup
dengan tenteram di bawah kekuasaan raja-raja. Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di
Indonesia mula-mula disambut baik oleh bangsa Indonesia, tetapi lama-kelamaan rakyat
Indonesia mengadakan perlawanan karena sifat-sifat dan niat-niat jahat bangsa Eropa
mulai terkuak dan diketahui oleh bangsa Indonesia. Perlawanan-perlawanan yang
dilakukan rakyat Indonesia disebabkan orang-orang Barat ingin memaksakan monopoli
16
perdagangan dan berusaha mencampuri urusan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Adapun
perlawanan-perlawanan tersebut antara lain:
a. Perlawanan rakyat Indonesia terhadap Portugis
Setelah Malaka dapat dikuasai oleh Portugis 1511, maka terjadilah persaingan
dagang antara pedagang-pedagang Portugis dengan pedagang di Nusantara. Portugis
ingin selalu menguasai perdagangan, maka terjadilah perlawanan-perlawanan
terhadap Portugis. Perlawanan tersebut antara lain:
1) Perlawanan di Aceh terhadap Portugis
Sejak Portugis dapat menguasai Malaka, Kerajaan Aceh merupakan saingan terberat
dalam dunia perdagangan. Para pedagang muslim segera mengalihkan kegiatan
perdagangannya ke Aceh Darussalam. Keadaan ini tentu saja sangat merugikan
Portugis secara ekonomis, karena Aceh kemudian tumbuh menjadi kerajaan dagang
yang sangat maju. Melihat kemajuan Aceh ini, Portugis selalu berusaha
menghancurkannya, tetapi selalu menemui kegagalan. Keberhasilan Aceh untuk
memperhatankan diri dari ancaman Portugis disebabkan:
a) Aceh berhasil bersekutu dengan Turki, Persia, dan India.
b) Aceh memperoleh bantuan kapal, prajurit, dan makanan dari pedagang muslim
di Pulau Jawa.
c) Kapal Aceh dilengkapi persenjataan yang cukup baik dan prajurit yang tangguh.
Usaha-usaha Aceh Darussalam untuk mempertahankan diri dari ancaman Portugis
antara lain:
a) Aceh berhasil menjalin hubungan baik dengan Turki, Persia, dan Gujarat (India),
b) Aceh memperoleh bantuan berupa kapal, prajurit, dan makanan dari beberapa
pedagang muslim di Jawa,
c) kapal-kapal dagang Aceh dilengkapi dengan persenjataan yang cukup baik dan
prajurit yang tangguh,
d) meningkatkan kerja sama dengan Kerajaan Demak dan Makassar.
Permusuhan antara Aceh dan Portugis berlangsung terus tetapi sama-sama tidak
berhasil mengalahkan, sampai akhirnya Malaka jatuh ke tangan VOC tahun 1641.
VOC bermaksud membuat Malaka menjadi pelabuhan yang ramai dan ingin
menghidupkan kembali kegiatan perdagangan seperti yang pernah dialami Malaka
sebelum kedatangan Portugis dan VOC.
Kemunduran Aceh mulai terlihat setelah Iskandar Muda wafat dan penggantinya
adalah Sultan Iskandar Thani (1636–1841). Pada saat Iskandar Thani memimpin
Aceh masih dapat mempertahankan kebesarannya. Tetapi setelah Aceh dipimpin
17
oleh Sultan Safiatuddin 91641–1675) Aceh tidak dapat berbuat banyak
mempertahankan kebesarannya.
2) Ternate melawan Portugis
Pada awalnya Portugis diterima dengan baik oleh raja setempat dan diijinkan
mendirikan benteng, namun lama-kelamaan, rakyat Ternate mengadakan
perlawanan. Perlawanan ini terjadi karena sebab-sebab berikut ini:
a) Portugis melakukan monopoli perdagangan.
b) Portugis ikut campur tangan dalam pemerintahan.
c) Portugis ingin menyebarkan agama Katholik, yang berarti bertentangan dengan
agama yang telah dianut oleh rakyat Ternate.
d) Portugis membenci pemeluk agama Islam karena tidak sepaham dengan mereka.
e) Portugis sewenang-wenang terhadap rakyat.
f) Keserakahan dan kesombongan bangsa Portugis.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka kehendak Portugis ditolak oleh raja
Ternate. Rakyat Ternate dipimpin oleh Sultan Hairun bersatu dengan Tidore
melawan Portugis, sehingga Portugis dapat didesak. Pada waktu terdesak, Portugis
mendatangkan bantuan dari Malaka dipimpin oleh Antoni Galvo, sehingga Portugis
mampu bertahan di Maluku.
Pada tahun 1565, rakyat Ternate bangkit kembali di bawah pimpinan Sultan Hairun.
Portugis berusaha menangkap Sultan Hairun, namun rakyat bangkit untuk melawan
Portugis dan berhasil membebaskan Sultan Hairun dan tawanan lainnya. Akan
tetapi Portugis melakukan tindakan licik dengan mengajak Sultan Hairun berunding.
Dalam perundingan, Sultan Hairun ditangkap dan dibunuh. Perlawanan rakyat
Ternate dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan Hairun).
Pada tahun 1574 benteng Portugis dapat direbut, kemudian Portugis menyingkir ke
Hitu dan akhirnya menguasai dan menetap di Timor-Timur sampai Tahun 1975.
b. Perlawanan rakyat Indonesia terhadap Belanda
1) Perlawanan Mataram (Perlawanan Sultan Agung)
Kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Agung (1613–1645). Cita-cita Sultan Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan
Jawa di bawah pimpinan Mataram. Adapun sebab-sebab Mataram menyerang
Batavia adalah:
a) Mengusir Belanda dari tanah air Indonesia.
b) Belanda sering merintangi perdagangan Mataram di Malaka.
c) Belanda melaksanakan monopoli perdagangan.
18
Sultan Agung mengadakan penyerangan ke Batavia pertama kali pada tahun 1628.
Pasukan pertama dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso. Adapun pasukan kedua
dipimpin oleh Tumenggung Agul-Agul, Kyai Dipati Mandurorejo, Kyai Dipati
Upusonto, dan Dipati Ukur. Namun serangan tersebut mengalami kekalahan.
Kegagalan serangan pertama tidak mengendorkan semangat melawan Belanda.
Sultan Agung menyusun kembali kekuatan untuk melakukan serangan kedua
dengan matang dan cermat. Pada Tahun 1629 Sultan Agung kembali menyerang
Batavia untuk kedua kalinya di bawah pimpinan Dipati Puger dan Dipati Purbaya.
Serangan kedua juga mengalami kegagalan, sebab persiapan Sultan Agung telah
diketahui oleh VOC, gudang-gudang persiapan makanan Sultan Agung dibakar oleh
VOC. Dalam peperangan itu Pimpinan VOC Y.P. Coen meninggal akibat penyakit
colera, sehingga tentara Mataran mundur takut terserang penyakit. Kemudian
perlawanan rakyat Mataram dilanjutkan oleh:
a) Trunojoyo (1674–1709)
b) Untung Suropati (1674–1706)
c) Mangkubumi dan Mas Said (1474–1755)
Pada saat perlawanan Mangkubumi, terjadi kesepakatan damai dengan Belanda
dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti (1755) yang isinya:
a) Mataram dibagi menjadi dua yaitu Mataram Barat (Jogja) dan Mataram Timur
(Surakarta).
b) Mangkubumi berkuasa di Mataram Barat dan Paku Buwono berkuasa di
Mataram Timur (Surakarta).
2) Banten melawan VOC
Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abdul Fatah yang
dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa (1650–1682). Sultan Ageng Tirtayasa
mengadakan perlawanan terhadap VOC (1651), karena menghalang-halangi
perdagangan di Banten.
VOC dalam menghadapi Sultan Ageng Tirtayasa menggunakan politik devide et
impera, yaitu mengadu domba antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya yang
bernama Sultan Haji yang dibantu oleh VOC. Dalam pertempuran ini Sultan Ageng
Tirtayasa terdesak dan ditangkap. Kemudian Sultan Haji (putera Sultan Agung
Tirtayasa) diangkat menjadi Sultan menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa. Pada
Tahun 1750 meletus gerakan perlawanan terhadap pemerintahan Sultan Haji yang
dipimpin Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Perlawanan dapat dipadamkan berkat
bantuan VOC. Setelah pertempuran selesai, Sultan Haji melakukan perundingan
dengan VOC yang isinya:
a) Sultan Haji harus mengganti biaya perang.
19
b) Banten harus mengakui di bawah kekuasaan VOC.
c) Kecuali VOC, pedagang lain dilarang berdagang di Banten.
d) Kepulauan Maluku tertutup bagi pedagang Banten.
3) Makassar melawan VOC
Makassar berkembang pesat dan mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654–1659). Sultan Hasanuddin menolak
monopoli yang dilakukan oleh VOC, sehingga terjadilah perang dengan VOC.
Peperangan berlangsung tiga kali.
Pertama, terjadi pada tahun 1633, di mana VOC berusaha memblokade Makassar
untuk menghentikan arus keluar masuk perdagangan di Makassar, namun usaha ini
belum berhasil. Pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654, serangan ini juga
belum berhasil. Pertempuran ketiga merupakan pertempuran besar yang terjadi
pada tahun 1667. Dalam perang ini VOC melaksanakan politik devide et impera,
yaitu mengadu domba antara Sultan Hasanuddin dengan Aru Palaka (Raja Bone).
Akhirnya, pada waktu itu Sultan Hasanudin dipaksa menandatangani perjanjian
Bongaya (1667) yang isinya:
a) Makassar mengakui kekuasaan VOC.
b) VOC memegang monopoli perdagangan di Makassar.
c) Aru Palaka dijadikan Raja Bone.
d) Makassar harus melepaskan Bugis dan Bone.
e) Makassar harus membayar biaya perang VOC.
Karena kegigihannya melawan VOC, Sultan Hasanuddin dijuluki “Ayam Jantan dari
Timur”.
4) Perlawanan Diponegoro (1825–1830)
Perang Diponegoro mulai meletus di Tegalrejo, Jogjakarta dan meluas hampir ke
seluruh Jawa. Bupati-bupati yang ada di bawah pengaruh Mataram ikut
menyatakan perang terhadap Belanda. Maka perang Diponegoro sering disebut
perang Jawa.
Pangeran Diponegoro adalah putera sulung Sultan Hamengku Buwono III yang
dilahirkan pada Tahun 1785. Ketika masih kecil bernama Pangeran Ontowiryo.
Sebab-sebab umum Perang Diponegoro:
a) Penderitaan rakyat sangat berat karena adanya bermacammacam pajak.
b) Raja dan kalangan istana benci kepada Belanda karena wilayah Mataram makin
dipersempit.
c) Ulama kecewa karena peradaban Barat mulai memasuki kalangan Islam.
d) Bangsawan kecewa karena tidak boleh menyewakan tanahnya.
20
e) Belanda ikut campur dalam urusan pemerintahan.
Adapun sebab-sebab khusus perang Diponegoro adalah rencana pembuatan jalan
yang melintasi tanah makam leluhur pengeran Diponegoro tidak meminta ijin
terlebih dahulu kepada Pangeran Diponegoro.
Dalam perang Diponegoro, Belanda mengalami banyak kesulitan. Bahkan Belanda
mengakui perang Diponegoro merupakan perang terberat dan memakan biaya yang
besar.
Belanda menggunakan siasat benteng stelsel dalam melumpuhkan perlawanan
Pangeran Diponegoro. Tujuan dari sistem benteng stelsel adalah:
a) Mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro.
b) Memecah belah pasukan Diponegoro.
c) Mencegah masuknya bantuan untuk pasukan Diponegoro.
d) Bagi Belanda sendiri dapat memperlancar hubungan antara Belanda jika
mendapat serangan dari pasukan Diponegoro.
e) Memperlemah pasukan Diponegoro.
Sistem benteng stelsel ternyata belum berhasil mematahkan perlawanan
Diponegoro. Kemudian Belanda mendatangkan pasukan dari daerah lain dan
membujuk para pembantu Diponegoro untuk menyerah. Dengan siasat itu, para
pembantu Pangeran Diponegoro sebagian menyerah, tetapi belum berhasil
menangkap Pangeran Diponegoro.
Belanda menggunakan siasat baru dengan sayembara, tetapi juga belum berhasil.
Pada tahun 1830 Belanda mengadakan tipu muslihat dengan mengajak Pangeran
Diponegoro untuk berunding. Dalam perundingan itu Pangeran Diponegoro
ditangkap. Setelah ditangkap Pangeran Diponegoro dibawa ke Semarang, kemudian
diasingkan ke Batavia/Jakarta. Pada tanggal 3 Mei 1830 Pangeran Diponegoro
dipindahkan ke Manado, dan pada tahun 1834 dipindahkan ke Makassar dan wafat
di Makassar pada tanggal 8 Januari 1855.
5) Perang Padri (1821–1837)
Pada abad ke-19 Islam berkembang pesat di daerah Minangkabau. Tokoh-tokoh
Islam berusaha menjalankan ajaran Islam sesuai Al-Quran dan Al-Hadis. Gerakan
mereka kemudian dinamakan gerakan Padri. Gerakan ini bertujuan memperbaiki
masyarakat Minangkabau dan mengembalikan mereka agar sesuai dengan ajaran
Islam. Gerakan ini mendapat sambutan baik di kalangan ulama, tetapi mendapat
pertentangan dari kaum adat. Sebab umum terjadinya perang Padri adalah
a) Pertentangan antara kaum Padri dan kaum adat.
b) Belanda membantu kaum adat.
21
Perang pertama antara kaum Padri dan kaum adat terjadi di Kota Lawas, kemudian
meluas ke kota lain. Pemimpin kaum Padri antara lain Dato’ Bandaro, Tuanku Nan
Cerdik, Tuanku Nan Renceh, Dato’ Malim Basa (Imam Bonjol). Adapun kaum adat
dipimpin oleh Dato’ Sati. Pada perang tersebut kaum adat terdesak, kemudian
minta bantuan Belanda. Perang yang terjadi dapat dibagi menjadi dua tahap.
a) Tahap pertama (1821–1825)
Pada tahap ini, peperangan terjadi antara kaum Padri dan kaum adat yang
dibantu oleh Belanda. Menghadapi Belanda yang bersenjata lengkap, kaum Padri
menggunakan siasat gerilya. Kedudukan Belanda makin sulit, kemudian
membujuk kaum Padri untuk berdamai. Pada tanggal 15 Nopember 1825 di
Padang diadakan perjanjian perdamaian dan tentara Belanda ditarik dari
Sumatra dan dipusatkan untuk menumpas perlawanan Diponegoro di Jawa.
b) Tahap kedua (1830–1837)
Setelah perang Diponegoro selesai, Belanda mulai melanggar perjanjian dan
perang Padri berkobar kembali. Pada perang ini, kaum Padri dan kaum adat
bersatu melawan Belanda.
Mula-mula kaum Padri mendapat banyak kemenangan. Pada tahun 1834 Belanda
mengerahkan pasukan untuk menggempur pusat pertahanan kaum Padri di
Bonjol. Pada tanggal 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol tertangkap,
kemudian diasingkan di Minahasa sampai wafatnya. Dengan menyerahnya Imam
Bonjol bukan berarti perang selesai, perang tetap berlanjut walaupun tidak lagi
mengganggu usaha Belanda untuk menguasai Minangkabau.
B. GERAKAN KEBANGSAAN DI INDONESIA
1. Terbentuknya Kesadaran Nasional
a. Lahirnya kelompok intelektual
Sistem diskriminasi rasial terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat
baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Sistem yang
dikembangkan tersebut dikenal dengan Stelsel Kolonial. Masyarakat terbelah dalam
beberapa strata yaitu orang Belanda asli/totok, Belanda Campuran, Timur Asing dan
Bumi Putra (pribumi). Masyarakat pribumi ini masih memiliki tingkatan-tingkatan
seperti golongan bangsawan, priyayi dan rakyat biasa.
Dalam masalah pendidikanpun juga terjadi diskriminasi, karena sekolah untuk
masyarakat Eropa, Timur Asing dan kelompok bangsawan berbeda dengan sekolah
untuk golongan pribumi. Untuk pribumi adalah sekolah kelas dua, yang hanya untuk
22
kemampuan membaca dan menulis. Dengan demikian golongan pribumi akan
tertinggal dalam bidang intelektual.
Salah satu ciri masyarakat terjajah, adalah terbatasnya kaum cerdik pandai
(intelektual). Jika ingin merubah semua itu tentunya bagaimana rakyat dapat
memperoleh kesempatan belajar yang selama ini terjadi diskriminasi antara orang
Belanda dengan kaum Bumi Putra. Dalam rangka mendapatkan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran ternyata masih ada sekelompok masyarakat
di Belanda yang peduli akan nasib rakyat Indonesia itu.
Pada tahun 1898, dalam majalah de Gids, dia menulis artikel berjudul Een
Ereschuld (Hutang Kehormatan atau Hutang Budi). Dijelaskannya bahwa Belanda
banyak menyengsarakan rakyat Indonesia. Telah begitu besar kekayaan Indonesia
mengalir ke Belanda (politik batig slof). Untuk itu, perlu ada pengembalian kepada
bangsa Indonesia oleh pemerintah Belanda, karena itu merupakan suatu hutang.
Terbatasnya kaum cerdik pandai oleh karena bidang pendidikan bukan menjadi
prioritas Belanda. Pada masa VOC keinginan Belanda adalah bagaimana memperoleh
kekayaan sebanyak-banyaknya. Itulah sebabnya diambil kebijakan monopoli
perdagangan. Sistem Tanam Paksa yang dilakukan oleh Belanda ternyata membawa
kesengsaraan yang luar biasa bagi rakyat Indonesia. Pelaksanaan sistem tanam paksa
telah mengakibatkan rakyat Indonesia menderita.
Namun karena desakan dari berbagai pihak terutama dari kalangan kaum liberal
di negeri Belanda lahir kemudian politik etis. Kebijaksanaan yang diambil sebagai balas
budi adalah dengan menerima konsep Th. C. Van Deventer yang dituangkan dalam
trilogi, yang meliputi irigasi, emigrasi, dan edukasi.
Di atas telah disebutkan, bahwa sistem pendidikan kolonial bersifat diskriminatif.
Pada mulanya, diperkenalkan Sekolah Kelas Dua untuk anak-anak pribumi dan Sekolah
Kelas Satu untuk anak-anak pegawai negeri, orang-orang yang punya kedudukan
dalam masyarakat, dan masyarakat golongan “berpunya”. Bagi golongan Eropa dan
para bangsawan disediakan Sekolah Rendah. Sejak Abad ke-20 dibuka sistem sekolah
desa atau Volksschool yang lamanya tiga tahun. Bagi yang akan melanjutkan,
disediakan sekolah sambungan (Vervolgschool) selama dua tahun
Perkembangan sistem pendidikan itu sebenarnya menjadi bumerang bagi
Belanda di Indonesia. Walaupun sistem pendidikan Barat memperkenalkan sistem nilai
Barat, akan tetapi rasa kebangsaan rakyat Indonesia tidaklah luntur. Hal itu terlihat
dari munculnya semangat kebangsaan, yang kemudian menjadi sebuah gerakan.
Muncullah tokoh-tokoh pergerakan nasional, seperti dr. Sutomo, dr. Wahidin
Sudirohusodo, dan Surjadi Suryaningrat, tidak dapat dilepaskan dari adanya kemajuan
dalam bidang pendidikan tersebut. Melalui ilmu yang diperoleh di bangku sekolah,
kesadaran mereka justru tumbuh subur untuk menyusun kekuatan, yang kemudian
23
menjelma menjadi organisasi modern. Semua itu tidak terlepas dari munculnya para
intelektual yang akhirnya menjadi pelopor pergerakan nasional.
Untuk mendukung pelaksanaan Politik Etis, pemerintah Belanda mencanangkan
Politik Asosiasi dengan semboyan unifikasi. Politik Asosiasi berkaitan dengan sikap
damai dan menciptakan hubungan harmonis antara Barat (Belanda) dan Timur (Rakyat
pribumi). Dengan Politik Asosiasi dan semboyan unifikasi, akan terjadi suatu proses
pembelandaan terhadap rakyat Indonesia. Namun demikian ternyata cara yang
dilakukan Belanda ini tidak memperoleh sambutan dari rakyat Indonesia sehingga
kebijakan ini tidak membawa hasil. Mereka berpandangan bahwa bangsa Belanda
merasa superior, lebih kuat dan unggul, sehingga politik Asosiasi justru menimbulkan
hubungan yang paternalistik. Belanda berperan sebagai Bapak dan Indonesia sebagai
anak yang masih harus dibina.
Setelah dilaksanakannya Politik Etis sebagai salah satu kebijakan pemerintah
Hindia Belanda, banyak lembaga pendidikan mulai berdiri. Namun demikian ternyata
diskriminasi rasial menjadi salah satu hambatan masuk sekolah. Sistem pendidikan
juga dikembangkan disesuaikan dengan status sosial masyarakat (Eropa, Timur Asing
dan Bumiputra). Untuk kelompok bumiputra masih diwarnai oleh status keturunan
yang terdiri dari kelompok bangsawan kaum priyayi dn rakyat jelata.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka struktur pendidikan terdiri dari
pendidikan dasar yang didalamnya ada ELS (Europese Legerschool) dan HIS (Holandsch
Inlandschool) untuk keturunan Indonesia asli yang berada pada golongan atas.
Sedangkan untuk golongan Indonesia asli dari kelas bawah disediakan Sekolah Kelas
Dua.
Dalam pendidikan tingkat menengah ada HBS (Hogere Burger School) MULO
(Meer Uitegbreit Ondewijs), AMS (Algemene Middelbare Aschool). Disamping itu juga
ada beberapa sekolah kejuruan/keguruan seperti Kweek School, Normaal School.
Untuk pendidikan tinggi, ada Pendidikan Tinggi Teknik (Koninklijk Instituut voor
Hoger Technisch Ondewijs in Nederlandsch Indie), Sekolah Tinggi Hukum (Rechschool),
dan Sekolah Tinggi Kedokteran yang berkembang sejak dari Sekolah Dokter Jawa,
STOVIA, NIAS dan GHS (Geneeskundige Hogeschool).
Pendidikan kesehatan (kedokteran tersebut di atas) yang sejak 2 Januari 1849
semula lahir sebagai Sekolah Dokter Jawa, kemudian pda tahun 1875 diubah menjadi
Ahli Kesehatan Bumiputra (Inlandsch Geneeskundige). Dalam perkembangannya pada
tahun 1902 menjadi dokter Bumiputra (Inlandsch Arts). Sekolah ini diberi nama
STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang kemudian pada tahun 1913
diubah menjadi NIAS (Nederlandsch Indische Artsenschool).
Di atas telah dikatakan bahwa munculnya sistem pendidikan tidak dapat
dipisahkan dengan politik etis. Dari sinilah mulai adanya perhatian terhadap
24
perkembangan pendidikan mengingat salah satu dari Trilogi van Deventer secara
eksplisit menyebutkan mengenai edukasi.
Jika dikaitkan dengan lahirnya pergerkan nasional, peranan lulusan sekolah
Belanda memiliki posisi yang sangat penting. Hal ini terbukti dengan kehadirannya
sebagai pelopor dalam pergerakan nasional dengan mendirikan organisasi seperti
studie Fond maupun Budi Utomo.
b. Peranan Pers Dalam Pergerakan Nasional
Salah satu hal mendasar yang dialami oleh para pejuang, khususnya pada masa
pergerakan nasional adalah bagaimana mengkomunikasikan perjuangan itu pada
pihak lain. Kurangnya komunikasi ini dapat memberikan dampak negatif dalam sebuah
perjuangan. Komunikasi sangat bermanfaat dalam upaya mengkoordinasikan
perjuangan. Salah satu sarana yang dapat dipergunakan untuk mengkomunikasikan
perjuangan itu adalah melalui pers. Ketajaman “pena” pers itu dapat memberikan
motivasi pada para pejuang, sebab bagaimanapun sebuah terbitan pasti memiliki
“warna” dan nuansa yang subjektif.
Secara umum, pers harus mampu memeperjuangkan objektivitas, menjadi alat
pendidikan, alat penyalur aspirasi, sebagai lembaga pengawasan dan juga sebagai
upaya untuk penggalangan opini umum. Dengan demikian, pers dapat berfungsi
sebgai alat perjuangan bangsa. Bagi bangsa Indonesia pada masa pergerakan nasional
itu, pers dapat berfungsi sebagai alat propaganda demi kepentingan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, kedudukan pers amat penting. Pers yang berbahasa Melayu, dalam
perjuangan bangsa Indonesia, amat penting karena dapat menarik pembaca dari
kelompok Bumi Putra. Keberadaan pers yang berbahasa Melayu merupakan ancaman
bagi pers Belanda atau pers Tionghoa. Oleh karena itu, dalam usaha untuk menarik
pembaca, pemerintah Belanda juga menerbitkan pers berbahasa Melayu.
Pers mampu memberikan sumbangan terhadap timbulnya kesadaran bangsa
Indonesia. Sebagai contoh, setelah Budi Utomo didirikan pada tanggal 20 Mei 1908,
surat edaran yang berkaitan dengan pendirian BU itu dimuat dalam Surat Khabar De
Locomotif dan Bataviaasch Nieuwsblad. Hal yang sama juga dilakukan oleh majalah
Jong Indie. Pemuatan surat edaran pendirian Budi Utomo itu memberikan nilai positif
karena masyarakat segera tahu sesuatu telah terjadi.
Memperingati 100 tahun bebasnya negara ini dari kekuasaan Perancis
mendapatkan reaksi yang amat keras. Hal itu terlihat dari pemuatan tulisan Suwardi
Surjaningrat dalam surat kabar de’ Express (surat kabar yang dimiliki Indische Partij).
Peranan pers tidak terbatas pada terbitan di Hindia Belanda. Di luar negeri pun (negeri
Belanda) Perhimpunan Indonesia menerbitkan Indonesia Merdeka. Penerbitan
tersebut memberikan sumbangan besar dalam mengkomunikasikan perjuangan
25
bangsa Indonesia di luar negeri. Ini terbukti dari seringnya Perhimpunan Indonesia
mengikuti pertemuan internasional.
2. Munculnya Organisasi Pergerakan Nasional
Nasionalisme jika dilihat dari aspek bahasa, memiliki akar kata Natie (Belanda),
atau nation (Inggris) yang berarti bangsa. Nasionalisme adalah faham yang berkaitan
denga kecintaan terhadap tanah air. Orang yang bersifat nasionalis adalah orang yang
mencintai bangsa dan tanah airnya. Kehadiran Jong Java mendorong lahirnya beberapa
perkumpulan serupa, seperti lahirnya Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa,
Jong Batak, Jong Ambon, Jong Selebes, Timorees ver Bond, PPPI (Perhimpunan Pelajar-
Pelajar Indonesia), Pemuda Indonesia/ Jong Indonesia, Jong Islamienten Bond,
Kepanduan, dan sebagainya. Semua organisasi tersebut mendorong timbulnya kesadaran
nasional bangsa Indonesia.
a. Budi Utomo
Budi Utomo sebagai pelopor Pergerakan Nasional Indonesia memiliki semboyan
hendak meningkatkan martabat rakyat. Mas Ngabehi Wahidin Sudiro Husodo, seorang
dokter di Yogyakarta dan termasuk golongan priyayi rendahan. Dalam tahun 1906 dan
1907 mulai mengadakan kampanye di kalangn priyayi di pulau Jawa.
Di bawah pimpinan Wahidin Sudirohusodo, diupayakan pengumpulan dana
untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan tersebut,
didirikan Studie Fond. Studie ini merupakan badan yang bertujuan mengumpulkan
dana untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada bangsa Indonesia dalam
memperoleh pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Cita-cita luhur itu ternyata kurang memperoleh dukungan, khususnya, dari
golongan priyayi. Usaha Wahidin Sudiro Husodo tersebut, ternyata mempengaruhi
jiwa Sutomo, seorang mahasiswa STOVIA Jakarta.
Pada tanggal 20 Mei 1908, para mahasiswa STOVIA memproklamasikan
berdirinya Budi Utomo. Pada kesempatan itu, Sutomo ditunjuk sebagai ketuanya.
Organisasi yang baru berdiri itu menentukan keanggotaannya, dari golongan terpelajar
(intelektual).
Pada awalnya, Budi Utomo bukanlah organisasi politik. Hal itu dapat dilihat dari
tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mengupayakan hubungan kekeluargaan atas segenap bangsa Bumi Putera,
2. Mengadakan perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah,
3. Mendirikan badan wakaf yang akan mengumpulkan dana untuk kepentingan
belanja anak-anak sekolah, dan
4. Memajukan kebudayaan dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam
upaya mencapai kehidupan yang layak.
26
Budi Utomo merupakan pelopor organisasi moderen. Organissi ini menjadi
model bagi gerakan berikutnya. Walaupun ruang lingkup kegiatan Budi Utomo
terbatas pada golongan terpelajar dan wilayahnya meliputi Jawa, Madura dan Bali,
akan tetapi Budi Utomo menjadi tonggak awal kebangkitan nasional. Karena itu, oleh
Bangsa Indonesia, kelahiran Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia,
Nomor 31, tanggal 16 Desember 1959.
b. Sarekat Islam (SI)
Semula, organisasi ini bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan pada
tahun 1911 oleh Haji Samanhudi. Kelahiran SDI didorong dengan adanya keinginan
untuk bersaing dengan pedagang Tionghoa dalam monopoli perdagangan batik di
Solo. Dengan sistem monopoli yang dilakukan oleh para pedagang Tionghoa itu, para
pengrajin batik yang ada di Solo sangat dirugikan, terutama dalam penentuan harga.
SDI didirikan di Kota Solo oleh H. Samanhudi dengan maksud untuk memajukan
perdagangan di bawah panji-panji Islam, SDI juga memiliki tujuan seperti yang
terumus dalam anggaran dasarnya sebagai berikut,
1. Mengembangkan jiwa berdagang,
2. Memberi bantuan kepada para anggotanya yang mengalami kesukaran,
3. Memajukan pengajaran dan mempercepat naiknya derajat Bangsa Bumi Putra,
dan
4. Menggalang persatuan umat Islam khususnya dalam memajukan kehidupan
Agama Islam.
Ruang lingkup keanggotaan SDI terbatas (hanya pedagang yang beragama
Islam). Itu merupakan penghalang bagi upaya SDI untuk menjangkau keanggotaan
yang lebih luas. Oleh karena itu, ada keinginan agar SDI menjelma menjadi organisasi
massa. Untuk itu, pada tahun 1912, Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat
Islam (SI). Dengan perubahan itu, Sarekat Islam menjadi organisasi yang terbuka
sehingga memungkinkan untuk menjangkau keanggotaan yang lebih banyak karena
Islam menjadi identitas pribumi.
Sarekat Islam berkembang dengan pesat karena Agama Islam menjadi
motivasinya. Perkembangan Sarekat Islam amat mengkhawatirkan Belanda. Dalam
rangka memantapkan keberadaan Sarekat Islam, ada upaya untuk mendapatkan
badan hukum dari Pemerintah Kolonial Belanda. Karena itu, Sarekat Islam mengajukan
badan hukum. Keinginan tersebut, ternyata ditolak oleh Belanda, yang memperoleh
badan hukum justru Sarekat Islam lokal, sehingga terjadi perpecahan diberbagai
daerah.
Perpecahan semula terjadi antara Agus Salim dan Abdul Muis dengan Semaun.
Kedua tokoh itu memiliki pandangan yang bertolak belakang. Agus Salim adalah
27
seorang yang agamis (religius), sedangkan Semaun seorang sosialis (bahkan komunis).
Dalam Kongres Sarekat Islam, tahun 1921, dilakukan disiplin partai. Tidak
diperkenankan adanya keanggotaan rangkap maupun jabatan rangkap antara SI
dengan oraganisasi lain.
c. Perhimpunan Indonesia
Orang-orang Indonesia yang ada di Negeri Belanda pada tahun 1908,
mendirikan organisasi yang diberi nama Indische Vereniging. Pelopor berdirinya
organisasi ini adalah Sultan Kasayangan seorang mahasiswa dan Noto Suroto seorang
penyair dari Jogjakarta. Tujuan yang dirumuskan oleh organisasi ini adalah memajukan
kepentingan bersama atas orang-orang yang berasal dari Indonesia, baik yang pribumi
maupun nonpribumi, yang ada di Negeri Belanda. Dalam perkembangannya, Indische
Vereniging, pada tahun 1925, diganti namanya menjadi Perhimpunan Indonesia, dan
sejak itu nama perkumpulan ini menggunakan istilah “Indonesia”. Hal ini menjadi
penting karena mulai digunakan kata Indonesia sebagai upaya menunjukkan identitas
kita.
Kedatangan tokoh-tokoh pergerakan nasional ke Negeri Belanda seperti Tjipto
Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat, dan Muhammad Hatta sangat
menguntungkan perkembangan Perhimpunan Indonesia. Pada masa kepemimpinan
Muhammad Hatta, aktivitas Perhimpunan Indonesia semakin meluas.
Perhimpunan Indonesia banyak mengikuti pertemuan internasional, seperti
konferensi internasional yang diadakan di Paris dan Belgia, sehingga mereka dapat
mengomunikasikan perjuangan Bangsa Indonesia kepada dunia internasional.
Perjuangannya bersifat non-cooperasi dan self help. PI memiliki media, yaitu majalah
Hindia Putra. Melalui media ini perjuangan dan cita-cita Bangsa Indonesia disampaikan
kepada pihak lain. Untuk lebih menunjukkan sifat ke-Indonesiaannya, nama Hindia
Putra diganti menjadi Indonesia Merdeka. Keberadaan PI dalam sejarah Pergerakan
Nasional memiliki arti penting mengingat organisasi itu juga membuka
keanggotaannya untuk semua mahasiswa yang ada di Hindia Belanda.
d. Indische Partij (IP)
Indische Partai didirikan pada tanggal 2 Desember 1912 sebagai organisasi
politik didirikan oleh Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Surjaningrat, dan seorang
keturunan Belanda yaitu E.F.E. Douwes Dekker.
Pendirian Indische Partij juga dimaksudkan untuk menggantikan Indische Bond
yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Tujuan yang
ingin dicapai oleh Indische Partij adalah membangun patriotisme sesama “Indiers”
terhadap tanah air yang memberi lapangan hidup kepada mereka. Tujuannya adalah
bekerja sama atas dasar persamaan ketatanegaraan dalam memajukan tanah air.
28
Dalam upaya mempertahankan keberadaannya sebagai organisasi, para
pemimpinnya berupaya agar mendapatkan pengakuan dari pemerintah Hindia
Belanda. Akan tetapi usaha itu gagal karena pemerintah Hindia Belanda dengan segala
cara selalu melarang berdirinya organisasi yang dianggap membahayakan.
Dengan semboyan Indie voor Indiers yang artinya Indonesia untuk Bangsa
Indonesia, organisasi itu berusaha membangkitkan semangat cinta tanah air walaupun
tanpa badan hukum. Karena gerakannya yang radikal, organisasi itu dianggap
berbahaya. Akibatnya, para pemimpinnya mendapatkan kesulitan dalam melakukan
aktivitas organisasi. Lebih-lebih setelah terjadi polemik Suwardi Surjaningrat dengan
pemerintah Belanda dalam artikelnya “Als ik een Nederlanders was” yang dimuat
dalam de’Express. Polemik itu terjadi setelah tulisaannya itu diterjemahkan dalam
bahasa Melayu/Indonesia. Akibatnya para pemimpinnya ditangkap dan diasingkan ke
negeri Belanda.
e. Indische Social Democratische Vereniging (ISDV)
Para pegawai Belanda di Indonesia, semula, mendirikan Indische Social
Democratische Veregining (ISDV). Dalam perkembangannya, ISDV, pada tanggal 20
Mei 1920, diubah menjadi Partai Komunis Hindia. Setelah itu, diubah lagi menjadi
Partai Komunis Indonesia (PKI). Pengurusnya ialah Semaun (Ketua), Darsono (Wakil
Ketua), Bergsma (Sekretaris) dan anggota pengurus yang terdiri dari Baars, Sugono,
dan H.W. Dekker sebagai bendahara. Partai Komunis Indonesia (PKI) secara resmi
berdiri tanggal 23 Mei 1920. Tokoh yang ada di belakang pendirian PKI adalah Sneevlit,
seorang pegawai Belanda yang dikirim ke Indonesia.
Pada tanggal 13 November 1926, PKI mengadakan pemberontakan di Banten,
Sumatera disusul tindakan kekerasan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Banyak penangkapan terhadap tokoh perjuangan, yang dibuang ke Digul dan Tanah
Merah.
f. Partai Nasional Indonesi (PNI)
Partai Nasional Indonesia (PNI) lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927.
Kelahiran PNI tidak terlepas dari peranan Algemeen Studie Club, yaitu suatu kelompok
studi para mahasiswa di Bandung. Rapat pendirian PNI, dihadiri oleh Ir. Soekarno, dr.
Tjipto Mangunkusumo, Sudjadi, Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo, Mr. Budiarto dan Mr.
Soenarjo. Pada rapat pendirian tersebut, terbentuklah susunan pengurus yang
disahkan dalam kongres PNI pertama di Surabaya tanggal 27 sampai 30 Mei 1928.
Dalam Kongres tersebut juga mengesahkan program kerja yang meliputi bidang
politik untuk mencapai Indonesia merdeka, memajukan perekonomian nasional, dan
memajukan pelajaran nasional. Oleh karena itu, dalam mewujudkannya kemudian
didirikan sekolah-sekolah, poliklinik-poliklinik, bank nasional, dan perkumpulan
29
koperasi. Garis perjuangan PNI adalah non-cooperative, artinya tidak mau bekerja
sama dengan pemerintah kolonial Belanda.
Karena ketatnya pengawasan politik oleh pihak kolonial Belanda, para tokoh PNI
kemudian ditangkap pada tahun 1930. Akibatnya, Soekarno, Gatot Mangkuprodjo,
Markum Sumodiredjo, dan Supriadinata ditangkap dan dajatuhi hukuman oleh
pengadilan Bandung. Dalam sidang tersebut, Soekarno menulis pembelaan deangan
judul Indonesia Menggugat.
Penangkapan terhadap tokoh PNI merupakan pukulan berat sehingga
menggoyahkan kehidupan partai tersebut. Dalam suatu kongres luar biasa di Jakarta
tanggal 25 April 1931, diambil keputusan bahwa PNI dibubarkan. Pembubaran PNI ini
membawa perpecahan pada para pendukungnya. Sartono kemudian mendirikan
Partindo sedangkan Moh. Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan PNI Baru (Pendidikan
Nasional Indonesia).
g. Permufakatan Perhimpunan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI)
Pendirian PPPKI atas usul PNI bersama-sama Sarekat Islam, BU, Pasundan,
Sumatransche Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club, dan Algmeen Studie Club.
Kesepakatan itu terjadi dalam rapat tanggal 17 sampai 18 Desember 1927. Tujuan
yang ingin dicapai dari federasi ini adalah kesatuan aksi dalam menghadapi
imperialisme Belanda.
Sebagai suatu federasi dari gerakan kebangsaan PPPKI, mampu mengordinasikan
gerakan yang ada, baik yang radikal maupun yang maderat. Upaya PPPKI yang
memberikan sumbangan terhadap perjuangan Bangsa Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. PPPKI mendirikan badan yang bertugas memberikan bantuan terhadap
pembebasan pelajar di negeri Belanda.
2. PPPKI mengadakan rapat tahun 1930 karena terjadinya penangkapan terhadap
para pemimpin Frond Nasional yang diharapakan dapat memberikan bantuan
terhadap keluarga yang ditinggalkan karena masuk penjara Belanda.
3. PPPKI ikut menghadiri Kongres Indonesia Raya tahun 1932. Dalam kongres itu
diusahakan peredaan ketegangan diantara organisasi-organisasi politik yang
ada di Indonesia.
h. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
Tekanan Pemerintahan Kolonial Belanda mengakibatkan PPPKI sebagai suatu
federasi tidak dapat menjalankan fungsinya. Oleh karena itu, dalam rapat pendirian
Concentrasi Nasional yang diadakan tanggal 21 Mei 1939 di Batavia, didirikan GAPI,
sebuah federasi baru. Yang menjadi anggotanya adalah Parindra, Gerindro, Pasundan,
30
Persatuan Minahasa, PSII, PII, dan Partai Katolik. Yang menjadi latar belakang
berdirinya GAPI adalah:
1. kegagalan Petisi Sutardjo,
2. kegentingan nasional akibat timbulnya bahaya fasis
3. sikap pemerintah kolonial Belanda yang kurang memperhatikan kepentingan
Bangsa Indonesia.
Di dalam anggaran dasarnya, GAPI mencantumkan hak untuk menentukan
sendiri, persatuan nasional, dan persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia.
Semboyan yang dikumandangkan dalam konferensi pertamanya tanggal 4 Juli 1939
adalah Indonesia berparlemen. GAPI mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan
nama Manifesto GAPI yang isinya menyerukan kepada semua pihak untuk waspada
terhadap bahaya fisis. Untuk pertama kalinya, GAPI dipimpin oleh M.H. Husni Tamrin,
Amir Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosujono.
i. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Adanya tekanan terhadap organisasi politik non cooperative oleh pemerintah
kolonial Belanda, menyebabkan Studie Club mulai memfungsikan dirinya dalam
membina kader-kader bangsa. Karena itulah, Indonesische Studie Club Surabaya yang
dipimpin oleh dr. Sutomo mulai mengembangkan pengaruhnya di kalangan
masyarakat. Diubahlah Indonesische Studie Club menjadi Persatuan Bangsa Indonesia
(PBI) pada tahun 1931. PBI merupakan salah satu cikal bakal dari Parindra.
3. Sumpah Pemuda dan Terbentuknya Indentitas
Peranan pemuda dalam pergerakan nasional dimulai sejak berdirinya Budi Utomo
tanggal 20 Mei 1908. Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi itu lebih banyak
diikuti oleh golongan tua. Oleh karena itu, para pemuda selalu ingin menggalang
kekuatan yang merupakan pencerminan aktivitas para pemuda. Pada tanggal 7 Maret
1915, di Jakarta, para pemuda seperti dr. R. Satiman Wirjosandjojo, Kadarman, dan
Sunardi mendirikan organisasi kepemudaan yang keanggotaannya terdiri dari anak
sekolah menengah di Jawa dan Madura. Perkumpulan itu diberi nama Trikoro Dharmo.
Trikoro Dharmo artinya tiga tujuan mulia yang meliputi: sakti, budi, dan bakti. Tujuan
perkumpulan ini adalah mencapai Jawa Raya dengan cara memperkokoh rasa persatuan
antar pemuda Jawa, Madura, Sunda, Bali, dan Lombok.
Dalam rangka untuk mewujudkan persatuan, pada kongres di Solo tanggal 12 Juli
1918, Trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Tujuan yang ingin dicapai ialah
mendidik para anggota supaya kelak dapat memberikan tenaganya untuk membangun
Jawa Raya. Cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan tujuan itu adalah mempererat
perasatuan, menambah pengetahuan anggota serta berusaha menimbulkan rasa cinta
31
pada budaya sendiri. Dalam perjuangannya, Jong Java tidak melibatkan diri dalam
masalah politik.
Kehadiran Jong Java ini mendorong lahirnya beberapa perkumpulan serupa,
seperti lahirnya Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong
Ambon, Jong Selebes, Timorees ver Bond, PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia),
Pemuda Indonesia/ Jong Indonesia, Jong Islamienten Bond, Kepanduan, dan sebagainya.
Di samping gerakan-gerakan pemuda, juga terdapat organisasi wanita seperti Puteri
Indonesia, Aisijah, Wanita Sarekat Ambon, dan Organisasi Wanita Taman Siswa.
Keberadaan organisasi yang bersifat kedaerahan itu melahirkan keinginan untuk
menciptakan wadah tunggal pemuda Indonesia. Kongres Pemuda Pertama dilaksanakan
mulai tanggal 30 April 1926 sampai dengan 2 Mei 1926 di Jakarta.
Tujuan yang ingin dicapai dalam Kongres Pemuda I ini adalah menanamkan
semangat kerja sama antar perkumpulan pemuda di Indonesia. Oleh karena itu, ada
upaya untuk membentuk wadah federasi dari organisasi pemuda Indonesia. Pada tanggal
31 Agustus 1926, disahkan perhimpunan baru yang bernama Jong Indonesia.
Perjuangan untuk menyatukan kehendak para pemuda akhirnya menjadi
kenyataan. Atas inisisatif PPPI, pada tanggal 27-28 Oktober 1928, dilaksanakan Kongres
Pemuda Indonesia II yang tujuannya:
a. Melahirkan cita-cita semua perkumpulan pemuda-pemuda Indonesia,
b. Membicarakan beberapa masalah pergerakan pemuda Indonesia,
c. Memperkuat kesadaran kebangsaan Indonesia dan memperteguh persatuan
Indonesia.
Keputusan yang kemudian disebut Sumpah Pemuda oleh Bangsa Indonesia
tersebut diperingati tiap tahun sebagai “Hari Sumpah Pemuda” dan sekaligus “Hari
Pemuda Indonesia”. Selain mengucapkan sumpah, pada saat itu diperkenalkan “Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya” yang diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman
danpengibaran bendera “Pusaka” Sang Merah Putih.
Walaupun telah menghasilkan Sumpah Pemuda, para pemuda belum mampu
menciptakan fusi wadah bagi para pemuda Indonesia. Walaupun demikian, dengan
tercetusnya Sumpah Pemuda itu, telah memberikan bukti atas ketegasan konsepsi
perjuangan bangsa Indonesia yang bersatu dan berdaulat.
Tekad untuk persatuan itu akhirnya menjadi kenyataan setelah tanggal 31
Desember 1930 dalam Konferensi Pemuda di Solo terbentuk “Indonesia Moeda”. Hal
tersebut memberikan bukti bahwa para pemuda kita lebih mengutamakan persatuan dan
kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi, golongan, maupun kedaerahan.
Dengan demikian, kehadiran Indonesia Moeda merupakan pelopor dalam upaya secara
nyata untuk mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa.
32
BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULANDengan pengalaman sejarah yang dipaparkan dalam makalah ini, jelaslah bahwa
kolonialisme dan imperialisme merusak seluruh sendi-sendi masyarakat yang dijajah.
Penjajahan tidak sesuai dengan prikemanusiaan.
Perlawanan bangsa Indonesia memberikan kita pelajaran yang sangat berharga
bahwa persatuan dan kesatuan sangat penting bagi keutuhan suatu bangsa. Kita akan
mudah dihancurkan apabila kita terpecah-belah. Pergerakan nasional yang
membangkitkan dan semangat nasionalisme memegang peranan penting bagi
tercapainya kemerdekaan Indonesia.
Dalam perjalanan sejarah kita juga dapat menyadari bahwa tantangan bukan saja
datang dari luar negeri, tetapi juga dari dalam negeri yang patut diwaspadai seluruh
rakyat Indonesia.
B. SARANKita hendaknya tetap peka terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan
bangsa Indonesia. Tanpa kita sadari, kolonialisme dan imperialisme masih terus berjalan.
Kolonialisme dan imperialisme tidak hanya terjadi pada zaman dahulu, tetapi juga pada
zaman modern.
Kemerdekaan yang telah diraih oleh para pahlawan harus kita manfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Perjuangan bangsa Indonesia belum selesai. Pada saat ini kita harus
berjuang mengisi kemerdekaan untuk mencapai cita-cita nasional “Masyarakat Adil dan
Makmur berdasarkan Pancasila”.
33
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Ben. (1988). Revolusi Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perlawanan
di Jawa 1944 - 1946. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Hans Kohn. (1984). Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta : PT. Pembangunan
dan Erlangga.
Nugroho Notosusanto. dkk . (1992). Sejarah Nasional Indonesia 2 dan 3. Jakarta:
Depdikbud.
Suhartono. (1994). Sejarah Pergerakan Nasional, dari Budi Utomo sampai
Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Nagazuni, Akira. (1988). Bangkitnya Nasionalisme Indonesia, Budi Utomo 1908 -
1919. Jakarta ; Depdikbud.
34